FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA BERDASARKAN TOLERANSI TINGKAT KOLINESTERASE PADA TEKNISI PERUSAHAAN PEST CONTROL DI JAKARTA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
MUHAMAD FEBRIANSYAH AKBAR ALI NIM. 1110101000076
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
!
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Maret 2015 MUHAMAD FEBRIANSYAH AKBAR ALI, NIM : 1110101000076
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi Perusahaan Pest Control Di Jakarta Tahun 2014 xvii + 110 halaman + 19 tabel + 2 gambar ABSTRAK Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan diijinkan untuk digunakan dalam kegiatan pest control. Pestisida dapat masuk melalui kulit, kedalam mulut atau lewat pernapasan. Petugas pest control mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar oleh pestisida. Pemeriksaan kolinesterase dalam serum darah merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat keracunan dalam darah petugas pest control. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control. Pengukuran dalam penelitian terdiri dari 8 faktor dengan keseluruhan pertanyaan berjumlah 42 item. Ke-8 faktor tersebut, antara lain : (1) umur; (2) tingkat pendidikan; (3) pengetahuan; (4) status gizi; (5) tata cara pencampuran; (6) frekuensi penyemprotan; (7) jumlah jenis pestisida; serta (8) penggunaan APD. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Sampelnya berjumlah 42 petugas pest control. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan dua variabel yang terdapat hubungan yang bermakna dengan tingkat keracunan pestisida. Dua variabel tersebut yaitu umur dengan nilai median umur 38,50 tahun, Pvalue sebesar 0,036 dan penggunaan alat pelindung diri yang tidak sesuai sebanyak 17 orang (53,1%), rata-rata kadar kolinesterase sebesar 7548,24 u/l dengan Pvalue sebesar 0,036. Kata Kunci : Tingkat Keracunan, Kadar Kolinesterase, Pestisida Daftar bacaan 66 (1971 – 2012)
! !
ii!!
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PROGRAMME STUDY OF PUBLIC HEALTH SPECIALIZATION OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, March 2015 MUHAMAD FEBRIANSYAH AKBAR ALI, NIM : 1110101000076
FACTORS ASSOCIATED WITH THE TOXIC PESTICIDES BASED TOLERANCE CHOLINESTERASE ON TECHNICIANS PEST CONTROL IN JAKARTA 2014 xvii + 110 pages + 19 tables + 2 pictures ABSTRACT
Pesticide is a chemical used to kill or control pests. There are more than 200 formulations pesticides in Indonesia who registered and allowed to use in the activities of pest control. Pesticides can enter through the skin, inhalation, or into the mouth.Pest control officers have greater risk to exposed by pesticide. Examination of cholinesterase in the blood serum is one way to determine the level of blood poisoning in the blood pest control officers. This research is to find out of the factors associated with the toxic pesticides on the technician pest control. The measurement in research consists of eight factor is a total of 42 question. These factors is: (1) age; (2) the level of education: (3) the knowledge; (4) nutrition status; (5) the procedures of mixing; (6) spraying frequency; (7) the number and type of pesticide ; (8) personal protective equipment. This research using a method of cross sectional study. A total of 42 officers pest control. Collection of samples conducted by the total sampling method. Based on the results of research, obatained two variables that was found meaningful relationship with a level of poisoning pesticides. Two variables are age with a value of median 38,50 years, pvalue 0f 0,036 and the use of a protective personal equipment are not in accordance as many as 17 people (53,1%), the average levels of cholinesterase of 7548,24 u/l with pvalue 0,036. Key words : Poisoning levels, Cholinesterase, Pesticide Number of Reference : 66 (1971 – 2012)
! !
iii! !
!
!
CURRICULUM VITAE
Identitas Pribadi Nama
: Muhamad Febriansyah Akbar Ali
TTL
: Jakarta, 14 Februari 1992
Alamat Asal
:
Jl. Raya Bintara No. 4B, Rt 013/ Rw 010 Bintara, Bekasi Barat, Kota Bekasi
Alamat Sekarang
: Jl. Raya Bintara No. 4B, Rt 013/ Rw 010 Bintara, Bekasi Barat, Kota Bekasi
Agama
:
Islam
Gol. Darah
: O
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 2000 – 2006
: SD Islam Al Azhar 9 Kemang Pratama
2006 – 2008
: SMP Islam Al Azhar 9 Kemang Pratama
2008 – 2010
: SMA Islam Al Azhar 4 Kemang Pratama
2010 – sekarang
: S1 – Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi 2012 – sekarang
: Anggota ENVIHSA (Environmental Health Student Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Kerja 2011
: Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas Pondok Aren Tangerang Selatan
! !
vii! !
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah yang telah memberikan berbagai nikmat kepada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad yang telah memberikan umat manusia pencerahan menuju agama Allah, dengan memanjatkan rasa syukur atas segala nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kolinesterase Pada Teknisi Perusahaan Pest Control Di Jakarta Tahun 2014”. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr (HC). Dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat. 3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku pembimbing I Skripsi yang telah memberikan bimbingan serta motivasi, terima kasih atas setiap kebaikan serta tuntunan yang telah diberikan. 4. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D., selaku Pembimbing II Skripsi yang telah memberikan saran dan kemudahan dalam setiap proses bimbingan. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang sering melibatkan penulis dalam kegiatan di kampus dan luar kampus, pengalaman yang luar biasa dapat bekerjasama dan berinteraksi dengan bapak dan ibu semua. ! !
viii! !
6. Seluruh teknisi pest control serta supervisor pada dua perusahaan pest control di Jakarta, khususnya pak amin dan pak asep, terima kasih telah mau berbagi ilmu dan pengalaman selama berinteraksi ketika penulis melakukan pengumpulan data dan 7. Teman-teman seperjuangan, Fajriatin, Asri, Nida, Fitria, Ana, Wiwid, Anis. Terima kasih atas semangatnya. 8. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat Angkatan 2010 khususnya Kesehatan Lingkungan 2010. 9. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bias penulis tulis satu persatu yang telah memberikan doa serta semangat kepada penulis, senang dapat mengenal dan menjadi bagian dari kalian. Penulis sadar bahwa dalam –penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga penulis sangat menerima setiap masukan dan saran yang diberikan untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis serta pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 23 Maret 2015 Muhamad Febriansyah Akbar Ali
! !
ix! !
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………. ….
ii
ABSTRACT………………………………………………………………….. …. iii LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………….
v
CURICCULUM VITAE………………………………………………………..
vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………...…. …. viii DAFTAR ISI……………………………………………………………...……..
x
DAFTAR TABEL………………………………………………………………. xiv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………… xvi DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………… xvii BAB PENDAHULUAN…………………………………………………………
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………….. .
6
1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………..
7
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………………….
8
1.4.1 Tujuan Umum……………………………………………………...
8
1.4.2 Tujuan Khusus……………………………………………………...
8
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………..
9
1.5.1 Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat………………….. .
9
1.5.2 Manfaat Bagi
Peneliti……………………………………………
9
1.5.3 Manfaat Bagi Pembaca…………………………………………….
9
1.6 Ruang Lingkup………………………………………………………….......
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….
11
2.1 Pestisida………………………………………………………………….…
11
2.1.1 Definisi Pestisida………………………………………………….
11
2.1.2 Klasifikasi Pestisida………………………………………………
12
2.1.3 Toksikologi Pestisida…………………………………………. …
16
2.1.3.1 Mekanisme Keracunan Pestisida…………………...……..
17
! !
x!!
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan……………...
20
2.2.1
Faktor Dari Dalam Tubuh ………………………………………...
21
2.2.2
Faktor Dari Luar Tubuh……………………………………………
25
2.3 Kholinesterase………………………………………………………………
30
2.3.1
Pengertian Kholinesterase………………………………………....
30
2.3.2
Jenis Kholinesterase……………………………………………….
30
2.4 Pest Control…………………………………………………………. ……..
31
2.4.1
Definisi Pest Control………………………………………............
31
2.4.2
Kegiatan Dalam Pest Control……………………………………..
32
2.4.3
Jenis – Jenis Insektisida…………………………………………...
34
2.5 Pencegahan Keracunan Pestisida…………………………………………...
36
2.5.1
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)……….………
36
2.5.2
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)………………
40
2.5.3
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)………...............
41
2.6 Kerangka Teori……………………………………………………………...
42
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL…………….
44
3.1
Kerangka Konsep………………………………………………………….
44
3.2
Definisi Operasional……………………………………………………….
47
3.3
Hipotesis…………………………………………………………………...
50
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………….
51
4.1. Desain Penelitian………………………………………………………….
51
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………………...
51
4.3
Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………………...
52
4.4
Teknik dan Sumber Pengumpulan Data Penelitian………………………..
53
4.5
Etika Penelitian……………………………………………………………
54
4.6
Uji Validitas dan Reliabilitas……………………………………………...
55
4.7
Instrumen Data Penelitian…………………………………………………
56
4.8
Manajemen Data…………………………………………………………..
59
4.9
Analisis Data………………………………………………………………
60
BAB V HASIL PENELITIAN…………………………………………………
62
5.1
Gambaran Umum Perusahaan……………………………………………..
62
5.1.1 Jenis Pengendalian Hama di Perusahaan Pest Control…………....
63
! !
xi! !
5.2
Analisi Univariat…………………………………………………………..
64
5.2.1 Gambaran Tingkat Keracunan Petugas Teknisi Pest Control……..
64
5.2.2 Gambaran Umur Petugas Teknisi Pest Control……………………
65
5.2.3 Gambaran Tingkat Pendidikan Petugas Teknisi Pest Control……..
66
5.2.4 Gambaran Pengetahuan Petugas Teknisi Pest Control…………….
67
5.2.5 Gambaran Status Gizi Petugas Teknisi Pest Control……………… 67 5.2.6 Gambaran Tata Cara Pencampuran Pestisida Petugas Teknisi Pest Control………………………………………………………..
68
5.2.7 Gambaran Frekuensi Penyemprotan Pestisida Petugas Teknisi Pest Control………………………………………………………..
69
5.2.8 Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Petugas Teknisi Pest Control….
70
5.2.9 Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri Petugas Teknisi 5.3
Pest Control………………………………………………………..
72
Analisis Bivariat…………………………………………………………...
73
5.3.1 Tes Normalitas Data……………………………………………….. 73 5.3.2 Gambaran Variabel Umur Dengan Tingkat Keracunan…………....
74
5.3.3 Gambaran Variabel Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Keracunan 75 5.3.4 Gambaran Variabel Pengetahuan Dengan Tingkat Keracunan…….. 76 5.3.5 Gambaran Variabel Status Gizi Dengan Tingkat Keracunan………. 77 5.3.6 Gambaran Variabel Tata Cara Pencampuran Pestisida Dengan Tingkat Keracunan ………………………………………………… 78 5.3.7 Gambaran Variabel Frekuensi Penyemprotan Dengan Tingkat Keracunan…………………………………………………. 79 5.3.8 Gambaran Variabel Jumlah Jenis Pestisida Dengan Tingkat Keracunan………………………………………………… 80 5.3.9 Gambaran Variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri Dengan Tingkat Keracunan………………………………………… 81 BAB VI PEMBAHASAN……………………………………………………….
83
6.1
Keterbatasan Penelitian…………………………………………………....
83
6.2
Tingkat Keracunan Pada Petugas Teknisi Pest Control…………………..
83
6.3
Hubungan Faktor Dari Dalam Tubuh Dengan Tingkat Keracunan……….
86
6.3.1 Umur……………………………………………………………….
86
! !
xii! !
6.3.2 Tingkat Pendidikan………………………………………………… 87 6.3.3 Pengetahuan………………………………………………………... 88 6.3.4 Status Gizi…………………………………………………………. 6.4
89
Hubungan Faktor Dari Luar Tubuh Dengan Tingkat Keracunan………….. 91 6.4.1 Tata Cara Pencampuran Pestisida………………………………….. 91 6.4.2 Frekuensi Penyemprotan…………………………………………… 92 6.4.3 Jumlah Jenis Pestisida……………………………………………...
93
6.4.4 Penggunaan Alat Pelindung Diri…………………………………... 95 6.5
Pelatihan Pengamanan Penggunaan Pestisida……………………………... 97
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN………………………………..……..
99
7.1
KESIMPULAN…………………………………………………………….
99
7.2
SARAN…………………………………………………………………….
100
DAFTAR PUSTAKA……………………………..……….................................
102
LAMPIRAN……….…………………………………………………………….
xvii
! !
xiii! !
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
3.2
Definisi Operasional
47
4.1
Jumlah Petugas Teknisi Pest Control di Perusahaan Pest Control Tahun 2014
52
4.2
Uji Validitas
56
5.1
Distribusi Kadar Kolinesterase Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
65
5.2
Gambaran Umur Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
66
5.3
Gambaran Tingkat Pendidikan Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
66
5.4
Gambaran Pengetahuan Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
67
5.5
Gambaran Status Gizi Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
68
5.6
Gambaran Tata Cara Pencampuran Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
69
5.7
Gambaran Frekuensi Penyemprotan Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
70
5.8
Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
71
5.9
Jenis Pestisida yang Digunakan Oleh Petugas Pest Control di Jakarta Tahun 2014
72
5.10 Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 ! !
xiv! !
73
5.11 Uji Normalitas Data
74
5.12 Gambaran Kadar Kolinesterase Berdasarkan Umur Pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
74
5.13 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
75
5.14 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Pengetahuan Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
76
5.15 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Status Gizi Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
77
5.16 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tata Cara Pencampuran Pestisida Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
78
5.17 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Frekuensi Penyemprotan Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
79
5.18 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Jumlah Jenis Pestisida Pada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
80
5.19 Gambaran Rata-Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Alat Pelindung DiriPada Teknisi Pest Control di Jakata Tahun 2014
81
! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
xv! !
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Teori
43
3.1
Kerangka Konsep
45
! !
xvi! !
DAFTAR LAMPIRAN
Permohonan izin pengambilan data Hasil pemeriksaan kholinesterase Keterangan kalibrasi alat spektrofotometer Kuesioner Penelitian Lampiran hasil analisis univariat Lampiran hasil analisis bivariat
! !
xvii! !
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Pestisida memegang peranan penting dalam melindungi tanaman, ternak dan untuk mengontrol sumber – sumber vektor penyakit (Vector-Borne Disease)(Manuaba, 2008). Secara umum pestisida dapat diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan hewan yang dianggap sebagai hama secara langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian untuk digunakan dalam bidang higiene lingkungan dengan ijin sementara maupun tetap (Komisi Pestisida, 1997). Sehubungan dengan sifatnya sebagai biosida yang dapat mematikan jasad hidup, dalam penggunaan pestisida di samping terdapat keuntungan juga terdapat kerugiannya, yaitu dapat menyebabkan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Ma’aruf, 1982). Menurut World Health Organization (WHO) dalam Priyanto (2009) kurang lebih ditemukan 20.000 orang yang meninggal karena keracunan
!
1!
pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak kesehatan seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya. Di Indonesia, pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun bidang kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan serta untuk membunuh dan mencegah terserangnya tanaman pangan oleh hama pengganggu dan penyakit – penyakit tanaman lainnya (Achmadi, 1983). Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara pengendalian vektor penyakit, terutama pemakaian pestisida di rumah sakit yang bertujuan untuk membunuh tikus, nyamuk, lalat, kecoa, dan vektor penyakit lainnya. Selain itu juga pestisida memiliki kelebihan yaitu dapat diaplikasikan secara mudah hampir disetiap waktu, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat mengkhawatirkan penyebarannya (Pohan, 2004). Bahaya keracunan yang diakibatkan oleh pestisida dapat bersifat akut atau kronik. Keracunan akut dapat disebabkan akibat terjadinya kecelakaan atau percobaan bunuh diri, sedangkan keracunan kronik digolongkan menjadi keracunan dengan paparan tinggi dan rendah. Keracunan kronik dengan paparan tinggi dapat terjadi pada pekerja yang menangani pestisida, seperti petani, pekerja perkebunan, pekerja penyemprot malaria dan demam berdarah, pekerja di perusahaan pengendalian hama (pest control), atau golongan pekerja lainnya yang bekerja dengan menggunakan pestisida.
!
2!
Keracunan kronik dengan paparan rendah dapat disebabkan oleh adanya pencemaran pestisida dari berbagai sumber seperti residu dalam makanan, sisa badan air, atau pemaparan secara tidak langsung dalam aplikasi pestisida di rumah tangga dan pertanian (Achmadi, 1983). Penggunaan pestisida yang semakin meningkat tentunya diikuti dengan meningkatnya paparan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi tenaga kerja, khususnya bagi pekerja di bagian penyemprotan hama (Suwarni, 1998). Menurut kementrian pertanian (2011), dampak negatif dari pestisida dapat terjadi secara akut maupun kronik akibat kontaminasi melalui 3 jalur, yaitu kulit
(epidermis),
pernapasan
(inhalation),
dan
saluran
pencernaan
(ingestion). Pestisida
golongan
organofosfat
yangberikatan
dengan
enzim
kolinesterase dalam darah berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Jika kolinesterase terikat, enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu, sehingga dapat menyebabkan otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Kusnoputranto, 1996). Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakaian pestisida dapat diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah pemakai pestisida tersebut. Cara ini selain menjadi petunjuk awal yang bermanfaat, juga dapat diterapkan di lapangan (Budiono, 1987). Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida golongan organofosfat dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase
!
3!
fosfor sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak berfungsi lagi yang mengakibatkan kadarnya dalam darah akan berkurang (Rustia, 2009). Setiap perusahaan pest control mempunyai dasar kegiatan dan standar operasi masing-masing dalam menerapkan alat pelindung diri bagi masingmasing teknisi pest control tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya terkontaminasi atau keracunan pestisida yang dapat terpapar melalui kulit, saluran pernapasan, mata, dll. Tingkat keracunan pestisida pada setiap orang berbeda-beda, karena sifat racunnya ini pestisida harus diperlakukan dengan hati-hati. Petugas atau teknisi pengendali hama mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar zat kimia beracun yang terkandung didalam pestisida, para penyemprot harus memperhatikan arah angin dan waktu penyemprotan pestisida, ini berpengaruh kepada keefektifan pestisida itu sendiri dalam mengatasi serangan hama. Petugas teknisi juga seharusnya melindungi diri mereka sendiri dengan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, kacamata, sarung tangan, dan pelindung kaki (Anies, 2005). Teknisi pengendali hama pada umumnya tidak menyadari jika mereka sudah keracunan oleh pestisida karena gejala penyakit yang ditimbulkan tidak spesifik dan bahkan menyerupai gejala pada penyakit lainnya seperti, pusing, mual dan lemah sehingga oleh mereka dianggap sebagai suatu gejala penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus.Sedangkan jika paparan pestisida terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan resiko kanker,
!
4!
kerusakan
syaraf
(Parkinson),
gangguan
perkembangan,
gangguan
reproduksi, dan kerusakan organ tubuh (Achmadi, 1983). Enzim kolinesterase merupakan suatu indikator keracunan dalam darah yang bersifat karsinogenik (kanker) jika seseorang telah terpapar oleh racun berbahaya yang terkandung didalam pestisida. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase agar pekerja pest control yang beresiko menyadari tingkat keracunan yang telah dialami (Anies, 2005). Sampai tahun 2014, di wilayah DKI Jakarta terdapat 75 perusahaan pengendalian hama yang tersebar di lima wilayah di Jakarta dengan tenaga penyemprot lebih dari 700 orang. Tenaga kerja di perusahaan pengendalian hama memiliki risiko keracunan karena pestisida, termasuk keracunan kronik dengan paparan tinggi, sebab kegiatannya mulai dari persiapan, penggunaan sampai pembuangan sisa-sisa pestisida yang telah digunakan. Menurut laporan Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2000), hasil pemeriksaan darah (aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 1999-2000 adalah sebagai berikut : tahun 1999 terdapat 100 orang (8,2%) yang kadar kolinesterase dibawah normal dari 1213 orang yang diperiksa, dan pada tahun 2000, ada 57 orang (5,7%) dari 1001 orang yang diperiksa, yang kadar kolinesterasenya dibawah normal. Penelitian sebelumnya tentang paparan pestisida kepada petugas penyemprot hama banyak dilakukan kepada petani, seperti dalam laporan Pratama tahun 2008. Berdasarkan laporan hasil kegiatan Dinkes Kabupaten
!
