ASLI KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor: 163/V/KIP-PS-A/2012
KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
1. IDENTITAS [1.1] Komisi Informasi Pusat yang memeriksa Jan memutus Sengketa Informasi Publik Nomor: 163/V/KIP-PS-A/20I2 yang diaiukae oleh:
Nama
: Lembaga Bantuan Kukur»: Masyarakat
Alamat
: Jl. Tebet Timur i>olai•: III No.54A, Tebet Timur, Jakarta
Bahwa berdasarkan Surat Tugas Nomor: 435/SK/KIP/VII/2012, tertanggal 19 Juli 2012, yang ditamkdangani Taufik Basari, S.H.. S.Hum.,LL.M., bahwa pihak Pemohon menugaskan
staf Lembaga
Bantuan
Hukum
untuk
mewakili
hak-hak
dan
kepentingannya dalam persidangan kepada: 1. > n.onius Badar Karwayu; 2. Ajeng Larasati, S.H.; 3. Maria Magdalena Blegur, S.H.; 4. Muhammad Afif Abdul Qoyim, S.H.; 5. Ilkham Sofian Harris, selanjutnya disebut sebagai Pemohon
Terhadap Nama
: Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia
Alamat
: Jl. MT. Haryono No 11 Cawang Jakarta Timur.
1
Bahwa berdasarkan surat perintah Nomor: Sprin/1662/VII/2012/BNN, tertanggal 18 Juli 2012, yang ditandatangani oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Gories Mere, dan berdasarkan Surat Kuasa Nomor: SK/01/VII/2012/BNN, tertanggal 18 Juli 2012, pihak Termohon memberi kuasa untuk mewakili hak-haknya dan kepentingan Termohon dalam persidangan ajudikasi nonlitigasi kepada: 1. Ahwil Luthan; 2. DR. Benny J. Mamoto, S.H., M.B.; 3. Yappy Manafe; 4. Bali Moniaga; 5. Jeane Mandagi, S.H.; 6. Indradi Thanos; 7. Tyaswening K.; 8. Drs. Sumirat Dwiyanto, M.Si.; 9. Supardi, S.H.,M.H.; 10. Aris Sujarwati, S.H.; 11. Eryan Noviandi. S, S.H.; 12.1. Malik Tanjung, S.H.; 13. Anton Suriyadi Siagian, S.H. selanjutnya disebut sebagai Termohon [1.2] Telah membaca surat permohonan Pemohon; Telah mendengar kcmra) gan Pemohon; Telah mender.foar ke'erangan Termohon; Telah Mendengar Keterangan Ahli: Telah melakukan pemeriksaan tertutup; Telah memeriksa bukti-bukti dari Pemohon; Te
2. DUDUK PERKARA A. Pendahuluan [2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggal 1 Mei 2012. 2
Kronologi [2.2] Tanggal 27 Februari 2012, Pemohon mengajukan permohonan informasi kepada Kepala Badan Narkotika Nasional RI dengan Nomor : 382/SK/BNN/II/2012, tertanggal 27 Februari 2012, adapun Informasi yang diminta adalah berupa salinan: 1) 2) 3)
Peraturan kepala BNN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dan Penyerahan di Bawah Tangan Peraturan Kepala BNN Nomor 4 Tahun 2011 tentang teknik Penyidikan Pembelian terselubung. Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika
[2.3] Pada tanggal 5 Maret 2012, Termohon menyampaikan jawaban tertulis atas permintaan informasi Pemohon dengan surat Nomor B/556/III/2012/BNN ,er.c.uggal 5 Maret 2012, adapun tanggapan tersebut adalah sebagai berikut: 1) Rujukan: a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Kemrbikaan Informasi Publik b. Surat Koordinator penanganan Kasus lembaga Bantua.r Hukum Masyarakat Nomor 382/SK/BNN/II/2012, tanggal 27 Februari 2012 perihal permohonan Salinan Peraturan. 2) Bersama ini disampaikan apresiasi yang sa^ga. mendalam atas partisipasi lembaga Bantuan Hukum Masyarakat d'5tam ti\ut serta melaksanakan Program pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika yang merupakan tugas pokok dan fungsi Badan Narkotika Nasional. 3) Berkenaan dengan permohonan saiina." tiga peraturan kepala BNN sebagaimana dimaksud dalam rujukan anpkm i huruf b di atas, bersama ini disampaikan halhal sebagai berikut: a. Bahwa dalam Pas?.’ 17 undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menetapkan antara lain: “ setiap Badan Kmi 1iv wajib membuka akses bagi setiap Pemohon informasi Publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali: a. informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikankepada Pemohon Irformasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana 3. mengungkapkan data intelejen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional 4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya, dan/atau 5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. ” b. bahwa ketiga peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional tersebut sifatnya terbatas dan hanya digunakan untuk kalangan internal BNN. 3
4) Berkaitan dengan hal tersebut, bersama ini disampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, BNN tidak dapat memenuhi permohonan tersebut.
[2.4] Pada tanggal 15 Maret 2012, Pemohon mengajukan permohonan informasi berupa salinan peraturan kepala BNN, kepada Kepala Badan Narkotika Nasional RI dengan Nomor : 395/SK/BNN/III/2012, tertanggal 15 Maret 2012. [2.5] Pada tanggal 17 April 2012 Pemohon menyampaikan Surat keberatan kepada Termohon, dengan surat Nomor: 399/SK/BNN/IV/2012 tertanggal 16 April 2012, perihal keberatan terhadap surat BNN Nomor: B/556/III/2012/BNN tertanggal 5 Maret 2012 .
[2.6] Sehubungan tidak dipenuhinya permohonan informasi atas permoho^n a quo dari Termohon, maka pada tanggal 1 Mei 2012 Pemohon mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informal ?i>jat dan diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggm i Mei 2012 [2.7] Setelah melalui proses pemeriksaan Majelis Pe*- leriksaan Pendahuluan (MPP), maka MPP menetapkan melalui Penetapan KIP RI Nomjr 96/VI/PNTP-MPP.A/2012 tertanggal 4 Juni
2012 menetapkan menerima pemohonan sengketa informasi dan
akan diselesaikan melalui ajudikasi. [2.8] Sidang ajudikasi telah dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 2012, 1 Agustus 2012, dan 3 September 2012, dengar diharui oleh Pemohon dan Termohon dalam sidang ajudikasi a quo yang di hadiu olei. Pemohon dan Termohon.
Alasan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik [2.9] Pemohon mengajukan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik karena pemintaan informasi tidak dipenuhi oleh Termohon karena Termohon berpendapat iniormasi a~quo merupakan informasi yang di kecualikan. ruji an Permohonan Informasi [2.10] Pemohon mengajukan permohonan informasi untuk Pemohon bergerak dalam bidang bantuan hukum cuma-cuma kepada masyarakat miskin, marginal, dan terpinggirkan terutama dalam penanganan kasus-kasus narkotika yang beberapa tahun belakangan ini terus meningkat dan sebagai bahan edukasi bagi masyarakat di beberapa komunitas yang saat ini Pemohon berdayakan. 4
Petitum [2.11] Mohon kepada Komisi Informasi Pusat untuk dapat menyelesaikan sengketa informasi publik sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. B. Alat Bukti MK Keterangan Pemohon [2.12] Menimbang bahwa di persidangan ajudikasi Pemohon memberikan keterangan sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bahwa terkait dengan permohonan informasi Peraturan kepala BNI TNomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dan Penyerahan di BawK. Tangan di ralat menjadi permohonan informasi Peraturan kepala BNN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dan Penyerahan di Baw?b iNn^awasan. Bahwa Pemohon mengakui kesalahan dalam membuat redasksional Permohonan informasi kaitannya dengan judul Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional (Perka BNN), Pemohon akan memperbaiki redaksional tersebut dan Pemohon tetap meminta Peraturan Kepala BNN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dan penyerah?.,* dioawah pengawasan; Bahwa Pemohon meminta dokumen Per ^ran Kepala BNN karena berdasarkan pengalaman pendampingan teman-teman K komunitas ini banyak yang menjadi korban oleh karena itu Pemohon mau membantu mereka; Bahwa selama proses pendampMg;.n n komunitas, Pemohon sering mendengar banyak kejadian yang dial air.. Knan-teman istilah jalanannya dicepukin artinya dijebak oleh pihak penyidir ba k kepolisian maupun BNN untuk melakukan tindak pidana narkotika. Padahal mereka tidak punya niat pada awalnya untuk melakukan hal itu karena i'.u Pemohon membutuhkan aturan seperti surat-surat yang diperlukan, penegasan, jangka waktu, dan segala macam, untuk kemudian dilapangan ditemui'an seperti ini lagi, Pemohon bisa meng-cmw check apakah pembelian terselubung ini sah atau tidak; Bahwa berdasarkan UU Narkotika, untuk pembelian terselubung harus ada surat izin dari kepala penyidik baik kepala BNN atau Polri tapi itu hampir selalu tidak ada. Pemohon mempunyai ketakutan ada pihak-pihak yang menggunakan r .‘ratumu ini dengan tidak bertanggung jawab; Bah.1a alasan Termohon dalam suratnya yang dikirim kepada Pemohon melalui ta \ yang melandaskan pada Pasal 17 UU KIP, Pemohon melihat bahwa Pasal 18 JU KIP mengatakan tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagai berikut: pada poin b ketetapan keputusan, peraturan, surat edaran maupun bentuk kebijakan lain baik mengikat maupun tidak mengikat ke dalam maupu keluar serta pertimbangan penegak hukum, dalam hal Pemohon menilai peraturan kepala BNN termasuk dalam informasi yang bisa Pemohon lihat atau diakses; Bahwa Pemohon membayangkan peraturan kepala BNN ini berisi aturan tindakan-tindakan yang harus dipersiapkan sebelum melakukan aktivitas, yaitu perlu ada surat penunjukan, sehingga ketika menangkap orang telah jelas 5
8.
fungsinya apa dan siapa yang ditunjuk untuk itu, misalnya dari segi administrasi, Targetnya siapa? Operasi-nya ada definisinya target itu siapa Pemohon membutuhkan informasi itu yang ada dalam Perka BNN No 3 dan 4- ’ Bahwa untuk Peraturan Kepala No. 5 mengenai petunjuk teknis penyelidikan adalaPh nyi? t anKtmdak Pldana dan prekusor narkotika, bahwa tujuan Pemohon H-U k - bll a men^ cross check kedepannya apakah penyelidikan dan ataU tldak' Pemohon berpendapat untuk Peraturan No. 5 ini tida ada kaitan dengan undercover buy atau surveillance tadi; npn
9.
meiXtuhl<”Inh0n Z 611388' pendampin« ™syarakat, pendamping komunitas membutuhkan informasi mengenai proses pembelian terselubung dari penyelidikan m, supaya Pemohon bisa aware terhadap sesuatu jika ada pelanggaran administrasi atau materiil dari penyidikan dan pembelian terselubung yang terjadi di lapangan; Surat-Surat Pemohon [2.13] Menimbang bahwa Pemohon mengajukan bukti surat sebagai ben/nt Bukti
Dokumen
P- 1
Foto copy Surat permohonan informal kepada Kepala Badan Narkotika Nasional RI dengan Nomor; 382/SK/BNN/II/2012,tertanggal 2? r dmiari 2012. PerihalPermohonan Salinan Peraturan
P -2
Foto copy surat nomor B/55o/IW2012/BNN tertanggal 5 Maret 2102, Perihal: Permintaan Peraturan Kepala BNN
P- 3
Foto copy Surat nsomo- ; 395/SK/BNN/III/2012, tertanggal 15 Maret 2012. Pe^haf Permohonan salinan peraturan kepala BNN.
P -4
Foto copy surai nomor 399/SK/BNN/IV/2012 tertanggal 16 April 2012, peril A keberatan terhadap surat BNN Nomor: B/556/III/2012/BNN tertanggal 5 Maret 2012.
P-5
i
e -6
j
________________
1 oto C0Py salinan akta pendirian Tembaga” B am W ~ H ui^nr masyarakat (LBH Masyarakat) oleh Notaris Nuzul Okdawiati, SH Nomor: 3 tanggal 15 April 2008. ’ ’ Surat Tugas nomor: 435/SK/KIP/VII/2012 tertanggal 19 juli 20012
P-7
Foto Copy Manual On Anti-Ilegal Drugs Operation And nvestigation, PNP Anti-Illegal Drugs Special Operation Task Force CY 2010
P- 8
Foto Copy KTP atas nama Ajeng Larasati; Antonius Badar Karwayu; M. Afif Abdul Qoyim; Ilkham Sofian Harris.
6
[2.14] Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang diuraikan di atas dan bukti terlampir, Pemohon meminta kepada Majelis Komisioner agar memberikan putusan: 1. Primer a. Mengabulkan permohonan Pemohon. b. Memerintahkan Termohon untuk memberikan salinan atas informasi yang diminta Pemohon. 2. Subsider Memberikan putusan lain yang seadil-adilnya menurut rasa keadilan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keterangan Termohon [2.15] Menimbang bahwa di persidangan ajudikasi Termohon had'r dan memberikan keterangan sebagai beikut: 1.
