HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: FITRIANI AZHARI NIM: 1110101000074
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
Lampiran Kuesioner Penelitian HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 Nomor kuesioner
:……….……….
Tanggal wawancara
:…………… ….
Nama pewawancara
:……….………. Informed Consent
Sdr/i perkenalkan nama saya Fitriani Azhari. Saya mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya sedang melakukan pengumpulan data tentang Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia Pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Kuliah (Skripsi). Terkait hal itu saya ingin melakukan wawancara dengan sdr/i. Wawancara ini tidak bersifat wajib, namun jika sdr/i bersedia saya wawancarai maka sdr/sdri wajib menjawab seluruh pertanyaan yang ada. Saya menjamin data yang sdr/sdri berikan hanya akan di gunakan dalam penelitian ini. Sebelumnya saya mohon maaf karena telah menyita waktu sdr/i. Untuk itu saya mohon kesedian sdr/i untuk berperan dalam penelitian saya dengan menandatangani lembar persetujuan di bawah ini. Atas bantuan dan kesediaan sdr/i, saya ucapkan terima kasih dan semoga sdr/i mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Izin subjek penelitian Saya memahami keterangan yang di berikan dan saya setuju untuk di wawancarai ……………………….. (
)
izin:
1. Ya
2. Tidak
Petujuk pengisian: Isilah pertanyaan singkat dan berilah lingkaran (o) atau tanda silang (x) pada jawaban yang di pilih.
No
Identitas Responden
Jawaban
Kode
1.
Nama Responden :
2.
Umur
:
…………………...….. Tahun
3.
Alamat
:
………………………...
4.
Pendidikan
:
1. Tidak tamat SD 2. SD 3. SMP 4. SMA 5. PT
Daftar Pertanyaan 5.
Jawaban
Apakah anda sering mengalami gejala di
Ya
Tidak
bawah ini dalam 1 tahun terakhir? a. lemah, letih, lesu, mudah lelah b. nafsu makan berkurang c. wajah pucat d. mata berkunang-kunang e. sering sakit 6.
Apakah anda perokok? Jika jawaban
1. Ya
“YA” maka lanjutkan ke pertayaan no
2. Tidak
7,8,9 7.
Sudah berapa lama anda merokok?
8.
Berapa
batang
rokok
yang
……………….....……. Tahun anda
…………………......… Batang
habiskan dalam sehari? 9.
Jenis rokok apa yang anda hisap?
1. Rokok Kretek (Non Filter) 2. Rokok Biasa (Filter)
11.
Sudah berapa lama anda berdagang di Terminal Bus Kampung Rambutan?
……………….….…... Tahun
Kode
12.
Berapa jam anda berdagang dalam 1 hari
…………………….… Jam/hari
di Terminal Bus Kampung Rambutan? 13.
Apakah
anda
mengkonsumsi
zat
tambahan (suplemen) vitamin C selama
1. Tidak 2. Ya
1 tahun terakhir? 14.
Apakah
anda
mengkonsumsi
zat
tambahan (suplemen) penambah darah
1. Tidak 2. Ya
selama 1 tahun terakhir
No
Lembar observasi
Konsentrasi
1.
Kadar Hemoglobin (Hb)
………………………...g/dl
2.
Kadar Timbal (Pb) pada urin
………………….…… mg/L
Kode
Tabel Semi Food Frequently Questionaire (SFFQ)
Jenis makanan
Hari
Minggu
Bulan
Tahun
Tidak
URT (Ukuran
(7)
(30)
(365)
pernah
Rumah Tangga)
Sumber Zat Besi Kentang
(buah)
Jagung
(buah)
Bayam
(mangkuk)
Kangkung
(Mangkuk)
Telur
(butir)
Ikan
(potong)
Kerang
(potong)
Daging
(potong)
Udang
(potong)
Tahu
(potong)
Tempe
(potong)
Sumber Vitamin C Apel
(buah)
Jeruk
(buah)
Semangka
(potong)
Melon
(potong)
Pepaya
(potong)
Pisang
(buah)
Mangga
(buah)
Sumber Asam Folat Kacang panjang
(sdm)
Kacang merah
(sdm)
Buncis
(sdm)
Lampiran foto Sampel urin sebelum didestruksi
Sampel urin sebelum didestruksi
Sampel urin sebelum didestruksi
Sampel urin setelah didestruksi
Pengukuran kadar Pb di SSA
Pengukuran kadar Pb di SSA
Pengukuran kadar Pb di SSA
Hot Plat
Hot Plat & Lemari Asam
Strip Hemoglobin
Blood lancets
Alcohol swabs
Easy touch GC Hb
Thermos ice
LAMPIRAN OUTPUT SPSS
ANALISIS UNIVARIAT 1. Gambaran kejadian anemia Statistics HBKLOMPOK N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
54 0 1.61 2.00 2 .492 1 2
HBKLOMPOK
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
21
38.9
38.9
38.9
tidak anemia
33
61.1
61.1
100.0
Total
54
100.0
100.0
anemia
2. Gambaran umur Statistics umurKLP N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
54 0 1.87 2.00 2 .339 1 2
umurKLP
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
non produktif
7
13.0
13.0
13.0
produktif
47
87.0
87.0
100.0
Total
54
100.0
100.0
3. Gambaran pendidikan Statistics PDDKNKLOMPK N
Valid
54
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
0 1.39 1.00 1 .492 1 2 PDDKNKLOMPK
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
33
61.1
61.1
61.1
tinggi
21
38.9
38.9
100.0
Total
54
100.0
100.0
4. Gambaran kadar Pb pada urin Statistics kadar timbal pada urin N
Valid Missing
Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
54 0 .28454 .27550 a .122 .086664 .078 .525
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
kadar timbal pada urin
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
0.078
1
1.9
1.9
1.9
0.122
2
3.7
3.7
5.6
0.17
1
1.9
1.9
7.4
0.185
1
1.9
1.9
9.3
0.187
1
1.9
1.9
11.1
0.193
1
1.9
1.9
13.0
0.195
2
3.7
3.7
16.7
0.212
1
1.9
1.9
18.5
0.225
2
3.7
3.7
22.2
0.227
1
1.9
1.9
24.1
0.235
1
1.9
1.9
25.9
0.237
2
3.7
3.7
29.6
0.24
1
1.9
1.9
31.5
0.242
1
1.9
1.9
33.3
0.247
1
1.9
1.9
35.2
0.248
1
1.9
1.9
37.0
0.25
1
1.9
1.9
38.9
0.26
2
3.7
3.7
42.6
0.262
1
1.9
1.9
44.4
0.267
1
1.9
1.9
46.3
0.268
1
1.9
1.9
48.1
0.273
1
1.9
1.9
50.0
0.278
1
1.9
1.9
51.9
0.282
1
1.9
1.9
53.7
0.285
1
1.9
1.9
55.6
0.295
1
1.9
1.9
57.4
0.298
1
1.9
1.9
59.3
0.3
2
3.7
3.7
63.0
0.317
1
1.9
1.9
64.8
0.322
2
3.7
3.7
68.5
0.33
1
1.9
1.9
70.4
0.335
2
3.7
3.7
74.1
0.337
1
1.9
1.9
75.9
0.348
1
1.9
1.9
77.8
0.35
1
1.9
1.9
79.6
0.358
1
1.9
1.9
81.5
0.36
1
1.9
1.9
83.3
0.373
2
3.7
3.7
87.0
0.383
1
1.9
1.9
88.9
0.387
1
1.9
1.9
90.7
0.393
1
1.9
1.9
92.6
0.407
1
1.9
1.9
94.4
0.443
1
1.9
1.9
96.3
0.467
1
1.9
1.9
98.1
0.525
1
1.9
1.9
100.0
Total
54
100.0
100.0
5. Gambaran perilaku merokok Statistics perilaku merokok responden N
Valid
54
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
0 1.70 2.00 2 .461 1 2 perilaku merokok responden
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ya
16
29.6
29.6
29.6
tidak
38
70.4
70.4
100.0
Total
54
100.0
100.0
6. Gambaran hasil perhitungan indeks brinkman Statistics indekbrinkklompk N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
16 0 1.94 2.00 2 .250 1 2
indekbrinkklompk
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
perokok berat
1
6.2
6.2
6.2
perokok ringan
15
93.8
93.8
100.0
Total
16
100.0
100.0
7. Gambaran lama berkerja sebagai pedagang Statistics LAMADAGANG N
Valid
54
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
0 1.13 1.00 1 .339 1 2
LAMADAGANG
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
> 1 tahun
47
87.0
87.0
87.0
< 1 tahun
7
13.0
13.0
100.0
Total
54
100.0
100.0
8. Gambaran konsumsi zat besi Statistics BESIKLMPOK N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
54 0 1.50 1.50 1a .505 1 2
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
BESIKLMPOK
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
27
50.0
50.0
50.0
cukup
27
50.0
50.0
100.0
Total
54
100.0
100.0
9. Gambaran konsumsi vitamin C Statistics VITCKLOMPOK N
Valid
54
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
0 1.50 1.50 1a .505 1 2
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown VITCKLOMPOK
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
rendah
27
50.0
50.0
50.0
cukup
27
50.0
50.0
100.0
Total
54
100.0
100.0
10. Gambaran konsumsi asam folat Statistics FOLATKLOMPOK N
Valid
Missing Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
54 0 1.50 1.50 1a .505 1 2
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
FOLATKLOMPOK
Valid
Cumulative Percent
Frequency
Percent
Valid Percent
rendah
27
50.0
50.0
50.0
cukup
27
50.0
50.0
100.0
Total
54
100.0
100.0
ANALISIS BIVARIAT 1. Hubungan kadar Pb urin dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
kadar timbal pada urin
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
Descriptives
kadar timbal pada urin
Mean
Statistic
Std. Error
.28454
.011793
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
.26088
5% Trimmed Mean
.28349
Median
.27550
.30819
Variance
.008
Std. Deviation
.086664
Minimum
.078
Maximum
.525
Range
.447
Interquartile Range
.107
Skewness
.234
.325
Kurtosis
.481
.639
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic kadar timbal pada urin
.061
a. Lilliefors Significance Correction
df 54
Shapiro-Wilk
Sig. *
.200
Statistic
df
Sig.
.990
54
.921
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic kadar timbal pada urin
df
.061
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
.990
54
.921
*
54
.200
*. This is a lower bound of the true significance. Group Statistics HBKLOMPOK kadar timbal pada urin
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
anemia
21
.33033
.093967
.020505
tidak anemia
33
.25539
.068328
.011894
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
kadar timbal Equal pada urin variances assumed
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
Std. Mean Error Sig. (2- Differenc Differenc tailed) e e
F
Sig.
t
df
3.534
.066
3.391
52
.001
.074939 .022102 .030588 .119291
3.161
33.36 3
.003
.074939 .023705 .026731 .123148
Equal variances not assumed
Lower
2. Hubungan umur dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
umurKLP * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
umurKLP * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
umurKLP
non produktif
Count % within umurKLP
produktif
Count % within umurKLP
Total
Count % within umurKLP
anemia
tidak anemia
Total
2
5
7
28.6%
71.4%
100.0%
19
28
47
40.4%
59.6%
100.0%
21
33
54
38.9%
61.1%
100.0%
Upper
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.360a
1
.548
.034
1
.853
.373
1
.541
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.693
.437
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.354
1
.552
54
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.72. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for umurKLP (non produktif / produktif) For cohort HBKLOMPOK = anemia For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
.589
.103
3.359
.707
.208
2.398
1.199
.710
2.026
54
3. Hubungan pendidikan dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
PDDKNKLOMPK rendah
Count % within PDDKNKLOMPK
tinggi
Count % within PDDKNKLOMPK
Total
Count
anemia
tidak anemia
Total
14
19
33
42.4%
57.6%
100.0%
7
14
21
33.3%
66.7%
100.0%
21
33
54
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
PDDKNKLOMPK rendah
tidak anemia
Total
14
19
33
42.4%
57.6%
100.0%
7
14
21
33.3%
66.7%
100.0%
21
33
54
38.9%
61.1%
100.0%
Count % within PDDKNKLOMPK
tinggi
anemia
Count % within PDDKNKLOMPK
Total
Count % within PDDKNKLOMPK Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.446a
1
.504
.146
1
.703
.450
1
.502
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.575
.353
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.438
1
.508
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.17. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for PDDKNKLOMPK (rendah / tinggi) For cohort HBKLOMPOK = anemia For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
1.474
.471
4.608
1.273
.617
2.625
.864
.567
1.316
54
4. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
inbrinmanklompok * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
16
29.6%
38
70.4%
54
100.0%
inbrinmanklompok * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
inbrinmanklompok
perokok berat
anemia
tidak anemia
Total
0
1
1
.0%
100.0%
100.0%
6
9
15
40.0%
60.0%
100.0%
6
10
16
37.5%
62.5%
100.0%
Count % within inbrinmanklompok
perokok ringan
Count % within inbrinmanklompok
Total
Count % within inbrinmanklompok Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.640a
1
.424
.000
1
1.000
.980
1
.322
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
1.000
.625
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.600
1
.439
16
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .38. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
1.667
1.103
2.519
16
5. Hubungan lama berkerja dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
LAMADAGANG * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
LAMADAGANG * HBKLOMPOK Crosstabulation
HBKLOMPOK
LAMADAGANG > 1 tahun
anemia
tidak anemia
Total
19
28
47
40.4%
59.6%
100.0%
2
5
7
28.6%
71.4%
100.0%
21
33
54
38.9%
61.1%
100.0%
Count % within LAMADAGANG
< 1 tahun
Count % within LAMADAGANG
Total
Count % within LAMADAGANG
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.360a
1
.548
.034
1
.853
.373
1
.541
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.693
.437
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.354
1
.552
54
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.72. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for LAMADAGANG (> 1 tahun / < 1 tahun) For cohort HBKLOMPOK = anemia For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
1.696
.298
9.667
1.415
.417
4.800
.834
.494
1.409
54
6. Hubungan konsumsi zat besi dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid N
Percent
Missing N
Percent
Total N
Percent
Case Processing Summary Cases Valid
BESIKLMPOK * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
BESIKLMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
BESIKLMPOK
rendah
Count % within BESIKLMPOK
cukup
Count % within BESIKLMPOK
Total
Count % within BESIKLMPOK
anemia
tidak anemia
Total
11
16
27
40.7%
59.3%
100.0%
10
17
27
37.0%
63.0%
100.0%
21
33
54
38.9%
61.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.078a
1
.780
.000
1
1.000
.078
1
.780
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.076
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
1.000
.500
.782
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for BESIKLMPOK (rendah / cukup) For cohort HBKLOMPOK = anemia For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
1.169
.391
3.494
1.100
.563
2.150
.941
.615
1.441
54
7. Hubungan konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
VITCKLOMPOK * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
VITCKLOMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
VITCKLOMPOK
rendah
Count % within VITCKLOMPOK
cukup
anemia
tidak anemia
Total
12
15
27
44.4%
55.6%
100.0%
9
18
27
33.3%
66.7%
100.0%
Count % within VITCKLOMPOK
Total
Count % within VITCKLOMPOK
21
33
54
38.9%
61.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.701a
1
.402
.312
1
.577
.703
1
.402
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.688
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.577
.289
.407
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for VITCKLOMPOK (rendah / cukup) For cohort HBKLOMPOK = anemia For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
1.600
.531
4.821
1.333
.675
2.632
.833
.542
1.281
54
8. Hubungan konsumsi asam folat dengan kejadian anemia Case Processing Summary Cases Valid
FOLATKLOMPOK * HBKLOMPOK
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
FOLATKLOMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation HBKLOMPOK
FOLATKLOMPOK
rendah
% within FOLATKLOMPOK cukup
tidak anemia
Total
9
18
27
33.3%
66.7%
100.0%
12
15
27
44.4%
55.6%
100.0%
Count % within FOLATKLOMPOK
Total
anemia Count
Count % within FOLATKLOMPOK
21
33
54
38.9%
61.1%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.701a
1
.402
.312
1
.577
.703
1
.402
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.688
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.577
.289
.407
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for FOLATKLOMPOK (rendah / cukup) For cohort HBKLOMPOK = anemia For cohort HBKLOMPOK = tidak anemia N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
.625
.207
1.883
.750
.380
1.480
1.200
.781
1.845
54
OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS (r tabel 0,361) Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
.300
N of Items
.082
12 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted umur pendidikan terakhir gejala anemia (5 L) gejala anemia (nafsu makan berkurang) gejala anemia (wajah pucat) gejala anemia (mata berkunang-kunang) gejala anemia (sering sakit) perilaku merokok responden lama berdagang lama jam berdagang dalam sehari konsumsi vit c konsumsi suplemen tambah darah
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
38.07 72.10 73.83
82.616 297.059 290.144
.376 -.274 -.133
.405 .238 .407
.026 .331 .309
73.60
286.731
.070
.400
.300
73.43
290.806
-.168
.542
.311
73.63
289.482
-.092
.341
.307
73.77 73.60 65.77
290.461 297.283 170.599
-.148 -.545 .465
.300 .475 .552
.310 .328 .014
62.60
213.421
.210
.386
.216
73.40
292.455
-.320
.310
.315
73.40
289.421
-.103
.198
.307
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
.644
N of Items
.313
3 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted lama merokok responden banyak batang rokok yang dikonsumsi jenis rokok yang dikonsumsi
Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Item Deleted Total Correlation Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
8.67
118.970
.844
.713
-.028a
7.83
49.242
.838
.725
-.030a
12.67
301.333
-.242
.076
.869
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Juli 2014
Fitriani Azhari
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Juli 2014 FITRIANI AZHARI, NIM:1110101000074 HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 (xiv + 102 halaman, 12 tabel, 4 bagan, 1 gambar, 29 lampiran) ABSTRAK Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. prevalensi anemia di DKI Jakarta pada wanita dewasa tidak hamil 27,6%, laki-laki 14,6 %, anak-anak 18,6% dan wanita hamil 59,1%. Sehingga dapat disimpulkan jumlah tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil (Riskesdas, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan, didapatkan 5 orang diantara 10 pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur menderita anemia. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan April sampai dengan Mei tahun 2014 di Terminal Bus Kampung Rambutan. Penelitian ini mengunakan sampel jenuh sebanyak 54 orang dan menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pedagang wanita yang mengalami anemia sebanyak 21 (38,9%) sedangkan yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 33 (61,1%). Selain itu terdapat keterkaitan antara kadar Pb pada urin dengan kejadian anemia (P value 0,001), namun pada variabel karakteristik individu tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia (umur (P value 0,693), pendidikan (P value 0,703), perilaku merokok (P value 1,000), lama berkerja (P value 0,693), konsumsi zat besi (P value 1,000), konsumsi vitamin C (P value 0,577) dan konsumsi asam folat (P value 0,577)). Untuk menanggulangi masalah ini, DISHUB terminal Bus Kampung Rambutan perlu melakukan pengukuran kadar Pb udara ambient, sehingga dengan adanya pengukuran tersebut dapat dibuat upaya kebijakan untuk meminimalisir seperti membuat program penghijauan atau pemenuhan ruang terbuka hijau. Selain itu juga diharapkan bagi pedagang disana untuk lebih sering melakukan pemeriksaan Hb dan mulai membiasakan diri untuk menggunakan masker secara rutin ketika sedang berdagang di terminal. upaya ini dilakukan untuk meminimalisir emisi kendaraan bermotor yang mengandung polutan Pb terakumulasi didalam tubuh. Daftar bacaan: 88 (1992 - 2014) Kata kunci: Anemia, Timbal (Pb), Terminal Bus Kampung Rambutan.
