PAKET INFORMASI TERSELEKSI
PERPUSTAKAAN Seri: Perpustakaan Umum
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah diadakan layanan informasi berupa Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT). Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia. Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya. Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel (full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI ANALISIS PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA SISTEM PENCAHAYAAN DAN AIR CONDITIONING (AC) DI GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM DAN ARSIP DAERAH KOTA MALANG
Hadi Suyono; Yoga Prasetya; Moch. Dhofir. Jurnal Mahasiswa TEUB, Vol. 1, No. 4, 2014: 1-7 Abstrak: Penggunaan energi listrik di lingkungan Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang mengalami peningkatandari tahun ke tahun. Saat ini pemakaian AC sudah semakin banyak digunakan hampir disetiap ruangan. Dengan pola pemakaian beban AC maupun lampu yang rata-rata 12 jam dalam sehari, maka peran serta sumber daya manusia juga sangat penting dalam melakukan pengelolaan energi listrik dengan membiasakan budaya hemat energi dengan cara mematikan AC dan lampu pencahayaan setelah selesai digunakan. Sebagai upaya nyata penghematan energi salah satunya dengan peningkatan efisiensi penggunaan energi listrik. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah konservasi energi. Konservasi energi adalah peningkatan efisiensi energi yang digunakan atau proses penghematan energi [1]. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai IKE gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 4,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori sangat boros dan untuk lantai menggunakan AC yaitu 12,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori cukup efisien. Berdasarkan perhitungan dan analisis yang dilakukan maka potensi penghematan energi listrik dari tindakan konservasi energi yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan lampu LED tube 18 watt dan LED bulb 9 watt dan pemenuhan standar SNI 03-6575-2001, didapatkan hasil penghematan untuk sistem pencahayaan sebesar 19.69 kWh/ hari atau 590,7 kWh/bulan. Penghematan dengan meminimalkan kerja AC dengan suhu sesuai standar penggantian AC konvensional yang usianya lebih dari 5 tahun diganti dengan AC teknologi inverter dan didapatkan hasil penghematan sebesar 149,86 kWh/hari atau4.495,8 kWh/bulan.
i
Pilih/klik judul untuk melihat full text
DESAIN RUANG BACA REMAJADEWASA PADA BANGUNAN PERPUSTAKAAN UMUM
Lely Mustika; Sisca Aryani Trave: Jurnal Jurusan Arsitektur FTSP ISTN, Vol. 8, No. 1, 2010: 40-47 Abstrak: -
EFEKTIVITAS SANKSI ADMINISTRATIF KETERLAMBATAN PENGEMBALIAN BAHAN PUSTAKA TERHADAP KEDISIPLINAN PEMUSTAKA DI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN BANYUMAS
Wismanawati, Riski Tri; Permana, Aan Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 2, No. 2, 2013: 1-9
Abstrak: Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana efekftivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan analisis deskripatif. Adapun sampel yang digunakan 13 responden. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara. Uji instrumen menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Penelitian ini memanfaatkan teori efektivitas sebagai dimensi indikator (pencapaian tujuan, integritas, adaptasi dan kedisiplinan) untuk memperoleh data dari responden. Hasil penelitian yang telah dilakukan dan diambil kesimpulan dengan distribusi frekuensi bahwa efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dalam kategori sedang yang menunjukan skor rata-rata nilai efektivitas sebesar 38,5 berada dalam interval 37,1, 39,9.
DAFTAR ISI HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA PETUGAS PERPUSTAKAAN DI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA
Absharina, Farah Wening; Permana, Aan Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan budaya organisasi dengan kinerja petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga. Subjek dalam penelitian ini adalah budaya organisasi yang menekankan pada model level budaya organisasi yang meliputi artefak, nilai-nilai dan asumsi dasar. Sedangkan objeknya adalah kinerja petugas perpustakaan dengan indikator kualitas dan kuantitas yang diberikan, waktu kerja dan kerjasama antar sesama petugas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah informan sebanyak 6 orang. Sementara itu, teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipatif dan dokumentasi. Hasil penelitian menunujukan bahwa budaya organisasi yang ada di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga masih terbilang lemah, hal tersebut berdampak pada kinerja petugas perpustakaan. Sebagian besar informan menyatakan bahwa masih ada petugas yang belum sadar dengan adanya peraturan dan nilai yang ada di dalam organisasi, hal itu menyebabkan waktu kerja petugas kurang efektif. Selain itu belum adanya pembagian kerja yang jelas juga menyebabkan proses penambahan kuantitas (dalam hal ini teknologi) tidak berjalan maksimal. Meskipun demikian, petugas selalu berusaha memberikan kualitas kerja yang baik kepada masyarakat serta tetap menjaga profesionalisme kerja dengan kerjasama yang baik sehingga lingkungan kerja menjadi tetap nyaman dan kondusif.
KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA KEARSIPAN DALAM UPAYA KEBERHASILAN PELESTARIAN ARSIP STATIS BADAN ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
Anggraeni, Amalia Novantia; Maziyah, Siti; Maryanto A.A, Tri Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol 1, No 1, 2012: 1-6 Abstrak: Skripsi ini berjudul Kemampuan Sumber Daya Manusia Kearsipan dalam Upaya Keberhasilan Pelestarian Arsip Statis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Objek penelitian dalam skripsi ini adalah Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan SDM Kearsipan serta pelestarian arsip statis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah . Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan berdasarkan pada data kuantitatif. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner, studi pustaka, dan wawancara. Teknik pengolahan data dengan cara pemeriksaan data (Editing), memberi kode (Coding) dan penyusunan data (Tabulasi). Adapun teknik analisis data menggunakan metode analisis kuantitaif deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya kemampuan SDM Kearsipan yang ada di Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah signifikan terhadap pelestarian arsip statisnya. Walaupun demikian kemampuan SDM Kearsipan mempunyai pengaruh positif terhadap pelestarian arsip statis karena pelestarian arsip statis yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dinilai baik dalam segala bidang tugasnya.
DAFTAR ISI KERAGAAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT DAN PERMASALAHANNYA
Khayatun Jurnal Perpustakaan Pertanian, Vol. 20, No. 1, 2011: 10-15 Abstrak: -
MEMPOSISIKAN PERPUSTAKAAN DAERAH DALAM PENGEMBANGAN E-GOVERNMENT INDONESIA
Wiraatmaja, Wawan; Seminar, Kudang Boro Jurnal Pustakawan Indonesia, Vol. 6, No. 1, 2006: 1-10 Abstract: This paper tries to show the position of the public library as one of the local devices in developing e-government in Indonesia. It is described about the egovernment and how important is the integral understanding to a variety of the government elements in supporting the development. The description is based on the understanding of the Indonesian government model with its current local autonomy which give the local government a huge power to execute the government functions. The library is directed as the information dissemination elements and the coomunication device between the local goverment and thesociety.
PARADIGMA STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PERPUSTAKAAN DAERAH YANG REPRESENTASIF DI KOTA BEKASI
Sopandi, Andi MADANI, Vol. 15, No. 1, 2012: 8-17
Abstract: In Islamic term, library is known as maktabah which has basic term to kitab, book. In Indonesia, perpustakaan (library) has also basic term pustaka, a book. Library always becomes part human life.
Therefore, developing library should be involving a commitment, facility, collection, resource, budgeting, technology, and policy of authority.
PENGARUH KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL PUSTAKAWAN HUBUNGANNYA TERHADAP KEPUASAN PEMUSTAKA DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH KOTA CIREBON
Pradipta, Caesar Vioniken; Fatmawati, Endang Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012 Abstrak: Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial, adalah komunikasi antar manusia. Komunikasi sangat penting untuk menentukan kualitas layanan perpustakaan yang ideal, khususnya komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal di perpustakaan bisa antara pustakawan dengan pimpinan, pustakawan dengan pustakawan, maupun pustakawan dengan pemustaka. Pustakawan harus memiliki kemampuan komunikasi interpersonal, agar terciptanya komunikasi yang lebih baik agar tidak menyinggung perasaan, berbicara dengan sopan, dan melayani pemustaka dengan sungguh-sungguh. Penelitian ini dilakukan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daearah Kota Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah konsep diri dalam kemampuan komunikasi interpersonal pustakawan mempengaruhi kepuasan pemustaka. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan insidental, dengan jumlah jumlah sampel 96 orang. Teknik pengumpulan datanya dengan kuesioner, dan analisis datanya secara statistik menggunakan alat bantu SPSS versi 1.6. Uji hipotesis menggunakan uji t dan analisis jalur. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa konsep diri tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka melainkan harus melalui komunikasi interpersonal terlebih dahulu.
DAFTAR ISI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN ANGGOTA DAN NON ANGGOTA PERPUSTAKAAN PADA KANTOR ARSIP DAERAH DI PERPUSTAKAAN UMUM KABUPATEN SUKOHARJO
Enik Hartatiningsih; Siti Rahayu Binarsih Jurnal Manajemen Bisnis Syariah, Tahun 4, No. 1, 2010: 587-600 Abstrak: -
PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP KINERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
Dinahaji, Haminati Sharikha; Permana, Aan Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012
Abstrak: Penelitian ini bertolak dari permasalahan di lapangan yaitu pemberian insentif pada pustakawan yang bertujuan mendorong kinerja pustakawan, namun fakta yang ada insentif menjadi sesuatu yang berwujud namun dirasakan semu oleh pustakawan karena dianggap hanya sebagai hak mutlak, bukan sebagai kompensasi atas pekerjaan. Hal ini menjadi kontradiktif antara tujuan awal dengan yang terjadi di lapangan. Tujuan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja pustakawan di perpustakaan.Subjek dalam penelitian ini adalah insentif yang meliputi insentif material dan nonmaterial, sekaligus berperan sebagai variabel bebas, sedangkan objeknya adalah pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, sebagai variabel terikat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif yang menggunakan seluruh populasi sebagai sampel. Responden merupakan seluruh pustakawan yang memiliki jabatan fungsional yaitu sebanyak 25 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner disertai observasi berupa wawancara sekilas
dengan responden.Analisis data menggunakan uji korelasi dengan rumus Spearman-Brown dilanjutkan dengan regresi linear sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja pustakawan tidak begitu signifikan, hanya sebesar 26,7%. Berdasarkan observasi, hal ini karena pemberian insentif dianggap sudah merupakan hak, serta ada faktor-faktor lain yang mungkin juga berpengaruh pada kinerja pustakawan. Namun pada beberapa responden menyatakan bahwa pemberian insentif merupakan salah satu motivasi terbesar selain faktor-faktor lainnya.
DAFTAR ISI PENGARUH PENGADAAN BAHAN PUSTAKA TERHADAP KEPUASAN PEMUSTAKA DI KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI
Lestari, Dewi; Pras, P Anggardjitono Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012
Abstrak: Penelitian ini berjudul Pengaruh pengadaan Bahan Pustaka terhadap Kepuasaan Pemustaka di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonogiri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasaan pemustaka. Variabel dari penelitian ini adalah pengadaan bahan pustaka (X) dan kepuasan pemustaka (Y). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Jumlah populasi adalah 10.800 orang, sementara sampel dalam penelitian ini berjumlah 99 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan kuesioner. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan alat bantu pengolahan program SPSS versi 20. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar pemustaka memberikan tanggapan yang positif terhadap Pengadaan Bahan Pustaka dan kepuasan pemustaka. Hal ini ditunjukkan dengan prosentase pengadaan bahan pustaka berjumlah 48% dan 56% pada kepuasaan pemustaka. Uji Hipotesis menggunakan uji t. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis diterima karena 7.024 > 1.66071 sehingga dapat disimpulkan bahwa ditolak diterima artinya ada pengaruh yang signifikan antara pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasan pemustaka.
PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN UMUM SEBAGAI MENINGKATKAN MINAT BACA PELAJARAN DAN MASYARAKAT UMUM : STUDI PADA BADAN PERPUSTAKAAN ARSIP DAN DOKUMENTASI KABUPATEN MALANG
Titik Purwati; Erwin Soebintoro Paradigma: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Teori Dan Penelitian, Vol. 15, No. 30, 2010: 140-155 Abstrak: -
PERAN PERPUSTAKAAN UMUM DALAM MENINGKATKAN KUALITAS MASYARAKAT PENGGUNA: KASUS DI DKI JAKARTA.
Muljono, Pudji Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, Vol. 13, No. 67, 2007: 648-677 Abstrak: Pengelolaan perpustakaan umum dilakukan antara lain untuk memacu peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memanfaatkannya. Namun saat ini pemanfaatan perpustakaan umum ternyata belum optimal. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji sejauhmana kontribusi perpustakaan umum dalam meningkatkan kualitas pemakai, terutama bagi masyarakat, pelajar dan mahasiswa. Penelitian survei ini dilakukan di lima perpustakaan umum wilayah DKI Jakarta di mana analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif dan regresi korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara variabel sikap pemakai terhadap koleksi, petugas, layanan dan fasilitas dengan kualitas pemakai terutama dari kelompok masyarakat umum. Selain itu juga terdapat korelasi yang positif antara pemanfaatan perpustakaan umum dengan peningkatan kualitas pemakai, baik dari kelompok masyarakat umum, pelajar, maupun mahasiswa.
DAFTAR ISI PERAN PERPUSTAKAAN UMUM KAB. BERAU DALAM MEWUJUDKAN PERPUSTAKAAN KAMPUNG
Subagyo Visi Pustaka: Buletin Jaringan Informasi Antar Perpustakaan, Vol. 12, No. 3, 2010: 12-17 Abstrak: Sejak tahun 2007, Perpustakaan Nasional RI telah memberikan bantuan buku dan bimbingan teknik (bimtek) kepada perpustakaan desa yang operasionalisasinya dilaksanakan oleh Badan Perpustakaan Provinsi. Selanjutnya sosialisasi atau penyuluhan dilakukan oleh Perpustakaan Umum, Kabupaten Berau tentang arti penting membaca kepada masyarakat. Didorong atas kesadaran masyarakat akan kebutuhan membaca, maka Perpustakaan Umum Kabupaten telah berperan untuk memfasilitasi terwujudnya suatu perpustakaan. Oleh karena di wilayah Kabupaten Berau tidak mengenal desa、sehingga perpustakaan yang dibentuk adalah perpustakaan kampung. Perpustakaan kampung yang telah terwujud ada tiga yaitu Perpustakaan Kampung Merancang Ulu, Labanan Makarti dan Pegat Bukur. Pembentukan perpustakaan kampung ini tidak terlepas dari peran kerjasama dengan perusahaan tambang PT Berau Coal sebagai tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility-CSR), United traktor maupun Lembaga koleksi seperti LSM. Setelah wujud perpustakaan kampung terbentuk, maka terdapat delapan aspek perpustakaan (kelembagaan,koleksi, sarana & prasarana SDM, manajemen、layanan, anggaran dan pemustaka) yang perlu diperhatikan agar keberadaan perpustakaan kampung terjadi keberlanjutan.
PERENCANAAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI (STUDI KASUS : PERPUSTAKAAN DAERAH KOTA XYZ) Mayadewi Jurnal INFOTEL, Vol. 6, No. 1, 2014
Abstrak: Perpusda Kota XYZ merupakan organisasi nirlaba yang memberikan layanan kepada masyarat dengan menyediakan buku-buku sebagai sumber informasi. Dalam pencapaian tujuan Perpusda Kota XYZ untuk mewujudkan penyelenggaraan Perpusda sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat serta sebagai sarana sumber informasi, diperlukan rencana sistem informasi yang sejalan dengan tujuan organisasi. Kegagalan implementasi sistem informasi dalam organisasi sering terjadi akibat ketidaksesuaian sistem informasi dengan tujuan dan sasaran bisnis organisasi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan strategi pengembangan sistem informasi bagi Perpusda Kota XYZ utuk mengidentifkasi kebutuhan aplikasi yang diperlukan yang dapat mendukung tujuan organisasi. Perencanaan strategi dilakukan dengan menggunakan tools analisis seperti analisis PEST, SWOT, Value Chain, dan Business System Planning.
DAFTAR ISI PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN MALANG DENGAN PENDEKATAN PENCAHAYAAN ALAMI
Sani, Hanief Ariefman; Nugroho, Agung Murti; Martiningrum, Indyah Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur, Vol. 3, No. 1, 2015 Abstrak: Kota Malang yang dikenal sebagai kota pendidikan, membuat pembangunan dan pengembangan fasilitas pendidikan di Kota Malang menjadi keharusan. Salah satu fasilitas pendidikan yang akan dikembangkan di Kota Malang adalah perpustakaan. Perpustakaan adalah fasilitas dengan kebutuhan utama pada aspek pencahayaan. Kebutuhan pencahayaan pada perpustakaan sebaiknya tidak silau, tidak merusak koleksi dan memiliki kuat cahaya yang sesuai kebutuhan. Kini banyak perpustakaan yang menerapkan pencahayaan buatan untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan tersebut, yang berdampak pada konsumsi energi bangunan yang semakin besar. Indonesia sebagai Negara tropis yang kaya akan sinar matahari sepanjang tahun dapat memanfaatkan kekayaan tersebut sebagai sumber pencahayaan alami. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses analisis serta penyimpulan dengan menggunakan logika ilmiah. Desain perpustakaan ini menerapkan pencahayaan alami dengan mempertimbangkan kebutuhan pencahayaan perpustakaan berdasarkan aktivitas dan koleksi. Untuk mendapatkan cahaya yang maksimal dilakukan analisis kondisi pencahayaan pada tapak, kondisi pembayangan dan sudut jatuh matahari. Penerapan pencahayaan alami menyesuaikan sudut jatuh matahari dan waktu kebutuhan cahaya paling maksimal. Ruang dengan penggunaan pagi-sore menghadap ke arah cahaya seimbang pagi-sore. Ruang dengan penggunaan siang hari menghadap kearah cahaya cenderung siang hari. Untuk penyesuaian kebutuhan kuat cahaya, diterapkan selubung bangunan pada masing-masing sisi bangunan.
PERPUSTAKAAN GEDONG KERTYA DI KOTA SINGARAJA (PENGELOLAAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANNYA SEBAGAI LEMBAGA PRESERVASI KEBUDAYAAN BALI)
Sri Ariyani, Luh Putu Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, Vol 4, No 1, 2015: 557-567 Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memahami sistem pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya dalam wujud praktik-praktik sosial; (2) Memahami kebijakan Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam rangka menumbuhkembangkan perpustakaan Gedong Kertya sebagai asset daerah yang menyimpan kekayaan intelektual masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan atau menurut perspektif emik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya sangat khas karena layanan yang diberikan di tempat itu tidak ditemukan pada perpustakaan lainnya. Kebijakan yang mengatur tentang sumber daya manusia maupun sumber daya finansial di Gedong Kertya hingga saat ini belum ada sehingga kebutuhan yang diperlukan belum bisa tercapai dengan optimal. Anggaran yang sangat minim telah menyebabkan Gedong Kertya terpaksa menghentikan kegiatan yang dianggap penting bagi kelangsungan kebudayaan Bali.
DAFTAR ISI PERPUSTAKAAN SEKOLAH: PERANNYA DALAM MENUNJANG PENDIDIKAN SISWA DI SEKOLAH (CATATAN UNTUK PARA PUSTAKAWAN SEKOLAH, KEPALA SEKOLAH, PENGELOLA SEKOLAH, KOMITE SEKOLAH DAN JUGA PEMIMPIN DAERAH YANG TERKAIT)
Lattuputy, Hanna BACA: Jurnal Dokumentasi, Informasi Perpustakaan, Vol 27, No 2, 2003: 27-34
Dan
Abstrak: Artikel ini akan mengangkat fenomena perpustakaan sekolah dalam kancah pendidikan sekolah. Penulis mencoba untuk membukakan gambaran tentang kondisi perpustakaan sekolah di Indonesia saat ini berdasarkan diskusi di forum I_C_S. Penulis juga menyoroti mengapa perpustakaan sekolah penting eksistensinya di sekolah dengan mengangkat fungsinya dalam sekolah dan pengaruhnya terhadap siswa. Pada akhir tulisan akan ditutup dengan langkah-langkah kongkrit apa yang dapat dilakukan dalam rangka membangun dan mengembangkan perpustakaan sekolah yang berkualitas oleh segenap unsur terkait yaitu pustakawan, kepala sekolah, dan pembuat keputusan yang berkompeten mengambil bagian dalam perkembangan perpustakaan sekolah.
PERPUSTAKAAN UMUM DATI II SEBAGAI MOTIVATOR PEMBANGUNAN DI DAERAH TINGKAT II
Ripai, M. Dian Pustaka, Vol. 25, 1997: 18-31
Abstrak: Perpustakaan umum dapat dijadikan motivator pembangunan perpustakaan di Daerah Tingkat II dengan memenuhi 12 komponen: status perpustakaan; ruangan; koleksi; pustakawan; perlengkapan; pemakai; pemasyarakatan perpustakaan; anggaran; jaringan kerjasama antar perpustakaan, minat baca; mitra perpustakaan; penelitian dan pengembangan. Disamping itu membuat perencanaan terpadu untuk memajukan perpustakaan umum, serta mengadakan pendekatan dengan pejabat terkait secara formil maupun informil.
DAFTAR ISI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA
PERSEPSI PEMUSTAKA PADA LAYANAN SIRKULASI (UMUM ATAU DEWASA) DI PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH
Lestari, Ratih Tri; Suwarno, Wiji Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012
Amalia, Dian Rizqi Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012
Abstrak: Judul skripsi ini adalah Persepsi Masyarakat tentang Kualitas Pelayanan Perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagimana persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara kepada informan, observasi untuk menentukan informan dan melihat secara langsung pelayanan yang dilakukan perpustakaan dan studi pustaka untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Dari hasil analisis diketahui bahwa persepsi masyarakat pengguna pelayanan perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara menyatakan bahwa kualitas pelayanan terkait dengan tangible (letak perputakaan yang strategis, bangunan perpustakaan, sarana dan prasarana yang meliputi peralatan untuk pelayanan, hotspot, warnet, dan AC, dan mebelair perpustakaan meliputi kursi dan meja) sudah cukup baik, reliability (pelayanan pustakawan yang sesuai dengan keinginan pemustaka) belum sesuai dengan keinginan pemustaka, responsiveness (kesigapan pustakawan dalam menjawab pertanyaan masyarakat dan ketanggapan pustakawan dalam menghadapi keluhan masyarakat) sudah cukup sigap tapi kurang tanggap, assurance (sikap sopan dan ramah pustakawan) sudah baik, dan empathy (bimbingan teknis oleh pustakawan dan bantuan yang diberikan pustakawan kepada pemustaka) sudah cukup membantu tapi belum memberikan bimbingan kepada pemustaka. Secara umum dapat dinyatakan bahwa kulaitas pelayanan perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara sudah cukup baik.
Abstrak: Skripsi ini berjudul Persepsi Pemustaka pada Layanan Sirkulasi (Umum atau Dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi pemustaka pada layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Dearah Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka, kemudian dilakukan analisis. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pemustaka yang mengunjungi layanan sirkulasi (umum atau dewasa) pada tahun 2012 yang setiap harinya berjumlah kurang lebih 960 pemustaka. Sampel penelitian menggunakan teknik accidental sampling atau penentuan sampel secara kebetulan. Sampel diambil sebanyak 10 % dari keseluruhan populasi yaitu berjumlah 96 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan persepsi yang baik pada layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yaitu sejumlah 63,5% khususnya pada tampilan perpustakaan (kebersihan dan kerapian ruangan). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemustaka memiliki persepsi yang baik, tetapi perlu adanya upaya dari perpustakaan untuk meningkatkan kualitas layanan agar menimbulkan persepsi yang jauh lebih baik lagi.
DAFTAR ISI PERSEPSI PEMUSTAKA TENTANG LOKASI GEDUNG KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN TEGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP MINAT KUNJUNGAN
Arsip Daerah Kabupaten Tegal telah memenuhi 3 (tiga) kriteria indikator tentang lokasi. Namun, ada 2 (dua) kriteria indikator yang belum terpenuhi. Selain dari pada itu berdasarkan wawancara dan analisis data ditemukan teori bahwa lokasi dapat mempengaruhi minat kunjungan.
Griessandi, Happi Afrila; Fatmawati, Endang Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012 Abstrak: Penelitian ini berjudul Persepsi Pemustaka Tentang Lokasi Gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terhadap Minat Kunjungan. Penelitian ini dilakukan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal yang berlokasi di jln. A. Yani No. 51 Procot-Slawi, Kabupaten Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan sebab, hubungan persepsi pemustaka tentang lokasi gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terhadap minat kunjungan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian eksplanasi interpretatif. Metode eksplanasi ini digunakan untuk mendeskripsikan secara mendalam serta menemukan sebab atau hubungan yang terjadi dalam menganalisis persepsi pemustaka tentang lokasi Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terhadap minat kunjungan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dalam mendapatkan data primer dari informan, serta dilakukan observasi. Penelitian ini dipilih 11 (sebelas) orang pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip daerah Kabupaten Tegal secara acak untuk dijadikan sebagai informan yang akan diwawancarai. Teknik pengolahan dan analisis data dengan cara reduksi data dengan melakukan penyederhanaan dalam bentuk tabel. Penyajian data dengan mendeskripsikan hasil dari reduksi data dan mencari sebab atau hubungan yang terkait, serta penarikan simpulan dengan melakukan verifikasi serta mencari makna pada setiap gejala. Hasil wawancara dan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa Kantor Perpustakaan dan
PROSES MENDAPATKAN NASKAH KUNO DI SUMATERA BARAT UNTUK DISIMPAN DI PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
Windi, Melisa Novia; Marlini, Marlini Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan, Vol. 2, No. 1, 2013: 137-144 Abstract: This study aims to (1) describe the process of getting the manuscript in West Sumatra West Sumatra to be recorded in the West Sumatra Provincial Library. (2) describe how the storage process in the ancient manuscripts stored in West Sumatra West Sumatra Regional Library and (3) describe the constraints faced by the West Sumatra Provincial Library in getting the manuscript in West Sumatra. The method used is descriptive method of techniques, observation and interviews with librarians manuscripts acquired by the library in the form of media over manuscripts, manuscript copies of the parent, bought the manuscript from aliwaris manuscript. Ancient manuscripts stored in the Library of the West Sumatra Provincial form of media over manuscripts, manuscript copies of the parent. Codex manuscript stored in cabinets, display case and display cabinet.
DAFTAR ISI REDESIGN PERPUSTAKAAN DAERAH DI AMBON
Sriti Mayang Sari, Anissa Agustina Miru Intra, Vol. 2, No. 2, 2014: 515-519
Abstract: Reading habit become more unpopular over time. It makes people become accustomed to browse their reference in the internet instead of looking for that in the books. People’s perspectives toward local library also affecting the existence of local library itself. Library are interpreted as a place with stacks of books which exist in a intrusive environment. This is also happened at Archive and Library Bureau of Moluccas. This library don’t have supportive facilities such as WiFi, photocopy machine and self reading spots for visitors. This prompted the author to re-design the library by adding some supporting facilities which are not yet available in this library. The author applying The Simple Flashy concept to this additional development. The concept using natural lighting as the main lighting source, applying dynamic layout, geometric formation and also Moluccas traditional icon as local identity of this library. This design are created with expectation to attract people to come to this library.
UPAYA PENERAPAN HAK CIPTA TERHADAP PEMANFAATAN KOLEKSI BUKAN BUKU DI PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
Pradipta, Syauzul Wisda; Permana, Aan Jurnal Ilmu Perpustakaan, Vol. 1, No. 1, 2012
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah terhadap penerapan hak cipta yang ada pada koleksi bukan buku. Dari hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa upaya perlindungan hak cipta yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, yaitu dengan cara : 1). Koleksi bukan buku pada layanan
audio visual dan layanan deposit tidak boleh dibawa pulang. 2). Bagi pemustaka yang ingin meminjam diwajibkan mengisi formulir dan membuat surat pernyataan bahwa koleksi tersebut tidak untuk digandakan demi kepentingan komersialisasi. 3). Jika pernyataan tersebut sudah ditandatangani dan koleksi tersebut disalahgunakan atau dilanggar oleh pemustaka, maka sudah menjadi tanggungjawab pemustaka secara pribadi. Selain itu diperlukan upaya penanggulangan terhadap permasalah tersebut dengan cara melakukan kegiatan sosialisasi secara berkala yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah yang bekerjasama dengan pihak kepolisian Polrestabes Semarang.
ANALISIS PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA SISTEM PENCAHAYAAN DAN AIR CONDITIONING (AC) DI GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM DAN ARSIP DAERAH KOTA MALANG
JURNAL SKRIPSI KONSENTRASI TEKNIK ENERGI ELEKTRIK
Disusun oleh: YOGA PRASETYA NIM. 115060309111006-63
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO MALANG 2014 1
ANALISIS PENINGKATAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK PADA SISTEM PENCAHAYAAN DAN AIR CONDITIONING (AC) DI GEDUNG PERPUSTAKAAN UMUM DAN ARSIP DAERAH KOTA MALANG Yoga Prasetya¹, Drs. Ir. Moch. Dhofir, MT.², Hadi Suyono, ST., M.T., Ph.D.³ ¹Mahasiswa Teknik Elektro, ²·³Dosen Teknik Elektro, Universitas Brawijaya E-mail:
[email protected] Abstrak – Penggunaan energi listrik di lingkungan Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Saat ini pemakaian AC sudah semakin banyak digunakan hampir di setiap ruangan. Dengan pola pemakaian beban AC maupun lampu yang rata-rata 12 jam dalam sehari, maka peran serta sumber daya manusia juga sangat penting dalam melakukan pengelolaan energi listrik dengan membiasakan budaya hemat energi dengan cara mematikan AC dan lampu pencahayaan setelah selesai digunakan. Sebagai upaya nyata penghematan energi salah satunya dengan peningkatan efisiensi penggunaan energi listrik. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah konservasi energi. Konservasi energi adalah peningkatan efisiensi energi yang digunakan atau proses penghematan energi [1]. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai IKE gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 4,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori sangat boros dan untuk lantai menggunakan AC yaitu 12,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori cukup efisien. Berdasarkan perhitungan dan analisis yang dilakukan maka potensi penghematan energi listrik dari tindakan konservasi energi yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan lampu LED tube 18 watt dan LED bulb 9 watt dan pemenuhan standar SNI 036575-2001, didapatkan hasil penghematan untuk sistem pencahayaan sebesar 19.69 kWh/hari atau 590,7 kWh/bulan. Penghematan dengan meminimalkan kerja AC dengan suhu sesuai standar penggantian AC konvensional yang usianya lebih dari 5 tahun diganti dengan AC teknologi inverter dan didapatkan hasil penghematan sebesar 149,86 kWh/hari atau 4.495,8 kWh/bulan. Kata Kunci – Intensitas Konsumsi Energi, Sistem Pencahayaan, Air Cinditioning (AC), lampu LED, I.
PENDAHULUAN
Penggunaan energi listrik di gedung perpustakaan sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat bahwa beban-beban listrik seperti lampu, Air
Conditioning (AC), komputer, dan printer merupakan beban-beban listrik dominan yang digunakan. Penggunaan energi listrik tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Saat ini pemakaian AC juga sudah semakin banyak digunakan hampir di setiap ruang di Gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang. Dengan pola pemakaian beban AC maupun lampu yang rata-rata 12 jam dalam sehari, maka peran serta sumber daya manusia juga sangat penting dalam melakukan pengelolaan energi listrik dengan membiasakan perilaku budaya hemat energi dengan cara mematikan AC dan lampu pencahayaan setelah selesai digunakan. Sebagai upaya nyata penghematan energi salah satunya adalah dengan peningkatan efisiensi penggunaan energi listrik. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah konservasi energi. Konservasi energi adalah peningkatan efisiensi energi yang digunakan atau proses penghematan energi [1]. Dalam proses ini meliputi adanya evaluasi pemakaian energi listrik dan mengitung tingkat konsumsi energi suatu gedung atau bangunan, yang mana hasilnya nanti akan dibandingkan dengan standar yang berlaku untuk kemudian dicari solusi penghematannya. Berdasarkan analisis dan perhitungan awal dididapatkan nilai IKE gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang untuk lantai tidak menggunakan termasuk kategori sangat boros dan untuk lantai menggunakan AC termasuk kategori cukup efisien. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah – langkah penghematan diantaranya yaitu dengan peningkatan efisiensi penggunaan AC dan sisitem pencahayaan gedung. II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konservasi Energi Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Sedangkan untuk konservasi energi adalah kegiatan pemanfaatan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan. Tujuan konservasi energi adalah untuk memelihara kelestarian sumber daya alam yang berupa sumber energi melalui kebijakan pemilihan teknologi dan pemanfaatan energi secara efisien untuk mewujudkan kemampuan penyediaan energi [2].
2
Intensitas Konsumsi Energi Intensitas Konsumsi Energi (IKE) merupakan istilah yang digunakan untuk mengetahui besarnya pemakaian energi listrik pada suatu sistem (bangunan). Pada hakekatnya Intensitas Konsumsi Energi (IKE) adalah pembagian antara konsumsi energi dengan satuan luas bangunan gedung. Menurut pedoman pelaksanaan konservasi energi listrik dan pengawasannya di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dalam menentukan prestasi penghematan energi untuk gedung dan bangunan gedung komersial dapat mengacu kepada standar nilai IKE yang diperlihatkan sebagai berikut [3] : 1. Untuk Gedung Ber-AC : a. Sangat efisien = (4,17 – 7,92) kWh/m2/bln b. Efisien = (7,92 – 12,08) kWh/m2/bulan c. Cukup efisien = (12,08 – 14,58) kWh/m2/bulan d. Agak boros = (14,58 – 19,17) kWh/m2/bulan e. Boros = (19,17 – 23,75) kWh/m2/bulan f. Sangat boros = (23,75 – 37,5) kWh/m2/bulan 2. Untuk Gedung Tidak Ber-AC : a. Efisien = (0,84 – 1,67) kWh/m2/bulan b. Cukup efisien = (1,67 – 2,5) kWh/m2/bulan c. Boros = (2,5 – 3,34) kWh/m2/bulan d. Sangat boros = (3,34 – 4,17) kWh/m2/bulan Bila nilai IKE hasil perhitungan telah dibandingkan dengan target IKE dan hasilnya ternyata sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit selanjutnya dapat dihentikan atau diteruskan dengan harapan diperoleh nilai IKE yang lebih rendah lagi [3]. Konsumsi energi spesifik per luas lantai menggunakan AC dan atau tidak menggunakan AC yaitu [4] : a. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung kurang dari 10 %, maka gedung tersebut termasuk gedung yang tidak menggunakan AC dan konsumsi energi per luas lantai adalah :
a) Konsumsi energi per luas menggunakan AC adalah :
B.
𝐼𝐾𝐸₁ =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 (𝑘𝑊ℎ) 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚 � )
(1)
𝐼𝐾𝐸2 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 (𝑘𝑊ℎ) 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚 � )
(2)
b. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung lebih dari 90 %, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan konsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah :
c. Jika presentase perbandingan luas lantai yang menggunakan AC terhadap luas lantai total gedung lebih dari 10 % dan kurang dari 90 %, maka gedung tersebut termasuk gedung yang menggunakan AC dan tidak menggunakan AC.
lantai
tidak (3)
b) Konsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah : (4) III.
METODE PENELITIAN
Dalam penyusunan penelitian ini digunakan metodologi yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur Pengerjaan Penelitian A.
Studi Literatur Studi literatur dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan literatur yang menunjang dalam penyusunan Penelitian ini, antara lain: 1. Mempelajari tentang karakteristik beban-beban listrik dan spesifikasi jenis gedung. 2. Mempelajari tentang IKE (Intensitas Konsumsi Energi) listrik pada bangunan gedung, standart IKE yang telah ditetapkan dan teori-teori yang berkaitan dengan penulisan Penelitian ini. 3. Mempelajari potensi peluang hemat energi yang dapat dilakukan khususnya untuk beban pencahayaan dan AC. B.
Jenis Data Dalam penelitian ini diperlukan beberapa data, adapun data yang digunakan adalah : 1. Data primer Data primer adalah data-data yang diperoleh langsung di lapangan seperti data pengukuran beban, pola penggunaan beban dan data spesifikasi beban listrik di Gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang. 3
2. Data sekunder Data sekunder, yaitu data-data yang diperoleh dari studi literatur dan referensi dari pihak perpustakaan, seperti data denah dan spesifikasi gedung, data tagihan listrik bulanan Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang. C.
Survei Lapangan dan Pengambilan Data Survei lapangan dilakukan untuk mengambil data dari lokasi penelitian di Gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang. Survei lapangan ini juga akan melihat kondisi gedung dan beban yang ada serta besarnya konsumsi energi listrik melalui metode pengukuran. IV.
PEMBAHASAN
A.
Pola Konsumsi Energi Listrik Dari data rekening listrik yang diperoleh, pemakaian kWh total Gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang yaitu 104.527 kWh selama tahun 2013. Dan total biaya selama satu tahun yaitu Rp. 134.735.237,00. Dimana rata – rata pemakaian energi listrik per bulan untuk kWh meter beban AC yaitu 6.240 kWh/bulan dan untuk kWh meter beban pencahayaan dan lain-lain yaitu 2.471 kWh/bulan. Selama periode tahun 2013 tersebut penggunaan listrik hanya terdapat pada lantai 1 dan 2 saja karena lantai 3 tidak digunakan untuk acara atau kegiatan. B.
Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Dari data konsumsi energi listrik dan data luas bangunan di gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang, maka dapat dihitung nilai Intensitas Konsumsi Energi Listrik (IKE) per bulan. Sebagai contoh untuk menghitung IKE bulan Januari 2014 adalah sebagai berikut : Luas bangunan ber AC (lantai 1 dan 2) : 872,05 m2 Luas bangunan non AC (lantai 1 dan 2) : 142,46 m2 Luas Total bangunan (lantai 1 dan 2) : 1014,48 m2 a) Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah : 𝐼𝐾𝐸₃ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 (𝑘𝑊ℎ) − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐴𝐶(𝑘𝑊ℎ) = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚� )
=
�����,� (���)�����,� (���) ����,�� (� �)
= 4,12 kWh/m2/bulan. b) Konsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah :
= 12,12 kWh/m2/bulan.
Untuk penentuan target dari IKE per satuan luas menggunakan standar Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Dari hasil perhitungan didapat nilai IKE untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 4,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori sangat boros dan untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 12,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori cukup efisien. Dengan melakukan upaya penghematan diharapkan dapat diperoleh nilai IKE yang lebih rendah lagi. Dari data analisa dan perhitungan pemakaian energi listrik lantai 1 dan lantai 2 gedung Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang selama satu hari diperoleh konsumsi energi listrik sebagai berikut : Pemakaian AC : 234,71 kWh/hari Pemakaian pencahayaan : 62,13 kWh/hari Pemakaian lain – lain : 70,14 kWh/hari Jika di gambarkan dalam bentuk pie chard diperoleh hasil seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
19% AC 17%
64%
pencahayaan Lain - lain
Gambar 2. Prosentase Pemakaian Energi Listrik. Dari prosentase pada Gambar 2 dapat diketahui konsumsi energi listrik terbanyak adalah penggunaan sistem pendingin udara (AC) dengan prosentase 64%, kemudian yang kedua yaitu beban lain-lain 19% dan sistem pencahayaan sebesar 17%. Berdasarkan analisis diatas maka prioritas utama dalam melakukan penghematan energi listrik adalah pada sistem pendingin udara (AC) dan sistem pencahayaan. Untuk pemakaian beban lain-lain mayoritas merupakan beban-beban utama dengan jam penggunaan yang tinggi seperti komputer, UPS, printer, mesin fotokopi. Sehingga penghematan yang dilakukan adalah pada sistem pendingin udara dan pencahayaan. Upaya penghematan yang dilakukan yaitu : a. Mengurangi sekecil mungkin pemakaian energi listrik khususnya beban pencahayaan dan AC. b. Penggunaan lampu Light Emitting Diode (LED) sebagai pengganti lampu TL dan lampu LHE. c. Memaksimalkan peran sumber daya manusia untuk meningkatkan penghematan.. d. Melakukan penggantian AC lama yang usianya lebih dari 5 tahun dengan AC hemat energi teknologi inverter. e. Menggunakan AC dengan suhu 24°C – 27°C untuk ruang kerja dan untuk ruang transit (lobby, 4
koridor) 27°C – 30°C sesuai yang telah direkomendasikan oleh Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, No.12 tahun 2012 [5]. C.
Penghematan Sistem Pencahayaan Untuk penghematannya dilakukan penggantian lampu TL 40 watt dengan lampu LED tube 18 watt dan LHE 15 watt dengan lampu LED bulb 9 watt. Perhitungan penghematan dilakukan untuk lantai 1 dan lantai 2, sedangkan untuk lantai 3 tidak dihitung karena lantai 3 konsumsi energi listriknya nol atau tidak pernah dipakai selama tahun 2013. Contoh perhitungan pada ruang Ken Arok = (p x cos φ x t) x n = (18 x 0,80 x 4) x 22 = 1,27 kWh/hari Tabel 3. Total Konsumsi Energi Listrik Pencahayaan per Hari Setelah Dilakukan Penghematan.
Dari Tabel 4 dapat diketahui konsumsi energi listrik per hari untuk sistem pencahayaan lantai 2 yaitu 24,51 kWh/hari. Hasil tersebut merupakan perhitungan konsumsi energi listrik setelah dilakukan penggantian lampu TL dan LHE dengan lampu LED serta pemenuhan standar SNI untuk intensitas pencahayaannya. Tabel 5. Perbandingan Konsumsi Energi Listrik Pencahayaan Sebelum dan Setelah Penghematan
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa besar penghematan untuk pencahayaan di lantai 1 sebesar 7,91 kWh/hari dan lantai 2 sebesar 11,78 kWh/hari. Total penghematan pencahayaan yaitu sebesar 19,69 kWh/hari atau 590,7 kWh/bulan. D.
Dari Tabel 3 dapat diketahui konsumsi energi listrik per hari untuk sistem pencahayaan lantai 1 yaitu 17,93 kWh/hari. Hasil tersebut merupakan perhitungan konsumsi energi listrik setelah dilakukan penggantian lampu TL dan LHE dengan lampu LED serta pemenuhan standar SNI untuk intensitas pencahayaannya. Tabel 4. Total Konsumsi Energi Listrik Pencahayaan Setelah Dilakukan Penghematan Lantai 2.
Penghematan Pada Sistem Pendingin Udara. Penggunaan suhu AC yang terlalu dingin sangat mempengaruhi konsumsi energi listriknya, oleh karena itu disarankan menggunakan AC dengan suhu antara 24°C – 27°C untuk ruang kerja, dan 27°C – 30°C untuk ruang transit (lobby, koridor). Dari hasil survei yang telah dilakukan, penggunaan AC di Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Malang melebihi temperatur AC yang direkomendasikan oleh Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Indonesia yaitu 24°C – 27°C. Apabila AC dinyalakan dengan suhu 24°C – 27°C maka kompresor akan bekerja memompa gas freon dari unit outdor ke unit evaporator di indoor untuk kemudian dihembuskan angin oleh kipas ke dalam ruangan. Kemudian komputer di unit indor AC akan memberitahukan sensor termometer atau termostat di unit indoor AC agar suhu tersebut dapat sama dengan suhu yang tertera di remote AC. Apabila suhu di remote di setting 24°C dan suhu ruangan sudah mencapai 24°C maka kompresor AC akan mati dan di ruangan hanya akan menghembuskan angin saja karena gas freon tidak lagi dipompa dari unit outdor ke unit indoor. Pada kondisi ini pemakaian listrik akan sangat kecil karena listrik hanya dibutuhkan untuk kipas, termostat, dan lampu indikator AC saja. Tabel 6. Perbandingan Arus AC Terhadap Suhu Yang Digunakan.
5
Dari Tabel 6 diketahui bahwa pemakaian AC dengan suhu 16°C lebih membutuhkan arus yang besar dari pada penggunaan dengan suhu 24°C. Dengan penggunaan arus yang besar menyebabkan daya yang dikonsumsi akan semakin besar pula. Tabel 7. Total Konsumsi Energi Beban AC Menggunakan Suhu 16°C – 18°C
dibandingkan dengan energi yang dikonsumsi AC dengan penggunaan suhu 16°C – 18°C dikarenakan kompresor akan lebih banyak beristirahat dalam bekerja. Penghematan dengan pengaturan suhu sangat sulit dilakukan karena mengingat fungsi ruangan perpustakaan yang membutuhkan suhu yang cukup dingin atau nyaman untuk kenyamanan pengunjung. Oleh karena itu dilakukan beberapa alternatif lain dengan penggantian AC konvensional dengan AC hemat energi teknologi inverter. AC teknologi ini bekerja dengan sistem meminimalkan hidup mati dari kompesor AC sehingga arus listrik yang besar saat start dari kompesor AC dapat diminimalkan sehingga dapat mengurangi konsumsi energi listriknya. Tabel 9. Konsumsi Energi Beban AC Setelah Dilakukan Penggantian AC Teknologi Inverter.
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa total konsumsi energi listrik untuk AC dengan menggunakan suhu pada AC 16°C – 18°C adalah 221,66 kWh/hari. Penggunaan AC dengan suhu ini dapat menyebabkan kompresor AC bekerja maksimal untuk mendapatkan suhu yang diinginkan. Sehingga hampir dipastikan kompresor AC tidak pernah berhenti karena suhu ini sulit dicapai di lingkungan tropis seperti Indonesia dan menyebabkan hal ini menyebabkan pemborosan energi. Tabel 8. Total Konsumsi Energi Beban AC Menggunakan Suhu 24°C – 27°C
Dari Tabel 9 diketahui bahwa setelah dilakukan penggantian AC dan pengaturan suhu ruangan yang sesuai standar pada ruangan maka total konsumsi energi listrik untuk beban AC adalah 82,61 kWh/hari. Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan konsumsi energi listrik sebelum dilakukan penghematan adalah : Besar penghematan AC = Sebelum Penghematan – Setelah Penghematan = 232,47 kWh/hari – 82,61 kWh/hari = 149,86 kWh/hari = 4495,8 kWh/bulan E. Intensitas Konsumsi Energi (IKE) Setelah Penghematan Konsumsi energi AC setelah penghematan = 82,61 kWh/hari atau 2.478,3 kWh/bulan. Konsumsi energi pencahayaan dan beban lain-lain = 42,44 + 70,14 = 112,58 kWh/hari
Dari Tabel 8 diketahui pemakaian energi untuk AC dengan suhu standar yaitu 24°C – 27°C adalah 105,86 kWh/hari. Nilai ini jauh lebih kecil
Total Konsumsi energi = 2.478,3 kWh/bulan + 3377,4 kWh/bulan = 5.855,7 kWh/bulan 6
= 3377,4 kWh/bulan
a) Konsumsi energi per luas lantai tidak menggunakan AC adalah : 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐴𝐶 𝐼𝐾𝐸₃ = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐿𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑚� ) 5855,7 (𝑘𝑊ℎ) − 2478,3 (𝑘𝑊ℎ) = 1014,48 (𝑚� ) = 3,32 kWh/m2/bulan. b) Konsumsi energi per luas lantai menggunakan AC adalah : 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐴𝐶 𝐼𝐾𝐸 � = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑒𝑟𝐴𝐶 (𝑚� )
+
����� �������� ��������� �� ���� ������ ����� (� �)
2478,3 (𝑘𝑊ℎ) 872,05 (𝑚� ) 5855,7 (𝑘𝑊ℎ) − 2478,3(𝑘𝑊ℎ) + 1014,48 (𝑚� ) = 6,16 kWh/m2/bulan. Untuk penentuan target dari IKE per satuan luas menggunakan standar Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Teknik Audit Energi Diknas, 2006). Dari hasil perhitungan setelah dilakukan penghematan didapat nilai IKE untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 3,32 kWh/m2/bulan termasuk kategori boros dan untuk lantai menggunakan AC 6,16 kWh/m2/bulan termasuk kategori sangat efisien. =
V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Dari hasil perhitungan didapat nilai IKE untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 4,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori sangat boros dan untuk lantai tidak menggunakan AC yaitu 12,12 kWh/m2/bulan termasuk kategori cukup efisien. 2. Potensi penghematan energi listrik dari tindakan konservasi energi listrik yaitu : a) Penghematan dengan penggunaan lampu LED tube 18 watt dan LED bulb 9 watt dan pemenuhan standar SNI 03-6575-2001 dan didapatkan hasil penghematan untuk sistem pencahayaan sebesar 19.69 kWh/hari atau 590,7 kWh/bulan. b) Penghematan dengan meminimalkan kerja AC dengan suhu yang sesuai standar dan penggantian AC konvensional yang usianya lebih dari 5 tahun diganti dengan AC teknologi inverter maka didapatkan hasil penghematan sebesar 149,86 kWh/hari atau 4.495,8 kWh/bulan.
B.
Saran Adapun saran yang diberikan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan data beberapa tahun sebelumnya agar dapat mengetahui nilai estimasi, nilai real, dan nilai setelah manajemen energi sehingga di tahun berikutnya dapat diperoleh nilai kemungkinan penghematan energi yang lebih baik. 2. Melakukan perbaikan instalasi listrik sehingga dihasilkan sebuah instalasi baru yang lebih hemat energi dan sesuai dengan standar yang berlaku salah satunya dengan pemanfaatan lampu LED dan AC teknologi inverter yang lebih hemat energi. DAFTAR PUSTAKA [1] Direktorat Pengembangan Energi. Petunjuk teknis konservasi energi; Prosedur Audit Energi Pada Bangunan Gedung. Jakarta: Departemen Pertambangan dan Energi. Direktotat Jendral Pengembangan Energi. [2] Marsalyna, “Studi Konservasi Energi Listrik di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya”. Universitas Brawijaya Malang, 2010. [3[ Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Teknik Penghematan Energi Pada Rumah Tangga dan Gedung. Jakarta: DPN. [4] Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, No.12 tahun 2012, Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik. [5] Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 036196-2000, Prosedur Audit Energi Pada Bangunan Gedung. Jakarta: BSN.
7
DESAIN RUANG BACA REMAJA-DEWASA PADA BANGUNAN PERPUSTAKAAN UMUM Lely Mustika Dosen Program Studi Teknik Arsitektur FTSP-ISTN
Dan Sisca Aryani
ABSTRAK Perpustakaan umum merupakan fasilitas yang menyediakan tayanan pustaka untuk umum.
Pada
bangunan perpustakaan umum terdapat ruangan-ruangan yang mendukung aktivitas penggunannya. Salah satu ruang tersebut adatah ruang baca. Ruang baca merupakan tempat yang membutuhkan ketenangan dan kenyamanan agar pengunjung perpustakaan dapat berkonsentrasi
dengan bahan
bacaannya dan juga beraktivitas dengan nyaman di datam ruang baca tersebut. Maka, ruang baca membutuhkan suatu bentuk desain yang efektif dan efisien. Datam mendesain ruang baca, khususnya ruang baca untuk remaja-dewasa, ada beberapa aspek pertimbangan yaitu berupa kebutuhan ruang, dimensi, dan penataannya. Aspek-aspek tersebut dapat dilihat dari analisa ruang baca perpustakaan umum yang ada.
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perpustakaan umum merupakan fasil itas yang
dibacanya
menyediakan tayanan bagi masyarakat secara
nyaman.
dan
dapat
beraktivitas
dengan
umum, dan memungkinkan setidaknya beberapa
Dibeberapa perpustakaan umum, suasana dan
buku untuk dipinjam dan dibawa pulang untuk
kenyamanan
digunakan
aktivitas dalam ruang baca. Desain tata ruang
tertentu1•
di
rumah
Datam
ditempat,
di
hat
datam
setama jangka
waktu
pemmJaman
buku
bangunan
perpustakaan
yang
ada
kurang
menunjang
yang ada tidak memperhatikan standar-standar yang berlaku
sehingga ruang baca menjadi
umum terdapat fasititas ruang baca yang dapat
kurang efektif fungsinya. Aktivitas yang ada di
digunakan
dalam ruang baca menjadi terganggu dan tidak
oteh
pengunjung.
Fasititas
ruang
baca tersebut membutuhkan suatu desain yang
nyaman.
efektif dan efisien. Efektif adalah menghasilkan sesuatu hal sesuai yang diinginkan2• Dalam hat
Ruang baca perpustakaan umum yang efektif
sasaran yang ingin dicapai adatah ruang baca
dapat memenuhi kenyamanan beraktivitas di
yang
dalam ruang baca
aktivitas
dengan
di
nyaman.
dikatakan
datamnya Sementara
sebagai
menghasitkan
sesuatu
dapat berjalan efisien
kemampuan
tersebut.
dapat
mempengaruhi
untuk
digunakan.
Kebutuhan
diperkirakan
dari
secara efektif dengan
Dimensi
bagaimana jumtah
luas
ruang
ruangan baca
pengunjung
itu dapat yang
tidak berlebihan3, dengan kata lain tepat guna.
menggunakan
Ruang baca membutuhkan suasana yang tenang
kebutuhan ruang di susun ke dalam bentuk
dan
out
nyaman
berkonsentrasi
agar dengan
pengunjung bahan
bacaan
dapat yang
dengan
ruang
baca.
memperhatikan
Kebutuhan dimensi
lay dan
ketentuan
standar
dengan
1.6.
memperhatikan
METODE PENULISAN
Teknik-teknik
fungsi dan estetikanya.
yang
untuk
digunakan
memperoleh data adalah :
1.2. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dari pembahasan mengenai desain ruang
Interview
1.6. l
baca pada bangunan perpustakaan umum adalah
Melakukan
agar lebih mengetahui dan memahami lebih
jawab dengan pihak yang mempunyai
jauh
wewenang berhubungan dengan materi
mengenai
desain
ruang
baca
pada
efisien
umum
tanya
Observasi
1.6.2.
Sasaran yang ingin dicapai adalah desain ruang perpustakaan
dan
ini.
bangunan perpustakaan umum. baca
wawancara
Mengadakan peninjauan langsung di
yang efektif dan
Pepustakaan Umum dan memperoleh
sehingga dapat menampung aktivitas
data, serta mengamati
dengan kenyamanan yang optimal.
hal-hal yang
berhubungan dengan pembahasan . Kepustakaan dan internet
1.6.3
13. PERMASALAHAN Ruang baca perpustakaan umum menampung
Kepustakaan
kegiatan pengunjung dalam mencari buku dan
literatur
dan
membaca buku. Dari aktivitas-aktivitas tersebut
internet
lokal
dapat
sebagai
terjadi
singgungan
yang
ketidaknyamanan pengunjung di
berakibat
diambil data
maupun
bahan
tersebut. Sehingga untuk mendapatkan suatu
literatur situs-situs
intemasional
pertimbangan dalam
perbandingan
ruang baca
dari dari
dan
pengambilan
keputusan.
ruang baca yang nyaman dan dapat berfungsi maksimal dibutuhkan desain ruang baca yang
11.1. TINJAUAN PUSTAKA II.1.1. PERPUSTAKAAN UMUM
efektif dan efisien. Permasalahan yang terdapat
Pada pengertian awalnya, perpustakaan adalah
dalam mendesain ruang baca adalah bagaimana desain
lay
out
ruang
baca
yang
kumpulan buku yang tersimpan disuatu tempat
dapat
memberikan kenyamanan bagi pemakainya dan
tertentu
berfungsi secara maksimal.