Bahwa yang perlu Termohon koreksi adalah berkenaan dengan permohonan Pemohon Informasi yang meminta Peraturan Keoala BNN No.3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dibawah tangan, bahwa Termohon tidak mempunyai peraturan tentang teknik ^enyH’kan di bawah tangan yang ada adalah penyerahan di bawah pengatasan yang merupakan terjemahan langsung dari konvensi PBB de j uga Peraturan Kepala BNN No 4 Tahun 2011 tentang Teknik Peicidikan Pembelian secara Terselubung (undercover buyj dan dokumen ketiga tentang Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Ntrkotika tidak ada masalah; 2. Bahwa dokumen sebsgs'mana yang diminta oleh Pemohon memang benar dimiliki oleh Termohon Termohon tidak memberikan dokumen tersebut karena dokumen heiupa Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional merupakan peraturan yang bersifat internal yang tidak boleh diketahui oleh publik dan mengacu Pasal 17 huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menyebutkan bahwa informasi pubhk yrrg akan diberikan kepada Pemohon informasi akan sangat menghambat penyidikan dan penyelidikan suatu tindak pidana; dapat mengungkap identitas informan, pelapor saksi atau korban, dapat mengungkap didu intelijen kriminal dan rencana-rencana pencegahan dan penanganan ‘■egala bentuk kejahatan transnasional; dan dapat membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; T Bahwa dokumen berupa Perka BNN itu sangat signifikan buat Termohon dan apabila dokumen tersebut diberikan ke publik dapat menganggu dan menyulitkan pengungkapan kasus-kasus yang menjadi target operasi Termohon; 4. Bahwa sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang sekiranya berlaku pada bulan Oktober 2009, Penyidik BNN berwenang penuh sebagaimana penyidik yang ada di republik ini, dan mengenai Peraturan Kepala BNN tidak akan didaftarkan ke Kementerian 7
Hukum dan HAM, karena kalau Termohon daftarkan akan terbuka bagi publik untuk dipelajari dan dibaca, dengan demikian maka sama aja dengan rekanrekan ini mengajukan permohonan informasi, sehingga ketiga Peraturan kepala BNN ini tidak didaftarkan ke Kemenkumham; 5. Bahwa Pemohon hanya menghimbau jangan sampai kejadian seperti dibeberapa negara, dimana tidak ada kenyamanan dan keamanan termasuk kepada penyidik, penuntut umum termasuk hakim gara-gara teknik dan taktik yang dikuasai oleh penyidik diketahui oleh publik yang akan membahayakan keamanan, membahayakan keamanan peralatan, sarana dan prasarana penegak hukum; 6. Bahwa kejahatan transnasional ini bagaimana bisa diungkap apabila taktiktaktik melakukan penyelidikan, penyidikan, penyamaran dan kegiatan pembelian terselubung di bawah pengawasan berbagai kombinasi teknik di lapanangan sampai berhasil memberantas diumumkan kepada publik y^ng juga anggota organisasi kriminal internasional atau sindikat narkotika, maka p/olik dan mereka akan tahu persis taktik yang akan dipakai oleh Termoiicn misalnya memakai teknik sewa orang untuk counter surveillance, jik^ j A dibuka Termohon tidak akan bisa mengungkapkan dan memberantas kejahatan ini; 7. Bahwa Perka ini secara komprehensif mengatur tekmic-^ekr ik dan taktik sehingga sangat rigid, kenapa Termohon membuat a:uran seperti ini adalah untuk mengantisipasi timbulnya salah tafsir dan satu dengan yang lain saling kait mengkait dan tidak bisa dipisahkan. Termohon khawatir ketika harus perang dengan telanjang tidak menggunakan takdk sehingga pihak lawan serta merta bisa meng counter, 8. Bahwa apa yang disampaikan Pemohon terkait dengan kasus yang disebut jebakan tidak ada surat perintah, itu kasus tertangkap tangan dalam KUHAP saja tertangkap tangan tidak perlu >umi mrintah. Menurut KUHAP undercover buy adalah jebakan tetapi jebakan yang legal merupakan lex specialis yang diberikan undang-undang y?hu melalui Pasal 75 UU Narkotika yang diberikan kewenangannya kepada penyidik BNN; 9. Bahwa Termohon nKnPai ada salah persepsi dari rekan Pemohon, UU Narkotika itu kejam <Pau epa? Justru UU No 35 tahun 2011 ini sangat humanis dibanding yang dulu. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan security approach. Justru humanis dengan adanya pasal-pasal yang mewajibkan mereka diberika fasilitasi rehabilitasi social; 10. Bahwa merujuk apa yang disampaikan oleh Pemohon bahwa kalau menyangmjt administrasi penyidikan dan penyelidikan BNN, surat perintah tugis hai us ada, Surat Perintah penyelidikan didalamnya menyangkut underrjver buy melakukan control delivery, di wilayah hukum mana itu ada. Kemudian, pertanggung jawaban melakukan penyidikan, bahwa itu semuanya bisa diuji di pra peradilan seandainya salah tangkap; . 1. Bahwa Perka BNN ini bersifat confidential, untuk masa berlaku namanya kejahatan terus berkembang, tapi sifat confident'ial-nyn tetap untuk selamalamanya; dan di masing-masing negara berbeda-beda, menurut Termohon diluar jauh lebih rahasia sangat terbatas dan dirahasiakan; Surat-Surat Termohon [2.16] Menimbang bahwa Termohon mengajukan bukti surat sebagai berikut:
8
Bukti T-l
Surat Perintah Nomor: Sprin/1662/VII/2012, tertanggal 18 Juli 2012
Bukti T-2
Surat Kuasa Nomor: SK/01/VII/2012/BNN, tertanggal 18 Juli 2012
Bukti T-3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Bukti T-4
Foto
Copy
Surat
perintah
Tugas
Nomor:
Sprin.Gas/14C-
INTD/III/2012/BNN tertanggal 30 Maret 2012 dan Surat perintah Tugas nomor: Sprin.Gas/30-INTD/VII/2012/BNN tertanggal Juli 2012 Bukti T-5
Foto Copy Peraturan Kepala BNN Nomor: 11 Tahun 2012 tentang Pelayanan Informasi Publik Di Lingkungan Badan Narkotika Nasional.
Bukti T-6
Foto Copy Keputusan Kepala BNN Nomor: KEP-34DY TT/y012/BNN tentang Organisasi Pengelola Informasi dan Dokumentasi Badan Narkotika Nasional.
Bukti T-7
Daftar informasi yang di kecualikan d’buat Kepala Pusat Penelitian, Data, Dan Informasi selaku PP1D UTuma BNN, di tetapkan pada Juli 2012
Bukti T-8
Dokumen Print Akibat Burun Penyalahgunaan Narkotika
Keterangan A h li: [2.17] Menimbang bahwa ^ berikut:
‘anggai 1 Juli 2012 dihadirkan ahli di bawah sumpah
Ahli yang di hadirkan oleh Termohon, Prof. DR. Bachtiar Aly, 1.
2.
Bab’:, a se alah Ahli mempelajari peraturan kepala BNN, pada awalnya memang Ahli menganggap setiap warga negara berhak atas informasi, tapi setelan Ahli mempelajari mengenai informasi yang dikecualikan yang akan membahayakan kepentingan masyarakat negara dan kepentingan umum maka /-ihli sampai pada posisi bahwa pengecualian tersebut memang relevan dengan UU KIP sendiri; b Bahwa Ahli berpendapat tidak ada salahnya bagi Pemohon untuk mengetahui hal-hal yang sesungguhnya boleh diketahui. Persoalannya adalah tergantung pada posisioning masing-masing. Dan setelah mempelajari visi dan misi Pemohon, mereka punya keterpanggilan untuk membuka informasi karena Pemohon memang fokus untuk memberikan informasi kepada publik; sebaliknya Termohon juga tidak memikirkan kepentingan sepihak, tapi juga untuk kepentingan umum bahwa jika dibuka akan menghambat proses penyidikan dan penyelidikan. Oleh karena itu ini bisa ditafsirkan secara hukum 9
3.
4. 5.
6. 7.
8.
9.
lex specialis karena sebenarnya ini bukan lagi hanya domain Indonesia tetapi sudah bersifat universal seiiring dengan konvensi yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia; Bahwa Ahli berpendapat harusnya diberikan suatu klarifikasi bahwa jika terjadi hal-hal yang menyimpang dalam praktek dilapangan itu memang bisa merugikan hak-hak dari warga negara; Bahwa Ahli berpendapat tidak ada yang dikecualikan karena itu memang bukan merupakan keinginan Termohon tapi merupakan kepentingan yang lebih besar; Bahwa menurut Ahli yang bersifat strickly (ketat) perlu dirahasiakan, namun ada bagian-bagian yang bisa diperlihatkan atau bersifat terbuka kecuali teknik itu sendiri. Bahkan ada informasi lain di luar Perka BNN yang itu jugsa penting bagi mereka dan bisa diberikan sebagai bekal di lapangan; Bahwa ada beberapa konsep filosofis yang ada dalam peraturan dan tvmasuk bagian-bagian administratif yang bisa diberikan kepada Pemohon; Bahwa regulasi ada yang bersifat tertulis dan hanya pihak-pihak re/tena yang mengetahuinya, lalu ada lagi yang bersifat konvensi kebiasaan ;api tidak pernah ada dokumen tertulisnya. Mengingat kejahatan narkotika yang merupakan extraordinary ini maka kebiasaan itu pun hams bui ah dan dilawan bersama dan merupakan upaya besar-besaran, dan unmk itu ada aturan yang harus dijaga dan Ahli pikir harus tetap demikian karena ketiga peraturan ini bukan hanya kepentingan Termohon tapi Mga merupakan kepentingan nasional dan konvensi internasional, jadi dalam batas latar belakang yang tidak sebagai dokumen, Ahli rasa sebagai wa-ga negara dalam batas-batas kepantasan dan kepatutan bisa diberikan; Bahwa langkah pra peradilan menr.-ut khu merupakan alternatif yang bisa ditawarkan, tapi masalahnya pra c°'adiian ujung-ujungnya uang. Kalau itu semua tertib lancar dan tepat, t hb setuju sekali, namun Ahli berpendapat jangan sampai ke pra peradilan, tetapi Pemohon diberi akses untuk memberi masukan kepada Termohon; Bahwa Ahli berpend.oU bila Peraturan ini dipublish akan memberikan keuntungan besar pada snidikat. Ahli kira Pemohon juga sepakat soal ini. Bahkan ahli pik’r lAak semua pegawai Termohon mengetahui peraturan ini, jadi Ahli setuju bahwa kepentingan yang lebih besar itu harus diutamakan;
Ahli yang di haolrkan oleh majelis komisioner, Heny Susilo Wardoyo, Kasubdid Polhukam fMr.flarmonisasi Ditjen Peraturan perundang-undangan, KemenkomhiCT.i. .
2.
Pahwa peraturan kepala badan dapat dikategorikan sebagai peraturan perundangan sepanjang diperintahkan oleh UU. Terkait dengan Perka BNN, setelah melihat judul peraturannya. Ahli berpendapat Perka BNN sifatnya teknis dan mengatur internal maka memang benar jika tidak diundangkan dalam berita negara; Bahwa makna pengundangan adalah supaya khalayak dapat mengetahui, akan menjadi persoalan ketika Perka BNN ini diundangkan di berita negara namun pubilk tidak boleh tahu, tapi mengingat ini tidak diundangkan diberita negara dan Termohon menyatakan rahasia, maka Ahli memahami sikap tersebut;
10
3.
Bahwa dalam Pasal 87 UU No 12 tahun 2011 dikatakan peraturan perundangan-undangan mempunyai kekuatan mengikat ketika peraturan tersebut diundangkan kecuali dinyatakan lain di dalam peraturan itu. Ketika peraturan yang dibuat merupakan pelaksanaan dari UU, maka ada kewajiban untuk diundangkannya, dan itu menjadi dasar berlakunya peraturan tersebut. Ketika Perka ini tidak dimuat dalam berita negara tentu tidak dapat dikategorisasi sebagai peraturan perundang-undangan; 4. Bahwa dalam UU No 12 Tahun 2011 mengatur definisi perundang-undangan yang bersifat tertulis. Tentunya instrumen yang diberi nama peraturan berisi materi yang bersifat mengatur bukan penetapan, apakah juklak dan juknis materinya mengatur? Dari judul Perka tersebut, Ahli berpendapat materi muatannya mengatur kedalam, antara lain penyidik. Mengatur itu sendiri ada dua kategori, yaitu mengatur yang sifatnya keluar dan ini wajib dimuat dan diberitakan diberita negara apabila dikeluarkan oleh sebuah lembnga atau apabila Peraturan Pemerintah atau Perpres ada di lembaran negara; 5. Bahwa ada Bab tentang pengundangan dan penyebarluasan dalam UU No. 12 Tahun 2011 yang mengatur apabila suatu peraturan tidak nemenuhi salah satau syarat pembentukan maka akan cacat prosedur anamla peraturan itu masuk kategori peraturan perundangan-undangan sesuat Pasal 1 UU 12 Tahun 2011, meskipun Perka ini adalah sebuah peraturan namap karena sifatnya tidak dimuat dalam berita negara, ini menjadi benar menurut Ahli karena ini tidak termasuk dalam hirarki perundangan dalam pasal 7 UU 12 Tahun 2011, karena kalau suatu peraturan masuk dalam Pasal 7 maka ada kewajiban untuk memasukan dalam LN dan TLN, BN dan 'TBN. Ketika sebuah perundangundangan tidak memenuhi ketentuan m?ka bmu saja diuji di Mahkamah Agung terkait dengan pengujian yang sifatm. a l.'.nuL jadi ada cacat prosedur; 6. Bahwa apabila peraturan itu men^A’ r ke dalam misalnya tatib pegawai maka tidak ada kewajiban dimuat da'an btfita negara dan ini tidak bisa dikatakan ke dalam cacat prosedur; oleh l^rona itu Ahli berpendapat Perka terkait juknis, agar penyidik BNN mendapat perlindungan maka merasa perlu me lakukan/memberikan petunjuk teknis itu. Jadi ini ada keterkaitan, sebagai sebuah satu kesatuan. Mengingat kejahatan narkotika yang sifatnya luar biasa; 7. Bahwa perundang-cnaanga yang diundangkan dalam berita negara meliputi perundang-unaangan yang berlaku harus diundangkan dalam berita negara. Kemudian agar setiap orang mengetahui harus diundangkan dengan menempatkannya dalam LN, TLN, Dan perundang-undangan yang diundangkan di LN meliputi UU/PerPU. PP, PERPRES, perundang-undangan lain 'mng menurut perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan talam ^N. Dari sini jelas bahwa ketika perundang-undangan itu yang sifatnya mengatur keluar dan diperintahkan untuk diberitakan dalam berita negara; 3. Bahwa Ahli berpendapat Perka BNN dapat dikatakan perundang-undangan yang dimaksud dengan hirarki dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 sepanjang diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi, ketika Perka ini termasuk ke dalam peraturan yang dibuat berdasarkan kebutuhan/inisiatif maka itu tidak termasuk yang wajib diundangkan; 9. Bahawa melihat judul, atau nama dalam Perka ini yang didahului dengan teknik. Sepertinya teknik itu dibutuhkan penyidik agar sesuai dengan protap. Ahli berpendapat jelas Perka tidak mengatur keluar; 10. Bahwa apabila peraturan memerintahkan ke bawah, biasanya sifatnya mengatur keluar, khalayak boleh mengetahui. Ketiga Perka ini tidak atas 11
amanat langsung tapi ada prakarsa pihak Termohon sendiri tentu menjadi subjektif, dan menjadi kewenangan Termohon. [2.18] Menimbang bahwa pada sidang ajudikasi tanggal 3 September 2012, Pemohon menghadirkan ahli di bawah sumpah berikut: Asmin Fransiska, Dosen FH Unika Atmajaya 1.
