Clipping Service Anti Money Laundering 3 Juni 2011
Indeks 1. Suap KPK angkap Hakim Syarifuddin 2. Korupsi Anggaran 11 Mantan Anggota DPRD Kota Madiun Divonis Penjara 3. Agus Dituntut 1,5 Tahun Penjara 4. Penangkapan Hakim Ribuan Dolar di Rumah Syarifuddin
Suarakarya-online.com Jumat, 3 Juni 2011 SUAP
KPK Tangkap Hakim Syarifuddin JAKARTA (Suara Karya): Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap hakim
pengawas di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat berinisial S (yang disebut sebagai Syarifuddin) dan seorang kurator berinisial PW yang diduga menyuap hakim itu.
Hal tersebut diungkapkan Juru Bicara KPK Johan Budi SP dalam keterangan persnya di gedung KPK, kemarin.
Menurut Johan, hakim S ditangkap di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Rabu, sekitar pukul 22.15 WIB. Dia menerima uang yang dimasukkan tiga amplop cokelat dan di dalam tas kertas berwarna merah.
"Rabu (1/6) sekitar pukul 20.00 WIB, PW datang ke kediaman S.
Sedangkan, penyerahan amplop tersebut dilakukan pada pukul 22.00 WIB. Setelah itu, S kita tangkap," kata Johan. Sementara itu, PW langsung meninggalkan rumah
tersebut. Tetapi, penyidik KPK yang sudah melakukan pengintaian di sekitar rumah S langsung mengejarnya. "PW kita tangkap di daerah Pancoran sekitar pukul 23.00 WIB," kata Johan lagi.
Setelah melalui pemeriksaan lebih dari empat jam, penyidik KPK akhirnya menahan
Hakim Syarifuddin dan kurator PT Sky Camping Indonesia (SCI), Puguh Wirawan (PW) di dua rumah tahanan berbeda. Syarifuddin di Rumah Tahanan (Rutan), sedangkan
Puguh di Rutan Polda Metro Jaya. Keduanya juga sudah ditetapkan sebagai tersangka karena terlibat praktik suap.
Selain memeriksa kedua orang tersebut, KPK juga memeriksa supir kedua orang tersebut. Saat melakukan penangkapan, penyidik KPK menemukan uang jumlah Rp 250 juta dan Rp 141 juta. Uang senilai Rp 250 juta tersebut terdiri dari beberapa mata uang asing.
Uang asing yang ikut disita dalam penangkapan tersebut adalah 116.128 dolar AS,
245 ribu dolar Singapura, 12.600 riel Kamboja, 20 ribu yen Jepang dan Rp 392.353
ribu. Selain itu, penyidik KPK juga menyita sebuah kendaraan merk Mitsubishi Pajero milik PW.
Praktik suap tersebut diduga terkait dengan upaya penyitaan aset sebuah
perusahaan yang dalam proses pailit di Pengadilan Niaga. Hakim tersebut adalah seorang hakim pengawas yang mengeluarkan izin untuk menjual aset terpailit di
pengadilan tersebut. Dalam perkara niaga yang ditangani hakim tersebut ada upaya pailit terhadap PT SCI.
Ada dua aset yang dimintakan izinnya untuk dijual yaitu sebidang tanah di Bekasi senilai Rp 16 miliar dan satu bidang lainnya senilai Rp 9 miliar.
Menurut Johan, saat hendak ditangkap, hakim S menolak mengakui telah menerima
uang dari PW. Tetapi, dia tidak melakukan perlawanan ketika disodorkan bukti-bukti suap tersebut. Berkaitan dengan penangkapan tersebut, Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat, Suwidya mengatakan, pihaknya akan kooperatif terhadap penyidikan KPK tersebut.
"Kami pasti kooperatif kepada KPK," ujar Suwidya, Kamis.
Dia juga menegaskan tidak akan menghalang-halangi upaya KPK melakukan
penyidikan kasus itu. "PN Jakarta Pusat akan membantu dan memberikan apa pun yang diperlukan KPK. Kami siap memberikan apa pun yang diminta dalam rangka penyidikan," tegasnya.
Sepak terjang Syarifuddin di PN Jakarta Pusat saat menangani perkara lainnya
seringkali mengisyaratkan ketegasan dan kedisiplinan. Bahkan ada kecenderungan sok tegas. Sebagai hakim pengawas kepailitan, Syarifuddin disebut-sebut suka meminta
sejumlah uang agar proses pemberesan harta pailit berjalan dengan lancar. Kurator suka dimintai sejumlah uang agar penetapan bisa dikeluarkan.
