JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 7 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2014
ANALISA HUKUM TERHADAP TINDAKAN PENGGELAPAN KENDARAAN RODA DUA DI PERUSAHAAN LEASING PT MEGA CENTRAL FINANCE OLEH KONSUMEN MENURUT PASAL 372 DAN 374 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (Studi Kasus di PT. Mega Central Finance Samarinda) Ary Subiantara1 (
[email protected]) Ivan zairani Lisi2 (
[email protected]) Nur Arifudin3 (
[email protected]) Abstrak PT Mega Central Finance adalah salah satu lembaga pembiayaan yang memberikan layanan untuk kredit kendaraan roda dua dengan uang muka terjangkau dengan ksepakatan perikatan berupa perjanjian yang baik. didalam pelaksanaannya banyak konsumen menunggak angsuran bahkan melakukan penggelapan dengan melanggar aturan perjanjian sebelumnya. Landasan teoritis yang digunakan adalah teori perjanjian secara umum, hak dan kewajiban, tindak pidana penggelapan, penggelapan dengan pemberataan serta pasal 372 dan 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Hasilnya menunjukkan bahwa konsumen melakukan penggelapan pada PT Mega Central dan masuk sebagai ketentuan umum yang di atur pada pasal 372 KUHP tentang Penggelapan. lemahnya tim survey pada perusahaan leasing apakan calon konsumen tersebut layak dan dapat di percaya untuk melakukan sebuah perjanjian pada lembaga pembiayaan atau tidak. Para pihak dalam melaksanakan perjanjian didasarkan prinsip kepercayaan adalah sah, akan tetapi secara umum pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku yang ditetapkan sesuai syarat dan prosedur perusahaan apakah sesuai kriteria atau tidak. Tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh konsumen terkadang tidak sampai pada kepolisian untuk di bawa ke pengadilan dengan laporan tindak pidana penggelapan, melainkan hanya eksekusi secara langsung atau secara eksekutorial atas dasar melanggar perjanjian lembaga pembiayaan. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahawasanya pihak Leasing enggan menerapkan unsur pidana pasal 372 tentang penggelapan yang dilakukan oleh konsumen melainkan hanya pasal 29 Jaminan Fidusia secara umum konsumen yang melakukan tindakan penggelapan dapat dipidana guna memberikan efek jera. Kata kunci : Analisa Hukum, Pelaku Usaha, Konsumen
1 2 3
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
A.
PENDAHULUAN Semakin banyaknya kebutuhan yang di butuhkan setiap manusia semakin berat pula tanggungan yang dihadapi setiap individu dengan dihadapkan dengan keperluan-keperluan luar dan dalam menjadi hal yang mendasar dari beban hidup dan tuntutan perkembangan zaman yang semakin pesat, berkaitan dengan kebutuhan yang mendasar tersebut banyak perusahaan-perusahaan leasing yang bergerak di bidang pembiayaan seperti pada perusahaan leasing PT Mega Central Finance (MCF) perusahaan yang berdiri sejak tahun 2007 ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan, PT Mega Central Finance (MCF) memang sudah tak asing bagi setiap masyarakat khususnya di kota Samarinda, perusahaan pembiayaan ini bergerak di bidang perkreditan barang seperti memberikan jasa kredit pada sepeda motor. Perusahaan yang bergerak di bidang pembiayaan ini (MCF) memang memberikan kenyamanan untuk memfasilitasi setiap orang untuk memiliki suatu benda yang diinginkan tersebut, tetapi banyak beberapa oknum masyarakat yang memanfaatkan pembiayaan tersebut guna mengambil keuntungan salah satu pihak atau individu, seperti pada kasus penggelapan sepeda motor yang dilakukan oleh konsumen di perusahaan PT Mega Central Finance (MCF) dimana seseorang telah mangambil keuntungan dari perjanjian yang telah di sepakati dengan menyalahgunakan keringanan jasa pengkreditan sepeda motor untuk mengambil keuntungan pribadi atau individu lain seperti suruhan atau kerja sama dari pihak lain. Kasus yang dialami pada perusahaan leasing (MCF) ini memang sangat sulit di hindari dengan adanya banyak pihak yang terkait atau pun dengan datadata pribadi konsumen yang palsu atau berbeda-beda seperti contohnya atas nama dan seringnya konsumen berpidah-pindah tempat, hal inilah yang dapat memungkinkan terjadinya tindak pidana pada PT Mega Central Finance (MCF). Kasus tersebut sejauh ini sudah di lakukan sejak konsumen mulai menunggak berbulan-bulan dan kasus ini di tangani perusahaan leasing (MCF) secara berkala, sesuai dengan aturan yang diterapkan pihak leasing untuk melakukan eksekusi tersebut secara bertahap mengingat kasus tersebut sudah masuk pada tahap penggelapan. Adapun tahapan tersebut dari kolektor yang bertugas mengambil angsuran, ketika kolektor pertama tidak dapat memberikan kontribusinya maka 2
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) selama konsumen menunggak 1 (satu) bulan kolektor kedua yang bertugas menagih konsumen bermasalah tersebut, jika lepas maka kolektor ke 3 (tiga) yang bertugas menangani tunggakan 2 (dua) dan 3 (tiga) bulan angsuran konsumen jika ke tiga kolekor yang bertugas secara bertahap tersebut tidak dapat melakukannya, maka banyak pilihan yang dilakukan pihak PT Mega Central Finance (MCF) untuk mengambil jalur penyelesaian lain berupa laporan ke kepolisian, atau eksekusi langsung melalui pengadilan yang di lakukan secara lelang, terkadang hal tersebut tidak bias berlangsung baik atau sesuai keinginan di samping waktu yang memakan dan juga biaya yang harus dikeluarkan jika masuk keranah pengadilan, jalur yang tepat dilakukan pada perusahaan leasing biasanya mengambil jalan remedial/eksternal jika selama 6 bulan atau lebih motor di hilangkan atau bawa lari seperti digelapkan. Dampak hilangnya sepeda motor yang dikreditkan memang tidak seberapa bagi