KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
PUTUSAN Nomor: 304 /XI1/K1P-PS-A/2012
KOMISI INFORMASI PUSAT REPUBLIK INDONESIA
1. IDENTITAS
[1.1]
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia yang memeriksa, memutus, dan
menjatuhkan putusan dalam Sengketa Informasi Publik Register Nomor: 304 /XII/KIP-PSA/2012 yang diajukan oleh:
Nama
: Koalisi NGO HAM Aceh
Alamat
: Neusu aceh , J1 Alue Biang Ir Cempaka Putih Nomor 5 Kecamatan Baiturahman, Kota Banda Aceh,
selanjutnya disebut sebagai Pemohon, Terhadap
Nama
: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI
Alamat
: Jl. Latuharhary No. 4B Menteng Jakarta Pusat
f/
Yang di dalam persidangan, berdasarkan Surat Tugas Nomor: 01 l/SP/3.5.17111/2013 tertanggal 4 Maret 2013, ditugaskan kepada:
V,.. \ '
1. Nama : Mulia Robby Manurung. S.Sos. Jabatan : Pemantau Aktivis HAM 2. Nama : Eka Azmiyadi, S.H. Jabatan : Analis Pengaduan Dalam persidangan di Kantor Komisi Informasi Pusat Jakarta, dihadiri Komisioner Komnas HAM sdr. M. Imdadun Rahmat selanjutnya disebut sebagai Termohon. 1
[1.2] Telah membaca surat permohonan Pemohon; Telah mendengar keterangan Pemohon; Telah mendengar keterangan Termohon; Telah memeriksa bukti-bukti dari Pemohon dan Termohon; Telah membaca kesimpulan Termohon; 2. DUDUK PERKARA A.
Pendahuluan
[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada Komisi Informasi Provinsi Aceh, berdasarkan Penetapan Majelis Pemeriksaan Pendahuluan
Komisi
Informasi
Provinsi
Aceh Nomor;
01/1X/PN1P-
MPP.B/2012, yang pada pokoknya menetapkan Komisi Informasi Provinsi Aceh tidak berwenang memeriksa dan memutus sengketa a quo sehingga dilimpahkan ke Komisi Informasi Pusat melalui Surat Nomor; 57/KIA/X1I/2012, tertanggal 3 Desember 2012. dan terdaftar di Kepaniteraan Komisi Informasi Pusat tertanggal 4 Desember 2012, dengan Register Nomor : 304/XII/KIP-PS/2012.
Kronologi [2.2] Bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Informasi kepada Termohon melalui Surat Nomor: 30/K-NGO/HAM/IX/2012, tertanggal 13 September 2012. Bahwa informasi yang diminta Pemohon mendasarkan pada Surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kantor Perwakilan Aceh Nomor; 058/PMT/S.3.5.1/IV/2011, tertanggal 4 April 2011, yang menyebutkan selama periode Darurat Militer di Aceh, Komnas HAM telah membentuk J im Ad hoc dan selama menjalankan tugasnya telah memeriksa 70 Kasus dugaan pelanggaran HAM di Aceh periode Darurat Militer 1 dengan rincian sebagai berikut:
Jumlah
Jenis Kasus
No 1
Pembunuhan
19 Kasus
2
Pengusiran dan pemindahan paksa
7 Kasus
3
Perampasan kemerdekaan atau perampasan
9 Kasus
kebebasan fisik secara sewenang-wewenang 4
Penyiksaan
16 Kasus
5
Perkosaan
9 Kasus
2
6
Penganiayaan
16 Kasus
7
Penghilangan Paksa
6 Kasus
Bahwa berdasarkan informasi tersebut Pemohon meminta informasi meliputi; a. Nama Korban; b. Daerah; c. Status perkembangan kasus yang dilakukan Komnas HAM atas Laporan Kerja Tim Ad hoc yang telah memeriksa 70 kasus tersebut; [2.3] Bahwa Termohon memberikan tanggapan/jawaban atas Surat Permohonan Iniormasi Pemohon yang diterima Pemohon pada tanggal 24 September 2012. melalui Surat Nomor: 116/PMT/S 3.5.1/IX/2012, tertanggal 2 Oktober 2012, yang pada pokoknya menyatakan: a. Surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kantor Perwakilan Aceh Nomor: 058/PMT/S 3.5.1 /TV/2012. tertanggal 4 April 2011, yang menjadi rujukan permohonan informasi Pemohon, merupakan respon terhadap Surat Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Nomor: 014/DEK-NGO/III/2011; b. TIM Ad Hoc Aceh Komnas HAM bukan subordinat dari Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh tetapi merupakan Tim Ad Hoc bentukan Sidang Paripurna Komnas HAM; c. Laporan Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM tersebut berklasifikasi rahasia sesuai dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor: 39/Eahtm1999 Tentang Hak Asasi Manusia; d. Untuk status perkembangan penyelesaian 70 kasus pelanggaran HAM' periode darurat militer 1 yang telah diselidiki Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM sudah dijelaskan dalam surat Nomor: 058/PMT/S 3.5.1 /IV/201 h
- /7r
[2.4] Bahwa Atas jawaban/tanggapan Termohon, Pemohon kemudian mengajukan keberatan melalui Surat Nomor: 32/K-NGO/HAM/X/2012, tertanggal 11 Oktober 2012, yang pada pokoknya mempertanyakan:
Di mana Komnas HAM dalam menetapkan merahasiakan
identitas pengadu dan pemberi keterangan sebagaimana keterangan Termohon bahwa Laporan Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM tersebut berklasifikasi rahasia sesuai dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor: 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia”;
3
[2.5] Bahwa atas surat yang disampaikan Pemohon sebagaimana dimaksud paragraf [2.4] Termohon
tidak
memberikan
tanggapan/jawaban
sehingga
Pemohon
mengajukan
Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Ke Komisi Inloimasi lro\insi Aceh melaui surat tertanggal 30 November 2012; [2.6] Bahwa berdasarkan Penetapan Majelis Pemeriksaan Pendahuluan Komisi Informasi Provinsi Aceh Nomor: 01/1X/PNTP-MPP.B/20I2. yang pada pokoknya menetapkan Komisi Informasi Provinsi Aceh tidak berwenang memeriksa dan memutus sengketa u quo, sehingga dilimpahkan ke Komisi Informasi Pusat melalui Surat Nomor: 57/KIA/XII/2012, tertanggal 3 Desember 2012. dan terdaftar di kepaniteraan Komisi Informasi Pusat tertanggal 4 Desember 2012, dengan Register Nomor : 304/X11/KIP-PS/2012.
Alasan Penyelesaian Sengketa Informasi [2.7] Bahwa alasan Pemohon mengajukan Penyelesaian Sengketa Informasi adalah Termohon mengecualikan informasi. Alasan Permohonan Informasi atau Tujuan Penggunaan Informasi [2.8] Alasan Permohonan Informasi atau Tujuan Penggunaan Informasi adalah untuk mengetahui: Pemohon meminta informasi berupa nama korban, daerah, dan kasus yang dilakukan Komnas HAM atas Laporan Kerja Tim Ad hoc memeriksa 70 kasus untuk mengetahui apa saja yang sudah disele Termohon karena banya laporan yang telah Pemohon ajukan tapi tidak lanjutnya sementara korban sendiri tidak tahu status perkembangannya dan k meminta informasi perkembangannya kepada Pemohon.
Petitum [2.9] Meminta Komisi Informasi Pusat menyatakan informasi yang dimohon adalah informasi yang bersifat terbuka sehingga wajib diberikan kepada Pemohon.
B. Alat Bukti Keterangan Pemohon [2.10] Menimbang bahwa di persidangan Pemohon menyatakan keterangan sebagai berikut: 4
1.