Sedangkan
milik
suatu
pengertian
instansi
tertemtu.
perpustakaan
umum
adalah perpustakaan yang menyediakan buku buku
1.4 RUMUSAN MASALAH Mendesain
ruang
baca
dengan
mempertimbangan beberapa faktor di dalamnya berupa
kebutuhan,
penyusunannya.
dimensi,
Selanjutnya,
tersebut diterjemahkan ke
ketiga
untuk
umum.
Perpustakaan
umum
berfungsi memberikan pelayanan bagi siapa saja
dan
dari
Pelayanan
faktor
anak-anak sampai pemimjaman
orang
pada
dewasa.
perpustakaan
umum dapat dilakukan dengan cara trad isional
dalam suatu desain
maupun menggunakan katalog. Sekarang ini
lay out.
koleksi yang terdapat di perpustakaan umum tidak hanya berupa koleksi buku dan media
l.S BATASAN MASALAH Pembahasan
mengenai
ruang
cetak. baca
pada
Dibeberapa perpustakaan
umum juga
memiliki tempat penyimpanan dan akses untuk
bangunan perpustakaan umum dibatasi hanya
menggunakan
pada lingkup ruang baca remaja-dewasa dan
microfiche, audio tape, videdo tape,
hanya berupa desain
lay out.
dan
peta,
menyediakan
mengakses CD
cetakan, fasilitas
database,
microfilm, CD, DVD,
umum
untuk
dan internet. Jadi,
perpustakaan umum modem berfungsi sebagai
41
tempat untuk mengakses informasi dalam berbagai format. Pada bangunan perpustakaan umum terdapat ruang-ruang yang menunjang kegiatan di dalamnya. Ruang-ruang tersebut adalah : � Ruang pelayanan informasi 1 Ruang audio 1 Ruang pertunjukan � Ruang baca I kerja individu maupun kelompok Kafetaria Di samping ruangan-ruangan tersebut, pada bangunan perpustakaan umum juga terdapat area anak-anak, ruang kantor pengelola, dan juga toilet. 11.1.2. RUANG BACA PERPUSTAKAAN UMUM Ruang baca merupakan salah satu ruangan yang digunakan oleh pengunjung untuk mendapatkan pelayanan pada bangunan perpustakaan umum. Ruang baca perpustakaan umum biasanya dibagi ke dalam dua kategori usia, yaitu ruang baca anak-anak dan ruang baca remaja-dewasa. Dan sesuai dengan batasan masalah, untuk lebih jauhnya hanya pembahasan mengenai ruang baca untuk remaja, untuk lebih jauhnya hanya pembahasan mengenai ruang baca untuk remaja-dewasa. 11.1.2.1. Ruang Baca Remaja-Dewasa Pada ruang baca untuk remaja-dewasa terdapat area baca individu dan berkelompok, dan area rak yang dibagi berdasarkan kategori koleksi. • Area baca individu bergungsi untuk mendukung kenyamanan pengunjung untuk berkonsenterasi pada bahan bacanya. Meja baca pada area ini memiliki sekat pemisah antara meja yang dapat berfungsi untuk mengurangi gangguan visual yang mungkn aktivitas/gerakan oleh disebabkan pengunjung lainnya.
•
Area baca berkelompok Pada area baca berkelompok, dalam suatu meja baca digunakan untuk beberapa pengunjung. Area baca seperti ini terdapat di banyak perpustakaan umum. Space antar pengunjung perpustakaan dalam satu meja bervariasi tergantung ukuran meja yang digunakan. Ukuran lebar meja baca minimal 140 Cm.
Area baca di ruang baca remaja-dewasa juga dibagai sesuai dengan kategori buku. Area yang umum ada pada ruang baca tersebut adalah : • Area baca koleksi umum • Area baca koleksi referensi • Area baca koleksi buku remaja • Area baca koleksi buku baru • Area baca koleksi periodikal 0.1.3. DIMENSI KEBUTUHAN RUANG Kebutuhan ruang memiliki dimensi yang disesuaikan dengan dimensi dan proporsi tubuh manusia. Begitu pula dengan kebutuhan ruang pada ruang baca remaja-dewasa pada bangunan perpustakaan umum. Kebutuhan ruang yang utama untuk ruang baca perpustakaan adalah rak buku, meja, dan kursi baca. Masing-masing kebutuhan ruang tersebut memiliki dimensi standar yang dapat dijadikan acuan dalam mendesain. Di samping itu, selain dimensi perabot ruang, terdapat juga standar ukuran terhadap jarak minimal antar perabot yang dengan ukuran tubuh rata-rata manusia. 0.1.3.1. Dimensi Meja Terdapat bebeapa jenis meja baca untuk perpustakaan umum,yaitu : • Meja perseorangan/individu Ada dua Jems meja baca untuk perseorangan, yaitu meja baca atau meja kerja biasa dan meja baca bersekat. Meja baca bersekat ini biasa disebut juga dengan meja baca sistem Carrels
•
Pada area baca koleksi umum, penataan antara
Meja Berkelompok Meja
baca
berkelompok
bervariasi
kapasitasnya, mulai dari 2 orang,
4 orang,
atau 6 orang. Tetapi pada dasamya luas meja
untuk
beberapa
perseorangan
dijadikan
kali lipat sesuai dengan jumlah
rak-rak buku dan meja sert kursi baca masing masing dikelompokkan. Disatu sisi ruang diisi oleh rak-rak buku dan di sisi lainnya diisi oleh meja dan kursi baca. Pada area lain,area baca referensi, tidak hanya diisi koleksi buku referensi dan peta tetapi juga
kapasitas yang diinginkan.
diisi
oleh
media
cetak
periodikal.
Rak-rak
koleksi berada di empat sisi ruangan, meja dan
II.1.3.2. Dimensi Kursi untuk
kursi baca berada di tengah ruangan. Semua
membaca selain dapat berfungsi dengan baik
area baca di perpustakaan ini berupa area baca
juga nyaman. Ukuran kursi untuk membaca ini
berkelompok.
Selain
meja,
kursi
yang
digunakan
ditentukan oleh proporsi kenyamanan manusia.
II.2.2. Fairfield Public Library Fairfield Public Library merupakan salah satu
ILl.3.3. Dimensi Rak Buku Rak buku memiliki
yang terdapat ukuran
standar
pada
ruang
baca
yang
disesuaikan
perpustakaan untuk
dengan jangkauan umum manusia.
umum
di
Amerika
Serikat.
Perpustakaan umum ini terdiri atas dua Jantai pelayanan
umum
dan
satu
Jantai
basement untuk area pengelola perpustakaan. Ruang baca pada bagunan perpustakaan umum
II.1.3.4. Jarak Antar Perabot Di
dalam
ruangan,
manusia
membutuhkan
ruang untuk bergerak. Dengan adanya perabot
ini dibagi ke dalam area ruang baca anak-anak dan area baca remaja-dewasa.
dalam ruangan, otomatis ruang gerak manusia
Ruang baca remaja-dewasa terletak di Jantai
menjadi
satu dan sebagaian dari area baca koleksi umum
terbatas.
Agar aktivita manusia
di
Pada ruang baca
dalam ruangan dapat berjalan dengan lancar dan
terletak di lantai
nyaman,
tersebut terdapat beberapa area baca yang
perabot-perabot
yang
ada
dalam
basement.
ruangan ditata dengan jarak tertentu sesuai
terbagi dalam ruang-ruang yang terpisah. Area
dengan ukuran tubuh dan proporsi manusia.
area baca tersebut adalah :
Dengan demikian, ruang baca membutuhkan
•
Area baca koleksi umum
penataan perabot yang memberikan ruang gerak
•
Area baca koleksi referensi
cukup bagi pengguna ruang baca tersebut.
•
Area baca koleksi buku baru
•
Area baca koleksi media cetak periodikal
•
Area baca koleksi buku remaja
II.2. STUDI BANDING Studi
banding
mengenai
perpustakaan umum
ini
ruang baca
pada
dibagi menjadi dua
dewasa.
ID. PEMBAHASAN ID.1. ANALISA RUANG BACA REMAJA-DEWASA PERPUSTAKAAN UMUM JAKARTA SELATAN
Ruang baca remaja-dewasa yang terletak di
baca koleksi referensi dan koleksi umum dari
kelompok, yaitu ruang baca anak-anak dan ruang baca remaja-dewasa. Dan untuk studi lebih jauh hanya mengenai ruang baca remaja
lantai dua hanya membagi 2 area bacanya. Area pertama adalah area baca untuk koleksi umum. Dan area ke dua adalah area baca referensi.
Analisa ruang baca remaja-dewasa berupa area efektivitas penataannya.
ID.1.1. AREA BACA REFERENSI
terdapat hamparan karpet berwarna biru sebagai
KOLEKSI
alas duduk bagi pengunjung perpustakaan yang
Di area baca koleksi referensi terdapat 3 meja
membaca di area ini.
berkapasitas
a. Rak Buku Rak buku pada area ini merupakan rak dua arah yang dibagi menjadi 5 segmen dengan jarak tiap segmennya adalah 40 cm. Luas setiap rak adalah 60 cm x l 00 cm.Jarak antar rak buku pada area baca ini adalah 1 20
kelompok
dengan
10
masing-masing
meja
orang. Area baca terse but tidak
hanya menampung koleksi buku referensi tetapi koleksi periodikal, dan peta.
Dimensi rak yang digunakan pada ara baca
koleksi referensi : •
Rak buku referensi berukuran cm dengan tinggi
•
120
cm.
Rak peta berukuan
tinggi Pola
cm x
200
cm sehingga aktivitas pada area ini cukup
120
Cm
cm x
1 60
cm
cm x
60
140 cm.
pentaan
50
50
cm x
50
1 70 cm
Rak koran berukuran
dengan tinggi •
cm
Rak majalah berukuran
dnegan tinggi •
1 65
80
nyaman.
b.
Meja dan Kursi Baca
Meja yang digunakan di area baca ini
adalah meja berkelompok dan individu.
cm dengan
Untuk meja berkelompok, terdapat dua
jenis meja yaitu meja berbentuk persegi
ruang
baca
tersebut
panjang dan meja bundar. Meja persegi
adalah
memusat dengan tempat baca berada di tengah
panjang
ruangan terasa sempit dengan tiga buah meja
x
ruangan.
Tetapi
dari
penataan
yang
yang
berkapasit
pengguna
sebanyak 4 orang ini memiliki luas
ada,
berkelompok dan rak-rak berada di sekeliling
150
cm.
Meja
bundar
70
yang
cm
juga
berkapasitas 4 orang memiliki diametr
120
kursi yang berada di meja lain adalah
90
ruangan.
cm. Dan jarak antara meja baca dengan
dengan
cm.
Jarak antara kursi yang letaknya paling tepi rak
buku
hanya
50
cm.
Sehingga
aktivitas pengunj ung pada saat mencari buku
Ukuran mej a-meja baca yang digunakan
membaca buku.
tetapi
masih
Sementara itu, antara kursi yang letaknya sating
jumlah
banyak
lebih kecil dari ukuran standar yang ada
bersinggungn dengan pengunjung yang sedang
cukup
nyaman
jika
pengunjung tidak membawa buku dalam ke
atas
meja.
Jika
bertolak belakang tidak dapat ruang gerak untuk
pengunjung membawa buku ke atas meja
dipasatikan bahwa aktivitas yang ada pada area
mengganggu
berjalan
diantaranya.
Dan
sudah
dengan jumlah yang cukup banyak dapat
dapat
berdampingan.
baca koleksi referensi ini terganggu.
yang
pengunjung
Untuk meja individu yang berada di cm x
cm.
ID.1.2. AREA BACA KOLEKSI UMUM
atas karpet berukuran
dan tempat baca individu. Untuk meja baca
menaruh buku yang sedang dibaca,
Meja
Pada area baca ini terdapat baca berkelompok
berkelompok berkapasitas
2
mt
hanya
50
berfungsi
40
untuk
sehingga ukuran meja tersebut cukup
hingga 4 orang
menampung fungsi itu. Di tempat baca
setiap mejanya. Dan untuk meja baca individu
individu ini, buku-buku bacaan yang
menggunakan meja keci tanpa menggunakan
dibawa
kursi. Sebaga ganti kursi, untuk tempat baca ini
diletakkan
44
oleh di
pengujung
atas
meja
tidak
tetapi
di
atas
karpet.
Pada area ini, jarak antar rak buku juga
ini
adalah
sehingga
pengunjung dapat membaca
dengan
biarkan
diletakkan
Kelebihan suasana
tempat yang
di baca
lebih
santai.
Dan
pengunjung. lebih
tempat baca ini adalah remaja.
mengingat
alas duku
digunakan memiliki luas
50
cm x
50
cm dengan tinggi
sekitar 50 cm.
terjadi
Sementara
I 00 cm
singgungan itu
antar
seharusnya pada
area koleksi referensi dibutuhkan jarak yang
mayoritas pengunjung yang berada di Kursi yang
dapat
lebar
sekitar
cm
120-150
umumnya
buku
karena
referensi
sangat
tebat dan membutuhkan space yang lebih untuk membawanya.
Untuk tempat baca di area ini terdapat meja berkelompok dan meja individu sistem Carrels.
ID.2. ANALISA RUANG BACA REMAJA PUBLIC FAIRFIELD DEWASA LIBRARY Ruang
baca
remaja-dewasa
di
perpustakaan umum ini dibagi menjadi
5
Mej a berkelompok yan
Ukuran meja berkapasitas
140 cm x 220 cm.
area
tersebut
berada
dalam
ruang-ruang yang berbeda.
4
orang itu adalah
Dan meja sistem Carrels juga
berukuran standar,
75
area berdasarkan kategori koleksi. Dan disetiap
digunakan memiliki
ukuran yang sesuai dengan standar yang ada. cm x J O O cm.
BACA 111.2.3. AREA PERIODIKAL
KOLEKSI
Area baca koleksi periodikal sedikit berbeda
ID.2.1. AREA BACA KOLEKSI UMUM
dengan area lainnya yang selalu menyediakan
Area ini merupakan area baca terbesar dan
meja baca/kerja. Area ini diddesain lebih kasual
memiliki dua lantai. Area baca berisi area rak
mengingat dari jenis koleksinya yang umumnya
buku dan tempat baca.
Tempat baca yang
merupakan
media
ruangnya sangat leluasa dengan rak yang tidak
baca
baca.
terlalu banyak. Area
tm
memiliki kapasitas
Lehar lorong antara rak buku ada area ini hanya
pengunjung sebanyak
25
orang dengan luas
100
cm.
menggunakan
Dengan
pengujung
yang
bersinggungan
lebar
lorong
berpapasan
sehingga
meja
dapat
seperti
akan
ini
Penataan
yang
berkelompok, meja sistem Carrels, dan tempat tanpa
ringan.
periodikal
bobotnya
yang
cukup
cetak
tersedia di area baca ini terdiri atas meja
lay
out
lantai 2 1 0 m2•
saling
mengurangi
kenyamanan pengunjung Area baa in dapat
ill.2.4. AREA BARU
menampung sekitar
Area baca koleksi buku baru merupakan area
lantari
34
pengunjung dengan luas
1248 m1.
BACA
KOLEKSI
pada ruang baca remaja-dewasa kecil.
ID.2.2. AREA BACA REFERENSI
KOLEKSI
Luas
berkapasitas
aea
12
ini
adalah
BUKU
yang paling
88
m2
di area ini seperti area baca periodikal yang
Area baca koleksi referensi ini berisi rak-rak
tidak menyediakan meja baca tetapi
buku
bangku dan rak-rak buku.
referensi,
kapasitas
4
meja
berkelompok
dengan
pengunjung sebanyak
520 m1.
hanya
orang di setiap meja, dan 4 buah
meja sistem Carrels. Area ini dapat menampung area
dan
orang pengunjung. Tempat baca
32
orang dengan luas
ll.2.5. AREA BACA REMAJA
KOLEKSI
BUKU
Area baca koleksi buku remaja menyediakan tempat baca dengan sistem Carrels tempat baca hanya berupa bangku, dan rak-rak remaja ditata
disekeliling ruangan. Tempat baca pada area ini berkapasitas 1 5 orang pengunjung dan 1 orang pustakawan. Dan luas area ini adalah 1 12 m2•
IV. KESIMPULAN Analisa studi kasus ruang baca remaja-dewasa dari Perpustakaan Umum Jakarta Selatan dan Fairfield Public Library memberkan suatu perbandingan dari aplikasi desain ruang baca perpustakaan umum. Jika di ruang baca remaja-dewasa pada perpustakaan umum Jakarta Selatan hanya terbagi ke dalam dua area, ruang baca remaja-dewasa pada Fairfield Public Library dibagi menjadi 5 ara baca. Pembagian area tersebut disesuaikan dengan ruang yang tersedia pada masing-masing bangunan. Dari segi efektifitas, pembagian area baca seperti yang ada pada Fairfield Public Library lebih memberikan kemudahan bagi pengunjung perpustkaan untuk mencari koleksi sesuai dengan kategori yang diinginkan. Dan bagi pengelola perpustakaan, pembagian area baca dapat memudahkan pengaturan koleksi pustaka, bagi pengunjung perpustakaan untuk mencari koleksi sesuai dengan kategori yang diinginkan. Dan bagi pengelola perpustakaan, pembagian area baca dapat memudahkan pengaturan koleksi pustaka. Penataan perabot seperti rak buku pada ruang baca remaja-dewasa di Perpustakaan Umum Jakarta Selatan secara keseluruhan cukup teratur dan cukup nyaman bagi penggunjung yang berlalu-lalang di lorong antara rak buku. Meja dan kursi pada area baca koleksi umum dapat menampung sekitar 60 orang pengunjung dan kapasitas pada area baca koleksi referensi sekitar 30 orang pengungjung. Dan lua ruang baca remaja-dewasa sekitar 400 m2• Penataan perabot tersebut dapat memaksimalkan daya tampung pengujung tetapi secara otomatis ruang gerak pengunjung menjadi lebih sedikit dan sangat memungkinan terjadi singgungan aktivitas di dalam ruang baca. Ruang gerak
untuk satu orang pengunjung pada ruang remaja-dewasa ini sekitar 4 m2• Penataan perabot di ruang baca remaja-dewasa Farfield Public Library di setiap area baca berbeda-beda. Untuk menata area baca dapat mempertimbangkan karakter pengunjugn dan jenis bacaan atau koleksi. Ruang baca di perpustakaan umum 101 tampaknya tidak mementingkan daya tampung pengunjung yang banyak tetapi daya tampung pengunjung dengan ruang gerak maksimal. Dengan kapasitas pengunjung pada ruang baca remaja-dewasa sekitar 2 1 80 m2• Sehingga untuk ruang gerak untuk satu orang pengujung diperkirakan sekitar 1 8 m2, bagaimana aktivitas di dalam ruang baca tersebut dapat berjalan dengan nyaman dan tidak terjadi singgungan singgungan antara aktivitas di dalam ruang baca. Desain lay out ruang baca remaja-dewasa di Fairfield Public Library dapat dijadikan gambaran ruang baca remaja-dewasa yang efektif dan nyaman. Tetapi dari segi efisiensi, desain lay out pada perpustakaan umum ini kurang maksimal. Efisiensi ruang baca ini dapat dinilai seminimal mungkin ruang yang tidak bermanfaat dan perabot yang tidak berfungsi. Sementara itu, efektivitas pada ruang baca ini dapat dinilai dari penataaan ruang baca seperti penataan yang ada pada umumya dapat memungkinkan terjadinya singgungan antar aktivitas di ruang baca. ruang baca dapat didesain dengan konsep yang sedikit berbeda. Antara tempat baca dan rak buku dibuat terpisah. Pengujung perpustakaan tidak lagi perlu mencari buku dengan berkeliling, tetapi cukup mencarinya ke bagian informasi.
DAFfAR PUSTAKA 1 . -, Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1 990. PT. Cipta Adi Pustaka. 2. -.Encyclopedia Brittanica Online.2004. 3. -, www.
L ibrary I
Renovation.
2004.
4. -,Wikipedia The Free encyclopedia.2004.
5. Ching, Francis D.2000. Arsitektur : Bentuk, Ruang dan Tatanan. Penerbit Erlangga. Jakarta 6. Chig, Francis DK. 1996. Ilustrasi Desain Interior. Penerbit Erlangga Jakarta. 7. Neurfert, Emst. 1996. Data Arsitek, (Edisi 33 Ji lid I ). Penerbit Erlangga Jakarta. 8. Neufert, Emst.2002. Data Arsitek, (Edisi 33 Jilid 2). Penerbit Erlangga Jakarta.
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip EFEKTIVITAS SANKSI ADMINISTRATIF KETERLAMBATAN PENGEMBALIAN BAHAN PUSTAKA TERHADAP KEDISIPLINAN PEMUSTAKA DI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN BANYUMAS Oleh : Riski Tri Wismanawati, Drs. Aan Permana, M.M.* E-mail:
[email protected] Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang
Abstrak Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana efekftivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terdahap kedisiplinan pemustaka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan analisis deskripatif. Adapun sampel yang digunakan 13 responden. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara. Uji instrumen menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Penelitian ini memanfaatkan teori efektivitas sebagai dimensi indikator (pencapaian tujuan, integritas, adaptasi dan kedisiplinan) untuk memperoleh data dari responden. Hasil penelitian yang telah dilakukan dan diambil kesimpulan dengan distribusi frekuensi bahwa efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dalam kategori sedang yang menunjukan skor rata – rata nilai efektivitas sebesar 38,5 berada dalam interval 37,1 – 39,9. Kata Kunci:efektivitas, kebijakan, sanksi administratif, kedisiplinan
Abstract The purpose of the study was to determine the effectivness of administrative sanctions for the late return of library materials against user’s discipline in The Library and Regional Archives Office of Banyumas. This research used quantitative method with descriptive analytic. There were 13 respondents involved. Types and data sources were primary and secondary data sources. The collecting technique used questionnaire, observation and interview. Instruments test used validity and reliability testing. This research utilized the theory of effectiveness as the dimension of the indicator (goal achievement, integrity, adaptation and discipline) to obtain data from the respondents. The results of the research that has been done and concluded by the frequency distribution showed that the effectiveness of administrative sanctions for the late return of library materials against user’s discipline in Library and Regional Archives Office of Banyumas was in medium category and showed the average score of the effectiveness in 38,5 and also exist in the interval 37, 1 to 39.9. Keywords: effectiveness, policy, administrative sanctions, discipline
*Dosen Pembimbing
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip 1. Pendahuluan Perpustakaan kabupaten memberikan fungsi pendidikan, fungsi informasi, fungsi rekreasi, fungsi cultural, dan sebagai sarana simpan karya manusia yang tercermin dalam kegiatan perpustakaan. Kegiatan - kegiatan tersebut perlu adanya kebijakan yang mengatur pelaksanaannya. Salah satu instrumen yang dapat diterapkan untuk merealisasikan kebijakan di perpustakaan adalah tata tertib dalam bentuk penerapan sanksi. Penerapan sanksi memberikan ancaman bagi pengunjung sebagai pengguna perpustakaan untuk selalu mentaati dan mematuhi kebijakan yang ditetapkan perpustakaan. Oleh karena itu, penerapan sanksi dapat menumbuhkan kedisiplinan diri pengunjung perpustakaan sehingga manfaat perpustakaan dapat diperoleh secara optimal. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas memberikan akses selonggar-longgarnya dengan tidak memungut biaya apapun kepada anggotanya untuk memanfaatkan perpustakaan. Namun, kelonggaran tersebut tetap mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan. Terdapat sanksi yang dapat diterima oleh pemustaka jika melanggar kebijakan yang telah ditetapkan. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas menerapkan sistem sanksi administratif jika anggota perpustakaan diketahui telah melanggar kebijakan. Pengelola atau petugas Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dengan sengaja tidak menerapakan denda berupa uang pada keterlambatan pengembalian bahan pustaka untuk menanamkan kedisipilan pemustaka dan menumbuhkan kesadaran pemustaka terhadap kebutuhan informasi yang harus dipenuhinya. Penerapan kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kedisiplinan pemustakan dalam mengembalikan bahan pustaka yang telah dipinjam, namun pada kenyataannya penerapan kebijakan ini tidak memberikan hasil yang maksimal. Seperti yang dikatakan Fuad Z. A. Pustakawan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas bahwa masih banyak pemustaka yang terlambat untuk mengembalikan bahan pustaka yang dipinjam. Hal ini mendasari peneliti untuk melakukan penelitian tentang efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Penelitian dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui bagaimana efekeftivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terdahap kedisiplinan pemustaka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas.
2. Landasan Teori
2.1. Efektivitas Supriyono dalam skripsi Huggo Suragawa (2010) mengatakan Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran suatu pusat tanggungjawab dengan sasaran yang mesti dicapai, semakin besar kontribusi daripada keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka dapat dikatakan efektif pula unit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai target yang ingin diperoleh. Richard M. Steers yang dikutip Duncan dalam buku Adam Ibrahim (2009) mengenai ukuran efektivitas sebagai berikut: 1. Pencapaian tujuan 2. Integrasi 3. Adaptasi Penelitian ini menggunakan ukuran efektivitas menurut Richard M. Steers dalam mengukur efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas yaitu pencapaian tujuan, integrasi dan adaptasi. Adapun penjelasan mengenai ukuran yang dipakai sebagai berukut: 1. Pencapaian tujuan Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Penelitian ini akan menggunakan faktor-faktor pencapaian tujuan seperti kurun waktu pencapaian ditentukan, sasaran merupakan target yang kongkrit, dasar hukum sebagai tolak ukur efektivitas sanksi administratif pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. 2. Integrasi Integrasi adalah pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus, dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Peneliti mengukurr
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip efektifitas sanksi administratif menggunakan faktor prosedur yang digunakan dan proses sosialisai. Perumusan, penerapan, dan pelaksanaan sanksi administratif akan dinilai efektif jika dilakukan dengan baik berdasarkan prosedur yang ada. Proses sosialisasi sanksi administratif terhadap pemustaka atau pun pihak lain yang terlibat dalam perumusan, penerapan, dan pelaksanaan sanksi administratif dikatakan efektif jika ada feedback yang baik dari pihak luar perpustakaan. 3. Adaptasi Adaptasi adalah proses penyesuaian diri yang dilakukan untuk menyelaraskan suatu individu terhadap perubahan – perubahan yang terjadi di lingkungannya. Tolak ukur efektivitas dalam penelitian ini menggunakan faktor-faktor peningkatan kemampuan, sarana dan prasarana adaptasi. Sanksi dikatakan efektif jika terjadi peningkatan kemampuan, dalam penelitian ini berarti terjadi peningkatan kedisiplinan pemustaka dalam mengembalikan bahan pustaka secara tepat waktu. Sedangkan tolak ukur lain adalah adanya sarana dan prasarana yang mendukung penerapan dan pelaksanaan sanksi administratif, seperti adanya software otomasi perpustakaan. Penelitian ini menyoroti efektivitas sanksi administratif berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kedisiplinan pemustaka dalam mengembalikan bahan pustaka dengan tepat waktu. 2.2. Layanan Sirkulasi Menurut Sulistyo-Basuki (1994:100) data yang mencakup kegiatan sirkulasi ialah data peminjam, buku yang dipinjam, tanggal jatuh waktu, tanggal pengembalian sesungguhnya, denda yang dilakukan beserta jumlahnya, waktu peminjaman yang berbeda antara tiap-tiap koleksi yang dipinjam. Petugas bagian sirkulasi memegang peranan penting dalam pelaksanaan kegiatan sirkulasi di perpustakaan. Hal itu dikarenakan bagian sirkulasi selalu berhadapan langsung dengan pengunjung, sehingga petugas sirkulasi lebih memahami kebutuhan dan keinginan pemustaka. Hal tersebut petugas sirkulasi harus bekerja sama dengan bagian pengembangan koleksi dan pengolahan koleksi dalam pelaksanaan kegiatan sirkulasi. Kegiatan pada
layanan sirkulasi dibuat berdasarkan fungsi dari layanan sirkulasi. Menurut F. Rahayuningsih (2007:95) kegiatan pada layanan sirkulasi sebagai berikut: a. b. c. d. e.
Pendaftaran anggota perpustakaan Peminjaman Pengembalian dan atau perpanjangan, Penagihan, Pemberian sanksi bagi pengguna yang melakukan pelanggaran. Jenis pelanggaran yang dilakukan antara lain: 1. Keterlambatan pengembalian koleksi 2. Membawa koleksi tanpa melalui prosedur yang benar 3. Mengembalikan koleksi dalam keadaan rusak 4. Menghilangkan koleksi yang dipinjam 5. Melanggar peraturan perpustakaan. Jenis sanksi yang diberikan: 1. Sanksi denda, besarnya ditentukan oleh kebijakan perpustakaan. 2. Sanksi administrasi, misalnya tidak boleh meminjamkan koleksi dalam kurun waktu tertentu, atau dikeluarkan dari keanggotaan perpustakaan. 3. Beres administrasi perpustakaan. f. Beres administrasi perpustakaan g. Statistik. 2.3. Kebijakan Menurut Edi Suharto (2007:3) “kebijakan adalah hasil adanya sinergi, kompromi, atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideology, dan kepentingan – kepentingan yang mewakili sistem politik suatu Negara.” Kebijakan juga digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas pokok suatu organisasi atau lembaga, untuk memperoleh tujuan yang diinginkan sesuai dengan visi dan misi organisasi atau lembaga yang bersangkutan. Menurut Edi Suhatro (2007:44) bahwa “Idealnya perumusan kebijakan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan (Stakeholders) dan segenap lapisan masyarakat yang terkena kebijakan itu.” Hal ini yang menjadi stakeholders dalam perumusan kebijakan intern di perpustakaan adalah pejabat pemerintah/lembaga induk perpustakaan bernaung, petugas perpustakaan, dan pengunjung perpustakaan. Adapun perumusan kebijakan menurut Edi Suharto sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi isu kebijakan
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip 2. Merumuskan agenda kebijakan 3. Melakukan konsultasi 4. Menetapkan keputusan 5. Implementasi 6. Evaluasi .(Suharto, Edi 2007:26) Tahapan - tahapan di atas digunakan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dalam menyusun kebijakan yang mengatur seluruh kegiatan perpustakaan. Selain itu juga mengacu pada UU Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan dan SNI 7495:2009 tentang perpustakaan umum kabupaten/kota sebagai pedoman penyelenggaraan dan pelaksanaan perpustakaan umum kabupaten di Indonesia. Penerapan kebijakan memerlukan instrumen sebagai alat untuk merealisasikan kebijakan secara efektif. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas menggunakan hukum atau aturan sebagai instrumen kebijakan yang efektif. Efektifvitas hukum di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas diwujudkan dalam bentuk sanksi adminisatratif.
2.4.Sanksi
Soerjono Soekanto (1985:37) menyatakan “sanksi adalah persetujuan atau penolakan terhadap perilaku tertentu. Sanksi dapat dibagi menjadi sanksi positif dan sanksi negatif.” Sanksi positif dapat menimbulkan suatu rangsangan untuk tidak melakukan tindakan tercela. Sedangkan sanksi negatif menimbulkan rangsangan tindakan tercela atau tidak terpuji. Secara konvensional sanksi positif akan memberikan suatu imbalan terhadap suatu tindakan, sedangkan sanksi negatif memberikan suatu hukuman. Ada anggapan sanksi negatif lebih efektif karena ancaman hukuman mempunyai efek menakutnakuti, sedangkan imbalan merupakan suatu intensive belaka (Soekanto, 1985:89). Hal ini digunakan perpustakaan untuk menjaga asset yang dimiliki agar tetap dapat dimanfaatkan pemustaka atau pengunjung sepenuhnya. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas menggunakan sanksi negatif yaitu sanksi administratif untuk menakut – nakuti atau mengancam pemustaka untuk berbuat disiplin dengan mengembalikan bahan pustaka secara tepat waktu.
Penelitian ini, peneliti memfokuskan pada sanksi keterlambatan pengembalian bahan pustaka di kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Tujuan dari penerapan sanksi tersebut adalah upaya perpustakaan untuk menjaga aset yang dimiliki serta menanamkan kedisiplinan kepada pemustaka. Ada pun sanksi yang dapat diperoleh oleh pemustaka berupa sanksi admisnistrasi yaitu: 1. Terlambat 1 hari tidak dapat meminjam selama 1 minggu; 2. Terlambat 2 hari tidak dapat meminjam selama 2 minggu; 3. Terlambat 3 hari tidak dapat meminjam selama 3 minggu; 4. Terlambat lebih dari 7 hari dicabut keanggotaannya; 5. Terlambat lebih dari 3 kali dicabut keanggotaannya.
2.5.
Kedisilpinan
Westra dalam skripsi Sabaria Tarigan (2010) menyatakan bahwa “disiplin merupakan sikap tertib dari seseorang yang menunjukan kepada peraturanperaturan ataupun ketentuan yang telah ada dengan senang hati.” Adanya sanksi dimaksudkan untuk memaksa orang agar tetap disiplin mematuhi tata tertib serta sebagai pedoman dalam berperilaku dan bersikap. Begitu juga adanya sanksi administratif di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas yang mengharapkan pemustaka atau pengunjungnya untuk mematuhi tata tertib dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh pada peraturan. Durkeim dalam skripsi Wira Nur Afnida Rambe (2010) menyatakan bahwa “kedisiplinan mempunyai tujuan ganda yaitu mengembangkan suatu peraturan tertentu dalam rindak tanduk manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu dan sekaligus membetasi cakrawalanya.” Sementara itu menurut lembaga Ketahanan Nasional (1997) kedisiplinan dapat terjadi dengan cara: a. Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan, dikembangkan, dan diterapkan dalam semua aspek menerapkan sanksi serta dengan bentuk ganjaran dan hukuman. b. Disiplin seseorang adalah produk sosialosasi sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial.
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip c. Dalam pembentukan disiplin, ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain ke arah tingkah laku yang diinginkannya. Dalam penelitian ini pihak yang lebih besar adalah pengelola atau petugas perpustakaan. Penerapan sanksi pengembalian diharapkan dapat melatih pemustaka untuk mematuhi tata tertib yang berlaku di kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Sanksi keterlambatan pengembalian merupakan suatu bentuk ganjaran atau hukuman agar pemustaka mematuhi tata tertib atau kebijakan yang berlaku. Pengelola perpustakaan yaitu petugas perpustakaan bertindak sebagai pengawas penerapan sanksi keterlambatan pengembalian di kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Petugas perpustakaan juga bertindak sebagai pelaksana atau pemberi sanksi terhadap pemustaka yang melanggar tata tertib yang berlaku.
3. Metode Penelitian Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk mengukur efektivitas sanksi admistratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kategori survei pengalaman yakni karena dilakukan berdasarkan pengalaman petugas layanan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah kabupaten Banyumas. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif dan sumber datanya adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil kuesioner dan hasil wawancara. Data sekunder berupa dokumen publikasi yakni surat keputusan kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Skala data yang digunakan yakni tipe skala ordinal dengan skala Guttman. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori efektivitas yaitu pencapaian tujuan, integrasi, adaptasi dan kedisiplinan terhadap penerapan sanksi keterlambatan pengembalian di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas. Indikator – indikator tersebut akan diuraikan dalam bentuk pertanyaan sebagai instrumen pengambilan data yaitu kuesioner penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah keusioner, wawancara dan observasi.
3.1. Uji Instrumen Pengumpulan Data 1) Uji Validitas Pengujian instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan total skor konstruk. Uji validitas penelitian ini dilakukan dengan dibantu SPSS 16. 2) Uji Reliabilitas Penelitian yang akan dilakukan menggunakan pengukuran reliabilitas yaitu One Shot atau pengukuran sekali saja (Ghozali, 2011:48). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dibantu dengan SPSS 16 untuk uji statistik Cronbach Aplha (α). Hasil dari uji statistik Cronbach Aplha (α) akan menentukan instrument yang digunakan dalam penelitian ini reliabel digunakan atau tidak.
3.2.Teknik Analisis Data Adapun untuk menjawab pertanyaan hipotesis yaitu penerapan sanksi administratif efektif dilakukan untuk meningkatkan kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah kabupaten Banyumas dalam mengembalikan bahan pustaka menggunakan perhitungan distribusi frekuensi dengan menghitung mean dan standar deviasi untuk dibandingkan dengan kurva normal. Menurut Dantes (2008) dalam jurnal ilmiah Ni Wayan Sukreni menggunakan kriteria ideal teoritik sebagai berikut: (M + 1,5 SD) ke atas
(M + 0,5 SD) – (M + 1,5 SD) (M – 0,5 SD) – (M + 0,5 SD) (M – 1,5 SD) – (M – 0,5 SD) (M – 1,5 SD) ke bawah
: efektivitas sanksi sangat tinggi : efektivitas sanksi tinggi : efektivitas sanksi rendah : efektivitas sanksi rendah : efektivitas sanksi sangat rendah
Dimana: M = Mean SD = Standar Deviasi
Untuk menjawab hipotesis yang telah ditentukan efektivitas sanksi administratif akan dihitung dengan langkah – langkah sebagai berikut: 1. Tentukan rentang/range (data terbesar-data terkecil), 2. Tentukan banyaknya kelas dengan rumus 1 + 3,3 log n 3. Tentukan panjang kategori (P) P= 4. Pilih ujung kelas interval (data terkecil/data yang lebih kecil) Untuk mengukur efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip terhadap kedisiplinan pemustaka dengan rumus sebagai berikut: 5. Menghitung distribusi frekuensi dengan bantuan tabel 6. Menetukan rata – rata X= 7. Menghitung Standar Deviasi dengan rumus: = 8. Menginprestasikan hasil keusioner dengan kriteria ideal teoritik, sehingga akan diperoleh efektivitas sanksi administrativ keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemusta di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah kabupaten Banyumas.
4. Hasil Penelitian 1) Uji Validitas Uji Validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Hasil dari perhitungan dengan bantuan SPSS 16 yaitu: Pertanyaan
r Hitung
r Tabel
Keterangan
1
0,793
0,553
Valid
2
0,825
0,553
Valid
3
0,736
0,553
Valid
4
0,662
0,553
Valid
5
0,626
0,553
Valid
6
0,609
0,553
Valid
7
0,608
0,553
Valid
8
0,837
0,553
Valid
9
0,772
0,553
Valid
10
0,759
0,553
Valid
11
0,677
0,553
Valid
12
0,844
0,553
Valid
13
0,682
0,553
Valid
14
0,698
0,553
Valid
15
0,739
0,553
Valid
16
0,739
0,553
Valid
17
0,658
0,553
Valid
18
0,627
0,553
Valid
19
0,681
0,553
Valid
20
0,645
0,553
Valid
21
0,899
0,553
Valid
22
0,845
0,553
Valid
23
0,645
0,553
Valid
24
0,774
0,553
Valid
Hasil uji validitas dari 24 pertanyaan instrumen penelitian efektifivitas penerapan sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap pemustaka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas didapatkan bahwa semua pertanyaan dinyatakan valid dengan r hitung lebih besar dari r tabel (0,553).
2) Uji Reliabilitas
Setelah instrumen di uji validitasnya maka langkah selanjutnya yaitu menguji reliabilitas. Hasil dari perhitungan dengan bantuan SPSS 16 sebagai berikut: Cronbach’s Alpha N of Items 0.960 24
Dari hasil uji reliabilitas intrumen penelitian didapatkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,960, yang menurut kriteria Nunally dalam buku Imam Ghozali (2005) dapat dikatakan reliabel, sehingga intrumen penelitian yang terdiri dari 24 pernyataan dikatakan reliabel. 3) Analisis Deskriptif Pencapaian Tujuan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 13 responden dapat diketahui sebagian besar tujuan dari penerapan sanksi administratif keterlamabatan pengembalian bahan pustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip Kabupaten Banyumas telah tercapai. Adapun prosentase tercapainya tujuan penerapan sanksi administratif yaitu 49,6 % (58 responden) menyatakan tidak dan 50,4 % (59 responden) menyatakan iya. Hal ini dikarenakan 58 responden yang menjawab tidak merasa tidak semua target dan tujuan dari penerapan sanksi administratif tersebut tercapai sesuai waktu yang diperkirakan. Sedangkan 59 responden merasakan adanya perubahan positif dan manfaat dari penerapan sanksi administratif. Integrasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 13 responden dapat diketahui bahwa penerapan sanksi administratif keterlamabatan pengembalian bahan pustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dilakuakan sesuai prosedur dan proses sosialisali yang baik. Hasil prosentase dari 5 pertanyaan yang dijawab oleh 13 responden yaitu sebanyak 32,3% (21 responden) menyatakan tidak dan 67,7% (44 responden) menyatakan iya. Sebanyak 21 responden yang menyatakan tidak dikarenakan sosialisasi yang dilakukan tidak sepenuhnya berhasil. Hal ini hanya membawa perubahan kecil terhadap kedisiplinan pemustaka dalam mengembalikan bahan pustaka secara tepat waktu. Sedangkan 44 responden menyataka ya karena penerapan sanksi administratif sudah sesuai prosedur yang ada dan sosialisasi yang dilakukan membawa dampak positif khususnya bagi sistem sirkulasi. Adaptasi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 13 responden dengan 4 pertanyaan tentang sarana dan prasarasa serta proses evaluasi penerapan sanksi administratif keterlamabatan pengembalian bahan pustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas telah terjawab dalam penelitian ini. Dengan prosentasi sebesar 48,1% (25 responden) menjawab tidak dan sebesar 51,9% (27 responden) manjawab ya. Sebanyak 25 responden menjawab tidak dikarenakan belum adanya evaluasi berkala yang dilakukan untuk mengontrol jalannya sanksi administratif di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas, sehingga sulit untuk menampung solusi – solusi guna memperbaiki atau meningkatkan lanayan khususnya mengenai peneraoan sanksi administratif. Sedangkan, 27
responden menjawab ya karena penerapan sanksi administratif tersebut sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai serta solusi – solusi terhadap kendala yang dihadapi dapat ditemukan secara langsung dalam penerapan dan pelaksanaan sehari – hari. Kedisiplinan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 13 responden dapat menjawab bahwa penerapan sanksi administratif di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas membawa pengaruh positif terhadap kedisiplinan pemustaka dalam mengembalikan bahan pustaka secara tepat waktu. Hasil prosentase menunjukan bahwa sebesar 43,6% (34 responden) menjawan tidak dan sebesar 56,4% (44 responden) menjawab ya. Responden sebanyak 34 orang menjawab tidak dikarenakan masih ada pemustaka yang berubah menjadi lebih disiplin selama penerapan sanksi administratif. Sedangkang 44 responden menjawab ya karena adanya perubahan positif terhadap kedisiplinan pemustaka dalam mengembalikan bahan pustaka sesuai waktu yang ditentukan dan berkurangnya statistik keterlambatan pengembalian bahan pustaka.
4) Analisis Hipotesis Perhitungan analisis hipotesis penelitian efektivitas sanksi administratif keterlamabatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas sebagai berikut: a. Rentang (data terbesar – data terkecil) Nilai terbesar : 24 x 2 = 42 Nilai terkecil : 24 x 1 = 24 Rentang: 42-24=18 b. Banyak kelas: 4 c. Panjang kelas: 4 Mean: X = = 38,5 Distribusi Frekuensi Tentang Efektivitas Sanksi Administrativ Pengambalian Bahan Pustaka Terhadap Kedisiplinan Pemustaka Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas No.
Interval
F
1.
29 – 32
1
30,5
64
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip 2. 3. 4.
SD=
33 – 36 37 – 40 41 – 44 Jumlah
4 3 5 13
34,5 38,5 42,5 146
16 0 16 96
= 2,8
Dari Tabel di atas dapat dilihat dari 13 responden diperoleh nilai Mean (M) = 38,5 dan simpangan baku atau standar deviasi (SD) = 2,8. Hasil tersebut dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan hipotesis tentang efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dengan mengacu pada kriteria ideal teoritik sebagai berikut: (42,5) ke atas : efektivitas sanksi administratif sangat tinggi (39,9 – 42,5) : efektivitas sanksi administratif tinggi (37,1 – 39,9) : efektivitas sanksi administratif sedang (34,3 – 37,1) : efektivitas sanksi administratif rendah (34,3) ke bawah : efektivitas sanksi administratif sangat rendah Berdasarkan hasil perhitungan dan kriteria ideal teoritik di atas pertanyaan hipotesis penelitian ini dapat terjawab. Nilai efektivitas sanksi admisministratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas dengan skor rata – rata 38, 5 berada dalam interval 37,1 – 39,9 dengan kategori sedang. 5. Simpulan berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas sanksi administratif keterlambatan pengembalian bahan pustaka terhadap kedisiplinan pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas tergolong sedang yakni skor rata – rata 38, 5 berada dalam interval 37,1 – 39,9 dengan sebagian besar tujuan
tercapai, telah melewati proses integrasi dengan prosedur yang ada dan pemustaka sebagai sasaran penerapan sanksi, serta telah mampu beradaptasi dengan lingkungan.
Daftar Pustaka F. Rahayuningsih. 2007. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Haris,
Ivan. (2010). Efektivitas Pelaksanaan Program NasionalPemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPN-MP) di Desa Pulo Rogom Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara.” Skripsi, Universitas Sumatra Utara
Indrawijaya, Adam Organisasi. Algensindo
Ibrahim. 2009. Perilaku Bandung: Sinar Baru
Lembaga Ketahanan Nasional dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1997). Kewiraan Buku Induk Pendidikan Kewiraan/Kewarganegaraan. Jakarta: Lembaga Ketahanan Nasional Rahmawati, Tina. 2012. Pembinaan dalam Menanamkan Kedisiplinan dan Pemberian Hukuman pada Anak Didik. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pe mbinaan%20dalam%20kedisiplinan.pdf, [14 April 2013] Rambe, Wira Nur Afnida. 2010. “Gambaran Kedisiplinan Siswa SMAN 14 Medan yang Menggunakan Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah.” Skripsi,WS Universitas Sumatera Utara Rambulangi, Christian Tulak. (2012). “Efektivitas Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Sopai Kabupaten Toraja Utara.” -.Universitas Hasanudin Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Soekanto, Soerjono. 1985. Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi. Bandung: Remadja Karya Suharto, Edi. 2007. Kebijakan Sosial:sebagai kebijakan public. Bandung: Alfabeta
JURNAL ILMU PERPUSTAKAAN Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013 Halaman 1-9 Online dari http: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jip Sukreni, Ni Wayan. 2012. Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Pembelajaran Bahasa Indonesia yang Menggunakan Pendekatan Komunikatif-Integratif pada SMA Negeri di Kabupaten Bangli. Jurnal Administrasi Pendidikan, 4 (1) http://pasca.undiksha.ac.id/ejournal/index.php/jurnal_ap/issue/view/50 [30 Juni 2013] Suragawa, Huggo. 2010. Efektivitas Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Bandung One Stop Service (Boss) pada Pelayanan Informasi Perizinan di Kota Bandung. Skripsi Universitas Komputer Indonesia Sulistyo basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia pustaka utama. Tarigan, Sabaria. 2010. Hubungan Kedisiplinan dengan Prestasi Kerja Pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Medan, Universitas Sumatera Utara Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 TentangPerpustakaan. Lembaran Negara Republik Indomesia Nomor 4774
HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA PETUGAS PERPUSTAKAAN DI KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA Oleh : Farah Wening Absharina* Pembimbing : Drs. Aan Permana, MM Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Diponegoro Semarang *)E-mail :
[email protected] Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan budaya organisasi dengan kinerja petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga. Subjek dalam penelitian ini adalah budaya organisasi yang menekankan pada model level budaya organisasi yang meliputi artefak, nilai-nilai dan asumsi dasar. Sedangkan objeknya adalah kinerja petugas perpustakaan dengan indikator kualitas dan kuantitas yang diberikan, waktu kerja dan kerjasama antar sesama petugas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penentuan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah informan sebanyak 6 orang. Sementara itu, teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipatif dan dokumentasi. Hasil penelitian menunujukan bahwa budaya organisasi yang ada di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga masih terbilang lemah, hal tersebut berdampak pada kinerja petugas perpustakaan. Sebagian besar informan menyatakan bahwa masih ada petugas yang belum sadar dengan adanya peraturan dan nilai yang ada di dalam organisasi, hal itu menyebabkan waktu kerja petugas kurang efektif. Selain itu belum adanya pembagian kerja yang jelas juga menyebabkan proses penambahan kuantitas (dalam hal ini teknologi) tidak berjalan maksimal. Meskipun demikian, petugas selalu berusaha memberikan kualitas kerja yang baik kepada masyarakat serta tetap menjaga profesionalisme kerja dengan kerjasama yang baik sehingga lingkungan kerja menjadi tetap nyaman dan kondusif. Kata kunci: Budaya Organisasi, Kinerja Petugas Perpustakaan. Abstract The purpose of this study is to find out the relationship of organizational culture with the performance of librarians at the Regional Office of Library and Archive Purbalingga Regency. The subject of this study is organizational culture that emphasizes on the model of organizational culture level including artifacts, values and basic assumptions. While the object is the performance of librarians with quality and quantity indicators given, the working time and cooperation among librarians. The type of study is qualitative research with descriptive method. Determining informants is done by using purposive sampling technique with the number of informants by 6 people. Meanwhile, data collection uses in-depth interview, participative observation and documentation techniques. The result shows that the existing organizational culture in the Regional Office of Library and Archive Purbalingga Regency is still quite weak. It has an impact on the performance of the librarians. Most of the informants state that there are some librarians who have not been aware of the rules and values existing in the organization, it leads to be less effective working time for the librarians.
Keywords: Organizational Culture, Librarian Performance.
PENDAHULUAN Suatu lembaga didirikan kerena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuan tersebut, lembaga dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah sikap dan perilaku orang-orang yang ada didalam organisasi tersebut. Budaya organisasi dalam suatu lembaga mempunyai peran yang sangat penting, karena budaya organisasi akan menjadikan lembaga tersebut bersifat lentur dan fleksibel. Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang kuat, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Dension dalam Tika (2008: 109) mengemukakan bahwa suatu budaya yang kuat jika memiliki potensi yang jauh lebih besar untuk koordinasi dan kontrol perilaku secara implisit, suatu budaya yang kuat dengan sosialisasi anggota yang baik akan meningkatkan efektivitas, karena hal tersebut melancarkan pertukaran informasi serta koordinasi perilaku. Tercapainya tujuan organisasi hanya mungkin terjadi jika kinerja petugas sejalan dengan kinerja organisasi. Pada organisasi perpustakaan, jika kinerja petugas perpustakaan baik maka kinerja organisasi perpustakaan akan baik pula. Namun kenyataannya saat ini kinerja sumber daya manusia pegawai perpustakaan kita yang kurang begitu baik mengakibatkan rendahnya kinerja organisasi perpustakaan. Meskipun ada kenaikan gaji tidak secara otomatis akan meningkatkan kinerja para pegawai negeri sipil. Serta keluhan mengenai petugas pemerintah yang malas-malasan, tidak transparan, takut terhadap atasan sampai ketidakmampuannya dalam menjalankan tugasnya. Sehingga dalam hal ini masyarakat yang menjadi korbannya. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga merupakan salah satu organisasi yang bergerak di bidang pelayanan
guna memenuhi kebutuhan informasi bagi masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut perpustakaan seringkali mengalami berbagai kendala yang menimbulkan perbedaan persepsi antara petugas yang satu dengan yang lainnya, misalnya dalam bidang teknologi, salah satu petugas menginginkan diadakannya penulusuran online dalam perpustakaan namun petugas lainnya menganggap itu belum terlalu diperlukan karena kebanyakan pengguna mencari bahan pustaka langsung pada tempatnya. Hal tersebut menunjukan perbedaan antara keduanya, dan hal itu dapat berpengaruh terhadap budaya organisasi yang ada. Bertolak dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Petugas Perpustakaan Di Kantor Perpustakaan Dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga”. BUDAYA ORGANISASI Budaya organisasi merupakan salah satu unsur penting dalam organisasi. Setiap organisasi selalu mempunyai budaya yang berbeda-beda dan budaya organisasi tersebut akan mempengaruhi semua aspek organisasi dan perilaku anggotanya secara individual dan kelompok. Budaya organisasi menurut Amnuai dalam Tika (2008: 4) adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggotaanggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal. Selanjutnya Suwarno (2010: 154) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah budaya yang eksis dalam organisasi, yang sama dengan budaya masyarakat. Budaya organisai terdiri dari banyak fenomena yang tidak tampak, seperti nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi,
norma-norma perilaku, artefak dan pola tingkah laku. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar yang terdapat dalam suatu organisasi yang digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada didalam organisasi tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan model level budaya organisasi sebagai acuan. Model level budaya organisasi Schein dalam Wirawan (2007: 14) melukiskan budaya organisasi dalam tiga level yaitu sebagai berikut: Level 1 : Artefak. Level ini merupakan dimensi yang paling terlihat dari budaya organisasi, merupakan lingkungan fisik dan sosial organisasi. Pada level ini, orang yang memasuki suatu organisasi dapat melihat dengan jelas bangunan, output (barang atau jasa), teknologi, bahasa tulis dan lisan, produk seni, dan perilaku anggota organisasi. Level 2 : Nilai-nilai. Semua pembelajaran organisasi merefleksikan nilai-nilai anggota organisasi, perasaan mereka mengenai apa yang seharusnya berbeda dengan apa yang adanya. Jika anggota organisasi menghadapi persoalan atau tugas baru, solusinya adalah nilai-nilai. Pendiri organisasi menghadapi sesuatu yang harus dikerjakan atau dipecahkan, ia mengajukan cara menyelesaikannya dan berhasil menyelesaikannya. Cara ini kemudian disoialisasikan kepada anggota organisasi. Level 3 : Asumsi dasar. Jika solusi yang dikemukakan pemimpin organisasi dapat berhasil berulang-ulang, maka solusi dianggap sebagai sudah seharusnya (taken for granted). Apa yang semula hanya merupakan hipotesis yang didukung oleh nilai-nilai, setelah berhasil dianggap sebagai realitas dan kebenaran.
