Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
Oleh Omri Yustiano Gea Nim: 050200149
Departemen Hukum Adminitrasi Negara Program Kekhususan Hukum Perburuhan
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Penyelenggaraan Jaminan PemeliharaanKesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
Oleh Omri Yustiano Gea Nim: 050200149
Departemen Hukum Adminitrasi Negara Program Kekhususan Hukum Perburuhan
Ketua departemen Hukum Adminitrasi Negara
Dr.Pendastaren Tarigan,SH,MS. Nip: 195409121984031001
Pembimbing I
Pembimbing II
(Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,M.Hum) Nip: 195905111986011001
(Dr.Agusmidah,SH,M.Hum.) Nip: 197608162002122002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ....................................................................................................
i
DAFTAR WAWANCARA..............................................................................
iii
ABSTRAKSI....................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR.....................................................................................
v
Bab I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 A. Latar belakang ........................................................................................... 1 B. Perumusan masalah ................................................................................... 8 C. Tujuan dan manfaat Penulisan ..................................................................
8
D. Keaslian penulisan ................................................................................... 10 E. Tinjauan pustaka ....................................................................................... 11 F. Metode penelitian .................................................................................... 14 G. Sistematika penulisan ............................................................................... 18
Bab II. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERUSAHAAN UNTUK MELAKSANAKAN PENYELENGARAAN JPK SECARA MANDIRI ........................................................................
20
A. Gambaran Umum PLN .........................................................................
20
1. Sejarah PT.PLN...............................................................................
20
2. Organisasi Perusahaan....................................................................
23
B. Dasar Hukum Menyelenggarakan JPK Secara Mandiri ......................
32
C. Faktor Pendorong PLN Menyelenggarakan JPK Secara Mandiri ......
37
D. Syarat Perusahaan Yang Dapat Menyelenggarakan JPK Secara Mandiri 45
Bab III. PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN JPK SECARA MANDIRI DI PT.PLN .................................................................... A. Pengaturan Penyelenggaraan JPK Secara Mandiri Dalam PKB PLN
53 53
B. Hak Dan Kewajiban Pelaksana JPK Secara Mandiri .............................. 65 C. Kepersertaan Pegawai/Karyawan PLN Dalam JPK ..............................
71
D. Pelaksanaan Paket Pelayanan Kesehatan ..............................................
74
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Bab IV. KENDALA YANG DIHADAPI DALAM MELAKSANAKAN JPK SECARA MANDIRI ................................................................. 77 A. Kendala Dalam Pengurusan Perizinan Pelaksanaan JPK Secara Mandiri 77 B. Kendala Dalam Pendataan Kepesertaan .................................................. 81 C. Kendala Dalam Pelaksanaan Paket Pelayanan Kesehatan ...................... 83
Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
86
A. Kesimpulan......................................................................................... ....
86
B. Saran........................................................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
90
LAMPIRAN
DAFTAR WAWANCARA
Wawancara dengan Ir.Iskandar
Arham,
Karyawan PT.PLN Bag.Bidang
Perencanaan, Pada Hari Selasa, Tgl 20 Oktober 2009…………………………..46 Wawancara dengan Pardomuan Siregar, Pegawai Disnakertrans Bag. Pengawasan dan Penyidikan, pada hari Senin tgl 9 November 2009………………………...52 Wawancara dengan Abdul Aziz.S.H, Pegawai PT.PLN Bag.Humas dilaksanakan pada hari Selasa tgl 8 September 2009…………………………………………70 Wawancara dengan Jhon Sabam, Karyawan Outsourcing di PT.PLN dilaksanakan pada hari Selasa tgl 7 November 2009………………………………………….70 Wawancara dengan Abdul Aziz. S.H, Pegawai PT.PLN Bag.Humas dilaksanakan pada hari Selasa tgl 8 September 2009…………………………………………..73 Wawancara dengan Rusliadi, karyawan PT.PLN Bag.ADM/ SDM. Dilaksanakan pada hari Selasa 27 Oktober 2009……………………………………………….74 Wawancara dengan Pardomuan Siregar, Pegawai Disnakertrans Bag. Pengawasan dan Penyidikan, dilaksanakan pada hari Senin tgl 9 November 2009…………..86
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek ABSTRAKSI Oleh : Omri Yustiano Gea
Pada Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan tujuan dari Jamsostek adalah untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja. Program Jamsostek yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan dan pemeliharaan kesehatan. Jaminan sosial kesehatan tenaga kerja merupakan kebutuhan masyarakat yang mendesak karena menyangkut kelangsungan hidup baik bagi pekerja maupun keluarganya. Yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah apa faktor yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri, bagaimana pelaksanaan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri di PT.PLN, apa kendala yang di hadapi dalam melaksanakan JPK Secara Mandiri. Metode penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Metode penelitian kepustakaan, penulis mengumpulkan data berdasarkan sumber-sumber kepustakaan, pendapat sarjana, dan Peraturan Perundang-undangan. Metode penelitian lapangan, penulis mengumpulkan data secara langsung pada PT.PLN (persero) Wilayah Sumatera Utara. Dimana dalam tinjauan tersebut, penulis melakukan wawancara dengan pegawai PT.PLN (persero) Wilayah Sumatera Utara. PT.PLN masih menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola secara mandiri dengan alasan lebih baik dari program yang ditawarkan oleh UU No 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Semua ini dilakukan oleh PT.PLN karena perusahaan memiliki tenaga kerja yang tersebar di seluruh Indonesia dan sebagian dari unit tenaga kerja berada di pelosok-pelosok daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan PT.Jamsostek. Faktor itulah yang membuat PT.PLN melaksanakan JPK Secara Mandiri. Di dalam pelaksanaan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri PT.PLN tidak memunggut biaya/iuran untuk biaya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Perusahaan tersebut yang menanggung semua biaya yang dikeluarkan. Kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam hal mengurus izin yaitu harus ada surat rekomendasi dari tenaga kerja atau serikat pekerja yang mewakili tenaga kerja. Selain itu, perusahaan mengalami kendala dalam melaksanakan paket kesehatan yang ditawarkan dalam JPK Secara Mandiri. Karena harus minimal sama dengan yang ditawarkan di dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek atau lebih baik dari paket kesehatan yang ditawarkan oleh undang-undang tersebut.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Kesehatan adalah pangkal kecerdasan, produktivitas dan kesejahteraan manusia. Kesehatan merupakan penentu sumber daya insani. Tanpa kesehatan karyawan, perusahaan kehilangan daya kerja karena absensi sakit meningkat, hingga target produksi tidak tercapai dan kerugian menjelang. Kesehatan merupakan hak fundamental setiap individu dinyatakan secara global di dalam Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia, dan secara Nasional dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28-2-H dan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata materiil dan spritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang 1945 dalam rangka wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. GBHN Republik Indonesia tahun 1999-2004 butir ke 18 menyebutkan “ mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat”. Dalam menjamin tujuan kearah masyarakat yang adil makmur dan mandiri yang ditandai dengan tingkat kesejahteraan rakyat yang makin tinggi dan kelembagaan yang semakin berfungsi efesiensi dalam mendorong kreatifitas dan partisipasi masyarakat dan oleh adanya peningkatan perubahan pembangunan. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Pelaksanaan tujuan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan. Bila ditinjau dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 28H ayat (1) menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Demikian pula dalam Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan konstitusi WHO, yang menetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap individu. Oleh karena itu negara bertanggung jawab untuk mengatur agar hak hidup sehat bagi penduduknya terpenuhi. Menurut Iman Soepomo dalam bukunya Pengantar Hukum Perburuhan membagi hukum perburuhan menjadi lima bidang sebagai berikut: 1 a. Bidang pengerahan dan penempatan tenaga kerja; b. Bidang hubungan kerja; c. Bidang keselamatan/ keamanan kerja; d. Bidang jaminan sosial. Kelima bidang yang dikenal sebagai sistematika pancawarna tersebut didasarkan pada
pembagian
materi
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
perburuhan. 2
1
Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Penerbit Djambatan, 2003), hal.XI. 2 Helena Poerwanto dan Syaifullah, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 18.
Soepomo menyebutkan bahwa hubungan kerja merupakan hubungan antara pekerja dan majikan yang menyebarluaskan hak-hak pekerja dan majikan salah satu kewajiban majikan adalah memberikan perlindungan terhadap pekerja. Dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja, pemerintah wajib diikuti oleh setiap perusahaan. Hubungan kerja antara majikan dengan pekerja, terjadi adanya perjanjian kerja. Pasal 1601 a Bab 7A KUH Perdata menyebutkan: “ perjanjian kerja adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu buruh (pekerja) mengikatkan diri untuk dibawahi pimpinan pihak lain (majikan) untuk waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”. Maksud uraian di atas mengenai perjanjian kerja yang diatur di dalam Bab 7a Buku III KUH Perdata tersebut dapat dianggap sebagai hukum pelengkap karena hukum perjanjian dalam KUH Perdata bersifat terbuka. Berdasarkan pasal 1233, Pasal 1313 dan Pasal 1338 KUH Perdata. Hal ini dapat dilihat dari adanya pejanjian kerja bersama (perjanjian antara pekerja dan majikan) dalam hal jaminan kesehatan. Perlindungan kerja yang dimaksud di atas adalah perlindungan pemerintah terhadap pekerja yang bekerja pada majikan dalam suatu bidang usaha. Di dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan
bahwa tujuan dari Jamsostek
adalah untuk
memberikan
perlindungan terhadap pekerja yang berarti bahwa suatu kewajiban bagi majikan untuk mengikut sertakan pekerja dalam program
Jamsostek yaitu jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan dan pemeliharaan kesehatan.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja dan keluarganya, banyak usaha telah dilakukan oleh pemerintah salah satunya sudah diprogramkan jaminan sosial kesehatan tenaga kerja. Jaminan sosial kesehatan tenaga kerja merupakan kebutuhan masyarakat yang mendesak karena menyangkut kelangsungan hidup baik bagi pekerja maupun keluarganya. Namun demikian diakui bahwa jaminan sosial tenaga kerja, saat ini merupakan kebutuhan yang memperoleh prioritas bagi masyarakat namun pelaksanaannya masih juga belum berjalan seperti yang diharapkan. Pada hakekatnya program jaminan sosial kesehatan tenaga kerja memberikan kepastian
berlangsungnya atas penerimaan yang berkurang,
disamping sebagai sebagian atau seluruh penghasilan yang berkurang disamping sebagai pelayanan akibat peristiwa yang dialami oleh pekerja program jamsostek telah diatur dalam berbagai tingkat peraturan tingkat perundang-perundangan harus perlu diadakan secara yuridis pendekatan tersebut sangat perlu karena melalui pendekatan ini ”akan dinilai konstitusional dari segala tindakan yang berlaku, apalagi jika konstitusionalismenya telah berkembang secara dalam masyarakat politiknya.” Pendekatan secara yuridis yang dilakukan maka pengaturannya terdapat dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945. Hal ini mengandung makna bahwa setiap orang yang bekerja harus memperoleh penghasilan yang memadai diupayakan adanya suatu perlindungan agar dapat hidup yang layak. Bentuk perlindungan dimaksud pasal tersebut diatas pekerja adalah: a.
Perlindungan hukum;
b.
Perlindungan sosial ekonomi;
c.
Perlindungan fisik yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan lain sebagainya. Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek
menyebutkan “Pekerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. Yang dimaksud majikan atau pengusaha adalah: a.
Orang persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.
b.
Orang persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c.
Orang persekutuan atau badan hukum yang berada mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Setiap pekerja dapat juga mengalami cacat tetap dan total karena sakit/
kecelakaan sehingga tidak bisa bekerja lagi, maka pekerja dan penghasilan di hentikan. Pekerja juga dapat menderita sakit mulai dari yang ringan sampai yang berat yang harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Peristiwa ini memerlukan pembiayaan yang akan menambah beban hidup pekerja, lebih-lebih apabila seorang pekerja tersebut sebagai pencari nafkah mendapat musibah sampai meninggal dunia maka penghasilan dihentikan dan keluarga yang ditinggalkan akan kehilangan sumber penghasilan. Oleh karena resiko-resiko tersebut diatas akan selalu dihadapi oleh setiap pekerja dan bersifat universal maka hal ini perlu di tanggulangi secara sistematis Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
terencana dan teratur, oleh karena itu perlu diberi perlindungan terhadap pekerja melalui program yang disebut Jamsostek. Jamsostek merupakan suatu upaya untuk menanggulangi sosial ekonomi tersebut karena akan mencakup seluruh jenis atau macam lapisan pekerja seperti pekerja tetap, pekerja harian, pekerja borongan dan pekerja kontrak. Demikian juga program yang dapat meliputi seluruh jenis perlindungan yang diperlukan oleh pekerja dalam hal menderita sakit, mengalami kecelakaan kerja, baik cacat atau tidak cacat mencapai hari tua dan meninggal dunia. Untuk memberikan perlindungan hukum dan perlindungan sosial ekonomi terhadap
pekerja
maka
diselenggarakan
program
jamsostek
yang
penyelenggaraannya dilaksanakan dengan sistem mekanisme asuransi. Setiap pekerja berhak atas jamsostek tersebut yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan dikukuhkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1995, sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia. PT Jamsostek (Persero) menyelenggarakan Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang diberikan dalam bentuk tabungan hari tua, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) diberikan dalam bentuk ganti rugi, Jaminan Kematian (JKM) diberikan dalam bentuk santunan kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Berbeda dengan tiga program lain, maka benefit program JPK diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan dan beberapa pelayanan seperti persalinan normal dan pemberian alat bantu diberikan dalam bentuk plafon biaya pelayanan. Perbedaan lain program JPK dengan tiga program lain adalah dalam penyelenggaraannya,
antara lain kepesertaan tiga program Jamsostek (JHT, JKK dan JKM) bersifat wajib bagi seluruh perusahaan dan tenaga kerja dengan iuran (premi) yang ditentukan secara persentasi dari upah yang diterima, sedangkan kepesertaan program JPK mencakup tenaga kerja beserta keluarganya dengan jumlah anak maksimal 3 orang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Program JPK bersifat wajib bersyarat, artinya perusahaan dapat tidak mengikut sertakan tenaga kerjanya dalam program JPK sepanjang telah memberikan pelayanan kesehatan dengan benefit atau manfaat yang lebih baik dibandingkan dengan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1992. 3 Hal ini disebutkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 (Bab II, Pasal 2, ayat 4). Paket Pemeliharaan Kesehatan Dasar dari Program Jaminan Kesehatan cukup lengkap meliputi rawat jalan, rawat inap, obat-obatan, pelayanan kehamilan dan persalinan, gigi, mata, serta gawat darurat. Pelayanan medis dilakukan melalui Pelaksana Pelayanan Kesehatan (dokter, rumah sakit, apotik, optik) baik milik Pemerintah maupun swasta. Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah melaksanakan program kesehatan karyawan yang lebih baik daripada Paket Pemeliharaan Kesehatan dasar ini, tidak diwajibkan untuk ikut serta dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ini. 4 Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 2 ayat (4).
