TINJAUAN PROSES PEMBUKTIAN KEBENARAN DASAR PENGUASAAN TANAH DALAM PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH EXHUKUM ADAT (STUDI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN)
Skripsi
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syaratsyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh :
Henny Suryani
NIM : 040200003 Departemen : Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan : Hukum Agraria
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
TINJAUAN PROSES PEMBUKTIAN KEBENARAN DASAR PENGUASAAN TANAH DALAM PENDAFTARAN KONVERSI HAK ATAS TANAH EXHUKUM ADAT (STUDI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN) Skripsi Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : Henny Suryani NIM : 040200003 BAGIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM AGRARIA Disetujui Oleh Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara
Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S. NIP : 131410462 Pembimbing I
Tampil Anshari Siregar, BA, SH, MS NIP : 130250421 Pembimbing II
Zaidar, SH, MHum. NIP : 131661439
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
KATA PENGANTAR Salah satu tujuan daripada pendaftaran konversi ini adalah selain untuk terwujudnya unifikasi hukum di bidang pertanahan yakni dengan terciptanya kesatuan dalam pengaturan hak-hak atas tanah, juga untuk memperoleh jaminan kepastian hukum atas bidang tanah yang telah didaftarkan. Dan guna memperkuat jaminan kepastian hukum hak atas suatu bidang tanah dilakukanlah proses penelitian dasar penguasaan tanah guna mencari kebenaran mengenai dasar penguasaan tanah oleh pemohon konversi. Penelitian dasar penguasaan tanah ini merupakan hal penting agar tidak terjadi sengketa tanah. Dari hal inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang proses penelitian dasar penguasaan tanah dalam pendaftaran konversi. Maka penulis menyajikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi di Kantor Pertanahan Kota Medan)” Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusinya membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung atau tidak langsung diantaranya adalah:
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 2. Bapak Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S. selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 3. Bapak Tampil Anshari Siregar, B.A., S.H., M.S. selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah membimbing penulis hingga diselesaikannya skripsi ini. 4. Ibu Zaidar, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan semangat dan perhatian penuh dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak Sugeng Karyono dan Bapak Syafruddin Chandra selaku Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan yang telah membantu memberi data dan informasi yang diperlukan. 6. Keluargaku yang tercinta yang telah mendukung penulis hingga menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. 7. Teman-teman di jurusan Agraria serta semua pihak yang karena keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan maka penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Dengan rendah hati penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak, penulis tidak akan mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mohon maaf apabila ada kekurangan atau tindakan penulis yang tidak berkenan.
Medan, Mei 2008
Penulis
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan .................................................................................... i Kata Pengantar.............................................................................................. ii Daftar Isi....................................................................................................... v Abstraksi ...................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................... 7 D. Keaslian Penulisan .................................................................... 8 E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian-Pengertian .......................................................... 9 2. Prinsip Dasar Konversi ........................................................ 13 3. Dasar Hukum Pendaftaran Konversi Tanah Adat ................. 17 4. Tujuan Pendaftaran Konversi ............................................... 19 5. Dasar Hukum Pembuktian Tanah Hak Adat ......................... 22 F. Metode Penelitian ...................................................................... 23 G. Sistematika Penulisan ................................................................ 25 BAB II PENILAIAN KEBENARAN ALAT BUKTI HAK A. Alat Bukti Hak yang Dapat Diajukan......................................... 27 B. Prosedur Penilaian ..................................................................... 33
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB III
PENILAIAN KEBENARAN DASAR PENGUASAAN
TANAH YANG TIDAK LENGKAP A. Pembuktian Dasar Penguasaan Tanah yang Tidak Lengkap ....... 41 B. Prosedur Penilaian ..................................................................... 46 BAB IV
HAMBATAN-HAMBATAN
A. Hambatan yang Dihadapi .......................................................... 52 B. Upaya Penyelesaian ................................................................... 55 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 69 B. Saran ......................................................................................... 71 Daftar Pustaka Lampiran
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAK Salah satu tujuan UUPA adalah untuk mengadakan unifikasi hukum dibidang pertanahan. Namun sampai saat ini berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang didasarkan kepada hukum adat masih belum seluruhnya terkonversi ke dalam sistem menurut UUPA. Dan salah satu upaya dalam mengkonversi hak-hak atas tanah yang berdasarkan kepada hukum adat ini adalah melalui lembaga pendaftaran tanah. Selain itu, pendaftaran konversi ini juga untuk mewujudkan jaminan kepastian hukum. dan salah satu upaya untuk memberikan jaminan kepastian hukum bagi tanah-tanah yang didaftar adalah dengan melakukan penelitian dasar penguasaan tanah pemohon guna mencari kebenaran hak pemohon dan bahwa pemohonlah merupakan satu-satunya pihak yang berhak atas bidang tanah yang dimohon konversinya untuk didaftar atas namanya. Dan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pihak Kantor Pertanahan Kota Medan dalam meneliti kebenaran alat bukti yang dijadikan sebagai dasar penguasaan tanah yang diajukan dalam pendaftaran konversi, maka penulis tertarik untuk menulis dan meneliti langsung permasalahan ini ke lapangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui cara Kantor Pertanahan Kota Medan dalam menilai kebenaran alat bukti yang diajukan, cara Kantor Pertanahan Kota Medan dalam meneliti kebenaran dari dasar penguasaan tanah yang tidak lengkap, dan hambatanhambatan apa yang dihadapi oleh pihak Kantor Pertanahan Kota Medan dalam menilai kebenaran alat bukti yang diajukan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian empiris. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti dan menelaah bahan-bahan kepustakaan, khususnya perundang-undangan dan kepustakaan hukum yang berkaitan dengan pendaftaran tanah, sebagai sumber data sekunder. Data yang digunakan adalah data dokumen-dokumen resmi, pendapat para sarjana, artikel-artikel dan sebagainya. Untuk memperoleh data primer, dilakukan juga jenis penelitian lapangan (Field Research) yaitu penelitian langsung ke Kantor Pertanahan Kota Medan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa dalam meneliti kebenaran alat bukti hak atas tanah ex-hukum adat yang dilakukan, Kantor Pertanahan Kota Medan hanya meneliti berdasarkan kebenaran formilnya saja. dan dalam hal alat bukti yang diajukan tidak berupa bukti kepemilikan maka pemohon wajib melakukan upaya tertentu guna menyediakan bukti tertulis yang akan digunakan sebagai dasar pendaftarannya. Dan dalam meneliti kebenaran dasar penguasaan tanah yang dijadikan dasar dalam pendaftaran konversi, Kantor Pertanahan Kota Medan menemui hambatan dalam mencari kebenaran mengenai pihak yang benar-benar berhak atas bidang tanah yang bersangkutan yang seringkali malah menimbulkan sengketa dalam menemukan kebenaran tersebut. Dan untuk menyelesaikan sengketa tersebut Kantor Pertanahan menyarankan kepada para pihak untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan apabila tidak tercapai kepada pihak yang keberatan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sebelum lahirnya UUPA, di Indonesia terdapat dualisme sistem hukum tanah yang berlaku yakni Sistem Hukum Tanah Barat yang mana peraturan pokoknya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Tanah Barat itu bersifat kapital individualis, serta Sistem Hukum Tanah Adat yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip hukum penduduk asli bangsa Indonesia dimana sistem ini mempunyai ciri khusus yang bersifat kemasyarakatan. Keadaan
dualisme
ini
sangat
merugikan
bangsa
Indonesia
dikarenakan Belanda tidak mengakui hak-hak adat, sehingga status tanah adat menjadi tidak jelas 1. Selain itu menurut pendapat A. P. Parlindungan, filosofi dan teori hukum agraria penjajahan tidak sesuai dengan cita-cita bangsa dan lebih banyak memberikan kesengsaraan kepada bangsa Indonesia dan tidak menjamin kepastian hukum 2. Dan untuk menghapus dualisme hukum tersebut haruslah dibentuk suatu hukum agararia yang unifikasi bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Hal tersebut tercapai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1
Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006, Hal. 14 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960 dalam Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960. Salah satu sasaran tujuan pokok UUPA adalah tercapainya kesatuan dalam hukum pertanahan. Hal ini termasuk juga dengan kesatuan dalam hal pengaturan hak-hak atas tanah yaitu hak-hak atas tanah yang ada sebelum lahirnya UUPA harus disesuaikan dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum lahirnya UUPA yang dimaksud adalah hak-hak atas tanah yang didasarkan kepada Hukum Perdata Barat dan hak-hak atas tanah yang didasarkan kepada Hukum Adat. Dengan lahirnya UUPA maka berlakulah status quo hak-hak tanah terdahulu dimaksudkan bahwa dengan berlakunya UUPA tidak dibenarkan lagi menerbitkan hak-hak atas tanah baik berdasarkan hukum adat apalagi hukum perdata barat 3. Dan guna terwujudnya kesatuan dalam hal pengaturan hak-hak atas tanah yang ada sebelum lahirnya UUPA maka pada bagian kedua dari UUPA diatur mengenai ketentuan konversi dari hak-hak atas tanah. Pengaturan tersebut dimaksudkan agar hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA dapat masuk dalam sistem UUPA.
2
A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1998, Hal. 25 3
Tampil Anshari Siregar, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Cetakan Ketiga, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004, Hal. 278. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Adapun mengenai hak-hak atas tanah yang didasarkan kepada hukum barat ketentuan konversinya telah diatur hanya berlaku sampai dengan tanggal 24 September 1980 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Dirjen. Agraria No. Btu 8/356/8/79 dan juga dalam Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1979. Dan untuk hak-hak tanah yang tunduk kepada hukum adat telah diadakan ketentuan khusus yaitu dengan SK 26/DDA/1970, bahwa konversi dari hak-hak tanah adat tidak ada batas waktu konversi karena pertimbangan khusus,
biaya,
prosedur
dan
ketidakpedulian
dari
rakyat
untuk
mensertifikatkan tanahnya. 4 Dan oleh karena itu mengenai pendaftaran konversi hak-hak tanah adat masih dibuka sampai sekarang. Hal yang penting dalam pendaftaran konversi ini adalah terletak dalam proses pembuktian haknya, karena sebagaimana yang diuraikan oleh A.P. Parlindungan, dalam bukunya Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa banyak hak-hak atas tanah tidak mempunyai bukti tertulis atau hanya berdasarkan keadaan tertentu diakui sebagai hak-hak seseorang berdasarkan kepada hak-hak adat dan diakui oleh yang empunya sempadan tanah tersebut. Mengenai pembuktian hak ini diatur dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan
4
A.P. Parlindungan, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal.19 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
peraturan pelaksana dari Pasal 19 UUPA yang mengatur mengenai pokokpokok pendaftaran tanah. Dalam Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 menyebutkan bahwa: (1) Untuk keperluan pendaftaran hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. Mengenai kepemilikan yang dimaksud oleh ayat diatas ada 3 (tiga) kemungkinan alat pembuktiannya, yaitu: a. Bukti tertulisnya lengkap, tidak memerlukan tambahan alat bukti lain; b. Bukti tertulisnya sebagian tidak ada lagi diperkuat keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan; c. Bukti tertulisnya semuanya tidak ada lagi, diganti keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan. Adapun masalah yang timbul dalam pembuktian hak ini adalah pada saat meneliti mengenai kebenaran dari alat bukti yang diajukan oleh pemohon konversi. Dalam hal bukti tertulisnya ada yang menjadi permasalahan adalah apakah bukti-bukti yang diajukan tersebut sah atau tidak, karena sebagaimana diuraikan sebelumnya saat lahirnya UUPA merupakan status quo hak-hak tanah terdahulu yang artinya surat bukti hak tanah yang didasarkan kepada hukum adat yang diterbitkan setelah lahirnya UUPA adalah tidak sah dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaran konversi. Selain itu Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
menurut Rusmadi Murad, mantan Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Bandung dalam bukunya Administrasi Pertanahan, ada juga pemohon konversi demi memenuhi syarat-syarat formal dalam pendaftaran konversi membuat surat-surat palsu supaya dapat meyakinkan bahwa tanah tersebut benar tanah milik adat. Dan dalam hal bukti tertulisnya tidak ada lagi dan yang diajukan hanya keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan, yang menjadi permasalahan adalah apakah keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan itu memang benar adanya. Dalam ayat (2) diatur pembuktian hak dalam hal tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian pemilikan yang tertulis, keterangan saksi ataupun pernyataan yang bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya mengenai kepemilikan tanah yang bersangkutan sebagai disebut dalam ayat (1) diatas maka pembuktian haknya dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti pemilikan melainkan pada bukti penguasaan fisik tanahnya oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya yang selama 20 (duapuluh) tahun lebih secara berturut-turut. Dan oleh pemohon pendaftaran dan pendahulupendahulunya dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lain. Mengenai pembuktian hak lama yang didasarkan pada penguasaan fisik ini yang menjadi permasalahan adalah dalam penelitian kebenaran apakah memang benar tanah yang bersangkutan dikuasai secara langsung oleh pemohon dan pendahulu-pendahulunya. Dan apakah penguasaan itu telah mencapai 20 (duapuluh) tahun? Dan apakah memang benar tidak ada pihak lain yang keberatan dengan penguasaan tersebut? Dan oleh karena itu mengenai pembuktian kebenaran hak seseorang atas sebidang tanah yang dibuktikan dengan dasar penguasaan dalam bentu tertulis maupun penguasaan fisik dalam pendaftaran konversi sangat penting artinya guna menjamin kepastian hak seseorang dan lebih menguatkan sertifikat yang nantinya akan diterima oleh si pemohon. Dan selain itu, hak atas tanah adalah bentuk penguatan hak penguasaan atas tanah yang telah dipunyai baik secara perseorangan (individual) maupun secara bersama-sama (kolektif) dengan perseorangan pula atau badan hukum (rechtspersoon). Dengan kata lain, hak atas tanah ditetapkan oleh Negara setelah yang bersangkutan membuktikan keabsahan penguasaan atas tanah tersebut. 5 Oleh karena itu topik mengenai proses pembuktian hak dalam pendaftaran konversi ini sangat menarik perhatian penulis.
