PAKET INFORMASI TERSELEKSI
PERPUSTAKAAN Seri: Profesi Pustakawan
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah diadakan layanan informasi berupa Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT). Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia. Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya. Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel (full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI ANALISIS KETERPAKAIAN REFERENSI: STUDI KASUS KUMPULAN ORASI ILMIAH PENGUKUHAN PUSTAKAWAN UTAMA 1995-2007
i
Pilih/klik judul untuk melihat full text
JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG PERPUSTAKAAN
Rochani Nani Rahayu; Tupan Visi Pustaka, Vol. 14, No. 2, 2012: 15-23
Titiek Kismiyati Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 16, No. 1-2, 2009: 5-8
Abstrak: -
Abstrak: -
CATATAN PENILAIAN ANGKA KREDIT PUSTAKAWAN: KAJIAN BERDASARKAN PENGALAMAN MENILAI
KEAKTIFAN PUSTAKAWAN DALAM KEMASYARAKATAN PERPUSDOKONFO GUNA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN DAN CITRA POSITIF PERPUSTAKAAN
Abdul Rahman Saleh Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 16, No. 1-2, 2009: 9-12 Abstrak: -
Ane Dwi Septina Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 11, No. 1, 2011: 20-24 Abstrak: -
DUKUNGAN STRATEGIS KEPUSTAKAWANAN DALAM RANGKA REFORMASI BIROKRASI KEMENTRIAN/ LEMBAGA
Supriyanto Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 20, No. 2, 2013: 5-12 Abstrak: -
ETIKA PROFESI PUSTAKAWAN
Fx. Mardiyanto Wipa: Wahana Informasi Perpustakaan UAJY, Vol. 13, 2011: 2-10 Abstrak: -
DAFTAR ISI KELOMPOK KERJA TENAGA FUNGSIONAL PUSTAKAWAN SEBAGAI SARANA MENUJU PUSTAKAWAN PROFESIONAL: CONTOH KASUS DI LINGKUNGAN PERPUSTAKAAN NASIONAL RI
Wartini, Santoso Media Pustakawan, Vol. 17, No. 3-4, 2010: 54-60 Abstrak: Kondisi lingkungan bekerja sangat mempengaruhi terbentuknya jiwa, sikap mental, dan kinerja pustakawan sebagai pegawai negeri sipil yang lebih mengedepankan profesionalitas sebagai tolok ukur penilaiannya. Pustakawan Perpustakaan Nasional RI misalnya, keterpurukannya (tidak pede atau nyaman dengan profesinya menurut pandangan umum tentang pustakawan Prof. DR. Azyumardi Azra, 2005) lebih disebabkan karena terposisikan sebagai staf bidang dan tidak adanya pembinaan profesi yang terorganisir akibat dari belum berfungsinya sarang tawon sebagai wadah pustakawan yang telah disediakan, di samping masih banyaknya pustakawan hasil impasing. Untuk dapat merubah citra ini, selain dengan peningkatan kompetensi, dengan self-esteem dan self-respect perlu adanya peran aktif Perpustakaan Nasional RI sebagai institusi induk yang berperan ganda pula sebagai pembina sumber daya perpustakaan, termasuk di dalamnya pustakawan. Makalah ini berusaha mengungkap kondisi lapangan pustakawan Perpustakaan Nasional RI sebagai contoh kasus masalah kepustakawanan dalam usaha pembentukan kelompok kerja tenaga fungsional pustakawan.
KESIAPAN SERTIFIKASI PUSTAKAWAN
Titiek Kismiyati Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 18, No. 3-4, 2011: 13-18 Abstrak: -
KIAT PD IPI NTB DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALISME PUSTAKAWAN
Sutoyo Bulletin Pustaka, No. 30, 2011: 1-5 Abstrak: -
DAFTAR ISI KINERJA PUSTAKAWAN DALAM MATA RANTAI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN: SUATU STUDI DI PDIILIPI
Ade Kohar Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 18, No. 3-4, 2011: 23-31 Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja pustakawan dalam mendukung pemakai perpustakaan menciptakan informasi yang baru. Obyek penelitiannya adalah para pengunjung yang datang sehari-hari di Perpustakaan PDIILIPl. Untuk itu diambil sample sebanyak 30 orang yang menjadi responden penelitian dengan cara acak. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur terhadap responden yang menyatakan dirinya sering berkunjung ke PDIILIPI. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pustakawan dalam mendukung pemakai perpustakaan menciptakan informasi baru masih terpaku pada layanan informasi secara fungsional di perpusrakaan. Dalam hal ini pustakawan mempunyai kinerja yang baik untuk melayani kebutuhan informasi pemakai perpustakaan. Pemakai perpustakaan pada umumnya pernah mendapatkan bimbingan pustakawan dalam mengakses informasi dan penjelasan infomasi mutakhir di perpustakaan. Walaupun pustakawan relatif belum pernah melakukan pemantauan terhadap pemanfaatan informasi dari perpustakaan oleh pemakai perpustakaan. Di pihak lain pustakawan belum menunjukkan kinerja yang nyata dalam menyampaikan ide penciptaan informasi yang baru bagi pemakai perpustakaan. Pada umumnya pemakai perpustakaan tidak pernah mendapatkan ide penulisan ilmiah dan penelitian dari pustakawan. Dengan demikian pustakawan belum mempunyai peran aktif dan inovatif dalam menciptakan siklus informasi baru yang menjadi sasaran mata rantai informasi di perpustakaan.
KIPRAH TIM PENILAI PUSTAKAWAN DALAM MEMOTIVASI PUSTAKAWAN MENGAJUKAN ANGKA KREDIT
Sutarsyah Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 11, No. 2, 2011: 31-33 Abstrak: -
KOMPETENSI DAN SERTIFIKASI PUSTAKAWAN: DITINJAU DARI KESIAPAN DUNIA PENDIDIKAN ILMU PERPUSTAKAAN
Ninis Agustini Damayani Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 18, No. 3-4, 2011: 19-22 Abstrak: -
KOMPETENSI IDEAL PUSTAKAWAN DALAM ERA TEKNOLOGI INFORMASI
Syarifuddin Atjtje Jupiter: Jurnal Perpustakaan, Informasi Dan Komputer, Vol. 7, No. 2, 2009: 1-5 Abstrak: -
KOMPETENSI, KOMITMEN, DAN INTRAPRENEURSHIP PUSTAKAWAN DALAM MENGELOLA PERPUSTAKAAN DI INDONESIA
Endang Ernawati Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 5, No. 1, 2005: 1-9 Abstrak: -
DAFTAR ISI MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALISME PUSTAKAWAN
Santi; Triana Iqra’: Jurnal Perpustakaan dan Informasi, Vol. 3, No. 2, 2009: 12-20 Abstract : Librarians have to be information-literates. This means that librarians have to have skills in information searching, organizing, as well as preserving to help improve social lives. In this article, the author does not only provide the definition of information society but also highlights the significant role of the librarians in serving the community to have access to the information. She suggests that librarians must also be able to overcome the explosion of information as the result of the development of information technology. To conclude, she maintains that the advancement in information technology should not be a nightmare to be librarians; instead, they must be able to take advantage of the this expansion to increase their professionalism.
MENYIASATI PELUANG DAN TANTANGAN PUSTAKAWAN ABAD 21
Nasuhaidi Akses: Media Komunikasi Dan Informasi, Vol. 1, No. 1, 1998: 9-11 Abstrak: Di masa mendatang pustakawan adalah mereka yang menguasai bidang kajian tertentu secara profesional dan mendalam, menangani bidangnya lebih terarah dan sistematis. Karakteristik sosok pustakawan pada abad 21 adalah: berwawasan, berjiwa melayani, komunikatif, berbudaya kerja, solid, selalu ingin belajar, peka terhadap perkembangan dan selalu memupuk percaya diri.
PENGARUH ETIKA PROFESI PUSTAKAWAN TERHADAP KEPUASAN PEMUSTAKA DI LAYANAN SIRKULASI UPT PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
Anugrahini, Fitriana Wahyu; Permana, Aan Jurnal Ilmu Perpustakaan; Vol. 1, No. 1, 2012
Abstrak: Skripsi ini membahas mengenai Pengaruh Etika Profesi Pustakawan Terhadap Kepuasan PemustakaLayanan Sirkulasi di UPT Politeknik Negeri Semarangâ. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh etika profesi pustakawan terhadap kepuasan pemustaka di layanan sirkulasi UPTPoliteknik Negeri Semarang.Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi adalah seluruh pemustaka Politeknik Negeri Semarang pada bulan Juni 2012 sebanyak 178 orang. Sampel penelitian berjumlah 45 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner, dan observasi. Teknik pengolahan data dengan cara editing, koding dan tabulasi. Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif. Dari hasil penelitian ini ditunjukkan dengan perhitungan skor Etika profesi pustakawan sejumlah 82% mempersepsikan etika profesi pustakawan di UPT POLINES sangat baik, dan sejumlah 69%mempersepsikan sangat baik (pemustaka puas) terhadap pelayanan yang diberikan pustakawan. Analisis Regresi sederhana menunjukan pada variabel Y (kepuasan pemustaka) sebesar 0,449. Dari hasil pengolahan hipotesis membuktikan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima karena nilai t hitung = 4,860 lebih besar dari t tabel= 1.68107.
DAFTAR ISI PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN DAN PROFESI PUSTAKAWAN PERGURUAN TINGGI
Lasa Hs. Info Persadha, Vol. 8, No. 2, 2010: 67-70
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL PUSTAKAWAN SEBAGAI PENGELOLA SUMBER INFORMASI
A.C. Sungkana Hadi Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 5, No. 2, 2005: 11-20
Abstrak: Abstrak: -
PENGEMBANGAN PROFESI PUSTAKAWAN
Balsius, Darsono Media Pustakawan: Media Komunikasi Antar Pustakawan, Vol. 17, No. 3-4, 2010: 47-53 Abstrak: Di Indonesia, profesi pustakawan belum sepenuhnya diterima sejajar dengan profesi lain. Pustakawan masih dianggap sebagai tenaga administratif. Pengertian pustakawan kebanyakan masih mengacu pada batasan yang ada di Keputusan Menpan. Tuntutan bagi pustakawan sendiri yaitu harus memiliki tanggung jawab dan kompetensi kepustakawanan yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, juga perlu diberlakukannya akreditasi bagi lembaga pendidikan pustakawan guna mengesahkan kompetensi dan mutu dari para lulusannya oleh prioritas tertinggi dalam profesi pustakawan. Adapun dalam lingkup keprofesionalan dikenal istilah Continuing Professional Development (Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan) tentang aturan jabaran fungsional kepustakawanan. Pada rumusan dakumen IFLA pun dinyatakan bahwa Pustakawan adalah penghubung aktif antara pemustaka dan sumbar daya informasi maupun pengetahuan. Berarti kemampuan dan kualitas pustakawan harus dipelihara dan selalu ditingkatkan.
PERUBAHAN KEARAH KOMPETENSI PUSTAKAWAN
Fx. Mardiyanto Wipa: Wahana Informasi Perpustakaan UAJY, Vol. 17, 2010: 20-27 Abstrak: -
PROFESI PUSTAKAWAN DAN ETIKA PROFESI
Darmono Buletin FKP2T (Forum Komunikasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri), Vol. 3, No. 2, 1998: 17-25 Abstrak: Berdasarkan uraian serba ringkas yang dipaparkan penulis, dapat ditarik benang merah sebagai berikut: bidang kepustakawanan di Indonesia berdasarkan kriteria dapat dimasukkan ke dalam kelompok bidang kerja profesional; masalah etika perlu mendapatkan perhatian sehubungan dengan pelaksanaan tugas-tugas layanan khususnya dalam bidang perpustakaan.
DAFTAR ISI PROFESI PUSTAKAWAN DAN KEMANDIRIAN
Irianti, Pergola Buletin perpustakaan, no. 25, 1997: 19-21
professional librarian. A professional librarian, does not quite have the diploma he earned in college where he lectures, but must be given the appropriate training to the profession.
Abstrak: Artikel ini membahas mengenai sikap profesional pustakawan. Salah satu sikap yang mendukung keprofesionalannya adalah kemandirian yang tinggi agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.
PUSTAKAWAN DAN UNDANG-UNDANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK (UU KIP) Blasius Sudarsono Info Persadha, Vol. 8, No. 2, 2010: 50-55
PROFESIONALISME PUSTAKAWAN DALAM PERSEKTIF ISLAM
Lasa Hs. Unilib: Jurnal Perpustakaan, Vol. 2, No. 1, 2009: 64-74 Abstrak: -
Abstrak: -
PUSTAKAWAN DI ERA DIGITAL
W. Sudrajat Ari N Info Persadha, Vol. 11, No. 1, 2013: 29-33 Abstrak: -
PROFESIONALISME PUSTAKAWAN DI PERGURUAN TINGGI
Ade Kurniawan Libria, Vol. 5, No. 6, 2013: 139-150
PUSTAKAWAN PROFESIONAL DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
Abstrak: -
Tri Handjati TMB: Publikasi Teknologi Mineral Dan Batubara, Vol. 2, No. 2, 2008: 75-81
PROFESIONALISME PUSTAKAWAN
Abstrak: -
Sapril Iqra’: Jurnal Perpustakaan dan Informasi, Vol. 6, No. 2, 2012: 36-39 Abstract: Librarian is a Human Resources (HR) that process libraries, both librarians who served the college library, school or agency. Librarian is a profession that requires education or training to manage the library. The Professionalism librarians should be improved because librarians are at the forefront in a library. If libraries want to continue to progress and develop, the library should have a
DAFTAR ISI PUSTAKAWAN SEBAGAI TENAGA PROFESIONAL DAN JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN
Sudarsono, Blasius BACA: Jurnal Dokumentasi, Informasi Perpustakaan, Vol. 15, No. 3, 1990: 19-23
REFORMASI KEPUSTAKAWANAN DI INDONESIA: KEBUTUHAN SEGERA UNDANG-UNDANG PERPUSTAKAAN.
dan
Abstrak: Dalam dunia perpustakaan selalu dibedakan minimal dua jenis tenaga yaitu tenaga profesional dan tenaga nonprofesional. Ada pula yang membedakannya menjadi tiga kelompok dengan menambahkan tenaga semi profesional ditengah dua kelompok disebut terdahulu.Saat ini, pustakawan juga telah diakui sebagai salah satu jabatan fungsional dalam sistem kepegawaian negeri di Indonesia. Namun masih banyak pertanyaan menyangkut pelaksanaan jabatan fungsional tadi. Bahkan masih juga selalu muncul pertanyaan sekitar keprofesionalan pustakawan.
REFORMASI JABATAN FUNGSIONAL PUSTAKAWAN.
Sumarlinah Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 2, No. 1, 1998: 17-19 Abstrak: Berbagai peluang, tantangan serta kemudahan telah dimuat dalam keputusan Menpan. Dengan itu pustakawan harus mereformasi kinerjanya menjadi lebih baik, lebih profesional sehingga mampu bersaing dengan jabatan fungsional lainnya. Pada dasarnya nasib atau masa depan pustakawan ada dipundak pustakawan itu sendiri, oleh karena itu pustakawan harus mampu menggali potensi diri sehingga keberadaan lembaga pusdokinfo di era globalisasi informasi ini menjadi lebih penting dan diperhitungkan.
Sugiharto Akses: Media Komunikasi Dan Informasi, Vol. 1, No. 1, 1998: 5-6 Abstrak: Di era reformasi sekarang ini, dimana mulai adanya pembenahan dan perbaikan di segala bidang, sudah seharusnyalah Indonesia memiliki suatu produk hukum di bidang Sistem Nasional Perpustakaan Indonesia, yang berupa undangundang yang mengatur kepustakawanan di Indonesia seperti negara-negara maju dan berkembang lainnya. Dengan adanya UndangUndang Perpustakaan, pustakawan akan memiliki kepastian tentang hak dan kewajibannya sebagai pemberi jasa dan apa sanksi-sanksinya.
]11rnal P111talea111an Ind1Jne1ia Vol11111e 1 1 No. 1
KEAKTIFAN PUSTAKAWAN DALAM PEMASYARAKATAN PERPUSDOKINFO GUNA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN DAN CITRA POSITIF PERPUSTAKAAN
·
Ane Dwi Septina1
1 Pustakawan Pertama, Perpustakaan R.I Ardi Koesoema Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Email :
[email protected]
Abstrak Tulisan ini bcrtujuan untuk mcmaparkan kcaktifan pustakawan dalam pcmasyarakatan Pcrpusdokinfo
citra positif perpustakaan bcrdasarkan kajian litcratur yang ini berdasar atas gambaran scbuah pcrpustakaan ideal, yaitu yang
yang dapat mcningkatkan pcrkcmbangan dan dilakukan. Ide utama dari tulisan
ditunjang olch sumbcrdaya manusia (SDM) yang mumpuni di bidang pcrpusdokinfo dan atau yang sudah
bcrpcngalaman, tcrutama harus mcmiliki scmangat untuk mcngcmbangkan pcrpustakaan kc arah yang lcbih baik, schingga perpustakaan tersebut dapat diakses dan dapat membcrikan pelayanan prima. Untuk mcwujudkan hal tcrscbut sccara ideal, dipcrlukan para pustakawan yang inovatif dan informatif dalam mcngcmas dan mcnyampaikan informasi kcpada pcngguna sciring dcngan pcrkcmbangan dunia informasi dan kcmajcmukan pcngguna pcrpustakaan.
Kata kunci : keaktifan, pustakawan, citra positif perpustakaan, pengembangan
Pendahuluan mengenal mulai Masyarakat perpustakaan disaat mereka mulai mendokumentasikan basil karya mereka secara sederhana. Banyak bukti sejarah tercatat di perpustakaan yang dapat menceritakan peradaban masa lalu, misalnya penemuan pecahan tembikar di Nippur yang berupa tulisan Mesopotamia kuno, yang merupakan bagian dari sebuah perpustakaan besar, yang ditulis di atas lempengan tanah liat dalam bahasa yang paling kuno yang pemah dikenal manusia. Hilang timbulnya perpustakaan pada jaman dahulu ternyata ada kaitannya dengan lembaga yang menaunginya. Misalnya di Yunani, perpustakaan berkembang di bawah pimpinan Pericles sekitar abad ke-5 SM, sebaliknya tetjadi pada kerajaan Roma dimana kerika kerajaan ini mulai mundur, perpustakaan juga mulai mengalami kemunduran.
Bagaimana dengan kabar pertumbuhan perpustakaan di Indonesia? Saat 1ru, pertumbuhan perpustakaan di Indonesia sudah mengalami perkembangan dimana banyaknya perpustakaan yang telah menerapkan fungsi edukasi, informasi dan hiburan dalam pengelolaan perpustakaan. Namun hal itu saja tidak cukup untuk meningkatkan minat pengguna untuk memanfaatkan perpustakaan. Kendala yang muncul adalah banyak masyarakat yang belum familiar terhadap pemanfaatan perpustakaan, sehingga ketika informasi, mereka membutuhkan perpustakaan tidak diprioritaskan sebagai pusat pencarian informasi. Padahal perpustakaan merupakan sumber informasi yang dapat diakses sccara gratis oleh semua kalangan masyarakat Terlepas ierusnya apakah perpustakaan umum atau khusus, tetap saja perpustakaan adalah sebuah tempat dimana berbagai ilmu dikumpulkan, diolah untuk kemudian disebarkan.
]11r1a1 l P11sta/eawan Indonesia Vo/Nme 11 No. 1
Dalam UU No. 43 Tahun 2007 pasal 1 , dinyatakan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, clan/atau karya rckam sccara profcsional dcngan sistem yang baku guna mcmcnuhi kcbutuhan pendidikan, pcnclitian, pclcstarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Banyak hal yang mempengaruhi lambatnya perkembangan scbuah perpustakaan, diantaranya mcnyangkut kctcrscdiaan sarana dan prasarana yang tcrscdia. Namun jika kita bcrbicara pada tataran individu, salah satu poin utamanya adalah niat dan minat dari para pustakawan
untuk mengembangkan pcrpustakaan. Pustakawan atau petugas pcrpustakaan terkadang kurang aktif dalam mensiasati . tantangan ini. Niat dan minat merupakan dasar bagi mengcmbangkan pustakawan untuk perpustakaan. Jika ada niat namun tidak ada minat, maka pengembangannya hanya setengah jalan, namun minat jika tidak dibarengi dcngan niat yang kuat juga tidak akan betjalan lancar. Berikut adalah konscp pcngembangan yang perlu sclalu ditingkatkan tcrkait pengembangan clan peningkatan citra positif perpustakaan :
"
Pustakawan perlu menguasai pengetahuan di bidang kepustakawanan sebagai dasar dalam menjalankan tugasnya. Akan menjadi kurang efektif jika pustakawan sebagai manajer dalam sebuah perpustakaan tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni di bidang kepustakawanan. Begitu juga dengan pengetahuan dalam biclang pengembangan pelayanan, informasi, penclusuran pengolahan clan pengemasan bahan pustaka, perlu terus diasah dengan memperhatikan dinamika teknologi informasi yang terns berubah. Seorang pustakawan harus memiliki sikap terbuka terhadap pembaharuan namun tidak ineninggalkan nilai-nilai dasar kepustakawanan.
