KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KABUPATEN/KOTA DALAM PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN DI DAERAH (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh Coki Pangaribuan 040200128 Departemen Hukum Tata Negara
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
2
KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KABUPATEN/KOTA DALAM PEMBENTUKAN PERUNDANGUNDANGAN DI DAERAH
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh Coki Pangaribuan 040200128 Departemen Hukum Tata Negara
Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Tata Negara
Armansyah, SH., M.Hum NIP: 131 569 409
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Armansyah, SH., M.Hum NIP: 131 569 409
Ahmad Siregar, SH. NIP: 130 524 520
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis haturkan pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan kasih-Nya yang dilimpahkan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan pendidikan S-1 Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Medan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bagian Hukum dan Organisai, serta Sekretariat DPRD Kabupaten tapanuli Utara yang menyediakan waktunya kepada penulis untuk melakukan penelitian dan riset dalam memperoleh data atau keterangan yang brkaitan langsung dengan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurana, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya, baik disebabkan kekurangan literature maupun pengetahuan dan kemampuan penulis sendiri dalam menuangkan pikiran-pikiran dalam tilisan ini. Dalam penulisan ini tidaklah terlepasa dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara materil ataupun moril, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp. A(k) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara Medan 2. Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universutas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Armansyah, SH, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
4
4. Bapak Armansyah, SH, M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing I yang telah mengarahkan dan membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Ahmad Siregar, SH selaku Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan membimbing Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Deni Purba, SH., LLM., selaku Dosen Pembimbing Penulis secara akademik 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Unversitas Sumatera Utara yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu yang telah mendidik Penulis dari awal kuliah samapi ahkir kuliah ini. 8. Kepada seluruh pegawai Fakultas Hukum yang telah membantu penulis selama masa kuliah hingga menyelesaikan Skripsi ini 9. Bapak Sekretaris DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Bapak Drs. Karel Sihotang dan Bapak Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Kabupaten Tapanuli Utara, Hendri Firmanto Purba, SH., yang telah membantu penulis dalam penelitian di Kabupaten Tapanuli Utara. 10. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tua ku, N. Pangaribuan dan R.br. Panjaitan yang telah merawat dan mendidik saya selama ini. Terima kasih untuk segala kasih sayang dan doa kalian. 11. Untuk semua saudara-saudara ku, Pangrib’s Family, Kak Ana, adik-adik ku Juanda, Rikardo, Erma dan Susi, terima kasih untuk segala doa, dorongan dan bantuan kalian, semoga pekerjaan dan studi selalu di berkati oleh Tuhan. 12. Buat Keluarga Bapatua Asman Sihombing, terima kasih untuk segala bantuan dan dorongannya selama ini.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
5
13. Buat tulang Ridu Panjaitan, Tante Melvi dan keluarga, terima kasih untuk segala bantuan dan dorongannya. 14. Buat Keluarga besar Rafael Sinaga, terima kasih untuk segala kebaikan dan dorongan yang telah diberikan, biarlah Tuhan yang akan membalas semua kebaikannya selama ini. 15. Buat Keluarga besar LSM Swakarya, terkhusus kepada abangda Rudy Zainal Sihombing, B’Pesta, B’Tahe, B’Ucok, tahan abangda untuk segala motivasinya. 16. Untuk rekan-rekan seperjuangan di GMNI Komisariat FH-USU dan GMNI sejajaran Medan, terima kasih untuk segala motivasinya. 17. Dan untuk semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala bantuannya. Ahkirnya Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi setipa pihak terkhusus pembaca.
Medan, Maret 2009
Coki Pangaribuan
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
6
DAFTAR ISI Kata Pengantar …………………………………………………………... i Daftar isi ………………………………………………………………….. iv Abstrak ………………………………………………………………….... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1 B. Perumusan Masalah ……………………………………………………. 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………………… 7 D. Keaslian Penulisan …………………………………………………….. 8 E. Tinjauan Pustaka ………………………………………………………. 9 F. Metode Penulisan ……………………………………………………… 14 G. Sistematika Penulisan …………………………………………………. 16
BAB II PENGARUH KEBIJAKAN INVETASI ASING YANG DIJABARKAN OLEH PEMERINTAH PUSAT TERHADAP KEBIJAKAN INVESTASI ASING DI DAERAH A. Sejarah Perkembangan DPRD Kabupaten/Kota.................................... 18 B. Fungsi dan Kewenangan DPRD Kabupaten/Kota ................................. 38 C. Hubungan Kewenangan DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah ......................................................................... 45
BAB III MEKANISME PENYUSUNAN LEGISLASI DAERAH
A. Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Indonesia…………………………….. 50
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
7
B. Keberadaan Program Legislasi Daerah Dalam Pembentukan Peraturan Daerah ……………………………… 55 C. Mekanisme Penyusunan Peraturan Daerah …………………….......... 62
BAB IV KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPRD) KABUPATEN
TAPANULI
UTARA
DALAM
PROSES
LEGISLASI DAERAH A. Keberadaan Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara ………………………………………… 81 B. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara ………………………………… 96 C. Tinjauan Hukum Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara …………… 107
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………………………………… 114 B. Saran …………………………………………………………………
116
DAFTAR PUSTAKA
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
8
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amanah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Hal tersebut juga dipertegas dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. 1 Dengan dasar pemikiran bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat ditentukan oleh Undang-Undang Dasar, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
menentukan
bagian
mana
dari
kedaulatan
rakyat
yang
pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga dimana keberadaan,wewenang, tugas dan fungsinya ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta bagian mana yang langsung dilakukan oleh rakyat. 2 Untuk memperjuangkan aspirasi dan melaksanakan kedaulatan rakyat sesuai amanah Undang-Undang Dasar, maka perlu dibentuk lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lembaga perwakilan daerah. Sejak jaman penjajahan Belanda, lembaga perwakilan rakyat sudah dikenal di Indonesia dengan sebutan Volksraad. Dan sesudah Indonesia Merdeka, sistem perwakilan diterapkan secara tegas di dalam Undang-Undang Dasar Negara
1
Lihat, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat, Panduan Pemasyarakatan Undang-Unadang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sesuai Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, (Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2006), Hlm.45.
2
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
9
Republik Tahun 1945, yaitu dengan adanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sampai sekarang sistem ketatanegaraan di Indonesia tetap menggunakan sistem perwakilan dengan adanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di tingkat pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Tujuan pembentukan lembaga perwakilan rakyat di daerah, yaitu DPRD, adalah untuk mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat, dan untuk mengembangkan mekanisme checks and balances antara lembaga eksekutif dan legislatif di daerah serta untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Sistem ketatanegaraan Indonesia memasuki babak baru pasca reformasi, khususnya tentang pemerintahan daerah. Sebelum era reformasi, yaitu dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah, pemahaman tentang DPRD masih sangat sempit, karena di dalam UU No. 5 Tahun 1974 disebutkan bahwa DPRD adalah bagian dari Pemerintahan Daerah. 3 Setelah era reformasi, di dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, diatur secara jelas tentang kedudukan, wewenang dan fungsi DPRD. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi, dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. 4 Begitulah bunyi Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 Perubahan. Sebagai konsekuensi dari pembagian daerah dan pemberian kewenangan berupa
3
Lihat UU No. 5 Tahun 1974 Pasal 13 ayat (1)
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
10
otonomi daerah, maka setiap pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan daerah yang dimaksud oleh Pasal 18 ayat (1) tersebut adalah Undang-undang No. 32 Tahun 2004 LN RI Tahun 2004 Nomor 125. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenangnya yang diberikan oleh UUD 1945 (Pasal 18 ayat 6) dan juga UU tentang Pemerintahan Daerah tersebut, salah satunya adalah untuk membentuk peraturan daerah dan peraturan pelaksanaan lainnya. Pemberian otonomi kepada daerah dan kewenangan dalam menetapkan peraturan daerah dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan keleluasaan kepada daerah sesuai dengan kondisi lokalistiknya. Selain itu juga dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara pembuat peraturan daerah (pejabat daerah) dengan rakyat di daerahnya sehingga terbangun suasana komunikaitif yang intensif dan harmonis diantara keduanya. Artinya keberadaan rakyat di daerah sebagai subjek pendukung utama demokrasi mendapat tempat dan saluran untuk berpartisipasi terhadap berbagai peraturan daerah yang dikeluarkan/dihasilkan oleh pemerintahan daerah. 5 Sesuai dengan prinsip demokrasi, dimana para wakil rakyat di daerah dan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah, diharapkan mereka senantiasa menjalin komunikasi dengan rakyat terkait dengan pembuatan dan
4
Lihat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (1). Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Hal. 62.
5
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
11
penentuan kebijakan daerah yang dituangkan dalam peraturan daerah. Pemberian saluran dan ruang kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan dan penentuan peraturan daerah merupakan amanat Undang-undang Nomor 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 53. Bunyi selengkapnya pasal tersebut : “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah”. 6 Hal ini juga ditegaskan dalam UU No. 32/2004 Pasal 139 ayat (1), “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda.” 7 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis. Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 8 Oleh sebab itu unsur-unsur penyelenggara pemerintahan daerah, yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten/Kota dituntut kemampuannya untuk dapat menetapkan kebijakan-kebijakan
daerah untuk melaksanakan otonomi
daerah sesuai dengan fungsinya masing-masing dan selanjutnya menterjemahkan kebijakan-kebijakan daerah tersebut ke dalam peraturan daerah yang memenuhi unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis. 6
Lihat UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 53. Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 139 ayat (1) 8 Bambang Iriana Djajatmadja, Jurnal Legislasi Indonesia,(Jakarta: Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, 2006), Hal. 32 7
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
12
Kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki peraturan perundang-undangan menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, yaitu: 9 1. 2. 3. 4. 5.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan daerah. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan di atas, Peraturan daerah
menempati jenjang paling rendah, karena itu Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, atau dengan kata lain, menurut Pasal 136 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, Peraturan Daerah dilarang betentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 10 Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematik, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Wewenang daerah untuk membuat Peraturan daerah yang berasal pada tugas pembantuan (medewind) lebih terbatas dibandingikan dengan urusan-urusan di bidang otonomi. Di bidang tugas pembantuan, kewenangan hanya terbatas pada cara-cara menyelenggarakan urusan yang memerlukan bantuan, sedangkan wewenang mengatur urusannya sendiri tetap ada pada satuan pemerintah yang dibantu.
9
Lihat UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 7 ayat (1)
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
13
Agar Peraturan Daerah yang akan ditetapkan dapat efektif dan lebih efisien, serta dapat sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat daerah secara khusus dan masyarakat Indonesia umumnya, maka Rancangan Peraturan Daerah itu perlu terlebih dahulum diprogramkan dalam sebuah Program Legislasi Daerah. Program Legislasi Daerah adalah instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem peraturan perundang-undanganyang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional. Prolegda merupakan pedoman dan pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah. Dengan kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah, dan kewenangan yang lebih luas dalam proses pembentukan peraturan daerah, maka sikap responsi anggota DPRD dan terjalinnya komunikasi yang intensif dan harmonis dengan rakyat di daerah sangat tepat jika rakyat menyampaikan partisipasinya dalam proses pembahasan dan penentuan sebuah Perda melalui lembaga ini. Terhadap hal ini penjelasan Pasal 139 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan, hak masyarakat (hak untuk memberikan masukan dalam rangka penyiapan atau pembahasan Raperda) dalam ketentuan ini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Tata Tertib DPRD. 11
10 11
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 136 ayat (2). Lihat Penjelasan Umum Pasal 139 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
14
Dalam hal untuk mencapai tujuan otonomi daerah, yaitu untuk mencipatakan kesejahteraan rakyat di daerah, maka dalam proses pembuatan Peraturan Daerah dibutuhkan kerjasama anatar DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah. Pasal 136 ayat (1) menyatakan:”Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.” 12 B. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian singkat
latar belakang diatas, penulis dapat
mengemukakan beberapa permasalahan yang akan diangkat dan dibahas pada bab-bab selanjutnya yaitu: 1. Bagaimanakah keberadaan Program Legislasi Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam proses pembentukan Peraturan Daerah 2. Bagaimanakah peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Utara dalam proses pembentukan Peraturan Daerah 3. Sejauhmanakah proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara dalam perpektif peraturan perundang-undangan yang berlaku. C. Tujuan dan manfaat Penulisan Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui keberadaan Program Legislasi Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam proses pembentukan Peraturan Daerah;
12
Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
15
2. Untuk mengetahui peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam proses pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara; 3. Untuk mengetahui apakah proses pembentukan Peraturan daerah di Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara teoritis, melalui skripsi ini dapat menjadi sumbangsih bagi ilmu pengetahuan khususnya mengenai kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah dan sekaligus memperkaya serta menambah wawasan ilmiah baik dalam tulisan ini maupun di bidang lain. 2. Secara praktis, sebagai sumbangsih pemikiran bagi pembaca kalangan akademisi, ataupun sebagai bahan refrensi bagi mahasiswa lain yang ingin membahas mengenai kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam proses pembentukan Peraturan Daerah. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini berjudul ”Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan di Daerah”
setelah melakukan penelusuran ke perpustakaan Fakultas dan
perpustakaan Universitas Sumatera Utara, hal ini belum pernah diangkat ataupun ditulis,
dengan
demikian
keaslian
penulisan
skripsi
ini
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis menyusun skripsi melalui data-data yang diperoleh dari penelitian di Kabupaten Tapanuli Utara, refrensi buku-buku, media cetak dan elektronik dan bantuan dari berbagai pihak.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
16
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Program Legislasi Daerah Program Legislasi Daerah adalah instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem peraturan perundang-undanganyang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional. Prolegda merupakan pedoman dan pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah. 13 Dasar hukum Program Legislasi Daerah tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undagan, yaitu:”Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah”. 14 Ketika kita membahas tentang undang-undang, maka Pasal 15 ayat (1) UU No. 10 tahun 2004 menyebutkan bahwa,”Perencanaan penyusunan undangundang dilakukan dalam suatu Program Legislasi Nasional’. 15 Dan badan yang mengelola Program Legislasi Nasional kita kenal dengan Badan Legislasi Nasional. Dan di DPRD badan yang menangani khusus bidang legislasi telah menjadi sebuah alat kelengkapan DPRD, yang disebut dengan Badan Legislasi DPRD.
13
A.A. Oka Mahendra, Jurnal Legislasi Indonesia,(Jakarta: Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, 2006), Hal. 22. 14 Lihat Pasal 15 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004. 15 Lihat pasal 15 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
17
Sedangkan untuk daerah Kabupaten/Kota, badan yang mengelola Program Legislasi Daerah disebut dengan Badan Legislasi Daerah, dan untuk tingkatan DPRD disebut dengan Panitia legislasi. Seharusnya Panitia legislasi ini menjadi alat kelengkapan DPRD Kabupaten/Kota secara tetap, agar program legislasi di daerah dapat berjalan dengan lancar. Hampir di semua daerah bahwa Panitia Legislasi bukan sebagai alat kelengkapan yang tetap bagi DPRD. Di dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak terdapat ketentuan yang mendelegasikan pengaturan lebih lanjut tentang tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegda. Hal ini berbeda dengan instrumen Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang secara tegas ditentukan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. 16 Peraturan Presiden yang dimaksud adalah peraturan Presiden No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional. Meski demikian bukan berarti tidak ada upaya untuk mengatur penyusunan Prolegda. Sebelum dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 2004, sudah ada pedoman penyusunan Prolegda, yaitu dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah, yang ditetapkan tanggal 26 Agustus 2004. 17 Mengingat bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tersebut dibuat sebelum keluarnya UU No. 10 Tahun 2004, maka tentunya perlu dievaluasi kembali karena belum mengacu kepada UU No. 10 Tahun 2004.
16
Pasal 16 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 Bambang Iriana Djajatmadja, Jurnal Legislasi Indonesia,(Jakarta: Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, 2006), Hal. 33
17
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
18
Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004, ada dua hal yang dijadikan pertimbangan dibuatnya pedoman penyusunan Prolegda itu. Pertama, karena penyusunan peraturan perundang-undangan daerah belum diprogramkan sesuai dengan kewenangan daerah, sehingga dalam penerbitan peraturan
perundang-undangan
daerah
tidak
sesuai
dengan
kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan masyarakat; dan yang kedua adalah dalam rangka menertibkan administrasi dan peningkatan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan di daerah. Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunannya perlu diprogramkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, trarah, dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Meskipun di dalam UU No. 10 Tahun 2004 dan UU No. 32 tahun 2004 tidak disebutkan secara tegas tentang metode penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah, tetapi mengingat begitu pentingnya Peraturan Daerah dalam menjalankan roda otonomi daerah, maka di dalam Tata Tertib DPRD perlu diatur dengan berpedoman terhadap UU No. 10 Tahun 2004. 2. Peraturan Daerah Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. 18
18
Lihat Pasal 1 ayat (7) UU No. 10 tahun 2004
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
19
Peraturan Daerah lazim pula disebut sebagai produk legislasi daerah. Meskipun demikian di kalangan akademisi istilah legislasi daerah, masih menjadi perdebatan. Ada yang berpendapat bahwa istilah tersebut tidak tepat, karena secara yuridis Peraturan Daerah lebih cocok disebut regulasi daripada produk legislasi. 19 Peraturan Daerah menurut Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan cirri khas masing-masing daerah. 20 Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia adalah: 21 1. 2. 3. 4. 5.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah. Berdasarkan hal di atas, Peraturan Daerah merupakan peraturan
perundang-undangan yang paling rendah dari hierarki pertauran perundangundangan tersebut, karena itu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, atau dengan nada yang lebih tegas, menurut Pasal 136 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. 22
19
A.A. Oka Mahendra, Op.,Cit., Hal. 22. Lihat Pasal 136 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004. 21 Lihat Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004 22 A.A. Oka Mahendra, Op.,Cit., hal.22 20
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
20
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004, Peraturan Daerah meliputi: 23 1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan Gubernur 2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh DPRD Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota 3. Peraturan Desa/ peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya. Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 24 Unsur penyelenggara pemerintahan daerah tersebut mepunyai fungsi masing-masing. Pemerintah Daerah mempunyai fungsi penyelenggaraan pemerintah daerah sehari-hari, sedangkan DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Meskipun kedua unsur pemerintahan daerah tersebut berbeda, namun ada kesamaan tugas dan wewenang. Kesamaan tugas dan wewenang tersebut adalah dalam hal untuk membentuk peraturan perundang-undangan di daerah. Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 menyebutkan, “Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD”. 25 Dengan kata lain, bahwa yang mempunyai wewenang untuk membuat dan menetapkan Peraturan Daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD. Dan satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam pembuatan Peraturan Daerah, yaitu materi muatannya. Menurut Pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004, 23
Lihat Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 3. 25 Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 24
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
21
materi muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 26 F. Metode Penelitian Dalam setiap usaha penelitian haruslah menggunakan metode penelitian yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Adapun metode
penelitian yang
digunakan oleh penulis dapat diuraikan sebagai berikut : a. Jenis Penelitian Jenis penelitan yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat didalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatip, penelitian pada peraturan tertulis dan penelitian yuridis empiris yang merupakan penelitian yang mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang ada 27. b.Sumber data Dalam penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang yang digunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Bahan hukum primer yaitu, bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan dibidang hukum yang mengikat, antara lain peraturan perundang-undangan, yurispundensi, traktat dan lain-lain. Bahan hukum sekunder yaitu, bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana, yang berhubungan dengan skripsi ini. Bahan hukum tertier atau bahan penunjang, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap
26
Lihat Pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
22
bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder yakni, kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia 28. c. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan penulisan ini, penelitian dilakukan oleh penulis adalah penelitian kepustakaan (library research) yang merupakan pengumpulan datadata yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini digunakan sebagai dasar ilmiah dalam pembahasan materi dan metode penelitian lapangan (field research) dilakukan pada Sekretariat Daerah Bagian Hukum dan Organisasi dan pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tapanuli Utara, yang berkaitan dengan Proses Pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara. c. Analisis Data Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatip. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan dibahas. Analisis data yang dilakukan dengan : 1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti 2. Memilah kaidah-kaidah hukum yan sesuai dengan penelitian 3. Menjelaskan hubungn-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada 4. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kwalitatif
27
Soerjono Seokanto & Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatip, Sebuah Tinjauan. (Jakarta: Raja Grafindo, 2007), Hal. 33 Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
23
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini mempunyai kaitan dan hubungan yan erat satu dengan dengan yang lain. Karena pada dasarnya isi dari penulisan ini adalah merupakan satu kesatuan. Gambaran isi skripsi ini terdiri dari 5 ( lima ) Bab dan beberapa sub bab sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan Pada bab ini merupakan pendahuluan dari konsep materi yang akan dibahas. Bagian pendahuluan ini terdiri dari latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
: Kedudukan Dewan perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota dalam Legislatif Indonesia Pada bagian ini diuraian tinjauan teoritis mengenai sejarah dan perkembangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, fungsi dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, dan tentang hubungan DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah dalam membentuk Peraturan Daerah.
