ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA (SO2) PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016
SKRIPSI Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH : ROIS SOLICHIN 1111101000132
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/ 2016 M
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
Desember 2016
Rois Solichin
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, 6 Desember 2016 Rois Solichin, NIM: 1111101000132 Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Sulfur Dioksida (SO2) Pada Masyarakat di Pemukiman Penduduk Sekitar Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2016 (xvii + 132 halaman, 21 tabel, 6 gambar, 8 bagan, 5 lampiran) ABSTRAK Sulfur dioksida (SO2) sebagai salah satu zat pencemar udara yang sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, dimana pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara memiliki peran terbesar penghasil SO2 yang ada di dunia. Tujuan penelitian ini untuk memprakirakan besaran risiko gangguan kesehatan pada penduduk yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Kota Palembang terhadap pajanan SO2 pada tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis risiko kesehatan lingkungan, dilakukan selama bulan September sampai Oktober 2016 dengan 297 responden penduduk usia dewasa yang terbagi pada 3 cluster wilayah yaitu 800 meter, 1050 meter dan 1300 meter dari pusat emisi SO2 yang ada di dalam area pabrik PT. Pusri Palembang. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi SO2 di pemukiman sekitar industri PT. Pusri Palembang adalah 0,246 mg/m3. Berat badan dengan nilai median 56,4 kg, rata-rata laju asupan harian adalah 0,60 m3/jam, waktu pajanan dengan median 24 jam/hari, frekuensi pajanan dengan median 365 hari/tahun, dan durasi pajanan dengan median 31 tahun. Nilai intake non karsinogenik yang didapatkan untuk intake SO2 (real time) adalah 0,053 mg/kg/hari. Tingkat risiko yang didapatkan adalah 0,252 (RQ<1) yang artinya tidak memiliki risiko yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang. Kesimpulan penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim di sekitar area industri PT. Pusri Palembang tidak berisiko memiliki gangguan kesehatan non karsinogenik akibat paparan SO2. Walaupun begitu, baik pihak PT. Pusri Palembang maupun pemerintah Kota Palembang sebagai pemangku kebijakan dapat melakukan kajian lebih lanjut dan pemantauan rutin terhadap zat-zat pencemar yang keluar dari aktivitas industri termasuk SO2 agar tidak membahayakan masyarakat yang tinggal berdekatan langsung dengan area industri Daftar Pustaka
: 73 (1978-2016)
Kata Kunci : ARKL, Asupan SO2, Pemukiman Penduduk Sekitar PT.Pusri Palembang
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY SPECIALIZATION OF ENVIRONMENT HEALTH Ungraduate Thesis, 6 Desember 2016 Rois Solichin, NIM: 1111101000132 Environment Health Risk Analysis Exposure Sulfur dioxide (SO2) in the Community Living Around PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Industry. (xvii + 132 pages, 21 table, 6 pictures, 8 chart and 5 attachment)
ABSTRACT Sulfur dioxide (SO2) as one of the air pollutants is largely formed by the combustion of fossil fuel, therefore fuel power plants with coal has a big role in producing SO2 in the world. The purpose of this study is to predict the risk of health problems occured in residents living around industrial of PT. Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang on exposure of SO2 in 2016. This research is using a quantitative method analysis about the environmental health risks, conducted during October 2016, with 297 respondents age more than 17 years old, divided in three clusters area of 800 meters, 1050 meters and 1300 meters, from the center of SO2 emissions in the plant area of PT. Pusri Palembang. The results showed the concentration of SO2 in the settlements around the industrial area of PT. Pusri Palembang is 0.246 mg/m3. The weight with a median value of 56.4 kg, average daily intake rate is 0.60 m3/h, the time of exposure to a median 24 hours/day, frequency of exposure to a median 365 days/year, and duration of exposure to a median of 31 years. Non-carcinogenic intake value obtained for the intake SO2 (real time) is 0.053 mg/kg/day. The level of risk obtained is 0.252 (RQ <1), which means there is no risk that can cause health problems for people living around industrial area of PT. Pusri Palembang. The conclusion of this paper is the communities living around industrial area of PT. Pusri Palembang have no risk in getting non-carcinogenic health problems due to exposure of SO2. However, both the PT. Pusri Palembang and Palembang city government as policy maker can do further studies and do routine monitoring of the contaminants out of the industrial activities including SO2 in order not to endanger the people who live directly close to the industrial area.
Citation
: 73 (1978-2016)
Keyword
: ARKL, intake SO2, Settements around PT. Pusri Palembang
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN Skripsi dengan Judul ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA (SO2) PADA MASYARAKAT DI PEMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016
OLEH: ROIS SOLICHIN 1111101000132
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta,
Desember 2016
Mengetahui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes
Catur Rosidati. SKM, MKM
NIP: 197210022006042001
NIP: 197502102008012018
iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta,
Desember 2016
Mengetahui
Penguji I
Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D NIP. 19750316 200710 2 001
Penguji II
Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, MKKK
Penguji III
Andi Asnifatima, M.Kes
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. Data Pribadi 1. Nama Lengkap
: Rois Solichin
2. Tempat Tanggal Lahir: Palembang, 2 Mei 1994 3. Alamat Asal
: Jl. H.A.Halim Perumahan Dosen Politeknik Negeri Sriwijaya No. 04 RT. 13 RW. 41 Kelurahan Bukit Lama Kecamatan Ilir Barat I Kota Palembang
4. Alamat Domisili
: Jl. Kertamukti, pisangan raya no. 20 RT.03 RW.09 Kelurahan Cireundeu Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan
5. Agama
: Islam
6. Jenis Kelamin
: Laki-laki
7. Golongan Darah
:A
8. Status
: Belum Menikah
9. Program Studi
: Kesehatan Masyarakat
10. Nomor Telepon
: 085764360644
11. Alamat Email
:
[email protected]/
[email protected]
II. Riwayat Pendidikan 1. SD Islam Az-Zahrah Kota Palembang 2. SMP Negeri 1 Kota Palembang 3. MA Negeri 3 Kota Palembang 4. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian yang berjudul “ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA (SO2) PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016”.
Pada penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik teknis maupun materi mengingat akan kemampuan penulis yang belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi penulis demi kesempurnaan skripsi penelitian ini. Dalam penulisan skripsi penelitian ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan proposal penelitian ini, khususnya kepada : 1. Allah SWT. yang telah memberikan ridho-Nya sehingga dalam pelaksanaan penelitian ini berjalan dengan lancar sesuai dengan izinnya. 2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat dan Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Ibu Dr.Hj. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing I dan Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan penelitian ini.
vii
5. Kedua Orang Tua saya yang telah membimbing, senantiasa mendoakan, menemani dan memberi semangat anak-anaknya hingga saat ini. Jasa-jasa kalian berdua mungkin tidak akan pernah terbalas, akan tetapi kami selaku anak akan selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada kalian. 6. Kepada kedua saudara/i ku Aditya Rachmadi dan Kartika Nur Dilana yang senantiasa memberikan semangat dan waktu untuk membimbing saya. 7. Sahabat karib seperjuangan, satu daerah, satu pintu kosan, satu piring makan dan satu gelas minum saya Chandra Perdana, Muslim, Sugi, Haidar, Bahtiar (BTR), Kak Iid, Hatan dan Kak Bayu. Keluarga besar SJD-SS, teman-teman seperjuangan di Kesehatan Lingkungan 2011, Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (ENVIHSA) 8. Serta Rekan-rekan mahasiswa kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga kita bisa menjadi ahli kesehatan masyarakat yang bisa diandalkan didunia nyata nantinya. Ilmu yang dipelajari mendapat berkah dari Allah swt. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran serta pencerahan khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, aamiin yarabbalalamin.
Penulis
Rois Solichin
viii
DAFTAR ISI PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................................. i ABSTRAK .......................................................................................................................... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN .....................................................................................iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................................vi KATA PENGANTAR .......................................................................................................vii DAFTAR ISI.......................................................................................................................ix DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xii DAFTAR BAGAN ........................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xv DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2
Rumusan Masalah ................................................................................................. 11
1.3
Pertanyaan Penelitian ............................................................................................ 12
1.4
Tujuan Penelitian .................................................................................................. 13
1.4.1
Tujuan Umum ............................................................................................... 13
1.4.2
Tujuan Khusus .............................................................................................. 13
1.5
Manfaat Penelitian ................................................................................................ 15
1.5.1
Manfaat Bagi Peneliti.................................................................................... 15
1.5.2
Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ................................... 15
1.5.3
Manfaat Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ........................................... 15
1.5.4
Manfaat Bagi Pemerintah Kota Palembang .................................................. 16
1.5.5
Manfaat Bagi Masyarakat ............................................................................. 16
1.6
Ruang Lingkup Penelitian..................................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 17 2.1
Sulfur Dioksida ..................................................................................................... 17
2.1.1
Pengertian ..................................................................................................... 17
2.1.2
Karakteristik SO2 .......................................................................................... 19
2.1.3
Sumber Pencemar SO2 ................................................................................. 21
2.1.4
Dampak SO2 .................................................................................................. 23
2.1.4.1
Dampak SO2 Terhadap Ekosistem Perairan ............................................. 23
2.1.4.2
Dampak SO2 Terhadap Tanah .................................................................. 24
ix
2.1.4.3 2.1.5
2.2
Dampak SO2 Terhadap Kesehatan Manusia ........................................... 27 Jalur Pajanan SO2 .......................................................................................... 33
2.1.5.1
Inhalasi ..................................................................................................... 33
2.1.5.2
Kontak Kulit/Mata ................................................................................... 37
2.1.5.3
Ingesti ........................................................................................................ 39
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ............................................................... 39
2.2.1
Paradigma Penilaian risiko............................................................................ 39
2.2.2
Karakteristik EKL dan ARKL ...................................................................... 43
2.2.3
Identifikasi Bahaya ....................................................................................... 47
2.2.4
Penilaian Dosis Respon................................................................................. 48
2.2.5
Analisis Pemajanan ....................................................................................... 51
2.2.6
Karakteristik Risiko ..................................................................................... 54
2.2.7
Manajemen Risiko ........................................................................................ 55
2.3
Paradigma Kesehatan Lingkungan ........................................................................ 58
2.4
Kerangka Teori ..................................................................................................... 60
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............................. 62 3.1
Kerangka Konsep .................................................................................................. 62
3.2
Definisi Operasional ............................................................................................. 64
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 68 4.1
Desain Penelitian .................................................................................................. 68
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................ 68
4.3
Subjek Studi .......................................................................................................... 70
4.4
Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................ 70
4.4.1 Populasi Subyek ................................................................................................... 70 4.4.2 Sampel.................................................................................................................. 70 4.4.3
Pengambilan dan Perhitungan Sampel Manusia ........................................... 71
4.4.4
Teknik Pengambilan Sampel Lingkungan (SO2) .......................................... 73
4.4.5 Metode Pengukuran Konsentrasi Sulfur dioksida (SO2) ...................................... 75 4.4.6
Analisa Sampel SO2 ...................................................................................... 76
4.4.6.1 Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien ...................................... 77 4.5
Pengolahan dan Penyajian Data ............................................................................ 78
4.6
Teknik dan Analisis Data ...................................................................................... 80
4.6.1
Analisis Univariat ......................................................................................... 80
x
4.6.2
Analisis Risiko .............................................................................................. 81
BAB V HASIL .................................................................................................................. 84 5.1
Profil Lokasi Penelitian......................................................................................... 84
5.2
Karakteristik Responden ....................................................................................... 84
5.2.1 Umur .................................................................................................................... 84 5.2.2 Jenis Kelamin ....................................................................................................... 86 5.2.3 Jenis Pekerjaan ..................................................................................................... 87 5.3
Deskriptif Variabel Penelitian .............................................................................. 88
5.3.1 Konsentrasi SO2 ................................................................................................... 90 5.3.2 Berat Badan.......................................................................................................... 92 5.3.3 Laju Asupan ......................................................................................................... 93 5.3.4 Waktu Pajanan ..................................................................................................... 95 5.3.5 Frekuensi Pajanan ................................................................................................ 96 5.3.6 Durasi Pajanan ..................................................................................................... 98 5.3.7 Nilai Intake (Asupan SO2) ................................................................................... 99 5.3.8 Karakteristik Risiko ........................................................................................... 102 BAB VI PEMBAHASAN............................................................................................... 107 6.1
Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 107
6.2
Konsentrasi SO2 di Udara ................................................................................... 107
6.3
Berat Badan......................................................................................................... 111
6.4
Laju Asupan ........................................................................................................ 112
6.5
Waktu Pajanan .................................................................................................... 113
6.6
Frekuensi Pajanan ............................................................................................... 115
6.7
Durasi Pajanan .................................................................................................... 116
6.8
Nilai Intake (Asupan SO2) .................................................................................. 118
6.9
Karakteristik Risiko ............................................................................................ 120
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 124 7.1
Kesimpulan ......................................................................................................... 124
7.2
Saran ................................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 126
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Sifat Fisik SO2 ...........................................................................................
20
Tabel 2.2 Dampak Paparan SO2 Terhadap Kesehatan Manusia................................
29
Tabel 2.3 Laju Inhalasi Kombinasi Laki-Laki dan Perempuan per Kelompok Umur untuk Durasi Pajanan Jangka Panjang ............................................
36
Tabel 2.4 Contoh RfC beberapa agen risiko atau spesi kimia jalur inhalasi .............
50
Tabel 2.5 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada Jalur Inhalasi....
52
Tabel 5.1 Distribusi Usia Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar Kawasan PT.Pusri Palembang Tahun 2016 ..............................................................
85
Tabel 5.2 Gambaran Umur Responden di Pemukiman Sekitar Kawasan PT.Pusri Palembang Tahun 2016 .............................................................................
85
Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016 .............................................................
86
Tabel 5.4 Distribusi Jenis Pekerjaan Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar PT. Pusri Palembang Tahun 2016 .............................................................
87
Tabel 5.5 Distribusi Konsentrasi SO2, Berat Badan, Laju Asupan, Waktu Pajanan, Frekuensi Pajanan, dan Durasi Pajanan Masyarakat di Pemukiman Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016 ..................................................
89
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Konsentrasi SO2 di Pemukiman Sekitar PT. Pusri Palembang Tahun 2016 .............................................................................
91
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan tiap Cluster ..
92
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Laju Asupan tiap Cluster .
94
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Waktu Pajanan tiap Cluster .......................................................................................................
95
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Pajanan tiap Cluster .......................................................................................................
97
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Durasi Pajanan tiap Cluster .......................................................................................................
98
Tabel 5.12 Distribusi Menurut Asupan Pajanan SO2 ................................................
100
xii
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Asupan Pajanan SO2 ......
101
Tabel 5.14 Distribusi Menurut Karakteristik Risiko .................................................
102
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Besar Risiko ...................
103
Tabel 5.16 Prakiraan Besar Risiko 5,10,15,20,15 sampai 30 Tahun yang akan datang ........................................................................................................
104
xiii
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Jalur Pajanan Polutan SO2 ........................................................................
39
Bagan 2.2 Paradigma Untuk Penelitian/Penilian Risiko/Manajemen Risiko............
41
Bagan 2.3 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menentukan tipe studi mana yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkungan terhadap kesehatan manusia ......................................................................
46
Bagan 2.4 Ruang lingkup langkah-langkah analisis risiko .......................................
47
Bagan 2.5 Alur Kerja ARKL .....................................................................................
57
Bagan 2.6 Kerangka Teori ARKL SO2 .....................................................................
61
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ARKL .........................................................................
63
Bagan 4.1 Skema Rangkaian Alat Sampling SO2 .....................................................
75
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media .................................................
38
Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan .......................................................
59
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian ..................................................................................
69
Gambar 4.2 Cluster Sampling ..................................................................................
71
Gambar 4.3 Titik Pengambilan Sampel Udara .........................................................
74
Gambar 5.1 Prakiraan Besar Risiko 5,10,15,20,25 sampai 30 tahun yang akan datang .................................................................................................
106
xv
DAFTAR ISTILAH µg/Nm3
: Mikrogram per newton meter kubik
mg/m3
: Miligram per meter kubik
AMDAL
: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ARKL
: Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
ATSDR
: Agency for Toxic Substances and Disease Registry
BLH
: Badan Lingkungan Hidup
BLHD
: Badan Lingkungan Hidup Daerah
BMKG
: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
BPS
: Badan Pusat Statistik
BUMN
: Badan Usaha Milik Negara
CSF
: Cancer Slope Factor
DDT
: Dichloro-Dhphenyl-Trichloroethane
Depkes
: Departemen Kesehatan
ECR
: Excess Cancer Risk
EHRA
: Enivonmental Health Risk Assesment
EPA
: Environmental Protect Agency
GRK
: Gas Rumah Kaca
H2SO4
: Asam Sulfat
Ha
: Hektar
IARC
: International Agency for Research on Cancer
IPCS
: International Programme On Chemical Safety
Kemendagri
: Kementrian Dalam Negeri
Kemenkes
: Kementrian Kesehatan
LOAEL
: Low Observed Adverse Effect Level
xvi
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
MRL
: Minimum Risk Level
NAAQS
: National Ambient Air Quality Standard
NO2
: Nitrogen dioksida
NOAEL
: No Observed Adverse Effect Level
NRC
: National Research of Cancer
OSHA
: Occupational Safety and Health Administration
PermenLH
: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
PP
: Peraturan Pemerintah
PPM
: Particulate Per Meter
PT
: Perseroan Terbatas
PUSRI
: Pupuk Sriwidjaja
RfC
: Reference Concentration
RfD
: Reference Dose
RI
: Republik Indonesia
RQ
: Risk Quotient
SF
: Slope Factor
SNI
: Standar Nasional Indonesia
SO2
: Sulfur dioksida
SO3
: Sulfur trioksida
SOx
: Sulfur oksida
UU
: Undang-Undang
UUD
: Undang-Undang Dasar
WBG
: World Bank Group
WHO
: World Health Organization
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Polusi udara saat ini menjadi salah satu masalah bagi kehidupan makhluk
hidup
terutama
kesehatan
manusia
di
dunia.
Seiring
bertambahnya jumlah pengguna kendaraan bermotor, membuat lingkungan semakin dipenuhi dengan udara-udara yang tidak sehat. Belum lagi berdirinya pabrik-pabrik besar yang ikut berkontribusi mencemari udara yang ada di atmosfer dunia ini (Amelia, 2014). Dalam urutan prioritas masalahnya, sumber polusi udara antara lain berasal dari sektor (1) transportasi, terutama mobil dan truk; (2) pembangkit tenaga listrik yang membakar batubara atau minyak; dan (3) industri, yang pelaku utamanya adalah pabrik baja, peleburan logam, kilang minyak, pabrik pulp dan kertas. Pada saat ini dunia industri adalah sumber terbesar penghasil polusi udara yang ada di dunia dan terus mengalami pertumbuhan di setiap tahunnya. Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan
lonjakan
produksi
kendaraan
bermotor,
mengakibatkan
peningkatan substansi kimiawi sumber pencemaran udara. Konsentrasi pencemaran udara di beberapa kota besar dan daerah industri Indonesia menyebabkan munculnya kasus-kasus gangguan pernapasan, iritasi pada mata dan telinga, serta mengakibatkan gangguan jarak pandang
1
2
(visibilitas)
yang
sering
menimbulkan
kecelakaaan
lalu
lintas
(Soedomo,2001). Pertumbuhan industri sendiri terjadi dimulai dari sebelum krisis moneter yang terjadi di Indonesia hingga perkembangannya pada saat ini. Laju pertumbuhan yang terjadi di industri nonmigas berkisar 12% sebelum terjadinya krisis moneter dan sempat menurun menjadi 6,1% pada tahun 1997 dan bahkan hingga 13,1% pada tahun 1998. Sedangkan laju pertumbuhan yang terjadi di industri nonmigas pada tahun 2003 dan 2004 berturut-turut adalah 5,57% dan 7,7%. Pada tahun 2004, laju pertumbuhan tertinggi tercatat pada industri alat angkut, mesin dan peralatan yaitu 17,7% yang kemudian disusul oleh industri lainnya sebesar 15,1% yang tersebar di seluruh Indonesia (Pasaribu, 2012). Tahun 2012 lalu seperti yang data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 3 juta orang di dunia tewas karena terpapar polusi udara luar ruang. Sebanyak 72% kematian akibat polusi luar ruang disebabkan oleh jantung dan stroke, 14% penyakit paru obstruktif kronik atau infeksi pernapasan bawah akut dan 14% lainnya disebabkan oleh kanker paru-paru. WHO mengkategorikan polusi udara luar ruangan sebagai pemicu resiko kesehatan lingkungan tunggal terbesar di dunia. Pada 2014, sekitar 92% populasi manusia tinggal di kawasan kualitas udara yang buruk menurut WHO dan 87% diantaranya tinggal di negara-negara
yang
terpapar
polusi
udara
dalam
tingkat
yang
membahayakan terutama pada daerah Pasifik Barat dan Asia Tenggara.. Laporan ini menggunakan ukuran yang lebih ketat dibandingkan data
3
serupa yang diterbitkan WHO pada tahun 2011 lalu yang hasilnya menyimpulkan kalau ketika itu saja kualitas udara di dunia telah memburuk. Berdasarkan data yang didapat dari Kementrian Lingkungan Hidup (2014) sektor transportasi merupakan sumber pencemar udara dan Gas Rumah Kaca (GRK) yang penting di perkotaan. Hasil inventarisasi emisi yang dilakukan di Kota Palembang dan Surakarta dengan menggunakan basis data tahun 2010, menunjukan kontribusi emisi partikel halus dari sektor transportasi (sumber bergerak) sebesar 50%-70% dari total emisi partikel halus dan sekitar 75% dari total emisi gas-gas berbahaya terhadap kesehatan. Sumber emisi pencemar partikel halus lainnya adalah industri, rumah tangga, komersial, dan lain-lain. Sedangkan, emisi GRK dari sektor transportasi di perkotaan adalah sekitar 23% dari total emisi GRK dari seluruh sumber (Kementrian Lingkungan Hidup, 2014). Sulfur dioksida (SO2) yang termasuk kedalam gas rumah kaca juga berperan sebagai polutan pencemaran udara dapat berasal dari aktivitas antropogenik atau hasil dari kegiatan manusia seperti aktivitas transportasi, kegiatan industri, maupun dari aktivitas pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar
minyak, gas, batubara, maupun kokas
(Wiharja, 2002). Sumber kedua berasal dari kegiatan alamiah di bumi seperti letusan gunung berapi dan batuan yang mengandung sulfur. Pencemaran udara oleh SO2 disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna, yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sebagai SOx. Sulfur
dioksida (SO2) mempunyai
4
karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif (Rusmayadi, 2010). Seiring dengan meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil berbanding lurus dengan konsentrasi SO2 yang juga ikut terus meningkat. Di Asia, jumlah emisi SO2 terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 1970, emisi SO2 sekitar 11,25 juta ton dan meningkat menjadi 20 juta ton SO2 pada tahun 1986 (Hammed and Dignon, 1992 dalam Dewi, 2007). Indonesia sendiri, jumlah emisi SO2 terus mengalami peningkatan mencapai 797 ribu metrik ton pada tahun 1995 (Earth Trends Country Profiles, 2003 dalam, Dewi 2007). Sedangkan menurut Sugiyono (2000) SO2 yang berasal dari pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara mempunyai pangsa yang paling besar diantara lainnya yaitu sebesar 42,0% dari total pembangkitan. Pangsa yang kedua adalah pembangkit listrik yang menggunakan gas alam yaitu sebesar 38,8%. Sisanya adalah pembangkit listrik tenaga diesel (8,7%), pembangkit listrik tenaga air (6,9%) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (3,6%). Pencemaran SO2 yang melebihi ambang batas atau baku mutu yaitu sekitar 900 µg/Nm3 (PP RI no. 41 tahun 1999) juga secara langsung bisa memberikan dampak pada mahkluk hidup apabila tercampur dengan unsur air pada saat berada di atmosfer yaitu membentuk suatu ikatan Asam sulfat (H2SO4) atau lebih dikenal sebagai hujan asam yang berdampak terhadap makhluk hidup maupun makhluk tak hidup di permukaan bumi.
5
Bagi makhluk hidup seperti manusia, SO2 maupun ikatan
H2SO4
berdampak terhadap kesehatan seperti penyakit pernafasan (bronchitis) ataupun pada tanaman berdampak kepada kematian pada tanaman tersebut. Sedangkan, bagi makhluk tak hidup seperti benda-benda mati, H2SO4 dapat mengakibatkan korosif pada benda tersebut. Sedangkan menurut Achmadi (2012) dampak pencemaran udara terhadap tubuh manusia sangat luas mulai dari hal yang bersifat lokal dan sistemik. Paru adalah target utamanya selain dari organ lainnya seperti tenggorokan hingga ke saluran pencernaan. Pengaruh utama polutan SO2 terhadap manusia adalah iritasi sistem pernapasan. Oleh Karena itu, SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernapasan kardiovaskular (Zakaria dan Azizah, 2013). Berdasarkan data prevalensi penyakit yang dihimpun oleh Kementrian Kesehatan melalui Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 kategori penyakit yang berasal dari agen lingkungan (udara), prevalensi infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di Indonesia menurut Riskesdas 2013 sebesar 25% tidak jauh berbeda dengan prevalensi ISPA pada laporan Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar 25,5%. Namun, prevalensi ISPA di Provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari 17,5% pada tahun 2007 menjadi 20% pada tahun 2013. Untuk prevalensi ISPA di Kota Palembang sendiri pada tahun 2014 sebesar 13,8%, sedangkan data yang berhasil dihimpun dari Dinas Kesehatan Kota Palembang (2014) dari 10
6
penyakit terbesar, prevalensi ISPA di pemukiman penduduk sekitar PT. Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang sebesar 11,47%. Kota Palembang sebagai kota terbesar ke-7 di Indonesia mempunyai luas wilayah 374,03 Ha dengan jumlah kecamatan sebanyak 16 dan 107 kelurahan/desa (BPS Kota Palembang, 2012). Sedangkan, jumlah penduduk berdasarkan data Kemendagri sampai tahun 2011 berjumlah 1.611.309 jiwa (Kemendagri, 2013) disebut sebagai pusat pemerintahan di Sumatera Selatan pastinya memiliki berbagai aktivitas padat seperti transportasi, perniagaan, pendidikan, industri, pemerintahan dan lainnya, termasuk kegiatan perindustrian yang dijalankan PT. Pusri Palembang. PT. Pusri Palembang yang dikenal masyarakat sekitar adalah perusahaan yang bergerak dalam produksi dan distribusi pupuk urea ke seluruh wilayah Indonesia dan yang terbesar se-Asia Tenggara. PT. Pusri Palembang terletak berdekatan dengan pusat perkotaan Kota Palembang yaitu di pinggiran sungai Musi sebagai salah satu ikon dari kota yang dikenal sebagai Venesia nya Asia Tenggara. Pada proses pembuatan pupuk urea PT. Pusri Palembang, limbah yang dikeluarkan mengandung hasil sampingan udara kotor (impurities) SO2 dalam bentuk gas yang dihasilkan oleh boiler-boiler dan alat-alat pembangkit energi listrik yang ada di kawasan pabrik PT. Pusri Palembang. Sama halnya yang disimpulkan oleh Dwirani (2004) baik itu limbah udara berupa ammonia maupun limbah gas-gas lainnya seperti SO2 dan NO2, apabila limbah
ini dibuang langsung ke udara ambien dan
langsung dimanfaatkan oleh manusia untuk bernapas maka hal ini akan
7
mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan manusia. Tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap pekerja, melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik Berdasarkan
hasil pemantauan
lingkungan polutan yang
diakibatkan oleh aktivitas indutri seperti yang terjadi di sekitar permukiman PT. Pusri Palembang yang dilakukan oleh Laboratorium Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan (BLH Sumsel, 2014) didapatkan hasil rata-rata kadar pencemaran udara oleh gas SO2
sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam pada pematuan di 5 titik sekitar
pemukiman PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Nilai tersebut memang belum melewati ambang batas SO2 yaitu 900 µg/Nm3/1jam yang dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 41 Tahun 1999. Namun, beradasarkan perhitungan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai default untuk pola aktivitas (waktu, frekuensi dan lama pajanan), berat badan dan konsentrasi referensi SO2 sebesar 0,026 mg/m3 dari faktor pajanan inhalasi (EPA, 1990 dalam Kemenkes 2012) dengan
nilai
konsentrasi sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam menghasilkan tingkat risiko sebesar 2,5 (RQ≥1) atau dikategorikan tidak aman dan berisiko menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat
yang tinggal di
pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PT. Pusri Palembang sebagai industri yang telah lama berdiri dan beroperasi di Kota Palembang
8
menghasilkan suatu dampak lingkungan dari kegiatannya tersebut. Hal ini didukung dengan letak geografisnya yang berada sangat dekat dengan permukiman
masyarakat Kota Palembang dan aliran Sungai Musi.