ii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, July 2014 FITRIANI AZHARI, NIM: 1110101000074 RELATION OF LEAD IN URINE AND INDIVIDUAL CHARACTERISTICS WITH CASE OF ANEMIA IN KAMPUNG RAMBUTAN BUS STATION EAST JAKARTA 2014 (xv + 102 pages, 12 tables, 4 charts, 1 pictures, 29 attachments) ABSTRACT Anemia is a disease characterized by deficient blood levels of hemoglobin (Hb) and red blood cells (erythrocytes) lower than normal. prevalence of anemia in Jakarta on non-pregnant adult women 27,6%, male 14,6 %, children 18,6% and pregnant women 59,1%. It can be concluded there is the highest number of patients with anemia in pregnant women and non-pregnant adult women (Riskesdas, 2007). Based on the results of preliminary studies, it was found 5 womens among 10 traders in Kampung Rambutan bus station, East Jakarta have anemia. This research is a quantitative study using descriptive analytical cross-sectional study design conducted from April to May 2014 in Kampung Rambutan bus station. This research used a saturated sample 54 people analyzed with univariate and bivariate analysis. The results showed that merchants women’s who are anemia were 21 (38.9%) who did not have anemia, while many as 33 (61.1%). In addition there is a link between lead concentrations in urine with anemia (P value 0.001), but not on the individual characteristics variables has associated with anemia (age (P value 0.693), education (P value 0.703), smoking (P value 1.000), duration of work (P value 0.693), consumption of iron (P value 1.000), consumption of vitamin C (P value 0.577) and consumption of folic acid (P value 0.577)). To overcome this problem, DISHUB of the Kampung Rambutan bus station needs to perform the measurement of ambient air Pb levels, so that the presence of these measurements can be made efforts to minimize such policies make greening program or fulfillment of green open space. It is also expected for the merchants there to screen their Hb frequently , and start getting used to using a mask on a regular basis while trading in the bus station. This effort is made to minimize vehicle emissions Pb-containing pollutants accumulate in the body. Reference: 88 (1992 - 2014) Keyword: Anemia, Lead (Pb), Kampung Rambutan Bus Station. iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS PERSONAL Nama
: Fitriani Azhari
TTL
: Meranti Paham, 26 Oktober 1992
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Ponsel
: 081263746670
Alamat Provinsi
: Dsn IV Meranti Paham- Kabupaten Labuhan BatuSumatera Utara
Email
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2010 – 2014
: Peminatan Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2007 – 2010
: MAN Rantau Prapat - Sumatera Utara
2004 – 2007
: MTS AL-IKHLAS Kebun Ajamu - Sumatera Utara
1999 – 2004
: SDN NO 116248 Desa Meranti Paham - Sumatera Utara
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, “Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu” Ahammdulillahirobbil alamin, puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT telah memberikan nikmat yang berlimpah bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita Di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2014”. Sholawat beserta salam penulis hanturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan syafaat dan pertolongan nanti di yaumil qiyamah. Amin Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Harapan kedepannnya hasil penelitian ini dapat berguna dalam penatalaksanaan penyakit anemia yang banyak diderita oleh orang diseluruh dunia. Skripsi ini bukan hanya karena usaha penulis semata-mata, tetapi banyak juga pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes sebagai pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini. 2. Ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. vii
4. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen peminatan kesling UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 5. Kedua orang tua (Mairin S.pd, Saimi) dan adik-adikku tersayang (Yusri, Fipi, Asri, Nurul) yang selalu memberikan dukungan, nasehat serta doa yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penuyusan skripsi ini. 6. Kepala UP.Terminal Angkutan Jalan DISHUB Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Terminal Bus Dalam Kota dan Luar Kota Kampung Rambutan yang telah memberikan izin penelitian. 7. Kepala Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, yang telah memberikan izin untuk melakukan analisis kandungan Pb pada sampel urin. 8. Zainuddin Kholik Sagala,
yang tidak pernah bosan-bosannya selalu
memberikan dukungan semangat yang luar biasa atas kelancaran penyusunan skripsi ini 9. Irpan Darmansyah Harahap, Rizka Najla Huwaida dan kak Eka Ariska Lubis, yang telah memberikan bantuan pengukuran kadar hemoglobin
dan
pengambilan sampel urin serta bantuan analisis menggunakan software nutri survey. 10. Jamaah kesling 2010 (Ilham, Akbar, Febri, Angger, Fuad, Tuti, Rizka, Nida, Annis, Yuni, Ifa, Reka, Dila, Fira, Misyka, Alya) dan teman-teman seperjuangan kesmas 2010 yang telah mendukung kelancaran penyusunan skripsi ini, terima kasih atas segala bantuan apapun. Jakarta, 7 Juli 2014 viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………..
i
ABSTRAK………………………………………………………………..
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN……………………………………..
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………….
v
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
vi
DAFTAR ISI………………………………………………………….….
viii
BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………….…
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………..
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….
6
1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………
7
1.4 Tujuan Penelitian…………………………………………………..
8
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………
9
1.6 Ruang Lingkup…………………………………………………….
10
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….
11
2.1 Anemia……………………………………………………….……
11
2.1.1 Definisi Anemia…………………………………………...
11
2.1.2 Wanita dan anemia………………………………………..
12
2.1.3 Etiologi anemia……………………………………………
13
2.1.4 Gejala anemia……………………………………………..
14
2.1.5 Faktor resiko anemia………………………………………
14
ix
2.2 Timbal (Pb)………………………………………………………..
18
2.2.1 Definisi Pb………………………………………………..
19
2.2.2 Sumber pencemaran Pb……………………………………
20
2.2.3 Mekanisme Pb masuk ke tubuh manusia………………….
23
2.2.4 Waktu paruh Pb…………………………………………...
26
2.2.5 Nilai ambang batas Pb…………………………………….
27
2.2.6 Hubungan Pb pada Urin dengan kejadian anemia………..
29
2.2.7 Dampak paparan Pb terhadap kesehatan………………….
31
2.3 Hasil Penelitian Antara Timbal (Pb) dengan Anemia……………..
34
2.4 Kerangka Teori…………………………………………………….
37
BAB
III:
KERANGKA KONSEP,
HIPOTESIS
DAN
DEFINISI
OPERASIONAL………………………………………………….……..
38
3.1 Kerangka Konsep…………………………………………………
38
3.2 Defenisi Operasional ……………………………………………..
39
3.3 Hipotesis ………………………………………………………….
42
BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN……………………….…….
43
4.1 Desain Penelitian………………………………………………….
43
4.2 Populasi dan Sampel………………………………………….…...
43
4.3 Instrumen Penelitian………………………………………………
45
4.3.1 Prosedur Pengukuran Hemoglobin (Hb)………………….
45
4.3.2 Prosedur Pengukuran Pb pada Urin………………………
47
x
4.3.3 Prosedur Pengumpulan Data Tingkat Asupan Fe, Tingkat Asupan Vitamin C dan Tingkat Asupan Asam Folat……..
48
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………..
50
4.5 Pengolahan Data…………………………………………..………
51
4.6 Analisis Data………………………………………………………
52
BAB V: HASIL…………………………………………………………..
54
4.1 Analisis Univariat…………………………………………………
54
4.1.1 Gambaran Kejadian Anemia………………………………
54
4.1.2 Gambaran Kandungan Timbal (Pb) pada Urin……………
55
4.1.3 Gambaran Karakteristik Individu…………………………
55
4.2 Analisis Bivariat…………………………………………………..
57
4.2.1 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia ………………………………………………….... 4.2.2 Hubungan
Karakteristik
Individu
dengan
57
Kejadian
Anemia…………………………………………………….
58
BAB VI: PEMBAHASAN………………………………………………
63
6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………………...
63
6.2 Kejadian Anemia………………………………………………….
63
6.3 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia
61
6.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia…..…
69
xi
BAB VII: SIMPULAN DAN SARAN…………………………………
88
7.1 Simpulan…………………………………………………….…….
88
7.2 Saran ……………………………………………………………...
90
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
92
LAMPIRAN……………………………………………………………...
103
xii
DAFTAR TABEL
No
Judul Tabel
Halaman
2.1
Nilai ambang batas kadar hemoglobin (Hb)
12
2.2
Standar dan regulasi Pb
27
2.3
Angka acuan untuk substansi tunggal didalam udara
28
berdasarkan efek yang ditimbulkan berupa penyakit atau bau dan gangguan lainnya 2.4
Dampak paparan Pb terhadap kesehatan
34
2.5
Hasil penelitian antara Pb dengan anemia
35
3.1
Definisi operasional
39
4.1
Perhitungan ukuran tingkat asupan zat besi, vitamin C,
49
asam folat 5.1
Distribusi kejadian anemia pada pedagang wanita Di
54
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 5.2
Distribusi kandungan Pb pada urin pada pedagang wanita
55
Di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 5.3
Distribusi karakteristik individu pada pedagang wanita Di
56
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 5.4
Hubungan kadar Pb pada urin dengan kejadian anemia
58
pada pedagang wanita Di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 5.5
Hubungan karakteristik individu dengan kejadian anemia pada pedagang wanita Di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
xiii
59
DAFTAR BAGAN
No
Judul Bagan
Halaman
2.1
Biotranformasi Pb dalam tubuh manusia
23
2.2
Mekanisme paparan Pb menyebabkan anemia
30
2.3
Kerangka teori
37
3.1
Kerangka konsep
38
xiv
DAFTAR GAMBAR
No 4.1
Judul Gambar Gambaran lokasi penelitian
Halaman 51
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun, menghadapi banyak masalah kesehatan masyarakat. Sebagai negara agraris yang memasuki era industrilisasi membawa Indonesia ke dalam berbagai transisi, yaitu transisi epidemiologi (penyakit), demografi (kependudukan), dan lingkungan. Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut masih merupakan penyebab utama kematian. Penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi pola kesakitan dan kematian di Indonesia, mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Achmadi, 2011). Salah satu penyakit berbasis lingkungan karena permasalahan lingkungan yaitu Anemia. Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh, (Handayani et al, 2008). Anemia menyerang lebih dari 2 milyar penduduk dunia. Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita anemia dengan prevalensi 51%.
Prevalensi Anemia tertinggi terdapat di Asia
Selatan 64%, Asia Tenggara 47%, Timur Tengah 27%, Cina 26% dan Amerika Serikat 21% (Gibney, et al, 2005). Prevalensi Anemia di Indonesia menurut Husaini dkk dalam Handayani et al, (2008) anak prasekolah 30-40 %, anak usia sekolah 25-35%, dewasa tidak hamil 30-40%, hamil 50-70%, laki-laki dewasa 20-30%, pekerja berpenghasilan rendah 301
40%, berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan jumlah tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil. Hasil penelitian sebelumnya menunjukan jumlah tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita hamil dan wanita usia subur, dengan prevalensi pada wanita hamil 50-63% dan wanita usia subur 40% (Mulansari, 2012). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2007) prevalensi anemia di DKI Jakarta pada wanita dewasa tidak hamil 27,6%, laki-laki 14,6 % dan anak-anak 18,6% dan wanita hamil 59,1%. Berdasarkan data prevalensi anemia di DKI Jakarta, jumlah tertinggi penderita anemia juga terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil, sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita merupakan kelompok yang rentan terhadap kejadian anemia (Riskesdas, 2007). Saat ini pekerja wanita memiliki peran ganda, yaitu sebagai pekerja dan juga sebagai penanggung jawab pertumbuhan serta kualitas anak mereka sebagai generasi penerus. Sesuai kodratnya, pekerja wanita mengalami haid, kehamilan, melahirkan dan menyusui bayi. Kondisi ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang baik agar generasi penerus terjamin kesehatannya (Depkes, 2013). Umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia dibandingkan pria. Hal ini disebabkan wanita harus mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga menyebabkan kekurangan darah. Tidak heran jika penyakit anemia merupakan penyebab tingginya kematian ibu serta penyebab Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia. Oleh sebab itu wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan dengan pria (Setiyani, 2011). Depkes (2012) mencatat 1 dari 2 wanita pekerja di Indonesia beresiko anemia. Anemia mengakibatkan pekerja menjadi mudah sakit, 2
mudah terjadi kecelakaan sehingga angka absensi meningkat dan apabila hamil akan mempunyai risiko saat melahirkan serta melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Depkes, 2013). Anemia umumnya disebabkan oleh faktor genetik, defisiensi besi, gangguan sumsum tulang, pendarahan, namun juga bisa disebabkan karena pencemaran udara (Gibney et al, 2005). Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh penduduk kota (Atmakusumah et al, 1996). Pertumbuhan pencemaran udara di kota dan tingkat industrialisasi yang tidak terhindar akan mengarah kepada kebutuhan energi yang lebih besar, pada dasarnya akan menghasilkan pembuangan zat pencemar lebih banyak (Laelasari, 2001). Salah satu penghasil polusi terbesar menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41 (1999) adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat transportasi yang paling banyak kita jumpai di jalan raya. Tidak bisa kita pungkiri bahwa alat tranportasi yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk bekerja, berangkat ke sekolah, dan berbagai kegiatan lainnya. Namun di luar itu semua alat transportasi sedikit banyak memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, karena semakin banyak kendaraan berlalu-lalang di jalan semakin besar terjadinya pencemaran udara (Novianthie, 2007). Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) polusi udara diperkirakan memberi kontribusi 800.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya, salah satunya yaitu disebabkan oleh polutan Pb. Polusi udara juga dapat menimbulkan penurunan kadar Hemoglobin, penyakit terkait respirasi (pernapasan), kardiovaskular, terganggunya aktivitas harian akibat sakit, gejala batuk, sesak, dan 3
infeksi saluran pernapasan, hingga terjadinya perubahan fisiologis seperti fungsi paru dan tekanan darah (WHO, 2012). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat pesat. Data pada tahun 2008 menunjukkan jumlah 65.273.451 kendaraan bermotor. Pada tahun 2009 menunjukkan jumlah 70.714.569 kendaraan bermotor. Pada tahun 2010 menunjukan jumlah 76.907.127 kendaraan bermotor. Pada tahun 2011 menunjukan jumlah 85.601.351 kendaraan bermotor. Jumlah ini terus mengalami peningkatan yang relatif besar setiap tahunnya (BPS, 2012). Data jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada tahun 2009 berjumlah (6.1 juta unit), tahun 2010 berjumlah (11.3 Juta unit), tahun 2011 berjumlah (12 Juta Unit) dan tahun 2012 berjumlah (13.3 Juta Unit). Berdasarkan data di atas, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada 2009-2012 mengalami kenaikan secara signifikan setiap tahunnya. Jika jumlah ini mengalami kenaikan secara terus menerus makan akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kesehatan masyarakat di DKI Jakarta (Uswan, 2013). Salah satu tempat berkumpulnya banyak kendaraan adalah terminal. Termasuk salah satunya Terminal Bus Kampung Rambutan. Tempat ini merupakan salah satu tempat yang bepotensi sebagai sumber pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor. Terminal Bus Kampung Rambutan adalah salah satu terminal yang terdapat di wilayah Jakarta Timur. Letaknya cukup strategis karena merupakan perlintasan kendaraan yang cukup padat menuju Selatan atau sebaliknya. 4
Banyaknya kendaraan bermotor yang melintasi Terminal dapat mengeluarkan gas (asap) dan dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Berdasarkan data Dishub Terminal Kampung Rambutan (2014) jumlah angkutan kendaraan bermotor dalam kota di Terminal Kampung Rambutan berjumlah 757 kendaraan, sedangkan untuk Terminal luar kota berjumlah 503 kendaraan (DISHUB, 2014). Salah satu pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor adalah Timbal (Pb). Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar bensin. Pb ditambahkan ke dalam bensin yang berkualitas rendah untuk meningkatkan nilai oktan guna mencegah letupan pada mesin. Hasil yang diperoleh dari pembakaran bahan tambahan (aditive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor akan menghasilkan emisi Pb. Logam Pb yang tercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Riyadina, 1997). Paparan polusi Pb yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor dapat menjadi racun yang merusak sistem pernafasan, sistem syaraf, serta meracuni darah. Paparan Pb yang telah keluar dari knalpot tersebut lalu terhirup melalui saluran pernafasan maka akan masuk kedalam tubuh dan bercampur dengan darah sehingga mengubah sistem hematologi dengan menghambat aktivitas beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis heme. Terutama peka terhadap Amino Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Kadar pencemaran Pb yang tinggi dapat menimbulkan
5
terjadinya penurunan Hemoglobin di dalam tubuh sehingga berpotensi terjadinya Anemia (Sacher, ett all, 2004). Mengingat terminal merupakan salah satu penyumbang polusi udara, selain penumpang dan awak kendaraan bermotor, pedagang yang berjualan di sekitar terminal merupakan kelompok yang beresiko terhadap pencemaran gas buang kendaraan bermotor. Adapun kelompok yang paling beresiko adalah pedagang, khususnya pedagang wanita. Para pedagang melakukan aktifitasnya disekitar terminal secara terus menerus sehingga lebih lama terpajan pada udara luar di bandingkan dengan penumpang dan awak kendaraan bermotor (Novianthie, 2007). Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur”. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah banyak dilakukan baik penelitian mengenai Pb maupun anemia. Pada penelitian sebelumnya fokus pada Hipertensi dan Anemia (Pasorong, 2007). Penelitian lain tentang konsentrasi pajanan timbal di udara ambient terhadap resiko kejadian anemia hanya fokus pada semua komunitas, akan tetapi belum fokus pada wanita (Wardani, 2013).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur, didapatkan
6
50% diantaranya menderita anemia. Para pedagang wanita juga lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berdagang di terminal. Perilaku pedagang yang berkerja lebih lama di terminal, dapat menyebabkan terpapar polusi kendaraan bermotor salah satunya yaitu Pb. Paparan polusi Pb yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor akan terhirup dan masuk ke dalam tubuh sehingga mengganggu sistem biosintesis heme dan menghambat enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Sehingga terjadinya pemendekan umur eritrosit dan terjadi penurunan kadar Hemoglobin yang beresiko terjadinya Anemia. Adapun faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada pedagang wanita antara lain faktor kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C dan konsumsi asam folat. Mengingat terminal merupakan sumber polusi kendaraan bermotor dan wanita merupakan kelompok yang lebih rentan terhadap Anemia. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk menilai secara objektif faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada pedagang wanita.