3
Sylvia Achmad dan Hasbullah Thabrany, A Decade of JPK Jamsostek : Trend In Membership and Utilization, Makalah A Decade of JPK Jamsostek Trend in Membership and Utilitation pada acara Asia Pacific Summit, Horison Hotel Jakarta, 22-24 Mei 2002, hal.1. 4
C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Hukum Jamsostek, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 5. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
B. Perumusan Masalah Dalam dunia hubungan industrial pasti tidak bisa dihindari harus adanya suatu jaminan pemeliharaan kesehatan yang harus diadakan oleh suatu perusahaan baik yang diselenggarakan oleh jamsostek atau secara mandiri oleh perusahaan tersebut sesuai yang diatur oleh Undang-undang No. 3 tahun 1992
tentang
Jamsostek maupun peraturan yang mendukung yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 1 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi tenaga
Kerja Dengan Paket Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan dasar Jaminan Sosial tenaga Kerja. Dengan memperhatikan alasan judul penelitian, maka dirumuskan masalah-masalah untuk menjadi pedoman penelitian agar mencapai sasarannya. Adapun masalah-masalah yang di teliti sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri? 2. Bagaimanakah pelaksanaan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri di PT.PLN? 3. Apakah kendala yang dihadapi dalam melaksanakan JPK Secara Mandiri?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.Tujuan Penulisan Secara umum yang menjadi tujuan penulis membahas skripsi ini adalah guna melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Medan disamping untuk membiasakan penulis dalam menyusun suatu karya ilmiah. Disamping itu
tulisan ini ditujukan untuk mengetahui kesenjangan (gap) antara das sollen dan das sein atau perbedaan antara yang seharusnya dengan kenyataan sesungguhnya terjadi dilapangan khususnya dalam bidang Jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri. Beberapa tujuan khusus yang ingin penulis sampaikan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri; b. Untuk mengetahui standar pelaksanaan penyelenggaraan JPK Secara Mandiri oleh perusahaan; c. Untuk mengetahui apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam melaksanakan JPK Secara Mandiri; 2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan skripsi ini antara lain: a. Secara teoritis, yakni memberikan dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dalam rangka pembinaan dan pembangunan nasional pada umumya dan hukum perburuhan khususnya serta memberi penjelasan tentang masalahmasalah yang ada kaitannya dengan perlindungan hak-hak pekerja dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. b. Praktis, secara praktis tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi mereka yang terlibat langsung dalam hubungan industrial, yakni: pertama, Pekerja/buruh yang maksudnya tulisan ini diharapkan mampu memberikan penjelasan perihal hak-hak mereka, sehingga para Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
pekerja/buruh tidak akan menuntut lebih dari apa yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku
yaitu UU No. 3
Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Kedua, Pengusaha yang maksudnya agar pengusaha paham akan kewajiban yang harus mereka penuhi terhadap para pekerja/buruh. Ketiga, Pemerintah yang maksudnya agar dari fakta-fakta yang terungkap nantinya pemerintah diharapkan mampu menciptakan suatu peraturan yang berpihak kepada kedua belah pihak (pekerja/buruh dan pengusaha) dengan demikian perselisihan yang terjadi dapat dihindari atau paling tidak dapat dikurangi. Disamping itu tulisan ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa yang
telah
mengetahui
secara
jelas
hak-hak
pekerja
sehingga
dapat
menerapkannya secara langsung dalam dunia nyata dikemudian hari dan bagi masyarakat luas kiranya tulisan ini mampu memberikan penjelasan atas setiap persoalan yang selama ini ada. Skripsi ini juga penulis tujukan kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta untuk menambah bahan masukan bagi rekan mahasiswa yang berminat mendalami hukum perburuhan.
D. Keaslian Penulisan Dalam hal penulisan skripsi ini, penulis mencoba menyajikan sesuai dengan fakta-fakta yang akurat dan sumber yang terpercaya sehingga skripsi ini tidak jauh dari kebenarannya. Penulisan skripsi ini sendiri adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri, yang mana setelah penulis membaca dan melihat bahwa pada saat sekarang ini banyak sekali perselisihan yang timbul sebagai
akibat terjadinya kurang berjalannya jaminan pemeliharaan kesehatan, baik melalui media cetak maupun elektronik, maka penulis merasa tertarik untuk membahasnya lebih lanjut menjadi sebuah skripsi. Kemudian setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di Fakultas Hukum, maka judul mengenai Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau dari UU No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek belum ada yang mengangkatnya, atas dasar itu penulis dapat mempertanggungjawabkan keaslian skripsi ini secara ilmiah. Bila dikemudian hari terdapat permasalahan dan pembahasan yang sama sebelum skripsi ini dibuat saya dapat mempertanggungjawabkannya. Untuk menghasilkan tulisan yang maksimal, penulis menggunakan tata bahasa sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta bahasa Inggris yakni dengan menggunakan kamus bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris yang telah diakui di Indonesia.
E. Tinjauan Kepustakaan Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Penyelenggaraan adalah pemeliharaan, pemiaraan; proses, perbuatan, cara menyelenggarakan dalam berbagai-bagai arti (seperti pelaksanaan, penunaian). 5 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata menjamin adalah (1) menanggung (tentang keselamatan, ketulenan, kebenaran dari orang, barang, harta benda, dan sebagainya): pemerintah berkewajiban-keselamatan jiwa dan harta benda warga negara; (2) berjanji akan memenuhi kewajiban (membayar utang dan 5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1020. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
sebagainya) orang lain yang membuat perjanjian apabila perjanjian itu tidak ditepati. 6 Pemeliharaan
Kesehatan adalah
upaya
penanggulangan
gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. 7 Yang berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan adalah tenaga kerja suami atau isteri dan anak, yang melibatkan aspek-aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara tidak terpisah-pisah. 8 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan berkesinambungan. Pemeliharaan kesehatan secara terstruktur yaitu pelayanan yang mengikuti pola dan prinsip tertentu baik mengenai jenis maupun proses pembiayaannya. Terpadu dan berkesinambungan berarti pelayanan bagi tenaga kerja, suami atau isteri dan anak dijamin kelanjutannya sampai menuju suatu keadaan sehat. Namun demikian, khusus untuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja lebih ditekankan pada aspek kuratif dan rehabilitatif tanpa mengabaikan dua aspek lain. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan meliputi: 9 1) Rawat jalan tingkat pertama;
6
Ibid., hal 456. C.S.T.Kansil, Pokok-Pokok Hukum Jamsostek, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997), hal. 27. 8 Ibid., Hal 37. 9 Ibid., Hal 37. 7
Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat
pertama adalah semua jenis
pemeliharaan kesehatan perorangan yang dilakukan di Pelaksana Pelayanan Kesehatan tingkat pertama. 2) Rawat jalan tingkat lanjutan; Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjutan adalah semua jenis pemeliharaan kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan rawat jalan tingkat pertama. 3) Rawat inap Yang dimaksud dengan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit dimana penderita tinggal/ mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari Pelaksana Kesehatan atau rumah sakit Pelaksana Pelayanan Kesehatan lain. Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Inap; a. Rumah sakit pemerintah pusat dan daerah; b. Rumah sakit swasta yang ditunjuk; 4) Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan; Yang dimaksud dengan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan adalah pertolongan persalinan normal, tidak normal dan atau gugur kandungan. 5) Penunjang diagnostik; 10 Yang dimaksud dengan penunjang diagnostik adalah semua pemeriksaan dalam rangka menegakkan diagnosa yang dipandang perlu oleh pelaksana
10
Ibid., Hal. 38.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
pengobatan lanjutan dan dilaksanakan di bagian diagnostik, rumah sakit atau di fasilitasi khusus untuk itu, meliputi: a. Pemeriksaan laboratorium; b. Pemeriksaan radiologi; c. Pemeriksaan penunjang diagnosa lain; 6) Pelayanan khusus; 11 Yang dimaksud dengan pelayanan termasuk perawatan khusus adalah pemeliharaan kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula, yang meliputi: a. Kaca mata; b. Prothese gigi; c. Alat bantu dengar; d. Prothese anggota gerak; e. Prothese mata; 7) Pelayanan gawat darurat; Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaan medis segera yang apabila tidak dilakukan akan menyebabkan hal yang fatal bagi penderita.
F. Metode Penelitian Metode dapat diartikan sebagai suatu cara untuk memperoleh sesuatu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia metode diartikan sebagai cara yang telah
11
Ibid., Hal.39.
teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud, cara menyelidiki. 12 Soerjono Soekanto berpendapat menurut kebiasaan, metode dirumuskan dengan dengan kemungkinan-kemungkinan sebagi berikut: 1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian; 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan; 3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. 13 Penelitian itu sendiri berasal dari bahasa Inggris “research” yang berasal dari kata re yang artinya kembali dan to search yang berarti mencari. Dengan demikian secara harfiah kata research berarti mencari kembali. Menurut Hillway research (peneltian) tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah-masalah tersebut. 14 Sementara Abdurrahmat berpendapat: Penelitian juga bertujuan untuk mengubah kesimpulan-kesimpulan yang telah diterima, ataupun mengubah dalil-dalil tersebut. Dari itu penelitian dapat diartikan sebagi pencarian pengetahuan dan pemberian arti yang terus menerus terhadap sesuatu. Penelitian juga merupakan percobaan yang hati-hati dan kritis untuk menemukan sesuatu yang baru. 15 Jadi, tujuan dari diadakannya penelitian oleh penulis adalah untuk menjawab setiap permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya. Dalam melaksanakan research penulis melakukan penelitian hukum normatif dan sosiologis (empiris). Dalam hal penelitian hukum normatif penulis 12
W J S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka 1976) 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta:UI Press, 1986). Hal 5. 14 Abdurrahmat Fahroni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. (Jakarta: PT. Rineka Cipta 2006). Hal. 28. 15 Ibid,. Hal. 19. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
mencoba untuk mengkaji setiap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri. Sedangkan dalam hal penelitian hukum sosiologis atau empiris penulis mencoba untuk mengetahui keefektifan
peraturan
perundang-undangan
tersebut
di
lapangan,
yaitu
pelaksanaan JPK di PT.PLN. Agar diperoleh data yang akurat, penulis melakukan 2 (dua) bentuk atau model penelitian, yaitu: a. Penelitian Kepustakaan (library research) Dengan metode ini, penulis memperoleh data dengan mencari dan menelusuri bahan-bahan di perpustakaan sebagai literatur dan referensi dalam penyusunan materi yang antara lain berupa sejumlah buku, himpunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan objek pembahasan skripsi ini. Disamping itu, penulis juga memanfaatkan artikel, koran dan majalah serta media elektronik untuk mendukung keakuratan data yang disampaikan. Semuanya itu dimaksudkan untuk memperoleh data atau bahan yang bersifat teoretis yang berfungsi sebagai bahan dasar untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang diperoleh melalui penelitian lapangan. b. Penelitian Lapangan (field research) Dalam hal ini langkah-langkah penelitian yang penulis gunakan meliputi: 1. Tempat Penelitian Sesuai dengan judul tulisan yang penulis kemukakan maka penelitian akan berlokasi di PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA. 2. Responden
Responden adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi (keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama). Dalam penentuan responden ini penulis memilih beberapa orang pekerja/buruh yang mempunyai jabatan berbeda di PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA. 3. Jalannya Penelitian Umumnya penelitian dimulai dengan pengidentifikasian, pemilihan, perumusan masalah serta dengan menelaah kepustakaan. Seperti kita ketahui bahwa permasalahan akan timbul apabila terjadi kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya terjadi. Dengan diadakannya penelitian prihal perlindungan hukum bagi perusahaan yang menyelenggarakan JPK Secara Mandiri ini dapat menutup atau paling tidak memperkecil kesenjangan yang selama ini terjadi. 4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan penulis melakukan beberapa cara, antara lain: a. Wawancara (Interview) Dalam hal ini penulis melakukan wawancara langsung dengan pihak manajemen PT. PLN (PERSERO) WILAYAH SUMATERA UTARA dan juga dengan beberapa pekerja/buruh pada perusahaan tersebut dengan terlebih dahulu mempersiapkan pedoman wawancara (guide interview). b. Studi dokumentasi
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Dalam studi ini penulis akan membaca dan mempelajari berbagai dokumen-dokumen
yang
ada
hubungannya
dengan
hak-hak
pekerja/buruh dalam JPK pada perusahaan tersebut. 5. Analisis data Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research), peraturan perundang-undangan dan artikel akan dianalisis secara deskriptif dimana penulis semaksimal mungkin berusaha memaparkan data-data yang sesungguhnya dengan menggunakan metode deduktif yakni berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil kesimpulan yang bersifat khusus berdasarkan data-data yang diperoleh dari penelitian. Selain itu penulis juga menggunakan metode induktif, artinya
data-data
yang
khusus
mengenai
perlindungan
hak-hak
pekerja/buruh akan ditarik kesimpulan umum yang akan digunakan dalam pembahasan selanjutnya.
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan
sistematika
yang
secara garis besar terdiri dari 5 bab dan sejumlah sub bab. Dengan harapan agar mudah dalam penyusunan dan pemahaman isi serta pesan yang ingin disampaikan maka penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini. Secara sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam beberapa bab, dimana setiap bab terdiri dari sub bab, antara lain :
BAB I
: PENDAHULUAN, dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang pemikiran penulis sehingga mengangkat permasalahan tersebut, perumusan masalah, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan skripsi ini, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang dipakai serta sistematika penulisan.
BAB II
: FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERUSAHAAN UNTUK MELAKSANAKAN PENYELENGGARAAN JPK SECARA MANDIRI, pada bab ini penulis akan membahas mengenai gambaran umum PLN, dasar hukum menyelenggarakan JPK Secara Mandiri, faktor pendorong PLN menyelenggarakan JPK Secara Mandiri, syarat perusahaan yang dapat menyelenggarakan JPK Secara Mandiri.
BAB III
: PELAKSANAAN
PENYELENGGARAAN
JPK
SECARA
MANDIRI DI PT.PLN, bab ini khusus membahas mengenai pengaturan penyelenggaraan JPK secara Mandiri dalam PKB PLN, hak dan kewajiban pelaksana JPK Secara Mandiri, kepersertaan pegawai/karyawan PLN dalam JPK, pelaksanaan paket pelayanan kesehatan. BAB IV
: KENDALA YANG DIHADAPI DALAM MELAKSANAKAN JPK SECARA MANDIRI, secara umum bab ini membahas tentang kendala dalam pengurusan perizinan pelaksanaan JPK Secara Mandiri, kendala dalam pendataan kepersertaan, kendala dalam pelaksanaan paket pelayanan kesehatan.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
BAB V
: PENUTUP, bab ini merupakan bagian terakhir yang memuat kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang telah dikemukakan.
BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERUSAHAAN UNTUK MELAKSANAKAN PENYELENGGARAAN JPK SECARA MANDIRI
A. Gambaran Umum 1. Sejarah PT. PLN Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik hanya sebesar 157,5 MW saja. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, pemerintah memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas, pada bulan Juni 1994 status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero). Sebelum kemerdekaan sampai 1965 sejarah kelistrikan di Sumatera Utara bukanlah hal yang baru. Kalau listrik mulai ada di wilayah Indonesia tahun 1893 di daerah Batavia (Jakarta sekarang), maka 30 tahun kemudian (1923) listrik mulai ada di Medan. Sentralnya dibangun di tanah pertapakan Kantor PLN Cabang Medan yang sekarang di Jl. Listrik No. 12 Medan, dibangun oleh NV NIGEM/OGEM perusahaan swasta Belanda. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan (1924), Tebing Tinggi (1927), Sibolga (NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung (1929), Tanjung Balai (1931) milik Gemeente – Kotapraja, Labuhan Bilik (1936) dan Tanjung Tiram (1937) Masa penjajahan Jepang, Jepang hanya mengambil alih pengelolaan Perusahaan Listrik Swasta Belanda tanpa mengadakan penambahan mesin dan perluasan jaringan. Daerah kerja dibagi menjadi Perusahaan Listrik Sumatera Utara, Perusahaan Listrik Jawa dan seterusnya sesuai struktur organisasi pemerintahan tentara Jepang waktu itu. Setelah Proklamasi RI 17 Agustus 1945, dikumandangkanlah Kesatuan Aksi Karyawan Perusahaan Listrik di seluruh penjuru tanah air untuk mengambil
alih perusahaan listrik bekas milik swasta Belanda dari tangan Jepang. Perusahaan Listrik yang sudah diambil alih itu diserahkan kepada Pemerintah RI dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. Untuk mengenang peristiwa ambil alih itu, maka dengan Penetapan Pemerintah No.1 SD/45 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik. Sejarah memang membuktikan kemudian bahwa dalam suasana yang makin memburuk dalam hubungan Indonesia – Belanda, tanggal 3 Oktober 1953 keluar Surat Keputusan Presiden No. 163 yang memuat ketentuan Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik swasta Belanda sebagai bagian dari perwujudan pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Setelah aksi ambil alih itu, sejak tahun 1955 di Medan berdiri Perusahaan Listrik Negara Distribusi Cabang Sumatera Utara (Sumatera Timur dan Tapanuli) yang mula-mula dikepalai R.Sukarno (merangkap kepala di Aceh), tahun 1959 dikepalai oleh Ahmad Syaifullah. Setelah BPU PLN berdiri dengan SK Menteri PPUT No. 16/1/20 tanggal 20 Mei 1961, maka organisasi kelistrikan dirubah. Sumatera Utara, Aceh, Sumbar, Riau menjadi PLN Eksploitasi . Tahun 1965, BPU PLN dibubarkan dengan Peraturan Menteri PUT No.9/PRT/64 dan Peraturan Menteri No.1/PRT/65 ditetapkan pembagian daerah kerja PLN menjadi 15 Kesatuan daerah Eksploitasi. Sumatera Utara tetap menjadi Eksploitasi I. Dari perum menjadi persero, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No.23/1994 tanggal 16 Juni 1994 maka ditetapkan status PLN sebagi persero. Adapun yang melatarbelakangi perubahan status tersebut adalah untuk mengantisipasi kebutuhan listrik yang terus meningkat dewasa ini.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Untuk mencapai tujuan PLN meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong perkembangan industri pada PJPT II yang tanggung jawabnya cukup besar dan berat, kerjasama dan hubungan yang harmonis dengan instansi dan lembaga yang terkait perlu dibina dan ditingkatkan terus. Visi dan Misi PT.PLN adalah: Visi adalah Diakui sebagai Perusahaan Kelas Dunia yang Bertumbuh kembang, Unggul dan Terpercaya dengan bertumpu pada Potensi Insani. Misi adalah: a. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham. b. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. c. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi. d. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. Motto PT.PLN adalah Listrik untuk Kehidupan yang Lebih Baik (Electricity for a Better Life) 2.Organisasi Perusahaan Cakupan operasi PLN sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari 13.000 pulau. Dalam perkembangannya, PT PLN (Persero) telah mendirikan 6 Anak Perusahaan dan 1 Perusahaan Patungan yaitu : a. PT Indonesia Power; yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lain yang terkait, yang berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan
nama PT PJB I dan baru tanggal 1 September 2000 namanya berubah menjadi PT Indonesia Power. b. PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB); bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lainyang terkait dan berdiri tanggal 3 Oktober 1995
dengan nama PT PJB II dantanggal 22 September 2000, namanya
berubah menjadi PT PJB. c. Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam); yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di Wilayah Pulau Batam, didirikan tanggal 3 Oktober 2000. d. PT
Indonesia
Comnets
Plus,
yang
bergerak
dalam
bidang
usaha
telekomunikasi didirikan tanggal 3 Oktober 2000. e. PT Prima Layanan Nasional Enjiniring (PT PLN Enjiniring), bergerak di bidang Konsultan Enjiniring, Rekayasa Enjiniring dan Supervisi Konstruksi, didirikan pada tanggal 3 Oktober 2002. f. Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan), bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau Tarakan. g. Geo Dipa Energi, perusahaan patungan PLN-PERTAMINA yang bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik terutama yang menggunakan energi Panas Bumi. Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, maka Anak Perusahaan diharapkan dapat bergerak lebih leluasa dengan antara lain membentuk Perusahaan Joint Venture, menjual Saham dalam Bursa Efek, menerbitkan Obligasi dan kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Di samping itu, untuk
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
mengantisipasi Otonomi Daerah, PLN juga telah membentuk Unit Bisnis Strategis berdasarkan kewilayahan dengan kewenangan manajemen yang lebih luas. Nilai-nilai perusahaan yaitu Saling percaya, Integritas, Peduli dan Pembelajar; a. Peka-tanggap terhadap kebutuhan pelanggan Senantiasa berusaha untuk tetap memberikan pelayanan yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara cepat, tepat dan sesuai. b. Penghargaan pada harkat dan martabat manusia Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya serta mengakui dan melindungi hak-hak asasi dalam menjalankan bisnis. c. Integritas Menjunjung tinggi nilai kejujuran, integritas, dan obyektivitas dalam pengelolaan bisnis. d. Kualitas produk Meningkatkan kualitas dan keandalan produk secara terus-menerus dan terukur serta menjaga kualitas lingkungan dalam menjalankan perusahaan. e. Peluang untuk maju Memberikan peluang yang sama dan seluas-luasnya kepada setiap anggota perusahaan untuk berprestasi dan menduduki posisi sesuai dengan kriteria dan kompetensi jabatan yang ditentukan. f. Inovatif Bersedia berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan sesama anggota
perusahaan, menumbuhkan rasa ingin tahu serta menghargai ide dan karya inovatif. g. Mengutamakan kepentingan perusahaan Konsisten untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan dan menjamin di dalam setiap keputusan yang diambil ditujukan demi kepentingan perusahaan. h. Pemegang saham Dalam pengambilan keputusan bisnis akan berorientasi pada upaya meningkatkan nilai investasi pemegang saham. Saat ini PLN mempekerjakan 47.532 staf dari seluruh Indonesia dengan rasio 15,6% di antaranya berpendidikan sarjana dan pasca sarjana. Untuk memenuhi kebutuhan akan kemampuan dan kompetensi sumber daya manusia bagi perkembangan teknologi, PLN akan selalu mengusahakan berbagai pendidikan dan kegiatan pelatihan melalui jasa pendidikan baik di lingkungan PLN sendiri maupun menjalin kerjasama dengan berbagai univesitas dan lembaga pendidikan di dalam dan luar negeri. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang membaik diharapkan pertumbuhan listrik akan normal kembali. Prospek usaha PLN pada pasar rumah tangga maupun industri dan bisnis masih merupakan peluang bisnis yang besar karena rasio elektrifikasi dan konsumsi listrik per kapita masih rendah serta Indonesia sendiri masih dalam tahap awal industrialisasi. Guna memenuhi pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik dalam 10 tahun ke depan diperlukan investasi sebesar US$ 18,1 Miliar untuk tambahan kapasitas Pembangkit sebesar 15.731 MW dan tambahan jaringan Transmisi sepanjang 9.907 kms. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Tugas dan Tanggung Jawab Unit Organisasi jenjang Pertama PT.PLN (persero) Wilayah Sumatera Utara. 1. Bidang Perencanaan Bertanggung jawab atas tersusunnya perencanaan kerja, sistem manajemen kinerja, perencanaan investasi, dan pengembangan aplikasi sistem informasi ; untuk mendukung upaya pengusahaan tenaga listrik yang memiliki efisiensi mutu dan kendala yang baik serta upaya pencapaian sasaran dan ketersediaan kerangka acuan pelaksanaan kerja. a. Menyusun perencanaan umum wilayah : i.
RUPTL (Rencana Umum Pengembangan Tenaga Listrik);
ii. RJP (Rencana Jangka Panjang); iii. RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan) bersama dengan bidangbidang terkait; iv Rencana Pengembangan Sistem Ketenagalistrikan; b. Menyusun sistem manajemen kinerja unit-unit kerja; c. Menyusun metoda evaluasi kelayakan investasi dan melakukan penilaian finansialnya; d. Menyusun program pengembangan aplikasi sistem informasi i.
rencana pengembangan aplikasi;
ii. SOP Pengelolaan aplikasi; e. Menyusun dan mengelola manajemen mutu; f. Memerapkan tata kelola perusahaan yang baik; g. Menyusun laporan manajemen dibidangnya 2. Bidang Teknik
Bertanggung jawab atas tersusunnya strategi, standardisasi dan penerapan sistem pengelolaan jaringan distribusi serta penerapan manajemen lingkungan dan keselamatan ketenagalistrikan untuk mendukung upaya pengusahaan tenaga listrik yang memiliki efisiensi, mutu dan keandalan yang baik serta upaya pencapaian sasaran dan ketersediaan kerangkan acuan pelaksanaan kerja a. Menyusun dan membina penerapan sistem pengelolaan jaringan distribusi: i.
Strategi pengoperasian dan pemeliharaan;
ii.
Standar operasi dan pemeliharaan serta standar penerapan dan pengujian peralatan;
iii. Standar desain dan kriteria konstruksi; iv.
Manajemen pengadaan dan perbekalan
v.
Pengedalian Susut energi Listrik dan gangguan serta Usulan perbaikan
vi.
Ketentuan data induk jaringan distribusi
b. Menyusun rencana kegiatan konstruksi dan administrasi pekerjaan serta membina penerapannya c. Menyusun kebijakan dan membina penerapan manajemen lingkungan dan keselamatan ketenagalistrikan d. Membuat usulan RKAP yang terkait dengan bidangnya. e. Menyusun dan mengelola manajemen mutu. f. Menerapkan tata kelola perusahaan yang baik g. Menyusun laporan manajemen di bidangnya. 3. Bidang Niaga Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Bertanggung jawab atas upaya pencapaian target pendapatan dari penjualan tenaga listrik, pengembangan pemasaran yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan serta transaksi pembelian tenaga listrik yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan; serta ketersediaan standar pelaksanaan kerja dan terciptanya interaksi kerja yang baik antar unit-unit pelaksana. a. menyusun : i.
Ketentuan dan strategi pemasaran
ii. Rencana penjualan energi dan rencana pendapatan b. Mengevaluasi harga jual energi listrik c. Menghitung biaya penyedian tenaga listrik d. Menegosiasikan harga jual – beli tenaga listrik e. Menyusun : i.
Strategi dan pengembangan pelayanan pelanggan;
ii. Standar dan produk pelayanan; iii. Ketentuan data induk pelanggan (DIL) dan data induk saldo (DIS); iv. Konsep kebijakan sistem informasi pelayanan pelanggan; f. Melakukan
pengendalian DIS dan opname saldo piutang;
g. Mengkoordinasikan pelaksanaan penagihan kepada pelanggan tertentu antara lain TNI/POLRI dan instansi vertikal; h. Mengkaji pengelolaan pencatantan meter dan menyusun rencana penyempurnaannya; i.
Menyusun mekanisme interaksi antar unit pelaksana;
j.
Menyusun rencana pengembangan usaha baru serta pengaturannya;
k. Membuat usulan RKAP bersama dengan Bidang Perencanaan dan bidang lainnya; l.
Menyusun dan mengelola menejemen mutu;
m. Menerapkan tata kelola perusahaan yang baik; n. Menyusun laporan manajemen dibidangnya. 5. Bidang Sumber Daya Manusia dan Administrasi Bertanggung jawab atas penyelenggaraan pengelolaan manajemen SDM dan organisasi, administrasi kepegawaian dan hubungan industrial; pengelolaan administrasi kesekretariatan, komunikasi masyarakat dan hukum; dan pengelolaan keamanan, sarana dan prasarana kantor serta pembinaan lingkungan untuk mendukung kelancaran kerja organisasi. a. Mengelola : i.
Pengembangan organisasi dan manajemen;
ii. Pengembangan sumber daya manusia; iii. Manajemen sumber daya manusia; iv. Administrasi dan data kepegawaian; b. Membina hubungan industrial; c. Mengelola : i.
Sertifikasi aset;
ii. Dokumentasi dan perpustakaan; iii. Administrasi dan kesekretariatan, protokol dan rumah tangga kantor induk; d. Mengelola : i.
Komunikasi kemasyarakatan dan pelanggan;
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
ii. Fasilitas dan prasarana kerja; iii. Sistem keamanan dan pengamanan kantor; e. Mengelola program bina/peduli lingkungan; f. Melakukan advokasi hukum dan peraturan-peraturan perusahaan; g. Membuat usulan RKAP yang terkait dengan bidangnya; h. Menyusun dan mengelola manajemen mutu; i.
Menerapkan tata kelola perusahaan yang baik;
j.
Menyusun laporan manajemen dibidangnya.
6. Audit Internal Bertanggung jawab atas penyelenggaraan audit internal sesuai program kerja pemeriksaan tahunan dan pemantauan tindak lanjut hasil temuan, pembinaan dan penyempurnaan sistem manajemen dan operasional untuk mendukung terlaksanannya tata kelola perusahaan yang baik. a. Menyusun program kerja pemeriksaan tahunan sesuai program kerja perusahaan; b. Melaksanakan audit internal yang meliputi audit keuangan, tehnik manajemen dan SDM; c. Memberikan masukan dan rekomendasi yang menyangkut proses manajemen dan operasional; d. Memonitor tindak lanjut temuan hasil audit internal; e. Menyusun laporan manajemen dibidangnya.
STRUKTUR ORGANISASI
KELAS
D
M ANAJER
MANAGER RANTING 8 - 10
ASM AN
11 - 13
SPV
14 - 16
PRKT
SPV PELAYANAN PELANGGAN
PRKT
TGL SETARA TGL JABATAN
TGL SETARA TGL JABATAN
SPV PENDAPATAN
PRKT
TGL SETARA TGL JABATAN
SPV CATER & PENGLN REKNG
PRKT
TGL SETARA
SPV OPERASI DISTRIBUSI
PRKT
TGL JABATAN
TGL SETARA TGL JABATAN
SPV PEMELIHARAAN DISTRIBUSI
PRKT
TGL SETARA
SPV KEUANGAN & ADM
PRKT
TGL JABATAN
TGL SETARA TGL JABATAN
B. Dasar Hukum Menyelenggarakan JPK Secara Mandiri Berdasarkan ketentuan Pasal 99 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, setiap pekerja berhak untuk mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja. Pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan yang dimaksud adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Undang-Undang No 3 tahun 1992 Tentang Jamsostek masih tetap berlaku walaupun UU Ketenagakerjaan sudah berubah. Hal ini disebabkan karena ketentuan peralihan yang menyatakan bahwa semua peraturan pelaksana yang mengatur ketenagakerjaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang. Jaminan sosial tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 yang merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dengan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Disamping itu, ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat sejahtera, adil dan makmur, baik materiil maupun spritual. Berdasarkan ketentuan Pasal 100 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya, pengusaha wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan, dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan. Ketentuan mengenai jenis dan kriteria fasilitas kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan pekerja/buruh dan ukuran kemampuan perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan keluarganya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan
kesejahteraan yang
berbentuk Program Jaminan Tenaga Kerja yang dicanangkan oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh pengusaha, apabila di dalam pelaksanaannya telah memenuhi persyaratan yang ditentukan, yaitu mempunyai pekerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih dan juga mengeluarkan uang untuk menggaji pekerjaanya sebesar 1 (satu) juta rupiah untuk setiap bulannya. 16 Jauh sebelum tahun 1992, ketika program Jamsostek
dicanangkan,
pemerintah telah mengeluarkan sebuah regulasi mengenai jaminan sosial yang diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi 16
Indonesia (b), UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 2 ayat 3.
Sosial Tenaga Kerja. Program-program yang menjadi ruang lingkup aturan ini adalah: a. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); b. Tabungan Hari Tua; c. Jaminan Kematian (JK). Setiap program tersebut dilaksanakan dengan mekanisme asuransi yang dikelola oleh sebuah badan penyelenggara, yaitu PT.Asuransi Kesehatan Tenaga Kerja (Astek). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947, yang juga merupakan salah satu dasar hukum pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja, menyebutkan dalam Pasal 36 bahwa perusahaan yang diwajibkan membayar tunjangan diwajibkan pula membayar iuran guna mendirikan suatu dana. 17 Munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja mengalihkan kewajiban pembayaran ganti rugi tersebut dari pihak pengusaha atau pihak majikan kepada badan penyelenggara, yaitu PT. Astek. Sejak 1992, bersamaan dengan dikeluarkannya aturan mengenai Jamsostek melalui Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, kedua peraturan perundang-undangan yang disebutkan di atas pun dicabut dan tidak berlaku lagi. Sementara itu, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
(JPK) pertama kali
diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial 17
Widodo Suryandono, Jaminan Sosial, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hal. 93-94. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Tenaga Kerja. Berdasarkan undang-undang ini, pemeliharaan kesehatan diartikan sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan, termasuk pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan. 18 Yang berhak memperoleh pemeliharaan jaminan kesehatan adalah tenaga kerja, suami atau isteri, dan anak. 19 Ruang lingkup jaminan pemeliharaan kesehatan dalam undang-undang ini meliputi: a. Rawat jalan tingkat pertama; b. Rawat jalan tingkat lanjutan; c. Rawat inap; d. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan; e. Penunjang diagnostik; f. Pelayanan khusus; g. Pertanyaan gawat darurat. 20 Adapun pada dasarnya Program Jamsostek Tenaga Kerja ini menekankan pada perlindungan bagi tenaga kerja yang relatif mempunyai kedudukan yang lebih lemah. Oleh karena itu, pengusaha memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tanaga kerja. Bardasarkan hal diatas, program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) mempunyai landasan yang berisikan dasar pertimbangan sebagai berikut: Bahwa pada tanggal 17 Februari 1992, telah dikeluarkan undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Kemudian Undang-undang No. 3 18
Ibid., hal. 95. Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 16 ayat 1. 20 Ibid., pasal 16 ayat 2. 19
Tahun 1992 tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 14 dan penjelasannya diumumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Nomor 3468. Adapun pertimbangan dari dikeluarkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tersebut antara lain dengan adanya pembangunan nasional dalam rangka pembangunan masyarakat indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, untuk mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spritual guna memberikan bagi pekerja yang melaksanakan pekerjaannya, baik dalam hubungan kerja maupun diluar hubungan kerja. Untuk mencapai maksud tersebut perlu ditetapkan undangundang yang mengatur pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja. 21 Dasar-dasar hukum jaminan program jaminan sosial tenaga kerja berlandaskan pada; 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya
Undang-Undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4). 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912). 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918). 21
Asri Wijayanti,Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 125-126. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan (Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3201).