Peningkatan pengembangan perpusta kaan sejalan dengan peningkatan citra positif perpustakaan. lembaga Ji.lea sebuah perpustakaan tidak memiliki rencana ketja yang jclas akan pengembangan, maka dapat dipastikan bahwa tidak akan ada perubahan citra di mata penggunaperpustakaan. Untuk mewujudkan hal tersebut secara ideal, diperlukan pustakawan inovatif dan informatif dalam mengemas dan menyampaikan informasi kepada pengguna semng dengan perkembangan dunia informasi dan kemajemukan pengguna perpustakaan. Guna membuka wawasan apa dan mana saja yang petlu dibenahi dalam penyelenggaraan perpustakaan, pustakawan dapat juga melakukan studi banding. 21
]11rnal P111takawan lndonelia Volume 11 No. 1
Pelayanan Prima sebagai Alat untuk Pemasyarakatan Pcrpusdokinfo
Sebuah pcrpustakaan ideal, perlu ditunjang oleh SDM yang mumpuni di biclang perpusdokinfo dan atau yang suclah berpengalaman clan terutama harus memiliki semangat untuk mengembangkan perpustakaan kearah yang le�ih baik, muclah diakses clan memberikan pclayanan prima. Pelayanan prima perlu dilakukan guna tercapainya kepuasan pclanggan. Kepuasan pclanggan memberikan beberapa manfaat, diantaranya aclalah : meningkatnya kredibilitas institusi penaung dan perpustakaan sebagai lcmbaga penyedia informasi; membentuk hubungan yang harmonis dengan pclanggan; terciptanya loyalitas clan membentuk suatu rekomendasi dari mulut kc mulut yang berguna untuk peningkatan kualitas layanan pcrpustakaan. Setiap manusia senang dipcrlakukan spesial, begitu juga dengan pcngguna perpustakaan. Tatapan mata yang ramah, gerak tubuh yang positif, serta kepcdulian terhaclap kebutuhan pengguna merupakan hal yang perlu diterapkan dalam mewujudkan pclayanan prima. Secara umum, pelayanan berarti suatu kegiatan yang bertujuan untuk membantu pengguna jasa layanan. Prima berarti terbaik atau bagus. Jadi, apabila digabungkan, pelayanan prima bermakna sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membantu memberikan yang terbaik bagi pcngguna jasa layanan. Pustakawan diharapkan dapat menjadi penyambung antara pengguna clan sumber informasi yang tcrdapat di perpustakaanyn a. Pustakawan harus aktif mengikuti perkembangan yang tetjadi dalam dunia perpustakaan, clunia pub/it rrlation dan perkembangan teknologi informasi, karena ketiga hal tersebut sangat berkaitan erat untuk meningkatkan citra positif perpustakaan. Ada beberapa kegiatan yang clapat dilakukan oleh pustakawan untuk mengembangkan dan meningkatkan citra positif perpustakaan, salah satunya adalah dengan membuat sebuah kegiatan bersifat 22
massal yang clapat menginformasikan kcpacla masyarakat mengenai apa itu pcrpustakaan plus ragam layanan dan informasi yang terclapat di clalamnya. Ungkapan tak kcnal maka tak sayang tepat digunakan di sini. Masyarakat umum clapat dikclompokkan menjadi dua bagian, potential mer, yaitu masyarakat yang diharapkan mcnjadi pcngguna pcrpustakaan clan actual 11m, yaitu pcngguna perpustakaan. Pcngguna potcnsial pcrlu dikenalkan dcngan apa itu sebenarnya perpustakaan, apa hak dan kewajiban pcngguna di pcrpustakaan serta apa saja yang bisa dipcroleh clengan mcngunjungi pcrpustakaan baik sccara fisik atau mclalui dunia maya. Setclah pengguna potensial mengcnal clan mengerti tentang perpustakaan, maka diharapkan akan tetjadi pcrubahan paradigma tentang perpustakaan ke arah yang lebih baik sehinggacitra positif pcrpustakaanakan naik. Kepala Peraturan Menurut Perpustakaan Nasional Republik Indonesia No.2 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan clan Angka Kreditnya, yang dimaksucl clengan pemasyarakatan pcrpusdokinfo adalah kegiatan mensosialisasikan kepustakawanan dan atau mempromosikan jasa maupun produk perpusdokinfo kepada masyarakat melalui pemberian penjclasan/keterangan baik secara lisan, tulisan maupun visual dalam upaya pemberdayaan perpustakaan secara optimal. Kegiatan pcmasyarakatan pcrpus dokinfo yang dilakukan hendaknya memperhatikan sasaran atau target pcngguna serta output yang diharapkan, agar kegiatan yang dilakukan clapat dikemas sesuai tingkat kebutuhan pengembangan perpustakaan. sementara bentuk kegiatan pcmasyarakatan perpusdokinfo yang umum dilakukan meliputi : a) Publisitas; b) Pcnyuluhan dan c) Pameran.
a.
Publisitas
Publisitas menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, adalah pcngumuman, pemberitaan (2001). Sementara makna
]11rnal P11sta/eawan Indonesia Vo/Jime 11 No. 1
dunia
menyelenggarakan atau mengikuti penyulu
kepustakaan diperoleh dari buku Peraturan
han mengenai strategi clan cara meningkatkan
spesifik Kepala
yang
terkait
Perpustakaan
dengan
Nasional
Republik
Indonesia No.2 Tahun 2008 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya.
Dalam buku
kemampuan perpustakaan dalam melayani pengguna. Penyuluhan dapat dilakukan melalui
tersebut
media yang beragam. Bisa melalui media 1V
dijelaskan bahwa yang dimaksud publisitas
atau radio, menggunakan alat multimedia
adalah kegiatan perancangan, penyusunan,
seperti slide, CD, internet, clan lain-lain atau
penerbitan
bisa juga dengan tatap muka langsung dengan
clan
penyebarluasan
naskah
penyuluhan atau promosi tentang kegiatan
fokus tertentu.
perpusdokinfo kepada masyarakat. Beberapa dapat
kegiatan
dilakukan
antara
Setelah kegiatan dilakukan, evaluasi
publisitas lain
:
yang
menyusun
paska
kegiatan
perlu
dilakukan
guna
mengetahui sejauh mana keefektifan kcgiatan
cerpen, skenario, dan artikel yang nantinya
yang
dipublikasikan kepada pengguna potensial
kcscmpatan berikutnya pcrpustakaan dapat
maupun aktual untuk menarik minat mereka. Tapi tentu saja diselaraskan
jenis
dengan
perpustakaan
kegiatan ini perlu institusi
bemaung
tempat
dan
ierus
perpustakaan itu sendiri. Pustakawan juga dapat
menyebarluaskan
materi
publisitas
tentang kegiatan perpustakaan, dokumentasi dan informasi kepada masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik.
b.
:
penyuluhan
kegunaan
clan
pemanfaatan perpusdokinfo serta penyuluhan pengembangan perpusdokinfo. Seringkali di perpustakaan kita menemui banyak pengguna yang masih bingung ketika menggunakan fasilitas
yang
disediakan
Perpustakaan.
Beberapa hal yang sering membuat bingung antara lain tentang nomor klasifikasi,
database
yang dipergunakan, pencarian langsung ke rak buku
Gika
menggunakan
sistem
layanan
terbuka), clan tidak diketemukannya bahan pustaka yang dikehendaki. Hal ini terkadang dapat membuat pengguna menjadi malas ke perpustakaan. Untuk pustakawan penjelasan meningkatkan
sehingga
pada
memberikan pelayanan dengan lebih baik lagi.
c.
Pameran Pameran merupakan suatu bentuk
display dalam sebuah lingkup kegiatan yang melibatkan orang banyak sebagai
alldience.
Namun pengertian pameran lebih jauh adalah suatu kegiatan promosi yang dilakukan oleh suatu
produsen,
kelompok,
tertentu
organisasi,
dalam
bentuk
menampilkan display produk kepada calon
Kegiatan penyuluhan terdiri dari dua yaitu
dilakukan,
perkumpulan
Penyuluhan
jenis,
tclah
mengatasi dapat
kendala
melakukan
kepada
tersebut, pemberian
pengguna
pengetahuan,
guna
kesadaran,
keterampilan clan kemampuan mereka dalam
relasi atau pembeli. Adapun macam pameran : show, exhibition, expo, pekan raya, fair, bazaar, pasar murah.
itu adalah
Aktivitas,
hasil
kegiatan
maupun
koleksi perpustakaan yang berharga dan unik dapat disajikan dalam pameran perpustakaan
untuk menarik minat masyarakat. Hal ini merupakan promosi yang baik karena publik dapat
langsung
berinteraksi
dengan
pustakawan dan petugas perpustakaan sambil menikmati koleksi yang disuguhkan, sehingga pesan yang hendak disampaikan oleh pihak perpustakaan tersampaikan kepada publik. Karena
pameran
merupakan
perwujudan pesan yang ingin disampaikan kepada
publik,
maka
mampu mengemas
pustakawan
pesan apa
harus
saja yang
hendak disampaikan kepada publik.
Selain
itu, pustakawan perlu menyajikan kemasan
memanfaatkan jasa clan bahan perpustakaan.
yang akrab dengan publik karena publiklah
Sementara untuk meningkatkan pelayanan
yang
kepada pelanggan, para pustakawan dapat
pameran.
menjadi sasaran pelaksanaan program
]11mal P11stakawan Indonesia Vol11me11 No. 1
Materi pameran harus lengkap baik dari segi benclanya maupun datanya, juga harus sesuai dengan tema. Misalnya untuk pameran perpustakaan khusus dengan tema "mengurangi emisi karbon", dapat disajikan alat peraga gambar atau media 3D yang menceritakan bagaimana karbon terbentuk dan pelepasannya di udara serta akibatnya bagi dunia. Dengan demikian diharapkan materi yang dipamerkan itu clapat berceritera sehingga menarik publik untuk tahu lebih banyak. Untuk mendukung tercapainya tujuan pameran diperlukan pemandu yang tidak hanya bertugas secara aclministratif tapi juga mampu menjelaskan dengan baik clan jelas maksud materi clan display clari pameran. Dalam penataan display pameran, perlu diperhatikan komposisi keseimbangan clan keharmonisan antara materi clengan ruangan. Dari segi pencahayaan dan interior perlu diperhatikan agar tidak mengurangi kenyamanan kunjungan. Alur keluar-masuk pengunjung sebaiknya tidak membingungkan pengunjung. Pustakawan dapat mencontoh pola huruf 0, L atau U sebagai alur. Demikian pula dalam pemilihan ruangan pameran, baik ukuran, bentuk, maupun wama harus memberikan keseimbangan dengan materi pameran.
Penutup Pustakawan dan petugas perpustakaan diharapkan lebih aktif dan responsif dalarn mengamati dinamika masyarakat beserta kebutuhan informasinya. Dengan mengamati, pustakawan clan petugas perpustakaan clapat menganalisa tema apa saja yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik pengguna guna memberikan pelayanan prima. Pengguna yang merasa terpuaskan dapat berperan sebagai media promosi secara tak langsung bagi perpustakaankarena sudah clapat dipastikan mereka akan menceritakan kepada teman temannya mengenai kepuasan yang mereka dapat. Dengan publisitas yang 24
baik citta perpustakaan dapat tcrdongkrak sckaligus mcncpis perscpsi ncgatif atau kurang menguntungkan masyarakat tcntang petpustakaan.
Daftar Pustaka Badudu-Zain (2001) Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. PerpustakaanNasional Republik Indonesia (2009) Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia No.2 Tahun 2008 tcntang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan clan Angka Kreditnya. Jakarta Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
----------------- Analisis Display Pameran First Islander. (Diakses 17 Juli 201 O]
----------------
Scjarah
(Diakses 17 Juli 2010]
Perpustakaan.
ARTIKEL KOMPETENSI, KOMITMEN, DAN INTRAPRENEURSHIP PUSTAKAWAN DALAM MENGELOLA PERPUSTAKAAN DI INDONESIA Oleh: Endang Ernawati
Bina Nusantara Digital Library - Universitas Bina Nusantara
e-mail:
[email protected] The paper explores how competence and commitment affect librarians in achieving their better performance. Both competence and commitment can be gained through internal and external struggles. Internal struggle means that the librarian have to develop their characters into the targets that have been set for their performance indicator. Internal struggle starts when the librarians try to know their identities, by analysing their physical’s strengths and weaknesses, knowing their attitudes, personalities, and talents until they find their self-concept. This self- concept can be continued into the stage of finding personality or themselves, in the sense that they can recognize their self confidence as well as values. This condition becomes a basic for their self-development in which they are able to achive their personal identity and become a self-confident persons or independent persons. They become “good” librarians who are easily to be motivated, creative, and innovative to meet their users’ needs. External struggle comes from library environment where they work, including giving services to users. How “smart” they are in developing databases, preparing book access, giving retrieval guidance to users are practices that are able to improve their smartness. Sets of managerial tools related to librarians’ performance can also develop librarians’ competence and commitments. Starting from Balanced Scorecards that can be adopted into several versions in relation to the actual library operation, competences and commitment assessment in the form of performance indicator are available for every librarian including libray staff. Intrapreneurship is attitudes that can be developed by librarians who possess competence and commitment, especially to face their changing environment from tradional into digital operations. Hopefully, by having competence, commitment, and intrapreneurship, librarians become independent persons so that they are capable to maintain digital library operation and management. Keywords : competence, commitment, intrapreneurship, digital library.
Kasus
Dosen : “Mas, saya ingin meminjam buku Market Leader ini.”
I. Seorang dosen dengan membawa buku mendatangi konter peminjaman dan terjadilah percakapan berikut :
Petugas :” Mana kartunya Pak, atau nomor dosen Bapak berapa ?” Dosen :” 1351”
1
Petugas :” Wah, Bapak sudah tidak bisa pinjam lagi, harus ada buku yang dikembalikan dulu. Ada dendanya pula Pak.”
bertanya dahulu ke pustakawan atau kepala perpustakaan tentang bagaimana mengatasi pinjaman dosen yang mendesak tersebut;
Dosen : “ Mas, sejam lagi saya mau mengajar dan memakai buku ini, bisa tidak ditolong ?”
Pengguna mendapat perlakuan yang tidak ramah dari petugas;
Petugas :” Ya gak bisa Pak, peraturan sudah begitu. “
Pustakawan yang tidak berjiwa membimbing dan melayani, padahal dia bertugas di layanan referensi.
Akhirnya dosen itu menjadi kesal dan tidak jadi meminjam buku. Dia mengadukan masalah tersebut ke pihak akademik dan tidak lama kemudian keluhan tersebut sudah sampai di hadapan kepala perpustakaan. II. Seorang mahasiswi dengan muka kusut dan langkah tergesa-gesa mendatangi meja referensi, dia diberi tugas membuat tulisan tentang analisis dampak tsunami dari segi ekonomi mikro. Dia mendatangi pustakawan yang sedang bertugas dan menceritakan maksud untuk mencari informasi pendukung tulisannya. Oleh si pustakawan mahasiswi tersebut diminta untuk membaca koran dan majalah yang ada di perpustakaan hingga terjadi percakapan berikut. Mahasiswi : ”Pak di koran dan majalah hanya ada berita, bukan analisis masalah.” Pustakawan : ”Ya, Anda cari dan analisis sendiri berdasarkan kerusakan yang ada, itulah makanya dosen menugasimu.’ Mahasiswa : ” Jadi saya harus tahu harga setiap barang ya pak. Sulit donk jika begitu.” Pustakawan : ”Cari saja di koleksi referensi ini, ada kamus, ensiklopedia, buku pedoman, atau ... Anda bisa browsing internet. Jika ada kesulitan boleh tanya.” Dari kedua kasus itu bisa diketahui kelemahan layanan perpustakaan yang terjadi misalnya: Petugas perpustakaan yang kaku, dalam arti berpegang teguh pada peraturan perpustakaan; Petugas perpustakaan yang kurang inisiatif, dia tidak memberikan solusi ke dosen dengan
2
Pustakawan yang malas, dia tidak mau menggunakan keterampilan penelusuran informasi untuk membantu mahasiswa; Pustakawan yang tidak ramah, dia melayani dengan tidak sepenuh hati; Pengguna yang masih tetap kebingungan, dia belum menemukan data untuk menyelesaikan tugasnya; Pengguna yang kecewa karena tidak bisa meminjam buku yang mendesak dipakai mengajar. Keluhan lain yang sering diterima perpustakaan adalah kesulitan akses koleksi, keengganan pengguna membayar denda, kelambatan akses internet, staf /pustakawan yang tidak peduli ke pengguna, layanan lambat, dlsb. yang kesemuanya belum tentu bermuara pada ketersediaan resources yang dimiliki, tetapi terutama oleh sikap atau kepribadian yang dimiliki personal pengelola perpustakaan, dari staf, pustakawan, sampai ke kepala perpustakaan. Mereka belum mampu menunjukkan kinerja yang baik, yaitu kompetensi dan komitmen di dalam tugas dan tanggung jawab di lingkup perpustakaan, baik itu perpustakaan tradisional yang sarat hubungan dengan pengguna sampai ke perpustakaan digital yang menuntut kreativitas dan inovasi pustakawan dalam mensuplai informasi dan knowledge ke pengguna. Agar kepala perpustakaan tidak terlalu pusing dengan segala keluhan tersebut maka para staf dan pustakawan harus dapat membantu memecahkan masalah operasional perpustakaan, dalam arti mereka harus kreatif di dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
mereka. Staf perpustakaan dan pustakawan (termasuk manajer) harus mampu diandalkan dalam mengelola perpustakaan yang sekarang sedang atau telah berkembang menjadi perpustakaan digital Di dalam mengelola perpustakaan, baik tradisional maupun digital, keandalan pustakawan disyaratkan dalam hal : 1. Penguasaan terhadap koleksi dan layanan perpustakaan; 2. Pengembangan kepribadian menjadi pustakawan mandiri, yaitu memiliki kompetensi, komitmen, dan berjiwa intrapreneurship sebagai bekal mengendalikan operasional perpustakaan yang pasti memiliki banyak masalah dan tantangan sehingga tercapai kinerja unit yang baik.
Balance scorecard ini dapat dikembangkan konsepnya dan disesuaikan dengan bagian atau keseluruhan unit perpustakaan yang akan diukur, misalnya kita sekarang berfokus pada pengembangan SDM, baik sebagai petugas operasional ataupun manajer yang bisa disebut HRScorecard, maka kinerja SDM bisa diukur dari 4 aspek, yaitu : 1. User Orientation : untuk mengukur kepuasan para pengguna terhadap SDM perpustakaan yang berfungsi sebagai pelaku operasional, manager, dan pembimbing/pengajar. 2. Corporate Contribution : untuk mengukur seberapa jauh SDM dapat mendukung kebutuhan ( requirements) universitas; 3. Operational Excellence ; untuk mengukur tingkat efisiensi dan efektivitas proses atau aktivitas terkait dengan keberadaan SDM;
Makalah ini akan berfokus pada pengembangan kemandirian pustakawan, dalam arti komitmen, kompetensi, dan intrapreneurship yang harus terus dibina sepanjang hayat hidup mereka, terutama ketika sedang bertugas di lingkup perpustakaan.
4. Future Orientation: untuk mengukur seberapa jauh SDM dapat memberikan kontribusi terhadap tantangan pelayanan perpustakaan di masa yang akan datang.
Target Perpustakaan
Nilai Bisnis Pustakawan
Siregar (2003) mengatakan tantangan perpustakaan adalah menerapkan filosofi mahasiswa sebagai target layanan utama dan dosen sebagai sumberdaya utama, akuntabilitas perpustakaan, kemampuan bekerja sama dengan berbagai komponen kampus, dan ketrampilan kewirausahaan.
Jika target kinerja yang dinyatakan dalam Balance Sorecard dikaitkan dengan target kinerja SDM yang dinyatakan dengan HRScorecard, maka akan diperoleh matriks nilai SDM yang terkait dengan operasional perpustakaan, hal ini bisa disebut Business Value of Librarian, contohnya adalah :
Sedangkan jika menerapkan Balance Scorecard (Kaplan, 1996) yang intinya adalah bagaimana menerjemahkan strategi menjadi aktivitas, kegiatan dapat dibagi menjadi 4 aspek yang dapat diukur untuk menentukan kinerja sebuah unit, yaitu yang terkait dengan aspek keuangan (financial), kepuasan pelanggan (customer satisfaction), proses bisnis (businesss process), dan pembelajaran dan pertumbuhan (learning outcomes).
1. Customer Satisfaction - Operational Excellence, menggambarkan ketersediaan pustakawan andal yang dapat meningkatkan kepuasan pengguna; 2. Internal Business Process – User Orientation, menggambarkan tingginya tingkat kepuasan pustakawan karena mereka berhasil menyelenggarakan proses internal dengan baik;
3
3. Financial Figure – Future Orientation, memperlihatkan bagaimana di masa depan keberadaan pustakawan mampu memberikan keuntungan bagi perpustakaan dan universitas, 4. Learning and Growth – Corporate Contribution, memperlihatkan implementasi pustakawan yang mampu membuat perpustakaan/ universitas berkembang pesat karena dapat meningkatkan layanan dan mampu berfungsi sebagai sumber pendapatan (profit centre).
Kompetensi, Komitmen, dan Intrapreneurship Kompetensi Untuk mengatasi tantangan seperti yang dijelaskan oleh Siregar ( 2003) dan mencapai target nilai bisnis SDM yang mengambil model Balanced Scorecard dari Kaplan (1996) maka kesiapan fisik dan mental pustakawan (juga staf perpustakaan) harus ditingkatkan. Hal ini dilakukan dengan pengenalan kompetensi, komitmen, dan intrapreneurship sehingga mampu membentuk pustakawan yang mandiri dalam mengelola perpustakaan. Kompetensi secara umum dapat didefinisikan sebagai, ”Having enough skill or knowledge to do something to a satisfactory standard.” (Longman Dictionary of Contemporary English, 1978). Sedangkan The Art of HRD (1999) menjabarkan sebagai: The behavioral dimensions affecting job performance. They refer to the capacities people have, what they must be able to do and how they are expected to behave in order to meet the requirements of the job within the context of the organizations and its culture (values and norms), business strategy, and working environment. Jadi, kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki
4
seorang pustakawan agar kinerja mereka mencapai standard yang ditetapkan oleh perpustakaan dan universitas sebagai induk organisasi yang terkait dengan budaya organisasi, nilai dan norma, strategi bisnis, dan lingkungan kerja.
Komitmen Michael (1996) mengatakan bahwa komitmen adalah kegiatan yang berhubungan dengan kesetiaan terhadap organisasi yang terdiri dari tiga komponen: 1. Identifikasi dengan organisasi (tujuan, nilai) 2. Keinginan untuk tetap berkarya di organisasi tempatnya bekerja; 3. Kemauan untuk bekerja keras demi organisasi di mana mereka bekerja.
Intrapreneurship Sumber web mengatakan, intrapreneurship adalah, ”Entrepreneurship practiced by people within established organisations.” Sikap atau jiwa entrepreneurship diperlukan ketika organisasi mengalami perubahan atau tantangan untuk berkembang. Kesempatan ini membuat staf termotivasi untuk mencari terobosan yang mereka mampu lakukan dengan pantang menyerah, mereka tidak gentar dengan kegagalan. Sikap pantang menyerah dan terus berusaha inilah yang dimiliki oleh seseorang yang berjiwa dan bersikap entrepreneurship. Sedangkan intrapreneurship adalah sikap dan jiwa entrepreneurship yang harus dimiliki seseorang, semacam internal driven seseorang yang mampu bekerja mandiri dalam suatu unit/organisasi. Misalnya, di perpustakaan pustakawan atau staf yang telah berjiwa dan bersikap intrapreneurship akan mampu bekerja mandiri baik dalam menyelesaikan
tugas perseorangan maupun di dalam tim kerja. Mereka mampu dan mau mendayagunakan semua sumber daya di dalam lingkup perpustakaan, yang dipadu dengan kecerdasan dan keterampilan yang dimiliki untuk menampilkan kinerja pribadi yang baik. Ciri yang mudah dilihat ialah bahwa pustakawan tersebut kreatif dan penuh inisiatif dalam mengerjakan tugasnya sehari-hari.
1. Kompetensi Umum (Core Competence) : yaitu kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap karyawan universitas/institusi tersebut agar mereka dapat berkinerja baik.
Jadi, kemandirian pustakawan dapat tercapai apabila ketiga komponen (kompetensi, komitmen, dan intrapreneurship) dapat terintegrasi dengan baik di dalam pribadi seorang pustakawan, yaitu kekuatan fisik dan mental yang dimiliki sehingga mereka mampu mandiri dalam menjalankan pekerjaannya.
b. Mengutamakan Pengguna (Customer Orientation);
Kemandirian adalah, ”Seseorang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk mewujudkan keinginan dirinya yang terlihat dari tindakan nyata untuk menghasilkan barang/jasa demi pemenuhan kehidupan diri dan sesama.” (Gea, Wulandari, Babari, 2003, h. 195) Kemandirian ini akan menyebabkan seseorang mampu berkreasi dan berinovasi, sehingga apabila kedua kasus di atas terjadi pasti penyelesaiannya tidak seperti itu dan keluhan tidak akan muncul ke perpustakaan. Staf perpustakaan maupun pustakawan tersebut pasti dapat menyelesaikan persoalan tersebut dengan baik sehingga mereka dan pengguna sama- sama merasa puas. Ciri kemandirian adalah percaya diri, mampu bekerja sendiri, menguasai keahlian dan keterampilan sesuai dengan pekerjaan, menghargai waktu dan tanggung jawab.
Pustakawan Mandiri Posisi perpustakaan biasanya berada di bawah organisasi induknya, misalnya universitas atau institusi tertentu, sehingga kompetensi juga harus ditentukan berdasar hierarki tersebut. Jadi, kompetensi seseorang terdiri dari beberapa komponen berikut.
