ANALISIS STRES KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK PEKERJA, KONDISI PEKERJAAN DAN LINGKUNGAN KERJA PADA DOSEN DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH: TETIK WULANDARI SETYANI NIM: 108101000001
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M 1434 H
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Juli 2013
Tetik Wulandari Setyani, NIM : 108101000001 ANALISIS STRES KERJA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTRISTIK PEKERJA, KONDISI PEKERJAAN DAN LINGKUNGAN KERJA PADA DOSEN DI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH TAHUN 2013
xii + 138 Halaman, 26 Tabel, 4 Bagan, 3 Lampiran
ABSTRAK Stres kerja adalah suatu kondisi dimana satu atau beberapa faktor di tempat kerja berinteraksi dengan pekerja sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik dan psikologik. Dampak stres ini tidak hanya mengganggu tubuh sipekerja saja, tetapi juga mempengaruhi kinerja. Pada kenyataannya, fungsi dosen adalah mengemban amanah tri dharma perguruan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Selain menjalankan tri dharma perguruan tinggi, dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan juga mengerjakan tugas administrasi, seperti absensi dan honor tim teaching, pembuatan surat menyurat, dan lain – lain. Banyaknya tuntutan peran dan tugas yang harus dijalankan oleh seorang dosen FKIK akan berdampak pada kondisi-kondisi seperti tertekan, depresi, produktifitas menurun, tugas yang diberikan tidak tepat waktu, menyendiri, dll. Ini merupakan gejala-gejala terjadinya stres dalam organisasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat stres kerja dan hubungannya dengan karekteristik pekerja, kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja . Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei - Juni 2013 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional study. Sampel pada penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling sejumlah 50 orang. Pengambilan data yang dilakukan yaitu melalui data primer dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan chi square. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa dosen yang tidak mengalami stres kerja yaitu sebanyak 36 orang (72.0%,), sedangkan 14 orang (28.0%) mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil analisis bivariat, diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen adalah variabel masa kerja, beban kerja, dan gaji. Untuk itu, disarankan agar institusi menyesuaikan beban kerja yang diterima seorang dosen baik itu beban kerja fisik maupun mental dengan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki oleh dosen tersebut, diharapkan agar melakukan penyesuaian honor terhadap beban kerja yang diterima dosen. Serta kepada dosen diharapkan tetap menjaga komunikasi yang baik, lingkungan kerja yang kondusif, serta rasa kekeluargaan yang erat. Daftar bacaan : 77 (1964 – 2013) Kata Kunci : Stres kerja, dosen, masa kerja, beban kerja, gaji.
iii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, July 2013
Tetik Wulandari Setyani, NIM : 108101000001 ANALYSIS OF WORK STRESS AND RELATED WITH CHARACTERISTICS OF WORKERS, WORKING CONDITIONS AND WORK ENVIRONMENTAL IN LECTURER AT FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE UIN SYARIF HIDAYATULLAH YEAR 2013
xii + 138 Pages, 26 Tables, 4 Charts, 3 Attachments
ABSTRACT Work stress is a condition in which one or several factors at work that interacts with workers so disrupt physiological and psychological balance. The effects of stress are not only annoying worker’s body, but also will affect on performance. In fact, the function of the lecturer is carried tri dharma college of education and teaching, research and community service. In addition to implements the tri dharma college, lecturer at the Faculty of Medicine and Health Sciences is also working on administrative duties, such as attendance and team teaching’s honors, making correspondence, and extrecra . Many demands of the role and the tasks to be carried out by a FKIK’s lecturer will have an impact on conditions such as stress, depression, decreased productivity, a task that is not timely given, outs, etc. This is an occurrence of symptoms of stress in the organization. Therefore, this study was conducted to determine the level of work stress and its relation with the characteristics of workers, working conditions and work environment. This study was conducted in May-June 2013 in the Faculty of Medicine and Health Sciences UIN Syarif Hidayatullah. This study is an study quantitative using cross-sectional study design. The samples in this study were selected using simple random sampling method some 50 people. Data collection was conducted with the primary data through questionnaires spread. The data obtained were then tested using the chi square statistic. The results of univariate analysis, showed that the lecturers who not got work stress are 36 people (72.0%), whereas 14 people (28.0%) who got work stress. Based on the results of the bivariate analysis, it is known that variable associated with the level of work stress in lecturer is variable period of work, workload, and salary. Therefore, it is suggested that institutions adjust workloads that received a lecturer as workload with physical or mental ability or capacity owned by the lecturer, it is expected that adjustments to the salary received by faculty workload. As well as to lecturer while keeping good communication, positive work environment, and a strong sense of family. Reading List : 77 (1964 – 2013) Keywords : Work stres, lecturer, period of work, workload, salary.
iv
iii
vi
LEMBAR PERSEMBAHAN
Bapak,, Ibu.. Dengan do’a darimu aku melangkah.. Dengan restu darimu aku berjuang,, Do’amu penerangku,, restumu kekuatanku.. Ibu,, dengan kesabaranmu engkau besarkanku,, Selalu engkau ajarkan aku tentang kasih sayang, pengertian, dan kesabaran.. Terima kasih telah menjadi malaikatku, Bu.. Bapak,, dengan ketegasanmu engkau didik aku.. Selalu engkau bekali aku dengan kemandirian dan keberanian.. Terima kasih telah menjadi panutanku, Pak.. Ketika gejolak perasaan menekanku, kalian berusaha mengalah untukku, kalian berusaha menuruti keinginanku, apa yang bisa aku balas atas semua itu,,?? Hanya do’a yang bisa ku panjatkan,, Semoga ibu dan bapak selalu diberi kesehatan dan keselamatan dari-Nya dalam setiap langkah,, Terima kasih untuk semua yang telah bapak dan ibu berikan padaku,, Diri ini tak akan menjadi apa – apa dan siapa – siapa tanpa do’a dan dukungan darimu.. Dalam untaian kata dengan segenap rasa cinta, kasih, sayang, syukur dan hormat, kupersembahkan skripsi ini untuk: Kedua orang tuaku, Kedua adikku, Keluarga besarku, Lentera hatiku.
vi
CURICULUM VITAE
Nama
: Tetik Wulandari Setyani
TTL
: Pulau Panggung / 18 Januari 1991
Alamat
: Komplek Rumah Tumbuh blok C no. 8 Jalan Ade Irma Suryani, Muara Enim.
Agama
: Islam
Gol. Darah
:A
No. Telp
: 0852 680 92599
Email
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN Tahun 1994 – 1996
TK Bhayangkari, Muara Enim
1996 – 2002
Sekolah Dasar Negeri VI, Muara Enim
2002 – 2005
Sekolah Menengah Pertama Negeri I, Muara Enim
2005 – 2008
Sekolah Menengah Atas Negeri I, Muara Enim
2008 – 2013
S1 - Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
PENGALAMAN ORGANISASI Tahun 2005 – 2007
Rohis Karimatha SMA Negeri I, Muara Enim
2008 – 2010
Anggota Divisi Seni dan Olahraga BEMJ Kesmas UIN
2010 – 2011
Koordinator Divisi Hubungan Luar Kampus BEMJ Kesmas UIN
2010 – 2011
Bendahara
Ikatan
Senat
Mahasiswa
Kesehatan
Masyarakat
Indonesia
(ISMKMI) Wilayah II 2010 – 2011
Biro Kesekretariatan Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI)
2010 – 2013
Anggota Bidang Pengembangan Akademik dan Keprofesian, Sumber Daya Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakt Indonesia (IAKMI)
vii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, hidayah, dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan, dan Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013”. Sholawat serta salam juga dihaturkan kepada Baginda Rasulullah saw, semoga kita mendapat syafaat di akhirat nanti. Amien. Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan, masukan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada : 1. Teristimewa dan sangat tercinta, kedua orang tuaku, ibu Eliva Nur’aini dan Bapak Teguh Suyatmo. Terima kasih banyak Bu, atas segala pelajaran tentang kasih sayangnya, pengertiannya, kesabarannya. Terima kasih banyak Pak, atas segala pelajaran tentang kemandirian dan keberaniannya. Teruntuk adikku, Teddy Dwi Nuryanto, semoga kita selalu bisa menjadi kebahagiaan dan kebanggaan Bapak dan Ibu. Teruntuk adikku, yang telah mendahului kami, (alm.) Triyono, semoga engkau bahagia disana. 2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Yuli Amran, SKM., MKM. selaku Pembimbing I. Terima kasih atas segala pelajaran, arahan dan bimbingan yang telah Ibu berikan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Mohon maaf atas semua kesalahan. 5. Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes selaku Pembimbing II. Terima kasih atas segala waktu, arahan dan bimbingan yang telah Ibu berikan untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini. Mohon maaf atas semua kesalahan.
viii
6. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS. selaku pembimbing akademik sekaligus ketua penguji skripsi. Terima kasih atas semua kesempatan, arahan dan bimbingan yang telah Bapak berikan. Mohon maaf atas semua kesalahan. 7. Ibu Fase Badriah, M.Kes, Ph.D dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK sekalu penguji skripsi. Terima kasih atas semua kesempatan, arahan dan bimbingan yang telah diberikan. Mohon maaf atas semua kesalahan. 8. Bapak Ghozali, terima kasih atas bantuan administrasi semala kuliah. Mohon maaf atas semua kesalahan. 9. Terima kasih kepada kak Pia, kak Pipit, pak Ajib, kak Oshira, kak Mia, dan semua pihak yang telah membantu selama penelitian. 10. Terkasih untukmu, Andriyan Hidayat, SKM. Tempat segala canda, tawa, tangis, dan amarah tertumpah. Terima kasih atas semua kesabaran dalam kebersamaan ini, ya habibi. Terus ajarkanku tentang arti keikhlasan dan kesabaran. 11. Teman – teman organisasi, terima kasih atas semua pengalaman dan kebersamaan. 12. Teman – teman seperjuangan, angkatan ’08 serta teman – teman angkatan ’09. Terima kasih atas semua cerita yang pernah terjadi. Kebersamaan selama kuliah maupun ketika menunggu para dosen saat magang dan skripsi . Moga kita semua dapat meraih kesuksesan, Amien.. 13. Untuk ndud, terima kasih untuk kebersamaan selam 5 tahun ini. Mohon maaf atas semua kesalahan. Untuk dirimu ingat ndud, kebahagiaan tidak akan datang pada orang yang pantas bahagia, maka pantaskanlah dirimu bahagia. Begitupun dengan jodoh, jodoh tidak akan datang pada orang yang salah, maka perbaikilah dirimu maka kau akan mendapat jodoh yang baik. 14. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amien. Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna. Namun penulis berharap semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.
Tanggerang Selatan, Juli 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Lembar Pernyataan ............................................................................................................ Abstrak ............................................................................................................................... Abstract .............................................................................................................................. Lembar Persetujuan ........................................................................................................... Lembar Pengesahan Panitia Ujian ..................................................................................... Lembar Persembahan ......................................................................................................... Riwayat Hidup ................................................................................................................... Kata Pengantar ................................................................................................................... Daftar Isi ............................................................................................................................ Daftar Tabel ....................................................................................................................... Daftar Bagan ...................................................................................................................... Daftar Lampiran .................................................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii x xiii xvi xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................ 1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................
1 5 7 8 8 9 10 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Kerja ........................................................................... 2.1.2. Tahapan Stres Kerja............................................................................... 2.1.3. Dampak Stres Kerja ............................................................................... 2.1.4. Indikator Stres Kerja .............................................................................. 2.1.5. Cara Pengukuran Stres Kerja ................................................................. 2.1.6. Faktor Penyebab Stres Kerja ................................................................. 2.2. Dosen 2.2.1.. Pengertian Dosen ................................................................................... 2.2.2. Kedudukan, Fungsi, dan Tujuan Dosen ................................................ 2.2.3. Beban Kerja Dosen ................................................................................
12 13 17 19 21 24 59 59 60 x
2.2.4. Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik ............... 60 2.2.5. Hak dan Kewajiban Dosen .................................................................... 63 2.3. Kerangka Teori ............................................................................................... 68 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 68 3.2. Definisi Operasional........................................................................................ 74 3.3. Hipotesis.......................................................................................................... 77 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 5.1. Desain Penelitian ............................................................................................ 5.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 5.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 5.4. Metode Pengumpulan Data ............................................................................. 5.5. Instrumen Penelitian........................................................................................ 5.6. Pengolahan Data.............................................................................................. 5.7. Analisis Data ................................................................................................... BAB V HASIL 5.1. Analisis Univariat 5.1.1. Gambaran Stres Kerja ................................................................................ 5.1.2. Usia ............................................................................................................ 5.1.3. Masa Kerja ................................................................................................. 5.1.4. Asal Program Studi .................................................................................... 5.1.5. Beban Kerja ............................................................................................... 5.1.6. Rutinitas Kerja ........................................................................................... 5.1.7. Struktur dan Iklim Organisasi .................................................................... 5.1.8. Peran dalam Organisasi .............................................................................. 5.1.9. Pengembangan Karir .................................................................................. 5.1.10. Gaji ............................................................................................................. 5.1.11. Lingungan Kerja Fisik ............................................................................... 5.1.12. Lingkungan Kerja Sosial ............................................................................ 5.3. Analisis Bivariat 5.3.1. Hubungan antara Usia dengan Stres Kerja ................................................ 5.3.2. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja ..................................... 5.3.3. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Stres Kerja ........................ 5.3.4. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja .................................... 5.3.5. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja ............................... 5.3.6. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja .................................................................................................. xi
79 79 79 80 81 82 83
85 86 86 87 87 88 88 89 90 90 91 92 92 93 94 95 96 96
5.3.7. Hubungan antara Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja .................. 5.3.8. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja ...................... 5.3.9. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja ................................................. 5.3.10. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja.................. 5.3.11. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja ................ BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 6.2. Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ......................................................................... 6.3. Hubungan antara Usia dengan Stres Kerja ......................................................... 6.4. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja .............................................. 6.5. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Stres Kerja ................................. 6.6. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja ............................................. 6.7. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja ........................................ 6.8. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja ................. 6.9. Hubungan antara Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja ........................... 6.10. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja ............................... 6.11. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja .......................................................... 6.12. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja........................... 6.13. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja .........................
97 98 99 100 100
102 102 105 107 109 111 113 115 117 119 121 123 125
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan ............................................................................................................... 128 7.2. Saran ..................................................................................................................... 130 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 132 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
2.1. Penilaian Pekerjaan
38
2.2. Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori
3.1
yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan
39
Definisi Operasional
74
5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
85
5.2. Distribusi Responden Menurut Usia pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
86
5.3. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
86
5.4. Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
87
5.5. Distribusi Responden Menurut Beban Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
87
5.6. Distribusi Responden Menurut Rutinitas Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
88
5.7. Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
89
5.8. Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi
xiii
pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
89
5.9. Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
90
5.10. Distribusi Responden Menurut Gaji pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
91
5.11. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
91
5.12. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Sosial pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
92
5.13. Distribusi Responden Menurut Usia dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
93
5.14. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
93
5.15. Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
94
5.16. Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
95
5.17. Distribusi Responden Menurut Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
96
5.18. Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran xiv
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
97
5.19. Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
98
5.20. Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
98
5.21. Distribusi Responden Menurut Gaji dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
99
5.22. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
100
5.23. Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
101
xv
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Halaman
2.1.Model kejadian Stres Kerja menurut Cooper dan Davidson
25
2.2.Peta Konsep Sertifikasi Dosen
63
2.3.Kerangka Teori
68
3.1.Kerangka Konsep
73
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perguruan
tinggi
yang
inovatif,
bermutu,
dan
tanggap
terhadap
perkembangan global dan tantangan lokal, keberhasilannya terletak pada upaya perkembangan dan pembinaan para dosennya. Penggerak utama pertumbuhan, yaitu para dosen perguruan tinggi (Hendrajaya, 1999, dalam Sumardjoko, 2010). Peran utama dosen dalam proses penyelenggaraan pendidikan seperti belajar mengajar yaitu menentukan kualitas pengajaran yang dilaksanakannya, seperti memberikan pengetahuan (cognitive), sikap dan nilai (affektif) dan keterampilan (psikomotor) kepada mahasiswa. Oleh karena itu seorang dosen dituntut untuk dapat mengelola kelas, penggunaan metode mengajar maupun sikap dan karakteristik dosen dalam mengelola proses belajar mengajar yang efektif, mengembangkan bahan perkuliahan dengan baik, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk mengikuti mata kuliah dan menguasai tujuan pendidikan yang harus mereka capai (Djamarah, 2000). Persoalan mendasar dalam Sistem Pendidikan Nasional yang telah berlangsung separuh abad lamanya, khusus ditinjau dari aspek profesi seorang dosen menurut Sidi (2001) dalam Djaramah (2000) bahwa seorang dosen profesional dituntut sejumlah persyaratan, antara lain memiliki kualifikasi pendidikan profesi dan kompetensi keilmuan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan
1
2
anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya serta selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya penuh dengan keterbatasan secara institusional. Beberapa permasalahan tersebut berkisar pada persoalan kurang memadainya kualifikasi dan kompetensi dosen, kurangnya tingkat kesejahteraan dosen, rendahnya etos kerja dan gairah dosen serta kurangnya penghargaan masyarakat terhadap profesi dosen. Selain menjadi tempat mengajar, fakultas juga merupakan tempat kerja yang sering menjadi sumber stres bagi dosen. Salah satu yang dapat dikatakan sebagai sumber stres adalah banyaknya jam mengajar yang bertabrakan dengan kegiatan lain karena membutuhkan waktu dan pikiran yang ekstra. Masalah beban kerja pun menjadi tidak terelakkan, dimana dosen dihadapkan pada banyaknya mahasiswa yang konsultasi skripsi (Archibong et al., 2010). Dampak yang ditimbulkan dari stres kerja sangat besar pengaruhnya. Hal pertama yang terjadi adalah gangguan psikis dan emosi, bila terus berlanjut maka akan mengakibatkan gangguan fisik. Dampak stres ini tidak hanya mengganggu tubuh seseorang saja, akan tetapi juga akan mempengaruhi kinerja. Menurut Robbins (2003) stres memiliki beberapa dampak negatif yaitu physiological symptoms seperti meningkatnya tekanan darah, sakit kepala dan merangsang penyakit jantung, phychological symptoms seperti ketidakpuasan, kebosanan, dan ketegangan serta behavioral symptoms seperti perubahan pola makan dan sulit tidur. Sebuah studi di Eropa menemukan banyaknya prevalensi stres kerja dan menjadikannya sebuah masalah penting. Hasil studi tersebut menemukan bahwa satu
3
dari empat pekerja merasa stres oleh pekerjaannya. Dari studi tersebut juga ditemukan bahwa stres yang dialami pekerja sedikit berbeda pada tiap – tiap negara. Pengakuan terhadap adanya stres bukan hanya sebuah fenomena di Eropa, World Health Organization (WHO) menganggap stres sebagai “penyakit abat dua puluhan” yang mengindikasikan bahwa stres kerja lebih banyak hampir di setiap pekerjaan di seluruh dunia dan telah menjadi “epidemi global” (Greenberg, 2002). Selain itu hasil penelitian yang dilakukan Faulina (2011) menunjukkan bahwa stres kerja dan motivasi kerja berpengaruh significant terhadap produktivitas dosen di Politeknik Negeri Medan. Hal tersebut berarti jika stres kerja mengalami kenaikan maka akan menurunkan produktivitas dosen dan jika motivasi mengalami penurunan maka akan berdampak pada produktivitas dosen. Berdasarkan pengujian secara parsial, stres kerja merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap produktivitas dosen di Politeknik Negeri Medan, yang berarti bahwa stres kerja sangat menentukan produktivitas dosen di Politeknik Negeri Medan. Menurut Kaiser (1982) dalam Faulina (2011) ada 6 karakteristik internal yang berhubungan dengan stres dosen yaitu: kesiapan mengajar, kepuasan kerja, kepuasan hidup, gejala-gejala sakit, pengendalian diri (locus of control) dan harga diri (self-esteem). Frustasi dan tekanan hidup sehari-hari yang dapat menyebabkan stres banyak yang berasal dari lingkungan sosial, pribadi, dan kehidupan kerja. Perubahan yang sangat cepat yang selalu dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dapat menyebabkan stres. Semua stressor yang ditemui dan pengalaman stres yang pernah dirasakan dapat mempengaruhi kekebalan seseorang terhadap stres. Orang yang sering tertimpa tekanan tetapi dapat keluar dari tekanan tersebut akan lebih kebal
4
terhadap stressor. Peran yang berhubungan dengan stres adalah sebuah fungsi kepribadian dosen dan kesiapan dosen mengajar. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah, sebagai sebuah institusi pendidikan yang mewadahi dosen, karyawan lainnya, dan mahasiswa tidak luput dari tuntutan para anggotanya, baik itu dari pihak mahasiswa maupun dosen dan karyawan dalam hal perubahan pengelolaan berbagai bidang permasalahan menuju pada suatu kondisi yang lebih diinginkan oleh berbagai pihak. Fakultas ini memiliki 4 program studi yaitu program studi pendidikan dokter, program studi kesehatan masyarakat, program studi farmasi dan program studi ilmu keperawatan. Sebagai fakultas yang konsen mempelajari tentang kesehatan masyarakat maka tugas dan fungsi dosen pada tiap – tiap program studi ini berbeda– beda sesuai dengan tuntutan kompetensi program studi yang dibutuhkan. Ardini (2013) mengatakan bahwa sistem perkuliahan di program studi pendidikan dokter memakan waktu lebih panjang, karena menerapkan sistem modul, tutorial, diskusi kelompok, dan lain-lain menyebabkan beban kerja dosen menjadi relatif tinggi. Rata-rata beban kerja dosen adalah 18,4sks/dosen pada semester ganjil dan 21,8 sks/dosen pada semester genap. Beban kerja ini jauh melampaui beban kerja maksimal yang diberlakukan di UIN yaitu 16 sks. Lebih lanjut lagi FKIK juga mengajukan usulan format rubrik beban kerja dosen. Berdasarkan fakta diatas, diketahui bahwa beban kerja yang diterima oleh dosen program studi pendidikan dokter jauh lebih tinggi dibandingkan fakultas lainnya. Tentu saja hal ini dapat memicu adanya stres kerja dikarenakan tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki seorang dosen. Seperti
5
pendapat Munandar (2001) bahwa ketidaksesuaian antara tuntutan tugas dengan kapasitas yang dimiliki pekerja maka akan menimbulkan stres kerja. Sehnert (1981) dalam Handoyo (2001) tanda – tanda stres yang dialami berkaitan dengan tingkat beban kerja yaitu : jika terlalu sedikit beban, maka akan tampak kebosanan, terlalu mampu dalam pekerjaan, apatis, tidur yang tak menentu dan terganggu, lekas marah, menurunnya semangat kerja, perubahan dalam nafsu makan, kelesuan, sikap yang negatif. Namun jika terlalu banyak beban, maka akan tampak hubungan yang tegang, insomnia (tidak dapat tidur), penilaian yang tidak baik, kesalahan yang meningkat, keragu-raguan, pengunduran diri, ingatan yang berkurang. Oleh karena itu dengan banyaknya akibat negatif dari stres kerja yang dialami seorang dosen, misalnya dapat menyebabkan terganggunya kesehatan kerja seorang dosen, dapat menurunkan produktivitas kerja seorang dosen yang akan berdampak pada sistem pembelajaran, serta belum ada penelitian serupa yang dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maka mendorong penulis untuk meneliti tentang stres kerja dan faktor apa saja yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah Seorang dosen profesional dituntut sejumlah persyaratan, antara lain memiliki kualifikasi pendidikan profesi dan kompetensi keilmuan, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa
6
kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya serta selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus. Tuntutan kompetensi professional telah ditemukan menjadi sumber stres untuk beberapa dosen. Dosen yang merasa kurang berpengetahuan, kurang berpengalaman dapat menyebabkan kurang percaya diri terhadap pekerjaannya, dosen merasa tidak kompeten sehingga dapat menjadi sumber stres. Selain itu berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 10 responden diketahui bahwa dari 10 responden yang diteliti, 8 responden (80%) sering merasakan dan mengalami gejala stres antara lain perubahan psikologi (marah-marah, cemas, mudah tersinggung), perubahan fisiologis (pusing, letih/lesu, tegang otot leher, bahu dan/atau punggung, bermasalah pada pencernaan, serta badan lemah) dan perubahan perilaku (malas berangkat ke tempat kerja, sukar/kurang konsentrasi, cepat lupa dan bingung, cenderung berbuat salah, serta perubahan pola konsumsi). Jika diketegorikan menjadi stres kerja ringan dan berat maka diketahui ada 8 responden (80%) yang mengalami stres kerja ringan dan 2 responden (20%) yang mengalami stres kerja berat. Stres kerja merupakan tahap awal terjadinya penyakit pada individu yang rentan karena menurunnya daya tahan tubuh sehingga menurunkan kesehatan pekerja yang juga diiringi dengan menurunnya performa dan produktivitas kerja. Maka hal ini mendorong penulis untuk meneliti tentang stres kerja dan faktor apa saja yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana gambaran tentang stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013? b. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia dan masa kerja) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013? c. Bagaimana gambaran faktor kondisi pekerjaan (asal program studi, beban kerja, rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir, gaji) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013? d. Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja fisik (lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja sosial) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013? e. Bagaimana hubungan faktor karakteristik pekerja (usia dan masa kerja) dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013? f. Bagaimana hubungan faktor kondisi pekerjaan (asal program studi, beban kerja, rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir, gaji) dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013? g. Bagaimana hubungan faktor lingkungan kerja fisik (lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja sosial) dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013?