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. 12.
13.
14.
Bahwa Pemohon pada prinsipnya adalah koalisi yang dibentuk untuk memperjuangkan hak-hak korban dan Pemohon bersama dengan korban melakukan advokasi bersama untuk mewujudkan kepentingan korban; Bahwa Pemohon menerangkan alasan permohonan intormasi publik kepada Termohon adalah untuk mengetahui apa saja yang sudah diselesaikan oleh Termohon karena banva laporan yang telah Pemohon ajukan tapi tidak ada tindak lanjutnva sementara korban sendiri tidak tahu status perkembangannya dan kemudian meminta informasi perkembangannya kepada Pemohon; Bahwa Pemohon dengan jelas meminta informasi berupa nama korban, daerah, dan status perkembangan kasus yang dilakukan Komnas HAM atas Laporan Kerja I im Ad Hoc yang telah memeriksa 70 kasus; Bahwa Pemohon tidak pernah meminta informasi berupa nama saksi, oleh karena itu permintaan Pemohon jelas tidak melanggar ketentuan UU Hak Asasi Manusia; Bahwa Pemohon menerangkan informasi yang diminta berupa nama korban yang dimaksud adalah nama kasus, sebab masyarakat korban ingin menanyakan dari 70 kasus temuan Tim Ad hoc: Bahwa Pemohon menjelaskan informasi yang diminta berupa status perkembangan kasus adalah apa hasil investigasi Tim Ad Hoc yang dibentuk Komisi Hak Asasi Manusia untuk menyelidiki dugaan pelanggaran HAM di Aceh; Bahwa Pemohon menerangkan selama ini, hasil investigasi atau laporan Tim Ad Hoc tidak pernah disampaikan kepada publik, dan tidak pernah ada pernyataan bahwa Komnas HAM berjanji untuk menindak lanjuti temuan 1im Ad hoc: Bahwa Pemohon menerangkan selama ini tidak ada penjelasan dari Termohon bahwa hasil temuan Tim Ad hoc akan segera diproses, karenanya Pemohon mengambil sikap untuk mempertanyakan penanganan kasus pelanggaran HAM kepada Termohon; Bahwa Pemohon beralasan apabila informasi sebagaimana dimaksud diberikan oleh Termohon, maka akan sangat berpengaruh pada kinerja Pemohon dalam hal uinukadvokasi dan untuk memperjuangkan segala hak yang wajib diterima oleb 'kofHIhr pelanggaran HAM; //■-'/ , . Bahwa Pemohon menolak dengan tegas apa yang disampaikan oleh Termohopi bahy^D mekanisme Permohonan Informasi Publik yang diajukan oleh Pemohon tidy L s'^ ffe u dengan mekanisme UU K1P, bahwa Pemohon berpendapat apa yang disampaikan oleh termohon sangat mengada-ada; Bahwa surat keberatan dari Pemohon yang diajukan kepada Termohon adalah satu bagian dari kantor pusat, maka Pemohon mengajukan keberatan kepada Termohon; Bawa Pemohon menyatakan Termohon seharusnya dapat memahami mekanisme Permohonan Informasi Publik berdasarkan mekanisme UU K1P sebab UU K1P sudah lama diundangkan; Bahwa Pemohon meminta informasi kepada Termohon karena Termohon adalah kantor perwakilan Komnas HAM Pusat dan apabila Termohon tidak dapat memberikan informasi yang Pemohon minta maka Kantor Termohon dibubarkan saja; Bahwa Pemohon mempertanyakan kepada Termohon yang menyatakan intormasi yang diminta Pemohon dikecualikan, apakah Termohon sudah melakukan uji
5
konsekuensi sebagaimana yang diamanatkan oleh UU KIP. dan pertanyaan ini belum dijawab oleh Termohon: 15. Bahwa Pemohon menerangkan saksi yang diajukan memang tidak termasuk dalam 70 kasus yang diselidiki oleh Komnas Ham karenanya yang menjadi masalah adalah termohon tidak memberikan penjelasan secara langsung terkait dengan 70 kasus tersebut, karenanya Pemohon meminta informasi kepada Termohon; 16. Bahwa Pemohon menerangkan untuk saksi yang Pemohon ajukan memang laporannya diajukan kepada Termohon pada Tahun 2006, jadi tidak masuk dalam 70 kasus tersebut; Keterangan saksi: [2.11] Menimbang dalam persidangan pemohon menghadirkan saksi beragama islam, di bawah sumpah memberikan kesaksian sebagai berikut: Nama
: Ramli Ahmad
Alamat
: Jl. Dusun selamat, Desa Pante Labu, Kecamatan Pante bidari. Kabupaten aceh Timur
1.
Bahwa Saksi menerangkan sebagai korban pelanggaran HAM. dan menerangkan pada tahun 1978, saksi ditangkap oleh Kopasus kemudian ditanya dan ditendang, dipukul setelah dipukuli kemudian diancam; 2. Bahwa Saksi menerangkan telah ditangkap sudah puluhan kali dan yang terakhir pada tahun 2004; 3. Bahwa Saksi menerangkan alasannya ditangkap adalah dituduh telah membantu Gerakan Aceh Merdeka, kemudian ditendang, dipukuli dan diancam apabila ketahuan akan ditembak mati; 4. Bahwa saksi menerangkan selama ini tidak pernah ada hak-hak saksi yang diterima sebagai korban pelanggaran HAM yang diberikan oleh pemerintah: 5. Bahwa saksi menerangkan pernah melaporkan ke Komnas HAM tapi tidak ada kaba t lagi sehingga saksi kemudian melaporkan kepada Pemohon sekitar bulan akhir tahun 2006; 6 . Bahwa Saksi menerangkan laporan kepada Pemohon diharapkan laporan y ajukan kepada Termohon dapat dimintakan keteranganya kepada Termohon: 7. Bahwa saksi berharap apabila ada informasi yang didapatkan oleh Pemohon adalah _ kaitannya dengan laporan yang saksi ajukan sudah dalam proses penanganan. Surat-Surat Pemohon [2.12] Menimbang bahwa Pemohon mengajukan bukti surat/tertulis sebagai berikut:
Bukti P-l
Foto copy Permohonan Informasi kepada Termohon melalui Surat Nomor: 30/K-NGO/HAM/IX/2012, tertanggal 13 September 2012
Bukti P-2
Foto copy tanggapan permohonan informasi dari Termohon. Surat Nomor:
“ f
116/PMT/S 3.5.1/IX/2012, tertanggal 2 Oktober zuU
Bukti P-3
Foto copy
keberatan Pemohon kepada
Bukti P-4
32/K-NGO/HAM/X/2012, tertanggal 11 Oktober 2012 j ------------------------- ------------- H Foto copy Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Ke Komisi ■
Term ohon
melalui Surat Nomot.
Informasi Provinsi Aceh melaui surat tertanggal 30 November 2012
:
Foto copy Profile Koalisi NGO HAM
Bukti P-5
Bukti P-6 ~~1 Foto copy lapiran Dokumen Stategic Plaining Rentra
j
Bukti P-7
Foto Copy Akta Notaris dan AD/ART
j
Bukti P-B
Pernytaan Pendiri
Bukti P-9
Pernyataan Korban
Bukti P-10
Foto Copy identitas diri Pemohon
Bukti P-11
Foto Copy identitas saksi
Bukti P-12
Foto Copy Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Oktober 2012
j
[2.13] Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang diuraikan di atas dan bukti terlampir. Pemohon meminta kepada Majelis Komisioner agar memberikan putusan: 1. Primer a. Mengabulkan permohonan Pemohon. b. Memerintahkan pada Termohon untuk memberikan informasi yang diminta Pemohon. 2. Subsider > . -.7 ■ Memberikan putusan lain yang seadil-adilnya menurut rasa keadilan dan peraturan perund an g- und angan yang berlaku.
