Clipping Service Anti Money Laundering 23 Juni 2011
Indeks 1. Korupsi Jembatan Muara II Kepala Dinas PU Bengkulu dituntut lima tahun penjara 2. Gratifikasi Jefferson Rumanjar kembali jadi tersangka 3. Korupsi Sisminbakum Zulkarnaen Yunus tetap divonis 1 tahun penjara 4. Transaksi Mencurigakan
Ribuan rekening pejabat ditelusuri
5. Lagi, Kejati Sumbar Tahan Tersangka Kasus Korupsi tanah
Mediaindonesia.com Kamis, 23 Juni 2011
Korupsi Jembatan Muara II
Kepala Dinas PU Bengkulu Dituntut Lima Tahun Penjara BENGKULU--MICOM: Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu Zulkarnain
Muin dituntut hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta dengan
dakwaan tindak pidana korupsi pembangunan Jembatan Muara II dan nilai kerugian negara Rp7,4 miliar.
Jaksa Penutut Umum Kejaksaan Tinggi Bengkulu Mustafa Kamal dalam sidang di
Pengadilan Tinggi Bengkulu, Rabu (22/6), mengatakan, Zulkarnain melanggar Pasal 3
jo Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah dan ditambah UU Nomor 20 Tahun 2007 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Zulkarnain selaku pemegang kuasa penggunaan anggaran dituntut hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta sesuai pasal yang didakwakan hukuman minimal empat tahun," katanya. Selain Zulkarnain, tiga rekannya yaitu Defrizal selaku pengawas bersama Azhari PPATK dan Sumarno selaku panitia lelang juga didakwa pasal serupa dengan
tuntutan masing-masing lima tahun penjara. JPU mengatakan, terdakwa telah
menyalahgunakan jabatan atau wewenang yang ada padanya dengan melakukan tindakan menguntungkan diri sendiri atau golongan sehingga menimbulkan kerugian negara.
Pengacara Zulkarnain Muin, Sapuan Dani, tidak mau berkomentar banyak terkait tuntutan terhadap kliennya. Hanya, ia menyayangkan putusan JPU yang memberikan tuntutan sama
terhadap empat tersangka kasus tersebut. Menurutnya, itu tidak sesuai dengan tupoksi masing-masing tersangka, seperti Sumarno selaku panitia lelang. "Pada proses lelang tidak ada korupsi. Yang
bermasalah itu fisik bangunan yang mengakibatkan kerugian negara," kataya. (Ant/OL-5)
Suarakarya-online.com Kamis, 23 Juni 2011 GRATIFIKASI
Jefferson Rumajar Kembali Jadi Tersangka JAKARTA (Suara Karya): Setelah mendapat vonis berupa pidana penjara selama
sembilan tahun karena menyalahgunakan dana APBD Kota Tomohon, Sulawesi Utara, periode 2006-2008, Walikota nonaktif Tomohon, Jefferson Rumajar, kembai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi lain. Kali ini dia dituduh
menerima hadiah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Hal tersebut diungkapkan pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Priharsa, kepada wartawan, kemarin.
Menurut Priharsa, kasus suap tersebut sudah dinaikkan tingkatannya ke penyidikan. "Kita sudah menaikkan status JR sebagai tersangka," kata Priharsa, kemarin.
Selain Jefferson, menurut Priharsa, KPK juga menetapkan status tersangka terhadap dua anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terdiri dari pimpinan Tim Riksa BPK Sulawesi Utara, berinisial B dan anggota BPK berinisial MM. Lebih lanjut, dia
menjelaskan, kasus tersebut merupakan pengembangan dari kasus korupsi APBD tahun 2006-2008 yang merugikan negara sekitar Rp 33,40 miliar.
Modus yang dilakukan Jefferson adalah berupa dugaan pemberian sejumlah uang kepada dua anggota BPK itu untuk membuat laporan keuangan Pemerintah Kota
(Pemkot) Tomohon Tahun 2007 dengan menyatakan laporan itu tidak bermasalah. Akibat perbuatannya, menurut Priharsa, Jefferson dijerat dengan Pasal 5 ayat (1)
huruf a, b dan atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sedangkan, B dan MM dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 5 ayat 2 dan atau Pasal 11 undang-undang yang sama.
"Saat ini tim penyidik KPK sudah turun ke Sulawesi Utara untuk melakukan
pemeriksaan pada sejumlah saksi yang dipandang keterangannya itu sangat dibutuhkan," ujar Priharsa.
Praktik suap itu, terungkap saat proses pengadilan Jefferson saat disidangkan untuk perkara penyalahgunaan dana APBD Kota Tomohon. Ketika itu, Jaksa penuntut Umum (JPU) pada KPK dalam salah satu pertimbangan tuntutannya menyebut
Jefferson terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, menyuap oknum Ketua tim BPK bernama Bahar pada tahun 2008 silam.