5!
Bekasi tahun 2005-2007 dari 200 orang petani yang dilakukan pemeriksaan kolinesterase serta survey tentang persepsi, pengetahuan, higiene perorang, dan penggunaan alat pelindung diri (APD) didapatkan hasil 195 orang mengalami keracunan dan 5 orang lainnya normal. Hal ini lah yang membuat pemeriksaan pada teknisi pest control harus dilakukan untuk mengetahui apakah mereka mengalami keracunan pestisida atau tidak. Sampai saat ini belum ada data yang didapatkan tentang keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control beserta faktor-faktor
yang
mempengaruhi yakni faktor dari dalam tubuh meliputi umur, tingkat pendidikan, status gizi, pengetahuan dan sikap, serta faktor dari luar tubuh petugas teknisi pest control. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk melihat keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida dalam darah petugas pest control belum pernah ada.
1.2. RUMUSAN MASALAH Pestisida terdiri dari bermacam-macam jenis dan kegunaannya, pestisida yang digunakan dalam kegiatan pest control merupakan jenis pestisida yang mempunyai kandungan zat kimia yang beracun yang dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar jika tidak digunakan dengan dosis yang tepat serta keahlian bagi setiap petugas teknisinya. Pengukuran tingkat kholinesterase dalam darah dapat dijadikan biological marker (biomarker) keracunan pestisida. Sebesar 75% aplikasi
!
6!
pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, sehingga memungkinkan butiran-butiran cairan tersebut melayang dan terhirup atau terkena kulit teknisi pest control. Dampak yang akan terjadi apabila terpapar pestisida secara terus-menerus dan tanpa menggunakan alat pelindung diri yang benar dapat menyebabkan petugas teknisi pest control mengalami berbagai macam penyakit kronis seperti kanker, serta penyakit lainnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Tingkat Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi Perusahaan Pest Control Tahun 2014.
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi kolinesterase di Jakarta Tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi,tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014? 3. Apakah ada hubungan antara variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diridengan tingkatkeracunan pestisida pada petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.
!
7!
1.4.
TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. TUJUAN UMUM Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat Kolinesterase.
1.4.2. TUJUAN KHUSUS 1. Diketahui gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 2. Diketahui
gambaran
variable
umur,
tingkat
pendidikan,
pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 3. Diketahui hubungan antara variabelumur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.
!
8!
1.5.
MANFAAT PENELITIAN 1.5.1. Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan masyarakat mengenai tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase. 1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti Melatih pola berfikir sistematis dalam menghadapi permasalahan khususnya bidang kesehatan lingkungan serta sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama di bangku kuliah. 1.5.3. Manfaat Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pelatihan para
teknisi pest control dalam evaluasi
kegiatan pengawasan dan pelatihan terhadap penggunaan pestisida pada petugas teknisi pest control diseluruh wilayah yang ada di Indonesia. Dan dapat lebih memacu penelitian-penelitian lebih lanjut tentang tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control. Dengan demikian akan tercapai tujuan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
1.6.
RUANG LINGKUP Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah teknisi perusahaan pest control. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data
!
9!
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Pestisida merupakan suatu bahan kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan hama. Pestisida memegang peranan penting dalam melindungi tanaman, ternak dan untuk mengontrol sumber – sumber vektor penyakit (Vector-Borne Disease)(Manuaba, 2008). Secara umum pestisida dapat diartikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan hewan yang dianggap sebagai hama secara langsung maupun tidak langsung yang dapat merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). Terdapat lebih dari 200 formulasi pestisida di Indonesia yang terdaftar dan diijinkan oleh Menteri Pertanian untuk digunakan dalam bidang higiene lingkungan dengan ijin sementara maupun tetap (Komisi Pestisida, 1997). Sehubungan dengan sifatnya sebagai biosida yang dapat mematikan jasad hidup, dalam penggunaan pestisida di samping terdapat keuntungan juga terdapat kerugiannya, yaitu dapat menyebabkan pengaruh yang tidak diinginkan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Ma’aruf, 1982). Menurut World Health Organization (WHO) dalam Priyanto (2009) kurang lebih ditemukan 20.000 orang yang meninggal karena keracunan
!
1!
pestisida dan sekitar 5.000-10.000 mengalami dampak kesehatan seperti kanker, cacat, mandul, dan hepatitis setiap tahunnya. Di Indonesia, pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun bidang kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan serta untuk membunuh dan mencegah terserangnya tanaman pangan oleh hama pengganggu dan penyakit – penyakit tanaman lainnya (Achmadi, 1983). Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara pengendalian vektor penyakit, terutama pemakaian pestisida di rumah sakit yang bertujuan untuk membunuh tikus, nyamuk, lalat, kecoa, dan vektor penyakit lainnya. Selain itu juga pestisida memiliki kelebihan yaitu dapat diaplikasikan secara mudah hampir disetiap waktu, sehingga pestisida banyak digunakan dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat mengkhawatirkan penyebarannya (Pohan, 2004). Bahaya keracunan yang diakibatkan oleh pestisida dapat bersifat akut atau kronik. Keracunan akut dapat disebabkan akibat terjadinya kecelakaan atau percobaan bunuh diri, sedangkan keracunan kronik digolongkan menjadi keracunan dengan paparan tinggi dan rendah. Keracunan kronik dengan paparan tinggi dapat terjadi pada pekerja yang menangani pestisida, seperti petani, pekerja perkebunan, pekerja penyemprot malaria dan demam berdarah, pekerja di perusahaan pengendalian hama (pest control), atau golongan pekerja lainnya yang bekerja dengan menggunakan pestisida.
!
2!
Keracunan kronik dengan paparan rendah dapat disebabkan oleh adanya pencemaran pestisida dari berbagai sumber seperti residu dalam makanan, sisa badan air, atau pemaparan secara tidak langsung dalam aplikasi pestisida di rumah tangga dan pertanian (Achmadi, 1983). Penggunaan pestisida yang semakin meningkat tentunya diikuti dengan meningkatnya paparan yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi tenaga kerja, khususnya bagi pekerja di bagian penyemprotan hama (Suwarni, 1998). Menurut kementrian pertanian (2011), dampak negatif dari pestisida dapat terjadi secara akut maupun kronik akibat kontaminasi melalui 3 jalur, yaitu kulit
(epidermis),
pernapasan
(inhalation),
dan
saluran
pencernaan
(ingestion). Pestisida
golongan
organofosfat
yangberikatan
dengan
enzim
kolinesterase dalam darah berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Jika kolinesterase terikat, enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan untuk mengirimkan perintah kepada otot-otot tertentu, sehingga dapat menyebabkan otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan (Kusnoputranto, 1996). Pengaruh pemaparan pestisida terhadap pemakaian pestisida dapat diketahui secara dini dengan cara mengukur aktivitas kolinesterase darah pemakai pestisida tersebut. Cara ini selain menjadi petunjuk awal yang bermanfaat, juga dapat diterapkan di lapangan (Budiono, 1987). Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang berkurang karena adanya pestisida golongan organofosfat dalam darah yang membentuk senyawa kolinesterase
!
3!
fosfor sehingga menyebabkan enzim tersebut tidak berfungsi lagi yang mengakibatkan kadarnya dalam darah akan berkurang (Rustia, 2009). Setiap perusahaan pest control mempunyai dasar kegiatan dan standar operasi masing-masing dalam menerapkan alat pelindung diri bagi masingmasing teknisi pest control tersebut, hal ini dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap bahaya terkontaminasi atau keracunan pestisida yang dapat terpapar melalui kulit, saluran pernapasan, mata, dll. Tingkat keracunan pestisida pada setiap orang berbeda-beda, karena sifat racunnya ini pestisida harus diperlakukan dengan hati-hati. Petugas atau teknisi pengendali hama mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar zat kimia beracun yang terkandung didalam pestisida, para penyemprot harus memperhatikan arah angin dan waktu penyemprotan pestisida, ini berpengaruh kepada keefektifan pestisida itu sendiri dalam mengatasi serangan hama. Petugas teknisi juga seharusnya melindungi diri mereka sendiri dengan menggunakan alat pelindung diri berupa masker, kacamata, sarung tangan, dan pelindung kaki (Anies, 2005). Teknisi pengendali hama pada umumnya tidak menyadari jika mereka sudah keracunan oleh pestisida karena gejala penyakit yang ditimbulkan tidak spesifik dan bahkan menyerupai gejala pada penyakit lainnya seperti, pusing, mual dan lemah sehingga oleh mereka dianggap sebagai suatu gejala penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus.Sedangkan jika paparan pestisida terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan resiko kanker,
!
4!
kerusakan
syaraf
(Parkinson),
gangguan
perkembangan,
gangguan
reproduksi, dan kerusakan organ tubuh (Achmadi, 1983). Enzim kolinesterase merupakan suatu indikator keracunan dalam darah yang bersifat karsinogenik (kanker) jika seseorang telah terpapar oleh racun berbahaya yang terkandung didalam pestisida. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kadar kolinesterase agar pekerja pest control yang beresiko menyadari tingkat keracunan yang telah dialami (Anies, 2005). Sampai tahun 2014, di wilayah DKI Jakarta terdapat 75 perusahaan pengendalian hama yang tersebar di lima wilayah di Jakarta dengan tenaga penyemprot lebih dari 700 orang. Tenaga kerja di perusahaan pengendalian hama memiliki risiko keracunan karena pestisida, termasuk keracunan kronik dengan paparan tinggi, sebab kegiatannya mulai dari persiapan, penggunaan sampai pembuangan sisa-sisa pestisida yang telah digunakan. Menurut laporan Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2000), hasil pemeriksaan darah (aktivitas enzim kolinesterase) tenaga kerja perusahaan pengendalian hama di DKI Jakarta oleh Balai Laboratorium Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 1999-2000 adalah sebagai berikut : tahun 1999 terdapat 100 orang (8,2%) yang kadar kolinesterase dibawah normal dari 1213 orang yang diperiksa, dan pada tahun 2000, ada 57 orang (5,7%) dari 1001 orang yang diperiksa, yang kadar kolinesterasenya dibawah normal. Penelitian sebelumnya tentang paparan pestisida kepada petugas penyemprot hama banyak dilakukan kepada petani, seperti dalam laporan Pratama tahun 2008. Berdasarkan laporan hasil kegiatan Dinkes Kabupaten
!
5!
Bekasi tahun 2005-2007 dari 200 orang petani yang dilakukan pemeriksaan kolinesterase serta survey tentang persepsi, pengetahuan, higiene perorang, dan penggunaan alat pelindung diri (APD) didapatkan hasil 195 orang mengalami keracunan dan 5 orang lainnya normal. Hal ini lah yang membuat pemeriksaan pada teknisi pest control harus dilakukan untuk mengetahui apakah mereka mengalami keracunan pestisida atau tidak. Sampai saat ini belum ada data yang didapatkan tentang keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control beserta faktor-faktor
yang
mempengaruhi yakni faktor dari dalam tubuh meliputi umur, tingkat pendidikan, status gizi, pengetahuan dan sikap, serta faktor dari luar tubuh petugas teknisi pest control. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk melihat keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida dalam darah petugas pest control belum pernah ada.
1.2. RUMUSAN MASALAH Pestisida terdiri dari bermacam-macam jenis dan kegunaannya, pestisida yang digunakan dalam kegiatan pest control merupakan jenis pestisida yang mempunyai kandungan zat kimia yang beracun yang dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitar jika tidak digunakan dengan dosis yang tepat serta keahlian bagi setiap petugas teknisinya. Pengukuran tingkat kholinesterase dalam darah dapat dijadikan biological marker (biomarker) keracunan pestisida. Sebesar 75% aplikasi
!
6!
pestisida dilakukan dengan cara penyemprotan, sehingga memungkinkan butiran-butiran cairan tersebut melayang dan terhirup atau terkena kulit teknisi pest control. Dampak yang akan terjadi apabila terpapar pestisida secara terus-menerus dan tanpa menggunakan alat pelindung diri yang benar dapat menyebabkan petugas teknisi pest control mengalami berbagai macam penyakit kronis seperti kanker, serta penyakit lainnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti Tingkat Keracunan Pestisida Berdasarkan Toleransi Tingkat Kholinesterase Pada Teknisi Perusahaan Pest Control Tahun 2014.
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi kolinesterase di Jakarta Tahun 2014? 2. Bagaimana gambaran variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi,tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014? 3. Apakah ada hubungan antara variabel umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diridengan tingkatkeracunan pestisida pada petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.
!
7!
1.4.
TUJUAN PENELITIAN 1.4.1. TUJUAN UMUM Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat Kolinesterase.
1.4.2. TUJUAN KHUSUS 1. Diketahui gambaran tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 2. Diketahui
gambaran
variable
umur,
tingkat
pendidikan,
pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 3. Diketahui hubungan antara variabelumur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.
!
8!
1.5.
MANFAAT PENELITIAN 1.5.1. Manfaat Bagi Program Kesehatan Masyarakat Sebagai bahan tambahan literatur di bidang kesehatan masyarakat mengenai tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control berdasarkan toleransi tingkat kolinesterase. 1.5.2. Manfaat Bagi Peneliti Melatih pola berfikir sistematis dalam menghadapi permasalahan khususnya bidang kesehatan lingkungan serta sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama di bangku kuliah. 1.5.3. Manfaat Bagi Pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pelatihan para
teknisi pest control dalam evaluasi
kegiatan pengawasan dan pelatihan terhadap penggunaan pestisida pada petugas teknisi pest control diseluruh wilayah yang ada di Indonesia. Dan dapat lebih memacu penelitian-penelitian lebih lanjut tentang tingkat keracunan pestisida pada teknisi pest control. Dengan demikian akan tercapai tujuan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
1.6.
RUANG LINGKUP Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah teknisi perusahaan pest control. Data penelitian diperoleh dengan cara pengambilan data sekunder dan data primer. Data
!
9!
primer diperoleh dari hasil kuesioner terkait variabel yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida dan pengambilan sampel darah untuk pengujian enzim kolinesterase dari petugas teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. Data sekunder diperoleh dari program pelatihan petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control, daftar Pekerja di Perusahaan Pest Control, dan Profil Perusahaan serta dokumen-dokumen terkait lainnya.
!
10!
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pestisida 2.1.1. Definisi Pestisida Menurut Depkes RI (1991), Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berarti membunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Secara umum pestisida dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai hama yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia. Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintan No. 7 Tahun 1973 tentang “Pengawasan atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida” dan Permenkes RI No. 258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk : a. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman dan hasil-hasil pertanian. b. Memberantas hama air c. Memberantas atau mencegah binatang-binatang atau jasad renik dalam rumah, bangunan dan alat-alat pengangkutan.
!
11!
d. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah, dan air. Menurut The United States Environment Pesticide Control Act, Pestisida adalah : a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang mengerat, nematoda, gulma, bakteri, dan jasad renik yang dianggap hama. Kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang. b. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.
2.1.2. Klasifikasi Pestisida pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya, targetnya atau sasaran,
cara
kerjanya
dan
berdasarkan
struktur
kimianya
(Sastroutomo, 1992), yaitu : 1. Berdasarkan atas sifatnya pestisida dapat digolongkan menjadi : bentuk padat, bentuk cair, bentuk asap (aerosol) dan bentuk gas (fumigant). 2. Berdasarkan
organ
targetnya
atau
sasarannya
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
!
12!
a. Insektisida
berfungsi
untuk
membunuh
atau
mengendalikan serangga. b. Herbisida
berfungsi
untuk
membunuh
gulma
(tumbuhan pengganggu). c. Fungisida berfungsi untuk membunuh jamur. d. Algasida berfungsi untuk membunuh alga. e. Rodentisida berfungsi untuk membunuh binatang pengerat. f. Akarisida berfungsi untuk membunuh tungau atau kutu. g. Bakterisida berfungsi untuk membunuh atau melawan bakteri. h. Moluskisida berfungsi untuk membunuh siput. i. Nematisida berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup diakar). j. Termisida berfungsi untuk membunuh rayap. k. Silvisida berfungsi untuk membunuh pohon. l. Larvasida berfungsi untuk membunuh ulat atau larva. 3. Berdasarkan cara kerja atau efek keracunannya dapat digolongkan sebagai berikut : a. Racun
kontak
adalah
racun
yang
membunuh
sasarannya bila pestisida tersebut mengenai kulit hewan sasarannya.
!
13!
b. Racun
perut
adalah
racun
yang
membunuh
sasarannya bila pestisida tersebut termakan oleh hewan yan bersangkutan. c. Fumigant adalah senyawa kimia yang membunuh sasarannya melalui saluran pernafasan. d. Racun sistemik adalah racun yang dapat diisap oleh tanaman, tetapi tidak merugikan tanaman itu sendiri dalam batas waktu tertentu yang dapat membunuh serangga yang menghisap atau memakan tanaman tersebut. 4. berdasarkan struktur kimianya, pestisida dapat digolongkan menjadi golongan organoklorin, golongan organophosfat, golongan karbamat, dan golongan piretroid. a. Golongan Organoklorin Merupakan bagian dari kelas yang lebih luas dari golongan halogen hydrocarbon, termasuk diantaranya dan terkenal sebagai penyebab masalah yaitu Polyclorinated
biphenyls
dan
dioxin.Sebagai
kelompok, insektisida organoklorin merupakan racun terhadap
susunan
saraf
(neurotoxins)
yang
merangsang sistem saraf baik padaserangga maupun mamalia, menyebabkan tremor dan kejang-kejang. Golongan organoklorin yang paling popular dan
!
14!
pertama kali disintetiskan adalah DDT
(Dichloro
diphenil dichloroethan)(Prijatno, 2009). b. Golongan Organofosfat Pestisida golongan ini makin banyak digunakan karena sifatnya yang menguntungkan dan bekerja secara selektif, tidak persisten dalam tanah dan tidak menyebabkan resisten pada serangga (Sastroasmoro, 2002).Pestisida
golongan
dengan
menghambat
cara
organofosfat
bekerja
aktivitas
enzim
kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisis. Oleh karena itu, keracunan pestisida golongan organofosfat
disebabkan
oleh
asetilkolin
yang
berlebihan mengakibatkan perangsangan secara terusmenerus pada system syaraf. Keracunan ini dapat terjadi
melalui
mulut,
pernapasan
dan
kulit
(Wudianto, 2008) c. Golongan Karbamat Menurut Sartono (2002) pestisida golongan karbamat merupakan racun kontak, racun perut, dan racun pernapasan.
Bekerja
sama
seperti
golongan
organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. Keracunan yang disebabkan oleh golongan carbamat, gejalanyasama seperti pada
!
15!
keracunan organofosfat, tetapi lebih cepat terjadi dan tidak
lama
karena
efeknya
terhadap
enzim
kolinesterase tidak persisten (Sudarmo, 2007). d. Golongan Piretroid Insektisida dari kelompok piretroid merupakan analog dari piretrum yang menunjukkan daya racun yang lebih tinggi terhadap serangga dan pada umumnya toksisitasnya
terhadap
mamalia
lebih
rendah
dibandingkan dengan insektisida lainnya. Namun kebanyakan diantaranya sangat toksik terhadap ikan, tawon madu dan serangga berguna lainnya.
2.1.3. Toksikologi Pestisida Pestisida masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara, antara lain yaitu pertama melalui kulit yang berlangsung secara terus menerus selama pestisida masih ada dikulit. Kedua melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja (bunuh diri) akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Ketiga melalui pernafasan, dapat berupa bubuk, droplet atau uap yang dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung, dan tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida meracuni tubuh manusia dengan mekanisme kerja sebagai berikut :
!
