JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 1 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2014
TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS PERKEBUNAN KELAPA SAWIT MELALUI HUKUM ADAT UYAN TIGA TAWAI DAYAK KENYAH (Studi Kasus di Desa Rantau Sentosa Kec. Busang Kab. Kutai Timur) Dorkas Inoq1 (
[email protected]) La Sina2 (
[email protected]) Insan Tajali Nur3 (
[email protected]) Abstrak Dorkas Inoq, Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak Kenyah, Pembimbing I Dr. La Sina, SH., M.Hum., dan Pembimbing II Insan Tajali Nr, SH., MH., Keberadaan Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki banyak pulau yang memisahkan antar seorang dengan orang lain atau kelompok satu dengan kelompok yang lain. Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan karaktertistik, bahasa, kebiasaan, gaya hidup, kepercayaan dan aturan-aturan yang sesuai dengan kebutuhan lingkungannya.Perbedaan inilah yang mengakibatkan timbulnya kelompok-kelompok yang kemudian disebut suku. Suku-suku tersebut tumbuh dengan berbagai hal yang membuat mereka menjadi berbeda dari orang/suku yang lain, membuat mereka memiliki suatu karakter yang khusus. Dari karakter-karakter tersebut muncul suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dalam lingkup yang sama dan dalam jangka waktu yang lama, hal tersebut yang kemudian disebut sebagai Adat. Seperti hal yang terjadi antara Koperasi Unit Desa (KUD) Nengayetna Desa Rantau Sentosa dengan Perusahaan Sawit PT. Hamparan Perkasa Mandiri (PT. HPM). Di mana pada tanggal 19 Juli 2008 terjadi Kesepakatan Kerja Sama antara kedua belah pihak, yaitu KUD Nengayetna Desa Rantau Sentosa memberikan Hak Sewa Guna Usaha kepada PT. HPM untuk mengusahakan tanah milik KUD Nengayetna dengan luas 12.180 Ha berdasarkan SK Bupati Kutai Timur No. 27/02.188.46/HK/I/2006 tanggal 19 Januari 2006 di Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur dengan pembagian hasil lahan sebesar 80% untuk Pihak PT. Hamparan Perkasa Mandiri dan 20% untuk KUD Nengayetna. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai yaitu Untuk mengetahui Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Bisnis melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak kenyah dan Untuk mengetahui Jaminan Damai setelah Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Bisnis melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak Kenyah. 1 2 3
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
Adapun Metode Penelitian yang Penulis gunakan yaitu Penelitian Empiris, dimana Penulis melakukan pengamatan dan obeservasi di lapangan berdasarkan fakta yang ada. Berdasarkan Penelitian yang Penulis lakukan bahwa Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebungan Kelapa Sawit diselesaikan melalui musyawarah Hukum Adat Dayak Kenyah, di mana sengketa tersebut terjadi. Sengketa tersebut diselesaikan secara damai oleh kedua belah pihak dengan Jaminan Damai yaitu pihak PT. Hamparan Perkasa mandiri (PT. HPM) memberikan uang sebesar Rp. 75 juta kepada Lembaga Adat Desa Rantau Sentosa. Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Sengketa Bisnis dan Hukum Adat
2
JUDICIAL REVIEW DISPUTE RESOLUTION BUSINESS OIL PALM THROUGH UYAN TIGA TAWAI INDIGENOUS DAYAK KENYAH Dorkas Inoq (
[email protected]) La Sina (
[email protected]) Insan Tajali Nur (
[email protected])
Abstract Dorkas Inoq, Judicial Review Dispute Resolution Business Oil Palm through Uyan Tiga Tawai Indigenous Dayak Kenyah, Supervisor I Dr. La Sina, SH., M.Hum., And Supervisor II Insan Tajali Nur, SH.,MH. The existence of the Nation of Indonesia consists of various ethnic groups, has many islands that separates between a person with another person or a group to another group. This leads to differences characteristics, language, habits, lifestyle, beliefs and rules that fit the needs environment. Difference has resulted in the emergence of groups that came to be called tribes . The tribes grew with the various things that make them different from people/other tribes , making them have a special character . Of these characters appear a common practice for generations in the same scope and in the long term, it is then referred to as Indigenous. Like the things that happened between the Village Unit Cooperatives ( KUD ) Nengayetna Village Rantau Sentosa with PT . Hamparan Perkasa Mandiri (PT HPM ) . Where on July 19, 2008 when the Co-operation Agreement between the two parties, namely the Overseas Village Nengayetna KUD Sentosa provide Lease Rights to PT . HPM -owned cooperatives to cultivate the land with an area of 12,180 ha Nengayetna by Decree No. Regent of East Kutai . 