FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR MERKURI DALAM RAMBUT MASYARAKAT SEKITAR PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) DI DESA MALASARI, KEC. NANGGUNG, KAB. BOGOR
SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh : AGUNG TAUFIQUR ROKHMAN SY 109101000077
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/1434 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, September 2013 Agung Taufiqur Rokhman Sy, NIM : 109101000077 Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Merkuri Dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor. Xvi + 99 halaman, 21 tabel, 4 bagan, 4 lampiran ABSTRAK Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang menggunakan merkuri dalam proses amalgamasi mempunyai kemungkinan terjadinya pencemaran merkuri baik ke lingkungan maupun memapar masyarakat di sekitarnya. Terlebih tidak adanya proses pengolahan limbah yang dihasilkan karena masih bersifat tradisional. Salah satunya adalah kegiatan PETI di Desa Malasari yang telah dilakukan oleh masyarakat selama berpuluh tahun yang lalu. Paparan merkuri dalam waktu yang lama dapat diketahui dengan menganalisa kadar merkuri dalam rambut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah multistage random sampling dengan responden sebanyak 46 orang. Data penelitian diambil dengan wawancara terpimpin melalui kuesioner dan pemeriksaan kadar merkuri dalam rambut di laboratorium. Data dianalisis menggunakan uji t independen, uji anova, dan uji korelasi. Hasil penelitian ini menunjukkan rata – rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari sebesar 0,577 ppm dengan kadar merkuri terendah sebesar 0,021 ppm dan kadar merkuri tertinggi sebesar 1,362. Terdapat hubungan yang signifikan antara umur dan kadar merkuri dalam rambut dengan Pvalue 0,00 dan koefisien korelasi 0,647. Jarak rumah dan kadar merkuri dalam rambut dengan Pvalue 0,00. Jenis pekerjaan dan kadar merkuri dalam rambut dengan Pvalue sebesar 0,018. Lama tinggal dan kadar merkuri dalam rambut dengan Pvalue sebesar 0,00. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah status gizi dan konsumsi ikan. DAFTAR BACAAN : 68 (1983 – 2013) KATA KUNCI : Merkuri, PETI, Rambut. ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE MAJOR OF PUBLIC HEALTH DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduated Thesis, September 2013 Agung Taufiqur Rokhman Sy, NIM : 109101000077 Factors Associated with Mercury Concentration in Hair of Community Living around Illegal Gold Mining in Malasari, Nanggung, Bogor xvi + 99 pages, 21 tables, 4 diagrams, 4 attachment ABSTRACT Illegal gold mining activity which uses mercury in amalgamation process has possibility to mercury contamination either in environment or community around it. Moreover, there is not tailing treatment because of traditional equipment. One of Illegal gold mining is Illegal gold mining in Malasari. It has been done in tens years ago. Mercury exposure in long time can be known by analyzing of hair mercury concentration. Therefore, this research aims to know factors associated with mercury concentration in hair of community living around illegal gold mining in Malasari, Nanggung, Bogor. This research is observational study with cross sectional design. The sampling method that used is multistage random sampling. The number of samples are 46 respondents. Research data collected by interview through questionnaire. Analyses of hair mercury concentration conducted in laboratory. The data analyzed by independent t-test, anova, and correlation. Result of this research showed the average of mercury concentration in hair of community living around illegal gold mining in Malasari was 0.577 ppm. The lowest concentration was 0.021 ppm and the highest concentration was 1.362 ppm. Based on bivariate analyses, There was association between age and hair mercury concentration with Pvalue 0.00 and r 0.647. House distance and hair mercury concentration with Pvalue 0.00. Employment and hair mercury concentration with Pvalue 0.018. Length of stay and hair mercury concentration with Pvalue 0.00. Whereas the factors that were not associated were nutritional status and fish consumption. KEYWORDS REFERENCE
: Mercury, PETI, Hair : 68 (1983 – 2013)
iii
iv
v
DATA RIWAYAT HIDUP Nama
: Agung Taufiqur Rokhman Sy
TTL
: Sidoarjo, 16 Februari 1992
Alamat Asal
: Jl. Kesemen RT. 24 RW. 06, Desa Cangkringsari, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidoarjo
Alamat Sekarang
: Vila Graha Hijau 1 Blok C3, Jl. W.R. Supratman, Ciputat, Tangerang Selatan
Email
:
[email protected]
Gol. Darah
:O
Riwayat Pendidikan : TK Muslimat Kesemen
(1995-1997)
MI Ma’arif Kesemen
(1997-2003)
MTs Unggulan Amanatul Ummah
(2003-2006)
MA Unggulan Amanatul Ummah
(2006-2009)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2009-Sekarang)
Student Exchange, Turki
(2010)
Pengalaman Kerja Praktik : Pengalaman belajar lapangan (PBL) di Puskesmas Ciputat Timur Praktik kerja bidang HES di Chevron Pacific Indonesia, Riau Praktik kerja di BNI Syari’ah.
vi
KATA PENGANTAR Tiada kata yang terindah untuk diucapkan melainkan lantunan syukur kepada Allah SWT karena rahmat, taufiq, dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor”. Sholawat serta salam selalu terucap kepada revolusioner akbar, Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dengan sendi-sendi agama islam. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan jenjang pendidikan S1 di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. DR (hc). dr. M.K. Tajuddin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku ketua peminatan kesehatan lingkungan dan pembimbing II yang telah memberikan banyak siraman ilmu baik ilmu duniawi maupun ukhrawi. 4. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan dengan baik. 5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, dan Meilani Anwar, M.Epid selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan-masukan. 6. Seluruh dosen dan staf pengajar prodi kesehatan masyarakat yang telah mentransfer pengetahuan dan membuka wawasan. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
vii
7. Kepala, Sekretaris, beserta staf Desa Malasari yang telah memberikan kesempatan dan arahan untuk melakukan penelitian pada masyarakat Desa Malasari. 8. Yang terpenting dan utama, Penulis sampaikan kepada Abiku, Sirojul Munir dan Umiku, Zulaikhah beserta adik-adikku (Kurniawan Muzadi Syiroj dan Nadhif Aulia Ilham Syiroj) yang selalu mendo’akan dan memberikan motivasi untuk keberhasilan penulis. 9. Bu Romaya (alm) yang telah mengajarkan untuk selalu belajar, berusaha, dan berdo’a. 10. Aa Sulaiman, Desly Ahdikanta, dan Ani Rahmawati yang telah menjadi sahabat dan selalu memberikan semangat dan dukungan untuk mencapai keberhasilan. 11. Abiler Almuhtaromin khususnya Abiler Vila Graha Hijau 1 yang telah menjadi keluarga dan sahabat bagi penulis. 12. Teman – teman seperjuangan, Kesmas 2009 khususnya teman – teman kesehatan lingkungan dan ENVIHSA ; Aandi, Rudi, Morrys, Yudi, Udin, Ersa, Taslimah, Herisma, Mentary, Nita, Endrawati, Nisa, Maya, Ami, Maya, Cita, Reni, Fauziah, Ardillah, dan Yeni. 13. Keluarga besar CSS MoRA khususnya CSS MoRA Jakarta angkatan 2009, semoga terus menjadi angkatan yang eksis, narsis, berprestasi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi penulis, pembaca maupun masyarakat luas. Jakarta, September 2013
Agung Taufiqur R Sy
viii
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................
i
ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………….
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………... vii DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ix DAFTAR TABEL ……………………………………………………………….
xiii
DAFTAR BAGAN ………………………………………………………………. xv DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………….
xvi
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……………………………………………………………
1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………...
8
C. Pertanyaan Penelitian …………………………………………………......
9
D. Tujuan ………………………………………………………………….....
10
1. Tujuan Umum ………………………………………………………....
10
2. Tujuan Khusus ………………………………………………………… 10 E. Manfaat …………………………………………………………………...
11
F. Ruang Lingkup …………………………………………………………...
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Merkuri ………………………………………………………………….... 13 B. Kegunaan Merkuri …………………………………………………..........
17
C. Toksikokinetik Merkuri ………………………………………………......
18
1. Absorbsi ………………………………………………………………
19
2. Metabolisme ………………………………………………………….. 19 3. Ekskresi …………………………………………………………….....
ix
20
D. Pemajanan Merkuri Melalui Air, udara, dan Ikan ………………………..
20
E. Biomarker Pajanan Merkuri …………………………………………….... 21 1. Rambut ………………………………………………………………..
22
2. Darah ………………………………………………………………….
25
3. Urin …………………………………………………………………...
26
F. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia …………………………
28
1. Pengaruh Terhadap Fisiologis ………………………………………..
30
2. Pengaruh Terhadap Sistem Syaraf ……………………………………
31
3. Pengaruh Terhadap Ginjal ……………………………………………
32
4. Pengaruh Terhadap Pertumbuhan …………………………………….
32
G. Keracunan Merkuri ……………………………………………………….
32
1. Keracunan Akut ………………………………………………………
32
2. Keracunan Kronis …………………………………………………….
33
H. Gangguan Kesehatan Masyarakat ………………………………………...
36
I. Pengolahan Emas …………………………………………………............
39
J. Kerangka Teori …………………………………………………………...
42
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep …………………………………………………………
43
B. Hipotesis ………………………………………………………………….. 44 C. Definisi Operasional ……………………………………………………...
45
BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian …………………………………………………………… 51 B. Populasi dan Sampel ……………………………………………………...
51
C. Perhitungan Sampel ………………………………………………………
53
D. Jenis Data …………………………………………………………………
54
1. Data Primer …………………………………………………………...
54
2. Data Sekunder ………………………………………………………...
54
E. Cara Penelitian ……………………………………………………………
54
x
1. Tahap Persiapan ………………………………………………………
54
2. Tahap Pelaksanaan ……………………………………………………
55
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data …………………………………….
57
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ……………………………………
60
B. Analisis Univariat ………………………………………………………...
65
1. Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari ………………………………………………………… 65 2. Gambaran Faktor Karakteristik Individu ……………………………..
67
C. Analisis Bivariat ………………………………………………………….. 72 1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …………….. 73 2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …..
73
3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……….. 74 4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …... 75 5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……..
76
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……. 77 BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian …………………………………………………... 78 B. Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor …………………………………...
79
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …………….. 84 2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …..
86
3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……….. 88 4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …... 90 5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……..
93
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……. 95 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Keimpulan ………………………………………………………………...
xi
98
B. Saran ……………………………………………………………………… 99 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………
xii
100
DAFTAR TABEL 3.1.
Definisi Operasional
45
4.1.
Kategori Status Gizi
56
4.2.
Ambang Batas Z-Score
56
5.1.
Mata Pencaharian Penduduk Desa Malasari
61
5.2.
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor
5.3.
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI Berdasarkan Jenis Kelamin
5.4.
65
66
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI Berdasarkan Jenis Pekerjaan
66
5.5.
Distribusi Umur Responden
67
5.6.
Distribusi Jenis Kelamin Responden
68
5.7.
Distribusi Jenis Pekerjaan Responden
69
5.8.
Distribusi Status Gizi Responden
70
5.9.
Distribusi Konsumsi Ikan Responden
70
5.10. Distribusi Lama Tinggal Responden
71
5.11. Distribusi Jarak Rumah Responden dengan Tempat Pengolahan
71
5.12. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab. Bogor
73
5.13. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab. Bogor
74
5.14. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab. Bogor
75
5.15. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab.
xiii
Bogor 5.16
75
Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab. Bogor
5.17
76
Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab. Bogor
6.1
77
Distribusi Responden yang Mempunyai Kadar Merkuri > 1 ppm Berdasarkan Umur pada Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari
xiv
85
DAFTAR BAGAN 2.1. Proses Pengolahan Emas dan Risiko Terhadap Masyarakat
41
2.2. Kerangka Teori
42
3.1. Kerangka Konsep
43
4.1. Teknik Pengambilan Sampel
53
xv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
Lampiran 2
Output SPSS
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Peta Malasari
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sumber daya alam merupakan faktor yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia karena manusia tidak dapat hidup tanpa adanya sumber daya alam. Ketergantungan manusia akan sumber daya alam sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. Pada era modern seperti saat ini, berbagai kegiatan pembangunan semakin gencar dilakukan. Khususnya pembangunan yang berkontribusi bagi peningkatan perekonomian. Salah satu pembangunan yang berkembang pesat tersebut adalah pembangunan sektor industri. Kemajuan dalam sektor industri di Indonesia dapat dilihat dari semakin banyaknya penambangan emas tanpa izin (PETI). Jumlah titik rawan PETI di Indonesia telah meningkat dua kali lipat dalam enam tahun terakhir disebabkan oleh tingginya harga emas sehingga jumlah merkuri yang diperdagangkan secara ilegal naik seiring meningkatnya investasi emas. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 280 Ton merkuri ilegal diimpor ke Indonesia untuk digunakan oleh PETI. Angka tersebut meningkat dua kali lipat pada tahun 2011 (Ismawati, 2011 dalam Ismawati, 2013). Kegiatan PETI memberikan berbagai dampak positif yaitu tersedianya lapangan pekerjaan, meningkatnya pendapatan daerah, membaiknya sarana transportasi dan
1
2
komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Akan tetapi, PETI juga memberikan dampak negatif sebagai sumber pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan dan lingkungan ketika pengelolaan dan pemanfaatannya tidak dilakukan dengan bijaksana. Dampak penting yang terjadi akibat pembangunan industri adalah penurunan kualitas lingkungan. Terlebih pada penggunaan logam berat dalam aktivitasnya. Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam kelompok zat pencemar adalah karena logam berat bersifat tidak dapat terurai (non degradable) sehingga dapat tersebar jauh dari sumber pencemaran namun mudah diabsorbsi. Salah satu jenis logam berat adalah Merkuri (Hydrargyrum). Di antara semua unsur logam berat, merkuri menduduki urutan pertama dalam segi sifat racunnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn (Sudarmaji dkk, 2006). Sejak revolusi industri, pemanfaatan merkuri dalam sektor industri sangat beragam di antaranya adalah untuk termometer karena memiliki koefisien yang konstan yaitu tidak mengalami perubahan volume pada suhu tinggi maupun rendah. Selain itu, salah satu sifat merkuri yang dimanfaatkan dalam industri adalah merkuri mampu berikatan dengan hampir semua logam kecuali platinum (Pt) dan timah putih (Sn) untuk membentuk alloy (amalgam). Sifat inilah yang dimanfaatkan dalam bidang kedokteran gigi sebagai bahan penambal gigi dan dimanfaatkan juga dalam bidang penambangan emas sebagai bahan pengikat
3
emas dan perak (pemurnian) sehingga mudah dipisahkan dari mineral pengotor lainnya (Chamid, 2010). Selain dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk, merkuri dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan keracunan. Pada tahap selanjutnya akan menimbulkan berbagai penyakit neurologis karena merkuri bersifat neurotoksik yaitu racun terhadap Central Nervous System (CNS). Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang harus ditangani dengan segera karena menimbulkan banyak kerugian baik lingkungan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Kejadian keracunan merkuri sering terjadi seperti “Minamata Disease” yaitu kejadian keracunan merkuri di Kota Minamata, Jepang. Penyakit ini disebut sebagai tragedi pencemaran merkuri yang dramatis pada tahun 1958. Tragedi ini menyebabkan pencemaran merkuri pada ikan dan mengakibatkan 1.000 orang meninggal dan menghabiskan biaya sebesar $342 juta untuk membersihkan Teluk Minamata dari limbah pabrik kimia Chisso Corp. Kasus keracunan merkuri juga pernah terjadi di Irak pada tahun 1971. Lebih dari 6.500 orang dirawat di rumah sakit dan sebanyak 450 orang meninggal dunia. Di Pakistan juga terjadi keracunan merkuri yang mengakibatkan 4 orang meninggal dan 34 orang dirawat pada 1963. Di Guatemala pada tahun 1966 juga terjadi kasus keracunan merkuri yang menyebabkan 20 orang meninggal dan 45 orang lainnya dirawat (Palar, 2008). Di Indonesia juga terjadi kasus keracunan merkuri di beberapa tempat seperti kasus pencemaran di teluk Buyat akibat dari pencemaran penambangan
4
emas PT. Newmont dan aktivitas PETI yang mencemari sungai di Kalimantan Tengah. Kadar merkuri di tubuh ikan mencapai 0,257 mg/l di sungai Rungan dan 0,676 mg/l di sungai Kahayan. Ambang batas kandungan merkuri dalam ikan seharusnya 0,5 mg/l. Sedangkan kadar merkuri di dasar sungai Rungan sebesar 0,554 mg/l dan di dasar sungai Kahayan 0,789 mg/l padahal ambang batas untuk sedimen hanya 0,005 mg/l (Heriamariaty, 2011). Paparan merkuri dalam jangka panjang mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia. Keracunan merkuri rawan terjadi pada masyarakat yang tinggal di sekitar penambangan. Umumnya bersifat kronik kecuali jika terpapar merkuri dalam kadar yang tinggi. Widowati (2008) menyatakan keracunan akut bisa terjadi pada konsentrasi uap merkuri 0,5 - 1,2 mg/m3 dengan gejala mual, shock,
dan
faringitis.
