P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 10 Agustus 2011
Indeks 1. Dugaan Korupsi Pejabat Sudin Olahraga dijebloskan ke rutan 2. Korupsi Wisma Atlet Kisah Robert Tantular dan Muhammad Nazaruddin 3. Terorisme Nibras dijatuhi hukuman enam tahun penjara 4. Pengembalian Aset Nazaruddin Makan Waktu
5. Kombes Ahmad Rivai Diduga Terlibat Pencucian Uang 6. Suap Gayus, Robert Dituntut 4 Tahun Penjara
Jaksa menyatakan Robertus terbukti memberikan suap senilai Rp 925 juta kepada Gayus
7. PPATK Tidak Tahu Rekening Nazaruddin yang Diblokir 8. Polisi Curigai Pencucian Uang dalam Kasus Dana Askrindo
Suarakarya-online.com
Rabu, 10 Agustus 2011 DUGAAN KORUPSI Pejabat Sudin Olahraga Dijebloskan ke Rutan
JAKARTA (Suara Karya): Seorang pejabat Suku Dinas (Sudin) Olahraga Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan, Sarjono, dijebloskan ke dalam tahanan Rumah
Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan oleh penyelidik/penyidik Kejari Jakarta Selatan, Selasa malam.
Tersangka Sarjono yang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) itu diduga keras telah terlibat dalam tindak kejahatan korupsi terkait pelaksanaan empat
proyek/kegiatan di Sudin Olahraga Pemkot Jakarta Selatan pada tahun anggaran 2010.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Masyhudi, didampingi Ketua Tim
Penyelidik Eri Yudianto, Kasi Pidsus Arief Yarul Yani, Jaksa Sri Haryanto, Sudiarjo dan M Nirwan, menyebutkan, besar kemungkinan bakal ada lagi pejabat Sudin Olahraga Pemkot Jakarta Selatan yang menyusul sebagai tersangka terkait kasus tersebut. Bahkan,besar kemungkinan akan ikut ditahan.
"Kami masih terus mengembangkan kasus dugaan penyelewengan anggaran keempat proyek atau kegiatan tersebut," tutur Kajari.
Tidak itu saja, kasus dugaan korupsi di sudin atau kantor lainnya di Pemkot Jakarta Selatan tengah diselidiki pula oleh tim penyelidik Kejari Jakarta Selatan, yang
belakangan ini dinilai cukup proaktif menindaklanjuti pengaduan masyarakat, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Menurut Ketua Tim Penyelidik Eri Yudianto, proyek yang anggarannya diselewengkan tersangka Sarjono sebagian dilaksanakan tidak sebagaimana ditetapkan. Bahkan ada di antaranya yang fiktif.
Ada pula yang dilaksanakan hanya sebagian kecil saja. Contoh pelatihan pemuda
produktif di Puncak (Bogor) dilaksanakan hanya satu hari sementara pengeluaran anggarannya untuk empat hari.
Modus hampir sama dilakukan dalam menggerogoti anggaran keempat proyek itu. Namun demikian, kata Eri Yudianto, pihaknya belum bisa memastikan seberapa
besar kerugian negara akibat penyelewengan anggaran keempat proyek/ kegiatan tersebut.