5
Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan: Rangkaian Tulisan dan Materi Ceramah, Mandar Maju, Bandung, 2007, Hal. 92 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang akan dikaji adalah: Bagaimana Kantor Pertanahan menilai kebenaran suatu alat bukti hak atas tanah ex-Hukum Adat yang diajukan dalam pendaftaran konversi? Bagaimana Kantor Pertanahan menilai kebenaran dari dasar penguasaan tanah yang tidak lengkap dalam pendaftaran konversi hak atas tanah ex-Hukum Adat? Apa hambatan yang dihadapi oleh pihak Kantor Pertanahan dalam pembuktian kebenaran alat bukti hak atas tanah ex-Hukum Adat yang akan dikonversi?
Tujuan dan Manfaat Penulisan Setelah membaca masalah-masalah yang terdapat dalam perumusan masalah sebelumnya, penulis bermaksud mengadakan penelitian untuk terjawabnya masalah-masalah yang diuraikan sebelumnya. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara konkrit atas jawaban permasalahan yang telah diungkapkan dalam perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya yaitu: Untuk mengetahui proses pengujian kebenaran suatu alat bukti hak atas tanah dalam pendaftaran konversi. Untuk mengetahui cara Kepala Kantor Pertanahan dalam menilai kadar kebenaran dari dasar penguasaan tanah yang tidak lengkap dalam pendaftaran konversi. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Untuk mengetahui akibat hambatan apa saja yang dihadapi oleh pihak Kantor Pertanahan dalam mencari kebenaran alat bukti yang diajukan dalam pendaftaran konversi. Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dikemukakan di atas maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk: 1. Manfaat secara teoritis Untuk memberikan suatu khasanah pengetahuan, pengembangan wawasan dan pemikiran untuk mahasiswa/kalangan akademis mengenai penelitian data yuridis dalam pendaftaran konversi. 2. Manfaat secara praktis Untuk dapat memberi pemahaman kepada masyarakat yang ingin mendaftarkan tanah hak adat yang dikuasainya, sehingga mudah-mudahan melalui skripsi ini setiap orang yang ingin mendaftarkan haknya memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pendaftaran tanah yang bukan sekedar bertujuan untuk menerbitkan sertifikat. Keaslian Penulisan Judul skripsi yang akan dibuat oleh penulis adalah benar-benar hasil pemikiran penulis sendiri dan belum pernah ditulis oleh penulis lain. Hal ini telah penulis cek di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana terbukti bahwa belum ada judul tersebut dalam daftar skripsi. Tinjauan Pustaka Pengertian-Pengertian Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Pendaftaran Tanah Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman) menunjuk kepada luas, nilai dan kepemilikan misalnya atas sebidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin “capitastrum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terreus). Dalam artian yang tegas cadastre adalah record (rekaman daripada lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan). 6 Pasal 19 UUPA yang merupakan Ketentuan pokok dari pendaftaran tanah tidak menetapkan secara definitif apa yang dimaksud dengan pendaftaran tanah. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA khususnya di bidang pendaftaran tanah ada dicantumkan definisi pendaftaran tanah dimaksud. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997: Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Konversi Hak atas Tanah
6
Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007, Hal. 24 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia yang disusun oleh Frista Artmanda W, konversi diartikan sebagai perubahan dari satu sistem pengetahuan ke sistem yang lain; perubahan pemilikan atas suatu benda, tanah, dan sebagainya; perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Definisi konversi hak atas tanah tidak ditemukan didalam UUPA. Jauh sebelum UUPA ditetapkan sudah dikenal konversi hak atas tanah, seperti hak milik adat menjadi hak yang tunduk kepada Hukum Perdata Barat (BW) yang disebut agrarisch eigendom dan hak penguasaan menjadi hak pakai atau hak pengelolaan. Konversi hak atas tanah dapat dipahamkan sebagai pengubahan dan penyesuaian dari hak-hak lama atas tanah yaitu hak adat maupun hak perdata barat (BW) menjadi hak-hak atas tanah berdasarkan sistem UUPA. 7 Menurut H. Ali
Achmad Chomzah, SH yang dimaksud
dengan “Konversi”, adalah perubahan hak lama atas tanah menjadi Hak Baru menurut Undang-Undang Pokok Agraria. Hak-hak tanah adat Dalam UUPA tidak ada definisi yang tegas tentang pengertian tanah adat. Namun secara sederhana dapatlah dinyatakan dan dipahamkan
bahwa tanah-tanah adat
itu
adalah tanah
yang
dimiliki/dikuasai dan diusahai masyarakat hukum adat ataupun anggota-anggotanya secara nyata berdasarkan ketentuan hukum adat
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
setempat yang berlaku. Melalui Peraturan Meneg. Agraria/Ka BPN No. 5 Tahun 1999 ditegaskan bahwa masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan (pasal 1). 8 Hubungan antara masyarakat hukum adat dengan tanah yang dikuasai/dimiliki tersebut disebut dengan hak ulayat. Hubungan antara persekutuan atau masyarakat hukum adat dengan hak ulayat sangat erat. Selama masih ada anggota persekutuan hubungan antara anggota persekutuan dengan hak ulayatnya tidak dapat terpisahkan. Setiap anggota persekutuan diberi hak untuk mengerjakan tanah hak ulayat di wilayahnya dengan diberi izin yang disebut dengan hak wenang pilih. Jika sebidang tanah di wilayah persekutuan telah dikerjakan oleh seseorang warganya secara terus-menerus maka hubungannya dengan tanah itu semakin kuat, sebaliknya hubungan tanah itu dengan persekutuan semakin renggang dan lama kelamaan tanah itu akan diakui sebagai milik dari orang yang mengerjakannya. Namun apabila suatu waktu tanah itu ditinggalkannya dimana hubungannya semakin renggang dengan tanah itu, maka hubungan antara tanah dengan persekutuan semakin erat kembali. Jika tanah
7
Tampil Anshari Siregar, Op. cit., hal 276
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
tersebut ditinggalkan menjadi semak belukar, maka tanah itu dianggap telah ditelantarkan, maka putuslah hubungan seseorang dengan tanah tersebut. Hak milik adat (Indonesisch bezitsrecht) dipandang sebagai hak hak benda tanah dan tidak sama dengan hak bezit dalam BW. Orang yang mempunyai hak milik dapat bertindak menurut kehendaknya sendiri, asal saja tidak melanggar hukum adat setempat dan tidak melampaui batas-batas yang diadakan oleh pemerintah. Hak warga persekutuan yang terkuat adalah hak milik namun masih dapat dibedakan antara sawah dan tanah perumahan. Sawah sebagai sumber penghidupan rakyat mempunyai ikatan yang sangat erat dengan warganya. Setiap panen batas-batas haknya ditetapkan kembali, karena adanya sifat komunal. Tanah-tanah semakin erat hubungannya dengan pemakaiannya lama kelamaan sudah mirip/ menjadi hak milik terlepas hubungannya dengan persekutuan dan menjadi hak tetap warganya. 9 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hakhak atas tanah adat dapat dibagi dua, yaitu: 1) Hak persekutuan, dan 2) Hak perseorangan/individu
8
Tampil Anshari Siregar, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal. 281 9
Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform Di Indonesia Dan Permasalahannya, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2005, hal 21-22 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Sayangnya dalam berbagai peraturan pelaksana UUPA tidak ada penjabaran lebih lanjut tentang hal tersebut padahal berdasarkan pasal 16 ayat 1 h UUPA hak-hak tanah adat tersebut dapat dimasukkan ke dalam kategori “hak-hak lain” di luar hak yang telah diberi nama tegas oleh UUPA. Memang dapat saja dimasukkan hak-hak tanah adat ini ke dalam pengertian “tanah yang sudah diperoleh penguasaannya tetapi belum diperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”, sebagaimana diatur dalam PP No. 3 Tahun 1998, jika dipandang sangat penting terwujudnya unifikasi hak dimaksud. 10 Prinsip Dasar Konversi Guna menemukan hukum yang tepat dalam pelaksanaan konversi maka kita haruslah memahami filosofi dan teori hukum agraria sehingga kita dapat membedakan tanah adat mana yang dapat ditolerir sebagai tanah adat dan tanah mana yang harus diperlakukan sebagai tanah yang dikuasai oleh negara. Untuk mengetahui sikap dan filosofi dari konversi ini maka menurut A.P. Parlindungan ada 5 (lima) prinsip yang mendasarinya, yaitu 11:
10
Tampil Anshari Siregar, Op. cit., hal 282
11
A.P. Parlindungan, Op. cit., hal 6
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
1) Prinsip nasionalitas 2) Prinsip pengakuan hak-hak tanah terdahulu 3) Kepentingan hukum 4) Penyesuaian kepada Ketentuan Konversi 5) Status Quo hak-hak tanah terdahulu. ad.1) Prinsip Nasionalitas Prinsip ini terdapat dalam Pasal 9 UUPA. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa hanya WNI saja yang boleh mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Prinsip nasionalitas ini tidak membedakan antara wanita dan laki-laki. Setiap WNI baik wanita maupun laki-laki mempunyai kesempatan yang sama dalam memiliki hak atas tanah malahan lebih jauh lagi mempunyai hubungan dengan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Badan-badan hukum Indonesia, juga mempunyai hak-hak tanah di Indonesia tetapi untuk mempunyai hak milik hanya badanbadan hukum yang ditunjuk oleh PP 38 Tahun 1963, yaitu: a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara. b. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 79 Tahun 1958. c. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/ Agraria setelah mendengar Menteri Agama. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
d. Badan-badan
sosial
yang
ditunjuk
oleh
Menteri
Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Sosial. ad.2) Prinsip Pengakuan Hak-Hak Tanah Terdahulu Prinsip ini merupakan sikap dari Ketentuan Konversi di Indonesia yang bersifat perikemanusiaan atas masalah hak-hak tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA, yaitu hak-hak yang pernah tunduk kepada BW maupun kepada Hukum Adat. Kesemua hak ini akan masuk melalui lembaga konversi ke dalam sistem dari UUPA. Berbeda dengan negara-negara penjajah maupun di negaranegara komunis yang mulai mengambil alih daerah tersebut pada umumnya tidak mengakui hak-hak rakyat yang terdahulu dan hanya menyatakan bahwa “karena raja-rajanya sudah menyerah maka seluruh tanah adalah milik dari penjajah” ataupun di negara-negara komunis ketika mereka mulai berkuasa, dianggap semua tanah adalah milik rakyat dan sepenuhnya dikuasai oleh negara, sehingga milik pribadi dihapuskan.
ad.3) Kepentingan Hukum Prinsip ini mengandung pengertian bahwa konversi ini bukanlah usaha untuk menghilangkan hak seseorang melainkan hak lama yang ada disesuaikan dengan sistem UUPA sehingga dalam pelaksanaan konversi ini jangan sampai mengenyampingkan Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
kepentingan dari pemegang hak lama. Bentuk pengakuan terhadap kepentingan hukum dari pemegang hak lama adalah dengan diprioritaskan untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang baru sepanjang ia memenuhi syarat sebagai subjek pemegang hak dan tanahnya tidak diperlukan untuk kegiatan pembangunan. Dan apabila yang bersangkutan (pemegang hak lama) tidak memenuhi syarat sebagai subjek pemegang hak atas tanah yang baru atau tanahnya diperlukan untuk pembangunan maka kepadanya diberikan ganti rugi. ad.4) Penyesuaian Kepada Ketentuan Konversi Yang dimaksud disini adalah bahwa sesuai dengan pasalpasal dari Ketentuan Konversi maupun surat keputusan Menteri Agraria maupun dari edaran-edaran yang diterbitkan ada padanan dari hak-hak tanah yang pernah tunduk kepada BW dan Hukum Adat dengan hak-hak yang diatur oleh UUPA.