Dampak lingkungan yang dimaksud disini adalah seberapa besar dampak penting baik yang bersifat positif maupun negatif yang akan dihasilkan dari kegiatan PT. Pusri Palembang yang akan mempengaruhi masyarakat yang tinggal di sekitarnya baik itu dari komponen fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan industri ini. Untuk menilai seberapa besar dampak lingkungan dari suatu usaha dan/atau kegiatan diperlukan suatu analisis mengenai dampak lingkungan. Analisis mengenai dampak lingkungan atau yang lebih dikenal dengan sebutan AMDAL berisi panduan kajian yang harus dilaksanakan bagi suatu kegiatan atau
usaha mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga penilaian akhir kegiatan usaha itu beroperasi. Seberapa besar dampak dari segi lingkungan fisik, biologi, kimia, sosial, ekonomi dan budaya yang akan timbul dari kegiatan dan/atau suatu usaha. Pedoman maupun peraturan-peraturan yang mengatur keberlangsungan proses AMDAL terdiri dari Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 pasal 47 ayat 2 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan sampai Keputusan Menteri Kesehatan nomor 876 tahun 2001 tentang pedoman teknis analisis dampak kesehatan lingkungan.
9
Tujuan dilaksanakannya studi AMDAL ini merupakan untuk menjamin agar sesuatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan atau layak dari aspek lingkungan hidup. Dengan kelayakan lingkungan tersebut, berarti bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan tersebut diharapkan akan mampu meminimalkan kemungkinan dampak negatif yang kemungkinan timbul, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien (Sucipto dan Asmadi, 2011). Selain itu, tujuan AMDAL untuk merumuskan
rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut. Salah satu ilmu yang dipakai di dalam studi AMDAL adalah analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) dimana berfungsi untuk menghitung dan
memprakirakan
seberapa besar risiko kesehatan
manusia yang akan ditimbulkan dari kegiatan industri tersebut. Dalam hal ini ARKL berperan dari segi dampak kesehatan masyarakat dari kegiatan usaha yang dilakukan Oleh PT. Pussri Palembang. Baik ARKL maupun AMDAL itu sendiri memiliki konsep yang sama yaitu pelaksanaannya bukan hanya terletak pada saat kegiatan atau usaha baru akan didirikan dan bukan hanya semata-mata hanya untuk mendapatkan sertifikat izin kelayakan
membangun suatu
kegiatan atau usaha melainkan bisa
dilakukan kapan saja yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan dalam hal ini pada saat kegiatan ini sedang berlangsung maupun penilaian pada saat kegiatan sudah tidak beroperasi.
10
Dari hasil data sekunder yang didapatkan dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sumatera Selatan yaitu konsentrasi di sekitar kawasan industri PT. Pusri Palembang sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam dan setelah dihitung dengan menggunakan rumus ARKL oleh peneliti didapatkan hasil berupa risiko tidak aman bagi kesehatan masyarakat sekitar sehingga pentingnya suatu proses audit lingkungan hidup yang tertera dalam studi AMDAL. Maka salah satu cara untuk melaksanakan bagian
dari proses audit lingkungan hidup ini dengan menggunakan
pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan dimana berfungsi untuk menilai dan memprakirakan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari kegiatan usaha yang dilaksanakan PT. Pusri Palembang sejauh ini bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi industri. Sampai pada saat penelitian ini dilakukan, belum ditemukannya penelitian dengan topik yang serupa menggunakan pendekatan ARKL untuk mengukur tingkat
risiko kesehatan oleh pajanan SO2 pada
masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang. Sampel manusia pada penelitian ini terfokus kepada orang dengan kelompok umur dewasa dikarenakan kelompok umur dewasa rata-rata memiliki laju inhalasi yang lebih besar dibandingkan kelompok umur lainnya seperti anak-anak dan remaja. Pajanan SO2 sendiri lebih banyak berdampak pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak maupun remaja (ATSDR, 1998). Oleh karena itu, maka diperlukanlah suatu analisis risiko kesehatan lingkungan untuk memprediksikan apakah pencemaran
11
udara oleh polutan SO2 dapat membahayakan kesehatan pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT.Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan
hasil perhitungan analisis risiko kesehatan yang
dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai konsentrasi SO2 yang didapatkan dari hasil pengukuran oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Sumatera Selatan pada daerah pemukiman yang berada di sekitar industri PT. Pusri Palembang tahun 2014 menghasilkan tingkat risiko tidak aman (RQ ≥1) bagi masyarakat yang tinggal di permukiman sekitar industri PT. Pusri Palembang. Udara yang mengandung SO2 dengan konsentrasi
yang
menyebabkan
terus
meningkat
secara
gangguan kesehatan seperti
terus-menerus
dapat
gangguan pada iritasi
tenggorokan, iritasi mata, batuk hingga berbahaya pada sistem pernafasan kardiovaskular. Mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan nomor 876 tahun 2001 tentang pedoman teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang pengelolaan lingkungan hidup perlu adanya suatu proses evaluasi mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas kegiatan yang selama ini PT. Pusri Palembang
jalankan termasuk didalamnya
memprakirakan tingkat risiko dari limbah yang PT. Pusri Palembang buang ke lingkungan sekitarnya. Hal ini pun didukung dengan belum pernah diadakannya penelitian terkait penilaian risiko kesehatan pajanan
12
SO2 pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang. Dalam teknisnya limbah udara emisi yang dikeluarkan oleh PT. Pusri Palembang berupa emisi natural berupa ammonia dan debu urea yang lebih mendominasi dibandingkan emisi buangan lainnya seperti sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan opasitas
yang dihasilkan oleh
packed-packed boiler dan pembangkit listrik yang ada di kawasan pabrik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran konsentrasi SO2 yang dihasilkan oleh packed-packed boiler tadi yang terdispersi ke dalam udara ambien di pemukiman penduduk sekitar industri PT. Pusri Kota Palembang serta mengetahui besar risiko yang ditimbulkan dari konsentrasi SO2 tersebut bagi kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang.
1.3 1.
Pertanyaan Penelitian Berapa nilai konsentrasi SO2 di udara ambien di pemukiman sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang pada tahun 2016?
2.
Berapa nilai berat badan masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja pada tahun 2016?
3.
Berapa nilai laju asupan pajanan SO2 pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang pada tahun 2016?
4.
Berapa nilai waktu
pajanan (jam/hari) masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang mengandung SO2 pada tahun 2016?
13
5.
Berapa nilai frekuensi pajanan (hari/tahun) masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang mengandung SO2 pada tahun 2016?
6.
Berapa nilai durasi pajanan (tahun) masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
yang terhirup udara yang
mengandung SO2 pada tahun 2016? 7.
Berapa nilai Intake (Asupan SO2) masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
yang terhirup udara yang
mengandung SO2 pada tahun 2016? 8.
Berapa besar nilai risiko kesehatan pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang akibat pajanan SO2 pada tahun 2016?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk memprakirakan besaran risiko
gangguan kesehatan pada penduduk yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang terhadap pajanan polutan sulfur SO2 pada tahun 2016.
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Diketahui nilai konsentrasi SO2 dalam udara ambien di sekitar pemukiman PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tahun 2016
14
2.
Diketahui nilai berat badan masyarakat yang menghirup udara yang diperoleh dari udara yang mengandung SO2 di industri PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang pada tahun 2016.
3.
Diketahui nilai laju asupan SO2 pada masyarakat yang menghirup udara yang diperoleh dari udara yang mengandung SO2 di industri PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang pada tahun 2016.
4.
Diketahui nilai waktu pajanan (jam/hari) terhadap udara terhirup yang mengandung SO2 yang diperoleh dari aktivitas industri PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2016
5.
Diketahui
nilai
frekuensi
pajanan
(hari/tahun)
SO2 terhadap
masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tahun 2016. 6.
Diketahui nilai durasi pajanan (tahun) terhadap udara terhirup yang mengandung SO2 yang diperoleh dari aktivitas industri PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2016
7. Berapa nilai Intake (Asupan SO2) pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang? 8.
Diketahui besar risiko kesehatan pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tahun 2016
15
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Manfaat Bagi Peneliti Menambah wawasan dan tolak ukur bagi penelitian selanjutnya
mengenai cemaran udara oleh SO2 di udara Kota Palembang akibat dari buangan limbah udara (gas) pabrik PT. Pusri Palembang serta dapat mengembangkan ilmu ARKL sebagai disiplin ilmu untuk mendukung perkembangan ilmu kesehatan dalam meprediksikan dampak kesehatan dari suatu pajanan agent biologi maupun kimia di masa yang akan datang. 1.5.2
Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk
penelitian berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas ruang lingkupnya. Informasi dari penelitian ini juga dapat menjadi bahan tambahan ilmu untuk pengembangan kemampuan mahasiswa untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki mahasiswa program studi kesehatan masyarakat. 1.5.3
Manfaat Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi informasi tambahan
kepada pihak perusahaan dalam hal mengevaluasi besaran konsentrasi emisi SO2 yang selama ini dibuang ke lingkungan luar (udara ambien) dan dampaknya pada makhluk hidup di sekitarnya. Selain itu, studi ARKL ini juga dapat menjadi studi pendukung dalam proses pemantauan dan evaluasi dari kegiatan aktivitas industri yang dilakukan pihak perusahaan.
16
1.5.4
Manfaat Bagi Pemerintah Kota Palembang Sebagai informasi batas baku mutu cemaran udara oleh SO2 yang
ditoleransi serta sebagai acuan tolak ukur pembentukan regulasi-regulasi yang memungkinkan jika cemaran udara oleh SO2 tersebut melebihi baku mutu yang telah ada. Ataupun sebagai acuan bagi pemerintah untuk lebih mengkritisasi dan mengawasi secara penuh aktivitas-aktivitas yang memungkinkan terjadi pencemaran. 1.5.5
Manfaat Bagi Masyarakat Masyarakat mengetahui sebagai suatu informasi seberapa besar
tingkat pencemaran udara oleh SO2 yang berasal dari asap hasil buangan limbah PT. Pusri Palembang yang mereka buang serta
aktivitas
transportasi yang berada berdekatan dengan lokasi penelitian 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang pada bulan Oktober 2016. Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan metode analisis risiko kesehatan sebagai dampak
pajanan SO2 terhadap masyarakat. Penelitian ini untuk memprakirakan risiko aman atau tidaknya pajanan SO2 terhadap masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Kota Palembang tahun 2016. Sampel penelitian merupakan masyarakat Kota Palembang yang berada pada daerah sekitar industri PT. Pusri Palembang dengan radius pengamatan 1.300 meter dari titik sumber emisi boiler- boiler pabrik yang menghasilkan polutan SO2. Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok umur manusia dewasa dikarenakan orang dewasa dapat menerima dosis
17
yang lebih besar karena mereka memiliki laju inhalasi yang lebih besar, rasio berat badan dan peningkatan volume/menit dibandingkan kelompok umur anak-anak ataupun kelompok umur lainnya. Pengukuran konsentrasi polutan SO2 diukur dengan menggunakan alat pengukuran udara ambien (impinger) milik Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Kota Palembang dengan metode Pararosanilin. Data dianalisis dengan menggunakan univariat dan analisis risiko.
analisis
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sulfur Dioksida
2.1.1
Pengertian Sulfur dioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Berbentuk
cairan ketika berada di bawah tekanan, dan
dengan mudah larut dalam air. SO2 di udara berasal dari kegiatan seperti pembakaran batubara dan minyak di pembangkit listrik atau dari peleburan tembaga. Di alam sendiri, SO2 dapat dilepaskan ke udara dari letusan gunung berapi (ATSDR, 1998). Sulfur dioksida dalam jumlah besar digunakan sebagai perantara dalam pembuatan asam sulfat dan pulp sulfit. Hal ini juga digunakan dalam pertanian dan di industri makanan dan minuman seperti, antara lain, biosida dan pengawet. (IARC, 1997). SO2 merupakan salah satu jenis agen oksidasi dan agen reduksi pada temperatur ruangan. Di atmosfer, SO2 memiliki kemampuan bereaksi secara fotokimia ataupun katalitik dengan material lain yang dapat membentuk sulfur trioksida, asam sulfur, dan garam dari asam sulfur. Pembakaran bahan bakar merupakan sumber utama pencemar SO2. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan
SO2.
Sulfur
merupakan
kontaminan
yang
tidak
dikehendaki di dalam lohgam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar daripada penghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh Karena itu, SO2 secara rutin diproduksi
18
19
sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Cahyono, 2011). Pada konsentrasi antara 0,8 ppm-1 ppm di udara, kehadirannya dapat dirasakan oleh kebanyakan orang, bahkan jika konsentrasinya lebih dari 8 ppm, gas ini berbau tajam dan dapat menyebabkan iritasi pada manusia. 2.1.2
Karakteristik SO2 Berdasarkan sifat kimia, SO2 adalah gas tidak berwarna dengan bau yang menyengat. SO2 sangat mudah larut dalam air. Hal ini tidak bisa terbakar (ATSDR, 1998). Konsentrasi untuk terdeteksi pada indera perasa adalah 0,3-1 ppm di udara dan ambang bau adalah 0,5 ppm. Gas ini bersifat iritan . SO2 merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia SO2 yang tersusun dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksigen. Reaksi : S(g) + O2(g) SO2(g) Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas yang lain .Berdasarkan sifat fisika SO2 memiliki titik didih -100 C, titik lebur -75,50 C, berat jenis relatif (air =1) 1,4. Kelarutannya dalam air adalah 8,5 dalam 100 ml air pada suhu 250 C. Gas ini lebih berat dari udara, berat jenis uap relatif di udara 2,25 sedangkan berat jenis relatif udara adalah 1. Bau yang menyengat biasanya cukup untuk mendeteksi kehadiran dari SO2. Kebanyakan orang dapat mendeteksi SO2 pada tingkat 1 sampai 3 ppm (1 ppm setara dengan 2,62 mg/m3). SO2 bersama dengan pencemar lainnya (CO, CO2, NO2, N2O, TSP, metana, senyawa
20
halogen, partikel logam, dll) merupakan pencemar udara primer yang komposisi atau kadarnya tidak akan mengalami perubahan di atmosfer baik secara kimia maupun fisis dalam jangka waktu relatif lama yaitu harian sampai dengan tahunan. Berdasarkan penelitian terhadap sebaran SO2, jarak tempuh dari SO2 pada sumber titik pencemar (point source) dapat mencapai 3.000 meter horizontal (Suryani S.,et al, 2010 dalam Purnama 2013). Emisi pencemar udara yang termasuk didalamnya SO2 itu sendiri dapat menyebar sesuai dengan kondisi meteorologis setempat terutama arah angin rata-rata dan fluktuasi kecepatan turbulen, serta stabilitas atmosfer yang sangat dinamis antara temporal maupun spasial (Oke, 1986; Nasstrom dkk., 2000; Stroh dkk., 2005 dalam Turyanti dkk., 2016). Tabel 2.1 Sifat Fisik SO2 Berat Molekul
: 64,06 dalton
Titik Didih (760 : 14,00F (-100C) mmHg)
Titik Beku
: -99,40F (-72,70C)
Tekanan Uap
: 2538 mmHg di 70,0 EF (21,10C)
Uap kepadatan
: 1,43 g/ml (air = 1,00)
21
Kelarutan air
: Larut dalam air (11,3 g/100 ml pada 680 F [200C])
Sifat
: Mudah terbakar
Sumber: ATSDR,2014 Sulfur dioksida larut dalam air atau uap untuk membentuk asam sulfur. Banyak logam termasuk seng, aluminium, cesium, dan besi terbakar di pemanas SO2. SO2 bereaksi eksplosif ketika kontak dengan natrium hidrida. SO2 terbakar bila dicampur dengan lithium asetilena diamino karbida atau acetylide lithium ammonia (ATSDR, 2014). 2.1.3
Sumber Pencemar SO2 Sulfur Dioksida berasal dari dua sumber yakni sumber alamiah dan buatan. Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan menghasilkan H2S yang cepat berubah menjadi SO2 sebagai berikut : H2S(g) + 3/2 O2(g) SO2(g) + H2O(l) Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar minyak,gas dan batubara yang mengandung sulfur tinggi. Gas belerang dioksida terutama dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil (75% sampai 85% dari sumber-sumber industri), peleburan bijih sulfida, emisi vulkanik, dan beberapa sumber alam lainnya. Ini adalah polutan udara utama,
namun
SO2
memiliki
banyak
kegunaan
industri
dan
22
pertanian. Kadang-kadang ditambahkan sebagai penanda peringatan dan tahan api untuk fumigants gandum cair. Sekitar 300.000 ton digunakan setiap tahun untuk memproduksi hydrosulfites dan bahan kimia yang mengandung sulfur lainnya (40%); untuk pemutih pulp kayu dan kertas (20%); proses, hama, dan pemutih makanan (16%); untuk limbah dan pengolahan air (10%); dalam logam dan bijih pemurnian (6%); dan penyulingan minyak (4%). Jumlah beracun belerang dioksida dapat dilepaskan dari metabisulfit kimia pengawet dengan adanya air dan asam. (ATSDR, 2014). Pemakaian batubara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan industri seperti yang terjadi di beberapa negara Eropa Barat dan Amerika, menyebabkan kadar SOx di udara meningkat. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara yang digunakan pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya. Bagaimana peranan batubara dalam menyumbang pencemaran SOx telah banyak diteliti di negaranegara industri seperti yang tampak pada tabel berikut ini. Selain dari bahan bakar berupa minyak,batubara dan gas maupun dari alam yang berasal dari letusan gunung berapi, SO2 juga dapat ditemukan pada makanan dan minuman yang sering dikonsumsi oleh manusia. Menurut Faloon (2016) SO2 pada makanan ataupun minuman dilepaskan dari sulfit. Hal ini dapat ditemukan dalam pasokan makanan manusia sehari-hari. Sulfit digunakan sebagai pengawet dalam makanan seperti kentang kering, acar bawang, adonan pizza, selai, jeli, sirup maple. Kaleng dan salad buah botol dapat memiliki sulfit di dalamnya untuk
23
menjaga warna buah-buahan segar. Distributor komersial penggunaan makanan sulfit sebagai pengawet terdapat dalam berbagai produk. Hal ini penting untuk membaca tulisan kecil pada label produk. Bir dan minuman beralkohol lainnya mungkin memiliki pengawet sulfit di dalamnya. Jika manusia yang memiliki alergi terhadap SO2 ini diharapkan sadar akan hal itu dan selalu berhati-hati dalam memilih produk makanan maupun minuman yang diperjual belikan secara umum. Namun, menurut Kristianingrum (2006) meski SO2 bermanfaat dipakai sebagai bahan pengawet makanan akan tetapi dapat berisiko menyebabkan perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi. 2.1.4
Dampak SO2 2.1.4.1 Dampak SO2 Terhadap Ekosistem Perairan Masalah belerang sudah sangat lama dibahas, dan efek belerang terhadap lingkungan telah dikenal selama berabad-abad. Itu mungkin hasil dari pembuangan belerang ke perairan, tanah, atau udara. Efek ke lingkungan akan menjadi perhatian khusus. Selain toksisitas SO2 untuk organisme, efek lain berupa peningkatan pencucian kation dan logam, pengasaman tanah dan air, dan perubahan tingkat siklus nutrisi. Efek terlarut SO2 mirip dengan asam nitrat atau klorida. Di daerah yang luas belerang masih berupa zat asam besar, meskipun senyawa nitrogen baru-baru ini menjadi perhatian. Di Scandinavia, limbah belerang mencapai sekitar 70% dari total pengasaman.
24
Air akan asam jika daerah aliran sungai memiliki buffer yang sangat buruk. Paling sensitif adalah perairan di batuan dasar rendah, pelapukan silika, batupasir, granit, dan gneisses felsic, di mana kontribusi zat alkali air kecil. Perairan asam telah terlihat dalam kaitannya dengan endapan asam, outlet asam sulfat atau tanah, penggalian selokan, atau situasi lain yang terkontaminasi. Efek pengasaman atmosfer pada air telah dipelajari di tempat yang berbeda, misalnya di Pegunungan Adirondack Amerika Serikat, La Cloche Pegunungan Kanada, dan di Skandinavia. 2.1.4.2
Dampak SO2 Terhadap Tanah Di sini akan diringkas cara yang paling penting di mana belerang antropogenik ditambahkan ke tanah, jumlah belerang antropogenik yang mungkin ditambahkan, dan kondisi di mana belerang ditambahkan ke tanah dapat dianggap sebagai "polutan." Emisi SO2 ke atmosfer dan pengendapan sulfur ini pada tanah merupakan jenis polusi tanah yang saat ini menjadi perhatian. Sekitar 60 juta ton SO2 dipancarkan setiap tahunnya di seluruh dunia dan melalui mekanisme ini jumlah terbesar dari sulfur ditambahkan ke tanah sebagai polutan. Cara-cara yang dipancarkan SO2 dikembalikan ke bumi adalah sebagai berikut:
H2SO4 dan garam netral dari SO2 dibawa pada saat hujan atau salju turun ke permukaan bumi (Barret dan Brodin, 1955) dalam Nriagu (1978);
25
SO2 dapat terserap di pohon-pohon yang kemudian mencegah curah hujan dan H2SO4 yang terbentuk dibawa ke dalam tanah (Baker et al, 1973.); deposisi partikulat yang mengandung H2SO4 dan garam berlangsung (Brosset, 1973 dalam Nriagu, 1978); dan SO2 diserap langsung oleh tanah (Johansson, 1959; Terraglio dan Manganelli, 1966 dalam Nriagu, 1978). Jumlah pengasaman disebabkan oleh masing-masing dari
mekanisme yang tergantung pada tingkat dan komposisi deposisi sulfur itu sendiri. Jika deposisi hanya terdiri dari H2SO4,maka akan terjadi pengasaman tanah, tetapi jika deposisi adalah garam netral, tanah tidak akan mengalami pengasaman. Namun, emisi SO2 biasanya disimpan sebagai campuran garam H2SO4 dan dengan berbagai komposisi campuran tersebut terus bervariasi dengan waktu dan tempat tertentu. Serapan langsung dari SO2 oleh tanah adalah salah satu mekanisme yang hanya untuk mengasamkan tanah tersebut. Pengasaman tanah sangat tergantung pada jenis tanah itu sendiri. Misalnya, tanah yang diisi dengan baik dengan CaCO3 bebas (tanah berkapur dapat terdiri dari 20% karbonat bebas) pada dasarnya kebal terhadap pengasaman oleh H2SO4 hanya karena asam bereaksi dengan bebas CaCO3 untuk membentuk CaSO4. Namun, sebagian besar tanah tidak berkapur dan paparan emisi SO2 menyebabkan mereka menjadi lambat diasamkan, meskipun tingkat pengasaman bervariasi antara tanah.
26
Cara utama sulfur "mencemari" tanah hanya dengan membuat tanah tersebut menjadi asam. Tanah menjadi asam sulfur
hanya
ketika
bentuk
asam
menghasilkan
sulfur
ditambahkan ke tanah misalnya, unsur sulfur atau (NH4) H2SO4 digunakan sebagai pupuk, atau sebagian dari emisi SO2 dari industri mencapai tanah sebagai H2SO4, (NH4) H2SO4, atau sebagai SO2 sendiri. Ketika tanah menjadi asam, ada beberapa cara dimana kesuburan tanah secara substansial berkurang dengan nodulasi dan fiksasi nitrogen dikarenakan konsentrasi ion hydronium yang tinggi (mekanisme ini terjadi pada pH dibawah 6,0) ; kelarutan aluminium dan mangan mulai meningkat dengan penurunan pH di bawah 5,5 dan toksisitas kedua unsur ini mempengaruhi beberapa spesies tanaman yang dpat menyebabkan tanaman tersebut tidak akan tumbuh. Ketersediaan tanaman yang paling penting adalah nutrisi, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium yang tercuci dari tanah yang asam alami dan sudah rendah dalam dua nutrisi ini. Tanah asam tidak akan kembali normal ketika emisi sulfur ke tanah sudah berhenti. Satu-satunya metode perbaikan tanah tersebut adalah dengan menambahkan batu gamping ke dalam tanah. Juga, jika emisi diturunkan ke tingkat yang lebih ditoleransi dengan manusia dan tanaman, tanah akan terus mengambil sulfur, meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Oleh
27
karena itu, SO2 adalah sebagai sebuah "polutan" sepanjang sebuah tanah terdeteksi bersifat asam terutama tanah
yang memiliki
buffer yang buruk. Sehingga lebih jauh akan berpengaruh pada penurunan pH yang dapat mempengaruhi produktivitas sebuah tanah itu sendiri. 2.1.4.3 Dampak SO2 Terhadap Kesehatan Manusia Pencemaran SO2 sendiri menimbulkan dampak terhadap manusia, hewan, dan kerusakan pada tanaman. Emisi SO2 yang berlimpah mungkin secara langsung menyebabkan kerusakan yang luas terhadap pohon-pohon kayu yang jaraknya dalam sel daun tanaman membentuk sufite yang beracun. Pajanan jangka panjang untuk tingkat persisten SO2 dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Perubahan fungsi paru-paru terlihat di beberapa pekerja yang terpapar SO2 tingkat rendah selama 20 tahun. Namun, pekerja ini juga terkena bahan kimia lainnya, sehingga efek kesehatan mereka mungkin bukan hanya dari SO2 saja. Penderita asma juga telah terbukti sangat sensitif terhadap SO2 dalam konsentrasi rendah (ATSDR, 1999) Selain itu SO2 ini juga menyebabkan iritasi mata, selaput lendir, kulit, dan saluran pernapasan tentunya. Bronkospasme, edema paru, pneumonitis, dan obstruksi jalan napas akut dapat terjadi. Paparan inhalasi konsentrasi SO2 dengan konsentrasi yang sangat rendah saja dapat memperburuk penyakit paru kronis, seperti asma dan emfisema. Beberapa penderita asma sangat
28
sensitif mengalami bronkospasme bila terkena SO2 atau memakan makanan yang mengandung sulfit yang diawetkan. SO2 bereaksi dengan air di saluran napas bagian atas untuk membentuk hydrogen, bisulfit, dan sulfit yang semuanya menyebabkan iritasi. Akibatnya, bronkokonstriksi reflex meningkatkan resistensi saluran napas (ATSDR,2014). Sulfur dioksida saja tidak berpotensi mengiritasi paru-paru kecuali konsentrasinya melebihi 10 sampai 20 ppm. Alasan yang jelas untuk potensi rendah ini adalah bahwa SO2 dihirup hampir sepenuhnya diserap di saluran napas atas dan tidak mencapai paru-paru. Hanya beberapa individu yang sensitif dapat menunjukkan perubahan kecil dalam fungsi paru-paru pada konsentrasi 1 sampai 2 ppm, tetapi dalam jangka waktu yang panjang SO2 ini akan berdampak merugikan bagi keseluruhan orang jika terus terpapar dari polutan udara yang satu ini. (Nriagu, 1978) Pada 1 ppm SO2 ada perubahan dosis terkait resistensi aliran paru, gejala subjektif, atau tindakan lain fungsi paru-paru dapat dideteksi pada sebagian subjek. Namun, peneliti lain (Amdur et al, 1953;. Snell dan Luchsinger, 1969; Bates dan Hazucha, 1973;. Andersen et al, 1974 dalam Nriagu, 1978) telah menunjukkan efek dari konsentrasi sebesar 0,75-1,00 ppm SO2 berdampak pada laju aliran ekspirasi puncak, hambatan aliran hidung, frekuensi pernapasan atau volume tidal di beberapa
29
subjek. Burton et al. (1969) dalam Nriagu (1978) memperkirakan bahwa "hyperreactors" atau individu yang sangat rentan terhadap SO2 mungkin merupakan 10 sampai 20% dari populasi orang dewasa muda yang sehat. Tabel 2.2 Dampak Paparan SO2 terhadap Kesehatan Manusia Konsentrasi (ppm)
Pengaruh
3-5
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya (selama 4 jam)
8-12
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan (selama 4 jam)
12-20
Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata dan mengakibatkan batuk (selama 4 jam)
20-50
Maksimum yang diperbolehkan konsentrasi dalam waktu lama
50-100
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak singkat (30 menit)
Sampai 500
untuk
Berbahaya meskipun kontak secara singkat
Sumber : (DEPKES RI 2007 dalam Zakaria dan R.Azizah 2013) 2.1.4.3.1 Paparan Akut Sulfur dioksida larut dalam air pada kulit, mata, dan membran mukosa untuk membentuk asam sulfur, iritasi dan inhibitor transportasi mukosiliar. Sebagian besar sulfur dioksida dihirup didetoksifikasi oleh hati terhadap sulfat dan diekskresikan dalam urin. Ion bisulfit diproduksi
30
ketika SO2 bereaksi dengan air cenderung menjadi inisiator utama sulfur dioksida yang disebabkan bronkokonstriksi. a. Pernapasan Sulfur dioksida pada iritasi pernapasan menginduksi gejala seperti bersin, sakit tenggorokan, mengi, sesak napas, sesak dada, dan rasa sesak napas. Refleks laring kejang dan edema dapat menyebabkan
obstruksi
jalan
napas
akut. Bronkospasme,
pneumonitis, dan edema paru dapat terjadi. Beberapa individu sangat rentan terhadap adanya SO2 dan bereaksi berlebihan terhadap konsentrasi yang pada kebanyakan orang mendapatkan respon yang jauh lebih ringan. Aklimatisasi (penyesuaian fisiologis individu terhadap perubahan lingkungan) juga dapat terjadi pada hingga 80% dari individu yang terkena. Ini tidak selalu menguntungkan meskipun paparan mungkin menjadi kurang subyektif pantas setelah terpapar terus menerus atau berulang-ulang. Penderita asma
yang sensitif terhadap sulfit dalam
makanan dapat mengembangkan bronkospasme atau reaksi anafilaktoid. SO2 bersama dengan komponen lain dari polusi udara bisa memperburuk penyakit cardiopulmonary kronis. Paparan konsentrasi tinggi SO2 dapat menyebabkan Reactive Airway Disfungsi Syndrome (RADS), jenis kimiawi atau iritasi yang disebabkan asma.