27/02.188.46/HK/I/2006 dated January 19, 2006 in Busang , East Kutai Regency , East Kalimantan division of the land by 80 % for Party PT . Hamparan Perkasa Mandiri and 20 % for KUD Nengayetna. Based on the background and formulation of the problem which has been described previously, this research has as a goal that is to know Dispute Resolution Business Execution through Indigenous Dayak Kenyah Uyan Tiga Tawai To determine Warranty and after the implementation of the Settlement Peace through Business Indigenous Dayak Kenyah Uyan Tiga Tawai. The research method used is the author Empirical Research , where the author conducted field observations and observation based on facts. Based on the research that the author did Dispute Resolution Business Palm Oil Estate settled through deliberation Indigenous Dayak Kenyah , where the dispute occurred. The dispute settled amicably by both parties to the Guarantee of Peace, namely PT . Hamparan Perkasa Mandiri (PT HPM ) gave Rp. 75 million to the Institute of Traditional village of Rantau Sentosa. Keywords : Dispute Resolutio , Business Disputes and Customary Law
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, yang memiliki berbagai macam karakter menurut daerahnya masingmasing. Dalam keberagaman tersebut tidak menutup kemungkinan akan terjadi perselisihan, pertentangan ataupun salah paham antar individu. Perbedaan inilah yang mengakibatkan timbulnya
kelompok-kelompok yang kemudian disebut
suku. Suku-suku tersebut tumbuh dengan berbagai hal yang membuat mereka menjadi berbeda dari orang/suku yang lain, membuat mereka memiliki suatu karakter yang khusus. Dari karakter-karakter tersebut muncul suatu kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun dalam lingkup yang sama dan dalam jangka waktu yang lama, hal tersebut yang kemudian disebut sebagai Adat. Musyawarah merupakan kesepakatan yang dilakukan antar pihak-pihak yang bersengketa, dalam hal ini para pihak mengadakan kesepakatan untuk mencapai suatu perdamaian dengan hasil win-win solution. Musyawarah dipilih karena dalam pelaksanaannya lebih mudah, cepat, dan biaya ringan. Namun dalam prakteknya, Penyelesaian sengketa melalui litigasi atau peradilan lebih mempunyai kekuatan hukum yang mengikat serta kepada para pihak yang bersengketa karena peradilan merupakan lembaga yang sah dan resmi yang melakukan penyelesaian sengketa menurut tata cara formal yang diatur dalam hukum acara untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam masyarakat. Penyelesaian sengketa bisnis menawarkan efektivitas dan efisiensi yang besar dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi, khususnya biaya yang terkadang lebih mahal dan proses litigasi yang sangat berbelit-belit. 2
Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis (Dorkas Inoq) Seperti hal yang terjadi antara Koperasi Unit Desa (KUD) Nengayetna Desa Rantau Sentosa dengan Perusahaan Sawit PT. Hamparan Perkasa Mandiri (PT. HPM). Di mana pada tanggal 19 Juli 2008 terjadi Kesepakatan Kerja Sama antara kedua belah pihak, yaitu KUD Nengayetna Desa Rantau Sentosa memberikan Hak Sewa Guna Usaha kepada PT. HPM untuk mengusahakan tanah milik KUD Nengayetna dengan luas 12.180 Ha berdasarkan SK Bupati Kutai Timur Nomor 27/02.188.46/HK/I/2006 tanggal 19 Januari 2006 di Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak Kenyah? 2. Bagaimana Kekuatan Hukum dalam Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit Melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak Kenyah? Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak kenyah. 2. Untuk
mengetahui
melalui Kekuatan
Hukum dalam Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak Kenyah. Jenis penelitian ini adalah hukum empiris, di mana mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior) sebagai gejala sosial yang sifatnya tidak tertulis, yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan kasus. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
3
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
semua undang-undang yang berkaitan dengan objek penelitian sementara pendekatan kasus dilakukan dengan menganalisis sebab-akibat yang ada di lapangan. Teknik Pengumpulan Data yang Penulis gunakan sebagai berikut: a.