"Kalau kerugian negaranya sudah pasti ada atau terpenuhi. Tetapi belum dihitung
karena kasusnya masih dalam pengembangan. Kalau pengembangan tersebut sudah tuntas, maka sudah," tuturnya. (Wilmar P)
Cetak.kompas.com
Rabu, 10 Agustus 2011
KORUPSI WISMA ATLET Kisah Robert Tantular dan Muhammad Nazaruddin... Tanggal 14 Januari 2010, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir di gedung Dewan Perwakilan Rakyat memenuhi undangan Panitia Khusus Angket Bank Century DPR. Kehadirannya guna memberi keterangan terkait pemberian dana talangan senilai Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Dalam keterangannya, Kalla menyatakan, pada 25 November 2008 dia memerintahkan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri untuk menangkap Direktur Utama Bank Century Robert Tantular dalam waktu dua jam. ”Jika lebih dari dua jam, ia kabur. Benar. Ia ditangkap saat keluar dari kantor dengan membawa tiket ke Singapura. Jadi, telat 10 menit saja kabur,” paparnya (Kompas, 15/1/2010). Namun, Ruhut Sitompul, anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Bank Century dari Fraksi Partai Demokrat (F-PD), mempertanyakan langkah Kalla. Kalla dinilainya melakukan intervensi pada penegak hukum. ”Kepala Polri itu di bawah Presiden. Jadi, saya tidak mengintervensi, namun memerintahkan,” jawab Kalla. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya menjatuhkan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar subsider lima bulan kurungan kepada Robert. Ia dinyatakan terbukti melanggar prinsip kehati-hatian bank. Kenangan terhadap cerita itu kembali muncul saat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin diberitakan ditangkap di Cartagena, Kolombia. Penangkapan Nazaruddin yang telah 77 hari melanglang buana ini dilakukan polisi Kolombia. Seperti Kalla yang memerintahkan polisi menangkap Robert Tantular, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 1 Juli lalu sebenarnya juga memerintahkan aparat penegak hukum menangkap Nazaruddin. Bedanya, perintah Yudhoyono itu ”terlambat” disampaikan karena Nazaruddin meninggalkan Indonesia sejak 23 Mei 2011, atau 39 hari sebelumnya. Sebelum pergi, orang terakhir yang diduga ditemui Nazaruddin adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie.
Diduga karena tidak kunjung tertangkap, pada 22 Juli 2011 Yudhoyono menyerukan kepada Nazaruddin untuk kembali ke Tanah Air dan menjalani proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nazaruddin juga diminta memberikan informasi yang dia miliki untuk pembersihan di Partai Demokrat. Namun, bukannya memenuhi permintaan Yudhoyono, Nazaruddin justru menyampaikan sejumlah tudingan ke sejumlah petinggi Partai Demokrat dengan memakai berbagai media. Jika akhirnya Nazaruddin ditangkap polisi Kolombia, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai itu bukan keberhasilan Pemerintah Indonesia. Penangkapan itu lebih merupakan ”kebetulan” dibandingkan usaha keras aparat Indonesia untuk menangkapnya. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat Sarifuddin Sudding pernah menyatakan, aparat Indonesia sempat ragu untuk berusaha maksimal menangkap Nazaruddin. ”Ada kebingungan, perintah Yudhoyono untuk menangkap Nazaruddin itu perintah serius atau hanya untuk pencitraan,” ucapnya. Jika serius, seharusnya diberikan seperti saat Kalla memerintahkan penangkapan Robert Tantular. Saat ini, berbagai keraguan dan kebingungan atas perintah penangkapan Nazaruddin berakhir dengan ”kebetulan” dan bantuan polisi Kolombia. Namun, dugaan adanya keraguan dan kebingungan ini tetap berpotensi kembali muncul jika pengusutan kasus Nazaruddin kelak lebih menjadi pertunjukan politik. Yang pasti, dalam kasus Bank Century, perintah ”serius” Jusuf Kalla belum berhasil mengungkap hingga tuntas kasus pemberian dana talangan untuk bank itu. Lalu, bagaimana dalam kasus Nazaruddin? Cerita agaknya masih panjang. (NWO)
Cetak.kompas.com
Rabu, 10 Agustus 2011
TERORISME Nibras Dijatuhi Hukuman Enam Tahun Penjara Medan, Kompas - Pengadilan Negeri Medan menghukum terdakwa Nibras alias Arab enam tahun penjara karena terbukti terlibat jaringan terorisme. Dia berperan membantu rekan- rekannya merampok Bank BRI Binjai dan Bank BRI Amplas.