Bahwa dengan adanya aturan yang terbuka untuk publik, justru akan sangat berguna bukan hanya untuk Pemohon atau orang yang dirugikan oleh mekanisme terselubung, tapi justru penegak hukum jadi dimonitoring oleh banyak orang, maka akan sangat baik bagi penegak hukum dan akan lebih berhati-hati dalam melakukan tugasnya; 2. Bahwa di dalam sesuatu pembelian terselubung di banyak nega.a yang tersembunyi adalah orang-orangnya. Tapi apa yang menjadi tugas mereki dan bagaimana mereka melakukan diketahui banyak orang sehingga r aou-kasus mistreatment atau misconduct dari penegak hukum bisa dim mPoruig karena aturannya jelas, karena diketahui oleh publik; 3. Bahwa Ahli berpendapat dengan melihat apa yang dikerjakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), nuansanya sangat tertutup karena menyangkut data yang luar biasa dari negara dan juga menyangkut nyawa seseorang, tetapi tahap teknik dan administrasi' data tersebut dimulai tahap dibawa, dilindungi sampai tahap dibuktikan kawarganegaraan itu terbuka, maksudnya mereka punya satu website yang bLa kita tahu ketika ada saksi atau korban apa yang harus dilakukan penegak hukum sebagai aparatnya. Tekniknya ada, secara administratif siaj.?. yang bertanggungjawab di websitenya ada. Hubungannya dengan ser.gH’L, mi hampir mirip, ada 1 (satu) lembaga ada 1 (satu) kebijakan dan tekniknya dan dokumen yang harusnya rahasia. Karena untuk menarik saksi-^akn agar mau bersidang. Di banyak negara ada yang sifatnya tertutup mengenai teknik tetapi tidak serta merta menutup semuanya termasuk 'ekoik bahkan di Belanda korban dari pembelian terselubung tahu bewl tekniknya begitu sehingga kasusnya bisa dibawa ke pengadilan; 4. Bahwa Ahli berpendapat apa yang dilakukan Termohon dengan menyebutkan judul aturannya sr.(a sudah sangat berguna sehingga kita tahu ada aturannya teknik-teknik tersebut, Ahli berpendapat Termohon sudah melakukan progress yang sangat baik minimal dikasih tahu judulnya walaupun tidak isinya, tetapi yan^ jadi masalah ketiga teknik dilakukan sebelum tertuang dalam peraturan sehingga akan sangat baik dan sangat luar biasa bagi penegak hukum dalam ha, ini Termohon untuk membuka aturan-aturan tersebut: T Banwa apabila Perka BNN tersebut dibuka maka tujuan monitoring dari masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh penegak hukum dapat dijalankan dengan baik karena Termohon sekarang menjadi pilar utama dalam pemberantasan narkotika pada saat seseorang menjadi tokoh utama/tokoh sentral dalam suatu kebijakan hukum atau perubahan hukum maka Keterbukaan menjadi sesuatu yang mau tidak mau harus diikuti karena abuse power-nya dapat muncul; 6. Bahwa selain masalah transparansi, akuntabilitas, yang menjadi kunci penting dalam transparansi dan akuntabilitas tidak ada pelanggaran HAM, itu ukuran penting pada saat transparansi dan akuntabilitas itu ada. Pada saat penegak 12
hukum melakukan tindakan penangkapan yang sewenang-wenang maka otomatis melakukan pelanggaran HAM; 7. Bahwa yang sering terjadi temuan di lapangan baik wawancara maupun pengaduan, penegak hukum sering melakukan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Yang menjadi persoalan dalam teknik pembelian terselubung adalah dia dijebak dalam situasi tertentu dia tidak tahu kalau tujuannya adalah untuk dijadikan dirinya melawan diri sendiri dalam tindak pidana untuk menyatakan dirinya tidak bersalah; 8. Bahwa harus diakui di banyak negara kasus entrapment atau kasus teknikteknik ini di wilayah abu-abu, tidak ada kesepakatan yang secara lugas yang menyebutkan bahwa ini harus diketahui sampai detil, yang jadi persoalannya adalah juknisnya di teknik paling dasar prakteknya, yang memang mau tidak mau detailnya harus ditutup tetapi sekali lagi yang menjadi persoalan adalah kita tidak pernah tahu teknik penyidikan dan pengawasan adalah sampai sejauh mana diatur karena memang dalam sejarahnya kita tidak pernah mengerti karena mungkin Termohon dengan niat baik memberitahu itu kept, da banyak orang, karenannya Ahli tidak mengakui tidak mengetahui teknik i a sampai detail kalau akhirnya merugikan penegak hukum; 9. Bahwa soal administratif sudah diatur dalam Pasal 75 H lt Narkotika. Pihak penegak hukum bisa melakukan penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan dibawah pengawasan, artinya metode itu secara administratif sudah dibuka dan itu sudah dijalankan; 10. Bahwa banyak fakta-fakta, cerita dan banyak kasus dimana para pengguna narkotika ke dalam sistem hukum pidana karena cerjebak dengan di “cepuk”, teknik itu sudah ada dan sudah berjaOn. Karena itu sangat penting untuk memastikan detilnya aturan teknik itr seperu apa, kalau detilnya diketahui oleh umum, haknya apa maka bisa dib: »v^ k ° sidang. Karena itu Ahli berpendapat untuk daftar Target Operasi (TO j bomb tidak dibuka, tetapi teknik menangkap orang, diborgol, bagaimana cnra nenyadapan, juknis itu sudah banyak orang mengetahui, persoalannya adil ah hanya mengetahui tanpa mengetahui dokumennya yang membuat kita tidak pernah menyadari itu adalah pelanggaran HAM dai. itu tidak dapat di monitoring dengan baik. 11. Bahwa Tidak ad? satupan negara yang menegasikan tidak boleh ada teknik ini. Teknik ini di bauvak negara ada, artinya memang harus diakui untuk kasus narkotika tre#/me?.r-nya secara khusus, pada saat teknik itu berjalan secara prinsip apakah teknik ini melanggar HAM, hal itu bisa dijawab jika kita tahu teknik itu renerti apa.
Pemerksaa" tertutup [2 '9 , i4enimbang bahwa pada tanggal 3 September 2012, Majelis Komisioner melakukan pemeriksaan tertutup yang didapat fakta-fakta menurut Termohon «ebagai berikut: Bahwa dalam Peraturan kepala BNN Nomor 3 tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dan Penyerahan di Bawah Pengawasan adalah sebagai berikut: 1. Ketentuan umum di Pasal 1 ayat (1) merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik penyidikan.
13
2. Semua ketentuan di Pasal 3 sampai dengan Pasal 27 merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik penyidikan dan penyerahan di bawah pengawasan. 3. Pasal 28 sampai dengan Pasal 30 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. Bahwa dalam Peraturan Kepala BNN Nomor 4 Tahun 2011 tentang teknik Penyidikan Pembelian terselubung terdapat informasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Semua ketentuan di Pasal 1 ayat (1) merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik penyidikan pembelian terselubung. 2. Semua ketentuan di Pasal 2 sampai dengan Pasal 11 meruoakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terka h teknik penyidikan pembelian terselubung. 3. Pasal 12 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. 4. Lampiran Peraturan Kepala BNN Nomor 4 Tahun 2011 ter/aug teknik Penyidikan Pembelian terselubung merupakan infcnnasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terka;t teknik penyidikan pembelian terselubung. Bahwa dalam Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika, terdapat informasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Bab I Ketentuan umum Pasal 1 nr:rupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. 2. Bab II Penyelidikan bagian k Kencana Penyelidikan Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 merupakan 'nh irnasi yang tertutup/rahasia. 3. Bab III Penyidikan Pasai 20 sampai dengan Pasal 30 merupakan informasi yang tertutup/rahasia. 4. Bab IV Pemangjibn, Penangkapan, dan penahanan; bagian kesatu Pemanggilan Ta?al 'M sampai dengan Pasal 53 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. 5. Bab V Pemeriksaan; Bagian kesatu Pemeriksaan Saksi dan Tersangka Pasal 54 sampai dengan Pasal 58 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. 6. Bab VT Penggeledahan dan penyitaan; Bagian kesatu; Penggeledahan; P'vagraf 1; Rumah, alat angkutan dan Tempat-tempat tertutup Pasal 59 sampai dengan Pasal 63 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. 7. Pasal 64 merupakan informasi yang tertutup/rahasia. 8. Seluruh lampiran 1 Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika merupakan informasi yang tertutup/rahasia. 3. KESIMPULAN PARA PIHAK Kesimpulan Pemohon [3.1] Menimbang bahwa Pemohon menyampaikan kesimpulan sebagai berikut:
14
| Pendahuluan_______
'
Ketersediaan informasi memegang peranan penting di dalam sendi-sendi kehidupan manusia. Keberadaan informasi akan membantu manusia dalam merumuskan dan mengambil keputusan yang rasional atau yang dianggap baik bagi dirinya. Mengingat begitu fundamentalnya keberadaan informasi bagi kelangsungan hidup manusia, maka tidak mengherankan kalau kemudian hak atas informasi telah diakui sebagai hak asasi manusia. Di Indonesia, hak untuk memperoleh informasi adalah salah satu hak asasi manusia yang kehadirannya telah dijamin oleh Konstitusi.1 Dalam konteks kehidupan bernegara, pemenuhan hak atas informasi publik bukan hanya semata pelaksanaan kewajiban Negara untuk memenuhi hak asasi warganya. Tetapi juga sebagai salah satu unsur penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tid ik dapat bertindak sewenang-wenang. Mereka harus dapat mempertanggungjawabkan kebijakan-kebijakan yang diambilnya kepada masyarakat, karena pemerintah adalah pemegang amanah kepercayaan masyarakat guna menjaga be'angsungan hidup bersama. Dalam konteks inilah, hak atas informasi pucim memainkan peran kunci. Dengan adanya akses terhadap informasi, irr.a/ai.-’kat dapat terlibat untuk memantau apakah kebijakan yang diambil telah mau akan merugikan masyarakat. Lebih mendasar lagi, apakah kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah akan melanggar hak asasi warga. Sebagai bagian dari masyarakat sipil dan H-ugan tujuan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan Negara tetap ddam koridor perlindungan hak asasi manusia, Pemohon, yaitu LBH Masytmka. sebuah organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang bantuan huXu.n dan perlindungan hak asasi manusia, mengajukan permintaan atas in'brnas; publik kepada Termohon, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN), sebudi lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk mencegah da\ memjerantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursui uarkotika. Keputusan Termohon untuk menolak menyediakan informasi yang dimintakan oleh Pemohon mengantarkan kita di titik ini. Sebuah titik perjuangan atas perlindungan hak asasi manusia yang sedang berusaha duresampingkan oleh Termohon atas nama “perang terhadap narkotika”. F Demi menamatkan gambaran yang penuh perihal sengketa informasi yang sedanj ,i