pihak perusahaan, tetapi bagi pihak karyawan dan pihak lain seperti pihak-pihak dari luar seperti remedial/eksternal yang bekerja seperti suruhan tidak bisa dipungkiri jika hal tersebut dilandasi dengan adanya kekerasan yang dialami pihak lain seperti konsumen, dampak kerugian bagi setiap karyawan memang menyita waktu dan pemotongan gaji untuk setiap karyawan jika terjadi hal penggelapan tersebut beserta insentif-insentif gaji yang langsung hangus untuk membayar kerugian tersebut hal ini berdampak sangat tidak baik jika dalam sebulan penggelapan yang dilakukan oleh konsumen semakin marak, semakin banyak kerugian yang dialami karyawan semakin banyak orang suruhan yang di pekerjakan tanpa kontrak kerja dengan bekerja secara tidak manusiawi, sedangkan jika sampai kekepolisian waktu dan laporan tersebut tidak berjalan sesuai keinginan, hal inilah yang terkadang menimbulkan perdebatan baik saling lapor antara pihak konsumen atau leasing ke pihak yang berwajib, karena di lapangan keputusan-keputusan yang di jalankan terkadang di luar jalur aturan yang mengikatnya sehingga pelaku maupun pihak leasing bebas menjalankan prakteknya, dari kekerasan yang dilakukan pihak eksekutorial dan juga pihak konsumen yang melakukan penggelapan dengan bebas berkliaran tanpa adanya hukuman yang di berikan yang terkandung dalam tindak pidana penggelapan,
3
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
Karena pelaku kerap di eksekusi secara langsung tanpa melihat aturan-aturan yang terkandung di dalam tindak pidana penggelapan tersebut. B.
PEMBAHASAN Analisa
hukum
terhadap
tindak
pidana
penggelapan
kendaraan
bermotor di PT. Mega Central Finance oleh konsumen menurut pasal 372 dan 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pengertian terhadap suatu perjanjian sebagai acuan yang mengikat antara kedua belah pihak mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, pengertian tersebut sesuai dalam Buku III KUH Perdata pasal 1313, dengan demikian hal yang mendasar untuk menyatakan kesepakatan antara kedua belah pihak sesuai peraturan yang tertulis di dalamnya pada perjanjian yang telah di buatkan untuk penjamin dengan maksud sebagai perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, ide-ide hukum menjadi kenyataan, dari hal itulah pentingnya sebuah undang-undang di perjelas keterkaitannya untuk sebuah kasus yang harusnya di tindak lanjuti, seperti pada kasus penggelapan yang di lakukan oleh konsumen dimana hal tersebut masih jauh dari sanksi yang tegas lemahnya suatu undangundang yang mengikat, dalam prakteknya pada lembaga pembiayaan jaminan fidusia sebagai perjanjian perikatannya di maksudkan untuk memberiakan perlindungan hukum dan sanksi yang jelas. Pada pasal 372 hal-hal yang menyangkut penggelapan tersebut lah yang kuat untuk menindak lanjuti kasus-kasus penggelapan yang terjadi di perusahaan leasing, tetapi ketentuan-ketentuan pada pasal 372 kurang mendapat respon yang positif karena lembaga pembiayaan kurang begitu berminat untuk memakai pasal tersebut terlebih pasal 372 sendiri ketentuan-ketentuannya di nilai kurang greget pasal 372 di sebutkan : “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
4
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”4 Dari hal tersebut di atas pasal 372 kurang mendapat respon karena sanksi yang dapat di pilih antara denda dan kurungan penjara di sebut di atas kurang mendapatkan perhatian dikarenakan adanya kata “atau” pada pasal tersebut dan juga denda yang di berikan tidak memiliki dampak terhadap efek jera karena sanksi dalam pasal tersebut bersifat alternatif artinya hakim dalam memberikan vonis harus memilih salah stau antara pidana penjara 4 tahun atau pidana denda Rp 900, sebaiknya bunyi pasal 372 ini disesuaikan dengan perkembangan zaman agar bisa berdampak pada efek jera terhadap pelaku penggelapan. Dari penjelasan pasal yang tertera terdahulu beberapa poin yang pasti di pertimbangkan pihak leasing tersebut inilah yang tidak dipilih lembaga pembiayaan karena ketentuan-ketentuan pada pasal tersebut masih lemah, terlebih waktu yang berbelit-belit dari pengadilan dan juga biaya yang harus dikeluarkan karena keuntungan dan kerugian banyak di perhitungkan di dalamnya. adapun pasal 29 Jaminan Fidusia yang lemah dalam eksekusi yang sebenarnya jika terjadi tindak pidana penggelapan karena pasal tersebut hanya mempunyai kekuatan hukum tetap dari ketentuan pengadilan dengan eksekusi secara langsung. Mengacu pada syarat dan ketentuan umum perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia dengan ketentuan debitor sepakat bahwa sebagaimana syarat dan ketentuan perjanjian maka kreditor untuk dan atas nama serta untuk kepentingan deditor akan menggunakan dana yang diperoleh dari pencairan fasilitas pembiayaan ini untuk pembayaran harga barang sebagaimana dimaksud pada pasal 1 perjanjian ini kepada penjual. Pencairan fasilitas pembiayaan
ini
dilakukan
setelah
debitor
memenuhi
semua
kewajiban
persyaratan pencairan fasilitas yang ditetapkan kreditor dan atau sebagaimana diwajibkan dalam perjanjian tersebut. kedudukan penerima fidusia adalah sebagai pemilik atas barang-barang yang difidusiakan, akan tetapi sekarang sudah diterima bahwa penerima fidusia hanya berkedudukan sebagai pemegang jaminan saja". Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
4
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab XXIV Pasal 372 (buku II) tentang Penggelapan
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
Fidusia (selanjutnya disingkat dengan UUJF) memberikan batasan dan pengertian fidusia sebagai pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan
pemilik
benda
(pemberi
fidusia).