Karakteristik budaya organisasi menunjukan ciri khas dari suatu organisasi, setiap budaya organisasi dalam organisasi selalu berbeda namun karakteristik tersebut menjadi simbol kesamaan dari budaya organisasi. Budaya organisasi yang baik adalah organisasi yang mempunyai budaya kuat. Budaya kuat menurut Robbins dalam Tika (2008: 108) adalah budaya dimana nilainilai inti organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas anggota organisasi. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat ciri-ciri dari suatu organisasi yang berbudaya kuat menurut Deal & Kennedy dalam Tika (2008: 110) yaitu: 1. Anggota-anggota organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang dipandang baik atau tidak baik. 2. Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di dalam organisasi digarisksn dengan jelas, dimengerti, dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang-orang di dalam organisasi sehingga orang-orang yang bekerja menjadi sangat kohesif. 3. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam organisasi, dari mereka yang berpangkat paling rendah sampai dengan pimpinan tertinggi. Berbeda dengan suatu organisasi yang berbudaya lemah, Killman dalam Tika (2008: 111) menjelaskan bahwa budaya organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan, akan berpengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada petugasnya. Jika hal ini terjadi, maka tugas-tugas tidak akan dilaksanakan dengan baik. Hal ini terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan, komunikasi kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan
komitmen petugas pada organisasi. Akibatnya organisasi menjadi tidak efektif dan kurang kompetitif. Dengan kata lain, organisasai menjadi kurang mampu mengatasi masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal. Selanjutnya Deal & Kennedy dalam Tika (2008:111) mengemukakan ciri-ciri dari budaya organisasi lemah yaitu: (1) mudah terbentuk kelompokkelompok yang bertentangan satu sama lain (2) kesetiaan pada kelompok melebihi kesetiaan pada organisasi (3) anggota organisasi tidak segan-segan mengorbankan kepentingan organisasi untuk kepentingan kelompok atau kepentingan diri sendiri. KINERJA PETUGAS PERPUSTAKAAN Kinerja menurut Cormick & Tiffin dalam Sutrisno (2010: 172) adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya waktu kerja dalam tahun yang dijalani. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Miner dalam Sutrisno (2010:172) menurutnya ada empat aspek dari kinerja, pendapat ini juga penulis jadikan acuan sebagai indikator kinerja, yaitu: 1. Kualitas yang dihasilkan Menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas. 2. Kuantitas yang dihasilkan Berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dihasilkan. 3. Waktu Kerja Menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu petugas tersebut. 4. Kerjasama
Menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Selanjutnya yang dimaksud dengan petugas perpustakaan adalah semua orang yang bekerja di perpustakaan baik yang berlatar pendidikan perpustakaan maupun tidak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan. Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja petugas perpustakaan adalah hasil pekerjaan orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi baik yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan atau tidak yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan dalam periode waktu tertentu. HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA PETUGAS PERPUSTAKAAN Menurut Wirawan (2007: 160) Budaya organisasi selalu dikaitkan dengan kinerja anggota dan kinerja organisasi. Ketika individu menginternalisasikan perilaku yang dianggap tepat oleh budaya organisasi, keberhasilan menyelesaikan perilaku yang merupakan imbalan tersendiri. Para pemimpin tertinggi organisasi sebaiknya bisa memahami budaya oraganisasi yang ada dan sedang beroperasi dalam organisasinya. Jika budaya tersebut masih kondusif dan dapat mendukung organisasi dalam mencapai tujuannya, maka pemimpin perlu mengelola budaya organisasi dan mempertahankannya. Upaya mempertahankan budaya organisasi misalnya: dilakukan melalui pemberian imbalan atau promosi kepada anggota yang perilakunya konsisten terhadap budaya organisasi. Mempertahankan budaya organisasi juga dilakukan dengan memberikan sanksi bagi
mereka yang melanggar norma, nilai-nilai, atau kode etik budaya organisasi. Demikian pula budaya organisasi yang kaitannya dengan kinerja petugas perpustakaan. Budaya organisasi yang ada dalam organisasi perpustakaan dijadikan sebagai acuan oleh petugas dalam berperilaku. Petugas perpustakaan tidak bisa seenaknya sendiri apabila petugas tersebut sedang berada dalam lingkungan organisasi perpustakaan. Dalam lingkungan organisasi perpustakaan terdapat norma, nilai dan aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota organisasi, apabila anggota organisasi mampu menyelesaikan masalah perilaku maka hal itu merupakan imbalan tersendiri yang membuat anggota merasa percaya diri, mempunyai harga diri, dan kemampuan diri sehingga akan mendorong individu untuk berkinerja tinggi. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif menurut Nawawi dalam Mayasari (2011: 44) adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan / melukiskan keadaan subjek / objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Pemilihan Informan Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan purposive sampling yaitu teknik pemilihan informan berdasarkan pertimbangan tertentu. dengan menggunakan pertimbangan (1) mempunyai latar pendidikan perpustakaan atau pernah mengikuti diklat perpustakaan sehingga mengetahui kegiatan apa saja yang ada di perpustakaan (2) sudah bekerja di perpustakaan selama 3 tahun atau lebih sehingga sudah mengetahui bagaimana kondisi lingkungan di perpustakaan. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini digunakan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. a. Wawancara mendalam b. Observasi partisipatif c. Dokumentasi Teknik Analisis Data Teknik analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan model analisis Miles and Huberman. Selanjutnya Miles and Huberman dalam Sugiyono (2009: 246) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. a. Data Reduction Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penulis untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. b. Display Data (penyajian data) Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Menurut Miles and Huberman dalam Sugiyono (2009: 249) bentuk yang paling sering digunakan untuk penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. c. Conclusion Drawing/verification Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penulis kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. HASIL ANALISIS DATA Dalam prakteknya budaya organisasi mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kinerja petugas perpustakaan. Hal mendasar yang ada dalam budaya organisasi adalah peraturan dan pedoman dalam bertindak. Peraturan yang ada di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga mengacu pada Peraturan Pemerintah, Undang-Undang serta Peraturan Daerah sedangkan pedoman dalam bertindak menggunakan 10 budaya malu dan 17 budaya kerja serta visi dan misi. Secara keseluruhan peraturan dan pedoman dalam bertindak tersebut sudah cukup dijalankan dengan baik. Untuk peraturan memang masih ada petugas yang masih terlambat datang ke kantor atau pergi keluar kantor tanpa izin. Untuk pedoman dalam bertindak yaitu 10 budaya malu, 17 budaya kerja serta visi dan misi perlahanlahan sudah dijalankan meskipun belum sepenuhnya. Peratuan erat kaitannya dengan waktu kerja, meskipun sebagian besar informan menyebutkan waktu kerja sudah berjalan efektif namun adanya keterlambatan dan keluar kantor tanpa izin dengan tidak adanya sanksi yang jelas menyebabkan waktu kerja menjadi kurang efektif. Kedisiplinan dan pemberian sanksi yang tegas kepada pengguna perlu ditegakan agar dapat mencapai waktu kerja yang efektif. Selanjutnya berkaitan dengan kuantitas layanan yang diberikan kepada pengguna. Kuantitas layanan yang diberikan kepada pengguna masih belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari jumlah layanan yang hanya ada layanan sirkulasi dan referensi dikarenakan kondisi perpustakaan yang sangat sempit, koleksi yang kurang up to date, dan teknologi yang belum berjalan maksimal.
Masyarakat atau pengguna saat ini menginginkan akses informasi yang cepat, tepat dan akurat. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk dapat mewujudkan keinginan pengguna tersebut adalah mengusahakan perpustakaan untuk dapat berbasis automasi, dengan adanya hal tersebut maka akan mempermudah pengguna dalam mengakses informasi secara cepat, tepat dan akurat. Namun pada kenyataannya Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Purbalingga belum dapat sepenuhnya mewujudkan perpustakaan berbasis automasi, proses yang lambat menyebabkan automasi perpustakaan tidak kunjung selesai. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah: kurangnya sumber daya manusia yang ada di perpustakaan, tidak adanya ahli teknologi informasi di peprustakaan, serta belum adanya pembagian kerja yang jelas di perpustakaan antara bagian layanan dengan bagian pengolahan. Berkaitan dengan kualitas kerja yang diberikan petugas kepada pengguna. Petugas Perpustakaan Umum Daerah Kabupaten Purbalingga sudah merasa memberikan kualitas yang maksimal kepada pengguna. Hal tersebut diungkapkan oleh informan, yaitu dengan melakukan hal-hal yang dapat mengembangkan perpustakaan diantaranya adalah: mengadakan program-program perpustakaan, mendalami pengetahuan tentang ilmu perpustakaan agar dapat menambah pengetahuan tentang perpustakaan, serta petugas selalu berusaha ramah kepada pengguna. Namun bukanlah organisasi jika dalam prosesnya tidak mengalami kendala-kendala dalam rangka mencapai tujuan. Salah satu kendala yang ada dalam Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga adalah masih adanya konflik internal organisasi yaitu masih adanya rasa ketidaksukaan sifat antar sesama petugas. Sifat yang kurang disukai tersebut menurut pendapat informan diantaranya adalah: petugas yang berada di bagian layanan namun tidak ramah kepada pengguna, petugas yang pemalas, petugas yang tidak sesuai dengan
aturan dan petugas yang masih mementingkan egonya sendiri. Kendala-kendala diatas merupakan konflik internal organisasi yang harus segera diatasi. Meskipun banyak terdapat konflik internal dalam organisasi, namun petugas perpustakaan tetap menjaga profesionalisme kerja dengan kerjasama yang baik, hal ini dapat terlihat dari hubungan komunikasi yang baik antar sesama petugas maupun dengan atasan dan saling percaya, hal ini membuat petugas merasa tetap nyaman bekerja dan lingkungan kerja tetap kondusif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berhubungan dengan kinerja petugas perpustakaan, hanya saja budaya organisasi yang ada masih terbilang lemah, budaya organisasi yang lemah menurut Killman dalam Tika (2008: 111) menjelaskan bahwa budaya organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya, akan berpengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada petugasnya. Jika hal ini terjadi, maka tugas-tugas tidak akan dilaksanakan dengan baik. Hal ini terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan, komunikasi kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan komitmen petugas pada organisasi. Akibatnya organisasi menjadi tidak efektif dan kurang kompetitif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan dengan pernyataan berikut: 1. Beberapa unsur dari budaya orgasniasi yaitu peraturan, hubungan manusia dengan lingkungan, sifat dari aktivitas manusia serta nilai-nilai memberikan motivasi kepada petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga untuk dapat memberikan kualitas yang maksimal baik itu kualitas layanan, kualitas kerja maupun adanya program-program perpustakaan serta membiasakan petugas
dengan kedisiplinan dan perilaku yang baik dengan berpedoman pada nilai-nilai dan aturan yang ada dalam perpustakaan. 2. Adanya kerjasama yang baik antar petugas dapat memotivasi petugas untuk mengusahakan kuantitas yang diberikan kepada masyarakat menjadi lebih baik. Kerjasama yang terjalin antar petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga sudah cukup baik, hanya saja belum adanya pembagian kerja yang jelas, membuat proses penambahan kuantitas layanan kurang berjalan maksimal. Hal ini dapat terlihat pada proses automasi yang tidak kunjung selesai. Selanjutnya kerjasama yang baik juga terlihat dari petugas yang senantiasa saling membantu jika ada program perpustakaan, namun belum adanya kreativitas dan insiatif dari petugas membuat perpustakaan menjadi kurang kompetitif. 3. Petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga sudah menjalankan waktu kerjanya dengan efektif. Hal ini dapat dibuktikan dengan petugas yang sangat jarang tidak masuk kerja tanpa izin. Hanya saja masih ada petugas perpustakaan yang terlambat berangkat kerja ataupun tidak mengikuti apel, selain itu ada pula petugas yang masih keluar tanpa izin ketika jam kerja. Hal tersebut menandakan masih ada petugas yang belum sadar akan adanya aturan maupun nilai yang ada di dalam organisasi. Saran Hasil penelitian mengenai “Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja Petugas Perpustakaan Di Kantor Perpustakaan Dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga” menyatakan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja petugas perpustakaan. Berdasarkan pada hasil tersebut, maka penulis memberikan saran yang sekiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka memperbaiki budaya
organisasi dan untuk meningkatkan kinerja petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Purbalingga. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perpustakaan seharusnya mempunyai budaya organisasi yang baik agar kinerja individu maupun organisasi dapat berjalan dengan baik pula. 2. Untuk mencapai budaya organisasi yang baik, diharapkan organisasi melakukan hal berikut: a. Pimpinan hendaknya memberikan sanksi yang jelas kepada petugas yang melanggar peraturan secara terangterangan maupun kepada petugas yang meninggalkan waktu kerjanya secara berlebihan agar tercipta kedisiplinan. b. Insentif dari pimpinan, seperti memberikan imbalan atau hadiah bagi petugas yang memiliki kreativitas maupun inovatif untuk dapat meningkatkan kualitas layanan maupun program-program perpustakaan. c. Hendaknya ada keterbukaan, saling pengertian dan saling percaya antar sesama petugas agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjalankan tugas masing-masing, dengan demikian akan tercipta lingkungan kerja yang nyaman dan harmonis. d. Memperbaiki kerjasama antar sesama petugas dalam menjalankan program perpustakaan terutama dalam program penerapan automasi perpustakaan, melihat proses automasi yang terkesan lambat sedangkan perkembangan teknologi seperti tidak dapat dibendung. Dalam hal ini juga memerlukan keterlibatan pimpinan untuk memberikan job description yang jelas kepada petugas agar proses automasi berjalan lancar. 3. Berdasarkan hasil pembahasan secara keseluruhan, hendaknya seluruh anggota organisasi khususnya petugas perpustakaan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
Kabupaten Purbalingga bersama-sama mengembangkan budaya organisasi dan konsisten terhadap budaya organisasi tersebut agar tercipta iklim etis dalam organisasi serta fungsi budaya organisasi dapat berjalan dengan baik, dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kinerja individu maupun organisasi secara keseluruhan. DAFTAR PUSTAKA Suwarno, Wiji . 2010 . Ilmu Perpustakaan dan Kode Etik Pustakawan . Yogyakarta: ArRuzz Media. Tika, Moh. Pabundu. 2008 . Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan . Jakarta: Bumi Aksara. Wirawan. 2007 . Budaya dan Iklim Organisasi (Teori Aplikasi dan Penelitian) . Jakarta: Salemba Empat. Sutrisno, Edy. 2010 . Budaya Organisasi . Jakarta: Kencana. Mayasari, Kristina Setiya . 2011 . Gaya Kepemimpinan dalam Memberikan Motivasi Pustakawan Di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah . Semarang: Universitas Diponegoro Sugiyono. 2009 . Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D . Bandung: Alfabeta. Moleong, Lexy J . 2011. Metode Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja Rosdakarya.
KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA KEARSIPAN DALAM UPAYA KEBERHASILAN PELESTARIAN ARSIP STATIS BADAN ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Amalia Novantia Anggraeni Pembimbing : Dra. Siti Maziyah, M.Hum Tri Maryanto A.A., S.Sos Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Diponegoro Semarang Email :
[email protected] Abstrak Skripsi ini berjudul “Kemampuan Sumber Daya Manusia Kearsipan dalam Upaya Keberhasilan Pelestarian Arsip Statis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Objek penelitian dalam skripsi ini adalah Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan SDM Kearsipan serta pelestarian arsip statis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah . Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan berdasarkan pada data kuantitatif. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode kuesioner, studi pustaka, dan wawancara. Teknik pengolahan data dengan cara pemeriksaan data (Editing), memberi kode (Coding) dan penyusunan data (Tabulasi). Adapun teknik analisis data menggunakan metode analisis kuantitaif deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi. Dari hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya kemampuan SDM Kearsipan yang ada di Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah signifikan terhadap pelestarian arsip statisnya. Walaupun demikian kemampuan SDM Kearsipan mempunyai pengaruh positif terhadap pelestarian arsip statis karena pelestarian arsip statis yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dinilai baik dalam segala bidang tugasnya Kata Kunci : SDM Kearsipan, Pelestarian Arsip Statis, Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah Abstract This thesis is titled " Capability Human Resource Archival Preservation Efforts Successful Static Records Archive at the National Library and Central Java. Object of study in this thesis is the Agency Library and Archive Central Java Province. The purpose of this study was to determine the level of human resources and the preservation of archives Archives at the National Archives and Library of Central Java Province. This research is descriptive and based on quantitative data. The data collection techniques using questionnaires, literature, and interviews. Mechanical processing of data by checking data (Editing), give the code (Coding) and data preparation (Tabulation). The technique of data analysis using quantitative descriptive analysis using frequency distributions. From this research, it can be concluded that the amount of human resources at the National Archives of the existing Regional Archives and Library Central Java province significantly to the preservation of static archive. Nevertheless Filing HR capability has a positive influence on the preservation of archives for preservation of existing archives at the National Library and Archive of Central Java province scored well in all areas of their duties Keywords: HR Filing, static Archival Preservation, National Archives and Library of Central Java Province 1
kemampuan SDM kearsipan terhadap variabel pelestarian arsip statis Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah.
1. Pendahuluan Pada dasarnya arsip sebagai informasi terekam dalam pelaksanaan kegiatan administrasi sesuai dengan fungsi Instansi atau organisasi yang selalu bertambah volumenya sejalan dengan perkembangan kegiatan organisasi. Kondisi ini menyebabkan suatu organisasi perlu mengelola arsip dengan baik sehingga dapat berfungsi untuk pemanfaatan efisiensi operasional organisasi maupun pelestarian arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional kepada generasi mendatang. Arsip statis masih memiliki nilai guna yang nantinya dapat dipertanggungjawabkan sehingga perlu dikelola seperti halnya dengan arsip dinamis, agar mudah dalam proses temu balik. Dalam manajemen kearsipan, mulai dari tahap penciptaan sampai kegiatanpenyusutan semuanya mengandung nilai informasi. Maka Pemerintah perlu mengadakan lembaga khusus dalam rangka pengelolaan arsip. Oleh karena itu Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu lembaga kearsipan yang salah satu fungsinya adalah mengelola arsip statis khususnya pada preservasi atau pelestarian arsip statis. Preservasi arsip statis dalam hal-hal tertentu pelaksanaannya memerlukan ketrampilan dan ilmu yang khusus, yang tidak semua orang dapat melakukannya. SDM kearsipan sebagai sumber daya manusia yang memiliki tugas dan fungsi di bidang kearsipan, memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaan preservasi arsip statis, peranannya dalam preservasi tersebut dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui peningkatan wawasan dalam hal kearsipan pada umumnya dan preservasi pada khususnya. Untuk memenuhi hal tersebut SDM harus memikirkan dan untuk selanjutnya melakukan beberapa tindakan kegiatan preservasi arsip. Apa saja strategi yang dilakukan dengan melihat sebabsebab kerusakan arsip, seberapa besar kerusakan dan bagaimana upaya preservasi yang harus dilaksanakan. Dalam hal ini SDM dituntut keahliannya. SDM harus benar-benar bisa merencanakan dan melakukan tindakan yang tepat untuk berhasilnya program preservasi (ANRI, 2009:5). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana mengetahui kemampuan SDM kearsipan dan mengetahui pelestarian arsip statis yang ada di Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel
2. Landasan Teori 2.1 Sumber Daya Manusia Kearsipan
Arsiparis adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengelolaan arsip dan pembinaan kearsipan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang (berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/3/M.PAN/2009)
2.2 Preservasi Arsip Statis
Preservasi arsip secara sederhana dapat dikatakan adalah semua usaha untuk melestarikan bahan arsip dari kerusakan (Suhardi dan Yayan Daryan, 1998:141).
2.3 Konservasi Arsip Statis
Perawatan arsip merupakan proses kerja yang tugasnya meliputi pelaksanaan penyimpanan, perawatan, penataan, pengolahan, pengaturan arsiparsip untuk kepentingan penelitian dan pelayanan umum (Suhardi dan Yayan Daryan, 1998:107).
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu bentuk penelitian yang memusatkan perhatian pada hal yang lebih nyata yang dapat diukur dengan angka (Basuki, 2006 72). Dalam hal ini, untuk mengetahui bagaimanakah kemampuan seorang sumber daya manusia (arsiparis/ petugas arsip) dalam proses keberhasilan pelestarian arsip statis yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah . Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Pelestarian dan Preservasi Arsip serta arsiparis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sejumlah 35 orang. Sampel ialah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling (Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2008:43). Data dari kuesioner dan wawancara kemudian diolah menggunakan teknik editing, coding, tabulating.
2
Tabel. 2 Simpulan Variabel Kemampuan SDM Kearsipan
4. Analisis Hasil Penelitian Hasil penelitian terhadap variabel kemampuan SDM Kearsipan dan variabel pelestarian arsip statis akan diberikan simpulan pada masing-masing variabel dengan menentukan skor interval kelas terlebih dahulu pada masing-masing variabel penelitian. Interval kelas merupakan batas bawah dan batas atas dari suatu kelas. Rumus interval kelas sebagai berikut: ilai erbesar- ilai erke il Interval Kelas = umla Kelas
Skor
2,58 - 2,87 2,88 – 3,17 3,18 - 3,47 3,48 - 3,77
Nilai terbesar = 3,75 Nilai terkecil = 2,58 Jumlah kelas = 4 Sehingga nilai interval pada variabel kemampuan SDM Kearsipan adalah Ǧ Interval = = 0,29
2 3 4
2,58 - 2,87 2,88 – 3,17 3,18 - 3,47 3,48 - 3,77
Tidak Setuju
2
Kurang Setuju
3
Setuju
4
Sangat Setuju
Presentase
1
4%
3
12 %
10
40 %
11 25
44 % 100 %
Total
Nilai terbesar = 3,82 Nilai terkecil = 2,36 Jumlah kelas = 4 Sehingga nilai interval pada variabel pelestarian arsip statis adalah
Tabel. 1 Tabel Skor Variabel Kemampuan
1
1
Frekuensi
4.2 Variabel Pelestarian Arsip Statis
Hasil nilai interval di atas, dapat dibuat tabel skor untuk variabel kemampuan SDM Kearsipan, seperti pada tabel berikut ini.
Skor
Keterangan
Sumber : Data primer yang diolah dari kuesioner Dari tabel 2 dapat disimpulkan sebagian besar responden memilih jawaban bahwa kemampuan SDM Kearsipan di Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah adalah sangat setuju (mampu).
4.1 Variabel Kemampuan SDM Kearsipan
Kode
Kode
Interval =
Keterangan
Ǧ
= 0,36
Dari hasil nilai interval di atas, dapat dibuat tabel skor untuk variabel pelestarian arsip statis, seperti pada tabel berikut ini. Tabel 3 Tabel Skor Variabel Pelestarian Arsip Statis
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
Sumber : Data primer yang diolah dari kuesioner Berdasarkan data yang diolah dari hasil kuesioner, dapat dibuatkan tabel simpulan jawaban responden terhadap kemampuan SDM Kearsipan
Kode
Skor
Keterangan
1
2,36 – 2,72
Tidak Baik
2
2,73 – 3,09
Kurang Baik
3
3,10 – 3,46
Baik
4
3,47 – 3,83
Sangat Baik
Sumber : Data primer yang diolah dari kuesioner Berdasarkan data yang diolah dari hasil kuesioner, dapat dibuatkan tabel simpulan jawaban responden terhadap pelestarian arsip statis
3
Tabel. 4 Simpulan Variabel Pelestarian Arsip Statis Skor
Kode
Keterangan
Frekuensi
Presentase
Tabel 5 Regresi Data Model
Standar dized
2,36
–
1
Tidak Baik
1
4%
–
2
Kurang Baik
5
24 %
–
3
Baik
11
44%
2,72 2,73
Coefficients
ents
B 1
3,46 3,47
Coeffici
Std.
3,09 3,10
Unstandardized
–
4
Sangat Baik
8 25
1.706
Beta
.401
32 %
Kema
Sig. .000
4 .519
.124
mpua
100 %
t 4.25
tant)
3,83 Total
(Cons
Error
.658
4.19
.000
5
n SDM
Sumber : Data primer yang diolah dari kuesioner Dari tabel 4 dapat disimpulkan sebagian besar responden memilih jawaban bahwa pelestarian arsip statis di Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah adalah baik.
Kears ipan a. Dependent Variable: Kemampuan SDM Kearsipan
Sumber: Data primer yang diolah dari kuesioner, Juni 2012
Analisis Regresi Sederhana Regresi Linier Sederhana bertujuan mempelajari hubungan linier antara dua variabel. Dua variabel ini dibedakan menjadi variabel bebas (X) dan variabel tak bebas (Y). Variabel bebas adalah variabel yang bisa dikontrol sedangkan variabel tak bebas adalah variabel yang mencerminkan respon dari variabel bebas.Dalam analisis regresi dikenal dua macam variabel atau peubah yaitu variabel bebas X (independent variabel) adalah dan variabel tidak bebas Y (dependent variabel). Variabel bebas (independent variabel) adalah suatau variabel yang nilainya telah diketahui, sedangkan variabel tidak bebas (dependent variabel) adalah variabel yang nilainya belum diketahui dan yang akan diramalkan. Hasil perhitungan model persamaan regresi pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan constanta (a) adalah 1,706, sedangkan (b) adalah 0,519. Dengan demikian persamaan regresinya dapat ditulis, Y= 1,706+0,519 X. dari persamaan tersebut dapat diketahui pengaruh variabel kemampuan SDM Kearsipan (X) dengan variabel pelestarian arsip statis (Y). Apabila nilai kemampuan SDM naik satu satuan maka nilai pelestarian arsip statis akan meningkat 0,519 satuan. Artinya semakin meningkat kemampuan SDM Kearsipan maka pelestarian akan semakin berhasil pelaksanaannya, begitu juga sebaliknya. Uji Signifikasi Korelasi Koefisien korelasi menunjukkan arah hubungan positif atau negatif antara variabel dependen dan variabel independen. Besar nilai koefisien korelasi adalah + 1. Jika besar nilai koefisien korelasi antara dua variabel adalah nol, maka kedua variabel tersebut tidak ada hubungan. Sebaliknya, jika besar nilai koefisien korelasi antara dua variabel adalah +1, berarti kedua variabel tersebut memiliki hubungan sempurna. Nilai koefisien korelasi yang semakin besar atau mendekati +1 maka derajat hubungan semakin tinggi (Purwanto, 2007: 185). Hasil perhitungan uji signifikasi koefisien korelasi diambil dari tabel diatas, menunjukkan bahwa koefisien sebesar 0,658 dapat diintepretasikan bahwa ada pengaruh signifikan 4
ditetapkan oleh peraturan dan rancangan kerja yang telah dibuat. Kemampuan SDM ini dilihat berdasarkan beberapa indikator seperti kompetensinya, kinerja, motivasi serta karakteristik SDM nya. Ini bisa dilihat dari hasil yang di dapat bahwa SDM perempuan dengan usia sekitar 35-45 tahun yang berlatar pendidikan S1 lebih mampu mengolah arsip statis. Hasil dari pengolahan data kuesioner tentang pelestarian arsip statis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, disimpulkan bahwa sebagian besar responden menilai kemampuan SDM Kearsipan sangat mampu (setuju). Walaupun demikian kemampuan SDM Kearsipan mempunyai pengaruh positif terhadap pelestarian arsip statis karena pelestarian arsip statis yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dinilai baik dalam segala bidang tugasnya. Dari tabel 7 mengenai hasil uji T pada regresi dengan SPSS, dapat diperoleh hasil bahwa t-hitung (4,195) lebih besar dari t tabel (1,7139) dengan P value hasil penelitian signifikasi sebesar 0,000 < 0,5. Hal ini berarti ada pengaruh signifikasi dalam penerapan kemampuan SDM Kearsipan terhadap pelestarian arsip statis dengan taraf signifikasi pada level 5%. Oleh karena itu dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (H1) ditolak dan hipotesis (H0) diterima. Hasil ini menyatakan bahwa ada pengaruh signifikasi antara variabel kemampuan SDM Kearsipan terhadap pelestarian arsip statis. b. Pelestarian yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dilihat dari hasil bahwa pelaksanaannya sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pelestarian dilakukan mengenai arsip tekstual maupun non tekstual. Pemeliharaan arsip statis masih dilakukan secara manual dengan pembersihan boks,ruangan dan menjaga suhu kelembaban. Namun untuk tindakan perawatan arsipnya sudah menggunakan sudah menggunakan alihmedia arsip sebagai wujud tindakan preventif.
antara variabel kemampuan SDM Kearsipan dengan pelestarian arsip statis di Badan Arsip Dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis digunakan untuk menguji hipotesis yang telah disusun. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji T pada analisis regresi. Uji hipotesis dilakukan dengan uji T, yaitu dengan membandingkan t tabel dengan t hitung dengan taraf signifikasi (α) 5% dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas ada pengaruh signifikan terhadap variabel terikat 2) Jika t hitung < t tabel, maka variabel bebas tidak ada pengaruh signifikan terhadap variabel terikat 3) Menentukan formulasi H0 dan H1 Ho : ada pengaruh signifikasi antara variabel kemampuan SDM Kearsipan (X) dan variabel pelestarian arsip statis (Y). H1 : tidak ada pengaruh signifikasi antara variabel kemampuan SDM Kearsipan (X) dan variabel sistem pelestarian arsip statis (Y). Menentukan pengujian dengan nilai probabilitas a) H1 diterima dan Ho ditolak apabila P value hasil penelitian > 0,05 b) H1 ditolak dan Ho diterima apabila P value hasil penelitian < 0,05 Dari tabel 36 mengenai hasil uji T pada regresi dengan SPSS, dapat diperoleh hasil bahwa t-hitung (4,195) lebih besar dari t tabel (1,7139) dengan P value hasil penelitian signifikasi sebesar 0,000 < 0,5. Hal ini berarti ada pengaruh signifikasi dalam penerapan kemampuan SDM Kearsipan terhadap sistem pelestarian arsip statis dengan taraf signifikasi pada level 5%. Oleh karena itu dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (H1) ditolak dan hipotesis (H0) diterima. Hasil ini menyatakan bahwa ada pengaruh signifikasi antara variabel kemampuan SDM Kearsipan terhadap sistem pelestarian arsip statis.
5. Simpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan mengenai kemampuan SDM kearsipan dalam upaya keberhasilan pelestarian arsip statis di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, dapat disimpulkan bahwa :
Daftar Pustaka
ANRI. 2009. Kajian Sumber Daya Manusia Kearsipan Pada Lembaga Kearsipan. Jakarta : Pusat Pengkajian Dan Pengembangan Sistem Kearsipan
a. Kemampuan SDM kearsipan yang ada di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sudah memiliki kemampuan yang telah 5
Maziyah, Siti, dkk. 2005. Metode Preservasi dan Konservasi Arsip. Semarang : Program Diploma III Kearsipan Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Moleong, Lexy J. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Nasution, S. 2009. Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/3/M.PAN/2009 tentang Jabatan Fungsional Arsiparis dan Angka Kreditnya Siagian, Sondang. 1986. Peranan Staf dalam Manajemen. Jakarta : PT Midas Surya Grafindo Soeradi, dkk., 2005. Merajut Kearsipan Provinsi Jawa Tengah. Semarang : PT Masscom Media Soeratani, Suhardo. 2009. Fungsi Arsiparis Indonesia. Yogyakarta : Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Yogyakarta Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Suhardi dan Yayan Daryan, 1998. Terminologi Kearsipan. Jakarta : PT Cipta Sigma Utama Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang kearsipan Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2008.Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara Widjaya, AW. 1991. Himpunan PerundangUndangan. Jakarta : Djambatan Wursanto, Ig. 1991. Kearsipan 2. Yogyakarta : Kanisius
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta. Wedatama Widya Sastra Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Dharma, Surya. 2005. Manajemen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Frank B. Evans. 1967. Journal Archivists and Records Managers: Variations on a Theme . America : Society of American Archivists Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : CV Andi Offset Hariwijaya. 2008. Pedoman Penelitian Ilmiah Proposal dan Skripsi. Yogyakarta : Oryza Haryunie, Sri. 2004. Materi Diklat Pengelolaan Arsip Statis. Semarang : Badan Arsip Daerah Provinsi Jawa Tengah Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya. Jakarta : Ghalia Indonesia Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 110 Tahun 2003 tentang perawatan arsip di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Keputusan Presiden Nomor 105 Tahun 2004 tentang pengelolaan arsip statis Martoatmodjo, Karmidi. 1993. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta : Universitas Terbuka
6
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1
ARTIKEL Memposisikan Perpustakaan Daerah dalam Pengembangan E-Government Indonesia Wawan Wiraatmaja Program Studi Ilmu Komputer, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB)
[email protected]
Kudang Boro Seminar Departemen Teknik Pertanian, FATETA, Institut Pertanian Bogor (IPB)
[email protected]
Abstract This paper tries to show the position of the public library as one of the local devices in developing e-government in Indonesia. It is described about the egovernment and how important is the integral understanding to a variety of the government elements in supporting the development. The description is based on the understanding of the Indonesian government model with its current local autonomy which give the local government a huge power to execute the government functions. The library is directed as the information dissemination elements and the coomunication device between the local goverment and the society.
1. Pendahuluan E-government merupakan sebuah model pengembangan hubungan antara pemerintah dan masyarakat dengan memanfaatkan secara intensif dan ekstensif berbagai perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mencapai bentuk pemerintahan yang ideal. Dengannya diharapkan tercipta pemerintahan yang responsif terhadap keinginan masyarakat, transparan, dan akuntabilitasnya terjaga. Sementara itu, masyarakat diharapkan lebih mudah mendapatkan informasi dan layanan pemerintahan serta lebih meningkat partisipasinya dalam pembangunan. Konstelasi politik negara dan pemerintahan daerah di Indonesia sendiri telah berubah drastis sejak era reformasi. Saat ini telah terjadi pemberian otonomi daerah yang lebih luas dengan desentralisasi tugas dan
tanggung jawab besar pemerintahan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Dalam prosesnya, Pemerintah Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) mendapat kesempatan lebih besar untuk menentukan sendiri fokus pembangunan daerah dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sumberdaya dan kemampuan perangkat daerah. Salah satu perangkat daerah yang terkait dengan penyebaran informasi adalah perpustakaan daerah sebagai badan yang selama ini hanya dianggap hanya sebagai sumber bacaan umum, terutama yang bersifat hiburan. Dalam konsep pengembangan dan pembangunan daerah, perpustakaan dapat lebih diintensifkan fungsinya sebagai salah satu sumber informasi pembangunan daerah dan dengan memanfaatkan berbagai sistem dan TIK memungkinkan transfer informasi yang lebih cepat, murah, dan efektif. Fungsi
1
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 penyebarluasan informasi pun kemudian dapat diintensifkan dengan pemberian layanan dalam model informasi yang beragam sehingga dapat memberikan nilai tambah. Pemahaman yang integral atas keberadaan perpustakaan daerah sebagai salah satu perangkat daerah yang dapat mendukung otonomi daerah dan perkembangan e-government, akan meningkatkan nilai tambah perpustakaan sebagai salah satu aktor pemerintahan. Selanjutnya, perpustakaan daerah tidak akan hanya dipandang sebagai institusi sekadar ada tetapi menjadi satu keharusan untuk pembangunan daerah yang berlandaskan otonomi daerah dan bervisi maju dengan e-government.
2. Informasi dan E-Government sebagai Revitalisasi Pemerintahan di Indonesia Perkembangan TIK yang sangat pesat, terutama dengan keberadaan Internet, mengakibatkan suatu pemerintahan harus dapat beradaptasi dan memanfaatkannya dengan baik. Pemerintah yang menerapkan berbagai aspek TIK dalam melaksanakan fungsifungsinya disebut pemerintah yang berbasis elektronik (electronic-government, e-government). Banyak negara mulai mencoba mengadaptasi perkembangan Internet dengan mengimplementasikan sistem yang diyakininya merupakan bentuk dari e-government. Egovernment diyakini merupakan perbatasan berikutnya (next frontier) yang harus dijelajahi dalam menggunakan Internet dan memiliki potensi terbesar untuk merevolusi penyelenggaraan pemerintahan dan merevitalisasi demokrasi [1]. Berbagai definisi e-government dikeluarkan oleh lembaga dan institusi pemerintahan. Salah satu pernyataan yang cukup baik untuk mendefinisikan e-government dikeluarkan oleh World Bank [2}: E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the (1) ability to transform rela-
2
tions with citizens, businesses, and other arms of government. These technologies can serve a variety of different ends: (2) better delivery of government services to citizens, improved interactions with business and industry, (3) citizen empowerment through access to information, or more (4) efficient government management. The resulting benefits can be less corruption, increased transparency, greater convenience, revenue growth, and/or cost reductions. Beberapa definisi lain, dengan sudut pandang dan kepentingan yang berbeda-beda dinyatakan di dalam Tambouris et al. [3} mulai dari “e-business of the state”, pelayanan kepada penduduk dan rekayasa ulang (reengineering) memanfaatkan teknologi, atau usaha pemenuhan kebutuhan dengan memanfaatkan Internet. Sementara terkait dengan administrasi publik, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan egovernment sebagai: memanfaatkan internet dan world-wide-web untuk mengirimkan informasi dan layanan pemerintahan kepada masyarakat [4]. Di sini terlihat bahwa interpretasi tentang e-government menjadi luas dan menyebar [5]. Di satu sisi e-government dapat dilihat sebagai suatu visi dan disiplin pengarah untuk seluruh sektor administrasi dan pemerintahan. Sementara itu, wilayah keberadaan e-government dapat dilihat dalam skala besar dan dalam skala kecil. Egovernment dalam skala besar adalah seluruh kegiatan pemerintahan dan adminstrasi termasuk e-democracy, e-voting, e-administration, e-assistance, e-justice, bahkan ehealthcare atau e-education. Sementara dalam skala kecil, e-government adalah implementasi proses administrasi lokal dalam domain e-administration. Beberapa harapan yang muncul dari revolusi digital adalah potensinya untuk menguatkan demokrasi dan membuat pemerintah lebih responsif terhadap kebutuhan penduduk. E-government adalah penggunaan TIK untuk mentransformasi pemerintahan menjadi lebih mudah diakses, efektif dan akuntabilitasnya terjaga [6].
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 E-government memungkinkan dilakukannya transaksi yang berhubungan dengan sistem pemerintahan setiap saat darimana pun seseorang berada. Sementara penduduk mendapatkan informasi dan melakukan aktivitas yang proaktif, orang-orang di dalam pemerintahan bekerja dengan antusias menggunakan TIK, menghasilkan sesuatu yang berbeda, menjawab pertanyaan dengan cepat, menggunakan jaringan untuk melayani publik. Sementara itu institusi swasta menikmati interaksi yang cepat dan mudah sehingga meningkatkan perhatian publik. Pengembangan e-government dimaksudkan sebagai salah satu metode untuk memaksimalkan efisiensi bisnis pemerintahan dan mengefektifkan bagian yang berhubungan dengan penyaluran layanan (services) kepada publik, penyebaran informasi (information dissemination), dan mengurangi biaya cetak (publishing) dengan membuat versi elektronik dari dokumendokumen yang tersedia sehingga memungkinkan penghematan biaya. Salah satu cara yang banyak dilakukan adalah dengan membangun portal atau situs pemerintahan di Internet. Memang, perkembangan e-government di Indonesia sendiri belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Banyak kendala yang muncul mulai dari ketersediaan infrastruktur yang masih terbatas, kondisi sosial politik, sampai dengan keberadaan aplikasi sistem informasi yang spesifik yang dapat digunakan. Selain itu harus diakui bahwa keberadaan berbagai peraturan, petunjuk dan informasi mengenai e-government masih belum tersedia dengan memadai.
3. Birokrasi, Informasi, dan Peran Serta Masyarakat Menuju E-Government Dalam ilmu administrasi (negara) seperti dalam Sugandha [7], Suradinata [8], dan Handayaningrat [9] dijelaskan tentang suatu sistem yang kompleks yang mengatur jalannya pemerintahan dan pembangunan yang disebut birokrasi. Birokrasi tumbuh
karena kebutuhan proses kegiatan organisasi dan lingkungan, serta merupakan alat paling efisien untuk organisasi besar dan kompleks. Tetapi disadari bahwa keberadaan birokrasi yang semakin besar, urusan yang berbelitbelit, dan ketidakjelasan tugas dan wewenang menyebabkan birokrasi dapat menjadi "mesin" yang ditakuti masyarakat. Di sini masyarakat dapat menjadi apatis dan tingkat partisipasinya dalam pembangunan menurun. Dalam suatu negara dengan kekuatan politik dan organisasi massa yang kurang mampu menjalankan fungsi-fungsinya, maka apabila tidak ditunjang oleh proses pengambilan keputusan dan pengontrolan pelaksanaan keputusan yang baik, kekuasaan birokrasi itu akan semakin besar. Semakin besar kekuasaan birokrasi, aparat birokrasi mungkin dapat leluasa mengendalikan lingkungan luar birokrasi sesuai dengan persepsi yang dimiliki dan mengokohkan kedudukannya dalam tatanan organisasi pemerintahan. Secara teoritis, keadaan ini mencerminkan kegagalan untuk mewujudkan ide demokrasi dan menutup keterbukaannya kepada masyarakat. Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi pemerintahan memiliki berbagai sub-sistem yang saling berkaitan, saling mendukung dan menentukan, sehingga dapat membentuk suatu totalitas komponen yang terpadu dalam suatu sistem tersebut. Suradinata [8] menyatakan bahwa pemahaman tentang birokrasi sebagai organisasi, mempunyai implikasi yang lebih luas daripada cakupan birokrasi secara normal. Organisasi dipandang sebagai suatu sistem dimana masukannya berupa sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber lainnya. Informasi dapat dijadikan dasar untuk rencana kegiatan atau tujuan. Dalam proses organisasi itu melibatkan aspek manusia, sarana dan prasarana, koordinasi, pengawasan, kekuasaan dan kebijaksanaan. Aspek-aspek tersebut merupakan sub sistem, yang dapat dibagi lagi menjadi sub-sub sistem yang keseluruhannya merupakan sistem organisasi.
3
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 proses
masukan Sumber daya dan informasi
ORGANISASI - manusia - sarana dan prasarana - kekuasaan - koordinasi - pengawasan - kebijaksanaan
keluaran Hasil yang diharapkan: Jasa dan barang
Umpan balik Lingkungan dalam organisasi
Lingkungan masyarakat dan alam
Gambar 1 Pemodelan proses sebagai sebuah sistem untuk sebuah organisasi [8]. Proses organisasi yang merupakan sistem deterministik memiliki sub sistem dan interrelasi yang menunjukkan perilaku yang dapat diramalkan sehingga selanjutnya ditransformasi pada keluaran sebagai hasil yang diharapkan berupa benda atau jasa. Dalam sistem ini, keluaran dikembalikan sebagai masukan untuk umpan balik untuk mendapatkan proses yang lebih baik. Gambaran pemodelan sistem untuk sebuah organisasi diperlihatkan pada Gambar 1. Dalam proses organisasi terdapat pengaruh lingkungan yang selalu harus diperhitungkan. Pengaruh ini acapkali berhubungan dengan pekerjaan dalam proses organisasi. Jadi, selain pengaruh dalam organisasi terdapat pengaruh lain yaitu lingkungan masyarakat dan alam. Di dalam sistem administrasi/birokrasi negara diperjelas bahwa masukan untuk proses politik adalah: 1) (informasi) kebutuhan masyarakat dan negara, 2) sumber daya manusia dan alam, dan 3) peran serta masyarakat. Sementara hasil dari proses atau keluaran adalah pengambilan keputusan dan kebijaksanaan pembangunan.
4
Di sinilah kata kunci informasi dan peran serta masyarakat berpengaruh dalam mengembangkan administrasi/ birokrasi negara yang efektif dan efisien dan proses pengambilan keputusan yang lebih baik (lihat Osborne [10]). Siagian [11] menyatakan pentingnya peranan informasi dalam kehidupan modern dewasa ini sehingga masyarakat yang mengolah informasi secara "tradisional" - dalam arti tidak menggunakan sarana bermuatan teknologi tinggi - disebut masyarakat prainformasional untuk kata lain masyarakat yang belum maju. Sebaliknya masyarakat yang mengolah berbagai komponen penanganan informasi dengan memanfaatkan kemajuan dan teknologi informasi disebut sebagai masyarakat informasional. Hal yang sama dapat dinyatakan untuk pemerintahan informasional. Beberapa ciri masyarakat informasional yang cukup penting adalah jumlah informasi yang melimpah, transmisi informasi yang cepat, lingkup informasi yang luas, biaya pengadaan murah, mobilitas informasi, jangkauan informasi terbuka, cara penyampaian informasi lewat banyak media, unit
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 penanganan informasi terutama menggunakan mesin, dan akses informasi yang luas. Pertanyaan lebih jauh muncul, apakah masyarakat (dan juga pemerintahan) yang informasional berarti telah menerapkan egovernment? Bila konsep e-government seperti yang dinyatakan di awal tulisan diikuti sebagai acuan, maka harus dilihat dulu bagaimana proses pengolahan informasi tersebut berpengaruh dalam kinerja pemerintahan serta mengubah proses layanan kepada masyarakat. Bila proses informasional tadi hanya bersifat otomatisasi proses-proses di dalam pemerintahan tetapi tidak memberikan transparansi pada proses administrasi negara dan tidak membuat masyarakat lebih terlibat dalam proses pemerintahan, maka egovernment tidak terlaksana. Sebaliknya bila kita lihat bahwa egovernment merupakan suatu proses antara, maka proses ini harus didahului oleh sebuah proses pemerintahan informasional. Di sini, karena syarat penggunaan TIK adalah syarat utama terciptanya suatu e-government, maka proses informasional mutlak harus terjadi lebih dulu.
4. Otonomi Daerah, Pengembangan Sumberdaya Daerah, dan Kontrol Masyarakat Perkembangan pemerintahan (daerah) yang lebih otonom, dimulai sejak era reformasi pada tahun 1998 (saat yang hampir sama dengan merebaknya penggunaan Internet di Indonesia) dengan dikeluarkannya UU no. 22/1999 (yang kemudian diperbaharui dengan UU no. 32/2004) menyebabkan terjadinya perubahan dalam kewenangan pemerintahan yang ditangani oleh Pemerintah Pusat dan kewenangan yang ditangani oleh Pemerintah Daerah (provinsi/kabupaten/kota). Secara esensi terjadi perpindahan kewenangan yang sangat besar sehingga memberikan kekuasaan lebih luas kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur jalannya pemerintahan daerah.
Peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah terlihat mencoba membangkitkan kembali secara jelas semangat otonomi daerah ini dengan penekanan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran-peran masyarakat, pemerataan dan keadilan. Terjadi banyak perubahan mendasar mulai dari perubahan simbolisasi dengan menghilangkan tingkatan daerah otonom (Dati I dan Dati II) dan menggantinya dengan istilah yang lebih netral, yaitu provinsi, kabupaten dan kota untuk menghilangkan kesan tingkatan yang lebih tinggi lebih berkuasa daripada tingkatan yang lebih rendah. Di sini juga terjadi pembatasan asas dekonsentrasi dengan menghapuskan posisi wilayah administratif di daerah kabupaten/ kota dan memperpendek hanya sampai pemerintahan provinsi. Bupati dan walikota kemudian hanya menjadi kepala daerah otonom saja. Hal ini kemudian berpengaruh pada proses politik dan ekonomi pembangunan daerah. Juga dalam hal implementasi konsep dan rencana-rencana yang dikeluarkan oleh pemerintahan pusat. Konsep atau rencanarencana yang dikeluarkan oleh badan atau lembaga kenegaraan di tingkat pusat (apalagi yang tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap karena tidak termasuk dalam peraturan perundang-undangan), dapat dengan mudah diabaikan oleh pemerintah di daerah bila dianggap tidak sejalan dengan visi pembangunan di daerah atau bila dianggap tidak memberikan keuntungan segera. Contoh paling jelas adalah keberadaan berbagai retribusi daerah yang kurang dapat dipertanggungjawabkan karena pola pikir keberhasilan pembangunan yang dinilai dari banyaknya dana yang dihasilkan sehingga sering melupakan pemahaman proses investasi yang bersifat jangka panjang termasuk dalam investasi sumberdaya manusia daerah. Sistem dan organisasi otonomi daerah memang menempatkan bupati/walikota sebagai pimpinan tertinggi daerah. Bupati/ walikota dibantu oleh para staf, seperti kepala dinas dan badan, serta camat sebagai
5
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 bawahan langsung yang mengelola kecamatan. Sistem itu terlihat sebagai organisasi bertingkat dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas, sebagai pengelola dan penanggung jawab kegiatan pembangunan dan pengoperasian potensi daerah. Ada dua hal utama yang akan menjadi fokus dan sistem manajemen daerah yaitu (a) organisasi dan (b) komunikasi. Dalam organisasi memang masih ada birokrasi yang harus diadopsi dan ada jajaran pegawai yang masih dibutuhkan. Semuanya harus menjamin kelancaran komunikasi seluruh eksekutif dan perangkat organisasi dalam lingkungan pemerintahan daerah (komunikasi internal). Sementara komunikasi eksternal diperlukan sebagai unsur pengawasan dan kontrol dari masyarakat daerah dan dari perangkat perwakilan di DPRD, dimana semuanya harus diikutsertakan sehingga pembangunan daerah terlaksana dengan baik sesuai dengan keinginan otonomi daerah. Dalam hal organisasi perangkat daerah ini, Pemerintah Daerah juga diberi kewenangan luas untuk menentukan tingkat kebutuhan organisasi pemerintahan daerah seperti tercantum dalam PP no. 8/2003 dengan batasan-batasan umum. Di sini keberadaaan perangkat daerah yaitu organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dibentuk dengan kriteria seperti (1) kewenangan pemerintahan, (2) karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah, (3) kemampuan keuangan daerah, (4) ketersediaan sumberdaya aparatur, dan (5) pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga. Perpustakaan daerah/umum kemudian menjadi salah satu lembaga daerah yang difungsikan untuk melaksanakan tugas di bidang perpustakaan yang karena sifatnya tidak tercakup dalam sekretariat daerah dan dinas daerah dalam lingkup tugasnya. Bila sekretariat daerah dan dinas dimaksudkan terutama sebagai perangkat yang melaksanakan tugas utama pelayanan umum,
6
sipil dan publik, maka lembaga daerah (termasuk salah satunya perpustakaan daerah) melaksanakan fungsi penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bila sekretariat daerah, dinas, badan dan perangkat daerah lain lebih berperan dalam fungsi layanan pemerintahan, maka perpustakaan daerah dapat mengambil peran lebih dalam fungsi (penyebarluasan) informasi pemerintahan sebagai wujud transparansi pemerintahan. Hal ini menjadi sangat strategis dan implementatif dalam pelaksanaan roda pemerintahan yang berlandaskan e-government (ingat salah satu esensinya adalah dalam hal pengiriman informasi dan layanan). Di sini kemudian fungsi pengawasan dan kontrol dari masyarakat untuk berbagai proses pemerintahan dan pembangunan dapat lebih dioptimalkan dengan keberadaan informasi pemerintahan yang tepat sebagai pembanding.
5. Perpustakaan Daerah sebagai Unit Informasi dan Komunikasi Pemerintahan Daerah Bervisi E-Government Seperti yang telah disadari bahwa perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat dan didukung oleh perkembangan TIK menyebabkan produksi informasi menjadi berkembang sangat pesat pula. Demikian pula halnya dengan informasi yang semestinya dihasilkan oleh proses pembangunan dan pemerintahan di daerah. Data statistik daerah, data kepegawaian daerah, data proyek-proyek pembangunan, informasi bidang lingkungan, bidang penataan ruang, kepariwisataan dan sebagainya. Membiarkan informasi dan berbagai laporan ini berada di berbagai instansi membuat masyarakat akan lebih sulit mendapatkannya apalagi untuk berbagai laporan yang sifatnya lintas sektoral. Mengumpulkannya di dalam suatu unit layanan informasi (perpustakaan) menjamin keberadaan informasi tersebut dalam hal eksistensi, verifikasi dan klasifikasinya
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1
Gambar 2 Posisi perpustakaan daerah dalam arsitektur portal pemerintahan e-government. sehingga memudahkan pencarian bagi yang berkepentingan. Peran perpustakaan (dengan pustakawan di dalamnya) kemudian adalah membantu pencari informasi pemerintahan untuk mendapatkan informasi dengan cara mengarahkan agar pencarian informasi dapat efisien, efektif, tepat sasaran, serta tepat waktu. Salah satu model penyebaran layanan dan informasi dalam e-government adalah disediakannya sebuah akses tunggal terstruktur berupa portal pemerintahan yang diakses dengan berbagai peralatan TIK terutama menggunakan teknologi Internet [3]. Di sini perpustakaan daerah dapat menjadi bagian dari administrator sistem informasi yang berperan mengatur pengelolaan informasi pemerintahan daerah sehingga memberikan informasi yang terkini dan bermanfaat. Gambaran posisi perpustakaan daerah dalam implementasi egovernment di dalam sebuah arsitektur portal pemerintahan dapat dilihat pada gambar 2. Dalam konsep masyarakat madani (civil society), ada empat pilar pemimpin
masyarakat dalam pembangunan; pemerintah, kelompok bisnis dan industri, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan media. Keempatnya tidak boleh lebih kuat satu dari yang lain. Pemerintah tidak boleh menjalin kerjasama dengan kelompok bisnis dan industri tanpa memperhatikan masukan dari LSM dan media. Heterogenitas masyarakat menyebabkan diperlukan komunikasi yang lancar antara penentu kebijakan pembangunan daerah dan masyarakat lewat media massa. Di sini peran perpustakaan dapat lebih ditingkatkan sehingga dapat berfungsi sebagai mitra terutama bagi institusi di luar pemerintahan untuk mendapatkan informasi pemerintahan yang seimbang. Sebagaimana fungsi tradisionalnya, pustakawan dapat mengarahkan pencari informasi pemerintahan untuk mendapatkan informasi yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Pustakawan dapat pula menyediakan informasi yang mungkin sangat bernilai, namun keberadaannya sering tersembunyi, seperti literatur kelabu (grey literature).
7
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 Perpustakaan daerah kemudian tidak hanya menjadi sumber bacaan umum bagi masyarakat tetapi juga menjadi pusat informasi khusus pemerintahanan daerah. Di sinilah kemudian pemerintahan yang bervisi e-government akan menyadari bahwa perpustakaan merupakan sebuah elemen penting dalam proses transformasi informasi dan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat.