"Ada statement dari dia kalau nggak dikasih saya akan kasih penetapan. Kesannya
seperti diperas dulu. Praktik suap menyuap atau pemerasan antara kurator dengan hakim pengawas memang harus dibongkar," ujar seorang pengacara yang sering menangani perkara niaga di PN Jakarta Pusat.
Beberapa kasus lainnya sempat ditanganinya adalah sebagai ketua majelis yang membebaskan Gubernur Bengkulu non aktif, Agusrin Najamudin.
Kemudian tercatat pula pernah menjadi ketua majelis hakim kepailitan Apartemen Dukuh Golf, PT Megacity Development, kasus narkotika penyanyi grup band
Kerispatih, Sammy, sengketa merek Dolce Galbana dan kasus pemalsuan akta
dengan terdakwa Sulindro, pemilik Bank Kesawan. (Sugandi/Wilmar P/Nefan K)
Suarakarya-online.com Jumat, 3 Juni 2011 KORUPSI ANGGARAN
11 Mantan Anggota DPRD Kota Madiun Divonis Penjara MADIUN (Suara Karya): Sebanyak 11 dari 16 orang mantan anggota dewan Kota
Madiun, terdakwa kasus dugaan korupsi pos anggaran DPRD tahun 2002-2004 senilai Rp 5,34 miliar, divonis majelis hakim satu tahun penjara.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Kota Madiun, majelis hakim menyatakan terdakwa mantan anggota DPRD itu bersalah, karena telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Hal itu
melanggar hukum sebagaimana dakwaan subsider pasal 3 junto pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi junto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Para terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara
bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama satu tahun dikurangi masa tahanan," ujar Ketua Majelis Hakim Arif Budi Cahyono, Selasa lalu.
Selain itu, terdakwa juga dihukum membayar denda Rp 50 juta subsider dua bulan pidana kurungan dan mengembalikan uang pengganti kerugian negara yang besarnya bervariasi, yakni sekitar Rp 80 juta hingga Rp 111 juta.
Jika tidak bisa membayar uang pengganti, harta benda terdakwa dapat disita sesuai dengan nilai uang pengganti, dan jika masih tidak mencukupi, maka bisa diganti dengan pidana penjara selama enam bulan.
Dalam putusan itu terjadi perbedaan pendapat antara majelis hakim. Hakim anggota
Eryusman mengajukan dissenting opinion atau perbedaan pendapat dan menyatakan para terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim ketua Arif Budi Cahyono dan hakim anggota Agus Akhyudi menyatakan para terdakwa bersalah. Menurut Hakim Ketua Arif, hakim yang mengajukan dissenting opinion, yakni Hakim Eryusman, menilai anggaran yang digunakan oleh para terdakwa sudah sesuai
dengan APBD saat itu, namun karena suara bersalah lebih banyak, maka terdakwa diputus bersalah.
Putusan hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut para terdakwa
dihukum masing-masing dua tahun dan denda Rp 50 juta subsider pidana kurungan empat bulan. Para terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti yang bervariasi minimal Rp 189,8 juta dan maksimal Rp 220,7 juta.
Sebelas terdakwa mantan anggota dewan tersebut merupakan mantan anggota
Panitia Anggaran pembahasan APBD Kota Madiun. Mereka adalah Wisnu Suwarto, Yohanes Sinulingga, R Muhkun, Adam Suparno, Supranowo, Soewarsono, Wimbo Hartoyo, Suhadi, Ali Sholah Barakbah dan Isnanto A Ismat. (Lerman S/Ant)
Cetak.kompas.com Jumat, 3 Juni 2011
Agus Dituntut 1,5 Tahun Penjara Jakarta, Kompas - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004, Agus Condro Prayitno, Rabu (1/6) dituntut hukuman satu tahun enam bulan penjara di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tuntutan untuk Agus adalah yang terendah kalau dibandingkan terdakwa lain perkara suap cek perjalanan kepada anggota DPR periode 1999-2004. Kasus suap itu diduga terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) tahun 2004, yang dimenangi Miranda S Goeltom. Tuntutan untuk Agus adalah yang paling ringan dibandingkan tiga terdakwa lain dalam kasus yang sama. Dalam tuntutannya, jaksa penuntut umum menyatakan Agus bersama terdakwa lain, Willem Tutuarima, Max Moein, dan Rusman Lumbantoruan, yang adalah anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR periode 1999-2004, terbukti melakukan korupsi. ”Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah,” ucap jaksa Riyono. Agus juga dituntut membayar denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan. Agus dituntut lebih ringan lantaran tidak ada hal yang