Dikatakan
berdasarkan
kepercayaan, karena benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada di tangan atau di bawah penguasan pemilik benda, yaitu pihak yang berhutang debitor. Konstruksi fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang-barang bergerak kepunyaan debitor kepada kreditor sedangkan penguasaan fisik atas barang-barang tersebut tetap pada debitor (constitutum possesorium), dengan syarat bahwa bilamana debitor melunasi hutangnya maka kreditor harus mengembalikan hak milik atas barang-barang itu kepada kreditor. Lembaga jaminan fidusia memungkinkan kepada para pemberi fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Dalam hal ini yang "diserahkan hanyalah hak kepemilikan dari benda tersebut secara yuridis” atau yang dikenal dengan istilah constitutum possesorium.5 Pada awalnya, benda yang menjadi objek fidusia hanya terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk benda-benda dalam persediaan (inventory),
benda
dagangan, piutang, peralatan mesin dan
kendaraan bermotor. Namun dengan menyadari akan makin berkembangnya kebutuhan dunia usaha serta perlunya kepastian hukum bagi pihak kreditor yang memberikan pinjaman, maka melalui Undang undang Jaminan Fidusia ini Pemerintah Indonesia mencoba merangkum seluruh kebutuhan akan pranata jaminan yang tidak ter-cover oleh pranata yang telah diatur dalam hukum positif (sebelum berlakunya UUJF) ke dalam UUJF. Hal ini dapat dilihat dalam UUJF dimana objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang sangat luas yang meliputi tidak hanya benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, melainkan juga benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang 5 Oey Hoey Tiong, 1984, fiducia sebagai jaminan unsur-unsur perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, Halaman 22.
6
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) Undang Jaminan Fidusia yang berbunyi : Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai acunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Disebut dengan jaminan dalam bentuk kebendaan, karena secara umum jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penunjukan atau pengalihan atas kebendaan tertentu. Pada dasarnya setiap tindakan penggelapan memiliki unsur perbuatan yang berbeda-beda dari keinginan pelaku melakukan tindakan tersebut dan unsur-unsur penggelapan didalamnya sendiri terbagi menjadi dua subyektif dan objektif dimana setiap rinciannya mengindikasi pada perumusan pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Unsur objektif dan subjektif yang di maksud diatas antara lain: 1. Unsur Objektif a. Unsur perbuatan materil seperti perbuatan mengambil pada pencurian, perbuatan memiliki kepada penggelapan, perbuatan menggerakkan hati pada penipuan, perbuatan memaksa pada pemerasan dan pengancaman perbuatan menghancurkan dan merusakkan pada penghancuran dan perusakkan benda, unsur benda atau barang unsur keadaan yang menyertai terhadap objek benda, yakni unsur milik orang lain yang menyertai atau melekat pada unsur objek benda tersebut. b. Barang siapa, seperti didalam tindak pidana pencurian kata barang siapa ini menunjukkan orang, apabila seseorang memnuhi semua unsur tindak pidana penggelapan maka dia disebut pelaku atau dader. c. Menguasai secara melawan hukum (bermaksud memiliki), penguasaan secara sepihak oleh pemegang sebuah benda seolah-olah ia merupakan pemiliknya, bertentangan dengan hak yang membuat benda tersebut berada padanya.
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
d. Suatu benda, ialah benda yang menurut sifatnya dapat dipindah-pindahkan ataupun dalam prakteknya sering disebut “benda bergerak”. e. Seluruh atau sebagiannya adalah milik orang lain, penggelapan atas benda yang sebagian merupakan kepunyaan orang lain itu dapat terjadi, barang siapa atas biaya bersama telah melakukan suatu usaha bersama dengan orang lain, ia tidak boleh menguasai uang milik bersama itu untuk keperluan bersama. f. Benda yang ada dalam kekuasaannya tidak karena kejahatan, yaitu; harus ada hubungan langsung yang sifatnya nyata antara pelaku dengan suatu benda tindak pidana penggelapan. 2. Unsur Subjektif Unsur kesengajaa memuat pengertian mngetahui dan menghendaki, berbeda dengan tindak pidana pencurian yang tidak mencantumkan unsur kesengajaan atau opzettelijk sebagai salah satu unsur tindak pidana pencurian, rumusan pasal 372 KUHP mencantumkan unsur kesengajaan pada tindak pidana penggelapan sehingga dengan mudah orang mengatakan bahwa penggelapan merupakan delik sengaja atau opzettelijk delict. a. Unsur kesalahan yang dirumuskan dengan kata-kata seperti “dengan maksud”, “dengan sengaja”, “yang diketahui / patut diduga olehnya,” dan sebagainya; dan b. Unsur melawan hukum baik yang ditegaskan eksplisit / tertulis dalam perumusan pasal maupun tidak. Berdasarkan bunyi pasal 372 diatas, diketahui secara yuridis delik harus memenuhi