; ■- /
.....
.; „ ,
Keterangan Termohon [2.14] Menimbang bahwa di dalam persidangan Termohon memberikan k e te r a n ^ ^ b ^ a i? berikut:
"■
Keterangan Kantor Perwakilan KOMNAS HAM Aceh: 1. Bahwa Termohon menyatakan menolak disebut sebagai Termohon dalam sengketa informasi publik antara Koalisi NGO HAM Aceh, dan atau menolak untuk masuk dalam pokok materi sengketa: 2. Bahwa Termohon menolak disebut sebagai Termohon dengan alasan Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh tidak memiliki legal standing (kedudukan hukumi untuk bertindak dan atau mengambil keputusan dalam sengketa informasi. Bahwa Termohon tidak menguasai, menyimpan dan memiliki informasi yang dimohon oleh 7
,
'
3.
4.
5.
6.
7.
Koalisi NGO HAM Aceh, yaitu nama korban, daerah dan status perkembangan kasus yang ditangani Komnas HAM RI, dan dengan demikian, karenanya, Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh tidak memenuhi ketentuan Pasal 6 Ayat (3) hruf e. Pasal 7 Ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik; Bahwa Termohon berpendapat Sidang Ajudikasi ini tidak tepat dan cenderung dipaksakan, karena Majelis Pemeriksaan Pendahuluan pada Komisi Informasi Pusat tidak terlebih dahulu meminta klarifikasi kepada Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh sesuai dengan ketentuan Pasal !9 Ayat (2) Peraturan Komisi Informasi Pusat: Bahwa Termohon berpendapat Permintaan Informasi dari Pemohon tidak melalui mekanisme yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 22 dalam Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik dan Peraturan Komisi Informasi No. 2 Tahun 2010 Tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, dengan dasar bahwa sejak awak permintaan informasi dari Pemohon melalui surtanya No. 014/DE/K-NGO/11I/2011 dan surat No. 30/KNG0/HAM/IX/2012 sama sekali tidak pernah menyebutkan dan atau menggunakan Undang-Undang No 1 Tahun 2010, dan peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010, kemudian UU KIP baru digunakan oleh Pemohon pada saat menyampaikan surat No. 32/K-NGO/HAM/X/2012 tentang pernyataan keberatan dengan surat yang sama dengan surat terdahulu bernomor HAM c.q Kepala Kantor perwakilan Komnas HAM Aceh: Bahwa Termohon menyatakan penyebutan tujuan surat yang sama mengandung makna bahwa Pemohon berpendapat Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh sebagai pengelola informasi yang dimaksud, dengan demikian apabila Pemohon menyampaikan keberatan, maka seharusnya surat pernyataan keberatan tersebut bukan ditujukan kepada Ketua Komnas HAM c.q Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh, melainkan kepada Ketua Komnas HAM RI atau Sekretaris Jendral Komnas HAM RI sebagai atasan Kepala Kantor Termohon sebagaimana yapg-r diperintahkan oleh ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU KIP; ,y'/UUy' Bahwa pada prinsipnya Termohon tanpa menggunakan ketentuan UU KIP puh.‘sejak awal telah berikad baik memberikan informasi dengan jelas, tepat dan pro.ppsipnaL sehubungan dengan apa yang dimohon oleh Pemohon, selain mempertimhyi^katuP.i> ketentuan Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 TenttagTlIfe' Asasi Manusia dan hal mana terlihat juga pada korespondensi antara TermohOtT dengan Pemohon sebagaimana dalam surat No. 058 /PMT/S 3.5.1 /IV/2011 dan surat No. 116/PMT/S 3.5.1/X/2012. karenanya itu merupakan bagian dari respon cepat Termohon untuk memberikan informasi perkembangan kepada Pemohon sebagai salah satu mitra kerja Kantor Perwakilan HAM Aceh.; Bahwa Termohon mengatakan dalam suratnya No. 116/PMT/S 3.51/X/2012. tanggal 2 Oktober 2012 [angka 2 dan angka 3], sudah menginformasikan baik secara tersurat dan/atau tersirat kepada Pemohon mengenai ketidak-tersediaan informasi yang diminta berkaitan dengan nama korban, daerah serta status perkembangan kasus dan lainnya;
8
V'
8. Bahwa Termohon mengatakan penyampaian informasi oleh Iermohon dengan menekankan pada ketentuan pasal 92 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM karena memang senyatanya dalam hal meminta informasi. Pemohon dari sejak awal sama sekali tidak menyebutkan dan atau menggunakan mekanisme sebagaimana yang diatur UU KIP kecuali pada saat menyatakan keberatan, sehingga Termohon dalam menyampaikan informasi tersebut kepada Pemohon tidak menggunakan ketentuan UU KIP khususnya pasal 17 mengenai informasi yang dikecualikan; 9. Bahwa Termohon berpendapat karena Termohon tidak memiliki legal standing {kedudukan hukum) untuk bertindak dan atau mengambil keputusan dalam sengketa informasi dengan Pemohon, karenanya menyatakan menolak disebut sebagai Termohon, dan meminta kepada Komisi Informasi Pusat untuk menyarankan kepada Pemohon agar kembali mengajukan permohonan informasi publik kepada ketua komnas HAM RI cq pejabat pengelola Informasi dan dokumentasi [PPIDJ yang berkedudukan di Jakarta sebagai Badan publik yang memiliki menguasai, dan menyimpan informasi yang dimohon oleh Pemohon dengan tetap mengacu dan berdasarkan ketentuan UU KIP Perki SLIP dan Perki PPS1P; 10. Bahwa sejak awal, Termohon menyatakan tidak mempunyai legal standing dalam sengketa iniformasi ini, maka Termohon mengambil sikap untuk walk out dalam sidang ajudikasi. Keterangan Komnas HAM Republik Indonesia 1.
2.
m 4.
5. 6.
Bahwa Komnas HAM Kantor Perwakilan Aceh merupakan satu body dalam artian satu struktur kesekjenan dengan Komnas HAM Republik Indonesia yang menangani dari aspek administrasi yang bukan merupakan kantor perwakilan atau cabang dari Komnas HAM Republik Indonesia: Bahwa Karena Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh merupakan perwakilan sekretariat tidak memiliki kewenangan substansi termasuk menyimpan dokumen substansi, oleh karena itu dokumen sebagaimana yang diminta Pemohon ada dalam penguasaan Komnas HAM Republik Indonesia; . Bahwa Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak memiliki kewenangan: -unit! menyimpan dokumen substantif dan juga mempublikasikan kecuali dokumen substantif itu telah dipublis oleh Komnas Ham Republik Indonesia; Bahwa mengenai layanan informasi semua terpusat di Kantor Komnas HAM Republik Indonesia dimana ada satu sub bagian yang menangani dokumen dan kearsipan: Bahwa untuk dokumen substantif itu bersifar confidential yang ditetapkan melalui rapat tertinggi di Komnas HAM Republik Indonesia; Bahwa informasi sebagaimana yang diminta oleh Pemohon merupakan informasi yang bersifat confidential dan sampai saat ini statusnya belum dicabut dengan mempertimbangkan para korban dan pemberi informasi pada saat Tim A d Hoc datang ke Aceh meminta untuk dirahasikan dan berdasarkan ketentuan UU 39 Tahun 1999.
9
7.
8.
9.
10.
