Clipping Service Anti Money Laundering 13 Juni 2011
Indeks 1. Kasus
Wisma
Atlet,
Bank
Didesak
Serahkan
Transaksi
Mencurigakan 2. Demokrta Minta PPATK Buka Rekening Mencurigakan Anggota DPR 3. Diduga Teroris Dalam 4 hari, Densus 88 Tangkap 14 orang 4. Korupsi Sesmenpora
KPK Bisa Periksa Pengurus Demokrat
5. Kasus Gayus
Santonius Diancam 5 Tahun Penjara
6. Korupsi Pemkab Batubara Kejagung Tetapkan Dua Tersangka Baru
7. 132 Transaksi Mencurigakan 8. Narkotika
Janda Ditangkap, Lima Kilogram Sabu Disita
Republika.co.id
Senin, 13 Juni 2011
Kasus Wisma Atlet, Bank Didesak Serahkan Transaksi Mencurigakan REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendesak agar penyedia jasa keuangan melaporkan transaksi-transaksi
mencurigakan terkait dengan dugaan korupsi proyek pembangunan wisma atlet. Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK, Subintoro, mengungkapkan transaksi yang dilaporkan saat ini masih terlalu sedikit dari yang dideteksi PPATK.
"Kita desak agar melaporkan sesuai aturan yang berlaku,"ungkap Subintoro di kantor
PPATK, Senin (13/6). Subintoro mengungkapkan terdapat bank pelat merah dan bank swasta yang diduga masih menyimpan rekening oknum-oknum yang terlibat. Akan tetapi PJK tersebut hingga saat ini masih ragu untuk melaporkan ke PPATK.
Menurutnya, ia mendapatkan data-data itu setelah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia pun mengungkapkan 13 rekening dari 8 bank terkait dengan kasus pembangunan wisma atlet sea games bukan jumlah yang banyak. "Masih terlalu sedikit,"tegasnya,
Menurutnya, banyak PJK yang masih takut karena oknum yang masih berstatus
sebagai saksi. "Kan semalam Kabareskrim sudah ngomong dia sudah jadi tersangka di Polisi,"ujarnya.
Dengan demikian, Subiantoro pun meminta agar PJK menghilangkan keraguannya mengenai status orang yang selama ini sudah disebut-sebut media itu. Terlebih, ungkapnya, Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang melindungi PJK yang kooperatif kepada PPATK. Subintoro mengaku, pihaknya sudah meminta secara informal kepada para PJK. Cuma, ungkapnya, bank-bank tersebut belum menunjukkan itikad baik untuk
menyerahkan data transaksi tersebut. Padahal, ujar Subintoro, dalam pasal 1 angka 5 huruf D Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa PJK mempunyai kewajiban untuk memberi data-data transaksi yang diminta oleh PPATK. Subintoro khawatir jika bank tidak juga memberikan data, maka akan menghambat upaya PPATK untuk melakukan pemblokiran. Sehingga, menurutnya, para pemilik rekening dapat melakukan penarikan dana dari bank tersebut. "Saldonya bisa nol,"jelasnya.
Redaktur: Krisman Purwoko Reporter: A.Syalaby Ichsan
Tempointeraktif.com
Senin, 13 Juni 2010
Demokrat Minta PPATK Buka Rekening Mencurigakan Anggota DPR
TEMPO Interaktif, Jakarta - Fraksi Partai Demokrat, meminta PPATK membuka
identitias pemilik Rekening yang terdapat transaksi keuangan yang mencurigakan. "Supaya tidak berpolemik, sebaiknya itu dibuka saja," ujar Sekretaris Fraksi Partai
Demokrat, Saan Mustofa, ketika ditemui wartawan di gedung DPR RI, Senin 13 Juni 2011.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan
lima laporan keuangan transaksi mencurigakan terkait kasus dugaan suap di kantor
Kementerian Pemuda dan Olahraga. Lima transaksi mencurigakan ini melibatkan tiga orang di empat bank. Salah satu dari ketiga orang itu menurut PPATK adalah
anggota DPR RI. Namun, PPATK enggan menjelaskan nama dari anggota dewan yang dimaksud.
