PAKET INFORMASI TERSELEKSI
LINGKUNGAN Seri: Limbah Industri
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah diadakan layanan informasi berupa Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT). Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia. Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya. Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel (full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KAYU LAPIS PT. JATI DHARMA INDAH, SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS PERAIRAN LAUT
Latif Sahubawa Jurnal manusia dan lingkungan, Vol. 15, No. 2, 2008:70-78 Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik, beban pencemaran serta distribusi pencemaran limbah cair industri kayu lapis di perairan Laut Batu Gong Teluk Banguala Ambon. Berdasarkan hasil penelitian, rerata nilai parameter limbah industri kayu lapis sebagai berikut: suhu = 35,80C; TSS = 12,783 mg/l, pH = 5,6, BODs = 610 mg/l, COD = 759,50 mg/l, total phenol = 0,480 mg/l, dan Hg = 0,00083 mg/l. Nilai pH, BODs COD telah melampui ambang batas Baku Mutu Limbah Cair Industri Kayulapis (Kepmen LH. No. 03, Tahun 1991). Debit limbah cair sebenarnya (Dp) = 88,125 m3/hari, debit limbah cair maksimum (DM) = 11.164,99 m3/bulan, dan debit limbah cair sebenarnya (DA) = 2.643,840 m3/bulan (jadi DA < DM). Beban Pencemaran sebenarnya (harian BPA dan bulanan BPAi) parameter TSS, COD, dan phenol limbah cair industri lebih kecil dari Beban Pencemaran maksimum harian dan bulanan (BPM dan BPMi) masing-masing parameter tersebut.BPA dan BPAi parameter BODs lebih besar dari beban pencemaran maksimumnya. Rerata temperatur tertinggi perairan laut = 27,40C (stasion II), TSS = 30,830 mg/l (stasion V), pH = 8,0 (stasion VI), BODs = 1070,00 mg/l (stasion II), COD = 1349,00 mg/l (stasion II), total phenol = 0,325 (stasion II), Hg = 0,00080 mg/l (stasion II), salinitas = 33,0 ppm (stasion IV). Parameter BODs COD, dan phenol telah melampui ambang batas Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (Budidaya Perikanan) (Kepmen LH. No. 82 Tahun 2001). Rerata nilai Indeks Diversitas Plankton pada lokasi A (stasion II), lokasi B (antara stasion III dan IV), lokasi C (antara stasion V dan VI) masing-masing 1,40, 1,66, dan 2,03. Lokasi A dan B telah melampaui nilai batas pencemaran sebesar 2 (tercemar berat) (Lee,
i
Pilih/klik judul untuk melihat full text
1978). Rerata Koefisien Nilai Nutrisi (NVC) ikan pada lokasi B dan C yaitu 1,43 dan 1,38 lebih kecil dari nilai normal 1,7 (Lucky, 1977). Jenis ikan teri yang tertangkap sebanyak 4 jenis dengan jumlah terbanyak adalah Stelaphorus spp.
DAFTAR ISI ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR PABRIK PENGALENGAN IKAN
Sahubawa, Latif Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 18, No. 1, 2011:9-18 Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mengetahui kadar parameter pencemaran serta beban pencemaran limbah cair pabrik pengalengan ikan sardin. Manfaatnya adalah sebagai saran pertimbangan kepada industri untuk mengelola limbah cair secara profesional, menjamin kelestarian dan peruntukkan badan air penerima limbah cair, serta bahan informasi ilmiah kepada pengambil kebijakan (terutama pejabat daerah) dalam pengelolaan kualitas lingkungan hidup secara berkelanjutan. Metode analisis yang digunakan adalah neraca masa, dengan parameter pengamatan yaitu: debit limbah cair maksimum (DM) dan debit limbah cair sebenarnya (DA), serta beban pencemaran maksimum (BPM) dan beban pencemaran sebenarnya (BPA) dari parameter pH, TSS, BOD, COD, dan minyak/lemak sesuai Kepmen LH. No. 06 Tahun 2007. Berdasarkan hasil pengukuran, tercatat debit air limbah aktual (Dp) = 10,0 liter/detik, debit air limbah sebenarnya (DA) = 2.880 m3, serta debit air limbah maksimum (DM) = 720 m 3, (jadi DA > DM). Dari hasil analisis laboratorium, kadar parameter indikator pencemaran limbah cair pabrik ikan kaleng, masing-masing: pH = 6,5; TSS = 250 mg/l; BOD 5 = 95,0 mg/l; COD = 105 mg/l; dan minyak/lemak = 0,5 mg/l. Berdasarkan hasil perhitungan, ternyata beban pencemaran sebenarnya dari masingmasing parameter (BPA-TSS, BOD 5 , dan COD) lebih besar dari beban pencemaran maksimum (BPM), kecuali lemak di mana BPA < BPM. Dengan demikian beban pencemaran limbah cair industri pengalengan untuk parameter TSS, BOD, dan COD telah melewati ambang batas baku mutu air limbah industri perikanan (Kepmen LH No. 06 tahun 2007), dan dapat menimbulkan pencemaran (merubah peruntukan) badan air penerima limbah.
ASPEK PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI PABRIK PENCAIRAN BATUBARA
Yusnitati, Yusnitati Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 1, No. 1, 2000:63-72 Abstrak: Studi kelayakan pembangunan pabrik pencairan batubara muda di Indonesia (1999-2001) merupakan jawaban terhadap pencarian kelangkaan energi untuk menghasilkan bahan bakar minyak sintetis. Pabrik tersebut yang rencananya akan dibangun di lokasi tambang batubara muda Banko, Tanjung Enim (Sumatera Selatan), akan memproduksi 130.000-140.000 bbl/d minyak batubara dari 30.000 t/d batubara (berat kering).Teknologi BCL Process yang didisain untuk mengkonversikan jenisbatubara muda menjadi produk cair, menjadi teknologi alternatif dalam hal ini karena merupakan teknologi batubara bersih. Hal ini dicirikan dengan efisiensi thermal yang tinggi (mencapai 98%), lebih sedikit batubara yang dikonsumsi dan pengendalian yang ketat terhadap limbah dari proses. Dengan mengacu pada hasil-hasil yang diperoleh dari pengoperasian pilot plant 50 t/d di Australia, kajian awal aplikasi teknologi tersebut untuk batubara muda Banko menunjukkan tingkat pencemaran yang masih berada di bawah ambang batas.Dari hasil studi kelayakan tersebut nantinya diharapkan akan diperolehgambaran secara detail tentang aspek pencemaran dari pabrik batubara cair di Indonesia. Pada akhirnya akan dapat dijadikan bahan masukan yang sangat berguna dalam menyusun berbagai kebijakan di bidang pencemaran lingkungan dalam kaitannya dengan proses konversi energi maupun upgrading batubara.
DAFTAR ISI BIOMONITORING PENGOLAHAN AIR LIMBAH PABRIK GULA PT GUNUNG MADU PLANTATION LAMPUNG DENGAN ANALISIS BIOMARKER: INDEKS FISIOLOGI DAN PERUBAHAN HISTOLOGI HATI IKAN NILA (Oreochromis niloticus Linn)
Tugiyono; Nuning Nurcahyani; R. Supriyanto; Mala Kurniati Jurnal sains MIPA, Vol. 15, No. 1, 2009:42-50 Abstract: PT Gunung Madu Plantation (GMP) is a pioneer in sugar industry outside Java Island (Lampung). This industry produced huge liquid waste. The liquid, waste was processed in waste installation unit. The biomonitoring done to the waste installation, unit is by planting nila fish (Oreochromis niloticus Linn) in some of the waste processing pool units used as bioindicator. Therefore this research aims to: (1) know the histological structure change on nila fish lever; (2) know the effect of factory liquid waste towards physiologidal indexes, i.e. Condition Factor (CF), Liver Somatic Index (LSI) and Gonad, Somatic Index (GSI); (3) know the effectivity of using biomarker as a quality indicator of waste installation unit pools at PT.GMP, Lampung. The results showed that there was histological structure on nila fish (Oniloticus) in the form of congestion or hyperemia and steatosis/fatty changes at waste installation unit pools of first and second aeration, stabilization, and, monitoring. The water of factory processing affected the physiological indexes of nila fish (O. niloticus). The condition factor (CF) of the pools were: at first aeration was 1.666; second aeration was 1.634; monitoring 1.521); stabilization was 1.719; control was 1.229; The LSI first aeration was 1.222; second aeration was 1.142 ; monitoring was 1.032; stabilization was 0.998; and control was 2.118, the GSI, first aeration was 1.598; second aeration was 1.421; stabilization was 0.816; control was 1.411. The biomarker analysis by knowing the physiological index and histological structure change may be used as effective biomonitoring to know the effectivity degree of processing waste liquid.
BIOREMEDIASI LOGAM TIMBAL (Pb) DALAM TANAH TERKONTAMINASI LIMBAH SLUDGE INDUSTRI KERTAS PROSES DEINKING
Henggar Hardiani;Teddy Kardiansyah;Susi Sugesty Jurnal selulosa, Vol. 1, No. 1, 2011:31-41 Abstrak: -
DAMPAK LIMBAH CAIR PABRIK GULA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.)
Ariffin Habitat, Vol. 9, No. 103, 1998
Abstrak: Limbah industri merupakan bahan yang membahayakan karena kandungan senyawa dari hasil sampingannya.Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Univeritas Brawijaya menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial.Faktor pertama (konsentrasi limbah (100 persen, 75 persen, 50 persen, 25 persen dan 0 persen).Faktor ke 2 jumlah air limbah yang diberikan selama pertumbuhan (500 dan 250 mm pertanaman).Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi ke 2 faktor tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kualitas tanaman sawi. Pemberian 500 mm air limbah memberikan bobot segar tanaman dan luas daun tertinggi dibandingkan dengan siraman air bebas limbah. Secara keseluruhan kandungan logam berat dalam tanaman karena siraman air limbah meningkat tetapi masih di bawah ambang batas, sehingga masih aman untuk dikonsumsi.
DAFTAR ISI DAMPAK LIMBAH PENGOLAHAN SAGU SKALA KECIL TERHADAP MUTU AIR ANAK SUNGAI DI KELURAHAN CIBULUH BOGOR
Amos Jurnal industri hasil perkebunan, Vol. 5, No. 1, 2010:32-39 Abstract: The objective of this research was to study the influence of small-scale sago processing industry to quality of Ciheuleut river water in Cibuluh sub-district, district of North Bogor, the City of Bogor. The method used was to analyze the water in laboratory and subsequently the result was compared to standard quality of tapioca industry. Response of community in the area regarding this sago processing industry was gathered by performing interview in the form of questionnaire (number of community response was 35). Water samples used for water analysis were from 4 locations. They were water before flowing into the processing unit (A), water after filtration (B), process disposal water collected 1 m apart from filter (C) and discarded water that flows into river (D). Water analysis applied utilized chemical analysis that includes pH, COD, BOD, DO, turbidity, cyanide and TSS (Total Soluble Solid) parameters. Laboratory analysis showed that location B had turbidity level that exceeded the standard quality required. Result of hypothesis test showed that hypothesis zero (H0) acceptable and alternative hypothesis rejected. It meant water disposal waste of sago processing industry did not alter the quality of water disposal. Community felt disturbed on the existence of sago processing industry. The disturbance consisted of liquid waste (20%), unpleasant odour due to solid waste (51.1%), and noise (22.9%). Unpleasant odour due to solid waste occured during dry season (45.7%) and rainy season (31.4%). 60% of responses said that water disposal of sago processing industry lead to river turbidity; whereas 40% that it did not make any difference. River turbidity brought about itchiness (28.6%) while 68.6% said it did not make any difference. 71.4% of responses showed that the existence of sago processing industry is beneficial to the community.
DAMPAK PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI SINGINGI DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU
Johan, T Iskandar Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol. 5, No.2, 2011: 168-183 Abstract: This study was conducted in March until August 2008. The research site is the Singingi riverwaters Petai rural areas (upstream) to the village of Tanjung pauh (downstream) subSingingi Downstream, Kuantan Singingi District, Riau Province. Metode used in this study isa survey method. The analysis in this study is done by using descriptive analysis.Implementation of the analysis performed on Singingi river waters that includes physical andchemical parameters such as temperature, brightness, turbidity, current speed, water depth,TSS, O2, pH, CO2, BOD5, COD, Nitrate and Phosphate. The results showed that goldmining can make Singingi river waters are at a fairly alarming rate in a state that has beencontaminated between the categories of mild contaminated with heavy contamination. It canbe seen from the results of laboratory analysis of physical and chemical parameters of thelevel of pollution has passed the threshold value (MAB) in accordance with the PP. 82 In2001, about Managing water quality and water pollution control such as brightnessparameter (9.0 to 19.0 cm.), Turbidity (139.40 to 199.27 NTU), TSS (86.33 to 115.96 mg/l).,BOD5 (14 to 16.6 mg /l) and COD (138.91 - 143.31 mg/l) has exceeded the qualitystandards of water quality
DAFTAR ISI DAMPAK PENCEMARAN LIMBAH PABRIK TAHU TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP
Adack, Jessy Lex Administratum, Vol. 1, No. 3, 2013:78-87 Abstrak: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah dampak dari pencemaran limbah tahu terhadap lingkungan hidup dan bagaimanakah penerapan sanksi terhadap pencemaran lingkungan hidup dari limbah pabrik tahu. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan bahwa: 1. Dampak dari pencemaran limbah pabrik tahu terhadap lingkungan hidup yaitu rusaknya kualitas lingkungan terutama perairan sebagai salah satu kebutuhan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Rusaknya lingkungan akibat limbah pabrik tahu yang berdampak buruk terhadap kehidupan ekosistem yang berada diperairan dan juga mengancam kesehatan manusia.Ganguan terhadap perairan sangat merugikan kualitas mutu air serta manfaatnya.Limbah tahu membawa akibat bagi lingkungan, karena mempunyai bahan–bahan berbahaya yang dibuang ke perairan salah satunya limbah berbahaya dan beracun.Jika pencemaran limbah tahu dibiarkan terus menerus ditanah air kita, maka kelangsungan hidup ekosistem diperairan pun semakin terancam. 2. Untuk menanggulangi pencemaran limbah pabrik tahu yaitu di perlukan peraturan – peraturan seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk mengatur berbagai macam kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh para industri yang merusak kualitas dan baku mutu lingkungan hidup, dan yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran limbah yang dapat merusak lingkungan hidup dan dapat membahayakan kesehatan pada manusia dan pada ekosistem yang berada diperairan, jikalau para industri melanggar ketentuan yang telah di berlakukan oleh pemerintah maka para idustri tersebut wajib mendapatkan sanksi yang telah diberlakukan berdasarkan Undang – Undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI KOTA DENPASAR
Ari Permadi, I Made; Retno Murni, R. A. Kertha Negara, Vol. 1, No. 6, September, 2013:1-5 Abstract: Environment is very important in the human life cycle. In modern times problemsarise regarding the environment. In this paper the issue raised is the impact ofenvironmental pollution caused by sewage and waste as well as the government´s efforts to prevent environmental pollution.To these problems occurs line with technological developments who without pay attention to environment. Environmental pollution hasan impact on health, aesthetics, economic losses, and disruption of natural ecosystems.The method used in this paper is a juridical-empirical, theoretical approach using factsand laws. The conclusion of these problems is the lack of awareness on the part of industry employers and the community to protect the environment from pollution and waste bins will effect the destruction of natural ecosystems and reduced environmental quality standards.
DINAMIKA LOGAM BERAT DI SUNGAI LEDOK YANG MENERIMA BUANGAN AIR LIMBAH PABRIK TEKSTIL, KOTA SALATIGA
Alfonds Andrew Maramis; Susanti Pudji Hastuti Jurnal formas : media informasi dan komunikasi ilmiah mahasiswa – masyarakat, Vol. 2, No. 3, 2009:163-167 Abstrak: -
DAFTAR ISI EVALUASI DAMPAK PEMBUANGAN LIMBAH CAIR PABRIK KERTAS TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI KLINTER KABUPATEN NGANJUK
Gazali, Imam; Rahadi, Bambang; Wirosoedarmo, Ruslan Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, Vol. 1, No. 2, 2013:1-8 Abstrak: Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius di berbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pencemaran limbah pabrik kertas di sungai klinter yang ada di Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk.Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli - Agustus dengan Pengujian di Laboratorium IIP jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian yang telah dilaksanakan mengenai analisa kualitas perairan sungai Klinter menunjukkan pada stasiun 3 yaitu stasiun yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah untuk hasil perhitungan nilai kadar pH, TSS, DO, dan COD diketahui sebesar 6,96, 30,3 mg/l, 0,6 mg/l, dan 84 mg/l masih tergolong layak untuk baku mutu sungai kelas 4 menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup kabupaten Nganjuk, sedangkan untuk nilai BOD diketahui sebesar 40,7 mg/l tergolong tidak layak karena melebihi baku mutu air sungai kelas 4 menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup kabupaten Nganjuk. Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran (IP) menunjukkan bahwa pada stasiun 1 dengan nilai 0,3 tergolong sungai dalam kondisi. Sedangkan pada stasiun 3 IP tercatat sebesar 2,7 yang tergolong kondisi sungai yang tercemar ringan
FUNGSI PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI ERA PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN
Rasdi Jurnal masalah-masalah hukum : MMH, Vol. 40, No. 3, 2011:332-337 Abstrak: -
DAFTAR ISI KADAR DAN SEBARAN PENCEMARAN MERKURI (Hg) AKIBAT PENAMBANGAN EMAS RAKYAT DI LOKASI HUTAN KERANGAS KECAMATA MANDOR KABUPATEN LANDAK
anto, Feri; hanuddin, Bur; Widiastuti, Tri Jurnal Hutan Lestari, Vol. 1, No. 2, 2013:183-189
Abstract: Forest kerangas ( heath forest) representing one of important forest type in indonesia which grow above land of podsol, sand kuarsa which den, impecunious of low hara and pH 3-4 ( acid). sensitive and harsh tekstur land ground to trouble. type of vegetasi of forest kerangas own the slimmer manner vegetasi, tree closeness seldom, and apart between one tree with the wide the other tree. Merkuri and compound clan, as does with the metal etc, gone the round of in nature, start from rock, irrigate even at atmosphere coat. at rock, merkuri found by as part of cinnabar mineral ( HgS), in territorial water environment, merkuri stay in the form of ion of metal organic of like metal of merkuri, while in atmosphere, merkuri found in the form of free metal like Hg2+ and HgO and berikatan with compound. Rate merkuri of at Farm ofis ex gold mine old age 4-5 year of equal to 0,020 ppm, at farm ofis ex gold mine old age 6-10 year of equal to 0,0502 ppm and at farm ofis ex gold mine old age 11-15 year of equal to 0,042 with the mean rate of equal to 0,037 ppm. Mean of swampy forest of horizontal merkuri of at research location ofis exmining with the distance 100 m from river is 0,034 ppm, apart 300 m from river of equal to 0,041 ppm and apart 100 m from river of equal to 0,036 ppm with the pattern of swampy forest which still have the character of local. Vertical swampy forest mean of merkuri of at research location ofis ex- mining with the deepness 19-21 cm is 0,040 ppm and deepness 39-41 cm is 0,034 ppm. Mean of swampy forest of merkuri of according to gratuity of closing vegetasi of at research location ofis ex- mining with the gratuity of closing vegetasi 0-30% is 0,040 ppm, gratuity of closing vegetasi 31-60% is 0,040 ppm and gratuity of closing vegetasi > 61% is 0,031 ppm.
KAJIAN PENCEMARAN AIR SUNGAI DAN ANALISIS RISIKO TERHADAP LINGKUNGAN DI SEKITARNYA AKIBAT PENAMBANGAN BIJIH EMAS
Muhammad Djunaidi Dintek : jurnal teknik, Vol. 2, No. 2, 2008:45-55
Abstrak: PadamasasekaranginibanyakIndustripertambangan baik pihak perusahaan tambang maupun penambangan tanpa ijin (PETI) yang memanfaatkan sungai sebagai media akhir dari pembuangan limbah hasil pengolahannya.Kondisi ini dapat mencemari air sungai sebagai sarana kebutuhan masyarakat yang hldup di bantaran sungai tersebut.Masalah tersebut terjadi pada kegiatan penambangan bijih emas oleh pihak PT. Nusa Halmahera Minerals dan Penambangan Tanpa Ijin (PETI) yang berada di Desa Beringin Kecamatan Malifut.yang membuang limbah hasil pengolahan bijih emasnya ke sungai Bora dan sungai Tabobo. Dalam analisis risiko dampak besar dan penting untuk masalah pencemaran lingkungan di aliran sungai Bora dan sungai Tabobo kandungan merkuri dan sianida mendapatkan prioritas yang penting di bandingkan dengan kandungan lain karena kedua kandungan tersebut bersifat komulatif dan luas penyebaran dampak 10% - 50% serta sifat dampaknya tidak berbalik pada manusia. Kandungan merkuri dan sianida yang berada di kedua sungai tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui 2 jalur, yaitu jalur ingesti (jalur makanan dan minuman) dan jalur dermal (jalur kulit).Kedua jalur ini berpengaruh karena kehidupan masyarakat yang hidup di bantaran sungai memanfaatkan sungai sebagai kebutuhan hidupnya.seperti: mandi dan menyikat gigi, mencuci pakaian dan alat kebutuhan rumah tangga serta untuk air minum. Dalam jangka panjang (20 - 30 tahun) kandungan merkuri dan sianida yang di buang oleh pihak perusahaan tambang maupun PETI pada masa sekarang ini sejarak 80 m - 700 m dari lokasi pembuangan limbah hasil pengolahan akan membawa dampak negatif bagi masyarakat yang memanfaatkan air sungai sebagai barang konsumtif sehari-hari.
DAFTAR ISI KARAKTERISTIK AIR SUMUR DI SEKITAR ALIRAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL PT SRITEX KABUPATEN SUKOHARJO DAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI NGRUKEM DENGAN PENDEKATAN INDIKATOR BIOLOGI
Sofyan Anif Jurnal penelitian sains dan teknologi, Vol. 2, No. 1, 2001:54-75 Abstrak: -
KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT LIMBAH INDUSTRI
Martinus Sagala Stevia : jurnal pertanian, pangan dan lingkungan hidup, Vol. 2, No. 1, 2012:42-48 Abstract: Development that relies on technology and industry in sustaining economic growth rates often have negative impacts on the human environment. Environmental pollution will lead to declining quality of the environment, so that would threaten the survival of living things, especially the peace and tranquility of human life. The existence of the same understanding and perceptions in understanding the importance of environment for human survival will be able to control the action and human behavior to be more concerned with the environment. Willingness to each other and preserve the ecological balance is a sublime faith in human beings from nature in regard themselves as global citizens.
METODA EKSTRASI CAIR-CAIR SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK PEMBERSIHAN LINGKUNGAN PERAIRAN DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI KELAPA SAWIT
Agus M.H. Putranto Flux : jurnal ilmiah fisika, Vol. 6, No. 2, 2009: 158-172 Abstrak: -
MONITORING DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN SUNGAI-SUNGAI SEKITAR TAMBANG BATU BARA PT. MANUNGGAL INTI ARTAMAS DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI, RIAU
Syafril Nurdin; Hardi Winata Jurnal penelitian perikanan, Vol. 11, No. 1, 2008:99-106 Abstrak: Telah dilakukan monitoring limbah cair Tambang Batubara yang masuk keperairan anak-anak Sei Singingi, Kuantan Singingi, Propinsi Riau.Tulisan ini merupakan laporan pertama dalam bulan Januari 2007. Monitoring dilakukan atas kerja sama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru dengan Perusahaan Tambang Batubara PT. Manunggal Inti Artamas. Kualitas air sungai yang diamati mengacu kepada PP No. 82 Tahun 2001 dan Kep. Men.LH No. 113 Thn. 2003 tentang limbah batubara, dan penentuan status mutu air sungai berpedoman kepada metoda skor indek storet, sesuai dengan Kep.Men.LH No. 115 Tahun 2003. Hasil monitoring menunjukkan parameter kualitas air TSS, DO, pH, BOD5, COD, dan Fe hampir pada semua sungai-sungai di sekitar lokasi penambangan sudah melebihi Nilai Ambang Batas PP No. 82 Tahun 2001. Jika mengacu pada Kep.Men. LH No. 113 Tahun 2003, kualitas air sungai dalam kawasan pertambangan ini sebagian sudah melebihi batas yang ditetapkan pemerintah, di antaranya nilai pH dan Fe. Setelab dilakukan analisis Mutu Air sesuai dengan Kep. Men. LH No. 115 Tahun 2003, didapatkan nilai indeks storet dalam bulan Januari 2007 berkisar -33 s.d. -37 berarti sudah termasuk golongan tercemar berat.
DAFTAR ISI OPTIMALISASI OIL POLUTION PREVENTION DRILL DALAM MENANGGULANGI PENCEMARAN MINYAK PADA KEGIATAN BONGKAR MUAT DI KAPAL MT. MARLINA XV
Ikhlas Saputra;Agus Subardi;Agus Santosa Jurnal penelitian dinamika bahari, Vol. 2, No. 1, 2011:158-164 Abstrak: -
PEMULIHAN LAHAN TERKONTAMINASI LIMBAH B3 DARI PROSES DEINKING INDUSTRI KERTAS SECARA FITOREMEDIASI
Henggar Hardiani Jurnal riset industri, Vol. 2, No. 2, 2008:64-75
Abstrak: Pembuangan limbah padat secara timbunan terbuka (open dumping)berpotensi menimbulkan permasalahan lingkungan, selain estetika lingkungan dan keterbalasan lahan, juga dapat menimbulkan permasalahan pencemaran tanah, air tanah, dan air permukaan sehingga perlu dilakukan pemulihan lahan terkontaminasi pada lokasi bekas timbunan tersebut. Fitoremediasi adalah teknologi proses pemulihan tanah terkontaminasi menggunakan tanaman yang efektif, murah, dan ramah lingkungan. Efektivitas proses sangat dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi kontaminan dan tanaman yang digunakan. Penelitian ini menggunakan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) dengan variasi umur lanam 2, 4, dan 6 bulan dengan 3 ulangan. Parameter yang diuji adalah logam Cu dan Zn yang merupakan polutan cukup tinggi di dalam limbah deinking industri kertas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman jarak mempunyai kemampuan mengakumulasi dan menyerap logam Zn lebih besar dibandingkan dengan logam Cu. Umur tanam 4 bulan merupakan kondisi baik yang dipilih untuk fitoremediasi logam Zn dan Cu dalam tanah terkontaminasi. Akumulasi
logam Cu pada tanah terkontaminasi ke dalam akar 14,5%, dalam batang 2,2%, dan dalam daun 7,2%, sedangkan akumulasi logam Zn kedalam akar 81,1%, dalam batang 35,5%, dan dalam daun 46,9%. Efisiensi serapan tanaman terhadap logam Zn sebesar 2,65% dan logam Cu 0,24%.
PENCEMARAN AIR DAN TANAH DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI PT. BERAU COAL, KALIMANTAN TIMUR
Dyah Marganingrum ;Rhazista Noviardi Riset geologi dan pertambangan, Vol. 20, No. 1, 2010:11-20 Abstrak: Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab pH air sungai sepanjang Sungai Lati mengalami fluktuasi dan cenderung asam. Metode yang digunakan adalah mengambil dan menganalisa sampel air dan tanah di sekitar lokasi studi. Berdasarkan hasil analisis di hulu Sungai Lati pH air masih menunjukkan nilai yang normal yaitu 6,5. Namun sepanjang perjalanannya, pH mengalami fluktuasi. Nilai pH di hilir Sungai Lati menjadi asam yaitu sebesar 4,6. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pH tanah disekitar lokasi studi bersifat asam (< 6).Sementara tekstur tanah yang didominasi oleh debu dan curah hujan yang relatif tinggi menyebabkan tanah disekitar lokasi mudah mengalami erosi. Proses run off dengan membawa material sulfida (pirit) hasil erosi, baik dari disposal maupun hutan sekitar, diduga sebagai penyebab pH air sungai sepanjang Sungai Lati dibawah normal. Oleh karena itu berbagai upaya untuk konservasi air dan tanah bekas tambang maupun tanah sekitar penambangan batubara yang umumnya kaya akanmineral sulfida seharusnya menjadi bagian dari aktivtas penambangan.
DAFTAR ISI PENGARUH DAMPAK LIMBAH B-3 BAGI KESEHATAN MANUSIA
Retno Manik Dumilah Informasi teknologi keramik dan gelas, Vol. 24, No. 86-87, 2003:17-23 Abstract: -
PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN
Kesuma, Darajatin Diwani; Widyastuti, Margaretha Jurnal Bumi Indonesia, Vol. 2, No. 1, 2013:115-124 Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas air limbah cair tahu, menganalisis kualitas air sungai yang disebabkan oleh limbah industri tahu, dan menganalisis pengaruh limbah cair limbah tahu terhadap air sungai.Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Hasil analisis menunjukkan limbah cair tahu tanpa pengolahan di IPAL untuk parameter suhu, TSS, COD dan pH melebihi baku mutu, sedangkan limbah tahu yang diolah di IPAL mengandung kadar BOD dan COD yang melebihi baku mutu limbah. Kondisi kualitas air sungai dari titik sebelum bercampur limbah tahu menuju ke titik setelah bercampur limbah tahu mengalami penurunan kualitas yang ditunjukkan adanya parameter kimia dan fisika yang melebihi baku mutu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah cair tahu berpengaruh pada menurunnya kualitas air sungai di daerah penelitian.
PENGARUH LIMBAH PABRIK SUSU NESTLE TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN KEDELAI PADA ENTISOL
Siswanto, Bambang Habitat, Vol. 9, No. 103, 1998:17-19
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh limbah padatan pabrik susu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah entisol. Penelitian telah dilaksanakan di dalam rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan ulangan sebayak 3 kali. Perlakuan terdiri atas 4 level limbah padat, yaitu 0, 5, 10 dan 15 ton/ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah padatan pabrik susu dapat meningkatkan produksi tanaman kedelai serta serapan beberapa unsur. Penggunaan limbah padatan sebanyak 10 ton/ha dianggap sudah cukup untuk tanah aluvial sedangkan untuk tanah regosol memerlukan jumlah padatan lebih tinggi, yaitu 15 ton/ha.
PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA INDUSTRI
Syafruddin Majalah llmiah Ukhuwah, Vol. 6, No. 1, 2011: 99-104 Abstrak: Pengolahan air limbah adalah suatu metode untuk mengurangi kadar polutan yang tertarut atau terdispersi di dalam air limbah dengan cara pemisahan atau pengurangannya, sehingga didapatkan limbah hasil olahan yang memenuhi standart baku mutu. Oleh karena itu, untuk dapat menemukan metode pengolahan limbah yang tepat sebelumnya pertu diketahui tertebih dahulu sifat dan kondisi polutan yang dihasilkan oleh suatu industri.
DAFTAR ISI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DAN LIMBAH BETALAKTAM PT. PHAPROS, TBK SEMARANG
Sri Sumiyati;Fitri Prabarani Jurnal presipitasi : media komunikasi dan pengembangan teknik lingkungan, Vol. 5, No. 2, 2008:22-30 Abstrak: -
POTENSI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TERHADAP KESEHTAN MASYARAKAT DAN BIOTA AIR DI WILAYAH PESISIR KOTA CILEGON
Jafar Salim Alami : jurnal air, lahan, lingkungan dan mitigasi bencana, Vol. 15, No. 2, 2010:85-92 Abstrak: -
POTENSI SUMBER PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH INDUSTRI TERHADAP SUMBER-SUMBER AIR DI DAERAH SURAKARTA
Moelyo, Moelyadi; Anggadinata, Suyatna; Suherman, Diang Buletin pusair : media informasi kegiatan penelitian keairan, Vol. 7, No. 25, 1997:8-15 Abstract: In line with idustrial sector development, water resources pollution problems are becoming more specific nowadays, i.e. the occurence of some water quality decrease caused by industrial waste water discharded directly from waterresources without filtering for cleaning. In the frame work of water resource pollution control of Bengawan Solo catchment areas, the study of waste water quality for 35 industries lies in Surakarta areas has performed. Polluted material content from industries is varied among others. The organic polluted material is between 14-696 mg/L KOB and 51-3148 mg/L KOK is average, while the maximum metals polluted material are 0.047 mg/L Cu and 0.455 mg/L Zn. The effort of water pollution control done by the industries are 28.5 percent of industries have available waste-water processing instalation, 40 percent are on the process of completion, and 31.5 percent of others did not show any efforts of cleaning its wastewater.
DAFTAR ISI REKLAMASI TANAH YANG KENA DAMPAK LIMBAH BAHAN BAKU TAMBANG SEMEN MELALUI PEMANFAATAN PUPUK ORGANIK IN SITU UNTUK MENINGKATKAN HASIL PADI SAWAH
Jamilah Jurnal embrio, Vol. 3, No. 2, 2010:98-104 Abstrak: -
STATUS PENCEMARAN DAN SEDIMENTASI LOGAM BERAT DI SUNGAI LEDOK (SALATIGA - JAWA TENGAH) AKIBAT BUANGAN AIR LIMBAH PABRIK TEKSTIL
Susanti Pudji Hastuti Jurnal formas : media informasi dan komunikasi ilmiah mahasiswa – masyarakat, Vol. 2, No. 1, 2008: 74-80 Abstract: Heavy metals, the hazardous elements, entered to the environment through both geogenic and anthropogenic processes. One of the anthropogenic process that creates the heavy metals pollution is the textile industry. The objectives of this research are to determine the Ledok River pollution status (based on Cr(VI) and Cd(II) content, and some physicochemical factors which accept wastewater discharge from textile industries, and to explain the Cr(VI) and Cd(II) sedimentation on its river. Water and sediment samples were taken from three sites, during September 2001 to March 2002. One site as the Control Site was taken on Rowo Boni area of Salatiga (located approximately 8 km from textile factory), while other sites (1st and 2nd Site) were taken nearby (approx. 3 and 3,000 m) the textile factories. The contents of Cr(VI) and Cd(II) in each samples were determined by HACH DREL 2000 Spectrophotometer. The pollution level was calculated by Pollution Index, while the
sedimentation by Sediment Sorption Coefficient From the results, the conclusions were the Ledok River pollution was grouped on severe-polluted class. The Pollution Index value on these two sites were higher than Control Site. Signed from this phenomenon, the wastewater discharge from textile contributes to pollution of Ledok River. Based on the kind of metal, the sorption coefficient of Cr(VI) by sediment is higher than Cd(II).
ASPEK PENCEMARAN LINGKUNGAN DARI PABRIK PENCAIRAN BATUBARA Oleh : Yusnitati*)
Abstrak
Studi kelayakan pembangunan pabrik pencairan batubara muda di Indonesia (1999-2001) merupakan jawaban terhadap pencarian kelangkaan energi untuk menghasilkan bahan bakar minyak sintetis. Pabrik tersebut yang rencananya akan dibangun di lokasi tambang batubara muda Banko, Tanjung Enim (Sumatera Selatan), akan memproduksi 130.000-140.000 bbl/d minyak batubara dari 30.000 t/d batubara (berat kering). Teknologi BCL Process yang didisain untuk mengkonversikan jenis batubara muda menjadi produk cair, menjadi teknologi alternatif dalam hal ini karena merupakan teknologi batubara bersih. Hal ini dicirikan dengan efisiensi thermal yang tinggi (mencapai 98%), lebih sedikit batubara yang dikonsumsi dan pengendalian yang ketat terhadap limbah dari proses. Dengan mengacu pada hasil-hasil yang diperoleh dari pengoperasian pilot plant 50 t/d di Australia, kajian awal aplikasi teknologi tersebut untuk batubara muda Banko menunjukkan tingkat pencemaran yang masih berada di bawah ambang batas. Dari hasil studi kelayakan tersebut nantinya diharapkan akan diperoleh gambaran secara detail tentang aspek pencemaran dari pabrik batubara cair di Indonesia. Pada akhirnya akan dapat dijadikan bahan masukan yang sangat berguna dalam menyusun berbagai kebijakan di bidang pencemaran lingkungan dalam kaitannya dengan proses konversi energi maupun upgrading batubara. Kata Kunci: Teknologi Pencairan. Batubara muda. bakar sintetis. I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Proses pencairan batubara termasuk dalam kelompok teknologi batubara bersih (clean coal technology), dicirikan dengan efisiensi thermal yang tinggi, pemakaian input yang efisien, dan pengontrolan yang ketat terhadap limbah proses. Indonesia sebagai negara produsen batubara, berkepentingan untuk mengembangkan teknologi tersebut, sebagai alternatif memproduksi bahan bakar minyak sintetis dari batubara. Berdasarkan kenyataan dimana Indonesia mempunyai cadangan batubara yang cukup besar, usaha pendayagunaan batubara belakangan mulai dilaksanakan secara intensif. Batubara muda yang mengambil porsi 70% dari potensi batubara, merupakan sumber energi dengan nilai ekonomi yang rendah, karena kadar airnya besar, nilai kalornya rendah, sehingga tidak
*)
Studi kelayakan.
Bahan
dapat diekspor. Namun kelebihannya adalah rendah kadar abu dan kandungan mineral. Studi untuk meningkatkan nilai tambah batubara muda menjadi produk yang lebih tinggi nilai ekonomisnya antara lain dilakukan melalui teknologi pencairan batubara untuk memproduksi bahan bakar minyak sintetis. Hasil studi kelayakan awal yang telah selesai dilaksanakan tahun 1997 menunjukkan bahwa teknologi tersebut mempunyai prospek sangat baik untuk diterapkan bagi batubara muda Banko, yang lokasi penambangannya di daerah Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Studi tersebut mencakup kajian teknis dan ekonomis pembangunan plant pencairan batubara untuk menghasilkan 130.000140.000 bbl/d minyak batubara. 1.2.
Permasalahan
Proses konversi energi fosil khususnya batubara selalu menimbulkan kecurigaan dari pihak pengamat lingkungan karena potensi
Peneliti BPP Teknologi
Aspek Pencemaran Lingkungan Dari Pabrik Pencairan Batubara (Yusnitati)
63
pencemarannya yang sangat tinggi jika dibandingkan jenis minyak dan gas bumi. Batubara adalah senyawa hidrokarbon seperti minyak bumi tetapi berbentuk padat karena mempunyai berat molekul lebih besar. Batubara mempunyai struktur kimia yang rumit dengan rasio hidrogen terhadap karbon (H/C) sekitar 0,8-0,9 lebih kecil dibandingkan minyak bumi (H/C=1,5-2,0).1) Selain itu batubara juga mengandung abu yang terdiri dari sejumlah mineral. Dalam proses konversi mineral tersebut sangat berpotensi menyebabkan kerusakan pada peralatan. Proses pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar atau dikonversikan menjadi bahan bakar gas menghasilkan polusi yang cukup sulit penanganannya. Oleh karena itu pemahaman tentang karakteristik limbah yang keluar dari proses konversi batubara dan proses terjadinya menjadi sangat penting. 1.3.
Tujuan Penulisan
Mengkaji potensi pencemaran proses pencairan batubara dan teknik pengendaliannya, sebagai salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka memasyarakatkan teknologi pencairan batubara di Indonesia. 1.4.
Metodologi
Pabrik yang akan mencairkan 30.000 t/d batubara kering, dalam studi aplikasinya di Indonesia ditentukan akan didirikan di daerah tambang batubara muda Banko. Evaluasi aspek pencemaran pabrik batubara cair, dilaksanakan mengacu pada data-data enjiniring dari pengoperasian pilot plant 50 t/d yang dibangun di Australia. Teknologi yang dipakai untuk batubara Yallourn dari Australia adalah BCL Process, proses yang didisain untuk jenis batubara peringkat rendah. Data-data enjiniring dari pengembangan proses tersebut pada skala pilot di Australia menunjukkan bahwa proses pencairan tidak memberikan dampak yang berarti terhadap lingkungan, karena jumlah polusinya masih 6) berada di bawah ambang batas. Kenyataan ini membuktikan bahwa proses pencairan batubara dapat diklasifikasikan sebagai teknologi bersih (clean coal technology). Berdasarkan referensi tersebut pada paper ini akan dibahas kemungkinan aspek pencemaran dari pabrik pencairan batubara di Indonesia. Selain itu juga dibahas kecendrungan umum karakteristik limbah dari
64
proses konversi bahan bakar sintetik. Dalam hal ini bahan bakar sintetik didefinisikan sebagai bentuk energi padat, cair maupun gas yang dihasilkan dari suatu proses konversi sumber energi fosil seperti minyak bumi, gas dan batubara. II. KARAKTERISTIK UMUM PENCEMARAN TEKNOLOGI BATUBARA BERSIH 2.1. Polusi Udara Dari proses pembakaran dan konversi batubara dihasilkan berbagai jenis emisi gas yaitu H2O (uap air), CO2, SO2, NOx, partikulat (botttom ash dan fly ash), dan jenis lain yang tidak diperhitungkan yaitu hidrokarbon, NH3, dan mineral dalam jumlah kecil, yang mana dalam hal ini H2S merupakan produk setengah jadi. Emisi gas tergantung tidak saja pada efisiensi alat kontrol untuk setiap jenis polutan tetapi juga pada tipe proses, dan komposisi kimia dari bahan bakar yang dikonversikan. 1). Emisi H2O dan CO2 Uap air (H2O) adalah emisi gas yang selalu membawa serta meskipun dalam jumlah yang kecil sejumlah zat garam. Emisi gas yang dominan lainnya adalah karbon dioksida. Efek rumah kaca yang belakangan menjadi topik pencemaran lingkungan disebabkan oleh peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfir terutama berasal dari bahan bakar fosil seperti batubara dan migas. Bahan bakar hidrokarbon dengan rasio H/C yang tinggi sepertii minyak bumi akan menekan permasalahan CO2, karena CO2 yang dilepaskan per satuan kalori menjadi rendah. Namun kenyataan ini berlaku untuk penggunaan produk energi primer, tetapi tidak tepat bagi bahan bakar sintentis, dimana jumlah CO2 yang dihasilkan dalam proses konversi harus diperhitungkan. 2). Partikulat Partikulat merupakan sumber polusi udara yang paling utama dari bahan bakar sintetik, yang diperoleh mulai dari tahap persiapan bahan baku (penghancuran bahan, penyaringan, dan penyimpanan) sampai tahap pengangkutan dalam jumlah tertentu untuk diumpankan ke dalam reaktor. Pada proses konversi batubara, sumber utama partikulat berasal dari proses pembakaran dimana dihasilkan fly ash ketika batubara, bahan karbon yang mengandung abu, dibakar
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 63-72
seperti yang terjadi pada sistem pembangkit tenaga listrik. Berdasarkan data yang diperoleh dari sejumlah fasilitas batubara komersial, jumlah partikulat dari unit pretreatment diperkirakan sekitar 0,3-0,8% berasal dari batubara, dengan asumsi hanya 50% partikulat yang dilepaskan ke lingkungan. Oleh karena itu untuk suatu fasilitas komersial konversi batubara perlu disyaratkan tingkat kontrol terhadap emisi partikulat sampai 99%.1) Pada plant konversi batubara, dimana di dalam prosesnya dihasilkan uap, panas, atau listrik, perolehan partikulat diperkirakan berdasarkan efisiensi thermal dari plant Pada tungku-tungku batubara tersebut.1) bubuk (pulverized coal) yang modern, diperkirakan 20% abu merupakan bottom ash dan 80% merupakan fly ash. Perolehan partikulat pada tingkat kontrol sampai 90%, adalah sebagai berikut: Fly ash = 0,004 (1-η) x laju umpan batubara x fraksi abu. .....(1)
3). Emisi NOx NOx dalam proses pembakaran diperoleh dari dua sumber, dari nitrogen batubara dan dari gas nitrogen udara yang dipakai untuk pembakaran. Sumber pertama menghasilkan NOx bahan bakar dan sumber kedua menghasilkan NOx thermal. Hampir seluruh nitrogen dalam batubara dikonversikan menjadi NOx tetapi besarnya NOx thermal yang diperoleh tergantung pada temperatur pembakaran dari boiler. Jumlah NOx yang terbentuk dari unsur nitrogen dalam udara mungkin lebih kecil dari yang dihasilkan melalui proses oksidasi nitrogen dari batubara, tetapi untuk angka perkiraan, perbedaan antara kedua sumber tersebut tidak terlalu berpengaruh. 1) Perolehan emisi NOx dapat diduga dengan cara berikut:
H2S. Seluruh sulfur dalam bahan bakar dioksidasi menjadi SO2. Teknik desulfurisasi flue gas (FGD) 1) dapat menghilangkan 90% SO2 , sehingga laju emisi SO2 dapat dituliskan sebagai berikut: SO2 = 0,5(1-0,9)(1-η)(1-β) 64 x laju batubara x fraksi S.....(3) 32
dimana β adalah fraksi batubara yang terkonversi menjadi produk bersih bebas sulfur. 5). Emisi H2S Pada proses konversi dan upgrading batubara, sebagian besar sulfur organik dalam batubara terkonversi menjadi H2S, bahkan mencapai sekitar setengah dari total sulfur. Setelah H2S dipisahkan dari produk gas, biasanya terkonversi menjadi elemen sulfur melalui proses Clauss. Dari proses tersebut diperoleh sekitar 92% sulfur, sementara yang sisanya sekitar 8% terkonversi menjadi SO2 pada insinerator. Jika 90% dari SO2 dikontrol dengan FGD, berarti hanya 0,4% dari total sulfur dari 1) batubara yang terkonversi sebagai SO2. Laju emisi SO2 dari proses dapat diperkirakan sebagai berikut: Emisi SO2 = 0,004(64/32) x laju batubara x fraksi sulfur…. (4)
6). Emisi Ammonia Setiap nitrogen dari batubara atau nitrogen dari atmosfir pada proses konversi batubara atau pada tahap upgrading berubah menjadi ammonia, bukan NOx. Ammonia bersifat amat terlarut dalam air dan dengan mudah dapat dihilangkan melalui pencucian. Air yang mengandung ammonia sangat beracun dan tidak dapat dibuang begitu saja. Pengolahan air yang terkontaminasi ammonia merupakan bagian pekerjaan manajemen air.
