1
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk TAHUN 2009
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun oleh : DIAN NOURMAYANTI NIM : 105101003224
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/ 2010 M
2
lEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 5 Februari 2010
Dian Nourmayanti
3
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Januari 2010 DIAN NOURMAYANTI, NIM : 105101003224
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk TAHUN 2009 (xix+ 82 halaman, 11 tabel, 4 gambar, 1 grafik, 4 lampiran)
ABSTRAKSI Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Gejala-gejala seseorang mengalami kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, pandangan kabur, pandangan ganda, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih, mata merah, mata berair, sakit kepala, dan pusing disertai mual. Penelitian yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) didapatkan bahwa 91,6 % operator komputer merasakan keluhan kelelahan mata. Berdasarkan penelitian pendahuluan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, tahun 2009 diketahui bahwa dari 15 pekerja pengguna komputer terdapat 13 pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 51 pekerja customer service. Data penelitian didapat dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh masing-masing pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata secara subjektif dan karakteristik pekerja. Sedangkan kelainan refraksi, tingkat pencahayaan dan jarak monitor diukur secara langsung dengan menggunakan snellen chart, luxmeter, dan mistar. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel, sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, kelainan refraksi, istirahat mata, jarak monitor dan tingkat pencahayaan) terhadap variabeldependen (keluhan kelelahan mata). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja pengguna komputer mengalami keluhan kelelahan mata. Selain itu terdapat hubungan antara
4
usia dan tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 dengan Pvalue 0,023 dan variabel tingkat pencahayaan memiliki nilai OR sebesar 30.00 sehingga dapat diketahui bahwa tingkat pencahayaan memiliki risiko 30 kali terhadap kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Faktor kelainan refraksi, istirahat mata, dan jarak monitor ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan dengan keluhan kelelaha mata. Untuk mengurangi keluhan kelelahan mata pada pekerja, saran yang diajukan bagi perusahaan adalah memberikan penerangan sesuai dengan standar yang dianjurkan untuk ruangan kerja berkomputer yaitu sebesar 300 Lux dan melakukan pemeriksaan mata secara berkala bagi pekerja. Bagi pekerja, hindari penggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pengukuran kelelahan mata secara objektif dengan menggunakan alat ukur tingkat kelelahan mata (reaction timer) dan meneliti variabel lain yang terkait dengan kelelahan mata dengan menggunakan desain studi case control.
Daftar bacaan : 38 (1985 – 2008)
5
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, February 2010 DIAN NOURMAYANTI, NIM : 105101003224 FACTORS CORELATION WITH SYMPTOM OF EYESTRAIN IN COMPUTER USER AT CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk OF YEAR 2010. (xix + 83 pages, 11 tables, 4 pictures, 1 graphic, 4 attachments)
ABSTRACT
According to Medical Sciences, eyestrain symptoms is caused by excessive efforts of the vision system in less than perfect conditions to get the sharpness of vision. The symptom of eyestrain are throbbing pain or felt around the eyes, blurred vision, double vision, difficult in focusing vision, giving hot/sore, red eyes, watery eyes, headache, nausea and dizziness. Japanese Ministry of Health (2004) found that the proportion of eyestrain symptoms felt by the computer operator is 91.6%. Based on preliminary study in Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, in year 2009 is known that 15 workers from computer users, there were 13 workers who eyestrain symptom. This quantitative research using cross-sectional research design. The sample in this study are 51 worker customer service. Research’s data obtained by using a questionnaire to determine eyestrain symptom and worker characteristics. Meanwhile, refraction disorder, lighting levels and the distance of monitor measured directly by using snellen chart, luxmeter, and ruler. Univariate analysis performed to describe of each variable, whereas the bivariate analysis is done using the chi-square test to determine the corelation between the independent variables (age, refraction disorder, eye rest, the distance of monitor and illumination level) and the dependent variable (eyestrain symptom). The results showed that the majority of computer users eyestrain symptom. In addition there is a corelation between age and illumination level with eyestrain symptom of computer users in Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk in 2009 with Pvalue 0.023 and OR value of illumination level is 30.00, that can be seen that the level of illumination has 30 times the risk for eyestrain symptom on a computer user at C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. There is no corelation between the other variable with eyestrain symptom.
6
To reduce eyestrain symptom, the proposed suggestions for the company is providing complying illumination standard for computer user as 300 Lux and conduct periodic eye examinations for workers. For workers, avoid wearing contact lenses. As for further research are expected to to objective measurement such as reaction timer and examined other variables corelation with eyestrain symptom by using cohort study design. References : 38 (1985 – 2008)
7
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk TAHUN 2009
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 5 Februari 2010
Iting Shofwati, ST, MKKK Pembimbing Skripsi I
Catur Rosidati, SKM, MKM Pembimbing Skripsi II
8
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 5 Februari 2010
Ketua
(Iting Shofwati, ST, MKKK)
Anggota I
(Catur Rosidati, SKM, MKM)
Anggota II
(Selamat Riyadi, SKM, MKKK )
9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama TTL Jenis Kelamin Status Agama Telepon Alamat E-mail
: Dian Nourmayanti : Jakarta, 20 Maret 1987 : Perempuan : Belum Menikah : Islam : 085692552003/021-98576354 : Jl. Pinding No.25 RT 0014/01 Cipedak Jagakarsa Jak-Sel :
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2005 – 2009
2002 – 2005 1999 – 2002 1993 – 1999
: Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta : SMU Negeri 97 Jakarta : SLTP Negeri 131 Jakarta : SDN 05 Cipedak
PENGALAMAN ORGANISASI 2008 – 2009 2006 – 2007 2006 – 2007
: Anggota Forum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Sekretaris Saman Dance Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : Anggota BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN DAN PELATIHAN 2009 2008 2008
: Magang di PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan Indramayu Jawa Barat : Pelatihan Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001:2007 : Pelatihan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:200
10
KATA PENGANTAR
ا م ور ا و آ Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas hidayah, kasih sayang dan segala nikmat yang Ia berikan selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer Di Corporate Customer Care Centre (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009”.
Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Keluarga tercinta, Bapak Cepi, Mama Eti, Ade Sari, Wahyu, yang telah memberikan doa, semangat, dan pengertian yang luar biasa kepada kaka. Kepada Nyai tersayang..terimakasi untuk setiap aliran doa yang tiada henti untuk keselamatan dan keberhasilan kaka, ”semoga nyai cepet sembuh, amin”. Ce’ May beserta dua jagoan ciliknya Kiki dan Syahna yang selalu menghibur disaat semangat kaka mulai berkurang, serta segenap keluarga besar Alm. H. Abd. Manan yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada kaka. 2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
11
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bu Iting dan Bu Catur selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran. 5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Pak Bambang, Pak Daud, Pak Taufan serta seluruh staf dan karyawan Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan skripsi di C4 Jakarta. 7. Averroes seorang…makasi ay untuk semuanya *^.^* 8. Sahabat-sahabat tersayang Lea, Fina, Juniar, Gita dan Arini yang selalu setia setiap saat ;) aku ada karena kalian ada ^.^ 9. Teman-teman seperjuangan
Kesehatan Masyarakat
FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2005, Semangaaatttttt!!!!!!!!. 10. Sebuah kisah klasik untuk masa depan…Azelia, Barki, Syaichu, Akmal, Agus, Indra….makasi untuk kebersamaannya selama ini dan selamanya. 11. Keluarga Pd. Ranggon, Depok, Kedaung, Pamulang, Bandung, Indramayu yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan perjuangan ini. 12. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah membantu proses penyusunan laporan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
12
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................i ABSTRAKSI.............................................................................................. ii ABSTRACT ...............................................................................................iv PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................vi DAFTAR PANITIA SIDANG .................................................................. vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................viii KATA PENGANTAR................................................................................ix DAFTAR ISI ..............................................................................................xi DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR................................................................................ xvii DAFTAR GRAFIK..................................................................................xviii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................xix BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 5 1.3 Pertanyaan Penelitian............................................................................. 6 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 7 1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................... 7 1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 7 1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 9 1.5.1 Bagi Perusahaan............................................................................ 9 1.5.2 Bagi Peneliti Lain.......................................................................... 9 1.5.3 Bagi Program Strata I K3 FKIK UIN............................................. 9 1.6 Ruang Lingkup ...................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 11 2.1 Kelelahan Mata..................................................................................... 11
13
2.2 Sifat Melihat (visibilitas)....................................................................... 15 2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata............................................... 16 2.3.1 Faktor Karakteristik Pekerja ......................................................... 16 2.3.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan ..................................................... 22 2.3.3 Faktor Perangkat Kerja................................................................. 24 2.3.4 Faktor Lingkungan Kerja.............................................................. 26 2.4 Ergonomi Bekerja Dengan Komputer Desktop...................................... 31 2.4.1 Monitor ........................................................................................ 32 2.4.2 Kursi ............................................................................................ 33 2.4.3 Meja Komputer ............................................................................ 33 2.4.4 Keyboard dan Mouse.................................................................... 34 2.5 Kerangka Teori ..................................................................................... 34
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL..... 36 3.1 Kerangka Konsep.................................................................................. 36 3.2 Definisi Operasional ............................................................................ 38 3.3 Hipotesis............................................................................................... 41
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN................................................. 42 4.1 Desain Penelitian .................................................................................. 42 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 42 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian............................................................. 42 4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................. 44 4.5 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 45 4.6 Pengolahan Data ................................................................................... 46 4.7 Analisis Data ........................................................................................ 48
BAB V HASIL........................................................................................... 50 5.1 Profil Perusahaan .................................................................................. 50 5.1.1 Profil PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk..................................... 50
14
5.1.2 Visi dan Misi PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk ........................ 52 5.1.3 Lima Pilar Bisnis PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk................... 52 5.1.4 Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.............................................................................. 53 5.2 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja ................................................... 54 5.3 Analisis Univariat ................................................................................. 55 5.3.1 Gambaran Keluahan Kelelahan Mata............................................ 55 5.3.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata.................................... 55 5.3.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan mata............................................................................. 57 5.4 Analisis Bivariat ................................................................................... 59 5.4.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata............... 59 5.4.2 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata ............................................................................ 60 5.4.3 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata ............................................................................ 61 5.4.4 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluahan Kelelahan Mata ............................................................................ 61 5.4.5 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata ............................................................................ 62
BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................... 64 6.1 Keterbatasan Penelitian......................................................................... 64 6.2 Keluhan Kelelahan Mata....................................................................... 64 6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata ....................... 67 6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata..................................................................................... 68 6.5 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata ......... 70 6.6 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluahan Kelelahan Mata ....... 72
15
6.7 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata..................................................................................... 74
BAB VII PENUTUP ................................................................................. 78 7.1 Simpulan............................................................................................... 78 7.2 Saran..................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 81 LAMPIRAN
16
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat Visibilitas........................................................................ 16 Tabel 2.2 Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja...................................... 28 Tabel 2.3 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer....................................................................... 29 Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Cuaca Kerja ................................................ 31 Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009 ......................... 55 Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009................................................................................. 57 Tabel 5.3 Analisis Hubungan antara usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009................................................................................. 59 Tabel 5.4 Analisis Hubunga antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009................................................................................. 60 Tabel 5.5 Analisis Hubunga antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009................................................................................. 61 Tabel 5.6 Analisis Hubunga antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate
17
Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009................................................................................. 61 Tabel 5.7 Analisis Hubunga antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009................................................................................. 62
18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ergonomi Kerja dengan Komputer Desktop............................. 32 Gambar 2.2 Kerangka Teori........................................................................ 35 Gambar 2.3 Kerangka Konsep .................................................................... 37 Gambar 6.1 Kacamata Khusus Komputer (anti-glare glassess) ................... 70
19
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Distribusi Jenis Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009 ........................ 56
20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Pernyataan Persetujuan Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner Lampiran 3 : Hasil uji statistik univariat Lampiran 4 : Hasil uji statistik bivariat
21
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Sedangkan menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena ototototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka waktu lama. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel-sel otot eksternal yang mengatur gerakan bola mata, otot ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata dan otot iris yang mengatur sinar yang masuk ke dalam mata. Semua aktifitas yang berhubungan dengan pemaksaan otototot tersebut untuk bekerja keras bisa membuat mata lelah. Gejala mata terasa pegal biasanya akan muncul setelah beberapa jam kerja. Pada saat otot mata menjadi letih, mata akan menjadi tidak nyaman atau sakit. Sedangkan menurut Suma’mur (1991) dalam Henny (2001) kelelahan mata mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidaktepatan kontras. Gejala kelelahan mata dibagi menjadi tiga yaitu gejala visual seperti penglihatan rangkap, gejala okular seperti nyeri pada kedua mata, dan gejala referral seperti mual dan
22
sakit kepala (Trevino Pakasi, 1999). Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, mata merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan berbagai masalah penglihatan lainnya. Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan penglihatan (Taylor & Francis, 1997). Menurut Departemen Kesehatan kelelahan mata dapat menyebabkan iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun (Depkes, 1990). Kelelahan mata sering terjadi pada pekerja yang menggunakan komputer dalam melakukan aktifitas pekerjaannya sehari-hari. Gangguan penglihatan yang disebabkan karena penggunaan komputer, oleh The American Optometric Association dinamakan Komputer Vision Syndrome (CVS) yaitu suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara lain mata lelah dan kering, sakit kepala, pandangan buram, dan sensitif terhadap cahaya (Fauzi, 2006). Sedangkan menurut Pheasant (1990) gejala-gejala seseorang mengalami kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, pandangan kabur, pandangan ganda, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih, mata merah, mata berair, sakit kepala, dan pusing disetai mual. Faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata menurut Occupational Health and Safety Unit Universitas Quessland adalah faktor perangkat kerja (ukuran objek pada layar dan tampilan layar), lingkungan kerja (cahaya monitor, pencahayaan ruangan, suhu udara), desain kerja (karakteristik dokumen, durasi kerja) dan karakteristik individu (riwayat penyakit). Kelelahan mata menurut Trevino Pakasi (1999) dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi faktor okular dan sistemik.
