P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 18 Agustus 2011
Indeks 1. Dugaan Korupsi Mantan Dirut Merpati dadi tersangka 2. Pengadilan Tipikor Terdakwa Eddie Widiono disidang kasus korupsi 3. Suap Wisma Atlet Hari ini Nazaruddin akan pasang badan 4. Ini Kekurangan Red notive Neneng dari KPK
Polri bantah menolak pengajuan red notice istri Nazaruddin yang diajukan KPK
5. Terbukti Korupsi, Mantan Dirut Peruri Divonis Dua Tahun Penjara
6. Korupsi di Kementrian PU Berkas warga Italia dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor
7. Narkotika
Kirim ekstasi Rp 82 M, WN Hongkong buron
Suarakarya-online
Kamis, 18 Agustus 2011
DUGAAN KORUPSI
Mantan Dirut Merpati Jadi Tersangka JAKARTA (Suara Karya): Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur
Utama PT Merpati Nusantara Airlines, HN, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pada penyewaan dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dari Amerika Serikat oleh maskapai penerbangan itu.
Selain itu, Kejagung juga menetapkan mantan Direktur Keuangan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan inisial GA, sebagai tersangka.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rachmad, di
Jakarta, Rabu, membenarkan mantan Dirut PT MNA dengan inisial HN dan mantan Direktur Keuangan PT MNA, GA telah ditetapkan sebagai tersangka. "Penetapan tersangkanya pada 16 Agustus 2011," katanya.
Disebutkan, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik)-nya sendiri dikeluarkan dengan Nomor 95/F.2/fd.1/ 07/2011 tertanggal 7 Juli 2011.
Sebelumnya, Kejagung diminta untuk melakukan penelitian kembali atas dugaan
tindak pidana korupsi penyewaan dua pesawat Boeing 737-400 dan 737-500 dari Amerika Serikat oleh PT Merpati Nusantara Airlines.
Hal itu disampaikan oleh mantan Direksi PT Merpati Nusantara Airline (MNA) melalui kuasa hukumnya, J Kamaru, di Jakarta, dua pekan lalu. "Kami sudah mengirimkan
surat ke Jaksa Agung yang meminta untuk meneliti kembali kasus tersebut," katanya. Ia mengatakan, seharusnya penyidikan kasus tersebut dihentikan karena perkaranya masuk dalam ranah keperdataan. "Setidak-tidaknya perbuatan tersebut, bukan merupakan perbuatan pidana tetapi masuk dalam ruang lingkup keperdataan," katanya.
Kamaru menjelaskan, terkait dengan tuduhan Kejagung bahwa pelaksanaan sewa pesawat itu menyalahi aturan karena tanpa seizin Menneg BUMN.
"Sesuai aturan di Kementerian BUMN, jelas disebutkan bahwa penyewaan itu tidak
perlu seizin menteri dan itu merupakan kewenangan perusahaan," katanya seperti dikutip Antara.
Terkait dengan uang security deposit MNA sebesar satu juta dolar AS harus dikembalikan oleh pihak perusahaan leasing penyewaan dua unit pesawat,
Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG), kata dia, uang tidak akan hilang karena putusan Pengadilan Distrik Washington DC memerintahkan TALG mengembalikan security deposit MNA.
"Jadi dalam kasus ini, tidak ada unsur tindak pidana korupsi," katanya.
TALG dan MNA sepakat atas Lease of Aircraft Summary of Terms (LASOT) pada 18 Desember 2006 dan MNA menyimpan uang satu juta dolar AS sebagai security deposit.
Namun dalam perjalanan waktu, perusahaan TALG di AS itu, gagal menyerahkan dua pesawat boeing 737-400 dan 737-500 pesanan Merpati, hingga keluarlah putusan Pengadilan Distrik Washington DC itu.
