FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PENGRAJIN SEPATU DI PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL (PIK) PENGGILINGAN KECAMATAN CAKUNG TAHUN 2013 SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh: AHMAD RIFQI FUADY NIM: 109101000076
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan , Agustus 2013
Ahmad Rifqi Fuady
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, Agustus 2013 Ahmad Rifqi Fuady, NIM : 109101000076 Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013. xvi + 105 halaman, 16 tabel, 2 bagan, 11 gambar, 5 lampiran ABSTRAK Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. MSDs umumnya terjadi karena faktor pekerjaan, faktor individu (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT), dan faktor lingkungan (Suhu dan Pencahayaan). Aktifitas pembuatan sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK), memiliki potensi untuk kejadian MSDs pada pekerjanya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden, ditemukan 83% responden mengalami Musculoskeletal Disorders (MSDs). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan kecamatan Cakung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2013, dengan Jenis penelitian kuantitatif dan menggunakan desain Cross Sectional Study. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan total sempel yaitu berjumlah 63 pengrajin. Untuk pengumpulan data, peneliti menggunakan kuesioner (Data Individu), Nordic Body Map (Data Keluhan MSDs, bersifat subjektif), WBGT Quest Temp 36 (data Suhu), dan Luksmeter costom Luks -204 (Data Pencahayaan). Analisis uji statistik menggunakan uji ChiSquare, T-test independent dan Mann Whitney dengan CI 95% dan alpha 5%. Pada penelitian ini, dari 63 responden pengrajin sepatu diperoleh 29 responden (46 %) mengalami MSDs berat dan sebanyak 34 responden (54 %) mengalami MSDs ringan. Secara statistik faktor pekerjaan berhubungan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung (P=0,003). Faktor lainnya tidak memiliki hubungan secara statistik, yaitu faktor : Individu (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT), dan Faktor Lingkungan (Suhu dan Pencahayaan). Peneliti selanjutnya disarankan dapat melakukan diagnosis secara klinis untuk mengetahui kejadian MSDs, serta meneliti variabel-variabel lain yang kemungkinan memiliki hubungan dengan kejadian MSDs, iii
seperti variabel jenis kelamin, kesegaran jasmani, kekuatan fisik, getaran dan psikososial (kepuasaan kerja, stress dan organisai kerja). Kata kunci : Musculoskeletal Disorders (MSDs), Faktor Pekerjaan. Daftar bacaan : (46)1979-2013 ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduate thesis, August 2013 Ahmad Rifqi Fuady, NIM : 109101000076 FACTORS ASSOCIATED WITH MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) COMPLAINTS ON CRAFTSMAN SHOES IN PERKAMPUNGAN INDUSTRI KECIL (PIK) PENGGILINGAN, CAKUNG DISTRICT IN 2013. xvi + 105 pages, 16 tables, 2 charts, 11 images, 5 attachments ABSTRACT Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a group of pathological conditions that affect the normal function of soft tissue musculoskeletal system that includes the nerves, tendons, muscles, and supporting structures such as intervertebral discus. Generally, MSDs occurs because of occupational factors, individual factors (age, years of service, smoking status, and BMI), and environmental factors (temperature and lighting). Shoe manufacturing activity in Perkampungan Industri Kecil (PIK), has the potential of MSDs incidents for worker. Based on the results of preliminary studies using Nordic Body Map questionnaire involving 12 respondents, was found 83% of respondents suffered Musculoskeletal Disorders (MSDs). The purpose of this study was to determine the factors are related Musculoskeletal Disorders (MSDs) in the shoe craftsmen in Perkampungan Industri Kecil (PIK) at penggilingan village, Cakung district. the research was conducted in May-July 2013. The type of research is a quantitative research using a cross sectional study design. In this study, the researchers used a total sample amounted to 63 craftsmen. Data collection using questionnaires, Nordic Body Map, WBGT Quest 36 Temp, and Luksmeter costom Luks -204. Statistical analysis using Chi-Square test, independent T-test and Mann Whitney with 95% confidence level and alpha 5%. In this study, of the 63 respondents shoe craftsman obtained 29 respondents (46%) suffered severe MSDs and as many as 34 respondents (54%) suffered mild MSDs. Statistically the work factor is related with the MSDs with shoe craftsmen in perkampungan Industri Kecil (PIK) at Penggilingan Village, Cakung District. Other factors did not have a statistically relation, ie factors: Individuals (age, duration of
iv
work, smoking status, and body mass index), and Environmental Factors (Temperature and Illumination). For further research is expected to examine other variables that may have a significant relations with MSDs were not examined in this study, such as the labor variables (gender, physical fitness, and physical strength), environmental factors (vibration) and psychosocial factors (job satisfaction, stress and work organizations). Keywords Reading list
: Musculoskeletal Disorders (MSDs), Work Factors. : (46) 1979-2012
CURRICULUM VITAE A. Data Pribadi
Nama
: Ahmad Rifqi Fuady
TTL
: Ponorogo, 30 September 1991
Alamat
: Komplek SMP N 1 Puding Besar, Bangka Belitung
Telp/HP
: 0857-1815-8839
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Email
:
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan 2009-Sekarang
: Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
2006-2009
: MA Sabilul Hasanah Palembang.
2003-2006
: Mts Islamic Centre Bahrul Ulum Sungailiat, Bangka
1997-2003
: SDN 388, Puding Besar
C. Pengalaman Kerja 2011 dan 2012
: Ketua Praktek Belajar Lapangan (PBL) I dan II di Wilayah Kerja Puskesmas Pondok Jagung.
v
2013
: Kerja Praktek Bidang HSE di PT. Pertamina EP Field Jatibarang.
D. Pengalaman Organisasi 2010- 2011
: Koordinator Media Komisariat Dakwah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syaif Hidayatullah Jakarta
2009-2011
: Anggota Santri Jadi Dokter (SJD) Diknas Palembang.
2008-2009
:Koordinator Lembaga Pengembangan Bahasa MA Sabilul Hasanah.
E. Pengalaman Kepanitiaan 2013
: Ketua pelaksana Workshop Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) “Contractor Safety Management System and Work Permit”.
2013
: Anggota Pelaksanaan Seminar Profesi K3 “Tanggap Darurat Gedung Bertingkat” FKIK 2013.
2012
: Ketua Pelaksana rangkaian Kegiatan Hidup Bebas Hipertensi Pondok Jagung Timur.
F. Seminar dan Pelatihan
2013
: Training Integrated Management System (ISO 9001: 2008, ISO 14001 : 2004 & OHSAS 18001 : 2007).
2013
: Anggota Pelaksanaan Seminar Profesi K3 “Tanggap Darurat Gedung Bertingkat” FKIK 2013.
2011
: Seminar Profesi K3 „Aman Berkendara”
2012
: Seminar Profesi dengan Tema “Lalai Listrik Waspadalah Kebakaran”
2012
: Seminar Profesi K3 “Tanggap Darurat, Waspada Banjir”
vi
G. Kemampuan Komputer 1. Epi data danSPSS 2. Desain Grafis (Corel Draw, Photoshop, and Ulead Video) 3. Microsoft Office (Word, Excell, Presentation and Project)
vii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT karena atas sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya, penulis diberi kesehatan dan kemudahan dalam menjalankan segala aktivitas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pengrajin Sepatu Di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013”. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW juga kepada para keluarganya, para shahabatnya, para tabi‟ut-tabi‟innya dan kepada para pengikutnya yang senantiasa dalam kebaikan hingga akhir zaman. Untuk penyusunan skripsi ini tidak lupa saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak, antara lain : 1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Aminuddin As. dan Mariatul Kibtiyah yang telah berikhtiar, sabar, dan tawakal dalam mendidik anaknya dan memberi dukungan serta selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengabdikan dirinya untuk dunia pendidikan kesehatan. 3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat sekaligus Staf Dosen yang telah dengan sabar mendidik dan mengajarkan ilmu dan pengetahuan yang berguna bagi masa depan penulis..
viii
4. Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah bersabar dalam membimbing, mendukung dan mengizinkan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Ibu Meilani Anwar, Kak Nur Najmi, kak Ica, Kak Iqbal, Kak sekar, dan Muhammad Fahad yang telah membantu dalam pelaksanaan studi pendahuluan sehingga mendukung terhadap penyelesaian skripsi ini. 6. Mahasiswa Santri Jadi Dokter Sumatra Selatan 2009 yang telah bersama-sama berjuang di ibu kota tercinta. 7. Rekan-rekan seperjuangan Kesehatan Masyarakat angkatan 2009, khususnya rekan-rekan peminatan K3 2009 : Fadil, Defri, Fiqi, Dio, Novan, Reza, Ubay, Vj, Denisa, Nia, Sandy, Selisca, Lina, Arifah, Diana, Henny, Amel, Desi, dan Fil, yang telah bersama-sama menuntut ilmu, berdiskusi, menjadi teman yang baik danmemberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini. Semoga ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan, bimbingan dan petunjuk yang telah disampaikan serta dukungan yang telah diberikan dari berbagai pihak terhadap penulis mendapatkan ganjaran pahala dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun skripsi ini. Tangerang Selatan, Agustus 2013
Penulis ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. i LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii ABSTRAK ........................................................................................................... iii CURRICULUM VITEA .................................................................................... v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6 C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................... 7 D. Tujuan Penelitian................................................................................ 8 1. Tujuan Umum ................................................................................ 8 2. Tujuan Khusus ............................................................................... 8 E. Manfaat Penelitian.............................................................................. 10 1. Manfaat Bagi Pengelola Industri ................................................... 10 2. Manfaat Bagi Peneliti .................................................................... 10 3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan ................................................ 10 F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 10 BAB II TINJAUAN TEORI A. Ergonomi ............................................................................................ 12 1. Definisi Ergonomi ......................................................................... 12 2. Manfaat Ergonomi ......................................................................... 13 B. Metode Pengukuran Ergonomi ......................................................... 15 1. Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) ............................ 15 x
C. Pengendalian Bahaya Ergonomi ........................................................ 22 D. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................................. 24 1. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................... 24 2. Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs)................................ 25 3. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................... 26 4. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs)................................ 27 5. Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)....................... 28 E. Kerangka Teori ................................................................................... 41 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangaka Konsep ............................................................................. 43 B. Definisi Operasional ........................................................................... 46 C. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 49 BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ................................................................................ 50 B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 50 C. Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 50 D. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data ............................................. 51 E. Instrumen Penelitian ........................................................................... 54 F. Managemen Data................................................................................ 55 1. Pengolahan Data ............................................................................ 55 2. Analisis Data ................................................................................. 56 BAB V HASIL A. Hasil Analisis Univariat ..................................................................... 59 1. Gambaran Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................................... 59 2. Gambaran Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ...................................................................... 61
xi
3. Gambaran Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................................... 62 4. Gambaran Usia pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ............. 63 5. Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................................... 64 6. Gambaran lama kerja pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ............. 64 7. Gambaran Pencahayaan Area KerjaPengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................................... 65 8. Gambaran Suhu Lingkungan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................................... 66 B. Hasil Analisi Bivariat ......................................................................... 67 1. Hubungan Antara Faktor Resiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .................................... 67 2. Hubungan Antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ............. 68 3. Hubungan Antara Faktor usia dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung................................................ 69 4. Hubungan Antara Faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ............ 70 5. Hubungan Antara Faktor Lama Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) xii
Penggilingan Kecamatan Cakung................................................ 71 6. Hubungan Antara Faktor Intensitas Cahaya dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .................................... 72 7. Hubungan Antara Faktor Suhu Area Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .................................... 73 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 75 B. Gambaran Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. .............................................................................................. 76 C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. ..................................................... 79 1. Hubungan Antara Resiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs .... 79 2. Hubungan Antara Jumlah Konsumsi Rokok dengan Keluhan MSDs. .......................................................................................... 86 3. Hubungan Antara Faktor usia dengan Keluhan MSDs. .............. 88 4. Hubungan Antara Faktor Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan Keluhan MSDs. .......................................................................... 91 5. Hubungan Antara Lama Kerja dengan Keluhan MSDs . ........... 93 6. Hubungan Antara Intensitas Cahaya dengan Keluhan MSDs. .... 95 7. Hubungan Antara Suhu Area Kerja dengan Keluhan MSDs. .... 99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan............................................................................................. 102 B. Saran ................................................................................................... 105 1. Bagi Perusahaan . .......................................................................... 105 xiii
2. Bagi Pekerja .................................................................................. 106 3. Bagi Peneliti Berikutnya ............................................................... 106 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
No. Tabel 2.1
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
Judul Tabel
Halaman
Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/KEP/1999
38
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
59
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
61
Distribusi Responden Berdasarka Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
62
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
63
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
64
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
64
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pencahayaan Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
65
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil xv
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
5.14
5.15
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
66
Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
67
Analisis Hubungan Antara Status Merokok dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
68
Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
69
Analisis Hubungan antara IMT dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
70
Analisis Hubungan Antara Lama Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
71
Analisis Hubungan antara intensitas Pencahayaan Area Kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
72
Analisis Hubungan antara suhu area kerja dengan Keluhan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
73
xvi
DAFTAR BAGAN
No. Bagan 2.1 3.1
Judul Bagan Kerangka Teori. Kerangka Konsep
xvii
Halaman 42 45
DAFTAR GAMBAR No. Gambar
Judul Gambar
Halaman
2.1
Postur Janggal Pada Punggung
29
2.2
Postur Janggal Pada Leher
31
4.1
Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36
55
4.2
Luksmeter Costom luks 204
55
5.1
Postur Janggal Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
62
(a) Posisi janggal pada bagian penjahitan bahan, (b) salah satu contoh desain kursi yang digunakan pengrajin.
82
Ilustrasi contoh desain kerja dan sikaf kerja dinamis (duduk di suatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya) (Tarwaka, 2011)
84
Ilustrasi contoh desain kursi sadel untuk sikaf kerja duduk disuatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya. Ketinggian sadel dapat distel sesuai dengan ketinggian kaki penggunanya (Tarwaka, 2011)
85
Kondisi ruang kerja pengrajin Perkampungan Industri Kecil (PIK)
88
6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
Sepatu
di
(a). Ilustrasi Desain Penerangan Umum Di Tempat Kerja, (b) Ilustrasi Desain Penerangan Lokal Ditempat Kerja (Tarwaka, 2011)
98
Ilustrasi penerangan kombinasi di tempat kerja (Tarwaka, 2011)
98
xviii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Ergonomi dapat diartikan sebagai suatu kajian ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun beristirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik. Penerapan Ergonomi pada berbagai bidang pekerja merupakan suatu keharusan, hal ini didasari oleh penelitian yang menunjukkan bahwa setiap aktifitas atau pekerjaan yang dilakukan, apabila tidak dilakukan secara Ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan, biaya tinggi, kecelakaan dan penyakit akibat kerja meningkat, performa kerja menurun sehingga berakibat kepada penurunan efisiensi dan daya kerja (Tarwaka, 2013). Ergonomi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur sikap atau postur kerja, tata cara kerja, perencanaan yang tepat dan pencegahan penyakit akibat kerja seperti nyeri pinggang dan gangguan Musculoskeletal Disorders (MSDs) karena pada dasarnya pekerjaan akan mempengaruhi kesehatan dengan berbagai cara (Pheasant, 1991). Selain itu penerapan Ergonomi, dapat meningkatkan produktifitas kerja sebesar 10% atau lebih (Kroemer dan Grandjean, 1997).
1
2
The Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan MSDs sebagai cidera dan gangguan pada otot, saraf, tendon, ligamen, sendi, tulang rawan, pembuluh darah, dan cakram tulang belakang. Mereka tidak termasuk cidera akibat slip, perjalanan, jatuh, atau kecelakaan serupa. Contoh MSDs adalah termasuk Carpal Tunnel Syndrome, tendonitis, linu panggul. Penggunaan yang paling umum dari istilah MSDs adalah untuk gangguan tangan, pergelangan tangan, siku, lengan, atau bahu. Namun, suatu MSDs dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh seperti leher, punggung, atau bahkan lutut. MSDs tentunya lebih banyak terjadi pada sektor industri. Risiko juga tinggi terjadi pada perawat rumah sakit, pekerja sektor transportasi udara, pertambangan, proses pembuatan makanan, penyamakan kulit dan sektor pembuatan/manufaktur
seperti alat berat, kendaraan, perabotan, alat rumah
tangga, elektronik, tekstil,
pakaian, dan sepatu (Susan Stock et.al, 2005).