Putusan tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 10 tahun. Terdakwa antara lain dijerat dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang perubahan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. ”Terdakwa terbukti dengan sah dan meyakinkan terlibat kejahatan terorisme. Pengadilan menghukum terdakwa dengan hukuman 6 tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim PN Medan ET Pasaribu di Pengadilan Negeri Medan, Selasa (9/8). Penasihat hukum Nibras, Erwin Asmadi, akan mengajukan banding atas putusan itu. Alasannya, yang menjadi dasar putusan adalah keterangan para saksi yang disampaikan kepada polisi dan dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). padahal, BAP tersebut sudah dicabut para saksi. Nibras lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 22 tahun lalu. Pada April 2010, melalui internet, dia berkenalan dan berdiskusi dengan Azzam alias Boss, yang kini buron. Dalam diskusi itu mereka membahas tentang jihad. Azzam lantas meminta Nibras ke Medan untuk mendalami jihad. Setibanya di Medan, Nibras berjumpa dengan empat rekan Azzam. Kemudian mereka merencanakan perampokan Bank BRI Binjai dan BRI Amplas pada Mei 2010. Bagi mereka, termasuk Nibras, perampokan itu merupakan fa’i (perampasan harta dari orang-orang kafir untuk kepentingan jihad) yang diperbolehkan agama. Nibras juga terlibat latihan militer di Sibolangit, Deli Serdang, Juli 2010. Latihan yang dipimpin Azzam dan diikuti 11 peserta ini merupakan bentuk persiapan jihad. Jaringan ini juga terlibat perampokan Bank CIMB Niaga dan penyerangan terhadap Kantor Polsek Hamparan Perak pada Agustus dan September 2010. Teroris lainnya Sebelumnya, Pengadilan Negeri Medan memvonis 12 rekan Nibras dengan hukuman 5 tahun sampai 12 tahun penjara. Mereka adalah Khairul Ghazali alias Abu Yasin yang divonis 5 tahun penjara, Agus Sunyoto (6 tahun), Suriadi alias Adi (6 tahun), Anton Sujarwo (7 Tahun), Jaja Miharja (7 tahun), Jumirin, (7 tahun), Beben Khairul Banin (8 tahun), M Choir alias Butong (9 tahun), Pamriyanto (10 tahun), Pautan (10 tahun), Abdul Gani (10 tahun), dan Marwan alias Wak Geng (12 tahun). (MHF)
medianindonesia.com
Rabu, 10 Agustus 2011 Pengembalian Aset Nazaruddin Makan Waktu
JAKARTA--MICOM: Pengembalian aset tersangka kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games, Muhammad Nazaruddin selama berada di luar negeri, masih
memakan waktu. Sebab, penuntasan analisis laporan perpindahan aset Nazaruddin
harus menunggu sampai seluruh aset mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu disita oleh penyidik KPK.
"Kita saat ini masih menyelesaikan laporan yang masuk, terkait perusahaan Nazaruddin yang banyak. Penuntasan analisis laporan itu sekaligus untuk
pengembalian aset atau asset recovery," kata Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (9/8).
Sebelumnya, Yunus mengatakan PPATK menemukan 150 laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari 16 bank terkait kasus dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games XXVI Palembang. Transaksi-transaksi tersebut diketahui mengalir dari
perusahaan-perusahaan yang diduga digunakan Nazaruddin untuk meraup sejumlah proyek pemerintah Yunus mengatakan, laporan transaksi tersebut dapat diminta kembali apabila uang milik Nazaruddin dipindahkan ke tempat lain. Menurut dia, proses itu memakan waktu sampai aset yang dimaksud disita oleh penyidik. (OL-8) Mediaindonesia.com
Selasa, 9 Agustus 2011 Kombes Ahmad Rivai Diduga Terlibat Pencucian Uang JAKARTA--MICOM: Penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya memeriksa mantan Kepala Satuan Remaja Anak dan Wanita, Ajun Komisaris Besar Polisi Ahmad
Rivai terkait dugaan kasus pencucian uang dan penggelapan aset PT Sarana Perdana Indoglobal.