unsur-unsur
pokok berupa: unsur
kesengajaan pelaku untuk
menggelapkan barang milik orang lain yang dirumuskan dalam pasal Undangundang melalui kata “dengan sengaja” dan berkenaan dengan perjanjian yang telah di sepakati tersebut beberapa aspek yang di kaji lebih dalam seperti perjanjian pada jaminan fidusia hanya sebagai perjanjian untuk mengikat antara pihak satu dan yang lain perjanjian ini mempunyai hukum yang kuat untuk mengikat sebelum berlakunya Undang-undang Jaminan Fidusia, tidak adanya
8
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) kewajiban
untuk
pendaftaran
sangat
dirasakan
sebagai
kelemahan
dan
kekurangan dalam praktek ruang lingkup hukum Jaminan Fidusia karena tidak memiliki kepastian hukum, sehingga menyebabkan jaminan fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, akibatnya pihak kreditor kesulitan untuk mengontrol, dilihat dari sisi kriminologi penggelapan yang dilakukan konsumen atas dasar faktor ekonomi serta mudahnya mendapatkan kredit kendaraan roda dua dari pihak leasing hal inilah yang diperhatikan guna memberikan standar kelayakan bagi pengguna kendaraan bermotor untuk pencegahan dini, upaya pencegahan dilakukan dengan melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang modus pelaku tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor roda dua sehingga masyarakat tidak menjadi korban. Selain melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat menghimbau kepada perusahaan-perusaan pembiayaan kredit kendaraan bermotor roda dua untuk lebih selektif dalam memilih konsumen dan lebih ketat dalam melakukan survey terhadap para calon kunsumen. Tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor roda dua merupakan kejahatan seperti yang dialami perusahaan leasing PT Mega Central Finance (MCF), dimana kasus tersebut secara yuridis delik murni memenuhi unsur tindak pidana penggelapan karena unsur subjektif pokoknya berupa “kesengajaan” pelaku penggelapan untuk menggelapkan barang milik orang lain, yang dalam artian kekuasaan barang tersebut masih sebagian atau seluruhnya milik PT Mega Central Finance (MCF), sedangkan dirumuskan dalam pasal Undang-undang melalui kata “dengan sengaja” unsur objeknya terdiri atas unsur barang siapa, unsur menguasai secara melawan hukum, unsur suatu benda, unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain dan unsur benda tersebut ada padanya bukan karena
kejahatan.
Dalam
konteks
pembuktian
hukum
secara
subjektif
kesengajaan pelaku penggelapan tersebut melahirkan implikasi pembuktian berdasarkan fakta hukum mengetahui dan menghendaki dimana hal tersebut mengetahui / menyadari bahwa benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain dan bermaksud untuk menguasai suatu benda secara melawan hukum karena sebelumnya pelaku mengetahui bahwa benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan. 9
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
Merupakan
kejahatan
dan
terhadap
pelakunya
dikenakan
sanksi
sebagaimana diatur dalam Pasal 372 dan 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP, yang menegaskan bahwa: Pasal 372 “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900,00.” Pasal 374 “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”6 Penggelapan dalam tindak pidana tersebut dapat di artikan sebagai suatu perbuatan yang menyimpang, menyelewengkan, menyalahgunakan kepercayaan orang lain dan awal barang itu berada ditangan bukan merupakan perbuatan melawan hukum bukan dari hasil kejahatan, karena barang yang diambil untuk dimiliki itu sudah berada ditangannya si pelaku tidak dengan jalan kejahatan atau sudah dipercayakan kepadanya tetapi setelah pelaku melarikan barang yang sepenuhnya masih milik orang lain tersebut tanpa memberikan keterangan serta melupakan tanggung jawabnya pada barang tersebut sesuai perjanjian serta tanggung jawab bagi penerima fidusia maka hal tersebut di nilai perbuatan melawan hukum karena telah menyelewengkan atau mengalihkan barang tersebut tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada pihak yang di rugikan pihak leasing, Demi kepastian hukum untuk kasus yang di proses tersebut karena perjanjian fidusia sebagai pengikat bukti penyerahan kepercayaan terhadap konsumen tentang kalusul perjanjian bukan untuk kepastian hukum untuk penyeretan kasus hukum keranah pengadilan untuk di pidanakan karena sebelumnya tidak di daftarkannya perjanjian jaminan fidusia tersebut untuk menuntaskan kasus penggelapan yang ada maka laporan ke kepolisian dengan pengaduan sebagai penggelapan yang tercantum pada pasal 372 Kitab Undang-
6 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab XXIV Pasal 372 dan 374 (buku II) tentang Penggelapan.