ad.5) Status Quo Hak-Hak Tanah Terdahulu Artinya setelah berlakunya ketentuan-ketentuan UUPA dan PP 10 Tahun 1961 maka tidak mungkin diterbitkan lagi hak-hak
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
tanah yang tunduk kepada hukum adat dan atau hukum perdata barat. Dengan demikian setiap ada pembuatan suatu alat bukti hak baru atas tanah yang tunduk atau yang akan ditundukkan kepada sistem lama adalah batal dan tidak berkekuatan hukum. Dasar Hukum Pendaftaran Konversi Tanah Adat Konversi hak atas tanah adat masih tetap terbuka tanpa batas waktu tertentu karena untuk konversi ini tidak ada ditetapkan mengenai batas waktunya oleh SK Mendagri No. 26/DDA/1970 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia atas Tanah. Bahwa sebagaimana kita ketahui konversi hak atas tanah adalah penyesuaian, perubahan ataupun penggantian hak-hak atas tanah yang lama menjadi hak-hak atas tanah yang berdasarkan sistem UUPA. Dan penyesuaian ini dilakukan dengan cara mendaftarkan tanah-tanah hak lama sehingga diperoleh suatu alas hak atas tanah yang berdasarkan sistem UUPA. Adapun mengenai pendaftaran tanah ini diatur dalam Pasal 19 UUPA dan juga dalam peraturan pelaksananya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah serta Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997. Pada pasal II Ketentuan Konversi UUPA dinyatakan bahwa hak atas tanah berdasarkan Hukum Adat seperti hak agrarische eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, pesini, grant sultan, landrijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
tanah partikulir dan hak yang sama dengan nama lain yang akan ditetapkan Menteri dapat dikonversi sejak 24 September 1960 menjadi hak milik berdasarkan sistem UUPA dengan syarat: 1. jika subjeknya orang haruslah warga negara Indonesia tunggal, 2. jika badan hukum, haruslah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia tertentu seperti bankbank negara, badan koperasi pertanian, badan keagamaan dan sosial sesuai dengan ketentuan PP No. 38 Tahun 1963. Pada pasal VI Ketentuan Konversi UUPA diatur mengenai hakhak atas tanah dengan right to usenya yang sama seperti hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah negara, tanah hak milik dan tanah hak pengelolaan, yaitu hak vruchtgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas dan hak yang sama dengan nama lain yang akan ditegaskan Menteri dikonversi menjadi hak pakai sejak 24 September 1960 yang sedemikian rupa bersesuaian dengan jiwa UUPA. Dalam pasal VII Ketentuan Konversi UUPA ditetapkan bahwa hak gogolan, pikulen atau sanggam yang bersifat tetap dikonversi menjadi hak milik, sementara yang tidak bersifat tetap dikonversi menjadi hak pakai. Kecuali ada keraguan atasnya, bersifat tetap atau tidak, diserahkan kepada Menteri untuk memutuskannya. Hak-hak atas tanah adat ada yang mempunyai bukti hak tertulis dan ada juga yang belum. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat hukum Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
adat dulu tidak ada tradisi ataupun peraturan yang menyebutkan keharusan pendaftaran tanah tersebut. Oleh karena hal itulah ketentuan yang berlaku sebelumnya atas tanah-tanah tersebut diberlakukanlah penegasan dan pengakuan hak yang diatur dalam pasal 2 dan 3 Permen Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962. Dan semenjak berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 yang menggantikan PP No. 10 Tahun 1961 maka versi pengakuan dan penegasan hak sudah tercakup dalam pelaksanaan PP tersebut. Tujuan Pendaftaran Konversi Adapun tujuan daripada pendaftaran konversi dapat dikemukakan tidak terlepas dari tujuan pokok UUPA itu sendiri dan juga tujuan dari pendaftaran tanah. Tujuan pendaftaran konversi adalah: a) Unifikasi hukum agraria dalam wujud seragamnya hak-hak atas tanah di Indonesia. b) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah. c) Untuk
menyediakan
informasi
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar. d) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Dari tujuan-tujuan tersebut di atas, tujuan yang paling penting adalah tujuan yang tercantum dalam huruf a) dan b). Sedangkan untuk tujuan yang tercantum dalam huruf c) dan d) merupakan tujuan yang secara tidak langsung akan terwujud apabila tujuan dalam huruf a) dan b) tercapai. Unifikasi hukum agraria jelas merupakan salah satu tujuan pokok dari dibentuknya UUPA dimana didalamnya terdapat ketentuan konversi yang memang dibuat guna mewujudkan tujuan tersebut yakni dengan menyesuaikan hak-hak atas tanah yang lama kepada hak-hak atas tanah yang sesuai dengan UUPA. Dengan adanya ketentuan konversi sesuai dengan pernyataan A.P. Parlindungan, seluruh tanah-tanah yang pernah tunduk dengan BW seperti ketentuan-ketentuan dari S 1834 – 57 dan terhadap tanah-tanah yang tunduk kepada hukum adat, yang kadang kala ada pendaftarannya secara tidak merata dan tidak luas ataupun hak-hak atas tanah adat yang kadangkala pula tidak tertulis/ada bukti tertulisnya, seluruhnya kelak akan terkonversi dalam sistem UUPA dan terdaftar menurut ketentuan PP 10 Tahun 1961 (sekarang PP 24 Tahun 1997) 12 Kepastian hukum merupakan tujuan utama dari pendaftaran tanah sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA dan Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997. Tujuan ini juga menjadi tujuan pendaftaran
12
Ibid, hal. 1-2
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
konversi karena pendaftaran konversi merupakan salah satu sarana bagi pendaftaran tanah hak-hak lama untuk masuk ke dalam sistem UUPA. Yang dimaksud kepastian hukum tidak lain adalah kepastian akan perlindungan hukum terhadap hak tanah yang bersangkutan, yaitu perlindungan terhadap hubungan hukumnya serta perlindungan terhadap pelaksanaan kewenangan haknya. Dalam hubungan dengan tanahnya, kepastian hukum berkaitan dengan kepastian mengenai letak dan batasbatas tanah yang telah dilekati hak dimaksud. Hal ini berarti bahwa setiap hak tanah dituntut kepastian mengenai subjek, objek serta pelaksanaan kewenangan haknya. 13 Tujuan untuk memberikan kepastian hukum itu kepada pemegang hak atas tanah dapat diukur dari kekuatan hukum pembuatan sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat, kebenaran dari data dan kesempatan penuntutan dari pihak-pihak lain yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut.14 Oleh karena itu sependapat dengan Prof A.P. Parlindungan, bahwa pendaftaran ini harus melalui ketentuan yang sangat teliti dan terarah sehingga tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan
13
Rusmadi Murad, Op. cit., Hal. 75
14
Tampil Anshari Siregar (Pendaftaran Tanah Kepastian Hak), Op. cit.,
hal. 36 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
pendaftaran tersebut untuk sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja (sertifikat hak atas tanah). 15 Dasar Hukum Pembuktian Tanah Hak Adat Salah satu permasalahan yang ada dalam tanah hak adat adalah bahwa banyak hal-hal yang tidak jelas haknya dengan sesuatu pembuktian tertulis. Namun ada juga hak-hak atas tanah adat itu yang mempunyai bukti hak tertulis. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa dalam peraturan sebelumnya yakni Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 Tahun 1962 telah diberlakukan penegasan hak untuk hak-hak tanah adat yang mempunyai bukti tertulis dan pengakuan hak untuk hak-hak tanah adat yang tidak ada tanda bukti haknya. Dan semenjak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 maka penegasan dan pengakuan hak tersebut telah tercakup didalamnya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (penjelasan pasal 24) ditegaskan bahwa bagi tanah-tanah hak adat dalam hal pembuktian haknya dapat dilihat dari 2 (dua) sisi pembuktian yaitu bukti kepemilikan dan atau bukti penguasaan fisik atas tanah tersebut Bukti kepemilikan dapat dilihat melalui bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya dinilai oleh Panitia Ajudikasi pada pendaftaran tanah untuk
15
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal.8 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
pertama kali secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan pada pendaftaran tanah secara sporadik 16. Bukti penguasaan fisik atas tanah dapat dijadikan pembuktian hak jika atas tanah tersebut sama sekali tidak didukung oleh alat-alat bukti tertulis, tetapi berdasarkan kenyataan bahwa yang bersangkutan (dan pendahulu-pendahulunya) selama 20 (duapuluh) tahun atau lebih secara berturut-turut telah menguasai tanah tersebut dengan syarat: a) penguasaan tanah tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah itu serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya, b) penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan atau pihak lainnya. Metode Penelitian Metode diartikan sebagai suatu jalan atau cara untuk mencapai sesuatu. Sebagaimana tentang tatacara penelitian harus dilakukan, maka metode penelitian hukum yang digunakan penulis mencakup antara lain: 1. Jenis Penelitian/Spesifikasi Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris yang meliputi pendekatan hukum normatif dan
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
pendekatan hukum sosiologis. Dalam hal pendekatan hukum normatif penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul dari skripsi ini. Pendekatan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Sedangkan pendekatan secara sosiologis dilakukan untuk memperoleh data primer yaitu dengan melakukan penelitian dan wawancara langsung kepada Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan. Dalam menganalisa data yang sudah diperoleh, maka penulis menggunakan analisis kualitatif. 2. Materi Penelitian Adapun materi dalam penelitian ini adalah berupa data mengenai cara pihak Kantor Pertanahan Kota Medan dalam meneliti atau mencari kebenaran mengenai hak seseorang atas tanah ex-hukum adat dari alat bukti yang dijadikan sebagai dasar penguasaan tanah yang diajukan dalam pendaftaran konversi. Data-data ini diperoleh dari kepustakaan yakni dari buku, peraturan perundang-undangan, karya tulis para sarjana, dan juga dari hasil wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Kota Medan. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan untuk memperoleh keterangan dan data yang diperlukan mengenai penelitian kebenaran alat bukti dalam pendaftaran konversi di Kantor Pertanahan Kota Medan. 4. Alat Pengumpulan Data
16
Tampil Anshari Siregar, Op. cit., hal. 97
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Kota Medan sebagai instansi yang langsung menangani proses pendaftaran tanah, dan studi dokumen yaitu dengan menelaah bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini berupa buku, peraturan perundangundangan, dan hasil karya tulis para sarjana hukum. Sistematika Penulisan Dengan maksud memudahkan dalam menelaah penulisan skripsi yang berjudul: “Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi di Kantor Pertanahan Kota Medan)”, maka penulis terlebih dahulu menguraikan sistematika yang merupakan gambaran isi dari skripsi ini yaitu sebagai berikut: Pada Bab I diuraikan tentang Latar Belakang penulisan skripsi ini; kemudian Perumusan Masalah yang akan diteliti; diuraikan pula Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan baik secara praktis maupun secara teoritis; Keaslian Penulisan bahwa tulisan ini adalah karya asli dari penulis; Tinjauan Kepustakaan yang meliputi : Pengertian-Pengertian, Prinsip Dasar Konversi, Dasar Hukum Pendaftaran Konversi Tanah Adat, Tujuan Pendaftaran Konversi, Dasar Hukum Pembuktian Tanah Hak Adat; selanjutnya Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Pada Bab II diuraikan tentang Alat Bukti yang dapat diajukan dalam pendaftaran konversi di Kantor Pertanahan Kota Medan; dan Prosedur Penilaian kebenaran alat bukti yang diajukan oleh Kantor Pertanahan. Pada Bab III diuraikan tentang Pembuktian Dasar Penguasaan Tanah yang Tidak Lengkap yang harus diajukan kepada Kantor Pertanahan agar bidang tanah hak adat yang bersangkutan dapat dikonversi; dan Prosedur Penilaian kebenaran alat bukti yang diajukan tersebut. Pada Bab IV diuraikan tentang Hambatan yang Dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam menilai kebenaran alat bukti dalam pendaftaran konversi; dan Upaya Penyelesaian yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan hambatan dimaksud. Pada Bab V diuraikan mengenai Kesimpulan dan Saran dari penulis Penulisan skripsi ini penulis akhiri dengan menyimpulkan butir-butir yang dianggap penting, kemudian penulis memberikan beberapa saran sehubungan dengan pembahasan yang telah dilakukan, semoga kiranya dapat berguna bagi yang berkepentingan. Demikianlah sistematika penulisan skripsi ini yang memberikan suatu batasan dalam ruang lingkup pembahasannya.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB II
PENILAIAN KEBENARAN ALAT BUKTI HAK