Observasi
(pengamatan), yaitu penulis mengadakan pengamatan langsung di
lokasi penelitian terhadap Penyelesaian Sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit melalui Hukum Adat Uyan Tiga Tawai Dayak Kenyah. b. Wawancara yang dilakukan terhadap responden yang sudah ditentukan, dalam hal ini adalah Para Pihak yang bersengketa, Tokoh Adat Desa Rantau Sentosa dan Masyarakat Adat Desa Rantau Sentosa. Pembahasan Desa Rantau Sentosa merupakan salah satu Desa yang berada di pedalaman Pulau Kalimantan, tepatnya di Kecamatan Busang Kabupaten Kutai Timur. Desa ini dihuni oleh orang-orang Dayak Kenyah dengan beberapa suku pendatang seperti Bugis, Kutai, Jawa dan Bali. Suku Masyarakat Desa Rantau Sentosa merupakan komunitas terbanyak dan merupakan orang yang pertama datang dan menempati Desa Rantau Sentosa. Desa Rantau Sentosa terdiri dari 8 Rukun Tetangga (RT) yang penduduknya terdiri dari beberapa suku bangsa yaitu Dayak, Kutai, Bugis, Jawa dan Bali. Berdasarkan data dari Kades RS, penduduk Desa Rantau Sentosa berjumlah 1.352 jiwa1. Dalam Desa Rantau Sentosa sendiri terdiri dari 7 RT sedangkan RT yang ke 8 terletak 2 Km dari Desa. Masyarakat Desa Rantau Sentosa pada umumnya hidup dari pertanian dengan pola pertanian berladang. Demikian juga dengan masyarakat Desa Rantau Sentosa, mereka menanam padi sebagai makanan pokok, disamping itu
4
Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis (Dorkas Inoq) juga menanam ubi-ubian dan ketela pohon. Selain itu, mereka juga membuat kebun seperti Kebun Kakao, Kelapa Sawit, Karet, dan Pisang. Selain itu ada juga masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan usaha toko sembako, pakaian, barang-barang elektronik dan bengkel. Dalam pola ladang berpindah, masyarakat Desa Rantau Sentosa hanya menggunakan cara-cara tradisional, mereka membiarkan alam untuk memupuk kembali Jekau (lahan bekas ladang) yang mereka tinggalkan 5-10 tahun untuk kembali mereka manfaatkan. Desa Rantau Sentosa memiliki dua bidang tanah yang dikatakan tanah Hak Ulayat desa yang berupa tanah hutan yang terletak di KM 22 dan KM 23. Tanah adat yang berada di Lokasi KM 22 memiliki ukuran 250m X 238m X 200m2, sedangkan tanah Adat yang berada di Lokasi KM 23 memiliki luas 350m X 335m2. Tanah-tanah tersebut berada didalam pengawasan masyarakat Desa Rantau Sentosa. Desa Rantau Sentosa memiliki Lembaga Adat yang berfungsi sebagai lembaga penegak hukum, melakukan tindakan menuntut, mengadili dan menjatuhkan sanksi kepada pelanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Adat Desa Rantau Sentosa. Dewan Adat tidak hanya sebagai aparat penegak
hukum
adat,
tetapi
juga
berperan
mengaktualisasikan,
mengembangkan, menggali, membina, dan memperbarui sistem adat istiadat masyarakat Desa Rantau Sentosa. Dewan Adat juga harus mampu melakukan tindakan atau aktivitas untuk ikut serta dalam proses pembangunan bangsa Indonesia guna mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa.
