P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 01 Agustus 2011
Indeks 1. Korupsi Pajak Bank Jabar MA tolak kasasi terdakwa korupsi Roy Yuliandri 2. Izin Presiden 3. Kejaksaan Bantah Hambat Pengusutan Korupsi 9 Kepala Daerah 4. Korupsi Kas daerah Untung Wiyono Mengaku hanya Teken Sekali
Suarakarya-online.com Senin, 1 Agustus 2011
KORUPSI PAJAK BANK JABAR
MA Tolak Kasasi Terdakwa Korupsi Roy Yuliandri JAKARTA (Suara Karya): Mahkamah Agung (MA) menolak upaya hukum kasasi yang diajukan terdakwa kasus korupsi pajak Bank Jabar (Jawa Barat). Dengan demikian terpidana Roy Yuliandri tetap harus menjalani hukuman selama lima (5) tahun penjara.
Demikian pula terpidana Muhammad Yazid harus meringkuk di balik jeruji besi selama enam (6) tahun. Sedangkan terpidana Dien Rajana Mulya tetap diganjar dengan hukuman empat (4) tahun di bui.
Selain itu, ketiga terdakwa diwajibkan membayar denda dan uang pengganti sebesar uang pajak/negara yang disalahgunakan tersebut. Jika mereka tidak mau atau tak sanggup membayar denda dan uang pengganti itu, maka ketiga terpidana diharuskan menjalani kurungan. Dalam amar putusan kasasi MA, para terdakwa dinyatakan terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi menerima uang, hadiah atau janji dari Bank Jabar yang berpusat di Bandung.
"Majelis hakim kasasi menolak upaya hukum kasasi yang diajukan ketiga terdakwa," demikian kata anggota majelis hakim kasasi MA, Krisna Harahap, kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu. Putusan kasasi MA tersebut menguatkan pengadilan tingkat banding pada tanggal 17 Maret 2011.
Majelis kasasi MA yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap dan Syamsul Chaniago dalam penolakannya mempertimbangkan banyak faktor. Di antaranya
bahwa penerimaan pajak merupakan in come terpenting bagi negara dewasa ini. Karena itu, gangguan yang terjadi terhadap pajak secara langsung mengganggu program pemerintah terutama di bidang peningkatan/perbaikan kesejahteraan
rakyat yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD. Itulah sebabnya kejahatan pajak harus memperoleh pengawasan yang ekstra ketat.
Ketiga terdakwa adalah Petugas Pemeriksa Pajak Direktorat Pajak Kementerian
Keuangan RI yang ikut menikmati jasa konsultasi sebesar Rp 2,5 miliar dari Bank
Jabar. Hal itu diperoleh setelah merea menekan Pajak Kurang Bayar Bank Jabar untuk tahun 2001 dari Rp 129.298.539.461,59 sehingga menjadi hanya Rp 4.979.299.685 dan untuk tahun 2002 dari Rp 51.801.104.864 tinggal menjadi Rp 7.278.133.532 sehingga negara menderita kerugian miliaran rupiah.
Sementara itu Pengadilan Negeri (PN) Jember, Jawa Timur, menerima petikan putusan kasasi Bupati nonaktif Lumajang Sjahrazad Masdar. Humas PN Jember,
Hasanurrachman, pekan lalu, mengatakan, pihaknya sudah menerima salinan petikan putusan kasasi Sjahrazad Masdar dari MA pada Selasa (26/7). (Wilmar P/Ant)
Epaper.korantempo.com Senin, 1 Agustus 2011
Izin Presiden Sejak 2004 hingga 2010, Presiden mengeluarkan 8 izin pemeriksaan gubernur, 19 izin pemeriksaan wali kota, dan 118 izin pemeriksaan bupati.
Sepuluh kasus gubernur ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Status mereka
kebanyakan tersangka, beberapa saja yang menjadi saksi. Sebagian besar kasus itu merupakan kasus korupsi dengan nilai kerugian di atas Rp 10 miliar. Kejaksaan
Agung juga masih menanti izin pemeriksaan sembilan kepala daerah lain. Berikut ini kasus-kasus itu.