Terdiri dari : a. Pengetahuan tentang organisasi induk (Business Acumen);
c. Kepemimpinan (Leadership); d. Perencanaan dan (Planning & Organizing);
Monitoring
e. Komitmen (Meeting Commitments); f.
Inovasi (Innovation);
g. Kerja sama Tim (Teamwork); h. Komunikasi (Communication). 2. Technical General Competencies Karena perpustakaan berada di bawah Drektorat tertentu, maka kriteria Direktorat tersebut juga harus dimasukkan, misalnya : a. Penguasaan Komputer; b. Kemampuan berbahasa (English Proficiency)
Inggris
c. Sadar Biaya (Cost Awareness) d. Modeling (analisis kegiatan/ proses) e. Memahami Proses Bisnis (Business Process) 3. Technical Specific Competencies Dalam lingkup unit, kompetensi khusus yang ditetapkan misalnya, untuk Sub Unit Pengolahan dan Perawatan Bahan Pustaka akan diperlakukan kompetensi berikut. a. Keterampilan Pengelolaan Perpustakaan (Basic Library Skill);
5
b. Menguasai Informasi (Information Literacy); c. Mengkatalog (Cataloguing); d. Penjilidan (Binding); Ketiga komptensi ini diberi target yang disebut Tingkat Proficiency dengan kriteria berikut. 1. Level 4 : seseorang sudah dapat dipandang sebagai model dalam kompetensi tersebut. 2. Level 3 : Seseorang dapat mengajarkan pada orang lain tentang kompetensi tersebut. 3. Level 2: seseorang menguasai kompetensi tertentu hanya untuk dirinya sendiri. 4. Level 1: seseorang belum tahu atau sedang dalam taraf belajar kompetensi tersebut. Setelah ditentukan kompetensi dan levelnya maka dibuatlah job profiling dari sub unit Pengolahan dan Perawatan Koleksi dengan tampilan berikut .
1 2. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
6
Kompetensi Kompetensi Utama Pemahaman Universitas Orientasi Pengguna Kepemimpinan Perencanaandan Monitoring Komitmen Inovasi Komunikasi Kompetensi Teknis Umum Penguasaan komputer Penguasaanbahasa Inggris Sadar Biaya Modeling (Sebab & Akibat) Proses Bisnis Kompetensi Teknis Khusus
15 16 17
Pengetahuan Kepustakawanan Sadar Informasi Katalogisasi Penjilidan
3
3
2
3 4 2
3 4 2
3 2 3
Performance Indicator
e. Weeding
No
14
Tingkat kecakapan Posisi Posisi Ka sub Pustakawan Unit
Posisi
Komitmen dan kompetensi dapat meng gambarkan kinerja seorang pustakawan yang dinilai dalam suatu performace Indicator (PI). PI ini dinilai setahun sekali dan untuk mempertimbangkan PI di tahun berikutnya. Komponen PI di tahun berikut bisa berubah, tetapi bisa pula tetap dengan target yang naik. PI merupakan turunan dari BS, contohnya Binus mempunyai Binus Scorecard yang diterjemahkan menjadi KPI Digilib (Unit) dan KPI per staff, misalnya KPI seorang Kepala Sub Unit Pengolahan dan Perawatan Koleksi selama 2 tahun berturut-turut sebagai berikut. No
3
3
3 3
3 2
3 1
3
2
1
3
3
3
3
2
1
3
3
3
3
3
2
2
2
1
3
3
2
3
3
2
3
2
1
KPI
1
Terbinanya sistem pengolahan bukusesuai dengan standar DDC
2
Terbinanya data bibliografi yang sesuai dengan fisik buku
3
Terbinanya fisik buku tercetakyang dapat diakses pengguna
Terbinanya pengolahan buku secara konsisten dan OPACyang mudah diakses Menjaga kesesuaian data bibliografi dan fisik buku koleksi perpustakaan Terwujudnya perawatan buku dengan tepat bahan dan cara
4
Terbinanya sisfo pendukung kegiatan pengolahan dan perawatan koleksi perpustakaan
Mengemban gkan aplikasi modul sisfo sesuai dengan kegiatan pengolahan dan perawatan koleksi
Staf
3
Sasaran kerja
Target 2004
Target 2005
100% (5.000 eks) buku terolah/ tahun. Kecepatan 400 eks/bulan 100% database sesuai dengan fisikbuku (25.000 eks)
100% (5000 eks.) buku terolah, kecepatan 500 eks/bln
100% buku yang rusak bisa diperbaiki ( kecepatan 200 buku/bln) 100% usulan pengembang anmodul sisfo pengolahan dan perawatan koleksi perpustakaan terealisasi (2 modul)
100% buku yang rusak bisa diperbaiki ( kecepatan 225 buku/bln) 100% usulan pengemban ganmodul sisfo pengolahan dan perawatan koleksi perpustakaa n terealisasi (3 modul)
100% database sesuai denganfisik buku (30.000 eks)
5
Terbinanya perawatan majalah lepas menjadi bundel agar kuat dan nyaman diakses pengguna
Meningkatka n kualitas dan kuantitas bundel majalah yang bisa diakses pengguna
100% majalah lepas bisa dibundel dan diakses pengguna (100 bundel/ bln)
100% majalah lepas bisa dibundel dan diakses pengguna (120 bundel/ bln)
Menimbulkan Motivasi Pribadi Motivasi adalah kemampuan besar yang terkandung dalam diri pribadi seseorang. Sedemikian besarnya motivasi tersebut sehinggga seseorang terkadang tidak percaya bahwa dia mampu berbuat demikian. Hal seperti inilah yang seharusnya dimiliki oleh seorang staf perpustakaan, pustakawan, ataupun kepala perpustakaan. Bekal utama motivasi adalah pengenalan terhadap diri sendiri. Didahului dari pengenalan fisik, kemudian watak dan kepribadian. Pengenalan diri ini dilanjutkan dengan tahapan penerimaan diri, yang meliputi bagaimana menghargai diri, dan menjadi diri sendiri. Tahapan selanjutnya adalah pengembangan diri berdasarkan motivasi tersebut agar sikap dan jiwa intrapreneurship terwujud. Jika ditelusuri lebih dalam, motivasi timbul bukan hanya dari kebutuhan yang ada, tetapi ditentukan pula oleh faktor harapan akan dapat dipenuhinya suatu kebutuhan. Dalam kasus layanan perpustakaan yang telah disebutkan, kebutuhan staf ataupun pustakawan adalah memuaskan pengguna perpustakaan, yang diterjemahkan dalam kompetensi, sasaran, dan target KPI mereka. Tugas manajer perpustakaan adalah terus menjadi inspirator agar intrapreneurship dapat terealisasi dengan baik. Agar kemandirian seorang pustakawan cepat terealisasikan, cara memotivasi diri dapat dilakukan dengan :
1. Rasa Percaya Diri Etika layanan mengatakan bahwa seorang pustakawan dilarang mengatakan “Saya tidak tahu, tidak bisa, atau tidak ... yang lainnya”. Motivasi yang dibangun ke dalam diri seseorang harus dimulai bahwa manusia dikaruniai otak yang luar biasa hebatnya. Tuhan maha adil karena mengaruniai manusia dengan otak yang sama, hanya kita harus berhati-hati dalam mengisinya dengan hal yang positif, sehingga apabila dihadapkan dengan tantangan, respon otak pasti mengatakan: ”Saya mampu...“, “Saya mau berjuang “, dlsb.
2. Gunakan Daya Imaginasi Daya imaginasi masih menggunakan kekuatan otak. Pustakawan bisa menggunakan imaginasi dalam kegiatan penelusuran, yaitu menghubungkan informasi yang dicari pengguna dengan sumber informasi yang akan dicari. Dalam kasus yang telah disebutkan, staf perpustakaan bisa dengan imaginasinya menggambarkan betapa senangnya apabila dosen tersebut berhasil dipinjami buku, padahal dia tidak berani meminjamkan buku tersebut karena peraturan. Dengan demikian paling tidak dia akan menelepon pustakawan atau bahkan kepala perpustakaan untuk memutuskan hal itu.
3. Jangan Takut Gagal Menghadapi kesulitan, tantangan, ataupun peluang, selain hal yang positif pustakawan juga harus berani mengkaji apa kemungkinan terburuk apabila terjadi kegagalan. Oleh sebab itu kompetensi modeling, yaitu kemampuan untuk membuat alternatif, dalam arti beberapa skenario untuk memutuskan sesuatu perlu dikuasai.
4. Perhatikan Penampilan Penampilan lahiriah dapat memberi pengaruh besar bagi kepercayaan diri, dan seterusnya
7
akan berdampak positif terhadap motivasi diri untuk melakukan hal- hal yang positif bagi pengguna perpustakaan.
5. Susun dan Analisis Kesuksesan yang Pernah Dilakukan Motivasi dapat ditumbuhkan dengan menulis atau mengingat kembali kesuksesan yang pernah dilakukan. Kesuksesan tidak perlu yang berhubungan dengan perpustakaan, misalnya saja “Bisa naik sepeda roda dua ketika berusia 6 tahun”. Pustakawan berdasarkan fakta tersebut bisa menganalisis bahwa kesuksesan dahulu itu adalah buah dari latihan yang terus menerus, motivasi besar agar bisa naik sepeda dan tidak kalah dengan temannya, dan tahan sakit apabila jatuh dari sepeda roda dua tersebut. Target yang jelas dan perjuangan gigih yang pernah dilakukan pasti bisa diterapkan pada saat kini ketika bertugas di perpustakaan.
6. Tentukan Sasaran dan Target Motivasi akan lebih berdayaguna dan berhasil guna apabila dihubungkan dengan sasaran. Oleh sebab itu KPI mensyaratkan target untuk menggerakkan pustakawan agar tetap termotivasi.
Kemandirian Pustakawan
Kemandirian pustakawan secara utuh akan terlihat apabila pustakawan mampu menggabungkan kompetensi dan komitmen yang secara terintegrasi dapat digambarkan melalui performance indicator mereka, dilengkapi dengan sikap dan jiwa intrapreneurship. Kemandirian pustakawan ini dapat mempercepat tumbuhnya entrepreneurship yang di masa mendatang akan menjadi target kita, yaitu bagaimana dari suatu unit yang masih bersifat cost center menjadi profit centre, begitu pula meningkatkan dari customer satisfaction menjadi customer dependency.
8
Kesimpulan 1. Pustakawan yang mandiri ( independent librarian) adalah suatu perjuangan yang terus menerus dilakukan oleh seorang pustakawan. Kemandirian ini harus tetap dibina agar kinerja perpustakaan dapat terus ditingkatkan. 2. Faktor yang mendukung pustakawan yang mampu mandiri adalah kompetensi, komitmen, dan dijiwai dengan intrapreneurship. Kemandirian ini juga harus dimonitor dalam bentuk performance indicator yang dievaluasi pimpinan secara berkala. 3. Pustakawan yang mandiri diperlukan baik untuk mengelola perpustakaan tradisional maupun digital. Untuk layanan perpustakaan digital keuletan dan kreativitas diperlukan untuk melayani pengguna secara langsung. Apabila telah ada dukungan TI untuk menunjang sistem dan peraturan yang jelas maka kinerja unit yang baik akan bisa diraih. Untuk perpustakaan digital, tekanan kemandirian adalah pada kreativitas dan inovasi dalam mempersiapkan content sehingga pengguna tertarik dan nyaman untuk mengakses. Tantangan lebih besar karena user pun semakin pandai dan kritis dalam memilih informasi. Daftar Pustaka Amstrong, Michael. The Art of HRD: Managing People : A Practical Guide for Line Managers.Volume 4. :Kogan Page, 2002.
Gea, A.a.; Wulandari, A.P.Y; Babari, Yohanes. Character Building I : Relasi dengan Sendiri. Jakarta : PT Gramedia, 2003.
Kaplan, Robert s.; Norton, David P. Translating Strategy into Action: The Balanced Scorecard. Boston :
Indrajit, Richardus Eko. Kerangka Strategi Pengelolaan Proses Bisnis Korporat : Peranan dan tanggung Jawab Organisasi dalam Audit Kinerja Teknologi Informasi.
Siregar, Ridwan A. Perluasan Peran Perpustakaan Perguruan Tinggi.
Forum Manajemen Prasetiya Mulya. Tahun ke-Xviii, no. 84 Desember 2004 : 23-31
Harvard Business School Press, 1996.
Makalah disampaikan pada Munas II FPPTI dan Seminar Ilmiah Peran Aktif Pustakawan dalam Reposisi Kelembagaan Perpustakaan Perguruan tinggi. Jakarta, 16 -18 September 2003.
BEBERAPA PENYEBAB KEGAGALAN MENERAPKAN ICT
Sumber: Credé , Andreas (1998) Knowledge Societies…in a nutshell
9
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
MASYARAKAT INFORMASI DAN PROFESIONALISME PUSTAKAWAN Oleh Triana Santi
(Pustakawan Muda IAIN Sumatera Utara)
ABSTRACT Librarians have to be information-literates. This means that librarians have to have skills in information searching, organizing, as well as preserving to help improve social lives. In this article, the author does not only provide the definition of information society but also highlights the significant role of the librarians in serving the community to have access to the information. She suggests that librarians must also be able to overcome the explosion of information as the result of the development of information technology. To conclude, she maintains that the advancement in information technology should not be a nightmare to te librarians; instead, they must be able to take advantage of the this expansion to increase their professionalism.
A. Pendahuluan Profesi pustakawan mulai tumbuh pada akhir abad ke 19. Dalam sejarah perkembangannya profesi ini mendapat kritikan tajam dari para sosiolog yang meneliti masalah profesi. Sejumlah sosiolog meragukan pustakawan sebagai profesi. Bahkan ada yang berpendapat bahwa pustakawan tidak akan menjadi profesi penuh.Kini profesi pustakawan telah diakui sebagai profesi penuh. Lebih dari itu, profesi ini telah berkembang dengan pesat seperti profesi lain. Ledakan informasi yang terjadi pertengahan kedua abad ke 20, telah merubah stereotip pustakawan dari "book custodian" menjadi "information Specialist" yang diperlukan oleh setiap bidang kehidupan umat manusia. Akan tetapi, pustakawan masih bersifat pegawai suatu organisasi atau lembaga, belum dapat menjanjikan layanan secara mandiri, seperti dokter, atau pengacara. Di Indonesia, profesi pustakawan masih sering dilihat sebelah mata oleh sebagian masyarakat kita, bahkan oleh kalangan terpelajar sekalipun. Masyarakat belum banyak memerlukan jasa layanan perpustakaan yang ditawarkan pustakawan. Bahkan ada yang belum mengetahui eksistensi profesi pustakawan. Tampaknya profesi ini masih sering dianggap lebih rendah dari profesi-profesi lain. Selain masyarakat yang belum mengetahui eksistensi pustakawan, kadang kitapun masih menemukan pustakawan yang enggan atau malu mengakui dirinya sebagai pustakawan. 12
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
Menjadi seorang yang profesional bukanlah sesuatu yang mudah. Kita dilahirkan tidak dengan menyandang predikat profesional. Oleh karena itu kita semua ingin sukses dalam berkarier atau bekerja. Kita perlu ketekunan dan terus-menerus bekerja keras untuk dapat berhasil atau sukses dalam bekerja. Untuk mengembangkan layanan perpustakaan dituntut adanya sikap profesional dari petugas perpustakaan atau pustakawan. Tanpa sikap profesional bagaimanapun modern, lengkap dan canggihnya perpustakaan tersebut akan kurang berarti. Sehingga perlu dikembangkan dengan baik upaya-upaya peningkatan profesionalitas pustakawan dalam rangka peningkatan layanan perpustakaan. Untuk itu seorang pustakawan harus menguasai informasi. Dengan informasi orang dapat mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Dan dengan informasi pula orang dapat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hidupnya. Revolusi industri ditandai oleh adanya perkembangan yang pesat di bidang Iptek. Dan dengan teknologi manusia menciptakan sarana informasi yang sifatnya elektronis, seperti radio, televisi, film, video, penerbitan, dan teknologi informasi yang lain. Setelah lewat masa perkembangan era industri kemudian berkembang era pasca industri. Era pasca industri inilah yang dikenal dengan era informasi, atau era globlisasi informasi, yang ditandai dengan makin berperannya informasi di hampir semua sektor kehidupan masyarakat. Pustakawan harus sudah mengerti bagaimana cara mengatasi ledakan informasi yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi informasi. Pustakawan juga harus mampu untuk menjadikan informasi itu mudah untuk diakses, termasuk di dalamnya, menyediakan tempat akses untuk informasi ini, konsultasi kebutuhan dan peminjaman material. Yang paling menantang adalah bagian bagaimana pustakawan mulai memberanikan diri untuk memberikan fasilitas terbuka untuk mengakses informasi dari informasi mulai yang harus dilanggan dan yang standar. Sekarang ini banyak orang berbicara tentang globalisasi informasi ataupun ciri-ciri masyarakat informasi, baik dalam bentuk seminar atau diskusi yang membahas masalah ini. Globalisasi ini menunjukan pada pengertian pembauran atau kesamaan dalam hampir segala aspek kehidupan manusia yang meliputi bidang Iptek, ekonomi, politik, sosial, dan budaya. B. Masyarakat Informasi a. Pengertian Masyarakat Informasi Information society atau masyarakat Informasi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan sebuah masyarakat dan sebuah ekonomi yang dapat membuat kemungkinan terbaik dalam menggunakan informasi dan teknologi komunikasi baru (new information and communication technologies (ICT's) (http://students.ukdw.ac.id/~22033132/komputer%20masyarakat/contoh.html). Secara umum, masyarakat informasi mengacu pada suatu masyarakat dimana produksi, distribusi, dan pengolahan informasi merupakan aktifitas utamanya (Anonimus, 13
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
2006). Masyarakat ini menekankan pentingnya peran teknologi informasi dan komunikasi (ICT) serta akses dibawah pengaruh ekonomi, politik, dan lingkungan social (Geldof, 2005). Dalam masyarakat informasi orang akan mendapatkan keuntungan yang penuh dari teknologi baru dalam segala aspek kehidupan:Di tempat kerja, di rumah dan tempat bermain. Contoh dari ICT's adalah: ATM untuk penarikan tunai dan pelayan perbankan lainnya, telepon genggam(handphone), teletext television, faxes dan pelayan informasi seperti juga internet, e-mail, mailinglist, serta komunitas maya (virtual community) lainnya. Pengertian lain dari information society atau masyarakat informasi adalah suatu keadaan masyarakat dimana produksi, distribusi dan manipulasi suatu informasi menjadi kegiatan utama. Jadi dapat dikatakan bahwa pengolahan informasi adalah inti dari kegiatan. Teknologi baru ini memiliki implikasi untuk segala aspek dari masyarakat dan ekonomi kita, teknologi mengubah cara kita melakukan bisnis, bagaimana kita belajar, bagaimana kita menggunakan waktu luang kita. Ini juga berarti tantangan yang penting bagi pemerintah: 1. Hukum kita perlu diperbaharui dalam hal untuk mendukung transaksi elektronik. 2. Masyarakat kita perlu untuk dididik mengenai teknologi yang baru. 3. Bisnis harus online jika mereka ingin menjadi sukses. 4. Pelayanan pemerintah harus tersedia secara elektronik. b. Mengapa Masyarakat Informasi sangat penting? Masyarakat informasi menghadapkan kita pada tantangan-tantangan baru dan kesempatan perkembangan-perkembangan menuju seluruh area dari masyarakat. Dampak dari teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi sebuah definisi sementara yang kuat, dan ini menstransformasi aktivitas ekonomi dan sosial. Kunci yang penting dari jaringan teknologi dalam masyarakat informasi adalah teknologi membantu kita untuk membuat koneksi-koneksi baru. Koneksi-koneksi dimana tantangan tradisional menerima apa yang mungkin, dan ketika hal tersebut menjadi mungkin. Contoh dari Masyarakat Informasi a. Mailing List b. Chatting c. Friendster Mailing List,seperti halnya newsgroup, mailing list atau milis juga merupakan sarana untuk bertukar informasi melalui media intenet. Hanya saja mailing list menggunkan media E-mail untuk melakukan penyampaian informasi. Apabila anda tergabung dalam sebuah mailing list, maka apabila anda mengirimkan sebuah E-mail, maka seluruh peserta mailing list tersebut akan menerima email anda. Untuk berpartisipasi dalam mailing list ini, anda harus mendaftarkan nama dan E-mail anda terlebih dahulu. Mailing List, sebuah sarana diskusi maupun penyebaran informasi yang saat ini amat banyak didunia maya. Jika kita tergabung dengan sebuah mailing list, kita seakan ikut duduk dalam sebuah forum, apabila ada salah satu yang berbicara maka semua anggota pada forum tersebut dapat memberi komentar dari argumen yang telah dilontarkan. Namun 14
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
jika kita hanya ingin mendengar saja tanpa ingin memberi komentar balik, itupun tidak menjadi masalah. Bahkan kita bisa pergi kapan saja dari forum tersebut jika kita bosan dengan forum tersebut. Pada dasarnya mailing list bekerja dengan konsep yang sangat sederhana, seorang pengguna cukup mengirimkan E-mail ke satu alamat E-mail untuk kemudian di sebarkan ke semua member mailing list yang tergabung / berlangganan ke alamat E-mail tersebut. Bayangkan bagi seorang yang sedang kesulitan masalah komputer kemudian mengirimkan pertanyaan melalui E-mail ke mailing list tempat berkumpul para hackers, dapat diharapkan bahwa kemungkinan satu-dua orang hackers mengetahui jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Akhirnya dengan segera solusi dari masalah yang dihadapi dapat dipecahkan dalam waktu yang singkat (mungkin diperlukan beberapa jam). Mailing list beroperasi 24 jam tanpa henti sepanjang tahun, mari kita banyangkan bersama apa yang terjadi jika kita melakukan diskusi secara terus menerus tanpa henti. Perkembangan masyarakat informasi telah menjadi bagian penting bagi perpustakaan dan pustakawan di dalam pengembangan jaringan informasi global, dimana pengetahuan berbasis pada inovasi yang menjadi kunci sumber kemajuan dan pengembangan layanan perpustakaan. Sebagai seorang pustakawan harus bersifat interaktif dan proaktif dalam mengikuti tantangan globalisasi, sebagai seorang yg professional yang memiliki skill yang tinggi , harus memiliki pengetahuan dan informasi dengan menguasai data transmisi dan computer. Selain itu ICT sebagai sarana pembangunan ekonomi dan sosial, dan memenuhi sasaran pembangunan Information and communication technologies (ICT) adalah penting untuk terwujudnya lingkungan perpustakaan yang berpengetahuan dan oleh karenanya memainkan peran yang penting dalam mempromosikan perpustakaan. Inovasi teknologi dapat menyokong secara nyata untuk memberikan akses yang lebih baik kepada perpustakaan, informasi dan pengetahuan, sebagaimana juga menawarkan variasi sarana yang lebih luas dimana masyarakat dapat berkomunikasi, sehingga mendukung promosi pemahaman yang luas dan peningkatan kualitas pelayanan perpustakaan. C. Profesional Pustakawan a. Pengertian Profesi dan Profesionalisme Menurut Abraham Flexner, seperti yang dikutip oleh Kleingartner (1967), suatu profesi paling tidak harus memenuhi 6 persyaratan, sebagai berikut : 1) Profesi itu merupakan pekerjaan intelektual. Maksudnya menggunakan intelegensi yang bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahami dan menguasainya. 2) Profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sains. 3) Profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan. 4) Profesi terorganisir secara sistematis. 15
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
5) Ada standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolok ukur hasilnya. 6) Profesi merupakan pekerjaan altruisme yang berorientasi pada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri profesional. Profesi merupakan jenis pekerjaan tetap dan penuh. Artinya profesi merupakan pekerjaan yang layanannya diperlukan oleh masyarakat atau menyelesaikan masalah yang mereka hadapi atau memenuhi kebutuhan mereka secara terus menerus. Tanpa layanan tersebut anggota masyarakat akan terganggu kehidupannya. Orang yang melaksanakan profesinya dengan mengikuti norma dan standar profesi disebut sebagai profesional. Menurut Zulfikar (Zulfikar: 2009) ada 13 ciri profesi yaitu: 1. Mempunyai bidann pekerjaan tertentu, tidak sama dengan profesi lain 2. Bersifat pengabdian kepada masyarakat 3. Membutuhkan persyaratan dasar tertentu 4. Mempunyai ketrampilan khusus 5. Mempunyai organisasi profesi 6. Mempunyai pedoman sikap dan tingkah laku, diatur dengan kode etik 7. Mempunyai dewan kehormatan 8. Memiliki pekerjaan bersifat intelektual, saintifik, dan praktikal 9. Memiliki standar yang bauku dalam bekerja 10. Layanan berorientasi pada msyarakat untuk kesejahteraan umum, tidak berorientasi keuntungan 11. Memiliki dedikasi bagi peningkatan profesi dan mendidik anggotanya 12. Memiliki hak otonomi dalam bekerja 13. Memiliki izin atau lisensi dalam berpraktek. Menurut Abraham Flexner yang dikutip Wirawan (1993) profesi paling tidak harus memenuhi 5 persyaratan sbb: (1) Profesi itu merupakan pekerjaan intelektual, maksudnya menggunakan intelegensia yang bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahaminyadan menguasainya; (2) Profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sains; (3) Profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan (4) Profesi terorganisasi secara sistematis. Ada standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolok ukur hasilnya; (5) Profesi-profesi merupakan pekerjaan altruisme yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri profesionalisme. Sedangkan profesionalisme menunjukkan ide, aliran, isme yang bertujuan mengembangkan profesi, agar profesi dilaksanakan oleh profesional dengan mengacu kepada norma-norma, standar dan kode etik serta memberikan layanan terbaik kepada klien. 16
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
Dari uraian di atas jelas, bahwa pustakawan adalah sebuah profesi. Dan bagaimana dengan tantangan ke depan? Mungkin masih banyak orang yang belum mengetahui tentang profesi pustakawan. Bagi dunia keprofesian mungkin profesi pustakawan merupakan profesi yang tidak menarik, dibandingkan dengan profesi dokter, profesi akuntan, profesi pengacara dan profesi yang lainnya. bahkan seorang pustakawan mungkin kalau menyarankan anaknya untuk nantinya supaya dapat menjadi seorang dokter, arsitek, ataupun yang lainnya karena pustakawannya sendiri menganggap profesi pustakawan merupakan profesi yang tidak prestise. b. Pustakawan sebagai profesi Menghadapi tantangan dan perkembangan teknologi di era global,dan menyatu dalam masyarakat informasi maka pustakawan harus menghadapi kenyataan tersebut. Supaya berhasil mengatasinya, pustakawan sebagai profesi harus memiliki beberapa ketrampilan, antara lain: 1. Adaptability. Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang. Mereka tidak selayaknya mempertahankan paradigma lama yang sudah bergeser nilainya. Pustakawan sebaiknya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Feret dan Marcinek (1999) menyatakan bahwa pustakawan harus berjalan seirama dengan perubahan teknologi yang terus bergerak maju dan pustakawan harus mampu beradaptasi sebagai pencari dan pemberi informasi dalam bentuk apapun. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersumber pada buku teks dan jurnal yang ada di rak, tetapi dengan memanfaatkan Internet untuk mendapatkan informasi yang segar bagi penggunanya. Erlendsdottir (1997) menyatakan kita bukan lagi “penjaga” buku. Kita adalah information provider di situasi yang terus berubah dan dimana kebutuhan informasi dilakukan dengan cepat dan efektif. Sekarang misi kita adalah mempromosikan jasa-jasa untuk informasi yang terus membludak. Dan bahkan jika kita tidak berubah, teknologi informasi akan mengubah tugas kita. 2. People skills (soft skills) Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan penggunannya. Agar dalam berkomunikasi dapat lebih impresif dengan dasar win-win solution maka perlu people skills yang handal. Menurut Abernathy dkk. (1999) perkembangan teknologi akan lebih pervasive tetapi kemampuan tentang komputer saja tidaklah cukup untuk mencapai sukses. Karena itu membutuhkan people skills yang kuat yaitu: a. pemecahan masalah (kreatifitas, pencair konflik) b. Etika (diplomasi, jujur, profesional) c. Terbuka (fleksibel, terbuka untuk wawasan bisnis, berpikir positif) d. “Perayu” (ketrampilan komunikasi dan mendengarkan atentif) e. Kepemimpinan (bertanggung jawab dan mempunyai kemampuan memotivasi) 17
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02 f.
