JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 10 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN PENERBANGAN OLEH PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA PERINTIS (Studi kasus pada maskapai penerbangan Susi Air di Bandara Temindung kota Samarinda) Achmad Rifandi Wijaya1 (
[email protected]) Ivan Zairani Lisi,2 (
[email protected])
Abstrak Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, transportasi udara merupakan hal yang sangat efisien untk digunakan karena kelebihannya pada hal kecepatan dan jangkauan. Namun transportasi udara sering mengalami pembatalan penerbangan dengan faktor yang bermacam-macam, seperti faktor cuaca atau kesalahan manusia sendiri. Beberapa faktor terjadinya pembatalan memang diperbolehkan dalam aturan yang berlaku, namun tetap ada bentuk tanggung jawab hukum yang harus diberikan pihak maskapai atas kerugian akibat pembatalan penerbangan yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum atas tindakan maskapai penerbangan perintis yang melakukan pembatalan penerbangan secara sepihak dengan alasan sebab tertentu dan untuk mengetahui tanggung jawab hukum yang harus dilakukan oleh maskapai penerbangan perintis untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atas pembatalan penerbangan.Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif kualitatif yang artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan benar. Maksudnya data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat yang benar dan sistematis sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang beragam. Berdasarkan penelitian, peneliti menyarankan perlu melakukan peninjauan kembali terhadap instrumen-instrumen hukum yang mengatur tentang kegiatan penerbangan dan penyamarataan sarana dan prasarana serta fasilitas seluruh maskapai di Indonesia ke arah yang lebih baik agar penundaan bahkan pembatalan penerbangan bisa di tekan secara minimal. Kata Kunci : Pembatalan Penerbangan, Faktor Pemabatalan, Tanggung Jawab Hukum
1 2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Dosen Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 10
Pendahuluan Wilayah geografis indonesia yang berupa negara kepulauan yang tentunya memerlukan transportasi untuk menghubungkan masyarakat disuatu wilayah dengan masyarakat lainya. Transportasi terbagi menjadi 3 yaitu transportasi darat laut dan udara, namun melihat dari efektivitasnya transportasi udara merupakan transportasi yang paling efektiv karena kelebihan pada hal kecepatan dan jarak tempuh. Tapi tidak semua wilayah Indonesia bisa dilandasi oleh semua jenis pesawat sehingga diperlukannya pesawat perintis untuk melakukan penerbangan kedaerah terpencil. Selain memiliki kelebihan pada sektor kecepatan dan jarak tempuh ternyata pesawat juga memiliki keluhan dari penumpang, salah satunya yaitu sering trerjadinya pembatalan penerbangan dikarenakan faktor tertentu yang sering terjadi pada seluruh angkutan penerbangan, baik yang terjadi karena kesalahan manusia maupun keadaan alam. Terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan dapat merugikan bagi pengguna jasa penerbangan dari segi waktu ataupun biaya. Seperti kasus yang pernah terjadi pada belasan calon penumpang penerbangan bersubsidi Maskapai Susi Air di Bandara Tanjung Harapan, tujuan Bandara Long Ampung di Perbatasan Indonesia-Serawak Malaysia Kabupaten Malinau. Susi Air yang siap mengangkut
warga
perbatasan,
sejak
pagi
hingga
sore
membatalkan
penerbangan secara sepihak tanpa ada pemberitahuan ke calon penumpang. Akibat pembatalan tersebut menyebabkan warga terpaksa kecewa dan pulang tanpa pemberitahuan kapan akan diberangkatkan kembali. Dari kasus yang
2
Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Penerbangan (Ahmad Rifandi) pernah terjadi tersebut jelas bahwa pembatalan penerbangan sering terjadi pada angkutan penerbangan di Indonesia yang berujung kepada kerugian materil maupun nonmateril yang diderita oleh penumpang. Permasalahan yang diteliti adalah apa tindakan pengangkut angkutan udara perintis yang melakukan pembatalan penerbangan dapat dibenarkan secara hukum dan Bagaimana tanggung jawab hukum yang harus dilakukan oleh pengangkut angkutan udara perintis untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atas pembatalan penerbangan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui dasar hukum atas tindakan maskapai penerbangan perintis yang melakukan pembatalan penerbangan dan Untuk mengetahui tanggung jawab hukum yang harus dilakukan oleh maskapai penerbangan perintis untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang atas pembatalan penerbangan. Jenis penelitian yang penulis pergunakan adalah penelitian empiris dengan pendekatan penelitian Live Case Study dan pendekatan masalah yang digunakan
yaitu
pendekatan
undang-undang
dan
pendekatan
kasus.
Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang bersangkutan, melakukan observasi dan penelitian kepustakaan. Data-data yang terkumpul kemudian akan dianalisis dalam bentuk deskripsi kalimat yang teratur, sistematis dan logis.