C. Faktor Pendorong PT PLN Menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri Menurut Redja, yang dikutip oleh Purwoko,22 salah satu tujuan dari penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk mempertahankan daya beli masyarakat dalam menghadapi terjadinya ketidakamanan ekonomi. Kenyataannya sebelum suatu masyarakat mencapai kondisi ekonomi yang aman, seringkali diawali dengan kondisi ketidakamanan ekonomi sebagai konsekuensi yang logis dari masalah kebijakan makro ekonomi. Kebijakan yang luas tersebut salah satu di antaranya penyebab munculnya perbedaan pendapatan antara golongan masyarakat atas dan masyarakat bawah. Akibatnya terjadi ketidakamanan ekonomi, yang apabila terus dibiarkan dapat menimbulkan konflik atau disintegrasi di dalam masyarakat. Asuransi sosial adalah program perlindungan dasar bagi pekerja/buruh beserta keluarga terhadap risiko sosial dalam kaitannya dengan hubungan industrial, seperti kecelakaan kerja, kematian, kesehatan dan hari tua. Program tersebut tidak sepenuhnya dibiayai oleh pemberi kerja, namun pekerja/buruh juga ikut membayar iuran. Jenis asuransi komersial yang seutuhnya dibiayai sendiri oleh pekerja sesuai dengan jenis asuransi yang diikutinya.
22
Bambang Purwoko, Towards A Social Security Reform: The Indonesian Case, Jamsostek, Jakarta, 1999, hlm. 6.
Menurut Kertonegoro, 23 asuransi sosial merupakan cara lain untuk mengurangi risiko sosial dan ekonomi yang dilakukan oleh pihak swasta. Meskipun bagi yang ingin menjadi peserta asuransi ini terlebih dahulu dilakukan seleksi terutama menyangkut kesehatan dan usia, namun tetap mengandung semangat gotong royong sebagai bentuk distribusi risiko. Pemenuhan kebutuhan pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pemberi kerja karena pekerja/buruh relatif memiliki kedudukan yang lebih lemah dibandingkan pemberi kerja. Perlindungan kebutuhan tersebut diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan
pekerja/buruh
yang
pada
akhirnya
dapat
meningkatkan hasil produksi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, pekerja/buruh juga harus berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program jaminan kesehatan sehingga upaya untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja/buruh dan anggota keluarganya dapat terselenggara dengan baik. Ada 2 (dua) aspek penting yang tercakup dalam program jaminan kesehatan, yaitu : 1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta anggota keluarganya, dan 2. Merupakan penghargaan kepada pekerja/buruh yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat ia bekerja. 24 Menurut Mondy dan Noe, Jaminan Sosial Tenaga Kerja merupakan bentuk kompensasi atau imbalan dalam bentuk uang yang tidak diterima oleh pekerja/buruh. Keduanya mengungkapkan bahwa kompensasi merujuk pada every 23
Sentanoe Kertonegoro, Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Mutiara, Jakarta, 1982, hlm. 37. 24 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 186 Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
type of reward that individualis receive in return for their labour (setiap bentuk imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai pengganti tenaga yang telah ia keluarkan). Melalui bagian ini akan diperhatikan bahwa jaminan sosial merupakan bagian dari kompensasi dalam bentuk uang yang tidak langsung. 25 Guna memahami konsep kompensasi, ada beberapa teori tentang kompensasi yang dikemukakan oleh Rejda, yaitu sebagai berikut : 1. Teori Risiko Kerja Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu perusahaan harus menyediakan biaya ketidakmampuan karyawannya untuk bekerja (akibat sakit atau cacat) ke dalam biaya produksinya atau mengganti hilangnya waktu kerja tersebut dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi. Teori ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu : a. Mengharuskan pekerja/buruh untuk tidak menuntut perusahaan karena kecelakaan dalam industri; b. Adanya asumsi bahwa biaya kecelakaan dapat diganti lebih dahulu dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi; c. Perbandingan antara pembayaran tuntutan pekerja/buruh dengan jumlah kerugian yang di dalamnya tidak sebanding, misalnya pelayanan rehabilitasi yang diperoleh tidak memadai. 2. Teori Biaya Rendah Teori ini berlandaskan pada konsep bahwa dibuatnya undang-undang kompensasi
bagi
pekerja/buruh
bertujuan
untuk
meminimalkan
ketidakmampuan mereka secara ekonomi akibat kecelakaan kerja. Di lain
25
Ibid., hal. 187
pihak, dengan adanya peraturan juga berupaya untuk mengurangi munculnya tuntutan pekerja/buruh karena kecelakaan kerja. 3. Teori Kompromi Sosial Teori ini menyatakan bahwa adanya kompensasi bagi pekerja/buruh memperlihatkan suatu keseimbangan, antara pengorbanan yang dilakukan pekerja/buruh dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha. Oleh karena itu pekerja/buruh yang mengalami sakit atau cacat akibat kerja berhak untuk menerima jaminan kesehatan atau jaminan kecacatan. Begitu pula dengan perusahaan, bersedia membayar tuntutan pekerja/buruh agar terhindar dari proses pengadilan yang lebih mahal apabila pekerja/buruh yang sakit tersebut mengadukan permasalahannya ke pengadilan. 26 Pembangunan nasional yang berlangsung selama ini telah memperluas kesempatan kerja dan memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya. Namun kemampuan bekerja dan penghasilan tersebut dapat berkurang atau hilang karena resiko yang dialami tenaga kerja, yaitu kecelakaan, cacat, sakit, hari tua, dan meninggal dunia. Oleh karenanya untuk menanggulangi resiko-resiko tersebut, Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja mengatur pemberian jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Jaminan sosial tenaga kerja yang menanggulangi risiko-risiko kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat tercipta karena jaminan sosial tenaga kerja mendukung kemandirian dan harga diri 26
Op. cit., hal. 6
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
manusia dalam menghadapi berbagai risiko sosial ekonomi tersebut. Selain itu, jaminan sosial tenaga kerja yang diselenggarakan dengan metode pendanaan akan memupuk dana yang akan menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Agar kepesertaan dapat merata dan kemanfaatannya dinikmati secara luas, maka kepesertaan pengusaha dan tenaga kerja dalam jaminan sosial tenaga kerja bersifat wajib. Namun karena luasnya kepesertaan tersebut, maka pelaksanaannya dilakukakan secara bertahap sesuai kemampuan teknis, adminitratif dan operasional baik dari badan penyelenggara maupun pengusaha dan tenaga kerja sendiri. Pembiayaan jaminan sosial tenaga kerja ditanggung oleh pengusaha sesuai dengan jumlah yang tidak memberatkan beban keuangan kedua belah pihak. Pembiayaan Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha, karena kecelakaan dan penyakit yang timbul dalam hubungan kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pemberi kerja. Pembiayaan jaminan kematian dan Jaminan pemeliharaan Kesehatan juga menjadi tanggung jawab pengusaha yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Sedangkan pembiayaan jaminan hari tua ditanggung bersama oleh pengusaha dan tenaga kerja karena merupakan penghargaan dari pengusaha kepada tenaga kerjanya yang telah bertahun-tahun bekerja di perusahaan dan sekaligus merupakan tanggung jawab tenaga kerja atau hari tuanya sendiri. Kemanfaatan jaminan sosial tenaga kerja pada hakekatnya bersifat dasar untuk menjaga harkat dan martabat tenaga kerja. Dengan kemanfaatan data tersebut, pembiayaan dapat ditekan seminimal mungkin sehingga dapat dijangkau oleh setiap pengusaha dan tenaga kerja. Pengusaha dan tenaga kerja yang
memiliki kemampuan keuangan yang
lebih
besar dapat
meningkatkan
kemanfaatan dasar tersebut melalui berbagai cara lainnya. Agar kepesertaan wajib dari jaminan sosial tenga kerja dipatuhi oleh segenap pengusaha dan tenaga kerja, maka undang-undang Nomor 3 tahun 1992 Tentang Jamsostek dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja memberi sanksi yang tujuannya untuk mendidik yang bersangkutan dalam memenuhi kewajibannya, sanksi tersebut merupakan upaya terakhir, setelah upaya-upaya lain dilakukan, dalam menegaskan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan hak monopoli atas PT.Jamsostek, PT.Taspen, dan Asabri dalam pengelolaan asuransi jaminan sosial ketenagakerjaan dalam UU No 3 Tahun 1992. Dalam putusannya No.007/PUUIII/2005. Sejak pembatalannya tersebut, setiap pekerja berhak memilih atau mengelola jaminan sosial ketenagakerjaannya. Hak pengelolaan jaminan tersebut telah diatur dalam PP No. 33 Tahun 1977 dan PP No. 14 Tahun 1993. Kewajiban perusahaan untuk memasukkan para pekerjanya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Namun tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memilih PT. Jamsostek sebagai pengelola jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerjanya itu. Sebaliknya, tidak ada hak bagi PT. Jamsostek atau Menaker untuk menekan atau memberi warning (peringatan) pada perusahaan dan pekerja yang menolak menjadi peserta jamsostek. Pekerja PLN yang tergabung dan Serikat Pekerja PLN telah ikut program jaminan ketenagakerjaan yang dikelola sendiri secara profesional. Jaminan yang Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
ditawarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Semua program yang ditawarkan
tergabung
dalam biaya pegawai kepegawaian. Biaya kepegawaian PT.PLN untuk jaminan sosial ketenagakerjaan masih kecil yaitu sebesar 5 persen dari biaya operasional. Sementara di luar negeri seperti negara-negara maju, biaya kepegawaian bisa mencapai 10 persen. Dari koridor hukum tidak ada dilanggar, dari segi kepatutan pun masih dinilai patut. PT. Jamsostek menyerahkan masalah kepesertaan pekerja PT.PLN dalam program jaminan sosial tenaga kerja ke Depnakertrans. Karena sampai saat ini PT.PLN belum mendaftarkan tenaga kerjanya menjadi peserta dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja khususnya dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Depnakertrans bertugas sebagai penyidik dan pengawas dalam masalah-masalah ketenagakerjaan yang timbul akibat hubungan kerja. Selain itu, Depnakertrans mempunyai kewenangan dalam hal mengeluarkan izin dan mencabut izin perusahaan bila perusahaan tersebut telah melanggar ketentuan yang berlaku. Masalah penegakan hukum UU No. 3 tahun 1992 merupakan wewenang Depnakertrans melalui pegawai pengawasnya. Terkait dengan kepesertaan pekerja dalam program jamsostek, PT. Jamsostek tidak mempunyai hak atau wewenang untuk menindak perusahaan yang menolak menjadi peserta, termasuk perusahaan yang mendaftarkan sebagian upah atau sebagian tenaga kerjanya. Saat ini pekerja PT.PLN belum menjadi peserta Jamsostek. Di sejumlah negara, seperti di Malaysia dan Brunei Darussalam, pengawasan pelaksanaan
program jaminan melekat pada badan penyelenggaranya. Di Indonesia, wewenangnya itu ada pada Depnakertrans, Kepolisian dan Kejaksaan. PT. PLN seharusnya mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Meski PT.PLN sudah mengikuti program asuransi yang dinilai lebih baik, tetapi tidak membatalkan mereka menyertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Seperti yang telah disebutkan dalam halaman sebelumnya bahwa didalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja menyatakan setiap badan usaha yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih atau membayar total upah satu juta rupiah per bulan, wajib menyertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. PT.PLN sampai saat ini masih menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola secara mandiri dengan alasan lebih baik dari program yang ditawarkan oleh UU No 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek, yang merupakan paket dasar dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Semua ini yang dilakukan oleh PT.PLN karena perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja yang tersebar di seluruh Indonesia dan sebagian dari unit tenaga kerja tersebut berada di pelosok-pelosok daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan PT.Jamsostek yang sebagai penyelenggara dari Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 27 Faktor itulah yang membuat PT.PLN melaksanakan JPK Secara Mandiri. Misalnya, bila salah satu tenaga kerja yang berada di unit yang berada jauh dari perkotaan yang membutuhkan fasilitas pelayanan kesehatan. Karena pelayanan yang diberikan oleh PT.Jamsostek tidak sampai pada daerah-daerah terpencil 27
Wawancara dengan Ir.Iskandar Arham, Karyawan PT.PLN Bag. Bidang Perencanaan, Pada Hari Selasa, Tgl 20 Oktober 2009. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
sehingga masih banyak daerah yang tidak terjangkau oleh PT.Jamsostek. Faktor itu yang membuat
PT.PLN selaku penyelenggara jaminan kesehatan
menyediakan klinik di perusahaan tersebut dan selain itu menggangkat dokter kordinator untuk bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang telah disepakati dalam perjanjian bersama dan selain itu mengkoordinir dokter-dokter yang lain yang telah melakukan kerjasama pada perusahaan tersebut untuk memberikan fasilitas pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja yang sakit atau yang membutuhkan fasilitas kesehatan. Selain itu, yang membuat PT.PLN melaksanakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri yaitu karena faktor pekerjaan yang dilaksanakan tenaga kerja yang menanggung beban resiko yang cukup besar atas pekerjaan yang dilaksanakannya. Sehingga perusahaan tersebut memberi kepastian atas jaminan kesehatan yang terbaik bagi tenaga kerjanya sehingga tenaga kerja yang bekerja tidak merasa khawatir atas pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja karena perusahaan tersebut bertanggung jawab atas kesehatan dari setiap tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan tersebut. Atas faktor itulah PT.PLN menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Secara Mandiri untuk melindungi tenaga kerjanya yang bekerja pada perusahaan tersebut.
D. Syarat-syarat Perusahaan Yang Dapat Menyelenggarakan JPK Secara Mandiri Pada tahun 1995 Komite Kerjasama ILO dan WHO mengemukakan defenisi kesehatan kerja dengan menitikberatkan pada 3 (tiga) fokus utama, yaitu perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan sehingga kondusif terhadap keselamatan dan kesehatan, pengembangan organisasi dan dalam pelaksanaannya
juga mempromosikan iklim sosial yang positif, usaha yang lancar dan meningkatkan produktivitas perusahaan. Lebih lanjut Komite Kerjasama ILO dan WHO tersebut mengungkapkan beberapa tujuan kesehatan kerja, yaitu : 1. Meningkatkan dan memelihara kesehatan fisik, mental dan sosial dari pekerja/buruh pada semua jenis pekerjaan untuk meningkatkan kapasitas kerjanya; 2. Mencegah terjadinya gangguan kesehatan/penyakit pada pekerja/buruh yang disebabkan oleh kondisi kerjanya; 3. Melindungi pekerja dari risiko akibat faktor-faktor lingkungan kerja yang mengganggu kesehatan; 4. Penempatan dan pemeliharaan pekerja/buruh dalam suatu lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikologinya; 5. Mengembangkan organisasi dan budaya kerja yang mendukung keselamatan dan kesehatan kerja yang tercermin dalam sistem manajemen pengembangan sumber daya manusia dan manajemen mutu perusahaan. Hingga kini kegiatan pemeliharaan kesehatan kerja terus berkembang. Apalagi dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek yang di dalamnya mengatur lebih rinci mengenai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha untuk menjamin kesehatan pekerjanya. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pasal 6 ayat (2) menyatakan bahwa ruang lingkup program jaminan
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
sosial tenaga kerja dalam Undang-Undang ini meliputi jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. 28 Pada kenyataannya masih dijumpai beberapa permasalahan, yaitu antara lain: 1. Pelaksanaan law enforcement tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan; 2. Sosialisasi belum dilaksanakan secara optimal sehingga masih cukup banyak pekerja/buruh belum memahami program JPK-Jamsostek; 3. Pengelolaannya belum transparan; 4. Peserta JPK-Jamsostek didaftarkan perusahaan hanya sebagian upahnya (tidak sebenarnya); 5. Pelayanan masih dilakukan oleh pihak ketiga dengan mutu pelayanannya masih rendah. 29 Disamping
itu,
JPK-Jamsostek
sampai
saat
penelitian
belum
mengakomodir bagi pekerja informal. Sudah tentu kesalahan tidak semua terletak pada PT Jamsostek, karena yang sering dikeluhkan adalah pelayanan dari Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan (PPK), mutu obat dan pembayaran klaim, karena hal tersebut berkaitan dengan PPK dan main provider yang ditunjuk oleh PT Jamsostek. Walaupun penyebabnya timbul pada tingkat main provider dan PPK, tetapi yang jelas konsekuensinya akan memperburuk citra Jamsostek sebagai satusatunya
perusahaan
yang
diamanatkan
Undang-Undang
menjadi
badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja. Pelayanan Jamsostek dianggap kurang 28
Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 6 ayat 2. 29 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 199.
