PAKET INFORMASI TERSELEKSI
PERPUSTAKAAN Seri: Perpustakaan Perguruan Tinggi
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah diadakan layanan informasi berupa Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT). Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia. Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya. Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel (full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI ANALISIS DIREKTORI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI KRISTEN DI INDONESIA TAHUN 2012
Rahayu, RochaniNani BACA: Jurnal Dokumentasi, Informasi Perpustakaan, Vol. 34, No. 1, 2013: 61-84
dan
Abstract : This study aims to determine: 1) the number of Indonesian Christian University Library basedon provinces; 2) the number of collections based on titles and copies; 3) the number of digitalcollections; 4) the amount of budget provided; 5) the number of librarians in the library unit.The study used descriptive method. Data were obtained from Christian Library University Directoryin Indonesia published by Petra Christian University in 2012 with ISBN 978-602-18143-07. There are 59 libraries listed. Analyzing data used Microsoft Excel 2007 and the result presentedin the form of tables and figures.The study result are as follows: 1) East Java was the first rank province with 12 libraries (20,33%),DKI was in the second rank and had 10 libraries ( 16,95%). The third rank was West and CentralJava with 7 libraries (11,86%); 2) The first rank for library size was West Java with 6.765 m2 (24,74%), Banten province was in the second place with 5.000 m2 (18,28%), and the third was EastJava with 4.801 m2 (17, 56 %). 3) It is found that East Java is the most have number of collectionswith a total of 153.600 titles and secondly was DKI with a total of 91.312 titles and thirdly wasBanten Province (71.529 titles or 2,47%). East Java was the first rank in the digital collectioni.e.114.346 titles (67,52%), DKI in the second position with a total of 14.724 titles (14,59%) and inthe third place was Central Java (15.292 titles or 9,02%); 4) Central Java had a total of 85librarians (15,52%) in the first rank, the second rank was DKI with a total of 69 librarians (20,72%)and the third position was 53 librarians (15,91%); 5) DKI provided Rp. 848.251.247 (32,95%) inthe first rank, while in the second rank was Banten province i.e. Rp. 600.000.000 (23,30%) and inthe third rank was Eat Java (Rp. 461.408.050 or 17,92%). The conclusions were: 1) Each provincein Indonesia has Christian
i
Pilih/klik judul untuk melihat full text
University Library; 2) Each library has librarian, except in WestKalimantan Province; 3) West Kalimantan, South Kalimantan, East Kalimantan, Maluku, EastNusa Tenggara, Central Sulawesi and North Sulawesi do not have digital collection and they donot have some budget for purchasing collections in 2012.
ANALISIS WEBOMETRICS PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI DI INDONESIA
Muntanshir Visipustaka: Buletin Jaringan Informasi Antar Perpustakaan, Vol. 14, No. 2, 2012: 39-49 Abstrak: -
BRAND EQUALITY: BAGAIMANA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI MEMBANGUNNYA?
Darmono Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga, Vol. 1, No. 2, 2011: 47-51 Abstrak: -
E. LEARNING SEBAGAI BENTUK LAYANAN VIRTUAL DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Fahriyah Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga, Vol. 1, No. 1, 2011: 8-14 Abstrak: -
DAFTAR ISI IDENTIFIKASI RISIKO PADA PROYEK RFID DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA
Winoto, Chris; Dewi, Lily Puspa;Gunawan, Ibnu Jurnal Infra, Vol. 2, No. 1, 2014
Abstrak: Universitas memiliki unit organisasi yakni Perpustakaan yang menyediakan layanan koleksi. Perpustakaan ini sedang merencanakan pengimplementasian sistem RFID terhadap koleksi-koleksinya. Setiap koleksi di perpustakaan memiliki nomor induk, dan fungsi dari nomor induk tersebut sebagai nomor khusus yang setiap koleksinya pasti memiliki nomor yang berbeda. Nomor induk akan digunakan dalam proses pencarian, dan sirkulasi. Cara pembacaan nomor induk ini bias dengan barcode, maupun dengan RFID, dengan tujuan mempermudah proses pemberian layanan informasi pencarian koleksi, peminjaman, dan sebagai fungsi keamanan dari koleksi tersebut. Permasalahan system barcode saat ini adalah tidak adanya system keamanan, proses pencarian buku yang susah, dan proses sirkulasi check in dan check out yang lama. Hal ini dapat meningkatkan angka kerugian bagi perpustakaan baik sisi aset, maupun di sisi kepuasan pengguna perpustakaan. Untuk itu dibutuhkan suatu identifikasi risiko, yang bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor risiko apa saja yang mengganggu proses bisnis perpustakaan. Pada penelitian ini, dilakukan proses mengidentifikasi risiko terhadap sistem RFID yang akan diimplementasikan di perpustakaan berdasarkan dokumen standar NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems sebagai dasar poinpoin dalam mengidentifikasi risiko.
KOMPETENSI PUSTAKAWAN DALAM MEMBERIKAN LAYANAN PRIMA DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Daryono Jurnal Kepustakawanan Dan Masyarakat Membaca, Vol. 26, No. 2, 2010: 1-12 Abstrak: -
KONSEP BALANCED SCORECARD DALAM MANAJEMEN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Suhernik Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga, Vol. 5, No.1, 2010: 24-28 Abstrak: -
KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM PERUBAHAN ORGANISASI(ORGANIZATIONAL CHANGE) PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Irawaty A. Kahar Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, 2008: 21-27 Abstract: Success in the organizational change is determined by leadership, because leadership withleader is who implementing and planning change. This paper is aimed at obtaining informationto related the effect of leadership with many aspecs on organizational change. Based on thoseteories reveals that some aspecs of leadersip with (1) visionary leader, (2) comunicator leader,(3) leader as change agent, (4) (leader as coach) and leader as Technology informationanalysis,could be enhanced and improved organizational change. Therefore this aspecs can beused for achieved organizational change special at University libraries.
DAFTAR ISI LEARNING COMMONS KONSEP TRANSFORMASI BAGI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Lis Setyowati Info Persadha, Vol. 11, No. 1, 2013: 10-18 Abstrak: -
MENATAP WAJAH PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI KITA: SUATU TANTANGAN
Harsana, Lasa Buletin FKP2T, Vol. 2, No. 2, 1997: 12-17
awareness about disabilities, especially the awarenessin the university library that disability is a part of the academic society. The disabledpeople have the same rights for facilities and learning support services, therefore every universitylibrary should be inclusive and can serve user with disabilities; 2) university library shouldbecome disabilities-friendly. This study used literature study and also observation and interviews.The result of this study showed the elements which support university library to bedisabilities-friendly namely facilities and infrastructure, human resource, and program socialization.
PELAYANAN INFORMASI ILMIAH DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Abstrak: -
Fatimah N., Oemi Buletin FKP2T, Vol. 2, No. 2, 1997: 25-33
MENINGKATKAN EFEKTIVITAS BIMBINGAN PEMAKAI MELALUI PEMBINAAN KELOMPOK PEMBACA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI (MODEL PEMBELAJARAN PADA MATA KULIAH METODE PENELITIAN ANTROPOLOGI)
Hadi, A.C Sungkana BACA: Jurnal Dokumentasi, Informasi Perpustakaan, Vol. 27, No. 2, 2003: 18-26
dan
Abstrak: -
PEMANFAATAN OPENSOURCE SOFTWARE DALAM MEMBANGUN APLIKASI DIGITAL PADA LIBRARY PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Muhammad Ahsin Libria, Vol. 5, No. 6, 2013: 57-74
Abstrak: -
Abstrak: -
MEWUJUDKAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI YANG RAMAH DIFABEL
PEMASARAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Isrowiyanti, BACA: Jurnal Dokumentasi, Informasi Perpustakaan, Vol. 34, No. 1, 2013: 47-60
dan
Abstract : This study aims to: 1) raise the institutions
EndangFatmawati Wipa:Wahana Informasi Perpustakaan UAJY, Vol. 12, 2009: 2-8 Abstrak: -
DAFTAR ISI PENGADAAN BAHAN PUSTAKA DI PERGURUAN TINGGI : SUATU PENGALAMAN DI PERPUSTAKAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Ratnaningsih Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 10, No. 1, 2010: 45-50 Abstrak: Pengadaan bahan pustaka adalah salah satu dari kegiatan pelayanan teknis pada suatu perpustakaan dalam usaha untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para pemustaka secara up to date. Melalui kegiatan kerja pengadaan, perpustakaan berusaha menghimpun bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi perpustakaan. Kegiatan pengadaan dimulai dari pemilihan, pemesanan, sampai pada tahap pemeriksaan dan inventarisasi. Dua system pengadaan yang bersumber dari AnggaranPembangunan dan Belanja Negara (APBN) adalah system lelang dan system swakelola. Masing-masing system mempunyai kelebihan dan kekurangan, kedua system tersebut telah dilakukan oleh Perpustakaan IPB dalam proses pengadaan buku dan jurnal. Pengalaman dalam menjalankan system pengadaan baik lelang maupun swakelola akan menjadi bahan evaluasi dalam memberikan masukan untuk kebijakan pengadaan yang akan datang.
PENGARUH INFORMASI TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU PENGGUNA DAN PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Aloysius Prastowo HP. Wipa: Wahana Informasi Perpustakaan UAJY, Vol. 13, 2011: 32-35 Abstrak: -
PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Lilik Ernawati Firdaus; M. Bashori Muchsin; Slamet Muchsin JiMild: Jurnal Ilmiah Magister Ilmu Administrasi, Vol. 2, No. 2, 2013: 120-129 Abstrak: -
PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI NEGERI DAN KEDINASAN DI JAKARTA.
Basuki, Sulistyo Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 2, No. 1, 1998: 1-7 Abstrak: Makalah ini bertujuan untuk mengenal teknologi informasi dan seberapa jauh TI digunakan pada empat perguruan tinggi negeri dan kedinasan di Jakarta.Dari cakupan teknologi yang digunakan tercakup automasi yang belum menyeluruh E-mail, CD ROM, Fax, dan PC.Perpustakaan akademi menggunakan TI sebagai alat bantu memberikan jasa kepada pemakai perpustakaan. Perangkat lunak Micro CDS/ISIS merupakan perangkat lunak yang paling banyak digunakan. Penelusuran terpasang (Online searching) tidak ada yang menggunakan karena alas an biaya. Kini ada kecenderungan untuk menggunakan CD-ROM. Ketersediaan internet merupakan langkah yang cepat dan mudah untuk transfer dan pertukaran informasi.
DAFTAR ISI PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI PENDEKATAN MANAJEMEN MUTU TOTAL
AriefWitjaksono Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga, Vol. 4, No. 1, 2009: 20-27 Abstrak: Tujuan akhir dari adanya layanan perpustakaan di perguruan tinggi adalah agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh segenap sivitas akademik di perguruan tinggi tersebut, mulai dari mahasiswa tahun pertama, tenaga pengajar sampai dengan masyarakat di lingkungan perguruan tinggi itu berada.Oleh karena itu sangatlah penting bagi perpustakaanuntuklebihmengoptimalkan kinerja dalam memenuhi kebutuhan pemakainya. Pustakawan atau staf perpustakaan tidak bias lagi berpangku tangan hanya menunggu pemakai dating dan atau memanfaatkan koleksi, layanan, dan fasilitas yang ada di perpustakaan dengan sendirinya. Perpustakaan harus mengupayakan bagaimana caranya agar mereka merasa memiliki perpustakaan, membutuhkan perpustakaan dan merasakan manfaat yang besar dengan adanya perpustakaan.
PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI BAGI MAHASISWA DALAM MENUNJANG BELAJAR MENGAJAR DAN MEMPERKAYA IPTEK.
Razak, Supardi Abdul Dinamik: Media Informasi Manajemen Informatika Dan Komputer, Vol. 4, No. 1,1997: 58-65 Abstrak: Untuk mendorong mahasiswa agar mau menggunakan sumber informasi lewat perpustakaan, perlu kerjasama antara dosen dan perpustakaan. Kerjasama ini akanlebih baik apabila didukung oleh pimpinan.
PERAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DALAM AKREDITASI JURUSAN/ PROGRAM STUDI
Endang Fatmawati Unilib: Jurnal Perpustakaan, Vol. 2, No. 1, 2009: 54-63 Abstrak: -
PERAN PUSTAKAWAN DAN PEMBERDAYAAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI DI ERA BHMN
Siti Dwijati Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga, Vol. 4, No. 1, 2009: 2-6 Abstrak: Tidak dapat di pungkiri lagi bahwa perpustakaan adalah merupakan salah satu sarana penunjang yang sudah selayaknya diperhatikan keberadaannya dan dikelola secara profesional, karena fungsi perpustakaan sangatlah penting ibarat jantung di dalam tubuh manusia sebagai denyut nadi kehidupan. Apalagi setelah adanya penetapan PP nomor 61 tahun 1999 tentang penetapan perguruan tinggi negeri sebagai badan hokum milik negara (BHMN), perguruan tinggi mempunyai kesempatan dan bertanggung jawab dalam mengelola institusinya secara mandiri. Untuk itu perlu adanya kerjasama serta support semua sivitas akademika/lembaga yang ada, guna mencapai visi dan misi. Serta tujuan perguruan tinggi BHMN. Seperti halnya dengan keberadaan perpustakaan.pustakawan yang ada harus mampu memfasilitasi semua kebutuhan informasi terutama dalam proses pembelajaran.
DAFTAR ISI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI, PUSTAKAWAN DAN MINAT BACA
NovitaVitriana Jurnal Kepustakawanan Dan Masyarakat Membaca, Vol. 25, No. 1, 2009: 49-60 Abstrak: Perpustakaan merupakan sarana yang penting dan sangat dibutuhkan dalam mencapai tujuan perguruan tinggi sehingga perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari suatu perguruan tinggi dan di dalam melaksanakan kegiatannya harus mampu menunjang terlaksananya fungsi-fungsi perguruantinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian ilmiah danpengabdian pada masyarakat yang dikenal dengan TRI DHARMA perguruan tinggi. Keberlangsungan perpustakaan tersebut tak lepas dari peran pustakawan sebagai motor penggerak perpustakaan tersebut, di mana dalam dunia pendidikan seorang pustakawan mempunyai perangan daya itu sebagai penyaji informasi danjuga sekaligus sebagaipendidik. Minat baca juga menjadi hal penting untuk keberlangsungan perpustakaan.Tetapi, penurunan minat baca dalam masyarakat bukan merupakan kesalahan perpustakaan dan juga pustakawannya, tetapi ketiganya mempunyai saling keterkaitan sehingga harus saling mendukung satu sama lain.
STRATEGI PENINGKATAN MUTU PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Safrudin, Aziz Visi Pustaka, Vol. 12, No. 2, 2010: 21-30 Abstrak: -
UNIT PELAKSANA TEKNIS PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI.
Santoso, Wartini Buletin FKP2T, Vol. 2, No. 1, 1996: 13-15
Abstrak: Penulis menguraikan tentang pelaksanaan teknis perpustakaan perguruan tinggi, dan persamaannya dengan Perpustakaan Nasional RI meskipun instansinya lain jenis.
UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING PADA PELAYANAN JASA INFORMASI DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
Rr.sitidwijati Buletin Perpustakaan Universitas Airlangga, Vol. 1, No. 2, 2011: 66-70 Abstrak: -
ANALISIS DIREKTORI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI KRISTEN DI INDONESIA TAHUN 2012 Rochani Nani Rahayu Pustakawan Madya PDII-LIPI Korespondensi:
[email protected]
ABSTRACT This study aims to determine: 1) the number of Indonesian Christian University Library based on provinces; 2) the number of collections based on titles and copies; 3) the number of digital collections; 4) the amount of budget provided; 5) the number of librarians in the library unit. The study used descriptive method. Data were obtained from Christian Library University Directory in Indonesia published by Petra Christian University in 2012 with ISBN 978-602-1814307. There are 59 libraries listed. Analyzing data used Microsoft Excel 2007 and the result presented in the form of tables and figures. The study result are as follows: 1) East Java was the first rank province with 12 libraries (20,33%), DKI was in the second rank and had 10 libraries ( 16,95%). The third rank was West and Central Java with 7 libraries (11,86%); 2) The first rank for library size was West Java with 6.765 m2 (24, 74%), Banten province was in the second place with 5.000 m2 (18,28%), and the third was East Java with 4.801 m2 (17, 56 %). 3) It is found that East Java is the most have number of collections with a total of 153.600 titles and secondly was DKI with a total of 91.312 titles and thirdly was Banten Province (71.529 titles or 2,47%). East Java was the first rank in the digital collection i.e.114.346 titles (67,52%), DKI in the second position with a total of 14.724 titles (14,59%) and in the third place was Central Java (15.292 titles or 9,02%); 4) Central Java had a total of 85 librarians (15,52%) in the first rank, the second rank was DKI with a total of 69 librarians (20,72%) and the third position was 53 librarians (15,91%); 5) DKI provided Rp. 848.251.247 (32,95%) in the first rank, while in the second rank was Banten province i.e. Rp. 600.000.000 (23,30%) and in the third rank was Eat Java (Rp. 461.408.050 or 17,92%). The conclusions were: 1) Each province in Indonesia has Christian University Library; 2) Each library has librarian, except in West Kalimantan Province; 3) West Kalimantan, South Kalimantan, East Kalimantan, Maluku, East Nusa Tenggara, Central Sulawesi and North Sulawesi do not have digital collection and they do not have some budget for purchasing collections in 2012.
ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) jumlah perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia berdasarkan wilayah provinsi; 2) jumlah koleksi tercetak dalam satuan judul dan eksemplar; 3) jumlah koleksi digital; 4) jumlah anggaran yang disediakan; dan 5) sumber daya manusia pengelola unit perpustakaan. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Sumber data penelitian adalah Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia yang diterbitkan oleh Perpustakaan Universitas Kristen Petra di tahun 2012, dengan ISBN 978-602-18143-07, yang terdiri atas 59 Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
61
perpustakaan. Dari sumber data dicermati tentang jumlah Perguruan Tinggi Kristen berdasarkan provinsi, dilanjutkan dengan pengumpulan data tentang jumlah koleksi (tercetak atau digital), anggaran, dan sumber daya manusia. Berdasarkan hasil dan pembahasan disimpulkan bahwa: 1) urutan tiga besar provinsi yang memiliki perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen yaitu: Jawa Timur di posisi teratas dengan 12 perpustakaan (20,33%), kemudian diikuti DKI Jakarta 10 perpustakaan (16,95%), Jawa Barat 7 perpustakaan (11,86%), sama dengan di Jawa Tengah; 2) urutan 3 besar luas ruangan perpustakaan, urutan ke-1 adalah Jawa Barat, yaitu 6.765 m2 (24, 74%), urutan ke-2 adalah Banten (5.000 m2), dan urutan ke-3 adalah Jawa Timur dengan luas 4.801 m2 (17, 56 %); 3) terdapat 3 besar urutan koleksi tercetak berdasarkan judul yaitu: urutan ke-1 adalah Jawa Timur dengan koleksi 153.600 judul (26,77%), kemudian di urutan ke-2 adalah DKI Jakarta dengan koleksi 91.312 judul (15,92%) dan urutan ke-3 adalah Banten dengan koleksi sebanyak 71.529 judul (12,47%); 4) diketahui 3 besar provinsi yang menyediakan koleksi dalam bentuk eksemplar terbanyak, yaitu: urutan ke-1 adalah Sumatra Utara dengan koleksi sebanyak 440.679 eks (24,08%). Urutan ke-2 adalah Jawa Barat 265.286 eks (14,49 %) dan Sulawesi Selatan 253.743 eks (13,86 %), di tempat ke-3; 5) terdapat 3 besar urutan koleksi digital, yaitu di urutan ke-1 adalah Jawa Timur, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, masing-masing sebanyak 114.367 judul (67,52%), 24.724 judul (14,59 %), 15.292 judul (9,02 %), dan 10.952 judul (6,46 %); 6) diketahui bahwa urutan ke-1 pengelola perpustakaan adalah Jawa Tengah dengan 85 orang (25,52%), urutan ke-2 adalah DKI Jakarta, yaitu 69 orang (20,72%), dan urutan ke-3 adalah Jawa Timur, yaitu sebanyak 53 orang (15,91%). 7) Propinsi Kalimantan Barat tercatat tidak memiliki SDM pustakawan untuk mengelola perpustakaannya; 8) Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara tidak mempunyai koleksi digital dan anggaran pembelian bahan pustaka di tahun 2012.
Keywords: Libraries; Librarians; Funds; Library collections; Christian universities
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman di bidang pendidikan yang terdapat di berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, banyak bermunculan, termasuk Perguruan Tinggi Kristen Indonesia. Berbicara tentang perguruan tinggi, tentunya tidak terlepas dari keberadaan perpustakaan sebagai motor suatu perguruan tinggi. Menurut Direktori Perpustakaan perguruan Tinggi Kristen di Indonesia dapat diketahui bahwa sampai tahun 2012 terdapat sebanyak 59 Perguruan Tinggi Kristen yang terdiri atas 18 universitas dan 41 Sekolah Teologia Kristen 62
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk itu, perlu diketahui tentang peran suatu perpustakaan perguruan tinggi Kristen dalam memberikan layanan kepada para pengguna/pemustaka, terutama para mahasiswa yang menuntut ilmu di sekolah-sekolah tersebut. Namun, sebelum dibahas mengenai peran perpustakaan perlu diketahui bahwa sumber daya yang dimiliki oleh suatu unit perpustakaan perguruan tinggi. Penelitian ini ingin mengetahui sumber daya perpustakaan, yang meliputi: a) sumber daya koleksi, baik tercetak maupun digital; b) sumber daya keuangan, berupa anggaran terutama untuk pembelian bahan pustaka; dan c) sumber daya manusia atau pengelola unit perpustakaan. Mengingat sampai saat ini belum ada kajian terhadap sumber daya unit perpustakaan yang ada di Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran tentang seberapa besar peran perpustakaan perguruan tinggi Kristen dalam memberikan layanan kepada pengguna. 1.2 Tujuan penelitian
1) 2)
3) 4)
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: mengetahui jumlah dan luas area perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia berdasarkan wilayah provinsi di Indonesia; mengetahui jumlah koleksi tercetak dalam satuan judul dan eksemplar dari Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia berdasarkan wilayah provinsi; mengetahui jumlah anggaran yang disediakan oleh Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia berdasarkan wilayah provinsi di Indonesia; mengetahui jumlah sumber daya manusia pengelola unit Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia berdasarkan wilayah provinsi di Indonesia.