Apabila
paparan
berlanjut
dapat
menimbulkan
pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, dan gangguan sistem saraf pusat seperti tremor, gagap, dan limbung (Chamid, 2010). Efek toksik merkuri tergantung pada bentuk, jalan masuk, dan lamanya berkembang. Merkuri masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan kulit. Merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi pada bagian tubuh tetentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut yang mengakibatkan keracunan sistem syaraf. Salah satu cara untuk mendeteksi kadar merkuri pada manusia adalah dengan mengukur kadar merkuri dalam rambut. Rambut merupakan salah satu jaringan tubuh yang dapat mengakumulasi merkuri dan merupakan rekaman sejarah yang dapat merefleksikan perubahan metabolisme. National Institute for
5
Minamata Disease (2006) menyatakan bahwa konsentrasi merkuri tertinggi dalam tubuh manusia terakumulasi pada rambut. Menurut US EPA (2001) kadar merkuri dalam rambut rata-rata 250 kali lebih tinggi dari kadar merkuri dalam darah dan sepuluh kali lebih tinggi dari konsentrasi metilmerkuri dalam urin. Analisis rambut memiliki kelebihan dalam mendeteksi keberadaan logam berat yaitu jika analisis menggunakan darah dan urin kurang dapat memberikan indikasi dari jalur pengeluaran serta pengurangan tumpukan logam dari tubuh. Kedua tes ini tidak dapat menggambarkan kondisi dalam jangka panjang mengenai banyaknya racun metal di dalam tubuh. Berbeda dengan analisis rambut yang dapat mengidentifikasi kekurangan nutrisi dan logam beracun dalam jangka panjang (Tabrizian, 2010). Konsentrasi merkuri pada rambut cukup persisten sehingga tidak hilang karena pencucian dengan shampo maupun pengecatan rambut. Namun dapat menurun 30% - 50% bila rambut diluruskan atau dikeriting karena pelurus rambut mengandung unsur thyoglycolic acid yang mempunyai efek mengurangi konsentrasi merkuri pada rambut (Chamid, 2010). Telah terdapat penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kadar merkuri dalam rambut. Penelitian yang dilakukan oleh Petasule (2012) terhadap pengolah emas di tambang emas Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur, Kabupaten Gorontalo Utara yang menunjukkan dari hasil pemeriksaan kadar merkuri pada rambut penambang bahwa 82,8% pengolah emas mengalami keracunan merkuri. Penelitian kedua yaitu keracunan merkuri pada PETI di
6
Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas yang dilakukan oleh Lestarisa (2010) menyimpulkan dari hasil pemeriksaan kadar merkuri pada rambut penambang bahwa sebesar 80,5% mengalami keracunan merkuri. PETI merupakan salah satu aktivitas pengolahan emas tanpa izin yang menggunakan logam berat berupa merkuri. Karena tidak ada izin dari pemeritah, dalam pelaksanaannya tidak ada standar yang digunakan. Akibatnya potensi pencemaran semakin besar. Salah satu kegiatan PETI terletak di daerah Pongkor yang melakukan pengolahan bijih emas dengan cara amalgamasi yaitu proses penggilingan dan pembentukan amalgam dilakukan bersamaan di dalam suatu amalgamator yang disebut gelundung berpenggerak kincir air atau dinamo dengan waktu penggilingan antara 8 hingga 12 jam (Nixon, 2006). Pencemaran bisa terjadi pada saat penggilingan, unsur merkuri terpecah menjadi butiran halus sehingga dapat lepas dari dalam gelundung dan masuk ke aliran sungai atau jatuh ke atas tanah. Selain itu, ketika proses pencucian dan pemerasan juga bisa terjadi pencemaran berupa cairan merkuri yang mengalami kontak langsung dengan kulit pengolah emas dan limbah yang masih mengandung merkuri umumnya dibuang langsung ke sungai. Serta pada saat penggarangan, uap merkuri tidak ditampung sehingga dapat mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar tempat pengolahan melalui inhalasi. Tailing yang dihasilkan, dibuang secara langsung ke sungai tanpa dilakukan treatment terlebih dahulu. Merkuri akan mencemari air, ikan, dan
7
biota air sehingga terakumulasi di dalamnya dan mempengaruhi rantai makanan. Sungai yang tercemar oleh merkuri dapat membahayakan kesehatan masyarakat ketika mengkonsumsi ikan dan memanfaatkan air sungai yang telah tercemar. Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh selain melalui rantai makanan juga dapat terjadi melalui pernafasan dan kontak kulit secara langsung akibat aktivitas sehari-hari masyarakat. Salah satu desa yang berpotensi mngalami pencemaran adalah Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Terdapat beberapa PETI yang lokasinya bercampur dengan pemukiman penduduk. Hasil pemantauan dan pendataan penyebaran merkuri yang ditimbulkan oleh kegiatan PETI di wilayah pertambangan emas Pongkor menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri (Suhandi, dkk, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan Sudarmaji (2008) gejala – gejala yang dapat timbul adalah gatal-gatal, sakit kepala, sakit perut, tremor, meriang, bisul, sulit tidur, demam, dan gangguan penglihatan. Berdasarkan data Puskesmas Nanggung tahun 2008 penyakit yang diderita oleh penduduk di sekitar wilayah Kecamatan Nanggung adalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas, tukak lambung, batuk, dermatitis, TB paru klinis, dan Conjunctivitis (dengan diagnosa tertentu). Penyakit – penyakit tersebut merupakan tanda keracunan merkuri meskipun belum bisa dipastikan seseorang yang menderita penyakit tersebut akibat pajanan merkuri. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Margaret (2010) bahwa biaya kesehatan per tahunnya yang dikeluarkan oleh penduduk Desa Malasari rata-rata Rp192.833. Biaya kesehatan ini merupakan
8
pengeluaran biaya yang paling besar dibanding Desa Cisarua yang pengeluaran untuk biaya kesehatannya sebesar Rp140.349 dan Desa Bantarkaret sebesar Rp171.800 per tahunnya. Dengan adanya lokasi PETI yang bercampur dengan pemukiman masyarakat maka mempunyai potensi besar untuk terjadinya pencemaran merkuri baik terhadap kesehatan masyarakat maupun lingkungan. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar penambangan emas tanpa izin di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. B. Rumusan Masalah Pembangunan sektor industri merupakan aktivitas yang harus dilakukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu sektor pembangunan yang selama ini diperkirakan menimbulkan dampak penting bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat adalah sektor industri pertambangan emas terlebih PETI. Salah satu kegiatan PETI dilakukan di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. PETI merupakan kegiatan penambangan emas yang dilakukan secara tradisional. Bijih emas akan diolah dengan metode amalgamasi yaitu mencampur pasir urat kuarsa dengan merkuri untuk membentuk amalgam. Dari proses tersebut menghasilkan tailing atau limbah yang banyak mengandung merkuri. Tailing tersebut langsung dibuang ke lingkungan tanpa dilakukan treatment terlebih dahulu dikarenakan peralatan yang digunakan masih sederhana. Merkuri dalam tailing akan mencemari air sungai dan biota air
9
sehingga akan membahayakan kehidupan manusia karena mencemari rantai makanan. Selain itu, uap merkuri yang dihasilkan memiliki toksisitas yang tinggi dan memajan manusia melalui peroses inhalasi. Oleh karena itu, penting untuk dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari? 2. Bagaimana gambaran faktor karakteristik responden (umur, jenis pekerjaan, status gizi, konsumsi ikan, jarak tempat tinggal, dan lama tinggal)? 3. Apakah ada hubungan umur dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari? 4. Apakah ada hubungan jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari? 5. Apakah ada hubungan status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari? 6. Apakah ada hubungan konsumsi ikan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari? 7. Apakah ada hubungan jarak tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari?
10
8. Apakah ada hubungan lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari? D. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. 2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 2. Mengetahui faktor karakteristik responden (umur, jenis pekerjaan, status gizi, konsumsi ikan, jarak tempat tinggal, dan lama tinggal). 3. Mengetahui hubungan umur dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 4. Mengetahui hubungan jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 5. Mengetahui hubungan status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 6. Mengetahui hubungan konsumsi ikan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 7. Mengetahui hubungan jarak tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
11
8. Mengetahui hubungan lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. E. Manfaat 1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat a.
Memberikan
sumbangsi
pemikiran
teoritis
bagi
penerapan
dan
perkembangan substansi keilmuan di bidang kesehatan masyarakat. b. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya utuk mengembangkan penelitian lebih mendalam. 2. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kadar merkuri dalam rambut sebagai upaya melindungi dan mencegah gangguan kesehatan akibat adanya pencemaran merkuri di sekitar wilayah penambangan. 3. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pemerintah daerah khususnya Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam perencanaan, pemantauan terhadap kualitas lingkungan dan status kesehatan masyarakat. F. Ruang Lingkup Peneliti adalah Mahasiswa Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat yang tinggal
12
di sekitar penambangan emas tanpa izin di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor pada tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional. Dalam pengumpulan data primer, peneliti mengambil rambut dengan cara menggunting rambut pada daerah yang dekat dengan kulit kepala di bagian belakang telinga dan yang tersembunyi. Kemudian dilakukan pengukuran di laboratorium menggunakan mercury analyzer. Untuk mendapatkan data karakteristik penduduk menggunakan kuesioner dengan metode wawancara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Merkuri (Hg) Merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hydrargyrum yang berbentuk cair keperakan dalam tekanan dan suhu kamar. Merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodik unsur kimia, merkuri menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom 200,59. Secara umum logam merkuri memiliki sifatsifat dasar sebagai berikut (Palar, 2008) : a. Berwujud cair pada suhu kamar (25 0C) dengan titik beku paling rendah sekitar – 39 0C. b. Masih berwujud cair pada suhu 396 0C dan telah terjadi pemuaian secara menyeluruh pada suhu tersebut. c. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam-logam lainnya. d. Memiliki tahanan listrik yang sangat tinggi sehingga menjadikan merkuri sebagai konduktor yang baik. e. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk amalgam. f. Merkuri merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup baik dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun persenyawaan.
13
14
Merkuri dapat membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik (seperti oksida, klorida, dan nitrat) maupun organik. Merkuri berubah menjadi senyawa anorganik melalui oksidasi dan menjadi unsur merkuri kembali melalui reduksi. Perubahan Merkuri anorganik menjadi merkuri organik melalui bakteri anaerob tertentu dan senyawa ini secara lambat akan terdegradasi menjadi merkuri anorganik. Merkuri mempunyai titik didih 357 0C dan titik leleh -38,87 0
C. Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar (HgS) yang mengandung unsur
merkuri sebesar 0,1% - 4%. Salah satu cara perolehannya melalui pemanasan bijih dengan suhu 800 0C dengan menggunakan O2 (udara). Sulfur yang dikombinasikan dengan O2 melepaskan merkuri dengan uap air yang mudah terkonsentrasi. HgS
+
O2
Hg
+
SO2
Merkuri yang telah dilepaskan akan mengalami kondensasi sehingga diperoleh logam cair murni. Logam cair Inilah yang kemudian digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan seperti untuk menambal gigi, termometer, disinfektan, pestisida, bahan cat, baterai kering serta proses pengolahan emas (Heryando, 2008). Sinabar dapat juga dipanaskan dengan kapur, belerang bercampur kalsium dan akan melepaskan uap logam merkuri. Merkuri pada umumnya dimurnikan melalui proses destilasi. Bijih merkuri juga ditemukan pada batu dan bercampur dengan bijih lain seperti tembaga, emas, timah, seng, dan perak. Menurut Inswiarsi (2008) dalam
15
jurnal ekologi kesehatan bahwa merkuri muncul di lingkungan secara alamiah dalam beberapa bentuk yaitu : 1. Metal Merkuri (Hg0) Metal merkuri merupakan logam berwarna putih berkilau, berbentuk cair dalam suhu kamar dan membentuk uap merkuri yang tidak berwarna dan tidak berbau. Penguapan merkuri berbanding lurus dengan suhu. Semakin tinggi suhu, semakin cepat merkuri akan menguap. Metal merkuri masih digunakan dalam beberapa obat tradisional di Amerika Latin dan Asia, serta digunakan dalam acara-acara ritual seperti Voodoo, Santeria, dan Espiritismo suku Caribia. Digunakan juga dalam pembuatan termometer dan barometer. Metal merkuri banyak digunakan untuk produksi gas klorin kaustik, baterai, saklar listrik, dan pemurnian emas. Untuk bahan penambal gigi biasanya mengandung merkuri metal 50%. WHO (2003) menyatakan bahwa sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental amalgam. 2. Merkuri Anorganik Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin, sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa tersebut biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik berbentuk bubuk putih kecuali merkuri sulfide (HgS) yang biasa disebut Sinabar, berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. HgS digunakan untuk pigmen cat berwarna merah terang (Chamid dkk, 2010). Senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai fungisida. Garam-
16
garam merkuri anorganik termasuk amoniak, merkuri klorida, dan merkuri iodide digunakan untuk krim pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl2) adalah sebagai antiseptik atau disinfektan. Pada waktu lampau, merkurous klorid digunakan dalam bidang kedokteran untuk obat penjahar, obat cacing, dan bahan penambal gigi. Produk ini termasuk mercurochrome (mengandung 2% merkuri sulfida) dan merkuri oksida digunakan untuk zat warna pada cat. Sedangkan merkuri sulfida digunakan sebagai pewarna merah pada tattoo. Merkuri klorida juga digunakan sebagai katalis, industri baterai kering, dan fungisida dalam pengawetan kayu. Merkuri asetat digunakan untuk sintesa senyawa organomerkuri sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi organik dan sebagai reagen dalam kimia analis. Senyawa-senyawanya banyak digunakan sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering, photografi, pabrik kayu, dan pabrik tekstil (Clarkson, 2002). Penyerapan dan pengendapan merkuri anorganik yang terhirup tergantung ukuran partikel, kelarutan, dan lain-lain. Sekitar 10 - 15% pemaparan merkuri anorganik melalui mulut, kemudian diserap oleh sistem gastrointestinal dan mengendap dalam tubuh (Rianto, 2003). 3. Merkuri organik Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bereaksi dengan karbon atau organomerkuri. Jenis organomerkuri yang paling populer adalah metilmerkuri (dikenal dengan monometilmercuri) CH3 – Hg - COOH. Pada
17
waktu
yang lampau,
senyawa organomerkuri
yang dikenal
adalah
fenilmerkuri. Organomerkuri lainnya adalah dimetilmerkuri (CH3 – Hg - CH3) yang juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia (Nina, 2007). Di lingkungan ditemukan dalam jumlah kecil namun sangat membahayakan bagi manusia dan hewan. Metil merkuri dihasilkan dari proses mikroorganisme (bakteria dan fungi) di lingkungan. Sampai tahun 1970 metil merkuri dan etil merkuri digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Setelah diketahui adanya efek negatif terhadap kesehatan, penggunaan metil merkuri dan etil merkuri sebagai fungisida biji-bijian dilarang. Sampai tahun 1991-an penggunaan fenil merkuri sebagai antifungi pada cat masih diperbolehkan, tetapi penggunaan ini selanjutnya juga dilarang karena akan terjadi penguapan merkuri. B. Kegunaan Merkuri Pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas. Merkuri digunakan dalam bermacam-macam pekerjaan yaitu : 1. Bidang perindustrian Dalam industri khlor-alkali, merkuri digunakan untuk menangkap logam natrium. Logam natrium tersebut dapat ditangkap oleh merkuri melalui proses elektrolisa dari larutan garam natrium klorida. Sedangkan dalam industri kertas banyak digunakan senyawa fenil merkuri asetat yang digunakan untuk mencegah pembentukan kapur pada kertas basah selama proses
18
penyimpanan. Merkuri juga digunakan dalam industri cat untuk mencegah pertumbuhan jamur sekaligus sebagai komponen pewarna (Alfian, 2006). 2. Bidang pertanian Merkuri banyak digunakan sebagai fungisida. Contohnya, senyawa metil merkuri disiano diamida (CH3-Hg-NH-CHHNHCN), metil merkuri siano (CH3-Hg-CN), metil merkuri asetat (CH3 – Hg - CH2 - COOH), dan senyawa etil merkuri khorida (C2H5 – Hg - Cl). 3. Bidang pertambangan Logam merkuri digunakan untuk membentuk amalgam. Contohnya dalam pertambangan emas, logam merkuri digunakan untuk mengikat dan memurnikan emas. 4. Bidang kedokteran Logam merkuri digunakan untuk campuran penambal gigi. 5. Peralatan fisika Merkuri digunakan dalam termometer, barometer, pengatur tekanan gas dan alat-alat listrik. C. Toksikokinetik Merkuri Logam berat diabsorbsi dan diakumulasikan dalam jaringan hidup dengan urutan Hg, Cu, Ni, Pb, Co, Cd (Widowati dkk, 2008). Menurut Suwerja dkk (2001) dalam Alfreds (2002) bahwa setelah merkuri masuk ke dalam tubuh manusia, maka akan terjadi proses, absorbsi, biotransformasi, dan ekskresi. Adapun toksikokinetik merkuri adalah :
19
1. Absorbsi Merkuri dapat diabsorbsi melalui saluran pencernaan, pernafasan, dan kontak kulit. Uap senyawa metil merkuri seperti uap metil merkuri klorida dapat diserap melalui pernafasan hingga 80%. Penyerapan metil merkuri dapat juga melalui kulit. Setelah diabsorbsi, merkuri di jaringan mengalami oksidasi membentuk merkuri divalen (Hg2+) yang dibantu oleh enzim katalase untuk mempercepat reaksinya. Merkuri juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru dalam bentuk uap atau debu. Inhalasi terhadap uap merkuri akan diabsorbsi melalui sel darah merah lalu ditransformasikan menjadi merkuri divalen (Hg2+). Akibatnya sebagian merkuri akan menuju otak yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan (Rianto, 2010). Absorbsi merkuri anorganik melalui gastrointestinal kurang dari 15% pada mencit dan 7% pada manusia sedangkan absorbsi merkuri organik sebesar 90% - 95%. Konsentrasi merkuri terbesar ditemukan dalam pajanan merkuri anorganik dan uap merkuri sedangkan merkuri organik mempunyai afinitas yang besar terhadap otak (Sari, 2002). 2. Metabolisme Unsur merkuri yang diabsorbsi akan dioksidasi dengan cepat menjadi ion Hg2+ yang memiliki afinitas terhadap gugus-gugus sulfhidril (-SH) serta berikatan dengan substrat-substrat yang banyak mengandung gugus tersebut. Metil merkuri dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh hati dan ginjal. Merkuri dapat melewati darah, otak, dan plasenta. Metil merkuri
20
mempunyai afinitas yang kuat terhadap otak. Sekitar 90% merkuri darah terdapat dalam eritrosit. Senyawa fenil merkuri diubah dengan cepat menjadi merkuri anorganik, sedangkan metil merkuri dimetabolisme secara lambat (Rianto, 2010). Metil merkuri yang ada dalam saluran pencernaan akan dikonservasi menjadi merkuri anorganik oleh flora usus. 3. Ekskresi Sifat ekskresi merkuri oleh tubuh adalah sangat lambat. Dalam percobaan selama 21 hari, anak ayam yang dipelihara hanya mengekskresikan kurang lebih 0,66% dari total merkuri di dalam tubuhnya. Jika dibandingkan antara merkuri organik dan anorganik, maka merkuri anorganik relarif lebih mudah diekskresikan. Ekskresi merkuri dari tubuh melalui urin dan feses dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri, besar dosis merkuri serta waktu paparan. Ekskresi metil merkuri sebesar 90% terjadi melalui feses, baik paparan akut maupun kronis. D. Pemajanan Merkuri Melalui Air, Udara, dan Ikan Secara alamiah, bijih merkuri ditemukan pada batu bercampur dengan bijih lain seperti tembaga, emas, timah, seng, dan perak. Merkuri juga diperoleh dari bijih sinabar melalui pemanasan dengan suhu 800
0
C. Sulfur yang
direaksikan dengan oksigen akan melepaskan merkuri dalam bentuk uap yang mudah terkonsentrasi dan menjadi pencemar udara. kemudian merkuri akan mengendap ke lingkungan (air, tanah, udara, dan makanan). Manusia menggunakan merkuri dalam berbagai aktivitas industri. Ketika tidak
21
dikendalikan dengan tepat, akan mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan. Melalui siklusnya, merkuri akan berada di air sehingga dapat mencemari badan air dan biota air antara lain ikan dan kerang-kerangan yang selama ini gemar dikonsumsi oleh masyarakat. Merkuri yang mencemari badan air dapat mempengaruhi kualitas air. Terlebih badan air yang digunakan sebagai bahan baku keperluan sehari-hari misalanya mandi, menggosok gigi, dan memasak. Air sungai yang tercemar merkuri dapat mengkontaminasi ikan secara langsung atau tidak langsung yaitu ikan kecil memakan plankton yang mengandung merkuri dan kemudian ikan kecil tersebut dimakan oleh ikan yang lebih besar. Kerang juga dapat mengakumulasi merkuri di dalam cangkangnya. Selanjutnya ikan dan kerang tersebut dikonsumsi oleh manusia sehingga merkuri akan terakumulasi dalam tubuhnya (Cakrawati, 2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semua ikan yang tidak terkontaminasi langsung oleh merkuri selama pertumbuhannya masih mengandung merkuri dalam tubuhnya pada konsentrasi yang rendah yaitu 0,0005 - 0,0075 (Kusnoputranto, 1996). E. Biomarker Pajanan Merkuri Biomarker dapat digunakan untuk memperkirakan pajanan (jumlah yang diabsorbsi atau dosis internal), efek-efek bahan kimia, dan dapat digunakan juga untuk mengetahui apakah berasal dari makanan, lingkungan, atau tempat kerja. Biomarker dapat digunakan untuk melihat hubungan kausalitas dan dosis respon dalam penilaian risiko, diagnosis klinis, dan monitoring (Inswiasari, 2008).