Alat Bukti Hak yang Dapat Diajukan Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam konversi hak atas tanah maka atas sebidang tanah telah melekat suatu hak dimana hak tersebut merupakan hak berdasarkan sistem hukum yang lama. Suatu hak atas tanah yang diperoleh berdasarkan sistem hukum yang lama tersebut disebut juga dengan hak lama. Hak lama inilah yang akan dikonversi untuk masuk ke dalam sistem menurut UUPA. Hak lama ini ada yang berdasarkan kepada sistem hukum barat dan ada pula yang berdasarkan kepada sistem hukum adat. Untuk hak lama yang berdasarkan sistem hukum barat telah berakhir masa konversinya pada tanggal 24 September 1980, sedangkan untuk hak lama yang berdasarkan sistem hukum adat masih tetap terbuka konversinya sampai sekarang. Adapun mengenai hak atas tanah yang berdasarkan kepada hukum adat ini ada yang telah mempunyai bukti tertulis dan ada yang tidak mempunyai bukti tertulis atau hanya didasarkan kepada penguasaan fisik dengan diketahui oleh pengetua adat dan masyarakat hukum adat setempat. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Sesuatu permohonan hak atas tanah dapat kita nilai menurut hukum layak (feasible) untuk diproses apabila subjek pemohon dapat membuktikan secara hukum bahwa dia/mereka adalah pihak satu-satunya yang berhak atas tanah yang dimohonnya. 17 Dalam rangka pendaftaran konversinya, maka terhadap hak atas tanah yang berdasarkan hukum adat diadakanlah pembuktian mengenai haknya berdasarkan suatu alat bukti. Kegiatan pembuktian hak atas tanah memerlukan penelusuran yang meluas, dalam arti segala data yang dibutuhkan untuk pembuktian hak dimaksud harus dicari secara ekspansif dari berbagai sumber. 18 Berdasarkan Penjelasan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan peraturan pelaksananya yakni Peraturan Menteri Negara Agraria No. 3 Tahun 1997 Pasal 76 ayat (1), alat bukti tertulis yang dapat digunakan untuk pembuktian hak lama, antara lain: a) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S. 1834 – 27), yang telah dibubuhi catatan bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau b) Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overschrijvings Ordonnantie (S. 1834 – 27) sejak berlakunya UUPA sampai tanggal
17
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Penerbit Alumni, Bandung, 1991, hal. 18 18
Tampil Anshari Siregar, Op.cit., hal. 91
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
pendaftaran dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan, atau c) Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau d) sertipikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1959, atau e) surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, atau f) akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau g) akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan, atau h) akta ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, atau i) risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan, atau j) surat penunjukkan atau pembelian kavling pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, atau k) petuk pajak bumi/landrente, girik, pipil, kekitir dan verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, atau Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
l) surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan PBB, atau m) lain-lain alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam pasal II, pasal VI dan pasal VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan, diperoleh keterangan bahwa alat bukti yang dapat diajukan untuk pendaftaran konversi tanah hak adat di kota Medan adalah Grant Sultan serta alat-alat bukti lain sepanjang bisa dijadikan alat bukti yang dapat menerangkan mengenai riwayat tanah yang bersangkutan. Grant Sultan adalah alat bukti yang dikeluarkan oleh Kerajaan Deli atas nama Pemerintah Belanda untuk tanah-tanah yang dipersamakan dengan tanah bekas hukum adat 19 Grant Sultan terdapat didaerah Sumatera Timur, terutama di Deli yang dikeluarkan oleh Kesultanan Deli, termasuk dalamnya bukti-bukti hak atas tanah yang diterbitkan oleh para datuk yang terdapat di sekitar Kotamadya Medan. 20 Grant Sultan, semacam hak milik adat, diberikan oleh Pemerintah Swapraja khusus bagi kaula Swapraja, di daftar di kantor Pejabat Swapraja. Kesultanan Deli merupakan daerah yang memiliki suatu pemerintahan
19
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 15 Februari 2008 20
A.P. Parlindungan. (Konversi Hak-Hak Atas Tanah), Op. cit., hal. 46.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
tersendiri
termasuk ketentuan tentang pertanahan dengan menggunakan
Hukum Tanah Swapraja. Peraturan pertanahan yang terdapat di Kesultanan Deli menggunakan peraturan pertanahan di Sumatera Timur itulah sebabnya kesultanan Deli merupakan salah satu wilayah daerah Swapraja. 21
Sejarah Grant Sultan 22
Grant Sultan diberikan kepada kaula Swapraja. Pada mulanya orang tidak memerlukan surat, sebab tanah banyak dan luas. Setelah datangnya perusahaan-perusahaan perkebunan, yang memerlukan tanah yang luas dan kepastian tentang batas-batas tanah, yang diserahkan kepada mereka maka timbul sesuatu faktor baru dalam penguasaan tanah, yaitu orang tidak lagi dapat bebas bertualang, berpindah-pindah secara bebas menggarap tanah yang disukainya. Dengan demikian, kebiasaan berpindah-pindah mulai berkurang dan diambil tempatnya oleh keinginan menetap diatas sebidang tanah tertentu dan serentak dengan itu timbul pula keinginan, supaya hak atas tanah itu mendapat penetapan atau pengakuan dari penguasa, terlebih-lebih lagi berhubung
dengan
bertambahnya
peristiwa-peristiwa
jual-beli
tanah,
disebabkan kedatangan orang-orang dari daerah lain, yang memerlukan pertapakan rumah.
21
Indah Lisa Diana, Penyerobotan Tanah, Akankah Terus Berlangsung? (Ketidakpahaman atau Keberpihakan Majelis Hakim),www. pemantauperadilan.com/ analisis %20kasus/07.%20PENYEROBOTAN%20TANAH. pdf,hal. 7 22
Mahadi, Sedikit “Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di Sumatera Timur” (Tahun 1800 – 1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, diedarkan Penerbit Alumni, Bandung, 1976, hal. 256 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Berdasarkan fakta-fakta tertera diatas, pada mulanya oleh KepalaKepala Urung dikeluarkan surat keterangan yang diberi nama “Grant Datuk” atau “Surat Kampung” yang berisikan pengakuan Kepala Urung yang bersangkutan, bahwa ia mengetahui seseorang A adalah menguasai sebidang tanah tertentu. Kadang-kadang surat keterangan semacam itu dibuat dibagian bawah dari sesuatu surat jual-beli. Baru kira-kira dalam tahun 1890 Sultan Deli mengeluarkan surat keterangan penyerahan tanah kepada seseorang sebagai “Kurnia”, ditulis tangan dengan mempergunakan huruf Arab. Dalam surat-surat keterangan itu ditambahkan ketetapan, bahwa hak yang diberikan itu akan gugur, apabila tanah tidak dipergunakan dengan baik dan bahwa pengalihan hak kepada orang lain harus dengan seizin Sultan. Setelah tahun 1918 untuk daerah Kota Medan Grant Sultan hanya diterbitkan di daerah yang masih langsung diperintah oleh Sultan, seperti di Kota Masoem dan Kampoeng Soengai Kerah Percoet. Hal ini disebabkan pada tahun 1918 pihak Swapraja Deli menghibahkan tanah kepada Gemeente Medan dengan hak eigendom dan oleh karena itu untuk wilayah yang menjadi daerah Gemeente Medan tidak lagi diterbitkan Grant Sultan setelah 1918. Dan sebagai gantinya diterbitkan hak-hak atas tanah sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 23
23
Ibid, hal. 266-269
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam bagian Kedua mengenai KetentuanKetentuan Konversi, dalam Pasal II ayat (1) menegaskan bahwa: “Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak yang dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai di bawah, yang ada pada mulai berlakunya undangundang ini, yaitu: hak agrarisch eigendom, milik, yasan, andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, grant sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende, erfpacht, hak usaha atas bekas tanah partikelir dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria, sejak mulai berlakunya undang-undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1), kecuali jika yang mempunyai tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal 21.” Melihat daripada ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, maka secara otomatis, hak-hak atas tanah yang diperoleh dari Grant Sultan adalah menjadi Hak Milik. 24
Prosedur Penilaian Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa konversi tanah hak adat dilakukan melalui kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui dua cara yaitu secara sistematik dan secara sporadik. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 kedua cara itu diberi penegasan bahwa pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Sementara pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual dan massal. 25 Pada pendaftaran tanah secara sistematik, rencana dan inisiatif itu berasal dari Pemerintah, dalam hal ini Menteri menetapkan di wilayah mana suatu rencana kerja itu dilaksanakan dan pelaksananya adalah Panitia Adjudikasi. Sedangkan pada pendaftaran tanah secara sporadik berasal dari permintaan para individu yang memiliki tanah yang dilaksanakan oleh kantor pertanahan setempat. Setelah pembuktian hak melalui alat bukti yang ada maka selanjutnya ada dilakukan penilaian kebenaran alat bukti. Menilai kebenaran alat bukti dilakukan oleh Panitia Ajudikasi pada pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik dan oleh Kepala Kantor Pertanahan pada pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sporadik (Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997). Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti yang diajukan, dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan. Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah berupa bukti-bukti surat yang diajukan dilakukan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan. Dalam hal bukti kepemilikan
24
Indah Lisa Diana, Op. cit., hal. 9
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
tanah berupa bukti-bukti tertulis tersebut sudah lengkap maka Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah menyiapkan pengumumannya (Pasal 82 ayat (2) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997). Penilaian terhadap pembuktian yang dilakukan oleh aparat pelaksana agraria adalah dari segi riwayat perolehan tanah kepada yang bersangkutan secara sah dan dapat dipertanggungjawabkan 26. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam meneliti kebenaran alat bukti, antara lain: 27 1. Subjek hak atas tanah Subjek hukum hak atas tanah merupakan orang atau badan hukum yang dapat mempunyai sesuatu hak atas tanah dan dapat melakukan perbuatan hukum untuk mengambil manfaat bagi kepentingan dirinya, keluarganya, bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Orang perseorangan selaku subjek hak atas tanah, yaitu setiap orang yang identitasnya terdaftar selaku Warga Negara Indonesia atau warga negara asing, berdomisili di dalam atau di luar wilayah Republik Indonesia dan tidak kehilangan hak memperoleh sesuatu hak atas tanah. Oleh karena itu orang perseorangan selaku subjek hak atas tanah dalam
25
Tampil Anshari Siregar (Pendaftaran Tanah Kepastian Hak), Op. cit.,
Hal. 81 26
Rusmadi Murad., Log. Cit. hal. 18
27
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 15 Februari 2008 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
pendaftaran konversi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal II ayat (2) Ketentuan Konversi dan Pasal 21 UUPA adalah Warga Negara Indonesia.
2. Objek hak atas tanah Objek hak atas tanah merupakan bidang-bidang tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang dapat dipunyai dengan sesuatu pemilikan hak atas tanah oleh orang atau badan hukum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku. 3. Hubungan hukum antara subjek dan objek hak atas tanah Hubungan hukum yang dimaksud disini adalah bahwa subjek hak atas tanah merupakan pemilik dari objek hak atas tanah dimaksud. Hubungan hukum ini dibuktikan dengan adanya alas hak atas tanah. Alas hak atas tanah yang dimaksud adalah berupa bukti kepemilikan. Alas hak merupakan data yang menjadi dasar pertimbangan bagi penetapan suatu hak tanah. Wujudnya dapat berupa data fisik, data yuridis maupun data administratif. Data fisik adalah data mengenai objek hak (tanah) yang menerangkan mengenai letak dan batas-batas tanah serta penguasaannya. Data yuridis adalah data yang menyatakan adanya hubungan yuridis antara pihak yang memohon hak dengan tanah yang dimohon haknya tersebut. Jadi data yuridis mencerminkan hubungan
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
kepemilikan tanahnya. Data administratif adalah data yang berupa suratsurat yang membuktikan kebenaran data fisik dan yuridis tersebut. 28 Apabila data yang disampaikan mengandung kelemahankelemahan, maka demikian pula kualitas kepastian hukum mengenai hak atas tanah akan mengandung kelemahan yang pada suatu saat dapat dibatalkan apabila terbukti cacat administrasi maupun cacat hukum. Dengan demikian maka keabsahan alas hak sebagai dasar penetapan suatu hak tanah sangat penting dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum. 29 Berdasarkan hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan, diperoleh keterangan bahwa Kantor Pertanahan Kota Medan dalam meneliti kebenaran alat bukti yang diajukan adalah hanya meneliti kebenaran formil dari alat bukti surat yang diajukan. Dalam mencari kebenaran formil dari alat bukti surat yang diajukan, pihak Kantor Pertanahan Kota Medan hanya meneliti dari segi bentuk suratsurat yang diajukan. Dan dari bentuk surat itulah baru ditentukan apakah surat tersebut dapat dijadikan sebagai dasar pendaftarannya, seperti misalnya surat yang diajukan adalah surat keputusan dari pejabat maka dilihat bentuknya apakah memang telah memenuhi syarat formil suatu surat keputusan seperti ada nomor SK, ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan.