1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana gambaran penderita anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014? b. Bagaimana gambaran kadar timbal pada urin pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014? c. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi
7
asam folat) pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014? d. Apakah ada hubungan kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014? e. Apakah ada hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar timbal pada urin dan karakteristik individu dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014. 1.4.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran penderita anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014. b. Mengetahui gambaran kadar timbal pada urin pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014. c. Mengetahui
gambaran
karakteristik
individu
(umur,
pendidikan,
kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin
8
C, konsumsi asam folat) pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014. d. Mengetahui hubungan kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014. e. Mengetahui
hubungan
karakteristik
individu
(umur,
pendidikan,
kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Bagi Institusi Dapat dijadikan referensi mengenai hubungan timbal dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di terminal untuk mahasiswa Kesehatan Lingkungan (Kesling). 1.5.2 Manfaat Bagi Terminal Bus Kampung Rambutan Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam menentukan kebijakan di Terminal Bus Kampung Rambutan serta dapat menambah wawasan bagi para pedagang mengenai bahaya polusi udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor sehingga dapat melakukan upaya-upaya proteksi diri terhadap polusi.
9
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional kesehatan lingkungan serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini berjudul “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur”. Penelitian ini dilakukan karena mengingat salah satu pencemaran udara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor adalah timbal (Pb). Paparan polusi Pb yang masuk ke dalam tubuh dapat mengganggu sistem biosintesis heme (pembentukan sel darah merah) sehingga menimbulkan terjadinya penurunan hemoglobin di dalam tubuh dan berpotensi terjadinya anemia. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester 8 peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur pada bulan April – Mei tahun 2014. Responden pada penelitian ini yaitu pedagang wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional karena pada penelitian ini variable independen dan dependen akan diamati pada waktu yang sama. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia Tinjauan pustaka yang akan dibahas terkait penyakit anemia meliputi definisi anemia, wanita dan anemia, etiologi anemia, gejala anemia dan faktor resiko anemia. 2.1.1 Definisi Anemia Menurut Soebroto (2010) anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal. Menurut Depkes (2007) anemia adalah suatu keadaan penurunan kadar hemoglobin hemotokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia dapat ditentukan dengan mengetahui kadar Hb dalam darah. Nilai ambang batas kadar hemoglobin normal berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.1.
11
Tabel 2.1 : Nilai Ambang Batas Kadar Hemoglobin (Manuaba, 2001) Kategori usia (tahun) 0,50 – 4,99
Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan 5,00 – 11,99 Laki-laki dan perempuan 12,00 – 14,99 Laki-laki dan perempuan ≥ 15 Perempuan ≥ 15 Laki-laki Wanita hamil
Kadar Hb normal 11,00g/dl 11,5 g/dl 12,0 g/dl 12,0 g/dl 13,0 g/dl 11,0 g/dl
2.1.2 Wanita dan Anemia Umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia dibandingkan pria. Hal ini disebabkan karena kondisi fisiologis wanita seperti ibu hamil dan harus mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga menyebabkan kekurangan darah. Wanita harus kehilangan zat besi lebih besar hingga yang dikeluarkan laki-laki akibat menstruasi yang dialaminya. Tidak heran jika penyakit anemia merupakan penyebab tingginya kematian ibu serta penyebab Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia. Oleh sebab itu wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan dengan pria. Selain karena menstruasi, pada orang dewasa juga bisa mengalami anemia karena kehilangan darah kronis akibat menderita penyakit (Depkes, 2013). Hasil penelitian sebelumnya
menunjukan bahwa
terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian anemia
12
(P value 0,000) dan (OR 7,9) dimana perempuan yang menderita anemia 7,9 kali dibandingkan dengan laki-laki (Sihombing, 2009).
2.1.3 Etiologi Anemia Secara umum, penyebab seseorang menderita anemia disebabkan karena defisiensi zat besi. Defisiensi besi disebabkan karena terjadinya gangguan sumsum tulang, defisiensi gizi seperti kurangnya asupan folat dan vitamin C, pendarahan kronis yang dapat terjadi melalui saluran pencernaan, kehilangan darah (perempuan yang mengalami menstruasi terlalu berlebihan), seperti pada wanita dewasa yang memiliki pola makan yang kacau serta pengeluaran darah menstruasi yang terlalu banyak dan tidak teratur dapat mempengaruhi keseimbangan besi di dalam tubuh sehingga beresiko terhadap anemia. Oleh sebab itu dianjurkan untuk mengkonsumsi 10-15 mg makanan yang mengandung besi setiap harinya (Sacher et, al, 2004) Anemia tidak selalu disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia juga bisa disebabkan oleh timbal (Pb), hal ini karena akibat dari Pb tersebut dapat mengganggu sistem biosintesis heme dimana berfungsi sebagai pembentukan sel darah merah dan dengan keberadaan Pb didalam tubuh dapat menyebabkan pemendekan umur eritrosit sehingga beresiko anemia (NIOSH, 1997).
13
2.1.4 Gejala Anemia Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler, bantalan kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta konjungtivas merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat (Price, 2005). Gejala yang sering muncul pada penderita anemia diantaranya yaitu (Soebroto, 2010): a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah dan lunglai b. Wajah tampak pucat c. Mata berkunang-kunang d. Nafsu makan berkurang e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa f. Sering sakit
2.1.5 Faktor Risiko Anemia Berikut faktor resiko yang mempengaruhi kejadian anemia diantaranya yaitu:
14
a. Pencemaran udara Pencemaran udara yang bepotensi terhadap kejadian anemia yaitu Pb. Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar bensin. Pb tersebut dapat menjadi racun yang merusak sistem pernafasan, sistem syaraf, serta meracuni darah. Serta dapat menghambat sintesis hemoglobin, yang pada akhirnya merusak hemoglobin darah (ATSDR, 2007). b. Faktor genetik Faktor keturunan pun dapat mengakibatkan penyakit anemia. Anemia yang merupakan faktor genetik ini dikenal dengan anemia sel sabit (sickle cel anemia). Anemia sel sabit dapat terjadi karena sel darah merah terdistorsi menjadi berbentuk sel sabit pada konsentrasi oksigen yang rendah. Sel sabit juga disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin dari hemoglobin. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit (Sloane, 2004). c. Kekurangan zat besi Penyebab anemia paling utama adalah kekurangan zat besi dan umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia di bandingkan pria. Hal ini disebabkan wanita harus mengalami
15
menstruasi setiap bulannya sehingga kekurangan darah oleh karena itu lebih rentan kekurangan zat besi (Sacher et, al, 2004). d. Kekurangan vitamin C Salah satu faktor resiko terjadinya anemia adalah kekurangan vitamin C. Orang yang kekurangan vitamin C menyebabkan gampang jatuh sakit karena sistem kekebalan tubuhnya melemah. Vitamin C juga membantu penyerapan zat besi didalam tubuh (Wardani, 2013). e. Kekurangan asam folat Sebagai tambahan dari zat besi, tubuh juga membutuhkan folat untuk menghasilkan cukup sel darah merah. Asupan makanan yang rendah zat tersebut dan nutrisi penting lain dapat menyebabkan penurunan produksi sel darah merah (Sacher et al, 2004). f. Gangguan sumsum tulang Tempat produksi sel darah adalah di sumsum tulang. Namun sumsum tulang bisa mengalami gangguan sehingga kerjanya untuk memproduksi sel darah merah menjadi tidak normal. Gangguan sumsum tulang ini sendiri adalah karena adanya metastase sel kanker di daerah lain pada tubuh (Manuaba, 2001).
16
g. Pendarahan Pendarahan pada tubuh baik yang terjadi di dalam atau luar tubuh dapat mengakibatkan anemia dalam waktu singkat. Hal ini bisa terjadi karena maag kronis yang menyebabkan dinding lambung mengalami luka (Sacher et al, 2004). h. Umur Semakin tua umur seseorang, maka lebih rentan terhadap anemia karena secara umum pada usia yang tidak produktif lebih banyak mengalami berbagai macam penyakit sehingga beresiko terhadap pendarahan di tubuh yang beresiko terhadap anemia defisiensi besi. Penambahan umur juga mempengaruhi terhadap perubahan degeneratif fungsi tubuh, sehingga dengan adanya zat polutan Pb yang
masuk
ke
dalam
tubuh
akan
lebih
sulit
untuk
mentoleransinya (Sacher et al, 2004). i.
Kebiasaan merokok Asap rokok dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran pernafasan. Kemampuan bulu getar yang berguna untuk menyaring benda asing telah berkurang sehingga pecemaran udara penyebab anemia seperti Pb lebih mudah masuk ke paru-paru dan bercampur dengan darah. Interaksi antara perokok dengan pencemaran udara merupakan faktor resiko yang bersinergi sehingga perokok lebih beresiko mengidap anemia (Sormin, 2012). Kebiasaan merokok ini terbagi menjadi dua komponen, 17
berdasarkan Indeks Brinkman terdiri dari perokok berat ≥ 600 dan perokok ringan < 600. Adapun perhitungan Indeks Brinkman ini menurut Tana (2007) dapat dilihat sebagai berikut: Indeks Brinkman (BI) Jumlah batang rokok per hari X durasi lama merokok (tahun) j.
Lama bekerja Semakin lama seseorang berkerja di tempat yang lingkungan sekitarnya berisiko terjadinya pencemaran udara, maka kemungkinan tertimbun dalam darah semakin besar sebagai akibat hasil penghirupan sehari-hari dalam berkerja. Polusi udara yang tertimbun tersebut dapat memicu gangguan kesehatan. Lama berkerja selama bertahun-tahun dapat memperparah kondisi kesehatan pernafasan pedagang karena frekuensi yang sering untuk terpajan pencemaran udara setiap harinya (Suma’mur, 1991 dalam Sormin, 2012).
2.2 Timbal (Pb) Tinjauan pustaka yang akan dibahas terkait timbal (Pb) meliputi definisi Pb, sumber pencemaran Pb, mekanisme Pb masuk ke tubuh manusia, waktu paruh Pb, nilai ambang batas Pb, hubungan Pb dengan anemia dan dampak paparan Pb terhadap kesehatan.
18
2.2.1 Definisi Pb Timbal (Pb) adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, tanah dan tumbuhtumbuhan (Fardiaz, 1992). Timbal adalah sebuah zat kimia dengan kode Pb, yang berarti Plumbum (timah hitam). Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum disimpulkan dengan Timbal (Pb). Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom 82 dengan bobot atau berat 207,2 dan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C pada suhu 550-600°C (Achmadi, 2012). Walaupun bersifat lunak dan lentur, Timbal (Pb) sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 1994). Pb banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya sebagai berikut (Fardiaz, 1992): a. Pb mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal. b. Pb merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk. c. Sifat kimia Pb menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab. 19
d. Pb dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan Timbal (Pb) yang murni. e. Densitas Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri.
2.2.2 Sumber Pencemaran Pb a. Sumber alami Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb terdapat di tanah sekitar 5-25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1-60 µg/dl. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1-10 µg/dl. Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung Pb sekitar 0,07 µg/dl. Kandungan Pb dalam air danau dan sungai di USA berkisar antara 1-10 µg/dl. Secara alami Pb juga di temukan di udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 µg/m3. Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-sayuran dan padi-padian dapat mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya
20
berkisar antara 0,1-1,0 µg/kg berat kering (ATSDR, 2007 dalam Prasetyo, 2010).
b. Sumber dari industri Industri yang berpotensi sebagi sumber pencemaran Pb, adalah industri yang memakai Pb sebagai bahan baku maupun bahan penolong (Riyadina, 1997) misalnya: 1. Pada
industri
pengecoran
maupun
pemurnian
menghasilkan Pb konsentrat yang berasal dari potongan logam scrap. 2. Pada industri baterai banyak menggunakan logam Pb sebagai bahan dasarnya. 3. Pada industri bahan bakar Pb yang dipergunakan sebagai anti knock pada bahan bakar sehingga baik industri maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber pencemaran Pb. 4. Pada industri kabel, Pb dipergunakan untuk melapisi kabel. 5. Pada industri kimia yang menggunakan bahan pewarna, industri
tersebut
seringkali
memakai
Pb
karena
toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain.
21
c. Sumber dari transportasi Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar bensin. Pb tersebut dapat menjadi racun yang merusak sistem pernafasan, sistem syaraf serta meracuni darah. Penggunaan Pb pada bahan bakar tersebut semula adalah untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Penambahan kandungan Pb tersebut ke dalam bahan bakar dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh kalangan kilang minyak. Selain meningkatkan oktan, Pb juga dipercaya berfungsi sebagai pelumas dudukan katub mobil (produksi dibawah 90-an), sehingga katub dapat terjaga dari keausan, lebih tahan lama dan lebih awet. Pb dipergunakan dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas Pb tinggi untuk menaikkan angka oktan. Pada setiap 0,1 µg/dl bensin, menurut para ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 - 2 satuan. Pb dipergunakan untuk meningkatkan satu oktan pada bahan bakar karena harga Pb relatif murah dibandingkan dengan senyawa lainnya (Riyadina, 1997). Hasil yang diperoleh dari pembakaran bahan tambahan (additive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor akan menghasilkan emisi Pb. Pb yang tercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses didalam mesin maka logam Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Riyadina, 1997). 22
2.2.3 Mekanisme Pb Masuk ke Tubuh Manusia Pb masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan yang merupakan jalan pemajanan terbesar dan melalui saluran pencernaan, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi Pb udara pada saluran pernafasan ± 40% dan pada saluran pencernaan ± 5-10%, kemudian Pb diditribusikan kedalam darah ± 95% terikat pada sel darah merah dan sisanya terikat pada plasma. Sebagian Pb disimpan pada jaringan lunak dan tulang (Fardiaz, 2006).