22
Biomarker yang akurat dan reliabel untuk mengukur merkuri dalam tubuh adalah darah, urin, rambut, dan kuku (Grandjean, 2005). Pengukuran tersebut berfungsi untuk rnemperkirakan dampak negatif terhadap kesehatan yang akan muncul akibat pajanan merkuri. Darah dan urin digunakan sebagai biomarker untuk merkuri metal atau merkuri anorganik. Untuk pajanan metil merkuri darah diambil beberapa hari setelah pajanan karena sebagian besar bentuk merkuri dalam darah akan turun 50 % setiap 3 hari jika pajanan dihentikan. Oleh karena itu, kadar merkuri dalam darah merupakan informasi yang sangat bermanfaat untuk pajanan yang baru terjadi dibanding pajanan jangka panjang. Rambut dan darah digunakan sebagai indikator keracunan metil merkuri. Untuk fetal, rambut ibu dan darah tali pusat sebagai indikatornya (Mahaffey, 2005). Adapun biomarker yang sering digunakan adalah 1. Rambut Rambut adalah bagian tubuh makhluk hidup yang banyak mengandung protein struktural yang tersusun oleh asam-asam amino sistein yang mengandung ikatan disulfida (- S – S -) dan sistein yang mengandung gugus sulfhidril (-SH) yang mempunyai kemampuan mengikat logam berat yang masuk ke dalam tubuh. Terdapatnya merkuri dalam rambut merupakan indikator paparan kronik terhadap merkuri (Handayani, 2012). Penentuan tingkat keracunan merkuri antara lain dapat dilakukan dengan sampel rambut. Karena dalam tubuh manusia, merkuri tidak diperlukan dan dapat dibuang melalui rambut (Guinn VP, 1972 dalam Kamal
23
(2002). Logam berat dikeluarkan melalui rambut melalui mekanisme ekskresi (Hartono, 2003). Kadar merkuri dalam rambut merupakan salah satu indikator tingkat kandungan merkuri dalam tubuh dan dapat digunakan untuk menilai sejauh mana kontaminasi merkuri pada penduduk (Suma’mur, 1994). Rambut merupakan biomonitoring terhadap paparan merkuri yang paling banyak digunakan. Akumulasi merkuri pada folikel rambut sebanding dengan konsentrasi pada darah (Katz, 1988; Hislop, 1983). Pada manusia rambut umumnya diterima sebagai sarana estimasi beban merkuri pada tubuh (Grandjean, et al, 2002; Harada, et al, 1999; Knobeloch, et al, 2007; Myers, 2000 dalam Ismawati 2013) Analisis
merkuri
mengunakan
rambut
mempunyai
kelebihan
dibanding dengan biomarker lain seperti darah, urin, dan kuku. Rambut dapat menggambarkan kondisi dalam jangka panjang mengenai banyaknya merkuri dalam tubuh. berbeda dengan darah dan urin; darah hanya dapat mengukur komponen yang terserap sementara dalam sirkulasi sebelum pembuangan dan penyimpanan. Sedangkan urin hanya mencerminkan kadar logam berat yang dilepaskan oleh ginjal dari darah untuk jangka pendek yaitu beberapa jam saja (Tabrizian, 2009). Analisis rambut dapat mengidentifikasi kekurangan nutrisi jangka panjang yang merupakan akar penyakit serta menemukan logam berat yang berpotensi menimbulkan penyakit. Rambut memberikan informasi tentang nomor, tipe, dan jumlah logam berat. proses pertumbuhan rambut dapat
24
digunakan sebagai rekonstruksi pemajanan pada masa silam yaitu 10 cm rambut sama dengan 300 hari (Kuswaji, 1994 dalam Hartono, 2003). Konsentrasi merkuri pada rambut dapat meningkat dengan adanya uap merkuri di lingkungan karena adanya adsorpsi langsung (IPCS, 1990). Menurut WHO (1991) dalam Warsono (2000) bahwa rambut merupakan media indikator yang berguna bagi orang yang keracunan merkuri, konsentrasi merkuri pada rambut kepala setara dengan konsentrasi merkuri dalam darah pada saat pembentukan rambut, tetapi hubungan antara konsentrasi rambut, darah, dan urin belum diketahui. Selain itu, rambut dapat digunakan untuk membedakan kontaminasi internal dan eksternal. Rambut bagian dalam yang selalu tertutup hanya mencerminkan kontaminasi internal, sedangkan rambut kepala menunjukkan kontaminasi total (internal dan eksternal) (kamal, 2002 dalam Suhandi, 2006). Mineral yang bisa dideteksi menggunakan rambut adalah sulfur, antimonium, uranium, arsenik, berilium, merkuri, cadmium, timbal, alumunium, germanium, barium, bismut, rubidium, litium, nikel, platinum, talium, iodin, vanadium, strontium, tin, titanium, tungsten, zirconium, kalsium, magnesium, natrium, kalium, tembaga, seng, fosfor, zat besi, mangaan, kromium, selenium, boron, kobalt, dan molibdenium (Tabrizian, 2010).
25
2. Darah Pemeriksaan sampel darah merupakan pilihan utama apabila pemaparan merkuri anorganik jangka pendek dengan konsentrasi tinggi karena merkuri dalam darah meningkat sangat cepat. Waktu paruh merkuri dalam darah ± 2 hari sehingga evaluasi terhadap merkuri dalam darah dapat dilakukan jika jangka waktu sesudah pemaparan sangat penting. Untuk pemaparan merkuri organik, pemeriksaan dilakukan dengan pengambilan sampel darah dan rambut. Pengukuran merkuri dalam darah biasanya digunakan untuk mengidentifikasi pemaparan metil merkuri. Pemajanan merkuri dalam darah biasanya melalui makanan (ikan, kerang, udang) dan air minum. Masyarakat yang gemar mengkonsumsi ikan, kadar merkuri dalam darahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang jarang mengkonsumsi ikan. Paparan metil merkuri dalam jangka panjang melalui makanan berubungan linier dengan kadar merkuri dalam darah. Dan kadar merkuri dalam darah 5-10 kali lebih rendah dari kadar merkuri dalam otak (WHO, 1990). Menurut WHO (1991) dalam Warsono (2000), kadar merkuri maksimal dalam darah 500 µg/l. Dalam kadar ini sudah dapat menimbulkan gejala parestesia dan disartria, sedangkan pada kadar 3000-4000 µg/l akan berakibat kematian.
26
3. Urin Sampel urin merupakan indikator yang baik terhadap kandungan merkuri anorganik dalam tubuh karena uap merkuri. Hal ini disebabkan merkuri dalam urin mencapai puncaknya ± 2 – 3 minggu setelah pemaparan dan berkurang dengan sangat lambat dengan waktu paruh 40 - 60 hari untuk pemaparan jangka pendek dan 90 hari untuk pemaparan jangka panjang (EPA, 2006). Akan tetapi, pemeriksaan urin tidak berguna untuk pemaparan metil merkuri, karena metil merkuri sangat kecil diekskresikan melalui urin (IPCS, 1990). Feses dan urin merupakan rute utama untuk eliminasi merkuri anorganik pada manusia (IPCS, 1991). Pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanda awal pengaruh kurang baik yang berkaitan dengan sistem syaraf pusat atau ginjal dapat dilihat pada konsentrasi kadar merkuri dalam urin antara 25 - 35 µg/l keratin. Apabila konsentrasi merkuri dalam urin melebihi 100 µg/l kreatin maka pasti mempunyai resiko kesehatan. Terutama pada sistem syaraf pusat dapat menyebabkan tremor, rasa cemas, erithism, dan kerusakan ginjal dengan proteinuria. Sedangkan pada pemaparan antara 50 – 100 µg/l kreatin dalam urin gejalanya kurang terlihat (IPCS, 1994). Menurut WHO (1991) dalam Warsono (2000), bila kadar merkuri dalam urin 100 – 600 µg/l menimbulkan gejala pada susunan saraf pusat berupa letargia, hiperrefleksia, dan tremor.
27
Pengukuran kadar merkuri dalam makanan, darah, urin, rambut, dan jaringan dapat dilakukan dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), Mercury Analyzer, Gas Chomatography Electron – Capture untuk memeriksa metil merkuri dalam makanan, jaringan, dan cairan biologi. Neutron Activation untuk memeriksa total merkuri dalam semua media (WHO, 1990). Pengukuran dengan AAS memiliki tingkat sensitivitas yang memadai untuk pengukuran merkuri pada tingkat sub-Ppm dibandingkan dengan Neutron Activation. Kelemahan AAS adalah sampel yang dibutuhkan untuk analisis sekitar 5 - 10 gram. Sedangkan untuk mendapatkan resolusi spasial dibutuhkan sekitar 100-150 helai rambut. Besar jumlah sampel rambut dapat mengganggu responden (UNEP, 2008). Penelitian
ini
menggunakan
alat
mercury
analyzer
karena
mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan alat lainnya yaitu: 1. Mampu menganalisis dengan akurat dan cepat (5 menit per sampel) sehingga penelitian menjadi efektif dan efisien. 2. Tidak memerlukan preparasi sehingga menghilangkan penggunaan bahan-bahan berbahaya. 3. Mudah untuk dilakukan kalibrasi dan full PC control. 4. Mercury Analyzer lebih aman dibandingkan dengan AAS. Hal tersebut dikarenakan AAS masih meninggalkan residu akibat pembakaran sehingga dapat membahayakan operator, masyarakat sekitar, dan
28
lingkungan. Sedangkan pada mercury analyzer terdapat penyerap residu merkuri berupa karbon aktif. 5. Metode yang digunakan telah memenuhi persyaratan USEPA 7473 dan ASTM D6722-01 F. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia Menurut Griffith (1983) dalam Yunaenah (1999) pajanan adalah kontak dari agen kimia, fisik, atau biologi dalam batas luar dari individu. Pemajanan merkuri dapat dilihat dari Host, Agent, dan Environment. Host berupa manusia, Agent berupa merkuri, dan environment adalah komponen lingkungan yang dapat mempengaruhi terhadap pemajanan merkuri yaitu debit air sungai, kontur tanah, dan kecepatan angin. Berdasarkan sifat fisik dan kimia, merkuri memiliki daya racun yang tinggi dibandingkan logam-logam lainnya. Pajanan merkuri ke dalam tubuh manusia bisa melalui makanan, minuman, pernafasan, dan kulit. Menurut Harold, et al (1999) dalam Warsono (2000), merkuri dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, pencernaan, dan peresapan. Uap merkuri mempunyai efek racun yang lebih berbahaya daripada merkuri dalam bentuk cair karena lebih mudah masuk dan diserap tubuh melalui inhalasi. Penyerapan merkuri organik (MeHg) di dalam tubuh dapat mencapai 95% kemudian akan terakumulasi dalam ginjal, otak, hati, janin, dan rambut.
29
Gejala klinis keracunan merkuri sangat tergantung pada dosis dan lama pajanan sampai timbulnya gejala keracunan (dose-effect relationship). Gejala yang teringan adalah paraesthesia kemudian akan terjadi kelumpuhan, penyempitan luas pandang, kebutaan, dan gangguan pendengaran. Gejala-gejala tersebut merupakan sifat dan gejala keracunan merkuri meskipun tidak dapat dikatakan sebagai gejala spesifik (Tugaswati, 1997). Menurut Widowati (2008) keracunan akut bisa terjadi pada konsentrasi uap merkuri 0,5 - 1,2 mg/m3 dengan gejala faringitis, mual, dan shock. Apabila paparan terus berlanjut dapat menimbulkan pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, hepatitis serta gangguan sistem syaraf pusat seperti tremor, gagap. Penelitian uap merkuri 28,8 mg/m3 mengakibatkan kerusakan parah pada ginjal, hati, otak, jantung, paru-paru, dan usus besar. Menurut Nina (2007) beberapa hal terpenting yang dapat dijadikan patokan terhadap efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh adalah a. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh apabila berada dalam jumlah yang tidak bisa ditolelir oleh tubuh. b. Senyawa merkuri yang berbeda menunjukkan karakteristik yang berbeda juga. c. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan atau dalam tubuh organisme yang telah terakumulasi merkuri disebabkan oleh perubahan bentuk senyawa - senyawa merkuri. d. Efek yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding sel. Keadaan itu disebabkan karena
30
kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang yang terdapat dalam enzim atau dinding sel. e. Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen. Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem syaraf. Manifestasi klinis awal pada intoksikasi merkuri adalah gangguan tidur, perubahan mood yang dikenal sebagai erethism, kesemutan mulai dari daerah sekitar mulut hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran, penglihatan, dan daya ingat. Pada intoksikasi berat, penderita menunjukkan gejala klinis tremor, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan sempoyongan (ataxia). Hal ini diakibatkan terjadi kerusakan pada jaringan otak kecil (cerebellum). Merkuri yang terabsorbsi akan terakumulasi dan terbawa ke organ tubuh lainnya. Pada keracunan merkuri tingkat awal pasien merasa mulutnya tebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang berlebih dapat berakibat pada degenerasi sel-sel saraf di otak kecil (Depkes RI). Penggunaan merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan kesehatan hingga kematian. Pengaruh merkuri terhadap kesehatan manusia dapat diurai sebagai berikut: 1. Pengaruh Terhadap Fisiologis Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada sistem saluran pencernaan dan ginjal akibat akumulasi merkuri. Jangka waktu, intensitas, dan jalur paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang
31
dipengaruhi. Organ utama yang terkena paparan kronik oleh elemen merkuri dan organomerkuri adalah SSP. Sedangkan garam - garam merkuri akan berpengaruh terhadap kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap mempunyai efek terhadap sistem pernafasan. Garam merkuri yang tertelan akan berpengaruh terhadap SSP dan efek terhadap sistem cardiovaskuler merupakan efek sekunder. 2. Pengaruh Terhadap Sistem Syaraf Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan uap elemen merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu menembus blood brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metil merkuri yang masuk ke dalam pencernaan akan memperlambat sistem syaraf pusat yang mungkin tidak dirasakan pada pemajanan setelah beberapa bulan. Sebagai gejala pertama sering tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur atau pendengaran hilang (Azhari, et al, 2010). Para peneliti University of Nevada, Las Vegas, AS mengadakan penelitian terhadap 300 produk tuna kaleng pada tiga besar merk di Amerika Serikat. Hasil uji menunjukkan lebih dari separuh mengandung kadar merkuri melebihi ambang batas yang disyaratkan Environmental Protection Agency. Kadar merkuri yang berlebihan dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan sistem syaraf pusat serta gangguan pendengaran dan penglihatan.
32
3. Pengaruh Terhadap Ginjal. Apabila terjadi akumulasi merkuri pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya garam inorganik atau phenylmercury melalui SSP dapat menyebabkan naiknya permiabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal. Pajanan melalui uap merkuri melalui saluran pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria atau nephrotic syndrom dan tubular necrosis akut (Douglas, 2012) 4. Pengaruh Terhadap Pertumbuhan. Metilmerkuri sangat reaktif terhadap ibu hamil dan bayi. Hasil studi membuktikan adanya hubungan yang signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum yang diberi fungisida akan mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta, dan gangguan menelan. Tidak seperti unsur logam lainnya, Besi (Fe) atau Magnesium (Mg) yang dibutuhkan tubuh untuk tulang, Merkuri sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena itu, kehadiran merkuri dalam tubuh meskipun berada di bawah ambang batas tetap membahayakan kesehatan (Tugaswati, dkk, 1997). G. Keracunan Merkuri Keracunan merkuri dibagi menjadi dua yaitu : 1. Keracunan Akut Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi dalam jangka waktu singkat. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi
33
apabila individu atau biota menghirup atau menelan bahan beracun dalam dosis atau jumlah besar. Keracunan akut terjadi akibat terpajan merkuri berkonsentrasi tinggi. Pajanan konsentrasi uap merkuri cukup tinggi menimbulkan dada rasa berat, nyeri dada, kesulitan bernafas, batuk. Pada ingesti menimbulkan gejala rasa logam, mual, nyeri abdomen, muntah, diare, nyeri kepala, dan kadang-kadang albuminuria. Kematian dapat timbul kapan saja. Menurut Grandjean (2005) dalam tiga atau empat hari kelenjar liur membengkak, timbul gingivitis, gejala-gejala gastroenteritis dan nefritis muncul. Pada kasus sedang, pasien dapat mengalami perbaikan dalam satu sampai dua minggu. Pada kasus lebih berat akan berkembang gejalagejala psikopatologi dan tremor otot, Pada umumnya kasus akut pajanan terjadi pada konsentrasi 1,2 – 8,5 mg/m3 (Sari, 2002). Toksisitas merkuri pada ginjal dapat timbul dengan tanda awal proteinuria sebagai gagal ginjal. Pajanan alkil merkuri onsetnya timbul secara perlahan tetapi progresif pada sistem saraf dengan gejala awal berupa rasa kebas pada ekstremitas dan bibir. Kehilangan kontrol koordinasi dengan tungkai, ataxia, tremor dan kehilangan pergerakan yang baik, pengurangan lapangan pandang, kehilangan pendengaran sentral, kekakuan otot, spastik dan refleks tendon yang berlebihan dapat juga terjadi (Mahaffey, 2005). 2. Keracunan Kronis Adapun keracunan kronis didefinisikan dengan terhirup atau tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi terjadi secara perlahan-
34
lahan dan berlangsung dalam waktu yang lama. Keracunan kronis lebih sering diderita oleh para pekerja di pertambangan (Sari, 2002). Penderita keracunan kronis biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah terpapar sejumlah racun dalam tubuh mereka sampai pada batas imunitas yang dimiliki. Pada peristiwa keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat sedikit sehingga tidak memperlihatkan pengaruh langsung pada tubuh. Namun demikian, masuknya merkuri ini berlangsung secara terus menerus sehingga lama kelamaan jumlah merkuri yang masuk dan mengendap dalam tubuh menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi tubuh sehingga gejala keracunan mulai terlihat. Peristiwa keracunan kronis tidak hanya memapar pekerja yang bekerja secara langsung dengan merkuri, tetapi juga memapar masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri yang banyak menggunakan merkuri. Hanya saja masa keracunan yang terjadi berjalan dalam selang waktu yang berbeda. Untuk pekerja yang bekerja secara langsung dengan menggunakan merkuri, proses keracunan kronis mungkin sudah memperlihatkan gejala dalam selang waktu beberapa minggu. Sedangkan untuk masyarakat yang tidak terkena langsung, proses keracunan kronis merkuri ini baru dapat diketahui setelah waktu bertahun - tahun. Pada peristiwa keracunan kronis, ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan yaitu gangguan sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi
35
pada akhirnya akan merusak jaringan penahan gigi sehingga gigi mudah lepas (Palar : 2008). Triad klasik pada keracunan kronik uap merkuri adalah eretisme, tremor, dan stomatitis. Gejala-gejala neurologis dan psikis adalah yang paling khas. Gejala dini nonspesifik (anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala) diikuti gangguan-gangguan yang lebih khas; iritabilitas meningkat, gangguan tidur (sering terbangun, insomnia), mudah terangsang, kecemasan, depresi, gangguan daya ingat, dan kehilangan kepercayaan diri (Petasule, 2012). Masalah-masalah yang sifatnya lebih serius seperti halusinasi, kehilangan daya ingat total, dan kemunduran intelektual tidak terlihat dalam waktu yang cepat. Menurut Parwiroharsono (1991) apabila keracunan merkuri telah terjadi umumnya sulit disembuhkan dengan segera karena merkuri bersifat akumulatif dan sulit diekskresikan oleh tubuh. Tanda-tanda neurologis lain termasuk kulit bersemu merah, perspirasi meningkat dan dermatografia. Gingivitis kronik sering terjadi dan dapat menyebabkan hilangnya geligi, kelenjar liur membengkak dan merkuri diekskresikan pada air liur. Meskipun tingkat akumulasi merkuri pada ginjal tinggi, kerusakan ginjal jarang terjadi. Deposit merkuri pada kapsul anterior lensa mata menimbulkan bayangan coklat kelabu atau kuning dari lensa (Tsuji, 2003).