baik sehingga sebagian perusahaan melaksanakan JPK Mandiri. Ternyata sebagian penyelenggara pelayanan JPK Mandiri adalah rumah sakit atau badan usaha yang sebelumnya pernah menjadi PPK atau main provider JPK Jamsostek. Berdasarkan
pelayanan
yang
diterima
pekerja/buruh
dalam
penyelenggaraan JPK, meski ada pekerja/buruh yang merasa bahwa hak mereka terhadap pelayanan kesehatan kerja sudah terpenuhi, ternyata masih ada yang merasa belum terpenuhi, dan sebagian berpendapat terpenuhi pada standar minimum. Pekerja/buruh yang menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh yang mendapat pelayanan yang tidak memadai ini kemudian meminta serikat pekerja/serikat buruh menuntut agar keluar dari program Jamsostek dan menyelenggarakan JPK Mandiri. Ternyata dengan iuran yang sama dengan iuran yang dipungut PT Jamsostek, cukup banyak rumah sakit yang bersedia memberi pelayanan dengan manfaat yang lebih baik. Kenyataannya di beberapa propinsi, bertambah jumlah perusahaan yang menarik diri dari program Jamsostek kemudian menyelenggarakan JPK Mandiri, maka apabila hal ini tidak diantisipasi oleh manajemen, akan semakin memperburuk citra PT Jamsostek.30 Salah satu penyebab rendahnya jumlah peserta program jaminan kesehatan PT Jamsostek adalah karena ada sebuah Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang memperbolehkan perusahaan untuk tidak mengikuti program jaminan kesehatan Jamsostek. Oleh karena itu, perusahaan besar pada umumnya tidak
30
ILO, Social Security and Coverage for All : Restructuring the Social Security Scheme in Indonesia-Issues and Options, International Labour Organization, Jakarta, 2003, hlm. 207. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
bersedia mengikuti program Jamsostek. Karena mutu pelayanan pada Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) rawat jalan maupun rawat inap pengendaliannya belum berjalan dengan baik karena PT.Jamsostek dalam penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan masih kekurangan personil tenaga medis yang berkualitas. 31 Sehingga perusahaan tersebut menyelenggarakan sendiri dengan program yang lebih baik dari PT.Jamsostek dengan melalukan kerjasama dengan rumah sakit yang bersedia memberi pelayanan yang terbaik. Kebanyakan peserta program Jamsostek adalah perusahaan kecil dengan jumlah pekerja/buruh kurang dari 79 orang. Selain itu, banyak perusahaan menolak membayar premi Jamsostek dan pula perusahaan mengikuti program tersebut, tetapi tidak didaftarkan seluruh pekerja/buruh di perusahaan mereka ke dalam program Jamsostek. 32 PT Jamsotek mengontrakkan pelayanan kesehatan untuk para peserta program jaminan kesehatannya kepada pihak yang disebut organisasi pelayan kesehatan (main provider). Organisasi tersebut kebanyakan adalah Pelayan Jasa JPK Mandiri yang merupakan perusahaan asuransi, bukan pelayan jasa kesehatan. Pembayaran PT Jamsostek kepada pemberi jasa kesehatan (rumah sakit, dokter dan bidan) tidak diberikan langsung kepada mereka, tetapi dibayarkan melalui organisasi pelayan kesehatan dengan sistem koperasi. Oleh karena itu, inefisiensi dan biaya pelayanan kesehatan yang tinggi tidak dapat dihindarkan karena organisasi pelayan kesehatan tersebut akan
31
Sylvia Achmad dan Hasbullah Thabrany, A Decade of JPK Jamsostek : Trend In Membership and Utilization, Makalah A Decade of JPK Jamsostek Trend in Membership and Utilitation pada acara Asia Pacific Summit, Horison Hotel Jakarta, 22-24 Mei 2002, hal.7. 32 Op.cit., hlm. 207.
mengambil sebagian dari pembayaran PT Jamsostek sebagai keuntungan bagi mereka dan tidak diberikan untuk pelayanan kesehatan. Selain itu, karena kebanyakan mereka mensubkontrakkan pelayanan kesehatan tersebut kepada pemberi jasa kesehatan yang sebenarnya. Akibatnya, biaya administrasi menjadi lebih tinggi. Diperkirakan sekitar 40% iuran program kesehatan Jamsostek habis dipergunakan untuk membayar berbagai biaya administrasi, sehingga hanya sebagian kecil iuran peserta program yang sebenarnya dipergunakan untuk pelayanan kesehatan. Selain itu, juga tidak terdapat prosedur standar yang jelas ketika menyeleksi organisasi pelayan kesehatan oleh kantor PT Jamsostek. Hal ini dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat PT Jamsostek yang dapat melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam penyeleksian organisasi pelayan kesehatan. 33 Karena sebagian besar pemberi jasa kesehatan di Indonesia masih menggunakan sistem pembayaran tunai sesuai dengan biaya yang dikeluarkan (fee-for-service), sementara sistem pembayaran secara kapitasi masih jarang dipergunakan maka kebanyakan pemberi jasa kesehatan (baik rumah sakit maupun dokter) kurang berminat menandatangani kontrak kerja dengan PT Jamsostek. Tidak mengherankan jika manfaat program kesehatan Jamsostek sebenarnya relatif kecil karena pilihan pelayan kesehatan untuk peserta program tersebut cukup terbatas. Manfaat program juga dibatasi oleh jenis pelayanan kesehatan yang dapat ditanggung oleh program ini. Pelayanan rumah sakit dibatasi untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari, sementara pelayanan intensif di ruang ICU dibatasi hanya 20 (dua puluh) hari. Program ini tidak mengganti
33
Op.cit., hlm. 208-209.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
sebagian besar pelayanan kesehatan untuk penyakit karastropik, seperti gagal ginjal, kanker, jantung, penyakit kelamin, kecanduan minuman keras dan narkoba, transplantasi organ tubuh dan berbagai jenis pelayanan yang dilakukan oleh pemberi jasa kesehatan yang tidak menandatangani kontrak kerja dengan PT Jamsostek. 34 Dapat disimpulkan bahwa jaminan kesehatan PT Jamsostek masih kurang berhasil dalam mencapai tujuannya untuk melayani seluruh pekerja/buruh swasta di Indonesia. Karena jumlah pemberi jasa kesehatan yang mau mengikuti program ini cukup terbatas, terbatasnya manfaat program dan besarnya biaya administrasi program tersebut, maka sebagian besar perusahaan dan pekerja/buruh memutuskan untuk tidak mengikuti program jaminan kesehatan PT Jamsostek dan memutuskan untuk mengikuti program asuransi yang dinilai dapat memberikan manfaat lebih baik. 35 Bagi perusahaan yang
menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Secara Mandiri, perusahaan tersebut harus mengajukan permohonan ke Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja lebih baik dari paket dasar yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. 36 Selain
itu
perusahaan
yang
akan
mendapatkan
izin
untuk
menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja lebih baik dari paket dasar harus memiliki surat rekomendasi yang ditandatangani oleh tenaga kerja
34 35
Op.cit., hlm. 209 dan 211. Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal.
201-202 36
wawancara dengan Pardomuan Siregar, Pegawai Disnakertrans Bag. Pengawasan dan Penyidikan, pada hari Senin tgl 9 November 2009.
atau dari serikat pekerja yang ada di perusahaan tersebut. Karena jaminan kesehatan tersebut menyangkut tenaga kerja tersebut dan kelangsungan dari perusahaan tersebut. Sehingga tenaga kerja memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan yang ada di perusahaan tersebut. Syarat bagi perusahaan itu sendiri yang ingin menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri harus melampirkan SIUP dari perusahaan tersebut dan selain itu perusahaan tersebut tidak ada masalah pada gangguan perindustrian, misalnya; pencemaran lingkungan atau merusak lingkungan di sekitar lokasi perusahaan itu maupun di tempat lain selama masih menyangkut perusahaan tersebut.37
37
ibid.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
BAB III PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN JPK SECARA MANDIRI DI PT.PLN
A. Pengaturan Penyelenggaraan JPK Secara Mandiri Dalam PKB PLN Pada awalnya di Indonesia kewajiban pengusaha untuk memeriksakan kesehatan pekerjanya hanya diatur dalam perjanjian secara Bipartit antara pekerja/buruh dan pengusaha. Namun, dalam perkembangan selanjutnya pemerintah menetapkan kewajiban tersebut dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Kesehatan kerja pertama sekali tertuang dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja serta Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja yang menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan bagian dari keselamatan kerja. Dahulu, bidang kesehatan kerja disebut dengan istilah “perlindungan buruh”, namun istilah itu tidak lagi dianggap tepat digunakan untuk kondisi saat ini. Menurut Prof. Iman Soepomo, di Indonesia saat ini semua bidang dalam hukum perburuhan bertujuan melindungi buruh dari pihak ekonomi kuat. Dengan demikian, kesehatan kerja bukanlah satu-satunya bidang yang berbicara mengenai perlindungan buruh, karena sesungguhnya perlindungan tersebut merupakan hakikat dari hukum perburuhan secara keseluruhan. Selanjutnya Undang-Undang No. 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan mengatur pula mengenai kesehatan kerja pada Pasal 108 ayat (2), yang secara jelas menyebutkan bahwa untuk melindungi kesehatan pekerja/buruh
guna
mewujudkan
diselenggarakan upaya kesehatan kerja.
produktivitas
kerja
yang
optimal
Keselamatan kerja atau disebut juga Hyperkes (Hygiene Perusahaan dan Kesehatan): 38 1. Pemeriksaan kesehatan kerja tenaga kerja, baik pada awal bekerja maupun secara periodik selama masa kerja. 2. Tambahan gizi bagi tenaga kerja diberikan makan siang atau dalam bentuk lainnya. 3. Kebersihan lingkungan kerja, termasuk pencegahan dan pengolahan limbah. 4. Pencegahan dan penanggulangan sumber-sumber yang membahayakan kesehatan. Sumber-sumber tersebut seperti berikut ini. a. Sumber fisik, seperti suara yang bising, suhu yang terlalu tinggi atau rendah, penerangan, dan ventilasi yang kurang memadai. b. Sumber kimia, seperti gas/uap, cairan, debu, dan bahan kimia yang beracun. c. Sumber biologi, seperti bakteri, jamur, serangga, dan tumbuh-tumbuhan lain yang timbul dalam lingkungan kerja. d. Sumber faal, seperti sikap keliru sewaktu bekerja, peralatan yang tidak cocok dengan pekerja/buruh, kerja yang terus-menerus berdiri atau duduk. e. Sumber psikologis, seperti kerja yang dipaksakan, suasana kerja yang tidak menyenangkan, dan pikiran yang tertekan. Berkenaan dengan jaminan pemeliharaan kesehatan, Pasal 33 PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menegaskan bahwa, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diberikan kepada tenaga
38
Sentanoe Kertonegoro, Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja-Isu Privatisasi Jaminan Sosial, Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia, 1998, hlm. 180. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
kerja atau suami atau isteri yang sah dan anak sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang dari tenaga kerja. Tenaga kerja atau suami atau isteri dan anak sebagaimana dimaksud berhak mendapat atas pemeliharaan kesehatan yang sekurangkurangnya sama dengan Paket Jaminan Kesehatan Dasar yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara yang pada saat ini di selenggarakan oleh PT. PLN (persero). Perjanjian Kerja Bersama merupakan ketentuan, syarat-syarat kerja dan kondisi kerja yang dibuat sebagi berikut: 1. Adanya kepastian hak dan kewajiban PT.PLN (Persero), Serikat Pekerja dan Pegawai. 2. Adanya syarat-syarat kerja bagi Pegawai. 3. Terciptanya hubungan kerja yang harmonis dan dinamis antara PT.PLN (Persero) dengan Pegawai demi kelangsungan dan kemajuan Perseroan sehingga kesejahteraan Pegawai dapat ditingkatkan. 4. Terwujudnya Good Corporate Governance. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, Serikat Pekerja/Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Pada alinea ketiga dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu negara melindungi segenap bangsa dan negara Indonesia. Salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah bagi buruh adalah adanya
jaminan atas kebebasan berserikat dan berkumpul dalam suatu wadah Serikat Pekerja/Buruh. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta menyampaikan pendapat merupakan hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dari suatu negara hukum demokratis yang berkedaulatan rakyat. Hak-hak yang dimiliki manusia berdasarkan martabatnya sebagai manusia dan bukan karena pemberian masyarakat atau negara disebut hak asasi manusia. 39 Hak asasi manusia dalam negara hukum tidak dapat dipisahkan dari ketertiban dan keadilan. Pengakuan atas negara hukum salah satu tujuannya melindungi hak asasi manusia, berarti hak dan sekaligus kemerdekaan atau kebebasan perorangan diakui, dihormati, dan dijunjung tinggi. 40 Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikatakan sebagai negara hukum. 41 Kebebasan berserikat dan berkumpul termuat dalam konvensi ILO tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, 1948 (No. 87) telah diratifikasi dan dituangkan dalam Keputusan Presiden RI No. 83 Tahun 1998, dan Konvensi ILO tentang Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama, 1949 (No. 98) telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 1956. Konvensi No. 87 dimaksudkan secara keseluruhan untuk melindungi kebebasan berserikat terhadap kemungkinan campur tangan pemerintah. Konvensi No. 98 ditujukan untuk mendorong pengembangan penuh mekanisme perundingan kolektif sukarela.
39
Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Modern, 1999, Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 73. 40 A. Masyhur Effendi, Hak Asasi Manusi, Dimensi Dinamika dalam Hukum Nasional dan Internasional, 1994, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 27. 41 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, 1987, Bina Ilmu, Surabaya, hlm. 71. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
Fungsi Serikat Pekerja/Buruh dituangkan dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2000. Fungsi berasal dari kata function, artinya something that performs a function: or operation. 42 Fungsi dapat pula diartikan jabatan (pekerjaan) yang dilakukan: jika ketua tidak ada maka wakil ketua melakukan fungsi ketua; fungsi adalah kegunaan suatu hal: berfungsi artinya berkedudukan, bertugas sebagai; menjalankan tugasnya. 43 Fungsi Serikat Pekerja/Buruh dengan demikian dapat diartikan sebagai jabatan, kegunaan, kedudukan dari Serikat Pekerja/Buruh. Fungsi pertama dari Serikat Pekerja/Buruh sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama atau PKB. Istilah perjanjian kerja bersama (PKB) ada setelah diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000, dimaksudkan untuk menggantikan kedudukan kesepakatan kerja bersama (KKB). Pembuat undang-undang menganggap pengertian dari PKB sama dengan KKB. Pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara PT.PLN (persero) dengan tenaga kerja yang diwakili serikat pekerja telah diatur ketentuan antara kedua belah pihak atas prosedur pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan misalnya dalam pasal-pasal berikut: Pasal 54 1. Pegawai, keluarga pegawai (istri/suami dan anak yang memenuhi syarat) yang terdaftar dan diakui di perseroan berhak mendapatkan bantuan pemeliharaan kesehatan. 2. Batas usia anak yang di berikan pemeliharaan kesehatan adalah usia 25 (dua puluh lima) tahun dengan ketentuan tidak/belum pernah kawin dan atau tidak mempunyai penghasilan sendiri dan atau masih menjadi tanggungan pegawai. 3. pemeriksaan dan pengobatan dapat dilakukan disarana pelayanan kesehatan milik pemerintah atau milik swasta, yang terdiri atas: 42
Philip Babcoks, A Merriam Webster’s Third New International Dictionary of the English Language un a Bridged, 1993, Merriam Webster inc, publishers, Springfield, Massa Chusetts, U.S.A., hlm. 921. 43 Departemen P &K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 245.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
a. dokter; b. Rumah Sakit; c. Laboratorium dan tempat pemeriksaan penunjang lainnya; d. Apotik. Untuk memudahkan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud ayat (30 Perseroan dapat melanggan dokter, rumah sakit, laboratorium dan apotik. Pelaksanaan penetapan dokter, rumah sakit, laboratorium dan apotik yang dilanggar dan penetapan kelas rawat inap, serta pelaksanaan rawat jalan, untuk lingkungan Kantor Pusat PLN setempat, dengan cara melakukan koordinasi dengan Unit PLN lainnya apabila dalam satu wilayah kerja terdapat beberapa Unit PLN. Pelaksanaan koordinasi sebagaimana dimaksud ayat (5) untuk mencapai efisiensi yang lebih optimal. jenis bantuan pemeliharaan kesehatan yang ditanggung oleh perseroan, terdiri atas: a. Rawat jalan; b. Rawat inap; c. Pemeriksaan kehamilan; d. Pertolongan persalinan sampai dengan anak ketiga; e. Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan untuk peneguhan diagnosa. Bantuan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas: a. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum/dokter gigi; b. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, tidak termasuk perawatan wajah dan kecantikan (skin care); c. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis, tidak termasuk bedah plastik (kosmetik) kecuali akibat Kecelakaan Kerja; d. Pertolongan persalinan atau gugur kandung atas indikasi medis; e. Pelayanan keluarga berencana dan imunisasi/vaksinasi yang menjadi program pemerintah serta bedah minor (khitan); f. Alat-alat rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi alat tubuh seoptimal mungkin termasuk kacamaya hanya untuk pegawai; g. Upaya peningakatan kesehatan pegawai yang diselanggarakan oleh perseroan secara massal; h. Pemeriksaan kesehatan berkala (khusus) bagi pegawai yang menjalankan tugas di tempat-tempat kerja yang berpotensi bahaya yang dapat mengakibatkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja; i. Pemeriksaan kesehatan berkala (umum) bagi pegawai yang usia lebih dari 40 (empat puluh) tahun; j. Obat yang diperlukan sehubungan dengan huruf a sampai i sesuai ketentuan yang berlaku. Rawat jalan yang dimaksud dalam ayat (7) huruf a, adalah pemeliharaan kesehatan yasng dilakukan oleh dokter/bidan atau dilakukan di Rumah Sakit, termasuk pemeriksaan penunjang,
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
perawatan dan pengobatan gigi serta pengobatan dalam kondisi darurat gawat. 10. Rawat inap sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) huruf b, paling rendah menggunakan fasilitas kelas II. 11. Pelaksanaan pemeliharaan kesehatan diatur lebih lanjut oleh perseroan. 12. Biaya pemeliharaan rawat jalan ditanggung 100% (seratus persen) oleh perseroan dengan cara restitusi, kecuali rawat jalan di Rumah Sakit yang dilanggan Perseroan. 13. Penyalahgunaan disiplin paling sedikit penurunan 3 (tiga) peringkat lebih rendah. Ketentuan yang ada pada Pasal 54 didalam Perjanjian Kerja Bersama ditetapkan prosedur tentang jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarga tenaga kerja di PT.PLN. Tenaga kerja maupun keluarga tenaga kerja dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam perjanjian kerja bersama (PKB). Dengan cacatan bahwa semua fasilitas tersebut telah dilanggan (melakukan kerjasama) antara perusahaan dengan penyedia jasa kesehatan. Pihak perusahaan memberikan fasilitas kelas I dan paling rendah fasilitas kelas II bagi tenaga kerja dan keluarganya yang ingin menggunakan fasilitas kesehatan. Setiap penyalahgunaan fasilitas kesehatan oleh tenaga kerja maupun keluarganya maka perusahaan menjatuhkan sanksi bagi tenaga kerja tersebut berupa penurunan tingkat fasilitas pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja atau keluarga tenaga kerja. Penurunan tersebut diberikan jika tenaga kerja maupun keluarganya melakukan kecurangan misalnya; tenaga kerja atau keluarganya tidak benar-benar sakit/tidak membutuhkan fasilitas pelayanan kesehatan atau terjadi penggelembungan biaya rumah sakit dari pihak tenaga kerja/keluarganya. Jika hal tersebut benar terjadi, perusahaan menjatuhkan sanksi bagi tenaga kerja maupun keluarganya dengan penurunan 3 peringkat dari fasilitas
kelas I yang awalnya diberikan bagi tenaga kerja maupun keluarganya, sesuai yang diatur dalam Pasal 54 ayat (13) PKB PLN.