ABSORBSI
Saluran Pernafasan Nafas Atas Inhalasi 40%
Mulut Ingesti
PENYIMPANAN
SSP/Otak /Jaringan
EKRESI
Tulang 90%
Paru -paru
Kulit Darah 95%
Faring
Saluran cerna
Keringat ,rambut
Ginjal 60%
Urin
Tulang 90%
Tinja
Bagan 2.1: Biotransformasi Pb dalam Tubuh Manusia (Palar,2004).
23
a. Absorbsi Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara (pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Absorbsi Pb melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga
proses
yaitu
deposisi,
pembersihan
mukosiliar
dan
pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di nesofaring, saluran trakeobronkhial dan alveolar. Deposisi tergantung pada ukuran partikel Pb, volume pernafasan dan daya larut. Partikel yang lebih besar banyak dideposit pada saluran pernafasan bagian atas dibanding partikel yang lebih kecil. Makin kecil ukuran partikel debu, serta semakin besarnya volume udara yang mampu terhirup, maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh tubuh. Partikel yang lebih kecil dari 10 µm dapat tertahan di paruparu, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di saluran nafas bagian atas. Pb yang bersirkulasi dalam darah akan didistribusikan kedalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati. Selain itu, Pb juga akan didistribusikan ke tulang, rambut dan gigi untuk disimpan, sebanyak 90% Pb akan disimpan dalam tulang dan hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak. 24
Rata-rata 10-30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi melalui paru-paru dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui saluran cerna. Absorbsi Pb yang meningkat menyebabkan penurunan kandungan hemoglobin, penurunan jumlah dan pemendekan masa hidup eritrosit, peningkatan jumlah retikulosit (eritrosis muda) serta peningkatan jumlah eritrosit berbintik basofilik. Jadi, pemeriksaan darah untuk mendeteksi efek-efek ini dapat digunakan sebagai mengukur pajanan Pb. Sementara pengukuran Pb dalam rambut dan darah memberi petunjuk terhadap pajanan Pb dalam tubuh (NIOSH, 1997).
b. Distribusi dan penyimpanan Pb yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh sebanyak 95% Pb terdapat dalam darah. Gigi dan tulang panjang mengandung Pb yang lebih banyak dibandingkan tulang lainnya. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna abu-abu pada perbatasan antara gigi dan gusi. Hal itu merupakan ciri khas keracunan Pb pada jaringan lunak sebagian Pb disimpan dalam aorta, hati, ginjal, otak dan kulit. Pb yang berada di jaringan lunak bersifat toksik (Goldstein, 1994 dalam Wardani, 2012). Pb masuk ke dalam darah dan juga diditribusikan pada jaringan lunak dan kadang-kadang pada tulang. Mungkin 25
berakibat pada sistem persyarafan otak, terutama pada jangka panjang yang mengakibatkan ke gangguan syaraf pada anak. Kelompok yang paling beresiko dari pencemaran oleh Pb ini adalah anak dan wanita, sebab dalam konsentrasi yang rendah (di bawah 10 mikrogram) dapat mengakibatkan terjadinya kelainan syaraf dan ganguan hemoglobin (Atmakusumah et al, 1996). c. Eksresi Eksresi Pb melalui urin sebanyak 75-80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut dan kuku. Eksresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya didinding usus, regenerasi sel epitel dan eksresi empedu. Sedangkan proses eksresi Pb melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus, kadar Pb dalam urin merupakan cerminan pajanan baru sehingga pemeriksaan Pb urin dipakai untuk pajanan okupasional (Nordberg, 1986).
2.2.4 Waktu Paruh Pb Waktu paruh Pb di dalam darah ± 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari, sedangkan pada tulang 25 tahun. Eksresi yang lambat ini menyebabkan Pb mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan kerja maupun tidak kerja (Nordberg, 1998).
26
2.2.5 Nilai Ambang Batas Pb Nilai ambang batas Pb yang sudah ditetapkan dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2: Standar dan Regulasi Pb (NIOSH, 1997 & MBIE, 2013) Standard and regulation for lead Reference
Media
Level
MBIE
Blood
1,5µmol/L
NIOSH
Blood
0,01 µg/dL
MBIE
Urine
0,15 mg/L
Que Hee and
Feces
10-50 μg/L
Christofferson
Bone
20 μg/g
Wilhelm
Hair
0,16 μg/g
MBIE
Air particulat lead
EPA
Water particulat and
Boyle
0,1 mg/ 0,1 mg/L
dissolved lead EPA
Air (Ambient)
EPA
Soil, wastes and
1,5 µg/ 0,1 mg/L
grounwater
Berdasarkan standar yang telah ditetapkan menurut MBIE (2013) nilai ambang batas kadar Pb yang diperbolehkan untuk timbal pada urin yaitu 1,5 mg/L. Adapun standar lain tentang pajanan Pb menurut Kepmenkes RI No. 1406 tahun 2002 tentang standar pemeriksaan kadar timah hitam spesimen biomarker manusia, dimana kadar timah hitam dalam darah 50 μg/100ml, dalam urin 150μg/ml creatinine. Durasi
27
pajanan Pb yang dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan berupa penyakit dan gangguan lainnya dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3: Angka Acuan Untuk Substansi Tunggal didalam Udara Berdasarkan Efek yang ditimbulkan Berupa Penyakit atau Bau dan Gangguan Lainnya (Widyastuti, 2005). Substansi
Angka Acuan
Durasi pemaparan yang diperbolehkan
Karbon Monoksida
Timbal Nitrat Dioksida Ozon Sulfur Dioksida
100 mg/
15 menit
60 mg/
30 menit
30 mg/
1 jam
10 mg/
8 jam
0,5 – 1,0 µg/
1 tahun
400 µg/
1 jam
150 µg/
24 jam
150 – 200 µg/
1 jam
100 – 120 µg/
8 jam
500 µg/
10 menit
350 µg/
1 jam
Beberapa ketetapan standard lain menurut Widyastuti (2005) untuk substansi tunggal didalam udara berdasarkan efek yang ditimbulkan berupa penyakit, bau dan gangguan lainnya untuk zat pencemar Pb yaitu 0,5 – 1,0 µg/
dengan durasi pemaparan yang
diperbolehkan selama 1 tahun.
28
2.2.6 Hubungan Pb pada Urin dengan Kejadian Anemia Polutan Pb di udara disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin premium. Polutan Pb masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan ± 40% dan masuk ke dalam tubuh sehingga bercampur dengan darah. Pb di dalam darah sebagian diditribusikan ke otak, tulang dan jaringan lainnya. Eksresi Pb di dalam tubuh melalui urin sebesar 75-80% dan 15% tereksresi melalui feces, keringat dan rambut. Akumulasi Pb yang tereksresi melalui urin menggambarkan seluruh pajanan Pb yang terdapat dalam darah, tulang dan jaringan tubuh lainnya, hal ini disebabkan karena eksresi Pb paling besar melalui urin. (Nordberg, 1986). Paparan Pb di dalam tubuh dapat mengubah sistem hematologi dan menghambat aktivitas beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis heme seperti enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Enzim ini sangat berperan penting dalam pembentukan sel darah merah. Gangguan pada enzim ALAD akibat terhambatnya sintesis heme didalam tubuh menyebabkan pemendekan umur eritrosit dan memicu produksi hormon yang tidak tepat (erythropoietin) sehingga terjadi pematangan sel darah merah yang tidak sesuai dan beresiko terhadap anemia (Sacher et al, 2004). Mekanisme terjadinya anemia karena Pb di dalam tubuh dapat di jelaskan seperti pada bagan 2.2.
29
Hemesintetase Protoporfirin IX
Heme Dihambat Pb
Flagilitas sel darah merah (sel darah merah mudah pecah) dan pemendekan umur eitrosit
Anemia
Bagan 2.2: Mekanisme Paparan Pb Menyebabkan Anemia
Menurut Kurniawan (2008) dalam Wardani (2013), paparan Pb dapat menyebabkan dampak seperti: a. Peningkatan produksi enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase (ALAD) Pb yang terakumulasi didalam tubuh akan menghambat enzim hemesintetase yang menyebabkan produksi heme. Penurunan heme menyebabkan meningkatkan aktivitas ALAD sintetase dan akhirnya produksi ALAD menjadi meningkat. Pengukuran eksresi Pb pada urin dapat digunakan untuk melihat peningkatan produksi ALAD.
30
b. Peningkatan protoporfirin IX Gangguan protoporfirin menyebabkan besi yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus. Paparan Pb di dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan protoporfirin IX menjadi heme. Akumulasi protoporfirin IX dapat diketahui melalui plasma dan feces. c. Peningkatan koproporfirin Koproporfirin merupakan suatu molekul dalam sel darah merah yang berfungsi mengikat oksigen serta berperan penting dalam menyusun hemoglobin. Protoporfirin IX yang terakumulasi di dalam tubuh akan meningkatkan akumulasi koproporfirin III. Akumulasi koproporfirin III dapat diketahui melalui urin dan feces.
2.2.7 Dampak Paparan Pb Terhadap Kesehatan Dampak dari paparan Pb dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan antara lain: a. Gangguan neurologi (gangguan sistem syaraf) Salah satu gangguan paling utama dari toksisitas Pb pada orang dewasa yaitu sistem syaraf, termasuk sistem syaraf pusat dan sistem syaraf perifer. Pb menjadi penghalang darah menuju
31
otak dan jaringan pada otak lainnya. Paparan Pb sebesar > 80 mg/dl dapat menyebabkan koma dan kematian (NIOSH, 1997). b. Gangguan hematologi dan ginjal Salah satu dampak paparan Pb terhadap sistem hematologi yaitu anemia. paparan yang berkepanjangan > 80 mg/dl beresiko terhadap anemia.
Anemia terjadi akibat
kerusakan pada
pembentukan dan fungsi sel darah merah. Hal ini disebabkan karena Pb tersebut menghambat sintesis heme dan merusak komponen yang mengandung besi hemoglobin serta merusak transportasi ion dalam membran sel darah merah (NIOSH, 1997). c. Gangguan reproduksi Beberapa penelitian di Amerika Serikat tentang paparan Pb yang tinggi pada wanita dapat menyebabkan kematian pada bayi. Toksisitas Pb pada konsentrasi < 15 mg/dl dapat menyebabkan memperpendek
gangguan waktu
kehamilan kehamilan,
diantaranya terjadinya
dapat
penurunan
perkembangan mental janin, perkembangan sistem syaraf janin. Sedangkan toksisitas paparan Pb pada laki-laki dalam konsentrasi 40mg/dl
dapat
menyebabkan
penurunan
jumlah
sperma,
morfologi sperma menjadi abnormal dan terjadinya penurunan kualitas sperma (NIOSH, 1997).
32
d. Gangguan kardiovaskuler Paparan Pb yang tinggi sangat berhubungan dengan terjadinya kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan darah pada pekerja terbuka yang terpapar Pb sehingga hal ini beresiko terhadap kejadian hipertensi (NIOSH, 1997). e. Gangguan karsinogenik Pb dapat meningkatkan resiko kanker di kalangan pekerja yang terpapar Pb pada tingkat tinggi. Beberapa penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan
bahwa
paparan
Pb
pada
pekerja
berhubungan dengan terjadinya kanker. Selain itu beberapa penelitian lain juga menunjukan bahwa paparan Pb pada hewan terbukti menjadi penyebab kanker terhadap hewan (NIOSH, 1997). Beberapa dampak paparan Pb terhadap kesehatan dapat dilihat seperti pada tabel 2.4.
33
Tabel 2.4: Dampak Paparan Pb Terhadap Kesehatan (NIOSH, 1997) Kadar Pb
Dampak kesehatan
(µg/dl) < 10 15 -20
Inhibisi ALA-D Kekurangan eritrosit protoporfirin (EP) pada wanita
25- 30
Kekurangan eritrosit protoporfirin (EP) pada laki-laki
30
Tekanan darah tinggi pada laki-laki berusia 40-59
40
Gangguan kandung kemih dan disfungsi syaraf perifer.
50
Pengurangan produksi hemoglobin, gejala neurologis dan perubahan fungsi testis.
60
Gangguan reproduksi pada wanita
80
Menderita anemia
100-120
Tanda-tanda
encefalopatik
dan
nefropati
kronis
2.3 Hasil Penelitian Antara Timbal (Pb) dengan Anemia Beberapa penelitian terkait Pb sudah banyak dilakukan, berikut beberapa penelitian terkait Pb yang sudah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti lainnya dapat dilihat pada tabel 2.5.
34
Tabel 2.5 : Hasil Penelitian Antara Timbal dengan Anemia
No 1.
Judul Analisis
Penulis
hubungan Ira
konsentrasi timbal
pajanan wardani
di
udara (2013)
ambient
Desain
Variabel
Variabel
dependen
independen Konsentrasi
Menunjukan
Retrospe
timbal di
hubungan signifikasi
ktif
udara
secara
statistik
antara
konsentrasi
Cohort
Anemia
Kesimpulan
terhadap
resiko kejadian anemia
pajanan timbal
pada
udara
komunitas
dikawasan
Puspitek
di
dengan
anemia
Serpong 2.
Gambaran
hasil Tri utami
pengukuran
pramudy
Cross
Kadar
Kadar timbal
Menunjukan
Sectional
hemoglobin
di udara
hubungan
terbalik
konsentrasi timbal di astuti
antara yaitu semakin
udara
tinggi
konsentrasi
hubungannya dengan
timbal
di
kadar
semakin
dan (2010) hemoglobin
dalam darah anak di perumahan
udara rendah
kadar hemoglobin.
Kawasan
Serpong. 3.
Hubungan paparan
gas
antara Mifbakhu Cross
Kadar
Paparan gas
Tidak ada hubungan
buang ddin
hemoglobin
buang
antara
Pb
dalam
dan eritrosit
kendaraan
darah,
lama
kerja
(Pb)
dengan hemoglobin
kendaraan (Pb) dengan (2010) kadar hemoglobin dan eritrosit lama petugas wanita
berdasarkan kerja
Sectional
dan eritrosit.
pada operator
SPBU
di
wilayah Semarang
35
4.
Timbal
di
udara Ending
ambient
dan tjahjandi
Cross
Timbal di
Sectional
udara
hubungannya dengan (2007)
Pb di
Ada
hubungan
darah
yang
signifikan
Kadar Hb
antara kadar Pb di
timbal dalam darah
dalam
udara
serta kejadian anemia
darah
dengan kadar Pb
pada pegawai UPTD terminal Perhubungan
Kebiasaan
Dinas
merokok
Kota
dan pakai
Sukabumi.
masker
ambient
dalam
darah
pegawai Ada
hubungan
kadar Pb dalam darah kadar
dengan Hb
pada
polisi lalu lintas. Tidak
ada
hubungan kebiasaan merokok pakai
dan masker
dengan kadar Pb dalam darah. 5.
Hubungan timbal
di
kadar Ermi
Cross
Kadar Pb
Kadar Pb di
Tidak ada hubungan
udara girsang
Sectional
dalam darah
udara
yang
ambient
antara
ambient dgn timbal (2008) dalam pegawai
darah
signifikan kadar
Pb
pada
udara dengan kadar
dinas
Pb di dalam darah
perhubungan terminal antar Kota Medan.
36
2.4 Kerangka Teori Pada kerangka teori ini, peneliti tidak meneliti lebih lanjut proses Pb di dalam tubuh melainkan hanya Pb yang tereksresi melalui urin. Hal ini disebabkan karena eksresi Pb pada urin lebih besar dibandingkan dengan rambut atau feces. Kadar Pb pada urin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian anemia. Adapun faktor lain yang berhubungan dengan anemia yaitu faktor individu dan faktor gizi Oleh sebab itu peneliti mengambil Pb pada urin, faktor individu dan faktor gizi sebagai variabel independen, sedangkan kejadian anemia sebagai variabel dependen. Berdasarkan teori-teori yang dijelaskan pada tinjauan pustaka sebelumnya, dapat disimpulkan menjadi sebuah kerangka teori seperti pada bagan 2.3.
Paparan Timbal (Pb)
-
Kadar Pb pada darah Kadar Pb pada urin Kadar Pb pada tinja Kadar Pb pada rambut
Faktor Individu: - Umur - Pendidikan - Perilaku merokok - Lama Bekerja
Kejadian Anemia
Faktor Gizi: - Konsumsi zat besi - Konsumsi vitamin C - Konsumsi asam folat
Bagan 2.3: Kerangka Teori Sumber: Adnan (2001), NIOSH (1997), Palar (2004), Sacher et al (2004), Sormin (2012), Wardani (2013).
37
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori pada bagan 2.2, peneliti mengambil variabel independen yang ingin di teliti yaitu kadar timbal (Pb) pada urin, umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C dan konsumsi asam folat. Semua faktor tersebut diduga berhubungan dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Untuk lebih jelasnya, gambaran kerangka konsep dapat dilihat pada bagan 3.1. Variabel Independen
Kadar Timbal (Pb) pada urin. Umur
Variabel Dependen
Pendidikan Kebiasaan merokok
Kejadian Anemia
Lama bekerja Konsumsi zat besi Konsumsi vitamin C Konsumsi asam folat
Bagan 3.1: Kerangka Konsep 38
3.2 Definisi Operasional Definisi Operasional pada penelitian ini dapat dilihat seperti pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian No
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Operasional 1.