8
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui stres kerja dan hubungannya dengan karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
1.4.2
Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran tentang stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. b. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia dan masa kerja) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. c. Diketahuinya gambaran faktor kondisi pekerjaan (asal program studi, beban kerja, rutinitas kerja, struktur dan iklim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir, gaji) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. d. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja fisik (lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja sosial) pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. e. Diketahuinya apakah faktor usia berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
9
f. Diketahuinya apakah faktor masa kerja berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. g. Diketahuinya apakah faktor asal program studi berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. h. Diketahuinya apakah faktor beban kerja berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. i. Diketahuinya apakah faktor rutinitas kerja berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. j. Diketahuinya apakah faktor struktur dan iklim organisasi berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. k. Diketahuinya apakah faktor peran dalam organisasi berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. l. Diketahuinya apakah faktor pengembangan karir berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
10
m. Diketahuinya apakah faktor gaji berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. n. Diketahuinya apakah faktor lingkungan kerja fisik berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. o. Diketahuinya apakah faktor lingkungan kerja sosial berhubungan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang stres kerja dan faktor yang berhubungan stres kerja dan sebagai bahan masukan/informasi untuk menjadi tolak ukur dalam mengetahui stres kerja pada dosen, serta meningkatkan kinerja, kualitas dan produktivitas kerja dosen demi membangkitkan citra institusi.
1.5.2
Bagi dosen Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi dosen stres kerja yang dialami agar dapat melakukan pencegahan dan memanajemen strategi coping stres demi meningkatkan produktivitas kerjanya.
11
1.5.3
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi atau referensi bagi mahasiswa Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) mengenai stres kerja pada dosen.
1.5.4
Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi atau referensi bagi peneliti lain yang akan atau sedang meneliti terkait stres kerja.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah pada bulan Mei - Juni 2013 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stres kerja dan hubungannya dengan karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2013. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross sectional study. Populasi penelitian ini adalah dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner yaitu karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan kerja serta stres kerja.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Kerja Setiap aktivitas normal akan menghasilkan stres, dan stres tak dapat dihindari. Stres dapat ditoleransi hanya dalam waktu yang terbatas. Tidak pernah ada dua orang yang identik, maka stres yang sama akan berpengaruh secara berbeda terhadap masing-masing individu, serta berat ringannya juga sangat bervariasi (Harrianto, 2005). Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu dan perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stresfull. Sehingga respon terhadap stresor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu (Widyasari, 2007). Menurut Sarafino (1990) yang dikutip oleh Smet (1994), stres adalah suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Sedangkan menurut Anoraga (2005) secara sederhana stres sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik
12
13
maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Menurut Soewondo (1993) stres kerja adalah suatu kondisi dimana satu atau beberapa faktor di tempat kerja berinteraksi dengan pekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu keseimbangan fisiologik dan psikologik. Faktorfaktor tersebut misalnya beban kerja yang terlalu berat, pekerjaan yang terlalu sedikit, hubungan atasan bawahan yang kurang serasi dan peran yang tidak jelas. Stres kerja adalah respon dari bahaya fisik dan emosional yang terjadi ketika persyaratan ataupun tuntutan kerja tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya, atau kebutuhan dari pekerja (NIOSH, 1998). Lebih jauh Selye (1983) membedakan bentuk stres menjadi dua, yaitu : Eustres dan Distres. Eustres adalah respon positif dari suatu kejadian yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan, menantang dan menghasilkan prestasi yang tinggi. Sedangkan distres adalah respon negatif dari suatu kejadian yang dipersepsikan sebagi sesuatu yang merugikan atau yang menyakitkan.
2.1.2. Tahapan Stres Kerja Gejala – gejala stres pada diri seseorang sering kali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lamban. Baru dirasakan bila tahapan stres sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupan di rumah, di tempat kerja ataupun di lingkungan sosial lainnya. Menurut hasil penelitian
14
Amberg dalam Hawari (2001) bahwa tahapan stres terbagi menjadi beberapa tahapan berikut ini : 1. Stres Tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan – perasaan sebagai berikut : a. Merasakan gangguan dengan perutnya. b. Merasa diluar kendali serta berlebihan dalam semua kegiatan. c. Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting). d. Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya. e. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan. 2. Stres Tahap II Tahapan ini dampak stres yang semula “menyenangkan” mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut: a. Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman serta meningkatnya nafsu makan. b. Tidak bisa santai (melamun, suka merokok, dan merasa resah). c. Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar. d. Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
15
e. Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar). f. Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang 3. Stres Tahap III Stres tahap III akan menunjukkkan keluhan-keluhan yaitu : a. Koordinasi tubuh terganggu (badan serasa mau pingsan), pusing dan sering merasakan sakit kepala. b. Gangguan lambung dan usus semakin nyata ; misalnya keluhan “maag” (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare). c. Ketegangan otot-otot semakin terasa. d. Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat. e. Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi/dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late insomnia). 4. Stres Tahap IV Gejala stres tahap IV, yaitu: a. Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan serta sering mengkonsumsi kafein. b. Merasa jengkel, pesimis, turunnya rasa percaya diri, kurang berkoordinasi, dan suka menggigit kuku. c. Aktivitas pekerjaan
yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
16
d. Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate). e. Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari. f. Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tiada semangat dan kegairahan. g. Daya konsentrasi dan daya ingat menurun. h. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya 5. Stres Tahap V Stres tahap V ditandai dengan hal-hal berikut : a. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana serta selalu mengambil inisiatif terlebih dahulu. b. Gangguan sistem
pencernaan semakin berat
(gastro-intestinal
disorder) dan sembelit. c. Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical and psychological exhaustion). d. Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik, merasa cemburuan, curiga, gelisah, serta kurangnya motivasi. 6. Stres Tahap VI Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut :
17
a. Sukar mengambil keputusan. b. Debaran jantung teramat keras. c. Susah bernafas (sesak). d. Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran. e. Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan. f. Pingsan atau kolaps (collapse). g. Rambut rontok dan mengalami iritasi pada tenggorokan. h. Suka mengkonsumsi obat.
2.1.3. Dampak Stres Kerja Stres kerja dapat merugikan diri sendiri, pekerjaan, perusahaan serta masyarakat. Stres kerja yang berlebihan akan menurunkan produktivitas seseorang dalam bekerja. Jika banyak pekerja yang mengalami stres kerja, maka produktivitas tempat kerja akan menurun juga. Widyasari (2007), menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Handoyo (2001) membagi empat jenis konsekuensi yang dapat ditimbulkan stres kerja yaitu : 1. Pengaruh psikoligis, yang berupa kegelisahan, agresif, kelesuan, kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah.
18
2. Pengaruh perilaku, yang berupa peningkatan konsumsi alkohol, tidak nafsu makan atau nafsu makan yang berlebihan, penyalahgunaan obat – obatan, menurunnya semangat untuk berolahraga yang berakibat timbulnya beberapa penyakit. Pada saat stres juga terjadi peningkatan intensitas kesalahan dan kecelakaan kerja baik di rumah, di tempat kerja ataupun di jalan. 3. Pengaruh kognitif, yaitu ketidakmampuan mengambil keputusan, kurangnya konsentrasi, dan peka terhadap ancaman. 4. Pengaruh fisiologis, yaitu menyebabkan gangguan pada kesehatan fisik yang berupa penyakit yang sudah diderita sebelumnya atau memicu timbulnya penyakit tertentu. Sedangkan menurut Lubis (2006), stres kerja dapat mengakibatkan hal– hal sebagai berikut : 1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, tukak lambung, asma, gangguang menstruasi, dan lain – lain. 2. Kecelakaan kerja, terutama pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi, serta bekerja secara bergilir. 3. Absensi kerja. 4. Lesu kerja, pegawai kehilangan motivasi kerja. 5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan sampai ketidakmampuan yang berat. Gangguan jiwa yang ringan misalnya mudah gugup, tegang, marah – marah, apatis, dan kurang konsentrasi. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat berupa depresi, gangguan kecemasan.
19
2.1.4. Indikator Stres Kerja Stres mengandung unsur – unsur fisik, psikologis, dan emosional. Pengaruh stres terhadap setiap orang berbeda – beda, dan tidak ada petunjuk yang tepat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi stres pada orang lain (Williams, 1997). Berikut pendapat tentang indikator stres kerja, yaitu : No.
Pernyataan
1. 2.
Hilang nafsu makan Memeriksa pekerjaan secara berlebihan Gugup Perut merasa kosong Menurunkan berat badan Perut mulas Tidak dapat mengontrol diri Jantung berdebar Sakit perut Lesu Sakit pada bagian punggung Merasa lelah ketika bangun tidur Magh Merasa lelah terus menerus Meningkatnya nafsu makan/ingin ngemil Resah/gelisah Merokok Suka melamun Tidak bisa tidur, terbangun saat tidur Rentan terhadap penyakit Sensitif/mudah tersinggung Diare Merasa bingung terhadap pekerjaan
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Tidak Pernah
Jarang
Kadang– Sering Setiap Hari Kadang
20
24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58.
Cepat frustasi Sakit kepala Migraine/sakit kepala sebelah Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Percaya diri yang menurun Merasa jengkel Suka murung Gangguan konsentrasi Mimpi buruk Gangguan koordinasi Pesimis Hilang rasa humor Mudah kaget Menggigit kuku Peningkatan konsumsi kafein (teh, kopi) Menunda pekerjaan Lupa Ragu – ragu Bersikap curiga Merasa kewalahan dengan pekerjaan banyak Merasa panik Mengurangi produktivitas kerja Sembelit Cemburu Kurang motivasi Sering mengerdipkan mata Suka mengambil inisiatif terlebih dahulu Membuang – buang waktu pekerjaan Gemetar Keringat berlebihan Sulit bernafas Menggertakkan gigi pada saat tidur Merasa ingin bunuh diri Depresi
21
59. 60. 61. 62.
Rambut rontok Iritasi pada tenggorokan Mulut kering Mengkonsumsi obat stres Sumber : http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf
2.1.5. Cara Pengukuran Stres Kerja Teknik pengukuran stres yang banyak studi di Amerika menurut Karoley dalam Hawari (2001) dapat digolongkan kedalam 4 cara, yaitu : 1. Self Report Measure Cara ini menggunakan kuesioner untuk mengukur stres yaitu dengan menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Cara ini juga dikenal sebagai “Life Event Scale” yang berisi beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja. Metode ini digunakan karena metode ini cukup mewakili berbagai peristiwa yang dialami seseorang yang stres. Metode ini juga dapat dengan mudah dan cepat untuk diisi. Berdasarkan pertanyaan pada daftar pertanyaan metode Life Event Scale setiap pertanyaan bernilai 0-4. Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja, dapat dilakukan penilaian sendiri (self assesment). Sistem penilaian yang digunakan sebagai indikator untuk masing-masing kelompok adalah nilai <71 termasuk kategori stres ringan, untuk nilai ≥71 termasuk kategori stres berat. Pertanyaan yang digunakan tidak bersifat mutlak, artinya pertanyaan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan dan
22
kondisi saat itu. Sehingga penilaian dan pengelompokannya juga dapat disesuaikan (Karoley,1985 dalam Hawari, 2001). 2. Performance Measure Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahanperubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang. Contohnya, penurunan prestasi kerja terlihat dari gejala - gejala seperti cenderung berbuat salah, cepat lupa, kurang perhatian terhadap hal yang detail dan menjadi lamban dalam bereaksi. 3. Physiological Measure Pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan yang terjadi pada fisik seseorang akibat stres, seperti perubahan tekanan darah, ketegangan pada otot bahu, leher dan pundak, dan sebagainya. Cara ini sering dianggap paling tinggi reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur sendiri dan pada alat yang digunakan pada saat pengukuran. 4. Biochemical Measure Teknik pengukuran ini melihat stres melalui respon biokimia individu berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian suatu stimulus. Reabilitas dari cara ini tergolong paling tinggi namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya adalah perokok, peminum alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam tubuh.
23
Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam penelitian stres adalah life event scale, karena metode ini cukup mewakili berbagai peristiwa yang dialami seseorang yang stres. Metode ini juga dapat dengan mudah dan cepat untuk diisi, paling mudah diatur, manageable, dan membutuhkan biaya yang relatif lebih murah walaupun ada beberapa kelemahan, misalnya : a. Terjadi pemalsuan jawaban. Responden dapat dengan sengaja memalsukan
jawabannya
yaitu
memberikan
jawaban
yang
menguntungkan dirinya. Pemalsuan itu dapat ke arah baik (faking good) atau dapat pula kearah buruk (faking bad). b. Terdapat perbedaan pemahaman kusioner antar responden. Perbedaan karakteristik individu antar responden akan mengakibatkan perbedaan pandangan yang dimunculkan responden. c. Responden
memberikan
jawaban
menurut
cara
yang
biasa
dilakukannya. Ada individu – individu yang cenderung untuk menjawab dengan jawaban “ya”, sebaliknya ada juga yang cenderung untuk menjawab “tidak” terlepas dari isi kuesioner yang dihadapinya. Pada kuesioner yang menyajikan alternatif jawaban lebih dari dua, sementara orang cenderung untuk memberikan jawaban yang berkisar di sekitar alternatif yang ada ditengah, dan menghindarkan diri dari jawaban yang ekstrim.
24
2.1.6. Faktor Penyebab Stres Kerja Konsep stres di tempat kerja beserta faktor yang berpengaruh di dalamnya, secara komprehensif diuraikan oleh Cooper dan Davidson (1987). Menurutnya stres di tempat kerja dapat bersumber dari beberapa hal, yaitu : 1. Work area, yaitu suatu stressor yang bersumber dari situasi dan kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya beban kerja, jam kerja, jenis pekerjaan, hubungan interpersonal, dan lain – lain. 2. Home area,
yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan rumah,
misalnya perubahan sosial atau teknologi, keluarga, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, keadaan tempat tinggal atau komunitas, dan lain – lain. 3. Sosial area, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat atau diluar rumah dan pekerjaan, misalnya lokasi kerja, sarana dan fasilitas kerja, lingkungan kerja. 4. Individual area, yaitu karakteristik yang melekat pada individu itu sendiri, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan lain–lain. Semua faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi sehingga menghasilkan suatu gejala – gejala dalam ruang lingkup manifestasi stres (manifestation area).
25 The Work Arena Number of working years, position, duty, assingment, supervisory responsibilities. Factors Interinsic to the Job : Person/Envirentment fit and Job satisfaction, Equipment, Training, Shift work, Work over-load, Work underload, Physical danger, Work related self esteem. Role in the organization : Role ambiguity, Role conflict, Responsibility for people, organizational boundaries. Career development : Over/under promption, lack of Job security, Job future ambiguity, Status congruency, Satisfaction with pay Relationship/sosial support : Colleagues, supervisors, subordinates Organizational stucture and climate : Politics, consultation/communication, Participation in decesing making, Restriction on behavior, Rigidity of departemental policis, Significan others.
The Home Arena Family dinamics, Marital relations, General social supports from spouse/closest friend of opposite sex, Relations with children, Famili concern for safety, Living environment, Financial concern, Development phase.
The Social Arena Allenation and anomy, Climate, diet etc, Frequent moving, Driving, |Urban versus rural living, Exercise, Sport, Hobbies, Social contact and activities.
The Individual Arena Genetics traitss, history (demographigs e.g.: agem education, religion, nationality), Stress, Copping ability, Type A personality, Extraversion versus Introversion, Neuorosis, Life Events, Significant others.
The Manifestation Arena : Stress Outcome Job dissatisfaction, Work-related self esteem, Alcohol consumption, Cigarette smoking, Marital dissafaction, Divorce or separation, Drug use, Obesity or diet, Coronary heart disease, Hypertention, Migraine, Asthma, Mental illness, Total mental and physocal illness, Level of performance, Accidents, Physiological measures.
Model kejadian stres kerja menurut Cooper dan Davidson (1987)
26
a. Karakteristik Individu Setiap individu memiliki ambanag stres yang berbeda – beda. Karakteristik seseorang akan mempengaruhi kadar stres yang dialaminya. Menurut pandangan interaktif tentang stres, dikatakan bahwa stres itu sendiri dapat ditentukan oleh individunya sendiri, semua tergantung sejauh mana individu itu melihat situasi sebagai stres. Menurut Evayanti (2003) tidak semua orang yang menghadapi sumber stres yang sama akan mengalami stres kerja karena adanya perbedaan karakteristik individu. Karakteristik individu yang merupakan faktor internal terdiri dari beberapa faktor, seperti usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, masa kerja, dan lain – lain. 1) Usia Peranan faktor usia pada individu dalam bereaksi dalam situasi yang potensial menimbulkan stres juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Individu yang telah berusia 50 tahun menurut Rustika (1997), akan mengalami kemunduran pada jaringan tubuh yang diantaranya jaringan otak menyusut karena atropi, jaringan paru menjadi kurang elastik, jantung mulai melemah, gerakan yang sering kuat dan kurang terkoordinasi. Levi (1984) mengatakan bahwa mereka yang berusia diatas 50 tahun telah mengalami penurunan kemampuan fisik sehingga tidak lagi dapat mengerjakan pekerjaan–pekerjaan dengan beban kerja yang lebih berat dan mereka sering merasakan gejala–gejala stres seperti badan letih dan lemah, serta merasa tidak bertenaga.
27
Hubungan antara usia dengan stres kerja memiliki kesamaan dengan hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Namun, tidak selamanya usia dengan stres kerja dapat dihubungkan dengan masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan usia, terutama yang berhubungan dengan sistem indra dan kekuatan fisik. Namun dalam beberapa pekerjaan lain, faktor usia yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan pemahanan bekerja yang lebih banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu usia dapat menjadi kendala dan dapat pula menjadi pemicu terjadinya stres kerja (Munandar, 2001). Menurut European Commision for Employment and Social Affair (1999) dalam Hidayat (2012), pada usia 20 – 29 tahun individu berusaha untuk menempatkan diri pada lingkungan sosial yang berubah dengan cepat, adanya konflik, kebimbangan, dan nilai sosial, individu pada usia ini juga mulai memasuki masa bekerja secara formal dan tentulah mereka mempunyai harapan – harapan yang besar di dalam karirnya, namun apabila dirasakan ketidaksesuaiaan dengan kondisi pekerjaan yang dimilikinya saat ini, maka individu akan merasa tidak puas dan cenderung mengalami stres kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Sugijanto (1999) diketahui bahwa usia ≥40 tahun memiliki tingkat stres yang tinggi sebesar 55,2% dibandingkan dengan usia <40 tahun yang hanya 48,6%. Namun berdasarkan uji statistik tidak diketahui adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja dengan p value 0,236. Menurut Desy (2002)
28
menyatakan bahwa pekerja yang telah berusia 35 tahun lebih kebanyakan telah mempunyai pengalaman kerja yang lama, sehingga dapat bertindak lebih bijaksana dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang lebih baik terhadap perubahan – perubahan di sekitar lingkungan kerjanya dan karena sudah bekerja lama, maka pekerja tersebut sudah lebih mengenal dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. Menurut Schultz (1998), pekerja muda dilaporkan mempunyai kepuasan dalam bekerja yang rendah, terutama sewatu mereka bekerja untuk pertama kali. Hal ini terjadi dikarenakan kurangnya pengalaman serta tanggung jawab terhadap pekerjaan serta ingin mencari pekerjaan yang lebih menantang. Sedangkan pekerja dewasa mempunyai pilihan yang lebih baik untuk mencari pemenuhan aktualisasi diri dalam pekerjaannya. Pada umumnya usia dan pengalaman bekerja lebih meningkatkan keyakinan, kemampuan, penghargaan, dan tanggung jawab bekerja. Menurut penelitian Undari (2006) berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja dengan p value 0,001. 2) Pendidikan Menurut Effendi dalam Jurnal Pendidikan dan Kebidayaan No. 043 (2003) yang dikutip oleh Adas (2006) baik disadari atau tidak pendidikan mempunyai pengaruh dalam stres kerja, hal ini disebabkan seseorang pekerja harus memiliki kualifikasi sebagai gambaran keserasian
29
seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, yang secara internal dipengaruhi oleh kemampuan, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki. Pada umumnya pendidikan yang lebih tinggi menggambarkan tingkat profesional dan tanggung jawab yang lebih besar, serta kedudukan yang memerlukan otoritas yang “lebih” dibandingkan level pendidikan yang berada dibawahnya. Sedangkan menurut Anderson dalam Suhartini (2004), karyawan baru dengan harapan tinggi dengan latar belakang pendidikan yang tidak menunjang pekerjaan akan sering mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian Lelyana (2003) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan stres kerja dengan p value 0,002.Namun kondisi berbeda didapatkan dari hasil penelitian Utami (2009) yang diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian stres kerja dengan p value 0,585. 3) Status pernikahan Menurut European Commision for Employment and Social Affair (1999) mereka yang berstatus pernah menikah (duda), mereka yang menjadi orang tua tunggal (pernah menikah dan memiliki anak) merupakan kelompok yang lebih rentan mengalami stres sebab mereka dihadapkan pada masalah sosial dan emosional dari lingkungan dan anggota keluarga.