Oktober, 2009
Berminat belajar (haus akan pengetahuan dan perkembangan). Hal ini didukung oleh Feret dan Marcinek (1999), yang mengatakan bahwa pustakawan masa depan harus sudah siap untuk mengikuti pembelajaran seumur hidup. Hal ini penting agar pustakawan mudah beradaptasi. People skills ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitasnya sehari-hari.
3. Berpikir positif Didalam otak kita terdapat mesin “yes” . Ketika kita dihadapkan sesuatu pekerjaan yang cukup besar, maka umumnya kita berkata : Wah….. tidak mungkin; aduh….. sulit, dsb. Maka apa yang kita laksanakan juga tidak mungkin terjadi . Pesimistis . Dan pesimistis bukan sifat pemenang tapi pecundang. Pustakawan diharapkan menjadi orang di atas rata-rata. Sebagai pemenang yang selalu berpikiran positif, sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata “yes” kami bisa. Remember, you are what you think, you feel what you want. Orang Jawa berkata mandi ucape dewe 4.
Personal Added Value Pustakawan tidak lagi lihai dalam mengatalog, mengindeks, mengadakan bahan pustaka dan pekerjaan rutin lainnya, tetapi di era global ini pustakawan harus mempunyai nilai tambahnya. Misalnya piawai sebagai navigator unggul. Dengan nilai tambah, yang berkembang dari pengalaman , training dsb, pustakawan dapat mencarikan informasi di Internet serinci mungkin. Hal ini sudah barang tentu akan memuaskan pengguna perpustakaan. Kepuasan pengguna itu sangat mahal bagi dirinya maupun bagi perpustakaan dimana ia bekerja.
5. Berwawasan Enterpreneurship Sudah waktunya bagi pustakawan untuk berpikir kewirausahaan. Informasi adalah kekuatan. Informasi adalah mahal, maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan enterpreneurship agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Lebih-lebih di era otonomi, maka perpustakaan secara perlahan harus menjadi income generation unit. Memang sudah ada pustakawan yang berwawasan bisnis, tapi masih belum semuanya. Paradigma lama bahwa Perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada uang harus segera ditinggalkan. 6.
Team Work - Sinergi Di dalam era global yang ditandai dengan ampuhnya Internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri. Mereka harus membentuk team kerja untuk bekerjasama mengelola informasi. Choo yang dikutip Astroza dan Sequeira (2000) mengatakan bahwa perubahan teknologi menawarkan kesempatan unik untuk bekerjasama lintas disiplin dengan profesional lainnya : 18
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02 a. b. c.
Oktober, 2009
pakar komputer yang bertanggung jawab pada pusat komputer pakar teknologi yang bertanggung jawab pada infrastruktur teknologi, jaringan dan aplikasi pakar informasi (pustakawan) yang mempunyai kemampuan dan pengalaman untuk mengorganisasi pengetahuan dalam sistem dan struktur yang memfalisitasi penggunaan sumber informasi dan pengetahuan.
Diharapkan dengan team work, tekanan di era industri informasi dapat dipecahkan. Menurut Astroza dan Sequeira (2000) perubahan teknologi dan perkembangan industri informasi berdampak luas pada profesional informasi : pustakawan, arsiparis, penerbit. Profesi ini menghadapi 2 tekanan komplementer, yaitu : 1. Perkembangan jumlah informasi dan tersedianya teknologi baru, memungkinkan untuk akses dan memproses informasi lebih besar dari lima tahun yang lalu. 2. Harapan pengguna yang terus meningkat dapat menciptakan kebutuhan jasa yang kualitasnya lebih canggih informasi (http://imamblora.wordpress.com/2008/04/11/berita-untuk-pustakawan) D. Masyarakat Informasi dan Profesionalisme Pustakawan Masyarakat informasi dikenali sebagai suatu masyarakat yang kompleks dan saling terhubung dengan baik: segalanya terlihat saling terhubung dengan sesuatu yang lain. Hal ini dicirikan dengan besarnya peningkatan dalam ketersediaan informasi, pemanfaatan waktu maupun ruang, dan meningkatnya kekacauan dan ketidakpastian, lalu bagaimana dengan profesonalisme pustakawan, hal ini merupakan tantangan bagi pustakawan untuk meningkatkan profesionalisme dalam mengatasi ledakan arus informasi global. Pustakawan harus bisa memfilter informasi mana yang sesuai dan layak untuk disajikan kepada masyarakat pengguna perpustakaan. Pustakawan sebagai seorang yang berbaur dalam masyarakat informasi ,harus berupaya meningkatkan aspek profesionalisme dengan cara memberikan pelayanan seoptimal mungkin, dengan meningkatkan citra dirinya sebagai pustakawan dan harus berani mengubah pola perilaku di dalam memberikan pelayanan di bidang keahliannya. Synder (1972) merekomendasikan beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh pustakawan sebagai usaha pengembangan diri : a. Involvement in professional organizations b. Familiarity with current library literature c. Publication d. Part-time teaching in a library school e. Research f. Continuing education g. Bi-annual self assesment
19
Jurnal Iqra’ Volume 03 No.02
Oktober, 2009
Aktivitas-aktivitas tersebut diatas pada intinya ditujukan untuk peningkatan diri yang merupakan hal mutlak yang perlu dilakukan sebagai usaha memperluas wawasan baik pengetahuan, kemampuan maupun keahlian. Selain itu juga mendapatkan adanya kedewasaan psikologis yaitu kesiapan mental dalam menjalankan tugas. Melalui saling bertukar pengetahuan dan pengalaman antar sesama anggota atau dengan pakar-pakar pada bidang kajian tertentu melalui acara-acara yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut, baik non-formal maupun formal seperti seminar, lokakarya, dll. Profesioanalisme Pustakawan yang didukung oleh industri informasi harus sungguhsungguh memperhatikan kepentingan pemakai,yang tercermin dalam pelayanan perpustakaan yang cepat, tepat dan akurat. E. Kesimpulan Menjadi masyarakat informasi telah menantang profesionalisme pustakawan. Tantangan tersebut bukanlah hal yang menakutkan, tetapi justru menjadi peluang emas bagi pustakawan untuk bergerak maju. Sebuah tantangan yang penting bagi pustakawan adalah meningkatkan pengetahuan dengan memanfaatkan Teknologi informasi dan mengaplikasikannya pada perpustakaan untuk meningkatkan pelayanan perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA Mas’oed (1999). Dampak globalisasi memasuki millennium ketiga. (http//www.geocities.com/Tokyo/Ginza/8700/dampak.html) Anon, 2006, SPRINT glossary [online], SPRINT, Available from: http://www.sprint.gov.uk/pages.asp?id=86 Benoit, G. (2002), “Toward a critical theoretic perspective in information systems” dalam The Library Quarterly vol. 72 no. 4, hal. 441 – 471 Geldof, Marije( 2005), “Becoming an Information Society”: The Role Of Habib, L and Cornford T, 2001, Morrow, R.A. dan Brown, D.D. (1994), Critical Theory and Methodology, Thousand Oaks: Sage Publications. Trosow, S.E. (2001), “Standpoint epistemology as an alternative methodology for library and information science” dalam Library Quarterly, vol. 71 no. 3, h. 360-382. Wirawan (1993). “Profesi kepustakawanan : suatu analisa”. Makalah disampaikan pada 2006. Zen, Zulfikar(2009).”Pentingnya Asosiasi profesional”. Makalah disampaikan pada Workshop on IAIN and UIN librarians and libraries. Banda Aceh, 2-3 Maret 2009 Abidin,
20
PENGARUH ETIKA PROFESI PUSTAKAWANTERHADAPKEPUASAN PEMUSTAKADI LAYANAN SIRKULASI UPT PERPUSTAKAAN POLITEKNIK NEGERI SEMARANG Oleh : Fitriana Wahyu Anugrahini* Pembimbing : Drs. Aan Permana, M.M. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang *)E-Mail :
[email protected] Abstrak Skripsi ini membahas mengenai “Pengaruh Etika Profesi Pustakawan Terhadap Kepuasan Pemustaka Layanan Sirkulasi di UPT Politeknik Negeri Semarang”. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh etika profesi pustakawan terhadap kepuasan pemustaka di layanan sirkulasi UPT Politeknik Negeri Semarang. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi adalah seluruh pemustaka Politeknik Negeri Semarang pada bulan Juni 2012 sebanyak 178 orang. Sampel penelitian berjumlah 45 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan tekniksampel acak sederhana (simple random sampling). Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan kuesioner, dan observasi. Teknik pengolahan data dengan cara editing, koding dan tabulasi. Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif. Dari hasil penelitian ini ditunjukkan dengan perhitungan skor Etika profesi pustakawan sejumlah 82% mempersepsikan etika profesi pustakawan di UPT POLINES sangat baik, dan sejumlah 69% mempersepsikan sangat baik (pemustaka puas) terhadap pelayanan yang diberikan pustakawan. Analisis Regresi sederhana menunjukan pada variabel Y (kepuasan pemustaka) sebesar 0,449. Dari hasil pengolahan hipotesis membuktikan bahwa ditolak dan diterima karena nilai = 4,860 lebih besar dari = 1.68107. Kata kunci:Etika profesi pustakawan, Kepuasan pemustaka, UPT Politeknik Negeri Semarang. Abstract
This study discussesthe influence of librarian’s professional ethicstoward circulation service user satisfactionin Semarang State Polytechnic’s library.The purpose of this research to know the influence of librarian’sprofessional ethics with library user in circulation serviceof Semarang State Polytechic’s library. This research is usedescriptive quantitavie method. The population is all of library user in Semarang State Polytechnic’s library on June 2012 about 178 people with 45 respondents as the sample of research by using simple random sampling. Data collection techniques in this researchuse questionnaire and observation. Step of data procession consist ofediting,coding, and tabulation. Data analysis techniques in this research applieddescriptive analysis method. The result of this research indicated 82% respondents perceive that librarian’s professional ethics in Semarang State Polytechnic’s library is very good by using calculation score of librarian’s professional ethics and 69% respondents feel satisfied withlibrarian services. Simple regression analysis indicated thatVariable Y (library user satisfaction) is 0,499. The result of hypothesis tabulation indicated that H0 is rejected and H1 is received because of the value thitung= 4,860 > ttable= 1.68107. Keyword: librarian’s professional ethics, library user satisfaction, Semarang State Polytechnic’s library.
1.
Pendahuluan
Perpustakaan di era modern seperti sekarang ini bukan lagi seperti penilaian mayoritas orangorang masa lalu. Perpustakaan adalah tempat buku yang dijaga oleh petugas yang berkacamata tebal, yang dengan setia menjaga buku dan memberikan peluang kepada saja yang meminjam buku. Hal ini tentu memberikan gambaran bahwa anggapan pustakawan sebagai profesi yang tidak melekat pada masyarakat indonesia, tetapi juga di negara lain. Perpustakaan yang berorientasi melayani masyarakat penggunanya harus tanggap dengan perubahan itu jika tidak ingin ditinggalkan. Setiap perpustakaan memiliki tanggung jawab dengan tuntutan profesionalisme pengelolaan guna menjawab perkembangan zaman dengan etika dalam melayani masyarakat. Kondisi tersebut merupakan tantangan bagi pustakawan dalam memenuhi kewajibannya sebagai profesi yang berhubungan dengan tugas informasi.Dalam menjalankan sebuah profesi sebagai pustakawan diharapkan memahami tugas untuk memenuhi standar etika baik dalam hubungannya dengan perpustakaan sebagai lembaga tempat bekerja, terhadap pemustaka sebagai masyarakat yang dilayani, rekan pustakawan, antar profesi dan masyarakat pada umumnya. Kalau menyimak perkembangan profesi, timbul tanda tanya apakah pustakawan dapat digolongkan ke dalam profesi atau tidak. Hal ini tergantung pada kemampuan dan tanggapan pustakawan terhadap profesi dan jasa yang diberikan pustakawan serta pandangan masyarakat itu sendiri terhadap pustakaan. Menurut Sulistyo Basuki (1991:8) Pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan,dokumentasi,dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan. Pustakawanjuga dituntut giat membaca demi kepentingan profesi, ilmu, maupun pengembangan kepribadian si pustakawan itu sendiri.Tanpa pustakawan, sebuah bangsa kehilangan potensi untuk secara bersamasama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan
bermartabat. Pustakawan sebagai profesi, berarti secara moralia harus dapat bertanggungjawab terhadap segala tindakannya,baik terhadap sesama profesi pustakawan, terhadap organisasi, maupun terhadap dirinya sendiri. Pustakawan mempunyai kewajiban untuk melakukan suatu tindakan sesuai profesinya dan ia harus dapat menghindari tindakan-tindakan yang buruk, salah, yang bertentangan dengan norma-norma dalam masyarakat.Norma-norma dalam masyarat tersebut dituangkan dalam istiah etika, etika bukanlah sesuatu yang baru bagi kehidupan manusia, melainkan sesuatu yang amat penting untuk senantiasa diperhatikan.Hal itu mengingat etika erat kaitannya dengan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam bidang perpustakaan. Secara deskriptif (Fandy,2002) layanan adalah suatu kegiatan yangterjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain dalam menyediakanproduk atau jasa, sedangkan melayani adalah membantu menyiapkan sesuatu yang diperlukan oleh seseorang. Sehubungan dengan layanan prima sendiri dapat diartikan sebagai upaya maksimal yang diberikan oleh pustakawan disuatu perpustakaan kepada pemustaka untuk memenuhi harapan dan kebutuhannya hingga tercapai kepuasan. Sedangkan tujuan dari layanan prima itu sendiri adalah untuk meningkatkan keberhasilan visi dan misi perpustakaan.Untuk mewujudkan layanan prima, seorangpustakawan harus memiliki ilmu pengetahuan yang luas, terampil, dan mempunyaisikap atau etika yang baik disamping pandai berkomunikasi.Dalam memberikan layanan prima memerlukan sarana yang memadai seperti penggunaan teknologiinformasi, tetapi hal ini bukanlah suatu syarat yang utama.Syarat utama dalammemberikan layana prima adalah sikap dari pustakawan itu sendiri. Yang dimaksud dengan kepuasan pemustaka bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Pemustaka yang puas akan melakukukan lebih banyak berkunjung ke perpustakaan, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk berinteraksi dengan perpustakaan. Untuk dapat tercapainya suasana yang demikian itu perlu adanya langkah dan tindakan yang kongkrit bagi
perpustakaan.Menurut Syihabuddin Qalyubi dkk. Dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan (2007:250-251) menyatakan bahwa dalam industri jasa pelayanan, agar loyalitas dapat makin erat melekat dan pemakai tidak berpaling pada pelayanan lain, kita sebagai penyedia jasa perlu menguasai unsur, yaitu C-T-A-R-N (Cepat, Tepat, Aman, Ramah dan Nyaman). Untuk itulah Pemustaka yang puas merupakan aset berharga bagi setiap perpustakaan. Mereka akan menjadi pemustaka yang loyal dan terus datang ke perpustakaan walaupun tidakmeminjam koleksi. Mereka itulah yang diharapkan sehingga jasa, koleksi dan fasilitasperpustakaan dapat dimanfaatkan secara maksimal dan kepuasan pemustaka harus benar-benar diupayakan, agar perpustakaanmenjadi hidup.Sehingga buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah serta koleksi lainnya yang berisiilmu pengetahuan dapat bermanfaat untuk kesejahteraan hidup manusia. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa etika profesi pustakawandi UPT Perpustakaan Politeknik Negeri Semarang pada saat ini melayani sudah memenuhi harapan pemustaka.Oleh sebab itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Pengaruh Etika Profesi Pustakawan Terhadap Kepuasan Pemustaka Layanan Sirkulasi di UPT Politeknik Negeri Semarang”.
2. Landasan Teori 2.1. Etika Profesi Putakawan Istilah “etika profesi” terdiri dari dua kata, yaitu etika dan profesi. Suatu profesi akan senantiasa eksis jika dalam operasionalnya menganut suatu etika, yang kemudian etika inilah yang menjadi pijakan bagi asosiasi atau organisasi profesi (sebagai wadah perkumpulan para profesional) yang bertujuan membela, melindungi, dan memperjuangkan kepentingan anggotannya, serta keterlaksanaan tujuan profesionalnya. Salah satu produk dari suatu organisasi profesi adalah etika profesi yang dituangkan pada kode etik profesi. Etika profesi ini merupakan bagian dari etika sosial, yaitu
merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis apabila berhadapan dengan moralitas yang membinggungkan (MagnizSuseno dalam Zulfikar Zain). Keberadaan etika profesi menjadi barometer anggota profesi dalam rangka menjalin hubungan dengan kliennya atau dengan profesi lain. Menurut Rubin (dalam Hermawan, 2004:324) menyatakan bahwa etika bagi para profesional di bidang informasi merupakan salah satu bentuk penegasan terhadap nilai- nilai dari pelayanan, termasuk di dalamnya adalah keharusan menghormati sesama, yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Etika profesi berisi norma- norma atau peraturan yang harus di patuhi dan dihindari oleh anggota profesi pada waktu melakukan tugasnya sehingga berlaku suatu “keharusan” dua pihak, yang disebut dengan hak dan kewajiban. Hak adalah wewenang atau kekuasaan secara etis untuk mengerjakan, meninggalkan, memeliki, mempergunakan, atau menuntut sesuatu. Supaya hak tersebut dapat terlaksana, harus ada pihak lain yang memenuhi tuntutan hak tersebut. Keharusan untuk memenuhi hal tersebut disebut kewajiban (Zubair, 1995:59). Dengan demikian, bagi anggota profesi,wajib mematuhi norma etika profesi dan bagi yang melanggar norma yang berlaku tersebut, organisasi mempunyai hak memberikan sanksi sesuai peraturan yang telah disepakati sebelumnya. Sanksi tersebut dapat berbentuk hukuman disiplin (ringan, sedang, atau berat), bahkan dapat menjadi suatu delik hukum (perdata atau pidana), tergantung pada jenis dan beratnya pelanggaran yang dilakukan. Dalam Code of Professional Ethics (APA) (dalam Hermawan,2002:4), suatu etika profesi menuntut memiliki prinsip- prinsip yang menjadi bagian dari kewajiban moral anggotannya yang berupa: a. Menghormati hak dan martabat manusia, yaitu prinsip yang selalu menghormati hak dan martabat manusia.
b. Kompetensi, yaitu kemampuan atau keahlian yang sesuai dengan bidang kerja yang ditekuni. c. Tanggung Jawab, yaitu tanggung jawab dalam setiap pelaksanaan tugastugasnya. d. Integeritas, yaitu tidak terpisah- pisah antara hak dan pelaksanaan kewajiban di setiap tugasnya. Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa etika profesi pustakawan yaitu etika dan profesi tidaklah sama, akan tetapi etika profesi pustakawan merupakan suatu pekerjaan yang dilandasi dengan pendidikan keahlian dimana pustakawan dituntut baik buruknya atau perilaku dalam melayani di perpustakaan. etika profesi pustakawan sangat mempengaruhi kualitas layanan perpustakaan oleh karena itu para pustakawan sendiri harus memiliki pemahaman mengenai kepustakawanan indonesia dan perannya sebagai anggota profesi pustakawan. Dengan adanyan tinjaun ini diharapkan etika pustakawan akan dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan sehingga kualitas layanan dapat meningkat. Akan tetapi etika profesi pustakawan di UPT Politeknik Negeri Semarang sangat mempengaruhi kualitas layanan perpustakaan tersebut, oleh karena itu para pustakawan sendiri harus memiliki pemahaman mengenai kepustakawanan Indonesia dan perannya sebagai anggota profesi pustakawan. Dengan adanyan tinjaun ini diharapkan etika pustakawan akan dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan sehingga kualitas layanan dapat meningkat dan tercapainya kepuasan pemustaka di UPT Perpustakaan Politeknik Negeri Semarang.