15
III. IV.
Tiga Alasan Mengapa Informasi A Quo Harus Dinyatakan Terbuka Kesimpulan dan Petitum Pemohon
Legal Standing Pemohon, Termohon, dan Informasi Publik yang Disengketakan Sebelum masuk pada pokok pembahasan mengenai mengapa menurut Pemohon informasi a quo harus dinyatakan terbuka, Pemohon hendak menunjukkan bahwa baik Pemohon, Termohon, maupun informasi a quo telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Legal Standing Pemohon UU KIP mengatur bahwa pemohon informasi publik h a ri'a h warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik.2 Pemohon adalah sebuah badan inAmn Indonesia berbentuk Perkumpulan, sebagaimana dinyatakan dalam Akta Notaris Nuzul Okdawiati yang juga telah dilampirkan dabm pemajuan sengketa informasi ini kepada Majelis Komisioner. UU KIP mengatur lebih lanjut bahwa pengajuan sengketa informasi hanya dapat dilakukan jika Pemohon yang "ermintaannya ditolak oleh badan publik telah melewati upaya-up^ya keberatan dan masih tidak puas dengan tanggapan atas ke br dari badan publik terkait. Dalam sengketa informasi ini, Pemohce te’ah menyampaikan 2 (dua) buah surat keberatan atas penolakan permil taan informasi kepada Termohon, yaitu BNN. Kedua surat ini, masing-masing disampaikan pada tanggal 15 Maret 2012 dan 17 Api J 2012, tidak juga ditanggapi oleh Termohon. Padahal, Termohon nem.liki kewajiban untuk menanggapi keberatan Pemohon paling rambat 30 (tiga puluh) hari sejak keberatan diajukan.3 Karena Term one n t:uak kunjung memberikan tanggapannya, Pemohon kemudian mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi kepada Komisi Informasi Pusat.4 Be. dasarkan uraian tersebut di atas, Pemohon telah memenuhi kedua aspen persyaratan tersebut. Dengan demikian, LBH Masyarakat dapat dn.yatakan sebagai Pemohon yang sah dalam sengketa informasi ini. Legal Standing Termohon Pasal 1 ayat 3 UU KIP mengatur bahwa termasuk dalam definisi badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun badan lain yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang 2 Pasal 1 ayat 12 UU KIP. 1 Pasal 36 ayat 2 UU KIP. 4 Berdasarkan Pasal 27 UU KIP, Komisi Informasi Pusat berwenang untuk menyelesaikan sengketa informasi yang menyangkut badan publik pusat. Dalam hal ini, Termohon berstatus sebagai badan publik pusat. 16
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Daerah. Sebagai lembaga pemerintah di bawah Presiden, Termohon, menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan dalam hal pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkotika, yang merupakan bagian dari penyelenggaraan negara.5 Terlebih, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Termohon menggunakan dana yang bersumber dari ABPN.6 Selain itu, sebagaimana disampaikan dalam Sidang Ajudikasi tertanggal 20 Agustus 2012, Termohon mengonfirmasi bahwa ketiga peraturan yang dimintakan oleh Pemohon (yang akan dijelaskan di bagian berikut) memang benar dikeluarkan oleh Termohon. Dengan demikian, BNN juga telah memenuhi syarat yang sah sebagai Termohon dalam smgketa ini. Jenis Informasi Yang Disengketakan adalah Informasi Publik UU KIP mengatur bahwa informasi publik adalah “informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau dkeri.na oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaran Negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan [UU KIP] serto informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.”7 Dalam sengketa informasi ini, informasi publik yang dimintakan oleh Pemoho i adelan: 1. Peraturan Kepala Badan N?rkol;ka Nasional No. 3 Tahun 2011 Tentang Teknik Penyid.1ran Penyerahan di Bawah Pengawasan, 2. Peraturan Kepala Bad m Narkotika Nasional No. 4 Tahun 2011 Tentang Teknik Penyidikan Pembelian Terselubung, dan 3. Peraturan Kepala badan Narkotika Nasional No. 5 Tahun 2011 Tentang Peturjuk Teknis Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana da. - Prekursor Narkotika, Informasi yang diminta tersebut adalah peraturan yang mengatur bagaimana negara menyelenggarakan aktivitas di bidang pemberantasan peredaran gNap narkotika. Dengan demikian, ketiga peraturan yang dimintakan oieh Pemohon dalam kasus ini telah memenuhi kualifikasi sebagai informasi publik. Menimbang bahwa kedudukan Pemohon, Termohon, dan informasi yang 'f minta telah memenuhi persyaratan yang diamantkan dalam UU KIP. maka sengketa informasi ini dapat diajukan ke dan diperiksa serta diputus oleh Komisi Informasi Pusat.
II.
Penjabaran Argumen Pemohon dan Termohom
' Pasal 64 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika). 6 BNN mulai mendapatkan dana dari APBN sejak taluin 2003, sebagaimana dilansir dalam website resmi BNN, www.bnn.go.id 7 Pasal I ayat 2 UU KIP. 17
Sengketa informasi ini terjadi karena Termohon menolak memberikan informasi yang diminta oleh Pemohon, dan Termohon juga tidak bersedia memberikan tanggapan atas keberatan yang disampaikan oleh Pemohon terkait dengan penolakan tersebut. Adapun yang menjadi alasan Pemohon dalam meminta informasi a quo adalah sebagai berikut: 1. Bahwa Pemohon adalah organisasi non-pemerintah non-profit yang selama lebih dari 4 (empat) tahun terakhir menyediakan pendampingan hukum dan pemberdayaan hukum bagi anggota komunitas mantan pemakai narkotika di Jakarta dan sekitarnya. Selama kurun waktu tersebut, Pemohon sering kali mendapatkan pengaduan dari anggota komunitas pecandu narkotika mengenai maraknya penjebakan dan rekayasa dalam kasus narkotika; 2. Bahwa pengaduan tersebut semakin diperkuat oleh pendokumentasian yang dilakukan oleh Pemohon mmgenai pelanggaran hak tersangka kasus narkotika di tingkat penyidikan di Jakarta, dalam kurun waktu 2010-2011. Dokumentasi tersebut mencatat bahwa sebanyak 83 (delapan puluh tiga) kasus diduga kuat merupakan hasil dari rekayasa kasus atau penebakan; 3. Bahwa Pemohon menyadari tindakan penjebakan dalam bentuk pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan adalah salah satu dari kewenangan Termohon sebagai bagian dari lembaga yang salah satu fungsinya "Ualah memberantas peredaran gelap narkotika. Hal ini tercantum ctUam Pasal 75 huruf J UU Narkotika. Namun sayangnya tidak ada ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenargan ink 4. Bahwa Pemohon berasumsi informasi yang diminta tersebut mengatur leh'h lanjut pelaksanaan kewenangan untuk melakukan pembelian mrst’abung, penyerahan di bawah pengawasan, serta teknis pen/miivan tindak pidana narkotika yang bersifat umum; 5. Pemohon menyambut baik dibuatnya informasi a quo, karena kehadiran informasi tersebut dapat menghindari terjadinya operasi pembelian terselubung, penyerahan di bawah pengawasan, dan penyidikan tindak pidana narkotika yang sewenang-wenang atau tidak berdasar hukum; 6. Pemohon berpandangan bahwa operasi yang dilakukan secara sewenang-wenang atau tidak sesuai dengan prosedur adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas peradilan yang jujur dan adil (right to fair trial) yang dijamin oleh Pasal 28D Konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan informasi yang terang dan jelas mengenai ketiga hal yang dimintakan oleh Pemohon tersebut penting untuk diketahui oleh publik guna mencegah terjadinya pelanggaran hak atas peradilan yang jujur;
18
. Bahwa keterbukaan informasi yang dimintakan oleh Pemohon bukan anya berfungsi sebagai bentuk jaminan bahwa perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia akan tetap terjaga dalam upaya-upaya yang dilakukan oleh Termohon untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Keterbukaan informasi tersebut juga sekaligus merupakan bentuk akuntabilitas Termohon dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya. Akuntabilitas adalah salah satu asas yang dikenal dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang IX o S m e
gara ya"6 BerSih d“ BebaS dad K0rU»si’ K° ' ^
8. Pemohon menyampaikan bahwa informasi yang hendak dUkses ersebut pada dasarnya adalah informasi yang terkait dengar s-aratsyarat atau ketentuan prosedural mengenai pelaksana^ operasi pembelian terselubung, penyerahan di bawah pengawasan, serta penyidikan tindak pidana narkotika. Seperti halnya Pemohon, Termohon telah menyam-iKan alasannya atas ™ert* a untuk merahasiakan informasi r quo. Adapun alasan tersebut pada pokoknya adalah sebagai berikut: 1. Bahwa Termohon menyatakan kebenaran atas adanya formasi yang diminta oleh Pemohon yang dikuasm olei. mereka. 2. Bahwa Termohon mengangga in^rmasi yang diminta penting perannya dalam kesuks.san operasi-operasi pemberantasan p redaran gelap narkotika yar g relama ini dilakukan oleh Termohon. 3' f n f Z ^ akan “ditelanjangi” jika sampai informasi ini diketahui oleh oubhk karena ada ketakutan informasi ini akan isalah gunakar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung]awab. 4. Termohon menyampaikan bahwa terhadap informasi a quo tidak pernah di.akuican uji konsekuensi. Bahkan Termohon tidak memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), sebagaimana lamanatkan dalam UU KIP sejak 4 (empat) tahun yang lalu. Teimohon menilai bahwa sifat pengecualian informasi a quo adalah permanen.
Li;u
TigaAtosan Mengapa Informasi/I Quo Harus Dinyalakan Terbuka 1
syacat^varat^atau D tiga alaS“ informasi pembelian « -"g -ai syarat syarat atau Tketentuan prosedural pelaksanaan operasi naXilikTh» PC7 er* " j ' baWah pen'Iiawasai[' serta penyidikan tindak pidana narkotika harus dapat diakses publik. Berikut keempat alasan tersebut: 1. Informasi yang diminta adalah informasi publik dan tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan 19
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, Pemohon mengajukan permintaan informasi kepada Termohon berupa 3 (tiga) buah Peraturan Kepala BNN, yaitu Perka BNN No. 3 Tahun 2011, Perka BNN No. 4 Tahun 2011, dan Perka BNN No. 5 Tahun 2011. Permintaan ini telah dilakukan dengan patut sebagaimana proses permintaan informasi diatur dalam UU KIP. Dengan alasan ketiga peraturan tersebut masuk dalam kategori informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17 UU KIP, Termohon menolak permintaan Pemohon. Ketiga peraturan yang dimintakan oleh Pemohon tersebut telah memenuhi kualifikasi sebagai informasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 UU KIP dan tidak termasuk dalam ketentuan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Sehubungan dengan informasi yang dikecualikan, UU KIP merundung prinsip universal keterbukaan informasi yang dikenal dongan Maximum Access Limited Exemption (MALE). 8 Prinsip MALL mengatur bahwa pada dasarnya semua informasi bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat, kecuali dalam hal hal tertentu, informan dapat dikecualikan. Pengecualian harus dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu uji konsekuensi dan uji kepentingan publik yang lebih besar. 910Lebih jauh lagi, pengecualian tersebut harus bersilat *eHbatas dalam artian hanya informasi tertentu yang dibatasi dun pembatasan tersebut tidak berlaku permanen. Pengejawantahan prinsip MAT T dalam UU KIP dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (4) UU KIP vang mengatur bahwa informasi publik yang dikecualikan didasari:?n nada pengujian konsekuensi dan untuk melindungi kepentmgan ' ang lebih besar. Dengan berpegang pada Pasal 2 UU KIP, pengeci .alian sebuah informasi publik yang dilakukan tanpa melewati kedua jenis ujian tersebut menjadi tidak berdasar, sehingga informasi ;.tu pun seharusnya dinyatakan terbuka. Dalam sengketa ini, Termohon mendalilkan penolakannya dengan menggunakan Pasal 17 UU KIP mengenai informasi yang dikecualikan. Namun, ironisnya, pengecualian ini tidak dilakukan sesuai dengan Imtentuan yang seharusnya, yaitu melalui uji konsekuensi dan uji kepentingan publik. Keterangan mengenai tidak adanya uii konsekuensi dan uji kepentingan publik ini disampaikan secara tegas dan eksplisit oleh Termohon dalam Sidang Aiudikasi i dan II di Komisi Informasi. Berdasarkan Pasal 19 UU KIP, pengecualian sebuah informasi publik harus melalui uji konsekuensi. Mengingat ketiga informasi yang dimintakan oleh Pemohon tidak di-uji-konsekuensi-kan oleh Termohon,
Dhoho A. Sastro, et.al., Mengenal LBH Masyarakat, 2010), hal. 3. 9Ibid., hal. 4.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, (Jakarta:
10Ibid. 20
dengan demikian ketiga informasi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai informasi yang dikecualikan. Bahkan, pengecualian yang dilakukan oleh Termohon terkesan sangat arogan, mengingat Termohon menyatakan bahwa informasi yang diminta oleh Pemohon akan dikecualikan selama-lamanya atau bersifat permanen. Pernyataan tersebut bertentangan dengan Pasal 20 UU KIP yang mengatur bahwa pengecualian sebuah informasi dilakukan untuk jangka waktu tertentu. 2. Tingginya Risiko Pelanggaran Hak Asasi Manusia Sebagai Akibat Ditutupnya Akses Informasi A Quo Publik tentu tidak asing dengan sepak terjang Termohon dalam melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan peredarar gelap narkotika. Tidak jarang Termohon mengklaim bahwa upayanya tei;ebut berhasil menyelamatkan jutaan nyawa manusia. Namun, seia-T' mana keberhasilan Termohon melakukan tugasnya tentu memerlukan studi tersendiri yang independen. Apa yang dilakukan oLh j ennohon dan Pemerintah dalam memberantas peredaran gelap narkotika dikenal dan dapat dirangkum dalam frasa “perang terbudap narkotika.” Kata “perang” dalam frasa tersebut memberi kesan bahwa seolah-olah kita berada dalam situasi yang maha-serius dan untuk mencapai tujuan “perang” tersebut, segala cara harus dan boleh ditempuh, termasuk dengan melanggar hak asasi manusir. mereka yang terlibat di dalamnya. Tentu asumsi ini tidak dapat dibenarkan. Pertama, Negara adalah pemangku kewajiban untuk mcr.xe.iuhi dan melindungi hak asasi manusia sehingga Negara f dak bjleh melanggar hak asasi warganya. Kedua, bahwa benar sejumlah hak asasi manusia dapat dibatasi atau ditunda pemenuhanmu du'am situasi tertentu, misalnya perang. Ketiga, “perang terhadap naikotila ’ itu tidak dapat digunakan sebagai justifikasi untuk pembatas? i bak asasi manusia karena ungkapan “perang terhadap narkotika” sesungguhnya tidak lebih dari metafora politis yang mana kita tidak t^raud dalam situasi perang yang riil. Keempat, pun seandainya “oerang terhadap narkotika” adalah betul-betul sebuah perang yang melibatkan aksi militer, pembatasan hak asasi manusia haius dilakukan secara proporsional, berdasarkan undang-undang, dan daKm jangka waktu tertentu. Uak asasi manusia adalah hak yang dimiliki oleh manusia sesederhana karena dia manusia. Hak asasi manusia berlaku bagi semua manusia yang berkelakuan baik maupun mereka yang melakukan tindak kejahatan, termasuk pengedar narkotika. Dengan demikian, upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika sesungguhnya tidak dapat mengalahkan (outweigh) perlindungan hak asasi manusia. Cara-cara untuk menangkap pengedar, penjual, pembeli dan pemakai narkotika harus dilakukan dengan tanpa cara-cara yang melanggar hak asasi manusia seperti penangkapan atau penahanan yang sewenang-wenang. Penghukuman terhadap para pelaku kejahatan narkotika juga harus dilakukan berdasarkan hukum dan melalui mekanisme peradilan yang jujur dan adil. Jika kita bisa menghukum seorang pelaku kejahatan 21