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
Desa Rantau Sentosa memiliki seorang Kepala Adat sebagaimana yang diuraikan di atas. Tugas yang diemban oleh seorang Kepala Adat Desa Rantau Sentosa yang utama adalah menegakkan hukum adat dalam kehidupan seharihari dalam masyarakat Desa Rantau Sentosa, dan menyelesaikan sengketasengketa yang terjadi antar masyarakat Adat Desa Rantau Sentosa maupun dengan masyarakat Adat Desa lainnya, masyarakat adat dengan badan usaha maupun perusahaan. Misalnya, sengketa dalam hal batas tanah, dan pengelolaan sumber daya alam. Sengketa yang terjadi antara Koperasi Unit Desa Nengayetna dengan PT. Hamparan Perkasa Mandiri (PT. HPM), di mana PT. HPM melakukan wanprestasi terhadap Kesepakatan Kerja Sama antara kedua belah pihak. PT. HPM tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan 20% luasan lahan inti plasma kepada Desa Rantau Sentosa, sehingga masyarakat Desa Rantau Sentosa menuntut haknya untuk memerpoleh 20% luasan lahan inti plasma. Dalam hal ini, Koperasi menyerahkan penyelesaian sengketa ini kepada Lembaga Adat Desa Rantau Sentosa yang berfungsi untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan sesuai dengan Hukum Adat Desa Rantau Sentosa. Untuk menyelesaikan masalah yang ada, pihak KUD Nengayetna beserta masyarakat dan lembaga adat desa Rantau Sentosa mengadakan pertemuan dengan pihak PT.Hamparan Perkasa Mandiri. Kedua belah pihak mengadakan perjanjian
Kesepakatan
Kerja
Sama
untuk
menjalin
kemitraan
dalam
Pembangunan Kebun Kelapa Sawit yang ditandatangani pada tanggal 19 Juli 2008 oleh Lenjau selaku Ketua Koperasi beserta (Alm) Hensur La selaku Sekretaris Koperasi pada saat itu dan Ikhwan Matias selaku Direktur PT.
6
Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis (Dorkas Inoq) Hamparan Perkasa Mandiri. Secara tidak langsung, perjanjian tersebut telah mengikat para pihak yang bersangkutan berdasarkan Azas Pacta Sun Servanda, bahwa perjanjian yang sudah disepakati berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan. Dalam penyelesaian sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit yang terjadi antara PT. HPM dengan KUD Nengayetna Desa Rantau Sentosa, penyelesaian sengketa berdasarkan Azas Persetujuan Bersama atau Muasyawarah Mufakat, Azas Perwakilan, Azas Toleransi dan anti Ekstrimisme. Dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara KUD Nengayetna dengan PT. HPM, dimana kedua belah pihak mengadakan pertemuan untuk membicarakan ataupun memusyawarahkan masalah yang terjadi antara mereka berdasarkan Azas Persetujuan Bersama atau Musyawarah Mufakat. Setelah dibacarakan secara kekeluargaan dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang maka diambillah suatu keputusan yang mengutamakan kepentingan orang banyak dan tidak mengutamakan kepentingan sendiri atau instansi masing-masing. Dalam pertemuan tersebut diperlukan perwakilan untuk menyampaikan aspirasi atau keinginan maupun pendapat dari anggota masyarakat lainnya. Perwakilan tidak harus selalu orang tua, melainkan sebuah penghargaan akan kehadiran seseorang. Kehadiran seseorang dalam sebuah pertemuan yang diundang merupakan sebuah penghargaan, dan penghargaan yang paling utama adalah perhatian. Sehingga setiap pihak diwakili oleh beberapa orang yang dipercaya untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat para pihak kepada pihak yang lainnya. Dalam pengambilan keputusan penyelesaian sengketa antara KUD Nengayetna dengan PT. HPM, azas Toleransi juga menjadi bahan pertimbangan
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
dikarenakan masyarakat Desa Rantau Sentosa yang memegang teguh hubungan kekeluargaan antar sesame manusia ciptaan Tuhan, maka perusahaan sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga Desa Rantau Sentosa. Sehingga, dalam pengambilan keputusan lebih mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan sendiri. Demikian juga yang dilakukan oleh masyarakat Desa Rantau Sentosa
kepada
PT.