16!
a. Mempengaruhi kerja enzim atau hormon Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat menonaktifkan aktivator sehingga hormon tidak dapat bekerja atau langsung non aktif. Pestisida yang masuk dan berinteraksi dengan sel dapat menghambat atau mempengaruhi kerja sel, contohnya gas CO menghambat haemoglobin untuk mengikat dan membawa oksigen ke seluruh tubuh. b. Merusak jaringan sehingga timbul histamine dan serotine Hal ini akan menimbulkan reaksi alergi, atau dapat menciptakan senyawa baru yang lebih beracun. c. Fungsi detoksikasi hati Pestisida yang masuk ketubuh akan mengalami proses detoksikasi atau dinetralisir didalam hati. Yang membuat senyawa racun ini diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh.
2.1.3.1. Mekanisme Keracunan Pestisida Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), pestisida dapat masuk kedalam
tubuh
manusia
melalui
proses
toksikokinek
dan
toksikodinamik yang terjadi pada saat pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan menyebabkan terjadinya penyakit akibat keracunan.
!
17!
A. Toksikokinetik 1. Kontaminasi Melalui Kulit (Absorbsi) Pestisida yang menempel pada permukaan kulit dapat meresap masuk kedalam tubuh dan menimbulkan keracunan.Kejadian kontaminasi pestisida melalui kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi akibat penyemprot kurang memperhatikan atau tidak melindungi tubuhnya dengan alat pelindung diri. Pestisida yang kontak dengan kulit akan diabsorbsi oleh kulit dan dapat langsung menembuh jaringan epidermis, kemudian akan memasuki kapiler darah dalam kulit sehingga terbawa sampai paru-paru dan organ vital lainnya seperti otak dan otot (Rustia, 2009). Lebih dari 90% kasus didunia disebabkan oleh kontaminasi pestisida melalui kulit. Pestisida akan segera diabsorbsi jika kontak melalui kulit atau mata. Kecepatan absorbsi berbeda pada tiap bagian tubuh. 2. Distribusi a. Terhisap Lewat Hidung Keracunan pestisida akibat partiketl yang terhirup masuk lewat hidung merupakan yang terbanyak kedua setelah kontaminasi melalui kulit. Gas dan partikel semprotan yang sangat halus akibat kabut asap dari fogging dapat masuk kedalam paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar akan menempel di selaput lendir hidung atau di kerongkongan. Aplikasi pestisida
!
18!
berbentuk gas atau yang akan membentuk gas, misalnya fumigasi, aerosol serta fogging, terutama aplikasi didalam ruangan, dan aplikasi pestisida berbentuk tepung mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadi keracunan. b. Masuk kedalam saluran pencernaaan melalui mulut Peristiwa keracunan lewat mulut merupakan tipe keracunannya yang jarang terjadi akibat tidak kesengajaan. Keracunan lewat mulut dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut : 1) Kasus bunuh diri 2) Makan, minum, dan merokok ketika bekerja dengan pestisida 3) Menyeka keringat diwajah dengan tangan, lengan baju, atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida 4) Butiran halus pestisida terbawa angina masuk kedalam mulut 5) Makanan dan minuman terkontaminasi pestisida, misalnya diangkut atau disimpan dekat pestisida yang bocor atau disimpan dalam wadah bekas atau kemasan pestisida 6) Kecelakaan khusus, misalnya pestisida disimpan dalam wadah bekas makanan atau disimpan tanpa label sehingga salah ambil.
B. Toksikodinamik Asetilkolin (ACHe) adalah penghantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf otonom (simpatik dan
!
19!
parasimpatik), dan sistem saraf somatik. Asetilkolin bekerja pada ganglion simpatik dan parasimpatik, reseptor parasimpatik, simpangan saraf otot, penghantar sel-sel saraf
dan medulla
kelenjar suprarenal (Barile, 2010). Setelah masuk ke dalam tubuh, golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat enzim asetilkolinesterase (ACHe), sehingga ACHe menjadi tidak aktif dan terjadi akumulasi asetilkolim. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan reseptor pada sistem saraf pusat dan perifer.Hal tersebut
menyebabkan
timbulnya
gejala
keracunan
yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
2.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Hasil pemeriksaan aktivitas kolinesterase dalam darah dapat digunakan sebagai penegas (konfirmasi) terjadinya keracunan pestisida pada seseorang. Proses terjadinya keracunan pestisida disebabkan adanya interaksi antara agen kimia atau Chemical agent, manusia sebagai host dan faktor lingkungan yang mendukung. Agen kimia yang dihasilkan dari aktivitas manusia dapat mempunyai berbagai efek pada kesehatan.Terdapat berbagai macam factor yang
menyebabkan
aktivitas
kolinesterase
dalam
darah
menjadi
rendah.Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah faktordalam tubuh
!
(internal) dan faktor luar tubuh (eksternal).
20!
Menurut Achmadi (2011) ada dua faktor yang mempengaruhi keracunan pestisida, antara lain : 2.2.1. Faktor dari dalam tubuh (internal) 1. Umur Aktivitas kolinesterase berbeda antara anak-anak dan orang dewasa diatas umur 20 tahun, baik dalam keadaan terpapar pestisida organofosfat maupun selama bekerja dengan organofosfat.Usia dibawah 20 tahun merupakan kontra indikasi bagi pekerja dengan organofosfat karena dapat menurunkan aktivitas kolinesterase dalam darah sehingga dapat memperberat keracunan yang terjadi. Seseorang dengan bertambah usianya maka kadar rata-rata enzim kolinesterase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida (Labour, 1975 dalam Suhenda, 2007). 2. Jenis Kelamin Menurut Gallo dan Lawryk (1999) dari beberapa penelitian yang telah dilakukan aktivitas kolinesterase secara signifikan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita.Kadar kolinesterase bebas dalam plasma darah laki-laki normal rata-rata sekitar 4.400 U/l.jenis
kelamin
sangat
mempengaruhi
aktivitas
enzim
kolinesterase, kandungan kolinesterase dalam darah pada jenis kelamin laki-laki lebih rendah daripada perempuan. Meskipun demikian,
!
tidak
dianjurkan
wanita
menyemprot
dengan
21!
menggunakan pestisida karena pada saat wanita mengalami kehamilan kadar rata-rata kolinesterase cenderung turun (Rustia 2009). 3. Tingkat Pendidikan Pendidikan formal yang diperoleh seseorang dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan tentang pestisida dan bahayanya juga lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dalam pengelolaan pestisida, akan jauh lebih baik pada seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi (Notoatmojo, 2000). 4. Status Gizi Buruknya status gizi seseorang akan mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Menurut WHO dalam Achmadi (1985) Kondisi gizi yang buruk juga dapat mengakibatkan protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas sedangkan enzim kolinesterse dibentuk dari protein, sehingga mengakibatkan enzim kolinesterase akan terganggu. Orang yang memiliki tingkat gizi yang baik cenderung memiliki kadar kolinesterase yang lebih tinggi, sedangkan pada orang yang memiliki tingkat gizi yang rendah cenderung mengalami malnutrisi dan anemia yang dapat mempengaruhi kadar kolinesterase dalam darah (Rustia, 2009).
!
22!
5. Pengetahuan Menurut Notoatmojo (2007), Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan juga dikelompokkan menjadi enam tingkat
yaitu
tahu,
memahami,
aplikasi,
analisis,
sintesis
(menyusun formulasi) dan evaluasi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui
dapat
disesuaikan
dengan
tingkatan-tingkatannya
(Notoatmojo, 2007). 6. Sikap Sikap adalah anggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahui yang tidak dapat dilihat nyata, tetapi dapat ditafsirkan sebagai perilaku tertutup. Oleh karena itu sikap masyarakat atau responden yang kurang tepat mengenai bahaya insektisida dikarenakan persepsi atau tanggapan yang keliru tentang sesuatu yang dianggap benar (Sunaryo, 2004). Menurut Allport yang dikutip dalam Notatmojo (2007), siakp mempunyai 3 komponen pokok, yaitu :
!
23!
1.
Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek.
2.
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3.
Kecenderungan untuk bertindak. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari
berbagai tingkatan yaitu (Notoatmojo, 2007) : 1.
Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.
2.
Merespon (responding) Memberikan
jawaban
bila
ditanya,
mengerjakan
dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3.
Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.
4.
Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab merupakan bentuk sikap yang paling tinggi atas segala yang telah dipilihnya dengan segala resikonya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung dengan cara menanyakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek atau juga
!
24!
dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan jawaban setuju atau tidak setuju terhadap pertanyaan pada objek tertentu (Notoatmojo, 2007).
2.2.2. Faktor dari luar tubuh (eksternal) 1. Tata Cara Pencampuran Pestisida Semua jenis pestisida adalah bahan kimia beracun, semakin besar dosis maka semakin mempermudah terjadinya keracunan bagi teknisi pest control. Tata cara pencampuran pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida. Cara pencampuran pestisida yang melebihi aturan akan membahayakan penyemprot itu sendiri. Aturan pemakaian
pestisida telah ditentukan oleh
produsen atau lembaga penelitian yang berwenang setelah melalui penelitian yang mendalam dan harus ditaati oleh pengguna pestisida (Tugiyo, 2003). 2. Cara Penyimpanan Pestisida Penanganan pestisida mulai dari pembelian, penyimpanan, pencampuran cara menyemprot hingga penanganan setelah penyemprotan berpengaruh terhadap resiko keracunana apabila pestisida yang digunakan tidak menggunakan wadah aslinya (Afriyanto, 2008).
!
25!
3. Arah Semprot Terhadap Arah Angin Arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot misalnya saat melakukan kegiatan pengasapan (fogging).Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh melenihi 750 m per menit. Petugas yang menyemprotkan pestisida melawan arah angin akan lebih mudah terjadi keracunan pestisida terutama penyerapan melalui kulit (Rustia, 2009). 4. Frekuensi Penyemprotan Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/Men/1986 Pasal 2 ayat 2a menyebutkan bahwa untuk menjaga efek yang tidak diinginkan, maka dianjurkan supaya tidak melebihi 4 jam per hari dalam seminggu berturut-turut bila menggunakan pestisida. 5. Jumlah dan Jenis Pestisida Jumlah dan jenis pestisida yang digunakan dalam satu waktu penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan yang lebih besar bila dibandingkan dengan penggunaan satu jenis pestisida, karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang besar (Tugiyo, 2003). 6. Penggunaan Alat Pelindung Diri Menurut Peraturan Menterti Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.03/Men/1986 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
!
26!
tempat kerja yang mengelola pestsida, pada pasal 2 ayat 2 disebutkan
bahwa
penggunaan
alat
pelindung
diri
dalam
melakukan pekerjaan bertujuan untuk melindungi diri dari sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari lingkungan maupun dari lingkungan kerja. Alat pelindung diri berguna untuk mencegah dan mengurangi sakit atau cedera. Pestisida umumnya adalah racun yang bersifat kontak, oleh karena itu penggunaan alat pelindung diri pada waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Jenis-jenis alat pelindung diri tersebut adalah : 1. Alat pelindung kepala berupa pengikat rambut, penutup rambut, dan topi dari berbagai bahan. 2. Alat pelindung mata, berupa goggles, face shield atau masker wajah yang diperlukan untuk melindungi mata dari percikan, partikel melayang, gas-gas, uap, dan debu yang berasal dari pemaparan pestisida. 3. Alat pelindung pernapasan adalah alat yang digunakan untuk melindungi pernapasan berupa respirator atau masker khusus. Alat pelindung pernapasan terdiri dari 2 jenis, yaitu : A. Masker untuk melindungi dari debu atau partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernapasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu.
!
27!
B. Respirator berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap logam, asap, dan gas. Alat ini dapat dibedakan atas : a. Respirator pemurni udara Membersihkan udara dengan cara menyaring atau menyerap kontaminan dengan toksisitas rendah sebelum memasuki pernapasan, alat ini pembersihnya berupa filter untuk menangkap debu diudara atau tabung kimia khusus yang dapat menyerap gas, uap dan kabut. b. Respirator penyalur udara Memompakan udara yang tidak terkontaminasi secara terus menerus dari sumber yang jauh (dihubungkan dengan selang bertekanan udara atau dari persediaan portable (seperti tabung yang berisi oksigen). Jenis ini biasa dikenal SCBA (Self Contained Breathing Appatus)
atau
alat
pernapasan
mandiri
yang
digunakan di tempat kerja yang terdapat gas beracun. 4. Pakaian pelindung badan digunakan untuk melindungi tubuh dari percikan bahan kimia yang membahayakan. 5. Alat pelindung tangan, alat yang digunakan berupa sarung tangan yang terbuat dari bahan kedap air serta tidak bereaksi dengan bahan kimia yang terkandung didalam pestisida.
!
28!
6. Alat pelindung kaki, biasanya sepatu yang digunakan berupa sepatu yang terbuat dari bahan kedap air, tahan asam, basa atau bahan korosif lainnya, yang melindungi kaki sampai dengan dibawah lutut. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan pada permenkes No. 258/menkes/per/III/1992 tentang persyaratan pengelolaan pestisida, perlengkapan APD minimal harus digunakan berdasarkan jenis pekerjaan dan klasifikasi pestisida khusus penyemprotan di luar gedung, dengan klasifikasi pestisida sebagai berikut : a. Pestisida cukup berbahaya yaitu dengan sepatu kanvas, baju, terusan lengan panjang dan celana panjang serta topi/ helm. b. Pestisida berbahaya yaitu dengan sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan celana panjang, topi serta masker. c. Pestisida sangat berbahaya yaitu dengan sepatu kanvas, baju terusan lengan panjang dan celana panjang, topi serta masker. d. Pestisida yang sangat berbahaya sekali yaitu dengan sepatu boot, baju terusan lengan panjang dan celana panjang, topi, pelindung muka, masker dan sarung tangan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakaian alat pelindung diri, yaitu : a. Perlengkapan pelindung diri harus terbuat dari bahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.
!
29!
b. Setiap perlengkapan alat pelindung diri yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak. c. Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan petunjuk pengamanan yang tertera pada label pestisida tersebut. d. Setiap kali selesai digunakan, perlengkapan pelindung diri harus dicuci dan disimpan ditempat khusus dan bersih.
2.3. Kolinesterase 2.3.1. Pengertian Kolinesterase Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), kolinesterase adalah suatu bentuk enzim dari katalis biologi didalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga otot, kelenjar dan saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Acetylcholine merupakan neurohormon yang terdapat pada ujung syaraf dan otot yang berfungsi meneruskan rangsangan syaraf ke reseptor sel-sel otot dan kelenjar.Rangsangan yang timbul terus memerus akibat terganggunya enzim kolinesterase dapat menyebabkan gangguan pada tubuh.
2.3.2. Jenis – Jenis Kholinesterase Sekurang-kurangnya ada tiga jenis kolinesterase utama, yaitu enzim kolinesterase yang terdapat di dalam sinaps, plasma darah dan sel darah merah (ILO, 1975). Kolinesterase dalam sel darah merah
!
30!
merupakan enzim yang ditemukan dalam system syaraf, sedangkan kolinesterase pada plasma darah di produksi di dalam hati (Achmadi, 1987). Kolinesterase dalam darah umumnya digunakan sebagai parameter keracunan pestisida, karena cara ini lebih mudah dibandingkan pengukuran dengan menggunakan kolinesterase dalam sinaps. Pestisida golongan organofosfat dan karbamat mampu menghambat aktivitas ketiga jenis kolinesterase tersebut (Suhenda, 2007).
2.4. Pest Control 2.4.1. Definisi Pest Control Pest Control merupakan suatu pekerjaan jasa dalam pengendalian serangga yang keberadaannya tidak kita kehendaki. Pada kegiatan pest control ini terdiri dari 2 macam serangga yang dikendalikan, yaitu : a. Serangga bersayap (Flying Insect) seperti nyamuk, lalat, kecoa, ngengat, dan lain-lain. b. Serangga merayap (Crawling Insenct) seperti semut, laba-laba, kelabang, kutu, dan lain-lain. Serangga-serangga diatas selain dapat mengganggu kenyamanan juga dapat menjadi penular penyakit (Vector borne disease).Oleh karena itu perlu dilakukan pekerjaan pest control untuk memberantas dan menanggulangi hama atau serangga tersebut.Dalam kegiatan pest control,
!
serangga
dikendalikan
sejak
ditempat
pembiakan
31!
(perindukan), tempat transit atau istirahat, serta tempat mencari makanannya. Kebersihan dan sanitasi yang baik dibutuhkan untuk menekan perkembangbiakannya dan untuk mengendalikan populasi serangga tersebut dapat digunakan insektisida untuk mematikan serangga sasaran. Dengan pemberian dosis yang tepat dalam penggunaan insektisida dapat menjamin keberhasilan yang baik dan mencegah terjadinya resistensi atau kekebalan pada serangga.
2.4.2. Kegiatan Dalam Pest Control Menurut Kepmenkes RI tahun 2012, menjelaskan bahwa tindakan pengendalian yang biasanya dilakukan dalam kegiatan pest control adalah: 1. Penyemprotan (spraying) Penyemprotan adalah teknis pengendalian hama/ serangga/ organisme pengganggu dengan cara menyemprotkan larutan atau campuran pestisida dan air dengan jumlah dosis dan konsentrasi pencampuran yang sesuai dengan prosedur dosis pencampuran pestisida.Sasaran serangga dalam spraying yaitu
kumbang
dewasa,
kecoa,
nyamuk,
lalat
dan
semut.Kegiatan ini biasa menggunakan alat penyemprot (spraying), ULV, serta perlengkapan keselamatan kerja seperti helm, masker, safety glasses, masker, sarung tangan, uniform, dan safety boot.
!
32!
2. Pengembunan (misting) Pengembunan
dalam
kegiatan
pest
control
biasanya
dilakukan didalam rumah untuk diaplikasikan kepada serangga merayap dan serangga terbang. 3. Pengasapan (fogging) Pengasapan yang menggunakan mesin fogging dan solar ini bertujuan
untuk
mengendalikan
hama
atau
serangga
pengganggu melalui kontak pestisida langsung dengan serangga dan meninggalkan efek residu pestisida untuk mencegah atau membunuh hama atau serangga pengganggu apabila datang ke area yang telah dilakukan pengasapan. 4. Pengumpanan (baiting) pengumpanan biasa dilakukan untuk mengendalikan populasi lalat atau tikus dengan menggunakan bahan kimia berbentuk butiran (granul), cairan, gel, pasta, tabler, bubuk, dan batangan. Bahan kimia aktif pada pestisida yang digunakan biasanya mengandung Azamethiphos 1%. 5. Pemberian bubuk (dusting) pemberian bubuk mempunyai tujuan yang hamper sama dengan pengumpanan, yaitu untuk mengusir atau mematikan hama atau serangga yang dianggap mengganggu dan bisa membahayakan kesehatan manusia.
!
33!
6. Penggasan (fumigation) Penggasan menggunakan pestisida yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas dan dalam konsentrasi serta waktu tertentu dapat membunuh organisme pengganggu tumbuhan. Selain itu tindakan pengendalian juga menggunakan bahan kima beracun (pestisida) sehingga dalam melakukan kegiatan ini tidak sembarang orang bisa melakukannya. Petugas atau teknisi pest control harus
dibekali
dengan
pelatihan
dan
terdaftar
untuk
dapat
mengaplikasikan pestisida dengan cara dan dosis yang benar. Penggunaan pestisida dengan cara dan tata cara pencampuran yang tidak tepat dapat merusak lingkungan sekitar akibat dari residu bahan kimia yang ditinggalkan, serta dapat membahayakan kesehatan masyarakat sekitar jika mencemari tanah, udara atau air dilikungan masyarakat.
2.4.3. Jenis – Jenis Insektisida Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bias mematikan semua jenis serangga (Soemirat, 2003). Insektisida
yang digunakan dalam kegiatan pengendalian hama
berfungsi untuk membasmi, memberantas dan membunuh hama atau serangga pengganggu lainnya terdiri dari bermacam-macam jenis zat
!