36
H. Gangguan Kesehatan Masyarakat Menurut WHO Pengertian ”sehat” digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental, dan sosial seseorang yang tidak hanya bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan berinteraksi dengan lingkungan dan aktivitasnya. Status kesehatan masyarakat sangat mempengaruhi produktivitas kerja. Masyarakat yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik. Agar seseorang dapat melakukan aktivitas yang dapat menjamin kesehatan dan produktivitas kerja, diperlukan adanya keseimbangan dari faktorfaktor berikut: umur, jenis pekerjaan, status gizi, lama tinggal, jarak rumah, konsumsi ikan. Status kesehatan individu yang tinggal di sekitar PETI dapat dikatakan baik jika tidak mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan merkuri. Adapun gangguan yang dapat terjadi adalah : a. Erethism : Perubahan mood, gangguan tidur, depresi, gangguan daya ingat, mudah marah, pengurangan pendengaran dan penglihatan, kesemutan di sekitar mulut sampai jari dan tangan. b. Tremor
: Gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, ataxia.
c. Stomatais : Salivasi meningkat, Pneumonitis yang diikuti demam. d. Gingivitis kronis. e. Penurunan berat badan (anorexia). f. Sakit kepala terus menerus.
37
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keracunan merkuri adalah A. Umur Umur adalah lama hidup seseorang yang dihitung dari tanggal lahir sampai tanggal dilakukannya penelitian. Menurut Tugaswati (2006) dan Hamid (1991) umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap logam berat. Biasanya semakin bertambahnya umur dan bahan yang masuk, kadar merkuri dalam tubuh akan meningkat (Warsono, 2000). B. Jenis Pekerjaan Menurut Warsono (2000) Jenis pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam tubuh. Hal ini tergantung di lingkungan mana manusia bekerja. Pekerjaan yang berhubungan langsung atau kontak langsung dengan merkuri mempunyai peluang lebih besar untuk terjadinya akumulasi merkuri pada rambut dibanding dengan pekerjaan yang tidak kontak langsung dengan merkuri. C. Status gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Secara teoritis, status gizi dapat mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap paparan logam berat. Kekurangan gizi akan meningkatkan kadar merkuri yang bebas dalam darah. Pada penelitian ini, status gizi digambarkan dengan pengukuran indeks masa tubuh. Menurut
38
Fergusson (1991) bahwa kadar Ca dan Fe yang tinggi dalam makanan akan menurunkan penyerapan logam berat. Tetapi jika tubuh kekurangan Ca dan Fe penyerapan logam berat akan meningkat. Dinyatakan juga bahwa defisiensi Fe dan P akan mengakibatkan gangguan ekskresi logam berat dari tulang sehingga akan meningkatkan kadarnya pada jaringan lunak. Di sisi lain, merkuri bersifat lipofilik. Akan tetapi, tidak semua jenis merkuri dapat larut dalam lemak sehingga merkuri yang tidak larut dalam lemak akan terakumulasi pada jaringan. Kadar lemak yang tinggi dalam tubuh akan mempengaruhi absorbsi merkuri dalam tubuh dan ekskresi dari tubuh karena lemak yang berlebihan akan disimpan dalam jaringan lemak. Begitu juga dengan merkuri yang larut di dalamnya. Meskipun IMT tidak dapat memastikan kandungan kalsium dan besi dalam tubuh, akan tetapi pada penelitian ini IMT sudah dapat menggambarkan status gizi responden. D. Konsumsi ikan Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh manusia tidak hanya melalui inhalasi dan kontak langsung saja, tetapi juga melalui rantai makanan. Pembuangan tailing ke sungai secara langsung dapat mengakibatkan pencemaran merkuri terhadap biota laut termasuk ikan dan merkuri akan terakumulasi di tubuh ikan. Kemudian manusia mengkonsumsi ikan tersebut. Sehingga merkuri akan masuk ke tubuh manusia dan terakumulasi di dalamnya. Hasil penelitian Andri, dkk (2010) menunjukkan adanya hubungan konsumsi ikan dengan kadar merkuri pada rambut.
39
E. Jarak tempat tinggal dengan tempat pengolahan Jarak tempat tinggal dengan tempat pengolahan emas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keracunan merkuri. Semakin dekat jarak tempat tinggal, semakin besar peluang terjadinya keracunan merkuri. Hasil penilitian Andi, dkk (2010) menunjukkan adanya hubungan jarak tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut. Pada kondisi angin normal, merkuri akan mengendap sejauh 216 meter dari tempat emisi uap merkuri (Andi, 2010). Akan tetapi, tempat pengendapan uap merkuri bisa lebih atau kurang dari 261 meter tergantung pada kecepatan angin setempat. Namun belum ada penelitian lebih lanjut pada kondisi angin tidak normal. F. Lama tinggal Merkuri mempunyai sifat akumulatif, sehingga lama tinggal dapat mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut. Semakin lama seseorang tinggal di daerah yang tercemar merkuri, semakin tinggi juga kandungan merkuri dalam rambutnya (Tugaswati, 1997). I. Pengolahan Emas PETI melakukan Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi dimana merkuri digunakan sebagai media untuk mengikat emas (Suhandi, 2006). Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan murah. Amalgamasi adalah proses pengikatan bijih emas oleh merkuri menggunakan
amalgamator sehingga terbentuk
amalgam.
Amalgamator
berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses amalgamasi yang berfungsi
40
untuk mereduksi ukuran bijih emas. Tenaga penggerak gelundung ada 3 jenis yaitu kincir air, tenaga listrik, dan tenaga generator diesel (Suhandi, 2006). Penggerak gelundung dengan tenaga kincir air memiliki keterbatasan yaitu hanya dapat menggerakkan satu gelundung. Waktu yang dibutuhkan sekitar 12 jam. Gelundung dengan penggerak tenaga listrik bisa menggerakkan dua gelundung. Umumnya dilakukan di samping atau belakang rumah. Waktu yang diperlukan 6 - 7 jam untuk satu kali proses. Sedangkan Gelundung dengan tenaga penggerak generator diesel umumnya diletakkan di dekat lubang galian di sekitar sungai. Dalam satu kali pengolahan dapat menggerakkan 1 - 6 buah gelundung. Waktu yang diperlukan untuk satu kali proses adalah 7 jam. Putaran gelundung dengan generator diesel lebih cepat sehingga proses penghancuran bijih emas terjadi lebih sempurna dan hasil perolehan emas dan perak lebih tinggi (Suhandi, 2006). Selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan amalgam menggunakan merkuri. Pada tahap pencucian, dilakukan dengan kain parasut sehingga merkuri jatuh ke tanah. Amalgam yang diperoleh kemudian dipijar untuk memperoleh perpaduan logam emas - perak. Ketika dipanaskan, amalgam akan terurai menjadi elemen-elemen merkuri dan emas mentah. Amalgam dipanaskan di dalam sebuah tabung yang disebut retort. Merkuri akan menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap merkuri tersebut. Sementara itu, Au-Ag tetap berada di dalam retort sebagai logam. Selanjutnya dilakukan pemisahan logam emas dari logam perak menggunakan merkuri (Arifin, 2010). Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan para
41
penambang, merkuri yang dimasukkan ke dalam gelundung berkurang sampai 10%. Hal ini disebabkan pada tahap pencucian merkuri terbuang bersama tailing. PETI mempunyai potensi paparan merkuri yang tinggi karena para pekerja tidak menggunakan alat pelindung dalam melakukan amalgamasi sehingga pekerja akan mengalami kontak kulit secara langsung terhadap merkuri. Selain itu, PETI juga tidak mempunyai pengolahan limbah sehingga limbah tersebut akan memajan masyarakat dan lingkungan.
1.Batuan
Berpotensi memapar masyarakat
Air + merkuri
2.Pengecilan ukuran
3. Mesin gelundung
4.Amalgam
5.Proses penyaringan Tailing (berpotensi memapar masyarakat)
Emas
7.Proses Pembakaran
6.Bullion
Mercury Vapor) Berpotensi memapar masyarakat Bagan 2.1 Proses Pengolahan Emas dan Risiko terhadap Masyarakat
42
J. Kerangka Teori Umur Jenis Pekerjaan Status Gizi Konsumsi Ikan kadar merkuri dalam rambut Jarak tempat tinggal dengan tempat pengolahan Lama tinggal Sumber air baku Kebiasaan mandi di sungai
Bagan 2.2. Kerangka teori kombinasi Andri DH, Anies, Suharyo (2011), Chusharini Chamid, Neni Yulianita, Puti Renosori (2010), Tri Tugaswati, Athena, Agustina Lubis (1997)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Umur Jenis Pekerjaan Status Gizi Konsumsi Ikan
kadar merkuri dalam rambut
Jarak rumah dengan tempat pengolahan
Lama tinggal
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Adapun variabel yang tidak diteliti adalah sumber air baku. Hal ini dikarenakan sumber air baku Desa Malasari bersifat homogen yaitu seluruh masyarakat menggunakan mata air sebagai sumber air baku. Mata air tersebut terletak di bagian hulu desa sehingga terbebas dari pencemaran merkuri. Variabel yang tidak diteliti lainnya adalah kebiasaan mandi di sungai, karena saat ini tidak ada masyarakat Desa Malasari yang mandi di sungai.
43
44
B. Hipotesis 1. Ada hubungan antara umur dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari 2. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 3. Ada hubungan antara status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 4. Ada hubungan antara konsumsi ikan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 5. Ada hubungan antara jarak rumah dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari. 6. Ada hubungan antara lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
45
C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Kadar rambut
merkuri
Definisi dalam Kandungan terdapat masyarakat.
merkuri dalam Rambut
Cara Ukur yang rambut yang
Alat ukur
Hasil Ukur
Menggunting
Mercury
……….. ppm
rambut
Analyzer
Ambang
sebanyak
batas
0.5 - 2 gram atau
kadar
merkuri
digunakan adalah rambut di
sebesar
dalam
tubuh
bagian belakang telinga dan
korek
menurut
WHO
yang tersembunyi.
dari
batang api
mulai pangkal
rambut
(kulit
kepala). Kemudian diukur menggunakan Mercury Analyzer
(1990) adalah 1 – 2 mg/kg
Skala Rasio
46
Umur
Lamanya
hidup
responden Variabel
umur Kuesioner
yang dihitung dari tanggal diukur
……. Tahun
Rasio
dengan
lahir sampai tanggal penelitian menghitung selisih dilakukan
antara bulan,
tanggal, dan
tahun
dilakukannya penelitian
dengan
tanggal, bulan, dan tahun
kelahiran
responden. Jenis Pekerjaan
Jenis kegiatan sehari-hari yang Informasi dilakukan untuk penghasilan.
oleh
jenis Kuesioner
responden pekerjaan diperoleh memperoleh dengan menanyakan melalui kuesioner
0 : non-pengolah Ordinal emas 1 : pengolah emas
47
Status Gizi
Keadaan
tubuh
responden Menghitung
akibat konsumsi makanan dan reponden
IMT Timbangan dengan badan,
pengunaan zat – zat gizi yang menggunakan
meteran
diukur
badan,
dengan
menimbang rumus :
berat badan dan mengukur
kalkulator
IMT=
tinggi badan. Selanjutnya data yang
diperoleh
akan
digunakan untuk menghitung indeks masa tubuh (IMT)
0 : Normal (18,5- Ordinal 24,9) 1 : Kurus (< 18,5)
dan 2 : Gemuk (2529,9) 3 : Obesitas (> 30)
Untuk
responden
yang berumur ≤ 18 tahun menggunakan standar
IMT
menurut
umur
(IMT/U)
yang
kemudian dikonversi ke dalam kategori Status Gizi
(KEPMENKES, 2010; 2005)
WHO,
48
anak bedasarkan ZScore
berdasarkan
KEPMENKES 2010.
Untuk
responden
yang
berumur > 18 tahun, hasil IMT langsung dibandingkan dengan
kategori
status gizi standar WHO,
2005
dan
KEPMENKES, 2010 Konsumsi ikan
Rata-rata kebiasaan responden Pengukuran
Kuesioner
............. kali per Rasio
49
dalam mengkonsumsi berbagai dilakukan macam ikan
dengan
minggu
menanyakan melalui kuesioner
Jarak rumah
Perkiraan
jarak
responden
terhadap
pengolahanan
emas
rumah Membuat
patokan Meteran
0 : >261 meter
tempat pada titik 261 meter
1 : ≤261 meter
dengan dari
(Andri, 2010)
tempat
memberikan patokan pada titik pengolahan
emas.
yang berada pada jarak 261 Rumah
yang
meter dari tempat pengolahan terletak
sebelum
emas.
tersebut
patokan dinilai
memiliki
jarak ≤ 261 meter dan
rumah
melewati
yang
patokan
Ordinal
50
dianggap memiliki jarak >261 meter. Lama tinggal
Lama responden tinggal di Menanyakan tahun desa Malasari (tahun)
pertama kali tinggal di Desa Malasari.
Kuesioner
…… tahun
Rasio
51
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung kepada responden dengan melakukan penyebaran kuesioner untuk dianalisis. Desain studi yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek dengan pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. 2. Sampel Penelitian Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan multistage random sampling atau pengambilan sampel secara gugus bertahap yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tingkat wilayah secara bertahap. Hal ini memungkinkan untuk dilaksanakan jika populasi terdiri dari bermacam-macam tingkat wilayah. Pelaksanaannya dengan membagi wilayah populasi ke dalam sub-sub wilayah dan tiap sub wilayah dibagi ke dalam
51
52
bagian-bagian yang lebih kecil. Dari bagian-bagian kecil tersebut ditetapkan unit-unit yang terkecil sebagai sampel (Notoatmojo, 2010). Peneliti mencari sampling frame dengan mendatangi kantor desa. Dari kantor desa diperoleh informasi bahwa Desa Malasari terdiri dari 4 dusun. Pada tahap pertama, ditetapkan desa Malasari sebagai lokasi penelitian kemudian diambil beberapa dusun sebagai sampel. Selanjutnya dipilih beberapa RW yang diambil secara acak. Diperoleh RW 3, RW 4, RW 5, dan RW 10. Dari ketiga RW diambil beberapa RT sebagai sampel. Akhirnya dari RT yang terpilih diambil beberapa unit terkecil sebagai sampel. Dalam menetapkan subjek penelitian sebagai sampel, peniliti menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut : a. Kriteria inklusi adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar responden dapat dijadikan sampel. Yaitu : 1. Bersedia menjadi responden penelitian. 2. Lama tinggal di Desa Malasari minimal 5 tahun (Inswiarsi, 2009). 3. Minimal berusia 5 tahun. b. Kriteria eksklusi adalah syarat-syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh reponden agar tidak dapat menjadi sampel penelitian, yaitu: 1. Tidak bersedia menjadi reponden penelitian. 2. Lama tinggal kurang dari 5 tahun dan pernah tinggal di daerah lain yang berada dekat dengan pengolahan emas. 3. Pernah melakukan pelurusan atau mengkriting rambut.
53
C. Perhitungan Sampel Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan perhitungan rumus besar sampel untuk koefisien korelasi sebagai berikut:
[
[
]
]
x deff
Keterangan: n
= Jumlah sampel = Kesalahan tipe 1 (α) 1% (Z1-α/2 = 2,58)
Z1-β
= Kekuatan uji 99% = 2,33
r
= Koefisien korelasi (0,8)
deff
= Design effect = 2
Dari perhitungan rumus sampel diatas, diperoleh jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 46 responden. Bagan 4.1 Teknik Pengambilan Sampel Desa Malasari
Dusun I
RW 3
RT 2
RT 4
Dusun C
Dusun B
RW 10
RT 2
RW 4
RT 1
RT 4
RW 5
RT 4
Dusun D
54
D. Jenis Data 1. Data Primer Data primer meliputi data mengenai hasil pengukuran kadar merkuri pada rambut masyarakat diperoleh dengan pengambilan langsung di lokasi penelitian dan kemudian dianalisis di Laboratorium. Data mengenai umur, jenis pekerjaan, lama tinggal, jarak rumah, konsumsi ikan, dan status gizi diperoleh dari hasil wawancara secara langsung kepada responden yang memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan kuesioner serta melakukan perhitungan IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan mengukur berat badan menggunakan timbangan badan dan tinggi badan menggunakan meteran. 2. Data sekunder Data yang didapatkan dari instansi pemerintah ataupun swasta yang terkait dan relevan dengan permasalahan yang diteliti meliputi luas wilayah, karakteristik wilayah, jumlah penduduk, potensi sumber daya alam, data pencemaran air sungai, tanah, ikan, dan kasus penyakit. E. Cara Penelitian 1. Tahap Persiapan Survey awal dilakukan untuk melakukan koordinasi dengan pihak Kelurahan Malasari untuk mendapatkan izin penelitian dan data demografi desa serta mendapat dukungan dari semua pihak. Selanjutnya meminta data ke Puskesmas Kecamatan Nanggung terkait data penyakit. Setelah itu, melakukan observasi lapangan terkait lingkungan di sekitar tempat penambangan emas tanpa izin.