28
Rusmadi Murad (Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan: Rangkaian Tulisan dan Materi Ceramah), Op. cit., hal. 76 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Dan dalam meneliti kebenaran Grant Sultan yang diajukan, Kantor Pertanahan Kota Medan meneliti dari segi formil yakni dilihat bentuknya, dan kemudian dilihat dari isi keterangan yang terdapat didalamnya apakah telah sesuai dengan kondisi ketika Grant Sultan yang dimaksud dikeluarkan, dan setelah itu disesuaikan dengan Grant Sultan yang ada di Kantor Pertanahan. Apabila kesemuanya telah sesuai dengan Grant Sultan yang ada di Kantor Pertanahan maka proses pendaftarannya dapat ditindaklanjuti. Selain itu, Kantor Pertanahan dalam mencari kebenaran mengenai data yuridis sebidang tanah didasarkan kepada kelengkapan bukti-bukti tertulis yang diajukan. Apabila dari bukti-bukti tertulis yang diajukan telah dapat menggambarkan riwayat perolehan dan penguasaan bidang tanah yang bersangkutan mulai dari pemilik sebelumnya sampai dengan yang mengajukan konversi sebagai yang berhak, maka proses pendaftarannya dapat dilanjutkan dengan pengumuman guna menjaring keberatan dari pihak lain dan menguji kebenaran dari data-data yang diberikan oleh pemohon konversi. Dari prosedur ini terlihat bahwa pihak Kantor Pertanahan Kota Medan meneliti kebenaran keabsahan bukti tertulis yang diajukan hanya didasarkan kepada bentuknya saja, sedangkan mengenai kebenaran apakah surat tersebut dikeluarkan sesuai prosedur dan apakah surat yang diajukan asli, hal tersebut tidak diteliti kebenarannya. Hal ini dikarenakan Kantor Pertanahan tidak mempunyai kewenangan untuk menyatakan maupun
29
Ibid., Hal. 81
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
mempertanyakan keabsahan suatu surat yang dikeluarkan oleh instansi tertentu. Setelah dilakukan penilaian kebenaran alat bukti, maka selanjutnya ada tahapan-tahapan yang wajib dilaksanakan guna menjamin kebenaran data yang diperoleh, yaitu:
1. Pengumuman data Dalam hal dari penelitian dokumen alat bukti yang diajukan ternyata bahwa bukti kepemilikan tanah yang diajukan telah lengkap maka Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah pada Kantor Pertanahan menyiapkan pengumuman data (Pasal 82 ayat (3) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997). Pembuatan daftar isian dan peta hasil pengukuran harus diumumkan 60 hari. Pengumuman tersebut di Kantor Pertanahan dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan serta ditempat lain yang dianggap perlu (di Kantor Rukun Warga atau lokasi tanah yang bersangkutan) serta melalui media massa (Pasal 26 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Pasal 86 Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997). Tujuan pengumuman itu adalah untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan atau pihak yang merasa lebih berhak atas tanah tersebut mengajukan keberatannya. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
2. Pengajuan keberatan Pengajuan keberatan dapat ditujukan terutama kepada pihak yang akan mendaftarkan tanah tersebut dan atau kepada Kepala Kantor Pertanahan dan atau ke Pengadilan setempat (Pasal 27 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997).
3. Berakhirnya jangka waktu pengumuman Setelah
jangka
waktu
pengumuman
itu
berakhir
maka
disahkanlah data fisik dan data yuridis yang diumumkan itu dengan suatu berita acara pengesahan data. Jika seandainya jangka waktu pengumuman sudah berakhir tetapi masih ada pihak-pihak yang keberatan dan belum dapat diselesaikan ataupun masih ada data kurang lengkap misalnya letak tanda batas maka pengesahan dilakukan dengan mencatat hal-hal yang belum selesai dan atau kurang lengkap tersebut (Pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Pasal 87 ayat (2) Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997) Dengan keluarnya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 pelaksanaan pendaftaran tanah termasuk penegasan dan pengakuan hak dilakukan oleh Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah (Pasal 42) yang secara khusus lagi ditugaskan kepada Subseksi Pendaftaran Hak (Pasal 44 ayat 3). Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
BAB III
PENILAIAN KEBENARAN DASAR PENGUASAAN TANAH HAK ADAT YANG TIDAK LENGKAP
A. Pembuktian Dasar Penguasaan Tanah yang Tidak Lengkap Dalam pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa: (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah selama 20 (duapuluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Ketentuan tersebut memberikan kesempatan bagi pendaftaran tanah hak adat yang tidak lagi dapat dibuktikan dengan alat bukti sebagaimana yang Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
disebutkan dalam penjelasan pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Maksud ini diperjelas lagi dalam penjelasan pasal 24 ayat (2) yang berbunyi: Ketentuan ini memberi jalan keluar apabila pemegang hak tidak dapat menyediakan bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud ayat (1), baik yang berupa bukti tertulis maupun bentuk lain yang dapat dipercaya. Dalam hal demikian pembukuan hak dapat dilakukan tidak berdasarkan bukti kepemilikan akan tetapi berdasarkan bukti penguasaan fisik yang telah dilakukan oleh pemohon dan pendahulunya. Dan penguasaan fisik tersebut harus memenuhi persyaratan sebagaimana yang tersebut dalam pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Menurut A.P. Parlindungan, ketentuan pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 ini adalah untuk memberikan kelonggaran dalam hal pelaksanaan konversi yaitu jika terdapat kekurangan pembuktian. 30 Selanjutnya dalam pasal 76 ayat (2) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 diatur mengenai pembuktian hak lama yang bukti kepemilikannya tidak lengkap. Dalam hal tersebut pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan minimal dua orang saksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut. Pasal 76 ayat (2) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997: (2) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari
30
A.P. Parlindungan (Pendaftaran Tanah di Indonesia), Op. cit., Hal. 114
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontalyg menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan, diperoleh keterangan bahwa untuk pendaftaran konversi di Kantor Pertanahan Kota Medan maka sebagai dasar pendaftarannya haruslah diajukan bukti Grant Sultan. Hal ini dikarenakan sebelum berlakunya UUPA, daerah Kota Medan merupakan suatu daerah Pemerintah Swapraja Kesultanan Deli yang telah mempunyai aturan pendaftaran tanah yaitu dengan terbitnya Grant Sultan. Namun demikian apabila tidak lagi dimungkinkan bagi pemohon untuk menyediakan alat bukti Grant Sultan dimaksud dikarenakan hilang atau rusak sehingga tidak bisa dibaca lagi, maka untuk pembuktian haknya digunakan bukti lain yang berupa surat laporan hilang yang dibuat oleh polisi dan surat pengumuman hilang atau rusaknya Grant Sultan dimaksud yang dibuat baik di atas bidang tanah yang bersangkutan maupun ditempat-tempat lain yang dapat menjangkau banyak pihak termasuk di media cetak dan media elektronik. Dalam hal ini, permohonan pendaftaran konversi atas tanah hak adat yang bukti tertulisnya tidak lengkap akan diproses dengan pengakuan hak oleh Kantor Pertanahan Kota Medan. 31 Pengakuan Hak Atas Tanah
31
hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 25 Februari 2008 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Pengakuan Hak Atas Tanah merupakan keputusan Badan Pertanahan Nasional, yaitu sehubungan dengan pengakuan hak atas tanah yang berasal dari tanah milik adat yang diakui melalui prosedur perolehan sertifikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan dengan memenuhi persyaratan, yakni sebagai berikut: 1. surat permohonan 2. fotokopi KTP atau identitas diri pemohon 3. fotokopi KTP atau identitas diri penerima kuasa disertai dengan surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan. 4. fotokopi SPPT PBB tahun berjalan. 5. bukti tertulis hak atas tanah asli disertai dengan: a. surat pernyataan penguasaan fisik tanah secara terus menerus selama 20 tahun atau lebih (turun temurun atau alih beralih) yang dibuat oleh pemilik tanah, disaksikan oleh 2 orang saksi dan diketahui oleh kepala desa/lurah, dan b. surat keterangan dari kepala desa/lurah yang disaksikan oleh 2 orang saksi dan penguasaannya dibenarkan oleh pengetua adat setempat. 32 Pengertian dan persyaratan yang harus diajukan dalam pengakuan hak ini sesuai dengan yang diatur dalam pasal 28 ayat (3) jo. pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 yang diperjelas lagi dalam penjelasan pasal 28 ayat (3) yang memuat isi bahwa pengakuan hak
32
S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan Di Kantor Pertanahan, Grasindo, Jakarta, 2005, hal. 53-54 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
didasarkan kepada pembuktian menurut pasal 24 ayat (2) yakni bahwa alatalat pembuktian yang seharusnya diajukan dalam pendaftaran tanahnya tidak lengkap. Berbeda dengan yang diatur dalam pasal 88 Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 dimana terhadap hak atas tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap maupun yang tidak lengkap, pendaftarannya didasarkan kepada penegasan hak, dan pengakuan hak hanya diberlakukan bagi hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada dan hanya dibuktikan dengan penguasaan fisik selama 20 tahun berturut-turut. Pasal 88 Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997: (2) Berdasarkan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dilaksanakan kegiatan sebagai berikut: a. hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) dan yang alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan tanahnya dikuasai oleh pemohon, oleh Kepala Kantor Pertanahan ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang hak yang terakhir dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut: “Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal ……………. Hak atas tanah ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik dengan pemegang hak ………………. tanpa catatan/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*) KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA…………………… (………………………) *) coret yang tak perlu. b. hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 tahun Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (3) oleh Kepala Kantor Pertanahan diakui sebagai Hak Milik dengan memberi catatan pada daftar isian 201 sebagai berikut: “Berdasarkan data fisik dan data yuridis yang disahkan dengan Berita Acara Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis tanggal …………….. hak atas tanah ini diakui sebagai Hak Milik dengan pemegang hak …………………. tanpa catatan/dengan catatan ada keberatan (tidak ke pengadilan/sedang diproses di pengadilan dengan/tanpa sita jaminan)*) KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA…………………… (………………………) *) coret yang tak perlu Berdasarkan hasil wawancara dengan Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan, diperoleh keterangan bahwa prosedur mengenai pengakuan hak ini disesuaikan dengan daerah tempat pendaftaran tanah dilaksanakan, seperti misalnya untuk pengakuan hak di Kota Medan maka untuk persyaratannya diwajibkan ada bukti tertulis disertai dengan penguasaan fisik, sedangkan untuk pengakuan hak di Sumatera Barat maka tidak diperlukan bukti hak atas tanah melainkan dengan dasar penguasaan fisik yang dibenarkan dengan pernyataan dari pengetua adat setempat.