31
Anak-anak mungkin lebih rentan terhadap agen korosif daripada orang dewasa karena diameter yang relatif lebih kecil dari saluran udara mereka. Anak-anak juga mungkin lebih rentan karena ventilasi menit yang relatif meningkat per kilogram berat badan dan kegagalan untuk mengevakuasi daerah segera bila terkena. Seperti halnya yang dipaparkan oleh Nadakavukaren (1986) gas SO2 dapat larut dalam mukosa membran hidung, tenggorokan, dan mengiritasi saluran pernapasan bagian atas. Gas SO2 dapat pula bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang merupakan zat yang sangat iritatif terhadap mukosa saluran pernapasan dan jaringan paru. Hal ini dapat menyebabkan matinya sel silia, sehingga aktivitas respiratory clearance akan terganggu. Jika sampai pada jaringan paru, maka fungsi sel makrofag juga terganggu. Oleh karena itu, jika udara pernapasan mengandung bahan pencemar dapat meningkatkan kepekaan terhadap penyakit infeksi saluran pernapasan (bronkitis dan emfisema). Bahan polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat pula menyebabkan sembab membran mukosa sehingga mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan. b. Kulit Sulfur dioksida adalah iritasi kulit parah yang menyebabkan rasa sakit menyengat, kemerahan, dan lecet, terutama pada selaput lendir. Kontak kulit dengan kompresi gas atau SO2 cair dapat menyebabkan radang dingin dan cedera iritasi karena luas
32
permukaan yang relatif lebih besar. Rasio berat badan, anak-anak lebih rentan terhadap racun yang mempengaruhi kulit. c. Penglihatan Konjungtivitis dan kornea luka bakar dapat dihasilkan dari efek iritasi dari uap belerang dioksida atau gas terkompresi dan dari kontak langsung dengan cairan. d. Gastrointestinal Mual, muntah, dan sakit perut telah dilaporkan setelah paparan inhalasi sampai pada dosis tinggi SO2. e. Potensi Gejala Sisa Tingkat eksposur tinggi akut telah mengakibatkan fibrosis paru, bronkitis kronis, dan bronkopneumonia kimia dengan obliterans bronchiolitis. Bronkospasme dapat dipicu pada orang yang memiliki penyakit paru-paru, terutama mereka yang memiliki asma dan emfisema. Jarang terjadi hiperreaktivitas saluran napas onset baru yang dikenal sebagai sindrom disfungsi saluran udara reaktif (RADS), berkembang pada pasien tanpa bronkospasme sebelumnya. 2.1.4.3.2 Paparan Kronis Paparan kronis dapat menyebabkan rasa penciuman berubah (termasuk peningkatan toleransi terhadap rendahnya tingkat SO2), peningkatan kerentanan terhadap infeksi pernafasan, gejala bronkitis
33
kronis, dan mempercepat penurunan fungsi paru. Paparan kronis mungkin lebih serius bagi anak-anak karena potensi masa hidup mereka lebih lama. a. Karsinogenik Badan
Internasional
untuk
Penelitian
Kanker
(IARC)
ditugaskan untuk meneliti polutan sulfur dioksida. SO2 tidak dapat diklasifikasikan untuk efek yang
menyebabkan kanker kepada
manusia. b. Reproduksi dan Efek Perkembangan Sulfur dioksida tidak termasuk dalam racun yang terjadi pada sistem reproduksi dan perkembangan tubuh manusia, laporan pada tahun 1991 yang diterbitkan oleh Kantor Umum Akuntansi Amerika Serikat (GAO) dalam ATSDR (2014) yang berisi daftar 30 bahan kimia yang menjadi perhatian karena diakui secara luas tidak terindikasi ke sistem reproduksi dan perkembangan tubuh manusia. Begitupun dengan rute paparan untuk senyawa SO2 sendiri
tidak
berdampak
kepada
sistem
repsoduksi
dan
perkembangan manusia. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa SO2 adalah genotoxin pada manusia. 2.1.5
Jalur Pajanan SO2 2.1.5.1 Inhalasi Inhalasi
adalah
rute
utama
dari
paparan
belerang
dioksida. Kebanyakan pajanan yang disebabkan oleh polusi udara, dan ini baik jangka pendek dan konsekuensi kesehatan kronis bagi orang-orang dengan penyakit paru-paru. Inhalasi SO2 mudah bereaksi dengan
34
kelembaban membran mukosa untuk membentuk asam sulfur (H2SO3), yang merupakan iritan yang parah. Penderita asma dapat mengalami peningkatan resistensi saluran napas dengan konsentrasi SO2 yang kurang dari 0,1 ppm saat berolahraga. Orang dewasa sehat mengalami peningkatan resistensi saluran napas pada 5 ppm, bersin dan batuk pada 10 ppm, dan bronkospasme pada 20 ppm. Perlindungan pernapasan diperlukan untuk pajanan pada atau di atas 20 ppm. Pajanan dari 50 sampai 100 ppm dapat ditoleransi selama lebih dari 30 sampai 60 menit, tetapi pajanan yang lebih tinggi dapat menyebabkan kematian dari obstruksi jalan napas. SO2 lebih berat daripada udara; dengan demikian, paparan di ventilasi yang buruk, tertutup, atau daerah dataran rendah dapat menyebabkan sesak napas. Anak-anak bisa terpapar pada tingkat yang sama dari polutan SO2 sebagaimana orang dewasa, hanya saja orang dewasa dapat menerima dosis yang lebih besar karena mereka memiliki luas permukaan paru-paru yang lebih besar, rasio berat badan dan peningkatan volume/menit (EPA, 2011). Seperti yang dilansir pula dari ATSDR (1998) Pajanan SO2 sendiri lebih banyak berdampak pada orang dewasa (susah bernafas hingga rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan) dibandingkan anak-anak. Terlebih terdapat studi yang menyiratkan bahwa kesehatan remaja (12-17 tahun) tidak lebih rentan kepeada efek menghirup SO2 dibanding kesehatan orang dewasa. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Layton (1993)
dalam Exposures Factors Handbook US EPA (2011)
35
dimana Layton menggunakan tiga (3) cara pendekatan untuk menilai laju inhalasi antara kelompok umur anak-anak dan dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Pendekatan pertama (1) dengan menggunakan ratarata asupan energi makanan harian untuk kelompok umur anak-anak didapatkan rata-rata asupannya 6,35-13,09 m3/hari untuk anak laki-laki dan 2,35-5,95 m3/hari untuk anak perempuan, sedangkan untuk kelompok umur dewasa laki-laki sebesar 10-19 m3/hari dan 8-12 m3/hari untuk dewasa perempuan. Untuk pendekatan kedua (2) dan ketiga (3) masingmasing 15 m3/hari untuk anak laki-laki, 12 m3/hari untuk anak-anak perempuan, 9,9-11 m3/hari untuk dewasa perempuan, 13-17 m3/hari untuk dewasa laki-laki dan 11-15 m3/hari untuk dewasa perempuan serta 13-17 m3/hari untuk dewasa laki-laki. Sehingga dindikasikan dari ketiga pendekatan yang digunakan oleh Layton bahwasanya rata-rata manusia dewasa lebih besar laju inhalasinya dibandingkan anak-anak. Selain penilaian yang dilakukan Layton (1993) pernyataan bahwa kelompok umur dewasa lebih besar asupan inhalasi dibandingkan dengan kelompok umur anak-anak adalah studi-studi yang dilakukan oleh Environmental Protection Agency (EPA) tahun 2009, Brochu et al. (2006), Arcus-Arth and Blaisdell (2007), Stifelman (2007) penilaian pada aktivitas sehari-hari yang dilakukan kedua kelompok umur seperti pada saat istirahat dan aktivitas bergerak dimana kelompok umur manusia dewasa lebih besar yaitu 22,8 m3/hari untuk laki-laki dan 21,1 m3/hari untuk perempuan, sedangkan untuk anak-anak sebesar 14,8 m3/hari laju inhalasinya.
36
Tabel 2.3 Laju Inhalasi Kombinasi Laki-Laki dan Perempuan per Kelompok Umur untuk Durasi Pajanan Jangka Panjang Kelompok Umur
Rata-rata inhalasi (m3/hari)
Lahir sampai 1 bulan
3,6
1 sampai < 3 bulan
3,5
3 sampai < 6 bulan
4,1
6 sampai < 12 bulan
5,4
1 sampai < 2 tahun
5,4
2 sampai < 3 tahun
8,9
3 sampai < 6 tahun
10,1
6 sampai < 11 tahun
12,0
11 sampai < 16 tahun
15,2
16 sampai < 21 tahun
16,3
21 sampai < 31 tahun
15,7
31 sampai < 41 tahun
16,0
41 sampai < 51 tahun
16,0
51 sampai < 61 tahun
15,7
61 sampai < 71 tahun
14,2
71 sampai < 81 tahun
12,9
≥ 81 tahun
12,2
Sumber : Exposure Factor Handbook (EPA, 2011) Karena kebanyakan studi di bidang penilaian paparan sampai saat ini berfokus pada paparan polusi udara, contoh pertama melihat pada pajanan SO2. Dalam contoh ini, paparan inhalasi mengacu antara polutan
37
udara dan di permukaan tubuh manusia. Rute paparan inhalasi; agen (juga stressor) yang tertarik adalah SO2; target adalah seorang laki-laki; media adalah udara dan permukaan paparan ditentukan sebagai kedudukan titiktitik di atas pintu masuk ke mulut dan hidung. Secara teoritis, konsentrasi paparan adalah rata-rata konsentrasi udara pada setiap titik pada permukaan paparan. Kebutuhan praktis menyatakan bahwa dalam studi yang sebenarnya, udara di sekitar hidung seseorang adalah dengan mutlak diasumsikan tercampur dan konsentrasi paparan yang diukur (misalnya 20 mg/m3) diasumsikan paparan di hidung orang (dengan asumsi bahwa pengukuran berada di dekat orang). Volume kontak adalah volume teoritis udara yang tersedia untuk inhalasi pada periode paparan yang tertarik. Volume udara yang dihirup selama periode paparan merupakan pengganti untuk volume kontak. Seringkali monitor udara pribadi digunakan untuk memperkirakan konsentrasi paparan agen dalam volume kontak (SO2). 2.1.5.2 Kontak Kulit/Mata Paparan Dermal adalah kontak antara agen dan permukaan kulit luar (permukaan exposure) dari target (misalnya manusia). Sebuah titik pada permukaan kulit dianggap terkena jika massa kimia hadir dalam volume kontak yang mengandung titik. Paparan dermal dapat terjadi melalui kontak kulit dengan kimia dalam media yang berbeda. Gambar 2.1 mengilustrasikan paparan daerah tangan, selama satu acara paparan, untuk contohnya pestisida DDT Astra Honda Motor sebagai (agen atau stressor) yang dilakukan media udara, air, dan tanah. Beberapa poin yang terkena molekul DDT dalam matriks tanah. Permukaan paparan dipilih di sini
38
untuk tujuan ilustrasi sebagai daerah persegi panjang pada permukaan stratum korneum, lapisan terluar dari kulit seperti yang ditunjukkan. Paparan sesaat pada titik-titik pada permukaan paparan pada Gambar 2.1 bervariasi secara spasial karena media yang berbeda berada dalam kontak dengan permukaan kulit.
Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media (Zartarian, 1996 dalam IPCS 2004) Untuk SO2 sendiri, pajanan dari 10 sampai 20 ppm menyebabkan iritasi pada selaput lendir. Kontak langsung dengan kompresi gas atau SO2 cair dapat menghasilkan kerusakan kornea yang parah dan luka radang dingin (frostbite) pada kulit. Namun, tidak ada data yang lengkap mengenai pajanan pada penyerapan kulit.
39
2.1.5.3 Ingesti Menelan SO2 sangat dimungkinkan karena SO2 merupakan gas yang terdapat pada suhu kamar. SO2 digunakan dalam jumlah kecil sebagai bahan tambahan makanan dan pengawet anggur. Penderita asma bisa sangat sensitif mengembangkan bronkospasmenya setelah mengonsumsi makanan atau minum anggur yang diawetkan dengan SO2 atau bahan pengawet sulfur lainnya. Konsentrasi Polutan SO2
Sumber Polutan SO2:
Alamiah (Gunung Berapi, Batuan yang mengandung sulfur, pembusukan bahan organic oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis) Antropogenik (Transportasi, industri, pembangkit tenaga listrik yang menggunakan batubara)
Dampak Kesehatan :
Manusia Terpapar SO2:
Inhalasi (Pernapasan) Ingesti (Mulut)
Dosis yang diterima tubuh manusia
Target Organ :
Saluran Pernafasan Bronkospasme Edema Paru Sakit Tenggorokan Mengi Sesak Napas Obstruksi Jalan Napas Mual-mual
Paru-paru Tenggorokan Saluran Pencernaan (Lambung)
Bagan 2.1 Jalur Pajanan Polutan SO2 ke Manusia 2.2
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
2.2.1
Paradigma Penilaian risiko Paradigma penilaian risiko yang diterima secara luas meliputi langkah-langkah identifikasi bahaya, penilaian dosis-respons, penilaian paparan dan karakterisasi risiko (NRC, 1983). Menggunakan biomarker untuk mengukur eksposur dapat berkontribusi dalam berbagai langkah, yaitu, penentuan apakah agen mungkin menimbulkan ancaman bagi
40
kesehatan manusia, ada kebutuhan untuk menghubungkan paparan dengan hasil yang merugikan. Mengingat efek yang berbeda pada eksposur yang berbeda, ada kebutuhan untuk memahami efek khusus dari eksposur berbeda, terutama di tingkat bawah paparan. Kemudian, dalam tahap penilaian eksposur tingkat eksposur sangat tergantung pada agen dan lingkungan dan dibangun di atas spesifik model sumber-jalan-receiver digunakan selama identifikasi bahaya. Model sumber-jalan-receiver adalah pendekatan umum untuk menghubungkan sumber bahan kimia, jalur gerakan di lingkungan, dan rute paparan berbagai reseptor, dalam kasus penilaian risiko individu atau kelompok individu (Nelson 1997). Isu-isu kritis dalam penilaian paparan meliputi karakterisasi besarnya, frekuensi, durasi paparan, dasar untuk penilaian, dan identifikasi sub kelompok yang sangat terbuka. Karakterisasi Risiko memerlukan pertimbangan asumsi dan model yang digunakan, dan ketidakpastian petugas yang digunakan dalam mengembangkan perkiraan risiko. Perkiraan ini kemudian menjadi dasar untuk pilihan yang akan dipilih pada tahap manajemen risiko (Schulte & Waters, 1999). Estimasi kuantitatif risiko kesehatan tergantung pada kedua karakterisasi paparan dan sifat hubungan dosis-respons atau toksisitas dari agen yang terlibat. Ketidakpastian terbesar dalam penilaian risiko hampir selalu muncul dari data jarang atau tidak memadai paparan, kurangnya pemahaman mekanisme toksisitas, dan kurang memahami jalur paparan dosis-respons (Becking, 1995; McClellan, 1995). Dua faktor tambahan dapat menyebabkan ketidakpastian dalam ketetapan risiko. Ini termasuk
41
campuran atau beberapa eksposur terlibat dalam jalur penyakit, dan variabilitas dari kedua eksposur dan tanggapan dalam dan di antara individu. Penelitian
Risk Assesment
Laboratorium Lapangan Klinik Tempat Kerja Epidemiologi
Identifikasi Bahaya
Observasi dan pengukuran lapangan Model riwayat dan perjalanan (agen risiko) di
lingkungan
Pengembangan opsi regulasi
Agen risiko (fisik, kimia, biologi) apa saja yang dianggap berbahaya
Mekanisme toksisitas Pengembangan metode dan validasi Dosis ekstrapolasi dan spesies
Pengelolaan Risiko
Analisis DoseResponse/Karakteristik Bahaya Bagaimana kejadian tersebut dikaitkan dengan
efek kritis??
Karakterisasi Risiko Bagaimana efeknya pada populasi??
Pertimbangan ekonomi, social, politik dan teknologi
Analisis Pajanan Siapa akan terpajan oleh apa, kapan,dimana, berapa lama, dan melalui jalur pajanan yana mana??
Tujuan Keputusan dan Aksi
Bagan 2.2 Paradigma Untuk Penelitian/Penilian Risiko/Manajemen Risiko (NAS/NRC, 1983 dalam Kemenkes 2012) Ada ambiguitas dalam penilaian terminologi risiko yang harus diidentifikasi. Misalnya, pertimbangan paparan akan terjadi di dua tempat dalam model penilaian risiko. Pada tahap identifikasi bahaya, paparan adalah komponen dari penelitian yang mendasari. Hal ini berbeda dari tahap
penilaian risiko, di mana tingkat paparan dari penduduk (yang
berisiko sedang ditandai) dengan bahaya yang diidentifikasi ditentukan.
42
Dalam arti yang sama, pertimbangan dosis-respons muncul di dua tempat. Salah satu kriteria bahaya adalah temuan dari hubungan dosis-respons dalam studi komponen. Selain itu dalam tahap dosis-respons penilaian risiko, tujuannya adalah untuk memastikan apakah ada hubungan dosisrespons dalam semua data yang tersedia, mengidentifikasi bentuk kurva dan memproyeksikan paparan atau tingkat dosis, di mana efek kesehatan yang dikurangi atau diyakini absen. Akhirnya, konsep kerentanan dapat beraksi throughtout model penilaian risiko. Dalam identifikasi bahaya genlingkungan interaksi atau efek modifikasi dapat dinilai, dan juga dalam dosis-respons tahap kepekaan dapat diperhitungkan. Akhirnya, pada tahap karakterisasi risiko, proyeksi risiko yang berbeda dapat ditentukan untuk berbagai subkelompok populasi diidentifikasi oleh faktor kerentanan. Analisis Risiko merupakan sebuah proses untuk mengendalikan situasi atau keadaan dimana organisme, sistem, atau sub/populasi mungkin terpajan bahaya. Proses risk analysis meliputi 3 komponen yaitu penilaian risiko, pengelolaan risiko, dan komunikasi risiko. ARKL merupakan sebuah proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada kesehatan manusia, termasuk juga identifikasi terhadap keberadaan faktor ketidapastian, penelusuran pada pajanan tertentu, memperhitungkan karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi perhatian dan karakteristik dari sasaran spesifik (IPCS, 2004 dalam Besmanto dkk ) Ciri ARKL dimana pajanan agen risiko yang diterima setiap individu dinyatakan sebagai intake atau asupan. Studi epidemiologi umumnya tidak
43
perlu memperhitungkan asupan individual ini, perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi agen risiko di dalam media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri (seperti berat badan dan laju inhalasi atau pola konsumsi ) dan pola aktivitas waktu kontak dengan risk agent dan risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan atas efek karsinogenik dan efek nonkarsinogenik dengan perhitungan yang berbeda. ARKL
tidak dimaksudkan untuk mencari indikasi, menguji
hubungan atau pengaruh dampak lingkungan terhadap kesehatan (kejadian penyakit yang berbasis lingkungan), melainkan untuk menghitung atau menaksir risiko yang telah, sedang dan akan terjadi, besaran risiko pada ARKL dinyatakan sebagai RQ (Risk Quotient) untuk nonkarsinogenik dan ECR (Excess Cancer Risk) untuk karsinogenik serta kualitas risiko nonkarsinogenik
dan
karsinogenik
pengelolaan dan komunikasi
risiko
digunakan secara
untuk
merumuskan
spesifik,
pada ARKL
menawarkan pengelolaan risiko secara kuantitatif seperti penetapan baku mutu dan reduksi konsentrasi (Rahman, 2007). 2.2.2
Karakteristik EKL dan ARKL ARKL masih jarang digunakan dalam kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan masyarakat. Kebanyakan analisis
dilakukan secara
konservatif dengan studi epidemiologi. Memang, selama berabad-abad studi epidemiologi telah menjadi metoda investigasi penyakit infeksi di masyarakat (WHO 1983). Boleh jadi sebagian akademisi dan praktisi kesehatan masyarakat berpendapat bahwa epidemiologi merupakan satusatunya metoda kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan. Oleh karena
44
itu bisa difahami jika masih banyak salah persepsi dan pemertukaran EKL (Epidemiologi Kesehatan Lingkungan) dengan ARKL (Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan). Sekurang-kurangnya ada 6 ciri yang membedakan EKL dan ARKL, yaitu: 1. Dalam ARKL, pajanan risk agent yang diterima setiap individu dinyatakan sebagai intake atau asupan. Studi epidemiologi umumnya tidak (perlu) memperhitungkan asupan individual ini. 2. Dalam ARKL, perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi risk agent di dalam media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri (seperti berat badan dan laju inhalasi atau pola konsumsi) dan pola aktivitas waktu kontak dengan risk agent. Dalam EKL konsentrasi dibutuhkan tetapi karakteristik antropometri dan pola aktivitas individu bukan determinan utama dalam menetapkan besaran risiko. 3. Dalam ARKL, risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan atas efek karsinogenik dan efek nonkarsinogenik, dengan perhitungan yang berbeda. Dalam EKL, teknik analisis efek kanker dan nonkanker pada dasarnya adalah sama. 4. Dalam EKL, efek kesehatan (kanker dan nonkanker) yang ditentukan dengan berbagai pernyataan risiko (seperti odd ratio, relative risk atau standardized mortality ration) didapat dari populasi yang dipelajari. ARKL tidak dimaksudkan untuk mencari indikasi, menguji hubungan atau pengaruh dampak lingkungan terhadap kesehatan (kejadian penyakit yang berbasis lingkungan), melainkan untuk menghitung atau menaksir risiko yang telah, sedang dan akan terjadi. Efek tersebut, yang dinyatakan
45
sebagai nilai kuantitatif dosis-respon, harus sudah ditegakkan lebih dahulu, yang didapat dari luar sumber-sumber populasi yang dipelajari, bahkan dari studi-studi toksisitas uji hayati (bioassay) atau studi keaktifan biologis risk agent. 5. Dalam
ARKL,
besaran
risiko
(dinyatakan
sebagai
RQ
untuk
nonkarsinogenik dan ECR untuk karsinogenik) tidak dibaca sebagai kelipatan risiko melainkan sebagai besaran probalitias. Jadi misalnya, RQ = 2 tidak sama dengan OR = 2. 6. Kuantitas risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik digunakan untuk merumuskan pengelolaan dan komunikasi risiko secara lebih spesifik. ARKL menawarkan pengelolaan risiko secara kuantitatif seperti penetapan baku mutu dan reduksi konsentrasi. Pengelolaan dan komunikasi risiko bukan bagian integral studi EKL dan jika ada, hanya relevan untuk populasi yang dipelajari.
46
Bagan 2.3 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menentukan tipe studi mana yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkungan terhadap kesehatan manusia (ATSDR, 1996 dalam Rahman, 2007) Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tadi, analisis risiko terbagi menjadi empat langkah yaitu (1) identifikasi bahaya (hazard identification), (2) analisis dosis-respon (dose-response assessment), (3) analisis pemajanan (exposure assessment) dan (4) karakteristik risiko (risk characterization) seperti digambarkan
dalam bagan 2.4 (Louver and
Lovar 1998 dalam Rahman 2007). Risk analysis menggunakan sains, teknik, probabilitas dan statistik untuk memprakirakan dan menilai besaran dan kemungkinan risiko kesehatan dan lingkungan yang akan terjadi sehingga semua pihak yang peduli mengetahui cara mengendalikan dan mengurangi risiko tersebut.