Pasal 55 Jenis bantuan pemeliharaan kesehatan yang tidak ditanggung oleh perseroan, adalah: a. Biaya pengobatan penyakit yang timbul sebagai akibat dari perbuatan yang bersangkutan, antara lain: 1) Penyalahgunaan obat (narkoba); 2) Percobaan bunuh diri; b. Perawatan wajah untuk kecantikan (skin care) dan bedah plastik (kosmetik) yang bukan akibat kecelakaan dinas; c. Pemeliharaan kesehatan yang tidak termasuk standar prosedur perawatan baku (seperti terapi ozon dan lain-lain); d. Pengobatan penyakit AIDS disebabkan karena perbuatan amoral. Di dalam ketentuan Pasal 55 PKB PLN dijelaskan bahwa perusahaan tidak menanggung biaya yang timbul yang tidak ada kaitannya langsung dengan hubungan pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja atau tidak ada kaitannya dari hubungan kerja. Pihak tenaga kerja sendiri yang menanggung segala biaya tersebut tanpa melibatkan pihak perusahaan untuk menanggung beban dari biaya yang dikeluarkan tenaga kerja. Jika dilihat ada persamaan jenis-jenis penyakit yang tidak ditanggung seperti yang tercantum pada ketentuan yang ada di dalam PKB PT.PLN dengan pelayanan kesehatan yang tercantum dalam paket dasar yang ada pada UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Iman Soepomo dalam bukunya Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Buruh) membagi jenis-jenis kesehatan JPK Paket Dasar antara lain; 1. Penyakit AIDS; 2. Penyakit kelamin; Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
3. Penyakit kanker; 4. Cuci darah (haemodialisa); 5. Akibat alkohol/narkotika; 6. Pemeriksaaan super spesialistik; 7. Kelainan Genetik. Semua jenis-jenis penyakit yang diatas merupakan jenis penyakit yang bukan timbul dari hubungan kerja. Jenis penyakit itu dapat timbul dari faktor lingkungan, pola hidup, maupun dari faktor keturunan dari tenaga kerja itu sendiri. Sehingga menurut ketentuan yang mengatur di dalam PKB PLN maupun UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek, bahwa tenaga kerja/keluarganya yang menanggung beban biaya seluruhnya tanpa ada bantuan dari perusahaan tersebut.
Pasal 56 1. Dalam hal terjadi kondisi darurat/darurat gawat yang menyebabkan suatu keadaan yang memerlukan pemeriksaan dan apabila tidak segera dilakukan tindakan akan menyebabkan hal yang fatal bagi jiwa penderita, pengobatan dan atau perawatan dapat dilaksanakan di rumah sakit terdekat. 2. Kriteria darurat/ darurat gawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. Sakit atau cedera serius karena kecelakaan termasuk Kecelakaan Dinas, kecelakaan lalulintas dan kecelakaan dalam rumah tangga; b. Serangan jantung; c. Distress pernafasan termasuk serangan asma menetap (status asthamaticus), tenggelam, benda asing dalam saluran pernafasan; d. Pendarahan hebat termasuk pendarahan pada kehamilan; e. Kejang-kejang termasuk epilepsi; f. Muntah berak; g. Kehilangan kesadaran termasuk koma, hematikum, diabetikum; h. Demam tinggi (39 derajat cecius ke atas ); i. Stroke; j. Digigt binatang buas dan atau berbisa; k. Gangguan jiwa dalam keadaan gaduh gelisah. 3. Tindakan dalam kondisi darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus segera dilaporkan secara tertulis kepada Perseroan dalam waktu 2x24 jam (tidak termasuk hari libur resmi dan hari besar)
disertai dengan keterangan tertulis dari dokter yang merawat tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyakit yang diderita, kecuali kondisi pasien tidak memungkinkannya. Menurut ketentuan Pasal 56 PKB PLN, bahwa tenaga kerja atau peserta jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dirawat di rumah sakit yang tidak dilanggan oleh PT.PLN apabila tenaga kerja/keluarga tenaga kerja sakit dan memerlukan pertolongan yang cepat dari pihak rumah sakit untuk memeriksakan kesehatan tenaga kerja/keluarga tenaga kerja tersebut. Pihak perusahaan bertanggung jawab akan kejadian atau keadaan darurat seperti ini. Biaya yang di keluarkan oleh tenaga kerja ditanggung sepenuhnya oleh pihak perusahaan bila tenaga kerja/keluarga tenaga kerja selaku peserta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan cepat melaporkan kepada pihak perusahaan. Pihak tenaga kerja menjelaskan secara tertulis alasan tenaga kerja/keluarga tidak menggunakan fasilitas rumah sakit yang dilanggan PT.PLN. Kebijakan/ketentuan yang ada di dalam perjanjian kerja bersama sangat baik, karena bisa saja terjadi keadaan yang mengharuskan pekerja atau keluarganya dirawat di Rumah Sakit yang tidak dilanggan oleh PT.PLN sebagai penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan. Pasal 58 1. Perseroan memberikan bantuan kacamata kepada pegawai, berdasarkan rekomendasi dokter yang mengharuskan menggunakan kacamata. 2. Bantuan kacamata sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas: a. Lensa dan bingkai kacamata yang diberikan untuk pertama dengan dioptri lensa paling sedikit minus 0,50 (nol koma lima puluh) atau plus 0,50 (nol koma lima); atau b. Penggantian lensa kacamata diberikan dalam hal dioptri lensa berubah paling sedikit 0,25 (nol koma dua puluh lima); atau c. Penggantian bingkai kacamata diberikan dalam hal Pegawai yang bersangkutan telah menerima bantuan bingkai kacamata yang terakhir paling sedikit selama 3 (tiga) tahun. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
3. Bantuan kacamata diberikan dalam bentuk uang yang besarnya ditetapkan sebagai berikut: a. Lensa kacamata dan bingkai kacamata sebesar Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah); b. Penggatian lensa kacamata sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah); c. Penggatian bingkai kacamata sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah). 4. Pegawai yang diberhentikan dengan sebagai Pegawai dengan hak pensiun, dapat di berikan bantuan kacamata 1 (satu) kali selama pensiun. PT.PLN selaku penyelenggara dalam Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri yang lebih baik dari paket dasar pemeliharaan kesehatan dari UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek juga mengatur masalah pemberian kacamata bagi tenaga kerja. Bantuan pemberian kacamata ini diberikan untuk menunjang aktivitas dan produktivitas dari tenaga kerja itu sendiri. Pasal 58 PKB PLN telah mengatur jangka waktu dari penggantian bingkai kacamata dan lensa kacamata yang diberikan bagi tenaga kerja. Jadi tenaga kerja tidak dapat dengan sesukanya dapat menganti kacamata tersebut jika belum waktunya untuk melakukan penggantian kacamata tersebut. Bagi tenaga kerja yang telah pensiun, perusahaan masih tetap memberikan fasilitas kacamata. Fasilitas itu diberikan hanya sekali kepada tenaga kerja yang telah pensiun. Menurut Penulis dari penelitian di PT.PLN, Perjanjian Kerja Bersama yang ada pada PT.PLN telah mengatur ketentuan-ketentuan bagi tenaga kerja maupun keluarga tenaga kerja dalam jaminan pemeliharaan kesehatan. Semua telah diatur mulai dari hal-hal kecil sampai kondisi gawat pada kesehatan tenaga kerja. Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PLN.
Karyawan yang bekerja pada perusahaan tersebut merasa puas dengan fasilitas pelayanan yang di berikan PT.PLN maupun dengan pihak ketiga yaitu Rumah Sakit, Klinik, Apotik dan Optik. 44 PT.PLN tidak memunggut biaya iuran untuk biaya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Perusahaan tersebut yang menanggung semua biaya yang dikeluarkan. Semua itu sebagai tanda penghargaan bagi tenaga kerja yang telah bekerja dan mengabdi untuk perusahaan tersebut, sekaligus memberi ketentraman bagi tenaga kerja/keluarga tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan. Perjanjian Kerja Bersama antara perusahaan dan serikat pekerja berlaku selama 2 tahun. Kemudian PKB PLN tersebut diperbaharui lagi antara perusahaan dan serikat pekerja untuk membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kerja. Menjadi dasar hukum pembuatan Perjanjian Kerja Bersama antara PT.PLN dan Tenaga Kerja yang diwakili oleh Serikat Pekerja ini adalah; 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang persetujuan Konvensi ILO mengenai berlakunya dasar-dasar dan hak untuk berogarnisasi dan untuk berunding bersama. 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. 4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
44
Pendapat para Karyawan PT.PLN Mengenai Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri di PT.PLN. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang PT.Perusahaan Listrik Negara (Persero). 9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2001. 10. Keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Nomor
KEP.48/MEN/IV/2004 tentang Tata Cara Pembuatan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama. 11. Surat
Edaran
Menteri
SE.13/MEN/SD-HK/I/2005
Tenaga
Kerja
tanggal 7
dan
Transmigrasi
Januari 2005
tentang
Nomor: Putusan
Mahkamah Konstitusi R.I. atas Hak Uji Material UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD Negara R.I. tahun 1945.
B. Hak Dan Kewajiban Badan Penyelenggara Pelaksana JPK Secara Mandiri Untuk melaksanakan pemberian jaminan pemeliharaan kesehatan badan penyelenggara wajib memberikan kepada setiap anggota, yaitu; 1. Kartu pemeliharaan kesehatan. 2. Keterangan yang diketahui peserta menangani paket pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan. 45
45
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 141.
Tenaga kerja yang berkeluarga sebagai peserta dalam pemeliharaan kesehatan sebagai pelayanan kesehatan, berdasarkan ketentuan Pasal 38 PP Nomor 83 Tahun 2000 tentang perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek. 46 1) Tenaga kerja atau suami atau istri atau anak dapat memiliki pelaksana pelayanan kesehatan yang ditunjukkan oleh badan penyelenggara. 2) Dalam hal tertentu yang ditetapkan oleh menteri, tenaga kerja atau suami atau istri atau anak dapat memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan di luar pelaksana pelayanan kesehatan sebagai di maksud dalam ayat (1). 3) Untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tenaga kerja atau suami atau anak harus menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. Pelaksanaan program jaminan pemeliharaan kesehatan tidak lain adalah untuk menjaga kesehatan kerja. Bahwa terhadap dilaksanakannya aturan-aturan mengenai kesehatan kerja, yang bertanggung jawab adalah majikan. 47 Jenis pelayanan kesehatan yang dapat di peroleh melalui program JPK: 1. Pelayanan dari dokter umum dan dokter gigi Dokter umum dan dokter gigi bisa anda pilih sendiri sesuai dengan fasilitas yang ditunjuk sebagai dokter keluarga. 2. Obat-obat dan penunjang diagnostik Obat-obatan diberikan sesuai kebutuhan medis, dengan standar obat JPK Jamsostek dan penunjang diagnostik sesuai ketentuan. 3. Pelayanan kesejahteraan ibu dan anak Berupa pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, Polio), pelayanan KB (IUB, vasektomi, tubektomi, suntik) 46
Indonesia (b), PP Nomor 83 Tahun 2000 tentang Perubahan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 83. 47 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Buruh), (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986), hal 131. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
4. Pelayanan dokter spesialis Untuk ke dokter spesialis, anda harus membawa surat rujukan dari dokter PPK tingkat I yang tunjuk. 5. Rawat inap Bila diperlukan rawat inap, JPK menyediakan fasilitas rumah sakit yang telah ditunjuk. 6. Pelayanan persalinan Berlaku untuk pelayanan persalinan pertama sampai persalinan ketiga saja, bagi tenaga kerja berkeluarga. Hak PT.PLN (persero) terhadap pihak ke tiga yaitu PT. PLN
dapat
menuntut fasilitas pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit kepada tenaga kerja yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang telah di perjanjikan dalam perjanjian kerjasama yang telah disepakati antara Rumah Sakit dan PT.PLN. PT.PLN (persero) melakukan kerjasama dengan banyak rumah sakit, dengan berbagai apotik dan optik, misalnya dengan; RS.Santa Elisabet, RS.Gleneagles, RS.Tembakau Deli, RS.Haji Medan, RS.Mongonsidi, RS.Herna, RS.Martha Friska, RSJ.Mahoni, Apotik Natasha, Apotik Rita Farma, Apotik Kimia Farma, Apotik Gino Farma, Apotik Okarlin, Optik Amerika dan Optik Surya. Misalnya di dalam perjanjian kerjasama antara PT.PLN dengan salah satu penyedia pelayanan kesehatan bagi pegawai dan pensiunan beserta keluarga tenaga kerja telah diatur kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang diatur didalam perjanjian kerjasama diantara kedua belah pihak.