6. Transformasi Visi dan Misi Perpustakaan Daerah dalam Rangka Pengembangan EGovernment Indonesia Perkembangan TIK dan keragaman kebutuhan informasi masyarakat yang semakin kompleks, berimplikasi kepada perubahan paradigma pengelolaan dan pemanfaatan informasi. Kondisi demikian menuntut keberadaan SDM penyedia dan pengelola informasi dan dokumentasi yang profesional dan berkompeten serta memahami maksimal pemanfaatan TIK. Dalam konsep e-government, jelas bahwa pemanfaatan TIK merupakan prasyarat utama untuk terciptanya sebuah pemerintahan yang ideal. TIK dimanfaatkan di dalam sistem internal pemerintahan dan sebagai suatu sistem eksternal untuk berhubungan dengan masyarakat. Di dalam perpustakaan sendiri, proses internal pengumpulan dan pencarian informasi sudah selayaknya memanfaatkan berbagai sistem TIK sehingga pada akhirnya mempercepat dan mempermudah proses pencarian kembali. Sementara untuk berhubungan dengan para pencari informasi pemerintahan, perpustakaan juga dapat memberikan berbagai model informasi yang lebih fleksibel seperti dengan menyiapkan sebuah akses data atau dengan memberikan bentuk data digital dalam disk atau cd-rom. Pemahaman yang baik pada esensi sebuah pemerintahan yang responsif terhadap keinginan masyarakat sebagai syarat e-government akan menyadarkan berbagai pihak penyelenggara pemerintahan untuk
8
mengubah pandangan akan keberadaan perpustakaan. Berbagai instansi akan lebih senang memberikan berbagai informasi dan data yang dihasilkannya untuk dikelola perpustakaan sehingga dapat lebih memfokuskan kegiatan internal pemerintahan di dalam instansi untuk berhubungan dengan proses layanan kepada masyarakat. Sementara itu, perpustakaan yang bervisi e-government, selain mencoba memberikan cara tercepat dalam pemberian informasi kepada masyarakat, juga akan berusaha mengumpulkan berbagai informasi dan data terkait yang dapat digunakan sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemerintahan. Informasi ini bisa berasal dari internal pemerintahan untuk dimanfaatkan sesama instansi, atau pun yang berasal dari luar institusi pemerintahan (media massa, Internet dan media lain) yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pendukung proses penetapan kebijakan pembangunan. Gambar 3 memperlihatkan gambaran fungsi perpustakaan daerah dalam pengelolaan informasi/data internal dan eksternal pemerintahan. Dengan kerjasama antara berbagai perpustakaan daerah yang bervisi sama, dimungkinkan tukar menukar informasi dan data yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pembanding. Sebagai contoh, sebuah peraturan daerah yang terbukti berhasil di suatu daerah, bila berbagai data pendukungnya tersedia akan dapat diterapkan juga di daerah lain. Kebijakan pembangunan tertentu yang terbukti berhasil, bisa dengan cepat diimplementasikan di daerah lain bila pertukaran informasi dan data yang diwakili oleh perpustakaan daerah berjalan dengan baik. Demikian juga halnya kontrol terhadap berbagai proses pembangunan dapat dilakukan bila ada pembanding yang valid sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya proyek yang tidak menyentuh masyarakat atau dilakukan dengan cara yang korup. Tentunya kemajuan TIK dapat dengan cepat mendukung hal ini
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 terutama untuk informasi yang dapat ditransformasikan dalam bentuk digital. Di sini kemudian peran Pemerintah
diselesaikan. Hal ini terjadi mengingat berbagai hal dan kewenangan lembaga pemerintahan yang berbeda sementara
Gambar 3 Aliran informasi/data internal dan eksternal pemerintahan yang dikelola perpustakaan daerah.
Pusat yang diwakili Perpustakaan Nasional diperlukan untuk koordinasi dan penyusunan kebijakan nasional pengembangan fungsi perpustakaan yang mendukung pengembangan e-government di Indonesia. Pembentukan standar dan klasifikasi informasi pemerintahan Indonesia (egovernment markup language) dapat dilakukan oleh Perpustakaan Nasional. Klasifikasi ini dapat berdasar jenis atau tipe sektor, contohnya, kesehatan, pendidikan, industri. Bisa juga diorganisasikan berdasar tipe layanan, sebagai contoh masalah registrasi dan lisensi (surat ijin), atau pemesanan. Selain itu, perbedaan dalam mendeskripsikan suatu hal yang sama antar lembaga pemerintahan dan antara pemerintah dan pengguna harus juga
kebutuhan administrasi dan kebutuhan masyarakat sering menyebabkan diperlukannya interaksi dengan lebih dari satu lembaga pemerintahan yang berwenang. Kemudahan pencarian informasi juga harus menjadi perhatian tersendiri dimana diperlukan suatu sistem klasifikasi yang konsisten dari setiap informasi yang disediakan setiap badan. Hasil dari sistem ini adalah sebuah katalog terintegrasi dari informasi yang kemudian dapat disebarluaskan ke seluruh pemerintah daerah untuk dimanfaatkan oleh unit pengelola informasi (perpustakaan daerah). Contohnya, bila kita menginginkan informasi tentang "perijinan", maka perpustakaan dapat memberikan pilihan seperti perijinan perdagangan (usaha), perijinan bangunan
9
Jurnal Pustakawan Indonesia volume 6 nomor 1 (IMB), atau perijinan kendaraan (SIM atau STNK). Memang bentuk ideal dari egovernment adalah proses transformasi informasi dan penyalurannya menggunakan sepenuhnya saluran TIK tanpa perlu ada keterbatasan pada ruang dan waktu (akses Internet). Tetapi, bentuk antara seperti yang dapat dilakukan dengan membuat titik-titik akses informasi pemerintahan di perpustakaan daerah, pada akhirnya akan menjadi sangat bermanfaat untuk menciptakan satu kesatuan informasi pemerintahan nasional yang ideal ketika masalah akses dan infrastruktur telah teratasi.
7. Kesimpulan Perpustakaan daerah merupakan titik akses informasi dan komunikasi pemerintahan selain menjalankan tugas umumnya sebagai sumber bacaan bagi masyarakat. Dengan transformasi visi dan misi perpustakaan daerah sebagai pendukung pelaksanaan pembangunan bervisi egovernment, dapat diharapkan semakin cepatnya tercipta pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan masyarakat yang partisipatif dalam pelaksanaan pembangunan. Perpustakaan daerah kemudian akan menjadi salah satu elemen penting dalam pengembangan dan implementasi e-government di daerah sebagai bagian dari Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Daftar Pustaka [1] [CEG] The Council for Excellence in Government. 2000. E-Government The Next American Revolution. Intergovernmental Technology Consortium. http://www.excelgov.org. [1 Maret 2003]. [2] World Bank. 2001. A Definition of EGovernment. Http://www1.worldbank.org/publicsecto r/egov/definition.htm. [3 Maret 2005].
10
[3] Tambouris E, Gorilas S, Boukis G. 2001. Investigation of Electronic Government. Proceedings of the 8th Panhellenic Conference on Informatics; Nicosia, Cyprus, 8-10 November 2001. hlm 367376. [4] [UN-DPEPA] United Nations Division for Public Economics and Public Administration. 2002. Benchmarking EGovernment: A Global Perspective. New York: America Society for Public Administration. [5] Wimmer M, Krenner J. 2001. An Integrated Online One-Stop Government Platform: The eGOV Project. In Hofer, Chroust. IDIMT-2001. 9th Interdisciplinary Information Management Talks, Proceedings, Schriftenreihe Informatik, Universitätsverlag Trauner, Linz, pp. 329-337. [6] [CDT] Center for Democracy dan Technology. E-Government Handbook. http://www.cdt.org/egov/handbook/. [3 Maret 2005]. [7] Sugandha D. 1989. Pengantar Administrasi Negara. Jakarta: Intermedia. [8] Suradinata E. 1994. Kebijaksanaan Pembangunan dan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Perkembangan Teori dan Penerapan. Bandung: Ramadan. [9] Handayaningrat S. 1996. Pengantar Studi Ilmu Administrasi Negara. Jakarta: Toko Gunung Agung. [10] Osborne D, Gaebler T. 1996. Mewirausahakan Birokrasi. Rosyid A, penerjemah. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari: Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. [11] Siagian SP. 2003. Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
RUANG UTAMA
PARADIGMA STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS PERPUSTAKAAN DAERAH YANG REPRESENTASIF DI KOTA BEKASI Oleh: Andi Sopandi
Abstract In Islamic term, library is known as maktabah which has basic term to kitab, book. In Indonesia, perpustakaan (library) has also basic term pustaka, a book. Library always becomes part human life. Therefore, developing library should be involving a commitment, facility, collection, resource, budgeting, technology, and policy of authority. Keywords:
Regulation, Policy, Commitment, Resources, and Budgeting.
A. Pengantar
Facility,
Library
Collections,
Kepedulian pemerintah adalah wajib, karena setelah
Perpustakaan adalah temuan manusia
menunaikan
kewajibannya
di abad ilmu, dalam setiap sejarah peradaban
masyarakat boleh meminta haknya. Hak untuk
manusia dengan latar agama dan kultur yang
mendapatkan
berbeda-beda
menjadi
disinergikan sebagai hak intelektual, benihnya
Library
telah dijamin oleh UUD (pasal 28 (hak
sebutan perpustakaan, dikenal di Amerika-
berpendapat) dan pasal 31 (hak mendapat
Eropa bertalian dengan kata liber (bahasa
pendidikan). Bagaimana mereka (masyarakat)
latin) yang berarti buku. Ada istilah mirip yaitu
dapat memberikan pendapat yang benar
bibliography, yang di perpustakaan disebut
kalau kebutuhan otaknya tidak tercukupi.
sebagai
Islam
Pendidikan yang diterima hanya itu-itu saja
menyebut perpustakaan dengan maktabah
tanpa materi pengayaan karena buku-buku
berasal dari kata kitab tidak lain berarti buku.
mahal dan tak terjamah.
kebutuhan
yang
katalog
perpustakaan menyertainya.
buku.
Khazanah
akses
informasi
yang
Di Indonesia perpustakan terambil dari kata
Fasilitas untuk memenuhi kebutuhan
pustaka, bahasa Sansekerta untuk menyebut
tersebut adalah Perpustakaan Umum, dalam
buku. Perpustakaan telah menjadi bagian
konteks ini perpustakaan daerah. Menurut
kehidupan manusia, membentuk sejarah dan
Undang-Undang
perubahan hingga hari ini.
disebutkan 8
Perpustakaan
bahwa
No.
Perpustakaan
43,
Umum
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi
masyarakat.
masyarakat
luas
sarana
mengenai manfaat terbesar tersebut. Berikut
pembelajaran
sepanjang
tanpa
ini akan penulis utarakan manfaat dari melek
sebagai hayat
dan
status
sosial-ekonomi.
buta
Apa B. Perpustakaan Umum Daerah
sumbangsih perpustakaan selama ini tentu tidak sekedar jargon-jargon
masih
perpustakaan.
membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama,
Masyarakat
Sebagai Media Edukatif.
saja, karena ia
ada tentu bekerja, ia ada digunakan ia ada
Inilah tempat yang bukan teori saja
menghasilkan sesuatu, tidak seperti ada tapi
untuk menyimpan dan melestarikan semua
tiada.
khazanah keilmuan. Tempat yang perduli
Adanya
bermanfaat
dan
dapat
kepada sesama, kepemilikan yang semu di
dimanfaatkan perpustakaan. Di
Bekasi
saja
kita
mana
memiliki
perpustakaan terbiasa
mengalirkan
Perpustakaan Umum Daerah (Perpumda) di
distribusi koleksinya kepada siapa saja yang
tiap
menginginkannya.
wilayah
kota
administrasi
yang
Teori
kapitalisme
dan
dapat
pengeruk keuntungan tidak dapat menembus
dimanfaatkan. Perpustakaan umum berciri
keberpihakan perpustakaan kepada sesama,
khusus dan terasa spesial. Alasan yang dapat
non profit dan tidak menjadikan ladang usaha.
dikemukakan, Perpustakaan adalah tempat
Contoh yang paling tepat dan mudah
yang jauh dari gaduh. Instruksi tak tertulis ini
ditemukan adalah perpustakaan umum, di
tidak
dalamnya
merupakan
kekuatan
yang
dimiliki tempat lain.
demokratis
sekaligus
Tempat
tidak
yang
tidak
ada
pembedaan
latar
belakang sosial ekonomi, sosial budaya, atau
mengikat
pengguna pada afiliasi partai apapun. Tempat
perbedaan
untuk mendapatkan hak untuk mengetahui
informasi. Secara lebih khusus tanggung
sesuatu.
Tempat
dimana
jawab sosial sebuah perpustakaan adalah
menikmati
sentuhan
pertamanya
literasi.
Tempat
yang
dapat
anak-anak
lainnya
sebagai
diskriminasi
dalam memberikan layanan informasi kepada
kepada
pemakai
membuka
dengan
kemungkinan
cuma-cuma
dan
tidak
cakrawala dunia, karena koran-koran dan
membayar,
memberikan
majalah disediakan, novel-novel bercita rasa
kesempatan yang sama, demokratis, merata
daerah lokal dapat dinikmati sambil santai
dan adil.
bersama sanak famili, mencari bacaan sesuai
Suluh ilmu pengetahuan ini adalah
umur dan kesukaan. (Greenhalgh, Warpole
persinggahan awal (masa anak-anak) dan
and Landry, 1995).
akhir (manula) masyarakat. Disini tidak secara khusus
Sebagaimana pernyataan Greenhalgh,
dibedakan
yang
setelah
individu-
Warpole dan Landry mengenai Perpustakaan
mengaksesnya.
Umum di Negara Inggris yang telah maju.
individu dalam kotak-kotak pribadi sebagai
Perpustakaan
masyarakat
Umum
dapat
digunakan
Artinya
orang
sekolah,
masyarakat
kampus
akan kembali ke masyarakat umum.
sebagai tempat belajar dan pemberdayaan 9
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
menjadi
pengelolaan di lingkungan Kampus dan di
partner di kemudian hari karena letaknya dan
beberapa sekolah telah mulai melakukan
koleksinya.
penataan karena tuntutan akreditas program
Perpustakaan Maka
dikatakan sebagai
wahana
studi dan institusi.
dikenal
Long
Learnin,
Sementara itu, di wilayah tetangga
pembelajar
seperti Jakarta justru tumbuh perpustakaan
dikandung
yang dikelola swasta, di antaranya adalah
sebagai
selama
berlebihan
Umum
Life
manusia
menerus
akan
tidaklah
Perpustakaan
menjadikan terus
umum
hayat
badan, sebagaimana kalimat bijak, „Tuntutlah
Perpustakaan CSIS
ilmu dari buaian hingga liang lahat”.
Information
(Center for Social -
Strategy)
Jakarta
dan
Koleksi Perpustakaan Umum daerah
Perpustakaan British Council (BC) dapat
juga hendaknya memperhatikan pengguna
dijadikan teladan. Koleksi mereka mungkin
terbesar
yang
tidak meliputi seluruh kajian DDC (Dewey
banyak dan melimpah tentu baik, namun
Decimal Classification) akan tetapi efektif.
koleksi yang tepat adalah yang terbaik.
Koleksinya pada subjek tertentu, misalnya
Pustakawan mesti jeli dan memperhatikan
pengembangan kebahasaan sastra Inggris
aspek-aspek sosial kultural. Jumlah koleksi
(BC) atau bidang ilmu sosial (CSIS). Distingsi
sebagaimana
ini
yang
dilayaninya.
dikatakan
Koleksi
Thompson
bisa
dapat
memudahkan
kerja
dari
menjadi bumerang, banyak koleksi tetapi
perpustakaan
semakin
siapa pemakainya, ditambahkan lagi bahwa
pengembangan
koleksi
pustakawan bukanlah insyinyur elektro yang
Perpustakaan juga tidak melulu soal buku,
menghitung pekerjaannya pada kuantitas.
perpustakaan
Pustakawan tidak sepatutnya menghitung-
misalnya
hitung kemampuan dan prestasi berdasarkan
dapat diikuti pengguna entah pertunjukan film,
jumlah konkrit dari koleksi yang dikelola
musik dan diskusi buku soal kesusasteraan
(Pendit
Inggris.
1992).
Akan
tetapi,
bagaimana
BC
memfasilitasi
dapat
dan
lebih
Perpustakaan
pustakawan dapat menjembatani kebutuhan
fokus
pada
pemustaka.
bersifat
kultural
acara-acara
Umum
yang
Daerah
pemakai, kebutuhan informasinya lewat buku,
(Perpumda)
jurnal dan media informasi lainnya yang
koleksinya masing-masing. Tidak hanya satu
berkembang pesat di jaman internet saat ini.
subjek
mungkin
mengambil dua
atau
ciri
tiga
khas subjek
keilmuan. Sehingga perpustakaan ini dapat
Masih mengenai koleksi, keterbatasan dana yang sering dikeluhkan untuk pembelian
berjejaring
koleksi.karena keinginan perpustakaan ingin
memberi
mengoleksi seluruh ilmu pengetahuan adalah
pemakai lebih baik. Hal yang tidak kalah
baik namun hal ini tidaklah tepat. Beberapa
penting
perpustakaan yang ada di Bekasi. Umumnya
mengadakan koleksi yang efektif dan terarah.
perpustakaan yang ada hanya di lingkungan
Pembeda perpustakaan lainnya adalah pada
kampus atau sekolah saja. Sebagian besar
local 10
antara rujukan adalah
content.
perpustakaan sehingga
penanganan
budenganet
Hasil-hasil
umum,
cultural
untuk
entah
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
kesenian, cerita rakyat, kebahasaan, fakta-
Amerika
fakta historis menjadi kekuatan dan daya tarik
menyimpan buku-buku dalam jumlah besar di
perpustakaan.
adalah
rumah mereka. Setiap kali membutuhkan
pemberdayaan perpustakaan untuk kemudian
sebuah buku, mereka akan mencarinya di
memberdayakan
perpustakaan, atau membeli dan kemudian
Hasilnya
pengetahuannya
tidak
punya
kebutuhan
untuk
menjualnya kembali setelah dibaca. Buku-
masyarakat di luar lingkungannya.
buku yang disimpan di rumah biasanya dipilih C. Pemberdayaan Perpustakaan
sangat
umum dan masyarakat
selektif,
sebagai
koleksi
pribadi.
(Altbach and Tefferra, 2000). Beragam cara dapat dilakukan
Masyarakat dalam semua strata adalah
untuk
Kebutuahan
menyiasati anggaran yang minim, misalnya
informasinya akan berbeda-beda sebagaima
membeli buku bekas dengan kualitas bagus
latar
dari para pengguna, artinya cara tersebut
pengguna
informasi.
belakang
dan
pendidikannya.
Jika
meliahat masyarakat dari sisi aset (SDM),
tidaklah
maka yang berwenang (pemerintah) perlu
terlebih dilakukan di negara maju sekalipun,
memfasilitasinya. Kebutuhan ilmiah manusia
koleksi bekas namun isinya bermanfaat besar
perlu disalurkan dan diasah terus menerus.
bagi yang membutuhkan. Teknologi internet
Fasilitas
dikenalkan,
yang semakin canggih, dapat dipergunakan
setelah terbebas dari buta huruf, mesti
dengan tujuan menambah jelajah dan materi
„dibebaskan‟ dari buta perpustakaan lewat
pengayaan perpustakaan. Iklan–iklan dan
pemberdayaan
Pemberdayaan
propaganda perpustakaan bisa diinformasikan
disini,
adalah
kepada khalayak, situs-situs dan jejaring
masyarakat pemakai. Pemustaka yang aktif
sosial yang berbasis internet, di antaranya
tentu dapat dengan mudah untuk mendapat
adalah memanfaatkan situs jejaring sosial
informasi.
www.blogger.com,
perpustakaan
masyarakat
perlu
pemakai.
perpustakaan
Masyarakat
sebagai
pengguna
pasif dan aktif dapat dilibatkan dalam hal isi koleksi
perpustakaan.
Pengguna
merendahkan
sebuah
institusi,
www.facebook.com,
www.friendster.com juga dapat digunakan.
dapat
Pustakawan bisa menjadi semacam
dijadikan barometer pelayanan, dan juga
penunjuk,
sebaliknya dapat menjadi dermawan untuk
disebutkan
menyumbangkan koleksi.
penunjuk berbantuan ensiklopedi, kamus,
Masyarakat
kita
bahwa
dalam kita
tugas dapat
referral menjadi
belum
indeks dan alat lainnya. Informasi yang terjadi
mencapai tingkat kesadaran masyarakat maju
di dunia lain yaitu dunia maya, menyebabkan
(Amerika-Eropa) Namun lain ceritanya apabila
ledakan informasi. Orang akan disediakan
perpustakaan dapat bekerja professional dan
data yan berlimpah-limpah. Penggunaan kata
amanah.
orang-mayoritas
kunci menjadi andalan untuk mendapatkan
perpustakaan di kampus dibuka untuk umum-
raihan dengan hasil maksimal. Mesin-mesin
bisa mengakses buku. Oleh karena itu, orang
canggih yang bekerja pada mesin pencari
Setiap
mungkin
karena
11
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
situs –www.google.com, www.yahoo.com --
untuk
telah menjadi andalan utama bagi pencari
keilmuan.
informasi.
Kemajuan
teknologi
menjaring
pemakai,
informasi D. Arah dan Tujuan Pengembangan
semakin pesat, buku-buku manual kini telah berhadapan dengan buku digital. Teknologi
Perpustakaan Daerah Kota
ICT
Bekasi Ke Depan
(Information telah
Technology) tersebut.
label
Communication
membawa
Bahkan
berlomba-lomba dengan
and
digital.
Istilah perpustakaan daerah sebenarnya
perubahan
perpustakaan
membuat
menggiatkan
tidak
telah
dengan
arti
dan
fungsi
perpustakaan itu sendiri, tetapi biasanya
perpustakaan
Bagaimana
berbeda
menunjukan
nasib
letak
dan
penanggungjawab
perpustakaan-perpustakaan kecil, yang lemah
perpustakaan ada pada pemerintahan daerah,
dari segi koleksi dan peralatan canggih
misalkan perpustakaan daerah kota A atau
tersebut.
perpustakaan
kabupaten
B.
Seandainya kita melihat bagaimana kondisi
Mengutip istilah Yohanes Surya, yaitu mestakung
daerah
mendukung)
perpustakaan daerah saat ini, rasanya tidak
keterlibatan kekuatan-kekuatan informasi milik
akan berbeda dengan apa yang penulis
Negara.
informasi
simpulkan, walaupun kesimpulan ini belum
berbantuan internet perpustakaan tidak hanya
tentu benar. Kondisi perpustakaan daerah
menjadi tanggung jawab kita. Pemerintah
seringkali menjadi suatu objek yang kurang
dalam hal ini kementerian informasi dan
bahkan tidak disukai oleh pelajar sekalipun,
komunikasi,
apalagi
teori
Untuk
(semesta pemerataan
PDII-LIPI
(Pusat
Data
dan
oleh
pelaku
bisnis.
Kalau
kita
Informasi Ilmiah, Perpustakaan Nasional dan
mendengar seorang pelajar yang mengatakan
Mendiknas
bertanggung
kata “seram” atau “angker” ketika ditanya
memikirkan
dan
memberi
jawab solusi
untuk
tentang
bagi
perpustakaan,
hal
itu
tidaklah
mengherankan. Jika ditanya berapa sering
pemerataan teknologi di perpustakaan.
seorang pelajar melakukan kunjungan dalam
Jaring-jaring informasi hingga pelosok melalui
satu bulan, maka tidak heran pula jika
perpustakaan perpustakaan umum. Konten
mendapat jawaban “kadang-kadang atau tidak
dunia yang berisi temuan-temuan ilmiah
pernah sama sekali”.
desa
terpencil
dapat
disalurkan
dalam bentuk jurnal buku-buku elektronik
Sungguh suatu kondisi yang sangat
dapat diakses dan pemakaian dapat dilakukan
memprihatinkan, di mana perkembangan ilmu
bersama, sinergi yang telah lama didambakan
pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat
oleh masyarakat, karena selama ini kondisi
saat ini, perkembangan informasi secara
perpustakaan banyak yang masih jauh dari
global sudah demikian hebatnya, kondisi
memadai, baik dari segi sarana maupun
perpustakaan daerah seperti laksana “hidup
prasarana. Konsep pemerataan informasi ini
segan mati tak mau”. Oleh sebab itu, sangat
memberikan angin segar bagi perpustakaan
diperlukan upaya untuk memperbaiki kondisi 12
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
sekumpulan
para
pemikir,
peningkatan fungsi dan peran perpustakaan
pelaksana
dan
pengawas
daerah terhadap masyarakat, terutama pelajar
spesialisasi,
dan mahasiswa.
Oleh
perpustakaan
dalam
rangka
memberikan
profesionalisasi,spesifikasi).
sebab
sebuah unit pelayanan umum yang ada di
potensi
masyarakat yang secara langsung berkaitan
yang
dengan
kebutuhan
sumber
(sistem
itu,
diperlukan
keahlian,
kemampuan, kekuatan, pengalaman dan
Itulah sedikit gambaran tentang kondisi
pengembangan
perencana,
daya
pengembangan memadai
dan
perpustakaan
sesuai
masyarakat.
dengan Pimpinan
manusia. Kondisi lainnya yang terjadi saat ini
perpustakaan
harus
di
yaitu
memperhatikan
beberapa
telah
kemanusiaan, seperti: kelemahan dan
memberikan peluang sebesar-besarnya bagi
keterbatasan, kejenuhan, kesejahteraan,
daerah
penghargaan
masyarakat
tentang
otonomi untuk
meningkatkan daerah
dan
pemerintahan, daerah
mengembangkan kesejahteraan
masing-masing.
daerah,
yang
pemerintah
dan
otonomi
daerah
dapat
unsur
kesempatan
dalam
rangka pengembangan karier pegawainya.
masyarakat
Dengan
dan
mampu
Di
sisi
lain
juga
meningkatkan
diperlukan
upaya
pengembangan
sumber
mengeksplorasi sumber daya yang dimiliki
daya manusia dibidang perpustakaan dan
melalui pemberdayaan perpustakaan daerah
kearsipan
yang memadai demi meningkatkan kualitas
berkualitas yang
hidup masyarakat.
bidangnya.
Arah
dan
tujuan
yang
profesional
dan
mampu bersaing
di
pengembangan 2.
perpustakaan ke depan yang diharapkan
Pendayagunaan Koleksi Perpustakaan
dalam membangun budaya baca masyarakat
Bahan pustaka yang disediakan dibaca
sebagai media informasi yang efektif di
dan dipergunakan pengguna, oleh sebab
antaranya adalah:
itu,
perpustakaan
menyediakan 1.
Pendayagunaan
Sumber
Daya
pustaka
Perpustakaan
berbagai
sesuai
perpustakaan
hendaknya jenis
bahan
dengan
jenis
yang dirumuskan dalam
Sumber daya perpustakaan meliputi: (a)
konsep
Manusia; (b) Sumber Pembiayaan; (c)
perpustakaan.
Mesin-mesin; (d) Benda atau barang
keberhasilan perpustakaan daerah dilihat
inventaris:
dari
(e)
Metode;
(f)
dan
koleksinya
strategi Salah
satu
adalah:
indikator
volume
intensitas
Pembina dan pengembang pengguna.
informasi
Pemberdayaan sumber daya manusia
penggunaan jasa perpustakaan dapat
perpustakaan daerah merupakan unsur
meliputi: dibaca, diteliti, dikaji, dianalisis,
utama
dan
pertama.
Mereka
adalah 13
jangka
dikembangkan
dan
dan
Pengguna/pemakai/ pelanggan, dan (g)
dan
pengunjung
layanan
pendek.
untuk
transaksi Bentuk
berbagai
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
keperluan
pengguna.
daerah dengan jumlah dan volume yang
Pengembangan
koleksi terbaru berorientasi kebutuhan
memadai, terkontrol dengan baik
pengguna (supply and demand).
penanggungjawab/pengurus memelihara
oleh
perpustakaan
prasarana
Peningkatan Pengadaan Sarana dan
daerah
adalah melakukan identifikasi kebutuhan
Prasarana
koleksi
yang
Daerah Perpustakaan Umum dan Arsip
dibutuhkan oleh masyarakat (baik pada
Daerah Kota Bekasi, khusus berkaitan
tingkatan
dosen,
dengan gedung, ke depan hendaknya
mahasiswa, karyawan, pelaku usaha,
didisain bagian muka dan ruang koleksi
pegawai negeri) yang menjadi mitra
agar lebih menarik dan nyaman. Desain
sekaligus pengguna jasa perpustakaan
gedung dapat dikombinasikan dengan
daerah sehingga perpustakaan hadir dan
arsitektur
modern
memenuhi
sehingga
memberikan
buku
dan
pelajar,
referensi
guru
dan
aspirasi
kebutuhan
Pendukung Perpustakaan
pengunjung
stakeholder tersebut. Pendayagunaan Sarana dan Prasarana
kelancaran
Perpustakaan
peningkatan
Semua
barang/inventaris
perpustakaan, dengan
yang
adalah
perlu
berbagai baca,
Upaya
tradisional daya
tarik
pengguna
jasa
tersebut
demi
pelaksanaan
tugas
pelayanan
dan
kepada
masyarakat,
milik
ditunjang 4.
penunjang
diskusi,
Pendayagunaan
Anggaran
Perpustakaan
penyelenggaraan kegiatan perpustakaan (Budaya
dan
atau
perpustakaan. 3.
dan
harus
perpustakaan daerah.
Oleh sebab itu, upaya yang harus dilakukan
sarana
dan
Perpustakaan harus dijalankan dengan
seminar,
lokakarya, bedah buku dan film, komunitas
sebaik-baiknya dengan
baca dan sebagainya). Dengan demikian,
anggaran dana perpustakaan daerah yang
penggunaan
jasa
memadai
perpustakaan
daerah
dan
pelayaan
dapat
sederhana,
lebih
dan
pemberdayaan
efektif,
dan
secara
efisien.OLeh
maksimal,
sehingga
produktivitas
karena itu diperlukan persyaratan standar
perpustakaan
berdampak
positif
pengelolaan perpustakaan yang efektif,
pengguna/pemakai
pada
antara lain:
perpustakaan.
a)
Penggunaan sarana dan prasarana harus
Perencanaan yang jelas, terstruktur, mudah dipahami, dan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur, tatacara, dan b)
tujuan.
Prosedur penggunaan (hati-hati, teliti,
Di sisi lain, Lokasi perpustakaan daerah
berdasarkan aturan dan tatacara yang
harus strategis dan mudah dijangkau oleh
sudah ditentukan) c)
pengguna jasa dan layanan perpustakaan 14
Langkah dalam administrasi keuangan
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
d)
dapat dipenuhi
untuk
Pengelola (ahli dan pengalaman, jujur,
kenyamanan bagi pengguna
luwes)
serta
mampu
kemudahan
dan
menyimpan 5.
rahasia keuangan e)
memberikan
Peningkatan
pembinaan
dan
Mekanisme pengawasan yang jelas
pengembangan perpustakaan di Kota
(prosedur
Bekasi, sehingga terlaksana pengkajian
keuangan
dijalankan
dengan baik, seua arus pengelolaan
dan
keuangan
dengan baik.
harus
dapat
diawasi,
pengembangan
perpustakaan
monitor diperiksa) f)
g)
6.
Pemanfaatan dana secara efektif dan
dini), mahasiswa dan masyarakat umum
Tidak
terjadi
pemborosan
untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
dan
masyarakat Kota Bekasi khususnya.
Pendayagunaan Sistem atau Metode 7.
Sistem
dikaji,
dianalisis
Efektif,
Sistem
Manajemen
Teknologi Informasi dan Komunikasi
sesuai
dan
praktif
sebagai peningkatan mutu pelayanan
serta
publik.
Penerapan
standard
sistem
yang Pengembangan
konsisten (disiplin, tegas, dan patuh l)
Pengembangan
Pengelolaan Perpustakaan Berbasis
dan
ekonomis k)
Budaya
prosedur administrasi keuangan
diujicobakan j)
dan
baca kepada anak-anak, pelajar (usia
Perpustakaan i)
Minat
efisien serta optimal sesuai dengan
penyimpangan h)
Pengembangan
sistem
manajemen
terhadap prosedur yang baku)
pengelolaan perpustakaan berbasis teknologi
Perubahan sistem harus dikaji jauh-
informasi
jauh hari dan diperhitungkan dampak
peningkatan mutu pelayanan publik kedepan
positif dan negatifnya
adalah
m) Hindari konsisten
metode/sitem yang
yang
tidak
berdampak
pada
dan
komunikasi
diarahkan
kepada
sebagai
digital
library
sebagai media cyberlibrary. 7.1..Peran perpustakaan daerah
pengguna perpustakaan
sebagai penyedia informasi Beberapa pengelolaan bertujuan
persyaratan
standar
perpustakaan
tersebut
untuk
melalui digital library Sebagai
bagian
dari
pemanfaatan
teknologi informasi tersebut pada sistem
mempermudah,
memperlancar, dan membantu pengguna
perpustakaan
perpustakaan dengan sistem yang simpel,
terciptanya suatu bentuk baru dari sebuah
dan mudah dipahami. Sistem disesuaikan
perpustakaan yang disebut sebagai Digital
dengan perkembangan teknologi yang
library. Digital library merupakan suatu sistem 15
konvensional,
sehingga
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
yang disediakan di perpustakaan daerah.
yang dibangun dan dimanfaatkan sebagai:
Sekilas mungkin dapat dikatakan bahwa a) b) c) d)
Membantu
memenuhi
cyberlibrary tidak lebih dari sebuah warnet
kebutuhan
informasi bagi pemakai (societies)
yang
Menyediakan
Pendapat seperti itu secara umum dapat
layanan
informasi
berada
Mengorganisasikan informasi sehingga
perbedaan antara sebuah cyberlibrary dan
dapat digunakan (structures)
warnet. layanan
terdapat
banyak
memperhatikan
Cyberlibrary
Menyajikan informasi sehingga mudah informasi
tetapi
perpustakaan.
dikatakan
Menyampaikan
benar,
di
(scenarios)
dimanfaatkan (spaces) e)
letaknya
yang
bersifat
aspek
tidak
hanya
berlandaskan profit saja, tetapi juga layanan
kepada
pengguna (streams)
bersifat
sosial
misalkan
melalui
layanan
Sumber: Knowledengane Management
pengembangan sumber daya manusia melalui
Research Group, KMRG-ITB
training-training bebas biaya, proses magang bagi anak sekolah, dan aplikasi digitalisasi perpustakaan
Segala bentuk informasi berupa video,
yang
library.
mengimplementasikan
Dengan
demikian
dapat
audio, teks, secara integral dikemas menjadi
digital
suatu informasi yang mudah dimanfaatkan
membangun satu unit cyberlibrary, maka
dan diakses secara digital. Pemberdayaan
setidaknya satu bentuk program lain berupa
dan pendayagunaan telematika melalui digital
digital library dapat pula direalisasikan.
library sebuah perpustakaan daerah akan E. PENUTUP
secara lansung dirasakan tidak hanya oleh masyarakat
daerah
tersebut,
tetapi
Upaya
juga
pengembangan
peningkatan
kualitas perpustakaan daerah di Kota Bekasi,
nasional bahkan global.
tidak terlepas dari Komitmen bersama baik 7.2.Peran perpustakaan daerah
pemerintah maupun aparatnya, masyarakat
sebagai mediator melalui
dan dunia usaha/Industri untuk membangun
Cyberlibrary
manusia seutuhnya tidak hanya dibebankan pada
Cyberlibrary dalam hal ini lebih diartikan sebagai
suatu
nama
untuk
lembaga
komitmen
sebuah
untuk
pendidikan
tetapi
mendukung
juga
kualitas
suatu
perpustakaan umum di daerah. Di sisi lain,
layanan akses informasi yang bersifat digital,
kebijakan juga menjadi pendukung utama
terinterkoneksi dengan jaringan cyber Internet
bagi pengembangan lebih lanjut. Selanjutnya,
yang bersifat global. Perpustakaan daerah
apresasi gesung perpustakaan dan sarana
menjadi mediator bagi masyarakat untuk
pendukung yang representatif, koleksi yang
mengakses informasi dan pengetahuan yang
beragam
bersifat digital melalui terminal-terminal akses
kearsipan, maupun fasilitas digital library dan
perpustakaan
yang
memberikan
16
baik
referensi,
dokumentasi,
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
Demikian
cyberlibrary.
juga,
anggaran
operasional perpustakaan, pembinaan dan pelatihan sumber daya manusia, dan upaya menumbuhkembangkan budaya baca dan komunitas baca. DAFTAR PUSTAKA Athoillah,
Anton.
Manajemen.
2010. Bandung
Dasar-Dasar :
Pustaka
Setia . Saleh, Abdul Rahman dan Komalasari, Rita. 2010.
Manajemen Perpustakaan.
Jakarta : Universitas Terbuka. Schroeff, Van Der and Makaliwe, Willem H. 1990. Manajemen dan organisasi perusahaan.
Jakarta
:
Galia
Indonesia. Siregar, A. Ridwan. 2008. Peran Pustakawan dalam Manajemen Perpustakaan di Era Globalisasi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sutarno
NS.2006.
Manajemen
Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Sagung Seto.
Stueart, Robert D. and Eastlick, John Taylor. 1981.
Library
management.
2nd
Edition. Litteton : Libraries Unlimited.
17
Jurnal Madani Edisi I/ Mei 2012
PENGARUH KONSEP DIRI DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL PUSTAKAWAN HUBUNGANNYA TERHADAP KEPUASAN PEMUSTAKA DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH KOTA CIREBON Oleh: Caesar Vioniken Pradipta* Pembimbing: Endang Fatmawati, M.Si., M.A. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang *)
E-mail
[email protected] ABSTRAK
Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial, adalah komunikasi antar manusia. Komunikasi sangat penting untuk menentukan kualitas layanan perpustakaan yang ideal, khususnya komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal di perpustakaan bisa antara pustakawan dengan pimpinan, pustakawan dengan pustakawan, maupun pustakawan dengan pemustaka. Pustakawan harus memiliki kemampuan komunikasi interpersonal, agar terciptanya komunikasi yang lebih baik agar tidak menyinggung perasaan, berbicara dengan sopan, dan melayani pemustaka dengan sungguh-sungguh. Penelitian ini dilakukan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daearah Kota Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah konsep diri dalam kemampuan komunikasi interpersonal pustakawan mempengaruhi kepuasan pemustaka. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Teknik pengambilan sampel menggunakan insidental, dengan jumlah jumlah sampel 96 orang. Teknik pengumpulan datanya dengan kuesioner, dan analisis datanya secara statistik menggunakan alat bantu SPSS versi 1.6. Uji hipotesis menggunakan uji t dan analisis jalur. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa konsep diri tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka melainkan harus melalui komunikasi interpersonal terlebih dahulu.
Kata kunci: Konsep Diri, Komunikasi Interpersonal, Kepuasan Pemustaka, Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon. ABSTRACT One of the indicationsthat humanis a social beings, is communication between people.Communicationis very important to determinethe ideal quality oflibrary services,especially interpersonal communication. Interpersonal communicationin the library can bealeader among librarians, librarians with librarians, and librarians with visitors. Librarians must have the interpersonal communication skills, in order to create better communication so as not to offend, speak politely, and serve visitors earnest. The research was conducted at Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon. This studyaimed to determine whe ther theselfconcept of librarians in interpersonal communication skills affect satisfaction of visitors. The method usedin this research isdescriptive quantitative method. Incidental sampling technique used, with 96 sample of people.The questionnaire data collection techniq ues and statistical data analysis using SPSS version 1.6 tools. Hypothesis testing using t-test, and path analysis. From these resultsit can be seen that self-concept can not directly affect the satisfaction of visitors but has to through interpersonal communication first. Keywords: Self-Concept, Interpersonal Communication, Satisfaction of Visitors, Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon.
1.Pendahuluan Salah satu indikasi bahwa manusia sebagai makhluk sosial, adalah komunikasi antarmanusia. Manusia tidak
dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain. Dari lahir sampai mati, memerlukan bantuan dari orang lain. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan
bahwa semua kegiatan yang dilakukan manusia selalu berhubungan dengan orang lain. Komunikasi sangat penting di dalam perpustakaan untuk menentukan kualitas layanan perpustakaan yang ideal, khususnya komunikasi interpersonal. Kunci utama perpustakaan terletak pada layanannya, semakin baik pelayanan yang diberikan ke pengguna, maka merasa puas dan semakin berminat untuk kembali berkunjung ke perpustakaan. Salah satu model hubungan komunikasi pustakawan adalah komunikasi interpersonal, yaitu penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampak dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy, 2003:30). Komunikasi interpersonal di perpustakaan bisa antara pustakawan dengan pimpinan, pustakwan dengan pustakawan, maupun pustakawan dengan pengguna. Maka dari itu pustakawan harus memiliki kemampuan komunikasi interpersonal, agar terciptanya komunikasi yang lebih baik, agar tidak menyinggung perasaan, berbicara dengan
sopan, dan melayani pengguna dengan sungguh-sungguh. Menurut Andayani (2009) dalam bukunya komunikasi interpersonal adalah suatu proses pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan, baik secara langsung maupun melalui media. Menurut Theodorson (Liliweri, 1997) komunikasi adalah suatu prpses pengalihan informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau kelompok lain. Komunikasi interpersonal sangat penting karena di setiap layanan yang ada di perpustakaan menggunakan komunikasi interpersonal. Masih banyak pemustaka yang mengeluh karena kurang sopannya pustakawan dalam melayani mereka dari cara berkomunikasi pustakawan yang kurang baik, semua ini disebabkan oleh konsep diri pustakawan yang tidak baik. Dapat dilihat dari sikap pustakawan yang tidak sesuai dengan penampilannya, gaya bahasa pustakawan dalam memeberikan informasi kepada pemustaka, dan tidak percaya diri terhadap kemampuannya. Pada kenyataannya, saat ini pustakawan belum banyak yang
memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang efektif. Masih banyak pemustak beranggapan bahwa pustakawan jutek dan tidak ramah terhadap pemustaka. Hal ini disebabkan karena kurangnya komunikasi dengan pemustaka sehingga pustakawan kurang mengerti apa yan dibutuhkan dan diinginkan oleh pemustaka maka pustakawan tidak memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap pemustaka. Perpustakaan memberikan pelayanan informasi kepada penggunanya dengan mengutamakan kepuasan pemustaka. Pemustaka yang merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh pemustaka akan menjadi tolak ukur untuk tingkat berkunjung keperpustakaan. Semakin baik kualitas layanan yang diberikan maka semakin banyak pula pemustaka yang berkunjung di perpustakaan. Dari semua definisi tentang komunikasi interpersonal peneliti mencoba mengambil kesimpulan bahwa komunikasi interpersonal adalah dimana dua orang yang terdiri dari komunikator adalah pustakawan atau orang yang memberikan informasi dan
komunikan adalah pemustaka orang yang menerima informasi menjalin suatu kegiatan komunikasi yang akan menimbulkan suatu timbal balik dalam suatu kegiatan komunikasi interpersonal tersebuat dan komunikasi tersebut dapat menimbulakan efektivitas terhadap persepsi dari komunikan terhadap komunikator dan sebaliknya. Jika dihubungkan dengan perpustakaan dimana pustakawan menjalin komunikasi pada pemustaka maka mereka disebut menjalani komunikasi interpersonal yang mengharapkan timbal balik. Jika dalam komunikasi interpersonal yang dilakukan pustakawan dan pemustaka terjalin efektif maka terjalin komunikasi yang efektif pula. Seperti yang telah peneliti sebutkan sebelumnya, bahwa dalam suatu perpustakaan akan terjadi yang dinamakan komunikasi interpersonal terhadap pustakawan dengan pemustaka. Jika komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pemustaka efektif maka terdapat kepuasan yang dirasakan oleh pustakawan, dibalik itu juga peran dari konsep diri yang dilakukan oleh pustakwan berpengaruh sangat
besar untuk menunjang komunikasi interpersonal. 2.Landasan Teori 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri merupakan salah satu faktor yang menunjang kmunikasi interpersonal. Setiap pustakawan harus memiliki konsep diri pada masingmasing individu karena konsep diri sangat mempengaruhi komunikasi interpersonal. Konsep diri adalah dimana seseorang menilai terhadap dirinya, jadi pemustaka dapat menilai pustakawan pada saat berkomunikasi. Menurut Rogers dalam (Lindzey dan Hall, 1993) konsep diri merupakan konseptual yang terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifatsifat dari ‘diri subyek’ atau ‘diri objek’ dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antara ‘diri subyek’, ‘diri objek’ dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada persepsi tersebut. Dari pengertian konsep diri yang dijabarkan oleh Carl Rogers peneliti menyimpulkan
bahwa konsep diri terjadi dari persepsi-persepsi tentang sifatsifat nilai-nilai sikap, dan hubungan dengan pemustaka yang ada pada diri pustakawan. Menurut Hurlock (1993, 23) cara pandang seseorang terhadap dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek pisikologis. Aspek fisik adalah konsep individu mengenai apa yang dimilikinya atau dalam penampilannya kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang aspek psikologi terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidak mampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain. Dari pernyataan Hurlock peneliti menyimpulkan dimana aspek fisik adalah dimana prilaku-prilaku seorang pustakawan, menjaga penampilannya atau image dirinya, dan memiliki gengsi terhadap persepsi pemustaka yang menilainya sedangkan aspek psikologi tentang kemampuan dan tidak mampunya dalam diri pustakawan atau adanya kepercayaan diri pustakawan dan tidak percaya diri
pustakawan pada kemampuan dirinya sendiri. Dari kedua pakar tersebut mempunyai kesamaan dalam mendeskripsikan tentang konsep diri yaitu bahwa konsep diri pustakawan dilihat dari sifat-sifat atau bentuk fisik dari diri pustakawan dan dilihat dari setiap kemampuan dalam berhubungan dengan pemustaka. 2.1.2 Pengenalan Diri Pengenalan diri adalah salah satu cara untuk melihat kemampuan yang dimiliki pustakawan dalam mengenali diri dan kekuatan atau kelemahan dirinya agar dapat menerima masukan dan kritikan dari pemustaka. Dalam pengenalan diri dua pakar yang bernama Luft (1969: 53) dalam teori self disclosure, ia membuat konsep tentang pengenalan diri yang disebut dengan konsep Johari Window atau jendela Johari. Konsep tersebut terdapat empat area yaitu wilayah terbuka (open area), wilayah buta (blind area), wilayah tersembunyi (hidden area), dan wilayah tak dikenal (unknown area).
1.Wilayah terbuka (open area) Diketahui diri sendiri dan orang lain (Known by ourselves and known by others). Adalah dimana semua aspek yang ada didalam diri pustakawan tersebut dapat dipahami oleh diri sendiri dan pemustaka maka terjadilah keterbukaan dan terjadilah komunikasi interpersonal yang baik. 2.Wilayah buta (blind area) Tidak diketahui diri sendiri tapi diketahui orang lain (known by others but not known by ourselves). Adalah segala aspek tingkah laku, perasaan dan pikiran pustakawan diketahui oleh pemustaka tapi tidak disadari oleh diri seorang pustakawan maka tidak terjadi komunikasi interpersonal yang baik. 3.Wilayah tersembunyi (hidden area) Diketahui oleh dirinya tetapi orang lain tidak mengetahui (known by ourselves but not known by others). Adalah meliputi informasi yang hanya dimengerti oleh seorang pustakawan sendiri tanpa diketahui oleh pemustaka. 4.Wilayah (unknown diketahui
tak area) dirinya
dikenali Tidak sendiri
maupun oleh orang lain (not known by ourselves and not known by others). Adalah merupakan wilayah paling kritis dalam komunikasi, yaitu segala informasi dan aspekaspek dalam diri pustakawan tidak diketahui oleh dirinya sendiri maupun oleh pemustaka. Keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam suatu komunikasi interpersonal ialah wilayah terbuka atau open area, yaitu antara pustakawan dengan pemustaka saling mengetahui makna pesan yang sama. Meskipun demikian kenyataan hubungan antar pribadi tidak seideal yang diharapkan itu, ini disebabkan karena dalam berhubungan dengan pemustaka betapa sering setiap pustakawan mempunyai peluang untuk menyembunyikan atau mengungkapkan masalah yang dihadapinya. Menurut Berger (1979: 57) membagi hubungan perkenalan atas tiga kategori startegi yaitu: 1.Pasip, dimana dalam hubungan jenis ini pustakawan memperhatikan seorang komunikan tanpa menanyakan apa-apa dan kita juga memanipulasikan situasi.
2.Aktip, yaitu mengajukan pertanyaan, memperhatikan dan mendengarkan pemustaka, memanipulasi situasi hubungan antar pribadi yang terjadi. 3.Interaktip, ialah memasukan manipulasi komunikasi terhadap pemustaka dan mendapatkan informasi melalui informasi melalui pengamatan prilaku. Sedangkan menurut Cangara (2000: 95) untuk mencapai komunikasi yang mengena, seorang pustakawan selain mengenal dirinya, ia juga harus memiliki kepercayaan (creadibility), daya tarik (altractive), dan kekuatan (power). 1.Kepercayaan (creadibility), seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki pustakawan sehingga diterima oleh pemustaka. 2.Daya tarik (altractive), adalah salah satu faktor yang harus dimiliki oleh seorang pustakawan selain kredibilitas (kepercayaan) faktor daya tarik banyak menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi. 3.Kekuatan (power), adalah kepercayaan diri yang harus dimiliki seorang pustakawan jika ia ingin mempengaruhi
pemustaka. Kekuatan bisa juga diartikan sebagai kekuasaan dimana pemustaka dengan mudah menerima suatu pendapatan kalau informasi tersebut disampaikan oleh orang yang memiliki kekuasaan. 2.1.3 Karakteristik Konsep Diri Kecenderungan pustakawan untuk berperilaku sesuai dengan konsep dirinya disebut sel fulfilling prophecy. Konsep diri memiliki dua kualitas, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Menurut Brooks dan Emmert dalam (Rakhmat, 2003) ada lima hal yang menunjukan pustakawan yang memiliki konsep diri positif, yaitu: a.Meyakini dirinya mampu mengatasi masalah b.Merasa setara dengan orang lain c.Menerima pujian tanpa rasa malu d.Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui e.Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak
disenanginya dan berusaha mengubahnya. Sementara itu pustakawan yang memiliki konsep diri negatif memiliki karakteristik adalah: a.Sensitif terhadap kritik b.Responsif terhadap pujian c.Mempunyai sikap hiperkritis d.Cenderung merasakan tidak disenangi orang lain e.Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Menurut Hurlock (1993) pustakawan yang memiliki konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu. Sebaliknya pustakawan yang memiliki konsep diri yang negatif akan muncul jika pustakawan mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri. Pustakawan dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia menyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak tidak menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap hidup. Sedangkan konsep diri yang positif akan berkembang jika pustakawan
mengembangkan sikap yang berkaitan dengan good self esteem, good selft confidence, dan kemampuan melihat diri secara realistis. 2.1.4 Diri
Faktor-faktor Konsep
Jalaludin Rakhmat dalam bukunya “Psikologi Komunikasi” menyebutkan adanya dua faktor yang mempengaruhi konsep diri, yakni orang lain dan kelompok rujukan. Pembentukan dan perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya. Menurut george Herbert Mead pengaruh yang paling besar adalah bersumber dari orang-orang terdekat disebutnya sebagai significant others. Menurut Dewey dan Humber adalah bersumber dari orang lain yang memiliki ikatan emosional yang disebut sebagai affective others. Dari beberapa para ahli yang menyatakan tentang faktor-faktor konsep diri maka peneliti menyimpulkan bahwa dimana faktor dari pemustaka yang memiliki ikatan emosional terhadap pustakawan itu semua sangat mempengaruhi dirinya dari cara pandang pemustaka tersebut. Cara pandang pemustaka tersebut terhadap
pustakawan akan mempengaruhi pembentukan konsep diri pustakawan. 2.1.5 Ketakutan Komunikasi (Communication Apprehension) Istilah communication apprehension menunjukan pada perasaan takut atau kecemasan dalam interaksi komunikasi. Pustakawan tersebut akan mengembangkan perasaanperasaan negatif dan memprediksi hal-hal negatif saat terlibat dalam interaksi komunikasi. Pustakawan merasa takut melakukan kesalahan dan akan dipermalukan. Communication apprehension atau disebut dengan ketakutan komunikasi sangat mempengaruhi pustakawan jika pustakawan merasakan ketakutan komunikasi maka tidak akan terjadi suatu komunikasi yang efektif. Ada delapan unsur dalam ketakutan komunikasi yaitu: 1.Mengelola Ketidakpastian dan Kecemasan Menurut teori Berger dalam Littlejhon (2009: 217-219) disebut dengan teori pengurangan ketidak pastian (uncertainty reduction theory)
dan perluasan Gudykunt disebut pengelolaan ketidak pastian dan kecemasan (anxiety uncertainty management) a.Teori Pengurangan Ketidakpastian Teori ini membahas proses dasar tentang bagaimana seorang pustakawan mengenal pemustaka. Ketika pustakawan bertemu dengan pemustaka, seorang pustakawan mungkin memiliki sebuah keinginan yang kuat untuk mengurangi ketidakpastian tentang pemustaka tersebut. Dalam situasi seperti ini, seorang pustakawan cenderung tidak yakin akan kemampuan pemustaka untuk menyampaikan tujuan dan rencana, perasaan pada saat itu, dan sebagainya. Teori ini juga menyatakan bahwa manusia sering kali kesulitan dengan ketidakpastian, mereka ingin dapat menebak perilaku, sehingga mereka terdorong untuk mencari informasi tentang orang lain. Ada beberapa cara yang kita dapat lakukan untuk mendapatkan informasi tentang orang lain. Strategi pasif adalah pengamatan, sedangkan strategi aktif mengharuskan pengamatan untuk melakukan sesuatu untuk mendapatkan informasi. Strategi interaktif
sangat bergantung pada komunikasi dengan orang lain. Strategi pasif yang pertama adalah reaktivitas pengamatan (reactivity searcing). Disini, individu benar-benar diamati ketika melakukan sesuatu bereaksi dalam situasi tertentu. Pengamatan lepas (disinhibition searching) merupakan startegi pasif lain yang mengamati orang-orang dalam situasi informal, dimana mereka kurang mengawasi diri dan bersikap dalam cara yang lebih alami. b.Pengelolaan Ketidak pastian Kecemasan Teori ini dimana semua kebudayaan mencoba untuk mengurangi ketidak pastian dalam tahap-tahap awal sebuah hubungan, tetapi mereka melakukannya dalam cara-cara yang berbeda. c.Akomodasi dan Adaptasi Jika seorang pustakawan mengamati interaksi dengan seksama, pustakawan akan melihat bahwa pemustaka sering kali menyesuaikan perilaku mereka. Ada empat pokok yang membahas masalah tersebut yaitu accomodation theory, interaction adaptition theory, expectancy-violations theory, dan interpersonaldeception theory.
d.Teori Akomodasi ( Accommodation Theory) Teori ini merupakan salah satu teori tentang perilaku komunikasi yang sangat berpengaruh. Teori ini dirumuskan oleh Howard Giles dalam Littlejhon (2009: 222224) teori ini menjelaskan bagaimana dan kenapa seorang pustakawan menyesuaikan perilaku komunikasi terhadap tindakan seorang pemustaka. Mereka menyebutnya pemusatan (convergence), atau penyamaan. Kebalikannya, pelebaran (divergence) atau pemisahan terjadi ketika pembicara mulai melebihlebihkan perbedaan mereka. e.Teori Adaptasi (InteractionAdaptation Theory) Teori akomodasi meletakan dasar pengenalan berbagai jenis penyesuaian dan hubungannya, tetapi fenomena ini sebenarnya merupakan bagian dari sebuah proses adaptasi dalam interaksi yang jauh lebih kompleks topik dari teori adaptasi interaksi. Para pelaku komunikasi memiliki sejenis sinkronisasi interaksional (interactional synchrony) atau pola maju mundur yang teratur. f.Teori Penyimpangan Dugaan (Expectancy-Violations theory)
Menurut teori ini, seorang pustakawan memiliki dugaan tentang perilaku pemustaka berdasarkan norma-norma sosial maupun pengalaman seorang pustakawan sebelumnya dengan pemustaka dan situasi dimana prilaku tersebut terjadi. Dugaan ini dapat melibatkan hampir semua perilaku non-verbal, misalnya kontak mata, jarak, dan sudut tubuh. Anggapan yang umum adalah bahwa ketika dugaan pustakawan sesuai, perilaku pemustaka dinilai sebagai sesuatu yang positif, dan ketika dugaan pustakawan menyimpang, prilaku tersebut dinilai sebagaisesuatu yang negatif. g.Teori Kebohongan Interpersonal (InterpersonalDeception Theory) Teori ini menyatakan dimana interaksi yang harus berlanjut antarpelaku komunikasi yang menggunakan proses maju mudur. Kebohongan melibatkan manipulasi informasi, perilaku, dan citra yang dilakukan dengan sengaja untuk membuat pemustaka mempercayai kesimpulan atau keyakinan yang palsu. Pelaku komunikasi yang berbohong mungkin mengalami sejumlah ketakutan tertentu, seperti takut
ketahuan dan pendengarannya mungkin mengalami sedikit kecurigaan karena dibohongi. 2.1.6 Konsep diri, Harga diri, dan Kepercayaan diri pustakawan Kepercayaan diri mempunyai fungsi mendorong seseorang pemustaka meraih kesuksesan. menurut Guilford dalam Andayani dan Afiatin (1959, 24) ciri-ciri pustakawan yang mempunyai kepercayaan diri adalah: 1.Merasa adekuat terhadap apa yang ia lakukan 2.Merasa dapat diterima oleh kelompoknya 3.Percaya sekali pada dirinya sendiri serta memiliki ketenangan sikap (tidak gugup bila melakukan atau mengatakan sesuatu secara tidak sengaja dan ternyata apa yang dilakukan atau dikatakan itu salah). Menurut Lauster dalam Andayani dan Afiatin (1978, 24) menyebutkan bahwa ciri-ciri pustakawan yang percaya diri adalah: 1.Tidak mementingkan diri sendiri 2.Cukup toleran 3.Cukup berambisi 4.Tidak perlu dukungan orang lain 5.Tidak berlebihan
6.Optimistik 7.Mampu bekerja secara efektif 8.Bertanggung jawab atas pekerjaannya dan bergemberia. Bahwa pustakawan yang percaya diri mempunyai hubungan sosial yang baik, mempunyai aspirasi yang sehat, mampu bekerja dengan efektif dan bertanggung jawab, dan sehat secara emosional. Kemampuan-kemampuan tersebut mengakibatkan pustakawan mempunyai kemungkinan untuk sukses bila dibandingkan dengan pustakawan yang kurang atau tidak percaya diri. Konsep diri membantu pustakawan berinteraksi sosial. Penelitianpenelitian dari Partosuwindo dalam Andayani dan Afiatin (1992, 25) menunjukan bahwa konsep diri sangat penting bagi keberhasilan pustakawan dalam hubungan sosialnya. hal ini berarti bahwa dengan konsep diri yang positif pustakawan akan berperilaku yang positif pula sehingga ia akan mendapat umpan balik yang positif dari pemustaka. Sebagaimana konsep diri, harga diri juga berperan penting dalam perilaku pustakawan.