47
Bagan 2.4 Ruang lingkup langkah-langkah analisis risiko. Penilaian risiko hanya pada bagian di dalam kotak garis putus-putus. (Louvar-Louvar 1998 hal.5 dalam Rahman 2007) 2.2.3
Identifikasi Bahaya Identifikasi
bahaya
merupakan
langkah pertama
dalam
ARKL yang digunakan untuk mengetahui secara spesifik agen risiko apa
yang berpotensi
menyebabkan gangguan kesehatan bila tubuh
terpajan. Sebagai pelengkap dalam identifikasi bahaya dapat ditambahkan gejala – gejala gangguan kesehatan apa yang terkait erat dengan agen
risiko
yang
akan dianalisis. Tahapan ini harus menjawab
pertanyaan agen risiko spesifik apa yang berbahaya, di media lingkungan yang
mana
agen
risiko
sering
ditemukan,
seberapa
besar
kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan, gejala kesehatan apa yang potensial. (Kemenkes, 2012)
48
2.2.4
Penilaian Dosis Respon Setelah melakukan identifikasi bahaya (agen risiko, konsentrasi dan media lingkungan ), maka tahap selanjutnya
adalah melakukan
analisis dosis- respons yaitu mencari nilai RfD (Reference Dose untuk jalur ingesti), dan/atau RfC (Reference Concentration untuk jalur inhalasi), dan/atau CSF (Cancer Slope Factor) dari agen risiko yang menjadi fokus ARKL, serta memahami efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh agen risiko tersebut pada tubuh manusia. Analisis dosis respon ini tidak harus dengan melakukan penelitian percobaan sendiri namun cukup dengan merujuk pada literatur yang tersedia. Langkah analisis dosis respon ini dimaksudkan untuk a) Mengetahui jalur pajanan (pathways) dari suatu agen risiko masuk ke dalam tubuh manusia. b) Memahami perubahan gejala atau efek kesehatan yang terjadi akibat peningkatan konsentrasi atau dosis agen risiko yang masuk ke dalam tubuh. c) Mengetahui dosis referensi (RfD) atau konsentrasi referensi (RfC) atau slope factor (SF) dari agen risiko tersebut. Di dalam laporan kajian ARKL ataupun dokumen yang menggunakan ARKL sebagai cara/metode kajian, analisis dosis – respon perlu dibahas dan dicantumkan. Analisis dosis – respon dipelajari dari
berbagai
toxicological reviews, jurnal ilmiah, atau artikel terkait lainnya yang merupakan hasil dari penelitian eksperimental. Di dalam laporan kajian ARKL ataupun dokumen yang menggunakan
49
ARKL sebagai cara/ metode kajian, analisis dosis – respon perlu dibahas dan dicantumkan. Analisis dosis – respon dipelajari dari berbagai tinjauan toksikologi, jurnal ilmiah, atau artikel terkait lainnya yang merupakan hasil dari penelitian eksperimental. Untuk memudahkan, analisis dosis – respon dapat dipelajari pada situs : www.epa.gov/iris Uraian tentang dosis referensi (RfD), konsentrasi referensi (RfC), dan slope factor (SF) adalah sebagai berikut : a. Dosis referensi dan konsentrasi yang selanjutnya disebut RfD dan RfC adalah nilai yang dijadikan referensi untuk nilai yang aman pada efek non karsinogenik suatu agen risiko, sedangkan SF (slope factor) adalah referensi untuk nilai yang aman pada efek karsinogenik. b. Nilai RfD, RfC, dan SF merupakan hasil penelitian (experimental study) dari berbagai sumber baik yang dilakukan langsung pada obyek
manusia
maupun
merupakan ekstrapolasi dari hewan
percobaan ke manusia. c. Untuk mengetahui RfC, RfD, dan SF suatu agen risiko dapat dilihat pada Integrated Risk Information System (IRIS) yang bisa diakses di situs www.epa.gov/iris. d. Jika tidak ada RfD, RfC, dan SF maka nilai dapat diturunkan dari dosis eksperimental yang lain seperti NOAEL (No Observed Adverse Effect Level), LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect Level), MRL (Minimum Risk Level), baku mutu udara ambien pada NAAQS (National Ambient Air Quality Standard) dengan catatan
50
dosis eksperimental tersebut mencantumkan faktor antropometri yang jelas (Wb, tE, fE, dan Dt).
Satuan dosis referensi (RfD) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat per kilogram (kg) berat badan per hari, disingkat mg/kg/hari. Dalam literatur terkadang ditulis mg/kgxhari, mg/kg/hari, dan mg/kg-hari. Satuan konsentrasi referensi (RfC) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat per meter kubik (m3) udara, disingkat mg/m3. Konsentrasi referensi ini dinormalisasikan menjadi satuan mg/kg/hari dengan ara memasukkan laju inhalasi dan berat badan yang bersangkutan. Tabel 2.4 Contoh RfC beberapa agen risiko atau spesi kimia jalur inhalasi No
Agent
Dosis Respon
Efek Kritis dan Referensi Kenaikan keparahan ninitis dan pneumonia dengan
1
NH3
2,86E-2
lesi pernafasan pada uji hayati tikus subkronik (Broderson et al 1976) Lesi nasal lender olfaktori pada uji hayati tikus
2
H2S
5,71E-4
3
Pb
4,93E-4
4
NO2
2E-2
Gangguan saluran pernafasan (EPA/NAAQS 1990)
5
SO2
0,21
Gangguan saluran pernafasan (EPA/NAAQS 2010)
6
TSP
2,42
Gangguan saluran pernafasan (EPA/NAAQS 1990)
subkronik (Brenneman et al 2000) Perubahan
tingkat
enzim
an
perkembangan
neurobehavioral anak-anak (IRIS 2006)
Sumber: (Rahman, 2007) (EPA, 2010)
51
2.2.5
Analisis Pemajanan Setelah melakukan langkah 1 dan 2, selanjutnya dilakukan Analisis pemajanan yaitu dengan mengukur atau menghitung intake / asupan dari agen risiko. Untuk menghitung intake digunakan persamaan atau rumus
yang
berbeda.
Data
yang
digunakan
untuk
melakukan
perhitungan dapat berupa data primer (hasil pengukuran konsentrasi agen risiko pada media lingkungan yang dilakukan sendiri) atau data sekunder (pengukuran konsentrasi agen risiko pada dilakukan
oleh
pihak
lain
yang
media
dipercaya
lingkungan
yang
seperti BLH, Dinas
Kesehatan, LSM, dll), dan asumsi yang didasarkan pertimbangan yang
logis
atau menggunakan nilai default yang tersedia. Data yang
digunakan untuk melakukan perhitungan intake yaitu: 1. Konsentrasi agen risiko 2. Laju asupan atau banyaknya
volume
udara yang masuk setiap
jamnya. Oleh karena laju asupan berhubungan dengan berat badan, berdasarkan data yang tersedia Abrianto (2004) merumuskan hubungan berat badan dengan laju asupan dengan persamaan regresi linier y= 5,3 Ln(x) – 6,9. Dengan y = R (m3/hari) dan x = Wb (kg). 3. Lamanya atau jumlah jam terpajan setiap harinya 4. Lamanya atau jumlah hari terpajan setiap tahun 5. Lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan 6. Berat badan Adapun rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut : Perhitungan intake non karsinogenik (
)
Intake pada jalur pemajanan inhalasi (terhirup)
52
Keterangan : Tabel 2.5 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada Jalur Inhalasi
Notasi I (Intake)
Definisi Jumlah
konsentrasi
agen risiko (mg) yang
Satuan
Nilai default
mg/kg x
Tidak ada nilai default
hari
masuk ke dalam tubuh manusia dengan
berat
badan tertentu (kg) setiap harinya konsentrasi agen risiko C
pada
media
udara
mg/m3
Tidak ada nilai default
(Concentration) (udara ambien)
Laju R (Rate) Laju Asupan
asupan
banyaknya
atau volume
udara yang masuk setiap
Dewasa (>13 tahun) : 3
m /jam
0,83 m3 /jam
jamnya Anak – anak (6 – 12
(Inhalasi)
tahun) : 0,5 m3 /jam tE (time of
Lamanya atau jumlah
exposure)
jam terjadinya pajanan
Waktu Pajanan
setiap harinya
Jam/hari
Pajanan pada pemukiman : 24 jam/hari - Pajanan pada
53
lingkungan kerja : 8 jam/hari - Pajanan pada sekolah dasar : 6 jam/hari fE (frecuency
Lamanya atau jumlah
Hari/tahu - Pajanan pada
of
hari terjadinya pajanan
n
exposure)
pemukiman :
setiap tahunnya
350 hari/tahun
Frekuensi
- Pajanan pada
Pajanan
lingkungan kerja : 250 hari/tahun
Dt (duration
Lamanya atau jumlah
time)
tahun terjadinya pajanan
Tahun
Residensial (pemukiman)
Durasi
/pajanan seumur
Pajanan
hidup : 30 tahun (lifetime) ataupun secara realtime
Wb (weight of
Berat badan manusia /
body)
populasi / kelompok
Indonesia : 55 Kg
Berat Badan
Populasi
Anak – anak : 15 Kg
tavg (non
Periode waktu rata –
karsinogenik)
rata untuk efek non karsinogen
Kg
Hari
- Dewasa asia /
30 tahun x 365 hari/tahun =
54
(time average)
10.950 hari
Laju inhalasi dapat diturunkan dari berat badan dengan persamaan logaritmik. Nilai laju inhalasi normal (Abrianto, 2004) , yaitu dengan persamaan y = 5,3 ln(x)-6,9 dengan y = R (m3/hari) dan x = Wb (kg). nilai laju inhalasi ini dianggap paling cocok dengan masyarakat Indonesia karena sesuai dengan berat badan masing-masing individu. Sama halnya dengan nilai laju inhalasi (asupan), untuk nilai durasi pajanan, waktu pajanan dan frekuensi pajanan dapat disesuaikan dengan lama tinggal masyarakat di lokasi penelitian sehingga dapat diketahui lama individu sebenarnya (real time) berdiam diri di lokasi penelitian. 2.2.6
Karakteristik Risiko Langkah ARKL yang terakhir adalah karakterisasi risiko yang dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko atau dengan kata lain menentukan apakah agen risiko pada konsentrasi tertentu yang dianalisis pada ARKL berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat (dengan karakteristik seperti berat badan, laju inhalasi/konsumsi, waktu, frekuensi, durasi pajanan yang tertentu) atau tidak. Karakteristik risiko dilakukan dengan membandingkan / membagi intake dengan dosis /konsentrasi agen risiko tersebut. Variabel yang digunakan untuk menghitung tingkat risiko adalah intake (yang didapatkan dari analisis pemajanan) dan dosis referensi (RfD) / konsentrasi referensi (RfC) yang didapat dari literatur yang ada.
55
Nilai RQ didapatkan dengan menggunakan rumus
Keterangan : I
: Intake dari hasil perhitungan penilaian pajanan (mg/kg/hari)
RfC
: Dosis atau konsentrasi referensi secara inhalasi (mg/kg/hari)
Hasil perhitungan RQ akan diketahui : 1. Jika RQ > 1, maka konsetrasi agen berisiko dapat menimbulkan efek merugikan kesehatan 2. Jika RQ ≤ 1, maka konsentrasi agen belum berisiko menimbulkan efek kesehatan 2.2.7
Manajemen Risiko Berdasarkan hasil dari analisi risiko, dapat dirumuskan beberapa pilihan manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dengan memanipulasi nilai faktor-faktor pemajanan yang berada dalam persamaan intake sehingga asupan lebih kecil atau sama dengan dosis referensi toksisitasnya. Pada dasarnya hanya ada dua cara menyamakan intake dengan RfC, yaitu menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak. Berarti hanya variabel-variabel permasamaan inatake tertentu saja yang bisa diubah-ubah nilainya. 1) Rumus mencari konsentrasi aman
2) Rumus mencari waktu pajanan yang aman
56
3) Rumus mencari frekuensi pajanan yang aman
Dengan keterangan : Ink
= Intake (mg/kg/hari)
C
= Konsentrasi SO2
R
= Laju asupan udara (m3/jam)
tE
= Waktu pajanan harian (jam/hari)
fE
= Frekuensi pajanan (hari/tahun)
Wb
= Berat badan responden (kg)
Dt
= Durasi pajanan (real time, 30 tahun untuk lifetime)
tavg
= Periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat nonkarsinogenik)
RfC
= Konsentrasi referensi (mg/kg/hari)
RQ
= Risk Qoutient (besar risiko)
Cmaks = Konsentrasi agen risiko yang aman (mg/m3) tEmaks = Waktu pajanan yang aman (hari/tahun) fEmaks = Frekuensi pajanan yang aman (hari/tahun
57
Faktor Iklim (suhu, kelembaban, kecepatan angin, curah hujan, radiasi matahari) Interaksi dengan polutan lain
Sumber : Alamiah Kegiatan Manusia
Peningkatan zat pencemar SO2 di udara
Identifikasi Bahaya
Analisis Pemajanan
Analisis Dosis- Respon
Pajanan ke Manusia
Antropometri: Laju Inhalasi Berat Badan
NOAEL /LOAEL
Penelitian Epidemiologi atau hewan
Pola Aktivitas Waktu Pajanan Frekuensi Pajanan Durasi Pajanan Periode Waktu Rata-rata Harian
RfC
Karakterisasi Risiko (RQ)
RQ ≤ 1
RQ > 1
Manajemen Risiko
Bagan 2.5 Alur Kerja ARKL
58
2.3
Paradigma Kesehatan Lingkungan Patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan ke dalam suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan hubungan interaksi antara kompnen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakit dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut pada hakikatnya adalah paradigm kesehatan lingkungan. Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan pada titik mana atau simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa memahami patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan, sulit melakukan pencegahan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk dikenal berakar pada budaya. Perilaku penduduk yang merupakan salah satu representasi budaya merupakan salah satu variabel kependudukan. Variabel kependudukan lain seperti kepadatan, umur, gender, pendidikan, genetik, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kejadian penyakit pada hakikatnya hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan. Dengan kata lain pula, gangguan kesehatan merupakan resultant dari hubungan interaktif antara lingkungan dan variabel kependudukan Patogenesis
penyakit
dalam
perspektif
lingkungan
dan
kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul pada gambar 2.3. Dengan mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan dapat
59
diuraikan ke dalam 5 simpul, yakni simpul 1, kita sebut sebagai sumber penyakit; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender;
Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan (Teori Simpul) (Achmadi,2012) sedangkan simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah
mengalami
interaksi
lingkunganyang mengandung agen
atau
exposuredengan
komponen
penyakit. Sedangkan simpul ke-5
adalah semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul tersebut. Sebagai contoh adalah iklim, kebijakan, topografi, dan suhu lingkungan. Titik-titik simpul tersebut pada dasarnya menuntun kita sebagai simpul pencegahan atau simpul manajemen. Untuk mencegah penyakit tertentu tidak perlu menunggu hingga simpul 4 terjadi. Dengan
60
mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah sebuah proses kejadian hingga simpul 3, 4, atau 5. (Achmadi, 2012) 2.4
Kerangka Teori Berdasarkan teori, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi risiko pajanan SO2 pada populasi berisiko, yaitu konsentrasi SO2 di lingkungan, karakteristik antropometri (laju inhalasi, berat badan), pola aktivitas (waktu pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, periode waktu rata-rata harian), dan konsentrasi rujukan (RfC). Konsentrasi SO2 dipengaruhi oleh sumber pencemar, faktor iklim dan interaksi dengan polutan lain. Konsentrasi rujukan (RfC) didapat berdasarkan hasil penelitian penelitian epidemiologi atau perhitungan besar kecil toksisitas kronik objek kajian (NOAEL dan LOAEL). Data karakteristik antropometri dan pola aktivitas dapat diperoleh dari hasil survey, hasil penelitian sebelumnya, rujukan nilai yang ditetapkan oleh lembaga penelitian pemerintah, atau nilai internasional (default).
Manajemen Risiko
Sumber Polutan SO2 Alamiah (Gunung Berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara biologis) Antropogenik (pembakaran bahan bakar minyak, gas dan batubara seperti dari transportasi dan kegiatan industri)
Pola Aktivitas dan Karakteristik Antropometri Manusia
Udara Air Pangan Vektor Penular Manusia
Waktu Kontak Pajanan Frekuensi Pajanan Durasi Pajanan Periode waktu rata-rata Berat Badan Laju inhalasi/ingesti/oral
Intake/ Asupan
Kebijakan; perkembangan ekonomi, sosial, politik dan teknologi
Bagan 2.6 Kerangka Teori ARKL SO2 Sumber: IPCS (2004),(Rahman (2007), (Achmadi,2012) dan Pedoman ARKL Kemenkes (2012), ATSDR(2014)
61
Risiko Kesehatan
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep Berdasarkan
kerangka
teori
dan
jalur
migrasinya
dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi SO2 pada udara ambien di permukiman sekitar industri PT. Pusri Palembang dapat terpajan ke masyarakat melalui jalur inhalasi lalu masuk ke dalam tubuh manusia tersebut. Intake (Asupan SO2) pada populasi dipengaruhi oleh konsentrasi SO2 di udara ambien, antropometri dan pola aktivitas populasi berisiko. Sedangkan tingkat risiko kesehatan aman atau tidak amannya masyarakat di permukiman dapat diperoleh dengan cara membagi asupan Intake (Asupan SO2) dengan konsentrasi rujukan (RfC) yang nilainya bersifat konstanta. Konsentrasi SO2 dipengaruhi oleh faktor iklim seperti suhu, kelembaban, dan kecepatan angin, namun untuk variabel-variabel yang mempengaruhi konsentrasi SO2 ini tidak diukur dalam penelitian kali ini. Yang termasuk variabel antropometri adalah laju asupan dan berat badan. Sedangkan yang termasuk variabel pola aktivitas adalah waktu pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan durasi pemajanan. Penghitungan karakteristik risiko dipengaruhi oleh nilai konsentrasi rujukan. Konsentrasi rujukan (RfC) merupakan nilai kuantitatif toksisitas suatu agen. Apabila tingkat risiko kesehatan (RQ) lebih besar dari satu, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan risiko melalui manajemen risiko.
62
63
Karakteristik Individu
Berat Badan Laju Asupan
Pola Aktivitas
Frekuensi Pajanan Durasi Pajanan Waktu Pajanan
Intake (Asupan SO2)
Konsentrasi SO2 yang terpajan oleh masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ARKL SO2
Besar Risiko (RQ) SO2 dalam udara ambien
64
3.2
Definisi Operasional Hasil Ukur/
No.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur Satuan
1
Konsentrasi
Kandungan gas SO2 yang
SO2 di udara terdapat dalam satuan volume (C)
udara ambien di pemukiman
Menggunakan metode Impinger
sekitar PT.Pusri pada jarak
mg/ m3
Rasio
Kg
Rasio
m3/jam
Rasio
pararosanilin
1300 meter dari sumber emisi PT. Pusri Palembang 2
Berat Badan
Satuan
massa
berat
badan Pengukuran berat
Timbangan
badan
Berat Badan
manusia pada saat penelitian (Wb) dilakukan (Kemenkes, 2012) 3
Laju (R)
Asupan Volume udara yang dihirup per jam
Memasukkan
nilai
berat badan ke dalam
64
Rumus perhitungan laju
regresi laju asupan 4
5
asupan
Waktu Pajanan Lamanya seseorang terpajan oleh ( )
SO2 di lokasi penelitian
Frekuensi
Lamanya masyarakat tinggal di
Pajanan (fE)
tempat
penelitian
Wawancara
Kuisioner
Jam/hari
Rasio
Wawancara
Kuisioner
Hari/tahun
Rasio
Wawancara
Kuisioner
Tahun
Rasio
mg/kg/hari
Rasio
dihitung
menurut hari dalam setahun. (Rahman, 2005) 6
Durasi Pajanan Lamanya waktu terpajan oleh (
)
SO2 di lokasi penelitian dihitung mulai dari masyarakat tinggal di lokasi penelitian
7
Intake/ Asupan Banyaknya SO2 (
SO2
jumlah konsentrasi
yang memiliki efek non
Memasukkan
data
konsentrasi,
laju Rumus
kanker
(tidak
menyebabkan
asupan, berat badan, perhitungan
65
kanker)
pada
lingkungan,
sebuah
yang
media
masuk
dalam tubuh manusia
ke
waktu
pajanan,
frekuensi pajanan, dan
setiap
surasi
pajanan
harinya yang dinyatakan dalam
dalam
satuan mg/kg/hari (Kemenkes,
perhitungan
ke
Intake (Asupan) menggunakan kalkulator
rumus
2012). 8
Karakteristik
Besarnya risiko yang dinyatakan
Perhitungaan
Risiko (RQ)
dalam angka tanpa satuan yang
karakterisasi
risiko
Rumus
tidak
merupakan
untuk
kronis
Perhitungan
berpotensi
tingkat risiko
gangguan
dengan
kesehatan
perbandingan
perhitungan antara
intake
efek
nonkarsinogenik
dengan dosis dibagi konsentrasi
dengan
referensi dari suatu agen risiko
membandingkan
non karsinogenik dapat juga
RQ < 1 :
asupan
SO2
menggunakan RQ ≥ 1 : pada
kalkulator berpotensi
diinterpretasikan
sebagai
populasi dengan dosis menimbulka
aman/tidak amannya suatu agen
referensi inhalasi SO2.
66
n gangguan
Rasio
risiko
terhadap
sistem,
atau
organisme,
kesehatan
sub/populasi.
(Kemenkes, 2012).
67
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode studi ARKL sebagai dampak pajanan SO2 di udara pada penduduk yang bermukim di sekitar PT. Pusri Palembang. ARKL bertujuan memperkirakan risiko yang diterima suatu masyarakat akibat pajanan agen-agen pencemar di lingkungan. ARKL bukan studi epidemiologi yang memaparkan efek-efek kesehatan dan agen sebagai variabel independen dengan tujuan memperoleh hubungan kausalitas antar variabel yang dipaparkan. Studi ARKL dalam penelitian
ini digunakan untuk mengestimasi
risiko pajanan SO2 di dalam udara ambien di pemukiman penduduk sekitar industri PT. Pusri Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan tahun 2016. Langkah studi ARKL (Rahman, 2008) antara lain identifikasi bahaya, analisis pemajanan, analisis dosis-respon, dan karakteristik risiko serta manajemen risiko apabila nilai besar risiko lebih dari satu (RQ>1). 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di wilayah sekitar kawasan PT. Pusri Palembang dengan radius 1.300 meter yang peneliti tentukan yaitu dengan asumsi dari sumber cerobong emisi gas PT. Pusri Palembang (Packed Boiler) yang terdiri dari RW 7 dan RW 4 (Kelurahan Sungai Buah), RW 01 dan 08 (Kelurahan 3
68
69
Ilir), RW 01 RW 04 (Kelurahan 1 Ilir), dan RW 04, RW 07 dan RW 08 (Kelurahan Tangga Takat) dan berdasarkan faktor yang menyebutkan bahwa semakin tinggi stack (cerobong) maka konsentrasi polutan yang menyebar di lingkungan hingga sampai dipermukaan tanah akan semakin menurun dan terus berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber (Juliani, dkk). Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016.
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian Sumber : Google earth Keterangan : : Radius 1.300 meter : Titik Emisi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
70
4.3 Subjek Studi Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan mempunyai 2 subjek studi, yaitu : 1. Populasi manusia yang berisiko. 2. Risk agent, terdapat dalam media lingkungan yang menjalani populasi manusia yang berisiko
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian 4.4.1 Populasi Subyek Populasi pada penelitian ini adalah penduduk yang bermukim di daerah sekitar industri PT. Pusri Palembang dengan radius 1.300 meter
yang terpajan SO2 pada saat dan
sebelum penelitian ini
berlangsung. 4.4.2 Sampel 1. Manusia Sampel pada penelitian ini adalah masyarakat dewasa yang berumur 17 tahun keatas yang bermukim lebih dari 2 tahun di lokasi penelitian dengan radius 1.300 meter dari pusat industri PT. Pusri Palembang 2. Lingkungan (Udara) Sampel lingkungan adalah udara ambien di pemukiman penduduk sekitar industri PT.Pupuk Sriwidjaja Palembang, dikumpulkan dengan metode pararosanilin dengan peralatan impinger.
71
4.4.3
Pengambilan dan Perhitungan Sampel Manusia Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan mengestimasi rata-rata jumlah penduduk dewasa yang terbagi ke dalam 3 pembagian lokasi. Dimana lokasi ditentukan berdasarkan jarak emisi gas buang PT. Pusri Palembang yaitu 800 meter, 1.050 meter, 1.300 meter. Maka lokasi 1 yaitu penduduk yang bermukim di radius 800 meter, lokasi 2 yaitu penduduk yang bermukim di antara radius 8001050 meter, lokasi 3 yaitu penduduk yang bermukim di antara radius 1050-1300 meter
Gambar 4.2 Cluster Sampling Keterangan
:
: Radius 800 meter : Radius 1050 meter : Radius 1300 meter
72
Penentuan sampel subyek dalam penelitian ini menggunakan rumus estimasi rata-rata pada sampel acak sederhana dengan presisi mutlak dikarenakan variabel-variabel yang digunakan berskala rasio, yaitu :
Keterangan: n
: Besar Sampel
N
: Besar Populasi : Nilai standar distribusi normal (derajat kepercayaan 95%)
σ
: Standar deviasi penelitian sebelumnya
d
: Tingkat ketelitian yang diinginkan (dalam penelitian ini digunakan sebesar 10%) Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel dalam
penelitian ini sebagai berikut : N
: 5165 Data Kependudukan di Kelurahan Sungai Buah, 1 Ilir, 3 Ilir dan Tangga Takat, 2013) : 1,96
σ
: 0,6
d
: 0,1
Deff
:2
73
x2 n = 269,4 = 270 (dibulatkan) Total sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 270 sampel. Berdasarkan pembagian 3 daerah radius lokasi penelitian untuk penentuan besar sampel di setiap radiusnya
menggunakan rumus proporsi dengan populasi
diketahui, yaitu: Proporsi = Radius 800 meter
(Kelurahan 1 Ilir)
Radius 1050 meter
(Kelurahan Sungai Buah)
Radius 1300 meter
(Kelurahan 3 ilir dan
Tangga Takat) Dari keseluruhan total sampel minimal yang dibutuhkan ditambahkan 10% sebagai sampel cadangan, sehingga total sampel yang diambil sebesar 297 responden dengan rincian pada cluster 1 sebanyak 42 orang, cluster 2 sebanyak 100 orang dan cluster 3 sebanyak 155 orang. 4.4.4
Teknik Pengambilan Sampel Lingkungan (SO2) Penentuan jumlah titik sampling dilakukan menggunakan kurva aproksimasi. Jumlah titik yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di suatu wilayah dan level pencemaran (Soedomo,2001) . Penentuan titik sampling kategori SO2 disesuaikan dengan kategori PM2,5, karena PM2,5
74
dihasilkan oleh reaksi kimia yang melibatkan SO2 didalamnya (CENR, 2000). Jumlah penduduk di lokasi penelitian ini adalah 5165 jiwa dan tingkat pencemaran tergolong
rendah
karena terdapat satu sumber
potensial. Berdasarkan kategori tersebut dengan jumlah penduduk di bawah 1 juta jiwa dan tingkat pencemaran rendah maka diperlukan 10 titik pemantauan udara (Soedomo, 2001). Pengukuran konsentrasi udara dilakukan di pagi, sore, dan malam hari (PERMENLH No. 12 tahun 2010).
Dalam
SNI
19-7119.7-2005
mengenai
penentuan
lokasi
pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien, yaitu pengukuran konsentrasi SO2 dilakukan di titik sampling menghadap ke arah angin dominan dimana arah angin dominan dapat berasal dari data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Penentuan lokasi
pengambilan
sampel
objek
juga
ditetapkan
dengan
mempertimbangkan faktor meteorologi, geografi dan tata guna lahan.
