1 P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 02 November 2011
Indeks 1. Malinda Dee Dijerat Diancam Hukuman 15 Tahun Penjara 2. Wayan Koster Diperiksa KPK Soal Dugaan Korupsi di 5 Universitas 3. Dana Pengamanan Polisi terima 79 juta Dolar AS dari Freeport 4. KY Siap Telusuri Dugaan Suap DL Sitorus ke Hakim Agung 5. 19 Kajari di NTT Usust Dugaan Korupsi Bansos Detik.com Rabu, 2 November 2011 Malinda Dee Dijerat Diancam Hukuman 15 tahun Penjara Jakarta - Sidang pengadilan terhadap Inong Malinda Dee akan dimulai pekan depan. Menurut dakwaan jaksa, Malinda akan dijerat dengan pasal pencucian uang dengan hukuman maksimal 15 tahun dan pasal kejahatan perbankan atas perbuatannya menyelewengkan dana milik nasabah Bank Citibank.
"Dakwaannya ada 3, pertama soal UU Perbankan pasal Primer dan Subsider.
Kemudian UU pencucian uang lama dan UU Pencucian uang UU terbaru tentang
pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Minimalnya saja 5 tahun, maksimal 15 tahun, itu baru satu pasal," kata juru bicara Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, M. Samiaji, di kantornya, Jl Ampera Raya, Rabu (2/11/2011).
Dakwaan tersebut disusun oleh tim jaksa yakni Tatang Sutarna, Helmi, Rustam, Dede
Herdiana, Arya Wicaksana dan Jul Indra Dhana. Tim ini juga yang menyusun dakwaan terhadap 'kaki-tangan' Malinda Dee yakni Visca Lovitasari (adik), Ismail (suami Visca) dan Andhika Gumilang (suami siri Malinda).
Sementara hakim yang akan mengadili Malinda adalah Gusrizal selaku ketua majelis hakim dan dibantu dua anggota yakni Kusno serta Yonisman. Rangkaian sidang pengadilan terhadap mantan petinggi Citibank Indonesia itu dijadwalkan akan dimulai pada Selasa 8 November 2011 pukul 10.00 WIB.
Malinda dijerat pasal UU Perbankan dan pasal UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Malinda dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah
dengan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan atau pasal 6 UU No 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana�Pencucian Uang.
Malinda Dee diduga melakukan pembobolan nasabah Citibank senilai Rp 30 miliar. Nasabah yang dananya dibobol Malinda antara lain Ali Sadikin, Gaby Bakrie, Nono Sampono dan R Hartono.
Uang yang berasal dari nasabah tersebut dialirkan Malinda kepada adiknya Visca
Lovitasari dan adik ipar, Ismail . Dari rekening keduanya, uang tersebut disalurkan kembali ke rekening Malinda, suami siri Andhika Gumilang dan PT Esklusif Jaya Perkasa.
(Ari/lh)
Detik.com Rabu, 2 November 2011 Wayan Koster Diperiksa KPK Soal Dugaan Korupsi di 5 Universitas Jakarta - Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Wayan Koster menjalani pemeriksaan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wayan diperiksa mengenai kasus
dugaaan korupsi di 5 universitas negeri yang masih diusut di tahap penyelidikan. "Dia dipanggil selaku untuk penyelidikan dugaan korupsi di 5 universitas," ujar sumber detikcom di KPK, Rabu (2/10/2011).
Selain itu, disebut pula jika Koster juga diperiksa terkait penyelidikan di Kemenkes, yakni Pengadaan alat bantu mengajar di kementerian itu.
KPK membenarkan Wayan hari ini dipanggil mengenai kasus yang masih di tahap penyelidikan. "Dia dimintai keterangan untuk kasus di level penyelidikan,
penyelidikan apa, saya tidak tahu," terang Kabag Pemberitaan KPK, Priharsa Nugraha, ketika dihubungi detikcom, Rabu (2/11/2011).