Timbal
Konsentrasi
(Pb)
Timbal
Skala Ukur
Pengukuran yang Timbal
SSA
mg/L
Easy Touch
1. Anemia (Kadar
Rasio
pada
terdapat pada urin urin. responden (Kepmenkes No.1406/Menkes/ SK/XI/2002) . 2.
Kejadian
Keadaan
yang Pengukuran
Anemia
menunjukan kadar kadar hemoglobin lebih
Hb
GC Hb
(Hb) melalui darah.
rendah
Ordinal
Hb < 12 g/dl) 2. Tidak anemia (Kadar Hb ≥12
di
bandingkan
g/dL )
dengan
(Manuaba,
keadaan
normal (12 g/dL)
2001).
(Soebroto,2010) 3.
Umur
Umur yang
pedagang Wawancara dihitung
sejak tanggal lahir sampai
dengan
waktu
penelitian
yang
dinyatakan
dalam
Kuesioner
1. Produktif (15-
Ordinal
50 tahun) 2. Non produktif (<15 & >50 tahun) (Listanti,2007)
tahun.
(Listanti,2007) 39
4.
Pendidikan
Status pendidikan Wawancara
Kuesioner
formal responden.
1. Rendah (Tidak
Ordinal
tamat/sekolah, SD, SMP) 2. Tinggi (SMAPT) (Gunatmaning sih, 2007).
5.
Kebiasaan
Responden
Wawancara
Kuesioner
merokok
dikatakan merokok
(Indeks
apabila
Brinkman ≥
merokok
1. Perokok berat
minimal 1 batang
600)
per hari dan telah
2. Perokok
merokok selama 1
ringan (Indeks
bulan
Brinkman <
terakhir
(Sormin, 2012).
Ordinal
600) (Tana, 2007).
6.
Lama
Waktu
bekerja
tahun) yang telah di
(dalam Wawancara
untuk
berdagang
dari
sampai
1. ≥ 1 tahun
Ordinal
2. < 1 tahun
habiskan
responden awal
Kuesioner
(Wdyastuti, 2005).
masuk sekarang
(Sormin, 2012). 7.
Konsumsi
Jumlah konsumsi Metode
zat besi
zat besi pedagang Frequently
Semi
median jumlah
wanita
Frequently
asupan zat besi
Food
seluruh
diperoleh
yang Food dengan Questionaire
menggunakan kuesioner
Semi Kuesioner
(SFFQ) Semi dianalisis
1. Rendah (< nilai Ordinal
dan Questionaire
responden)
(SFFQ)
(Supariasa,
40
Food menggunakan
Frequently Questionaire
2002). 2. Cukup ( ≥ nilai
nutri survey
median jumlah
(SFFQ).
asupan zat besi seluruh responden) (Wardani, 2013). 8.
Konsumsi
Jumlah konsumsi Metode Semi
Kuesioner
vitamin C
vitamin
Semi
median jumlah
Frequently
asupan
Food
Vitamin
C Frequently
pedagang yang
wanita Food diperoleh Questionaire
1. Rendah (< nilai Ordinal
dengan
(SFFQ) dan
Questionaire
seluruh
menggunakan
dianalisis
(SFFQ)
responden)
kuesioner
Semi menggunakan
Frequently
Food nutri survey
C
2. Cukup ( ≥ nilai median jumlah
Questionaire
asupan
(SFFQ).
Vitamin
C
seluruh responden (Wardani, 2013).
41
9.
Konsumsi
Jumlah konsumsi Metode
asam folat
asam
folat Frequently
pedagang yang
Semi Kuesioner
wanita Food diperoleh Questionaire
dengan
(SFFQ)
menggunakan
dianalisis
1. Rendah (< nilai Ordinal
Semi
median jumlah
Frequently
asupan
Food
folat
asam seluruh
dan Questionaire
responden)
(SFFQ)
2. Cukup ( ≥ nilai
kuesioner
Semi menggunakan
median jumlah
Frequently
Food nutri survey
asupan
Asam
Questionaire
folat
seluruh
(SFFQ).
responden) (Wardani, 2013).
3.3 Hipotesis a. Ada hubungan kadar timbal (Pb) pada urin dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. b. Ada hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.
42
BAB 1V METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional karena pada penelitian ini variable independent dan dependent akan diamati pada waktu yang sama. Desain penelitian cross sectional merupakan penelitian non ekperimental dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu dengan model pendekatan point of time. Variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Sumantri, 2011).
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Sumantri, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Berdasarkan data DISHUB Terminal Bus Kampung Rambutan, populasi pedagang berjumlah 54 orang.
43
4.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau diukur (Sumantri, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah pedagang kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan. Perhitungan sampel menggunakan uji hipotesis dua proporsi dengan rumus sebagai berikut: n={
√2P(1-P) +
√P1 (1-P1) + P2(1-P2)
(P1-P2
n
= jumlah sampel = derajat kepercayaan = 1,96 pada 95% CI = kekuatan uji 90% (1,28)
P1
= proporsi terpapar timbal (Pb) dan menderita anemia 0,454 (Wardani, 2013).
P2
= proporsi tidak terpapar timbal (Pb) dan menderita anemia 0,065 (Wardani, 2013).
P
= rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2=0,2592
(Ariawan, 2008). Besarnya sampel yang di hasilkan adalah: n = {1,96√ 2 x 0,2595 (1-0,2592) + 1,28 √0,454 (1-0,454) + 0,065 (1-0,065 (0,454-0,065 n = 29 orang
44
Hasil perhitungan sampel berjumlah 29 x 2 = 58 orang. Akan tetapi setelah dilakukan perhitungan sampel ternyata jumlah sampel melebihi jumlah populasi, maka sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu seluruh pedagang kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan sebanyak 54 orang.
4.3 Instrumen Penelitian Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel umur, pendidikan, kebiasaan merokok dan lama bekerja. Lembar SFFQ digunakan untuk mengukur variabel konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C dan konsumsi asam folat. Easy Touch GC Hb digunakan sebagai alat untuk mengukur kadar Hemoglobin. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) digunakan sebagai alat untuk pengukuran kadar Pb pada urin.
4.3.1 Prosedur Pengukuran Hemoglobin (Hb) Data kadar Hb dalam darah pada pedagang wanita di Terminal Kampung Rambutan diperoleh dengan menggunakan Easy Touch GC Hb. Easy Touch GC Hb merupakan alat untuk menentukan kadar hemoglobin dalam darah. a. Peralatan 1. Easy Touch GC Hb 2. 4 baterai
45
3. Microcuvette Easy Touch Blood Hemoglobin 4. Blood Lancets 5. Alcohol Swabs 6. Sensi Gloves
b. Pengambilan darah 1. Pastikan tangan pasien santai (tidak tegang). Hanya gunakan jari tengah atau jari manis untuk pengambilan sampel darah. 2. Bersihkan jari dengan alkohol atau desinfektan yang sesuai dan keringkan atau usap menggunakan kain pembalut (kasa) 3. Tekan pelan-pelan dari ujung ruas jari sampai ujung yang lainnya. Hal ini menstimulasi darah mengalir menuju titik pengambilan sampel 4. Selama menekan pelan ujung jari, tusukan jari menggunakan lanset 5. Tekan pelan jari sampai tetesan darah tersebut muncul. 6. Ketika tetesan darah cukup banyak, isi microcuvette dalam satu proses yang berkesinambungan jangan isi ulang. 7. Bersihkan darah yang berlebihan pada bagian luar microcuvette dengan kasa yang bersih. Hati-hati jangan menyentuh ujung microcuvette yang terbuka, yang dapat menyebabkan darah terlarut microcuvette. 8. Taruh microcuvette didalam penahan cuvette. 46
9. Geser penahan cuvette dengan halus ke posisi pengukuran 10. Tunggu selama 15-60 detik, nilai kadar Hb pada sampel yang di ukur akan muncul. Hasil tersebut akan tetap muncul di layar selama penahan cuvette masih dalam posisi mengukur.
4.3.2 Prosedur Pengukuran timbal (Pb) pada Urin Adapun prosedur kerja untuk pengukuran Pb yang diambil pada urin responden dengan menggunakan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) yaitu sebagai berikut: a. Ambil 15 ml urin dengan gelas ukur masukan ke dalam gelas beker b. Destruksi sampel urin dengan cara sampel ditambah dengan dan sebesar 0,6 ml dan
sebesar 0,3 ml
c. Destruksi sampel tersebut dalam lemari asam dengan suhu dibawah C. setelah larutan mengering ± 5 ml bilas dengan aquades kemudian disaring. Setelah itu tera sampel dengan aquades dalam labu ukur 25 ml sampai tanda batas. d. Optimalkan alat SSA dengan kondisional yang telah ditentukan berdasarkan instruksi kerja e. Ukur sampel dengan SSA.
47
4.3.5 Prosedur Pengumpulan Data Tingkat Asupan Besi, Tingkat Asupan Vitamin C dan Tingkat Asupan Asam Folat Pengumpulan data tingkat asupan Fe, Vitamin C dan asam folat responden dilakukan dengan menggunakan metode SFFQ (Semi Food Frequently Questionaire) (Supariasa, 2002). Adapun langkah-langkah yang di lakukan adalah: 1. Melakukan wawancara dengan responden menggunakan kuesioner SFFQ 2. Menghitung
nilai asupan harian makanan responden dengan
menggunakan takaran pada tabel 4.1.
48
Tabel 4.1: Perhitungan Ukuran Tingkat Asupan Zat Besi, Vitamin C dan Asam Folat (Wardani, 2013). Jenis makanan 1 buah kentang 1 buah jagung 1 mangkuk bayam 1 mangkuk kangkung 1 butir telur 1 potong ikan 1 potong kerang 1 potong daging 1 potong udang 1 potong tahu 1 potong tempe Jenis Makanan 1 buah apel 1 buah jeruk 1 potong semangka 1 potong melon 1 potong pepaya 1 buah pisang 1 buah mangga Jenis Makanan 1 sdm kacang panjang 1 sdm kacang merah 1 sdm buncis
Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (mg) 210 50 150 150 55 40 7 35 7 50 25 Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (mg) 85 55 90 190 110 45 120 Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) (mg) 15 15 15
Kandungan Fe (mg) 0,8 0,3 2,7 1,7 0,6 0,4 0,2 0,6 0,2 2,5 0,5 Kandungan Vitamin C (mg) 5,1 33,5 9,0 11,4 68,2 4,9 51,6 Kandungan Asam Folat (mg) 1,8 51,5 4,9
3. Langkah selanjutnya yaitu memasukan data asupan tersebut ke dalam program nutri survey. 4. Mencantumkan nilai asupan zat besi, vitamin C dan asupan folat responden sesuai dengan nilai yang tertera dalam program nutri survey. 49
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.4.5 Lokasi Penelitian Lokasi pada penelitian ini terletak di Terminal Bus Kampung Rambutan. Terminal ini merupakan salah satu pangkalan kendaraan bermotor yang terletak di Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Terminal ini keseharianya digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang atau barang serta perpindahan antara angkutan satu dengan yang lainnya (Sugiarto, 2006). Terminal Kampung Rambutan merupakan salah satu terminal tipe A sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No SK.1361/AJ.106/DRJD/2003
tentang
penetapan
simpul
jaringan
transportasi jalan untuk terminal penumpang tipe A di Indonesia. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan RI No PM. 2 Tahun 2013 tentang petunjuk teknis penerapan dan pencapaian standar pelayanan minimal bidang perhubungan daerah provinsi dan daerah kabupaten kota, terminal tipe A melayani Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), angkutan Koperasi Wahana Kalpika (KWK), Angkutan Kota (ANGKOT), Damri, Busway
dan Taxi.
Terminal tipe A mampu menampung lebih banyak kendaraan bermotor dibandingkan dengan terminal tipe-tipe lainnya. Berikut gambaran lokasi pada penelitian ini seperti pada gambar 4.1.
50
Gambar 4.1: Lokasi Penelitian 4.4.6 Waktu Penelitian Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan
April
sampai dengan Mei tahun 2014.
4.5 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus dilakukan
agar
data
siap
untuk
diuji
statistik
dan
dilakukan
analisis/interprestasi. Berikut tahapan pengolahan data menurut Amran (2012) yaitu:
51
a. Data Coding, kegiatan mengklasifikasi data dan memberi kode untuk masing kelas sesuai dengan tujuan dari pengumpulan data tersebut. b. Data Editing, kegiatan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses pemasukan data. c. Data Structure, kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan analisis yang akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan. Pada saat pengembangan data struktur, bagi masing-masing variabel perlu ditetapkan: nama, skala ukur variabel, jumlah digit. d. Data Entry, kegiatan memasukan data ke dalam program atau fasilitas analisis data seperti SPSS, Epi Info, Epi Data dll. e. Data Cleaning, kegiatan proses pembersihan data setelah data di entri.
4.6 Analisis Data Analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi dua tahapan yaitu analisis univariat dan bivariat. 4.6.5
Analisis Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti atau menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel bebas (independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi karakteristik responden (Amran,2012).
52
4.6.6 Analisis Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunan uji statistik dengan uji T-Independent untuk melihat uji hipotesis antara variabel numerik independent dan variabel kategorik dependen sama dengan dua, serta menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan antara variabel kategorik independen dan variabel kategorik dependent. Tingkat kepercayaan pada penelitian ini sebesar 95% dengan nilai α 0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang signifikan jika nilai p < 0,05 dan tidak memiliki hubungan yang signifikan jika nilai p > 0,05.
53
BAB V HASIL
5.1 Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti meliputi variabel bebas (independen) maupun variabel terikat (dependen).
5.1.1 Gambaran Kejadian Anemia Distribusi pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan yang mengalami anemia dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1: Distribusi Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 Kejadian Anemia
Frekuensi
%
Anemia
21
38,9
Tidak anemia
33
61,1
Total
100
100
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa pedagang wanita yang mengalami anemia sebanyak 21 (38,9%) sedangkan pedagang wanita yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 33 (61,1%).
54
5.1.2 Gambaran Kandungan Timbal (Pb) pada Urin Distribusi kandungan timbal pada urin pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2: Distribusi Kandungan Timbal pada Urin Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 Pb
Mean
Kandungan
0,28454
Median
0,27550
SD
0,086664
Nilai
Nilai
Min
Max
0,078
0,525
95 % CI
0,26088-0,30819
Pb pada urin
Berdasarkan hasil analisis didapatkan rata-rata kandungan timbal pada urin pada pedagang wanita adalah 0,28454, median 0,27550, standar deviasi 0,086664. Kandungan Pb pada urin terendah 0,078 mg/L dan tertinggi 0,525 mg/L. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar timbal pada urin 0,26088-0,30819.
5.1.3 Gambaran Karakteristik Individu Distribusi gambaran karakteristik individu pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dapat dilihat pada tabel 5.3.
55
Tabel 5.3: Distribusi Karakteristik Individu pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 No
Variabel
Hasil Ukur
n
Total
Persentase (%)
1.
Umur
- Produktif (15-50
47
87
tahun) - Non Produktif
7
54
13
(<15&>50 tahun) 2.
Pendidikan
- Rendah (tidak
33
tamat/sekolah, SD,
61,1 54
SMP) 3.
Perilaku merokok
- Tinggi (SMA,PT)
21
38,9
- Perokok berat (IB ≥
1
1,8
600) - Perokok ringan (IB <
15
54
27,8
600) 4. 5. 6. 7.
- Tidak merokok
38
Lama
- ≥1 tahun
47
berkerja
- <1 tahun
7
Konsumsi
- Rendah (< 6,850 mg)
27
zat besi
- Cukup (≥ 6,850 mg)
27
Konsumsi
- Rendah (< 24,900 mg)
27
vitamin C
- Cukup (≥ 24,900 mg)
27
Konsumsi
- Rendah (< 3,812 mg)
27
asam folat
- Cukup (≥ 3,812 mg)
27
70,4 54
87 13
54
50 50
54
50 50
54
50 50
56
Berdasarkan tabel 5.3, diketahuai sebagian besar pedagang wanita pada penelitian ini berusia produktif 47 (87%), berpendidikan rendah 33 (61,1%), perokok ringan 38 (93,8 %), berkerja selama > 1 tahun 47 (87%), mengkonsumsi zat besi cukup 27 (50%), mengkonsumsi vitamin C cukup 27 (50%), mengkonsumsi asam folat cukup 27 (50%).
5.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) dengan menggunakan uji T-Independent dan Chi Square. Dikatakan memiliki keterkaitan yang signifikan jika nilai p < 0,05 dan tidak memiliki keterkaitan jika nilai p > 0,05.
5.2.1 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia Berikut hasil analisis bivariat hubungan kadar timbal pada urin pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dengan kejadian anemia seperti pada tabel 5.4.
57
Tabel 5.4: Hubungan Kadar Timbal pada Urin dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 Timbal pada
Mean
SD
95% CI
urin
P
n
value
anemia
0,33033
0,093967
Tidak anemia
0,25539
0,068328
0,030588-0,026731
0,001
21 33
Berdasarkan hasil uji T-Independent diketahui rata-rata kadar timbal pada urin pedagang wanita yang menderita anemia ada 0,33033 mg/L dengan standar deviasi 0,093967 mg/L, sedangkan rata-rata responden yang tidak menderita anemia 0,25539 mg/L dengan standar deviasi 0,068328 mg/L. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas menggunakan Equal variances assumed sebesar 0,001, artinya pada alpha 5% terdapat perbedaan rata-rata kadar timbal pada urin antara responden yang menderita anemia dan tidak menderita anemia.