30
Evayanti (2003) mengatakan bahwa bagi pekerja yang berstatus menikah, keadaan keluarga bisa jadi penghambat, mempercepat atau menjadi penangkal pross terjadinya stres. Bila seseorang mempunyai masalah gawat di rumah kecenderungan untuk mendapatkan stres di tempat kerja akan lebih besar. Sebaliknya bila rumah tangga dirasakan aman, nyaman, dan menyenangkan maka masalah – masalah ditempat kerja dapat dihadapi dengan lebih baik. Menurut Apelbaum (1981) menyatakan jika seorang pekerja mendapatkan dukungan dalam karir dari istri maka ia akan mendapatkan kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu hubungan pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau mengurangi stres kerja. Seseorang yang belum menikah memiliki kebebasan yang lebih besar serta rasa tanggung jawab yang lebih ringan, namun dengan tidak adanya pendamping hidup maka membuat stressor sulit untuk dikendalikan. Jika seseorang telah menikah meski memiliki tanggung jawab yang besar namun karena adanya pendamping hal ini dimungkinkan akan membuat beban yang dirasakan menjadi lebih ringan karena adanya tempat berbagi dan dirasakan menjadi lebih dapat ditoleransi (Gita, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009), menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna anatar status pernikahan dengan stres kerja deng p value 0,031. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Vierdelina (2008) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa
31
responden yang berstatus sudah menikah dan mengalami stres kerja sedang yaitu sebanyak 55,8%. Hal ini diduga karena tanggung jawab kelangsungan hidup keluarga yang dipikul oleh responden yang sudah menikah semakin berat, apalagi dengan meningkatnya harga kebutuhan yang tentu akan mempengaruhi meningkatnya pengeluaran keluarga, namun tidak didukung dengan peningkatan pendapatan responden. 4) Masa kerja Masa kerja merupakan akumulasi waktu dimana pekerja telah menjalani pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang kita simpan, semakin banyak keterampilan yang kita pelajari, maka akan semakin banyak hal yang kita kerjakan (Malcom, 1998). Menurut Munandar (2001), baik masa kerja yang sebentar maupun yang lama dapat memicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya beban kerja yang besar. Namun masa kerja yang lama mempengaruhi pekerja karena menimbulkan kebosanan, disertai dengan lingkungan kerja yang terbatas membuat pekerja menjadi jenuh. Pekerja yang telah bekerja diatas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja. Hasil penelitian Gautama (2008) diketahui ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja dengan p value 0,000. Namun tidak demikian dengan hasil penelitian Diah (2009), yang
32
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja dengan p value 0,795. 5) Kepribadian Ketika berbicara tentang stres kerja pada pekerja, maka kita akan melihat bagaimana seseorang memandang stres sebagai suatu gangguan, sehingga stres sangat bergantung pada kepribadian individu yang terkena stres tersebut. Orang dengan tipe kepribadian A lebih mudah stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B, orang dengan tipe kepribadian introvert lebih mudah stres daripada tipe kepribadian extrovert. Pengalaman hidup orang yang pernah mengalami kegagalan di masa lampau akan mudah membuatnya menilai kegagalan sebagai hal yang sudah biasa. Orang yang belum dewasa dalam menghadapi perkara akan mudah goyah dalam sikap, pendirian, dan arah hidupnya dibandingkan orang yang berkepribadian matang (Nasution, 2000). Seyle (1983) mengemukakan bahwa individu tipe A identik dengan sangat kompetitif, brusaha keras untuk memperoleh penghargaan, agresif, tidak sabaran, tergesa- gesa, mudah gelisah, sangat waspada, suka berbicara meledak–ledak, dan berada pada suatu tekanan waktu. Hal tersebut menunjukkan bahwa orang dengan tipe A lebih sering menaruh perhatian lebih pada pekerjaan, sedangkan aspek kehidupan lainnya sering diabaikan. Dalam hal ini, orang yang berkepribadian tipe A biasanya dapat diketahui/disembuhkan oleh orang yang ahli dalam bidangnya.
33
6) Nilai dan kebutuhan Setiap organisasi dan perusahaan atau instansi memiliki budaya dan nilai masing–masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai budaya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Proses sosialisasi pekerja dalam mengikuti nilai dan budaya tidak sepenuhnya berhasil. Bagi pekerja yang gagal biasanya akan mengundurkan diri, dan bila ada yang tidak mengundurkan diri karena tidak adanya pekerjaan lain atau karena sebab lain maka tenaga kerja tersebut akan mengalami stres (Munandar, 2001). 7) Kecakapan Kecakapan merupakan variabel yang ikut menentukan stres sesorang. Jika seorang pekerja mengalami masalah yang ia rasakan tak mampu ia pecahkan,
maka
ia
akan
mengalami
stres
dan
menimbulkan
ketidakberdayaan (disstress), sebaliknya jika ia merasa mampu maka ia merasa
tertantang
Ketidakmampuan
dan
motivasinya
individu
menyebabkan terjadinya stres
menyelesaikan
meningkat masalah
(eustress). sehingga
berkaitan dengan kecakapan dan
kemampuan masing – masing individu (Munandar, 2001).
b. Kondisi Pekerjaan Sebagian besar dari waktu manusia digunakan untuk bekerja, maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja (Munandar, 2001). Setiap pekerjaan mempunyai
34
faktor penyebab stres yang berbeda – beda, sesuai dengan kondisi pekerjaan dan lingkungan kerjanya. 1) Divisi Divisi merupakan organ/lembaga/unit/ yang melaksanakan hukum dengan tujuan utamanya yaitu pencapaian sesuai dengan keahliannya (Koeswadji, 2002). Divisi pada suatu pekerjaan akan mengakibatkan perbedaan tingkat stres karena adanya perbedaan tanggung jawab dan beban kerja. Divisi pada suatu institusi pendidikan seperti fakultas dapat dikenal dengan istilah jururan/program studi. Jurusan dapat diartikan sebagai unit pelaksana akademik yang melaksanakan pendidikan dalam satu cabang ilmu pengetahuan. Masing – masing jurusan memiliki karakteristik yang berbeda – beda sesuai dengan bidang keilmuannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nordin, dkk (2009) diketahui ada perbedaan yang signifikan antara kesehatan mental dengan jenis jurusan yang diambil oleh mahasiswa. Hal ini diperkirakan adanya perbedaan materi dan sifat pembelajaran pada tiap jurusan. Namun berdasarkan hasil penelitian Sayiner (2006) diketahui tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis jurusan dengan tingkat stres. 2) Beban kerja Dengan melakukan aktivitas pekerjaan, tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain, bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi pekerjanya. Beban tersebut dapat berupa beban kerja fisik dan mental (Tarwaka, et al, 2004).
35
Menurut Schlutz (1998), beban kerja terbagi atas dua macam yaitu beban kerja yang berlebihan (over load) dan beban kerja yang kurang (under load). Pada beban kerja yang berlebihan dapat dilihat melalui kondisi dari banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan dengan waktu yang terbatas/ditentukan atau suatu pekerjaan yang sangat sulit untuk dikerjakan karena kurangnya kemampuan. Sedangkan beban kerja yang kurang (under load) diakibatkan adanya pekerjaan yang dilakukan secara rutinitas/monoton yang pada akhirnya mengakibatkan kebosanan pada pekerja. Everly dan Giordano (1980) dalam Munandar (2001) berpendapat bahwa faktor – faktor yang menjadi penyebab beban kerja berat atau tidak yaitu : a) Tugas yang diemban terlalu besar sementara waktu terbatas. b) Rutinitas/pekerjaan monoton. c) Adanya fluktuasi dalam beban kerja, seperti pada jangka waktu tertentu beban kerja ringan namun di lain waktu beban kerja berat. d) Tingginya
kemajemukan
pekerjaan
sebagai
dampak
dari
peningkatan dari jumlah informasi yang harus digunakan dan sebagai alternatif dari perluasan metode pekerjaan. e) Adanya over laping pekerjaan membuat beban kerja semakin besar dan menimbulkan stres pada pekerja.
Lebih lanjut menurut Munandar (2001) beban kerja dibedakan menjadi beban kerja kuantitatif dan beban kerja kualititif. Beban kerja
36
kuantitatif yaitu beban kerja yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang diberikan harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Sedangkan beban kerja kualitatif yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari tenaga kerja. Beban kerja kuantitatif dan kualitatif yang berlebih dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, maka sumber terjadinya stres akan lebih banyak. French dan Caplan (1973) yang dikutip oleh Pratiwi (2002), mengemukakan adanya perbedaan antara kelebihan secara kuantitatif dengan kualitatif. Kuantitatif berarti mempunyai „banyak hal yang dapat dilakukan‟, sedangkan kelebihan secara kualitatif yang melibatkan pekerjaan adalah „terlalu sulit‟. Orang yang menerima banyak telpon, menerima banyak tamu kantor, dan pertemuan setiap jam kerja ditemukan lebih banyak merokok daripada orang yang jarang mempunyai perjanjian. Pada penelitian 100 orang penderita jantung koroner, Russek dan Zohman (1958) menemukan bahwa 25% memiliki dua pekerjaan, dan 45% bekerja pada pekerjaan yang memerlukan (berkewajiban untuk bekerja overload) 60 jam atau lebih. Jumlah dan tingkat kesulitan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan bisa menyebabkan orang menjadi stres. Bekerja dengan beban kerja secara kuantitatif yang berlebihan telah menjadi fokus banyak penelitian, karena dampak yang ditimbulkan tidak hanya berkaitan dengan fisiologis seseorang tetapi juga psikologinya. Hasil penelitian
37
menunjukkan bahwa hipertensi tinggi atau tekanan darah tinggi terkait dengan beban kerja yang tinggi diikuti dengan tingginya kegelisahan dan frustasi. (Spector et al , 1988 dalam Anugrah, 2009). Jones et all (1988) dalam Anugrah (2009) menemukan bahwa pekerja yang dituntut bekerja cepat dan mempunyai banyak pekerjaan yang harus diselesaikan (having too much work) mempunyai resiko mengalami tekanan kerja 4,5 kali lebih besar dibandingkan pekerja biasa. Penelitian yang dilakukan oleh ahli jantung Meyer Friedmen dan Ray Resenmen (1974) dalam Anugrah (2009) menunjukkan bahwa desakan waktu kronis tampaknya memberi pengaruh yang tidak baik terhadap sistem kardiovaskular, yang hasilnya secara khusus adalah serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi. Beban kerja berlebih secara fisik maupun mental seperti harus melakukan banyak hal merupakan kemungkinan sumber stres pekerjaan. Banyak atau sedikitnya, berat atau ringannya beban kerja yang diterima seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seseorang dapat melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan tanpa mengalami kelelahan. Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja (Tarwaka et al, 2010). Selain beban berlebih, yang menjadi stresor lain, salah satunya adalah desakan waktu yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat
38
mungkin secara tepat dan teratur. Pada saat-saat tertentu, deadline justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun bila desakan waktu justru menyebabkan timbulnya banyak keasalahan atau menyebabakan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka hal ini cerminan adanya beban berlebihan kuantitatif (Anugrah, 2009). Beban kerja dihitung dengan menggunakan rumus estimating metabolic heat production rates by task analysis, seperti yang tertera pada tabel berikut ini : Tabel 2.1 Penilaian Pekerjaan A. Posisi dan Pergerakan Badan Sitting Standing Walking Walking Uphill B. Type of Work Hand Work Light Heavy Work : One Arm Light Heavy Work : Both Arm Light Heavy Work : Whole Body Light Moderate Heavy Very Heavy C. Basal Metabolism
Kcal/min* 0,3 0,6 2,0 – 3,0 Add 0,8 for every meter (yard) rise Average Kcal/min
Range Kcal/min
0,4 0,9
0,2 – 1,2
1,0 1,7
0,7 – 2,5
1,5 2,5
1,0 – 3,5
3,5 5,0 7,0 9,0
2,5 – 15,0
1,0
1,0
*For a “standart” worker of 70 kg body weight (154 lbs) and 1,8m2 body surface (19,4 ft2). Sumber : ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
39
Adapun klasifikasi beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam emalakukan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.2 Kategori beban kerja berdasarkan jumlah kalori yang dikeluarkan dalam melakukan pekerjaan Kategori Kcal/jam Sampai dengan 200 Kcal/jam Pekerjaan Ringan 200 – 350 Kcal/jam Pekerjaan Sedang >350 Kcal/jam Pekerjaan Berat Sumber : ACGIH, 1992 dalam Dowell, 2007
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Siswanti (2004) mengatakan bahwa dari 170 responden yang diteliti, 75% diantaranya menyatakan bahwa beban kerja mereka sangat berat sehingga menyebabkan stres. Kemudian menurut Bida (1995) dari 56,3% yang diteliti menyatakan bahwa beban kerja mereka berat sehingga menyebabkan stres dan 38,1% mengalami stres walaupun beban kerja mereka cenderung normal. Hasil uji statistiknya menyatakan p value 0,01007 yang artinya ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja. Namun hasil lain dari penelitian Desy (2002) diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres kerja. Begitu pula hasil penelitian Desy (2002) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres kerja di PT. Unilever Indonesia dengan p value 0,125. 3) Waktu kerja Waktu
kerja
menunjukkan
efisiensi
dan
produktivitas
seseorang.Umumnya seseorang dapat bekerja baik yaitu pada 6 – 8 jam
40
perhari atau 40 – 50 jam seminggu. Pekerjaan yang biasa tidak terlalu berat atau ringan, produktivitasnya akan mulai menurun setelah 4 jam bekerja. Keadaan ini sejalan dengan menurunnya kadar gula dalam darah. Sehingga
perlu
istirahat
dan
kesempatan
untuk
makan
guna
meningkatkan kembali kadar gula darah (Suma‟mur, 1997). Penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan usaha adaptasi pekerja, yang kemudian dapat meningkatkan ekskresi katoholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin (Munandar, 2001). Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering apalagi tanpa kontrol dan jumlah jam kerja yang berlebihan ternyata tidak hanya mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja akan tetapi juga seringkali meningkatkan kuantitas absen dengan alasan sakit atau kecelakaan kerja (Chairin, 2006). Menurut penelitian Noer (2004) diketahui bahwa 87,5% responden yang bekerja >12 jam menunjukkan gejala stres sedang. Hal ini diperkuat dengan hasil uji statistik yang menunjukkan p value sebesar 0,002 yang artinya ada kecenderungan hubungan yang bermakna anatar jam kerja dengan stres kerja. Penelitian lain yang berhubungan dengan jam kerja berlebihan yang dilakukan oleh Margolis dkk yang dikuti oleh Suprapto (2008) pada penduduk Amerika secara nasional yang diwakili oleh 1.496 pekerja. Mereka menemukan bahwa kelebihan jam kerja secara signifikan berhubungan dengan beberapa gejala atau indikator stres kerja, seperti
41
minum minuman berakohol, ketidakhadiran dalam bekerja, motivasi yang rendah untuk bekerja, kepercayaan diri yang rendah untuk bekerja, kepercayaan diri yang rendah serta adanya saran untuk tidak masuk dalam berkerja. Sedangkan menurut Desy (2002) hasil penelitiannya menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara waktu bekerja dengan stres kerja dengan p value 0,752. 4) Shift kerja Menurut ILO (2000), kerja shift adalah kerja yang dilakukan di luar jam kerja normal. Kerja shift ini dapat berupa kerja malam secara permanen, kerja sore secara permanen atau dapat pula bergilir/berotasi sesuai dengan pola shift yang diambil oleh suatu perusahaan. Ciri khas kerja shift adalah adanya kontinuitas, pergantian gilir/rotasi dan jadwal kerja yang khusus. Bagi pekerja shift, jadwal kerja dianggap baik bila waktu istirahat adekuat. Pekerja yang tidak cukup mendapat waktu libur dapat menderita karena masalah psikososial yang sama kompleksnya dengan masalah fisiologik. Jadwal kerja yang dibuat kualitas, kuantitas dan waktu istirahat yang fleksibel akan mampu memecahkan sebagian masalah (Suma‟mur, 1997). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sofrina (2005) diketahui bahwa ada hubungan anatar kerja shift dengan kejadian stres kerja dengan p value 0,01. Sedangkan menurut hasil penelitian Vierdelina
42
(2008) didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna anatar shift kerja dengan stres kerja dengan p value 1,000. 5) Rutinitas kerja Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan gerakan anggota badan yang berulang-ulang secara monoton, yang kadangkadang pula disertai posisi kerja yang sulit atau sambil membawa beban atau menahan beban seringkali sangat memberatkan individu pekerja (Harrianto, 2005). Menurut Walsh dkk (2005) dalam Harrianto (2005) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pekerjaan yang banyak menggerakkan tangan berulang dan membosankan seperti pada para pekerja penggergajian kayu lebih banyak menimbulkan penyakitpenyakit psikosomatik dan gejala-gejala stres mental lainnya sehingga meningkatkan frekuensi cuti sakit. Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Kebosanan ditemukan sebagai sumber stres yang nyata pada operator kran (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2001). Menurut penelitian Siswanti (2004) diperoleh bahwa 83% responden yang mengalami stres, menyatakan bahwa rutinitas yang mereka lakukan
43
monoton. Selain itu 44% responden lainnya mengalami stres walaupun rutinitas mereka tidak monoton. Hasil statistik menyatakan p value sebesar 0,015 yang artinya ada hubungan yang bermakna antara rutinitas kerja yang monoton dengan stres kerja. Selain itu hasil penelitian Nugrahaeni (2008) berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara rutinitas pekerjaan dengan kejadian stres kerja dengan p value 0,001. Tetapi hal itu tidak sejalan dengan sahil penelitian Soebakti (2006) dan Adas (2006) yang masing – masing menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna anatar rutinitas dengan timbulnya kejadian stres kerja. 6) Struktur dan iklim organisasi Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasan dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumbersumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam organisasi : kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi. Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support social. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang negatif, misalnya menjadi perokok berat. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan unjuk-kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik (Munandar, 2001).
44
Sumber stres kerja yang potensial adalah iklim dan struktur organisasi yang hanya terjadi dalam suatu organisasi, yang dapat mengancam pada kebebasan individu, otonomi dan identitas sikapnya. Pendapat-pendapat lainnya, seperti terlalu sedikit/tidak ada partisipasi (terlibat) dalam proses pengambilan keputusan, tidak mempunyai rasa memiliki, kurang efektifnya konsultasi dan komunikasi, pembatasan tingkah laku dan politik di kantor merupakan hal yang sering terjadi pada sumber stres ini (Novendra, 1994). Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung karyawan biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja, yang akhirnya dapat menyebabkan stres (Cooper, 1989 dalam Munandar 2001). Struktur dan iklim tersebut meliputi : a) Kebijakan perusahaan yang terlalu ketat b) Administrasi dan manajemen perusahaan yang terlalu birokratis c) Peraturan-peraturan perusahaan yang terlalu mengikat pekerja
Menurut Gibson dkk (2006), stresor berupa struktur organisasi jarang dipelajari. Satu studi tentang tenaga penjual di bidang perdagangan menguji akibat dari organisasi yang strukturnya panjang (struktur birokratis), medium dan pendek terhadap kepuasan kerja, stres dan penampilan. Para peneliti mendapatkan bahwa tenaga penjual di dalam organisasi yang strukturnya paling kurang birokratis mengalami stres yang kecil dan kepuasan kerja lebih besar dan berperan lebih efektif
45
daripada tenaga penjual di dalam organisasi struktur medium dan panjang. Para peneliti telah mempertimbangkan hanya sampel kecil dari sejumlah besar riset medis dan perilaku terhadap stresor, stres dan kaitan akibatnya. Informasi yang terhimpun, seperti riset organisasi lainnya, mengandung kontradiksi dalam beberapa kasus. Meskipun demikian, riset yang bisa digunakan mengandung hal-hal penting : a) Stresor pada pekerja berkaitan dengan perubahan fisik, psikologis dan emosional di dalam individu. b) Tanggapan penyesuaian terhadap stresor pada pekerjaan telah ditentukan dengan mengukur diri (self-rating), penampilan prestasi dan pengujian biokimia. c) Tidak ada daftar stresor yang dapat diterima secara universal. Setiap organisasi memiliki penetapan sendiri yang unik. d) Perbedaan-perbedaan individual menjelaskan mengapa suatu stresor yang mengganggu dan menggocang bagi seseorang berubah pada orang yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri (1998) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja. Namun, menurut Nugroho (2004) diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
46
7) Peran dalam organisasi Sumber utama stres kerja lainnya adalah yang berhubungan dengan peranan seseorang di tempat kerja. Para peneliti di bidang ini bersepakat untuk memfokuskan pada peranan yang mempunyai dua makna (role ambiguity) dan peranan yang mempunyai dua makna yang saling bertentangan (role conflict) (Munandar, 2001). a) Role Ambiguity Hal ini terjadi ketika seseorang mempunyai informasi yang tidak selaras tentang peranan pekerjaannya, dimana terdapat kekurangjelasan tentang tujuan yang akan dihasilkan dari suatu pekerjaan yang dipengaruhi oleh peraturan, tentang ruang lingkup dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan dan tentang harapan rekan-rekan kerja dari peranan kerjanya. Kahn et al (1964) dalam Munandar (2001) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami role ambiguity yang berlebihan
akan
mengalami
kepuasan
kerja
yang
rendah,
meningkatnya ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan, kepercayaan terhadap diri sendiri yang semakin rendah dan kesiasiaan yang bertambah besar. Indikator stres kerja yang berhubungan dengan role ambiguity adalah mengalami keadaan yang tertekan, ketidakpuasan pada kehidupannya, ketidakpuasan pada pekerjaan, rendahnya motivasi kerja, keinginan untuk meninggalkan pekerjaan dan rasa menghargai diri sendiri yang semakin rendah.
47
b) Role Conflict Hal ini terjadi ketika seseorang berada dalam situasi peranan kerja tertentu yang berlawanan dengan tuntutan pekerjaan / menghadapi masalah oleh keharusan melaksanakan suatu pekerjaan yang sebenarnya tidak ingin dilakukan oleh orang tersebut. Sebagian besar frekuensi manifestasi dari role conflict adalah ketika seseorang dihadapkan pada dua kelompok orang yang menginginkan perbedaan perilaku
atau
mengharapkan
bahwa
pekerjaan
seharusnya
menghasilkan fungsi yang berbeda-beda. Kahn et al (1964) dalam Munandar (2001) mengatakan bahwa seseorang yang mengalami role conflict yang berlebihan akan mengalami kepuasan kerja yang rendah, meningkatnya ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Apabila seorang karyawan tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dirinya, maka hal tersebut dapat menyebabkan karyawan tersebut menjadi tidak betah dalam bekerja. Dari hasil penelitian diketahui bahwa seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres (Frenh dan Chaplan, 1970 dalam Munandar, 2001). Miles dan Perreault (1976) yang dikutip oleh Munandar (2001) jenis konflik peran dibedakan menjdai empat, yaitu :
48
(1) Konflik peran-pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda dari yang disarankan dalam uraian pekerjaannya. (2) Konflik Intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki tenaga kerja yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil. (3) Konflik Intersender : tenaga kerja diminta untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak. (4) Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja yang terlalu banyak dan tidak dapat ia tangani secara efektif.