"Dalam rangka penanganan kasus antara MNA dan TALG tersebut, pihak MNA juga
meminta tolong kepada Kejagung melalui Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) selaku penasehat hukum negara," katanya.
Sementara itu Kejagung, Senin (15/8) dini hari menangkap mantan Sekda Kutai
Kertanegara Edi Subandi, buronan terpidana perkara korupsi sebesar Rp 1,1 miliar dari dana APBD Kutai Kartanegara di kediamannya di Jalan Cempaka Putih Timur Raya, Jakarta.
"Tim melakukan penangkapan terhadap terpidana korupsi yang buron selama dua tahun atas nama Haji Edi Subandi," kata Kapuspenkum Noor Rachmad.
Dikatakan, kasus tersebut terkait dengan Syaukani (mantan Bupati Kutai Kertanegara).
Ia menambahkan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) 2009, yang
bersangkutan dijatuhi hukuman setahun penjara. "Yang bersangkutan terbukti
bersalah menyalahgunakan uang operasional sekda tahun 2000-2002. Jumlahnya lebih dari Rp 1 miliar, jadi yang terbukti Pasal 3 UU Tipikor," paparnya.
Kemudian, kata dia, setelah vonis MA berkekuatan hukum tetap itu yang bersangkutan kabur. "Dia tidak muncul lagi, dicari nggak ada, sampai akhirnya
ditemukanlah sekarang ini dan dia harus menjalani hukuman setahun," katanya.
Kapuspenkum menjelaskan penangkapannya di kediamannya, di Cempaka Putih setelah pelarian dua tahun buron.
"Kita menangkapnya berdasarkan putusan MA No.1704/Pidsus/2008 tgl 23 Januari
2009. Namun, kita baru mendapat surat dari Kajati Kaltim pada Juli 2011," ucapnya. Setelah itu, ia menambahkan, Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) mengeluarkan surat perintah untuk melakukan pengamanan terhadap yang bersangkutan.
"Atas dasar peralatan yang ada pada kejaksaan, kita mengetahui posisinya ada dimana, sehingga dapat dipantau dan berdasarkan surat perintah itu kita melakukan pengamanan dengan terlebih dahulu menghubungi pihak kepolisian dan RT setempat," katanya. (Lerman Sipayung) Suarakarya-online
Kamis, 18 Agustus 2011
PENGADILAN TIPIKOR
Terdakwa Eddie Widiono Disidang Kasus Korupsi JAKARTA (Suara Karya): Mantan Direktur Utama PT PLN Persero, Eddie Widiono
Suwondho, didakwa melakukan korupsi atas proyek pengadaan Outsourcing Roll
Out- Customer Information System-Rencana Induk sistem Informasi (CIS-RISI) PLN. Dalam proyek yang diterapkan di wilayah kerja PLN Jakarta-Tangerang itu, Eddie dinilai menyalahi aturan karena melakukan penunjukan langsung dan menerima pemberian dari rekanan.
Tim jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diketuai Muhibuddin, menyatakan bahwa Eddie tanpa persetujuan Dewan Komisaris PT PLN telah menunjuk PT Netway Utama sebagai rekanan proyek CIS-RISI tahun 2004-
2006. JPU menguraikan, Eddie pada 14 November 2003 mengirim surat ke Dewan Komirsaris PLN. ISi suratnya, Eddie meminta persetujan proyek CIS-RISI dengan anggaran Rp 137,13 miliar.
Namun Dewan Komisaris PLN melalui surat balasan pada 21 November 2003, justru meminta Direksi PLN menekan anggaran proyek tersebut. Dewan Komisaris juga
meminta Direksi PLN melakukan beberapa penghematan atas beberapa unsur biaya seperti sewa kendaraan, sewa kantor dan biaya komunikasi. Intinya, Dewan Komisaris PLN belum dapat memberikan persetujuan.