10
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) undang Hukum Pidana (KUHP) dapat diberlakukan untuk laporan kejahatan penggelapan sepeda motor di perusahaan leasing PT Mega Central Finance (MCF) oleh konsumen. Secara umum dalam upaya penegakan ruang lingkup pidana pada tindakan penggelapan pada Pasal 372 dan 374 memiliki kesamaan terhadap perbuatan melawan hukum yang berimbas sanksi Pasal 35 dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan, pelaku sendiri secara jelas mengalihkan barang tersebut yang sebagian miliknya adalah milik orang lain tersebut dengan maksud menguntungkan diri sendiri jelas pelaku sudah dinyatakan melakukan penggelapan terhadap kendaraan roda dua tersebut, untuk memberikan keuntungan tersendiri bagi pelaku dengan cara apapun seperti memberikan keterangan secara menyesatkan, maka hal tersebut sudah dikatakan sebagai penggelapan karena mengalihkan dengan sengaja, Pasal 372 disebutkan kaitannya dengan sengaja dan melawan hukum tetapi bukan karena kejahatan karena sebelumnya telah dilakukan perjanjian yang mengikat kepercayaan pada konsumen dan pihak leasing. Pada Pasal 372 mengatur secara keseluruhan pada penggelapan kendaraan roda dua tersebut yang memberikan sanksi untuk tindakan penyelewengan, adapun Pasal 374 yang sama kaitannya dengan penggelapan tetapi pada proses dan tindakan melawan hukum dengan cara yang sedikit berbeda di Pasal tersebut disebutkan karena adanya hubungan kerja untuk menguasai barang tersebut sepenuhnya guna keuntungan salah satu pihak atau kedua belah pihak seperti dikatakan adanya kerja sama trehadap orang lain dengan maksud keuntungan atas dasar suruhan orang lain untuk memberikan keuntungan dengan janji di beri upah atau hanya seseorang yang melakukan tindakan tersebut guna memberikan keuntungan pribadi, sama kaitannya pada Pasal 36 Undang undang Jaminan Fidusia yang disubutkan pemberi fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atau tanpa
perstujuan tertulis terlebih dahulu dai penerima
fidusia. Hal tersebut dilakukan atas dasar keuntungan dari kerja sama pihak lain atau dengan mendatangkan keuntungan pribadi semata meski pada Pasal 372 dan 374 lebih luas cakupannya untuk tindakan penggelapan tersebut, tetapi pasal tersebut digunakan sebagai acuan umum jika adanya perjanjian yang cacat 11
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
hukum atau tidak dapat di berlakukan karena ada kekurangan yang tidak didukung untuk sanksi pada perjanjian tersebut. Pasal 372 dan 374 memiliki unsur tindak pidana penggelapan didalamnya, dalam konteks hukum pidana beberapa aspek yang mendukung adanya pasal yang di bebankan untuk suatu tindak pidana penggelapan di dalamnya memang harus mendasar dan sesuai dari permasalahan yang ada, sehubungan dengan pasal 372 terdapat unsur-unsur didalamnya dimana hal tersebut secara garis besar bersifat umum karena memiliki unsur tindak pidana secara sengaja untuk melakukan penggelapan tersebut pasal 372 menyebutkan “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900,00. Dengan kata lain hal tersebutlah yang masuk dalam tindak pidana penggelapan oleh konsumen di PT Mega Central Finance, karena hal tersebut murni merupakan tindakan yang dilakukan seorang diri dengan melakukan perbuatan melawan hukum, berkaitan dengan tindak pidana lainnya secara garis besar diatur juga dengan pasal 374 yang menyebutkan “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.” Dari ketentuan pada pasal tersebut memang murni sebagai tindak pidana penggelapan tetapi dengan kata lain tindakan tersebut berdasarkan suruhan
orang
untuk
melakukan
tindakan
tersebut
dengan
maksud
menguntungkan salah satu pihak yang menyuruh sedangkan dalam prakteknya dan prosesnya tindakan tersebut dilakukan oleh orang ke 2 untuk mendapat upah yang telah dijanjikan atas dasar suruhan orang untuk melakukan penggelapan demi mendapatkan keuntungan berdasarkan upah baik yang diberikan karyawan yang bersangkutan ataupun berdasarkan atas suruhan orang di luar leasing. Dalam prakteknya penggelapan yang dilakukan oleh konsumen di PT Mega
Central
Finance
secara
garis
besar
dilakukan
oleh
orang
yang
penguasaannya terhadap benda tersebut bukan atas dasar suruhan pihak lain ataupun dari hubungan kerja, pelaku secara sengaja melakukan tindakakan 12
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) tersebut berdasarkan kesadaran sendiri demi keuntungan pribadi, hal inilah yang secara benar masuk dalam penggelapan yang bersifat umum dengan melakukan tindak pidana penggelapan kendaraan roda dua di PT Mega Central Finance dan telah sesuai dengan pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penggelapan. Penyelesaian hukum terhadap tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor yang dilakukan oleh konsumen di PT Mega Central Finance. Dalam prakteknya setiap kegiatan lembaga pembiayaan berdasarkan atas aturan-aturan yang telah ditetapkan sesuai prosedur yang telah dijalankan sesuai ketetapan peraturan lembaga pembiayaan / leasing dimana hal tersebut termasuk peraturan mengenai perjanjian dan kepastian penyelesaian melalui prosesnya, secara keseluruhan hal tersebut baik berupa kegiatan perjanjian yang melahirkan kepercayaan, sebagai perikatan yang mengacu pada peratuaran pokok yang pada prakteknya perjanjian fidusia sebagai acuan untuk memberikan kepastian hukum untuk kepercayaan terhadap penguasaan suatu barang dengan menguasai barang tersebut dengan syarat sah perjanjian untuk memberikan hak dan tanggung jawab terhadap suatu barang yang selebihnya atau seutuhnya masih milik kepunyaan orang lain atau pihak leasing, hal ini didasarkan atas perjanjian yang telah di sepakati penguasaan barang yang selebihnya masih berada pada kekuasaan pihak leasing tersebut bukan karena kejahatan tetapi karena adanya perjanjian yang mengaturnya, dalam hal inilah sering kita dengar berbagai masalah di lapangan yang dilakukan konsumen guna menghambat pembayaran atau menghambat eksekusi atas dasar kepemilikan suatu barang atau keterangan yang diberikan secara tidak nyata. Dalam rumusan kebanyakan tindak pidana unsur kesengajaan merupakan salah satu unsur terpenting, dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan, sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang
13
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
ditujukan untuk melakukan perbuatan tertentu, maka berkaitan dengan pembuktian dilakukan dengan sengaja. Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam kaitanya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan secara jelas, karena maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materil, maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melawan hukum sehingga perbuatan itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku. Dalam kasus perbuatan melawan hukum seperti ini, dengan melakukan penggelapan kendaraan roda dua secara sengaja dapat pula diklasifikasikan sebagai tindak pidana penggelapan dan penipuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di atur pada Buku II tentang Kejahatan terhadap Hak Kekayaan yaitu berupa penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta benda yang dimilikinya, adanya upaya tertentu yang digunakan dalam melakukan perbuatan yang dilarang. Pada unsur subyektif dengan maksud, dengan sengaja, yang diketahuinya / patut diduga olehnya dan sebagainya, dan unsur perbuatan melawan hukum baik yang ditegaskan eksplesit / tertulis dalam rumusan pasal atau tidak ketentuan mengenai delik penipuan (tindak pidana pokoknya) terdapat dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 378 “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan suatu benda kepadanya, atau supaya memberikan hutang atau menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun (empat tahun)”.7 Dari pasal 378 tersebut dapat dikatagorikan sebagai tipu muslihat untuk pelaku melakukan aksinya dengan mengelabui pihak leasing guna mendapatkan kepercayaan dan mendapatkan kendaran roda dua tersebut dengan mulus, karena pelaku mengikuti prosedur penyerahan sepeda motor tersebut dengan itikad baik guna memuluskan aksinya tersebut dengan melalui proses-proses yang
7
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab XXV Pasal 378 Buku II tentang Penggelapan.