9
Nox= output kalor x (1-η)η x 0,22 kg/10 J ..............(2)
4). Emisi Gas SO2 SO2 dari burner dan furnace diperkirakan berasal dari sekitar setengah kandungan sulfur yang terdapat dalam batubara. Dalam suatu proses pembakaran batubara diperkirakan sekitar setengah sulfur adalah inorganik, dan sebagian besar sulfur terpisahkan selama operasi pencucian atau selama proses pulverisasi. Jika bahan bakar yang digunakan sudah dalam bentuk arang (char), sulfur sudah tereduksi sekitar setengahnya melalui hidrogenasi dan sebagian sulfur inorganik terkoversi menjadi
2.2. Limbah Cair Limbah cair dari plant pencairan diklasifikasikan sebagai padatan tersuspensi termasuk koloid, minyak dan oil tidak terlarut termasuk emulsi, gas tidak terlarut (ammonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida), garam inorganik tidak terlarut termasuk logam berat, zat organik tidak terlarut. Padatan tersuspensi dinyatakan sebagai Total Suspended Solid (TSS). Gas tidak terlarut meliputi juga total ammonia (gas dan ion), CO2, dan total kebasaan. Keasaman dan kebasaan diukur dengan pH larutan, didefinisikan sebagai konsentrasi ion
Aspek Pencemaran Lingkungan Dari Pabrik Pencairan Batubara (Yusnitati)
65
hidrogen. Garam inorganik tidak terlarut seringkali dinyatakan sebagai total padatan tidak terlarut (TDS). Zat organik tidak terlarut dinyatakan dalam sejumlah parameter, yang paling umum adalah Biochemical Oxygen Demand (BOD), dipakai untuk mengevaluasi dampak limbah terhadap ketersediaan oksigen, merupakan ukuran konsumsi oksigen olehmikroorganisme. Contoh, air minum mempunyai BOD di bawah 2 mg/L. Limbah kota mempunyai BOD 300 mg/L. Limbah kondensat phenol dari gasifier dapat 1) mempunyai BOD sampai 10.000 mg/L. Kondensat dari proses konversi batubara mempunyai rasio COD/BOD sebesar 1,5 - 2, yang mana COD adalah total oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi senyawa organik dan air oleh oksidator kuat. Alternatif cara pengukuran zat organik dalam air limbah adalah dengan Total Organic Carbon (TOC) sebagai ukuran dari jumlah karbon dioksida. Rasio COD/TOC biasanya berkisar diantara 2,7 (=karbon) dan 5,3 (=methan). 1) Berbagai parameter kualitas air tersebut belum merefleksikan karakteristik seluruh polutan di dalam air limbah, seperti logam berat dan organik beracun. Berbagai jenis polutan akan dapat ditemukan dalam limbah kondensat dari konversi batubara contohnya Hg ditemukan diantara logam berat yang terdapat dalam jumlah sangat kecil. Logam berat tersebut terkonsentrasi misalnya dalam limbah kondensat dari plant gasifikasi batubara. Senyawa beracun lainnya mungkin juga ditemukan. Teknik pengolahan untuk membersihkan limbah dari polutan sebelum dibuang membutuhkan biaya yang mahal. Suatu studi yang membandingkan hasil analisa kualitas air standar, air minum dengan air kondensat dari gasifier Lurgi untuk batubara subbituminous Wyoming, menunjukkan bahwa diperoleh air limbah yang sangat kotor dari konversi batubara 3) menjadi gas. Kualitas air kondensat tergantung pada tipe gasifier, kondisi operasi, dan batubara. Pengolahan kondensat untuk menghasilkan sumber air yang bersih pada prinsipnya tidak akan lebih menguntungkan dibandingkan dengan menggunakan konsep produksi limbah nol (zero waste). Di negara maju disediakan insentif bagi penerapan teknik zero waste tersebut di lingkungan industri. 1) 2.3. Limbah Padat Jumlah limbah padatan dari plant konversi batubara sangat banyak dan abu
66
batubara yang dibuang misalnya dapat menambah permasalahan pada penanganan dan pembuangan padatan maupun proses reklamasi. Berdasarkan regulasi yang ada, bahan-bahan tersebut dikategorikan tidak berbahaya, meskipun dalam jumlah sangat kecil terdapat juga senyawa beracun. Residu bahan bakar organik seperti kokas dan partikel sangat halus dihasilkan disebagian proses, tetapi menghasilkan hanya sejumlah kecil residu. Limbah padatan lainnya adalah berupa sisa katalis yang bersifat toksik dan sangat sulit penanganannya. Toxicity merupakan ukuran yang paling banyak dipakai untuk limbah padat dari plant bahan bakar sintetik. Cara ini ditentukan dengan test leaching 1) selama 24 jam pada nilai pH 5. Sejauh ini residu bahan bakar batubara belum diklasifikasikan sebagai bahan berbahaya meskipun limbah katalis sebenarnya termasuk bahan beracun. Permasalahan yang sering muncul masih terbatas pada teknik pembuangan limbah, karena dibutuhkan jumlah areal landdfill yang luas untuk pembuangannya dan perencanaan program reklamasinya. III. POTENSI PENCEMARAN PLANT PENCAIRAN BATUBARA Observasi terhadap dampak plant proses pencairan batubara berdasarkan pada Desain Konseptual dari Proven BCL Process yang mengacu pada data-data dari pengembangan proses skala pilot. Limbah hasil kegiatan proses pencairan batubara diperoleh dari Unit Pencairan, Unit Produksi Hidrogen, Unit Pembangkit Tenaga, dan Unit Pendukung Lainnya. 3.1. Polusi Udara 1). Emisi Gas Buang (SO2, NOx, partikulat) Emisi gas yang berasal dari proses pencairan batubara terutama terdiri dari SO2, NOx, juga abu terbang (fly ash) yang terutama dihasilkan dari boiler dan tungku. Pada teknologi pencairan digunakan tipe boiler fluidized bed combustor, disebabkan penanganan dan operasinya mudah, dapat digunakan untuk berbagai jenis umpan, menghasilkan emisi NOx rendah, dan dengan sistem de-sulfurisasi dapat menekan tingkat emisi SO2 ke dalam atmosfir. Berdasarkan KEPMEN No. 13/MNLH/3/1995 telah dikeluarkan ketentuan standard emisi untuk sumber tetap (emision
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 63-72
standards dor stationary sources). Plant pencairan batubara mungkin terperangkap pada peraturan yang diterapkan untuk proses pembangkit tenaga dengan bahan bakar batubara seperti tertera pada Tabel 1. Pada tabel tersebut dicantumkan standard emisi untuk pembangkit tenaga, berlaku efektif dari tahun 1995 sampai 2000. Sampai saat ini belum ada standard khusus untuk plant pencairan batubara. Tabel 1. Standar Emisi Gas dan Perkiraan Emisi dari Plant Batubara Cair
Partikel, mg/Nm3 SO2, ppm NOx, ppm
Batas Maks. (efektif 1995) 300 1160 1314
Perkiraan Batas Maks (efektif 2000) 150 580 657
Plant Pencairan Batubara 2) < 100 < 175 < 100
Perkiraan emisi gas buang (exhaust gas) dari plant pencairan batubara mencapai 1,37 juta Nm3/ proses Advanced BCL, yang merupakan gas buang dari proses, boiler, tungku, preheater, insinerator, flare stack, dan regenerator. 2) Meskipun SO2 langsung dibuang ke atmosfir dari boiler-boiler fluidized bed combustor (FBC), sistem de-sulfurisasi dengan limestone dapat diterapkan untuk membatasi laju emisi SO2 di bawah 175 ppm, seperti terlihat pada Tabel 1. Angka emisi SO2 masih berada 1/3 di bawah standar yang diijinkan untuk tahun 2000. Menurunkan emisi SO2, dilakukan dengan menerapkan metode sulfurisasi langsung dalam unit pembakaran (Boiler) menggunakan limestone (CaCo3) tercampur dengan media fluidisasi SiO2, sehingga terjadi kontak langsung dengan sulfur dari batubara selama proses pembakaran Emisi NOx dari tungku-tungku dalam plant pencairan akan dapat dibatasi pada 100 ppm jika digunakan burner yang rendah emisi NOx. Untuk partikulat, digunakan presipitator listrik (electricity presipitator) yang diinstal terintegrasi pada boiler-boiler FBC untuk dapat mereduksi kandungan partikulat mencapai di bawah 100 ppm. 2) Emisi CO2 Data emisi CO2 dari Proses Proven BCL dan Avanced BCL menggunakan batubara muda Banko dapat dilihat pada Tabel 2, dibandingkan dengan karakteristik batubara muda Victoria (Australia). Sementara emisi CO2 dari keseluruhan tungku utama mencapai 200 Nm3/h. 2)
Dari keseluruhan pengamatan terhadap proses yang sama diketahui bahwa emisi CO2 batubara Banko lebih kecil dari batubara Victoria (Australia), yang mana ini erat hubungannya dengan kadar air batubara Banko yang jauh lebih kecil, besarnya emisi tereduksi sampai 25%.3) Tabel 2. Emisi CO2 dari BCL Process
Basis Umpan, g-CO2/MJ g- C /MJ Basis Produk, g-CO2/MJ g- C /MJ
2)
Batubara Banko
Batubara Victoria
41,19 11,24
46,53 12,69
61,21 16,71
81,26 22,17
Konsentrasi CO2 dalam gas buang (total berat kering) diperkirakan sekitar 17,2 % volume. Oleh karena sumber emisi CO2 terbesar pada pabrik pencairan berasal dari sistem produksi hidrogen, maka pengurangan konsumsi hidrogen menjadi penting. Peningkatan efisiensi hidrogen dalam reaksi pencairan menjadi salah satu target paling esensial untuk riset dan pengembangan proses di masa mendatang, yang tidak hanya dapat memperbaiki efisiensi proses tetapi juga berguna untuk reduksi emisi CO2. 3.2. Limbah Cair Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengenai Kontrol Polusi Air (The Control of Water Pollution), menyebutkan standar lingkungan untuk sungai-sungai yang diklasifikasikan dalam kategori A kelas 2, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar Lingkungan Sungai Parameter Nilai pH BOD Total Suspended Solid Dissolved Oxygen
Nilai Ambang Batas 6,5 - 8,5 2 mg/l atau lebih kecil 25 mg/l atau lebih keci 7,5 mg/l atau lebih besar
Limbah cair dari plant pencairan dibedakan berdasarkan sumbernya yaitu limbah dari air hujan yang langsung dibuang ke Sungai Enim setelah melalui kolam penampung air hujan, dan limbah cair dari proses. Penanganan air hujan di dalam plant, dilakukan secara teliti, dan pemantauan secara kontinyu kualitas air disyaratkan untuk mencegah tetesan air yang tercampur minyak dan pada akhirnya dapat masuk ke dalam sungai.
Aspek Pencemaran Lingkungan Dari Pabrik Pencairan Batubara (Yusnitati)
67
Limbah cair berupa salt water yang mengandung mineral, yang diperoleh sebagai sisa pengolahan dalam unit demineralizer terhadap air yang disuplai ke lokasi plant pencairan. Dari unit tersebut semua air yang telah dibersihkan dari mineral didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan boiler limbah padat, boiler pemanfaatan panas buang dari proses dan dari unit produksi hidrogen. Salt water yang dihasilkan mencapai 50 t/h, dengaan karakteristik, nilai pH antara 5-9, Suspended Solid (SS) sebesar 50 mg/l, dan 2) kandungan NaCl sebesar 5500 mg/l. Limbah cair yang diperoleh dari proses pencairan, melalui tahap pengolahan limbah yang berbeda sama sekali, yaitu dengan menggunakan unit Activated Sludge sebelum dibuang ke sungai. Adapun karakteristik limbah cair yang telah melalui unit pengolahan limbah adalah sebagai berikut: pH antara 6-8, Suspended Solid (SS) sebesar 120 mg/l, BOD sebesar 80 mg/l, NH3 sebesar 40 mg/l, COD sebesar 120 mg/l, dan TOC sebesar 60 mg/l. Sementara itu tidak 2) ditemukan sisa minyak dan phenol. Keseluruhan limbah cair dari proses tersebut menyatu dengan aliran air Sungai Enim. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA), laju aliran air Sungai Enim diperkirakan adalah 49 m3/s atau 176.400 ton/jam. Efek pembuangan limbah cair terhadap kualitas air sungai setelah terjadi dilusi tidak nyata, ini dibuktikan nilai Suspended Solid (SS) sebesar 0,314 mg/l, yang masih di bawah standar yang diijinkan yaitu 2 mg/l. Demikian juga nilai BOD ternyata hanya 0,20 mg/l, sementara 2) standar yang diijinkan yaitu 2 mg/l. 3.3. Limbah Padat Limbah padat terutama dihasilkan dari boiler fluidized bed combustor (FBC), dari unit pengolahan air untuk plant pencairan (raw water treatment), dan unit pengolahan limbah cair (waste water treatment). Pengolahan limbah tersebut dilakukan untuk memenuhi Peratuan Pemerintah No. 19/1994 mengenai Manajemen Limbah Berbahaya dan Beracun, dan Keputusan Kepala BAPPEDAL No. 03/BAPPEDAL/09/1995 tentang prosedur dan teknik penanganan limbah padat. Limbah padat diperoleh sebagai abu yang umumnya adalah sangat halus. Limbah abu terutama datang dari fly ash dan bottom ash yang diperoleh dari boiler, terdiri dari berbagai mineral seperti Al2O3, Mg, Na, K, dan sebagainya. Limbah padat dalam plant
68
pencairan merupakan sisa padatan dari boiler berbentuk sludge, residu batubara (Coal Liquid Bottom), dan sisa pembakaran batubara untuk pembangkit listrik. Limbah padat terutama diperoleh dari boiler-boiler Fludized Bed Combustor (FBC), unit raw water treatment, waste water treatment, sisa katalis yang berasal dari proses. Penanganan limbah padat akan dijelaskan pada bagian berikut dari paper ini. IV. TEKNIK PENANGANAN LIMBAH 4.1. Prinsip Dasar Pengendalian Limbah 1). Manajemen air Manajemen air sangat diperlukan karena besarnya volume air yang harus ditangani di dalam konversi batubara dan limbah cair yang dihasilkan akan menimbulkan permasalahan yang cukup rumit bagi lingkungan. Konsumsi air pada plant konversi batubara terutama dipakai untuk pendinginan, produksi hidrogen, dan penanganan padatan, atau pengontrol debu. Penggunaan FGD bahkan akan menambah tingkat konsumsi air. Pada sistem yang terintegrasi diasumsikan bahwa seluruh aliran efluen diresirkulasi dan dipakai dalam pabrik atau digunakan kembali setelah diolah terlebih dahulu. Aliran tersebut meliputi air terkontaminasi secara organik yang diperoleh pada proses konversi dan air yang mengandung garam (salt water) dari sistem pendingin. Air yang keluar dari sistem umumnya berupa uap air, berupa ikatan senyawa hidrogen, atau terbawa bersama residu padatan. Prinsip yang umum dipakai di negara maju, air kotor yang telah dibersihkan hanya digunakan untuk disirkulasikan ke dalam sistem, tetapi tidak untuk dikembalikan ke alam sebagai fasilitas umum. Perbandingan konsumsi air untuk proses dan air terbuang berdasarkan untuk berbagai tipe proses menunjukkan bahwa proses gasifikasi merupakan pengguna terbesar, kemudian proses pencairan dan solvent 4) Proses SRC refining coal (SRC). merupakan yang terendah karena memiliki efisiensi thermal yang tinggi dengan kebutuhan hidrogen paling rendah. 2). Pengolahan Air Diasumsikan air limbah dari proses konversi batubara yang kotor dibersihkan dan diproses untuk diresirkulasikan, sehingga tidak ada air yang keluar dari sistem kecuali sebagai uap air, hidrogen dalam produk, atau
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 63-72
sebagai air yang terbawa serta dalam limbah padatan. Pola manajemen dan teknik pengolahan air tidak saja tergantung pada jumlah dan kualitas dari air limbah yang diperoleh tetapi juga pada air yang tersedia untuk proses. Pada setiap pabrik konversi batubara dibedakan 3 jenis penggunaan air. Air dengan kualitas yang tinggi dipakai untuk proses, yang medium untuk pendinginan, dan yang rendah dimasukkan ke unit waste water treatment sebelum digunakan kembali. Prinsip pengolahan air mencakup pengolahan air untuk boiler, pembersihan air untuk proses dan air pendingin, dan jika dibutuhkan untuk disuplai ke unit FGD. Persyaratan air yang disuplai untuk boiler, untuk memproduksi uap tekanan tinggi harus sangat murni, atau boiler tube menjadi berkarat atau berkerak disebabkan zat logam yang terdapat dalam air. Pengolahan air untuk boiler dilakukan untuk menghilangkan garam inorganik dengan menggunakan teknik pertukaran ion, dimana kation dan anion dalam larutan ditukarkan dengan hidrogen dan ion hydroxil yang dapat menghasilkan air bebas garam. Teknik pengolahan air untuk boiler dengan prinsip tersebut sudah umum digunakan pada pabrik konversi energi termasuk batubara. Pengolahan air kondensat yang berasal dari proses pencairan batubara, dan dari proses gasifikasi adalah merupakan permasalahan yang sulit, karena mempunyai nilai COD dan BOD yang tinggi, dan sangat terkontaminasi dengan zat organik tidak terlarut, ammonia, dan gas asam. Untuk menghilangkan phenol dan zat organik lainnya, berbagai teknik pengolahan dapat diaplikasikan diantaranya ekstraksi dengan pelarut (solvent extraction), teknik adsorpsi dengan karbon aktif atau pembuatan polimer sintetik, teknik oksidasi biologi atau kimia. Ekstraksi phenol dari kondensat mempunyai keuntungan perolehan phenol yang dapat dipakai sebagai bahan bakar atau sebagai produk dengan nilai lebih tinggi. Untuk mengekstrak phenol dari air proses yang kotor, air tersebut harus mengalami kontak dengan padatan yang mengabsorb phenol dipermukaannya atau dengan pelarut phenol seperti kerosin dan ether. Prosedur yang umum memisahkan pelarut dan phenol dengan cara destilasi. Proses ekstraksi dengan pelarut adalah merupakan proses yang energy intensive, dimana diperlukan konsumsi energi yang besar terutama untuk 1) mendestilasi pelarut.
Meskipun teknologi pengolahan limbah cair sudah banyak digunakan, namun pembahasan mengenai biaya dan kebutuhan energi tidak pernah dikemukakan. Akan tetapi dapat dikatakan energi yang disyaratkan untuk pengolahan air lebih banyak dikontrol oleh jumlah energi yang diperlukan untuk pemisahan ammonia, dan jumlah ini secara langsung proporsional terhadap laju produksi kondensat dari proses. Kebanyakan perkiraan menunjukkan biaya pengolahan air seharusnya tidak melebihi 5% dari biaya 1) produksi. 4). Pembuangan Limbah Padatan Setiap plant konversi batubara menghasilkan limbah padatan yang mungkin tergolong sebagai residu batubara, residu proses ancillary, dan katalis sisa. Residu bahan bakar terutama terdiri dari fraksi mineral dari batubara, dan untuk sebagian proses termasuk juga sejumlah kecil partikel halus yang tidak diproses dan kokas. Setelah pembakaran atau setelah batubara terkonversi, kandungan mineral yang tersisa sebagai abu batubara terbuang bersama air yang terperangkap pada proses quenching, pengontrolan debu, atau transportasi. Untuk kasus pencairan batubara langsung, konversi batubara Illinois dengan kadar abu 7,4% dan nilai kalor 24,9 MJ/kg pada efisiensi thermal 65%, residu basah yang dibuang untuk plant ukuran standart nominal adalah sedikit di atas 2000 t/d. Dengan emisi SO2 dari plant pencairan tersebut yang digandakan dengan (7,8 x 4,5) kg S/kg SO2, menghasilkan laju FGD sebesar 4) 640 t/d. Limbah padat yang mensyaratkan penanganan khusus adalah sisa katalis. Meskipun volumenya kecil, kurang dari 1% dari limbah yang dibuang, tetapi digolongkan berbahaya karena kandungan logam beratnya tinggi. Akan tetapi karena jumlahnya relatif kecil, mungkin jumlah dan sifat racunnya harus menjadi bagian dari pengaturan pembuangan ke lingkungan. 4.2. Pengendalian Pencemaran 4.2.3. Polusi Udara 1). Aplikasi Boiler Fluidized Bed Combustor Temperatur pembakaran pada boiler tipe Fluidized Bed Combustor (FBC) relatif lebih rendah dibandingkan dengan boiler Pulverized Coal Combustion (PBC) yaitu yang memberikan sebesar 1500oC,
Aspek Pencemaran Lingkungan Dari Pabrik Pencairan Batubara (Yusnitati)
69
kemungkinan terjadinya reduksi NOx. Diperkirakan sekitar 12% dari nitrogen yang terdapat dalam batubara akan dihasilkan dalam gas buang .5) Dalam aliran gas buang, nitrogen akan terdapat sebagai ammonia. Ammonia yang terbawa bersama gas buang dapat dijadikan bahan bakar bersama campuran gas yang lainnya. 2). Aplikasi Proses Untuk Hasil Samping Elemen sulfur yang diperoleh dari gas buang melalui proses Stretford diperoleh sebagai hasil samping yang dapat dijual kepaa pengguna sulfur di industri. Selain itu juga diperoleh kira-kira 2 ton seng oksida 5) limbah absorbant dari pabrik hidrogen. Sludge yang diperoleh dari proses Stretford diteruskan ke unit pembuangan khusus yang telah disediakan. Sulfur recovery unit menggunakan sistem Claus yang konvensional untuk mengkonversikan perolehan H2S menjadi elemen sulfur, sebagai produk samping, terutama pada proses yang memakai pirit (FeS2) sebagai katalisnya. Pada kasus limonite (FeOOH) sebagai katalis , elemen sulfur diresirkulasi ke dalam unit persiapan slurry batubara untuk dipakai sebagai promotor bagi katalis. 3). Pembuangan Hidrokarbon Melalui Insinerator Proses pencairan merupakan sistem tertutup dimana seluruh gas hidrokarbon dan uap air terkumpul. Dengan demikian aliran gas dari proses yang mengandung hidrokarbon, di dalam insinerator akan menghasilkan polutan, dari senyawa CO2 dan H2O. Contohnya buangan gas dari separator atau alat pemisah minyak batubara dan air, dari pompa vakum pada unit de-ashing, dan dari separator untuk proses hidrogenasi. Keseluruhan gas tersebut diarahkan dan dialirkan ke dalam insinerator. 4). Aplikasi sistem tertutup Batubara sebagai bahan baku proses pencairan merupakan sumber debu yang sangat potensial dalam sistem pencairan batubara, dan ini sudah dibuktikan pada 6) Teknik pengoperasian skala pilot. penanganan batubara seharusnya sudah mengadopsi teknik untuk mengurangi efek debu ke lingkungan. Seperti pada lokasi batubara di Morwell (Australia), suatu penambangan terbuka, pengangkutan dilakukan dalam truk tertutup untuk mencegah rugi-rugi batubara karena angin, dan untuk
70
mencegah debu. Demikian juga penyimpanannya merupakan sistem tertutup. Pada bangunan coal bunker dimana batubara pertama kali dipersiapkan untuk dikeringkan, aliran udara dari pengering batubara yang membawa serta debu, akan dilalukan ke alat mekanik penangkap debu dan wet scrubber untuk mengangkat sisa partikel debu yang amat halus. Buangan udara melalui kipas yang dipasang pada bangunan coal bunker diperkirakan melewatkan 0,10 g/Nm3 partikel pada laju 6) aliran udara 6470 Nm3/jam. 5). Treatment Gas dari Reaksi Hidrogenasi Berbagai komponen gas dari unit separator setelah keluar dari reaktor primer dan sekunder, langsung dialirkan ke unit pemisahan gas asam (Proses Benfield) dimana CO2 dan H2S dihilangkan. Aliran gas sebelum masuk ke sistem Benfield masih mengandung hidrogen, hidrokarbon, hidrogen sulfida, ammonia, dan karbon dioksida. 1) Melalui proses Benfield aliran gas dibawa untuk terjadinya kontak dengan larutan pottasium karbonat. Hidrogen dan hidrokarbon akan dipisahkan dari gas-gas lainnya kemudian dilewatkan pada unit PSA, dimana hidrogen akan terpisah dari hidrokarbon. Hidrogen akan diresirkulasi ke dalam reaktor hidrogenasi sedangkan hidrokarbon kemudian digunakan untuk bahan bakar. Gas H2S, ammonia dan carbon dioksida yang terlarut dalam pottasium karbonat dilewatkan pada menara regenerasi dimana gas-gas dilepaskan melalui pemanasan bersama larutan Benfield, untuk diolah lebih lanjut. Gas H2S dapat dikeluarkan melalui aplikasi proses Stretford. Karbon dioksida dan setiap hidrokarbon kemudian dialirkan ke insinerator. 4.2.2. Limbah Cair Pengolahan limbah cair dari hasil konversi batubara merupakan salah satu aspek penting yang membutuhkan penanganan dan kontrol yang serius. Pada kenyataannya sangat sulit untuk menghindarkan terlarutnya mineral dari batubara dalam limbah cair meskipun dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga kemungkinan akan bersifat meracuni. Apalagi dalam kasus pabrik pencairan batubara di daerah Banko, limbah cair dari proses harus dibuang ke Sungai Enim, yang merupakan
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 63-72
satu-satunya sumber air terbesar bagi masyarakat disekitarnya. Sehubungan dengan sifat kimiawi dari batubara yang sangat potensial terhadap pencemaran, untuk itu dikembangkan model penanganan limbah cair yang terintegrasi terdiri dari unit raw water treatment dan waste water treatment.2) Adapun diagram alir dari proses pengolahan limbah cair tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan limbah cair dengan kadar organik yang tinggi dapat menggunakan insinerator, yang merupakan hasil riset dan pengembangan proses skala pilot.6) Sementara limbah cair yang rendah kandungan organiknya dilakukan dengan teknologi pengolahan air bersih. Alat pengolah limbah meliputi unit biologik aerobik dengan activated sludge atau filtrasi biologik, penghilangan warna dengan perlakuan karbon aktif, penyesuaian pH dan blending secara hati-hati ke dalam aliran air untuk mencapai kualitas tertentu. Insinerator yang menerima limbah cair akan dinyalakan dengan kelebihan naphta dari proses. Limbah cair diuapkan dengan disemprotkan ke dinding refraktori dari o insinerator, pada temperatur di atas 760 C untuk selama lebih dari 0,3 detik. Kondisi tersebut dapat menjamin kesempurnaan proses pembakaran zat organik dalam limbah cair, sehingga menghilangkan setiap senyawa yang potensial menghasilkan bau.6) Insinerator akan dikontrol secara otomatis untuk hal-hal sebagai berikut: a) Mempertahankan temperatur ruang pembakaran pada 760oC dan menjamin bahwa tidak diperoleh limbah cair jika temperatur lebih rendah b) Mempertahankan kelebihan oksigen untuk menjamin pembakaran senyawa organik dalam limbah cair c) Membatasi laju umpan limbah cair dan mempertahankan detention time selama 0,3 detik dalam insinerator 4.2.3. Limbah Padat Berdasarkan cara pembuangan limbah 2) padat dibedakan sebagai berikut. Pembuangan dilakukan pada landfill bagi jenis limbah padat berupa sisa katalis dari reaktor unggun tetap, abu sisa pembakaran dari boiler, dan bagi filter cake dari unit pengolahan air, serta berbagai jenis sampah. Sementara bagi sampah padat yang berupa sludge umumnya dibakar dalam insinerator, baik activated sludge dari unit pengolahan limbah cair maupun bottom sludge dari tangki
pengendapan, serta sebagian sampah di sekitar kegiatan industri. Penggunaan insinerator untuk menangani limbah padat berupa sludge sudah dilakukan untuk proses 6) pencairan pada skala pilot. Salah satu metode penanganan abu adalah mencampurnya dengan sisa tanah dari hasil pengerukan tambang, untuk selanjutnya dapat dipakai sebagai pupuk. Teknik pemanfaatan limbah padat seperti itu telah diterapkan di Australia. 5) V. KESIMPULAN Cara yang paling tepat menangani plant teknologi batubara bersih adalah mengontrol pendayagunaan input secara efisien, meminimumkan dampak terhadap ekosistem, dan mengontrol pembuangan polutan. Teknologi BCL Process yang didisain untuk mengkoversikan batubara muda menjadi bahan bakar minyak sintetis mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi, sehingga secara tidaklangsung dapat meminimalkan dampak pencemaran. Dari pengoperasian proses tersebut pada skala pilot terbukti dan berdasarkan kajian awal terhadap proses tersebut di Indonesia, diketahui pencemaran yang dihasilkan masih berada di bawah ambang batas. Namun observasi mengenai aspek pencemaran dari pabrik pencairan secara lebih detail masih perlu dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA 1. Tamura, M., et al.1997. Training Materials on Coal Liquefaction Technology. NBCL. Takasago. Japan. Sept-Nov 1997. 2. -----------.1997. Report on Appplicability Study of Coal Liquefaction in Indonesia. BPPT-NEDO. Jakarta. 3. Yusnitati et al. 1998. Potensi Pencemaran Plant Batubara Cair. BPPT. Jakarta. Laporan Teknis. 4. Cheremissinoff, N.P. 1979. Gasohol from Energy Production. Ann Arbor Science. Ann Arbor, Mich. 5. ----------.1981. Propsed Pilot Plant at Morwell. Environmental Effects Atatement and Draft Environmental Impact Statement. Kinhill Pty Ltd.Melbourne. 6. ----------. 1994. Brown Coal Liquefaction Project Report. NEDO/NBCL.Tokyo.
Aspek Pencemaran Lingkungan Dari Pabrik Pencairan Batubara (Yusnitati)
71
72
Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 63-72
Jurnal Industri Hasil Perkebunan : Vol. No. Juli, 2010
DAMPAK LIMBAH PENGOLAHAN SAGU SKALA KECIL TERHADAP MUTU AIR ANAK SUNGAI DI KELURAHAN CIBULUH BOGOR
Impact of Small-Scale Sago Processing Waste on The Water Quality of River in Cibuluh Village The City of Bogor Amos Peneliti Pada Pusat Teknologi Agroindustri – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jln MH Thamrin No. 8, Jakarta Pusat ABSTRACT : The objective of this research was to study the influence of small-scale sago processing industry to quality of Ciheuleut river water in Cibuluh sub-district, district of North Bogor, the City of Bogor. The method used was to analyze the water in laboratory and subsequently the result was compared to standard quality of tapioca industry. Response of community in the area regarding this sago processing industry was gathered by performing interview in the form of questionnaire (number of community response was 35). Water samples used for water analysis were from 4 locations. They were water before flowing into the processing unit (A), water after filtration (B), process disposal water collected 1 m apart from filter (C) and discarded water that flows into river (D). Water analysis applied utilized chemical analysis that includes pH, COD, BOD, DO, turbidity, cyanide and TSS (Total Soluble Solid) parameters. Laboratory analysis showed that location B had turbidity level that exceeded the standard quality required. Result of hypothesis test showed that hypothesis zero (H0) acceptable and alternative hypothesis rejected. It meant water disposal waste of sago processing industry did not alter the quality of water disposal. Community felt disturbed on the existence of sago processing industry. The disturbance consisted of liquid waste (20%), unpleasant odour due to solid waste (51.1%), and noise (22.9%). Unpleasant odour due to solid waste occured during dry season (45.7%) and rainy season (31.4%). 60% of responses said that water disposal of sago processing industry lead to river turbidity; whereas 40% that it did not make any difference. River turbidity brought about itchiness (28.6%) while 68.6% said it did not make any difference. 71.4% of responses showed that the existence of sago processing industry is beneficial to the community. Keyword: water disposal, sago processing, standard quality ABSTRAK : Tujuan penelitian mempelajari Pengaruh Pengolahan Sagu Skala Kecil Terhadap Mutu Air Anak Sungai Ciheuleut di Kelurahan Cibuluh Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Metoda yang digunakan adalah eksperimen menganalisa air di laboratorium, selanjutnya hasil analisa dibandingkan dengan baku mutu industri tapioka. Respon masyarakat di sekitar tentang keberadaan industri pengolahan sagu ini dilakukan wawancara dengan instrumen berupa angket dengan jumlah sampel respons masyarakat sebanyak 35 responden. Sampel yang digunakan untuk analisa air adalah 4 titik yang meliputi air sebelum masuk ke unit pengolahan sagu (titik A), setelah tempat penyaringan (B), air buangan proses berjarak 1 m dari penyaring (C) dan air buangan yang masuk ke anak sungai (D). Teknik analisa air menggunakan analisa kimia yang meliputi parameter pH, COD, BOD, DO, kekeruhan, sianida dan TSS (Total Soluble Solid). Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa dari lokasi tempat pengambilan air menggunakan 8 parameter yang diuji ternyata lokasi B memiliki tingkat kekeruhan yang melebihi baku mutu yang disyaratkan. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak Ini berarti bahwa limbah air buangan industri pengolahan sagu tidak berpengaruh terhadap baku mutu air buangan. Tanggapan masyarakat terhadap keberadaan industri pengolahan sagu memberi
28
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Dampak Limbah Pengolahan Sagu .... (Amos)
jawaban mengganggu. Gangguan tersebut dalam bentuk limbah cair sebesar 20 %, bau tidak sedap akibat limbah padat 51,1 % dan bising 22,9 % . Terjadinya bau akibat limbah padat 45,7 % terjadi pada musim kemarau dan 31,4 % menjawab terjadi pada musim penghujan. Sebesar 60 % jawaban responden air buangan industri pengolahan sagu menyebabkan anak sungai keruh, sebesar 40 % anak sungai tidak berpengaruh. Kekeruhan air tersebut 28,6 % responden menyebabkan gatal-gatal, dan 68,6 % menjawab tidak berpengaruh. Keberadaan industri pengolahan sagu memberi keuntungan bagi masyarakat jawaban responden sebesar 71,4 % Kata kunci :air limbah, pengolahan sagu, baku mutu
PENDAHULUAN Sagu (Metroxylon sp) merupakan sumber karbohidrat yang penting bagi kehidupan. Untuk mengolah tanaman sagu menghasilkan pati sagu dilakukan proses ekstraksi dengan air. Dengan media air ini pati sagu dapat dipisahkan dengan seratnya. Akibatnya air mengandung pati setelah proses ekstraksi. Pengolahan sagu dilakukan didekat sumber air seperti di pinggir sungai ataupun anak sungai. Pada industri pengolahan sagu dengan kapasitas yang besar air sungai akan terakumulasi dengan sisa pati sagu hasil pengolahan sagu tersebut. Bila hal ini berlangsung terus menerus maka akan terjadi akumulasi limbah sagu yang akan mengakibatkan pencemaran air sungai. Dipihak lain usaha pengolahan sagu merupakan usaha yang dapat memberi manfaat menampung tenaga kerja, menghasilkan pemasukan bagi pemerintah daerah, usaha pengolahan sagu ini didirikan untuk memenuhi kebutuhan pati sagu yang selama ini banyak didatangkan dari Selat Panjang propinsi Riau melalui pelabuhan Cirebon. Dikabupaten Bogor terdapat 5 pengolah sagu yang tersebar di kecamatan Cigudeg sebanyak 2 buah, kecamatan Cijeruk 1 buah dan di kecamatan Ciluar 2 buah (Rasyad, 1990). Yang dimaksud pati sagu disini adalah pati sagu yang berasal dari tanaman Metroxylon sagus dan tanaman ini disetiap daerah memiliki nama yang berbeda (Haryanto dan Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pangloli, 1993). Di Jawa Barat tanaman sagu disebut kiray di Jawa Tengah dinamakan rembulung dan di Sumatra Barat disebut rumbia serta di masyarakat sering dinamakan sagu Ambon karena tanaman ini banyak tumbuh di Maluku dan Papua (Rudlle et al, 1978). Pengolahan batang sagu menjadi pati sagu meliputi beberapa tahapan mulai persiapan bahan baku, pemarutan, pemerasan pati, penyaringan, pengendapan pati, pengeringan dan pengepakan. Usaha pengolahan sagu menghasilkan limbah, baik padat, cair dan gas. Biasanya limbah dibuang ke sungai disekitarnya, terutama limbah cair yang diduga dapat mengganggu kondisi air di sungai. Air buangan yang masuk ke lingkungan perairan akan dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan tersebut.Soedirman (1975) menyebutkan bahwa tingkat pencemaran air sungai sebagai tempat penerima limbah tergantung pada kuantitas dan kualitas dari buangan, dalam arti bahan buangan ini masih mampu didukung air penerima. Pencemaran air dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang dapat menyebabkan bahaya ataupun gangguan kesehatan, gangguan sanitasi air dan kerugian sosial ekonomi. Muhida (1981) menyebutkan bahwa limbah cair yang mengandung bahan organik memberikan bau dan rasa tidak sedap pada perairan penampung. Untuk menjawab secara jelas hubungan antara usaha pengolahan sagu di desa Cibuluh di kota Bogor dengan kondisi perairan anak 29
Jurnal Industri Hasil Perkebunan : Vol. No. Juli, 2010
sungai maka dilakukan penelitian Dampak Limbah Pengolahan Sagu Skala Kecil Terhadap Mutu Air Anak Sungai di Kelurahan Cibuluh Bogor. METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan sejak bulan Januari sampai bulan April 2003, di perusahaan pengolah sagu milik Bapak Nano Darsono, kampung Ciheuleut desa Cibuluh kecamatan Bogor Utara kota Bogor.
juga diambil data tanggapan masyarakat tentang keberadaan unit pengolahan sagu di daerah penelitian. Tahapan untuk melakukan pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut : U B
3
Sampel Sampel yang digunakan adalah jumlah kondisi air pada anak sungai yang melewati pengolah sagu pada saat tertentu. Anak sungai tempat pembuangan air akan melewati Rt 02, Rt 04, dan Rt 06. Yang akan menjadi sampel adalah: a) kondisi air anak sungai sebelum bercampur dengan air limbah pembuangan pengolahan sagu, b) kondisi air limbah pengolah sagu, c) kondisi air sungai setelah bercampur dengan air limbah pengolah sagu. d) air sungai besar. Bagan pengambilan sampel ditunjukkan pada Gambar 1. Disamping itu untuk melihat hubungan manusia dengan keberadaan unit pengolah sagu terhadap kondisi lingkungan dilakukan wawancara dengan masyarakat setempat. Sampel yang digunakan sebanyak 35 responden yang dilakukan dengan wawancara dipandu dengan angket yang berisi beberapa pertanyaan yang berhubungan presepsi masyarakat terhadap kondisi lingkungan unit pengolah sagu tersebut. Teknik pengambilan sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sampel air dari empat lokasi air yang berbeda kemudian dianalisa di laboratorium. Pengambilan sampel air menggunakan botol sampel pada titik aliran sungai yang telah ditentukan. Selain itu
30
Gambar Lokasi Pengambilan Sampel Limbah Sagu
T
C* 5
4
* 7
D
*
B
9
A
* 2
8 6
Sumber : Observasi 2003 Keterangan : Titik pengambilan sampel air 1. Sungai kecil 2. Bak penampung 3. Bak pancuran 4. Mesin pemarut 5. Saringan sagu
*
6. Pabrik 7. Limbah cair 8. Penjemuran 9. Sungai Ciheuleut A. Sampel sebelum tercemar limbah B. Sampel B limbah C. Sampel pertemuan A & B D. Sampel sungai besar
Gambar 1 Denah tempat pengambilan sampel air Tahap pertama Pada tahap awal ditentukan lokasi penelitian yang berlokasi di desa Cibuluh, kecamatan Bogor Utara kota Bogor. Industri pengolah sagu ini dilihat, apakah mengolah sagu secara terus menerus serta Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Dampak Limbah Pengolahan Sagu .... (Amos)
kapasitas produksinya setiap hari. Setelah diketahui lokasi industri pengolah sagu maka disiapkan kuesioner yang diperlukan untuk proses produksi sagu yang ditujukan kepada pemilik industri sagu. Tahap kedua Mengingat penelitian ini mengenai kualitas air yang akan dilakukan di laboratorium, maka ditentukan tempattempat untuk pengambilan contoh air yang diperlukan untuk analisis. Laboratorium untuk menganalisa kualitas air dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu Institut Pertanian Bogor. Hasil analisa air tersebut diperlukan untuk mengetahui kualitas air anak sungai sebelum melewati industri pengolahan sagu dan kualitas air setelah melewati industri pengolah sagu. Data kualitas air tersebut dibandingkan dengan baku mutu air yang telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai kualitas air yang diijinkan.Parameter kualitas air yang akan dianalisa meliputi sifat fisik dan kimia air yaitu kekeruhan, warna, pH, BOD , COD, DO, sianida, kadar ammonia dan total padatan tersuspensi. Analisa air yang terdiri dari 8 parameter dianalisa menggunakan analisa kimia baku seperti BOD , COD, DO, sianida, kadar ammonia dan pH. Sedangkan sifat fisik air dianalisa menggunakan alat yang biasa digunakan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan metoda Chi square. HASIL DAN PEMBAHASAN Diskripsi Wilayah Penelitian Lokasi terletak kurang lebih 1 km kearah timur Jl Raya Ciluar dan 4 km sebelah utara kota Bogor. Unit pengolahan sagu milik Bapak Nano Darsono terletak di RT 04 RW VI di kelilingi pemukiman penduduk di kampung Ciheuleut kelurahan Cibuluh kecamatan Bogor Utara kotaBogor. Untuk memasuki lokasi penelitian melewati kompleks Brimob dengan kondisi jalan Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
beraspal. Pengolahan sagu sendiri dikelilingi sungai kecil yang digunakan untuk mengambil sumber air untuk pencucian sagu dan sekaligus untuk pembuangan air olahan sagu. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2. Kelurahan Cibuluh berada di wilayah Kecamatan Bogor Utara kota Bogor, propinsi Jawa Barat. Letak kelurahan ini berjarak 5 km dari ibu kota kecamatan, 8 km dari ibukota Bogor dan 124 km dari ibukota propinsi Jawa Barat. Luas lahan kelurahan Cibuluh adalah 154 ha dengan ketinggian 251 m dari permukaan laut. Curah hujan rata-rata 3500 mm per tahun dan suhu rata-rata 24 o C – 34 o C. Berdasarkan peruntukan lahan maka 98 ha atau 63.6 % untuk pemukiman, jalan dan kuburan 12,5 ha atau 8,1%, ladang/kebon 11,5 ha atau 7,5 %.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Batas kelurahan tempat penelitian sebelah utara kelurahan Ciluar, sebelah selatan kelurahan Bantarjati, sebelah barat kelurahan Ciparigi dan sebelah timur kelurahan Tanah BaruKelurahan Cibuluh terdiri dari 40 rukun tetangga (RT) dan 9 rukun warga (RW) dan berdasarkan data tahun 2001, jumlah penduduk kelurahan Cibuluh mencapai 17.224 jiwa yang terdiri dari 8.651 laki-laki dan 8.573 perempuan.
