P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 24 November 2011
Indeks 1. Penangkapan Anggota DPRD Semarang Duapuluh satu amplop berisi total Rp 40 juta 2. KPK Periksa Syarifuddin Temenggung 4 jam Syaf bersaksi untuk Direktur Keuangan SDM PT Batara Indonesia, Mahyudin harahap 3. Kasus Korupsi Bupati Tegal Divonis Lima Tahun 4. Mantan Kepala BPPN Diperiksa KPK
Kompas.com
Kamis, 24 November 2011 Penangkapan Anggota DPRD Semarang 21 Amplop Berisi Total Rp 40 Juta
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 21
amplop dalam penangkapan terhadap dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Semarang, Jawa Tengah dan Sekretaris Kota Semarang. "Sampai siang tadi, ditemukan sekitar 21 amplop, setelah dilakukan perhitungan
nilainya sekitar Rp 40 juta, semua," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Kamis (24/11/2011).
Amplop-amplop tersebut ditemukan di mobil salah seorang anggota DPRD dan di ruangan kantor anggota tersebut. Anggota DPRD Semarang yang ditangkap KPK adalah Sumartono (Fraksi Partai Demokrat) dan Agung PS (Fraksi Partai Amanat Nasional). Sementara Sekretaris Kota Semarang adalah Ahmad Zainuri.
"Setelah keluar, yang bersangkutan kita tangkap, bawa ke ruangan, ditemukan amplop-amplop itu," ungkap Johan. Ketiga orang itu tertangkap tangan hari ini sekitar pukul 11.30 WIB.
Ironisnya, mereka dicokok di halaman parkir komplek DPRD Semarang sesaat setelah diduga bertransaksi suap. Diduga, suap berkaitan dengan pengesahan APBD 2012 dan terkait usulan peningkatan gaji karyawan di lingkutan Pemkot Semarang.
Hingga saat ini, ketiganya masih menjalani pemeriksaan di sebuah kantor di Kota Semarang. Dalam 1 x 24, status ketiganya akan ditentukan apakah menjadi
tersangka atau tidak. "Akan dilakukan pemriksaan di sana, tidak akan dibawa ke Jakarta, mungkin besok pemeriksaan lanjutan dan berkembang pemeriksaan sampai kita tentukan nanti apakah bisa dinaikan statusnya jadi tersangka atau tidak," papar Johan
Vivanews.com
Kamis, 24 November 2011
KPK Periksa Syafruddin Temenggung 4 Jam Syaf bersaksi untuk Direktur Keuangan SDM PT Batara Indonesia, Mahyudin Harahap VIVAnews - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung menegaskan bahwa dia sama sekali tidak terlibat dalam dalam kasus penjualan tanah PT Batara Indonesia. Syafruddin menyebutkan pada saat peristiwa itu berlangsung, dia tidak memegang tanggung jawab dalam hal penjualan.
"Saat peristiwa itu saya menjabat sebagai kepala BPPN yang tidak ada hubungannya dengan penjualan lahan milik BUMN itu," kata Syaf di kantor KPK, Kamis 24 November 2011.
Syafruddin diperiksa KPK selama kurang lebih empat jam terkait dengan kasus korupsi penjualan tanah aset BUMN. "PT Batara memiliki aset kredit di sebuah bank
sehingga saya dimintai keterangan seputar informasi aset kredit tersebut," terangnya.
KPK terus melakukan pengembangan kasus korupsi penjualan tanah PT Batara
Indonesia, aset BUMN sebesar Rp40 miliar atas tersangka Direktur Keuangan Sumber Daya Manusia PT Batara Indonesia, Mahyudin Harahap.
Pemeriksaan dilakukan sejak siang tadi, dalam kapasitas Syafruddin sebagai saksi atas kasus tersebut. Begitu usai pemeriksaan, Syafruddin berusaha menghindari wartawan.
Suarapembaruan.com
Kamis, 24 November 2011 Kasus Korupsi, Bupati Tegal Divonis Lima Tahun [SEMARANG] Bupati Tegal nonaktif Agus Riyanto terdakwa kasus korupsi proyek
pembangunan Jalan Lingkar Kota divonis lima tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Kamis (24/11). Ketua majelis hakim Noor Ediyono dengan hakim anggota Sinintha Sibarani dan
Lazuardi Tobing juga mewajibkan terdakwa membayar denda sebesar Rp200 juta dengan hukuman pengganti selama satu tahun penjara.