Kiev dan Kohn (1979) yang dikutip oleh Munandar (2001) menyatkan bahwa dalam penelitian mereka menemukan bahwa konflik peran juga merupakan salah satu sumber stres utama pada para manajer puncak dan menengah. Hasil penelitian tidak jelas menunjukkan bahwa konflik peran merupakan pembangkit stres pada para pekerja pabrik. Menurut Sutherland dan Cooper (1988) yang dikutip oleh Munandar (2001), bahwa mungkin para pekerja pabrik lebih merasakan konflik ”intersender” sebagai pembangkit stres. Menurut Cooper dan Marshall (1978) dalam Munandar (2001) konflik peran lebih dirasakan sebagai pembangkit stres oleh mereka yang bekerja pada batas-batas organisasi (organizational boundaries), seperti para manajer menengah pada umumnya.
49
8) Pengembangan karir Pengembangan karir seperti promosi tentu saja sangat diharapkan oleh setiap pekerja atau pegawai. Karena dengan pengembangan karir ini akan mendapat hak – hak yang lebih baik dari apa yang diperoleh sebelumnya, baik secara materi maupun non materi. Dalam hal pengembangan karir seperti yang diungkapkan Handoko (1992), pengembangan karir adalah peningkatan – peningkatan pribadi yang dilakukan seseorang untuk mencapai suatu rencana karir. a) Job insecurity Job insecurity adalah pandangan individu terhadap situasi yang ada
dalam
organisasi
ketidaknyamanan
akan
tempatnya
bekerja
yang
kelanjutan
pekerjaannya,
menimbulkan dan
hal
ini
menyebabkan individu merasa tidak berdaya. Komponen – komponen job insecurity yaitu : (1) Keparahan ancaman (severity of threat) Keparahan
ancaman
meliputi
seberapa
besar
individu
mempersepsikan adanya ancaman terhadap aspek – aspek dalam pekerjaannya secara keseluruhan. (2) Ancaman terhadap aspek – aspek dalam pekerjaan Aspek – aspek yang berkaitan dengan pekerjaan, meliputi kesempatan untuk promosi, kebebasan menentukan jadwal pekerjaan, dll. Persepsi seseorang mengenai besarnya ancaman aspek – aspek itu dirasakan penting dan seberapa besar
50
kemungkinan individu akan kehilangan aspek – aspek tersebut. Semakin penting dan semakin tinggi aspek – aspek tersebut dipersepsikan mungkin hilang, maka semakin tinggi tingkat ancaman aspek – aspek dalam pekerjaan yang dirasakan individu tersebut. (3) Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan Ancaman kehilangan pekerjaan secara keseluruhan merupakan persepsi seseorang mengenai adanya kejadian – kejadian negative yang dapat mempengaruhi pekerjaannya, seperti diberhentikan untuk sementara waktu. Ancaman tersebut dapat diketahui melalui seberapa penting dan seberapa mungkin kejadian – kejadian tersebut dipersepsikan akan mempengaruhi pekerjaannya secara keseluruhan. b) Promosi Promosi
merupakan salah satu
usaha perusahaan dalam
meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk mendapatkan promosi berbeda – beda tergantung kepada kebutuhan perusahaan (Munandar, 2001). Bentuk promosi pada pekerja bermacam – macam, seperti kenaikan jabatan/pangkat, mendapatkan pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminar atau symposium, dan lain – lain. Menurut Averly dan Girdano dalam Munandar (2001) menyatakan adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya frustasi pada tenaga kerja yang bertujuan
51
mengurangi turn over pekerja. Dengan promosi kerja, mereka tidak hanya
mencari
peningkatan
pendapatan,
tetapi
juga
mencari
peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru (Munandar, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan Gautama (2008), terdapat hubungan yang signifikan antara promosi jabatan dengan stres kerja perawat. Dari hasil uji korelasi didapatkan angka korelasi sebesar 0,386 dengan angka p value = 0,009. Rata – rata perawat mengalami stres kerja sedang. Berdasarkan presentase total sampel didapatkan, sebagian besar perawat yang merasakan ketidakpuasan ringan dalam promosi jabatan akan mengalami tingkat stres kerja ringan pula (11,1%), sebagian perawat yang merasakan ketidakpuasan sedang dalam hal promosi jabatan akan mengalami tingkat stres kerja sedang pula (46,7%), begitupun dengan yang merasakan ketidakpuanan berat dalam promosi jabatan juga akan mengalami tingkat stres kerja berat (11,1%). 9) Kepuasan gaji Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerjan apabila ia telah menyelesaikan pekerjaannya. Menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over pekerja disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh Heizberg (1990) menyatakan kepuasan bekerja sangat
52
menetukan motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah. Berdasarkan penelitian pada masyarakat di AS diketahui adanya diskriminasi dalam pemberian upah seperti pekerja golongan minoritas atau pekerja wanita mendapatkan gaji sedikit lebih rendah dari pada pekerja golongan mayoritas atau pekerja laki – laki (Schultz, 1998). Menurut penelitian Nugrahaeni (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepuasan gaji dengan kejadian stres kerja dengan p value = 0,018.
c. Lingkungan kerja 1. Lingkungan kerja fisik a) Kebisingan Kebisingan (Noise) adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut Wall (1979) dalam Setiawan (2007), kebisingan adalah suara yang menganggu. Sedangkan menurut Permenakertrans Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu (Wisnu, 1996 dalam Setiawan, 2007) : (1) Sumber kebisingan statis : pabrik, mesin, tape, dan lainnya. (2) Sumber kebisingan dinamis : mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya.
53
Pengaruh
pemaparan
kebisingan
secara
umum
dapat
dikategorikan menjadi dua yang didasarkan pada tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan. Pertama, pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) dan kedua, pengaruh kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB) (Sanders & McCormick, 1987; Pulat, 1992 dan WHS,1993 dalam Tarwaka, 2004). (1) Pengaruh kebisingan intensitas tinggi Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB) adalah terjadinya kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan penurunan daya dengan baik yang bersifat sementara maupun bersifat permanen atau ketulian. Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, resiko serangan jantung meningkat, gangguan pencernaan. (2) Pengaruh kebisingan intensitas rendah Intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB secara fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian, kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja, sebagai salah satu penyebab stress dan gangguan kesehatan lainnya. Stress yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dini, kegelisahan, dan
54
depresi. Secara spesifik stress karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain: (a) Stress menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur. (b) Gangguan reaksi psikomotor. (c) Kehilangan konsentrasi. (d) Gangguan komunikasi antara lawan bicara. (e) Penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktifitas kerja (Tarwaka, 2004).
Hasil penelitian Suprapto (2008) menyatakan bahwa responden yang merasa bising di tempat kerja sebesar 50,9% sdangkan yang merasa tidak bising ditempat kerja sebesar 59,1%. Namun kebisingan tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap kejadian stres kerja. b) Pencahayaan Menurut Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004) penerangan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja. Pengaruh dari penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan : 1) Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2) Kelelahan mental.
55
3) Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata. 4) Kerusakan indera mata, dll.
Standar penerangan yang ada di Indonesia telah ditetapkan seperti tersebut dalam Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang syarat – syarat kesehatan, kebersihan dan penerangan di tempat kerja (pasal 14). Secara ringkas intensitas penerangan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Penerangan untuk halaman dan jalan – jalan di lingkungan perusahaan harus mempunyai intensitas penerangan paling sedikit 20 lux. 2) Penerangan
untuk
pekerjaan
–
pekerjaan
yang
hanya
membedakan barang kasar dan besar paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 50 lux. 3) Penerangan
yang
cukup
untuk
pekerjaan
yang
hanya
membedakan barang – barang kecil secara sepintas lalu paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 100 lux. 4) Penerangan untuk pekerjaan yang membeda – bedakan barang kecil agak teliti paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 200 lux. 5) Penerangan untuk pekerjaan yang membedakan dengan teliti dari barang – barang yang kecil dan halus, paling sedikit mempunyai intensitas penerangan 300 lux.
56
6) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda – bedakan barang halus dengan kontras yang sedang dalam waktu lama, harus mempunyai paling sedikit intensitas penerangan 500 – 1.000 lux. 7) Penerangan yang cukup untuk pekerjaan membeda – bedakan barang sangat halus dengan kontras yang kurang dan dalam waktu yang lama, harus mempunyai paling sedikit intensitas penerangan 2.000 lux.
Terlalu kuatnya cahaya penerangan dapat menimbulkan dampak psikologis pada pekerja, seperti kelelahan dan pusing. Bahkan dapat menimbulkan kecelakaan kerja akibat silaunya penerangan di ruang kerja, begitu pula sebaliknya dengan penerangan yang suram (Munandar, 2001). Pencahayaan yang kurang atau terlalu berlebihan di tempat kerja menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal. Sehingga apabila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan seorang pekerja mengalami stres dan ketidaknyamanan dalam bekerja (Sarlito, 1992). c) Radiasi Sumber daya radiasi adalah sinar gamma, yaitu gelombang elektormagnet yang mampu menembus permukaan kulit tanpa terlihat oleh mata. Energi itu mampu merusak sel – sel hidup. Pemaparan radiasi tergantung dari dosis, waktu pemaparan, dan jarak sumber ke
57
pekerja. Selain memberi pengaruh buruk, radiasi juga menyebabkan rasa kurang aman bagi pekerja yang bekerja di tempat yang mengandung radiasi. Apabila hal ini tidak diperhatikan, maka dalam waktu–waktu tertentu hal tersebut tidak hanya berbahaya bagi pekerja, namun dapat menimbulkan keresahan dan stres dalam bekerja (Munandar, 2001). d) Suhu Pada suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah terkena kelelahan disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu tempat kerja terhadap pekerja tergantung pada berat pekerjaan, lokasi kerja di dalam atau di luar ruangan, status kesehatan pekerja, kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis pakaian yang digunakan dan lama pemaparan. Keadaan ini bila terjadi berlarut–larut menyebabkan pekerja tidak mampu bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja, atau bila dipaksakan maka akan mengakibatkan stres (Munandar, 2001). Menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39% menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji statistik menyatakan p value sebesar 0,039 yang berati ada hubungan yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja. Begitu pula dengan hasil penelitian Suprapto (2008) yang menyatakan tidak ada
58
hubungan yang bermakna antara suhu panas dengan stres kerja dengan p value 0,454. 2. Lingkungan kerja sosial Munandar (2001) mengatakan bahwa hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antara anggota dari satu kelompok kerja sianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam berorganisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan role embiguity yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribasi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan psikososial dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan dan rasa diancam oleh atasan dan rekan–rekan kerjanya. Contoh hubungan interpersonal, seperti atasan yang menyebalkan, kurang apresiasi dari pimpinan, keputusan atasan yang berubah – ubah, tidak cocok dengan teman sekerja, serta kurang terbuka antara atasan dengan bawahan, dapat mungkin bisa mengakibatkan seseorang dalam tekanan sehingga dapat memicu terjadinya stres kerja (Hidayat, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Bida (1995) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara hubungan interpersonal dalam pekerjaan dengan stres kerja.Namun menurut hasil penelitian Desy (2002) diketahui
59
tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja.
2.2 Dosen 2.2.1 Pengertian Dosen Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan,
mengembangkan,
dan
menyebarluaskan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (UU No. 14 Tahun 2005). 2.2.2
Kedudukan, Fungsi, Dan Tujuan Dosen Dosen mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pengakuan
kedudukan
dosen
sebagai
tenaga
profesional
sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran, pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
60
cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (UU No. 14 Tahun 2005). 2.2.3
Beban Kerja Dosen Beban kerja dosen mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Beban kerja sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester. Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen diatur oleh setiap satuan pendidikan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 14 Tahun 2005).
2.2.4
Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi, dan Jabatan Akademik Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian (UU No. 14 Tahun 2005).
61
Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum yang diantaranya yaitu : a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana. Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat menjadi dosen. Kompetensi tenaga pendidik, khususnya dosen, diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai dan diwujudkan oleh dosen dalam melaksanakan
tugas
profesionalnya.
Kompetensi
tersebut
meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional (Dirjen Dikti, 2012). Kompetensi dosen menentukan kualitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi sebagaimana yang ditunjukkan dalam kegiatan profesional dosen. Dosen yang kompeten untuk melaksanakan tugasnya secara profesional adalah dosen yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial yang diperlukan dalam praktek pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (Dirjen Dikti, 2012). Kualifikasi akademik dan unjuk kerja, tingkat penguasaan kompetensi sebagaimana yang dinilai orang lain dan diri sendiri, dan pernyataan kontribusi dari diri sendiri, secara bersama-sama, akan mengindikasikan profesionalisme dosen. Profesionalisme seorang dosen dan kewenangan
62
mengajarnya dinyatakan melalui pemberian sertifikat pendidik. Sertifikat pendidik untuk dosen diberikan setelah memenuhi syarat sebagai berikut: a. memiliki pengalaman kerja sebagai pendidik pada perguruan tinggi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; b. memiliki jabatan akademik sekurang-kurangnya asisten ahli; dan c. lulus
sertifikasi
yang
dilakukan
oleh
perguruan
tinggi
yang
menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Pemerintah (UU No. 14 Tahun 2005).
Sertifikasi dosen adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk dosen. Sertifikasi dosen bertujuan untuk : a. menilai profesionalisme dosen guna menentukan kelayakan dosen dalam melaksanakan tugas, b. melindungi profesi dosen sebagai agen pembelajaran di perguruan tinggi, c. meningkatkan proses dan hasil pendidikan, d. mempercepat terwujudnya tujuan pendidikan nasional, dan e. meningkatkan kesadaran dosen terhadap kewajiban menjunjung tinggi kejujuran dan etika akademik terutama larangan untuk melakukan plagiasi (Dirjen Dikti, 2012).
63
Gambar 2.1. Peta Konsep Sertifikasi
2.2.5
Hak dan Kewajiban Dosen Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berhak: a. memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; b. mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; c. memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; d. memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi, akses sumber belajar, informasi, sarana dan prasarana pembelajaran, serta penelitian dan pengabdian kepada masyarakat; e. memiliki kebebasan akademik, mimbar akademik, dan otonomi keilmuan; f. memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan menentukan kelulusan peserta didik; dan
64
g. memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi/organisasi profesi keilmuan (UU No. 14 Tahun 2005).
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dosen berkewajiban: a. melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; b. merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; c. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; d. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran; e. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan f. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa (UU No. 14 Tahun 2005). 2.2.6
Stres Kerja Dosen Dosen perguruan tinggi mempunyai peran strategis ditinjau dari sisi pembinaan akademik dan mahasiswa. Dosen merupakan tenaga profesional yang menetapkan apa yang terbaik untuk mahasiswanya berdasarkan pertimbangan profesional. Banyak pengakuan yang menyatakan bahwa
65
pengembangan mutu pendidikan dapat ditempuh melalui pengembangan mutu para dosennya. Hal ini tampak dari temuan penelitian sebelumnya bahwa dalam pendidikan berlaku “the man behind the system”, manusia merupakan faktor kunci yang menentukan kekuatan pendidikan (Miller, 1980:76), pendidikan sebagai industri jasa merupakan “front line provider and determine the quality of service delivery system”, dosen berada pada garis terdepan dalam menentukan kualitas pelayanan (Sallis, 1993) Selain faktor lingkungan pekerjaan didalam organisasi konsekuensi dari sebuah pekerjaan akan menambah tanggung jawab yang akan ditanggung individu. Dalam mencapai tujuan organisasi dosen dan rekan-rekan kerja berkerja sama dalam mewujudkan misi dan visi tersebut, tidak jarang adanya perselisihan antara dosen dan rekan kerja dalam menjalankan tugas, beda pendapat dan perbedaan karakter individu juga dapat menimbulkan konflik dalam
suatu
pekerjaan
diorganisasi,
didalam
organisasi
terdapatnya
perselisihan antar dosen, beda pendapat merupakan suatu hal yang sangat wajar. Apabila perbedaan pendapat ini dibiarkan berlarutlarut maka dapat terjadinya konflik antar pribadi dosen yang tidak diinginkan, semakin kecil konflik antar pribadi yang muncul antar rekan-rekan kerja dapat disimpulkan semakin kecil tingkat stress yang akan terjadi didalam organisasi tersebut (Lianita, 2011) Faktor lain yang dapat menimbulkan tingkat stres yang berbeda dalam organisasi adalah beban pekerjaan. Beban pekerjaan yang dialami oleh dosen memiliki kerakteristik yang berbeda-beda dalam setiap pekerjaan. bagi dosen
66
yang selalu dituntut untuk dapat menjalankan tugasnya dengan baik akan beradaptsi dengan peralatan yang semakin modern (teknologi, dll), ini merupakan salah satu beban yang dipikul oleh dosen, selain perbedaan tugas, perbedaan tangung jawab, dan perbedaan wewenang dosen juga harus selalu update dengan perkembangan teknologi yang setiap saat dapat berubah-ubah untuk mendukung produktifitas pekerjaan. Dosen tidak hanya menjalankan tugasnya sebagai dosen tetapi juga merangkap dalam memegang jabatan yang diberikan oleh organisasi, terkadang dosen juga memiliki dua jabatan sekaligus dalam satu periode, dengan adanya perbedaan jabatan yang dipegang oleh dosen maka tangung jawab dan beban pekerjaan yang ada semakin besar sehingga dapat diperkirakan stress yang akan dialami oleh dosen memiliki tingkat stres yang berbeda-beda pula. Sedangkan faktor kompetensi memiliki nilai tersendiri dalam terjadinya stres, dosen yang memiliki kompetensi harus dapat memiliki pengetahuan, keterampilan, kecakapan ataupun kemampuan sebagai dosen dalam menentukan atau memutuskan sesuatu dalam proses pembelajaran ataupun dalam proses pekerjaan (Lianita, 2011). Faktor kompetensi merupakan faktor yang menuntut para dosen untuk dapat memberikan produktifitas yang lebih baik antar sesama rekan, mahasiswa dan untuk organisasi, secara langsung kompetensi ini akan menimbulkan terjadinya persaingan antar dosen untuk dapat membuktikan bahwa dia lebih baik dari pada rekan kerjannya, tugas-tugas yang diberikan kepadanya akan selesai tepat waktu, keterampilan dia lebih baik dari pada
67
rekan kerja yang lain. Dosen yang tidak memiliki kompetensi tersebuat akan merasa dirinya lebih rendah dibandingkan dengan dosen yang memiliki kompetensi, ini akan berdampak pada stres yang akan dialaminya (Lianita, 2011). Halpin (1985) dalam Faulina (2011) menemukan bahwa pengendalian diri (locus of control) menjadi karakteristik yang berkorelasi kuat dengan stres dosen. Dosen yang mempunyai pengendalian diri eksternal lebih baik telah ditemukan lebih berpengalaman mengatasi stres daripada dengan sebuah pengendalian diri internal. Self-esteem (harga diri), sebagai sebuah karakteristik internal telah dilaporkan berhubungan dengan stres kerja. Seseorang yang memiliki self esteem rendah cenderung lebih peka terhadap stres daripada mereka yang mempunyai self esteem tinggi. Dosen yang mempunyai self-esteem tinggi cenderung mampu menghadapi stressor dan lebih produktif dalam bekerja. Banyaknya tuntutan peran dan tugas yang harus dijalankan oleh seseorang akan berdampak pada kondisi-kondisi seperti tertekan, depresi, produktifitas menurun, tugas yang diberikan tidak tepat waktu, menyendiri, dll. Ini merupakan gejala-gejala terjadinya stres dalam organisasi.
68
2.3 Kerangka Teori Teori yang digunakan dalam kerangka teori ini yaitu mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Cooper dan Davidson (1987) dan didukung teori Hurrel,dkk (Munandar, 2001). Gabungan dari teori tersebut digambarkan dalam bagan di bawah ini : Karakteristik Pekerja : -
Usia Tingkat Pendidikan Status Perkawinan Masa Kerja Kepribadian Nilai dan Kebutuhan Kecakapan
Kondisi Pekerjaan : -
Jurusan/Program Studi Beban kerja Waktu kerja Shift Kerja Rutinitas/Pekerjaan yang monoton Struktur dan iklim organisasi Peran dalam organisasi Pengembangan karir (sistem promosi) Gaji
Lingkungan Kerja : -
-
Lingkungan fisik : o Kebisingan o Pencahayaan o Suhu Lingkungan sosial/hubungan interpersonal dengan rekan kerja
Sumber : Cooper dan Davidson (1987), Hurrel, dkk (Munandar, 2001)
Stres Kerja
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Berdasarkan studi kepustakaan diketahui bahwa faktor – faktor penyebab stres kerja bervariasi berdasarkan tempat dan situasi berbeda. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengembangan dan penggabungan dari beberapa pendapat para ahli serta hasil penelitian sebelumnya. 1. Karakteristik Individu a. Usia Semakin muda usia dosen maka semakin kecenderungan untuk mendapatkan stressor kerja semakin besar. Hal ini disebabkan karena pengalaman bekerja yang didapat dosen dengan usia muda masih sedikit, pengalaman berinteraksi dengan mahasiswa serta pengalaman mengatasi tuntutan institusi masih sedikit, sehingga ada kemungkinan dosen yang lebih muda kurang dapat mengatasi stres kerja secara efektif. Sedangkan dosen yang telah mempunyai pengalaman kerja yang lama dapat bertindak lebih bijaksana dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri yang lebih baik terhadap perubahan – perubahan di sekitar lingkungan kerjanya dan karena sudah bekerja lama, maka dosen tersebut sudah lebih mengenal dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.
69
70
b. Masa Kerja Sama halnya dengan usia, semakin lama seorang dosen bekerja dan berinteraksi dengan pekerjaannya maka semakin berpengalaman seorang dosen tersebut menghadapi stressor kerja yang ada. 2. Kondisi Pekerjaan a. Jurusan/Program Studi Perbedaan jurusan/program studi tentu berbeda pula materi, cara pembelajaran dan beban kerja yang diterima dosen. b. Beban kerja Berdasarkan UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam pasal 72 ayat (1) dijelaskan bahwa beban kerja dosen mencakup kegiatan yaitu merencanakan
pembelajaran,
melaksanakan
proses
pembelajaran,
melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Ayat (2) disebutkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester dan sebanyak-banyaknya 16 (enam belas) satuan kredit semester.Sedangkan ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh setiap satuan
pendidikan
tinggi
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan.Sedangkan berdasarkan observasi masih ditemukan beberapa dosen yang mendapat beban kerja melebihi ketentuan satuan kredit semester.
