Clipping Service Anti Money Laundering 22 Juni 2011
Indeks 1. KPKP Siap bantu Bi Awasi Rekening Pejabat Upaya itu sejalan dengan semangat KPK dalam membernatas segala tindak korupsi 2. Suap Kemenpora Nazar: Andi Manipulasi Proyek 3. Dugaan Korupsi KPK Periksa mantan Pejabat Tomohon
4. Terorisme
Terdakwa teroris dihukum 6 tahun
5. Penyidikan Kasus Korupsi
Perluas dengan pidana pencucian uang 6. Korupsi Relokasi PKL
Kadisparbud Bandung dituntut 5,5 Tahun penjara
Vivanews.com
Rabu, 22 Juni 2011 KPK Siap Bantu BI Awasi Rekening Pejabat
Upaya itu sejalan dengan semangat KPK dalam memberantas segala tindak korupsi.
VIVAnews - Bank Indonesia (BI) berencana mengawasi rekening-rekening pejabat
yang tergolong berisiko tinggi (high risk) dalam industri perbankan. Kategori high
risk adalah rekening tersebut berjumlah besar dan berpotensi berasal dari tindak pelanggaran seperti korupsi dan lain sebagainya.
Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Said Zainal Abidin, menyambut baik
inisiatif dari BI tersebut yang bertujuan membuat situasi perbankan lebih bersih dari segala tindak penyelewengan. "Sehingga perekonomian Indonesia tidak lagi dikacaukan oleh tindakan korupsi dan penyimpangan, terutama suapnya," ujar Said kepada VIVAnews.com di sela acara
'Sosialisasi dan Pemantapan Tekad MNC Antisuap' di kantor PT Chevron, Senayan, Jakarta, Selasa 21 Juni 2011.
KPK, menurut dia, siap membantu apabila dibutuhkan dalam implementasi
pengawasan rekening-rekening para pejabat tersebut. Sebab, hal ini sejalan dengan semangat KPK dalam memberantas segala tindak korupsi di Tanah Air.
"KPK mempunyai prinsip kerja sama atau bertindak dengan impersonal approach,
yang artinya kami tidak melihat orang atau organisasi. BI punya inisiatif seperti itu,
alhamdulillah itu merupakan inisiatif yang sangat sinkron dengan keinginan kami," ujarnya.
KPK berharap, ke depan kerja sama dengan BI dapat terwujud secara sinergis
sehingga cakupan pengawasan KPK dalam hal pencegahan dan penindakan tindak korupsi semakin luas.
"Melalui kerja sama ini, kami dapat mengikuti liku-liku perbankan, jangan sampai
bertindak yang menyebabkan tindakan ekonomi itu terhambat. Namun, kami tidak mau dalam memberantas korupsi --di industri perbankan, dijadikan dalih oleh
pihak-pihak tertentu dalam menghambat perkembangan ekonomi," tutur Said. (art)
Suarakarya-online.com Rabu, 22 Juni 2011 SUAP KEMENPORA
Nazar: Andi Manipulasi Proyek JAKARTA (Suara Karya): Mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Nazaruddin
menuduh Menpora Andi Mallarangeng terlibat berbagai kasus manipulasi proyek di Kemenpora senilai triliunan rupiah. Nazaruddin juga menuding Andi sebagai orang
yang merekayasa kasus Sesmenpora untuk menutupi praktik manipulasi anggaran di Kemenpora.
"Andi Mallarangeng adalah otak rekayasa kasus yang diarahkan kepada saya. Dia melakukan hal itu karena tidak mungkin bisa menghindari keterlibatannya atas
kasus itu. Dia ingin tutupi keterlibatannya dalam berbagai manipulasi anggaran di kementeriannya," ujar Nazaruddin dalam pesan elektronik kepada sejumlah wartawan di Jakarta, Selasa (21/6). Nazaruddin menegaskan, Andi Mallarangeng tidak mungkin tidak tahu mengenai
kasus suap Sesmenpora. Sebagai Menpora, katanya, Andi jelas harus memberikan persetujuan terhadap proyek di atas Rp 50 miliar.