"Hingga saat ini masih menjalani pemeriksaan," kata Direktur Reserse Kriminal
(Ditreskrimum) Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Gatot Edy Pramono saat dihubungi wartawan di Jakarta, Selasa (9/8).
Gatot enggan menjelaskan peran Rivai terkait dugaan penggelapan aset PT SPI tersebut, karena masih dalam proses penyelidikan.
Berdasarkan informasi yang beredar, Rivai diduga menerima sejumlah dana dari hasil penjualan aset perusahaan tersebut berdasarkan bukti transfer. (Ant/OL-11)
Vivanews.com
Selasa, 9 Agustus 2011
Suap Gayus, Roberto Dituntut 4 Tahun Penjara Jaksa menyatakan Robertus terbukti memberikan suap senilai Rp925 juta kepada Gayus.
VIVAnews - Terdakwa kasus penyuapan terhadap pegawai Ditjen Pajak Gayus
Tambunan, Roberto Santonius dituntut 4 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum. Jaksa menyatakan Robertus terbukti memberikan suap senilai Rp925 juta kepada Gayus Tambunan.
"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa Robertus Santonius bersalah melakukan korupsi seperti diatur Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata jaksa Adi Prabowo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa 9 Agustus 2011.
Selain itu, Jaksa juga menuntut hukuman denda senilai Rp200 juta. Apabila tidak
bisa membayar, denda tersebut diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan. "Menjatuhkan pidana denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," imbuhnya.
Sebagaimana diketahui Roberto didakwa berusaha memengaruhi pengurusan
keberatan dan banding atas Pajak Penghasilan (PPh) PT Metropolitan Retailmart
tahun 2004 dengan memberikan imbalan kepada Gayus. Pada perkara keberatan
pajak di Pengadilan Pajak, Gayus bertindak sebagai kuasa hukum dari Ditjen Pajak. Atas pemenangan keberatan pajak PT Metropolitan Retailment, negara mengembalikan kelebihan pajak yang telah dibayar senilai Rp537,599 juta,
kelebihan PPh sebesar Rp12,626 miliar serta pengembalian bunga sebanyak Rp2,62 miliar.
Uang suap untuk Gayus diberikan Roberto dalam dua tahap. Uang tahap pertama senilai Rp900 juta disetorkan kepada Gayus melalui transfer lewat rekening BCA cabang Suryopranoto Jakarta Pusat pada 28 Maret 2008. Selanjutnya pada 29
Agustus 2008, Roberto kembali mentransfer uang senilai Rp25 juta ke rekening Gayus melalui BCA cabang Harmoni.
"Pemindahbukuan (transfer) seolah-olah tarik dan setor tunai bukan cara yang lazim untuk sebuah pinjam meminjam," terang Adi.
Hal yang memberatkan hukuman, perbuatan Roberto tidak mendukung upaya
pemerintah memberantas korupsi. Sedangkan hal meringankan, terdakwa Roberto belum pernah dihukum dan berlaku sopan selama di persidangan.
Menanggapi tuntutan jaksa, Roberto dan tim kuasa hukumnya akan menyampaikan
pembelaan. Majelis hakim yang diketuai oleh Tjokorda Rai Suamba mengagendakan sidang pembacaan nota pembelaan atau pledoi pada Selasa pekan depan. (umi) Mediaindonesia.com
Selasa, 9 Agustus 2011 PPATK tidak Tahu Rekening Nazaruddin yang Diblokir JAKARTA--MICOM: Pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
menyatakan tidak mengetahui rekening M Nazaruddin yang telah diblokir oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Pernyataan tersebut terkait penggunaan kembali rekening tersebut oleh Nazaruddin pascapemblokiran oleh KPK
"Pada dasarnya rekening yang sudah diblokir oleh penyidik pasti nasabah tidak dapat kembali melakukan transaksi sepanjang belum diangkat pemblokirannya oleh
penyidik itu sendiri," kata Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK Subintoro saat dihubungi Selasa (9/8).