BAB III
: Mekanisme Penyusunan Peraturan Daerah Dalam Bab ini penulis menguraikan tentang kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia, fungsi Badan Legislasi Daerah dalam perundang-undangan dan mekanisme penyusunan Peraturan Daerah.
28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI-Press 1884) Hal. 52
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
24
BAB IV
: Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaupaten Tapanuli Utara Dalam Proses Legislasi Daerah Dalam Bab ini diuraikan tentang keberadaan Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tapanuli Utara, dan tinjauan tentang penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara.
BAB V
: Penutup Bagian penutup dalam skripsi ini merupakan Bab terakhir, dimana dikemukakan mengenai Kesimpulan dan Saran yang berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
25
BAB II KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KBUPATEN/KOTA DALAM LEGISLATIF INDONESIA A.
Sejarah Perkembangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Ternyata sejak 1945 hingga sekarang lembaga legislatif daerah, dalam hal
ini adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, telah mengalami perkembangan yang menarik perhatian, baik dilihat dari segi hukum maupun praktek legislatif itu sendiri. Selama 64 tahun sejak 1945 legislatif daerah telah mengalami delapan kali perubahan kedudukan hukum sesuai dengan isi perundang-undangan yang berlaku. 29 Pergeseran dan perubahan itu sesuai dengan pergeseran politik dan perubahan konstitusi. Selama 64 tahun merdeka, Republik Indonesia telah mengalami empat kali perubahan Konstitusi, yaitu: 30 a. Tanggal 18 Agustus 1945 penetapan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 31 Januari 1950 c. Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 15 Agustus 1950 d. Pengumuman berlakunya kembali Undang-Dndang Dasar 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, hingga sekarang setelah adanya Amandemen sebanyak empat kali. Adapun pertumbuhan dan perkembangan kedudukan legislatif daerah selama ini selalu dikaitkan dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Praktek ini sejalan dengan ide dasar dalam Pasal 18, 29
B.N. Marbun, SH, DPRD, Pertumuhan, Masalah dan Masa Depannya, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994), Hal. 14 Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
26
UUD 1945 dan penjelasan UUD 1945, yaitu pembentukan pemerintahan daerah berikut badan permusyawaratan yang mendampinginya. 31 Sampai sekarang telah ada delapan peraturan resmi yang silih berganti mengatur pemerintahan di daerah dan sekaligus mencakup pengaturan tentang legislatif daerah dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota. Semua undang-undang atau peraturan yang menyangkut pemerintahan di daerah dirumuskan dan dikeluarkan dalam rangka mewujudkan cita-cita pembentukan pemerintaha daerah yang otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. 32 a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Menurut UU No. 1 Tahun 1945 Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1945, Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) yang kita kenal sekarang ini disebut dengan Komite Nasional daerah (KND). Komite Nasional Daerah (KND) ini lahir setelah dikeluarkannya Maklumat No. X Tahu 1945 yang mengubah kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari pembantu Presiden menjadi badan legislatif yang tugasnya sehari-hari dilakukan oleh Badan Pekerja atau BP-KNIP, pada tanggal 30 Oktober 1945 Badan pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP)mengeluarkan Pengumuman No. 2 mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kedudukan Komite Nasional Daerah. 33 Berdasarkan usul RUU tersebut yang kemudian disetujui oleh pemerintah, maka pada tanggal 23 November 1945 ditetapkan menjadi UU No. 1 Tahun 1945.
30
Ibid, Hal. 14 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, (Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2004), Hal. 142. 32 B.N. Marbun, SH, Op., Cit., Hal. 16 33 Ni’matul Huda, M SH.,.Hum., Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), Hal. 314. 31
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
27
Ternyata UU No. 1 Tahun 1945 hanya mempunyai enam pasal saja tanpa adanya penjelasan, dan undang-undang ini juga tidak berlaku untuk daerah Surakarta dan yogyakarta. Penjelasan yang kemudian ada dikarenakan adanya pasal yang tidak jelas. Dari isi UU No. 1 Tahun 1945, dapat kita lihat bahwa lembaga legislatif daerah adalah bagian dari lembaga eksekutif daerah. 34 Hal ini dapat kita lihat dari penjelasan Pasal 4 UU No. 1 Tahun 1945 yaitu, apabila Kepala Daerah berhalangan melakukan kewajibannya, kedudukannya sebagai ketua badan legislatif diwakili oleh wakil ketua (ketua KND yang lama), tetapi kedudukannya sebagai ketua badan eksekutif digantikan oleh Wakil Kepala Daerah yaitu wakil residen bagi keresidenan, patih bagi kbupaten dan wakil walikota bagi kota-kota. 35 Wewenang Badan perwakilan Rakyat Daerah melipiti tiga hal, yaitu: 36 a. Membuat peraturan-peraturan untuk kepentingan daerahnya (otonomi) b. Membantu
menjalankan
peraturan-peraturan
yang
ditetapkan
oleh
pemerintah yang lebih tinggi daripadanya (medebewind dan selfgoverment). c. Membuat peraturan mengenai masalah yang didelegasikan oleh UU umum, tetapi peraturan tersebut harus disahkan lebih dulu oleh pemerintah yang tingkatnya lebih tinggi (wewenang antara otonomi dan selfgoverment) Dalam rangka pelaksanaan tugas mengatur dan mengurus daerah pada waktu itu belum ada pembatasan yang tegas antara pelaksanaan otonomidengan tugas kepala daerah dalam rangka dekonsentrasi. Juga hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada waktu itu belum tegas.
34
B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 19. Ibid, Hal. 19. 36 Ni’matul Huda, M SH.,.Hum, Op., Cit., Hal. 315 35
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
28
Apabila dilihat dari sudut politik dan perjuangan nasional, program penyusunan pemerintahan pusat dan pemerintahan di daerah yang demokratis, di bawah UU No. 1 Tahun 1945 yang memberikan KND sebagai BPRD, merupakan tindakan politis bertujuan untuk menciptakan system otonomi yang sifatnya lebih luas daripada otonomi di zaman Belanda. 37 UU No. 1 Tahun 1945 tidak menentukan secara tegas (eksplisit) batas-batas dan ruang lingkup urusan rumah tangga. Akibatnya pemerintah daerah tidak dapat mengetahui dengan pasti urusan rumah tangga daerah, demikian pula batasbatasnya. Tidak danya kepastian urusan rumah tangga daerah, masih terbatasnya pengalaman dan kurangnya inisiatif daerah dan keadaaan tahun 1945 (suasana revolusi dan menghadapiupaya Belanda untuk kembali memerintah), makin menyempitkan kesempatan melaksanakan UU No. 1 Tahun 1945 sebagaimana mestinya. 38 b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bawah Undang-Undang No. 22 Tahun 1948 Setelah UU No. 1 tahun 1945 berjalan hamper tiga tahun lamanya, ternyata dalam praktek dipandang kurang memuaskan, karena isi undang-undang tersebut sangat sederhana dan banyak hal yang menyangkut urusan pemerintah daerah belum tercakup atau kurang jelas. Karena kekaburan tersebut, banyak urusan pemerintah daerah masih berpegang pada peraturan lama masa Hindia Belanda atau dari masa penjajahan Jepang. Banyak DPRD sebagai pelanjutan dari BPRD tidak mengetahui tugas kewajiban dan batas-batas wewenangnya, sehingga sering
37 38
Ibid, Hal. 316 Ibid, Hal. 319
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
29
lebih memperhatikan masalah-masalah politik yang termasuk bidang kerja pemerintah Pusat. 39 Kalau kita melihat dan membandingkan UU No. 22 Tahun 1948 dengan UU No. 1 Tahun 1945, maka akan nampak jelas perbedaan yang mencolok. Jumlah pasal UU No.22 Tahun 1948 terdiri dari 47 pasal berikut penjelasannya. UU No. 22 Tahun 1948 mengatur jelas tentang : 40 a. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat; b. Sidang dan Rapat Dewan Perwakilan; c. Kedudukan Dewan Pemerintahan Daerah; d. Kedudukan Kepala Daerah; e. Sekretaris dan Pegawai daerah; f. Pendapatan Daerah; g. Urusan Keuangan Daerah; h. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; i.
Aturan Perlihan. Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut UU No. 22
Tahun 1945 masih belum jauh berbeda dengan kedudukan DPRD menurut UU No. 1 Tahun 1945, karena DPRD masih bagian Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 2 UU No. 22 Tahun 1948, yaitu: 41 a. Pemerintah daerah terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah. b. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dipilih oleh dan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 39 40
B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 20 Ibid, Hal. 21
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
30
c. Kepala Daerah menjabat ketua dan anggota Dewan Pemrintahan Daerah. Kepala daerah selaku Ketua DPD merangkap anggota DPD walaupun diangkat oleh pemerintah pusat, tetapi pengangkatannya diambil dari calon-calon yang dimajukan oleh DPRD. DPRD berhak megusulkan pemberhentian seorang kepala daerah kepada pusat. 42 Meskipun kedudukan DPRD pada masa UU No. 1 Tahu 1945 dan masa UU No. 22 Tahun 1948 adalah sama-sama bagian dari pemerintah daerah, namun di dalam UU No. 22 Tahun 1948, wewenang dan hak DPRD lebih luas. Di dalam penjelasan butir 12 disebut bahwa yang memegang kekuasaan yang tertinggi dari daerah-daerah
adalah
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
dan
Dewan
Pemerintahannya. 43 Beberapa wewenang DPRD di dalam UU No. 22 Tahun 1948 adalah: 44 b. Kepala daerah selaku ketua dewan pemerintah daerah merangkap anggota DPRD walaupun diangkat oleh [emerintah pusat, tetapi pengangkatannya diambil dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD. DPRD berhak mengajukan pemberhentian seorang kepala daerah kepaa pusat. c. Dewan pemerintah daerah yang menjalankan pemerintahan sehari-hari dipilih oleh dan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atas perwakilan berimbang yang mencerminkan aliran dalam Dewan Pilihan rakyat. Dewan pemerintah daerah sebagai satu kesatuan atau masing-masing anggotanya sendiri bertanggung jawab kepada DPRD.
41
Ibid, Hal. 21 Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 320 43 B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 21 44 Ibid, Hal. 22 42
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
31
d. DPRD membuat pedoman untuk dewan pemerintah daerah guna mengatur cara menjalankan kekuasaan dalam kewajibannya (Pasal 15 ayat 1) e. DPRD mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. f. Suatu DPRD dapat membela kepentingan daerah dan penduduknya di hadapan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 26 ayat 1) g. Suatu DPRD dapat membela kepentingan daera dan penduduknya di hadapan dewan pemerintah daerah dan/atau DPRD atasnya. h. DPRD mengangkat dan memberhentikan sekretaris daerah atas usul DPD. c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bawah Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Tentang pokok-Pokok Pemerintah Daerah Sebelum lahirnya UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, ternyata Negara Republik Indonesia telah mengalami sejarah konstitusi yang ruwet dan dramatis. Belum setahun UU No. 22 Tahun 1948 berlaku dan belum banyak daerah yang mempraktekkannya, ternyata jalan sejarah bergerak lain. 45 Perang kemerdekaan yang disusul dengan konfrensi Meja Bundar melahirkan negara Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal berikut diberlakukannya Konstitusi RIS. 46 Sebagai undang-unang yang berinduk pada UUDS 1950 maka UU No. 1 tahun 1957 menganut asas yang ditetapkan UUD induknya yakni „otonomi yang seluas-luasnya“ yang diwujudkan dalam asas otonomi yang nyata. Ini merupakan implikasi dari asas demokrasi yang ultra demokratis, yang pada gilirannya dinilai
45
Ibid, Hal. 23 Ni’matul Huda, SH.,M.Hum., OtonomiDaerah,Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Hal. 31 46
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
32
dapat mengancam kesatuan bangsa dan memperlemah hubungan hierarki pusat dengan daerah. 47 Di bawah UU No. 1 Tahun 1957 pemerintah daerah telah benar-benar demokratis, dengan pengertian bahwa DPRD dipilih oleh rakyat, DPD dipilih oleh DPRD dan kepala daerah dipilih oleh DPRD. DPRD mengangkat sekretaris daerah. Tak dapat disangkal lagi bahwa lewat UU No. 1 Tahun 1957, pemerintah daerah telah melimpahkan hak dan kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang semakin luas dibandingkan dengan ketentuan perundangan yang mengatur Pemerintah Daerah sebelumnya. Adapun mengenai kekuasaan, tugas, dan kewajiban DPRD seperti dirumuskan dalam pasal 31-43 dan pasal-pasal lainnya yang cukup luas, kalau disarikan sebagai berikut: 48 1. memilih ketua dan wakil ketuanya sendiri 2. memberikan pengecualian terhadap larangan melakukan usaha/pekerjaan yang dilarang bagi anggota DPRD . 3. memberhentikan
anggota
yang
tidak
menaati
larangan
melakukan
usaha/pekerjaanyang ditetapkan bagi anggota DPRD. 4. membuat peraturan tentang uang sidang, uang jalan, dan uang penginapan anggota DPRD. 5. membuat peraturan tenrang uang kehormatan ketua/wakil DPRD. 6. bersidang sekurang kurangnya sekali dalam 3 bulan .