31
Jurnal Industri Hasil Perkebunan : Vol. No. Juli, 2010
Jumlah penduduk usia produktip di kelurahan Cibuluh mencapai 10.042 orang dan sejumlah 8.923 orang telah mendapatkan pekerjaan. Ditinjau dari mata pencaharian usia produktip terdiri dari jasa/ibu rumah tangga yang mencapai 41,82 %, pegawai negeri/ ABRI/ Pensiunan mencapai 26,83 % dan karyawan swasta mencapai 24,08 Diskripsi data hasil penelitian Produksi Sagu Usaha pengolahan sagu milik Bapak Nano Sudarsono ini termasuk usaha kecil dan berproduksi setiap hari dimana bahan baku sagu diperoleh dari Pandegelang propinsi Banten. Setiap hari bahan baku diangkut dengan truk dengan kapasitas 4 ton yang disuplai oleh bagian bahan baku atau tengkulak di Pandeglang. Bahan baku sagu sudah dikupas kulitnya dengan panjang 80 cm dan diameter kurang lebih 30 cm. Setiap potong sagu berbobot sekitar 30 sampai 40 kg. Harga per kg bahan baku sampai ditempat bervariasi Rp160 - Rp 180/kg. Pengolahan batang sagu menjadi pati sagu dilakukan secara borongan yang dikerjakan oleh 3 - 4 orang dengan biaya produksi Rp 400.000. Untuk mengolah 2 ton batang sagu diperlukan waktu 24 jam yang akan dihasilkan pati sagu basah. Setiap 1 ton bahan baku maka akan dihasilkan pati sagu 200 kg dengan harga jual Rp 1800/kg. Analisa kualitas air Data hasil analisa air limbah di 4 titik disajikan pada Tabel 1 Berdasarkan hasil analisa air pada Tabel 1 tampak bahwa pH menunjukkan nilai lebih rendah dari Regulatory limit yang diijinkan. Ini berarti sejak awal pH air sungai sudah rendah. Bila dibandingkan dengan regulatori limit dan dengan pH tersebut tidak akan mengganggu biota yang hidup di sungai tersebut.
32
Tabel 1. Hasil analisa air limbah dari 4 titik pengambilan sampel No Parameter Satuan 1
pH
-
2 Kekeruhan NTU 3
A
B
C
D
Regulatory limit
5,3
5,8
5,4
6,1
6-9
3,78
95,35
78,35
68,56
5 15
Warna
Pico
10
350
300
120
4
BOD
ppm
51,37
199,60
187,86
46,97
150
5
COD
ppm
77,12
297,12
221,36
52,72
100-300
6
DO
ppm
4,40
3-6
7
Sianida
ppm
nd
8
TSS
ppm
44
*
nd
nd
1,17
0,011
0,008
nd
0,5
832
532
152
150
Berdasarkan hasil analisa air pada Tabel 1 tampak bahwa pH menunjukkan nilai lebih rendah dari Regulatory limit yang diijinkan. Ini berarti sejak awal pH air sungai sudah rendah. Bila dibandingkan dengan regulatori limit dan dengan pH tersebut tidak akan mengganggu biota yang hidup di sungai tersebut. Turunnya pH air dimulai dari asal air yang diduga dari sungai besar yang kemungkinannya telah mengalami penurunan pH akibat pembuangan industri sebelumnya di bagian hulu. Sedangkan nilai kekeruhan, pada titik A dibawah regulatori limit, titik B,C dan D jauh diatas dari regulatory limit. Kekeruhan air merupakan parameter yang menentukan dalam pembagian gilongan air. Makin keruh suatu air maka semakin tidak layak untuk golongan air tertentu. Air golongan A mensyaratkan nilai kekeruhan 5. Dengan demikian titik B, C dan D tidak memenuhi golongan air minum tetapi masuk golongan air untuk keperluan air dimana regulatory limit untuk air golongan C adalah 1000 NTU. Nilai kekeruhan ini sejalan dengan nilai warna air, dimana regulatory limit untuk air minum mensyaratkan 15 TCU. Dengan demikian pada titik A masih layak untuk air minum dan pada titik B, titik C dan titik D tidak layak untuk air minum tetapi masuk untuk golongan keperluan lain. Untuk nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Dampak Limbah Pengolahan Sagu .... (Amos)
mengoksidasi bahan organik buangan dalam air. Semakin tinggi nilai BOD berarti makin besar derajat pengotoran air limbah oleh bahan organik. Tabel diatas menunjukkan bahwa titik A dan titik D dibawah regulatory limit dan titik B dan titik C memiliki nilai BOD lebuh tinggi dari regulatory limit yang dianjurkan. Nilai COD menunjukkan bahwa titik A dan D masih dibawah standar regulatory limit yang ditentukan sedangkan titik B dan titik C masuk dalam kisaran regulatory limit yang ditentukan. Kondisi ini menunjukkan bahwa air buangan proses pengolahan sagu masih belum melewati regulatori limit yang telah ditentukan berdasarkan KEP02/MENKLH/I/1998. Kandungan oksigen yang terdapat dalam air memiliki kaitan erat dengan penguraian bahan organik yang terjadi di dalam air. Setiap spesies biota air memiliki perbedaan toleransi terhadad kandungan oksigen di dalam air. Secara umum diketahui bahwa kandungan oksigen dalam air kurang dari 4 mg/l dapat mengganggu kehidupan biota air. Kandungan oksigen terlarut (DO) pada 4 titik sampel air menunjukkan bahwa titik A masih memenuhi, titik B dan C tidak terdeteksi yang berarti kandungan oksigen sangat kecil sebagai akibat berisikan partikel pati sagu yang tidak mengandung oksigen. Pada titik D nilai DO dibawah regulatory yang telah ditentukan. Berdasarkan data ini dapat digambarkan bahwa pada saat air masuk DO masih memenuhi regulatory limit dan masuk ke titik B dan C sudah tidak terdeteksi. Selanjutnya pada titik D karena sudah mengalami pengenceran partikel pati sagu tersebut maka nilai DO mulai terditeksi meski masih dibawah regulatoty limit yang ditentukan. Kandungan sianida dari 4 titik sampel masih dibawah regulatory limit yang ditentukan. Kandungan Total suspension solid (TSS) masih dibawah regulatory yang ditentukan. Dari 4 titik tersebut , pada titik A Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
yang terkecil dan meningkat pada titik B dan titik C dan titik D menurun lagi karena telah mengalami pengenceran. Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil uji kualitas air pada proses pengolahan sagu di laboratorium dan datanya dilakukan pengujian dengan metoda Chi square maka. Pada penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : Ho = Usaha pengolahan sagu tidak berpengaruh terhadap ambang batas pencemaran air buangan Ha = Usaha pengolahan sagu berpengaruh terhadap ambang batas pencemaran air buangan. Berdasarkan data laboratorium tersebut maka hipotesis nol (Ho) diterima sedangkan hipotesis alternatip (Ha) ditolak. Ini berarti bahwa pengolahan sagu yang menghasilkan partikel pati sagu dan ikut masuk ke anak sungai tidak berpengaruh Secara langsung penduduk sekitar tidak terganggu dengan adanya limbah cair yang terlihat hanya 1 responden yang menjawab gangguan limbah cair. Kondisi ini disebabkan bahwa air sungai yang mengandung limbah cair tersebut tidak digunakan oleh responden. Responden yang menggunakan air Ciheleut hanya 1 responden dan tidak digunakan untuk keperluan rumah tangga. Terjadinya bau yang tidak sedap dari industri pengolahan sagu ini diakibatkan terjadinya sisa bahan baku yang tidak diproses dan mengalami proses fermentasi yang akan menimbulkan bau asam dan bau tersebut sebagian responden (16 orang) atau 45,7 % menjawab terjadi pada musim kemarau, dan yang menjawab musim penghujan sebesar 11 responden atau 31,4 %, sisanya menjawab tidak berpengaruh . Responden menjawab air menjadi keruh sebesar 60 % setelah air buangan dari industri pengolahan sagu dialirkan ke anak sungai., sedangkan yang menjawab tidak ada perubahan sebesar 40 %.
33
Jurnal Industri Hasil Perkebunan : Vol. No. Juli, 2010
Selanjutnya air yang dialirkan ke anak sungai tersebut menimbulkan bau, responden yang menjawab tidak pernah sebesar 54,3 %, yang menjawab selalu bau sebesar 25,7 % dan sisanya menjawab kadang-kadang bau. Akibat yang ditimbulkan air sungai yang keruh tersebut kadang-kadang menyebabkan gatal-gatal sebesar 28,6 %, sedangkan yang menjawab tidak pernah menimbulkan gatal sebesar 68,6 %, sisanya menjawab tidak berpengaruh. Berdasarkan data yang diperoleh dari jawaban responden apakah keberadaan industri pengolahan sagu ini memberi keuntungan sebagian jawaban sebesar 71,4 % menyebutkan memberi keuntungan sisanya memberi jawaban tidak memberi keuntungan. Bentuk keuntungan yang diberikan dari kebaradaan industri pengolahan sagu ini sebesar 51,4 % responden menjawab dapat menampung tenaga kerja dan 20 % menjawab sering memberi sumbangan. Tanggapan responden terhadap pemilik industri pengolahan sagu sebesar 71,4 % responden menjawab sering membantu warga dan 22,9 % responden menjawab pemilik tidak peduli terhadap lingkungan. Selanjutnya tanggapan masyarakat apakah usaha ini masih terus dilanjutkan, separuh jawaban responden menjawab masih terus diperlukan dan sisanya menjawab tidak diperlukan. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa air dan tanggapan masyarakat dapat disimpulkan bahwa : 1. Keberadaan industri pengolahan sagu menghasilkan limbah cair yang komponen sagunya ikut terbuang ke anak sungai 2. Kondisi air sebelum masuk ke proses pengolahan sagu dengan kondisi air
34
yang keluar dari proses pengolahan sagu memiliki kandungan TSS yang berbeda. 3. Tingkat kekeruhan air sebelum masuk ke proses pengolahan sagu sebesar 3,78 NTU dan kekeruhan air setelah keluar 68,56 NTU 4. Kandungan BOD air sebelum masuk ke proses pengolahan sagu sebesar 51,37 ppm dan setelah masuk ke sungai 46,97 ppm 5. Secara uji statistik air limbah pengolahan sagu ke anak sungai tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap regulatory limi.t 6. Air buangan yang berasal dari proses pengolahan sagu masuk golongan C yang masih dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. 7. Bentuk gangguan yang dialami oleh masyarakat sekitar adalah limbah cair sebesar 20 %, bau tidak sedap akibat limbah padat 51,1 % dan bising 22,9 % 8. Terjadinya bau akibat limbah padat 45,7 % terjadi pada musim kemarau dan 31,4 % menjawab terjadi pada musim hujan 9. Kekeruhan air tersebut 28,6 % responden menyebabkan gatal-gatal, dan 68,6 % menjawab tidak berpengaruh 10.Keberadaan industri pengolahan sagu memberi keuntungan bagi masyarakat jawaban responden sebesar 71,4 % sisanya menjawab tidak perlu lagi SARAN Untuk mengurangi kekeruhan air yang masuk ke anak sungai, industri pengolah sagu perlu mengganti saringan yang lebih halus sehingga tidak banyak pati sagu yang lolos terbuang ke anak sungai. Sebaiknya sebelum air limbah masuk ke anak sungai maka perlu dibuatkan bak penampung agar sisa pati sagu yang terikut mengendap di bak penampungan dan airnya baru masuk ke anak sungai. Untuk mengurangi bau tidak sedap akibat limbah padat bahan baku sagu perlu dibuat tempat khusus yang tertutup sehingga mengurangi kontak dengan udara sehingga bau tidak Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Dampak Limbah Pengolahan Sagu .... (Amos)
sedap sebagai pengaruh fermentasi dapat dikurangi. DAFTARA PUSTAKA Haryanto, B dan Pangloli, P. 1993. Potensi dan Pemanfaatan sagu. Kanisius. Yogyakarta
Soemarwoto, O 1998. Ekologi, linggkungan Hidup dan pembangunan. Djambatan Jakarta Sudirman. 1975. Kriteria Pencemaran Udara dan Air. Jurnal Public Health 32.
http:www.pdfqeen.com/pdf/pe/ pengolahan limbah sagu sebagai pakan. Diakses tanggal 16 april 2010 http:www/indrasiublog.muliply.com/journal/it/ industri sagu raktay meranti. Diakses 16 april 2010 Husein, M.H. 1992. Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukuman. Bumi Aksara. Jakarta Mohida, U.N. 1981. Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Jakarta Rasyad S. 1990. Pengaruh Air Buangan Industri Sagu terhadap Kualitas Bahan Air Penerima Untuk keperluan Pertanian dan Perikanan. Studi kasus Industri sagu di kabupaten Bogor. Jawa Barat. Thesis. Fakultas Pasca Sarjana UI. Jakarta Ruddle, K. D, Johson, P. C Towsend and J.D. Reed. 1978. Palm sago a Tropical Starch From Marginal land East West. Tech and Dev. Inst. The University Press of Hawaii. Honolulu, Siaahan, NTT. 1987. Ekologi Pembangunan dan Hukum Tata Lingkungan. Erlangga. Jakarta. Soemarwoto, O . 2001. Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Soemarwoto, O 1991. Indonesia dalam kancah Isu Lingkungan Global. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
35
Jurnal Industri Hasil Perkebunan : Vol. No. Juli, 2010
36
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas 1978-5283 Air Sungai Singingi di Kabupaten ISSN Kuantan Singingi Provinsi Riau
Johan,TI., Ediwarman 2011:5 (2)
DAMPAK PENAMBANGAN EMAS TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI SINGINGI DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU T. Iskandar Johan Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Riau alamat Jalan Kaharuddin Nasution No. 113 Perhentian Marpoyan, Pekanbaru Ediwarman Dosen Fakultas Pertanian Universitas islam Riau alamat Jalan Kaharuddin Nasution No. 113 Perhentian Marpoyan, Pekanbaru Gold Mining Inpacts on Air Quality in the River of Singingi in Kuantan Singingi District Riau Province
ABSTRACT This study was conducted in March until August 2008. The research site is the Singingi river waters Petai rural areas (upstream) to the village of Tanjung pauh (downstream) sub Singingi Downstream, Kuantan Singingi District, Riau Province. Metode used in this study is a survey method. The analysis in this study is done by using descriptive analysis. Implementation of the analysis performed on Singingi river waters that includes physical and chemical parameters such as temperature, brightness, turbidity, current speed, water depth, TSS, O2, pH, CO2, BOD5, COD, Nitrate and Phosphate. The results showed that gold mining can make Singingi river waters are at a fairly alarming rate in a state that has been contaminated between the categories of mild contaminated with heavy contamination. It can be seen from the results of laboratory analysis of physical and chemical parameters of the level of pollution has passed the threshold value (MAB) in accordance with the PP. 82 In 2001, about Managing water quality and water pollution control such as brightness parameter (9.0 to 19.0 cm.), Turbidity (139.40 to 199.27 NTU), TSS (86.33 to 115.96 mg / l)., BOD5 (14 to 16.6 mg / l) and COD (138.91 - 143.31 mg / l) has exceeded the quality standards of water quality .Key Word: gold, Quality, Water River
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
168
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
PENDAHULUAN Sungai Singingi adalah sungai terbesar kedua setelah Sungai Kuantan yang terdapat di Kabupaten Kuantan Singingi, dan bermuara ke sungai Kampar Kiri. Diperkirakan dua puluh tahun yang lalu sungai Singingi masih merupakan daerah pemijahan ikan Patin (Pangasiuspangasius) yang melakukan migrasi/ruaya ke hulu sungai. Selain itu, perairan sungai Singingi selama kurun waktu tertentu merupakan daerah perairan yang alamiah dan kaya dengan berbagai jenis biota air. Secara spesifik perairan ini sangat sesuai untuk perkembangbiakan ikan, ini dapat dibuktikan dengan banyaknya jenis ikan yang melakukan pemijahan diperairan ini khususnya ikan patin, baung dan lain-lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Selain itu biota yang ada dapat menjalankan fungsinya sebagai penyeimbangan ekosistem. Meningkatnya aktifitas manusia untuk memanfaatkan potensi yang ada di sungai Singingi seperti penambangan emas tanpa izin (PETI), penambangan pasir/batu kerikil (galian C), dan penambangan batubara serta pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sehingga menyebabkan terganggunya daur hidup dari organisme yang ada diperairan tersebut. Disamping itu, masyarakat yang tinggal di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Singingi sulit untuk mendapat ikan. Penurunan kualitas perairan sungai Singingi sebagai akibat dari aktifitas manusia yang berlebihan paling banyak menyita perhatian pada saat sekarang ini. Air sungai telah mengalami perubahan kualitas karena masuknya zat-zat pencemar yang menimbulkan efek kerusakan pada kualitas perairan tersebut. Perairan menjadi tercemar karena diperkirakan sudah mengandung logam berat yang dapat membuat keracunan bagi biota perairan sehingga populasi ikan dan organisme lainnya menjadi berkurang/punah. Kandungan organik dan an organik dalam limbah memberikan dampak negatif pada badan penerima (sungai) bila terdapat nilai-nilai diluar batas ukuran yang telah ditetapkan. Ukuran yang sudah distandarkan disebut dengan Baku Mutu Limbah. Berbagai ukuran lain mampu menunjukkan lingkungan dalam keadaan tercemar. Sifat-sifat biologi limbah banyak dipermasalahkan dalam pencemaran perairan karena limbah mengandung bakteri memberikan dampak langsung bagi manusia. Karakteristik biologi biasanya ditandai dengan kehidupan plankton, bakteri, benthos serta biota lainnya (Ginting, 2000). Agar perairan sungai Singingi dapat terpelihara kualitasnya secara berkelanjutan diperlukan pengamatan ditinjau dari berbagai aspek terutama aspek fisika, dan kimia. Untuk membuktikan perairan sungai Singingi sudah terganggu kelestarian lingkungannya, khususnya kualitas perairan diperlukan kajian secara empirik. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air Sungai Singingi berdasarkan parameter fisika dan kimia Kabupaten Kuantan Singingi masih memenuhi standar baku mutu air kelas III berdasarkan peraturan Pemerintah N0. 82 tahun 2001.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
169
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2008. Adapun lokasi penelitian adalah perairan sungai Singingi yang berada di wilayah desa Petai (bagian hulu) sampai dengan desa Tanjung pauh (bagian hilir) Kecamatan Singingi Hilir, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau (Lampiran 1). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan parameter air baik parameter fisika maupun kimia. Penentukan titik sampling dilakukan menggunakan metode porposive sampling, pengambilan sampel air sungai menggunakan metode random sampling. Setelah sampel diambil kemudian dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Pelaksanaan analisis dilakukan pada air sungai singingi yang mencakup parameter fisika dan kimia seperti Suhu, Kecerahan, Kekuruhan, Kecepatan Arus, Kedalaman Air, TSS, O2, pH, CO2, BOD5, COD, Nitrat dan Fosfat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Parameter Fisika Suhu
Nilai Rerata Parameter Kualitas Perairan Sungai Singingi pada Masing-masing Stasiun selama Penelitian. Satuan ºC
1
2
27,70
28,30
Stasiun 3
31,30
4 30,00
5
Baku Mutu
29,20 Suhu air normal 9,00 199,27 50 0,39 126,00 115,96 50
Kecerahan cm 14,90 19,00 12,00 9,20 Kekeruhan NTU 186,47 139,40 146,13 175,46 Kecepatan arus m/dtk 1,13 0,83 0,10 0,42 Kedalaman cm 134,67 105,60 127,00 132,00 TSS mg/l 86,78 97,57 86,33 102,80 Kimia O2 terlarut mg/l 6,00 5,90 4,70 5,30 5,40 4 pH 5,50 5,70 5,50 5,40 5,30 6-9 CO 2 mg/l 0,18 0,25 0,20 0,23 0,20 BOD5 mg/l 14 16,30 15,60 16,60 15,30 3 COD mg/l 140,19 138,91 143,31 142,09 141,85 30 Nitrat mg/l 0,095 0,094 0,092 0,094 0,103 20 Fosfat mg/l 0,024 0,025 0,036 0,031 0,032 1 Keterangan : Stasiun 1 = sungai Singingi bagian hilir, Stasiun 2 = sungai Singingi desa Tanjung Pauh Stasiun 3 = Sungai Singingi desa Sungai Paku, Stasiun 4 = sungai Singingi desa Koto Baru Stasiun 5 = sungai Singingi desa Petai (bagian hulu sungai)
Referensi Normal
60-90 5-25 0,25-0,10 < 25 ±6 5-9 <5 <6 50 5-10 0,05
Pengukuran kualitas perairan bertujuan untuk mengetahui nilai kualitas air berdasarkan parameter-parameter yang ada, kemudian dibandingkan dengan baku mutu, literatur pendukung dan pendapat para ahli sesuai untuk peruntukannya. Perbandingan nilai parameter kualitas air pada setiap stasiun penelitian dengan angka yang diperbolehkan ada dalam perairan sesuai peruntukkannya berdasarkan Peraturan Pemerintah © 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
170
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Nomor 82 Tahun 2001. Untuk mengetahui kualitas air sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter fisika dan kimia perairan merupakan bagian terpenting dalam pengelolaan perairan umum (sungai waduk dan danau) karena perairan umum tersebut yang keseluruhan isinya adalah air. Setiap kehidupan yang ada di dalamnya sangat tergantung pada kualitas air. Organisme perairan dapat hidup dengan baik apabila faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti parameter fisika dan kimia perairan berada dalam batas toleransi yang dikehendaki oleh organisme tersebut. Parameter Fisika Suhu Suhu air pada masing-masing stasiun selama penelitian diperairan sungai Singingi berkisar antara 27,7 - 31,3 ºC. Suhu tertinggi berada pada stasiun 3 yaitu 31,3 ºC sedangkan suhu terendah pada stasiun 1 yaitu 27,7 ºC . Tingginya suhu pada stasiun 3 disebabkan pada saat pengukuran suhu kondisi dilapangan sangat panas sekitar pukul 13.00 WIB, dan merupakan kawasan terbuka sehingga permukaan perairan langsung terkena oleh sinar matahari. Rendahnya suhu pada stasiun 1 disebabkan pada waktu pengambilan sampel masih dipagi hari sekitar pukul 09.00 WIB sehingga penyinaran matahari belum begitu panas di kawasan tersebut. Perbedaan suhu air antara satu stasiun dengan stasiun yang lainnya sebesar 3,6 ºC. Kecilnya perbedaan suhu perairan sungai Singingi disebabkan karena perairan tersebut merupakan perairan yang mengalir (lotic water), sehingga pengadukan air dapat terjadi setiap waktu, dengan demikian suhu perairan sungai Singingi masih dalam batas normal bagi kehidupan organisme perairan Soeseno (1984) mengatakan perbedaan untuk pertumbuhan ikan adalah 5 ºC. sangat mempengaruhi penyebaran pertumbuhannya, karena semua proses pada suhu.
suhu air antara siang dan malam hari yang terbaik Menurut Bishop (1973) suhu lingkungan perairan organisme dan juga menentukan kecepatan metabolisme organisme perairan sangat tergantung
Suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesis, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dapat merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton. Boyd (1979) menyatakan bahwa suhu perairan di daerah tropis berkisar antara 25 – 32 ºC masih layak untuk kehidupan organisme perairan.Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama penelitian, maka suhu perairan sungai Singingi tergolong normal serta masih memenuhi kriteria baku mutu air (PP No.82/2001 Kelas III) yaitu devisi 3 dari keadaan alamiah. Berarti suhu perairan sungai Singingi masih sangat mendukung kehidupan makhlud hidup didalamnya. Kecerahan Rerata hasil pengukuran kecerahan pada masing-masing stasiun selama penelitian di perairan sungai Singingi berkisar antara 9,0 – 19,0 cm. Kecerahan yang tertinggi terdapat pada stasiun
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
171
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
2 adalah 19,0 cm dan stasiun 1 sebasar 14,9 cm, kecerahan terendah terdapat pada stasiun 5 ,4 dan 3 berkisar antara 9,0 – 12,0 cm. Tingginya tingkat kecerahan pada stasiun 2 dan 1, disebabkan pakan daerah muara sungai Singingi dengan arus yang relatif deras sehingga partikel-partikel tanah dan lumpur yang terbawa oleh arus tidak dapat mengendap. Rendahnya nilai kecarahan pada stasiun 5, 4 dan 3 disebabkan banyaknya aktifitas masyarakat melakukan penambangan emas (PETI) dengan meggunakan mesin penghisap. Penggunaan mesin sedotan tersebut secara bersamaan akan terhisap pasir, kerikil dan lumpur dan terbuang kembali kedalam perairan sehingga air menjadi keruh karena mengandung lumpur dan partikel lainnya. Kecerahan adalah ukuran transparansi suatu perairan atau kedalaman perairan yang dapat ditembus cahaya matahari. Nilai kecarahan suatu perairan merupakan suatu petunjuk dalam menentukan baik buruknya mutu suatu perairan karena kecerahan dapat mempengaruhi daya penetrasi cahaya matahari. Kecerahan yang rendah menandakan banyaknya partikel-partikel yang melayang dan larut dalam air sehingga menghalangi cahaya matahari yang menembus perairn (Harahap, 2000).
Kecerahan (cm)
20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
Stasiun Gambar 1. Nilai Rerata Kecerahan Air Sungai Singingi pada masing-masing Stasiun Selama Penelitian.
APHA (1992) menyatakan bahwa nilai kecerahan yang diungkapkan dalam satuan meter sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan partikel tersuspensi, partikel koloid, kekeruhan, warna perairan, jasad renik, detritus, plankton, keadaan cuaca, waktu pengukuran dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Menurut Boyd (1982) perairan yang memiliki kecerahan 0,60 m – 0,90 m dianggap cukup baik untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme lainnya. Akan tetapi jika kecerahan < 0,30 m, maka dapat menimbulkan masalah bagi ketersediaan oksigen terlarut diperairan. Dari ketiga pendapat tersebut diatas, dibandingkan dengan hasil pengukuran dilapangan selama penelitian ternyata nilai kecerahan telah melewati ambang batas (MAB). Nilai kecerahan perairan sungai Singingi kurang mendukung kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan terutama fitoplankton.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
172
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Kekeruhan Nilai kekeruhan berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing stasiun selama penelitian di perairan sungai Singingi berkisar antara 139,40 – 199,27 NTU. Tingginya nilai kekeruhan pada setiap stasiun pengambilan sampel air penelitian disebabkan karena adanya kegiatan penambangan mas (PETI) yang sedang beroperasi pada saat pengambilan air sampel (lebih kurang 150 - 200 m dari jarak tempat stasiun pengambilan sampel). Akibatnya tingkat kekeruhan perairan sungai Singingi pada setiap stasiun penelitian cendrung tinggi.Tingginya tingkat kekeruhan tersebut sejalan dengan rendahnya tingkat kecerahan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Selain itu, kekeruhan juga disebabkan karena adanya perbedaan kedalaman dan kecepatan arus pada setiap stasiun juga berebeda. Disamping itu, tingginya nilai kekeruhan juga diperkirakan masuknya bahan-bahan organik dan anorganik baik yang berasal limbah buangan Pabrik Kelapa Sawit PKS) maupun yang masuk langsung karena terbawa oleh air hujan. Hal ini diduga karena adanya Pabrik Kelapa Sawit (PKS) disekitar lokasi penelitian.
Kekeruhan (NTU)
250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
Stasiun
Gambar 2. Nilai Rerata Kekeruhan Air Sungai Singingi pada masing-masing Stasiun Selama Penelitian.
Kekeruhan adalah gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya sinar atau cahaya matahari yang dipancarkan dan diserap oleh partikel-partikel yang ada dalam perairan tersebut (Boyd, 1979). Purwanto dalam Pamungkas (2003) menyatakan bahwa kisaran kekeruhan 13,65 – 18,94 NTU secara umum cukup baik dan masih mendukung kehidupan organisme aquatik. Alearts dan Santika (1984) menambahkan bahwa nilai minimum untuk kekeruhan adalah 5 NTU dan maksimum yang diperbolehkan adalah 25 NTU. Dilihat dari ketiga pendapat tersebut diatas, nilai kekeruhan perairan sungai Singingi berdasarkan hasil pengukuran ternyata telah melewati ambang batas (MAB) yang sudah pasti dapat mengganggu kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan. Hal ini juga dapat dibuktikan dari masyarakat yang tinggal dipinggiran sungai Singingi dimana hasil penangkapannya mengalami penurunan secara drastis.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
173
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Kecepatan Arus Rerata nilai kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama penelitian di perairan sungai Singingi berkisar antara 0,10 – 1,13 m/detik. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 1 (1,13 m/detik), dan terendah pada stasiun 3 (0.10 m/detik). Perbedaan kecepatan arus yang terjadi disebabkan oleh kondisi dasar perairan yang semakin dekat ke bagian hilir sungai agak sedikit curam (stasiun 1). Kecepatan arus memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi parameter lingkungan lainnya serta berperan dalam menentukan tingkat akulamulasi bahan pencemar pada suatu perairan. Odum (1996) mengatakan bahwa kecepatan arus di sungai tergantung pada kemiringan, kekasaran, kedalaman dan kelebaran dasar perairan. Selanjutnya Harahap (1999) menjelaskan bahwa kecepatan arus dapat dibagi menjadi empat katagori yaitu: (1) kecepatann arus 0,25 cm/detik berarus lambat, (2) kecepatan arus 25 – 50 cm/detik berarus sedang, (3) kecepatan arus 50 – 100 cm/detik berarus cepat dan kecepatan arus lebih besar dari 100 cm/detik berarus sangat cepat. Kecepatan arus perairan sungai Singingi termasuk perairan yang berarus sedang dan cepat. Perairan dengan kecepatan arus sedang dan cepat cendrung memiliki dasar perairan berlumpur dan berpasir. Arus yang cepat dapat mengangkut bahan-bahan pencemar seperti parikel-partikel lumpur dengan segera terbawa bersama arus dan begitu juga sebaliknya apabila perairan yang kecepatan arusnya lambat dasar perairannya cendrung berlumpur. Kedalaman Perairan Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kedalaman perairan sungai Singingi pada masingmasing stasiun selama penelitian berkisar antara 105,60 - 134,67 cm. Nilai kedalaman perairan tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 134,67 cm dan angka kedalaman terendah terdapat pada stasiun 2. Tingginya nilai kedalaman pada stasiun 1 disebabkan stasiun sampel tersebut terletak dibagian hilir sungai yang dasar perairannya relatif lebih curam dan landai. Perbedaan kedalaman perairan pada setiap stasiun tidak begitu nampak, dimana pada saat penelitian dilakukan kondisi perairan sungai Singingi dalam keadaan stabil dan tidak dipengaruhi oleh air hujan. Welch dalam Harahap (2000) menyatakan perairan yang baik untuk pemeliharaan ikan berkisar pada kedalaman perairan 75 – 125 cm, karena air pada kedalaman tersebut masih dipengaruhi oleh sinar matahari sehingga merupakan lapisan yang produktif. Berdasarkan pendapat tersebut diatas kedalaman perairan sungai Singingi masih layak sebagai tempat kehidupan organisme perairan. Selanjutnya Harahap (2000) menambahkan kedalaman perairan juga merupakan faktor pembatas kesuburan perairan. Plankton khususnya fitoplankton banyak dijumpai pada kedalaman tidak lebih dari satu meter pada perairan umum (sungai, danau dan waduk) karena pada kedalaman satu meter merupakan daerah transparansi matahari (euphotic zone).
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
174
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Total Suspended Solid (TTS) Hasil pengukuran TTS di perairan sungai Singingi pada masing-masing stasiun selama penelitian berkisar antara 86,33 - 115,96 mg/l. TTS tertinggi terdapat pada stasiun 5 (desa Petai) yaitu 115,96 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 3 (desa Sungai Paku) yaitu 86,33 mg/l. Total Suspended Solid (TTS) atau muatan padatan tersuspensi (MPT) merupakan parameter fisika yang berkaitan erat dengan kekeruhan. Effendi (2003) mengatakan bahwa semakin tinggi nilai kekeruhan, maka nilai kelarutan zat-zat yang tersuspensi juga akan tingggi. Banyaknya partikel-partikel yang melayang-layang diperairan seperti tanah, lumpur, detritus, pasir, buangan limbah domestik dan lain sebagainya dapat menghambat sinar matahari masuk ke perairan yang dapat mengurangi fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Oleh karena itu kandungan oksigen terlarut juga akan berkurang yang merupakan hasil dari fotosintesis plankton. Tingginya nilai TTS di stasiun 5 sejalan dengan tingginya nilai kekeruhan pada stasiun 5, hal ini disebabkan aktifitas penambangan emas pada saat pengambilan sampel penelitian sedang beroperasi dan tidak begitu jauh dari titik sampel yang ditetapkan. Nilai TTS yang terendah terdapat pada stasiun 3 (86,33 mg/l) karena aktifitas penambangan mas jauh dari lokasi pengambilam sampel dan airnya relatif lebih tenang, sehubungan dengan alirannya terbagi dua.
TS S (m g/l)
Nilai TTS dibagi menjadi 4 katagori yaitu : 1) nilai padatan tersuspensi < 25 mg/l berarti tidak berpengaruh, 2) nilai padatan tersuspensi 25 – 80 mg/l sedikit berpengaruh, 3) nilai padatan tersuspensi 81 – 400 mg/l berarti kurang baik, 4) nilai padatan tersuspensi > 400 mg/l berarti tidak baik (Effendi, 2003). Dilihat dari nilai katagori tersebut berarti muatan tersuspensi perairan sungai Singingi tergolong pada katagori kurang baik (86,3 – 115,96 mg/l).
140 120 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
Stasiun Gambar 3.
Nilai Rerata Total Suspended Solid (TSS) Sungai Singingi pada masing-masing Stasiun Selama Penelitian.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
175
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Alaert dan Santika (1984) mengemukakan bahwa perairan yang mempunyai nilai kandungan muatan padatan tersuspensi sebesar 300 – 400 mg/l mutu kualitas perairan tersebut tergolong buruk.Jika dibandingkan dengan nilai TTS perairan sungai Singingi belum tergolong buruk karena nilainya masih dibawah 300 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran nilai total suspended solid (TTS) dan dibandingkan dengan baku mutu air PP. No. 82 Tahun 2001 kelas III, bahwa perairan sungai Singingi telah melewati ambang batas (MAB). Sehingga perairan sungai Singingi kurang baik untuk kehidupan maupun perkembangbiakan organisme perairan. Selanjutnya, dilihat dari hasil pengukuran terhadap parameter kualitas air, terutama parameter fisika, dapat diketahui bahwa parameter fisika yang paling berpengaruh terhadap kualitas air perairan sungai Singingi antara lain:1) kecerahan, 2) kekeruhan dan 3) total suspended solid (TSS). Parameter Kimia Oksigen Terlarut (O2) Hasil pengukuran kadar oksigen terlarut diperairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 4,7 – 6,0 mg/l. Oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 6,0 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 4,7 mg/l. Tingginya kadar oksigen terlarut pada stasiun 1 disebabkan nilai kecerahan pada stasiun ini juga tinggi sehingga intensitas cahaya yang masuk keperairan dapat meningkatkan proses fotosintesa. Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada stasiun 3 disebabkan karena arus airnya relatif lambat dimana oksigen yang berasal dari aliran air juga berkurang. Berdasarkan kandungan oksigen terlarut perairan sungai Singingi belum tergolong rendah, karena nilai oksigen terlarutnya tidak kurang dari 4 mg/l. Oksigen terlarut dalam perairan dapat berasal dari udara dan dari pergerakan air, sumber oksigen terlarut terbesar dalam perairan berasal dari proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Sastrawijaya (2000) mengatakan bahwa kepekatan oksigen terlarut dalam perairan antara lain disebabkan oleh suhu, tingkat penetrasi cahaya yang tergantung pada kedalaman dan kekeruhan air dan kehadiran tanaman untuk proses fotosintesis. Boyd (1979) menambahkan kadar oksigen terlarut diperairan yang masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik terutama fitoplankton adalah tidak kurang dari 5 mg/l. Selanjutnya Nurachmi (1999) mengemukakan bahwa organisme perairan dapat hidup dengan layak dan kegiatan perikanan dapat berhasil kandungan oksigen terlarut tidak kurang dari 4 mg/l. PP No. 82 Tahun 2001, nilai kandungan oksigen terlarut untuk katagori kelas III batas minimal adalah 4 mg/l. Berarti kandungan oksigen terlarut parairan sungai Singingi masih diatas nilai ambang batas yang ditetapkan, dengan demikian perairan sungai Singingi masih mendukung untuk kegiatan perikanan dan kehidupan organisme di dalamnya.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
176
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Derajad Keasaman (pH) Nilai derajad keasaman (pH) perairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 5,3 – 5,7. pH tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 5,7 sedangkan pH terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 5,5. Nilai pH yang terdapat pada masing-masing stasiun tidak memperlihat perbedaan yang menyolok. Hal ini disebabkan pada setiap stasiun penelitian pengambilan sampel, dimana semua aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat disepanjang sungai relatif sama. Disamping parameter fisika, parameter kimia yang paling berpengaruh di dalam perairan sungai Singingi selama penelitian adalah nilai keasaman (pH) dan Nitrat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini. 6 5 pH
4 3 2 1 0 1
2
3
4
5
Stasiun
Gambar 4.
Nilai Rerata pH Sungai Singingi pada masing-masing Stasiun Selama Penelitian.
