JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 2 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2014
KAJIAN HUKUM TERHADAP AKTA BAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT BUKTI PERALIHAN HAK ATAS TANAH (STUDI KASUS PERALIHAN HAK ATAS TANAH DI DESA BATUAH, KECAMATAN LOA JANAN, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA) Chery Caesar Sandri1 (
[email protected]) La Sina2 (lasina@fhunmul,ac.id) Poppilea Erwinta3 (
[email protected]) Abstrak Akta adalah sebuah tulisan yang dibuat dengan unsur kesengajaan menurut peraturan yang berlaku dan disaksikan serta disahkan oleh pejabat resmi untul dijadikan sebagai bukti tentang suatu peristiwa hukum dan ditandatangani oleh pembuatnya. Akta digunakan sebagai bukti kepemilikan dan perlu adanya pengesahan dari pejabat yang berwenang agar memiliki kekuatan dan kepastian hukum dalam proses jual beli. Namun kenyataan yang ada saat ini menunjukan bahwa proses jual beli yang dilakukan antara pihak satu dengan pihak kedua dilakukan secara sederhana, yaitu saling mempercayai antara penjual dengan pembeli, alat bukti yang digunakan hanya berupa sertipikat yang diberikan penjual kepada pembeli tanpa harus melalui proses balik nama terlebih dahulu dan sebagai alat bukti lainnya berupa kuitansi dan selembar segel yang ditandatangani kedua belah pihak, serta tidak di saksikan oleh saksi satu orang pun, dan tanpa kesaksian pejabat yang berwenang. Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah Deskriptif Kualitatif yang artinya menganalisis dan memberikan gambaran apa yang di peroleh penulis dari lapangan yang diambil dari metode pengumpulan data, kemudian data-data yang di peroleh di lapangan tadi dianalisis dan diberikan gambaran sesuai dengan data hasil kajian pustaka serta data-data dari lapangan tadi baik itu dari hasil observasi, dan wawancara. Berdasarkan penelitian, penulis menyarankan untuk lebih meningkatkan kesadaran bagi masyarakat untuk mengetahui prosedur jual beli tanah dan proses balik nama atas sertipikat tanah dengan baik, sesuai Peraturan Pemerintah dan Perundang-undangan sebagaimana yang sudah ditetapkan. Kata Kunci: Akta Bawah Tangan, Alat Bukti, Peralihan Hak Atas Tanah
1 2 3
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
Pendahuluan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mana isinya meliputi penyelenggaraan Pendaftaran Tanah, mulai dari pengukuran,
pemetaan,
penyelenggaraan
tata
usaha
pendaftaran
dan
pendaftaran peralihan hak atas tanah serta pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat. Surat tanda bukti hak yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yaitu berupa sertipikat, yang merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Salah satu
sampel terjadinya proses jual beli dengan akta bawah tangan yang coba Penulis kaji adalah proses jual beli tanah antara Tamrin dan Sikan. Pada tahun 1992 bertempatkan di RT 01 Desa Batuah, telah terjadi peralihan hak atas tanah dengan status hak milik. Lahan dengan luas 18.234 m² adalah milik Tamrin, kemudian Tamrin yang berdomisili di Desa Batuah, Kutai Kartanegara, menjual lahannya kepada pihak kedua atas nama Sikan, yang merupakan warga Samarinda, transaksi jual beli tanah tersebut dilakukan oleh kedua belah pihak dengan akta bawah tangan dengan dasar kesepakatan. Berdasarkan
uraian
latar
belakang
tersebut,
maka
penulis
memformulasikan perumusan masalah sebagai berikut : 1) Bagaimana kajian hukum terhadap peralihan Hak Milik Atas Tanah dengan Akta Bawah Tangan dan 2) Bagaimana proses balik nama terhadap kepemilikan tanah yang diperoleh dari jual beli dengan akta bawah tangan. Dengan memperhatikan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kajian hukum terhadap peralihan hak atas yang dilakukan dengan akta bawah tangan dan
2
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) untuk mengetahui proses balik nama terhadap kepemilikan tanah yang diperoleh dari jual beli dengan akta bawah tangan. Dalam penelitian ini, pendekatan masalah dalam penelitian dirumuskan dalam tipe pendekatan studi kasus hukum tanpa konflik (Nonjudicial Case Study) dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan kajian hukum terhadap akta bawah tangan sebagai alat bukti peralihan hak atas tanah, dalam mengatur peraturan hukum tentang peralihan hak atas tanah secara bawah tangan yang terjadi di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara.
Pembahasan Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1.