55
2. Tahap Pelaksanaan a. Mengumpulkan data menggunakan kuesioner dan wawancara yang dilakukan dengan bertanya secara langsung dan terpimpin oleh peneliti. b. Melakukan pengambilan sampel rambut untuk diperiksa kadar merkuri yang terkandung dengan cara memotong rambut sekitar 0,5 - 2 gram. Pengambilan sampel rambut dilakukan pada rambut dekat kulit kepala pada bagian belakang telinga dan yang tersembunyi. Setelah dipotong, rambut dicuci dengan menggunakan aseton dan air bersih. Hal ini ditujukan untuk membersihkan rambut dari kontaminasi lain. Sampel rambut ditempatkan dalam aluminium foil, ditutup serta diberi tanda (nama, umur, nomor, dan alamat). Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengukuran dan analisa kadar merkuri. c. Variabel status gizi diperoleh dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) responden yang diukur dari berat badan (BB) dibagi tinggi badan (TB) dikali tinggi badan (TB). Berat badan ditimbang menggunakan timbangan badan digital dan tinggi badan diukur menggunakan meteran. Laporan FAON atau WHO/UNU tahun 1995 menyatakan bahwa batasan berat badan dan status gizi dapat ditentukan berdasarkan nilai body mass index yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Indonesia menjadi Indeks Massa
Tubuh
berdasarkan
KEPMENKES
Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010. Berdasarkan ketetapan WHO (2005) Status gizi dikategorikan menjadi empat kategori yaitu :
56
Tabel 4.1 Kategori Status Gizi Status
IMT
Kurus
(< 18,5)
Normal
(18,5-24,9)
Gemuk
(25-29,9)
Obesitas
(> 30)
Sumber : WHO, 2005 Kategori tersebut berlaku untuk responden yang berumur > 18 tahun. Responden yang berumur ≤ 18 tahun hasil perhitungan IMT dibandingkan dengan standar IMT berdasarkan umur (IMT/U) terlebih dahulu. Setelah memperoleh Z-Score kemudian dimasukkan dalam kategori Status Gizi Anak (Kepmenkes No. 2005/MENKES/SK/XII/2010). Tabel 4.2 Ambang Batas Z-Score Indeks
Status Gizi
Z-Score
Indeks Massa
Sangat Kurus
≤ 3 SD
Tubuh menurut
Kurus
-3 SD sampai dengan ≤ 2 SD
Umur (IMT/U)
Normal
-2 SD sampai dengan 1 SD
Anak Berumur 5-18
Gemuk
>1 SD sampai dengan 2 SD
Tahun
Obesitas
>2 SD
Sumber : KEPMENKES No. 2005/MENKES/SK/XII/2010
57
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing Yaitu peniliti memeriksa data yang terkumpul tentang hasil isian kuesioner apakah jawaban yang ada sudah terisi lengkap, jelas terbaca, relevan dengan pertanyaan, dan konsisten. b. Coding Yaitu pemberian kode-kode tertentu untuk memudahkan dalam tahap pengolahan data yaitu dengan cara memberikan kode angka pada data yang berbentuk huruf. Pada variabel independen yaitu jenis pekerjaan, peniliti memberikan kode angka 0 untuk non-pengolah emas dan 1 untuk pengolah emas. Variabel status gizi di kategorikan menjadi 4 kategori yaitu 0 untuk status gizi normal (IMT = 18,5 – 24,9), 1 untuk underweight (IMT < 18,5), 2 untuk overweight (IMT 25-29,9), 3 untuk obese (IMT > 30). Variabel jarak rumah dikategorikan menjadi dua kategori yaitu 0 jika jarak rumah terhadap tempat pengolahan emas > 261 mter, 1 jika jarak rumah terhadap tempat pengolahan emas ≤ 261 meter. c. Tabulasi data Mengelompokkan data ke dalam tabel yang dibuat sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian.
58
d. Entri data Memasukkan data yang telah diedit dan dicoding dengan menggunakan fasilitas komputer. Kemudian melakukan transformasi data sesuai dengan definisi operasional yang telah ditetapkan. Transformasi data yang dilakukan adalah mengelompokkan data variabel jenis pekerjaan, status gizi, lama tinggal, jarak rumah, dan kebiasaan makan ikan selanjutnya memberi value label untuk masing-masing variabel yang sudah dikategorikan. 2. Analisa Data Analisis data dilakukan secara deskriptif analitik. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS 16. a. Analisa Univariat Analisa univariat disajikan dengan mendeskripsikan semua variabel sebagai bahan informasi dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi, mean, median, standar deviasi, nilai maximum dan minimum. b. Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) yaitu umur, jenis pekerjaan, jarak rumah terhadap tempat pengolahan emas, lama tinggal, status gizi, konsumsi ikan dengan variabel terikat (dependen) yaitu kadar merkuri pada rambut. Untuk mengatahui hubungan variabel independen yang berjenis numerik dengan variabel dependen yang berjenis numerik, uji yang digunakan
59
adalah uji korelasi. Variabel yang menggunakan uji korelasi adalah umur, konsumsi ikan, dan lama tinggal. Untuk mengetahui hubungan variabel independen yang berjenis kategorik dengan dua kategori terhadap variabel dependen yang berjenis numerik. Uji yang digunakan adalah uji t independen. Variabel yang menggunakan uji t independen adalah jenis pekerjaan dan jarak rumah. Sedangkan untuk menguji hubungan variabel independen yang berjenis kategorik dengan lebih dari dua kategorik dengan variabel dependen yang berjenis numerik digunakan uji Anova. Variabel yang menggunakan uji Anova yaitu status gizi. Analisa bivariat ini mengunakan derajat kepercayaan 95% untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian terhadap variabel yang diduga berhubungan. Jika P value < 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa terdapat adanya hubungan antara variabel. independen terhadap variabel dependen.
60
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 1. Desa Malasari Desa Malasari merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 8.262,22 Ha yang terdiri dari 4 Dusun, 12 RW, dan 49 RT. Berdasarkan data monografi Desa Malasari, batas-batas wilayah Desa Malasari sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Cisarua dan Curug Bitung.
Sebelah Timur
: Desa Bantar Karet
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Banten.
Sebelah Barat
: Desa Kiarasari, Kecamatan Sukajaya
Secara Umum Desa Malasari beriklim sedang dengan temperatur ratarata 22 - 30 0C pada malam hari dan 27 – 35 0C pada siang hari. Desa Malasari berada pada ketinggian 800 - 1880 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata per tahun adalah 2500 - 3000 mm. Adapun jarak kantor desa dengan kantor kecamatan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, dan Ibu Kota Jakarta sebagai berikut : ~ Kecamatan Nanggung
: 17 Km
~ Kabupaten Bogor
: 68 Km
60
61
~ Propinsi Jawa Barat
: 185 Km
~ Ibu Kota Negara Jakarta
: 98 Km
Sedangkan untuk mata pencaharian penduduk Desa Malasari disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 5.1 Mata Pencaharian Penduduk Desa Malasari No.
Mata Pencaharian
Jumlah
1
Petani
4.376 orang
2
Pengusaha
3I7 orang
3
PNS
2 orang
4
Peternak
320 orang
5
Swasta Karyawan Kebun
875 orang
6
Tukang ojek
137 orang
Sumber : Data Monografi Desa Malasari 2011 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk bekerja sebagai petani baik petani penggarap maupun buruh tani. Selain itu, terdapat 317 orang yang berprofesi sebagai pengusaha. Dalam hal ini yang termasuk pengusaha adalah pengusaha pengolahan emas tanpa izin atau disebut dengan PETI (penambangan emas tanpa izin). PETI merupakan kegiatan penambangan dan pengolahan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara tradisional (Sukman, 2003). Pada PETI, pengolahan bijih emas dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri digunakan media untuk
62
mengikat emas (Suhandi, 2006). Kegiatan PETI secara ekonomi telah membantu para penambang untuk mendapatkan penghidupan yang mereka anggap lebih baik. Akan tetapi, kegiatan PETI merupakan kegiatan ilegal yang mempunyai risiko tinggi baik bagi para penambang, lingkungan, maupun masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kegiatan PETI. Menurut Inswiasri, dkk (1998) dalam Azhar (2000) bahwa kegiatan penambangan emas tanpa izin telah berlangsung di daerah gunung Pongkor sejak tahun 1992 yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun pendatang. Pada saat krisis ekonomi tahun 1998, banyak pendatang yang menjadi penambang emas di Gunung Pongkor (Inswiasri, 2000). Mayoritas pengusaha merupakan pendatang dari luar Desa Malasari. Pengolah emas disebut dengan gurandil. Emas diperoleh dari gunung Pongkor. Para gurandil mengambil urat kuarsa yang mengandung bijih emas menggunakan alat sederhana. Kemudian urat kuarsa tersebut dibawa pulang untuk diolah menjadi emas. Proses penggilingan dilakukan oleh gurandil di dalam suatu amalgamator yang disebut gelundung (Suhandi, 2006). Selanjutnya diolah secara amalgamasi yaitu mencampur serbuk urat kuarsa dengan merkuri sehingga terbentuk amalgam (alloy). Amalgam kemudian dipisahkan melalui proses penggarangan (pemijaran) sampai didapatkan logam emas dan perak (bullion). Sebelum dipijar, amalgam (alloy) dicuci kemudian diperas menggunakan kain. Semua proses pencampuran dengan merkuri tersebut dilakukan dengan tangan terbuka atau tanpa alat pelindung.
63
Lokasi PETI di Desa Malasari bercampur dengan pemukiman penduduk, bahkan kebanyakan gelundung ditempatkan di dapur. PETI merupakan kegiatan penambangan emas tanpa izin sehingga tidak ditemukan data jumlah PETI secara pasti. Ditambah lagi, sebagian besar gurandil (pengolah emas) merupakan pekerjaan sampingan sehingga yang tercatat di kantor desa adalah pekerjaan selain pengolah emas. Pemantauan dan pendataan penyebaran merkuri yang ditimbulkan oleh penambangan emas pernah dilakukan dan hasilnya menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang cukup tinggi baik pada endapan sungai, tanah, maupun air (Suhandi, 2006). Menurut Inswiasri (1998) dalam Cakrawati (2002) bahwa kadar merkuri dalam ikan, sayuran, dan buah-buahan telah melebihi ambang batas. Selain itu, kadar merkuri dalam rambut yaitu 0,08 – 153,25 ppm dengan rata-rata 12,3364 ppm. Menurut Gunradi (2000) dalam Suhandi (2006), kadar merkuri dalam tailing dari daerah Pongkor menunjukkan kisaran nilai 600 – 1000 ppm. Akan tetapi, setelah beberapa tahun mengalami penurunan karena jumlah aktivitas PETI yang masih beroperasi menurun. Berdasarkan Hasil Analisis kimia sampel ikan mas di Kecamatan Nanggung yang dilakukan oleh Zulkifli (2006) menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,082 – 0,1 ppm. Sedangkan ikan mujair menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,02 – 0,06 ppm. Kadar tersebut masih berada di bawah ambang batas yaitu > 0,5 ppm.
64
Meskipun aktivitas pengolahan emas di Desa Malasari sudah menurun dan kadar merkuri relatif rendah, akan tetapi hal ini harus diwaspadai karena merkuri bersifat akumulatif. Seharusnya kegiatan pengolahan dilakukan dengan mengedepankan aspek keselamatan, kesehatan, dan ramah lingkungan agar selain menjadi mata pencaharian, juga menjadi kearifan lokal daerah. Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al – A’raf : 56
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”. Dalam kitab Al-quran dan tafsirnya (2011) diterangkan bahwa dalam ayat ini, Allah melarang manusia agar tidak membuat kerusakan di muka bumi. Larangan ini mencakup semua aspek seperti pergaulan, jasmani, rohani, kehidupan, lingkupan, dan sebagainya. Allah telah menciptakan bumi dengan segala kelengkapannya, baik di daratan, gunung, dan lautan. Hal tersebut diciptakan untuk keperluan manusia agar dapat diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya untuk kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, segala bentuk penciptaan yang ada di bumi ini seperti pertambangan sumber daya alam harus diolah dan dikelola denga sebaik – baiknya agar tercipta keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan.
65
Berdasarkan hal itu, peneliti menginisiasikan kepada para pengolah emas agar menjalin kerja sama yang baik dan mengurus perizinan kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor agar kegiatan penambangan dan pengolahan emas dapat dilakukan dengan baik dan menggunakan teknologi dan teknik pengolahan yang dapat mencegah terjadinya pencemaran lingkungan. B. Analisis Univariat 1. Gambaran Kadar Merkuri Dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Pada penelitian ini, Kadar merkuri dianalisa dengan mengambil sampel rambut responden sebanyak 0,5 – 2 gram. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk dianalisa. Dari hasil analisa diperoleh hasil pengukuran sebagai berikut : Tabel 5.2 Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor Variabel
Kadar Merkuri
Rata-
Rata-rata
Standar
rata
95% CI
Deviasi
0.577
0,44 – 0,71
0.460
Minimum Maksimum
0.021
1.362
dalam rambut Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh informasi bahwa rata – rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari adalah 0,577 ppm. Kadar merkuri terendah dalam rambut adalah 0,021 ppm, Sedangkan
66
kadar merkuri ter-tinggi dalam rambut sebesar 1,362 ppm. Adapun distribusi kadar merkuri berdasarkan jenis kelamin akan disajikan dalam tabel berikut : Tabel 5.3 Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI Berdasarkan Jenis Kelamin RataRata-rata Standar Minimum Maksimum
Jenis Kelamin
rata
95% CI
Deviasi
Laki – Laki
0.620
0,41 – 0,82
0.469
0.021
1.362
Perempuan
0,537
0,34 – 0,73
0,457
0,023
1,328
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan informasi bahwa rata – rata kadar merkuri pada responden laki – laki lebih tinggi dari perempuan yaitu sebesar 0,620 ppm dengan kadar merkuri ter-rendah 0,021 ppm dan kadar merkuri tertinggi sebesar 1,362 ppm. Sedangkan rata – rata kadar merkuri pada responden perempuan adalah 0,537 ppm dengan kadar merkuri terendah 0,023 ppm dan tertinggi sebesar 1,328 ppm. Adapun distribusi kadar merkuri berdasarkan jenis pekerjaan akan disajikan dalam tabel berikut : Tabel 5.4 Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pekerjaan
Rata-
Rata-rata
Standar
Minimum
Maksimum
rata
95%CI
Deviasi
Non-Pengolah Emas
0.509
0,53 – 1,11
0.455
0.021
1.328
Pengolah Emas
0.824
0,35 – 0,66
0,408
0,023
1,362
67
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh informasi bahwa rata – rata kadar merkuri dalam rambut responden yang mempunyai pekerjaan bukan pengolah emas yaitu ibu rumah tangga, petani, siswa, pegawai negeri sebesar 0,509 ppm dengan kadar merkuri terendah sebesar 0,021 ppm dan kadar merkuri tertinggi sebesar 1,328 ppm. Kadar merkuri tersebut lebih rendah dari ratarata kadar merkuri pada responden yang mempunyai jenis pekerjaan sebagai pengolah emas yaitu 0,824 ppm dengan kadar merkuri terendah sebesar 0,023 dan kadar merkuri tertinggi sebesar 1,362 ppm. 2. Gambaran Faktor Karakteristik Individu Pada penelitian ini, faktor karakteristik individu meliputi umur, jenis pekerjaan, jarak rumah, kebiasaan konsumsi ikan, status gizi, dan lama tinggal. Data faktor karakteristik individu diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan cara wawancara terpimpin oleh peniliti. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa secara univariat. Adapun gambaran faktor karakteristik individu sebagai berikut : a. Umur
Variabel Umur
Ratarata 24
Tabel 5.5 Distribusi Umur Responden Rata-rata Standar Minimum Maksimum 95% CI Deviasi 19,6 - 28,3 15 5 57
Data umur diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan menanyakan waktu kelahiran responden. Jika tidak mengingat waktu
68
kelahirannya, responden diminta untuk menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP). Tabel 5.5 menyajikan distribusi umur responden di Desa Malasari tahun 2013 dan memberikan informasi bahwa rata-rata responden berumur 24 tahun dengan umur minimal 5 tahun dan maksimal 57 tahun dengan standar deviasi 15. b. Jenis Kelamin Data jenis kelamin diperoleh dengan mengisi kuesioner dan penampakan fisik. Tabel 5.6 Distribuai Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki
22
48
Perempuan
24
52
Total
46
100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa responden berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki yaitu berjumlah 52 %.. c. Jenis Pekerjaan Data jenis pekerjaan responden diperoleh dengan menanyakan secara langsung kepada responden tentang jenis pekerjaan sehari-hari yang dilakukan oleh responden untuk mendapatkan penghasilan. Distribusi jenis pekerjaan responden disajikan dalam tabel 5.7 sebagai berikut :
69
Tabel 5.7 Distribusi Jenis Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase Non-Pengolah Emas
36
78
Pengolah Emas
10
22
Total
46
100
Meskipun Desa Malasari merupakan desa yang mempunyai potensi emas yang sangat berlimpah. Akan tetapi hanya sedikit masyarakat yang berprofesi sebagai gurandil. Dari tabel 5.7 diketahui bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai jenis pekerjaan nonpengolah emas yaitu 78% meliputi petani, PNS, dan ibu rumah tangga. d. Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan perhitungan IMT (indeks masa tubuh) (Depkes, 1999). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan sehingga mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Almatsier, 2003). Nilai IMT diperoleh dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dikali tinggi badan (TB). Berat badan responden diukur menggunakan timbangan digital dan tinggi badan responden diukur
70
menggunakan meteran badan. Hasil perhitungan dibandingkan dengan ambang batas IMT. Distribusi IMT disajikan dalam tabel berikut : Tabel 5.8 Distribusi Status Gizi Responden IMT
Jumlah
Persentase
Normal
25
54
Kurus
20
44
Gemuk
1
2
Total
46
100
Tabel 5.7 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden memiliki indeks massa tubuh normal yaitu 54%. e. Konsumsi Ikan Variabel konsumsi ikan merupakan rata – rata kebiasaan responden untuk mengkonsumsi ikan. Data konsumsi ikan diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan wawancara terpimpin oleh peneliti. Tabel 5.9 Distribusi Konsumsi Ikan Responden (kali per minggu) Variabel
Konsumsi Ikan
Rata-
Rata-rata
Standar
rata
95% CI
Deviasi
5
4,06 – 5,45
2
Minimum Maksimum
1
7
71
Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa rata – rata responden mempunyai kebiasaan untuk menkonsumsi ikan sebanyak 5 kali per minggu. Konsumsi ikan minimal sekali dalam seminggu dan paling sering adalah 7 kali per minggu atau setiap hari. f. Lama tinggal Variabel lama tinggal merupakan kurun waktu lama tinggal responden di daerah sekitar pengolahan emas baik di Desa Malasari maupun di daerah lain. Data lama tinggal diperoleh dengan kuesioner.