Rendahnya nilai pH perairan sungai Singingi disebabkan oleh kandungan nilai kekeruhan yang sangat tinggi, selain itu diduga pada kawasan ini juga terdapat berbagai aktifitas yang berpotensi menurunkan nilai pH seperti penambangan emas, batubara, pemukiman, dan perkebunan kelapa sawit. Sehingga senyawa yang bersifat asam dari proses dekomposisi perkebunan maupun yang lainnya dapat menyebabkan nilai pH menjadi rendah. Akrimil dan Subroto (2002) menyatakan bahwa derajad keasaman (pH) air merupakan salah satu sifat kimia air yang mempengaruhi pertumbuhan tumbuh-tumbuhan dan hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu lingkungan air sebagai lingkungan hidup. Derajad keasaman perairan juga mempengaruhidaya tahan organisme, dimana pH yang rendah akan menyebabkan penyerapan oksigen oleh organisme akan terganggu. Nilai pH yang terdapat pada setiap stasiun penelitian sudah tergolong rendah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut tergolong kepada perairan yang kurang baik untuk kehidupan organisme fitoplankton. Banerjea dalam Lamury (1990) mengkatagorikan tingkat kesuburan perairan berdasarkan kisaran pH yaitu: 1) pH 5,5 – 6,5, tidak produktif, 2) pH 6,5 – 7,5 produktif dan 3) pH 7,5 – 8,5 sangat produktif. Boyd (1979) mengemukakan bahawa kisaran pH yang sesuai untuk kehidupan organisme perairan adalah 6,5 – 9. Menurut PP No. 82 tahun 2001, dalam kritera baku mutu air kelas III adalah 6 - 9.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
177
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Berdasarkan pendapat tersebut diatas, maka nilai pH perairan Sungai Singingi kurang mendukung untuk kehidupan organisme perairan. Karbondioksida Bebas (CO2) Hasil pengukuran kadar karbondioksida bebas diperairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 0,18 – 0,25 mg/l. Karbondioksida bebas tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 0,25 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,18 mg/l. Karbondioksida bebas yang terdapat pada setiap stasiun penelitian tidak menunjukkan perbedaaan siginifikan, dimana karbondioksida di perairan sungai Singingi masih diatas nilai ambang batas dengan demikian karbondioksida perairan belum berdampak negatif bagi kehidupan organisme perairan. Wardoyo (1981) menyatakan bahwa naiknya kadar karbondioksida bebas selalu diiringi oleh kadar oksigen terlarut. Apabila kadar karbondioksida bebas di perairan tinggi maka kadar oksigen terlarut akan rendah dan begitu sebaliknya. Kadar karbondioksida bebas yang tinggi dapat mematikan ikan karena kekurangan oksigen. Di dalam perairan karbondioksida bebas berasal dari proses respirasi oleh organisme dalam air serta dekomposisi hewan akuatik. Keberadaan karbondiosida memegang peranan penting bagi kehidupan fitoplankton di dalam perairan, karena fitoplankton memerlukan karbondioksida bebas dalam jumlah yang cukup untuk proses fotosintesisi. Odum (1993) menyatakan bahwa kelarutan karbondioksida bebas dalam air dapat berasal dari proses respirasi, proses dekomposisi bahan organik, garam-garam bikarbonat serta atmosfir. Menurut Boyd (1982) perairan yang diperuntukkan untuk kegiatan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas kurang dari 5 mg/l., kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik asal disertai dengan kadar oksigen terlarut tersedia dalam jumlah yang cukup. Berdasarkan hasil pengukuran karbondioksida bebas pada setiap stasiun selama penelitian dimana perairan sungai Singingi masih mendukung kehidupan organisme didalamnya. BOD5 (Biological Oxygen Demand) Nilai Rata-rata BOD5 di perairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 14 – 16,6 mg/l. Nilai BOD5 tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu 16,6 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 14 mg/l. Tingginya kadar BOD5 pada stasiun 4 diperkirakan karena banyaknya bahan organik yang dapat diurai oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi. Terdapatnya bahan organik di perairan bukan saja berasal dari sumber limbah tetapi juga berasal dari lingkungan sekitarnya seperti adanya kegiatan perkebunan, penambangan emas dan perkebunan yang masuk ke dalam perairan sungai Singingi. Sehingga jumlah O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik lebih besar. Secara keseluruhan terlihat bahwa perairan sungai Singingi memiliki kandungan BOD5 yang cukup tinggi pada setiap satasiun penelitian, hal ini duduga karena terbatasnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
178
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Kebutuhan oksigen biokimia (BOD5) dari suatu perairan merupakan ukuran banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengurai hampir semua senyawa organik yang tersuspensi dalam air selama 5 hari (Alaert dan Santika, 1984). Nilai BOD5 yang semakin tinggi bukan menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahanbahan tersebut. Menurut Fardiaz (1992), jika konsumsi oksigen tinggi untuk proses oksidasi dalam uji BOD5 maka dapat dikatakan bahwa kandungan bahan-bahan organik yang dibutuhkannya juga semakin tinggi. Nilai BOD5 perairan sungai Singingi pada tahun 2006 berkisar antara 1,1 – 9,8 mg/l. (Badan Promosi Investasi dan PDL Kuantan Singingi, 2006). Nybakken (2002), mengatakan bahwa nilai BOD5 yang baik untuk perairan umum (sungai, waduk dan danau) untuk kegiatan perikanan tidak melebihi dari 6 mg/l dan menurut PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kriteria mutu air kelas III nilai BOD5 yang dianjurkan adalah 3 mg/l. Dengan demikian kandungan BOD5 di perairan sungai Singingi telah melebihi nilai ambang batas (MAB) maka nilai BOD5 kurang mendukung untuk kehidupan organisme perairan. COD (Chemical Oxygen Demand) Nilai rata-rata COD di perairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 138.91 – 143,31 mg/l. Nilai COD tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 143,31 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu 138.91 mg/l. Tingginya kandungan COD pada perairan sungai Singingi diduga karena tingginya aktifitas masyarakat baik di dalam maupun disekitar sungai Singingi seperti perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, serta adanya pabrik kelapa sawit (PKS). Boesc et al., dalam Rambe, (1999) menyatakan tinggi rendahnya COD menunjukkan wilayah tersebut banyak terdapat zat-zat organik yang terdiri dari komponen hidrokarbon ditambah sejumlah kecil oksigen, nitrogen, sufur dan fosfor. Nilai COD merupakan ukuran atau salah satu para meter bagi pencemaran air oleh zat-zat organik secara alamiah dan zat tersebut tidak dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis. Kebutuhan oksigen kimiawi adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zatzat organik yang terdapat dalam air secara kimiawi menjadi CO2 dan H2O, nilai COD akan meningkat sejalan dengan meningkatnya nilai bahan organik di perairan (Sedana et al., 2001). Menurut PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kriteria mutu air kelas III nilai COD yang diperbolehkan adalah 50 mg/l. Berdasarkan pendapat tersebut maka kandungan COD di perairan sungai Singingi telah melewati nilai ambang batas (MAB) yang dianjurkan, berarti sungai singingi telah tercemar dengan demikian kandungan COD tidak lagi mendukung untuk kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
179
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Nitrat Hasil pengukuran nitrat di perairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 0,094 – 0,103 mg/l. Nilai nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu 0,103 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 3 yaitu 0,094 mg/l. Nilai kandungan nitrat yang terdapat diperairan sungai Singingi masih tergolong rendah, hal ini sangat berkaitan dengan parameter lainnya seperti tingkat kekeruhan yang sangat tinggi dan tingkat kecerahannya yang rendah. Sehingga penetrasi cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis menjadi berkurang dengan demikian perkembangan organisme perairan berupa fitoplankton menjadi terhambat. Nitrat (NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan senyawa stabil. Nitrat termasuk salah satu unsur penting dalam sintesis protein tumbuh-tumbuhan dan hewan. Namun nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas, sehingga dapat mematikan organisme perairan lain (Alaerts dan Santika, 1984). Saeni dalam Rukhoyah, (2005) mengatakan bahwa sumber-sumber nitrat dalam perairan dapat bermacam-macam yang meliputi bahan organik, limbah industri, limbah rumah tangga, limbah peternakan dan pupuk. Wardoyo (1981) menyatakan bahwa hasil pembusukan bahan organik akan menghasilkan amoniak (NH3) dan dari amoniak akan menjadi amonium (NH4) selanjutkan oleh bakteri nitrit dirubah menjadi nitrit (NO2) selanjutnya dari nitrit dirubah menjadi nitrat (NO3) oleh bakteri nitrat. Vollenweidir dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa perairan yang memiliki kandungan nitrat 0,0 – 1,0 mg/l dikategorikan pada perairan yang kurang subur. Menurut PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kelas III nilai kandungan nitrat adalah 20 mg/l. Apabila dibandingkan dengan kandungan nitrat perairan sungai Singingi pada setiap stasiun penelitian lebih rendah. Berdasarkan pendapat tersebut maka perairan sungai Singingi dikategorikan pada perairan yang kurang subur.
Nitrat (mg/l)
0.15 0.1 0.05 0 1
2
3
4
5
Stasiun Gambar 5.
Nilai Rerata Nitrat Sungai Singingi pada masing-masing Stasiun Selama Penelitian.
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
180
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Fosfat Hasil pengukuran fosfat di perairan sungai Singingi pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 0,024 – 0,036 mg/l. Nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu 0,036 mg/l dan terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,024 mg/l. Fosfat merupakan salah satu unsur penting dalam perairan untuk proses metabolisme sel organisme. Di perairan unsur fosfor terdapat dalam senyawa fosfat yang berada dalam bentuk organik dan anorganik (Rukhoyah, 2005). Effendi (2003) menyatakan bahwa kandungan fosfat di perairan berasal dari limbah industri dan limbah domestik yakni fosfor yang berasal dari detergen. Limbah buangan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfat. Lind dalam Fitri (2004) menambahkan secara alami sumber fosfat di perairan berasal dari penguraian bahan-bahan organik dan pelapukan tumbuh-tumbuhan. Kandungan fosfat diperairan sungai Singingi belum melebihi ambang batas karena batas baku mutu yang diinginkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk kelas III adalah 1 mg/l. Sedangkan menurut Poernomo dan Hanafi dalam Nurachmi, 1999) menyatakan bahwa tingkat kesuburan perairan dapat dibagi menjadi 4 yaitu; (1) kesuburan rendah konsentrasi fosfat berkisar 0,00-0,020 mg/l, (2) kesuburan sedang konsentrasi fosfat berkisar 0,021-0,050 mg/l, (3) kesuburan baik 0,0510,100 mg/l dan (4) kesuburan sangat baik 0,101-0,201 mg/l. Berdasarkan hasil pengukuran nilai kandungan fosfat pada setiap stasiun selama penelitian, maka kandungan fosfat perairan sungai Singingi termasuk pada golongan perairan dengan nilai kandungan fosfat berkisar antara 0,021 – 0,050 mg/l. Untuk itu kandungan fosfat diperairan sungai Singingi tergolong pada tingkat kesuburan sedang untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan algae khususnya fitoplankton. KESIMPULAN Secara umum status kondisi perairan sungai Singingi berada dalam kondisi ekosistem yang labil. Selain itu perairan tersebut telah berada pada tingkat yang cukup mengkhawatirkan yaitu berada pada kondisi telah tercemar yang berada antara katagori tercemar ringan sampai dengan tercemar berat. Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter fisika maupun kimia yang telah melewati nilai ambang batas (MAB) sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001, tentang Pengelolan kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air antara lain seperti parameter kecerahan, kekeruhan, TSS, BOD5 dan COD (Chemical Oxygen Demand).
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
181
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pemerintahan Daerah Kuantan Singingi yang telah memeberi izin dalam pelaksanaan penelitian ini, dan kepada semua pihak yang telah membantu atas terlaksananya penelitian ini di lapangan. DAFTAR PUSTAKA APHA, AWWA, WEF. 1995. Standard Method for the Examination of Water and Wastewater. 19 th Edition. Washington D.C. Alaert, G. dan S.S. Santika. 1984. Metoda Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. 309 hal. Badan Promosi Investasi dan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2006. Laporan Akhir Survey Kualitas Air Kabupaten Kuantan Singingi. BPIPDL Kuantan Singingi Bekerjasama dengan C.V. Kharisma Consultant. Teluk Kuantan. 132 hal (tidak diterbitkan). Bishop, J.E. 1073. Limnology of Small Malayan River Gombak. Dr. W. Junk. V.B. Publisher. The Haque. 458 pp. Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warm Fish Ponds. Oxford University Press. Oxford. 216 pp. _________.1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn. University Agriculture Experiment Station. Auburn Alabama. 354 pp. Effrianti, L. 2008. Kadar Logam Merkuri (Hg) pada Air dan Sedimen di Perairan Sungai Singingi Desa Tanjung Pauh Kecamatan Singingi Hilir Kabupaten kuantan Singingi Provinsi Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru 47 hal (tidak diterbitkan) Fardiaz, S. 1992. Pulusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yokyakarta. 118 hal. Fitri, N.M. Fauzi dan N.El Fajri. 2004. Produktifitas Primer Perairan Waduk Simbat di Kecamatan Kampar Provinsi Riau. Berkala Perikanan Terubuk. 32 (I) : 10 – 17. Ginting, P. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Industri. Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Harahap, S. 1999. Tingkat Pencemaran Perairan Pelabuhan Tanjung Balai Karimun Kepulauan Riau Ditinjau dari Komunitas Makrozoobenthos. Lembaga Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 26 hal. __________. 2000. Analisis Kualitas Air Sungai Kampar dan Identifikasi Bakteri Patogen di Desa Pongkai dan Batu Besurat Kecamatan kampar kabupaten Kampar. Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 33 hal (tidak diterbitkan). © 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
182
Dampak Penambangan Emas Terhadap Kualitas Air Sungai Singingi di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau
Lamury, F.R. 1990. Variasi Mingguan Chlorofil –a dan Kualitas Air Kolam Ikan di Perhentian Marpoyan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Isdlam Riau. Pekanbaru. 87 hal (tidak diterbitkan). Nurachmi, L. 1999. Kualitas Fisika-Kimia Perairn Sekitar ‘Dumping Area’ Lumpur Pengerukan Pelabuhan Minyak dumai. Berkala Perikanan Terubuk 27 (76) : 2 – 13. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan Oleh M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bangen, M. Hutomo dan S. Sukardjo. Gramedia. Jakarta. 459 hal. Presiden Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. tentan Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta. 28 hal. Pamungkas, N.A. Suin, Salsabila dan Y.I. Seregar. 2003. Habitat dan Kebiasaan Makanan Ikan Pantau (Rasbora lateristriata Blkr) di Sungai Kampar Kabupaten Kampar. Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan . 8 (2) : 91 – 102. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saundres Co. Fhiladelphia. 574 pg. Rambe, S.B. 1999. Kualitas Air Aungi kampar di Sekitar Kecamatan Bangkinang Barat Ditinjau dari Karakter Fisika-Kimia dan Struktur Komunitas Fitoplankton. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas riau . Pekanbaru. 46 hal (tidak diterbitkan). Rukhoyah, s. 2005. Kualitas Perairan Sungai Kandis di Sekitar Pabrik Kelapa Sawit PTPN V Ditinjau dari Sifat Fisika-Kimia dan Koefisien Saprobik. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 54 hal (tidak diterbitkan). Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta 274 hal. Soeseno, S. 1984. Limnologi. Direktorat Jenderal Perikanan. Bogor. 109 hal. Wardoyo, S.T.H. 1981. Kriteria Kualitas Air untuk Kepreluan Pertanian dan Perikanan. Trainning Analisa Dampak Lingkungan PPLH-UNDP-PUSDI-PSL dan IPB Bogor. 40 hal (tidak diterbitkan).
© 2011 Program Studi Ilmu Lingkungan PPS Universitas Riau
183
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
DAMPAK PENCEMARAN LIMBAH PABRIK TAHU TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP1 Oleh: Jessy Adack2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah dampak dari pencemaran limbah tahu terhadap lingkungan hidup dan bagaimanakah penerapan sanksi terhadap pencemaran lingkungan hidup dari limbah pabrik tahu. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan bahwa: 1. Dampak dari pencemaran limbah pabrik tahu terhadap lingkungan hidup yaitu rusaknya kualitas lingkungan terutama perairan sebagai salah satu kebutuhan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Rusaknya lingkungan akibat limbah pabrik tahu yang berdampak buruk terhadap kehidupan ekosistem yang berada diperairan dan juga mengancam kesehatan manusia. Ganguan terhadap perairan sangat merugikan kualitas mutu air serta manfaatnya. Limbah tahu membawa akibat bagi lingkungan, karena mempunyai bahan–bahan berbahaya yang dibuang ke perairan salah satunya limbah berbahaya dan beracun. Jika pencemaran limbah tahu dibiarkan terus menerus ditanah air kita, maka kelangsungan hidup ekosistem diperairan pun semakin terancam. 2. Untuk menanggulangi pencemaran limbah pabrik tahu yaitu di perlukan peraturan – peraturan seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk mengatur berbagai macam kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh para industri yang merusak kualitas dan baku mutu lingkungan hidup, dan yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran limbah yang dapat merusak lingkungan
hidup dan dapat membahayakan kesehatan pada manusia dan pada ekosistem yang berada diperairan, jikalau para industri melanggar ketentuan yang telah di berlakukan oleh pemerintah maka para idustri tersebut wajib mendapatkan sanksi yang telah diberlakukan berdasarkan Undang – Undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kata kunci: Limbah Pabrik, Tahu. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertimbangan Undang – Undang No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (a) bahwa lingkungan hidup perlu di jaga kelestariannya sehingga tetap mampu menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan; (b) bahwa dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, khususnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkat pula jumblah limbah yang di hasilkan termasuk yang berbahaya dan beracun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan manusia.3 Peratutan UU lingkungan hidup telah mewati 3 perubahan yaitu : 1. UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Lingkungan Hidup 2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan 3. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pertimbangan huruf (a) Undang – Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana di amanatkan dalam pasal 28H Undang-
1
Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Prof.Dr. Telly Sumbu, SH, MH, Dr. Denny B.A. Karwur, SH, MSi, Djoly Sualang, SH, MH. 2 NIM: 090711182. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado.
78
3
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Pengelolaan Limbah, (Bandung, CV Nuasa Aulia, 2009). Hal 19
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4 Bunyi dari pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 : “setiap orang berhak sejahtra lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 20 ayat (3) menyatakan bahwa setiap orang di perbolehkan membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan: a. Memenuhi baku mutu lingkungan hidup; b. Mendapat izin dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam pasal 67 setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Sudah menjadi kewajiban kita untuk menjaga dengan baik karunia yang tak ternilai harganya dari Tuhan berupa alam dan keanekaragaman hayatinya, jadi kita harus menjaga kelestarian alam ini, menjaga baku mutu air limbah dan menjaga ekosistem yang ada di dalamnya. Pertimbangan huruf (a) UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk kesejahtraan bagi seluruh Rakyat Indonesia dalam segala bidang; pertimbangan huruf (c) bahwa pengelolaan sumber daya air perlu di arahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air di katakan bahwa air yang merupakan sumber daya 4
Siombo Marhaeni, Hukum Lingkungan & Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia, (Jakarta, PT Granmedia, 2012), hlm. 131
alam yang di perlukan banyak orang, perlu di pelihara untuk melindungi kualitas air agar air tetap bersih, bermanfaat bagi kehidupan manusia dan ekosistem yang hidup di perairan baik di masa kini maupun di masa yang akan datang, karena itu untuk menjaga kualitas air agar dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat mutu yang di inginkan, maka perlu pengendalian pencemaran air bagi kehudupan manusia dan untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih. Kasus pencemaran limbah tahu yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) kali Surabaya disebabkan oleh adanya limbah industri yang berasal dari perusahaan di Sidoarjo, yaitu Pabrik Tahu PT. Sidomakmur. Kasus tersebut diputus oleh Pengadilan Negeri Sidoarja dengan putusan pembebasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alls rechtsvervolging). Putusan demikian menunjukan suatu kegagalan pihak pemerintah dalam upayanya menuntut pertanggung jawaban secara pidana pemilik perusahaan yang melakukan pencemaran diwilayahnya berdasarkan UULH. Ternyata tahu yang kita makan hampir setiap hari yang berkualitas murah, bahan olahannya pun sangat mudah dan bahan-bahanya mudah untuk di dapatkan, yang pada olahan akhir menghasilkan limbah yang berbahaya bagi manusia yang menyebabkan berbagai macam penyakit, dan hal ini sangat di perlukan bantuan dari pemerintah untuk menangani masalah tersebut. Bahan pencemaran dengan konsentrasi tertentu, sudah mampu mematikan organisme diperairan. Pencemaran limbah juga dapat dihindari apabila masing-masing pihak bisa menjaga kelestarian alam ini. Di dalam kegiatan industri dan teknologi air yang telah digunakan (air limbah industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan (ke sungai) karena dapat menyebabkan pencemaran. Jadi, apabila telah melampaui ambang batas baku mutu lingkungan harus 79
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
diproses kembali melalui teknologi agar dapat dikembalikan ke lingkungan. Oleh sebab itu manusia dalam upayanya memperoleh kualitas dan kenyamanan hidup yang lebih baik, perlu untuk memperhatikan hal-hal yang nantinya dapat membuat terjadinya kerusakan lingkungan. lingkungan hidup yang telah kita rusak, dapat segera dilakukan proses rehabilitasi agar mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah lagi. B. 1. 2.
Perumusan Masalah Bagaimanakah dampak dari pencemaran limbah tahu terhadap lingkungan hidup ? Bagaimanakah penerapan sanksi terhadap pencemaran lingkungan hidup dari limbah pabrik tahu ?
D.
Metode Penelitian Metode penelitan yang digunakan dalam penulisan ini adalah berupa metode penelitian normatif, dimana penelitian ini dilakukan dan ditujukan pada peraturan – peraturan yang tertulis dan bahan –bahan hukum lain serta bahan – bahan tertulis lainnya yang memiliki kaitan serta erat hubungannya dengan penulisan ini. PEMBAHASAN A. Dampak Pencemaran Limbah Tahu Terhadap Lingkungan Hidup Pelaksanaan pengendalian dampak lingkungan hidup dilakukan dengan didasarkan pada perencanaan perilindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang mencakup inventarisasi ligkungan hidup, penetapan wilayah ekoregian, dan RPPLH (rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup) (pasal 5), yang perlu diatur lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah (PP) dan Peraturan Daerah (Perda) untuk menjamin efektifitas implementasinya.5
5
Keraf Sonny, Etika Lingkungan Hidup, (Jakarta, Buku Kompas, 2010), hlm. 255
80
Ada beberapa hal penting yang perlu disoroti menyangkut pengendalian dampak lingkungan hidup ini. pertama, yang peling menarik di sini adalah hal baru di dalam UU 32/09, yaitu penetapan ekoregion. Dasar pemikirannya, lingkungan hidup tidak mengenal batas administratif. Lingkungan hidup mempunyai peta wilayah yang berbeda, berdasarkan kesamaan karekteristik bentang alam, daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan infentarisasi lingkungan hidup (Pasal 7 Ayat 2). Wilayah ekoregion ini mempunyai posisi strategi karena seluruh pengendalian dampak lingkungan hidup, termasuk izin lingkungan yang di keluarkan oleh pejabat berwenang dibidang lingkungan hidup, akan di dasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup disebuah wilayah ekoregion sejalan dengan infentarisasi lingkungan hidup diwilayah ekoregion tersebut. 6 Kedua, pengendalian dampak lingkungan hidup mencakup tiga aspek penting, yaitu pencegahan, penanggulangan dan pemulihan (pasal 13). Diantara ketiga aspek pengendalian ini, pencegahan dampak lingkungan hidup mendapat porsi pengaturan yang paling banyak. Ada banyak sekali instrumen pencegahan yang di akomodasi dan di atur dalam undang – undang.7 Pencemaran limbah tahu merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan hidup dan dapat menyebabkan penyakit kepada umat manusia. Para industri tahu selalu melakukan apapun untuk mendapatkan keuntungan yang besar untuk kepentingan diri mereka sendiri, pabrik tahu di Indonesia cukup banyak. Tahu merupakan makanan ringan dan mudah untuk didapatkan yang mengadung banyak nutrisi seperti, protein, lemak, 6 7
Ibid, hlm. 255 Ibid, hlm. 256
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
karbohidrat, dll, yang bagus untuk kesehatan manusia, namun mempunyai dampak buruk jikalau kita tidak mengelolahnya dengan baik dan benar. Analisasi resiko lingkungan hidup juga merupakan perangkat pencegahan yang baru diadopsi dalam undang – undang 32/09. menganalisa risiko lingkungan hidup di wajibkan bagi perusahaan “yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia” (pasal 47 ayat 1). 8 Sebagian besar industri tahu membuang limbahnya ke perairan macam polutan yang di hasilkan mungkin berupa polutan organik (berbau busuk), polutan anorganik (berbui dan berwarna). Pemerintah menetapkan tata aturan untuk mengendalikan pencemaran air untuk limbah industri, karena limbah dari industri tahu mengandung polutan organik dan anorganik, maka air limbah tersebut tidak bisa langsung di buang ke sungai, tetapi harus diolah terlebih dahulu sebelum di buang ke sungai agar tidak terjadi pencemaran. 9 Dalam mengukur derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui standar baku mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industi yang di buang ke perairan akan mengubah pH air, dan dapat menggagu kehidupan organisme air. Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 sampai 7,5.10 Ekosistem air dapat melakukan “rehabilitasi” apabila terjadi pencemaran terhadap badan air. Kemampuan ini ada batasnya. Oleh karena 8 9
Ibid, hlm. 277
http://smpn2rantauselamatatim.wordpress.com/20 11/03/19/makalah-pencemaran-air-udara-dantanah/, tanggal akses 24 maret 2013 jam 22.13
10
http://www.centralartikel.com/2011/01/pemanfaat an-limbah-tempe-dan-tahu.html, tanggal akses 22 maret 2013 jam 23.46
itu perlu diupayakan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran air. Untuk mengatasi pencemaran air dapat dilakukan usaha preventif, misalnya dengan tidak membuang limbah industri ke sungai. Kebiasaan membuang limbah ke sungai dan disembarang tempat hendaknya diberantas dengan memberlakukan peraturan – peraturan yang diterapkan di lingkungan masing – masing secara konsekuen. Limbah industri hendaknya dibuang pada wadah yang telah di sediakan. Masyarakat di sekitar sungai perlu memperhatikan kebersihan lingkungan dan perlu memahami mengenai pemanfaatan sungai, agar sungai tidak lagi dipergunakan sebagai tempat pembuangan limbah. Peraturan pembuangan limbah industri hendaknya dipantau pelaksanaannya dan pelanggarnya dijatuhi hukuman. Limbah industri hendaknya diproses dahulu dengan teknik pengolahan limbah, dan setelah memenuhi syarat baku mutu air buangan baru bisa dialirkan ke selokanselokan atau sungai. Dengan demikian akan tercipta sungai yang bersih dan memiliki fungsi ekologis. Tindakan yang perlu dilakukan oleh masyarakat yaitu; pembuatan kolam pengolah limbah cair. Baku mutu imbah bair ditetapkan oleh Menteri yang membidangi lingkungan hidup. Menteri lain dan pimpinan lembaga pemerinah non-departemen, untuk melindungi kualitas air, Gubernur setelah bekonsultasi dengan Menteri dapat menetapkan baku mutu limbah cair lebih hebat dari baku mutu limbah cair yang ditetapkan Menteri. 11 Untuk kegiatan yang sudah berpotensi di tetapkan baku mutu limbah cair melalui keputusan menteri kependudukan dan lingkungan hidup Nomor: Kep03/MENKLH/II?1991. keputusan tersebut memuat tatacara pemberian izin pembuangan limbah cair yang ditetapkan berdasarkan kadar maksimum setiap 11
Erwin Muhamat, Op.Citt, hlm. 57
81
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
prameter dan debit limbah cair maksimum yang tidak boleh dilampaui. Kadar maksimum tiap prameter atau debit limbah cair maksimum hanya diperbolehkan dilampaui sepanjang beban pencemaran maksimum tidah dilampaui. 12 Pada umumnya bahan – bahan organik yang terkandung dalam industri tahu sangat tinggi, senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa organik protein dan lemaklah yang paling besar bisa mencapi 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak. Semakan lama jumlah dan bahan organik ini akan semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit di uraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Uji BOD (Biological Oxygen Demand) merupakan parameter yang saling digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga.13 Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut.14 12 13
Kesadaran lingkungan hidup yang baik dan sehat mengubah berbagai negara untuk melakukan penanganan. Kemampuan yang ditunjukan tidak lagi terbatas pada kondisi likal atau batas wilayah, namun mengelobal. PPB melakukan konferensi untuk menunjaun hasi –hasil pembangunan dunia selama dasawarsa 1960-1970. Pembicaraan tentang masalah lingkungan hidup pada pertemuan itu dilontarkan oleh wakil dari swedia pada tahun 1968. Salah satu sarana perlunya konferensi internasional mengenai lingkungan hidup. 15 Pencemaran limbah sangat berbahaya bagi biota di perairan berbagai jenis ekosistem mengalami keracunan. Setiap spesies yang berada di perairan berbeda – beda ada spesies yang tahan terhadap pencemaran dan ada juga yang tidak tahan terhadap pencemaran yang terjadi di perairan. Setiap ekosistem selalu beradaptasi dengan tempatnya. Walau pun begitu tingkat adaptasinya terbatas, bila batas tersebut melampaui batas, maka ikan tersebut akan mati. Punahnya sepesis tertentu akan beakibat pada kehidupan manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Apa yang akan terjadi jikalau limbah dari pabrik tahu mencemari limngkungan kita ? Negara kita merupakan Negara kepulauan, dan kaya akan kekayaan alam seperti flora dan fauna yang berada di perairan. Semua kejadian pemcemaran yang terjadi terhadap lingkungan hidup pasti akan berdampak pada ekosistem (perairan dan laut), karena limbah cair industri tahu menyebabkan kerusakan lingkungan, dan juga bisa berdampak pada kesehatan manusia. B.
Ibid, hlm. 57
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Limbahtt /limbahtt.html, tanggal akses 23 maret 2013 jam 0.03 14 Ibid
82
15
Penerapan Sanksi–Sanksi Dalam Menanggulangi Pencemaran Limbah Pabrik Tahu Terhadap Linkungan Hidup
Ibid, hlm. 61
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
Penegakan hukum mengenai masalah lingkungan hidup di Negara kita, berdasarkan Pasal 98 UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memberikan sanksi pidana (1) setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banya Rp10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah).16 Pada pasal 78 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan, apabila perbuatan sebagaimana yang di maksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 17 Dalam pasal 99 ayat (1) UU No. 32 tahun 2009 menyatakan setiap orang yang karena kelalaianya mengakibatkan di lampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 18 Pada pasal 99 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan apabila perbuatan sebagaimana yang dimaksid pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidanan penjanra paling singkat 2 (dua) tahun dan paling banyak 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). 19 Dalam pasal 101 UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan yang bertentangan dengan peraturan perundang – undangan dan/atau izin lingkungan sebagaimana yang di maksud dengan pasal 69 hurup g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Dalam pasal 105 UU No.32 tahun 2009 menyatakan setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang di maksud dalam 69 huruf c dipidana dengan pidana paling sedikit 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda pali sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas rupiah). 20 Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2009 meyatakan bahwa setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 69 huruf d, dipidana dengan pidana penjara palng singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pada pasal 107 UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan setiap oarang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang – undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksid dlam pasal 69 huruf b, dipidana dengan pidana
16
Ibid, hlm. 49 Ibid, hlm. 48 18 Ibid, hlm. 49 17
19 20
Ibid Ibid, hlm. 50
83
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
penjara paling singkat 3 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).21 Pasal 108 UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 69 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah). 22 Ketentuan pidana sebagaimana diataur dalam UUPPLH tersebut dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup dari tindakan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan dengan memberikan ancaman sanksi pidana tertentu pada pelangarnya. Untuk membahas perbuatan pidana lingkungan tersebut perlu di perhatikan konsep dasar tingkat pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tidak pidana umum (delic genu) dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khusus (delic species). Perbuatan pidana dimaksud adalah perbutan mencemari dan merusak lingkungan sebagai delic genus. Ketentuan delic genus ini akan dijabarkan dalam ketentuan – ketentuan yang lebih khusus baik dalam UUPPLH maupun dalam ketentuan sektoral di luar KUHP. 23 Dalam sarana admistratif dapat memberikan kemudahan – kemudahan dalam pengelolaan lingkungan. sanksi administratif terutama mempunyai fungsi instrumental, yaitu pengendaluian perbuatan terlarang. Di samping itu, sanksi administratif terutama di tujukan kepada perlindungan kepentingan yang di jaga oleh ketentuan yang di langar tersebut. beberapa jenis sarana penegakan hukum administratif adalah :
a.
Paksaan pemerintah atau tindakan paksa (Bestuursdwang); b. Uang paksa (sluting van een inrichting); c. Penghentian kegiatan penting perusahaan (Buitengebruikstelling van een toestel); d. Pencabutan izin melalui proses tergugat, paksaan pemerintah, penutupan, dan uang paksa.24 Delik lingkungan yang diatur dalam pasal 41,42,43,44,45,46, dan 47 UUPPLH delik meterial yang menyangkit penyiapan alat – alat bukti serta penentuan hubungan kausal antara perbuatan pencemaran dan tercemar. Tata cara penindakannya tunduk pada UU No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (KUHP). Peranan penyidik sangat penting, karena berfungsi ngumpulkan bahan/alat bukti yang seringkali bersifat ilmiah. Dalam kasus perusakan dan/atau pencemaran lingkungan terhadap kesulitan bagi aparat penyidik untuk menyediakan alat bukti sah sesuai dengan ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 KUHP.25 Di samping itu, pembuktian unsur hubungan kasual merupakan kendala tersendiri. Pencemaran lingkungan sering terjadi secara kumulatif, sehingga sulit untuk membuktikan sumber pencemaran, terutama yang sifatnya kimiawi.26 Peraturan pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang pengendalian pencemaran air pada pasal 37 memberi peluang kepada Bupati/Walikota maupun Gubernur untuk memberikan sanksi administratif, antara lain meliputi penyegelan semua saluran pembuangan limbah, penghentian sementara kegiatan dan pencabutan izin pembuangan limbah. Sanksi atministratif oleh Bupati/ Walikota ini diperlukan bagi suatu keadaan sebagai berikut: 24
21
Ibid, hlm. 51 22 Ibid. 23 Machmud Syahrul, Op.Cit, hlm. 286
84
Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, (Jakarta, Sinar Grafik, 2012), hlm 117 25 Ibid, hlm. 117-118 26 Ibid, hlm. 118
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
a.
Tidak menaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin. b. Melakukan pencemaran limbah cair. c. Melakukan pembuangan limbah cair ke tanah tanpa izin mentri lingkungan. d. Penangung jawab kegiatan tidak membuat saluran pembuangan limbah cair yang memudahkan pengambilan contoh dan dan pengukuran debit limbah cair yang diletakkan diluar area kegiatan. e. Tidak menyampaikan laporan pembuangan limbah cair beserta analisisnya sekurang – kurangnya sekali dalam enam bulan.27 Disamping itu juga bisa dikenakan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pasal 94 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan den denda paling banyak Rp 1.500.000.000.00 (satu miliar lima ratus juta rupiah): a. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber daya air dan prasarana, menganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air sebagaimana yang di maksut pasal 24. b. setiap orang dan atau badab usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana yang di maksud dalam pasal 52.28 Penjatuhan pidana tersebut tentunya setelah melalui prosedur tentu sesuai dengan ketentuan undang – undang dan pada akhirnya sampai pada putusan pengadilan yang didasarkan bukti – bukti yang terungkap dipersidangan yang 27 28
Ibid, hlm. 245
http://bbksdasumut.com/index.php/perijinan/ijin-lembagakonservasi/8-peraturan-perundangan/ 47-uunomor-7-tahun-2004-tentang-sumber-daya-air, tanggal akses 27 januari 2013 jam 12.30
menyatakan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan perbuatan pidana lingkungan dan menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didasarkan pada norma – norma hukum lingkungan berarti secara seimbang antara kepentingan ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan kondisi sosial. Perlindungan dan pengelolaan dilakukan secara terpadu mencakup bidang – bidang lingkungan hidup untuk keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. pada akhirnya keseimbangan dan berkelanjutan akan tercapai kesejahtraan masyarakat.29 Dalam menciptakan lingkungan yang bersih, kita harus tetap menjalankan segala peraturan yang ada di negara kita ini, karena Indonesia merupakan negara hukum. Dengan segala peraturan – peraturan yang ada, maka Badan Lingkungan Hidup (BLH) harus kebih memperhatikan kebersihan lingkungan yang berada di tiap – tiap daerah. Dan di perlukan juga kerja sama dari masyarakat sekitar untuk tetap selalu menjaga kelestarian lingkungan hidup. Pada dasarnya masalah pencemaran limbah tahu ini adalah masalah kita bersama. Jadi sebaiknya dalam mengatasi serta menangulangi setiap kasus pemcemaran limbah tahu harus dilakukan atau diberantas bersama – sama, yaitu kita semua harus terlibat aktif dalam memperhatikan lingkungan kita ini. Mulai dari Badan Lingkungan Hidup, aparat penegak hukum hingga masyarakat setempat. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Dampak dari pencemaran limbah pabrik tahu terhadap lingkungan hidup yaitu rusaknya kualitas lingkungan terutama perairan sebagai salah satu kebutuhan 29
Helmi, Op.Cit, hlm. 46
85
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Rusaknya lingkungan akibat limbah pabrik tahu yang berdampak buruk terhadap kehidupan ekosistem yang berada diperairan dan juga mengancam kesehatan manusia. Ganguan terhadap perairan sangat merugikan kualitas mutu air serta manfaatnya. Limbah tahu membawa akibat bagi lingkungan, karena mempunyai bahan – bahan berbahaya yang dibuang ke perairan salah satunya limbah berbahaya dan beracun. Jika pencemaran limbah tahu dibiarkan terus menerus ditanah air kita, maka kelangsungan hidup ekosistem diperairan pun semakin terancam. 2. Untuk menanggulangi pencemaran limbah pabrik tahu yaitu di perlukan peraturan – peraturan seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk mengatur berbagai macam kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh para industri yang merusak kualitas dan baku mutu lingkungan hidup, dan yang melakukan perbuatan melawan hukum berupa pencemaran limbah yang dapat merusak lingkungan hidup dan dapat membahayakan kesehatan pada manusia dan pada ekosistem yang berada diperairan, jikalau para industri melanggar ketentuan yang telah di berlakukan oleh pemerintah maka para idustri tersebut wajib mendapatkan sanksi yang telah diberlakukan berdasarkan Undang – Undang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. B. Saran 1. Harus ada peran aktif dari pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih disiplin dan tegas bagi para pengusaha khususnya pengusaha pabrik tahu sehingga masalah dampak yang terjadi pada lingkungan dapat diatasi bersama dan untuk para pengusaha khusunya pengusaha pabrik tahu harus 86
dapat mengikuti prosedur atau aturan yang berlaku yang di buat oleh pejabat yang berwenang dalam melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya. 2. Penerapan sanksi hukum memang sudah ada, akan tetapi pelaksanaanya masih lemah karena hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kasus-kasus yang terjadi khususnya pencemaran yang memberikan dampak kerugian yang begitu besar bagi lingkungan dan Negara. Peraturan yang sedemikian layak tidak akan berfungsi jika tidak didukung dengan adanya aparat negara yang disiplin dan berpendirian dalam menangani kasus semacam ini. disinilah peran pemerintah dibutuhkan untuk lebih selektif dan memperhatikan dalam memberikan izin kepada pengusaha untuk melakukan kegiatan produksi usahanya. DAFTAR PUSTAKA BUKU Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang Pengelolaan Limbah, Bandung : CV Nuasa Aulia, 2009. Siombo Marhaeni, Hukum Lingkungan & Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia, Jakarta : PT Gramedia, 2012. Mulyonto H, Sungai Fungsi dan SifatSifatnya, Yogyakarta : GRAHA ILMU, 2007. Tim Pengajar, Hukum Lingkungan, Manado : Departemen Pendidikan Nasional Universitas Sam Ratulangi Fakultas Hukum. Wardhana Wisnu, Dampak Pencemaran Lingkunga, Yogyakarta : Andi, 2001. Erwin Muhamad, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Bandung : PT Refika Aditama, 2008. Suharta Ign, Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara Dan Air, Bandung : CV Andi.2011
Lex Administratum, Vol.I/No.3/Jul-Sept/2013
Susilo Rachamad, Sosiologi Lingkungan & Sumber Daya Alam, Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2012. Rusnawa Diah, Mengenal Ekosistem Laut Dan Pesisir, Pustaka Sains : Bogor, Pustaka Sains, 2012. Tunggal Hadi, Undang – Undang Kesehatan (Undang – Undang RI No. 36 Tahun 2009), Jakarta : Harvarindo, 2010. Astawan Made, Sehat Dengan Hidangan Kacang Dan Biji – Bijan, Jakarta : Pembesar Swadaya, 2009. Keraf Sonny, Etika Lingkungan Hidup, Jakarta, Buku Kompas, 2010. UU R.I No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta : CV. Tamita Utama. Machmud Syahrul, Problematika Penerapan Delik Formil Dalam Perspektif Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Di Inonesia, Bandung, CV Mandar Maju, 2012. Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Jakarta : Sinar Grafik, 2012. SUMBER INTERNET Limbah tahu, http://anjingsia.blogspot.com/2009/06/lim bah-tahu.html, tanggal akses 19 sebtember 2012 jam 21.59 http://bbksdasumut.com/index.php/perijinan/ijinlembaga-konservasi/8-peraturaperundangan/47-uu-nomor-7-tahun-2004tentang-sumber-daya-air, tanggal akses 27 januari 2013 jam 12.30 http://smpn2rantauselamatatim.wordpress .com/2011/03/19/makalah-pencemaranair-udara-dan-tanah/, tanggal akses 24 maret 2013 jam 22.13 http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/ Limbahtt/limbahtt.html, tanggal akses 23 maret 2013 jam 0.03 http://www.centralartikel.com/2011/01/pe manfaatan-limbah-tempe-dan-tahu.html, tanggal akses 22 maret 2013 jam 23.46
87
DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN AKIBAT LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI KOTA DENPASAR Oleh I Made Ari Permadi R.A Retno Murni Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT Environment is very important in the human life cycle. In modern times problems arise regarding the environment. In this paper the issue raised is the impact of environmental pollution caused by sewage and waste as well as the government's efforts to prevent environmental pollution.To these problems occurs line with technological developments who without pay attention to environment. Environmental pollution has an impact on health, aesthetics, economic losses, and disruption of natural ecosystems. The method used in this paper is a juridical-empirical, theoretical approach using facts and laws. The conclusion of these problems is the lack of awareness on the part of industry employers and the community to protect the environment from pollution and waste bins will berdampaknya the destruction of natural ecosystems and reduced environmental quality standards. Keywords: Environment, Pollution, Waste, Trash.
ABSTRAK Lingkungan merupakan hal yang sangat penting dalam siklus kehidupan manusia. Di zaman moderen ini timbul permasalah mengenai lingkungan. Dalam tulisan ini permasalahan yang diangkat adalah dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah dan sampah serta upaya pemerintah dalam mencegah pencemaran lingkungan hidup. Permasalahan tersebut terjadi seiring dengan perkembangan teknologi yang tanpa memperhatikan lingkungan. Pencemaran lingkungan memiliki dampak terhadap kesehatan, estetika, kerugian ekonomi, dan terganggunya ekosistem alami1. Metoda yang digunakan dalam karya tulis ini adalah yuridis-empiris, dengan menggunakan teori pendekatan fakta dan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan dari permasalahan tersebut adalah dengan tidak adanya kesadaran dari pihak pengusaha industri dan masyarakat untuk melindungi lingkungan hidup dari pencemaran limbah dan sampah akan berdampaknya pada rusaknya ekosistem alami serta berkurangnya baku mutu lingkungan. Kata Kunci : Lingkungan, Pencemaran Lingkungan, Limbah, Sampah. 1 . Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, jakarta, h. 3, dikutip dari Richard Stewart and James E. Krier, Environmental Law and Policy, The Bobbs Merril Co. Inc, Indianapolis, 1978, h. 6-7
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Lingkungan adalah suatu hal yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Lingkungan sebagai sumber daya merupakan aset yang dapat menyejahterakan masyarakat. Hal ini sesuai dengan perintah Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-bersarnya kemakmuran rakyat.2 Negara berkembang seperti Indonesia mutlak melakukan suatu pembangunan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kemakmuran rakyat. Pembangunan di era globalisasi ini didukung oleh munculnya teknologi yang sangat canggih. Di Kota Denpasar khususnya, perkembangan teknologi sangat pesat. Namun, teknologi tersebut memiliki dampak yang sangat besar dalam perubahan lingkungan yang disebabkan oleh tercemarnya lingkungan tersebut oleh limbah dan sampah. Pencemaran lingkungan adalah berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alami, sehingga mutu kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. 3 1.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penulisan karya ilmiah ini adalah 1. Untuk mengetahui seberapa besar dampak pencemaran lingkungan di Kota Denpasar yang disebabkan oleh limbah dan sampah. 2. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan mengenai lingkungan khususnya hukum lingkungan.