47 48
Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 323 B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 29-30
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
33
7. mengasakan rapat tertutup dan membebaskan kewajiban merahasiakan segala pembicaraanyang dilangsungkan dalam rapat tertutup. 8. membuat peraturan tata tertib rapat DPRD. 9. memilih anggota DPD. 10. memberhentikan anggota DPD karena melaanggar larangan melakukan usaha/pekerjaan yang ditetapkan bagi anggota itu atau karena sesuatu lain. 11. membuat pedoman cara DPD menjalankan kekusaan dan kewajibannya . 12. mengesahkan peraturan tata tertib rapat DPD. 13. membuat peraturan tentang uang kehormatan, uang jalan dan uang penginapan anggota DPD. 14. memilih kepela daerah. Selama hal ini belum mungkin, sehingga kepala daerah perlu diangkat oleh pusat, maka DPRD mengemukakan calon sedikit sedikitnya 2dan sebanyak banyaknya 4 orangkepada pusat. 15. memberhentikan kepala daerah dan DPD. 16. mencalonkan kepala/wakil kepala daerah istimewa kepada pusat. 17. membuat peraturan tentang gaji, uang jalan, uang penginapandan penghasilan lainnya bagi kepala daerah. 18. mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. 19. menyerahkan urusan rumah tangga daerahnya kepada daerah bawahannya. 20. membantu menjalankan peraturan perundangan dari pusat atau daerah tingkatan lebih tinggi yang ditugaskan kepadanya. 21. menugaskan kepada daerah bawahanuntuk menjalankan peraturannya. 22. membela kepentingan dan penduduknya kehadapan pemerintah DPR ataupemerintah daerah diatasnya.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
34
23. membuat peraturan untuk kepentingan daerah dan melaksanakan otonomi ; peraturan ini dinamakan peratuaran daerah. 24. menetapkn ancaman pidana kurungan selama lamanya 6 bulan atau denda sebanyak banyaknya Rp 5000,00bagi pelanggaran terhadap peraturanya. 25. menunjuk pegawai daerah yang diberi tugas pengusutan terhadap pelanggaran terhadap peraturannya. 26. membebankan kepada pelanggar keputusannya biaya yang dikeluarkan untuk bantuan yang diberikan oleh kekuasaan lain bagi pelaksanaan keputusan itu. 27. bekerja sama dengan daerah lain untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama. 28. membentuk panitia panitia untuk melancarkan pelaksanaan tugasnya 29. menunjuk instansi instansi yang akan menjalankan hal hal yang telah dilalaikan pelaksanaannya oleh daerah daerah bawahan. 30. mengangkat dan memberhentikan sekretaris daerah. 31. membuat peraturan tentang pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun, uang tunggu dan hal hal lain mengenai kedudukan hukum pegawai daerah. 32. meminta kepada pusat agar di pekerjakan pegawai pegawai pusat untuk melakukan urusan urusan tertentu bagi kepentingan daerahnya. 33. memungut pajak dari restribusi. 34. mendirikan perusahan daerah. 35. memegang semua kekuasaan mengenai pengelolaan umum keuangan daerah. 36. menetapkan anggaran keuangan daerah, termasuk perubahannya.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
35
37. mengajukan keberatan pada instansi yang setingkat lebih atas daripada instansi yang menolak mengesahkan keputusannya. 38. memberikan keterangan yang diminta oleh instansi pengawas. 39. menyelidiki dan memeriksa pekerjaan pengurus rumah tangga atau tugas pembentukan yang dilakukan oleh daerah daerah bawahan. Secara keseluruhan UU No. 1 tahun 1957 merupakan peraturan perundangundangan pertama yang mengatur tentang desetralisasi yang sangat luas. Namun harus diakui UU No. 1 Tahun 1957 tidak lepas dari kelemahan, terutama dalam hal menyangkut otonomi yang seluas-luasnya dan konsekuensi negara RI sebagai negara kesatuan. 49 Yang jelas pada saat berlakunya UU No. 1 Tahun 1957, kewenangan dari DPRD sangat luas, hal ini adalah sebagai bentuk implementasi dari demokratisasi yang sangat luas. d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Menurut Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 Penetapan Presiden (Penpres) No. 6 Tahun 1959 ditetapkan berlaku pada tanggal 7 November 1959. Menurut Penpres ini pemerintah daerah terdiri dari Kepala daerah dan DPRD, serta Dewan Pemerintah Daerah (DPD) diganti dengan BPH yang berfungsi sebagai badan penasehat bagi kepala daerah. 50 Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 dikeluarkan dalam rangka untuk menyesuaikan tata pemerintahan dengan jiwa dan semangat UUD 1945 serta iklim politik saat itu. Setelah kelurnya dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 diberlakukan kembali menggantikan UUDS 1950. Perubahan konstitusi ini juga membawa perubahan dalam sistem pemerintahan Indonesia saat itu, yaitu dari sistem 49 50
Ibid, Hal. 32 Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 328
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
36
demokrasi liberal menjadi sistem demokrasi terpimpin, dan juga terjadi perubahan dalam sistem pemerintahan daerah. Seperti yang kita amati, dasar landasan pembuatan Penppres No. 6 Tahun 1959 lebih bersifat politik praktis sesuai dengan gegap gempitanya Demokrasi Terpimpin dan Manipol-USDEK pada saat itu dan sangat jauh dari cita-cita demokrasi dan asas pemberian otonomi kepada daerah seperti isi Pasal 18 UUD 1945 berikut penjelasannya. 51 Ketika berlakunya Penpres No. 6 Tahun 1959, pelaksanaan kekuasaan, tugas dan kewajiban DPRD kurang murni baik dilihat dari cita-cita kemerdekaan dan cita-cita pelaksanaan UUD 1945, karena terlalu banyak trik-trik dan manuver politik yang tidak mendasari pelaksanaan kedaulatan rakyat. 52 Pada saat berlakunya Penpres No. 6 1959, kewenangan DPRD sangatlah sempit. Salah satunya yaitu, bahwa meskipun kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi DPRD tidak dapat menjatuhkan kepala daerah, yang dapat memberhentikan kepala daerah hanya pemerintah pusat, terhadap instansi mana ia bertanggung jawab. 53 Komposisi keanggotaan DPRD menurut isi Penpres No. 6 Tahun 1959 yaitu Menteri Dalam Negeri dan otonomi daerah membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRDGR) di tingkat I dan tingkat II, yang terdiri dari golongan-golongan politik dan golongan karya. Yang dapat menjadi anggota DPRDGR harus memenuhi persyaratan sesuai dengan isi UU No. 1 Tahun 1957 dan harus menyetujui UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia serta setuju dan bersedia turut 51 52
B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 34 B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 34
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
37
melaksanakan Manifestasi Politik Republik Indonesia tertanggal 17 Agustus 1959. 54 e. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bawah Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Pada dasarnya UU No. 18 Tahun 1965 adalah penyempurnaan atau dalam banyak hal merupakan pemantapan Penpres No. 6 Tahun 1959. Garis besar UU No. 18 Tahun 1965 dalam merumuskan bentuk dan susunan pemerintah daerah mengambil alih pola yang telah ada dalam Penpres No. 6 Tahun 1959. Dalam Pasal 5, ayat 1 dan 2 UU No. 18 Tahun 1965 disebut:55 a. Pemerintah daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah b. Kepala Daerah melaksanakan politik pemerintah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri menurut hierarki yang ada. Dalam hal bentuk dan susunan pemerintahan, Penpres No. 6 Tahun 1959 disempurnakan dengan lahirnya UU No. 18 Tahun 1965. Tetapi satu hal yang sangat sulit dicari dasar hukumnya, yaitu tentang isi pasal 8 UU No. 18 Tahun 1965, yaitu: Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menjalankan tugasnya mempertanggungjawabkannya kepada Kepala Daerah. Mengenai peranan DPRD, dibandingkan dengan semua undang-undang tentang pemerintahan daerah yang telah ada sebelumnya, ternyata UU No. 18 Tahun 1965 memuat paling sedikit tentang kekuasaan, tugas, dan kewajiban
53
Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 328-329 B.N. Marbun, SH., Op.,Cit., Hal. 34 55 Ibid, Hal. 36 54
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
38
DPRD. 56 Hampir semua kekuasaan, tugas, dan kewajiban pemerintah daerah dilimpahkan kepada Kepala Daerah. Kalau dalam UU No.1 Tahun 1957 kita dapat melihat daftar yang panjang tentang kekuasaan, tugas, dan kewajiban DPRD, maka dalam UU No.18 Tahun 1965 banyak yang tidak dijumpai lagi. Kalau kita perinci, maka akan kelihatan dengan jelas bagaimana minimnya secara hukum kekuasaan, tugas, dan kewajiban DPRD. Dalam garis besarnya kekuasaan,tugas, dan kewajiban DPRD menurut UU No.18 Tahun 1965 adalah sebagai berikut:57 1. Membuat dan menetapkan peraturan daerah; 2. Mencalonkan kepala daerah; 3. Mencalonkan wakil kepala daaerah. Sebagai tambahan, DPRD mempunyai hak petisi dalam membela kepentingan daerahnya kepada pemerintah dan DPRD dengan sepengetahuan Kepala Daerah. Di samping itu menurut pasal 56, UU No.18 Tahun 1965 DPRD dapat dilikuidasi Menteri Dalam Negeri apabila DPRD tersebut tidak berfungsi lagi dengan baik menurut kewenangan yang dimaksud dalam pasal 39. f. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bawah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah berlaku mulai tanggal 23 Juli 1974. Undang-undang ini dinamakan Undang-Undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan di daerah karena dalam undang-undang ini diatur tentang pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pemerintah pusat di daerah, yang berarti bahwa dalam 56 57
Ibid, Hal. 38-39 Ibid, Hal. 39
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
39
undang-undang ini diatur pokok-pokok penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan di daerah. Pengikutsertaan rakyat untuk turut bertanggung jawab di dalam pemerintahan diwujudkan dengan adanya lembaga DPRD yang melaksanakan fungsi legislative dan tugas kontrol dan pengawasan atas pelaksanaan tugas kepala daerah dalam melaksanakan tugasnya. 58 Penyertaan rakyat di dalam pemerintahan daerah melalui wakil-wakilnya adalah sejalan dengan asas demokrasi yang dianut oleh Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan hak rakyat ini dilakukan lewat Pemilihan Umum yang diselenggarakan setiap periode tertentu. Untuk dapat menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, kepada DPRD diberikan hak-hak tertentu, yaitu:59 a. Hak anggaran; b. Hak mengajukan pertanyaan; c. Hak meminta keterangan; d. Hak mengadakan perubahan; e. Hak mengajukan pernyataan pendapat; f. Hak prakarsa; g. Hak mengadakan penyelidikan; Hak-hak yang dimaksud di atas adalah untuk memungkinkan DPRD melaksanakan fungsinya. Untuk menghindari kesimpangsiuran penafsiran, maka cara-cara penggunaan
hak-hak tersebut di atas diatur dengan Peraturan Tata
Tertib DPRD sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam 58 59
Ibid, Hal. 55 Ibid, Hal. 56
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
40
Negeri. Khusus mengenai penggunaan hak diadakan penyelidikan yang diatur dengan undang-undang. Dalam menjalankan hak dan fungsinya sebagai lembaga perwakilan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berkewajiban untuk: 60 a. Mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan Pancasila dan UndangUndang dasar 1945 (Pasal 30 huruf a) b. Menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen garis-Garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta menaati segalan peraturan perundang-undangn yang berlaku (pasal 30 huruf b) c. Memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program pembangunan pemerintah (pasal 30 huruf c) Dengan keluarnya UU No. 5 Tahun 1974, maka pertama kali lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara formal mendapat hak-hak yang cukup luas analog dengan hak-hak yang dipunyai Dewan perwakilan Rakyat (pusat). Dengan demikian secara teoritis DPRD dapat berperan cukup luas dan penting dalam mengemban tugasnya sesuai dengan mandat yang diberikan rakyat pemilih kepadanya. Keadaan ini cukup menggembirakan walaupun ternyata secara sempit DPRD juga mengemban fungsi eksekutif lewat rumusan pasal 13 UU No. 5 tahun 1974, “pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.61 Ternyata hak-hak yang cukup luas yang dimiliki oleh DPRD tidak berjalan sesuai dengan yang sebenarnya. Tidak berjalannya fungsi dan hak-hak tersebut diduga diakibatkan oleh masih rendahnya kualitas dari anggota DPRD, khususnya 60 61
DR. Juanda, SH.,MH., Op.,Cit.,Hal. 186 B.N.Marbun,SH., Op.,Cit., Hal 56.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
41
dari segi pendidikan dan pengalaman. Dan juga adanya pengebirian yang sangat mencolok dari makna otonomi dan desentralisasi dalam kehidupan politik dan pemerintahan daerah (sentralisasi). 62 g. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bawah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah Setelah Pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto diganti oleh pemerintahan B.J. Habibie, UU No. 5 Tahun 1974 dengan wataknya yang sentralistis diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tersebut merombak struktur Pemerintahan Daerah yang berwatak sentralistis menjadi desentralisasi (demokratis). Hal ini terlihat dari banyaknya urusan yang dilimpahkan ke daerah. Disamping itu, DPRD diberi kewenangan yang luar biasa besarnya-kalau tidak dapat dikatakan cenderung berlebihan. 63 Kelahiran UU No. 22 Tahun 1999 memang lebih bernuansa politis, karena berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru melalui berbagai kebijakan yang diterapkan terhadap daerah selama ini. Ada perlakuan diskriminatif dalam kebijakan pembangunan maupun distribusi kewenangan dan keuangan antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara Jawa dengan Luar Jawa. Setelah lahirnya UU No. 22 Tahun 1999, banyak perubahan dalam system Pemerintahan Daerah, yaitu di dalam UU No. 5 Tahun 1974, Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sedangkan menurut UU No. 22 Tahun 1999 Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah
62 63
DR. Juanda, SH.,MH., Op.,Cit., Hal. 188 Ni’matul Huda, SH.,M.Hum.,Op.Cit., Hal. 136
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
42
beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Sementara DPRD disebut sebagai Badan Legislatif Daerah. 64 Fungsi DPRD adalah fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Untuk dapat melaksanakan fungsinya secara optimal, kepada DPRD diberikan kewenangan sebagai berikut: 65 1. Memilih Buapti/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota; 2. Memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Utusan Daerah; 3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota; 4. Bersama dengan Bupati atau Walikota membentuk Peraturan Daerah; 5. Bersama dengan Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah; 6. Melaksanakan pengawasan (fungsi pengawasan) terhadap: a. Pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya; b. Pelaksanaan keputusan Bupati dan walikota; c. Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; d. Kebijakan Pemerintah Daerah. 7. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; 8. Menampung dan menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat. Terhadap beberapa kewenangan yang dimiliki oleh DPRD, seperti memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, dan memilih anggota MPR 64 65
DR. Juanda, SH.,MH., Op.,Cit.,Ha. 192-193 Ibid, Hal. 193
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
43
dari Utusan Daerah akan sendirinya dihapuskan dengan seiring adanya amandemen UUD 1945. Penyesuaian terhadap beberapa kewenangan yang dimiliki oleh DPRD telah diakomodir oleh UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana tercantum dalam Pasal 62 ayat (1) dan Pasal 78 ayat (1) yang telah meniadakan kedua kewenangan tersebut.66 Untuk mengefektifkan pelaksanaan kewenangan-kewenangannya, DPRD diberikan beberapa hak sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU No. 22 Tahun 1999 sebagai berkut: 67 a. Meminta pertanggungjawaban Gubernur, Bupati dan Walikota; b. Meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah; c. Mengadakan penyelidikan; d. Memgadakan perubahan atas Rancangan Peraturan Daerah; e. Mengajukan Pernyataan Pendapat; f. Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah; g. Menentukan Anggaran Belanja DPRD; h. Menetapkan Peraturan Tata tertib DPRD. Melalui UU No. 22 Tahun 1999, beberapa terobosan baru dimunculkan. 68 Pertama, tidak lagi menyebut DPRD sebagai bagian dari Pemerintah Daerah, tetapi menempatkan DPRD sebagai badan legislative daerah. Kedua, pemilihan kepala daerah tidak lagi merupakan kewenangan pemerintah pusat, tetapi DPRD diberi kewenangan untuk memilih kepala daerah yang sesuai aspirasi masyarakat di daerah, pemerintah pusat tinggal mengesahkan. Ketiga, DPRD berwenang untuk meminta pertanggungjawaban kepala daerah. Keempat, DPRD dapat 66 67
Lihat UU No. 22 Tahun 2003 Tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD. DR. Juanda, SH.,MH., Op.,Cit., Hal. 194
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
44
mengusulkan pemecatan kepala daerah kepada Presiden apabila terbukti telah melakukan penyimpangan dalam tugas dan kewenangannya sebagai kepala daerah. Dengan kewenangan yang begitu besar pada DPRD, diharapkan proses demokrasi di daerah akan berjalan lebih baik. Anggota-anggota DPRD dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi dan aspirastif terhadap tuntutan masyarakat di daerah. h. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Bawah Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Perubahan UU No. 22 Tahun 1999 terjadi karena adanya perubahan UUD 1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan keputusan MPR, seperti: Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/2000tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPRD, BPK dan MA pada sidang tahunan MPR RI tahun 2002. 69 Dengan adanya amandemen UUD 1945, secara otomatis juga terjadi perubahan dalam undang-undang yang mengatur tentang Sususnan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dan hal inilah yang memaksa untuk melakukan perubahan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 agar tidak terjadi kesimpangsiuran. Sebagai salah satu contoh, ketentuan dalam UU No. 22 Tahun 1999 Pasal 19 menyebutkan DPRD berhak meminta pertanggungajawaban Kepala Daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota). Tetapi menurut UU No. 22 Tahun 2003 Pasal 62 dan Pasal 78, meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban 68 69
Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 339 Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 157
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
45
Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah termasuk tugas dan wewenang DPRD. 70 Hal ini akan membingungkan, karena ada perbedaan yang substansial antara laporan pertanggungjawaban dengan laporan keterangan pertanggungjawaban. Di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penyelenggara Pemerintahan daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD. 71 DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. 72 Mengenai tugas dan wewenang DPRD diatur dalam Pasal 42 Ayat 1 yaitu: a. Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama; b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah; c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perdan dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah; d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/Kota; e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah; j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
70
Ibid, Hal. 160-161 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 3 72 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 41 71
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
46
Sebagai anggota DPRD, UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 44 memberikan hak-hak sebagai berikut: 73 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
mengajukan rancangan Perda; mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; membela diri; imunitas; protokoler; keuangan dan administrasi. Dari keseluruhan kewenangan DPRD yang ada dalam UU No. 32 Tahun
2004, terjadi penurunan dari UU No. 22 Tahun 1999. Kepala daerah dan wakil Kepala Daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD, tetapi dipilih langsung oleh rakyat. Memang hal ini adalah suatu kemajuan secara demokratisasi. Kemudian, DPRD tidak dapat lagi meminta Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah, tetapi hanya sebatas laporan Keterangan pertanggungjawaban. Hal ini menyebabkan DPRD menjadi “macan ompong” dan Kepala Daerah menjadi “raja-raja kecil”. B.