Menurut Self- Reported Work- Related Illness (SWI) di UK, Melaporkan bahwa pada tahun 2009-2010 diperkirakan prevalensi 572.000 orang di Inggris menderita gangguan Musculoskeletal yang disebabkan atau diperburuk dengan pekerjaannya dimasa lalu. Laporan perusahaan asuransi terkemuka di U.S menunjukkan peregangan otot yang berlebihan (overexertion) merupakan penyebab tertinggi kecelakaan kerja (26%), dengan total kompensasi $13.4 milyar pada tahun 2003 (Tim Ergoinstitute, 2008). Sementara itu berdasarkan Laporan Kesehatan Dunia (2002) faktor risiko kerja terhadap penyakit tulang belakang adalah 37%,
3
sedangkan berdasarkan WA State Fund (2003) penyakit cidera gangguan otot rangka berhubungan dengan pekerjaan disebabkan oleh kegiatan mengangkat dan membawa sebesar 32% (Depkes 2007). Sementara itu di indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nurliah (2012), pada penelitiannya terkait Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Forklift di PT. LLI, didapatkan angka kejadian MSDs cukup tinggi, dari semua operator forklift yang menjadi responden, 87% mengalami MSDs, titik keluhan yang dirasakan antara lain pinggang (65%), leher atas (60%), leher bawah (60%), punggung (48%) dan bahu kanan (45%). Selain itu Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) pada Welder di bagian Fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia didapatkan pekerja dengan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). Di wilayah Jakarta, pembinaan pengusaha industri kecil untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas telah dilakukan pemerintah melalui pembangunan suatu tempat usaha industri kecil yang menyediakan sarana usaha, tempat tinggal serta prasarana penunjang yang memadai dan ramah lingkungan. Salah satu pusat pengembangan industri kecil yang ada di Jakarta adalah Perkampungan Industri kecil (PIK) Pulogadung di Panggilingan – Cakung Jakarta Timur, dimana perkampungan industri kecil (PIK) ini merupakan pusat industri terbesar yang ada dijakarta, luas area pusat industri ini lebih dari 44 hektar dan memfasilitasi
4
lebih dari 465 UKM dari 5 sentra produksi dan memiliki lebih dari 6000 tenaga kerja (Profil perusahaan, 2012). Dibawah pengelolaan Badan Pengelola Lingkungan Industri dan Pemukiman (BPLIP) Pulogadung, pengembangan PIK Pulogadung diarahkan menjadi suatu lingkungan serba lengkap yang mendukung kegiatan industri, niaga dan pemukiman bagi para pengusaha industri kecil. Sesuai dengan perkembangan kompetisi bisnis global, BPLIP Pulogadung telah memiliki masterplan pengembangan PIK Pulogadung dari sebuah kawasan industri dan pemukiman menjadi sebuah kawasan terpadu yang didalamnya terdapat Areal Wisata Belanja dan Industri. Pengembangan tersebut menjadikan PIK Pulogadung tidak hanya sebagai satu-satunya kawasan industri dan pemukiman bagi UKM tetapi juga sebagai kawasan industri, pemukiman, promosi kebudayaan dan wisata belanja pertama, unik dan satu-satunya di Indonesia. Berbagai produk industri kecil telah mampu memenuhi pasar lokal bahkan beberapa produk telah berhasil menumbus pasar ekspor. Jenis produk yang dihasilkan dapat dimasukkan kedalam beberapa katagori produk antara lain : Komoditi Garmen (pakaian jadi), Komoditi Kulit (tas, sepatu, bola), komoditi Logam (kompor, onderdil), Produk Furniture dan produk aneka komoditi lainnya. Home industri sepatu merupakan salah satu contoh komoditi industri rumah tangga yang cukup di minati oleh warga Perkampungan Industri Kecil (PIK), hal ini dikarenakan kebutuhan akan sepatu mengalami peningkatan yang cukup
5
signifikan. Dalam proses pembuatan sepatu yang dilakukan, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh pengrajin, mulai dari pengukuran, menggambar pola, menggunting, menjahit, membuat alas, pengeleman dan finishing. Kegiatan-kegiatan tersebut berpotensi mengakibatkan postur janggal saat melakukan pekerjaannya. Postur janggal atau sikap kerja yang tidak alamiah merupakan sikaf kerja yang menyebabkan posisi-posisi bagian tubuh menjauhi posisi alamiahnya, misalnya pergerakan lengan pekerja terlalu terangkat, posisi punggung yang membungkuk, posisi leher mendongak keatas, dan posisi-posisi tidak Ergonomis lainnya (Tarwaka, 2013). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap kerja tubuh dalam melakukan pekerjaan. Dalam bekerja hendaknya pekerjaan dilakukan dalam sikap duduk atau berdiri secara bergantian, posisi punggung tegak lurus, selain itu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindari, seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil (Anies, 2005). Dari hasil pengamatan sebelumnya, ditemukan postur-postur janggal yang secara tidak sadar dilakukan oleh para pengrajin, hal ini tentunya dapat berakibat buruk pada kesehatan pekerja yang pada akhirnya dapat menurunkan produktifitas mereka. Diantara postur janggal yang dilakukan oleh pengrajin yang bekerja di Perkampungan Industri Kecil (PIK) adalah posisi leher >200 kedepan (66,67 %), posisi punggung > 200 kedepan (33,33%) dan posisi duduk statis ketika melakukan pengeleman, pemotongan, dan finishing. Postur kerja
6
yang dilakukan pengrajin tersebut tentunya memiliki potensi untuk teradinya MSDs. Selain itu tata ruang kerja yang sempit, panas, pencahayaan kurang dan desain tempat kerja yang tidak Ergonomis lainnya tentunya juga mempengaruhi postur kerja yang mereka lakukan, apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka akan berakibat terjadinya MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Selain itu dari hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden, ditemukan 10 responden yang mengalami MSDs. Melalui identifikasi dan penilaian risiko diharapkan peneliti mampu menilai pekerjaan yang dilakukan oleh penegerajin termasuk pekerjaan yang berbahaya atau tidak, guna mengetahui secara dini risiko kejadian suatu penyakit, sehingga dapat diambil suatu
tindakan pencegahan dan perbaikan sedini
mungkin untuk mengurangi terjadinya MSDs. Dari hal tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih lanjut tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) penggilingan kecamatan Cakung. B. Rumusan Masalah Industri kerajinan sepatu merupakan salah satu sumber ekonomi yang cukup banyak digeluti oleh warga Perkampungan Industri Kecil (PIK) penggilingan kecamatan Cakung. Berdasarkan observasi yang dilakukan terdapat kegiatan atau postur kerja janggal yang secara tidak sadar dilakukan oleh para pengrajin tersebut, diantara postur janggal yang dilakukan antara lain posisi leher > 200
7
kedepan (66,67%), posisi punggung > 200 kedepan (33,33%) dan posisi duduk statis ketika melakukan pengeleman, pemotongan, dan finishing. Postur kerja yang dilakukan pengrajin tersebut tentunya memiliki potensi untuk terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) hal ini juga didukung dengan hasil studi pendahuluan menggunakan kuesioner Nordic Body Map yang melibatkan 12 responden
dan
ditemukan
83%
responden
yang
mengalami
keluhan
Musculoskeletal Disorders (MSDs). C. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
2.
Bagaimana gambaran faktor pekerjaan pada pengrajin sepatu Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
3.
Bagaimana gambaran faktor pekerja (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
4.
Bagaimana gambaran faktor lingkungan (Suhu, Pencahayaan) pada industri rumahan pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
5.
Apakah ada hubungan antara faktor pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
8
6.
Apakah ada hubungan antara faktor individu atau pekerja (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT) dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
7.
Apakah ada hubungan antara faktor lingkungan (Suhu, pencahayaan) dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
D. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
Musculoskeletal Disorder (MSDs) pada
berhubungan
dengan
pengrajin sepatu daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 2.
Tujuan Khusus a. Diketahuinya
gambaran
MSDs
pada
pengrajin
sepatu
daerah
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? b. Diketahuinya gambaran faktor pekerjaan pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? c. Diketahuinya gambaran faktor individu atau pekerja (usia, masa kerja, status merokok, dan IMT) pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? d. Diketahuinya hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs
pada
pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ?
9
e. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? f. Diketahuinya hubungan antara faktor masa kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? g. Diketahuinya hubungan antara faktor banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? h. Diketahuinya hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) responden dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung dengan MSDs ? i. Diketahuinya hubungan antara faktor IMT dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? j. Diketahuinya hubungan antara faktor suhu lingkungan dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung ? k. Diketahuinya hubungan antara faktor pencahayaan dengan MSDs pada pengrajin
sepatu
daerah
Perkampungan
Penggilingan Kecamatan Cakung ?
Industri
Kecil
(PIK)
10
E. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Bagi Pengelola Industri Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta pemahaman pekerja atau pengelola industri mengenai faktor-faktor yang dapat mengakibatkan MSDs di tempat kerja di Industri Sepatu, sehingga pengelola secara mandiri dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan pekerja dan meningkatkan produktivitas kerja.
2.
Manfaat Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman khususnya dalam hal kajian faktor risiko MSDs, dan sebagai bentuk penerapan teori identifikasi risiko penyakit akibat kerja serta sebagai pemantapan keilmuan yang diperoleh selama ini.
3.
Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai kejadian musculoskeletal disorders (MSDs) pada pekerja, khususnya pekerja pembuatan sepatu.
F. Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan penilaian untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mengakibatkan MSDs yang dilakukan pada pengrajin sepatu di daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 dengan menggunakan metode observasi, wawancara menggunakan kuesioner Nordic Body Map serta alat bantu kamera
11
dan handycam untuk merekam pergerakan yang dilakukan pekerja. Analisis faktor risiko Ergonomi dengan metode REBA untuk mendapatkan tingkat risiko MSDs yang dipengaruhi oleh faktor pekerjaan (postur Kerja, Durasi, Beban Kerja, Gerakan Repatitif dan genggaman).
BAB II TINJAUAN TEORI A. Ergonomi 1.
Definisi Ergonomi Kata Ergonomi berasal dari bahasa yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum). Pada berbagai negara digunakan istilah yang berbeda seperti Arbeitswissenchaft di Jerman, Human Factors Engineering atau personal Research di Amerika Utara. Ergonomi adalah penerapan ilmu biologis tentang manusia bersama-sama dengan ilmu-ilmu teknik dan teknologi untuk mencapai penyesuaian satu sama lain secara optimal dari manusia terhadap pekerjaannya, yang manfaat dari padanya diukur dengan efisiensi dan kesejahteraan kerja (Suma‟mur, 2009). Menurut OSHA (2000) Ergonomi didefinisikan sebagai suatu ilmu dalam merancang peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan postur dan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah dan menimalisir cidera pada pekerja. Selain itu, International Ergonomic Association (IEA) menyebutkan bahwa Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari anatomi dan aspek psikologi dari manusia dalam lingkungan kerja, dimana hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan untuk orang, baik saat bekerja, di rumah, ataupun saat bermain. Intinya, ilmu ini mempelajari interaksi manusia dengan elemen lainnya di dalam sebuah sistem, dan profesi
12
13
yang mengaplikasikan prinsip-prinsip teori, data dan metode untuk mendesain kerja yang mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem secara keseluruhan. ilmu ini mempelajari tentang interaksi antara manusia, mesin dan lingkungan serta efek yang diakibatkan oleh interaksi tersebut. 2.
Manfaat Ergonomi Tujuan atau manfaat dari ilmu Ergonomik adalah membuat pekerjaan menjadi aman bagi pekerja/manusia dan meningkatkan efisiensi kerja untuk mencapai kesejahteraan manusia. Keberhasilan aplikasi ilmu Ergonomik dilihat dari adanya perbaikan produktivitas, efisiensi, keselamatan dan dapat diterimanya sistem disain yang dihasilkan (mudah, nyaman, dan sebagainya) (Pheasant, 2003). Keuntungan yang dapat diperoleh jika memanfaatkan ilmu Ergonomi adalah (Pheasant, 2003): a.
Menurunnya probabilitas terjadinya kecelakaan, yang berarti: 1) Dapat mengurangi biaya pengobatan yang tinggi. Hal ini cukup berarti karena biaya untuk pengobatan lebih besar daripada biaya untuk pencegahan. 2) Dapat mengurangi penyediaan kapasitas untuk keadaan gawat darurat
b.
Dengan menggunakan antropometri dapat direncanakan/ didesain: 1) Pakaian kerja 2) Workspace 3) Lingkungan kerja 4) Peralatan/ mesin
14
5) Consumer product c.
Peningkatan hasil produksi, yang berarti menguntungkan secara ekonomi. Hal ini antara lain disebabkan oleh: 1) Efisiensi waktu kerja yang meningkat 2) Meningkatnya kualitas kerja 3) Kecepatan pergantian pegawai (labour turnover) yang relatif rendah Di sisi lain, jika kita mengabaikan faktor Ergonomik, maka akan timbul
beberapa masalah dan kerugian, antara lain (Pulat 1997): a.
Tingginya biaya material
b.
Peningkatan angka absensi
c.
Kualitas kerja yang rendah
d.
Meningkatnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan injury to personal
e.
Penurunan hasil produksi
f.
Meningkatnya kecepatan pergantian pegawai (labour turnover)
g.
Dibutuhkan kapasitas (waktu, tempat, tenaga medis, dll) yang lebih banyak untuk menanggulangi masalah emergency/ gawat darurat.
h.
Banyaknya waktu kerja yang terbuang
i.
Tingginya biaya pengobatan/ medis
j.
Meningkatnya kecepatan pergantian pegawai (labour turnover)
k.
Dibutuhkan kapasitas (waktu, tempat, tenaga medis, dll) yang lebih banyak untuk menanggulangi masalah emergency/ gawat darurat.
15
B. Metode Pengukuran Ergonomi Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi Ergonomi untuk mengetahui hubungan antara postur tubuh saat bekerja dengan resiko keluhan otot skeletal. Metode tersebut diantaranya adalah : OWAS(Ovako Working Postural Analysis system), Ergonomic Assesment Survey Method (EASY), Metode Survey Baseline risk Identification of Ergonomic Factors (BRIEF), Metode Rapid Upper Limb Assesment (RULA )dan Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA). Pada penelitian ini, dalam menganalisis postur kerja, peneliti menggunakan metode REBA. Berikut ini akan dibahas tentang metode REBA. 1.
Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) Rapid Entire Body Assesment (REBA) dikembangkan untuk mengkaji postur bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan kesehatan dan industri pelayanan lainnya (Highnett and McAtamney, 2000). Sistem penilaian REBA digunakan untuk menghitung tingkat risiko yang dapat terjadi sehubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan MSDs dengan menampilkan serangkaian tabel-tabel untuk melakukan penilaian berdasarkan postur-postur yang terjadi dari beberapa bagian tubuh dan melihat beban atau tenaga yang dikeluarkan serta aktivitasnya. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode REBA untuk menilai risiko pekerjaan yang dilakukan oleh pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung, selain pengukuran
16
menggunakan metode REBA cukup mudah dan tidak membutuhkan alat lain selain kamera dan busur (MB-Ruler) hal ini juga dikarenakan Metode REBA merupakan metode yang menerapkan pengukuran pada seluruh titik besar bagian pergerakan tubuh saat pekerja melakukan aktifitas pekerjaannya. Pekerjaan membuat sepatu merupakan pekerjaan yang membutuhkan pergerakan hampir seluruh tubuh, hal inilah yang menjadikan metode REBA sesuai dengan pekerjaan membuat sepatu. a.
Aplikasi REBA Metode REBA dapat digunakan pada penilaian Ergonomi tempat kerja yang memiliki postur kerja seperti : 1) Seluruh anggota tubuh digunakan/digerakkan 2) Postur dinamis, mobilitas tinggi atau postur yang tidak stabil, postur janggal dan ekstrim terutama ketika menggunakan gaya yang dikeluarkan sekuat-kuatnya. 3) Postur yang paling sering diulang-ulang (repetitif) 4) Postur yang dipertahankan paling lama/statis 5) Postur yang menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. 6) Mengangkat beban barang/benda mati maupun makhluk hidup (manusia, hewan dan tumbuhan), baik sering dilakukan maupun jarang.
17
7) Untuk memonitor/membandingkan postur/perilaku pekerja yang berisiko sebelum dan sesudah adanya modifikasi tempat kerja, peralatan dan pelatihan Ergonomi. b. Prosedur Penilaian REBA Langkah-langkah penilaian postur tubuh, metode REBA membagi penilaian postur tubuh menjadi 2 kelompok, kelompok A dan B. Kelompok A terdiri dari anggota tubuh punggung, leher dan kaki. Sedangkan kelompok B terdiri dari anggota tubuh bagian kiri dan kanan pada lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Berikut ini adalah langkah-langkah penilaiannya, yaitu: 1. Kelompok A a) Observasi dan tentukan postur punggung sesuai dengan katagori metode REBA: (1) Skor 1, posisi punggung yang baik adalah pada posisi tegak (00) karena posisi ini memiliki skor terendah (2) Skor 2, posisi punggung yang berisiko terkena MSDs adalah pada saat fleksi/ekstensi 0-200 (3) Skor 3, posisi punggung fleksi 20-600 dan ekstensi lebih dari 200 (4) Skor 4 (skor tertinggi), posisi punggung fleksi >600.
18
(5) Skor ini bertambah nilai 1 bila punggung miring ke samping/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs. b) Observasi dan tentukan postur leher sesuai dengan katagori metode REBA: (1) Skor 1, posisi leher yang baik adalah saat fleksi 0-200 karena posisi ini memiliki skor terendah (2) Skor 2 (skor tertinggi), posisi leher fleksi/ekstensi >200. (3) Skor
ini
bertambah
nilai
1
bila
leher
miring
ke
samping/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs. c) Observasi dan tentukan postur kaki sesuai dengan katagori metode REBA: (1) Skor 1, posisi kaki yang baik adalah ketika kedua kaki menopang tubuh karena posisi ini memiliki skor terendah (2) Skor 2, posisi tubuh yang ditopang dengan salah satu kaki atau tidak stabil (3) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila lutut fleksi 30-60o atau ditambah nilai 2 bila lutut fleksi >60o (hanya untuk postur berdiri). Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs.