2
. Supriadi, 2005, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta, h. 4. . Soedjono, 1979, Pengamanan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, Alumni, Bandung, h. 19. 3
2
II. ISI MAKALAH 2.1 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum yuridis empiris, karena mendekati masalah dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Dalam penelitian hukum yuridis-empiris data yang utama digunakan adalah data primer yaitu, data yang diperoleh secara langsung dari sumber utama dilapangan yang berasal dari pengamatan secara langsung dan melalui wawancara langsung dengan informan. 4 Sifat penelitian ini adalah deskriptif yaitu yang berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Analisis yang digunakan adalah dengan cara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif.5 2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN 2.2.1 DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN YANG DISEBABKAN OLEH LIMBAH DAN SAMPAH Dalam perkembangan globalisasi banyak bermunculan teknologi canggih yang mendorong kehidupan manusia, namun dalam perkembangan teknologi memiliki dampak terhadap lingkungan. Dampaknya adalah Pemcemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah dan sampah sisa dari proses produksi tersebut. Di Kota Denpasar pencemaran akibat limbah dan sampah salah satunya terjadi di sungai Badung. Sungai yang berada di kawasan perkotaan ini tercemar akibat limbah dan sampah, hal tersebut terlihat dari banyaknya sampah-sampah yang menumpuk di bantaran sungai dan airnya yang berwarna keruh serta berbau amis. Dalam UndangUndang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pasal 1 angka 14 yang merumuskan Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Limbah dan sampah berpotensi besar dalam pencemaran lingkungan karena menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup serta merusak ekosistem
4 5
. Soetrisno, 1978, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta, h. 49. . Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, h. 171.
3
alaminya. Dampak negatif dari menurunnya kualitas lingkungan hidup, baik karena terjadinya pencemaran atau kerusakannya sumber daya alam adalah timbulnya ancaman atau dampak negatif terhadap kesehatan, menurunnya nilai estetika, kerugian ekonomi (economic cost), dan terganggunya sistem alami (natural system).6 Dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat akan dirasakan dalam kurun waktu jangka panjang. Dengan tercemarnya lingkungan hidup oleh limbah dan sampah nilai estetika dari lingkungan tersebut akan menurun, lingkungan yang tercemar tersebut akan terlihat kumuh dan tidak dapat digunakan untuk kepentingan sehari-hari. Tercemarnya lingkungan juga akan mengganggu sistem alami dari lingkungan tersebut, komponen yang terdapat pada lingkungan tersebut akan menjadi rusak. 2.2.2 UPAYA
PEMERINTAH
DALAM
MENCEGAH
PENCEMARAN
LINGKUNGAN HIDUP Upaya-upaya pemerintah dalam hal peduli terhadap pencemaran lingkungan hidup dilakukan melalui pencegahan dan perlindungan. Secara hukum pemerintah memiliki Undang-Undang tentang lingkungan yaitu: Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya di Bali memiliki peraturan dalam bentuk Peraturan Daerah yaitu Peraturan Daerah Provinsi Bali No 4 Tahun 2005 Tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Upaya secara hukum dapat dilaksanakan dengan lebih mengintensifkan penegakan dari Undang-Undang yang berlaku tersebut. Secara non hukum dapat dilakukan melalui sosialisasi dan himbauan. Sosialisai yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam
upaya
pencegahan
pencemaran
lingkungan
hidup
adalah
dengan
mensosialisasikan tentang Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup serta sosialisasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup. Hal ini dilakukan dengan cara bekerja sama dengan unsur Desa yaitu PKK, tokoh masyarakat, dan karang taruna terkait. Serta menghimbau masyarakat untuk ikut berperan serta dalam mencegah dan melindungi lingkungan dari pencemaran limbah dan sampah dengan cara mengadakan clean up sungai. Selain itu Pemerintah Kota Denpasar juga melakukan upaya melalui pengadaan lomba lingkungan yang melibatkan seluruh desa. 6
. Takdir Rahmadi, loc.cit.
4
III. KESIMPULAN Dampak dari tercemarnya lingkungan hidup adalah rusaknya ekosistem alami serta berkurangnya baku mutu lingkungan tersebut. Pada dasarnya lingkungan tersebut tercemar akibat kegiatan manusia itu sendiri, baik melalui kegiatan industri ataupun kegiatan rumah tangga yang menghasilkan limbah dan sampah. Di era sekarang pemerintah harus lebih menggalakkan lagi kegiatan yang dapat menunjang pengelolaan dan pengawasan terhadap lingkungan hidup. Serta pemerintah harus lebih mengawasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. DAFTAR PUSTAKA Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung Soedjono, 1979, Pengamanan Hukum Terhadap Pencemaran Lingkungan Akibat Industri, Alumni, Bandung Soetrisno, 1978, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta Supriadi, 2005, Hukum Lingkungan Di Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika, Jakarta Takdir Rahmadi, 2011, Hukum Lingkungan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, jakarta Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 di Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
5
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
(In Press)
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap Kualitas Air Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk Imam Gazali, Bambang Rahadi Widiatmono, Ruslan Wirosoedarmo Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 *Penulis Korespondensi, Email:
[email protected] ABSTRAK Permasalahan lingkungan hidup akan terus muncul secara serius di berbagai pelosok bumi sepanjang penduduk bumi tidak segera memikirkan dan mengusahakan keselamatan dan keseimbangan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pencemaran limbah pabrik kertas di sungai klinter yang ada di Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli - Agustus dengan Pengujian di Laboratorium IIP jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian yang telah dilaksanakan mengenai analisa kualitas perairan sungai Klinter menunjukkan pada stasiun 3 yaitu stasiun yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah untuk hasil perhitungan nilai kadar pH, TSS, DO, dan COD diketahui sebesar 6,96, 30,3 mg/l, 0,6 mg/l, dan 84 mg/l masih tergolong layak untuk baku mutu sungai kelas 4 menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup kabupaten Nganjuk, sedangkan untuk nilai BOD diketahui sebesar 40,7 mg/l tergolong tidak layak karena melebihi baku mutu air sungai kelas 4 menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup kabupaten Nganjuk. Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran (IP) menunjukkan bahwa pada stasiun 1 dengan nilai 0,3 tergolong sungai dalam kondisi. Sedangkan pada stasiun 3 IP tercatat sebesar 2,7 yang tergolong kondisi sungai yang tercemar ringan. Kata Kunci: Indeks Pencemaran Air, Sungai Klinter, Kualitas Air.
Evaluation Disposal Liquid Waste Impact Of Paper Factory To Quality Of Water In Klinter River Sub-Province Of Nganjuk ABSTRACT Problems of environment will continue to seriously emerge in various remote of earth, as long as resident of earth do not immediately think of and effort environment balance and safety. Target of this research is to know impact contamination of paper factory waste in river of Klinter, exist in district of Kertosono sub-province of Nganjuk. This research is executed in July -August with examination in laboratory of IIP majors of MSP fishery faculty and marine logy university of Brawijaya Malang. Research which have been executed is regarding analysis of quality of territorial water of river of Klinter show at station 3 that is station becoming point after getting waste input to result of calculation of rate value of pH, TSS, DO and COD know that equal to 6.96, 30.3, mg/ l, and 84 mg/ l still fell within suitable to be standard quality of class, river 4 according to chief of sub-province environment body of Nganjuk, while for the value of BOD known equal to 40,7 mg/ l fell within improper because exceeding standard quality of class river 4 according to chief of sub-province environment body of Nganjuk. Calculation result of contamination index (IP) indicated that at station 1 with value 0.3 is feeling within river in good condition While at station 3 IP noted equal to 2.7 which grouped river condition of light contaminate. Keywords : Water Contamination Index, Klinter River, Water Quality
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
1
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
PENDAHULUAN Sungai sebagai sumber air permukaan yang memberikan manfaat kepada kehidupan manusia, dari mata air sebagai awal mengalirnya air, melintasi bagian-bagian alur sungai hingga bagian hilir terjadi secara dinamis. Kedinamisan tersebut tergantung dari musim, karakteristik alur sungai, dan pola hidup manusia disekitarnya. Kondisi ini menyebabkan baik kuantitas maupun kualitasnya akan mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungan sungai dan kehidupan manusia. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak sesuai lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan biota yang ada di dalamnya. Penurunan kualitas air sungai terjadi akibat pembuangan limbah yang tidak terkendali akibat aktivitas industri maupun aktifitas warga di sekitar bantaran sungai sehingga tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Menurunnya dayaguna, hasil guna produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air karena menurunnya kualitas air pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam. Untuk menjaga kualitas air sungai agar tetap pada kondisi alamiahnya perlu dilakukan pengolahan dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana. Pabrik Kertas yang ada di kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk selama ini selalu membuang limbah cair industri perusahaan tersebut ke sungai klinter yang ada di Kertosono Kabupaten Nganjuk yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan ekosistem air sungai pada daerah tersebut. Untuk mengetahui pengaruh limbah industri kertas terhadap kualitas air sungai klinter, maka perlu dikaji kualitas air sungai Klinter mulai dari hulu yaitu sungai yang belum mendapatkan masukan limbah, pada saluran pembuangan limbah tersebut dan sungai yang telah menerima masukan limbah cair dari pabrik kertas tersebut. Sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air yaitu DO, BOD, COD, TSS, serta pH dari perairan sungai klinter Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk.
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut (Suryabrata, 1988), Metode deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan keadaan atau kejadian-kejadian pada suatu daerah tertentu. Dalam metode ini pengambilan data dilakukan tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi analisis dan pembahasan tentang data tersebut. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Metode“Purposive Sampling” dengan menentukan 3 stasiun pengamatan/pengambilan sampel dan melakukan pengambilan air sebanyak 3 kali ulangan dalam setiap stasiun pengamatan. Stasiun 1 merupakan daerah sebelum terkena limbah dan merupakan pangkal dari sungai Klinter, stasiun 2 merupakan saluran pembuangan limbah cair (outlet), dan stasiun 3 merupakan daerah setelah terdapat pembuangan limbah. Parameter pokok yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 yaitu parameter fisik dan kimia. Parameter fisik meliputi suhu, debit, serta TSS, sedangkan parameter kimia meliputi DO, BOD, COD, pH. Kedua parameter ini digunakan sebagai data yang digunakan dalam evaluasi penelitian ini. Analisa data menggunakan Metoda Indeks Pencemaran untuk menentukan status mutu air Sungai Klinter, selanjutnya dibandingkan dengan kriteria peruntukan air Kelas IV menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001. Status mutu air Sungai Klinter pada empat stasiun dihitung berdasarkan rumus Indeks Pencemaran berikut ini: Pij =
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
2
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
Dimana : Lij = konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku mutu peruntukan air (J) Ci = konsentrasi parameter kualitas air di lapangan Pij = indeks pencemaran bagi peruntukan (J) (Ci/Lij)M = nilai, Ci/Lij maksimum (Ci/Lij)R = nilai, Ci/Lij rata-rata Nilai IP tersebut kemudian dihubungkan dengan Nilai IP menurut Kep-MENLH N0.115 tahun 2003 untuk mengetahui kondisi perairan sungai tersebut, dimana untuk nilai 0- 1,0 perairan dalam kondisi baik, 1,0-5,0 Tercemar ringan, 5,0 - !0,0 Tercemar sedang, dan >10,0 Tercemar berat. Disamping itu digunakan juga penentuan daya tampung beban pencemaran / Kapasitas Asimilasi dengan cara menggunakan Metode Neraca Massa. Perhitungan Neraca Massa digunakan untuk menentukan konsentrasi rata rata aliran hilir (down Stream) yang berasal dari sumber pencemar (point sources). Untuk menentukan daya tampung beban pencemaran air dipergunakan persamaan rumus dibawah ini. Rumus tersebut kemudian dicocokkan dengan kelas-kelas yang ditentukan yaitu dengan menggunakan baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah RI no 82 tahun 2001. CR =
Dimana : CR = Kosentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan Ci = Kosentrasi konstituen pada aliran ke-i Qi = Debit aliran ke-i Mi = Massa konstituen pada aliran ke-i
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Fisika Suhu Pada suatu perairan suhu memegang peranan penting dalam siklus materi, yang akan mempengaruhi sifat fisik kimia dan biologi perairan. Suhu berpengaruh terhadap kelarutan oksigen dalam air, proses metabolisme dan reaksi-reaksi kimia dalam perairan. Kenaikan suhu dalam perairan dapat meningkatkan metabolism tubuh organisme termasuk bakteri pengurai, sehingga proses dekomposisi bahan organik juga meningkat. Proses ini menyebabkan kebutuhan akan oksigen terlarut menjadi tinggi yang selanjutnya kandungan oksigen terlarut di dalam air menjadi menurun ( Sastrawijaya, 1991). Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa hasil pengukuran pada ketiga stasiun pengamatan menunjukkan suhu pada stasiun 1 sebesar 25˚ C pada staiun kedua sebesar 27˚ C dan stasiun 3 sebesar 28,6˚ C. Suhu perairan pada stasiun 1 tampak lebih rendah dari kedua stasiun yang lain. Hal ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel pada pagi hari yakni pada jam 07.00 WIB, sehingga suhu lingkungan masih relatif sejuk dengan sinar matahari belum begitu panas. Pada stasiun ke 2 suhu terjadi peningkatan menjadi sebesar 27˚ C. kenaikan ini dimungkinkan terjadi karena waktu pengukuran yaitu pada pada jam 08.00 WIB, satu jam setelah stasiun pertama. Sebenarnya, walaupun selisihnya hanya 1 jam akan tetapi suhu telah sedikit meningkat. Pada stasiun 3 tercatat sebesar 28,6˚ C. Kenaikan suhu ini terjadi karena pada saat pengamatan yakni pada jam 09.00 WIB, cahaya matahari sudah terasa panas serta kedalaman perairan yang tidak terlalu dalam mengakibatkan suhu perairan cepat naik. Nilai suhu pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 1
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
3
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
Debit Air Debit adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt) (Asdak C. 1995). Pengukuran debit air pada penelitian ini berguna untuk mengetahui metode mana yang tepat untuk digunakan dalam menentukan titik pengambilan sampel. Disamping itu fungsi debit air juga tidak terbatas pada penentuan titik pengambilan sampel air, namun juga berfungsi untuk mengetahui tingkat pengenceran konsentrasi parameter lingkungan yang ada pada sungai. Namun, dalam penelitian ini, Pengukuran debit hanya berfungsi sebatas untuk mementukan metode pengambilan sampel air saja. Hasil pengukuran debit air pada setiap stasiun pengamatan berturut-turut adalah 0.28 m3/s, 0,13 m3/s, 0.46 m3/s. Debit air yang terbesar berada pada stasiun 3 karena merupakan daerah setelah terdapat saluran pembuangan limbah cair pabrik kertas yang mendapat tambahan debit dari saluran pembuangan limbah tersebut. Karena hasil dari pengukuran debit air pada setiap stasiun < 5 m3/s, maka jika kita mengacu pada penentuan sampling air sungai menurut SNI, sampling air diambil pada 0.5 lebar sungai dan 0.5 kedalaman pada stasiun pengamatan. Untuk lebih jelasnya mengenai debit air pada setiap stasiun pengamatan, dapat dilihat pada Gambar 2 TSS (Total Suspended Solids) Zat padat tersuspensi adalah zat padat yang terapung yang dapat menimbulkan minimnya oksigen dalam air. Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponenkomponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan dan pengawasan proses pengolahan dalam industri pulp dan kertas umunya zat padat tersuspensi yang terdiri dari serat halus, lumpur, dan bahan aditif. (Fardiaz, 1992). Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan perairan. Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan sehingga hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Hasil penelitian didapatkan bahwa dampak pembuangan limbah cair pada stasiun 2 untuk nilai TSS sebesar 162,3 mg/l mempengaruhi nilai TSS yang ada pada stasiun 3 sebesar 30,3 mg/l dari stasiun 1 yang hanya sebesar 4 mg/ l. Hasil tersebut jika dihubungkan dengan kriteria baku mutu air menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk yaitu kelas 4 untuk sungai Klinter dibandingkan menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001, maka nilai padatan tersuspensi (TSS) pada stasiun 3 yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah yaitu stasiun masih tergolong masih layak dari batas maksimum TSS yang diperuntukkan yaitu sebesar 400 mg/l untuk digunakan mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Nilai padatan tersuspensi (TSS) dari stasiun 1 sampai stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 3 Parameter Kimia Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) adalah ukuran untuk menentukan sifat asam dan basa. Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya. Derajat keasaman diduga sangat berpengaruh terhadap daya racun bahan pencemaran dan kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat didalam air. pH suatu cairan merupakan kepekatan ion hidrogen yang ada didalam zat cair tersebut (Afrianto dan Liviawati, 1991). Derajat keasaman (pH) merupakan suatuukuran dari konsentrasi ion hidogen dan menunjukkan suasana asam atau basa pada suatu perairan. Menurut Sugiharto (1987), konsentrasi ion hidogenadalah ukuran kualitas air maupun limbah, adapun kadar yang baik adalah kadar dimana masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
4
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
Berdasarkan grafik menunjukkan bahwa stasiun 1 mempunyai pH tertinggi, kemudian mengalami penurunan pada stasiun 2 dan 3. Turunnya pH pada stasiun 2 dan 3 diakibatkan adanya kandungan bahan organik yang tinggi yang menghasilkan asam organik yang lebih banyak pula melalui proses penguraian bahan organik secara aerob. Kandungan asam organik tersebut dapat menurunkan nilai pH. Menurut (Byod, 1982), semakin besar kandungan bahan organik akan mengakibatkan perairan bersifat asam karena dengan adanya bahan organik yang tinggi menyebabkan bakteri pengurai membutuhkan oksigen yang tinggi dalam perairan dan melepaskan CO2 yang tinggi pula. CO2 yang terlarut dalam perairan akan menjadi H 2CO2 dan kemudian terurai menjadi H+ + HCO3-, dimana kondisi HCO3- yang melimpah menyebabkan pH perairan menjadi asam. Hasil penelitian didapatkan bahwa dampak pembuangan limbah cair untuk pH pada stasiun 2 sebesar 6,85 mg/l mempengaruhi nilai pH yang ada pada stasiun 3 sebesar 6,96 mg/l dari stasiun 1 yang sebesar 7,16 mg/ l. Hasil tersebut jika dihubungkan dengan kriteria baku mutu air sungai menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk yaitu kelas 4 untuk sungai Klinter dibandingkan menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001, maka nilai pH pada stasiun 3 yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah yaitu masih tergolong layak dari batas maksimum pH yang diperuntukkan yaitu antara 5-9 untuk digunakan mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Nilai pH dari stasiun 1 sampai stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 4 Oksigen Terlarut (DO) Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan suhu juga dipengaruhi oleh aktivitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen (Barus, 2001) Oksigen terlarut dalam air berasal dari proses fotosintesa, difusi udara dan turbulensi atau pergolakan air. Oksigen yang terlarut dalam air diperlukan organisme peraira untuk respirasi dan metabolisme sehingga oksigen terlarut mejadi sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme perairan. Oksigen terlarut juga dibutuhkan oleh bakteri dalam proses penguraian untuk mendegradasi beban masukan yang berupa bahan organik. Dimana semakin tinggi kandungan bahan organik dalam perairan maka kebutuhan oksigen terlarut dalam proses dekomposisi oleh bakteri juga semakin meningkat sehingga akan menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Dampak Pembuangan limbah cair untuk DO pada stasiun 2 sebesar 0,31 mg/l mempengaruhi nilai pH yang ada pada stasiun 3 sebesar 0,6 mg/l dari stasiun 1 yang sebesar 4,19 mg/ l. Hasil tersebut jika dihubungkan dengan kriteria baku mutu air sungai menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk yaitu kelas 4 untuk sungai Klinter dibandingkan menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001, maka nilai DO pada stasiun 3 yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah yaitu masih tergolong layak dari batas minimum DO yang diperuntukkan yaitu 0 mg/l untuk digunakan mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Nilai oksigen terlarut (DO) dari stasiun 1 sampai stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5 BOD ( Biological Oxygen Demand ) BOD atau kebutuhan oksigen biologis menggambarkan besarnya oksigen yang terdapat pada perairan tersebut juga tinggi. Dijelaskan oleh (Sugiharto, 1987), semakin besar nilai BOD menunjukkan bahwa derajat pengotoran air limbah semakin besar. Tingginya BOD diakibatkan oleh meningkatnya jumlah bahan organik dalam perairan yang pada akhirnya akan menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam perairan. Hasil penelitian didapatkan bahwa dampak pembuangan limbah cair untuk BOD pada stasiun 2 sebesar 96,94 mg/l mempengaruhi nilai BOD yang ada pada stasiun 3 sebesar 40,7 mg/l dari stasiun 1 yang sebesar 4,93 mg/ l. Hasil tersebut jika dihubungkan dengan kriteria baku mutu air sungai menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk yaitu kelas 4 untuk sungai Klinter dibandingkan menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001, maka nilai BOD pada Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
5
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
stasiun 3 yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah yaitu masih tergolong melebihi baku mutu air sungai kelas 4 dan tidak layak dari batas maksimum BOD yang diperuntukkan yaitu 12 mg/l untuk digunakan mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Nilai BOD dari stasiun 1 sampai stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 6 COD (Chemical Oxygen Demand) Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK) adalah jimlah oksigen (mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik menjadi CO 2 dan H2O (Hariyadi, 2004). Hasil penelitian didapatkan bahwa dampak pembuangan limbah cair untuk COD pada stasiun 2 sebesar 135 mg/l mempengaruhi nilai COD yang ada pada stasiun 3 sebesar 84 mg/l dari stasiun 1 yang sebesar 9,6 mg/ l. Hasil tersebut jika dihubungkan dengan kriteria baku mutu air sungai menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk yaitu kelas 4 untuk sungai Klinter dibandingkan menurut PP.RI.No.82 Tahun 2001, maka nilai COD pada stasiun 3 yang menjadi titik setelah mendapatkan masukan limbah yaitu masih tergolong layak dari batas maksimum COD yang diperuntukkan yaitu 100 mg/l untuk digunakan mengairi pertanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Nilai COD dari stasiun 1 sampai stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 7 IP (Indeks Pencemaran) Sungai Klinter Perhitungan tingkat pencemaran sungai Klinter kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk digunakan Metode Indeks Pencemaran. Perhitungan menggunakan metode ini tiap-tiap parameter yang terukur akan menimbulkan kontribusi terhadap nilai Indeks Pencemaran (Pij). Metode ini dapat secara langsung menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dengan nilai parameter-parameter tertentu. Penghitungan kualitas air ini menggunakan parameter BOD, COD, pH dan TSS Hasil analisa kualitas air Sungai Klinter menurut perhitungan Indeks Pencemaran (IP) untuk stasiun 1 tercatat indeks pencemaran dapat dikategorikan sebagai kualitas air dalam kondisi yang baik yaitu dengan nilai IP 0,3 Sedangkan pada stasiun 3 yaitu stasiun yang terkena masukan limbah pabrik tercatat sebesar 2,7 yang tergolong kondisi sungai yang tercemar ringan, dikarenakan adanya masukan limbah cair pabrik yang mengandung bahan organik yang tinggi dan memperkeruh kualitas air sungai pada kedua stasiun tersebut. C. Perkiraan Daya Tampung Beban Pencemaran (Kapasitas Asimilasi) Air Sungai Klinter Kemampuan Sungai klinter dalam menerima masukan beban pencemaran sangat penting untuk diketahui. Berdasarkan perkiraan daya tampung dapat diketahui kondisi air apabila dimasukkan bahan pencemaran. Penentuan daya tampung beban pencemaran digunakan Metode Neraca Massa. Perhitungan Neraca Massa pada titik ST 3 dikaitkan dengan mutu air berdasakan kelas air Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001, dan mengacu pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Nganjuk yaitu kelas 4 untuk sungai Klinter yaitu untuk parameter DO, TSS, dan COD yaitu sebesar 2,95 mg/l, 54,19 mg/l dan 50,59 mg/l masih dapat ditoleransi untuk sungai dengan kelas 4 yaitu dengan batas maksimum yang diperbolehkan untuk DO sebesar 0 mg/l, TSS sebesar 400 mg/l, dan COD sebesar 100 mg/l. Nilai parameter BOD yaitu sebesar 34,10 mg/l telah melewati ambang batas daya tampung yang di peruntukkan bagi baku mutu air sungai kelas 4. Keterkaitan antara hasil analisis dengan hasil perhitungan neraca massa menggambarkan, bahwa pada hasil analisa menunjukkan beban pencemaran dari tiap-tiap parameter. Hasil perhitungan dengan metode neraca massa menggambarkan beban pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri pabrik kertas terhadap Sungai klinter. Secara umum dapat disimpulkan bahwa industri pabrik kertas yang membuang limbah cair ke sungai klinter
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
6
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
belum / tidak melakukan pengujian kualitas air limbah untuk parameter BOD sesuai peruntukan baku mutu air sungai kelas 4 secara baik sebelum limbah tersebut dibuang ke badan sungai.
Gambar 1. Grafik Pengukuran Suhu di 3 Stasiun
Gambar 2. Grafik Pengukuran Debit di 3 Stasiun
Gambar 3. Grafik Pengukuran TSS di 3 Stasiun
Gambar 4. Grafik Pengukuran pH di 3 Stasiun
Gambar 5. Grafik Pengukuran DO di 3 Stasiun
Gambar 6. Grafik Pengukuran BOD di 3 Stasiun
Gambar 7. Grafik Pengukuran COD di 3 Stasiun
Gambar 8. Grafik Indeks Pencemaran (IP)
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
7
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 2, Juni 2013, 1-8
KESIMPULAN Hasil penelitian yang telah dilaksanakan mengenai analisa kualitas perairan sungai Klinter Nganjuk, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Hasil perhitungan nilai kadar pH, TSS, DO, dan COD pada stasiun 3 diketahui sebesar 6,96, 30,3 mg/l, 0,6 mg/l, dan 84 mg/l masih tergolong layak untuk baku mutu sungai kelas 4 sedangkan untuk nilai BOD diketahui sebesar 40,7 mg/l tergolong tidak layak karena melebihi baku mutu air sungai kelas 4. Hasil Perhitungan Indeks Pencemaran (IP) menunjukkan bahwa pada stasiun I dengan nilai 0,3 tergolong sungai dalam kondisi baik karena letaknya sebelum buangan limbah pabrik kertas oleh karena itu belum tercemar oleh limbah cair pabrik kertas. Sedangkan pada stasiun 3 IP tercatat sebesar 2,7 yang tergolong kondisi sungai yang tercemar ringan. Adanya masukan limbah cair pabrik yang mengandung bahan organik yang tinggi menjadi penyebab menurunnya kualitas air stasiun tersebut. Perhitungan beban pencemaran / Kapasitas Asimilasi menggunakan neraca massa untuk sungai Klinter yaitu untuk parameter DO, TSS, dan COD yaitu sebesar 2,95 mg/l, 54,19 mg/l, dan 50,59 mg/l masih dapat ditoleransi untuk baku mutu air kelas 4, sedangkan untuk parameter BOD yaitu sebesar 34,10 mg/l telah melewati ambang batas daya tampung yang di peruntukkan bagi baku mutu air kelas 4. Penelitian ini dapat dijadikan referensi mengenai kualitas air di Sungai Klinter Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk. Rekomendasi yang dapat diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Nganjuk, pabrik kertas dan masyarakat sekitar DAS klinter adalah Meningkatkan pengolahan limbah melalui pembangunan IPAL yang baik bagi Industri Pabrik kertas, Meningkatkan pengawasan terhadap pembuangan air limbah, dan Meningkatkan pemantauan kualitas air sungai DAFTAR PUSTAKA Afrianto, E dan E, Liviawati. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang. Penerbit Kanisius.Yogyakarta Asdak, C (1995). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Barus, T. A. 2001. Metode Ekologis Untuk Menilai Kualitas Suatu Perairan Lotik. Fakultas Mipa. USU. Medan. Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Hariyadi, Sigit. 2004. BOD dan COD sebagai Parameter Air dan Baku Mutu Air Limbah. Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan. Sekretaris Negara Republik Indonesia Jakarta. Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Air. PT. Rineka Cipta. Jakarta Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia Press. Jakarta Suryabrata, S. 1988. Metodologi Penelitian. CV. Rajawali. Jakarta
Evaluasi Dampak Pembuangan Limbah Cair – Gazali dkk
8
KADAR DAN SEBARAN PENCEMARAN MERKURI (Hg) AKIBAT PENAMBANGAN EMAS RAKYAT DI LOKASI HUTAN KERANGAS KECAMATA MANDOR KABUPATEN LANDAK (Rate and Swampy Forest of Contamination Merkuri ( Hg) Effect of Gold Mine of People In Location Forest of Kerangas Subdistrict Mandor Landak Regency) Ferianto, Burhanuddin, Tri Widiastuti
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Jalan Imam Bonjol Pontianak 78124 Email:
[email protected]
ABSTRACT Forest kerangas ( heath forest) representing one of important forest type in indonesia which grow above land of podsol, sand kuarsa which den, impecunious of low hara and pH 3-4 ( acid). sensitive and harsh tekstur land ground to trouble. type of vegetasi of forest kerangas own the slimmer manner vegetasi, tree closeness seldom, and apart between one tree with the wide the other tree. Merkuri and compound clan, as does with the metal etc, gone the round of in nature, start from rock, irrigate even at atmosphere coat. at rock, merkuri found by as part of cinnabar mineral ( HgS), in territorial water environment, merkuri stay in the form of ion of metal organic of like metal of merkuri, while in atmosphere, merkuri found in the form of free metal like Hg2+ and Hg0 and berikatan with compound. Rate merkuri of at Farm ofis ex gold mine old age 4-5 year of equal to 0,020 ppm, at farm ofis ex gold mine old age 6-10 year of equal to 0,0502 ppm and at farm ofis ex gold mine old age 11-15 year of equal to 0,042 with the mean rate of equal to 0,037 ppm. Mean of swampy forest of horizontal merkuri of at research location ofis ex- mining with the distance 100 m from river is 0,034 ppm, apart 300 m from river of equal to 0,041 ppm and apart 100 m from river of equal to 0,036 ppm with the pattern of swampy forest which still have the character of local. Vertical swampy forest mean of merkuri of at research location ofis ex- mining with the deepness 19-21 cm is 0,040 ppm and deepness 39-41 cm is 0,034 ppm. Mean of swampy forest of merkuri of according to gratuity of closing vegetasi of at research location ofis ex- mining with the gratuity of closing vegetasi 0-30% is 0,040 ppm, gratuity of closing vegetasi 31-60% is 0,040 ppm and gratuity of closing vegetasi > 61% is 0,031 ppm. Keyword : Contamination Merkuri, Gold Mine People, Forest Kerangas
PENDAHULUAN Hutan kerangas (heath forest) merupakan salah satu tipe hutan penting di Indonesia yang tumbuh di atas tanah podsol, tanah pasir kuarsa yang sarang, miskin hara dan pH rendah 3-4 (masam), Kusmana (1995) dalam Hilwan (1996). Tekstur tanah kasar dan peka terhadap gangguan. Jenis vegetasi hutan kerangas memiliki ragam vegetasi yang lebih sedikit dan jarak antara satu
pohon dengan pohon yang lainnya lebar. Gangguan yang terjadi dikawasan hutan kerangas disebabkan oleh alam atau adanya kegiatan manusia (antropogenik). Gangguan yang disebabkan oleh alam misalnya banjir, tanah longsor dan lain-lain, sedangkan gangguan yang bersifat antropogenik salah satunya akibat kegiatan penambangan emas. Menurut Sampurno
183
(1990) dalam Purba (1999), mengemukakan bahwa dampak dari kegiatan penambangan emas adalah terjadi kerusakan lingkungan sekitar. Kerusakan akibat penambangan emas dapat terjadi secara kimiawi, fisik dan biologi. Kerusakan dari segi kimiawi yang menonjol adalah adanya pencemaran tanah, air dan vegetasi oleh unsur Hg (merkuri) yang digunakan untuk melindi emas. Pencemaran tanah oleh merkuri mengakibatkan kesuburan tanah menurun yang mempengaruhi vegetasi yang tumbuh disekitarnya. Secara fisik akibat jelasnya dapat dilihat dengan kondisi daerah tambang yang berubah menjadi padang pasir atau tailing, dimana lapisan tanah bagian atas (top soil) yang subur menjadi hilang. Dari dua jenis dampak tersebut telah menambahkan dampak berikutnya, yaitu secara biologi yang ditandai dengan hilangnya vegetasi dan asosiasi organismenya, karena tidak ada lagi interaksi sesama organisme baik mikro maupun makro dengan lingkungan. Di kawasan hutan kerangas terdapat vegetasi yang tumbuh walaupun kawasan tersebut berada disekitar areal bekas penambangan emas yang diduga sudah tercemar merkuri. Vegetasi hutan kerangas tersebut ada yang merupakan vegetasi asli juga berupa tumbuhan pionir. Vegetasi asli merupakan vegetasi yang tumbuh sejak awal terbentuknya ekosistem hutan kerangas tersebut, sedangkan tumbuhan pionir tumbuh akibat adanya suksesi yang terjadi di kawasan hutan kerangas. Suksesi tersebut terjadi akibat adanya perubahan
dalam komposisi komunitas dan asosiasi biologis serta sifat-sifat ekosistem lingkungan. Vegetasi hutan kerangas asli dan tumbuhan pionir mampu hidup dan bertahan bila suatu lahan tercemar oleh merkuri dikarenakan vegetasi tersebut bersifat toleran terhadap merkuri. Menurut Baker dan Walker (1990) dalam Chaney et al. (2000), keadaan toleran yang ditunjukan oleh vegetasi dapat ditunjukan dengan berbagai cara yang berbeda. Ada vegetasi yang mampu mengakumulasikan merkuri ke dalam jaringan tubuhnya tetapi kemudian diuapkan melalui proses transpirasi pada daun, dan ada vegetasi yang dapat mengeluarkan senyawa-senyawa penetralisir merkuri melalui jaringan akar sehingga merkuri tersebut tidak bersifat racun. Vegetasi asli dan tumbuhan pionir yang tumbuh dikawasan hutan kerangas sekitar area penambangan emas yang diduga tercemar merkuri berpotensi sebagai fitoremediasi (Biology Clean Up). Menurut Thomas (1995) dalam Chaney (2000), suatu cara pemulihan lingkungan yang tercemar oleh logam berat melalui penanaman vegetasi yang bersifat toleran terhadap logam berat disebut fitoremediasi. Apabila vegetasi hutan kerangas akan dimanfaatkan sebagai alat fitoremediasi maka perlu dilakukan penelitian dasar mengenai kandungan merkuri yang ada di jaringan vegetasi hutan kerangas dan kandungan merkuri yang ada didalam tanah hutan kerangas, oleh karena itu penelitian ini sangat perlu dilakukan.
184 2
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan disekitar areal bekas penambangan emas tanpa izin di kawasan Cagar Alam Mandor, Kecamatan Mandor Kabupaten Landak untuk pengambilan sampel tailing dan di Laboraturium Kimia Baristanindag Pontianak untuk menganalisis sampel tailing, lamanya penelitian ini adalah 2 bulan, yaitu mulai April 2012 sampai dengan Juni 2012. Titik sampling ditentukan berdasarkan Peta Studi Tanaman Pionir Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Rakyat Cagar Alam Mandor dan survei lokasi dengan bantuan GPS (merk Etrex Vista Garmin) Penentuan titik-titik sampling menggunakan metode Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel (Nasution 2003). Penentuan titik-titik sampling dikelompokkan dalam 3 lokasi yaitu : di jarak 500 meter dari garis tepi sungai, di jarak 300 meter dari garis tepi sungai dan di jarak 100 meter dari garis tepi sungai. Faktor perlakuan yang akan dicobakan terdiri dari 2 faktor yaitu Faktor persen tutupan vegetasi yang terdiri dari 3 taraf faktor yaitu terbuka (tutupan vegetasi 0-30%), tutupan vegetasi 31-60%, dan tutupan vegetasi > 61%. Untuk menentukan tutupan vegetasi 0-30%), tutupan vegetasi 3160%, dan tutupan vegetasi > 61%, dalam penelitian ini menggunakan
analisis vegetasi yang ukurannya petaknya adalah 20 m x 20 m. Penelitian ini diklasifikasikan berdasarkan umur untuk masing-masing bekas penambangan yang berumur 4 - 5 tahun (Sungai 1), 6 - 10 tahun (Sungai 2), 11 - 15 tahun (Sungai 3) yang ditentukan secara objektif. Dalam satu petak contoh tersebut semua vegetasi yang ditemukan diamati dari tingkat pohon sampai tingkat semai dan tumbuhan bawah. Faktor kedalaman Tailing/tanah yang terdiri dari 2 taraf faktor yaitu kedalaman 19-21 cm dan 39-41 cm. Contoh Tailing diambil pada masing-masing titik sampling sebanyak 2 kg yang merupakan komposit dari 5-6 titik secara sengaja menggunakan bor tanah. Selanjutnya kombinasi sampel diambil dari 3 sungai yang berbeda, sehingga semuanya akan dibuat 3x2x3x3=54 titik sampling. Kegiatan pengolahan data dalam penelitian ini adalah proses lanjutan untuk data yang telah didapat pada proses perolehan data. Preparasi contoh tailing yang akan dianalisis dilakukan dengan mengeringkan contoh uji secara kering udara pada suhu ruang. Kemudian, contoh uji diayak dengan saringan mesh 80. Tanah hasil saringan digerus dan dihomogenkan, selanjutnya disimpan dalam botol gelas contoh bebas merkuri dan diberi label. Analisis akan dilakukan di laboratorium kimia Baristanindag Pontianak. Contoh tailing diambil untuk analisis merkuri total, data yang diperoleh dari hasil 1853
pengamatan selanjutnya disusun dalam bentuk tabulasi data untuk mempermudah dalam pengolahan data Data hasil analisis laboratorium tentang konsentrasi merkuri total, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk melihat perbedaan masing-masing titik sampling. Analisis kandungan merkuri total pada contoh tailing/tanah dilakukan dengan metode AOAC (Association of Official Analythical Chemists) atau SM Ed. 20 Th. 1998 (Standard Methods 20th Edition, 1998; APHA, AWWA, WPCF). Sementara itu, ANOVA digunakan untuk melihat perbedaan pada masing-masing titik sampling. Model matematis untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan menggunakan RAK menurut Gaspersz (1994) Setelah diperoleh data kandungan merkuri total pada contoh Tailing/tanah, selanjutnya dilakukan pemetaan/tabulasi hasil tersebut untuk melihat kadar merkuri dan sebaran pencemaran merkuri dari daratan/hulu sampai ke sungai/hilir. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar merkuri pada lahan bekas penambangan emas umur 4-5 tahun dengan kedalaman tailing 19-21 cm dengan persen penutupan vegetasi 030% rerata 0,019 ppm, untuk persen penutupan vegetasi 31-60% rerata 0,019 ppm dan untuk persen penutupan vegetasi <61% rerata 0,019 ppm, sedangkan untuk kedalaman tailing 3941 cm persen penutupan vegetasi 0-30% rerata 0,025 ppm.
Untuk persen penutupan vegetasi 31-60% rerata 0,019 ppm dan untuk persen penutupan vegetasi <61% rerata 0,019 ppm. Rata-rata kadar merkuri pada Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 4-5 Tahun adalah 0,020 ppm Kadar merkuri pada lahan bekas penambangan emas umur 6-10 tahun dengan kedalaman tailing 19-21 cm persen penutupan vegetasi 0-30% rerata 0,065 ppm, untuk persen penutupan vegetasi 31-60% rerata 0,072 ppm dan untuk persen penutupan vegetasi <61% rerata 0,026 ppm, sedangkan untuk kedalaman tailing 39-41 cm persen penutupan vegetasi 0-30% rerata 0,052 ppm, untuk persen penutupan vegetasi 31-60% rerata 0,045 ppm dan untuk persen penutupan vegetasi <61% rerata 0,039 ppm. Rata-rata kadar merkuri pada Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 6-10 Tahun adalah 0,050 ppm. Kadar merkuri pada lahan bekas penambangan emas umur 11-15 tahun dengan kedalaman tailing 19-21 cm persen penutupan vegetasi 0-30% rerata 0,049 ppm, untuk persen penutupan vegetasi 31-60% rerata 0,051 ppm dan untuk persen penutupan vegetasi <61%rerata 0,042 ppm. Sedangkan untuk kedalaman tailing 39-41 cm persen penutupan vegetasi 0-30% rerata 0,031 ppm, untuk persen penutupan vegetasi 3160% rerata 0,036 ppm dan untuk persen penutupan vegetasi <61% rerata 0,041 ppm. Rata-rata kadar merkuri pada Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 11-15 Tahun adalah 0,042 ppm.
4 186
Rata-rata Sebaran Horizontal kadar merkuri pada Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 4-5 Tahun, 6-10 Tahun dan 11-15 Tahun dengan jarak 100 m dari sungai adalah 0,034 ppm, jarak 300 m dari sungai adalah 0,044 ppm dan jarak 500 m dari sungai adalah 0,034 ppm. Rata-rata Sebaran Vertikal kadar merkuri pada Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 4-5 Tahun, 6-10 Tahun dan 11-15 Tahun dengan kedalaman 19-21 cm adalah 0,040 ppm dan untuk kedalaman 39-41 adalah 0,034 ppm. Rata-rata Sebaran merkuri menurut persen penutupan vegetasi Pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 4-5 Tahun, 6-10 Tahun dan 11-15 Tahun dengan persen penutupan vegetasi 0-30% adalah 0,040 ppm, persen penutupan vegetasi 31-60% adalah 0,040 ppm dan persen penutupan vegetasi >61% adalah 0,031 ppm. Sebagaimana yang dilaporkan Setiabudi (2005) berdasarkan hasil penelitian pada penyebaran merkuri akibat usaha penambangan emas di daerah sangon. Hasil analisis kimia 6 contoh batuan termineralisasi di Daerah Sangon menunjukan kadar merkuri (Hg) berkisar antara 1,4 – 3,4 ppm. Standar baku mutu kelimpahan logam berat merkuri pada tanah berkisar <10-300 ppm, (Stwertka, 1998). Berdasarkan hasil penelitian pada bekas penambangan emas mandor umur 4-5 tahun, 6-10 tahun dan 11-15 tahun, kadar masing-masing merkuri adalah 0,020 ppm, 0,050 ppm dan 0,042 ppm dengan rerata 0,037 ppm.