"Saya akan buktikan kalau saya memang tak terlibat dalam kasus ini," kata Nazaruddin dari persembunyiannya di Singapura.
Dia tegas mengaku tidak pernah menerima dana proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 di Palembang. "Saya tidak menerima satu rupiah pun dari proyek pembangunan wisma atlet di Palembang, Sumatera Selatan. Nanti akan saya buka
semua proyek di Menpora yang direkayasa sama Komisi X, Angelina (Sondakh) dan
Wayan Koster dan Mirwan Amir, serta menterinya, Andi Mallarangeng ikut terlibat," tuturnya.
Nazaruddin menambahkan, Andi Mallarangeng tidak saja terlibat dalam kasus
pembangunan Wisma Atlet SEA Games Palembang sebesar Rp 12 triliun, tapi juga pembangunan stadion di Palembang dan Stadion Ambalang senilai Rp 1,2 triliun.
"Paket ini harus dibuka KPK bersama dengan paket pengadaan alat olahraga senilai Rp 75 miliar yang direkayasa. Menpora juga merekayasa anggaran senilai triliunan rupiah di kementeriannya. Ini yang harus dibuka KPK. Saya rasa tidak sulit membukanya," kata Nazaruddin.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Saan Mustopa mengaku tidak tahu-menahu soal isi SMS Nazaruddin yang menuding keterlibatan Andi Mallarangeng.
Ia hanya menyampaikan harapan Nazaruddin kembali pulang dan memenuhi
panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami terus mengusahakan agar Nazaruddin pulang dan memenuhi panggilan KPK," ujarnya.
Saan Mustopha menuturkan, Partai Demokrat akan menghadirkan sejumlah orang yang disebut-sebut Nazaruddin untuk diklarifikasi.
Sementara itu, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai, Nazaruddin telah berhasil melecehkan proses penegakan hukum di Indonesia.
Menurut Emerson, pelecehan itu makin sukses ditambah dengan "nyanyian"
Nazaruddin soal kader lain dari Demokrat yang disebutnya ikut terlibat kasus suap balas jasa pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang.
"Sekadar petunjuk aja bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Secara tidak
langsung, dia (Nazaruddin--Red) juga mengerjai (melecehkan--Red) KPK," kata Emerson ketika dijumpai di gedung KPK.
Sebelumnya, Nazaruddin, melalui kuasa hukumnya, Otto Cornelis Kaligis, menyebut nama dua koleganya satu partai, Angelina Sondakh dan Mirwan Amir (juga selaku Wakil Ketua Badan Anggaran DPR), serta politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) I Wayan Koster ikut terlibat dalam praktik suap tersebut.
Menurut Nazaruddin, Angelina dan Wayan Koster hanya digunakan sebagai jalur lalu lintas saja. Mereka berdua tidak menikmati uang suap itu.
Untuk itu, Emerson mendesak KPK harus segera memanggil anggota Tim Pencari
Fakta (TPF) Partai Demokrat untuk menuntaskan penyidikan kasus dugaan suap pada pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang.
Emerson menilai, TPF Partai Demokrat kemungkinan besar memiliki banyak
informasi dan data mengenai mantan bendahara umum partai penguasa itu. Saat ini, KPK kesulitan untuk meminta keterangan Nazaruddin sebagai saksi untuk kasus
suap wisma atlet tersebut karena yang bersangkutan sedang berada di Singapura dan selalu mengabaikan panggilan penyidik KPK untuk dimintai keterangan.
"Karena itu, KPK harus segera berkoordinasi dengan TPF Partai Demokrat serta tiga nama yang diungkap Nazaruddin melalui kuasa hukumnya," kata Emerson.