Fungsi dan Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Sejarah panjang tentang perkembangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), khususnya DPRD Kabupaten/Kota, dapat kita lihat bahwa pada masa berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terdapat kemajuan bagi daerah dan juga bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, karena di dalam undang-undang tersebut diberikan kewenanmgan yang sangat luas untuk mengelola kekayaan alam daerah guna dimanfaatkan bagi pembangunan daerah dan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
73
Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 164
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
47
Kedudukan DPRD yang selama ini ditempatkan sebagai bagian dari pemerintah daerah, dimana DPRD tidak dapat menjalankan fungsi yang dimanahkan baginya, di dalam UU No. 22 Tahun 1999, DPRD Provinsi ataupun DPRD Kabupaten/Kota dipisahkan kedudukannya dari pemerintah daerah dan dikembalikan pada fungsi yang seharusnya, yaitu sebagai lembaga legislatif daerah yang mempunyai kedudukan yang sederajat dengan pemerintah daerah sebagai lembaga eksekutif daerah. Namun demikian di sisi lain, UU No. 22 Tahun 1999 di dalam pelaksanaannya telah membawa dampak negatif dalam pemerintahan dan sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam UU No. 22 Tahun 1999 Pasal 4 tentang Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang masingmasing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hierarki antara satu dengan yang lain. 74 Dampak negatif dari berlakunya undang-undang ini juga tampak di dalam tubuh DPRD Kabupaten/Kota itu sendiri, dimana kewenangan yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten/Kota dianggap terlalu kebablasan. Penyempurnaan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 ini dilaksanakan melalui UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) yang dengan tegas di dalam pasal 239 menyatakan bahwa dengan berlakunya undang-undang ini, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 merupakan penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam pengaturan
74
Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 157-158
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
48
ketatanegaraan, terutama setelah diamandemenya UUD RI Tahun 1945, dimana DPRD diatur dalam Pasal 18 ayat (3). Hal ini juga merupakan rangkaian penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan di bidang politik, misalnya UU No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, UU no. 22 Tahun 2003 tentang Susduk, serta UU dibidang keuangan seperti UU No. 17 Tahun 2003 dan lainnya. 75 Pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, sama dengan apa yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999. Hanya saja UU No. 32 Tahun 2004 lebih memperjelas dan mempertegas hal-hal yang sudah diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999, guna menutupi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU No. 22 Tahun 1999. Di dalam UU No. 22 Tahun 1999 dikatakan bahwa hubungan antara DPRD dengan Pemerintah Daerah adalah sejajar dan merupakan hubungan kemitraan, sehingga dipertegas lagi di dalam UU No. 32 Tahun 2004. hal ini dapat
dilihat
dengan
dipilih
langsungnya
Bupati/Wakil
Bupati
dan
Walikota/Wakil Walikota oleh rakyat, sehingga DPRD Kabupaten/Kota tidak dapat menjatuhkan Kepala Daerahnya sebelum masa jabatannya berakhir hanya dengan alas an politik belaka, tetapi harus melalui proses hokum di pengadilan. 76 a. Kedudukan DPRD Kabupaten/Kota Perubahan UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No. 32 Tahun 2004 ternyata juga membawa perubahan yang sangat mendasar terhadap kedudukan DPRD Kabupaten/Kota. Di dalam UU No. 32 Tahun 2004, kedudukan DPRD
75
J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Hal. 7475 76 Prof.Drs.HAW.Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), Hal. 2001. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
49
Kabupaten/Kota hampir sama dengan ketika berlakunya UU No. 5 Tahun 1974. Hal ini terlihat dalam rumusan tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan Pemerintah Daerah adalah: a. Pemerintahan daerah provinsi yang terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD Provinsi; b. Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dengan DPRD kabupaten/kota. Isi Pasal 3 ayat (1) tersebut di atas juga dipertegas di dalam Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 yang dikatakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Rumusan tentang kedudukan DPRD di dalam UU No. 32 Tahun 2004 mirip dengan rumusan tentang kedudukan DPRD dalam UU No. 5 Tahun 1974, yaitu isi Pasal 13 yang berbunyi: “Perintah daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Hal ini dapat dikatan sebagai sebuah kemunduran, apabila dibandingkan dengan kedudukan DPRD sebagaimana terdapat di dalam Pasal 14 dan Pasal 16 UU No. 22 Tahun 1999 yang berbunyi: “Pasal 14 ayat (1) menyatakan bahwa di daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah. Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. Pasal 16 ayat (2), DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah”.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
50
b. Susunan dan Keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota Berbeda dengan ketentuan UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka di dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susuduk, memisahkan susunan dan kedudukan DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara DPRD Provinsi dengan DPRD Kabupaten/Kota. Hanya saja DPRD Provinsi diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden. 77 Sedangkan keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota diresmikan dengan keputusan gubernur atas nama Menteri dalam Negeri. 78 Keanggotaan DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas anggota Partai Politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum. 79 Dan masa jabatan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat Anggota DPRD Kabupaten/Kota yang baru mengucapkan janji/sumpah. 80 Sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, Pasal 60, untuk dapat menjadi calon anggota DPRD, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Warga Negara Republik Indonesia yang berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih; 2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; 4. Berpendidikan seremdah-rendahnyaSLTA atau sederajat; 5. Dapat berbahasa Indonesia, cakap menulis dan membaca huruf latin; 77
Lihat UU No. 22 Tahun 2003 Pasal 53 ayat 2. Lihat UU No. 22 Tahun 2003 Pasal 69 ayat (2). 79 Pasal 68 UU No. 22 Tahun 2003. 80 Pasal 70 UU No. 22 Tahun 2003. 78
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
51
6. Setia pada cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila sebagai dasar Negara, dan UUD RI tahun 1945; 7. Bukan bekas anggota PKI termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya; 8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang sudah bersifat tetap; 9. Tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah bersifat tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana lima tahun atau lebih; 10. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang berkompeten; 11. Terdaftar sebagai pemilih. c. Fungsi dan Kewenangan DPRD Kabupaten/Kota Apabila dikaji maka fungsi antara DPRD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan penyeragaman, dimana ketiga lembaga ini sebagai lembaga perwakilan rakyat. Fungsi DPRD Kabupaten/Kota yaitu: 81 a. Legislasi; b. Anggaran; dan c. Pengawasan. Ketiga fungsi DPRD tersebut, apabila diperinci lagi, maka fungsi legislasi yaitu fungsi DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat untuk membentuk peraturan perundang-undangan di daerah. Fungsi anggran yaitu fungsi DPRD untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dan untuk fungsi pengawasan yaitu fungsi DPRD Kabupaten/Kota untuk mengawasi kinerja eksekutif, apakah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai tugas dan wewenang DPRD diatur dalam Pasal 42 Ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004, yaitu: 82 a. Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama; 81 82
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 41. Prof.Drs.HAW.Widjaja, Op.,Cit.,Hal. 188-189
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
52
b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah; c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perdan dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah; d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/Kota; e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah; f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah; h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah; j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Sebagai sebuah lembaga perwakilan rakyat, DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak sebagai berikut: 1. Hak Interpelasi Hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, Negara. 2. Angket Pelaksanaan fungsi dan pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu Bupati/Walikota yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, Negara.yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3. Menyatakan Pendapat Hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan bupati/walikota atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi an hak angket. 83 Dan sebagai anggota DPRD, UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 44 memberikan hak-hak sebagai berikut: 84 1. mengajukan rancangan Perda; 83 84
Ibid, Hal. 190-191 Ni’matul Huda, SH.,M.Hum, Op., Cit., Hal. 164
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
53
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
mengajukan pertanyaan; menyampaikan usul dan pendapat; memilih dan dipilih; membela diri; imunitas; protokoler; keuangan dan administrasi. Selain fungsi, hak dan kewenangan yang begitu luas yang diemban oleh
DPRD, juga terdapat kewajiban yang harus dilaksanakan, yang diatur dalam Pasal 45 UU No. 32 Tahun 2004, yaitu:
85
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan mentaati segala peraturan perundang-undangan; b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah daera; c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah; e. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat; f. mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan; g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya; h. mentaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah/janjianggota DPRD; i. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. Melihat begitu besarnya tanggung jawab yang diemban oleh setiap anggota DPRD demi untuk kesejahteraan rakyat, sudah seharusnyalah anggota DPRD tersebut dibekali dengan ilmu yang sesuai. Apabila kita lihat untuk kualitas DPRD, pada umumnya belum mampu untuk mengemban tugas dan tanggung jawab yang begitu besar. Karena kualitas elit politik di daerah masih ditentukan oleh proses rekrutmen yang dilakukan oleh Partai Politik.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
54
C.
Hubungan Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten /Kota dengan Kepala Daerah Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dengan UU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Antara pemerintah daerah dan DPRD mempunyai fungsi yang berbeda. Pemerintah daerah mempunyai fungsi eksekutif, yaitu melaksanakan pemerintah daerah sehari-hari. Sedangkan DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Namun kedua lembaga tersebut juga mempunyai kesamaan tugas dan wewenang, yaitu dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah. Dalam pasal 1 huruf h UU No. 32 Tahun 2004 terdapat dua kata kunci dalam pemberiaan kewenangan bagi daerah otonom, yaitu mengatur dan mengurus.86 Mengatur dalam hal ini berarti menciptakan norma hukum tertulis yang berlaku umum dan bersifat abstrak, sedangkan mengurus berarti melaksanakan hukum tertulis tersebut dan ditujukan kepada para inidividu. Dalam hal hubungan kewenangan antara DPRD (Badan Legislasi Daerah) dengan Kepala Daerah (Badan eksekutif Daerah) dalam sistem pemerintahan daerah menurut UUD 1945 dan pelaksanaannya, perlu dipahami makna kewenangan, hubungan kewenangan dan jenis hubungan kewenangan.
85 86
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 45. Bambang Iriana Djajatmadja, Op.,Cit., Hal. 33
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
55
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari atau yang diberikan oleh undang-undang, yaitu kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif atau daministratif.87 Hubungan kewenangan adalah hubungan antara organ pemerintahan daerah, yaitu antara DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah yang sifatnya satu arah atau dua arah dalam rangka menjalankan urusan pemerintahan yang didistribusikan dan didelegasikan dari Pemerintah Pusat sebagai otonomi dan pembantuan. 88 Rumusan hubungan kewenangan antara DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah mengandung beberapa hal, yaitu: 1. Hubungan kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah adalah hubungan dalam rangka menjalankan otonomi dan tugas pembantuan; 2. Hubungan Kewenangan tersebut dalam rangka menjalankan urusan dibidang administrasi Negara (pemerintahan) bukan dalam bidang ketatanegaraan; 3. Hubungan kewenangan tersebut dapat bersifat satu arah dan juga dapat bersifat dua arah; 4. Hubungan kewenangan antara kedua organ tersebut tetap dalam kerangka konsep atau prinsip Negara kesatuan; 5. Dari segi kedudukannya, hubungan kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah adalah sederajat dan tidak saling mendominasi satu sama lain. 89 Hal yang mendasar dalam hubungan kewenangan antara DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah adalah melaksanakan urusan pemerintahan di bisang otonomi dan pembantuan. Otonomi dan pembantuan tidak akan bias 87 88
DR. Juanda, SH.,MH., Op.,Cit., Hal. 265 Ibid, Hal. 266
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
56
terlaksana bila hubungan kedua organ tersebut tidak dijalankan secara setara, seimbang dan kemitraan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila digali dan ditelusuri ketentuan yang mengatur tentang kewenangan DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah berdasarkan UUD Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hubungan kewenangan DPRD dan Kepala Daerah dapat dfikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:90 1. Hubungan Perundang-undangan Dalam menjalankan pemerintahan daerah diperlukan landasan dan program yang jelas. Landasan program tersebut biasanya dibuat bersama antara DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah. Pasal 136 ayat (1), Peraturan daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD.91 Hubungan antara DPRD dengan Kepala Daerah dalam hal membentuk Peraturan Daerah disebut dengan hubungan perundang-undangan. Hubungan perundang-undangan merupakan konsekuensi dari pemerintahan yang berotonomi dalam rangka mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan kebutuhan dan dan kepentingan rakyat. Untuk itu kepada DPRD dan Kepala Daerah diberikan kewenangan untuk membuat dan menetapkan norma hukum berupa Peraturan Daerah. 2. Hubungan Anggaran Hubungan
anggaran
adalah
hubungan
kewenangan
antara
DPRD
Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah dalam rangka penyusunan Rancangan
89
Ibid, Hal.266 Ibid, hal.267-268 91 Lihat pasal 136 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 90
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
57
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta perubahan APBD. Untuk menjalankan roda Pemerintahan daerah, dan demi untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, sudah merupakan sebuah keharusan bagi daerah untuk memiliki suatu anggaran atau biaya. Oleh karena itu DPRD Kabupaten/Kota dan Kepala Daerah diberikan kewenangan untuk menyusun, membahas, dan menetapkan RAPBD. Dalam menjalankan kewenangan di bidang anggaran tersebut melahirkan hubungan kewenangan yang disebut dengan hubungan anggaran 3. Hubungan Pengawasan Setelah adanya kedua hubungan kewenangan di atas, hubungan kewenangan yang tidak kalah pentingnya adalah pengawasan. Biasanya pengawasan merupakan hubungan yang sepihak atau searah yang dilakukan oleh DPRD Kabupaten/Kota kepada Kepala Daerah. Hubungan pengawasan adalah hubungan yang dimiliki oleh anggota DPRD dan DPRD secara kelembagaan terhadap Kepala Daerah sebagai pencerminan dari
pemerintahan
yang
demokratis,
dengan
maksud
agar
dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak menyimpang dari norma-norma dan peraturan perundang-undangan serta pedoman lainnya yang telah ditetapkan bersama atau yang digariskan oleh Pemerintah yang lebih tinggi.92 4. Hubungan Pertanggungjawaban Hubungan pertanggungjawaban adalah hubungan yang sepihak dan dapat juga dikelompokkan ke dalam hubungan pengawasan, karena pada hakekatnya
92
DR. Juanda, SH.,MH., Op.,Cit., Hal. 268
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
58
pertanggungjawabam itu sendiri merupakan instrument untuk melihat, mengevaluasi, dan menguji sejauh mana penyelenggaraan pemerintah dalam satu periode tertentu, terlaksana atau belum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal secara formalnya, berdasarkan UU
No.
32
Tahun
2004,
fungsi
pertanggungjawaban
DPRD
diimplementasikan dalam Sidang Paripurna untuk meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati/Walikota.93 5. Hubungan Administrasi Selain hubungan-hubungan tersebut, ternyata antara DPRD dengan Kepala Daerah memiliki hubungan yang bersifat admnistratif, yaitu hubungan dalam hal pengangkatan pejabat birokrasi daerah, yaitu sekretaris daerah dan sekretaris dewan. Dalam hal proses pengengkatan pejabat dimaksud, ditemukan beberapa peraturan perunadng-undangan yang mengharuskan adanya persetujuan atau pertimbangan dari dan oleh DPRD. Pada prinsipnya, urgensi jenis hubungan antara eksekutif dan legislatif tersebut meliputi hal-hal, yaitu: anggaran, pertanggungjawaban, pembuatan peraturan daerah, pengangkatan sekretaris daerah, pembinaan peraturanan dan pengawasan. Dan dari semua jenis hubungan antara DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala Daerah, dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu hubungan kemitraan dan hubungan pengawasan. 94 Pada saat berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan DPRD Kabupaten/Kota sangat besar. Dalam hal hubungan kewenangan dengan kepala daerah, antara DPRD Kabupaten/Kota dengan Kepala 93 94
Ibid, Hal.269 Ibid, hal.269
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
59
Daerah mempunyai hubungan pemilihan. 95 Tetapi setelah berlakunya UU No. 32 Tahun 2004, hubungan pemilihan itu telah dihapuskan setelah Bupati/Walikota dipilih langsung oleh rakyat. Pasal 56 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”.96
95 96
Lihat UU No. 22 Tahun 1999, Pasal 67 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 56 ayat (1).
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
60
BAB III MEKANISME PENYUSUNAN LEGISLASI DAERAH
A. Kedudukan Peraturan Daerah Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang undangan yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah.97 Mengenai hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan yang terjadi di Indonesia. Sistem hukum Indonesia sudah pernah merasakan beragam hierarki peraturan perundang-undangan. Sebelumnya, hierarki peraturan perundang-undangan dituangkan dalam produk hukum Ketetapan MPR/MPRS. Pertama, TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan RI. Kedua, TAP MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundangundangan. Ketiga, UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dan undang-undang inilah yang berlaku hingga sekarang. Dari ketiga peraturan yang mengatur tentang hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, hanya dua peraturan saja yang mengatur bahwa Peraturan Daerah sebagai bagian dari hierarki. Di dalam TAP MPRS No. 97
Lihat UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 1 ayat (7). Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
61
XX/MPRS/1966 tidak ada diatur bahwa Peraturan Daerah termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan.
Evolusi Hierarki Peraturan Perundang-undangan 1966-200498 TAP MPR No. XX/MPRS/1966 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan MPR; 3. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Keputusan Presiden; Peraturan pelaksanaan lainnya seperti: - Peraturan menteri - Instruksi Menteri
1.
2. 3. 4.
5. 6. 7.
TAP MPR No. III/MPR/2000 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan MPR; Undang-undang; Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang; Peraturan Pemerintah; Keputusan Presiden; Peraturan daerah.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan daerah. - Perda Provinsi dibuat oleh DPRD dengan Gubernur - Perda Kab./Kota dibuat oleh DPRD Kab/Kota bersama bupati/walikota - Peraturan Desa/ peraturan yang setingkat, dibuat oleh BPD atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau nama lainnya.
Pada saat berlakunya TAP MPRS No. XX/MPRS/1966, dimana peraturan daerah tidak terdapat dalam hierarki peraturan perundang-undangan, hal ini disebabkan oleh pada saat itu terjadi pergantian rejim pemerintahan, yaitu dari rejim orde lama kepada rejim orde baru. Secara otomatis sistem ketatanegaraan juga mengalami perubahan. Pemerintahan daerah selama rejim orde baru tidak mengalami perkembangan, karena pada saat itu otonomi daerah hanya teori
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
62
belaka, hampir semua urusan daerah dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Fungsi dan kewenangan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat juga diambil alih oleh pemerintah pusat, dan yang paling aneh adalah bahwa DPRD bertanggung jawab kepada keplala daerah.99 Setelah runtuhnya rejim orde baru, yang berkuasa selama 32 tahun, dan diganti dengan orde reformasi, sistem ketatanegaraan Indonesia juga berubah. UUD Republik Indonesia Tahun 1945 diamandemen, dan sistem pemerintahan daerah juga mengalami perubahan. Otonomi daerah yang seluas-luasnya diberikan kepada daerah. Hak dan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga sangat besar. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 inilah otonomi daerah seluasluasnya. Dengan berlakunya sistem otonomi daerah yang seluas-luasnya, dimana urusan pemerintahan akan menjadi urusan rumah tangga daerah kecuali mengenai hal-hal yang karena sifat dan kepentingannya harus tetap ada pada pemerintah pusat. Dengan begitu besarnya tugas dan kewenangan yang diemban oleh permintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, maka harus ada peraturan daerah yang mempunyai kekuatan hukum yang kuat agar sistem otonomi daerah itu berjalan dengan baik. Untuk mengakomodir amanah UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka dikeluarkanlah TAP MPR No. III/MPR/2000, dimana peraturan daerah mempunyai kekuatan hukum untuk menjadi bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan di Republik Indonesia.