2. LANDASAN TEORI 2.1 Profil Perguruan Tinggi Kristen Berdasarkan Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indo-
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
63
nesia, maka dijumpai dua jenis perguruan tinggi yaitu Perguruan Tinggi Kristen dan Sekolah Tinggi Teologi. Pada landasan teori ini dicontohkan beberapa profil Perguruan Tinggi Kristen di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi yang bersumber dari Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia tahun 2012. 2.1.1 Profil Perguruan Tinggi Kristen di Jawa Salah satu contoh Universitas Kristen di Jawa adalah Universitas Ciputra (UC LIB). Universitas ini diresmikan pada tahun 2006 bersamaan dengan kuliah perdana yaitu 26 Agustus 20116. Adapun visi yang diemban adalah “menjadi sebuah universitas yang mampu menghasilkan lulusan dengan kemampuan entrepreneurship berkelas dunia yang memiliki karakter unggul dan memberikan dampak positif yang besar bagi bangsa”. Misi dari perguran tinggi UC LIB adalah: a) membentuk lulusan yang mempunyai pola pikir entrepreneur; b) memberikan dukungan terbentuknya semangat entrepreneurship; c) membangun lulusan yang mempunyai keahlian-keahlian untuk menjadi profesional dan entrepreneur di bidangnya; d) mengelola penelitian-penelitian yang mampu meningkatkan kompetensi akademik dan entrepreneurship; serta e) mendorong terbangunnya rasa tanggung jawab sosial di kalangan universitas. Universitas tersebut beralamatkan di UC Town, Citraland Surabaya, Kode Pos 60129, dengan alamat website http:// www.ciputra.ac.id, dan mempunyai mahasiswa sebanyak 2.017 orang. 2.1.2 Profil Perguruan Tinggi Kristen di Sumatra Salah satu contoh Universitas Kristen di Pulau Sumatera, yaitu Universitas Methodist Indonesia. Universitas Methodist berdiri sejak tahun 1965, beralamatkan di Jalan Hang Tuah No: 8 Medan, Kode Pos 20152, sedangkan alamat website belum tersedia. Jumlah mahasiswa yang kuliah di universitas ini sebanyak 5.000 orang. Visi Universitas Methodist Indonesia yaitu Universitas Methodist Indonesia adalah lembaga pendidikan tinggi yang berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendidik para mahasiswa menjadi manusia-manusia yang cemerlang, berkemampuan ilmu pengetahuan serta trampil, sehingga dapat 64
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
mengikuti perkembangan zaman dan mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat dan bangsa Indonesia. Sedangkan, misinya adalah Universitas Methodist Indonesia menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat bagi mahasiswa melalui proses belajarmengajar yang berkelingkungan akademik sehingga menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi universitas yang dapat mengikuti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bertaqwa kepada Tuhan. 2.1.3 Profil Perguruan Tinggi Kristen di Sulawesi Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja (STAKN) adalah contoh dari perguruan tinggi yang mengkhususkan di bidang agama Kristen, beralamat di jalan Poros Makale, Makassar Km 11,5, Kabupaten Tana Toraja, Kode Pos 91871. STAKAN mempunyai website yang beralamatkan di www.stakntoraja.ac.id, STAKAN merupakan sekolah tinggi yang berada di bawah naungan Departemen Agama cq. Dirjen Bimas Kristen Departemen Agama berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 27 tahun 2004 tanggal 12 April 2004 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Agama Kristen. Visi dari perpustakaan STAKN adalah menjadi perpustakaan perguruan tinggi terkemuka yang selalu mengutamakan pelayanan dan akses informasi dan pendidikan. Misi yang diemban adalah: a) melakukan kegiatan perpustakaan yang terbaik, mengutamakan pelayanan kepada mahasiswa dan masyarakat pengguna; b) memberikan pelayanan kepada pemustaka layanan koleksi/referensi; serta c) memberikan layanan informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka dan memberikan manfaat akademik dan ilmiah yang optimal kepada pemustaka dan peneliti.
2.2 Direktori Definisi direktori yang dimaksud dalam ilmu informasi dan perpustakaan diartikan sebagai: 1) suatu buku yang berisikan suatu nama, alamat, dan data lainnya, misalnya nomor-nomor telepon, kelompok nama orang yang sangat khusus, atau bisa juga kumpulan nama-nama perusahaan (www. Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
65
thefreedictionary.com); 2) suatu buku yang mengandung indeks alfabetis dan alamat dari perseorangan yang berada di dalam suatu kota, distrik, organisasi, atau bisa juga perorangan yang dikategorikan secara khusus (www.dictionary.reference.com). Berikut ini contoh direktori koleksi Perpustakaan Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI. 2.2.1 Directory of Special Libraries and Information Sources in Indonesia 2005 12 th Edition Direktori tersebut diterbitkan oleh Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI pada tahun 2005, dengan editor Cut Armansyah, Mulni Adelina Bachtar, dan Kamariah Tambunan. Dalam direktori tersebut telah dimuat sebanyak 977 perpustakaan khusus yang mencakup Ambon, Amlapura, Amutai, Bagan Batu, Balningpa, Balikpapan, Banda Aceh, Bandar Lampung, Bandung, Bangkalan, Banjarbaru, Banjarmasin, Banjarnegara, Banyuwangi, Baturaja, Batusangkar, Bau Bau, Bekasi, Bengkulu, Bima, Biereun, Blitar, Bogor, Bojonegoro, Bukittinggi, Cepu, Ciamis, Cianjur, Cilacap, Cimahi, Cirebon, Demak, Denpasar, Depok, Ende, Garut, Gombong, Gresik, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jambi, Jayapura, Jember, Jepara, Jombang, Karawang, Kebumen, Kediri, Klaten, Kotabaru, Kudus, Kuningan, Kupang, Kutoarjo, Lhokseumawe, Lubuklinggau, Luwuk, Madiun, Majalengka, Malake, Makassar, Malang, Manado, Manokwari, Maros, Mataram, Medan, Metro, Mojokerto, Nganjuk, Padang, Pagaralam, Palangkaraya, Palembang, Palopo, Palu, Pamekasan, Pandeglang, Pangkalpinang, Pare-pare, Pasuruan, Pekalongan, Pekanbaru, Pematangsiantar, Ponorogo, Pontianak, Poso, Praya, Probolinggo, Purwokerto, Purworejo, Rembang, Rengat, Salatiga, Samarinda, Sampit, Sekayu, Selong, Semarang, Serang, Sidoarjo, Sigli, Singaraja,Sintang, Situbondo, Solok, Subang, Sukabumi, Sumedang, Sungai Penuh, Sungailiat, Sungguminasa, Surabaya, Surakarta, Tabanan, Takengon, Tangerang, Tanjung Pinang, Tanjung Tabalong, Tarakan, Tarutung, Tasikmalaya, Tenggarong, Ternate, Tobelo, Tondano, Tuban, Tulungagung, Ungaran, Waikabubak, Wamena, Watampone, Wonosobo, dan Yogyakarta. Direktori tersebut terdiri atas 449 halaman tersebut, di samping disertai dengan 66
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
daftar isi berdasarkan kota, indeks subyek, dan indeks institusi. 2.2.2 Indonesian National Government Guide 2000 1st ed Direktori Indonesian National Government Guide 2000 1st ed terbitkan oleh PT. Citra Buana Masindo yang beralamat di Jalan Cikajang Nomor 56 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Secara ringkas, direktori tersebut berfokus kepada daftar nama orang-orang yang menduduki jabatan di Lembaga Tinggi Negara, seperti Lembaga MPR, DPR, Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung, Kabinet Persatuan Pembangunan 1999–2004, nama-nama Menteri Koordinator, nama-nama menteri beserta departemen yang dipimpinnya, nama-nama Lembaga Pemerintah Non-Departemen, nama-nama Lembaga Tinggi Negara Setingkat Menteri. Di dalam direktori tersebut juga dicantumkan namanama partai politik yang telah terdaftar. Direktori tersebut mempunyai 467 halaman, yang dilengkapi dengan indeks nama secara alfabetis. 2.2.3 Direktori Pejabat Fungsional Pustakawan Indonesia Direktori Pejabat Fungsional Pustakawan Indonesia diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2010. Adapun isi yang dicakup di dalamnya adalah data pustakawan sampai Bulan September 2010. Dari direktori tersebut dapat diketahui bahwa Pustakawan Terampil sebanyak 1.693 orang, terdiri atas Pustakawan Pelaksana sebanyak 345 orang, Pustakawan Pelaksana Lanjutan sebanyak 615 orang, Pustakawan Penyelia sebanyak 733 orang. Pustakawan Ahli diketahui sebanyak 1.309 orang, terdiri atas 358 orang Pustakawan Pertama, 547 orang Pustakawan Muda, 390 orang Pustakawan Madya, dan 14 orang Pustakawan Utama. Direktori tersebut disusun berdasarkan nama provinsi yang disusun secara alfabetis oleh nama pejabat fungsional pustakawan. Data pustakawan dimuat merupakan biodata mencakup nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, pendidikan, pangkat golongan, alamat dan jabatan yang sedang diemban.
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
67
3. METODOLOGI Penelitian yang berjudul “Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia”, dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang menampilkan hasil apa adanya. Hal ini dapat terjadi, mengingat tidak ada perlakuan sama sekali terhadap sumber data yang ada. Sumber data penelitian adalah Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia. Buku tersebut diterbitkan oleh Perpustakaan Universitas Kristen Petra di tahun 2012, mempunyai nomor International Standard Books Number (ISBN) 978-602-18143-07. Penyusun buku ini terdiri atas 6 orang yaitu Aditya Nugraha, Dian Wulandari, Hilda Putong, Andy Febrico Bintoro, Esterina M. Jonathan, dan Elfian Sumendap. Sebagai gambaran, direktori tersebut tidak hanya berisikan direktori dari Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia, tetapi juga memuat sejarah singkat (Bab 1), kemudian dijelaskan tentang organisasi/asosiasi/forum perpustakaan di Indonesia (Bab 2). Pada Bab 3 dimuat tentang berbagai Pendidikan Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Pada Bab 4 dijelaskan tentang perangkat lunak (software perpustakaan ). Pada Bab 6 dituangkan berbagai peraturan perundangan terkait dengan perpustakaan di Indonesia. Kemudian, pada Bab 7 dijelaskan tentang profil Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen dan Sekolah Tinggi Teologi/Seminari. Pada Bab 7, data mengenai perpustakaan diuraikan, yang di dalamnya memuat data 59 Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia dan dilengkapi dengan indeks perpustakaan. Peneliti mencermati data tentang jumlah Perguruan Tinggi Kristen yang dibagi berdasarkan provinsi, dilanjutkan dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan jumlah koleksi, baik tercetak maupun digital. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data tentang anggaran dan data sumber daya manusia atau pengelola perpustakaan (pustakawan). Data tersebut kemudian diolah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Berdasarkan tabel dan gambar, hasil kajian dapat diketahui. Dengan mencermati hasil kajian tersebut, dilakukan penarikan kesimpulan.
68
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perpustakaan PT Kristen menurut provinsi di Indonesia Pada tahun 2012 di Indonesia terdapat sebanyak 33 provinsi, yaitu Daerah Istimewa Nangroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Gorontalo, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Jambi, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1. Perpustakaan PT Kristen Menurut Provinsi di Indonesia No
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah
Jumlah
Persentase (%)
2 1 10 7 7 12 1 1 1 2 1 5 1 1 6 1
3,39 1,69 16,95 11,86 11,86 20,33 1,69 1,69 1,69 3,39 1,69 8,47 1,69 1,69 10,17 1,69
59
100
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
69
Gambar 1. Perpustakaan PT Kristen menurut provinsi di Indonesia Berdasarkan Tabel 1 dan Gambar 1 di atas, diketahui bahwa terdapat 16 provinsi di seluruh Indonesia yang memiliki perpustakaan, yaitu Banten 2 instansi, DKI Jakarta 10 instansi, Jawa Barat 7 instansi, Jawa Tengah 7 instansi, dan Jawa Timur 12 instansi. Berikutnya adalah Kalimantan Barat 1 instansi, Kalimantan Selatan 1 instansi, Kalimantan Timur 1 instansi, Maluku 2 instansi, Nusa Tenggara Timur 1 instansi, Sulawesi Selatan 5 instansi, Sulawesi Tengah 1 instansi, Sulawesi Utara 1 instansi, Sumatera Utara 6 instansi, dan Daerah Istimewa Yogyakarta 1 instansi. Adapun urutan 5 besar provinsi yang memiliki perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen, yaitu: Jawa Timur 12 instansi (20,33%), DKI Jakarta 10 instansi ( 16,95%), Jawa Barat 7 instansi (11,86%), sama dengan posisi Jawa Tengah, dan Sumatera Utara 6 instansi (10,17%), dan Sulawesi Selatan 5 instansi (8,47%). 4.2 Luas Area Perpustakaan PT Kristen di Provinsi di Indonesia Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa di seluruh Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia disediakan sebanyak 27.345,5 m2 area yang dimanfaatkan oleh sebanyak 59 perpustakaan. Rata-rata perpustakaan memiliki luas sebesar 463,48 m2 yang tersebar di 16 provinsi di Indonesia. Provinsi Banten menyediakan ruangan sebesar 5000 m2, Bali menyediakan 600 m2, DKI Jakarta sebesar 3.834,3 m2, Jawa Barat seluas 6.765 m2, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Maluku belum menyediakan ruangan khusus 70
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
untuk perpustakaan. Tabel 2. Luas Perpustakaan di PT Kristen di Indonesia No
Provinsi
Jumlah Luas (m2) Persentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta
2 1 10 7 7 12 1 1 1 2 1 5 1 1 6 1
5.000 600 3.834,3 6.765 3.712 4.801 0 0 0 0 84 0 0 0 1.385 1.164
18,28 2,19 14,02 24,74 13,57 17,56 0 0 0 0 0,31 0 0 0 5,065 4,26
Jumlah
59
27. 345,5
100
Gambar 2. Luas Perpustakaan di PT Kristen di Indonesia
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
71
Dari Tabel 2 dan Gambar 2 di atas, diketahui bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki luas perpustakaan PT Kristen sebesar 84 m2. Sementara itu, Provinsi Sulawesi Selatan, Tengah, dan Utara belum menyediakan ruangan khusus untuk perpustakaan. Berdasarkan urutan lima besar persentase luas ruangan perpustakaan, diketahui bahwa urutan pertama adalah Jawa Barat, yaitu 6.765 m2 (24,74%), kemudian Banten 5.000 m2 (18,28%), Jawa Timur 4.801 m2 (17, 56 %), DKI Jakarta yaitu 3.834,5 m2 (14,02%), dan Jawa Tengah yaitu 3.712 m2 (13,57%). Apabila ditinjau dari setiap provinsi, maka Banten memiliki 2 Perguruan Tinggi Kristen merupakan provinsi yang menyediakan tempat/ruangan ratarata tertinggi bagi perpustakaan, yaitu sebesar 2.500 m2. Kemudian, Jawa Barat memiliki 7 Perguruan Tinggi Kristen di urutan kedua dengan luas rata-rata sebesar 965,143 m2, serta Jawa Tengah memiliki 7 perpustakaan berada di urutan kedua dengan rata-rata luas perpustakaan sebesar 530,28 m2. 4.3 Koleksi perpustakaan PT Kristen di Indonesia Berdasarkan data Perpustakaan Kristen di Indonesia yang tersebar di16 provinsi, diketahui bahwa koleksi Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen dengan jumlah terbanyak, yaitu Banten sebanyak 71.529 judul. Adapun Bali memiliki 4.888 judul, DKIJakarta 91.312 judul, Jawa Barat 56.286 judul, Jawa Tengah 63.791 judul, Jawa Timur 153.600 judul, sedangkan Kalimantan Barat, Selatan, dan Timur tidak memiliki data koleksi.
72
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Tabel 3. Jumlah Koleksi Tercetak di Perpustakaan PT Kristen di Indonesia No
Provinsi
Judul
Persentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta
71529 4888 91312 1 56286 63791 153600 0 0 0 0 1225 45323 0 2650 41799 41226
12,47 0,85 5,92 9,81 11,12 26,77 0 0 0 0 2,12 7,90 0 0,46 7,29 7,18
Jumlah
573629
100
Gambar 3. Jumlah koleksi Perpustakaan PT Kristen bentuk tercetak di Indonesia
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
73
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 3 di atas, diketahui bahwa Nusa Tenggara Timur memiliki koleksi sebanyak 1.225 judul, Sulawesi Selatan mempunyai 45.323 judul, Sulawesi Utara memiliki 2.650 judul, Sumatera Utara memiliki 41.799 judul, dan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 41.226 judul, sedangkan Sulawesi Tengah tidak memilki data. Apabila dilihat dari judul koleksi tercetak, diketahui bahwa di urutan pertama dimiliki oleh Jawa Timur dengan jumlah 153.600 judul (26,77%), kemudian diikuti DKI Jakarta dengan jumlah koleksi 91.312 judul (15,92%), Banten dengan jumlah koleksi 71.529 judul (12,47%), Jawa Tengah dengan jumlah koleksi 63791 judul (11,12%), dan Sulawesi Tengah dengan jumlah koleksi 45.323 judul ( 7,90%). Apabila dilihat dari satua eksemplar, semua provinsi menyertakan data koleksi perpustakaan dalam bentuk tercetak. Provinsi Banten memiliki koleksi sebanyak 74.433 eksemplar, Bali memiliki sebanyak 9.400 eksemplar, dan DKI Jakarta memiliki 224.447 eksemplar. Data jumlah eksemplar dapat diketahui pada Tabel 4.
74
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Tabel 4. Koleksi Perpustakaan PT Kristen Bentuk Cetak Eksemplar di Indonesia No
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah
Eksemplar
Persentase (%)
74433 9400 224447 265286 146874 234764 14743 28877 2655 980 2670 253743 38663 39000 440679 52840
4,06 0,51 12,26 14,49 8,02 12,83 0,80 1,58 0,14 0,05 0,14 13,86 2,11 2,13 24,08 2,88
1.830.054
100
Berikutnya adalah Jawa Barat dengan koleksi sebanyak 265.286 eksemplar, Jawa Tengah memiliki koleksi 146.874 eksemplar, Jawa Timur memiliki koleksi 234.764 eks, Kalimantan Barat memiliki koleksi 14.743 eksemplar, Kalimantan Selatan memiliki koleksi 28877 eksemplar, Kalimantan Timur memiliki koleksi 2.655 eksemplar, Provinsi Maluku memiliki koleksi 980 eksemplar, Nusa Tenggara Timur memiliki koleksi 2.670 eksemplar, Sulawesi Selatan memiliki koleksi 253.743 eksemplar, Sulawesi Tengah memiliki koleksi 38.663 eksemplar, Sulawesi Utara memiliki koleksi 39.000 eksemplar, Sumatera Utara memiliki koleksi 440.679 eksemplar, dan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki koleksi 52.840 eksemplar. Untuk lebih jelasnya lihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
75
Gambar 4. Koleksi tercetak dalam satuan eksemplar Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat juga diketahui bahwa lima besar provinsi yang menyediakan koleksi dalam bentuk eksemplar terbanyak, yaitu: Sumatera Utara dengan jumlah koleksi 440.679 (24,08%), kemudian diikuti Jawa Barat dengan jumlah koleksi 265.286 (14,49 %), Sulawesi Selatan dengan jumlah koleksi 253.743 (13,86 %), Jawa Timur dengan jumlah koleksi 234.764 (12,83%), dan DKI Jakarta dengan jumlah koleksi 224.447 (12,26%). Berikutnya membahas koleksi koleksi digital. Terdapat sebanyak 169.383 judul koleksi digital yang dikelola oleh Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia yang tersebar di 16 provinsi. Lebih jelasnya, lihat Tabel 5.
76
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Tabel 5. Koleksi Digital Perpustakaan PT Kristen di Indonesia No
Provinsi
Judul
Persentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta
2.870 433 24.724 10.952 15.292 114.367 0 0 0 0 0 250 0 0 495 0
1,69 0,25 14,59 6,46 9,02 67,52 0 0 0 0 0 0,15 0 0 0,29 0
Jumlah
169383
100
Berdasarkan Tabel 5 di atas, diketahui bahwa Banten menyediakan koleksi digital sebanyak 2.870 judul, Bali sebanyak 433 judul, DKI Jakarta sebanyak 24.724 judul, Jawa Barat sebanyak 10.952 judul, Jawa Tengah sebanyak 15.292 judul, Jawa Timur 114.367 judul. Selanjutnya, sebanyak 250 judul dimiliki oleh Provinsi Sulawesi Selatan dan Sumatra Utara sebanyak 495 judul koleksi digital. Sedangkan Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Daerah Istimewa Yogyakarta sampai saat ini belum memiliki koleksi digital.
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
77
Gambar 5. Koleksi digital perpustakaan PT Kristen di Indonesia Berdasarkan gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 4 besar urutan koleksi digital yaitu Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, masing-masing berturut–turut 114.367 (67,52%), 24.724 (14,59%), 15.292 (9,02%), dan 10.952 (6,46 %). 4.4 Anggaran pembelian koleksi perpustakaan PT Kristen di Indonesia Dilihat dari jumlah anggaran pembelian buku, diketahui bahwa secara keseluruhan dari 16 provinsi tersedia anggaran sebanyak Rp2.574.357.385,(dua milyar lima ratus tujuh puluh empat juta tiga ratus lima puluh tujuh ribu tiga ratus delapan puluh lima rupiah). Adapun besaran jumlah anggaran dari setiap provinsi, yaitu: Provinsi Banten Rp600.000.000,- (enam ratus juta rupiah), Bali Rp100.000.000,-(seratus juta rupiah), DKI Jakarta Rp848.251.247,- (delapan ratus empat puluh delapan juta dua ratus lima puluh satu ribu dua ratus empat puluh tujuh rupiah), Jawa Barat Rp3.130.000,-(tiga juta seratus tiga puluh ribu rupiah), Jawa Tengah Rp118.000.000,-(seratus delapan belas juta rupiah), Jawa Timur Rp461.408.050,-(empat ratus enam puluh satu juta empat ratus delapan puluh ribu lima puluh rupiah). Adapun Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara pada tahun 2012 tidak menganggarkan pembelian koleksi perpustakaan.