"Namun terdakwa (Eddie) justru mengirim surat ke General Manajer PT PLN Disjaya-
Tangerang Fahmi Mochtar, dan menyatakan seolah-olah Dewan Komisaris PLN telah memberi persetujuan," kata JPU KPK, Muhibuddin, Senin lalu, di Pengadilan Tipikor. Eddie juga memerintahkan Fahmi Mochtar menandatangani kontrak tentang
penunjukan PT Netway Utama sebagai rekanan. Akhirnya pada 29 April 2004, Fahmi dan Direktur Utama PT Netway Utama, Gani Abdul Gani, menandatangani kontrak perjanjian kerjasama.
"Padahal sesuai dengan anggaran dasar PT PLN Tahun 1998, perjanjian kerja sama
dengan badan usaha atau pihak lain yang memiliki dampak keuangan bagi perseroan untuk jangka waktu lebih dari satu tahun atau satu siklus usaha, hanya dapat
dilakukan Direksi setelah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham dengan pendapat dan saran dari Dewan Komisaris," tandas Muhibuddin.
Selanjutnya atas kontrak yang ditandatangani Fahmi Mochtar dan Gani Abdul Gani, PT Newtway Utama mendapat pembayaran total Rp 92,27 miliar. Padahal dari hitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), proyek yang
berlangsung 2004-2006 itu semestinya hanya menghabiskan anggaran Rp 46,08 miliar. (Nefan Kristiono) Cetak.kompas.com
Kamis, 18 Agustus 2011
SUAP WISMA ATLET Hari Ini Nazaruddin Akan Pasang Badan Jakarta, Kompas - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin, Kamis (18/8) ini, akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan suap dalam proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. Ini adalah
pemeriksaan yang pertama terhadap Nazaruddin, sebagai tersangka, setelah kembali dari Kolombia.
Namun, dikhawatirkan ia akan ”memasang badan”, tidak berani memberikan keterangan seperti yang ia sampaikan saat dalam pelarian. Kekhawatiran itu
disampaikan advokat OC Kaligis, yang selama ini menemani Nazaruddin di Jakarta, Rabu.
”Saya khawatir Nazaruddin tidak akan menyebut keterlibatan orang lain, termasuk pimpinan Partai Demokrat. Ia akan menyalahkan diri sendiri dan minta segera diadili,” katanya.
Kaligis mengkhawatirkan, Nazaruddin akan menyalahkan dirinya sendiri, dalam
perkara suap wisma atlet, untuk keselamatan keluarganya. Kondisi itu terjadi karena dia tertekan selama perjalanan dari Bogota ke Jakarta.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, menilai, konsistensi
Nazaruddin sangat menentukan untuk membongkar kasus yang membelitnya. Harus diakui, kepentingan politik dalam kasus Nazaruddin amat menonjol. ”Desakan
kepentingan politik itulah yang menjadi alasan kami untuk khawatir, Nazaruddin
bakal berubah dalam keterangannya dan menjadi inkonsisten,” kata Bambang, Rabu. Bambang menyesalkan kalau Nazaruddin memilih bungkam ketimbang membongkar jejaring yang terlibat dalam kasus korupsi yang kini mendudukkannya sebagai tersangka. Namun, ia bisa memahami kegusaran Nazaruddin. Perlakuan yang
diterima sejak ditangkap di Cartagena, Kolombia, menempatkan dia seperti penjahat teroris. Nazaruddin juga risau dengan nasib istrinya, Neneng Sri Wahyuni, yang kini juga menjadi buruan KPK.
”Dia tertekan bukan saja karena cara penjemput yang memperlakukannya seperti
penjahat teroris, melainkan juga karena ia merasa dikorbankan rekannya di Partai Demokrat,” katanya.
Dalam pelariannya, Nazaruddin menyatakan keterlibatan rekannya dari Partai Demokrat, Angelina Sondakh dan Mirwan Amir, dalam kasus itu. Ia juga
menyebutkan, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menikmati dana dari proyek wisma atlet dan terlibat dalam kasus lain. Keterangan Nazaruddin ini sudah dibantah Anas, Angelina, dan Mirwan.