34!
kimia (Komisi Pestisida, 1998). Berikut beberapa kandungan bahan aktif atau zat kimia yang biasa digunakan dalam kegiatan pest control: 1. Dichlorfos berfungsi untuk mengendalikan semua jenis serangga, lebih ramah lingkungan, mudah terurai dan biasa dipakai untuk general treatment bisa diaplikasikan untuk kegiatan fogging, spraying dan pengembunan (ULV). Tetapi dichlorfos
biasa
digunakan
sebagai
pilihan
terakhir
penggunaan insektisida. 2. Cypermethrin berfungsi untuk mengendalikan hama dan serangga berupa kecoa, lalat, nyamuk, laba-laba, dan lipan. Insektisida ini merupakan racun kontak yang menyerang organ pernapasan dan lambung serangga sasarannya. 3. Deltamethrin mempunyai keunggulan yang spesifik terhadap serangga sasarannya dan meninggalkan efek residual yang optimal. Insektisida ini menyerang pernapasan serangga dan dengan tekanan uap yang maksimal mampu menembus spirakel
(lubang
pernapasan)
pada
serangga
dan
mengakibatkan kematian dalam waktu yang cukup singkat. 4. Bromadiolon
dan
methoprene
berfungsi
untuk
mengendalikan populasi tikus dan mematikan tikus dengan segera.
!
35!
5. Allethrin berfungsi sebagai pengasapan yang dilakukan didalam rumah, efektif untuk memutus rantai penularan DBD.
2.5. Pencegahan Keracunan Pestisida 2.5.1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Setiap petugas yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida.Menurut Depkes (1992), sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan,
orang
yang
berhubungan
dengan
pestisida
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Memilih Pestisida Memilih bentuk atau formulasi pestisida juga sangat penting
dalam
penggunaan
pestisida.
Pestisida
yang
berbentuk aerosol jauh lebih berbahaya jika terhirup atau terkena kontak kulit, hal ini bisa digantikan dengan penggunaan pestisida berbentuk tablet atau butiran yang mempunyai kemungkinan kecil untuk melayang. Begitu juga dengan
pestisida
yang
berbentuk
cairan
bahaya
pelayangannya lebih kecil jika dibandingkan dengan pestisida berbentuk tepung. Selain itu yang menjadi pertimbangan
!
dalam
formulasi
pestisida
adalah
alat
36!
penyemprot, bila menggunakan alat penyemprot pestisida berbentuk cairan lah yang lebih tepat untuk digunakan seperti, Emulsible Concentrate (EC), Wettable Powder (WP), atau Soluble Powder (SP) 2. Alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida Menurut Wudianto (2007) alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida tergantung dari jenis formulasi yang digunakan.Pestisida yang berbentuk granula (butiran) tidak memerlukan alat khusus untuk penyebarannya, cukup menggunakan ember atau alat lainnya yang bisa menampung pestisida tersebut. Sedangkan untuk pestisida berwujud cairan seperti Emulsible Concentrate (EC) dan bentuk tepung Wettable Powder
(WP),
atau
Soluble Powder
(SP)
memerlukan alat penyemprot khusus untuk menyebarkannya. Alat penyemprot yang biasa digunakan yaitu penyemprot yaitu penyemprot gendong, pengabut bermotor (Power Mist Blower and Duster), mesin penyemprot tekanan tinggi (High Pressure
Power
Sprayer),
dan
jenis
penyemprot
lainnya.Penggunaan alat penyemprot disesuaikan dengan kebutuhan agar pemakaian pestisida menjadi lebih efektif. 3. Teknik dan Cara Aplikasi Teknik dan aplikasi ini sangat penting untuk diketahui oleh pengguna pestisida terutama untuk menghindari bahaya
!
37!
pemaparan pestisida terhadap tubuhnya, orang lain, dan lingkungan. Ada beberapa petunjuk dan teknik serta cara aplikasi pestisida yang diberikan oleh pemerintah, yaitu : 1. Gunakan pestisida yang sudah terdaftar dan sudah memiliki izin dari Pemerintah RI. 2. Pilih pestisida yang sesuai dengan hama serta jasad sasaran lainnya yang akan dikendalikan, dan jangan lupa membaca keterangan kegunaan pestisida yang terdapat pada label wadah pestisida. 3. Baca semua petunjuk penggunaan pestisida yang tercantum dikemasan pestisida sebelum bekerja. 4. Lakukan penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida ditempat terbuka atau dalam ruangan dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang baik. 5. Gunakan sarung tangan dan wadah, alat pengaduk, serta alat penakar khusus untuk pestisida. 6. Gunakan pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan atau kurang dari takaram seharusnya karena dapat mengurangi keefektifannya. 7. Pastikan alat penyemprot dalam keadaan baik, bersih dan tidak bocor.
!
38!
8. Hindarkan pestisida terhirup melalui pernapasan atau terkena kulit, mata, mulut dan pakaian. 9. Jika terdapat luka di kulit, lebih baik luka tersebut ditutup terlebih dahulu untuk menghindari resiko terkena pestisida. 10. Selama menyemprot gunakanlah alat pengaman berupa masker, sarung tangan,sepatu boot, jaket atau baju berlengan panjang. 11. Setelah selesai menyemprot, penyemprot diharuskan mandi menggunakan sabun dan pakaian yang telah digunakan segera dicuci. 12. Jangan makan dan minum atau merokok pada saat melakukan penyemprotan. 13. Alat penyemprot segera dibersihkan setelah selesai digunakan. 14. Air bekas cucian sebaiknya dibuang ke lokasi khusus pestisida atau lokasi yang jauh dari sumber air dan sungai. 4. Tempat menyimpan pestisida Pestisida harus selalu tersimpan dalam wadah atau bungkus aslinya yang memuat label dan keterangan mengenai panggunaanya. Wadah yang digunakan tidak bocor dan harus tertutup rapat, penggunaan wadah yang tidak semestinya
!
39!
seperti bekas botol plastik air minum dan wadah lainnya yang tidak diberi label pestisida dapat membahayakan orang lain jika tidak sengaja terminum atau tumpah. Wadah pestisida yang sudah tidak digunakan dirusak agar tidak dimanfaatkan untuk keperluan lain dengan cara mengubur wadah tersebut jauh dari sumber air.
2.5.2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Dalam penanganan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus keracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Berikut dapat dijelaskan cara penanggulangan keracunan pestisida : 1. Bila penderita tak bernafas segera beri nafas buatan. 2. Bila racun tertelan segera lakukan proses pencucian lambung dengan air dan jika ada berikan penawar racun sesehgera mungkin. 3. Bila racun kontak dengan kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. 4. Segera bawa penderita ke rumah sakit terdekat untuk dapat diberikan perawatan secara medis dan segala aktivitas yang berhubungan harus dihentikan terlebih dahulu minimal selama 2 minggu sampai penderita berangsur membaik.
!
40!
2.5.3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Upaya yang dilakukan dalam pencegahan keracunan pestisida adalah : 1.
Jauhkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci atau mandikan korban.
2.
Jika terjadi kesulitan bernapas maka korban harus diberikan pernapasan buatan. Korban di instruksikan agar tetap tenang, dampak serius tidak terjadi segera dan masih ada waktu untuk menolong korban.
3.
Korban segera dibawa kerumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida apa yang telah memapari korban sehingga bisa diberikan anti racun yang sesuai dengan jenis keracunan pestisidanya.
4.
Keluarga, rekan kerja, saudara atau orang lain yang berkaitan dengan
korban
seharusnya
diberi
pengetahuan
atau
penyuluhan tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan dapat segera diberikan pertolongan pertama
!
41!
2.6. Kerangka Teori Keracunan pestisida ditentukan oleh adanya faktor dari dalam dan faktor dari luar tubuh yang memungkinkan terjadinya paparan yang menimbulkan keracunan pestisida. Menurut Achmadi (2011), Notoadmojo (2010) dan Pratama (2008), faktor resiko dikelompokan menjadi dua yaitu faktor dari dalam tubuh (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status gizi, pengetahuan, sikap) dan faktor dari luar tubuh (tata cara pencampuran pestisida, cara penyimpanan pestisida, arah angin, frekuensi penyemprotan, jenis pestisida yang digunakan dan penggunaan alat pelindung diri/ APD). Terjadinya keracunan pada petugas teknisi pest control dipengaruhi oleh faktor dari dalam tubuh dan faktor dari luar tubuh petugas teknisi pest control dalam melakukan pengelolaan pestisida dan tindakan pencegahan terhadap keracunan pestisida. ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
!
42!
Gambar 2.1. Kerangka Teori ! ! ! Faktor Dalam Tubuh : ! ! ! ! ! !
!
Umur Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Status Gizi Pengetahuan Sikap !
! ! Faktor Luar Tubuh :
! ! ! ! ! ! ! ! !
! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
! Tata Cara Pemakaian Pestisida ! Cara Penyimpanan Pestisida ! Arah Semprot Terhadap Arah Angin ! Frekuensi Penyemprotan ! Jenis Pestisida yang digunakan ! Alat Pelindung!Diri!
Tingkat Keracunan Pestisida 1. Normal 2. Tidak Normal
! ! ! Sumber : Achmadi, 2011, Notoadmojo, 2010, dan Pratama, 2008
!
43!
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1.Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu pada Achmadi (2011), Notoadmojo (2010) dan Pratama (2008) yang menyatakan bahwa keracunan pestisida dibagi kedalam dua faktor yaitu faktor dalam tubuh dan faktor luar tubuh. Faktor dalam tubuh antara lain yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status gizi, pengetahuan dan sikap. Sedangkan faktor luar tubuh yaitu tata cara pencampuran pestisida, cara penyimpanan pestisida, lama pemaparan, arah angin, waktu penyemprotan, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida yang digunakan dan penggunanaan alat pelindung diri. Dalam membuat kerangka konsep, peneliti tidak menggunakan seluruh variabel yang terdapat pada kerangka teori. Peneliti hanya memilih beberapa variabel yang diseusaikan dengan tujuan penelitian serta beberapa pertimbangan lain yang digunakan oleh peneliti. Variabel jenis kelamin tidak diteliti oleh peneliti dikarenakan jenis kelamin petugas pest control adalah laki-laki sehingga data bersifat homogen (semua yang melakukan penyemprotan berjenis kelamin laki-laki).Variabel arah semprot terhadap arah angin tidak dteliti karena peneliti hanya meneliti satu kali dan hasilnya bisa menjadi bias. Variabel cara penyimpanan dan
!
44!
penggunaan pestisida mulai dari pembelian hingga siap digunakan tidak diteliti karena bersifat homogen. Dengan demikian disusunlah sebuah kerangka konsep guna menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control. Adapun kerangka konsep yang digunakan oleh peneliti dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Pengetahuan 4. Status Gizi 5. Tata
Cara
Pencampuran 6. Frekuensi Penyemprotan 7. Jumlah
Jenis
Pestisida 8. Penggunaan Pelindung Diri
!
Alat
! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
Variabel Dependen Tingkat Keracunan Pestisida 1. Normal 2. Tidak normal
45!
Penelitian ini akan mencari hubungan antara variabel independen (umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri) terhadap variabel dependen (tingkat keracunan pestisida).
!
46!
3.2.Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional No. 1.
!
Variabel Tingkat Keracunan Pestisida
2.
Umur
3.
Tingkat Pendidikan
Definisi Masuknya pestisida ke dalam tubuh manusia baik melalui kulit, pernapasan maupun mulut yang diketahui dengan pemeriksaan aktifitas enzim kolinesterase teknisi pest control Rentang waktu usia responden yang dihitung dari lahir sampai pengambilan data Jenis pendidikan yang tidak formal maupun formal yang telah diselesaikan oleh responden
Alat Ukur
Cara Ukur
Variabel Dependen Spektrofotometer Pemeriksaan kolinesterase menggunakan serum darah
Variabel Independen Kuesioner Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Hasil Ukur
Skala
Kholinesterase Pada Pria: 1. Normal (4600– 11500 U/l) 2. Tidak normal ( < 4600 U/ l) (PDS PatKlin 2009)
Rasio
Tahun
Rasio
1. Rendah (Tidak sekolah/ Tidak tamat SD/ SD/SMP) 2. Tinggi (SMA/ Perguruan Tinggi) (Rusimah, 2011)
Ordinal
47!
4.
Pengetahuan
Sesuatu yang dipahami oleh responden yang berhubungan dengan pestisida, aplikasi dan pencegahannya
5.
Status Gizi
Gambaran keadaan gizi Meteran dan responden yang dinilai timbangan berat dengan perhitungan berat badan badan (kg) dibagi tinggi badan (m2)
6.
Tata Pencampuran
8.
!
Frekuensi Penyemprotan
Cara Kegiatan yang dilakukan responden mulai dari penentuan dosis bahan aktif yang akan diformulasikan hingga pelaksanaan aplikasi Banyaknya penyemprotan yang dilakukan responden dalam satu minggu
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Wawancara
1. Pengetahuan buruk (skor < median) 2. Pengetahuan baik (skor ≥ median)
Ordinal
Pengukuran
1. Kurus ( IMT< 18) 2. Normal ( IMT> 18) (Depkes, 2003
Ordinal
Wawancara
1. Buruk (skor mean) 2. Baik (skor mean)
Ordinal
wawancara
< ≥
1. Setiap 1 bulan 2. Setiap 2 minggu 3. 1-2 kali per minggu 4. 3-4 kali per minggu 5. setiap hari
Ordinal
48!
!
9.
Jumlah Jenis Pestisida
Jumlah Jenis pestisida yang digunakan pada saat penyemprotan
Kuesioner
Wawancara
1. Jumlah Jenis Pestisida > 2 2. Jumlah Jenis Pestisida ≤ 2 (Batasan 2 jenis pestisida = nilai median)
Ortdinal
10.
Alat Pelindung Diri
Alat pelindung diri dan pakaian kerja yang digunakan teknisi pada saat aplikasi pestisida
Kuesioner
Wawancara
1. Tidak seusai (skor < median) 2. Sesuai (skor ≥ median) (Batasan skor dari nilai median)
`Ordinal
49!
3.3.
Hipotesis 1. Ada hubungan antara variabel umur dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 2. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 3. Ada hubungan antara pengetahuandengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 4. Ada hubungan antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 5. Ada hubungan antara tata cara pencampuran pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 6. Ada hubungan antara frekuensi penyemprotandengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 7. Ada hubungan antara jumlah jenis pestisida dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014. 8. Ada hubungan antara penggunaan alat pelidung diri (APD) dengan tingkat keracunan pestisida pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.
!
50!
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1.
Desain Penelitian Jenis penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dimana variabel independen dan variabel dependennya dikumpulkan pada saat atau periode yang bersamaan (Notoadmojo, 2005). Desain penelitian cross sectional dipilih karena dapat dilakukan pada waktu yang singkat.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Perusahaan Pest Controldi Jakarta tahun 2014.Subjek penelitian adalah teknisi pest control yang bekerja di perusahaan pest control. Dari 5 perusahaan pest control yang diajukan izin penelitian, hanya 2 perusahaan yang mengkonfirmasi yaitu PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten. Sehingga didapatkan data teknisi pest control berjumlah 42 orang yang berasal dari PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 - Oktober 2014
!
51!
4.3.
Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi penelitian adalah petugas teknisi pest control yang bekerja di perusahaan pest control pada tahun 2014. Total seluruh petugas di perusahaan pest control tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Jumlah teknisi pest control di perusahaan pest control tahun 2014
Perusahaan Pest Control
Jumlah
PT. Maju Pamor Mas
35
CV. Rikat Utama Neoten
7
Jumlah
42
Sumber : Data teknisi pest control PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten Tahun 2014
2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang di teliti (Arikunto, 2006). Menurut Hidayat (2007), sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel jenuh, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel dari seluruh teknisi perusahaan pest
!
52!
control pada tahun 2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 42 orang. Adapun sampel yang akan dipilih oleh peneliti mempunyai persamaan dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : 1. Kriteria inklusi Karakteristik umum yang harus dipenuhi pada penelitian ini adalah : a) Petugas teknisi pest control yang bekerja pada PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten b) Berjenis kelamin laki-laki c) Terakhir melakukan penyemprotan dalam 2 minggu terakhir 2. Kriteria eksklusi Subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi diatas tidak di ikut sertakan dalam penelitian apabila : a) Tidak bersedia menjadi objek penelitian b) Tidak bersedia diambil darahnya
4.4.
Teknik dan Sumber Pengumpulan Data Penelitian a. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. wawancara yang dilakukan kepada teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta dengan menggunakan lembar pertanyaan (kuesioner).
!
53!
2. Pengambilan sampel darah dari masing-masing petugas teknisi pest control pada PT. Maju Pamor mas dan CV. Rikat Utama Neoten. b. Sumber data yang digunakan adalah : 1.
Data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control seperti umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, tata cara pencampuran pestisida, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida, penggunaan alat pelindung diri serta pengambilan sampel darah untuk dilakukan pengukuran kadar kolinesterase dalam darah.
2.
Data sekunder didapatkan dari masing-masing perusahaan pest control berupa program pelatihan petugas teknisi Perusahaan Pest Control, daftar Pekerja di Perusahaan Pest Control, dan Profil Perusahaan serta dokumen-dokumen terkait lainnya.
4.5.
Etika Penelitian Uji etika penelitian telah diajukan kepada komisi etik di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta, sebagai persyaratan dan izin pengambilan sampel darah pada petugas teknisi pest control.
!
54!
4.6.
Uji Validitas dan Reliabilitas Sebelum instrumen atau alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut. Uji validitas berguna untuk mengetahui
apakah
memilikiketepatan
alat
ukur
tersebut
valid
yang
artinya
mengukur atau alat ukur tersebut tepat untuk
mengukur sebuah variabel yang akan diukur (Suharto, 2009).Uji coba instrumen dilakukan di luar anggota sampel penelitian yaitu pada PT. Rizki Putra Mandiri dengan jumlah responden 10 orang. a. Uji validitas Uji validitas merupakan uji instrumen yang digunakan untuk mengukur apakah sebuah instrument penelitian tersebut valid atau tidak.Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 10 sampel yang diambil dari PT. Rizki Putra Mandiri, Df = n-2 jadi didapatkan Df = 8,dilihat pada nilai R tabel adalah 0,707.Daftar pertanyaan dikatakan valid bila R hitung > R tabel, nilai R tabel pada penelitian ini adalah 0,707.Maka dapat disimpulkan bahwa 34 pertanyaan yang terdiri dari variabel pengetahun, tata cara pencampuran, alat pelindung diri dan pelatihan pengamanan penggunaan pestisida adalah valid. Berikut dapat dijabarkan sebagai berikut :
!
55!
Tabel 4.2. Uji Validitas
No. Variabel 1. Pengetahuan 2. Tata cara pencampuran 3. Alat pelindung diri Pelatihan pengamanan 4. penggunaan pestisida
Pertanyaan D1 – D15 F1 – F5 G1 – G8
Hasil Valid Valid Valid
H1 – H6
Valid
b. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas terhadap instrumen penelitian dapat menunjukan bahwa suatu instrumen tersebut dapat dipercaya dan diandalkan (Arikunto, 2006).Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai R hitung adalah 0, 988. Jumlah sampel (n) = 10 sampel, Df = 10-2 = 8. Dengan nilai alpha 0,05 didapatkan R tabel sebesar 0,707.Setelah dihitung menggunakan uji statistic didapatkan nilai R hitung sebesar 0,988, maka dapat disimpulkan bahwa nilai pada cronbach’s alpha (0,988) > R tabel (0,707), maka reliabel sehingga dapat digunakan untuk alat ukur pengujian selanjutnya.
4.7.
Instrumen Data Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Spektrofotometer Pemeriksaan tingkat kadar kolinesterase dengan alat ini menggunakan serum
darah
Spektrofotometer
!
dan di
dilakukan
dengan
laboratorium
menggunakan
Rumah
Sakit
alat
Ananda
56!