KPK memang kini tengah menelisik adanya masalah dalam proyek pengadaan di Depdiknas yang tersebar di 5 universitas. Pertama, pengadaan peralatan
laboratorium di Universitas Negeri Jakarta. Kedua, pengadaan peralatan laboratorium dan meubeler di Universitas Sriwijaya, Palembang.
Ketiga, pengadaan peralatan laboraturium pusat riset dan pengembangan bidang ilmu di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Keempat, pengadaan
laboratorium di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten. Proyek kelima yakni pengadaan laboratorium di Universitas Malang. Proyek di lima universitas itu semuanya tahun anggaran 2010. Wayan Koster sebelumnya telah diperiksa KPK dalam penyidikan kasus suap wisma atlet. Dia diperiksa sebagai saksi tersangka M Nazaruddin. (fjr/gun) Kompas.com
Rabu, 2 November 2011 Dana Pengamanan
Polisi Terima 79 Juta Dollar AS dari Freeport
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian RI menerima dana sebesar 79,1 juta dollar AS atau setara Rp 711 miliar dari PT Freeport Indonesia sepanjang kurun waktu 20012010. Dana tersebut merupakan dana pengamanan untuk Freeport. Demikian diungkapkan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widyoko, Selasa (1/11) di Jakarta.
Menurut Danang, dana keamanan itu tercantum dalam laporan keuangan PT Freeport 2001-2010.
Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida mengatakan, pemberian dana oleh Freeport kepada polisi tidak dapat dibenarkan karena tergolong gratifikasi. Polisi bisa dijerat UU pemberantasan tindak pidana korupsi.
Menurut Indria, pemberian dana tersebut dapat memengaruhi independensi polisi dalam menegakkan hukum. Koordinator Komunitas Masyarakat Adat Papua Dorus Wakum mengatakan,
pemberian dana oleh Freeport kepada polisi sangat memengaruhi independensi polisi.
Terbukti, ketika terjadi perselisihan antara Freeport dan masyarakat adat, polisi
selalu membela Freeport dan malah menuding masyarakat Papua melakukan aksi separatisme.
"Kekayaan yang diolah Freeport adalah milik kami, tetapi kami malah ditindas," kata Dorus Wakum. Kompas.com
Rabu, 2 November 2011 KY Siap Telusuri Dugaan Suap DL Sitorus ke Hakim Agung
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial siap menelusuri informasi soal dugaan suap kepada hakim agung terkait penanganan kasus DL Sitorus yang digugat dalam
penguasan lahan di Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Wakil Ketua KY Imam Anshori mengatakan, pihaknya siap berkoordinasi dengan Satuan Tugas
Pemberantasan Mafia Hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti.
Bahkan, Komisi Yudisial (KY) juga siap memeriksa AS sebagai saksi. "KY siap berkoordinasi dengan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum berkaitan
dengan dugaan suap kepada hakim agung oleh DL Sitorus melalui AS, pengacaranya waktu itu," kata Imam melalui pesan singkat yang diterima wartawan, Rabu (2/11/2011).
Adapun AS yang dimaksud adalah pengacara DL Sitorus saat itu yang kini menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsuddin.
Saat kasus itu masuk ke Mahkamah Agung pada 2008, Amir memang mendampingi Sitorus. Namun, Amir dalam jumpa pers, Senin (31/10/2011), tidak mengakui
ataupun membantah bahwa inisial AS yang disebut turut membantu pemberian suap dan menerima uang itu adalah dirinya. Amir menantang informasi itu dibuktikan.
Informasi soal suap yang mengalir ke hakim MA ini bermula dari pengaduan yang
masuk ke Satgas Pemberantasan Mafia Hukum pada April 2010. Disebutkan, adanya uang Rp 141,3 miliar untuk membebaskan Sitorus dari gugatan. Berdasarkan
pemberitaan majalah Tempo, dana tersebut juga mengalir ke AS sebesar Rp 10 miliar dan Rp 17 miliar.