78
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Tabel 6. Anggaran Pembelian Koleksi Perpustakaan PT Kristen di Indonesia No
Provinsi
Anggaran (rupiah) Persentase (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah
600.000.000 100.000.000 848.251.247 3.130.000 118.000.000 461.408.050 0 0 0 0 6.756.650 305.500.000 0 0 31.311.438 100.000.000
23,30 3,88 32,95 0,12 4,58 17,92 0 0 0 0 0,26 11,86 0 0 1,22 3,88
2.574.357.385
100
Berikutnya Provinsi Nusa Tenggara Timur menyediakan sejumlah Rp6.756.650,-(enam juta tujuh ratus lima puluh enam ribu enam ratus lima puluh rupiah), Sulawesi Selatan menganggarkan sebanyak Rp305.500.000,-(tiga ratus lima juta lima ratus ribu rupiah), Sumatera Utara menganggarkan dana sebanyak Rp31.311.438,- dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebesar Rp100.000.000,(seratus juta rupiah). Lebih jelasnya lihat Tabel 6 dan Gambar 6.
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
79
Gambar 6. Anggaran pembelian koleksi perpustakaan PT Kristen di Indonesia Apabila dicermati, diketahui bahwa terdapat 6 besar penyedia anggaran berturut-turut, yaitu DKI Jakarta Rp848.251.247,- (32,95%) berada di posisi pertama, kemudian diikuti Banten dengan jumlah anggaran sebesar Rp600.000.000,- (23,30%), Jawa Timur dengan anggaran sebesar Rp461.408.050,-(17,92%), Sulawesi Selatan dengan anggaran sebesar Rp 305.500.000,-(11,86%), dan Jawa Tengah dengan jumlah sebesar Rp118.000.000,- (4,58%). 4.5 Sumber Daya Manusia perpustakaan PT Kristen di Indonesia Sumber daya manusia atau pengelola perpustakaan sangat diperlukan oleh entitas perpustakaan yang selama ini masih belum mendapatkan prioritas dari berbagai kalangan. Pada Tabel 7 dan Gambar 7 di bawah ini, diperoleh gambaran mengenai jumlah pengelola unit perpustakaan di Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia yang tersebar di 16 provinsi. Dimulai dari Provinsi Banten, perpustakaan PT Kristen dikelola oleh sebanyak 23 orang, kemudian Bali dikelola oleh 3 orang, sebanyak 69 orang diketahui mengelola perpustakaan PT Kristen di DKI Jakarta, Jawa Barat diketahui sebanyak 16 orang yang mengelola perpustakaan PT Kristen. Sejumlah 85 orang orang diketahui mengelola perpustakaan di Jawa Tengah. Adapun di Jawa Timur perpustakaan PT Kristen dikelola sebanyak 53 orang, Kalimantan Barat belum memiliki pustakawan, Kalimantan Selatan dikelola oleh 2 orang, Kalimantan Timur dikelola oleh 1 orang, dan Maluku memiliki sebanyak 7 orang pustakawan.
80
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Tabel 7. Sumber Daya Manusia Perpustakaan PT Kristen di Indonesia No
Provinsi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Banten Bali DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Maluku Nusa Tenggara Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Utara Sumatera Utara Daerah Istimewa Yogyakarta Jumlah
SDM (orang)
Persentase (%)
23 3 69 16 85 53 0 2 1 7 3 13 1 16 31 10
6,91 0,90 20,72 4,80 25,52 15,91 0 0,60 0,30 2,10 0,90 3,90 0,30 4,80 9,30 3,00
333
100
Gambar 7. SDM Perpustakaan PT Kristen di Indonesia
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
81
Sementara itu, jumlah pustakawan di Nusa Tenggara Timur berjumlah 3 orang, Sulawesi Selatan dikelola oleh 13 orang, Sulawesi Tengah 1 orang, Sulawesi Utara 16 orang, Sumatera Utara 31 orang, dan Daerah Istimewa Yogyakarta 10 orang pustakawan. Memperhatikan urutan lima besar berdasarkan Tabel 7 di atas, diketahui bahwa urutan kesatu yaitu Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 85 orang (25,52%). Kemudian, urutan kedua Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dikelola oleh 69 orang (20,72%), urutan ketiga Provinsi Jawa Timur dengan jumlah 53 orang (15,91%), urutan keempat adalah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 31 orang (9,30%), dan di tempat terakhir Banten dengan jumlah 23 orang (6,91%).
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1) urutan tiga besar provinsi yang memiliki Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen adalah: Jawa Timur di urutan teratas dengan 12 perpustakaan (20,33%), DKI Jakarta 10 perpustakaan (16,95%), Jawa Barat dan Jawa Tengah di urutan ketiga dengan masing-masing sejumlah 7 perpustakaan (11,86%); 2) urutan tiga besar luas ruangan perpustakaan, yaitu Jawa Barat diurutan pertama dengan luas ruangan sebesar 6.765 m2 (24,74%), urutan kedua Banten seluas 5.000 m2 (18,28%), urutan ketiga Jawa Timur seluas 4.801 m2 (17, 56 %); 3) terdapat tiga besar urutan koleksi tercetak berdasarkan judul yaitu: urutan kesatu Jawa Timur dengan jumlah koleksi 153.600 judul (26,77%), urutan kedua DKI Jakarta dengan jumlah koleksi 91.312 judul (15,92%), dan urutan ketiga Banten dengan jumlah koleksi 71.529 judul (12,47%); 4) terdapat tiga besar provinsi yang menyediakan koleksi dalam bentuk eksemplar terbanyak yaitu: urutan kesatu Sumatera Utara dengan jumlah koleksi 440.679 eks (24,08%), urutan kedua Jawa Barat dengan jumlah koleksi 265.286 eks (14,49%), dan urutan ketiga Sulawesi Selatan dengan jumlah koleksi 253.743 eks (13,86 %); 5) terdapat tiga besar urutan koleksi digital yaitu: di urutan kesatu Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, masing-masing sejumlah 24.724 judul (14,59%), 15.292 judul (9,02 %), dan 10.952 judul (6,46 %); 82
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
6) diketahui bahwa urutan kesatu jumlah SDM pengelola perpustakaan adalah Jawa Tengah 85 orang (25,52%). Urutan kedua, DKI Jakarta dikelola oleh 69 orang (20,72%), dan urutan ketiga Jawa Timur, sebanyak 53 orang (15,91%); 7) Provinsi Kalimantan Barat tercatat tidak memiliki SDM pustakawan untuk mengelola perpustakaannya. 8) Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara tidak mempunyai koleksi dalam bentuk digital, serta tidak mempunyai anggaran pembelian koleksi bahan pustaka di tahun 2012.
6. PENUTUP Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat diketahui tentang peran Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia dalam menyediakan sumber daya informasi. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan penelitian tentang peran Perpustakaan Perguruan Tinggi Islam, Perpustakaan Perguruan Tinggi Negeri, sehingga secara nasional dapat diketahui sumber daya informasinya secara menyeluruh di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Aditya Nugraha, M.S. dkk. 2012. Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi Kristen di Indonesia 2012. Surabaya: Perpustakaan Universitas Kristen Petra. Catur Wijiadi, Sadarta, dan Suhendar Agus Prabowo. 2010. Direktori Pejabat Fungsional Pustakawan Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Cut Armansyah, dkk (Editor). 2005. Directory of special libraries and information sources in Indonesia 2005, Jakarta: Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. http://www. dictionary.reference.com/browse/directory (Diakses, 09 Oktober 2012). http://www.thefreedictionary.com/directory (Diakses, 09 Oktober 2012). Indonesian National Government 1 st ed. , 2000, Citra Buana Masindo, Jakarta.
Analisis Direktori Perpustakaan Perguruan Tinggi ..... | Rochani Nani Rahayu
83
84
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
IDENTIFIKASI RISIKO PADA PROYEK RFID DI PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA Chris Winoto1, Lily Puspa Dewi2, Ibnu Gunawan3 1,2,3
Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jalan Siwalankerto 121-131 Surabaya 60236 Telp. (031)-2983455, Fax. (031)-8417658
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Universitas memiliki unit organisasi yakni Perpustakaan yang menyediakan layanan koleksi. Perpustakaan ini sedang merencanakan pengimplementasian sistem RFID terhadap koleksi-koleksinya. Setiap koleksi di perpustakaan memiliki nomor induk, dan fungsi dari nomor induk tersebut sebagai nomor khusus yang setiap koleksinya pasti memiliki nomor yang berbeda. Nomor induk akan digunakan dalam proses pencarian, dan sirkulasi. Cara pembacaan nomor induk ini bisa dengan barcode, maupun dengan RFID, dengan tujuan mempermudah proses pemberian layanan informasi pencarian koleksi, peminjaman, dan sebagai fungsi keamanan dari koleksi tersebut. Permasalahan sistem barcode saat ini adalah tidak adanya sistem keamanan, proses pencarian buku yang susah, dan proses sirkulasi check in dan check out yang lama. Hal ini dapat meningkatkan angka kerugian bagi perpustakaan baik sisi aset, maupun di sisi kepuasan pengguna perpustakaan. Untuk itu dibutuhkan suatu identifikasi risiko, yang bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor risiko apa saja yang mengganggu proses bisnis perpustakaan. Pada penelitian ini, dilakukan proses mengidentifikasi risiko terhadap sistem RFID yang akan diimplementasikan di perpustakaan berdasarkan dokumen standar NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems sebagai dasar poin-poin dalam mengidentifikasi risiko. Kata kunci: Analisis risiko, RFID, NIST, identifikasi, Metode Kualitatif
ABSTRACT University has the organizational unit that provides collection services. Library currently planning to implementation of the RFID system for the collections. Each collection in the library has a identification number, and the function of identification number is a unique number that every collection definitely has a different number. Identification numbers will be used in the search process, and circulation. Identification numbers can be read with a barcode, or RFID, in order to facilitate the process of providing information services search the collection, lending, and as a function of the security of the collection. The current barcode system problems is the lack of a security system, the process of finding a book is very difficult, and the circulation process check in and check out take a long time. This can increase the number of losses for both the asset library, or on the side of the library user satisfaction. That why requires a identification risk, which aims to identify the risk factors that
interfere with what the library's business processes. In this research, carried out the process of identifying risks to the RFID system to be implemented in the library based on the NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems as basis points in identifying risk. Keywords: Risk analysis, RFID, NIST, Identification, Qualitative Methods
1. PENDAHULUAN Menurut (NIST SP 800:30 rev 1) sebuah organisasi di sektor publik dan swasta bergantung pada teknologi informasi dan sistem informasi untuk keberhasilan mereka dalam melaksanakan bisnisnya. Sistem informasi dapat meliputi aspek sangat beragam, mulai dari jaringan sistem, sistem keuangan dan personil untuk sistem yang sangat khusus (misalnya, industri atau sistem kontrol proses, sistem keamanan, dan sistem kontrol lingkungan, dan lain lain). Biasanya sistem informasi memiliki ancaman atau risiko serius yang dapat memiliki efek buruk pada organisasi, aset organisasi, individu, dan organisasi lain. [1] Penilaian risiko (risk assessment) merupakan salah satu komponen dasar dari proses manajemen risiko organisasi. Penilaian risiko digunakan untuk mengidentifikasi, memperkirakan, dan memprioritaskan risiko pada operasi organisasi, aset organisasi, individu, dan organisasi lain, yang dihasilkan dari operasi dan penggunaan sistem informasi. Tujuan dari penilaian risiko adalah untuk menginformasikan para pembuat keputusan dan tanggapan risiko dukungan dengan mengidentifikasi: • Ancaman yang relevan dengan organisasi atau ancaman yang ditujukan melalui organisasi terhadap organisasi lain. • Kerentanan baik internal maupun eksternal organisasi. • Dampak risiko kepada organisasi yang mungkin terjadi mengingat potensi ancaman mengeksploitasi kerentanan. • Kemungkinan risiko yang akan terjadi. Dengan adanya idenfitikasi risiko ini diharapkan dapat menemukan risiko-risiko yang mungkin akan terjadi setelah proyek tersebut diimplementasikan, sehingga perusahaan dapat melindungi dan mengantisipasi kerugian yang mungkin akan berdampak negatife kepada perusahaan. Biasanya dalam pelaksanaannya, perusahaan mengelola risiko dengan menyeimbangkan antara strategi bisnis dengan pengelolahan risikonya, sehingga perusahaan akan mendapatkan hasil yang optimal dari operasionalnya. Contoh kasus perusahaan yang menggunakan manajemen risiko. Perusahaan besar seperti “Google” selalu menjaga eksistensinya di orbit pasar yang sudah
menjadi segmentasinya. Pasti ada beberapa risiko-risiko yang mungkin dapat merugikan perusahaannya, tetapi perusahaan Google dapat mengatasi risiko-risiko tersebut. Perusahaan Google menggunakan manajemen risiko dan menganalisa risiko-risiko tersebut sehingga perusahaan Google mendapatkan solusi-solusi untuk meredam risiko tersebut diantaranya seperti: • Google menggunakan cek berganda tentang karyawan yang masuk di dalam Google data center. Untuk memperkuat keamanannya Google menggunakan pengecekan ganda seperti absen retina mata, sidik jari di beberapa gate. • Google mencegah kerusakan hardwarenya dengan rutin mengecek keberadaannya. Setiap Google mengganti hardwarenya, hardware yang lama dihancurkan. Guna agar data tidak tersebar ke luar. • Google menyiapkan 3 sumber daya listrik untuk keamanan operasionalnya atau untuk mengatasi adanya risiko terhadap sumber daya urama pada kinerja di Data Center of Google. Perusahaan Google menemukan solusi-solusi tersebut dengan cara menganalisis terlebih dahulu. Sehingga perusahaan Google dapat meredam dan menghindari risiko yang mungkin dapat merugikan segmentase pasarnya. (berita ini ditayangkan oleh Metro TV pada tanggal 07 Oktober 2012). Perpustakaan Universitas ini adalah perpustakaan hybrid, telah menerapkan sistem informasi dan teknologi untuk membantu operasional perpustakaan. Perpustakaan ini ingin mengupgrade teknologi yang lebih modern lagi dan lebih canggih. Dalam pencatatan perpinjaman (Check in dan Check out) buku dan inventory buku, perpustakaan masih menggunakan sistem barcode, yang hanya dapat memberikan sedikit informasi, tidak dinamis dan memakan waktu lama untuk mengecek satu per satu. Sistem keamanan di perpustakaan juga hanya sebatas penjagaan oleh staf perpustakaan dan loker penyimpanan tas untuk pengunjung perpustakaan. Sehingga bila pihak perpustakaan kehilangan buku, maka pihak perpustakaan tidak dapat melacak mencari buku yang hilang tersebut. Di sisi lain, perpustakaan masih sedang dalam proses mengimplementasikan sistem RFID ini secara bertahap dan ingin menganalisa risiko-risiko yang mungkin akan muncul dalam mengimplementasikan sistem RFID ini. Sehingga dengan ada manajemen risiko dalam proyek RFID ini, perpustakaan bisa mengidentifikasi. Saat ini perpustakaan telah membeli hardware RFID reader - secure gateway yang telah terpasang pada pintu peminjaman perpustakaan. Perpustakaan akan mengaktifkan hardware tersebut pada Juni 2013 (tahun ajaran baru).
2. DASAR TEORI 2.1. NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems Tujuan publikasi standart NIST ini adalah untuk membantu organisasi dalam memahami risiko-risiko teknologi RFID ini [2]. Di dokumen ini juga menyediakan informasi latar belakang pada aplikasi RFID, standart, dan komponen sistem yang dapat membantu untuk memahami risiko keamanan dan kontrol dari RFID. Dalam dokumen ini terbagi menjadi 7 bagian utama [2], yaitu: • Section 2 perkenalan dengan RFID dan komponen utama dari sistem RFID. • Section 3 memberikan gambaran tentang jenis aplikasi RFID. Ini kemudian menjelaskan bagaimana organisasi
• • • •
•
dapat mengidentifikasi kebutuhan aplikasi untuk membantu menentukan teknologi RFID yang paling efektif. Section 4 membahas beberapa risiko bisnis utama yang terkait dengan penerapan RFID ini. Section 5 menjelaskan berbagai kontrol keamanan RFID, termasuk manfaat dan batasan-batasan mereka. Section 6 memberikan gambaran singkat peraturan privasi dan kontrol. Section 7 berisi rekomendasi bahwa organisasi yang menggunakan RFID ini dapat mengikuti siklus hidup sistemnya. Section 8 studi kasus.
2.1.1. Business Process Risk Yaitu serangan langsung pada komponen sistem RFID dan dapat berpotensi merusak proses bisnis sistem RFID. Sistem RFID biasanya menerapkan proses otomatis atau praktis. Biasanya organisasi tersebut akan bergantung dengan RFID ini, bila tidak diterapkan dengan benar maka proses bisnisnya akan kurang bertahan. Bila terjadi kegagalan dalam sistem RFID, maka kerusakannya dapat menyebar ke seluruh sistem yang menggunakan RFID ini. Misalnya, sistemnya terkena virus yang dapat menghambat dalam pembacaan informasi dalam RFID, security gate rusak karena serangan fisik yang mengakibatkan tidak dapat membaca informasi tag RFID, tag RFID tergesek secara fisik, halhal tersebut dapat menghambat proses-proses yang menggunakan RFID ini. Efek dari hal-hal tersebut adalah dapat memperlambat proses-proses tersebut, bahkan mungkin bisa kehilangan inventori karena kegagalan sistem dalam membaca tag RFID. Contoh beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko dari sisi business process risk sebagai berikut : • Hubungan antara sistem RFID dengan tujuan dari organisasi o Semakin dekat proses yang berhubungan dengan RFID dengan misi organisasi, maka semakin besar dampak yang akan timbul, bila sistem RFID tersebut cacat atau rusak. • Kesiapan sistem alternative atau sistem fallback yang dapat menggantikan sistem RFID ketika down atau rusak o Seberapa siap dan terpercaya sistem pengganti bila sistem RFID ini mengalami down atau bermasalah. Terpercaya dalam arti seberapa kuat sistem penggantinya dapat menggantikan sistem RFID. • Lingkungan atau keadaan lokasi penerapan RFID o Faktor-faktor lingkungan penting termasuk adanya gangguan frekuensi radio, sengatan listrik, getaran, abrasi, suhu ekstrim, atau kelembaban. Kehadiran kontrol akses fisik juga merupakan penentu utama risiko terhadap proses bisnis dari ancaman manusia. Daerah-daerah publik dan padat menimbulkan risiko lebih dari daerah-daerah yang dikontrol ketat atau remote. • Keberadaan lawan yang memiliki keinginan untuk menyerang atau merusak sistem RFID) o Keberadaan lawan yang dapat memiliki kesempatan untuk merusak tag RFID, seperti kontak fisik yang dilakukan secara sengaja yang bertujuan untuk merusak maupun mencuri tag tersebut. • Adanya dan keefektifan kontrol keamanan terhadap RFID o Semakin kuat kontrol dan penanggulangan, semakin rendah risiko
Dog Dog memiliki pangsa pasar rendah dan tingkat pertumbuhan pasar yang rendah, dengan demikian tidak menghasilkan atau mengkonsumsi sejumlah besar uang tunai. Namun, Dog adalah kas perangkap karena uang diikat dalam bisnis yang kurang potensial. Usaha tersebut adalah kandidat untuk divestasi. • Question Mark Question Mark menggunakan modal kas yang besar, tetapi mereka belum menghasilkan atau masih menghasilkan nilai pasar yang rendah. Sebuah Question Mark (juga dikenal sebagai anak bermasalah) ini memiliki potensi untuk mendapatkan pangsa pasar dan menjadi Star dan akhirnya akan menjadi Cash Cow ketika pertumbuhan pasar melambat. Jika Question Mark tidak berhasil menjadi pemimpin pasar, mungkin tahun kemudian akan berubah menjadi Dog ketika pertumbuhan pasar menurun. Question Mark harus dianalisa dengan hati-hati untuk menentukan apakah mereka patut diinvestasikan untuk meningkatkan pangsa pasar. • Star Star menghasilkan uang dalam jumlah besar karena pangsa pasar mereka yang relatif kuat, tetapi juga mengkonsumsi uang dalam jumlah besar karena laju pertumbuhan yang tinggi. Star merupakan posisi yang penting di dalam suatu perusahaan, bila Star mengalami gangguan atau down, maka akan berpengaruh pada proses bisnis perusahaan. Jika Star dapat mempertahankan pangsa pasar yang besar. Star akan menjadi Cash Cow ketika penurunan tingkat pertumbuhan pasar. • Cash Cow Cash Cow sebagai pemimpin di pasar yang matang, Cash Cow menunjukkan laba atas aset yang lebih besar daripada tingkat pertumbuhan pasar, dan dengan demikian menghasilkan uang lebih dari modal yang digunakan oleh mereka. Unit usaha tersebut harus "diperah", ekstraksi keuntungan dan investasi dengan modal sesedikit mungkin. Cash Cow memberikan uang tunai yang diperlukan untuk mengubah Question Mark menjadi pemimpin pasar, untuk menutupi biaya administrasi perusahaan, untuk mendanai penelitian dan pengembangan, untuk layanan utang perusahaan, dan untuk membayar dividen kepada pemegang saham. •
2.1.2. Intelligence Process Risk Orang lain yang berpotensi mendapatkan akses tidak sah ke informasi RFID yang dihasilkan dan menggunakannya untuk merugikan kepentingan organisasi pelaksana sistem RFID. Selain ancaman dari orang lain secara fisik, ada pun ancaman dari sisi program atau database server seperti virus, malware, atau web attack yang dapat merusak atau menghambat proses bisnis perpustakaan. Efek dari hal-hal tersebut adalah dapat menghambat dan mungkin dapat mematikan bisnis proses dari perpustakaan dalam jangka waktu tertentu yang tentunya sangat merugikan perpustakaan dalam menjalankan misi-misinya. Contoh beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko dari sisi intelligence process risk sebagai berikut : • Keberadaan lawan yang ingin menyerang RFID o Lawan yang ingin merusak RFID pasti miliki pengetahuan dan alat untuk melakukan penyerangan tersebut. Seperti contoh karyawan yang tidak puas dengan perlakuan di dalam organisasi, maka organisasi harus berantisipasi dalam kasus seperti ini • Fungsi dan hubungan informasi yang tersedia untuk lawan. o Bagian yang terpenting adalah informasi yang berada di dalam tag RFID, dengan mengatur hak akses untuk mengakses RFID, maka memperkecil risiko orang lain dapat membaca data yang terdapat dalam tag RFID tersebut. • Lokasi RFID o Jika tag RFID berada di tempat-tempat umum, maka risiko bisnis intelijen jauh lebih tinggi. • Adanya dan keefektifan kontrol keamanan terhadap RFID o Penggunaan kontrol seperti kontrol akses database, perlindungan password, dan kriptografi secara signifikan dapat mengurangi risiko bisnis intelijen jika diterapkan dengan benar.