19
d) Masukkan setiap skor yang didapat (skor punggung, leher dan kaki) ke dalam tabel A untuk mendapatkan Skor Kelompok A. e) Observasi dan tentukan skor gaya/beban yang dikeluarkan untuk mengangkat/mendorong objek kerja yang sesuai dengan katagori tabel gaya/beban metode REBA: (1) Skor 0, pada gaya/beban <5 kg (2) Skor 1, pada gaya/beban 5-10 kg (3) Skor 2, pada gaya/beban >10 kg. (4) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila gaya/beban yang digunakan secara cepat/terdesak. f) Jumlahkan Skor tabel A dengan skor gaya/beban yang didapat sehingga didapatkan Skor A. 2. Kelompok B a) Observasi dan tentukan postur lengan atas bagian kanan dan kiri sesuai dengan katagori metode REBA: (1) Skor 1, posisi lengan atas yang baik adalah saat fleksi/ekstensi 0-200 karena posisi ini memiliki skor terendah (2) Skor 2, posisi lengan atas saat fleksi 20-450 atau ekstensi >200. (3) Skor 3, posisi lengan atas saat fleksi 45-900. (4) Skor 4, posisi lengan atas saat fleksi >900 (5) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila lengan abduksi/rotasi dan bertambah nilai 1 lagi bila bahu terangkat. Namun dapat
20
berkurang nilai 1 bila terdapat penopang lengan. Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs. b) Observasi dan tentukan postur lengan bawah bagian kanan dan kiri sesuai dengan katagori metode REBA: (1) Skor 1, posisi lengan bawah saat fleksi 60-1000 (2) Skor 2, posisi lengan bawah saat fleksi <600 atau >1000. Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs. c) Observasi dan tentukan postur pergelangan tangan bagian kanan dan kiri sesuai dengan katagori metode REBA: (1) Skor 1, posisi pergelangan tangan saat fleksi/ekstensi 0-150 (2) Skor 2, posisi pergelangan tangan saat fleksi/ekstensi >150 (3) Skor ini dapat bertambah nilai 1 bila pergelangan tangan miring/berputar. Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs. d) Masukkan setiap skor yang didapat (Skor lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan bagian kanan dan kiri) ke dalam tabel B untuk mendapatkan Skor Kelompok B. e) Observasi dan tentukan besar skor coupling (genggaman tangan bagian kanan dan kiri) yang sesuai dengan katagori tabel coupling metode REBA:
21
(1) Skor 0, genggaman tangan yang terasa nyaman dan memerlukan tenaga yang sedang (2) Skor 1, genggaman tangan yang dapat diterima atau dilakukan tapi tidak ideal, nyaman atau genggaman hanya dapat diterima oleh bagian tubuh lainnya (3) Skor 2, genggaman tangan yang kurang dapat dilakukan meskipun masih mungkin dilakukan (4) Skor 3, genggaman tangan yang janggal, tidak aman, tidak berpegangan atau genggaman tidak dapat dilakukan oleh bagian tubuh lainnya (5) Semakin besar skor yang didapat maka semakin besar postur tersebut berisiko menimbulkan MSDs. (6) Jumlahkan Skor Kelompok B dengan skor coupling yang didapat sehingga didapatkan Skor B bagian kanan dan kiri anggota tubuh. 3. Masukkan Skor A dan B pada tabel C sehingga didapatkan Skor C bagian kanan dan kiri anggota tubuh. 4. Observasi dan tentukan skor aktivitas kerja bagian kanan dan kiri anggota tubuh dengan tabel aktivitas metode REBA: a) Skor 1, bila satu atau lebih anggota tubuh mengalami postur statis selama lebih dari 1 menit
22
b) Skor ini dapat bertambah nilai 1 lagi bila terdapat postur repetitif yang sedang sebanyak 4 x/menit (tidak termasuk berjalan) c) Skor ini dapat bertambah nilai 1 lagi bila terdapat postur/gerakan yang dilakukan secara cepat/tidak beraturan. Sehingga Skor aktivitas kerja memiliki nilai maksimal 3. d) Jumlahkan Skor C dengan Skor aktivitas sehingga didapatkan Skor REBA. e) Setelah mendapatkan nilai akhir Skor REBA, masukkkan nilai pada katagori risiko untuk mengetahui tingkat risikonya dan level perubahan untuk menentukan pengendalian yang akan diterapkan. C. Pengendalian Bahaya Ergonomi Berdasarkan rekomendasi dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), ada beberapa cara untuk mengendalikan bahaya Ergonomi yang terjadi selama pelaksanaan tugas secara manual. Dari sudut pandang Ergonomi, penekanan pertama menghilangkan atau mengurangi risiko (elimination), design control, pengendalian administratif (rotasi kerja), dan penggunaan alat pelindung diri (Janet Torma et al. 2009). 1.
Elimination, yaitu menentukan apakah salah satu pekerjaan dengan faktor risiko Ergonomi dapat dihilangkan. Jika ini mungkin, cara yang paling efektif ialah dengan memeriksa/mengatur proses produksi dan mengurangi adanya penanganan ganda.
23
2.
Substitution, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru yang aman dan Ergonomis, menyempurnakan proses produksi dan prosedur penggunaan peralatan (Tarwaka et al, 2004).
3.
Design control atau engineering control, yaitu dengan memodifikasi desain kerja. Langkah ini paling efektif apabila dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan pekerja. Hal ini dengan dilakukan dengan mempertimbangkan area kerja, beban atau tugas, dan peralatan yang digunakan pekerja.
4.
Administrative control mengandalkan perilaku pekerja dan pengawasan. Administrative control meliputi perawatan peralatan secara rutin, pengaturan durasi kerja atau shift kerja, rotasi kerja dan variasi tugas, mengangkat beban dengan tim atau berkelompok. Selain itu dengan mengadakan pendidikan dan training berupa teknik manual handling, design tempat kerja, identifikasi faktor risiko Ergonomi, bagaimana menggunakan perlengkapan dan peralatan masak dengan
aman dan sesuai kaidah Ergonomi, bagaimana menggunakan alat
pelindung diri. 5.
Personal Protective Equipment, yaitu menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk mengurangi paparan faktor risiko. Namun, APD hanya penghalang yang digunakan ketika pengendalian sebelumnya tidak dapat digunakan secara efektif untuk menghilangkan risiko Ergonomi. Contoh nya seperti safety shoes, celemek, masker, pakaian anti dingin, dan sarung tangan
24
D.
Musculoskeletal Disorders (MSDs) 1.
Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) Studi tentang MSDs pada berbagai macam jenis industri telah banyak dilakukan, beberapa studi tersebut menunjukkan bahwa otot yang sering kali dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot-otot leher, bahu, lengan , tangan, pinggang, jari, punggung dan otot-otot bagian bawah tubuh lainnya (Tarwaka et al, 2004). Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. Istilah Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada beberapa negara mempunyai sebutan berbeda, misalnya di Amerika istilah ini dikenal dengan nama Cumulative Trauma Disorders (CTDs), di Inggris dan Australia disebut dengan nama Repetitif Strain Injury (RSI), sedangkan di Jepang dan Skandinavia dikenal dengan sebutan Occupational Cervicubrachial Disorders (OCD). Istilah lain yang beredar Overuse Syndrome (Pheasant, 1991). Fokus penelitian dari MSDs adalah leher, bahu, punggung, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. MSDs pada awalnya menyebabkan gangguan tidur; mati rasa/sensasi terbakar pada tangan, kekakuan atau bengkak, nyeri pada pergelangan tangan, lengan, siku, leher atau punggung yang diikuti dengan rasa tidak nyaman, rasa tegang yang menekan rasa sakit di
25
kepala dan yang berhubungan dengan penyakit, kering, gatal atau nyeri di mata, penglihatan yang buram/ganda, rasa nyeri atau kaku, kram, kesemutan, gemetar, lemah dan pucatnya daerah yang terserang; menurunnya daya genggam tangan dan gerakan pada bahu, leher/punggung, yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh
atau ekstrimitas sehingga dapat dilihat
bahwa MSDs akan mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan produktifitas kerja menurun
(Humantech, 1995) , hal
ini
akan berakibat
pada
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan gerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh sehingga berakibat buruk pada efisiensi kerja dan produktivitas kerjapun menurun. 2.
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya
diistilahkan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Tarwaka et al, 2004). Secara garis besar keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ;
26
a.
Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan, dan
b.
Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut (Tarwaka et al, 2004). Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena konstraksi oto yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila konstraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan oto maksimum. Namon apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah ke otot berkurang menurut kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (suma‟mur,2009; Garandjean, 1993). 3.
Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) Gejala Musculoskeletal disorders (MSDs) dapat menyerang secara cepat maupun lambat (berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada 3 tahap terjadinya MSDs yang dapat diidentifikasi yaitu:
27
a. Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat. b. Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah bekerja.
Tidak
mungkin
terganggu.
Kadang-kadang
menyebabkan
berkurangnya performance kerja; c. Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika bergerak secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja. 4.
Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs) Dampak yang diakibatkan oleh MSDs pada aspek ekonomi perusahaan yaitu (Pheasant, 1991) : a. Pada aspek produksi yaitu berkurangnya output, kerusakan material, produk yang akhirnya menyebabkan tidak terpenuhinya deadline produksi, pelayanan yang tidak memuaskan, dll b. Biaya yang timbul akibat absensi pekerja yang akan menyebabkan penurunan keuntungan, biaya untuk pelatihan karyawan baru yang menggantikan karyawan yang sakit, biaya untuk menyewa jasa konsultan atau agensi c. Biaya pergantian karyawan (turn over) untuk recruitment dan pelatihan d. Biaya asuransi e. Biaya lainnya (opportunity cost).
28
5.
Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Faktor- Faktor penyebab dari timbulnya MSDs memang sulit untuk untuk dijelaskan secara pasti. Namun penelitian-penelitian sebelumnya memaparka beberapa faktor risiko yang tertentu selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Diantara Faktor-faktor tersebut diklasifikasikan dalam tiga katagori yaitu pekerjaan, manusia atau pekerja, lingkungan (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005). a.
Faktor Pekerjaan 1.
Postur Kerja Posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan dapat menyebabkan stress mekanik lokal pada otot, ligamen, dan persendian. Hal ini mengakibatkan cidera pada leher, tulang belakang, bahu, pergelangan tangan, dan lain-lain. Sikap kerja tidak alamiah
menyebabkan bagian tubuh bergerak
menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993). Namun di lain hal, meskipun postur terlihat nyaman dalam bekerja, dapat berisiko juga jika mereka bekerja dalam jangka waktu yang lama. Pekerjaan yang dikerjakan dengan duduk dan berdiri,
29
seperti pada pekerja kantoran dapat mengakibatkan masalah pada punggung, leher dan bahu serta terjadi penumpukan darah di kaki jika kehilangan kontrol yang tepat. Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan
terhadap
posisi
normal
saat
melakukan
pekerjaan
(Department of EH&S, Iowa State University, 2002). Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk bekerja. Posis janggal menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan lelah. Termasuk ke dalam postur janggal adalah pengulangan atau waktu lama dalam posisi menggapai, berputar (twisting), memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam kondisi statis, dan menjepit dengan tangan. Postur ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu, punggung dan lutut, karena bagian inilah yang paling sering mengalami cidera (Straker, 2000). Diantara Postur Junggal tersebut dapat dilihat dari gambar-gambar berikut : a) Postur janggal pada punggung
Membungkuk Memutar Miring Gambar 2.1 Postur Janggal Pada punggung ( Humantech 1989, 1995)
30
1) Membungkuk, postur punggung yang merupakan faktor risiko adalah membungkukkan badan sehingga membentuk sudut fleksi >200 terhadap vertikal dan berputar. 2) Rotasi badan atau berputar (twisting) adalah adanya rotasi atau
torsi pada tulang punggung (gerakan, postur, posisi
badan yang berputar baik ke arah kiri maupun kanan) di mana garis vertikal menjadi sumbu tanpa memperhitungkan beberapa derajat
besarnya sudut yang dibentuk, biasanya
dalam arah ke depan atau ke samping. 3) Miring : memiringkan badan (bending) dapat didefinisikan sebagai fleksi dari tulang punggung, deviasi bidang median badan dari garis vertikal tanpa memperhitungkan besarnya sudut yang dibentuk, biasanya dalam arah ke depan atau samping (Cohen et al, 1997). b) Postur janggal pada leher 1) Menunduk, menunduk ke arah depan sehingga sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu ruas tulang leher > 150 (Bridger, 1995). 2) Tengadah, setiap postur dari leher yang mendongak ke atas atau ekstensi.
31
3) Miring, setiap gerakan dari leher yang miring, baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas tulang leher. 4) Rotasi leher, setiap postur leher yang memutar, baik ke kanan dan atau ke kiri, tanpa melihat berapa derajat besarnya rotasi yang dilakukan.
Menunduk
Menoleh
Menekukkan Kepala
Menengadah
Gambar 2.2 Postur Janggal Pada Leher ( Humantech 1989, 1995)
2.
Beban Kerja Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan (2009) mengangkat beban sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan
studi
oleh
(European
Campaign
On
Musculoskeletal Disordezs) terhadap 235 juta pekerja di beberapa negara Eropa pada tahun 2008, diperoleh 18% pekerja telah
32
mengalami MSDs diakibatkan pekerjaan memindahkan benda berat dari container setiap harinya. 3.
Durasi Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja, kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Durasi didefinisikan sebagai durasi singkat jika < 1 jam per hari, durasi sedang yaitu 1-2 jam per hari, dan durasi lama yaitu > 2 jam per hari. Durasi terjadinya postur janggal yang berisiko bila postur tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik (Brief Survey Methode dalam Humantech, 2003). Suma‟mur (1989) mengungkapkan bahwa durasi berkaitan dengan keadaan fisik tubuhpekerja. Pekerjaan fisik yang berat akan mempengaruhi kerja otot, kardiovaskular, system pernapasan dan lainnya. Jika pekerjaan berlangsung dalam waktu yang lama tanpa istirahat, kemampuan tubuh akan menurun dan dapat menyebabkan kesakitan pada anggota tubuh. Durasi atau lamanya waktu bekerja dibagi menjadi durasi singkat yaitu kurang dari 1 jam/hari, durasi sedang yaitu antara 1-2 jam/hari dan durasi lama yaitu lebih dari 2 jam/hari.
33
4.
Gerakan Repetitif/berulang Pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama, hal ini bisa terlihat pada dimana frekuensi pekerjaan yang harus dikerjakan tinggi, sehingga pekerja harus terus menerus bekerja agar dapat menyesuaikan diri dengan sistem. Kekuatan beban dapat menyebabkan peregangan otot dan ligamen serta tekanan pada tulang dan sendi – sendi sehingga terjadi kerusakan mekanik badan vertebrata, diskus invertebrate, ligamen, dan bagian belakang vertebrata. Kerusakan karena beban berat secara tiba – tiba atau kelelahan akibat mengangkat beban berat yang ilakakn secara berulang – ulang. Mikrotrauma yang berulang dapat menyebabkan degenerasi tulang punggung daerah lumbal. (Riihiimaki, 1988)
5.
Genggaman Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap (Tarwaka et al, 2004). Menurut Suma‟mur (1989) memegang diusahakan dengan tangan penuh dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus dihindarkan.
34
b. Faktor Pekerja 1.
Usia Gangguan muskuloskeletal adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum dan dialami oleh usia menengah ke atas (Buckwalter et al. 1993). Beberapa studi menemukan usia menjadi faktor penting terkait dengan MSDS (Guo al. 1995, Biering-Sorensen 1983) Prevalensi MSDs meningkat ketika orang memasuki masa kerja mereka. Pada usia 35, kebanyakan orang mulai merasakan peristiwa atau pengalaman pertama mereka dari sakit punggung tersebut. (Guo et al. 1995, Chaffin 1979) Meskipun demikian, kelompok usia dengan tingkat tertinggi dari nyeri punggung adalah kelompok usia 20-24 untuk pria, dan 30-34 kelompok usia bagi perempuan. Penelitian rowe 1969 dan snook 1978, memperlihatkan kelompok yang rentan terhadap nyeri punggung bawah adalah kolompok dengan usia 31-40 tahun (stover H, 2000).Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Winda 2012 ) pada pekerja angkat-angkut industri
pemecahan batu di kecamatan karangnongko kabupaten
klaten, menyatakan bahwa
Ada hubungan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan muskuloskeletal. Usia merupakan faktor risiko keluhan muskuloskeletal. Pekerja dengan usia = 30 memiliki risiko 4,4 kali mengalami keluhan muskuloskeletal tingkat tinggi dibanding pekerja dengan usia < 30 tahun.
35
2.
Masa Kerja Penentuan waktu dapat diartikan sebagai teknik pengukuran kerja untuk mencatat jangka waktu dan perbandingan kerja mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam keadaan tertentu pula serta untuk menganalisa keterangan itu hingga ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu. Berdasarkan penelitian Taufik (2010), dituliskan bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan MSDs yang dialami oleh pekerja welder di bagian Fabrikasi.
3.
Kebiasaan Merokok Beberapa penelitian telah menyajikan bukti bahwa riwayat merokok positif dikaitkan dengan MSDs seperti nyeri pinggang, linu panggul,
atau
intervertebral
disc
hernia
(Tarwaka,
2004).
Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Deyo dan Bass (1989) mengamati bahwa prevalensi nyeri punggung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah Pack-rokok per tahun dan dengan tingkat merokok terberat. Pekerja yang memiliki kebiasaan
merokok
berisiko
2,84
kali
mengalami
keluhan
muskuloskeletal dibanding dengan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok .(Winda 2012)
36
Selain itu efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko tekanan osteoporosis menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang. Adapun katagori merokok dibagi menjadi 4 katagori yaitu : perokok berat(>20 batang per hari), perokok sedang (10-20 batang per hari), perokok ringan (< 10 batang per hari) dan tidak merokok (Bustan 2010). 4.
Indeks Masa Tubuh Walaupun pengaruhnya relatif keci, berat badan, tinggi badan, dan masa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2013). Menurut werner (1994) dalam Terwaka (2004), menyatakan bahwa bagi pasien yang gemuk (obesitas dengan masa tubuh >29 kg) mempunyai resiko 2,5 lebih tinggi dibandingkan dengan yang kurus (masa tubuh <20), khususnya untuk otot kaki. Indeks masa tubuh merupakan indikator yang digunakan untuk melihat status gizi pekerja. Adapun rumus yang digunakan yaitu BB (berat badan /tinggi badan (m)2), dari hasil hasil perhitungan rumus tersebut menurut WHO (2005) dikatagorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30). Semakin gemuk seseorang maka akan semakin berisiko untuk mengalami keluhan muskuloskeletal.
37
Penelitian lain menyatakan bahwa pada tubuh yang tinggi umumnya sering mengalami keluhan sakit punggung, tatapi tubuh tinggi tidak mempunyai pengaruh terhadap keluhan pada leher, bahu dan pergelangan tangan. Selain itu tubuh yang tinggi umumnya mempunyai bentuk tulang yang langsing sehingga secara biomekanik rentan terhadap beban tekan dan rentan terhadapan tekukan, oleh karena itu mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwak, 2004). c.
Faktor Lingkungan 1.
Getaran Getaran dengan frekuensi tinggi akan meyebabkan kontraksi otot bertambah, kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (Suma‟mur, 1982). Paparan dari getaran lokal terjadi ketika bagian tubuh tertentu kontak dengan objek yang bergetar, seperti kekuatan alat-alat yang menggunakan tangan. Paparan getaran seluruh tubuh terjadi ketika berdiri atau duduk dalam lingkungan atau objek yang bergetar, seperti ketika mengoperasikan kendaraan mesin yang besar (Cohen et al, 1997). Respon organ atau jaringan tubuh terhadap getaran vertikal diantaranya: 3-4 Hz (resonansi kuat pada membran vertebra cervicalis), 4 Hz (resonansi pada vertebra lumbalis), 4-5 Hz (resonansi
38
pada tangan), dan 4-5 Hz (resonansi sangat kuat pada sendi bahu) (Pulat, 1997). Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/KEP/1999 Jumlah waktu per hari kerja Jumlah waktu per hari kerja (1) 4 jam dan kurang dari 8 jam 2 jam dan kurang dari 4 jam 1 jam dan kurang dari 2 jam kurang dari 1 jam
2.