Tiga orang anggota dewan namanya sempat terseret kasus pembangunan wisma atlet SEA Games Jakabaring, Palembang ini. Mereka adalah M nazaruddin dan
Angelina Sondakh dari Fraksi Partai Demokrat dan I Wayan Koster dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Nazaruddin adalah mantan Bendahara Umum
Partai Demokrat. Ia disebut Mindo Rosalina Manulang menerima success fee sebesar RP 25 miliar dari proyek sebesar Rp 191 miliar ini. Nazaruddin juga disebut Rosa sebagai atasannya di PT Anak Negeri.
Sementara Angelina Sondakh dan I Wayan koster disebut sebagai koordinator yang mengawal anggaran pembangunan agar gol di senayan. KPK sendiri telah
melayangkan panggilan kepada Nazaruddin untuk didengarkan kesaksiannya dalam kasus ini. Namun pemeriksaan yang rencananya dilakukan hari ini gagal karena Nazaruddin mangkir. Gagasan Saan ini mendapat dukungan dari Ketua Fraksi Partai Demokrat, M Jaffar
Hafsah. Jaffar mengatakan mendorong PPATK membongkar data ini agar kasus ini
dapat segera diungkap oleh KPK. "Ya kita dorong agar lembaga hukum dapat lebih leluasa mengungkap kasus ini," ujarnya. Namun, ia meminta agar KPK tak hanya
membuka data transaksi keuangan yang terkait dengan partainya saja. "Kalau sudah masuk ranah hukum semuanya kan harus diproses," ujarnya.
FEBRIYAN
Kompas.com
Senin, 13 Juni 2011 Diduga Teroris
Dalam 4 Hari, Densus 88 Tangkap 14 Orang
JAKARTA, KOMPAS.com — Tim Densus 88 Antiteror Polri menangkap 14 orang
terduga teroris yang terlibat kelompok teroris di Poso, Sulawesi Tengah. Mereka
ditangkap di berbagai wilayah pada Kamis (9/6/2011) hingga Minggu (12/6/2011). Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Boy Rafli Amar, tanpa menyebut inisial, mengatakan, 2 orang ditangkap di Pekalongan, Jawa Tengah, 2 orang di Kalimantan Timur, 7 orang di Jakarta, 2 orang di Sulawesi Tengah.
"Satu orang di Bandung," kata Boy melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (13/6/2011).
Seperti diberitakan, terduga teroris yang ditangkap di Jakarta di antaranya
Santhanam, Wartoyo, Jumarto, Umar, Paimin, dan Budi Supriyadi. Menurut Polri,
mereka berencana menyebarkan racun sianida di kantin kantor Polsek, Polres, dan Markas Polda Metro Jaya. Sebelumnya, polisi telah menangkap tiga orang dan
menewaskan dua orang yang diduga terlibat penembakan tiga polisi di Palu. Polisi masih memburu pihak-pihak yang terlibat dalam kelompok itu.
Cetak.kompas.com
Senin, 13 Juni 2011
KORUPSI SESMENPORA KPK Bisa Periksa Pengurus Demokrat
Jakarta, kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi bisa memeriksa pengurus Partai Demokrat untuk mengetahui keberadaan Muhammad Nazaruddin, mantan
bendahara umum partai itu. Bila pengurus Demokrat yang diduga mengetahui keberadaan Nazaruddin tak memberikan informasi secara benar, mereka bisa ditindak karena menghalangi penyidikan KPK.
Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Febri Diansyah menyatakan hal itu di Jakarta, Minggu (12/6). KPK Jumat lalu
memanggil Nazaruddin untuk dimintai ke- terangan terkait penyelidikan dugaan korupsi revitalisasi pengadaan sarana dan prasarana di Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan
Nasional tahun anggaran 2007. Namun, Nazaruddin tidak datang. KPK pada Senin ini memanggil Nazaruddin sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembangunan
wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, yang melibatkan mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam.
”Pengurus Partai Demokrat yang bertemu Nazaruddin punya kewajiban
menyampaikan keberadaan Nazaruddin. Pertanggungjawaban hukum ada di KPK untuk memastikan Nazaruddin pulang ke Indonesia dan diperiksa. Tetapi,
pertanggungjawaban etis dan komitmen pemberantasan korupsi ada di tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Demokrat,” kata Febri Diansyah. Menurut Febri Diansyah, meski Nazaruddin masih berstatus sebagai saksi, pihak
yang mengetahui keberadaannya harus menyampaikan informasi itu kepada KPK. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi menyebutkan upaya menghalangi pemeriksaan terhadap saksi juga bisa dipidana.