Di dalam perjanjian kerjasama antara PT.PLN dengan salah satu penyedia jasa pelayanan kesehatan, PT.PLN dapat melakukan pemutusan perjanjian apabila penyedia jasa pelayanan kesehatan tidak dapat memberikan pelayanan sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan didalam perjanjian kerjasama Hal ini diatur dalam pasal 9 ayat (1) Perjanjian Kerjasama antara PT.PLN dengan Pihak penyedia fasilitas kesehatan yang menyebutkan bahwa; Dalam hal terjadi pelanggaran atau tidak dipenuhinya ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian ini, maka PIHAK PERTAMA berhak memutuskan perjanjian ini secara sepihak, dan kedua belah pihak sepakat untuk tidak menggunakan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 kitab UndangUndang Hukum Perdata. Kewajiban PT.PLN sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan kepada seluruh tenaga kerja yang terdaftar di perusahaan tersebut adalah PT.PLN bertanggung jawab atas biaya yang ditimbulkan akibat dari penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan tetapi, harus sesuai dengan prosedur/ketentuan yang berlaku yang ada di dalam PKB PT.PLN. Perusahaan menanggung seluruhnya segala biaya yang timbul apabila sesuai dengan prosedur yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara pekerja yang di wakili oleh serikat pekerja perusahaan dan pihak perusahaan sendiri. Untuk mendapatkan fasilitas dari perusahaan tersebut maka tenaga kerja tersebut harus telah diangkat oleh pejabat terkait yang sesuai dengan syarat ketentuan di PT.PLN (persero). Tenaga kerja tersebut sudah sah menjadi tenaga kerja pada perusahaan tersebut sehingga secara otomatis tenaga kerja tersebut
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
mendapat fasilitas jaminan peliharaan kesehatan sesuai dengan yang diatur di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). 48 Tenaga kerja Outsourcing yang bekerja pada PT.PLN tidak mendapat jaminan pemeliharaan kesehatan yang ada di PT.PLN. Perusahaan tidak bertanggung jawab atas kesehatan tenaga kerja outsourcing tersebut. Pihak penyalur bagi tenaga kerja tersebut yang bertanggung jawab atas kesehatan maupun jaminan kesehatan tenaga kerja yang bekerja pada PT.PLN. PT.PLN tidak mengikutsertakan tenaga kerja outsourcing pada Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang ada pada perusahaan tersebut. Tenaga kerja outsourcing di daftarkan oleh pihak penyalur ke Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diselenggarakan oleh PT.Jamsostek. 49 Pasal 54 dalam perjanjian kerja bersama telah diatur prosedur dan ketentuan yang mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan yaitu; 1. Pegawai, keluarga pegawai (istri/suami dan anak yang memenuhi syarat) yang terdaftar dan diakui di Perseroan berhak mendapatkan bantuan pemeliharaan kesehatan. 2. batas usia anak yang diberikan pemeliharaan kesehatan adalah 25 (dua puluh lima) tahun dengan ketentuan tidak/belum pernah kawin dan atau tidak mempunyai penghasilan sendiri dan atau masih tanggungan pegawai. Untuk mendapatkan fasilitas tersebut maka tenaga kerja tersebut harus mendaftarkan anggota keluarganya ke PT.PLN sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku pada perusahaan tersebut. Jika suami/isteri pekerja ingin didaftarkan maka 48
Wawancara dengan Abdul Aziz. S.H, Pegawai PT.PLN Bag.Humas dilaksanakan pada hari Selasa tgl 8 September 2009. 49 Wawancara dengan Jhon Sabam, Karyawan Outsourcing di PT.PLN dilaksanakan pada hari Selasa tgl 7 November 2009.
suami/ isteri tersebut harus yang sah dan diakui oleh hukum dan dilengkapi dengan surat nikah. Anak mendapatkan fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan dan dapat didaftarkan pada perusahaan tersebut dengan membawa akta kelahiran dan surat kelahiran dari rumah sakit. PT.PLN (persero) mengizinkan bagi tenaga kerja untuk mengadopsi anak. Pada ketentuan yang ada di dalam PKB bahwa perusahaan menanggung sebanyak 3 (tiga) orang anak, tetapi di dalam 3 (tiga) orang anak itu hanya diperbolehkan 1 (satu) orang anak adopsi yang telah sah diadopsi oleh tenaga kerja untuk mendapatkan fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan. Hanya 1 (satu) orang dari maksimal 3 (tiga) orang anak yang ditanggung bagi setiap tenaga kerja untuk mendapatkan fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan. Lebih dari ketentuan yang diatur pada ketentuan perusahaan maka anak angkat tersebut tidak mendapat fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan dari PT.PLN. Tenaga kerja harus mendapat persetujuan untuk mengadopsi anak dari negara bahwa tenaga kerja tersebut berhak untuk merawat dan membesarkan anak tersebut. Bila pegawai/keluarga dari tenaga kerja tersebut sakit atau harus dirawat di Rumah Sakit maka pegawai tersebut/keluarganya harus melaporkan kepada bagian pelayan kesehatan di PT.PLN dan meminta surat pengantar berobat ke dokter, RS, klinik yang dituju. Jika ternyata penyakit yang diderita pasien cukup parah dan atau fasilitas peralatan medis tidak ada di unit setempat. Pasien/keluarga pasien dapat mengkoordinasikannya kepada dokter yang telah disiapkan perusahaan untuk mendapatkan rumah sakit yang terbaik atau dokter di luar dari unit tersebut Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
/daerah. Dokter kordinator menyampaikan kepada direksi pekerjaan atau tenaga kerja yang mengatur mengenai masalah jaminan kesehatan yang ditunjuk oleh General Manager di PT.PLN untuk mendapatkan rekomendasi berobat ketempat lain, misalnya tenaga kerja tersebut bekerja di unit yang bertempat di Medan. Rumah Sakit di Medan tidak dapat menyediakan fasilitas untuk menunjang kesembuhan
tenaga
kerja
maka
tenaga
kerja
tersebut
dirujuk
atau
direkomendasikan ke tempat lain yang menyediakan fasilitas yang dibutuhkan pasien tersebut misalnya ke unit yang berada di Jakarta bila di dalam negeri. Bila mengharuskan pegawai/keluarga di rawat ke Luar Negeri, harus mendapatkan persetujuan dari kantor pusat/direksi PT.PLN, biaya perobatan ditanggung PT.PLN secara keseluruhan. Bila pegawai/tenaga kerja pergi untuk berobat belum mendapatkan izin dari kantor pusat/direksi PT.PLN maka perusahaan hanya menanggung 50% dari biaya perobatan yang dikeluarkan oleh si pasien. Biaya perobatan ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan bila tenaga kerja maupun keluarga tenaga kerja menggunakan fasilitas JPK di perusahaan tersebut. Jika sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku di perusahaan itu. Perusahaan juga menanggung biaya perjalanan satu orang yang mengantar yang telah ditunjuk oleh pasien. Perusahaan memberikan fasilitas kepada orang yang mengantarkan pasien ke rumah sakit. Orang itu mendapatkan fasilitas perjalanan dan biaya yang dikeluarkan orang tersebut ditanggung seluruhnya oleh perusahaan selama masih berhubungan dengan pasien.
C. Kepersertaan Pegawai/ Karyawan PT.PLN Dalam JPK Secara Mandiri
PT.PLN memiliki karyawan 200 orang pada kantor wilayah dan 1.500 orang pegawai suluruh kantor wilayah dan 1.000 orang pensiunan. Kebijakan pada PT.PLN bahwa setiap tenaga kerja yang telah diangkat oleh pejabat yang terkait dan sesuai dengan ketentuan pada perusahaan tersebut maka tenaga kerja tersebut secara otomatis mendapat pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan yang diadakan pada perusahaan tersebut. 50 Untuk mendapatkan fasilitas tersebut maka tenaga kerja tersebut harus mendaftarkan anggota keluarganya ke PT.PLN sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku pada perusahaan tersebut hal ini diatur pada Pasal 54 PKB (Perjanjian Kerja Bersama) PT.PLN. Jika suami/isteri pekerja ingin didaftarkan maka suami/isteri tersebut harus yang sah dan diakui oleh hukum dan di lengkapi dengan surat nikah. Anak mendapatkan fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan dan dapat didaftarkan pada perusahaan tersebut dengan membawa akta kelahiran dan surat kelahiran dari rumah sakit. Pada ketentuan yang berlaku pada Perjanjian Kerja Bersama bahwa batas anak mendapat diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan sampai batas usia 25 tahun dengan cacatan jika si anak melanjutkan ke perguruan tinggi, bila si anak tidak melanjutkan ke perguruan tinggi maka batas anak mendapatkan jaminan pemeliharaan kesehatan tersebut hanya sampai usia 21 tahun. 51 PT.PLN (persero) mengizinkan bagi tenaga kerja untuk mengadopsi anak, tetapi hanya 1 (satu) orang bagi setiap tenaga kerja untuk mendapatkan fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan. Jika lebih dari ketentuan yang diatur pada 50
Wawancara dengan Abdul Aziz. S.H, Pegawai PT.PLN Bag.Humas dilaksanakan pada hari Selasa tgl 8 September 2009. 51 Wawancara dengan Rusliadi, karyawan PT.PLN Bag.ADM/ SDM. Dilaksanakan pada hari Selasa 27 Oktober 2009. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
ketentuan perusahaan maka anak angkat tersebut tidak mendapat fasilitas jaminan pemeliharaan kesehatan dari PT.PLN. PT.PLN belum mendaftar sebagai peserta Jamsostek karena sudah memberikan program perlindungan terhadap pekerjanya dengan dikelola sendiri. Bahkan, ada anggapan bahwa BUMN sebagai perusahaan milik negara tidak perlu tunduk pada peraturan ketenagakerjaan, termasuk peraturan tentang jaminan sosial, meski berlaku secara nasional. Dalam UU No. 3/1992 tentang Jamsostek sudah jelas disebutkan program ini kepesertaannya bersifat wajib dan diselenggarakan oleh PT Jamsostek dan jika perusahaan atau BUMN memiliki plan yang sama, harus dilakukan penyesuaian atau integrasi. Apabila ada kerja sama yang dilakukan BUMN dengan asuransi swasta
mempunyai
manfaat
yang
lebih
baik
dibandingkan
dengan
penyelenggaraan Jamsostek, manfaat yang diterima oleh karyawan tidak boleh dikurangi. PT.PLN belum mengikuti program Jaminan kesehatan tenaga kerja karena dengan alasan sudah mengikuti program lain dan belum dianggarkan untuk pembayaran iuran Jamsostek. Manajemen PLN juga menganggap pembayaran premi kepada Jamsostek merupakan sebuah beban terhadap biaya pekerja dan bukan
merupakan
upaya
perlindungan
kepada
pekerja
yang
sekaligus
meningkatkan produktivitas di dalam bekerja. 52 PT.PLN melakukan pengelolaan pemeliharaan kesehatan karyawan mereka diserahkan kepada pihak ketiga, tetapi dikelola sendiri dengan bervariasi sistem pemberian jaminan. Ada BUMN yang memberikan jaminan kesehatan
52
http://bulletinbag.blogspot.com/2009/08/21-bumn-belum-ikut-jamsostek.html
dalam bentuk tunai, ada yang dalam bentuk penggantian sesuai kuitansi dan juga sebagian membentuk yayasan berdasarkan asuransi sosial atau komersial. Ada lima faktor mengapa program Jamsostek kurang berkembang : (1) Konsep Jamsostek belum tuntas secara komprehensif merangkum makna martabat dan kualitas hidup manusia yang paripurna seperti termaktub dalam Konstitusi WHO(1948) Konstitusi WHO (1948): “Health is not merely an absence of illness but a state of physical mental and social well-being”, yang merepresentasikan secara paripurna kualitas sumber daya manusia dan, yang terutama, belum menerapkan sistem berkeadilan seperti subsidi silang dari kalangan kaya kepada kaum miskin;(2) dukungan masyarakat yang belum mantap karena tradisi masyarakat yang terbiasa dengan sistem pembayaran tunai termasuk untuk pembiayaan kesehatan;(3) dukungan aparat yang lemah, terbukti dari rendahnya sosialisasi dari aparat pemerintah yang baik melalui media atau struktur jaringan pemerintahan;(4) rendahnya partisipasi masyarakat akibat sosialisasi yang kurang dan belenggu tradisi pembayaran tunai. Singkat kata, cakupan Jamsostek masih sangat terbatas dalam memayungi kalangan pekerja yang ada dan itu pun sebatas di perkotaan dan belum banyak merengkuh penduduk pedesaan yang justru merupakan mayoritas penduduk Indonesia. 53
D. Pelaksanaan Paket Pelayanan Kesehatan Setiap pekerja/buruh yang menderita selama bekerja, berhak mendapatkan biaya pengobatan, biaya rehabilitasi, biaya pengangkutan dari tempat kerja ke rumah sakit dan dari rumah sakit atau tempat kerja ke rumahnya, serta santunan 53
http://nursalam.multiply.com/journal/item/27/Opini_Jamsostek Plus_Kenapa_Harus
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
bila pekerja/buruh yang bersangkutan sementara tidak mampu bekerja. Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diberikan kepada pekerja/buruh dan anggota keluarganya maksimum tiga orang anak. Hal ini diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT.PLN (persero). Pada Pasal 54 PKB telah mengatur paket dari pelayanan kesehatan misalnya; peserta dari jaminan kesehatan dapat melakukan pemeriksaan dan pengobatan dapat dilakukan disarana pelayanan kesehatan milik pemerintah atau milik swasta terdiri dari dokter, rumah sakit, laboratorium, dan apotik. Untuk memudahkan pelayanan kesehatan perusahaan telah melanggan dokter, rumah sakit, laboratorium, dan apotik. Jenis bantuan pemeliharaan kesehatan yang ditanggung oleh Perseroan, terdiri atas: 1. Rawat jalan; 2. Rawat inap; 3. Pemeriksaan kehamilan; 4. Pertolongan persalinan sampai anak ketiga; 5. Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan untuk peneguhan diagnosa. Pemeliharaan kesehatan ini meliputi pelayanan medis dan pemberian obatobatan bagi pekerja/buruh dan bagi anggota keluarganya yang menderita sakit, misalnya dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, obat-obatan, dan penunjang diagnostik
termasuk
pemeriksaan
kehamilan
dan
perawatan
persalinan.
Disamping pelayanan bersifat umum tersebut, terdapat pula pelayanan khusus yang hanya diberikan kepada pegawai, antara lain pelayanan kaca mata, gigi palsu, alat bantu dengar, kaki atau tangan palsu, dan mata palsu.
Adapun semua paket pelayanan yang ada di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di PT.PLN (Persero) telah melakukan kerjasama dengan pihakpihak Rumah Sakit antara lain: Rumah Sakit Santa Elisabet, RS Gleneagles, RS Tembakau Deli, RS.Martha Friska, RS.Herna, RS.Haji Medan, RS.Mongonsidi, RSJ.Mahoni, Apotik Kimia Farma, Apotik Gino Farma, Apotik Rita Farma, Apotik Okarlin, Optik Amerika, dan Optik Surya. Adapun standar paket pelayanan program JPK meliputi pelayanan khusus dan pelayanan gawat darurat. Berbeda dengan program lain dalam jaminan sosial, program JPK ini tidak memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk uang tunai (cash benefit), namun berbentuk pelayanan kesehatan. 54 JPK yang bisa membantu tenaga kerja dan keluarganya mengatasi masalah kesehatan. Mulai dari pencegahan, pelayanan di klinik kesehatan, rumah sakit, kebutuhan alat bantu peningkatan pengetahuan, dan pengobatan. Setiap tenaga kerja yang telah mengikuti program JPK akan diberikan kartu pemeliharaan kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Manfaat JPK bagi perusahaan adalah perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. Jenis pelayanan yang diberikan dalam program ini mulai dari dokter umum dan dokter gigi, obat-obatan diberikan sesuai medis, pelayanan kesejahteraan ibu dan anak, pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, dan polio), pelayanan KB (IUD, vasektomi, tubektomi, suntik), dan peleyanan dokter spesialis. 55
54
Jamsostek,”Empat Program Besar”, Media Indonesia, Selasa 5 Desember 2006, hlm 9. 55 Lembaga Penelitian UI, 2000, hlm. III 5-8. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
BAB IV KENDALA YANG DI HADAPI DALAM MELAKSANAKAN JPK SECARA MANDIRI
A. Kendala Dalam Pengurusan Perizinan Pelaksanaan JPK Secara Mandiri Pengawasan ketenagakerjaan diatur oleh undang-undang nomor 23 tahun 1948 tentang pengawasan perburuhan. Perburuhan ketenagakerjaan bertujuan untuk: 56 1. Mengawasi
berlakunya
undang-undang
dan
pengaturan
perburuhan
khususnya. 2. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan mengenai soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan (ketenaga-kerjaan) dalam arti seluas-luasnya, guna membuat undang-undang dan peraturan perburuhan. 3. Menjalankan pekerjaan lainnya yang diserahkan kepadanya dengan undangundang dan peraturan lainya. Dalam program jaminan sosial tenaga kerja, aspek pengawasan terhadap pengusaha yang dilakukan Pemerintah merupakan hal yang penting untuk penegakan
hukum.
Penegakan
hukumnya
berupa
pemantauan
terhadap
pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja melalui pengawasan. Hal ini dimaksudkan agar undang-undang itu berjalan efektif. Salah satu faktor yang sangat menentukan efektivitas penegakan hukum adalah sistem sanksi. 57 56
Imam Soepomo,Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan (Perlindungan Buruh), Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, h. 143.