11.
maka permintaan untuk dirahasiakan dipenuhi dan ini merupakan keputusan yang reasonable karena menyangkut keselamatan korban dan pemberi keterangan: Bahwa proses penyelidikan atas kasus dugaan pelanggaran HAM di aceh masih menggunakan ketentuan UU 39 Tahun 1999 yang merupakan pelanggaran HAM. Komnas HAM sampai sekarang belum menaikkan proses penyelidikan dengan mengacu pada UU 26 Tahun 2000; Bahwa informasi sebagaimana yang diminta oleh Pemohon apabila dibuka akan menganggu pengungkapan kasus-kasus berikutnya, serta bila nama-nama itu diungkap akan berpotensi terjadinya intimidasi, sehingga untuk mendapatkan fakta baru akan sangat terhambat; Bahwa penetapan identitas, alamat, materi apa yang disampaikan oleh korban dan pemberi keterangan sampai saat ini masih tetap ditetapkan sebagai confidential karena sampai sekarang masih dalam taraf proses penyelidikan: Bahwa apabila korban langsung yang meminta informasi tersebut maka akan dipertimbangkan, apakah akan menganggu proses selanjutnya atau tidak. Jika tidak maka akan disiapkan. Bahwa apabila Pemohon dapat membuktikan mendapat mandat langsung dari korban maka Komnas HAM akan mencocokan. bilamana data itu sesuai maka akan dipertimbangkan untuk diambil suatu keputusan melalui rapat paripurna di Komnas HAM.
Surat-Surat Termohon [2.15] Menimbang bahwa Termohon mengajukan bukti surat/tertulis sebagai berikut: Bukti T-l
Surat Surat Tugas Nomor: 011/SP/3.5.1/111/2013 tertanggal 4 Mareti 2013
Bukti T-2
Focopy Identitas diri Termohon
Bukti T-3
Foto Copy BAB III Kesimpulan dan Rekomendasi Dalam Laporan Akhir Buku II
Bukti T-4
Foto Copy Siaran Pers Dalam Laporan Akhir Buku III
/U > v-' s [2.16] Menimbang bahwa pada hari Selasa 28 Mei 2013. Majelis Komision^rctyo'i
Pemeriksaan Setempat
Informasi Pusat dalam Sengketa Informasi Publik Nomor 304-XII-KIP-P^/j/2$I 2. melakukan pemeriksaan setempat di kantor Komisi Hak Asasi Manusia Republik hiajonskia: ■ 'T . "
Bahwa dalam pemeriksaan setempat ditemukan fakta-fakta sebagai berikut:
■.•
1. Bahwa dokumen sebagaimana yang diminta Pemohon dikuasai oleh Termohon; 2. Bahwa dalam dokumen tersebut tercantum bahwa dokumen dirahasiakan; 3. Bahwa informasi yang terdapat dalam dokumen tersebut diantaran berisi kode-kode dalam setiap kasusnya termasuk identitas korban dan lokus delictinya: 10
4. Bawa dokumen penanganan duguaan pelanggaran HAM merupakan hasil investigasi; 5. Bahwa berdasarkan keterangan Termohon proses investigasi merupakan proses penyelidikan yang masuk dalam ranah pro justisiu dan apabila sudah selesai penyeldikannya kemudian dikirim ke Kejaksaan Agung guna dilakukan proses penyidikan. Jaksa Agung nantinya akan memvalidasi hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM; 6. Bahwa Termohon menerangkan untuk 70 kasus dugaan pelanggaran HAM pada saat darurat militer I di aceh, Termohon hanya bisa memberikan eksekutif summary atau pihak Pemohon/kuasanya yang memohon datang langsung dan akan diperlihatkan (cukup melihat); 7. Bahwa Termohon menyatakan hasil penyelidikan tidak bisa dibuka karena untuk menjaga nama-nama korban dan korban juga telah meminta namanya untuk dirahasiakan, bilamana nama-nama korban diketahui dapat disalahgunakan dan negara akan dituduh melanggar HAM berat; 8. Bahwa karena dokumen merupakan hasil proses penyelidikan (pro justisiu) maka hanya dapat diberikan apabila Termohon mendapat kuasa langsung dari para korban.
[2.17] Menimbang bahwa dari seluruh dalil-dalil yang diuraikan di atas. Termohon pada prinsipnya memohon kepada Majelis Komisioner agar memberikan putusan sebagai berikut; 1. Primer Menolak permohonan Pemohon atau setidak-tidaknya menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak dapat diterima;
, ■ 'V .y r ’
2. Subsider //fy'" _ r' Memberikan putusan lain yang seadil-adilnya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. KESIMPULAN PARA PIHAK Kesimpulan Pemohon [3.1] Menimbang Pemohon tidak menyampaikan kesimpulan. Kesimpulan Termohon [3.2] Menimbang Termohon menyampaikan kesimpulan tertanggal 30 Mei 2013. yang pada pokoknya menyimpulkan sebagai berikut: 11
Dalam rangka menindaklanjuti penyelidikan Komisi Informasi Pusat ke Komnas HA M pada hari Selasa tanggal 21 Mei 2013, terkait dengan adanya aduan dari Koalisi NGO HAM terhadap Kasus Tim Aceh. Maka dipandang perlu Komnas HAM memberikan jawabannya sebagai berikut:
Riwayat terbentuknya Tim Ad Hoc Proyustisia Darurat Militer Aceh : A. TIM Ad Hoc Pemantauan Perdamaian di Aceh Ketika CoHA (Cessation o f Hostilities Agreement) di tanda tangani di Jenewa 9 Desember 2003. Komnas HAM baru saja memiliki 23 Komisioner baru yang menggantikan sejumlah komisioner lama. Pada Sidang Paripurna Komnas HAM 18 - 19 Desember 2002. ditetapkan untuk memantau jalannya perdamaian di Aceh dengan membentuk " TimAd Hoc Pematauan Perdamaian di Aceh”, dengan mandatnya terbatas yaitu melaksanakan peran pemantauan dari perspektif hak asasi manusia dan perspektif korban. Dasar hukum Tim Ad Hoc Pemantauan Perdamaian di Aceh (berdasarkan informasi dokumen yang ada dilaporan Tim) adalah : 1.
Keputusan Rapat Sidang Paripurna 1 8 - 1 9 Desember 2002. Sidang Paripurna adalah pemegang kekuasaan tertinggi Komnas HAM menurut Pasal 79 ayat (1) Uli Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 2. Surat Keputusan Komnas HAM No. 09A/KOMNASHAM/I/2003. tertanggal 15 Januari 2003. Dalam salah satu perkembangan surat keputusan ini disebutkan bahwa.....kesepakatan damai (CoHA) tersebut hanya mengakomodir kepentingan^ Pemerintah RI dan GAM yang sama sekali tidak memberikan ruang ydhg memadai untuk mengakomodir kepentingan dan aspirasi rakyat Acchfg A' Adapun masa berlakunya surat keputusan ini adalah hingga berakhirnya kt’ddriah darurat militer di Aceh. :: ' •' j 'y < 3. Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak A'sas'i Manusia. \ 4. Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asikh Manusia. B. TIM AdHoc Aceh Berdasarkan perkembangan dilapangan dengan banyaknya perundingan-perundingan upaya perdamaian di Aceh yang mengalami kegagalan, maka berdasarkan Tanggapan Sidang Paripurna Komnas HAM tanggal 27 Mei 2003. Komnas HAM mengambil sikap untuk mengubah keputusan Tim Ad Hoc Pemantauan Perdamaian di Aceh menjadi "Tim Ad Hoc Aceh”, yang diberi mandat yang lebih luas daripada mandat Tim Ad Hoc Pemantauan Perdamaian di Aceh, yaitu perluasan pemantauan dengan menggunakan perspektif hukum humaniter, perluasan dan penambahan anggota tim, perpanjangan waktu tugas, serta kewenangan untuk membentuk pos pengaduan pelanggaran hak asasi manusia di Aceh.