Berdasarkan hasil tersebut bahwa tanah mengandung konsentrasi Hg dengan harga rata-rata unsur Hg dalam tanah sebesar 0,037 ppm oleh karena itu konsentrasi rata-rata Hg dalam tanah di daerah ini tidak terlalu tinggi. Pada lokasi bekas penambangan emas mandor umur 11 – 15 tahun terjadi penurunan kadar merkuri, kadar merkuri yang terdapat di dalamnya sebesar 0,042 ppm,berbeda dengan bekas penambangan emas mandor umur - 10 tahun sebesar 0,050 ppm. Hal ini disebabkan rendahnya retensi atau daya ikat tanah terhadap Hg karena rendahnya kandungan liat dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Alloway (1990) yang menyatakan bahwa fraksi liat merupakan sifat tanah yang penting dalam menjerap ion-ion logam berat. Selain kandungan liat, menurut Steinnes (1990), penjerapan logam berat Hg juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH tanah dikarenakan kondisi hutan kerangas yang memiliki pH tinggi (asam), perubahan kondisi seperti penurunan pH. Peningkatan konsentrasi asamasam organik atau penurunan potensial redok dapat secara drastic menurunkan kuatnya ikatan logam berat dan meningkatkan mobilitasnya (Schulin et al., 1995). Mengacu pada hasil analisis kandungan merkuri, diduga sebagian besar logam berat Hg menghilang dari dalam tanah karena mengalami metilasi menjadi bentuk molekul-molekul volatil dan mengalami volatilisasi (penguapan). Metilasi biasanya dilakukan oleh mikro
5 187
organisrne anaerob dan dapat juga berasosiasi dengan asam organik. Metilasi merupakan transformasi merkuri anorganik menjadi merkuri organik berbentuk metil oleh aktivitas mikro organisme anaerobik (Fardiaz,1992). Sebaran merkuri pada jarak 100 m lebih kecil dibandingan dengan sebaran merkuri pada jarak 500 m dan 300 m, hal ini disebabkan karena jarak 100 m lebih dekat dengan sungai dibandingkan jarak 500 m dan 300 m sehingga merkuri yang ada terbawa oleh arus aliran sungai dan kondisi curah hujan yang tinggi juga membantu dispersi unsur merkuri. Sebaran merkuri mengalami penurunan pada kedalaman tailing 39-41 cm dikarenakan sebelum masuk ke dalam tanah, merkuri terlebih dahulu mengalami pencucian oleh aliran air. Kadar merkuri pada vegetasi (>1 ) memiliki nilai yang rendah dibandikan dengan penutupan vegetasi (0-30%) dan (31-60%) dikarenakan merkuri yang berada di dalam tanah akan semakin berkurang karena terserap oleh vegetasi melalui akar.
penambangan dengan jarak 100 m dari sungai adalah 0,034 ppm, jarak 300 m dari sungai sebesar 0,041 ppm dan jarak 100 m dari sungai sebesar 0,036 ppm dengan pola sebaran yang masih bersifat lokal. Rata-rata sebaran vertikal merkuri pada lokasi penelitian bekas penambangan dengan kedalaman 19-21 cm adalah 0,040 ppm dan kedalaman 39-41 cm adalah 0,034 ppm. Rata-rata sebaran merkuri menurut persen penutupan vegetasi pada lokasi penelitian bekas penambangan dengan persen penutupan vegetasi 0-30% adalah 0,040 ppm, persen penutupan vegetasi 31-60% adalah 0,040 ppm dan persen penutupan vegetasi >61% adalah 0,031 ppm. Saran Untuk mengetahui pengaruh topografi terhadap kadar dan sebaran merkuri di areal bekas penambangan emas rakyat kecamatan mandor perlu dilakukan penelitian. Besar penyerapan merkuri oleh tumbuhan di areal bekas penambangan emas rakyat kecamatan mandor perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kadar merkuri pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 4-5 Tahun sebesar 0,020 ppm, pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 6-10 Tahun sebesar 0,050 ppm dan pada Lahan Bekas Penambangan Emas Umur 11-15 Tahun sebesar 0,042 dengan kadar ratarata sebesar 0,037 ppm. Rata-rata sebaran horizontal merkuri pada lokasi penelitian bekas
DAFTAR PUSTAKA Alloway. 1990. Soil processes and behaviour of metals. In Alloway (Ed.) Heavy Metals in Soils. Blackie Glasgow and London Halsted Press. John Wiley and Sons, Inc., New York. Chaney, R. L, Yin Ming Li, dan S. L Brown, 2000. Improving Metal Hyperaccumulator Wild Plants to Develops Commercial Phytoextraction System 6 188
Approaches and Progress, (Di dalam) I Raski dan B. D. Ensley (Penyunting), Phytoremediation of Tonix Metal Using Plants to Clean Up The Environment, Wiley Interscience Publication, Jhon Wiley & Sons, Inc, New York. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogyakarta. Gasperz, 1991. Metode Perancangan Percobaan, CV. Armico, Bandung. Hilwan, 1996. Ekologi dan Diversity Ekosistem Hutan Tropika Indonesia, Pusat Pengkajian Keanekaragaman Hayati, Institut Pertanian Bogor. Kusmana, 2005. Komposis Jenis dan Struktur Hutan Kerangas Bekas Kebakaran di Taman Nasional Danau Sintarum, Kalimantan
Barat, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Nasution, 2003. Teknik Sampling, http://library.usu.ac.id/download/f km/fkm-rozaini.pdf. Tanggal Akses 1 Juni 2012. Purba, F. D, 1999. Pengaruh Suksesi Vegetasi Terhadap Kapasitas Infiltrasi Tanah Bekas Penambangan Emas Rakyat di Kawasan Hutan Alam Mandor, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak. Schulin, R., G. Geiger, and G. Fmrer. 1995. Heavy metal retention by soil organic matter under changing environmental conditions. In W. Salomons and W.M. Stigliani (Eds.). Biogeodynamics of Pollutants in Soils and Sediments-Springer Verlag Berlin Heidelberg. New York.
7 189
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
Kerusakan Lingkungan Hidup Akibat Limbah Industri Martinus Sagala 1) 1)
Staf Pengajar Universitas Darma Agung
ABSTRACT Development that relies on technology and industry in sustaining economic growth rates often have negative impacts on the human environment. Environmental pollution will lead to declining quality of the environment, so that would threaten the survival of living things, especially the peace and tranquility of human life. The existence of the same understanding and perceptions in understanding the importance of environment for human survival will be able to control the action and human behavior to be more concerned with the environment. Willingness to each other and preserve the ecological balance is a sublime faith in human beings from nature in regard themselves as global citizens. Keyword : environmental problems, environmental pollution, technology Pendahuluan menyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan ke tahapan pembangunan berikutnya. Tetapi akibat tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan berbagai jenis sumber daya (resources), agar proses industri dapat menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia, seringkali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup manusia. Hal ini dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan berbagai industri yang dibangun dalam rangka peningkatan pendapatan (devisa) negara dan pemenuhan berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia.
Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara latin yang gandrung memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry) untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekspor atau pembuat teknologi. Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran yang
[ 42 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut ekologi. Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumbersumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya. Di alam terdapat berbagai sumber daya alam, yang merupakan komponen lingkungan yang sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas : - Sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources) - Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural resources). Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (b). biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (c). sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain.
Disamping itu, iptek dan teknologi dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer, menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai produk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Pengertian dan persepsi yang berbeda mengenai masalah lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurang tepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan pemerintah. Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas permasalahan : 1. Bagaimana kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan 2. Bagaimana klasifikasi pencemaran lingkungan, dan 3. Bagaimana menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Tujuan penulisan ini adalah untuk; 1. mengetahui kontribusi industri dan teknologi yang menyebar terhadap pencemaran lingkungan 2. mengetahui klasifikasi pencemaran lingkungan, dan 3. mengetahui menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Pembahasan Konsep-konsep untuk memahami masalah lingkungan dan pencemaran oleh industri Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup
[ 43 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai. Batasan ini terasa sempit, bila dikaitkan dengan pengaruh elemen lingkungan yang sifatnya tidak dikenali dan dirasakan, misalnya dampak radiasi baik yang disebabkan oleh sinar ultraviolet atau limbah nuklir, yang bersifat merugikan bagi kelangsungan hidup makhluk hidup.
Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi. Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, sifat lingkungan hidup dikategorikan atas dasar : (1). jenis dan jumlah masingmasing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, (2). hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut, (3). kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan (4). faktorfaktor non-materil, seperti cahaya. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh. Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kendaraan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya. Konsep mutu lingkungan berbeda bagi tiap orang yang mengartikan dan mempersepsikannya
Industri dan pencemaran lingkungan Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaikbaiknya. Memang manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang), bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap “survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan
[ 44 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu loncat. Teknologi juga memberi rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer. Teknologi memungkinkan negaranegara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang langka. Bahkan akibat kemajuan teknologi, di era yang mengglobal ini dapat dikonsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
industri, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia. Dampak Industri dan terhadap Lingkungan
Teknologi
Pentingnya inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini, pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu bangsa. Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi. Teknologi memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”. Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
[ 45 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012 Sebagai salah satu negara berkembang yang banyak membutuhkan dana bagi pembiayaan pembangunan, maka Indonesia seringkali “dicurigai” melakukan eksploitasi sumber alamnya secara besar-besaran, karena dukungan kemajuan teknologi dan besarnya tingkat kebutuhan industri-industri yang berkembang pesat secara kuantitif dan berskala besar. Berdasarkan hasil studi empiris yang pernah dilakukan oleh Magrath pada tahun 1987, diperkirakan bahwa akibat erosi tanah yang terjadi di Jawa nilai kerugian yang ditimbulkannya telah mencapai 0,5 % dari GDP, dan lebih besar lagi jika diperhitungkan kerusakan lingkungan di Kalimantan akibat kebakaran hutan, polusi di Jawa, dan terkurasnya kandungan sumber daya tanah di Jawa. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor industri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, Bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya. Bahkan hampir seluruh daerah di Jawa telah ikut mengalami peningkatan suhu udara, sehingga banyak penduduk yang merasakan kegerahan walaupun di daerah tersebut tergolong berhawa sejuk dan tidak pesat industrinya. Berkaitan dengan pernyataan tersebut dapat dicatat keadaan lingkungan di beberapa kota di Indonesia, yaitu : - Terjadinya penurunan kualitas air permukaan di sekitar daerah-daerah industri. - Konsentrasi bahan pencemar yang berbahaya bagi kesehatan penduduk
-
-
-
-
-
seperti merkuri, kadmium, timah hitam, pestisida, pcb, meningkat tajam dalam kandungan air permukaan dan biota airnya. Kelangkaan air tawar semakin terasa, khususnya di musim kemarau, sedangkan di musim penghujan cenderung terjadi banjir yang melanda banyak daerah yang berakibat merugikan akibat kondisi ekosistemnya yang telah rusak. Temperatur udara maksimal dan minimal sering berubah-ubah, bahkan temperatur tertinggi di beberapa kola seperti Jakarta sudah mencapai 37 derajat celcius. Terjadi peningkatan konsentrasi pencemaran udara seperti CO, NO2 SO2, dan debu. Sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia terasa semakin menipis, seperti minyak bumi dan batubara yang diperkirakan akan habis pada tahun 2020. Luas hutan Indonesia semakin sempit akibat tidak terkendalinya perambahan yang disengaja atau oleh bencana kebakaran. Kondisi hara tanah semakin tidak subur, dan lahan pertanian semakin menyempit dan mengalami pencemaran.
Klasifikasi Pencemaran Lingkungan Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
[ 46 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup. Pada saat itu, pencemaran oleh industri dan limbah rumah tangga belumlah dipermasalahkan secara khusus kecuali di kota-kota besar. Saat ini, masalah lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejalagejala perubahan alam yang sifatnya evolusioner, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri dan keluarga yang menghasilkan berbagai rupa barang dan jasa sebagai pendorong kemajuan pembangunan di berbagai bidang. Berdasarkan Strategi Penanganan Limbah tahun 1993/1994, yang ditetapkan oleh pemerintah, maka proses pengolahan akhir buangan sudah harus dimulai pada tahap pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga pengolahan akhir limbah buangan (Lampiran Pidato Presiden RI, 1994 : II/27). Langkah yang ditempuh untuk mendukung kebijaksanaan ini, ditempuh dengan pembangunan Pusat Pengelolaan Limbah Industri Bahan Berbahaya dan Beracun (PPLI-B3), di Cileungsi Jawa Barat, yang pertama di Indonesia. Pendirian unit pengolahan limbah ini juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Disamping itu, untuk mengembangkan tanggung jawab bersama dalam menanggulangi masalah pencemaran sungai terutama dalam upaya peningkatan kualitas air, dilaksanakan Program Kali Bersih (PROKASIH), yang memprioritaskan penanganan lingkungan pada 33 sungai di 13 Propinsi. Upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup ini, ternyata juga menghasilkan lapangan kerja dan kesempatan berusaha baru di
Dari definisi yang panjang tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu : Sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/ mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya : a) pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya b) pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial c) pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder. Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya. Menyikapi Pencemaran Lingkungan Di Indonesia perhatian tentang lingkungan hidup telah dilakukan sejak tahun 1960-an. Tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggarakan di Universitas Padjajaran pada tanggal 15 18 Mei 1972. Hasil yang dapat diperoleh dari pertemuan itu yaitu terkonsepnya pengertian umum permasalahan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup
[ 47 ]
STEVIA
ISSN No. 2087-6939 Vol. II No. 01-Januari 2012
industri. Pemerintah harus mengawasi pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu dilakukan penelitian atau kajian secara berkelanjutan.
berbagai kota dan sektor pembangunan. Dari uraian tersebut diatas jelaslah bagi kita bahwa dalam menyikapi terjadinya pencemaran lingkungan baik akibat teknologi, perubahan lingkungan, industri dan upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi, diperlukan itikad yang luhur dalam tindakan dan perilaku setiap orang yang peduli akan kelestarian lingkungan hidupnya. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan Pembangunan yang mengandalkan teknologi dan industri dalam mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia. Pencemaran lingkungan akan menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia. Adanya pengertian dan persepsi yang sama dalam memahami pentingnya lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup manusia akan dapat mengendalikan tindakan dan perilaku manusia untuk lebih mementingkan lingkungan hidup. Kemauan untuk saling menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup merupakan itikad yang luhur dari dalam diri manusia dalam memandang hakekat dirinya sebagai warga dunia.
Daftar Pustaka Harian Kompas, 18 Pebruari 2009. Harian Jawa Pos, 28 Desember 2009. Riyadi, Slamet. 2008. Kesehatan Lingkungan. Surabaya : Karya Anda. Tanjung, Shalahudin Djalal. 2002. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta. Pusat Studi Lingkungan Hidup. Universitas Gajah Mada. www.google.co.id/dampak_limbah. Diakses April 2010.
Saran Limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat
[ 48 ]
OPTIMALISASI OIL POLUTION PREVENTION DRILL DALAM MENANGGULANGI PENCEMARAN MINYAK PADAKEGIATANBONGKAR MUAT DI KAPAL MT. MARLINA XV Ikhlas Saputra1; Agus Subardi2; Agus Santosa3
ABSTRACT; With a backdrop environmental polJution problem, particullarly in the maritime world is
inrecreasingly widespread, then lift it into the thesis we strive entitled "OPTIMALISASJ OIL POLUTION PREVENTION DRrLL DALAM MENANGULANGI PENCEMARAN
MINYAK PADA KEGIATAN BONGKAR MUAT DI KAPAL MT. MARLINA XV"
espicially with the limitation on the location and scop of the problem we encountered during the preparation of this thesisexpeted to givean ideaof polution on the oprational activities of
loading and un loading which could sause oil polution, the role of relevant element and
prosedure or procedures for handling spills of oil on board.
ln acordance MARPOL 197311978 where all ships must carry out the handling of oil
polution prevention, it is necessary to review aJI matters related to emergancy response plans
of oil polution (SOPEP). The role on the prosedure, the crew and tools needs to be reviewed in conection with state oil spill on the loading and unloading often accour on board. In the
basic theory, the outhor discribe thing relatedto the problem of polution and how prevention
treatment procedure on board was also associated with the equipment used.
ln the data analysis and presentation of research results containing resoult.then we
compired it with relevant parties writer in the filed. Then we compare it with exis. Thing
prosedure finaly,the authors could infer the eJement in the response to oil spiJI closely relatid to each other and determine.
Key words : oil, polution, loading and unloading.
PENDAHULUAN Transportasi yang penting
laut
dalam
unsur
mengangkut muatan cair melalui laut
dunia perdagangan,
dengan arnan. Mengingat kapal adalah salah
merupakan
transportasi
satu alat transportasi laut, secara otomatis
khususnya di bidang kelautan sangat besar.
dalam ha! ini kapal tidak lepas dari lautan
Pada saat ini transportasi laut merupakan
sebagai
suatu alat transportasi yang paling efisien,
Maksudnya adalah lautan sebagai daerah
sebab . dapat
untuk
sehingga
kebutuhan
atas
mengangkut
barang
atau
faktor
kapal
utama.
pendukung
beroperasi
dan
dari
segala
penumpang dari suatu tempat ketempat lain
kegiatan operasional menghasilkan sisa-sisa
dengan
menempuh jarak
kotoran/sampah yang dengan terpaksa ak:an
relatif
murah. Tujuan dari sebuah kapal
yang
jauh dan
khususnya kapal tanker adalah untuk
JURNAL DINAMIKA BAHARI
dibuang
dan
dapat
mengakibatkan
pencemaran laut.
-158-
Pada saat ini kebutuhan minyak di setiap
negara
yang
aktif
dalarn
Permasalahan yang al..a n dituangkan dalam karya ilmiah ini dirumuskan scbagai berikut
pembangunan semakin meningkat, sehingga kegiatan
ekspor-impor
minyak
menjadi
1. Bagaimana pcnanganan minyak secara optimal?
sektor utama. Dalam kegiatan ekspor-impor tersebut
yang
sangat
adalah
perusahaan
berperan
penting
pelayaran
tumpahan
2. Bagaimana sistcm pclatihan penanganan pcncegahan
sebagai
pencemaran
minyak
yang
pcnyedia kapal jcnis tanker. Kapal tanker
harus dilakukan di MT. Martina XV agar
adalah suatu jcnis kapal yang sangat efisjen
dicapai hasil yang optimal?
dan cfektif untuk mengangkut minyak atau muatan cair dari suatu tempat ke tempat ut
lain. Kegiatan ekspor-impor minyal tern)ala
menimbulkan
pencemaran
minyak,
PEMBATASAN MASALAH
I. Penelitan dilakukan di alas kapal
Marlina XV pada saat praktek lauL dalam
tenomena
maka
MT.
kurun
dibutuhkan
waktu
2008
oktober
sampai
dengan oktober 2009.
peraturan yang mengatur pencegahan dan pembatasan tumpahan minyak ke laut serta
2. Ditinjau oil pollution prevention drill.
tindakanya.
3. Diamati oil dalam
Muatan minyak yang mempunyai sifat di
lingkungan
merusak
4. Pcngamatan
standar
internasional.
dibutuhkan
juga
menguasai
dalam
pencegahan
pcncemaran
Selain
kesalahan
tcnaga
Selain
pelaut
pemakaian
itu
kesimpulan
prosedur
,dan
peralatan pencegahan pencemaran minyak.
minyak
pada
kegiatan
dilakukan
mengunakan
menghasilkan tentang
beberapa
optimalisasi
oil
pollution prevention drill.
alat-alat laut.
dalam
5. Pengamatan
yang
minyak di
menangulangi
bantuan a lat yaitu oil detcktor
penanganan pcncemaran laut yang sesuaj dengan
drill
bongkar muat di kapal MT. Marlina XV
penanganannya haruslah dilakukan secara aman, maka diperlukan sarana dan prasarana
prevention
pelaksanaan
pcnccmaran
dalam
pollution
6.
Bagaimana drill oil pollution prevention drill yang optimal.
7.
Bagairnana pencemaran minyak yang
kesalahan manusia merupakan faktor yang
terjadi saat bongkar muat dapat ditekan
sering mengakibatkan adanya pencemaran
sekecil mungkin.
minyak di laut. PERUMUSAN MASALAH
JURNAL DINAMIKA BAHARI
TUJUAN PENELITIAN
-
159
-
Berikut ini akan penulis sampaikan beberapa tujuan yang penuJis jadikan acuan diadakanya
penelitian
atau
akan berguna bagi penulis khususnya dan pembaca
pada
umumnya
bagaimana
penanganan tumpahan minyak pada saat kegiatan bongkar muat secara optimal. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah sistem
pelatihan dan penanganan pencegahan minyak
yang
seharusnya
dilakukan, sesuai dengan prosedur yang ada di atas kapaJ MT. Marlina XV, agar dalam penerapannya dicapai hasil yang optimal.
penelitian ini, adalah :
yaitu
atau
masuknya
dimasukanya mahkluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke
dalam
lingkungan dan atau perubahan tatanan lingkungan oleh proses
alam,
kegiatan manusia atau
sehingga kualitas kualitas
Jingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan
lingkungan
menjadi
kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai
kemampuan
crew
kapal
dan dalam
menghadapi keadaan darurat penanganan tumpahan minyak di atas kapal, baik saat
Latihan
maupun
saat
menghadapi keadaan yang sebenarnya. 2. Penulis dapat mernperdalam pengetah�an
di bidang penanganan operasional kapal dengan benar, sehingga dapat mencegah terjadinya tumpahan minyak.
Discharge)
dan
yang
bersifal terpaksa
karena
JURNAL DINAMIKA BAHAR!
Sifat pertama
terjadi apabila dengan sengaja
dilakukan
pembuangan bahan-bahan bekas pakai, yang relatif
tidak
banyak
pencucian tangki
seperti
misalnya
(Bunker Tank Washing)
atau yang lebih serius, pembersihan secara menyeluruh ataupun sebagian tangki muatan dari kapal-kapal itu.
Sifat kedua yaitu
pencemaran terhadap laut yang terpaksa, disebabkan tubrukan
3. Untuk mengetahui sebab dan akibat yang
terjadi
(Voluntary
(Unvoluntary Discharge).
menambah
kesiapan
dapat
lingkungan
yaitu pencemaran laut
Manfaat yang dapat penulis ambit dalam
pada
Menurut Undang-undang No.4 tahun
peruntukanya.
MANFAAT PENELITIAN
I. Untuk
Pencemaran liogkungan laut
1982 dinyatakan batasan dari pencemaran
mengetahui
tumpahan
KERANGKA TEORI
adalah
sebagai berikut : I. Untuk
tidak optimal.
penyusunan
karya ilmiah ini yang diharapk.an nantinya
para
tumpahan minyak di atas kapal yang
antara lain karena peristiwa kapal,
karena
terdampar
dan
karena adanya kebocoran-kebocoran pada
penanganan
-
160
-
instalasi di tempat eksploitasi dan eksplorasi
Aturao
sumber-sumber kekayaan di pantai atau
minyak
daerah lepas pantai.
MARPOL
Peocemaran minyak di kapal
Annex.
Penccmaran minyak sangat membahayakan
1. Annex I Peraturan tentang pencegahan
aturao
mengcnai
1973/1978 memuat 6 (enam)
pencemaran oleh minyak.
lingkungan. Terjadinya tumpahan minyak dari kapal
2. Annex II Peraturan tentang pencegahan
dapat terjadi yang di sebabkan oleh:
pencemaran oleh cairan
a. Kerusakan Mekanis
( NLS ).
I)
pencemaran
Kerusakan
dari
system
peralatan
beracun
3. Annex III Peraturan tcntang pencegahan
kapal
pencemaran oleh barang berbahaya (
2)
Kebocoran badan kapal
Harmfuli Substances ) dalam bentuk
3)
Kerusakan katup-katup hisap atau
terbungkus. 4. Annex IV Peraturan tentang pcncegahan
latup pembuangan kelaut 4)
pencemaran
Kerusakan sclang-selang muatan
Kerusakan mekanisme dapat diatasi dengan system pemeliharaan dan perawatan yang baik
serta
pemeriksaan
berkala
oleh
pemerintah atau Biro Klasifikasi.
oleh
kotoran
manusia/hewan ( Sewage ). 5. Annex V Peraturan tentang pencegahan
pencemaran oleh sampah. 6. Annex
VI
peraturan
pencegahan
pencemaran udara dari kapal.
b. Kesalahan Manusia
I)
Kurang pengetahuan I pcngalaman
2)
Kurang perhatian dari personil
3)
Kurang
ketentuan-
ditaatinya
ketentuan yang telah ditetapkan
Optimalisasi oil pollution prevention drill
Dari masalah-masalah di atas dapat diketahui bahwa penanganan pencemaran akibat tumpahan minyak di alas kapal MT.
4) Kurang pengawasan
belum optimal dilaksanakan.
Kesalahan manusia dapat diatasi dengan
Martina XV
memberikan /raining kepada personil kapal
Selama melaksanankan praktek berlayar di
untuk Jneningkatkan keterampilan mereka
kapal MT.Martina XV penulis meneliti dan
sehingga
dapat
mengamati
dengan
lebih
melaksanakan efektif
tugasnya
menerapkan
sepenuhnya perijazahan personil kapal.
bahwa
tidak
optimalnya
penanganan penccmaran akibat tumpahan minyak di kapal disebabkan karena beberapa hal sebagai berikut :
JURNAL DINAMIKA BAHARI
-161-
a. Awak
kapaJ
kurang memahami
tugas
yang ditimbulkan oleh tumpahan minyak
dalam
yang sedang ditanggulangi terhadap kinerja
(Ship Oil Pollution Emergency
dari alat-alat SOPEP yang dipakai untuk
masing-masing SOPEP
yang
tertera
Plan). Hal ini terjadi karena pada saat
menangani
dilaksanankanya
Mengenai
latihan
tumpahan minyak yang
tidak
penanganan
banyak awak kapal
memperhatikan
dijelaskan oleh
instruktur
apa
yang
latihan
dan
menganggap remeh fungsi dari latiban penanganan tumpahan minyak tersebut.
tumpahan kurangnya
minyak
tersebut.
pengadaan
alat-alat
SOPEP di kapaJ, karena jarang diadakan pengecekan terbadap jumlah atau
spare part
alat tersebut. Seluruh
awak
kapal
pelaksanaan
dalam
berperan penting
operasional
kapal,
b. Awak kapal yang berjaga di atas deck
mereka semua adalah sebuah bagian yang
tidak mempersiapkan peralatan SOPEP di
tidak terpisahkan dan rnerupakan organisasi
dekat
manifold pada saat proses bongkar
muat.
Sesuai
hasil
penelitian
selama
matriks
dimana
organisasi
semua
saling
bagian
berkaitan
praktek laut di kapal MT. Martina XV,
dalam
hal ini terjadi karena awak kapal merasa
tanggungjawabnya.
bahwa proses bongkar muat akan berjalan
I) Tugas dan Tanggung jawab
dengan
lancar
dan
tidak
akan
menjalankan
Tugas
dan
dan
scmua
dalam bekerja
tugas
tanggungjawab
dan
masing-
dalam
kaitannya
menimbulkan tumpahan minyak. Awak
masing
kapal khususnya yang berjaga di deck
penanggulangan
tidak
sesuai prosedur harus mengikuti apa yang
menyadari
bahwa
kemungkinan
crew
adanya tumpahan minyak pada setiap saat
tertera
dapat terjadi. Biasanya alat-alat SOPEP
Pollution
disiapkan
merupakan
hanya
pada
saat
akan
ada
dalam
tumpahan
SOPEP
(Shipboard Oil
Emergency rencana
Plan).
penanggulangan
Kurangnya perawatan dan pengadaan 'atat
pembuangan
alat SOPEP di atas kapal. Sesuai dengan
yang dibuat di kapal-kapal
penulis
pada
Ini
pencemaran laut yang disebabkan oleh
pengecekan dari pihak kantor.
pengarriatan
minyak
waktu
sampah/
limbah/
minyak
tanker dengan
GRT ;::: 150 ton dan di kapal barang yang
melaksanakan praktek laut di kapal MT.
GRT-nya �
400 to� untuk memenuhi
Marlina XV yaitu kurangnya pengetahuan
ketentuan
dan kesadaran setiap awak kapal khususnya
'73/78. Di atas kapal harus dilakukan
yang
ada
dalam
MARPOL
yang bertugas di atas deck mengenai akibat
JURNAL DINAMIKA BAHARI
-162-
tindakan-tindakan untuk menanggulangi
operator
tumpahan minyak yaitu :
penanggulangan tumpahan minyak.
a) Membuat/
menetapan
Oil
Shipboard
2. Dalarn
dalam
pcnanganan
pelaksanaan
tumpahan
minyak
Pollu11on Emergency Plan (SOPEP) dan
saat kegiatan bongkar muat di atas kapal
melaksanakannya
seharusnya dilakukan dengan mengikuti
pada
waktu
latihan
prosedur penanganan yang ada sesuai
darurat
tugasnya
b) Mcnetapkan prosedur kerja tetap untuk
masing-masing
dalam
sijil
dapat
latihan pcnanganan tumpahan minyak.
mcnycbabkan tumpahan minyak di laut
Mengingat begitu besar peranan latihan
dan
pencegahan
pekcrjaan-pekcrjaan
yang
melaksanakannya
dengan
penuh
bahan-bahan
minyak
minyak di atas kapal pada saat kegiatan
penyerap
bongkar muat di atas kapal.
minyak yang tumpah di geladak kapaJ d) Menyiap"-an/
olch
dalam upaya menanggulangi turnpahan
tanggung jawab. c) Mcnyiapkan
penccmaran
menyediakan
sumbat-
SARAN
Dari beberapa simpulan di atas masih
sumbat lubang pcmbuangan ke Jaut
ada bcbcrapa kekurangan dalam penanganan
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya
pencegahan
tumpahan
minyak
dan
pentingnya
pencemaran oleh minyak pada saat kegiatan
latihan pcnanganan pcncegahan tumpahan
bongkar muat di atas kapal, maka penulis
minyak dan pencemaran oleh minyak di atas
memberikan saran-saran sebagai berikut.
kapal dalam kegiatan bongkar muat, maka
I.
dalam
pembahasan mengenai
Penanganan tumpahan minyak di atas
scbagai bagian akhir dari karya ilmiah ini
kapal harus dilakukan dettgan peralatan
penulis
beberapa
yang layak untuk digunakan dengan
simpulan yang diambil dari hasil penelitian
pengecekan peralatan Lersebut secara
dan analisa data adalah sebagai berikut.
rutin, mengikuti prrosedur penanganan
I. Penanganan tumpahan rninyak pada Sant
tumpahan minyak
mencoba
membcrikan
kegiatan bongkar muat di atas kapal MT.
juga
Marljna XV masih kurang optimal, baik
pelayaran
dari
pcnerimaan
segi prosedur
operasional
dalam
disarankan agar
dengan benar dan kepada
lebih
crew
perusahaan
selektif dalam
kapal
dan
juga
penanganannya, peralatan yang tersedia
melakukan trainmg kepada kru kapal
banyak yang sudah tidak layak untuk
sebelum naik ke kapal. Ketiga unsur
digunakan serta dari scgi crew sebagai
tersebut di atas harus sating mendukung
JURNAL DINAMIKA BAHARI
-163 -
dan
tidak
dapat
dipisahkan
dalam
pelaksanaannya.
2.
Latihan pcnanganan tumpahan minyak di atas kapal harus dilakukan dengan sungguh-sungguh
saat
seperti
menghadapi keadaan yang sebenamya sesuai pcranan masing-masing dalam latihan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA International Chamber of Shipping, 1998, Manual on Oil Spill, Section
amerika. Kartaatmadja,
K.,
1981,
Ganti
JI,
Rugi
lnternasional Pencemaran Minyak,
Bandung. T.,
Mijaya,
2004,
Pencegahan
Penanggulangan
dan
Pencemaran
Linglnmgan Laut, Semarang.
1997,
1,
MODUL
Pencegahan
Penanggulangan
dan
Tumpahan
Minyalc,BPLP semarang. MODUL
11,
Pencegahan
1997,
don
Tumpahan
Penanggulangan
Minyak, BPLP semarang.
Rosadi, S., 1998, Petroleum Tanker Safe/, jakarta.
Sutiyat, 1994, Kamus lstilah Pelayaran dan Perkapalan.
Jakarta. Wahyudiono,
A.,
Kese/amatan Pencegahan
Pust aka
1994,
Beta,
Peraturan
Pelayaran
dan
Pencemaran,
BPLP
semarang.
JURNAL DINAMIKA BAHARI
-164-
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.
PENCEMARAN AIR DAN TANAH DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA DI PT. BERAU COAL, KALIMANTAN TIMUR Dyah Marganingrum dan Rhazista Noviardi ABSTRACT The aim of this study is to determine any factors that may cause the pH of water along the Lati River fluctuates and tends to be acid. The method used is to take and to analyze same water and soil samples from the study area. The pH analysis of water from upstream of Lati River shows normal value (pH=6.5). However, along the Lati River, the pH value fluctuated. The pH value of water from downstream Lati is more acid, which is of 4.6. Results of soil analysis show that pH of the soil in the study location is acid (pH<6). The land that is dominated by dust and relatively has high rainfall caused the soil at this area is eroded easily. Run off processes, which brought sulfide (pyrite) material as erosion product from disposal and forest, is suspected as the cause of pH of water along the Lati River is under the normal value. Therefore, various efforts for conservation of water and soil of used mine that is generally rich of sulfide mineral ought to be a part of mining activities. Keywords : mining, coal, pH, acid mine drainage, conservation Naskah masuk: 1 April 2009 Naskah diterima: 27 Juni 2009 Dyah Marganingrum Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Kompleks LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 Email :
[email protected] Rhazista Noviardi UPT Loka Uji Teknik Penambangan Jampang Kulon Jl. Cihaur No. 2 Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi Email: rhazista72@ yahoo.com
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab pH air sungai sepanjang Sungai Lati mengalami fluktuasi dan cenderung asam. Metode yang digunakan adalah mengambil dan menganalisa sampel air dan tanah di sekitar lokasi studi. Berdasarkan hasil analisis di hulu Sungai Lati pH air masih menunjukkan nilai yang normal yaitu 6,5. Namun sepanjang perjalanannya, pH mengalami fluktuasi. Nilai pH di hilir Sungai Lati menjadi asam yaitu sebesar 4,6. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pH tanah disekitar lokasi studi bersifat asam (< 6). Sementara tekstur tanah yang didominasi oleh debu dan curah hujan yang relatif tinggi menyebabkan tanah disekitar lokasi mudah mengalami erosi. Proses run off dengan membawa material sulfida (pirit) hasil erosi, baik dari disposal maupun hutan sekitar, diduga sebagai penyebab pH air sungai sepanjang Sungai Lati dibawah normal. Oleh karena itu berbagai upaya untuk konservasi air dan tanah bekas tambang maupun tanah sekitar penambangan batubara yang umumnya kaya akan mineral sulfida seharusnya menjadi bagian dari aktivtas penambangan. Kata kunci : penambangan, batubara, pH, air asam, konservasi
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan merupakan suatu bidang usaha yang karena sifat kegiatannya pada dasarnya selalu menimbulkan perubahan pada alam lingkungannya (BPLHD Jabar, 2005). Aktivitas pertambangan selalu membawa dua sisi. Sisi pertama adalah memacu kemakmuran ekonomi negara.
11
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.20.
Sisi yang lainnya adalah timbulnya dampak lingkungan yang memerlukan tenaga, pikiran, dan biaya yang cukup signifikan untuk proses pemulihannya.
rendah, air asam tambang juga akan mengandung logam-logam dengan konsentrasi tinggi, sehingga dapat berakibat buruk pada kesehatan lingkungan maupun manusia (Juari, 2006).
Salah satu komoditi tambang yang banyak diusahakan saat ini, untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia, adalah batubara. Pada saat ini Indonesia memiliki potensi sumberdaya batubara sekitar 60 miliar ton dengan cadangan 7 miliar ton (Witoro, 2007). Di lain pihak, tambang batubara di Indonesia umumnya dilakukan dengan cara tambang terbuka, walaupun ada beberapa yang menggunakan tambang bawah tanah (underground mining), sehingga akan berdampak terhadap perubahan bentang alam, sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, serta secara umum menimbulkan kerusakan pada permukaan bumi. Dampak ini secara otomatis akan mengganggu ekosistem diatasnya, termasuk tata air (Subardja, 2007).
Kegiatan penambangan batubara di Lati telah dilengkapi dengan sistem pengolahan air limbah menggunakan metode pengendalian aktif. Penetralan pH dilakukan dengan mencampurkan Kalsium Hidroksida (CaOH) secara langsung ke air asam tambang yang ada pada kolam pengendapan dengan menggunakan sistem kincir (Subardja, 2007). Jumlah CaOH yang diberikan disesuaikan dengan aliran (debit) air asam. Cara ini cukup efektif untuk menurunkan tingkat keasaman air secara drastis hingga mencapai pH normal – basa (pH > 6-7) sebelum masuk ke badan sungai. Meskipun demikian, data yang diperoleh dari pengambilan kualitas air di sepanjang Sungai Lati (dari hulu – hilir) memperlihatkan nilai pH yang berfluktuasi dan cenderung asam. Kondisi seperti ini mencerminkan bahwa sepanjang perjalanan aliran sungai terjadi suplai substrat (mineral sulfida) sebagai pemicu terbentuknya air asam tambang yang menyebabkan naiknya keasaman air. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sumber utama yang menyebabkan fluktuasi nilai pH sehingga dapat didisain sistem penanganan air asam tambang dengan lebih tepat.
Permasalahan lingkungan dalam aktivitas pertambangan batubara umumnya terkait dengan Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD). Air tersebut terbentuk sebagai hasil oksidasi mineral sulfida tertentu yang terkandung dalam batuan oleh oksigen di udara pada lingkungan berair (Sayoga, 2007). Artikel ini berbasis kepada riset di lingkungan pertambangan PT. Berau Coal yang terletak di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Gambar 1). Metoda penambangan yang dilakukan pada PT. Berau Coal sampai saat ini adalah tambang terbuka (open pit mining) dengan menggunakan alat mekanis truck dan shovel (Subardja, 2007). Pengupasan tanah penutup (overburden), penggalian batubaranya sendiri, serta waste material menyebabkan tersingkapnya tanah/batuan yang mengandung mineral sulfida, antara lain berupa Pirit (Pyrite) dan Markasit (Marcasite). Mineral sulfida tersebut selanjutnya bereaksi dengan oksidan dan air membentuk air asam tambang. Air asam tambang ini akan mengikis tanah dan batuan yang berakibat pada larutnya berbagai logam seperti besi (Fe), cadmium (Cd), mangan (Mn), dan seng (Zn). Dengan demikian, selain dicirikan oleh pH yang 12
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sumber utama yang berpotensi sebagai pencemar Sungai Lati yang terdapat di lokasi Kuasa Penambangan PT. Berau Coal, yang menyebabkan kadar ion H+ berfluktuasi sepanjang sungai. Dengan mengetahui sumber potensi pencemar utama, sehingga dapat diterapkan teknologi pengendalian air asam tambang dengan lebih tepat dan efektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melokalisasi dan meminimalisasi produksi air asam tambang di lokasi penambangan batubara secara umum. Dengan demikian perlindungan terhadap sumberdaya air dan tanah di sekitar lokasi penambangan batubara tersebut dapat dicapai dan diterapkan di tempat lain.
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.
LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Berau CoalKalimantan Timur. Data primer berupa kualitas air dan tanah diambil dari sekitar lokasi studi sedangkan analisis sampel dilakukan di lapangan (insitu) maupun di laboratorium. Untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Puslit Geoteknologi – LIPI sedangkan untuk analisis tanah di Puslitbang Tanah, Bogor.
Gambar 1. Lokasi Penelitian. Gambaran Umum Lokasi Penambangan Lati Formasi pembawa lapisan batubara pada daerah potensi batubara konsesi PT. Berau Coal adalah Formasi Berau dan Formasi Lati. Formasi ini terdiri dari satuan batupasir, mudstone, batulanau, batulempung, batubara dan batugamping. Ketebalan Formasi Berau atau Formasi Lati berkisar 600 meter hingga 1.600 meter, umur Miosen Tengah hingga Miosen Atas dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini jari jemari dengan Formasi Sterile di bagian bawahnya dan tidak selaras dengan Formasi Labanan di bagian atasnya (Subardja, 2007). Letak Geografis Kabupaten Berau yang dekat dengan garis katulistiwa menjadikan daerah ini memiliki iklim tropis dengan curah hujan tinggi dan hari hujan merata sepanjang tahun. Intensitas penyinaran matahari yang tinggi menjadikan suhu udara relatif tinggi sepanjang tahun dengan kelembaban udara yang tinggi pula. Sebagai daerah dengan iklim tropis
Kabupaten Berau memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Kedua musim tersebut diselingi dengan masa peralihan dengan curah hujan masih relatif banyak (Subardja, 2007). Namun demikian kondisi alam Kabupaten Berau yang masih dikelilingi oleh hutan tropis yang masih lebat menjadikan daerah ini berkarakter hutan hujan tropis dengan curah hujan yang relatif merata sepanjang tahun. Hal ini didorong oleh kelembaban udara yang tinggi dan daerah perairan yang masih luas. Curah hujan cenderung tinggi sepanjang tahun, berkisar antara 91 - 246 mm perbulan (Subardja, 2007). Metoda penambangan yang dilakukan pada PT. Berau Coal di Lati menggunakan pola penambangan box-cut contour mining. Pola penambangan box cut contour mining dilakukan pada areal-areal yang memiliki kemiringan lapisan relatif landai dan dengan luas areal timbunan di luar areal tambang yang relatif sangat terbatas. Pemakaian pola penambangan ini salah satunya adalah bertujuan agar luas areal yang terganggu oleh kegiatan penambangan tidak terlalu luas. Areal untuk penimbunan tanah penutup diusahakan tidak terlalu jauh dari areal bukaan dan sedapat mungkin dengan memanfaatkan kembali bekas areal bukaan (Subardja, 2007). Pengambilan Data Kualitas Air dan Tanah Data yang diambil meliputi air dan tanah. Sampel air diambil dari air sungai Lati (hulu hingga hilir) dan air limbah. Sedangkan data tanah diambil dari sampel tanah pelapukan di kawasan hutan serta tanah dari disposal (lokasi pembuangan/ penimbunan limbah). Gambar 2 menunjukkan peta lokasi pengambilan sampel air dan tanah. Lima belas titik sampling air dan enam titik sampling tanah di lokasi yang dilalui aliran sungai digunakan untuk mendapatkan parameter tertentu yang dibutuhkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan rendahnya pH air di Sungai Lati. Tabel 1 menunjukkan lokasi pengambilan sampel air (yang diberi notasi A). Ada 13 titik lokasi, namun dua titik tidak diperlihatkan pada Gambar 2 yaitu titik 12 (A12) dan 13 (A13). 13
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.20.
Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel (PT. Berau Coal).