2.2. Matriks BCG Matriks BCG (Boston Consulting Group) [3] adalah tabel yang telah dibuat oleh Bruce Henderson untuk Boston Consulting Group pada tahun 1968. Fungsi dari matriks BCG (Boston Consulting Group) ini adalah membantu perusahaan dengan menganalisa mereka bisnis unit atau lini produk. Di dalam matriks BCG terbagi menjadi 4 posisi, yaitu: Dog, Stars, Question Marks, dan Cash Cow.
3. DESAIN PENGUMPULAN DATA 3.1 Wawancara Matrik BCG Menurut Standar NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems perlu diadakan analisis kecil yang berfungsi untuk menentukan bahwa proyek RFID ini align dengan tujuan dari perpustakaan, dan untuk mengetahui posisi RFID di dalam Perpustakaan (refer NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems). [2]
3.2
Gambar 2.1. Matriks BCG
Wawancara Business Process Risk
Setelah melakukan wawancara Matriks BCG, maka diketahui bahwa proyek RFID ini sudah align dengan tujuan dan misi dari Perpustakaan, Penulis masuk kedalam tahap analisis teknis dengan melakukan wawancara tentang Business Process Risk kepada kepala perpustakaan dan staf perpustakaan yang bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk
mengidentifikasi risiko-risiko yang timbul di sisi Business Process Risk. [2]
o Komputer Server tersenggol atau kontak fisik sehingga menyebabkan rusak, down, atau hang
3.3
o Suhu komputer, berdebu, kelembapan yang tidak cocok untuk server sehingga menyebabkan hang atau server down
Wawancara Intelligence Process Risk
Penulis melakukan wawancara tentang Intelligence Process Risk kepada Kepala Bidang layanan Teknis, staf bagian teknis perpustakaan, serta bagian-bagian yang ikut berperan / ikut ambil bagian dalam pengimplementasian RFID di perpustakaan. Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang timbul di sisi Intelligence Process Risk. [2]
4. IDENTIFIKASI RISIKO DAN MATRIK BCG
4.1.
Matrik BCG
Untuk mendapatkan hasil wawancara yang akurat, sebelum melakukan wawancara, penulis menjelaskan tentang matrik BCG agar yang diwawancarai mengerti dan paham bagianbagian dari matrik BCG. Menurut hasil wawancara matrik BCG dengan kepala perpustakaan, Staf otomasi perpustakaan, dan staf sirkulasi perpustakaan, dalam matrik BCG, sistem RFID berada dalam posisi Question mark dengan alasan karena RFID ini sudah menggunakan biaya yang sangat besar tetapi fungsinya masih belum terlihat secara nyata di perpustakaan.
4.2.
Identifikasi Risiko
Berikut adalah risiko-risiko yang ditemukan setelah melakukan proses wawancara, yaitu: •
Business Process Risk o Sistem Fallback tidak siap menggantikan sistem RFID sehingga mengakibatkan sistem tidak berjalan o Sistem fallback tidak menggantikan sistem RFID secara baik o Proses check in check out lebih lama, kembali seperti sistem barcode dan nomor induk o Keamanan koleksi tidak terjamin o Proses pengolahan koleksi di bagian pengolahan terganggu o Proses pencarian temu kembali buku yang hilang lebih lama, bahkan hampir tidak mungkin ditemukan bila tidak sengaja ditemukan. o Kontak fisik yang fatal baik secara sengaja maupun tidak sengaja akan menembus sampul plastik yang dipakai dan merusak RFID o Tidak adanya CCTV dari perpustakaan pelaku sengaja merusak dan mencuri baik tag RFID maupun koleksi pustaka o Tag RFID yang berada di koleksi pustaka rusak o Alat reader untuk pembaca RFID rusak
•
Intelligence Process Risk
o Ruangan server tidak tersecure dengan baik, sehingga ada kemungkinan orang lain dapat masuk dan merusak o Tidak ada CCTV dari perpustakaan yang mengkontrol keamanan di ruangan server o Ada dua MPW (mahasiswa paruh waktu) yang mengetahui password dan mendapatkan akses rootnya, dan ada kemungkinan merusak, dan mengubah database server. o Kemungkinan ada orang lain dapat mengakses selain programer dan MPW dan merusak atau mengubah database server. o Keamanan hak akses hanya sebatas hanya sebatas pemberian password. Ada kemungkinan orang lain dapat menghack password admin o Sistem operasi berbasis linux, tanpa anti virus, memungkinkan database dapat terkena virus. o Tidak adanya topology network baik logical maupun physical sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pada jaringan.
5. KESIMPULAN DAN SARAN Dari proses analisa risiko yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Peran dari sistem RFID ini memiliki pengaruh yang sangat besar baik dalam sisi keamanan koleksi pustaka di perpustakaan, proses cari kembali buku yang hilang atau tidak sesuai dalam raknya, maupun untuk proses sirkulasi. Dan faktor-faktor tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pengguna dan untuk mewujudkan misi dari universitas yaitu kampus yang berbasis IT. 2. Pemilihan responden untuk diwawancara sangat berpengaruh dengan hasilnya. Bila pemilihan responden yang tepat untuk diwawancarai, maka hasil wawancara akan akurat. Bila responden kurang menguasai dan bukan dibidang yang akan diwawancarai, maka hasilnya tidak akan akurat. Dalam penelitian ini, keterbukaan dari nara sumber sangatlah diperlukan untuk bisa mengungkap hal-hal apa saja yang secara fakta terjadi. Fakta-fakta ini sangat berguna dalam penelitian berbentuk analisa seperti penelitian ini, mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga untuk penelitian-penelitian selanjutnya fakta-fakta yang berkaitan dengan penelitian juga harus bisa diperoleh dengan metode yang baik. Adapun dalam proses pencarian risiko dengan menggunakan standar NIST SP800-98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems, diperlukan standar lain yang dapat membantu standar tersebut. Karena dalam standar ini (NIST SP800:98) hanya menjelaskan dengan beberapa contoh saja, dan tidak diberikan penjelasan secara mendetail. [2] Selain hal tersebut, perlu diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat dirumuskan suatu metode untuk menentukan kriteria
penilaian faktor resiko yang lebih umum, sehingga bisa digunakan untuk mengukur berbagai jenis resiko baik dari aspek likelihood maupun impact.
6. REFERENSI [1] National Institute of Standards and Technology (2012). NIST 800:30 Rev 1 Guide for Conducting Risk Assessments. Retrieved Mei 3, 2013, from http://csrc.nist.gov/publications/nistpubs/800-30rev1/sp800_30_r1.pdf
[2] National Institute of Standards and Technology (2012). NIST 800:98 Guidelines for Securing Radio Frequency Identification (RFID) Systems. Retrieved Mei 3, 2013, from http://csrc.nist.gov/publications/nistpubs/800-98/SP80098_RFID-2007.pdf [3] Carl W. Stern, George Stalk, Jr. (1998). Perspectives on Strategy from the Boston Consulting Group, Toronto: Wiley.
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
Konsep Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasi (Organizational Change) pada Perpustakaan Perguruan Tinggi Irawaty A. Kahar Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Abstract Success in the organizational change is determined by leadeship, because leadership with leader is who implementing and planning change. This paper is aimed at obtaining information to related the effect of leadeship with many aspeks on organizational change. Based on those teories reveals that some aspecs of leadersip with (1) visionary leader, (2) comunicator leader, (3) leader as change agent, (4) (leader as coach) and leader as Technology information analysis,could be enhanced and improved organizational change. Therefore this aspecs can be used for achieved organizational change special at University libraries. Keywords: Leadersip, Organizational Change 1. Pendahuluan Era globalisasi telah mengubah dunia menjadi seakan tanpa batas, perkembangan ilmu pengetahuan kian pesat dan pada waktu yang sama di tempat yang berbeda informasi dapat diperoleh dengan mudah. Sebagai konsekuensi logis terjadilah ledakan informasi yang tentunya memerlukan suatu teknologi yaitu teknologi informasi untuk dapat mengakses dan menyebarluaskan informasi tersebut dengan cepat. Pesatnya kemajuan teknologi informasi dewasa ini berdampak cukup luas terhadap semua lini kehidupan, termasuk kehidupan organisasi salah satunya adalah organisasi perpustakaan perguruan tinggi. Ditambah lagi dengan kehidupan masyarakat global yang penuh tantangan menuntut organisasi perpustakaan perguruan tinggi dengan segenap potensi dan misi mampu menempatkan diri dalam konteks lingkungan strategis yang selalu berubah. Perpustakaan perguruan tinggi sebagai pusat dokumentasi dan informasi serta sumber literatur mendukung Tridharma Perguruan Tinggi dalam pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Perpustakaan adalah yang pertama merasakan dampak dari ledakan informasi, karena untuk menyimpan, mengelola dan menyebarluaskan
informasi tersebut menjadi tanggungjawab perpustakaan.. Kehadiran Teknologi Informasi telah merubah wahana penyampaian informasi di perpustakaan dari berbasiskan kertas dan cetak menjadi multi media, di samping itu sistem pelayananpun berubah dari manual ke otomasi Sehubungan dengan itu sudah saatnya suatu perubahan pada organisasi perpustakaan dioptimalkan yang secara spesifik berupa perubahan teknologi dalam bentuk otomasi perpustakaan. Perubahan pada organisasi perpustakaan perguruan tinggi merupakan sebuah ekspektasi dalam era globalisasi ini dan hendaklah dapat dimanifestasikan dalam bentuk aplikasi Teknologi Informasi. Perubahan organisasi bisa berupa perubahan teknologi, struktur, individu dan fisik yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan serta budaya baru. Dalam melakukan perubahan terhadap organisassi banyak faktor yang menghambat perubahan tersebut termasuk budaya organisasi yang menolak akan perubahan serta kepemimpinan yang lemah. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Daff (1988: 659) bahwa kepemimpinan dapat mendorong serta mendukung kreatifitas untuk membantu pengikut dan organisasi agar lebih menerima serta siap berubah. Selanjutnya penelitian Bishop (2001: 2020-227) menyatakan bahwa Halaman 21
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
pimpinan pada tingkat puncak memfasilitasi kemampuan untuk perubahan dalam tingkatan mendukung serta mengembangkan kemampuan untuk perubahan. Hasil penelitian tersebut menyiratkan bahwa semakin kuat kepemimpinan seseorang dalam melakukan tindakan untuk perubahan organisasi maka akan semakin tinggi tingkat tercapainya perubahan organisasi, sebaliknya semakin lemah kepemimpinan seseorang dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk melakukan perubahan, maka semakin rendah pula tingkat tercapainya perubahan. Pengaruh dan tanggung jawab kepemimpinan seperti yang disebutkan di atas sudah barang tentu menuntut pengetahuan, keterampilan, profesional, dan latar belakang pendidikan tinggi. Khusus untuk kepemimpinan perpustakaan perguruan tinggi, yang akan mengimplementasikan Teknologi Informasi sebagai suatu perubahan, pendidikan mereka seharusnya S2 ilmu perpustakaan dan minimal sarjana perpustakaan, karena semasa pendidikan, mereka cukup dibekali dengan ilmu dan keterampilan aplikasi teknologi informasi untuk perpustakaan. Namun pada kenyataan sebagian besar jabatan pimpinan perpustakaan perguruan tinggi khususnya di Sumatera Utara lebih mengacu pada kepangkatan tanpa latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan. Hal tersebut terungkap melalui pengumpulan data (survei penulis tahun 2006 terhadap 21 perpustakaan perguruan tinggi di Sumatera Utara) pimpinan perpustakaan yang berlatar belakang pendidikan S2 sebanyak 4,76%, S1 19,05%, Diploma3 4,76%, dan 71,43% dengan latar belakang non sarjana ilmu perpustaan. Kondisi ini yang mungkin meyebabkan sebagian kepemimpinan perpustakaan belum mampu membawa organisasinya pada perubahan dengan konsep pemanfaatan teknologi informasi. Dalam konteks ini timbul pertanyaan konsep kepemimpinan yang bagaimana yang cocok dan dapat membawa organisasi pada perubahan? Sehubungan dengan permasalahan tersebut penulis berupaya memberikan solusi yang berlandaskan pada teori dan konsep kepemimpinan yang dapat membawa organisasi pada perubahan. khususnya dalam implementasi teknologi informasi pada Halaman 22
perpustakaan perguruan tinggi yang akan dibahas berikut ini. 2. Pembahasan Perubahan Organisasi (Organizational Change) Untuk memahami perubahan organisasi secara teoretis, penulis mengumpulkan beberapa definisi dan konsep para ilmuan. Michel Beer (2000: 452) menyatakan berubah itu adalah memilih tindakan yang berbeda dari se belumnya, perbedaan itulah yang menghasilkan sustu perubahan. Jika pilihan hasilnya sama dengan yang sebelumnya berarti akan memperkuat status quo yang ada. Selanjutnya Winardi (2005: 2) menyatakan, bahwa perubahan organisasi adalah tindakan beralihnya sesuatu organisasi dari kondisi yang berlaku kini menuju ke kondisi masa yang akan datang menurut yang di inginkan guna meningkatkan efektivitasnya. Sejalan dengan itu Anne Maria (1998: 209) berpendapat, bahwa perubahan organisasi adalah suatu tindakan menyusun kembali komponen-komponen organisasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Mengingat begitu pentingnya perubahan dalam lingkungan yang bergerak cepat sudah saatnya organisasi tidak menunda perubahan, penundaan berarti akan menghadapkan organisasi pada proses kemunduran. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, sehingga perlu diupayakan agar perubahan tersebut diarahkan kearah yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi yang sebelumnya. Pendapat yang senada dikemukakan oleh JO. Bryson (1990: 374) seorang pakar dalam manajemen perpustakan menyatakan bahwa ”when one or more elements in alibrary change it is called organizational change” Pendapat Bryson tersebut menunjukkan bahwa salah satu unsur saja dalam organisasi yang berubah, sudah dapat dikatakan sebagai perubahan organisasi. Dari beberapa definisi tentang perubahan di atas dapat ditarik pengertian bahwa perubahan organisasi itu merupakan suatu tindakan yang dilakukan terhadap unsur-unsur dalam suatu organisasi untuk meningkatkan efektivitas organisasi menuju ke arah yang lebih baik
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
daripada sebelumnya. Perubahan merupakan bagian dari kehidupan manusia, dan dapat juga terjadi pada organisasi termasuk organisasi perpustakaan. Perpustakaan sebagai organisasi nirlaba tidak dapat terhindar dari perubahan, kehadiran perkembangan teknologi informasi merupakan dorongan eksternal yang utama akan merubah unsur-unsur dari organisasi perpustakaan. Setiap organisasi mempunyai target perubahan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan faktor dominan yang mendorong perubahan tersebut, begitu juga perubahan pada perpustakaan perguruan tinggi termasuk perubahan yang direncanakan yang diakibatkan oleh dorongan teknologi informasi. Sehubungan dengan itu Bryson (1990: 374375) menjelaskan bahwa perubahan yang mendasar pada organisasi perpustakaan adalah: 1. Perubahan teknologi yang meliputi otomasi perpustakaan pada bidang: proses pengatalogan, pelayanan pemakai dan sistem pengadaan bahan pustaka, Sistem penelusuran informasi seperti CD-ROM dan OPACs, internet. 2. Perubahan struktur, sebagai hasil dari komputerisasi yang meliputi spesialisasi kerja, wewenang, departementalisasi dan rentang kendali. 3. seting pisik, meliputi letak tata ruang, desain interior, fasilitas penempatan peralatan sesuai dengan kebutuhan kerja. Pernyataan Bryson tersebut lebih memperjelas bahwa perubahan organisasi perpustakaan yang utama adalah pemanfaatan teknologi informasi yang secara otomatis akan merubah struktur dan penataan pisik dan individu (people) di perpustakaan. Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa untuk melaksanakan perubahan organisasi di perpustakaan perguruan tinggi tidaklah mudah, kepemimpinan merupakan faktor kunci dalam menentukan suksesnya suatu organisasi menuju perubahan. Berikut ini akan dibahas lebih luas tentang konsep kepemimpinan perubahan yang berlandaskan pada teori.
Kepemimpinan a. Pengertian Pemimpin Kepemimpinan merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam menuju perubahan. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan (leadership) ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin (leader). Hal ini disebabkan kepemimpinan dilakukan oleh seorang pemimpin dan ia mengemban tugas dengan beraktivitas untuk melaksanakan kepemimpinan tersebut. Menurut Robbert D Stuart (2002: 352) bahwa pemimpin adalah seorang yang diharapkan mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, memberi petunjuk dan juga mampu menentukan individu untuk mencapai tujuan organisasi. Seiring dengan itu James P. Spillane (2006: 10) menyatakan bahwa pemimpin itu agen perubahan dengan kegiatan mempengaruhi orang-orang lebih daripada pengaruh orang-orang tersebut kepadanya b. Konsep Kepemimpinan Beragam definisi dan konsep kepemimpinan yang ditemukan dalam berbagai bahan pustaka, yang masing-masing berbeda dalam penekanan arti. Richard L. Daf (2005: 5) mendefinisikan kepemimpinan (leadership) adalah suatu pengaruh yang berhubungan antara para pemimpin dan pengikut (followers). Kemudian Gibson menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya menggunakan pengaruh untuk memotivasi orang-orang guna pencapaian suatu tujuan. Masih berhubungan dengan pengaruh, Ken Blanchard yang dikutip oleh Marcelene caroselli (2000: 9) menyatakan bahwa kunci untuk kepemimpinan hari ini adalah “pengaruh” bukan “kekuasaan” selanjutnya ia mengatakan para pemimpin tahu bagaimana mempengaruhi orang-orang dan membujuk mereka untuk suatu tuntutan pekerjaan yang tinggi. c. Konsep Kepememimpinan Perubahan Pada dasawarsa akhir ini, kepemimpinan lebih populer dengan kepemimpinan perubahan. Halaman 23
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
Richard L. Daff mengemukakan konsep kepepemimpinan dalam satu definisi saja yaitu “kepemimpinan adalah merupakan suatu pengaruh hubungan antara pimpinan dan pengikut (followers) yang bermaksud pada perubahan dan hasil nyata yang mencerminkan tujuan bersama” Dari definisi tersebut tercakup tujuh unsur yang esensial dalam kepemimpinan, (1) pemimpin (leader), (2) pengaruh (Influence), (3) pengikut (Follower), (4) maksud (Intention), (5) Tujuan bersama (shared purpose), (6) Perubahan (change), (7) tanggung jawab pribadi (Personal responbility). pengaruh adalah hubungan timbal balik bukan satu arah antara pemimpin dengan pengikut dengan maksud dan harapan terjadi perubahan yang berarti sebagai hasil dari tujuan bersama. Dari pandangan Daff di atas dapat dipahami bahwa pengaruh tidak dikaitkan dengan unsur kekuasaan maupun paksaan yang dilakukan pemimpin terhadap bawahan. Pemimpin mempengaruhi bawahan dan juga bawahan dapat mempengaruhi pemimpin, malahan menurut Daff pengikut yang baik bukanlah “Yes people” kadangkadang pemimpin yang efektif sama dengan dengan pengikut yang efektif, hanya berbeda dalam memainkan perannya. Kemudian unsur tanggung jawab pribadi dan integritas (personal responbility and integrity) menunjukkan adanya tanggung jawab antara pimpinan dan orang-orang yang ada dalam organisasi harus sama-sama mempunyai tanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan. Sedangkan unsur perubahan (change) merupakan hasil dari pimpinan dan pengikut yang menjadi harapan masa depan dan mereka sama-sama menciptakan perubahan, bukan memelihara status quo. Atau dengan kata lain perubahan adalah gambaran dari tujuan bersama (shared purpose). Jika dicermati ketujuh elemen kepemimpinan yang dikemukakan oleh Daff, terkandung makna penting, bahwa antara pimpinan dan pengikut tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam memberikan pengaruh dan tanggung jawab untuk mencapai perubahan. Yang berbeda adalah peran antara pemimpin dan pengikut. Dari beberapa definisi dan konsep kepemimpinan di atas terlihat bahwa kepemimpinan pada artinya merupakan Halaman 24
adanya kegiatan/aktivitas mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama, apakah tujuan itu berupa perubahan organisasi dan sebagainya. Sehubungan dengan itu, Burt Nanus (1999: 18) menemukan model khusus yang digunakan untuk memahami peran pemimpin organisasi non profit yang diwujudkan dalam kegiatan, yaitu: 1) Dalam organisasi (Inside the organization), peran pimpinan berinteraksi dengan staf dan tenaga sukarela untuk memberikan inspirasi, mendorong, menggerakkan dan memberdayakan mereka. 2) Ke luar organisasi (outside organization), peran pimpinan mencari bantuan, dukungan dari donatur, mitra yang berpotensi dengan para pimpinan bisnis di luar organisasi. 3) Pada masa operasi (present operation), pimpinan memusatkan pada kualitas dan pelayanan, pada struktur organisasi, sistem informasi dan aspek lainnya. 4) Kemungkinan masa depan (on future possiblities), pimpinan mengantisipasi trends serta mengembangkan arah masa depan organisasi. Keempat hal tersebut terdiri dari enam peran yang merupakan aktivitas pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dan oleh Burt digambarkan sebagai berikut: Ke luar organisasi
Politisi dan
Memberi visi dan
Juru kampanye
Strategi
Masa
Kemungkinan
operasi
Masa depan
Pelatih
Agen perubahan Dalam Organisasi
Gambar – 2.6: Peran Pemimpin Organisasi Nonprofit Sumber: Burt Nanus. Leaderrs Who Make a Diffrence for Meeting the non Profit Challenge (1999: 18)
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
Keterangan gambar: 1) Peran 1 dan 2: pemimpin sebagai pemberi visi dan strategi (visionary and strategies), maksudnya pemimpin adalah seorang yang bertanggung jawab untuk menggerakan organisasi ke arah yang benar. Kemudian pemimpin menetapkan, menyebarkan dan mengembangkan visi dengan jelas serta menunjukkan cara-cara baru di masa yang akan datang. Di samping itu ia memberikan inspirasi pada anggotanya serta mendesain strategi untuk mencapai visi dan misi organisasi. 2) Peran 3 dan 4: Pemimpin sebagai politisi dan juru bicara (politician and champaigner), artinya pemimpin berperan sebagai penasehat, juru bicara dan sebagai negosiator terhadap bawahannya. Ia juga membangun hubungan dengan menggunakan sumber-sumber informasi (super networker) 3) Peran 5: Pemimpin sebagai pelatih (coach), maksudnya didalam diri pemimpin telah tertanam sifat membangun regu dan membina orang-orang dalam organisasi, ini merupakan tanggungjawabnya. Selain itu pemimpin juga berperan membangun kepercayaan yang menjadi pegangan organisasi dan ia juga pemberi semangat serta inspirasi pada setiap individu. 4) Peran 6: pemimpin sebagai agen perubahan (change agent) dalam posisi untuk masa yang akan datang. Ia mempunyai pengaruh besar dalam pengambilan keputusan untuk perubahan dan ia memperkenalkan programpraogram baru, menciptakan strategi kerja sama dengan publik. Kadang-kadang ia seorang restruktur organisasi dan seorang inovator. Sebagai agen perubahan, pemimpin adalah individu yang bertanggung jawab untuk mengubah sistem dan tingkah laku anggota organisasi. Dalam pelaksanaan pemimpin dapat mengunakan model empat langkah Lewin. Kurt Lewin dan Schein mereka berpendapat bahwa perubahan yang sukses dalam organisasi hendaknya mengikuti empat langkah, (1) keinginan untuk berubah (desire of change), sebelum perubahan terjadi setiap individu harus merasakan suatu kebutuhan, dapat berupa kekurangan-kekurangan dan ketidakpuasan selama ini serta adanya keinginan untuk meningkatkan, (2) pencairan (unfreezing), yang
meliputi memberikan dorongan, membujuk melalui pendekatan-pendekatan dengan mengurangi ancaman-ancaman maupun penolakkan sehingga setiap individu siap untuk berubah, (2) merubah (changging) yang meliputi pemberian perubahan pada setiap individu melalui pembelajaran baru pada sikap mereka, dalam hal ini pekerja diberi informasi baru,model perilaku baru, dan cara baru dalam melihat sesuatu sehingga pekerja belajar denga sikap baru. dan (3) memantapkan (refreezing) perubahan baru untuk membuat jadi permanen. Di samping itu Peter Hernon, Ronald R (2003: 131) menyatakan bahwa untuk menilai kepemimpinan organisasi perpustakaan akademik, pemimpin bertindak sebagai (1) strategi visi dan tujuan untuk organisasi perpustakaan, (2) orang yang memberikan kontribusi pada kampus, (3) inisiatif dan kreatif, (4) membangun anggotanya, menjaga moral dan memberikan inspirasi. Definisi kepemimpinan yang dikemukakan baik Burt, maupun Peter Hernon, pada dasarnya adalah sama, semua poin yang dikemukan Burt juga terdapat dalam poin yang diajukan Peter. Pemimpin yang dapat menganalisa pemanfaatan teknologi merupakan unsur yang amat penting (urgent) dalam kepemimpinan perubahan dan harus diperhitungkan, apalagi bagi kepemimpinan perpustakaan perguruan tinggi yang menuju ke perubahan dalam bidang teknologi informasi. Bagaimana mungkin seorang pemimpin perpustakaan tidak dapat berperan atau tidak menguasai teknologi informasi. Merujuk pada konsep kepemimpinan di atas, yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah aktivitas/kegiatan atasan dalam mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dengan aspek-aspek, (1) pimpinan yang memberikan, mengembangkan dan menyebarkan visi (visioner), (2) sebagai komunikator, (3) menjadi agen perubahan (change agent), (4) sebagai pelatih (coac) dan (5)dapat menganalisa pemanfaatan teknologi informasi. Konsep kepemimpinan berserta indikatorindikator di atas, dikumpulkan dari teori-teoti yang dianggap dianggap cocok untuk membawa organisasi pada perubahan, karena untuk suatu Halaman 25
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
perubahan pemimpin harus seorang yang visioner, dan dapat berperan sebagai change agent, dapat mengkomunikasikan perubahan baik ke luar maupun ke dalam organisasi, ia harus menguasai teknologi informasi sehingga ia akan dapat bertindak sebagai pelatih dari bawahannya. Kepemimpinan perubahan akan berhasil apabila ia kuat dan mampu menjalankan perannya seperti yang disebutkan di atas, di samping itu beberapa teori menyatakan bahwa kepemimpinan melalui pimpinannya berpengaruh langsung terhadap perubahan organisasi hal ini sangat mendukung untuk pimpinan tersebut melaksanakan perannya..