Anas, Selasa, diperiksa Komite Etik KPK. Dalam pemeriksaan, ia mengaku tak pernah bertemu dengan pimpinan KPK. Ia ke KPK ditemani Ketua Divisi Advokasi dan
Bantuan Hukum Partai Demokrat Denny Kailimang. Namun, Denny mengakui, Anas tahun 2007 pernah bertemu dengan pimpinan KPK.
Ketua KPK M Busyro Muqoddas menyatakan, pengusutan kasus Nazaruddin bertolak dari pembangunan wisma atlet di Palembang. Soal keraguan masyarakat pada
independensi KPK, ia menyatakan, ”Saya tak akan mengemukakan sesuatu, tetapi lebih ke prestasi kerja. Independen atau tidak, silakan diamati saja.”
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam mengatakan,
Neneng kini jadi buron polisi. Namun, KPK belum mengeluarkan red notice (perintah penangkapan internasional) untuk Neneng.(dik/bil/why/faj/tra)
Vivanews.com
Kamis, 18 Agustus 2011
Ini Kekurangan Red Notice Neneng dari KPK Polri bantah menolak pengajuan red notice istri Nazaruddin yang diajukan KPK. VIVAnews - Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengirimkan surat permohonan
red notice kepada Kepolisian RI untuk menangkap istri Muhammad Nazaruddin,
Neneng Sri Wahyuni pada Selasa 16 Agustus 2011 lalu.
Namun, menurut Juru Bicara Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam surat
permintaan dari KPK itu tak didukung dengan dokumen yang lengkap. Sehingga polisi meminta KPK untuk melengkapinya terlebih dahulu sebelum dikirim ke International Police di Lyon, Prancis. Apa saja kekurangannya?
"Pertama, dilengkapi sidik jari, sedang disiapkan. Yang kedua untuk membuat DPO
(Daftar Pencarian Orang) harus digelar (perkara) dulu nanti kelengkapan administrasi dari Hubungan Internasional," kata Anton di Markas Besar Kepolisian RI, Jalan Trunojoyo, Kamis 18 Agustus 2011.
Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa surat permintaan red notice Neneng yang diajukan KPK ditolak oleh Polri. "Tidak dikembalikan, namun kita minta tambahan sidik jarinya dan digelar perkaranya," kata dia.
Sementara itu, Anton mengatakan Polri akan segera membentuk tim untuk memburu istri Nazaruddin.
Neneng tercatat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan supervisi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja. Korupsi ini terjadi pada Tahun anggaran 2008 di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Keberadaan Neneng hingga saat ini masih misterius. Ibu dua anak itu terlacak
bersama suaminya di Kolombia, namun meninggalkan negeri tersebut beberapa hari setelah penangkapan Nazaruddin. Neneng dikabarkan terbang ke Malaysia.
Sementara, pengacara Nazaruddin, OC Kaligis mengklaim mengetahui keberadaan
Neneng. Ia juga mengaku siap membawa pulang Neneng dan membawanya ke KPK. (umi)
Detik.com
Kamis, 18 Agustus 2011
Terbukti Korupsi, Mantan Dirut Peruri Divonis Dua Tahun Penjara Jakarta - Mantan Direktur Utama Perum Peruri Kusnan Martono divonis dua tahun
penjara oleh Pengadilan Tipikor. Kusnan terbukti melakukan tindak pidana korupsi
dalam perkara biaya pengelolaan dan penggunaan Biaya Operasional Direksi (Biopsi) di Perum Peruri tahun 2002-2007.
"Menyatakan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar ketua majelis hakim Mien Trisnawati saat membacakan putusannya di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/8/2011).
Kusnan juga diharus membayar uang denda Rp 100 juta. Selain itu, Kusnan juga wajib membayar uang pengganti sebanyak Rp 205 juta dan USD 1.000.