Namun, Juru Bicara KPK Johan Budi mengakui, belum perlu memeriksa pengurus
Demokrat yang sempat bertemu Nazaruddin di Singapura. KPK tak sembarangan memanggil seseorang, terlebih jika tak berhubungan langsung dengan materi perkara yang ditangani.
Johan menuturkan, KPK akan menunggu pemanggilan kedua bagi Nazaruddin terkait dengan dugaan korupsi di Kemdiknas. ”Kami juga menunggu kehadiran Nazaruddin pada panggilan Senin ini,” katanya.
Di Jakarta, Minggu, Denny JA dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menerangkan,
sebagian besar warga percaya jika petinggi Demokrat terlibat dalam dugaan korupsi di Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menyeret Nazaruddin. Data ini sesuai hasil survei LSI pada 1-7 Juni. Kasus yang membelit Nazaruddin, kata Denny, meruntuhkan dalam waktu sekejap kepercayaan rakyat kepada Demokrat. ”Kalau proses hukum segera dilaksanakan, posisi Demokrat akan lebih enak,” katanya. Dari analisis LSI, publik ingin tahu kenapa Nazaruddin terlihat berkuasa di Demokrat. (bil/edn)
Kompas.com
Senin, 13 Juni 2011 Kasus Gayus
Santonius Diancam 5 Tahun Penjara
JAKARTA, KOMPAS.com - Konsultan pajak Roberto Santonius didakwa memberikan suap kepada Gayus H Tambunan selaku petugas penelaah keberatan pajak di
Direktorat Jenderal Pajak senilai Rp 926 juta terkait pemenangan persidangan
banding PT Metropolitan Retailmart. Roberto adalah konsultan yang disewa oleh PT Metropolitan Retailmart.
Dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin
(13/6/2011). Roberto terancam hukuman penjara maksimal lima tahun. "Terdakwa melakukan tindak pidana penyuapan pada Gayus Halomoan Tambunan yang
merupakan pegawai negeri pada Ditjen Pajak," ujar jaksa penuntut umum, Heru Widarmoko.
Menurut jaksa, suap diberikan guna memuluskan pengurusan keberatan dan banding atas pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) di Pengadilan Pajak atas nama wajib pajak PT Metropolitan Retailmart. Dalam persidangan, Gayus menjadi perwakilan Ditjen pajak. "Pada 22 Januari 2008 dengan maksud mengetahui proses persidangan serta untuk mewujudkan niatnya memenangkan persidangan banding PT Metropolitan Retailmart, maka terdakwa (Roberto) di luar persidangan telah memberikan dokumen wajib pajak PT
Metropolotan kepada Gayus H Partahanan Tambunan yang mewakili Dirjen Pajak," kata Heru. Uang senilai Rp 925 juta tersebut, lanjut Heru, diberikan Roberto kepada Gayus
setelah keluar keputusan yang memenangkan PT Metropolitan Retailmart. Uang
diberikan dalam dua kali penyerahan. Pertama, senilai Rp 900 juta pada 28 Maret
2008 melalui transfer BCA cabang Suryapranoto. Kedua senilai Rp 25 juta pada 29 Agustus 2008 yang ditransfer melalui rekening istri Roberto yakni Lie Pik Hoen di BCA cabang Harmoni. Atas dimenangkannya PT Metropolitan Retailmart, negara harus mengembalikan
kelebihan pengembalian pembayaran pajak kepada perusahaan tersebut sekitar Rp 15 miliar.
Roberto lantas dijerat dengan dakwaan primer sesuai dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dakwaan sekunder sesuai dengan Pasal 13 dalam undang-undang yang sama.
Terkait kasus dugaan mafia perpajakan yang menjerat Gayus, baru Roberto yang
ditetapkan sebagai tersangka. Keterlibatannya terlacak dari laporan hasil analisas Pusat Pelaporan Analisi dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Suarakarya-online.com Sabtu, 11 Juni 2011
KORUPSI PEMKAB BATUBARA
Kejagung Tetapkan Dua Tersangka Baru JAKARTA (Suara Karya): Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan pembobolan uang Pemerintah Kabupaten Batubara, Sumatera Utara sebesar Rp 80 miliar sehingga saat ini sudah ada lima tersangka baru kasus tersebut.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Andhi Nirwanto, di Jakarta, Jumat, membenarkan adanya dua tersangka baru dalam kasus pembobolan uang Pemkab Batubara tersebut.