Sumber : Google earth Gambar 4.3 Titik Pengambilan Sampel Udara
75
Keterangan : : Radius 1300 meter : Titik emisi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang : Titik Pengambilan Sampel Udara
4.4.5 Metode Pengukuran Konsentrasi Sulfur dioksida (SO2) Pengukuran kualitas udara ambien di pemukiman penduduk sekitar industri PT. Pusri Palembang dilakukan oleh petugas Balai Teknik
Kesehatan
Lingkungan
dan
Pemberantasan
Penyakit
Palembang bersama peneliti. Pengukuran gas SO2 dilakukan dengan alat berupa pompa vacuum dan tabung impinger serta penyerap (absorbant) larutan 0,1 N sodium tetracholoromercurate. Pemasangan dan Penyusunan Tabung Impinger
Pompa Penghisap Dihidupkan
Catat Laju Alir Awal
Sampel Dibawa ke Laboratorium Untuk Dianalisa
Bagan 4.1 Skema Rangkaian Alat Sampling SO2 Tahapan pengukuran gas SO2 adalah sebagai berikut (BTKL-PP Palembang, 2016) : 1. Memasang dan menyusun perlatan pengambilan sampel yaitu tabung impinger, lalu tabung diisi dengan larutan penyerap untuk SO2
76
2. Hidupkan pompa penghisap udara setelah diatur lajur alir (flow rate) pompa 0,5-1 L/menit. 3. Setelah laju alir stabil catat sebagai laju alir awal 4. Setelah dilakukan pengukuran selama 1 jam larutan penyerap (absorbant) SO2 disimpan didalam kotak pendingin (cold box) sebelum dibawa ke laboratorium BTKL-PP Palembang untuk dianilisis. Setelah sampai di laboratorium BTKL-PP Palembang sampel yang telah diambil sebelumnya akan dianalisis oleh tenaga laboran yang telah ditunjuk oleh pihak BTKL-PP Palembang. Analisa laboratorium dilakukan dengan metode Pararosanilin dan dengan alat yang digunakan untuk analisa laboratorium menggunakan spektrofotometer. Prosedur analisis di laboratorium untuk sampel SO2 mengikuti SNI 19-7119.7-2005. (prosedur selengkapnya ada pada lampiran)
4.4.6
Analisa Sampel SO2 Sampel udara yang telah didapat dilakukan pemeriksaan di BTKL-PP
Palembang dengan menggunakan metode spektofotometri. Volum contoh uji udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (250C, 760 mmHg) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
77
Keterangan : V
= Volum udara yang dihisap (L)
F1
= Laju alir awal (L/menit)
F2
= Laju alir akhir (L/menit)
t
= Durasi pengambilan contoh uji (menit)
Pa
= Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji (mmHg)
Ta
= Temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (K)
298
= Temperatur pada kondisi normal 250 C (K)
760
= Tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
4.4.6.1 Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien a) Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama 1 jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : C = Konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3) A = Jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg) V = Volum udara pada kondisi normal (L) 1000 adalah konversi liter (L) ke m3
78
b) Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama 24 jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
C = Konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3) a = Jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg) V = Volum udara pada kondisi normal (L) 50= Jumlah total larutan penjerap yang dipakai untuk pengambilan contoh uji 24 jam 5 = Volum yang dipipet untuk dianalisis dengan spektofotometer (SNI 19-7119.7-2005) Setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan perhitungan yang tertera pada panduan cara uji kadar SO2 dengan metoda pararosanilin menggunakan spektrofotometer yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) maka akan didapatkan hasil berupa nilai konsentrasi SO2 untuk setiap titik lokasi pengambilan polutan udara SO2 yang dijadikan sampel penelitian. (SNI 197119.7.2005)
4.5 Pengolahan dan Penyajian Data Data yang dipergunakan dalam penelitian ini didapat melalui pengumpulan data yang berupa data primer dan data sekunder yaitu sebagai berikut
79
1. Data Primer Data Primer diperoleh peneliti dengan pengukuran langsung di tempat penelitian yang terdiri dari konsentrasi SO2, laju asupan, durasi pajanan, dan berat badan 2. Data Sekunder Data Sekunder diperoleh dari data Riskesdas tahun 2013, dasar kesehatan Kota pelembang, literatur-literatur yang terkait penelitian ini. Data-data primer yang telah dihitung kemudian dilanjutkan dengan tahaptahap sebagai berikut : 1) Editing (pemeriksaan data) Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan terhadap semua isian kuesioner yang telah dikumpulkan, setelah pengambilan data di lapangan dan uji laboratorium telah selesai. Kuisioner-kuisioner yang telah dikumpulkan pada saat pengambilan data di lapangan sebelumnya diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data yang diperoleh semua terisi, konsisten, relevan dan dapat dibaca dengan baik. Kegiatan ini dilakukan secara manual dengan memeriksa satu-persatu dari 297 buah kuisioner yang didapat pada saat turun lapangan. 2) Coding (pemberian kode ) Setelah data diperiksa ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual yakni mengubah data berbentuk kalimat
80
atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Kegiatan coding ini dilakukan pada perangkat lunak khusus pengolahan data. 3) Entry (pemasukan data ke komputer) atau processing Data yang sudah diberi kode (huruf atau angka) sebelumnya tadi dimasukkan ke program komputer untuk diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data untuk mencari ditribusi frekuensi tiap-tiap variabelnya. 4) Cleaning (Pembersihan Data) Kegiatan terakhir adalah cleaning yaitu pemeriksaan kembali semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan pemasukan data.
4.6 Teknik dan Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi dua (2), yaitu analisis univariat dan analisis risiko. 4.6.1
Analisis Univariat Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti. Variabel tersebut adalah konsentrasi SO2 di udara, frekuensi pajanan, lama pajanan, waktu/durasi pajanan, berat badan dan laju asupan, . Untuk melihat normalitas data digunakan uji Kolmogorof-Smirnov. Jika data terdistribusi secara normal, maka nilai tengah variabel tersebut adalah
81
mean, tetapi jika data terdistribusi tidak normal maka digunakan median. Hasil analisis dari masing-masing variabel kemudian disajikan dalam bentuk tabel atau diagram batang.
4.6.2
Analisis Risiko Data yang terkumpul yaitu konsentrasi SO2 sebagai agen risiko, kondisi antropometri (laju inhalasi dan berat badan), pola aktivitas (waktu, frekuensi, durasi pajanan, periode waktu rata-rata harian)
responden,
kemudian
dihitung
dengan
menggunakan
persamaan berikut:
Untuk mengetahui besar risiko (RQ), digunakan persamaan:
Apabila setelah dilakukan perhitungan dengan rumus besar risiko (RQ) diatas dan akan didapatkan hasil perhitungan berupa nilai besar risiko (RQ) > 1 ataupun RQ <1. Jika besar risiko (RQ) > 1 maka dapat disimpulkan polutan udara yang terdapat di udara ambien berisiko menimbulkan dampak kesehatan nonkarsinogenik bagi
82
penduduk yang bermukim di sekitar PT. Pusri Palembang, sedangkan jika didapatkan nilai besar risiko (RQ) < 1 maka polutan udara yang mencemari udara ambien di sekitar PT. Pusri Palembang masih tergolong aman bagi penduduk yang bermukim di sekitar PT. Pusri Palembang. Proses selanjutnya apabila didapati nilai besar risiko >1 maka dilakukan suatu tindakan pengelolaan risiko berupa manajemen risiko dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
1) Rumus mencari konsentrasi aman
2) Rumus mencari waktu pajanan yang aman
3) Rumus mencari frekuensi pajanan yang aman
Dengan keterangan : Ink
= Intake (mg/kg/hari)
C
= Konsentrasi SO2
R
= Laju asupan udara (0,83 m3/jam)
83
tE
= Waktu pajanan harian (jam/hari)
fE
= Frekuensi pajanan (hari/tahun)
Wb
= Berat badan responden (kg)
Dt
= Durasi pajanan (real time, 30 tahun untuk lifetime)
tavg
=
Periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat
nonkarsinogenik) RfC
= Konsentrasi referensi (0,026 mg/kg/hari)
RQ
= Risk Qoutient
Cmaks = Konsentrasi agen risiko yang aman (mg/m3) tEmaks = Waktu pajanan yang aman (hari/tahun) fEmaks = Frekuensi pajanan yang aman (hari/tahun)
84
BAB V HASIL
5.1 Profil Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk di sekitar PT. Pusri Palembang yang masuk ke dalam radius 800 meter (cluster 1), 1050 meter (cluster 2), dan 1300 meter (cluster 3) dari titik emisi PT. Pusri Palembang yang meliputi wilayah, yaitu Kelurahan Sungai Buah, Kelurahan 3 Ilir, Kelurahan 1 Ilir, dan Kelurahan Tangga Takat. Daerah penelitian ini memiliki luas wilayah 1,33 km2 dengan batasbatas sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sako 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ilir Timur II 3. Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kemaro 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kalidoni 5.2 Karakteristik Responden Pada tahap ini yang dipaparkan adalah karakteristik responden secara umum yang terdiri dari umur, jenis kelamin, status pendidikan, dan jenis pekerjaan 5.2.1 Umur Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik umur berdistribusi tidak normal, maka digunakan adalah nilai median umur yaitu 42 tahun. Umur tertua responden adalah 78
85
tahun dan umur termuda adalah 17 tahun. Adapun hasil uji statistik karakteristik
usia responden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Usia Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar Kawasan PT.Pusri Palembang Tahun 2016 Karakterisik
Median
Umur
42
TerkecilTerbesar 17-78
Lokasi penelitian dibuat menjadi cluster 1 (800 meter), cluster 2 (1050 meter) , dan cluster 3 (1300 meter). Adapun distribusi umur berdasarkan cluster-nya dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Gambaran Umur Responden di Pemukiman Sekitar Kawasan PT.Pusri Palembang Tahun 2016 Cluster Kelompok 1 2 3 Umur (Tahun) n % n % n % ≥ 42
26
61,9
50
50
79
51
< 42
16
38,1
50
50
76
49
Total
42
100
100
100
155
100
Dari tabel 5.2 di atas menunjukkan responden di cluster 1 dan cluster 3 lebih banyak memiliki karakteristik umur ≥ 42 tahun yaitu masing-masing 26 orang (61,9%) dan 79 orang
86
(51%), Sedangkan pada cluster 2 proporsi kelompok umur baik ≥ 42 tahun maupun <42 tahun sama-sama berjumlah 50 orang (50%).
Sehingga
total
keseluruhan
responden
dengan
karakteristik umur ≥ 42 tahun lebih banyak daripada responden dengan karakteristik umur < 42 tahun yaitu sebanyak 155 orang (52,2%) berbanding 142 orang (47,8%).
5.2.2 Jenis Kelamin Jenis kelamin terbagi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016 Jenis kelamin Cluster 1
2
3
n
%
n
%
n
%
Laki-laki
21
50
33
33
37
23,9
Perempuan
21
50
67
67
118
76,1
Total
42
100
100
100
155
100
Berdasarkan tabel 5.3 jumlah responden di cluster 1 baik responden laki-laki maupun perempuan sama-sama berjumlah 21 orang (50%). Sedangkan responden di cluster 2 dan cluster 3 dimana responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
87
dibanding responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing berjumlah 67 orang (67%) dan 118 orang (76,1%). Sehingga total keseluruhan dari ketiga cluster wilayah penelitian, responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 206 orang (69,4%) berbanding 91 orang (30,6%).
5.2.3 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan responden pada penelitian ini terdiri dari buruh, pedagang, dosen/guru, ibu rumah tangga (IRT), pelajar, pengangguran, dan pensiunan. Adapun distribusi jenis pekerjaan dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Distribusi Jenis Pekerjaan Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar PT. Pusri Palembang Tahun 2016 Cluster Jenis pekerjaan
1
2
3
n
%
n
%
n
%
Buruh/Pekerja lepas
5
11,9
14
14
11
7,2
Wiraswasta/Pedagang
9
21,4
22
22
25
16,1
Guru/Dosen
2
4,8
-
-
1
0,6
IRT
14
33,3
53
53
96
62
Pelajar
2
4,8
2
2
1
0,6
Pengangguran
1
2,4
1
1
3
1,9
Pensiunan
-
-
1
1
3
1,9
Pegawai Swasta
9
21,4
7
7
15
9,7
42
100
100
100
155
100
Total
88
Dari tabel 5.4 menunjukkan responden di setiap cluster berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan didominasi oleh jenis pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT), terbanyak ada di cluster 3 yaitu 62% lalu cluster 2 yaitu 53% dan cluster 1 yaitu 33,3%.
5.3 Deskriptif Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel antara lain konsentrasi SO2 yang ada di pemukiman sekitar pabrik PT. Pusri Palembang, berat badan, laju asupan, waktu pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan masyarakat dewasa yang menjadi responden penelitian, perhitungan nilai asupan serta karakteristik risiko dari pajanan SO2 yang dikeluarkan dari menara cerobong pabrik PT. Pusri Palembang. Adapun hasil uji statistiknya antara lain.
89
Tabel 5.5 Distribusi Konsentrasi SO2, Berat Badan, Laju Asupan, Waktu Pajanan, Frekuensi Pajanan, dan Durasi Pajanan Masyarakat di Pemukiman Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016 Variabel
TerkecilTerbesar 0,245-
Mean
Median
SD
0,248
0,246
0,0043
Berat Badan (Kg)
57,6
56,4
11
27,9-100,5
Laju Asupan (m3/hari)
0,60
0,60
0,04
0,43-0,73
21
24
3,88
8-24
356
365
23,4
189-365
31,3
31
17,7
2-75
Konsentrasi SO2 (mg/m3)
Waktu Pajanan (jam/hari) Frekuensi Pajanan (hari/tahun) Durasi Pajanan (tahun)
0,254
Dari tabel 5.5 diatas untuk variabel penelitian yang datanya berdistribusi normal hanya terdapat pada variabel laju asupan dan diambil nilai rata-ratanya (mean), sedangkan untuk variabel lainnya berdistribusi tidak normal dan diambil nilai tengahnya (median) pada masing-masing variabel. Maka didapatkan nilai rata-rata untuk variabel laju asupan sebesar 0,60 m3/hari dengan simpangan baku sebesar 0,04; laju asupan terendah sebesar 0,43 m3/hari dan tertinggi sebesar 0,73 m3/hari.
90
Variabel konsentrasi SO2 memiliki nilai median sebesar 0,246 mg/m3 dengan simpangan baku sebesar 0,0043 konsentrasi terendah sebesar 0,245 mg/m3 dan konsentrasi tertinggi sebesar 0,254 mg/m3. Variabel berat badan memiliki nilai median sebesar 56,4 kg dengan simpangan baku sebesar 11 berat badan terendah sebesar 26 kg dan yang tertinggi sebesar 100,5 kg. Variabel waktu pajanan memiliki nilai median sebesar 24 jam/hari dengan simpangan baku sebesar 3,88 waktu pajanan terendah sebesar 8 jam/hari dan tertinggi sebesar 24 jam/hari responden selalu terpajan polutan SO2. Variabel frekuensi pajanan memiliki nilai median sebesar 365 hari/tahun dengan simpangan baku sebesar 23,4 frekuensi pajanan terendah sebesar 189 hari/tahun dan yang tertinggi sebesar 365 hari/tahun responden selalu terpajan polutan SO2. Sedangkan untuk variabel durasi pajanan memiliki nilai median sebesar 31 tahun dengan simpangan baku sebesar 17,7; durasi pajanan
terendah sebesar 2 tahun dan yang
tertinggi sebesar 75 tahun.
5.3.1 Konsentrasi SO2 Konsentrasi SO2 pada penelitian ini dibagi menjadi 3 lokasi pengukuran yaitu pada jarak 800 meter (cluster 1), 1050 meter (cluster 2), dan 1300 meter (cluster 3) dari sumber emisi PT. Pusri Palembang. Berikut merupakan distribusi frekuensi
91
responden yang terpajan polutan SO2 berdasarkan pembagian lokasi penelitian.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Konsentrasi SO2 di Pemukiman Sekitar PT. Pusri Palembang Tahun 2016 Cluster Konsentrasi 1 2 3 SO2 (mg/m3) n % n % n % ≥ 0,246
42
100
61
61
91
58,7
< 0,246
0
0
39
39
64
41,3
Total
42
100
100
100
155
100
Dari tabel 5.6 diatas jika dibandingkan dengan nilai median konsentrasi SO2 keseluruhan wilayah (0,246 mg/m3), maka dapat diketahui bahwa di cluster 1 lokasi penelitian keseluruhan responden terpajan SO2 dengan konsentrasi diatas nilai median. Pada cluster 2 dan 3 wilayah penelitian responden lebih cenderung terpajan konsentrasi SO2 diatas nilai median yaitu masing-masing sebesar 61 orang (61%) pada cluster 2 dan 91 orang (58,7%) pada cluster 3. Jika dilihat keseluruhan dari 3 cluster lokasi penelitian, maka didapatkan hasil bahwa lebih banyak responden yang terpajan SO2 dengan nilai konsentrasi di atas nilai median 0,246 mg/m3 yaitu sebesar 65,3% dari total responden dibandingkan
92
dengan responden yang terpajan SO2 dengan konsentrasi di bawah nilai median yaitu sebesar 34,7%.
5.3.2 Berat Badan Adapun distribusi frekuensi
variabel
berat badan
masyarakat dewasa di pemukiman sekitar PT.Pusri Palembang tahun 2016 dilihat dari pembagian lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan tiap Cluster Cluster Berat 1 2 3 Badan n % n % n % ≥ 56,4
20
47,6
45
45
84
54,2
< 56,4
22
52,4
55
55
71
45,8
Total
42
100
100
100
155
100
Dari tabel 5.7 diatas jika dibandingkan dengan nilai median berat badan keseluruhan (56,4 kg), maka dapat diketahui bahwa pada cluster 1 dan cluster 2 lokasi penelitian responden lebih cenderung memiliki berat badan di bawah nilai median yaitu masing-masing sebesar 20 orang (47,6% ) responden pada cluster 1 dan 45 orang (45%) pada cluster 2. Akan tetapi,
93
berbeda dibandingkan dengan responden yang bermukim pada kawasan cluster 3 yang lebih cenderung memiliki berat badan diatas nilai median yaitu sebesar 84 orang responden (54,2%). Jika dilihat keseluruhan dari 3 cluster lokasi penelitian, maka didapatkan hasil bahwa lebih besar responden yang memiliki berat badan di atas nilai median yaitu sebesar 50,2% dari total responden dibandingkan dengan responden yang memiliki berat badan di bawah nilai median 56,4 kg yaitu sebesar 49,8%.
5.3.3 Laju Asupan Laju asupan adalah banyaknya SO2 yang masuk dalam tubuh setiap jamnya lewat jalur inhalasi (pernapasan) yang ada di wilayah penelitian selama 24 jam. Laju asupan pada penelitian ini dihitung dengan persamaan y = 5,3 Ln(x) – 6,9 dengan y = R dalam satuan m3/hari dan x = Wb atau berat badan. Adapun distribusi frekuensi variabel penelitian laju asupan masyarakat dewasa di pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang tahun 2016 berdasarkan lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
94
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Laju Asupan tiap Cluster Cluster Laju Asupan (m3/jam)
1
2
3
n
%
n
%
n
%
≥ 0,60
21
50
49
49
90
61,3
< 0,60
21
50
51
51
65
38,7
Total
42
100
100
100
155
100
Rata-rata
0,60 m3/hari
0,60 m3/hari
0,60 m3/hari
Dari tabel 5.8 diatas jika dibandingkan dengan nilai rata-rata laju asupan total (0,60 m3/jam), maka dapat diketahui bahwa pada cluster 1 lokasi penelitian responden lebih cenderung memiliki laju asupan pada nilai rata-rata yaitu sebesar 50% responden. Akan tetapi, berbeda dibandingkan dengan cluster 2 lebih cenderung memiliki laju asupan dibawah nilai rata-rata yaitu sebesar 51% dibandingkan responden yang memiliki laju asupan diatas hanya sebesar 49%. Sedangkan pada cluster 3 dimana responden lebih cenderung memiliki laju asupan di atas nilai rata-rata yaitu sebesar 61,3%. Jika dilihat keseluruhan dari 3 cluster lokasi penelitian, maka didapatkan hasil bahwa lebih besar responden yang memiliki laju asupan di atas nilai rata-rata yaitu sebesar 53,9%
95
dari total responden (297 orang) dibandingkan dengan responden yang memiliki laju asupan di bawah nilai rata-rata 0,60 m3/jam yaitu sebesar 46,1%.
5.3.4 Waktu Pajanan Waktu pajanan atau lama pajanan adalah jumlah jam terjadinya pajanan SO2 yang memajani responden setiap harinya. Adapun hasil distribusi frekuensi waktu pajanan responden berdasarkan pembagian lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut. Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Waktu Pajanan tiap Cluster Cluster
Waktu Pajanan (jam/hari)
Total
1
2
3
n
%
n
%
n
%
24
11
26,2
49
49
101
65,2
< 24
31
73,8
51
51
54
34,8
42
100
100
100
155
100
Dari tabel 5.9 dapat dilihat dari distribusi frekuensi waktu pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median waktu pajanan keseluruhan lokasi penelitian (24 jam/hari), maka
96
responden di cluster 1 lebih banyak memiliki nilai waktu pajanan di bawah nilai median yaitu sebanyak 31 orang (73,8%), sedangkan responden pada cluster 3 memiliki nilai waktu pajanan lebih besar di atas nilai median yaitu sebanyak 101 orang (65,2%). Sehingga secara keseluruhan total responden dengan waktu pajanan SO2 di atas nilai median lebih besar dibandingkan dengan responden yang memiliki waktu pajanan SO2 di bawah nilai median yaitu sebanyak 161 responden (54,2 %) berbanding 136 responden (45,6%). 5.3.5 Frekuensi Pajanan Frekuensi pajanan adalah jumlah hari pemajanan SO2 yang diterima responden dalam satu tahun dikurangi lama responden meninggalkan wilayah studi. Adapun hasil distribusi frekuensi pajanan responden berdasarkan pembagian lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut
97
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Pajanan tiap Cluster Cluster Frekuensi Pajanan
1
2
3
(hari/tahun)
n
%
n
%
n
%
365
31
73,8
71
71
107
69
< 365
11
26,2
29
29
48
31
42
100
100
100
155
100
Total
Dari tabel 5.10 di dapat dilihat dari distibusi frekuensi pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median frekuensi pajanan keseluruhan lokasi penelitian, maka responden di cluster 1, cluster 2, dan cluster 3 didominasi dengan nilai frekuensi pajanan berada pada nilai frekuensi pajanan total yaitu masingmasing sebanyak 31 orang (73,8%), 71 orang (71%), dan 107 orang (69%). Sehingga total responden dengan frekuensi pajanan di atas nilai median lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki frekuensi pajanan di bawah nilai median yaitu 69,7% berbanding 30,3%.
98
5.3.6 Durasi Pajanan Durasi pajanan adalah lamanya waktu terpajan oleh SO2 di lokasi penelitian. Adapun hasil distribusi frekuensi durasi pajanan berdasarkan pembagian lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Durasi Pajanan tiap Cluster Cluster Durasi Pajanan 1 2 3 (tahun) n % n % n %
Total
≥ 31
19
45,2
50
50
81
52,3
< 31
23
54,8
50
50
74
47,7
42
100
100
100
155
100
Dari tabel 5.11 dilihat dari distribusi durasi pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median durasi pajanan keseluruhan (31 tahun), maka responden di cluster 1 lebih cenderung memiliki nilai durasi pajanan di bawah nilai median durasi pajanan total yaitu sebanyak 19 orang (45,2%) berbanding 23 orang (54,8%) responden yang memiliki nilai durasi pajanan diatas nilai median, sedangkan responden yang bermukim di kawasan cluster 3 lebih banyak memiliki nilai durasi pajanan di atas nilai median total yaitu 81 orang (52,3%) berbanding 74 orang (47,7%) dibawah nilai median.
99
Sehingga total responden dengan nilai durasi pajanan di atas nilai median lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki durasi pajanan di bawah nilai rata-rata yaitu 150 orang (50,5%) berbanding 147 (49,5%).
5.3.7 Nilai Intake (Asupan SO2) Asupan Pajanan SO2 adalah jumlah asupan risk agent yang diterima rata-rata sampel per berat badan rata-rata sampel per hari. Nilai asupan dihitung dengan persamaan :
Keterangan : I
: Asupan
C
: Konsentrasi SO2 (mg/m3)
R
: Laju asupan
tE
: Waktu paparan
fE
: Frekuensi paparan
Dt
: Durasi paparan
Wb
: Berat badan
tavg
: Periode waktu rata-rata Berikut contoh perhitungan asupan berdasarkan semua
data yang didapatkan saat kegiatan pengumpulan data. Hasil
100
penelitian diketahui bahwa nilai rata-rata konsentrasi SO2 adalah 0,246 mg/m3 ,nilai rata-rata laju asupan adalah 0,60 m3 /jam, nilai rata-rata waktu pajanan adalah 24 jam. Rata-rata frekuensi pajanan adalah 365 hari/tahun, rata-rata durasi paparan adalah 31 tahun dan rata-rata berat badan adalah 56,4 kg.
I = 0,065 mg/kg/hari Jadi asupan konsentrasi SO2 adalah 0,065 mg/kg/hari. Adapun hasil uji normalitas variabel asupan pajanan SO2 dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut : Tabel 5.12 Distribusi Menurut Asupan Pajanan SO2 TerkecilVariabel Mean Median SD Terbesar Asupan Pajanan SO2 (mg/kg/hari)
0,058
0,053
0,038
0,020,229
Dari tabel 5.12 di atas setelah dilakukan uji normalitas diketahui data untuk variabel asupan pajanan SO2
tidak
berdistribusi normal, maka yang digunakan adalah nilai median
101
yaitu
0,053
mg/kg/hari
dengan
simpangan
baku
0,038
mg/kg/hari. Asupan SO2 tertinggi adalah 0,229 mg/kg/hari dan yang terendah adalah 0,02 mg/kg/hari.
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Asupan Pajanan SO2 Cluster Asupan Pajanan SO2
1
2
3
(mg/kg/hari)
n
%
n
%
n
%
≥ 0,052
16
38,1
50
50
84
54,2
< 0,052
26
61,9
50
50
71
45,8
42
100
100
100
155
100
Total
Dari tabel 5.13 di atas dapat dilihat dari distribusi asupan pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median asupan
pajanan
keseluruhan
(0,052
mg/kg/hari),
maka
responden yang bermukim di kawasan cluster 1 lebih banyak memiliki nilai asupan di bawah nilai median yaitu 61,9% berbanding 38,1% yang memiliki nilai asupan pajanan SO2 diatas nilai median, sedangkan responden di cluster 2 dan cluster 3 lebih banyak memiliki nilai asupan pajanan SO2 di atas nilai median yaitu masing-masing 50%
dan 54,2%.
Sehingga total responden dengan nilai asupan di atas nilai median lebih banyak dibandingkan dengan responden yang
102
memiliki nilai asupan di bawah nilai median yaitu 50,5% berbanding 49,5%.
5.3.8 Karakteristik Risiko Besar risiko kesehatan dilakukan untuk membandingkan nilai asupan (intake) dengan nilai dosis acuan (RfC) yang dikenal dengan nilai risiko atau Risk Quotient (RQ). Berikut contoh perhitungan RQ :
RQ = 0,05 Adapun hasil uji statistik variabel karakteristik dilihat pada tabel 5.17 berikut.
risiko dapat
Tabel 5.14 Distribusi Menurut Karakteristik Risiko Variabel Karakteristik Risiko (RQ)
Mean
Median
SD
0,274
0,252
0,181
TerkecilTerbesar 0,0110,972
Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan diketahui bahwa variabel karakteristik risiko menunjukkan data
103
berdistribusi tidak normal, maka yang digunakan adalah nilai median yaitu 0,252 dengan simpangan baku 0,181. Besar nilai risiko tertinggi adalah 0,972 dan yang terendah 0,011.
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Besar Risiko Cluster Besar Risiko
1
2
3
(RQ)
n
%
n
%
n
%
≥1
0
0
0
0
0
0
<1
42
100
100
100
155
100
42
100
100
100
155
100
Total
Pada tabel 5.15 di atas dapat dilihat dari distribusi besar risiko tiap cluster dibandingkan dengan batas nilai aman yaitu 1, maka disetiap cluster baik cluster 1, cluster 2, dan cluster 3 untuk waktu saat ini (real time) tidak ada responden yang berisiko mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pajanan SO2 atau dengan kata lain setelah dilakukan perhitungan karakteristik risiko tidak ada responden yang menghasilkan nilai risk question (RQ) lebih atau sama dengan nilai 1 (RQ≥1). Namun, karena penelitian dengan metode ARKL merupakan metode yang dapat digunakan untuk
104
memprakirakan risiko di waktu yang akan datang maka peneliti melakukan perhitungan prakiraan risiko lanjutan untuk waktu 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun, 25 tahun dan 30 tahun yang akan dating. Adapun hasil perhitungan prakiraan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.16 Prakiraan Besar Risiko 5, 10,15,20,15 Sampai 30 tahun yang akan datang Cluster
Besar Prakiraan
5 Tahun
10 Tahun
15 Tahun
20 Tahun
25 Tahun
30 Tahun
Risiko
1
2
3
(RQ)
n
%
n
%
n
%
≥1
0
0
1
0
0
0
<1
42
100
99
99
155
100
≥1
0
0
2
2
1
0,7
<1
42
42
98
98
154
99,3
≥1
1
2,4
2
2
1
0,7
<1
41
97,6
98
98
154
99,3
≥1
1
2,4
2
2
1
0,7
<1
41
97,6
98
98
154
99,3
≥1
2
95,2
2
2
2
1,3
<1
40
4,8
98
98
153
98,7
≥1
3
7,2
3
3
3
1,9
<1
39
92,8
97
97
152
98,1
Dari tabel diatas menunjukkan besar risiko pada perhitungan ARKL untuk prakiraan 5 tahun yang akan datang
105
hanya terdapat 1 orang responden (0,3%) dari keseluruhan total 297 responden yang memiliki tingkat risiko tidak aman (RQ≥1) yaitu responden yang bermukim pada lokasi cluster 2 penelitian. Pada prakiraan risiko 10 tahun yang akan datang jumlah responden yang memiliki tingkat risiko tidak aman (RQ≥1) bertambah menjadi 3 orang responden (1%) dari keseluruhan total 297 responden yaitu 2 responden pada cluster 2 dan 1 responden pada cluster 3. Untuk prakiraan 15 dan 20 tahun yang akan datang jumlah responden yang memiliki tingkat risiko tidak aman (RQ≥1) bertambah menjadi 4 orang responden (1,35 %) dari keseluruhan total 297 responden yaitu 2 responden pada cluster 2 dan 1 reponden masing-masing pada cluster 1 dan cluster 3. Prakiraan besar risiko 25 tahun yang akan datang jumlah responden
yang memiliki risiko
tidak aman (RQ≥1) berjumlah 6 responden (2%) dari keseluruhan total 297 responden yaitu masing-masing 2 responden pada cluster 1, cluster 2, dan cluster 3. Sedangkan untuk prakiraan besar risiko 30 tahun yang akan datang jumlah responden yang memiliki risiko tidak aman (RQ≥1) berjumlah 9 orang responden (3%) dari keseluruhan total 297 responden yang diteliti yaitu masing-masing 3 responden pada cluster 1, cluster 2, dan cluster 3.