Subintoro menyatakan belum mengetahui penggunaan kembali rekening yang
diblokir oleh Nazaruddin serta rekening mana yang telah dilakukan pemblokiran. "Silakan konfirmasi kepada pihak penyidik KPK untuk rekening yang mana dan dari bank apa. Sehingga apabila sinyalemen tersebut benar, penyidik KPK dapat
berkoordinasi dengan kami dan bank yang menatausahakan rekening tersebut agar dapat segera diambil langkah-langkah atas permasalahan ini," paparnya
Namun, menurut Subintoro, dalam praktiknya penyidik sering berkoordinasi dengan PPATK.
"Sesuai ketentuan Pasal 71 UU No 8 Tahun 2011, yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana adalah penyidik, penuntut umum serta hakim. Tapi, untuk mempermudah koordinasi penyidik sering memberikan tembusan kepada PPATK apabila melakukan pemblokiran tersebut" tukasnya.
Oleh karena itu, kebijakan pemblokiran rekening tersebut merupakan kewenangan penuh pihak penyidik.
"PPATK lebih fokus pada penelusuran aliran dana sesuai amanat undang-undang. Walaupun PPATK juga diberikan kewenangan untuk menghentikan transaksi
sementara selama 5 hari kerja apabila penyidik belum turun tangan," katanya. Menurutnya, apabila diperlukan penyidik, dapat dilakukan koordinasi antara penyidik dengan PPATK dan bank yang terkait dengan rekening tersebut.
"Sehingga, apabila terdapat permasalahan misalnya antara nomor rekening dengan nama pemilik rekening terdapat perbedaan data, dapat segera diatasi dan pemblokiran dapat berjalan efektif," pungkasnya.
Terkait kasus suap wisma atlet Palembang mantan bendahara Partai Demokrat M
Nazaruddin, PPATK menemukan 150 laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari 16 bank. Transaksi-transaksi tersebut diketahui mengalir dari perusahaanperusahaan yang diduga digunakan Nazaruddin untuk meraup sejumlah proyek pemerintah. (*/OL-10) Detik.com
Selasa, 9 Agustus 2011 Polisi Curigai Pencucian Uang dalam kasus Dana Askrindo Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi dalam penempatan dana PT Askrindo di sejumlah
perusahaan investasi. Tidak hanya itu, polisi juga mencium adanya pencucian uang dalam kasus tersebut.
"Money laundering sudah jelas, di samping ada dugaan tindak pidana korupsi juga,"
ujar Kepala Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Adjie Indra kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/8/2011).
Adjie mengungkapkan, hingga kini pihaknya telah memeriksa 24 saksi terkait kasus
tersebut. Ia menyebut, calon tersangka dalam kasus tersebut diperkirakan lebih dari dua orang. "Pokoknya pelakunya banyak," kata dia. Adjie melanjutkan, kasus tersebut melibatkan banyak perusahaan swasta berskala besar. "Kita minta waktu untuk memeriksa satu persatu," kata dia.
Sejauh ini, kepolisian telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit berapa kerugian negara dalam kasus tersebut. Sementara polisi memperkirakan, megara dirugikan hingga Rp 400-500 miliar dalam kasus tersebut.
"Kita tunggu hasil pastinya dari audit BPKP. Mudah-mudahan minggu ini keluar," ujarnya.
Polisi juga telah menyita sejumlah dokumen dalam kasus tersebut. Adjie
mengatakan, dana PT Askrindo diduga telah ditanamkan di beberapa perusahaan investasi berjangka sejak 2004 silam. (mei/lh)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.