2. 2 Kode Etik Pustakawan Kode etik dilihat dari segi kata (etimologi) terdiri dari dua kata, yaitu kode dan etik. Dalam bahasa inggris, terdapat berbagai makna dari kata code. Pertama, tingkah laku, perilaku, yaitu sejumlah aturan yang mengatakan bagaiman orang berpilaku dalam hidupnya atau dalam situasi tertentu. Kedua, pengaturan atas undang- undang tertulis yang harus diakui. dapat disimpulkan bahwa kode etik seperangkat standar aturan
tingkah laku, yang berupa norma-norma yang dibuat oleh organisasi yang diharapkan dapat menuntun anggotanya dalam menjalankan peran dan tugas profesinya dalam masyarakat. Menurut Russel Browden, yang dikutip oleh Hermawan dan Zen (2006,100) menyatakan bahwa fungsi kode etik bagi pustakawan di inggris adalah sebagai berikut: a. Mendorong para pustakawan untuk bertingkah laku secara profesional dalam bidang perpustakaan yang dipandang salah oleh teman sejawat dalam profesi. b. Menuntun anggota mereka tidak memilih perilaku yang mungkin secara serius berprasangka terhadap kedudukan dan reputasi profesi atau asosiasi pustakawan. c. Tugas utama anggota adalah melayani pelanggan atau pemustaka. d. Anggota harus memberikn kemampuan mereka yang terbaik dalam kewajiban kontrak yang harus dibayar kepada yang mempekerjakannya. e. Anggota tidak boleh dengan sengaja menyajikan bahan pustaka yang mendorong terjadinya diskriminasi atas ras warna kulit, kepercayaan atau jenis kelamin. Kode Etik Pustakawan Indonesia pasal 2 dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta kode etik pustakawan mempunyai tujuan yaitu: a. Membina dan membentuk karakter pustakawan. b. Mengawasi tingkah laku pustakawan dan sarana kontrol sosial. c. Mencegah timbulnya kesalahpahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat. d. Membutuhkan kepercayaan masyarakat pada perpustakaan dan mengangkat citra pustakawan.
2.3 Kepuasan Pemustaka Dalam J. Suprananto (2006:23) menyatakan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/ hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai
dengan harapan pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas. Kotler dalam J.Suprananto (2006:234) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapanharapannya. Kepuasan pemustaka adalah rasa terpenuhinya kebutuhan yang diinginkanoleh pemustaka dalam memperoleh layanan di perpustakaan. Faktor yang digunakan dalam megevaluasi kepuasaan. Dalam Guntur, Effendi M menurut (Garvin dalam Lovelock, 1994) Peppard dan Rowland (1995) terdiri dari 8 faktor yang meliputi yaitu: a. Kinerja (Perfomance) karakteristik operasi pokok dan produk inti yang dibeli. b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features) yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap. c. Keandalan (reliability) yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai. d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance of specification), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan sebelumnya. e. Daya tahan, berkaitan dengan berapa lama produk terus dapat terus digunakan. f. Serviceability meliputi kecepatan, kompetensi, kenyaman, serta penangan keluhan yang memuaskan. g. Estetika yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. h. Kualitas yang dipersepsikan yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab.
2.4 Layanan sirkulasi Kata sirkulasi berasal dari bahasa inggris “Circulation” yang berarti perputaran, peredaran, seperti pada “ sirkulasi udara” sirkulasi uang dan sebagainya. Dalam ilmu perpustakaan, sirkulasi sering dikenal dengan peminjaman namun demikian pengertian pelayanan sirkulasi sebenarnya adalah mencakup semua bentuk kegiatan pencatatan yang berkaitan dengan pemanfaatan, penggunaan koleksi perpustakaan
dengan tepat guna dan tepat waktu untuk kepentingan pengguna jasa perpustakaan (Lasa Hs, 1994 : 1). Salah satu kegiatan utama atau jasa utama perpustakaan adalah peminjaman buku dan materi lainya. Kegiatan peminjaman ini sering dikenal dengan nama sirkulasi artinya peminjaman. Bagian ini, terutama meja sirkulasi, seringkali di anggap ujung tombak jasa perpustakaan karena bagian inilah yang pertama kali berhubungan dengan pengguna atau pemakai serta paling sering di gunakan pemakai, karenanya unjuk kerja staf sirkulasi dapat berpengaruh terhadap citra perpustakaan (Sulistiyo-Basuki 1991:257). Dengan pengertian diatas dapat dipahami bahwa bagian ini merupakan suatu kegiatan, pekerjaan perpustakaan yang berkaitan dengan peminjaman maupun pengembalian. Kegiatan ini meliputi; syarat keaanggotaan, peraturan, prosedur, prosedurpeminjaman dan pengembalian, jam buka, sistem peminjaman, sistem pencatatan maupun statistik pengunjung.
2.5 Perpustakaan Perguruan Tinggi Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang diselenggarakan di perguruang tinggi yang bermaksud menunjang program belajar mengajar di lembaga pendidikan formal (Soetopo,2002). Tujuan perguruan tinggi di Indonesia dikenal dengan nama Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Basuki,1991:51). Berdasarkan standardisasi sebagai lembaga, fungsi perpustakaan perguruan tinggi adalah: a. Lembaga pengelola sumber-sumber informasi. b. Lembaga pelayanan dan pendayagunaan informasi. c. Wahana rekreasi berbasis ilmu pengetahuan. d. Lembaga pendukung pendidikan (pencerdas bangsa). e. Lembaga pelestari hasanah budaya bangsa.
3.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan (metdhods = tata cara) (Hasan, 2002:21). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dan jenis metode penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah pemustaka yang berkunjung khususnya pemustaka yang aktif berkunjung di UPT Perpustakaan Polines diambil bulan januari sampai desember tahun 2012 menggunakan hasil jumlah rata-rata per bulan 177, kemudian penulis bulatkan populasinya menjadi 178. Dalam menentukan sampel, bahwa sampel yang kita gunakan harus dapat mawakili sari populasi yang telah ditentukana diatas. Sampel yang diambil harus dapat mewakili populasi secara keseluruhan. Menurut Gay dalam buku Idrus (2009:94) dapat diambil 15-30% agar hasil lebih representatif, dengan demikian 25% dari 178 adalah 44.5 kemudian penulis bulatkan dengan hasil 45 sampel. Selanjutnya dalam pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik simple random sampling yang merupakan salah satu dari teknik probabilitiy sampling.simple random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi dilakukan acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila populasi di anggap homogen (Sugiyono,2011:82). Menurut Hasan (2004:13) ada dua jenis variabel penelitian yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, Yaitu Variabel bebas (X) dan Variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab bagi variabel lain atau. Variabel bebas dalam penelitian ini dalah etika profesi pustakawan meliputi definisi operasional dengan Aspek profesional yaitu Kreatif, Kemampuan untuk menjawab pertanyaan dengan tepat dan benar, Tanggap. Dan Aspek kepribadian dan perilaku yang meliputi: Luwes, Komunikatif dan sikap suka melayani, Ramah dan Simpatik. Sedangkan variabel terikat (Y) adalah variabel yang dipengaruhi atau disebabkan oleh variabel lain. Untuk variabel
terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan pemustaka, dengan definisi operasional yang meliputi: Prosedur pelayanan, Persyaratan pelayanan, Kejelasan petugas pelayanan, Kedisiplinan petugas pelayanan, Tanggung jawab petugas pelayanan, Kecepatan pelayanan, Kesopanan dan keramahan petugas, Kepastian jadwal pelayanan, Ketepatan Koleksi yang di butuhkan. Dalam penelitian ini teknik analisisdata diawali dengan uji coba instrument berupa uji validitas dan uji coba reliabilitas.Untuk kemudian di analisis menggunakan, analisis regresi sederhana dan uji hipotesis.
4. Hasil dan Analisa Dari hasil penelitian ini ditunjukkan dengan perhitungan menggunakan pengolahan data SPSS 19. Skor etika profesi pustakawan sejumlah 82% mempersepsikan etika profesi pustakawan di UPT POLINES sangat baik, dan sejumlah 69% mempersepsikan sangat baik (pemustaka puas) terhadap pelayanan yang diberikan pustakawan. Analisis Regresi sederhana menunjukan pada variabel Y (kepuasan pemustaka) sebesar 0,449. Dari hasil pengolahan hipotesis membuktikan bahwa ditolak dan diterima karena nilai = 4,860 lebih besar dari = 1.68107.
5. Simpulan dan Saran 5.1. Simpulan Bahwa sebagian besar pemustaka memberikan tanggapan yang baik terhadap etika profesi pustakawan dalam melayani pemustaka di UPT Perpustakaan Politeknik Negeri Semarang. Hal ini dapat ditunjukan dengan perhitungan skor variabel tanggapan pemustaka menunjukan jumlah 82% mempersepsikan etika peofesi pustakawan baik, 69% pemustaka mempersepsikan baik untuk kepuasan pemustaka. Dengan adanya pengaruh etika profesi pustakawan memberikan kepuasan terhadap
pemustaka baik secara profesi dan pemustaka akan lebih nyaman, dihargai dan pemustaka merasa kebutuhan informasinya terpenuhi.
Lasa Hs. 1994.Jenis- jenis Pelayanan Informasi Perpustakaan. Yogyakarta:Gajahmada University Press.
5.2. Saran
Rismawaty. 2008. Kepribadian dan Etika Profesi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh serta pembahasan tentang hasiltersebut, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1. Untuklebih meningkatkanintensitas pengunjung UPT Perpustakaan Politeknik Negeri Semarang, maka pustakawan harus lebih memperhatikan etika profesi mereka yang dilandasi dengan norma atau aturan yang berlaku. 2. Meningkatkan khasanah pengetahuanetika prrofesi pustakawa bagi pustakawan dalam melayani pemustaka. 3. Sebagai acuan pustakawan agar bisa melayani pemustaka sesuai dengan tugasnya dan kewajibannya masing- masing.
6. Daftar Pustaka
Soeatminah.1992. Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta: Karnisius. Soetopo. 2002. Teknologi Informasi Perpstakaaan. Jakarta: Karnisius. Sudarmanto. 2008. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sudarsono, B. 2006.Antologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono.2005. Metode Penelitian Bandung: Alfabeta.
Fandy, T dan Anastasia Diana. 2002. Total quality management. Yogyakarta: Andi
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utamaa.
Ghozali,I.1991. Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 19.Semarang: Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Supardi.2005. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII Press.
Hasan, I. 2004. Analisis Data penelitian dengan statistik. Jakarta: Bumi aksara.
Supranto. 2006. Pengukuran Untuk Kepuasaan Pelanggan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hermawan, R dan Zulfikar Zein. 2006. Etika Kepustakawanan (Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia). Jakarta: Sagung Seto.
Supriyanti, W dan Ahmad Muhsin. 2008. Teknologi Informasi Perpustakaan. Yogyakarta: Karnisius
IPI. 2010. Anggaran Dasar dan Anggaran rumah tangga serta kode etik ikatan pustakawan indonesia. Jakarta: Pengurus pusat pustakawan. Irawan, H. 2003. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta:PT Elex Media Komputindo.
Bisnis.
Umar, H. 2008. Desain Penelitian MSDM Dan Perilaku Karyawan: Paradigma Positivistik Dan Berbasis Pemecahan Masalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Qulyubi, S. 2003. Dasar- Dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi.Yogyakarta:
JurusanIlmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga.
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL PUSTAKAWAN SEBAGAI PENGELOLA SUMBER INFORMASI Oleh: A.C. Sungkana Hadi Pustakawan Madya dan Kepala UPT Perpustakaan Universitas Cenderawasih
Abstrak Makalah ini membahas tentang peran dan tanggung jawab profesional pustakawan sebagai pengelola sumber informasi dalam menghadapi perkembangan teknolohi komunikasi dan informasi yang semakin pesat dewasa ini. Dalam makalah ini dijelaskan bahwa adanya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sangat berhubungan langsung terhadap perkembangan layanan informasi prima. Hal ini berkaitan langsung dengan status dan peranan pustakawan sebagai pengelola informsi. Sebagai komponan penting dalam pengelolaan dan pelayanan informasi IPTEKS, pustakawan merupakan motor penggerak kemajuan peradaban. Untuk itu parapustakawan dituntut memiliki kualitas yang memadai, dan benar-benar bersikap dan bertindak profesional.
Keywords: Pustakawan; Layanan prima; Teknologi informasi; teknologi komunikasi; telematika; digitalisasi informasi; Indonesia DLN
Pendahuluan Perpustakaan dan kepustakawanan diciptakan oleh dan lahir dari proses perkembangan dan kemajuan peradaban umat manusia. Bahkan diakui kemudian, bahwa berkat lembaga perpustakaan dan kepustakawanan maka kendati bentuk fisik hasil kemajuan peradaban manusia hancur dan punah, namun deskripsi dan informasi tentangnya masih tetap terpelihara dalam berbagai dokumen dan/atau kepustakaan. Kejayaan kekaisaran Romawi, kejeniusan pemikir-pemikir Yunani, ataupun keindahan bangunan-bangunan monumental dunia masih tetap dapat dilihat, dipelajari, dan dinikmati oleh umat manusia generasi sekarang ini. Itu semua berkat jasa para pustakawan kuno, yang terkadang harus menghadapi resiko kehilangan nyawa karena melindungi karya dokumenter umat manusia dari amukan api pemusnah sebagai akibat dari kekejaman perang.
Sebagai bagian dari pelaku perubahan dalam sejarah peradaban, para pustakawan berkarya sambil mencermati proses perubahan itu sendiri, sehingga dapat senantiasa menarik benang merah pertautan antara perubahan dan perkembangan itu dengan peran dan tanggung jawab mereka di dalamnya. Oleh karena itu, untuk mengetahui dan menunjukkan peran pustakawan sebagai pengelola sumber informasi, perlu ditelusuri lebih dahulu sejarah lahir dan berkembangnya informasi tersebut, yang tiada lain adalah sejarah peradaban umat manusia itu sendiri. Sebagaimana diketahui, sejarah peradaban umat manusia ditandai dengan berbagai penemuan yang menghasilkan perubahan dan kemajuan. Penemuan roda dianggap sebagai salah satu tonggak perubahan yang sangat menentukan, karena dengan sistem yang berbasis roda maka segala sesuatu dapat digerakkan dengan lebih mudah. Dalam dunia ilmu pengetahuan dan informasi, penemuan
11
mesin cetak pada abad 15 juga merupakan salah satu tonggak perubahan yang sangat penting. Dengan mesin cetak maka segala bentuk informasi dapat dengan mudah digandakan dan kemudian disebarluaskan. Penemuan berikut yang dianggap sangat menentukan perkembangan peradaban hingga saat ini adalah penemuan mesin hitung yang dapat melaksanakan kegiatan aritmetika sendiri. Penemuan ini mendasari seluruh upaya pengembangan komputasi yang antara lain menghasilkan perangkat komputer. Seluruh penemuan baru tersebut sesungguhnya merupakan hasil dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan IPTEK ini melahirkan produkproduk teknologi yang mengagumkan, seperti sistem telegraph, telepon, sistem transistor, sistem pengiriman citra (image) atau televisi, sistem perekaman data, sistem memori, hingga sistem chip. Produk-produk tersebut biasa disebut sebagai teknologi komunikasi (TK) dan/atau teknologi informasi (TI). Istilah baru yang digunakan secara resmi oleh Pemerintah untuk cabang teknologi ini adalah teknologi telematika (telekomunikasi, media, dan informatika). Pada tanggal 24 April 2001, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pendayagunaan Telematika di Indonesia. Teknologi telematika itu sangat berperan dalam kehidupan masyarakat, termasuk juga dalam pengelolaan dan pelayanan informasi. Teknologi telematika dihasilkan oleh adanya kemajuan IPTEK; sebaliknya teknologi telematika akan mempercepat terjadinya penemuan-penemuan baru, termasuk penemuan TK dan TI baru. Akibatnya banyak produk yang lama cepat menjadi usang, sehingga para pengguna – warga masyarakat dan semua yang terlibat dalam proses perubahan zaman – harus selalu siaga untuk mempelajari penemuan baru. Tidak terkecuali – dan bahkan merupakan tuntutan mutlak – bagi para pustakawan sebagai pengelola informasi IPTEK. 12
Globalisasi
Salah satu dampak atau hasil dari kemajuan TK dan TI yang semakin pesat dewasa ini adalah terjadinya arus globalisasi, yakni arus perubahan dari yang semula berdimensi ruang dan waktu, menjadi tanpa dimensi ruang dan waktu, dari yang semula bersifat tersembunyi dan terbatas menjadi terbuka dan transparan, dari yang semula bersifat terlindungi menjadi terbuka untuk persaingan bebas, dari yang semula bersifat lokal atau spasial menjadi bersifat global. Hal ini juga berlaku dalam pengelolaan dan pelayanan informasi, termasuk pemberdayaannya. Jika semula seorang calon sarjana dapat mengatakan bahwa kepustakaan tentang sesuatu yang akan ditulisnya sebagai tesis itu belum ada, karena tidak bisa diketemukan di sejumlah perpustakaan setempat yang ia kunjungi, maka dengan TK dan TI, para penguji sang calon sarjana dapat dengan mudah menunjukkan tersedianya kepustakaan itu di perpustakaan lain, baik perpustakaan yang berdinding (fisik konkrit), maupun perpustakaan tanpa dinding – atau perpustakaan maya (virtual) – di internet. Jika semula pengguna atau pengunjung perpustakaan merasa puas dan mengatakan “apa boleh buat” ketika mendapati kenyataan bahwa kepustakaan yang dicarinya tidak diketemukan, maka sekarang pengguna atau pengunjung perpustakaan dapat menuntut untuk dicarikan pada perpustakaan lain, termasuk pada perpustakaan maya di internet. “Tidak ada lagi dalam kamus mereka kesulitan dalam memperoleh pengetahuan dan informasi,” kata Dr. Onno W. Purbo (1999: 1, 110-111)i Era globalisasi yang melanda itu memberikan dampak lain, yakni meningkatnya tuntutan kualitas yang semakin tinggi untuk hampir semua segi. Para pengguna perpustakaan di negara yang sudah maju sangat keras dalam menuntut kualitas layanan perpustakaan, termasuk kualitas sumber informasinya. Berkaitan dengan pasaran kerja, era globalisasi juga memberikan dampak meningkatnya
tuntutan kualitas (misalnya kualifikasi pendidikan, keterampilan, keprofesian) sebagai persyaratan pegawai baru. Pendeknya, setiap orang harus siap untuk bersaing dalam persaingan bebas, sementara dalam kenyataan belum tampak adanya kesiapan untuk itu. Kualitas SDM yang ada, termasuk SDM angkatan kerja, masih sangat memprihatinkan. Padahal tuntutan ini akan segera berlaku, yakni pada tahun 2003 untuk kawasan ASEAN (AFTA), 2010 untuk kawasan Asia Pasifik (APEC), dan 2020 untuk kawasan dunia seluruhnya (WTO). Memenuhi tuntutan-tuntutan peningkatan tersebut tentu bukan hal yang mudah. Dalam konteks pengelolaan dan pelayanan informasi, misalnya, tentulah amat diharapkan dapat dilakukan peningkatan-peningkatan, misalnya: peningkatan kualitas pustakawan/staf perpustakaan (sebagian besar berpendidikan formal perpustakaan, dan diperoleh dari perguruan tinggi yang terkenal/diakui kualitasnya), peningkatan kualitas sarana dan prasarana, peningkatan sistem, dan sebagainya. Masalahnya adalah, bahwa dukungan finansial untuk hal itu semua sangat terbatas, sementara berbagai komponen biaya dan harga terus meningkat kemahalannya. Demikian pula, dengan tuntutan pelayanan prima dan cepat (instant) yang berhadapan dengan keterbatasan sarana dan fasilitas penunjang, termasuk juga keterbatasan jumlah dan mutu tenaga (SDM). Padahal pelayanan prima ini, menurut Endang Ernawatiii merupakan strategi yang jitu untuk memasarkan jasa perpustakaan, dokumentasi, dan informasi. Dengan globalisasi juga terdapat tanda-tanda zaman yang cukup penting, yakni peningkatan kesadaran masyarakat akan hak-hak asasi mereka, termasuk hak memperoleh informasi. Informasi yang mereka butuhkan harus dapat dipenuhi dengan cepat, tepat, lengkap, dan mudah serta murah. Mereka bahkan cenderung menuntut layanan gratis, karena perpustakaan dipandang sebagai lembaga
publik yang bertugas melayani kepentingan masyarakat. Perpustakaan dibentuk dan dibiayai oleh negara untuk melayani masyarakat. Masyarakat telah membayar pajak kepada pemerintah, dan karenanya layanan oleh pemerintah bagi masyarakat harus bersifat gratis. Oleh karena itu, sulit diterima jika perpustakaan melakukan pungutanpungutan tertentu, atau mewajibkan penggunanya untuk membayar sejumlah biaya untuk layanan yang diterimanya. Di lingkungan perpustakaan, terutama perpustakaan umum, tidak dapat diterima dalih-dalih kewirausahaan, keswadanaan, apalagi komersialisasi, sekalipun tujuannya untuk meningkatkan kualitas layanan dan menutup biaya dan harga informasi yang semakin mahal. Dalam kelompok diskusi I_C_S, yakni kelompok diskusi antar para pustakawan dan ilmuwan komputer di Indonesia melalui internet, topik kewirausahaan atau komersialisasi perpustakaan ini pernah dibahas dan menjadi perdebatan sengit hampir selama setengah tahun, dengan kesudahannya tanpa menghasilkan kesepahaman. Kesepakatan yang ada adalah bahwa masalah tersebut perlu dicakup dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang perpustakaan yang sedang dipersiapkan.