Di sisi lain Daft (2005: 659) menambahkan, bahwa pemimpin dapat mendorong dan mendukung kreatifitas untuk membantu pengikut dan organisasi agar lebih menerima serta siap berubah. Pandangan Peter Hess, tentang pengaruh kepemimpinan terhadap perubahan melalui tanggung jawab pemimpin dalam menggerakkan orang-orang, yaitu “change is leadership respobility. The challenge is to move people beyond their evensiveness and resistance to the point where they view change not as threat but as an opportunity”
Pengaruh Langsung Kepemimpinan terhadap Perubahan Organisasi
Untuk merencanakan dan mengimplementasikan perubahan organisasi diperlukan kepemimpinan yang kuat melalui tindakan pimpinan dalam mempengaruhi, mengarahkan anggota organisasi untuk mencapai perubahan. Berdasarkan teori tindakan tersebut tercermin di dalam aspekaspek kepemimpinan, yaitu pimpinan yang dapat, (1) memberikan, mengembangkan dan menyebarkan visi (visioner), (2) sebagai komunikator, (3) menjadi agen perubahan (change agent), (4) sebagai pelatih (coach) dan (5) menganalisa pemanfaatan teknologi informasi.
Pengaruh kepemimpinan terhadap perubahan dinyatakan Hersey (2000: 491) bahwa pemimpin yang berpengaruh, tidak melaksanakan perubahan dalam kondisi fakum, akan tetapi perubahan itu disempurnakan dengan hati-hati melalui penciptaan berbagai bagian. Selanjutnya Hersey menjelaskan bahwa dengan pertimbangan dan pandangan terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi suksesnya perubahan, dampak-dampak positif dapat diusulkan untuk terjadinya perubahan tersebut. Pendapat Anne Maria (1998: 217), “Organizational change is an important topic for manager, because a substantial part of their jobs requires the information and implementation of planned organizational change” pendapat tersebut menunjukkan bahwa perubahan organisasi yang direncanakan menjadi bagian dari tugas seorang pimpinan. Menurut Gibson (2006: 502) Apabila pada suatu kasus pimpinan melaksanakan perubahan, dia harus mengantisipasi penolakan terhadap perubahan dan mempersiapkan serta mengatasinya. Tentang adanya pengaruh langsung kepemimpinan terhadap perubahan organisasi diperkuat oleh Yulkl (2002: 300-301) bahwa seorang pemimpin dapat berbuat banyak untuk memfasilitasi kesuksesan pelaksanaan perubahan, melalui tindakan politik termasuk menciptakan koalisi, membentuk tim, memilih orang yang tepat untuk diletakkan pada posisi kunci, membuat simbol perubahan, dan memonitor serta mendeteksi persoalan yang harus diperhatikan. Halaman 26
3. Penutup
Sehubungan dengan itu untuk mendapatkan pimpinan perpustakaan perguruan tinggi yang tepat dalam mewujudkan suksesnya perubahan organisasi, strategi yang terbaik adalah: Melalui rekrutmen terhadap orangorang baru yang memenuhi persyaratan berdasarkan pada aspek-aspek kepemimpinan yang diinginkan. Untuk mendapatkan pimpinan yang visioner, langkah yang diambil adalah, secara berkala pimpinan universitas mengharuskan pimpinan perpustakaan membuat rencana strategis minimal untuk lima tahun ke depan. Kemudian hasil kerja mereka dinilai menurut kriteria yang ditetapkan oleh tim khusus. Kesempatan ini hendaknya diberikan juga kepada pimpinan devisi, dengan konsekuensi bagi mereka yang yang memenuhi kriteria atau mempunyai visi yang dapat membabawa organisasi pada perubahan dipromosikan menjadi pimpinan perpustakaan. Pemimpin sebagai pelatih termasuk salah satu aspek dari kepemimpinan yang perlu ditingkatkan. Apalagi perubahan utama dalam
Pustaha: Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, Vol.4, No.1, Juni 2008
organisasi perpustakaan adalah perubahan pada teknologi informasi (otomasi perpustakaan). Dalam hal ini, dibutuhkan seorang pimpinan yang dapat menganalisa teknologi informasi, membimbing dan mengarahkan bawahannya untuk tidak canggung menerapkan teknologi informasi. Untuk ini latar belakang pendidikan mereka sebaiknya S2 ilmu perpustakaan atau minimal sarjana perpustakaan. Suatu langkah yang dapat dilakukan adalah, dengan merekrut lulusan program studi ilmu perpustakaan yang diselenggarakan di dalam negeri seperti di USU, UI, UNPAD dan UNHAS, maupun lulusan luar negeri. Bagi pimpinan lama yang belum mendapat pendidikan ilmu perpustakaan diperlukan perhatian dari pimpinan universitas untuk memberikan fasilitas dalam melanjutkan pendidikan maupun pelatihan pada bidang ilmu perpustakaan. Untuk pemimpin bertindak yang bertindak sebagai agen perubahan, dibutuhkan seorang pimpinan perpustakaan yang dapat mengkomunikasikan keuntungan serta pentingnya suatu perubahan baik ke dalam maupun ke luar organisasi Hal ini dapat dilakukan melalui tulisan di majalah kampus, poster, dan ceramah.
Hernon, Peter; Ronald R. Powell and Arthur P. Young. The Library leadership: attributes of academic and Public Director, London:: Libraries Unlimited, 2003. Hersey, Paul; Kenneth h.Blanchard; Dewey E.Johnson. Management of Organizational Behavior: utility human resources, New Yersey: Prentice Hall, 1996. Nanus, Burt and Stephen M. Dobbs. Leaders Make Different Strategies for Meeting the Non Profit Challenge, San Francisco: Jossey bass, 1999. Spillane, James p. Distributed leadership, San Francisco: Jossey Bass, 2006. Stuart, Robert D. and Barbara B. Morgan. Library and information centre management, USA: Library Unlimited, 2002. Yulk, Gay A. alih bahasa Jusuf Udaya. Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: Prenhallindo, 1998.
Daftar Pustaka Beer, Michael. Breaking the Code of Change, USA: President and Fellow of Harvard College, 2002. Bryson, JO. Effective Library and Information Centre Management, England: Gower, 1990. Bishop, Charles H Jr. Making Change Happen one person at a time: assessing change within your organization, New York: AMACOM, 2001. Caroselli, Marcelene, Leadership Skill for Managers, New York: McGraw-Hill, 2000. Daff, Richard L, The Leadership Experience. Canada: Thomson, 2005. Daff, Richard, Management, Chicago: The Dryden Press, 1988. Gibson, James L at all., Organizations: behavior, structure, Prossesses, Boston: McGraw-Hill, 2006. Halaman 27
MEWUJUDKAN PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI YANG RAMAH DIFABEL Isrowiyanti Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Korespondensi:
[email protected]
ABSTRACT This study aims to: 1) raise the institutions awareness about disabilities, especially the awareness in the university library that disability is a part of the academic society. The disabled people have the same rights for facilities and learning support services, therefore every university library should be inclusive and can serve user with disabilities; 2) university library should become disabilities-friendly. This study used literature study and also observation and interviews. The result of this study showed the elements which support university library to be disabilities-friendly namely facilities and infrastructure, human resource, and program socialization.
ABSTRAK Kajian ini bertujuan untuk: 1) membangkitkan kesadaran berbagai pihak, khususnya perpustakaan perguruan tinggi bahwa penyandang difabel merupakan bagian dari sivitas akademika yang juga berhak atas fasilitas dan layanan penunjang belajarnya; 2) mendorong setiap perpustakaan perguruan tinggi agar lebih terbuka, inklusi, dan melayani pemustaka difabel dengan sepenuh hati sehingga terwujud perpustakaan perguruan tinggi yang ramah difabel. Kajian menggunakan studi literatur dan juga pengamatan serta wawancara. Dari kajian ini dapat diketahui unsurunsur yang mendukung terwujudnya perpustakaan perguruan tinggi yang ramah difabel, yaitu dari segi sarana dan prasarana, SDM, dan sosialisasinya.
Keyword: Library academic; Universities; Disabilities; Inclusive
1. PENDAHULUAN Sebagaimana telah dijelaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan bahwa “perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka” (Bab I Pasal 1 Ayat 1). Pemustaka seperti yang disebutkan dalam undang-undang tersebut sangat beragam, tergantung dari jenis
Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
47
perpustakaannya. Pada perpustakaan perguruan tinggi, sebagian besar pemustakanya adalah para sivitas akademika yang memiliki fisik dan mental yang normal. Namun demikian, pemustaka dari kalangan minoritas sebagai penyandang difabel atau berkebutuhan khusus, seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa juga ada. Para penyandang difabel tersebut memiliki keterbatasan fisik, sehingga banyak mengalami kesulitan dalam mengakses informasi untuk menunjang kegiatan akademisnya. Oleh sebab itu penyedia informasi di perguruan tinggi harus dapat menyediakan sumbersumber informasi yang mudah dimanfaatkan oleh penyandang difabel. Meningkatnya jumlah pemustaka difabel pada level pendidikan tinggi merupakan tantangan yang besar bagi pengelola informasi dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh mahasiswa difabel, karena mereka memiliki potensi besar. Oleh karena itu, perguruan tinggi yang bersangkutan perlu melengkapi sarana dan prasarana sehingga mereka mampu meningkatkan prestasi akademiknya, sejajar dengan mahasiswa yang nondifabel. Untuk mengakomodasi kebutuhan pemustaka difabel, perpustakaan tersebut harus mulai berbenah diri, lebih terbuka, dan memperluas orientasi layanannya sehingga dapat menjadi perpustakaan yang ramah difabel, yaitu perpustakaan yang terbuka dan memberikan layanan yang sepenuh hati dan adil bagi pemustaka difabel. Untuk menjadi perpustakaan perguruan tinggi yang dimaksud ramah difabel, pengelola perpustakaan perlu memperhatikan permasalahan-permasalahan yang ada dilapangan. Selain sarana dan prasarana, perpustakaan juga perlu meningkatkan jenis layanan, koleksi, dan SDM (pustakawan)nya. Selanjutnya pengelola perpustakaan melakukan sosialisasi secara teratur agar tujuan perpustakaan perguruan tinggi yang ramah difabel dapat terwujud dan diketahui oleh masyarakat luas. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola perpustakaan di perguruan tinggi terhadap pentingnya layanan informasi bagi pemustaka penyandang difabel. Hal ini dimaksudkan agar pengelola perpustakaan dapat melakukan perubahan kebijakan layanan yang lebih akomodatif, adil, terbuka dan inklusi terhadap pemustaka difabel.
48
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
2. TINJAUAN PUSTAKA Istilah difabel merupakan singkatan dari differently ability (perbedaan kemampuan) atau berkebutuhan khusus sebagai pengganti istilah “penyandang cacat”. Difabelitas dimaknai juga sebagai keterbatasan aktivitas yang disebabkan oleh pengaturan/pengorganisasian masyarakat kontemporer yang tidak atau sangat sedikit mempertimbangkan individu yang memiliki kekurangan fisik dan bahkan kemudian mengucilkan mereka dari aktivitas sosial (Ro’fah, 2010). Penyandang cacat merupakan kelompok masyarakat yang perlu diperhatikan akibat ketidakmampuan mereka dalam menentukan nasib sendiri, bersifat pasif dan tidak terlibat langsung dalam pengambilan keputusan di masyarakat (Coleridge, 1997). Penggunaan istilah difabel lebih menunjukkan kesetaraan, pengangkatan martabat dan harga diri serta upaya pemberdayaan diri dari mereka yang dipandang tidak normal oleh masyarakat pada umumnya. Kesempatan yang sama bagi difabel pada semua aspek kehidupan telah diatur dalam UNdang-undang RI No. 4 tahun 1997. Disebutkan pula dalam Undang-Undang RI No. 43 tahun 2007 (Bab II Pasal 5 Ayat 3) bahwa “masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing”. Berdasarkan pernyataan tersebut jelas bahwa pemustaka difabel memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pelayanan perpustakaan dan pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Perpustakaan perguruan tinggi merupakan perpustakaan yang yang dikelola oleh perguruan tinggi, dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan tridarma perguruan tinggi. Perpustakaan ini didirikan untuk mendukung kelancaran kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Kegiatannya meliputi: pengadaan, pengolahan, pemanfaatan, dan pelestarian informasi. Informasi tersebut selanjutnya disebarkan melalui berbagai bentuk, baik tercetak, maupun tidak tercetak, guna memenuhi kebutuhan informasi sivitas akademika khususnya dan masyarakat luas pada umumnya (Saleh, 1995). Perpustakaan perguruan tinggi sudah seharusnya menjadi perpustakaan yang ramah difabel. Ini berarti bahwa perpustakaan memberi perhatian yang sebaik-baiknya kepada pemustaka difabel, sehingga kebutuhan mereka dalam memperoleh informasi dapat terpenuhi. Perpustakaan yang dimaksud harus dapat memfasilitasi aktivitas Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
49
mereka melalui penyediaan sarana dan prasarana yang adaptif, sehingga mereka mendapatkan pelayanan yang adil. Istilah inklusif atau inklusi didefinisikan sebagai peningkatan partisipasi dan pengurangan ekslusifitas dalam lingkungan sosial. Istilah ini mengacu pada sebuah sistem yang mampu mengadopsi semua kebutuhan mahasiswa tanpa kecuali (Ro’fah, dkk. 2010). Pengertian inklusif diatas mengandung arti bahwa kondisi cacat atau tidak normal tidak dipandang sebagai kekurangan atau ketidakmampuan sehingga dapat menimbulkan diskriminasi, namun dipandang sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat mengembangkan potensinya dan mampu memberikan kontribusi nyata di masyarakat. Sistem pendidikan inklusif membuka peluang lebar bagi masyarakat dari berbagai latar belakang agama, ekonomi, sosial, budaya, dan perbedaan fisik, untuk dapat memperoleh hak yang sama dalam mengikuti pendidikan di perguruan tinggi. Pada umumnya, penyandang difabel yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, terdiri atas tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa. Dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (2009) dipaparkan bahwa “tunanetra adalah orang yang mengalami gangguan daya penglihatan yang memerlukan sarana khusus dalam membaca, menulis, dan berhitung, misalnya huruf braille dan kaca pembesar”. Tunanetra terbagi menjadi dua kelompok, dimana kelompok pertama disebut sebagai orang yang memiliki keterbatasan penglihatan (low vision). Kelompok ini mampu melihat dengan ketajaman penglihatan 20/70. Ini berarti bahwa tunanetra akan dapat melihat dari jarak 20 kaki (feet), sedangkan orang normal dari jarak 70 kaki (feet). Kelompok kedua yaitu orang yang mengalami keterbatasan penglihatan berat (tunanetra total), baik yang mempunyai maupun yang tidak mempunyai persepsi cahaya. Selanjutnya, penyandang tunarungu adalah orang yang kehilangan seluruh atau sebagian kemampuan mendengar, sehingga mengalami gangguan komunikasi secara verbal. Adapun tunadaksa adalah orang yang mengalami kelainan yang menetap pada anggota gerak (tulang, otot, sendi), akibat kelayuan otot atau gangguan fungsi syaraf otak. Penelitian dan kajian tentang difabelitas saat ini belum banyak dilakukan. Salah satu penelitian (tesis) tentang hal ini telah dilakukan oleh Hariyanto (2009), yang berjudul “Aksesibilitas Perpustakaan Perguruan Tinggi dalam Melayani Penyandang
50
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Disabilitas: Studi Kasus di Universitas Indonesia dan UIN Syarif Hidayatullah”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat aksesibilitas perpustakaan perguruan tinggi dalam melayani penyandang cacat dan mengetahui pola pemanfaatannya serta kebijakan yang dibuat oleh pemegang kebijakan terkait dengan persoalan ini. Hasil penelitian diatas berupa masukan dan usulan agar perpustakaan perguruan tinggi dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang lengkap, guna mendukung aksesibilitas yang adaptable terhadap penyandang difabel. Hal ini dimaksudkan agar perpustakaan yang dimaksud dapat melaksanakan layanan prima yang efektif. Dalam dunia bisnis, pelayanan prima lebih ditujukan atas kepuasan pelanggan terhadap produksi barang atau jasa yang dihasilkan. Kepuasan pelanggan memegang peranan penting atau menjadi faktor kunci keberhasilan usaha, meraih keuntungan dan keberlangsungan perusahaan. Oleh karena itu, loyalitas pelanggan harus dipertahankan (Rahmayanty, 2010). Dalam bidang perpustakaan yang sifatnya nonprofit, pelayananan prima yang dimaksud lebih ditujukan pada layanan jasa perpustakaan. Oleh sebab itu perpustakaan harus dapat menjalin hubungan yang baik dengan pemustakanya. Perpustakaan yang lebih memperhatikan dan memenuhi kebutuhan pemustaka yang beragam, akan menjadi semakin berkembang dan dinamis.
3. METODE Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah studi literatur, juga pengamatan dan wawancara. Menurut Mulyana (2004), melalui pengamatan berperan-serta, peneliti dapat berpartisipasi di dalam rutinitas subjek penelitian, mengamati yang mereka lakukan, dan mendengarkan apa yang mereka katakan selama jangka waktu tertentu. Wawancara dilakukan dengan pemustaka penyandang difabel dan pustakawan untuk memperoleh kesesuain data.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sarana, Prasarana, dan Pelayanan Khusus Gedung merupakan salah satu sarana yang penting agar aksesibilitas informasi bagi penyandang difabel dapat terpenuhi dengan baik. Jalan masuk
Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
51
ke gedung perpustakaan harus memiliki ram (tangga landai), sehingga penyandang tunadaksa dapat memasuki perpustakaan dengan nyaman menggunakan kursi rodanya. Demikian pula pada gedung perpustakaan bertingkat, perlu dilengkapi lift dan ram, sehingga memudahkan pemustaka difabel dalam mengakses layanan informasi yang ada di lantai atas. Selain itu, perpustakaan juga perlu menyediakan kamar kecil (toilet) khusus penyandang difabel. Perpustakaan di Asia Tenggara yang telah menyediakan sarana khusus untuk penyandang difabel adalah Perpustakaan Universitas Malaya di Kuala Lumpur (Malaysia). Sebanyak 30 ruang belajar khusus dengan berbagai sarana dan prasarana pendukung untuk penyandang difabel, telah disediakan di perpustakaan tersebut. Universitas Malaya juga menyediakan “jalur pemandu” khusus, yang memudahkan mobilitas penyandang difabel di lingkungan kampus. Perpustakaan Universitas Malaya juga menyediakan sarana bantu untuk tunanetra yang berupa katalog elektronik, pemindai dengan optical character recognition (OCR), komputer bersuara, serta mesin pencetak braille (braille embosser). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Malaysia sungguhsungguh dalam memberdayakan warga negaranya yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia, salah satu perpustakaan perguruan tinggi yang telah secara bertahap mengakomodasi kebutuhan penyandang difabel adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Perguruan tinggi tersebut sejak lima tahun yang lalu telah menyatakan diri sebagai kampus inklusif. Setiap tahun akademik baru, perguruan tinggi diatas selalu menerima calon mahasiswa difabel. Tabel 1 menunjukkan jumlah mahasiswa difabel yang tersebar pada beberapa fakultas di UIN Sunan Kalijaga pada tahun akademik 2007 hingga 2012.