Dalam dugaan penyalahgunaan dana APBD Kota Tomohon itu, Jefferson dijatuhi
vonis berupa pidana penjara selama sembilan tahun. Selain itu, harus membayar denda sebesar Rp 200 juta yang bisa diganti dengan hukuman kurungan selama dua bulan. (Nefan Kristiono)
Suarakarya-online.com Kamis, 23 Juni 2011
KORUPSI SISMINBAKUM
Zulkarnaen Yunus Tetap Divonis 1 Tahun Penjara JAKARTA (Suara Karya): Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
Kementerian Hukum dan HAM Zulkarnaen Yunus tetap dihukum satu tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta melalui putusan banding terkait dugaan korupsi pada sisminbakum.
"Zulkarnaen tetap dikenai pidana penjara satu tahun dan denda Rp 50 juta atau
subsider satu bulan kurungan. Terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Juru Bicara PT DKI Jakarta, Ahmad Sobari, di Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, di pengadilan tingkat pertama, Zulkarnaen Yunus divonis satu tahun kurungan serta membayar denda Rp 100 juta atau subsider dua bulan kurungan.
Jubir PT DKI Jakarta menambahkan, putusan banding Zulkarnaen tersebut melalui surat putusan no.05/Pid/2011/PT.DKI dan diputuskan pada 14 Juni 2011.
Sebelumnya, penuntut umum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan
Zulkarnaen diancam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Disebutkan, perbuatan yang dilakukan terdakwa itu, dilakukan bersama-sama dengan mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, Yohanes
Woworuntu, mantan Direktur Utama PT Sarana Rekatama Dinamika, Ali Amran
Jannah, mantan Kepala koperasi pengayoman pegawai Kementerian Hukum dan HAM (KPPDK), dan Soetarmanto (kepala koperasi). Di dalam dakwaan, JPU menyebutkan selama periode terdakwa menjabat sebagai Dirjen AHU dari April 2002 sampai Agustus 2006 menerima Rp 9,1 miliar. "Dari jumlah uang Rp 9,1 miliar yang diterima Dirjen AHU, terdakwa menentukan
pembagian uang untuk menguntungkan pejabat dan pegawai di lingkungan Dirjen AHU," paparnya.
Sebelumnya, Zulkarnaen Yunus juga sudah divonis dua tahun penjara dan didenda Rp 100 juta/subsider enam bulan kurungan dalam kasus Automatic Fingerprints Identification System (AFIS).
Terkait vonis PT itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan, Masyhudi,
belum mengeluarkan sikap. Dia mengaku akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendapatkan salinan putusannya Zulkarnaen Yunus.
Sementara itu, Koalisi Masyarakat Anti Mafia Hukum menuntut Kejaksaan Agung
untuk segera menuntaskan penanganan kasus dugaan korupsi Sisminbakum di
Kementerian Hukum dan HAM yang merugikan keuangan negara Rp 420 miliar. Koordinator Aksi, Suprapto, menyatakan ada perbedaan perlakuan hukum dalam
kasus Sisminbakum, seperti berkas tersangka Yusril Ihza Mahendra (mantan Menteri Hukum dan HAM) dan Hartono Tanoesudibyo (mantan Kuasa Pemegang Saham PT Sarana Rekatama Dinamika) yang belum dilimpahkan berkasnya ke pengadilan.
Selain itu, tindakan kejaksaan yang belum melimpahkan peninjauan kembali (PK) terhadap perkara Romli Atmasasmita (mantan Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM). (Ant)
Cetak.kompas.com
Kamis, 23 Juni 2011
TRANSAKSI MENCURIGAKAN Ribuan Rekening Pejabat Ditelusuri Jakarta, Kompas - Penanganan masalah rekening mencurigakan milik ribuan pejabat di daerah menunjukkan titik terang. Kementerian Dalam Negeri bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyiapkan kerja sama untuk
menelusurinya. Kementerian Dalam Negeri akan melakukan pembinaan terhadap
pejabat-pejabat di daerah, sedangkan masalah yang berimplikasi hukum akan tetap ditangani penegak hukum.
”Kami janji dengan Pak Yunus Husein (Kepala PPATK), dia akan menyerahkan data itu kepada kami. Kami akan bekerja sama mempelajarinya dalam waktu dekat,” kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Rabu (22/6), di Istana Negara.