106
107
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian
ini
memiliki
beberapa
keterbatasan
yang
dapat
mempengaruhi hasil penelitian, diantaranya adalah: 1. Dalam menentukan angka frekuensi pajanan (hari/tahun) hanya mengandalkan daya ingat responden sehingga dapat terjadi ketidaktepatan jumlah frekuensi pajanan. 2. Terdapat sebuah mesin pabrik yang mengalami pemeriksaan rutin (shut down) sehingga tidak mengeluarkan emisi gas buang secara penuh sebagaimana bila mesin berfungsi secara keseluruhan. 3. Kondisi cuaca yang kurang stabil sehingga sedikit menyulitkan saat pengambilan sampel manusia dan sampel lingkungan konsentrasi SO2. 4. Keterbatasan uji ARKL ini tidak menguji biomarker, sehingga penelitian ini hanya mengandalkan data berat badan, waktu pajanan, frekuensi pajanan dan lama durasi pajanan responden bermukim di lokasi penelitian sebagai variabel penelitiannya.
6.2 Konsentrasi SO2 di Udara Sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang menyengat. Berbentuk
cairan ketika berada di bawah
108
tekanan, dan dengan mudah larut dalam air (ATSDR,1998). SO2 banyak dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar yang menggunakan kandungan sulfur yang tinggi atau peleburan tembaga. Walaupun begitu, terdapat sumber alami dari SO2 antara lain dari gunung berapi. Energi panas dari pembakaran bahan bakar sulfur tingkat tinggi secara umum menjadi sumber utama emisi SO2 di dunia yang berasal dari kegiatan manusia, yang diikuti oleh boiler industri dan smelter logam (WBG, 1998). Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini merupakan lokasi yang masuk dalam kawasan cemaran limbah gas dari PT. Pusri Palembang yaitu dalam radius 1300 meter dari sumber emisi. Sebaran data konsentrasi SO2 yang dikumpulkan di 10 titik sampel udara yang disetiap titiknya dilakukan 3 kali pengukuran pada waktu pagi, sore, dan malam hari (PERMENLH No. 12 tahun 2010) dengan metode analisis pararosaniline serta menggunakan alat berupa spektofotometri. Titik pengukuran kualitas udara yang tersebar merata pada setiap clusternya menghasilkan data yang tidak berdistribusi normal sehingga digunakan nilai median sebagai nilai konsentrasi SO2 nya. Nilai median konsentrasi SO2 sebesar 0,246 mg/m3 dengan nilai minimum 0,245 mg/m3 dan maksimum 0,254 mg/m3. Konsentrasi di cluster 1 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di cluster 2 dan 3. Untuk konsentrasi SO2 di udara ambien pada penelitian ini baik
109
minimum, maksimum dan konsentrasi pada cluster 1, cluster 2, dan cluster 3 tidak ada yang melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Th. 1999 yaitu sebesar 900 µg/Nm3 (0,9 mg/m3) untuk waktu pengukuran selama 1 jam. Nilai
konsentrasi SO2 pada penelitian ini lebih tinggi
dibanding dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nukman, dkk (2005) di 9 kota besar dengan nilai rata-rata SO2 nya sebesar 0,033 mg/m3. Peneliti lain di kawasan Kelapa Gading mendapatkan hasil nilai rata-rata konsentrasi SO2 sebesar 0,033 mg/m3 (Sukadi, 2014). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2012) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia mendapatkan hasil konsentrasi SO2 pada hari kerja sebesar 0,037 mg/m3 dan pada hari libur sebesar 0,0352 mg/m3. Perbedaan besar konsentrasi yang cukup signifikan
antara
penelitian ini dengan penelitian lainnya disebabkan oleh perbedaan sumber pencemaran SO2 itu sendiri. Untuk penelitian lainnya bersumber dari sumber garis (jalan raya) dan sumber area (terminal bis) yang dikeluarkan dari emisi sumber bergerak seperti kendaraan beroda empat dan beroda dua, sedangkan penelitian ini sumber pencemar SO2 itu sendiri berasal dari sumber titik yaitu cerobong pembangkit listrik dan boiler PT.Pusri Palembang dimana sumber ini
110
adalah penyumbang terbesar emisi SO2 yang ada di dunia yang dihasilkan oleh kegiatan manusia yaitu menggunakan batubara sebagai bahan bakar utamanya. Konsentrasi SO2 yang ada di pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang ini sewaktu-waktu memungkinkan untuk meningkat melebihi rata-rata konsentrasi SO2 yang diukur pada saat penelitian ini berlangsung. Kondisi ini bisa saja terjadi apabila PT. Pusri Palembang meningkatkan daya produksi pabrik dari kegiatan produksi pada keadaan normalnya. Selain itu, konsentrasi SO2 dapat meningkat apabila keempat cerobong pembangkit listrik, pemanas bahan bakar dan boiler beroperasi secara bersamaan tanpa henti. Hal ini diperkuat apabila PT. Pusri Palembang tidak menjaga kondisi fisik penyaring limbah gas disetiap menara cerobong pembangkit listrik, boiler dan pemanas bahan bakar tempat limbah gas dibuang ke udara ambien. Selain itu, konsentrasi SO2 di pemukiman penduduk dapat meningkat apabila pihak perusahaan tidak menjaga kelestarian hutan pelindung yang ada di sekitar wilayah pabrik dimana hutan pelindung selain berfungsi sebagai peredam kebisingan akibat aktivitas produksi pabrik hutan pelindung juga berfungsi sebagai media untuk mereduksi polutan pencemar udara seperti SO2 . Menjaga kondisi hutan dalam hal ini sesuai pasal 38 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia n0. 142 Tahun 2015 adalah salah satu pengelolaan dan pemantauan lingkungan
111
hidup yang harus di lakukan oleh pihak perusahaan serta didukung oleh Peraturan Menteri Perindustrian no. 35 Tahun 2010 dimana di suatu kawasan industry diwajibkan minimal memiliki 10% ruang terbuka hijau sebagai salah satu bentuk upaya perusahaan dalam mewujudkan daya dukung lingkungan dari aktivitas industri yang PT. Pusri Palembang jalankan.
6.3 Berat Badan Berat badan individu merupakan variabel antropometri penting yang sangat mempengaruhi besar dosis aktual suatu risk agent yang diterima individu karena semakin besar berat badan individu semakin kecil dosis internal yang diterima. Berat badan berimplikasi pada nilai numerik standar atau baku mutu sebagai salah satu bentuk pengendalian risiko (Nukman, dkk., 2005). Nilai median berat badan adalah 56,4 kg yang didapatkan dari penimbangan langsung setiap responden. Hasil ini didapatkan setelah dilakukan pengujian normalitas yang menghasilkan data berdistribusi tidak normal sehingga digunakan nilai median sebagai tolak ukur. Pada cluster 1 nilai median berat badan adalah 55,6 kg, pada cluster 2 berat badan adalah 57,1 kg, dan pada cluster 3 nilai median berat badan adalah 56,8 kg. Jika dibandingkan dengan penelitian sejenis yang dilakukan oleh Hafiyah (2011) berat badan masyarakat usia
112
dewasa di TPA Sampah Cipayung yaitu memiliki berat badan rata-rata sebesar 57,45 kg. Sama halnya pada penelitian yang dilakukan Nukman, dkk (2005), berat badan pada 1378 responden pada 9 kota pada transportasi nilai rata-ratanya 55 kg. Berat badan pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Hafiyah serta Novirsa dan Achmadi. Angka 55 kg sebenarnya telah dipakai oleh IRIS untuk menetapkan RfC yang nilai NOAEL atau LOAEL-nya berasal dari studi-studi epidemiologi di kawasan Asia. Jika dibandingkan dengan rata-rata berat dewasa normal Asia yaitu 55 kg berat badan responden penelitian menunjukkan 3% lebih berat daripada berat badan dewasa normal Asia. Pada penelitian ini nilai besar risiko berbanding terbalik dengan nilai berat badan, sehingga semakin besar nilai berat badan responden semakin kecil nilai besar risiko responden. Sesuai dengan penelitian Haryoto, Setyono dan Masykuri (2014) yang menghasilkan responden dengan berat badan diatas rata-rata memiliki besar risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan responden yang memiliki berat badan di bawah nilai rata-rata.
6.4 Laju Asupan Nilai rata-rata (mean) laju asupan harian total responden adalah 0,60 m3/jam yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan persamaan
113
y = 5,3 Ln(x) – 6,9, dengan y = R dalam satuan m3/hari dan x = Wb atau berat badan yang didapatkan dengan cara penimbangan langsung. Semua laju asupan pada cluster 1, cluster 2, dan cluster 3 sama-sama menunjukkan nilai 0,60 m3/jam. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahman, dkk (2008) yang menghasilkan nilai laju asupan sebesar 0,6 m3/jam. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai default EPA yaitu 0,83 m3/jam. Perbedaan ini disebabkan nilai default berat badan yang digunakan EPA adalah 55 kg. Pada penelitian ini laju asupan sangat bergantung pada berat badan responden dimana semakin besar berat badan responden maka semakin besar laju asupan responden itu sendiri. Sesuai dengan teori Syaifudin (1997) yang menyatakan semakin besar berat badan seseorang maka semakin besar juga kapasitas volume paru seseorang yang memungkinkan udara lebih banyak masuk ke dalam tubuh. Sehingga, semakin besar volume paru-paru seseorang yang dimasuki udara mengandung gas pencemar udara seperti SO2, memungkinkan semakin besar risiko seseorang tersebut memiliki dampak yang tidak aman terhadap kesehatannya.
6.5 Waktu Pajanan Waktu atau lama pajanan juga mempengaruhi nilai asupan (intake). Hasil penelitian menunjukkan data yang didapatkan di
114
lapangan berdistribusi tidak normal sehingga yang menjadi acuan adalah nilai tengah (median). Nilai tengah (median) waktu pajanan harian adalah 24 jam/hari yang didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada responden. Waktu pajanan di cluster 1 lebih rendah yaitu 22 jam/hari dibandingkan dengan cluster 2 yaitu 23 jam/hari dan cluster 3 dengan waktu pajanan yaitu 24 jam/hari hal ini dikarenakan masyarakat yang di cluster 1 lebih banyak keluar dari lokasi penelitian dibandingkan dengan masyarakat cluster 2 dan cluster 3. Hal ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan responden di cluster 1 yang memungkinkan untuk meninggalkan pemukiman seperti pekerjaan sebagai seorang buruh, pedagang, dan pekerja swasta yang lebih banyak daripada cluster 2 dan cluster 3. Tidak jauh berbeda dengan waktu pajanan pada penelitian ini, waktu pajanan pada penelitian yang dilakukan Novirsa dan Achmadi (2012) serta Ma’rufi (2014) memiliki nilai median waktu pajanan 24 jam/hari. Hal ini bisa terjadi dikarenakan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Novirsa dan Achmadi (2012) memiliki karakteristik wilayah penelitian dan responden yang sama yaitu sumber pencemar udara tidak bergerak (pabrik) dan karaketristik responden yaitu masyarakat usia dewasa. Berdasarkan hasil wawancara saat pengumpulan data selain pekerjaan, hal lain yang menyebabkan responden meninggalkan
115
pemukiman adalah kegiatan sehari-hari seperti mengantar anak ke sekolah, dan ke pasar. Oleh karena itu sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh responden yang tinggal di sekitar industri PT. Pusri Palembang digunakan untuk beraktivitas di dalam wilayah penelitian itu sendiri. Waktu pajanan selama 24 jam/hari merupakan waktu pajanan maksimal dalam di kehidupan dalam satuan jam/hari, sehingga jika terpapar dalam waktu maksimal maka akan semakin besar pula peluang responden memiliki besar risiko yang tidak aman, seperti penelitian Ramadhona (2014) yang menunjukkan semakin lama seseorang terpapar amonia semakin besar risiko kesehatan yang dapat diterima. Hal itu pun berlaku untuk kesemua zat pencemar udara lainnya yang termasuk didalamnya SO2
6.6 Frekuensi Pajanan Frekuensi pajanan adalah jumlah hari pemajanan SO2 yang diterima responden dalam satu tahun dikurangi lama responden meninggalkan lokasi penelitian dalam satuan hari. Nilai tengah (median) frekuensi pajanan adalah 365 hari/tahun. Frekuensi pajanan pada cluster 1, cluster 2 dan cluster 3 menunjukkan nilai yang sama yaitu 365 hari/tahun. Hal ini disebabkan karena responden penelitian ini kebanyakan tidak meninggalkan lokasi penelitian sampai 1 hari penuh dan juga banyak responden merupakan orang asli dari lokasi
116
penelitian sehingga pada saat hari raya keagamaan atau hari libur panjang responden tidak meninggalkan lokasi penelitian sampai 1 hari penuh dikarenakan keluarga besar mereka juga tinggal di daerah dekat dengan lokasi penelitian. Frekuensi pajanan yang diterima responden pada penelitian ini cukup tinggi karena 365 hari/tahun merupakan paparan maksimal yang diterima manusia dalam satuan waktu hari/tahun, sehingga jika pajanan yang diterima responden adalah pajanan masksimal hal tersebut juga dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan bagi responden disebabkan karena responden terus menerus terpajan udara yang mengandung SO2, sebagaimana penelitian Wardani (2012) yang menunjukkan semakin besar frekuensi sesesorang dalam satu tahun terpapar zat berbahaya di udara ambien maka semakin besar risiko kesehatan yang diterima oleh seseorang tersebut.
6.7 Durasi Pajanan Durasi pajanan adalah lamanya waktu terpajan oleh SO2 di lokasi penelitian. Pada peneilitian ini durasi paparan yang diteliti yaitu pada saat dilakukan penelitian dengan nilai median selama 31 tahun. Pada cluster 1 nilai durasi pajanan selama 31,9 tahun, pada cluster 2 selama 31,6 tahun, dan cluster 3 selama 31 tahun. Setiap cluster menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda, hal ini pula disebabkan
117
karena responden pada penelitian ini banyak masyarakat asli lokasi penelitian, sehingga dari kecil hingga berkeluarga mereka tinggal di tempat yang masih masuk dalam radius penelitian ini. Jika dibandingkan dengan durasi dimulainya produksi PT. Pusri Palembang yaitu selama 52 tahun menunjukkan hampir keseluruhan responden sudah terpapar SO2 sejak mereka lahir hingga saat penelitian ini dilaksanakan. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ma’rufi (2014) yang mempunyai durasi pajanan 2 tahun dan Hafiyah (2011) yang memiliki rata-rata durasi pajanan selama 19,41 tahun, nilai durasi pajanan pada penelitian ini lebih lama yaitu 31 tahun hampir serupa dengan durasi pajanan yang dikeluarkan oleh IRIS EPA yaitu 30 tahun. Hasil penelitian Haryoto, Setyono dan Masykuri (2014) yang menyatakan pada durasi lebih dari 27,5 tahun atau 63,7% responden pada penelitan tersebut memiliki risiko tidak aman terhadap pajanan SO2. Jika merujuk pada hasil penelitian ini maka responden pada penelitian yang dilakukan sudah melewati batas durasi pajanan aman terhadap pajanan SO2 di udara. Namun karena perbedaan jenis sumber paparan, jarak lokasi penelitian dengan sumber pajanan, dan konsentrasi pajanan dapat menghasilkan besar risiko yang berbeda, hal tersebut belum bisa benar-benar dibuktikan sebelum hasil perhitungan risiko dilaksanakan.
118
6.8 Nilai Intake (Asupan SO2) Nilai intake/asupan menunjukkan dosis aktual risk agent yang diterima oleh responden setiap hari per kilogram berat badannya. Perhitungan intake dilakukan dengan menggunakan durasi pajanan realtime (perhitungan berdasarkan durasi pajanan yang sebenarnya). Besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi bahan kimia, laju asupan, frekuensi pajanan, waktu pajanan dan durasi pajanan. Sedangkan asupan berbanding terbalik dengan nilai berat badan dan periode waktu rata-rata, yaitu semakin besar berat badan maka semakin kecil risiko kesehatannya. Secara umum nilai asupan SO2 pada responden yang didapatkan
dari
pehitungan
menggunakan
rumus
perhitungan
intake/asupan adalah 0,053 mg/kg/hari. Nilai intake/asupan
pada
penelitian ini berdistribusi tidak normal sehingga digunakan nilai median sebagai acuannya. Pada cluster 1 nilai asupan pajanannya adalah 0,05 mg/kg/hari, pada cluster 2 adalah 0,058 mg/kg/hari, sedangkan pada cluster 3 adalah 0,058 mg/kg/hari. Bila dilihat perbandingan setiap cluster penelitian, tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan nilai asupan baik pada cluster 1, cluster 2 maupun cluster 3 akan tetapi jika dilihat nilai asupan yang terbesar berada pada cluster 3.
119
Penelitian yang dilakukan oleh Anastasia (2012) risiko kesehatan pada sepanjang jalan Chairil Anwar hingga perempatan Bulak Kapal Bekasi menghasilkan nilai asupan pajanan SO2 sebesar 0,0031 mg/kg/hari, sedangkan lain halnya pada penelitian yang dilakukan oleh Sukadi (2014) dan Junaidi (2007) nilai asupan pajanan SO2 masing-masing sebesar 0,011 mg/kg/hari dan 0,019 mg/kg/hari. Nilai asupan ketiga penelitian tersebut berbeda cukup jauh dibandingkan penelitian ini disebabkan perbedaan lokasi penelitian dan sumber utama polutan SO2 berasal yaitu dari kendaraan bermotor dan dari gas hasil buangan kotor (impiurities) pabrik. Pada dasarnya semakin besar nilai asupan pajanan SO2 maka semakin besar pula responden memiliki risiko tidak aman terhadap pajanan SO2 tersebut, namun hal tersebut juga sangat bergantung pada nilai referensi (RfC) polutan seperti pada penelitian ini adalah SO2 dengan nilai RfC-nya adalah 0,21 mg/m3. Jika nilai asupan pajanan SO2 masih dibawah nilai referensi maka responden masih aman dalam menghirup udara ambien yang terkontaminasi gas SO2
yang
dikeluarkan oleh cerobong asap PT.Pusri Palembang, begitupun sebaliknya jika nilai asupan pajanan SO2 lebih tinggi atau sama dengan nilai referensi maka responden tidak aman dalam menghirup udara ambien yang mengandung SO2.
120
Jika intake dari risk agent terjadi maka pengaruh dari risk agent pun akan berpegaruh. Untuk partikel yang berhubungan erat dengan SO2 berasal dari pembakaran fosil yang satu sama lain saling bereaksi secara sinergis dalam memberikan dampak terhadap kesehatan manusia. Masuknya debu serta gas polutan lainmislanya asap rokok dan SO2 masuk ke dalam alveolus, sehingga terjadilah peningkatan jumlah makrofag alveolus, dimana makrofag ini melepaskan zat kimia yang nantinya akan menyebabkan kesulitan bernafas (Rusdi, 1996).
6.9 Karakteristik Risiko Studi ARKL ini mengkaji Risk Quetient (RQ) menurut konsentrasi risk agent di 10 titik sampling di permukiman sekitar PT. Pusri Palembang yang dilakukan pada populasi berisiko yang bermukim di sekitar area pabrik. Responden yang diambil berdasarkan wilayah pengambilan sampling yaitu masyarakat yang bermukim di dalam radius 1.300 meter dari pusat emisi gas buang pabrik. Besarnya tingkat risiko diperoleh dari hasil perbandingan antara intake/asupan dengan nilai dosis referensi yang dikeluarkan oleh IRIS EPA, dengan hubungan semakin besar nilai intake dibandingkan nilai dosis referensi (RfC) maka akan semakin besar pula risiko kesehatannya. Nilai dosis referensi (RfC) untuk SO2 adalah
121
0,21 mg/kg/hari (NAAQS EPA, 2010). Nilai dosis referensi (RfC) yang dipakai pada penelitian ini berbeda dengan nilai yang digunakan pada penelitian 9 kota besar di Indonesia (Nukman, dkk, 2005), dan penelitian di Kelapa Gading (Sukadi, 2014) yaitu RfC SO2 0,026 mg/kg/hari (NAAQS EPA, 1990). Dari hasil perhitungan besar risiko diketahui pada saat ini (realtime) tidak ada responden yang memiliki RQ≥1 dikarenakan nilai besaran risiko yang didapatkan hanya sebesar 0,252 yang berarti bahwa tingkat risiko pajanan SO2 di udara ambien pada masyarakat sekitar pemukiman PT. Pusri Palembang dengan nilai konsentrasi sebesar 0,246
mg/m3 dikategorikan aman bagi masyarakat
pemukiman PT. Pusri Palembang atau bisa dikatakan pajanan SO2 yang dikeluarkan oleh aktivitas industri PT. Pusri Palembang tidak berisiko menimbulkan efek kesehatan untuk masyarakat yang bermukim di sekitar daerah pabrik dengan laju asupan rata-rata 0,60 m3/jam, waktu pajanan 24 jam/hari, frekuensi pajanan 365 hari/tahun, durasi pajanan selama 31 tahun, dan berat badan 56,7 kg. Walaupun perhitungan ARKL pada penelitian ini tidak berisiko mengganggu kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang akan tetapi jika dibandingkan tingkat risiko pada penelitian lain seperti pada penelitian Batubara (2014) yang memiliki tingkat risiko sebesar 0,098 mg/kg/hari dan tingkat
122
risiko hasil penelitian Sukadi (2014) sebesar 0,125 mg/kg/hari tidak lebih besar dengan tingkat risiko pada penelitian ini yaitu sebesar 0,252 mg/kg/hari. Akan tetapi tingkat risiko penelitian ini tidak lebih besar dibandingkan dengan tingkat risiko hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2011) yaitu sebesar 0,73 mg/kg/hari untuk pajanan realtime. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh perbedaan karakteristik wilayah, responden penelitian itu sendiri. Penelitian Sukadi (2014) dan Batubara (2014) tidak lebih tinggi tingkat risikonya dibanding dengan penelitian ini disebabkan karena berlokasi pada daerah perkantoran di
wilayah Kelapa Gading dan Kuningan DKI
Jakarta. Tingkat risiko pajanan SO2 pada penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2011) lebih tinggi dibandingkan penelitian ini disebabkan pada penelitian Fitriany (2011) berlokasi pada area kerja suatu industri manufaktur dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara konsentrasi SO2, pola aktivitas dan data antropometri antara kelompok responden pekerja dan masyarakat di suatu pemukiman penduduk. Namun, pada perhitungan prakiraan ke depan dengan nilai konsentrasi, laju asupan, lama pajanan, frekuensi pajanan, dan berat badan yang sama menghasilkan untuk perhitungan 5 tahun ke depan terdapat 1 orang responden yang memiliki nilai besar risiko lebih dari angka 1 (RQ≥1), pada prakiraan 10 tahun ke depan ada 3 orang yang
123
memiliki RQ≥1, 15 dan 20 tahun ke depan ada 4 orang yang memiliki RQ≥1, 25 tahun ke depan ada 6 orang yang memiliki RQ≥1, dan 30 tahun ke depan ada 9 orang yang memiliki RQ≥1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama masyarakat tinggal di lokasi penelitian maka semakin banyak masyarakat yang memiliki tingkat risiko tidak aman bagi kesehatan terhadap pajanan SO2 di udara ambien. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatonah (2010) yang menunjukkan semakin lama waktu prakiraan atau durasi pajanan (Dt) maka semakin banyak responden yang memiliki RQ≥1.
124
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Nilai konsentrasi SO2 pada udara ambien di pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang 2016 sebesar 0,246 mg/m3. Dari semua hasil pengukuran SO2 dalam penelitian ini tidak ada yang melewati baku mutu jika dibandingkan dengan peraturan yang telah dikeluarkan pemerintah (PP RI No.41 Tahun 1999). 2. Berat badan masyarakat dewasa yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 memiliki nilai median sebesar 56,4 kg. 3. Nilai laju asupan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 adalah sebesar 0,60 m3/jam. 4. Nilai waktu pajanan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 adalah selama 24 jam/hari. 5. Nilai frekuensi pajanan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 adalah selama 365 hari/tahun. 6. Nilai durasi pajanan masyarakat yang bermukim di sekitar wilyah PT. Pusri Palembang 2016 adalah selama 31 tahun. 7. Nilai intake/ asupan SO2 (mg/kg/hari) masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 sebesar 0,053 mg/kg/hari.
125
8. Besar risiko kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 akibat pajanan SO2 adalah 0,252 (RQ<1). Sehingga untuk perhitungan analisis risiko kesehatan
non-karsinogenik
mengganggu kesehatan
pajanan
SO2
tidak
berisiko
masyarakat yang bermukim di sekitar
kawasan industri PT. Pusri Palembang.
7.2 Saran 1. Diperlukan
pengukuran
konsentrasi
SO2
secara
rutin
di
pemukiman masyarakat sekitar PT. Pusri Palembang sehingga kualitas udara pada masyarakat yang terpajan SO2 dapat terpantau. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan pajanan SO2 terhadap dampak kesehatan masyarakat sekitar pemukiman PT. Pusri Palembang. Contohnya penelitian terkait hubungan pajanan SO2 dengan penurunan kapasitas fungsi paru pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang. Ataupun penelitian ARKL serupa namun dengan polutan kimia/zat pencemar udara lainnya yang memungkinkan terbuang ke udara sekitar kawasan pabrik. Sehingga dari sekian banyak polutan yang dibuang ke udara bebas (ambien) berpotensi menimbulkan risiko masyarakat untuk mengalami gangguan kesehatan dalam kurun waktu tertentu.