S T Z I melangga,r hukum dan sewenang-wenang, kita cukup pukuh saja setiap penjahat yang kita berhasil tangkap. Tetapi penghukuman seperti itu bukanlah ciri masyarakat yang beradab melainkan karakter masyarakat yang primitif. ’ Dalam konteks tindak pidana narkotika, jamak diketahui bahwa upaya “ h, t " pemberantasan Peredaran gelap narkotika kerap emakan korban orang tidak bersalah. Sudah terlalu sering kita narknt'^8^ orang-°rang y™g tidak memiliki riwayat keterlibatan tj L ° tlka senng menjadi korban rekayasa atau dijebak demi mengejar arget sekian orang ditangkap atas kasus narkotika. Sebuah “prestasi’ yang menjadi salah satu tujuan “perang terhadap narkotika” Para penjual, pembeli dan pemakai narkotika pun tidak jarang ditangkap r a r t i d T nanSTkeT g.Setdah mdalui °perasi Pembelian temei'-bung yang tidak memiliki legit,mas.. Mereka yang haknya terbugar, hak dalam hal ini adalah hak atas peradilan yang jujur, tidak dma. atau sulit mempertanyakan keabsahan tindakan yang mereka alam, karena ketertutupan informasi soal prosedur tersebut. Sistem peradilan pidana mengenal mekanisme habeas corpus dimana naks?St r r gkr ^ meniPertan>akan keabsahan prosedur upaya paksa terhadap dirinya. Di Indonesia, mekanisme tersebut teJujud dalam lembaga pra-peradilan. Terkait ,'migan terjadinya operasi pembelian terselubung, penyerahan w bawah pengawasan? dan S d
“
fp,dana” nark° ’::;' b' iul bat>™ jika ala pelanggaran prosed® r raS‘ 'e,St'’ Ut> Setiap ters™8ka boleh mengajukan L ? , HH f M “ terlepal apak' k 1*mbaga pra-peradilan berjalan efektif amu hdak. Namun, apab.'a .«roodur melakukan ketiga operasi tersebut trdak d.ke.ahu. oleh ma.varaka., termasuk terslngka, baga mana m un^m dapa, m e ^ ,ji tegali,asnya? Ketertutupan infom.asi tentang te m e h u r,id T ye''a' i™ T ya untuk men8°tcksi kekeliruan prosedur tersebut idak mungKin dapat dilakukan. Sederhananya, bagaimana mungkin kha b,sa mengetahui suatu hal itu salah (atau benar) kalau apa yang benar im haak kita ketahui? J P ? ™pemenuhan ' Pr° SedUrhak° peraS‘ inilah tersangka W kemudian berdampak burukI"6" pada asasi manusia Setiap dt hak 38351 n,anUSia’ tcrmaSLlk se°rang tersangka yang ganti^rmd S SeSUai pr°KSedur’ berhak mendapatkan pemulihan hak dan ganti rugr Hak ini juga bagian dari hak asasi manusia. Ketika seorang korban tidak dapat memperoleh pemulihan hak atau ganti rugTatas kesewenang-wenangan aparat dalam menjalankan tugasnya I mengalam, pelanggaran hak asasi manusia ganda. °Pi!rrSi Pembdian terselubung melibatkan peran aktif aparat Sebuah pembelian terselubung yang tidak sesuai dengan prosedur menjadikan aparat yang terlibat sebagai bagian dari tindak pidana iawtb kh T Send-?' Aparat yang bersanSkutan akan lepas dari tanggung jawab hukum jika apa yang dilakukannya memiliki legitimasi egitimasi itu bisa didapatkan jika operasi yang dilakukan sesuai dengan 22
prosedur yang seharusnya. Begitu pula halnya dengan prosedur penyerahan di bawah pengawasan. Dengan demikian keterbukaan informasi yang dimintakan oleh Pemohon memiliki dua fungsi yang bertautan, yaitu memastikan bahwa aparat tidak akan menyalahgunakan kewenangannya sehingga terlanggarnya hak seseorang dapat dicegahdan aparat dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila kewenangan tersebut disalahgunakan. . Belajar dari Keterbukaan Informasi Negara Lain: Keterbukaan Informas, Prosedur Pembelian Terselubung (Buy-Bust Operation) oleh Kepolisian Filipina. 7 Pembelian terselubung bukanlah hal baru dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika. Tingkat keseriusan yang dit-rikan pemerintah di berbagai negara terhadap pemberantasan pere-Nran gelap narkotika hampir sama, atau bahkan di beberapa Negara Gbih dari pemberantasan terorisme. Setidaknya, kedua jenis a k tiv is u i dianggap sebagai kejahatan yang serius. Selain itu, persamaan em.ua terorisme dan peredaran gelap narkotika adalah keduanya ^rin* kali dilakukan secara terorganisir, atau dikenal juga dengan istilah organized crime. Walaupun operasi pembelian terselubung tidak, atau setidaknya jarang di akukan terhadap terorisme, namun d-dam kedua “kejahatan” ini sering dilakukan operasi yang berbau penyimaran. Penyamaran dalam terorisme dilakukan agar dapat m .masekm lingkaran sindikat terorisme narkodka P
^ mf0rmaSi' B( jitV Dula haIlWa den§an Peredaran gelap
Namun sekalipun kedua jenis organized crime mendapat perhatian yang serms dan pemerinAr, penanganan keduanya di sejumlah negara tetap dilakukan sesuai dengan nilai-nilai hak asasi manusia. Ambil contoh misalnya stanuar p.osedur penyamaran untuk kasus terorisme oleh pemerintah Inggris. Bukan hanya peraturan ini bersifat terbuka seperti yang bisa dilihat dalam lampiran, namun peraturan ini juga mensyaratkan banyak hal dalam praktiknya yang dimaksudkan untuk me mdungi hak asasi manusia mereka yang menjadi target operasi. T’dak kalah terbukanya, pemerintah Filipina memiliki standar prosedur untuk melakukan buy bust operation. Buy bust operation adalah jenis operasi yang sering dilakukan dalam kasus narkotika di mana seseorang dari pemerintah melakukan penyamaran dan membeli narkotika, untuk kemudian menangkap si penjual narkotika. Manual mengenai Operasi dan Investigasi AntiPeredaran Gelap Narkotika Filipina tahun 2010 tersebut menyediakan aturan dan prosedur yang spesifik mengenai teknik penjebakan, penyamaran maupun teknik controlled delivery. Manual tersebut juga memberikan informasi terkait dengan halhal sebelum (pra), ketika dan setelah (pasca) pelaksanaan operasi Bahkan Manual itu memuat bab khusus dalam hal seperti apa aparat dapat dikatakan melanggar kewenangannya dan sanksi 23
yang dapat dijatuhkan kepada mereka yang melanggar. Untuk lebih jelasnya, Manual tersebut dapat dilihat dalam lampiran Kesimpulan ini. Keberadaan instrumen-instrumen tersebut di atas di satu sisi menunjukkan bahwa keterbukaan informasi mengenai operasi-operasi di atas adalah sesuatu yang bisa dilakukan dan tidak perlu ditutup-tutupi, dan di sisi lain memperlihatkan bahwa komitmen untuk memberantas peredaran gelap narkotika masih dapat dilakukan dengan tetap menghormati hak asasi manusia. Apabila pemerintah Indonesia merasa tidak mampu melaksanakan operasi tersebut dalam keadaan peraturan terkait dibuka untuk publik, mungkin ini saatnya untuk memperkuat kapasitas lembaga terkait agar tetap dapat melakukan operasi tersebut sembari tetap berpegang teguh pada norma-norma hak asasi manrva. IV.
Kesimpulan dan Petitum Pemohon Berangkat dari ketiga alasan yang telah kami sampaikan, dengan .... ini kami meminta kepada Majelis Komisioner untuk memutuskan sengketa ini dengan putusan: 1. Menyatakan informasi a quo r dalah informasi yang dibuka untuk publik, 2. Memerintahkan Termohon muak segera memberikan salinan informasi a quo kepada T°mchon paling lambat 7 (tujuh) hari dan memuatnya di felarian website resmi Termohon paling lambat 14 (empat i.A:.s; hari sejak dibacakannya putusan ini, 3. Atau, dalam lr i Maiuis Komisioner merasa ada hal-hal yang perlu dirahasiakan, maka proses penghitaman informasi tersebut dilakukan langsung oleh Komisi Informasi dan tidak diserahkm, kepada Termohon.
Kesimpulan Termohon [3.2] Menimbang bahwa Teimohon menyampaikan kesimpulan sebagai berikut: 1.
2.
3.
Bahwa Termohon menyatakan tetap pada dalil-dalil yang telah Termohon sampaikan dalam Jawaban tanggal 20 Juli 2012 dan mtiio’ak semua Permohonan Pemohon dalam perkara sengketa informasi. Eahwa Permohonan yang disampaikan Pemohon kepada Termohon dalam sengketa informasi publik meminta salinan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Penyerahan di bawah Pengawasan, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Pembelian Terselubung, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana dan Prekusor Narkotika. Bahwa atas permintaan Pemohon, Termohon tetap pada jawaban dalam persidangan sebelumnya karena dikhawatirkan menghambat proses 24
4.
5.
6.
penyelidikan dan penyidikan serta berakibat buruk kepada personil maupun penyidik Badan Narkotika Nasional dalam mengungkap kasus Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika, dan bagi masyarakat karena kejahatan Narkotika akan merajalela jika pemberantasannya terhambat. Bahwa persidangan sebelumnya Pemohon yang dalam Permohonannya tidak mempunyai relevansi dengan permohonannya yang disampaikan kepada Komisi Informasi Pusat, karena diketahui bahwa keterangan Pemohon dalam persidangan lebih memfokuskan kepada penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh instansi/penegak hukum lain. Bahwa Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Penyerahan di bawah Pengawasan, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Pembelian Terselubung, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyelidkan Jan Penyidikan Tindak Pidana Narkotika dan Prekusor Narkotika mari.pakan pedoman peraturan internal dan petunjuk bagi penyidik Bad?" i iarkotika Nasional dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dan berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, pembukaan informasi yang bisa mer.ghambat penegakan hukum tersebut merupakan informasi yang dikecualikau sehingga tidak bisa dipublikasikan untuk umum. Fakta-Fakta Persidangan: a. Badan Narkotika Nasional menghadirkan Ahli Bapak Prof.Dr Bachtiar Alie, MA (Ketua Dewan Gu:u Besar FISIP UI), memberikan keterangannya pada S.tknp Ajudikasi dalam perkara sengketa informasi, dalam keter; ng.m ahli dapat disimpulkan bahwa Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3, 4 dan 5 merupakan peraturan Internal sehingga Peraturan Kepala Badan Narkotika Nas.oi.al tersebut termasuk informasi dalam kategori yang dikecualikau sesuai dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Termohon sependapat dengan keterangan ahli, karena keterangan tersebut dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 184 ayat (U huruf b dan Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli dapat bernilai stngai alat bukti yang sah: 1) Harus merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang mempunyai ’’Keahlian Khusus” tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang diperiksa. 2) Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi tidak mempunyai keahlian khusus tentang suatu keadaan yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang bersangkutan, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah menurut undangundang b. Komisi Informasi Pusat menghadirkan Ahli dari Direktorat Harmonisasi Direrktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM oleh Bapak Heni Susilo Wardoyo. Menurut 25
c.
penjelasan ahli yang dihadirkan pada persidangan dapat disimpulkan bahwa keterangan ahli bersifat netral dan tidak berpihak, bahwa Peraturan Kepala yang sifatnya internal tidak boleh dibuka dan dipublikasikan, karena Peraturan Kepala tersebut termasuk informasi dalam kategori yang dikecualikan sesuai dalam Pasal 17 UndangUndang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Termohon sependapat dengan keterangan ahli dapat bernilai sebagai alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP, dikaitkan dengan dengan ketentuan Pasal 184 ayat (1) huruf b dan Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli dapat bernilai sebgai alat bukti yang sah: 1) Harus merupakan keterangan yang diberikan oleh seorang yang mempunyai ’’Keahlian Khusus” tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan perkara pidana yang diperiksa; 2) Sedang keterangan yang diberikan seorang ahli, tapi ddak mempunyai keahlian khusus tentang suatu keadaan 'a,-g ada hubungannya dengan perkara pidana yang bersang^u an, tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah menmut undangundang. Pemohon {LBH Masyarakat) menghadirkan sa/si Sdr. Heru Pribadi, dalam keterangan kesaksiannya yang didapat dari i.asil wawancara dari korban NAPZA, menanggapi saksi tersebut Termohon tidak sependapat dan kesaksian hendaknya dikesampingkan saksi bukanlah saksi dengan alasan tidak ada relevansinya deng< n perkara sengketa informasi dan tidak bernilai sebagai bukti dengan pemohonan pemohon, karena saksi tidak melihat sendiri, saksi t:1ak mendengar sendiri dan saksi tidak mengalami sendiri sehingga tinak ^esuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP yang dihubungkan dengan penjelasan pasal 185 ayat (1) KUHAP, d?pa' disimpulkan sebagai berikut: 1) keterangan st ksi t’.dak mempunyai nilai pembuktian; 2) ” testimo-.iu n ae auditu ” atau keterangan saksi yang ia peroleh sebagcu oei dengaran dari orang lain ” tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti ” Keterangan saksi di sidang Ajudikasi berupa keterangan ulangan dari apa yang didengarnya dari orang lain, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti; 3) ’’pendapat ” atau ’’rekaan” yang saksi peroleh sebagai hasil pemikiran, bukan merupakan keterangan saksi ( Pasal 185 ayat (5) KUHAP).