HPM,
dimana
masyarakat
membuat
portal
untuk
menghalangi jalan perusahaan yang digunakan untuk mengangkut hasil panen. Hal ini merupakan ancaman kecil dari masyarakat Desa Rantau Sentosa agar pihak PT. HPM segera menanggapi tuntutan dari masyarakat. Konflik, permusuhan, bahkan perkelahian dan perang sangat merugikan kehidupan bersama, jadi di sinilah terdapat nilai utamanya yaitu harmoni. Penyelesaian sengketa menurut kebiasaan ini juga dijelaskan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1339, yaitu2 : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. Pasal 1339 tersebut menjadi dasar dilakukannya musyawarah sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan atau adat dari masyarakat Desa Rantau Sentosa. Dalam penyelesaian sengketa tersebut menggunakan Negosiasi sebagai media untuk mencapai suatu kesepakatan sesuai dengan persetujuan para pihak melalui negosiasi. Pasal 1 Angka 10 Undangundang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa negosiasi merupakan salah satu cara penyelesaian sengeketa yang dilakukan di luar Pengadilan.
8
Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis (Dorkas Inoq) Pasal 1339 KUHPerdata menjadi dasar dalam penyelesaian sengketa secara musyawarah berdasarkan kebiasaan masyarakat Adat tempat Kesepakatan Kerja Sama tersebut dibuat. Awal mula terjadinya sengketa antara KUD Nengayetna dengan PT.Hamparan Perkasa Mandiri adalah berdasarkan Naskah Kesepakatan Kerja Sama atau Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua belah pihak, di mana dalam Pasal 2 poin 2.2 Perjanjian tersebut menyebutkan bahwa: “80% luasan lahan yang sesuai untuk pengembangan budidaya kelapa sawit dialokasikan untuk Pihak Pertama atau Inti/Perusahaan Mitra; 20% luasan lahan yang sesuai untuk pengembangan budidaya kelapa sawit dialokasikan untuk Pihak Kedua atau Plasma/Kemitraan.” Namun dalam pelaksanaannya, hal tersebut di atas tidak ada atau tidak dilaksanakan. Lahan 20% untuk Plasma Desa Rantau Sentosa berada dalam wilayah Desa Long Pejeng dan merupakan tanah sengketa. Sehingga dalam hal ini, masyarakat Desa Rantau Sentosa menuntut hak yang disebutkan dalam MoU antara kedua belah pihak. Kesepakatan Kerja Sama tersebut adalah perjanjian yang sudah disepakati dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang bersangkutan, yang kemudian disebut sebagai Azas pacta sun servanda. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata menjelaskan tentang semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Selain itu, pasal 1340 KUHPerdata juga menegaskan bahwa: “Persetujuan hanya berlaku
9
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317.” Penyelesaian sengketa Bisnis Perkebunan Kelapa Sawit tersebut dilakukan sesuai dengan azas Persetujuan Bersama atau Musyawarah Mufakat, Azas perwakilan, Azas Toleransi, Azas Anti Ekstrimisme, aturan serta kebiasaan yang berlaku dalam maysarakat Adat Desa Rantau Sentosa, yaitu penyelesaian secara kekeluargaan/musyawarah untuk memperoleh mufakat. Penyelesaian berdasarkan kebiasaan-kebiasaan juga dijelaskan dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan: “Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.” Undang-undang
sendiri
mengakui
bahwa
suatu
perjanjian
boleh
berdasarkan kebiasaan-kebiasaan tempat di mana perjanjian itu dibuat atau berdasarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat tempat perjanjian tersebut dibuat. Sehingga kekuatan Hukum yang terdapat di dalam Kesepakatan Kerja Sama tersebut hanya mengikat bagi para pihak yang bersengketa, yaitu KUD Nengayetna (termasuk di dalamnya masyarakat Desa Rantau Sentosa) dan PT. HPM.