5.2.2 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia Berikut hasil analisis bivariat hubungan karakteristik individu dengan kejadian anemia menggunakan uji Chi Square dapat dilihat seperti pada tabel 5.5.
58
Tabel 5.5: Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014 Kejadian Anemia Anemia Variabel
Umur
Hasil Ukur
n
Tidak
P
anemia n
%
n
%
n
%
- Produktif
19
40,4
28
59,6
47
100
- Non
2
28,6
5
71,4
7
100
- Rendah
14
42,4
19
57,6
33
100
- Tinggi
7
33,3
14
66,7
21
100
- Perokok
0
0
1
100
1
100
Total
value
54
0,693
54
0,703
16
1,000
54
0,693
54
1,000
54
0,577
54
0,577
produktif Pendidikan Perilaku merokok
berat - Perokok
6
40,0
9
60,0
15
100
ringan Lama
- ≥1tahun
19
40,4
28
59,6
47
100
berkerja
- <1tahun
2
28,6
5
71,4
7
100
Konsumsi
- Rendah
11
40,7
16
59,3
27
100
zat besi
- Cukup
10
37,0
17
63,0
27
100
Konsumsi
- Rendah
12
44,4
15
55,6
27
100
vitamin C
- Cukup
9
33,3
18
66,7
27
100
Konsumsi
- Rendah
9
33,3
18
66,7
27
100
asam folat
- Cukup
12
44,4
15
55,6
27
100
59
a. Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahuai bahwa pedagang wanita yang berumur produktif dan juga menderita anemia ada 19 dari 47 orang (40,4%), sedangkan responden yang berumur non produktif dan ada 2 dari 7 orang (28,6%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P value 0,693), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara umur dengan kejadian anemia.
b. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita yang berpendidikan rendah dan menderita anemia ada 14 dari 33 orang (42,4%), sedangkan responden yang beperdidikan tinggi ada 7 dari 21 (33,3%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,703), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian anemia.
c. Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita yang perokok berat dan menderita anemia ada 0 dari 0 orang (0%), 60
sedangkan responden yang perokok ringan ada 6 dari 15 orang (40,0%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P value 1,000), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian anemia.
d. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita yang berkerja ≥ 1 tahun dan menderita anemia ada 19 dari 47 orang (40,4%), sedangkan respoden yang berkerja < 1 tahun ada 2 dari 7 orang (28,6%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P value 0,693), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara lama berkerja dengan kejadian anemia.
e. Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa responden yang mengkonsumsi zat besi rendah dan menderita anemia ada 11 dari 27 orang (40,7%), sedangkan responden yang mengkonsumsi zat besi cukup ada 10 dari 27 orang (37,0%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 1,000), artinya pada
61
alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia.
f. Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita yang mengkonsumsi vitamin C rendah dan menderita anemia ada 12 dari 27 orang (44,4%), sedangkan responden yang mengkonsumsi vitamin C cukup ada 9 dari 27 orang
(33,3%) yang menderita
anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,577), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara konsumsi konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia.
g. Hubungan Konsumsi Asam Folat dengan Kejadian Anemia Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita yang mengkonsumsi asam folat rendah dan menderita anemia ada 9 dari 27 orang (33,3%), sedangkan responden yang mengkonsumsi asam folat cukup ada 12 dari 27 orang (44,4%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,577), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara konsumsi asam folat dengan kejadian anemia.
62
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu: a. Tidak ada pengukuran Pb di udara ambient wilayah terminal Kampung Rambutan, sehingga hanya menggambarkan konsentrasi Pb yang tereksresi di urin responden. Pengukuran Pb di udara sangat penting dilakukan untuk memastikan pajanan Pb pada urin pedagang benar-benar berasal dari terminal. b. Penggunaan kuesioner SFFQ hanya menggambarkan konsumsi makanan yang
telah
tersedia
pada
lembar
kuesioner
sehingga
tidak
menggambarkan konsumsi makanan lain di luar kuesioner SFFQ. Dalam proses menjawab kuesioner SFFQ dibutuhkan waktu untuk mengingat kembali makanan apa saja yang sudah dikonsumsi oleh para pedagang yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan.
6.2 Kejadian Anemia Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen ke jaringan tubuh. (Handayani et al, 2008). 63
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa 21 orang (38,9%) dari 54 pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan menderita anemia dimana kadar Hb mereka dibawah nilai batas normal. Kejadian anemia di Terminal Bus Kampung Rambutan ini terjadi disebabkan oleh faktor lama berkerja dan banyaknya aktivitas di terminal sehingga menyebabkan terpajan zat polutan Pb. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu menunjukan 49 orang (55,7%) dari 88 buruh perempuan di Pabrik Bitratex Semarang berstatus anemia dan tingginya kejadian anemia ini juga di pengaruhi oleh faktor lama bekerja di pabrik (Aminah et al, 2005). Secara umum kejadian anemia disebabkan karena gangguan sumsum tulang, defisiensi gizi seperti kurangnya asupan folat, zat besi dan vitamin C, namun dengan adanya akumulasi Pb di dalam tubuh juga dapat menyebabkan kejadian anemia karena dapat memperpendek umur eritrosit dan dapat mengganggu sistem biosintesis heme yang berperan penting terhadap pembentukan sel darah merah di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan upaya penanggulangan seperti memperbaiki pola konsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan yang dianjurkan (Sacher et al, 2004). Menurut Sloane (2004) anemia merupakan penyakit yang tidak dapat dideteksi dengan kasat mata kecuali dengan adanya pengukuran Hb terlebih dahulu (asimtomatik), berbeda dengan penyakit lainnya yang memiliki gejala dan karakteristik khas sehingga bisa di ketahui oleh orang lain disekitarnya. Umumnya banyak ditemukan di lapangan penderita anemia yang tidak mengetahui dirinya menderita anemia, meskipun mereka menderita anemia 64
namun masih tetap bisa melakukan aktivitas dalam kesehariannya dan hal inilah yang menyebabkan banyak penderita anemia yang tidak menyadari dirinya sedang menderita anemia. Penanggulangan anemia harus dilakukan secara tepat dan optimal dimana dapat dilakukan dengan memperbaiki pola konsumsi makan yang baik dan benar sesuai dengan kebutuhan tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mengkonsumsi suplemen tambahan seperti suplemen penambah darah dan suplemen vitamin C serta di perlukan pengukuran hemoglobin secara rutin agar dapat melakukan tindakan pengendaliannya. Penggunaan alat pelindung diri berupa masker juga harus dilakukan untuk meminimalisir paparan Pb dimana dapat mengurangi resiko terhadap anemia.
6.3 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia Pb merupakan salah satu kelompok logam berat dimana dapat menimbulkan permasalahan kesehatan jika terakumulasi pada konsentrasi tinggi. Secara alami Pb berasal dari batu-batuan, dan air dalam tanah. Laju aktivitas industri dan tranportasi merupakan salah satu penghasil zat polutan Pb (ATSDR, 2007 dalam Prasetyo, 2010). Pb diudara dapat berasal dari emisi kendaraan bermotor yang menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium tidak sempurna. Bensin premium terdiri dari 2-4 gram Pb per galon dengan rata-rata 2,8 gram. Bensin regular rata-rata mengandung Pb 2,3 gram per galonnya. Rata-rata 70-80
65
% Pb didalam bensin dikeluarkan dari pipa knalpot kendaraan bermotor sebagai partikulat polutan udara (Riyadina, 1997). Terminal
Kampung
Rambutan
merupakan
salah
satu
tempat
berkumpulnya kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang berkumpul di terminal merupakan penyumbang zat polutan Pb yang dikeluarkan melalui emisi kendaraan bermotor tersebut. Adapun segmen masyarakat yang paling beresiko terhadap asap knalpot kendaraan tersebut salah satunya adalah para pedagang di terminal. Para pedagang banyak menghabiskan waktu sehari-harinya beraktivitas di terminal. Pb yang terhirup akan masuk ke dalam tubuh melalui jalur organ pernafasan. Pb yang terabsorbsi akan bercampur dengan aliran darah dan berikatan dengan eritrosit. Pb dalam darah didistribusikan oleh plasma darah ke bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Pb lebih lama akan terakumulasi didalam tulang dan bergabung dengan matrik tulang seperti kalsium (Ca). Akumulasi Pb di dalam tulang dapat menimbulkan hipertiroidisme dan osteoporosis. Akumulasi di dalam darah dapat mengganggu sintesis heme yang berperan dalam proses pembentukan sel darah merah. Terganggunya sintesis heme dapat menyebabkan pemendekan umur eritrosit di dalam tubuh sehingga beresiko terhadap anemia. Pb yang terakumulasi akan tereksresi melalui feces dan urin (Riyadina, 1997). Hasil uji statistik menunjukan keterkaitan antara kadar Pb di dalam urin dengan kejadian anemia (P<0,001). Kadar Pb memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena besarnya kadar akumulasi Pb di dalam urin 66
pedagang. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan rata-rata kadar Pb dalam urin pedagang 0,27550 mg/L, sedangkan menurut MBIE (2013) nilai ambang batas kadar Pb pada urin 0,15 mg/L dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar Pb pada urin pedagang wanita melebihi ambang batas yang telah ditetapkan. Besarnya akumulasi Pb di dalam urin juga dipengaruhi oleh lama berdagang di terminal. Hasil penelitian menunjukan para pedagang wanita sebanyak 47 orang (87%) dari 54 responden bekerja di atas satu tahun. Menurut Widyastuti (2005) paparan Pb selama satu tahun dapat menimbulkan efek berupa penyakit dan gangguan lainnya, salah satunya yaitu anemia. Pb yang terakumulasi didalam tubuh akan bercampur di dalam darah sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin di dalam tubuh dimana beresiko terhadap kejadian anemia. Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Malaka (2012) dimana menunjukan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar Pb dalam darah dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pada petugas pintu tol Jagorawi. Besarnya kandungan Pb dalam urin dapat menggambarkan akumulasi Pb di dalam tubuh seseorang, hal ini disebabkan karena eksresi Pb melalui urin lebih besar dibandingkan dengan ekresi melalui rambut, keringat dan feces 75-80% dan oleh sebab itu eksresi timbal pada tubuh manusia yang paling besar yaitu melalui urin (Nordberg, 1986). Menurut Papuling (2011) besarnya kandungan Pb di dalam urin ini disebabkan oleh banyak hal seperti lamanya beraktivitas dan adanya pemajanan yang lama ditempat yang merupakan sumber polutan Pb, hal ini sesuai dengan 67
penelitian Hastuti (2008) menunjukan adanya hubungan yang signifikan lama beraktivitas anak jalanan di jalan raya dengan kadar Pb pada urin. Para pedagang banyak melakukan aktivitas kesehariannya di Terminal Bus Kampung Rambutan, dimana terminal tersebut merupakan salah satu sumber polutan Pb sehingga memungkinkan jika hal inilah yang mempengaruhi besarnya kandungan Pb di dalam urin. NIOSH (1997) menyatakan jika paparan Pb ini melebihi 80 µg/dl dan dibarengi dengan lama beraktivitas pada tempat sumber polutan Pb maka akan berpotensi terjadinya anemia. Menurut WHO (1997) dalam Papuling (2011) besarnya kandungan Pb di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti absorbsi Pb lebih besar pada usia dewasa, jenis kelamin wanita lebih rentan dibandingkan pria, musim panas akan meningkatkan besarnya akumulasi Pb, peningkatan asam lambung dapat meningkatkan absorbsi Pb, peminum alkohol lebih rentan terhadap akumulasi Pb. Upaya khusus sangat diperlukan untuk mengurangi paparan polusi Pb yang terhirup ke saluran pernafasan seperti penggunaan alat pelindung diri berupa masker, mengurangi lama beraktivitas di terminal, pergantian jam berdagang, selain itu juga diperlukan upaya penghijauan di wilayah sekitar terminal agar dapat meminimalisir polusi Pb di udara.
68
6.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia Variabel karakteristik individu yang diteliti pada penelitian ini meliputi umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin c dan konsumsi asam folat.
6.4.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia Umur berkaitan dengan perubahan degeneratif fungsi fisiologis tubuh. Bertambahnya umur berarti terjadi perubahan pada jaringan tubuh (Soleha, 2009). Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara umur dengan kejadian anemia (P>0,693). Hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian anemia pada pekerja wanita di PT. HM Sampoerna (P>0,751) (Supriyono, 2012). Tidak adanya keterkaitan umur dengan kejadian anemia disebabkan karena anemia merupakan penyakit asimtomatik dan tidak memiliki karakteristik khusus dapat menyerang pada kalangan usia yang spesifik, namun anemia merupakan salah satu penyakit yang bisa diderita oleh siapapun baik dari kalangan anak-anak hingga kalangan orang dewasa tanpa memandang usia. Selain itu, pada umur yang produktif juga belum bisa menjamin seseorang
rentan terhadap anemia, hal ini
dibuktikan sesuai dengan hasil pada penelitian ini menunjukan pada pedagang wanita yang memiliki usia produktif lebih banyak tidak 69
menderita anemia (59,6%) dibandingkan dengan yang menderita anemia (40,4%). Umumnya penyakit anemia banyak diderita pada usia yang produktif (Zebua, 2011). Pada usia yang produktif, fungsi fiologis tubuh sudah lebih sempurna dibandingkan pada usia non produktif, sehingga sistem kekebalan terhadap tubuh juga lebih baik dan tidak rentan terhadap penyakit (Riihimaki, 1998 dalam Soleha, 2009). Wanita dengan usia yang produktif lebih rentan terhadap anemia, dimana wanita usia produktif pada umumnya mengalami menstruasi setiap bulannya, mengalami kehamilan dan menyusui anak (Fatimah et al, 2011). Umur yang non produktif akan peka terhadap polutan Pb, hal ini berhubungan dengan perkembangan fungsi fisiologis tubuh yang belum sempurna, dibandingkan pada umur produktif kepekaanya jauh lebih tinggi karena bertambahnya umur, hal ini disebabkan karena aktivitas enzim biotransformase menjadi berkurang terhadap efek Pb. Semakin tinggi umur seseorang maka aktivitas yang dijalankan sehari-hari juga semakin banyak seperti halnya bekerja, aktivitas di jalan raya dan lain sebagainya dimana penyumbang besarnya akumulasi Pb di dalam tubuh dibandingkan dengan usia yang non produktif dimana tidak banyak melakukan aktivitas dalam kesehariannya, hal ini diduga merupakan salah satu penyebab lain besarnya akumulasi Pb di dalam tubuh yang merupakan penyebab anemia (Wardani, 2013).
70
Akumulasi Pb yang tinggi di dalam tubuh jika dibarengi dengan umur yang semakin tua juga dapat meningkatkan tekanan darah sehingga berisiko terhadap kejadian hipertensi. Kenaikan tekanan darah akibat akumulasi Pb ini sangat rentan terjadi pada umur 40-59 tahun (NIOSH, 1997). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurmaini (2004) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara kadar Pb dalam darah dengan tekanan darah polisi lalu lintas Kota Medan (P<0,01). Seiring dengan bertambahnya usia yang semakin tua maka dapat berdampak terhadap produktivitas tubuh menurun. Oleh sebab itu, produktivitas tubuh harus tetap di jaga keseimbangannya agar tidak mudah terserang penyakit anemia. upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga produktivitas tubuh diantaranya yaitu dengan mengurangi aktivitas di terminal, menjaga pola konsumsi makan yang sehat dan penggunaan alat pelindung diri berupa masker.
6.4.2 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup (GBHN, 2004). Pendidikan bagian dari segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmodjo, 2003 dalam Maulana, 2009).