52
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Tabel 1. Jumlah Mahasiswa Difabel UIN Sunan Kalijaga Tahun 2007-2012 No 1 2 3 4 5 6 7
Fakultas Tarbiyah Dakwah Ushuluddin Adab Syariah Isoshum Pascasarjana Jumlah
Netra 13 4 1 1 0 0 2 21
Low vision 3 1 0 1 1 0 0 6
Rungu/wicara 1 1 0 0 0 1 0 3
Daksa 0 1 2 0 0 0 0 3
Sumber: Arsip Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) UIN Sunan Kalijaga Dari Tabel 1 terlihat bahwa mahasiswa difabel tersebar pada jurusanjurusan ilmu sosial, meskipun di UIN Sunan Kalijaga juga terdapat jurusan sains. Pada umumnya, mahasiswa difabel lebih memilih bidang ilmu sosial, humaniora, dan psikologi dari pada ilmu-ilmu sains, seperti teknik, kimia, biologi, dan matematika, mengingat materi sains tidak tersedia untuk penyandang difabel (Koulikourdi, 2008). Dengan jumlah mahasiswa difabel seperti pada Tabel 1, menunjukkan bahwa perpustakaan UIN Sunan Kalijaga kini telah melakukan pengembangan layanannya, yaitu dengan menyediakan ruang layanan khusus bagi pemustaka difabel sebagai sarana belajar yang lengkap dengan berbagai sarana pendukungnya. Ruang layanan khusus bagi pemustaka difabel yang dimaksud adalah difabel corner (DC) yang berada di lantai 1 gedung perpustakaan. DC yang dirintis oleh Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) bekerja sama dengan Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, telah melaksanakan layanan bagi pemustaka difabel sejak 2010. PSLD merupakan salah unit kajian di UIN Sunan Kalijaga yang sangat konsisten dalam melakukan advokasi dan memperjuangkan hakhak penyandang difabel di masyarakat, khususnya di lingkungan kampus. DC berfungsi sebagai sarana adaptif untuk kegiatan membaca, mengakses internet, menyelesaikan tugas perkuliahan, berdiskusi, memproduksi buku elektronik, dan tempat kursus bahasa isyarat. Seluruh aktivitas rutin di ruang DC, di koordinir oleh seorang penyandang difabel netra. Saat ini, DC menyediakan empat unit komputer, yang masing-masing digunakan sebagai sarana akses internet, memindai, digital library, dan membaca koleksi buku. Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
53
Beberapa sarana pendukung yang adaptif untuk difabel netra dan rungu yang terdapat di ruang DC Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, antara lain: 1) Digital talking book player (DTB) untuk mengakses CD CD yang berisi berbagi subjek ilmu pengetahuan. CD ini telah terpasang sehingga penyandang difabel dapat langsung mendengarkannya. 2) Scanner dan software optical character recognition (OCR). Sarana ini berfungsi untuk memindai buku ke dalam softfile dengan menggunakan Abyfind reader/OCR versi 11. Abyfind reader dapat memindai tabel dan gambar serta teks berbahasa Arab dan bahasa lainnya, tanpa mengubah tampilan footnote. 3) Closed circuit television (CCTV) Sarana ini berfungsi untuk memperbesar tulisan/objek buku cetak, sehingga dapat dibaca oleh difabel netra low vision dengan mudah. 4) Software pembaca layar (job access with speech/JAWS) Dengan software ini, pemustaka difabel dapat mengoperasikan komputer dalam berbagai aplikasi dengan baik. Selain itu, dengan menginstal jaws, mereka juga dapat mengakses internet dan beraktivitas melalui jejaring sosial, layaknya pemustaka normal pada umumnya. 5) Katalog online adaptif Pemustaka difabel dapat memanfaatkan fasilitas penelusuran melalui online public access catalogue (OPAC) yang sudah dilengkapi dengan speaker. Dengan speaker tersebut pemustaka difabel cukup menyebutkan istilah, baik judul maupun pengarang yang dikehendaki dan sistem akan merekam suara, kemudian memunculkan semua hasil penelusurannya di layar. 6) Buku braille Pada akhir-akhir ini frekuensi penggunaan buku braille mulai berkurang, karena pemustaka difabel sudah banyak terbantu dengan sarana teknologi informasi. 7) Buku bicara digital Sarana ini berupa buku berbentuk audio, sehingga dapat didengarkan oleh penyandang difabel dengan menggunakan alat pemutar audio, seperti hand phone, komputer, dan DVD player. 8) E-book Di DC, pemustaka difabel netra juga dapat melakukan aktivitas
54
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
memproduksi e-book, yaitu dengan cara memindai buku-buku tercetak, mengedit, dan mengubah formatnya ke dalam CD, sehingga e-book yang dihasilkan dapat dibaca melalui komputer dengan bantuan software jaws. 9) Referensi digital Selain penyandang difabel, sarana ini juga dimanfaatkan oleh pemustaka nondifabel. Referensi digital yang di maksud mencakup berbagai sumber informasi yang terdiri atas berbagai bidang subjek, yang berkaitan dengan kajian difabelitas. 10) Sarana peminjaman dan pengembalian koleksi adaptif Sarana ini berupa multi purpose station (MPS) untuk peminjaman dan pengembalian koleksi secara mandiri. MPS dapat memandu penyandang difabel, karena sarana ini telah dilengkapi dengan guidance, yang berisi langkah-langkah peminjaman dan pengembalian koleksi yang dilengkapi dengan suara. Selain sarana-prasarana tersebut, DC juga melaksanakan layanan khusus bagi pemustaka difabel sehingga diharapkan seluruh layanan perpustakaan yang ada benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal. Layanan tersebut meliputi: a) pelatihan penggunaan sarana adaptif, b) orientasi perpustakaan bagi mahasiswa baru, c) peminjaman, pengembalian buku, dan penelusuran koleksi di rak, d) penyediaan informasi tentang difabilitas, termasuk aktivitas pemustaka difabel, e) produksi buku adaptif, f) penelusuran koleksi melalui katalog online, dan g) pendampingan oleh relawan. 4.2 Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Peduli Difabel Perpustakaan perguruan tinggi yang ramah memerlukan ketersedian dan kesiapan SDM, yaitu pustakawan yang kompeten dan memiliki kepedulian terhadap pemustaka difabel. Pustakawan yang dimaksud adalah mereka yang bekerja mengelola perpustakaan, baik tenaga fungsional pustakawan maupun nonpustakawan. Mereka dituntut mampu memberikan pelayanan prima kepada semua pemustaka yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, sosial, dan budaya, termasuk para pemustaka difabel. Untuk dapat memberikan pelayanan prima, perlu diketahui berbagai aspek yang dibutuhkan pemustaka difabel. Selain kebutuhan sarana dan prasarana, pustakawan perlu memiliki pemahaman yang baik tentang aspek-aspek seputar penyandang difabel, seperti
Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
55
tentang makna difabel, aspek psikologis, sikap dalam melayani pemustaka difabel, serta kemampuan dalam mengoperasikan berbagai sarana adaptif. Pustakawan perlu memiliki wawasan baru tentang difabel, seperti yang disampaikan oleh Coleridge (1997) bahwa: 1) penyandang difabel adalah manusia biasa yang harus dihargai, memiliki kesempatan dan hak-hak yang setara, seperti manusia pada umumnya tanpa ada diskriminasi; 2) penyandang difabel merupakan individu-individu yang mampu membangkitan harga dirinya, tidak malas, selalu bersungguh-sungguh dalam setiap usahanya, serta mampu mengatasi hambatan dalam dirinya; 3) penyandang difabel merupakan sosok yang mampu menemukan kekuatan dalam diri sendiri dan mengeksplorasinya, sehingga dapat berperan penting di masyarakat; 4) pelayanan kepada pemustaka difabel merupakan upaya pemberdayaan dan peningkatan derajat kemanusiaan. Beberapa hal yang perlu dilaksanakan oleh perpustakaan untuk mempersiapkan pustakawan yang peduli difabel seperti tersebut di atas, antara lain a) mengadakan pelatihan pelayanan difabel bagi pustakawan dan relawan, b) mengadakan pelatihan penggunaan sarana adaptif bagi pustakawan dan relawan, dan c) mengadakan workshop dan seminar difabelitas bagi pustakawan dan relawan. Kegiatan tersebut tidak hanya diikuti oleh pustakawan dan relawan, tetapi juga diikuti oleh mahasiswa difabel atau sivitas akademika yang lain. Relawan merupakan mahasiswa yang memberikan pendampingan belajar bagi mahasiswa difabel. Mereka bertugas secara terjadwal dan dikoordinasikan oleh PSLD. Relawan juga berperan aktif dalam membantu penyandang difabel untuk menelusur informasi-informasi di perpustakaan. Melalui kegiatan ini, kesadaran pustakawan dapat ditumbuhkan dan ditingkatkan, khususnya dalam melaksanakan layanan prima. Dengan munculnya kesadaran tersebut, pemustaka difabel mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dalam layanan perpustakaan. Contoh pustakawan yang peduli difabel adalah Bapak Bambang, yang sehari-hari bertugas di layanan sirkulasi. Selama bertugas beliau berulang kali membantu mahasiswa difabel yang memerlukan koleksi buku. Menurut beliau, mahasiswa difabel biasanya memerlukan batuan mulai dari penelusuran koleksi melalui
56
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
OPAC, penelusuran koleksi di rak, hingga membacakan daftar isi suatu buku. Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan sepenuh hati dan dilandasi keikhlasan demi memberikan pelayanan yang baik kepada semua pemustaka difabel (wawancara, 30 April 2013). Contoh tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kepedulian pustakawan kepada pemustaka difabel yang dilandasi ketulusan hati, sehingga dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa difabel dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi dan mendorong tercapainya prestasi akademik yang maksimal. Dengan kata lain, para mahasiswa difabel yang telah menyelesaikan studi dengan baik di perguruan tinggi juga dapat berperan serta dalam membangun peradaban bangsa dengan memberdayakan dirinya dan masyarakat luas. Contoh mahasiswa dan pemustaka difabel yang telah berhasil menyelesaikan studinya dan berperan aktif di masyarakat adalah Hendro. Dia adalah salah seorang mahasiswa tunanetra yang menyelesaikan studi S-1 Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga dengan predikat cumlaude. Hendro aktif di LSM Sigab (Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel) dan menjadi instruktur pelatihan komputer bagi penyandang difabel di Lembaga Mardiwuto Yogyakarta. Saat ini, Hendro terdaftar sebagai mahasiswa program Pascasarjana pada Institute on Disability and Public Policy (IDPP) yang berpusat di American University. Hendro berharap perpustakaan perguruan tinggi terus mengembangkan pelayanan yang adaptif bagi pemustaka difabel, dan berharap pula suatu saat layanan seperti difabel corner dapat terintegrasi dengan layanan perpustakaan lainnya (wawancara, 1 Mei 2013). 4.3 Sosialisasi Perpustakaan yang Ramah Difabel Dalam upaya mewujudkan perpustakaaan perguruan tinggi yang ramah difabel, diperlukan upaya sosialisasi kepada pihak intern maupun ekstern. Sosialisasi ini sangat penting untuk mengingatkan semua pihak bahwa perpustakaan mendukung sepenuhnya kebijakan lembaga sebagai institusi pendidikan yang inklusif. Sasaran kegiatan sosialisasi ditujukan kepada: 1) pihak intern (pustakawan), terkait berbagai sarana adaptif dan hal-hal baru atau perkembangan pada layanan difabel; 2) pihak ekstern (pimpinan lembaga induk), terkait dengan penentu kebijakan atas dukungan moril atau materiil, sehingga perpustakaan akan menjadi
Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
57
lebih akomodif terhadap difabel pada masa-masa berikutnya; 3) seluruh mahasiswa baru, khususnya kegiatan sosialisasi tentang keberadaan mahasiswa difabel dan menumbuhkan kesadaran bahwa di antara mereka terdapat mahasiswa penyandang difabel. Mahasiswa yang dimaksud tersebut juga turut berpartisipasi dalam proses belajar-mengajar dan memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan layanan perpustakaan; 4) pihak di luar institusi. Kegiatan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui perkembangan layanan perpustakaan yang mendukung dan berpihak kepada minoritas difabel. Perpustakaan turut menjadi agen perubahan yang mendorong masyarakat untuk mengubah cara pandang terhadap penyandang difabel. Sosialisasi juga diharapkan akan memperkuat pengakuan, menerima perbedaan, dan memunculkan rasa saling menghargai atas perbedaan fisik penyandang difabel. Hal ini dimaksudkan agar seluruh mahasiswa lebih mengedepankan adanya saling pengertian di antara mereka, sehingga mereka dapat menjalani proses belajar-mengajar bersama dengan lebih bermakna.
5. PENUTUP Perguruan tinggi yang memiliki kebijakan untuk menerima mahasiswa difabel seperti tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa, seharusnya menyediakan sistem pendidikan dan fasilitas yang adaptif bagi mereka. Sebagaimana yang tercantum dalam peraturan undang-undang bidang perpustakaan, perpustakaan perguruan tinggi dituntut untuk lebih membuka diri dan mengembangkan layanannya bagi semua unsur masyarakat, khususnya bagi masyarakat difabel. Perpustakaan perlu bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan sarana dan mengembangkan sumbersumber informasi yang adaptif bagi penyandang difabel serta dalam mengatasi berbagai hambatan yang timbul. Untuk mewujudkan perpustakaan perguruan tinggi yang ramah difabel, diperlukan kesadaran yang tinggi dan kemauan yang kuat dari para pemangku kepentingan organisasi atau lembaga sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab moral lembaga dalam rangka mewujudkan pendidikan yang inklusif, yang menghilangkan diskriminasi termasuk dalam hal mengakses informasi. Upaya tersebut
58
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
merupakan tantangan bagi perpustakaan dan pustakawannya dalam mengakomodasi kebutuhan mahasiswa difabel, terutama dalam mengakses sumber-sumber informasi yang sama, baik secara kuantitas maupun kualitas dengan mahasiswa nondifabel.
DAFTAR PUSTAKA Coleridge, P. 1997. Pembebasan dan pembangunan: perjuangan penyandang cacat di negara-negara berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Depdiknas. 2009. Pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Indrawati, A. 2012. Catatan dari Malaysia perpustakaan kampus yang ramah sisabilitas”, Diffa: Setara dalam Keberagaman, (14) Februari. Koulikourdi, A. 2008. Library services for people with disabilities in Greece. Library Review, 57 (2): 138 - 148. Dapat diakses melalui: www.emeraldinsight.com/ 0024-2535.htm Mulyana, D. 2004. Metodologi penelitian kulitatif: paradigma baru ilmu komunikasi dan ilmu sosial lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya. Perpusnas RI. 2007. Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. Rahmayanty, N. 2010. Manajemen pelayanan prima: mencegah pembelotan dan customer loyality. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ro’fah, Andayani, dan Muhrisun. 2010. Inklusi pada pendidikan tinggi: best practices pembelajaran dan pelayanan adaptif bagi mahasiswa difabel netra. Yogyakarta:Pusat Studi dan Difabel (PSLD) UIN Sunan Kalijaga. Ro’fah, Andayani, dan Muhrisun. 2010. Membangun kampus inklusif: best practices pengorganisasian unit layanan difabel. Yogyakarta: Pusat Studi dan Difabel (PSLD) UIN Sunan Kalijaga. Saleh, A. R. dan Fahidin. 1995. Manajemen perpustakaan perguruan Tinggi. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mewujudkan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang Ramah Difabel | Isrowiyanti
59
60
BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 34 (1) Juni 2013
Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1
OPINI PENGADAAN BAHAN PUSTAKA DI PERGURUAN TINGGI : SUATU PENGALAMAN DI PERPUSTAKAAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Ratnaningsih
Pustakawan Muda pada Perpustakaan IPB, email:
[email protected]
Abstrak Pengadaan bahan pustaka adalah salah satu dari kegiatan pelayanan teknis pada suatu perpustakaan dalam usaha untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh para pemustaka secara up to date. Melalui kegiatan kerja pengadaan, perpustakaan berusaha menghimpun bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi perpustakaan. Kegiatan pengadaan dimulai dari pemilihan, pemesanan, sampai pada tahap pemeriksaan dan inventarisasi. Dua sistem pengadaan yang bersumber dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) adalah sistem lelang dan sistem swakelola. Masingmasing sistem mempunyai kelebihan dan kekurangan, kedua sistem tersebut telah dilakukan oleh Perpustakaan IPB dalam proses pengadaan buku dan jurnal. Pengalaman dalam menjalankan sistem pengadaan baik lelang maupun swakelola akan menjadi bahan evaluasi dalam memberikan masukan untuk kebijakan pengadaan yang akan datang. Kata Kunci: Acquisition, Library Collection, Collection Development Policy
Pendahuluan Banyak orang mengibaratkan bahwa pelayanan bagi suatu perpustakaan merupakan ujung tombak, karena biasanya ujung tombak tersebut akan menancap pada sasaran. Namun kali ini saya akan menggunakan anak panah pengganti tombak sebagai perumpamaan tersebut. Saya akan menganggap bahwa pelayanan bagi suatu perpustakaan merupakan ujung anak panah yang akan menancap pada sasaran yang kita bidik. Arah anak panah yang kita lepaskan tidak ditentukan oleh tajamnya ujung anak panah tersebut melainkan oleh bentuk dan penampilan pangkal anak panah yang bersangkutan. Oleh karena itu biasanya para pemanah akan membuat pangkal anak panahnya sebaik mungkin agar arah anak panah yang dilepas dari busurnya akan mengenai sasarannya dengan tepat. Misalnya saja, pangkal anah panah tersebut diberi bulu ayam atau bulu burung yang disusun sedemikian rupa yang dapat mengendalikan anak panah tersebut. Setajam apapun ujung anak
panah tersebut tidak akan berguna jika arah anak panah yang dilepas dari busurnya tidak dapat diatur sehingga mengenai sasarannya. Tentu saja berlaku juga sebaliknya, sebagus apapun arah anak panah tersebut jika ujungnya tidak dibuat tajam, maka anak panah tersebut tidak akan menancap dengan baik pada sasaran yang telah ditentukan. Dengan mengibaratkan bahwa sebuah perpustakaan merupakan perjalanan sebuah anak panah, dan pelayanan merupakan ujungnya, maka bagian pengadaan merupakan pangkal dari anak panah tersebut. Jika kita menginginkan anak panah menuju sasaran dengan tepat, maka bagian pengadaan ini harus dikelola dengan baik. Salah satu tugas dari bagian pengadaan dari suatu perpustakaan adalah membeli buku-buku yang akan menjadi koleksi perpustakaan. Agar koleksi yang akan digunakan oleh pemustaka tersebut sesuai dengan kebutuhannya (meet the users’ need) maka perpustakaan tidak boleh sembarangan dalam menentukan buku-buku yang akan dibeli. Untuk itu dasar pembelian buku
45
Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1
tersebut haruslah kebutuhan pemustaka yang akan diperoleh melalui survei pemustaka atau yang dikenal dengan users’ study. Jadi idealnya pengadaan buku perpustakaan ditentukan hanya oleh pemustaka. Pustakawan atau siapapun selain pemustaka tidak memiliki kewenangan dalam menentukan buku yang akan dibeli oleh perpustakaan. Pengolahan
Pelayanan
Pengguna
Pengadaan
Intervensi pustakawan (manajemen perpustakaan) hanyalah terbatas kepada administrasi pengadaannya saja, namun tidak kepada substansi pengadaan bukunya. Gambar 1 berikut menggambarkan proses kerja di perpustakaan yang dapat diibaratkan anak panah yang sedang bergerak menuju sasaran yaitu pemustaka.