Variabel Lama
Tabel 5.10 Distribusi Lama Tinggal Responden Rata – Rata-rata Standar Minimum rata 95% CI Deviasi 16 13,6 -18,8 8,68 5
Maksimum 45
tinggal
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa rata-rata lama tinggal responden di daerah pengolahan emas selama 16 tahun dengan lama tinggal minimal 5 tahun dan maksimal 45 tahun. g. Jarak Rumah Tabel 5.11 Distribusi Jarak Rumah Responden dengan Tempat Pengolahan Jarak Rumah Jumlah Persentase > 261
12
26
≤ 261
34
74
Total
46
100
72
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa sebagian besar responden mempunyai jarak rumah ke tempat pengolahan emas ≤ 261 meter. C. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas (independen) yaitu umur, jenis pekerjaan, jarak rumah, lama tinggal, status gizi, dan konsumsi ikan dengan variabel terikat (dependen) yaitu kadar merkuri dalam rambut. Pada penelitian ini, Untuk mengetahui hubungan variabel independen yang berjenis numerik dengan variabel dependen yang berjenis numerik, uji yang digunakan adalah uji korelasi. Variabel yang menggunakan uji korelasi adalah umur, konsumsi ikan, dan lama tinggal. Untuk mengetahui hubungan variabel independen yang berjenis kategorik dengan dua kategori dengan variabel dependen yang berjenis numerik digunakan uji t independen. Variabel yang menggunakan uji t independen adalah jenis pekerjaan dan jarak rumah. Sedangkan untuk menguji hubungan variabel independen yang berjenis kategorik dengan lebih dari dua kategorik dengan variabel dependen yang berjenis numerik digunakan uji Anova. Variabel yang menggunakan uji Anova yaitu status gizi. Analisa bivariat ini mengunakan derajat kepercayaan 95%. Jika Pvalue < 0,05 maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa terdapat adanya hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen.
73
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Tabel 5.12 Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Variabel
P-value
r
Umur dengan Kadar merkuri
0,000
0,647
Rata-rata responden berumur 24 tahun. Berdasarkan tabel 5.12 didapatkan P-value sebesar 0,000. Artinya pada alfa 5% variabel umur berhubungan signifikan dengan kadar merkuri. Didapatkan juga nilai r tidak sama dengan nol yaitu 0,647. Berdasarkan tabel interval kekuatan hubungan Colton diperoleh hasil analisis bahwa nilai r berada pada interval 0,5 – 0,75. Artinya, korelasi antara variabel umur dan kadar merkuri mempunyai hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang positif sehingga hubungan kedua variabel tersebut searah. Artinya jika umur responden semakin tua, maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut. 2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Pada variabel independen yaitu jenis pekerjaan, peneliti memberikan kode angka 0 untuk responden yang mempunyai pekerjaan non-pengolah emas dan 1 untuk responden yang mempunyai pekerjaan pengolah emas. Hubungan jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut dianalisa dengan uji t independent dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.13 sebagai berikut :
74
Tabel 5.13 Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Jenis Pekerjaan
Jumlah
Rata-rata Standar Deviasi P-value
Non-Pengolah emas
36
0.509
0.455
Pengolah emas
10
0,824
0,408
0,012
Rata-rata kadar merkuri pada responden yang mempunyai jenis pekerjaan non-pengolah emas adalah 0.509 ppm, sedangkan rambut pengolah emas memiliki rata-rata kadar merkuri lebih tinggi sebesar 0,824 ppm. Berdasarkan tabel 5.13 diperoleh hasil analisa uji t independen dengan Pvalue sebesar 0,012. Artinya, pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut. 3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Variabel status gizi di kategorikan menjadi 4 kategori yaitu 0 untuk sataus gizi normal (IMT = 18,5 – 24,9), 1 untuk underweight (IMT < 18,5), 2 untuk overweight (IMT 25-29,9), 3 untuk obese (IMT > 30). Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut digunakan uji Anova. Hasil uji Anova disajikan dalam tabel 5.14 sebagai berikut :
75
Tabel 5.14 Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar Peti Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Status Gizi Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata P-value 95% CI Normal
0,574
0,448
0,389 – 0,759
Kurus
0,562
0,489
0,332 – 0,791
Gemuk
0,968
-
-
0,69
Berdasarkan tabel 5.14 diperoleh hasil uji Anova dengan Pvalue sebesar 0,69. Artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara status gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut. 4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Tabel 5.15 Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Variabel P-value r Konsumsi Ikan dengan
0,965
0,007
Kadar merkuri
Berdasarkan Tabel 5.15 diperoleh P-value 0,965. Artinya, Pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi ikan dengan kadar merkuri. Hal ini diperkuat dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,007. Berdasarkan tabel interval kekuatan Colton diperoleh hasil
76
bahwa nilai korelasi berada dalam range 0,00 – 0,25. Artinya hubungan antara variabel umur dan kadar merkuri mempunyai hubungan sangat lemah. 5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Variabel jarak rumah dikategorikan menjadi dua kategori yaitu 0 jika jarak rumah terhadap tempat pengolahan emas > 261 mter, 1 jika jarak rumah terhadap tempat pengolahan emas ≤ 261 meter. Tabel 5.16 Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Jarak Rumah
Jumlah
Persentase
Standar
P-value
Deviasi > 261
12
26
0,022
≤261
34
74
0,476
0,000
Rata – rata kadar merkuri pada responden yang bertempat tinggal > 261 meter sebesar 0,505 ppm, sedangkan rata – rata kadar merkuri pada responden yang bertempat tinggal ≤ 261 meter sebesar 0,602 ppm. Berdasarkan tabel 5.16 diperoleh P-value 0,000. Artinya, pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jarak rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut.
77
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Tabel 5.17 Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar Peti Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Variabel
P-value
r
Lama tinggal dengan kadar merkuri
0,000
0,675
Berdasarkan tabel 5.17 didapatkan Pvalue yaitu 0,000. Artinya, pada alfa 5% variabel lama tinggal berhubungan dengan kadar merkuri. Selain itu, diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,675. Berdasarkan tabel interval Colton diperoleh hasil bahwa nilai r berada pada interval 0,5 – 0,75. Artinya, korelasi antara variabel lama tinggal dan kadar merkuri mempunyai hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang positif sehingga hubungan kedua variabel tersebut searah. Artinya semakin lama responden tingal di Desa Malasari, maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang mempunyai kelemahan dalam menentukan hubungan sebab akibat antara faktor risiko dan kadar merkuri dalam rambut (outcome). Hal ini dikarenakan variabel bebas dan terikat dilakukan pengukuran dalam satu waktu yang bersamaan. Sehingga sulit untuk mengetahui yang terlebih dulu terjadi antara faktor risiko dan outcome. Akan tetapi, desain cross sectional telah dapat menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian. 2. Pada variabel konsumsi ikan terdapat kemungkinan bias informasi karena pada saat menjawab pertanyaan tergantung kepada ingatan dan kejujuran responden saja. Selain itu, konsumsi ikan hanya dilihat frekuensinya tidak disertai dengan menghitung berat ikan yang dikonsumsi. 3. Biaya analisa sampel yang cukup mahal sehingga analisa hanya dilakukan satu kali. 4. Pada variabel jarak rumah, peneliti tidak mengukur kecepatan angin pada saat penelitian dilaksanakan.
78
79
B. Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor Merkuri merupakan salah satu logam berat yang memiliki tingkat toksisitas paling tinggi dibanding dengan logam berat lainnya (Sudarmaji dkk, 2006). Selain itu, merkuri mempunyai sifat tidak mudah terurai (non degradable) sehingga dapat tersebar jauh dari sumber pencemaran namun mudah terabsorbsi. Merkuri yang terabsorbsi oleh manusia baik melalui inhalasi, kontak kulit, maupun asupan makanan akan terakumulasi dalam organ tertentu yang dapat menimbulkan keracunan merkuri. Keracunan merkuri didefinisikan dengan kadar merkuri yang terkandung dalam rambut sebagai biomarker (Tabrizian, 2010). Merkuri mempunyai sifat toksik yang tinggi tetapi tidak bisa menimbulkan penyakit dalam waktu singkat melainkan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menimbulkan penyakit kecuali terpapar dalam konsentrasi yang tinggi. Oleh karena itu, membutuhkan biomarker berupa rambut untuk mengetahui adanya potensi keracunan merkuri sebagai upaya pencegahan (preventive action). PETI adalah pengguna tunggal merkuri secara sengaja yang terbesar dan menyebabkan pencemaran merkuri pada tingkat ekstrem. PETI diketahui sebagai sumber signifikan pajanan merkuri terhadap manusia di tempat kegiatan tersebut berlangsung dan berkontribusi terhadap tingkat pencemaran metil merkuri tinggi pada ikan di badan air sekitar dan hilir dari lokasi PETI (Castilhos et al, 2006
80
dalam Chamid, 2010). Emisi merkuri dari kegiatan PETI merupakan sumber pencemaran merkuri ke atmosfer yang terbesar kedua di dunia (UNEP, 2008). Analisa sampel rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor menghasilkan rata-rata kadar merkuri dalam rambut sebesar 0,577 ppm (Tabel 5.2). Berdasarkan WHO (2002) ambang batas kadar merkuri pada rambut sebesar 1-2 µg/g. Untuk menimbulkan gejala keracunan merkuri yang teringan seperti paraesthesia adalah 88 µg/g (Tritugaswati, dkk, 1986). Sedangkan Menurut Swedish Expert group bahwa kadar merkuri >30 µg/g pada rambut dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan (FNIHB, 1970). Rata – rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari masih relatif rendah dan tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan WHO. Namun demikian, kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari perlu diwaspadai karena salah satu sifat dari logam merkuri adalah akumulatif. Logam merkuri akan terakumulasi di dalam tubuh yaitu terjadi inhibisi enzim dan kerusakan sel sehingga lambat laun akan mempengaruhi kesehatan masyarakat yaitu keracunan merkuri yang menyebabkan cacat dan kematian. Ketika kadar merkuri dalam tubuh rendah, akan berubah menjadi tinggi jika paparan terhadap merkuri masih terus terjadi. Selain
itu,
merkuri
merupakan
logam
yang
tidak
dibutuhkan
keberadaannya di dalam tubuh sama sekali walaupun dalam kadar yang sangat kecil. Hal ini berbeda dengan mineral-mineral lainnya seperti Fe, Mg, Ca, dan
81
sebagainya. Mineral-mineral tersebut dibutuhkan tubuh dalam kadar tertentu dan akan menimbulkan gangguan jika kadarnya melebihi kadar yang dibutuhkan. Efek dari paparan merkuri yang terjadi terus menerus adalah gangguan syaraf meskipun organ lain juga terlibat seperti sistem pencernaan, sistem pernapasan, hati, imunitas, kulit, dan ginjal. Keracunan merkuri menimbulkan gangguan CNS seperti ataxia, pandangan menyempit, pendengaran menurun, dan neurophaty (Risher dkk, 2002 dalam Inswiasri, 2011). Ditambah lagi, penyerapan merkuri ke dalam tubuh berlangsung sangat cepat. Metil merkuri dapat diserap secara langsung melalui pernapasan dengan kadar penyerapan 80 %. Uap merkuri dapat menembus membran paru-paru. Apabila terserap ke tubuh, merkuri akan terikat dengan protein sulfurhidril seperti sistein dan glutamine yang terkandung dalam rambut. Di dalam darah, 90% dari metil merkuri diserap ke dalam eritrosit dan metil merkuri juga dijumpai dalam rambut. Menurut Irving, et al (1975) dalam Mahaffey (2005) jumlah merkuri yang dimasukkan ke dalam akar rambut adalah berbanding dengan kepekatan merkuri di dalam darah. Semua komponen merkuri yang masuk ke dalam tubuh manusia secara terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger et al, 1984). Kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI tidak terlalu tinggi dapat disebabkan kegiatan pengolahan emas tidak dilakukan setiap hari. Masyararakat yang mempunyai pekerjaan sebagai gurandil atau pengolah emas akan melakukan pengolahan emas jika barang mentah (bijih emas) tersedia. Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengolah disebutkan bahwa intensi
82
masyarakat untuk mengolah emas sudah menurun. Hal ini disebabkan untuk mendapatkan bijih emas sangat sulit akibat cadangan bijih emas semakin menipis dan terletak sangat dalam serta harus melewati medan yang terjal untuk mencapai lokasi pengambilan bijih emas. Oleh karena itu, masyarakat Desa Malasari banyak yang berpindah pekerjaan dan menjadikan kegiatan PETI sebagai pekerjaan sampingan sehingga kegiatan PETI tidak dilakukan setiap hari. Karena kegiatan pengolahan emas tidak dilakukan setiap hari, maka pemaparan merkuri akan berkurang. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rosmananda (1994) yang menganalisa kadar merkuri dalam rambut masyarakat Kelurahan Kalibaru, Cilincing, Jakarta menghasilkan rata-rata kadar merkuri masyarakat pemakan kerang hijau relatif rendah yaitu sebesar 0,11 ppm dengan kadar merkuri terrendah 0,008 ppm dan ter-tinggi 0,503 ppm. Berbeda dengan penelitian Nina (2007) yang menganalisa kadar merkuri pada rambut penambang emas di Desa Bantar karet. Desa Bantar Karet merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung, terletak di bawah Desa Malasari. Dihasilkan bahwa rata-rata kadar merkuri pada rambut penambang di Desa Bantar Karet adalah 2,371 ppm. Hal ini disebabkan Desa Malasari merupakan Desa yang terletak di Hulu Kecamatan Nanggung sehingga tidak ada kemungkinan terjadinya pencemaran dari tempat sebelumnya. Berbeda dengan Desa Bantarkaret yang terletak di bawah desa yang terdapat kegiatan PETI.
83
Berdasarkan
penelitian
Irawadi
(2008)
pada
masyarakat
sekitar
penambangaan emas tradisional di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo ditemukan 31 orang (43,7%) mengalami keracunan merkuri dan 40 orang (56,3%) tidak mengalami keracunan merkuri. Hasil penelitian Sutomo, dkk (2004) pada 26 pekerja tambang dan 89 penduduk yang bertempat tinggal di sekitar penambangan emas di Desa Kalirejo melalui pemeriksaan darah menghasilkan 20 orang dari 26 pekerja tambang dan 50 orang dari 89 penduduk mengalami keracunan merkuri. Meskipun rata – rata kadar merkuri dalam rambut relatif rendah, tetapi kadar tertinggi mencapai lebih dari 1 ppm. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden didapatkan informasi gejala – gejala keracunan merkuri yang telah dialami oleh responden yaitu rasa kesemutan (parthestesia) sebanyak 65,2%, kehilangan rasa (hypoanasthesia) sebanyak 32,6%, pendengaran berkurang sebanyak 17,4%, kesulitan menggerakkan kaki sebanyak 43,5%, penyempitan sudut pandang sebanyak 8,7%. Hasil ini sejalan dengan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2000 bahwa hasil anamnesia menunjukkan proporsi responden yang menunjukkan gejala keracunan merkuri yaitu rasa kesemutan sebesar 47,1%, kehilangan rasa 9,6%, pendengaran berkurang sebesar 4,6%, kesulitan menggerakkan kaki 6,7%, dan penyempitan sudut pandang 2,5%. Fenomena ini dapat dijadikan sebagai tanda terjadinya keracunan merkuri (Cakrawati, 2002).
84
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Pada penelitian ini diperoleh rata-rata responden berumur 24 tahun dengan umur minimum 5 tahun dan umur maksimum 57 tahun. Hasil uji korelasi antara umur dengan kadar merkuri dalam rambut diperoleh Pvalue 0,00. Artinya pada alpha 5% variabel umur berhubungan signifikan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari (Tabel 5.12). Selain itu, hasil uji korelasi menyebutkan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,647 ppm. Berdasarkan tabel interval Colton diperoleh hasil bahwa nilai r berada pada interval 0,51 – 0,75. Artinya, korelasi antara variabel umur dan kadar merkuri mempunyai hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang positif sehingga hubungan kedua variabel tersebut searah. Artinya jika umur responden semakin tua maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut. Berdasarkan hasil analisa sampel rambut didapatkan bahwa responden yang mempunyai kadar merkuri di atas 1 ppm berada pada umur 24 tahun ke atas. Responden yang berumur lebih dari 24 tahun mempunyai kemungkinan 3,751 kali lebih tinggi kadar merkuri pada rambutnya dibanding dengan responden yang berumur kurang dari 24 tahun. Distribusi kadar merkuri lebih dari 1 ppm berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut:
85
Tabel 6.1 Distribusi Responden yang Mempunyai Kadar Merkuri > 1 ppm Berdasarkan Umur pada Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Umur
Kadar Merkuri dalam
(tahun)
Rambut (Ppm)
40
1,328
40
1,121
44
1,032
45
1,297
57
1,362
24
1,052
45
1,028
Menurut Tugaswati (2006) dan Hamid (1991) umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap logam berat. Biasanya semakin bertambahnya umur dan bahan yang masuk, maka kadar merkuri dalam tubuh akan meningkat (Warsono, 2000). Mengingat merkuri bersifat akumulatif maka umur dapat mempengaruhi kadar Hg total dalam rambut (Agustina, 1997). Penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Hartono (2003) bahwa variabel umur mempunyai hubungan yang bermakna dengan kadar merkuri dalam rambut pekerja tambang. Responden yang berumur lebih dari 35 tahun mempunyai kemungkinan 5,678 kali kadar merkuri pada rambutnya dibanding dengan pekerja yang berumur kurang dari 35 tahun.