23
Sedangkan untuk faktor eksternal dipengaruhi oleh tingkat pencahyaan dan distribusi penyebaran cahaya di area kerja. Gejala visual menurut OSHA juga dapat diakibatkan dari pencahayaan yang tidak sesuai, cahaya yang silau dari monitor, ukuran objek dari layar monitor yang sulit dibaca, dan pola istirahat mata (OSHA, 1997). Usia pekerja menurut
Guyton (1991) juga memperngaruhi kelelahan mata. North (1993) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan individual itu sendiri, jarak penglihatan ke objek, pencahayaan, durasi, ukuran objek, kesilauan, dan kekontrasan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Dengan adanya komputer, pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Namun penggunaan komputer juga memberikan efek terhadap kesehatan. Penggunaan komputer dapat menimbulkan stress, seperti yang ditemukan NIOSH (The National Institute of Occupational Safety and Health). NIOSH menemukan bahwa operator komputer memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lain (Djunaedi, 2003) Pada berbagai penelitian yang dilakukan di United States, didapatkan bahwa Komputer Vision Syndrome (CVS) atau kelelahan mata ditemukan berkaitan dengan penggunaan monitor atau Video Display Terminal (VDT) secara terus menerus. Data menurut EyeCare Technology (1995) dalam Endit (2003) didapatkan bahwa terdapat 60 juta orang yang menderita gangguan penglihatan karena menggunakan Video Display Terminal (VDT) untuk penggunaan 3 jam atau lebih dalam sehari. Sedangkan menurut NIOSH, dilaporkan bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan komputer lebih dari 3 jam per hari akan mengalami gangguan kelelahan mata.
Manager
Pelayanan
Profesional
dari
Asosiasi
Optometris
Australia
menyatakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata
24
semakin memburuk selama kita meneruskan bekerja dengan jam kerja panjang dan bergantung pada komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian dari kategori resiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasikan bahwa 35–48% dari pekerja kantor mederita problema tersebut (Robinson, 2003 dalam Hana 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) juga didapatkan bahwa proporsi keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator komputer sebesar 91,6%. Di Indonesia kelelahan mata merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan karena adanya interaksi mata secara terus menerus dengan penggunaan komputer. Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit “X” pada tahun 2004 didapatkan angka prevalensi kelelahan mata pada pekerja komputer sebesar 95,8% (Fauziah, 2004). Penggunaan komputer yang dilakukan secara lama akan membuat mata lelah dan kering karena mata terus digunakan untuk melihat layar monitor. Untuk mencegah hal tersebut kita perlu memperhatikan visual ergonomic dalam menggunakan komputer seperti jarak mata dengan layar monitor, pencahayaan ruangan serta posisi monitor terhadap mata agar pekerja mendapatkan kenyamanan pandangan (visual comfort) saat melakukan pekerjaannya. PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), merupakan industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa komunikasi untuk dalam negeri. Salah satu sub.divisinya adalah Corporate Customer Care Center (C4), yaitu perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi untuk menangani dan mengkoordinasikan gangguan pelanggan Corpotare yang memakai produk Telkom. Dalam melakukan penanganan gangguan yang terjadi pada layanan
25
Telkom, pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang cukup lama dan terus menerus sehingga dapat menimbulkan konsekuensi negatif pada kesehatan tubuh terutama kesehatan mata. Berdasarkan informasi dari kalangan manajemen, hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu kegiatan penelitian terhadap kesehatan pekerja yang berhubungan dengan terjadinya gangguan kesehatan mata, terutama kelelahan mata pada pengguna komputer. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2009 diketahui bahwa pada 15 pekerja yang menggunakan komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, didapatkan 13 pekerja (86%) menyatakan mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan teori dan data-data di atas, terdapat risiko gangguan kelelahan mata akibat penggunaan komputer. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.
1.3 Pertanyaan Penelitian
26
1.
Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
2.
Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
3.
Bagaimana gambaran faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
4.
Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
5.
Apakah faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata) berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
6.
Apakah faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
7.
Apakah faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
27
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 2. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 3. Diketahuinya gambaran faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor pada pekerja pengguna
komputer
di
Corporate
Customer
Care
Center
(C4)
PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 4. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 5. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 6. Diketahuinya hubungan faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.
28
7. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi perusahaan mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan agar pekerja merasa nyaman dengan pekerjaannya.
1.5.2 Bagi Peneliti Lain Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai referensi dan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata.
1.5.3 Bagi Program Strata I K3 FKIK UIN
29
Hasil penelitian dapat dijadikan referensi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelalahan mata untuk mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer ditinjau dari karakteristik pekerja, perangkat kerja dan lingkungan kerja. Penelitian ini perlu dilakukan karena sebagian besar pekerja setiap harinya bekerja dengan menggunakan alat bantu komputer sehingga pekerja tidak lepas dari risiko terjadinya kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sasaran penelitian adalah pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Januari 2010. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, pemeriksaan refraksi mata, pengukuran jarak monitor dan pengukuran tingkat pencahayaan. Sedangkan sumber data sekunder yaitu data profil Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk beserta jumlah karyawan.
30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan Mata Kelelahan mata atau astenopia menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Sedangkan menurut Suma’mur (1991) dalam Henny (2001) kelelahan mata mata timbul sebagai stress intensif pada fungsifungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidak tepatan kontras. Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama. Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, mata
31
merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan berbagai masalah penglihatan lainnya. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan produktivitas kerja (Pheasant 1993 dalam Padmanaba 2006). Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan penglihatan (Taylor & Francis, 1997). Menurut Departemen Kesehatan kelelahan mata dapat menyebabkan iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi dan akomodasi menurun (Depkes, 1990). Menurut Pheasant (1990) gejala-gejala seseorang mengalami kelelahan mata antara lain:
1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata 2. Pandangan kabur 3. Pandangan ganda 4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan 5. Mata perih 6. Mata merah 7. Mata berair 8. Sakit kepala, dan
32
9. Pusing disetai mual. Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang dan pekerja yang bersangkutan menderita kelainan reflaksi mata yang tidak dikoreksi. Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek lokal pada otot akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan saraf. General Nervus Fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang dilakukan seseorang memerlukan konsentrasi, kontrol otot dan gerakan gerakan yang sangat tepat (Ilyas, 1991). Pengguna komputer dalam waktu lama beresiko terkena astenopia atau lelah mata. Menurut dr Edi Supiandi Affandi SpM dari Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI keluhan penderita astenopia antara lain mata tak nyaman, iritasi, panas, sakit, cepat lelah, mengantuk, merah dan berair. Penglihatan mata terasa buram, ganda, kemampuan melihat warna menurun. Gejala itu diikuti sakit kepala, bahu, punggung dan pinggang, vertigo serta kembung (Fauzi, 2006). Pheasant (1991) menyebutkan bahwa pekerja yang bekerja menggunakan komputer secara berulang-ulang dan terus menerus memiliki prevalensi 70-90% menderita kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang tidak menggunakan komputer yaitu hanya 45% yang mengalami kelelahan mata. Astenopia banyak dijumpai pada pemakai kacamata, membaca dekat dan terus-menerus lebih dari dua jam. Terutama di ruangan yang pencahayaannya kurang dari 200 lux. Pada pengguna komputer astenopia terjadi karena kelelahan mata akibat memusatkan pandangan pada komputer di mana obyek yang dilihat terlalu kecil,
33
kurang terang, bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip, sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering (Fauzi, 2006). Ada beberapa cara untuk mengurangi kelelahan mata, seperti perbaikan kontras, cara ini paling mudah dan paling sederhana, serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan yang tepat. Cara berikutnya dengan meninggikan intensitas penerangan. Biasanya penerangan harus sekurang-kurangnya dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu dipakai lampu-lampu di daerah kerja untuk lebih memudahkan penglihatan. Cara terakhir adalah pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian (Suma’mur 1995).
Sedangkan untuk mengurangi munculnya kelelahan mata akibat penggunaan komputer, (Anshel, 1996 dalam Swamardika 2001) menganjurkan untuk melakukan “3B” yaitu Blink, Breat, dan Break. Adapun penjelasan dari “3B” adalah sebagai berikut : 1. Blink yaitu mengedipkan mata, dalam keadaan normal dalam satu menit mata
akan mengedip 12-15 kali. Frekuensi mengedip akan bertambah bila dalam keadaan gembira, terangsang, berbicara, melakukan aktivitas fisik. Frekuensi berkurang bila sedang membaca, berfikir, dan sedang konsentrasi dalam pekerjaan. Melihat tanpa berkedip akan melelahkan mata. Dengan berkedip mata akan beristirahat walaupun hanya sesaat dan akan terjadi proses pembersihan mata serta proses pembasahan ulang pada mata sehingga penglihatan akan tetap jelas. Oleh karena proses mengedip ini merupakan proses yang otomatis maka pada tahap awal harus tetap disadari bahwa mengedip adalah penting.
34
2. Breath yaitu benafas. Apabila dalam keadaan stress, ada tendensi untuk menahan
nafas. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot menjadi tegang tanpa disadari. Bernafas secara benar dan teratur akan menyebabkan relaksasi otot termasuk otot mata. 3. Break yaitu istirahat. Apabila pekerjaan di komputer memerlukan konsentrasi
yang tinggi maka diperlukan adanya istirahat singkat untuk memberikan waktu pemulihan.
2.2 Sifat Melihat (Visibilitas) Mata dapat melihat sesuatu kalau mendapatkan rangsangan dari gelombang cahaya dan sebaliknya benda disekitar kita dapat terlihat apabila memancarkan cahaya, baik cahaya dari benda tersebut maupun dari cahaya pantulan yang datang dari sumber cahaya lain yang mengenai benda tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi visibilitas antara lain : ukuran obyek, luminensi, kontras antar obyek sekitar dan lamanya waktu melihat. Pada ruang lingkup pekerjaan, faktor yang mempengaruhi visibilitas itu sendiri merupakan kombinasi untuk dapat melihat dan mengenal benda-benda dengan jelas. Tidak semua benda yang dapat dilihat akan sama jelasnya (equal visible). Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah ada yang bisa melihat dengan mudah dan cepat, ada yang berusaha dengan keras, sedangkan yang lainnya tidak terlihat sama sekali (Ahmad Sujudi, 1999). Tabel 2.1 Derajat Visibilitas
35
No.
Perbandingan Ukuran (Size Ratio)
Visibilitas
1.
2,5 atau lebih
Melihat dengan mudah
2.
1 – 2,5
Perlu upaya kontinyu
3.
Kurang dari 1
Tidak terlihat
Sumber : Suma’mur PK (1996)
2.3 Faktor Penyebab Kelelahan Mata 2.3.1 Faktor Karakteristik Pekerja 1. Usia Daya akomodasi mata adalah kemampuan lensa mata untuk menebal (cembung) atau menipis (pipih) sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina. Titik terdekat yang dapat dilihat dengan jelas oleh mata dengan berakomodasi maksimum disebut titik dekat mata atau punctum proximum. Titik terjauh yang dapat dilihat jelas oleh mata dengan tidak berakomodasi disebut titik jauh mata atau punctum remotum. Adanya cahaya ekstra pada pekerjaan akan meningkatkan kejataman sehingga menyebabkan pupil berkontraksi, mengurangi celah-celah lensa dan mengubahnya menjadi lebih lebar untuk penyesuaiannya. Berkurangnya kemampuan akomodasi dan kekurangan-kekurangan lain pada mata dapat diperbaiki dengan bantuan kacamata, tetapi gangguan ini akan berkembang lebih luas lagi dengan adanya kacamata. Oleh karena itu, penting untuk menguji penglihatan manusia yang bekerja karena penglihatan yang baik adalah hal yang penting.
36
Dalam banyak hal dimana operator komputer yang telah mengeluh karena ketidak-nyamanan pada mata mereka, berdasarkan tes yang telah diujikan, diketahui bahwa ada cacat pada mata mereka. Hal ini ternyata juga sudah diduga dan dari beberapa bukti menunjukkan bahwa penerimaan dari keadaan yang buruk pada operator-operator tersebut sangat mungkin adalah suatu hasil dari usaha-usaha untuk menekan keburukan pada penglihatan. Orang-orang menggunakan lensa-lensa bifocal jika sedang menggunakan layar komputer. Kacamata tersebut dapat dipakai melihat jarak jauh dan jarak dekat. Untuk mereka, kacamata itu akan lebih baik dipakai, dengan lensa sederhana yang didesain untuk jangkauan layar monitor. (Nurmianto, 2004). Guyton (1991) juga menjelaskan bahwa semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya akomodasi menurun pada usia 45–50 tahun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit. 2. Kelainan Refraksi Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu
37
titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Penderita kelainan refraksi biasanya mengalami keluhan sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur. Otot-otot yang berperan pada proses pemusatan penglihatan bisa menjadi penyebab kelelahan mata (astenopia) bila orang dengan kelainan refraksi tidak menggunakan kacamata. Apabila matanya minus sekaligus silindris, maka kemungkinan pertambahan jumlah minusnya lebih besar. Bila kacamatanya dipakai, mata akan lebih rileks dan fokusnya tidak terlalu kuat, sehingga otot-otot tersebut tidak bekerja terlalu keras untuk melihat layar komputer yang rata-rata hurufnya sangat kecil. Lamanya penggunaan komputer merupakan faktor yang menentukan. Penggunaan komputer yang dianjurkan adalah tidak lebih dari empat jam sehari. Bila lebih dari waktu tersebut, mata cenderung mengalami refraksi. Seandainya penggunaan dalam tempo lebih dari empat jam itu tak bisa dihindari, frekuensi istirahatnya harus lebih sering (Ilyas, 1991). Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisma. (Ilyas, 1991).
Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk menghindari penggunaan lensa kontak atau kacamata saat bekerja di depan komputer. Jika
38
operator komputer menggunakan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata cepat menjadi kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak mata. Ruang berpendingin (AC) akan lebih memperparah gesekan tersebut, karena udara ruangan ber-AC akan kering, sehingga air mata akan ikut menguap. Bagi pengguna kacamata, gunakanlah kacamata khusus seperti yang dianjurkan oleh ahli masalah mata (Optometrist) Dr. Jay Schlanger mengatakan beberapa perusahaan kini mulai membuat lensa yang bagian atasnya dirancang untuk melihat komputer, dan bagian bawahnya untuk membaca. Penggunaan kacamata anti radiasi juga dapat membantu memberikan filter bagi radiasi yang masuk ke dalam mata selama berinteraksi dengan komputer. Selain bisa dibawa kemanapun kita bekerja, kacamata ini tak hanya berguna saat kita bekerja di depan monitor, namun juga melindungi mata dari cahaya lampu mobil, radiasi TV, dan sebagainya. Faktanya lapisan anti-radiasi pada kacamata tersebut, sangat berguna bagi mata kita karena lapisan tersebut secara otomatis mengurangi efek nyeri di mata akibat radiasi cahaya berlebih (Fauzi, 2006). Pengguna lensa kontak juga punya solusi, yaitu dengan mengganti lensa kontak generasi baru yang terbuat dari silikon hydrogel. Silikon jenis ini memungkinkan daya transmisi oksigen yang lebih tinggi dibanding jenis lain. Penggunaan lapisan antirefleksi pada kacamata di beberapa negara maju telah diteliti mampu mengurangi kelelahan mata. Penggunaan lensa kontak dapat
39
menimbulkan sindrom mata kering. Penelitian menunjukkan bahwa 48% para pekerja kantor mengalami sindrom mata kering. (Anies, 2005). 3. Istirahat Mata Menurut NIOSH, disebutkan bahwa kondisi kerja sangat berperan terhadap gangguan kesehatan pekerja, dan dapat mempengaruhi secara langsung terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk beban kerja, waktu kerja yang lama dan kurangnya istirahat. NIOSH juga menjelaskan bahwa keluhan mata berkurang secara bermakna pada pekerja yang mengambil 5 menit istirahat selama 4 kali sepanjang waktu bekerja mereka tanpa menurunkan produktivitas kerja. Beristirahatlah sekitar 2-3 menit setiap 15–20 menit bekerja di depan komputer, atau 5 menit istirahat setelah bekerja selama 30 menit,atau 10 menit istirahat untuk 1 jam berkutat dengan komputer dan seterusnya. Suma’mur (1999) berpendapat bahwa istirahat yang pendek tetapi sering atau banyak adalah lebih baik daripada satu kali istirahat dengan durasi yang panjang. Karena sebenarnya pengaturan waktu istirahat yang tepat akan berpengaruh positif terhadap tingkat produktivitas pekerja. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh David L. Goetsch (2002) yang mengatakan bahwa opetator komputer seharusnya melakukan banyak istirahatistirahat pendek namun sering dan teratur, selain itu juga disarankan pekerja atau operator tersebut tidak terus menerus berhadapan dengan komputer tetapi diselingi dengan melakukan pekerjaan yang tidak menggunakan komputer. Istirahat mata bagi seseorang operator komputer memang sangat diperlukan, karena mengingat bahwa mata operator tersebut digunakan untuk
40
melihat dalam jarak yang cukup dekat sehingga mata mereka selalu berakomodasi dan terfokus pada layar monitor. Ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer menurut Anshel (1996) : 1. Micro break : istirahat 10 detik setiap 10 menit menit bekerja, yaitu dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan bernafas dan mengedipkan mata dengan relaks. 2. Mini break : dilakukan setiap setengah jam selama lima menit dengan cara berdiri dan meregangkan tubuh. Lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-beda 3. Maxi break : termasuk disini minum kopi atau the dan makan siang. Bangun dan jalan-jalan. Menurut Josefina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama 10 menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu). Sedangkan menurut peraturan Health Care and Resindential Facilities, dikatakan bahwa jika seorang pekerja bekerja menggunakan Video Display Terminal untuk jangka waktu yang cukup lama atau secara terus menerus selama satu jam atau lebih, maka pekerja tersebut harus melakukan istirahat mata dari melihat VDT setidaknya setiap lima menit sekali setiap jamnya (Occupational Health Clinics, 1998). Salah satu contoh metode istirahat mata yang disarankan oleh beberapa ahli yaitu dengan melihat suatu benda atau objek dengan fokus yang berbeda dan disarankan dengan jarak yang jauh dibandingkan dengan jarak monitor ke mata.
41
Caranya yaitu jika bekerja selama 20 menit, lihatlah suatu objek dengan jarak minimal 20 kaki (6 meter) selama kira-kira 20 detik, kemudian mengedipngedipkan mata lalu memejamkan mata dalam-dalam dan buka mata secara perlahan-lahan (Stephen, 1999).
2.3.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan Durasi Kerja
Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya, dan lamanya seseorang bekerja sehari yang baik pada umumnya adalah 6-8 jam. Memperpanjang waktu kerja lebih dari batasan tersebut umumnya tidak diikuti dengan efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Suma’mur, 1996). Secara umum, semakin panjang waktu kerja seseorang, maka makin besar kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau bersifat negatif. Hal ini berkaitan dengan potensi bahaya atau risiko yang mungkin muncul dari pekerjaan atau material yang pekerja hadapi saat bekerja, sehingga semakin lama mereka terpapar bahan atau hazard tersebut maka semakin besar kemungkinan mereka akan mendapatkan dampak buruk dari hazard tersebut. (Suma’mur, 1996) Seseorang pekerja yang bekerja menggunakan peralatan komputer tentunya juga akan mengalami suatu risiko karena mata operator komputer akan selalu berinteraksi dan berhadapan dengan monitor dalam jangka waktu yang
42
cukup lama. Oleh karena itu, pekerjaan mata yang selalu berulang atau terus menerus akan membuat mata tersebut selalu berupaya untuk memfokuskan pandangan pada bidang layar monitor (Ankrum, 1996). Durasi atau lamanya mata digunakan untuk melihat komputer juga menjadi salah satu faktor dalam mempercepat terjadinya gangguan atau kelelahan pada mata. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rey dan Meyer (1980) terhadap pengguna monitor di sebuah industri pembuat arloji di Swiss, bahwa ternyata ditemukan perbedaan yang signifikan mengenai keluhan ataupun gangguan pada mata antara pengguna monitor yang bekerja selama 6-9 jam per hari dengan mereka yang bekerja kurang dari 4 jam per hari (Oborn, 1995). Hal tersebut berkaitan dengan sifat atau fungsi mata yang tidak dibuat untuk bekerja melihat dari jarak dekat dengan waktu yang lama, karena mata akan bekerja keras untuk berakomodasi dan berkonvergensi agar mampu melihat dan memfokuskan pandangan apabila digunakan untuk melihat jarak dekat. Hal ini akan menyebabkan otot mata bekerja keras sehingga akan menyebabkan otototot mata menjadi cepat lelah, keadaan seperti demikian ini sering dijumpai terutama pada orang yang bekerja dengan jarak yang sangat dekat dengan monitor komputer (Ankrum, 1996).
2.3.3 Faktor Perangkat Kerja
1. Jarak Monitor
43
Jarak mata terhadap monitor merupakan hal yang perlu mendapat perhatian karena turut menentukan kenyamanan pandang mata pekerja, terutama untuk melihat jarak dekat dalam waktu yang cukup lama sesuai tipikal kerja perkantoran. Menurut OSHA disebutkan bahwa jarak mata terhadap layar monitor saat pekerja bekerja menggunakan komputer sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau 50-100 cm. Hal ini sesuai dengan alasan atau penyebab utama terjadinya kelelahan mata yaitu jarak mata yang terlalu dekat dengan monitor, sehingga mata dipaksa bekerja untuk melihat dari jarak yang cukup dekat dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri sebenarnya tidak dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat (OSHA 1997). Ankrum (1996) mengatakan bahwa ketika mata digunakan untuk melihat dari jarak dekat, maka mata dipaksa secara berat untuk melakukan proses akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah proses ketika mata mengubah atau mengatur fokus untuk melihat sesuatu dari jarak tertentu sehingga benda yang dilihat dapat terfokus, sedangkan konvergensi adalah gerakan yang dilakukan mata untuk menghindari terjadinya penglihatan ganda (double vision). Sehingga semakin jauh jarak pandang terhadap objek mata kemungkinan terjadinya iritasi mata akibat proses akomodasi dan konvergensi yang berlebihan akan semakin kecil.
2. Ukuran Objek
44
Ukuran objek berkaitan dengan kemampuan penglihatan, semakin besar ukuran suatu objek kerja maka semakin rendah kemampuan mata yang diperlukan untuk melihat objek tersebut. Sedangkan untuk ukuran objek kerja yang kecil diperlukan kemampuan mata yang lebih untuk dapat melihat dengan fokus, akibatnya ketegangan akomodasi konvergensi akan bertambah sehingga akan menimbulkan kelelahan visual (Pheasant, 1991). 3. Tampilan Monitor Ketika monitor dalam keadaan hidup atau beroperasi dan digunakan untuk bekerja, maka tampilan dari layar yang meliputi tingkat kekontrasan layar juga menentukan terjadinya kelelahan mata atau tidak bagi penggunanya. Kontras secara sederhana dapat didefiniskan sebagai perbedaan ketajaman atau tampilan antara dua hal atau image, dalam hal ini yaitu antara warna karakter (huruf) pada layar monitor dengan warna latar layar itu sendiri (background). Kesalahan dari pengaturan kontras akan semakin
memperbesar
kemungkinan untuk timbulnya kelelahan mata pada pekerja. Secara ideal, tingkat kontras dari tampilan monitor yang baik adalah tingkat kontrasnya tepat, yaitu perpaduan antara warna teks dengan latar belakang tinggi. Dan dalam hal ini yang paling ideal adalah teks atau karakter berwarna gelap dengan latar belakang layar yang berwarna terang (dark letters on a light background), contohnya seperti huruf berwarna hitam dengan layar berwarna putih, karena tampilan seperti inilah yang dapat dikatakan paling nyaman untuk mata pekerja yang menggunakan komputer dalam jangka waktu yang cukup lama (Ankrum, 1996).
45
Pada pengguna komputer, menurut dr Edi Supiandi Affandi SpM dari Bagian Ilmu penyakit Mata FKUI, kelelahan mata terjadi akibat memusatkan pandangan pada komputer dimana obyek yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip, sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering. Untuk pengaturan tingkat kenyamanan mata terhadap tampilan monitor yang meliputi ukuran teks, warna layar, ketajaman, dan lain-lain relatif berbeda antara satu pekerja dengan pekerja lainnya. Sehingga pengaturan tingkat kenyamanan tampilan monitor ini disarankan disesuaikan dengan mata pekerja yang bersangkutan (Fauzi, 2006). 4. Document Holder Posisi monitor dapat dilihat oleh operator komputer sesuai dengn level mata, yaitu membentuk sudut 20o–50o. Dengan sudut pandang seperti itu, maka penempatan dokumen yang baik adalah di atas keyboard, sehingga proses melihat dokumen dan monitor tidak memerlukan pergerakan bola mata atau kepala yang dapat mengakibatkan mata lebih cepat lelah dan nyeri pada bagian leher (Fauzi, 2006).
2.3.4 Faktor Lingkungan Kerja
1. Tingkat Pencahayaan Pencahayaan yang cukup dan diatur dengan baik merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang nyaman dan aman. Dengan pencahayaan yang cukup, objek penglihatan akan terlihat jelas sehingga
46
dengan demikian akan membantu pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih mudah (Budiyono, 1994). Kurangnya pencahayaan di tempat kerja dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab pekerja akan lebih mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini akan membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003). Apabila pencahayaan yang terlampau terang dapat menghasilkan banyak pantulan cahaya sehingga mata akan beradaptasi untuk menyesuaikan perbedaan yang besar sehingga kondisi ini akan menyebabkan kelelahan mata serta ketidaknyamanan penglihatan. Pencahayaan yang memadai bisa mencegah terjadinya kelelahan mata dan mempertinggi kecepatan dan efisien membaca. Pencahayaan yang kurang bukannya menyebabkan penyakit mata tetapi menimbulkan kelelahan mata. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tingkat pencahayaan ruangan dapat dilihat pada tabel 2.2 :
47
Tabel 2.2 Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja Jenis Kegiatan
Tingkat Pencahayaan Minimal (Lux)
Pekerjaan kasar dan tidak terus – menerus
100
Pekerjaan kasar dan terus – menerus
200
Pekerjaan rutin
300
Pekerjaan agak halus
500
Pekerjaan halus
1000
1500 Pekerjaan amat halus Tidak menimbulkan bayangan 3000 Pekerjaan terinci Tidak menimbulkan bayangan Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02
Keterangan Ruang penyimpanan & ruang peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar Ruang administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin & perakitan/penyusun Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin Pemilihan warna, pemrosesan teksti, pekerjaan mesin halus & perakitan halus Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
Menurut ILO (2000), pencahayaan yang cukup akan meningkatkan kenyamanan dan kinerja pekerja, serta akan menjadikan tempat kerja menyenangkan untuk bekerja. Pencahayaan yang berkualitas baik dan memadai akan membantu pekerja melihat objek pekerjaan secara cepat dan detil sesuai kebutuhan tugasnya.