Warung Informasi
Perkembangan dan kemajuan TK dan TI membuka peluang usaha baru, yakni membuka warung telekomunikasi (wartel) dan warung internet (warnet), yang pada dasarnya merupakan prasarana untuk memperoleh dan/atau tukar menukar informasi, atau menurut Onno Purbo: ‘sumber daya tempat bertanya.’ Bisnis ini tampaknya akan semakin berkembang, apalagi setelah keluarnya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tersebut. Salah satu butir dalam Inpres tersebut adalah komitmen pemerintah untuk mendorong pertumbuhan wartel dan warnet, yang dikaitkan dengan upaya memperluas jangkauan dan kandungan informasi pelayanan publik, memperluas pelayanan 13
kesehatan dan pendidikan, mengembangkan sentra-sentra pelayanan masyarakat perkotaan dan pedesaan, serta menyediakan layanan ecommerce bagi usaha kecil dan menengah. Dengan peningkatan dan pendayagunaan fungsi warnet dan wartel tersebut, tampaknya setiap warga masyarakat akan dapat dengan leluasa memperoleh informasi yang mereka perlukan, bahkan juga menjelajahi dunia informasi global, sehingga dapat memperoleh informasi yang jauh lebih lengkap dan mutakhir tanpa harus mengunjungi suatu perpustakaan secara fisik. Kendati hanya (baru) sebagian kecil warga yang mampu mengakses layanan internet ini, namun tampaknya para pustakawan tetap harus mengambil langkah-langkah antisipasi agar pelanggannya jangan lari, dan cenderung berpindah ke warnet. Langkah yang diambil bukanlah menghalangi pengguna perpustakaan mengunjungi warnet, melainkan membuka dan menyediakan layanan internet di perpustakaan. Itu berarti bahwa para pustakawan harus menguasai TK dan TI. Penguasaan dan pemberdayaan TI mutakhir, menurut Andreas Lakoiii, merupakan salah satu strategi bersaing manajemen perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan penggunanya yang cenderung meningkat, menuntut sumber informasi yang akurat, bernilai, relevan, dan tepat waktu. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah revitalisasi layanan perpustakaaniv. Sejalan dengan pengembangan warnet, Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi beberapa waktu yang lalu telah meluncurkan program warung informasi juga, yakni warung informasi teknologi atau WARINTEK. Melalui warintek, dijajakan komoditi informasi yang siap pakai, seperti misalnya informasi tentang teknologi tepat guna (TTG) yang disediakan dalam bentuk CD-ROM. Dengan demikian, melalui warintek dapat diperoleh informasi yang relatif lebih gampang dan murah, karena tidak harus membayar biaya sambungan telepon atau satelit, seperti jika mengakses informasi dalam internet. Warintek 14
model ini dapat disebut sebagai warintek offline. Sementara itu, melalui warintek dapat pula disajikan informasi atau data yang diangkat dari pengetahuan masyarakat setempat, atau biasa disebut local contents. Pengetahuan dan kekayaan intelektual setempat, terutama yang masih terekam dalam ingatan nara sumber atau informan setempat, dapat dieksplorasi, untuk kemudian direkam dan disajikan dalam warintek. Demikian pula halnya dengan potensi dan keunggulan daerah, yang juga dapat disajikan dalam warintek untuk diketahui masyarakat luas. Dalam konteks promosi dan pendesiminasian informasi tentang potensi dan keunggulan daerah ini, maka pengembangan warintek ke depan perlu mengarah kepada pemasangan dalam jaringan internet, atau dapat kita sebut sebagai warintek online.
Digitalisasi Informasi Tanda-tanda zaman terbaru yang terkait dengan pengelolaan dan pelayanan informasi adalah pengembangan perpustakaan digital (digital library), bahkan sudah dalam bentuk jaringan (digital library network). Di Indonesia ide-ide awal dikembangkan oleh para pakar TI di ITB yang tergabung dalam institusi Knowledge Management Research Group (KMRG). Hasil awal pengembangan mereka itu adalah diluncurkannya Perpustakaan Digital ITB yang diberi nama Ganesha Digital Library (GDL) pada tanggal 2 Oktober 2000 di Bandung. Peluncuran yang dilaksanakan dalam suatu Seminar Internasional itu ditindak-lanjuti dengan pertemuan pembentukan Jaringan Perpustakaan Digital Indonesia (3-4 Oktober 2000 di Lembang, Bandung), yang antara lain menghasilkan kesepakatan untuk mengembangkan Jaringan Perpustakaan Digital Indonesia yang diberi nama IndonesiaDLN. IndonesiaDLN ini telah diluncurkan pada bulan Juni 2001.
Pengembangan IndonesiaDLN juga menandai dimulainya tahapan baru, yakni tahap pemberdayaan koleksi lokal yang diyakini sebagai rekaman dari ilmu pengetahuan setempat (local contents). Hal ini juga dibahas dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2001 tersebut, yang dimasukkan dalam kategori pengembangan industri information content. Pengetahuan setempat yang selama ini terekam dalam ribuan naskah atau tulisan yang tidak pernah sempat dipublikasikan dianggap akan mubazir jika tidak diberdayakan melalui pemuatan naskah tersebut secara lengkap (full text) dalam Jaringan Perpustakaan Digital Indonesia itu. Tahap awal dari pengembangan IndonesiaDLN berupa kerja sama pengelolaan antara unit-unit perpustakaan yang belum mampu mengelola perpustakaan digitalnya sendiri dengan Ganesha Digital Library ITB. Tahap berikutnya, yang akan menjadi tanda-tanda zaman berikut, adalah pengembangan perpustakaan digital di masing-masing perpustakaan di seluruh Indonesia, dimulai dari perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan nasional propinsi, dan perpustakaan lainnya. Dari segi pengembangan layanan, tanda zaman terbaru adalah upaya untuk menyelenggarakan layanan perpustakaan maya keliling (virtual mobile library) yang dirintis oleh pemerintah Inggris, yakni layanan perpustakaan keliling yang bukan mengantarkan buku/koleksi perpustakaan kepada masyarakat penggunanya, melainkan mengantarkan komputer/PC agar dimanfaatkan untuk mengakses internet. Berikut ini kutipan beritanya yang dapat dibaca dari situs Kompas di internet: ”Perpustakaan mobil keliling boleh jadi dianggap barang kuno. Namun dalam rangka memasyarakatkan dunia Teknologi Informasi kepada semua orang, tidak lama lagi akan berkeliaran perpustakaan bus tingkat (double decker) di seantero Inggris. Tetapi kali ini isinya bukan buku, melainkan PC.”
... "Tanpa mengakses komputer, masyarakat tidak akan bisa mengembangkan kemampuan mereka." ... (sumber: http://www.kompas.com/it/n ews/0104/24/695.htm)
Proyek hasil kerja sama perusahaan Nacro Net Navigator, didukung oleh Ericsson Telephone Co., British Telecommunications PLC, dan Departemen Pendidikan Inggris ini tentu akan menandai pemberdayaan teknologi informasi demi kemanfaatan bagi masyarakat yang tidak mampu memilikinya sendiri. Hal itu tentu akan sangat relevan dengan kondisi masyarakat pedesaan di Indonesia pada umumnya, dan Irian Jaya pada khususnya, yang pada umumnya tidak mampu memiliki perangkat teknologi informasi.
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PUSTAKAWAN Dari pembahasan tanda-tanda zaman tersebut di atas, telah diketemukan hal-hal yang terkait langsung dengan status dan peranan pustakawan. Sebagai komponen penting dalam pengelolaan dan pelayanan informasi IPTEK yang merupakan motor penggerak kemajuan peradaban, para pustakawan dituntut untuk lebih dahulu memiliki kualitas yang memadai. Mereka juga dituntut untuk benar-benar bersikap dan bertindak profesional. Penggunaan istilah ‘pustakawan’ sebagai terjemahan dari istilah Inggris ‘librarian’ sesungguhnya kurang tepat. Istilah librarian berpangkal pada kata dasar library yang diterjemahkan dengan perpustakaan, sehingga terjemahan yang tepat mestinya adalah ‘perpustakaanwan.’ Seorang pustakawan memang bukan hanya melulu berurusan dengan pustaka (buku), melainkan terutama dengan sistem perpustakaan yang telah
15
dibangun dan dikembangkan secara baku di dunia internasional. Jati diri seorang pustakawan adalah ahli sistem perpustakaan, bukan ahli pustaka (bdk. A.C. Sungkana Hadi, 1983: vv). Dan karena itu tanggung jawab seorang pustakawan adalah menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan secara sistemik, bukan perpustakaan yang asal-asalan. Itulah sebabnya maka tanggung jawab seorang pustakawan juga bersifat profesional, karena dilandasi oleh adanya suatu sistem yang baku dan berskala internasional. Profesionalisme kepustakawanan telah sejak lama diakui di dunia Barat sekalipun masih diwarnai dengan pro dan kontra, sebagaimana dikemukakan oleh Jesse H. Shera pada tahun1972vi. Kontroversi tersebut berkisar pada keraguan akan adanya pengetahuan teoretis dalam kepustakawanan, serta anggapan bahwa layanan perpustakaan bersifat feminin yang tidak sesuai dengan sifat profesi yang adalah maskulin. Pada akhir dasa warsa 70-an, sejumlah pustakawan penulis seperti Lester Asheim (1979)vii dan Bonnie R. Nelson (1980)viii, mengajak untuk menghentikan perdebatan tentang profesionalisme kepustakawanan tersebut dengan meyakini bahwa pekerjaan kepustakawanan didukung oleh semakin berkembangnya pendidikan perpustakaan, serta semakin berkembangnya organisasi profesi seperti American Library Association (ALA), Library Association (LA – Inggris); bahwa kinerja para pustakawan bisa ditingkatkan, dan para pustakawan selalu berusaha meningkatkannya; dan bahwa pelaksanaan pekerjaan kepustakawanan harus diarahkan kepada tujuan-tujuan profesional yang telah dirumuskan, dan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pengguna perpustakaan. Di Tanah Air kita profesionalisme kepustakawanan secara formal diakui sejak diterbitkannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPan),
16
Nomor 18 Tahun 1988. Status pustakawan juga diakui sebagai salah satu tenaga kependidikan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mengingat bahwa menyelenggarakan pendidikan nasional bukan hanya tugas dari pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan Nasional melalui lembaga persekolahannya, namun juga tugas seluruh masyarakat, maka sesungguhnya status sebagai tenaga kependidikan bukan hanya berlaku bagi para pustakawan di lingkungan lembaga pendidikan formal, melainkan di semua unit kerja dimana misi mencerdaskan kehidupan bangsa (melalui penyediaan informasi) dapat dilaksanakan. Dengan demikian profesionalisme kepustakawanan berarti kemampuan, status, dan tanggung jawab untuk ikut berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat melalui pengelolaan dan penyediaan layanan informasi di perpustakaan, pusat dokumentasi, atau pusat informasi (Pusdokinfo).
Peran Profesional
Margareth Smith, Kepala Bagian Pelayanan pada Perpustakaan Sekolah Cambridgeshire, Inggris, ketika menyampaikan makalahnya yang berjudul Learning to love libraries: Children’s Library Services pada Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah Nasional tahun 1995ix, mengatakan bahwa peranan informasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah menjadi sangat penting, dan bahwa perpustakaan masih dipandang sebagai tempat terbaik untuk mendapatkan informasi tersebut secara cepat dan mutakhir. Peranan pustakawan sekolah, menurut Smith, adalah sebagai guru sekaligus pustakawan, pendidik sekaligus pemberdaya (enabler), yakni orang yang mampu memberdayakan kliennya. Sejalan dengan pokok pikiran di atas, Putu Laxman Pendit dalam tulisannya berjudul Makna informasi: Lanjutan dari sebuah perdebatanx
menyebutkan bahwa tugas dan fungsi pustakawan antara lain adalah mendukung dan memastikan kelancaran proses pembentukan pengetahuan lewat layananlayanan informasi yang diberikannya. Oleh karena itu, pustakawan harus mampu menentukan jenis-jenis informasi yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya untuk meningkatkan pengetahuannya. Dengan kata lain, peran profesional pustakawan yang penting adalah sebagai penyaji informasi yang relevan dan berkualitas. Pustakawan harus mampu menyediakan fasilitas, suasana, dan sistem yang memungkinkan pencarian dan penemuan informasi yang relevan dan berkualitas di tengah banjir informasi yang semakin deras melanda para pengguna perpustakaan dan pencari informasi pada umumnya. Hal tersebut menjadi semakin rumit dan menantang dengan berkembangnya teknologi informasi (TI), yang menurut Tjuk Suwarso meningkatkan banjir informasi menjadi banjir bandang informasi – banjir yang terus menerusxi. Menurut Melling Simanjuntak, dengan internet yang merupakan produk terunggul dari TI, banyak data dan informasi di Indonesia yang selama ini hanya tercetak secara terbatas – seperti data statistik dari Biro Pusat Statistik – dapat disajikan secara lengkap di perpustakaan maya tanpa dinding tersebutxii. Dengan kata lain, TI menimbulkan adanya ‘sungai-sungai’ baru yang membanjirkan informasi yang selama ini tersembunyi dan terbatas. Sementara itu, dengan internet, menurut A. Kohar Ronyxiii, terwujudlah suatu “konsep perpustakaan terbuka antar dunia yang tidak mengenal batas waktu, batas geografis, seperti batas propinsi atau batas negara. Juga perpustakaan yang tidak menanyai kartu penduduk atau kartu pengenal maupun keterangan asal-usul, bangsa dan agama, serta perpustakaan yang tidak membedakan kelas sosial, politik, ekonomi, maupun kelamin atau umur pemakai. Siapa saja dipersilahkan
memanfaatkan bersama informasi/data yang disajikan secara patungan dan dikelola secara gotong royong.” Melalui internet, siapa saja – termasuk mereka yang belum cukup umur – dapat mengakses apa saja – termasuk bacaan atau gambar bagi mereka yang sudah berumur. Di satu sisi, internet memberikan kemudahan yang lebih besar bagi penggunanya untuk mengakses informasi seluas-luasnya demi pengayaan pengetahuan; namun di sisi lain, internet juga membuka peluang terjadinya malapetaka akibat terjadinya disinformation, pemerolehan informasi yang salah sasaran. Di negara maju, dimana warga masyarakatnya telah benar-benar siaga akan informasi, termasuk siaga akan informasi digital dalam internet, mungkin hampir tidak bisa dilakukan tindakan apapun untuk mencegah terjadinya ‘malapetaka’ tersebut. Tidak juga tindakan dari pustakawan! Namun di negara yang sedang berkembang, seperti negara kita ini, pustakawan masih mempunyai kewajiban moral yang besar untuk menjadi penyaring informasi – khususnya bagi para pencari informasi yang masih pemula – agar sampahsampah informasi – termasuk yang ada di internet – bisa disingkirkan. Hal itu karena akses internet belum cukup luas tersedia; dan kalaupun tersedia, masih tergolong mahal, sehingga tidak setiap pengguna mampu memperolehnya. Di propinsi ini juga belum cukup berkembang warung-warung internet (warnet) yang dapat membahayakan perkembangan jiwa anak-anak yang telah kecanduan menggunakannya. Salah satu peran profesional pustakawan adalah menjadi pemandu yang mampu mengantarkan pengguna menjelajahi samodera informasi dalam berbagai situs internet, namun sekaligus pemandu yang mampu memberikan nasehat yang tepat kepada pengguna dalam memilih informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Peran profesional ini akan semakin rumit dan menantang, serta tampaknya tidak akan berkesudahan.
17
Secara ringkas, peran pustakawan sebagai pengelola sumber informasi adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan dan mengembangkan koleksi sumber informasi yang relevan dengan kebutuhan pengguna, mutakhir, dan komprehensif; untuk itu pustakawan perlu sendiri memliki kesiagaan informasi (information awareness), yakni kemauan untuk selalu berusaha memperoleh informasi yang mutakhir dan komprehensif, selalu mengikuti perkembangan penerbitan, termasuk untuk peningkatan pengetahuan dan kualitas diri sendiri. 2. Melakukan pengorganisasian koleksi sumber informasi berdasarkan sistem yang handal dan terpercaya, termasuk sistem yang berbasis TI, agar setiap carik informasi di dalam koleksi tersebut dapat diketahui keberadaannya, dan dapat diketemukan dengan mudah, cepat dan tepat 3. Melakukan pemanduan bagi pengguna dalam menelusur dan/atau menjelajahi samodera informasi yang semakin luas, sehingga pengguna dapat memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya (the right information for the right user) 4. Melakukan upaya-upaya promosi dan pembinaan minat baca masyarakat, agar melalui pemanfaatan intensif koleksi sumber informasi yang ada dapat dibangun dan dikembangkan suatu masyarakat yang gemar membaca dan gemar belajar (reading and learning society) 5. Melakukan upaya-upaya perekaman informasi dan pengetahuan lokal, termasuk upaya digitalisasi informasi, agar dapat diakses secara luas oleh masyarakat pengguna tanpa batas ruang dan waktu. Untuk itu pustakawan perlu siaga untuk berkembang menjadi pengelola ilmu pengetahuan (knowledge manager), bukan hanya pengelola buku, bukan pula hanya pengelola informasi.
18
Mendharmabaktikan Profesionalisme Kepustakawanan di Irian Jaya Hal-hal yang dikemukakan di atas barangkali masih bersifat amat umum dan mungkin sudah banyak diketahui oleh hampir semua pustakawan peserta seminar ini. Yang selanjutnya perlu dibahas bersama tentunya adalah, bagaimana mengaplikasikan semua hal tersebut pada kondisi dan situasi Irian Jaya. Beberapa hal dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Pustakawan dan perpustakaan di Irian Jaya perlu mendekatkan koleksi sumber informasi kepada penggunanya, khususnya di daerah yang terpencil. Untuk itu, suatu sistem perpustakaan keliling udara mungkin perlu dipertimbangkan pengembangannya, sebagaimana dikembangkan perpustakaan keliling air/sungai di Kalimantan (Cf. A.C. Sungkana Hadi, 1995: makalah daerah dalam Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Jakarta tahun 1995)xiv Usulan ini tentunya terkesan muluk-muluk, namun tentu masih jauh ketinggalan jika dibandingkan dengan rencana Pemerintah Inggris yang akan meluncurkan perpustakaan maya keliling sebagaimana disebutkan sebelumnya. Pada era Warintek sekarang ini, pustakawan harus menjadi pelopor dalam pengembangan dan pelayanan warintek di seluruh pelosok Irian Jaya. 2. Pustakawan Irian Jaya dapat berperan aktif dalam melestarikan bahasa-bahasa asli Irian Jaya, sekaligus mengembangkannya sebagai bahasa tulis untuk bahan-bahan bacaan sederhana yang sengaja disusun bagi para penuturnya, sehingga kebuta-aksaraan dapat diberantas.xv Ide ini tentunya tidak lepas dari konsekuensi biaya; oleh karena itu kerja sama antara Pusat Pembinaan
Bahasa, Perpustakaan Nasional Propinsi, Kanwil Pendidikan Nasional, dan Ikatan Penerbit di Propinsi ini dalam berpatungan membiayai proyek tersebut sangat diperlukan, masing-masing dengan misinya sendiri, yakni melestarikan bahasa daerah (Pusat Pembinaan Bahasa), memberantas buta aksara (Kanwil Diknas), promosi minat baca dan belajar melalui bacaan (Perpusnasprop), dan menyebarkan publikasi (Ikatan Penerbit). 3. Pustakawan dan perpustakaan di Irian Jaya perlu berperan-serta dalam pengembangan jaringan perpustakaan digital. Hal itu karena di daerah ini tersimpan pengetahuan lokal (local contents) yang sangat kaya dan unik (spesifik). Banyak dokumen yang membahas keanekaragaman budaya, keanekaragaman hayati, dan keanekaragaman kekayaan sumber daya alam di daerah ini hanya tersimpan di arsip-arsip instansi tanpa pernah diterbitkan. Dengan begitu pengetahuan lokal tersebut tidak dapat dikontribusikan bagi perkembangan peradaban umat manusia, bahkan juga tidak bagi perkembangan kehidupan masyarakat di propinsi ini sendiri sekalipun. Kalau semua itu dikaitkan kembali dengan era baru yang sedang dipersiapkan realisasinya, yakni era otonomi daerah, maka profesi kepustakawanan harus diabdikan terutama untuk mendukung pemberdayaan sumber daya manusia di propinsi ini agar mereka mampu melaksanakan dengan sebaik-baiknya
prinsip otonomi daerah tersebut. Tulisan ini sengaja tidak membahas lebih jauh mengenai prinsip tersebut, melainkan hanya berasumsi pada prinsip pokok, yakni: memberdayakan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan sendiri kehidupan bermasyarakatnya melalui penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mandiri, lebih leluasa dalam memanfaatkan kekayaan daerah, namun juga sekaligus lebih cermat dan bertanggung-jawab. Oleh karena itu, aspek kemampuan sumber daya manusia tampaknya menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan prinsip otonomi daerah tersebut. SDM yang dimaksud di sini tentunya bukan hanya unsur aparatur pemerintah atau pihakpihak yang disebut subyek atau pelaku pembangunan, melainkan juga seluruh warga masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan itu. Hal ini penting, karena tanpa pemberdayaan seluruh warga masyarakat sasaran pembangunan, maka amat sulit diharapkan terjadinya partisipasi aktif seluruh masyarakat dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat secara mandiri. Dalam konteks pemberdayaan seluruh komponen SDM itulah, maka menurut hemat saya para pustakawan di Irian Jaya – melalui unit kerja/perpustakaannya masing-masing – dapat berperan sangat menentukan, yakni dalam menyediakan informasi yang relevan, tepat, dan mutakhir, serta memberikan layanan atasnya secara prima. Untuk itu, kedelapan komitmen profesional yang ditawarkan di atas hendaknya dapat menjadi pedoman bersama dalam melaksanakan peran profesional pustakawan di propinsi ini.
i
Onno W. Purbo (c1999). Buku pintar Internet: Teknologi warung internet. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. ii
Endang Ernawati (1998). “Pelayanan prima sebagai strategi pemasaran jasa dokumentasi, informasi, dan perpustakaan.” BACA, 23 (4) Desember 1998: 40-47.
19
iii
Andreas Lako (1997). “Tantangan dan prospek profesi pustakawan di era transformasi teknologi informasi abad 21.” Dalam: Perpustakaan menjawab tantangan jaman, editor F.A. Wiranto, … [dkk.]. Semarang: Penerbit UNIKA Soegiyapranata; p. 99-106. iv
Bandingkan: A.C. Sungkana Hadi (1998). “Revitalisasi layanan perpustakaan perguruan tinggi di era KPPTJP-III dan era teknologi informasi.” Makalah dalam Lokakarya Pelayanan Perpustakaan Perguruan Tinggi, Ambon, 21-23 Oktober 1998. Kerja Sama UPT Perpustakaan Universitas Pattimura dan Proyek Kerja Sama Kanada.
v
A.C. Sungkana Hadi (1983). “Analisis hubungan pengalaman kerja perpustakaan dengan hasil belajar dalam pendidikan profesional perpustakaan pada Jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia.” Skripsi Program Sarjana Ilmu Perpustakaan FSUI.
vi
Jesse H. Shera (1972). The Foundations of Education for Librarianship. New York: Becker and Hayes.
vii
Lester Asheim (1979). “Librarians as professionals.” Library Trends, 27 (3) Winter: 225-257.
viii
Bonnie R. Nelson (1980). “The Chimera of professionalism.” Library Journal, 105 (17) 1 October 1980: 2029-2033.
ix
Margareth Smith (1996). “Learning to love libraries: Children’s library services.” Dalam: Prosiding Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah Nasional, Jakarta, 20-23 Nopember 1995, penyunting Soekarman Kartosedono, … [dkk.]. Jakarta: Pengurus Besar IPI; jil. 1: 64-77.
x
Putu Laxman Pendit (1992). “Makna informasi: Lanjutan dari sebuah perdebatan.” Dalam: Kepustakawanan Indonesia: Potensi dan tantangan, editor Antonius Bangun, … [dkk.]. Jakarta: Kesaint Blanc; p. 63-88.
xi
Tjuk Suwarso (1996). “Kiat kerja pustakawan dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi.” Dalam: Prosiding Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah Nasional, Jakarta, 20-23 Nopember 1995, penyunting Soekarman Kartosedono, … [dkk.]. Jakarta: Pengurus Besar IPI; jil. 2: 75-86.
xii
Melling Simanjuntak (1996). “Kepustakawanan alternatif.” Dalam: Prosiding Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah Nasional, Jakarta, 20-23 Nopember 1995, penyunting Soekarman Kartosedono, … [dkk.]. Jakarta: Pengurus Besar IPI; jil. 2: 64-73. xiii
A. Kohar Rony (1996). “Revolusi Internet: Dampaknya terhadap kepustakawanan.” Dalam: Prosiding Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia dan Seminar Ilmiah Nasional, Jakarta, 20-23 Nopember 1995, penyunting Soekarman Kartosedono, … [dkk.]. Jakarta: Pengurus Besar IPI; jil. 1: 29-51.
xiv
A.C. Sungkana Hadi (1995). “Pustakawan dan Kepustakawanan di Irian Jaya.” Makalah Daerah IPI Irian Jaya pada Kongres VII Ikatan Pustakawan Indonesia di Jakarta.
xv
A.C. Sungkana Hadi (1999). “Irian Jaya Libraries and the Preservation of Indigenous Languages.” Irian: Bulletin of Irian Jaya Research & Development, 22 (1) April 1999: 48-53.