1. A.J. Sondakh (Sulawesi Utara) Kasus: Manado Beach Hotel Kerugian: Rp 11,5 miliar Status: tersangka Izin: 3 Desember 2004 2. Djoko Munandar (Banten) Kasus:
perumahan DPRD Kerugian: Rp 14 miliar Status: tersangka Izin: 9 Desember 2004 3.
Lalu Serinata (Nusa Tenggara Barat) Kasus: korupsi APBD 2001 2004 Kerugian: Rp 24 miliar Status: tersangka Izin: 9 Desember 2004 4. Ali Mazi (Sulawesi Tenggara)
Kasus: perpanjangan hak guna bangunan Hotel Hilton Kerugian: Rp 1,7 triliun Status: saksi Izin: 29 Desember 2005 5. Piet A. Tallo (Nusa Tenggara Timur) Kasus: Proyek Sarana Kese hatan 2002 Kerugian: Rp 14,9 miliar Status: tersangka Izin: 2 Januari 2006 6. Usman Djafar (Kalimantan Barat) Kasus: kredit macet Kerugian: Rp 328
miliar Status: saksi Izin: 2 Februari 2006 7. Aminuddin Ponulele (Sulawesi Tengah)
Kasus: bahan bangunan rumah Kerugian: Rp 6,4 miliar Status: saksi Izin: 2 Februari 2006 1. Muhtaddin Sera'i (Bupati Ogan Komering Ulu Selatan) Kasus: pasar
tradisional Muaradua 2003-2004 Status: tersangka Nilai: Rp 7 miliar 2. Bambang
Bintoro (Batang) Kasus: premi asuransi DPRD Status: tersangka Nilai: Rp 796 juta 3. Budiman Arifin (Bulungan) Kasus: pengadaan tanah Nunukan Status: Nilai: Rp 7 miliar 4. Rahudman Harahap (Medan) Kasus: tunjangan aparat desa 2005 Status: tersangka 5. Buhari Matta (Kolaka) Kasus: suap penjualan nikel Status: tersangka Dugaan: suap Rp 5 miliar 6. Awang Farouk Ishak (Gubernur Kalimantan Timur) Kasus: penjualan saham pemda Status: tersangka Nilai: Rp 576 miliar 7. Rudy Ariffin (Gubernur
Kalimantan Selatan) Kasus: dana santunan Status: tersangka Nilai: Rp 6,4 miliar 8.
Dudung B. Supari (Wakil Bupati Purwakarta) Kasus: anggaran makan/ minum Status:
tersangka Nilai: Rp 12 miliar 9. Edison Seleleobaja (Kepulauan Mentawai) Kasus: dana
sumber daya hutan 2003-2004 Status: tersangka Nilai: Rp 1,5 miliar SUMBER: KEMENTERIAN DALAM NEGERI, KEJAKSAAN AGUNG BAHAN: TRI SUHARMAN | KARTIKA CANDRA
Tempointeraktif.com
Minggu, 31 Juli 2011
Kejaksaan Bantah Hambat Pengusutan Korupsi 9 Kepala Daerah TEMPO Interaktif, Jakarta - Kejaksaan Agung berkomitmen menyelesaikan
penelusuran kasus korupsi sembilan kepala daerah. Lembaga tinggi negara itu
membantah tudingan bahwa Kejaksaan sengaja memperlambat pengusutan karena digembosi politik uang dibantah. "Kami tak ingin gegabah mengambil tindakan
karena bisa berdampak pada penghentian kasus," kata Juru Bicara Kejaksaan Agung, Noor Rachmad kepada tempo, Ahad, 31 Juli 2011.
Noor menunjukkan komitmen Kejaksaan dalam gelar perkara pekan lalu. Dalam gelar perkara yang berlangsung tertutup itu, Noor menjelaskan ada proses
penelusuran kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki dalam menangani kasus korupsi kepala daerah.
Salah satunya, kata dia, adalah perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang belum rampung. Perhitungan kerugian
negara dinilai penting untuk merumuskan tindak pidana korupsi. "Indikasi kerugian negara harus kuat," kata Noor.