14
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) dijalankannya dengan tipu daya muslihat dan memungkinkan mengelabui pihak survey dengan keterangan nama atau berkas palsu seperti tempat tinggal dan serangkaian kebohongan lainnya. Ketentuan penggelapan sendiri diatur dalam pasal 372 Kitab Undangundang Hukum Pidana yang berbunyi : Pasal 372 “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang seuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah (Rp 900,.).”8 Pada kasus penggelapan kendaraan roda dua yang dilakukan oleh konsumen pada PT Mega Central Finance (MCF) tersebut memenuhi unsur pokok berupa unsur kesengajaan pelaku untuk menggelapkan barang milik orang lain atau instansi terkait (lambaga pembiayaan) yang dirumuskan dalam pasal Undang-undang melalui kata “dengan sengaja”. Adanya pembuktian unsur subyektif didalamnya berupa kesengajaan pelaku penggelapan dan benar melahirkan implikasi-implikasi berdasarkan fakta hukum : 1. “menghendaki” atau “bermaksud” menguasai benda secara melawan hukum. 2. “Mengetahui” / “menyadari” secara pasti bahwa yang ingin ia kuasai itu adalah sebuah benda. 3. “Mengetahui” / “menyadari” bahwa benda tersebut sebagian atau seluruhnya adalah milik orang lain. 4. “Mengetahui” bahwa benda tersebut ada padanya bukan karena kejahatan. Asas perjanjian yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersangkutan akan menjadi undang-undang bagi keduanya tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian, jelas terdapat eksekusi di dalam perjanjian tersebut yang memberikan kepastian terhadap penyelesaian kasus tersebut tetapi dikatakan disini penggelapan sebagaimana dimaksudkan adalah dari perbuatan melawan hukum itu sendiri dengan tindak 8
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab XXIV Pasal 372 (buku II) tentang Penggelapan.
15
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
pidana, dari definisi yang diberikan berkaitan dengan perjanjian yang di terapkan pihak leasing jelas bahwa fidusia dibedakan dari jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Penyelesaian eksekusi dapat dibebankan melalui peraturan pada perjanjian fidusia yang telah disepakati kedua belah pihak jika perjanjian pada jamina fidusia tersebut sesuai prosedur yang telah ditetapkan sesuai undang undang guna memberikan kepastian hukum terhadap eksekusi jaminan fidusia. Dari beberapa penyelesaian yang menyangkut tentang perkara-perkara suatu perjanjian, terdapat alternatif penyelesaian-penyelesaian dalam konteks perkara tersebut beberapa alternatif tersebut baik berupa litigasi (dalam pengadilan maupun
non
litigasi
(diluar
pengadilan). Jika
dalam
proses
penyelesaian melalui jalur eksekusi pada perjanjian fidusia hal serupa masuk juga pada jalur eksekusi diluar pengadilan dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh pengadilan sesuai aturan yang berlaku, proses eksekusi dapat berupa eksekusi fidusia dengan title eksekutorial, sedangkan pada jalur di dalam pengadilan dapat pula di kenal dengan eksekusi fidusia lewat gugatan biasa. Telah disebutkan model-model eksekusi jaminan fidusia berupa : a.
Secara fiat eksekusi (dengan memakai title eksekutorial), yakni lewat suatu penetapan pengadilan.
b.
Secara parate eksekusi, yakni dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum.
c.
Di jual di bawah tangan oleh pihak kreditur sendiri. Dalam Undang-undang Fidusia No. 42 Tahun 1999 (pasal 29) tidak di
sebutkan eksekusi fidusia lewat gugatan biasa, meskipun tidak di sebutkan dalam pasal tersebut pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan. Sebab keberadaan Undang-undang fidusia dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum, tetapi untuk menambah ketentuan yang ada dalam hukum acara umum. Tidak ada indikasi sedikitpun dalam undang-undang fidusia, khususnya tenang cara
16
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) eksekusinya, yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi umum lewat gugatan biasa ke Pengadilan Negeri yang berwenang.9 Setiap perusahaan pembiayaan menerapkan penyelesaian eksekusi secara langsung, sudah menjadi kebiasaan pihak leasing memberikan eksekusi secara eksekutorial, dalam konteks eksekutorial pihak leasing menegaskan konsumen yang melakukan perbuatan hukum tersebut secara langsung atau melakukannya secara tegas berdasarkan paksaan dari tim yang diturunkan oleh pihak leasing untuk konsumen yang bersangkutan, tetapi apakah penggelapan disini dapat dihubungkan dengan penyelesaian eksekusi langsung oleh pihak leasing
melalui
jalur
eksekutorial
Sementara
pihak
eksekutorial
sering
menyelesaikan kasus konsumen yang telat bayar atau dikatakan bandel dengan tanggung jawabnya sebagai konsumen guna melakukan pembayaran terhadap suatu barang yang telah di berikan kepercayaan terhadapnya (konsumen). pihak leasing atau lembaga pembiayaan tetap menggunakan jasa eksekutorial secara langsung karena dinilai singkat dan mengetahui secara jelas hal apa yang menghambat dilapangan, dengan waktu yang tak menyita tetapi kita juga tidak mengetahui bagaimana tim eksekutorial melakukan tindakan yang menyudutkan dengan
cara
apapun
dinilai
wajar
dengan
mengatasnamakan
perjanian
eksekutorial yang telah di bebankan kepada konsumen jika melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan dari pihak leasing. Dari semua kasus yang melanggar ketentuan dari pihak leasing terfokus pada penyelesaian penggelapan yang dilakukan oleh konsumen dimana kasus ini sudah masuk keranah hukum pidana karena melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat pula kasus tersebut dilimpahkan kekepolisian dengan laporan penggelapan untuk memberikan keefektifitasan terhadap suatu undang-undang guna menerapkan unsur pidana pada kasus tersebut. Proses eksekusi yang dilakukan PT Mega Central Finance sebagai mana yang telah dijalankan dan di atur sesuai peraturan terhadap suatu perusahaan, pada awalnya perusahaan mungkin menurunkan beberapa karyawan penagihan / dept. Collector untuk menanyakan tentang kendaraan terhadap konsumen
9
Munir Fuady, 2000, Jaminan Fidusia, PT Citra Aditya, Bandung, Halaman 62.