12
Adapun jangka waktu kerja tim berdasarkan keputusan sidang paripurna adalah 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya surat keputusan tanggal 28 Mei 2003. Adapun Dasar Hukum Pembentukan Tim ad hoc Aceh (berdasarkan informasi dokumen yang ada ditaporan Tim ) adalah: 1. Surat Keputusan Komnas HAM Tertanggal 28 Mei 2003 No.l3/KOMNASHAM/V/2003 tentang Perubahan atas Keputusan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia No. 09/KOMNAS HAM/1/2003 tentang Pembentukan Tim Ad Hoc Pemantauan Perdamaian di Aceh. 2. Keputusan Sidang Paripurna Tanggal 12 November 2003 perihal perpanjangan masa berlakunya Tim selama (1) bulan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Komnas HAM Nomor 40/KOMNAS HAM/XII/2003 tertanggal 1 Desember 2003. 3. Berdasarkan hasil laporan TIM Ad Hoc Aceh ke Sidang Paripurna Komnas HAM (tidak dapat dilampirkan dan hanya berdasarkan hasil laporan Tim Ad Hoc Projustisia karena arsip masih terkunci dan disimpan oleh TIM). Tim Ad Hoc Aceh mengusulkan ke Sidang Paripurna tersebut untuk membentuk Tim Penyelidikan ProJustisia guna menyelidiki peristiwa-peristiwa yang diduga kuat mengandung anasir pelanggaran berat HAM. Dasar Hukum sebuah kasus di Komnas HAM ditetapkannya sebagai Pro-Justisia adalah 1. Keputusan Rapat Sidang Paripurna adalah pemegang kekuasaan tertinggi Komnas HAM menurut Pasal 79 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 2. Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 'Tentang Hak asasi Manusia, " setiap orang berhak atas keutuhan pribadi, baik rohani maupun jasmani, karena itu tidak boleh menjadi objek penelitian tanpa persMbjtiah darinya”. ’• 3. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang'Hak,asasi Manusia, “ Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi . keluarga, kehormtan, martabat, dan miliknya". 4. Pasal 30 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 kentang I lak asasi Manusia. " Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”. •N 5. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “ tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu”. 6. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia. " Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurai termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan”. 7. Pasal 69 ayat (T) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 8. Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain serta menjadi
tugas Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan. dan memajukannya”. 9 . Pasa! 70 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, " Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta menghormati atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis”. 10. Pasal 73 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan berdasarkan undang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa". 1 1 . Pasal 74 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia. “Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai, golongan atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi manusia atau kebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini”. 12. Pasal 90 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang 1lak asasi Manusia, “Pengaduan hanya akan mendapatkan pelayanan apabila disertai dengan identitas pengadu yang benar dan keterangan atau bukti awal yang jelas tentang materi yang diadukan”. 13. Pasal 90 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, "Dalam hal pengaduan dilakukan oleh pihak lain, maka pengaduan harus disertai dengan persetujuan dari pihak yang hak asasinya dilanggar sebagai korban, kecuali untuk pelanggaran hak asasi manusia tertentu berdasarkan pertimbangan Komnas HAM”. 14. Pasal 90 ayat (4) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “Pengaduan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi pula pengaduan melalui perwakilan mengepal pelanggaran hak asasi manusia yang dialami oleh kelompok masyarakatT . y' -.. 15. Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hdk asasi Manusia, “Dalam hal tertentu dan bila dipandang perlu, guna melindungi' kepentingan dan hak asasi yang bersangkutan atau terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada. Komnas HAM dapat menetapkan merahasiakan identitas pengadu, dan pemberi keterangan atau buktiv .a* . , * e.’s. C. serta pihak yang terkait dengan materi aduan atau pemantauan”. 'N.16. Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan atau membatasi penyebarluasan suatu keterangan atau bukti lain yang diperoleh Komnas HAM, yang berkaitan dengan materi pengaduan atau pemantauan”. 17. Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, "Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada pertimbangan bahwa penyebarluasan keterangan atau bukti lainnya tersebut dapat ; a. membahayakan keamanan dan keselamatan negara; b. membahayakan keselamatan dan ketertiban umum: c. membahayakan keselamatan perorangan; d. mencemarkan nama baik perorangan;
14
e. f. g. h.
membocorkan rahasia negara atau hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah; membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan suatu perkara pidana; menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, atau membocorkan hal-hal yang termasuk dalam rahasia dagang;
C. Posisi Laporan TIM Ad Hoc Aceh hingga saat ini. Berdasarkan data yang ada bahwa laporan Tim Ad Hoc Aceh sudah disampaikan ke Sidang Paripurna Komnas HAM dan telah disampaikan Kesimpulan dan rekomendasi kepada para pihak (Vide Bukti T-3). Disamping itu terhadap pertanggungjawaban Tim kepada Publik maka Tim Ad Hoc selalu menyampaikan informasi terhadap hasil-hasil kerja Tim selama menjalankan tugasnya melalui siaran pers. Tim Ad Hoc Aceh telah mengadakan 13 kali siaran pers (Vide Bukti T-4). Akan tetapi, terkait dengan kasus-kasus DOM Aceh, hingga saat ini pun Komnas HAM masih terus melakukan pemantauan dan penyelidikan untuk memenuhi hak asasi masyarakat Aceh yang mengalami peristiwa DOM itu sendiri, bahkan hingga terorisme. Dalam ruang lingkupnya hanya pemantauan dan penyelidikan di bawah UU nomor 39 tahun 1999. D. Permintaan Koalisi NGO terkait informasi Nama Korban, Daerah dan status perkembangan. Sebagaimana yang telah kami sampaikan bahwa : 1. Laporan TIM masih bersifat Rahasia dengan dasar hukum sebagaimana yang tersebut di atas. Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak.asasi Manusia, “Dalam hal tertentu dan bila dipandang perlu, guna melindungi kepentingan dan hak asasi yang bersangkutan atau terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan identitas pengadu, dan pemberi keterangan atau bukti lainnya serta pihak yang terkait dengan materi' aduan atau pemantauan”. Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia. “Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada pertimbangan bahwa penyebarluasan keterangan atau bukti lainnya tersebut dapat : a. membahayakan keamanan dan keselamatan negara; b. membahayakan keselamatan dan ketertiban umum; c. membahayakan keselamatan perorangan; d. mencemarkan nama baik perorangan; e. membocorkan rahasia negara atau hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah; f. membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan suatu perkara pidana; g. menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada. atau h. membocorkan hal-hal yang termasuk dalam rahasia dagang; 15
2. Namun apabila Koalisi NGO memandang bahwa informasi yang diberikan oleh Komnas HAM belum mencukupi, maka perlu kami sampaikan bahwa sesuai dengan amanat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta menghormati atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis”. Komnas HAM dapat memberikan informasi terhadap nama saksi atau korban tersebut, apabila Koalisi NGO dapat menunjukkan bukti otentik surat kuasa atau mandat dari saksi atau pun korban yang telah diperiksa oleh Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM. dan cocok dengan data yang ada di Komnas HAM, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasanya. 3. Terhadap data 70 Kasus yang dimintakan oleh Koalisi NGO, maka kami dapat memberikan sejauh ada kuasa dari saksi yang memang benar-benar terdaftar dan cocok sesuai dengan data Tim yang ada di Komnas HAM. 4. Terkait dengan data dan informasi saksi, korban dan pelaku yang diberikan Komnas HAM, akibat adanya sengketa di Komisi Informasi Pusat ini. Maka apabila terjadi segala sesuatu yang dapat mengancam tindakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap saksi, korban dan pelaku, maupun tindakan melanggar hukum lainnya, serta membahayakan keamanan dan keselamatan negara sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan, Komnas HAM tidak bertanggung jawab.