d Pemohon menghadirkan Ahli yaitu Ibu Fransisca, SH,, LLM. sebagai Dosen Fakultas Hukum Atmajaya dalam kesaksiannya dapat disimpulkan bahwa di negara-negara juga digunakan teknik penyidikan undercover buy dan controlled delivery tetapi apa hal tersebut bisa dibuka untuk publik, ahli menyatakan masih abu-abu dan tidak pasti tentang keadaan yang sesungguhnya. Termohon tidak sependapat dengan keterangan Ahli karena tidak pasti dan hendaknya kesaksian tersebut dikesampingkan dengan alasan penjelasan yang diberikan oleh ahli membingungkan dan menimbulkan kerancuan dan tidak ada relevansinya dengan pokok perkara yang diajukan pemohon, sehingga keterangan yang diberikan ahli tidak mempunyai nilai pembuktian dan 26
tidak sesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP yaitu: 1) Keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan seorang ahli yang memiliki ’’keahlian khusus” tentang masalah yang diperlukan penjelasannya dalam suatu perkara pidana yang sedang diperiksa; 2) Maksud keterangan khusus dari ahli, perkara pidana yang sedang diperiksa menjadi terang ’ demi untuk penyelesaian pemeriksaan perkara yang bersangkutan. e. Pada sidang tertutup telah dilaksanakannya Pemeriksaan dan Uji Konsekuensi terhadap Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang teknik Penyidikan dan Penyerahan di bawah Pengawasan, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Pembelian Tenselubuig, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyelidikan dan Penyidikan Tirda1: °:dana dan Prekusor Narkotika, terkait dengan informasi yang dtma4 uibuka dan yang tidak dapat dibuka atau yang bersifat rahs^ia dan tidak dapat dipublikasikan. 7.
Kesimpulan: Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa permintaan permohonan akan salinan I'eruturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang THmik Penyidikan Penyerahan di bawah Pengawasan, Peraturan Kep ala Bauan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Teknik Perc UT.ui Pembelian Terselubung, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana dan Prekusor Narkotika, tidak dapat diberikan tirke* uali bagian yang menyangkut hal-hal yang bersifat administratif dan sesuai KUHAP. Pemohon dalam mengajukan saksi juga alat bukti yang diajukan tidak ada relevansinya dengan Permohonan Sidang Ajudikasi yang diajukan oleh Pemohon. PERMOHONAN Bt dasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon kiranya Majelis Kom’:>oner Sidang Ajudikasi yang memeriksa dan mengadili perkara ini pado Komisi Informasi Pusat untuk memutuskan: 1. Menolak permohonan Sidang Ajudikasi yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya. 2. Keterangan Kuasa Hukum BNN, Keterangan Ahli BNN dan ahli KIP yang di hadirkan dapat dijadikan dasar pembuktian bagi Majelis Komisi Informasi Pusat untuk menolak permohonan pemohon. 3. Menyatakan Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Penyerahan di bawah Pengawasan, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 4 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan Pembelian Terselubung, Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana dan 27
Prekusor Narkotika, tidak dapat dibuka maupun dipublikasikan kepada publik. 4. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara. Apabila Komisi Informasi Pusat berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya menurut hukum fev aequo et bono). 4. PERTIMBANGAN HUKUM [4.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan sesungguhnya adalah mengenai Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (1) huruf d, Pasal 36 ayat (2), Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)juncto Pasal 3 ayat (2) huruf a, Pa>al 3 ayat (3) huruf c Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tenang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (Perki PPSIP), yaitu dengan alasan permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta.
[4.2] Menimbang bahwa sebelum memasuki pokok pe.mohonan, Majelis Komisioner akan mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal seb igal berikut: 1. Kewenangan Komisi Informasi Pu.’a> untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo\ 2. Kedudukan hukum {legal star/’.rr.g) Pemohon. Terhadap kedua hal tersebut di ata° Majelis berpendapat sebagai berikut:
A. Kewenangan Komisi Informasi Pusat [4.3] Menimbang bahwa be, dasarkan Pasal 1 angka 5, Pasal 26 ayat (1) huruf a, Pasal 27 ayat (1) huruf u, b, c, dan d, Pasal 35 ayat (1) huruf a UU KIP juncto Pasal 3 ayat (2) huruf a dui. b, nan Pasal 3 ayat (4) huruf a Perki Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur ^eny.’Ksaian Sengketa Informasi Publik (PPSIP) pada pokoknya mengatur Komisi Informasi berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui a:udna.u.
L4.4] Menimbang bahwa permohonan a quo merupakan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik yang menyangkut penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a UU KIP Juncto Pasal 3 ayat (4) huruf a Perki PPSIP.
28
[4.5] Menimbang berdasarkan uraian pada paragraf [4.3] dan [4.4] Majelis berpendapal bahwa Komisi Informasi berwenang memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan terhadap permohonan a quo.
[4.6] Menimbang bahwa pasal 27 ayat (2) UU KIP
Pasal 4 ayat (1) Perki PPSIP
pada pokoknya mengatur bahwa Komisi Informasi Pusat berwenang menyelesaikan Sengeketa Informasi Publik apabila permohonan penyelesaian Sengketa informasi Publik menyangkut badan publik pusat.
[4J] Memmbang bahwa Termohon adalah Badan Publik Pusat yang mcrunakc, amanat Pasal 64 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan ”Dalam rZ ? ^ t i M nd a n ap ank d m l eml erl ntman P^yalahgunaan dan ptreduran gelap t . Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dhentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BN N" [4.8] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.6] dan [4.7] Majelis berpendapat bahwa Komisi Informasi Pusat berwun^g memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan terhadap permonan a quo
[4.9] Menimbang bahwa maksud dan tuju,:, permohonan adalah sebagaimana tersebut di paragraf [2.9] dan [2.10],
[4.10] Menimbang Pasal 2 ayat (J>UU KIP yang berbunyi: “Setiap Informasi P.-blik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan eepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana” [4.11] Menhnbaoe Pasal 46 Perki Nomor 2 Tahun 2010 tentang PPSIP yang berbunyi: Kmerksaan di persidangan dilakukan dengan: a. mendengarkan dan/atau mengkonfirmasi keterangan Pemohon; b. mendengarkan dan/atau mengkonfirmasi keterangan Termohon; c. mendengarkan keterangan saksi, jika ada dan/atau diperlukan; d. mendengarkan keterangan ahli, jika ada dan/atau diperlukan; e. mendengarkan keterangan Pihak Terkait, jika ada dan/atau diperlukan;
29
f. memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk, jika diperlukan; g. mendengarkan kesimpulan dari kedua belah pihak jika ada dan/atau diperlukan B. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [4.12]
Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 12, Pasal 35 ayat (1) huruf d,
Pasal 36, Pasal 37 UU KIP juncto Pasal 1 angka 8 dan Pasal 30 ayat (1) huruf d Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan InUrmasi Publik (Perki SUP) juncto Pasal 1 angka 6, Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Perki Nomor 2 Tahun 2010 (Perki PPSIP) yang pada pokoknya Pemohon merupfkar Pemohon Informasi Publik yang telah mengajukan permohonan Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat setelah terlebih dahulu menempuh upaya keberak-n kepada Termohon. [4.13] Menimbang bahwa berdasarkan fakta di persidangan. 1. Bahwa Tanggal 27 Februari
2012. Pension mengajukan permohonan
informasi kepada Kepala Badan Narkotika Nasional RI dengan Nomor : 382/SK/BNN/II/2012,tertanggal 27 Februari 2012, adapun Informasi yang diminta adalah berupa salinan: a' pCrat.U.r^n kjePa';’ BNW N»mor 3 tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dai. Penyerahan di Bawah Pengawasan b. Peraturan Kepak, BNN Nomor 4 tahun 2011 tentang teknik Penyidikan Pembelian terselubung. s c. Peraturai. kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis PenyehdiKan dan Penyid.kan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika <
2.
vide bukti P -l)
Bahwa terkan dengan permohonan informasi Peraturan kepala BNN Nomor 3
^ m e .' ; entan8 I Cknik P^ idlkan da" Penyerahan di^awah Tang^ di 2011 m ; TPi rn;0l;0nan mformasi Peraturan kepala BNN Nomor 38tahun x,..h ,r ^ ,Tekmk PenPldlkan daa Penyerahan di Bawah Pengawasan. 3. a Pada tanggal 5 Maret 2012, Termohon menyampaikan jawaban tertulis ■s Permintaan informasi Pemohon dengan surat nomor B/556/III/2012/BNN .crtanggal 5 Maret 2102.(vide Bukti P-2) ZBNN f n f o ™ J atr u ™ 88alr 15 Maret 2° 12- Pem0h° n a j u k a n permohonan , f ' N 1™" peraturan kepala BNN, kepada Kepala Badan m“
5.
2
NOm°r : 395/SK/BNN/IIW0>2.
,5
k e tS T ^ SSV 7 Apri' 2012 Pem0h° n menyamPa'kan Sumt keberatan Kepada lermohon, dengan surat nomor 399/SK/BNN/1V/2012 tertanggal 16
30
April 2012, perihal keberatan terhadap surat BNN Nomor: B/556/III/2012/BNN tertanggal 5 Maret 2012. (vide Bukti P-4) 6. Bahwa Sehubungan tidak dipenuhinya permohonan informasi atas permohonan Q quo dari Termohon, maka pada tanggal 1 Mei 2012 Pemohon mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi Pusat dan diterima dan terdaftar di Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat pada tanggal 1 Mei 2012. Dan melengkapai dengan bukti P-5, P-6, dan P-8 [4.14] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.12] sampai dengan paragraf [4.13] Majelis berpendapat bahwa Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon.
C. Kedudukan Hukum (Legat Standing) Termohon [4.15] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka (3), Pasal 1 angVi i 'lj. Pasal 1 angka (9) Pasal 7 Pasal 8 UU KIP juncto Pasal 1 angka (3), Pasal , anpka (4), Pasal 1 angka (5), Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 Perki SLIP /uncto Pasal 1 angka 4, Pasal 1 angka 5, Pasal 1 angka 7 Perki PPS1P yang pada pokoknya Termohon merupakan Termohon Informasi Publik atau pejabat \ ang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atan pelayanan informasi di badan publik
[4.16] Menimbang bahwa berdasarkan iTkm di persidangan: 1. Bahwa Termohor adaian badan publik Pusat yang merupakan amanat Pasal 64 UU nomot ^5 tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan Dalam rang'/u pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan UndangUndang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN”. ' 2. Bah va termohon memberikan tanggapan atas permohoan pemohon dan •.utmbenarkan bukti P-2. [4.17] Memmbang Termohon memberikan tanggapan tertulis atas keberatan yang dtaiuhui. oieh Pemohon, yang pada intinya memberitahukan bahwa Pemohon bukan n.erurakan pihak yang berkepentingan dan informasi yang dimohon merupakan miormasi yang di kecualikan (vide bukti T-7) [4.18] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.15] dan [4.17] tersebut Majelis berpendapat bahwa Termohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing), selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan pokok permohonan. 31
D. Tujuan Penggunaan Informasi Publik [4.19] Menimbang bahwa berdasarkan : I' Pasa*
F Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD RI Tahun 1 9 4 5 ) . / « Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) UU KIP pada pokoknya mengatur bahwa setiap orang dijamin haknya atas informasi dan berhak mengajukan permohonan informasi publik; 2. Pasal 4 ayat (3) UU KIP menyatakan bahwa setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permohonan informasi publik disertai alasan; 3. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) UU KIP yang pada pokoknya mengatur bahwa Badan Publik berwenang menolak permohonan informasi publik apabila. a. Informasi publik yang diminta termasuk informasi dikecualikan;
duLKk
yang
b. Permohonan dilakukan tidak sesuai dengan ke+enturji perundangundangan; 4. Pasal 7 ayat (1) UU KIP juncto Pasal 14 PERKI SLIP yang pada pokoknya menyatakan bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi publik yang bera/, di bawah kewenangannya kepada Pemohon informasi publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai ketentuan; 5. Pasal 9 huruf c PERKI SLIP mer.yamkan bahwa Badan Publik berwenang menolak permohonan inform isi publik secara tertulis apabila informasi publik yang dimohon termasuk informasi publik yang dikecualikan/rahasia dengan disertai alasan serta pemberitahuan tentang hak dan tata cara bagi pemohon untuk mengajukan Kebeiatan atas penolakan tersebut; 6. Pasal 19 ayat (1) PERKI SLIP yang menyatakan bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik dengan melihat dan mengetahui informasi serta mendapatk m salinan informasi publik; 7. T>asai 72 PERKI SLIP yang menyatakan bahwa seluruh informasi publik yang ucrada pada Badan Publik selain informasi yang dikecualikan dapat diakses oleh publik melalui prosedur permohonan informasi publik.
[4.20] Menimbang bahwa berdasarkan fakta permohonan di dalam surat permohonan informasi publik permohonananya.
kepada
termohon,
pemohon
telah
mencantumkan
alasan
32
[4.21] Menimbang bahwa berdasarkan uraian [4.19] dan [4.20] majelis berpendapat bahwa permohonan informasi publik yang dilakukan oleh pemohona telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
E. Pokok Permohonan [4.22] Menimbang bahwa dari fakta hukum, dalil Pemohon, serta bukti surat, Majelis menemukan fakta hukum dan dalil-dalil permohonan Pemohon yang tidak dibantah oleh Termohon, karenanya fakta hukum tersebut menjadi hukum bagi Pemohon dan Termohon sehingga hal tersebut tidak perlu dibuktikan lagi, yaitu: a.