3
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 10
Pembahasan Penyebab pembatalan penerbangan yang sering terjadi di Bandar Udara Temindung Samarinda, karena faktor cuaca dan faktor lingkungan yang tidak memadai untuk pesawat melakukan pemberangkatan maupun pendaratan. Selain itu faktor teknis dan non teknis juga menjadi faktor penyebab sering terjadinya pembatalan penerbangan. Disamping banyak faktor lain seperti tidak tersedianya armada pesawat karena kerusakan pada pesawat yang mengharuskan terjadinya pembatalan penerbangan. Keterlambatan dan Pembatalan penerbangan juga biasanya terjadi akibat adanya hal-hal yang diluar kendali manusia seperti cuaca buruk atau rusaknya sistem pesawat, namun bisa juga disebabkan faktor human error. Terkait dengan hal tersebut, ada beberapa pembatalan yang memang diperbolehkan dan dibenarkan oleh hukum. Hal tersebut di atur pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan dan pasal 13 ayat (2) dan (3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, yaitu faktor cuaca yang antara lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang dibawah standar minimal, atau kecepatan
angin
yang
melampaui
standar
maksimal
yang
mengganggu
keselamatan penerbangan. Serta teknis Oporasional seperti bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsiny, terjadinya antrian pesawat udara lepas landas, mendarat, atau alokasi waktu keberangkatan di bandar udara dan keterlambatan pengisian bahan bakar.
4
Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Penerbangan (Ahmad Rifandi) Sedangkan hal yang tidak termasuk teknik operasional di jelaskan pada pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 Tentang Penerbangan, yaitu keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin serta Keterlambatan jasa boga (catering) menjadi hal yang tidak termasuk didalam teknik operasional, begitu juga dengan Keterlambatan penanganan di darat, Menunggu penumpang baik yang baru melapor (check in), pindah pesawat (transfer) atau penerbangan lanjutan (connecting flight) tidak bisa dimasukan ke dalam kategori teknik operasional , selain itu Ketidaksiapan pesawat udara juga turut menjadi hal yang tidak termasuk teknik operasional menurut pasal 146 tersebut. Berdasarkan korelasi antara hasil wawancara dan undang-undang yang mengatur mengenai faktor pembatalan penerbangan yang dibenarkan dalam hukum, pembatalan yang dilakukan oleh pihak maskapai penerbangan Susi Air memang sudah sesuai dan dapat dibenarkan secara hukum karena memiliki dasar yang kuat berupa undang-undang dan peraturan menteri. Namun dalam hal pembatalan
penerbangan
ini
kembali
diwajibkan
untuk
pihak
maskapai
penerbangan untuk dapat membuktikan bahwa pembatalan yang dilakukan memang telah sesuai dengan undang-undang sehingga dapat menimbulkan pengertian oleh penumpang. Dalam hal terjadi pembatalan, pihak angkutan penerbangan dapat dibebaskan dari tanggung jawab ganti kerugian jika pembatalan disebabkan faktor cuaca can/atau teknis operasional asalakan pihak angkutan penerbangan dapat membuktikan hal tersebut. Jika pembatalan yang terjadi bukan karena
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 10
faktor cuaca dan/atau teknis operasional, bentuk tanggung jawab pihak angkutan penerbangan menurut aturan yang berlaku dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pengangkut wajib memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan dan pengangkut wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang. b. Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari kalender sampai dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari Rp.300.000, apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan tujuan penerbangan akhir penumpang, dan pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara. c.
Dalam
hal
dialihkan
kepada
penerbangan
berikutnya
atau
penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan atau apabila terjadi penurunan kelas atau subkelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli. Bagi pihak penumpang yang merasa dirugikan terkait pembatalan penerbangan yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat menuntut ganti rugi terhadap pihak perusahaan penerbangan ke pengadilan negeri setempat
6
Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Penerbangan (Ahmad Rifandi) karena mengacu pada prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan untuk menentukan tanggung jawab pengangkut, karena dalam ajaran prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan tersebut bahwa dalam menentukan tanggung jawab pengangkutan di dasarkan pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan pengangkut adalah pihak yang dirugikan atau penggugat serta pengajuan gugatan ganti rugi kepada perusahaan pengangkut udara oleh penumpang yang dirugikan di mungkinkan oleh Pasal 23 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Penutup Kesimpulan dari penelitian ini adalah Ada beberapa faktor yang memang dibenarkan oleh undang-undang untuk perusahaan penerbangan melakukan pembatalan penerbangan dan beberapa hal yang tidak dibenarkan karena bukan termasuk kedalam teknis operasional. Faktor yang dibenarkan oleh hukum yaitu, Faktor cuaca seperti hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang dibawah standar minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar maksimal
yang
mengganggu
keselamatan
penerbangan.
Faktor
Teknik
Operasional seperti bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya. Sedangkan hal yang tidak termasuk teknik operasional seperti keterlambatan pilot, co pilot, dan awak kabin, keterlambatan jasa boga, keterlambatan penanganan di darat, menunggu penumpang, baik yang
baru
melapor,
pindah
pesawat
atau
penerbangan
lanjutan
dan
ketidaksiapan pesawat udara.