4. PERTIMBANGAN HUKUM [4.1] Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan adalah mengenai permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1 ) hurgf-a' Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
-V'-
v
,.
t i . G ’ ’’’
juneto Pasal 3 ayat (2) huruf a dan Pasal 3 ayat (4) huruf a Pers Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa PPSIP).
[4.2] Menimbang bahwa sebelum memasuki pokok permohonan. Majelis Komisioner akan mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut: A. kewenangan Komisi Informasi Pusat untuk memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan terhadap permohonan u quo; B. kedudukan hukum (legal standing) Pemohon. C. Kedudukan hukum (legal standing) Termohon. Terhadap kedua hal tersebut di atas. Majelis berpendapat sebagai berikut:
A. Kewenangan Komisi Informasi Pusat
16
[4.3] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU KIP, Pasal 26 ayat (1) huruf a UU KIP, Pasal 27 ayat (1) huruf a, b, c, dan d UU KIP. Pasal 35 ayat (1) huruf a UU K1I>juncto Pasal 3 ayat (2) huruf a dan Pasal 3 ayat (4) Perki PPSIP pada pokoknya mengatur Komisi Informasi berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi Publik melalui ajudikasi.
[4.4] Menimbang bahwa permohonan a quo merupakan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menyangkut penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a UU KIP juncto Pasal 3 ayat (2) huruf a dan Pasal 3 ayat (4) Perki PPSIP. [4.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada [4,3] dan [4.4] Majelis berpendapat bahwa Komisi Informasi berwenang memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan terhadap permohonan a quo.
[4.6] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UU KIP juncto Pasal 4 ayat (1) Perki PPSIP pada pokoknya mengatur bahwa Komisi Informasi Pusat berwenang menyelesaikan Sengketa Informasi Publik apabila permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik menyangkut Badan Publik Pusat.
[4.7] Menimbang bahwa Termohon adalah Badan Publik Pusat yang berkedudukan di Jaka'rttii / ■V dan memiliki Kantor Perwakilan di Provinsi Aceh / V'U
[4.8] Menimbang bahwa berdasarkan uraian [4.3] sampai dengan [4.7] Majelis her bahwa Komisi Informasi Pusat berwenang memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan terhadap permohonan a quo.
B. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon [4.9] Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 12, Pasal 35 ayat (1) huruf e. Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) UU KIP juncto Pasal 1 angka 8. Pasal 30 ayat ( U huruf e. Pasal 30 ayat (2), Pasal 35 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik (Perki SLIP) juncto Pasal 1 angka 6 ayat (1). Pasal 7. Pasal 8, Pasal 11 Perki PPSIP, yang pada pokoknya Pemohon merupakan Pemohon Informasi Publik yang telah mengajukan permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik kepada
17
Komisi Informasi Pusat setelah terlebih dahulu menempuh upaya keberatan kepada Termohon.
[4.10] Menimbang bahwa berdasarkan fakta permohonan: 1.
Bahwa Pemohon mengajukan Permohonan Informasi kepada Termohon melalui Surat Nomor: 30/K-NGO/HAM/IX/2012, tertanggal 13 September 2012. Bahwa informasi yang diminta Pemohon mendasarkan pada Surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Kantor Perwakilan Aceh Nomor: 058/PMT/S 3.5.1/IV/201!. tertanggal 4 April 201 1. yang menyebutkan selama periode Darurat Militer di Aceh, Komnas HA M telah membentuk Tim Ad hoc dan selama menjalankan tugasnya telah memeriksa 70 Kasus dugaan pelanggaran HAM di Aceh periode Darurat Militer 1 dengan rincian sebagai berikut: Jenis Kasus
No
Jumlah
1
Pembunuhan
19 Kasus
2 A
Pengusiran dan pemindahan paksa
7 Kasus
Perampasan kemerdekaan atau perampasan
9 Kasus
'
kebebasan fisik secara sewenang-wewenang 4
Penyiksaan
16 Kasus
5
Perkosaan
9 Kasus
6
Penganiayaan
16 Kasus
7
Penghilangan Paksa
6 Kasus
Bahwa berdasarkan informasi tersebut Pemohon meminta informasi meliputi: a. Nama Korban; b. Daerah;
... . p..
c. Status perkembangan kasus yang dilakukan Komnas HAM atas Lappifan'’
rja
Tim Ad hoc yang telah memeriksa 70 kasus tersebut;
2.
Bahwa Termohon memberikan tanggapan/jawaban atas Surat Permohonan hifecmasiPemohon yang diterima Pemohon pada tanggal 24 September 2012, melalui Surat Nomor: 116/PMT/S 3.5.1/1X/2012, tertanggal 2 Oktober 2012. yang pada pokokmu menyatakan:
18
a. Surat Komisi Nasional Hak Asasi Vlanusia Kantor Perwakilan Aceh Nomor: 058/PMT/S 3.5.1 /IV/2012, tertanggal 4 April 201 1, yang menjadi rujukan permohonan informasi Pemohon, merupakan respon terhadap Surat Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Nomor: 014/DEK-NGO/I1I/2011; b. TIM Ad Hoc Aceh Komnas HAM bukan subordinat dari Kantor Perwakilan Komnas HAM Aceh tetapi merupakan Tim Ad Hoc bentukan Sidang Paripurna Komnas HAM; c. Laporan Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM tersebut berklasifikasi rahasia sesuai dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1), (2), dan (.4) f l i Nomor: 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; d. Untuk status perkembangan penyelesaian 70 kasus pelanggaran HAM periode darurat militer 1 yang telah diselidiki Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM sudah dijelaskan dalam surat Nomor: 058/PMT/S 3.5.1 'IV'201 1: 3.
Bahwa Atas jawaban/tanggapan Termohon, Pemohon kemudian mengajukan keberatan melalui Surat Nomor: 32/K-NGO/HAM/X/2012, tertanggal 11 Oktober 2012, yang pada pokoknya mempertanyakan:
Di mana Komnas HAM dalam
menetapkanmerahasiakan identitas pengadu dan pemberi keterangan sebegaimana keterangan Termohon bahwa Laporan Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM tersebut berklasifikasi rahasia sesuai dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1). (2), dan (3) UU Nomor: 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia”:
4.
Bahwa atas surat yang disampaikan Pemohon sebagaimana dimaksud Poin 3. Termohon tidak memberikan tanggapan/jaw'aban sehingga Pemohon kemudian mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik ke komisi Informasi Provinsi Aceh melaui surat tertanggal 30 November 2012;
5.
. w" "r ■"
Bahwa berdasarkan Penetapan Majelis Pemeriksaan Pendahuluan Komisi InformasL Provinsi Aceh Nomor:01/1X/PNTP-MPP.B/2012. yang pada pokoknya menetapkan Komisi Informasi Provinsi Aceh tidak berwenang sehingga dilimpahkan ke Kinnikr Informasi Pusat melalui Surat Nomor: 57/K1A/XII/20I2, tertanggal 3 Desember 2(lT2f: dan terdaftar di kepaniteraan Komisi Informasi Pusat tertanggal 4 Desember 2012. dengan Nomor Register: 304/XI1/KIP-PS/2012.
19
[4.11] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pada paragraf [4.9] sampai dengan [4.10] tersebut Majelis berpendapat bahwa Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing), selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan pokok permohonan.