Bekasi.Prinsip pengujiannya menggunakan serum yang sudah terpisah dengan darah kemudian dilakukan pencampuran serum dengan reagen kolinesterase. Pembacaan hasil serum darah dilakukan dengan cara pembiasan dengan alat spektrofotometer. Berikut cara pengujian aktivitas kolinesterase dalam serum : 1. Darah dari responden diambil sebanyak 3 cc dengan menggunakan spuit, kemudian darah dimasukan kedalam tabung reaksi dan di sentrifuge dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. 2. Serum yang sudah terpisah dengan darah kemudian diambil dengan menggunakan mikropipet sebanyak 300 µL, kemudian dicampurkan dengan reagen kolinesterase (CHE) hingga tercampur dengan sempurna dan dipindahkan kedalam kuvet. 3. Serum yang sudah tercampur dengan reagen kemudian dibaca dengan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 405 nm. 4. Aktivitas enzim kolinesterase yang telah dibaca dengan menggunakan alat spektrofotometer kemudian disimpulkan dengan nilai normal pada laki-laki 4600-11500 U/l.
!
57!
Berikut foto alat sentrifuge dan spektrofotometer yang digunakan :
2) Kuesioner Kuesioner terdiri dari beberapa item pertanyaan yang menyangkut data karakteristik individu berupa identitas responden, penggunaan pestisida, pengetahuan tentang pestisida, tata cara pencampuran pestisida, alat pelindung diri, dan pelatihan pengamanan penggunaan pestisida. 3) Meteran Meteran digunakan untuk pengukuran tinggi badan responden untuk memperoleh nilai status gizi (indeks massa tubuh). 4) Timbangan badan Timbangan badan digunakan untuk pengukuran berat badan responden untuk memperoleh nilai status gizi (indeks massa tubuh).
!
58!
4.8.
Manajemen Data
Manajemen data yang dilakukan berupa : 1. Mengkode data (data coding) Tahapan ini dilakukan dengan cara memberikan kode pada setiap variabel yang dikumpulkan untuk memudahkan proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya. a. Variabel tingkat keracunan pestisida : [1] = Normal (4600 – 11500 U/l) [2] = Tidak Normal ( < 4600 U/l) b. Variabel tingkat pendidikan : [1] = Rendah (tidak sekolah, sd, smp) [2] = Tinggi (SMA, Perguruan Tinggi). c. Variabel pengetahuan : [1] = pengetahuan buruk apabila skor<median, [2] = pengetahuan baik apabila skor ≥ median. d. Variabel status gizi : [1] = Kurus (IMT < 18 ), [2] = Normal (IMT ≥ 18 ). e. Variabel tata cara pencampuran: [1] = buruk apabila skor < mean, [2] = baik apabila skor ≥ mean. f. Variabel frekuensi penyemprotan : [1] = setiap 1 bulan, [2] = setiap 2 minggu, [3] = 1-2 kali/minggu, [4] = 3-4 kali/ minggu, [5] = setiap hari. g. Variabel jumlah jenis pestisida : [1] = Kurang dari 2 jenis (median) , [2] = Lebih dari 2 jenis (median). h. Variabel alat pelindung diri : [1] = Tidak Sesuaiapabila skor < median [2] = Sesuai apabila skor ≥ median.
!
59!
2. Menyunting data (data editing) Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan memeriksa kebenaran dan kelengkapan data, seperti konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner, kelengkapan pengisian dan kesalahan pengisian. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian. 3. Memasukkan data (data entry) Data yang sudah diberi kode kemudian di input ke dalam komputer dengan menggunakan software uji statistic SPSS. 4.
Membersihkan data (cleaning) Pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga data tersebut siap diolah dan dianalisis.
4.9.
Analisis Data
1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti, yaitu mendeskripsikan variabel dependen (tingkat keracunan pestisida ) dan variabel independen (faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat keracunan pestisida pada petugas teknisi pest control). Fungsi analisis univariat adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan
!
data
tersebut
berubah
menjadi
informasi
yang
60!
berguna.Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan juga grafik (Hastono, 2007). 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependennya. Variabel independen yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat keracunan pestisida (umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri), sedangkan variabel dependennya adalah tingkat keracunan pestisida. Untek data numerik (variabel umur) dengan data numerik (kolinesterase) menggunakan uji korelasi dan regresi linier.Datakategorik (tingkat pendidikan, pengetahuan, status gizi, tata cara pencampuran pestisida, jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri) dengan data numerik (variabel tingkat keracunan) menggunakan uji t independen dan untuk data kategorik lebih dari 2 kelompok (variabel frekuensi
penyemprotan)
dengan
data
numerik
(variabel
tingkat
keracunan) menggunakan uji anova. Penelitian ini menggunakan uji kemaknaan 5%. Jika P value
0,05 maka ada hubungan yang bermakna
antara variabelindependen dengan tingkat keracunan pestisida dan jika P value
0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel
independen dengantingkat keracunan pestisida. ! !
!
61!
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Perusahaan PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa serta memiliki teknisi pest control yang merupakan tenaga profesional yang telah terlatih dan memiliki berbagai pengalaman menangani kegiatan perlindungan bangunan. Ruang lingkup kedua perusahaan pest control ini meliputi pengendalian rayap (Termite Control), pengendalian tikus (Rodent Control), pengendalian serangga terbang (Pest Control), pengendalian hama gudang dan pengarsipan dokumen (Fumigation).
Kedua
perusahaan
pest control
ini
bekerja
dengan
menggunakan metode INPAG Sistem yaitu metode pengendalian hama yang terbaik di dunia dalam memadukan kesesuaian antara teknologi, jenis hama, ruang dan waktu. PT. Maju Pamor Mas dalam melakukan kegiatan operasionalnya tetap mengutamakan Health Environment and Safety (HES) sebagai bagain dari usaha untuk menciptakan kodisi bekerja yang selamat dan nyaman serta tetap menjaga kelestarian lingkungan PT. Maju Pamor Mas dan CV. Rikat Utama Neoten telah mendapatkan izin operasional Pest Control, Termite Control dan Fumigasi dari Departemen Kesehatan RI dan juga terdaftar sebagai anggota Ikatan
!
62!
Perusahaan
Pengendalian
Hama
Indonesia
(IPPHAMI).Teknisi
pada
perusahaan ini merupakan tenaga profesional yang telah terlatih dan memiliki berbagai pengalaman menangani kegiatan perlindungan bangunan. 5.1.1. Jenis Pengendalian Hama di Perusahaan Pest Control I.
Metode Pengendalian Hama Rayap (Termite Control) Pengendalian hama rayap dengan metode perlakuan pada tanah dan kayu menggunakan chemical cair dalam bagian perlindungan awal bangunan dan bangunan yang sudah berdiri. Tujuan dari metode ini adalh untuk mengendalikan atau mengeliminasi masuknya rayap kedalam struktuk bangunan.
II.
Metode Pengendalian Hama Arsip (Fumigation) pengendalian hama dengan menggunakan metode fumigasi adalah salah satu teknik pengendalian hama dengan cara melepaskan gas fumigant pada ruang kedap udara, dengan konsentrasi tertentu, pada waktu, temperatur, dan tekanan udara yang telah ditentukan sebelumnya.
III.
Metode Pengendalian Tikus (Rodent Control) Pengendalian hama tikus yang dilakukan oleh pada perusahaan pest control berada dilingkungan pemukiman maupun
area
perkebunan
atau
area
lainnya.
Teknik
pengendalian hama tikus yang dilakukan dengan melakukan
!
63!
program pengendalian tikus, Rodent proofing, dan program sanitasi. IV.
Metode Pengendalian Serangga (Pest Control) Metode ini dilakukan untuk mengendalikan hama nyamuk, semut, kecoa, dan serangga lainnya. Dengan menggunakan teknik pengasapan (Thermal Fogging), pengembunan (Cold Fogging/ ULV), penyemprotan (Manual Sprayer) serta pengumpanan (Baiting).
5.2. AnalisisUnivariat 5.2.1. Gambaran Tingkat Keracunan Pada Petugas Teknisi Pest Control Data tingkat keracunan pestisida didapatkan dengan cara mengukur tingkat penurunan enzim kolinesterase. Peneliti bekerjasama dengan Laboratorium Rumah Sakit Ananda dengan menggunakan uji kolinesterase. Metode ini menggunakan serum yang sudah terpisah dengan darah kemudian dilakukan pencampuran serum dengan reagen kolinesterase. Pembacaan hasil serum darah dilakukan dengan cara pembiasan menggunakan alat spektrofotometer yang sudah diketahui aktifitas kolinesterase sebesar4.600-11.500 unit/ liter (U/L), besaran aktifitas kolinesterase ini ditetapkan dengan indikator dari Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinik (PDS PatKlin, 2009).
!
64!
Batasan skor tingkat keracunan pestisida didapatkan dari nilai indikator dari Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinik (PDS PatKlin, 2009). Tabel 5.1.Distribusi Kadar Kolinesterae Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 No
Tingkat Keracunan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Tidak Normal ( < 4600 U/l)
1
3,1 %
2
Normal (4600 – 11500 U/l)
31
96,9 %
Jumlah
32
100 %
Berdasarkan hasil analisis tabel 5.1 diatas didapatkan aktivitas enzim kolinesterase dalam serum darah petugas pest control dari sebanyak 32 petugas yang diperiksa didaptkan petugas dengan aktivitas kolinesterase normal sebanyak 31 orang dengan persentase sebesar 96,9%.
5.2.2. Gambaran Umur Pada Petugas Teknisi Pest Control Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan gambaran umum umur pada petugas teknisi pest control di Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini
!
65!
Tabel 5.2. Gambaran Umur Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 Variabel
Median
Standar Deviasi
Umur
38,50 Tahun
10,72 Tahun
Min - Max 18 Tahun – 52 Tahun
Berdasarkan pada tabel 5.2 diatas, dapat dilihat rata-rata umur petugas teknisi pest control adalah 38,50 tahun, dengan standar deviasi 10,72 tahun, petugas teknisi pest control dengan umur tertinggi adalah 52 tahun.
5.2.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Pada Petugas Teknisi Pest Control Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan gambaran tingkat pendidikan pada petugas teknisi pest control yang dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3. Gambaran Tingkat Pendidikan Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 No. 1 2
Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Jumlah
Frekuensi 11 21 32
Persentase (%) 34,4% 65,6% 100%
Berdasarkan pada tabel 5.3 diatas, didapatkan tingkat pendidikan petugas teknisi pest control dengan tingkat pendidikan tinggi (sma, perguruan tinggi)yaitu sebanyak 21 orang.
!
66!
5.2.4. Gambaran Pengetahuan Pada Petugas Teknisi Pest Control Hasil ini menggambarkan tingkat pengetahuan pada petugas teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta tahun 2014. Skor pengetahuan petugas teknisi pest control terendah yaitu 12 dan pengetahuan petugas teknisi pest control yaitu 30. Dapat dilihat pada tabel gambaran pengetahan dibawah ini :
Tabel 5.4. Gambaran Pengetahuan Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014 No. Pengetahuan 1 Pengetahuan Buruk (skor < 28) 2 Pengetahuan Baik (skor ≥ 28) Jumlah
Frekuensi 14 18 32
Persentase (%) 43,8 % 56,3 % 100 %
Berdasarkan tabel 5.4 diatas, bahwa petugas dengan tingkat pengetahuan baik sebanyak 18 orang dengan persentase sebesar 56,3%. Skor pengetahuan di kategorikan dari numerik menjadi kategorik, batasan
skor
didapatkan
dari
nilai
rata-rata.Dengan
batasan
pengetahuan baik apabila skornya ≥ 28 dan pengetahuan buruk apabila skornya < 28.
5.2.5. Gambaran Status Gizi Pada Petugas Teknisi Pest Control Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata status gizi (IMT) petugas teknisi pest control adalah 21,86, dengan standar deviasi 3,68. Status gizi petugas terendah yaitu 16,14 dan tertinggi yaitu 30,11.
!
67!
Status gizi (IMT) dikelompokan dari numerik menjadi kategorik menjadi kurus dengan IMT < 18 dan normal dengan IMT ≥ 18 (Depkes, 2003). Hasil ini menggambarkan status gizi dalam IMT (Indeks Massa Tubuh) petugas teknisi pest control, dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini : Tabel 5.5. GambaranStatus Gizi Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
No.
Status Gizi
Frekuensi
1 2
Kurus (IMT < 18) Normal (IMT ≥ 18) Jumlah
5 27 32
Persentase (%) 15,6 % 84,4 % 100 %
Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat dilihat status gizi normal dengan IMT ≥ 18 pada petugas teknisi pest controlberjumlah 27 orang dengan persentase sebesae 84,4%.
5.2.6. Gambaran Tata Cara Pencampuran Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control Hasil ini menggambarkan tata cara pencampuran pestisida pada petugas teknisi pest control baik dan buruk di perusahaan pest control di Jakarta Tahun 2014. Hasil uji statistik terhadap variabel tata cara pencampuran pestisida didapatkan nilai rata-rata 7, dengan standar
!
68!
deviasi 1,67. Nilai terendah dari tata cara pencampuran pestisida yaitu sebesar 4 dan nilai tertingginya yaitu sebesar 10. Dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini tentang distribusi tata cara pencampuran pestisida pada petugas teknisi pest control.
Tabel 5.6. GambaranTata Cara Pencampuran Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
No. 1 2
Tata Cara Pencampuran Pestisida Buruk (skor < 7) Baik (skor ≥ 7) Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
10 22 32
31,2 % 68,8 % 100 %
Berdasarkan tabel 5.6 diatas, dapat dilihat bahwa petugas dengan skor tata cara pencampuran pestisida dengan skor baik berjumlah 22 orang petugas dengan persentase sebesar 68,8 %. Skor tata cara pencampuran pestisida di kategorikan dari numerik menjadi kategorik, batasan skor didapatkan dari nilai rata-rata. Dengan nilai sikap buruk apabila skornya < 7 dan nilai sikap baik apabila skornya ≥ 7.
5.2.7
Gambaran Frekuensi Penyemprotan Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control Hasil penelitian ini menggambarkan frekuensi penyemprotan yang dilakukan oleh petugas teknisi pest control, didapatkan frekuensi
!
69!
rata-rata penyemprotan pestisida yaitu 4,25, dengan standar deviasi 1,24. Frekuensi penyemprotan pestisida paling rendah dilakukan setiap 1 bulan sekali dan yang paling tinggi yaitu dilakukan setiap hari. Berikut dapat dilihat distribusi frekuensi penyemprotan pestisida pada tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7. GambaranFrekuensi Penyemprotan Pestisida Pada Petugas TeknisiPest Control di Jakarta Tahun 2014
No. 1 2 3 4 5
Frekuensi Penyemprotan Setiap 1 bulan Setiap 2 minggu 1-2 kali/ minggu 3-4 kali/ minggu Setiap hari Jumlah
Frekuensi 2 1 6 1 22 32
Persentase (%) 6,3 % 3,1 % 18,8 % 3,1 % 68,8 % 100 %
Berdasarkan data pada tabel 5.7, dapat dilihat petugas yang paling banyak melakukan penyemprotan pestisida selama setiap hari sebanyak 22 orang dengan persentase sebesar 68,8 %.
5.2.8. Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control Jumlah jenis pestisida dilihat dari banyaknya pestisida dan merek dari pestisida yang digunakan pada saat penyemprotan oleh petugas teknisi pest control. Hasil ini menggambarkan jumlah jenis pestisida dengan nilai median pestisida yang digunakan sebesar 1,50.
!
70!
Penggunaan jumlah jenis pestisida terendah yaitu sebesar 1 dan penggunaan tertinggi yaitu sebesar 6. Berikut dapat dilihat pada tabel 5.8 tentang distribusi jumlah jenis pestisida pada petugas teknisi pest control.
Tabel 5.8. Gambaran Jumlah Jenis Pestisida Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
No. 1 2
Jumlah Jenis Pestisida Lebih dari 2 jenis Kurang dari 2 jenis Jumlah
Frekuensi 2 30 32
Persentase (%) 6,2 % 93,8 % 100 %
Skor jumlah jenis pestisida dikategorikan dari numerik menjadi kategorik, batasan skor didapatkan dari nilai rata-rata. Dengan cara penilaian lebih dari 2 jenis dan kurang dari 2 jenis, pembagian banyak jumlah jenis pestisida didapatkan dari hasil perhitungan rata-rata. Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat dilihat petugas yang menggunakan pestisida kurang dari 2 jenis pada saat penyemprotan pestisida berjumlah 30 orang (93,8 %). Nama, bahan aktif dan golongan pestisidayang banyak digunakan oleh perusahaan pengendalian hama di Jakarta Tahun 2014. sebagian besar termasuk dalam golongan organofosfat, sintetis piretroid dan rodentisida, dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini.
!
71!
Tabel 5.9. Jenis Pestisida yang Digunakan Oleh Petugas Pest ControlDi Jakarta Tahun 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Pestisida Green divos Nuvet Cypermetrin Agenda 25 EC K – Othiren 20 EC Cislin 25 EC Premise 200 SL Mustang 25 EC Racumin Malathion
Bahan Aktif Dichlorvos Dichlorvos Cypermetrin Fipronil 25 g/l Deltametrin 25 g/l
Golongan Organofosfat Organofosfat Sintetis Piretroid Sintetis Piretroid Sintetis Piretroid
Deltametrin 25 g/l Imidakloprid Zeta Cypermetrin Kumatetralil 0,0375% Malathion
Sintetis Piretroid Sintetis Piretroid Sintetis Piretroid Rodentisida Organofosfat
Sumber : Data Primer Tahun 2014
Penurunan kadar kolinesterase di dalam darah disebabkan oleh pestisida spesifik dari golongan organofosfat dan pestisida golongan karbamat. Pada tabel diatas dapat dilihat terdapat 3 pestisida dari golongan organofosfat, 6 pestisida dari golongan sintetis piretroid dan 1 pestisida dari golongan rodentisida.
5.2.9. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Petugas Teknisi Pest Control Skor penggunaan alat pelindung diri dikategorikkan dari numerik menjadi kategorik,batasan skor didapatkan dari nilai median. Dengan cara penilaian tidak sesuai dengan skor kurang dari 13 dan esuai dengan skor lebih besar sama dengan 13. Berikut dapat dijelaskan pada tabel 5.10 dibawah ini :
!
72!
Tabel 5.10. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Petugas Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
No.
Alat Pelindung Diri
Frekuensi
1 2
Tidak sesuai (skor < 13) Sesuai (Skor ≥ 13) Jumlah
17 15 32
Persentase (%) 53,1 % 46,9 % 100 %
Berdasarkan tabel 5.10 diatas, dapat dilihat petugas yang menggunakan alat pelindung diri yang tidak sesuai penggunaan alat pelindung diri berjumlah 17 orang dengan persentase sebesar 53,1 %. Hasil ini menggambarkan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada petugas teknisi pest control dengan skor rata-rata dari 8 jenis alat pelindung diri (APD) adalah 12,5. Nilai terendah dari skor penggunaan alat pelindung diri ini adalah 1 dan nilai tertingginya adalah 18.
5.3. Analisis Bivariat 5.3.1. Tes Normalitas Data Pada
penelitian
ini,
variabel
independen
yang
diteliti
menggunakan data numerik, sehingga harus di uji dahulu menggunakan tes normalitas data untuk mengetahui apakah data dari variabel yang di teliti berdistribusi normal atau tidak normal. Pembacaan nilai Pvalue lebih akurat menggunakan tabel Shapiro-Wilk karena jumlah sampel yang digunakan kurang dari 50 responden. Dapat dilihat
hasil
pengujian pada tabel tes normalitas data dibawah ini :
!
73!
Tabel 5.11. Uji Normalitas Data
Shapiro - Wilk No.
Variabel
Pvalue
1
Kolinesterase
0,756
2
Umur
0,031
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat variabel yang memiliki hasil Pvalue ≥ dari 0,05 dan terdistribusi normal adalah variabel kolinesterase.