Gambaran Umum Kabupaten Kutai Kartanegara Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki luas wilayah 27.263,10 Km² dan luas perairan kurang lebih 4.097 Km² yang secara geografis terletak antara 115°26’28” BT-117°36’43” BT dan 1°28’21” LU-1°08’06” LS dengan batas administratif sebagai berikut : 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur dan Selat Makassar;
2.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samboja dan Kota Samarinda;
3.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Paser dan Kota Balikpapan; dan
4. 4
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat.4 Data Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur tanggal 11 Oktober 2013 Pukul
08.00 Wita.
3
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
Secara administratif Kabupaten Kutai Kartanegara terbagi dalam 18 wilayah Kecamatan dan 237 Desa/Kelurahan. Dengan pertumbuhan penduduk 3,92% per tahun, penduduk Kabuapaten Kutai Kartanegara mencapai 626.286 Jiwa (2010) dengan kepadatan penduduk rata-rata 22,97% Jiwa/Km². Di antara 18 Kecamatan meliputi, Anggana, Kembang Janggut, Kenohan, Kota Bangun, Loa Janan, Loa Kulu, Marang Kayu, Muara Badak, Muara Jawa, Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, Sanga-Sanga, Sebulu, Samboja, Tabang, Tenggarong dan Tenggarong Seberang.5 Salah satu kecamatan yang di ambil dalam penelitian ini, yaitu Kecamatan Loa Janan. Loa Janan merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kecamatan Loa Janan terletak antara 116º49' BT-117º08' BT dan 0º34' LS0º45' LS dengan luas wilayah mencapai 644,2 km2. Secara administratif, kecamatan ini terbagi dalam 8 desa dengan jumlah penduduk mencapai 43.689 jiwa (2005).6 Posisinya yang sangat strategis karena terletak di antara 3 kota utama Kalimantan Timur yakni Balikpapan, Samarinda dan Tenggarong menyebabkan kecamatan ini berkembang sangat pesat dari segi perekonomian. Disamping dilewati Jalan Raya Samarinda-Balikpapan yang merupakan jalur utama distribusi barang dan jasa di Kalimantan Timur, Kecamatan Loa Janan juga dibelah oleh Sungai Mahakam yang merupakan jalur transportasi utama menuju wilayah pedalaman.7
5 6
7
4
Ibid. Ibid.
Ibid.
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) Kecamatan Loa Janan terkenal sebagai daerah pusat industri pengolahan kayu dengan beroperasinya beberapa pabrik kayu lapis di tepi Sungai Mahakam, serta sebagai daerah penghasil lada (dikenal dengan nama sahang) dan kakao terbesar di Kalimantan Timur. Loa Janan terbagi atas 8 desa antara lain, Bakungan, Batuah, Loa Duri Ilir, Loa Duri Ulu, Loa Janan Ulu, Purwajaya, Tani Bhakti, dan Tani Harapan.8 2. Jumlah
Sertipikat
Hak
Atas
Tanah
di
Kabupaten
Kutai
Kartanegara Sesuai dengan permasalahan yang diambil yaitu, Kecamatan Loa Janan. Loa Janan merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, terletak antara 116º49' BT-117º08' BT dan 0º34' LS-0º45' LS dengan luas wilayah mencapai 644,2 km2. Secara administratif, kecamatan ini terbagi dalam 8 desa dengan jumlah penduduk mencapai 56.071 jiwa. Posisinya yang sangat strategis karena terletak di antara 3 kota utama Kalimantan Timur yaitu, Balikpapan, Samarinda dan Tenggarong menyebabkan kecamatan ini berkembang sangat pesat dari segi perekonomian. Disamping dilewati Jalan Raya Samarinda-Balikpapan yang merupakan jalur utama distribusi barang dan jasa di Kalimantan Timur, Kecamatan Loa Janan juga dibelah oleh Sungai Mahakam yang merupakan jalur transportasi utama menuju wilayah pedalaman. Kecamatan Loa Janan juga terkenal sebagai daerah pusat industri pengolahan kayu dengan beroperasinya beberapa pabrik kayu
8
Ibid.