C. Kedudukan Hukum (legal standing) Termohon [4.12] Menimbang bahwa Pasal ! angka 7 Perki PPS1P menyatakan bahwa Termohon Penyelesaian Sengketa Informasi Publik adalah Badan Publik yang diwakili oleh atasan PPID.
[4.13] Menimbang bahwa Pasal 1 angka 3 UU YL\P j uncta Pasal 1 angka 3 Perki SLIP juncto Pasal 1 angka 2 Perki PPSIP menyatakan bahwa: Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
[4.14] Menimbang Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia selanjutnya di sebut UU HAM menyatakan: Pasal 1 angka 7 , -U Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnus f IA \f.adulah r lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara idihpyu.yctng berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantuuci'n, ■dan mediasi hak asasi manusia. Pasal 75 Komnas Hak Asasi Manusia bertujuan : a. mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan b. meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia gunaberkemhangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
20
Pasal 76 L Untuk mencapai tujuannya, Komnas HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi manusia. 2. Komnas HAM beranggotakan tokoh masyarakat yang profesinal, berdedikasi dan berintegritas tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintikan keadilan, menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. 3. Komnas HAM berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. 4. Perwakilan Komnas HAM dapat didirikan di daerah. Pasal 97 Komnas HAM wajib menyampaikan laporan tahunan tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, serta kondisi hak asasi manusia, dan perkara-perkara yang ditanganinya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan Presiden dengan tembusan kepada Mahkamah Agung. Pasal 98 Anggaran Komnas HAM dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. [4.15] Menimbang dalam fakta persidangan diperoleh fakta adanya pertentangan tentang kedudukan hukum Termohon dari Kantor Perwakilan KOMNAS HAM Aceh atau KOMNAS HAM RI (Pusat) 1.
2.
3.
4.
Bahwa Termohon berpendapat karena Termohon tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk bertindak dan atau mengambil keputusan dalam sengketa informasi dengan Pemohon, karenanya menyatakan menolak disebut sebagai termohon, dan meminta kepada Komisi Informasi Pusat untuk menyarankan kepada Pemohon agar kembali mengajukan permohonan informasi publik kepada ketua komnas HAM RI cq pejabat pengelola informasi dandokumentasi [PPID] yang berkedudukan dijakarta sebagai Badan publik yang memeiliki menguasai, dan menyimpan informasi yang dimohon oleh Pemohon dengan tetap mengacu dan berdasarkan ketentuan UU KIP Perki SL.1P dan Perki PPSIP; . Bahwa sejak awal. Termohon menyatakan tidak mempunyai legal standing daiaov sengketa iniformasi ini, maka Termohon mengambil sikap untuk walk out dalam sidang ajudikasi Bahwa Komnas HAM Kantor Perwakilan Aceh merupakan satu body dalam arti an satu struktur kesekjenan dengan Komnas HAM Republik Indonesia yang menangani dari aspek administrasi yang bukan merupakan kantor perwakilan atau cabang dari Komnas HAM Republik Indonesia; Bahwa Karena Kantor Komnas HAM Perwakilan Aceh merupakan perwakilan sekretariat tidak memiliki kewenangan substansi termasuk menyimpan dokumen substansi oleh karena itu dokumen sebagaimana yang diminta Pemohon ada dalam penguasaan Komnas HAM Republik Indonesia:
21
5.
6.
7.
Bahwa Komnas HAM Perwakilan Aceh tidak memiliki kewenangan untuk menyimpan dokumen subtantif dan juga mempublikasikan kecuali dokumen substantif itu dipublis oleh Komnas Ham Republik Indonesia; Bahwa mengenai layanan informasi semua terpusa di Kantor Komnas HAM Republik Indonesia dimana ada satu sub bagian yang menangani dokumen dan kearsipan; Bahwa untuk dokumen substantif itu bersifar confidential yang ditetapkan melalui rapat tertinggi di Komnas HAM Republik Indonesia;
[4.16] Menimbang berdasarkan uraian di atas majelis komisioner berpendapat bahwa Kantor Perwakilan KOMNAS HAM Aceh dan KOMNAS HAM RI (Pusat) adalah satu entitas badan publik sehingga permohoan informasi tidak bisa dibatasi atas adanya struktur organisasi, hal sesuai dengan Pasal 76 UU HAM.
[4.17] Menimbang bahwa berdasarkan uraian [4,12] sampai dengan [4.16] Majelis berpendapat bahwa Termohon adalah Badan Publik Pusat sehingga Komisi Informasi Pusat berwenang memeriksa, memutus, dan menjatuhkan putusan terhadap permohonan a quo.
D. Pokok Permohonan [4.18] Menimbang bahwa dari fakta hukum, baik dalil Pemohon, jawaban Termohon serta bukti surat. Majelis menemukan fakta hukum baik yang diakui maupun yang menjadi perselisihan hukum para pihak, sebagai berikut:
, ■
1. Fakta hukum dan dalil-dalil permohonan Pemohon yang ti'-^ 1' HiKantnh nl,=>h Termohon, karenanya fakta hukum tersebut menjadi hukum Termohon sehingga hal tersebut tidak perlu dibuktikan lagi, yaitu;
v
t
•
a. Pemohon telah mengajukan permohonan Informasi Publik sebagaimana diuraikan/ dalam Duduk Perkara; b. Pemohon telah menempuh upaya keberatan kepada Termohon sebagaimana diuraikan dalam Duduk Perkara; c. Pemohon tidak mendapatkan tanggapan atas
keberatan dari
Termohon
sebagaimana diuraikan dalam Duduk Perkara; 2. Bahwa Pemohon telah menegaskan bahwa informasi yang diminta adalah informasi sebagaimana dimaksud pada paragraf [2.2]; 3. Bahwa selain fakta hukum atau hal-hal yang diakui para pihak, dalam persidangan juga terdapat fakta hukum atau hal-hal yang menjadi pokok perselisihan, yaitu alasan
22
penolakan permohonan Informasi Publik sebagaimana dimaksud dalam paragraf sebelumnya.