Menurut Imam, sesuai kewenangannya, KY hanya akan menelusuri dugaan-dugaan
pelanggaran yang berkaitan dengan si hakim. Jika ditemukan bukti meyakinkan, KY akan memanggil hakim agung yang dimaksud.
"KY akan memanggil hakim agung yang diduga terima suap itu untuk diklarifikasi. Sederhananya perlu dibuktikan dulu siapakah AS yang dimaksud, tidak penting apakah Amir Syamsuddin atau orang lain karena yang dibidik KY itu hakimnya, bukan penyuapnya," kata Imam.
Mediaindonesia.com
Rabu, 2 November 2011 19 Kajari di NTT Usut Dugaan Korupsi Bansos KUPANG--MICOM: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT)
melayangkan surat perintah kepada 19 kepala kejaksaan negeri (kajari) di daerah itu untuk mengusut dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang sedang menjadi sorotan publik.
Surat perintah itu tidak termasuk Kejaksaan Negeri Maumere, yang sedang menyidik dugaan korupsi bansos 2009 di Setda Kabupaten Sikka yang diduga merugikan negara Rp10,7 miliar.
"Pimpinan sudah melayangkan surat perintah kepada setiap jajaran kejaksaan di
wilayah hukum kejati NTT untuk melaporkan persoalan korupsi," kata Kepala Seksi
Penerangan Hukum dan Humas Kejati NTT Jimmy Novian Tirayudi, di Kupang, Rabu (2/11).
Surat perintah itu sudah dilayangkan sejak Oktober, tetapi sampai awal November ini belum ada laporan dugaan korupsi selain di Kabupaten Sikka. Sedangkan, dugaan
korupsi penyelewengan dana bansos di Kantor Gubernur NTT 2010, menurut Jimmy, masih ditelusuri.
"Untuk dugaan korupsi bansos di pemerintah provinsi, jaksa masih melakukan pemantauan informasi," katanya.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT merilis laporan yang
menyebutkan sejumlah kejanggalan penggunaan dana bansos di pemerintah provinsi pada 2010. Misalnya, dana yang seharusnya digelontorkan untuk bantuan sosial bagi
masyarakat itu, digunakan untuk biaya perjalanan dinas ke luar negeri, dan menyewa pesawat untuk kepentingan pelantikan bupati di daerah.
Sementara itu, data dugaan penyimpangan bansos di daerah yang dihimpun Media Indonesia, antara lain di Sumba Barat sebesar Rp1,028 miliar. Dana sebesar itu
sudah disalurkan sebagai bantuan sosial oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keungan Daerah tetapi tidak disertai laporan pertanggungjawaban.
Di Kota Kupang, dana bansos digelontorkan ke 12 partai politik pada 2010 berjumlah Rp221,3 juta, juga tidak disertai laporan pertanggungjawaban. Adapun di Kabupaen Nagekeo, dana bantuan sosial yang belum
dipertanggungjawabkan antara lain untuk partai politik sebesar Rp234,6 juta, dan
bantuan sosial untuk masyarakat Rp358,5 juta, termasuk di Kabupaten Sumba Barat Daya dana bansos yang belum disertai pertanggung jawaban Rp817,7 juta. Jimmy mengatakan, setelah jaksa di daerah mengirim laporan dugaan penyimpangan dana bansos, akan dipelajari sebelum ditentukan tindakan selanjutnya.
Namun, ia mengingatkan temuan penyimpangan dana bansos kemungkinan bukan
tindak pidana korupsi. Pasalnya, banyak kasus yang ditemukan BPK perwakilan NTT
maupun Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTT berupa kesalahan prosedur administrasi.
"Kita tidak bisa menjustifikasi bahwa seluruh temuan BPK itu tindak pidana korupsi," katanya. (PO/OL-10)
Humas PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER:
Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan
pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.