5.3.2. Gambaran Antara Umur dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta berdasarkan gambaran antara umur dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini.
Tabel 5.12. Gambaran Kadar Kolinesterase Berdasarkan Umur pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Variabel
R
R2
Persamaan Garis
Pvalue
Umur
0,371
0,138
Kadar Kolinesterase = 6340,80 + 47,40 umur
0.036
Berdasarkan
tabel
5.12,hubungan
umur
dengan
kadar
kolinesterase menunjukan hubungan yang sedang dan berpola positif
!
74!
artinya semakin bertambah umur maka semakin rendah kadar kolinesterase teknisi pest control. Nilai koefisien determinannya adalah 0,138 artinya persamaan garis yang diperoleh dapat menerangkan 13,8% variasi kadar kolinesterase teknisi pest control. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,036. Artinya pada α 5% t terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.3. Gambaran Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta berdasarkan gambaran antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini.
Tabel 5.13. Gambaran Rata – Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Rata-Rata Kolinesterase
Standar Deviasi
Rendah
11
7435,45
1474,36
Tinggi
12
8324,57
1235,10
Pvalue
0,080
Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control dengan tingkat pendidikan rendah yaitu 7435,45 U/l
!
75!
dengan standar deviasi 1474,36. Petugas pest control dengan tingkat pendidikan tinggi, rata-rata kolinesterasenya adalah 8324,57 dengan standar deviasi 1235,10. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,080. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.4. Gambaran Antara Pengetahuan dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta berdasarkan gambaran antara pengetahuan dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.14 berikut ini :
Tabel 5.14. Gambaran Rata – Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Pengetahuan pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Pengetahuan
Jumlah
Rata-Rata Kolinesterase
Standar Deviasi
Buruk
14
8447,93
1293,57
Baik
18
7685,28
1363,81
Pvalue
0,119
Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control dengan pengetahuan buruk yaitu 8447,93 U/l dengan standar deviasi 1293,57. Petugas pest control dengan
!
76!
pengetahuan buruk, rata-rata kolinesterasenya adalah 7685,28 dengan standar deviasi 1363,81. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,119. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.5. Gambaran Antara Status Gizi dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta berdasarkan gambaran antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.15 berikut ini :
Tabel 5.15. Gambaran Rata – Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Status Gizi pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Status Gizi
Jumlah
Rata-Rata Kolinesterase
Standar Deviasi
Kurus
5
7777
2025,88
Normal
27
8063,74
1258,66
Pvalue
0,674
Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control dengan status gizi kurus yaitu 7777 U/l dengan standar deviasi 2025,88. Petugas pest control dengan status gizi normal, rata-rata kolinesterasenya adalah 8063,74 U/l dengan standar deviasi 1258,66.
!
77!
Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,674. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.6. Gambaran Antara Tata Cara pencampuran Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control di perusahaan pest control di Jakarta berdasarkan gambaran antara tata cara penggunaan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.16 berikut ini :
Tabel 5.16. Gambaran Rata–Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Tata Cara Pencampuran Pestisida pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Tata Cara Pencampuran
Jumlah
Rata-Rata Kolinesterase
Standar Deviasi
Buruk
10
7695,20
1179,18
Baik
22
8166,09
1446,10
Pvalue
0,375
Berdasarkan data diatas, diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control dengan tata cara pencampuran buruk yaitu 7695,20 U/l dengan standar deviasi 1179,18. Petugas pest control dengan status gizi normal, rata-rata kolinesterasenya adalah 8063,74 U/l dengan standar deviasi 1258,66.
!
78!
Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,375. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tata cara pencampuran pestisida dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.7. Gambaran Antara Frekuensi Penyemprotan dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control berdasarkan gambaran antara Frekuensi Penyemprotan dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.17 berikut ini :
Tabel 5.17. Gambaran Rata – Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Frekuensi Penyemprotan pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Frekuensi Penyemprotan Setiap 1 bulan
Rata-Rata Kolinesterase 7003,50
Standar Deviasi 3589,98
-25251,2 – 39258,2
Setiap 2 minggu
9070
-
-
1-2 kali/ minggu
7871,33
1638,22
6152,12 – 9590,54
3-4 kali/ minggu
9874
-
-
Setiap hari
8019,41
1089,08
7536,54 – 8502,28
95% CI
Pvalue
0,484
Berdasarkan data diatas, diketahui petugas teknisi pest control yang melakukan frekuensi penyemprotan setiap 1 bulan memiliki ratarata kadar kolinesterase sebesar 7003,50 U/l, setiap 2 minggu memiliki
!
79!
rata-rata kadar kolinesterase 9070 U/l, setiap 1-2 kali per minggu memiliki rata-rata kadar kolinesterase 7871,33 U/l, setiap 3-4 kali per minggu memiliki rata-rata kadar kolinesterase 9874 U/l dan penyemprotan setiap hari memiliki rata-rata kadar kolinesterase 8019,41 U/l. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,484. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi penyemprotan pestisida dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.8. Gambaran Antara Jumlah Jenis Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control di Jakarta berdasarkan gambaran antara jumlah jenis pestisida dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.18 berikut ini:
Tabel 5.18. Gambaran Rata – Rata Kadar KolinesteraseBerdasarkan Jumlah Jenis Pestisida pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
Jumlah Jenis Pestisida Kurang dari 2 jenis Lebih dari 2 jenis
!
Jumlah
Rata-Rata Kolinesterase
Standar Deviasi
30
8046,70
1407,32
2
7602,50
383,96
Pvalue
0,664
80!
Diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control dengan jumlah jenis pestisida kurang dari 2 jenis yaitu 8046,70 U/l dengan standar deviasi 1407,32.Petugas pest control dengan jumlah jenis pestisida lebih dari 2 jenis, rata-rata kolinesterasenya adalah 7602,50 U/l dengan standar deviasi 383,96. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,664. Artinya pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah jenis pestisida dengan tingkat keracunan pestisida.
5.3.9. Gambaran Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Tingkat Keracunan Pestisida Distribusi petugas teknisi pest control berdasarkan gambaran antara penggunaan alat pelindung diri dengan tingkat keracunan pestisida dapat dilihat pada tabel 5.19 berikut ini.
Tabel 5.19. Gambaran Rata – Rata Kadar Kolinesterase Berdasarkan Alat Pelindung Diri pada Teknisi Pest Control di Jakarta Tahun 2014
!
Alat Pelindung Diri
Jumlah
Rata-Rata Kolinesterase
Standar Deviasi
Tidak Sesuai
17
7548,24
1342,89
Sesuai
15
8552,40
1226,63
Pvalue
0,036
81!
Diketahui rata-rata kolinesterase petugas teknisi pest control dengan alat pelindung diri yang tidak sesuai yaitu 7548,24 U/l dengan standar deviasi 1342,89.Petugas pest control dengan alat pelindung diri yang sesuai, rata-rata kolinesterasenya adalah 8552,40 U/l dengan standar deviasi 1226,63. Dari hasil uji statistik, diperoleh nilai probabilitas (Pvalue) sebesar 0,036. Artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara alat pelindung diri dengan tingkat keracunan pestisida.
!
82!
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Beberapa variabel yang tidak diteliti adalah jenis kelamin, cara penyimpanan pestisida dan arah semprot terhadap arah angin. Jenis kelamin tidak diteliti karena seluruh petugas pest control berjenis kelamin laki-laki. Cara penyimpanan tidak diteliti karena penyimpanan seluruh pestisida menggunakan botol kemasan asli. Arah semprot terhadap arah angin tidak diteliti karena setiap saat arah mata angin selalu berubah. Keterbatasan lain yang dihadapi peneliti adalah jumlah sampel saat peneliti melakukan proses pengambilan darah dari 42 orang total petugasyang bersedia untuk diambil darahnya hanya 32 orang petugas. Dikarenakan 10 orang petugas sisanya takut dengan pemeriksaan kolinesterase yang menggunakan jarum dan tidak bersedia untuk mengisi inform consent.
6.2. Tingkat Keracunan Pada Petugas Teknisi Pest Control Berdasarkan hasil pemeriksaan kolinesterase darah yang merujuk pada tabel gambaran tingkat keracunan pada petugas teknisi di perusahaan pest control di Jakarta tahun 2014, dari 32 petugas diketahui ada 31 orang yang
!
83!
mempunyai kadar kolinesterase normal (4600 – 11500 U/l) dengan persentase 96,9% dan 1 orang memiliki kadar kolinesterase tidak normal (< 4600 U/l) dengan persentase sebesar 3,1%. Berdasarkan ketentuan dari Persatuan Dokter Spesialis Patologi Klinis (PDS PatKlin, 2009), aktivitas kolinesterase dalam serum darah dikatakan normal bila hasil pemeriksaan serum darah tenaga kerja menunjukan angka : 4600 – 11500 U/l. Bila angka aktivitas kolinesterase dibawah 4600 U/l menunjukan bahwa tenaga teknisi tersebut mengalami keracunan, dan harus diistirahatkan selama 2 minggu atau lebih. Tingkat keracunan yang rendah pada petugas teknisi pest control bisa saja terjadi karena pada saat pengambilan darah, teknisi tidak dalam masa penyemprotan pestisida sehingga pajanan atau paparan dari pestisida berkurang. Seperti diketahui bahwa petugas yang terpapar oleh pestisida anti kolinesterase dari golongan organofosfat dapat dilakukan perbaikan apabila penyemprot diistirahatkan selama beberapa minggu dan selama itu tubuh akan berusaha mengembalikan kadar enzim kolinesterase ke semula. Hal ini juga diperjelas oleh Wardiani (1997) dalam Prabowo (2002), kadar kolinesterase dalam plasma akan kembali normal memerlukan waktu selama 3 minggu, sedangkan dalam sel darah merah membutuhkan waktu 2 minggu untuk golongan organofosfat dan pada golongan karbamat, kadar asetil kolinesterase akan kembali seperti semula hanya dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
!
84!
Pestisida
golongan
organofosfat
dapat
menurunkan
kadar
kolinesterase dalam serum darah dan eritrosit sampai 50%, kira-kira 25% kadar kolinesterase dalam serum darah baru
dibentuk kembali dalam
waktu 7-10 hari dan kembali pulih dalam waktu 4 minggu. Sedangkan enzim kolinesterase dalam eritrosit memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali pulih, dengan dibentuknya eritrosit baru kira-kira 1% setiap hari, maka pemulihan kembali seluruhnya diperkirakan dalam waktu 3 bulan (Sallman, T. 1957, dikutip Sidharta, 1971). Besarnya pemaparan akibat pestisida menurut Ruhendi (2007), perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menginterpretasikan hasil pengukuran berupa data sebelum terpapar pestisida sebagai data dasar dan data hasil pemeriksaan setelah kontak dengan pestisida secara rutin. Pemeriksaan kolinesterase dapat dijadikan sebagai data dasar dengan menggunakan sampel darah pada saat petugas pest control tidak terpapar pestisida selama 30 hari. Menurut Wardiani (1997), pemeriksaan kolinesterase dalam plasma yang terbaca digunakan dalam deteksi secara dini efek akut keracunan pestisida golongan organophospat dan karbamat. Sedangkan yang terbaca dalam sel darah merah digunakan untuk mengevaluasi efek dalam tubuh yang berlangsung secara lama atau pemajanan kronis.Namun pemeriksaan nilai aktivitas kolinesterase ini bukan merupakan suatu indikator yang tepat jika diaplikasikan untuk memantau efek pestisida dalam jangka
!
85!
waktu yang sangat lama yang menyangkut efek pada syaraf seseorang, karena sifatnya yang reversible (berbalik seperti semula).
6.3. Hubungan Faktor Dari Dalam Tubuh dengan Tingkat Keracunan 6.3.1. Umur Hasil analisis umur responden yang diuji dengan menggunakan statistik uji korelasi dan regresi linear, terdapat hubungan yang bermakna antara teknisi pest control yang bervariasi antara usia 18-52 tahun dengan tingkat keracunan pestisida, dari data tersebut menunjukan bahwa para tenaga penyemprot sebagian besar masih dalam kelompok usia produktif. Penelitian yang dilakukan Soedarmo (1990) dalam Ruhendi (2007), ada kecenderungan semakin tua umur petugas maka semakin rendah aktivitas kolinesterase dalam darahnya. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nurhayati (1997), yang menunjukan kemaknaan hubungan antara kadar kolinesterase dan umur untuk jenis kelamin laki-laki, dimana petugas yang berumur tua kadar kolinesterase dalam darahnya cenderung rendah. Menurut Yulianti (2001) dikutip dari ILO (1975) yang mengatakan bahwa responden dengan usia muda dibawah 20 tahun mempunyai aktifitas kolinesterase yang relatif lebih cepat turun dibandingkan dengan usia responden yang lebih tua terlebih jika dipengaruhi oleh paparan atau pajanan pestisida sehingga dapat
memperberat terjadinya keracunan.
Sedangkan teori menurut Nurhayati (1997) terjadinya penurunan
!
86!
kadarkolinesterase alami terjadi dibawah usia 10 tahun baik pada laki-laki maupun pada perempuan tetapi pada usia 30-40 tahun penurunan kadar kolinesterase pada laki-laki jauh lebih rendah dibandingkan dengan perempuan.
6.3.2. Tingkat Pendidikan Hasil
analisis
tingkat
pendidikan
responden
setelah
diuji
menggunakan uji t independen, secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna
antara
tingkat
pendidikan
dengan
tingkat
keracunan
pestisida.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraida (2012) dan Ruhendi (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan aktivitas kolinesterase dalam darah. Penelitian ini mempunyai nilai signifikan yang tidak berhubungan yang dapat dilihat pada tabel 5.13, petugas dengan pendidikan rendah memiliki rata-rata kadar kholinesterase 7435,45 U/l dan pendidikan tinggi rata-rata kadar kolinesterase 8324,57 U/l. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tugiyo (1994) dalam penelitiannya terhadap tenaga kerja di PT Rentokil pada tahun 1994 yang menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian keracunan pestisida. Sedangkan pada penelitian Suwarno (1999) didapatkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dan kejadian keracunan pestisida dengan
!
87!
mengatakan bahwa resiko petani yang menggunakan pestisida dengan pendidikan rendah mempunyai peluang lebih besar untuk mengalami penurunan aktifitas kadar kolinesterase dibandingkan dengan petani yang berpendidikan tinggi. Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwarno (1999), mungkin dapat disebabkan oleh perbedaan pada populasi subjek penelitian, dimana penelitian Suwarno dilakukan pada petani yang mempunyai karakteristik yang memang berbeda dibandingkan dengan teknisi pest control. Dimana petani cenderung memiliki dasar pendidikan rendah, dan pada penelitian ini menggunakan teknisi pest control bekerja pada perusahaan yang memang dari awal sudah diperhitungkan tingkat pendidikan sebagai syarat dapat bekerja diperusahaan tersebut.
6.3.3. Pengetahuan Pengetahuan responden tentang pestisida yang dimaksudkan adalah pemahaman responden terhadap batasan pestisida yang meliputi bahaya tentang pestisida, cara masuk pestisida ke dalam tubuh, dan cara pencegahan keracunan pestisida.Pada tabel 5.14, setelah di uji dengan uji statistik t independen didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan tingkat keracunan pestisida. Hasil ini sejalan dengan tabel distribusi pengetahuan pada petugas pest control, didapatkan 14 responden dengan pengetahuan buruk sebesar 43,8 % dan 28 responden
!
88!
dengan pengetahuan baik sebesar 56,3 % ini secara deskriptif dapat dikatakan bahwa pengetahuan dari responden tentang pestisida cukup baik sehingga dapat mengurangi pemaparan atau pajanan dari pestisida kedalam tubuh sehingga tingkat keracunan yang terjadi pada petugas teknisi pest control sangat kecil. Hal tersebut sesuai dengan teori Green (1980) dalam Notoadmojo (2010) yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak berkaitan langsung dengan keracunan pestisida,akan tetapi harus melalui sikap atau praktek. Pengetahuan akan mempengaruhi sikap seseorang untuk bertindak. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya praktek seseorang (Notoadmodjo, 1993). Berdasarkan teori ini, teknisi pest control dengan pengetahuan baik dapat dikatakan memiliki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan pengetahuan buruk.
6.3.4. Status Gizi Hasil analisis status gizi responden pada tabel 5.15, setelah diuji didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan tingkat keracunan pestisida. Hal ini sejalan dengan hasil analisis univariat status gizi pada tabel 5.5 dari total 32 responden, didapatkan 5 responden dengan status gizi kurus (IMT < 18) sebesar 15,6% dan dari 27 responden dengan status gizi normal (IMT ≥ 18) sebesar 84,4%. Hasil analisis analitik ini sesuai dengan Alkhoiri (1999), yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi petugas
!
89!
dengan kejadian keracunan pestisida, baik pada petugas yang terpapar maupun yang tidak terpapar. Sedangkan menurut pernyataan Achmadi (1985), menyatakan bahwa adanya kaitan antara status gizi dengan aktivitas kolinesterase. Menurut Tugiyo (2003) ditemukan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian keracunan pestisida pada petugas, dengan kata lain responden yang mempunyai IMT lebih kecil dari rata-rata mempunyai resiko yang lebih besar daripada responden yang mempunyai IMT sama atau lebih besar. Menurut
WHO,
masukan
protein
atau
asupan
gizi
dapat
mempengaruhi kerentanan seseorang yang terpajan pestisida golongan organofosfat. Orang yang mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi, rentan memiliki kadar kolinesterase yang rendah akibat racun yang masuk akan mempengaruhi metabolisme dan mekanisme toleransi ssehingga aktivitas kadar kolinesterase dalam darah akan tampak menurun. Meskipun demikian, kenyataan yang terjadi di lapangan belum tentu menunjukan hal yang demikian (Achmadi, 1985). Sebanyak 5 responden (15,6%) dalam penelitian ini mempunyai status gizi kurus (IMT < 18), sehingga dapat dikatakan mempunyai resiko penurunan kadar kolinesterase serta dapat menyebabkan pengurangan kapasitas kerja dan peningkatan kejadian berbagai macam penyakit kronis sebagai akibat dari kekurangan kalori.
!
90!
Indikator status gizi tersebut berkaitan dengan keracunan yang terjadi, dimana bila kondisi tubuh lemah atau IMT < 18 memudahkan keracunan terhadap para teknisi. Oleh karena itu, sebagaimana tercantum dalam ketetapan ke empat ayat (a) dan (b) Keputusan Dirjen PPMPLP No. 31I/PD.03.04.LP tentang Persyaratan Tenaga Kerja Penanggung Jawab Teknis dan Tenaga Kerja Penjamah Pestisida serta Perlengkapan Pelindungnya, yang berbunyi tenaga kerja harus memenuhi syarat sebagai berikut berbadan sehat yang dinyatakan oleh Dinas Kesehatan setempat dan menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala.
6.4. Hubungan Faktor Dari Luar Tubuh dengan Tingkat Keracunan 6.4.1. Tata Cara Pencampuran Pestisida Hasil analisis tata cara pencampuran pestisida pada responden dengan menggunakan uji t independen, pada tabel 5.16 didapatkan hasil tidak ada hubungan antara tata cara pencampuran pestisidan dengan tingkat keracunan pestisida. Pada bahasan ini tidak ditemukan batasan tata cara pencampuran yang baik atau buruk, namun batasan pengkategorian tata cara pencampuran yang baik atau buruk didapatkan dari nilai rata-rata. Hal ini sama dengan persentase yang didapatkan pada tabel 5.6, responden dengan tata cara pencampuran yang buruk sebanyak 10 orang (31,2%) sedangkan responden dengan tata cara pencampuran yang baik sebanyak 22 orang (68,8%).
!
91!