20
Jurnal Iqra’ Volume 06 No.02
Okt, 2012
PROFESIONALISME PUSTAKAWAN Oleh : H.Sapril (Pustakawan Muda IAIN-SU) Abstract Librarian is a Human Resources (HR) that process libraries, both librarians who served the college library, school or agency. Librarian is a profession that requires education or training to manage the library. The Professionalism librarians should be improved because librarians are at the forefront in a library. If libraries want to continue to progress and develop, the library should have a professional librarian. A professional librarian, does not quite have the diploma he earned in college where he lectures, but must be given the appropriate training to the profession. Kata kunci: Pustakawan, Propesionalisme
I.
Pendahuluan Persaingan semakin ketat akibat perkembangan pesat bidang teknologi serta adanya pergeseran demografi dan kondisi ekonomi yang tidak menentu karena adanya regionalisasi yang memicu perubahan lingkungan. Daya saing sebagai dasar keunggulan suatu kegiatan ditentukan oleh profesional serta memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada dunia ini atau paling tidak pada lembaga dimana tempat kita bekerja. Perubahan-perubahan yang diharapkan memerlukan kombinasi pemikiran proses serta pemanfaatan efektif dari teknologi dan manusia dalam menghasilkan sesuatu yang berbeda, dan kalau bisa lebih baik dari pihak lain. Griffin mengemukakan bahwa paling tidak organisasi/lembaga memiliki berbagai sumber daya, seperti sumber daya manusia (human resources), sumber daya alam (natural resources), sumber daya dana (financial resources) atau keuangan (funds), serta sumber daya informasi (information resources). Keseluruhan dari sumber daya tersebut dapat dikelola melalui kerja sama dari orang-orang yang berbeda sehingga tujuan dari lembaga tersebut tercapai. Untuk itu, untuk perkembangan sebuah lembaga khususnya perpustakaan, sangat diperlukan kemampuan yang ahli/profesionalisme dalam bidang perpustakaan. II.
Pengertian Profesionalisme Pustakwan Profesi ialah merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang diproleh dari teori dan bukan saja dari praktek, dan dapat diuji dalam bentuk ujian dari sebuah Universitas atau 36
Jurnal Iqra’ Volume 06 No.02
Okt, 2012
lembaga yang berwenang, serta memberikan hak pada orang yang bersangkutan untuk berhubungan dengan nasabah. Dalam kamus Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa profesi itu adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian tertentu. Sedangkan profesionalisme adalah mutu atau kualitas dalam bidang pekerjaan yang ditekuni. Dengan demikian, profesionalisme adalah sebuah profesi atau pekerjaan yang ditekuni sesuai dengan bidang keahlian, ditandai dengan adanya ijazah atau sertifikat dari latihan-latihan pustakawan mengenai bidang yang ditekuni. Selain itu dapat juga dikatakan bahwa profesionalisme adalah rasa kepemilikan akan sesuatu, yang mana dari rasa ini ia benarbenar merasa bahwa sesuatu itu harus dijaga. Adapun profesionalisme pustakawan hanya dapat dimiliki oleh seorang pustakawan tingkat ahli/ profesional atau pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan. Apakah pekerjaan/keahlian itu? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab oleh orang-orang yang merasa memiliki pekerjaan serta keahlian. Apa yang harus dikerjakan? Mengapa pekerjaan itu harus dikerjakan ooeh orangorang yang ahli? Sesuai dengan ayat suci al-Quran dalam surat al-Qasas (28) ayat 26 dan 28 berbunyi: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. Menganalisis pekerjaan akan memberikan informasi mengenai pekerjaan yang profesional. Keahlian atau profesionalisme ini mencakup technikal skill, human skill, conceptual skill kecakapan memanfaatkan kesempatan, serta kecermatan menggunakan peralatan yang dimilki perusahaan dalam mencapai tujuan. Menurut W. Edwards Deming, usaha yang baik belumlah cukup. Suatu program diperlukan, dan program tersebut harus diterapkan secara penuh hati. Setiap orang melakukan yang terbaik belumlah jawabannya. Orang-orang perlu mengatakan apa yang harus saya lakukan, perubahan yang drastis diperlukan. Tanggung jawab perubahan terletak pada manejer. Langkah pertama adalah bagaimana melakukan perubahan. Dalam AlQuran surat al-Zalzalah (99() ayat 7 dan 8 berunyi: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar biji zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. 37
Jurnal Iqra’ Volume 06 No.02
Okt, 2012
Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat difahami bahwa profesionalisme pustakawan mempunyai arti pelaksanaan kegiatan perpustakaan yang didasarkan pada keahlian dan rasa tanggungjawab sebagai pengelola perpustakaan. Keahlian menjadi faktor penting dalam menghasilkan hasil kerja serta memecahkan masalah yang mungkin muncul. Sedangkan tanggungjawab merupakan proses kerja pustakawan yang tidak semata-mata bersifat rutinitas, tetapi senantiasa dibarengi dengan upaya kegiatan yang bermutu melalu prosedur kerja yang benar. Oleh karena itu, paling tidak pustakawan memperhatikan karakteristik pustakawan yang profesional, adalah sebagai berikut: 1. memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan keahlian yang mumpuni dalam bidangnya. 2. memiliki tingkat kemandirian yang tinggi 3. memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dan bekerja sama 4. senantiasa berorientasi pada jasa dan menjunjung tinggi kode etik pustakawan 5. senantiasa melihat ke depan atau berorientasi pada masa depan. Profesionalisme dalam setiap pekerjaan pustakawan saat ini mutlak dibutuhkan , dengan memiliki cara kerja pelayanan dengan berprinsip pada people based service (berbasis pengguna) dan service excellence (layanan prima) yang hasilnya diharapkan dapat memenuhi kepuasan penggunanya. Dampak positifnya adalah peran pustakawan semakin diapresiasi oleh banyak kalangan dan citra lembaganya (perpustakaan) akan menjadi baik. III. Kepustakaan Sebagai Profesi Indonesia sedang berusaha mengejar kemajuan dan pembangunan dalam segala lapangan. Untuk pembangunan nasional ini pemerintah dan rakyat telah menyusun dan melaksanakan rencana nasional dan acap kali mengadakan perundingan maupun komperensi-komperensi nasional. Bahkan telah turut aktif di dalam komperensi-komperensi dan usaha internasional. Bagi lapangan perpustakaan, perpustakaan merupakan memilki faedah yang sangat penting bagi suatu negara dan bangsa. Semakin maju suatu negara dan rakyatnya, semakin luas dan mendesak pula perpustakaannya. Pada umumnya Perpustakaan adalah berfungsi edukatif, informatif, rekreatif atau penelitian, melihat fungsinya, maka ia harus sanggup menampung segala macam informasi yang bersifat edukatif dan rekreatif. Melihat bahwa perguruan tinggi pada umumnya mengembangkan berbagai bidang ilmu pengetahuan, termasuk bidang informasi, maka jelas bahwa perpustakaan yang ada di lingkungannya pun harus mampu mendukung segala kebutuhan informasi studi yang menjadi bidang pengembangannya. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pustaka, maka dibutuhkanlah profesional pustakawan, karenanya setiap tenaga pustakawan berkewajiban: a. Melakasanakan tugas dan penuh tanggung jawab dan pengabdian 38
Jurnal Iqra’ Volume 06 No.02
Okt, 2012
b. Meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa. Pustakawan sebagai profesi semestinya memiliki keinginan tinggi meningkatkan produktivitas dan kinerjanya untuk memberikan manfaat bagi yang membutuhkan. Keinginan yang tidak terlepas dari kebutuhan dan harapan individu dimana dia bekerja. Oleh sebab itu profesionalisme pustakawan menjadi faktor yang utama dan sangat penting dalam mencapai perpustakaan sesuai yang diinginkan masyarakat Indonesia. IV.
Kesimpulan Profesional pustakawan yang penting adalah sebagai penyaji informasi yang relevan dan berkualitas. Pustakawan harus mampu menyediakan fasilitas, suasana, dan sistem yang terencana sesuai dengan manajemen perpustakaan. Oleh karena itu lembaga perpustakaan harus bekerja sama dengan pustakawan, supaya tercipta profesionalime pustakawan. Tentu saja melalui pendidikan-pendidikan atau pelatihan-pelatihan tentang kemajuan dan perkembangan perpustakaan. Daftar Bacaan Musa Hubeis dan Mukhamad Najib. 2008. Manajemen Strategik dalam Pengembangan Organisasi. Jakarta. PT.Gramedia. Erni Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta. Prenada Media, Sulistiyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan. 1991. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonsia edisi Ketiga. Jakarta. Balai Pustaka. Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara. Drs. Amin Widjaja Tunggal, Ak, MBA,. Manajemen Mutu Tetrpadu Suatu Pengantar . Jakarta. Rineka Cipta. Kiprah Pustakawan Seperempat Abad Ikatan Pustakawan Indonesia 19731998. 1998. Jakarta. Pengurus Besar Ikatan Pustakawan Indonesia. Drs. Pawit M. Yusup, M.S. 1995. Pedoman Praktis Mencari Informasi. Bandung. Remaja Rosdakarya. 39
Pustal
Pusat JJendidikan dan Pe/atihan ologi inera/ dan Batubara
Bandung, 04-08-2008 (Rev. 1 5-09-2008)
Tri Handajani
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara J I. Jend. 5udirman No. 623 Bandung 40211 Telp. (022) 6076756, Fax. (022) 6035506, Website: Htlpllwww.pusdiklat-tmb.esdm.go.id E-mail: [email protected];[email protected]
AiJslrak Pustdkdwan profesional hendaknya dapat menciptakan manajemen yang baik, sehingga pekerjaan mengelola perpustakaan maupun tugas lain, dapat dilakukan secara bersamaan, sesuai target yang direncanakan berdasarkan visi dan misi perpustakaan serta lembaga yang menaunginya. Penelitian i n i di maksudkan untuk mengetahui sejauhmana pustakawan telah bekerja secara profesional menurut pandangan pengguna Perpustakaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknologi Mineral dan Batubara (Puseliklat TMB). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kual itatif. Penelitian kual itatif tidak bermaksud untuk menggambarkan karakteristik populasi, melainkan lebih terfokus kepada representasi terhadap fenomena sosial. Reliabilitas dan validitas dari penelitian kualitatif tidak diukur dari berapa jumlah populasi dan berapa pula sampelnya. Dalam penelitian kualitatif, semakin beragam jawaban dari responden, semakin menunjukkan fenomena sosial yang beragam dan unik. Responden yang diwawancara sebanyak 20 orang. Jawaban yang paling banyak dikemukakan, yaitu dari delapan orang responden menyarankan agar pustakawan memberikan pelayanan yang optimal. Enam orang responden berpendapat agar pustdkawan dapat mematuhi peraturan kepustakawanan. Selain itu men.urut tujuh responden, diperlukan disiplin, dedikasi yang tinggi, dan pengaturan waktu secara ketat agar semua tugas dapat terselesaikan, ba,k tugas pelayanan kepada pengguna maupun elalam pengelolaan perpustakaan. Pengguna menginginkan seluruh informasi yang dibutuhkan dapat disediakan oleh perpustakaan. Beberapa responden mengemukakan agar pustakawan menguasai salah satu bahasa asing dan mengetahui informasi terbaru tentang semua disiplin i l m u yang ada di perpustakaan. Selain itu pustakawan harus memi l iki motivasi, kreatifitas, inovasi dalam pelayanan informasi berupa aplikasi teknologi informasi untuk pelayanan eli perpustakan. Satu hal pentlng lainnya yaitu promosi perpustakaan, agar dapat mengupayakan seluruh pegawai Pusdiklat TMB mendntai buku dan datang ke perpustakaan. Kata Kunci: pustakawan profesional, metode penelitian kualitatif
A professional librarian oughuo create a good management in managing a library and other jobs, so it could be done at one time, as the target that has been planned and could achieve the missions and vision of the library and the institution as a whole.
· This research is intended to know how far the librarian has done the duty professionally accordmgto the library u,er's point of view of the EducatIon and Trammg Center for Mineral and Coal Technology, Bandung. The research method that has been used was qualitative method. ThiS method doesn't mean to discribe the population character, but more concentrate to the representation of SOCIal phenomenon. The reliability and validity of qualitative method was not measured from the number ofpopulation and the number ofsamples. In a qualitative method the more variety answers from the respondents, Ihe more it showed variety and unique SOCIal phenomenon. The number ofrespondents that have been interviewed were . 20 persons. The most popular answers were collected from eight respondents suggesting that librarians should give optimum services. S'x respondents suggested that librarian would be able to obey library'S regulations. Besides that accordina to seven respondent�, it takes discipline, high dedication, and a strict management system to do all the jobs , even i� provldmg services to Its users or in managing the library. Users want the library to be able to serve all of the mformation they need. Some respondents suggested that the librarians should have ability in foreign languanges and know Ihe latest mf�r�atlon about library. It is very usefull in the management of library and to solve the problems related to the library . actiVItIes. And IIbranans should also have good motivation, creativity, and innovation in information. One of the most important things is the power of library promotion in order that all the employees of the Education and Training Center for Mmeral and Coal Technology would share the books and the library. Keywords: professional librarian, qualitative method of research.
1.
PENDAHUlUAN
1 . 1 Latar Belakang Masalah
pengguna Y bisa memesan kepada pelugas melalui electronic mail (e-mail) buku yang sedang dipinjam oleh pengguna X. Ketiga, pustakawan harus dapat mengelola wdktu pribadinya sehingga kegiatan mngumpulkan angka kredit setiap enam bulan sekali terpenuhi. Banyak sekali kegiatan yang pelaksanaannya menyita \Vaktu, misalnya mengelola buku seperti menyusun abstrak, anotasi, sinopsis, resensi dan sebagainya yang tidak mungkin di lakukan dalam beberapa hari saja karena buku tersebut harus dibaca ,eluruhnya. Dalam hal ini, pengguna perpustakaan s"bagai penerima jasa layanan (service recipient) memiliki peran dominan dalam menentukan penilaian k ll1erja perpustakaan dan pustakawan sebagai penyedia layanan (service provider! (Masruri dalam Makarim, 2006 : 1 ) . Dengan demi kian, pedu ditel iti sejauhmana pustakawan telah bekerja secara profesional menurut pandangan pengguna. Apakah pustakawan telah menggunakan waktunya dengan baik sehi ngga tugas pustakawan sebagai aparatur negara, sebagai pengelola informasi, dan sebagai pribadi, tidak dicampuradukkan. Berdasarkan alasan tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang pustakawan yang bekerja ,ecara profesional menu rut pandangan pengguna perpustakaan di PusdiklatTMB.
Jabatan yang ada di dalam organisasi pemerintahan pada dasarnya dikelompokkan ke dalam dua golongan besar, yaitu jabatan struktural yang bobottugas dan pekerjaannya bersifat manajerial dan jabatan fungsional yang bersifat non manajerial. Jabatan yang disebut terakhir ini lebih menuntul persyaratan keahlian atau keterampi lan teknis profesi tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi. Setiap instanti pemerintah berupaya mendorong semua pegawainya, baik staf maupun pejabatfungsional dan struktural, bekerja secara profesional termasuk pejabat fungsional pustakawan. Pustakawan yang bekerja secara profesional akan dapat mengelola waktunya dengan baik dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan utama. Pertama, pustakawan sebagai aparatur negara atau pegawai dari instansi tempat pustakawan tersebut bekerja. Dalam hal ini, pustakawan bertugas memberikan layanan informasi bagi masyarakat yang membutuhkan dan j uga mendukung lembaga induk dengan berupaya menyediakan informasi yang diperlukan. Kedua, pustakawan harus dapat memberikan jasa layanan 1 .2 Rumusan Masalah informasi sehingga kebutuhan informasi dari seluruh pengguna Berdasarkan latar belakang penelitian, maka ditentukan terpenuhi. Pustakawan diluntut untuk bisa mengelola teknologi informasi dan komunikasi terkini, misalnya internet, electronic permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: journal, electronic book, intranet dan sebagainya, agar "apakah pustakawan telah bekerja secara profesional menurut kebutuhan informasi dari pengguna dapat terpenuhi secara pengguna perpustakaan dari Pusat Pendidikan dan Pelatihan cepat, tepat dan akurat. Jika sebelumnya pinjam buku dengan Teknologi Mineral dan Balubara, Bandung?" dicacat oleh pustakawan, sekarang hanya dengan kartu seperti kartu ATM pengguna dapat menggunakan sarana informasi di 1.3 Tujuan dan Manfaat perpustakaan, seperti mengetahui tanggal berapa harus Karya tulis ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui mengembalikan buku dan buku apa saja yang telah dipinjam. sejauh mana pustakawan telah bekerja secara profesional Melalui sarana intranet pun, perpustakaan bisa melayani menurut pandangan pengguna perpustakaan dari Pusdiklat pengguna dari ruangan lain tetapi di kantor yang sama. Misalnya
Pustakawan Profesional di Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara {Tri Handajanu]
7E
TMB. Sementara manlaat yang diharapkan adalah dapat memberikan alternatif pemikiran i l miah tentang profil pustakawan yang bekerja secara profesional. 1 .4 Metode Penelitian
Melode penelitian yang digunakan adalah metode kual itati!. Penelitian kual itatif berbeda dengan penelitian kuantilatif. Bungin (2003 : 53) menjelaskan bahwa penelitian kualitatiftidak bermaksud untuk menggambarkan karakteristik populasi atau menarik generalisasi kesimpulan yang berlaku bagi suatu populasi, melainkan lebih terfokus kepada representasi terhadap fenomena sosial. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). Data atau informasi harus ditelusuri sel uas l uasnya dan sedalam mungkin sesuai dengan variasi yang ada. Dengan demikian, reliabilitas dan validitas dari penelitian kual itatiftidak diukurdari berapa jumlah populasi dan berapa pula sampelnya (yang diukur menurut hitungan tertentu). Moleong (2004 : 6) menjelaskan bahwa dalam penel itian kualitati! data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Moleong (2004 : 7) mengemukakan pula bahwa penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi "proses" daripada "hasil". Berdasarkan penjelasan Moleong tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk memahami setiap kata-kata yang diucapkan dari responden. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah snow ball atau "bola salju", yaitu mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak (Moleong, 2004 : 1 66). Mula-mula penulis mewawancara salah satu responden. Lalu · penulis memilih responden lain untukdiwawancara. Metode ; pengumpulan data dengan mengumpulkan setiap kata-kata ; yang terekam pada saat wawancara. J ika jawaban yang ; diberikan oleh responden A, misalnya hampir sama dengan ; responden B, maka penulis mencari responden lain agar bisa mendapatkan jawaban yang lebih beragam. Reduksi dilakukan j ika terdapat kala-kata yang d iucapkan tidak sesuai dengan tujuan wawancara. Responden yang di wawancara sebanyak 20 orang yang terdiri atas pegawai Pusdiklat TMB.
·
2.
TlNJAUAN TEORITIS
2.1 Prolesi
Profesi memiliki arti kata pekerjaan atau sebuah sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau pelatihan (Purwono, 2005 : 1 ). Istilah profesi terus · digunakan untuk menunjukkan suatu tugas atau bidang yang hanya dapat di lakukan oleh mereka yang mem i l iki i l m u pengetahuan dan keah lian dalam bidang tersebut. Mereka memiliki pengetahuan itu melalui pendidikan formal maupun non formal (Lasa dalam Makarim, 2006 : 1 2). Menurut Abraham Flyner yang dikutip oleh Achmad (2001 : 1 ) dan Purwono (2005 : 1 5), profesi paling tidak harus berikut : 1 ) p rofesi itu memenuhi 5 . .