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 10
Dalam hal terjadi pembatalan, pihak angkutan penerbangan dapat dibebaskan dari tanggung jawab ganti kerugian jika pembatalan disebabkan faktor cuaca can/atau teknis operasional asalakan pihak angkutan penerbangan dapat membuktikan hal tersebut. Jika pembatalan yang terjadi bukan karena faktor cuaca dan/atau teknis operasional, Pengangkut wajib memberitahukan kepada penumpang paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan penerbangan dan pengangkut wajib mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang. Pembatalan penerbangan yang dilakukan kurang dari 7 (tujuh) hari kalender sampai dengan waktu keberangkatan yang telah ditetapkan diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari Rp.300.000, apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat dengan
tujuan
penerbangan
akhir
penumpang,
dan
pengangkut
wajib
menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada moda transportasi selain angkutan udara. Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan atau apabila terjadi penurunan kelas atau subkelas pelayanan, maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket yang dibeli. Saran dari penelitian ini adalah peneliti menyarankan perlu melakukan peninjauan kembali terhadap instrumen-instrumen hukum yang mengatur tentang kegiatan penerbangan dan penyamarataan sarana dan prasarana serta fasilitas
8
Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Penerbangan (Ahmad Rifandi) seluruh maskapai di Indonesia ke arah yang lebih baik agar penundaan bahkan pembatalan penerbangan bisa di tekan secara minimal.
Daftar Pustaka A.
Buku
Adji, Sution Usman Dkk, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta. Friedman, Lawrence M., 1970, Legal Theory, Columbia University Press, New York. Ibrahim, Johannes dkk, 2003, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia Modern , Refika Aditaman, Bandung. Kamaluddin, Rustia, 2003, Ekonomi Transportasi: Karekteristik, Teori dan Kebijakan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Martono, K., 1987, Hukum Udara, Angkutan Udara, dan Hukum Angkasa, P.T Alumni, Bandung. __________, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Martono, K. Dkk., 2011, Pembajakan,Angkutan dan Keselamatan Penerbangan, Gramata Publishing, Malang. Muhammad, Abdulkadir, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bhakti, Bandung. _________, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. _________, 2007, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga di Indonesia, Dalam perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Genta Press, Yogyakarta. Ningrum, Lestari, 2004, Usaha Perjalanan Wisata Dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung. Purwosutjipto, HMN., 2003,Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta. Siregar, Muchtarudin, 1978, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Soekanto, Soerjono, 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Soemitro, Ronny Hanitiji, 1989, Perspektif Sosial dalam Pemahaman MasalahMasalah Hukum, CV. Agung, Semarang. Soeroso, R., 1992, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Suherman, Ade Maman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Tjakranegara, Soegijatna, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.
9
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 10
B. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang penerbangan. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan angkutan Udara. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. C. Dokumen Hukum, Hasil Penelitian, Tesis dan Disertasi Pokobory, Freddy Nastra, 2006, Tanggung Jawab PT.Dirgantara Air Service Atas
Kerugian Penumpang (tinjauan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan), skripsi, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda. Vanindia, Vinna, 2012, Perlindungan Hukum Bagi Penumpang Angkutan Udara (studi kasus pada PT.Garuda Indonesia), skripsi, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Zazili, Ahmad, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, Tesis, Program Megister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang. D.
Artikel Jurnal Ilmiah, Artikel Koran, Artikel Internet, dan Makalah Seminar Artikel berjudul “Banjir Batalkan Penerbangan Bandara Temindung Samarinda”, http://www.antaranews.com/berita/358713/banjir-batalkan-penerbangan-bandaratemindung-samarinda, diakses tanggal 2 september 2013, pukul 08.30 WITA Artikel berjudul “Demo Warga: Bandara Temindung Samarinda Terpaksa Ditutup”, http://www.bisnis-kti.com/index.php/2013/04/demo-warga-bandaratemindung-samarinda-terpaksa-ditutup/, diakses tanggal 5 mei 2013, pukul 15.57 WITA Artikel berjudul “Indonesia”, http://id.wikipedia.org , diakses tanggal 28 februari 2013, pukul 15.54 WITA Artikel berjudul “KPU: Jumlah Penduduk Indonesia 225 Juta”, http://nasional.sindonews.com/read/2012/10/15/12/679990/kpu-jumlahpenduduk-indonesia-255-juta.html , diakses tanggal 28 februari 2013, pukul 15.57 WITA Artikel berjudul, “Lagi, Belasan Penumpang Susi Air Telantar”, http://www.korankaltim.com/lagi-belasan-penumpang-susi-air-terlantar/, di akses tanggal 2 September 2013, pukul 10.10 WITA Artikel berjudul “ Penanganan Pembatalan Penerbangan”, http://intra.garudaindonesia.com, diakses tanggal 5 mei 2013, pukul 16.00 WITA Artikel berjudul “Penumpang Susi Air Ditelantarkan di Nias”, http://www.jasaraharja.co.id/penumpang-susi-air-ditelantarkan-di-nias,3849.html, di akses tanggal 1 agustus 2013, pukul 12.05 WITA.
10