17
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
tentang kejelasaan suatu barang yang telah di miliki dengan itikad baik, jika cara tersebut tidak berhasil maka perkara tersebut diserahkan ke pihak yang berwajib sebagai laporan tindak pidana penggelapan dengan menyewa lawyer / advokat dengan tuduhan pasal 372 juncto 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, cara ini dilakukan dengan harapan agar polisi dapat menyita kendaraan tersebut, kemudian di ”pinjam pakai” oleh finance, sehingga kendaraan kembali ke pada finance untuk di jual dan kemudian untuk menutup hutang konsumen, cara ini cukup ampuh mengingat dengan dipanggil oleh polisi melalui surat panggilan yang menuduhkan tindak pidana sesuai prosedur yang memerlukan penetapan / persetujuan Pengadilan Negeri, sehingga si pelaku dapat dipidanakan sesuai dengan ketetapan sanksi yang telah disebutkan. Kasus tersebut masuk pada klasifikasi hukum penggelapan secara umum dengan jelas di atur adanya tindak pidana penggelapan pada Pasal 372 dengan diyakini secara yuridis delik penggelapan dengan unsur untuk menguasai benda secara melawan hukum dan mengetahui bahwa benda tersebut berada padanya bukan karena kejahatan dan dapat dilaporkan atas tuduhan penggelapan sesuai Pasal 372 Kitab Undangundang Hukum (KUHP). sedangkan pada Pasal 374 di katagorikan sebagai tindak pidana penggelapan tetapi dalam konteks perbuatan dan niat yang berbeda seperti atas dasar suruhan orang lain guna mendapatkan upah ataupun atas dasar kerja sama dengan pihak perusahaan atau orang dalam karyawan untuk keuntungan bersama, jadi secara jelas pasal 374 tidak dapat digunakan pada kasus penggelapan kendaraan roda dua yang terjadi di perusahaan leasing PT Mega Central Finance melainkan pasal 372 yang secara jelas mengandung unsur tindak pidana penggelapan tersebut.
18
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) C. PENUTUP KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan yang di lakukan penulis adapun kesimpulan mengenai Analisa hukum terhadap tindakan pidana penggelapan kendaraan roda dua di perusahaan leasing PT Mega Central Finance oleh konsumen menurut pasal 372 dan 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai berikut : 1. Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam tindak pidana penggelapan di PT Mega Central Finance oleh konsumen tersebut pelaku dengan sengaja melakukan tindakan melawan hukum guna mendapatkan keuntungan secara pribadi, tindakan tersebut masuk pada tindak pidana penggelapan secara umum yang di atur dalam pasal 372, sedangkan pasal 374 dinilai tidak tepat karena isi dari pasal tersebut berupa ketentuan-ketentuan yang berbeda pada penggelapan yang dilakukan oleh konsumen di PT Mega Central Finance, rumusan pada pasal 374 sendiri berupa tindakan penggelapan yang didasarkan atas suruhan orang lain atau pihak ke 3 guna mendapatkan upah atau atas dasar kerja sama dari pihak karyawan guna mendapatkan keuntungan bersama, sedangkan pada kasus tersebut pelaku murni kerja sendiri melakukan penggelapan dengan niat untuk keuntungan pribadi dan adapun ketentuan pasal demi pasal pada perjanjian fidusia yang mengikat antara ke dua belah pihak dapat sebagai tambahan ketentuan umum penggelapan pada pasal 372 Kitab Undang undang Hukum Pidana (KUHP). mengingat lemahya eksekusi pada pasal 35 dan 36 Jaminan Fidusia di mana tindakan penggelapan didalamnya tidak harus masuk ke pengadilan melainkan eksekusi melalui jalur non litigasi yang telah ditetapkan pengadilan untuk mempermudah perusahaan mengeksekusi secara langsung meskipun konsumen telah melakukan penggelapan yang secara jelas telah masuk dalam pasal penggelapan 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 2. Penyelesaian yang dilakukan PT Mega Central Finance berupa penyelesaian secara langsung melalui jalur eksekutorial yang telah di tetapkan oleh pengadilan, hal inilah yang mempermudah setiap perusahaan leasing menyelesaikan permasalahan di lapangan dengan cepat dan singkat dapat pula di masukkan sebagai unsur tindak pidana penggelapan dan dilaporkan 19
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
dengan pasal 372 tentang penggelapan di mana kasus tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana didalamnya, jika hal tersebut di bawa keranah pengadilan dengan masuk pada ketentuan pasal 372 maka ketentuan pada pasal 29 Jaminan Fidusia sebagai eksekusi dapat dilimpahkan sebagai tambahan terhadap ketentuan umum pada penggelapan, karena jaminan fidusia sebagai aturan perjanjian yang mengikat peraturan eksekusinya hanya untuk penyelesaian diluar pengadilan, jadi setiap konsumen yang melakukan penggelapan dapat di eksekusi secara langsung dengan tidak membawanya ke pengadilan keberadaan Undang-undang fidusia dengan model-model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum, tetapi untuk menambah ketentuan yang