48
Untuk lingkungan kerja yang pekerjanya banyak menggunakan komputer, apabila tingkat pencahayaannya terlalu tinggi maka akan mengaburkan image atau tampilan dari layar monitor, karena VDT juga mempunyai atau menghasilkan cahaya sendiri yang muncul pada saat dioperasikan. Sehingga lingkungan kerja untuk pekerja dengan VDT, tingkat pencahayaan ruangan harus diatur lebih rendah dibandingkan standar untuk ruang kantor, tingkat pencahayaan yang sesuai adalah dalam kisaran 20-50 fc atau 200-500 lux (OSHA, 1997). Tingkat pencahayaan menurut Granjean dapat dilihat pada tabel 2.3 : Tabel 2.3 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer Keadaan Pekerja Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang terbaca jelas Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak terbaca jelas
Tingkat Pencahayaan (lux) 300
400-500
Tugas memasukan data 500-700
Aspek pencahayaan lain yang harus diperhatikan adalah letak sumber cahaya (misalnya lampu) yang salah, hal ini dapat mengakibatkan mata menjadi silau. Kondisi yang baik adalah mata tidak langsung menerima cahaya dari sumbernya, melainkan cahaya tersebut harus mengenai objek yang akan dikerjakan yang selanjutnya dipantulkan objek tersebut ke mata (Purnomo, 2004).
49
Pengaturan tingkat pencahayaan di tempat kerja memang sudah seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerjanya. Menurut Suma’mur (1995) apabila cahaya atau pencahayaan di tempat kerja buruk, maka dapat mengakibatkan : a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja b. Kelelahan mental c. Keluhan pegal-pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata d. Kerusakan alat penglihatan e. Meningkatnya kecelakaan Kelelahan mata sebagai akibat dari buruknya system pencahayaan ruangan ini umumnya ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Mata berair dan memerah pada konjungtiva mata b. Mata terasa perih dan gatal c. Pandangan rangkap dan pandangan kabur d. Sakit kepala e. Daya akomodasi dan konvergensi menurun f. Ketajaman penglihatan, kepekaan kontras dn kecepatan respon menurun. 2. Suhu Udara Seorang tenaga kerja akan bekerja secara efisien dan produktif bila tenaga kerja berada dalam tempat yang nyaman (comfort) atau dapat dikatakan efisiensi kerja yang optimal dalam daerah yang nikmat kerja, yaitu suhu yang sesuai, tidak dingin dan tidak panas (Santoso, 1985). Bagi orang Indonesia suhu udara yang
50
dirasa nyaman adalah berada antara 24 °C – 26 °C serta toleransi 2-3 °C di atas atau di bawah suhu nyaman. Untuk itu Menteri Tenaga Kerja, telah menetapkan Nilai Ambang Batas Iklim Kerja dengan surat keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP. 51/MEN/1999 tentang NAB cuaca kerja berdasarkan Indeks Suhu Bola Basah adalah sebagai berikut: Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Cuaca Kerja
Waktu Kerja 8 Jam / hari Kerja Terus 75 % 50% 25 %
Waktu Istirahat o
25 % 50 % 75 %
Ringan C 30 30,6 31,4 32,2
Beban Kerja Sedang o C 26,7 28 29,4 31,1
Berat o C 25 25,9 27,9 30,0
Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.51/MEN/1999
Suhu udara yang akan mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Suhu udara yang panas terutama menurunkan prestasi kerja fikir, penurunan sangat hebat terjadi sesudah 32°C. suhu lingkungan yang terlalu tinggi menyebabkan meningkatnya beban psikis (stres) sehingga akhirnya menurunkan konsentrasi dan persepsi kontrol terhadap lingkungan kerja yang selanjutnya menurunkan prestasi kerja. Dan juga dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan terjadinya resiko kecelakaan dan kesehatan kerja.
2.4 Ergonomi Bekerja dengan Komputer Desktop
51
Secara umum, kondisi yang baik untuk bekerja dengan komputer desktop dapat dilihat pada Gambar 2.1.
3. Gambar 2.1 Ergonomi Kerja dengan Komputer Desktop
2.5.1 Monitor Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam memilih atau menggunakan monitor untuk menekan resiko terhadap kesehatan adalah: a. Pilih ukuran monitor yang sesuai (tidak terlalu kecil atau besar) b. Pilih jenis monitor dengan radiasi yang kecil misalnya LCD.
52
c. Letakkan monitor di depan mata dengan bagian atas monitor tepat sebatas dengan ….mata. d. Hindari penggunaan kacamata bifocal. e. Istirahatkan mata setiap 30-45 menit dari pandangan monitor.
2.5.2 Kursi Untuk kenyamanan kerja, maka kursi yang sesuai adalah sebagai berikut: a. Tingginya harus mampu menyediakan ruang yang cukup di bawah meja dan sudut antara siku dengan tangan tidak kurang dari 90o. b. Mempunyai penyokong punggung yang dapat disesuaikan untuk memperoleh posisi yang sebernarnya. c. Ketinggian kursi dapat disesuaikan ketika pengguna berada dalam kondisi duduk. d. Disokong oleh lima kaki, dapat dipindahkan dengan mudah. e. Memiliki bentuk yang dapat mendistribusikan berat badan. f. Mempunyai penyokong lengan tangan yang dapat diatur lebar dan ketinggiannya. g. Bila perlu dilengkapi dengan pijakan kaki yang dapat diatur kemiringan antara 1020o dari depan ke belakang dan memiliki ketinggian yang cukup bagi kaki pengguna yang tidak menyentuh lantai. 2.5.3
Meja komputer
Meja komputer yang baik untuk kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Memiliki ruang yang cukup untuk lengan tangan sehingga tangan dapat bekerja dengan leluasa.
53
b. Memiliki ketinggian yang sesuai sehingga keyboard dan mouse dapat diletakkan dengan posisi yang sejajar dengan siku tangan serta monitor dapat diletakkan sejajar dengan mata. c. Memiliki ukuran yang cukup untuk meletakkan komputer dan dokumen.
2.5.4 Keyboard dan mouse Untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan akibat menggunakan komputer, maka terkait dengan keyboard dan mouse perlu diperhatikan hal berikut: a. Keyboard dan mouse diletakkan pada ketinggian tertentu sejajar lengan tangan bawah tanpa harus mengangkat siku. b. Keyboard dan mouse diletakkan saling berdekatan dan pada ketinggian yang sama. c. Keyboard diletakkan di depan monitor. d. Tangan atau jari diletakkan lurus pada keyboard dan mouse bila perlu gunakan keyboard dengan desain khusus. e. Gunakan mousepad yang mempunyai penyangga tangan. f. Gunakan penyangga dokumen yang diletakkan sejajar dengan monitor.
2.6 Kerangka Teori
Kelelahan mata yang terjadi di tempat kerja beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya secara komprehensif telah diuraikan oleh Guyton, OH&S Universitas Queseland, North, dan OSHA. Dalam teori yang mereka ungkapkan
54
kelelahan mata bisa terjadi karena berbagai faktor seperti karakteristik pekerja, karakteristik pekerjaan, perangkat kerja, dan lingkungan kerja itu sendiri. Semua faktor tersebut dapat berdampak terhadap kelelahan mata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat secara konseptual pada bagan 2.1.
Karakteristik Pekerja
• • •
Usia Kelainan Refraksi Istirahat mata
Karakteristik Pekerjaan •
Keluhan Kelelahan mata
Durasi kerja
Perangkat Kerja
• • • •
Jarak monitor Ukuran objek Tampilan monitor Document holder
Lingkungan kerja
Gambar 2.2 Kerangka Teori Sumber : Guyton, OH&S Universitas Queseland, North, dan OSHA
55
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang diungkapkan oleh beberapa sumber bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata antara lain karakteristik individu seperti usia (Guyton, 1991), riwayat penyakit (OH&S Universitas Quessland, 1992), dan istirahat mata (OSHA, 1997). Faktor perangkat kerja seperti ukuran objek, tampilan monitor, document holder (OHSA, 1007)), dan jarak pandang (North, 2003). Faktor lingkungan kerja seperti pencahayaan ruangan, suhu udara, pantulan cahaya (OH&S Universitas Quessland, 1992. Namun pada penelitian ini variabel ukuran objek, tampilan monitor dan document holder tidak dimasukkan karena untuk ukuran objek dan tampilan monitor relatif berbeda antara satu pekerja dengan pekerja lain sehingga pengaturan tingkat kenyamanan disesuaikan dengan mata pekerja yang bersangkutan, serta berdasarkan hasil studi pendahuluan semua perangkat komputer yang digunakan oleh pekerja tidak menggunakan document holder. Untuk durasi kerja, semua pekerja bekerja dengan menggunakan komputer lebih dari 5 jam/hari dan suhu udara diatur secara sentral pada suhu 21oC. Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen terdiri dari karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata), perangkat kerja (jarak monitor), dan lingkungan kerja (tingkat pencahayaan). Sedangkan
56
keluhan kelelahan mata ditetapkan sebagai variabel dependen. Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan dalam gambar 3.1:
Karakteristik Pekerja
• • •
Usia Kelainan Refraksi Istirahat mata
Keluhan Kelelahan mata
Perangkat Kerja
•
Jarak monitor
Lingkungan kerja
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
57
3.2 Definisi Operasional No. 1.
Variabel Dependen Keluhan Kelelahan mata
Definisi
Alat Ukur Kuesioner
Cara Ukur
Hasil ukur
Menyebarkan
1. Mengeluh
disebabkan oleh penggunaan
kuesioner kepada
2. Tidak
otot mata secara berlebihan
pekerja
Suatu kondisi subjektif yang
Keluhannya berupa :
1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata 2. Penglihatan kabur 3. Pandangan ganda 4. Sulit fokus 5. Mata perih 6. Mata merah 7. Mata berair 8. Sakit kepala 9. Pusing disertai mual Mengalami kelelahan mata jika merasakan satu atau lebih dari sembilan keluhan
mengeluh
Skala Ordinal
58
tersebut (Pheasant,1991)
No.
Variabel Independen
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil ukur
Skala
Memberikan
1. ≥ 45 tahun
Ordinal
sejak tahun kelahiran sampai
kuesioner kepada
2. < 45 tahun
saat dilakukan penelitian dengan
pekerja
(Guyton, 1991)
Karateristik Pekerja 1.
Usia
Lama hidup pekerja dihitung
pembulatan ke atas apabila lebih dari enam bulan dan pembulatan kebawah apabila kurang dari enam bulan.
Kuesioner
59
2.
Kelainan Refraksi
Suatu ketidakseimbangan sistem
Snellen Chart
Melakukan
1. Ada kelainan
penglihatan pada mata sehingga
pemeriksaan mata
2. Tidak ada
menghasilkan bayangan yang
pada pekerja
Ordinal
kelainan
kabur.
3.
Istirahat Mata
Kegiatan mengistirahatkan mata
Kuesioner
Memberikan
1. Tidak
dari layar monitor setiap satu
kuesioner kepada
2. Ya
jam sekali dan bersifat
pekerja
(Josefina, 1999)
Ordinal
akumulatif.
No.
Variabel Independen
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil ukur
Skala
Perangkat Kerja 4.
Jarak monitor
Mistar
Pengukuran langsung
1. < 50 cm
dengan layar monitor pada saat
menggunakan mistar
2. ≥ 50 cm
bekerja menggunakan komputer
diukur dari mata ke
(OSHA, 1997)
Jarak antara mata pekerja
bagian tengah layar
Ordinal
60
monitor Lingkungan Kerja 5.
Tingkat Pencahayaan
Lux meter
Pengukuran
1. < 300 lux
area titik dilakukannya
langsung dengan
2. ≥ 300 lux
pengukuran dan dinyatakan
direct reading
(KEPMENKES
dengan lux, diukur sejajar meja
instrument
No.1405)
Jumlah cahaya yang diterima di
atau tempat diletakkannya monitor komputer
Ordinal
i
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.
2. Ada hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 3. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer
di
Corporate
Customer
Care
Center
(C4)
PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 4. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer
di
Corporate
Customer
Care
Center
(C4)
PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. 5. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.
i
ii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independent dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama.
4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Januari 2010 di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
4.3 Populasi Dan Sample Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 yaitu 80 pekerja. Sedangkan kriteria sampel yang diambil yaitu semua pekerja pengguna komputer bagian customer service.
ii
iii
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus jumlah sampel uji hipotesis dua proporsi, dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa proporsi pada populasi yang memiliki kelelahan mata dengan tingkat pencahyaan < 300 lux (P1) adalah 88,9% dan proporsi yang memiliki proporsi yang memiliki kelelahan mata dengan dengan tingkat pencahyaan ≥ 300 lux (P2) adalah 42,9% (Prayitno, 2008). Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan memakai derajat kemaknaan 5 % dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar sampel uji hipotesis dua proporsi: Sampel (n) = [ Z1- α/2x√(2P(1-P)) + Z1-β x√(P1 (1-P1) + P2 (1-P2)) ]2 (P1-P2)2
Keterangan : n Z2
: Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
1-α/2
: Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5%
Z 1- β
: Kekuatan uji 90%
P
: Rata – rata proporsi pada populasi
P1
: Proporsi pada populasi yang memiliki kelelahan mata dengan tingkat ..pencahyaan < 300 lux (P1) adalah 0,889
P2
:
proporsi yang memiliki proporsi yang memiliki kelelahan mata dengan ..dengan
tingkat pencahyaan ≥ 300 lux (P2) adalah 0,429 Berdasarkan rumus diatas maka besar sample yang dibutuhkan sebesar :
iii
iv
[1.96 √ 2 x 0,23 (1-0,889) + 1,28 √0,889 (1-0,889) + 0,429 (1-0,429 ]2 n= (0,889– 0,429) 2
n masing – masing kelompok = 23 orang n total = 23 X 2 = 46 Orang
Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang didapat sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 51 orang.