10
Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis (Dorkas Inoq) Penutup A. Kesimpulan 1) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Sengketa adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau organisasi terhadap satu subjek permasalahan. Menurut Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya. 2) Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Mengamati kegiatan bisnis yang jumlah
transaksinya
semakin
bertambah,
sehingga
memungkinkan
terjadinya suatu sengketa antar pihak yang terlibat. Setiap sengketa yang terjadi menuntut pemecahan dan penyelesaian yang cepat. Makin banyak dan luas kegiatan usaha, semakin besar pula peluang terjadinya sengketa, hal ini berarti sangat mungkin makin banyak sengketa yang harus diselesaikan. B.
Saran 1) Saat ini, banyak alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan, salah satunya adalah penyelesaian melalui musyawarah mufakat antara kedua belah pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa dengan musyawarah mufakat sangatlah mudah, cepat dan tidak memerlukan biaya
11
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 1
yang
mahal.
2)
Penyelesaian
dengan
musyawarah
juga
lebih
mengutamakan win-win solution, dimana kepentingan bersama lebih diutamakan dan berdasarkan kesepakatan bersama. Tidak ada pihak yang merasa dirugikan ataupun pihak yang menang, melainkan keduanya mendapatkan hasil yang seimbang sesuai dengan haknya masing-masing. 3) Selain itu, para pihak dapat bertemu secara langsung tanpa diwakili oleh kuasa hukumnya. Dengan demikian para pihak dapat melakukan negosiasi dengan aman dan yakin karena adanya transparansi antar para pihak. Tidak ada hal yang dapat disembunyikan dalam melaksanakan negosiasi ini, sehingga
kepentingan
para
pihak
dapat
terpenuhi
sesuai
dengan
kesepakatan bersama. Daftar Pustaka A. Buku Asy’arie, Abdul Harris, Tinjauan tentang Hukum Adat (Masyarakat Dayak benuaq Kalimantan Timur), Humas Pemprov Kaltim. Departemen Pendidikan Nasional, 1994, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka. Florus, Paulus, dkk, 1994, Kebudayaan Dayak, Aktualisasi dan Transformasi, LP3S-Institute if Dayakology Research and Development, Jakarta: Grasindo. Hadikusuma, Hilman, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Cetakan Kedua, Mandar Maju, Bandung. Ibrahim, Johannes dan Linda Sewu, 2004, Hukum Bisnis dalam Persepsi Manusia Modern, Refika Aditama, Bandung. Margono, Suyut, 2010, Penyelesaian Sengketa Bisnis : Alternative Dispute Resolution (ADR), Ghalia Indonesia, Bogor. Marthin Billa, 2005, Alam Lestari dan Budaya Dayak Kenyah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Marzuki, Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
12
Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa Bisnis (Dorkas Inoq) Rato, Dominikus, 2011, Hukum Adat (Suatu Pengantar Singkat Memahami Hukum Adat di Indonesia). Soekanto, Soerjono, 2012, Hukum Adat Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Soepomo, 2000, Bab-bab tentang Hukum Adat, Cetakan ke-15, PT. Paradnya Paramita, Jakarta. Sunggono, Bambang, 1997, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sutiyoso, Bambang, 2006, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Media, Yogyakarta. B.
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Per) Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
C.
Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, Tesis dan Disertasi Kholifah, 2005, Efektivitas Penyelesaian Sengketa Hutang-Piutang secata
Non Litigasi (Tinjauan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa), Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman Samarinda. Andi Hamdalilah, 2005, TInjauan Yuridis Terhadap Praktek Penyelesaian
Sengketa Perjanjian Surat Perintah Kerja di Luar Pengadilan (Studi pada Kasus Renovasi Ruko Sarinah di Citra Niaga), Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman Samarinda. Cindy Katherin Manurung, 2011, Tinjauan Yuridis tentang Penyelesaian
Sengketa Perdata melalui Mediasi/Perdamaian di Pengadilan Negeri Tarakan, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman Samarinda.
13