98 99
www.hukumonline.com diakses pada tanggal 07 Maret 2008. Lihat UU No. 18 Tahun 1965 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 8.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
63
Berdasarkan ketentuan hasil amandemen UUD Republik Indonesia Tahun 1945 atas status Tap MPRS dan Tap MPR yang (secara popular) dikenal sebagai Tap Sapujagat yakni Tap MPR No.I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002. UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat, antara lain, untuk menyesuaikan dengan tuntutan UUD 1945 hasil amandemen itu menetapkan jenis-jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan dengan tidak lagi memasukkan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan.100 Dengan tidak berlakunya lagi ketetapan MPR, maka dikeluarkanlah UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Di dalam undang-undang ini, yaitu Pasal 7, hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia adalah:101 1. 2. 3. 4. 5.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan daerah. Dalam hirarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tersebut di
atas, Peraturan Daerah menempati jenjang peling rendah, karena itu Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Hal ini sebagaimana termaktub dalam Pasal 136 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004, Peratuarn Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
100
Riri Nazriyah, MPR RI, Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan, (Yogyakarta: Penerbit FH UII Press, 2007), Hal. 298 101 Lihat UU No. 10 Tahun tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
64
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bertentangan dengan kepentingan umum dalam ketentuan di atas adalah kebijakan yang berakibat terganggunya kerukunan antar umat masyarakat, terganggunya pelayanan umum dan terganggunya ketenteraman /ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.102 Perauran Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi menurut Pasal 145 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 dapat dibatalkan oleh pemerintah. Selain itu Pasal 32 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
menetapkan
bahwa
Mahkamah
Agung
berwenang
menyatakan
ketidaksahan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.103 Dengan berdasar pada sistem otonomi daerah yang nyata, peraturan perundang-undangan ditingkat daerah akan mengatur urusan rumah tangga daerah baik yang berasal dari penyerahan urusan oleh satuan pemerintahan tingkat lebih atas atau urusan yang dianggap penting untuk diatur oleh daerah, maka peraturan daerah itu harus mempunyai kekuatan hukum yang kuat. Wewenang daerah untuk membuat Peraturan daerah yang berasal pada tugas pembantuan (medewind) lebih terbatas dibandingikan dengan urusan-urusan di bidang otonomi. Di bidang tugas pembantuan, kewenangan hanya terbatas pada cara-cara menyelenggarakan urusan yang memerlukan bantuan, sedangkan
102 103
A.A. Oka Mahendra, Op.,Cit., Hal. 22. Ibid, Hal. 23
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
65
wewenang mengatur urusannya sendiri tetap ada pada satuan pemerintah yang dibantu.104 Kedudukan Peraturan Menteri (Permen) atau yang sederajat di dalam UU No. 10 Tahun 2004 lebih lemah daripada Peraturan Daerah, baik Perda provinsi ataupun Kabupaten/kota. karena pembentukan Perda melibatkan rakyat. Di luar itu, lingkup pengaturan Perda, lebih menjangkau masyarakat luas.105 Peraturan Menteri bukan tidak bisa menjadi lebih tinggi posisinya dari Peraturan Daerah jika pemerintah ingin membuat Permen yang lingkup pengaturannya lebih luas, maka status Permen itu harus ditingkatkan menjadi Keputusan Presiden atau Peraturan Pemerintah. Kalaupun terjadi benturan antara Permen dan Perda, tidak harus diuji lewat hierarkinya, tapi bisa lewat pengujian substansinya di Mahkamah Agung. Peraturan perundang-undangan lain yang tidak tercantum dalam hierarki tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Termasuk dalam kategori itu Permen dan peraturan yang dikeluarkan direktorat jenderal suatu departemen. 106
104
Prof.Drs.HAW.Widjaja, Op.,Cit.,Hal. 149. www.hukumonline.com diakses pada tanggal 07 Maret 2008. 106 Lihat UU No. 10 Tahun tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 ayat (4). 105
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
66
B. Keberadaan
Program
Legislasi
Daerah
dalam
Pembentukan
Peraturan Daerah Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Unsur penyelenggara pemerintahan daerah tersebut mepunyai fungsi masing-masing. Pemerintah Daerah mempunyai fungsi penyelenggaraan pemerintah daerah sehari-hari, sedangkan DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Meskipun fungsi kedua unsur penyelenggara pemerintahan daerah tersebut berbeda, namun terdapat kesamaan tugas dan wewenang. Kesamaan tugas dan wewenang kedua unsur tersebut adalah dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan di daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis. Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah menyatakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.107 Dalam kedudukan lembaga ini, ditegaskan dalam Pasal 41, memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. DPRD ini memiliki kedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah108 mengandung makna bahwa DPRD adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah, namun bukan bagian dari Pemerintah Daerah. Peraturan Daerah lazim pula disebut sebagai produk legislasi daerah. Meskipun istilah legislasi masih menjadi perdebatan dikalangan akademisi, ada
107
Bambang Iriana Djajatmadja, Op.,Cit.,Hal.32
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
67
yang berpendapat bahwa istilah tersebut tidak tepat, karena secara yuridis Peraturan daerah lebih cocok disebut regulasi daripada produk legislasi. 109 Meskipun saat ini DPRD mendapat peran yang strategis, akan tetapi perlu juga dipertanyakan sejauh mana DPRD ini telah menjalankan tugas dan fungsi yang dibebankan padanya, khususnya bidang legislasi. Karena pada umumnya DPRD tidak berperan dalam perencanaan legislasi di daerah, atau yang kita sebut denganProgram Legislasi Daerah (Prolegda) a. Mekanisme Penyusunan Program Legislasi Daerah Mengingat peranan Peraturan Daerah yang demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunan perlu diprogrmkan, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Program Legislasi Daerah adalah instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem peraturan perundang-undanganyang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional. Prolegda merupakan pedoman dan pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah. Dasar hukum Prolegda tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 yang menentukan sebagai berikut: 108
Sebagaimana dinyatakan dalm butir 3 dari Penjelasan Umum UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
68
1. Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. 2. Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundangundangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional. 110 Ada beberapa alasan obyektif yang dapat dikemukakan mengapa prolegda diperlukan, yaitu: 111 1. Memberikan
gambaran
obyektif
tentang
kondisi
umum
mengenai
permasalahan pembentukan Peraturan daerah; 2. Menetapkan skala prioritas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah; 3. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah; 4. Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; 5. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah. Mengenai mekanisme penyusunan Program Legislasi Daerah tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 maupun dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Kedua undang-undang ini tidak memerintahkan secara tegas untuk mengatur lebih lanjut tata cara penyusunan dan pengelolaan Prolegda dalam peraturan pelaksanaan.
109
A.A. Oka Mahendra, Op.,Cit,Hal. 21 Ibid, Hal. 23-24 111 Ibid, hal. 24 110
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
69
Pedoman penyusunan Program Legislasi Daerah diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 169 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Program Legislasi Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri ini pada intinya mengatur
Pedoman
Penyusunan
Program
Legislasi
Daerah
Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Program Legislasi Desa atau nama lainnya. Secara garis besar mekanisme penyusunan Prolegda sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 dan Pasal 5 Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut di atas sebagai berikut:112 1. Pimpinan unit kerja menyiapkan Rencana Prolegda Kabupaten/Kota setiap tahun sesuai dengan kebutuhan penyelenhgaraan pemerintahan berdasarkan tugas dan fungsi masing-masing unit kerja. 2. Pembahasan rencana Prolegda tersebut di atas dikoordinasikan oleh Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/Kota. 3. Hasil pembahasan Prolegda tersebut diajukan oleh Bagian Hukum Sekretariat Kabupaten/Kota kepada Bupati/Walikota. 4. Prolegda Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota. b. Pengelolaan Program Legislasi Daerah Program Legislasi Daerah yang telah ditetapkan bersama oleh lembaga yang berweanang membentuk Peraturan Daerah harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, agar sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Untuk itu perlu dilakukan serangkaian sebagai berikut:113 1. Memikirkan dan menentukan berbagai hal yang bersangkutan dengan apa-apa yang harus dilakukan. 112 113
Ibid, Hal. 25 Ibid, Hal. 27.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
70
2. Mengusahakan, mengatur, menggerakkan dan memanfaatkan sumber-sumber, baik sumber daya manusia, baik sumber daya lainnya yang diperlukan untuk mencapai sassaran yang telah ditetapkan. 3. Menjamin agar tidak tercapai penyimpangan dan kegagalan dalam mencapai sasaran. Pengelolaan Prolegda sangat ditentukan oleh kualitas dan komitmen politis para anggota DPRD danh Bupati/Walikota sebagai pihak-pihak yang diberikan kewenangan untuk membentuk Peraturan Daerah. Kualitas elit politik di daerah ditentukan oleh proses rekrutmen partai politik. Dan tidak dapat kita pungkiri bahwa proses rekrutmen tersebut lebih diwarnai oleh factor-faktor akseptabilitas politik ketimbang kapabilitas untuk mengemban fungsi-fungsi kepemimpinan politik di daerah. Mengingat pengelolaan Prolegda tidak terlepas dari masalah politik, maka konstelasi politk di daerah memerankan peranan penting dalam pengelolaan Prolegda. Selain itu, karena masih rendahnya kapabilitas elit politik daerah dalam bidang pengelolaan legislasi daerah, dan tenaga fungsional perancang peraturan perundang-undangan masih langka, maka untuk pengelolaan Prolegda diperlukan kerjasama dengan perguruan tinggi, aktivis dan praktisi hukum di daerah. Disamping itu pengelolaan Prolegda mempersyaratkan kemampuan untuk melakukan fungsi-fungsi menajemen dengan baik yaitu fungsi perencanaan, penggerakan dan fungsi pengawasan.114 Sehubungan dengan fungsi perencanaan, setidak-tidaknya ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan Prolegda, yaitu:
114
Ibid, Hal. 28
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
71
a. Pemahaman peta permasalahan yang berkaitan denga prioritas Prolegda dan sumber daya yang ada, dan cara-cara mengatasinya. b. Perlunya
koordinasi,
konsistensi
anatara
berbagai
kegiatan,
penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan prioritas, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan Prolegda. c. Penerjemahan secara cermat dan akurat Prolegda ke dalam kegiatan konkrit yang terjadwal dengan dukungan dana yang memadai. Kemudian dalam pergerakan setidak-tidaknya ada 4 hal yang harus diperhatikan, yaitu: a. Mendapatkan sumber daya manusia yang professional, memiliki integritas dan komitmen untuk melaksanakan penyusunan rancangan Peraturan Daerah berdasarkan Prolegda. b. Menyampaikan kepada yang bersangkutan secara jelas tujuan-tujuan yang hendak dicapai dengan pengaturan dalam Peraturan Daerah yang dimaksud. c. Memberikan kewenangan-kewenangan tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas merancang Peraturan Daerah. d. Menjelaskan apa yang perlu dilakukan dan cara melakukannya serta memberi kepercayaan untuk mengemban tugas dan memberi bimbingan yang diperlukan. Selanjutnya di bidang pengawasan ada 3 hal yang perlu dilakukan, yaitu: a. Penetapan standar sebagai tolok ukur keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan Prolegda.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
72
b. Pengukuran pelaksanaan dengan membandingkan antara yang dicapai dengan yang seharusnya dicapai. c. Melakukan tindakan perbaikan atau penyesuaian. Pengawasan pelaksanaan Prolegda dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional, mupun oleh DPRD dan pengawasan oleh masyarakat. Melalui pengawasan yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip pengawasan diharapkan tujuan pengawasan dapat tercapai. Secara khusus untuk mekanisme penyusunan dan pengelolaan Program Legislasi Daerah di lingkungan DPRD, perlu diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dalam hal ini UU No. 10 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional. 115 C. Mekanisme Penyusunan Peraturan Daerah Keberadaan rakyat dalam sebuah negara demokrasi sama-sama pentingnya dengan keberadaan pemerintahan itu sendiri. Suatu pemerintahan yang demokratis akan memiliki makna dan legitimasi yang kuat jika ditentukan dan mendapat dukungan dari rakyat, dan sebaliknya keberadaan rakyat jika tidak dikelola secara demokratis akan melahirkan suatu masyarakat yang tertekan dan apatis terhadap pemerintahan.
Kedua
kondisi tersebut
sama-sama tidak
kondusif
bagi
pertumbuhan demokrasi yang baik. Untuk
memperkuat
dan
mengawal
proses
demokratisasi
dalam
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, maka perlu diimbangi dengan
115
Bambang Iriana Djajaatmadja, Op.,Cit.,Hal. 32.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
73
pembuatan seperangkat peraturan (regulasi) berupa Peraturan daerah untuk hal tersebut.
Dengan
pembentukan
landasan
hukum
dimaksud,
diharapkan
pengelolaan rakyat di daerah dalam melaksanakan hak-haknya terkait dengan partisipasi dalam pembentukan peraturan daerah akan lebih efektif serta terjaminnya pelaksanaannya.116 Kemandirian dalam berotonomi tidak berarti daerah dapat membuat peraturan perundang-undangan atau keputusan yang terlepas dari sistem perundang-undangan secara nasional. Peraturan perundang-undangan tingkat daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional. Karena itu tidak boleh ada peraturan perundang-undangan tingkat daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatnya atau kepentingan umum.117 Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 118 Unsur penyelenggara pemerintahan daerah tersebut mepunyai fungsi masing-masing. Pemerintah Daerah mempunyai fungsi penyelenggaraan pemerintah daerah sehari-hari, sedangkan DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Meskipun kedua unsur pemerintahan daerah tersebut berbeda, namun ada kesamaan tugas dan wewenang. Kesamaan tugas dan wewenang tersebut adalah dalam hal untuk membentuk peraturan perundang-undangan di daerah.
116
www.Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang - Membangun Legislasi Daerah yang Partisipatif.htm, diakses pada tanggal 12 februari 2009. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
74
a. Teknik Perundang-undangan Teknik perundang-undangan bertujuan membuat atau menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik. Suatu peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu:119 1) Ketetapan struktur, ketetapan pertimbangan, ketetapan dasar hukum, ketetapan bahasa (peristilahan), ketetapan pemakaian huruf dan tanda baca; 2) Kesesuaian isi dengan dasar yuridis, sosiologis dan filosofis. Kesesuaian yurudis menunjukkan adanya kewenangan, kesesuaian bentuk
dan
jenis
peraturan
perundang-undangan,
tidak
ada
pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain, dan tidak bertentangan dengan asas-asas hukum yang berlaku. Keseusian sosiologis menggambarkan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan, tuntutan, dan perkembangan masyarakat. Kesesuaian filosofis menggambarkan bahwa
peraturan
perundang-undangan
dibuat
dalam
rangka
mewujudkan, melaksanakan dan memelihara cita hukum yang menjadi patokan hidup masyarakat. 3) Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dilaksanakan dan menjamin kepastian. Suatu peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan daya dukung baik lingkungan pemerintahan yang
117
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 136 ayat (4) Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 3. 119 H. Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijakan pada Pemerintahan Daerah, (Yogyakarta: Penerbit UII Pres, 2005), Hal. 68-69 118
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
75
akan melaksanakan maupun masyarakat tempat peraturan perundangundangan itu akan berlaku. Daya
dukung
yang
dimaksud
adalah
ketenagaan,
keuangan,
keorganisasian, kondisi masyarakat dan lainnya. Peraturan perundang-undangan harus memberikan kepastian bagi pemerintah maupun masyarakat. Dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang baik, harus ada dua asas, yaitu asas formal dan asas material. Asas formal mencakup: “asas tujuan yang jelas, asas organ/lembaga yang tepat, asas perlunya peraturan, dan asas konsensus”. Sedangkan asas material mencakup:”asas terminology dan sistematika yang benar, asas dapat dikenali, asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas kepastian hukum dan asas kepastian hukum sesuai dengan keadaan individual”. 120 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik peraturan perundangundangan yang bukan sekedar tata cara penulisan atau pengetikan. Teknik perundang-undangan mencakup hal-hal yang lebih mendasar yang terdiri dari berbagai aspek untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang baik. b. Materi Muatan Peraturan Daerah Pasal 136 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 disebutkan dengan tegas, “bahwa Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)”.121 Secara analogi ketentuan ini mengikuti semangat rumusan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan, “Presiden berhak mengajukan rancangan undangundang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”, dan semangat rumusan Pasal 20 ayat 120 121
Ibid, hal. 69 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 136 ayat (1).
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
76
(2), “Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama”. Dengan dasar hukum di atas dapat diartikan bahwa Peraturan Daerah itu adalah semacam undang-undang pada tingkat daerah, karena proses pembentukan Peraturan Daerah hampir sama prosesnya dengan pembentukan undang-undang. 122
Peraturan daerah sebagai peraturan perundang-undangan di tingkat daerah dibuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 123 Dengan berdasar pada sistem otonomi yang nyata, Peraturan Daerah akan mengatur urusan rumah tangga daerah baik yang berasal dari penyerahan urusan oleh satuan pemerintahan tingkat yang lebih tinggi atau urusan yang dianggap penting untuk diatur atau diurus daerah.124 Dalam proses pembentukan Peraturan Daerah, harus diperhatikan materi muatan Peraturan daerah itu, yaitu Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi.125 Materi muatan Peraturan Daerah mengandung asas:126 a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; 122
H. Abdul Latief, Op.,Cit.,Hal. 148 Lihat Pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 124 H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 149 125 Lihat UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 12. 126 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 138 ayat (1) 123
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
77
e. f. g. h. i. j.
kenusantaraan; bhineka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau kesimbangan , keselarasan, dan keserasian.
Dengan mematuhi materi muatan dan asas-asas materi muatan peraturan daerah tersebut, pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan merakyat akan dapat terlaksana sesua dengan cita-cita otonomi dan cita-cita kesejahteraan rakyat.
c. Kewenangan Membentuk Peraturan Daerah Peraturan daerah merupakan peraturan perundang-undangan. Dan apabila diposisikan berdasarkan proses pembentukannya, Peraturan daerah itu semacam undang-undang. Karena itu kewenangan pembentukannyamengikuti kewenangan pembentukan undang-undang. Peraturan daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.127 Dan di dalam Penjelasan Umum UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa kewenangan yang ada pada Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengandung pengertian bahwa pembentukan Peraturan Daerah dilakukan bersama-sama.128 Inisiatif pembentukan Peraturan Daerah dapat dilakukan oleh Kepala Daerah atau Dewan Perwakilan Rakayat Daerah. Dalam undang-undang tidak disebutkan dengan tegas mengenai inisiatif Kepala Daerah. Kewenangan Kepala Daerah tersimpul dari wewenang menetapkan Peraturan Daerah. Kewenangan DPRD untuk berinisiatif diatur dalam hak prakarsa.
127
Lihat UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 136 ayat (1).
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
78
Hal yang sama ada pada pembentukan undang-undang. Dalam UUD 1945 tidak ada ketentuan yang menyebutkan hak inisiatif atau hak prakarsa Presiden untuk mengajukan rancangan undang-undang. Tetapi dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) suadah tersirat bahwa Presiden mempunyai hak inisiatif atau prakarsa mengajukan usul Rancangan Undang-Undang. 129 d. Prakarsa Membentuk Peraturan Daerah Peraturan daerah sebagai pedoman dan dasar dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah di dalam menetapkannya senantiasa tidak bisa dilepaskan dengan rakyat di daerah. Penyerahan kewenangan pemerintahan kepada daerah pada hakekatnya adalah kepada rakyat di daerah. Konsep daerah (sering disebut dengan daerah otonom) di dalamnya mengandung konsep sosiologis, politis serta konsep kewilayahan. Konsep daerah ini dapat ditemukan dalam undang-undang pemerintahan daerah, dimana daerah diberi batasan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 6 UU No. 32/2004). 130 Sebelum terbentuknya Peraturan Daerah, pembuatan Peraturan Daerah selalu diawali dengan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu yang bersamaan (satu masa sidang) kepala daerah (Bupati/Walikota) dan DPRD menyampaikan 128
Penjelasan Umum UU No. 32 Tahun 2004, Pembuatan Peraturan Daerah dilakukan bersamasama oleh Kepala Daerah dan DPRD. 129 H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 70 Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
79
rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedang rancangan Perda yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. (Pasal 140 ayat 1 dan 2 UU No.32/2004). Hal ini juga diatur dalam Pasal 26 UU No.10/2004, dimana rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota sebagai kepala daerah. Secara formal saat ini terdapat dua jalur penyusun Peraturan Daerah, yaitu jalur eksekutif dan jalur legislatif, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 140 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Kepala Daerah. 131 1. Prakarsa Kepala Daerah Telah dikemukakan bahwa Kepala Daerah (seperti halnya DPRD) mempunyai hak prakarsa menyusun rancangan peraturan daerah untuk disetujui DPRD. Pasal 140 UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan, ayat (1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota, dan Pasal 141 ayat (1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi132, dengan mekanisme sebagai berikut: a) Konsep Rancangan Peraturan Daerah disusun oleh Dinas/Biro/Unit Kerja yang berkaitan dengan materi muatan yang diatur.