Tabel 1. Lokasi dan Kode Conto Pengambilan Sampel Air Kode Lokasi A1 Hulu Sungai Lati A2 Inlet Pengolahan Settling Pond WMP 7 (hujan) A2a Inlet pengolahan Settling Pond WMP 7 (tidak hujan) A3 Outlet Pengolahan Settling Pond WMP 7 (hujan) A3a Outlet pengolahan Settling Pond WMP 7 (tidak hujan) A4 200 m Outlet Settling Pond WMP 7 A5 Aliran air dari Disposal Q8 A6 Aliran dari WMP 5 A7 500 m outlet SP WMP 7 A8 1 km outlet SP WMP 7 A9 Saluran dlm Disposal 565 A10 Aliran dari WMP 4 A11 Run-off dari Hutan Dr36 A12 Aliran dari Disposal 500 A13 Hilir Sungai Lati Catatan : Q = quarry (area penambangan); D/d = disposal (area timbunan tanah kupasan; dR = area disposal (d) yang direvegetasi (R); d565 = disposal 565 (565 menunjukkan kode lokasi dalam peta)
14
Titik lokasi pada kolam pengendapan (settling pond) diambil di dua musim, yaitu saat hujan (2A dan 3A) dan tidak hujan (2Aa dan 3Aa). Hal ini dilakukan untuk mengetahui adanya faktor pengenceran dan pengaruhnya terhadap nilai pH pada kondisi sebelum dan sesudah masuk kolam pengendapan. Dari 13 titik lokasi pengambilan sampel air, delapan diantaranya diambil di badan sungai, satu sampel air run off dari hutan dan sisanya adalah sampel air run off dari disposal. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lokasi disposal dan hutan di sekitar lokasi. Jumlah sampel tanah (soil), diberi notasi S, diambil sebanyak enam sampel. Tabel 2 menunjukkan kode lokasi pengambilan sampel tanah. Tabel 2 . Kode dan Lokasi Pengambilan Sampel Tanah (S) Kode S1 S2 S3 S4 S5 S6
Lokasi Disposal Q8 Disposal Q3 Hutan samping disposal Q3 Disposal d565 Hutan dR 36 Disposal D500
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitas air dan tanah yang diambil dari lokasi di sekitar pertambangan Lati, Berau. Analisis dilakukan dengan melakukan korelasi penurunnya pH dengan parameter lain yang dapat digunakan sebagai data proxy sumber pencemar di lokasi studi yang secara umum mengandung mineral sulfida. Reaksi-reaksi yang terjadi sebagai akibat terjadinya kontak mineral sulfida (pirit) dengan udara dan air di lapangan digambarkan sebagai berikut (lihat reaksi i). Reaksi pertama adalah oksidasi pirit oleh oksigen. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat dan melepaskan besi ferro. Reaksi ini menghasilkan 2 mol asiditas untuk setiap satu mol pirit yang dioksidasi. 2+
2-
+
2FeS + 7O2 +2H2O → 2Fe + SO4 + 4 H ............ (i) Pyrite + Oksigen + air → besi ferro + sufat + asiditas
Reaksi kedua adalah reaksi konversi besi ferro menjadi besi ferri dengan mengkonsumsi satu mol asiditas. Laju reaksi ini bergantung pada pH dengan diawali oleh reaksi yang berjalan sangat lambat pada kondisi asam (pH 2 – 3). Reaksi ini dianggap sebagai tahap penetapan laju (rate determining step) dalam produksi asam secara keseluruhan. 4Fe3+ + 02 + 4H+ → 4Fe3+ + 2H2O...................(ii) Besi ferro + oksigen + asiditas → Besi ferri + air
Reaksi ketiga merupakan reaksi terjadinya hidrolisa besi. Hidrolisa adalah reaksi pemisahan molekul air. Tiga mol asiditas yang dihasilkan sebagai produk samping (by product). Bentuk ferohidroksida tergantung pada pH. Ferri hidroksida dalam bentuk padatan akan banyak terbentuk pada pH diatas 3,5. Pada nilai pH dibawah itu maka ferri hidroksida solid sedikit
yang terbentuk bahkan mungkin tidak mengalami presipitasi. 4Fe3+ + 12H2O → 4Fe(OH)3→ + 12H+.......... (iii) Reaksi keempat adalah oksidasi penambahan pirit oleh besi ferri. Besi ferri dihasilkan pada reaksi satu dan dua. Ini merupakan siklus pembelahan sendiri dari reaksi secara keseluruhan. Reaksi ini terjadi sangat cepat dan terus menerus sampai besi ferri atau pirit habis. Dalam reaksi ini besi bertindak sebagai agen pengoksidasi. FeS2 + 14 Fe3+ + 8H2O → 15 Fe2+ + 2 SO42- + 16 H+..............................(iv)
HASIL PENELITIAN/DISKUSI Hasil analisa kualitas air selengkapnya, baik yang dilakukan di lapangan (in situ) maupun yang dilakukan di laboratorium ditampilkan pada Tabel 3 meliputi: suhu, pH, dan daya hantar listrik (DHL) dan seterusnya. Sedangkan hasil analisis sampel tanah selengkapnya ditampilkan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisa, air hulu Sungai Lati memiliki nilai pH mendekati netral yaitu 6,5. Besarnya oksigen terlarut (DO) pada lokasi ini adalah 3,26 mg/l, sedangkan konsentrasi Fe dan Mn yaitu masing-masing 0,47 mg/l dan 0,04 mg/l. Standar KepMenkes menyebutkan konsentrasi Fe dan Mn masing-masing tidak boleh lebih dari 0,3 mg/l dan 0,1 mg/l (Keputusan Menteri Kesehatan, 2002). Standar PerMenkes juga menyebutkan kandungan Fe dan Mn masing-masing tidak boleh lebih dari 1 mg/l dan 0,5 mg/l (Peraturan Menteri Kesehatan, 1990). Dengan demikian air Sungai Lati pada segmen hulu secara umum masih memenuhi kualitas sebagai air baku air minum dari segi keamanan kandungan Fe dan Mn.
15
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.20.
Gambar 3a. Settling Pond WMP 7, Lati. Gambar 3b. Outlet Pengolahan Aktif (CaOH). Kandungan DO, Fe, dan Mn pada titik lokasi ini juga memperlihatkan indikasi adanya recovery (pemulihan) sungai. Kehadiran oksigen terlarut diperlukan untuk proses oksidasi Fe dan Mn dan atau dekomposisi bakteri. Oksidasi ferro (Fe2+) menjadi ferri (Fe3+) menyebabkan presipitasi besi di bagian hilir sungai dan berkurangnya kandungan besi. Demikian halnya dengan Mn. Data dan informasi ini dapat dijadikan sebagai data awal (initial data) yang menyatakan bahwa kondisi Sungai Lati secara alami tidak tercemar oleh unsur atau zat atau materi yang bersifat asam. Gambar 3a adalah kolam pengendapan WMP 7, Lati. Titik 2 adalah salah satu titik yang mewakili saluran masuk (inlet) kolam pengendapan. Namun sebenarnya ada lebih dari satu inlet yang masuk ke settling pond. Sedangkan Gambar 3b adalah lokasi pengambilan titik sampel air nomor 3 yaitu outlet dari pengolahan aktif. Adanya faktor pengenceran diperlihatkan dengan pengambilan sampel pada saat kondisi hujan dan tidak hujan, masing-masing A2 dan A2a pada inlet serta A3 dan A3a pada outlet. Nilai pH di titik inlet setting pond pada dua kondisi (hujan dan tidak hujan) memiliki nilai yang hampir sama. Namun pada titik outlet, artinya setelah mengalami pengolahan secara aktif menggunakan CaOH, nilai pH pada musim hujan dibawah normal (pH < 6,3) sementara pada saat kondisi cerah nilai pH
16
di atas normal bahkan cenderung basa (pH > 9,7). Dengan asumsi bahwa Jumlah CaOH yang diberikan tepat disesuaikan dengan aliran (debit) air asam, maka dengan volume yang lebih besar akan membutuhkan CaOH yang lebih banyak. Dengan demikian pH yang keluar dari outlet tidak akan dipengaruhi oleh perubahan volume aliran. Namun pH hasil pengolahan pada kondisi hujan ternyata lebih rendah daripada kondisi cerah. Ini memberikan indikasi adanya material terlarut yang mengandung mineral sulfida (pirit) terbawa masuk ke settling pond melalui proses run off. Hal ini menyebabkan kandungan asam meningkat. Berdasarkan pengamatan, pada saat hujan memang terdapat aliran air masuk dari daerah sekitarnya, baik dari disposal maupun tanah asli. Pengenceran secara teoritis akan menurunkan kadar besi sulfat atau asam sulfat yang terbentuk. Namun karena masukan dari beberapa disposal tersebut juga memiliki pH rendah, maka pH di settling pond juga tetap rendah. Lingkungan tanah di sekitar settling pond diwakili oleh hasil analisis tanah dengan kode S1 yaitu dari Disposal Q8. Hasil analisis pH H2O untuk S1 memberikan nilai pH = 3,6 sampai kedalaman lebih dari 20 cm dan pH = 3,75 pada kedalaman kurang dari 20 cm. Dengan demikian kontribusi lahan di sekitar kolam pengendapan (aliran run off) memberikan potensi peningkatan keasaman.
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.
No.
Parameter
Satuan
A1
A2
A2a
A3
A3a
A4
A5
Hasil Analisis A6 A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
Sifat Fisika 1
Keasaman (pH)
2
Daya Hantar Listrik (DHL)
S/cm
3
Kekeruhan
NTU
4
Temperatur (oC)
o
6.5
3.12
3,5
6.32
9,7
6,76
3.87
4
3.86
6.8
7.8
4.35
6.0
2.8
4,6
330
1520
830
1230
750
126
786
483
456
520
3100
392
250
2900
1020
-
7.4
-
39.9
-
-
116
25.9
94.3
13.2
538
24.8
22.5
24
C
30.2
26
29,7
28.4
30,3
29
29.6
358
26
26
26
50
52.5
294
28
Sifat Kimia 5
Kalsium (Ca)
mg/l
7,27
43.12
10,18
101.02
46,54
-
18.48
24.64
24.64
22.18
171.25
16.02
8.62
80.08
21,82
6
Magnesium (Mg)
mg/l
9,73
46.82
18,96
40.13
6,29
-
22.15
26.75
21.19
27.55
153.93
24.34
9.36
105.03
23,68
7
Natrium (Na)
mg/l
3,95
10.05
3,2
10.05
4,7
-
5.72
5.97
6.42
6.21
18.9
5.14
2.84
8.77
5,45
8
Kalium (K)
mg/l
4,49
7.38
3,48
7.48
4,49
-
3.57
3.9
4.26
4.05
15.12
3.33
1.35
6.29
5,17 -
9
Hidrogen (H+)
mg/l
-
5.48
-
0.2
-
-
3.37
0.63
1.26
-
0.63
0.63
46.33
32.4
10
Karbon dioksida (CO2)
mg/l
-
176
-
8.8
-
-
9.27
27.8
18.53
27.8
152.89
12.64
12.85
180.69
-
11
Sulfat (SO4)
mg/l
64
220
172
220
208
-
270
150
125
125
920
340
28.5
1720
425
12
Ammonium (NH4-N)
mg/l
-
2.78
-
3.14
-
-
1.35
1.16
1.28
0.86
3.84
0.51
0.81
2.21
-
13
Nitrat (NO3-N)
mg/l
-
4.58
-
3.1
-
-
8.05
3.69
1.75
1.45
13.86
0.12
0.92
21.02
-
14
Nitrit (NO2-N)
mg/l
0,34
ttd
0,08
Ttd
0,19
-
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
ttd
15
Zat Organik
mg/l
-
1.97
-
1.83
-
-
11.04
5.52
18.15
7.09
11.04
18.68
18.68
11.83
-
16
Disolve Oxygen (DO)
mg/l
3,26
5.69
2,93
6.9
3,36
-
5.69
4.06
7.11
-
0.81
5.69
-
7.92
3,84
17
Besi (Fe)
mg/l
0,47
13.19
0,18
7.59
0,06
-
12.29
11.15
11.06
6.13
19.24
4.18
0.9
16.95
0,04
18
Mangan (Mn)
mg/l
0,04
4.05
0,07
2.6
0,03
-
0.88
1.7
1.57
3
2.71
1.7
0.29
6.2
0,09
19
Pospat (PO4)
mg/l
ttd
0.043
0,01
0.012
ttd
-
0.016
0.047
0.012
0.07
0.034
0.014
0.13
0.051
ttd
Keterangan : (-) tidak dianalisa Sumber : Hasil analisis
17
17
Marganingrum D & Noviardi R/ Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.21
Tabel 3. Hasil Analisa Laboratorium Sifat Fisika dan Kimia Air
18
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.20.
KTK Cmol/kg
Kedalaman
3,75
3,70
1,55
0,13
14,26
0 – 20 cm
8,27
0,96
0,16
2,18
14
48
38
Lempung liat berdebu
4,5
3,66
3,42
0,69
0,05
11,85
> 20 cm
3,59
0,43
0,10
4,98
15
47
38
Lempung liat berdebu
3
S2
5,0
3,99
3,37
2,77
0,23
14,24
0 – 2 cm
4,38
0,97
0,25
5,48
5
53
42
Liat berdebu
4
S2
4,5
3,49
3,17
3,15
0,24
16,59
2 – 40 cm
5,28
1,60
0,28
4,94
6
50
44
Liat berdebu
5
S2
4,0
3,28
3,06
1,59
0,15
19,42
> 40 cm
0,00
0,09
0,16
3,51
5
38
57
Liat
6
S3
5,4
4,08
3,69
0,83
0,07
10,10
0 – 20 cm
5,53
0,44
0,04
4,65
21
41
38
Lempung berliat
pH
N (%)
5,0
S1
C-Org (%)
pH lapangan
S1
2
KCl
Kode Conto
1
pH H2O
No
Al3+
KDT cmol(+)/kg
Total (%)
Tekstur (%)
H+
Fe
S
Pasir
Debu
Tekstur Tanah Liat
7
S3
5,2
4,07
3,73
0,65
0,05
10,66
20 – 60 cm
4,83
0,44
0,03
3,86
22
41
37
Lempung berliat
8
S3
5,0
4,05
3,57
3,86
0,31
16,38
> 60 cm
7,50
1,03
0,12
4,79
13
42
45
Liat berdebu
9
S4
5,2
3,70
3,25
3,89
0,33
19,10
0 – 40 cm
4,40
0,93
0,24
5,50
16
48
36
Lempung liat berdebu
10
S4
5,8
4,80
4,45
1,23
0,11
14,10
> 40 cm
0,17
0,12
0,14
8,28
11
41
48
Liat berdebu
11
S5
5,5
5,49
4,68
1,85
0,15
8,85
0 – 20 cm
0,02
0,08
0,01
3,30
34
39
27
Lempung berliat
12
S5
4,8
5,45
4,65
0,96
0,08
9,61
20 – 40 cm
0,00
0,06
0,01
3,75
25
40
35
Lempung berliat
13
S5
5,0
5,82
5,12
0,72
0,06
11,06
> 40 cm
0,00
0,02
0,01
5,08
33
32
35
14
S6
-
4,87
3,6
0,62
Ttd
-
0 – 20 cm
-
-
-
-
-
-
Keterangan : KTK = Kapasitas Tukar Kation
Sumber: Hasil Analisa
18
-
Lempung berliat -
Marganingrum D & Noviardi R/ Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.21
Tabel 4. Hasil Analisa Tanah (Insitu dan Laboratorium)
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.
Gambar 4. Skematisasi lokasi pengambilan sampel air dan perubahan pH sepanjang sungai lati Pemahaman di atas dapat diterapkan berdasarkan teori perhitungan beban polutan dari berbagai sumber titik sebagai berikut :
Q1C1 +Q2C2 = Q3C3 Q1 +Q2 dimana Q1 = debit inlet, C1 = pH inlet, Q2 = debit aliran dari run off, C2 = pH run off, Q3 = debit gabungan C3 = pH campuran. Dengan demikian, seharusnya pemberian CaOH pada sistem pengolahan aktif tidak hanya didasarkan pada debit (aliran) air asam melainkan beban polutan hasil pencampuran dalam settling pond. Secara teknis hal ini akan sulit dilakukan manual pada kodisi hujan. Nilai pH dari run off akan sangat bervariasi sehingga diperlukan penyesuaian CaOH yang bervariasi juga agar pengolahan berjalan secara efektif dan ekonomis. Untuk itu, sistem pengolahan berbasis elektrik dan otomatis sangat diperlukan. Hasil analisis sampel tanah menunjukkan bahwa tanah di sekitar lokasi studi memang bersifat asam seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Oleh karena itu diduga bahwa selain disebabkan oleh pembuangan limbah pengolahan batu-bara, penuruhan pH Sungai Lati juga disebabkan
karena terjadinya erosi dan material hasil erosi terbawa oleh proses run off dari daerah sekitar. Kepekaan tanah terhadap erosi disebut erodibilitas tanah (Suripin, 2004). Nilai erodibilitas tanah ( E ) diformulasikan sebagai berikut : E =
% pasir + % debu % liat
Debu dengan ukuran 0,002 – 0,05 mm sangat mudah dihanyutkan oleh air, penurunan kapasitas infiltrasinya sangat cepat, dan kemantapan strukturnya rendah. Tanah pasir lebih tahan erosi karena kaya akan pori-pori yang besar, tetapi kemantapan strukturnya rendah. Sedangkan tanah liat paling tahan terhadap erosi karena kemantapan strukturnya tinggi dan kapasitas penampungan airnya tinggi pula. Oleh karena itu tanah yang banyak mengandung debu paling mudah tererosi (Suripin, 2004). Data Tabel 4 menunjukkan bahwa tekstur tanah di lokasi studi memang didominasi oleh debu. Dengan kata lain, tanah di sekitar lokasi studi sangat peka terhadap erosi. Nilai erodibilitas tanah di lokasi studi ditampilkan pada Tabel 4. Gambar 4 menunjukkan skema pola aliran dari pengambilan sampel air dan perubahan pH sepanjang Sungai Lati. 19
Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-.20.
Aliran run off dari lokasi hutan (titik sampel S11) menunjukkan nilai pH yang hampir normal (pH=6). Kondisi ini menggambarkan bahwa serasah-serasah yang terdapat di hutan masih mampu melindungi tereksposnya kandungan mineral sulfida oleh udara dan hujan (air). Namun karena ada masukan debit runoff dari lokasi S12 dengan pH sebesar 2.9, maka pH yang terukur di hilir juga menunjukkan keasaman air (pH = 4.6).
KESIMPULAN Fluktuasi pH sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4 memberikan gambaran adanya dampak lingkungan baik secara alami maupun pengaruh dari limbah penambangan. Hasil analisis data yang diperoleh baik di lapangan maupun analisis laboratorium, baik dari sampel air maupun sampel tanah, menunjukkan bahwa keasaman air di sepanjang Sungai Lati lebih disebabkan oleh faktor lingkungan di sekitar penambangan batubara, daripada pencemaran dari limbah hasil pengolahan batubara. Hal ini ditunjukkan dengan pH sampel air dari outlet pengolahan sebesar 6,3 pada saat hujan dan 9,7 pada saat tidak hujan. Setelah mendapatkan masukan dari aliran sungai yang berasal dari disposal (A5), pH Sungai Lati kembali turun pada nilai 4. Oleh karena itu pengelolaan lahan bekas tambang perlu dilakukan secermat mungkin untuk menghindari kontak dengan udara dan air dari luar. Untuk meminimalisir polutan dari lokasi bekas tambang ataupun tanah disekitar penambangan batubara yang kaya akan mineral sulfida, bisa diakukan dengan tiga cara. Sistem penanganan yang dimaksud adalah sistem mekanis/teknis, agronomis, dan kemis. Ketiga sistem tersebut bertujuan sama yaitu menghindari kontak langsung antara mineral sulfida dengan udara dan air serta pengikatan besi dan asam sulfat yang terbentuk sebagai hasil dari proses oksidasi. Polutan dari proses pengolahan
20
batubara dapat diantisipasi pengolahan aktif.
dengan
sistem
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat. 2005. Status Lingkungan Hidup Provisi Jawa Barat. Juari, S. S. 2006. Potensi Penggunaan Hidrotalsit dalam Remediasi Air Asam Tambang di Lahan Gambut. Seminar Nasional RPKLT Pertanian UGM, 1 Februari 2006. Keputusan Menteri Kesehatan. 2002. Syaratsyarat dan Pengawasan Kuanitas Ar Minum. KepMenKes RI No. 907/MENKES/SK/VII/ 2002. Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Second Edition. Longman Scientifis and Technical, New York. 351 p. Peraturan Menteri Kesehatan. 1990. Air Minum. Permenkes No. 41/MenKes/Per/IX/1990. Sayoga, R. G. 2007. Pengelolaan Air Tambang: Aspek Penting dalam Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan. Pidato Ilmiah, majelis Guru Besar ITB. Jurusan Teknik Pertambngan ITB. Subardja, A et al. 2007. Pemulihan Kualitas Lingkungan Penambangan Batubara: Karakterisaasi dan Pengendalian air asam Tambang di Berau. Laporan Teknis, Proyek DIPA Puslit Geoteknologi – LIPI TA 2007. Suripin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. ANDI – Yogyakarta. Witoro, S. S. 1997. Pengelolaan Lingkungan Pertambangan. Disampaikan pada seminar LINGKUNGAN: Peran Pendidikan Teknik Lingkungan dalam Pembanguan Bangsa, Lustrum IX Pendidiakan Teknik Lingkungan ITB, 15 Desember 2007, Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen ESDM.
PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN Darajatin Diwani Kesuma
[email protected] M.Widyastuti
[email protected] Abstract The amis of this study are to analyse the tofu liquid waste quality, to analyze the water quality of river which caused by industrial waste water, and to analyze the effect of liquid waste that produces by tofu industry. The water sampling method of liquid waste and river use purposive sampling. Laboratory result of liquid waste water indicate that the parameters of temperature, TSS, COD and pH exceeded the waste water quality standard, while the tofu waste that is threated at the Waste Water Treatment Instalation (IPAL) contain the exceed level of BOD and COD from the quality standards of waste. River water quality conditions from the mixed waste before until after sampling point of mixed with tofu waste show a decline in the quality of chemical and physical parameters. Those parameter exceed the water quality standards. Based on the result of the research, it can be conclude the liquid waste give an effect on decreasing of river water quality. Keywords: tofu industrial center, waste water, river water quality, Klaten, IPAL Abstrak Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas air limbah cair tahu, menganalisis kualitas air sungai yang disebabkan oleh limbah industri tahu, dan menganalisis pengaruh limbah cair limbah tahu terhadap air sungai. Metode pengambilan sampel yaitu purposive sampling. Hasil analisis menunjukkan limbah cair tahu tanpa pengolahan di IPAL untuk parameter suhu, TSS, COD dan pH melebihi baku mutu, sedangkan limbah tahu yang diolah di IPAL mengandung kadar BOD dan COD yang melebihi baku mutu limbah. Kondisi kualitas air sungai dari titik sebelum bercampur limbah tahu menuju ke titik setelah bercampur limbah tahu mengalami penurunan kualitas yang ditunjukkan adanya parameter kimia dan fisika yang melebihi baku mutu. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah cair tahu berpengaruh pada menurunnya kualitas air sungai di daerah penelitian. Kata kunci: sentra industri tahu, limbah cair, kualitas air sungai, Klaten, IPAL 115
beton yang selanjutnya hasil olahan limbah tersebut dialirkan menuju sungai yang jaraknya berdekatan dengan IPAL. Industri tahu yang tidak mengolah limbahnya langsung membuang ke halaman rumah. Limbah tahu tersebut masuk ke dalam saluran pembuangan yang nantinya bermuara pada sungai. Saluran pembuangan maupun air sungai tempat bermuaranya limbah tahu sebagian dimanfaatkan untuk keperluan irigasi sawah.
PENDAHULUAN Kualitas air merupakan salah satu faktor penting untuk mengetahui apakah suatu sumber air tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, seperti kebutuhan air minum, pertanian, perikanan, maupun digunakan untuk keperluan lainnya. Kualitas air adalah kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air (Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dalam Effendy (2003). Daerah penelitian meliputi Sungai Klego yang berada di Desa Leses Kecamatan Manisrenggo, Sungai Panggang di Desa Somopuro Kecamatan Jogonalan, Sungai Puluhan Utara di Desa Bono Kecamatan Tulung, dan Sungai Macanan di Desa Karanganom Kecamatan Klaten Utara yang dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah cair tahu.
Menurut MetCalf dan Eddy (1972), batasan air limbah dikemukakan sebagai kombinasi dari cairan dan sampah-sampah cair yang masuk dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan airtanah, air permukaan, air hujan yang mungkin ada. Karakteristik dari limbah industri tahu yang masih mengandung kadar protein tinggi apabila dibuang langsung ke lingkungan tanpa ada pengolahan terlebih dahulu untuk menurunkan konsentrasi protein dalam limbah tersebut mengakibatkan protein mudah terurai sehingga menimbulkan bau busuk yang mengganggu baik dari segi estetika maupun kesehatan selain itu dapat menurunkan kualitas air pada badan air yang menerima.
Sentra industri tahu yang menjadi lokasi penelitian hampir semua mengolah limbah cair tahu ke dalam bak IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) terpadu, hanya di sentra industri tahu Desa Somopuro Kecamatan Jogonalan yang membuang langsung limbah tahu ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Sistem pengolahan limbah terpadu dengan membuat saluran pembuangan secara komunal dimana limbah yang dihasilkan tiap unit industri dialirkan secara bersama-sama dan ditampung dalam sebuah bak
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis konsentrasi parameter kualitas air limbah cair tahu, 2) menganalis konsentrasi parameter kualitas air sungai yang disebabkan oleh limbah cair industri tahu, 3) menganalisa pengaruh limbah cair 116
limbah tahu terhadap khususnya untuk irigasi.
dengan limbah tahu. Letaknya setelah titik sumber pencemar mengikuti arah aliran air permukaan. Titik ketiga, air sungai telah bercampur sempurna dengan limbah tahu. Pengambilan sampel air sungai pada titik tiga berdasarkan pengukuran DHL yang menjadi indikator limbah telah bercampur sempurna dengan air sungai. Pengambilan Pengukuran debit sungai menggunakan velocity area method dengan menggunakan curent meter, tetapi untuk sungai yang dangkal dan sulit untuk diukur dengan curent meter dapat menggunakan pelampung. Sampel ai sungai selanjutnya diolah di laboratorium, kemudian hasilnya dianalisis menggunakan analisis deskriptif, analisis grafik dan analisis keruangan.
air sungai
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode survei yang didukung dengan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait maupun studi pustaka. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama yaitu pengambilan sampel limbah tahu. Industri tahu yang sudah mengolah limbah pengambilan sampel limbahnya diambil dari outlet buangan IPAL. Industri yang belum menerapkan sistem pengolahan limbah maka limbah diambil langsung setelah tahapan produksi penyaringan tahu. Sampel limbah tahu selanjutnya diolah di laboratorium untuk mendapatkan hasil kuantitatif, kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan grafis.
Metode penelitian untuk tujuan ketiga yaitu menganalisis data dari tujuan pertama dan kedua dengan metode analisis deskriptif dan analisis keruangan serta menghitung beban pencemar sungai dengan metode neraca massa.
Tujuan penelitian kedua menggunakan metode pengambilan sampel air sungai dan pengukuran debit. Pengambilan sampel air sungai dilakukan dengan metode purposive sampling. Pengambilan sampel air sungai dilakukan di tiga titik yaitu Titik pertama, sebelum air bercampur dengan limbah yang bertujuan untuk mengetahui kondisi dan gambaran air sungai sebelum mengalami percampuran dengan limbah cair tahu. Titik kedua, air sungai bertemu
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Limbah Cair Tahu Kualitas air limbah tahu berdasarkan beberapa parameter baik yang diukur langsung di lapangan maupun di laboratorium menunjukkan berbagai macam fluktuasi kandungannya. Secara lengkap hasil pengukuran dan perbandingannya dengan baku mutu dapat dilihat pada tabel 1. 117
Limbah L2 belum menggunakan bak IPAL, akan tetapi suhu air. Suhu air limbah lainnya masih berada dibawah baku mutu yang dipersyaratkan sebesar 38°C.
Tabel 1. Kualitas Limbah Tahu
Nilai DHL tertinggi terdapat pada sampel L1 dengan nilai 2,06 mS. sedangkan nilai DHL terendah pada sampel L2 sebesar 1,09 mS. Tidak ada baku mutu daya hantar listrik yang dipersyaratkan dalam limbah tahu menurut Perda Jawa Tengah No. 10 tahun 2004.
Limbah L1 merupakan limbah yang diambil dari sentra industri tahu Desa Leses Kecamatan Manisrenggo. Pengukuran secara volumetrik di lapangan di dapatkan debit limbah tahu dari bak penampungan sebesar 0,04 l/detik. Limbah L2 diperoleh langsung dari sisa hasil produksi tanpa pengolahan terlebih dahulu di bak IPAL. Limbah ini berasal dari sentra industri tahu desa Somopuro kecamatan Jogonalan. Debit air limbah terukur pada sentra industri tahu ini sebesar 2,7 l/detik. Limbah L3 diambil dari bak IPAL yang berada di sentra industri tahu Desa Bono Kecamatan Tulung. Debit limbah yang dihasilkan sebesar 2,08 l/detik. Limbah L4 berasal dari bak IPAL yang menampung limbah dari sentra industri tahu Desa Karanganom Kecamatan Klaten Utara. Debit limbah pada sentra industri tahu ini rata-rata sebesar 1,89 l/detik.
Konsentrasi TSS pada air limbah tertinggi pada sampel limbah L2 sebesar 122 mg/l melebihi nilai baku mutu yang diperkenankan sebesar 100 mg/l. Ketiga sampel limbah lainnya mempunyai konsentrasi TSS yang masih dibawah baku mutu. Tingginya kadar TSS pada sampel limbah L2 dikarenakan limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu dalam bak IPAL. Besarnya nilai TSS dalam air limbah berasal dari sisa padatan kedelai yang belum tersaring sempurna karena masih menggunakan teknologi sederhana. Persyaratan untuk pH air limbah tahu maksimal 9 dan minimal 6. Nilai pH pada sampel limbah tahu hasil pengukuran di laboratorium menunjukkan hasil semua sampel masih dalam keadaan normal kecuali sampel limbah L2 sebesar 3,8 jauh melampaui baku mutu yang dipersyaratkan. Nilai pH tersebut menunjukkan bahwa limbah yang tanpa pengolahan bersifat asam. Keasaman limbah kemungkinan
Hasil pengukuran suhu pada sampel air limbah tahu menunjukkan bahwa sampel air yang memiliki suhu tertinggi dan melebihi baku mutu yaitu sampel limbah L2 sebesar 43,2°C. 118
sungai di daerah penelitian termasuk ke dalam kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yan mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
berasal dari penggunaan larutan asam untuk menggumpalkan sari kedelai sehingga menjadi tahu. Baku mutu BOD dalam limbah tahu sebesar 150 mg/l. Hampir seluruh sampel limbah tahu melebihi baku mutu terkecuali sampel limbah L2 sebesar 49 mg/l. Besarnya nilai BOD pada sampel air limbah tahu diakibatkan tingginya protein yang merupakan zat organik yang terkandung dalam limbah tahu sehingga membutuhkan oksigen terlarut untuk proses dekomposisinya.
Tabel 2. Kualitas Air Sungai
Nilai COD pada semua sampel limbah melebihi baku mutu sebesar 275 mg/l. Nilai COD tertinggi pada sampel limbah L1 sebesar 3920 mg/l dan nilai COD terendah pada sampel L2 sebesar 413 mg/l. Nilai COD yang sangat tinggi dalam air limbah berasal dari senyawa organik dalam limbah tahu yang sulit untuk diuraikan oleh mikrobiologi.
Pada masing-masing daerah penelitian diambil sampel air sungai pada lokasi S1 yaitu lokasi sebelum air limbah tahu masuk ke sungai atau sebagai kontrol; lokasi S2 yaitu lokasi dimana air sungai tercampur dengan air limbah tahu; dan lokasi S3 yang diperkirakan merupakan lokasi terjauh terkena pengaruh air limbah tahu. Sampel air sungai K.S1, K.S2, dan K.S3 dimbil dari sungai Klego di Kecamatan Manisrenggo. Sampel P.S1, PS2, dan P.S3 berasal dari sungai Panggang yang melalui Kecamatan Jogonalan. Sampel PU.S1, PU.S2, dan PU.S3 diambil dari sungai Puluhan Utara di Kecamatan Tulung. Sampel M.S1, M.S2, dan M.S3 diambil dari sungai Macanan di Kecamatan Klaten Utara.
Kadar amonia tertinggi yaitu sampel L.1 sebesar 97 mg/l. Sampel limbah dengan kadar amonia terendah pada sampel L2 dengan nilai 10,5 mg/l. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004, kadar amonia tidak tercantum dalam baku mutu limbah tahu. Kualitas Air Sungai Baku mutu air sungai yang digunakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan persyaratan tersebut, air 119
kurang dari 6 dan tidak lebih dari 9. Nilai pH pada semua sampel air sungai berkisar antara 6,3 – 6,9. Pada sampel limbah L2 yang bercampur dengan sampel air sungai P.S2 tidak mengakibatkan sampel air sungai menjadi bersifat asam walaupun pH pada sampel limbah bernilai 3,8. Hal ini disebabkan air limbah sebelum masuk ke dalam sungai telah mengalami pengenceran, ditambah lagi setelah masuk ke dalam air sungai nilai pH semakin meningkat.
Berdasarkan standar baku mutu air sungai kelas II, maka suhu di daerah penelitian mempunyai deviasi 3 dari suhu dalam keadaan alamiahnya. Seluruh sampel air sungai tidak melampaui baku mutu yang ditetapkan sehingga masih dapat dipergunakan sebagai air irigasi sawah. Suhu tertinggi sebesar 29,2 °C pada lokasi sampel P.S2 dan suhu terendah pada sampel PU.S3 bernilai 23,7 °C. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan kadar oksigen dalam air semakin berkurang sehingga berpengaruh pada proses penguraian zat organik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 mempersyaratkan nilai BOD untuk sungai yang tergolong kelas II sebesar 3 mg/l sehingga hampir semua sampel air telah melebihi baku mutu kecuali untuk sampel P.S1. Nilai BOD tertinggi berada pada lokasi sampel PU.S2 sebesar 70 mg/l dan nilai terkecil berada pada lokasi sampel P.S1 sebesar 2 mg/l.
Nilai DHL tertinggi terdapat pada lokasi sampel PU.S2 sebesar 0,53 mS. Sedangkan nilai DHL terendah sebesar 0,18 mS terdapat pada sampel K.S1. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tidak ada batasan atau baku mutu nilai DHL pada sungai kelas II.
Hasil pengukuran terhadap nilai COD pada 12 sampel air sungai menunjukkan sampel air yang memiliki kandungan COD tertinggi yaitu sampel PU.S2 sebesar 291 mg/l. Sampel PU.S1 mempunyai kandungan COD sebesar 7 mg/l. Baku mutu untuk kadar COD sebesar 25 mg/l, sehingga hampir seluruh sampel jauh melebihi baku mutu tersebut kecuali untuk sampel PU.S1.
Peraturan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004 menyebutkan bahwa ambang batas maksimum yang diperbolehkan untuk kadar TSS adalah 50 mg/l. Keseluruhan sampel air sungai mempunyai konsentrasi TSS yang masih berada di bawah ambang batas. Besarnya suspensi yang terlarut di daerah penelitian yang paling banyak sebesar 38 mg/l pada sampel air sungai P.S1. Kadar TSS terendah pada sampel PU.S3 sebesar 6 mg/l.
Pengaruh Limbah Tahu Terhadap Kualitas Air Sungai
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa semua sampel masih berada di bawah baku mutu yaitu tidak
pada 120
Hasil analisis 12 sampel
laboratorium air sungai
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 yang menerangkan bahwa sungai kelas II mempunyai standar baku mutu untuk fosfat sebesar 0,2 mg/l. kadar fosfat pada kedua belas sampel air masih ada yang melebihi ambang batas yang telah ditetapkan yaitu sampel P.S3 sebesar 0.6 mg/l dan sampel PU.S3 sebesar 0.7 mg/l. Untuk menentukan sampel P.S3 dan sampel PU.S3 layak tidaknya digunakan sebagai air irigasi tidak hanya ditentukan oleh kadar fosfat tetapi oleh parameter-parameter lainnya. Fosfat hanya merupakan salah satu parameter dalam menguji kelayakan air sebagai air irigasi. Kadar fosfat tertinggi berada pada titik sampel PU.S3 yaitu sebesar 0,7 mg/l. Nilai fosfat terendah pada lokasi sampel PU.S1 sebesar 0,04 mg/l.
Kadar amonia dan BOD pada sampel air limbah sangat tinggi, bahkan dibandingkan sampel limbah dari sentra industri tahu lainnya sampel limbah L1 ini mempunyai kandungan amonia dan BOD tertinggi sehingga berpengaruh pada tingginya kadar amonia dan BOD dalam air sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi air sungai pada tengah sungai tercemar oleh air limbah tahu. Parameter kualitas air limbah industri tahu masih ada yang melebihi baku mutu limbah menurut Peraturan Daerah Propunsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004. Parameter yang melebihi baku mutu yaitu TSS, BOD dan COD, bahkan selisihnya sangat jauh. Namun hal ini tidah berbahaya karena debit air limbah jauh lebih kecil daripada debit air sungai. Ketika limbah cair masuk ke badan sungai, konsentrasinya langsung menurun banyak sehingga tidak membahayakan apabila digunakan untuk sumber air bagi tanaman. Beban pencemar pada sungai dihitung berdasarkan pada jumlah unsur pencemar yang terkandung dalam aliran air sungai dan dipengaruhi oleh debi air sungai. Beban pencemaran sungai Klego ditunjukkan oleh parameter BOD dan COD melebihi baku mutu. Beban pencemar untuk parameter TSS masih dibawah baku mutu yang ditetapkan.
Sentra industri tahu di Desa Leses Kecamatan Manisrenggo menunjukkan bahwa nilai suhu, DHL, amonia dan BOD pada lokasi sampel S2 mengalami kenaikan. Nilai DHL yang meningkat pada lokasi sampel S2 mengindikasikan adanya pencemaran.
Sentra industri tahu Desa Somopuro Kecamatan Jogonalan menunjukkan nilai suhu, DHL, amonia, BOD, COD menunjukkan peningkatan dibandingkan sampel air sungai pada lokasi S2. Walaupun kadar pencemar amonia, BOD, dan
menunjukkan kecendrungan nilai amonia yang naik pada sampel S2 dan kembali turun pada sampel S3. Hanya pada titik lokasi sampel di sentra industri tahu Jogonalan yang menunjukkan kecendrungan nilai amonia yang terus meningkat dari sampel P.S.1 hingga sampel P.S.3. Nilai amonia tertinggi terdapat di titik sampel PU.S2 yakni sebesar 8,95 mg/l. Nilai amonia terendah sebesar 0,14 mg/l terdapat di titik sampel K.S3.
121
sungai. Kadar amonia, BOD, dan COD yang tinggi pada air limbah berpengaruh pada tingginya kadar tersebut dalam air sungai pada lokasi sampel S2. Nilai TSS pada air limbah tahu tidak mempengaruhi kadar TSS pada air sungai. TSS yang tinggi pada sampel air sungai yang diambil di lokasi S1 lebih tinggi daripada sampel yang diambil di lokasi S2 dan semakin berkurang pada sampel pada lokasi S3. Beban pencemar sungai Puluhan Utara pada titik S3 masih dapat ditoleransi untuk parameter TSS, sedangkan pada parameter BOD dan COD beban pencemar telah melebihi baku mutu.
COD dalam sampel air limbah L2 tidak setinggi pada limbah sentra industri lainnya, tetapi limbah L2 berpengaruh pada meningkatnya unsur pencemar tersebut dalam air limbah. Hal ini dikarenakan debit limbah yang besar sedangkan debit sungai tergolong kecil. Suhu air limbah tahu yang tinggi hingga melampaui baku mutu menyebakan meningkatnya suhu air sungai pada lokasi S2. Akan tetapi suhu limbah tahu sebelum masuk ke dalam sungai telah mengalami penurunan suhu akibat tambahan air dari limbah domestik dan limbah peternakan. Suhu air limbah yang melampaui baku mutu ini mengindikasikan perlu dibangunnya instalasi pengolahan limbah agar air limbah yang dialirkan ke badan air memiliki nilai yang tidak melampaui baku mutu limbah cair berdasarkan Perda Jawa Tengah No. 10 tahun 2004. Berdasarkan perhitungan beban pencemar dengan metode neraca massa aliran pada titik S3 tidak memenuhi baku mutu perairan untuk kadar BOD dan COD sehingga titik S3 tidak mempunyai daya tampung lagi untuk kedua parameter tersebut. Parameter TSS pada aliran S3 masih dapat diperkenankan untuk masuk ke aliran tersebut.
Sentra industri tahu Desa Karanganom Kecamatan Klaten Utara menunjukkan sampel limbah L4 mempunyai nilai amonia, BOD, dan COD yang tinggi, bahkan untuk kadar BOD dan COD telah melebihi baku mutu air limbah tahu. Hal ini turut mempengaruhi kondisi kualitas air sungai yang menjadi tempat buangan limbah tahu tersebut, ditandai dengan tingginya kandungan amonia, BOD, dan COD pada air sungai. Kadar amonia, BOD, dan COD dari titik lokasi S1 hingga titik lokasi S2 mengalami kenaikan dan mulai menurun pada lokasi S3. Dari hasil perhitungan daya tampung beban pencemaran metode neraca massa terlihat bahwa penambahan beban pencemaran air limbah industri tahu menyebabkan bilai beban TSS, BOD, dan COD pada titik S3 meningkat dan telah melebihi baku mutu air sungai kelas II. Peta hasil penelitian ditunjukkan dalam Gambar 1.
Sentra industri tahu Desa Bono Kecamatan Tulung mempunyai kandungan unsur-unsur kimia meliputi amonia, BOD, dan COD yang tinggi berada pada lokasi S2, hal ini dikarenakan pada titik ini air limbah tahu telah bercampur dengan air 122
Gambar 1. Peta Kualitas Air Sungai di Kabupaten Klaten 123
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Effendy, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan MetCalf and Eddy. 1972. Waste Water Engineering Collection Treatment Disposal, MC graw – Hill Book Company, London. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
1. Kualitas air limbah tahu pada sampel limbah yang tidak mengalami proses pengolahan di IPAL telah melebihi baku mutu untuk parameter suhu, TSS, COD dan pH berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004. Kualitas air limbah tahu pada sampel yang diambil di IPAL telah melebihi baku mutu untuk kadar BOD dan COD. 2. Kualitas air sungai di daerah penelitian telah terindikasi adanya pencemaran limbah industri tahu karena sifat fisik dan sifat kimia yang terkandung dalam sampel air sungai telah melebihi baku mutu kualitas air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001. 3. Limbah tahu memberikan pengaruh terhadap air sungai dibuktikan dari meningkatnya kadar amonia, BOD, dan COD dari saat sebelum air sungai bercampur dengan limbah tahu hingga titik percampuran air sungai dengan air limbah tahu. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kepada: 1) Dra. M. Widyastuti, M.T., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang membangun, 2) Prof. Sudarmadji, M.Eng.,Sc., dan Drs. Sudaryatno selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan 3) Pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan jurnal ini 124
Majalah llmiah UKHuWAH Volume 6 No. I Edisi Januari - Maret 20 I I
PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA INDUSTRI Oleh : Syafruddin*) Abstrak Pengolahan air limbah adalah suatu metode untuk mengurangi kadar polutan yang tertarut atau terdispersi di dalam air limbah dengan cara pemisahan atau pengurangannya, sehingga didapatkan limbah hasil olahan yang memenuhi standart baku mutu. Oleh karena itu, untuk dapat menemukan metode pengolahan limbah yang tepat sebelumnya pertu diketahui tertebih dahulu sifat dan kondisi polutan yang dihasilkan oleh suatu industri.