126
DAFTAR PUSTAKA Abrianto H. 2004. Analisis Risiko pencemaran Debu Terhirup Terhadap Siswa Selama Berada Di Sdn 1 Pondok Cina, Kota Depok. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Achmadi, U.F. 2013. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 1998. Toxicology Profile
for
Sulfur
Dioxide.
http://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp116.pdf
Diakses
melalui
pada tanggal 25 Maret
2015 _____. 1999. Sulfur Dioxide. US Department Of Health And Human Services, Public Health Service: ATSDR _____. CAS 7446-09-5; UN 1079. 2014. Pedoman Pengelolaan Medis Sulfur Dioxide
(SO2)
diakses
melalui
http://www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg116.pdf pada tanggal 25 Maret 2015 Amelia, Asha. 2014. Polusi Udara, Pengertian dan Dampak Polusi Udara. Diakses
melalui
http://sehatmanis.com/pengertian-dan-dampak-polusi-
udara/ pada tanggal 6 Januari 2015 Anastasia, Ayu. 2012. Tingkat Risiko Kesehatan Oleh Pajanan debu, SO2 dan NO2 di Sepanjang Jalan Chairil Anwar Hingga Perempatan Bulak Kapal Bekasi. Skripsi Universitas Indonesia Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang. 2014. Rekapitulasi Analisa Udara Ambien pada Persimpangan Jalan-jalan Protokol Wilayah Kota Palembang . 2014. Pengukuran Konsentrasi Udara Ambien di Sekitar PT Pupuk Sriwidjaja Palembang Badan Pusat Statistik Kota Palembang. 2012. Keadaan Geografi dan Iklim. . 2012. Master File Data Kota Palembang
127
Badan Standar Nasional. 2005. Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7119.6-2005. Tentang Udara Ambien-Bagian 6:Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien . 2005. Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7119.7-2005. Tentang Udara Ambien-Bagian 7:Cara Uji Kadar Sulfur Dioksida (SO2) dengan metoda Pararosanilin Menggunakan Spektrofotometer Batubara, Jenny R. 2014. Tingkat Risiko Kesehatan Pajanan NO2, SO2, TSP dan Pb serta Opsi-Opsi Pengelolaannya Pada Populasi Berisiko di Kawasan Perkantoran Kuningan Provinsi DKI Jakarta. Depok: Skripsi. Universitas Indonesia Besmanto, nanang dkk. Pedoman ARKL
direktorat Jenderal PP dan PL
Kementerian Kesehatan Tahun 2012 Cahyono, Waluyo Eko. 2011. Kajian Tingkat Pencemaran Sulfur Dioksida dari Industri di Beberapa Daerah di Indonesia.Jurnal.
Peneliti Pusat
Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN CENR. 2000. Atmospheric Ammonia: Sources and Fate. NOAA Aeronomy Laboratory Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Daud, Anwar; Soedinoto dan Biego. 2010. Analisis Risiko Konsentrasi SO2 dan PM2,5 Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru Penduduk di sekitar Kawasan Industri Makassar. J Lingkungan Tropis 4(2): 63-137 Dewi, AS. dan Armin Susandi. 2007. Proyeksi SO2 di Indonesia sebagai Implikasi Perubahan Iklim Global: Dampak dan Biaya Kesehatan. Jurnal. Program Studi Metereologi, Departemen Geofisika dan Metereologi, Institut Teknologi Bandung. Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2014. Jumlah Penderita ISPA Tahun 2014
128
Direktorat Jenderal PP dan PL. 2012. Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Jakarta: Kementrian Kesehatan. Dwirani, Fitri. 2004. Pencemaran Gas Amonia dan Dampaknya Terhadap Pekerja dan Masyarakat Sekitar: Studi Kasus di PT. Pupuk Kujang Cikampek, Jawa Barat. Tesis. Universitas Indonesia. EHC 222: Biomarkers in Risk Assesment: Validity & Validation Environmental Health Risk Assessment (EHRA). 2012. Guidelines for Assessing Human Health Risks From Environmental Hazards. Australia: Enhealth Environmental Protection Agency (EPA). 2011. Exposure Factors Handbook 2011 Edition. National Center for Environmental Assesment Office of Researchand
Development,
U.SEnvironmental
Protection
Agency
www.epa.gov Faloon, Suzie. 2016. The Symptoms of a Sulphur Allergy. Diakses melalui http://www.ehow.com/about_5048091_symptoms-sulphur-allergy.html
pada
tanggal 20 Februari 2015
Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan udara . Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Fatonah, Y.I. 2010. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Benzena Pada Pekerja Bengkel Sepatu “X” di Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK) Pulogadung Jakarta Timur. Depok: Tesis Universitas Indonesia Fitriany, Rina Nur. 2011. Analisis Risiko Pajanan Sulfur dioksida (SO2) Terhadap Kesehatan Pekerja di Bagian Welding PT. Suzuki Indomobil Motor Plant Tambun II. Depok: Skripsi Universitas Indonesia Hafiyah, Syarifah Rosikhoh. 2011. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pajanan Hidrogen Sulfida Pada Penduduk Usia Dewasa di sekitar TPA Sampah Cipayung Kota Depok. Depok: Skripsi Universitas Indonesia Haryoto; Setyono, Prabang; dan Masykuri M. 2014. Fate Gas Amoniak Terhadap Besarnya Resiko Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Tempat
129
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Surakarta. Jurnal EKOSAINS 6(2) International Agency for Research on Cancer (IARC). 1997. Sulfur Dioxide and Some
Sulfites,
Bisulfites
and
Metabisulfites.
Diakses
http://www.inchem.org/documents/iarc/vol54/02-sulfur-dioxide.html
melalui pada
tanggal 28 Maret 2015 International Programme On Chemical Safety (IPCS). 2004. IPCS Risk Assesment Terminology. WHO Juliani, Rita, dkk. Pola Penyebaran Emisi Gas dari Limbah Industri di Kota Medan dengan Menggunakan Model Estimasi Dispersi Atmosferis. FMIPA Universitas Negeri Medan Junaidi. 2007. Analisis dan Manajemen Risiko Pencemaran Sulfur Dioksida (SO2) Udara Ambien Pada Pedagang Kaki Lima di Terminal Bus Pasar Senen, Jakarta Pusat 2007. Depok: Universitas Indonesia Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia. Kabupaten Kota Palembang.
2013.
diakses
melalui
http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/16/name/sumatera-selatan/detail/1671/kota-palembang pada tanggal 28 Januari 2015 Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. 2013. Pedoman pengisian kuesioner tahun 2013. . 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Kristianingrum, Susila. 2006. Pengawet Makanan yang Aman bagi Kesehatan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta Lemeshow,S. dkk.1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: GADJAH MADA UNIVESITY PRESS: 53-55 Ma’rufi, Isa. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Akibat Transportasi Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya. The 17th FSTPT Internasional Symposium Jember University. McGranahan, Gordon and Frank Muray. 2003. Air Pollution & Health in rapidly developing countries. Stockholm Environment Institute
130
Nadakavukaren, Anne. 2011. Our Global Environment A Health Perspective. United States of America: Wafeland Press, Inc. Novirsa, Randy dan Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Analisis Risiko Pajanan PM2,5 di Udara Ambien Siang Hari Terhadap Masyarakat di Kawasan Industri Semen. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 7(4) Nriagu, Jerome O. 1978. Sulfur In The Environment Part II: Ecological Impacts. Canada: John Wiley & Sons,Inc. Nukman, dkk. 2005. Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan Peencemaran Udara: Studi Kasus di Sembilan Kota Besar Padat Transportasi. Jurnal Ekologi Kesehatan 4(2): 270-289 P2PL Depkes. 2014. Dampak Kesehatan Akibat Polusi Udara. Diakses Melalui http://pppl.depkes.go.id/berita?id=1382 pada tanggal 27 Januari 2015 Pasaribu, Rownland B.F. 2012. Industri dan Indutrilisasi. Bahan Ajar Perekonomian Indonesia. Universitas Gunadarma, Kenari. Pengendalian
Pencemaran
udara
di
Perkotaan
diakses
http://www.menlh.go.id/pengendalian-pencemaran-udara-perkotaan/
melalui pada
tanggal 20 januari 2015 Peraturan Gubernur Sumsel No. 17 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Udara Ambien Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 Tahun 2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 142 Tahun 2015 Tentang Kawasan Industri
131
Purnama, Didi. 2013. Konsentrasi PM10 dan Gas (SO2 dan NO2) dalam rumah dan kejadian ISPA pada anak balita di kecamatan duren sawit, Jakarta Timur.DKI Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia. Rahman. A. 2007. Model kajian prediktif dampak lingkungan dan aplikasinya untuk manajemen risiko kesehatan. Pusat kajian kesehatan lingkungan dan industri FKM UI. Depok. Rahman, dkk. 2008. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pertambangan Kapur Di Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara dan Tulung Agung. Jurnal Ekologi Kesehatan volume.7 Nomor 1: 665-677 Ramadhona, M. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Amonia (NH3) Pada Karyawan Di Area Produksi Amonia PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Rusdi. 1996. Pengaruh Polusi Udara Terhadap Sistem Respirasi. Makalah Ilmiah, Biosfer. Rusmayadi, Gusti. 2010. Konsentrasi Sulfur Oksida Di Pemukiman Sekitar Factory Outlet dan Jalan Raya Bogor. Jurnal. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UNLAM Soedomo, Moestikahadi. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Pencemaran Udara. Bandung: Penerbit ITB Sucipto, Cecep Dani dan Asmadi. 2011. Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam AMDAL. Yogyakarta: Gosyen Pulishing Sukadi. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM10 dan SO2 di Kelapa Gading Jakarta Utara Tahun 2014. Depok. Skripsi: Universitas Indonesia Sumantri, A.2010. Kesehatan lingkungan Dalam Pespektif Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Suryani S., et al. 2010. Model Sebaran Polutan SO2 pada Cerobong Asap PT. Semen Tonasa. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Fisika, Disampaikan pada Konggres dan Seminar Nasional Badan Koordinasi
132
Pusat Studi Lingkungan Hidup se-Indonesia ke-XX, tanggal 14-16 Mei 2010, Pekanbaru, 2005 Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC Turyanti A, dkk. 2016. Analisis Pola Dispersi Partikulat dan Sulfurdioksida Menggunakan Model WFRCHEM Disekitar Wilayah Industri Tangerang dan Jakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan 23(2): 169-178 Wiharja. 2002. Identifikasi Kualitas Gas SO2 di daerah Industri Pengecoran Logam Ceper. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(3): 251-255 World Bank Group. 1998. Sulfur Oxides: Pollution Prevention and Abatement Handbook World Health Organization (WHO). 2016. Ambient (outdoor) Air Quality and Health.
Geneva:
WHO
diakses
melalui
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs313/en/ pada tanggal 14 Desember 2016 Zakaria, Nurdin dan R. Azizah. 2013. Analisis Pencemaran Udara (SO2), Keluhan Iritasi Tenggorokan dan Keluhan Kesehatan Iritasi Mata Pada Pedagang Makanan di Sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya. Jurnal. Departemen Kesehatan Lingkungan: Universitas Airlangga
KUESIONER ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOXIDE (SO2) PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016
Assalamualaikum Wr.Wb Perkenalkan saya Rois Solichin, saya merupakan mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian mengenai “Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Sulfur Dioksida pada Masyarakat yang Bermukim di Sekitar Kawasan Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Tahun 2016”. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Oleh sebab itu, saya meminta bantuan anda untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Saya sangat mengharapkan kesediaan waktu anda untuk dapat saya wawancarai mengenai berapa lama berada dan menetap di lokasi penelitian (jam, hari dan tahun) serta bersedia untuk dilakukan pengukuran berat badan. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih. Wassalamualaikum Wr. Wb Pewawancara
.......................... (Tanda Tangan/Nama Jelas)
Responden
......................... (Tanda Tangan/Nama Jelas)
KUISIONER ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOXIDE (SO2) PADA MASYARAKAT DI PEMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016 No. Resp
I.
Nama Pewawancara Tgl/bln/thn
Data Umum 1. Nama Responden
:
2. Alamat
:
3. Umur
:
4. Jenis Kelamin
: Laki-laki/ Perempuan
5. Pekerjaan
:
a. Tidak Bekerja b. Pegawai Negeri Sipil c. Pegawai BUMN d. Pegawai Swasta e. Wiraswasta/ pedagang f. Buruh g. Ibu Rumah Tangga 6. Pendidikan terakhir
:
a. Tidak sekolah b. Tidak tamat SD c. Sekolah Dasar d. SMP e. SMA f. D3/S1 dan seterusnya
II.
Data Antropometri 1. Berat Badan
:
2. Lama Tinggal
:
3. Berada di Pemukiman
:
a. ………………..jam/hari b. ………………….hari/minggu 4. Lama Keluar dari pemukiman/tempat tinggal a. Dalam seminggu
:
b. Dalam 1 bulan :
hari hari
c. Waktu liburan/lebaran:
hari
d. Total libur dalam 1 tahun:
hari
Lampiran Hasil Laboratorium Pengukuran Konsentrasi SO2 (1)
Lampiran Hasil Laboratorium Pengukuran Konsentrasi SO2 (2)
Lampiran Perhitungan Nilai Asupan (Intake) dan Besar Risiko NO
NAMA
ALAMAT
Konsentrasi SO2 (mg/m3)
Berat Badan (kg)
Laju Inhalasi (m3/jam)
Waktu Pajanan (jam/hari)
Frekuensi Pajanan (hari/tahun)
Durasi Pajanan (tahun)
0,25433333
84,8
0,693065266
16
365
51
Intake (mg/kg/hari)
RQ
0,056539305
0,269234788
1
DRS. TAUFIQ
1 ILIR
2
MAIMUNAH
1 ILIR
0,25433333
57,5
0,607269176
24
365
60
0,128931167
0,613957938
0,25433333
72,6
0,658763087
24
245
11
0,013631756
0,064913125
3
NURLAELA
JLN. SULTAN AGUNG 1 ILIR RT.12 RW.03
4
SUMIRAH
1 ILIR
0,25433333
59,2
0,613703507
22
351
25
0,046483184
0,221348495
5
MASNA
1 ILIR
0,25433333
42,5
0,540515483
24
365
53
0,137147643
0,653084015
6
KOSIM
1 ILIR
0,25433333
59,5
0,614819769
15
321
20
0,023112467
0,110059368
7
A.ROZAK
1 ILIR
0,25433333
49,4
0,573739052
23
365
24
0,054351129
0,258814899
8
FADLI
1 ILIR
0,25433333
42,9
0,542584195
13
321
26
0,031872839
0,151775422
9
NASRULLAH
1 ILIR
0,25433333
76,6
0,670606854
12
321
31
0,024281547
0,115626415
10
SALMAN
1 ILIR
0,25433333
52,2
0,585914051
24
365
2
0,004567585
0,021750407
11
ANTON
1 ILIR NO 428. RT.16
0,25433333
56,4
0,603003606
22
365
2
0,003988187
0,018991367
12
FITRI
NO. 411
0,25433333
56
0,601431832
22
365
27
0,054083757
0,257541702
13
EDI
1 ILIR
0,25433333
50
0,57640508
18
365
38
0,066849156
0,318329312
14
HABIBAH
NO.439/231
0,25433333
47,9
0,566929674
23
365
36
0,083081828
0,39562775
15
M.DANI
NO.417
0,25433333
65,6
0,636372966
23
363
43
0,080890955
0,385195024
16
KOMALASARI
RT.10
0,25433333
57,5
0,607269176
21
269
48
0,066514353
0,316735013
17
ASMUNI
1 ILIR RT.19. RW.04 NO 535
0,25433333
52,2
0,585914051
24
365
71
0,162149282
0,772139436
18
ZULKIFLI
NO.722 RT.19. RW.03 1 ILIR
0,25433333
70,5
0,65228114
14
365
46
0,050514214
0,240543877
M. RIFAI
RT.19. RW.03 NO.634
0,25433333
57,3
0,606499721
22
365
15
0,029612287
0,141010891
20
MUKSID
JLN. RATU SIANUM O 709
0,25433333
47,7
0,566005684
24
365
75
0,181074355
0,862258833
21
LINDA
NO.709
0,25433333
64
0,630920014
22
365
30
0,055159497
0,26266427
22
TANTI
NO.542
0,25433333
50,1
0,576846306
16
351
30
0,045056755
0,214555975
23
NONSHI
1 ILIR
0,25433333
43,5
0,545651374
20
365
22
0,046790825
0,222813452
24
RUSMIDAR
1 ILIR
0,25433333
65,4
0,635698665
24
358
62
0,120267608
0,572702895
19
25
KOMINI
1 ILIR ISTANA AGUNG
26
EFFENDI
1 ILIR
0,25433333
69,7
0,649760904
17
365
33
0,044336937
0,211128272
27
MARIA
1 ILIR
0,25433333
50
0,57640508
23
321
25
0,049421945
0,235342597
28
ANTI
NO.440
0,25433333
39,6
0,524908097
14
365
19
0,029891778
0,142341801
29
SUEP
1 ILIR
0,25433333
55,5
0,59945125
16
365
19
0,02783662
0,132555333
30
DEDEK
NO.426
0,25433333
41,6
0,535788787
24
358
32
0,082249582
0,391664677
31
M.IRHAM
NO.416
0,25433333
49,2
0,572843175
8
365
43
0,033955577
0,161693223
32
SUWARDI
NO.437
0,25433333
54,4
0,595030417
9
365
42
0,035052104
0,166914783
33
NANJAWI
1 ILIR
0,25433333
77,4
0,672901247
15
365
54
0,059700425
0,284287736
34
NURUL
NO.431
0,25433333
54
0,593400644
18
365
22
0,036891938
0,175675894
35
ABDULLAH FIRMANSYAH
1ILIR
0,25433333
54,2
0,594217034
19
365
17
0,03002136
0,142958857
36
HAFIZAH
NO.431
0,25433333
59,6
0,615190606
20
365
48
0,084007236
0,400034458
37
YANTI
RT.19 RW.04 NO 642 1 ILIR
0,25433333
48
0,567390223
24
365
17
0,04088677
0,194698904
38
amin
0,25433333
60,5
0,61850041
22
365
17
0,032414419
0,154354378
RT.19.RW04. NO
0,25433333
53,2
0,590104563
18
365
30
0,050780051
0,241809764
642
39
AHMAD SHALEH
RT.19.RW.04 NO 642
40
MASYITOH
1 ILIR
0,25433333
64,1
0,631264797
24
365
24
0,048090363
0,229001728
41
EKA RODIANAN
RT.16 RW.04 NO 428
0,25433333
37,7
0,514049938
24
365
2
0,005548649
0,026422136
42
DADANG
RT.16 RW.05 NO 1428
0,25433333
86
0,696168361
15
365
46
0,04735294
0,225490191
43
M.ANANG
RT.19 RW.04 NO 691
0,25433333
40,3
0,528777616
24
189
20
0,027647777
0,131656082
44
DEDI
RT.19 RW.04 702
0,25433333
59,2
0,613703507
16
365
5
0,007030868
0,033480321
ROMLAH
RATU SIANUM 3 ILIR
0,25433333
56,2
0,602219117
15
365
50
0,068133628
0,324445847
46
TAUFIK
RT.19 RW.04 NO 440
0,25433333
64,3
0,631952752
12
365
54
0,053992156
0,257105505
47
ELMAWATI
RT.19 RW.04 NO 502
0,25433333
48,3
0,568766136
24
365
38
0,091046544
0,433554973
SRI WAHYUNI
RT.19 RW.04 NO 302
0,25433333
45,3
0,554605303
19
365
17
0,033525122
0,159643438
45
48
0,25433333
71,3
0,654772939
22
365
2
0,003425594
0,016312353
49
KHALIFAH
RT.10 RW 03
0,25433333
56,9
0,604952721
23
365
24
0,04975426
0,236925049
50
MADON
RT.10 RW. 03
0,25433333
59,2
0,613703507
16
365
32
0,044997552
0,214274057
51
ASRIADI
RT 10 RW 03
0,25433333
44,9
0,55264668
19
365
20
0,03965216
0,188819809
52
NIA
RT.11 RW.03 312
0,25433333
55,7
0,600245616
24
358
30
0,064517642
0,307226868
53
RUSDIANA
RT.10 RW.03 1 ILIR
0,25433333
58,6
0,611453912
24
321
20
0,037342341
0,177820674
54
ZALY
RT.10 RW.03
0,25433333
47,2
0,563678651
20
365
46
0,093144978
0,443547514
55
IRIANI
RT 10 RW 03
0,25433333
50,1
0,576846306
20
365
54
0,105421253
0,502005967
56
DIAN
RT 12 RW 10
0,25433333
70,9
0,653530554
24
321
28
0,046183105
0,219919549
ATIK
RT 10 RW 04 NO 419
0,25433333
59,1
0,613330162
22
365
33
0,063874203
0,304162869
58
ERNA
RT.10 RW. 04 NO 469
0,25433333
58,6
0,611453912
24
321
25
0,046677927
0,222275842
59
PUPUT
RT 10 RW 03 NO 469
0,25433333
43,2
0,544123109
24
365
19
0,048692301
0,231868099
60
MATRIS
RT 9 RW 4 NO 452
0,25433333
61,9
0,623552373
9
358
36
0,027139353
0,129235014
61
SURYATI
RT 9 RW 4 NO 413
0,25433333
54,7
0,596244902
24
365
35
0,077624473
0,36964035
62
H. ALIMUDIN
0,25433333
53,5
0,591346365
12
365
20
0,022489584
0,107093257
57
NO 375 RT 10 RW
03 63
RIKA
RT 09 RW 03
0,25433333
46,4
0,559903631
24
365
4
0,009820838
0,046765897
64
AMSOLEH
NO 368
0,25433333
62,3
0,624974815
24
321
52
0,093343322
0,444492008
65
SURYANTI
NO 203
0,25433333
59
0,612956186
23
365
4
0,008103027
0,038585842
66
RINA
NO 418
0,25433333
55,4
0,599052994
20
365
40
0,073337735
0,34922731
67
MAIMUNAH
NO 532
0,25433333
44,5
0,550670529
24
365
40
0,100712896
0,47958522
68
VERA
NO 120
0,25433333
33,2
0,485979764
23
365
22
0,062793205
0,29901526
69
JUNAIDI
NO 268
0,25433333
59,2
0,613703507
18
365
48
0,075933369
0,361587472
TASLIM
RT 06 RW 02 NO 266 LORONG AMAL
0,25433333
45
0,553137966
18
365
50
0,093787615
0,446607691
71
SUSIANI
RT 19 RW 04 NO 723
0,25433333
54
0,593400644
24
365
9
0,020122875
0,095823215
72
AHBUNAYYAH
NO 248
0,25433333
36,7
0,5081132
24
365
2
0,005634011
0,026828623
73
MAYA
NO 435
0,25433333
69,7
0,649760904
22
365
10
0,017387034
0,082795401
74
ROSMALA
RT 19 NO 722
0,25433333
67,4
0,642350775
24
365
14
0,027147739
0,129274947
75
VIVI
RT 19 NO 735
0,25433333
46,5
0,560379052
24
358
15
0,036074775
0,171784643
76
ANSORI
0,25433333
44,3
0,549675783
16
365
59
0,09930175
0,472865474
70
JALAN RATU
SIANUM RT. 19 RW 04 NO 711 77
SUSI
RT 19
0,25433333
60,6
0,618865122
23
365
2
0,003982568
0,018964611
78
TARI
RT 19
0,25433333
52,6
0,58759981
24
277
22
0,037948862
0,180708867
79
ASIAH
NO 520
0,25433333
57,7
0,608035959
22
277
58
0,086511344
0,41195878
80
NURUL HUDA
JLN SULTAN AGUNG NO 488
0,25433333
55,1
0,597853896
19
365
49
0,085639707
0,40780813
81
KUSNO
NO 631
0,25433333
58,9
0,612581574
24
365
41
0,086761242
0,413148773
82
MURSIANA
RT 11 RW 03
0,25433333
53,8
0,592581224
24
365
56
0,12550092
0,597623427
83
NURHASANA
NO 11A RT 03
0,25433333
62,9
0,627091444
24
277
60
0,092365898
0,439837608
84
ARONI
JALAN SULTAN AGUNG NO 497
0,25433333
71,4
0,655082446
24
365
67
0,12507365
0,595588808
85
HURAIN
NO 498
0,25433333
71,9
0,656623508
24
365
58
0,107772709
0,513203378
86
HELEN
RT 15 RW 03
0,25433333
60
0,616667757
24
321
3
0,005517301
0,026272862
88
LESTARI
RT 15 NO 484
0,25433333
59,8
0,615930417
15
365
46
0,060250629
0,286907758
88
ZAINUR
RT 15 NO 486
0,25433333
52,5
0,587179575
24
321
53
0,106070092
0,505095675
89
SITI AMMAH
NO 512
0,25433333
66
0,637715422
20
365
34
0,055702402
0,265249535
90
HERMANSYAH
NO 512
0,25433333
77,8
0,674039566
15
365
38
0,041866116
0,199362459
91
H.ZULKIFLI
JLN SULTAN AGUNG RT 13 RW 03
0,25433333
64,2
0,631609042
20
321
54
0,079219348
0,37723499
92
DIMA
RT 15 NO 483
0,25433333
66,6
0,639713928
21
362
27
0,045792291
0,218058528
93
MAYAN
RT 15 NO 391
0,25433333
52
0,585066321
24
365
55
0,125909273
0,599567965
94
AHMAD
RT 09 RW 03 NO 391
0,25433333
55
0,597452745
22
189
58
0,060847468
0,28974985
95
RAHMI
RT 09 NO 391