Nilai percepatan pada frekuensi dominan m/det2 (2) 4 6 8 12
Gram (3) 0,4 0,61 0,81 1,22
Suhu Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi di dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot (Tarwaka, 2004). Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot (NIOSH, 1997). Menurut Manuaba (1983) mengatakan bahwa Keadaan temperatur yang nyaman bagi orang indonesia adalah 22°-28° C. Bila temperatur di ruang kerja jauh di bawah atau di atas
39
dari suhu normal tersebut, maka akan mengganggu kinerja dari pekerja yang berada di ruangan tersebut (Charlotte, 2010). 3.
Pencahayaan Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 1995). Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300-700 luks, pekerjaan di kantor 400-600 luks, pekerjaan yang memerlukan ketelitian 800-1200 luks dan pekerjaan di gudang 80-170 luks (NIOSH, 1997). Standar penerangan di Indonesia telah ditetapkan seperti tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan di tempat kerja. Standar penerangan yang ditetapkan untuk di Indonesia tersebut secara garis besar hampir sama dengan standar internasional. Sebagai contoh di Australia menggunakan standar AS 1680 untuk Interior Lighting' yang mengatur intensitas penerangan sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaannya. Secara ringkas intensitas penerangan yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka, 2013) :
40
a. Penerangan
untuk
halaman
dan
jalan-jalan
di
lingkungan
perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 20 luks. b. Penerangan untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 50 luks. c. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan barangbarang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 100 luks. d. Penerangan untuk pekerjaan yang membeda-bedakan barang kecil agak teliti Paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200 luks. e. Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari barang barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 300 luks. f. Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu yang lama, harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 500 - 1.000 luks. d. Faktor Psikososial Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja (shift kerja, waktu istirahat) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja didefinisikan sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara
41
para pekerja, durasi dari tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada leher (Riihimaki, 1998). E.
Kerangka Teori Berdasarkan uraian teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai faktor risiko Ergonomi yang dapat menyebabkan terjadinya musculoskeletal disorders yaitu, faktor pekerjaan seperti postur kerja, Beban Kerja, Durasi, Gerakan Repatitif, Genggaman (Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997; NIOSH, 1997; Susan Stock et.al, 2005). Faktor Karakteristik individu atau pekerja seperti usia, masa kerja, jenis kelamin, status merokok, aktifitas fisik (Tarwaka, 2013; Pheasant, 1995; Oborne,1995). Faktor lingkungan kerja seperti Getaran, Suhu, Pencahayaan dan faktor psikososial (Tarwaka, 2013; Susan Stock et.al, 2005).
42
Faktor Pekerjaan Postur kerja Beban Kerja Durasi Gerakan Repatitif genggaman
Karakteristik Pekerja Usia Masa kerja Status merokok Aktifitas fisik
Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Lingkunga Kerja Suhu Getaran pencahayaan Faktor Psikososial
Bagan 2.1 Skema Kerangka teori : (Tarwaka, 2013; Grandjen, 1993; Kuorinka et al, 1995, Cohen et. Al, 1997; NIOSH, 1997; Pheasant, 1995; Oborne,1995; Susan Stock et.al, 2005).
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Tujuan Kerangka konsep ini dibuat untuk menjelaskan kaitan antara variabel MSDs (Dependen) dengan faktor pekerjaan, faktor Pekerja (Usia, Masa kerja,status merokok, Indeks Masa Tubuh (IMT)
dan
Faktor lingkungan kerja (suhu, dan
pencahayaan). Dalam penelitian ini tidak semua variabel diteliti, karena peneliti hanya memasukkan faktor-faktor yang penting dan perlu diketahui terlebih dahulu sebagai penyebab MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Adapun variabel-variabel yang diteliti dan variabel yang tidak diteliti adalah sebagai berikut : 1. Faktor
usia perlu diteliti karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kekuatan otot maksimal terjadi pada saat usia antara 20-29 tahun. Selanjutnya terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Pada saat mencapai 60 tahun kekuatan otot menurun sampai 20% dan risiko keluhan otot akan meningkat. 2. Setatus merokok perlu diteliti karena orang yang merokok akan merasa cepat lelah saat melakukan aktivitas yang disebabkan kandungan oksigen didalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi penumpukkan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyei otot.
43
44
3. Faktor pekerjaan perlu diteliti karena pada saat melakukan aktifitas kerja, tanpa disadari pekerja telah mengalami posisi atau postur kerja yang tidak Ergonomis, gerakan berulang dan statis, hal ini cendrung membawa pekerja untuk mengalamin nyeri pada otot. 4. Suhu lingkungan juga berpengaruh, paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pakerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. 5. Pencahayaan perlu diteliti karena akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja dalam kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh. 6. Faktor aktifitas fisik / olahraga tidak diteliti karena hampir semua pekerja tidak melakukan olah raga khusus. 7. Untuk faktor lingkungan seperti getaran tidak diteliti karena sulit untuk dilakukan pengukuran, selain itu perlu tenaga ahli yang dapat mengukur besarnya getaran yang diterima pekerja sehingga diperoleh nilai yang valid. 8. Untuk faktor psikososial seperti kepuasan kerja, stres mental dan organisasi kerja tidak diteliti karena penelitian ini hanya terfokus terhadap pengukuran postur kerja pekerjaan, faktor individu pekerja dan lingkungan kerja saja. Faktor psikososial tidak diteliti karena beberapa penelitian menyatakan bahwa fakor psikososial hanya memiliki hubungan yang lemah dengan MSDs. Selain itu perlu
45
dilakukan penelitian terlebih dahulu terkait dengan faktor yang menyebabkan pekerja stress sehingga membutuhkan waktu yang lama. Adapun skema kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Faktor Pekerjaan (Berdasarkan Skor Reba) usia Masa Kerja IMT Status Merokok Suhu Pencahayaan
Musculoskeletal Disorders (MSDs)
46
B. Definisi Operasional No
Variabel
Definisi Operasional Suatu
cidera
yang
Alat Ukur yang
diekspresikan dengan rasa sakit,
MusculoSkeletal 1
Cara ukur
Nordic Body
Mengisi lembar Nordic
Map
Body Map
Hasil Ukur 0.
Keluhan berat; jika memiliki satu gejala atau lebih yang
kesemutan, pegal pegal, nyeri
menetap selama ≥ 3 hari
tekan,
pembengkakan
dan
dalam waktu 7 (tujuh) hari
gerakan
yang
atau
terakhir.
terhambat
Skala Ukur Ordinal
Disorders
gerakan minim atau kelemahan
1.
Keluhan ringan; jika memiliki
(MSDs)
pada anggota tubuh yang terkena
satu gejala atau lebih yang
trauma. (Humatech , 1995)
menetap selama < 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir. (Katharine et al. 2005)
Nilai akhir dari hasil identifikasi Faktor pekerjaan 2 berdasarkan REBA
postur pekerja dengan menggunakan metode REBA
1. Busur
1. Merekam kegiatan
2. Kamera
pekerja dengan
3. Stopwatch
menggunakan kamera.
4. Timbangan
2. Menilai postur pekerja dengan menggunakan metode REBA serta mengukurnya dengan menggunakan busur. 3. Menghitung lamanya
Skor akhir Reba
Rasio
47
waktu melakukan suatu pekerjaan. Jumlah tahun yang dihitung mulai 3
Usia
Kuesioner
dari responden lahir sampai saat
Menyebarkan kuesioner/
Tahun
Rasio
wawancara
pengumpulan data dilakukan Waktu kerja responden terhitung
Kuesioner
mulai pertama kerja sebagai 4
Menyebarkan kuesoner/
Tahun
Rasio
Ordinal
wawancara
lama kerja pengrajin sepatu sampai dengan waktu dilakukannya penelitian Kondisi status gizi pekerja saat
Pengukuran
dilakukannya penelitian. Diukur
Timbangan badan dan
0.
Obesitas (IMT > 25,1)
meteran
1.
Normal (IMT= 18,5-25)
2.
Kurus (IMT≤18,4)
Indeks Masa berdasarkan rasio antara berat
5 Tubuh
badan (kg) dengan tinggi badan (m) pangkat 2 Banyaknya jumlah rokok yang 6
Status merokok
7
Suhu
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner
Jumlah konsumsi rokok
Rasio
dikonsumsi pekerja dalam sehari
Suhu ruangan atau lingkungan
Area Heatstress
Pengukuran, Observasi
0
C
Rasio
48
lingkungan
9
kerja
yang
memapar
pekerja
selama proses kerja berlangsung.
Monitor WBGT Quest Temp 36
Besarnya intensitas cahaya yang
Luks Meter
Pencahayaan diterima di lingkungan kerja
Pengukuran, observasi
0.
Luks
Rasio
49
C. Hipotesis
1. Ada hubungan antara faktor risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 2. Ada hubungan antara faktor usia dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 3. Ada hubungan antara faktor lama kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 4. Ada hubungan antara faktor banyaknya konsumsi jumlah rokok dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 5. Ada hubungan antara faktor IMT dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 6. Ada hubungan antara faktor suhu dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 7. Ada hubungan antara faktor pencahayaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain Cross Sectional Study, dimana proses pengumpulan data variabel dependen dan independen dilakukan pada waktu yang bersamaan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penilaian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang dilakukan pada pengrajin informal pembuatan sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juli 2013. C. Populasi dan Sampel Penelitian 1.
Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh pengrajin sepatu sebanyak 63 orang yang aktif bekerja di daerah Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
2.
Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus uji beda dua proporsi berikut ini:
50
51
⁄
(
√
)
(
√ (
)
(
)
)
Keterangan : n : Besar sampel P : Rata-rata proporsi pada populasi {(P1 + P2)/2} P1 : Proporsi usia pekerja < 35 tahun terhadap MSDs (5,67%) (Rajnarayan. 2003) P2 : Proporsi usia pekerja ≥ 35 tahun terhadap MSDs (36,26%) (Rajnarayan. 2003) Z2 1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji dua sisi (two tail), α = 5% Z1-β : Kekuatan uji 90% Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang dibutuhkan sebesar : √
(
)
√ (
(
)
(
)
)
n = 36 x 2 n = 72 Merujuk pada hasil perhitungan sampel di atas yaitu 72 sampel, disimpulkan bahwa, jumlah sampel melebihi populasi yang ada yaitu sebesar 63 pengrajin, sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sempel 63 orang. D. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui metode : 1. Observasi lapangan, bertujuan untuk mendapatkan gambaran lingkungan kerja (suhu dan pencahayaan ). Adapun langkah-langkah pengukuran lingkungan yang dilakukan sebagai berikut
52
a) Pengukuran Suhu (1) Pastikan alat dalam kondisi baik dan berfungsi dengan benar serta masih dalam masa kalibrasi. (2) Periksa apakah daya baterai pada alat masih memadai. (3) Lakukan kalibrasi internal dengan alat kalibrasi yang tersedia. Pastikan bahwa perbedaan pembacaan dengan ukuran pada kalibrasi tidak lebih dari 0,5. (4) Kemudian lakukan pengaturan pada alat dengan mengikuti petunjuk pada buku manual. Beberapa aspek yang diatur adalah: tanggal, waktu, bahasa, satuan pengukuran, logging rate, heat index. Pastikan bahwa semua pengaturan sesuai dengan ketentuan. (5) Pasang alat pada tripod kamera dan bawa alat ke lokasi atau titik pengukuran. (6) Letakkan alat pada titik pengukuran dan sesuaikan ketinggian sensor dengan kondisi pekerja. (7) Buka tutup termometer suhu basah alami dan tutup ujung termometer dengan kain katun yang sudah disediakan. Basahi kain katun dengan aquadest secukupnya sampai pada wadah tersedia cukup aquadest untuk menjamin agar termometer tetap basah selama pengukuran. (8) Nyalakan alat dan biarkan alat selama 10 menit untuk proses adaptasi dengan kondisi titik pengukuran. Waktu untuk adaptasi terdapat pada manual.
53
(9) Setelah melewati masa adaptasi, aktifkan tombol untuk logging atau proses penyimpanan data dan data temperatur lingkungan akan disimpan di dalam
memori alat berdasarkan kelipatan waktu yang digunakan
(logging rate). (10) Biarkan alat di titik pengukuran sesuai dengan waktu pengukuran yang diinginkan. (11) Bila telah selesai, non aktifkan fungsi logging dan kemudian alat bisa pindah ke titik pengukuran yang lain atau data yang ada sudah bisa dipindahkan ke komputer atau di cetak/print. (12) Bila pengukuran dilanjutkan ke titik pengukuran yang lain tanpa harus melakukan pemindahan data, maka langkah pengukuran diulang dari langkah ketiga. b) Pengukuran Pencahayaan (1) Tentukan titik pengukuran penerangan setempat (meja pekerja). (2) Pastikan alat ukur yang digunakan (Luksmeter costom Luks -204) berfungsi dengan baik. (3) Pada saat pengukuran, pastikan luksmeter/ sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah pada sumber cahaya. (4) Sensor diletakkan sedekat mungkin dengan titik sampling. (5) Pastikan operator tidak menimbulkan bayangan yang menghalangi cahaya. (6) Catat hasil pengukuran yang ditampilkan pada alat.
54
2.
Observasi lapangan, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tahapan pekerjaan, postur yang digunakan pekerja, durasi, serta frekuensi menggunakan kamera digital
kemudian
dilakukan
analisis
tingkat
risiko
Ergonomi
dengan
menggunakan form penilaian REBA terkait postur yang digunakan. 3. Wawancara, dilakukan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan data karakteristik individu (Usia, masa kerja, Indeks Masa Tubuh, dan status merokok). 4.
Wawancara, dilakukan menggunakan kuesioner Nordic Body Map digunakan untuk mendapatkan data bagian tubuh yang mengalami keluhan dan menentukan tingkat MSDs perbagian tubuh yang dirasakan responden.
E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kuesioner Nordic Body Map untuk mendapatkan data bagian tubuh yang mengalami keluhan dan menentukan tingkat MSDs perbagian tubuh yang dirasakan responden . 2. Lembaran penilaian REBA, untuk mendapatkan tingkat risiko pekerjaan sebagai salah satu penyebab dari MSDs. 3. Kamera digital untuk mendokumentasikan posisi/postur responden pada saat kerja. 4. Stopwatch untuk menghitung waktu (durasi/frekuensi) 5. Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36, untuk mengukur suhu ruangan kerja.
55
Gambar 4.1 Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36 6. Luksmeter costom Luks -204, untuk mengukur pencahayaan di area kerja.
Gambar 4.2 Luksmeter costom Luks -204 F. Manajemen Data 1.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan cara : a.
Data Coding, merupakan kegiatan megklasifikasi data dan memberi kode untuk masing-masing kelas sesuai dengan tujuan dikumpulkannya data
b.
Data Editing, merupakan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses pemasukan data
56
c.
Data Structure dan Data file merupakan mengembangkan data sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang dipergunakan.
d.
Data Entry, merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau fasilitas analisis data yang dalam hal ini mengunakan program aplikasi SPSS untuk menganalisis data.
e. 2.
Data Cleaning, merupakan proses pembersihan data setelah data di entry.
Analisis Data Data yang telah dikumpulkan, diolah, dianalisis, dan diinterpretasikan untuk dapat menggali dan menjawab masalah yang telah dirumuskan. Data tersebut diolah dan dianalisis dengan analisis univariat dan bivariat. a.
Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen terdiri dari faktor pekerjaan, faktor pekerja (Usia, Masa kerja, indeks masa tubuh, status merokok) dan faktor Lingkungan (suhu dan pencahayaan) dan variabel dependen adalah MSDs.
b.
Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian, diterima atau tidak. Analisis Uji Chi Square digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel katagorik dan katagorik dengan batas kemaknaan p value ≤ 0,05 yang berarti ada hubungan secara statistik antara variabel independen
57
dengan variabel dependen, dan jika p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan secara statistik antara variabel independen dengan variabel dependen pada estimasi derajat kepercayaan atau Confidential Interval (CI) 95%. Adapun persamaan Chi-Square sebagai berikut : X² = (O-E) ² E Keterangan : X² = Chi-Square O = efek yang diamati E = efek yang diharapkan Sedangkan untuk melihat hubungan antara variabel independen (numerik) dengan variabel dependen (katagorik), terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data numerik, bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji t-independent. Setelah didapatkan hasil uji T-test independen, jika nilai P dari levence teset ≤ 0,05 maka varian berbeda dan nilai P > 0,05 maka varian sama. Rumus perhitungannya sebagai berikut : t=
Akan tetapi jika data tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas data, maka data selanjutnya akan dilakukan uji dengan menggunakan uji Mann Whitney.
58
Keterangan : R1 = Jumlah peringkat sampel pertama n1 = Jumlah sampel 1 n2 = Jumlah sampel 2
BAB V HASIL A.
Analisis Univariat 1.
Gambaran MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Data MSDs diperoleh dengan menggunakan kuesioner (Nordic Body Map) yang mengkatagorikan MSDs terdiri dari
Keluhan berat dan ringan.
Keluhan berat, jika memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama ≥ 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir, sedangkan keluhan ringan, jika memiliki satu gejala atau lebih yang menetap selama < 3 hari dalam waktu 7 (tujuh) hari terakhir. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Keluhan
Jumlah
%
Berat Ringan
29
46
34
54
Total
63
100
Pada tabel 5.1, menunjukkan bahwa dari 63 responden (total sampel ) diperoleh sebanyak 29 responden (46 %) mengalami MSDs berat dan sebanyak 34 responden (54 %) mengalami MSDs ringan. Indikator MSDs pada penelitian ini berdasarkan pada 28 titik tubuh pada kuesioner Nordic Body Map , metode ini sangat sederhana, namun kelemahannya
59
60
keluhan yang dirasakan itu bersifat subjektif. Dari data primer yang dikumpulkan, distribusi frekuensi responden yang mengalami MSDs berdasarkan bagian tubuh yang merasakan MSDs seperti nyeri, keram, pegal, dan MSDs lainnya dapat dilihat pada grafik berikut : Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 35 30
25 20 15 10 0
Leher bagian atas Leher bagian bawah Bahu kiri Bahu kanan Lengan atas kiri Punggung Lengan atas kanan Pinggang Bokong Pantat Siku kiri Siku kanan Lengan bawah kiri Lengan bawah kanan Pergelangan tangan kiri Pergelangan tangan… Tangan kiri Tangan kanan Paha kiri Paha kanan Lutut kiri Lutut kanan Betis kiri Betis kanan Pergelangan kaki kiri Pergelangan kaki kanan Kaki kiri Kaki kanan
5
Penderita
Dari grafik 5.1, diketahui mayoritas pengrajin menglami keluhan pada bagian pinggang yaitu sebanyak 30 orang (14,02 %), leher bagian atas sebesar (8,88 %) dan bahu kanan sebesar (8,88%), sementara itu titik keluhan paling sedikit dirasakan pengrajin pada bagian lengan bawah kanan yaitu sebesar (0,47 %). Untuk tingkat keluhan mayoritas pengrajin hanya mengalami keluhan pada tingkat nyeri ringan, untuk tingkat nyri ringan paling banyak dirasakan pada
61
bagian pinggang yaitu sebesar 13,95 %, sedangkan untuk tingkat nyeri tak tertahankan dirasakan pada bagian pinggang sebesar 18,75 %. Untuk tingkat keseringan, mayoritas pengrajin mengalami MSDs sebanyak 1-2 kali dalam seminggu (13,79 %) pada bagian bahu kanan dan pinggang. 2.