D. Pendapat Majelis [4.19] Menimbang bahwa terhadap hal-hal yang menjadi perselisihan hukum terkait dengan. legal standing sudah dipertimbangkan di kedudukan para pihak maka Majelis komisioner tidak akan memberikan pertimbangan lagi dalam pembahasan pokok perkara; [4.20] Menimbang bahwa yang menjadi pokok permohonan informasi oleh Pemohon adalah bahwa Komnas HAM telah membentuk Tim Ad hoc dan selama menjalankan tugasnya telah memeriksa 70 Kasus dugaan pelanggaran HAM di Aceh periode Darurat Militer 1 dengan rincian sebagai berikut: No
Jenis Kasus
Jumlah
1
Pembunuhan
19 Kasus
2
Pengusiran dan pemindahan paksa
7 Kasus
3
Perampasan kemerdekaan atau perampasan
9 Kasus
kebebasan fisik secara sewenang-wewenang 4
Penyiksaan
16 Kasus
5
Perkosaan
9 Kasus
6
Penganiayaan
16 Kasus
7
Penghilangan Paksa
6 Kasus
W i
Bahwa berdasarkan informasi tersebut Pemohon meminta informasi meliputi; d. Nama Korban; e. Daerah; f. Status perkembangan kasus yang dilakukan Komnas HAM atas Laporan Kerja Tim Ad hoc yang telah memeriksa 70 kasus tersebut;
[4.21] Menimbang dalam fakta persidangan, pemeriksaan setempat dan kesimpulan terungkap bahwa atas permohonan 1. Bahwa dokumen sebagaimana yang diminta Pemohon dikuasai oleh Termohon: 2. Bahwa dalam dokumen tersebut tercantum bahwa dokumen dirahasiakan: 3. Bahwa informasi yang terdapat dalam dokumen tersebut berisi kode-kode dalam setiap kasusnya; 4. Bawa dokumen pengangan duguaan pelanggaran HAM hasil dari investigasi; 23
5. Bahwa berdasarkan keteranggan Termohon proses inevstigasi merupakan proses penyelidikan yang masuk dalam ranah pro justitiu dan apabila sudah selesai penyeldikan kemudian dikirim ke Kejaksaan Agung guna dilakukan proses penyidikan. Jaksa Agung nantinya akan memvalidasi hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM; 6. Bahwa Termohon menyatakan hasil penyelidikan tidak bisa dibuka karena untuk menjaga nam-nama korban hal mana korban juga telah meminta namanya untuk dirahasikan, bilamana nama-nama korban diketahui dapat disalah gunakandan negara akan dituduh melanggar HAM berat: 7. Bahwa karena dokumen merupakan hasil proses penyeldikan (pro justitiu) maka hanya dapat diberikan apabila Termohon mendapat kuasa langsung dari para korban. 8. Laporan Tim ad hoc masih bersifat Rahasia dengan dasar hukum sebagaimana yang tersebut Pasal 92 ayat (!) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, "Dalam hal tertentu dan bila dipandang perlu, guna melindungi kepentingan dan hak asasi yang bersangkutan atau terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, Komnas HAM dapat menetapkan untuk merahasiakan identitas pengadu, dan pemberi keterangan atau bukti lainnya serta pihak yang terkait dengan materi aduan atau pemantauan ", Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, “Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada pertimbangan bahwa penyebarluasan keterangan atau bukti lainnya tersebut dapat : a. membahayakan keamanan dan keselamatan negara: b. membahayakan keselamatan dan ketertiban umum: c. membahayakan keselamatan perorangan; d. mencemarkan nama baik perorangan; e. membocorkan rahasia negara atau hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam proses pengambilan keputusan Pemerintah; f. membocorkan hal-hal yang wajib dirahasiakan dalam pro-........... — penuntutan, dan persidangan sitatu perkara pidana; g, menghambat terwujudnya penyelesaian terhadap masalah yang ada, atau h. membocorkan hal-hal yang termasuk dalam rahasia dagang; ’> 9. Namun apabila Koalisi NGO HAM memandang bahwa informasi yang diberikan oleh Komnas HAM belum mencukupi, maka perlu kami sampaikan bahwa sesuai dengan amanat Pasal 70 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak asasi Manusia, ‘‘ Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta menghormati atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis'''. Komnas HAM dapat memberikan informasi terhadap nama saksi atau korban tersebut, apabila Koalisi NGO dapat menunjukkan bukti otentik surat kuasa atau mandat dari saksi atau pun korban yang telah diperiksa oleh Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM, dan cocok dengan data yang ada di Komnas HAM, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasanya. 24
10. Terhadap data 70 Kasus yang dimintakan oleh Koalisi NGO, maka kami dapat memberikan sejauh ada kuasa dari saksi yang memang benar-benar terdaftar dan cocok sesuai dengan data Tim ad hoc yang ada di Komnas HAM. [4.22] Menimbang Pasal 17 huruf a UU KIP Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat: 1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana; 2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana; 2. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan denganpencegahan dan penanganan segala bentukkejahatan transnasional;membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau\ 4. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum. Pasal 17 huruf j UU KIP /. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang. [4.23] Menimbang bahwa tujuan atas permohonan informasi Pemohon adalah meminta informasi berupa nama korban, daerah, dan status perkembangan kasus yang dilakukan Komnas HAM atas Laporan Kerja Tim Ad hoc yang telah memeriksa 70 kasus untuk mengetahui apa saja yang sudah diselesaikan oleh Termohon karena banya laporan yang telah Pemohon ajukan tapi tidak ada tindak lanjutnya, sementara korban sendiri tidak tahu status perkembangannya dan kemudian meminta informasi perkembangannya kepada Pemohon.
[4.24] Menimbangan bahwa berdasarkan uraian paragraf di atas maka majelis komisioner berpendapat bahwa pokok permohoan a quo merupakan infromasi yang di kecualikan karean dokumen aquo merupakan hasil proses penyeldikan (pro juslisia) hal tersebut dengan mendasarkan pada pasal 17 huruf a UU KIP , Pasal 17 huruf j UU KIP dan Pasal 92 UU HAM. [4.25] Menimbang bahwa dalam persidangan dan kesimpulan Termohon menyampaikan dokumen permohoan informasi a quo merupakan hasil proses penyelidikan (pro justitia) maka Termohon dapat memberikan informasi terhadap nama saksi atau korban tersebut, apabila Pemohon dapat menunjukkan bukti otentik surat kuasa atau mandat dari saksi atau 25
pun korban yang telah diperiksa oleh Tim Ad Hoc Aceh Komnas HAM, dan cocok dengan data yang ada di Komnas HAM, baik pemberi kuasa maupun penerima kuasanya, atas hal tersebut majelis komisioner berpendapat bahwa jika Pemohon mendapatkan kuasa langsung dan setelah di verifikasi oleh Termohon merupakan korban yang berhubungan dengan permohonan informasi a quo, maka Termohon wajib memberikan informasi tertulis a quo kepada Pemohon.
5. KESIMPULAN MAJELIS
Berdasarkan seluruh uraian dan fakta hukum di atas, Majelis Komisioner berkesimpulan: [5.1] Komisi Informasi Pusat berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus peikaia a quo. [5.2] Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan dalam perkara a quo. [5.3] Termohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara a quo.
6. AMAR PUTUSAN Memutuskan,
[6.1] Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian:
[6.2] Menyatakan bahwa Informasi yang diminta Pemohon sebagaimana tercantum dalam paragraf [2.2] yang berisi informasi mengenai nama korban, daerah, dan status perkembangan kasus yang ditangani Komnas HAM merupakan informasi yang dikecualikan; [6.3] Menyatakan bahwa informasi sebagaimana di maksud dalam paragraf [6.2] dapat diberikan kepada Pemohon, apabila pemohon mendapatkan kuasa langsung dan setelah di verifikasi Termohon merupakan korban yang berhubungan dengan permohonan informasi a quo.
26
[6.4] Memerintahkan kepada Termohon untuk memberikan infonnasi a quo secara tertulis sebagaimana di maksud dalam paragraf [6.2] dalam jangka waktu 14 hari kerja setelah diterimanya surat kuasa dari korban ke Pemohon dan setelah di verifikasi Termohon.
[6.5] Membebankan segala biaya yang timbul atas terpenuhinya informasi a quo kepada Pemohon. Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Komisioner yaitu Dono Prasetyo selaku Ketua merangkap Anggota, Amirudin dan Abdul Rahman Ma’mun masing-masing sebagai Anggota, pada hari Jum’at 31 Mei 2013, dan diucapkan dalam Sidang terbuka untuk umum pada hari Jum’at 31 Mei 2013, oleh Majelis Komisioner yang namanamanya tersebut di atas, dengan didampingi oleh Hafida Riana sebagai Petugas Kepaniteraan, serta dihadiri oleh Pemohon dan Termohon.
Anggota Majelis
M
(Abdul Rahman Ma’mun)
Petugas Kepaniteraan
(Hafida Riana)
27
Untuk Salinan Putusan ini sah dan sesuai dengan aslinya diumumkan kepada masyarakat berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 61 ayat (5) dan ayat (6) Peraturan Komisi Informasi Nomor 2 Tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.
Jakarta,3 /Mei 2013 Petugas Kepaniteraan
28