71
c. Rutinitas kerja Pekerjaan yang cenderung monoton akan menyebabkan kejenuhan dalam bekerja sehingga dapat menyebabkan stres kerja. d. Struktur dan iklim organisasi Jika sorang dosen kurang dapat beradaptasi dengan iklim organisasi yang ada, maka hal ini dapat menimbulkan stressor kerja. e. Peran dalam organisasi Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku yang negatif, terlalu sedikit/tidak ada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kurang efektifnya konsultasi dan komunikasi, politik yang ada dalam sebuah organisasi di institusi dapat memicu timbulnya stres kerja pada dosen. f. Pengembangan karir (sistem promosi) Jika seorang dosen merasa pengembangan karir terhadap sistem promosi yang didapat kurang, maka hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja yang jika dipaksakan terus menerus bekerja akan menimbulkan stres kerja pada dosen. g. Gaji Sama halnya seperti sistem promosi, jika seorang dosen merasa gaji yang didapat tidak sesuai atau kurang sesuai dengan beban kerja yang dilakukan, maka hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja yang jika dipaksakan terus menerus bekerja akan menimbulkan stres kerja pada dosen.
72
3. Lingkungan Kerja a. Lingkungan fisik Variabel lingkungan fisik, seperti penerangan, kebisingan, suhu tidak dilakukan pengukuran secara langsung karena dianggap homogen dan dosen bekerja dalam ruangan perkantoran yang tidak memiliki resiko melebihi nilai ambang batas (NAB) yang telah ditetapkan, maka untuk variabel lingkungan fisik hanya ditanyakan pendapat responden tentang kondisi lingkungan kerja fisik. b. Lingkungan sosial/hubungan interpersonal dengan rekan kerja Hubungan kerja yang tidak baik misalnya adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam berorganisasi, keputusan atasan yang berubah – ubah, tidak cocok dengan teman sekerja, serta kurang terbuka antara atasan dengan bawahan, dapat mungkin bisa mengakibatkan seseorang dala tekanan sehingga dapat memicu terjadinya stres kerja. Sedangkan untuk variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini diantaranya : a. Tingkat Pendidikan Seorang dosen tentunya memiliki kualifikasi yang dibutuhkan masing – masing program studi untuk mengajar. Berdasarkan hasil observasi diketahui lebih dari 60% dosen yang ada telah memiliki gelar strata 2 yang sebagaimana dalam UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 46 ayat (1) dijelaskan bahwa kualifikasi akademik dosen diperoleh melalui
73
pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. b. Status Perkawinan Variabel status perkawinan tidak diteliti karena hampir seluruh dosen telah berkeluarga. c. Shift Kerja Variabel shift kerja tidak diteliti karena dosen bekerja tidak menggunakan shift/waktu kerja bergilir.
Hubungan antara beberapa variabel tersebut digambarkan pada bagan di bawah ini : Variabel Independent
Variabel Dependent
Karakteristik Pekerja : - Usia - Masa Kerja Kondisi Pekerjaan : - Asal Program Studi - Beban Kerja - Rutinitas Kerja - Struktur dan Iklim Organisasi - Peran dalam Organisasi - Pengembangan Karir - Gaji Lingkungan Kerja : - Lingkungan Kerja Fisik - Lingkungan Kerja Sosial Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep
Stres Kerja
74
3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Variabel
Definisi
1.
Suatu
Stres kerja
Cara Ukur kondisi
beberapa
dimana Wawancara
faktor
kombinasi
atau
beberapa
faktor di dalam dan di luar
Alat Ukur
Hasil Ukur
Kuesioner
0. Stres
dengan life
uji
n Ordinal
≥71)
event 1. Tidak Stres
scale.
pekerjaan
berinteraksi
(jika
Skala
(jika n <71) (Kenyon, 2001)
dengan
pekerja
yang
mengganggu keseimbangan
emosi,
fisiologis, dan perilaku kognitif
yang
ditandai
dengan 3 indikator yaitu fisik,
emosional,
dan
perilaku. 2.
Usia
Lamanya hidup
responden Wawancara yang
Kuesioner
Tahun
Rasio
Kuesioner
0. <5 tahun
Ordinal
dihitung
dalam tahun sejak lahir sampai
dilakukannya
penelitian. 3.
Masa kerja
Lamanya
kerja
yang Wawancara
terhitung
sejak
awal
masuk
kerja
1. ≥5 tahun
sampai
(Munandar,
dilakukan penelitian. 4.
Asal
Asal
unit
pelaksana Wawancara
Program
akademik
Studi
responden bekerja.
tempat
2001) Kuesioner
1. Pendidikan dokter 2. Kesehatan masyarakat
Nominal
75
3. Ilmu keperawatan 4. Farmasi 5.
Beban kerja
Pandangan tentang
responden Wawancara
Kuesioner
tugas/beban
> 12 sks
pekerjaan yang dilakukan melebihi/kurang
0. Over load, jika Ordinal
1. Under
load,
jika ≤ 12 sks
dari
kemampuan responden
(UU No. 14 Tahun 2005)
6.
Rutinitas
Pekerjaan yang dilakukan Wawancara
Kuesioner
kerja
responden secara terus
jika (total skor
menerus dan berulang –
< nilai median)
ulang setiap hari sehingga
0. Membosankan,
Ordinal
1. Tidak
menimbulkan kejenuhan.
membosankan, jika (total skor ≥ nilai median)
7.
Struktur dan Peraturan institusi yang Wawancara Iklim
selama
organisasi
secara
ini
Kuesioner
dirasakan
mengganggu
0. Tidak
Ordinal
Mendukung,
subjektif
jika (total skor
pekerja
< nilai median)
seperti : peraturan yang
1. Mendukung,
terlalu kaku, iklim kerja
jika (total skor
yang tidak mendukung,
≥ nilai median)
kesempatan mengembangkan kreatifitas. 8.
Peran dalam Keikutsertaan responden Wawancara organisasi
dalam
pengambilan
keputusan berhubungan dirinya di institusi.
yang dengan
Kuesioner
0. Tidak Berperan, Ordinal jika (total skor < nilai median) 1. Berperan, (total
jika
skor
nilai median)
≥
6
76
9.
Pengembangan
Pendapat
responden Wawancara
Kuesioner
karir tentang kenaikan jabatan,
(sistem
0. Tidak
Ordinal
memuaskan,
sistem promosi.
jika (total skor
promosi)
< nilai median) 1. Memuaskan, jika (total skor ≥ nilai median)
10.
Gaji
Pendapat
responden Wawancara
Kuesioner
tentang gaji.
0. Tidak
sesuai, Ordinal
jika (total skor < nilai median) 1. Sesuai, (total
jika skor
≥
nilai median) 11.
Lingkungan
Pendapat
kerja fisik
tentang
responden Wawancara
Kuesioner
0. Tidak
baik, Ordinal
keadaan
jika (total skor
lingkungan kerja fisik,
< nilai median)
seperti
kebisingan,
1. Baik, jika (total skor
pencahayaan, suhu.
≥
nilai
median) 12.
Lingkungan
Pendapat
sosial
tentang
responden Wawancara keadaan
lingkungan sosial seperti, hubungan
interpersonal
dengan rekan kerja
Kuesioner
0. Tidak baik, jika Ordinal (total
skor
<
nilai median) 1. Baik, jika (total skor
≥
median)
nilai
77
3.3. Hipotesis 1. Ada hubungan antara usia dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 2. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 3. Ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 4. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 5. Ada hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 6. Ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 7. Ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
78
8. Ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 9. Ada hubungan antara gaji dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 10. Ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 11. Ada hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan desain cross sectional study karena pada penelitian ini pengumpulan data variabel dependen dan variabel independen diamati pada periode waktu yang bersamaan. 4.2.Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2013 dan lokasi penelitian bertempat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4.3.Populasi Dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah dosen tetap yang bekerja di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan berjumlah 93 orang. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik simple random sampling dengan menggunakan rumus dibawah ini :
[ Z1-α/2-
2P (1 - P) + Z1-β
P1 (1 - P1) + P2 (1 - P2) ] 2
n= (P1 - P2)2
Keterangan : n
: Besar sampel
P
: Rata-rata proporsi pada populasi
79
80
P1
: Proporsi pekerja yang mengalami stres kerja berat dengan waktu kerja yang tidak sesuai = 79,2% (0,792) (Lelyana, 2004)
P2
: Proporsi pekerja yang mengalami stres kerja berat dengan waktu kerja yang sesuai = 30,8% (0,308)
Z1-α/2
: Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5%
Z1-β
: Kekuatan uji 95%
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi di atas, diperoleh besar sampel sebesar :
n = 25 n total 25 X 2 = 50 orang
Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 50 sampel. 4.4.Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Pengumpulan data primer dangan kuesioner tentang karakteristik pekerja, kondisi pekerjaan, dan lingkungan kerja serta stres kerja. 2. Data Sekunder Sedangkan pengumpulan data sekunder yaitu diperoleh dari penelurusan dokumen, catatan, serta profil Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
81
4.5.Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner yang dibagi menjadi empat bagian dengan rincian sebagai berikut : 1. Pada bagian awal instrumen penelitian ini berisi data karakteristik responden yang meliputi nama/inisial, usia, asal program studi, masa kerja. 2. Bagian instrumen kedua yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi kondisi pekerjaan yang meliputi beban kerja, waktu kerja, rutinitas kerja, sturktur dan ikim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir (promosi), gaji, lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja sosial. 3. Bagian instrumen ketiga yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi stres kerja : diukur dengan menggunakan daftar pertanyaan pada metode self report measurement atau disebut juga life event scale yang dapat untuk mengukur tingkat stres. Metode life event scale menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis, psikologi dan perilaku. Pertanyaan ini berjumlah 62 butir pertanyaan dengan skoring 0 (tidak pernah), 1 (jarang), 2 (kadang - kadang), 3 (sering), 4 (setiap hari). Hasil skornya adalah hasil total skor seluruh jawaban responden kemudian dikategorikan menjadi 2, yaitu kategori stres (≥71 ) dan tidak stres (<71). 4. Bagian instrumen keempat yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi beban kerja dosen berdasarkan kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi yang dilakukan.
82
4.6.Pengolahan Data 1. Editing Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. 2. Coding Kegiatan ini merupakan proses pendeskripsian data dan pemberian kode pada jawaban responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya. 3. Skoring Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya melakukan proses skoring data atau proses pemberian nilai/skor pada masing – masing jawaban. 4. Entry Setelah diberi skor lalu memasukkan data dari kuesioner ke komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan. 5.
Cleaning Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.
83
4.7.Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel untuk mengetahui gambaran terhadap variabel yang diteliti. 2. Analisis Bivariat Analisis ini merupakan analisis dari variabel independen yang diteliti yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel dependen. Hal ini dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Adapun dalam analisis ini digunakan tabulasi silang dari masing – masing variabel dengan menggunakan uji chi square, sehingga dapat diketahui secara statistik ada tidaknya hubungan dengan derajat kemaknaan 0,05 (5%). Persamaan Chi Square: (O - E)2 X2 = E Keterangan : X2
= Chi Square
O
= Frekuensi yang diamati
E
= Frekuensi yang diharapkan
Jika p value > 0.05 maka Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika p value ≤ 0,05 maka Ha diterima yang berarti terdapat hubungan antara kedua variabel.
84
Untuk mencari hubungan antara variabel rutinitas kerja, struktur dan ilkim organisasi, peran dalam organisasi, pengembangan karir, gaji, lingkungan kerja fisik, dan lingkungan kerja sosial dengan kejadian stres kerja, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data. Semua variabel tersebut tidak berdistribusi normal, oleh karena itu cut of point yang digunakan adalah nilai median. Begitu juga untuk mencari hubungan antara variabel usia dengan kejadian stres kerja, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas karena data–data tersebut bersifat data numerik. Karena hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji T-test Independent untuk menghubungkan antara variabel numerik dan kategorik. Setelah mendapat hasil uji T-test Independent, kemudian dilihat P dari levence test, bila P ≤ 0,05 maka varian beda dan nilai P > 0,05 maka varian sama. Dengan demikian, untuk mengetahui hubungan antara variabel usia dengan stres kerja dengan derajat kemaknaan P ≤ 0,05 berarti secara statistik ada hubungan dan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan.
BAB V HASIL
5.1.Analisis Univariat 5.1.1.Gambaran Stres kerja Stres kerja diukur melalui pertanyaan-pertanyaan yang menyatakan intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang dialami seseorang. Untuk mengetahui gambaran stres kerja dilakukan uji statistik univariat berskala ordinal. Tetapi sebelumnya dilakukan pengelompokkan menjadi 2 kategorik dengan menggunakan standar skor yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh <71 dikategorikan mengalami tidak stres, ≥71 dikategorikan stres. Sehingga dapat diketahui distribusi responden berdasarkan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 seperti terlihat pada tabel berikut 5.1. Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Stres Kerja Stres Tidak Stres Jumlah
Jumlah (n) 14 36 50
Persentasi (%) 28.0 72.0 100
Berdasarkan hasil penelitian tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar responden tidak mengalami stres kerja yaitu sebanyak 72.0%, sedangkan responden yang mengalami stres kerja yaitu sebanyak 28.0%.
85
86
5.1.2.Gambaran karakteristik pekerja A. Usia Gambaran distribusi usia responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Usia pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Usia
Mean 36.00
SD 5.131
Min - Max 25-51
Berdasarkan hasil tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata responden memiliki usia 36 tahun dengan usia tertua adalah 51 tahun dan usia termuda adalah 25 tahun. B. Masa Kerja Gambaran distribusi masa kerja responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah % <5 tahun 22 44.0 Masa Kerja ≥5 tahun 28 56.0 Variabel ini diukur dengan mengetahui masa kerja responden. Berdasarkan hasil penelitian seperti tabel 5.3 diatas, diketahui distribusi responden sebagian besar memiliki masa kerja ≥ 5 tahun yaitu 56%.
87
5.1.3.Gambaran kondisi pekerjaan A. Asal Program Studi Gambaran distribusi asal program studi responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Kategori Jumlah % Pend. Dokter 24 48.0 Kesehatan Masyarakat 7 14.0 Asal Program Studi Ilmu Keperawatan 10 20.0 Farmasi 9 18.0 Variabel ini diukur untuk mengetahui asal program studi responden. Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada tabel 5.4 diatas, diketahui distribusi dosen yang menjadi responden sebagian besar berasal dari program studi pendidikan dokter yaitu 48.0%, sedangkan paling sedikit berasal dari program studi kesehatan masyarakat yaitu 14.0%. B. Beban Kerja Gambaran distribusi berdasarkan beban kerja responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Beban Kerja
Kategori Overload Underload
Jumlah 26 24
% 52.0 48.0
Variabel beban kerja diukur untuk mengetahui beban kerja yang diterima responden overload atau underload. Hasil ukur beban kerja
88
diperoleh melalui pertanyaan jenis pekerjaan responden, tuntutan tugas responden, serta tridharma perguruan tinggi yang dilakukan responden. Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.5 diatas, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar memiliki beban kerja berat yaitu 52.0%. C. Rutinitas Kerja Gambaran distribusi berdasarkan rutinitas kerja responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Rutinitas Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Rutinitas Kerja
Kategori Membosankan Tidak Membosankan
Jumlah 21 29
% 42.0 58.0
Variabel rutinitas diukur untuk mengetahui apakah rutinitas kerja yang dilakukan reponden membosankan atau tidak membosankan. Variabel rutinitas kerja diukur melalui pertanyaan yang jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 1.00. Berdasarkan kategori tersebut seperti pada tabel 5.6, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan rutinitas kerja membosankan yaitu 58.0%. D. Struktur dan Iklim Organisasi Gambaran distribusi struktur dan iklim organisasi responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.7.
89
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Struktur dan Iklim Organisasi
Kategori Tidak Mendukung Mendukung
Jumlah 18 32
% 36.0 64.0
Variabel struktur dan iklim organisasi diukur untuk mengetahui apakah struktur dan iklim organisasi tempat responden mengajar mendukung atau tidak mendukung. Variabel struktur dan iklim organisasi diukur melalui pertanyaan yang jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 4.00. Berdasarkan kategori yang seperti tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan struktur dan iklim organisasi mendukung yaitu 64.0%. E. Peran dalam Organisasi Gambaran distribusi berdasarkan peran dalam organisasi responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Peran dalam Organisasi
Kategori Tidak Berperan Berperan
Jumlah 22 28
% 44.0 56.0
Variabel peran dalam organisasi diukur untuk mengetahui apakah responden berperan atau tidak berperan dalam organisasi tempat responden bekerja. Variabel peran dalam organisasi diukur melalui pertanyaan tentang keterlibatan responden dalam rapat dan pengambilan keputusan. Kemudian jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu
90
3.00. Berdasarkan kategori seperti pada tabel 5.8 diatas, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan berperan dalam organisasi yaitu 56.0%. F. Pengembangan Karir Gambaran distribusi berdasarkan pengembangan karir responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Pengembangan Karir
Kategori Tidak Puas Puas
Jumlah 25 25
% 50.0 50.0
Variabel pengembangan karir diukur untuk mengetahui apakah responden merasa pengembangan karir yang ada telah memuaskan atau tidak memuaskan. Variabel pengembangan karir diukur melalui pertanyaan tentang sistem promosi dosen dan kesempatan memperoleh pendidikan. Kemudian jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 1.50. Berdasarkan kategori tersebut seperti pada tabel 5.9, diketahui bahwa distribusi responden menyatakan baik pengembangan karir yang ada memuaskan serta tidak memuaskan sama besar yaitu masing – masing 50%. G. Gaji Gambaran distribusi berdasarkan gaji responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.10.
91
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Gaji pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Gaji
Kategori Tidak Sesuai Sesuai
Jumlah 40 10
% 80.0 20.0
Variabel gaji diukur untuk mengetahui apakah gaji yang diterima responden telah sesuai atau tidak sesuai dengan beban kerja yang dilakukan responden. Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.10, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan gaji yang diterima tidak sesuai yaitu 80.0%.
5.1.4.Lingkungan Kerja A. Lingkungan Kerja Fisik Gambaran distribusi berdasarkan lingkungan kerja fisik responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Lingkungan Kerja Fisik
Kategori Tidak Baik Baik
Jumlah 12 38
% 24.0 76.0
Variabel lingkungan kerja fisik diukur untuk mengetahui apakah lingkungan kerja fisik tempat responden bekerja telah baik atau tidak baik. Variabel lingkungan kerja fisik diukur melalui pertanyaan yang jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 6.00. Berdasarkan hasil penelitian seperti pada tabel 5.11, diketahui bahwa
92
distribusi responden sebagian besar menyatakan lingkungan kerja fisik baik yaitu 76.0%. B. Lingkungan Kerja Sosial Gambaran distribusi berdasarkan lingkungan kerja sosial responden diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.12. Tabel 5.12 Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Lingkungan Kerja Sosial
Kategori Tidak Baik Baik
Jumlah 22 28
% 44.0 56.0
Variabel lingkungan kerja sosial diukur untuk mengetahui apakah lingkungan kerja sosial tempat responden bekerja telah baik atau tidak baik. Variabel lingkungan kerja sosial diukur melalui pertanyaan yang jawabannya dikelompokan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 10.00. Berdasarkan kategori tersebut (tabel 5.12), diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan lingkungan kerja sosial baik yaitu 56.0%.
5.2. Analisis Bivariat 5.1.1. Gambaran Hubungan Usia dengan Stres kerja Analisis hubungan antara usia dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.13.
93
Tabel 5.13 Distribusi Responden Menurut Usia dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Variabel Usia
Kategori Stres kerja Stres Tidak stres
n 14 36
Mean 34.93 36.42
Std. Deviasi 5.385 5.045
p value 0.363
Berdasarkan hasil analisis bivariat seperti pada tabel 5.13, antara hubungan usia dengan stres kerja, diketahui bahwa rata – rata usia responden yang tidak mengalami stres kerja adalah 36,42 dengan standar deviasi 5,385. Sedangkan rata–rata usia responden yang mengalami stres kerja adalah 34,93 dengan standar deviasi 5,045. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent T-Test, diperoleh p value sebesar 0,363 (p value>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara usia dengan stres kerja. 5.1.2.Gambaran Hubungan Masa Kerja dengan Stres kerja Analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.14. Tabel 5.14 Distribusi Responden Menurut Masa Kerja dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Masa Kerja <5 tahun ≥5 tahun Total
Stres n 10 4 14
% 45.5 14.3 28
Stres Kerja Tidak stres n % 12 54.5 24 85.7 36 72
n 22 28 50
Total % 100 100 100
p value
0.034
94
Pada tabel 5.14, berdasarkan hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 22 responden yang memiliki masa kerja < 5 tahun sebanyak 45,5% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diperoleh p value sebesar 0,034 (p value<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima, jadi ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. 5.1.3.Gambaran Hubungan Asal Program Studi dengan Stres kerja Analisis hubungan antara asal program studi dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.15. Tabel 5.15 Distribusi Responden Menurut Asal Program Studi dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Asal Program Studi Pend. Dokter Kesehatan Masayarakat Ilmu Keperawatan Farmasi Total
n 6
% 25.0
Stres Kerja Tidak stres n % 18 75.0
2
28.6
5
71.4
7
100
5
50.0
5
50.0
10
100
1 14
11.1 28
8 36
88.9 72
9 50
100 100
Stres
Total
p value
n 24
% 100
0.286
Seperti pada tabel 5.15, berdasarkan hasil analisis hubungan antara asal program studi dengan stres kerja diketahui bahwa responden yang berasal dari program studi pendidikan dokter lebih banyak tidak mengalami stres kerja sebanyak 75.0% responden yang berasal dari program studi kesehatan masyarakat lebih banyak tidak mengalami stres kerja sebanyak 71.4%,
95
responden yang berasal dari program studi ilmu keperawatan baik yang mengalami stres kerja maupun yang tidak mengalami stres kerja sama banyaknya yaitu 50%, responden yang berasal dari program studi farmasi lebih banyak tidak mengalami stres kerja sebanyak 88.9%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0,286 (p value>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja. 5.1.4. Gambaran Hubungan Beban Kerja dengan Stres kerja Analisis hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.16 Distribusi Responden Menurut Beban Kerja dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Beban Kerja Overload Underload Total
Stres n 13 1 14
% 40.6 5.6 28
Stres Kerja Tidak stres n % 19 59.4 17 94.4 36 72
n 32 18 50
Total % 100 100 100
p value
0.020
Berdasarkan hasil analisis bivariat seperti pada tabel 5.16, antara hubungan beban kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 32 responden yang memiliki beban kerja overload sebanyak 40,6% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0,020 (p value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
96
hipotesis penelitian diterima, jadi ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja. 5.1.5.Gambaran Hubungan Rutinitas Kerja dengan Stres kerja Analisis hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.17 Distribusi Responden Menurut Rutinitas dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 n 9
% 42.9
Stres Kerja Tidak stres n % 12 57.1
5
17.2
24
82.8
29
100
14
28.0
36
72.0
50
100
Rutinitas Kerja Membosankan Tidak Membosankan Total
Stres
n 21
Total % 100
p value
0.095
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja (tabel 5.17), diketahui bahwa dari 21 responden yang memiliki rutinitas kerja membosankan sebanyak 42,9% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0,095 (p value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja. 5.1.6.Gambaran Hubungan Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres kerja Analisis hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.18.