Gambaran Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Hasil penelitian mengenai faktor pekerjaan diperoleh dari pengukuran dengan metode REBA pada bagian tubuh leher, punggung, bahu, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan dengan mempertimbangkan durasi, frekuensi dan beban pekerjaan yang dilakukan oleh pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Adapun gambaran distribusi frequensi responden berdasarkan risiko pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Risiko Pekerjaan pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 Variabel Risiko pekerjaan
Min-Max 3-11
Mean 7,16
Median 7,0
SD 2,245
95% CI Mean 6.59 - 7,72
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa dari 63 responden, gambaran distribusi risiko pekerjaan dengan nilai tengah skor REBA adalah 7,00 dan standar deviasi 2,245. Sedangkan skor REBA terkecil adalah 3 dan skor REBA terbesar adalah 11.
62
54 0
30 0
97 0
Gambar 5.1 Postur Janggal Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013
3.
Gambaran Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hasil penelitian terkait status merokok pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Merokok pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 Variabel Jumlah rokok
Min-Max 0-24
Mean 10,43
Median 12,00
SD 5,120
95% CI Mean 9,14 – 11,72
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa variabel status merokok berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai rata-rata banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi per hari oleh pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil
63
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 10,43 batang. Sedangkan nilai tengah banyaknya jumlah rokok yang dikonsumsi per hari oleh pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 12,00 batang dengan standar deviasi 5,120. Dari hasil tersebut diketahui ada pengrajin yang tidak merokok (Min = 0). Sedangkan batang rokok yang dikonsumsi oleh pengrajin paling banyak adalah 24 batang per hari. 4.
Gambaran Usia pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hasil penelitian terkait usia pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 Variabel
Min-Max
Mean
Median
SD
95% CI Mean
Usia
17-61
33,79
33,0
11,107
31,00 - 36,59
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa variabel usia berdistribusi normal (P= 0,200 ), nilai rata-rata usia pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 34 tahun, nilai tengah usia pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 33,0 tahun dengan standar deviasi 11,107. Adapun usia responden paling muda adalah 17 tahun, dan paling tua adalah 61 tahun.
64
5.
Gambaran Indeks Masa Tubuh pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hasil penelitian terkait Indeks Masa Tubuh (IMT) pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 IMT Obesitas (IMT > 25) Normal (IMT = 18,5 - 25) Kurus (IMT≤18,4) Total
Jumlah (n) 10 50 3 63
% 15,9 79,4 4,8 100 %
Dari data di atas dapat dilihat bahwa responden yang masuk dalam katagori obesitas berjumlah 10 pekerja (15,9 %), responden yang masuk dalam katagori under weight (kurus) berjumlah 3 pekerja (4,8 %) dan pekerja yang memiliki IMT normal adalah sebesar 50 pekerja (79,4 %). 6.
Gambaran Lama Kerja pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hasil penelitian terkait lama kerja pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Variabel
Min-Max
Mean
Median
SD
95% CI Mean
Lama Kerja
0,08-35,00
8,4537
5,8333
8,6033
6,2870-10,6204
65
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa variabel lama kerja berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai tengah lama kerja pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 5,8333. Untuk lama kerja paling rendah adalah 0,08 tahun, dan lama kerja paling lama adalah 35 tahun. 7.
Gambaran Pencahayaan pada Area Kerja Pengrajin Sepatu Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
di
Hasil penelitian terkait lama kerja pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pencahayaan Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Variabel
Min-Max
Mean
Median
SD
95% CI Mean
Pencahayaan
19-830
181,94
145,00
141,218
146,37-217,50
Berdasarkan
tabel
5.7,
diketahui
bahwa
variabel
Pencahayaan
berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai tengah pencahayaan pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 145,00 Luks, sedangkan nilai rata-rata pencahayaan adalah 181,94 Luks, Untuk pencahayaan paling rendah adalah 19 luks, dan pencahayaan paling tinggi adalah 830 Luks.
66
8.
Gambaran Suhu lingkungan pada Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
Pada
penelitian
ini,
data
suhu
lingkungan
didapatkan
dengan
menggunakan Area Heatstress Monitor WBGT Quest Temp 36, adapun gambaran suhu lingkungan pada area kerja pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah sebagai berikut. Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suhu Area Kerja Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Variabel
Min-Max
Mean
Median
SD
95% CI Mean
Suhu
27.30-30.55
29.15
29.59
1.07787
28.88-29.42
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa variabel suhu lingkungan berdistribusi tidak normal (P= 0,000 ), nilai tengah suhu lingkungan pada area kerja pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 29.59
0
C, sedangkan nilai rata-rata suhu
lingkungannya adalah 29.15 0C, Untuk suhu paling rendah adalah 27.30 0C, dan suhu paling tinggi adalah 30.55 0C.
67
B.
Analisis Bivariat 1.
Hubungan antara Faktor Risiko Pekerjaan dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Analisis hubungan antara faktor risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung, untuk data variabel risiko pekerjaan adalah berdistribusi tidak normal (P= 0,003) sehingga dilakukan uji mann whitney dan hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung2013. Variabel
MSDs
N
Mean Rank
P value
Risiko Pekerjaan
Berat Ringan
29 34
39.29 25.78
0,003
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji
mann whitney,
diperoleh nilai rata-rata rangking risiko pekerjaan dengan MSDs berat adalah 39,29 dan rata-rata rangking risiko pekerjaan dengan MSDs ringan adalah 27,78. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,003 (P value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) terdapat hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
68
2.
Hubungan antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Analisis hubungan antara status merokok dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Pada alpha 0,05 distribusi data status merokok adalah tidak normal. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan antara status merokok dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Status Merokok Dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung2013. Variabel
MSDs
Status Merokok
Berat Ringan
N 29 34
Mean Rank 35.03 29.41
P value 0,191
Berdasarkan tabel hasil analisis di atas dengan menggunakan uji mann whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking status merokok dengan MSDs berat adalah 35,03 dan rata-rata rangking status merokok dengan MSDs ringan adalah 29.41. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,191 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan antara status merokok dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
69
3.
Hubungan antara Faktor Usia dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Analisis responden berdasarkan hubungan antara usia pengrajin dengan terjadinya MSDs. Untuk variabel usia dan diketahui bahwa variabel usia berdistribusi normal P value > 0,05 (P value = 0,200), sehingga dilakukan uji ttest independent, uji tersebut digunakan untuk menguji dua variabel yaitu antara variabel numerik dan dua variabel kegorik. Pada variabel usia pekerja merupakan variabel numerik sedangkan MSDs merupakan variabel 2 katagorik. Adapun hasil uji analisis yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut: Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Usia dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung2013. Variabel Usia
MSDs Berat Ringan
N 29 34
Mean 32.34 35.03
Std. Deviation 11.216 11.027
P-value 0.343
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t-test independent diperoleh nilai rata-rata usia pada responden keluhan berat adalah 32.34 tahun dengan standar deviasi 11.216 serta rata-rata responden dengan keluhan ringan adalah 35.03 dengan standar deviasi 11.027. Dari data tersebut diperoleh p value 0.343 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha (5%) tidak terdapat hubungan antara rata-rata usia pengrajin dengan MSDs berat dan rata-
70
rata usia
pekerja dengan MSDs ringan pada pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 4.
Hubungan antara faktor Indeks Masa Tubuh dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hasil analisis responden berdasarkan hubungan antara Indeks Masa Tubuh pengrajin dengan terjadinya MSDs dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut: Tabel 5.12 Analisis hubungan antara IMT dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. MSDs Total Variabel
Berat
Ringan
P value
N
%
N
%
n
%
Obesitas
1
33,3
2
66,7
3
100
Normal
24
48,0
26
52,0
50
100
Kurus
4
40,0
6
60,0
10
100
0,811
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, diketahui responden yang masuk dalam katagori obesitas paling banyak merasakan MSDs ringan yaitu sebanyak 2 orang (66,7 %), responden yang masuk dalam katagori IMT normal paling banyak juga mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak 26 orang (52%), sedangkan untuk katagori responden dengan IMT kurus, juga banyak mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak 6 orang (60%).
71
Dari hasil tersebut diperoleh nilai P Value sebesar 0,811 (P > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha (5%) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara setatus IMT pengrajin dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. 5.
Hubungan antara faktor lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Analisis hubungan antara Lama Kerja
dengan
MSDs pada pengrajin
sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Pada tahap awal pengujian dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dan didapatkan nilai (P = 0,000) sehingga disimpulkan bahwa pada alpha 0,05 distribusi data Lama Kerja
adalah tidak normal. Kemudian pada tahap
selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan antara Lama Kerja dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Lama Kerja dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Variabel Lama_kerja2
MSDs Berat
N 29
Mean Rank 30.60
Ringan
34
33.19
P value 0,576
Berdasarkan tabel analisis di atas dengan menggunakan uji mann whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs berat adalah 30,60 dan rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs ringan adalah 33,19. Adapun
72
nilai probabilitas (P value) sebesar 0,576 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara Lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
6.
Hubungan antara Faktor Intensitas Cahaya dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Analisis hubungan antara intensitas cahaya dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Pada tahap awal pengujian dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dan didapatkan nilai (P = 0,000) sehingga disimpulkan bahwa pada alpha 0,05 distribusi data intensitas cahaya adalah tidak normal. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan antara intensitas cahaya dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.14 Analisis hubungan antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Variabel Pencahayaan
MSDs Berat Ringan
N 29 34
Mean Rank 32.34 31.71
P value 0,890
Berdasarkan tabel analisis di atas dengan menggunakan uji mann whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking antara intensitas pencahayaan area kerja
73
dengan
MSDs berat adalah 32,34 dan
pencahayaan area kerja
rata-rata rangking antara intensitas
dengan MSDs ringan adalah 31,71. Adapun nilai
probabilitas (P value) sebesar 0,890 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. 7.
Hubungan antara Faktor Suhu area kerja dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Analisis hubungan antara suhu area kerja dengan kejadian MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Untuk variabel suhu area kerja merupakan data berdistribusi tidak normal. sehingga dilakukan uji Mann Whitney, untuk mengetahui hubungan antara suhu area kerja dengan MSDs dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Suhu Area Kerja dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Variabel
MSDs
N
Suhu
Berat
29
28,74
Ringan
34
34,78
Mean Rank
P value 0,187
Berdasarkan tabel analisis 5.15 dengan menggunakan uji
mann
whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking antara suhu area kerja dengan MSDs berat adalah 28,74 0C dan rata-rata rangking antara suhu area kerja dengan MSDs ringan adalah 34,78 0C. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,187
74
(P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan antara suhu area kerja
dengan MSDs pada pengrajin sepatu di
Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian 1.
Pada penelitian ini data MSDs didapatkan dari tabel Nordic Body Map, melalui metode tersebut dapat diketahui bagian – bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai pada rasa sangat sakit, dengan melihat dan menganalisis peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasikan jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Metode ini sangat sederhana, namun kelemahannya keluhan yang dirasakan itu bersifat subjektif sehingga akan mempengaruhi pengkategorian MSDs .
2.
Terbatasnya area kerja dan tingginya mobilitas pekerja menyulitkan peneliti dalam mengambil sudut gambar/video proses kerja yang dilakukan oleh pengrajin, sehingga adakalanya pada suatu tugas kerja, postur kerja yang diteliti menggunakan beberapa gambar yang pengambilannya dilakukan pada waktu yang berbeda.
3.
Pengukuran suhu lingkungan dilakukan pada titik area ruangan tertentu atau
tempat
pekerja
sering
melakukan
pekerjaannya,
sehingga
diasumsikan untuk pekerja yang berada di tempat atau ruangan yang sama memiliki paparan suhu yang sama juga, pengukuran ini memiliki kelemahan yaitu tidak mampu memperhitungkan panas hasil metabolisme tubuh dan kecepatan angin yang ada. 75
76
B. Gambaran MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Sistem Muskuloskeletal merupakan sistem yang kompleks dan tersusun atas tulang, sendi, otot, ligamen, tendon, serta jaringan lain yang menghasilkan struktur dan bentuk tulang. Sistem ini juga melindungi organorgan vital, yang memungkinkan terjadinya gerakan, menyimpan kalsium serta mineral lain di dalam matriks tulang yang dapat dimobilisasi bila terjadi defisiensi, dan merupakan tempat berlangsungnya hematopoiesis (produksi sel darah merah) di dalam susmsum tulang (Kowalak et, al 2003). Ketika terdapat suatu gaya atau kekuatan yang melampaui kekuatan tulang dan otot saat menahan beban tentunya akan menyebabkan tidak seimbangannya sistem muskuloskeletal, hal ini akan berdampak pada timbulnya keluhan pada sistem muskoluskeletal. Sementara itu keluhan muskoluskeletal itu sendiri merupakan keluhan rasa tidak nyaman pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Keluhan muncul diakibatkan oleh otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada ligamen, sendi dan tendon. Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi Ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan risiko keluhan otot skeletal. Pengukuran fisik ini dapat dilakukan dengan Cheklist, Model Biomekanik,
77
Model Fisik, Model Analitik, Pengamatan Melalui Monitor dan Nordic Body Map (NBM). Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi dalam bekerja (Waters & Anderson 1996) dalam (Tarwaka 2004). Pada penelitian ini, digunakan metode Nordic Body Map (NBM), melalui NBM dapat diketahui bagian-bagian otot mana yang mengalami MSDs dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (agak sakit) sampai sangat sakit (corlett, 1992) dalam (Tarwaka, 2004). Pada grafik 5.1, diketahui mayoritas pengrajin mengalami keluhan pada bagian pinggang yaitu sebanyak 14,02 %, leher bagian atas sebesar 8,88 % dan bahu kanan sebesar 8,88%, sementara itu titik keluhan paling sedikit dirasakan pengrajin pada bagian lengan bawah kanan yaitu sebesar 0,47 %. Untuk tingkat keluhan, mayoritas pengrajin hanya mengalami keluhan pada tingkat nyeri ringan. Untuk tingkat nyeri ringan, paling bnyak dirasakan pada bagian pinggang (13,95 %), sedangkan untuk tingkat nyeri tak tertahankan paling banyak dirasakan pada bagian pinggang yaitu sebesar 18,75 %. Berdasarkan studi European Survey on Working Conditions (ESWC bahwa MSDs yang dirasakan oleh pekerja banyak dirasakan pada tubuh bagian leher belakang, pinggang, serta otot-otot rangka bagian atas lainnya. Pada bagian tubuh dengan keluhan sakit punggung atau pinggang serta anggota tubuh bagian atas, banyak disebabkan oleh adanya pekerjaan berat pada posisi janggal yang dilakukan berulang-ulang, mengangkat beban yang
78
berat serta postur tubuh yang tidak dapat menyesuaikan dengan posisi obyek target yang dikerjakan, sehingga tidak terlalu memperhatikan posisi yang Ergonomis (European Agency for Safety and Health at Work, 2010). Peneltian lain yang dipublikasikan tahun 2000 dengan desain Cross Sectional yang dilakukan oleh Picavet HJS et. Al pada 22.415 pekerja di belanda baik pria maupun wanita, menyatakan bahwa, prevalensi nyeri pinggang karena membungkuk dan memutar tubuh adalah sebesar 40,6%. Prevalensi sering pada posisi yang sama (statis) untuk waktu yang lama sebesar 32,6 %, prevalensi untuk sering membuat gerakan yang tiba-tiba sebesar 30,2 % dan prevalensi untuk mengangkat, membawa, mendorong dan menarik sebesar 30,4 %. (Picavet HJS et. Al , 2000) Berdasarkan Labour Force Survey (LFS) U.K prevalensi kasus Musculoskeletal Disorders sebesar 1.144.000 kasus dengan menyerang punggung sebesar 493.000 kasus, anggota tubuh bagian atas atau leher 426.000 kasus, dan anggota tubuh bagian bawah 224.000 kasus (Health and Safety Commite 2006/2007 dalam Soleha, 2009). Pada 2007/2008 diperkirakan ada 538.000 orang di Britania Raya yang bekerja sejak tahun lalu menderita Musculoskeletal Disorders yang disebabkan oleh pekerjaannya (Health and Safety Executive, 2009). Sementara itu di indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nurliah (2012), pada penelitiannya terkait Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Forklift di PT. LLI, didapatkan angka kejadian MSDs
79
cukup tinggi dari semua operator forklift yang menjadi responden, 87% mengalami MSDs, titik keluhan yang dirasakan antara lain pinggang (65%), leher atas (60%), leher bawah (60%), punggung (48%) dan bahu kanan (45%). Selain itu Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010) yang dilakukan pada
Welder di bagian Fabrikasi
PT. Caterpillar Indonesia
didapatkan pekerja dengan tingkat keluhan MSDs ringan sebanyak 58 orang (77,3%) dan keluhan MSDs berat sejumlah 7 orang (9,3%). C. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan MSDs pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK). 1.