·
·
merupakan pekerjaan intelektual, maksudnya menggunakan intelegensia yang bebas diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahami dan menguasainya; (2) profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sains; (3) profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapatditerapkan dan dipraktekkan; (4) profesi terorganisasi secara sistematis. Ada standar cara melaksanakannya dan mempunyai tolok ukur hasil nya; (5) profesi merupakan pekerjaan alturisme yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada dirinya. 2.2 Profesional
Profesi berkaitan dengan profesional artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan atau merupakan bagian dari profesi (Purwono, 2005 : 1 ) . Pada halaman yang sama Purwono menjelaskan pula bahwa seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan dan pelatihan khusus, dan di samping itu ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Dengan demikian, hal ini perlu ditekankan untuk membedakan dengan kerja biasa (occupation) yang hanya bertujuan untuk mencari nalkah dan kekayaan materi duniawi. Sementara istilah profes ional men u rut Sudarsono (2005 : 4) minimal harus mempertimbangkan dua hal, yaitu dari sisi kemampuan pelaku dan mutu hasil karyanya. Kedua duanya harus ada pad a tingkat yang cukup tinggi untuk dapat dikatakan sebagai profesionai. Apabila dua hal tersebut berada pada tingkat yang tinggi, sudah selayaknya keduanya juga d ihargai tinggi. Dengan kata lain, harga seorang profesional sebanding dengan mutu hasil kerjanya. Menurut Harefa (dalam Sudarsono, 2005 : 4-5) sedikitnya terdapat 1 3 hal yang menjadi karakter seseorang dapatdisebut profesional, yaitu: ( 1 ) bangga pada pekerjaan dan menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas; (2) berusaha meraih tanggung jawab; (3) mengantisipasi dan tidak menunggu perintah, menunj u kkan i n i siatif; (4) mengerjakan apa yang perlu dikerjakan untuk merampungkan tugas; (5) melibatkan diri secara aktif dan tidak sekedar bertahan pada peran yang telah ditetapkan untuk mereka; (6) selalu mencari cara untuk membuat berbagai hal menjadi lebih mudah bagi orang yang mereka layani; (7) ingin belajar sebanyak mungkin mengenai bisnis orang yang mereka layani; (8) benar-benar mendengarkan kebutuhan orang yang mereka layani; (9) belajar memahami dan berpikir seperti orang yang mereka layani sehingga bisa mewakili mereka kellka orang itu tidak ada di tempat; ( 1 0) adakah pemain tim?; (1 1 ) bisa dipercaya memegang rahasia; (1 2) jujur, bisa dipercaya dan setia; ( 1 3) terbuka terhadap kritik yang membangun mengenai cara meningkatkan diri. 2.3 Prolesionalisme
Isti lah profesionalisme biasanya d i kaitkan dengan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam mengelola dan melaksanakan pekerjaan atau tugas dalam biclang tertentu (Kismiyati, 2006 : 3). Menurut David H. Maister (dalam Sudarsono, 2005 : 5) bahwa profesionalisme
adalah masalah sikap bukan seperangkat kompetensi. W i gnjosoebroto ( d a l a m P u rw o n o , 2 0 0 5 : 1 4) menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah : ( 1 ) bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materi; (2) bahwa kerja seorang profesional harus di landasi oleh kemahi ran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melal u i proses pendidikan atau pelatihan yang panjang, eksklusif dan berat; (3) bahwa kerja seorang profesional diukur dengan kualitas teknis dan kual itas maral harus menundukkan diri pad a sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang d i kembangkan dan disepakati bersama di dalam sebuah organisasi profesi. Menurut Purwono (2005 : 1 4) ketiga watak kerja tersebut menempatkan kaum profesional (kelompok sasial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang d ikuasai bukanlah komaditas yang hendak diperjualbel ikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebaj ikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat man usia. 2.4 Etika Prolesi Pustakawan
Sebagaimana profesi lainnya, pustakawan memiliki etika profesi. Berikut etika profesi pustakawan menurut Makarim (2006 : 1 4) : ( 1 ) bekerja untuk pengabdian pada masyarakat dengan penuh keikhlasan dan kejujuran. Mengedepankan pelaksanaan tugas sebaik-baiknya daripada keinginan untuk mendapatkan k e u n t u n ga n fi na ns ia l, sebagai bentuk pertanggungjawaban publik; (2) menjunjung tinggi norma dan bertanggung jawab kepada publik; (3) mem i l iki ataritas dan oto n a m i dalam m e l a ksanakan tugasnya; (4) m a m p u m e n yes u a i ka n d i ri dengan pe ru ba ha n; ( 5 ) m a m p u memberikan pelayanan berkual itas (quality service) kepada masyarakat pemakai. 2.5 Prolesionalisme Pustakawan
Menurut Sudarsona (2005 : 3 ) pejabat fungsional p u stakawan a d a l a h profes i a n a l d a l a m b i d a n gnya. Profesionalisme pustakawan mengandung arti pelaksanaan kegiatan perpustakaan yang didasarkan pada keah lian, rasa tanggung jawab dan pengabdian, mutu hasil kerja yang tidak dapat dihasilkan oleh tenaga yang bukan pustakawan serta selalu mengembangkan kemampuan dan keah liannya untuk memberikan hasil kerja yang lebih bermutu dan sumbangan yang lebih besar kepada masyarakat pemakai perpustakaan (Purwano, 2005 : 1 5). Menurut Kismiyati (2006 : 3) profesianalisme pustakawan tercemin pada kemampuan (pengetahuan, pengalaman, ketera m p i l an) dalam mengelola dan mengembangkan pelaksanaan pekerjaan di bidang kepustakawanan serta kegiatan terkait lainnya secara mandiri. Kualitas hasil pekerjaan ini lah yang akan menentukan profesianalisme mereka. Pustakawan profesional dituntut menguasai bidang ilmu kepustakawanan, mem i l i k i keterampilan dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan kepustakawanan, melaksanakan tugas/pekerjaannya dengan mativasi tinggi yang d i landasi oleh sikap dan kepribadian menarik, demi mencapai kepuasdll pengguna. Menurut Soekarman (dalam Makarim. 2006 : 1 3) prafesi pustakawan hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut : ( 1 ) menguasai manajemen; ( 2 ) berj iwa kewlrausahaan; (3) percaya diri; (4) mem i l i ki kemandirian yang kLidt artinya pustakawan profesional seharu.nya : a] Memiliki pendidikan di bidang puscloki nfo (perpustakaan, dol umentasi, dan informasi), bJ mampu memimpin diri sendiri unluk rnelak sanakan tugas, c] menggunakan ilmu pengetahuan clan clisiplin ilmu yang mereka m i l iki dan bukan tergantung dtasan, el] rnampu mencari peluang unl'uk pengembangan did dan profesi, e] mem i l iki panciallgall ke depan, fJ di nalllis, selalu mengikuti perkembangan dan tunlutan profr'si serta Illaillpu menggunakan teknologi informasi mutakhir dalam memberi p e l ayanan i n fo rmasi kepada pemak" i , gl m a m p u menyelaraskan diri dengarl perkembangan sosiJI dan fen()mena . yang terjaeli di dalam masyarakat.
2.6 Pengguna Perpustakaan Menurut Christiansen (dalam Makarim, ;:006 1 4) istdah pengguna atau pemakai perpustakaan (libra/Y use/) mengacu pada seseorangyang menggunakan buku, maj" lah atdu kolekSi perpustakaan. Sedangkan Fosket (dalam Makarirn, 1006 : 1 4) menjelaskan bahwa pemaka.i perpustakaan adalah SeSE'Ordng atau seke l o m po k orang yang b e rh u b u n g a n ci e ngan perpustakaan dalam rangka mencari informasi vangdiperlukan, Menurut S u l istyo-Basuki 0 992 : 201 ) ada tiga j('nis pemakai perpustakaan yaitu : (1) pemakai yang bel lim terllbal dalam kehidupan aktif, mlsaln),a mahasiswa; (2) !lemakai yang mempunyai pekerjaan. Informasi y
ANAUSIS DAN HASn. I'EN EUT!AN
Responden yang diwawancarai sebanyak 20 orang, diberi inisial A sampai dengan T. Penulis berupay" untuk mencari responden atau informan yang beragam, mulai dari cleaning servicel petugas keamanan, pegawai harian tetap, star struktural, pejabat fungsional dan pejabat ,.rtu ktu ra l . Pendidikan dari responden pun bennacam-m"cam. Mulai dari tamatan SLTP sampai dengan Pasca Sarjana. Pertany"an yang disampaikan adalah: "bagaimana menurutpendapat ibu!bapak pustakawan yang bekerja secara p ro fes io naf ?" SE·telah hasil wawancara dikelompakkan clan dianalisi, sesuai dengan tujuan penelitian, maka d l ketahui profil pustakawan yang bekerja seca,-a profesiollal menurut pandangan pengguna sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Pustakawan Profesiona! d i Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara {Tri Handajanu}
78
3.1 Memberikan Pelayanan Prima
Responden F, H, j, K mengemukakan bahwa pustakawan harus dapdt memberikan pelayanan senyurn, ceria, sabar, terampil, melayani dengan cepat, [nformatif serta komunikatif. mempunyai jiwa service (pe/ayanan) yang bagus, arti nya ramah, pelayanan cepat, sikap yang baik," (Responden F). N• • •
" . . . terutama menerima tamu dengan ceria dan memberikan pengarahan kepada tamu yang hadir di sini. Pustakawan juga bisa memberikan masukan kepada tamu yang cari data. Umpamanya, saya butuh data tambang emas di Sumatera, ibu menjawabnya dengan ceria, terus mengarahkan 'silakan pak, ke rak ini!', mernberikan petunjuk cara cari di kompllter. ladi bisa rnernberikan pelayanan yang memuaskan. . . bisa me/ayani tamu yangdatang secara gesit (Responden H). n
Keempat, yang ramah dalam pe/ayanan kepada pengguna. Sabar menghadapi pengguna, terutama pengguna yang cere,vet, informatif dan kornunikatif." (Responden J). N• • •
". . . pe/ayanannya rnemuaskan, kalau bisa dipercepat lagi. Kan pake katalog yang ada di kompllter. Kalau bisa pas nyari pas ada di katalog pas ada juga di rak. Jadi lebih cepat . . . kalau orangnya, ya harus ramah dong, senyum. " (Responden K).
Responden B dan E mengatakan bahwa pelayanan harus ditingkatkan, sedangkan responden G, 0 memberikan istilah untuk pelayanan yang mem uaskan adalah 'pelayanan yang prima', "Pelayanan harus ditingkatkan . . " (Responden B). .
.
" . . . pelayanan ditingkatkan." (Responden E). ". . . bi5a memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasa perpustakaan, "(Responden G). 'Pustakawan harus bisa memberikan pe/ayanan yang prima, dalam artian pelayanannya harus menyenangkan pe/anggan, bahasa tubuh yang baik, sikap yang ramah, menyapa dengan senyum. Lalu kalau bisa memperkecil keluhan pelanggan.' (Respond en 0). 3.2 Koleksi di Perpustakaan Mencerminkan Koleksi yang Dibutuhkan Pengguna
Koleksi yang d i kehendaki adalah yang benar-benar mencerminkan kebutuhan pengguna, sehingga pustakawan disarankan sangat responsif terhadap kebutuhan informasi pengguna. Hal ini dikatakan oleh responden A, j, dan R. "Mampu memberikan pelayanan kepada pe/anggan tepat sasaran sesuai kebutuhan pelanggan. Karena pe/anggan kan ingin cari informasi dari perpustakaan, misalnya pinjam buku atau mau menelusur informasi. Pustakawan bisa memberikan tepat sasaran artinya apa yang diberikan persis seperti apa . yang diingJl1kan." (Responden A).
". . . pertama yang bisa memenuhi kebutuhan pengguna.' (Responden J). "Mengetahui buku yang berkaitan dengan kebutuhan pengguna. Misalnya kalau pengguna butuh buku manajemen perkantoran yang dikarang oleh si A. Kalau tidak ada di perpustakaan, pustakawan harus ta/lU buku sejenis yang beda pengarangnya. Jadi pada saat akan membeli buku, tanya. Pak, bapak butuh buku apa untuk mengajar agar disediakan." (Responden R). 3,3 Mematuhi Peraturan Tata Kerja Kepustakawanan, Tegas dan Memiliki Rasa Percaya Diri Tinggi dalam Menegak kan Peraturan kepada Pengguna
Responden C, G, H, J, P dan Q menjelaskan bahwa pustakawan sebaiknya bekerja sesuai dengan peraturan yang ada, tegas dan percaya diri dalam menegakkan peraturan kepada pengguna. "Bekerja sesuai aturan KEPMENPAN (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur N egara) tentang Pustakawan, kan bisa dilihat dari juknis (petunjuk teknis) nya, ya .. ' (Responden C). -
". . . terus bekerja berdasarkan tupoksi (tugas pokok dan fungsiJ . " (Responden G). .
.
" . . . tegas, umpamanya buku dikembalikan tanggal sekian. Ya, tagih dong tanggal sekian itu. Kalau nggak dikembalikan juga, ada sanksinya, gitu." (Responden H). "Ketiga, tegas dalam menagih buku yang lama tidak dikembalikan. (Responden J). H
" . . . mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. " (Responden Pl. Pustakawan harus mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, terutama jika mempertahankan prinsip dengan pelanggan yang tidak mengerti tentang manajemen perpustakaan. Misalnya, ada pejabat tinggi yang ngotot pinjam kamus sedangkan menurut ibu kamus tidak boleh dipinjam. Jadi ya, pejabat itu mau nggak mau harus ikuti aturan itu . . " (Responden Q). 3.4 Rajin, Disiplin, Tepat Waktu, serta Mempunyai Dedikasi yang Tinggi kepada I nstansi Tempat Pustakawan Bekerja
Menurut Responden D, E, H, I, j, M, dan R pustakawan hendaknya giat bekerja, disiplin, memiliki dedikasi yangtinggi terhadap pekerjaannya. Pustakawan diharapkan tepat waktu, baik pad a saat masuk dan pulang bekerja serta dalam menyelesaikan tugas, serta tidak sering meni nggalkan perpustakaan. Selain itu pustakawan harus dapat menyusun manajemen waktu yang baik sehingga tugas pelayanan pengguna, mengumpulkan angka kredit dan tugas lain dapat terselesaikan.
"Pustakawan harus rajin, kerjanya bagus, artinya disiplin, giat bekerja. "(Responden D). " . . . pustakawan bisa menjunjung tinggi disiplin, meningkatkan prestasi kerja yang tinggi, . . . " (Responden E). "Yang rajin . . . " (Responden H).
3.6 Memilild Motivasi, [(reativitas, Inovasi dalam Pefayanan kepada Pengunjung, Kompeten di Bidangnya, Memahami, Menguasai, dan Mengaplikasikan Telmologi I nformasi Tel'baru unluk Menciptakan Inovasi BanI di Perpustakaan
Pustakawan harus memiliki molivasi dan kreativitas. Hal ini dikemukakan oleh responden C.
" Pustakawan bisa disiplin, jam masuk kantor terus jam pulang juga . " (Responden I).
"Tetapi pustakawan juga mempunyai /1JotivJsi . . . pustakawan mempunyai kreativitas. " (Responden C).
"Terus diantaranya pas membutuhkan informasi, pustakawannya ada di tempat. fadi kalau bisa pengumuman, misalnya maal, perpustakaan tutup hari ini, ada rapat, sedang melayat, atau apa pun, ka/au bisa tidak terlalu sering. H (Responden J).
Responden F, dan I( menyebutkan bahwa pustdkawdn harus dapat menggunakan, menguasai, dan rnengdpliLasikan teknologi informasi yang terbaru. Selain itu, responden C menyarankan agar perpustakaan dapat menciptakan inOYc1Si baru berkenaan dengan pelayanan informasi .
". . . bisa mengamalkan ilmunya, tujuannya yaitu untuk membantu pengunjung meneari informasi dan pengembangan perpustakaan. Pustakawan bisa punya jiwa dedikasi, sehingga tugas pribadi dan pengembangan perpustakaan bisa be/jalan seiringan. (Tugas pribadi seperti apa? Tanya penul is). Tugas pribadi seperti mengerjakan DUPAK (Data Usul Penetapan Angka Kredit), tugas itu tidak bo/eh menyita waktu sehingga mengabaikan tugas utamanya yaitu melayani pengunjung dan mengembangkan perpustakaan." (Responden M). ". . . Pustakawan bisa bagi waktu. Sekarang ini kan banyak kegiatan pameran, jadi bisa membagi pekerjaan agar perpustakaan tidak terbengkalai. Sekarang kan lagi dirombak, tidak apa-apa, tapi kalau perpustakaan sudah berjalan, jangan sampai ruangan kosong, cari si A tidak ada, si B tidak ada. Pustakawan dapat menjalankan tugas lain, tetapi tugas utama adalah pelayan masyarakat, sehingga bisa menyiasati waktu dan meneiptakan manajemen yang baik agar semua tugas bisa dijalankan dengan baik . . . " (Responden R). 3.5 Menguasai IImu Pengetahuan Tentang Perkembangan I Imu/Bidang Tempat Perpustakaan Berada
". . . juga menciptakan inovasi da/am hal peJayanan dl perpustakaan." (Responden C). ".:. menguasai IT (Information Techn% ,!jy c1tc:!U iel:nologi informasi). " (Responden FI. "Terus kan sekarang pake katalog yang di komplItel aid, kalau bisa pake dong sarana tekno/ogi baru, systml on"l ine misalnya. H (Responden K)"
Responden F dan 0 mengemukakan bahwa [ ,lH;d,awan hendaknya kompeten di bidangnya. ". . . kompeten di bidangnya, " (Responden F , . "" . . Pustakawan harus kompeten." (Re' po ncie n 0),
Responden L menjelaskan lebih rinci tenlang I.ompetlc nsi, yaitu terd i r i atas tiga hal, pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude).
"Kedua, yang punya pengetahuan yang memadai. Bisa mengantisipasi perkembangan ilmu dan teknologi secara umum, terutama ilmu dan teknologi mengenai teknologi pertambangan serta kediklatan." (Responden J).
"Pustakawan yang bekerja secara plofesional, yang kompeten di bidangnya. Kampetensi kan ada tiga, knowledge, skill, dan attitude. Artinya, pertama, peng.'tah"an, kedua, keterampilan, ketiga sikap. Perlama pengetahllan, flllstakawan sebaiknya mel11iliki pengetahuan tentang perpustakaan, ya, misalnya kata/og, dan masa/ah perpllstakaan /ain, pustakawan lebih memahal11i. Kedlla, keterampilan, ya. " . tent,lI1g IT yang sudah maju. Selain pengetahuan IT yang kompeten, juga kompeten dalam pelayanan melalui IT terse"ut. k etiga, sikap pustakawan dalam mel11berikan pelayanan rang memllaskan pelanggan perpustakaan, terlltama berkaitan I:eterampilan tadi, menyangkut IT yang majll tadi, pelayanan bisa seCefld!. mungkin agar lebih memuaskan. ' (Responden L).
"Pustakawan bisa menguasai salah satu bahasa asing selain bahasa Indonesia, seperti bahasa inggris" (Responden N).
3.7 Menguasai IImu Perpustakaan serla Mampu Memecahkan Masalah yang Berkaitan dengan Kegiatan di Perpustakaan
Responden j, N, R menguraikan bahwa pustakawan harus raj in membaca dan mengetahui perkembangan terbaru berkaitan dengan bidang ilmu yang terdapat di perpustakaan tempat pustakawan tersebut bekerja. selain itu, pustakawan harus menguasai salah satu bahasa asing.
". . . rajin baca, tahu perkembangan ilmu, sekarang buku yang diminati o/eh pengunjung seperti apa, terutama yang laku dijual. . . H (Responden R).
Pustakawan harus menguasai ilmu perpustakaan, bekerjc1 sesuai dengan keahliannya, mengelola bah ,lIl pustaka sesuai dengan ilmunya, serta dapat memecahkan masillah yang
Pustakawan Profesional di Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara {Tri Handajanu}
Be
berkailan dengan kegiatan perpustakaan, demikian dikatakan oleh responden P, R dan T . "Pustakawan bekerja sesuai dengan keahliannya, jadi pusta kawan harus menguasai ilmu kepustakaan. " (Responden Pl. ..
". . . tahu juga masalah perpustakaan. Misalnya buku yang rusak diapakan jangan sampai tambah rusak, kenapa ada buku yang bo/eh dipinjam bo/eh tidak, tahu alasannya dan seterusnya . " (Responden R). .
UPustakawan bisa menge/ola buku sesuai dengan disiplin ilmunya, sehingga memudahkan pe/anggan meneari informasi. Kalau bisa buat ,istem penomoran yang tidak membingungkan sehingga kita tidak tergantung kepada petugas kalau kepepet eari buku. " (Responden T). 3.8 Menambah Wawasan Tenlang IImu Perpuslakaan Melalui Seminar, Kursus, Organisasi Profesi Ke pustakawanan serla Sludi Banding Perpuslakaan
Responden S menguraikan bahwa pustakawan dapat menambah wawasan tentang i l m u perpustakaan melalui semi nar, k u rs u s, menjadi anggota organisasi profesi kepustakawanari secta studi banding ke perpustakaan lain. ' "Ikut seminar tentang perkembangan ilmu informasi ter baru untuk memudahkan pelayanan perpustakaan, seperti IT terbaru untukperpustakaan, sekarangdi luar negeri pakai program apal Di Indonesia sudah ada yang mengaplikasikanl Terus kursusnya ada di mana? Kalau bisa semua pustakawan dipusdiklat mengikutinya. Lalu melihat perkembangan yang terdapat di perpustakaan lain, tapi tentu saja diaplikasikan di perpustakaan kita. Lalu bergaul me/alui organisasi profesi dengan sesama pustakawan lain, sehingga kalau ada masa/ah, bertanya kepada mereka, barangkali mereka punya solusi. " (Responden S). 3.9 Melakukan Promosi Sehingga Seluruh Pengguna (Pegawai Pusdiklal TMB) Dapal Mencintai Buku dan Dalang ke Perpuslakaan
Pustakawan harus dapat melakukan promosi sehingga dapat rnengupayakan seluruh pengguna meneintai buku, terutama terhadap pengguna yang belum pernah datang ke perpustakaan. Hal ini dikemukakan oleh responden R. . PustakaIVan juga harus bisa memaneing orang-orang yang tidak pernah datang ke perpustakaan untuk lebih meneintai buku. . . agarseluruh pegawiJi di Pusdiklat meneintai buku. Pandai menyusun promosi yang bagus. (Responden R). n.
.
n
4.
b.
.
PENUTUP
4:1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian i n i, pen u l is menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Seluruh responden rnemahami benar tentang kegiatan di perpustakaan sehingga wawaneara eukup di lakukan satu
c.
d.
kali. Responden mengistilahkan penggunajasa perpustaka an dengan kata pe/anggan, pengunjung, tamu, dan pengguna. Selain itu jawaban responden pun beragam. Semua responden menggunakan bahasa indonesia yang benar, hanya ada beberapa responden yang menggunakan istilah bahasa sunda dan bahasa indonesia sehari-hari. Akan tetapi semua jawaban disampaikan dengan santun, sehingga sedikit sekali penulis melakukan reduksi. Jawaban yang paling banyak d i kemukakan, yaitu dari delapan orang responden adalah tentang pelayanan yang prima. Sikap yang d iharapkan adalah pelayanan yang ramah, senyum, ceria, sabar, terampil, melayani dengan eepat, informatif serta komunikatif. Pengguna atau responden yang diwawanearai rupanya sangat memperhatikan masalah disiplin, efesiensi waktu, serta sejauhmana pustakawan patuh terhadap peraturan. Pengguna menginginkan seluruh kebutuhan informasi dapat disediakan oleh perpustakaan, sehingga pustakawan yang d i kehendaki adalah yang responsif terhadap kebutuhan pengguna.
4.2 Saran
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi seluruh pustakawan untuk dapat bekerja seeara profesional. Selain itu, bagi para pengambil keputusan terdapat beberapa hal yang diharapkan dari hasil penelitian ini, yaitu: ( 1 ) akan lebih memahami perbedaan dari kegiatan dan profesi jabatan fungsi onal pustakawan dari jabatan fungsional lainnya; (2) memahami juga bahwa semua tugas pustakawan, baik mengelola informasi, pelayanan pengunjung, mengerjakan angka kredit dan tugas lainnya sam a pentingnya; (3) memberikan dukungan kepada pustakawan yang mempunyai prestasi, m isalnya meneiptakan sistem informasi dan komunikasi terbaru dan tereepat di perpustakaan sehingga dapat memberikan pelayanan informasi yang eepat dan tepat kepada seluruh pengguna.
DAFTAR PUSTAKA Aehmad. 2001 . Profesionalisme Pustakawan di Era Global. Rapat Kerja Pusat X I I katan Pustakawan Indonesia XI dan Seminar i l m iah, Jakarta, 5-7 November. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kismiyati, Titiek. 2006. Standar Kompetensi Pustakawan. Media Pustakawan Vol. 13 No. 1, dan 2 luni 2006. Makarim, Luthfiati. 2006. Pustakawan Idaman Pemakainya: sebuah studi di Perpustakaan Nasional R . I . Media Pustakawan. Vol. 13 No. 3 dan 4 Desember 2006. Moleong, Lexy J. 2004. Metodo/ogi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung. Purwono. 2005. Etika Profesi Pustakawan. Media Pustakawan. Vol. 1 2 No. 1 Maret 2005. Sudarsono, Blasius. 2005. Mekanisme KerjaAntara Pejabat Struktural dan Pejabat Fungsional Pustakawan. Media Pustakawan. Vol. 1 2 No. dan 1 Maret 2005. S u l ityo-Basu k i , 1 992. Teknik dan lasa Dokumentasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.