4.4 Instrumen Penelitian Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Luxmeter Luxmeter digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan dengan satuan lux (lx), lilin, lumen, lilin/m2. Prinsip kerja ; merupakan sebuah photocell yang bila terkena cahaya akan menghasilkan arus listrik. Makin kuat intensitas cahaya makin besar besar arus yang dihasilkan. Ketentuan umum pengukuran : • Operator harus berhati-hati supaya tidak menimbulkan bayangan • Jangan menimbulkan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator iv
v
• Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah pada sumber cahaya • Baca intensitas cahaya pada levelmeter (display). Lanjutkan pengukuran pada titik ke-2, dan seterusnya, sampai sampai titik terakhir. 2. Mistar Alat ini digunakan untuk melakukan pengukuran langsung jarak monitor. Pengukuran dilakukan dari mata pekerja ke titik tengah layar monitor.
3. Snellen Chart Alat ini digunakan untuk pemeriksaan mata agar diketahui apakah ada kelainan refraksi pada mata pekerja. 4. Kuesioner Instrumen penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik pekerja, perangkat kerja, lingkungan kerja, dan keluhan kelelahan mata dengan cara pengisian kuesioner yang dilakukan oleh masing-masing pekerja.
4.5 Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari pekerja di Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Data primer yang akan diteliti antara lain:
a. Keluhan Kelelahan Mata
v
vi
Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menanyakan beberapa tandatanda terjadinya keluhan kelelahan mata, jika responden menjawab salah satu dari tanda-tanda tersebut maka responden diketahui memiliki keluhan kelelahan mata. b. Usia Usia pekerja dihitung dengan menanyakan kepada reponden kapan tanggal saat mereka dilahirkan. Penghitungan umur ini dilakukan sendiri oleh peneliti dan pembulatan angkanya dihitung satu tahun apabila telah melebihi waktu 6 bulan.
c. Kelainan Refraksi Untuk responden yang belum mengetahui apakah memiliki kelainan refraksi atau tidak, maka dilakukan pemeriksaan mata pada responden dengan menggunakan snellen chart. d. Istirahat Mata Variabel ini juga diukur dengan satu pertanyaan yang terdapat pada kuesioner mengenai pola istirahat mata setelah satu jam menatap layar monitor pada saat bekerja menggunakan komputer. e. Jarak Monitor Variabel ini diukur dengan menggunakan mistar untuk dapat diketaui berapa centimeter (cm) jarak pandang antara mata pekerja dengan monitor pada saat bekerja menggunakan komputer. f. Tingkat Pencahayaan vi
vii
Variabel ini diukur dengan menggunakan alat ukur cahaya yaitu luxmeter untuk mengetahui tingkat pencahayaan pada masing-masing meja kerja pekerja. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan yang berhubungan, contohnya company profil, jumlah pekerja, dan lainlain.
4.6 Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Editing Kegiatan pengecekan isian kuesioner apakah jawaban yang di kuesioner sudah: Lengkap
: Semua pertanyaan sudah ada jawaban
Jelas
: Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca
Relevan
: Jawaban yang tertulis relevan dengan pertanyaan
Konsisten: Apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten 2.
Coding Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Kegiatan coding ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan mempercepat entry data. Koding
vii
viii
pada penelitian ini dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan pada saat memasukkan data ke komputer. Kode pada penelitan ini antara lain : 1. Keluhan kelelahan mata : 1 = mengeluh, 2 = tidak mengeluh. 2. Usia : 1 = ≥ 45, 2 = < 45 tahun. 3. Kelainan refraksi : 1 = ada kelainan, 2 = tidak ada kelainan. 4. Istirahat mata : 1 = tidak, 2 = ya 5. Jarak monitor : 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50cm. 6. Tingkat pencahayaan : 1 = < 300 lux, 2 = ≥ 300 lux. 3.
Entry data Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner kedalam komputer dengan menggunakan program komputer.
4.
Cleaning data Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak. Tahapan cleaning data terdiri dari : a. Mengetahui missing data b. Mengetahui variasi data c. Mengetahui konsistensi data
viii
ix
4.5 Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel dependen dan independen yang ada pada penelitian ini, yaitu variabel keluhan kelelahan mata, karakteristik pekerja, perangkat kerja, dan lingkungan kerja. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor independen dengan faktor dependen. Variabel independen terdiri dari karakteristik pekerja, perangkat kerja, dan lingkungan kerja, dan variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata. Analisis menggunakan uji statistik Chi Square (X2) dengan α = 0,05. Persamaan Chi Square : (0 – E)2 X2 = ∑ E
Keterangan : X2 = Chi Square O
= Efek yang diamati
ix
x
E
= Efek yang diharapkan
Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika Pvalue > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel.
x
xi
BAB V HASIL
5.1. Profil Perusahaan 5.1.1 Profil PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk
PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) merupakan perusahaan penyelenggara bisnis T.I.M.E (Telecommunication, Information, Media and Edutainmet) yang terbesar di Indonesia. Pengabdian TELKOM berawal pada 23 Oktober 1856, tepat saat dioperasikannya layanan telekomunikasi pertama dalam bentuk pengiriman telegraf dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor). Selama itu pula TELKOM telah mengalami berbagai transformasi. Transformasi terakhir sekaligus yang disebut dengan NEW TELKOM Indonesia adalah transformasi dalam bisnis, transformasi infrastruktur, transformasi sistem dan model operasi dan transformasi sumber daya manusia. Transformasi tersebut resmi diluncurkan kepada pihak eksternal bersamaan dengan New Corporate Identity TELKOM pada tanggal 23 Oktober 2009, pada hari ulang tahun TELKOM yang ke 153. TELKOM juga memiliki tagline baru, The World in Your Hand. Sampai dengan 31 Desember 2008 jumlah pelanggan TELKOM tumbuh 37% dari tahun sebelumnya sebanyak 68,6 juta pelanggan yang terdiri dari pelanggan telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8,6 juta, pelanggan telepon tidak bergerak
xi
xii
nirkabel sejumlah 12,7 juta pelanggan dan 65,3 juta pelanggan jasa telepon bergerak. Sejalan dengan lahirnya NEW TELKOM Indonesia, berbekal semangat positioning baru Life Confident manajemen dan seluruh karyawan TELKOM berupaya mempersembahkan profesionalitas kerja, serta produk dan layanan terbaik bagi pelanggan dan stakeholders. Sepanjang tahun 2008, berbagai penghargaan dan sertifikasi telah diterima oleh TELKOM, baik dari dalam maupun luar negeri antara lain, Sertifikasi ISO 9001:2000 dan ISO 9004:2000 untuk Divisi Enterprise Service dari TUV Rheinland International Indonesia; Penghargaan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan Kecelakaan Nihil 2008 dari Wakil Presiden RI; The Best Corporate Image category dalam ajang Most Admired Companies Awards ke 8 dari Frontier Consulting Group; Juara Umum 2007 Annual Report Award dari Menteri Keuangan RI; Juara Umum Anugerah Media Humas 2008 dari Bakorhumas CIO of The Year 2008 dalam Hitachi Data System IT Inspiration Awards; dan Penghargaan CEO dan Perusahaan Idaman dari Majalah Warta Ekonomi. Saham TELKOM per 31 Desember 2008 dimiliki oleh pemerintah Indonesia (52,47%) dan pemegang saham publik (47,53%). Saham TELKOM tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), New York Stock Exchange (NYSE), London Stock Exchange (LSE) dan Tokyo Stock Exchange, tanpa tercatat. Harga saham TELKOM di BEI pada akhir Desember 2008 sebesar Rp 6.900. Nilai kapitalisasi pasar saham TELKOM pada akhir tahun 2008 mencapai Rp 139,104 miliar atau 12,92 % dari kapitalisasi pasar BEI.
xii
xiii
Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh TELKOM, penguasaan pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya kinerja keuangan, serta potensi pertumbuhannya di masa mendatang, TELKOM menjadi model korporasi terbaik Indonesia.
5.1.2 Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk a. Visi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk To become a leading InfoCom player in the region Telkom berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan InfoCom terkemuka di kawasan Asia Tenggara, Asia dan akan berlanjut ke kawasan Asia Pasifik. b. Misi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Telkom mempunyai misi memberikan layanan " One Stop InfoCom Services with Excellent Quality and Competitive Price and To Be the Role Model as the Best Managed Indonesian Corporation " dengan jaminan bahwa pelanggan akan mendapatkan layanan terbaik, berupa kemudahan, produk dan jaringan berkualitas, dengan harga kompetitif. Telkom akan mengelola bisnis melalui praktek-praktek terbaik dengan mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang unggul, penggunaan teknologi yang kompetitif, serta membangun kemitraan yang saling menguntungkan dan saling mendukung secara sinergis.
5.1.3 Lima Pilar Bisnis PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk: xiii
xiv
a. Fixed Phone (TELKOM Phone) 1) Personal Line 2) Corporate Line 3) Wartel & Telum
b. Mobile Phone (TELKOMSEL) 1) Prepaid Services (simPATI) 2) Postpaid Services (Halo) c. Network & Interconnection (TELKOM Intercarier) 1) Interconnection Services 2) Network Leased Services d. Data & Internet 1) Leased Channel Service (TELKOM Link) 2) Internet Service (TELKOMNet) 3) VoIP Service (TELKOM Save & Global 017) 4) SMS Service (from TELKOMSEL, TELKOMFlexi & TELKOM SMS) e. Fixed Wireless Access (TELKOM Flexi) 1) Prepaid Services (Flexi Trendy) 2) Postpaid Services (Flexi Classy)
5.1.4 Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk
xiv
xv
Corporate Customer Care Center adalah suatu pelayanan terhadap pelanggan kalangan perusahaan yang bekerja di bawah divisi Enterprise Service. Pelayanan yang dilakukan oleh C-4 adalah Customer Handling, Network Monitoring, Fault Handling, Provisioning Handling, Product Consultancy, SLG Management, CPE Management. Ruang C-4 merupakan ruangan call center dan network monitoring yang cukup terintegrasi. Petugas call center siap melayani panggilan masuk pelanggan perusahaan yang berkonsultasi tentang produk, melakukan komplain, memonitor penyelesaian gangguan, dan lain-lain. Pelanggan bisa menghubungi C-4 melalui telepon 0800-1-835566 (0800-1-TELKOM), http://www.c4.telkom.co.id/, atau email
[email protected]. Sementara petugas dilengkapi dengan monitor yang bisa mengakses database nasional untuk melayani proses ini. Ada sejumlah 7 lokasi C-4 yang tersebar secara nasional, yaitu di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makasar, dan Balikpapan. Masing-masing memiliki sumberdaya dan kemampuan yang sama untuk melayani corporate customer. Pelanggan perusahaan yang menggunakan layanan multimedia TELKOM seperti ASTINet, DINAccess, VPN-IP (MPLS), VPN-Gold (Frame Relay), VPN Dial, Infonet, Webhosting, Mailhosting, Colocation, dll, adalah pelanggan yang sangat berkepentingan dengan keberadaan C-4 ini.
5.2 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja Ruang C-4 merupakan ruangan call center dan network monitoring yang cukup terintegrasi. Setiap ruang terdapat 10 – 15 pekerja, setiap pekerja memiliki perangkat komputer dengan besar layar monitor 21 inci. Beberapa layar monitor xv
xvi
raksasa juga di pajang di bagian depan, sehingga seluruh petugas dapat melihat kondisi network terkini secara jelas. Sekat pada setiap ruangan berupa kaca besar dan tembok dengan warna cat krem serta setiap sudut ruangan terdapat tanaman dalam pot sehingga pekerja bisa merelaksasikan mata dengan melihat penghijauan setelah beberapa jam bekerja dengan komputer. Suhu di seluruh ruangan diatur secara sentral pada suhu 21o celcius.
5.3 Analisis Univariat 5.3.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata Analisis univariat gambaran kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1 : Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
Gambaran Keluhan Kelelahan Mata Mengeluh Tidak Mengeluh Total
xvi
Jumlah
Prosentase (%)
46 5 51
90,2 9,8 100
xvii
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar pekerja mengalami keluhan kelelahan mata yaitu sebanyak 90,2%. Sedangkan pekerja yang tidak mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 9,8% pekerja.
5.3.2. Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk dapat dilihat pada grafik 5.1 :
Grafik 5.1 Distribusi Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
xvii
xviii
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang banyak dikeluhkan oleh pekerja berupa mata perih yaitu sebanyak 58,8% pekerja. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh pekerja berupa pusing disertai mual yaitu sebanyak 11,8% pekerja. Dari grafik tersebut juga dapat diketahui tiga besar keluhan yang paling banyak dialami oleh seluruh pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk yaitu mata perih (58,8%), nyeri di sekitar mata (43,1%), dan sakit kepala (43,1%). Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 23% pekerja yang mengalami tiga besar keluhan kelelahan mata tersebut, dan sebagian besar dari pekerja tersebut bekerja dengan tingkat pencahayaan di bawah 300 lux.
5.3.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata Analisis univariat gambaran distribusi frekuensi berdasarkan variabel faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.2 : Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
No.
Variabel
Kategori
Jumlah
Presentase(%)
1.
Usia
≥ 45 tahun < 45 tahun
3 48
5,9 94,1
xviii
xix
2.
Kelainan Refraksi
3.
Istirahat Mata
4.
Jarak Monitor
5.