0,25433333
54
0,593400644
24
365
28
0,0626045
0,298116669
96
FAUZIAH
RT 09 NO 442
0,25433333
61,7
0,622837701
19
358
31
0,049439858
0,235427895
97
JANNAH
RT 09 NO 321
0,25433333
51,2
0,58164248
24
365
62
0,143308225
0,682420118
98
SYAFEI
NO 84
0,25433333
49,2
0,572843175
16
365
30
0,047379875
0,22561845
99
ILHAM
RT 9 RW 04 NO 114
0,25433333
55,1
0,597853896
19
365
20
0,034954983
0,166452298
100
ABDURRAHMAN
RT 10 RW 04 NO 138
0,25433333
46
0,557991642
24
335
46
0,104201245
0,496196403
101
DEWI
RT 10 RW 04 NO 138
0,25433333
54
0,593400644
24
365
23
0,051425125
0,24488155
102
AMIN
RT 13
0,25433333
71,3
0,654772939
16
365
25
0,031141764
0,148294115
103
AGUS
1 ILIR
0,25433333
55,6
0,59984879
15
365
12
0,016463476
0,078397504
FATIMAH
RT 02 RW 05 NO 205 1 ILIR
0,24466667
68,4
0,645603165
14
335
20
0,019782131
0,094200624
105
SRIYATI
RT 04 RW 01 NO 163
0,24466667
55,8
0,600641729
14
351
20
0,023637804
0,112560974
106
SITI ROHMAH
RT 01 RW 01 NO 163
0,24466667
85,5
0,6948807
17
365
2
0,002253599
0,010731423
DEWI
RT 03 RW 01 NO 81 1ILIR
0,24466667
57,7
0,608035959
20
365
35
0,060159614
0,286474353
108
NURHAYATI
RT 36 RW 7 NO 22 3 ILIR
0,24466667
47,5
0,565077811
24
354
40
0,090333706
0,430160503
109
SODARIA
RT 36 RW 26 NO 26 3 ILIR
0,24466667
50,3
0,577726121
24
365
33
0,074187844
0,353275448
110
NURHASANAH
RT 02 RW 02 NO 71 1 ILIR
0,24466667
62,8
0,626740079
22
363
52
0,092602169
0,44096271
111
AMINAH
RW 02 RT 02 NO 65
0,24466667
68
0,644307952
24
358
2
0,003638057
0,017324082
112
EMA
RT 03 RW 01 NO 101 1 ILIR
0,24466667
73,8
0,662383387
24
358
43
0,074092881
0,352823241
113
NURSIDAH
RW 1 RT 3 NO 118 1 ILIR
0,24466667
29
0,456111162
24
365
60
0,184709293
0,879568061
104
107
SUTINA
RT 04 RW 01 NO 132
0,24466667
53,6
0,591758753
21
365
30
0,056724934
0,270118734
115
SUHERI
RT 04 RW 01 NO 132
0,24466667
65,9
0,637380572
24
365
70
0,132518417
0,631040081
116
MERI
RT 05 RW 02 NO 131
0,24466667
48,2
0,56830845
24
365
34
0,078465868
0,373646992
117
M. AZHAR
RT 05 RW 02 NO 227
0,24466667
55,1
0,597853896
18
365
38
0,060527553
0,288226443
118
TINA
RT 05 RW 02 NO 227
0,24466667
55,4
0,599052994
24
365
33
0,069844821
0,332594387
119
YOPIE
RW 02 RT 05 NO 227
0,24466667
56
0,601431832
24
365
21
0,044145096
0,210214745
120
SETO
RT 04 RW 01 NO 145 1 ILIR
0,24466667
56,5
0,603394808
16
365
21
0,029264826
0,139356315
121
KARSIH
RT 04 RW 61 NO 145 1 ILIR
0,24466667
40,4
0,529324911
24
343
30
0,072298331
0,344277766
122
JOKO
RT 04 RW 01 NO 145 1 ILIR
0,24466667
62
0,623908843
16
365
45
0,059090205
0,28138193
MARYAM
RT 14 RW 04 NO 165
0,24466667
49,4
0,573739052
14
365
15
0,019891169
0,094719852
114
123
ABDUL GHANI
RT 14 RW 04 NO 165
0,24466667
55,4
0,599052994
15
365
28
0,03703892
0,176375811
125
YULI
RT 14 RW 04 NO 165 1 ILIR
0,24466667
51
0,580778161
24
358
3
0,006558678
0,0312318
126
MARKUM
RT 14 NO 172
0,24466667
47
0,562740929
15
365
4
0,005858891
0,027899483
127
MARYATI
NO 172 RT 14
0,24466667
64,3
0,631952752
18
365
4
0,005771114
0,027481497
128
NUR
RT 14 NO 184
0,24466667
27,9
0,447571727
24
365
65
0,204096985
0,971890407
129
ASTUTI
1 ILIR
0,24466667
48,9
0,571492508
24
365
7
0,016012698
0,076250943
130
YUS
NO 69 RT 03 RW 02
0,24466667
63,9
0,630574692
24
365
26
0,050219666
0,239141266
131
FIKA
NO 69 RT 03 RW 02
0,24466667
45,9
0,557511047
24
341
3
0,006663284
0,031729926
132
SOFIDRA
RT 03 RW 01 NO 48
0,24466667
68,5
0,645925785
24
310
48
0,07524314
0,358300665
133
ARIFIN
RT 04 RW 01
0,24466667
53,2
0,590104563
24
365
34
0,073817792
0,351513294
134
ELIS
RT 04 RW 01 NO 132
0,24466667
59,2
0,613703507
24
343
4
0,007627161
0,036319816
JOHAN
NO 132 RT 04 RW 01
0,24466667
50,3
0,577726121
12
365
33
0,037093922
0,176637724
LINA
RT 07 RW 02 NO 140
0,24466667
56,8
0,604564272
24
365
6
0,012500005
0,059523833
124
135
136
137
JAMIAH RT 05 RW 02 NO 2
27 1 ILIR
138
NANI
139
140
0,24466667
55,4
0,599052994
23
365
43
0,087217839
0,415323041
RT 04 RW 01 NO 40
0,24466667
49,6
0,574631309
15
365
25
0,035431736
0,168722551
NAROSIH
RW 01 RT 04 NO 145
0,24466667
76
0,668870279
24
365
47
0,080963814
0,38554197
SULASTRI
RT 07 RW 01 NO 150
0,24466667
57,1
0,605727576
22
365
26
0,049486965
0,235652213
KURNIATI
RT 04 RW 01 NO 150
0,24466667
49
0,571943649
24
365
21
0,047977902
0,228466198
142
AMINAH
RT 04 RW 01 NO 149
0,24466667
57,4
0,606884784
20
365
52
0,089677036
0,427033505
143
JULIA
RT 14 NO 156
0,24466667
53,3
0,590519273
16
362
2
0,00286765
0,013655475
144
HUSNI
RT 04 RW 01 NO 480
0,24466667
61,3
0,621401382
19
365
66
0,103672322
0,493677725
145
DAYAT
NO 968
0,24466667
62,6
0,626035666
24
365
33
0,06459568
0,307598476
146
KANAN
NO 390
0,24466667
62,4
0,625328998
19
362
38
0,058523519
0,278683424
147
SITI ROCHMAH
1 ILIR
0,24466667
71,7
0,656008373
17
335
38
0,044241336
0,210673031
148
RUMISAH
1 ILIR
0,24466667
71,7
0,656008373
19
335
35
0,045542552
0,216869297
141
149
SRI RAHAYU
RT 07 RW 02 NO 309
150
MARNI
NO 135 1 ILIR
0,24466667
45,9
0,557511047
24
321
45
0,09408714
0,448033998
151
ZAINUN
NO 310 1 ILIR
0,24466667
55,4
0,599052994
20
365
60
0,105825487
0,503930889
152
DIAN
RT 07 RW 02 NO 301
0,24466667
44,8
0,552154297
24
277
35
0,064077002
0,305128581
153
HARI
RT 07 RW 07 NO 302
0,24466667
56,1
0,601825825
23
365
41
0,082503658
0,39287456
154
IKE
NO 301
0,24466667
62
0,623908843
24
332
37
0,066288957
0,315661701
155
RUSLIANA
NO 301
0,24466667
55
0,597452745
24
332
47
0,090896831
0,432842051
156
SUWOTO
NO 256
0,24466667
71,3
0,654772939
20
351
30
0,04321358
0,205778952
157
SRI YUNIATI
NO 302 1ILIR
0,24466667
40,9
0,532041222
24
329
39
0,089506465
0,426221264
158
SUKINAH
RT 07 RW01 NO 302
0,24466667
57,5
0,607269176
22
343
30
0,053421015
0,254385785
159
SUDIRMAN
RT 07 RW 02 NO 176
0,24466667
61,8
0,623195326
21
365
56
0,096715612
0,460550534
160
AGUS CIK
NO 274B RT 07
0,24466667
66,2
0,638383602
14
365
45
0,049547054
0,23593835
TINI
RT 06 RW 02 NO 251
0,24466667
38,9
0,520969564
24
332
15
0,035765477
0,170311795
161
0,24466667
49,6
0,574631309
24
353
9
0,019737709
0,093989093
162
TUTI
NO 176 1 ILIR
0,24466667
63
0,627442252
24
365
35
0,068228535
0,324897787
MARYANI
RT 07 RRW 01 NO 176
0,24466667
74,2
0,663577083
23
365
36
0,06039088
0,287575621
164
SUMI
RT 07 RW 03 NO 301
0,24466667
53,5
0,591346365
24
365
25
0,054087007
0,257557177
165
MERI
RT 07 RW 02 NO 300
0,24466667
61,5
0,622120709
24
365
22
0,043559914
0,207428163
FARIDA
RT 07 RW 02 NO 299
0,24466667
76,6
0,670606854
24
365
10
0,017135785
0,081598977
167
YETI
RT 07 RW 02 NO 310
0,24466667
54
0,593400644
19
365
24
0,04086699
0,194604712
168
ISA
RT 07 RW 02 NO 31
0,24466667
49,7
0,575076089
24
365
35
0,079268704
0,37747002
169
YANTI
RT 07 RW 02 NO 311
0,24466667
61,2
0,621040838
24
365
31
0,061573696
0,293208076
170
RIATUN
RT 07 RW 02 337
0,24466667
84,4
0,692021135
18
335
30
0,033141806
0,157818121
171
PARTO
RT 07 RW 02 NO 296
0,24466667
61,2
0,621040838
19
335
20
0,028864087
0,137448034
M.YANTO
RT 08 RW 04 1 ILIR NO 346
0,24466667
56,9
0,604952721
24
343
32
0,062578507
0,297992888
163
166
172
KARINA
RT 08 RW 02 NO 346
0,24466667
58,8
0,612206326
16
335
30
0,037408235
0,178134452
174
NURBAITI
RT 10 RW 04 NO 407
0,24466667
51
0,580778161
24
354
13
0,028103386
0,133825646
175
ASNI AIDAH
RT 19 RW 04 NO 660 1 ILIR
0,24466667
81,9
0,685381027
24
321
35
0,050418878
0,240089897
176
SUKIYAH
RT 06 RW 01 NO 270 1 ILIR
0,24466667
54,2
0,594217034
23
365
30
0,061694785
0,293784688
177
RATIH
RT 06 RW 01 NO 271 SUNGAI BUAH
0,24466667
57,3
0,606499721
24
365
41
0,084942421
0,404487717
178
AINI
RT 07 SUNGAI BUAH NO 330
0,24466667
41,7
0,536318999
24
314
15
0,032484782
0,15468944
179
RUSLAN
RT 07 RW 01 NO 365 SUNGAI BUAH
0,24466667
59,4
0,614448308
20
358
35
0,057921615
0,275817213
180
SITI ROHMAH
RT 07 RW 01 NO 37 SUNGAI BUAH
0,24466667
81,4
0,684028706
24
365
10
0,016448061
0,078324101
181
AMANAH
RT 34 RW 07 NO 8 JLN RATU SIANUM
0,24466667
71,6
0,655700162
24
365
59
0,105756988
0,503604704
FIFIN
RT 34 RW 07 NO 8 JLN RATU SIANUM
0,24466667
64,8
0,633663321
23
365
10
0,018342771
0,08734653
173
182
183
YANI
RT 14 NO 18
0,24466667
71,9
0,656623508
24
365
4
0,007150103
0,034048111
ILHAM
RT 10 RW 4 SUNGAI BUAH
0,24466667
57,5
0,607269176
24
365
5
0,010335897
0,049218559
185
SANTI
RT 10 RW 04 NO 628
0,24466667
57,4
0,606884784
24
358
29
0,058863666
0,280303173
186
YUDHA PRATAMA
NO 628 RT 10 RW 04
0,24466667
51,7
0,583788593
18
365
19
0,031495225
0,149977263
KAMELIA
NO 628 RT 10 RW 04
0,24466667
37,5
0,512875289
24
365
31
0,082986413
0,395173395
188
M. RODI
NO 630 RT 10 RW 04
0,24466667
49,4
0,573739052
16
358
44
0,065403928
0,311447278
189
TONI
NO 630 RT 10 RW 04
0,24466667
48,6
0,57013353
12
365
20
0,022961756
0,109341697
SAMSIAH
NO 630 RT 10 RW 04
0,24466667
45,9
0,557511047
22
358
48
0,102600251
0,488572623
191
DALIMAN
3 ILIR RW 7 RT 33 NO 38
0,24466667
68,9
0,647211573
24
332
31
0,051844031
0,246876336
192
HERMAWATI
NO 38 RT 33 RW 07 3 ILIR
0,24466667
71,6
0,655700162
24
365
31
0,055567231
0,264605861
193
MASTUNA
0,24466667
58,5
0,611076742
24
365
53
0,108362883
0,516013727
184
187
190
NO 506 RT 33 RW
07 3ILIR
KARTINI
NO 272 RT 06 RW 01 SUNGAI BUAH
0,24466667
46,1
0,558471193
24
358
13
0,030234177
0,143972274
195
WULATANI
NO 272 RT 06 RW 01 SUNGAI BUAH
0,24466667
68,5
0,645925785
24
365
40
0,073827274
0,351558449
196
ICE
NO 330 RT 06 RW 01 SUNGAI BUAH
0,24466667
59,8
0,615930417
24
358
32
0,063275473
0,301311776
197
ANISA INDRAYANI
NO 365 RT 01 RW0 01 SUNGAI BUAH
0,24466667
60,8
0,619592745
24
365
34
0,06781823
0,322943955
198
TANJUNG SIMANJUNTAK
NO 08 RT 34 RW 07 3 ILIR
0,24466667
58,5
0,611076742
24
365
40
0,081783308
0,389444323
199
R. SIMANJUNTAK
NO 08 RT 34 RW 07 3 ILIR
0,24466667
50
0,57640508
24
365
50
0,112821688
0,537246132
KOMALUDIN
NO 20 RT 34 RW 07 3 ILIR
0,24466667
77,4
0,672901247
24
365
55
0,093591812
0,445675294
201
REDI
NO 18 RT 34 RW 07 3 ILIR
0,24466667
55,5
0,59945125
24
358
19
0,039397571
0,187607479
202
WIWIN RAHMAWATI
NO 39 RT 34 RW 07 3 ILIR
0,24466667
51,4
0,58250343
24
314
7
0,013357801
0,063608578
203
WAHYUNI
RT 34 RW 07
0,24466667
56,2
0,602219117
21
358
4
0,007200145
0,034286403
194
200
SITI ABSAH
NO 90 RT 34 RW 07 3 ILIR
0,24466667
57
0,605340488
24
365
57
0,118485312
0,564215769
205
ITA
RT 34 RW 07 NO 90 3 ILIR
0,24466667
58,6
0,611453912
24
365
25
0,051058836
0,243137316
206
M.NASIR
RT 10 RW 04 1ILIR
0,24466667
74,3
0,663874502
24
365
15
0,026233318
0,124920563
207
sobiha
RT 12. RW 04 NO 30 TANGGA TAKAT
0,246
51,8
0,584215325
22
365
40
0,081384127
0,387543462
AMILIN
RT 12 RW 04 NO 50 TANGGA TAKAT
0,246
59,3
0,614076222
22
365
52
0,097142095
0,462581404
209
ANIS
RW01 RT 01 TANGGA TAKAT
0,246
51,8
0,584215325
10
365
10
0,009248196
0,04403903
210
PONIN
TANGGA TAKAT RT 01 RW 01
0,246
47,2
0,563678651
24
365
40
0,094010134
0,447667307
SUPARMAN
RW 04 RT 01 TANGGA TAKAT
0,246
50,1
0,576846306
14
365
40
0,052871821
0,251770577
212
HUSEIN
TANGGA TAKAT NO 66 RT 01 RW 2
0,246
53,3
0,590519273
14
365
20
0,025437753
0,121132159
213
SANIMAH
NO 705 RT 13 RW 01 TANGGA TAKAT
0,246
59,5
0,614819769
22
365
4
0,007456369
0,035506518
214
LANI
0,246
49,4
0,573739052
24
365
52
0,118854574
0,565974163
204
208
211
NO 704 RT 13 RW
05 TANGGA TAKAT
SOHAR
LORNG SANTA JAYA RT 13 RW 02
0,246
46
0,557991642
12
318
57
0,059275342
0,282263535
216
SAMINAH
NO 808 RT 14 RW 5 TANGGA TAKAT
0,246
50,8
0,579910445
24
365
2
0,004493164
0,021396021
217
MINAH
NO 125 RT 14 RW 06
0,246
54,4
0,595030417
19
365
18
0,030674693
0,146069967
218
EFENI
NO 322 RW 04 RT 7
0,246
52,3
0,586336699
24
365
22
0,048539261
0,23113934
219
ABDURAHMAN
NO 322 RW 04 RT 07
0,246
61,1
0,620679704
15
365
47
0,058725849
0,2796469
220
MEGA
NO 818 RT 14 RW 05
0,246
76,9
0,671470048
24
365
23
0,039523303
0,188206206
221
TINI
RT 14 RW 05 TANGGA TAKAT
0,246
50,2
0,577286652
24
365
57
0,128999417
0,614282939
222
ABU SALIM
NO 2 RT 18
0,246
84,1
0,691234784
20
365
58
0,078181038
0,372290655
223
KHODIJAH
RT 14 RW 02
0,246
42,3
0,539473815
24
365
10
0,025098924
0,119518684
224
AJI
RT 14 RW 04
0,246
47,8
0,566468162
12
365
2
0,002332237
0,011105891
225
CEK UCU
RT 14 RW 04
0,246
68,9
0,647211573
24
288
51
0,074391265
0,354244121
215
226
JURIAH
RT 18 RW 05
0,246
50,6
0,579039306
21
365
4
0,007882258
0,037534564
SURYANI
NO 1136 RT 29 RW 07
0,246
61,9
0,623552373
17
365
42
0,058978585
0,280850406
228
EKA
NO 1171 RT 29 RW 07
0,246
61,2
0,621040838
24
364
37
0,073689239
0,35090114
229
MAIMUNAH
RT 29 RW 6 TANGGA TAKAT
0,246
36,3
0,505693085
24
365
49
0,134338831
0,639708717
230
SUMAINI
RT 29 RW 6 TANGGA TAKAT
0,246
78
0,674606533
20
365
23
0,03262328
0,155348952
231
MASNANI
RT 29 RW 06
0,246
54,5
0,595435988
24
363
37
0,079118702
0,376755726
232
RUSMILA
RT 19 RW 06
0,246
51
0,580778161
20
363
10
0,018573669
0,088446044
233
LINA
RT 18 RW 06
0,246
55,9
0,601037134
24
358
30
0,062262422
0,296487722
234
MIRA
RT 18 RW 06
0,246
41,9
0,53737562
24
358
27
0,066841003
0,318290489
235
YULI
RT 15 RW 06 NO 18
0,246
44,3
0,549675783
24
365
2
0,004883801
0,023256196
236
NAIMAH
RW 06 RT 6 NO 27
0,246
54,7
0,596244902
14
358
5
0,006136764
0,029222685
237
WAYI
RT 18 RW 05 7
0,246
77,2
0,67232988
24
365
21
0,035992292
0,171391866
238
BAMBANG
RT 18 RW 05 NO 15
0,246
72,2
0,65754301
10
321
32
0,021016625
0,100079165
227
239
NINGSIH
RT 15 RW 06 NO 31
0,246
63,4
0,628839936
21
365
46
0,078567301
0,374130006
240
DULRONI
RT 15 RW 06 NO 57
0,246
71,8
0,656316155
24
365
35
0,062962475
0,299821308
241
SUGIMAN
RT 15 RW 05
0,246
56
0,601431832
16
365
38
0,053544617
0,254974366
242
RUSNA
RT 43 RW 12 TANGGA TAKAT
0,246
59,7
0,615560821
24
365
55
0,111605198
0,531453324
YULIA
NO 429 RT 23 RW 05 TANGGA TAKAT
0,246
56,7
0,604175138
24
365
45
0,094366403
0,449363822
244
SASTRAWATI
NO 1446 RT 24 RW 08
0,246
87
0,698721376
24
363
44
0,069163396
0,329349504
245
ASNIRA
NO 1403 RT 24 RW 08
0,246
65,8
0,637045214
16
365
5
0,006351089
0,030243281
246
SALIM
NO 51 RT 34 RW 06
0,246
47,5
0,565077811
17
365
34
0,056384059
0,268495518
247
ROYATI
NO 62 RW 04 RT 06
0,246
58,4
0,610698926
24
277
9
0,014056229
0,066934423
248
ICA LAILA
NO 89
0,246
45
0,553137966
24
354
20
0,046923073
0,223443203
249
MARKASIH
NO 1351 RT 23 RW 08
0,246
54
0,593400644
24
365
23
0,049740161
0,236857908
250
NURHIDAH
RT 23 RW 08 NO 25
0,246
55,9
0,601037134
24
365
58
0,122727697
0,584417605
251
ERNA
RT 23 RW 08 TANGGA TAKAT NO
0,246
65,4
0,635698665
24
365
46
0,087994692
0,419022344
243
25
YENI
NO 1446 RT 24 RW 08
0,246
52,9
0,588855737
24
365
2
0,004381354
0,02086359
253
ISA
NO 1403 RT 24 RW 8 TANGGA TAKAT
0,246
67,1
0,641365643
24
365
18
0,033859518
0,1612358
254
WATI
RT 24 RW 08 NO 31
0,246
63,9
0,630574692
24
365
35
0,067971807
0,323675272
255
NURHIDAH
NO 62 RT 36 RW 8 TANGGA TAKAT
0,246
62,9
0,627091444
24
365
48
0,094177371
0,44846367
256
EMA
NO 85 RT 36 RW 8
0,246
61
0,620317978
24
365
25
0,050032204
0,238248591
257
KOMARIYAH
1 ILIR RT 1 RW 1 NO 24
0,246
57,6
0,6076529
22
365
43
0,08183481
0,389689573
258
ANI
NO 03 RT 1 RW 1 1 ILIR
0,246
52,4
0,586758539
23
365
25
0,052797071
0,251414623
259
EDI
RT 01 RW 01 NO 09
0,246
65,1
0,634683338
11
365
28
0,024622984
0,117252303
260
DAIMI
12 RT 01 RW 01
0,246
64,9
0,63400385
20
365
30
0,048063158
0,22887218
261
MEGAWATI
RT 01 RW 01 NO 12
0,246
58,7
0,61183044
24
365
30
0,061537426
0,293035363
262
NOVI
NO 13 RT 01 RW 01
0,246
54,4
0,595030417
24
365
32
0,068883521
0,328016768
263
NUR
NO 46 RT 01 RW 01
0,246
40,8
0,531500626
24
365
13
0,033328216
0,158705789
252
264
ROLIAH
NO 06 RT 01 RW 01
0,246
44,5
0,550670529
24
365
2
0,00487065
0,023193571
265
AYU CI
NO 63 RT 02 RW 01
0,246
41,5
0,535257299
17
365
55
0,098887174
0,470891303
266
HANIZAH
RT 01 RW 01 NO 49
0,246
36
0,503860432
24
365
70
0,19281059
0,918145677
267
ZAINUL
NO 13 RT 01 RW 01
0,246
49
0,571943649
24
365
39
0,089587386
0,426606598
268
HALIMAH
NO 26 RT 40 RW 08
0,246
79,4
0,678535056
24
354
44
0,071769506
0,341759552
269
DESI
NO 63 RT 28 RW 08
0,246
100,5
0,730576498
24
365
29
0,041488022
0,197562009
270
MUSTOPO YUNUS
NO 78 RT 38 RW 08
0,246
58,9
0,612581574
24
351
63
0,124001954
0,590485497
271
FATIMAH
NO 50 RT 33 RW 07
0,246
64
0,630920014
24
364
63
0,121890117
0,580429128
272
ASNA
NO 81 RT 35 RW 07
0,246
58,4
0,610698926
24
360
9
0,018268023
0,086990586
273
MARYATI
RW 05 RT 07 NO 62
0,246
43,9
0,547672746
24
365
8
0,019641366
0,093530315
274
KHADIJAH
NO 13 RT 07 RW 08
0,246
77,8
0,674039566
24
365
58
0,098891481
0,470911814
275
IRMA
NO 13 RW 06 RT 07
0,246
70
0,650709366
24
361
26
0,047043735
0,224017787
276
ZAINABAH
NO 37
0,246
51,6
0,583361036
24
365
54
0,12014524
0,572120192
277
SULASIH
NO 14 3 ILIR
0,246
50,7
0,579475305
16
365
5
0,007497748
0,03570356
278
NURHAYATI
NO 14 RT 07 RW 08
0,246
52,8
0,588437888
24
365
61
0,133789378
0,637092276
279
MASLIKAN
NO 61 RT 37 RW 08
0,246
50,4
0,578164718
18
365
24
0,04063672
0,193508191
280
TEGUH
NO 19 RT 33 RW 07 LRG SEPAK RAGA
0,246
63,9
0,630574692
16
365
43
0,055672147
0,265105461
281
SALIMAH
NO 57 RT 07 RW 01
0,246
76,3
0,669740274
24
365
41
0,070825692
0,337265201
282
RAHMA
NO 57 RT 07 RW 01
0,246
56,8
0,604564272
24
365
2
0,004189375
0,019949405
283
SANTI
NO 60 RT 37
0,246
64,1
0,631264797
24
365
7
0,013566777
0,064603698
284
SAUNA
NO 56 RT 37 RW 08
0,246
77,5
0,673186378
24
365
25
0,042736477
0,203507034
285
ARIF
NO 61 RT 37 RW 08
0,246
56,3
0,60261171
24
365
4
0,00842586
0,040123145
286
IBRAHIM
NO 37 RT 37 RW 08
0,246
54
0,593400644
24
365
52
0,112456015
0,535504835
287
YULITA
NO 26 RT 37 RW 08
0,246
49,4
0,573739052
24
365
17
0,038856303
0,185030015
288
ALFIANSYAH
NO 8 RT 37 RW 08
0,246
52,4
0,586758539
24
365
25
0,055092596
0,262345694
289
KARYATI
NO 14 RT 37 RW 8
0,246
49,7
0,575076089
24
365
10
0,022771625
0,108436308
290
MASNUN
TANGGA TAKAT
0,246
51,8
0,584215325
24
321
25
0,048800071
0,232381292
291
LINA
NO 11 RT 37 RW 08
0,246
74
0,662981041
24
365
42
0,07405319
0,35263424
292
M. DAUD
NO 57 RT 33 RW 07
0,246
74,9
0,665650651
23
365
25
0,041903108
0,199538611
293
IBRAHIM
NO 5 RT 07 RW 06
0,246
74,8
0,665355616
24
365
32
0,056017962
0,266752198
294
NURHAYATI
NO 50 RT 37 RW 08
0,246
65,5
0,636036073
24
365
45
0,085995961
0,409504578
295
LAJIM
NO 71 RT 30 RW 08
0,246
69,4
0,64880835
24
365
7
0,012878939
0,061328282
296
SUMINI
LRG LANGGAR RT 38 RW 08
0,246
60
0,616667757
24
365
34
0,068770788
0,327479944
M. TEGUH
LRG LANGGAR RT 38 RW 08
44,5
0,550670529
24
365
64
0,155860797
0,74219427
297
0,25433333
Hasil Output Distribusi Tiap Variabel
Descriptives Statistic II1. Berat Badan ?
Mean
57.6552
95% Confidence Interval for Lower Bound
56.4020
Mean
Upper Bound
.63682
58.9085
5% Trimmed Mean
57.3933
Median
56.4000
Variance
120.445
Std. Deviation
II2. Lama Tinggal ?
Std. Error
1.09747E1
Minimum
27.90
Maximum
100.50
Range
72.60
Interquartile Range
13.80
Skewness
.481
.141
Kurtosis
.620
.282
Mean
31.32
1.027
95% Confidence Interval for Lower Bound
29.30
Mean
33.34
Upper Bound
5% Trimmed Mean
31.06
Median
31.00
Variance Std. Deviation
313.353 17.702
Minimum
2
Maximum
75
Range
73
Interquartile Range
26
Skewness Kurtosis II3a. Berada Di Pemukiman? Mean
.104
.141
-.786
.282
21.28
.225
95% Confidence Interval for Lower Bound
20.84
Mean
21.73
Upper Bound
5% Trimmed Mean
21.69
Median
24.00
Variance
15.021
Std. Deviation
3.876
Minimum
8
Maximum
24
Range
16
Interquartile Range
5
Skewness
-1.319
.141
.714
.282
Mean
.6036
.00250
95% Confidence Interval for Lower Bound
.5987
Mean
.6086
Kurtosis LAJU_ASUPAN
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.6045
Median
.6030
Variance
.002
Std. Deviation
Frekuensi_pajanan
.04307
Minimum
.43
Maximum
.73
Range
.30
Interquartile Range
.05
Skewness
-.365
.141
Kurtosis
1.233
.282
Mean
355.79
1.356
95% Confidence Interval for Lower Bound
353.12
Mean
358.46
Upper Bound
5% Trimmed Mean
359.73
Median
365.00
Variance Std. Deviation Minimum
546.112 23.369 189
Maximum
365
Range
176
Interquartile Range
intake
7
Skewness
-3.987
.141
Kurtosis
20.186
.282
Mean
.05762
.002211
95% Confidence Interval for Lower Bound
.05327
Mean
.06197
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.05524
Median
.05287
Variance
.001
Std. Deviation
.038099
Minimum
.002
Maximum
.229
Range
.227
Interquartile Range
.050
Skewness
.982
.141
1.723
.282
Mean
.27382
.010391
95% Confidence Interval for Lower Bound
.25337
Mean
.29427
Kurtosis RQ
Upper Bound
5% Trimmed Mean
.26305
Median
.25177
Variance Std. Deviation
.032 .179069
Minimum
.011
Maximum
.972
Range
.961
Interquartile Range
.238
Skewness
.868
.141
1.081
.282
Kurtosis
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
II1. Berat Badan ?
.075
297
.000
.984
297
.002
II2. Lama Tinggal ?
.057
297
.019
.975
297
.000
II3a. Berada Di Pemukiman?
.300
297
.000
.738
297
.000
LAJU_ASUPAN
.046
297
.200*
.984
297
.002
Frekuensi_pajanan
.357
297
.000
.454
297
.000
intake
.073
297
.001
.943
297
.000
RQ
.073
297
.001
.943
297
.000
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran Foto-Foto Pada Saat Turun Lapangan
Pengambilan Sampel Udara Pagi Hari
Pengambilan Sampel Udara Siang Hari
Pengambilan Sampel Udara Malam Hari
Pengambilan Sampel Udara Pada Pagi dan Siang Hari
Pengambilan Sampel Udara Pada Malam Hari