"Kemarin saya menugaskan jaksa penyidik ke Sumut untuk menyidik kasus itu,
sesuai laporan mereka mendapatkan dua tersangka baru, yakni, satu dari pejabat Pemkab setempat dan satu dari swasta," katanya.
Kendati demikian, Andhi Nirwanto tidak mau menyebutkan nama dua tersangka
tersebut. "Staf Pemkab Batubara itu, tugasnya mencairkan fee penyimpanan uang di Bank Mega," katanya.
Sementara itu, tiga tersangka sebelumnya kasus tersebut, yakni, Yos Rauke sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Kabupaten Batubara, dan Fadil Kurniawan, Bendahara Pemkab Batubara. Serta Direktur PT Pacific Fortune Management, serta Rahman.
Kasus tersebut bermula pada September 2010 ketika tersangka Yos Rauke berkenalan dengan Itman Hari Basuki (Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Cikarang) di sebuah kafe di daerah Jaksel.
Dalam pertemuan tersebut, Itman menawarkan jasa perbankan dari Bank Mega
berupa jasa bank yang lebih tinggi dari bank lainnya untuk deposito per tiga bulan. Selanjutnya tersangka menyetorkan uang tunai sejumlah Rp 80 miliar sebanyak enam kali.
Setelah disetorkan ke rekening Bank Mega, selanjutnya kedua tersangka mencairkan deposito uang sejumlah Rp 80 miliar untuk disetorkan ke dua perusahaan sekuritas
melalui rekening Bank BCA dan Bank CIMB Niaga, yaitu Pacific Fortune Management dan Nobel Mandiri Investment.
Sementara itu Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan, pengkajian berkas putusan bebas kasasi Romli Atmasmita sebagai penentu kelanjutan penanganan dugaan korupsi pada Sisminbakum Kementerian Hukum dan HAM, sudah ada kesimpulannya.
"Saya sudah berbicara dengan Jaksa Agung, kesimpulannya sudah ada dan ditemukan ada tiga alternatif penyelesaiannya," katanya. (Lerman S/Ant)
Cetak.kompas.com
Jumat, 10 Mei 2011
132 Transaksi Mencurigakan Jakarta, Kompas - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan melaporkan 132 transaksi mencurigakan milik pejabat dan penyelenggara negara sepanjang 20072011 kepada polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, PPATK belum tahu ada-tidaknya laporan itu ditindaklanjuti. ”Saya terus menyampaikan kepada penegak hukum agar menindaklanjuti laporan PPATK tersebut,” kata Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein saat beraudiensi dengan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis (9/6) di Jakarta. Menurut Yunus, mayoritas penyelenggara negara yang melakukan transaksi mencurigakan adalah bupati, wali kota, dan gubernur. Selain itu, PPATK juga melaporkan 2.258 hasil analisis transaksi mencurigakan terkait dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Pejabat yang terkait perkara itu umumnya adalah bendahara pemerintah daerah. Transaksi mencurigakan merupakan transaksi keuangan yang tercatat pada rekening penyedia jasa keuangan yang tidak sesuai dengan profil kebiasaan dan pendapatan pemilik rekening. Sebagai contoh, pegawai negeri yang bergaji Rp 10 juta per bulan ternyata melakukan transaksi puluhan miliar rupiah. Transaksi mencurigakan bisa menjadi indikasi bahwa pemilik rekening melakukan tindak pidana korupsi atau pencucian uang.