Agus Riyanto yang mengenakan kemeja biru kombinasi putih juga diharuskan
membayar uang pengganti sebesar Rp1,4 miliar dan jika dalam waktu satu bulan
setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap tidak bisa membayar maka yang bersangkutan akan di penjara selama tiga tahun. Menurut majelis hakim, terdakwa dianggap melakukan tindakan melawan hukum secara bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara.
"Terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 2 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ujar Noor Ediyono.
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang menuntut hukuman selama delapan tahun penjara pada sidang sebelumnya.
Terkait vonis yang dijatuhkan majelis hakim, Agus Riyanto yang ditahan sejak 28 Juni 2011 itu menyatakan akan mengajukan banding.
"Saya mengajukan banding karena merasa ada logika hukum yang tidak rasional dalam kasus ini," katanya yang ditemui usai sidang.
Sementara itu, Marhamah, istri Agus Riyanto terlihat menangis sambil memeluk anak perempuannya setelah mendengar majelis hakim menjatuhkan vonis.
Agus Riyanto dianggap bertanggung jawab terhadap penyimpangan dana APBD Kabupaten Tegal 2006/2007 sebesar Rp1,73 miliar dan dana pinjaman Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Bank Jateng sebesar Rp2,22 miliar.
Dua tersangka lain dalam kasus Jalingkos yakni mantan Kepala Bagian Agraria
Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal periode 2006-2007, Edy Prayitno, dan stafnya
Budi Haryono. Keduanya telah dijatuhi vonis masing-masing empat dan lima tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Slawi.
Dua terpidana tersebut dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kejati Jateng juga menyita dua aset milik Bupati Tegal senilai Rp1,8 miliar terdiri atas rumah di Jalan Cibolerang Indah Blok F Nomor 12 Kelurahan Margahayu Utara,
Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, dan alat-alat produksi PT Kolaka yang bergerak di bidang pengaspalan jalan. [Ant/L-9]
Tempo.co Kamis, 24 November 2011 Mantan Kepala BPPN Diperiksa KPK TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional periode 20022004, Syafruddin Arsyad Temenggung, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi,
Kamis, 24 November 2011, dalam kasus perkara korupsi penjualan tanah milik PT Barata Indonesia Persero di Surabaya, Jawa Timur.
"Syafruddin diperiksa sebagai saksi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Priharsa
Nugraha. Syafruddin yang dijadwalkan diperiksa pada pukul 09.00 WIB, sampai siang ini belum juga mendatangi kantor KPK.
Pada kasus korupsi PT Barata ini, KPK telah menetapkan tersangka, yaitu Mahyuddin Harahap, Direktur Pemberdayaan Keuangan dan Sumber Daya Manusia PT Barata
pada 10 Maret lalu. KPK menduga kuat tersangka terlibat dalam penjualan tanah
milik PT Barata di Jalan Nagel Nomor 109 Surabaya. Tanah milik perusahaan pelat
merah itu dijual di bawah harga Nilai Jual Obyek Pajak yang berlaku pada 2004. Akibat penjualan ini, KPK menduga kuat merugikan negara sebesar Rp 40 miliar.
Tanah itu seharusnya dijual seharga Rp 132 miliar, tapi oleh tersangka dijual Rp 82 miliar.
Kasus ini bermula ketika dilakukan relokasi pabrik PT Barata dari Surabaya ke Gresik, Jawa Timur, pada 2006. Biaya relokasi pabrik mencapai Rp 44,7 miliar yang diduga ada biaya siluman sebesar Rp 1,4 miliar. KPK menyangka Mahyuddin melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.
Syafruddin Temenggung sendiri pernah ditetapkan menjadi tersangka oleh
Kejaksaan Agung pada 2006 dalam kasus penjualan aset yang ditangani oleh BPPN
Pabrik Gula Rajawali Nusantara Indonesia III di Gorontalo. Waktu itu, negera diduga dirugikan sebesar Rp 500 miliar. Namun belakangan, penanganan kasus ini
dihentikan karena tidak cukup bukti. Dia juga pernah dimintai keterangan di kasus lainnya.
RUSMAN PARAQBUEQ
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.