130
www.hukumonline.com diakses pada tanggal 07 Maret 2008. Bambang Iriana Djajaatmadja, Op.,Cit.,Hal.33 132 Lihat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 140 ayat (1) dan Pasal 141 ayat (1). 131
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
80
Penyusunan konsep Rancangan Peraturan Daerah bukan berarti hanya dilakukan oleh satu dinas/biro/unit kerja saja. Penyusunan ini juga dapat dilakukan bersama-sama Dinas, Biro, Unit Kerja, atau beberapa dinas, beberapa biro dan beberapa unit kerja lain. Hal ini dimungkinkan karena materi muatan Peraturan Daerah berkaitan dengan tugas berbagai dinas, berbagai biro dan lainnya. Tim penyusun Rancangan Peraturan Daerah tersebut dapat mengikutsertakan pihak-pihak di luar Pemerintah Daerah, seperti ahli-ahli dari Perguruan Tinggi, badan peradilan, kejaksaan, kepolisian, perbankan, dan dari instansi lain yang dianggap dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk melahirkan suatu Peraturan daerah yang baik. b) Konsep Rancangan Peraturan Daerah yang telah disusun Dinas/Biro/Unit Kerja tersebut disampaikan kepada Bagian Hukum untuk pemeriksaan teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lain, kesesuaian dengan kebijaksanaan umum pemerintah, dan kebakuan format sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c) Bagian Hukum akan mengundang dinas/biro/unit kerja yang menyusun konsep dan unit-unit kerja lain untuk menyempurnakan konsep tersebut. d) Bagian Hukum menyusun penyempurnaan (konsep final) untuk diteruskan kepada Kepala Daerah mengadakan pemeriksaan. e) Konsep Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Kepala Daerah berubah menjadi Rancangan Peraturan Daerah
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
81
f) Rancangan Peraturan Daerah disampaikan Kepala Daerah Kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disertai nota pengantar untuk mendapat persetujuan.133 2. Prakarsa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebelum terbentuknya Peraturan Daerah, pembuatan Peraturan Daerah selalu diawali dengan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati/Walikota. Dalam Pasal 141 ayat (1) Rancangan Perda disampaikan oleh anggota, komisi, gabungan komisi atau alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. 134 Dalam undang-undang tersebut tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang berapa jumlah anggota dapat mengusulkan sebuah Perda. Namun DPRD sebagai lembaga politis, usulan anggota untuk membentuk Perda setidak-tidaknya akan dilakukan dengan mekanisme politis juga, yakni ada tidaknya dukungan dari anggota lain yang merasa berkepentingan. Berbeda dengan yang mengusulkan komisi, gabungan komisi atau kelengkapan DPRD bidang legislasi tidak perlu menghitung jumlah anggota karena mereka merupakan alat kelengkapan DPRD. Dengan demikian, pada prinsipnya setiap anggota DPRD dapat memberikan usulan, dimana materinya dapat berasal dari hasil audiensi maupun hasil penjaringan di masyarakat ketika masa reses dilakukan. 135 Tata cara penyusunan Rancangan Peraturan Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dalam Peraturan Daerah dalam Tata Tertib
133
H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 72-73 Lihat Pasal 141 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 135 www.Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang - Membangun Legislasi Daerah yang Partisipatif.htm, diakses pada tanggal 12 februari 2009. 134
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
82
DPRD.136 Karena itu ada kemungkinan perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Meskipun demikian, kemungkinan perbedaan tersebut sangat kecil, karena Peraturan Tata Tertib semua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disusun berdasarkan PP No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, yang menggantikan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4/I/25-138 Tahun 1978. Pelaksanaan legislasi daerah merupakan tugas dan wewenang serta salah satu fungsi penting dari DPRD yang rutin dilakukan menyangkut produk hukum Peraturan Daerah, namun dalam struktur alat kelengkapan DPRD tidak ada alat khusus DPRD yang membidangi legislasi daerah. Dalam Pasal 46 (1) UU Pemerintahan Daerah, alat kelengkapan DPRD terdiri atas : a. Pimpinan; b. Komisi; c. Panitia Musyawarah; d. Panitia Anggaran; Badan Kehormatan; dan e. Alat kelengkapan lain yang diperlukan. Dari ketentuan Pasal tersebut, sebenarnya ada dasar untuk membentuk badan legislasi daerah yang khusus menangani pembentukan Perda, tinggal kemauan untuk itu. Jika ada badan legislasi daerah tentunya proses penampungan aspirasi dalam rangka partisipasi masyarakat akan lebih mudah dan efektif. e. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sebelum terbentuknya Peraturan Daerah, pembuatan Peraturan Daerah selalu diawali dengan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu yang bersamaan (satu masa sidang) kepala daerah (Bupati/Walikota) dan DPRD menyampaikan 136
H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 75
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
83
rancangan Perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD, sedang rancangan Perda yang disampaikan oleh kepala daerah digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. (Pasal 140 ayat 1 dan 2 UU No.32/2004). Hal ini juga diatur dalam Pasal 26 UU No.10/2004, dimana rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah atau gubernur, atau bupati/walikota sebagai kepala daerah.137 Ketentuan pasal 140 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 26 UU No. 10 Tahun 2004 yang menempatkan rancangan peraturan daerah DPRD dalam urutan pertama yang harus dibahas terlebih dahulu dari dua pasal tersebut benar-benar memberikan penguatan terhadap DPRD dalam menjalankan fungsi legislasi daerah dalam arti DPRD memiliki peluang dan kewenangan yang luas dalam pembentukan peraturan daerah. Dalam Peraturan Pemerintah No.25/2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 95 ayat (1) secara tegas dinyatakan juga bahwa, DPRD memegang kekuasaan dalam membentuk Peraturan Daerah. Penguatan DPRD (DPRD heavy) dalam proses legislasi di daerah merupakan konsekuensi logis dari lembaga tersebut sebagai lembaga perwakilan. Oleh karena itu DPRD dengan kedudukan sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah yang salah satu tugas dan wewenangnya membentuk Perda yang dibahas bersama kepala daerah harus memiliki kepekaan dalam merespon dan menampung aspirasi yang berkembang di masyarakat (terutama masyarakat dari
137
www.Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang - Membangun Legislasi Daerah yang Partisipatif.htm, diakses pada tanggal 12 februari 2009. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
84
daerah pemilihan yang mereka wakili) dalam proses pembahasan dan penentuan Perda. Untuk mengkaji pembentukan Perda partisipatif dan pada tahapan mana dari rancangan perda tersebut yang memungkinkan terwujudnya partisipasi masyarakat, baik rancangan perda inisiatif/usul/prakarsa DPRD maupun rancangan perda dari kepala daerah, maka pengkajian rancangan Perda akan difokuskan pada tahapan atau tingkatan pembahsan yang dilakukan oleh DPRD maupun kepala daerah sesuai dengan PP No. 25/2004 dan Kepmendagri No. 162/2004. Ketentuan Pasal 40 ayat (11-14) UU No. 10 Tahun 2004 , pembahasan Rancangan Peraturan daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dibagi dalam empat tahap pembicaraan. Tahap-tahap ini adalah : 1. Pembicaraan Tahap I (Sidang Paripurna) Penjelasan Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian Raperda yang berasal dari Kepala Daerah, atau penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus terhadap Raperda dan atau Perubahan Perda atas usul prakarsa DPRD.138 2. Pembicaraan Tahap II (Siadang Komisi) Dalam hal Raperda yang berasal dari Kepala Daerah, maka di dalam sidang akan didengarkan pemandangan umum dari fraksi-fraksi terhadap Raperda yang berasal dari Kepala Daerah, dan jawaban Kepala Daerah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi tersebut. Dalam hal Raperda atas usul
138
H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 76
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
85
DPRD, maka pembicaraan tahap II adalah mendengarkan pendapat Kepala Daerah terhadap Raperda atas usul DPRD, dan mendengarkan jawaban dari fraksi-fraksi terhadap pendapat Kepala Daerah.139 3. Pembicaraan Tahap III Pembicaraan
tingkat
ketiga,
meliputi
pembahasan
dalam
rapat
Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus dilakukan bersama-sama dengan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Pembicaraan tahap ketiga ini dimaksudkan untuk menemukan kesepakatan baik materi muatan maupun rumusan-rumusannya. 140 4. Pembicaraan Tahap IV (Sidang Paripurna)141 Pembicaraan tahap keempat ini merupakan sidang paripurna terakhir yang diadakan
dalam
rangka
pengambilan
keputusan
persetujuan
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atas rancangan Peraturan Daerah. Dalam sidang ini akan didengar: a) Laporan hasil kerja Komisi, atau Gabungan Komisi atau Panitia Khusus; b) Pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dewan. Pendapat akhir ini dapat disertai dengan catatan yang lazim disebut dengan minderheidsnota; dan c) Sambutan Kepala Daerah. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui tersebut, disampaikan kembali oleh Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah. Tindak lanjut lainnya seperti
139
Ibid, hal. 77 www.Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang - Membangun Legislasi Daerah yang Partisipatif.htm, diakses pada tanggal 12 februari 2009. 141 H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 78 140
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
86
permintaan pengesahan (bagi yang perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang) dan penempatan dalam Lembaran Daerah , sepenuhnya diserahkan kepada Kepala Daerah. f. Penetapan dan Penandatanganan Rancangan Peraturan Daerah Menjadi Peraturan Daerah Rancangan Undang-Unadang yang telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat akan disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang. Jadi untuk undangundang digunaka istilah “disahkan”, sedangkan untuk Peraturan Pengaganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri digunakan istilah ditetapkan. Dalam hal Peraturan Daerah, setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, akan ditetapkan dan ditandatangani oleh Kepala Daerah. Penggunaan istilah “ditetapkan” untuk Perda dengan dasar Pasal 136 ayat (1), Perda ditetapka oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari DPRD,142 dan isi Pasal 144 ayat (1), Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur, Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur, Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai perda. 143 Pada saat berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, penandatangan Peraturan Daerah dilakukan oleh Kepala Daerah dan Ketua DPRD. Hal ini dapat didasarkan atas isi Pasal 44 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1974,
142 143
Lihat Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 Lihat Pasal 144 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
87
dengan pengertian bahwa Pemerintah Daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD.144 Sekarang, setelah berlakunya UU No. 32 Tahun 2004, penandatanganan Peraturan Daerah hanya dilakukan oleh Kepala Daerah. Memang tidak ada diatur secara tegas tentang penandatangan Peerda tersebut. Dengan dasar bahwa yang wajib atau boleh menandatangani suatu keputusan adalah pejabat yang berwenang menetapkan menurut undang-undang. Yang berwenang menetapkan Peraturan Daerah adalah Kepala Daerah. Karena itu semestinya penandatanganan Peraturan daerah cukup oleh Kepala Daerah.145
144 145
H. Abdul Latief,Op.,Cit.,Hal. 81 Ibid, Hal. 81.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
88
BAB IV KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) KABUPATEN TAPANULI UTARA DALAM PROSES LEGISLASI A. Keberadaan Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Program Legislasi Daerah adalah instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis. Secara operasional, Prolegda memuat daftar Rancangan Peraturan Daerah yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu sebagai bagian integral dari sistem peraturan perundang-undanganyang tersusun secara hierarkis, dalam sistem hukum nasional. Prolegda merupakan pedoman dan pengendali penyusunan Peraturan Daerah yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah. Dasar hukum Prolegda tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 yang menentukan sebagai berikut: 1. Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. 2. Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundangundangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.146 Ada beberapa alasan obyektif yang dapat dikemukakan mengapa prolegda diperlukan, yaitu:147 1. Memberikan
gambaran
obyektif
tentang
kondisi
umum
mengenai
permasalahan pembentukan Peraturan daerah;
146 147
A.A.Oka Mahendra., Op.,Cit.,Hal. 23-24 Ibid, hal. 24
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
89
2. Menetapkan skala prioritas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah; 3. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah; 4. Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; 5. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah. Agar Peraturan Daerah yang dihasilkan oleh setiap Kabupaten/Kota lebih terarah dan sistematis sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan teidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi posisinya, maka seharusnya setiap daerah haruslah memiliki program legislasi daerah. Sebelum saya membahas tentang Program Legislasi Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, maka terlebih dahulu saya akan menerangkan sedikit tentang gambaran Kabupaten Tapanuli Utara. a. Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Utara Pada masa Hindia Belanda, Kabupaten Tapanuli Utara termasuk Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan Kabupaten Pakpak Bharat yang sekarang, termasuk dalam keresidenan Tapanuli yang dipimpin oleh seorang Residen Bangsa Belanda yang berkedudukan di Sibolga. Keresidenan Tapanuli yang dulu disebut Residentie Tapanuli terdiri dari empat Afdeling (Kabupaten) yaitu Afdeling Batak
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
90
Landen, Afdeling Padang Sidempuan, Afdeling Sibolga dan Afdeling Nias. Afdeling Batak Landen dipimpin oleh seorang Asisten Residen yang ibukotanya Tarutung yang terdiri dari lima Onder Afdeling (wilayah), yaitu:148 1) Onder Afdeling Silindung (Wilayah Silindung) ibukotanya Tarutung; 2) Onder Afdeling Hoovlakte Van Toba (Wilayah Humbang) ibukotanya Siborongborong; 3) Onder Afdeling Toba (Wilayah Toba) ibukotanya Balige; 4) Onder Afdeling Samosir (Wilayah Samosir) ibukotanya Pangururan; 5) Onder Afdeling Dairi Landen (Wilayah Dairi) ibukotanya Sidikalang. Setelah
Proklamasi
Kemerdekaan
R.I.,
sejarah
perkembangan
pemerintahan R.I. di Kabupaten Tapanuli Utara diawali dengan terbitnya Besluit Nomor : 1 dari Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumbantobing pada tanggal 5 Oktober 1945 yang memuat Pembentukan Daerah Tapanuli dengan pengangkatan staf pemerintahannya, juga pengangkatan Kepala-kepala Luhak dalam Daerah Tapanuli. Afdeling Batak Landen dirubah menjadi LUHAK TANAH BATAK, dan sebagai Kepala Luhak diangkat Bapak Cornelius Sihombing. Dalam catatan sejarah Tapanuli Utara, beliaulah dianggap sebagai Bupati pertama Tapanuli Utara.149 Setelah selesainya Agresi Belanda ke Indonesia, yaitu Agresi militer I pada tahun 1947 dan Agresi II pada tahun 1948, maka pada tahun 1950 di Tapanuli dibentuk kabupaten baru yaitu Kabupaten Tapanuli Utara (dulu Kabupaten Batak), Kabupaten Tapanuli Selatan (dulu Kabupaten Padang 148
Tapanuli Uatara dalam Angka 2007, (Tarutung: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007), Hal. Iii 149 www.pemdataput.org.com diakses pada tanggal 10 maret 2009. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
91
Sidempuan), Kabupaten Tapanuli Tengah (dulu Kabupaten Sibolga) dan Kabupaten Nias. Di setiap kabupaten dibentuk badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Sementara yang anggotanya dari anggota partai politik setempat.150 Dan wilayah Tapanuli masuk ke dalam Provinsi Smatera Utara. Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan di daerah ini, maka pada tahun 1964 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Dairi. Pemekaran Kabupaten Dairi dari Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan UU No. 15 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi. 151 Salah satu upaya untuk mempercepat laju pembangunan ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan stabilitas keamanan adalah dengan jalan pemekaran wilayah. Pada tahun 1998 untuk kedua kalinya Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir, sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Daerah Tingkat II Mandailing Natal.152 Kemudian pada tahun 2003, Kabupaten Tapanuli Utara untuk yang ketiga kalinya dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan UU No. 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, dan
150
Tapanuli Uatara dalam Angka 2007, Op.,Cit., Hal. Iv. www.pemdataput.org.com diakses pada tanggal 10 maret 2009. 152 Tapanuli Uatara dalam Angka 2007, Op.,Cit., Hal. Iv. 151
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
92
Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara. Pemekaran wilayah kabupaten ini dimaksudkan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan serta untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah ini Sebagaimana
uraian
singkat
sejarah
perkembangan
Pemerintahan
Republik Indonesia di Kabupaten Tapanuli Utara diawali dengan terbitnya Besluit No. 1 dari Residen Tapanuli Dr. Ferdinan Lumbantobing pada tanggal 5 Oktober 1945 yang memuat Pembentukan Daerah Tapanuli dan pengangkatan Kepalakepala Luhak dalam daerah Tapanuli, maka tanggal 5 Oktober ditetapkan menjadi HARI JADI KABUPATEN TAPANULI UTARA sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara No. 5 Tahun 2003.153 b. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 10 20’–20 41’ Lintang Utara dan 98005’-99016’ Bujur Timur. Sedangkan secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten, yaitu:154 1. Disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir; 2. Disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu; 3. Disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan;
153
www.pemdataput.org.com diakses pada tanggal 10 maret 2009.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
93
4. disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Letak astronomis dan letak geografis tersebut sangat menguntungkan, karena kabupaten Tapanuli Utara berada pada jalur lintas adari beberapa Kabupaten di Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai luas sekitar 3.800, 31 Km2, terdiri dari luas dataran 3.793, 71 Km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 Km2. Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah administrative terdiri dari 15 kecamatan, dan kelima belas kecamatan ini terbagi dalam 232 desa dan 11 kelurahan. Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara masih tergolong kabupaten miskin. Hal ini dapat dilihat dari keadaan desa/kelurahan ditinjau dari perkembangannya masih sangat memprihatinkan, dari 243 desa/kelurahan baru 1,23 persen desa/kelurahan swasembada, sisanya 43, 21 persen desa swakarya dan 55, 56 persen desa swadaya.155 Jumlah penduduk yang bermukim di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 adalah sebesar 262.642 jiwa, yang terdiri dari 130.429 jiwa lakilaki dan 132.213 jiwa perempuan. Rasio jenis kelamin Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 98,65, ini berarti bahwa jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Tapanuli Utara lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki. Sedang tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu 69, 23 penduduk per kilometer persegi.156
154
Tapanuli Uatara dalam Angka 2007, Op.,Cit., Hal. 3-4 Ibid, Hal. 19 156 Ibid, hal.38 155
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
94
Sektor pertanian bagi Kabupaten Tapanuli Utara sampai saat ini masih merupakan tulang punggung perekonomian daerah sebagai penghasil nilai tambah dan devisa maupun sumber penghasilan atau penyedia lapangan kerja sebagian besar penduduknya. Sektor pertanian yang paling dominan yang dibudidayakan masyarakat di Kabupaten Tapanuli Utara adalah sektor pertanian tanaman bahan pangan. Sektor pertanian ini mencakup tanaman padi seluas 28.846 ha dan tanaman palawija seluas 442 ha.157 Sedangkan sektor perkebunan masih merupakan perkebunan rakyat, belum terdapat perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan. Jenis komiditi unggulan yang dibudidayakan masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara adalah tanaman kemenyan. Hal ini dapat terlihat dari besarnya luas tanaman kemenyan, yaitu seluas 16.282,50 ha. Kemudian diikuti tanaman kopi seluas 14.806,75 ha. Sektor peternakan dan perikanan juga termasuk penghasil pendapatan bagi masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara. Tetapi sektor ini juga masih dikelola secara sederhana dan tradisional. Belum ada peternakan yang dikelola secara besar-besaran di Kabupaten Tapanuli Utara. Danau Toba yang termasuk wilayah Kabupaten Tapanuli Utara seluas 6,60 km2, sehingga sektor perikanan juga menjadi salah satu mata pencaharian bagi masyarakat Tapanuli Utara.158 c. Keberadaan Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dibentuk Peraturan Daerah. Dengan kata lain Peraturan Daerah merupakan sarana yuridis 157 158
untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan tugas-tugas
Ibid, hal. 142. Ibid, hal. 144
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
95
pembantuan. Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah angka 7, antara lain mengemukakan: “Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah…”.159 Dasar hukum Prolegda tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 yang menentukan sebagai berikut: 1. Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah. 2. Prolegda dimaksudkan untuk menjaga agar produk peraturan perundangundangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.160 Ada beberapa alasan obyektif yang dapat dikemukakan mengapa prolegda diperlukan, yaitu:161 1. Memberikan
gambaran
obyektif
tentang
kondisi
umum
mengenai
permasalahan pembentukan Peraturan daerah; 2. Menetapkan skala prioritas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan Peraturan Daerah; 3. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Daerah;
159
A.A.Oka Mahendra., Op.,Cit.,Hal. 21 A.A.Oka Mahendra., Op.,Cit.,Hal. 23-24 161 Ibid, hal. 24 160
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
96
4. Mempercepat proses pembentukan Peraturan Daerah dengan memfokuskan kegiatan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala prioritas yang ditetapkan; 5. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan Peraturan Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota memiliki peranan dan fungsi yang sangat strategis. Pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dalam kedudukannya, lembaga ini, ditegaskan dalam Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004, memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.162 Berdasarkan
hal
tersebut
implementasi
fungsi
legislatif
DPRD
Kabupaten/Kota seharusnya lebih berdaya. DPRD Kabupaten/Kota menjadi penyeimbang kepentingan pemerintah daerah di dalam menetapkan kebijakankebijakan daerah, dan kritis terhadap langkah-langkah kebijakan yang dipandang akan memberatkan rakyat. Diantara hak dan kewajiban yang diemban oleh DPRD, tercatat ada beberapa hal yang langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat, yaitu memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah dan menyerap, menampung, menhimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.163 Aspirasi masyarakat tersebut ditampung, diolah dan selanjutnya dituangkan dalam berbagai bentuk kebijakan daerah, termasuk program-program perencanaan pembentukan peraturan daerah (program legislasi daerah).