Pemohon telah mengajukan permohonan Informasi Publik sebrgaimana diuraikan dalam Duduk Perkara;
b.
Pemohon telah menempuh upaya keberatan kepada Termohon st bagaimana diuraikan dalam Duduk Perkara
F. Pendapat Majelis [4.23]
Menimbang mengenai legal standing r nnotr,n
dan Termohon telah
dipertimbangkan oleh Majelis Komisioner di paragraf sebelumnya, Majelis Komisioner akan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan jong relevan dengan alasan penolakan pemberian informasi. Apakah dokumen peraturan kepala BKN nomor 3, 4, 5 tahun 2011 merupakan informasi dikecualikan? [4.24] Menimbang Bahwa rUUn: kesimpulan pemohon berpendapat: 1. Bahwa Pemohon adalah organisasi non-pemerintah non-profit yang selama lebih dari 4 (empat) tahun terakhir menyediakan pendampingan hukum dan pemberdayaan hukum bagi anggota komunitas mantan pemakai narkotika di Jakarta 4an sekitarnya. Selama kurun waktu tersebut, Pemohon sering kali mendapatkan pengaduan dari anggota komunitas pecandu narkotika mengenai maraknya penjebakan dan rekayasa dalam kasus narkotika; 2. Bahwa pengaduan tersebut semakin diperkuat oleh pendokumentasian yang dilakukan oleh Pemohon mengenai pelanggaran hak tersangka kasus narkotika di tingkat penyidikan di Jakarta, dalam kurun waktu 2010-2011. Dokumentasi tersebut mencatat bahwa sebanyak 83 (delapan puluh tiga) kasus diduga kuat merupakan hasil dari rekayasa kasus atau penjebakan; 3. Bahwa Pemohon menyadari tindakan penjebakan dalam bentuk pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan adalah salah satu dari kewenangan Termohon sebagai bagian dari lembaga yang salah satu fungsinya adalah memberantas peredaran gelap narkotika. Hal ini tercantum dalam Pasal 75 huruf J UU Narkotika. Namun sayangnya tidak ada ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan kewenangan ini; 33
4. Bahwa Pemohon berasumsi informasi yang diminta tersebut mengatur lebih lanjut pelaksanaan kewenangan untuk melakukan pembelian terselubung, penyerahan di bawah pengawasan, serta teknis penyidikan tindak pidana narkotika yang bersifat umum; 5. Pemohon menyambut baik dibuatnya informasi a quo, karena kehadiran informasi tersebut dapat menghindari terjadinya operasi pembelian terselubung, penyerahan di bawah pengawasan, dan penyidikan tindak pidana narkotika yang sewenang-wenang atau tidak berdasar hukum; 6. Pemohon berpandangan bahwa operasi yang dilakukan secara sewenangwenang atau tidak sesuai dengan prosedur adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas peradilan yang jujur dan adil (right to fair trial) yang dijamin oleh Pasal 28D Konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan informasi yang terang dan jelas mengenai ketiga hal yang dimintakan oleh Pemohon tersebut penting untuk diketahui oleh publik guna mencegah tc’v adinya pelanggaran hak atas peradilan yang jujur; 7. Bahwa keterbukaan informasi yang dimintakan oleh Pemohon oi kau hanya berfungsi sebagai bentuk jaminan bahwa perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia akan tetap terjaga dalam dpay'’-upaya yang dilakukan oleh Termohon untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Keterbukaan informasi tersebut juga sekalign.: merupakan bentuk akuntabilitas Termohon dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya. Akuntabilitas adalah salah satu asas yang d’kenal dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 8. Pemohon menyampaikan bahwa nfcnnasi yang hendak diakses tersebut pada dasarnya adalah inform?..': >'<xn.g terkait dengan syarat-syarat atau ketentuan prosedural mengenai peU.ksanaan operasi pembelian terselubung, penyerahan di bawah pengawakan, serta penyidikan tindak pidana narkotika. 9. Bahwa berdasarkan UT J Narlotika, untuk pembelian terselubung harus ada surat izin dari kepala p-'oyidik baik kepala BNN atau Polri tapi itu hampir selalu tidak ada, Pemohon mempunyai ketakutan ada pihak-pihak yang menggunakan peietuian ini dengan tidak bertanggung jawab; 10. Bahwa alasan Termohon dalam suratnya yang dikirim kepada Pemohon melalui fax yang melandaskan pada Pasal 17 UU KIP, Pemohon melihat bahwa Pasal 18 UU KIP mengatakan tidak termasuk informasi yang dikecuaokan sebagai berikut: pada poin b ketetapan keputusan, peraturan, surat edaran maupun bentuk kebijakan lain baik mengikat maupun tidak mengikat ke dalam maupun keluar serta pertimbangan penegak hukum. JNam hal Pemohon menilai peraturan kepala BNN termasuk dalam informasi yang bisa Pemohon lihat atau diakses; 11. Bahwa Pemohon membayangkan peraturan kepala BNN ini berisi aturan tindakan-tindakan yang harus dipersiapkan sebelum melakukan aktivitas, yaitu perlu ada surat penunjukan, sehingga ketika menangkap orang telah jelas fungsinya apa dan siapa yang ditunjuk untuk itu, misalnya dari segi administrasi, Targetnya siapa? Operasi-nya ada definisinya target itu siapa. Pemohon membutuhkan informasi itu yang ada dalam Perka BNN No 3 dan 4; ' 12. Bahwa untuk Perka No. 5 mengenai petunjuk teknis penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dan prekusor narkotika, bahwa tujuan Pemohon 34
adalah untuk bisa mengcross check kedepannya apakah penyelidikan dan penyidikan ini sah atau tidak. Pemohon berpendapat untuk Peraturan No. 5 t , D1,tldak ada kaitan den§an undercover buy atau surveillance tadi; ' f bagd pendamPin§ masyarakat, pendamping komunitas mbutuhkan informasi mengenai proses pembelian terselubung dari penyelidikan ini supaya Pemohon bisa aware terhadap sesuatu jika ada pelanggaran administrasi atau materiil dari penyidikan dan pembelian terselubung yang terjadi di lapangan; [4.25] Menimbang bahwa Termohon berpendapat sebagai berikut: 1. d i m ^ t i ^ f r ? Sebagaimana yanS diminta oleh Pemohon memang benar miliki oleh Termohon. Termohon tidak memberikan dokumen terebut karena dokumen berupa Peraturan Kepala Badan Narkotika NaNonal merupakan peraturan yang bersifat internal yang tidak boleh dik^hui Neh pu ik dan mengacu Pasal 17 huruf a Undang-undang Nomor M Tabun 2008 en ang Keterbukaan Informasi Publik yang menyebutkan hab-,a informasi publik yang akan diberikan kepada Pemohon informasi Jcan sangat menghambat penyidikan dan penyelidikan suatu tUdak pidana; dapat mengungkap identitas informan, pelapor saksi atau koma", dapat mengungkap
2.
benmk f Jen Ctrimitna an rencana' re,lcana PenceSahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional; dan dapat mer ibahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau kcluargarya' ! n a h T / t r en ^ ’ignifikan buat Termohon dan apabila dokumen tersebut diberikan k- tablik dapat menganggu dan T e™
3.
*
Pen8Ungka,,an
^="8
™enjadi
tar|e,
Bahwa kejahatan transnasional m, bagaimana bisa diungkap apabila taktiktaktik melakukan penyelidikan, penyidikan, penyamaran dan kegiatan faDMB^nJ erSe-Ub Ung d' b" Va> P™83™ 5811 berba8a' kombinasi teknik di lapangan sampai berhasd memberantas diumumkan kepada publik yang juga anggota organisasi knmma. internasional atau sindikat narkotika, maka publik
4.
mem^kli ^ U taMk yang &kan dipakai ° ieh Termoh™ misalnya memakai teknik sewa orang untuk counter surveillance, jika ini dibuka Termohon tidak akan bisa mengungkapkan dan memberantas kejahatan ini; a wa prka ini secara komprehensif mengatur teknik-teknik dan taktik sehmgga sangat rigid, kenapa Termohon membuat aturan seperti ini adalah untuk mengantisipasi timbulnya salah tafsir dan satu dengan yang lain saling £ ra° ; 8ka" dan * * bis“ dipisahkan. Temtohon khawarir ketika hamt u : : ; S 1Ban ai'Ja” 8 tldak menSghnakan taktik sehingga pihak lawan serta .m na bisa mengcounter,
n .'S l Menimbang bahwa keterangan ahli yang di hadirkan oleh majelis komisioner eerpendapat: 1.
Bahwa peraturan kepala badan dapat dikategorikan sebagai peraturan perundangan sepanjang diperintahkan oleh UU. Terkait dengan Perka BNN setelah melihat judul peraturannya, Ahli berpendapat Perka BNN sifatnya datam b e r i t a T g C
b° ” jika *“ * diunda" 8ka" 35
2.
3.
4.
5.
Bahwa makna pengundangan adalah supaya khalayak dapat mengetahui akan S t e T l ! f ' 15 Perka BNN im diu" d“ 8kan d i t a t a „ a m e n dan T diin b° eh ‘ahu; a p ' men«ln8at ini tidak diundangkan diberita negara T™ hon me7 f ^ « h a sil maka Ahli memahami sikap tersebut- ® Bahwa dalam Pasal 87 UU No 12 tahun 2011 dikatakan peraturan penmdangundangan mempunyai kekuatan mengikat ketika peratu™ temebut diundangkan kecuali dinyatakan lain di dalam peraturan itu. Ketika peraturan yang thbuat merupakan pelaksanaan dari UU, maka ada kewajiban untuk Perka M 'tid T d fm " '.‘T T ' f daSar berlakun5'a P ^loran tersebut. Ketika , ka ini tidak dimuat dalam berita negara tentu tidak dapat dikategorisasi sebagai peraturan perundang-undangan; g va^Th dal^ +UU ,N ° j 2 Tahun 2011 mengatur definisi perundang-undangan materi vTf t! Uf t ' TentUnya mstrumen yang diberi nama peraturan berisi y ng ersifat mengatur bukan penetapan, apakah juklak dan mknis materinya mengatur? Dari judul Perka tersebut, Ahli berpend^at materi muatannya mengatur kedalam, antara lain penyidik. Mengatur Tu umuiri ada dua kategori yaitu mengatur yang sifatnya keluar dan ini w,mb iimuat dan diberitakan diberita negara apabila dikeluarkan oleh sebuah Lmbaga atau apabila Peraturan Pemerintah atau Perpres ada di lembaran , ^ r a ; ahwa ada Bab tentang pengundangan dan penyebarluasan dalam UU No 12 lahun 2011 yang mengatur apabila suatu peraturan tiuak memenuhi salah satau syarat pembentukan maka akan cacat tvosedur apabila peraturan itu asuk kategori peraturan perundangan-undangan :esuai Pasal 1 UU 12 Tahun 2011 meskipun Perka mi adalah sebuah pe.af^an namun karena sifatnya tidak dimuat dalam berita negara, im menjadi henn menurut Ahli karena ini tidak termasuk dalam hirarki perundangan 'alam pasal 7 UU 12 Tahun 2011 karena kalau suatu peraturan masuk dai-m Pasal 7 maka ada kewajiban untuk memasukan dalam LN dan TEN. BA' dan TBN. Ketika sebuah perundangundangan tidak memenuhi ketentcn maka bisa saja diuji di Mahkamah Agung terkait dengan pengujian vang si :atnya formil, jadi ada cacat prosedur; tm iT a/ Piabl a-SeratUrf“1 >:u mengatur ke dalam misalnya tatib pegawai maka d a l ^ f k: Wajlbai; dalam berita negara dan ini tidak bisa dikatakan ke dalam cacat prosedur; oieh karena itu Ahli berpendapat Perka terkait juknis
8.
melaknkW lk k mendapat Per|mriungan maka merasa perlu melakukan/membeukan petunjuk teknis itu. Jadi im ada keterkaitan, sebagai sebuah sa.u kesatuan. Mengingat kejahatan narkotika yang sifatnya luar biasaBahwa peiundang-undangan yang diundangkan dalam berita negara meliputi peru id? n g-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam berita negara Kemudi-m agar setiap orang mengetahui harus diundangkan dengan menempatkannya dalam LN, TLN, Dan perundang-undangan J L umndangkan di LN meliputi UU/PerPU, PP, PERPRES, perundang undangan dT , m n enUmt pf undangmndangan yang berlaku harus diundangkan dalam LN Dan am jelas bahwa ketika perundang-undangan itu yang sifatnya mengatur keluar dan diperintahkan untuk diberitakan dalam berita negarafaneWdimJ!s^berpendapat Perka BNN dapat dikatakan perundang-undingan yang dimaksud dengan hirarki dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 t 3 k t T , mahkan ° leh Peraturan yang lebih tinggb ketika Perka ini m S ti t m peraturan yang dibuat berdasarkan kebutuhan/inisiatif maka itu tidak termasuk yang wajib diundangkan;
36
9.