71
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara pendidikan dengan kejadian anemia (P>0,703). Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja wanita di PT. HM Sampoerna (P>0,129) (Supriyono, 2012). Beberapa penelitian terdahulu lainnya juga menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja perempuan di Kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P>0,704) (Raharjo, 2003). Pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena tingginya rendahnya tingkat pendidikan seseorang belum bisa menjamin kesadaran seseorang
peduli untuk berperilaku
hidup sehat serta peka terhadap suatu penyakit, hal ini dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa persentase pedagang diterminal yang memiliki pendidikan rendah 61,1%, diantaranya sebesar 57,6% para pedagang disana tidak menderita anemia. Pendidikan merupakan bagian dalam penentuan kemampuan diri seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan menentukan kualitas di dunia pekerjaan dalam menunjang ekonomi keluarga. Semakin baik tingkat pendidikan maka diharapkan akan baik pula taraf kehidupan dan kesejahteraan dalam hal pemanfaatan dari sumber daya manusia (Liow, 2010). Beberapa
hasil
penelitian
terdahulu
menyatakan
tingkat
pendidikan memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia, seperti pada 72
penelitian Sihombing (2009) menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja di Kawasan Pulo Gadung (P<0,000). Umumnya masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan memiliki tingkat pendidikan kesehatan yang tinggi pula, karena tingkat pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku kesehatan dimana masyarakat menyadari cara memelihara kesehatan diri sendiri serta menghindari dan mencegah dari sesuatu yang merugikan kesehatan diri sendiri dan kesehatan orang lain serta bagaimana seharusnya mencari pengobatan bila sakit (Gunatmaningsih, 2007). Pendidikan juga mempengaruhi tingkat asupan gizi, dimana seseorang berpendidikan tinggi jauh lebih mandiri serta peduli untuk hidup lebih sehat dan tidak heran jika penyakit anemia banyak diderita oleh masyarakat yang berpendidikan rendah (Liow, 2010). Masyarakat yang memilki tingkat pendidikan rendah umumnya akan lebih sulit menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga akan sulit juga menambah pengetahuan dan tidak mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari (Gunatmaningsih, 2007). Kesadaran pedagang untuk berperilaku hidup sehat sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi. Pengetahuan dapat di peroleh dengan banyak mencari informasiinformasi penting terkait penyakit anemia. upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pedagang untuk menjaga kesehatan dan 73
berprilaku hidup sehat. Sehingga dengan adanya kesadaran para pedagang dapat meminimalisir resiko terjadinya anemia seperti dengan penggunaan alat pelindung diri berupa masker.
6.4.3 Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Anemia Merokok merupakan suatu kebiasaan suatu individu yang sulit untuk ditinggalkan. Kebiasaan
merokok banyak dialami oleh orang
dewasa dan berbagai kalangan profesi salah satunya para pedagang wanita di Teminal Bus Kampung Rambutan. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara perilaku merokok dengan kejadian anemia (P>1,000). Hasil penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian anemia pada pekerja di kawasan tri Pulo Gadung (P>0,5) (Sihombing, 2009). Perilaku merokok tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena jumlah pedagang wanita yang merokok lebih sedikit dibandingkan yang merokok, hasil penelitian juga menunjukan 38 orang 70,4% dari 54 pedagang diterminal tidak merokok. Penyebab lainnya yaitu karena dipengaruhi oleh jenis rokok yang dikonsumsi dimana pedagang yang mengkonsumsi jenis rokok kretek (non filter) jauh lebih beresiko dibandingkan dengan jenis rokok biasa (filter) karena volume asap rokok kretek yang dihasilkan lebih besar dan resikonya juga semakin besar pula, hasil penelitian
menunjukan 16 orang (29,6%) 74
pedagang yang merokok seluruhnya mengkonsumsi jenis rokok biasa (filter). Banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi juga dapat mempengaruhi tidak adanya keterkaitan perilaku merokok dengan kejadian anemia, hasil penelitian menunjukan rata-rata jumlah batang rokok yang dikonsumsi sebanyak 8 batang perharinya dan hal ini masih termasuk kedalam kategori perokok ringan. Selain itu, lamanya mengkonsumsi rokok juga turut mempengaruhi tidak adanya keterkaitan perilaku merokok dengan kejadian anemia, hasil penelitian menunjukan rata-rata lama pedagang yang merokok 7 tahun dan dampak perilaku merokok tidak dapat terlihat dalam jangka yang waktu yang cepat melainkan dalam jangka waktu berpuluh-puluh tahun kedepannya . Sebagian kalangan menyakini bahwa seseorang yang terbiasa merokok akan memiliki suatu karakteristik khusus, namun hal ini tidak sepenuhnya benar. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, seperti Karbon Monoksida (CO) dari asap rokok tersebut dapat menyebabkan desaturasi hemoglobin dimana terjadi penurunan peredaran oksigen keseluruh jaringan tubuh sehingga menggantikan tempat oksigen di hemoglobin. Kandungan Nikotin dalam asap rokok juga menyebabkan peningkatan tekanan darah, penggumpalan dinding pembuluh darah sehingga dapat merusak sistem pembuluh darah (Sirajuddin et al, 2011).
75
Kebiasaan merokok dapat menimbulkan permasalahan kesehatan dan mempengaruhi produktivitas tubuh (Husaini, 2006). Dampak merokok tidak secara langsung terasa, namun akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan (Sirajuddin et al, 2011). Asap rokok yang masuk melalui inhalasi dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran pernafasan dimana terjadi penurunan fungsi bulu getar yang berguna untuk menyaring benda asing seperti zat polutan Pb yang merupakan penyebab anemia. Penurunan fungsi bulu getar ini menyebabkan polutan Pb akan lebih mudah masuk ke paru-paru dan bercampur dengan darah sehingga seorang yang merokok lebih beresiko terhadap anemia (Sormin, 2012). Perokok pasif juga merupakan kelompok yang beresiko dibandingkan dengan perokok aktif. Berdasarkan hasil penelitian UNAIR (2010) menunjukan bahwa perokok pasif di lingkungan kerja atau kehidupan sosial menyebabkan risiko terserang berbagai penyakit dan akan meningkat menjadi 16% sedang bila berlangsung lama, hingga 20 tahun lebih, akan meningkat lagi risikonya menjadi 27%. Kesadaran pedagang wanita untuk tidak merokok sangat berperan penting untuk berprilaku hidup sehat. Perokok aktif dan pasif sangat berbahaya bagi kesehatan terutama sangat rentan terhadap wanita. Oleh sebab itu diperlukan upaya yang tepat untuk menanggulanginya seperti pada perokok pasif hendaknya menggunakan masker penutup hidung atau menjauhi sumber asap rokok. Untuk perokok aktif hendaknya mengurangi konsumsi rokok dan jangan merokok di sembarangan tempat 76
karena hal ini dapat menyebarkan asap rokok di lingkungan sekitarnya. Sehingga seseorag yang tidak mengkonsumsi rokok juga turut menghirup asap yang telah tersebar disekitarnya.
6.4.4 Hubungan Lama Berkerja dengan Kejadian Anemia Lama berkerja menggambarkan aktivitas yang menjadi kegiatan rutinitas dalam keseharian serta menunjukan berapa lama seseorang berkerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan (Agusmidah, 2010). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara lama berkerja dengan kejadian anemia (P>0,693). Hasil penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja (tahun) dengan kadar hemoglobin pada petugas pintu tol jagorawi (P>0,987) (Malaka, 2012). Lama berkerja tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena pedagang yang berkerja diatas satu tahun dan menderita anemia (40,4%) lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak menderita anemia (59,6%), selain itu juga dapat dipengaruhi oleh perilaku istirahat pedagang yang memilih untuk tetap di terminal atau kembali ke rumah masing-masing serta waktu yang dihabiskan dalam sehari untuk berdagang dimana dapat mempengaruhi perbedaan kadar akumulasi Pb didalam tubuh yang berdampak terhadap anemia. Lama berkerja di tempat sumber polutan Pb (Terminal Bus) dapat mempengaruhi besarnya akumulasi zat polutan Pb yang berasal dari 77
knalpot kendaraan bermotor yang masuk didalam tubuh diamana dapat mempengaruhi kejadian anemia (Papuling, 2011). Seorang pekerja yang berkerja pada tempat sumber polutan Pb dan sudah berkerja selama 30 hari wajib dilakukan pemeriksaan kadar timbal didalam darah (OSHA dalam Malaka, 2012). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan sebesar 87% para pedagang diterminal berkerja diatas satu tahun. Menurut Wdyastuti (2005) polusi Pb dapat menyebabkan permasalahan kesehatan dan gangguan fisiologis tubuh jika terpapar selama satu tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berkerja di tempat sumber polusi (terminal) lebih besar dari satu tahun beresiko terhadap anemia begitu juga sebaliknya. Sehingga tidak heran jika akumulasi Pb pada urin pedagang sangat dipengaruhi oleh lama berkerja pada tempat yang merupakan sumber polutan Pb dimana merupakan faktor penyebab terjadinya anemia. Besarnya akumulasi Pb sangat dipengaruhi oleh lama bekerja. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk mengurangi akumulasi Pb di dalam tubuh seperti dengan pergantian jam kerja, memilih untuk beristirahat di rumah dibandingkan tetap berada di terminal dan selalu menggunakan masker saat berdagang di terminal. Upaya-upaya ini diharapkan agar dapat mengurangi akumulasi paparan Pb yang masuk ke dalam tubuh sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya anemia.
78
6.4.5 Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia Asupan zat besi sangat dibutuhkan didalam tubuh karena diperlukan untuk sintesis protein yang membawa oksigen yaitu hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh (Gibney et al, 2005). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia (P>1,000). Hasil penelitian terdahulu menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin pada pembantu rumah tangga (P>0,933) (Lubis, 2006). Hasil penelitian lainnya juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin pada pekerja wanita di PT. Tyfountex Indonesia kabupaten Sukoharjo (P>0,608) (Muwakhidah, 2009). Konsumsi zat besi ini tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena asupan zat besi pada sebagian pedagang wanita diterminal sudah mencukupi diatas 6,850 mg (50%) dan hal ini juga dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi zat besi pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita anemia (63,0%) dibandingkan yang menderita anemia (37,0%). Penyebab lain tidak adanya keterkaitan antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia karena adanya pengaruh kemampuan absorbsi zat besi didalam tubuh yang tergantung dari komponen dan jenis makanan yang dikonsumsi sebagai sumber zat besi. Bahan makanan mengandung zat besi yang berasal nabati penyerapan didalam tubuh akan 79
lebih sulit (1-5%) dibandingkan dengan bahan makanan hewani (1020%), selain itu adanya asam oksalanat, asam fitat dan tannin didalam tubuh juga menjadi penghambat penyerapan zat besi (Priswanti,2004). Total besi pada tubuh manusia sekitar 3,8 g, dimana pada wanita 2,3 g dan pada laki-laki sekitar sepertiga dari total zat besi. Perempuan dewasa lebih banyak memerlukan zat besi sekitar 1,4 mg jika sedang mengalami menstruasi dan pada laki-laki dewasa hanya memerlukan zat besi sekitar 1 mg untuk menggantikan zat besi yang hilang melalui sekresi usus, sel epitel, urine dan kulit. Oleh sebab itu, jika kekurangan zat besi seorang wanita lebih rentan terhadap anemia dibandingkan dengan laki-laki (Gibney et al, 2005). Asupan besi yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan yang dianjurkan akan berdampak terhadap defisiensi besi yang berakibat anemia, hal ini sesuai dengan penelitian Raharjo (2003) menunjukan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kejadian anemia pada pekerja perempuan di kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P<0,005). Kekurangan asupan zat besi memiliki hubungan dengan kejadian anemia disebabkan karena berkurangnya transportasi besi ke sumsum tulang dimana sebagai tempat produksi sel darah merah dan dapat menurunkan kadar hemoglobin yang beresiko anemia. Resiko terhadap anemia tidak akan terjadi jika asupan zat besi didalam tubuh terpenuhi sesuai kebutuhannya begitu juga sebaliknya (Gibney et al, 2005). 80
Selain berdampak terhadap anemia, asupan besi yang masih kurang didalam tubuh juga berdampak terhadap produktivitas kerja, hal ini sesuai dengan penelitian Nasution et al (2004) menunjukan ada hubungan antara konsumsi zat besi dengan produktivitas kerja wanita pencetak batu bata di Kabupaten Deli Serdang (P<0,017). Asupan zat besi dikenal sebagai pembentukan sel darah merah yang sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh dan oksigen inilah yang berperan penting dalam pembentukan energi yang berguna untuk meningkatkan produktivitas kerja, oleh sebab itu seseorang yang kekurangan asupan besi dapat menimbulkan dampak terhadap penurunan produktivitas kerja (Nasution et al, 2004). Kekurangan konsumsi besi yang tidak memadai dapat beresiko terhadap anemia. oleh sebab itu diperlukan upaya yang tepat dan optimal untuk mengatasinya seperti pemenuhan asupan besi yang memadai di dalam tubuh. Untuk memenuhi asupan besi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandun zat besi seperti kentang, jagung, bayam, kangkung, telur, ikan, kerang, daging, udang, tahu dan tempe. Penyerapan zat besi di dalam tubuh dapat terhambat dengan keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir
81
paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko terjadinya anemia.
6.4.6 Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia Konsumsi vitamin C pada tubuh dapat membantu meningkatkan penyerapan (enhancer) untuk zat besi didalam tubuh (Fatimah et al, 2011). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia (P>0,577). Hasil penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia pada pekerja perempuan di kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P>0,596) (Raharjo, 2003). Konsumsi vitamin C ini tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena asupan vitamin C pada pedagang disana sebagian sudah mencukupi diatas 24,900 mg (50%) dan hal ini juga dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi vitamin C pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita anemia (66,7%) dibandingkan yang menderita anemia (33,3%). Penyebab lain tidak ada keterkaitan konsumsi vitamin C dengan anemia karena beberapa pedagang juga mengkonsumsi suplemen vitamin C untuk menambah jumlah asupan vitamin C didalam tubuh (29,%). Hal 82
ini disebabkan karena untuk menambah asupan vitamin C tidak hanya bersumber dari makanan sehari-harinya namun bisa juga didapatkan dari konsumsi suplemen vitamin C dan jika para pedagang disana mengkonsumsi makanan sehari-harinya banyak mengandung vitamin C dengan dibarengi mengkonsumsi suplemen tambahan maka dapat mencukupi jumlah asupan vitamin C yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga tidak berdampak terhadap kejadian anemia Penyebab lain tidak adanya keterkaian antara konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia karena konsumsi makanan yang mengandung vitamin C belum menjamin ketersediaan vitamin C yang memadai didalam tubuh, hal ini disebabkan karena jumlah vitamin C yang diabsorbsi sangat dipengaruhi jenis sumber vitamin C dan ada tidaknya zat penghambat dan peningkatan absorbsi vitamin C (Arifin, 2013). Vitamin
C
membantu
peningkatan
penyerapan
kalsium,
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi serta berperan penting untuk pencegahan kanker karena sebagai antioksidan didalam tubuh sehingga dapat menangkal radikal bebas didalam tubuh yang beresiko terhadap permasalahan kesehatan. Jika asupan vitamin C berkurang didalam tubuh, maka akan menimbulkan permasalahan bagi kesehatan seperti implikasi terhadap kadar hemoglobin pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dan begitu pula sebaliknya (Wirakusumah, 2007).
83
Vitamin C sangat berperan penting untuk absorbsi dan metabolisme besi karena dapat menghambat pembentukan hemosiderin yang sulit di mobilisasikan untuk membebaskan besi yang diperlukan didalam tubuh. Vitamin C dapat merubah besi menjadi bentuk veri (tidak larut) ke vero (larut) sehingga dengan adanya perubahan ini dapat membantu penyerapan besi ke usus halus. Absorbsi besi akan meningkat menjadi empat kali lipat bila adanya vitamin C didalam tubuh (Arifin, 2013). Kekurangan konsumsi vitamin C dapat beresiko terhadap anemia. oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan yang tepat dan optimal seperti pemenuhan asupan vitamin C yang memadai di dalam tubuh. Untuk
memenuhi
asupan
vitamin
C
dapat
dilakukan
dengan
mengkonsumsi apel, jeruk, semangka, melon, papaya, pisang dan mangga. Pemenuhan asupan viamin C tidak hanya bersumber dari buahbuahan namun bisa juga bersumber dari suplemen tambahan. Oleh sebab itu, untuk pemenuhan asupan vitamin C di dalam tubuh juga dapat dilakukan dengan mengkonsumsi suplemen tambahan lainnya. penyerapan vitamin C di dalam tubuh dapat terhambat dengan keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko terjadinya anemia. 84
6.4.7 Hubungan Konsumsi Asam Folat dengan Kejadian Anemia Konsumsi asam folat sangat berperan penting dalam pembentukan sel-sel darah merah dan darah putih pada sumsum tulang belakang (Wirakusumah, 2007). Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara konsumi asam folat dengan kejadian anemia (P>0,577). Hasil penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi asam folat dengan kadar hemoglobin pada pekerja wanita di PT. Tyfountex Indonesia kabupaten Sukoharjo (P>0,268) (Muwakhidah, 2009). Konsumi asam folat tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia disebabkan karena asupan asam folat pada pedagang disana sebagian sudah mencukupi diatas 3,812 mg (50%) dan hal ini dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi asam folat pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita anemia (55,6%) dibandingkan yang menderita anemia (44,4%). Penyebab lain tidak adanya keterkaitan antara konsumsi asam folat dengan kejadian anemia ini juga disebabkan karena adanya pengaruh tingkat absorbsi dan metabolisme asam folat didalam tubuh, seperti seseorang yang mendapat obat tertentu akan berbeda tingkat penyerapanya dengan seseorang yang tidak mendapat obat tertentu. Penyerapan asam folat juga dapat terhambat disebabkan karena adanya penggunaan kontraseptif oral (Priswanti,2004). 85
Asam folat juga berperan sebagai koenzim hemoglobin yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Adapun konsumsi asam folat yang diteliti pada penelitian ini yaitu kacang panjang, kacang merah dan buncis. Seseorang yang kekurangan konsumsi asam folat ini dapat beresiko terhadap anemia makrositik dan depresi sumsum tulang. Oleh sebab itu, untuk menghindari hal tersebut terjadi maka dibutuhkan konsumsi asam folat yang mencukupi didalam tubuh sesuai dengan yang dibutuhkan. Kelebihan konsumsi asam folat didalam tubuh juga dapat menimbulkan permasalahan yang lain seperti insomnia dan iritabilitas, oleh sebab itu konsumsi folat tidak boleh terlalu berlebihan dan begitu juga sebaliknya (Wong et al, 2009). Kekurangan asam folat dapat mempengaruhi kadar Hemoglobin didalam tubuh yang berdampak terhadap anemia terutama pada wanita yang hamil. Hal ini sesuai dengan penelitian Besuni et al (2013) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara asam folat dengan kadar hemoglobin pada ibu hamil di kabupaten Gowa (P<0,002). Anemia terjadi disebabkan karena jumlah asupan asam folat yang masih kurang dari kecukupan yang dianjurkan sehingga tidak mendukung metabolisme pembentukan sel darah merah selain itu juga berperan penting untuk membantu pematangan sel darah merah (Muwakhidah, 2009). Disamping itu, kekurangan asam folat juga dapat menyebabkan anemia megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan gangguan saluran cerna. Folat berperan penting untuk mengubah besi 86
menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi normal metabolisme semua sel, terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf (Almatsier, 2001). Kekurangan konsumsi asam folat dapat beresiko terhadap anemia. oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan yang tepat dan optimal seperti pemenuhan asupan asam folat yang mencukupi di dalam tubuh. Untuk
memenuhi
asupan
asam
folat
dapat
dilakukan
dengan
mengkonsumsi kacang-kacangan sperti kacang panjang, kacang merah dan buncis. penyerapan asam folat di dalam tubuh dapat terhambat dengan keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko terjadinya anemia.