162 163
Bambang Iriana Djajaatmadja, Op.,Cit.,Hal. 32 Pasal 45 UU No. 32 Tahun 2004
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
97
Karena begitu pentingnya Peraturan Daerah di dalam menjalankan roda pemerintahan daerah yang berbasis kerakyatan dan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi daerah demi untuk tercapainya kesejahteraan rakyat, maka sudah seharusnya tiap daerah untuk mempunyai Program Legislasi Daerah. Berdasarkan hasil penelitian saya di Kabupaten Tapanuli Utara, dengan “mewawancarai” Sekretaris DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Bapak Drs. Karel Sihotang, pada tanggal 12 November 2008, bahwa tidak ada program pengelolaan konsep Rancangan Peraturan Daerah sebelum ditetapkan menjadi Rancangan Peraturan Daerah yang dikelola secara sistematis dan terarah (atau yang kita kenal dengan Program Legislasi Daerah). Ketika saya bertanya tentang Prolegda (Program Legislasi Daerah), beliau mengatakan bahwa tentang Prolegda jarang didengar, dan yang sering beliau dengar adalah Prolegnas (Program Legislasi Nasional), dan beliau juga mengatakan bahwa mengenai Prolegda tidak ada di Kabupaten Tapanuli Utara. Masih menurut Bapak Drs. Karel Sihotang, bahwa proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah itu adalah sebagai berikut: a. Ketika sebuah Dinas/Bagian/Gabungan beberapa dinas/bagian membutuhkan sebuah Peraturan Daerah, maka Dinas/Bagian/Gabungan dinas/Bagian tersebut mengkonsep Rancangan Peraturan Daerah untuk kemudian diajukan kepada Bagian Hukum dan Organisasi untuk dikoreksi. b. Setelah dikoreksi dari Bagian Hukum dan organisasi, baru kemudian diajukan kepada Bupati untuk ditetapkan sebagai Rancangan Peraturan Daerah.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
98
c. Setelah Rancangan Peraturan Daerah ditetapkan oleh Bupati, maka Ranperda ini akan diajukan ke DPRD untuk dibahas di dalam Rapat Paripurna untuk mendapat persetujuan. Itupun Ranperda tidak dibahas satu persatu dalam Rapat Paripurna, tetapi dalam satu pembahasan akan dibahas langsung beberapa Ranperda. Hal ini adalah untuk menghemat biaya anggaran. d. Setelah beberapa Ranperda diterima oleh Kesekretariatan DPRD, maka akan ditentukan tanggal Rapat paripurnanya oleh Panitia Musyawarah. Dan mengenai pembahasan di Rapat Paripurna, semua terdapat di dalam Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah selesai mewawancarai Sekretaris DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Bapak Drs. Karel Sihotang, pada tanggal yang sama saya juga mewawancarai salah seorang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Bapak Asman Sihombing, SH dari Fraksi Persatuan dan Keadilan Indonesia. Hampir sama dengan jawaban Sekretaris DPRD di atas, beliau juga mengatakan bahwa Program Legislasi Daerah (Prolegda) di Kabupaten Tapanuli Utara itu tidak ada. Konsep Rancangan Peraturan Daerah itu datang dari setiap Dinas/Bagian sesuai dengan kebutuhan masing-masing Dinas/Bagian. Ketika sebuah Dinas/Bagian menginginkan sebuah Peraturan Daerah dalam hal bidang tugas mereka, maka mereka akan mengkonsep Rancangan Peraturan Daerah untuk diajukan ke Bagian Hukum dan Organisasi. Setelah ditandatangani oleh Bupati, maka akan diajukan ke DPRD untuk dibahas dalam Rapat Paripurna. Pada tanggal 3 Desember 2008, saya bertemu dengan Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Bapak Hendri Firmanto Purba, SH untuk melengkapi riset saya di Pemerintahan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Tentang keberadaan
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
99
Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tidak ada. Konsep Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan untuk disepakati menjadi Peraturan Daerah
tersebut
tidak
diprogramkan
terlebih
dahulu
oleh
sebuah
lembaga/badan/panitia khusus. Konsep Rancangan Peraturan Daerah itu datang dari dinas/bagian tertentu sesuai dengan kebutuhan dinas/bagian masing-masing. Konsep Rancangan Peraturan Daerah tersebut akan diajukan ke Bagian Hukum dan Organisasi untuk diperiksa. Setelah selesai diperiksa, akan diajukan kepada bupati untuk disahkan menjadi Rancangan Peraturan Daerah. Setelah disahkan menjadi Rancangan Peraturan Daerah, baru kemudian diajukan ke DPRD Kabupaten Tapanuli Utara untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Dari hasil wawancara dengan pihak yang dianggap berkompeten dalam bidang legislasi di Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Sekretaris DPRD, Anggota DPRD, dan Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Kabupaten Tapanuli Utara, dapat ditarik kesimpulan bahwa di Kabupaten Tapanuli Utara tidak terdapat Badan Legislasi Daerah atau Panitia Legislasi yang menangani khusus Program Legislasi di Daerah. Dan proses pengajuan dan pengelolaan legislasi di Kabupaten Tapanuli Utara masih dapat digolongkan sangat sederhana, karena proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah hanya dilakukan oleh Dinas/Bagian saja tanpa adanya pemrograman terlebih dahulu. Hal ini sangat rentan terhadap adanya pertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan juga dengan kepentingan umum. Apabila kita lihat di dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor: 01 Tahun 2005, tidak terdapat satu pasal pun yang
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
100
menyinggung tentang pengaturan Program Legislasi Daerah atau tentang Penitia Legislasi Daerah. Pasal 23 Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara menyebutkan bahwa alat-alat kelengkapan DPRD terdiri dari:164 a) b) c) d) e) f)
Pimpinan DPRD; Panitia Musyawarah; Komisi; Badan Kehormatan; Panitia Anggaran; dan Alat kelengkapan yang diperlukan. Sebenarnya pada point f Pasal 23, terbuka peluang untuk membuat Panitia
Legislasi. Jika ada badan legislasi daerah tentunya proses penampungan aspirasi dalam rangka partisipasi masyarakat akan lebih mudah dan efektif. Tetapi hingga saat ini hal tersebut belum terealisasi di Kabupaten Tapanuli Utara. Apabila lihat contoh di Jawa Timur, bahwa di dalam Peraturan Tata Tertib DPRD-nya telah diatur secara jelas tentang kedudukan dan tugas-tugas panitia Legislasi. Hal ini dapat dilihat di dalam pasal 59 ayat (2) dan Pasal 61 Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa Timur.165 Ketidakadaan Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara yang dikelola secara sistematis dan terarah juga dapat diakibatkan oleh kurangnya Sumber Daya manusia yang berkompeten di bidang legislasi. Mengingat saat ini peranan Peraturan Daerah demikian penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, maka penyusunan perlu direncanakan secara matang, agar berbagai perangkat hukum yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dapat dibentuk secara sistematis, terarah dan terencana berdasarkan skala prioritas yang jelas. Oleh karena itu, instrumen
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
101
prolegda sebagai bagian dari tahap perencanaan pembentukan peraturan daerah sangat diperlukan. Pada tahun 2008 terdapat 19 buah Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tapanuli Utara kepada DPRD Kabupaten Tapanuli Utara untuk mendapatkan persetujuan bersama. Kesembilan belas Rncangan Peraturan Daerah tersebut adalah:166 1. Ranperda tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara; 2. Ranperda tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 26 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin Bongkar Muat Barang Dagangan; 3. Ranperda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 08 Tahun 1991 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Mual Natio Kabupaten Tapanuli Utara; 4. Ranperda tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 29 Tahun 2001 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Sarana Olahraga; 5. Ranperda tentang Ijin Pemungutan Kayu Rakyat (IPKR) dan Ijin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu; 6. Ranperda tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan;
164
Pasal 23 Keputusan DPRD Kab. Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2008. Bambang Iriana Djajaatmadja, Op.,Cit., hal. 40. 166 Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Pembahasan 19 buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahub 2008, Hal. 3-5 165
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
102
7. Ranperda tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara; 8. Ranperda tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa. 9. Ranperda tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten tapanuli Utara; 10. Ranperda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 18 Tahun 2001 tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Tapanuli Utara; 11. Ranperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; 12. Ranperda tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 19 Tahun 2001 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 13. Ranperda tentang Peningkatan Hak Sewa Menjadi Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara; 14. Ranperda tentang Urusan Pemerintah Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara 15. Ranperda tentang Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Staf Ahli Kabupaten Tapanuli Utara. 16. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; 17. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; 18. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan di Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; 19. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan di Daerah Kabupaten Tapanuli Utara;
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
103
Dari kesembilan belas Rancangan Peraturan Daerah yang akan di bahas untuk periode tahun 2008 tersebut, keseluruhan Rancangan Peraturan Daerah itu berasal dari lembaga eksekutif Kabupaten Tapanuli Utara. Dalam hal ini, DPRD Kabupaten Tapanuli Utara sebagai penampung dan penyalur aspirasi masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara lebih bersifat pasif atau menunggu dari lembaga eksekutif saja. Padahal Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.167 Mengenai kedudukan DPRD sebagai badan legislatif daerah juga dipertegas di dalam Pasal 140 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, yang menyatakan bahwa rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD atau Kepala Daerah. 168 B. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tapanuli Utara Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, “Peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD”.169 Pasal tersebut di atas mengandung makna bahwa DPRD mempunyai peranan yang sangat strategis dalam proses pembentukan Peraturan Daerah. Dengan istilah yang lebih tegas, bahwa Peraturan Daerah tidak akan ada kalau tidak ada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sebuah Peraturan Daerah harus memperhatikan materi muatannya. Materi muatan sebuah Peraturan Daerah adalah Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
167
Lihat Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004 Lihat Pasal 140 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 169 Lihat Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 168
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
104
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang undangan yang lebih tinggi.170 Prakarsa menyusun Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari kepala daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dibahas oleh DPRD dan disetujui menjadi Peraturan Daerah. Pasal 140 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 menyebutkan, “Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari DPRD, Gubernur, atau Bupati/Walikota”.171 Rancangan peraturan daerah, baik yang berasal dari perintah daerah maupun yang berasal dari DPRD, akan diajukan ke DPRD untuk dibahas dan disetuji menjadi peraturan daerah. Tahapan-tahapan tentang pengajuan Rancangan Peraturan Daerah kepada DPRD dan juga pembahasan di DPRD telah dibahas di dalam BAB III Sub Bab C tentang Mekanisme Penyusunan Peraturan Daerah. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di tingkatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dalam Pasal 40 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu: 1) Pembahasan rancangan peraturan daerah di dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah bersama gubernur atau bupati/walikota. 2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tingkat tingkat pembicaraan. 3) Tingkat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tapanuli Utara, sesuai dengan 170 171
Pasal 12 UU No. 10 Tahun 2004 H. Abdul Latief, Op.,Cit.,hal. 71
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
105
amanah UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 40 ayat (4), diatur di dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Isi Pasal 74 ayat (2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yaitu:172 pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan, yaitu: 2. Pembicaraan tingkat pertama meliputi: a. Penjelasan Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah b. Penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 3. Pembicaraan tingkat kedua, meliputi: a. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah. a) Pemandangan umum dari fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah; b) Jawaban Kepala Daerah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi. b. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD. a) Pendapat Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD; b) Jawaban dari fraksi-fraksi terhadap pendapat Kepala Daerah.