Responden dengan tata cara pencampuran pestisida yang baik sebanyak 22 orang, memiliki resiko yang lebih kecil dalam hal terpajan pestisida yang dapat menurunkan kadar kolinesterase dalam darahnya. Persentase yang didapatkan pada tata cara pencampuran pestisida baik lebih besar dari pada yang berperilaku buruk, serta pengetahuan, sikap dan penggunaan APD mendukung pengurangan jalur masuk pestisida ke dalam tubuh.Sehingga hasil didapatkan tingkat keracunan pada petugas teknisi pest control sedikit. Tetapi hal ini tidak sejalan dengan Suhenda (2007), dimana hasil uji statistik yang dilakukan diketahui terdapat hubungan yang signifikan antara tata cara pencampuran pestisida dengan kadar kolinesterase dalam darah teknisi pest control. Sebagaimana telah diketahui bahwa perilaku berupa tindakan nyata yang telah dilakukan seseorang juga ikut dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan.
6.4.2. Frekuensi Penyemprotan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, didapatkan hasil petugas yang melakukan penyemprotan dengan frekuensi setiap hari ada 22 orang.Hasil analisis frekuensi penyemprotan setelah diuji secara statistic dengan menggunakan uji anova, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi penyemprotan dengan aktivitas kolinesterase dalam darah.
!
92!
Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian menurut Prabowo (2002), tentang frekuensi atau sering tidaknya melakukan penyemprotan ditemukan ada hubungan yang bermakna antara frekuensi penyemprotan dengan aktivitas kolinesterase dalam darah.Frekuensi penyemprotan yang sering memungkinkan untuk meningkatnya frekuensi pemaparan oleh pestisida sehingga peluang terjadinya keracunan akibat paparan dari pestisida juga semakin besar. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/Men/1986 Pasal 2 ayat 2a menyebutkan bahwa untuk menjaga efek yang tidak diinginkan, maka dianjurkan supaya tidak melebihi 4 jam per hari dalam seminggu berturut-turut bila menggunakan pestisida. Maka dapat dikatakan semakin sering seseorang bekerja berarti semakin besar kemungkinannya untuk terpapar pestisida dan keracunan pestisida.
6.4.3. Jumlah Jenis Penggunaan Pestisida Hasil analisis jumlah jenis penggunaan pestisida pada responden dengan menggunakan uji t independen, pada tabel 5.18, didapatkan hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah jenis penggunaan pestisida dengan penurunan kadar kolinesterase pada petugas teknisi pest control. Hal ini sesuai dengan persentase yang didapatkan pada tabel 5.8, dengan penggunaan jumlah jenis pestisida lebih dari 2 jenis sebanyak 2
!
93!
orang dengan persentase 6,2% dan penggunaan jumlah jenis pestisida kurang dari 2 jenis sebanyak 30 orang dengan persentase sebesar 93,8%. Penggunaan batasan jumlah jenis pestisida didapatkan dari hasil perhitungan median yang didapatkan hasil 2 jenis pestisida.Hal ini dapat di deskripsikan bahwa petugas yang menggunakan lebih dari 2 jenis pestisida dalam sekali penyemprotan sangat rendah dibandingkan dengan yang menggunakan kurang dari 2 jenis pestisida pada saat penyemprotan. Sehingga memiliki resiko paparan atau pajanan pestisida yang lebih kecil dalam hal penurunan kadar kolinesterase dalam darah. Jenis pestisida yang paling banyak digunakan adalah dari insektisida dari golongan organofosfat (malathion, dichlorvos) dan piretroid (cypermethrin, deltamethrin, imidakloripod, fipronil dan zeta cypermetrin) serta rodentisida. Cara kerja organofosfat yaitu untuk mematikan serangga dengan cara melalui penghambatan enzim asetilkholinesterase pada sistem syaraf serangga antara sel syaraf dengan sel-sel lain termasuk otot. Pada organofosfat penghambatan enzim kolinesterase bersifat tidak bolak balik, pestisida ini pada umumnya merupakan racun pembasmi serangga yang paling beracun, keracunan kronis pada pestisida golongan organofosfat dapat berpotensi karsinogenik (kanker) (Djojosumarto, 2008). Sampai saat ini pestisida golongan organofosfat masih merupakan kelompok insektisida yang paling banyak digunakan diseluruh dunia.Sedangkan pestisida golongan piretroid merupakan kelompok insektisida organik sintetik yang memiliki pengaruh menjatuhkan serangga dengan cepat
!
94!
tetapi di alam mudah terurai oleh sinar ultraviolet.Piretrum mempunyai toksisitas yang rendah pada manusia tetapi dapat menimbulkan alergi pada orang yang peka.
6.4.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri Petugas pengguna pestisida yang baik adalah teknisi yang menggunakan alat pelindung diri yang telah disyaratkan.Hasil penelitian ini didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara penggunaan alat pelindung diri pada saat penyemprotan dengan tingkat keracunan. Hasil ini sesusai persentase pada tabel 5.10, teknisi pest control dengan skor tidak sesuai berjumlah 17 orang dengan persentase sebesar 53,1% dan teknisi pest control yang memiliki skor sesuai dalam penggunaan alat pelindung diri sebanyak 15 orang dengan persentase sebesar 56,2%. Penelitian yang dilakukan oleh Mwanthi dan Kimani (1993) di Kenya melaporkan bahwa akibat penggunaan pakaian pelindung yang tidak sempurna dapat menyebabkan keracunan. Menurut Nurhayati (1997), menyebutkan bahwa paparan terbesar pada penyemprot pestisida adalah melalui kulit dan tangan. Suroso (2002) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian keracunan pestisida pada petugas pest control yang menggunakan alat pelindung diri secara lengkap dengan yang tidak lengkap. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Achmadi (1987), ternyata petugas pest control yang menggunakan baju
!
95!
lengan panjang dan celana panjang (lebih tertutup) mendapatkan efek yang lebih rendah disbanding petugas yang berpakaian minim. Seperti diketahui bahwa masuknya pestisida kedalam tubuh selain melalui kulit dan pernapasan juga melalui mulut atau saluran cerna dimana pestisida masuk kedalam mulut melalui makanan, minuman dan rokok. Dan ini terjadi karena teknisi melakukan kecerobohan misalnya saat setelah bekerja langsung memegang makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu sehingga pestisida yang menempel ditangan dapat berpindah ke makanan atau tanpa membuka pakaian pelindung, sehingga besar kemungkinan untuk terjadi makanan menempel di pakaian tanpa sengaja dan akhirnya ikut masuk kedalama mulut melalui makanan, minumana atau rokok tersebut. Departemen Kesehatan RI telah menerbitkan peraturan tentang penggunaan pakaian pelindung untuk pengelolaan pestisida yaitu Surat Keputusan
Menkes
RI
No.
1350/MENKES/SK/XII/2001
tentang
Pengelolaan Pestisida dalam peraturan tersebut antara lain disebutkan bahwa untuk melindungi permukaan kulit dengan menggunakan : sepatu, baju lengan panjang, celana lengan panjang, topi, sarung tangan, pelindung muka dan masker. Pasal 5 ayat (1) dan (3) menyatakan bahwa tenaga penjamah, teknisi atau operator harus memenuhi persyaratan kesehatan dan dalam melaksanakan tugasnya wajib menggunakan perlengkapan pelindung yang aman. Perlengkapan pelindung pestisida terdiri dari pelindung kepala (topi), pelindung mata (google), pelindung
!
96!
pernapasan (masker), pelindung badan (apron/ baju overall), pelindung tangan (glove), dan pelindung kaki (sepatu).Tetapi dalam prakteknya di lapangan kurang adanya pemantauan tentang penggunaan pakaian pelindung yang aman bagi pekerja pengelola pestisida.
6.5. Pelatihan Pengamanan Penggunaan Pestisida Berdasarkan hasil kuesioner yang ditanyakan pada petugas pest control didapatkan hasil bahwa dari 32 orang petugas yang pernah melakukan atau mengikuti pelatihan tentang pestisida baik yang dilakukan oleh perusahaan maupun oleh dinas kesehatan DKI Jakarta dalam 2 tahun terakhir berjumlah 21 orang. Sebanyak 13 orang responden mengatakan mendapatkan pelatihan 2 kali atau lebih pelatihan dalam 2 tahun terakhir yang dilakukan oleh perusahaan, 17 responden mengakui mengerahui manfaat tentang bahaya penggunaan pestisida dan cara aman dalam pengelolaan dan penggunaan pestisida. Serta dari 21 orang petugas yang melakukan pelatihan dalam 2 tahun terakhir mengatakan bahwa pada saat pelatihan dijelaskan mengenai pentingnya pemeriksaan kolinesterase pada petugas pest control secara rutin. Pelatihan yang dilakukan berguna untuk peningkatan pengetahuan tenaga penyemprot tentang pestisida dan cara penggunaan pestisida sebagai upaya pencegahan dan meminimalisir masuknya pestisida kedalam tubuh merupakan hal yang sangat penting karena mempunyai hubungan
!
97!
yang paling besar dengan penurunan aktifitas kolinesterase akibat paparan pestisida. Penyuluhan dan pelatihan dapat dilakukan oleh para pengawas atau pimpinan di perusahaan yang bersangkutan, asosiasi IPPHAMI, dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta (selaku Pembina teknis). Hingga saat ini penyakit yang ditularkan melalui serangga (vector borne disease) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Khusus di daerah DKI Jakarta, penyakit demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, merupakan penyakit endemik yang selalu ada sepanjang tahun dan dapat menimbulkan kematian. Jenis serangga tersebut beserta lalat dan kecoa, perlu dikendalikan populasinya. Salah satu bentuk pengendalian serangga yang dapat dilakukan oleh individu (per rumah) atau instansi (perkantoran, perhotelan, perusahaan, dan lain-lain) adalah pengendalian secara kimiawi, dengan menggunakan jasa perusahaan pengendalian hama. Pengendalian serangga secara kimiawi dapat dilihat hasilnya secara cepat, namun perlu diingat pula bahwa penggunaan pestisida secara terus menerus mempunyai dampak buruk terhadap lingkungan diantaranya dapat terjadi resistensi, kerusakan pemangsa alami dan organisme bukan sasaran, bahaya terhadap manusia (keracunan akut maupun kronik) dan kematian.
!
98!
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kadar kholinesterase yang tidak normal dengan batasan nilai < 4600 U/l pada teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014 sebanyak 1 orang dengan persentase sebesar3,1%. 2. Gambaran petugas teknisi pest control adalahmedian umur petugas 38,50 tahun dan terbanyak petugas mempunyai pendidikan tinggi sebanyak 21 orang (65,6%), pengetahuan baik sebanyak 18 orang (56,1%), status gizi normal sebanyak 27 orang (84,4%),tata cara pencampuran pestisida yang baik sebanyak 22 orang (68,8%), frekuensi penyemprotan setiap hari sebanyak 22 orang (68,8%), pemakaian jumlah jenis pestisida kurang dari 2 jenis sebanyak 30 orang (93,8%) dan pemakaian alat pelindung diri yang tidak sesuai sebanyak 17 orang (53,1%). 3. Pada variabel umur dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) didapatkan ada hubungan yang signifikan dengan kadar kolinesterase pada petugas teknisi pest control, tetapi pada variabel lainnya didapatkan tidak
!
99!
ada hubungan dengan kadar kolinesterase pada petugas teknisi Perusahaan Pest Control di Jakarta Tahun 2014.
7.2. Saran Dari hasil pembahasan dan kesimpulan, dapat dibuatkan saran sebagai berikut : 1. Bagi petugas teknisi pest control a. Diharapkan selalu menggunakan Alat Pelindung Diri terutama pelindung kepala, pelindung tubuh, sepatu boot, masker, sarung tangan selama kontak dengan pestisida. b. Menggunakan masker yang disesuaikan dengan jenis pestisida yang digunakan pada saat melakukan penyemprotan. 2. Bagi perusahaan pest control a. Melakukan pemeriksaan kadar kolinesterase secara berkala untuk memberikan perlindungan bagi petugasnya akibat paparan pestisida. b. Melakukan pendataan petugas yang belum mendapatkan pelatihan tentang bahaya keracunan pestisida baik pelatihan yang dilakukan oleh perusahaan, dinas kesehatan DKI Jakarta maupun dari organisasi IPPHAMI. 3. Bagi Peneliti lain a. Melakukan penelitian lebih lanjutmengenai tingkat keracunan pestisida
dengan
menggunakan
desain
case
control
serta
mengembangkan kuesioner yang lebih baik lagi berupa pertanyaan yang tidak mengarahkan.
!
100!
b. Memastikan adanya data sekunder yang spesifik menjelaskan pemeriksaan kadar kolinesterase berkala yang dilakukan oleh perusahaan pest control agar di dapatkan gambaran yang jelas tentang kondisi kesehatan masing-masing petugas teknisinya.
!
101!
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1983. Pengamanan Keracunan Pestisida. Universitas Indonesia, Jakarta. Achmadi, Umar Fahmi. 1985. Intersectoral Collaboration for Minimizing Behavioral Exposure To Pesticide Rationale From A Grossroots Study in Central Javanese Agriculture. Disertasi. Griffith University School Of AES. School Of Australian Environmental Studies. GU.P. 33-36. Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Rajawali Pers, Jakarta. Afriyanto. 2008. Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. Alkhoiri, Amir. 1999. Kajian Cholinesterase Sebagai Parameter Dampak Pestisida. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Cetakan Pertam. PT. Elex Media Komputindo: Jakarta.
!
102!
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rinekas Cipta: Jakarta. Azwar, Saefuddin. 1988. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Liberty. Budiono, A.M.S. 1987.Pengukuran Aktivitas Kolinesterase, Pengamatan Kasus Keracunan Pestisida. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Vol. XX No. 3. Departemen
Tenaga
kerja.
1997/1998.
Metode
Pemeriksaan
Kadar
Cholinesterase dalam Serum Darah.Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga Kerja, Pusat Hyperkes dan Keselamatan Kerja Depnaker. Jakarta. Departemen Kesehatan RI 1984. Pengenalan dan penatalaksanaan keracunan pestisida
(Recognition
Poisonings).Direktorat
and
Management
of
Pestisside
Jenderal PPM & PLP.
Departemen Kesehatan RI. 1994. Pestisida yang Terdaftar dan Diijinkan di Indonesia. Dirjen P2M dan PLP. Departemen
Kesehatan
RI,
Pusat
data
Kesehatan.
Dalam
http://bankdata.depkse.go.id/profil/indo1997/annex/liic62htm. Departemen Kesehatan RI, Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Kesehatan. Jakarta. Depkes RI.
!
103!
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 1999. Laporan Hasil Pemeriksaan Darah (aktivitas enzim kholinesterase) Tenaga Kerja Perusahaan Pengendalian Hama di DKI Jakarta. Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jakarta. Dinas
Kesehatan
DKI
Jakarta.
2001.
Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan
Cholinesterase Darah Teknisi Pest Control. Seksi Kesehatan Lingkungan Tempat-tempat Umum Dinkes. DKI Jakarta. Djoyosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Jakarta. Agromedia Pustaka. Faziah, Endah Gina. 2002. Pengaruh penggunaan alat pelindung diri dengan aktifitas cholinesterase pada teknisi perusahaan pest control di DKI Jakarta Tahun 2002 (Tesis). Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Green, Lawrence. 1980. Health Education Palnning, A Diagnostic Approach. The John Hopkins University. Mayfield Publishing Co.5. California. Hastono, Sutanto Prio. 2007. Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Metode Penelitian dan Tehnik Analisa Data. Salemba: Surabaya. International Labour Office. 1975. Encyclopedia of Occupational Health and SafetyGeneva : ILO.
!
104!
IPCS. Environmental Health Criteria 63: Organophosphorus Insecticides: A General Introduction. Geneva: WHO. 1986. IPPHAMI. Daftar Perusahaan Pest Conrol yang Mendapar Ijin DKK DKI Jakarta.Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Buku%20PEDOMAN%20PENG GUNAAN%20INSEKTISIDA.pdf Kusnoputranto,
H. 1996. Toksikologi Lingkungan, Logam Toksik dan B3.
Universitas Indonesia, Fakultas Keesehatan Masyarakat dan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Jakarta. Komisi Pestisida. 1997. Pestisida Higiene Lingkungan. Komisi Pestisida, Jakarta. Komisi Pestisida. 1998. Pengelolaan Pestisida di Indonesia. Komisi Pestisida, Jakarta. Ma’aruf. 1982. Pengetahuan Dasar-Dasar Pestisida. Subdit P2 Pestisida, Direktorat H&S Ditjend P3M Depkes RI. Jakarta. Muhibat, AS. 1986. Pencemaran Pestisida Pada Perkebunan Santosa PT Perkebunan XIII Pengalengan Jawa Barat dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
!
105!
Munaf, Sjamsuir.1997. Keracunan Akut Pestisida: Teknik Diagnosis, Pertolongan Pertama, Pengobatan dan Pencegahannya. Widya Medika. Jakarta,. Mwanthi, MA dan Kimani, VN. 1993. Patterns of Agrochemical Handling and Community Response in Central Kenya. Journal of Environmental Health, May : 11-16. Nurhayati. 1997.
Hubungan model pakaian pelindung dengan penurunan
kholinesterase pada petani penyemprot hama sayuran. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian. Salemba Medika: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan RI Tahun 2010 tentang Pengendalian Vektor. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida. Pratama, Gilang Rizky. 2008. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Pestisida Terhadap Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Sayuran Di Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi Tahun 2008. Jakarta. Poltekkes Jakarta II. Jurusan Keshatan Lingkungan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
!
106!
Prabowo, Kuat. 2002. Hubungan Antara Karakteristik Individu dan Pekerjaan Dengan Aktivitas Kholinesterase Darah Pada Petani Pengguna Pestisida di Kabupaten Bandung Tahun 2001. Priyanto. 2009. Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Depok. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (Leskonfi). Raini, Mariana. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida.Media Litbang Kesehatan Volume XVII No. 3 Tahun 2007. Rahayu, Geneva. 1982. Efek pestisida organofosfat terhadap penurunan kadar Kolinesterase. Tesis.Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ruhendi, Dedi. 2007. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Aktivitas Kholinesterase Darah Pada Petani Penyemprot Hama Tanaman Holtikultura di Kabupaten Majalengka Tahun 2007. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Runia, Yodenca Assti. 2008. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Pestisida Organofosfat, Karbamat dan Kejadian Anemia Pada Petani Hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. Rustia, Hana Nika. 2009. Pengaruh Pajanan Pestisida Golongan Organofosfat Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Cholinesterase Dalam Darah Petani
!
107!
Sayuran Penyemprot Pestisida (Kelurahan Campang, Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus, Lampung Tahun 2009). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Sartono. 2002. Racun dan Keracunan. Cetakan I. Widya Medika: Jakarta. Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaannya. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sidharta, H. 1971. Keracunan Organofosfat (Insectisida).Majalah Kedokteran Indonesia, No. 7-8. Simbolon, Bintang H. 2004. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Penurunan Kadar Kolinesterase Darah Akibat Penggunaan Pestisida Pada Petani Penyemprot Hama Tanaman Di Kota Metro Propinsi Lampung Tahun 2004. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Soedarmo, S. 1990. Pestisida Tanaman. Kanisius. Jogyakarta. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung. Suhenda, Dadang. 2007. Karakteristik Individu, Waktu Penyemprotan Terakhir, Pengetahuan, Perilaku dan Kadar Cholinesterase Darah Petani di Kabupaten Subang Tahun 2006. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
!
108!
Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Suroso. 2002. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keracunan Pestisida Pada Petani Sayur di Kota Jambi Tahun 2002. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Suwarno. 1999. Hubungan antara karakteristik, pengetahuan dan tindakan petani penyemprot kopi terhadap pemaparan pestisida di Kecamatan Rejang Lebong Selatan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tarumingkeng, RC. 2008. Pestisida dan Penggunaanya. Institut Pertanian Bogor Tugiyo. 1994. Tinjauan terhadap faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan keracunan pestisida pada tenaga kerja di PT Rentokil Indonesia, Jakarta Timur tahun 1990-1994. Depok. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tugiyo.
2003.