Gambar 1. Proses di Perpustakaan sebagai Anak Panah Menuju Sasaran (Pemustaka) Proses Pengadaan di Perpustakaan Tugas setiap perpustakaan adalah memberikan pelayanan sebaikbaiknya kepada setiap pemustakanya. Tugas ini dapat dilakukan dengan baik apabila perpustakaan tersebut dapat membangun koleksinya dengan baik dan relevan dengan kebutuhan pemustakanya sehingga seluruh kebutuhan pemustakanya dapat terlayani dengan baik. Namun pada saat ini kondisi demikian mustahil dapat dipenuhi oleh suatu perpustakaan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dana, keragaman pemustaka, berkembangnya jumlah buku dan majalah yang ada seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu maka tugas perpustakaan akan menjadi berat karena harus memilih dari sekian banyak ragam buku dan majalah untuk dijadikan koleksi. Proses ini dikenal dengan nama seleksi bahan pustaka dan merupakan langkah awal dari pembinaan bahan pustaka. Seleksi merupakan proses identifikasi bahan pustaka yang akan ditambahkan pada koleksi yang telah ada di perpustakaan sebelumnya. Di perpustakaan perguruan tinggi proses seleksi ini biasanya dilakukan oleh staf pengajar atau dosen. Perpustakaan biasanya menyediakan formulir yang 46
diedarkan kepada seluruh staf pengajar di universitasnya. Pengiriman formulir ini biasanya dilakukan melalui fakultas atau bahkan langsung ke departemen. Selain staf pengajar, biasanya pustakawan sendiri (khususnya subject matter specialist) dapat juga melakukan seleksi. Kadang-kadang di beberapa perpustakaan perguruan tinggi, mahasiswa juga dimintai pendapat dalam hal seleksi bahan pustaka ini. Namun bila ada saran dari mahasiswa untuk pembelian koleksi, khususnya majalah, pihak perpustakaan harus betul-betul mempertimbangkan apakah saran tersebut memang perlu dipenuhi. Dasarnya adalah apakah koleksi atau majalah tersebut memang untuk menunjang pelaksanaan perkuliahan, atau dengan alasan lain. Keputusan seleksi dibuat dengan sangat hati-hati agar dapat memuaskan pemustaka khususnya yang pemberi saran untuk membeli koleksi tersebut. Setelah formulir ini masuk kembali ke perpustakaan, maka staf perpustakaan akan melakukan pengecekan ke koleksi. Hal ini sangat perlu dilakukan agar tidak terjadi duplikasi koleksi yang tidak diinginkan. Selain dilakukan pengecekan ke katalog juga harus dilakukan pengecekan berkas buku yang sedang dipesan. Tujuannya adalah sama yaitu untuk menghindari terjadinya duplikasi koleksi yang tidak diinginkan. Slip atau
Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1
formulir ini kemudian dikelompokkan menurut subjek atau menurut penerbit sesuai dengan kebutuhan. Pengadaan Koleksi Melalui Pembelian Di perpustakaan perguruan tinggi pengadaan koleksi melalui pembelian dapat dilakukan dengan beberapa cara tergantung besarnya dana dan asal sumber dana. Misalnya saja pembelian dengan anggaran di atas empat juta rupiah tetapi di bawah dua puluh juta rupiah dan sumber dananya berasal dari anggaran pembangunan, maka pengadaannya harus dilakukan oleh perusahaan melalui penunjukan oleh pimpinan proyek (panitia pengadaan barang pada proyek peningkatan perguruan tinggi). Namun bila sumber dananya berasal dari dana masyarakat, maka pengadaan/ pembeliannya dapat dilakukan dengan cara swakelola oleh perpustakaan. Terlepas dari cara pengadaan tersebut maka pembelian buku dapat dilakukan melalui berbagai saluran yang ada yaitu: 1) toko buku; 2) penerbit dalam negeri dan luar negeri; dan 3) agen buku dalam negeri dan luar negeri. Tinjauan Peraturan Pengadaan Barang/Jasa di Indonesia Setiap pengadaan barang/jasa pemerintah yang dilaksanakan oleh suatu instansi/lembaga di Indonesia yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berpedoman pada Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003. Tujuannya adalah agar pelaksanaan pengadaan tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa terdiri dari beberapa pointer diantaranya adalah memperluas lapangan kerja dan mengembangkan industri dalam negeri khususnya peran serta usaha kecil dan meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan. Kegiatan pengadaanpun harus diumumkan secara terbuka agar masyarakat mengetahui dan dapat mengikuti sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. Salah satu pointer yang sangat penting dalam etika pengadaan itu sendiri adalah menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara. Pelaksanaan atas pengadaan itu sendiri dapat dilakukan dengan menggunakan penyedia barang/jasa dan dengan cara swakelola. Pengadaan dengan Cara Swakelola Definisi swakelola berdasarkan Keppres No. 80 tahun 2003 adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan oleh : 1) pemustaka barang/jasa; 2) instansi pemerintah lain; dan 3) kelompok masyarakat/lembaga swadaya masyarakat penerima hibah. Pelaksanaan pengadaan secara swakelola khususnya untuk koleksi buku dan jurnal pernah dilaksanakan oleh Perpustakaan IPB pada tahun 2003-2005 yang memperoleh dana APBN senilai Rp. 500.000.000,00 Dalam hal ini perpustakaan diberi kewenangan penuh dalam hal pengadaan dari mulai seleksi, pengadaan, pembayaran, pertanggungjawaban keuangan dan pelaporan. Ada beberapa keuntungan yang bisa diambil dari sistem swakelola yang pernah diterapkan di Perpustakaan IPB antara lain: 1) alokasi dana yang telah ditentukan dapat terserap dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 2) efisiensi penggunaaan dana dapat mendekati 100 persen karena pembelian tidak dikenai pajak bea masuk pelabuhan, 47
Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1
PPn, tidak dikenai keuntungan perusahaan, biaya-biaya administrasi lelang serta biayabiaya lain; namun ada tambahan biaya pengiriman buku dari penerbit ke perpustakaan; 3) bahan pustaka yang diadakan dapat mencapai hampir 100 persen dari jumlah yang direncanakan; dan 4) pengadaannya sesuai dengan target waktu. Hal tersebut diatas tentunya sangat menguntungkan bagi pihak perpustakaan. Terutama untuk pengadaan jurnal, karena jurnal bersifat spesifik dan informasinya bersifat mutakhir (current). Tentunya proses pengadaan demikian memerlukan strategi yang baik agar jurnal bisa diterima sesuai waktu terbitnya. Biasanya kegiatan administrasi dan pembayaran dilaksanakan pada awal tahun. Berdasarkan pengalaman yang telah dilaksanakan oleh Perpustakaan IPB sejumlah jurnal yang dilanggan melalui dana APBN dan sistem pengadaannya dengan swakelola, penerimaan/kedatangan jurnal tersebut tepat waktu artinya pada saat penerimaan informasi dari jurnal tersebut masih relevan. Ada beberapa faktor pendukung keberhasilan pelaksanaan sistem swakelola diantaranya adalah: 1) pengelola dituntut memiliki kemampuan teknis administrasi baik persuratan maupun keuangan; 2) kemampuan berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris; dan 3) kemampuan memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien. Terlepas dari keuntungan dan faktor yang mendukung dari sistem yang diterapkan, pada pelaksanaannya sistem swakelola memang menuntut seorang pustakawan bekerja lebih kreatif, ulet, teliti dan berusaha mengembangkan koleksi yang ada di perpustakaannya. Pengadaan dengan Cara Lelang Pada tahun 2009 Perpustakaan IPB memperoleh dana pengadaan bahan pustaka dari APBN senilai Rp 2.200.000.000,00 (Dua milyar dua ratus juta rupiah). Nilai tersebut cukup tinggi walaupun masih di bawah anggaran 48
perguruan tinggi lain yang setaraf dengan IPB seperti UI, ITB dan UGM yang rata-rata di atas nilai tersebut. Pada kurun waktu itu pula kebijakan berubah dari pengadaan sistem swakelola menjadi sistem lelang yang mengacu pada Keppres No.80 tahun 2003. Perpustakaan IPB hanya berperan sebagai user, menyampaikan kebutuhan bahan pustaka kepada pihak panitia yang telah ditetapkan oleh IPB. Selanjutnya panitia yang menentukan dari mulai pengadaan dan proses-proses teknis lainnya dengan mengacu pada Keppres. Perpustakaan dilibatkan dalam kegiatan rapat penjelasan pekerjaan (Aanwizjing) dan evaluasi data dari peserta lelang. Berdasarkan pengalaman mulai dari tahun 2006 sampai dengan saat ini ada beberapa masalah yang dihadapi yaitu : 1) banyak buku (kurang lebih 30 persen) yang tidak bisa diadakan dan diganti dengan judul lain sebagai pengganti; 2) penerimaan jurnal tercetak pada tahun 2006-2009 tidak sesuai waktu sehingga informasinya sudah tidak relevan lagi; dan 3) anggaran yang sudah dialokasikan untuk pengadaan buku/jurnal tidak bisa diserap secara maksimal. Pada tahun 2010, IPB masih memberlakukan kebijakan sistem lelang dan Perpustakaan IPB memperoleh anggaran pengadaan bahan pustaka sama dengan tahun sebelumnya yaitu senilai Rp 2.200.000.000,00 Belajar dari pengalaman tahun sebelumnya Perpustakaan IPB berusaha untuk memperbaiki dengan melakukan koordinasi dan kerjasama dengan panitia agar dalam pelaksanaannya pihak perpustakaan tidak dirugikan. Upaya yang dilakukan adalah pihak Perpustakaan IPB memberikan masukan kepada panita untuk menambahkan 1 (satu) pasal dalam dokumen kegiatan. Pasal yang ditambahkan tersebut adalah setiap berkas yang masuk dari peserta lelang perlu dilengkapi dengan bukti surat dukungan penerbit, sebagai bukti jaminan pengadaan. Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2007 ada beberapa perkembangan,
Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1
yaitu: buku yang diadakan 95 persen bisa terpenuhi, penerimaan bahan pustaka khususnya buku sesuai waktu yang ditargetkan, dan anggaran untuk pengadaan buku/jurnal bisa terserap secara maksimal. Adakah Cara Lain untuk Pengadaan Buku/Jurnal di Perpustakaan Khususnya di Perguruan Tinggi ? Pertanyaan ini seringkali muncul jika kita berdiskusi masalah pengadaan dengan perguruan tinggi lain. Berdasarkan pengalaman Perpustakaan IPB dalam kurun waktu 10 tahun menjalankan sistem yang berbeda, setiap sistem yang dijalankan ada kelebihan dan kekurangannya. Khususnya untuk pengadaan jurnal, banyak masalah yang dihadapi jika dilakukan dengan lelang karena melihat kondisi kedatangannya tidak kontinyu dan tidak sesuai waktu yang diharapkan. Jika kita melihat pengalaman yang telah dijalankan oleh perguruan tinggi lain seperti di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara misalnya, dimana dalam pengadaan bahan pustakanya mereka memanfaatkan dana yang bersumber dari Dana Masyarakat (DM), maka dalam proses pengadaannya Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dapat membelanjakan koleksi pustaka lebih lentur (flexible) dibandingkan jika membelanjakan dana yang berasal dari APBN. Salah satu kelenturannya adalah dana yang bersumber dari Dana Masyarakat (DM) dapat dibelanjakan untuk koleksi jurnal dan buku elektronik. Belajar dari keberhasilan itulah maka Perpustakaan IPB mulai tahun 2010 secara bertahap mengalokasikan sumber Dana Masyarakat untuk langgan buku terbitan dalam negeri, jurnal terbitan dalam negeri, jurnal elektronik (e journal)dan buku elektronik (e book). Upaya yang dijalankan dalam proses
pengadaan bahan pustaka baik tercetak maupun elektronik adalah untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar pemustaka. Diharapkan kedepan Perpustakaan IPB mendapatkan anggaran lebih terutama untuk melanggan jurnal elektronik (e journal) dan buku elektronik (e book), yang selama ini menjadi tuntutan dari pemustaka. Pencanangan IPB menuju research university tentunya perlu didukung oleh ketersediaan informasi, literatur serta sarana-prasarana yang mendukungnya. Oleh karena itu, kehadiran perpustakaan yang memenuhi standar internasional jelas tidak dapat dipandang sebelah mata. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa pengadaan bahan perpustakaan perlu mendapat perhatian, karena bagian ini justru menentukan arah kemana sasaran perpustakaan akan dicapai. Pengadaan bahan perpustakaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu swakelola dan sistem lelang. Pengadaan dengan sistem swakelola memiliki keunggulan dimana efisiensi pemanfaatan dana bisa mendekati 100 persen, sedangkan pengadaan dengan sistem lelang mempunyai keunggulan dimana beban pekerjaan berada pada pihak ketiga, namun efisiensi pemanfaatan dananya tentu lebih rendah karena biaya pihak ketiga dibebankan kepada anggaran APBN. Perlu dipikirkan untuk menggantikan sebagian atau seluruhnya sumber dana pengadaan koleksi dari sumber dana APBN dengan sumber dana Dana Masyarakat agar pemanfaatan dana dapat lebih lentur dan bahan pustaka yang diterima sesuai perencanaan, mengingat masalah pengadaan koleksi perpustakaan memerlukan kelenturan tersebut.
49
Jurnal Pustakawan Indonesia Volume 10 No. 1
Daftar Pustaka [IPB] Institut Pertanian Bogor (2009) Laporan Tahunan 2009. Bogor: Perpustakaan IPB. Republik Indonesia (2003) Keputusan Presiden RI, No. 80 Tahun 2003 Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
50
Seminar, Kudang B & Yuyu Yulia (2004) Pengembangan Koleksi di Perpustakaan IPB dalam Dinamika Perpustakaan IPB Menuju Perpustakaan Riset. Bogor: IPB Press. Siregar, A.Ridwan (2004) Perpustakaan, Energi Pembangunan Bangsa. Medan: USU Press.
PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI
1
Lilik Ernawati Firdaus, 2 M. Bashori Muchsin, 3 Slamet Muchsin 1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Administrasi 2,3 Dosen Program Studi Magister Ilmu Administrasi Program Pascasarjana Universitas Islam Malang Jl. MT. Haryono 193 Malang
Abstract This study aims to decrypt, analyze and provide interpretation of: 1) based library management information and communication technology based on Law No. 43 of 2007 concerning the library at Petra Christian University Library. 2) Implementation of information and communication technology in the management of college library as a library quality improvement efforts in realizing the ideal library at Petra Christian University Library. 3) The factors supporting and inhibiting the library management based on information and communication technology as an effort to improve the quality of the library. Method research approach: Qualitative Descriptive. Analysis using an interactive model of Miles and Huberman (2009:16) consists of: data reduction, data and Attractive Presentation Conclusion / Verification. The results found that the management of the library consists of planning, organizing, controlling, evaluating .. Implementation consists of Automation, Sieving material information, Digital libraries, Networking, online information access (virtual library) as well as quality improvement efforts to realize the ideal library. Constraints faced by the human resource is the yet to master information and communication technologies, the unavailability of the physical environment of socialization. Fore necessary cadre of young librarians who have expertise and information technology programmers. Media information should be noted that the information presented to be interesting and always eagerly anticipated by pemustaka. keywords: management, information and communication technology, information common Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsi menganalisis serta memberikan interpretasi terhadap: 1) pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya; 2) implementasi teknologi informasi dan komunikasi pada pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan dalam mewujudkan perpustakaan ideal di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya; 3) faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan. Metode penelitian menggunakan pendekatan: Deskriptif Kualitatif. Teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman (2009:16) terdiri dari : Reduksi data, Penyajian data dan Menarik Kesimpulan / Verifikasi. Hasil penelitian menemukan bahwa pengelolaan perpustakaan terdiri dari planning, organizing, controlling, 120
evaluating.. Implementasi terdiri dari Otomasi, Pengayakan bahan informasi, Digital library, Networking, Akses informasi online (virtual library) serta upaya peningkatkan kualitas mewujudkan perpustakaan ideal. Kendala yang dihadapi adalah sumber daya manusia yang belum menguasai teknologi informasi dan komunikasi, belum tersedianya lingkungan fisik sosialisasi. Kedepan perlu pengkaderan pustakawan muda yang mempunyai keahlian teknologi informasi dan progamer. Media informasi perlu diperhatikan sehingga informasi yang ditampilkan menjadi menarik dan selalu dinantikan oleh pemustaka. Kata kunci: pengelolaan, teknologi informasi dan komunikasi, information common PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat pesat, menggantikan teknologi lama secara sigifikan dan telah melakukan inovasi dalam dunia perpustakaan dan kepustakawanan. Undang – undang No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk menyelenggarakan Perguruan Tinggi harus memiliki perpustakaan. Perpustakaan sebagai aset vital dan trade mark suatu perguruan tinggi akan tumbuh kreatif dan mampu bersaing jika dihargai dan ditempatkan dalam wadah dan struktur strategis. UU No. 43 Tahun 2007 Bab VII pasal 24 tentang Perpustakaan Perguruan Tinggi menyatakan bahwa: (3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Perubahan paradigma dalam system pendidikan dan pengajaran di perguruan tinggi menempatkan perpustakaan sebagai sumberdaya informasi yang sangat penting karena dimungkinkan akan memberikan kemudahan pada civitas akademika dalam aksesibilitas informasi di perpustakaan. Perpustakaan mutlak harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi agar tidak ditinggalkan sebagian pengguna jasa tersebut. Perkembangan dan penerapan teknologi informasi dan komunikasi dapat diukur dengan diterapkannya sistem informasi manajemen perpustakaan dan perpustakaan digital. Perpustakaan perguruan tinggi sering dianalogikan dengan sebuah jantung perguruan tinggi, dengan analogi ini kondisi perpustakaan perguruan tinggi dapat menjadi
salah satu barometer kualitas perguruan tinggi yang menaunginya. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana mendeskripsikan pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan ? 2) Bagaimana implementasi teknologi informasi dan komunikasi pada pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan dalam mewujudkan perpustakaan ideal ? 3) Faktorfaktor apa yang mendukung dan menghambat pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan ? Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu mendeskripsi, menganalisis serta memberikan interpretasi terhadap:1)Pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya. 2) Implementasi teknologi informasi dan komunikasi pada pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan dalam mewujudkan perpustakaan ideal di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya. 3) Faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan Adapun manfaat penelitian ini 1) Secara teoritis dapat dijadikan dasar acuan
121
atau sebagai pembanding dengan penelitian lain yang diteliti. Model yang ditemukan dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar acuan untuk membangun ilmu pengetahuan. 2) Manfaat Praktis bagi peneliti dapat menambah pemahaman terhadap perkembangan pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi di perguruan tinggi sebagai upaya mendukung kualitas perpustakaan dan mewujudkan perpustakaan ideal pada era globalisasi.3) Bagi kalangan akademisi untuk menambah wacana dan pengetahuan tentang pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagai upaya peningkatan kualitas perpustakaan di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya. Bagi para pemikir yang mengkaji tentang upaya peningkatan kualitas perpustakaan dan mewujudkan perpustakaan ideal serta memanfaatkan pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang. Hasil balikan (feed back) dari aktifitas yang dilaksanakan Perpustakaan Universitas Kristen Petra selama ini, sebagai masukan untuk digunakan oleh pengelola pendidikan, pustakawan dan pemustaka dalam upaya peningkatan kualitas perpustakaan dan mewujudkan perpustakaan ideal terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi di perguruan tinggi. Bagi pengelola dan semua pihak yang berkepentingan sebagai bahan masukan, meminimalisir berbagai hambatan yang ada serta berusaha mengembangkan dan memanfaatkan faktorfaktor pendukung sebagai sarana untuk lebih meningkatkan kualitas perpustakaan Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Evalien Suryati (2002) yang berjudul “ Implementasi Otomasi Perpustakaan oleh Anggota Jaringan Kerjasama Perpustakaan Maya”. Penelitian Deskriptif pada Anggota Jaringan Kerjasama Indonesian Christian University Virtual Library (InCU-VL). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi otomasi perpustakaan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dalam perencanaan operasional
disusun dengan berorientasi kepada perencanaan strategis. Dalam melakukan kegiatan implementasi otomasi staf menanggapi secara positif namun masih kesulitan dalam mendapatkan teknisi dan pemrogram. Pihak manajerial menerapkan strategi kreatif dalam menyiasati hambatan yang dihadapi. Budaya organisasi partisipatif terakomodasi dengan baik, staf menanggapi positif perubahan keorganisasian yang terjadi. Penelitian ini relevan untuk dikaji, karena dalam era globalisasi saat ini perguruan tinggi menempatkan perpustakaan sebagai sumber daya informasi yang sangat penting karena dimungkinkan akan memberikan kemudahan pada civitas akademika dalam aksebilitas informasi di perpustakaan, sehingga perpustakaan mutlak harus berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Penelitian lain yang relevan untuk dikaji adalah yang pernah dilakukan oleh Yehuda Abiel ( 2010) yang berjudul “ Desa Informasi Television Sebagai Media Promosi Perpustakaan”. Studi deskriptif tentang persepsi pengguna terhadap pemanfaatan Desa Informasi Television pada Perpustakaan Perguruan Tinggi Universitas Kristen Petra Surabaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pengguna terhadap pemanfaatan Desa Informasi Television guna membantu sivitas akademika untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa persepsi pengguna terhadap pemanfaatan Desa Informasi Television adalah cukup bagus dengan nilai guna atau manfaat tergolong tinggi. Penelitian di atas relevan untuk dikaji karena Desa Informasi Television merupakan salah satu media berbasis teknologi dan informasi dalam bentuk multimedia untuk kebutuhan pemustaka dan civitas akademika. Penelitian lain yang relevan untuk dikaji adalah yang pernah dilakukan oleh Nur Komaria (2011) yang berjudul “ Analisis Pengaruh Aplikasi Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Guru dan Karyawan Menggunakan Struktural Equation Model (SEM) ”. Studi Pada SMK Syamsul Arifin Pukul Pasuruan.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman
122
terhadap aplikasi teknologi informasi, dukungan Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ketersediaan dana, investasi teknologi informasi dan pengaruhnya terhadap kinerja guru dan karyawan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa dukungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Sekolah, ketersediaan investasi untuk teknologi informasi, dana dan pemahaman terhadap aplikasi teknologi informasi berpengaruh terhadap kinerja guru dan karyawan. Penelitian di atas relevan untuk dikaji karena pengelolaan tergantung faktor intern dan ekstern. Disamping dukungan organisasi secara mikro, fasilitas, dana dan organisasi makro terhadap teknologi informasi sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam meningkatkan kualitas perpustakaan perguruan tinggi seperti yang saat ini diteliti oleh peneliti. Penelitian lain yang relevan untuk dikaji adalah yang pernah dilakukan oleh Muhammad Subaidi (2007) berjudul “Peran Teknologi Informasi Dan Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Islam“. Kajian Pustaka. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk pemanfaatan teknologi informasi sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan islam. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa melihat perkembangan potensi dan keunggulan teknologi informasi, maka renaissance academik melalui inovasi teknologi pendidikan yang berupaya meningkatkan keunggulan kualitas di masa sekarang dirasakan sangat penting lebih – lebih dengan berkembangnya dunia telekomunikasi yang semakin berkembang pesat. Penelitian di atas relevan untuk dikaji karena peranan teknologi informasi dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dimasa sekarang dirasa sangat penting seperti yang saat ini diteliti oleh peneliti dalam meningkatkan kualitas perpustakaan perguruan tinggi sebagai aset vital dan trade mark perguruan tinggi. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif karena peneliti bermaksud untuk menemukan,
