Clipping Service Anti Money Laundering 1 Juni 2011
Indeks 1. Suap Wisma Atlet Dana dari nazaruddin Seharusnya Dibekukan 2. Korupsi Departemen Sosial Penunjukkan Langsung Lewat Penafsiran 3. Dana Dibobol, nasabah Gugat Bank mandiri Rp 100 Miliar 4. Hatta Tolak Jelaskan Dugaan Korupsi KRL Hibah Pagi tadi Hatta Rajasa diperiksa penyidik KPK selama sekitar dua jam
5. Kasus Pengadaan Barang
KPK Periksa Mantan Dirjen Banjamsos Amrun Daulay
6. Kasus Cek Pelawat Agus Condro Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Cetak.kompas.com Rabu, 1 Juni 2011
SUAP WISMA ATLET Dana dari Nazaruddin Seharusnya Dibekukan
Jakarta, Kompas - Partai Demokrat seharusnya membekukan dana partai yang diperoleh mantan bendahara umumnya, Muhammad Nazaruddin. Apalagi pencopotan Nazaruddin dari jabatannya karena dinilai melanggar etika. Sanksi tanpa membekukan dan mengaudit dana partai yang diperoleh Nazaruddin bisa dianggap sebagai tindakan yang tidak adil. Demikian diingatkan peneliti senior di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, Selasa (31/5) di Jakarta. Tak adil jika Nazaruddin dicopot, tetapi dana yang dihasilkannya dinikmati pengurus Demokrat. Menurut Syamsuddin, janganlah Nazaruddin dikorbankan, tetapi sebenarnya ada upaya penyelamatan partai. Nazaruddin mengumpulkan dana atas perintah partai. Karena itu, harus ada audit untuk memastikan dana dari Nazaruddin diperoleh dengan tak melanggar etika. Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin, dalam beberapa kesempatan, mengakui, Nazaruddin menyetorkan dana senilai Rp 13 miliar ke partai. Namun, tidak dijelaskan sumber dana itu. F-PD akan menjemput Secara terpisah, Fraksi Partai Demokrat (F-PD) DPR mengutus beberapa anggotanya untuk berkomunikasi dan menjemput Nazaruddin yang kini berada di Singapura. Nazaruddin dikaitkan dengan kasus suap proyek wisma atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan, dan pemberian uang kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Janedjri M Gaffar senilai 120.000 dollar Singapura. ”Sudah kami tugaskan beberapa orang, termasuk Sutan Bathoegana, untuk bertemu dengan Nazaruddin. Besok (Rabu ini) mereka akan bertemu di sana,” ungkap Ketua F-PD Jafar Hafsah di Senayan, Jakarta. Menurut Sekretaris F-PD DPR Saan Mustopa, fraksi mendorong agar Nazaruddin kembali ke Tanah Air secara sukarela. Sutan, yang dijumpai terpisah, mengaku akan ke Singapura pada Rabu ini atau Kamis pagi untuk menemui Nazaruddin. Jika kondisi memungkinkan, ia akan mengajak Nazaruddin kembali ke Indonesia. Dengan demikian, sebelum dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ia sudah berada di Indonesia.
Aktivis Gerakan Indonesia Bersih, Adhie M Massardi, dan Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia Sasmito Hadinagoro, Selasa, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, untuk segera meminta Nazaruddin pulang. Hal itu adalah langkah nyata untuk membuktikan komitmen Presiden dalam pemberantasan korupsi di Tanah Air. Menurut Adhie, kesalahan Nazaruddin adalah pergi ke Singapura. Saat mengetahui dirinya dicegah (dilarang ke luar negeri), ia seharusnya lekas kembali ke Jakarta. Nazaruddin adalah anggota DPR dan pengurus partai yang semestinya memberikan teladan kepada masyarakat. Sasmito menilai, penyelesaian kasus Nazaruddin bisa menjadi langkah untuk menelisik kasus lain. Jika pemerintah konsekuen pada janji mewujudkan pemerintahan yang bersih, semua pejabat atau penyelenggara negara yang diduga terlibat korupsi harus diproses hukum secara adil. Menpora diperiksa Sementara itu, KPK meminta keterangan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi A Mallarangeng di Jakarta, Selasa. Seusai menjalani pemeriksaan, Andi mengatakan, tak ada kebijakan soal dana talangan di Kementerian Pemuda dan Olahraga terkait proyek wisma atlet SEA Games. Perkara suap itu, selain dikaitkan dengan Nazaruddin, juga menyeret mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam. Saat ditangkap KPK di ruang kerjanya, 21 April lalu, Wafid bersama Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang dan Manajer PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris. PT DGI adalah kontraktor pembangunan wisma atlet. Nazaruddin adalah pendiri PT Anak Negeri. Dalam penangkapan itu, KPK menemukan cek senilai Rp 3,2 miliar dan uang tunai 128.148 dollar Amerika Serikat, 13.070 dollar Australia, 1.955 euro, serta Rp 73,171 juta. Cek dan uang itu disebut sebagai dana talangan untuk proyek wisma atlet. ”Kalau mengenai dana talangan, saya tidak pernah dilapori. Itu juga bukan kebijakan dari kementerian,” ungkap Andi sebelum masuk ke mobil. Andi dipanggil sebagai saksi dalam kasus suap yang diduga melibatkan Wafid. Selain Wafid, KPK juga menetapkan Mindo dan Idris sebagai tersangka. Nazaruddin baru akan dipanggil sebagai saksi.