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
lapis di tepi Sungai Mahakam, serta sebagai daerah penghasil lada (dikenal dengan nama sahang) dan kakao terbesar di Kalimantan Timur.9 Selain membahas Kecamatan Loa Janan, diantaranya dari 8 desa salah satu termasuk di dalam permasalahan pertanahan ini, yaitu Desa Batuah. Desa Batuah memiliki luas wilayah sekitar 84,7 km², desa ini memiliki penduduk sebanyak 8.853 jiwa yang tersebar di 10 dusun atau 49 Rukun Tetangga (RT). Desa ini dilintasi oleh jalan negara poros Samarinda-Balikpapan dari kilometer 15 hingga kilometer 31, di mana mayoritas penduduknya mata pencaharianya adalah petani lada, selain mata pencaharian petani tedapat juga pedagang, peternak, tanaman hias, serta wiraswasta dengan jumlah penduduk 8.853 jiwa. 3. Mekanisme Peralihan Hak Milik Atas Tanah di Kabupaten Kutai Kartanegara Langkah pertama yang harus dilakukan untuk melakukan jual beli tanah dan bangunan (untuk selanjutnya hanya disebut jual beli) adalah dengan mendatangi kantor PPAT untuk mendapatkan keterangan mengenai proses jual beli dan menyiapkan persyaratan untuk proses jual beli tersebut.10 Sebelum dilakukan jual beli PPAT akan menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli. Kepentingan lainnya adalah untuk menyerahkan asli sertipikat terlebih dahulu untuk dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian data 9 Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Loa_Janan,_Kutai_Kartanegara. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2013, Pukul. 08.30 WITA 10 Data Badan Pertanahan Nasional Kutai Kartanegara tanggal 15 Agustus 2013, Pukul. 11.00 WITA
6
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) teknis dan yuridis antara sertifikat dan buku tanah yang ada di kantor pertanahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Mohammad Arifin selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha Badan Pertanahan Kutai Kartanegara. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam transaksi jual beli tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : a. Pemeriksaan Sertifikat ke BPN b. Menyerahkan SPPT PBB dan Bukti Pembayarannya c.
Menyerahkan dokumen-dokumen para pihak
d. Dokumen yang disiapkan oleh Penjual e. Dokumen yang disiapkan oleh Pembeli f.
Dalam hal salah satu pihak suami atau istri meninggal dunia
g. Dalam Hal Suami atau Istri Tidak Bisa Menandatangani Akta Jual Beli h. Penandatanganan Akta Jual Beli i.
Balik Nama Sertifikat
4. Proses Balik Nama Terhadap Peralihan Hak Milik Atas Tanah yang Diperoleh Dari Jual Beli Prosedur permohonan balik nama sertifikat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah harus dilaksanakan paling lambat tujuh hari kerja sejak ditandatanganinya akta jual beli tersebut, dengan melampirkan: a. Permohonan Pendaftaran Sertipikat Peralihan Hak,
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
b. Akta peralihan hak asli (satu rangkap), c.
Sertipikat asli hak atas tanah yang akan di daftarkan,
d. Fotocopi KTP penjual/pembeli, e. Fotocopi bukti kewarganegaraan RI dan fotocopi ganti nama (jika berganti nama), f.
Pernyataan tanah-tanah yang sudah dimiliki,
g. Bukti biaya pendaftaran peralihan hak dari bendaharawan khusus, h. Fotocopi bukti pembayaran lunas PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) terakhir, i.
Izin peralihan hak dan ijin lokasi (jika diperlukan),
j.
Aspek penggunaan tanah (jika terjadi perubahan penggunaan tanah).11 Untuk kondisi normal, dalam arti tanah tersebut tidak bermasalah, maka proses balik nama akan belangsung selama maksimal satu bulan sejak didaftarkan.
1.
Kajian Hukum Terhadap Peralihan Hak Milik Atas Tanah Dengan Akta Bawah Tangan Masyarakat umum melakukan peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli dengan modal kepercayaan, sehingga dengan demikian akta jual beli bukan lagi menjadi hal yang penting. Hal ini pula yang terjadi pada peralihan hak milik atas tanah melalui proses jual beli antara Tamrin dengan Sikan. Pada tahun 1990 Tamrin yang memiliki sebidang tanah dengan
11
8
Ibid.
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) ukuran 18.234 m² mendaftarkan tanahnya ke Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara untuk kemudian memperoleh sertifikat hak milik atas tanah yang dimilkinya tersebut. Pada tahun 1992, Tamrin mengalami kesulitan materi sehingga aset berharga tersebut berupa tanah dengan alas sertipikat hak milik harus dilepas ke orang lain.12 Sikan kebetulan pada saat itu membutuhkan tanah untuk keperluan lahan perkebunan mengetahui bahwa, Tamrin akan menjual tanah.13 Akhirnya kedua belah pihak bertemu dan membicarakan kesepakatan nilai jual atas tanah bersertifikat tersebut, kemudian kedua belah pihak pun menemukan titik temui terkait nilai jual dan selanjutnya dilakukanlah proses jual beli dengan sistem; a.
Tamrin menyerahkan sertipikat tanah yang dimilki kepada Sikan selaku pembeli,
b.