Tingkat Pencahayaan
Total Ada Kelainan Tidak ada Kelainan Total Tidak Ya Total < 50 cm ≥ 50 cm Total < 300 lux ≥ 300 lux Total
51 28 23 51 10 41 51 11 40 51 48 3 51
100 54,9 45,1 100 19,6 80,4 100 21,6 78,4 100 94,1 5,9 100
1. Usia Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pekerja memiliki usia < 45 tahun yaitu sebanyak 94,1% pekerja. Sedangkan pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun hanya 5,9% pekerja.
2. Kelainan Refraksi Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebanyak 54,9% pekerja. Sedangkan pekerja yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 45,1% pekerja. 3. Istirahat Mata Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 19,6% pekerja. Sedangkan pekerja yang melakukan istirahat mata sebanyak 80,4% pekerja. 4. Jarak Monitor
xix
xx
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang bekerja dengan jarak monitor
< 50 cm sebanyak 21,6% pekerja.
Sedangkan pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm sebanyak 78,4% pekerja. 5. Tingkat Pencahayaan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa tingkat pencahayaan pada meja pekerja < 300 lux sebanyak 94,1% pekerja. Sedangkan tingkat pencahayaan meja pekerja yang ≥ 300 lux hanya 5,9% pekerja.
5.4 Analisis Bivariat Analisis bivariat ini dilakukan dengan dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antara variabel karakteristik pekerja, perangkat kerja, dan lingkungan kerja dengan kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Cutomer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009. Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan keluhan kelelahan mata maka dilakukan uji statistik Chi-Square dengan menggunakan derajat kemaknaan 5%. Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis bivariat dari masing-masing variabel. 5.4.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Tabel 5.3
xx
xxi
Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
Usia ≥ 45 tahun
Keluhan Kelelahan Mata Tidak Mengeluh Mengeluh % N % n 1 33,3 2 66,7
Total
OR Pvalue 95% CI
n 3
% 100
< 45 tahun
45
93,8
3
6,3
48
100
Jumlah
46
90,2
5
9,8
51
100
0,033 0,023 0,002 – 0,481
Berdasarkan tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari pekerja yang berusia ≥45 tahun hanya 1 pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang berusia <45 tahun sebagian besar (93,8%) juga mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5%, didapatkan Pvalue = 0,023 sehingga dapat diketahui bahwa usia memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan kelelahan mata. Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh OR = 0,033 (95% CI 0,0020,481), artinya pekerja yang berusia ≥ 45 tahun memiliki risiko 0,033 kali
xxi
xxii
untuk mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 45 tahun.
5.4.2 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Tabel 5.4 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
Kelainan Refraksi
Ada Kelainan
Keluhan Kelelahan Mata Tidak Mengeluh Mengeluh n % N % 4 14,3 24 85,7
Total
OR Pvalue 95% CI
n 28
% 100
Tidak ada Kelainan
22
95,7
1
4,3
23
100
Jumlah
46
90,2
5
9,8
51
100
0,273 0,362 0,028 – 2,630
Berdasarkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa baik pekerja yang memiliki
kelainan refraksi maupun yang tidak memiliki kelainan refraksi mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi dan mengeluh sebanyak 85,7% sedangkan pekerja yang tidak memiliki kelainan refraksi dan mengeluh sebanyak 95,5%. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui kelainan refraksi tidak memiliki hubungan bermakna (α > 0,05) dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,362.
xxii
xxiii
5.4.3 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata Tabel 5.5 Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
Istirahat Mata Tidak
Keluhan Kelelahan Mata Tidak Mengeluh Mengeluh n % N % 100 0 0 10
Total
OR Pvalue 95% CI
n 10
% 100
Ya
36
87,8
5
12,2
41
100
Jumlah
46
90,2
5
9,8
51
100
1,139 0,569 1,016– 1,277
Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan istirahat mata seluruhnya mengeluh kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang melakukan istirahat mata sebagian besar juga mengeluh kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui istirahat mata tidak memiliki hubungan bermakna (α > 0,05) dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,569.
5.4.4 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Tabel 5.6 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
Keluhan Kelelahan Mata
xxiii
xxiv
Monitor
< 50 cm ≥ 50 cm
Mengeluh n 9
% 81,8
37
92,5
Tidak Mengeluh N % 2 18,2 3
7,5
n 11
% 100
40
100
0,365 0,292
0,053– 02,518 Jumlah 46 90,2 5 9,8 51 100 Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa baik pekerja yang memiliki jarak monitor < 50 cm dan ≥ 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui istirahat mata tidak memiliki hubungan bermakna (α > 0,05) dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,292.
5.4.5 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Tabel 5.7 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009
Tingkat Pencahayaan < 300 lux
Keluhan Kelelahan Mata Tidak Mengeluh Mengeluh n % N % 93,8 3 6,3 45
Total
OR Pvalue 95% CI
n 48
% 100
≥ 300 lux
1
33,3
2
66,7
3
100
Jumlah
46
90,2
5
9,8
51
100
30,00 0,023 2,078 – 433, 129
xxiv
xxv
Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan sebagian besar pekerja tersebut juga mengeluh kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux juga terdapat pekerja yang mengeluh kelelahan mata yaitu hanya 1 pekerja. Berdasarkan hasil uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5%, didapatkan Pvalue = 0,023 sehingga dapat diketahui bahwa tingkat pencahayaan memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan kelelahan mata. Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh OR = 30,00 (95% CI 2,078 – 433, 129), artinya pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan <300 lux memiliki risiko 30 kali untuk mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux.
xxv
xxvi
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 ini, penulis mengumpulkan data primer dengan menyebar kuesioner kepada 51 pekerja. Penulis menyadari terdapat keterbatasan dan kelemahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Pengukuran kelelahan mata hanya bersifat subjektif sehingga belum sepenuhnya memiliki tingkat validitas data yang akurat. 2. Tidak melakukan pengecekan terhadap setting display pada layar monitor.
6.2 Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Kelelahan mata atau astenopia menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk memperoleh
ketajaman penglihatan. Pada pengguna komputer astenopia terjadi
karena kelelahan mata akibat memusatkan pandangan pada komputer di mana obyek
xxvi
xxvii
yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip, sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering. Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan penglihatan. (Taylor & Francis, 1997). Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan terhadap 51 pekerja yang menggunakan komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 ini menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja mengalami keluhan kelelahan mata. Hal ini dapat dilihat dari durasi pekerja yang menggunakan komputer bisa mencapai lebih dari 5 jam/hari. Menurut data EyeCare Technology (1995) dalam Endit (2003) didapatkan bahwa terdapat 60 juta orang yang menderita gangguan penghilatan karena menggunakan Video Display Terminal (VDT) untuk penggunaan 3 jam atau lebih dalam sehari. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rey dan Meyer (1980) terhadap pengguna monitor di sebuah industri pembuat arloji di Swiss, bahwa ternyata ditemukan perbedaan yang signifikan mengenai keluhan ataupun gangguan pada mata antara pengguna monitor yang bekerja selama 6-9 jam per hari dengan mereka yang bekerja kurang dari 4 jam per hari (Oborn, 1995). Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia juga menyatakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata semakin memburuk selama kita meneruskan bekerja dengan jam kerja panjang dan bergantung pada komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian dari kategori resiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasikan 35 – xxvii
xxviii
48% dari pekerja kantor mederita problema tersebut. (Robinson, 2003 dalam Hana 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) didapatkan juga proporsi keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator komputer sebesar 91,6 %. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja yang berusia < 45 tahun sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi maupun yang tidak memiliki kelainan refraksi, pekerja dengan jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar juga mengalami keluhan kelelahan mata. Bagi pekerja yang tidak melakukan istirahat mata seluruhnya mengeluh dan pekerja yang melakukan istirahat mata pun sebagian besar juga mengeluh kelelahan mata. Untuk tingkat pencahayaan sebagian besar bekerja pada cahaya < 300 lux, dan sebagian pekerja tersebut juga mengeluh kelelahan mata. Berdasarkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah mata perih. Keluhan ini timbul akibat frekuensi bekerja yang tinggi di depan monitor. Jika mata sedang fokus terhadap suatu pekerjaan, maka mata terlalu lama terbuka tanpa berkedip sehingga permukaan mata kita akan kering, karena air mata yang membasahi sudah menguap. Permukaan mata yang kering terus menerus akan menyebabkan kondisi sel permukaan bola mata tidak sehat sehingga terasa perih. Untuk mengurangi munculnya kelelahan mata akibat penggunaan komputer, (Anshel, 1996 dalam Swamardika 2001) menganjurkan untuk melakukan “3B” yaitu Blink, Breat, dan Break. Blink yaitu mengedipkan mata, dalam keadaan normal dalam satu menit mata akan mengedip 12-15 kali. Frekuensi mengedip akan bertambah bila dalam keadaan gembira, terangsang, berbicara, melakukan aktivitas fisik. Frekuensi xxviii
xxix
berkurang bila sedang membaca, berfikir, dan sedang konsentrasi dalam pekerjaan. Melihat tanpa berkedip akan melelahkan mata. Dengan berkedip mata akan beristirahat walaupun hanya sesaat dan akan terjadi proses pembersihan mata serta proses pembasahan ulang pada mata sehingga penglihatan akan tetap jelas. Oleh karena proses mengedip ini merupakan proses yang otomatis maka pada tahap awal harus tetap disadari bahwa mengedip adalah penting. Breath yaitu benafas. Apabila dalam keadaan stress, ada tendensi untuk menahan nafas. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot menjadi tegang tanpa disadari. Bernafas secara benar dan teratur akan menyebabkan relaksasi otot termasuk otot mata. Break yaitu istirahat. Apabila pekerjaan di komputer memerlukan konsentrasi yang tinggi maka diperlukan adanya istirahat singkat untuk memberikan waktu pemulihan.
6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata
Daya akomodasi mata adalah kemampuan lensa mata untuk menebal (cembung) atau menipis (pipih) sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat di retina. Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya akomodasi menurun pada usia 45 – 50 tahun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan
xxix
xxx
dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih sedikit (Guyton, 1991). Dalam penelitian ini persentase pekerja yang memiliki usia < 45 tahun lebih banyak daripada pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun yaitu 94,1% dan 5,9%. Hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Dari seluruh pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun sebagian mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis bivariat juga diketahui nilai OR pada variabel usia yaitu sebesar 0,033, hal ini menyatakan bahwa pekerja yang berusia ≥ 45 tahun memiliki risiko 0,033 kali untuk mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang berusia < 45 tahun. Walaupun uji statistik tingkat risikonya rendah, tetapi variabel usia menurut Guyton memiliki hubungan yang erat dengan kelelahan mata. Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa keluhan kelelahan mata yang terjadi pada pekerja dengan usia < 45 tahun dapat dicegah jika postur maupun pola kerja dikelola dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya keluhan kelelahan mata bagi pengguna komputer terkait dengan usia adalah pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh tenaga kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian (Suma’mur 1995).
xxx
xxxi
6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Kelelahan pada mata dengan kelainan refraksi terjadi karena akomodasi mata untuk dapat melihat subyek lebih jelas (Roestijawati, 2007). Pada penelitian ini sebagian pekerja C4 PT Telkom Tbk memiliki kelainan refraksi dan dari pekerja tersebut sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Penderita kelainan refraksi biasanya mengalami keluhan sakit kepala terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada bola mata, dan penglihatan kabur (Ilyas, 1991).
Dari 54,9% pekerja yang memiliki kelainan refraksi dan 45,1% pekerja yang tidak memiliki kelaianan refraksi sebagian besar sama-sama mengeluh kelelahan mata. Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena berdasarkan hasil observasi, sebagian pekerja yang memiliki kelainan refraksi sudah mengoreksi dengan penggunaan lensa yang sesuai dengan gejala dan kebutuhan penglihatan baik dengan penggunaan kacamata ataupun dengan lensa kontak. Kelemahan pada penelitian ini juga karena tidak ditelitinya kapan pekerja mulai mengalami kelainan refraksi sehingga tidak dapat dipastikan apakah kelainan refraksi tersebut terjadi akibat pekerja menggunakan komputer selama mereka bekerja di bagian C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Secara teoritis, seseorang yang memiliki kelainan refrakasi tanpa dikoreksi bisa menimbulkan kelelahan mata, sebaliknya seseorang yang menggunakan komputer lebih dari 4 jam sehari matanya cenderung mengalami refraksi.
xxxi
xxxii
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya keluhan kelelahan mata bagi seluruh pekerja adalah dengan cara melakukan pemeriksaan mata secara berkala sehingga apabila terdapat kelainan pada mata dapat segera dilakukan tindakan pengobatan atau terapi pada mata serta menggunakan kacamata khusus komputer (anti-glare glasses) seperti pada gambar 6.1, kacamata ini berfungsi untuk mengurangi rasa sakit terutama pada saraf mata akibat terlalu lama berkerja di depan monitor. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan bagi pekerja yang sudah memiliki
kelainan
refraksi
adalah
dengan
menggunakan kacamata yang dirancang khusus untuk menggunakan komputer yaitu bagian atas lensa untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk membaca serta menghindari pengggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata cepat menjadi kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak mata. Ruang berpendingin (AC) akan lebih memperparah gesekan tersebut, karena udara ruangan ber-AC akan kering, sehingga air mata akan ikut menguap (Anies, 2004).