Menurut Andi, ia mendapatkan sejumlah pertanyaan dari penyidik KPK terkait dengan tanggung jawabnya sebagai Menpora dalam pembangunan wisma atlet di Palembang. Andi pun mengaku terkejut saat KPK mendatangi Kemenpora. Ia juga membantah sebagai orang yang melaporkan soal adanya dugaan penyuapan di kantornya. Terkait kasus Nazaruddin, Andi memilih bungkam. (ray/nta/fer/nwo/bil/iam)
Cetak.kompas.com Rabu, 1 Juni 2011
KORUPSI DEPARTEMEN SOSIAL Penunjukan Langsung Lewat Penafsiran Jakarta, Kompas - Politikus Partai Demokrat, Amrun Daulay, yang menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Departemen Sosial tahun 2004-2006, kembali menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (31/5). Amrun yang kini anggota DPR ini mengakui penunjukan langsung dalam pengadaan tersebut berdasarkan penafsiran. ”Penunjukan langsung karena program itu program kemitraan usaha. Jadi perbedaan kita, menurut kami pekerjaan spesifik itu boleh. Menurut analisis kami, menurut penjabaran kami, kan penafsiran keppres,” kata Amrun seusai diperiksa. Amrun diperiksa dalam kapasitas sebagai Direktur Jenderal Bantuan Jaminan Sosial Departemen Sosial waktu itu. Pada saat tersebut ia menjadi bawahan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah yang telah divonis penjara 1 tahun 8 bulan dalam kasus ini. Amrun menjelaskan, dalam proyek kemitraan ini, pemerintah mengajak pengusaha untuk bekerja sama membantu warga miskin melaksanakan program pemerintah. Menurut Amrun, terjadi perbedaan penafsiran dalam soal penunjukan langsung karena ia merasa hal itu diperbolehkan dalam pekerjaan spesifik.
”Berbeda penafsiran, itu penafsiran masing-masing. Penafsiran kami waktu itu boleh, tetapi pemeriksa menganggap tidak boleh. Ya apa boleh buat, salahlah kami,” lanjut Amrun. KPK menetapkan Amrun sebagai tersangka beberapa waktu lalu. Ia diduga secara bersama-sama atau turut serta terkait perbuatan Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial 2004-2009, melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sapi impor dan pengadaan mesin jahit di Departemen Sosial. Berdasarkan penyidikan, diduga Amrun bersama-sama dengan Bachtiar Chamsyah dan sejumlah pihak lain menyalahgunakan wewenangnya dan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Total kerugian negara pengadaan sapi pada tahun 2004 sekitar Rp 1,9 miliar, sedangkan pada pengadaan mesin jahit tahun 2004 dan 2006 total kerugian negara sekitar Rp 20 miliar. (ray) Detik.com
Rabu, 1 Juni 2011 Dana Dibobol, Nasabah Gugat Bank Mandiri Rp 100 Miliar Jakarta - PT Bank Mandiri Tbk digugat karena hilangnya uang nasabah. Salah
seorang nasabah 'kaya' dalam layanan Mandiri Prioritas kehilangan dananya sebesar Rp 2,28 miliar dan US$ 140 ribu. Demikian isi gugatan salah seorang nasabah prioritas Bank Mandiri Nur'ainy Harun Al' Rasjid melalui kuasa hukumnya Jimmy Simanjuntak, yang dikutip detikFinance,
Rabu (1/6/2011).
Nur'ainy merupakan nasabah Bank Mandiri cabang Jakarta PLN Pusat dan Bank
Mandiri Cabang Jakarta Iskandarsyah. Dalam gugatannya, Nur'ainy menuntut ganti rugi senilai Rp 100 miliar.
Karena selain kehilangan Rp 2,28 miliar dan US$ 140 ribu, Nur'ainy juga kehilangan
bunga sebesar 6% per tahun. "Jadi selain gugatan kami senilai uang yang hilang, ada juga gugatan immaterial Rp 10 miliar," kata Jimmy
Pada gugatannya tersebut, Nur'ainy menceritakan bahwa uangnya dibobol oleh customer service Bank Mandiri yang bernama Rika Susanty. Rika dituding
memindahkan dana Nur'ainy tanpa persetujuan. Padahal tidak ada satupun
blanko/slip yang ditulis atau ditandatangani oleh Nur'ainy sebagai pemilik dana.