B. Prosedur Penilaian Dalam Pasal 76 ayat (2) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 dinyatakan bahwa: (2) Apabila bukti kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian kepemilikan atas bidang tanah itu dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan dan keterangan yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
maupun horizontal, yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut. Keadaan “tidak lengkap” atau “tidak adanya” adalah bukan dikarenakan atas tanah yang dimohon konversinya tersebut tidak pernah diterbitkan bukti kepemilikan melainkan dikarenakan oleh peristiwa tertentu yang menyebabkan bukti kepemilikan atas tanah itu menjadi tidak ada. Contoh peristiwa yang dimaksud adalah karena hilang atau rusak. Dalam kondisi yang demikian tidak mungkin diperoleh bukti kepemilikan pengganti yang disebabkan sudah tidak berlakunya peraturan pertanahan yang didasarkan kepada hukum adat sejak berlakunya UUPA. Dan berdasarkan hasil wawancara dengan Petugas Kantor Pertanahan Kota Medan diketahui bahwa sebagai dasar pendaftarannya maka terhadap bidang tanah yang bukti Grant Sultannya telah hilang atau rusak harus dilakukan upaya-upaya tertentu. Dalam hal Grant Sultannya hilang maka oleh pemohon konversi harus dilakukan beberapa hal antara lain: 1. melaporkan hilangnya Grant Sultan yang dimaksud ke kantor polisi, 2. mengumumkan hilangnya Grant Sultan yang dimaksud, 3. dibuat pernyataan-pernyataan, 4. disumpah. Selanjutnya bukti surat keterangan hilang dan bukti pengumuman tersebutlah yang akan dijadikan sebagai dasar pendaftarannya dengan didukung oleh bukti lainnya yakni pernyataan penguasaan fisik dan keterangan saksi-saksi.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Dan jika Grant Sultan yang hendak dikonversi rusak maka akan dilihat seberapa besar kerusakannya. Apabila Grant Sultannya rusak sama sekali sehingga tidak bisa dibaca lagi maka Grant Sultan dimaksud tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti dan dianggap tidak ada, dan untuk pendaftarannya maka mengenai rusaknya Grant Sultan tersebut harus diumumkan dan bukti pengumuman itu yang dijadikan sebagai dasar pendaftaran pengakuan haknya. dan kalau Grant Sultan yang dimaksud rusak hanya sebagian dan masih dapat dibaca maka dapat dicek mengenai kelengkapan dan kebenaran datanya di Kantor Pertanahan. 33 Dalam pasal 82 ayat (4) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 diatur mengenai penilaian data yuridis tanah hak lama yang dokumen bukti tertulisnya tidak lengkap dimana untuk meneliti kebenaran alat bukti yang diajukan maka setelah Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah melakukan penelitian permulaan data dengan meneliti kebenaran formil dari pernyataan pemohon dan juga keterangan saksi-saksi, penelitian kebenaran alat bukti yang dimaksud diserahkan kepada Panitia A untuk diteliti lebih lanjut. Pasal 82 ayat (4) Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997: (4) Dalam hal dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ternyata bahwa bukti kepemilikan tanah berupa bukti-bukti tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) tidak lengkap, atau dalam hal bukti hak yang dapat diajukan adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) dan ayat (3), maka penelitian data yuridis bidang tanah tersebut dilanjutkan oleh Panitia A sebagaimana dimaksud dalam
33
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Pegawai Kantor Pertanahan Kota Medan tanggal 8 Maret 2008 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 1992, yang hasilnya dituangkan dalam daftar isian 201. Adapun tugas Panitia A sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 83 Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 adalah sebagai berikut: a. Meneliti data yuridis bidang tanah yang tidak dilengkapi dengan alat bukti tertulis mengenai pemilikan tanah secara lengkap; b. Melakukan pemeriksaan lapangan untuk menentukan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh pemohon pendaftaran tanah; c. Mencatat sanggahan/keberatan dan hasil penyelesaiannya; d. Membuat kesimpulan mengenai data yuridis bidang tanah yang bersangkutan; e. Mengisi daftar isian 201. Dalam melakukan pemeriksaan ke lapangan terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh Panitia yakni: 1. Riwayat penguasaan tanah Riwayat penguasaan tanah harus lengkap secara derivatif. Artinya diurutkan mulai dari penguasaan tanah yang bersangkutan oleh pihak terdahulu sampai ke penguasaan tanah oleh pemohon. Riwayat penguasaan tersebut disertai dengan uraian dari dasar hukum masing-masing penguasaan yang dibuktikan dengan surat-surat yang dilampirkan. Pemohon harus merupakan pihak yang terakhir memperoleh tanah tersebut. 2. Kepentingan orang lain
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Kepentingan orang lain yang dimaksudkan disini adalah kepentingan pihak lain yang ada diatas tanah yang dimohon konversinya. Kepentingan orang lain ini dapat berupa kepentingan pemilikan. Artinya bahwa orang lain tersebut merupakan pihak yang memiliki tanah yang bersangkutan atau yang seharusnya memperoleh prioritas untuk diberikan hak. Disamping itu kepentingan lain didasarkan adanya hubungan hukum yang sah dengan pemohon yang bukan merupakan hubungan pemilikan melainkan hubungan penguasaan fisik saja, misalnya penyewa. Panitia A dalam melakukan pemeriksaan ke lapangan dapat mencari keterangan tambahan dari masyarakat setempat guna menilai kebenaran pernyataan pemohon dan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam pembuktian hak sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 84 Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997. Pasal 84 Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997: Untuk menilai kebenaran pernyataan pemohon, dan keterangan saksi-saksi yang diajukan dalam pembuktian hak, Panitia A dapat: a. Mencari keterangan tambahan dari masyarakat yang berada di sekitar bidang tanah tersebut yang dapat digunakan untuk memperkuat kesaksian atau keterangan mengenai pembuktian kepemilikan tanah tersebut; b. Meminta keterangan tambahan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada huruf a yang diperkirakan dapat mengetahui riwayat kepemilikan bidang tanah tersebut dengan melihat usia dan lamanya bertempat tinggal di daerah tersebut. c. Melihat keadaan bidang tanah di lokasinya untuk mengetahui apakah yang bersangkutan secara fisik menguasai tanah tersebut atau digunakan pihak lain dengan seizin yang bersangkutan, dan selain itu dapat menilai bangunan dan tanaman yang ada di atas bidang tanah yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk pembuktian kepemilikan seseorang atas bidang tanah tersebut.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Penulis sendiri berpendapat bahwa mencari keterangan tambahan ini sepertinya tidak diharuskan oleh Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997. hal ini tersirat dari kata “dapat” yang tercantum dalam Pasal 84 tersebut yang mengindikasikan bahwa Panitia A boleh memilih untuk dilakukan atau tidak perlu dilakukan dalam hal mencari keterangan tambahan. Dan berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Kantor Pertanahan Kota Medan, diperoleh keterangan bahwa Kantor Pertanahan hanya bertindak sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan oleh karena itu dalam melakukan penilaian terhadap alat bukti yang diajukan, Kantor Pertanahan bertindak sesuai dengan yang diatur dalam Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997. Dan mengenai ketiga hal yang disebutkan dalam Pasal 84 Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 tersebut tidak harus dilakukan semuanya apabila memang dengan melakukan salah satunya saja sudah dapat memperlihatkan alat-alat bukti yang diajukan benar. Dari hal ini terlihat bahwa penelitian lapangan yang dilakukan ini hanya memeriksa kesesuaian antara data yuridis yang diajukan oleh pemohon dengan keadaan di lapangan. Sedangkan mengenai kebenaran hilangnya Grant Sultan yang bersangkutan tidak diteliti, dan hanya didasarkan kepada sebuah surat laporan hilang. Hal ini membuka kesempatan bagi pihak yang beritikad tidak baik untuk melakukan manipulasi sehingga terlihat seperti dialah satusatunya pihak yang berhak atas bidang tanah yang bersangkutan. Dari uraian tersebut terlihat bahwa peraturan yang ada maupun tindakan dari pihak Kantor Pertanahan Kota Medan kurang dapat Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
mengantisipasi maksud buruk pihak yang ingin mengambil keuntungan dari situasi yang ada.
BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN
A. Hambatan yang Dihadapi Hakikat pengumpulan dan pengolahan data yuridis merupakan prosedural dalam pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum secara yuridis kepada pemegang sertifikat hak atas tanah sepanjang mengenai hubungan keperdataannya dengan data fisik bersangkutan berdasarkan alat bukti tertulis yang disampaikan pemohon kepada Kantor Pertanahan atau keterangan saksi. 34
34
S. Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2006, hal. 44 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yuridis ini dilakukan penelitian atas alas hak yang dimajukan oleh pemohon. Penelitian ini dikenal sebagai examiner of title. Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh data yuridis dan data teknis nantinya. 35 Hasil penelitian data yuridis terhadap alat bukti tanah hak adat merupakan salah satu dasar dalam pertimbangan penerbitan Surat Keputusan hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan yaitu melalui penegasan hak atau pengakuan hak. Karena itu, maka penelitian data yuridis menjadi faktor penentu dalam pemberian kepastian hukum secara yuridis kepada pemegangnya. Namun kegiatan tersebut menurut ketentuan yang berlaku bahwa Kantor Pertanahan hanya boleh memeriksa kebenaran data yuridis secara formil, dengan pengertian bahwa Kantor Pertanahan menurut peraturan perundangundangan tidak punya wewenang melakukan pemeriksaan dan penelitian data yuridis secara materil. 36 Dan selain itu juga terhadap alat bukti tanah hak adat yang menjadi dasar penerbitan Surat Keputusan hak atas tanah di Kantor Pertanahan dilaksanakan melalui proses yang berbeda, yakni:
35
Muhammad Yamin, Problematika Mewujudkan Jaminan Kepastian Hukum Atas Tanah Dalam Pendaftaran Tanah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, USU, Medan, tanggal 2 September 2006. 36
S. Chandra., Op. cit., hal. 45
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
a. Alat bukti hak atas tanah lengkap, dilaksanakan oleh Kepanitiaan di Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, tanpa melalui pengumuman, dibuatkan surat penegasan haknya. b. Alat bukti hak atas tanah tidak lengkap, dilaksanakan oleh Kepanitiaan di Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah, dengan melalui pengumuman dibuatkan surat pengakuan haknya. 37 Sebagai akibat pengaturan demikian, maka akan terbuka kesempatan bagi pemohon yang tidak beritikad baik yang memanipulasi alas hak atas tanah. Hal inilah yang mengakibatkan pemeriksaan dan penelitian data yuridis bidang tanah yang dilakukan tidak dapat memberikan jaminan kebenaran. Dan hal ini telah diantisipasi dengan sistem pendaftaran tanah yang digunakan di Indonesia yakni sistem negatif bertendensi positif. Sistem ini memberi makna sebagai berikut: 38 1) Negara tidak menjamin kebenaran data 100%. 2) Pengumpulan data dilakukan dengan secermat-cermatnya sehingga di dapatkan data yang akurat. 3) Data yang diperoleh sedemikian rupa diuji kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan. 4) Data yang dikumpulkan itu diumumkan untuk menjaring pendapat publik tentang kebenaran data dan tujuan pendaftarannya.
37
Ibid, hal. 46
38
Tampil Anshari Siregar., Op. cit., hal. 235.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
5) Dibuka peluang bagi publik untuk mengajukan keberatan/gugatan atas data dan tujuan pendaftaran tanah yang bersangkutan. Menurut pejabat Kantor Pertanahan Kota Medan, hambatan yang sering dihadapi dalam pemeriksaan dan penelitian data yuridis bidang tanah dengan hak Grant Sultan adalah berkaitan dengan ahli waris dari pihak yang namanya tercantum dalam Grant Sultan yang bersangkutan. Dalam memeriksa dan meneliti kebenaran data yuridis bidang tanah yang bersangkutan, Kantor Pertanahan hanya memeriksa berdasarkan alat bukti tertulis yang diserahkan oleh pihak pemohon dan oleh karena itu mengenai kebenaran data para ahli waris juga hanya didasarkan kepada alat bukti yang ada yang mana sulit untuk ditelusuri dikarenakan kemungkinan ahli waris dari pihak yang namanya tercantum dalam Grant Sultan dimaksud telah bercabang-cabang. Dan ada kemungkinan dimanipulasinya bukti-bukti yang diperlukan. Hal ini dapat menimbulkan sengketa yang pada akhirnya menghambat proses pendaftaran tanah dan bahkan yang lebih ekstrim lagi sertifikat yang telah dikeluarkan dapat dibatalkan. Dan selain itu juga, hambatan yang sering terjadi adalah berkenaan dengan masalah batas bidang tanah. Hal ini dikarenakan kebanyakan tanahtanah hak adat tidak dipasang tanda-tanda batasnya dan tidak dipergunakan sehingga dikuasai oleh orang lain dan pada saat pengukuran terjadilah sengketa menyangkut batas bidang tanah. 39
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
B. Upaya Penyelesaian Hasil penelitian data yuridis dan penetapan batas dituangkan dalam Risalah Penelitian Data Yuridis dan Penetapan Batas (Daftar Isian 201) yang meliputi: letak tanah, informasi subjek, sketsa bidang tanah, persetujuan batas bidang oleh tetangga, bukti-bukti kepemilikan, bukti perpajakan, riwayat tanah, jenis bangunan, status tanah, dan lain-lain sampai kepada kesimpulan yuridis mengenai pemilik, status tanah dan kelengkapan alat bukti. Dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 maupun Permenag/ Ka. BPN No. 3 Tahun 1997 diatur bahwa untuk menguji kebenaran dari data yuridis yang telah dikumpulkan dan diolah oleh Kantor Pertanahan diadakanlah pengumuman. Akan tetapi ternyata dari proses yang ada tidak semua
permohonan
pendaftaran
konversi
yang
diproses
dilakukan
pengumumannya dan hal inilah yang dapat menimbulkan sengketa pada saat sertifikat bidang tanah yang bersangkutan telah diterbitkan. Sebaliknya juga dengan dilakukannya pengumuman maka pihak lain yang juga merasa berhak atas bidang tanah yang bersangkutan, seperti salah satu ahli waris dari pemilik tanah terdahulu yang tidak tercantum dalam alat bukti yang diajukan oleh pemohon, dapat muncul dan mengajukan keberatan sehingga timbullah sengketa mengenai siapakah yang lebih berhak atas tanah yang bersangkutan. Dan dalam hal kedua belah pihak yang bersengketa mengemukakan alat bukti yang sama-sama dapat dijadikan sebagai bukti
39
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Petugas Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 15 Februari 2008 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
kepemilikan, Kantor Pertanahan tidak berwenang untuk menyatakan ketidakabsahan alat bukti yang dimiliki salah satu pihak apabila alat bukti yang diajukan telah memenuhi syarat formil berdasarkan hasil penelitian oleh Kantor Pertanahan. Oleh karena itu sebagai upaya penyelesaiannya dalam Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 dan Permenag/Ka BPN No. 3 Tahun 1997 diatur agar penyelesaian sengketa baik yang mengenai hak maupun batas dilakukan berjenjang. Pada jenjang itu selalu diupayakan penyelesaiannya secara musyawarah/damai. Jika kesepakatan tidak diperoleh baru diajukan ke pengadilan. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh keterangan bahwa Kantor Pertanahan Kota Medan dalam upaya penyelesaian secara musyawarah tidak terlibat dalam proses musyawarah tersebut. Kantor Pertanahan hanya menyarankan agar para pihak yang bersengketa menyelesaikannya secara damai. Dan apabila perdamaian tidak tercapai maka Kantor Pertanahan menganjurkan kepada pihak yang merasa keberatan tersebut untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan. 40 Alternatif penyelesaian sengketa salah satunya adalah dengan melalui mediasi. Prinsip mediasi adalah dengan Win-Win Solution agar memuaskan semua pihak. 41
40
Ibid.