Gambar 6.1 Kacamata Khusus Komputer (Anti-glare glasses) xxxii
xxxiii
6.5 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut NIOSH, disebutkan bahwa kondisi kerja sangat berperan terhadap gangguan kesehatan pekerja, dan dapat mempengaruhi secara langsung terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk beban kerja, waktu kerja yang lama dan kurangnya istirahat. Banyak pekerja hanya mengambil dua kali selama 15-menit untuk istirahat dari komputer sepanjang hari kerja mereka. Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH), keluhan mata berkurang secara bermakna pada pekerja yang mengambil 5 menit istirahat selama 4 kali sepanjang waktu bekerja mereka tanpa menurunkan produktivitas kerja. Beristirahatlah sekitar 2- 3 menit setiap 15 – 20 menit bekerja di depan komputer, atau 5 menit istirahat setelah bekerja selama 30 menit,atau 10 menit istirahat untuk 1 jam berkutat dengan komputer dan seterusnya. David L. Goetsch (2002) mengatakan bahwa opetator komputer seharusnya melakukan banyak istirahat-istirahat pendek namun sering dan teratur, selain itu juga disarankan pekerja atau operator tersebut tidak terus menerus berhadapan dengan komputer tetapi diselingi dengan melakukan pekerjaan yang tidak menggunakan komputer. Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 19,6% dan yang melakukan istirahat mata sebanyak 80,4%. Pekerja yang tidak melakukan istirahat mata seluruhnya mengalami keluhan kelelahan mata dan pekerja yang melakukan istirahat mata pun sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Hasil analisis bivariat antara variabel istirahat mata dengan kejadian keluhan kelelahan mata menunjukkan bahwa tidak xxxiii
xxxiv
adanya hubungan yang bermakna diantara keduanya. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena terkait dengan variabel lain seperti pencahayaan yang kurang dan adanya kelainan refraksi pada pekerja yang belum dikoreksi sehingga meskipun sudah melakukan istirahat mata pekerja masih tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mungkin terjadi dilapangan adalah pekerja belum mengerti bagaimana istirahat mata yang baik dilakukan disela-sela aktivitas kerjanya sehingga istirahat yang dilakukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keluhan kelelahan mata. Istirahat mata bagi seseorang operator komputer memang sangat diperlukan, karena mengingat mata operator tersebut digunakan untuk melihat dalam jarak yang cukup dekat sehingga mata mereka selalu berakomodasi dan terfokus pada layar monitor. Menurut Josefina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama 10 menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu). Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan mata dapat dilakukan dengan melihat suatu benda atau objek dengan fokus yang berbeda dan disarankan dengan jarak yang jauh dibandingkan dengan jarak monitor ke mata. Caranya yaitu dengan melihat suatu objek dengan jarak minimal 20 kaki (6 meter) selama kira-kira 20 detik, kemudian mengedip-ngedipkan mata lalu memejamkan mata, dan membuka mata secara perlahan-lahan. (Stephen, 1999).
6.6 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Sebagaimana organ tubuh lain, mata juga memiliki keterbatasan adaptasi dan sangat peka terhadap pengaruh lingkungan sekitar. Tubuh biasanya akan menyesuaikan berapapun
xxxiv
xxxv
jarak yang dibutuhkan agar mata dapat melihat secara nyaman. Namun pada kasus-kasus dimana mata lelah kerap terjadi, posisi monitor komputer merupakan hal patut diperhatikan pertama sekali. Yang menjadi perhatian dalam hal ini adalah jarak antara mata dengan monitor komputer. Tidak ada batasan pasti tentang jarak ini, dan masih banyak faktor lain yang mempengaruhinya seperti besar monitor, namun menurut OSHA disebutkan bahwa jarak mata terhadap layar monitor saat pekerja bekerja menggunakan komputer sekurangkurangnya adalah 20-40 inch atau 50-100 cm. Ada pula sebagian ahli yang menyimpulkannya dalam rumus yang didapat dengan mengkalikan lebar diagonal layar dengan bilangan dua. Jarak mata terhadap monitor merupakan hal yang perlu mendapat perhatian karena turut menentukan kenyamanan pandang mata pekerja, terutama untu melihat jarak dekat dalam waktu yang cukup lama sesuai tipikal kerja perkantoran. Hal ini sesuai dengan alasan atau penyebab utama terjadinya kelelahan mata yaitu jarak mata yang terlalu dekat dengan monitor, sehingga mata dipaksa bekerja untuk melihat dari jarak yang cukup dekat dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri sebenarnya tidak dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat. (OSHA 1997).
Pada variabel jarak monitor, didapatkan hasil bahwa baik pekerja yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm yaitu 21,6% maupun dengan jarak ≥ 50 cm yaitu 78,4% sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata para pekerja di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk bekerja dengan jarak monitor 57 cm. Hasil analisis bivariat menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel jarak monitor dengan keluhan kelelaha mata. Hal tersebut mungkin terjadi karena karena adanya faktor lain seperti pencahayaan yang kurang sehingga baik pekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan ≥
xxxv
xxxvi
50 cm tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Besar layar monitor yang mencapai 21 inci juga menjadi faktor lain yang bisa menimbulkan keluhan kelelahan mata, karena semakin besar layar monitor maka silau yang dihasilkan juga lebih besar. Tampilan layar monitor yang terlalu terang dengan warna yang panas seperti warna merah, kuning, ungu, oranye juga akan lebih mempercepat kelelahan pada mata. Selain itu, pantulan cahaya (silau) pada layar monitor yang berasal dari sumber lain seperti jendela, lampu penerangan dan lain sebagainya, akan menambah beban mata. Upaya yang dapat dilakukan agar bisa mencegah terjadinya keluhan kelelahan mata adalah dengan memperhatikan jarak mata dengan objek yang dilihat karena Ankrum (1996) mengatakan bahwa ketika mata digunakan untuk melihat dari jarak dekat, maka mata dipaksa secara berat untuk melakukan proses akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah proses ketika mata mengubah atau mengatur fokus untuk melihat sesuatu dari jarak tertentu sehingga benda yang dilihat dapat terfokus, sedangkan konvergensi adalah gerakan yang dilakukan mata untuk menghindari terjadinya penglihatan ganda (double vision). Sehingga semakin jauh jarak pandang terhadap objek mata kemungkinan terjadinya iritasi mata akibat proses akomodasi dan konvergensi yang berlebihan akan semakin kecil. Upaya lain terkait dengan monitor itu sendiri adalah dengan meletakkan layar monitor sedemikian rupa sehingga tidak ada pantulan cahaya dari sumber cahaya lain seperti lampu ruang kerja dan jendela yang dapat menyebabkan kesilauan pada mata. Kemudian buatlah cahaya latar layar komputer dengan warna yang dingin, misalnya putih keabu-abuan dengan warna huruf yang kontras. Perlu dipasang kaca pelindung pada layar monitor komputer untuk mengurangi radiasi maupun kesilauan. Hindari penggunaan font xxxvi
xxxvii
huruf yang terlalu kecil (kecuali terpaksa). Font huruf yang termasuk norrnal adalah font 12, lebih kecil dari ini mengakibatkan mata akan cepat lelah membacanya. Resolusi layar monitor sudah barang tentu sangat berpengaruh terhadap ketajaman huruf maupun gambar (Wardhana, 1997).
6.7 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata
Pencahayaan yang cukup dan diatur dengan baik merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang nyaman dan aman. Dengan pencahayaan yang cukup, objek penglihatan akan terlihat jelas sehingga dengan demikian akan membantu pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih mudah (Budiyono, 1994). Tingkat pencahayaan ruang kerja menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 minimal 100 lux. Tetapi standar pencahayaan untuk ruang perkantoran administrasi dan ruang kerja yang menggunakan komputer menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 dan Granjean adalah sebesar 300 lux. Untuk variabel tingkat pencahayaan, hasil yang didapatkan dari analisi bivariat adalah sebagian besar pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengalami keluhan kelelahan mata. Dalam penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis bivariat ini juga diketahui bahwa responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan <300 lux memiliki risiko 30 kali untuk mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥
xxxvii
xxxviii
300 lux. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hambali (2004) yaitu terdapat hubungan positif tingkat pencahayaan dengan kelelahan mata secara sangat signifikan dengan (p = 0,002) dengan koefisien korelasi (r) = 0,281. Di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, tingkat pencahayaan ruangan kerja yang memadai hanya terdapat pada bagian yang letaknya dekat dengan kaca jendela. Sedangkan ruangan lainnya sebagian besar tidak memiliki akses cahaya matahari langsung. Dari 51 meja kerja yang diukur tingkat pencahayaannya, hanya terdapat 3 meja yang memiliki pencahayaan sesuai dengan standar pencahyaan. Dengan demikian kondisi tersebut tentunya tidak sesuai dengan standar pencahayaan pada ruang komputer dan konsep ergonomi yang berusaha meningkatkan kesehatan fisik dan mental, menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat demi tercapainya peningkatan produktivitas, penurunan angka kecelakaan yang berhubungan dengan kerja dan kelelahan (Manuaba, 1992 dalam Padmanaba 2006). Kurangnya pencahayaan di tempat kerja dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab pekerja akan lebih mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini akan membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003). Pengaturan tingkat pencahayaan di tempat kerja memang sudah seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerjanya. Menurut Suma’mur (1995) apabila cahaya atau pencahayaan di tempat kerja buruk, maka dapat mengakibatkan : 1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja xxxviii
xxxix
2. Kelelahan mental 3. Keluhan pegal-pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata 4. Kerusakan alat penglihatan 5. Meningkatnya kecelakaan Upaya yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki tingkat pencahayaan yang dibawah standar tersebut agar pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan mata adalah dengan cara mengoptimalkan pencahayaan alami dengan cara menggabungkan pencahayaan alami dengan pencahayaan buatan untuk meningkatkan pencahayaan ditempat kerja, menambah watt pada lampu penerangan ditempat kerja serta mengatur posisi bola lampu agar menghasilkan penyinaran yang optimum. Dari seluruh variabel yang diteliti, hanya variabel usia dan tingkat pencahayaan yang memiliki hubungan bermakna dengan keluhan kelelahan mata. Hasil analisa yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan diduga sebagai faktor yang dominan terhadap kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
xxxix
xl
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan
1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009, sebanyak 90,2% pekerja mengeluh kelelahan mata dan 9,8% pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan mata. 2. Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
xl
xli
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 6. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
7.2 Saran
Beberapa saran yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi atau meminimalisasi stres kerja pada perawat adalah sebagai berikut:
Bagi perusahaan : 1. Memberikan penerangan diruangan sesuai dengan standar yang dianjurkan untuk ruang kerja berkomputer yaitu sebesar 300 Lux. Untuk meningkatkan kualitas penerangan di ruangan kerja agar dilakukan : a. Penambahan watt dan penggantian lampu yang mati/redup/berkedip. b. Perawatan sumber pencahayaan dan membersihkan secara rurtin. 2. Perlu dipasang kaca pelindung pada layar monitor komputer untuk mengurangi radiasi maupun kesilauan. 3. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui keadaan fungsi mata secara periodi sehingga penyakit akibat kerja khususnya kelainan pada mata dapat dicegah sejak dini. xli
xlii
4. Perlu diadakan penyuluhan bagi pekerja mengenai sikap-sikap yang baik dalam bekerja menggunakan komputer.
Bagi Pekerja : 1. Bagi seluruh pekerja sebaiknya menggunakan kacamata khusus komputer dan bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebaiknya menghindari penggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih cepat terasa. 2. Menerapkan metode 20-20-20, setiap bekerja 20 menit lakukan istirahat 20 detik dengan memandang jarak sejauh 20 kaki (6 meter) agar mata tidak cepat lelah karena terus menerus fokus menatap layar monitor.
Bagi Peneliti Lain : 1. Melakukan pengukuran kelelahan mata secara objektif dengan menggunakan alat ukur tingkat kelelahan mata (reaction timer) sehingga dapat diketahui tingkat kelelahan mata secara akurat. 2. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel – variabel lain yang diduga berhubungan dengan kelelahan mata yang tidak diteliti pada penelitian ini dengan menggunakan desain studi cohort.
xlii
xliii
DAFTAR PUSTAKA
AC, Guyton. 1991. Fisiologi Kedokteran II. Jakarta: EGC Buku Kedokteran
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Ankrum, R. Dennis, CIE.1996. Eyestrain and Komputer Monitor Viewing Distance. Nova Solution, Inc
Budiyono, Hendarto. 1994. Intensitas Penerangan Pada Industri Otomotif. Majalah Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja Edisi Juli-September Tahun 1994.
Departemen Kesehatan RI. 1990. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02. Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja.
Djunaedi, Endit. 2003. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Eyestrain Pada Operator Komputer di Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta Tahun 2003. Universitas Indonesia. Depok. F, Stephen. 1999. Eye Strain as a Result of Komputer Use. Austin State University. Available from http://www.laurenscharff.com/courseinfo/SL99/eyefatigue.html Fauzi, Ahmad. 2006. Penyakit akibat kerja karena penggunaan Komputer. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Lampung. Available from http://digilib.unila.ac.id/files/disk1/13/laptunilapp-gdl-jou-2007-afauzi-617-penyakitr.pdf Goetsch, David L. 2002. Occupational Safety and Health for Technologists, Engineer and Managers. Fourth Edition, Prentice Hell, New Jency.
xliii
xliv
Hambali. 2004. Hubungan Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Di Empat Angkat Candung Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Jogjakarta.
Hana, Lilian. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait Keluhan Subyektif Kelelahan Mata Pada Pekerja Yang Menggunakan Komputer Di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant Bulan Desember Tahun 2008. Universitas Indonesia. Depok
Henny. 2001. Tinjauan Faktor Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata di Departemen Development PT Hardaya Aneka Shoes Industri Tangerang Tahun 2001. Universitas Indonesia. Depok.
ILO. 2000. Pedoman Praktis Ergonomik.Tim Penterjemah Dewan K3 Nasional. Jenewa
Ilyas, Sidarta. 1991. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
Industrial Health. 2008. Effects of VDT Workstation Lighting Conditions on Operator Visual Workload. Taiwan. Available from http://www.jniosh.go.jp/en/indu_hel/pdf/IH_46_2_105.pdf
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar Cetakan ke-2. Jakarta : Rineka Cipta.