Hubungan antara Risiko Pekerjaan dengan MSDs. Penilaian risiko pekerjaan dilakukan dengan menggunakan metode REBA. Metode REBA diperkenalkan oleh Sue Hignett dan Lynn Mcatammney yang diterbitkan dalam jurnal Apllied Ergonomics tahun 2000. Metode ini merupakan kolaboratif oleh tim Ergonomis, fisioterapi, ahli okupasi dan para perawat yang mengidentifikasi sekitar 600 posisi di industri manufakturing. Metode REBA, memungkinkan dilakukan suatu analisis secara bersamaan dari posisi yang terjadi pada anggota tubuh bagian atas (lengan, lengan bawah dan pergelangan tangan) badan, leher, dan kaki. Metode ini juga mendefinisikan faktor-faktor lainnya yang diduga dapat menentukan hasil penilaian akhir dari postur tubuh seperti: beban atau gaya yang dilakukan, jenis pegangan atau jenis aktifitas otot yang dilakukan pekerja. Hal ini memungkinkan untuk mengevaluasi baik
80
posisi statis dan dinamis, dan keadaan yang dapat menunjukkan adanya perubahan secara tiba-tiba pada postur atau posisi tidak setabil (Tarwaka, 2013). Pada tabel 5.9, diperoleh nilai rata-rata rangking risiko pekerjaan dengan MSDs berat adalah 39,29 dan rata-rata rangking risiko pekerjaan dengan MSDs ringan adalah 27,78. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,003 (P value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) terdapat hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Raharjo (2008) bahwa 83,7% pekerja kelapa sawit merasakan MSDs pada leher dan punggung bawah dengan skor risiko pekerjaan (REBA) 8-10/high risk. Pengrajin sepatu merupakan salah satu profesi yang memiliki potensi untuk terjadinya MSDs, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa faktor seperti postur janggal pengrajin saat melakukan kegiatan membuat pola, penjahitan bahan, pengeleman dan perangkain sepatu hingga menjadi sebuah produk yang siap dipasarkan. Kesesuaian antara desain kerja dengan pekerja perlu diperhatikan, seperti halnya posisi tubuh pekerja dalam kondisi duduk cendrung mengikuti desain kursi yang digunakan, saat ruas-ruas tulang menekuk ke depan maka otot akan bekerja untuk menopang tulang/rangka bagian atas
81
sampai kepala, sehingga otot akan melentur. Hal tersebut apabila semakin sering dan semakin lama digunakan dengan berlebihan, maka hal demikian akan menyebabkan hilangnya kelenturan pada otot tersebut, dari sudut otot, sikap duduk yang baik adalah sedikit membungkuk. Namun dari sudut tulang posisi duduk yang baik adalah tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas, dianjurkan untuk duduk pada posisi tegak, dan diselingi istirahat dengan melakukan perenggangan dan sedikit membungkuk (Tarwaka, 2004 ). Faktor pekerjaan ini juga dipengaruhi oleh tidak sesuainya desain kerja dengan pekerja, desain kerja sangat ditentukan oleh jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Baik desain kerja untuk posisi duduk maupun posisi berdiri, keduanya mempunyai keuntungan dan kerugian (Tarwaka, 2013). Ketidaksesuaian antara desain kerja dengan pekerja, mengakibatkan posisi tubuh pekerja cendrung tidak Ergonomis. Pada penelitian ini, ditemukan beberapa kondisi yang mempengaruhi posisi tubuh pengrajin sepatu, salah satunya adalah desain kursi yang tidak sesuai dengan posisi kerja pengrajin, posisi duduk saat melakukan pengeleman, pengesolan dan penjahitan bahan merupakan beberapa temuan yang memungkinkan untuk memicu MSDs. Ketidaksesuaian tersebut dibuktikan dengan keadaan kursi yang hanya terbuat dari kayu atau kaleng bekas kemasan lem yang berbentuk
82
kotak, tidak ada sandaran dan ketinggian kursi tidak dapat diatur, hal ini mengakibatkan posisi leher yang fleksi 360, posisi punggung fleksi 360 dan posisi lengan atas fleksi 610 , sikap kerja pengrajin yang tidak alamiah ini menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah tubuh, apabila kondisi ini terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka akan terjadi akumulasi keluahan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cidera otot. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Tarwaka (2011) bahwa, di Indonesia, sikap kerja tidak alamiah dalam bekerja lebih banyak disebabkan oleh tidak sesuainya antara dimensi alat dan stasiun kerja dengan ukuran tubuh manusia, kondisi tersebut akan menyebabkan sikap paksa pada waktu pekerja mengoprasikan mesin.
360 360
610
a
b
Gambar 6.1 (a) Posisi janggal pada bagian penjahitan bahan, (b) salah satu contoh desain kursi yang digunakan pengrajin.
83
Dari keadaan sikap kerja pengrajin tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa, kesesuaian antara pengrajin dengan desain kerja terutama kursi yang digunakan sangat perlu diperhatikan, hal ini dikarenakan pekerjaan membuat sepatu kebanyakan dilakukan pada posisi duduk. Menurut Clark (1996) dalam terwaka (2011), menyatakan bahwa desain stasiun kerja dengan posisi duduk yang benar mempunyai derajat stabilitas tubuh yang tinggi, mengurangi kelelahan dan keluhan subjektif bila bekerja lebih dari 2 jam, disamping itu pekerja juga dapat mengendalikan kaki untuk melakukan gerakan relaksasi. Desain kerja pada pekerjaan yang kebanyakan dilakukan dalam posisi duduk, perlu mempertimbangkan hal-hal antara lain (Tarwaka, 2013; Anies,2005); a.
Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian.
b.
Sudut pandang yang netral yang tidak menyebabkan leher mendongak.
c.
Terdapat injakan kaki sebagai sarana relaksasi.
d.
Posisi tangan yang netral yang tidak menyebabkan bahu terangkat.
84
a.
Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindari, seadainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.
b.
Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otototot yang sedang tidak dipakai untuk bekerja dan tidak minimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas.
Gambar 6.2 Ilustrasi contoh desain kerja dan sikap kerja dinamis (duduk di suatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya) (Tarwaka, 2013)
85
Gambar 6.3 Ilustrasi contoh desain kursi sadel untuk sikap kerja duduk disuatu saat dan berdiri atau duduk-berdiri pada saat lainnya. Ketinggian sadel dapat distel sesuai dengan ketinggian kaki penggunanya (Tarwaka, 2013)
Namun pada kenyataannya memang sulit untuk merubah desain kerja pada suatu perusahaan, terutama perusahaan sekala industri kecil, selain biaya yang relatif mahal, kebanyakan pihak pemilik usaha kurang memperdulikan hal-hal terkait desain kerja yang baik. Menyadari hal tersebut, salah satu cara terbaik untuk mengurangi kelelahan akibat posisi duduk adalah dengan berdiri dan berjalan sejenak disekeliling stasiun kerja setelah mengalami ketegangan otot-otot selama duduk, seperti bekerja dengan duduk 1 jam, berdiri dan berjalan 5 menit kemudian melakukan peregangan otot yang mengalami ketegangan (Tarwaka, 2013). Selain relatif mudah dilakukan, kegiatan ini dapat menguragi
86
tegang pada otot sehingga otot yang tegang pun merasakan relaksasi, dan yang lebih menarik lagi kegiatan ini juga tidak membutuhkan biaya sama sekali. 2.
Hubungan antara Faktor Jumlah Konsumsi Rokok dengan MSDs. Menurut Terwaka (2011), kebiasaan merokok sangat erat kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan rokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan otot yang dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh Boshuizen (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot. Berdasarkan Annuals of Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003) melaporkan bahwa dari hasil studi yang dilakukan terhadap 13.000 perokok dan non perokok dengan rentang usia antara 16 s.d 64 tahun, bahwa
perokok memiliki risiko 50 % lebih besar untuk mengalami
MSDs. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang. Selain itu, efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
87
Berdasarkan tabel analisis 5.10 dengan menggunakan uji mann whitney, diperoleh nilai rata-rata rangking banyaknya batang rokok yang dikonsumsi dengan MSDs berat adalah 35,03 dan rata-rata rangking banyaknya batang rokok yang dikonsumsi dengan MSDs ringan adalah 29.41. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,191 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah batang rokok yang dikonsumsi dengan MSDs pada
pengrajin
sepatu
di
Perkampungan
Industri
Kecil
(PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Said (2012) pada pekerja mekanik di Electric Truck Section PT. Kaltim Prima Coal. Tidak sesuainya antara teori dengan fakta yang ada, dimungkinkan karena banyaknya pengrajin yang masuk pada katagori tidak merokok atau prokok ringan juga mengalami MSDs berat. Kondisi ruang kerja yang sempit dan kurangnya ventilasi ruangan, memungkinkan setatus pekerja yang tidak merokok menjadi prokok pasif. Menurut Tarwaka (2011) Kondisi ini juga dapat mengakibatkan penurunan kapasitas paruparu, sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, daya tahan tubuh juga menurun, hal ini akan mengakibatkan pekerja mudah lelah sehingga terjadi penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot.
88
Gambar 6.4 Kondisi ruang kerja pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Selain itu penururnan kapasitas paru-paru kemungkinan juga dipengaruhi oleh paparan zat iritan yang terkandung dalam lem yang digunakan pengrajin sebagai perekat bahan sepatu, dimana zat perekat yang digunakan kemungkinan besar mengandung benzen, keton dan senyawa lainnya yang apabila terpapar secara terus menerus akan berakibat pada penurunan kapasitas paru-paru, batuk-batuk dan lain sebagainya. Batuk yang terus menerus kemungkinan akan menyebabkan tekanan di tulang belakang meningkat, sehingga terjadi kelelahan otot punggung yang mungkin akan berakibat pada keluahan MSDs. 3.
Hubungan antara Faktor Usia dengan MSDs Pada umumnya MSDs dirasakan pada usia antara 35 - 65 tahun (Chaffin, 1979). Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 25 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
89
usia. Hal ini terjadi karena pada usia setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot manusia mulai menurun sehingga risiko terjadinya keluhan otot meningkat (Tarwaka, 2013). Penelitian lain juga mengatakan bahwa pada saat usia mencapai 60 tahun, kekuatan otot menurun hingga 20 %, pada saat penurunan kekuatan otot inilah risiko kejadian MSDs meningkat (Betti‟e, et al, 1989) dalam (Tarwaka, 2013). Riihimaki et. Al (1989) menjelaskan bahwa usia mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan otot, terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli lainnya menyatakan bahwa usia merupakan penyebab utama terjadinya keluhan otot. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh nilai rata-rata usia pada responden keluhan berat adalah 32.34 tahun dengan standar deviasi 11.216 serta rata-rata responden dengan keluhan ringan adalah 35.03 dengan standar deviasi 11.027. Dari data tersebut diperoleh p value 0.343 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha (5%) tidak terdapat hubungan antara rata-rata usia pengrajin dengan MSDs berat dan rata-rata usia pekerja dengan MSDs ringan pada pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa, hasil tersebut tidak sejalan dengan pendapat Bernard (1997) yang mengatakan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian
90
gangguan degeneratif, hilangnya kekuatan jaringan dengan bertambahnya usia mungkin meningkatkan peluang atau keparahan kerusakan jaringan otot,
sehingga
dapat
menimbulakan
gangguan
pada
sistem
Musculoskeletal. pada penelitian Munir (2012), juga mengatakan bahwa pada P value 0,012 terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian MSDs. Tidak sesuainya antara teori dan hasil penelitian yang dilakukan kemungkinan dikarenakan faktor usia bukanlah faktor utama yang menyebabkan keluahan MSDs, hal ini sesuai yang dikatakan oleh Tarwaka (2004), bahwasanya usia merupakan faktor kombinasi yang menyebabkan terjadinya MSDs seperti LBP, CTS dan sebagainya. Artinya usia tidak bisa berdiri sendiri untuk mengakibatkan terjadinya gangguan MSDs tersebut, namun ada faktor-faktor lain yang mungkin lebih dominan. Bridger (2003) menyatakan bahwa suatu kemungkinan karyawan atau pekerja senior mempunyai ambang batas nyeri yang lebih tinggi. Pengalaman kerja yang lama dengan kemungkinan sakit punggung yang berulang membuat karyawan seniorpun mengabaikan keluhan punggung yang
ringan
dan
menganggap
keluhan
tersebut
sebagian
dari
pekerjaannya yang wajar sehingga tidak melaporkan keluhan nyeri punggung yang ringan tersebut.
91
4.
Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan MSDs Tulang belakang atau lumbal memegang peranan penting dalam menahan beban tubuh, mereka yeng memiliki propors tubuh yang normal, maka beban pada tulang belakangnya juga dalam batas yang normal. Untuk mengukur kesesuaian berat badan seseorang dengan tinggi badan digunakanlah perhitungan Indeks masa tubuh. Indeks masa tubuh adalah berat badan dalam kilogram di bagi dengan tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Kemudian dibuat pengkatagorian, kurus ≤ 18,4, normal 18,5-25,0 dan gemuk IMT ≥ 25,1. Dari hasil uji statistik yang dilakukan, diketahui responden yang masuk dalam katagori obesitas paling banyak merasakan MSDs ringan yaitu sebanyak 2 orang (66,7 %), responden yang masuk dalam katagori IMT normal paling banyak juga mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak 26 orang (52%), sedangkan untuk katagori responde dengan IMT kurus, juga banyak mengalami MSDs ringan yaitu sebanyak 6 orang (60%). Kondisi badan seseorang yang terlampau gemuk akan semakin berisiko untuk mengalami keluhan muskuloskeletal. Seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Jika kondisi tersebut berlanjut terus menerus, maka akan terjadi penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang menyebabkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).
92
Dari hasil uji statistik yang dilakukan, Pada penelitian ini diperoleh nilai P Value sebesar 0,811 (P > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha (5%) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status IMT pengrajin dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Munir (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian MSDs (P=0,713) pada pekerja bagian Final Packing pada perusahaan x tahun 2012. Tidak sesuainya antara hasil penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian sebelumnya, kemungkinan dikarenakan rata-rata IMT pada pengrajin adalah sebesar 21 Kg/m2
(normal). Selain itu pekerjaan
membuat sepatu merupakan salah satu pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan tenaga yang kuat karena beban yang diangkat tidak lebih dari 5 kg. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Tarwaka (2011) yang mengatakan bahwa keluhan sitem muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik beban berat tubuh manusia itu sendiri, maupun beban tambahan lainnya.
93
5.
Hubungan Lama Kerja dengan MSDs Masa kerja merupakan faktor risiko yang sangat mempengaruhi seorang pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya Musculoskeletal Disorders, terutama untuk jenis pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Riihimaki et al. (1989) menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot. Sama halnya seperti penelitian yang dilakukan oleh Manuaba yang menyatakan masa kerja lebih mempengaruhi MSDs pada pekerjaan yang membutuhkan pengerahan tenaga yang besar (Manuaba, 1996). Berdasarkan tabel 5.13 dengan menggunakan uji mann whitney , diperoleh nilai rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs berat adalah 30,60 dan rata-rata rangking Lama Kerja dengan MSDs ringan adalah 33,19. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,576 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara Lama Kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Gangguan pada sitem Musculoskeletal hampir tidak pernah dirasakan secara langsung, tetapi merupakan hasil akumulasi dari paparan atau hal-hal kecil maupun hala-hal besar yang terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama. Masa kerja seseorang merupakan faktor pendukung yang berkontribusi sebagai faktor yang cukup mempengaruhi
94
terjadinya MSDs. Usia pekerjaan atau lamanya orang bekerja untuk tugas yang sama akan terkait dengan kesegaran jasmani dan ketahanan fisik tubuh seseorang, orang
yang pekerjaannya memerlukan energi yang
cukup besar, namun tidak memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat, maka resiko untuk mengalami keluhan otot akan meningkat. Selain itu MSDs berdasarkan masa kerja seseorang erat kaitannya dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, beban kerja yang berat tentunya akan lebih cepat menimbulkan dampak baik secara fisik maupun mental dibandingkan beban kerja yang ringan. Contonya pekerjaan mengelem bahan sepatu tentunya akan lebih cepat mengalami penurunan kapasitas paru dibandingkan pekerjaan membuat pola. Hal ini dikarenakan pekerjaan mengelem bahan sepatu terpapar langsung oleh bahan kimia berbahaya yang mungkin terkandung dalam lem yang digunakan, penurunan kapasitas paru tersebut akan berdampak pada kemampuan paru-paru untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai akibatnya, daya tahan tubuh juga menurun, sehingga mengakibatkan pekerja mudah lelah, lalu terjadi penumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada otot. Hal inilah yang menjadi asumsi peneliti mengapa masa kerja tidak berpengngaruh terhadap MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung.
95
6.