ada dalam hukum acara umum. Jadi pasal tersebut dapat dikatakan sebagai tambahan pada pasal 372 Kitab Undangundang Hukum Pidana tentang Penggelapan yang dinilai kuat secara umum untuk penyelesaian hukum terhadap tindak pidana penggelapan kendaraan bermotor di PT Mega Central Finance. Sedangkan pada pasal 374 ketentuan-ketentuan yang bersifat umumnya tidak sesuai dengan tindak pidana penggelapan yang dilakukan konsumen di PT Mega Central Finance tersebut, karena kasus tersebut bukan merupakan kerja sama dari pihak karyawan leasing ataupun dari pihak luar guna mendapatkan upah. SARAN 1. Bagi pihak leasing hendaknya memberikan penjelasan secara mendalam kepada konsumen atau secara umum terhadap masyarakat umum secara luas di awal terjadinya proses perjanjian dan oleh sebab itu pihak leasing juga harus melakukan sosialisasi mengenai ketentuan pidana jika perjanjian itu dilanggar, yaitu ketentuan-ketentuan perjanjian yang berisi tentang sanksi pidana berupa kurungan penjara dan ganti rugi sejumlah uang untuk konsumen
yang
melakukan
penggelapan.
Diharapkan
juga
kasus
penggelapan roda dua oleh konsumen di PT Mega Central Finance dapat di adili dengan pasal 372 sesuai ketentuan dan ketetapan pelanggarannya dan juga harusnya pihak leasing lebih peka untuk mengetahui secara jelas bahwa pelaku telah melakukan tindakan penggelapan dan aturan seperti apa yang 20
Analisa Hukum Terhadap Tindakan Penggelapan (Ary Subiantara) harus dijalankan dengan baik, sehingga yang harus di terapkan pada pasal yang berkaitan adalah pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, diharapkan juga dalam pasal 372 juga harusnya terdapat denda yang memang layak di jadikan sebagai landasan untuk memberikan hukuman dengan denda Rp 900., dapat di revisi dengan bayar denda Rp 2.500,000., atau lebih, serta kata “atau” pada pasal 372 dapat di tambah dengan memberikan kata “dan” di depan kata atau. 2. Bagi instansi pemerintah khususnya di bidang peradilan pidana diharapkan memberikan sanksi yang sesuai bagi pelaku atau konsumen yang telah terbukti
melakukan
tindak
pidana
penggelapan,
penyelesaian
hukum
diharapkan dapat di selesaikan melalui jalur eksekusi pengadilan sesuai aturan yang berlaku karena kasus penggelapan oleh konsumen di PT Mega Central Finance telah terbukti masuk ke ranah hukum pidana dan masuk sebagai ketentuan umum pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang
penggelapan,
memberikan
efek
jera
proses bagi
ini
diharapkan
pelaku
berjalan
penggelapan
serta
efektif
guna
memberikan
pengetahuan yang bermanfaat bagi konsumen secara luas mengenai perihal ketentuan pada lembaga pembiayaan tersebut. Diharapkan juga pihak leasing tidak ragu untuk membawa kasus tersebut keranah pengadilan serta dari pihak pengadilan guna memberikan kepastian yang lebih tegas dan secara cepat memperoses kasus yang telah terbukti perbuatannya sehingga mempersingkat waktu dan biaya yang di perhitungkan.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdul Rahman saleh, 2006, Panduan Bantuan Hukum di Indonesi, YLBHI dan PSHK Indeks, Jakarta. Amiruddin dan zainal asikin. 2006,Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Abdulkadir Muhammad,2004,Hukum dan Penelitian Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Elsi kartika sari, edvendi simangunsong, 2007,Hukum Dalam Ekonomi, PT Grasindo, Jakarta H.R. Daeng Naja. 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 21
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 7
Muhamad Sudradjat Bassar, 2006, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Remadja Karya 1984, Jakarta. Nazution, Az. 1995, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Oey Hoey Tiong. 1983, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum, Prenada Media Groub, Jakarta. Rocky marbun, 2011, Kiat Jitu Menyelesaikan Kasus Hukum, Transmedia Pustaka, Jakarta. Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum (cetakan ketiga), UIPREES, Jakarta. Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Grasindo, Jakarta. Subekti R. dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, PT Padnya Paramita, Jakarta. Sophar Maru Hutagalung, 2012, PraktIk Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Sinar Grafika, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Bab XXIV Pasal 372 dan 374 (buku II) tentang Penggelapan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. C. Artikel internet, Artikel koran, Artikel makalah, Artikel seminar Posted by Triyani artikel pajak ku, pajak, pph Badan Deductable Expenses, penggelapan pajak, perancangan, tax planning. Penghindaran pajak vs penggelapan pajak|triyani’s weplog Wimpy Tjahya, Dugaan Penggelapan Pajak dan Pencucian Uang 09 Maret 2012. Arsil, Hukum online LE1P, penggelapan dan penipuan, hukumonline.com, 10 Januari 2011. Iman syukri, Sindikat Penggelapan Mobil Rental di Bekuk, regional kompas 08 Mei 2012.
22