Clipping Service Anti Money Laundering 8 Juni 2011
Indeks 1. Dua Terduga jaringan Teroris Ditangkap Densus 88 2. KPK Masih Tak Temukan Tindak Pidana Century KPK tidak yakin bila penyimpangan yang terjadi di Bank Century didasari niat jahat korupsi 3. Dugaan Suap Syarifuddin Berkilah
Mediaindonesia.com Rabu, 8 Juni 2011
Dua Terduga Jaringan Teroris Ditangkap Densus 88 POSO--MICOM: Detasemen Khusus Antiteror 88 Mabes Polri dan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, serta Samapta Polres Poso, Selasa (7/6), menangkap dua warga Poso, yang diduga terlibat jaringan teroris kelompok penembak polisi di Palu.
Dua warga Poso itu, Zainal Husain dan Maman alias Papa Adham, ditangkap di
rumahnya di Desa Lappe, Kecamatan Poso pesisir utara, atau sekitar 10 kilometer sebelah barat Kota Poso. Zainal dan Maman diduga anggota kelompok jaringan
penembak polisi di Palu. Polisi mensinyalir keduanya adalah bagian kelompok terduga teroris.
Dalam pemeriksaan, kedua tersangka mengaku menyimpan bahan peledak dan
senjata api, tetapi semuanya telah di buang ke Sungai Desa Lappe. Terkait hal itu,
Kepolisian Resor Poso dan Densus 88 akan mencari barang bukti tersebut yang telah dibuang tersangka.
Keduanya di bawa ke Polda Sulteng untuk penyelidikan lebih lanjut dengan
pengawalan ketat petugas. Wajah kedua tersangka ditutup kain warna hitam dengan kedua tangangan terikat.
Senin lalu, Polres Poso juga menangkap satu tersangka lainnya di Kabupaten Una Una, sekitar 100 kilometer sebelah timur Kota Poso. Tersangka adalah Anang Mustadi alias Bapa Ena. (Bob/Metrotvnews/OL-2)
Vivanews.com
Rabu, 8 Juni 2011
KPK Masih Tak Temukan Tindak Pidana Century
KPK tidak yakin bila penyimpangan yang terjadi diBank Century didasari niat jahat korupsi
VIVAnews – KPK menyatakan belum menemukan unsur perbuatan tindak pidana korupsi dalam kasus PT Bank Century.
Lembaga tersebut tidak yakin bila penyimpangan yang terjadi dalam kasus Bank Century didasari oleh niat jahat korupsi. KPK juga belum menemukan bukti adanya tindak pidana korupsi, meskipun BPK menemukan sejumlah penyimpangan terkait kasus Century.
“Atas semua penyimpangan yang menjadi temuan BPK, hingga kini belum ditemukan bukti-bukti bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi yang merupakan wewenang KPK sebagaimana yang diatur dalam pasal 11 UU no. 30/2002 tentang KPK,” kata
Busyro dalam rapat dengan Tim Pengawas Pelaksanaan Rekomendasi DPR atas Kasus Bank Century.
Sebelumnya, BPK menemukan penyimpangan antara lain dalam bentuk akuisisi dan merger, pengawasan yang lemah oleh BI, pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka
Pendek, penanganan Bank Century oleh LPS, penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dalam kaitannya dengan keputusan KK/KSSK, pemberian PMS, pencairan dana pihak ketiga terkait, dan praktek tidak sehat Bank Century lainnya. Busyro menyatakan, karena dana FPJP dan PMS yang diterima Bank Century pada tahun 2008 adalah uang negara, maka operasionalisasi dana FPJP masuk dalam
lingkup keuangan negara, meskipun pada waktu itu kepemilikan Bank Century masih dimiliki oleh pihak swasta. “Sejak Bank Century diambil alih oleh LPS, baik kepemilikan maupun pengelolaannya, maka pengelolaan Century seluruhnya masuk dalam lingkup keuangan negara,” jelas Busyro.
Dahulu, panitia angket Century DPR menyimpulkan, kasus Bank Century merupakan perbuatan melawan hukum yang berlanjut, dan merupakan bentuk penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat moneter dan fiskal, dengan modus operandi penyimpangan yang dapat merugikan keuangan negara, sehingga dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana korupsi.