Coopersmith dalam Andayani dan Afiatin (1967, 25) mengatakan bahwa harga diri menentukan cara pustakawan beradaptasi terhadap tuntutan pemustaka. Kepercayaan diri, sebagaimana disebutkan sebelumnya, terbentuk melalui proses belajar pustakawan dalam interaksinya. Dalam interaksi tersebut pustakawan mendapat umpan balik yang dapat berupa reward dan punishment. Melalui pengalaman-pengalaman tersebut pustakawan akan mendapat gambaran tentang siapa dirinya, dan inilah yang disebut dengan konsep diri. Menurut Walgito dalam Andayani dan Afiatin (1993, 25) mengatakan bahwa terbentuknya konsep diri akan mempengaruhi harga diri pustakawan. Melalui konsep dirinya ini pustakawan mengavaluasi pengalamanpengalamannya yang berkaitan dengan penerimaan dan penghargaan pemustaka terhadap pustakawan. Bila umpan balik yang diperolehnya positif, maka pustakawan akan mengembangkan harga diri yang baik pula terhadap dirinya sendiri.
2.1.7 Gaya Kelekatan Konsep Diri
dan
Konsep diri merupakan suatu asumsi-asumsi atau skema diri mengenai kualitas personal yang meliputi penampilan fisik (tinggi, pendek, berat, ringan, dan sebagainya), kondisi psikis (pemalu, kalm, pencemas dan sebagainya) dan kadang-kadang juga juga berkaitan dengan tujuan dan motif utama. konsep diri dapat dikatakan merupakan sekumpulan informasi kompleks yang berbeda yang dipegang oleh pemustaka tentang pustakawan menurut Baron dan Byrne dalam Andayani dan Afiatin (1994, 25). Andayani dan Afiatin (1999, 26) membagi gaya kelekatan menjadi tiga yaitu gaya kelekatan aman, cemas, dan menghindar. Ciri-ciri gaya kelekatan aman yaitu mempunyai model mental diri sebagai orang berharga, penuh dorongan, dan mengembangkan model mental pemustaka sebagai orang yang bersahabat, dipercaya, responsi, dan penuh kasih sayang. Pustakawan dengan gaya lekat aman akan mengembangkan model mental diri atau skema diri positif. Skema diri berisi tentang pengetahuan diri yang diorganisasikan dan berisi
tentang belief pemustaka yang akan membantu mengarahkan pemrosesan informasi yang relevan dengan diri menurut Brehm dan Kassin dalam Andayani dan Afiatin (1993, 24). Skema diri ini pada dasarnya mencerminkan semua pengalaman yang relevan dengan ‘diri’; semua pengetahuan diri pada saat ini, memori diri, dan konsepsi mengenai apa yang disukai dan tidak disukai di masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Apabila skema diri ini mempunyai kesempatan untuk berkembangan maka pustakawan akan lebih akurat dalam melakukan memproses informasi yang relevan dengan diri. Informasi yang relevan dengan diri akan diberikan perhatian yang proporsional, terekam dalam memori, dan akan mudah untuk diingat kembali. Hal ini disebut dengan self-relevance effect. Gaya lekat menghindar mempunyai kharakteristik model mental diri sebagai pustakawan yang skeptis, curiga, dan memandang pemustaka sabagai orang yang kurang mempunyai pendirian dan model mental sosial sebagai pustakawan yang merasa tidak percaya pada kesediaan orang lain, tidak
nyaman pada keintiman, dan ada rasa takut untuk ditinggal menurut Collins dan read dalam Andayani dan Afiatin (1991, 26). Pustakawan dengan gaya kelekatan cemas mempunyai kharakteristik model mental sebagai pustakawan yang kurang pengertian, kurang percaya diri, merasa kurang berharga, dan memandang pemustaka mempunyai komitmen rendah dalam hubungan interpersonal (Simpson dalam Budi Andayani dan Tina Afiatin, 1990). Pustakawan dengan gaya kelekatan menghindar dan cemas, akan mengembangkan skema diri yang negatif, sehingga hanya akan memproses informasi dalam rangka melindungi harga diri, sehingga informasi yang diproses sebatas yang relevan dengan perlindungan harga diri. Informasi yang mengancam harga diri cenderung diseleksi. Bias dalam kognisi diri disebut dengan self serving bias. Ketiga macam gaya kelekatan bukanlah hal yang saling terpisah, tetapi lebih merupakan kecenderungan-kecenderungan. Pustakawan jika dengan gaya kelekatan aman pada dasarnya mereka juga akan memiliki gaya kecemasan menghindar
dan cemas, hanya saja kadarnya atau kualitasnya berbeda. 2.2 Komunikasi Interpersonal 2.2.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal mempunyai banyak definisi sesuai dengan presepsi ahli-ahli komunikasi yang memberikan batasan pengertian. Stewart (1977) sebagai mana dikutip Parks (2008:3) mendefinisikan komunikasi interpersonal menunjukan adanya kesediaan untuk berbagi aspek-aspek unik dari diri individu. Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampak dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy, 2003:30). Menurut Mulyana (2000:73), komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Dari definisi di atas peneliti dapat mengemukakan
pengertian yang sederhana, bahwa komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antar pustakawan dengan pemustaka baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi interpersonal merupakan proses pertukaran informasi di antara pustakawan dengan pemustaka yang dapat diketahui langsung feedbacknya. dengan bertambahnya pustakawan dan pemustaka yang terlibat dalam komunikasi, menjadi bertambah persepsi pemustaka dalam kejadian komunikasi sehingga bertambah kompleks komunikasi tersebut (Arni Muhammad dalam Nurhayati Surbakti, 2000). 2.2.2 Manfaat Interpersonal
Komunikasi
Komunikasi interpersonal memiliki manfaat, yaitu dapat meningkatkan hubungan pustakawan dengan pemustaka. Dalam hidup bermasyarakat pustakawan bisa memperoleh kemudahan-kemudahan dalam hidupnya karena memiliki banyak sahabat. Melalui komunikasi interpersonal, juga pustakawan dapat berusaha membina hubungan yang baik,
sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflikkonflik diantara pustakawan, apakah dengan tetangga teman kantor, atau pemustaka. Komunikasi interpersonal di perpustakaan juga dapat diterapkan agar hubungan diantara pustakawan dengan atasan, pustakawan dengan pustakawan, dan pustakawan dengan pemustaka. Komunikasi interpersonal dapat meningkatkan hubungan kemanusiaan dan bermasyarakat diantara pihakpihak yang malakukan komunikasi. Jika pustakawan melakukan komunikasi interpersonal dengan pemustaka terjalin baik maka pustakawan akan terjauh dari persepsi pemustaka yang kurang baik dan pemustaka merasa senang. 2.2.3 Komunikasi Interpersonal Yang Efektif Menurut Liliweri dalam bukunya komunikasi antar pribadi mengutip pendapat Devito (1976: 13) mengenai ciri-ciri komunikasi interpersonal yang efektif yaitu: 1.Keterbukaan (openness) adalah kemampuan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima
di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada komunikasinya. Dimana komunikator adalah pustakawan, memperkenalkan diri dan menawarkan diri untuk menanyakan apa yang sedang dibutuhkan oleh komunikan adalah pemustaka. Aspek kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang menjemukan. Bila ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang komunikator ucapkan, komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Jika dihubungkan dengan perpustakaan maka dimana pustakawan harus lebih aktif kepada pemustaka yang pasif. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui
bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab atasnya. Dimaan pustakawan harus bertanggung jawab terhadap ucapannya dan pesan yang di berikan kepada pemustaka. 2.Empati (empathy) adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah merasakan bagi orang lain. Jika dihubungkan dengan perpustakaan makan dimana pustakawan mengetahui kesusahan atau kesulitan yang dirasakan oleh pemustaka. 3.Dukungan (supportiveness) adalah hubungan interpersonal yang efektif bilamana terdapat sikap mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskripti bukan evaluasi, spontan bukan startegik. 4.Rasa positif (positiveness) adalah seseorang pustakawan harus memiliki perasaan
positif terhadap dirinya, mendorong pemustaka lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. 5.Kesetaraan (equality) adalah dimana ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk dusumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain. Jika dikaitkan dengan perpustakaan dimana pemustaka dan pustakawan mendapatkan manfaat dari komunikasi interpersonal yang mereka lakukan. Menurut Tubbs dan Moss sebagaimana sebagai mana yang dikutip oleh Rakhmat (1996: 34) bahwa komunikasi yang efektif akan berlangsung apa bila memenuhi lima hal seperti berikut ini, 1.Pengertian 2.Kesenangan 3.Pengaruh pada sikap 4.Hubungan yang semakin baik 5.Tindakan Menurut Devito (1995: 38-44) dalam bukunya yang berjudul
“The Interpersonal Communication Book” mengatakan bahwa komponen dari efektivitas komunikasi interpersonal, yaitu A Humanistic Model of Interpersonal Effectiveness dan A Pragmatik Model of Interpersonal Effectiveness. Pendekatan humanistik berorientasi pada interaksi manusia yang penuh makna, jujur dan memuaskan, sedangkan pragmatis berorientasi pada perilaku positif yang digunakan saat berkomunikasi untuk mencapai tujuan komunikasi. 1.Humanistic Model Ada lima aspek dalam pendekatan humanis untuk mencapai efektivitas dalam komunikasi interpersonal, meliputi: Keterbukaan (openess), Empati (empathy), Dukungan (supportiveness), Sikap positif (positiveness), dan Kesetaraan (equality). Aspek-aspek ini pernah dikutip oleh Alo Liliwery pada bukunya yang berjudul komunikasi antar pribadi. 2.Pragmatic Model Model ini juga ada lima pendekatan untuk mencapai komunikasi interpersonal yang efektif secara pragmiatis, yaitu:
a.Keprcayaan diri (convidence) Adalah disaat berkomunikasi ditandai dengan adanya rasa nyaman, inisiatif untuk membuka saluran komunikasi , sikap dan pemikiran yang fleksibel, dan terkontrol. Sebaliknya bila tidak memiliki kepercayaan diri, komunikator akan merasa cemas, tegang, takut, dan merasa tidak nyaman. b.Kesegeraan (immediacy) Adalah dimana aspek ini menunjukan rasa ketertarikan dan ada tidaknya perhatian lawan bicara dengan isi pembicaraan. Penting bahwa kedua belah pihak, baik komunikator maupun komunikan menaruh perhatian penuh pada lawan bicara saat berkomunikasi agar kebersamaan komunikasi terpelihara. c.Pengelolaan interaksi (interaction management) Adalah kemampuan mengatur pembicaraan agar alus dan alur komunikasi dapat berjalan lancar. Kemampuan ini berkaitan dapat dengan kontrol diri seseorang atas kesan atau citra diri yang ditampilkannya terhadap
orang lain atau yang disebut dengan self-monitoring. Seseorang yang memiliki selft-monitoring tinggi dapat menguasai situasi, mengatasi kecemasan dalam berkomunikasi dan memelihara berlangsungnya komunikasi secara efektif. d.Ekspresif (expresiveness) Adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran dengan cara-cara yang tepat, baik secara verbal maupun nonverbal. Sama halnya dengan aspek keterbukaan dalam pendekatan humanistik, sikap dan perilaku yang ekspresif memerlukan tanggung jawab dalam pikiran, berperasaan, dan memberikan respon pada orang lain. e.Orientasi pada orang lain (other orientation) Adalah kemampuan seseorang untuk menunjukan perhatian dan ketertarikannya pada obyek pembicaraan orang lain. Menurut dari ketiga pakar tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dari para ahli tersebut adalah:
1. Keterbukaaan dan kepercayaan diri 2. Empati dan pengertian 3. Sikap positif dan pengruh dari sikap 4. Tindakan dan orientasi pada orang lain 5. Hubungan semakin baik dan pengelolaan interaksi Perbedaan dari para ahli tersebut adalah: 1. Dukungan 2. Kesetaraan 3. Kesenangan 4. Hubungan yang semakin baik 5. Kesegeraan 6. Ekspresif Untuk menciptakan komunikasi interpersonal yang efektif terdapat dua faktor penting yang harus dimiliki oleh pustakawan, yaitu kredibilitas komunikator, dan daya tarik komunikator. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikasi tentang sifat-sifat pustakawan. Menurut Effendy dalam Surbakti (1989) dalam definisi ini terkandung dua hal, yaitu kredibilitas adalah persepsi pemustaka dan kerdibilitas berkenaan dengan sifat-sifat pustakawan, yang
2.2.4 Pengaruh Kredibilitas Pustakawan Dalam Komunikasi Interpersonal
kerabat, atau keluarga. dalam melayani pemustaka, penerapan komunikasi yang efektif akan membantu dalam membentuk persepsi dan sikap pemustaka terhadap prilaku pustakawan, sehingga diperlukan kredibilitas pustakawan sebagai komunikator untuk membuat pemustaka merasa nyaman. Membentuk pustakawan yang memiliki kredibilitas yang baik dalam berkomunikasi perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut, di antaranya: kepercayaan diri, kebersatuan, daya ekspresi, dan orientasi terhadap pemustaka di mana keempat hal tersebut akan menacapai sebuah komunikasi yang efektif menurut De Vito dalam Andayani dan Afiatin (1997, 11). Pada kenyataannya, seringkali kegiatan komunikasi interpersonal diabaikan dan dianggap kurang penting oleh perpustakaan.
Pustakawan yang mampu melakukan komunikasi interpersonal yang efektif harus dapat membuat pemustaka nyaman dan memiliki pengalaman yang baik selama melakukan kegiatan di perpustakaan untuk dapat dengan senang hati menceritakan pengalaman baiknya tersebut kepada teman,
Pustakawan menganggap bahwa pada saat pemustaka datang ke perpustakaan, pemustaka hanya membutuhkan pelayanan yang baik dan menyenangkan dari pustakawan, tidak lebih dari itu. Padahal selain melakukan kegiatan di perpustakaan, pemustaka juga ingin didengarkan keluhan dan
selanjutnya disebut sabagai komponen-komponen kredibilitas. Efektivitas komunikasi interpersonal banyak dipengaruhi oleh kemampuan pustakawan, di mana pustakawan harus senantiasa menciptakan komunikasi interpersonal yang berkualitas sekaligus efektif. Kredibilitas puatakawan sebagai komunikator akan menentukan kualitas dan efektifitas komunikasi di antara keduanya. kualitas dan efektivitas komunikasi secara otomatis akan berdampak terhadap sikap pemustaka dalam memandang perpustakaan. Dalam hal ini, komunikasi diharapkan dapat membantu pembentukan sikap positif dari pemustaka.
harapannya terhadap perpustakaan, yang mana hal tersebut dapat diketahui oleh pustakawan melalui kegiatan komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh pustakawan dengan pemustaka. Melalui komunikasi interpersonal tersebut perpustakaan dapat membentuk dan kemudian memperkuat sikap positif pemustakawan terhadap perpustakaan dan citra pustakawan. Watzlawick, Beavin, dan Jackson dalam Surbakti (2008, 4) mengemukakan lima aksioma dasar mengenai komunikasi interpersonal yaitu: 1. Pustakawan tidak bisa berkomuniaksi, karena pada saat berkomunikasi pustakawan akan senantiasa mempengaruhi persepsi pemustaka. 2. Setiap percakapan, betapapun singkatnya, meliputi dua pesan, yaitu sebuah pesan isi dan sebuah pesan hubungan. Bila pustakwan dan pemustaka saling berinteraksi melalui suatu kegiatan komunikasi, masing-
masing akan mengaitkan informasi pada yang lain dan secara bersamaan, masing-masing juga akan membalas informasi tersebut pada tingkat yang lebih tinggi. 3. Interaksi dalam berkomunikasi selalu diorganisasikan ke dalam pola-pola yang mempunyai arti oleh para komunikator yaitu pustakawan, yang disebut dengan pengelompokan. 4. Dalam berkomunikasi, baik pustakawan dan pemustaka cenderung akan menggunakan kode-kode digilat (bahasa) dan kodekode analog (seperti: ekspresi wajah, atau emosi dalam suara). Meskipun kode-kode digital dan analog berada satu sama lain, keduanya digunakan bersama-sama dan tidak dapat lain, keduanya digunakan bersama-sama dan
tidak dapat dipisahkan dalam suatu komunikasi interpersonal yang sedang berlangsung 5. Komunikasi interpersonal berhubungan dengan pencocokan ataupun pengkaitan pesanpesan dalam suatu interaksi. 2.3
Kepuasan Pemustaka
Kepuasan pemustaka dapat diartikan sebagai suatu keadaan dalam diri pemustaka atau sekelompok pemustaka yang telah berhasil mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan dan dinginkan. Ada beberapa faktpr yang mempengaruhi kepuasan pemustaka yaitu: 1. Selalu tersenyum dalam melayani pemustaka adalah wajah tenaga perpustakaan sudah seharusnya diwarnai dengan senyuman. Karena dengan senyuman yang tulus dari lubuk hati akan dapat :
- membangun situasi yang menyenangkan mengakrabkan hubungan antara pemustaka dan tenaga perpustakaan. - mencairkan suasana yang kurang baik. mempermudah untuk pemencaran informasi - memperlancar untuk memperoleh dukungan 2. Luncurkan program kenal dan sayang adalah pemustaka harus selalu menyapa dan menghormati pustakawan karena pustakawan berhak dilayani oleh pemustaka. 3. Totalitas memberikan layanan adalah pustakawan harus melayani pemustaka hingga kebutuhannya terpenuhi dan pustakawan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemustaka.
2.4
Kerangka Pemikiran
Untuk mencapai kepuasan pemustaka apabila adanya komunikasi interpersonal yang efektif antara pemustaka dan pustakwan. Konsep diri ini dapat mempengaruhi langsung terhadap kepuasan pemustaka tetapi konsep diri juga tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka yaitu harus melalui komunikasi interpersonal pustakawan dahulu untuk mendapatkan kepuasan terhadap pemustaka. 2.5
Hipotesis
Konsep diri dapat mempengaruhi secara langsung terhadap kepuasan pemustakaan dan juga tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka melainkan harus melalui komunikasi interpersonal terlebih dahulu. Jika komunikasi interpersonal pustakawan efektif dan memiliki konsep diri yang efektif untuk mempengaruhi komunikasi interpersonal tersebut maka akan tercapai kepuasan yang dirasakan oleh pemustaka. Berdasarkan
pemikiran tersebut maka ada dua hipotesis yaitu: Hipotesis 1: H1.0: Kosep diri pustakawan tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka. H1.1: Konsep diri pustakawan dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka. Hipotesis 2: H2.0: Konsep diri pustakawan melalui komunikasi interpersonal tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka. H2.1: Konsep diri pustakawan melalui komunikasi interpersonal dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka.
3. Metode Penelitian 3.1
Desain Penelitian
Menurut Erwan (2007:25) desai penelitian adalah rencana tentang bagaimana suatu penelitian akan dilakukan. Desain penelitian berfungsi memberikan panduan kepada peneliti tentang bagaimana suatu penelitian akan dilakukan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian atau hipotesis yang dibuat diawal penelitian. 3.1.1 Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, menggunakan penelitian deskriptif kuantitatif adalah memberikan gambaran fenomena yang diamati dengan lebih detail misalnya disertai data numerik, karateristik, dan pola hubungan antar variabel. 3.2
Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi Populasi menurut Arikunto (1999:115) adalah keseluruhan subjek penelitian. Apa bila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Dalam penelitian ini, populasi yang akan diteliti adalah pengunjung perpustakaan Daerah Kota Cirebon yaitu mahasiswa yang menjadi anggota di perpustakaan ratarata pada satu tahun. Hasil dari rata-rata tiap tahun diperoleh populasi 3000 orang. 3.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang detail (Arikunto, 1999:117). Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan rumus Solvin dikarenakan jumlah populasi yang begitu besar. N n= 1+Ne2 Dimana: n: ukuran sampel N: ukuran populasi e: kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditoleransi sebesar (1%, 5%, 10%) Maka sampel yang akan diambil adalah: 3000 n= 1+3000(0,1)2 n = 96
Jadi jumlah sampel diambil 96 orang. 3.2.3 Teknik Sampel
2. Jenis data Penelitian ini menggunakan skala data ordinal. Menurut Erwan (2007 : 57) data ordinal adalah dimana data penomeran obyek diurutkan menurut dari tingkatan yang rendah ketingkat tertinggi. Namun meski ada urutan (tinggi-rendahnya) akan tetapi kita tidak tahu jarak sesungguhnya dari setiap tingkatan atau urutan itu.
yang
Pengumpulan
Penelitian ini untuk menentukan sampel digunakan teknik insidental. Sugiono (2009:85), disebutkan bahwa insidential adalah teknik penelitian sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. 3.3 Sumber data dan jenis data 1. Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, menurut Erwan (2007 : 20) data primer adalah data yang diperoleh dari respon secara langsung. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh melalui pembagian kuesioner kepada responden yaitu pengunjung perpustakaan.
3.4 Teknik Data
Pengumpulan
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa kuesioner. Menurut Sulistyo-Basuki (2006 : 155) kuesioner adalah pertanyaan terstruktur yang diisi sendiri oleh responden untuk memperoleh data, kuesioner disebarkan kepada pengunjung perpustakaan yang telah menjadi sampel penelitian. 3.5
Variabel Penelitian 1. Dalam penelitian ini, ada tiga variabel yang di gunakan yaitu
variabel bebas (independen variabel), variabel terikat (dependent variabel), variabel interverning (variabel antar) Variabel bebas (independen variabel) Menurut Erwan (2007: 17) variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab berubahnya variabel dependen. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah konsep diri pustakawan. Konsep diri adalah salah satu cara untuk melihat kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali diri dan kekuatan atau kelemahan dirinya agar dapat menerima masukan dan kritikan dari orang lain.
Variabel terikat (dependent variabel) Menurut Erwan (2007:17) variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kepuasan pemustaka. Kepuasan pemustaka menurut kotler (1994) adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Variabel antar (intervening variabel) Menurut Erwan (2007: 18) adalah variabel yang secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara variabel independen dan
dependen menjadi satu hubungan yang tidak langsung dan sulit diamati. Dalam penelitian ini variabel antaranya adalah komunikasi interpersonal pustakawan. Komunikasi Interpersonal adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengiriman pesan dengan penerima baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel ini dimaksudkan untuk menjabarkan variabel penelitian kedalam indikator yang terperinci, kemudian diuraikan menjadi indikator empiris yang meliputi: Variabel bebas dalam penelitian adalah konsep diri dengan indikator wilayah terbuka
(open area), wilayah buta (blind area), wilayah tersembunyi (hidden area), wilayah tak dikinali (unknown area). Variabel antara Variabel antara dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal dengan indikator keterbukuan (openness), empati (empathy), dukungan (supportiveness), kesetaraan (equality). Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepusan pemustaka. 3.5.1 Definisi Konseptual Definisi konseptual definisi konsep secara bisa dipahami sebagai yang ditemukan di Dalam penelitian ini konseptual adalah:
adalah mudah definisi kamus. definisi
Komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian dan penerimaan pesan antara pengirim pesan dan penerima baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsep diri adalah salah satu cara melihat kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengenali diri dan kekuatan atau kelemahan dirinya agara dapat menerima masukan dan kritikan dari orang lain. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. 3.5.2 Definisi Operasional Definisi operasional ini dimaksudkan untuk menjabarkan variabel penelitian kedalam indikator yang terperinci, kemudian diuraikan menjadi indikator empiris yang meliputi Variabel bebas dalam penelitian ini dalah konsep
diri dengan indokator wilayah terbuka (open area), wilayah buta (blind area), wilayah tersembunyi (hidden area), wilayah tak dikenali (unknown area). Variabel antara dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal dengan indikator keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (supportiveness), kesetaraan (equality) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan pemustaka meliputi selalu tersenyum dalam melayani pemustaka, luncurkan program kenal dan sayang, totalitas memberikan
layanan, strategi penanganan keluhan yang efesien. 3.6
Skala Pengukuran
Penelitian ini menggunakan skala likert. Menurut Erwan (2007:63) skala likert digunakan untuk mengukur opini atau persepsi responden berdasarkan tingkat persetujuan atau ketidak setujuan. Dalam Skala Likert ini, setiap jawaban setiap item intrumen diberi skor dengan skala 1-4, yaitu: a. Sangat Tidak Memuaskan = 1 b. Tidak Memuaskan = 2 c. Memuaskan = 3 d. Sangat Memuaskan = 4 3.7
Pengolahan Data
Menurut Erwan (2007 : 97) pengolahan data adalah dimana dalam proses memperoleh data dan ringkasan menggunakan rumus. Tahapan-tahapan pengolahan data adalah: 1. Editing Pada tahap ini yang dilakukan adalah memeriksa daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah diisi oleh responden. Tujuan proses
editing adalah meminimalkan kesalahan yang mungkin terjadi saat wawancara sehingga apabila masih bisa diulang maka diulang. 2. Coding Sebelum peneliti melakukan data entry, peneliti harus melakukan koding atau membuat code book. Coding adalah kegiatan mengorganisasi data ke dalam kategori-kategori tertentu agar mudah di analisa. Sedangkan buku kode adalah buku yang membuat daftar kode dari data. 3 Tabulasi Tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Diperlukan kehati-hatian dan ketelitian dalam melakukan tabulasi agar tidak terjadi kesalahan.
dilakukan dengan menggunakan rumus pearson product moment. 3.8
Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari kuesioner kemudian dianalisis secara statistik. Dalam penelitian ini, digunakan analisis kuantitatif yang dibantu dengan menggunakan program SPSS atau EXCEL. SPPS tersebut adalah suatu program komputer yang dapat memproses data statistik secara cepat dan tepat. Analisis data ini dilakukan untuk mendiskripsikan jawaban mengenai komunikasi interpersonal dan konsep diri terhadap kepuasan pemustaka. 3.8.1 Uji Vadilitas dan Uji Relibilitas 1. Uji Validitas dan Uji Relibilitas Uji Validitas Uji ini digunakan untuk mengetahui bagaimana valid setiap pertanyaan yang ada di kuesioner. Pengecekan
Uji Relibilita Uji ini untuk mengetahui bagaimana relibilitas dari setiap variabel dalam angket digunakan uji belahan, yaitu membagi pertanyaan menjadi dua, belahan pertama (X) adalah butir pertanyaan bernomor ganjil sedangkan belahan kedua (Y) adalah butir pertanyaan bernomor genap. Pengecekan dilakukan menggunakan rumus pearson product moment (Sugiono, 2009 : 183). Untuk mengetahui relibilitas instrumen digunakan rumusan korelasi spear men brown (Sugiono, 2009 : 131). 1.8.2 Uji Hipotesis Penelitian 1. Regresi Sederhana Dalam penelitian ini, digunakan analisis regresi
sederhana untuk menganalisis variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat). Analisis regresi sederhana ini bertujuan untuk memprediksi berapa besarnya pengaruh antara variabel konsep diri antara variabel kepuasan. Hal tersebut dapat ditulis dengan rumus:
Y = a + bX Y = variabel dependen (kepuasan pemustaka) X = variabel independen (konsep diri) a = intersep b = koefisien variabel x Uji hipotesis ini terhadap nilai statistika t merupakan uji signifikansi parameter individual. Pengujian hipotesis ini dapat dilakukan dengan mudah melalui program SPSS atau EXCEL agar memudahkan dalam penghitungan. Uji hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu dimana: 1. Jika t hitung > t tabel maka variabel bebas (konsep diri) berpengaruh terhadap variabel terikat (kepuasan pemustaka). 2. Jika t hitung < t tabel maka variabel bebas
(konsep diri) tidak perpengaruh terhadap variabel terikat (kepuasan pemustaka). 2. Analisis Jalur analysis)
(path
Analisis jalur (path analysis) dikembangkan oleh Sewall Wright (1934) path analysis digunakan apabila secara teori kita yakin berhadapan dengan masalah yang berhubungan sebagai akibat. Tujuan analisis ini adalah menerangkan akibat langsung seperangkat variabel, sebagai variabel penyebab, terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat. Sebelum melakukan analisis, sebaiknya diperhatikan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Hubungan antara variabel haruslah linier dan adaktif 2. Semua variabel residu tidak mempunyai korelasi satu samalain 3. Pola hubungan yang tidak melibatkan arah pengaruh yang timbal balik
4. Tingkat pengukuran semua variabel sekurang-kurangnya adalah interval. Setelah dilakukan analisis regresi kemudian dilakukan analisis jalur. Analisis ini digunakan untuk mengukur apakah variabel komunikasi interpersonal berpengaruh langsung terhadap kepuasan pemustaka yaitu mahasiswa yang menjadi anggota perpustakaan Daerah Kota Cirebon atau harus melalui konsep diri dahulu agar berpengaruh. 4. Analisis Hasil Penelitian 4.1 Analisis Regresi Analisis regresi dalam penelitian ini menggunakan regresi linear sederhana. Analisis regresi linier sederhana untuk menganalisis satu variabel independent dan satu variabel dependent. Analisis ini bertujuan untuk memprediksi seberapa jauh variabel konsep diri berpengaruh terhadap variabel kepuasan pemustaka. Dalam penelitian ini untuk memudahkan dalam perhitungan, regresi linier
sederhana ini dihitung dengan bantuan SPSS versi 16.0 Berdasarkan Tabel 2.44 dapat diketahui persamaan regresi linear sederhananya yaitu bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara variabel konsep diri dengan variabel kepuasan pemustaka dengan nilai koefisien sebesar 0,088. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa apabila konsep diri pustakawan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon tidak baik dalam memberikan layanan kepada pemustaka, maka kepuasan pemustaka juga akan menurun dan pemustaka akan merasa tidak puas dengan layanan yang mereka peroleh. 4.2 Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui pengaruh atau tidaknya dari variabel konsep diri pustakawan terhadap kepuasan pemustaka, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 16,0 pada tabel 2.44, dapat diketahui t-hitung sebesar 0,870. Sedangkan t-tabel dapat diketahui dengan melihat tabel t untuk uji 2 sisi sebesar 1,986. Sehingga dapat disimpulkan
Coefficientsa Standar dized Unstandardize Coeffici d Coefficients ents Model 1
B
Std. Error
Beta
(Cons 36.264 4.935 tant) Kons -.039 ep diri
.217
t
Sig.
7.34 .000 8 -.019
-.181 .857
a. Dependent Variable: komunikasi interpersonal
bahwa nilai t hitung < t tabel, yaitu 0,870 < 1,986. Hal ini berarti bahwa H1.0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa konsep diri pustakawan tidak dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka. 4.3 Analisis Jalur (Path Analysis) Dalam penelitian ini setelah dilakukan analisis regresi kemudian dilanjutkan dengan analisis jalur. Analisis jalur ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel konsep diri berpengaruh secara langsung atau tidak terhadap variabel kepuasan pemustaka. Dalam penelitian ini untuk analisis jalur digunakan program SPSS untuk memudahkan dalam perhitungan. Adapun hasil analisis jalur ini dapat dilihat pada Tabel 2.45 berikut : Tabel 2.45
Hasil Analisis Jalur Variabel Konsep Diri Terhadap Komunikasi Interpersonal Berdasarkan pada Tabel 2.45 dapat diketahui bahwa hasil analisis jalur antara konsep diri dengan komunikasi interpersonal diperoleh nilai sebesar 0,019. Sedangkan hasil analisis jalur untuk komunikasi interpersonal terhadap kepuasan pemustaka dilihat pada Tabel 2.46 berikut Tabel 2.46 Hasil Analisis Jalur Komunikasi Interpersonal Terhadap Variabel Kepuasan Pemustaka Coefficientsa Standar dized Unstandardized Coefficie Coefficients nts Std. Error
Model
B
1
(Constant)
20.313 7.219
Konsep diri
.220
.253
.088
.870
Komunikasi interpersonal
.253
.120
.213
2.108 .038
a. Dependent kepuasan
Beta
t
Sig.
2.814 .006
Variable:
Berdasarkan Tabel 2.46 dapat diketahui bahwa hasil Analisis jalur untuk komunikasi Interpersonal terhadap variabel kepuasan pemustaka diperoleh nilai sebesar 0,213. Keseluruhan hasil analisis jalur ini dapat digambarkan sebagai berikut.
.386
Gambar 4.3 Diagram Path Analysis Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak Langsung Konsep Diri terhadap Kepuasan yang dimediasi oleh Variabel Komunikasi Interpersonal Komunikasi Interpersonal 0,019 0,213
Konsep Diri
0,088
Kepuasan Pemustaka
Berdasarkan Gambar 4. dan berdasarkan hasil analisis memberikan nilai standardized coefisien beta konsep diri (path 1), pada persamaan linier sebesar 0,019 dan signifikan pada 0,857 sehingga konsep diri berpengaruh positif dengan komunikasi interpersonal. Dari persamaan regresi berganda didapatkan nilai standardized coefisien beta komunikasi interpersonal (path 2) sebesar 0,213 dan signifikan pada 0,038
sedangkan nilai standardized coefisien beta konsep diri sebesar 0,088 dan signifikan pada 0,386. hal ini berarti konsep diri melalui komunikasi interpersonal dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka. 5.
Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah berdasarkan hasil analisis jalur memberikan nilai standardized coefisien beta konsep diri (path 1), pada persamaan linier sebesar 0,019 dan signifikan pada 0,857 sehingga konsep diri berpengaruh positif dengan komunikasi interpersonal. Dari persamaan regresi berganda didapatkan nilai standardized coefisien beta komunikasi interpersonal (path 2) sebesar 0,213 dan signifikan pada 0,038 sedangkan nilai standardized coefisien beta konsep diri sebesar 0,088 dan signifikan pada 0,386. hal ini berarti konsep diri melalui komunikasi interpersonal dapat langsung berpengaruh terhadap kepuasan pemustaka.
5.2 Saran Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut, maka mendapatkan beberapa saran yang dapat di jadikan tolak ukur atau pertimbangan untuk memperbaiki konsep diri dalam komunikasi interpersonal pustakawan terhadap kepuasan pemustaka di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon dan bermanfaat untuk pembaca. Adapun saran-sarannya sebagai berikut: 1. Diharapkan bagi pustakawan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon harus lebih tidak canggung lagi pada saat memberikan pelayanan kepada pemustaka baik dalam hal peminjaman buku, pengembalian buku, dan memberikan informasi kepada pemustaka. 2. Diharapkan bagi pustakawan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon harus lebih aktif lagi dalam menjelaskan tentang informasi yang ada di perpustakaan kepada pemustaka.
3. Diharapkan bagi pihak Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon menyediakan data tentang keanggotaan perpustakaan agar membantu penelitian yang ingin meneliti di Badan Perpustakaaan dan Kearsipan Daerah Kota Cirebon. Daftar Pustaka Achmad. 2009. Menuju Kepuasan Pemustaka (Towards Library Users’ Satisfaction). http: // palimpsest.fisip.unair.ac.id/i mages/pdf/achmad.pdf. [diakses 22 Mei 2012]. Alo Liliweri. 1991. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Ali Muhidin Sambas dan Maman Abdurrohman. 2009. Analisis Korelasi Jalur dalam Penelitian. Jakarta: Pustaka Setia. Aw. Surwanto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Avian Fadilla Helmi. 1999. “Gaya Kelekatan dan Konsep Diri”. Jurnal Pisikologi. No. 1, hal. 9-17. Budi Andayan dan Tina Afiatin. 1996. “Konsep Diri, Harga Diri, dan Kepercayaan Diri
Remaja”. Jurnal Pisikologi. No. 2, hal. 23-30. Burhan Bugi. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Deddy Mulyana. 2002. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Endang Fatmawati. 2010. The Art Of Library: Ikatan Esai Bergizi Tentang Seni Mengolah Perpustakaan. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Erwan Agus Purwanto. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Gava Media. Harfi Cagara. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jalaludin Rakhmat. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. M. Iqbal Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurhayati Subakti, et, al. 2008. Pengaruh Kredibilatas Pegawai Dalam Komunikasi Interpersonal Terhadap Sikap Nasabah Pada Perusahaan. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol. 4, No. 1, hal. 1-13. Onong Uchjana Effendy. 2002. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. ____________________. 2009. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sulistio – Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. ______________. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Stephen W. Littel John. 2009. Teori Komunikasi: Theories Of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika. Tri Rejeki Andayani. 2009. Efektifitas Komunikasi Interpersonal. Semarang: UNDIP.
PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP KINERJA PUSTAKAWAN DI PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Haminati Sharikha Dinahaji* Pembimbing : Drs. Aan Permana, M.M
Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang *e-mail :
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertolak dari permasalahan di lapangan yaitu pemberian insentif pada pustakawan yang bertujuan mendorong kinerja pustakawan, namun fakta yang ada insentif menjadi sesuatu yang berwujud namun dirasakan semu oleh pustakawan karena dianggap hanya sebagai hak mutlak, bukan sebagai kompensasi atas pekerjaan. Hal ini menjadi kontradiktif antara tujuan awal dengan yang terjadi di lapangan. Tujuan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja pustakawan di perpustakaan. Subjek dalam penelitian ini adalah insentif yang meliputi insentif material dan nonmaterial, sekaligus berperan sebagai variabel bebas, sedangkan objeknya adalah pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, sebagai variabel terikat. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif deskriptif yang menggunakan seluruh populasi sebagai sampel. Responden merupakan seluruh pustakawan yang memiliki jabatan fungsional yaitu sebanyak 25 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner disertai observasi berupa wawancara sekilas dengan responden. Analisis data menggunakan uji korelasi dengan rumus Spearman-Brown dilanjutkan dengan regresi linear sederhana. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja pustakawan tidak begitu signifikan, hanya sebesar 26,7%. Berdasarkan observasi, hal ini karena pemberian insentif dianggap sudah merupakan hak, serta ada faktor-faktor lain yang mungkin juga berpengaruh pada kinerja pustakawan. Namun pada beberapa responden menyatakan bahwa pemberian insentif merupakan salah satu motivasi terbesar selain faktor-faktor lainnya. Kata kunci : insentif, motivasi kerja, kinerja ABSTRACT This study is departed from the problem in the field namely providing incentive to the librarians with aiming to encourage their performance. But the fact is that incentive is tangible but it has no sense to the librarians
since it is considered as the absolute right, not as compensation for their job. This becomes contradiction between the original purposes to what happens in the field. The objective of this research is to find out how much the effect of incentive on the performance of librarians in the library. The subject of this study is the incentive that includes material and nonmaterial incentives which is acting as independent variable, while the object is the librarian at the Regional Library of Central Java Province as the dependent variable. The type of study is descriptive quantitative research which uses the entire population as sample. Respondents are all librarians who have functional positions by 25 people. Data collection technique uses questionnaire with observation in the form of brief interview with respondents. The data analysis uses correlation test with Spearman-Brown formula followed by a simple linear regression. The result of data analysis indicates that the effect of providing incentives on the performance of librarians is not very significant, only 26.7%. Based on observation, it is because providing incentives is considered as a right and there are other factors which may also affect the performance of the librarian. However, several respondents state that the provision of incentives is one of the greatest motivations in addition to other factors. Keywords: incentive, motivation, performance PENDAHULUAN Perpustakaan sebagai lembaga pelayanan jasa kepada masyarakat dengan menyandang kelima fungsi tersebut semestinya memiliki perhatian untuk mengutamakan kinerjanya. Pustakawan adalah pemeran utama dalam sebuah perpustakaan, untuk mencapai target pemberian layanan prima kepada pengguna, maka pustakawan harus senantiasa meningkatkan kinerja dan memberikan layanan terbaik kepada pengguna, karena tingkat kinerja pustakawan berbanding lurus dengan pemenuhan kebutuhan pengguna. Penilaian kinerja idealnya dilakukan secara berkala dalam internal organisasi. Setiap perpustakaan berhak menentukan indikator kinerjanya sendiri, namun secara internasional sudah ditetapkan standar pengukur kinerja perpustakaan yaitu yang diterbitkan dalam ISO 11620. Dengan indikator ini diharapkan perpustakaan dapat memberikan yang terbaik dan menciptakan iklim kerja yang kompetitif. Terdapat banyak faktor yang dapat mendukung peningkatan kinerja, antara lain motivasi. Motivasi ada bermacam-macam, diantaranya motivasi dari dalam diri, motivasi dari lingkungan kerja, dan motivasi dari atasan. Menurut Taylor dalam Hasibuan (2000 : 104), konsep dasar teori motivasi, adalah seorang
akan bersedia bekerja dengan baik, bila orang berkeyakinan akan memperoleh imbalan yang ada kaitannya langsung dengan kerjanya. Insentif merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan motivasi. Untuk mendongkrak motivasi demi meningkatkan kinerja ini, banyak lembaga atau institusi yang memberikan kompensasi berupa insentif sebagai imbalan atas kinerja yang memenuhi target. Tujuan pemberian insentif adalah sebagai perangsang motivasi petugas perpustakaan demi peningkatan kinerja. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan pegawai berpengaruh signifikan terhadap kinerja, namun demikian tidak sedikit pula perusahaan yang menilai bahwa pemberian insentif tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaannya. Hal ini terjadi di lembaga – lembaga milik pemerintah. Ada kemungkinan hal ini juga terjadi di perpustakaan yang notabene tingkat kompetensi kerja tidak setinggi di perusahaan – perusahaan milik swasta. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih ada keluhan dari masyarakat tentang rendahnya kualitas layanan di perpustakaan. Pemberian insentif yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja pustakawan ini diharapkan tepat sasaran, maka sejatinya diperlukan evaluasi internal sebuah organisasi
dalam penerapan berkesinambungan.
kebijakan
ini
secara
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah memiliki 25 orang pustakawan, serta pemberian insentif kepada pustakawan sudah lama diberlakukan, maka peneliti memilih mengadakan penelitian di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian insentif terhadap peningkatan kinerja pustakawan, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah”. INSENTIF Kebanyakan individu bekerja dengan tujuan untuk mencari nafkah, maka selain bekerja adalah sarana aktualisasi dirinya, di sisi lain dia juga menginginkan imbalan yang sesuai dengan keahlian dan pekerjaannya. Kompensasi selain sebagai alat pemenuhan kebutuhan materiil, dewasa ini juga dikaitkan dengan gengsi atau melambangkan prestise seseorang. Menurut Marwansyah, insentif adalah uang dan atau barang yang diberikan kepada karyawan, diluar gaji/upah pokok, berdasarkan kinerja individu atau organisasi. (Marwansyah, 2010 : 9) Menurut Mangkunegara, insentif adalah suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi atau dengan kata lain, insentif kerja merupakan pemberian uang diluar gaji yang dilakukan oleh pihak pemimpin organisasi sebagai pengakuan terhadap prestasi kerja dan kontribusi karyawan kepada organisasi. (Mangkunegara, 2009 : 89) Pada dasarnya insentif ini adalah penghargaan yang diberikan kepada karyawan yang melaksanakan pekerjaan sesuai atau melebihi target yang telah ditetapkan. Hasibuan mengelompokkan insentif berdasarkan jenisnya menjadi 3 jenis, yaitu
1) Materiil Insentif : alat motivasi yang diberikan itu berupa uang dan atau barang yang mempunyai nilai pasar; jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya kendaraan, rumah dan lain-lainnya. 2) Nonmateriil Insentif : alat motivasi yang diberikan itu berupa barang/benda yang tidak ternilai; jadi hanya memberikan kepuasan/kebanggaan rohani saja. Misalnya medali, piagam, bintang jasa, dan lain-lainnya. 3) Kombinasi Materiil dan Non Materiil : alat motivasi yang diberikan itu berupa materiil (uang dan barang) dan nonmateriil (medali dan piagam); jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan/kebanggaan rohani. (Hasibuan, 2007 : 99) Dessler menyatakan bahwa insentif berupa uang merupakan alat utama untuk memotivasi pegawai. (Dessler, 1984 : 412) Pelaksanaan sistem upah insentif dimaksudkan perusahaan terutama untuk meningkatkan produktivitas karyawan, dan mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap berada dalam perusahaan. Dengan demikian upah insentif sebenarnya merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam bentuk uang. (Ranupandojo dan Suad Husnan, 1996 : 161) KINERJA PUSTAKAWAN Kinerja adalah capaian prestasi kerja individu maupun kelompok dalam suatu pekerjaan dengan tujuan yang telah ditentukan bersama sebelumnya. Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. (Prawirosentono, 1999 : 2) . Hampir sama dengan pengertian kinerja yang lain, menurut Mangkunegara kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2009 : 67)
Kinerja suatu perpustakaan dapat diukur dengan jelas apabila perpustakaan tersebut memiliki tujuan yang jelas pula. Penilaian kinerja pustakawan mutlak diperlukan agar perpustakaan mengetahui sejauh mana capaian tujuan, membandingkan dengan standart kinerja, serta dapat menentukan langkah – langkah apa yang selanjutnya akan ditempuh untuk perbaikan lebih lanjut. Penilaian kinerja diharapkan dapat berdampak positif pada kinerja perpustakaan. Dalam penilaian kinerja dikenal standar kinerja (performace standard). Standar ini sebagai tolok ukur penilaian itu sendiri untuk mengetahui keberhasilan atau ketidakberhasilan kinerja. Standar kinerja juga berfungsi sebagai sarana motivasi pustakawan untuk mencapainya. Kinerja perpustakaan memiliki standar berdasarkan ISO 11620. Menurut ISO 11620 tahun 1998, aspekaspek penilaian kinerja pustakawan yaitu : 1. Kepuasan pemakai 2. Pemanfaatan anggaran 3. Penyediaan dokumen (ketersediaan / penggunaan) 4. Penemuan kembali dokumen (kecepatan temu balik) 5. Peminjaman dokumen 6. Pengiriman dokumen dari luar (silang layan perpustakaan) 7. Layanan referensi (rerata pertanyaan yang terjawab dengan benar) 8. Penelusuran informasi (berhasil atau tidaknya penelusuran lewat katalog) 9. Pendidikan Pemakai 10. Fasilitas (ketersediaan / penggunaan) 11. Pengadaan dokumen 12. Pengolahan dokumen 13. Pengatalogan 14. Promosi Layanan 15. Penggunaan SDM
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi. Penelitian deskriptif korelasi artinya seluruh data yang diperoleh dari penelitian ini akan digunakan untuk melihat hubungan antar dua variabel yang diteliti. (Nawawi, 1994 : 108).
Penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. (Sugiyono, 2000 : 62) Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 25 orang pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian insentif berupa insentif material di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sudah lama diberlakukan, namun demikian insentif nonmaterial belum banyak diperhatikan dan digunakan, hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menyatakan bahwa insentif jenis ini berupa penghargaan, rotasi, penempatan sesuai keahlian dan pendidikan tidak sesering insentif material. Kekuatan pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sebesar 26,7%, hal ini dapat dilihat di tabel regresi linear sederhana. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan terhadap 25 responden dalam meneliti pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah : 1. Pemberian insentif berupa insentif material di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah sudah lama diberlakukan, namun demikian insentif nonmaterial
belum
banyak
diperhatikan
dan
digunakan, hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang menyatakan bahwa insentif jenis ini berupa penghargaan, rotasi, penempatan sesuai keahlian dan pendidikan tidak sesering insentif material. 2. Pelaksanaan pemberian insentif sudah berjalan baik, hal ini dapat terbukti dari jawaban sebagian
responden
yang
menyatakan
memiliki peran dalam memotivasi untuk
memberi
pelayanan
insentif
1. Peningkatan insentif baik material insentif
pustakawan
berupa honorarium tambahan, uang lembur, dan
bahwa prima
terhadap
lain sebagainya, maupun nonmaterial insentif
pengguna.
berupa pujian, penempatan posisi sesuai kapabilitas
3. Kekuatan pengaruh pemberian insentif terhadap
pustakawan yang bersangkutan, atau memberikan
kinerja
Daerah
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan
Provinsi Jawa Tengah sebesar 26,7%, hal ini dapat
memberikan pengalaman. Hal ini berkaitan dengan
dilihat di tabel regresi linear sederhana.
hasil penelitian yang menyatakan bahwa pengaruh
Saran
insentif terhadap kinerja hanya sebesar 26,7%.
pustakawan
di
Perpustakaan
Hasil penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Insentif
Terhadap
Kinerja
Pustakawan
di
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah” menyatakan bahwa ada pengaruh antara insentif dengan kinerja pustakawan. Berdasarkan pada hasil tersebut maka penulis memberi saran yang sekiranya
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
pertimbangan dalam rangka perbaikan kinerja pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa
Dengan peningkatan insentif diharapkan kinerja pustakawan di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah akan semakin baik. 2. Berdasarkan penelitian ini yang menyatakan bahwa pengaruh pemberian insentif terhadap kinerja hanya sebesar 26,7%, maka dapat dijadikan bahan penelitian berikutnya tentang variabelvariabel lain yang kemungkinan mempengaruhi kinerja selain insentif.