97
Tabel 5.18 Distribusi Responden Menurut Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Struktur dan Iklim Organisasi Tidak Mendukung Mendukung Total
Stres n % 8 44.4 6 18.8 14 28.0
Stres Kerja Tidak stres n % 10 55.6 26 81.2 36 72.0
Total n % 18 100 32 100 50 100
p value
0.106
Pada tabel 5.18, berdasarkan hasil analisis hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja diketahui bahwa dari 18 responden yang memiliki struktur dan iklim organisasi yang tidak mendukung sebanyak 44,4% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0,106 (p value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja. 5.1.7.Gambaran Hubungan Peran dalam Organisasi dengan Stres kerja Analisis hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.19.
98
Tabel 5.19 Distribusi Responden Menurut Peran dalam Organisasi dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Peran dalam Organisasi Tidak Berperan Berperan Total
Stres
Stres Kerja Tidak stres n %
Total n %
n
%
6
27.3
16
72.7
22
100
8 14
28.6 28.0
20 36
71.4 72.0
28 50
100 100
p value
1.000
Berdasarkan hasil analisis bivariat seperti pada tabel 5.19, antara hubungan peran dalam organisasi dengan stres kerja diketahui bahwa dari 22 responden yang tidak berperan dalam organisasi sebanyak 27,3% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 1.000 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja. 5.1.8.Gambaran Hubungan Pengembangan Karir dengan Stres kerja Analisis hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.20. Tabel 5.20 Distribusi Responden Menurut Pengembangan Karir dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Pengembangan Karir Tidak Memuaskan Memuaskan Total
Stres n 9 5 14
% 36.0 20.0 28.0
Stres Kerja Tidak stres n % 16 64.0 20 80.0 36 72.0
n 25 25 50
Total % 100 100 100
p value
0.345
99
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja (tabel 5.20), diketahui bahwa dari 25 responden yang memiliki pengembangan karir yang tidak memuaskan sebanyak 36,0% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.345 (p value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja. 5.1.9. Gambaran Hubungan Gaji dengan Stres kerja Analisis hubungan antara gaji dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.21. Tabel 5.21 Distribusi Responden Menurut Gaji dengan Stres kerja Pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Gaji Tidak Sesuai Sesuai Total
Stres
Stres Kerja Tidak stres n %
Total n %
n
%
14
35.0
26
65.0
40
100
0 14
0.0 28.0
10 36
100 72.0
10 50
100 100
p value
0.045
Berdasarkan hasil analisis seperti pada tabel 5.21, antara hubungan gaji dengan stres kerja diketahui bahwa dari 40 responden yang memiliki gaji yang tidak sesuai sebanyak 35,0% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.045 (p value <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima, jadi ada hubungan antara gaji dengan stres kerja.
100
5.1.10. Gambaran Hubungan Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres kerja Analisis hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5.22 Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Lingkungan Kerja Fisik Tidak Baik Baik Total
Stres n 6 8 14
% 50.0 21.1 28.0
Stres Kerja Tidak stres n % 6 50.0 30 78.9 36 72.0
n 12 38 50
Total % 100 100 100
p value
0.071
Pada tabel 5.22, berdasarkan hasil analisis hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 12 responden yang memiliki lingkungan kerja fisik yang tidak baik sebanyak 50,0% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.071 (p value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja. 5.1.11. Gambaran Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres kerja Analisis hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.23.
101
Tabel 5.23 Distribusi Responden Menurut Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 Lingkungan Kerja Sosial Tidak Baik Baik Total
Stres n 9 5 14
% 40.9 17.9 28.0
Stres Kerja Tidak stres n % 13 59.1 23 82.1 36 72.0
Total n % 22 100 28 100 50 100
p value
0.138
Seperti pada tabel 5.23, berdasarkan hasil analisis hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja, diketahui bahwa dari 22 responden yang memiliki lingkungan kerja sosial yang tidak baik sebanyak 40,9% mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh p value sebesar 0.138 (p value >0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian ditolak, jadi tidak ada hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu : 1. Pertanyaan dalam kuesioner yang banyak membuat responden timbul perasaan malas untuk menjawab. 2. Stres kerja sebagai pusat pengamatan bukan hal yang bersifat menetap, sehingga hasil pengukuran yang dilakukan pada saat pengambilan data bukanlah merupakan hasil yang berlangsung seterusnya, dan hal ini hanya berlaku pada institusi dimana penelitian ini dilakukan. 3. Persepsi responden yang berbeda – beda terhadap gaji yang diteliti pada penelitian ini.
6.2. Stres Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Setiap jenis pekerjaan apapun pasti berhadapan dengan berbagai faktor yang dapat menimbulkan stres, begitu juga dengan pekerjaan belajar mengajar seperti dosen. Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi
102
103
pekerjaan yang dipersepsikan pekerja sebagai tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Widyasari, 2007). Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan, dan tanggapan dari setiap individu dalam menghadapainya yang berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut, orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan perubahan kondisi fisik individu. Sebagai hasil dari adanya stres kerja pekerja mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah dan agresif, emosi yang tidak stabil, sikap yang tidak mau bekerja sama, perasaan yang tidak mampu terlibat, dan kesulitan masalah tidur (Agungpia, 2008). Pada dasarnya stres kerja merupakan sumber tantangan dan inspirasi dalam bekerja, karena pada tingkat tertentu akan meningkatkan usahanya untuk mengontrol atau mengurangi stres yang ada. Pekerja yang tidak mampu mengatasi stres dan tidak dapat beradaptasi terhadap masalah yang ada dalam pekerjaan dan lingkungannya maka dapat menjadi beban kerja yang bisa mempengaruhi respon tubuh (La Dou, 1994). Cooper (1987) mengungkapkan bahwa salah satu penyebab stres kerja adalah pemahaman pekerja terhadap kondisi lingkungan kerja dimana pekerja tersebut bekerja. Kondisi pekerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab pekerja mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, merasa jengkel, menunda pekerjaan dan menurunnya produktivitas kerja. Pada tingkat yang lebih berat, orang bisa depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada tabel 5.1 diketahui bahwa dosen di Fakultas Kedokteran dan
104
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 yang menjadi responden dalam penelitian ini yang mengalami stres kerja yaitu 28.0%. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustiana dan Cahyati (2012) yang menyatakan bahwa gambaran mengenai stres kerja pada dosen di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai stres kerja sedang yaitu 23 responden (76 %). Diketahui dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ada yang mengalami stres kerja, maka apabila tidak ditangani secara serius oleh pihak institusi maka akan berdampak negatif dan merugikan bagi dosen dan institusi. Sebab pekerjaan dosen yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses
pembelajaran,
melakukan
evaluasi
pembelajaran,
membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Semua pekerjaan dosen mempunyai tanggung jawab yang tidak sedikit. Seperti yang dikemukakan oleh Harrianto (2005) bahwa semua pekerjaan menanggung beban tangung jawab, masalahmasalah,
tuntutan-tuntutan,
kesulitan-kesulitan
dan
tekanan-tekanan
yang
mencetuskan timbulnya stres pada individu seorang pekerja. Pada akhirnya bila stres berkepanjangan akan menghasilkan respon tubuh dalam bentuk gangguan faal tubuh, gangguan emosional dan perubahan tingkah laku serta menurunnya produktivitas kerja.
105
Berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai variabel yang menjadi faktor – faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.3. Hubungan antara Usia dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Stres dapat dialami oleh semua kelompok umur, baik anak – anak, remaja, dewasa, maupun lanjut usia. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Newport dan Pelham (2009) pada 650.000 penduduk Amerika, menunjukkan bahwa kejadian stres meningkat ketika seseorang menginjak umur 20 tahun dan akan mengalami penurunan ketika seseorang memasuki usia lanjut. Umur berhubungan dengan tingkat pemahaman seseorang terhadap pemikiran yang matang. Epistein (1998) mengungkapkan bahwa kematangan (maturity) individu akan terbentuk seiring dengan bertambahnya umur. Bertambahnya umur membuat pengalaman yang didapat oleh individu semakin bertambah sehingga mereka memiliki kesempatan blajar lebih banyak. Individu akan menjadi lebih tahu apa yang mereka harapkan dalam kehidupan dan apa yang harus dilakukan jika ada hal – hal yang mengganggu. Banyaknya pengalaman hidup yang didapat akan membuat seseorang mampu mengidentifikasi dan menghadapi hal – hal yang tidak terduga (Ryadi, 2002). Menurut Robbins yang dikutip Herawati (2006) bahwa kelompok usia 35 – 45 tahun merupakan kelompok umur produktif yang mempunyai karaktristik energik, kompetitif, dan berorientasi tujuan. Karakteristik seperti ini berpotensi
106
menimbulkan stres apalagi jika mereka berperan sebagai ujung tombak perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata – rata usia dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah 36 tahun dengan usia termuda 25 tahun dan tertua 51 tahun (tabel 5.2). Sedangkan hasil analisis hubungan antara usia dengan stres kerja, diketahui bahwa usia responden yang mengalami stres kerja lebih muda dibandingkan dengan usia responden yang tidak mengalami stres kerja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Independent T-Test diketahui bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2009) yang dilakukan pada pekerja di PT ISM Bogasari Flour Mills, Tbk Tahun 2009 dengan nilai p value 0,451 dan Prastetyo (2008) pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak – Cianjur Tahun 2008. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Hidayat (2011) yang menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan stres kerja pada pengemudi mini bus di Terminal Kampung Rambutan Jakarta. Menurut European Commision for Employment and Social Affair (1999) dalam Hidayat (2012), pada usia 20–29 tahun individu berusaha untuk menempatkan diri pada lingkungan sosial yang berubah dengan cepat, adanya konflik, kebimbangan, dan nilai sosial, individu pada usia ini juga mulai memasuki masa bekerja secara formal dan tentulah mereka mempunyai harapan – harapan yang besar di dalam karirnya, namun apabila dirasakan ketidaksesuaiaan dengan
107
kondisi pekerjaan yang dimilikinya saat ini, maka individu akan merasa tidak puas dan cenderung mengalami stres kerja. Meskipun untuk variabel usia tidak memiliki hubungan dengan stres kerja, tetapi untuk dapat meminimalisir terjadinya stres kerja maka yang dapat dilakukan oleh institusi adalah olahraga bersama yang dijadwalkan rutin. Selain untuk menjadikan tubuh sehat olahraga bersama ini juga diharapkan dapat menjadikan hubungan interpersonal antar dosen semakin baik, sehingga risiko untuk stres kerja dapat berkurang.
6.4. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Menurut Cooper dalam Munandar (2001) yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah masa kerja, baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya beban kerja yang besar. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi responden sebagian besar memiliki masa kerja ≥ 5 tahun yaitu sebanyak 56%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa dari responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki masa kerja < 5 tahun dibandingkan yang memiliki masa kerja ≥ 5 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diketahui bahwa ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Gautama
108
(2008) diketahui ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja dengan p value 0,000. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan masa kerja dengan stres kerja pada pekerja di Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tahun 2009, dengan nilai p value 0,795. Sebagian besar dosen yang mengalami stres kerja adalah yang bekerja <5 tahun dapat dikarenakan dosen tersebut belum bisa beradaptasi dengan perubahan– perubahan yang ada. Selain itu minimnya pengalaman mengajar dan menghadapi berbagai karakter mahasiswa serta ditambah dengan beban kerja yang besar maka mengakibatkan mereka mengalami stres kerja. Pekerja yang telah bekerja diatas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja (Munandar, 2001). Namun menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lebih lama, lebih mempunyai pengalaman yang luas, kematangan berfikir dan bersikap, sehingga dapat bertindak lebih bijaksana. Begitu pun dosen yang memiliki masa kerja yang > 5 tahun, lebih sedikit yang mengalami stres kerja berat dikarenakan mereka sudah bisa beradaptasi dengan berbagai hal yang ada. Oleh karena itu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres kerja yang dialami dosen adalah dengan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, membina hubungan interpersonal antar dosen yang masa kerjanya sebentar ataupun yang lama agar semakin baik lagi, serta menciptakan forum tukar
109
pendapat antar dosen yang masa kerjanya sebentar dan yang lama agar dapat berbagi pengalaman mengajar sehingga dosen yang masa kerjanya sebentar tidak akan tertekan dengan kondisi yang ada dan terhindar dari stres yang lebih tinggi.
6.5. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Divisi merupakan organ/lembaga/unit yang melaksanakan hukum dengan tujuan utamanya yaitu pencapaian sesuai dengan keahliannya (Koeswadji, 2002). Divisi pada suatu pekerjaan akan mengakibatkan perbedaan tingkat stres karena adanya perbedaan tanggung jawab dan beban kerja. Divisi pada suatu institusi pendidikan seperti fakultas dapat dikenal dengan istilah jurusan/program studi. Jurusan dapat diartikan sebagai unit pelaksana akademik yang melaksanakan pendidikan dalam satu cabang ilmu pengetahuan. Masing – masing jurusan memiliki karakteristik yang berbeda – beda sesuai dengan bidang keilmuannya. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi dosen yang menjadi responden sebagian besar berada pada program studi pendidikan dokter yaitu sebanyak 48.0%, sedangkan paling sedikit berada pada program studi kesehatan masyarakat yaitu
sebanyak 14.0%. Hal ini dikarenakan populasi dosen yang
bekerja di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan paling banyak terdapat di program studi pendidikan dokter. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara program studi dengan stres kerja diketahui bahwa responden yang paling sedikit tidak mengalami stres kerja adalah responden yang berasal dari program studi ilmu keperawatan
110
yaitu sebanyak 50.0%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diperoleh diketahui bahwa tidak ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sayiner (2006), yang diketahui tidak adanya hubungan antara jenis jurusan dengan tingkat stres. Namun menurut hasil penelitian Nordin, dkk (2009), diketahui ada perbedaan yang signifikan antara kesehatan mental dengan jenis jurusan yang diambil oleh mahasiswa. Hal ini diperkirakan adanya perbedaan materi dan sifat pembelajaran pada tiap jurusan. Program studi adalah unsur pelaksana akademik yang menyelenggarakan dan mengelola jenis pendidikan akademik, vokasi, atau profesi dalam sebagian atau satu bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga tertentu (PP Nomor 17 Tahun 2010). Tidak adanya hubungan antara program studi tempat dosen bekerja dengan tingkat stres yang dialami dikarenakan pada masing – masing program studi sebagian besar dosen mengalami stres kerja ringan. Hal ini dikarenakan dosen yang mengajar pada masing – masing program studi pasti telah memiliki kemampuan dan kapasitas yang sesuai dengan bidang keilmuannya yang telah ditentukan program studinya. Oleh karena itu dosen tidak akan merasa terbebani untuk mengajar. Meskipun tidak ada hubungan antara program studi dengan stres kerja, tetap saja diharapkan kepada institusi untuk memperhatikan kebutuhan dosen agar
111
yang mengalami stres kerja tidak semakin bertambah dan semakin tinggi stres kerjanya.
6.6. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Beban kerja dari segi kualitas yaitu, berat atau ringannya pekerjaan yang dirasakan pekerja, maupun dari segi kuantitas yaitu, lebih banyak atau sedikitnya pekerjaan yang dilakukan, mempengaruhi tingkat stres seseorang. Pekerja yang mendapatkan porsi pekerjaan terlalu sedikit atau ringan, dibandingkan pekerja lain akan menyebabkan pekerja tersebut kurang memiliki tantangan terhadap kemampuannya, maupun terhadap kepuasan dalam menyelesaikan pekerjaan. Sebaliknya pekerja dengan beban kerja yang berlebihan baik dari segi aspek jumlah atau tingkat kesulitan dalam pekerjaan tersebut akan membebani kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan (Munandar, 2001). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar memiliki beban kerja berat yaitu 52.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara beban kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja memiliki lebih banyak beban kerja overload dibandingkan responden yang memiliki beban kerja underload. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diketahui bahwa ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Novayanti (2012) yang menyatakan adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja dimana nilai p
112
value 0.0001 serta hasil penelitian Rahmaniaty (2010) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja dengan p value 0.011. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Herawati (2006) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stres kerja dimana nilai p value 0.356. Beban kerja yang berlebihan seperti yang dikutip Mulyana (2009) bisa meliputi jam kerja, jumlah individu yang harus dilayani (kelas padat misalnya), tanggung jawab yang harus dipikul, pekerjaan rutin dan yang bukan rutin, dan pekerjaan administrasi lainnya yang melampaui kapasitas dan kemampuan individu. Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan teori Hurrell dkk yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah beban kerja (Munandar, 2001). Dimana semakin berat beban kerja sehingga melampaui kapasitas kerja akan menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja bahkan dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja (Tarwaka, et al, 2010). Adanya hubungan antara beban kerja dengan stres kerja karena tidak seimbangnya task demand dengan worker capasity yang dalam hal ini tidak seimbangnya antara tuntutan pekerjaan dengan kapasitas yang dimiliki seorang dosen sehingga menimbulkan overstress. Dosen dalam melakukan pekerjaannya seringkali terjadi tumpang tindih antara kewajibannya. Tidak jarang seorang dosen memikul beberapa job description yang tentunya melebihi kapasitas yang dimiliki seorang dosen tersebut.
113
Beban kerja dosen seperti yang tercantum dalam UU No. 14 Tahun 2005, yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran, membimbing dan melatih, melakukan penelitian, melakukan tugas tambahan, serta melakukan pengabdian kepada masyarakat. Beban kerja sekurang-kurangnya sepadan dengan 12 (dua belas) satuan kredit semester. Sedangkan yang terjadi masih ada dosen yang mendapat beban kerja yang hanya mengajar telah melebihi 12 sks. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres kerja yang dialami seorang dosen adalah dengan menyesuaikan beban kerja yang diterima seorang dosen baik itu beban kerja fisik maupun mental dengan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki oleh dosen tersebut.
6.7. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menurut Kahn dalam Lelyana (2003) bahwa pekerjaan yang rutin yang dilakukan berulang-ulang dapat menimbulkan kejenuhan karena sifatnya monoton. Kemudian Cooper (1987) juga menambahkan bahwa rutinitas yang berulang-ulang dapat mempengaruhi terjadinya stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan rutinitas kerja membosankan yaitu 58.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki rutinitas kerja yang membosankan dibandingkan dengan responden yang memiliki
114
rutinitas kerja tidak membosankan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Herawati (2006), yang didapatkan p value antara hubungan rutinitas dengan stres kerja adalah 0.138. Selain itu hasil penelitian Rahmaniaty (2010) juga menyatakan tidak adanya hubungan yang signifikan antara rutinitas dengan stres kerja dimana nilai p value 0.238. Namun hasil penelitian Nugrahani (2008) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara rutinitas kerja dengan stres kerja. Tidak adanya hubungan antara rutinitas dengan stres kerja dikarenakan sebagian besar dosen sudah terbiasa menghadapi pekerjaan yang berulang-ulang dan monoton. Meskipun menurut Munandar (2001) rutinitas kerja yang terlaku monoton menimbulkan kebosanan, disertai dengan lingkungan kerja yang sangat terbatas membuat pekerja menjadi jenuh. Namun hal ini dikarenakan dosen mengajar sehari – harinya pada kelas yang berbeda. Dalam kegiatan belajar mengajar dosen bertemu pada mahasiswa yang berbeda–beda karakteristiknya. Hal ini menjadikan dosen merasa bahwa kegiatan belajar mengajar itu membosankan namun karena mengajar pada kelas yang berbeda, cara belajar mengajar yang berbeda, maka hal ini dapat dirasakan tidak membosankan. Selain itu menurut Anoraga (1998) bahwa motivasi merupakan faktor yang dapat menetralisir kejenuhan. Seseorang yang bermotivasi tinggi akan kurang rasa kebosanannya dibandingkan orang lain yang bermotivasi rendah. Begitu pula dengan motivasi
115
seorang dosen yang mempunyai tujuan mulia yaitu mecerdaskan anak bangsa sehingga sebaik mungkin akan memberikan pembelajaran yang optimal. Untuk mengurangi perasaan membosankan diantara beberapa orang dosen, sebaiknya dosen tersebut membuat program inovasi dalam rangka meminimalkan rutinitas kerja yang dialami, misalnya dengan membuat kelas belajar mengajar dengan suasana baru contohnya mengubah susunan kursi mahasiswa, belajar dialam terbuka, sistem diskusi baik panel maupun terbuka, kuis, dan lain –lain.
6.8. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Struktur dan iklim organisasi yang tidak baik dan kurang mendukung karyawan biasanya dapat menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja, yang akhirnya dapat menyebabkan stres (Cooper, 1987 dalam Munandar 2001). Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan struktur dan iklim organisasi mendukung yaitu 64.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja memiliki struktur dan iklim organisasi lebih banyak tidak mendukung dibandingkan dengan responden yang memiliki struktur dan iklim organisasi yang mendukung. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja.
116
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Airmayanti (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja dengan nilai p value 0,166. Selain itu hasil penelitian Nugroho (2004) diketahui bahwa tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri (1998) yang menyatakan terdapat hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja. Iklim organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan stres kerja, kebijakan dan manajemen perusahaan yang terlalu ketat, sanksi yang memberatkan, merupakan hal yang menyebabkan ketegangan pekerja (Wantoro, 1999). Pada dasarnya peraturan dibuat untuk menciptakan kondisi kerja yang tertib, namun sering kali dipersepsikan sebagai suatu hal yang memberatkan karena dirasakan mengekang kebebasan seseorang. Iklim dan struktur organisasi tidak terbukti memiliki hubungan antara dengan stres kerja dikarenakan sebagian besar baik dosen menyatakan bahwa iklim dan struktur organisasi yang berupa peraturan organisasi mendukung mereka dalam melaksakan pekerjaan sehari – hari. Hal ini dapat dikarenakan peraturan yang ada bersifat fleksibel dan dapat diubah disesuaikan dengan kebutuhan institusi pada saat itu, serta dosen mendapat dukungan untuk mengembangkan kreatifitasnya.