Menurut informasi yang diperoleh Gamawan, ada sekitar 2.000 rekening
mencurigakan milik pejabat daerah. Namun, informasi itu belum merinci daerah mana saja yang paling banyak ditemukan rekening mencurigakan tersebut. Direktur Pengawasan dan Kepatuhan PPATK Subintoro mengatakan, hingga pertengahan Mei 2011, PPATK menerima 73.096 laporan transaksi keuangan
mencurigakan dari bank dan lembaga keuangan nonbank. Dari jumlah itu, laporan
transaksi keuangan mencurigakan yang terindikasi pidana mencapai 1.658 laporan. ”Dari jumlah yang terindikasi pidana, kasus tindak pidana korupsi menempati peringkat pertama, yakni sebanyak 701 laporan,” ungkap Subintoro.
Terkait dengan transaksi keuangan mencurigakan yang terindikasi pidana korupsi, PPATK menyebutkan, sebagian melibatkan kepala daerah dan penyelenggara
pemerintahan daerah. PPATK telah menyerahkan 132 laporan hasil analisis indikasi korupsi yang melibatkan gubernur dan bupati kepada polisi dan Komisi
Pemberantasan Korupsi. PPATK juga melaporkan 2.258 hasil analisis terkait penyelenggaraan otonomi daerah.
Transaksi mencurigakan merupakan transaksi keuangan yang tercatat pada penyedia jasa keuangan yang tidak sesuai dengan profil kebiasaan dan pendapatan pemilik rekening. Transaksi mencurigakan bisa menjadi indikasi bahwa pemilik rekening
melakukan tindak pidana korupsi atau pencucian uang. Menurut Subintoro, laporan
hasil analisis merupakan laporan yang cukup kuat mengindikasikan adanya tindak pidana.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan, laporan soal rekening mencurigakan dari PPATK kepada Polri selalu ditindaklanjuti unit khusus pencucian uang, yaitu Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. ”Tidak benar kalau disebut tidak ditindaklanjuti,” katanya.
Setelah laporan PPATK diterima, ujar Ito, penyidik mulai melakukan penyelidikan. Pertama, penyidik meminta klarifikasi pihak perbankan. ”Laporan itu, kan, ribuan
rekening mencurigakan. Jadi, memang tidak bisa selesai dalam satu atau dua bulan,” katanya.
Dalam meminta klarifikasi satu kasus, lanjut Ito, ada beberapa bank yang harus dimintai klarifikasi. Alasannya, satu orang yang diduga memiliki rekening
mencurigakan bisa memiliki rekening di beberapa bank. Setelah diklarifikasi dengan perbankan, menurut dia, penyidik akan memanggil yang bersangkutan. ”Memanggil orang juga tidak mudah. Kalau pejabat, ada aturannya,” katanya. (WHY/FAJ/FER) Detik.com
Kamis, 23 Juni 2011 Lagi, Kejati Sumbar Tahan Tersangka Kasus Korupsi Tanah Padang - Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tanah kantor DPRD Kota
Bukittinggi dan tanah pool kendaraan Sub Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Bukittinggi tahun 2007 terus bergulir. Kasus ini diduga merugikan keuangan negara Rp 1,7 miliar.
Setelah menahan mantan Walikota Bukittinggi yang kini tercatat sebagai anggota Komisi II DPR RI Djufri pada Rabu (8/6) lalu, giliran mantan Sekretaris Daerah
Bukittinggi, Khairul, yang kini ditahan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar. Khairul ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka Rabu (22/6) sore.
"Benar, kita telah melakukan penahanan terhadap tersangka Khairul kemarin sore
berdasarkan alasan formal seperti yang tercantum dalam KUHAP. Tersangka ditahan untuk mempermudah proses penyidikan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumbar, Ikhwan Ratsudy, kepada detikcom, Kamis (23/6/2011).
Dikatakan Ikhwan, sebelum dibawa ke LP Muaro Padang, Khairul diperiksa jaksa penyidik selama lebih kurang 6 jam dan disodorkan 42 pertanyaan.
"Khairul langsung kita tahan setelah pemeriksaan pertama sebagai tersangka.
Sebelumnya tim penyidik pernah memeriksa Khairul sebagai saksi untuk tersangka kasus yang sama, Djufri yang juga telah kita tahan," kata Ikhwan.
Khairul ditetapkan menjadi tersangka pada 9 Januari 2009 bersamaan dengan Walikota Bukittinggi saat itu H Djufri. Khairul yang saat itu menjabat sebagai
Sekdako Bukittinggi bertindak sebagai ketua proyek pengadaan tanah sementara Djufri bertindak sebagai penanggung jawab proyek.
Dalam kasus itu, Mahkamah Agung (MA) telah memvonis bersalah tiga dari tujuh
terdakwa panitia pengadaan masing-masing 1 tahun 2 bulan dan denda Rp 200 juta. MA juga telah menyetujui kasasi Kejaksaan Negeri Bukittinggi dan memperbaiki
vonis bebas yang diberikan pengadilan tingkat pertama terhadap para terdakwa. (yon/rdf)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan
pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.