Hubungan Intensitas Pencahayaan dengan MSDs Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat, dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma‟mur 1984). Penerangan yang cukup dan diatur secara baik juga akan membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara konsentrasi dalam bekerja. Intensitas penerangan yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan jelas akan meningkatkan produktifitas pekerjaannya. Sanders & Mc Cormic (1987) dalam Terwaka (2011) menyimpulkan bahwa, dari hasil penelitian pada 15 perusahaan, di mana seluruh perusahaan yang diteliti menunjukkkan kenaikan hasil kerja 4 - 35 %. Pada sebagian besar pekerjaan sangat diperlukan suatu kondisi dimana pekerja harus mampu melihat suatu objek kerja dengan baik. Pada beberapa situasi intensitas cahaya yang tidak baik dan tidak sesuai akan menyulitkan seseorang untuk dapat melihat objek dengan baik, kekurangan intensitas penerangan tersebut bahkan memungkinkan akan mempengaruhi posisi atau postur kerja untuk membungkuk agar posisi mata mendekati objek yang dikerjakan. Pada banyak kasus, postur tubuh akan menyesuaikan dengan pekerjaan yang dilakukan untuk dapat melihat objek dengan jelas (Tarwaka, 2013 ). Hal ini akan menjadikan tubuh
96
stress, terjadi kelelahan dan kepenatan sehingga memungkinkan untuk terjadinya MSDs Pada penelitian ini, diperoleh nilai rata-rata rangking antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs berat adalah 32,34 dan rata-rata rangking antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs ringan adalah 31,71. Adapun nilai probabilitas (P value) sebesar 0,890 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara intensitas pencahayaan area kerja dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Secara teori, intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya MSDs, hal ini
sesuai dengan pernyataan
Bridger (1995) yang mengatakan bahwa, Intensitas cahaya yang kurang memiliki potensi untuk mempengaruhi posisi kerja seseorang, jika tingkat intensitas cahaya atau penerangan pada suatu tempat tidak memenuhi persyaratan maka hal tersebut dapat menyebabakan postur leher untuk fleksi ke depan (menunduk) dan postur tubuh
untuk fleksi
(membungkuk) yang berisiko mengalami MSDs. Pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda, hal ini kemungkinan dikarenakan rata-rata intensitas cahaya yang digunakan adalah sebesar 181,94 Luks, sedangkan untuk pekerjaan pembuatan sepatu merupakan pekerjaan yang digolongkan sebagai pekerjaan yang
97
membeda-bedakan barang-barang kecil dan halus dengan teliti, standar intensitas penerangan nasional dari IESNA (Illuminating Engineering Siciety Of North America, 2000 ) menetapkan standar penerangan untuk jenis pekerjaan ini setidaknya membutuhkan paling sedikit 300 luks pencahayaan. Selain itu ada kemungkinan lama kerja yang dilakukan oleh pengrajin sepatu juga mempengaruhi penglihatan mereka, secara umum, kelelahan dan gangguan pada mata dapat diakibatkan oleh melihat suatu objek yang sama secara berulang-ulang pada waktu yang lama, hal ini terbukti dari rata-rata lama kerja yang dilakukan pekerja setiap hari adalah 11 jam (>8 jam). Walaupun intensitas penerangan lokal yang digunakan sesuai dengan jenis pekerjaannya, kondisi melihat suatu objek yang sama secara berulang-ulang pada waktu yang lama, akan mengakibatkan kelelahan pada mata, kelelahan pada mental, kerusakan indra mata dan kecelakaan kerja meningkat (Tarwaka, 2013). Untuk mengendalikan resiko yang dapat ditimbulkan oleh pencahayaan ditempat kerja, dapat dilakukan beberapa modifikasi sitem penerangan yang sudah ada. Modifikasi dapat dilakukan denagn berbagai alternatif, diantaranya (Tarwaka, 2013) : a. Menaikan/ menurunkan letak lampu yang didasarkan pada objek kerja. b. Merubah posisi lampu.
98
c. Menambah atau mengurangi jumlah lampu. d. Mengganti jenis lampu yang digunakan sesuai dengan jenis pekerjaannya. e. Mengganti tudung lampu.
a
b
Gambar 6.5 (a) Ilustrasi Desain Penerangan Umum Di Tempat Kerja, (b) Ilustrasi Desain Penerangan Lokal Ditempat Kerja (Tarwaka, 2013)
Gambar 6.6 Ilustrasi penerangan kombinasi di tempat kerja (Tarwaka, 2013)
99
7.
Hubungan Antara Suhu Area Kerja dengan MSDs Suhu lingkungan erat hubungannya dengan eksistensi kehidupan manusia yang ada di dalam lingkungan tersebut. Produktivitas, efisiensi dan efektivitas kerja sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim (cuaca) kerja (Suma‟mur, 2009). Beda suhu lingkungan baik suhu dingin maupun suhu panas dengan suhu tubuh yang terlampau jauh menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot (suma‟mur, 1982;Grandjean, 1993) dalam (Terwaka, 2011). Pada penelitian ini, diperoleh nilai rata-rata rangking antara suhu area kerja dengan MSDs berat adalah 28,74 0C dan rata-rata rangking antara suhu area kerja dengan MSDs ringan adalah 34,78 0C. Berdasarkan (SNI 16-7063-2004), nilai ambang batas suhu kerja dengan indek suhu basah dan bola (ISBB) untuk beban kerja ringan tidak boleh melebihi 300 C, untuk pekerjaan dengan beban kerja sedang tidak boleh melebihi 26,70C, sedangkan untuk pekerjaan dengan beban kerja berat tidak boleh melebihi 25,0 0C.
Dari data suhu yang dihasilkan, pada penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa paparan suhu area kerja pada pengrajin sepatu
100
di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung cukup tinggi yakni dengan rata-rata suhu 29,15 0 C, sedangkan penelitian lain menyatakan bahwa untuk suhu nyaman bagi orang indonesia adalah antara 24-26
0
C (suma‟mur, 2009). Kondisi ini tentunya akan berefek
buruk bagi pekerja terutama penurunan produktifitas mereka, . Pada penelitian ini didapatkan nilai probabilitas (P value) sebesar 0,187 (P value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pada α (5%) tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu area kerja dengan MSDs pada
pengrajin
sepatu
di
Perkampungan
Industri
Kecil
(PIK)
Penggilingan Kecamatan Cakung 2013. Meskipun tidak terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara suhu area kerja dengan MSDs, faktor suhu perlu diperhatikan demi kenyamanan dan peningkatan produktifitas pekerja. Pada penelitian ini, diasumsikan faktor suhu di pengaruhi oleh keberadaan dan kecepatan angin. Hasil observasi yang dilakukan, beberapa pengrajin menggunakan kipas angin di area kerja mereka, hal ini akan menurunkan suhu yang cukup tinggi di area kerja mereka. Selain itu lama kerja mereka juga dapat mempengaruhi faktor suhu, hal ini dibuktikan dengan rata-rata lama kerja mereka adalah 11 jam kerja per hari (> 8 jam), kondisi ini memungkinkan untuk pekerja dengan suhu area kerja yang normal juga berpotensi untuk terjadinya MSDs berat. Selain itu ada kemungkinan pekerja baru yang bekerja di industri ini tidak
101
dilakukannya aklimatisasi pekerja yang bertujuan untuk penyesuaian seseorang terhadap suatu iklim (cuaca) tertentu agar tidak mengalami efek buruk baik secara fisik maupun psikis. menurut Suma‟mur (2009), orang indonesia pada umumnya beraklimatisasi iklim tropis, yang suhunya sekitar 28-32 0C dengan kelembapan 85-95 %.
hal inilah yang menjadi
asumsi peneliti bahwa faktor suhu area kerja tidak berpengaruh dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung. Sebagai upaya preventif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja yang bersuhu tinggi, yang paling penting dilakukan adalah aklimatisasi pekerja kepada lingkungan kerjanya. Selain itu di ruangan kerja yang bersuhu tinggi juga harus tersedia cukup air minum yang bertujuan agar pekerja tidak kekurangan cairan atau dehidrasi. Untuk mencapai hasil pencegahan yang sebaik-baiknya harus dikordinasikan aspek teknik-teknologi dan aspek kedokteran, pendekatan teknik dan teknologi dimaksudkan untuk menurunkan suhu lingkungan di tempat kerja, sedangkan aspek medis mengevaluasi efek suhu kepada tenaga kerja (Suma‟mur, 2009).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013, maka dapat ditarik simpulan, sebagai berikut : 1.
Sebagian besar pengrajin mengalami keluhan MSDs pada bagian pinggang (14,02 %), leher bagian atas (8,88 %) dan bahu kanan (8,88%). Untuk tingkat keluhan berat (18,75 %) maupun keluhan ringan (13,95 %) paling banyak terjadi pada bagian pinggang.
2.
Berdasarkan skor REBA (resiko pekerjaan), kategori MSDs berat, memiliki rata-rata rangking 39,29, sedangkan kategori MSDs ringan adalah 27,28.
3.
Rata-rata Jumlah rokok yang di konsumsi per hari oleh pengrajin sepatu adalah 12 batang, sedangkan batang rokok yang dikonsumsi oleh pengrajin paling banyak adalah 24 batang per hari.
4.
Rata-rata usia pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung adalah 34 tahun. Adapun usia responden paling muda adalah 17 tahun, dan paling tua adalah 61 tahun.
102
103
5.
Rata-rata IMT pada pengrajin sepatu adalah 20,973. Nilai Indeks Masa Tubuh (IMT) paling kecil adalah 15,28 dan yang paling besar adalah 35,90.
6.
Rata-rata lama kerja pengrajin sepatu adalah 5,8 tahun. Untuk lama kerja paling cepat adalah 0,08 tahun, dan lama kerja paling lama adalah 35 tahun.
7.
Rata-rata nilai pencahayaan area kerja pengrajin sepatu adalah 181,94 Luks, Untuk pencahayaan paling rendah adalah 19 luks, dan pencahayaan paling tinggi adalah 830 Luks.
8.
Kategori MSDs berat memiliki nilai rata-rata suhu 28,74 0C, sedangkan kategori MSDs ringan adalah 34,78 0C.
9.
Ada hubungan antara risiko pekerjaan dengan MSDs pada pengrajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013 (P=0,003).
10. Tidak ada hubungan antara kejadian MSDs pada pengrajin sepatu dengan
status merokok (P= 0,191), usia (P = 0,062), IMT (P=
0,818), Lama
Kerja (P = 0,576), intensitas pencahayaan (P = 0,890), dan suhu (P = 0,187).
104
B. Saran 1.
Bagi Perusahaan. Untuk menanggulangi dan mencegah MSDs pada pekerja pihak perusahaan dapat melakukan upaya-upaya sebagai berikut: a. Menyediakan kursi yang telah didesain sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pengrajin, untuk meminimalisir posisi janggal pada pengrajin sepatu. b. Membatasi jam kerja pekerja atau bisa dilakukan dengan rotasi kerja. c. Menyediakan penerangan yang sesuai dengan pekerjaan pengrajin sepatu (300-500 luks).
2.
Bagi Pekerja. a. Berdiri dan berjalan sejenak di sekeliling stasiun kerja setelah mengalami ketegangan otot-otot selama duduk, seperti bekerja dengan duduk 1 jam, berdiri dan berjalan 5 menit kemudian melakukan peregangan otot yang mengalami ketegangan. b. Menggunakan APD yang disediakan oleh perusahaan. c. Melakukan aktifitas fisik diluar waktu kerja seperti berolahraga untuk menghindari terjadinya MSDs, dan mencegah terjadinya beberapa penyakit pada tubuh seperti penyakit jantung dan osteoporosis.
3.
Bagi Peneliti Berikutnya a. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya dapat lebih objektif meneliti tentang MSDs yaitu secara diagnosis.
105
b. Untuk design studi, dapat digunakan case control yaitu meneliti perbedaan eksposur pada sampel pekerja yang terkena MSDs sebagai kasus dan pekerja yang tidak terkena MSDs sebagai kontrol. c. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti variabelvariabel lain yang kemungkinan memiliki hubungan dengan MSDs yang tidak diteliti pada penelitian ini, seperti variabel pekerja (jenis kelamin, kesegaran jasmani, dan kekuatan fisik), lingkungan (getaran) dan psikososial (kepuasaan kerja, stress dan organisai kerja). d. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan diagnosis MSDs secara klinis dan uji lab.
DAFTAR PUSTAKA Battié, M.C., Bigos, S.J., Fisher, L.D.,Hansson, T.H., Jones, M.E., Wortley,M.D. (1989). Isometric lifting as astrength predictor of industrial back pain.. Spine Bernard, Bruce P., M.D, M.P.H et al.(1997). Musculoskeletal Disorder and Workplace Factor : A Critical Review Of Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal Disorder of the Neck, Upper Extremity, and low Back. U.S. Departement of Health and Human Services: NIOS Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics. Singapore: McGraww Hill, Inc. Buckwalter JA, Woo SL-Y, Goldberg VM, Hadley EC, Booth F, Oegema TR, et al. (1993). Soft-tissue aging and musculoskeletal function. J Bone Joint Surg (Am) 75A(10):1533–1548. Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta Cady LD Jr., Thomas PC, Karwasky RJ. 1985. Program for increasing health and physical fitness of firefighters. J Occup Med 27(2):110–114. Chaffin, D.B. (1979). Manual materials handling the cause of overexertioninjury and illness in industry. Journal ofEnvironmental Pathology and Toxicology Cohen, Alexander L. et al. 1997. Elements of Ergonomics Programs. A Primer Based on Workplace Evaluations of Musculoskeletal Disorders. Amerika: U.S Departement of Health and Human Services. NIOSH Croasmun, Jeanie. 2003. Link Reported Between Smoking and MSDs. Annuals of Rheumatic Diseases: Reuters. Available at: http://www.ergoweb.com/news/detail.cfm?id=670. DiNardi, Salvatore R. 1997. The Occupational Environment-Its Evaluation and Control. Virginia: American industrial Hygiene Association. Grandjean, E. 1993. Fitting The Task to The Man. 4th Edition. Taylor & Francis, Inc : London. Guo HR, Tanaka S, Cameron LL, Seligman PJ, Behrens VJ, Ger J, et al. [1995]. Back pain among workers in the United States: national estimates and workers at high risk. Am J Ind Med 28(5):591–602. Health and safety executive united kingdom (HSE) UK. 2007. Understanding ergonomic at woek : reduce accidents and ill health and increase produktivity by fitting the taks to the worker. http://www.hse.gov.uk diunduh pada tanggal 1 september 2013.
Hendra & Suwandi Rahardjo. 2008. Risiko Ergonomi Dan Keluhan Musculoskeletal Disorders(MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. FKM UI : Depok. Hignett and McAtamney. 2000. REBA Employee Assessment Worksheet: Based on Technical Note: Rapid Entire Body Assessment (REBA), Applied Ergonomics 31 (2000) 201-205. Diunduh tanggal 10 Mei 2013 www.personal.health.usf.edu/tbernard/HollowHills/REBA.pdf Hignett, S & McAtamney, L. (2000). Technical Note Rapid Entire Body Assesment (REBA). Elsevier Journal, 201-205. Nottingham, UK. Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc : Berkeley Australia. Humantech, 1989, 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd Edition. Australia: Barkeley Vale. Janet Torma et al. 2009. Ergonomic Processes Implementation Guide and Tools for Mining Industry. NIOSH Kowalak et al. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta Kuorinka, et al. 1987. Standardized Nordic questionnaire for the analysis of musculoskeletal symptoms. Manuaba, A. 2000. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Editor : Sritomo Wignyosubroto an Stefanus Eko Wiranto. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 2000, Guna Wijaya, Surabaya: 1-4. Muchsin, Said. 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal disorders (msds) pada pekerja mekanik Di electric truck section pt. Kaltim prima coal. Jakarta : 2012 Munir, syahrul. 2012. Analisis nyeri punggung bawah pada pekerja bagian final packing dan part supply di pt. X tahun 2012. Tesis. Perpustakaan, FKM UI. National Institute for Occupational Safety and Health. 2007. Ergonomic Guidelines for Manual Material Handling. 4676 Columbia Parkway Cincinnati. Oborne, David J. 1995. Ergonomics at Work. Human Factor in Design and Development. 3rd edition. John Wiley and Sons ltd : Chicester. OSHA 3125.2000. Ergonomi: the study of work. Diunduh tanggal 10 Mei 2013. http://www.osha.gov/Publication/osha3125.pdf
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland. Aspen Publishers, Insc : Maryland, Gaithersburg. Pheasant, Stephen.2003.Bodyspace: Antropometry, Ergonomic, and the design of work. Scond Edition. London : Taylor and Francis. Pheasant, Stephen. 1986. Body Space: Anthropometry, Ergonomics and Design. London and Philadelphia: Taylor and Francis. Picavet HSJ and Schouten JSAG. Pyysical Load in Daily Life and Low Back Problems in the General Population. The morgen study. In: preventive Medicine. 2000 Pulat, B. Mustafa, dan Alexander, David C. 1997. Industrial Ergonomics: Case Studies. McGraw-Hill, Inc. Rahmawati, suci. 2009. Analisa tingkat risiko terjadinya Musculoskeletal disorders (msds) pada aktifitas Pekerjaan di unit produksi donat pd. Safari donat Tahun 2009.FKIK UIN Jakarta : 2009 Rajnarayan, R. Tiwari . 2003. Low Back Pain among Textile Workers: Indian Journal Of Occupational And Environmental Medicine. Sanders, John A, JR. 1995. Anthropometric Methods: Designing to Fit The Human Body, Human Factors and Ergonomic Society Sanders, M.S. & Mccormick,E.J. 1987. Human Factors In Engeneering and Design, 6th edt. McGraw-Hill Book Campany. USA: 331-454 Stanton, Neville et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. London: CRC Press. Stover H. Snook, Basic Risk Factors: An Overview in : Occupational Ergonomic Methods. USA : CRC Press. Suma‟mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes). Jakarta : Sagung Sato. Susan Stock et.al. 2005. Work-related Musculoskeletal Disorders, Guide and Tools for Modified Work. National Library of Quebec : Montréal. Tan HC dan Horn SE. 1998. Pratical manual of physical medicine and rehabilitation. St. louis, Mosby. Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan & Produktivitas. Edisi I, Cetakan I. Surakarta : UNIBA Press.
Tarwaka, et al. 2013.Ergonomi Industri. Edisi 1, Cetakan 2. Surakarta : HARAPAN PRESS. Tim ergoinstitute. 2008. Cidera Otot-Rangka. 2008 [cited 2008 Juni 07]. Available: http: www.ergoinstitute.com. Van Dieen, J.H. SMA. Jansen and AF. Housher. Differences in Law Back Load Between Kneeing and Seated Working at Ground Level. Applied Ergonomics 1997 Zulfiqor, M.T. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Keluhan Musculosceletal Disorders pada Welder di Bagian Fabrikasi PT. CATERPILLAR INDONESIA Tahun 2010. FKIK UIN SYAHID JAKARTA: 2010.
LAMPIRAN I
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kpd. Yth. Responden Assalamualaikum Wr. Wb.