117
6.9. Hubungan antara Peran dalam Organisasi dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan – aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Seorang pekerja yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, memiliki hasil kerja yang lebih baik dan mengurangi tekanan dalam bekerja yang dapat menyebabkan stres (Munandar, 2001). Menurut Cooper dan Davidson (1987) dalam Kalimo et.al (1987), faktor peran dalam organisasi pada suatu pekerjaan merupakan sumber utama stres kerja. Stres dapat terjadi karena adanya ambiguitas peran dan konflik peran. Berdasarkan hasil univariat, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan berperan dalam organisasi yaitu 56.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak berperan dalam organisasi dibandingkan dengan responden yang tidak berperan dalam organisasi. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja. Hal ini dapat dikarenakan meskipun responden berperan dalam organisasi serta diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan rapat, namun kemungkinan pendapat yang dikemukakan oleh responden tidak didengar dan diterapkan di program studi. Sehingga hasil keputusan rapat tidak sesuai dengan keinginan
118
responden. Jadi ada rasa keterpaksaan pada responden untuk menjalani hasil keputusan. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmaniaty (2010) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja dimana nilai p value 0.088. Selain itu hasil penelitian Airmayanti (2009) juga menyatakan tidak adanya hubungan antara peranan dalam organisasi dengan stres kerja pada pekerja dengan nilai p value 1.000. Tidak adanya hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja dikarenakan sebagian besar responden menyatakan mereka berperan baik dalam rapat maupun pengambilan keputusan. Karena seperti yang dikemukakan oleh Margiati (1999), jika tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor, maka hal ini akan berkaitan dengan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya. Cooper dan Marshal (1978) dalam Munandar (2001) juga menambahkan, mereka yang bekerja pada batas – batas organisasi akan lebih merasakan konflik peran sebagai pembangkit stres. Karyawan yang merasa stres akibat peran dalam organisasi kemungkinan akan mengalami kegagalan dalam memainkan perannya. Kurang berfungsinya peran merupakan salah satu faktor pembangkit stres kerja. Diharapkan institusi dapat meningkatkan komunikasi yang efektif serta meningkatkan partisipasi karyawan dalam upaya meningkatkan peran organisasi.
119
Selain itu diharapkan kepada dosen, jika ada undangan rapat yang menyangkut pengembangan karir maupun kewenangan pekerjaanya diharapkan hadir dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini dimaksudkan agar dosen tidak tertekan dengan hasil keputusan yang ada sehingga dapat mengakibatkan stres kerja.
6.10. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menurut Everly dan Girdano (Munandar, 2001) menyatakan adanya promosi untuk menghasilkan kepuasan kerja dan mencegah timbulnya frustasi pada tenaga kerja yang bertujuan mengurangi turn over. Dengan promosi kerja, mereka tidak hanya mencari peningkatan pendapatan, tetapi juga mencari peningkatan status dan tantangan yang ada dari pekerjaan yang baru. Promosi sendiri dapat menjadi pemicu stres kerja pada pekerja apabila tidak dipersiapkan untuk menerima pekerjaan yang dipromosikan, sehingga yang paling utama adalah mempersiapkan diri untuk menerima jabatan baru jauh sebelum promosi. Robert Veninga (1982) dalam Herawati (2006) mengemukakan, sistem reward dan memberi kesempatan memperoleh pendidikan akan mengurangi stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden menyatakan baik pengembangan karir yang ada memuaskan serta tidak memuaskan sama besar yaitu masing – masing 50%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki pengembangan karir
120
yang tidak memuaskan, dibandingkan dengan responden yang memiliki pengembangan karir yang memuaskan. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan
chi
square, diketahi
bahwa
tidak ada hubungan antara
pengembangan karir dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Desy (2002) yang menyatakan tidak adanya hubungan antara sistem promosi di tempat kerja dengan stres kerja dimana nilai p value yang didapatkan sebesar 0,10. Selain itu menurut hasil penelitian Airmayanti (2009) juga tidak ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja dengan nilai p value 0,193. Menurut Munandar (2001), pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, promosi yang kurang, ketidakamanan dalam bekerja, ketakutan di keluarkan dari pekerjaan karena tidak ada lagi pekerjaan yang akan dilakukan, pensiun terlalu dini, frustasi terhadap apa yang telah dicapai oleh karir seseorang. Selain itu, pengembangan karir karyawan terkait dengan pembangkit stres, diantaranya: a. Kesempatan mendapat promosi kerja b. Kesempatan mengembangkan bakat dan kreatifitas dengan menyalurkan ide dan usul atau saran pada perusahaan c. Kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan atau kursus di dalam atau di luar perusahaan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan kerja d. Sistem reward, meliputi pemberian gaji, tunjangan dan penghargaan pada karyawan berprestasi tidak dijalankan oleh perusahaan dengan baik.
121
Baik responden yang menyatakan puas terhadap pengembangan karir yang ada maupun tidak, sama – sama mengalami stres ringan lebih banyak dibandingkan stres berat. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan dosen yang mendapat promosi bisa beradaptasi dengan keadaan yang ada. Selain itu dosen tidak menjadikan promosi karir sebagai suatu penghambat untuk bekerja. Karena seperti pendapat Wantoro (1999), jika pekerja merasa terhalang promosi kerjanya maka hal itu merupakan salah satu penyakit karyawan. Untuk mengurangi ketidakpuasan dalam pengembangan karir agar tidak menjadikan stres ke tingkat yang lebih tinggi, sebaiknya institusi membagi rata kesempatan dosen untuk mendapatkan promosi, kesempatan mengembangkan bakat, serta memperoleh pendidikan tambahan, agar tidak ada rasa cemburu dan rasa tidak adil antar dosen, yang jika ini terjadi berkepanjangan maka akan menimbulkan stres bagi dosen yang merasa tidak puas dengan pengembangan karir yang ada.
6.11. Hubungan antara Gaji dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menurut Herzberg dalam Munandar (2001), orang yang menganggap gajinya rendah, biasanya akan merasa tidak puas. Ketidakpuasan inilah yang akhirnya dapat memicu munculnya stres kerja. Uang atau imbalan akan mempunyai dampak terhadap motivasi kerjanya jika imbalan atau gaji disesuaikan dengan tinggi prestasi kerjanya.
122
Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan gaji yang diterima tidak sesuai yaitu 80.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara gaji dengan stres kerja diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki gaji yang tidak sesuai, dibandingkan dengan responden yang memiliki gaji yang sesuai. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa ada hubungan antara gaji dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nugrahani (2008) yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan antara gaji dengan stres kerja. Hasil penelitian Siswanti (2004) yang meneliti stres kerja pada karyawan PT. Pandu Dayatama Patria, didapatkan hasil p value sebesar 0,023 serta hasil penelitian Bida (1995) yang meneliti stres kerja pada karyawan Connoco dan Kontraktor di Pulau Natuna menyatakan 46,6% responden menyatakan bahwa mereka tidak puas terhadap gaji yang diterima sehingga menyebabkan stres kerja. Menurut Cooper (1987) dalam Munandar (2001) bahwa salah satu penyebab stres kerja pada pekerja adalah kepuasan terhadap gaji. Gaji sebagai upah dalam bekerja merupakan hal yang penting bagi pekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Apabila gaji yang diterima tidak mencukupi maka akan menimbulkan berbagai masalah diantaranya adalah stres yang akan berdampak pada gangguan kesehatan, keselamatan, dan produktivitas kerja yang juga akan merugikan perusahaan. Adanya hubungan antara gaji dengan stres kerja dosen, dikarenakan sebagian besar dosen merasa bahwa gaji yang mereka terima belum sesuai dengan
123
beban kerja yang mereka lakukan serta sistem penggajian yang kurang memuaskan. Sebaiknya institusi melakukan pengecekan dan penyesuaian gaji terhadap beban kerja yang diterima dosen secara berkala, sehingga permasalahan gaji yang tidak sesuai dengan beban kerja dapat diatasi.
6.12. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Menurut Munandar (2001), kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal. Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak juga terhadap kesehatan mental dan keselamatan kerja seseorang. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan psikologis diri seseorang karyawan, sehingga kondisi fisik dapat pula menjadi stressor. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan lingkungan kerja fisik baik yaitu 76.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja, diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki lingkungan kerja fisik yang baik, dibandingkan dengan responden yang memiliki lingkungan kerja fisik tidak baik. Hal ini dapat dikarenakan lingkungan kerja fisik tidak terlalu mempengaruhi stres kerja pada responden. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rahmaniaty (2010) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara suasana lingkungan kerja
124
fisik dengan stres kerja dimana nilai p value 0.560. Namun bertolak belakang dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Situngkir (2004) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja dengan stres kerja dimana nilai p value 0.004. Selain itu menurut penelitian Siswanti (2004) yang dilakukan di PT. Pandu Dayatama Patria, dilaporkan bahwa 70% responden menyatakan bermasalah dengan panas, sehingga menyebabkan stres dan 39% menyatakan stres walaupun tidak mempermasalahkan panas. Hasil uji statistik menyatakan p value sebesar 0,039 yang berati ada hubungan antara suhu panas dengan stres kerja. Tidak adanya hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja dikarenakan sebagian besar dosen merasakan bahwa lingkungan kerja fisik tempat mereka bekerja telah baik. Mereka tidak bekerja di tempat yang penerangannya kurang, ada kebisingan, serta suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin. Jikapun dosen bekerja pada kondisi lingkungan kerja fisik yang kurang baik, tetapi hal itu tidak berlangsung sehari – hari dan dalam jangka waktu yang lama. Namun meskipun tidak ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja dosen, sebaiknya institusi melakukan pemantauan kondisi lingkungan kerja secara berkala untuk mengetahui faktor risiko yang dapat menimbulkan masalah kesehatan pekerja.
125
6.13. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Stres Kerja pada Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jika lingkungan kerja sosial baik maka akan menciptakan pola hubungan interpersonal yang baik pula. Membina hubungan yang baik dengan rekan sekerja, bawahan dalam hal ini mahasiswa, terutama atasan, merupakan hal yang penting karena secara tidak langsung mempengaruhi kinerja, membantu terciptanya suasana kerja yang kondusif dan membantu meringankan beban psikologis. Menurut Cooper (1987), hubungan dan dukungan sosial yang kurang baik antara atasan dengan bawahan dan rekan kerja dapat mempengaruhi suasana di tempat kerja, karena dapat menimbulkan ketegangan sehingga dapat menimbulkan stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa distribusi responden sebagian besar menyatakan lingkungan kerja sosial baik yaitu 56.0%. Sedangkan berdasarkan hasil analisis hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja diketahui bahwa responden yang mengalami stres kerja lebih banyak memiliki lingkungan kerja sosial yang tidak baik, dibandingkan dengan responden yang memiliki lingkungan kerja sosial. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil peneitian Rahmaniaty (2010) yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dimana nilai p value 0.071. Hasil penelitian Siswanti (2004)
126
yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja dimana nilai p value 1.000. Apabila pekerja merasa bahwa hubungan interpersonalnya tidak baik maka akan menimbulkan ketegangan psikologis, misalnya dalam bentuk kepuasan kerja yang rendah dan penurunan kondisi kesehatan (Wantoro, 1999). Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan role ambiguity yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antarpribadi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, 1964 dalam Munandar, 2001). Hubungan sosial yang menunjang (supportive) dengan rekan-rekan kerja, atasan dan bawahan di pekerjaan, tidak akan menimbulkan tekanan-tekanan antarpribadi yang berhubungan dengan persaingan. Kelekatan kelompok, kepercayaan antarpribadi dan rasa senang dengan atasan, berhubungan dengan penurunan dari stres pekerjaan dan kesehatan yang lebih baik. Perilaku yang kurang menenggang rasa dari atasan yang ketat dan pemantauan unjuk-kerja yang kaku dapat dirasakan sebagai penuh stres (Munandar, 2001). Pada penelitian ini, lingkungan kerja sosial yang dirasakan responden buruk lebih banyak mengalami stres kerja berat. Hal ini dapat dikarenakan karena dosen yang mengalami konflik atau hubungan yang tidak baik tidak langsung
127
menyelesaikan permasalahan yang ada secepat mungkin sehingga menjadi pemicu stres kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan kerja sosial yang baik harus dilakukan institusi, misalnya bentuk kegiatan sosial yang dilakukan bersama, meningkatkan komunikasi antar karyawan dengan baik, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, menciptakan forum diskusi terbuka tentang masalah konflik antar individu dosen yang terjadi, serta rekreasi yang mempererat hubungan interpersonal agar rasa kekeluargaan yang tercipta semakin erat.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan 1. Dari 50 orang dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang menjadi responden, dosen yang mengalami stres kerja sebanyak 14 orang (28.0%). 2. Rata – rata usia dosen adalah 36 tahun dengan usia tertua adalah 51 tahun dan usia termuda adalah 25 tahun. 3. 56% dosen memiliki masa kerja ≥ 5 tahun. 4. 48.0% dosen berasal dari program studi pendidikan dokter, 14.0% berasal dari program studi kesehatan masyarakat, 20% berasal dari program studi ilmu keperawatan, dan 18% lainnya berasal dari program studi farmasi. 5. 52% dosen memiliki beban kerja overload. 6. 42% dosen merasa rutinitas kerja membosankan. 7. 36% dosen merasa struktur dan iklim organisasi tidak mendukung. 8. 44% dosen mengatakan tidak berperan dalam organisasi. 9.
50% dosen merasa pengembangan karir tidak memuaskan.
10. 80% dosen merasa gaji tidak sesuai. 11. 24% dosen merasa lingkungan kerja fisik tidak baik. 12. 44% dosen merasa lingkungan kerja sosial tidak baik. 13. Tidak ada hubungan antara usia dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
128
129
14. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 15. Tidak ada hubungan antara asal program studi dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 16. Ada hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 17. Tidak ada hubungan antara rutinitas kerja dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 18. Tidak ada hubungan antara struktur dan iklim organisasi dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 19. Tidak ada hubungan antara peran dalam organisasi dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 20. Tidak ada hubungan antara pengembangan karir dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 21. Ada hubungan antara gaji dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
130
22. Tidak ada hubungan antara lingkungan kerja fisik dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013. 23. Tidak ada hubungan antara lingkungan kerja sosial dengan stres kerja pada dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.
7.2. Saran 1. Kepada Dosen a. Diharapkan agar tetap menjaga komunikasi yang baik, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, serta membangun rasa kekeluargaan yang erat. 2. Kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan a. Diharapkan agar melakukan penyesuaian insentif terhadap beban kerja yang diterima dosen. Serta diharapkan memberikan insentif secara tepat waktu kepada dosen. b. Diharapkan agar menyesuaikan beban kerja yang diterima seorang dosen baik itu beban kerja fisik maupun mental dengan kemampuan atau kapasitas yang dimiliki oleh dosen tersebut. c. Diharapkan
agar
memberikan
pekerjaan
kepada
dosen
dengan
mempertimbangkan jenis pekerjaan lain yang harus diselesaikan dosen tersebut serta dead line yang diberikan kepada dosen agar tidak terlalu terburu – buru dalam menyelesaikan tugasnya.
131
3. Kepada Peneliti Selanjutnya a. Agar diharapkan mengikutsertakan variabel–variabel lain yang diduga berhubungan dengan stres kerja yang tidak diteliti pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adas, Agus Mochammad. 2006. Kajian Hubungan Faktor Risiko Psikososial Kerja dengan Stres Kerja pada Pekerja Minyak dan Gas Bumi Lepas Pantai di Pulau Pabelokan PT X Tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Depok. Universitas Indonesia. Agungpia, 2008. Stres Kerja (Pengertian dan Pengenalan). Diakses melalui www.damandiri.or.id pada tanggal 6 Juli 2013. Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan Ketiga. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Anugrah, Dewi. 2009. Tinjauan Persepsi Bahaya Psikososial Karyawan Departemen Operational PT Repex Pondok Pinang Jakarta Selatan tahun 2009. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Appelbaum, H Steven. 1981. Stres Management for Health Care Profesionals. An Aspen Publication. London. Archibong., Aniedi, I., Bassey, A.O. and E" om, D.O. 2010. Occupational Stress Sources among University Academic State. European Journal of Educational Studies. Ardini, Witri. 2013. LPM dan FKIK Bahas Rubrik Pengaturan BKD. Diakses melalui http://lpjm.uinjkt.ac.id/index.php?view=article&id=340:lpm-dan-fkik-bahasrubrik-pengaturan-bkd&format=pdf pada tanggal 24 Juli 2013. Armayanti, Diah. 2009. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi PT. ISM Bogasari Flour Mills Tbk. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah. Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Instrinsik dalam Pekerjaan dan Faktor Rumah Tangga dengan Stres Kerja Karyawan Conoco dan Kontraktor di Block B Kepulauan Natuna. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Cooper, Cary dan Straw, Alison. 1995. Stres Management yang Sukses. Jakarta : Kesain Blanc. Cooper, C, L dan Davidson, M. 1987. Psychosocial Factor at Work and Their Relation to Helath. Geneva : World Health Organization. Desy, Vita Helia. 2002. Tingkat Stres dan Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Marketing Service PT Unilever 132
133
Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik, Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta. Rineka Cipta. Dowell, Chad H & Tapp. Loren C. 2007. Evaluation of Heat Stress at a Glass Bottle Manufacturer. Department of Health and Human Service. National Institude for Occupational Safety and Health (NIOSH). Cincinnati, Ohio. Epistein, Seymour. 1998. Contructive Thinking : The Key to Emotional Intellegence. United States of America: Praegers Publisher. Evayanti. 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD, Jakarta Tahun 2002. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Faulina. 2011. Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Dosen di Politeknik Negeri Medan. Tesis FKM USU. Medan. Gibson, J.L., dkk. 2006. Organiations: Behavior, Structure, Processes. 12th edition. Boston:McGraw-HillIrwin. Greenberg, J. S. 2002. Comprehensive Stress Management 7th. Ed. Washington DC.: Mc GrawHill. Greenberg, J. S..1999. Stress Management. Boston: Mc Graw Hill. Handoko, T. Hani. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia Edisi.2. Yogyakarta : BPPE. Handoyo, Seger. 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media Psikologi. Subaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Harrianto, Ridwan. 2005. Stres Akibat Kerja dan Penatalaksanannya. Universal Medicina. Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi. Jakarta : FKM UI. Heerdjan, Soeharto. 1990. Stres sebagai Penghambat Produktivitas Kerja. Majalah Hyperkes dan Keselamatan Kerja, Volume XXIII No.3, Juli-September Herawati, Neny. 2006. Studi Stres Kerja para Dokter di Poliklinik PT X Tahun 2006. Depok: Tesis FKM UI. Hidayat, Firman. 2012. Tingkat Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan dan Lingkungan Kerja pada pengemudi mini bus di Terminal Kampung Rambutan Jakarta. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
134
ILO, 2000. Mental Health and Work, Impact, Issues and Good Practices diakses dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ed_emp/ifp_skills/documents/publi cation/wcms_108152.pdf tanggal 17 Maret 2013. Kalimo, dkk. 1987. Psychosocial Factors at Work and Thei Relation to Health. England: World Health Organization. Kenyon. 2011. Stress Questionnaire. diakses melalui http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf tanggal 16 Maret 2013. Khan, Robert, L. 1981. Work and Health. USA : Jhon Willey & Sons. Inc. LaDou, Joseph. 1994. Occupational Health & Safety. National Safety Council. Itasca. Lelyana, Margareta. 2003. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Perawat di RS. Pelni Petamburan Jakarta Tahun 2004. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Levi, Lenhart. 1984. Stres in Industry: Causes, Effect, and Prevention. Geneva : ILO. Lianita, E. 2011. Analisis Perbedaan Tingkat Stres Dosen Dilihat dari Perbedaan Gender dan Kelompok Pekerjaan di Universitas Muhammadiyah Yogyakatra. Skripsi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Lubis, H. S. 2006. Stres Kerja. Modul Kuliah Program Ilmu Kesehatan Kekhususan Kesehatan Kerja. Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja : Latar Belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Th XII, No 3. Miller, David. 2000. Dying to Care? Work Stress and Burnout in HIV/AIDS. Routledge : London. Mulyana, Usep. 2009. Fenomena Kejenuhan (Bornout) di Kalangan Pegawai. Bandung: diakses melalui http://blog.fitb.itb.ac.id/usepm/?p=196. Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press. National Institute Occupational Safety & Health, 1998. Stress at Work. Cinsinnati : Author. Noer, Muhammad Adhi. 2004. Gambaran Hubungan Faktor – Faktor dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Terminal Kampung Melayu. Skripsi FKM UI. Depok. Nordin, dkk 2009. Personality, Loneliness, and Mental Health Among Undergraduates at Malaysian Universities. European Journal of Scientific
135
Research. Vol. 36 No. 2. 2009. Diakses http://www.eurojorunals.com/ejsr.htm tanggal 8 Juni 2013.
melalui
Novayanti, Rena. 2012. Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Guru Honorer SMA di Jakarta Timur Tahun 2012. Depok: FKM UI. Novendra, Very. 1994. Gambaran Umum Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pekerja di Balai Yasa Traksi Manggarai. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Nugrahani, Salafi. 2008. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan stres kerja pada Pekerja Bagian Operasional PT. Gunze Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyaraka Universitas Indonesia. Depok. Nugroho, Susanti. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja Vendor Unit Produksi Assembly-Line Divisi Video Cassette Recorder (VCR)PT LG Eletronics Displey Devices Indonesia Bekasi. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Pelham, Frank Newport dan Brett. 2009. Don't Worry, Be 80 : Worry and Stress Decline With Age. Diakses melalui http://www.gallup.com/poll/124655/dontworry-be-80-worry-stress-decline-with-age.aspx tanggal 6 Juli 2013. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 Tahun 1964, Tentang Syarat – Syarat Kesehatan, Kebersihan Dan Penerangan di Tempat Kerja. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Pratiwi, Y. M. 2002. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Pegawai PT. Indonesia Comnets Plus Unit Pengendali Telekomunikasi Tahun 2002. Depok: D3 FKM UI. Putri, Elvira Eka. 1998. Hubungan Faktor Intrinsik dan Faktor Ekstrinsik dengan Stres Kerja pada Karyawan Unit Produiksi PT Bakrie & Brothers Pabrik Pipa baja Talang Tirta Jakarta tahun 1997. Skripsi. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Rahmaniaty. 2010. Analisis Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Karyawan di Bidang Rekam Medik Rumah Sakit Kanker "Dharmais" Tahun 2010. Depok: FKM UI.
136
Robbins, S. P. 1998. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontoversi, Aplikasi. Edisi ke-8. Jakarta: PT. Prenhalindo. Robbins, Stephen. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta: Prenhallindo. Ryadi, Ayodya L. 2002. Seri Kesehatan : Bimbingan Dokter pada Stres. Jakarta: Dian Rakyat. Rustiana, Eunike. R dan Widya Hary Cahyati. 2012. Hubungan antara stress kerja dengan pemilihan strategi coping pada dosen. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Negeri Semarang. Rustika. 1997. Determinan Aktivitas Kehidupan Sehari – hari (ADL) Penduduk Usia Lanjut (Analisis Data Susenas 1995). Magister Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Depok. Sarafino, P. Edward. 2006. Health Psychology. John Wiley & Sons. Inc. New York. Satar, Yuli Prapanca dan Iting Shofwati. 2009. Hygiene Industri. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sayiner, Banu. 2006. Stress Level of University Students. Istanbul Ticaret Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. Vol. 5 No. 10. Februari 2006. Schultz, D & Schultz, S. E. 1998. Psychology and Work Today: An Intoduction Industrial and Organization Psychology. 7th ed. Prentice Hall : New Jersey. Selye, Hans. 1983. Seyle to Stress Research Vol.3. USA : Van Nostrand Reinhold Company Inc. Setiawan, Ari (editor). 2007. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta : MITRA CENDIKIA Press. Sholeh, A. N. 2006. Membangun Profesionalitas Guru, Cet. I. Jakarta: Paramuda. Siagian, Sondang. 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pandu Dayatama, Patria. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Situngkir, Pinta Juliana. 2004. Gambaran Kejadian Stres dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stres pada Pekerja di Departemen Operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur Tahun 2004. Depok: FKM UI. Stoner, J. A. 1986. Manajemen, Terjemahan Agus Maulana dkk jilid 2. Jakarta: Erlangga .