Keracunan
Pestisida
Pada
Tenaga
Kerja
Perusahaan
Pengendalian Hama. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. WHO. 1972. Safe Use of Pesticide. WHO TRS : 813. Geneva. WHO,
1986. Organophosphorus Insecticides: A General Instroduction
Environmental Health Criteria.
!
109!
WHO. 1993. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja (Early Detection of Occupational Disease). Alih Bahasa: dr. Joko Suyono, Editor: dr. Caroline Wijaya. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Wudianto, Rini. 2010. Petunjuk Penggunaan Pestisida Edisi Revisi. Jakarta. Penebar Swadaya Zuraida. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Srimahi Tambun Utara, Bekasi Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22988/4/Chapter%20II.pdf http://psp.deptan.go.id/assets/file/PESTISIDA%20TERDAFTAR%20DAN%20D IIZINKAN%20-%202012.pdf [Diakses pada tanggal 8 januari 2015] ! ! ! ! ! ! ! ! ! !
!
110!
!
!
!
!
!
KUESIONER PENELITIAN
TENTANG FAKTOR –FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA BERDASARKAN TOLERANSI TINGKAT KOLINESTERASE PADA TEKNISI PERUSAHAAN PEST CONTROL DI JAKARTA TAHUN 2014
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ingin menyampaikan bahwa akan melaksanakan penelitian mengenai tingkat keracunan pestisida seperti judul di atas. Ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab pertanyaan dibawah ini dengan jujur, semua jawaban Saudara akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr. Wb.
Peneliti
Muhamad Febriansyah A.A
Jakarta, September 2014
(……………………….)
LEMBAR PERSETUJUAN
Setelah mendapatkan informasi dan membaca penjelasan di atas, saya memahami tujuan dan manfaat pemeriksaan ini, saya mengerti bahwa pemeriksaan akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden dan saya menyadari bahwa pengambilan sampel darah ini tidak akan berdampak negatif bagi saya dan institusi. Saya menyadari bahwa keikutsertaan saya dalam pemeriksaan kholinesterase ini sangat besar manfaatnya bagi kesehatan saya sebagai petugas teknisi pest control. Dengan ditandatanganinya lembar persetujuan ini, maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan menjawab pertanyaan di kuesioner dengan sejujurjujurnya.
Jakarta, September 2014 Ttd
…………………………..
No. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5.
Nomor Responden (diisi oleh peneliti) Nama umur Jenis Kelamin (Lingkari yang dipilih) Hasil Pemeriksaan Cholinesterase
6.
Pendidikan
7.
Frekuensi Penggunaan Pestisida
: : :……………………Tahun : Laki-laki/ Perempuan :…………………… 1. 2. 3. 4.
Tidak Sekolah SD, SMP SMA / Sederajat Diploma/ Sarjana atau sederajat 1. Setiap 1 bulan 2. Setiap 2 minggu 3. 1 – 2 x/minggu 4. 3 – 4 x/minggu 5. Setiap hari
No. B. STATUS GIZI 1
Berat Badan
:………………………Kg
2
Tinggi Badan
:………………………Cm
3
Status Gizi (diisi oleh peneliti)
No
C. PENGGUNAAN PESTISIDA
1.
Sebutkan merk pestisida yang digunakan
1. ……………………………. 2. ……………………………. 3. ……………………………. 4. ……………………………. 5. ……………………………. 6. ……………………………..
2.
Dalam satu kali penyemprotan, berapa jenis :………………..Jenis Pestisida pestisida yang digunakan ?
3.
Lama menjadi penyemprot (lama menggunakan pestisida)
:………………..Tahun
No. D. PENGETAHUAN TENTANG PESTISIDA Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda anggap
Coding (diisi oleh
benar. peneliti) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Menurut anda apa yang dimaksud dengan pestisida ? a. obat yang digunakan untuk memberantas atau membasmi hama dan penyakit yang berbahaya bagi manusia b. obat yang digunakan sebagai pemberantas hama yang tidak berbahaya bagi manusia c. obat yang digunakan untuk memberantas dan membunuh serangga hidup Apakah bahaya atau dampak negatif dari penggunaan pestisida ? a. dapat mengakibatkan keracunan bagi penggunanya dan mencemari lingkungan b. tidak membahayakan baik manusia maupun lingkungan c. dapat membunuh tanaman yang ada disekitarnya Melalui apa saja pestisida dapat masuk kedalam tubuh ? a. kulit, mulut, dan pernapasan b. luka yang terbuka c. makanan yang tercemar pestisida Menurut anda informasi penting apa saja yang tercantum pada label kemasan wadah pestisida ? a. cara penggunaan, tindakan pencegahan, dan pertolongan pertama b. merk pestisida atau nama dagang dan harga pestisida c. nama perusahaan dan tanggal kadaluarsa Menurut anda apa yang harus diperhatikan pada saat penyemprotan ? a. Penyemprotan searah dengan arah angin b. Penyemprotan berlawanan dengan arah angin c. Penyemprotan dilakukan didalam ruangan Menurut anda bagaimanakah cara penanganan bekas wadah pestisida yang benar ? a. Dikubur atau ditimbun dengan tanah dan jauh dari sumber air b. Dibakar jauh dari pemukiman c. Dibuang kesungai atau tempat sampah Menurut anda apakah tanda-tanda keracunan pestisida ? a. Sakit kepala, penglihatan kabur, mual, sesak napas, muntahmuntah, dan pingsan b. Tidak terjadi apa-apa c. Tidak tahu Menurut anda apakah manfaat dari pakaian pelindung bagi penyemprot pestisida ? a. Mengurangi masuknya racun kedalam tubuh penyemprot
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
b. Menghindari sengatan matahari c. Sebagai kewajiban yang telah ditetapkan oleh perusahaan tempat saya bekerja Menurut anda apakah akibat jika bekas wadah pestisida digunakan kembali sebagai wadah untuk kepentingan lain (misal: tempat air, minyak, dll) a. Dapat menyebabkan kontak dan keracunan dengan pestisida yang masih tersisa di wadah b. Menyebabkan bau pada air dan minyak c. Tidak menyebabkan apapun Menurut anda apakah pertolongan pertama bagi petugas pest control yang mengalami keracunan pestisida? a. Pindahkan petugas pest control jauh dari sumber pestisida, longgarkan pakaiannya, gerakan tangannya, dan segera hubungi petugas kesehatan b. Dibiarkan hingga sadar sendiri c. Tidak tahu Menurut anda, kapan alat pelindung diri harus digunakan ? a. Waktu mencampur, menyemprot dan mencuci peralatan b. Boleh digunakan kapan saja c. Tergantung lamanya penyemprotan yang dilakukan Dimana harus dilakukan penakaran, pengenceran dan pencampuran pestisida ? a. Di ruang tertutup b. Di tempat yang terbuka atau di luar ruangan c. Dimana saja bisa Menurut anda apa yang harus dilakukan apabila setelah melakukan penyemprotan anda mengalami sakit kepala dan tidak kunjung sembuh ? a. Berhenti kontak dengan pestisida b. Minum obat sakit kepala/ penghilang nyeri c. Segera berobat ke dokter Setelah melakukan penyemprotan apa yang sebaiknya dilakukan dengan pakaian kerja ? a. Di pakai di pekerjaan selanjutnya b. Di cuci dengan sabun c. Di jemur ditempat yang terkena matahari Apakah tujuan penyemprotan yang anda lakukan ? a. Mencegah serangan hama b. Mengendalikam serangan hama c. Membunuh serangan hama
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
No. E. TATA CARA PENCAMPURAN PESTISIDA Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda anggap
Coding (diisi oleh
benar. peneliti) 1
2
3
4
5
Darimana anda memperoleh informasi tentang tata cara meracik pestisida ? a. Pada label yang berada di kemasan/ wadah pestisida b. Teman sekerja c. Pengalaman sendiri Untuk meningkatkan keampuhan pestisida, apakah saudara mencampur beberapa jenis pestisida dalam sekali penyemprotan (2-3 jenis) ? a. Ya b. Kadang-kadang c. tidak Bagaimanakah cara anda menentukan dosis pestisida yang diformulasikan atau dicampur ? a. mengikuti petunjuk pada label atau petugas setempat b. menanyakan pada teman sekerja/ petugas pest control lain c. mengira-ngira takaran untuk setiap jenis pestisida yang dicampur Berapa kali anda melakukan penyemprotan dalam seminggu ? a. 1 x/minggu b. 2 x/minggu c. Setiap hari Bagaimana cara anda mengetahui dosis yang anda gunakan dalam pencampuran pestisida ? a. Berdasarkan petunjuk yang terdapat di kemasan b. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari c. Berdasarkan arahan atau ucapan teman sekerja
F. ALAT PELINDUNG DIRI (Beri tanda ✓ pada jawaban yang dipilih) KadangNo. Pernyataan Selalu kadang 1. Saya menggunakan baju lengan panjang pada saat melakukan penyemprotan pestisida 2. Saya menggunakan celana panjang pada saat melakukan penyemprotan pestisida 3. Saya menggunakan masker pada saat melakukan penyemprotan pestisida 4. Saya menggunakan pelindung mata pada saat melakukan penyemprotan pestisida
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
[ ][ ]
Tidak
5. 6. 7. 8.
Saya menggunakan sarung tangan pada saat melakukan penyemprotan pestisida Saya menggunakan topi atau pelindung kepala pada saat melakukan penyemprotan pestisida Saya menggunakan sepatu boot pada saat melakukan penyemprotan pestisida Saya membersihkan atau mencuci alat pelindung diri setelah melakukan penyemprotan pestisida
`No. G. PELATIHAN PENGAMANAN PENGGUNAAN PESTISIDA 1. Apakah perusahaan tempat anda bekerja pernah memberikan pelatihan/ bimbingan kepada petugasnya dalam 2 tahun terakhir ? (Jika jawaban tidak, maka pertanyaan 2-6 tidak perlu dijawab) a. Ya b. Tidak 2.
3.
4.
5.
6.
Coding
[ ][ ]
Jika Ya, tentang apa pelatihan tersebut ? a. Dampak negative dari pestisida b. Keuntungan digunakannya pestisida dalam kegiatan pest control c. Tata cara yang baik dan aman dalam pengelolaan dan penggunaan pestisida
[ ][ ]
Dalam pelatihan apakah dijelaskan tentang bahaya dari penggunaan pestisida ? a. Ya b. Kadang-kadang c. Tidak
[ ][ ]
Dalam anda ? a. b. c.
[ ] [ ]x
waktu berapa kali pelatihan tersebut dilakukan oleh perusahaan 1 kali 2 kali 3 kali, atau lebih
Menurut anda, apakah manfaat dari pelatihan tersebut terhadap diri anda ? a. Dapat mengetahui dampak negative dari pestisida b. Dapat mengetahui keuntungan dari penggunaan pestisida c. Dapat mengetahui cara aman dalam pengelolaan dan penggunaan pestisida
[ ][ ]
Apakah pada saat pelatihan ada penjelasan mengenai pentingnya melakukan pemeriksaan darah pada petugas pest control secara berkala ? a. Ya b. Kadang – kadang c. tidak
[ ][ ]
UJI NORMALITAS
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic
a
df
Shapiro-Wilk Sig.
Statistic
df
Sig.
Cholinesterase
.107
32
.200
*
.979
32
.756
Umur
.166
32
.025
.926
32
.031
Pend
.312
32
.000
.768
32
.000
PENGETAHUAN
.234
32
.000
.746
32
.000
Gizi
.100
32
.200
*
.965
32
.381
FP
.414
32
.000
.647
32
.000
JML_JENISPESTISIDA
.299
32
.000
.600
32
.000
TATACARA
.194
32
.004
.934
32
.050
APD
.215
32
.001
.885
32
.003
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
UJI UNIVARIAT 1. Kolinesterase Statistics Kolinesterase_baru N
Valid Missing
32 0
Mean
1.0313
Median
1.0000
Mode Std. Deviation
1.00 .17678
Minimum
1.00
Maximum
2.00
Kolinesterase_baru Frequency Valid
Normal
Percent 96.9
96.9
96.9
1
3.1
3.1
100.0
32
100.0
100.0
2. Umur Statistics Umur N
Valid
32
Missing
0
Mean
35.41
Std. Error of Mean
1.894
Median
38.50
Mode
40
Std. Deviation
10.716
Minimum
18
Maximum
52
3. Tingkat Pendidikan
Statistics Pendidikan_baru N
Valid Missing
32 0
Mean
1.6563
Median
2.0000
Mode Std. Deviation
Cumulative Percent
31
Tidak normal Total
Valid Percent
2.00 .48256
Minimum
1.00
Maximum
2.00
Pendidikan_baru Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Rendah
11
34.4
34.4
34.4
Tinggi
21
65.6
65.6
100.0
Total
32
100.0
100.0
4. Pengetahuan Statistics PENGETAHUAN N
Valid
32
Missing
0
Mean
26.44
Median
28.00
Mode
29
Std. Deviation
3.528
Minimum
12
Maximum
30
Pengetahuan_baru Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Pengetahuan Buruk
14
43.8
43.8
43.8
Pengetahuan Baik
18
56.3
56.3
100.0
Total
32
100.0
100.0
5. Status Gizi Gizi_baru Frequency Valid
Kurus
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
15.6
15.6
15.6
Normal
27
84.4
84.4
100.0
Total
32
100.0
100.0
6. Frekuensi Penyemprotan Pestisida Statistics FP N
Valid
32
Missing
0
Mean
4.25
Median
5.00
Mode
5
Std. Deviation
1.244
Minimum
1
Maximum
5
Sum
136 FP Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
setiap 1 bulan
2
6.3
6.3
6.3
setiap 2 minggu
1
3.1
3.1
9.4
1-2 kali/ minggu
6
18.8
18.8
28.1
3-4 kali/ minggu
1
3.1
3.1
31.3
setiap hari
22
68.8
68.8
100.0
Total
32
100.0
100.0
7. Tata Cara Pencampuran Pestisida Statistics TATACARA N
Valid Missing
32 0
Mean
7.16
Median
7.50
Mode Std. Deviation
8 1.668
Minimum
4
Maximum
10
Tatacara_baru1 Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
10
31.3
31.3
31.3
Baik
22
68.8
68.8
100.0
Total
32
100.0
100.0
8. Jumlah dan Jenis Pestisida
Statistics JML_JENISPESTISIDA N
Valid
32
Missing
0
Mean
1.66
Median
1.50
Mode
1
Std. Deviation
.971
Minimum
1
Maximum
6
Jumlahjenis_baru Frequency Valid
Kurang dari 2 jenis Lebih dari 2 jenis Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
30
93.8
93.8
93.8
2
6.3
6.3
100.0
32
100.0
100.0
9. Alat Pelindung Diri Statistics APD N
Valid
32
Missing
0
Mean
12.50
Std. Error of Mean
.710
Median
13.00
Mode
16
Std. Deviation
4.016
Minimum
1
Maximum
18
APD_baru Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
17
53.1
53.1
53.1
Baik
15
46.9
46.9
100.0
Total
32
100.0
100.0
UJI BIVARIAT
1. Gambaran Umur dengan Kolinesterase (Uji Korelasi & Regresi Linear) Correlations Umur Umur
Cholinesterase
Pearson Correlation
1
.371
Sig. (2-tailed)
.036
N Cholinesterase
*
32
32
*
1
Pearson Correlation
.371
Sig. (2-tailed)
.036
N
32
32
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Model Summary Model
R
1
R Square .371
a
Adjusted R Square .138
Std. Error of the Estimate .109
1290.437
a. Predictors: (Constant), Umur
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
b
df
Mean Square
7996709.766
1
7996709.766
Residual
4.996E7
30
1665227.537
Total
5.795E7
31
F
Sig. 4.802
.036
a
a. Predictors: (Constant), Umur b. Dependent Variable: Cholinesterase
Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) Umur
Std. Error
6340.799
799.043
47.397
21.629
a. Dependent Variable: Cholinesterase
Coefficients Beta
t
.371
Sig. 7.935
.000
2.191
.036
2. Gambaran Tingkat Pendidikan dengan Kolinesterase Group Statistics Pendidikan_baru Cholinesterase
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Rendah
11
7435.45
1474.356
444.535
Tinggi
21
8324.57
1235.104
269.522
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Cholinesterase Equal
.189
variances
Sig.
t
.667
df -
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference 30
.080 -889.117
491.178
1.810
Lower
Upper - 114.002
1892.236
assumed Equal variances not
- 17.520
.105 -889.117
519.859
1.710
- 205.217 1983.451
assumed
3. Gambaran Pengetahuan dengan Kolinesterase Group Statistics Pengetahuan_baru Cholinesterase
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pengetahuan Buruk
14
8447.93
1293.574
345.722
Pengetahuan Baik
18
7685.28
1363.814
321.454
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Cholinesterase Equal
.141
Sig.
t
df
.710 1.605
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference Lower 30
.119
762.651
475.308
variances
Upper - 1733.360
208.059
assumed Equal
1.616 28.758
.117
762.651
472.077
variances not
- 1728.510 203.208
assumed
4. Gambaran Status Gizi dengan Kolinesterase Group Statistics Gizi_baru Cholinesterase
N
Kurus Normal
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
5
7777.00
2025.880
906.001
27
8063.74
1258.661
242.229
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Cholinesterase Equal
3.246
Sig.
t
.082 -.425
df 30
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference .674 -286.741
674.658
variances
Lower
Upper - 1091.095
1664.577
assumed Equal variances not assumed
-.306 4.589
.773 -286.741
937.824
- 2190.480 2763.962
5. Gambaran Tata Cara Pencampuran dengan Kolinesterase Group Statistics Tatacara_baru1 Cholinesterase
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Buruk
10
7695.20
1179.179
372.889
Baik
22
8166.09
1446.094
308.308
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Cholinesterase Equal
Sig.
.187
t
.668 -.900
df
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference 30
.375 -470.891
Lower
523.064
variances
Upper - 597.348
1539.129
assumed Equal
-.973 21.254
.341 -470.891
483.839
variances not
- 534.575 1476.357
assumed
6. Gambaran Frekuensi Penyemprotan dengan Kolinesterase (Uji Anova) Descriptives Cholinesterase 95% Confidence Interval for Mean
Std. N
Mean
Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
setiap 1 bulan
2
7003.50
3589.981
2538.500
-25251.20
39258.20
4465
9542
setiap 2 minggu
1
9070.00
.
.
.
.
9070
9070
1-2 kali/ minggu
6
7871.33
1638.223
668.802
6152.12
9590.54
6369
10812
3-4 kali/ minggu
1
9874.00
.
.
.
.
9874
9874
setiap hari
22
8019.41
1089.075
232.191
7536.54
8502.28
6030
9689
Total
32
8018.94
1367.285
241.704
7525.98
8511.90
4465
10812
ANOVA Cholinesterase Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
6738942.723
4
1684735.681
Within Groups
5.121E7
27
1896836.783
Total
5.795E7
31
F
Sig. .888
.484
7. Gambaran Jumlah Jenis Pestisida dengan Kolinesterase Group Statistics Jumlahjenis_baru Cholinesterase
N
Kurang dari 2 jenis Lebih dari 2 jenis
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
30
8046.70
1407.323
256.941
2
7602.50
383.959
271.500
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Cholinesterase Equal
2.441
Sig.
t
.129 .439
df 30
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference .664
444.200 1011.785
variances
Lower
Upper - 2510.540
1622.140
assumed Equal variances not assumed
1.188 3.497
.309
444.200
373.806 -655.309 1543.709
8. Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kolinesterase Group Statistics APD_baru Cholinesterase
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Buruk
17
7548.24
1342.885
325.697
Baik
15
8552.40
1226.634
316.716
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Sig. (2-
F Cholinesterase Equal variances
.136
Sig. .715
t
df -
Mean
Std. Error
tailed) Difference Difference 30
.036 -1004.165
456.956
2.198
Lower
Upper - -70.937
1937.393
assumed Equal variances not assumed
- 29.955 2.210
.035 -1004.165
454.299
- -76.304 1932.026