Menurut Emerson, Ketua KPK Busyro Muqoddas harus segera memenuhi janjinya
yang pernah dilontarkannya, beberapa waktu lalu, bahwa KPK akan bekerja sama dengan TPF Partai Demokrat yang pernah bertemu Nazaruddin di Singapura. (Nefan Kristiono/Victor AS)
Suarakarya-online.com Rabu, 22 Juni 2011 DUGAAN KORUPSI
KPK Periksa Mantan Pejabat Tomohon MANADO (Suara Karya): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah
mantan pejabat Pemerintah Kota Tomohon terkait penanganan kasus dugaan korupsi APBD 2009-2010 dan dugaan suap ke oknum petugas Badan Pemeriksa Keuangan.
Pemeriksaan terhadap sejumlah mantan pejabat pemerintah Kota (Pemkot) Tomohon itu dilakukan di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Karombasan Manado, Selasa.
Sejumlah mantan pejabat diperiksa di antaranya Lourens Bulo, mantan Asisten II dan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Tomohon; Yan Lamba, mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Tomohon; serta Frans Sembow, mantan Kuasa Bendahara Umum Daerah Tomohon.
Lourens Bulo usai pemeriksaan mengatakan, dirinya hanya dimintai keterangan oleh KPK terkait dengan penanganan kasus APBD 2009 dan 2010 Kota Tomohon. "Tadi hanya ditanyakan mengenai tugas pokok dan fungsi dari Asisten II dan Sekretaris Daerah," kata Bulo.
Dia menambahkan, pengambilan keterangan dalam kapasitasnya yang saat itu sebagai pejabat Asisten II dan Plt Sekretaris Daerah Tomohon.
Pada pengembailan keterangan tersebut, lanjut Bulo, juga ditanyakan tentang
biodata keluarganya. "Ada beberapa yang tidak dihafal seperti tanggal lahir sehingga akan kembali lagi untuk menjelaskan," kata Bulo.
Sekretaris Daerah Kota Tomohon, Arnold Poli mengatakan, memang ada pemeriksaan yang dilakukan KPK menyangkut kasus dugaan suap BPK yang sudah dalam tahap penyidikan dan kasus APBD 2009-201 dalam penyelidikan. "Jumlah total yang akan diperiksa sekitar 43 orang," kata Poli usai acara pisah sambut Komandan Kodim 1302/Minahasa di Tondano.
Sementara Pengadilan Tipikor Bandung menangguhkan penahanan terdakwa kasus penyalahgunaan APBD dan suap Adipura 2010 Kota Bekasi, Mochtar Mohammad.
Penangguhan penahanan tersebut merupakan kedua kalinya dilakukan Pengadilan
Tipikor Bandung. Sebelumnya, pada April lalu, pengadilan yang sama mengabulkan permohonan mengalihkan penahanan Wakil Wali Kota Bogor, Ahmad Ru'yat, menjadi tahanan kota.
Ketua Majelis Hakim yang menyididangkan perkara Mochtar, Asharyadi menyatakan
bahwa alasan pihaknya mengabulkan permohonan penangguhan penahanan Mochtar Mohammad adalah rasa kemanusiaan dan melihat kondisi kesehatan terdakwa perkara korupsi tersebut.
"Atas dasar rasa kemanusian dan melihat kondisi terdakwa, majelis hakim
mengabulkan permohonan terdakwa dari status tahanan rutan dialihkan menjadi tahanan kota," kata Asharyadi. (Jimmy Radjah/Ant)
Cetak.kompas.com
Rabu, 22 Juni 2011
TERORISME Terdakwa Teroris Dihukum 6 Tahun Jakarta, Kompas - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan
hukuman penjara masing-masing selama enam tahun kepada tiga terdakwa perkara terorisme. Salah satu terdakwa adalah Kurnia Widodo, sarjana teknik kimia dari Institut Teknologi Bandung.