Dalam gugatannya, Nur'ainy mengaku baru mengetahui dananya hilang sekitar bulan Mei 2010, pada saat dia ingin menarik sebagian dananya.
Kemarin telah dilakukan sidang perdana gugatan tersebut, namun pihak Bank Mandiri tidak hadir. Sidang kedua rencananya akan dilakukan 14 Juni 2011 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Jimmy mengatakan, aksi pembobolan dana kliennya ini telah dilakukan Rika sejak awal 2009. Namun baru ketahuan pada pertengahan 2010 saat kliennya ingin menarik uang dalam jumlah yang besar.
Saat dikonfirmasi, Senior Vice President Corporate Banking Bank Mandiri Sukoriyanto Saputro tidak mengangkat telepon detikFinance. Padahal Suko telah dikirimi surat
oleh Jimmy selaku kuasa hukum Nur'ainy untuk mengganti uang yang dibobol oleh Rika. pada 3 Maret 2011 lalu.
"Sampai saat ini belum ada respons dari Bank Mandiri untuk mengembalikan uang klien saya," kata Jimmy.
(dnl/qom)
Vivanews.com
Rabu, 1 juni 2011 Hatta Tolak Jelaskan Dugaan Korupsi KRL Hibah
Pagi tadi Hatta Rajasa diperiksa penyidik KPK selama sekitar dua jam. VIVAnews - Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan telah
menjelaskan seluruhnya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai masalah pembelian KRL hibah dari Jepang.
"Saya memberikan penjelasan atau klarifikasi. Itu penting, sebagai warga negara saya harus menjelaskan," kata Hatta di Gedung DPR usai menghadiri peringatan Hari lahirnya Pancasila, Rabu 1 Juni 2011. Mengenai disposisi adanya tanda tangan dirinya, Hatta enggan membeberkan lebih
detail. Dia hanya menegaskan sudah saya jelaskan semua. Begitupun perihal materi apa saja yang ditanyakan oleh KPK, dia tidak dapat berbicara lebih jauh. "Materinya saya tidak bisa omong, sudah saya jelaskan semua sudah saya jelaskan dengan jelas," kata Hatta.
Ketika disinggung terkait masalah KRL, kendatipun dirinya tidak mengelak tetapi dia tetap enggan membeberkan masalah ini dengan panjang lebar. Dia hanya
berkomentar, "Sudah saya jelaskan semua tidak ada sesuatu yang harus ditutupi. Warga negara harus wajib mentaati hukum," kata Hatta.
Pagi tadi, setelah sempat luput dari pantauan wartawan, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) tadi pagi. Menurut salah satu petugas penjaga keamanan KPK, ia datang sekitar pukul 07.34 WIB ditemani dua stafnya.
Kenapa ia datang ke KPK? Saat ditemui usai pemeriksaan, sekitar pukul 09.15 WIB, Hatta menjelasan alasan kedatangannya ke komisi antikorupsi. "Saya memberikan penjelasan sesuai kewajiban warga negara terkait masalah KRL hibah dari Jepang tersebut," kata Hatta di Gedung KPK, Rabu 1 Juni 2011
Hibah tersebut bermula ketika Jepang tidak lagi menggunakan kereta listrik sejak tahun 1998-1999. Kebijakan itu berlaku karena Jepang memberlakukan Undangundang Lingkungan Hidup yang melarang penggunaan refrigent freon pada Air Conditioner (AC) di kendaraan umum.
Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki sistem transportasi kereta rel listrik (KRL) sama dengan Jepang. Tahun 2004, melalui PT Kereta Api pemerintah membeli 16 unit KRL dari Itocu Corporation Japan dengan harga 8 juta Yen per unit KRL seri 103. Biaya tersebut termasuk angkut dan transaksi. Tahun 2005 PT KA
kembali membeli 16 unit KRL seri 8000 pada Tokyu Corporation dengan harga yang sama. Namun, pada 30 November 2006 ditandatangani kontrak pengangkutan 60 unit
kereta tipe 5.000 milik Tokyo Metro dan tipe 1.000 milik Toyo Rapid antara Satuan Kerja Pengembangan Sarana Kereta Api dengan Sumitomo Corporation. Kontrak tersebut menyebutkan nilai per unitnya mencapai 9,9 juta yen termasuk biaya
angkut dan asuransinya. Harga itu lebih tinggi dibandingkan dengan pembelian sebelumnya.