172
Lihat Pasal 74 ayat (2) Keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
106
4. Pembicaraan
tingkat
ketiga,
meliputi
pembahasan
dalam
Rapat
Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus dilakukan bersama-sama dengan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. 5. Pembicaraan tingkat keempat, meliputi: a. Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna yang didahului dengan: a) Laporan hasil pembicaraan tahap ketiga; b) Pendapat akhir fraksi; c) Pengambilan keputusan b. Penyampaian sambutan Kepala Daerah terhadap pengambilan keputusan. Pembahasan 19 buah Rancangan Peraturan Daerah yang dilaksanakan pada tanggal 04 Juli sampai dengan tanggal 09 Juli 2008 di Ruang Paripurna DPRD Kanupaten Tapanuli Utara, pada dasarnya sudah sesuai dengan proses baku atau aturan baku seperti yang diatur dalam Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Hal ini saya simpulkan dengan berpedoman Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Pembahasan 19 (sembilan belas) Buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Di dalam risalah rapat tersebut terdapat beberapa agenda Rapat Paripuna, yaitu:173 a. Rapat Paripurna hari Jumat tanggal 04 Juli 2008, yang dihadiri oleh 20 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Penyampaian Nota Pengantar tentang 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara dan Penyampaian Laporan Komisi-
173
Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Pembahasan 19 buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
107
komisi DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas 19 (Sembilan belas) Buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara; b. Rapat Paripurna hari Senin tanggal 07 Juli 2008, yang dihadiri oleh 24 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Penyampaian Pemandangan Umum Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Nota Pengantar 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara; c. Rapat Paripurna hari Selasa tanggal 08 Juli 2008, yang dihadiri oleh 24 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Penyampaian Nota Jawaban Bupati Tapanuli Utara atas Pemandangan Umum Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Nota Pengantar 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara; d. Rapat Paripurna hari Rabu tanggal 09 Juli 2008, yang dihadiri oleh 23 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Pembahasan dan Pengesahan 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara. Sebelum kesembilan belas buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara tersebut dibahas di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, pada tanggal 06 Juni 2008 telah disampaikan terlebih dahulu Naskah kesembilan belas buah Rancangan Peraturan Daerah kepada Pimpinan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, dengan Surat Nomor: 394/Ksb I/Hukum/2008.174 Untuk menindaklanjuti Surat Nomor: 394/Ksb I/Hukum/2008, tentang penyampaian kesembilan belas buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
174
Surat terlampir
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
108
Tapanuli Utara tersebut, maka pada tanggal 26 juni 2008, Pimpinan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara mengeluarkan Surat Nomor: 170/853/DPRD-TU/2008 tentang Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Dengan dikeluarkannya Surat Nomor: 170/853/DPRD-TU/2008 tentang Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, maka Panitia Musyawarah sebagai Alat Kelengkapan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara menetapkan tanggal Rapat Paripurna untuk membahas rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu tanggal 04 Juli-09 Juli 2008. Sebelum Rapat Paripurna pembahasan Rancangan Peraturan Daerah pada tanggal 04 Juli – 09 Juli 2008 dilaksanakan, komisi-komisi di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah terlebih dahulu melakukan pembicaraan mengenai kesembilan belas Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, baik internal komisi maupun dengan pihak eksekutif. Hasil Pembahasan setiap komisi akan dipaparkan pada saat Rapat Paripurna I pada tanggal 04 Juli 2008, setelah selesai Pembacaan Penjelasan Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian kesembilan belas Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Hasil pembahasan setiap komisi tersebut akan menjadi masukan kepada pihak eksekutif dan legislatif di dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah. Proses Pembentukan Peraturan Daerah yang telah dijelaskan di atas, dapat dikategorikan ke dalam Pembicaraan tingkat pertama Pembahasan Rancangan
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
109
Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku..175 Rapat Paripurna hari Senin tanggal 07 Juli 2008, dengan Agenda Rapat Paripurna ini adalah Penyampaian Pemandangan Umum Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Nota Pengantar 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara, adalah merupakan sebuah kemajuan di dalam lembaga perwakilan rakyat di Tapanuli Utara. Di dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Pasal 74 ayat (2), tidak ada disebutkan Pandangan Perorangan Anggota DPRD, tetapi Pandangan Fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Pada Rapat Paripurna hari Senin tanggal 07 Juli 2008, terdapat lima orang anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang bersedia untuk memberikan pemandangan umum perorangan untuk menanggapi kesembilan belas Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh Kepala Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Jhonny Sihombing, Baginda Hutabarat, Marjuang Pakpahan, Alamsah Sihombing, dan Asaman Sihombing. 176 Memang bila kita lihat dari jumlah Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, berjumlah 30 orang, hanya sekitar 11 % saja yang bersedia untuk memeberikan pemandangan umumnya. Tetapi hal ini adalah salah satu kemajuan yang sangat berarti dibalik stigma terhadap para wakil rakyat yang hanya sebagai “paduan suara”. Penyampaian Nota Jawaban Bupati Tapanuli Utara atas Pemandangan Umum Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, dilakukan pada Rapat Paripurna yang dilaksanakan tanggal 08 Juli 2008. Proses jawab-menjawab antara 175 176
Lihat Pasal 74 ayat (2) Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Lihat Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 07 Juli 2008.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
110
lembaga legislatif dan lembaga eksekutif adalah untuk kematangan dan kemanfaatan Peraturan daerah yang akan ditetapkan demi untuk kesejahteraan rakyat Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah selesai penyampaian pandangan umum perorangan Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, dan penyampaian nota jawaban Bupati Tapanuli Utara terhadap pemandangan umum perorangan, maka dilanjutkan dengan Pendapat Akhir Fraksi yang dilaksanakan pada rapat paripurna keempat, yaitu pada tanggal 09 Juli 2008. Penyampaian pendapat akhir Fraksi disampaikan oleh seluruh fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu sebanyak lima fraksi, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai PDI Perjuangan, Fraksi Perhimpunan Patriot Sejahtera (F-PPS), Fraksi Partai Buruh Sosial Demokrat (FPBSD), dan Fraksi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (F-PKPI).177 Keseluruhan tahapan yang dilakukan, yakni Penyampaian pandangan umum perorangan anggota DPRD, Nota Jawaban Bupati Tapanuli Utara atas pemandangan umum anggota DPRD, dan Pendapat akhir Fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, jika kita lihat ke dalam tahapan pembicaraan seperti yang tertera di dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Pasal 74 ayat (2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 adalah termasuk kedalam tingkat pembicaraan yang kedua.178 Dalam tingkat pembicaraan tahap ketiga, meliputi pembahasan dalam Rapat Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus dilakukan bersamasama dengan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. Pada Rapat Paripurna 177 178
Lihat Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 09 Juli 2008. Lihat Pasal 74 ayat (2) Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
111
yang dilaksanakan pada tanggal 09 Juli 2008 ini, pembicaraan tahap ketiga ini dilaksanakan. Pembahasan kesembilan belas Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara ini dilakukan oleh Panitia Khusus yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten Tapanuli Utara untuk merumuskan rancangan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara tentang Persetujuan Bersama atas Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Keanggotaan Panitia Khusus ini ditetapkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor: 05 tahun 2008.179 Setelah penetapan keanggotaan Panitia Khusus tersebut, Rapat Panitia Khusus langsung dilaksankan pada tanggal itu juga, yaitu tanggal 09 Juli 2008. Pelaksanaan Rapat Panitia Khusus ini adalah pembicaraan tahap ketiga dari keseluruhan proses penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara. Memperhatikan Pendapat Akhir Fraksi seluruh fraksi yang ada di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara pada Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Tahap IV, maka Panitia Khusus DPRD Kabupaten Tapanuli Utara mengambil Kesimpulan sebagai berikut:180 I. Menerima 18 (delapan belas) buah Rancangan Peraturan Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu: 1. Ranperda tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara;
179
Surat Keputusan terlampir.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
112
2. Ranperda tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 26 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin Bongkar Muat Barang Dagangan; 3. Ranperda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 08 Tahun 1991 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Mual Natio Kabupaten Tapanuli Utara; 4. Ranperda tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 29 Tahun 2001 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Sarana Olahraga; 5. Ranperda tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; 6. Ranperda tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan di Kabupaten Tapanuli Utara; 7. Ranperda tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa. 8. Ranperda tentang Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten tapanuli Utara; 9. Ranperda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 18 Tahun 2001 tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Tapanuli Utara; 10. Ranperda tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah;
180
Lihat Risalah Rapat Panitia Khusus DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Sembilan belas buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 09 Juli 2008. Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
113
11. Ranperda tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 19 Tahun 2001 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; 12. Ranperda tentang Peningkatan Hak Sewa Menjadi Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara; 13. Ranperda tentang Urusan Pemerintah Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara 14. Ranperda tentang Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Staf Ahli Kabupaten Tapanuli Utara. 15. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; 16. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; 17. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan di Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; 18. Ranperda tentang Organisasi dan Tata Kerja Kelurahan di Daerah Kabupaten Tapanuli Utara; II. Rancangan Peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Utara tentang Ijin Pemungutan Kayu Rakyat (IPKR) dan Ijin Pemungutan Hasil hutan Bukan Kayu (IPHHBK) pada tanah miliki di Kabupaten Tapanuli Utara masih memerlukan perubahan dalam rangka penyempurnaannya. Setelah selesai pembacaan hasil pembicaraan tahap ketiga, maka akan dilanjutkan dengan pengambilan Keputusan. Keputusan ini akan dibuat dalam suatu keputusan bersama antara DPRD dengan Bupati.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
114
Surat Keputusan dalam hal persetujuan bersama terhadap 18 (delapan belas) buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Menjadi Peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam Surat kKeputusan Nomor: 01/PB/DPRD-TU/2008 dan Nomor: 01/SKB/2008 Tentang Persetujuan Bersama terhadap 18 (delapan belas) buah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Menjadi Peraturan daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Surat Keputusan bersama ini ditandatangani oleh Bupati Tapanuli Utara dan Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.181 Setelah selesai penandatanganan, maka dilanjutkan dengan penyampaian kata sambutan Bupati Tapanuli Utara terhadap pengambilan keputusan. Dengan penyampaian kata sambutan tersebut, maka proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di lingkungan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah selesai. Tentang penetapan dan pengundangan Peraturan Daerah yang telah disetujui bersama akan dilakukan oleh Bupati Tapanuli Utara. C. Tinjauan Hukum Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara Dalam sebuah proses legislasi daerah, Peraturan Daerah adalah menjadi produknya. Sebuah rancangan peraturan daerah dapat diajukan oleh Kepala Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah182, untuk dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi Peraturan Daerah.183
181
Surat Keputusan terlampir. Lihat Pasal 140 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 183 Lihat Pasal 136 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004. 182
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
115
Proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, diatur di dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Pasal 74 ayat (2), yaitu:184 1. Pembicaraan tingkat pertama meliputi: a. Penjelasan Kepala Daerah dalam Rapat Paripurna tentang penyampaian Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah b. Penjelasan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan Komisi/Gabungan Komisi atau Pimpinan Panitia Khusus terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Pembicaraan tingkat kedua, meliputi: a. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah. a) Pemandangan umum dari fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Kepala Daerah; b) Jawaban Kepala Daerah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi. b. Dalam hal Rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD. a) Pendapat Kepala Daerah terhadap Rancangan Peraturan Daerah atas usul DPRD; b) Jawaban dari fraksi-fraksi terhadap pendapat Kepala Daerah. 3. Pembicaraan
tingkat
ketiga,
meliputi
pembahasan
dalam
Rapat
Komisi/Gabungan Komisi atau Rapat Panitia Khusus dilakukan bersama-sama dengan Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. 4. Pembicaraan tingkat keempat, meliputi: a. Pengambilan Keputusan dalam Rapat Paripurna yang didahului dengan: 184
Lihat Pasal 74 ayat (2) Keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
116
c) Laporan hasil pembicaraan tahap ketiga; d) Pendapat akhir fraksi; e) Pengambilan keputusan b. Penyampaian sambutan Kepala Daerah terhadap pengambilan keputusan. Proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di DPRD Kabupaten Tapanuli sesuai dengan Peraturan Tata tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah dibahas di dalam Bab IV Sub B. Proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara di tingkat DPRD Kabupaten Tapanuli Utara telah sesuai dengan apa yang ditetapkan di dalam Keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Pada tahun 2008 ini Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh Bupati Kabupaten Tapanuli Utara kepada DPRD adalah sebanyak 19 buah Rancangan Peraturan Daerah. Dan yang disetujui oleh DPRD Kabupaten Tapanuli Utara untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah adalah sebanyak 18 (delapan belas) buah Rancangan Peraturan Daerah. Proses penetapan Peraturan Daerah di tingkat DPRD harus ditetapkan melalui Rapat Paripurna.185 Berdasarkan isi Pasal 44 ayat (1) poin a, Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Rapat Paripurna yang merupakan rapat anggota DPRD, dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan wewenang dan tugas DPRD, antara lain
185
Lihat Pasal 71 Keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
117
untuk menyetujui Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah dan menetapkan keputusan DPRD.186 Pada saat akan melaksanakan Rapat Paripurna, sebelum rapat dibuka, ada beberapa ketentuan yang harus terpenuhi yaitu setiap anggota DPRD yang hadir harus menandatangani daftar hadir, dan rapat akan dibuka oleh Piumpinan Rapat apabila quorum telah tercapai berdasarkan kehadiran secara fisik kecuali ditentkan lain.187 Dan tentang kehadiran anggota DPRD yang disebut quorum diatur di dalam Pasal 51 Peraturan Tata tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu: 1. Apabila pada waktu yang ditentukan untuk pembukaan rapat, jumlah anggota DPRD belum mencapai quorum, Pimpinan Rapat membuka dan sekaligus menunda rapat paling lama 2 kali masing-masing 1 jam. 2. Apabila quorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, pimpinan rapat dapat melanjutkan rapat dengan dihadiri oleh sekurangkurangnya ½ dari jumlah anggota DPRD. 3. Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) , quorum belum juga tercapai, Pimpinan Rapat menunda paling lama 3 hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh Panitia Musyawarah. Apabila kita tinjau proses pembahasan dan persetujuan 18 (delapan belas) buah Rancangan Peraturan Daerah pada saat Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, dari segi tata cara melakukan rapat, hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 51 Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Karena pada saat pelaksanaan Rapat Paripurna, jumlah anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara yang hadir sudah quorum, berdasarkan risalah rapat, yaitu: 1. Rapat Paripurna hari Jumat tanggal 04 Juli 2008, yang dihadiri oleh 20 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat 186
Pasal 44 ayat (1) poin a Paeraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
118
Paripurna ini adalah Penyampaian Nota Pengantar tentang 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara dan Penyampaian Laporan Komisikomisi DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas 19 (Sembilan belas) Buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara; 2. Rapat Paripurna hari Senin tanggal 07 Juli 2008, yang dihadiri oleh 24 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Penyampaian Pemandangan Umum Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Nota Pengantar 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara; 3. Rapat Paripurna hari Selasa tanggal 08 Juli 2008, yang dihadiri oleh 24 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Penyampaian Nota Jawaban Bupati Tapanuli Utara atas Pemandangan Umum Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Nota Pengantar 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara; 4. Rapat Paripurna hari Rabu tanggal 09 Juli 2008, yang dihadiri oleh 23 orang dari 30 orang Anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Agenda Rapat Paripurna ini adalah Pembahasan dan Pengesahan 19 (Sembilan belas) buah Ranperda Kabupaten Tapanuli Utara. Persetujuan bersama antara DPRD Kabupaten Tapanuli Utara dengan Bupati Tapanuli Utara tentang Persetujuan 18 (delapan belas) buah Rancangan Peraturan daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara adalah merupakan akhir dari proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.
187
Pasal 50 Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
119
Setelah proses pembahasan di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara selesai, maka untuk penetapan Peraturan Daerah tersebut akan dilaksanakan oleh Kepala Daerah Kabupaten tapanuli Utara. Pasal 42 UU No. 10 Tahun 2004 menyebutkan:188 1. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. 2. Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Dan pada Pasal 43 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan:189 1. Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. 2. Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. 3. Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan Daerah ini dinyatakan sah. 4. Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah. Proses penetapan Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu sebanyak 18 (delapan belas) buah Peraturan Daerah, langsung ditetapkan oleh Bupati Tapanuli Utara dan diundangkan di Lembaran Daerah pada tanggal itu juga, yaitu pada tanggal 09 Juli 2008. Sebagai tanda sahnya Peraturan Daerah tersebut sesuai dengan amanah Pasal 43 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004, dari contoh Peraturan Daerah yang
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
120
ditetapkan yaitu tentang Perubahan ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 29 Tahun 2001 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Sarana Olahraga dan tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 08 Tahun 1991 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Mual Natio Kabupaten Tapanuli Utara, telah ditandatangai oleh Bupati pada tanggal 09 Juli 2008, dan diundangkan di Lembaran Daerah Kabupaten Tapanuli Utara pada tanggal 09 Juli 2008, dan ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Kabupaten tapanuli Utara.190 Dari seluruh proses pembahasan dan penetapan Rancangan Peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
188
Lihat Pasal 42 UU No. 10 Tahun 2004. Lihat Pasal 43 UU No. 10 Tahun 2004 190 Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 16 Tahun 2008 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Sarana Olahraga dan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 08 Tahun 1991 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Mual Natio Kabupaten Tapanuli Utara (Perda terlampir. 189
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
121
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka saya mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Keberadaan Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara, sebagai instrument perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan sistematis, dapat dikatakan tidak ada. Karena proses pembentukan Rancangan Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara tidak dilaksanakan oleh sebuah badan khusus, atau yang biasa disebut Panitia Legislasi, tetapi Rancangan Peraturan Daerah itu datang dari setiap dinas/bagian atau gabungan dinas/bagian ketika mereka mebutuhkan sebuah Peraturan Daerah sesuai dengan bidang mereka. Dan di dalam Peraturan Tata Tertib
DPRD Kabupaten Tapanuli Utara tidak ada satu pasal pun yang
menyinggung secara tegas tentang Panitia Legislasi atau tentang Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara. Tentang tidak adanya Program Legislasi daerah di Kabupaten Tapanuli Utara juga disampaikan oleh Kepala Bagian Hukum dan Organisasi Kabupaten Tapanuli Utara, Bapak Hendri Firmanto Purba, SH, oleh Sekretaris DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, Bapak Karel Sihotang dan oleh salah seorang anggota DPRD Kabupaten Tapanuli Utara, yaitu Bapak Asman Sihombing. 2. Peranan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dalam proses Pembentukan Peraturan Daerah, sepanjang yang saya teliti, yaitu untuk periode 2008, dari kesembilan belas Rancangan Peraturan Daerah yang
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
122
dibahas, tidak ada satupun yang berasal dari DPRD Kabupaten Tapanuli Utara. Tetapi di dalam proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah, Anggota DPRD dan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara secara institusi bertindak secara aktif. 3. Proses pembahasan dan penetapan Rancangan peraturan Daerah menjadi Peraturan Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara sudah sesuai dengan tata cara yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara.
B. Saran Dari kesimpulan yang telah disampaikan di atas, maka saya dapat menyampaikan beberapa saran, yaitu: 1. Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara seharusnya membuat Program Legislasi Daerah, sesuai dengan amanat UU No. 10 Tahun 2004 Pasal 15 ayat 2. Salah satu penyebab tidak adanya Program Legislasi Daerah di Kabupaten Tapanuli Utara adalah kurangnya Sumber Daya Manusia. 2. Kurangnya inisiatif DPRD Kabupaten Tapanuli Utara dalam proses pengajuan Rancangan Peraturan Daerah, dapat ditanggulangi apabila Partai Pelitik yang ada di dalam proses rekruetmen anggota tidak hanya memperhatikan akseptabilitas politik, tetapi juga harus memperhatikan kapabilitas dan kualitas anggota yang direkrut. Dan kepada seluruh masyarakat Kabupaten Tapanuli
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
123
Utara secara khusus, pilihlah wakil rakyat yang memang mempunyai kapabilitas sebagai wakil rakyat. 3. Untuk lembaga eksekutif dan legislatif di Kabupaten Tapanuli Utara, agar lebih meningkatkan kreatifitas dan daya kerjanya, dan Peraturan Daerah yang akan ditetapkan lebih pro kepada rakyat.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
124
DAFTAR PUSTAKA
Djajatmadja, Bambang Iriana, Jurnal Legislasi Indonesia,Jakarta: Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, 2006 Huda, Ni’matul, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2005. Huda,
Ni’matul,
OtonomiDaerah,Filosofi,
Sejarah
Perkembangan
dan
Problematika,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Juanda,
Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2004
Kaloh, J., Mencari Bentuk Otonomi Daerah: Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Latief , H. Abdul, Hukum dan Peraturan Kebijakan pada Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: Penerbit UII Pres, 2005 Mahendra, A.A. Oka, Jurnal Legislasi Indonesia,Jakarta: Direktorat Jendral Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI, 2006. Marbun, B.N., DPRD, Pertumuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta: Penerbit Erlangga, 1994. Nazriyah, Riri, MPR RI, Kajian Terhadap Produk Hukum dan Prospek di Masa Depan, Yogyakarta: Penerbit FH UII Press, 2007. Rakyat, Majelis Permusyawaratan, Panduan Pemasyarakatan Undang-Unadang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sesuai Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, 2006
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
125
Risalah Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tapanuli Utara atas Pembahasan 19 buah Rancangan Peraturan Daerah, Tarutung 04 Juli-09 Juli 2008. Seokanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatip, Sebuah Tinjauan. Jakarta: Raja Grafindo, 2007. Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1984. Sunarno, Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Tapanuli Uatara dalam Angka 2007, Tarutung: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Utara, 2007. Widjaja, HAW., Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. www.pemdataput.org.com diakses pada tanggal 10 maret 2009. www.hukumonline.com , Pengelolaan Legislasi Daerah, diakses pada tanggal 07 Maret 2008. www.Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang - Membangun Legislasi Daerah yang Partisipatif.htm, diakses pada tanggal 12 februari 2009. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Taahun 1945. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
126
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Keputusan DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 01 Tahun 2005 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Tapanuli Utara Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 08 Tahun 1991 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum Mual Natio Kabupaten Tapanuli Utara Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara Nomor 16 Tahun 2008 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Sarana Olahraga
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009
127
Coki Pangaribuan : Kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Di Daerah (Studi Kasus di DPRD Kabupaten Tapanuli Utara), 2009. USU Repository © 2009