Laporan hasil analisis yang dilakukan PPATK merupakan laporan yang cukup kuat mengindikasikan tindak pidana karena laporan tersebut menguraikan aliran dana secara detail. Laporan itu merupakan analisis dari kumpulan transaksi mencurigakan yang disampaikan penyedia jasa keuangan. Yunus mengatakan, PPATK ibarat gelandang dalam permainan sepak bola. Artinya, PPATK hanya menyampaikan laporan kepada polisi dan KPK. Urusan mencetak gol atau menindaklanjuti laporan tersebut dengan penyelidikan atau penyidikan merupakan urusan polisi dan KPK. Koordinator Divisi Monitoring Hukum ICW Febri Diansyah dalam pertemuan itu mengatakan, PPATK harus berkontribusi maksimal membantu KPK untuk menerapkan Undang-undang Pencucian Uang dalam menjerat pelaku korupsi dan merampas asetnya. Pencucian uang merupakan upaya mengaburkan asal-usul harta yang berasal dari tindak pidana melalui media jasa keuangan, terutama perbankan. Salah satu tugas PPATK adalah menganalisis dan menelusuri aliran pencucian uang pada penyedia jasa keuangan. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Ade Irawan mengatakan, upaya pembersihan ”dana haram” untuk pembiayaan kegiatan politik seharusnya juga dijadikan prioritas untuk diperangi. Menurut dia, UU Pencucian Uang dinilai bisa menjadi salah satu piranti penting untuk membongkar praktik busuk yang selama ini mencengkeram partai politik, seperti money politics dalam pemilu, pilpres, dan pilkada; sumbangan gelap dana politik; dan perburuan rente berkongkalikong dengan pelaku bisnis. Para kepala daerah umumnya merupakan politikus yang pada dasarnya membutuhkan biaya politik mahal untuk mendapatkan kekuasaan. (FAJ)
Cetak.kompas.com
Jumat, 10 Mei 2011
NARKOTIKA Janda Ditangkap, Lima Kilogram Sabu Disita JAKARTA, KOMPAS - Seorang janda pekerja kelab malam di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, San (30), ditangkap. Dari tangannya, petugas Badan Narkotika Nasional menyita 5 kilogram sabu senilai Rp 10 miliar.
Hal itu disampaikan Direktur Narkotika Alami Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Benny J Mammoto di Jakarta, Kamis (9/6). Benny menjelaskan, San adalah anggota jaringan narkotika Nigeria di Indonesia. San ditangkap di Jalan Raya Cileduk, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (2/6) pukul 18.30, seusai bertransaksi sabu di Hotel Al Marwah, Cileduk. San menerima 5 kilogram sabu senilai Rp 10 miliar yang disimpan dalam tas besar warna hitam dari seorang wanita. ”Sabu ditutupi puluhan pakaian dalam wanita dan celana jins untuk mengelabui petugas,” ucap Benny. San mengaku bekerja sebagai staf humas kelab malam MB. Di tempatnya bekerja, San berkenalan dengan Kev (32), warga negara Nigeria, tahun 2010. Keduanya lalu berpacaran. Kev-lah yang menawari San menjadi kurir sabu dengan imbalan Rp 6 juta untuk setiap pengiriman. Setelah San ditangkap, sejumlah petugas BNN tahu bahwa San akan mengirimkan sabu ke rumah kos Kev di Jalan Anggrek, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Polisi lalu menangkap Kev yang juga mengaku sebagai kurir sabu. Menurut Kev, sabu senilai Rp 10 miliar itu milik temannya, UC, pria berkewarganegaraan Nigeria yang tinggal di Malaysia. Kev mengaku mengenal UC melalui rekannya di Thailand berinisial Z, yang juga berkewarganegaraan Nigeria. ”Selama berbisnis narkoba, Kev mengaku tidak pernah bertemu UC. Dia mengaku sudah empat kali bertransaksi narkoba. Uang jasa dibayar UC lewat transfer uang ke rekening San, kekasihnya,” tutur Benny. San mengaku sudah tiga kali menerima paket sabu. Menurut dia, barang dibawa dari Malaysia dengan pesawat terbang. Biasanya, kata San, jumlah sabu yang dikirim hanya 1-2 kilogram. Namun, saat ditangkap, dia menerima paket sabu hingga 5 kilogram. BNN menjerat San dan Kev dengan Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 132, UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun serta denda Rp 1 miliar. ”Dari Sabu yang mereka bawa, setidaknya bisa menyelamatkan 20.000 anak bangsa dari jeratan narkoba,” kata Benny.
Kev sudah lama diburu BNN. Ia dikenal sebagai pemasok sabu yang menyimpan sabu di balik lukisan. Lukisan sabu dibawa seorang wanita di Batam yang sudah ditangkap BNN beberapa bulan lalu. ”Dia terlibat jaringan narkoba internasional. Ia berperan sebagai perekrut kurir atau distributor narkoba,” ungkap Benny. (WIN)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.