86
Hal ini sejalan dengan teori bahwa semakin bertambah umur seseorang, semakin menurun fungsi organ tubuhnya. Dengan menurunnya fungsi organ, maka kinerja metabolisme juga akan menurun. Salah satunya adalah ekskresi. ekskresi senyawa merkuri melalui ginjal sangat dipengaruhi oleh laju filtrasi glomerulus. Pada kondisi normal, laju filtrasi glomerulus atau Glomeruli Filtration Rate (GFR) rata-rata sebanyak 120 ml/menit. Akan tetapi, setelah usia 25 tahun, GFR akan menurun dengan kecepatan sekitar 1 ml per menit per tahun. Pada usia lebih dari 50 tahun, penurunan laju filtrasi glomerulus berkurang secara bermakna. Pada usia 70 tahun, laju filtrasi hanya rata-rata separuhnya yaitu 65 ml per menit (Mutschler dalam Hartono, 2003). Dengan menurunnya kecepatan filtrasi di glomerulus menyebabkan pengurangan ekskresi merkuri melalui urin. Akibatnya kadar merkuri dalam sirkulasi darah meningkat dan menyebabkan kenaikan ekskresi merkuri pada jalur lainnya seperti kuku dan rambut. Hal ini diperkuat dengan bermaknanya hasil uji korelasi antara variabel lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut (Tabel 5.17). 2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Menurut Warsono (2000) salah satu faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam tubuh adalah jenis pekerjaan. Hal ini tergantung di lingkungan mana manusia bekerja. Pada peneilitian ini 22% responden mempunyai
87
pekerjaan sebagai pengolah emas dan 78% responden berpekerjaan selain pengolah emas (Tabel 5.7). Dari hasil uji statistik didapatkan rata-rata kadar merkuri pada responden yang mempunyai jenis pekerjaan non-Pengolah emas adalah 0.509 ppm sedangkan pada pengolah emas sebesar 0,824 ppm (Tabel 5.4). Berdasarkan hasil analisa uji t independen diperoleh P value sebesar 0,018 (tabel 5.13). Artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Inswiasri (2011) Kadar merkuri di lingkungan petambang mempunyai risiko 2,615 kali dari non-petambang. Rata-rata kadar merkuri pada rambut penambang di Desa Bantar Karet adalah 2,371 ppm. Sedangkan rata-rata kadar merkuri pada rambut penduduk adalah 0,252 ppm. Berdasarkan penelitian Cakrawati (2002) diperoleh hasil 78 % penambang emas di Pontianak mempunyai proporsi kadar merkuri terbesar dibandingkan dengan pekerjaan lainnya seperti POLRI, PNS, ibu rumah tangga, dan siswa. Terdapat juga hasil penelitian Andi, dkk (2011) bahwa pengolah emas mempunyai risiko 5,02 kali lebih tinggi daripada nonpengolah emas. Hal ini dikarenakan responden yang mempunyai pekerjaan sebagai pengolah emas mengalami kontak langsung terhadap merkuri baik melalui pernapasan maupun kulit. Apalagi pengolah emas tidak menggunakan alat pelindung diri dalam melakukan pengolahan emas. Merkuri merupakan logam
88
berat yang mudah menguap. Penguapan merkuri berbanding lurus dengan suhu. Semakin tinggi suhu, semakin cepat merkuri akan menguap. Akibatnya risiko terjadinya pajanan uap merkuri terhadap pengolah emas sangat tinggi. Akan tetapi, Pencemaran merkuri tidak hanya berisiko terhadap pengolah emas saja, tetapi juga terhadap masyarakat sekitar tempat pengolahan emas apalagi ketika lokasi pengolahan emas bercampur dengan pemukiman. Pada setiap tempat pembakaran amalgam terdapat cerobong asap yang langsung keluar ke udara bebas tanpa ada proses pengolahan terlebih dahulu. Akibatnya uap merkuri tersebar di luar ruangan pengolahan (gelundung). Selain itu, merkuri yang dipanaskan akan lebih cepat menguap dan mempunyai toksistas lebih tinggi. Masyarakat yang berada di luar ruangan pengolahan akan mempunyai kemungkinan untuk terpapar uap merkuri sehingga selisih antara kadar merkuri pada pengolah emas dan selain pengolah emas tidak terlalu besar. 3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Pada penelitian ini, nilai status gizi dilihat dari indeks masa tubuh. Dari 46 orang, 54% responden dalam kategori normal, 44% responden dalam kategori kurus, dan 2% responden dalam kategori gemuk (Tabel 5.8). Berdasarkan hasil uji anova didapatkan Pvalue 0,69 sehingga pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel status gizi dengan keracunan merkuri.
89
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andi, dkk (2011) bahwa status gizi dengan indikator indeks masa tubuh secara statistik tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kadar merkuri pada rambut. Tidak adanya hubungan antara variabel status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut karena 54% responden berada pada kategori normal. Secara teori, status gizi dapat mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap paparan logam berat. Pada dasarnya merkuri mempunyai sifat mudah larut dalam lemak sehingga orang yang memiliki kadar lemak yang tinggi dalam tubuhnya akan mempengaruhi absorbsi merkuri dalam tubuh dan ekskresi merkuri dari tubuh karena lemak yang berlebihan akan disimpan dalam jaringan lemak. Begitu juga dengan merkuri yang larut di dalamnya. Akan tetapi tidak semua jenis merkuri larut dalam lemak sehingga merkuri yang tidak larut akan berikatan dengan gugus sufhidril. Oleh karena itu, pada IMT normal, kadar lemak dalam tubuh rendah dan kemungkinan merkuri yang larut di dalamnya juga rendah. Selain itu, Kekurangan gizi akan meningkatkan kadar merkuri yang bebas dalam darah. Menurut Fergusson (1991) bahwa kadar Ca dan Fe yang tinggi dalam makanan akan menurunkan penyerapan logam berat. Tetapi jika tubuh kekurangan Ca dan Fe, penyerapan logam berat akan meningkat. Dinyatakan juga bahwa defisiensi Fe dan P akan mengakibatkan gangguan ekskresi logam berat dari tulang sehingga akan meningkatkan kadar merkuri pada jaringan lunak.
90
Oleh karena itu, diperlukan suatu keseimbangan dalam mengkonsumsi makanan sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raf : 31
….. “Makan
dan
minumlah,
dan
janganlah
berlebih-lebihan
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Di dalam tafsir jalalain diterangkan bahwa dalam ayat ini, Allah membolehkan manusia untuk memakan semua makanan yang halal dan baik tetapi allah juga memberikan batasan yaitu larangan untuk makan dan minum ketika berelebihan. Maksudnya adalah larangan untuk melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan larangan melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan. Karena makanan yang melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dapat menimbulkan ketidakseimbangan metabolisme yang pada akhirnya menyebabkan penyakit. 4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Variabel konsumsi ikan merupakan rata – rata kebiasaan responden untuk mengkonsumsi ikan. Pada penelitian ini, rata – rata responden mempunyai kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan sebanyak 5 kali per minggu. Konsumsi ikan minimal sekali dalam seminggu dan paling sering setiap hari (Tabel 5.9). Dari hasil uji korelasi diperoleh Pvalue 0,965. Artinya, pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi ikan dengan kadar merkuri. Hal ini diperkuat dengan nilai koefisien korelasi
91
sebesar 0,007. Artinya, nilai korelasi antara variabel umur dan kadar merkuri mempunyai hubungan sangat lemah. Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Irawadi (2008) yang menunjukkan bahwa konsumsi ikan bermakna secara statistik dengan nilai Pvalue 0,022 dan penelitian Rizal (2003) pada 50 masyarakat Desa Tangkiling didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi ikan dan kadar merkuri di rambut. Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Malasari mengkonsumsi ikan dari pasar yang berasal dari luar daerah PETI sehingga mempunyai kadar merkuri yang rendah. Hasil Analisis kimia contoh ikan mas di kecamatan Nanggung menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,082 – 0,1 ppm. Sedangkan ikan mujair menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,02 – 0,06 ppm. Ikan yang dikeringkan menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,04 – 0,1 ppm. Kadar tersebut masih berada di bawah ambang batasyaitu > 0,5 ppm (Zulkifli, 2006). Menurut JECFA (1972) TWI (tolerable weekly intake) untuk merkuri 3,3 µg/kg dan Canada 0,47 µg/kg. Meskipun frekuensi konsumsi ikan tidak berhubungan secara statistik, mayoritas masyarakat Desa Malasari mengkonsumsi ikan setiap hari sehingga kadar merkuri akan terakumulasi dalam tubuh dan lambat laun akan menjadi tinggi. Masuknya logam berat dalam jumlah yang membahayakan dapat melalui rantai pangan pendek (hewan - manusia) atau rantai pangan panjang (tanaman – hewan – manusia) (Notohadiprawiro, 1995).
92
Menurut Hutagalung (1985) dalam Rompas (1995), secara alami unsur-unsur logam berat terdapat dalam air pada kadar yang sangat rendah. Hal ini berarti dengan adanya bahan pencemar akan meningkatkan kadar merkuri di dalam air. Peningkatan kadar merkuri ini dapat mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya. kemudian akan dimakan ikan atau hewan air yang lebih besar. Selanjutnya ikan-ikan tersebut akan dikonsumsi manusia sehingga secara tidak langsung manusia telah mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya. Menurut Palar (1994) masuknya merkuri ke dalam tubuh organisme hidup terutama melalui makanan, Karena hampir 90% dari bahan beracun atau logam berat (Merkuri) masuk ke dalam tubuh melalui makanan, sisanya masuk secara difusi atau perembesan lewat jaringan dan melalui peristiwa pernapasan. Dalam rantai makanan ion metil merkuri yang mudah termakan organisme akan larut dalam lipida selanjutnya ditimbun dalam jaringan lemak pada ikan tanpa menunjukkan gangguan merkuri. Merkuri yang masuk ke dalam tubuh manusia baik melalui rantai makanan maupun melalui pernapasan dapat menghambat enzim Glutathione reductase dan Seric phosproglucose isomerase dengan mengikat gugus –SH (sulfihidril) dan apabila terakumulasi dapat merusak otak, ginjal, dan hati. Kerusakan jangka panjang dapat merusak sistem saraf pusat yang dapat memberikan efek yang sangat berbahaya. Selain itu juga dapat mengakibatkan rusaknya kromosom yang menyebabkan cacat bawaan.
93
Oleh sebab itu, Islam menganjurkan manusia agar berhati – hati dalam memilih makanan. Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan baik (Halalan Thoyyiban). Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 88 sebagai berikut :
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”. Dalam tafsir Syaikh Nashir as-Sa’dy (2005) makanan yang halal adalah yang diproses, diperoleh dan sumber nya dengan cara yang halal, yaitu tidak dari hasil curian, korupsi. Selain itu, makanan yang dimakan tidak hanya halal, tetapi juga harus baik, yaitu cukup bergizi, makanan yang lengkap dan seimbang porsi dengan kebutuhan aktivitas bekerja, tidak mengandung zat-zat membahayakan seperti merkuri, alami, dan tidak berlebihan. 5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Variabel jarak rumah merupakan jarak antara tempat tinggal responden dengan tempat pengolahan emas. Pada penelitian ini, rata – rata kadar merkuri pada responden yang bertempat tinggal > 261 meter sebesar 0,505 ppm, sedangkan responden yang bertempat tinggal ≤ 261 meter sebesar 0,602 ppm. Hasil uji t independen diperoleh Pvalue 0,000. Artinya pada alpha
94
5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jarak rumah dengan keracunan merkuri (Tabel 5.16). Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan hasil penelitian Maruapey (2006) terhadap penambang emas dengan media pelarut merkuri di daerah Kalirejo. dihasilkan bahwa 7 sumur dari 14 sumur masyarakat yang berada di sekitar tambang telah tercemar merkuri. Pencemaran ini disebabkan karena jarak antara tempat pengolahan dengan sumur penduduk terlalu dekat. Selain itu, terdapat juga penelitian Andi, dkk (2011) bahwa jarak tempat tinggal dan kadar merkuri berhubungan secara statistik. Tingginya kadar merkuri di daerah PETI berhubungan dengan proses pengolahan yang dilakukan di halaman rumah, dapur, atau kebun (Suhandi, 2006). Sebanyak 10 - 30% merkuri yang digunakan dalam kegiatan PETI akan terlepas ke lingkungan (Aspinal, C. et al, 2006 dalam inswiasri, 2011). Hal ini dikarenakan paparan merkuri tidak hanya berupa makanan, tetapi juga berupa uap merkuri yang terbang bebas di udara. Menurut Andi (2011) pada kecepatan angin normal, merkuri akan mengendap pada jarak 261 meter. Akan tetapi, belum ada penelitian lebih lanjut jika pada keadaan lain. Pada saat penelitian, kecepatan angin tidak diukur secara langsung tetapi menggunakan kecepatan angin normal. Tempat yang terletak di dekat sumber pencemaran akan mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar merkuri. Paparan merkuri melalui udara memiliki potensi paling besar daripada melalui air dan ikan (Inswiasri, 2011).
95
Paparan uap merkuri diserap sekitar 80% dari udara (WHO, 1991). Uap merkuri yang terhirup, segera masuk ke dalam darah dan apabila sampai ke otak akan merusak jaringan otak (Alfreds, 2002). Menurut Hawley (1981) dalam Alfreds (2002) bahwa senyawa merkuri sangat beracun dan dapat masuk melalui pernapasan dan penyerapan kulit dengan batas toleransi 0,05 mg/m3 dalam udara. Bila ada oksigen, merkuri akan diasamkan secara langsung ke dalam bentuk ionik. Uap merkuri berada dalam bentuk monoatom yang apabila terserap ke dalam tubuh akan menuju alveolar. Bentuk merkuri ini mudah masuk melalui sawar otak dan plasenta. Di otak akan berakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana merkuri akan teroksidasi menjadi bentuk ion merkuri (Hg2+). Ion merkuri tersebut akan berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga menggangu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan. 6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Variabel lama tinggal merupakan kurun waktu lama tinggal responden di daerah sekitar pengolahan emas baik di Desa Malasari maupun di daerah lain. Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa rata-rata lama tinggal responden di daerah pengolahan emas selama 16 tahun. Lama tinggal masyarakat di sekitar tempat pengolahan emas minimal 5 tahun dan maksimal 45 tahun.
96
Hasil uji korelasi diperoleh Pvalue yaitu 0,000. Pada Alpha 5% variabel lama tinggal berhubungan signifikan dengan kadar merkuri. Diperoleh juga nilai r tidak sama dengan nol yaitu 0,675. Berdasarkan tabel interval kekuatan Colton diperoleh hasil bahwa nilai r berada pada interval 0,5 – 0,75. Artinya, korelasi antara variabel lama tinggal dan kadar merkuri mempunyai hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang positif. Artinya semakin lama responden tingal di Desa Malasari, maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andi, dkk (2010) Lama tinggal responden berhubungan dengan keracunan merkuri. Lama tinggal lebih dari 15 tahun berisiko 7,07 kali. Hal ini sejalan dengan teori bahwa gejala klinis keracunan merkuri akan muncul setelah 10 tahun sampai 15 tahun mendatang tergantung dari besarnya paparan yang terjadi di lingkungan tersebut (Tugaswati, 199). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kadar merkuri yang melebihi ambang batas mulai menunjukkan pengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang tingal cukup lama di daerah tersebut. Hasil penelitian Kementrian Lingkungan Hidup di Kabupaten Wonogiri tentang paparan merkuri membutikan bahwa lama kerja berhubungan dengan keracunan merkuri (KLH, 2009). Meskipun memiliki perbedaan obyek yang diamati yaitu pekerja tambang dan masyarakat. Akan tetapi, kedua variabel menunjukkan bahwa paparan merkuri yang lama akan meningkatkan kadar merkuri dan berdampak pada menurunnya gangguan
97
kesehatan. Terdapat juga penelitian lain yang dilakukan oleh Tugaswati (1997) di daerah bekas penambangan emas di Kabupaten Indramayu, membuktikan bahwa daerah yang pernah digunakan untuk aktivitas penambangan ternyata masih memiliki risiko paparan logam berat merkuri yang cukup tinggi meskipun aktivitas penambangan tidak berjalan lagi. Hal ini membuktikan bahwa kadar merkuri tidak hilang meskipun dalam waktu yang lama. Sejalan dengan penelitian tersebut membuktikan bahwa adanya kadar merkuri pada rambut masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Mandor yaitu 5,71 μg/g sampai 27,18 μg/g pada sampel kasus dan 0,67 μg/g sampai 4,62 μg/g pada sampel kontrol. Hal ini terjadi karena akumulasi merkuri dalam jangka panjang yang terdapat pada lingkungan dan bahan makanan yang dikonsumsi masyarakat dalam waktu yang lama.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Rata – rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari masih di bawah ambang batas WHO yaitu 0,577 ppm. Akan tetapi, hal ini perlu diwaspadai karena merkuri bersifat akumulatif. 2. a. Rata-rata responden berumur produktif yaitu 24 tahun b. Sebagian besar responden bekerja sebagai non-pengolah emas. c. Sebagian besar responden berstatus gizi normal. d. Rata – rata responden mengkonsumsi ikan 5 kali per minggu. e. Sebagian besar responden mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar merkuri karena mempunyai jarak rumah ≤ 261 meter dengan pengolahan f. Rata-rata responden tinggal di daerah pengolahan emas selama 16 tahun. 3. Ada hubungan antara variabel umur dengan kadar merkuri dalam rambut. 4. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut. 5. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut 6. Tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi ikan dengan kadar merkuri. 7. Ada hubungan antara jarak rumah dengan kadar merkuri. 8. Ada hubungan antara lama tinggal dengan kadar merkuri. 98
99
B. Saran 1. PETI Perlunya mengurus perizinan untuk kegiatan pengolahan emas sehingga aktivitas pengolahan bisa berjalanan dengan baik. 2. Pemerintah a. Tempat pengolahan emas yang telah ada di Desa Malasari terletak di belakang rumah masing – masing penduduk sehingga pajanan merkuri terhadap masyarakat terjadi secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan suatu tempat khusus yang dapat menampung semua kegiatan PETI dan terletak jauh dari pemukiman penduduk. b. Perlunya pembuatan sistem pengolahan sisa tailing dan uap hasil pembakaran amalgam sehingga pencemaran merkuri baik ke lingkungan maupun ke manusia bisa dihindarkan. c. Perlunya penyuluhan kepada para pengolah emas tentang bahaya logam berat dan pentingnya penggunaan alat pelindung diri ketika melakukan pengolahan emas. d. Perlunya membentuk trainer of trainer (TOT) untuk menciptakan aktivitas pengolahan emas yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. 2. Peneliti Selanjutnya Kepada peneliti selanjutnya diharapkan mengukur paparan merkuri melalui pernafasan dan konsumsi ikan per hari per orang.
100
DAFTAR PUSTAKA Agus, Suyono. 2011. Dampak Penggunaan Hg pada Penambangan Emas Rakyat terhadap Lingkungan. Yogyakarta : UPN Veteran. Alfian Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya bagi Manusia dan Lingkungan. Naskah Pidato Pengukuan Guru Besar. Medan : USU. Alfreds R, Johnly. 2002. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan. Jakarta : Jurnal Kedokteran Yarsi Vol. 10 No. 2 : 82 – 85. Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia. Al-quran Al-karim Andri, dkk. 2011. Kadar Merkuri pada Rambut Masyarakat di Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin. Semarang: Media Medika Indonesiana Vol.45 No. 3 :181-187. Aspinall, C. 2001. Small scale mining in Indonesia. Report of MMSD Project No. 79 Azhari H, et al. 2010. Peripheral Neurophaty : Differential Diagnosis and Management. Michigian State University College of Human Medicine Vol. 81. Azhar, Khadijah. 2000. Tingkat Pencemaran Merkuri di Sungai Cikaniki dan Perkiraan Dampaknya bagi Masyarakat Sekitar. Depok : UI. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal). Peraturan Pemerintah Nomor: 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta. Baker S, M. 2007. Who Ignores Individuality Fails the Patient. New York: International symposium of The Institute for Functional Medicine. Budiono, dkk. 2003. Hiperkes dan KK, Hygine Perusahaan, Ergonomic, Kesehatan Kerja, Keselamatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Bustan. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta :Rineka Cipta. Cakrawati, Cucu. 2002. Analisis Faktor Karakteristik Responden dan Kebiasaan Makan Ikan terhadap Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat tahun 2000. Depok : UI. Chamid, Chusharini dkk. 2010. Kajian Tingkat Konsentrasi Merkuri pada Rambut Masyarakat Kota Bandung. Bandung: Prosiding SNaPP Edisi Eksakta.