87
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: a. Pedagang yang tidak menderita anemia (61,1%) lebih banyak dibandingkan dengan yang menderita anemia (38,9%). b. Hasil pengukuran kadar Pb pada urin responden dengan rata-rata 0,28454 mg/L, standar deviasi 0,086664. Kandungan Pb pada urin terendah 0,078 mg/L dan terendah 0,525 µg/L. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata kadar timbal pada urin 0,26088-0,30819. c. Gambaran karakteristik individu: 1. Pedagang yang memiliki umur produktif (15-50 tahun) (13%) lebih banyak dibandingkan non produktif (<15&>50 tahun) (87%). 2. Pedagang yang memiliki pendidikan rendah (tidak tamat/sekolah, SD, SMP) (61,1%) lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan tinggi (SMA,PT) (38,9%). 3. Pedagang
yang
perokok
ringan
(93,8%)
lebih
banyak
dibandingkan perokok berat (6,2%).
88
4. Pedagang yang berkerja ≥1 tahun (87%)
lebih banyak
dibandingkan dengan <1 tahun (13%). 5. Pedagang yang mengkonsumsi zat besi cukup (≥ 6,850) dan rendah (< 6,850) masing-masing sebesar 50%. 6. Pedagang yang mengkonsumsi vitamin C cukup (≥ 24,900) dan rendah Rendah (< 24,900) masing-masing sebesar 50%. 7. Pedagang yang mengkonsumsi asam folat cukup (≥ 3,812) dan rendah Rendah (< 3,812) masing-masing sebesar 50%. d. Hasil analisis bivariat menunjukan keterkaitan antara kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia (P<0,001). e. Hasil analisis bivariat hubungan karakteristik individu dengan kejadian anemia antara lain sebagai berikut: 1. Tidak terdapat keterkaitan antara umur dengan kejadian anemia (P>0,693). 2. Tidak terdapat keterkaitan antara pendidikan dengan kejadian anemia (P>0,703). 3. Tidak terdapat keterkaitan antara perilaku merokok dengan kejadian anemia (P>1,000). 4. Tidak terdapat keterkaitan antara lama berkerja dengan kejadian anemia (P>0,693). 5. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia (P>1,000).
89
6. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia (P>0,577). 7. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi asam folat dengan kejadian anemia (P>0,577).
7.2 Saran a. Bagi Dinas Perhubungan 1. Melakukan pengukuran kadar Pb udara ambient di Terminal Bus Kampung Rambutan, sehingga dengan adanya pengukuran tersebut dapat dibuat upaya kebijakan untuk meminimalisir seperti membuat program penghijauan atau pemenuhan ruang terbuka hijau. b. Bagi Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan 1. Lebih sering melakukan pemeriksaan Hb, hal ini disebabkan karena masih banyak ditemukan dilapangan para pedagang yang tidak menyadari dan mengetahui bahwa dirinya menderita anemia. 2. Mulai membiasakan diri untuk menggunakan masker secara rutin ketika sedang berdagang di terminal, hal ini disebabkan karena semua para pedagang yang di temui dilapangan tidak ada yang menggunakan
masker
dan
upaya
ini
dilakukan
untuk
meminimalisir emisi kendaraan bermotor yang mengandung polutan Pb dapat terakumulasi didalam tubuh. 90
c. Bagi Peneliti Selanjutnya 1. Kejadian anemia ini mungkin saja disebabkan oleh faktor lain diluar topik yang diteliti, dan ini menjadi keterbatasan pada penelitian ini yang diharapkan dapat ditelusuri lebih lanjut oleh para peneliti berikutnya serta diharapkan dapat mengikutsertakan variabel-variabel lain yang diduga terdapat keterkaitan dengan kejadian anemia yang tidak diikutsertakan pada penelitian ini
91
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U. F, 2012. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Agency For Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR), 1999. Toxicological profile for lead. Atlanta. Agency For Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR), 2007. Lead Toxicity What Are The U S Standards For Lead Levels. Atlanta. Agusmidah, 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan. Universitas Sumatera Utara Press, Medan. Almatsier, Sunita, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Amran, Yuli, 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah, Jakarta. Aminah, Siti et al, 2005. Status Anemia, Perilaku dan Pengetahuan Gizi Serta Kesehatan Rerpoduksi Buruh Perempuan: Gambaran Kerentanan Kesehatan Reproduksi Buruh Perempuan di Pabrik Bitratex Kecamatan Pedurunan
Kota
Semarang.
(Jurnal)
Universitas
Muhamadiyah
Semarang. Anies, 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular Solusi Pencegahan dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Elex Komputindo, Jakarta.
92
Arifin, S. U et al, 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia Pada Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. (Jurnal) Universitas Sam Ratulangi Manado Ariawan, Iwan, 1998. Besar dan Metode pada Sampel Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UNDIP. Association Of Indonesian Environmental Observers 2011. Isu Lingkungan. Atmakusumah et al ,1996. Mengangkat Masalah Lingkungan Ke Media Masa. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. Besuni et al, 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Pembentuk Sel Darah Merah Dengan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa. (Jurnal) Universitas Hasanuddin Makassar BPS, 2013. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 1987-2011. Dahlan, Sopiyudin, 2010. Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto, Jakarta. Deswanto, 2013. Maternal Anemia and Neonatal Outcome . Depkes RI, 2013. Peningkatan Status Kesehatan Gizi dan Produktivitas Kerja Pekerja Perempuan Melalui GP2SP. Dinas Perhubungan (DISHUB) DKI Jakarta, 2014. Laporan Bulanan Terminal Bus Dalam Kota dan Luar Kota Kampung Rambutan Jakarta Timur. Environmental Protection Agency (EPA). Lead. United States Fardiaz, Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
93
Fatima, Siti et al, 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. (Jurnal) Universitas Hasanuddin Makasar. Gibney, M. J, et al, 2005. Public Health Nutrition. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Girsang, Ermi, 2008. Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambient dengan Timbal dalam Darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan. (Tesis) Universitas Sumatera Utara Gunatmaningsih, Dian, 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMAN 1 Kecamatan Jati Barang Kabupaten Brebes. (Skripsi) Universitas Negeri Semarang. Handayani, wiwik et al, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika, Jakarta Hastuti, 2008. Hubungan Lama Beraktivitas dijalan Dengan Kadar Timbal Dalam Urin (Penelitian Pada Anak Jalanan Di Kota Yogyakarta. (Skripsi) Universitas Diponegoro. Herawati, Cucu, et al, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Jalaksana Kuningan. (Jurnal) Kesehatan Kartika. Husaini, Aiman, 2006. Tobat Merokok, Rahasia dan Cara Empatik Berhenti Merokok. Pustaka IIMaN, Depok
94
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 551/2001. Tentang Baku Mutu Udara Ambien Dan Baku Mutu Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta. Keputusan
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Darat
No
SK.1361.AJ.106/DRJD/2003. Tentang Penetapan Simpul Jaringan Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A Diseluruh Indonesia. Kepmenkes RI No.1406 tahun 2002. Tentang Standar Pemeriksaan Kadar Timah Hitam Spesimen Biomarker Manusia Kadar Timah hitam. Laelasari, Ela, 2001. Pengaruh Timah Hitam (Pb) (Studi Kohort Historis Prospektif Kelahiran Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah). (Tesis) Universitas Indonesia. Lapan, 2013. Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara. Lewis Publisher, 1992. ATSDR Public Health Asessment Guidance Manual. Print In The United States Of America. Liow, F. M, et al. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Anemia Pada Ibu Hamil Didesa Sapa Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan. (Jurnal) Universitas Sam Ratulangi Manado. Listanti, Asri, 2007. Analisis Risiko Gangguan Kesehatan Pada Pedagang Kaki Lima (PKL) Yang Terpajan Oleh Nitrogen Dioksida (NO2) Udara Ambient Di Terminal Bus Pasar Senen Jakarta Pusat. (Skripsi) Universitas Indonesia.
95
Lubis, Agustina et al, 2002. Status Kesehatan Pekerja Wanita di Industri Batik Penyamakan Kulit dan Industri Sepatu dan Tas. (Jurnal) Puslitbang Ekologi Kesehatan Lubis, F. S. M, 2006. Hubungan Pengetahuan Tentang Anemia dan Konsumsi Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah pada Pembantu Rumah Tangga dipermukaan Korpri Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang. (Jurnal) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) No IV Tahun 2004. Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Malaka, Tan et al, 2012. Hubungan Kadar Timbal Dalam Darah Dengan Kadar Hemoglobin Dan Hematokrit Pada Petugas Pintu Tol Jagorawi. (Jurnal) Universitas Sriwijaya Mardiyah, Siti, 2010. Gambaran Hasil Pengukuran Timbal pada Debu dan Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah Anak di Perumahan Kawasan Serpong Tangerang Selatan. (Skripsi) Universitas Indonesia. Martina, A. D, 2010. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Status Nutrisi dengan Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang. (Skripsi) Universitas Diponegoro. Manuaba, I. B. G, 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Buku Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta Maulana, H. D. J, 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 96
Mifbakhuddin, 2010. Hubungan Antara Paparan Gas Buang Kendaraan (Pb) dengan Kadar Hemoglobin dan Eritrosit Berdasarkan Lama Kerja pada Petugas Operator Wanita SPBU di Wilayah Semarang. (Jurnal) Ministry of Business Inovation and Employee (MBIE), 2013. Work Exposure, Standards and Biological Exposure Indices. Moehji, Sjahmien, 1992. Ilmu Gizi. Bhatara. Palembang. Mulansari, N. A, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia di Indonesia. Universitas Indonesia Muwakhidah, 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat Dan Vitamin B12 Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Pekerja Wanita Di Kabupaten Sukoharjo. (Tesis) Universitas Diponegoro National Institute for Occupational Safety and Helath (NIOSH), 1997. Protecting Workers Exposed to Lead-Based Paint Hazards. U.S. Department of Health and Human Service, Public Health Service, Centers for Disease and Prevention (CDC). Nasution, Ernawati et al, 2004. Hubungan Konsumsi Zat Besi Dan Status Gizi Dengan Produktivitas Kerja Wanita Pencetak Batu Bata Di Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. (Jurnal) Universitas Sumatera Utara. Nordberg, G. F et al, 2007. Handbook On The Toxicology Of Metal. Elsevier B.V. All right reserved. Except for Chapter 29 which is in the public domain.
97
Novianthie, Rosy, 2007. Kualitas Udara Total Suspended Particullate , Particullate Matter 10 Dan Kejadian ISPA Pada Pedagang Kaki Lima Terminal Bus Senen Jakarta Pusat. (Skripsi) Universitas Indonesia Nurmaini, 2004. Hubungan Tekanan Darah Dengan Kadar Timbal Pada Polisi Lalu Lintas Kota Medan. (Jurnal) Universitas Sumatera Utara Palar, Heryando, 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka Cipta, Jakarta Papuling, Andryes, 2011. Studi Deskriptif Kandungan Timbal Dalam Urine Pada Pedagang Asongan Di Sekitar Jumbo Pasar Swalayan Kota Manado. (Jurnal) Poltekkes Kemenkes Manado. Pasorong, M. B, 2007. Hubungan Antara Kadar Plumbum (Pb) dan Hipertensi Pada Polisi Lalu Lintas Di Kota Manado. (Tesis) Universitas Gajah Mada. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 41 tahun 1999. Tentang
Pengendalian Pencemaran udara. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No PM.2 Tahun 2013. Tentang Petunjuk Teknis Penerapan Dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal
Bidang
Perhubungan
Daerah
Provinsi
Dan
Daerah
Kabupaten/Kota Prasetyo, S. B, 2010. Hubungan Konsentrasi Timbal didalam Air dengan Kadar Hemoglobin Dalam Darah Anak Sekolah Dasar di Kawasan Serpong. (Skripsi) Universitas Indonesia
98
Pramudyastuti, Triutami, 2010. Gambaran Hasil Pengukuran Konsentrasi Timbal di Udara dan Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah Anak di Perumahan Kawasan Serpong. (Skripsi) Universitas Indonesia Pristanti, 2004. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga dan Tingkat Konsumsi Energi Protein, Fe, Folat, Vitamin B12, Dengan Kejadian Kurang Energi Kronik (KEK) Dan Anemia Pada Ibu Hamil. (Jurnal) Universitas Diponegoro Rachma, Henny, 2013. Selama 2012 13 Juta Kendaraan Sesaki Jakarta. Raharjo, Bejo, 2003. Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Pekerja Perempuan Di Kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo. (Tesis) Universitas Diponegoro Semarang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Laporan Nasional 2007. Riyadina, Woro, 1997. Pengaruh Pencemaran Pb Plumbum Terhadap Kesehatan. (Jurnal) Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Sacher, Ronald. A, et al, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Setiowati, Tetty, 2007. Biologi Interaktif. Azka Press, Jakarta Sihombing, Marice et al, 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Pekerja Dikawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. (Jurnal) Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan Volume XIX No 3.
99
Sirajuddin, et al, 2011. Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Bayi Rendah Di Sulawesi Selatan. (Jurnal) Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi 1 januari-Juni Politeknik Kemenkes Makasar. Sloane, Ethel, 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Sormin, K. R, 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex Tahun 2011. (Skripsi) Universitas Indonesia. Soebroto, I, 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta Bangkit Soleha, Siti, 2009. Hubungan Resiko Ergonomi dengan Keluhan Musculoskeletal Disorder (MSDs) Pada Operator Can Plant PT. X Tahun 2009. (Skripsi) UIN Jakarta Sugiarto, Bagus, 2006. Analisis Prioritas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Fungsi Terminal Kampung Rambutan. (Jurnal) Universitas Gunadarma Sumantri, Arif, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kencana Prenada Media Group, Jakarta Supariasa, D. N, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Supriyono, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada Tenaga Kerja Wanita Di PT.HM Sampoerna. Kemenkes RI
100
Syafri, Muhammad et al, 2013. Hubungan Faktor Keluarga dan Anak dengan Kejadian Anemia Pada Anak Sekolah Dasar Inpress Cilalang Kota Makasar. (Jurnal) Universitas Hasanuddin Tjahjandi, Andang, 2007. Timbal di Udara Ambient dan Hubungannya dengan Timbal dalam Darah Serta Kejadian Anemia pada Pegawai UPTD Terminal Dinas Perhubungan Kota Sukabumi. (Tesis) Universitas Indonesia. Tana, Lusianawati et al, 2007. Merokok dan Usia Sebagai Faktor Risiko Katarak Pada Pekerja Berusia > 30 Tahun di Bidang Pertanian. (Jurnal) Universa Medicina. Uswan, Alie, 2013. Jumlah Kendaraan Meningkat. Wulan, Arum, 2013. Faktor-Faktor Terjadinya Anemia Pada Remaja di SMPN 37 Semarang. (Jurnal) WHO, 2012. Global Database on Anemia. Di akses pada tanggal 20 Desember 2013
dari:
http://who.int/vmnis/anaemia/data/database/countries/idn_ida.pdf Wardani, Ira, 2012. Analisis Hubungan Konsentrasi Pajanan Timbal di udara Ambient Terhadap Resiko Kejadian Anemia pada Komunitas dikawasan Puspitek Serpong. (Skripsi) Universitas Indonesia. Widyasuti, Palupi, 2005. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta Yusniwarti, Yusad, 2013. Polusi Udara di Kota Besar di Dunia.
101
Zebua, A. M, 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan Anemia Gizi di wilayah kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias. (Skripsi) Universitas Sumatera Utara. Wirakusumah, E. S, 2007, Penebar Plus Hidup Sehat, 202 Jus Buah dan Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta. Wong, D. L et al, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
102