Putusan itu dibacakan ketua majelis hakim Mustofa dalam sidang dengan berkas perkara yang terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (21/6). Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman penjara selama delapan tahun.
Selain Kurnia Widodo, dua terdakwa yang dijatuhi hukuman adalah Helmy Priwardani alias Hamzah dan Muhammad Iqbal alias Kiki. Para terdakwa didampingi kuasa hukum, Achmad Michdan.
Sebelumnya, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat juga telah
menjatuhkan hukuman terhadap dua terdakwa dalam ”Kelompok Cibiru”, yaitu Pahrul Ruji Tanjung selama enam tahun dan Abdul Gofur selama lima tahun enam bulan (Kompas, 21/6).
Majelis hakim menilai, ketiga terdakwa yang dikenal berasal dari ”Kelompok Cibiru”, Bandung, dinilai bersalah merencanakan, menguasai, dan menggunakan bahan peledak untuk persiapan (idad).
Dalam dakwaan, jaksa Rini Hartatie menjelaskan, sekitar awal Juni 2010, terdakwa Kurnia Widodo menyampaikan ide kepada Helmy Priwardani, Pahrul Ruji Tanjung,
dan Muhammad Iqbal tentang perlunya untuk belajar merakit bom secara bertahap dalam rangka membalas dendam terhadap polisi dan merencanakan meledakkan bom di Markas Besar Kepolisian RI di Jakarta. Pikir-pikir Majelis hakim berpendapat, hal yang memberatkan bagi para terdakwa adalah
perbuatan terdakwa membahayakan keamanan negara serta menimbulkan keresahan dan ketakutan masyarakat. Atas putusan itu, para terdakwa melalui kuasa hukum menyatakan pikir-pikir. (FER)
Cetak.kompas.com Rabu, 22 Juni 2011
PENYIDIKAN KASUS KORUPSI Perluas dengan Pidana Pencucian Uang Jakarta, Kompas - Setiap penyidikan perkara korupsi seyogianya tidak terbatas pada pembuktian melakukan korupsi atau tidak, tetapi juga harus diperluas apakah ada tindak pidana pencucian uang yang dilakukan tersangka. Artinya, penyidik juga harus menelusuri rekening tersangka. Jika ditemukan transaksi mencurigakan,
tersangka korupsi tersebut bisa dijerat juga dengan Undang-Undang Pencucian Uang.
Hal itu dikemukakan Koordinator Divisi Monitoring Hukum Indonesia Corruption
Watch Febri Diansyah dan pakar hukum pidana Indriyanto Seno Adji secara terpisah, Selasa (21/6). Febri mengatakan, selama ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih fokus mengejar pelaku korupsi dengan strategi follow the suspect. Ia
mengatakan, KPK seharusnya juga menerapkan strategi follow the money sehingga bisa diketahui siapa saja pengguna hasil korupsi.
Menurut Febri, sejak Oktober 2010, melalui UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, KPK termasuk salah satu penyidik pencucian uang. ”Jadi, KPK bisa menjerat pelaku korupsi sekaligus
dengan pencucian uang, menerapkan pembuktian terbalik, dan merampas kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan,” katanya. Langkah tersebut akan lebih efektif untuk memulihkan keuangan negara dalam bentuk pengembalian aset dan memiskinkan koruptor
Febri mengatakan, UU Pencucian Uang bisa diterapkan KPK pada kasus hakim
Syarifuddin dan kasus suap pembangunan wisma atlet di Palembang yang diduga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.
”Harapannya, pimpinan KPK yang terpilih bisa memaksimalkan UU Pencucian Uang dan UU Pemberantasan Korupsi dalam rangka asset recovery dan pemiskinan koruptor,” kata Febri.
Menurut Indriyanto Seno Adji, UU Pemberantasan Korupsi sebaiknya direvisi dengan memperbolehkan penyidik melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pencucian uang (yang dikategorikan sebagai tindak pidana umum) saat menyidik perkara korupsi (yang dikategorikan sebagai tindak pidana khusus).