Selaku Dirut, Kusnan terbukti telah menerbitkan surat keputasan direksi untuk Biaya Operasional Direksi (Biopsi). Awalnya dana ini untuk menunjang kelancaran tugas direksi dan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Namun atas persetujuan Kusnan, Direktur Keuangan Perum Peruri, Islamet, yang diketahui telah meninggal dunia, mengambil uang tersebut dari kas perusahaan
selama beberapa kali. Berdasarkan surat keputusan No 256, uang yang diambil Rp 1,5 miliar dan Rp 500 juta. Lalu surat No 650 diambil Rp 10 miliar, surat No 44 diambil Rp 400 juta, surat No 261 diambil Rp 1 miliar.
"Jumlah keseluruhan uang Peruri yang ditarik dan ditempatkan dalam kas Biopsi adalah Rp 13,4 miliar," kata hakim anggota Albertina Ho. "Maksudnya supaya terpisah dan dapat dikelola sendiri dan terpisah dari kas perum peruri," lanjutnya.
Uang Biopsi itu digunakan untuk kepentingan tamu direksi, untuk kegiatan sosial karyawan (uang duka, hajatan, rekreasi, biaya rapat), servis kuasa hukum, untuk uang transport Kementerian BUMN, uang transpor untuk BPKP, mantan pegawai
Peruri, DPR, Kejaksaan dan Pengacara Negara.
"Terdakwa sejak 2003-2007 telah menerima uang Biopsi yang ditransfer ke rekening terdakwa di Bank Mandiri Rp 5 juta setiap bulan dan ada peningkatan Rp 5,5 juta. Dengan jumlah keseluruhan Rp 326,5 juta," papar Albertina.
Atas putusan ini, baik penuntut umum maupun kubu Kusnan kompak meminta waktu untuk menentukan apakah akan banding atau tidak.
Sementara itu, Marlan Arief selaku mantan Direktur Logistik Perum Peruri juga ikut
divonis dalam perkara yang sama. Marlan dikenai hukuman selama 1,5 tahun dan Rp 50 juta. Ia juga harus membayar uang pengganti Rp 195 juta dan US$ 500. Sebelumnya, jaksa menuntut kedua orang itu selama delapan tahun dan enam bulan penjara. Mereka juga harus membayar uang denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan kepadanya keduanya.
Kedua orang ini dianggap terbukti melanggar pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(mok/gah)
Mediaindonesia.com
Selasa 16 Agustus 2011
Korupsi di Kementerian PU
Berkas Warga Italia Dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor JAKARTA--MICOM: Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) telah melakukan pelimpahan berkas tersangka warga negara Italia Giovanni Gandolfi ke pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Itu terkait perkara kasus korupsi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum.
Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala Kejari Jaksel Masyhudi ketika dihubungi
wartawan di Jakarta, Selasa (16/8). Namun, dirinya belum mengetahui penetapan jadwal sidang atas tersangka Giovanni.
"Sudah kami limpahkan ke pengadilan Tipikor kemarin, Senin (15/8)," ujar Mashyudi ketika dikonfirmasi.
Giovanni didakwa atas dakwaan ke satu Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31
Tahun 1999, dakwaan kedua Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) b UU Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Untuk jadwal sidang, saya belum mengetahui. Nanti kami tunggu penetapan dari pengadilan. Biasanya kan ditunjuk hakim, baru ditetapkan," tutup Mashyudi.
Seperti diketahui, Givanni pada 7 April 2011 malam ditangkap jajaran intelijen Kejari Jaksel dan penyidik Kejaksaan Agung dari kediamannya di Apartemen SCBD Kavling 52-53 kamar 7C, Jakarta Selatan. Giovanni langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Sebelumnya,
Kejagung menjelaskan modus yang dilakukan yaitu dengan menggunakan dokumendokumen palsu untuk mengajukan penagihan pembayaran jasa konsultan.