101
Dahlan, Sopiyudin. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta : Salemba Medika. Data Monografi Desa Malasari 2011. Department of Health and Ageing and enHealth Council. 2002. Environmental Health Risk Assesment, guidelines for assessing human health risk from environmental Hazard. Douglas W, Zochodne. 2012. Reversing Neurophatic Deficits. Journal of the Peripheral Nervous System Vol 17 No. 4-9. The Hotchkiss Brain Institute, University of Calgary, Canada. EPA (Environment Protection Agency). 2006. Mercury, Human Health. US. Grandjean P et al. 2005. Umbilical Cord Mercury Concentration as Biomarker of Prenatal Exposure to Methyl Mercury. Environmental Health Prespectives. _______________. 2002. Biomarkers of Environmentally Associated Disease Technologies; Concepts and Perspectives. Boca Raton : CRC Press. Handayani, Thukul. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kadar Merkuri (Hg) Rambut Ibu di Area Penambangan Emas Tradisional Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Undip. Hartono, Wahyu. 2003. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kadar Merkuri dalam Rambut pada Pekerja Laboratorium di Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung Tahun 2003. Depok : UI. Heriamariaty. 2011. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Air Akibat Penambangan Emas di Sungai Kahayan. Mimbar Hukum Vol. 23 No. 3 Hal. 431-645. Hislop JS, et al. 1983. The Use of Keratinised tissues to Monitor The Detailed Exposure of Man To Metilmercury from Fish. New York: Academic Press. Koeswadji, dkk. 1991. Analisis Kadar Merkuri dan Kadmium Dalam Beberapa Hewan laut di Muara Sungai Kalimas. Pusat Studi Lingkungan Universitas Airlangga Vol. 11. No. 3 : 147 – 156. Tabrizian, Igor. 2010. Rambut Bisa Menyikap Adanya Racun. Diakses pada jumat, 25 Januari 2013 dari harian kompas.
102
Tjahjono, Bambang. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Yogyakarta : Subdit Konservasi. Inswiasari. 2008. Paradigma Kejadian Penyakit Pajanan merkuri. Jakarta : Jurnal Ekologi Kesehatan Vol.7 No.2. ISSN 775-785. ________. 2009. Kesehatan Masyarakat Sekitar Lokasi Tambang di Nusa Tenggara Barat. Media Litbang Kesehatan Vol. XIX No. 1. ________. 2011. Pengendalian Risiko Kesehatan karena Pajanan Merkuri pada Kegiatan Tambang Emas Tradisional di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No. 3 : 128-143. International programme on Chemical Safety. 2004. Biological Monitoring of Metal. Geneva : WHO. IPCS. 1990. Environmental Health Criteria : Methyl Mercury. World Health Organization. ____. 1991. Inorganic Mercury, Environmental Health Criteria diakses dari http://www.inchem.org/document/ehc/ehc/ehc118.htm.[30112007]. ____. 2001. Neurotoxicity Risk Assesment for Human Health. Environmental Health Criteria 223. Geneve. Ismawati, Yuyun. 2013. Titik Rawan Merkuri di Indonesia. Bali : BaliFokus Juliawan, Nixon. 2006. Pendataan Penyebaran merkuri pada Wilayah Pertambangan di Daerah Pongkor. Pusat Sumberdaya Geologi. Katz S, Chatt A. 1988. Hair Analysis :Application in The Biomedical and Environmental Sciences. New York : VH Publishers 6-12. Kementrian Kesehatan RI. Dampak Merkuri pada Lingkungan dan Kesehatan. Diakses pada 15 februari 2013 dari http://pppl.depkes.go.id/depkes/index.php?option=com_content&view=article& id=429:dampak-merkuri-pada-lingkungan-dan-kesehatan&catid=75:program-akegiatan&Itemid=351. Lameshow. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : UGM Press.
103
Mahaffey R, Kathryn. 2005. Mercury Exposure : Medical dan Public Health Issues. Transactions of the American Clinical and Climatological Assosiation Vol 116. Margaret, B. 2010. Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung Pongkor. Bogor : IPB. Nixon J. 2006. “Pendataan Penyebaran merkuri pada Wilayah Pertambangan di Daerah Pongkor”. Pusat Sumberdaya Geologi. Notoatmodjo. Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Palar. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Barat. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Petasule, Suparjan. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Keracunan Merkuri pada Pemijar dan Pengolah Emas di Tambang Emas Desa Hulawa Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2012. Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo. Riani, etty. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik. Bogor : PT Penerbit IPB Press. Rianto, Sugeng. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Semarang : Universitas Diponegoro. Rizal, Ayonni. 2003. Kadar Merkuri Rambut Kepala dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Penduduk Kelurahan Tangkiling Kecamatan Bukit Batu Kota Palangkaraya. Yogyakarta : UGM Sabri, Luknis dkk. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers. Sari, Lubis. 2002. Toksisitas Merkuri dan Penanganannya. Medan : USU digitalized Library. Sasmito, Zainul Kamal. 2002. Hubungan Warna Rambut dan Jenis Kelamin dengan Penentuan Kadar Merkuri dalam Rambut Manusia dengan Teknik Aktivasi Neutron. Jurnal Kedokteran Yarsi Vol. 10. No. 2 : 45 - 50 Sudarmaji dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.2 No.2.
104
Sugiono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Suhandi, dkk. 2006. Pendataan Penyebaran Unsur Merkuri pada Wilayah Pertambangan Emas Daerah Gunung Gede, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Prosiding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan dan Non-Lapangan Pusat Sumberdaya Geologi Tahun 2006. Sujatmiko, Bambang. 2012. Penambangan Emas Tanpa Izin di Daerah Aliran Sungai (DAS) Arut Kec. Arut Utara Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Jurnal Socioscientia Vol. 4 No. 1. Suyatno. Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat. Semarang : UNDIP. Talintukan, Markus. 2009. Proses Bioakumulasi dan Biotransfer Merkuri (Hg) pada Organisme Perairan di dalam Wadah Terkontrol : Jurnal Matematika dan Sains Vol. 14 No.3. Thomas, Brannagan. 2012. Current Issues in Peripheral Neurophaty. Journal of the peripheral Nervous System vol. 17 No. 1-3. New York : College of Physicians and Surgeons. Tsuji. Joyce et al. 2003. Evalution of mercury in urine as an indicator of exposure to low levels of Mercury Vapor. Enviromental Health Perspectives. Vol.111. Tugaswati, Tri, dkk. 1997. Studi Pencemaran Merkuri dan Dampaknya terhadap Kesehatan Masyarakat di Daerah Mundu Kabupaten Indramayu. Jakarta : Balitbangkes Vol. 25 No. 2. US-EPA. 1984. Mercury Health Effect Update, Health Issue Assesment. Washington D.C. (Report No. EPA-600/8-84-019F). Valerie J, Brown. 2007. Methylmercury and IQ : Dose Response Estimate of Prenatal Effect. Environmental Health Perspective 115 (4) Wardini, Cici. 2012. Dinamika Agraria Lokal di Sekitar Kawasan Pertambangan Emas. Diakses pada senin, 27 Januari 2013 dari http://skpm.fema.ipb.ac.id/ojs/index.php/skripsi/article/view/152. Warsono, S. 2002. Pengaruh Bahan Tambal Amalgam Terhadap Kadar Merkuri pada Darah, Urin, Tinja, dan Rambut Kepala. Jurnal Kedokteran Gigi UI Vol. 7. No. 1 : 23 – 30.
105
Widodo. 2008. Pengaruh Perlakuan Amalgamasi terhadap Tingkat Perolehan Emas dan Kehilangan Merkuri : Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol.18 : 4753. Widowati W, dkk. 2008. Efek toksik logam Pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Yogyakarta : Penerbit Andi. Wurdiyanto, Gatot. 2007. Merkuri : bahaya dan Pengukurannya. Buletin Alara Volume 7 Pusat Teknologi Keselamatan dan Meterologi Radiasi BATAN.
Generated by CamScanner from intsig.com
Generated by CamScanner from intsig.com
Distribusi Kadar Merkuri
kadar merkuri Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
0.021
1
2.2
2.2
2.2
0.023
3
6.5
6.5
8.7
0.024
1
2.2
2.2
10.9
0.025
1
2.2
2.2
13.0
0.026
1
2.2
2.2
15.2
0.028
1
2.2
2.2
17.4
0.045
1
2.2
2.2
19.6
0.052
1
2.2
2.2
21.7
0.062
1
2.2
2.2
23.9
0.081
1
2.2
2.2
26.1
0.085
1
2.2
2.2
28.3
0.087
1
2.2
2.2
30.4
0.142
1
2.2
2.2
32.6
0.143
1
2.2
2.2
34.8
0.148
1
2.2
2.2
37.0
0.187
2
4.3
4.3
41.3
0.266
1
2.2
2.2
43.5
0.528
1
2.2
2.2
45.7
0.738
1
2.2
2.2
47.8
0.758
1
2.2
2.2
50.0
0.823
1
2.2
2.2
52.2
0.825
1
2.2
2.2
54.3
0.843
1
2.2
2.2
56.5
0.862
3
6.5
6.5
63.0
0.875
1
2.2
2.2
65.2
0.941
1
2.2
2.2
67.4
0.951
1
2.2
2.2
69.6
0.953
1
2.2
2.2
71.7
0.96
1
2.2
2.2
73.9
0.965
1
2.2
2.2
76.1
0.968
1
2.2
2.2
78.3
0.976
1
2.2
2.2
80.4
0.981
1
2.2
2.2
82.6
0.987
1
2.2
2.2
84.8
1.028
1
2.2
2.2
87.0
1.032
1
2.2
2.2
89.1
1.052
1
2.2
2.2
91.3
1.121
1
2.2
2.2
93.5
1.297
1
2.2
2.2
95.7
1.328
1
2.2
2.2
97.8
1.362
1
2.2
2.2
100.0
Total
46
100.0
100.0
Kadar Merkuri Berdasarkan Jenis Kelamin Statistics
Statistics
kadarperempuan N
kadar merkuri
Valid
24
Missing
36
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation
.53750 .093422 .63300 .023 .457672
N
Valid
22
Missing
38
Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation
.62073 .100153 .84350 .862 .469760
Variance
.209
Range
1.305
Variance
.221
Range
1.341
Minimum
.023
Minimum
.021
Maximum
1.328
Maximum
1.362
Sum
12.900
Sum
13.656
Descriptives Statistic kadarLK
Mean
.62073
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
.41245
Upper Bound
.82901
5% Trimmed Mean
.61318
Median
.84350
Variance
Std. Error .100153
.221
Std. Deviation
.469760
Minimum
.021
Maximum
1.362
Range
1.341
Interquartile Range
.888
Skewness Kurtosis
-.169
.491
-1.625
.953
Descriptives Statistic kadarPR
Mean
.53750
95% Confidence Interval for Lower Bound
.34424
Mean
Upper Bound
.73076
5% Trimmed Mean
.52408
Median
.63300
Std. Error .093422
Variance
.209
Std. Deviation
.457672
Minimum
.023
Maximum
1.328
Range
1.305
Interquartile Range
.904
Skewness
.088
.472
-1.749
.918
Statistic
Std. Error
Kurtosis
Descriptives
kadarNonPengolah
Mean 95% Confidence Interval for Mean
.50889 Lower Bound
.35482
Upper Bound
.66296
5% Trimmed Mean
.49555
Median
.35750
Variance Std. Deviation
.075891
.207 .455344
Minimum
.021
Maximum
1.328
Range
1.307
Interquartile Range
.913
Skewness
.170
.393
-1.794
.768
Kurtosis
Distribusi Umur, Lama Tinggal, dan Frekuensi Konsumsi Ikan Statistics frekuensi umur N
Valid
lama tinggal
konsumsi ikan
46
46
46
0
0
0
Mean
23.93
16.24
4.761
Std. Error of Mean
2.152
1.280
.3450
Median
20.00
16.00
5.000
20
20
7.0
14.599
8.683
2.3398
213.129
75.386
5.475
52
40
6.0
Minimum
5
5
1.0
Maximum
57
45
7.0
Missing
Mode Std. Deviation Variance Range
Distribusi Jenis Kelamin jenis kelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
laki-laki
22
47.8
47.8
47.8
perempuan
24
52.2
52.2
100.0
Total
46
100.0
100.0
Distribusi Jenis Pekerjaan jenis pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
non-pengolah emas
36
78.3
78.3
78.3
pengolah emas
10
21.7
21.7
100.0
jenis pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
non-pengolah emas
36
78.3
78.3
78.3
pengolah emas
10
21.7
21.7
100.0
Total
46
100.0
100.0
Distribusi Status Gizi indeks masa tubuh Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
normal (18,5-24,9)
25
54.3
54.3
54.3
underweight (<18,5)
20
43.5
43.5
97.8
overweight (25-29,9)
1
2.2
2.2
100.0
46
100.0
100.0
Total
Disribusi Jarak Rumah jarak rumah Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
>261
12
26.1
26.1
26.1
<-261
34
73.9
73.9
100.0
Total
46
100.0
100.0
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkur Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Mean
Interval of the
Std. Error
Difference
Sig. (2- Differenc Differenc F kadar
Equal variances
merkuri
assumed
.426
Sig.
t
df
.517 -2.458
Equal variances
-2.146
not assumed
tailed)
44 12.28 8
e
e
Lower
.018 -.395928
.161080 -.720564 -.071291
.052 -.395928
.184482 -.796837
Hubungan Staus Gizi dengan Kadar Merkuri ANOVA kadar merkuri Sum of Squares Between Groups
df
Upper
Mean Square
.158
2
.079
Within Groups
9.374
43
.218
Total
9.531
45
F
Sig. .362
.699
.004981
Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Mean
Std. Error
Interval of the Difference
Sig. (2- Differenc Differenc F kadar
Equal variances
merkuri
assumed
Sig.
79.348
t
.000 -3.978
Equal variances
-6.727
not assumed
df
tailed)
44 33.38 8
e
e
Lower
Upper
.000 -.550480
.138387 -.829381 -.271580
.000 -.550480
.081828 -.716888 -.384073
Hubungan Umur, Frekuensi Konsumsi Ikan, Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri Correlations frekuensi umur umur
Pearson Correlation
konsumsi ikan 1
Sig. (2-tailed)
**
.647
**
.000
46
46
46
46
Pearson Correlation
.137
1
.065
.007
Sig. (2-tailed)
.362
.667
.965 46
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
kadar merkuri
.530
.000
N lama tinggal
.137
kadar merkuri
.362
N frekuensi konsumsi ikan
lama tinggal
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
46
46
46
**
.065
1
.000
.667
46
46
**
.007
.000
.965
.000
46
46
46
.530
.647
.675
**
.000 46
46
**
1
.675
46
Correlations frekuensi umur umur
Pearson Correlation
konsumsi ikan 1
Sig. (2-tailed)
**
.647
**
.000
46
46
46
46
Pearson Correlation
.137
1
.065
.007
Sig. (2-tailed)
.362
.667
.965 46
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
kadar merkuri
.530
.000
N lama tinggal
.137
kadar merkuri
.362
N frekuensi konsumsi ikan
lama tinggal
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
46
46
46
**
.065
1
.000
.667
46
.530
.675
**
.000
46
46
46
**
.007
**
1
.000
.965
.000
46
46
46
.647
.675
46
KUESIONER PENELITIAN Assalamu’alaikum Wr, Wb Dengan ini saya, Agung Taufiqur R Sy, Mahasiswa Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bermaksud melakukan
penelitian dengan judul “Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan masyarakat (SKM). Untuk itu, Saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan jujur. Semua jawaban akan dijamin kerahasiaannya. Selain menjawab pertanyaan, Saya meminta sampel rambut sebanyak 0,5-2 gram atau sebesar satu batang korek api. Rambut diambil dari pangkal rambut yang terletak di belakang telinga (tersembunyi). Apakah Anda bersedia untuk menjadi responden dan diambil sampel rambutnya? 1. Ya, Saya bersedia 2. Tidak, saya tidak bersedia Atas perhatian dan kerjasama Saudara, saya mengucapkan terima kasih. Peneliti
Agung Taufiqur R
Responden
……….
No. Responden : Diisi oleh responden 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. No. Telp/HP
:
4. Jenis Kelamin
:
No 1
Pertanyaan Pada tanggal, bulan dan tahun berapa Anda lahir?
Kode A1 (
)
B1 (
)
C1 (
)
tanggal......bulan................tahun............. Berapakah umur Anda sekarang? …….. tahun 2
Apa jenis pekerjaan Anda? 0. Non-Penambang emas, sebutkan……………………….. 1. Penambang emas
3
Berat badan : ……….. Kg Tinggi badan : ……… cm (penentuan status gizi berdasarkan pengukuran BMI (Body Mass Index) yang dihitung oleh peneliti dengan kategori: 0 : Normal (18,5-24,9) 1 : Underweight (< 18,5) 2 : Over weight (25-29,9) 3 : Obese 1 (> 30)
4
Berapa lama Anda tinggal di Desa Malasari?
D1 (
)
E1 (
)
F1 (
)
G1 (
)
H1 (
)
H2 (
)
H3 (
)
H4 (
)
I1 (
)
……. Tahun 5
Berapakah jarak rumah Anda dengan tempat pengolahan emas? 0 : >261 meter 1 : ≤261 meter
6
Apakah Anda biasa makan ikan? 0. Tidak (lanjut ke no.13) 1. Ya
7
Jenis ikan apa yang paling sering dimakan? 1. Ikan laut segar 2. Ikan sungai segar 3. Ikan asin/kering sungai 4. Ikan asin/kering laut 5. Kombinasi ikan laut, sungai, dan ikan asin
8
Berapa frekuensi konsumsi ikan laut segar Anda? ………. Kali/minggu
9
Berapa frekuensi konsumsi ikan sungai segar Anda? ………. Kali/minggu
10
Berapa frekuensi konsumsi ikan asin/kering laut Anda? ………. Kali/minggu
11
Berapa frekuensi konsumsi ikan asin/kering sungai Anda? ………. Kali/minggu
12
Dari manakah ikan tersebut didapatkan? Sebutkan …………………
13
Apakah keluhan-keluhan yang Anda rasakan selama 3 bulan terakhir? 1. Rasa kesemutan (parthestesia) 2. Kehilangan rasa (hypoanasthesi) 3. Pendengaran berkurang
4. Kesulitan menggerakkan kaki (tidak bisa jalan lurus = Ataxia) 5. Mudah lelah, sakit kepala, dan menyempitnya sudut pandang 14
Apakah Anda Pernah meluruskan atau mengkriting rambut ? 0. Tidak 1. Pernah
RW 5
RW 4
RW 3
RW 10
Peta Sampling Desa Malasari