Tengan dan bagi penelitian berikutnya. Adapun saran tersebut sebagai berikut : DAFTAR PUSTAKA Badan Kepegawaian Negara. 2006. Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya. Jakarta : Badan Kepegawaian Negara. Dharma, Surya. 2005. Manajemen Kinerja : Falsafah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Dessler, Garry. 1984. Manajemen Personalia. Jakarta : Erlangga. Flippo, Edwin .B. 1984. Manajemen Personalia Edisi ke 6 jilid 2. Jakarta : Erlangga Handoko, T Hani. 1995. Manajemen. Yogyakarta:BPFE. ----------. 2002. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE. Hasibuan, Malayu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Aksara. ----------. 2007. Organisasi dan Motivasi : Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta : Bumi Aksara. ----------. 2007. Manajemen : Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta : Bumi Aksara. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : Alfabeta. Moekijat, 1989. Manajemen Kepegawaian. Bandung : Mandar Maju. Nasution, Mulia. 1994. Manajemen Personalia. Jakarta : Djembatan. Natajumena, Rakhmat dan Sukarman. 2000. Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Nasional Propinsi. Jakarta : Perpustakaan Nasional RI. Nawawi, Hadari. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta : Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Prawirosentono, Suyadi. 1999. Manajemen Sumberdaya Manusia : Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta : BPFE. Ranupandojo, Heidjarachman dan Suad Husnan. 1996. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE. Siagian, P. Sondang. 1984. Pengembangan Sumber Daya Insani. Jakarta : Gunung Agung. ----------. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Bumi Akasara Sirait, Justine T. 2006. Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta : Grasindo. Soeatminah. 1992. Perpustakaan, Kepustakawanan, dan Pustakawan. Yogyakarta: Kanisius. Sofyandi, Herman. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sudarno. 2009. Data Analysis Part II. Semarang : Undip Sudjana.2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito. Sugiyono. 2000. Metode Penelitian Administratif.Bandung:Alfabeta. ----------. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Sutarno, N.S. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta : Sagung Seto. Terry, George R. Dan Leslie W. Rue. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta : Bumi Aksara. Usmara. 2008. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Amara Books. Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta : Salemba Empat http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/.../7528.pdf
PENGARUH PENGADAAN BAHAN PUSTAKA TERHADAP KEPUASAN PEMUSTAKA DI KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI Oleh
: Dewi Lestari
Pembimbing : Drs. P Anggardjitono Pras Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Email
:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini berjudul “ Pengaruh pengadaan Bahan Pustaka terhadap Kepuasaan Pemustaka di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonogiri “. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasaan pemustaka. Variabel dari penelitian ini adalah pengadaan bahan pustaka (X) dan kepuasan pemustaka (Y). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif. Jumlah populasi adalah 10.800 orang, sementara sampel dalam penelitian ini berjumlah 99 orang. Penarikan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan kuesioner. Teknik pengolahan dan analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan alat bantu pengolahan program SPSS versi 20. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagian besar pemustaka memberikan tanggapan yang positif terhadap Pengadaan Bahan Pustaka dan kepuasan pemustaka. Hal ini ditunjukkan dengan prosentase pengadaan bahan pustaka berjumlah 48% dan 56% pada kepuasaan pemustaka. Uji Hipotesis menggunakan uji t. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa hipotesis diterima karena 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 ൌ 7.024 > 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 ൌ 1.66071 sehingga dapat disimpulkan bahwa 𝐻𝐻Ͳ ditolak dan 𝐻𝐻ͳ diterima artinya ada pengaruh yang signifikan antara pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasan pemustaka. Kata Kunci : Pengadaan Bahan Pustaka dan Kepuasan Pemustaka
Abstract This research entitle “The Influences of Books Provision To Users’ Satisfaction in Archive Office and Local Library of Wonogiri Regency”. The reseach aims to know and analyze the influences of books provisions to users’ satisfaction. Variables of this reseach are books provision (X) dan users’ satisfaction (Y). The method used in this research is quantitative method. The number of population is 10.800 people, meanwhile the number of research’s sample is 99 people. The sample drawing is conducted by using purposive sampling. Data collecting menthod that is used is observation and questionaire. Technique of data tabulation and data analysis used is descriptive quantitative by means of SPSS 20 program. The conclusion of this research is that most of the users give good responses to books provision and users’ satisfaction. These are shown by the percentage of books provision that is at 48% and the percentage of users’ satisfaction that is at 56%. The result of regression test shows that there is 1point increase at X value which will result value of Y in the amount of 0,689. Based on the result of hipothesis test, it shows that 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 ൌ 7.024 > 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑙𝑙𝑒𝑒 ൌ 1.66071. thus it can be concluded that 𝐻𝐻Ͳ is rejected an 𝐻𝐻ͳ is accepted. It means that there is significant influence between variable influences of book provision and variable users’ satisfaction . Keyword : Influences of Books Provision and Users’ Satisfaction
1.
Pendahuluan
Pada hakikatnya perpustakaan umum mempunyai empat fungsi, yaitu : (1) Sebagai pusat informasi yang menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, (2) tempat menyimpan dan menyediakan tulisan-tulisan tentang kebudayaan masa lampau, masa kini dan sebagai pengembangan kebudayaan dimasa yang akan datang, (3) Sebagai media pendidikan untuk mengembangkan dan menunjang pendidikan non formal diluar sekolah, universitas dan sebagai pusat kebutuhan penelitian, dan (4) perpustakaan melakukan fungsi pendidikan yaitu dalam hal kegiatan mencerdaskan, dan menanamkan budaya membaca masyarakat. Bertolak dari fungsi perpustakaan tersebut, maka perpustakaan sebagai salah satu lembaga yang bertugas menyediakan informasi bagi pengguna diharapkan mampu memenuhi kepuasan pemustaka dalam memeperoleh informasi yang dibutuhkan. Menurut Kotler (1999 : 52), kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan pelanggan akan puas. Sedangkan menurut Kotler dalam Suprananto (2006:234) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Salah satu usaha yang dapat dilaksanakan oleh suatu perpustakaan memenuhi kepuasan pemustaka dalam memeperoleh informasi yang dibutuhkan adalah adanya pengadaan bahan pustaka yang terencana dan terarah, dan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna yang dilayani dalam menunjang keberhasilan program perpustakaan. Kegiatan pengadaan dapat dilakukan dengan pembelian, hadiah, tukar menukar, terbitan sendiri atau titipan. Kegiatan pengadaan bahan pustaka tergantung pada proses seleksi atau akuisisi. Koleksi perpustakaan harus terbina dari suatu seleksi yang sistematis dan terarah disesuaikan dengan tujuan, rencana, dan anggaran yang tersedia. Pada prinsipnya pengadaan bahan pustaka di setiap perpustakaan mempunyai tugas mengadakan dan mengembangkan koleksi-koleksi yang
menghimpun informasi dalam segala macam bentuk, seperti buku, majalah, brosur, tukar menukar maupun pembelian (Soeatminah,1992:27). Dapat dikatakan bahwa pengadaan bahan pustaka adalah suatu proses kerja untuk mengindentifikasi dan menghimpun bahan-bahan yang sesuai untuk dijadikan koleksi di setiap perpustakaan. Kegiatan pengadaan bahan pustaka telah sering dilakukan oleh berbagai perpustakaan untuk meningkatkan kepuasan pemustaka dalam memeperoleh informasi yang dibutuhkan. Salah satu perpustakaan umum yang melakukan pengadaan bahan pustaka adalah Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonogiri. Pada tahun 2011 Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonogiri melakukan pengadaan bahan pustaka yang dananya berasal dari APBD. Jumlah biaya pengadaan adalah Rp 85.000.000,- dengan jumlah 140 judul, 1.400 eksemplar dan Rp 14.000.000,- dengan jumlah 200 judul, 400 eksemplar. Karena jumlahnya di bawah Rp 100.000.000,- maka cara pengadaan bahan pustaka dengan penunjukkan langsung. Menurut Perpres no 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah bab I pasal 1 ayat 31 penyebutkan bahwa penunjukan langsung adalah metode pemilihan penyedia barang atau jasa dengan cara menunjuk langsung satu (1) penyedia barang atau jasa. Penunjukan langsung adalah cara pengadaan bahan pustaka melalui pihak ke tiga atau perusahaan yang bergerak di bidang penjualan buku. Kegiatan pengadaan bahan pustaka tidaklah mudah dilakukan, karena dalam kegiatan pengadaan bahan pustaka harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pengguna perpustakaan sehingga koleksi perpustakaan dapat bermanfaat bagi pengguna. Kegiatan pengadaan bahan pustaka ini dilakukan oleh tim khusus, yang tugasnya untuk menyeleksi bahan pustaka yang layak untuk dijadikan koleksi di perpustakaan. Jadi tidak semua bahan pustaka itu dapat dijadikan koleksi di perpustakaan. Koleksi yang tepat serta sesuai dengan kebutuhan akan menjamin mutu layanan perpustakaan dan menciptakan rasa puas terhadap pemustaka yang memanfaatkan koleksi yang ada diperpustakaan. Tetapi apakah kegiatan pengadaan bahan pustaka yang dilakukan oleh perpustakaan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan pengguna dan semaksimal mungkin dapat dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan.
Melihat kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti apakah terdapat pengaruh pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasan pemustaka dengan judul penelitian “Pengaruh pengadaan Bahan Pustaka terhadap Kepuasan Pemustaka di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonogiri.”
1.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pengaruh pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasan pemustaka di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Wonogiri.
2. Tinjauan Literatur 2.1 Pengadaan Bahan Pustaka
Menurut Soeatminah (1991:12) Pengadaan koleksi adalah proses menghimpun bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi suatu perpustakaan.
2.2 Kepuasan Pemustaka
Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakannya dengan harapannya. Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan pelanggan akan sangat puas (Kotler, 1999:52) Sedangkan menurut Kotler dalam Suprananto (2006:234) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapanharapannya.
3.
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Populasi dalam penelitian ini adalah 10.800 yang diambil pada bulan juni 2011 sampai dengan bulan maret 2012. Teknik penganbilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Taro yamane dengan jumlah sampel 99 responden. Teknik Pengumpulan data dengan menggunakan observasi dan kuesioner. Skala pengukuran dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah skala yang digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial berdasarkan tingkat persetujuan dan ketidaksetujuan Variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
3.1 Variabel bebas/independent variable
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang disebut sebagai variabel bebas adalah pengadaan bahan pustaka. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah : ragam koleksi, jumlah koleksi, ketersedian Koleksi.
3.2 Variabel terikat / dependent variable
Variabel bebas adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi sebab karena adanya variabel bebas.Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepuasan pemustaka.Dalam penelitian ini digunakan indikator sesuai dengan pendapat Evan (1978:167) dalam Sayekti (2010 : 11) yang meliputi : a. Kepuasan pengguna akan layanan yang diberikan. b. Besarnya kegiatan perpustakaan. c. Jenis bahan dan perbandingan dengan masingmasing kelompok pengguna. d. Perbandingan antara bahan pustaka yang dibutuhkan dengan bahan pustaka yang diperoleh.
3.3 Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data digunakan untuk mengolah data yang diperoleh dari jawaban kuesioner. Data primer adalah data langsung yang di peroleh dari responden tersebut kemudian diolah dan dilakukan pengujian hipotesa menggunakan teori persamaan regresi linear sederhana atau analisa bivariat dengan bantuan SPSS versi 20. Tahap analisis ini diawali dengan uji validitas, uji realibilitas, uji asumsi klasik (uji normalitas dan uji heteroskedasitas), analisis regresi linear sederhana dan uji hipotesis. Hipotesis dalam penelitia ini terdiri dari : 𝐻𝐻Ͳ : Variabel pengadaan bahan pustaka tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan pemustaka. 𝐻𝐻ͳ : Variabel pengadaan bahan pustaka berpengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan pemustaka.
4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Hasil pengolahan data dengan tabel SPSS.20 sebagai berikut :
4.1.1 Uji Validitas variabel X Item-Total Statistics
x1 x2 x3 x4 x5 x6
Scale Mean if Item Delete d 19.292 9 19.545 5 20.050 5 20.040 4 20.141 4 19.565 7
Scale Varianc e if Item Delete d 11.332
Correct ed ItemTotal Correla tion .475
Square d Multipl e Correla tion .307
Cronbach's Alpha if Item Deleted .812
11.108
.554
.365
.794
10.967
.527
.307
.801
10.345
.705
.638
.762
10.633
.665
.618
.771
11.085
.577
.428
.790
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,005. Uji signifikan dilakukan dengan membandingkan 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 dengan 𝑟𝑟ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 pada output yang dapat dilihat dari tabel Corrected Item Correlation. Sehingga berdasarkan hasil uji validitas pada tabel di atas, semua item dinyatakan valid karena hasil Correction ItemTotal Correction lebih besar dari 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 . Nilai 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 adalah 0,1975. 4.1.2 Uji Validitas variabel Y Item-Total Statistics
x1
Scale Mean if Item Deleted 28.8990
Scale Varianc e if Item Deleted 15.520
Correcte d ItemTotal Correlati on .722
Squared Multiple Correlati on .658
Cronbac h's Alpha if Item Deleted .780
x2
28.8182
15.926
.771
.687
.777
x3
28.8586
16.694
.713
.554
.788
x4
28.7778
17.624
.536
.390
.808
x5
29.2525
16.436
.410
.237
.833
x6
29.3232
16.099
.472
.396
.821
x7
28.7475
17.231
.648
.511
.796
x8
28.6768
18.405
.316
.273
.834
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,005. Uji signifikan dilakukan dengan membandingkan 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 dengan 𝑟𝑟ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 pada output yang dapat dilihat dari tabel Corrected Item Correlation. Sehingga berdasarkan hasil uji validitas pada tabel di atas, semua item dinyatakan valid karena hasil Correction Item-
Total Correction lebih besar dari 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 . Nilai 𝑟𝑟𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 adalah 0,1975.
4.2 Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat ukur dapat dipercaya. Hasil pengolahan data dengan tabel SPSS.20 sebagai berikut :
4.2.1 Uji Reliabilitas Variabel X Reliability Statistics Cronbach' s Alpha .818
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .819
N Items 6
of
Uji Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat ukur dapat dipercaya. Penghitungan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Cronbach’s Alpha. Variabel dapat dikatakan reliabel atau dapat dipercaya apabila nilai Cronbach’s Alpha > 0,7. Sehingga berdasarkan hasil uji reliabilitas Cronbach’s Alpha menunjukan nilai 0.818. Hasil tersebut menandakan bahwa nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,7. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasilnya adalah reliabel atau dapat dipercaya.
4.2.2 Uji Reliabilitas Variabel Y Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach' Standardized s Alpha Items N of Items .825 .844 8
Uji Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat ukur dapat dipercaya. Penghitungan reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Cronbach’s Alpha. Variabel dapat dikatakan reliabel atau dapat dipercaya apabila nilai Cronbach’s Alpha > 0,7. Sehingga berdasarkan hasil uji reliabilitas Cronbach’s Alpha menunjukan nilai 0.825. Hasil tersebut menandakan bahwa nilai Cronbach’s Alpha lebih dari 0,7. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasilnya adalah reliabel atau dapat dipercaya.
4.3 Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik digunakan untuk mengetahui apakah model regresi yang diperoleh mengalami penyimpangan klasik atau tidak dan agar model regresi memiliki distribusi yang normal. Uji asumsi klasik terdiri dari uji heteroskedastisitas dan uji normalitas. Cara yang digunakan untuk menguji penyimpangan asumsi klasik yaitu dengan menggunakan tabel SPSS 20 sebagai berikut :
4.3.1 Uji Heteroskedastisitas
Berikut hasil pengujian heterokedastisitas dengan menggunakan tabel SPSS 20 :
Coefficientsa
Unstan dardize d Coeffici ents
el
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa pengaruh pengadaan bahan pustaka terhadap kepuasan pemustaka tidak terjadi problem heterokedastisitas. Hal ini dibuktikan dengan titiktitik yang menyebar secara acak serta menyebar tinggi di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y yang tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, sehingga disimpulkan bahwa uji ini tidak terjadi problem heterokedastisitas. 4.3.2 Uji Normalitas Berikut adalah hasil pengujian normalitis dengan menggunakan tabel SPSS 20 :
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa data bergerak mengikuti arah garis atau data berada pada sekitar garis lurus sehingga dapat disimpulkan bahwa persyaratan normalitas dapat terpenuhi.
4.4 Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mencari persamaan regresi atau pengaruh antara variabel bebas (pengadaan bahan pustaka) terhadap variabel terikat (kepuasan pemustaka). Hasil pengolahan data dengan SPSS. 20 sebagai berikut :
Mod 1 ( C o n st a nt ) X
B 16 .7 06
St d. Er ror 2. 35 8
.6 89
.0 98
St an dar diz ed Co effi cie nts
Correlatio ns
Be ta
Z er oor d er
P a rt i a l
P a rt
Collin earity Statis tics T ol er a n V c I e F
.5 8 1
. 5 8 1
. 5 8 1
1. 0 0 0
.58 1
T 7 . 0 8 6
7 . 0 2 4 a. Dependent Variable: y
S i g . . 0 0 0
. 0 0 0
1 . 0 0 0
Dari tabel coefficiencents dapat diketahui nilai (a) adalah 16.706 sedangkan nilai (b) adalah 0,689 sehingga persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut : Y = a+bx Y = 16,706+0,689x Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui bahwa ada pengaruh signifikan antara variabel pengadaan bahan pustaka (X) dengan kepuasan pemustaka (Y), di mana apabila nilai pengadaan bahan pustaka (X) naik 1 point maka nilai kepuasan pemustaka (Y) akan naik 0,689. Artinya dengan semakin meningkatnya pengadaan bahan pustaka maka kepuasan pemustaka semakin tinggi.
4.5 Uji Hipotesis
Hasil pengolahan data dengan SPSS 20 sebagai berikut : Coefficientsa
Unstan dardize d Coeffici ents
Mod
el
1 ( C o n st a nt ) X
B 16 .7 06
St d. Er ror 2. 35 8
.6 89
.0 98
St an dar diz ed Co effi cie nts
Correlatio ns
Be ta
Z er oor d er
P a rt i a l
P a rt
Collin earity Statis tics T ol er a n V c I e F
.5 8 1
. 5 8 1
. 5 8 1
1. 0 0 0
.58 1
T 7 . 0 8 6
7 . 0 2 4 a. Dependent Variable: y
S i g . . 0 0 0
. 0 0 0
1 . 0 0 0
Dari hasil pengolahan di atas dapat diketahui bahwa 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 = 7.024 dan 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 = 1.66071. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 lebih dari 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 sehingga ada pengaruh antara variabel X (pengadaan bahan pustaka) terhadap variabel Y (kepuasan pemustaka). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 𝐻𝐻Ͳ ditolak dan 𝐻𝐻ͳditerima.
5
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
5.1 Berdasarkan prosentase hasil analisis deskriftif dapat diketahui prosentase setiap variabel sebagai berikut : a. Variabel pengadaan bahan pustaka (X) memperlihatkan hasil pada katagori sangat puas dengan jumlah prosentase sebesar 48% atau 48 orang. b. Variabel kepuasaan pemustaka (Y) memperlihatkan hasil pada katagori sangat puas dengan jumlah prosentase 56% atau 56 orang. 5.2 Uji analisis dengan regresi linear sederhana Pengaruh Pengadaan Bahan Pustaka (X) terhadap kepuasan pemustaka (Y) yaitu dapat diperoleh melalui persamaan Y= 16,706+0,689x. Artinya apabila setiap kenaikan 1 point pada nilai variabel pengadaan bahan pustaka (X) maka akan menghasilkan nilai variabel kepuasan pemustaka (Y) sebesar 0,689. Itu berarti apabila semakin meningkat pengadaan bahan pustaka maka kepuasan pemustaka semakin tinggi. 5.3 Uji T untuk hipotesis Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kegiatan pengadaan bahan pustaka berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pemustaka. hal ini terbukti dari hasil uji hipotesis yang menunjukkan bahwa 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 ൌ 7.024 dan 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 ൌ 1.66071. Dari hasil tersebut nilai hitung (𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 ) melampaui ሺ𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 ) karena nilai 𝑡𝑡ℎ𝑖𝑖𝑡𝑡𝑢𝑢𝑛𝑛𝑔𝑔 lebih besar dari 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑎𝑎𝑏𝑏𝑒𝑒𝑙𝑙 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 𝐻𝐻Ͳ ditolak dan 𝐻𝐻ͳ diterima yang artinya ada pengaruh yang signifikan antara variabel pengadaan bahan pustaka dengan variabel kepuasan pemustaka.
DAFTAR PUSTAKA Ghozali, Iman. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Kotler, Philip. 1999. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Sayekti, Tatik. 2010. Kepuasaan pengguna terhadap ketersediaan koleksi di perpustakaan DIII Fakultas Teknik Undip. Semarang : Universitas Diponegoro Soeatminah. 1991. Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta : Kanisius Soeatminah. 1992. Perpustakaan Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta : Kanisius Supranto. 2006. Pengukuran Untuk Kepuasaan Pelanggan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Pelajar dan Masyarakat Umum (Studi pada Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang)
Titik Purwati
Program Studi Pendidikan Ekonomi IKIP Budi Utomo Jalan SimpangArjuno 1 4-B Malang
Ern-in Soebiantoro
Arsiparis Bidang Kearsipan Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang
Abstract: Library is science and information centre that containt a/books or record based material that are well organizedfor need students andpublic society. The objective ofthis study to knows (I) Management of public library (acquisition, processing and service) in Malang regency; (2) The relation betwen public librGlY and reading interest in Malang regency; (3) The problems and the effort to solve it to increase of reading interest ofsociety. The hypothesis in this study is Good Management ofpublic library can increase afreading interestfor students and society. The population consist of826 people and as sample consist of 82 people (students and public society) by using quota sampling, and 9 public library staff by using purposive sampling technique. By using primary and scondary data, are collected by interview, documantation and questionnaire. The result ofthe qualitatif descriptive analysis is (1) The material and service are good althought the processing of library material isno! good but in general ofmanagement of public library at Malang regency is good; (2) Readzllg interest at Malang regency is high; (3) The result of analysis, There is significan relation betwen management ofpublic library and reading interest at Malang regency; (4) Among management/actors that including acquisition, proc:essing and service, just process ing factor that hasnot correlation to reading interest. Management can increase reading interest until j2,9%. And then 47, 1% are determinated by another varible. For p,xample; dutiesfrom teachers or lecturers visiting to public library. The problemfor librarian and staJ!: The large area ofMalang regency, infrastruc fUre for developing public library that still unfeasible, number of library staff and librarian that hasnot sufficient. And to solve it are: By improving of library management system, by improving and adding infrastructure and to increase profesionalism for library staff Keywords: management library, providing, processing, service, reading interest
Dalam UUD 1 945 pasal 3 1 ayat 3 tersirat bahwa negara kila ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentukjika memiliki minat baca yang besar. Apabila membaca sudah merupakan kebiasaan dan membudaya dalam masyarakat, maka buku tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi.
Menurut Tjuguk Sugiantoro Kepala Badan Perpusta kaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang (disampaikan dalam Bintek Pengelolaan Perpusta kaan Sekolah, :1009) "dengan seringnya orang mem baca buku tentang apa saja tentu akan menambah pengetahuan. Buku merupakan jalan membual seseorang menjadi pintar dan perpustakaan adalah sumbemya buku. Jadi perpustakaan adalah gudang ilmu".
140
Purwati, Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagai Upaya Meningkatkall Minat Baca Pelq/ar dan Masyarakat Umum
Belum memadainya kondisi dan pengelolaan perpustakaan di Indonesia tentu berpengaruh terhadap minat baea masyarakat terutama kalangan pelajar. Masyarakat kita eenderung memilih menonton televisi yang p enuh dengan tayangan hiburan daripada membaea. Pemerintah melalui badan Perpustakaan Arsip dan dokumen memiliki kewajiban untukmemo tivasi masyarakat agar mau datang dan mengunjungi perpustakaan, hal ini dijelaskan dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 2007 TentangPerpustakaan pada Bab XIIIpasal 50 yang berisi pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaea. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk memberikan akses bagi pelajar, mahasiswa, pegawai dan masyarakat untuk lebih deleat dengan perpustakaan, Perpustakaan merupakan gudang ilmu dall informasi baeaan, baikyang terkait dengan informasi dan pengetahuan.maupun dunia pendidikan, sehingga perpustakaan umum diharapkan dapat memudahkan pemustaka dalam meneari referensi atau rujukan sum ber i1mu yang sedang dipelajarinya, dengan demikian pemustaka dapat mengembangkan waeana serta wawasannya lebih luas iagi. Keberadaan perpusta kaan membiasakan dan melatih pemustaka untuk gemar membaea. Membaea merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam dunia iimu pengeta huan, karena membaea merupakan salah satu eara untuk mengembangkan pengetahuan dan menambah wawasan yang dimiliki. Pada umumnya pengetahuan seseorang akan bertambah dengan membaea. Dalam kaitan inilah perpustakaan hams dikem bangkan sebagai salah satu instalasi dalam meneer daskan kehidupan bangsa. Keberadaan perpustakaan Agar pemustaka dapat membaea dengan baik, diperlukan adanya sarana dan fasilitas yang memadai. Menurut Supriyadi (1 984: 145) "Pelayanan pembaea adalah memberi pelayanan pada pemakai perpusta kaan dalam menggunakan buku yang disediakan oleh perpustakaan". Peiayanan pembaea merupakan salah satu tugas dari petugas perpustakaan yang tidak dapat berdiri sendir� tetapi berhubungan erat dengan tugas lain yang ada di perpustakaan. Banyak alasan yang dikemukaan oleh masya rakat, mereka malas mengunjungi perpustakaan kare na pelayanan yang kurang, referensi yang tidak leng kap dan hanya ada buku-buku lama, terlebih lagi bila suasana perpustakaan tersebut tidak menarik, jangan kan untuk membaca, singgah saja mereka enggan.
141
Berkaitan dengan kurangnnya kesadaran dalam diri masyarakat untuk menanamkan bahwa membaea itu suatu kegiatan yang perlu dan bermanfaat, merupakan salah satu tugas bagi pengelola perpustakaan untuk dapat mengelola perpustakaan yang diminati masya rakat. Salah satu eara untuk menumbuhkan minat baea bagi generasi muda, khususnya pada perpustakaan umum Kabupaten Malang. Perlu dilakukan modemi sasi perpustakaan, baik pada tingkat manajemen pelayanan maupun kelengkapan sarana dan koleksi buku, sehingga perpustakaan umum yang sudah ada dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan, hal ini dimaksudkan agar masyarakat senang datang ke perpustakaan. Penelitian ini bertujuan untukmengeta hui: (1) pengelolaan (pengadaan, pengoJahan dan layanan) perpustakaan Umum Kabupaten Malang serta minat baca masyarakat; (2) hubungan pengelo laan perpustakan umum Kabupaten Malang dengan mina! baea masyarakat; (3) kendala yang dihadapi dan upaya untuk mengatasi kendala dalal11pengelolaal1 perpustakaan uml1m Kabupaten Malang dalam meningkatkan minat baca ma5yarakat. Penelitian ini diharapkal1 bergl1na bagi: (I) Bagi Bidang Perpustakaan pada Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang, hasil penelitian inl dapat digunakan. sebagai masukan dalam menilai suatu program yang dij alankall Pemerintah, khususnya yang berkaitan del1gan penye lenggaraan kegiatan perpustakaan; tambahan refcrensi dan masukan dalam mel1entukan kebijaksanaan terhadap penyelenggaraan kegiatan perpustakaan. (2) Bagi Para Karyawan di lingkungan Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang, dapat menambah wawasan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya. (3) Bagi masyarakat, sebagai wawasan ul1tuk lebih mengenal perpustakaan umum Kabupaten Malang, (4) Bagi Peneliti, dengan adanya penelitian ini seeara langsung maupun tidak langsung menambah pel1getahuan dan pengalaman, dalam usaha meningkatkan ketrampilan dan wawasan berpikir kritls serta kreatif terhadap pennasalahan yang dihadapi. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang men definisikan perpustakaan sebagai tempat menyimpan buku-buku, sehingga perpustakaan identik dengan buku-buku, di mana terdapat tumpukan buku sering kali diasosiasikan sebagai perpustakaan, Padahal kenyataanya perpustakaan mernpakan suatu ruangan
142
JUnlal Paradigma, Tahunxv, Nomor 30, JIlIi-Desember 2010
yang berisikan koleksi karya-karya tulis, karya ilmiah, baik yang berupa buku aiaupun nonbuku,jumal, CD, veo, dan DVO yang berisikan infonnasi. diatur seeara rapi di rak buku, rak majalah, maupun rak-rak bahan pustaka lain. Bahan-bahan pustaka tersebut diatur menurut sistem tertentu sehingga memudahkan pengunjung untuk menemukan kembali bahan pus1aka Pengertian Perpusiakaan yang tertnang dalam Bab I , Pasal l Undang-undangNomor 43 Tahun 2007 pasal I menyebutkan perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya eetak, dan atau karya rekam seeara profesional dengan sistem yang baku. Selanjutuya pasal 3 menjelaskan perpusiakaan sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, infonnasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecer dasan dan keberdayaan bangsa, dan pasal 4 menyaia kan tuj uan dari perpustakaan adalah memberikan layanan kepada pemustaks, meningkatkan kegemaran membaea, serta memperluas wawasan dan pengeta huan untuk meneerdaskan kehidupan bangsa. Zulfikar Zen (2004:5) menjelaskan bahwa untuk meningkatkan pendidikan bennutu harus dengan perpustakaan, dimana perpusiakaan sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudaya an. Menurut Bafadal (2007:3), perpustakaan adalah suatu unit ker]a dari suatu unit bada11 1embaga tertentu yang bertugas mengelola bahan-bahan pusiaka, baik berupa buku-biku maupun bukan berupa buku (non book material) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh pemakai. Oannono (2007:3) mendefinisikan perpustakaan adalah salah satu unit kerj a yang berupa tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan mengatur koleksi bahan pustaka seeara sistematis untuk digunakan oleh pemakai sebagai sumber informasi sekaligus sebagai sarana belajar yang menyenangkan Adapun untuk dapat dikalakan sebagai perpusta kaan hendaklah memiliki beberapa ciri seperti yang diterangkan oieh Bafadal (2007:2) bahwa terdapat 4 (empat) eiri perpustakaan, yaitu: (a) perpustakaan merupakan suatu unit kerja; (b) perpustakaan menge lola sejumlah bahan pustaka; (c) perpustakaan harus digunakan oleh pemakai; (d) perpustakaan sebagai sumber informasi. Mengingat betapa pentingnya keberadaan per pustakaan sebagai salah satu sarana/media yang amat efisien dan efektif untuk mendapatkan inforlllasi. Perpustakaan merupakan bagian integral dari lembaga
pendidikan sebagai tempat kumpulan baban pustaka, baik berupa buku maupun bukan buku, Dalam Keputusan Presiden RI nomor I I tahun 1989, disebutkan bahwa "perpusiakaan merupakan salah satu sarana pelestarian bahan pustaka sebagai hasil budaya dan mempnnyai fungsi sebagai sumber infasi ilmu pengetahuan, teknologi dan kebudayaan dalam rangka meneerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pelaksanaan pembangunan nasiona!. Pengertian perpustakaan mengarahkan kepada hal yang mcndasar sebagai berikut: hakikat pelpusta kaan sebagai pengelola dan sarana pelestarian bahan pusiaka; fungsi perpustakaan sebagai wahana dan keberdayaan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi ilmu pengelahuan, teknologi dan kebudaya an, serta tujuan perpustakaan sebagai sarana untuk meneerdaskan kehidupan bangsa dan menunjang pembangunan nasiona!. Untuk dapat mel\iadi suatu perpusiakaan yang baik sesuai dengan tujuan dan fungsinya perlu adanya suatu sistem yang baku dan tepat dalam pengelolaan perpustakaan. Pengelola perpustakaan dapat berino vasi dengan mcmasukkan unsur-unsur rekr"asi dan edutaiment ke dalam lembaga ini. Tidak melulu kon servatifyang hanya berupa tempat menyimpan buku buku. Misalnya dibuat taman bermain, tempat menon ton video, layanan internet (hotspot) dan kantin biar anak-anak senang berkunjung dan betah, bisa juga membuat suatu lombapenulisan kreatifsertamemper banyak buku pelajaran komik yang bisa merangsang anak agar bergairah membaca. Menurut Darmono (2007:25) agar tujuan dan fungsi perpustakaan dapat tereapai dengan baik sesuai dengan sasaran yang telah ditentukan maka perpusta kaan perlu dikelola dengan baik sesuai dengan prinsip prinsip manajemen. Oleh karena itu semua jenis koleksi informasi dalam bentuk buku, laporan,jumal, CD dan lain-lain yang ada di perpustakaan sebaiknya dikelola dengan eara sistematis sehingga bisa ditemu kan kembali dengan mudah (retrieval system). Lebih lanjut Darmono (2007) menyatakan ling kup pekerja di perpustakaan meliputi pengadaan (ac quisition), pengolahan (processing) dan pelayanan (services). Pengadaan koleksi perpustakaan dilaku kan untuk meningkatkan koleksi yang sudah ada sebe lumnya. Pengadaan koleksi tidak terbatas hanya buku saja iapijuga majalahijumaVnewsletter, ed/vcd, kaset, dan lain-lain yang memang sangat diperlukan oleh lembaga yang bersangkutan. Pengadaan koleksi
Purwati, Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagai Up�ya Meningkatkan Minat Baca Pelajar dan Masyarakat Umum
diperpustakaan dapat dilakukan dengan cara: (a) Pem belian koleksi bahan pustaka, bisa dilakukan oleh pustakawan dengan persetujuan atasan. Masukan untukjudul-judul baban pustaka yang akan dibeli bisa didapat dari staf/program lain yang memang membutuhkan, atau pembeliah bahan pustaka dapat dilakukan langsung perorangan (dengan ketentuan bahan pustaka yang dibeli memang benar-benar dibutuhkan); (b) Tukar menukar, dapat dilakukan dengan lembagalisntitusi lain yang mengeluarkan baban pustaka yang diperlukan, (c) Hadiah, biasanya ada lembaga-lembaga tertentu yang mengeluarkan bahan pustaka dan memberikannya dengan gratis kepada lembaga-lembaga yang membutuhkan, (d). Mengajukan permintaan kepada lembaga tertentu. Pengolahan koleksi yang ada diperpustakaan dilakukan sesuai denganjenis koleksi tersebut, misal nya buku, majalab/jumal, CD, kliping dan lain sebagai nya. Inti dari pengolahan perpustakaan adalab agar kita dapat dengan mudab menemukan kembali doku men.buku yang ada diperpustakaan. Pengolahan ini ada beberapa cara antara lain: (a) Pengolaban buku, (b) Pengo!ahan maja!ah dan terbitan berseri. Pengolahan buku dengan cara: (a) Registrasi buku ke buku induk (untuk mengetahui jUlnlah buku, prosiding, laporan yang diterima per pustakaan setiap bulanisetiap tahun dan mengetahui berapa eksemplar yang diterima). Me!akukan pen dataan awal buku yangmasuk, dan diberi nomor induk sesuai dengan kebijakan lembaga. (b) Subjecting dan klasifikasi, melakukan penentuan subjek untuk buku yang sudah di daftar dan menentukan nomor klasiftkasi yang sesuai dengan subjek buku tersebut. Klasifikasi yang umum dipakai adalah Dewey Decimal Classi fication (DDC), model klasifikasi lain misalnya Uni versal Decimal Classification (UDC), Infolera (klasifikasi khusus subjek lingkungan), HURIDoc (klasifikasi khusus subjek Human Rights), dan lain lain. (c ) Data entry koleksi yang sudah didata dan rliklasifikasi ke program database perpustakaan. (d) Label diberikan untuk memudabkan mengelompokan dokumen sesuai dengan subjekuya masing-masing di rak. (e) Shelving. Penempatan dokumen (buku) yang telah d ilabel sesuai dengan subj eknya /nomor klasiftkasinya. Pengolahan majalah dan terbitan berseri, pada dasamya hampir sama dengan mengo lah buku, tapi juga tergantung kreativitas pengelola informasi, biasa nya dilakukan dalam mengolab informasi dalam bentuk
143
jumal/majalah yaitu: (a) Weeding, pemilahan bahan pustaka yang masih digunakan dan yang sudah tidak digunakan. Pemilaban ini dilakukan setabun sekali (j ika diperlukan) dan koleksiyang disingkirkan biasa nya 5-7 tabun ke bawah, sesuai dengan kebijakan lembagalpengolab informasi lembaga yang bersang kutan (b) Regis!asi semua judul majalah dan terbitan berseri yang ada di perpustakaan. (c) Membuat da tabase artikel terbitan berserijikadiperlukan, (d) Entri artikel yang diperkirakan perlu masuk ke dalam da tabase. Dntuk artikel yang masuk ke dalam data base biasanya difokuskan pada subjek yang paling banyak dicari dan digunakan . (e) Binding (Penjilidan), bind ing ini umumnya dilakukan setahun sekali Cf) Shelv ing, penyusunan koleksi berdasarkan abjad. Selain menyimpan dan mengolah infonnasi yang ada diperpustakaan, salah satu tugas perpustakaan dan pengelola informasi adalah pelayanan infoffilasi. Pelayanan informasi perpustakaan bisa dilakukan baik terbuka maupun tertutup. Terbuka, artinya pela yanan informasi terbuka bagi siapa saja yang memer lukan dan tidak terbatas pada kelompok tertentu, koleksi yang ada bisa diakses langsung ke jajaran koieksi. Tertutup, maksudnya pelayanan hanyadiper untukan bagi stafintemal di suatu lembaga saja. Peng guna luar lembaga hanya bisa menggandakan infor masi yang ada dan tidak bisa mengakses langsung ke jajaran koleksi. Layanan perpustakaan adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menyiapkan segala sarana agar mempermudah perolehan informasi maupun bahan pustaka yang dibutuhkan pemustaka. Layanan per pustakaan dapat pula berarti: (a) Pengorganisasian secara teratur dan sistematik melalui kegiatan penca tatan, pendaftaran, pengklasifikasian, pengkatalogan, dan penyiapan bahan-bahan pustaka dalam rak-rak serta penyusunan semua bahan pustaka yang ada dalam perpustakaan; (b) Sis:em peminjaman semua fasilitas perpustakaan yang diperuntukkan bagi pe mustakalpengguna perpustakaan, dengan cara cepa!, tepat dan semudah mungkin, sebagai suatu tugas layanan perpustakaan yang berhubungan langsung dengan pemustakanya. Fungsi tujuan perpustakaan adalab menyediakan layanan kepada pemustaka agar bahan pustaka yang terkumpul dan telah diolab sedemikian rupa sesuai dengan aturan yang berlaku dapat sampai ke tangan pepustaka secara cepat dan tepat. Fungsi layanan meliputi: (a) informatif, perpustakaan dapat .
144
Jurnai Paradigma, TahunXV, Nomor 30, Juli-Desember 2010
menyediakanlmemberikan informasi dengan cara cepat, tepat dan terbaru; (b) edukatif, perpustakaan menyediakan bahan pustaka untuk mellambah ilmu pengetabuan; (c ) inspiratif, perpustakaan harus me nyediakan baban pustaka untuk bisa mendatangkan inspirasi dan imajinasi bagi si pengguna. Syarat-syarat pada layanan baban pustaka Agar tujuan dapat tercapai: (a ) Pencatatan kegiatan dilaku kan secara teratur; (b) Prosedur yang dianut seder hana, mudah diikuti dan tidak menimbulkan masalah; (c) Pekerjaan dapat dilakukan dengan cepat dan tepat; (d ) Keamallan koleksi dapat dijaga dengan baik. Ullsur-unsur yang menunjang layanan: (a ) Koleksi bahan pustaka yaitu bahan-bahan buku dan non buku yang bisa dimanfaatkan seefektifmungkin dan seefisien pula. Jadi bukan sebagai pajangan, pameran atau hiasan, tetapi lebih pada pengembangan dan pengorganisasialillya; (b ) Fasilitas yaitu kemu dahan berupa sarana dan prasarana yang tersedia termasu k ragam layanan; (c ) Petugas yaitu orang orang yang menghubungkan bahan-bahan koleksi perpustakaan atau dengan seorang tenaga ablinya atau pustakawan dan setiap orang yang memiliki hubungan secara langsung terhadap pustakawan. (d). Pemakai yaitu orang-orang yang membutuhkan infor masi dari berbagai kai:lngan masyarakat baik secara individual maupun kelompok yang memanfaatkan layanan perpustakaan. Kegiatan rutin perpustakaan: salah satH kegiatan utama atou jasa perpustakaan adalah peminjaman buku atan materi lainnya, kegiatan peminjaman ini sering disebut dengan nama sirkulasi yang artinya peminjaman. Bagian ini, terutama mejasirkuiasi,sering kali dianggap sebagi ujung tombakjasa perpustakaan. Karena bagian inilah yang pertama kali berhubungan dengan pemakai serta paling sering digunakan pema kai, oleh karena itu unjuk kerja staf sirkulai sangat berpengaruh terhadap perpustakaan. Layanan sirkulasi adalah suatu kegiatan layanan peminjaman dan pengembalian koleksi buku yang me ngatur peredaran bahan pustaka seeara terorganisir melalui sistem, eara atau pencatatan yang sesuai dengan kebijakan perpustakaan iti! sendiri. Adapun kegiatan sirkulasi meliputi: (a) Menyelenggarakan administrasi peminjaman sesuai dengan sistem layan an;(b) Mendaftar anggota, perpanjangan keanggotaan dan pengullduran diri anggota perpustakaan; (c) Me minjamkan serta mengembalikan buku dan memper panjang pemilljaman; (d ) Mengadakan pengawasan
terhadap koleksi buku-buku (termasuk buku yang hilang dan rusak); (e) Menyusun dan mengatur kem bali bahan pustaka yangtelah digunakan oleh pemus taka; (f) Membuat laporan seluruh kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan sirkulasi, (g) Membuat grafik; Cf) Mengawasi urusan penitipan tas, jaket dan sebagainya milik pengunjung; Tujuan Perpustakaan
Tujuan utama penyelenggaraan perpustakaan umum adalah sebagai salah satu saranaimedia untuk meningkatkan dan mendukung kegiatan pendidikan masyarakat yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembangunan suatu daerab. Di mana tujuan perpustakaan adalah meningkat kan pengetahuan dan pendidikan bersama-sama dengan unsur-unsur pendidik lainnya. Namun seeara operasional tujuan perpustakaan umum adalah: ( 1 ) Memupuk rasa cinta, kesadaran, dan kebiasaan membaca. (2) Membimbing dan mengarahkan teknik memabami isi bacaan. (3) Memperluas pengetahuan. (4) Membantu mengembangkan keeakapan berba hasa dan daya pikirpara pemusta.1m dengan menyedia kan bahan bacaan yang bermutu. (5) Membimbing para pemustaka agar dapat menggunakan dan meme lihara bahan pustaka dengan baik.(6) Memberikan dasar-dasar ke arah studi mandiri. (7) Memberikan kesempatan kepada para pemustaka untuk belajar bagaimana cara menggunakan perpustakaan dengan baik, efektifdan efisien, terutama dalam menggunakan bahan-baban referensi. Fungsi Perpustakaan
Berdasarkan tujuan perpustakaan fungsi utama perpustakaan daerah adalah sebagai lembaga layanan bahan pustaka dan informasi kepada masyarakat untuk kepentingan pendidikan, informasi dan pene rangan, rekreasi dan hiburan sehat, maka dapat dirumuskan beberapa fungsi perpustakaan daerah, sebagai berikut: Fungsi Edukatif
Yang dimaksud dengan fungsi edukatif adalah perpustakaan menyediakan bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka yang mampu membangkitkan minat baea, mengembangkan daya ekspresi, mengembangkan kecakapan berbahasa, mengembangkan gaya pikir yang rasional dan kritis
Purwat� Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Pelajar dan Masyarakat Umum
sertamampu membimbing dan membina para pemus taka dalam hal eara menggunakan dan memelihara bahan pustaka dengan baik. Fungsi Informatif
Yang dimaksud dengan fungsi infonnatif adalah perpustakaan menyediakan bahan pustaka yang memuat informasi tentang berbagai eabang ilmu pengetahuan yang bennutu dan uptadate yang disusun seeara teratur dan sistematis, sehingga dapat memu dahkan para petugas dan pemakai dalam meneari infonnasi yang diperlukannya. FungsiAdministratif
Yang dimaksudkan dengan fungsi administratif ialah perpustakaan harus mengerjakan peneatatan, penyelesaian dan pemrosesan bahan-bahan pustaka serta menyelenggarakan s irkulasi yang praktis, efektif, dan efisien. Fungsi Rekreatif
Yang dimaksudkan deng� fungsi rekreatifialah perpustakaan disamping menyediakan buku-buku pe ngetahuan juga perlu menyediakan buku-buku yang bersifat rekreatif (hiburan) dan bermutu, sehingga dapat digullakan para pembaca untuk mengisi waktu senggang, baik oleh pemustaka. Fungsi Penelitian
Yang dimaksudkan dengan fungsi penelitian ialah perpustakaan menyediakan bacaan yang dapat dijadi kan sebagai sumber/obyek penelitian sederhana dalam berbagai bidang studio KAJlAN MINAT BACA
Seearaumum minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang ber usaha untuk mencari ataupun meneoba aktivitas aktivitas dalam bidang tertentu. Minatjuga diartikan sebagai sikap positifterhadap aspek-aspek lingkung an. Minat sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati suatu aktivitas disertai dcngan rasa senang. Mina! mengandung arti keinginan memperhatikan atau melakukan sesuatu. Minat juga berarti sesuatu yang disenangi tanpa terikat atau !erpaksa.
145
Membaca adalah proses untuk mell1peroleh pengertian dari kOll1binasi beberapa huruf dan kata. Membaca merupakan kemampuan dan keterampilan untuk membuat suatu penafsiran !erhadap bahan yang dibaca. Yang dimaksud dengan kepandaian membaca tidak hanya menginterpretasikan huruf-huruf. gambar gambar, dan angka-angka saja, akan tetapi yang lebih luas daripada itu ialah kemampuan sescorang untuk dapat memahami makna dari sesuatu yang dibacanya. Karena itulah membaca merupakan kegiatan intelek tual yang dapa! ll1endatangkan pandangan, sikap, dan tindakan yang positif. Fungsi dari membaca itu sendiri dapatmembuka cakrawala pengetahuan menjadi Icbih luas, pengetahuan kita menjadi bertambah banyak sehingga menjadi manusia yang tidak picik. Gentur Prihantono Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dalam bimbingan teknis pustakawan se-Jawa timur (2009) menyat1kan bahwa kebijakan pemerintah dalall1 pembinaan dan pengembangan minat baca mengarah pada penggu naan bahan bacaan dengan pelatihan bimbingan mem baca dan penggunaan literature. Diungkapkan pula, penyebab kurangnyaminat baca adalah: (1) Kita lebih senang mendengar dan terbiasa belajar dongeng, kisah, adat istiadat, yang secara verbal diceritakan orang tua atau pemuka adat atau agama di mana budaya minat baca belum pernah diwariskan oleh nenek moyang kita, (2) Sistem pembelajaran yang tidak mendukung minat buca contohnya: kurangnya kegiatan mencari infonnasi atau jawaban sebuah soal dari berbagai sumber bacaan; kurangnya apresiasi terhadap katya !nlis, baik itu karya sastra ataupun ihniah. Menurut Damomo (2007 :2 14), minat baca meru pakan kecenderungan j iwa yang mendorong sese orang berbuat sesuatu terhadap membaca. Minat baca ditunjukkan dengan keinginan yang kuat untuk melaku kan kegiatan membaca. Sugeng Agus Priyono (2006: 1) Menyebutkan setiap anak sampai tumbuh remaja, dewasa, mem punyai minat membaca terhadap aneka jenis bacaan daripada sebatas minat membaca komik alau nonton flim animasi anak Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, fre kuensi membaca, danjull1lah buku bacaan yang per nah dibaca. Minat baca bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja pada diri seseorang. Akan tetapi minat baca harus dipupuk dan dibina semenjak masih dini.
146
Jurnal Paradigma, Tahunxv, Nomor 30, Juli-Desember 20/0
Upaya-upaya untuk pengembangan minat dan kege dengan hasil penelitiannya yang berisi (1) pengelolaan maran membaca adalah sangat strategis untuk layanan perpustakaan SMA N egeri Kabupaten meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan Lumajang dapat dikategorikan baik, (2) motivasi belajar siswa SMA Negeri di kabupaten Lumajang pengetahuan. Pembinaan minat baca merupakan suatu jenis dikatagorikan tinggi, (3) adanya hubungan yang pelayanan perpustakaan dalam membantu dan mem signifikan antara pengelolaan layanan perpustakaan beri guide kepada para pengunjung atau masyarakat dengan motivasi belajar siswa SMA Negeri di kabu yang dilayani oleh perpustakaan. Pembinaan minat paten Lumajang (Sukmawati, 2004:56) baca ini bertujuan untuk mengembangkan minat dan Sedangkan hasil penelitihan Lailiyah (2005 :66) selera dalam membaca, terampil dalam menyeleksi, mengenai keefektifan layanan sirkulasi membukiikan dan menggunakan buku, mampu mengevaluasi materi bahwa keefektifan layanar, sirkulasi yang diselengga bacaan dan memiliki kebiasaan efektif dalam mem rakan oleh pengelola perpustakaan SMAN di Kabu baca informas� serta memiliki kesenangan membaca. paten Pamekasan dalam kualifikasi cukup baik. Pembinaan minat baca meliputi empat macam Berdasarkan penelitiban Lailiyah tersebut dapat disim kegiatan, yaitu ( I ) Merencanakan program penum pulkan bahwa jika pelayanan sirkulasi dalam kualifi buhan dan pengembangan minat baca; (2) Mengatur kasi baik maka minat baca siswa dalam pemanfaatan pelaksanaan program, (3)Mengendalikan pelaksanaan perpustakaan pun tinggi, namUn sebaliknya ketika program, (4) Menilai pelaksanaan program penum layanan sirkulasi yang diberikan dalam kualifikasi buhan dan pengembangan minat baca, baik di ling kurang baik maka minat baca siswa dalam peman kungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. faatan perpustakaan juga akan rendah. Pembinaan minat baca merupakan proses yang Dampak yang signifikan dari rendahnya minat berkelanjutan untuk membantu individu agar minat baca dikalangan "iswa dan masyarakat Indonesia bacanya tumbuh dan berkembang. Pada dasarnya pada umumnya berpengaruh buruk terhadap kualitas pembinaan minat baca mempunyai tiga fungsi utama, pendidikan. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya yaitu: ( 1 ) Sebagai sumber kegiatan; (2) Pedoman dalam meningkatkan minat baca bagi masyarakat , pelaksanaan kegiatan: (3) Tolok ukur atau parameter Sugeng Agus Priyono (2006;36) menyatakan bahwa keberhasilan upaya menumbuh kembangkan minat untuk menarik minat baca ada beberapa Tip, antara baca. lain: (a) Menyediakan meja khusus untuk lIlempro mosikan buku favorit dan buku bagus serta buku ter baru yang masuk perpustakaan; (b) Memberikan Pengelolaan Perpnstakaan dan Minat Baca daftar atau peringkat buku yang paling banyak dibaca Sos ialisasi pembinaan perpustakaan terkait dengan meningkatkan minat baca bagi masyarakat selama minggu atau bulan ini; (c) Menyediakan papan tidak akan berjalan tanpa turun tangan pengelola tulis agar pelllustaka dapat memberikan komentar perpustakaan secara profesional. Pelayanan yang atas buku yang sudah dibacanya, Komentar pemus memuaskan dan penyediakan bahan pustaka yang taka yang sudah membaca suatu buku dapat menim beraneka ragam akan membangkitkan minat baca bulkan minat baca bagi pemustaka yang lainnya. (d) masyarakat di perpustakaan. Tersedianya macam Mengundang penulis buku untuk beliatap muka dengan bahan pustaka yang dibutuhkan oleh p�mustaka di para pembacanya (bedah buku); (e) Memberikan perpustakaan membuat pemustaka tidak lagi susah hadiah bagi pemustaka yang sering berkunjung ke susah pergi ketempat lain untuk mencarinya, Mutu perpustakaan atau paling banyak meminjalll buku layanan perpustakaan seperti layanan sirkulasi dan perpustakaan. Minat baca juga bisa ditumbuhkan dengan: (I) layanan referensijuga sangat berpengaruh terhadap koleksi buku perpustakaan harus di update dan ditam motivasi pemustaka dalam pemanfaatan perpusta bah secara terus menerus, (2) Perpustakaan tidak kaan. Sukmawati (2004:2) berpendapat bahwa suatu hanya diisi dengan buku paket, teiapijuga diisi dengan perpustakaan akan diminati apabila dike lola dengan bahan bacaan lain, baik fiksi maupun bempa non fiksi. baik. Oleh karena itu hendaknya pengelola perpusta (3) Peningkatan sarana dan prasarana pendukung lain kaan dapat dilak"Ukan secara profesional dan sesuai (](omputer; Jaringan Internet, ruang baca), (4)Tentpat dengan kebutuhan siswa. Pendapat tersebut diperkuat diskusi sebagai sarana bertukarpikiran ataupun belajar
Purwati, Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagai Upaya Meningkatkan Minat Baca Pe/ajar dan Masyarakat Umum
kelompok, yang mungkinjuga disediakan kantin bagi pemustaka. Selain memperhatikan beberapa tip tersebut, pustakawan sebagai petugas profesional perpustakaan harus juga mempunyai inisiatif dalam memperindah dan menjadikan perpustakaan itu tetap menarik bagi pemustaka Dari beberapa upaya tersebut baban bacaan yang tersedia sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan sebuah perpustakaan mewujudkan minat baca. Keragaman dan kelengkapan koleksi bahan bacaan, merupakan salah satu bal yang sangat mempengarubi keberhasilan eksistensi perpustakaan sebagai pemacu minat baca, karena koleksi bacaan adalah daya tarik yang sangat pontensial bagi sebuah perpustakaan untuk menarik kunjungan, bahkan dapat membangun tradisi membaca Sebubungan hal di atas meningkatan minat baca merupakan salah satu agenda nasional yang terus menerus diupayakan. Berbagai program peningkatan
minat baca telah dilakukan baik yang bersifat kebijakan sampai pada penambahan sarana dan prasarana perpustakaan. Pada kondisi seperti itu keberadaan perpustakaan sangat dibutuhkan untuk menciptakan tumbuhnya minat dan kebiasaan membaca. HIPOTESIS DAN ASUMSI
Berdasar kajian teori di depan dirumuskan I-lipo lesis dalam penelitian sebagai berikut: Pengelolaan (Pengadaan bahan, Pengolahan dan Pelayanan) perpustakaan umum yang baik dapat meningkatkan minat baca pelajar dan masyarakat umum. Sedangkan asumsinya adalah: (I) Semua anggota perpustakaan diberi kesempatan yang sarna nntuk memanfaatkan perpustakaan. (2) Catatan atau daftar kehadiranl kunjungan di perpustakaan dipercaya sebagai data yang sesungguhnya, (3) Responden menjawab angket sesuai dengall fakta yang mencerminkan pengelola laan dan minat baca pada perpustakaan ulllum.