Kejaksaan juga menetapkan dua tersangka dari Kementerian Pekerjaan Umum yakni Ir Sumudi Katono dan Ir Bambang Turyono. Mereka bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen dalam kasus tersebut.
Kasus tersebut mulai diselidiki awal 2011. Kerugian negara Rp6,5 miliar yang telah
ditemui di tiga provinsi yakni DKI Jakarta Jawa Barat, dan Jawa Timur. Proyek tersebut sendiri dilakukan di 14 provinsi. (FA/OL-5) Kompas.com
Selasa, 16 Agustus 2011
Narkotika
Kirim Ekstasi Rp 82 M, WN Hongkong Buron
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya menyita 275.235 butir narkotika jenis ekstasi dan 178 gram sabu dari tiga orang tersangka yang berperan
sebagai pengedar narkotika jaringan internasional. Ekstasi dan sabu itu rencananya khusus diedarkan pada malam pergantian tahun.
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Nugroho Aji Wijayanto,
mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal dari penyelidikan dan pembuntutan secara terus menerus selama tiga bulan. Dari pembuntutan itu, polisi akhirnya menangkap tiga pelaku di dua lokasi berbeda. Pada Selasa, 9 Agustus 2011, dua tersangka yakni seorang perempuan PY (40) dan AKG (39) ditangkap di sebuah apartemen di Jakarta Utara. Dari keduanya, polisi
menyita 51.366 ekstasi, 178 gram sabu, 3 buah timbangan sabu, dan 4 unit ponsel. Setelah itu, pada Minggu, 14 Agustus 2011, polisi kembali menangkap HW di sebuah rumah makan yang di Jakarta Utara. Dari penangkapan ini, polisi melakukan
pengembangan ke rumah HW di Jembatan Dua, Jakarta Barat. Di rumah tersangka, polisi menyita 223.869 butir ekstasi dan 2 unit ponsel.
"Modusnya narkotika ini dikirim dari Hongkong pakai jasa pengiriman. Rencanannya
akan diedarkan pas malam tahun baru, karena saat itu menurut mereka banyak yang beli untuk pesta perayaan tahun baru," ungkap Nugroho, Selasa (16/8/2011), di Polda Metro Jaya.
Dia melanjutkan, ratusan ribu ekstasi dan sabu itu merupakan hasil pengiriman AL
(Warga negara Hongkong) yang kini buron. Ekstasi dan sabu tersebut dimasukkan ke dalam kardus dan disamarkan dengan potongan-potongan kertas kemudian dikirimkan melalui jalur udara.
"Hasil ini merupakan hasil sekali pengiriman dari AL. Kenapa bisa lolos Bea Cukai? Itu tanya mereka, yang jelas begitu sampai di tangan mereka, berhasil kami gagalkan sebelum sempat diedarkan," ucap Nugroho.
Rencananya, lanjut Nugroho, para pelaku akan mengedarkan barang haram itu pada saat malam tahun baru di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Denpasar, Palembang, dan Bandung.
Nugroho memperkirakan, hasil penyitaan barang bukti berupa 275.235 butir ekstasi ini mencapai Rp 82.570.000 jika dikonversikan per butirnya Rp 300.000. Sedangkan
untuk barang bukti jenis sabu sebanyak 178 gram, nilainya mencapai Rp 267 juta jika dikonversikan per gramnya Rp 1.500.000.
"Sehingga keseluruhannya mencapai Rp 82.837.000.000 dan bisa menyelamatkan 300.000 jiwa," kata Nugroho.
Seluruh tersangka kini mendekam di tahanan Narkoba Polda Metro Jaya. Mereka
dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) subsider Pasal 112 Ayat (2) juncto Pasal 132 Ayat (1) Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman pidana mati, seumur hidup, atau pidana 5-20 tahun.
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan
pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.