S S S £ S £ « * « s i » 10. g oahwa apabila peraturan memerintahkan ke bawah biasanva sifatnv, mengatur keluar, khalayak boleh mengetahui. Ketiga k r k a ^ tidak atas ainana langsung tap, ada prakarsa pihak Termohon sendiri tentu meniadi subjektif, dan menjadi kewenangan Termohon. J
[4.27] Menimbang berdasarkan pasal 18 ay a t (n ‘‘“'r y a T u ! a ? bt Z
Hunifh
titi
k'm
,
t
kaleg°ri ‘nformasi >'anK dikecualikan adalah , ^ Z l . T b c n J t 'J
USan' Perr
ra n - ^
edm m ■ < *» ■ *** b™ ‘ »k mengika'
L
da,am
H r H - “ ” ■"
s tT iJ t;
1. menghambat proses penyelidikan dan
penyid. u Undak pidana "
[ « 8 ] Menimbang UU RTI India mengatur mengenai kerahasiaan informasi Kerahastaan tersebut berhubungan dengan informasi yang apabila dibuka kepada publik dapat membahayakan j.wa atau k-sela matan fisik seseorang dalam hubungannya e l a r i t u T u R T lT d 3" ^ berJa‘an (PaSal 8 ^ <*> »uruf g), u UU RTI India juea mengatur mengenai kerahasiaan informasi yang akan S r Ay l m T T , ? 83' " penahanan atau pmuntu,an para pelan^ huk™ him 162) ° Uf UU KIP ^ b i t k m , KIP edisi pertama tahm 2009 [4.29] UU ATT Kanaia mengatur mengena, kerahasiaan ,nform
S ™ nroseshuk umt krrn n nasioinformasi na'- yang meliputi: terkait deng.n penegakan hukuma adalah n
mformasi yang diperoleh atau disediakan oleh institusi pemerintah atau bagian da institusi pemerintah, yang bersifat investigatif/penyelidita dan s p S
“ C b u S T terSe? t ‘ di mana dalam penyelidika" I T u m kejahatan " i (l\ P?nemUan’ pencc- ahan' dan Penindakan terhadap ^ { ) Penegakan hukum di Kanada atau provinsi, atau (iii) kesiatan yang dicurigai merupakan ancaman bagi keamanan Kanada, dalam pengertian tahm' Z l s CU,n l y IntelligenceServlce • i ika dokumen belum leMh tahun pada saat permintaan dilakukan;
37
b. informasi yang berhubungan dengan teknik investigasi atau rencana investigasi hukum. c. mformasi apabila dibuka dapat membahayakan proses penegakan hukum di Kanada, provinsi, atau tata cara investigasi hukum, tidak terbatas pada: (i) informasi yang berhubungan dengan keberadaan atau kealamiahan investigasi tertentu; (n) informasi yang akan mengungkapkan identitas dari sumber m ormasi rahasia; atau (iii) informasi yang diperoleh atau disediakan dalam rangkaian sebuah investigasi; atau d. informasi pengungkapannya dapat diduga berbahaya bagi keamanan institusi f m l l m aj 63)
yat 0 ) ' (m0taSi VUKIP dUerbitkan KIP e d i s i tahun
[4.30] Menimbang dengan mempertimbangkan pendapat para pihak dan ah1; maka Majelis Komisioner berpendapat peraturan kepala BNN yang menjadi oWek c.-quo merupakan dokumen terbuka sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) huruf b TIU K,P jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU KIP namun setelah di lakukan pemeriksaan te-tutup majelis komisioner mendapatkan fakta bahwa dalam obyek sengekta r-qto wrdapat informasi yang di kecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a angaka 1 UU KIP. Dengan pertimbangan tersebut majelis akan mempertimbangkan fakta-fakta informasi yang di kecualikan hasil pemeriksaan tertutup menu m Termohon.
[4.31] Menimbang majelis berpendapat bah,-."- akses informasi dapat diberikan kepada Pemohon dengan mempertimbangkan V ^ ra informasi terkait dengan administrasi penyelidikan dan penyidikan mennakan informasi terbuka dalam kaitannya prinsip akuntabilitas pelaksanaan tugas Qt n kepentingan perlindungan HAM. Adapun informasi terkait dengan teknik penyelidikan dan penyidikan merupakan informasi yang di kecualikan sebagaimana dimaksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU KIP.
[4.32] Menumang .uajelis Komisioner berpendapat bahwa hasil pemeriksaan tertutup sebagai beriku*: Bahwa dalam Peraturan kepala BNN Nomor 3 tahun 2011 tentang Teknik i enyidikan dan Penyerahan di Bawah Pengawasan, adalah sebagai oenkut: & 1. Ketentuan umum di Pasal 1 ayat (1): Termohon berpendapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik penyidikan, atas hal tersebut Majelis Komisioner berpendapat bahwa alasan Termohon sudah relevan dengan tujuan untuk proses penyelidikan/penyidikan tindak pidana agar tidak terganggu sebagaiman di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU KIP. 2. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) merupakan informasi terbuka dan dapat di akses publik. 38
3. Pasal 2 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka karena hanya memuat informasi maksud peraturan tersebut 4. Semua ketentuan di Pasal 3 sampai dengan Pasal 27 Termohon berpendapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia dan Majelis Komisioner berpendapat bahwa alasan Termohon sudah relevan dengan tujuan untuk proses penyehdikan/penyidikan tindak pidana agar tidak terganggu sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU KIP 5. Pasal 28 sampai dengan Pasal 30 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. p Bahwa dalam Peraturan Kepala BNN Nomor 4 Tahun 2011 tentang teknik Penyidikan Pembelian terselubung terdapat inforamsi yang8 dapat dikategorikan sebagai berikut: s V 1. Semua ketentuan di Pasal I ayat (1) Termohon berreitdapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informal tersebut terkait teknik penyidikan pembelian terselubung dan Majelis Komisioner berpendapat bahwa alasan Termohon «ndih relevan dengan tujuan untuk proses penyelidikan/penyid;kao thidak pidana sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 2. Pasal 1 ayat (2) dan Ayat (3) merupakan informasi terbuka dan dapat di akses publik. 3. Pasal 2 merupakan informasi yang dapat uNkses publik/terbuka karena hanya memuat inforamsi maksud peruti’ian tersebut 4. Pasal 3 sampai dengan Pasal 1■ Ter.- ohon berpendapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia ka'ena informasi tersebut terkait teknik penyidikan pembelian c* luhung dan majelis komisioner berpendapat bahwa alp,ar 1- rmohon sudah relevan dengan tujuan untuk proses peryc'iidkan/penyidikan tindak pidana tidak terganggu sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU “ 1 6 meruPakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka Keren u hanya memuat syarat administratif penyidikan 5. Pasal 12 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. . Lampiran K-raturan Kepala BNN Nomor 4 tahun 2011 tentang teknik Penyidikan Tembelian terselubung Termohon berpendapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik ueny.d-kan pembelian terselubung dan majelis komisioner r„vpendapat bahwa alasan Termohon sudah relevan dengan tujuan -ntuk proses penyelidikan/penyidikan tindak pidana tidak terganggu sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU Bahwa dalam Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika, terdapat informasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut: bl k/
b T an UmUm PaSai 3 mCrUpakan informasi yang dapat diakses
2. Bab II Penyehdikan bagian kesatu Rencana Penyelidikan Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 Termohon berpendapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik Penyelidikan 39
dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika dan Majelis Komisioner berpendapat bahwa alasan Termohon sudah relevan dengan tujuan untuk proses penyelidikan/penyidikan tindak pidana tidak terganggu sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU KIP. 3' ?^.b 111 ,Penyidlkan Pasal 20 sampai dengan Pasal 30 merupakan informasi yang tertutup/rahasia Termohon berpendapat merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informasi tersebut terkait teknik teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika dan Majelis Komisioner berpendapat bahwa alasan Termohon sudah relevan dengan tujuan untuk proses penyelidikan/penyidikan tindak pidana tidak terganggu sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU KIP. 4. Bab IV Pemanggilan, Penangkapan, dan penahanan; bagian kesatu Pemanggilan Pasal 31 sampai dengan Pasal 53 merupaka" infcmnasi yang dapat diakses publik/terbuka. 5. Bab V Pemeriksaan; Bagian kesatu Pemeriksaan Saksi d-,,, Tersangka Pasal 54 sampai dengan Pasal 58 merupakan informal yang dapat diakses publik/terbuka. 6. Bab VI Penggeledahan dan penyitaan; Bagian k~,atu; Penggeledahan; Paragraf 1; Rumah, alat angkutan dan Tempat-tempat tertutup Pasal 59 sampai dengan Pasal 63 merupakan informasi yang dapat diakses publik/terbuka. 7. Pasal 64 Termohon berpendapit merupakan informasi yang tertutup/rahasia karena informas1 tersebut terkait teknik Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pida a dan Prekursor Narkotika sehingga Majelis Komisioner berpe^a m t bahwa hal tersebut tidak relevan karena dalam Pasal 64 ud lk memuat informasi teknik Penyelidikan dan Penyidikan tind„p pidana dan Prekursor Narkotika namun hanya memuat infm mas barang bukti yang dapat disita. 8. Seluruh lampiran I "Vraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis P.uyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Nu-koiika merupakan informasi yang tertutup/rahasia informasi tersebut terkait teknik Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dam Prekursor Narkotika dan Majelis Komisioner berpendapat bahwa alasan Termohon sudah relevan dengan tujuan untuk proses penyelidikan/penyidikan tindak pidana tidak terganggu sebagaimana di maksud Pasal 17 huruf a angka 1 UU k iP . [4.3V Me ".imbang atas informasi yang dikecualikan Majelis Komisioner berpendapat mtuk memerintahkan kepada Termohon untuk menutup permohonan a-quo.
[4.34] Menimbang bahwa telah diadakan sidang ajudikasi pada tanggal 20 j uli 2012, 1 Agustus 2012, dan 3 September 2012 yang di hadiri oleh Pemohon dan Termohon. [4.35] Menimbang Pasal 2 ayat (3) UU KIP yang berbunyi: 40
“Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana"
5. KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh uraian dan fakta hukum di atas. Majelis Komisioner berkesimpulan:
[5.1] Komisi Informasi Pusat berwenang untuk memeriksa, mengadili, danmemutus perkara a quo.
[5.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) m tuk mengajukan permohonan dalam perkara a quo.
[5.3] Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk menjadi Termohon dalam perkara a quo.
6. AMAR PLTU dAN
M enu, uskan,
[6.1] Menyatakan mengabur.-;- ..ennohoan informasi Pemohon untuk sebagian; [6.2] Menyatakan bahwa informasi yang dimohon terkait dengan: 0
P * ^ T B a T p “
r " " 201 ' l“
8 Tek"ik P“ yidik-
2> N° m0r 4 tahun 2011 tema”g ttknik P^ idika" M Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang petunjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Prekursor Narkotika ^ ecuaai^ an„;
"
^
dida,amnya - d a p a t informasi yang
[6.3] Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan dokumen yang sebagai mana disebut dalam paragraf [6.2] dengan mengaburkan dan/atau menghitamkan dan/atau menghilangkan informasi yang dikecualikan dengan rincian sebagai berikut:
41
Peraturan kepala BNN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Teknik Penyidikan dan Penyerahan di Bawah Pengawasan: B y K 1. Ketentuan umum di Pasal 1 ayat (!) dikecualikan 2. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) merupakan informasi terbuka, 3. rasai 2 merupakan informasi terbuka 4. Semua ketentuan di Pasal 3 sampai dengan Pasal 27 dikecualikan 5. Pasal .,8 sampai dengan Pasal 30 merupakan informasi terbuka
Pembelian ters^Idiung^ N0mOr “ 1a,,U,, 201' *ek"ik 1. Semua ketentuan di Pasal 1 ayat (1) dikecualikan. 2 . Pasal 1 ayat (2) dan Ayat (3) merupakan informasi terbuka 3. Pasal 2 merupakan informasi terbuka. 4. Pasal 3 sampai dengan Pasal 1] dikecualikan, Kecua’< Pasal 6 merupakan informasi terbuka. 5. Pasal 12 merupakan informasi terbuka. 6. Lampiran Peraturan Kepala BNN Nomor 4 tahun ?b 1] tentang teknik Penyidikan Pembehan terselubung dikecualikan.
Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 20!1 tentang petunjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan ^ekursor Narkotika: ’ n ? 1 Ketentuan umum Pasal 1 merupaku informasi terbuka 2 . Bab II Penyelidikan bagian kesatu Penega Penyelidikan Pasal 2 sampai dengan Pasal 19 dikecualikan. 3. Bab III Penyidikan Pasal 20 dengan Pasal 30 dikecualikan 4. Bab IV Pemanggilan, Penangkapan, dan penahanan; bagian kesatu ferbuka8^ M
^
dengan Pasal 53 me™Pakan informasi
5. Bab V Pemeriksr-uy Bagian kesatu Pemeriksaan Saksi dan Tersangka Pasal 54 sampai vengun Pasal 58 merupakan informasi terbuka. 6. Bab VI Penggeledahan dan penyitaan; Bagian kesatu; Penggeledahan; aragrat i; Rumah, alat angkutan dan Tempat-tempat tertutup Pasal 59 sampai dengan Pasal 63 merupakan informasi terbuka. 7. Pasal 64 merupakan informasi terbuka. 8. Selu, uh lampiran 1 Peraturan kepala BNN Nomor 5 Tahun 2011 tentang pe unjuk teknis Penyelidikan dan Penyidikan tindak Pidana dan Precursor Narkotika dikecualikan. (6.41 Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan informasi berdasarkan paragraf [6.3] selambat-lambatnya 14 hari kerja terhitung sejak salinan putusan ini iiterima oleh para pihak.
Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Komisioner yaitu Amirudin selaku Ketua merangkap Anggota, dan Abdul Rahman Ma’mun, Dono Prasetyo masing-masing sebagai Anggota, pada hari Senin, 1 Oktober 2012 dan 42
diucapkan dalam Sidang terbuka untuk umum pada hari Selasa, 2 Oktober 2012 oleh Majelis Komisioner yang nama-namanya tersebut di atas, dengan didampingi oleh Isnaneni R Siregar sebagai Petugas Kepaniteraan, serta dihadiri oleh Pemohon dan Termohon.
Ketua Majelis
(Isnaneni R Siregar)
43