KERANGKA PIKIR PENELITIAN Masyarakat Pemustaka •
Perpustakaan Umum Kabupaten Malang
•
•
•
Pelajar Mahasisv.
Pengelolaan Perpustakaan (X) •
• •
•
•
Pengadaan (XI)
Minat Bsca Masyarakat
Pengolahan (X,)
Pemustaka (Y)
Layanan (X3)
Analisis Diskriptif Analisis Regresi
Variabel X X, X,
X,
•
Anal!sis Diskriptif
•
Analisis Regresi
UJ i P Uji r
Variabel Y
Uji r Uji r
--I>
147
148
Junta/ Paradigma, TahunXY, Nomor 30, Ju/i-Desembel' 2010 berkaitan dengan focus penelitian. Metode ini dilaku
METODE Dalam setiap penelitian ilmiah diperJukan adanya metode penelitian yang sesuai untuk menemukan data yang tepat, metode akan mempennudah merealisasi suatu tujuan. Makin relevan metode yang digunakan keteraturan dan kesistimatisannya makin baik. Menu JUt Koen1jaraningrat "Metode menyangkut masalah kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilInu yang bersangkutan" ( 1 99 1 :7). Jenis penelitian ini dapat dikategorikall penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan Kuanti tatif. MenurutAzwar (2004:6) penelitihan diskriptif kllantitatifadalah menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami clan disimpulkan. Penelitihan deskriptifkuan
�
titatif bertujuan menggambarkan secara si tematik, akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi. Wiyono (2007:46) mengemukakan bahwa "po pulasi merupakan objek sumber informasi yang
diteliti". Arikunto (2000: i 1 5) mendefinisikan bahwa "populasi adala.ft keseIuruhan subjekpenelitihan". Ber dasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah suatu subyek yang memiliki karakteristik tertentu dan menjadikan perhatian dalam suatu penel.itihan. Populasi dalam penelitihan ini adalah Pelajar dan masyarakat umum sejumlah 326 anggota, pengambilan sampel dalam penelitihan illi meng gunakan tcknik Quota Sampling sejumiah 82 orang. Penelitian juga menggunakan staf perpustakaan sej umlah 9 orang dengan teknik Purposive sampling. Variabel dan Subvariabel meliputi: Variabel bebas yaitu Pengelolaan Perpustakaan (variabel
X) terdiri
dari sub variabel (Pengadaan ( X I ), Pengolahan ()(,),
Pelayanan
(X3).
adalah minat baea
Sedangkan variaber terikatnya
(Y).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner, dokumentasi, observasi dan wawan eara. (1) Mdode wawancara, metode yang dipergu nakan dengan mengadakan tanyajawab atau komu nikasi seeara langsung dengan nara sumber untuk m endapatkan data atau infonnasi yang dibutuhkan berkaitan dengan fokus penelitian. Metode ini dila kukan untuk mendapatkan dataiinfonnasi langsung dari pejabat dan petugas perpustakaan tentang gam baran umum dan kebijakan dari pengelolaan perpus takaan; (2) Metode observasi, yaitu metode dengan melakukan pengamatan seeara langsung di lokasi obyek penclitian guna mengetahui situasi dan kondisi serta menangkap keadaaan atau fenamena yang
kan untuk mendapat gambaran situasi dan kondisi dari perpustakaan umum yang ada. (3) Metode dokumen tasi, yaitu metode mengumpulkanlmempelajari data yang berwujud eatatan catatan atau bahan bahan tertulis, dokumen-dokumen, laporan laporan resmi, Peraturan PeJUndang undangan, tulisan ilmiah, guna melengkapi data yang diperoleh dengan metode yang lainnya. Metode ini dilakukan untuk memperoleh gam baranlperkembangan keadaan perpustakaan, reneana kerja, Keaktifan kerja dan hal-hal lain yang dapat mendllkung kelengkapan data (4) Metode kuesionerl angket, yaitu metode dengan melakukan pemberian sejuml�h pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respond en, metode ini digunakan untuk mendapatkan data dari responden tentang Pengelolaan, layanan petugas dan minat baea dari responden. Alasan penggunaan instrument kuesioner sesuai pendapat Wiyono (2007:49) bahwa "kuesioner adalah salah satu teknik pengumpulan data yang bisa digu nakan dalam penelitihan untuk memperoleh informasi tentang responden dengan mengajukan serangkaian pertanyaan seeara tertulis, sehingga diperoleh infor masi yang lebih luas dan mendalam tentang respon den". Kuesioner juga memberikan kesempatan wa1:tu yang luas dan responden memiliki kebebasan dalam menjawab". Kuesioner akan disebarkan pada peng guna layanan perpustakaan umum Kabupaten Malang. Bentuk yang dipilih oleh peneliti yaitu angket tertutup, yang mana setiap item pertanyaan pada angket ini disertai jawabannya sehingga responden tinggal memilihjawaban yang dianggap palingsesuai. Skor dari pertanyaan-pertanyaan didasarkan pada skala Likert dengan skala I sampai 4. Indikator Penelitian ini adalah: ( 1 ) Pengadaan meliputi: Jumlah koleksi, Jenis koleksi, Kualitas dan up date koleksi, melibatkan keinginan pembaea. Pe ngadaafl ini dengan 5 item pertanyaan. (2) Pengolahan meliputi: Pemilahan, Registrasi, Label, Data Base
�
Penjilidan dan Penyusunan. Pengolahan ini dijabarka dalam 6 item pertanyaan.
(3)
Pelayanan meliputi:
Kemampuan petugas, prosedur pinjam, pengembalian pinjaman, fas ilitas kemudahan berupa sarana dan pra sarana, layanan komputer dan internet, keamanan dan kenyamanan. Pelayanan dijabarkan dalam 1 1 item pertanyaan. (4) Minat baca meliputi: Kesenangan membaea, kesadaran manfaat membaca, frekuensi
Purwati, Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagal' Upaya Meningkatkan Minat Baca Pelajar dan Masyarakat Urnum
membaca, jumlah buku yang dibaca. Minat baca dijabarkan dalam 1 2 item pertanyaan. Sumber data dari sumber internal organisasi Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabu paten Malang., terdiri dari: (I) Data Primer, yaitu data yang diambil dan dikumpulkan secara langsung dari jawaban responden melalui kuesioner. Data primer juga dipero leh dad wawancara dan observasi yang berkaitan dengan masalah Pengelolaan perpustakaan umum dan minat baca. (2) Data Sekunder, yaitu data yang sudah diolah dalam bentuk naskah tertulis atau dokumen dari Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang. Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah: ( 1 ) Metode Analisis Deskriptif kualitatif maupun diskriptif kuantitatif dalam bentuk prosentase. (2) Analisis Regresi Linear, dengan program SPSS. (3) Pengujian hipotesis digunakan tarafsigifikansi 5%.
Pengadaan
Data pengadaan bahan pustaka dan kelengkapan koleksi perpustakaan yang melibatkan pemustaka dapat dilihat dalam Table 4.3. Tabel tersebut menunjukan bahwa peranserta pemustaka dalam perencanaan pengadaan bahan pustaka dan pengadaan koleksi bahan pustaka tergolongtinggi. Hal ini terbukti dengan frekuensi dari jawaban responden pemustaka yang menjawab tinggi 48%,dan tinggi sekaIi 1 6%i. Pengolahan
Tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa pengo lahan bahan pustaka tergolong kurang baik dengan frekuensi jawaban responden 94%. Layanan
Dari tabel 4.5 menunjukan bahwa pelayanan perpustakaantergolong efektif Hal ini terbuh.'ti dengan frekuensi dari jawaban responden 44% pelayanan sangat efektif, 4 1 % efektif.
BASIL PENELITIAN Analisis DiskriptifKualitatif Upaya Pengelolahan Perpustakaan
Tabel 4 . l . menunjukkan pengunjung terbanyak dari kelompok Perguruan Tinggi (41,60%), SLTP ( 1 5,34%), SLTA ( 1 3,43%). Sclama 6 bulan ada kecenderungan peningkatan pengunjung dimana pengllnjung terbanyak pada bulan april 20 I O. Darijumlah pengunjungtersebutuntukjenis dan jumlah buku yang dipinjam oleh pemustaka adalah berjurnlall 13.734 bllku di mana terbanyak adalahjenis bukll kesusteraanlcerita. Dan buku agama.
Pengelolaall
Secara keseluruhan skor pengadaan, pengolahan dan layanan akan mencerminkan upaya pengelolaan perpustakaan. TabeI 4.6. menjelaskan bahwa upaya pengelo laan perpustakaan tergolong Baik. Frekuensijawaban responden 54% pengelolaan baik, 30% sangat baik.
TabeI 4.1. Data Pengunjung Thn. 2010 (Januari s.d Juni20l0)
No
Pcmustaka
Bulan 1
2
3
4
5
%
6
TK
14
14
17
25
31
24
125
3, 18
SD SLTP
14 30
27
62
45
81
133 \13
42 3 \0
304 610
7,67
3
26 31
4
SLTP
57
83
94
130
163
105
532
1 3 ,43
5
PT
135
206
206
592
329
80
1548
4 1 ,60 6,89
1 :;.
1 5 ,3 4
6
PNS
25
39
48
79
69
12
272
7
Swasta
26
34
49
68
42
41
260
6,56
8
11
6
12
19
16
42
106
9
Ibu RT Perng. Des.
9
6
8
22
17
8
70
2,68 1,77
10
Guru/dosen
8
5
4
7
0
11
35
0,88
342
437
510
1085
913
675
3862
100
Jumlah
149
Sumber: Dokumen Perpustakaan Umum Daerah Kab.Malang Juni 2010
150
Jurnal Paradigma, TahunXV, Nomor 30, luli-Desember 2010
TabeI 4.2. Data Jumlah dan Jenis Buku yang Dipinjam. (Januari s.d.Juni2010)
2 3 4 5 6 7 8 9 10
BULAN
URAIAN
NO
1
KARYA UMUM FILSAFAT & PSIKOLOGI AGAMA ILMU SOSIAL BAHASA ILMU PENGET.ALAM ILMU TERAPAN TEHNOLOGI KESENIANIHIBURAN KESUSASTERA.AN/CERITA GEOGRAFliSEJARAH
2
3
4
5
L
6
40
28
29
50
13
16
176
28
40
41
78
12 1
18
326
108
1 54
167
229
23 5
192
1085
58
82
85
59
42
82
408
53
82
84
68
54
37
378
56
120
90
85
98
33
482
48
63
91
1 66
133
59
560
24
29
57
247
57
61
475
170
3 68
339
852
947
524
3200
36
33
40
72
97
41
319
1 906
1797
1 063
7409
621 9 99 1023 JUMLAH (Sumher: Dokumen Perpustakaan Umum Daerah Kab.Malang lllni 2010) Tabel. 4.3. Pengadaan Bahan Pustaka SKOR
FREKUENSI
%
KLASIFIKASI
12
14
10
12
Rendah
15
16
20
24
Sedang
17
18
39
48
Tinggi
13
16
19
Sekali
J umlah 1 00 82 (Sumber: Hasi!perhitungan per.eliti dari angket responden bulan lun: 2010) TabeI 4.4. Pengo lahar. Bahan Pustaka SKOR 23 29 35
Ju m
F R E K U E NS I
%
77
94
0 1
0 1
22
28
34
40
lah
4
82
K LA S I F IK A S I K urang baik C ukup b ai k B aik B a ik i
5
100
(Sumber: Hasiiperhitungan peneliti darf angket responden bulan luni 2010)
Tabel. 4. 5. J(ondisi Pelayanan Perpustakaan SKOR
FREKUENSI
%
Komulatif %
KLASIFJKASI
Kurang efektif Cukup efektif Efektif efektif
23 - 27
2
2
2
28 - 32
10
12
15
3 3 - 37
34
41
56
3 8 - 42
36
44
1 00
Jumlah
82
100
(Sumber: Hasilperhitungan peneliti dari angket responden bulan luni 2010)
Purwati, Pengelolaan Perpustakaan Umum sebagai Upaya Mellingkatkan MinatBaca Pelajar dan AJasyarakat Umum
151
TabeI 4.6. Pongelolaan Perpustakaan SKOR
FREKUENSI
%
KLASIFlKASI
58
63
4
5
Kurang Baik
64
69
9
II
Cukup Baik
70
75
44
54
Baik
76
81
25
30
Baik
Jumiab 82 100 (Sumber: Hasilperhituligan peneliti dari angket responden bulan Juni 2010) TabeI4.7. Minat Baca Pemustaka SKOR
28 33 38 43
FREKUENSI
%
KLASIFIKASI
32 37
6
7
Rendah
7
9
Cukup Tinggi
42 47
28 41
34
Tinggi
Jumlah 10e (Sumber: Basilperhituligan peneliti dari angket responden bulan Juni 2010)
Minat Baca Tabel 4.7. menunjukkan bahwa minat baca pe mustaka tergolong sangat tinggi. dengan jawaban responden 50%, danjawaban tinggi 34%.
HasH Analisis F regresi Vji Serentak Dari hasil perhitungan dengan menggunakan pro
pemustaka pada perpustakaan umum Kabupaten •
Malang Uji korelasi Parsial (X3 dengan Y) diperoleh r X3Y= 0,563 dengan taraf signifikansi 0,000, berarti lebih kecil dari 0,05 maka layanan perpus takaan yang baik dapat meningkatkan minat baca pemustaka pada perpustakaan umum Kabupaten Malang
gram SPSS, diperoleh Fh"Itung = 3 5 . 0 87, dengan
Diskusi HasH
dari 0,05 maka Ho ditolakdan Ha diterima yang ber
ada beberapa hal yang perlu didiskusikan oloh peneliti
signiflkasi 0,000. dimana tarafsigniflkasi ini lebihkecil arti pengelolaan perpustakaan secara sigifikan clapat meningkatkan minat baca pemustaka pada perpusta kaan umum Kabupaten Malang.
Dad hasil pengumpulan data didepan, sclanjutnya yaitu sebagai berikut: Pengadaan bahan perpustakaan dapat mening katkan minat baca pemustaka pada perpusta kaan umum Kabupaten Malang. Hal ini antara
Vji Individual •
Uj i korelasi Parsial (Xl dengan Y) diperoleh r X l Y = 0,552 dengan taraf signifikansi 0,000 menunjukkan lebih rendah dari 0,05 maka Ho dito lak dan Ha diterima artinya Pengadaan bahan perpustakaan dapat meningkatkan minat baca pemustaka pada perpustakaan umum Kabupaten Malang. Uji korelasi Parsial (X2 dengan Y) diperoleh r X2Y = 0,093 dengan taraf signifikansi 0,4 1 1 , ini lebih besar dari 0,05 berarti pengolahan perpusta kaan tidak dapat meningkatkan Minat baca
lain karen a beberapa faktor sebagai berikut: Dalam pengudaan bahan pustaka melibatkan pemustaka dalam menentukan judul buku bahan pustaka yang ada sehingga pemustaka mempunya minat untuk membaca buku tersebut.; Penambahan koleksi perpustakaan meng ikuti tren kebutuhan yang ada di masyarakat sehingga masyarakat merasa perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan mereka dan hal ini akan merangsang pemustaka untuk selalu datang dan membaca buku-buku tersebut;
152
•
•
Jurnal Paradigma, Tahunxv, Nomor 30, luli-Desember 2010
Memilih bahan bacaan yang menarik dan dibutuhkan bagi pengguna perpustakaan. Pengolahan bahan perpustakaan yang masih kurang baik tidak mempengaruhi minat baca pe mustaka pada perpustakaan umum Kabupaten Malang, ke depannya diharapkan dapat melaku kan: Perubahan Sistem Tradisional ke Modernis, salah satu contoh yang sangat sederhana dapat dilihat dari pailgkalan data yang belum tcrkelola dengan baik melalui teknologi, Penataanipenemp,[tan bahan pustaka pada rak-rak buku disesuaikan dengan standart yang ada serta pemberian lebel warna yang disesuaikan dengan golongan buku, agar memudahkan pemustaka menemukan buku yang dicari. Ketrampilan petugas perpustakaan untuk lebih memahami tentang tugas-tugasnya dengan caramengilmtsertakan dalam bintek bintek ataupun pelatihan perpustakaan. Layanan perpustakaan yang baik dapat mening katkan Minat baca pemustaka Pendapat tersebut diperkuat dengan hasil peneli tian Sukmawati (2004:5 6) yang berisi : l ) pengelolaan layanan perpustakaan SMA Negeri Kabupaten Lumajang dapat dikatagorikan baik, (2) adanya hubungan yang signifikan antara pengelolaan Iayanan perpustakaan dengan motivasi belajar siswa SMA Negeri di kabupaten Lumajang Hasil tersebnt sejalanjugadengan hasil penelitian Lailiyah (2005 :66) bahwa layanan sirkulasi yang diselenggarakan oleh pengelola perpustakaan SMAN di Kabupaten Pamekasan dalam kualifi · kasi cukup baik. Berdasarkan penelitilmn Lailiyah tersebut dapat disimpulkan bahwajika pelayanan sirkulasi dalam kualifikasi baik maka minat baca siswa dalam pemanfaatan perpustakaan pun tinggi. Beberapa hal yang dilakukan untuk meningkat lean minat baca: Memberilean berbagai kemudahan dalam mendapatkan bacaan yang menarik untuk pengguna perpustakaan. Memberikan kebebasan membaca secara !eluasa kepada pengguna perpustakan. lni dimaksudakan untuk merangsang anak dalam mencari dan menemukan sendiri
bacaan yang sesuai dengan minatnya. Cara ini sekaligus juga dapat menumbuhkan ke biasaan anak untuk melakukan penelusuran bahan bacaan yang diminatinya. Ruang baca perpustakaan telah mempunyai fasilitas-fasilitas yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung. Tata ruang bacaan menjadi fokus perhatian untuk dibenahi oleh pengelola perpustakaan. Di mana suasana ruang bacaan sangat mempengaruhi terhadap kenya man bagi pihak pengguna perpustakaan. Ruang baca perpustakaan yang nyaman melljadi stimu lus atau rangsangan bagi pengunjung per pustakaan untuk menjadikan perpustakaan sebagai pengisi waktu luang. Memberikan B imbingan membaca. Fungsi utama bimbingan membaca adalah menolong pemakai untuk menafsirkan apa yang diba canya dan bagaimana reaksinya terhadap bacaan tersebut. Pengguna harus didorong dan dibimbing dalam mengekspresikan reaksi mereka terhadap apa yang dibacanya dan diberi kebebasan untuk memilih pengertian dari ekspresinya sendiri. Dasar dari bim bingan membaca adalah pengetahuan pema kai secara individual, minat, kebutuhan, kemampuan, dan pengetahuannya terhadap materi bacaan itu sendiri. Secara keseluruhan pengelolalaan perpustakaan umum Kabupaten Malang sudah baik dan dapat meningkatkan minat baca pemustaka. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sukmawati (2004:2) yang berpendapat bahwa suatu perpustakaan akan diminati apabila dikelola dengan baik. Oleh karena itu hendaknya penge lola perpustakaan dapat dilakukan secara profe sional dan sesuai dengan kebutuh�n. Dari hasil analisis SPSS diperoleh hasil R square sebesar 0,529 yang berarti pengelolaan perpustakaan menumbuhkan minat baca pemustaka pada perpusta kaan umum daerah sebesar 52,9% sedangkan 47,1 %. ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti guru atau dosen telah memberi tugas-tugas kepada siswalmaha siswa yang terkait dengan bahan-bahan diperpusta kaan sehingga mereka terdorong untuk berkunjung ke perpustakaan umum, berkembangnya intemetyang bisa digunakan untuk mengeksplor ilmu pengetahuan,
Purwati, Penge/o/aan Perpustakaan Umum sebagai Upaya Meningkat/can Minat Baca Pe/ajar dan Afasyarakat Umum KendaIayang Dihadapidan UpayaPemecahannya
Minat baea pemustaka pada Perpustakaan
Dari data penelitian kendala yang ada dalam me
•
ningkatkan minat baea pada masyarakat diantaranya
•
•
Wilayah Kabupaten Malang yang luas. Sarana dan prasarana dalam pengembangan
•
perpustakaan masih belum memadai..
47,1% ditentukan Variabel lain seperti. tugas tugas guru/dosen yang mendorong mereka untllk
tersebut bidang perpustakaan periu menerapkan
•
strategi berikut yaitu:
Diantara faktor pengelolaan yang meliputi: pe an IIlllUm maka faktor pengolahanlah yang tidak
pelayanan perpustakaan dengan mengadakan
berkorelasi dengan meningkatkan minat baca
kerjasama dengan perpustakaan desa ataupun
pemustaka.
taman baea masyarakat dengan eara droping
Perpustakaan umum Kabupaten Malang telah
buku perpustakaan yang dipinjamkan selama 1
mempunya sistem yang baku dalam pengelolaan,
bulan dan akan di tukar kembali dengan judul
namun demikian nampaknya sistem ini belum
buku yang di usulkan oleh perpustakaan desa
dapat sepenuhnya dijalankan oleh Bidang Per
ataupun taman baea masyarakat.
pustakaan selaku penyelenggara kegiatan per
Untuk lembaga pendidikan yang ada di wilayah
pustakaan umum, hal ini disebabkan belum
Kepanjen dilaksanakan kerjasama dengan eara
terpenuhi faktor faktor pendukung sistem perpus
kartu pelajar beriaku sebagai kartu perpustakaan
tukaan itu sendiri seperti kartu katalok, penem
dan pembinaan perpustakan sekolah yang ada
patan buku, penyediaan sarana prasarana dan
juga dilaksanakan petugas perpustakaan dengan
tenaga kepustakaan,.
cara kunjungan ke masing-masing sekolah. manan pemustaka diantaranya adalah ditambah
berkunjung ke perpustakaan umum. ngadaan, pengolahan dan pelayanan perpuslaka
Untuk wilayah yangjauh dari kepanjen dilakunan
Menambah sarana di ruang baea untuk kenya
Umum Kabupaten Malang Pengelolaan Perpustakaan Umum dapat mening katkan minat baca sebesar 52,9% selebihnya
Jumlah petugas perpustakaan dan pemustaka yang belum memenuhi rasio.
•
Dari hasil anal isis, terdapat hubungan yang sig minat baea pemustaka pada Perpustakaan
U ntuk itu dabn menghadapi kendala kenJala
•
Umum Kabupaten Malang tinggi. nifikan antara pengelolaal1 perpustakrum dengan
yaitu: •
153
Saran
nya meja baca, ditambahkannyajumlah komputer
Dengan begitu banyaknya anggota dan koleksi
dan printer yang ada, disediakan air minum aqua
bahan pustaka perlu adanya suatu sistem dalam me
gratis bagi pengunjung dan tersedianya kanlin
ngelola perpustakaan dimaksud, sesuai kcsimpulan
bagi pemustaka;
disarankan hal-hal: Kartu Katalog sebagai sarana penemuan bahan
Untuk lebih menarik pemustaka dan mening katkan minat baca, diadakan pemberian hadiah
pustaka tidak tersedia dengan baik, sehingga
bagi pengunjung tersering datang, peminjam ter
pada saatnya menghambat pemustaka dalam
banyak, serta diadakan makan bersama bagi
menemukan bahan pustaka yang dicari, walaupun
pengunjung yang dilaksanakan misa!nya setiap
telab disiasati dengan membuat buku daftar buku
3 atau 6 bulan sekaii.
perpustakaan (Buku Katalog).Apabila berlarut larut tidak segera di benahi akan berakibat pada turunnya layanan perpustakaan dan kepuasan
KESIMPULAN DAN SARAN
pelanggan akan berpengaruh pada minat baca
KesimpuIan
pemustaka, untuk itu perlu dibuatkan lemari cata
Dari hasil penelitihan dapat disimpulkan:
log sesuai dengan peraturan yang ada akan lebib
Pengadaan bahan pustaka dan layanan perpusta
baikjika membuat sitem catalog berbasis kom
kaan sudah baik meskipun pengolahan bahan pustaka kurang baik. Seeara umum tanggapan respondcll pengelolaan
puterisasi. •
Penempatan buku pada rakuya beluIll sepcnuh nya sesuai dengan sistem yang ada di mana
Perpustakaan Umum Kabupaten Malang sudah
penyusunan tersebut belum disusun berurutan
baik.
sesuai dengan kode yang ada. Sehingga
154
lurnal Paradigma, Tahun,)(V, Nomar 30, luli-Desember 2010 penernuan bukulbahan pustaka dalam rak buku
DAFfAR RUJUKAN
belum bisa cepat dan tepat, untuk itu perlu adanya
Agus, P.S. 2006, Perpustakaan Atraktif. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi JawaTimliT, 2008. Pedoman Perpustakaan Sekolah, Surabaya. Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Malang. 2009. Pedoman Perpustakaan Sekolah, Malang. Dannono. 2007. Perpustakaan Sekolail Pendekotan Aspek Manajemen dan Tata Kerja. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Farchan, A. 1 99 5 . Pengantar Metode Pene/itihan Kualitatif. Jakarta: Usaha NasionaI. Gentur, P. 2009. Kebijakan Pemerintah tentang Perpus takaan di Jawa Timur, makalah dalam bimbingan teknis pustakawan Se Jawa Timur di Batu, 2009). Hamidi. 2004. Metode Penelitihan Kualitatif. Malang: UMM Press. Ibrahim, B. 2007. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. Jakarta: BumiAksara. Julia, B. 2003 . Memadu Metode Penelitian Kualitatifdan Kuantitatif. Samarinda: Fakultas Tarbiyah lAIN Antasari Samarinda. Koengaraningrat. 1 9 9 1 . Metodologi Penelitian Mf'sya rakat. Jakarta: Gramedia. Keputusan Presiden RI nomor I I tahun 1989 tentang
peningkatan ketrampilan dan ketelatenan para petugas perpustakaan; Untuk peningkatan profe sionalisme petugas perlu segera disertakan dalanl bimbingan teknis dan pelatihan perpustakaan baik yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah ataupun oleh lembaga swasta. Penyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung lainnya yang cukup dalam artian se suai dengan kondisi perpustakaan yang ada;jum lah computer untukjaringan internet ditambah, dibuatkan ruang khusus untuk diskusi, dan ruang multimedia di mana pemustaka dapat menonton koleksi VCD, DVD. Khusus untuk layanan internet bisa bekerjasama dengan Bagian Penge lola Data Elektronik Kabupaten Malang, Adanya penambahan tenaga yang mempunyai keahlian dibidang perpustakaan dan kalau mung kin kiranya perlu sekali pada stafBadan Perpus takaan, Arsip dan Dokumentasi yang lainnya dibekali ketrampilan perpustakaan, sehingga sumber daya manusia yang ada nantinya akan bisa dioptimalkan, sehingga cuknp untuk menge lola perpustakaan. Karena hal ini pada gilirannya tentu akan memperlancar dalam menjalankan suatu proses kegiatan perpustakaan; Adanya dukungan dana yang memadai, sehingga pcnyediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung laitmya dapat tercukupi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. •
Kegiatan layanan ruang baca terutama untuk menampung merekayang belum mel�adi anggota perpustakaan. Layanan ruang baca dapat mem berikan kesempatan kepada mereka yang hanya mengantar keluarga atau ternan yang belajar dan memerlukan informasi di perpustakaan. Semen tara menunggu keluargalteman yangsedang sibuk mengerjakan sesuatu, mereka dapat membaca diruang baca perpustakaan. Dengan demikian apabila hal-hal tersebut terpe
nuhi, mak. tidak berlebihan akan terwujub suatu pelaksan.an perpustakaan yang benar-benar sesuai dengan tujuan perpustakaan itu sendiri, disamping itu sebagai lembaga perpustakaan bidang perpustakaan tentujuga akan dapat mewujudkan pelaksanaan tugas pokok yang diamanatkan kepadanya.
Perpustakaan.
Lasa, H.S. 2007. Manejemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus Book. Lailiyah, M. 2005, Keefektifan Layanan Pembaca Perpustakaan Sekolail Menengah Atas Negeri di Kabupaten Pamekasan Skripsi Tidak Terbitkan,
Malang: JurusanAdministrasi Pendidkan FIP Uni versitas Negeri Malang. Moleong, L.J. 2000. Metode Pene/itihan Kualitatif. Bandung: PT Remaj. Rosdakarya. Peraturan DaerahKabupaten Malang Nomor I Tahun 2008, Tentang Organisasi Perangkat Daerah, Malang. Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2008. Tentang Organisasi Perangkat Daerah Badan Perpusta kaan, Arsip dan Dokumentasi, Malang. Perpustakaan Nasional RI. 1994. Terjemahan ringkasan klasifikasi desimal Dewey dan indeks relatif: dise
suaikan dengan DDC 20. Jakarta. Sedannayanti. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Sjahrial, R. 1986, Pedoman Penyelenggaraan Perpustaka an. Jakarta: Jambatan. Sujarwo. 2009. Administrasi dan Pengembangan Koleksi Perpustakaan Makalahpada Bimbingon Teknis Te naga Pengelola Perpustakaan Sekolah Kabupatenl Kota se Jawa Timur, Malang, 1 7 s.d. 1 9 Maret 2009.
Purwati, Pengelolaan Perpllstakaan Umum sebagai Upaya Mellingkatkan Minat Baca Pelajar dan Masyarakat Umum
Sukmaw.ti. 2004. Korelasi PengelolaanLayanan Perpus takaan dengan Motivasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri di Kabupaten Lumajang Skripsi Tidak Terbitkan. Malang: IurusanAdminis trasi Pendidkan FIP Universitas Negeri Malang. Sulistyo, B. 1 99 1 . Pengantar ilmu perpustakaan. Iakarta: Gramedia Pustaka Utama. Titik, P. 2008. Statistik , IKIPBudi Utomo Malang. Malang: Duta Media Prima. Titik, P. 2008. SPSS, IKIP Budi Utomo Malang. Malang: DutaMedia Prinla. Tjutjuk, S. 2009. Bimbingan Teknis Pengelulaan Pelpus taiwan Sekolah, Malang. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007, tentang Perpusta kaan, Dep.rtemen Pendidikan Nasion.l, Iakarta. WahanaKomputer, 10 Model Penelitian dan Pengolahan nya dengan SPSS 10.01. Yogyakarta: Andi.
155
Wahid, S. 2003, Statistik Non-Parametrik. Yogyakarta: Andi. Wahyu, B.S. 2009. "Peiayanan Jasa Sid1dasi Pcrpustaka an" Makalah pada B imbingan Teknis Tenaga Pengelola Perpustakaan Sekolah Kabupaten/Kota se Iawa Timur, Malang, 17 s.d. 19 Maret 2009. Zelfilar, Z. 2008. "Pendidikan, Pelpustakaan dan Mutu" Makalah pada temu karya fungsional Kabupatenl Kota se Jawa Timur, Surabaya. Peranan Perpustakaan, Website: Posted Oil 3 1 May 2009 by testiani makmur, Desember 2010. Website: Pcranan Perpustakaan dalam Meningkat kan MinaI Baca, Posted on i 8 Ianuari 2008 by Pakde sofa, Desember 2010.
Perencanaan Kebutuhan Pengembangan Sistem Informasi (Studi Kasus : Perpustakaan Daerah Kota XYZ) Paramita Mayadewi1 1 Program Studi Manajemen Informatika Fakultas Ilmu Terapan Universitas Telkom Jalam Telekomunikasi Terusan Buah Batu Bandung 40257
1
[email protected]
Abstrak - Perpusda Kota XYZ merupakan organisasi nirlaba yang memberikan layanan kepada masyarat dengan menyediakan buku-buku sebagai sumber informasi. Dalam pencapaian tujuan Perpusda Kota XYZ untuk mewujudkan penyelenggaraan Perpusda sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat serta sebagai sarana sumber informasi, diperlukan rencana sistem informasi yang sejalan dengan tujuan organisasi. Kegagalan implementasi sistem informasi dalam organisasi sering terjadi akibat ketidaksesuaian sistem informasi dengan tujuan dan sasaran bisnis organisasi mereka. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan strategi pengembangan sistem informasi bagi Perpusda Kota XYZ utuk mengidentifkasi kebutuhan aplikasi yang diperlukan yang dapat mendukung tujuan organisasi. Perencanaan strategi dilakukan dengan menggunakan tools analisis seperti analisis PEST, SWOT, Value Chain, dan Business System Planning. Kata Kunci - sistem informasi, strategi pengembangan, kebutuhan aplikasi Abstract - XYZ's regional library is a non profit organization that provides services to the community by providing books as information resources. In achieving their goal to realize the implementation of the regional library as learning center as well as a means of information resources, it need information system plan in line with organizational goals. Failure of information systems implementation in organizations often occurs due to a mismatch of information systems with business goals and objectives of their organization. This study aims to plan XYZ's regional library information system strategy plan to identify the need of application that required to support organizational goals. Strategic planning is done by using analysis tools such as PEST analysis, SWOT, Value Chain and Business Systems Planning. Keyword: information system, strategy development, application needs I.
PENDAHULUAN
diperlukan suatu perencanaan strategi pengembangan sistem informasi yang bertujuan untuk menetapkan suatu strategi sistem informasi dalam sebuah organisasi, dengan tujuan agar dapat mengidentifikasi aplikasi apa saja yang diperlukan (portofolio aplikasi).
Perpustakaan Daerah (perpusda) Kota XYZ merupakan organisasi nirlaba/non-profit yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, yaitu dengan menyediakan buku-buku sebagai sumber informasi yang sangat diperlukan oleh masyarakat daerah dan diluar daerah tersebut. Dalam upaya memenuhi misinya, Perpusda Kota XYZ memerlukan keterpaduan arah agar dapat menerapkan langkahlangkah yang efektif dan pemanfaatan sumber daya yang efisien, yang diformulasikan dalam strategi organisasi. Salah satu strategi yang semakin banyak diterapkan adalah dengan memanfaatkan sistem informasi (SI) – dengan teknologi informasi (TI) sebagai pendukung untuk mendukung fungsi bisnis dan perkembangan organisasi.
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada proses utama perpustakaan. Proses analisa dilakukan secara top-down yaitu mulai dari mengevaluasi visi dan misi perusahaan, analisis lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan analisis PEST dan SWOT, pemetaan proses bisnis dengan menggunakan Value Chain, identifikasi data serta analisis Critical Success Factor (CSF) yang diturunkan dari sasaran organisasi.
Saat ini, pemanfaatan dan pengelolaan teknologi informasi pada perpusda kota XYZ belum mengacu pada suatu rencana pemanfaatan SI/TI yang terpadu dan menyeluruh. Karena hal tersebutlah, maka
A. Analisis PEST dan Analisis SWOT Analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi) adalah analisis terhadap faktor lingkungan eksternal bisnis yang meliputi bidang politik, ekonomi,
Hasil analisa adalah berupa usulan arsitektur informasi perusahaan, khsususnya yang mendukung proses layanan perpustakaan.
sosial dan teknologi [1]. PEST digunakan untuk menilai pasar dari suatu unit bisnis atau organisasi. Arah analisis PEST adalah kerangka untuk menilai sebuah situasi dan menilai strategi atau posisi serta arah perusahaan. Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan suatu metode penyusunan strategi perusahaan atau organisasi [1]. Dalam Analisis SWOT, berbagai faktor diidentifikasi secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal,yaitu kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman.
B. Analisis Value Chain Analisis Value Chain (Rantai Nilai), merupakan alat analisis yang berguna untuk memahami aktivitasaktivitas yang membentuk nilai suatu produk atau jasa dan digunakan untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya dalam mencapai suatu keunggulan yang kompetitif [2]. Analisis value chain membantu perusahaan dalam mengidentifikasi posisi perusahaan dan menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam rantai nilai serta mengurangkan atau mengeliminasi aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah pada produk atau jasa.
Gambar 1. Value Chain (Rantai Nilai) Porter [2]
Value chain terdiri dari sekumpulan aktivitas utama dan pendukung [2]. Aktivitas pendukung terdiri dari infrastruktur perusahaan, pengelolaan sumber daya manusia, pengembangan teknologi dan usaha memperolehnya. Sedangkan dalam aktivitas utama terdiri dari logistik masuk (inbound logistics), operasi (operations), logistik keluar (outbound logistics), pemasaran dan penjualan (marketing & sales) serta pelayanan (service), seperti yang terlihat pada gambar 1. C. Business System Planning Business System Planning (BSP) merupakan pendekatan terstruktur untuk membantu organisasi menetapkan rencana sistem informasi yang dapat mendukung bisnis dan informasi yang dibutuhkan untuk jangka panjang [3]. BSP merupakan proses untuk mentranslasikan strategi bisnis menjadi strategi sistem informasi seperti yang terlihat dalam Gambar 2. Business strategy Mission goals and objectives strategies
I/S strategy I/S strategy Planning process
I/S objectives I/S policies Information Architecture
Gambar 2. Translasi dari strategi bisnis ke strategi sistem informasi [3]
D. Analisis Critical Success Factor (CSF) CSF merupakan sebuah metode analisis dengan mempertimbangkan beberapa hal kritis di dalam lingkungan perusahaan untuk mendefinisikan faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dan kesuksesan perusahaan atau organisasi dan dapat ditentukan jika obyektif organisasi telah diidentifikasi [1]. Analisis CSF memberikan gambaran pada perusahaan tentang aspek-aspek kritis apa saja di setiap aktivitas dan proses bisnis perusahaan yang mempengaruhi kinerja perusahaan dalam mencapai visi dan misi serta keberhasilan bisnisnya. Tujuan dari CSF adalah menginterpretasikan obyektif secara lebih jelas untuk menentukan aktivitas yang harus dilakukan dan informasi apa yang dibutuhkan. E. Portofolio Aplikasi Portofolio aplikasi merupakan sebuah model perkiraan kebutuhan sistem aplikasi yang didasarkan pada kebutuhan bisnis disertai dengan definisi apa dan bagaimana sistem aplikasi tersebut memberikan kontribusinya terhadap usaha-usaha pencapaian tujuan bisnis organisasi. Gambar 3, merupakan diagram matriks portofolio aplikasi yang terdiri dari empat kuadran, yaitu strategic, key operational, support dan high potential
[1]. Keempat kuadran perkiraan kebutuhan aplikasi ini, didasarkan kepada kontribusinya terhadap bisnis
organisasi.
Strategic
Merupakan aplikasi-aplikasi yang mungkin dibutuhkan oleh organisasi untuk keberhasilan dimasa yang akan datang, namun belum dibuktikan.
Key Operational
Support
Merupakan aplikasi-aplikasi yang pada saat ini digunakan oleh organisasi dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
II.
Define the business objective
Step 3 Define the data classes
Gambar 3. Matriks Portofolio Aplikasi [1]
Step 2
3.
4.
Define the business processes
Step 4 Define the information architecture
Gambar 4. Pendekatan Perencanaan Sistem Informasi [3]
III.
Merupakan aplikasi-aplikasi yang bersifat valuable tetapi tidak kritis.
METODOLOGI
Dalam melakukan perencanaan kebutuhan pengembangan sistem informasi pada perpusda kota XYZ, digunakan metodologi BSP yang terdiri dari empat tahap yaitu mendefinisikan tujuan bisnis, mendefinisikan business process, mendefinisikan kelas data dan mendefinisikan arsitektur informasi seperti yang diperlihatkan pada gambar 4. Step 1
High Potential
Merupakan aplikasi-aplikasi yang bersifat kritis untuk menunjang perkembangan strategi bisnis organisasi dimasa yang akan datang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Mendefinisikan tujuan dan sasaran bisnis Untuk mendefinisikan tujuan bisnis, digunakan analisis PEST dan SWOT untuk melihat faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi organisasi. Hasil dari analisis PEST dan SWOT akan digunakan untuk mendefinisikan tujuan bisnis Perpusda Kota XYZ. Berikut uraian hasil dari analisis PEST dan SWOT tersebut. Terdapat 4 aspek yang dilakukan dalam analisis PEST, yaitu: 1. Politik – Kebijakan pemerintah berupa Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0199/0/1978 tanggal 23 Juni 1978, memutuskan untuk meningkatkan peran perpustakaan sebagai sumber belajar seumur hidup. 2. Ekonomi – Krisis ekonomi di Indonesia cukup berdampak dalam kegiatan operasional Perpusda Kota XYZ, yaitu anggaran keuangan dalam mengelola koleksi buku dikurangi, belum ditambah dengan harga buku yang
cukup mahal, sehingga pihak perpusda kota XYZ harus melakukan efisiensi dalam tata kelola perpustakaannya. Sosial – Sejalan dengan perkembangan nasional, perkembangan IPTEKS dan semakin meningkatnya minat baca masyarakat kota XYZ, maka hal ini memicu kegiatan penyelenggaraan perpusda kota XYZ untuk semakin meningkatkan pelayanannya. Teknologi – Sebagai bagian dari organisasi Pemerintah Daerah, perpusda kota XYZ memiliki akses untuk mengikuti perkembangan teknologi, apalagi saat ini Pemerintah Indonesia sedang mempromosikan layanan e-Government kepada masyarakatnya. Hal ini merupakan peluang bagi perpusda kota XYZ karena dengan mengikuti perkembangan teknologi, perpusda kota XYZ dapat meningkatkan layanannya kepada masyarakat.
Analisis SWOT yang dilakukan hanyalah aspek strength dan weakness saja. Aspek threat dan opportunities tidak dilakukan karena sudah terwakili dari analisis PEST. Berikut adalah analisis aspek strength dan weakness: 1.
2.
Strength (kekuatan) a. Merupakan pembuat rumusan kebijakan bidang pengelolaan perpustakaan umum dan pengolahan arsip daerah. b.
Mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
c.
Memiliki berbagai fasilitas layanan seperti: layanan sirkulasi, layanan referensi, audio visual, bercerita, layanan perpustakaan keliling, layanan sistem perpustakaan On-Line.
Weakness (kelemahan) a. Sistem layanan yang dirasa masih lambat karena cukup banyak prosedur-prosedur yang belum efisien dalam menjalankan aktivitas-aktivitas di perpustakaan, baik aktivitas yang dilakukan oleh pegawai
perpustakaan maupun orang-orang yang memanfaatkan jasa perpusda kota XYZ. Berdasarkan analisis PEST dan SWOT yang telah dilakukan, tujuan umum Perpusda Kota XYZ adalah: 1. Terwujudnya penyelenggaraan Perpustakaan Daerah sebagai Pusat Kegiatan Belajar masyarakat daerah kota XYZ serta sebagai sarana sumber informasi. 2. Menumbuh kembangkan minat dan budaya baca masyarakat 3. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kualitas layanan Perpustakan dan Kearsipan. 4. Meningkatkan pembinaan dan pengembangan berbagai jenis perpustakaan. 5. Meningkatkan profesionalisme tenaga pustakawan di kota XYZ.
Perpusda Kota XYZ memiliki visi “Terwujudnya masyarakat dan belajar menuju masyarakat madani yang sadar informasi”. Berdasarkan visi Perpusda Kota XYZ, disimpulkan bahwa tujuan utama dari Perpusda Kota XYZ adalah menumbuh kembangkan minat dan budaya baca masyarakat dengan mewujudkan perpustakaan daerah sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat. Poin dari tujuan umum lainnya merupakan tujuan sampingan bila ditinjau dari visi organisasi. Hasil interpretasi tujuan Perpusda Kota XYZ dengan analisis CSF digunakan untuk mendefinisikan sasaran bisnis yang kemudian akan ditentukan aktivitas yang harus dilakukan dan informasi apa yang dibutuhkan. Berikut hasil analisis CSF yang telah dilakukan.
Tabel 1. Analisis Critical Success Factor Sasaran Bisnis
Critical Success Factor Penentuan buku/video yang akan dibeli
Meningkatnya kuantitas dan kualitas koleksi bahan pustaka
Analisa pengadaan buku dan analisa data pinjam/kembali Pengelolaan koleksi buku/video Perawatan koleksi buku/video Identifikasi kebutuhan layanan informasi bagi anggota dan masyarakat Mengelola data keanggotaan Mengembangkan sistem perpustakan on-line
Terselenggaranya sistem informasi perpustakaan berbasis teknologi informasi
Mengelola situs perpustakaan Mengelola data buku/video Mengelola data pinjam/kembali Mengembangkan layanan digital library melalui internet.
Tercapainya jumlah pengelola perpustakaan yang mengikuti diklat
Identifikasi kebutuhan pendidikan dan pelatihan bagi para pustakawan Monitoring dan evaluasi hasil pelatihan
Seksi Pengembangan dan Pembinaan
gi
ar
Seksi Deposit dan Akuisisi Bahan Pustaka
m
Kegiatan Pendukung
n
Seksi Informasi dan Otomasi
- Informasi Layanan Jasa
- Layanan digital library
- Permintaan Layanan
Kegiatan Utama
Gambar 5. Value Chain bisnis utama Perpusda Kota XYZ
rgi
- Layanan Sirkulasi
ma
Layanan Operasional
n
Perencanaan dan Administrasi Umum
B. Mendefinisikan Area Bisnis Identifikasi area bisnis yang dilakukan hanyalah identifikasi area bisnis utama dengan menggunakan analisis Value Chain. Perpusda Kota XYZ memiliki fungsi bisnis utama antara lain: layanan teknis, layanan sirkulasi dan layanan digital library, informasi layanan jasa dan permintaan layanan. Gambar 5 memperlihatkan rantai nilai untuk fungsi bisnis Perpusda Kota XYZ. Masing-masing kegiatan utama dapat diuraikan sebagai berikut: a. Layanan operasional, dapat dideskripsikan sebagai kegiatan pengadaan koleksi buku/video dan koleksi khusus (terbitan berkala) dan perawatan buku. b. Layanan sirkulasi, dapat dideskripsikan sebagai layanan administrasi pinjam/kembali. Sedangkan layanan digital library, dideskripsikan sebagai kegiatan mengolah dokumen mentah menjadi dokumen elektronis sesuai dengan format yang dipakai dan mengelola keanggotaan Perpusda Kota XYZ yang memiliki Account Digital Library. c. Informasi Layanan Jasa, dapat dideskripsikan sebagai aktivitas yang menyediakan informasi layanan jasa apa saja yang dapat disediakan oleh Perpusda Kota XYZ. Sedangkan permintaan layanan , merupakan aktivitas yang melayani permintaan dari anggota dan non anggota yang terkait dengan proses bisnis Perpusda Kota XYZ.
C. Mendefinisikan Kelas Data Berdasarkan identifikasi proses bisnis, dilakukan identifikasi dan pengelompokkan proses untuk memudahkan analisa terhadap kelas data. Pengelompokan proses yang dilakukan hanya meliputi proses utama saja, yaitu layanan operasional, layanan sirkulasi, layanan digital library, informasi layanan jasa serta permintaan layanan. Tabel 2. Pengelompokkan Proses Layanan Operasional
Layanan Sirkulasi
- Perencanaan
- Perencanaan
- Pengadaan
- Pengelolaan
- Pengolahan
- Peminjaman
- Penganggaran
- Pengembalian
- Pemeriksaan
- Pelaporan
Layanan Digital Library
Informasi Layanan Jasa
- Perencanaan
- Perencanaan
- Pengelolaan
- Informasi Layanan
- Pelaporan Permintaan Layanan - Perencanaan - Peraturan - Inventarisasi
Dari kelompok proses di atas, dapat dipetakan siklus hidup setiap layanan seperti yang dijelaskan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Four Stage Life Cycle Fungsi Bisnis Perpusda Kota XYZ
D. Analisa Sistem dan Teknologi Saat Ini Sistem informasi yang ada pada Perpusda Kota XYZ saat ini merupakan sistem informasi yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional sehari-hari, seperti pencatatan buku yang dipinjam dan yang dikembalikan, mencatat buku yang harus dibeli, dan lain sebagainya. Tabel 4 menggambarkan koleksi aplikasi dan pengolahan data yang saat ini ada dan digunakan oleh Perpusda Kota XYZ. Tabel 4. Koleksi Aplikasi dan Pengolahan Data Aplikasi/Pengolahan Data
Keterangan
Layanan Operasional
Berbentuk aplikasi perangkat lunak dan sebagian menggunakan spreadsheet
Layanan Sirkulasi
Berbentuk aplikasi perangkat lunak koleksi perpustakaan dan transaksi pinjam/kembali, denda serta keanggotaan
Layanan Digital Library
Berbentuk aplikasi perangkat lunak keanggotaan digital library dan informasi buku/video
Adapun fungsi bisnis yang telah didukung oleh penggunaan aplikasi dapat dilihat dalam tabel 5. Tabel 5. Tabel fungsi yang didukung aplikasi Nama Fungsi Layanan Operasional
Deksripsi Fungsi Pencatatan koleksi buku/video Pencatatan semua koleksi terbitan berkala Pencatatan data keanggotaan Pencatatan data pinjam dan kembali
Layanan Sirkulasi
Pencatatan denda pinjaman Pelaporan data pinjam dan kembali Pencatatan koleksi buku/video Pencatatan dan penyimpanan data-data digitalisasi
Layanan Digital Library
Pelaporan koleksi digitalisasi Pencatatan keanggotaan digitalisasi Pencatatan koleksi buku/video
Kelemahan utama dari sistem informasi yang ada saat ini adalah belum terintegrasinya aplikasi layanan sistem informasi yang ada saat ini. Masing-masing aplikasi/pengolahan data tersebut harus memiliki basis datanya sendiri-sendiri, padahal data yang digunakan sebenarnya adalah data yang sama. Akibatnya,
terdapat redundansi data. Keadaan ini berpengaruh pada prosedur-prosedur aktivitas bisnis yang terlibat. E. Arsitektur Sistem Informasi Berdasarkan analisis dan identifikasi yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian dilakukan identifikasi beberapa subsistem dari setiap kelompok informasi dengan mempertimbangkan hasil analisis critical success factor serta hasil analisis sistem dan teknologi yang ada untuk memetakan kebutuhan informasi yang diperlukan. Identifikasi terhadap subsistem diperlukan untuk memperjelas ruang lingkup suatu kelompok informasi, yang akan dituangkan dalam portofolio aplikasi seperti yang terlihat pada tabel 6. Strategic, adalah sistem informasi yang secara signifikan memiliki nilai strategis bagi organisasi, tanpa sistem informasi ini, maka organisasi akan kalah bersaing dengan organisasi lainnya. Sistem yang masuk dalam posisi strategis adalah Sistem Analisis Pengadaan Buku serta Sistem Analisis Sirkulasi Bahan Pustaka (pinjam/kembali). Sistem Informasi Layanan Digital Library, Sistem Informasi Perpustakaan On Line serta Sistem Informasi e-Procurement memberikan nilai high potential yang artinya komponen tersebut memberikan keunggulan kompetitif langsung kepada Perpusda Kota XYZ, namun secara prinsip eksistensi Perpusda tidak tergantung dari komponen tersebut. Key Operational, merupakan sistem informasi yang tidak secara langsung memberikan keuntungan kompetitif kepada organisasi namun keberadaannya mutlak diperlukan. Hasil analisis sistem dan teknologi yang ada, fungsi bisnis yang didukung oleh aplikasi masuk dalam kategori ini, seperti sistem administrasi pinjam/kembali, sistem administrasi pengadaan buku/CD, dan lain sebagainya yang telah dijelaskan dalam Tabel 5. Fungsi bisnis yang telah ditunjang oleh aplikasi saat ini, kebanyakan masih berupa pencatatan koleksi bahan pustaka dan masih memerlukan pengembangan lebih lanjut serta belum terintegrasi. Support, merupakan sistem informasi yang hanya berfungsi sebagai penunjang organisasi dan tidak memiliki potensi yang besar dalam memberikan keunggulan kompetitif organisasi. Tabel 6. Portofolio Aplikasi Perpusda Kota XYZ STRATEGIC
HIGH POTENTIAL
Sistem Informasi Analisis Pengadaan Buku@
Sistem Informasi Layanan Digital Library@
Sistem Informasi Analisis Pinjam/ Kembali@
Sistem Informasi eProcurement@ Sistem Informasi Perpustakaan OnLine@
KEY OPERATIONAL
SUPPORT
Sistem Administrasi
Sistem Manajemen
Pinjam/Kembali*
Pelatihan dan Pendidikan Pustakawan@
Sistem Pelaporan Terbitan Berkala#
Sistem Administrasi Pengadaan Buku/Video*
Sistem Pengendalian ATK, Sarana dan Prasarana@
Sistem ERP@
Sistem Pencatatan Koleksi Buku/ Video*
Keterangan: -
Sistem Pencatatan Denda Pinjamam*
-
Sistem Pelaporan Koleksi Buku /Video*
* sistem yang sudah berjalan # sistem berjalan yang pengembangan @ sistem yang direncanakan
masih
butuh
F. Penentuan Prioritas Implementasi Berdasarkan portofolio aplikasi yang telah dihasilkan, akan dilakukan identifikasi dari setiap pengelompokan sistem informasi. Untuk setiap sistem berjalan yang masih butuh pengembangan serta sistem yang direncanakan, dilakukan identifikasi skala prioritas berdasarkan potential benefit, impact, success, dan demand, dengan menggunakan pertimbangan sebagai berikut: a. Keadaan operasional bisnis yang saat ini ada di perusahaan b. Tujuan bisnis perusahaan c. Ketersediaan data Hasil penilaian penentuan prioritas pengembangan sistem terlihat pada tabel 7 dengan skala maksimum masing-masing kriteria = 20.
Sistem Pelaporan Pinjam/Kembali* Sistem pencatatan dan penyimpanan data digitalisasi# Sistem Administrasi Keanggotaan* Sistem Administrasi Keanggotaan Digital Library* Sistem Pelaporan Data Digitalisasi# Sistem Pencatatan Terbitan Berkala*
Tabel 7. Penentuan Prioritas Pengembangan Sistem Sistem
Subsistem
Strategic
SI analisis pengadaan buka SI analisis pinjam/kembali SI layanan digital library SI e-procurement SI perpustakaan online Sistem manajeman pelatihan dan pendidikan pustakawan Sistem pengendalian ATK, sarana dan prasarana Sistem pencatatan dan penyimpanan data digitalisasi Sistem pelaporan data digitalisasi Sistem pelaporan terbitan berkala Sistem ERP
High Potensial
Support
Key Operational
Berdasarkan penskalaan prioritas, subsistem informasi yang mendapatkan prioritas sesuai urutan adalah sebagai berikut: 1. Sistem Informasi Analisis Pengadaan Buku 2. Sistem Informasi Analisis Pinjam/Kembali 3. Sistem Informasi Perpustakaan OnLine 4. Sistem Pelaporan Terbitan Berkala 5. Sistem ERP Apabila dilihat hasil pengurutan prioritas, maka hal tersebut sudah sesuai dengan tujuan Perpusda Kota XYZ yaitu menumbuh kembangkan minat dan budaya baca masyarakat dengan mewujudkan perpustakaan daerah sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat.