41
Rusmadi Murad, Op. cit., Hal. 140
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Peran Badan Pertanahan Nasional (pen – dalam hal ini Kantor Pertanahan) sebagai mediator dalam menyelesaikan sengketa sangat diperlukan agar para pihak dapat mengetahui kelemahan dari alat bukti yang dimiliki dan kesulitan yang akan diperoleh jika tidak diselesaikan secara musyawarah. Cara ini cukup efektif untuk menyelesaikan kasus-kasus sederhana dan tidak melibatkan banyak pihak seperti sengketa batas penguasaan/pemilikan tanah. 42 BPN RI dalam Tugas Pokok dan Fungsi sesuai Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2006 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 3 Tahun 2007, memiliki kewenangan dan tugas mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa. 43 Adapun hal-hal yang diatur berkaitan dengan mediasi antara lain: 44 I. Penggolongan 1. Mediasi adalah salah satu proses alternatif penyelesaian masalah dengan bantuan pihak ketiga (mediator) dan prosedur yang disepakati oleh para pihak dimana mediator memfasilitasi untuk dapat tercapai suatu solusi (perdamaian) yang saling menguntungkan para pihak.
42
Peradilan Pertanahan, Perlukah?, http://www.ham.go.id/index_ HAM. asp?menu= artikel&id=532 43
Rusmadi Murad, Loc. cit., hal. 140
44
Ibid., hal. 140-148
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
2. Mediator adalah orang/pejabat yang ditunjuk dari jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahannya. 3. Tipe Mediator: a. Mediator Jaring Sosial (Social Network Mediator) •
Tokoh-tokoh masyarakat/informal misalnya: ulama atau tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan lain-lain.
•
Biasanya mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat.
•
Penyelesaian sengketa didasari nilai-nilai sosial yang berlaku: nilai keagamaan/religi, adat kebiasaan, sopan santun, moral, dan sebagainya.
b. Mediator
sebagai
Pejabat
yang
berwenang
(Authoritative
Mediator) •
Tokoh formal, pejabat-pejabat yang mempunyai kompetensi di bidang sengketa yang ditangani.
•
Disyaratkan orang yang mempunyai pengetahuan dengan sengketa yang ditangani.
c. Mediator Independen (Independent Mediator) •
Mediator profesional, orang yang berprofesi sebagai mediator, mempunyai legitimasi untuk melakukan negosiasi-negosiasi dalam proses mediasi.
•
Konsultan hukum, pengacara, arbiter.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
4. Musyawarah adalah kegiatan mempertemukan kedua belah pihak untuk mengklarifikasi data yang ada pada masing-masing pihak dalam rangka mengupayakan perdamaian. 5. Perdamaian adalah kesepakatan dari para pihak untuk mengakhiri sengketanya. 6. Berita Acara Mediasi adalah suatu dokumen resmi yang dibuat dan dipertanggungjawabkan oleh mediator dan para pihak yang ada di dalamnya berisikan uraian hasil mediasi yang dilengkapi dengan datadata pada saat dilakukan proses mediasi. II. Pelaksanaan 1. Mediasi dilaksanakan oleh pejabat/pegawai yang ditunjuk dengan surat tugas perintah dari Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 2. Mediator yang melakukan mediasi tersebut adalah termasuk tipe Authoritative Mediator. 3. Para pihak yang bersengketa harus mempunyai kepentingan langsung terhadap masalah yang dimediasikan. III. Mekanisme Mediasi 1. Persiapan untuk mempertemukan kedua belah pihak: a. Mengetahui pokok masalah dan duduk masalah. b. Apakah masalah tersebut dapat diselesaikan melalui mediasi atau tidak. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
c. Pembentukan tim penanganan sengketa tentatif, tidak keharusan, adakalanya pejabat struktural yang berwenang dapat langsung menyelenggarakan mediasi. d. Penyiapan bahan, selain persiapan prosedur disiapkan bahanbahan yang diperlukan untuk melakukan mediasi terhadap pokok sengketa, resume telaahan. Agar mediator sudah menguasai substansi masalah, meluruskan persoalan, saran bahkan peringatan jika kesepakatan yang diupayakan akan cenderung melanggar peraturan di bidang pertanahan, misal melanggar kepentingan pemegang
hak tanggungan, kepentingan ahli waris
lain,
melanggar hakekat pemberian haknya (berkaitan dengan tanah Redistribusi). e. Menentukan waktu dan tempat mediasi. 2. Undangan: a. Disampaikan kepada para pihak yang berkepentingan, instansi terkait (apabila dipandang perlu) untuk mengadakan musyawarah penyelesaian sengketa dimaksud, dan diminta untuk membawa serta data/informasi yang diperlukan. b. Penataan struktur pertemuan dengan posisi tempat duduk “U Seat” atau lingkaran. 3. Kegiatan Mediasi: a. Mengatasi hambatan hubungan antar pihak (hubungan personal antar pihak). Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
b. Mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa, suasana akrab, tidak kaku. c. Penjelasan peran mediator: 1) Sebagai pihak ketiga yang tidak memihak (berkedudukan netral). 2) Kehendak para pihak tidak dibatasi. 3) Kedudukan para pihak dan kedudukan mediator sendiri harus netral. 4) Kunci dari sesi ini adalah penegasan mengenai kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan oleh mediator Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 5) Dalam
hal-hal
tertentu
berdasarkan
kewenangannya
(authoritas mediator authoritative) mediator dapat melakukan intervensi/campur tangan dalam proses mencari kesepakatan dari persoalan yang disengketakan (bukan memihak), untuk menempatkan kesepakatan yang hendak dicapai sesuai dengan hukum pertanahan. Hal ini perlu dipahami oleh para pihak agar tidak menimbulkan dugaan apriori. d. Klarifikasi para pihak 1) Para pihak mengetahui kedudukannya. 2) Dikondisikan tidak ada rasa apriori pada salah satu pihak/ kedua belah pihak dengan objektivitas penyelesaian sengketa, kedudukan, hak, dan kewajiban sama. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
3) Masing-masing
berhak
memberikan
dan
memperoleh
informasi/data yang disampaikan lawan. 4) Para pihak dapat membantah atau meminta klarifikasi dari lawan dan wajib menghormati pihak lainnya. 5) Pengaturan pelaksanaan mediasi. 6) Dari permulaan mediasi telah disampaikan aturan-aturan mediasi yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam mediasi. 7) Aturan tersebut inisiatif dari mediator atau disusun baru kesepakatan para pihak, penyimpangan tersebut dilakukan dengan persetujuan para pihak. 8) Aturan-aturan tersebut antara lain untuk menentukan: •
Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mediator.
•
Aturan tata tertib diskusi dan negosiasi.
•
Pemanfaatan dari kaukus.
•
Pemberian waktu untuk berpikir, dan sebagainya.
•
Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan yang panjang, namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan tugasnya tidak mengatasinya.
4. menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda musyawarah: a. para pihak diminta untuk menyampaikan permasalahannya serta opsi-opsi alternatif penyelesaian yang ditawarkan, sehingga ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
selalu terfokus pada persoalan (isu) tersebut. Disini dapat terjadi kesalahpahaman baik mengenai permasalahannya, pengertian yang terkait dengan sengketanya atau hal terkait dengan pengertian status tanah negara dan individualisasi. Perlu upaya/ kesepakatan untuk menyamakan pemahaman mengenai berbagai hal. Mediator/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia harus memberi koreksi jika pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, agar tidak terjadi kesesatan. b. Menetapkan agenda musyawarah (setting agenda). 1) Setelah persoalan yang dapat menimbulkan mis-interpretasi diatasi, kemudian ditentukan agenda yang perlu dibahas (setelah diketahui persoalan yang melingkupi sengketa). 2) Agenda musyawarah bermaksud agar proses musyawarah, diskusi, negosiasi dapat terarah dan tidak melebar/keluar dari fokus persoalan mediator harus menjaga momen pembicaraan sehingga
tidak
terpancing
atau
terbawa/larut
oleh
pembicaraan para pihak. 3) Mediator menyusun acara/agenda diskusi yang mencakup substansi permasalahan, alokasi waktu, jadwal pertemuan berikutnya yang perlu memperoleh persetujuan para pihak. 5. Identifikasi kepentingan:
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
a. Dilakukan
identifikasi
untuk
menentukan
pokok
masalah
sebenarnya, serta relevansi sebagai bahan untuk negosiasi. Pokok masalah harus selalu menjadi fokus proses mediasi selanjutnya. Jika terdapat penyimpangan mediator harus mengingatkan untuk kembali pada fokus permasalahan. b. Kepentingan yang menjadi fokus mediasi dapat menentukan kesepakatan penyelesaiannya. Kepentingan disini tidak harus dilihat dari aspek hukum saja, dapat dilihat dari aspek lain sepanjang memungkinkan dilakukan negosiasi dan hasilnya tidak melanggar hukum. 6. Generalisasi opsi-opsi para pihak: a. Pengumpulan opsi-opsi sebagai alternatif yang diminta kemudian dilakukan generalisasi alternatif tersebut sehingga terdapat hubungan antar alternatif dengan permasalahannya. b. Dengan generalisasi terdapat kelompok opsi yang tidak dibedakan dari siapa, tetapi bagaimana cara menyelesaikan opsi tersebut melalui negosiasi, maka proses negosiasi lebih mudah. c. Opsi adalah sejumlah tuntutan dan alternatif penyelesaian terhadap sengketa dalam suatu proses mediasi. d. Kedua belah pihak dapat mengajukan opsi-opsi penyelesaian yang diinginkan: 1) Dalam
mediasi
authoritative
mediator
juga
dapat
menyampaikan opsi atau alternatif yang lain Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Contoh: Generalisasi opsi yang dipilih misalnya: batas tanah tetap dibiarkan, tanah tetap dikuasai secara nyata, pihak yang seharusnya berhak meminta ganti rugi. 2) Tawar-menawar opsi dapat berlangsung alot dan tertutup kemungkinan dapat terjadi dead lock. Disini mediator harus menggunakan sesi pribadi (periode session atau cancus). 3) Negosiasi tahap terpenting dalam mediasi. a) Cara tawar-menawar terhadap opsi-opsi yang telah ditetapkan, disini dapat
tibul kondisi yang
tidak
diinginkan mediator harus mengingatkan maksud dan tujuan serta fokus permasalahan yang dihadapi. b) Sesi pribadi (sesi berbicara secara pribadi) dengan salah satu pihak harus sepengetahuan dan persetujuan para pihak lawan. Pihak lawan harus diberikan kesempatan menggunakan sesi pribadi yang sama. c) Proses negosiasi seringkali harus dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu yang berbeda. d) Hasil dari tahap ini adalah serangkaian daftar opsi yang dapat dijadikan alternatif penyelesaian sengketa yang bersangkutan. 7. Penentuan opsi yang dipilih: a. Ada daftar opsi yang dipilih. b. Pengkajian opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
c. Menentukan menerima atau menolak opsi tersebut. d. Menentukan keputusan menghitung untung-rugi bagi masingmasing pihak. e. Para pihak dapat konsultasi pada pihak ketiga misalnya: pengacara, para ahli mengenai opsi-opsi tersebut. f.