memahami, memperoleh gambaran, menjelaskan dan menganalisis tentang apa yang tersembunyi dibalik sisem pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi di perguruan tinggi dalam upaya peningkatan kualitas perpustakaan di Universitas Kristen Petra Surabaya. Peneliti sendiri merupakan instrumen atau alat pengumpul data yang utama, analisis datanya dilakukan induktif, sifatnya deskriptif. Fokus Penelitian adalah masalah utama yang akan dijadikan obyek penelitian, hal ini dilakukan supaya tidak terjadi pembiasan kajian serta tidak menyimpang dalam pencarian data. Fokus penelitian ini dikhususkan pada Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya yang meliputi : 1) Pengelolaan perpustakaan yang terdiri dari Planning, Organizing, Controlling, Evaluating terkait dengan teknologi informasi dan komunikasi. 2) Implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam pengelolaan perpustakaan perguruan tinggi yang terdiri dari Otomasi pengelolaan perpustakaan, Pengayakan bahan informasi, Digital library, Networking, Akses informasi online (virtual library) serta upaya peningkatkan kualitas perpustakaan dalam mewujudkan perpustakaan ideal. 3) Faktor pendukung yang mencakup ; Manajemen, sumber daya manusia, koleksi, teknologi, pelayanan, sarana dan prasarana, dana. Faktor penghambat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, implementasi teknologi informasi dan komunikasi Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri (Licoln & Guba, 1985; Miles & Huberman, 2009) Karena itu instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrument kunci yang langsung berhadapan dengan subyek yang diteliti dan tidak dapat digantikan oleh alat atau orang lain. Subyek penelitian adalah pengelolah, pemustaka dan pustakawan dengan segala macam pikiran dan perasaanya yang diwujudkan dalam tingka laku atau kata-kata dalam menanggapi kehadiran peneliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu; wawancara mendalam (indepth interview), observasi
123
partisipasi dan studi dokumentasi. Data-data yang digali oleh peneliti harus dicermati dari aspek internal dan eksternal. Aspek internal ditekankan pada akurat dan tidaknya data yang tersedia kaitannya dengan signifikansi dengan fokus penelitian terkait dengan manajemen internal perpustakaan perguruan tinggi, begitu pula aspek ekstrernal juga menyangkut tentang keautentikan data yang diperoleh oleh peneliti, misalnya kerjasama yang dilakukan oleh perpustakaan dalam mendukung proses pengembangan perpustakaan. Teknik analisis data penelitian ini menggunakan model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (2009:16). Yang terdiri dari : 1) Reduksi data merupakan bentuk analisis yang berusaha untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, menyeleksi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulannya dapat ditarik dan diverifikasi. 2) Penyajian data adalah proses penyusunan informasi kedalam suatu bentuk yang sistematis, sehingga menjadi lebih sederhana, selektif, serta dipahami makna. 3) Menarik Kesimpulan / Verifikasi peneliti berusaha untuk menemukan makna dan apa yang sudah diperoleh dan catatan-catatan lapangan yang merupakan keteraturan, pola-pola, dan penjelasan. Kesimpulan yang ditarik disini bukan kesimpulan final karena penelitian kualitatif ini tidaklah berhenti sampai disitu saja. Hal ini sangat tergantung pada banyak hal diantarannya kelengkapan data, kecakapan peneliti, ketersediaan dana dan sebagainya. Pengumpul an data
Reduksi data
Penyajian data
Kesimpulankesimpulan: Penarikan/Verifikas
Gambar 1 Komponen Analisis Data: Model Interaktif
Keabsahan Data. Validitas dan realibilitas data yang telah dikumpulkan dalam penelitian kualitatif sangat penting
guna menunjukkan obyektif hasil penelitian. Oleh karena itu peneliti menggunakan beberapa cara untuk memenuhi obyektifitas dan ketepatan hasil penelitian. Menurut Lincoln dan Guba (1981) dan Paton (1987) dalam Moleong (2011: 324) paling sedikit ada empat standar utama guna menjamin keabsahan hasil penelitian, namun tidak seluruhnya dipergunakan dalam penelitian ini mengingat berbagai keterbatasan, antara lain: 1) Derajat Kepercayaan (Credibility) Untuk memenuhi standar kredibilitas / kepercayaan, maka peneliti: a) Memperpanjang keikutsertaan dalam proses pengumpulan data. b) Melakukan observasi secara sungguh-sungguh dan terus-menerus. c) Melakukan Triangulasi. Ada tiga pola triangulasi yaitu perbandingan terhadap data, sumber data dan teknik pengumpulan data. Prosedur triangulasi sangat memakan waktu, akan tetapi disamping mempertinggi validitas juga memberikan kedalaman hasil penelitian. d) Melibatkan rekan sejawat e) Mengadakan member chek. Proses ini dilakukan pada akhir wawancara, dengan mengecek ulang secara garis besar berbagai hal yang telah disampaikan oleh informan berdasarkan catatan kita, dengan maksud agar informan yang telah diperoleh dan digunakan dalam penulisan laporan penelitian sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan. 2) Keteralihan (transferability) bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Untuk melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya didasarkan pada konteks empiris setting penelitian, yaitu tentang emic yang diterima oleh peneliti dan etic yang merupakan hasil interpretasi peneliti. 3) Kebergantungan (Dependability) Dilakukan untuk memeriksa akurasi pengumpulan dan analisis data. Agar derajat realibilitas dapat tercapai, maka diperlukan audit atau pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Peneliti akan selalu mendiskusikan dengan pembimbing. 4) Kepastian (Confirmability) yaitu obyektifitas
124
yang berdasarkan pada “emic” dan “etic” sebagai tradisi penelitian kualitatif. Derajat ini dapat dicapai melalui audit yang cermat terhadap seluruh komponen dan proses penelitian serta hasil penelitiannya. Bila hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan hasil penelitian memenuhi kriteria yang telah ditentukan, maka dapat dikatakan bahwa hasil penelitian dapat digantungkan pada keandalan peneliti. Hasil Penelitian menunjukan bahwa pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi agar berjalan dengan baik dan efesien perpustakaan harus melakukan prinsip prinsip dasar dalam manajemen, yaitu :Planning, Organizing, Controlling, Evaluating. Perencanaan (Planning) Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya memiliki kehendak yang tertuang dalam kebijakan yang terumus dalam visi misi yang akan dicapai. Untuk mewujudkan visi dan misi dibutuhkan perencanaan yang matang dan memungkinkan untuk melaksanakan serta dapat dijadikan tolak ukur pencapaian keberhasilan. Organizing. Sistem organisasi dan manajemen perpustakaan dilengkapi dengan bidang teknologi informasi, promosi, kerjasama. Struktur organisasi Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya tersusun sebagai berikut: KEPALA PERPUSTAKAAN KASUBAG TATA USAHA
KABID PENDAYAGUNA AN INFORMASI
KABID PENGEMBANGAN KOLEKSI DAN TEKNOLOGI
Gambar 2 Struktur organisasi perpustakaan Universitas kristen petra surabaya Pengontrolan (Controling). Proses pengawasan ada tiga langkah yaitu: a)
Menentukan standar. Standar perpustakaan sudah ada yaitu yang dibuat oleh Ranganathan dan Perpustakaan Nasional Indonesia. Namun kita bisa juga mebuatnya sendiri yaitu dengan cara mengukur produktivitas, beberapa pustakawan dalam mengerjakan tugas-tugasnya pada setiap satuan waktu dan dalam jangka waktu yang cukup panjang, lalu hasil pengukuran tersebut dirata-rata; b) Mengukur hasil dan membandingkannya dengan standar Memperbaiki penyimpangan; c) memperbaiki penyimpangan. Apabila dalam proses pengawasan ditemukan adanya penyimpangan maka kita berkewajiban untuk memperbaikinya agar tidak berlarut-larut segera diberikan jalan keluarnya. Pengevaluasian (Evaluating). Pengukuran kinerja dilakukan dengan tujuan meningkatkan keefektifan atau efesiensi program kerja, memudahkan control dan sekaligus kita bisa mengetahui bagian bagian yang perlu dibenahi agar lebih baik dan efisien. Apabila ada hal-hal baru yang akan dibenahi bisa merencanakan dengan matang. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi saat ini sudah menjadi ukuran untuk mengetahui tingkat kemajuan dari perpustakaan. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi dapat difungsikan dalam berbagai bentuk yaitu sebagai sistem informasi manajemen perpustakaan dengan mengintegrasikan sistem informasi pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi, pengolahan anggota, statistik. memakai 1) sistem otomasi perpustakaan.Yang belum terotomasi pada bagian administrasi dan majalah. Digitalisasi adalah penerapan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan dan menyebarluaskan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi local secara full text seperti tugas akhir, laporan penelitian, artikel majalah ilmiah. 2) Pengayaan bahan pustaka adalah akses informasi sangat penting: system browsing dan searching. 3) Digitalisasi memiliki keunggulan dalam kecepatan pengaksesan karena berorientasi ke data digital dan media jaringan komputar
125
(internet). Digital collection yang dimiliki oleh Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya adalah : a) Digital Theses Tugas akhir, b) e-Dimensi c) Petra @rt Gallery d) Petra iPoster e) Petra chronicle, f) Surabaya Memory g) Chinese in Indonesia, h) Standar Bidang Rekayasa Sipil. 4) Networking. Dengan adanya jaringan pemustaka akan lebih mudah mendapatkan informasi dari berbagai perpustakaan yang terhubung dalam jaringan tersebut. Sedangkan perpustakaan mendapat keuntungan dengan adanya transfer informasi antara perpustakaan. Jaringan Kerja Sama InCU-VL ( Indonesian Christian University Virtual Network). Melalui proyek InCU-VL, Perpustakaan Universitas Kristen Petra bekerja sama dengan beberapa perpustakaan perguruan tinggi Kristen di Indonesia mencoba menerapkan suatu gagasan membangun sebuah jaringan perpustakaan dengan bentuk baru dalam menjawab kebutuhan masyarakat. 5) Akses informasi online adalah kegiatan mengakses informasi melalui internet ataupun melalui web yang telah disediakan yaitu merupakan suatu jalan atau peluang untuk memperoleh informasi secara online. Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya dalam mencari koleksi sudah menggunakan catalog online iSPEKTRA untuk mengetahui call number dan informasi detail koleksi. Catalog ini dapat diakses melalui internet di http://dewey.petra.ac.id atau di komputer catalog online yang tersedia di Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya. Selain catalog online, mempunyai online journal database yaitu koleksi database jurnal Proquest yang dilanggan oleh perpustakaan. Pada bagian referensi dalam menjawab pertanyaan pemustaka dapat disampaikan secara telepon ataupun email
[email protected]. Begitu pula melayani kebutuhan referensi elektronik / digital dan bahan pustaka lainnya seperti kamus elektronik, direktori elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital dan layanan yang lain. Selain bentuk cetak perpustakaan juga menyediakan koleksi audio visual sebagai penunjang proses belajar mengajar seperti kaset video, VCD, CD-ROM, DVD,
kaset audio, micro film, micro fische, laser disk dan sarana pelengkapnya. Untuk keperluan perkuliahan dan pertemuan yang menggunakan media audio visual tersedia ruang teater dengan kapasitas 100 orang dilengkapi fasilitas LCD Projektor, komputer, sambungan internet, TV, dan sound system Selain akses online, Perpustakaan Universitas Kristen Petra menyediakan dalam bentuk CD-ROM (khusus data base Business-ABI/INFORM Global dan ProQuest Science Journals) yang bisa dimanfaatkan jika akses Kepala Perpustakaan seorang pustakawan dengan latar belakang Master of Science in Library and Information. Staf perpustakaan berjumlah 22 dengan rincian sebagai berikut : 2 orang S-2 perpustakaan, 1 orang S-2 berijazah non perpustakaan tetapi ikut kursus perpustakaan, 3 orang S-1 perpustakaan, 4 orang D2/D3 bidang perpustakaan. 4) Pemustaka Perpustakaan Universitas Kristen Petra disamping dari sivitas akademika, alumni, masyarakat sekitar kampus juga berasal dari mitra pustaka. Mitra perpustakaan adalah keanggotaan Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya bagi perusahaan, perorangan maupun alumni yang selalu ingin mengembangkan bidang keahlian, meningkatkan wawasan dan ketrampilan melalui berbagai koleksi buku, audio visual, majalah dan jurnal, internet dan publikasi lainnya. 5) Koleksi perpustakaan 6) Sistem otomasi perpustakaan Perpustakaan Universitas Kristen Petra telah dipersiapkan sejak tahun 1989 . 7) Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya mempunyai sarana dan prasanara yang lengkap semua pelayanan. Sarana dan prasarana berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Terdiri dari 4 lantai mulai dari lantai 5 sampai lantai 8 dan terdiri dari 26 ruang dan 10 macam pelayanan. 8) Sarana Informasi dan Komunikasi, Fasilitas “ comments”, Fasilitas “ news ”, Informasi di media kampus, media massa, Klub Sahabat Perpustakaan, Desa Informasi. “Proyek Pengembangan Local e Content” dapat diakses melalui situs web di www.petra.ac.id.desa-informasi. 9) Sumber
126
Pendanaan a) Anggaran rutin. Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya memakai manajemen terpusat. Semua kebutuhan perpustakaan dianggarkan dalam satu tahun kedepan. Pada saat akan memulai tahun anggaran baru, setiap bagian merencanakan anggarannya, setelah dirapatkan dan disetujui maka anggaran tersebut diajukan kepada bagian keuangan universitas. Sampai saat ini untuk anggaran tidak mendapatkan kendala, bahkan universitas banyak mendukung perpustakaan dalam setiap kegiatan yang ada kerja sama antara unit dan lembaga yang ada di Universitas Kristen Petra terjalin dengan baik. b) Anggaran pengembangan. Digunakan untuk pengadaan computer ataupun penelitian guna meningkatkan pelayanan dan mutu perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya. c) Anggaran kegiatan digunakan untuk membiayai seminar, pengabdian masyarakat atau kegiatan lain yang berhubungan dengan perpustakaan. Faktor kelemahan (Weakness) Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya merupakan kondisi yang tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinykarena ada hambatan atau kendala yang mempengaruhi kinerja perpustakaan. Sumber daya manusia perpustakaan menjadi potensi atau kekuatan namun akan menjadi kelemahan apabila sumber daya tersebut tidak memadai dan sangat terbatas. Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya selalu memotivasi SDM nya untuk selalu mengembangkan diri melalui pelatihan ataupun studi lanjut, namun tidak semua staf bersedia untuk mengikutinya karena factor usia atau kebutuhan keluarga sehingga mereka tidak dapat berkembang dan ditempatkan pada bagian yang sifatnya rutinitas saja. Sarana dan prasarananya cukup lengkap, namun dengan tuntutan metode pembelajaran yang semakin beragam dalam perguruan tinggi berimplikasi pada perubahan kebutuhan pustaka penunjang. Selain itu, tren pendidikan tinggi yang semakin demokratis, yang memberi ruang kreativitas semakin luas bagi mahasiswa membawa implikasi baru, berupa kebutuhan diskusi, debat dan akulturasi ilmiah antar
ilmu pengetahuan. Oleh sebabitu “grand desain“ Perpustakaan Universitas Kristen Petra yang belum terwujud karena lahannya yang terbatas adalah banyaknya tempat diskusi yang menjadi ajang refleksi keilmuan, sekaligus juga diakomodasi kebutuhan estetika melalui ruang public untuk media hiburan. Belum tersedianya lingkungan fisik sosialisasi seperti ruang lobi dan cafetaria, begitu pula information commons yaitu sebuah ruang di perpustakaan yang dilengkapi dengan fasilitas wifi. Disini mahasiswa bisa belajar tentang koleksi perpustakan, presentasi, menyelesaikan tugas dengan fasilitas wifi dalam ruangan kecil (project room). Pada bagian pengolahan digital karena kekurangan SDM untuk digitalisasi koleksi tugas akhir, maka perpustakaan bekerja sama dengan pihak luar sehingga kita harus mengeluarkan dana lebih besar. Kesempatan atau peluang (Opportunity) dihubungkan dengan ketersediaan dana. Sampai saat ini bisa menyerap dana hampir 100 % dari yang dianggarkan, adanya kebijakan dan perhatian pemimpin, adanya komitmen pemimpin, adanya sarana dan prasarana yang cukup lengkap dan adanya harapan optimis untuk mengembangkan perpustakaan. Perpustakaan perlu menyesuaikan dan berbenah diri untuk mengikuti perkembangan yang terjadi sehingga perpustakaan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Pembenahan perpustakaan dilakukan agar perpustakaan mampu mengembangkan diri memanfaatkan kesempatan yang ada yaitu : perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, kemajuan bidang pendidikan, kebijakan pemerintah di bidang perpustakaan dan mampu bersaing dengan bidang-bidang lain. Peluang bagi pustakawan untuk semakin belajar guna mengikuti perkembangan teknologi informasi komunikasi dan ilmu pengetahuan, perkembangan pendidikan, kebijakan pemerintah dalam bidang perpustakaan dan persaingan antar perpustakaan. Tantangan atau ancaman (Threat) perpustakaan meliputi perkembangan pusat – pusat informasi yang lain, perkembangan
127
tempat hiburan dan acara televisi, status dan kedudukan perpustakaan serta image perpustakaan. Pustakawan harus selalu meningkatkan potensi yang dimiliki agar dapat memajukan perpustakaan selaras dengan perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat. Pembinaan terhadap pustakawan di Universitas Kristen Petra dilakukan dengan cara : a) Mengikuti pendidikan formal disediakan bea siswa oleh Universitas Kristen Petra Surabaya, sedangkan untuk S-1 dipinjami dana dengan cara mengangsur cara pengembaliannya. b) Mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan, dokumentasi dan informasi. c) Mengikuti seminar, lokakarya, work shop, konferensi, symposium, diskusi panel, pertemuan ilmiah dan sejenisnya. d) Mengikuti lomba-lomba dibidang perpustakaan seperti: pustakawan berprestasi, pustakawan teladan. e) Ikut dalam organisasi atau kelembagaan dibidang perpustakaan, yaitu Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi (FPPTI). f) Meningkatkan keahlian yang dimilikiterutamabidang Belajar Komputer dan bahasa inggris. Universitas Kristen Petra Surabaya setiap hari sabtu diadakan kursus bahasa inggris secara gratis bagi karyawannya.g) Mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih. h) Melakukan studi banding dan peninjauan keberbagai perpustakaan yang sudah maju. Studi banding merupakan follow up dari sikap legawa dan berkeinginan untuk maju.i) Meningkatkan semangat dan motivasi kerja pustakawan dalam memberikan pelayanan yang terbaik dan memuaskan pengguna.j) Membuat karya tulis tentang kepustakawanan dan perpustakaan. DAFTAR PUSTAKA Abiel, Yehuda. Desa Informasi Television Sebagai Media Promosi Perpustakaan. Skipsi. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, 2010. Aditya. Tutorial Membangun Perpustakaan Modern, Universitas Krementisten Petra Surabaya, 2012.
Arif, Samsul, Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan, 2008 Bakri,Maskuri. Implementasi Kebijakan Sistem Pendidikan nasional di Pendidikan Tinggi Islam, Disertasi, Universitas Brawijaya Malang, 2006. Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan, Gramedia, Jakarta,1993. Bryson 1998:95-103, Majalah Perpustakaan Visipustaka, Vol 12 No. 2, Agustus 2010 Dana, Timotius. Pengembangan Digital Library Perpustakaan Universitas Atmajaya Yogyakarta. Jurnal Info Persada Yogyakarta : Seminar Nasional Informatika 2008. Djuwarnik,.Perlu Paradigma Baru Peran Pustakawan Sebagai Pelayan ataukah Mitra,Buletin Perpustakaan Unair, Vol. V No. 1, Surabaya, 2010. Ena,.DigitalisasiPustaka. Bogor. IPB, 2006 Gatot,Subrata. Perpustakaan Digital, Pustakawan Universitas Negeri Malang, Oktober 2009 Hasana, Nanan. ImplementasiPerpustakaan Digital ITB. Bogor. Pustakawan IPB. Indiwirati,Pontjo. PengelolaanPerpustakaan Ishak,“PengelolaanPerpustakaanBerbasisTe knologiInformasi”. Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi, 2008. Kementan, 30 Mei 2011, PP Nomor 61 tahun 2010 tentang pelaksanaan UU Nomor 14 tahun 2008 Khoerunnisa, Lina. Pengelolaan Perpustakaan Berbasis TIK untuk Meningkatkan Kinerja Layanan Perpustakaan dan Mewujudkan Perpustakaan Ideal, 2010. Komaria, Nur, Analisis Pengaruh Aplikasi Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Guru dan Karyawan Menggunakan Structural Equation Model (SEM), Tesis Universitas Islam Malang, 2011 Kountur, Rony,Metodologi Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 2004. Liem, Andrian. Aplikasi Teknologi Informasi Dalam Otomasi Perpustakaan di Perguruan Tinggi. Vol.6 No.1.Bogor,
128
2006.Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta, 2009. Mahesti R., Puspita dan Sofiyani, Zulfatun, Laporan Praktek Kerja Pada Perpustakaan Petra Surabaya, Universitas Airlangga Surabaya, 2009 Miles, Matthew B., dan Heberman, A. Michael, Analisis Data Kualitatif, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011 Mulyana, Dedi.. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung. PT Rosdakarya2002 Muslech. Kebijakan Pengembagan Perpustakaan Digital Sebagai Tuntutan Perpustakaan Mode Perpustakaan. Makalah Pelatihan Perpustakaan Malang : UB, 2006 Nasution, S. dan Thomas, M., Buku Penuntun Membuat Tesis Skripsi Disertasi Makalah, Bumi Aksara, Jakarta, 2011 Pendit, Putu Laxman. Digital Perguruan Tinggi Tantangan Peningkatan Perpustakaan Unair. Surabaya. Perpustakaan Universitas Airlangga Surabaya. Buletin Perpustakaan Unair. 2007. Perpustakaan, Jakarta : Perpustakaan Nasional RI, 2007 Pujiono. Perpustakaan Digital Sudah Saatnya Suatu Alternatif Pengembangan di Universitas Airlangga. Surabaya. UNAIR2006. Salehuddin,“ Tanggung Jawab Perguruan Tinggi dalam Penyebaran dan Pemanfaatan Bersama Sumber Informasi Ilmiah lokal ”, Makalah Pelatihan PerpustakaanTPSDP Universitas Brawijaya Malang, 2007. Stoner, James A.F., Management, Prentice/Hall International, Inc,Englewood cliffs, New York, 1982 hal 8 dalam T. Hani Handoko, BPFE, Yogyakarta, 1995 Sunaryo, Kebijakan Pengembangan Perpustakaan Pusat Universitas Islam Malang, Makalah Pelatihan
Perpustakaan PHK PMP, Malang, 1996 Suryati, Evalien. Implementasi Otomasi Perpustakaan Oleh Anggota Jaringan Kerjasama Perpustakaan Maya, Skripsi, Universitas Padjadjaran Bandung, 2002 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Pendidikan, Jakarta, 2003 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 Tentang UniversitasAirlangga di Era Informasi, BuletinPerpustakaanUniversitasAirla ngga, Vol IV No. 2 Surabaya, 2009 Yona “ Abinaya” Primadesi, 7 Februari 2012 Yusup, Pawit M.. Ilmu Informasi, Komunikasi, dan Kepustakaan, Jakarta. Bumi Aksara, 2009
129