Sikan memberikan sejumlah uang kepada Tamrin sesuai kesepakatan yang tercapai, kemudian Pak Sikan menerima sertipikat tanah dari Tamrin,
c.
Bukti bahwa antara kedua belah pihak telah terjadi peralihan hak milik atas tanah dengan proses jual beli adalah dengan adanya kuitansi pembayaran yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan dipegang oleh masing-masing pihak (penjual-pembeli).
Sehingga dengan adanya transaksi yang dibuat oleh kedua belah pihak dianggap telah terjadi peralihan hak milik atas tanah yang awalnya dimiliki 12 13
Hasil wawancara Tamrin tanggal 30 Maret 2013 Pukul 15.30 WITA. Hasil wawancara Sikan tanggal 30 Maret 2013 Pukul 17.50 WITA.
9
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
oleh Tamrin menjadi milik Sikan, yang walaupun didalam sertipikat tanah yang ada ditangan Sikan masih atas nama Tamrin. Hal inilah yang kemudian memprihatinkan, karena menurut ketentuan yang berlaku bahwa semua betuk peralihan hak milik atas tanah harus dibuktikan dengan adanya akta otentik yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Ketentuan tentang peralihan hak milik atas tanah dalam Undang-undang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tertuang di dalam Pasal 26 ayat (1), bahwa jual beli, penukaran, pengibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Namun aturan lebih rinci tentang tata cara peralihan hak milik atas tanah diatur di dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang ditegaskan bahwa, peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya akan sangat tergantung pada kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-masing tanda tangannya. Apabila suatu akta di bawah tangan diakui isi dan tandatangannya oleh masing masing pihak maka kekuatan pembuktiannya hampir sama dengan akta otentik; bedanya
10
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) terletak pada kekuatan pembuktian keluar, yang tidak secara otomatis dimiliki oleh akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan ini seperti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1880 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak akan dapat mempunyai kekuatan pembuktian keluar terhadap pihak ketiga terkecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapai akta itu. 2.
Proses Balik Nama Terhadap Kepemilikan Tanah yang Diperoleh Dari Jual Beli dengan Akta Bawah Tangan Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintahan Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dinyatakan bahwa akta jual beli merupakan bukti sah (selain risalah lelang, jika peralihan haknya melalui lelang) bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain. Akta jual beli dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Camat untuk daerah tertentu yang masih jarang terdapat Pejabat Pembuat Akta Tanah.Secara hukum peralihan hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan dibawah tangan. Maka dengan demikian terhadap tanah yang diperoleh dari jual beli dengan akta bawah tangan ketika akan dilakukan proses balik nama di Badan Pertanahan Nasional, kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli
11
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
harus mendaftarkan ulang proses jual beli yang telah dilakukan tersebut, walaupun pada dasarnya jual beli tersebut telah selesai sebelumnya. Langkah-langkah dalam melakukan proses jual beli tanah sesuai prosedur : 1. Setelah berkas disampaikan ke Badan Pertanahn Nasional, Badan Pertanahan tersebut memberikan tanda bukti penerimaan permohonan balik nama kepada pemohon atas kuasanya. 2. Nama pemegang hak lama (Penjual) di dalam buku tanah dan sertipikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Badan Pertanahan Nasioanal setempat atau Pejabat yang ditunjuk. 3. Nama pemegang hak yang baru (Pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertipikat dengan keterangan tanggal pencatatan dan ditandatangi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setempat atau Pejabat yang ditunjuk. Pendaftaran balik nama sertipikat dikenakan biaya sebesar Rp 25.000,- (Dua Puluh Lima Ribu Rupiah), apabila tidak ada perubahan batas bidang tanah yang bersangkutan.