Umum
yaitu pengolahan secara fisik, kimia dan biologi. Berdasarkan penggolongan tersebut maka
Pada dasamya ukuran partikel yang lebih
besar akan lebih
tujuan pengolahan limbah adalah :
mudah diproses.
Pengolahan polutan yang berbentuk koloid dan
1 . Memisahkan bahan padatan terapung.
bahan tertarut sangat rumit dan tidak dapat
2.
dilakukan dengan cara
3. Menguraikan atau merubah bahan organik
sederhana,
teta!}i
Mengurangi bahan padatan tersuspensi.
apapun metode yang dipilih limbah tersebut
tertarut.
harus diolah dan dipisahkan. Berdasarkan hal
4. Menguraikan
limbah
semestinya
diadakan
pada studi
merubah
bahan
anorganik tertarut
hal di atas. Maka dalam mendirikan fasilitas pengolahan
atau
industri
5.
Membunuh bakteri.
pendahuluan
6.
Mengurangi dan rnerubah bahan kimia
suatu
berbahaya dan beracun.
dengan memperhatikan kondisi sebagai berikut
Pengolahan Secara Kimia 1 . Analisa secara benar dan terinci tentang
a. Netralisasi
bahan baku dan proses produksi yang
Air limbah dapat bersifat asam atau basa, oleh
digunakan dalam industri bersangkutan.
karena itu sebelum diolah ataupun sebelum
2. Studi tentang jumlah dan kualitas air timbah
dibuang, pH air limbah harus dinetralkan. Untuk
serta flow rate dan fluktuasinya.
air
limbah
dengan
menggunakan
proses
3. Studi tentang kondisi di sekitar lingkungan
biologi, pH air harus antara 6,5 - 8,5 dimana
industri tentang lokasi geografi dan kondisi
kondisi tersebut cukup baik untuk pertumbuhan
area dimana air limbah akan dibuang.
mikroorganisme. pH yang dipersyaratkan pada baku mutu air limbah adalah antara 6 - 9.
Dasar-Dasar Pengolahan Air Umbah
Adapun jenis asam atau basa yang dapat dipakai sebagai bahan penetral dapat dilihat :
Secara garis besar pengolahan air limbah dapat digolongkan menjadi tiga macam,
*)Dosen Fait Teknik Univa, Medan
•
99
Sodium hydroxide
Majalah llmiah UKHUWAH Volume 6 No. 1 Edisi Januari - Maret 2011 •
Sodium carbonate
meliputi system lumpur aktif, trickling filter,
•
Calcium oxide
kolam oksidasi, fermentasi metan dan lain-lain. Pnnsip penanganan limbah secara aerob ialah menguraikan secara sempuma
b. Koagulasi Sedimentasi mengandung
senyawa organic yang berasal dari limbah di
polutan-polutan berupa logam berat yang
dalam periode yang singkat Penguraian
berbahaya bagi lingkungan sehingga per1u
dilakukan oleh sejumlah mikro organisme
direduksi.
terutama
Umbah
anorganik
Cara
biasanya
paling
sederhana
untuk
bakteri
dan
selama
proses
memisahkan polutan tersebut adalah dengan
berlangsung, metabolisme penguraian oleh
sedimentasi alamiah untuk partikel yang besar,
bakten dipengaruhi faktor jumlah sumber nutrisi
sedangkan untuk partikel kecil adalah dengan
dan oksigen. Kedua faktor ini saling berkaitan
menggabungkan partikel melalui penambahan koagulan. Cara ini di dalam laboratorium dapat
didalam
dilakukan
Jar Test untuk
selama sumber nutrisi cukup dan oksigen tidak
menentukan pH jenisnya apakah koagulan
berkurang, bakteri akan berkembang baik
ataupun polimer beserta besar dosisnya.
dengan menghasilkan energi yang cukup untuk
menggunakan
membantu
rnenguraikan
PROSEOUR JAR TEST
pertumbuhan
senyawa
bakteri,
organik.
Bentuk
penanganan limbah sistem lumpur aktif sangat
Analisis Air Limbab
sederhana, yaitu dengan bak aerasi dan bak sedimentasi. Di dalam bak aerasi akan terjadi
Penambaban Koagulan
proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme,
Penambaban Bahan Penetral
maka bak aerasi
harus
mampu menampung metabolisme dengan limbah, sehingga proses penanganan limbah
Pengadukan Kecepatan Tinggi
selanjutnya akan berjalan dengan baik. Pada proses
lumpur
aktif,
ammonia
berfungsi
sebagai sumber nitrogen, karena arnonia di
Pengamatan Sifat Sedimentasi
effluent dapat meningkatkan nilai oksigen terlarut yang rendah.
Analisis Basil Olaban Air Limbab
Pengolahan Secara Biologi Penambahan limbah secara hayati dapat bersifat aerobik maupun anaerobik yaitu
100
M�awh llmwh UKHWWAH Volume 6 No. 1 Edisi Januari - Maret 20 I I
Metode Pengolahan Air Limbah
termasuk
a. Metode Pengolahan Umbah Tingkat
pengolahan
netralisasi
dan
sedimentasi
dengan gravitasi.
air
limbah
Secondary treatment dimaksudkan untuk
c.
tergantung kepada jenis polutannya serta dapat
menghilangkan partikel yang tidak bisa
dikategorikan dalam beberapa metode antara
hilang pacta primary treatment seperti
lain :
bahan padatan terlarut dan koloid, pacta
a. Pretreatment adalah
treatroont
umumnya
untuk
dilakukan
dengan
biologis.
menghilangkan bahan padatan dan bahan
d. Tertiary treatment sangat diper1ukan untuk
lain yang terfihat oleh mata seperti pasir, lumpur, potongan kayu, plastik, kertas,
kondisi-kondisi berikut di bawah ini :
minyak dan lemak dengan tujuan agar tidak
-
b. Primary treatment adalah proses air limbah pretreatment
Jika effluent yang akan dibuang harus memenuhi peraturan yang ketat.
terjadi penyumbatan pacta pipa. $etelah
proses
yang
-
Jika air limbah mengandung bahan berbahaya dan beracun.
masih -
mengandung partikel halus, zat wama yang
Jika dengan menggunakan kedua
larut maupun tersuspensi yang tidak dapat
treatment di atas masih ada bahan
dihHangkan pada proses treatment. Oleh
yang tidak dapat dihilangkan misalnya
Primary treatment secara kimia dan fisika,
bau dan wama.
DIAGRAM ALIR PROSES
Penyaringan
Tangki Equalisasi
Secondary treahnent
lOt
Majalah llmiah UKHUWAH Volume 6 No. I Edisi Januari - Maret 2011
b. P9111ilihan Metode
Sebagai patokan jumlah air limbah dari
Pemilihan rnetode pengolahan limbah
suatu industri adalah antara 85 - 95 % dari
sangat tergantung pada jenis air limbah yang
jumlah air yang dipergunakan apabila industri
akan diproses, dimana metode yang umum
tersebut tidak menggunakan kembali air limbah.
dilakukan adalah sebagai berikut :
Sesuai
dengan
sumber
maka
a. Pengolahan Koagulasi
komposisi air limbah dapat dikelompokkan
b. Pengendapan Koagulum
sebagai berikut :
Lumpur aktif
a. Air limbah
d. Absorpsi ion
b. Air 99,9%
e. Oksidasi
c. Bahan padat 0-1%
c.
Netralisasi
-
Organik
g. Karbon aktif
-
Protein 65%
h. Filtrasi
-
Karbohidrat 25%
-
Lemak
-
Anorganik
-
Butiran
Per1<:embangan industri yang sangat
-
Garam
cepat tidak hanya mempunyai dampak positif,
-
Metal
f.
Penanganan Air Umbah lndustri 1.
asalnya,
Sumber Air Limbah
akan tetapi juga rnempunyai dampak negative
2.
Pencemaran air dan peraturannya
terhadap lingkungan apabila tidak diikuti
.Masalah pencemaran air dari limbah
satu
industri yang saat ini semakin kita rasakan
masalah terhadap lingkungan dari aktivitas
sudah menjadi tantangan yang harus diatasi.
industri ini adalah pencemaran.
Pertumbuhan
dengan pencegahan pencemaran. Salah
Air limbah industri yang menyebabkan
industri
mengakibatkan
yang
pesat
telah beban
peningkatan
polusi dan menurunnya kualitas air antara lain
pencemaran yang tidak kecil di Indonesia.
air limbah dari industri pulp dan kertas, tapioka,
Sebagai
minyak sawit, crumb rubber, gula pasir, tekstil,
pencemaran berupa BOD atau COD yang
penyamakan kulit, pengalengan dan lain-lain.
bersumber dari sektor ini diperkirakan akan
Sumber air limbah dari industri dapat berasal
menjadi sekitar 25 kali lipat pada 25 tahun yang
dari proses produksi yang biasanya mempunyai
akan
kadar polutan tinggi, air pencucian, perebusan
Environment and development 1994) yang
dan air pendinginan.
berarti mau tidak mau upaya untuk mengatasi
gambaran
datang
(Bank
pertumbuhan
Dunia,
masalah ini harus kita tingkatkan.
1 02
beban
Indonesia
Majalah Ilmiah UKHUWAH Volume 6 No. I Edisi Januari - Maret 201 1 Sedangkan
pernerintah
harus dipematikan dalam pertumbuhan proses
tentang pengendalian pencemaran air sampai
produksi ter1ihat adanya pembatasan pada
dengan sekarang adalah :
setiap sektor.
1.
PP.
No.
peraturan
tahun
20
1990
tentang
1.
pengedalian pencemaran air. 2.
penghematan sumber daya alam.
Keputusan menteri Negara kependudukan dan
lingkungan
hidup
kep.03/MENLH/II/07/19S5
2.
No.
tentang
buku
3.
4.
keputusan berikut.
Pada proses produksi diper1ukan teknologi proses yang dapat memenuhi batasan
Keputusan menteri No.
Pada output limbah dibatasi oleh adanya baku mutu lingkungan.
beroperasi. Kemudian dimodifikasi menjadi
hidup
Pada output produl<si dibatasi oleh adanya label lingkungan/ ekolabel.
mutu limbah cair bagi kegiatan yang sudah
3.
Pada output dibatasi oleh diper1ukannya
negara
lingkungan
batasan tersebut dengan tetap memberikan
kep.35/MENLH/07/1995,
keuntungan yang optimal.
tertanggal 25 Juli 199 tentang program kali
Kesimpulan
bersih. 4.
Pengolahan air limbah tidak dapat
Keputusan menteri Negara Lingkungan
dilaksanakan dengan baik dan efisien bila t.idak
Hidup No. Kep.51/MENLH/10/1995 tanggal
ada keqasama antara pemerintah dan pihak
23 Oktober 1995 tentang baku mutu limbah
industri. ·
cair bagi kegiatan industri. 5.
Keputusan
menteri
Negara lingkungan
Melarang dan mengawasi pembuangan
limbah, khususnya untuk Daerah Tingkat II agar
hidup No. kep.421MENLH/10/1996 tentang
pembuangan limbah
baku mutu limbah cair bagi kegiatan
pembuangan akhir yang telah ditentukan.
minyak dan gas serta panas bumi.
dilakukan
ke tempat
Mernpersiapkan sumber daya manusia
6. Undang-undang Rl. No. 23 tahun 1997
untuk pengolahan air limbah dan prasarananya.
tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Pelaksanaan peraturan dan undang-undang harus dilakukan dengan tegas.
3. Aspek Ungkungan Penerapannya
lndustri
dan
Pemberian
Faktor produksi dari suatu industri yang semula dikenal sebagai 5M yaitu : Material,
satu faktor lagi
temadap
pelanggar
dengan ketentuan hukum yang ber1aku.
Man, Money, Machine and Mar1c:et kini telah bertambah dengan
sanksi
peraturan atau undang-undang harus sesuai
yaitu
Environment (lingkungan) yang sama-sama
1 03
Majalah Rmiah UKHUWAH Volume 6 No. I Edisi Januari - Maret 2011
DAFTAR KEPUSTAKAAN Spriger, A.M. 1986. Industrial Environment Control. USA. Pulp and Paper lndustri, John Willey & Sons Inc. Theodore, L & Young C.M. 1 992. Pollution Prevention. New York. Van Nostrand Reihnold. Bapedal. 1995. Komitmen Program Produksi Bersih. Jakarta. Proyek Pengendalian Pencemaran.
1 04
POTENSI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT DAN BIOTA AIR DI WILAYAH PESISIR KOTA C ILEGON Oleh: Ja'far Salim Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tlrtayasa Telp: 0254-395502. Email:
[email protected] ABSTRACT Coastal region is a transition area between land and ocean ecosystems. The purpose of this study are to: Identify the types of diseases in the industrial population; Determining the quality of sea water in coastal and Knowing the quality standards of heavy metals on biota in the coastal water. The results of this study: the more distant industrial sites, then the number of communities affected by the disease is low, this is due to more distant from the location of the industrial air pollution, thus affecting more and more low low air pollution, industrial waste into the 83 waste criteria, but did not result in bad quality of seawater in coastal areas Cilegon so it is still all within the secure and not passed the sea water quality standard; concentration of heavy metals in sediments and shellfish is high enough that the Pb in the gills reached 87 ppm, whereas the liver (hepatopancreas) reached 97 ppm. Cd concentration in the gills reached 69 ppm, whereas the liver reaches 171 ppm. Cr concentration in the gills reached 13. 3 ppm, whereas the liver reaches 75. 64 ppm. Hg concentrations in the gills reached 69 ppm, whereas the liver reaches 121.52 ppm.
Key words: Industrial waste, type of disease, standard quality, heavy metals, coastal region
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan lautan, juga merupakan kawasan di permukaan bumi yang padat dihuni oleh umat manusia serta tempat berlangsungnya berbagai macam jenis kegiatan dalam pembangunan. Berbagai ekosistem dengan produktivitas hayati tertinggi, seperti satwa air, hutan mangrove, terumbu karang, dan estuaria, berada di wilayah pesisir. Menurut Clark yang dikeluarkan oleh FAO (1992), lebih dari 90% total produksi perikanan dunia (sekitar 82 juta ton), baik melalui kegiatan penangkapan maupun budidaya berasal dari wilayah pesisir. Menurut Rochyatun et al (2005), kemajuan di bidang industri di masa sekarang ini mengakibatkan banyaknya aktivitas manusia di darat yang menyebabkan tekanan terhadap pertanian sekitamya meningkat. Pertambahan jumlah industri dan penduduk membawa akibatnya bertambahnya beban pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan limbah industri dan domestik. Pencemaran tersebut
Potensi Pencemaran Umbah lndustri... (Ja'far
SJ
menyebabkan kerugian besar karena umumnya limbah mengandung zat beracun antara lain klor, raksa, kadmium, khrom, timbal, dan lain sebagainya yang sering digunakan dalam proses produksi suatu industri, balk sebagai bahan baku, katalisator atau bahan utama. Hal tersebut karena paradigma dan pola pembangunan yang selama ini terlampau berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tanpa adanya perhatian yang memadai terhadap karakteristik, fungsi, dan dinamika ekosistem wilayah pesisir yang menyusun daya dukung dan kapasitas ekosistem ini bagi kelangsungan pembangunan. maka dikawatirkan akan terjadi pencemaran lingkungan di wilayah pesisir. Menurut Dahuri (1998}, banyak wilayah pesisir di dunia termasuk Indonesia telah mengalami tekanan ekologis yang semakin parah dan kompleks, baik berupa pencemaran, eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan dan pengikisan keanekaragaman hayati, degradasi fisik habitat pesisir, maupun konflik penggunaan ruang dan sumberdaya. Bahkan di beberapa daerah pesisir tingkat kerusakan ekologis tersebut telah mencapai atau melampaui daya dukung
85
lingklmgan dan kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem wilayah pesisir untuk
perairan/pesisir; dan (3) Mengetahui baku mutu logam berat pada biota air di perairan/pesisir.
menopang kegiatan pembangunan dan kehidupan manusia di masa mendatang. Salah satu pencemaran
2.
METODE PENELITIAN
lingkungan pesisir adalah masuknya logam berat di perairan. Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, ikan, rumput laut dan biota laut lainnya. Akibatnya lingkungan menjadi salah satu sasaran pencemaran,
Penelitian ini dilakukan di Kawasan industri dan wifayah pesisir Kota Cllegon yang berlokasi di empat kecamatan yaitu Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil, Kecamatan Grogol, dan Kecamatan Pulomerak di Kota Cilegon.
terutama sekali lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri, baik industri pertanian maupun industri pertambangan. Sebagian besar dari limbah itu biasanya dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu. Menurut Gaskin (2003), adanya kontamlnan
2.1. Mengidentifikasi Potensi Jenis Penyakit
Perkembangan pesat industri di Kota Cilegon saat ini tidak fain karena banyaknya investor yang menanamkan sahamnya di daerah yang sangat
logam berat di tanah yang berasal dari lumpur
strategis dan menjanjikan dalam dunia usaha. Di sisi lain penerapan teknologi oleh 'perusahaan maupun
(sludge) mendorong peningkatan akumulasi
manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang
kandungan logam berkorelasi positif dengan dosis
lebih baik seringkali tidak diikuti oleh faktor
lumpur, sedangkan menurut Sukreeyapongse (2002),
keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai, yang pada akhirnya berdampak pada kerusakan
Peningkatan akumulasi logam Pb dan Cd di dalam lumpur (sludge) mengalami mobilfsasi dan ditranslokasikan ke kawasan sekitarnya. Hal ini juga dapat menghambat perbaikan lingkungan yang rusak akibat pencemaran air llmbah yang mengalir di lingkungan sekitarnya termasuk di wilayah pesisir Kota Cilegon. Karena hat yang paling ditakutkan
lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Cilegon terdapat sepuluh besar jenis penyakit yang hampir ditemukan pada setlap kecamatan di empat kecamatan wilayah lndustria yaitu penyakit: ISPA, tukak lambung, TBC paru BTA, dermatitis (penyakit
adalah menurunnya kualitas badan air penerima,
kulit), myalgia (nyeri sendi), hypertensi esensial, diare
karena sebagian besar bahan baku industri logam
& gastroentiritis, artritis (radang), demam, dan gejala
bersifat karsinogenik. Meskipun beberapa industri
penyakit lainnya Berdasarl
telah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL)
tersebut. selanjutnya dapat diidentifikasi menjadi
namun pengolahannya diduga belum maksimal. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Cilegon tahun
empat jenis penyakit yang diakibatkan oleh pengaruh pencemaran iimbah industri (polusi udara,
2007 mencatat jumlah industri sebanyak 85 purusahaan swasta yang tumbuh dan berkembang
air, dan tanah) di Kawasan industri Kota Cilegon.
d1 Kota Cilegon setiap tahun sefalu bertambah, baik industri menengah maupun industri berat baik yang bergerak bidang pabrik baja, kimia, semen, gula dan
2.2. Menentukan Kualitas Air Laut
sebagainya. Selain rtu industri yang bergerak pada kelompok industri Krakatau Steel Group sebanyak + 58 jenis perusahaan dengan berbagai jenis usaha
logam berat di perairan berbahaya, baik secara langsung terhadap kehidupan organisme maupun
d i Kawasan l n d u s trl Krakatau Cilegon. Analisis pengefofaan limbah lndustrl d i wilayah peslsir Kota Cilegon ditujukan untuk mengetahui hasil
Menentukan kualitas air laut pada penelitian ini
terutama kandungan logam beratnya, karena adanya
efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat, yaitu:
1.
Sulit didegradasl, sehingga mudah terakumulasl dalam lingkungan perairan dan keberadaannya
2.
Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk
pengelolaan limbah, balk yang berkecenderungan terkena dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas pabrik yang
secara alami sulit dihilangkan.
beroperasi di wilayah tersebut.
kerang dan ikan, dan akan membahayakan kesehatan manusia yang mengkomsumsi
1.2. Tuju an Penelitian
organisme tersebut.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian
ini
bertujuan
untuk:
(1)
3.
Mudah terakumulasl di sedimen, sehingga konsentrasinya sefalu lebih tlnggi dari konsentrasi
Mengidentifikasi jenis penyakit penduduk di kawasan
logam dalam air. Dlsamping itu sedimen mudah
industri; (2) Menentukan
tersuspensi karena pergerakan air yang akan
86
kualltas air laut di
Alami Vol. 15 No. 2 Tahun 2010
melarutkan kembali logam yang dikandungnya
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar potensial dalam skala waktu
3.1. Potensi Jenis Penyakit Kota Cilegon memiliki
tertentu.
8 (delapan) kecamatan,
namun dalam penelitian ini hanya 4 (empat) kecamatan yang secara geografis, keempat
2.3. Menentukan Baku Mutu Menentukan baku mutu terhadap lingkungan
kecamatan ini merupakan wilayah industri yang
ditujukan untuk mengetahui batas aman dari bahan
meliputi: Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Citangkil,
yang membahayakan dalam pengelolaan limbah
Kecamatan Grogol dan Kecamatan Pulomerak.
baja terhadap degradasi kelestarian wilayah pesisir
Mengingat penelltian dilakukan di kawasan industri
atau terhadap ekoslstem perairan dan kesehatan
Kota Cilegon, maka fokus penelitiannya ditujukan
masyarakat. Batas aman disini apakah lingkungan
pada empat kecamatan tersebut terlihat pada Gambar
masih dapat mentoleransi sehingga tidak terjadi
1. Dari keempat kecamatan tersebut, juga merupakan
akumulasi standar kualitas dan dapat dijadikan
wilayah pesisir: 1). di Kecamatan Ciwandan meliputi:
sebagai pembanding untuk mengetahui perubahan
Desa Tegal Ratu, Desa Gunung Sugih, Desa Kepuh,
2).
kualitas lingkungan. Tujuan dilakukan analisis baku
Desa Randakari, dan Desa Kubang Sari;
mutu untuk: (1) keperluan pemantauan (monitoring),
Kecamatan Citangkil meliputi Desa Warnasari, dan
dan
(2) pengendalian (controlling).
Desa Semang Raya, 3). di Kecamatan Pulomerak
Di dalam penetapan baku mutu ini terdapat prinsip-prinsip yang dapat dilakukan yaitu: (1) tidak terlalu memberatkan pengusaha.
di
(2)
tidak
meliputi Desa Suralaya, Desa Tamansari, Desa Mekarsari, dan Desa Lebak Gede; 4). di Kecarnatan
Grogol meliputi Desa Gerem, dan Desa Rawa Arum.
mengabaikan kesehatan masyarakat. Sehingga
Pada perkembangan industri di Kota Cilegon
diharapkan dalam penetapan baku mutu ini terjadi
saat ini tidak lain karena banyaknya investor yang
keseimbangan antara kepentingan pengusaha
menanamkan sahamnya di daerah yang sangat
dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Suratmo
strategis dan menjanjikan dalarn dunia usaha. Di sisi
(2002),
menjelaskan bahwa teknik pendekatan
lain penerapan teknotogi oleh perusahaan maupun
penyusunan Baku Mutu melalui langkah-langkah
manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang
sebagai berikut:
1.
2.
lebih baik seringkali tidak diikuti oleh faktor
ldentifikasi dari penggunaan sumberdaya atau
keselamatan dan kesehatan kerja yang memadai,
media ambien yang harus dilindungi.
yang pada akhirnya berdampak pada kerusakan
Merumuskan formulasi dari kriteria dengan
lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitarnya.
menggunakan kumpulan dan pengolahan dari
Berdasarkan data mnas Kesehatan Kota Cilegon
berbagai informasi ilmiah. 3.
Merumuskan baku mutu ambien (berkenaan dengan lingkungan) dari hasil penyusunan kriteria
4.
Merumuskan baku mutu limbah yang boleh
5.
Membentuk
dikemas ke dalam lingkungan. program
pemantauan dan
pengumpulan berbagai informasi untuk penyempurnaan. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor: 03 tahun
1991 pasal
13 menyatakan untuk mencegah
pembuangan kejutan (stock loading) pada sistem pengolahan limbah atau pada sumber air, setiap pabrik harus mengadakan suatu sistem dengan mencegah agar beban pencemaran limbah tidak boleh lebih tinggi
100% dari beban pencemaran cair
rata-rata setiap bulan. Adapun penelitian ini difokuskan pada pengambilan sampel sedimen dan biota air di wilayah pesislr Kota Cilegon.
Gambar 1. Pesisir Kota Cilegon
Potensi Pencemaran Limbah lndustri... (Ja'far S)
87
Tabel 1. Persentasi potensi orang terkena penyakit t ertentu di Kecamatan Ciwandan
No.
Persentasi (%)Orang Terkena Penyaklt Tertentu Di Kecamatan Clwandan
Uraian 2003
2 3 4
5
%
2004
%
2005
%
2006
ISPA
5.285
5.465
5 671
6.098
Oermal!lit TBC Paru BTA Artritis
2.678
3.150
3.212
3.453 2.032
Penduduk
1.'185 1.160 38.384
3,19
1.658
4,40
1.890
1.285 37.658
3,41
1.301 38.552
3,37
1.399 38.898
%
8.88
2007
%
6.n5
17,02
3.837 2.258
3,60
5,67
1.554 39.800
Tabet 2. Pe rsent asi potensi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Citangkil No.
Pefsentasl (%) Otang Terkena Penyaklt Tertentu Di Kecamatan Citangklf
Uraian 2003
ISPA 2 3 4 5
Dermatitis TBC Paru BTA Artritis
Penduduk
9.868
%
2004
2005
%
2006
%
2007
10.01 5
10.246
11.017
12.241
1.995
2.021
2,173
2.414
925
997
1.045
1.123
985
1.056
1.211
1.302
1.447
53.040
54.299
55.589
56.472
57 782
tahun 2003 - 2007 terdapat sepuluh besar jenis penyakit yang hampir ditemukan pada setiap empat kecamatan yang merupakan wilayah pesisir Kawasan lndustri Krakatau Cilegon, yaitu penyakit ISPA, tukak lambung, TBC paru BTA, dermatitis (penyakit kulit), myalgia (nyeri sendi), hypertensi esensial, diare & gastroentiritis, artritis (radang), demam, dan gejala penyakit lainnya. Berdasarkan sepuluh jenis penyakit tersebut, selanjutnya dapat diidentifikasi menjadi empat jenis penyakit yang diakibatkan oleh pengaruh pencemaran limbah industri (polusi udara, air, dan tanah) di Kota Cilegon. Namun pada penelitian, h a n y a m e n g i d entifik a s i j e n i s p e n y a k i t berkecenderungan jumlah penyakit paling besar di empat kecamatan Kota Cilegon' yaitu: penyakit ISPA, Dematitis, TBC Paru TBA, dan Artritis. Selanjutnya untuk mengetahui hasil identifikasi potensi jenis penyakit dengan jumlah penduduk di tiap-tiap kecamatan wilayah pesisir Kota Cilegon dapat diperlihatkan besaran persentasinya (%) disajikan pada Tabel 1 - 4. Berdasarkan Taber 1 di atas menunjukaan persentasi potensi orang terkena penyakit ISPA > 14%. Urutan berikutnya jenis penyakit berikutnya
88
%
1.99
% 18
1.248
adalah penyakit dermatitis> 7% tahun2003-2007, hal tersebut terjadi karena di Kecamatan Ciwandan telah berdiri dan berkembangnya jumlah industri yang sangat pesat berkecenderungan terjadinya pencemaran lingkungan. Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukaan persentasi potensi orang terkena penyakit yang cukup tinggl, seperti halnya yang terjadi di Kecamatan Ciwandan. Di Kecamatan Citangkil jenis penyakit tertinggi adalah penyakit ISPA > 18% dan di kecamatan ini telah tumbuh dan berkembangnya sejumlah industri, baik industri menengah maupun lndustrl berat yang berkecenderungan terjadinya 'pencemaran lingkungan sehingga jumlah penyakit ISPA tergolong sangat besar dari tahun2003 -2007, namun jenis penyakit lainnya masih tergolong normal. Berdasarkan Tabel 3 di atas, jenis penyakit ISPA di Kecamatan Grogol persentasinya tergolong cukup tinggi > 7% dan berkecenderungan naik, sedangkan jenis penyakit dermatitis, TBC paru TBA, dan artritis masih relatif rendah. Berdasarkan Tabel 4 di atas, jumlah penyakit di Kecamatan Pulomerak menunjukan persentasinya realatif kecil < 1 % untuk jenis penyakit ISPA,
Alami Vol. 15 No. 2 Tahun2010
Tabel 3. Persentasi potensi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Grego No.
Persentasi (%)Orang Terkena Penyakit Tertentu DI Kecamatan Grogol
Uraian
2003 ISPA
2 3
Dermatitis TBC Paru BTA Artritis
2.468 590
Penduduk
1,91
603 305
5
%
0,99
30.810
2007
2004
%
2005
2006
2.505
7,94
2.664
2 .865
611
624
671
745
646
673
724
804
340
352
378
420
31.542
32.291
32.862
33.624
1,09
8.72
3.183
1,25
Tabel 4. Persentasi potensi orang terkena penyakit tertentu di Kecamatan Pulomerak No.
Persentasi (%)Orang Terkena Penyakit Tertentu Di Kecamatan Pulomerak
Uraian
2003
2 3
327
%
2005
%
2006
%
362
336
2007
318
Dermatitis TBC Paru BTA
152
165
175
188
169
0,42
178
201
216
240
159
0,40
172
192
206
229
40.831
41.801
42.037
43.012
Penduduk
39.884
dermatitis, TBC dan artritis. Meskipun jumlah penyakit ini berkecenderungan naik, namun tingkat kenaikan penyakitnya masih relatif kecil dibandingkan dengan jumlah penyakit yang terdapat di Kecamatan Ciwandan dan Citangkil. Dengan demikian, secara deskriptif terdapat hubungan antara jumlah masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir dengan jenis penyakit yang ditimbulkannya dan ada indikasi bahwa tumbuhnya industri-industri yang terdapat di wilayah tersebut akan berdampak pada semakin meningkatnya potensi orang terkena penyakit seperti penyakit ISPA, dermatitis, TBC, dan artritis lainnya. Oleh karena itu, semakin jauh lokasi industri, maka jumlah masyarakat yang terkena penyakit semakin rendah, hal ini disebabkan semakin jauh dari lokasi industri maka pencemaran udara semakin rendah sehingga berdampak semakin rendahnya pencemaran udara. 3.2. Kualitas Air Laut di Wilayah Pesisir
Menurut Darmono (2006), logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap
Potensi Pencemaran Umbah lndustri... (Ja'far S)
0,46
%
402
ISPA
4 5
2004
%
0,45
209
unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari perioda 4 sampai 7. Sebagian logam berat seperti timbal (Pb), kadmium (Cd), dan merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini menyerang ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim bersangkutan menjadi tak aktif. Gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) juga bereaksi dengan logam berat. Kadmium, timbal, dan tembaga terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses transformasi melalui dinding sel. Logam berat juga mengendapkan senyawa fosfat biologis atau mengkatalis penguraiannya. Tabel 5 ini merupakan kualitas air laut di wilayah pesisir Kata Cilegon. Berdasarkan Tabel 5 di atas menunjukkan kualitas air taut pada mengambilan sampel parameter parameter pada kondisi air laut dinamis, sehingga sulit untuk terdeteksi dengan baik. Walaupun demikian kandungan logam berat di dalam air tidak terdeteksi, namun kandungan logam berat di dalam sedimen cukup tinggi, begitupun kandungan logam berat pada biota air terutama biota air yang bersifat menetap seperti kerang-kerangan. Rendahnya kandungan berat pada air disebabkan pada air disebabkan oleh
89
0
�
=1' c ::I I\,) 0
�
I\,)
�
z
°'
�
Qi
)>
A. FISIKA
PARAMETER
12
11
10
8 9
7
6
5
4
3
2
kolifrom Total
C. MIKROBIOLOGI
Timbal
Salinitas Amonia Total Sulfida Fenol Surfactan Anion dan Lemak Air Raksa Kadmium
MPN/LOOml
0/oo
1.000
O.I
0,05
<0,0005
0.01
0
0,332
<0,005
<0,005 0
<0,2
0,003
s.o
0
0,028
<0.0005
<0,0005
<0.2
<0,001
<0,002
<0,002
0.03 0,002
<0,01
33,7
8,09 0,02
33,7
3,0
Tdk
2006
<0.2
<0,01
<0,002
324
0
0,0208
<0,005
<0.0005
0
0
<0,000S
<0,01
<0,002
32.4
8,10
30,0
s
3S
Tdlc
berbau
2006
CITANGKIL
<0,2
0,23
<0,001
0,02
33,3
7,89
30 8
s
30 0
3,0
I
Tdk
2005
0
<0.0005
<0,01
<0,002
32,32
29.7
30
Tdlc
bclbau
2007
0
0,332
<0,005
<0.0005
<0.0005
<0,0005
<0,2
0,21
<0,001
0
0,0237
<0.005
<0,0005
<0,0005
<0,2
<0.0l
<0,001
<0,002
<0,01
32.0
29,7
3,0
Tdk
2006
0
<0,005
<0.0005
<0,0005
<0.2
<0,01
<0,001
<0,002
<0,01
32,4
7,40
30,I
5
3.0
2007
PULOMERAK
<0,002
o.os
33.2
8,4
30,0
12
Tdk
2005
HASIL UJI LABOTARIUM TIAP KECAMATAN
3,0
Tdk
bcrbau
2007
<0.0005
CIWANDAN
0,3
Alami
8,5
Nihil
B.KIMIA
Nihll
31.2
5
Alami
3,25
80
Tdk:
2005
>3
Tdk
MUTU
BAKU
5
oc
Meter
SATUAN
6
Bau 2 Kecerahan 3 lat 4 Suhu
No.
Tabet 5. Kualitas air laut di wilayah pesisir kota Cilegon
0
0.333
<0,000S
<0.2
0,23
<0,001
<0,002
0.01
33.3
300
12
3,0
2005
0
0.0265
<0.2
<0.01
<0,002
32.4
31 9
7
3.0
2006
GROGOL
0
<0,000S
<0,2
32.2
30.0
2
3,0
Tdk
2007
tingginya flushingyang terjadi di wilayah pesisir dan
kandungan logam berat pada organ tubuh kerang
sifat logam berat tersebut mempunyai densitas lebih
kerangan seperti disajikan pada Tabel 7.
dari 5, sehingga logam berat akan cenderung
Berdasarkan Tabel 7 di atas, berbeda dengan
mengendap ke dasar perairan (Riani, dkk., 2004).
kandungan logam berat pada air dan sedimen,
Hal ini sesuai pendapat Law ( 1981 ) yang menyatakan
kandungan logam berat pada kerang-kerangan yang
bahwa terjadinya peningkatan sumber logam berat,
siap dikonsumsi, kandungan beratnya sangat tinggi.
namun konsentrasl dalam air dapat berubah setiap
Dalam hal ini konsentrasi Pb pada insang mencapai
saat, karena adanya berbagai macam proses yang
a nkreas) 87 ppm, sedangkan pada hati(h epa top
dialami oleh senyawa tersebut selama dalam kolom
mencapai 97 ppm. Konsentrasi Cd pada insang
air. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami
mencapai
jika kandungan logam berat pada air laut semuanya
(hepatopankreas) mencapai 171 ppm. Konsentarasi
69
ppm,
sedangkan
pada
hati
tidak terdeteksi. Meski demikian tercatat laporan
Cr pada insang mencapal 13,3 ppm, sedangkan pada
Dinas Pertanian Kota Cilegon rata-rata hasil pertanian
hati (hepatopankreas) mencapai 75,64 ppm.
1, 103 ton/tahun, hal tersebut
Konsentrasi Hg pada lnsang mencapai 69 ppm,
tidak seimbang dengan konsumsi masyarakat untuk
opankreas) mencapai sedangkan pada hat! (hepat
kebutuhan ikan lebih dari angka tersebut.
121,52 ppm. Konsentarasi tersebut terjadi karena
3.3. Baku Mutu Logam Berat di Pesisir
sesuai dengan pernyataan EPA 1973 y a n g
(penangkapan ikan)
+
adanya akumulasi logam berat pada biota air. Hal ini Untuk menentukan baku mutu logam berat di
menyatakan bahwa logam berat yang masuk ke
wilayah pesisir menggunakan sampel biota air yaitu
lingkungan laut akan dipekatkan melalui proses
kerang-kerangan dan ikan. Menurut Salim, dkk
biologis, karena logam berat tersebut diserap oleh
(2008), untuk menentukan konsentrasi logam berat
biota air terutama yang bersifat menetap seperti
dapat dilakukan pada sedimen dan organ tubuh pada
kerang-kerangan dan selanjutnya mengafami
kerang-kerangan. Tabel 6 menyajikan logam berat
pemekatan di dalam kerang-kerangan tersebut. Hal
pada sedimen.
{2006) ini sesuai dengan pendapat Horiguchi, etal.
Berdasarkan Tabel 6 di atas, kandungan logam
yang menyatakan bahwa logam berat yang terdapat
berat pada sedimen memperlihatkan konsentrasi
pada ekosistem perairan juga akan mengalami proses
yang cukup tinggi, bila dibandingkan dengan
pemekatan dengan melalul proses makan memakan
ketentuan dari yang dikeluarkan oleh swedian
(biomagnifikasi).
environmental protection agence(SEPA) terutama pada kandungan logam berat kadmium (Cd) mencapai 0,02 ppm dan merkuri (Hg)
<
4.
KESIMPULAN
0,05 ppm.
Dari analisis hasil laboratorium memperlihatkan
Berdasarkan hasil penelitlan dan pembahasan
bahwa konsentrasi timbal (Pb) pada sedimen
yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan
mencapal 11,05 ppm. Kadmium (Cd) pada sedimen
sebagai berikut:
mencapai 1 0 ppm, Crom (Cr) pad a sedimen
1.
mencapai 0,73 ppm dan merkuri (Hg) pada sedimen
Kesehatan masyarakat pada penduduk yang tinggal dlpemukiman wilayah pesisir di empat
mencapai 8,30 ppm. Kondisi ini memperlihatkan
Kecamatan Ciwandan, Citangkil, Grogot, dan
bahwa sumbangan dari limbah industri di wilayah
Pulomerak berkecenderungan mengalami
pesisir Kota Cilegon cukup tinggi. Dan logam berat
penyakit ISPA, bahkan jenis penyakit penduduk
yang terdapat pada limbah industri terdapat di
tersebut dapat mengalami kenaikan jumlah
Kawasan lndustri tersebut akan mengendap dan
penyakit ISPA, mengingat pada wilayah inl
terakumulasi di dasar perairan pesisir. Hal ini sesuai
banyak berdiri industri menengah hingga industri
protecti onagence dengan pendapat environmental (APE) tahun 1973 yang menyatakan bahwa zat
berat. 2.
Walaupun limbah industri masuk pada kriteria
pencemar seperti logam berat akan masuk ke dalam
limbah 83, namun tidak mengakibatkan buruknya
ekosisitem laut dan melalui proses fisika kimia akan
kualitas air laut di wilayah pesisir Kota Cilegon
mengakibatkan logam berat mengendap didasar
sehingga masih memenuhi batas aman dan
air. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan
belum melewati baku mutu air laut.
oleh Rochyatun et al (2005) tentang hasil analisis rata-rata kadar logam berat Pb 0,06 ppm, Zn
1 1 , 15 ppm, Cd
=
3.
Walaupun konsentarsi logam berat dalam air tidak terdeteksi, tetapl konsentrasi pada sedimen
5,28 ppm, dan Cu
dan kerang cukup tinggi yakni Pb pada insang
6,78 ppm) dalam sedimen di perairan pesisir Banten
mencapai 87 ppm, sedangkan pada hati
(Merak, Cilegon dan Anyer). Demikian juga pada
(hepatopankreas) mencapai 97 ppm. Konsentrasi
=
=
29,63 ppm, Ni
=
=
PotensiPencemaran Lfmbah lndustri ...(Ja'far S)
91
Tabel 6. Logam berat pada sedimen Logam berat pada sedimen
Konsenlrasi (ppm)
Baku Mutu (SEPA)(ppm)
11,05
0,0014
2
Timbal Pb
Kadmium
10,24
0,02
3
Crom Cr
0,73
0,07
8, 30
<0,05
No.
4
Merkuri
Cd pada insang mencapai pada hati mencapai
171
69
Tabel 7. Kandungan log am berat pad a Organ tubuh kerang-kerangan No.
2
ppm, sedangkan
ppm. Konsentarasi Cr
13,3 ppm, sedangkan 75,64 ppm. Konsentrasi Hg pada insang mencapai 69 ppm, sedangkan pada hati mencapai 121,52 ppm.
4
Jenis logam be rat
Konsentrasl pada lnsang (ppm)
Konsentrasi pada Hati
Timbal
87
97
Kadmium Cd
69
171
Crom
Merkuri
121,52
Gaskin, J.W., R.B. Brobst, W. P. Miller, E.W.
2003,
Tollner.
Long-Term Biosolids Application Effects
pada insang mencapai
on
pada hati mencapai
Bennudagrass Forage, Journal ofEnvironmental
Metal
Quality
Concentration
in
Soils
and
32: 146-152
Horiguchi.T, M.Kojima, F. Hamada, A. Kajiwaha, H. Shiraishi, M. Morita and H. Shimizu, 2006, Impact Tributiltin and
DAFTAR PUSTAKA
Tripeniltin on Evory Shell
(Babylonia Japonika Population}, Environmental
Vol. 114 Suplement.
2007, Sadan Pusat Statistik, Kota Cilegon. 1992, Integrated Management of Coastal Zones. FAO Fisheries Technical Paper No 327,
Law EA,
Rome, Italy.
Riani, E., S.H. Sutjahjo, dan Firmansyah.
BPS,
Clark, J.R.
Dahuri, R.
1998,
Kebutuhan Riset untuk Mendukung
Health Prospective,
1981,
Aquatic Pollution, John Wiley and
Sons, New York.
2004,
Analisa Beban Pencemaran dan Kapasitas
Asimilasi Teluk J aka rta, Kerjasama LPPM r lmplementasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisi dan Lautan Secara Terpadu, Jumal Pesisir dan
IPB dengan Pemprov. OKI Jakarta.
Lautan: Indonesian Journal of Coastal and
Salim, J., A. Saeffudin, Marimin dan E. Riani.
Marine Resources,
1 No. 2 1998,
No ISSN: 1410 7821, Vol.
2008,
Model Pengelolaan Limbah lndustri Baja sebagai Upaya untuk Mempertahankan Kelestarian
IPB, Bogar.
Darmono, 2006, Lingkungan Hidup dan Pencemaran:
Wilayah Pesisir Kawasan lndustri Krakatau
Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam,
Cilegon. Jurnal Penelitian llmu-ilmu Sosial dan
UI Press, Jakarta.
Eksakta LPPM Untirta, ISSN:
Rochyatun, E., Lestari, A. Rozak.
2005,
Kualitas
Ungkungan Perairan Banten dan Sekitarnya
1413-2176 Edisi
Mengenai Dampak
ditinjau dari Kondisi Logam Berat, Jurnal
Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia,
Yogyakarta
ISSN:
92
I Vol. 10 tahun 2008. Suratmo, F.G. 2002, Analisis
0125-9830 No. 38: 23 - 46.
Alami Vol.
15
No
2 Tahun 2010