North, R.V. 1993. Work and the Eye. Oxford, England: Oxford University Press.
Occupational Health and Safety Unit. Visual Fatigue. The University of Quessland. Available from http://www.uq.edu.au/ohs/pdfs/visualfatigue.pdf
xliv
xlv
OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U.S. Department of Labor Occupational Safety and Health Administration. Available from http://www.osha.gov/Publications/osha3092.pdf
Pakasi, Trevino. 1999. The Eye Problem of Public Transportation’s Drivers and Its Prevention. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol XXXII No. 1 hal 22-25. Jakarta.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomic Work and Health. Aspen Publisher Inc, Maryland USA.
Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006: 5763. Available from http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/int/article/viewFile/16688/16680
Prasetio, Tri Eko. 2006. Hubungan Tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja Dengan Keluhan Kelelahan Visual Pada Pekerja Di Area Produksi OBA & Chemicals PT. Clariant Indonesia Tangerang Tahun 2006. Universitas Indonesia. Depok.
Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri Edisi II. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran No.154. available from http://kalbe.co.id/?mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=176
Roger, Watson. 2002 Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: ECG
Santosa, Adi. 2006. Pencahayaan Pada Interior Rumah Sakit: Studi Kasus Ruang Rawat Inap Utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Dimensi Interior, Vol.4, No.2, Desember 2006: 49-56
xlv
xlvi
Available from http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/int/article/viewArticle/16689
Santoso. 1985. Higine Perusahaan (Panas). Progarm D3 Hiperkes dan KesKer UI
Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Sujudi, Achmad. 1999. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta: DepKes
Suma’mur. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.. Jakarta: CV. Haji Masagung
Suma’mur. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung
Swamardika, Alit. I.B dkk. 2001. Penggunaan Filter Layar Monitor Menurunkan Beban Kerja Dan Meningkatkan Produktivitas Operator Komputer. Jakarta: Jurnal Ergonomi Indonesia Vol. 2 No. 1 Juni 2001 : 20 – 23. Taylor & Francis. 1997. The Effects of Fatigue on Vision. Available from http://www.engineering.wright.edu/bie/rehabengr/vision/visionfatigue.htm Wardhana, Wisnu Arya dkk. 1997. Aspek Keselamatan Kerja pada Pemakaian Komputer. Elektro Indonesia Edisi ke Tujuh, April 1997. Available from http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput6.html Watson Roger. 2002 Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: ECG.
________, Dupot Training and Service. 2007. Effects of Rest Breaks on Data-Entry Productivity. Available from http://www2.dupont.com/Safety_Products/en_US/news_events/article20070921.html..
xlvi
xlvii
Frequencies Statistics
keluhan kelainan kelelahan nyeri/terasa penglihatan usiarefraksi pd tingkat pusing mata pada berdenyut penglihatan di rangkap/ga responden responden istirahatjarak matamonitor pencahayaan responden sekitar mata mata mata perih merah mata berair sakit kepala disertai mu kabur ndasulit fokus N Valid 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Mean 1.94 1.45 1.80 1.78 1.06 1.10 1.57 1.65 1.82 1.84 1.41 1.63 1.61 1.57 1.88 Std. Error of Mean .033 .070 .056 .058 .033 .042 .070 .068 .054 .051 .070 .068 .069 .070 .046 Median 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 Mode 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 Std. Deviation .238 .503 .401 .415 .238 .300 .500 .483 .385 .367 .497 .488 .493 .500 .325
Frequency Table usia responden
Valid
>= 45 < 45 Total
Frequency 3 48 51
Percent 5.9 94.1 100.0
Valid Percent 5.9 94.1 100.0
Cumulative Percent 5.9 100.0
kelainan refraksi pd responden
Valid
ada kelainan tidak ada kelainan Total
Frequency 28 23 51
Percent 54.9 45.1 100.0
Valid Percent 54.9 45.1 100.0
istirahat mata
Valid
tidak ya Total
Frequency 10 41 51
Percent 19.6 80.4 100.0
Valid Percent 19.6 80.4 100.0
xlvii
Cumulative Percent 19.6 100.0
Cumulative Percent 54.9 100.0
xlviii
jarak monitor
Valid
< 50 >= 50 Total
Frequency 11 40 51
Percent 21.6 78.4 100.0
Valid Percent 21.6 78.4 100.0
Cumulative Percent 21.6 100.0
tingkat pencahayaan
Valid
< 300 >= 300 Total
Frequency 48 3 51
Percent 94.1 5.9 100.0
Valid Percent 94.1 5.9 100.0
Cumulative Percent 94.1 100.0
keluhan kelelahan mata pada responden
Valid
mengeluh tidak mengeluh Total
Frequency 46 5 51
Percent 90.2 9.8 100.0
Valid Percent 90.2 9.8 100.0
Cumulative Percent 90.2 100.0
nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata
Valid
ya tidak Total
Frequency 22 29 51
Percent 43.1 56.9 100.0
Valid Percent 43.1 56.9 100.0
Cumulative Percent 43.1 100.0
penglihatan kabur
Valid
ya tidak Total
Frequency 18 33 51
Percent 35.3 64.7 100.0
Valid Percent 35.3 64.7 100.0
xlviii
Cumulative Percent 35.3 100.0
xlix
penglihatan rangkap/ganda
Valid
ya tidak Total
Frequency 9 42 51
Percent 17.6 82.4 100.0
Valid Percent 17.6 82.4 100.0
Cumulative Percent 17.6 100.0
sulit fokus
Valid
ya tidak Total
Frequency 8 43 51
Percent 15.7 84.3 100.0
Valid Percent 15.7 84.3 100.0
Cumulative Percent 15.7 100.0
mata perih
Valid
ya tidak Total
Frequency 30 21 51
Percent 58.8 41.2 100.0
Valid Percent 58.8 41.2 100.0
Cumulative Percent 58.8 100.0
mata merah
Valid
ya tidak Total
Frequency 19 32 51
Percent 37.3 62.7 100.0
Valid Percent 37.3 62.7 100.0
Cumulative Percent 37.3 100.0
mata berair
Valid
ya tidak Total
Frequency 20 31 51
Percent 39.2 60.8 100.0
Valid Percent 39.2 60.8 100.0
xlix
Cumulative Percent 39.2 100.0
l
sakit kepala
Valid
ya tidak Total
Frequency 22 29 51
Percent 43.1 56.9 100.0
Valid Percent 43.1 56.9 100.0
Cumulative Percent 43.1 100.0
pusing disertai mual
Valid
ya tidak Total
Frequency 6 45 51
Percent 11.8 88.2 100.0
Valid Percent 11.8 88.2 100.0
Crosstabs
l
Cumulative Percent 11.8 100.0
li
Case Processing Summary
N usia responden * keluhan kelelahan mata pada responden kelainan refraksi pd responden * keluhan kelelahan mata pada responden penggunaan alat bantu penglihatan * keluhan kelelahan mata pada responden istirahat mata * keluhan kelelahan mata pada responden jarak monitor * keluhan kelelahan mata pada responden tingkat pencahayaan * keluhan kelelahan mata pada responden
Valid Percent
Cases Missing N Percent
N
Total Percent
51
100.0%
0
.0%
51
100.0%
51
100.0%
0
.0%
51
100.0%
51
100.0%
0
.0%
51
100.0%
51
100.0%
0
.0%
51
100.0%
51
100.0%
0
.0%
51
100.0%
51
100.0%
0
.0%
51
100.0%
usia responden * keluhan kelelahan mata pada responden Crosstab
usia responden
>= 45 < 45
Total
Count % within usia responden Count % within usia responden Count % within usia responden
li
keluhan kelelahan mata pada responden tidak mengeluh mengeluh 1 2 33.3% 66.7% 45 3 93.8% 6.3% 46 5 90.2% 9.8%
Total 3 100.0% 48 100.0% 51 100.0%
lii
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 11.655b 5.824 6.454
Asymp. Sig. (2-sided) .001 .016 .011
df 1 1 1
11.427
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.023
.023
.001
51
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 29.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for usia responden (>= 45 / < 45) For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = tidak mengeluh N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.033
.002
.481
.356
.072
1.765
10.667
2.747
41.423
51
lii
liii
kelainan refraksi pd responden * keluhan kelelahan mata pada responden Crosstab
kelainan refraksi pd responden
ya
tidak
Total
keluhan kelelahan mata pada responden tidak mengeluh mengeluh 24 4
Count % within kelainan refraksi pd responden Count % within kelainan refraksi pd responden Count % within kelainan refraksi pd responden
Total 28
85.7%
14.3%
100.0%
22
1
23
95.7%
4.3%
100.0%
46
5
51
90.2%
9.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.410b .510 1.523
1.383
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .235 .475 .217
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.362
.242
.240
51
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2. 25.
liii
liv
Risk Estimate 95% Confidence Interval Lower Upper
Value Odds Ratio for kelainan refraksi pd responden (ya / tidak) For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = tidak mengeluh N of Valid Cases
.273
.028
2.630
.896
.753
1.067
3.286
.394
27.394
51
istirahat mata * keluhan kelelahan mata pada responden Crosstab
istirahat mata
tidak ya
Total
Count % within istirahat mata Count % within istirahat mata Count % within istirahat mata
keluhan kelelahan mata pada responden tidak mengeluh mengeluh 10 0 100.0% .0% 36 5 87.8% 12.2% 46 5 90.2% 9.8%
liv
Total 10 100.0% 41 100.0% 51 100.0%
lv
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.352b .325 2.312
1.326
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) .245 .569 .128
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.569
.319
.250
51
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 98.
Risk Estimate
Value For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = mengeluh N of Valid Cases
1.139
95% Confidence Interval Lower Upper 1.016
51
lv
1.277
lvi
jarak monitor * keluhan kelelahan mata pada responden Crosstab
jarak monitor
< 50 >= 50
Total
keluhan kelelahan mata pada responden tidak mengeluh mengeluh 9 2 81.8% 18.2% 37 3 92.5% 7.5% 46 5 90.2% 9.8%
Count % within jarak monitor Count % within jarak monitor Count % within jarak monitor
Total 11 100.0% 40 100.0% 51 100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.113b .233 .975
df 1 1 1
1.091
Asymp. Sig. (2-sided) .291 .629 .323
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.292
.292
.296
51
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1. 08.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for jarak monitor (< 50 / >= 50) For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = tidak mengeluh N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.365
.053
2.518
.885
.660
1.185
2.424
.461
12.751
51
lvi
lvii
tingkat pencahayaan * keluhan kelelahan mata pada responden Crosstab
tingkat pencahayaan
< 300
keluhan kelelahan mata pada responden tidak mengeluh mengeluh 45 3
Count % within tingkat pencahayaan Count % within tingkat pencahayaan Count % within tingkat pencahayaan
>= 300
Total
Total 48
93.8%
6.3%
100.0%
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
46
5
51
90.2%
9.8%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 11.655b 5.824 6.454
11.427
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .001 .016 .011
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.023
.023
.001
51
a. Computed only for a 2x2 table b. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 29.
lvii
lviii
Risk Estimate
Value Odds Ratio for tingkat pencahayaan (< 300 / >= 300) For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = mengeluh For cohort keluhan kelelahan mata pada responden = tidak mengeluh N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
30.000
2.078
433.129
2.813
.567
13.958
.094
.024
.364
51
lviii
lix
No Responden : ……. KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI CORPORATE CUSTOMER CARE CENTRE (C4) PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK TAHUN 2009
Petunjuk pengisian: • •
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih Isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi Anda saat ini
Karakteristik Pekerja
1. 2. 3. 4.
Nama TTL/Usia Jenis Kelamin Divisi
: : : :
Karakteristik Pekerja
1. Berapa lama anda bekerja menggunakan komputer dalam satu hari kerja? ………. Jam 2. Apakah anda memiliki kelainan refraksi (minus/plus/silider) ? a. Ya b. Tidak
lix
lx
3.
Apakah anda menggunakan kacamata pada saat menggunakan komputer? a. Ya b. Tidak
4.
Apakah anda menggunakan lensa kontak pada saat menggunakan komputer? (jika tidak, lanjut ke nomor 6) a. Ya
c. Tidak 5. Jenis lensa kontak apa yang anda gunakan? a. Minus/plus/silinder b. Normal 6. Apakah setiap satu jam pemakaian komputer anda mengistirahatkan mata anda? a. tidak d. ya Perangkat Kerja Jarak monitor dengan mata …….cm (diisi oleh peneliti)
Lingkungan Kerja Tingkat pencahayaan meja kerja ………………………lux (diisi oleh peneliti)
Keluhan Kelelahan Mata
1. Apakah selama menggunakan komputer anda pernah mengalami keluhan kelelahan mata? a. Ya b. Tidak 2. Jika “ya”, keluhan apa saja yang pernah anda rasakan? (boleh di ceck-list lebih dari satu) No. 1. 2. 3. 4.
Keluhan yang dirasakan Nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata Penglihatan kabur Penglihatan rangkap/ganda Sulit fokus
lx
Ya
Tidak
lxi
5. 6. 7. 8. 9.
Mata perih Mata merah Mata berair Sakit kepala Pusing disetai mual
TERIMAKASIH SELAMAT BEKERJA KEMBALI ☺
lxi
lxii
KUESIONER
Assalammualaikum Wr. Wb.
Saya Dian Nourmayanti bermaksud meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer Di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009”. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Responden diharapkan menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur- jujurnya. Setiap jawaban anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi responden bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak melanjutkan wawancara. Untuk itu dimohon kesediaan kepada karyawan C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk selaku responden untuk mengisi kuesioner ini. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesediaan Anda menjadi responden pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal ibadah yang bernilai disisi-Nya.
lxii