Penutup A. Kesimpulan 1. Berdasarkan kajian hukum terhadap peralihan Hak Milik Atas Tanah dengan Akta Bawah Tangan dengan mengambil hasil penelitian tentang studi kasus tentang peralihan hak atas tanah di Desa Batuah Kecamatan Loa Janan Kabupaten Kutai Kartanegara, yang terjadi antara Sikan dan Tamrin, akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya akan sangat
12
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) tergantung pada kebenaran atas pengakuan atau penyangkalan para pihak atas isi dari akta dan masing-masing tanda tangannya. Apabila suatu akta di bawah tangan diakui isi dan tandatangannya oleh masing masing pihak maka kekuatan pembuktiannya hampir sama dengan akta otentik; bedanya terletak pada kekuatan pembuktian keluar, yang tidak secara otomatis dimiliki oleh akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan ini seperti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1880 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak akan dapat mempunyai kekuatan pembuktian keluar terhadap pihak ketiga terkecuali sejak hari dibubuhi pernyataan oleh seorang Notaris atau seorang pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang dan dibukukan menurut aturan undang-undang atau sejak hari meninggalnya si penanda tangan atau salah seorang penanda tangan; atau sejak hari dibuktikannya adanya akta di bawah tangan itu dari akta-akta yang dibuat oleh pejabat umum; atau sejak hari diakuinya akta di bawah tangan itu secara tertulis oleh pihak ketiga yang dihadapai akta itu. 2. Proses balik nama terhadap kepemilikan tanah yang diperoleh dari jual beli dengan akta bawah tangan. Demikian, ini langkah-langkah yang harus dilakukan : a. Setelah berkas disampaikan ke Badan Pertanahan Nasional, Badan Pertanahan
tersebut
memberikan
tanda
bukti
penerimaan
permohonan balik nama kepada pemohon atas kuasanya.
13
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
b. Nama pemegang hak lama (Penjual) di dalam buku tanah dan sertipikat dicoret dengan tinta hitam dan diparaf oleh Kepala Badan Pertanahan Nasioanal setempat atau Pejabat yang ditunjuk. c.
Nama pemegang hak yang baru (Pembeli) ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertipikat dengan keterangan tanggal pencatatan dan ditandatangi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setempat atau Pejabat yang ditunjuk.
d. Pendaftaran balik nama sertipikat dikenakan biaya sebesar Rp 25.000,- (Dua Puluh Lima Ribu Rupiah), apabila tidak ada perubahan batas bidang tanah yang bersangkutan. B. Saran 1. Seharusnya Badan Pertanahan Kabupaten/Kota memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang kepemilikan tanah yang benar, agar seluruh masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal di daerah terpencil sekalipun dapat menjalankan prosedur jual beli tanah dengan baik sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2007 tentang Pendaftaran Tanah dan ketentuan di KUPerdata sebagaimana yang sudah ditetapkan. 2. Seharusnya masyarakat pada umumnya mengetahui tata cara atau prosedur jual beli tanah dengan menggunakan sertipikat tanah. Sertipikat tanah yang di jual oleh pihak satu kepada pihak kedua harusnya dilakukan proses pembalikan nama dihadapan Pejabat yang berwenang sesuai Peraturan Perundang-undangan yang menunjuk Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai pejabat yang dipilih Menteri sesuai Peraturan Menteri
14
Kajian Hukum Terhadap Akta (Chery Caesar) Agraria Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penunjuk Pejabat yang Dimaksudkan Dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah serta Hak dan Kewajibannya. Dengan demikian,
akta
dibawah
tangan
tidak
berlaku
dan
seharusnya
ditingkatkan keasadaran masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli pertanahan.
Daftar Pustaka A. Buku Chomzah, Ali Achmad, 2002, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka, Jakarta. Effendi, Bachtiar, 1983, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan PeraturanPeraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung. Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Parlindungan, A.P, 1999, Pendaftaran Tanah di Indonesia, CV. Mandar Maju, Bandung. Perangin, Effendi, 1986, Mencegah Sengketa Tanah, CV. Rajawali, Jakarta. Perangin, Effendi, 1994, Praktek Jual Beli Tanah, CV. Rajawali, Jakarta. Saleh, Wantjik, 1977, Hak Atas Tanah, Gaila Indonesia, Jakarta. Sangsun, Florianus, 2009, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanag, Visimedia, Jakarta. Santoso, Urip, 2005, Hukum Agraria dan Hak-Hak Tanah, Kencana, Jakarta. Soerojo, Irawan, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya. Sumardjono, Maria S.W, 2005, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta. Sunggono, Bambang, Penelitian Hukum, 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Sutedi, Adrian, 2011, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta. B. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Undang-Undag Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. (Lembaran Negara Republik Indonesia
15
Jurnal Beraja Niti, Volume 3 Nomor 2
Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247). Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696). Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3746). C. Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, Skripsi dan Tesis Wawan Suhardiansyah (2009), Tinjauan Yuridis Terhadap Surat Keterangan Penguasaan Tanah Sebagai Alat Bukti Kepemilikan Tanah (Studi Tentang Sengketa Hak Milik Atas Tanah Antara Masturi Dengan Masyarakat Adat Paser Di Desa Tiwei Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser), Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Dany Kartiko, S.H., (2004), Eksistensi Akta Dibawah Tangan Sebagai Alat Bukti Peralihan Hak Atas Tanah Karena Jual Beli Di Kabupaten Karawang, Program Magister, Fakultas Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang.
16