Namun, kata Busyro, penyidik KPK berpendapat, pemberian FPJP belum dapat
dikategorikan sebagai perbuatan pidana. “Karena belum ada bukti perbuatan yang mendasari keputusan tersebut dilakukan dengan kesalahan serta niat jahat untuk terpenuhinya unsur delik korupsi,” kata Busyro lagi.
Sampai sekarang, lanjut Busyro, penyelidikan KPK terkait kasus Century masih
berlangsung, khususnya dalam rangka mendapatkan bukti tentang adanya aliran
dana FPJP maupun PMS disalurkan kepada pihak lain selain Bank Century. Selain itu, KPK juga menunggu hasil audit forensik BPK.
“Kami sudah memulai komunikasi dengan BPK. Kami menunggu hasil dari tim
forensik yang dibentuk oleh BPK. Sekiranya di sana nanti ada temuan-temuan yang
bisa diklasifikasikan sebagai bukti-bukti yang memenuhi kriteria terpenuhinya unsur
delik tindak pidana korupsi, tentu akan ada perkembangan lebih lanjut,” kata Busyro. • VIVAnews
Suarakarya-online.com Rabu, 8 Juni 2011 DUGAAN SUAP Syarifuddin Berkilah
JAKARTA (Suara Karya): Hakim Syarifuddin Umar, tersangka kasus dugaan suap pada
perkara kepailitan PT Sky Camping Indonesia (SCI), membantah telah memutus bebas 39 perkara korupsi karena menerima suap. Menurut hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) itu, setiap menjatuhkan vonis terhadap terdakwa dari perkara yang ditanganinya, dia selalu berdasarkan bukti-bukti yang ada.
"Saya dituduh selalu menerima suap dari 39 perkara yang saya tangani dan diputus bebas murni. Padahal, ada satu yang saya hukum," kata Syarifuddin usai diperiksa penyidik KPK kemarin.
Perkara tersebut adalah perkara tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Luwu,
Sulawesi Selatan, pada tahun 2004 dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,5
miliar. Kasus itu terpisah menjadi dua berkas perkara. Satu berkas perkara berisi 28
terdakwa yang merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, periode 1999-2004 dan satu berkas perkara lainnya dengan terdakwa dua mantan pimpinan DPRD Kabupaten Luwu periode yang sama.
Karena itu, Syarifuddin menuding tuduhan menerima suap dari para terdakwa
perkara tindak pidana korupsi yang dibebaskannya tidak didasarkan pada fakta. Dia merasa kasusnya ingin dilebarkan pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Sudah minta izin sama KPK. Saya mau bicara untuk mengungkap fakta yang
sebenarnya. Kok suap (perkara PT SCI) yang dituduhkan makin melebar, kok lari pada pembebasan Agusrin?" katanya.
Sementara itu, kurator PT Sky Camping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan,
menyampaikan permintaan maaf kepada hakim pengawas kepailitan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Syarifudin Umar. Hal itu diungkapkannya usai diperiksa penyidik KPK.
Puguh juga menyesal telah menyeret Syarifuddin dalam kasus tersebut. Baik
Syarifuddin maupun Puguh telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penyelesaian pailit PT SCI.
Menurut kuasa hukum Puguh, Sheila Salomo, kliennya ditanya seputar hal normatif
pada pemeriksaan kemarin. Misalnya, tentang perjalanan kariernya sebagai kurator di PT SCI.
Menanggapi kasus Syarifuddin, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi pada Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki menyatakan, makin banyak hakim
bermasalah di Indonesia ini. Hal itu membuat dunia peradilan di Indonesia nyaris tidak punya harapan dan kehilangan optimisme untuk hidup di negara hukum.
"Dunia peradilan kita boleh dikatakan nyaris tidak punya harapan. Rasanya nyaris kehilangan optimisme untuk hidup di negara hukum ini. Institusi pengawas yang
lebih bertanggung jawab untuk membereskan kehancuran moralitas, integritas dunia peradilan ini adalah Mahkamah Agung," ujar Suparman.
Terkait laporan yang disampaikan Lily Wahid dan Gus Choi (panggilan akrab Effendi Choiri) ke KY, Suparman berjanji segera menindaklanjutinya. KY, kata dia, akan menelusuri apakah ada indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim Syarifuddin dalam memutus perkara kedua kader PKB tersebut. (Nefan Kristiono/Sugandi)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.