Kerja
Ada tiga macam sanksi yang perlu difungsikan secara optimal dalam rangka penegakan hukum yakni sanksi yuridis, sanksi sosial dan sanksi spiritual. 58 Penegakan hukum yang dilakukan Pemerintah dalam rangka melindungi jaminan sosial tenaga kerja berhubungan dengan pemberian sanksi-snksi administratif. Pasal 30 Undang-undang 3 tahun 1992 mengatur pengenaan sanksi administratif bagi pengusaha, tenaga kerja dan badan penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini. Pasal 47 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyebutkan, bahwa sanksi administratifnya adalah pencabutan izin usaha. Adapun macam-macam sanksi administratif yang khas, yaitu yang dikenal dalam hukum administrasi: 59 1. Bestuursdwang (paksaan pemerintah); 2. Penarikan Kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (izin, pembayaran, subsidi); 3. Pengenaan denda adminitratif; 4. Pengenaan uang paksa oleh pemerintah. Penarikan kembali suatu keputusan (ketetapan) yang menguntungkan sebagai sebagai salah satu bentuk sanksi administratif didasarkan pada dua hal: 1. Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undang yang dikaitkan pada masalah izin, subsidi atau pembayaran.
57
Sukarton Marmosujono, Penegakan Hukum di Negara Pancasila, Pustaka Kartini, Jakarta, 1989, h. 20. 58 Ibid,. 59 Philipus M. Hadjon, et.al.,Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1993, h. 241. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
2. Yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap maka keputusan akan berlainan (misalnya: penolakan izin, dan sebagainya). Dengan sendirinya hampir dapat dipastikan bahwa apabila pemegang izin tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan syarat-syarat atau pembatasan yang dikaitkan pada izin, maka diambil tindakan dengan cara penarikan kembali keputusan
(ketetapan)
yang
dikeluarkan
atas
permohonan
pihak
yang
berkepentingan. Dalam hal ini ditetapkan secara teliti oleh pembuat undangundang. Dapat dinyatakan bahwa kemungkinan penarikan kembali di dalam halhal ini juga ada yang tanpa didasari undang-undang. Apabila pemberlakuan surut dikaitkan pada penarikan kembali (yang biasanya pada izin tidak ada artinya), tidak dapat lebih jauh daripada yang dapat dibenarkan dari tidak dipatuhinya syarat-syarat, peraturan perundang-undangan atau pembatasan-pembatasan. Bagi sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha, prosesnya dimulai dengan pemantauan terlebih dahulu. Pemantauan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan, namun dapat juga dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan, namun dapat juga dilakukan oleh tenaga kerja itu sendiri. Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan melakukan peninjauan ke tempat kerja, apabila mendapatkan pelenggaran dalam melaksanakan jaminan sosial tenaga kerja, maka Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan memberikan peringatan secara tertulis sebanyak tiga kali. Peringatan-peringatan itu jika diabaikan, maka pegawai pengawas ketenagakerjaan menginformasikan hal ini kepada instansi yang berwenang mengeluarkan izin usaha bagi perusahaan tersebut, untuk selanjutnya
dikenakan pencabutan izin usaha. Selain itu tenaga kerja sendiri dapat melaporkan ke Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan apabila ada pelanggaran pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja. Selanjutnya Pegawai Pengawas memberikan peringatan dan jika masih melanggar, instansi yang mengeluarkan izin usaha yang akan mencabut izin usaha sesuai dengan informasi yang diberikan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak Disnakertrans dilakukan dalam waktu 6 (enam) bulan sekali secara berkala untuk memeriksa apakah penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri telah dilakukan sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang harus lebih baik dari paket dasar dari program jaminan sosial tenaga kerja. Penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan yang dilaksanakan apabila tidak berjalan sesuai dengan ketentuan, maka pihak Disnakertrans dapat melakukan penyidikan dan pengawasan walaupun waktunya kurang dari 6 (enam) bulan dari semestinya untuk melakukan pengawasan. Bila ternyata pada perusahaan tersebut ada laporan dari tenaga kerja atau dari serikat pekerja paket jaminan kesehatan yang ditawarkan tidak sesuai dengan Permen No. 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jamsostek. 60 Kendala yang dihadapi perusahaan dalam hal mengurus izin yaitu harus ada surat rekomendasi dari tenaga kerja atau serikat pekerja yang mewakili tenaga kerja. Surat rekomendasi itu menandakan bahwa tenaga kerja menyetujui
60
Wawancara dengan Pardomuan Siregar, Pegawai Disnakertrans Bag. Pengawasan dan Penyidikan, dilaksanakan pada hari Senin tgl 9 November 2009. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
perusahaan tersebut untuk menyelenggarakan JPK Secara Mandiri yang lebih baik dari paket dasar yang ditawarkan oleh UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek. Selain itu perusahaan mengalami kendala dalam melaksanakan paket kesehatan yang ditawarkan dalam JPK Secara Mandiri. Paket kesehatan tersebut harus minimal sama dengan yang ditawarkan di dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek atau lebih baik dari paket kesehatan yang ditawarkan oleh undang-undang tersebut. Perusahaan harus melampirkan SIUP dari perusahaan tersebut dan perusahaan tersebut harus bebas dari gangguan perindustrian misalnya; bebas dari pencemaran lingkungan selama melaksanakan kegiatan perusahaan. Kendala-kendala
itu
yang
sangat
membebani
perusahaan
untuk
menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik dari paket dasar yang ditawarkan oleh UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek.
B. Kendala Dalam Pendataan Kepesertaan Kepesertaan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Secara Mandiri umumnya adalah peserta yang telah menjadi karyawan pada PT.PLN. Pegawai tersebut telah diangkat pejabat terkait sesuai dengan ketentuan PT.PLN tersebut. Pegawai tersebut bila telah menjadi karyawan pada perusahaan tersebut maka secara otomatis akan menjadi peserta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan dan dapat menggunakan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh perusahaan tersebut. Yang menjadi kendala yaitu apabila si tenaga kerja terlambat mendaftarkan suami/isteri dan anak dari tenaga kerja untuk paket jaminan
pemeliharaan kesehatan yang disediakan oleh perusahaan untuk suami/isteri dan anak pegawai. Suami/isteri dan anak tidak secara otomatis menjadi peserta JPK di perusahaan tersebut tenaga kerja harus mendaftarkan suami/isteri dan anak tenaga kerja tersebut pada bagian kepegawaian. Bila suami/isteri dan anak menderita penyakit dan si tenaga kerja belum mendaftarkan anggota keluarganya ke perusahaan, maka kesalahan tersebut terdapat pada tenaga kerja yang terlambat mendaftarkan anggota keluarganya menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan secara mandiri. Selain itu kesalahan terdapat pada tenaga kerja sendiri dalam mengisi biodata maupun alamat tenaga kerja kurang jelas sehingga menyulitkan proses pendataan peserta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan. Sehingga apabila tenaga kerja tersebut mendapat musibah atau menderita penyakit pada saat melaksanakan tugas pada saat maka pihak perusahaan mendapat kesulitan dalam menghubungi pihak keluarga dari tenaga kerja tersebut. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang menanggulangi risiko-risiko kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat tercipta karena jaminan kesehatan mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi berbagai risiko sosial ekonomi tersebut. Selain itu, jaminan kesehatan yang diselenggarakan dengan metode pendanaan akan memupuk dana yang akan menunjang pembiayaan pembangunan nasional.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
C. Kendala Dalam Pelaksanaan Paket Pelayanan Kesehatan Pada Pasal 4 Permen No 1. Tahun 1998 Tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik, menyatakan bahwa Paket jaminan pemeliharaan kesehatan dengan manfaat lebih baik daripada kesehatan dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang diberikan kepada tenaga kerja dan keluarganya sekurang-kurangnya meliputi: a. Rawat jalan tingkat pertama; b. Rawat jalan tingkat lanjutan; c. Rawat inap; d. Pemeriksaan kehamilan dan persalinan; e. Penunjang diagnostik; f. Pelayanan khusus dan; g. Gawat darurat. Jaminan pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatan produktivitas pekerja, sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya
kesehatan di
bidang
penyembuhan (kuratif).
Upaya
penyembuhan diperlukan setiap orang, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Manfaat JPK bagi perusahaan, yakni perusahaan dapat memiliki tenaga kerja yang sehat, dapat konsentrasi dalam bekerja sehingga lebih produktif. Di samping itu, pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan pekerja yang
meliputi
upaya
peningkatan
(promotif),
pencegahan
(preventif),
penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian,
diharapkan tercapainya derajat kesehatan pekerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan pemeliharaan kesehatan selain untuk pekerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya. Jaminan pemeliharaan kesehatan yang diberikan kepada tenaga kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas, sehingga dapat melaksanakan sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang pengembangan. Perusahaan yang menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dengan pelayanan yang lebih baik dari paket kesehatan dasar harus mampu memberikan minimal jaminan perlindungan dasar dari yang ada dalam UU No 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Sehingga
perusahaan
yang
menyelenggarakan
sendiri
pelayanan
kesehatannya harus mampu memberi fasilitas kesehatan yang terbaik bagi tenaga kerjanya. Adapun yang menjadi kendala yaitu dari pihak yang telah melakukan kerjasama antara perusahaan dengan pihak pemberi pelayanan kesehatan. Pihak perusahaan telah melakukan kerjasama dengan pihak rumah sakit, klinik, apotik dan optik untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja yang menderita penyakit maupun untuk memeriksakan kesehatan dirinya. Pihak Rumah Sakit yang telah melakukan kerjasama dengan perusahaan harus memberikan bantuan maupun fasilitas kesehatan sesuai dengan apa yang ada di dalam perjanjian bersama anatara kedua belah pihak yang menyangkut jaminan kesehatan bagi tenaga kerja. Sehingga pihak rumah sakit, klinik dan apotik memberi yang terbaik dan tidak merugikan antara pengusaha dan tenaga
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
kerja sebagai pengguna dari jaminan kesehatan yang ada pada perusahaan tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. PT.PLN sampai saat ini masih menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola secara mandiri dengan alasan lebih baik dari UU No 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek. Semua ini yang dilakukan oleh PT.PLN karena perusahaan tersebut memiliki tenaga kerja yang tersebar di seluruh Indonesia dan sebagian dari unit tenaga kerja tersebut berada di pelosok-pelosok daerah yang tidak terjangkau oleh pelayanan
PT.Jamsostek.
Faktor
itulah
yang
membuat
PT.PLN
melaksanakan JPK Secara Mandiri. Selain itu, karena faktor pekerjaan yang dilaksanakan tenaga kerja yang menanggung beban resiko yang cukup besar atas pekerjaan yang dilaksanakannya, sehingga perusahaan memberi kepastian atas jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Sehingga tenaga kerja yang bekerja tidak merasa khawatir atas pekerjaan yang dilaksanakan oleh pekerja karena perusahaan bertanggung jawab atas kesehatan dari setiap tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan tersebut. Atas faktor itulah PT.PLN menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Secara Mandiri untuk melindungi tenaga kerjanya yang bekerja pada perusahaan tersebut 2. Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada pada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat antara Serikat Pekerja dan PLN. PLN tidak memunggut biaya iuran Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
untuk biaya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Perusahaan tersebut menanggung semua biaya yang dikeluarkan. Semua itu sebagai tanda penghargaan bagi tenaga kerja yang telah bekerja dan mengabdi untuk perusahaan tersebut, sekaligus memberi ketentraman bagi tenaga kerja/keluarga tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan. Hak PT.PLN (persero) terhadap pihak ke tiga yang selaku penyedia pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit, Apotik dan Optik yaitu PT. PLN dapat menuntut fasilitas pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit kepada tenaga kerja yang tidak sesuai dengan standar pelayanan yang telah di perjanjikan dalam perjanjian kerjasama. Kewajiban PT.PLN sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan kepada seluruh tenaga kerja yang terdaftar di perusahaan tersebut adalah PT.PLN bertanggung jawab atas biaya yang ditimbulkan akibat dari penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan, tetapi harus sesuai dengan prosedur/ketentuan yang berlaku yang ada di dalam PKB PT.PLN. Perusahaan menanggung seluruhnya segala biaya yang timbul apabila sesuai dengan prosedur yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu antara pekerja yang di wakili oleh serikat pekerja perusahaan dan pihak perusahaan sendiri. Untuk mendapatkan fasilitas dari perusahaan tersebut maka tenaga kerja tersebut harus telah diangkat oleh pejabat terkait yang sesuai dengan syarat ketentuan di PT.PLN (persero). 3. Kendala yang dihadapi perusahaan dalam hal mengurus izin yaitu harus ada surat rekomendasi dari tenaga kerja atau serikat pekerja yang mewakili tenaga kerja. Surat rekomendasi itu menandakan bahwa tenaga kerja
menyetujui perusahaan tersebut untuk menyelenggarakan JPK Secara Mandiri. Selain itu perusahaan mengalami kendala dalam melaksanakan paket kesehatan yang ditawarkan dalam JPK Secara Mandiri. Paket kesehatan tersebut harus minimal sama dengan yang ditawarkan di dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek atau lebih baik dari paket kesehatan yang ditawarkan oleh undang-undang tersebut. Kendala datang dari tenaga kerja sendiri, misalnya; Tenaga kerja lupa mendaftarkan keluarganya menjadi peserta JPK di perusahaan itu. Selain itu kesalahan terdapat pada tenaga kerja sendiri dalam mengisi biodata maupun alamat tenaga kerja kurang jelas, sehingga menyulitkan proses pendataan peserta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan.
B. Saran Berkaitan dengan pembahasan pada bab-bab terdahulu, Penulis mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut yang dapat terwujud. 1. Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan merupakan salah satu hak dari setiap tenaga kerja/buruh yang harus lebih diefektifkan dan dioptimalkan, baik melalui Jamsostek maupun secara mandiri yang dikelola lebih baik dari paket dasar yang ada pada UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek, sehingga dapat memaksimalkan kinerja perusahaan tersebut. Selain itu pelaksanaannya harus lebih merata karena masih banyak pekerja di daerah-daerah dan perusahaan-perusahaan yang belum tersentuh Program JPK.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
2. PT.PLN (persero) merupakan salah satu pelaksana dari Program Jaminan Kesehatan Secara Mandiri yang dikelola lebih baik dari UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek hendaknya terus meningkatkan kualitas dan profesionalisme dalam mengelola jaminan pemeliharaan kesehatan dengan tenaga kerja maupun dengan pihak ketiga. 3. Perlu diadakan sosialisasi bagi tenaga kerja tentang manfaat dari jaminan pemeliharaan kesehatan untuk mendaftarkan anggota keluarganya sesuai dengan ketentuan yang diatur didalam perjanjian kerja bersama (PKB) PLN yang ada pada perusahan itu untuk menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan di perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Achmad, Sylvia dan Thabrany, Hasbullah. 2002. A Decade of JPK Jamsostek : Trend In Membership and Utilization, Makalah A Decade of JPK Jamsostek Trend in Membership and Utilitation pada acara Asia Pacific Summit. Jakarta: Horison Hotel. Babcoks, Philip. 1993. A Merriam Webster’s Third New International Dictionary of the English Language un a Bridged. U.S.A: Merriam Webster inc, publishers, Springfield, Massa Chusetts. Effendi, A. Masyhur. 1994. Hak Asasi Manusi, Dimensi Dinamika dalam Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia. Fahroni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hadjon M., Philipus. 1987. Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu. _______________. 1993. et.al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. ILO. 2003. Social Security and Coverage for All : Restructuring the Social Security Scheme in Indonesia-Issues and Options, International Labour Organization. Jakarta. Kansil, C.S.T. 1997. Pokok-Pokok Hukum Jamsostek. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Kertonegoro ,Sentanoe. 1982. Jaminan Sosial : Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia. Jakarta: Mutiara. Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.
__________________. 1998. Sistem Penyelenggaraan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja-Isu Privatisasi Jaminan Sosial. Jakarta: Yayasan Tenaga Kerja Indonesia. Magnis Suseno, Frans. 1999. Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Modern. Jakarta: Gramedia, Pustaka Utama. Marmosujono, Sukarton. 1989. Penegakan Hukum di Negara Pancasila. Jakarta: Pustaka Kartini. Poerwadarminta, W J S. 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. 2005. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Purwoko, Bambang. 1999. Towards A Social Security Reform : The Indonesian Case, Jamsostek. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Soepomo, Imam. 2003. Pengantar Hukum Perburuhan. Jakarta: Penerbit Djambatan. ______________.
1992.
Hukum
Perburuhan
Bidang
Kesehatan
Kerja
(Perlindungan Buruh). Jakarta: Pradnya Paramita. Suryandono, Widodo. 2005. Jaminan Sosial. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika. Wijayanti, Asri. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar Grafika.
B. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Republik
Indonesia.
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2000 tentang Perubahan Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Republik Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Lebih Baik dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Omri Yustiano Gea : Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Secara Mandiri di PT.PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Ditinjau Dari UU NO. 3 TAHUN 1992 Tentang Jamsostek, 2010.