137
Sumardjoko, Bambang. 2010. Kontribusi Kepemimpinan Dan Budaya Organisasi Melalui Kompetensi Terhadap Peran Dosen Dalam Penjaminan Mutu Di PTS Se-Karesidenan Surakarta. Jurnal Varia Pendidikan, Vol. 22, No. 1, Juni 2010 Sugijanto. 1999. Studi tentang Stres pada Guru SLTP Negeri di Wilayah Jakarta Pusat Tahun 1998. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok Suma'mur. 1967. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung. Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak – Cianjur. Skripsi UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri, Dasar – Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press. Tarwaka, Bakri. Solichul HA, Sudiajeng. Lilik. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta : UNIBA Press. Undang – Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Urianti, Sepriana. 2000. Tingkatan Stres Kerja dan Identifikasi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stres Kerja pada Pekerja di Pabrik Elpiji Pabrikasi UPPDN III Pertamina Tanjung Priok Tahun 2000. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Utami, Gitalia Budhi. 2009. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja pada Perawat Instalasi Rawat Inap B RS.Pelni Petamburan. Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah. Vierdelina, Nadya. 2008. Gambaran Stres Kerja dan Faktor – Faktor yang Berhubungan pada Pengemudi Bus Patas 9B Jurusan Bekasi Barat – Cililitan Jakarta. Skripsi FKM UI. Depok. Wantoro, Bing. 1999. Stres Kerja. Majalah Hyperkes dan Keselamatan Kerja Vol. XXXII. No. 3. Jakarta Widyasari, Putri. 2007. Stres Kerja. Diakses dari http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres-kerja.html. tanggal 6 April 2013. Williams, Stephen. 1997. Menjadikan Tekanan Sebagai Pemicu Kinerja Puncak : Suatu Pendekatan Positif Terhadap Stres. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum.
138
Yuniarti, E. 2003. Hubungan Karakteristik Pekerjaan dengan Stres Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Internasional M.H. Thamrin Jakarta Tahun 2003. Depok: FKM UI.
1
2
3
KUESIONER PENELITIAN
Assalammu’alaikum Wr. Wb. Dengan Hormat, Saya Tetik Wulandari S, mahasiswi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta semester X bermaksud meneliti tentang “Analisis Tingkat Stres Kerja dan Hubungannya dengan Karaktristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan dan Lingkungan Kerja pada Dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013”. Ditengah – tengah kesibukan Bapak/Ibu izinkan saya memohon bantuan untuk mengisi kuesioner penelitian saya. Kuesioner ini semata-mata hanya untuk mencari informasi sehubungan dengan penyusunan skripsi saya, mohon agar Bapak/Ibu dapat membantu saya untuk mengisi kuesioner ini. Sangat diharapkan Bapak/Ibu menjawab dengan jujur dengan kenyataan yang ada, serta perasaan Bapak/Ibu masing-masing tanpa pengaruh orang lain. Semua jawaban akan diolah secara rahasia oleh pihak peneliti. Jawaban yang diberikan semata hanya demi kelancaran skripsi saya. Jawaban yang diberikan juga tidak akan mempunyai pengaruh terhadap penilaian prestasi kerja dan kepegawaian Bapak/Ibu. Semua bagian dari kuesioner ini adalah penting, mohon kiranya agar Bapak/Ibu mengisi secara lengkap dan sejujurnya. Mohon pengertian dan kesediaan Bapak/Ibu untuk mengembalikan kuesioner setelah diisi sesegera mungkin maksimal satu hari setelah penerimaan kuesioner. Atas perhatian, bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu, saya ucapkan banyak terima kasih.
Peneliti,
Tetik Wulandari S
4
Nomor Responden : KUESIONER PENELITIAN
Petunjuk pengisian kuesioner 1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti. 2. Jawablah semua pertanyaan yang ada dalam angket penelitian ini dan diharapkan angket ini diisi sendiri tanpa diskusi terlebih dahulu dengan orang lain. 3. Pilihlah jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu, dengan cara memberi tanda silang (X) atau ceklist (√) pada jawaban yang telah disediakan. Identitas Responden Nama/Inisial
:
No. Telp
:
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Diisi oleh Peneliti
A1
A.1. Berapakah usia Bapak/Ibu pada saat ini ? _______ tahun A.2. Program Studi (Pilih salah satu) 1. Pendidikan Dokter 2. Kesehatan Masyarakat
A2
3. Ilmu Keperawatan 4. Farmasi A.3. Sudah berapa lama Bapak/Ibu bekerja sebagai
A3
dosen di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta? ______ tahun
Pertanyaan
Ya
Tidak
Diisi
oleh
Peneliti B.1. Apakah Bapak/Ibu merasa waktu kerja di kampus cukup untuk
[
menyelesaikan semua pekerjaan?
5
] B.1
B.2. Jika tidak, dimana Bapak/Ibu menyelesaikan semua pekerjaan? 1) Di rumah 2) Di tempat kerja lain
[
] B.2
[
] B.3
[
] B.4
[
] B.5
[
] B.6
[
] B.7
[
] B.8
[
] B.9
[
] B.10
[
] B.11
3) Lainnya, sebutkan ___________________________________________________ ___________________________________________________ B.3. Apakah Bapak/Ibu dituntut bekerja cepat dan tepat dalam menyelesaikan pekerjaan? B.4. Apabila Bapak/Ibu mendapatkan beban kerja yang meningkat, apakah waktu istirahat yang diberikan di kampus cukup untuk memulihkan tenaga Bapak/Ibu? B.5. Apakah selain menjadi dosen, Bapak/Ibu mendapatkan tambahan pekerjaan lain? B.6. Jika ya, jenis pekerjaan apa yang didapat oleh Bapak/Ibu? Sebutkan, ________________________________________________________ ________________________________________________________
B.7. Apakah Bapak/Ibu mengetahui peraturan/kebijakan tentang dosen yang berlaku/diterapkan di program studi Bapak/Ibu? B.8. Jika ya, apa peraturan/kebijakan tentang dosen yang Bapak/Ibu ketahui? Sebutkan, ________________________________________________________ ________________________________________________________ B.9. Menurut pendapat Bapak/Ibu, apakah peraturan/kebijakan tentang dosen di tempat Bapak/Ibu bekerja kaku atau fleksibel? (pilih salah satu) 1) Kaku 2) Fleksibel B.10. Apakah Bapak/Ibu merasa puas tentang sistem promosi/kenaikan jabatan dan pengembangan karir kerja Bapak/Ibu saat ini? B.11. Apakah Bapak/Ibu merasa mendapatkan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan atau pelatihan tambahan oleh institusi?
6
Pertanyaan
Ya
Tidak
Diisi
oleh
Peneliti B.12. Apakah gaji yang Bapak/Ibu terima telah sesuai dengan beban kerja yang Bapak/Ibu lakukan?
[
] B.12
[
] B.13
[
] B.14
[
] B.15
[
] B.16
[
] B.17
[
] B.18
[
] B.19
[
] B.20
[
] B.21
B.13. Bagaimana menurut Bapak/Ibu kondisi pencahayaan di lingkungan kerja Bapak/Ibu? 1) Kurang 2) Cukup, lewatkan pertanyaan B.14 B.14. Apakah Bapak/Ibu bisa fokus melaksanakan pekerjaan dengan kondisi pencahayaan yang ada? B.15. Bagaimana menurut Bapak/Ibu kondisi suhu yang ada di lingkungan kerja Bapak/Ibu? 1) Kurang 2) Cukup, lewatkan pertanyaan B.16 B.16. Apakah Bapak/Ibu bisa fokus melaksanakan pekerjaan dengan kondisi suhu yang ada? B.17. Selama di kampus, apakah Bapak/Ibu sering/pernah bekerja di lingkungan kerja yang bising? B.18. Apakah Bapak/Ibu merasa kurang fokus melaksanakan pekerjaan dengan adanya suara yang bising? B.19. Apakah Bapak/Ibu pernah merasa bosan melakukan kegiatan perkuliahan serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan baik di kelas maupun di laboratorium kepada kelas yang sama setiap harinya? B.20. Apakah Bapak/Ibu pernah merasa bosan melakukan kegiatan membimbing, baik membimbing seminar mahasiswa, membimbing praktik kerja lapangan (PKL),
membimbing
tugas
akhir
penelitian
mahasiswa
termasuk
membimbing, pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir kepada mahasiswa yang sama setiap harinya? B.21. Apakah Bapak/Ibu merasa mendapatkan kesempatan yang cukup untuk berkreatifitas (bebas menyalurkan ide dan bakat dalam melaksanakan tugas) ?
7
Pertanyaan
Ya
Tidak
Diisi
oleh
Peneliti B.22. Apakah Bapak/Ibu dilibatkan dalam setiap rapat/pertemuan terkait dengan pekerjaan Bapak/Ibu ? B.23. Apakah Bapak/Ibu dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan terkait dengan pekerjaan Bapak/Ibu ? B.24. Apakah pendapat Bapak/Ibu terkait pekerjaan didengar dan diterapkan di program studi? B.25. Apakah Bapak/Ibu merasa ada beberapa dosen yang baik prestasinya dalam bekerja tidak mendapatkan promosi ? B.26. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah mendapat teguran dari atasan Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.27. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan komunikasi dengan atasan Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.28. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat dengan atasan Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.29. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah mendapat teguran dari rekan kerja Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.30. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan komunikasi dengan rekan kerja Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.31. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat dengan rekan kerja Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.32. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah memberi teguran dengan staf-staf administrasi Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan?
[
] B.22
[
] B.23
[
] B.24
[
] B.25
[
] B.26
[
] B.27
[
] B.28
[
] B.29
[
] B.30
[
] B.31
[
] B.32
[
] B.33
[
] B.34
[
] B.35
B.33. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan komunikasi dengan
staf-staf administrasi Bapak/Ibu terkait masalah
pekerjaan? B.34. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat dengan staf-staf administrasi Bapak/Ibu terkait masalah pekerjaan? B.35. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah memberi teguran kepada mahasiswa Bapak/Ibu?
8
Pertanyaan
Ya
Tidak
Diisi
oleh
Peneliti B.36. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah terjadi kesalahan komunikasi dengan mahasiswa Bapak/Ibu? B.37. Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah berselisih pendapat dengan mahasiswa Bapak/Ibu?
[
] B.36
[
] B.37
Apakah dalam sebulan terakhir ini, Bapak/Ibu pernah mengalami hal – hal seperti di bawah ini? (beri tanda ( √ ) pada pilihan jawaban yang dianggap paling menggambarkan kondisi Bapak/Ibu. Jawablah dan isilah pertanyaan dengan benar dan sejujurnya) No.
Pernyataan
Tidak Pernah
1.
Hilang nafsu makan
2.
Memeriksa pekerjaan secara berlebihan
3.
Gugup
4.
Perut merasa kosong
5.
Menurunkan berat badan
6.
Perut mulas
7.
Tidak dapat mengontrol diri
8.
Jantung berdebar
9.
Sakit perut
10.
Lesu
11.
Sakit pada bagian punggung
12.
Merasa lelah ketika bangun tidur
13.
Magh
14.
Merasa lelah terus menerus
15.
Meningkatnya nafsu makan/ingin ngemil
16.
Resah/gelisah
17.
Merokok
18.
Suka melamun
19.
Tidak bisa tidur, terbangun saat tidur
20.
Rentan terhadap penyakit
Jarang
Kadang–
Sering
Setiap Hari
Kadang
9
No.
Pernyataan
Tidak Pernah
21.
Sensitif/mudah tersinggung
22.
Diare
23.
Merasa bingung terhadap pekerjaan
24.
Cepat frustasi
25.
Sakit kepala
26.
Migraine/sakit kepala sebelah
27.
Tidur yang berlebihan
28.
Menggunakan obat tidur
29.
Percaya diri yang menurun
30.
Merasa jengkel
31.
Suka murung
32.
Gangguan konsentrasi
33.
Mimpi buruk
34.
Gangguan koordinasi
35.
Pesimis
36.
Hilang rasa humor
37.
Mudah kaget
38.
Menggigit kuku
39.
Peningkatan konsumsi kafein (teh, kopi)
40.
Menunda pekerjaan
41.
Lupa
42.
Ragu – ragu
43.
Bersikap curiga
44.
Merasa kewalahan dengan pekerjaan
Jarang
Kadang–
Sering
Setiap Hari
Kadang
banyak 45.
Merasa panik
46.
Mengurangi produktivitas kerja
47.
Sembelit
48.
Cemburu
10
No.
Pernyataan
Tidak
Jarang
Pernah 49.
Kurang motivasi
50.
Sering mengerdipkan mata
51.
Suka mengambil inisiatif terlebih dahulu
52.
Membuang – buang waktu pekerjaan
53.
Gemetar
54.
Keringat berlebihan
55.
Sulit bernafas
56.
Menggertakkan gigi pada saat tidur
57.
Merasa ingin bunuh diri
58.
Depresi
59.
Rambut rontok
60.
Iritasi pada tenggorokan
61.
Mulut kering
62.
Mengkonsumsi obat stres
Kadang–
Sering
Setiap Hari
Kadang
B. LEMBAR KEGIATAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI DOSEN *Tulislah aktivitas mengajar yang Bapak/Ibu lakukan. No.
Mata kuliah yang diajarkan Bapak/Ibu
Jumlah
Jumlah
Jumlah sesi
Jumlah sesi
semester ini
SKS
Kelas
per hari
per minggu
11
*Tulislah aktivitas membimbing mahasiswa yang Bapak/Ibu lakukan. No.
Jenis bimbingan semester ini
1.
Skripsi
2.
Magang/ PKL
3.
Praktek Belajar Lapangan (PBL)
3.
Pembimbing Akademik
4.
Lain-lain,
Jumlah
Lama jam per hari
Jumlah frekuensi
mahasiwa
total mahasiswa
per minggu
………………………………………..
*Tulislah aktivitas penelitian/pembuatan buku yang Bapak/Ibu lakukan. No.
Judul penelitian/buku yang di buat Bapak/Ibu tahun ini
Lama waktu pelaksanaan
12
*Tulislah aktivitas pengabdian masyarakat yang Bapak/Ibu lakukan. No.
Jenis pengabdian masyarakat yang dilakukan Bapak/Ibu tahun ini
Jumlah frekuensi per bulan
13
HASIL ANALISIS SPSS
A. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Stres Kerja Group Statistics stress usia
N
Mean
Std. Error Mean
Std. Deviation
stres
14
34.93
5.385
1.439
tidak stres
36
36.42
5.045
.841
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F Usia Equal variances assumed
Sig.
.096
Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
t
.759 -.919
95% Confidence Interval of the Difference
Sig. Mean (2-tailed) Difference
df
Std. Error Difference Lower Upper
48
.363
-1.488
1.619 -4.743
1.766
-.893 22.420
.381
-1.488
1.667 -4.941
1.965
B. Hubungan antara Masa Kerja dengan Tingkat Stres Kerja masa_kerja * stress Crosstabulation stress stres masa_kerja
<5 tahun
Total
Count
10
12
22
Expected Count
6.2
15.8
22.0
45.5%
54.5%
100.0%
4
24
28
7.8
20.2
28.0
14.3%
85.7%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
28.0%
72.0%
100.0%
% within masa_kerja >=5 tahun Count Expected Count % within masa_kerja Total
tidak stres
Count Expected Count % within masa_kerja
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 5.937a 1 .015 Continuity Correctionb 4.492 1 .034 Likelihood Ratio 6.012 1 .014 Fisher's Exact Test .025 Linear-by-Linear 5.818 1 .016 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.16. b. Computed only for a 2x2 table
.017
C. Hubungan antara Asal Program Studi dengan Tingkat Stres Kerja program_studi * stress Crosstabulation stress stres program_studi
Count pend.dokter
Expected Count % within program_studi Count
kes.mas
Expected Count % within program_studi Count
keperawatan
Expected Count % within program_studi Count
farmasi
Expected Count % within program_studi
Total
Count Expected Count % within program_studi
tidak stres
Total
6
18
24
6.7
17.3
24.0
25.0%
75.0%
100.0%
2
5
7
2.0
5.0
7.0
28.6%
71.4%
100.0%
5
5
10
2.8
7.2
10.0
50.0%
50.0%
100.0%
1
8
9
2.5
6.5
9.0
11.1%
88.9%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
Pearson Chi-Square 3.782 3 .286 Likelihood Ratio 3.786 3 .286 Linear-by-Linear .001 1 .975 Association N of Valid Cases 50 a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.96. D. Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stres Kerja beban_kerja * stress Crosstabulation stress stres beban_kerja
overload
13
19
32
Expected Count
9.0
23.0
32.0
40.6%
59.4%
100.0%
1
17
18
5.0
13.0
18.0
5.6%
94.4%
100.0%
14 14.0
36 36.0
50 50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Count Expected Count % within beban_kerja
Total
Total
Count % within beban_kerja
underload
tidak stres
Count Expected Count % within beban_kerja Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
7.028a 5.396 8.341
Asymp. Sig. (2-sided)
df 1 1 1
Exact Sig. (2sided)
.008 .020 .004 .009
6.887 50
1
Exact Sig. (1sided)
.009
.007
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.04. b. Computed only for a 2x2 table
E. Hubungan antara Rutinitas Kerja dengan Tingkat Stres Kerja rutinitas * stress Crosstabulation stress stres rutinitas
membosankan
tidak stres
Count
9
12
21
5.9
15.1
21.0
42.9%
57.1%
100.0%
5
24
29
8.1
20.9
29.0
17.2%
82.8%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Expected Count % within rutinitas tidak membosankan Count Expected Count % within rutinitas Total
Count Expected Count % within rutinitas
Total
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 3.964a 1 .046 Continuity Correctionb 2.796 1 .095 Likelihood Ratio 3.951 1 .047 Fisher's Exact Test .061 Linear-by-Linear 3.885 1 .049 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.88. b. Computed only for a 2x2 table
.048
F. Hubungan antara Struktur dan Iklim Organisasi dengan Tingkat Stres Kerja iklim * stress Crosstabulation stress stres iklim
tidak mendukung Count Expected Count % within iklim
tidak stres
Total
8
10
18
5.0
13.0
18.0
44.4%
55.6%
100.0%
mendukung
Count
6
26
32
9.0
23.0
32.0
18.8%
81.2%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Expected Count % within iklim Total
Count Expected Count % within iklim
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 3.773a 1 .052 Continuity Correctionb 2.606 1 .106 Likelihood Ratio 3.680 1 .055 Fisher's Exact Test .099 Linear-by-Linear 3.697 1 .055 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.04. b. Computed only for a 2x2 table
.055
G. Hubungan antara Peran Organisasi dengan Tingkat Stres Kerja peran_organisasi * stress Crosstabulation stress stres peran_organisasi
tidak berperan
Count Expected Count % within peran_organisasi
berperan
Count Expected Count % within peran_organisasi
Total
Count Expected Count % within peran_organisasi
tidak stres 6
16
22
6.2
15.8
22.0
27.3%
72.7%
100.0%
8
20
28
7.8
20.2
28.0
28.6%
71.4%
100.0%
14 14.0
36 36.0
50 50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Total
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square .010a 1 .919 b Continuity Correction .000 1 1.000 Likelihood Ratio .010 1 .919 Fisher's Exact Test 1.000 Linear-by-Linear .010 1 .920 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.16. b. Computed only for a 2x2 table
.587
H. Hubungan antara Pengembangan Karir dengan Tingkat Stres Kerja pengembangan_karir * stress Crosstabulation stress stres pengembangan_karir
tidak memuaskan
Count
memuaskan
16
25
7.0
18.0
25.0
36.0%
64.0%
100.0%
5
20
25
7.0
18.0
25.0
20.0%
80.0%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Count Expected Count % within pengembangan_karir
Total
Count Expected Count % within pengembangan_karir Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Total
9
Expected Count % within pengembangan_karir
tidak stres
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 1.587a 1 .208 b Continuity Correction .893 1 .345 Likelihood Ratio 1.604 1 .205 Fisher's Exact Test .345 Linear-by-Linear 1.556 1 .212 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00.
.173
Chi-Square Tests Value
Asymp. Sig. (2-sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 1.587a 1 .208 Continuity Correctionb .893 1 .345 Likelihood Ratio 1.604 1 .205 Fisher's Exact Test .345 Linear-by-Linear 1.556 1 .212 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00. b. Computed only for a 2x2 table
.173
I. Hubungan antara Gaji dengan Tingkat Stres Kerja gaji * stress Crosstabulation stress stres gaji
tidak sesuai
Count Expected Count % within gaji
sesuai
% within gaji Count Expected Count % within gaji
Total
14
26
40
11.2
28.8
40.0
35.0%
65.0%
100.0%
0
10
10
2.8
7.2
10.0
.0%
100.0%
100.0%
14
36
50
14.0 28.0%
36.0 72.0%
50.0 100.0%
Count Expected Count
Total
tidak stres
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square
4.861a
Asymp. Sig. (2-sided)
df 1
.027
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Continuity Correctionb 3.280 1 .070 Likelihood Ratio 7.500 1 .006 Fisher's Exact Test .045 Linear-by-Linear 4.764 1 .029 Association N of Valid Casesb 50 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.80. b. Computed only for a 2x2 table
.025
J. Hubungan antara Lingkungan Kerja Fisik dengan Tingkat Stres Kerja ling_fisik * stress Crosstabulation stress stres ling_fisik tidak baik Count
6
12
3.4
8.6
12.0
50.0%
50.0%
100.0%
8
30
38
10.6
27.4
38.0
21.1%
78.9%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
% within ling_fisik 28.0% Chi-Square Tests
72.0%
100.0%
% within ling_fisik Count Expected Count % within ling_fisik Total
Total
6
Expected Count baik
tidak stres
Count Expected Count
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square 3.791a 1 .052 b Continuity Correction 2.491 1 .115 Likelihood Ratio 3.546 1 .060 Fisher's Exact Test .071 Linear-by-Linear 3.715 1 .054 Association N of Valid Casesb 50 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.36. b. Computed only for a 2x2 table
K. Hubungan antara Lingkungan Kerja Sosial dengan Tingkat Stres Kerja
.060
ling_sosial * stress Crosstabulation stress stres ling_sosial
tidak baik Count Expected Count % within ling_sosial baik
% within ling_sosial
13
22
6.2
15.8
22.0
40.9%
59.1%
100.0%
5
23
28
7.8
20.2
28.0
17.9%
82.1%
100.0%
14
36
50
14.0
36.0
50.0
28.0%
72.0%
100.0%
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Count Expected Count % within ling_sosial
Total
9
Count Expected Count
Total
tidak stres
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 3.247a 1 .072 b Continuity Correction 2.205 1 .138 Likelihood Ratio 3.252 1 .071 Fisher's Exact Test .113 Linear-by-Linear 3.182 1 .074 Association N of Valid Casesb 50 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.16. b. Computed only for a 2x2 table
.069