memberatkannya. Ia juga dinilai sebagai saksi pelapor sehingga kasus ini terungkap. Alasan lain, ia telah mengembalikan uang suap dan menyesali perbuatannya. Terdakwa lain, Willem, dituntut dua tahun penjara. Max Moein dan Rusman dituntut dua tahun enam bulan penjara. Tuntutan atas satu terdakwa lain, Poltak Sitorus, batal karena ia meninggal dunia beberapa waktu lalu. Selain 26 (dua orang meninggal) politisi dari PDI-P, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi TNI/Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menetapkan pemilik PT Wahana Esa Sembada, Nunun Nurbaeti, sebagai tersangka. Nunun diduga sebagai pihak yang menyediakan cek perjalanan. Dalam dakwaan terhadap para terdakwa, Nunun meminta stafnya, Arie Malangjudo, menyerahkan cek perjalanan kepada anggota DPR. KPK mengupayakan Nunun pulang ke Indonesia. Marty akan membantu Secara terpisah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di Jakarta pada Rabu menyebutkan, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkomitmen membantu KPK yang tengah memburu Nunun. Namun, sampai Kamis (2/6) keberadaan Nunun di luar negeri belum diketahui pasti. Marty menjelaskan, Kemlu belum mengetahui kebenaran informasi tentang keberadaan Nunun di Thailand atau Singapura. Meskipun demikian, Kemlu akan memenuhi permintaan KPK untuk membantu memburu Nunun. Kemlu juga akan memfasilitasi kepulangan Nunun.
Menurut Marty, dengan pencabutan paspor, ruang gerak Nunun di luar negeri dibatasi. Di Jakarta, Kamis, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mendesak pemerintah membuat perjanjian ekstradisi dengan Singapura sehingga Indonesia bisa meminta bantuan untuk memulangkan tersangka korupsi dari Indonesia. (ray/iam/nta)
Cetak.kompas.com Jumat, 3 Juni 2011
PENANGKAPAN HAKIM Ribuan Dollar di Rumah Syarifuddin Jakarta, Kompas - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas, Kamis (2/6), membenarkan penangkapan hakim pengawas kepailitan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bernama Syarifuddin, Rabu malam. Syarifuddin diduga menerima suap dari Puguh Wirayan, kurator dalam perkara kepailitan PT Skycamping Indonesia. Syarifuddin dan Puguh sudah ditetapkan sebagai tersangka. Syarifuddin ditangkap di kediamannya, Sunter, Jakarta Utara. Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, dalam penggeledahan di kediaman Syarifuddin, KPK menemukan uang 116.128 dollar Amerika Serikat, 245.000 dollar Singapura, 20.000 yen Jepang, dan 12.600 riel Kamboja. KPK juga menyita uang Rp 392 juta. Untuk penyelidikan, uang itu diamankan KPK. KPK mengamankan pula mobil Mitsubishi Pajero milik Puguh. ”Rabu sekitar pukul 22.15, KPK menangkap S (Syarifuddin) di rumahnya,” kata Johan. Syarifuddin diduga menerima suap terkait penjualan aset PT Skycamping Indonesia (SCI) yang pada 2010 dinyatakan pailit. Syarifuddin diduga menerima Rp 250 juta terkait dengan proses penjualan aset PT SCI. ”Ada dua aset tanah PT SCI di Bekasi yang dijual, masing-masing senilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Penjualan aset perusahaan yang pailit itu harus dengan persetujuan hakim. S adalah hakim pengawasnya. PW selaku kurator,” kata Johan. Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar mengatakan, penangkapan kembali seorang hakim karena diduga menerima suap makin mencoreng citra peradilan. ”KY prihatin, sebab di tengah berbagai upaya banyak pihak untuk memper- baiki kinerja dan citra dunia per- adilan, masih ada hakim yang melakukan
tindakan tercela,” katanya. Asep juga meminta Mahkamah Agung segera menonaktifkan Syarifuddin sebagai hakim. Selain menangani perkara PT SCI, kata Asep, Syarifuddin juga merupakan ketua majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis bebas Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin dalam kasus korupsi, beberapa saat lalu. ”Saya mendapat info dari pimpinan KPK,” katanya. Asep juga berharap KPK menelisik penemuan uang ratusan ribu dollar dan uang asing lain di rumah Syarifuddin. KPK jangan hanya memfokuskan dugaan penyuapan terkait PT SCI karena aneh seorang hakim mempunyai uang ratusan ribu dollar. Humas PN Jakarta Pusat Suwidya tak bisa dihubungi untuk mengonfirmasi penangkapan tersebut. (BIL/ANA/RAY/TRA)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan
pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.