Saya Ahmad Rifqi Fuady mahasiswa Universitas Islam Negeri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, jurusan Kesehatan Masyrakat, peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja semester akhir bermaksud meneliti tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada pengerajin sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan kecamatan Cakung. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi untuk memenuhi syarat mendapat gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Kuesioner ini tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap pekerjaan dan posisi saudara. Untuk keperluan tersebut diharapkan kesediaan dan kesungguhan saudara untuk menjawab pertanyaan dengan sebenar-benarnya karena kejujuran jawaban yang saudara berikan sangat mempengaruhi proses penelitian ini. Atas partisipasi dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Pernyataan: Saya menyatakan bahwa saya secara sukarela bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Peneliti
Responden
( ________________________ )
( ________________________ )
NO Responden.................. A 1
Nama Responden
2
Umur responden....................................Tahun (tanggal lahir)
3
Devisi Pekerja
4
Berat Badan.....................................kg (Diukur Peneliti)
5
Tinggi Badan....................................cm (Diukur Peneliti)
B 1 2 3 C 1
Karakter Pekerja
Kapan Anda Mulai Bekerja di industri sepatu.........Tahun
3
Berapa batang rokok yang anda habiskan setiap hari? ............batang
2
[
][
]A1
[
][
] A2
][
][
] A3
(Diisi oleh peneliti) ] [ ] [ ] [ ] B1
[
][
] B2
[
][
] B3
[
][
] C1
[
][
] C2
[
][
] C3
[
] E1
Keluhan MSDs Apakah selama 7 hari terakhir anda pernah mengalami masalah (pegal, kesemutan, nyeri, mati rasa, kaku, kramp, gatal, sakit, tidak nyaman) pada bagian anggota badan? 1. Ya 2. Tidak (SELESAI) Sebutkan bagian apa saja! (LIHAT LAMPIRAN 3)
4
Pernahkan anda pada 7 hari terakhir tidak dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa Anda lakukan akibat masalah tersebut? 1. Ya 2. Tidak Berapa total waktu anda mengalami keluhan dalam satu tahun/12 bulan terakhir? ...................... hari
E
Pengukuran Lingkungan
3
[
Apakah sebelumnya pernah bekerja di industri lain 1. Ya 2. Tidak Berapa lama anda bekerja di industri sebelumnya Kebiasaan Merokok Apakah anda pernah merokok ? 1. Ya 2. Tidak (langsung Ke nomor D1) Sudah berapa lama anda merokok ...................tahun
1
[
Masa Kerja
2
D
(Diisi oleh peneliti)
(JAWABAN DIISI PADA LAMPIRAN 2)
[
][
Diisi oleh peneliti
[
] E3
][
] E4
1. 2.
Suhu Pencahayaan
:......................0 C :.......................Luks
SEBUTKAN NOMOR PADA BAGIAN TUBUH YANG ANDA RASAKAN KELUHAN !
No
Lokasi Rasa Sakit
Keluhan yang dirasa
Tingkat Keluhan
Waktu Timbulnya
Frekuensi
0.
Leher atas
1234567
123
123
1234
1.
Leher bawah
1234567
123
123
1234
2.
Bahu kiri
1234567
123
123
1234
3.
Bahu kanan
1234567
123
123
1234
4.
Lengan kiri atas
1234567
123
123
1234
5.
Punggung atas
1234567
123
123
1234
6.
Lengan kanan atas
1234567
123
123
1234
7.
Punggung bawah
1234567
123
123
1234
8.
Pinggang
1234567
123
123
1234
9.
Bokong
1234567
123
123
1234
10.
Siku kiri
1234567
123
123
1234
11.
Siku kanan
1234567
123
123
1234
12.
Lengan kiri bawah
1234567
123
123
1234
13.
Lengan kanan bawah
1234567
123
123
1234
14.
Pergelangan tangan kiri
1234567
123
123
1234
15.
Pergelangan tangan kanan
1234567
123
123
1234
16.
Tangan kiri
1234567
123
123
1234
17.
Tangan kanan
1234567
123
123
1234
18.
Paha kiri
1234567
123
123
1234
19.
Paha kanan
1234567
123
123
1234
20.
Lutut kiri
1234567
123
123
1234
21.
Lutut kanan
1234567
123
123
1234
22.
Betis kiri
1234567
123
123
1234
23.
Betis kanan
1234567
123
123
1234
24.
Pergelangan kaki kiri
1234567
123
123
1234
25.
Pergelangan kaki kanan
1234567
123
123
1234
26.
Telapak kaki kiri
1234567
123
123
1234
27.
Telapak kaki kanan
1234567
123
123
1234
Keterangan: 1. Keluhan : 1.Sakit/nyeri, 2. Panas, 3. Kramp, 4. Mati rasa, 5. Bengkak, 6. Kaku/Kesemutan, 7. Pegal (JAWABAN BOLEH > 1) 2. tingkat keluhan : 1. Nyeri ringan, 2. Nyeri mengganggu pekerjaan, 3. Nyeri semakin berat & menggangu konsentrasi, 4. Nyeri hebat, semakin terasa kuat, 5. Nyeri tak tertahankan (butuh istirahat) 3. Waktu timbulnya : 1. Saat Bekerja 2. Setelah Bekerja 3. Malam Hari/Saat Istirahat 4. Frekuensi munculnya : 1. Setiap Hari (beberapa kali) 2. Setiap Hari (satu kali) 3. 3-4 kali/minggu 4. 1-2 kali/minggu
LAMPIRAN II Nilai Resiko Pekerjaan Berdasarkan Metode REBA Grup A Tabel Skor NO Punggung/ A Beban Leher Kaki Pinggang 1 2 3 1 4 0 2 2 1 2 3 0 3 3 3 1 5 0 4 2 1 2 3 0 5 2 3 1 4 0 6 2 3 1 4 0 7 2 3 2 5 0 8 2 3 1 4 0 9 2 2 2 4 0 10 2 1 1 2 0 11 2 1 1 2 0 12 3 2 1 4 0 13 1 3 1 3 0 14 2 1 1 2 0 15 3 3 2 6 0 16 2 2 1 3 0 17 2 2 1 3 0 18 3 3 2 6 0 19 2 2 2 4 0 20 2 2 1 3 0 21 3 3 2 6 0 22 4 3 2 7 0 23 3 3 2 6 0 24 3 3 1 5 0 25 3 3 1 5 0 26 3 3 1 5 0
Skor A 4 3 5 3 4 4 5 4 4 2 2 4 3 2 6 3 3 6 4 3 6 7 6 5 5 5
Grub B Tabel Skor Tabel Skor SKOR Coupling MSDs Lengan Lengan Pergelangan B B C Aktifitas REBA Atas Bawah / jari 4 1 2 5 1 6 7 2 9 berat 2 1 2 2 1 3 3 2 5 ringan 2 1 3 3 1 4 5 2 7 ringan 2 1 3 3 0 3 3 2 5 berat 3 1 2 4 1 5 5 2 7 berat 2 2 2 3 1 4 4 2 6 berat 2 2 2 3 1 4 5 2 7 berat 4 1 2 5 1 6 7 2 9 ringan 1 1 2 2 1 3 3 2 5 ringan 3 1 3 5 0 5 4 2 6 ringan 1 2 3 3 1 3 3 2 5 berat 2 1 3 3 1 4 4 2 6 berat 2 1 2 2 0 2 2 2 4 ringan 3 1 3 5 0 5 4 2 6 berat 2 1 3 3 2 5 7 2 9 ringan 2 1 2 2 0 2 2 2 4 ringan 2 1 2 2 0 2 2 2 4 ringan 2 1 3 3 1 4 6 2 8 ringan 1 1 2 2 0 2 3 2 5 ringan 1 1 2 2 0 2 2 1 3 ringan 2 2 3 4 2 6 8 2 10 berat 2 2 3 4 0 4 7 2 9 berat 2 1 3 3 2 5 7 2 9 berat 3 1 3 5 1 5 6 2 8 berat 1 1 3 2 1 3 4 2 5 ringan 3 1 3 5 1 5 6 2 8 berat
27 28 29 No 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52
2 3 4
3 2 5 0 5 4 1 2 5 0 5 6 2 8 berat 3 1 5 0 5 2 1 2 2 1 3 4 2 6 ringan 3 2 7 0 7 3 2 2 5 1 5 8 2 10 berat Grup A Grub B Tabel Sekor Sekor Tabel Skor Tabel Skor SKOR Coupling MSDs Punggung/ Lengan Lengan Pergelangan A Beban A B B C Aktifitas REBA Leher Kaki pinggang Atas Bawah / jari 4 2 2 6 0 6 3 2 3 5 2 7 9 2 11 berat 3 3 2 6 0 6 1 1 3 2 1 3 5 1 6 ringan 1 3 2 3 0 3 1 1 2 2 1 2 2 2 4 ringan 1 1 2 2 0 2 2 2 1 2 0 2 2 1 3 ringan 3 3 1 5 0 5 2 1 3 3 1 4 5 2 7 ringan 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 1 6 8 2 10 ringan 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 0 3 5 1 6 berat 3 2 2 5 0 5 2 3 3 3 0 3 4 1 5 berat 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 0 5 6 2 8 berat 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 1 6 8 2 10 berat 3 3 2 6 0 6 3 1 3 5 0 5 7 2 9 ringan 3 3 2 6 0 6 3 1 3 5 0 5 7 2 9 ringan 2 1 2 3 0 3 2 1 3 3 0 3 3 2 5 berat 3 3 2 6 0 6 2 2 3 4 2 6 8 2 10 berat 4 3 2 7 0 7 2 2 3 4 0 4 7 2 9 ringan 3 3 2 6 0 6 2 1 3 3 2 5 7 2 9 berat 3 1 2 4 0 4 2 1 3 3 2 5 5 2 7 ringan 4 2 2 6 0 6 3 2 3 5 2 7 9 2 11 ringan 3 3 2 6 0 6 2 2 3 4 2 6 8 2 10 berat 3 2 2 5 0 5 2 3 3 3 0 3 4 1 5 ringan 3 2 2 5 0 5 3 1 3 5 0 5 6 2 8 ringan 2 2 2 4 0 4 2 1 2 2 0 2 3 1 4 ringan 1 1 2 2 0 2 2 2 1 2 0 2 2 1 3 ringan
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
4 2 3 3 3 3 2 4 2 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 2 3 3
2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2
6 4 5 5 5 6 5 7 3 6 6
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 4 5 5 5 6 5 7 3 6 6
3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2
2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2
3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3
5 2 5 5 5 5 3 3 3 5 4
2 0 0 0 0 1 0 1 2 0 2
7 2 5 5 5 6 3 4 5 5 6
9 3 6 6 6 8 4 7 4 7 8
2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2
11 5 7 8 8 10 6 9 6 9 10
berat ringan ringan berat ringan Berat ringan Berat ringan Berat ringan
LAMPIRAN III
Frequensi Keluhan MSDs Berdasarkan Anggota Tubuh Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung 2013.
NO 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Bagian Tubuh Leher bagian atas Leher bagian bawah Bahu kiri Bahu kanan Lengan atas kiri Punggung Lengan atas kanan Pinggang Bokong Pantat Siku kiri Siku kanan Lengan bawah kiri Lengan bawah kanan Pergelangan tangan kiri Pergelangan tangan kanan Tangan kiri Tangan kanan Paha kiri Paha kanan Lutut kiri Lutut kanan Betis kiri Betis kanan Pergelangan kaki kiri Pergelangan kaki kanan Kaki kiri Kaki kanan Total
Penderita 19 12 16 19 3 9 4 30 9 4 3 4 4 1 5 3 7 8 4 4 5 7 7 9 3 2 6 7 214
Keterangan Tingkat keluhan 1. Nyeri ringan 2. Nyeri mengganggu pekerjaan 3. Nyeri semakin berat & menggangu konsentrasi 4. Nyeri hebat, semakin terasa kuat 5. Nyeri tak tertahankan (butuh istirahat)
1 15 5 12 16 3 4 2 18 6 3 2 2 1 1 2 1 4 6 2 2 2 1 4 6 3 2 2 2 129
Tingkat Keluhan 2 3 4 1 1 4 1 2 1 1 1 5 2 1 1 1
2 1 1 1 1 1 1 1
3 3 34
1 2
1 2
1 1 2 1
5 2 2 2 2 2 3
1 1 1
2 1 2 1 1 1 1 2
1 1 1 1
20
1 1 12
1 16
Tingkat keseringan 1 2 3 4 3 2 3 10 2 4 2 4 2 2 3 9 3 2 2 12 3 3 3 3 3 1 2 1 1 2 5 5 8 12 1 5 3 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 3 3 1 3 2 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 1 1 1 1 3 2 2 3 2 42 42 48 87
Keterangan Tingkat keseringan 1. Setiap hari ( beberapa kali) 2. Setiap ( hari satu kali) 3. 3-4 kali /minggu 4. 1-2 kali /minggu
LAMPIRAN IV VISUAL SCALE
1
2
Keterangan tingkat keluhan 6. Nyeri ringan 7. Nyeri mengganggu pekerjaan 8. Nyeri semakin berat & menggangu konsentrasi 9. Nyeri hebat, semakin terasa kuat 10. Nyeri tak tertahankan (butuh istirahat)
3
4
5
LAMPIRAN V Hasil SPSS A. Analisis Univariat 1. Keluhan MSDs Descriptives Statistic MSDs
Std. Error
Mean
.54
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound
.41
Upper Bound
.67
5% Trimmed Mean
.54
Median
1.00
Variance
.252
Std. Deviation
.502
Minimum
0
Maximum
1
Range
1
Interquartile Range
1
Skewness Kurtosis
-.163
.302
-2.039
.595
Keluhan MSDs Frequency Valid
.063
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
berat
29
46.0
46.0
46.0
ringan
34
54.0
54.0
100.0
Total
63
100.0
100.0
2. FAKTOR KERJA. Descriptives Statistic Skor_REBA
Mean
Std. Error
7.16
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
6.59
Upper Bound
7.72
5% Trimmed Mean
7.18
Median
7.00
Variance
5.039
Std. Deviation
2.245
Minimum
3
Maximum
11
Range
8
Interquartile Range
4
Skewness Kurtosis
.283
-.090
.302
-1.098
.595
3. SETATUS MEROKOK Descriptives Statistic status_rokok
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Std. Error
1.29 Lower Bound
1.15
Upper Bound
1.42
5% Trimmed Mean
1.31
Median
1.00
Variance
.304
Std. Deviation
.551
Minimum
0
Maximum
2
Range
2
Interquartile Range
1
Skewness Kurtosis
.069
.036
.302
-.476
.595
4. UMUR Descriptives Statistic umur
Mean 95% Confidence Interval for Mean
33.79 Lower Bound
31.00
Upper Bound
36.59
5% Trimmed Mean
33.36
Median
33.00
Variance
Std. Error 1.399
123.360
Std. Deviation
11.107
Minimum
17
Maximum
61
Range
44
Interquartile Range
18
Skewness Kurtosis
.445
.302
-.600
.595
5. IMT Descriptives Statistic IMT
Mean 95% Confidence Interval for Mean
20.9738 Lower Bound
20.2165
Upper Bound
21.7311
5% Trimmed Mean
20.7955
Median
20.6439
Variance Std. Deviation
.37884
9.042 3.00699
Minimum
15.28
Maximum
35.90
Range
20.62
Interquartile Range
Std. Error
3.45
Skewness
1.935
.302
Kurtosis
8.829
.595
6. LAMA KERJA Descriptives Statistic Lama_kerja2
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
6.2870
Upper Bound
10.6204
5% Trimmed Mean
7.5865
Median
5.8333
Variance
1.08391
74.017
Std. Deviation
7.
Std. Error
8.4537
8.60330
Minimum
.08
Maximum
35.00
Range
34.92
Interquartile Range
10.00
Skewness
1.504
.302
Kurtosis
1.741
.595
PENCAHAYAAN. Descriptives Statistic
Pencahayaan
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Std. Error
181.94 Lower Bound
146.37
Upper Bound
217.50
5% Trimmed Mean
162.31
Median
145.00
Variance Std. Deviation
19942.641 141.218
Minimum
19
Maximum
830
Range
811
Interquartile Range
109
Skewness Kurtosis
17.792
3.223
.302
12.946
.595
8. SUHU. Statistic suhu
Mean
Std. Error
29.1517
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
28.8803
Upper Bound
29.4232
5% Trimmed Mean
29.1769
Median
29.5900
Variance
.13580
1.162
Std. Deviation
1.07787
Minimum
27.30
Maximum
30.55
Range
3.25
Interquartile Range
1.47
Skewness
-.412
.302
Kurtosis
-.954
.595
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic suhu
df
Shapiro-Wilk
Sig.
.198
63
Statistic
.000
df
.901
Sig. 63
.000
a. Lilliefors Significance Correction
B. Analisis Bivariat 1. Hubungan antara faktor pekerjaan dengan keluhan MSDs Ranks MSDs Skor_REBA
N
Mean Rank
Sum of Ranks
berat
29
39.29
1139.50
ringan
34
25.78
876.50
Total
63 a
Test Statistics
Skor_REBA Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: MSDs
281.500 876.500 -2.943 .003
8.
Hubungan antara faktor setatus merokok dengan keluhan MSDs Ranks MSDs
Jumlah_rokok
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Berat
29
35.03
1016.00
Ringan
34
29.41
1000.00
Total
63
Test Statistics
a
Jumlah_rokok Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
405.000 1000.000 -1.309 .191
a. Grouping Variable: MSDs
9.
Hubungan antara faktor umur dengan keluhan MSDs
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F umur
Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig. .256
.615
t
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
-.956
61
.343
-2.685
2.809
-8.302
2.933
-.954
59.111
.344
-2.685
2.813
-8.314
2.945
10. Hubungan antara faktor Indeks Masa Tubuh dengan keluhan MSDs IMT_2 * MSDs Crosstabulation MSDs berat IMT_2
kurus
Count % within IMT_2
normal obesitas
6
10
40.0%
60.0%
100.0%
24
26
50
48.0%
52.0%
100.0%
Count % within IMT_2
Total
1
2
3
33.3%
66.7%
100.0%
29
34
63
46.0%
54.0%
100.0%
Count % within IMT_2
Total
4
Count % within IMT_2
ringan
Chi-Square Tests Value a
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2sided)
df
.419 .425 .016 63
2 2 1
.811 .808 .899
a. 3 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,38.
11. Hubungan antara faktor lama Kerja dengan keluhan MSDs Ranks MSDs Lama_kerja2
N
Mean Rank 29
30.60
887.50
ringan
34
33.19
1128.50
Total
63
Test Statistics
a
Lama_kerja2 Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a.
Sum of Ranks
berat
452.500 887.500 -.559 .576
Grouping Variable: MSDs
12. Hubungan antara faktor itensitas cahaya dengan keluhan MSDs Ranks MSDs Pencahayaan
N
Mean Rank
Sum of Ranks
berat
29
32.34
938.00
ringan
34
31.71
1078.00
Total
63 a
Test Statistics
Pencahayaan Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
483.000 1078.000 -.138 .890
a. Grouping Variable: MSDs
13. Hubungan antara faktor suhu lingkungan dengan keluhan MSDs Ranks MSDs suhu
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Berat
29
28.74
833.50
ringan
34
34.78
1182.50
Total
63 a
Test Statistics
suhu Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: MSDs
398.500 833.500 -1.318 .187