Mediator harus mampu mempengaruhi para pihak untuk tidak menggunakan kesempatan guna menekan pihak lawan. Disini diperlukan perhitungan dengan pertimbangan logis, rasional dan objektif untuk merealisasikan kesepakatan terhadap opsi yang dipilih tersebut.
g. Kemampuan mediator akan diuji dalam sesi ini. h. Hasil dari kegiatan ini berupa putusan mengenai opsi yang diterima kedua belah pihak, namun belum final, harus dibicarakan lebih lanjut. 8. Negosiasi akhir: a. Para pihak melakukan negosiasi final yaitu klarifikasi ketegasan mengenai opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa dimaksud. b. Hasil dari tahap ini adalah putusan penyelesaian sengketa yang merupakan kesepakatan para pihak yang bersengketa. c. Kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi: opsi yang diterima, hak dan kewajiban para pihak. d. Klarifikasi kesepakatan kepada para pihak. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
e. Penegasan/klarifikasi ini diperlukan agar para pihak tidak raguragu lagi akan pilihannya untuk menyelesaikan sengketa tersebut dan sukarela melaksanakannya. 9. Formalisasi kesepakatan penyelesaian sengketa: a. Dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau agreement/perjanjian (D.I.512C). b. Dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai,
sementara
tindak
lanjut
pelaksanaannya
menjadi
kewenangan pejabat Tata Usaha Negara. c. Setiap kegiatan mediasi hendaknya dituangkan dalam Berita Acara Mediasi (D.I.512A). d. Hasil mediasi dilaporkan kepada pejabat yang berwenang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan yang berlaku. e. Formalisasi kesepakatan secara tertulis dengan menggunakan perjanjian. f.
Dalam setiap mediasi perlu dibuat laporan hasil mediasi yang berlangsung (D.I.512B).
g. Agar mempunyai kekuatan mengikat berita acara tersebut ditandatangani oleh para pihak dan mediator. Hal tersebut juga telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan yang didalamnya berisi mengenai susunan organisasi Kantor Wilayah Badan Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan yang baru. Dalam susunan organisasi Kantor Pertanahan yang baru ini dibentuk Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan yang tugasnya menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan sengketa, konflik dan perkara pertanahan (Pasal 53). Dan dalam salah satu fungsinya ditetapkan mengenai pelaksanaan alternatif penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui bentuk mediasi, fasilitasi dan lainnya (Pasal 54 huruf c). Namun ternyata dari hasil wawancara diketahui bahwa penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan melalui mediasi oleh pihak Kantor Pertanahan belum dilakukan di semua daerah termasuk Kantor Pertanahan Kota Medan. 45 Jadi penyelesaian sengketa pertanahan masih diupayakan secara musyawarah atau melalui pengadilan yang dilaksanakan sendiri oleh para pihak yang bersengketa.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
45
Wawancara dengan Syafruddin Chandra, Petugas Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 15 Februari 2008 Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
1. Dalam mengajukan permohonan pendaftaran konversi di Kantor Pertanahan Kota Medan maka alat bukti kepemilikan yang dapat diajukan adalah berupa surat Grant Sultan. Grant Sultan merupakan surat pemberian hak milik oleh Sultan Deli kepada kaula swapraja Kesultanan Deli. Setelah diterimanya semua alat bukti yang diajukan oleh pemohon, dilakukanlah penelitian kebenaran alat bukti yang diajukan. Penelitian kebenaran alat bukti yang diajukan hanya sepanjang kebenaran formilnya terpenuhi artinya bukti-bukti surat yang diajukan telah memenuhi syarat formil suatu bukti surat. 2. Dalam hal permohonan pendaftaran konversi diajukan bukti-bukti tertulis yang tidak lengkap maka untuk pendaftarannya dapat didukung dengan penguasaan fisik oleh pemohon yang dikuatkan oleh keterangan saksi. Ketidaklengkapan alat bukti yang diajukan adalah karena bukti kepemilikan yakni Grant Sultan bidang tanah yang bersangkutan hilang atau rusak sehingga dapat dianggap bukti kepemilikan yang dimaksud sudah tidak ada lagi. Dalam hal ini ada upaya-upaya tertentu yang harus dilakukan oleh pemohon pendaftaran konversi agar dapat membuktikan bahwa bidang tanah yang bersangkutan adalah memang haknya. Dan dalam hal meneliti kebenaran data yang diajukan maka Kantor Pertanahan Kota Medan selain meneliti berdasarkan kebenaran formil juga melakukan penelitian ke lapangan. Tujuan dari penelitian ke lapangan adalah untuk memeriksa kebenaran data-data yang diberikan oleh pemohon.
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
3. Arti penting dari penelitian data yuridis suatu bidang tanah adalah guna mencari kebenaran mengenai hubungan keperdataan seseorang dengan bidang tanah yang bersangkutan yakni hubungan sebagai pemilik satusatunya yang berarti diatas tanah yang bersangkutan tidak melekat hak orang lain yang juga pemilik. Dan dalam proses penelitiannya sering muncul pihak lain yang menyatakan juga berhak atas bidang tanah yang bersangkutan. Oleh karena pihak Kantor Pertanahan hanya boleh meneliti kebenaran alat bukti yang didasarkan kepada kebenaran formilnya saja, maka
Kantor
Pertanahan
tidak
dapat
mencari
kebenaran
yang
sesungguhnya. Hal inilah yang menghambat Kantor Pertanahan dalam mencari kebenaran mengenai hak seseorang atas tanah yang bersangkutan. Dan penyelesaian yang biasanya digunakan adalah dengan jalan musyawarah untuk mencapai perdamaian. Apabila perdamaian tidak tercapai digunakanlah penyelesaian melalui pengadilan.
B. Saran Setelah memperhatikan pembahasan diatas, maka saran penulis adalah: 1. dalam meneliti kebenaran bukti-bukti tertulis dasar penguasaan tanah yang diajukan dalam pendaftaran konversi, Kantor Pertanahan Kota Medan hanya menilai berdasarkan kebenaran formilnya saja. Hal ini dikarenakan Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
dalam peraturan perundang-undangan yang ada, kewenangan yang diberikan kepada Kantor Pertanahan hanya sebatas itu. Meskipun dengan menilai berdasarkan kebenaran formil bukti-bukti tertulis dimaksud akan mengarah kepada kebenaran materil, akan tetapi hal tersebut dirasa masih kurang. Oleh karena itu ada baiknya bila peraturan yang ada dapat direvisi sehingga Kantor Pertanahan dapat juga meneliti kebenaran materil dari bukti-bukti tertulis yang diajukan dalam pendaftaran konversi. Terlebih lagi tanah yang hendak didaftar ini adalah tanah hak adat yang mana bukti tertulisnya sulit untuk ditelusuri. 2. untuk pendaftaran bidang tanah hak adat yang tidak dilengkapi dengan bukti kepemilikan, penelitian kebenaran dasar penguasaan tanahnya selain didasarkan kepada bukti-bukti tertulis lain yang diajukan yakni surat keterangan hilang dari kantor polisi, surat pernyataan penguasaan fisik dari pemohon yang dikuatkan oleh keterangan kepala desa/kelurahan setempat, dan keterangan minimal 2 (dua) orang saksi, juga didasarkan kepada pemeriksaan ke lapangan. Pemeriksaan ke lapangan ini hanya bersifat untuk menegaskan atau menyesuaikan fakta dilapangan dengan data-data yang diberikan oleh pemohon. Hal ini juga belum dapat memberikan jaminan kebenaran bahwa pemohon adalah satu-satunya pihak yang berhak atas bidang tanah yang bersangkutan. Berkaitan dengan hal itu, hanya bisa diharapkan agar semua pihak dalam proses pendaftaran konversi ini menunjukkan itikad baik dan memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya tanpa ada manipulasi. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
3. kekuranglengkapan data baik mengenai data yuridis dan data fisik tanah yang bersangkutan merupakan hambatan didalam menilai kebenaran dasar penguasaan tanah hak adat pemohon. Dan didalam prosesnya sering kali menimbulkan sengketa baik mengenai hak maupun batas bidang tanah. Dan guna menyelesaikan Kantor Pertanahan Kota Medan hanya dapat menganjurkan bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikannya secara musyawarah atau membawanya ke pengadilan. Dalam proses musyawarah Kantor Pertanahan Kota Medan tidak terlibat sama sekali, padahal dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2006 telah diatur mengenai Seksi Konflik, Sengketa, dan Perkara Pertanahan yang salah satu fungsinya adalah menyelesaikan sengketa pertanahan melalui mediasi. Namun ternyata seksi ini belum ada di Kantor Pertanahan Kota Medan. Berkaitan dengan hal itu, ada baiknya Kantor Pertanahan Kota Medan secepatnya mengadakan seksi tersebut sehingga untuk sengketa-sengketa tanah yang sifatnya sederhana dapat diselesaikan tanpa harus melalui pengadilan yang memakan waktu dan biaya yang panjang.
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Chomzah, Ali Achmad., 2004, Hukum Agraria (Pertanahan di Indonesia), Prestasi Pustaka, Jakarta. Chandra, S., 2005, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan Di Kantor Pertanahan, Grasindo, Jakarta. Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
___________, 2006, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus: Kepemilikan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Hapus Di Kota Medan), Pustaka Bangsa Press, Medan. Dalimunthe, Chadidjah., 2005, Pelaksanaan Landreform Di Indonesia Dan Permasalahannya, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Murad, Rusmadi., 1991, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Alumni, Bandung. _____________, 1997, Administrasi Pertanahan: Pelaksanaannya dalam Praktek, Mandar Maju, Bandung. _____________, 2007, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan: Rangkaian Tulisan dan Materi Ceramah, Mandar Maju, Bandung. Mahadi, 1976, Sedikit “Sejarah Perkembangan Hak-Hak Suku Melayu Atas Tanah Di Sumatera Timur” (Tahun 1800 – 1975), Badan Pembinaan Hukum Nasional, diedarkan Penerbit Alumni, Bandung. Parlindungan, A.P., 1994, Konversi Hak-Hak Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung. _______________., 1998, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung. _______________., 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung. Siregar, Tampil Anshari., 2004, Undang-Undang Pokok Agraria Dalam Bagan, Cetakan Ketiga, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. ____________________., 2005, Pendalaman Lanjutan Undang-Undang Pokok Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan. ____________________., 2007, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Zaidar., 2006, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
C. LAIN-LAIN Muhammad Yamin, Problematika Mewujudkan Jaminan Kepastian Hukum Atas Tanah Dalam Pendaftaran Tanah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, USU, Medan, tanggal 2 September 2006. Penyerobotan Tanah, Akankah Terus Berlangsung? (Ketidakpahaman atau Keberpihakan Majelis Hakim),www.pemantauperadilan.com/ analisis% 20kasus/07.%20PENYERO BOTAN%20TANAH.pdf Peradilan Pertanahan, Perlukah?, http://www.ham.go.id/index_HAM.asp? menu= artikel&id=532
DAFTAR PERTANYAAN
1. Apa saja alat-alat bukti yang harus diajukan oleh pemohon konversi dalam pendaftaran konversi di Kantor Pertanahan Kota Medan? 2. Apakah alat-alat bukti yang dapat diajukan itu bersifat limitatif? Jika tidak, alat-alat bukti apa saja yang dapat diajukan selain daripada yang telah ditentukan tersebut? 3. Bagaimana prosedur penelitian kebenaran dari alat bukti yang diajukan? 4. Hal-hal apa saja yang wajib diperhatikan dalam meneliti kebenaran suatu alat bukti dalam pendaftaran konversi? 5. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam meneliti kebenaran suatu alat bukti dalam pendaftaran konversi? Dan apa penyelesaian yang biasanya digunakan? 6. Menurut isu ada pihak-pihak yang demi memenuhi persyaratan formal dalam pendaftaran konversi menggunakan bukti tertulis palsu. Bagaimana membedakan bukti tertulis yang asli dengan yang palsu? 7. Peraturan-peraturan apa saja yang digunakan dalam penelitian kebenaran alat bukti dalam pendaftaran konversi?
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009
8. Dalam hal seorang pemohon konversi mengajukan suatu alat bukti berupa akta jual beli dimana didalamnya dinyatakan bahwa alas hak si penjual atas tanah yang menjadi objek jual-beli adalah berupa Grant Sultan, namun ternyata dalam jual-beli tersebut si penjual tidak menyerahkan bukti Grant Sultan yang dimaksud kepada pembeli. Lalu bagaimanakah petugas Kantor Pertanahan meneliti kebenaran keterangan dalam akta Jual-Beli tersebut bahwasannya memang benar tanah objek jual-beli tersebut memang benar bekas tanah hak adat? 9. Dalam hal pendaftaran konversi dimana pembuktian haknya didasarkan kepada penguasaan fisik. Bagaimana prosedur dalam meneliti dan menilai bukti penguasaan fisik dimaksud? 10. Bagaimana Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan menilai kebenaran suatu keterangan saksi atau pernyataan pemohon konversi dalam Pengakuan Hak? 11. Apakah anggota keluarga diperbolehkan menjadi saksi? 12. Apakah dalam proses pendaftaran konversi ada diperhatikan tata ruang dari bidang tanah yang akan dikonversi haknya?
Henny Suryani : Tinjauan Proses Pembuktian Kebenaran Dasar Penguasaan Tanah Dalam Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Ex-Hukum Adat (Studi Di Kantor Pertanahan Kota Medan), 2008. USU Repository © 2009