”Selama ini karena kategori korupsi dan pencucian uang berbeda, maka penyidik
korupsi biasanya fokus menyidik perkara korupsinya dan tidak proaktif memeriksa apakah tersangka juga terindikasi melakukan pidana pencucian uang,” katanya.
Selain itu, kata Indriyanto, hakim harus melakukan terobosan hukum sesuai asas keadilan dalam masyarakat untuk menghukum pelaku korupsi dengan pidana
pencucian uang dalam hal terbukti aset yang disita berada pada sarana perbankan atau institusi keuangan non-bank.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis dan Transaksi Keuangan Yunus Husein
mengatakan, pelaku korupsi biasanya juga melakukan tindak pidana pencucian uang. (FAJ)
Detik.com
Rabu, 22 Juni 2011 Korupsi Relokasi PKL
Kadisparbud Bandung Dituntut 5,5 Tahun Penjara Bandung - Kadisparbud Kota Bandung Priana Wirasaputra dituntut 5 tahun 6 bulan penjara terkait kasus dugaan korupsi relokasi PKL senilai Rp 2,5 miliar. Jaksa
Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan di Ruang Sidang II, Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (22/6/2011).
"Menuntut pidana selama lima tahun enam bulan, dan denda Rp 400 Juta rupiah, subsider 6 bulan," ujar salah satu JPU, Agus Mujoko, saat membacakan berkas tuntutan.
Dalam pembacaan tersebut, Agus menyebut kalau terdakwa menunjuk CV Usaha
Mandiri yang kurang memnuhi persyaratan dalam relokasi PKL di Eks Toko Ria. Ia
mengatakan saat itu banyak yang bekeliaran kala kegiatan HUT Konfereni Asia Afrika (KAA).
"Padahal CV Usaha Mandiri belum berbadan hukum. Selain itu, terdakwa tak melakukan penilaian relokasi secara terinci," ucap Agus. Sidang tersebut dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 17.00 WIB. Majelis Hakim yang memimpin sidang yakni Charles Simamora.
Mendengar tuntutan tersebut, Priana yang mengenakan kemeja pendek batik dan celana katun gelap itu mengajukan pembelaan kepada Majelis Hakim.
Kuasa hukum terdakwa, Kuswara S Taryono, merasa keberatan atas tuntutan yang
disampaikan JPU. Kuswara menilai terdakwa saat itu melaksanakan relokasi karena menjalankan tugas negara.
"Tadi kami mendengar banyak fakta dipersidangan tidak muncul dalam tuntutan
jaksa. Misalnya, keterangan saksi ahli dari BPKP dan ahli hukum Prof I Gede Panca Astawa," paparnya.
Ia menganggap kasus ini merupakan urusan piutang yang semestinya diselesaikan secara perkara perdata. Sebab, sambung Kuswara, hal ini diperkuat berdasar
penilaian Badan Pemeriksa Keuangan yang memerintahkan Pemkot Bandung segera menuntaskan persoalan utang piutang dengan CV Usaha Mandiri. "Di sini tidak ada kerugian negara. Inikan masalah perjanjian dan masuk ranah perdata dan nyambung dengan penyataan BPK," terang Kuswara.
Sidang bakal kembali digelar dengan agenda pledoi pada Rabu (6/7/2011).
Priana duduk di kursi pesakitan terkait dugaan korupsi dana relokasi PKL sebesar Rp 2,5 miliar pada tahun 2004. Dimana saat itu, dia menjabat sebagai Kabag
Perekonomian Kota Bandung. Pemkot merelokasi tujuh titik pusat pedagang kaki lima (PKL) saat akan dilaksanakannya ulang tahun Konferensi Asia Afrika (KAA). (bbn/ern)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER:
Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan
pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.