Suarakarya-online.com Rabu, 1 Juni 2011
KASUS PENGADAAN BARANG
KPK Periksa Mantan Dirjen Banjamsos Amrun Daulay
JAKARTA (Suara Karya): Tersangka kasus suap di Kementerian Sosial, Amrun Daulay, menegaskan proyek pengadaan barang untuk bantuan orang miskin di kementerian itu periode 2006-2007, sudah melalui prosedur yang benar. Hal itu diungkapkan
Amrun usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kemarin.
Menurut Amrun, pengadaan barang saat itu tidak bermasalah. "Benar. Kalau si pengusahanya waktu itu di tengah jalan mau menjual sapinya. Untuk mengatasinya menteri sosial meminjamkan dana UTS, akhirnya sapinya sampai ke daerah," kata Amrun saat hendak meninggalkan Gedung KPK.
Amrun juga membantah saat proyek pengadaan tersebut dia bertindak sebagai
pejabat pembuat komitmen. Sebab, dia mengaku saat itu kuasa anggarannya bukan wewenang Direktur Jenderal (Dirjen) Bantuan dan Jaminan Sosial (Banjamsos) yang saat itu dijabatnya.
"Saya kan Dirjen waktu itu. Pejabat pembuat komitmen bukan wewenang dirjen. Kuasa pengguna anggarannya belum di Dirjen. Waktu itu kuasa pengguna anggarannya di bawah direktur," kata Amrun.
Namun, Amrun minta semua pihak menunggu kasusnya di persidangan. Saat itu lah, semuanya akan terbuka dengan jelas.
Saat ini, nama politisi Partai Demokrat itu sudah dimasukkan ke dalam daftar orang yang dicegah bepergian ke luar negeri. KPK telah mengajukan permohonan
pencegahan tersebut sejak 1 April 2011. KPK melarang Amrun bepergian keluar negeri hingga 1 April 2012.
Amrun diduga terlibat dalam kasus korupsi yang juga menjerat mantan Menteri
Sosial Bachtiar Chamsyah. Anggota Komisi II itu diduga mengetahui pengadaan sapi impor di Departemen Sosial yang bermasalah tersebut.
Saat kasus itu terjadi, Amrun menjabat sebagai Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial.
Dalam beberapa kali persidangan dengan terdakwa Bachtiar Chamsyah sebelumnya, nama Amrun masuk dalam berkas dakwaan. Mereka didakwa bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tersebut.
Nama Amrun juga terdapat dalam surat dakwaan terhadap rekanan pengadaan mesin jahit yaitu Direktur Utama PT Ladang Sutra Indonesia, Musfar Azis. Dia disebut turut serta dengan Musfar dan Bachtiar Chamsyah melakukan perbuatan yang
merugikan negara sebesar Rp 20,373 miliar dalam kasus pengadaan mesin jahit. Selain Amrun, KPK juga menetapkan status tersangka kepada seorang Kepala Sub Direktorat di Ditjen Banjamsos berinisial Y. Penetapan tersangka terhadap kedua
orang tersebut, berdasarkan penyidikan kasus yang sama pada 2004 dan 2009. (Nefan Kristiono) Vivanews.com
Rabu, 1 Juni 2011
Kasus Cek Pelawat
Agus Condro Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Tuntutan bekas politisi PDI Perjuangan ini lebih rendah dibanding Max Moein. VIVAnews - Terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Agus Condro, dituntut satu tahun enam bulan penjara. Tuntutan bekas politisi PDI Perjuangan ini lebih rendah dibanding terdakwa lainnya.
"Menyatakan terdakwa Agus Condro, Max Moein, Rusman Lumbantoruan dan Williem Max Tutuarima terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa
Riyono saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,
Rabu 1 Juni 2011. Selain hukuman penjara, Agus Condro juga dituntut membayar denda Rp50 juta subsidair 3 bulan.
Agus Condro dituntut hukuman lebih ringan dibanding 3 terdakwa lainnya yakni Max Moein, Rusman Lumbantoruan dan Williem Max Tutuarima yang disidangkan dalam berkas yang sama. Menurut Jaksa, pertimbangan ini lantaran tidak ada hal yang
memberatkan bagi terdakwa Agus. "Hal yang memberatkan Agus, tidak ada," ujar Jaksa Riyono.
Sementara itu Max Moein dan Rusman Lumbantoruan dituntut selama 2,5 tahun
serta denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan. Max dan Rusman dianggap tidak pernah menyesali perbuatannya. Mereka berdua juga tidak menyerahkan uang dari hasil kejahatan ke negara melalui KPK.
Disamping itu Max dan Rusman juga dikenakan pidana tambahan berupa
perampasan uang dan barang senilai Rp500 juta. "Yang ada pada para terdakwa dan keluarganya," tambahnya.
Agus Condro cs didakwa karena menerima cek pelawat usai pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia. Saat itu, Miranda Swaray Goeltom terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior periode 2004-2009. (eh)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER:
Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.