Kejaksaan menenetapkan tersangka sembilan kepala daerah dengan kasus korupsi yang berbeda-beda. Mereka adalah Bupati Ogan Komering Ulu Selatan Muhtaddin
Sera'i, Bupati Batang Jawa Tengah Bambang Bintoro, Bupati Bulungan Budiman Arifin.
Kemudian Walikota Medan Rahudman Harahap, Bupati Kolaka Buhari Matta, Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk Ishak, Gubernur Kalimantan Selatan Rudi Arifin,
Wakil Bupati Purwakarta Dudung B Supari, dan Bupati Kepulauan Mentawai Edison Seleleobaja.
Kejaksaan hingga kini belum memeriksa satu pun dari tersangka itu. Kejaksaan
beralsan belum mengajukan izin Presiden karena hasil perhitungan kerugian negara belum rampung. Aktivis antikorupsi dari Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menganggap itu hanya alasan Kejaksaan. MAKI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan dan mengambil alih kasus korupsi sembilan kepala daerah itu.
Noor mengatakan, KPK berhak melakukan supervisi terhadap penanganan kasus yang lamban di lembaga lain, termasuk di Kejagung. Kejaksaan, kata dia,
menghargai kewenangan KPK. "Tapi KPK juga butuh pertimbangan hukum yang cukup matang untuk mengambil alih kasus," kata Noor.
Noor membantah penanganan kasus-kasus korupsi para kepala daerah itu sengaja diperlambat. Ia menegaskan kejaksaan hanya berupaya memperkuat unsur pidana yang disangkakan kepada masing-masing kepala daerah.
TRI SUHARMAN Suarakarya-online.com Sabtu, 30 Juli 2011
KORUPSI KAS DAERAH
Untung Wiyono Mengaku Hanya Teken Sekali SEMARANG (Suara Karya): Mantan Bupati Sragen Untung Wiyono, tersangka kasus
dugaan korupsi kas daerah yang bersumber dari APBD Kabupaten Sragen 2003-2010 senilai lebih Rp 40 miliar, mengaku hanya teken (menyetujui) satu kali pemindahan deposito.
Kuasa hukum tersangka yang kini telah dijebloskan ke LP Kedungpane Semarang, Dani Sriyanto, mengatakan Untung tetap bersikukuh hanya mengakui sekali memberikan tanda tangan persetujuan pemindahan kas daerah.
"Untuk perjanjian lainnya tidak ada tanda tangannya Untung," jelas Dani, saat
mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan lanjutan di Kejati Jateng, kemarin. Diungkapkannya, persetujuan yang ditandatangani Untung hanya berupa
pemindahan kas daerah dalam bentuk deposito ke BPR Djoko Tingkir senilai Rp 2 miliar. Untung kemarin menjalani pemeriksaan sejak pukul 08.00-16.00 WIB.
Penyidik saat itu fokus menanyakan soal perjanjian serta deposito yang jumlahnya cukup banyak secara detail.
Dani menegaskan, kliennya tidak pernah memberikan mandat atau perintah kepada
Sekda Sragen Koeshardjono dan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Sragen Srie Wahyuni, selain pemindahan yang disetujui
kliennya. Dengan demikian, Sekda dan Kepala DPPAD Sragen yang juga telah ditahan itu bertindak sendiri.
Dalam kesempatan yang sama, Kejati Jateng juga memeriksa Srie Wahyuni.
Pemeriksaan sudah mulai masuk ke dalam materi perkara. Kuasa hukum Srie
Wahyuni, HD Junaedi, mengatakan penyidik Kejati Jateng tidak menanyakan otoritas kliennya menempatkan dan memindahkan kas daerah ke BPR.
"Jadi pertanyaannya masih berkutat pada aliran dana ke mana saja dan sebagainya," ujarnya.
Sementara itu, Asisten Pidana Khusus Kejati Jateng, Setia Untung Arimuladi,
membenarkan pemeriksaan ketiga tersangka sudah masuk ke dalam materi.
"Penyidikan mulai masuk ke materi perkara, terkait penempatan deposito dan
perjanjian kredit yang dilakukan tersangka ke BPR," tergasnya. (Pudyo Saptono)
Humas PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.