Potensial Benefit 20 20 15 15 20 10
Impact
Succes
Demand
20 20 15 10 20 5
20 20 15 10 20 5
20 20 20 5 20 10
80 80 65 30 80 30
15
10
10
10
45
20
20
15
20
75
20 20 20
20 20 20
20 20 20
10 20 20
70 80 80
IV.
Total Score
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari seluruh tahapan pengerjaan yang telah dilakukan, maka dapat sisimpulkan:Perencanaan strategi pengembangan sistem informasi merupakan suatu langkah yang pada dasarnya memerlukan waktu dan proses untuk memenuhi hasil akhir yang diinginkan. 1. Perencanaan strategi pengembangan sistem informasi, membutuhkan keterlibatan pihak manajemen, karena dalam proses perencanaan dibutuhkan suatu pemikiran yang strategis.
2.
3.
Perencanaan strategi pengembangan sistem informasi dalam organisasi perlu untuk dilakukan agar dalam proses pengembangan sistem informasi kedepannya dapat terarah, sehingga proses bisnis yang dilakukan dapat lebih efektif dan memenuhi sasaran organisasi. BSP dapat dijadikan alternative dalam menganalisa keadaan bisnis yang sedang berlangsung dan dapat dijadikan landasan pemikiran pada perancangan arsitektur informasi perusahaan.
B. Saran Perlu dikembangkan lebih lanjut terhadap penelitian mengenai tools atau kakas lainnya yang
dapat digunakan dengan efektif dalam melakukan analisis portofolio aplikasi khususnya bagi organisasi nirlaba. DAFTAR PUSTAKA Ward, Jhon and Pepard, Joe, “Strategic Planning for Information Systems”, John Wiley & Sons, Inc, 2002. [2] Porter, Michael, E, “Competitive Advantage – Creating Sustaining Superior Performance”, New York:The Free Press. 1985. [3] IBM, Business Systems Planning (Information System Planning Guide) International Business Machines Corporation, 1981. [1]
Perpustakaan Daerah Kabupaten Malang dengan Pendekatan Pencahayaan Alami Hanief Ariefman Sani1, Agung Murti Nugroho2, dan Indyah Martiningrum3 1Mahasiswa
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya 3Dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya E-mail:
[email protected] 2Dosen
ABSTRAK
Kota Malang yang dikenal sebagai kota pendidikan, membuat pembangunan dan pengembangan fasilitas pendidikan di Kota Malang menjadi keharusan. Salah satu fasilitas pendidikan yang akan dikembangkan di Kota Malang adalah perpustakaan. Perpustakaan adalah fasilitas dengan kebutuhan utama pada aspek pencahayaan. Kebutuhan pencahayaan pada perpustakaan sebaiknya tidak silau, tidak merusak koleksi dan memiliki kuat cahaya yang sesuai kebutuhan. Kini banyak perpustakaan yang menerapkan pencahayaan buatan untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan tersebut, yang berdampak pada konsumsi energi bangunan yang semakin besar. Indonesia sebagai Negara tropis yang kaya akan sinar matahari sepanjang tahun dapat memanfaatkan kekayaan tersebut sebagai sumber pencahayaan alami. Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang lebih menekankan analisisnya pada proses analisis serta penyimpulan dengan menggunakan logika ilmiah. Desain perpustakaan ini menerapkan pencahayaan alami dengan mempertimbangkan kebutuhan pencahayaan perpustakaan berdasarkan aktivitas dan koleksi. Untuk mendapatkan cahaya yang maksimal dilakukan analisis kondisi pencahayaan pada tapak, kondisi pembayangan dan sudut jatuh matahari. Penerapan pencahayaan alami menyesuaikan sudut jatuh matahari dan waktu kebutuhan cahaya paling maksimal. Ruang dengan penggunaan pagi-sore menghadap ke arah cahaya seimbang pagi-sore. Ruang dengan penggunaan siang hari menghadap kearah cahaya cenderung siang hari. Untuk penyesuaian kebutuhan kuat cahaya, diterapkan selubung bangunan pada masing-masing sisi bangunan. Kata kunci: perpustakaan, pencahayaan alami
ABSTRACT
Malang city which is known as the city of education, making the construction and development of educational facilities in the city of Malang becomes imperative. One of the educational facilities will be developed in Malang is the library. Library is a facility with the primary requirement on aspects of lighting. Lighting needs in the library should be no glare, has no damage to the collection and has a strong of light as needed. Now many libraries implement artificial lighting to meet the needs of the lighting, which have an impact on the increases of building energy consumption. Indonesia as a tropical country that is rich in sunshine throughout the year can take advantage of the wealth as a source of natural lighting. The method used is more qualitative approach emphasizes the analysis of the process of analysis and inference using scientific logic. The library design applying natural lighting considering lighting needs based on activity and library collections. To obtain maximal lighting, analysis of lighting conditions, shadowing conditions and fall sun angles at the site is required. The application of natural lighting to adjust the angle of the sun and falls and the time of maximum light needs. Space with the use of the morning-afternoon facing a balanced light morning-afternoon. Space with the use of daylight facing towards the light tends
to daylight. For strong light customization needs, applied building envelope on each side of the building.
1.
Keywords: library, natural lighting
Pendahuluan
Pengembangan fasilitas pendidikan menjadi sebuah keharusan bagi Kota Malang yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota pendidikan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Malang Tahun 2010-2030 (Peraturan Daerah Kota Malang 4: 2011), salah satu fasilitas pendidikan yang akan dikembangkan adalah perpustakaan daerah sebagai pusat pendidikan dan pariwisata. Berlangsungnya kegiatan di dalam perpustakaan bergantung dengan pencahayaan. Kurang lebih 80 persen informasi yang diterima manusia berasal dari mata, yang berfungsi dengan bantuan cahaya. Kualitas pencahayaan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan membaca, belajar dan mencari buku, semakin baik kualitas pencahayaannya maka semakin tidak melelahkan kegiatan tersebut. Kebutuhan perpustakaan akan pencahayaan yang besar saat ini cenderung dipenuhi dengan menggunakan pencahayaan buatan (lampu). Penggunaan pencahayaan buatan berdampak pada meningkatnya konsumsi energi pada bangunan. Indonesia sebagai negara yang beriklim tropis memiliki kekayaan sumber pencahayaan alami yang konstan sepanjang tahun yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pencahayaan siang hari (daylight) untuk menggurangi penggunaan pencahayaan buatan di siang hari. Cahaya matahari sebagai sumber pencahayaan alami yang tidak dapat dikendalikan oleh manusia membuat penerapan sistem pencahayaan alami memerlukan berbagai strategi desain. Strategi tersebut dapat berupa bukaan lightshelves, bukaan pada atap, cerobong cahaya dan selubung bangunan. Strategi pengendalian cahaya matahari dalam bangunan tersebut menciptakan kondisi, bentuk dan rupa bangunan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi pencahayaan yang ada dan yang dibutuhkan. Menurut Evans (1981), strategi pengendalian cahaya matahari untuk menciptakan kondisi dengan pencahayaan yang merata dapat menggunakaan toplight yang dapat meneruskan cahaya matahari ke dalam bangunan dengan menggunakan bantuan core cahaya dan reflective device. Berdasarkan penjelasan tersebut, untuk mendapatkan rancangan perpustakan dengan pendekatan pencahayaan alami, maka diperlukan analisis berupa objek dan kebutuhan kualitas pencahayaan yang ada dalam bangunan perpustakaan, sistem dan strategi penerangan menggunakan pencahayaan alami, pengamatan matahari sebagai sumber pencahayaan dan strategi desain yang bisa memberi kenyamanan suasana dan kualitas ruang sesuai dengan kebutuhan objek/ruang. 2.
Bahan dan Metode
2.1
Tinjauan Standar Bangunan Perpustakaan
Kegiatan utama yang dilakukan di dalam perpustakaan adalah membaca. Kebutuhan pencahayaan untuk membaca adalah, pencahayaan yang sesuai dengan kebutuhan tidak kurang dan tidak lebih (silau), sehingga dapat menciptakan kondisi yang nyaman untuk mata saat membaca. Intensitas terang yang dibutuhkan ruang-ruang dalam perpustakaan berbeda-beda. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 6197
tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan, iluminansi untuk bangunan perpustakaan adalah 300 lux. Menurut Putra (2000), kebutuhan iluminansi dapat dibedakan menurut aktivitas visual dan bidang kerja. Untuk kegiatan dengan detail umum dan wajar seperti membaca dibutuhkan iluminansi 400 lux sedangkan untuk detail lumayan kecil misalnya untuk gambar dibutuhkan iluminansi 600 lux. Selain penting untuk menerangi perpustakaan, di dalam cahaya terdapat sinar ultra violet yang mampu merusak kertas dan merubah warna (Rajak, 1992). Untuk mencegah rusaknya buku karena sinar tersebut maka dapat dilakukan dengan memantulkan cahaya pada permukaan yang dapat menyerap cahaya ultraviolet dan tidak menggunakan sistem pencahayaan langsung. 2.2
Tinjauan Pencahayaan Alami
Evans (1981) dalam bukunya Daylight In Architecture, mengemukakan bahwa ada beberapa strategi untuk menggunakan sistem pencahayaan alami. Beberapa diantaranya adalah:
Pantulkan cahaya
Gabungkan dengan environmental lain
Gunakan cahaya secara hati-hati
Beri filter pada bukaan
Bukaan di tempat tinggi
Hindari cahaya secara langsung
Gambar 1. Macam-Macam Strategi Memaksimalkan Pencahayaan Alami (Sumber: Evans, 1981)
Karlen (2007) mengemukakan bahwa pencahayaan alami merupakan proses lengkap dalam mendesain bangunan untuk memanfaatkan cahaya matahari secara maksimal. Hal tersebut meliputi aktivitas sebagai berikut: Penempatan bangunan, yaitu mengorientasikan bangunan untuk memperoleh cahaya matahari secara optimal Pembentukan massa bangunan, yaitu menampilkan pemukaan bangunan yang secara optimum menghadap kearah matahari Memilih yang memungkinkan cahaya matahari yang cukup masuk kedalam bangunan Melindungi fasad dan bukaan bangunan dari radiasi matahari yang tidak diinginkan Menambahkan peralatan pelindung yang tepat untuk memugkinkan pengguna bangunan mengontrol cahaya matahari yang masuk kedalam bangunan
2.2.1
2007)
Masuknya Cahaya ke dalam Bangunan
Pencahayaan alami pada dasarnya dibagi menjadi 3 kelompok strategi: (Lechner,
a. Strategi bukaan dengan jendela atau sidelighting Perencanaan jendela yang tidak hati-hati akan menimbulkan silau dan suhu ruangan yang cenderung panas saat masuknya sinar matahari, terutama di daerah-daerah tropis seperti Indonesia. Ada beberapa strategi bukaan jendela yang memanfaatan pencahayaan alami dari samping yang dapat digunakan sebagai berikut: 1. Soffit overhang, (bukaan/jendela) di bawah dak beton memberikan pelindung yang terbatas dan sangat baik digunakan pada fasad selatan bangunan 2. Awning, memberikan perlindungan tambahan dan biasanya dibutuhkan pada sisi timur dan barat bangunan 3. Light shelf, memberikan perlindungan dan pencahayaan tidak tergantung untuk ruang dalam, meningkatkan masuknya cahaya matahari ke dalam ruangan. Light shelf paling efektif digunakan pada sisi selatan bangunan tapi juga dapat digunakan pada sisi timur dan barat bangunan b. Strategi pencahayaan alami khusus yang terdiri dari: lubang atau cerobong cahaya, tubular skylight, penyaluran cahaya alami, serat optik dan pipa cahaya, sistem prismatik dan lantai kaca
Gambar 2. Macam-Macam Bukaan pada Atap untuk Pencahayaan Alami (Sumber: Gunawan, 2009)
c. Strategi bukaan pada atap berupa clerestory, monitor, sawtooth, skylight. 1. Clerestory, paling baik dilakukan dengan jendela menghadap ke utara untuk menghindari radiasi matahari 2. Monitor, paling baik dilakukan jika orientasi sumbunya ke arah timur dan barat 3. Sawtooth, plafon miring menghasilkan lebih banyak cahaya tidak langsung dan memungkinkan penggunaan kaca yang sedikit. Paling baik menghadap utara. 4. Skylight, penggunaan skylight bertujuan membawa masuk cahaya matahari dari atas. Paling baik dilakukan dengan menggunakan prisma atau penyebar cahaya untuk menahan pancaran cahaya matahari langsung yang menyebabkan silau. Skylight tidak boleh lebih besar dari 5-6% dari luas atap bangunan.
2.2.2
Shading Device untuk Mengatur Matahari
Menurut Dean (2005), sun shading untuk bangunan perpustakaan tergantung pada orientasi bangunan. 1. Selatan. Cahaya yang pada sisi selatan cenderung adalah cahaya pantul, sehingga yang paling mudah untuk dilindungi. Shading device horizontal (overhang) yang terletak di atas ketinggian mata sesuai untuk melindungi sisi selatan dari cahaya matahari. 2. Utara. Sisi utara cenderung mendapat cahaya matahari yang banyak, sehingga shading device yang sesuai untuk sisi Utara adalah shading device yang berbentuk sirip dengan panjang dan jarak yang disesuaikan dengan kebutuhan pencahayaan ruang.
3. Barat dan Timur. Pada pagi hari sisi barat akan cenderung terbayangi dan sisi timur mendapat banyak cahaya matahari, sebaliknya pada sore, sehingga shading device dapat digerakkan dan diatur sesuai dengan kebututuhan dan kondisi pencahayaan.
Gambar 3. Contoh Shading Device untuk Sisi Selatan (Kiri), Utara (Tengah), Barat dan Timur (Kanan)
(Sumber: Dean, 2005)
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif analisis dan simulasi yang memiliki beberapa tahapan. 1. Pencarian informasi tentang sistem pencahayaan alami, kebutuhan kualitas pencahayaan pada perpustakaan dan atrium sebagai bagian dari sistem pencahayaan alami. 2. Menganalisis kebutuhan pencahayaan ruang dan organisasi ruang, menganalisis kondisi tapak dengan mengamati sudut jatuh matahari pada tapak, dan menganalisis strategi yang tepat untuk memaksimalkan pencahayaan alami yang sesuai dengan kebutuhan pencahayaan dan organisasi ruang. 3. Proses perancangan dan proses analisis bangunan. Menganalisis bagaimana bentuk bangunan, orientasi bangunan, strategi pencahayaan bangunan dan selubung bangunan yang mendukung pemaksimalan pencahayaan alami. Pada proses ini akan dilakukan simulasi untuk melihat desain bangunan yang paling sesuai. 4. Evaluasi desain dengan simulasi. Simulasi desain untuk mengamati kualitas pencahayaan ruang yang terbentuk dari perancangan atrium sebagai core cahaya. 3.
Hasil dan Pembahasan
3.1
Analisis dan Konsep Tapak Perpustakaan
Lokasi tapak terletak di Jalan Raya Tlogowaru, Kedungkandang, Malang. Pada kawasan Jalan Raya Tlogowaru terdapat beberapa instansi pendidikan diantaranya SMP Negeri 23 Malang, SMK 10 Malang, Pusat Layanan Autis Kota Malang dan Poltekom Malang. Untuk memperkuat identitas kawasan sebagai daerah pendidikan.
Gambar 4. Letak Tapak dalam Kawasan Kelurahan Tlogowaru dan Fungsi di Sekitar Tapak (Sumber: Google earth, 2014)
Kualitas cahaya pada tapak diambil rata-rata menurut Fisika Bangunan (Satwiko, 2004) yaitu 10.000 lux. Bentuk tapak cenderung memanjang dari utara ke selatan. Arah orientasi tapak terhadap jalan raya menghadap ke arah utara. Sisi tapak yang menghadap ke jalan raya (utara) cenderung miring. Arah jalur edar matahari membujur pada tapak dari arah timur-barat dengan lintasan edar yang cenderung kearah utara seperti pada gambar 5.
Gambar 5. Jalur Edar Matahari pada Tapak (Sumber: analisis ecotect, 2014)
Gambar 6. Pembayangan pada Tapak selama Satu Tahun, Terbagi menjadi 3 Daerah: (A) Terbayangi Maksimal, (B) Terbayangi Medium, dan (C) Terbayangi Minimum (Sumber: analisis ecotect, 2014)
Studi simulasi pembayang ini dilakukan dengan menggunakan kondisi tapak kedepannya dengan kondisi lahan di sekitar tapak sudah terbangun. Kawasan Jalan Raya Tlogowaru memiliki Koefisien Lantai Bangunan (KLB) empat lantai. Diasumsikan
bangunan-bangunan di sekitar tapak memiliki tinggi maksimal, sehingga kemungkinan terburuk pencahayaan matahari pada tapak dapat tersimulasi. Daerah terbayang maksimal memiliki kemungkinan untuk terbayangi paling besar, sehingga pada daerah ini tidak cocok untuk ruangan yang membutuhkan kualitas pencahayaan yang tinggi. Daerah ini dapat berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH), kantong parkir, ruang berkumpul outdoor dan ruang dengan kebutuhan pencahayaan yang minim dan membutuhkan lokasi yang terbayangi, misalnya kafetaria dan amphitheater. Daerah terbayang medium memiliki kemungkinan terbayang relatif sedang. Pada daerah ini dapat diletakkan ruang-ruang dan bangunan. Peletakan ruang pada daerah ini dapat memenuhi kebutuhan pencahayaan perpustakaan yang pada umumnya membutuhkan pencahayaan yang bersifat tidak langsung dengan kualitas cahaya yang sesuai kebutuhan dan tidak menyilaukan. Daerah terbayang minimum adalah daerah dengan pembayangan paling sedikit pada tapak. Daerah terbayangi minimum terletak pada sisi utara tapak yang berdekatan dengan sumber kebisingan (jalan raya) sehingga peletakan ruang pada daerah tersebut dapat mengganggu fungsional perpustakaan. Daerah terbayangi minimum yang dapat digunakan sebagai peletakan ruang adalah daerah yang terdapat di bagian tengah tapak. 3.2
Analisis dan Konsep Bentuk Bangunan Perpustakaan
Bentuk dasar bangunan adalah kotak untuk memaksimalkan aspek fungsional perpustakaan. Dari bentuk dasar tersebut dikaitkan dengan orientasi memanjang bangunan dan jarak antara bangunan dengan bangunan di sekitar tapak, membuat bentuk dengan orientasi memanjang Barat-Timur. Orientasi bangunan memanjang barat timur memaksimalkan cahaya pantul dari utara dan selatan masuk kedalam bangunan, serta sesuai untuk menangkap angin.
Gambar 7. Konsep Bentuk dan Peletakan Bangunan (Sumber: hasil analisis, 2014)
Bentuk bangunan yang masif membuat bagian tengah bangunan mendapat cahaya yang sedikit. Bagian tengah bangunan diberi bukaan sehingga cahaya dapat masuk ke bagian tengah bangunan. Bukaan di bagian tengah bangunan juga berguna untuk memperlancar sirkulasi udara. Adanya atrium pada bagian tengah bangunan menyebabkan pergeseran ruang pada lantai 2 - 4. Luas lantai bertambah sampai 2000 m2, serta adanya ruang yang dipindahkan ke lantai 1 misalnya ruang pamer. Orientasi bangunan berpengaruh terhadap sudut jatuh cahaya ke dalam bangunan. Waktu paling ramai perpustakaan adalah siang hari antara pukul 12.00 – 14.00, sehingga kebutuhan pencahayaan perpustakaan terbesar pada siang hari. Untuk
memaksimalkan cahaya yang masuk ke dalam bangunan, orientasi bangunan disesuaikan dengan arah sudut jatuh matahari pada waktu tersebut.
Gambar 9. Bentuk Bangunan dengan Atrium sebagai Lubang Cahaya (Kiri) dan Bentuk Bangunan dipuntir menyesuaikan Arah Sudut Datang Matahari (Kanan) (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Tabel 1. Lux Ruangan Dan Selubung Bangunan Yang Digunakan Pada Sisi Utara Organisasi dan Orientasi
SBV & SBH
Analisis Fungsi ruang pada lantai 1 cende-rung digunakan mulai pagi hari sampai sore hari, sehingga mem-butuhkan cahaya yang seimbang pada pagi dan sohe hari. Dengan orientasi menghadap ke utara maka cahaya yang masuk sesuai dengan kebutuhan ruang tersebut.
Fungsi ruang pada lantai 2 cende-rung digunakan pada siang hari sampai sore hari, sehingga mem-butuhkan cahaya yang cenderung pada siang hari. Namun terdapat ruang yang membutuhkan cahaya pada pagi hari yaitu ruang anak. Orientasi ruang yang sedikit miring membuat kebutuhan siang hari yang besar dan sedikit pagi hari terpenuhi Fungsi ruang pada lantai 3 cende-rung digunakan pada siang hari sampai sore hari, sehingga mem-butuhkan cahaya yang cenderung pada siang hari. Dengan orientasi miring ke barat cahaya yang masuk tidak akan mengganggu buku yang terdapat pada ruang koleksi langka namun tetap dapat masuk kedalam.
Fungsi ruang pada lantai 4 cenderung digunakan pada siang hari sampai sore hari, sehingga membutuhkan cahaya yang cenderung pada siang hari. Dengan orientasi miring ke barat sesuai arah datangnya cahaya maka cahaya yang masuk sesuai dengan kebutuhan ruang tersebut.
(Sumber: Hasil analisis, 2014)
Bentuk bangunan dipuntir menyesuaikan dengan arah sudut datang matahari. Lantai 1 bangunan dengan fungsi yang cenderung umum dan digunakan dari pagi, maka orintasi bangunan kearah utara, sehingga penerimaan cahaya pada pagi dan siang hari seimbang. Sedangkan untuk lantai 2 – 4 dipuntir menghadap sudut jatuh matahari pada jam 13.00 - 14.00. Sudut yang terbentuk antara sisi utara dengan arah dtangnya cahaya adalah 21o, maka masing-masing lantai dipuntir 7o. Bentuk bangunan yang dipuntir juga memberikan ruang tambahan pada luasan lantai pada lantai 2 – 4 bangunan yang berkurang karena adanya atrium pada bagian tengah bangunan. Bentuk bangunan yang dipuntir membuat ada sisi bangunan yang menghadap atas. Bentuk atap bangunan menyesuaikan dengan bentuk bangunan dan sisi bangunan yang menghadap atas. Atap bangunan melindungi sisi yang menghadap atas tersebut.
Gambar 10. Bentuk Atap Menyesuaikan Bagian Bangunan yang Menghadap Atas serta Kebutuhan Pencahayaan dan Iklim (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Bentuk atap menyesuaikan dengan iklim daerah tropis, sehingga bentuk atap miring lebih baik dari atap datar. Sisi atap barat daya di tinggikan untuk memaksimalkan masuknya cahaya pada siang hari, sedangkan sisi timur direndahkan agar cahaya dapat masuk kebagian tengah bangunan untuk menerangi bagian barat bangunan.
3.3
Analisis dan Konsep Bukaan dan Selubung Bangunan Perpustakaan
Bukaan pada bangunan perpustakaan bertujuan untuk memasukkan cahaya secara maksimal. Cahaya yang dibutuhkan perpustakaan adalah cahaya pantul. Penerapan bukaan dengan sistem light shelf dapat memasukkan cahaya pantul dari bagian atas bukaan dan memasukkan cahaya langsung pada bukaan di bagian bawah.
Semakin besar ukuran bukaan semakin baik cahaya yang masuk ke dalam bangunan. Peletakkan bukaan pada bangunan di maksimalkan pada sisi Utara dan Selatan untuk menghindari sinar matahari langsung yang cenderung panas pada sisi Barat dan Timur. Pada sisi Barat dan Timur ukuran dan peletakan bukaan tidak dimaksimalkan, tapi disesuaikan dengan kebutuhan ruangan yang berada pada sisi barat dan timur Perpustakaan membutuhkan kuat cahaya yang sesuai dengan kebutuhan dan cahaya tidak langsung. Penerapan bukaan untuk memasukkan cahaya ke dalam bangunan secara maksimal membutuhkan selubung bangunan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan pencahayaan perpustakaan. Selubung bangunan disesuaikan dengan orientasi dan sudut datang cahaya matahari.
Gambar 11. Bentuk Bukaan Menyesuaikan Bagian Bangunan yang Menghadap Atas serta Kebutuhan Pencahayaan dan Iklim (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Sisi selatan dengan kondisi penyinaran matahari yang sedikit membuat penerapan sun shading horizontal di atas garis mata cukup untuk menghalangi cahaya langsung masuk ke dalam bangunan secara berlebihan. Bentuk bangunan yang dipuntir menyebabkan perbedaan orientasi pada masing-masing lantai, yang menyebabkan perlu adanya penyesuaian terhadap sun shading. Penyesuaian sun shading pada sisi selatan bangunan adalah dengan penyesuaian panjang sun shading dan jumlah sun shading pada bukaan. Tabel 1. Lux Ruangan dan Selubung Bangunan yang Digunakan pada Sisi Selatan No. Lux Shading device 1. 1900 – 2300 2 meter, 2 baris, jarak antar baris 2 meter 2. 1500 – 1900 1.5 meter, 2 baris, jarak antar baris 1 meter 3. 1250 – 1500 2 meter, 1 baris 4. 1000 – 1250 1.5 meter, 1 baris 5. 800 – 1000 1 meter, 1 baris (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Sisi Utara mendapat sinar matahari yang banyak. Selubung dengan bentuk sirip vertikal membuat cahaya yang cenderung datang dari samping terpantul, sehingga yang masuk ke dalam bangunan adalah cahaya pantul. Penyesuaian selubung bangunan terhadap orientasi pada sisi utara adalah dengan menyesuaikan lebar sirip dan jarak antar sirip. Tabel 1. Lux Ruangan dan Selubung Bangunan yang Digunakan pada Sisi Utara
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Lux 2200 - 2900 2000 - 2200 1500 - 2000 1000 - 1500 850 – 1000
(Sumber: Hasil analisis, 2014)
Shading device Panjang sirip 0.5 jarak antar sirip 0.06 Panjang sirip 0.75 jarak antar sirip 0.12 Panjang sirip 0.5 jarak antar sirip 0.12 Panjang sirip 0.5 jarak antar sirip 0.25 Panjang sirip 0.25 jarak antar sirip 0.5
Sisi Barat dan Timur mendapat sinar matahari yang banyak seperti sisi Utara, namun secara bergantian. Pada pagi hari sisi timur akan mendapat lebih banyak cahaya dari sisi barat dan sebaliknya, pada sore hari sisi barat akan mendapat lebih banyak cahaya dari sisi timur. Kondisi tersebut membuat selubung bangunan untuk sisi tersebut harus mampu menyesuaikan terhadap konsisi cahaya yang berubah-ubar tersebut. Selubung bangunan dengan bentuk sirip vertikal pada eksterior bangunan dan dapat digerakkan adalah selubung yang sesuai untuk sisi Barat dan Timur.
3.4
Pembahasan Hasil Desain
Pada eksterior bangunan menunjukkan bagaimana susunan dan bentuk secondary dari masing-masing sisi bangunan dan orientasi bangunan. 1
2
3
4
Gambar 12. Tampak Bangunan (1) Tampak Utara (2) Tampak Selatan (3) Tampak Barat (4) Tampak Timur (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Tiap-tiap tampak bangunan menunjukkan shading device yang digunakan untuk mengatur kuat pencahayaan di dalam bangunan. Pada sisi utara dengan sirip yang berbeda panjang dan jaraj antar sirip. Sisi selatan dengan shading device horizontal dan sisi timur barat dengan shading yang dapat digerakkan. Bukaan samping dan bukaan atas pada perpustakaan memaksimalkan masuknya cahaya ke dalam bangunan. Cahaya yang masuk ke dalam bangunan adalah cahaya pantul, dari bukaan atas dan bukaan samping. Bagian bangunan yang mendapatkan
sedikit cahaya dari bukaan adalah ruang koleksi perpustakaan, dengan tujuan agar koleksi perpustakaan tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Bagian bangunan yang mendapat cahaya pantul secara langsung adalah ruang baca.
Gambar 13. Masuknya Cahaya ke dalam Bangunan, Potongan Menghadap Selatan (Kiri), Potongan Menghadap Barat (Kanan) (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Gambar 14. Kontur Cahaya dan Fungsi pada Lantai Satu (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Gambar 15. Kontur Cahaya dan Fungsi pada Lantai Dua (Sumber: Hasil analisis, 2014)
Pada lantai 1 kuat cahaya ruangan berkisar antara 300 – 500 lux. Pada bagian atrium (tengah bangunan) dan bukaan sisi bangunan memiliki kuat cahaya tertinggi yaitu lebih dari 2000 lux. Sebagian besar ruangan pada lantai 1 memiliki lux yang sesuai dengan kebutuhan. Pada lantai 2 dan 3 kuat cahaya rata-rata adalah 300 - 500 lux. Seperti pada lantai 1, kuat cahaya pada sisi bukaan samping dan bagian tengah memiliki kuat cahaya paling
tinggi yaitu lebih dari 2000 lux. Bagian ruangan yang berfungsi sebagai ruang baca dan ruang koleksi memiliki lux yang merata dan sesuai dengan kebutuhan ruangan. Pada lantai 4 kuat cahaya rata-rata adalah 300 - 600 lux. Letak lantai yang paling dekat dengan sumber cahaya ada pada bagian tengah Bangunan membuat kuat cahaya pada lantai 4 menjadi lebih tinggi. Sisi Barat lantai 4 dengan kuat cahaya yang besar difungsikan sebagai ruang audio yang tertutup.
Gambar 16. Kontur Cahaya dan Fungsi pada Lantai Tiga (Sumber: Hasil analisis, 2014)
4.
Gambar 17. Kontur Cahaya dan Fungsi Pada Lantai Empat
Kesimpulan
(Sumber: Hasil analisis, 2014)
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal pokok sebagai berikut:
a. Pemenuhan kebutuhan pencahayaan pada sebuah bangunan cenderung membutuhkan banyak energi dan seharusnya memanfaatkan sumber cahaya alami yaitu sinar matahari. b. Dalam mendesain bangunan dengan pendekatan pencahayaan alami, perlu diketahui bagaimana kebutuhan pencahayaan fungsi yang akan didesain dan bagaimana kondisi pencahayaan tapak lokasi desain tersebut. Sehingga dapat dianalisis bagaimana bentuk bangunan, bukaan untuk masuknya cahaya dan bagaimana sistem selubung bangunan yang dapat memaksimalkan cahaya matahari yang masuk ke dalam bangunan. c. Penerapan pencahayaan alami pada bangunan cenderung menyebabkan ruang yang dekat dengan sumber cahaya mendapatkan intensitas cahaya yang lebih tinggi dari pada ruang yang berada di tengah. Untuk memenuhi kebutuhan ruang yang ada ditengah, maka ruang yang berada dekat dengan sumber cahaya akan mendapat cahaya yang melebihi kebutuhan. Namun penerapan pencahayaan alami dapat menurunkan penggunaan energi pada bangunan dan dapat menciptakan kesan ruang yang berbeda dengan pencahayaan buatan Daftar Pustaka
Dean, Edward T. 2005. Daylighting Design in Libraries. Libris Design Project. U.S.: Institute of Museum and Library Services. Evans, Benjamin H. 1981. Daylight in Architecture. New York: McGraw-Hill Book Company. Gunawan, Ryani. 2009. Simulasi Rancangan Bukaan Pencahayaan Cahaya Matahari Langsung. Bandung: Arsitektur Parahyangan Bandung. https://www.google.com/earth/ (diakses pada tanggal 20 April 2014). Karlen, M. & Benya, James R. 2007. Lighting Design Basic. United States: Wiley. Lechner, Norbet. 2007. Heating, Cooling, Lighting Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers. Peraturan Daerah Kota Malang 4: 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030. Malang: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang. Putra, Yeffry Handoko. 2000. Standar Pencahayaan (PDF). http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=49480 (diakses pada 15 Agustus 2014). Rajak, Muhammadin. 1992. Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip. Jakarta: Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip. Satwiko, Prasasto. 2004. Fisika Bangunan 1 edisi 2. Yogyakarta: Andi. Standar Nasional Indonesia (SNI) 6197: 2011. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional (BSN).
ISSN: 2303-2898
Vol. 4, No. 1, April 2015
PERPUSTAKAAN GEDONG KERTYA DI KOTA SINGARAJA (PENGELOLAAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANNYA SEBAGAI LEMBAGA PRESERVASI KEBUDAYAAN BALI) Luh Putu Sri Ariyani, Made Mas Hariprawani, Ni Wayan Sri Budi UPT Perpustakaan, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja Indonesia Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memahami sistem pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya dalam wujud praktik-praktik sosial; (2) Memahami kebijakan Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam rangka menumbuhkembangkan perpustakaan Gedong Kertya sebagai asset daerah yang menyimpan kekayaan intelektual masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan atau menurut perspektif emik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya sangat khas karena layanan yang diberikan di tempat itu tidak ditemukan pada perpustakaan lainnya. Kebijakan yang mengatur tentang sumber daya manusia maupun sumber daya finansial di Gedong Kertya hingga saat ini belum ada sehingga kebutuhan yang diperlukan belum bisa tercapai dengan optimal. Anggaran yang sangat minim telah menyebabkan Gedong Kertya terpaksa menghentikan kegiatan yang dianggap penting bagi kelangsungan kebudayaan Bali. Kata kunci: pengelolaan perpustakaan, Gedong Kertya, lontar, kebijakan. Abstract This study aims to: (1) understand the library management in Gedong Kertya in the form of social practice; (2) understand the government policy of Buleleng regency in developing Gedong kertya as the asset that has intellectual property of Balinese. This study uses qualitative research methods to understand social fenomenon from the perspective of participants. The results of this research showed that the management of Gedong Kertya is very unique and cannot find at the other libraries. The policy about human resources and financial resources in Gedong Kertya never exist so that everything they need in managing their library cannot realize and this caused the services given to user is not optimal. Limited financial resource pushed Gedong Kertya to stop any activities that remain important for sustainability of Balinese culture. Keywords: Library management, Gedong Kertya, lontar, policy.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |557
ISSN: 2303-2898 PENDAHULUAN Masyarakat Bali sangat terkenal karena keunikan kebudayaannya (Covarrubias, 1972: p. 17). Hal ini tercermin dari berbagai bentuk artefak yang dihasilkannya, salah satunya berwujud manuskrip kuno yang dikenal dengan nama lontar. Lontar merupakan tulisan yang dibuat di atas lembaran ron (daun) ental (siwalan). Lontar sangat penting karena di dalamnya terdapat kekayaan intelektual masyarakat Bali, misalnya tentang agama dan filsafat Hindu, arsitektur, cerita rakyat, pengetahuan tradisional tentang obatobatan (usada), bahkan ilmu hitam (pengliakan) dan cetik (racun). Kandungan pengetahuan dalam lontar mengundang perhatian berbagai pihak termasuk orang Belanda. Perhatian orang Belanda, sebagaimana dikemukakan Said (2011 : p. 3), pertama kali dilakukan oleh para orientalis pada tahun 1920-an – yakni pada masa penjajahan Belanda. Mereka tidak saja mengumpulkan berbagai jenis lontar yang tersebar pada komunitas lokal di Bali, tetapi juga melestarikan lontar tersebut melalui pendirian perpustakaan, yakni Perpustakaan Gedong Kertya yang terletak di kota Singaraja, Buleleng, Bali. Perpustakaan ini tidak saja mengoleksi berbagai jenis lontar, tetapi juga karya tulis klasik tentang Bali, termasuk di dalamnya laporan para pejabat Belanda yang berkuasa di Bali pada abad ke XIX. Perpustakaan Gedong Kertya memuat pula majalah terbitan tahun 1920-an, yakni Majalah Surya Kanta dan Majalah Bali Adnyana. Meskipun demikian koleksi utamanya tetap adalah lontar sehingga tidak mengherankan jika Perpustakaan
Vol. 4, No. 1, April 2015 Gedong Kertya lazim disebut perpustakaan lontar. Selain keunikan koleksinya, Gedong Kertya memiliki kekekhasan dalam preservasi pengetahuan yang dilakukan di Gedong Kertya berkaitan dengan sistem pengelolaan preservasi pengetahuan tentang preservasi fisik lontar agar tidak rusak, termasuk pula kandungan isinya – sehingga nilai-nilai kebudayaan Bali dapat tetap dinikmati oleh banyak orang. Dengan demikian dilihat dari sistem pengelolaan preservasi pengetahuan yang berhubungan dengan materi fisik dan intelektual yang telah dijalankan terhadap koleksinya, maka Gedong Kertya memerlukan strategi, bagaimana lembaga ini mempertahankan dan mengembangkan suatu sistem pengelolaan preservasi pengetahuan yang mampu mengakomodasikan kekhasan yang dimilikinya, dengan ketentuan yang tidak mengabaikan pengelolaan yang bersifat universal, yang berlaku di arena perpustakaan. Perpustakaan Gedong Kertya sebagai suatu lembaga perpustakaan, tidak hanya membutuhkan kapital artefaktual, yakni lontar kuno sebagai koleksinya, tetapi memerlukan pula kapital lainnya, seperti kapital sosial, kapital intelektual termasuk di dalamnya sumber daya manusia (SDM) atau modal insani, kapital ekonomi (finansial), kapital natural, dan kapital kultural (Bourdieu:2010; Hasbullah: 2006). Pengamatan kancah menunjukkan kepemilikan kapital insani di Gedong Kertya sangat terbatas. Jumlah karyawan memang mencukupi, namun dilihat dari segi kualifikasi atau latar belakang pendidikan, patut dipertanyakan. Misalnya, menyangkut
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |558
ISSN: 2303-2898 tidak adanya karyawan yang memiliki latar belakang ilmu-ilmu humaniora seperti ilmu perpustakaan, pendidikan bahasa dan sastra Jawa Kuno dan Bahasa dan Sastra Bali – sebab banyak lontar berbahasa Jawa Kuno dan Bali Kuno atau Bali Tengahan, begitu pula dengan tidak adanya pegawai dengan latar belakang seperti ilmu sejarah, arkeologi – epigrafi – koleksi lontar terkait dengan sejarah dan konteks budaya yang melingkupinya. Selain capital insane yang dianggap kurang, komponen kapital lain dalam sistem pengelolaan secara umum Perpustakaan Gedong Kertya juga bersifat serba terbatas. Akibatnya, timbul kesan, baik Gedong Kertya sebagai lembaga maupun karyawannya, merupakan kumpulan orang termarjinalisasi. Walaupun berada dalam kondisi termarginalisasi, namun kenyataannnya Perpustakaan Gedong Kertya tetap dapat mempertahankan eksistensinya. Kondisi ini menyebabkan Perpustakaan Gedong Kertya menarik untuk dikaji, terutama berkaitan pengelolaan serta kebijakan yang mengatur keberlangsungan tempat ini. Makalah ini akan membahas tentang pengelolaan Perpustakaan Gedong Kertya dan kebijakan yang ditetapkan di sana sebagai wujud pemberian layanan perpustakaan secara optimal. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan atau menurut perspektif emik. Mereka adalah pelaku sehingga mereka yang paling paham atas apa yang mereka lakukan. Pemahaman orang luar hanya bersifat
Vol. 4, No. 1, April 2015 melengkapi. Untuk itu pengumpulan data penelitian adalah dengan wawancara mendalam, studi dokumentasi dan observasi partisipatif. Setelah melakukan wawancara, data yang ada dianalisis dengan melakukan serangkaian kegiatan yaitu: reduksi data, penyajian data, penafsiran dan penarikan kesimpulan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan menulis lontar merupakan aktivitas yang sudah diwarisi secara turun temurun oleh orang Bali. Lontar berisikan berbagai jenis pengetahuan seperti kesusasteraan, agama, kebudayaan, pengobatan, catatan harian dan lain sebagaianya. Lontar sangat menarik perhatian para ilmuwan di era pemerintah kolonial Belanda. Mereka menyadari bahwa di Bali terdapat begitu banyak kebudayaan yang bersifat unik, khususnya yang berbasis agama Hindu. Cendekiawan Belanda yang bernama F.A. Liefrink dan Dr. Herman Neubronner Van der Tuuk mendedikasikan hidupnya untuk menulis buku tentang Bali dan mengantarkan Bali menjadi semakin terkenal di kancah Internasional. Untuk mengenang jasa mereka berdua, pada tanggal 2 Juni 1928, L.J.J. Caron seorang residen pemerintah Belanda untuk Bali dan Lombok bersama-sama dengan para raja dan pemuka agama dari seluruh Bali membentuk yayasan (stichting) yang dinamakan Kertya Liefrink-Van der Tuuk. Nama Kertya merupakan nama yang diusulkan oleh I Gusti Putu Djelantik, Raja Buleleng yang berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti jerih payah dan pengetahuan. Selain untuk menghormati jasa kedua orang
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |559
ISSN: 2303-2898 tersebut, yayasan ini juga bertujuan melacak naskah lontar yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan Pertengahan, bahasa Bali dan Sasak. Selain itu, kegiatan yang dilakukan di yayasan ini adalah berbagai aktivitas intelektual seperti menerbitkan buku dan majalah. Pada tanggal 14 September 1928, yayasan ini dibuka untuk umum oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda A.C.D. de Graff. Untuk mengingatkan tanggal bersejarah tersebut, pada pintu masuk yayasan tersebut dipahatlah sebuah candra sengkala yang menandakan tanggal pembukaan yayasan tersebut dalam tahun Saka, yaitu gambar manusia menaiki gajah dengan busur panah di tangannya dan orang yang terkena panah itupun mati. Makna dari Chandra Sengkala tersebut adalah sebagai berikut: manusia nilainya 1; gajah (asta-diggaja) nilainya 8; panah (panca-bana) nilainya 5 dan orang mati (sunya) nilainya 0. Jadi gambar Chandra Sengkala tersebut menunjukkan tahun Saka 1850 atau 1928 Masehi. Dalam perkembangan selanjutnya, para sarjana Belanda dibantu oleh cerdik pandai yang berasal dari Bali mengeluarkan terbitan berupa Mededeelingen atau majalah. Majalah ini terus berkembang dan hingga tahun 1930, yayasan ini sudah menerbitkan lima nomor. Yayasan Kertya LiefrinkVan der Tuuk juga menerbitkan buku atau teks sejarah. Terbitan pertama adalah Kidung Pamancangah yang diterbitkan dalam huruf Latin berikut ulasan dari Dr. C.C. Berg. Tokoh ini juga sangat berjasa dalam hal menemukan salinan Nagara Krtagama di Lombok pada tahun 1894 – pada saat Belanda
Vol. 4, No. 1, April 2015 menyerang Lombok (Riana, 2009: xiii). Terbitan lainnya berupa buku dua jilid yang ditulis oleh Dr. W.F. Stutterheim berjudul Oudhheden van Bali. Buku ini merupakan buku klasik yang membahas tentang Pejeng dan peninggalanpeninggalan purbakalanya. Desa Pejeng dan desa-desa di sekitarnya memang kaya akan peninggalan purbakala karena dahulunya diperkirakan sebagai pusat kerajaan Dinasti Warmadewa. Saat ini Gedong Kertya berada di bawah pengelolaan Pemerintah Kabupaten Buleleng. Berkenaan dengan itu berarti pula pengelolaan Gedong Kertya sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Buleleng. Apapun bentuk modal yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup Gedong Kertya, yakni modal insani, modal finansial, modal sosial dan modal teknologi sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Buleleng. Koleksi utama Perpustakaan Gedong Kertya adalah lontar. Dengan demikian tidak mengherankan jika Gedong Kertya disebut pula perpustakaan lontar. Jumlah koleksi lontar saat ini adalah lontar asli 1.757 cakep, salinan lontar 7.211 buah (4000an naskah disalin ke dalam lontar, sisanya adalah salinan isi lontar di atas kertas) dan buku 8.490 judul (data statistik perpustakaan Gedong Kertya tahun 2014). Koleksi lontar yang ada di Gedong Kertya diklasifikasi berdasarkan tulisan I Nyoman Kadjeng yang berjudul “Voorloping Overzicht van de op Bali Aanwezige Literatuurschat”. Adapun penggolongan naskah-naskah tersebut adalah sebagai berikut. (1) Weda. Merupakan Kitab Suci Agama Hindu yang dapat dikelompokkan ke
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |560
ISSN: 2303-2898 dalam Weda yang berbahasa Sansekerta, Jawa Kuno, dan Bali. Lontar ini terdiri dari Weda Indik Maligia, Weda Pangentas, Weda Panglukatan, dan Weda Sawawedana. Selain itu, lontar yang tergolong sebagai kelompok Weda juga terdiri dari: a. Mantra yang merupakan doa-doa yang ditujukan kepada Ida Sanghyang Widhi Waça, Tuhan Yang Waha Esa. Judul lontarnya antara lain: Atmaraksa, Pabersihan, Pangastawa, Pujastawa, Tirta Gamana. b. Kalpasastra yang berisi tuntunan berbagai ritual Agama Hindu seperti Banten Pangentas, Bebantenan, Caru Suci, Indik Galungan, Manca Balikrama, Pacecaron, Pangabenan, Pawintenan, Plutuk, Sang Kulputih. (2) Agama. Terdiri dari lontar sebagai berikut: a. Palakerta yang berisikan berbagai tata aturan kemasyarakatan seperti Agama, Purwadigama, Awig-awig, Kerta ring Sawah, Stri Sanggraha, Pamastuning Cor, Widi Pamincatan, Adigama, Paswara, Kutaragama, dan sebagainya. b. Sasana yang membahas tentang kesucian moral, terdiri dari Dasa Sila, Dewa Sesana, Kerta Bujangga, Mantra Sesana, Putra Sesana, Raja Sesana, Resi Sesana, Sarasamuscaya, Sila Krama, Sila Sesana, Sang Prabu dan lain-lain. c. Niti yang mengajarkan hukum dan perundang-undangan pada zaman kerajaan di Bali; lontar yang
Vol. 4, No. 1, April 2015 masuk pada klas ini antara lain Niti Praja, Niti Sastra dan Raja Niti. (3) Wariga. Merupakan kelompok lontar yang berisi pengetahuan yang terkait dengan astronomi serta astrologi, ilmu bahasa, bangunan, mitologi dan pengobatan tradisional Bali. Kelompok lontar ini terdiri dari: a. Wewaran, tentang hari baik dan hari buruk berdasarkan kalender Hindu. b. Tutur Upadesa, berisikan petuahpetuah dan filosofi Hindu. c. Kanda, terdiri dari ilmu-ilmu praktis seperti ilmu bangunan, ilmu pengeliakan (black & white magic). d. Usadha, koleksi yang berisi tentang pengobatan tradisional. (4) Ithihasa. Kelompok lontar yang berisikan cerita-cerita kepahlawanan Hindu yang ditulis dalam bahasa Sansekerta, Jawa Kuno, maupun Bahasa Bali. Ithihasa terdiri dari beberapa kelompok yaitu: a. Parwa, tentang epik Mahabarata yang terdiri dari 18 parwa. b. Kekawin, merupakan prosa dalam bentuk wirama yang diikat dengan guru lagu. Contohnya: kekawin Sutasoma, Barata Yudha, dan lain-lain. c. Kidung, adalah tembang yang digubah dalam bentuk bahasa Kawi/Jawa Kuno, contohnya Tantri. d. Geguritan adalah tembang macapat. (5) Babad. Merupakan karya sastra yang digolongkan dalam lontar yang menceritakan asal-usul kekeluargaan berbagai klan di Bali dan cerita-cerita yang mengandung unsur sejarah. Kelompok ini terdiri dari:
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |561
ISSN: 2303-2898 a. Babad, tentang silsilah keturunan keluarga-keluarga di Bali seperti Babad Pande, Babad Arya Wang Bang Pinatih, dan lain-lain. b. Hikayat/Sejarah, contohnya Pararaton. c. Runtuhnya Kerajaan, contohnya uug Badung, uug Buleleng, dan lain sebagainya. (6) Tantri. Kelompok lontar yang berisikan cerita pewayangan, folklore, dan catatan muhibah raja-raja di Bali, terdiri dari: a. Tantri Hindu, yaitu cerita Tantri yang bersumber dari cerita-cerita Hindu di India. b. Tantri Bali, yaitu Satua Pegantihan (folklore) asli Bali. c. Surat Pengeling-eling, yaitu suratsurat dari para Raja yang ditujukan kepada rakyatnya. (7) Lelampahan. Merupakan kelompok lontar yang berisikan skenario atau lakon pertunjukan kesenian-kesenian di Bali seperti kesenian gambuh, arja, wayang, drama gong dan pertunjukan kesenian lainnya. Berdasarkan penggolongan naskah-naskah yang tersimpan di Gedong Kertya maka jelas terlihat bahwa isinya beragam. Walaupun isinya sangat beragam namun sangat kental bemuatan Agama Hindu. Dengan demikian maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Gedong Kertya tidak saja memuat kekayaan budaya Bali, tetapi juga nilai-nilai moralitas yang sangat berguna bagi penumbuhkembangan masyarakat Bali yang berbasiskan Agama Hindu. Koleksi yang terdapat di sana sebagain besar merupakan koleksi yang berasal pada masa Pemerintahan
Vol. 4, No. 1, April 2015 Kolonial Belanda. Pada masa itu, upaya pengadaan koleksi dapat dilakukan dengan lebih mudah karena pemerintah penjajahan dapat menyita begitu saja koleksi lontar yang dimiliki oleh masyarakat baik yang dimiliki oleh perseorangan maupun sebuah klan. Tentu saja tidak semua koleksi lontar diperoleh dengan cara ini, banyak pula lontar yang diperoleh secara sukarela dari masyarakat yang menyerahkan lontar koleksinya secara sukarela atau dengan imbalan uang. Pada masa sekarang ini, pengadaan koleksi lontar di Gedong Kertya saat ini dilakukan dengan cara, 1) membeli dari masyarakat perorangan atau klen, 2) meminjam dari masyarakat untuk disalin, 3) menerima penyerahan lontar dari perseorangan atau klan, dan 3) membuat lontar baru dari berbagai sumber yang semula ditulis dalam tulisan latin pada media kertas. Mengingat Gedong Kertya merupakan perpustakaan khusus, maka layanan yang ada di sana juga berbeda dengan perpustakaan pada umumnya. Layanan yang dimiliki perpustakaan Gedong Kertya antara lain: (a) Layanan transkripsi dan penerjemahan lontar; (b) konsultasi pemberian nama anak; (c) konsultasi Dewasa Ayu; (d) konsultasi pengobatan tradisional; (e) pelayanan pembacaan lontar atau prasasti; (f) layanan pembelian lontar; (g) layanan membuat Prasi; (h) saksi ahli di pengadilan; (i) penulisan awig-awig desa pakraman mamakai huruf dan bahasa Bali. Koleksi Gedong Kertya terdiri dari lontar beserta naskah dan buku-buku kuno yang memiliki kandungan pengetahuan yang bernilai sangat tinggi bagi masyarakat Bali. Oleh sebab itu
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |562
ISSN: 2303-2898 tindakan pelestarian atau preservasi, konservasi dan restorasi terhadap koleksi tersebut menjadi kegiatan yang sangat vital bagi perpustakaan ini untuk menjaga kelangsungan koleksi secara fisik dan isinya. Kegiatan preservasi adalah tindakan yang diambil untuk mengantisipasi dan mencegah kerusakan koleksi. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu tindakan konservasi pencegahan (preventive conservation), yang merupakan praktek pemeliharaan koleksi dengan cara menjaga lingkungan sehingga kerusakan atau kehancuran koleksi dapat diminimalisir (Kosilov, 2010). Selain tindakan konservasi pencegahan, tindakan yang tak kalah pentingnya dalam preservasi adalah interventive conservation, tindakan mengurangi resiko kerusakan koleksi seperti: preservasi gedung, penataan lingkungan, preservasi perabot dan peralatan, preservasi melalui kropak seng dan kropak kayu, preservasi terhadap lontar, dan perbaikan lontar yang rusak. Sebagaimana diamanatkan dalam UU Cagar budaya No. 11 tahun 2010 pasal 1, bahwa setiap tempat yang menyimpan barang budaya perlu dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Gedong Kertya sebagai perpustakaan lontar menyimpan berbagai naskah yang mengandung nilai sejarah, pendidikan, agama dan lain sebagainya dapat dikategorikan sebagai cagar budaya perlu mendapat perhatian agar berbagai artefak yang dimiliki di dalamnya tetap terjaga dan lestari agar pengetahuan yang terkandung pada
Vol. 4, No. 1, April 2015 lontar bisa menjadi ingatan bukan hanya bagi orang Bali tetapi juga bagi dunia. Sumber daya manusia merupakan unsur yang paling penting dalam penyelenggaraan sebuah organisasi karena SDM adalah modal atau asset yang sangat berharga. SDM juga sering disebut sebagai modal insani. Berbicara tentang sumber daya manusia tidak bisa dilepaskan dari manajemen SDM yang juga menyangkut perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, dan lain-lain. Berdasarkan wawancara terhadap Kepala Gedong Kertya, begitu pula berdasarkan pengamatan, kondisi ini terlihat misalnya pada fakta Gedong Kertya sebagai perpustakaan sama sekali tidak memiliki tenaga pustakawan. Koleksi Gedong Kertya berkaitan dengan kebudayaan Bali yang termuat dalam lontar yang ditulis dalam huruf Bali dan berbahasa Jawa Kuno atau Bahasa Sansekerta. Lontar tersebut juga kaya akan pengetahuan tentang agama Hindu yang mencakup masalah tattwa, susila, dan upakara. Berkenaan dengan itu maka modal insani yang dibutuhkan oleh Gedong Kitya adalah tenaga yang memiliki latar belakang pendidikan antropologi, agama Hindu, bahasa Bali dan Jawa Kuno. Namun, kualifikasi tenaga seperti ini sama sekali tidak ada di Gedong Kertya. Sedangkan tenaga SMA lebih banyak mengurusi masalah administrasi sehingga sama sekali tidak ada kaitannya dengan masalah pengkajian terhadap lontar. Pihak Gedong Kertya dalam setiap kesempatan selalu mengajukan kepada atasannya bahwasannya mereka memerlukan karyawan yang memiliki kemampuan dalam mengelola lontar,
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |563
ISSN: 2303-2898 namun hal tersebut tidak pernah mendapat sambutan dari pihak yang lebih berwenang sehingga kegiatan di Gedong Kertya tidak ada peningkatan berarti. Pengangkatan pegawai di tempat ini pun tak pernah melalui proses perencanaan. Kapan saja Gedong Kertya bisa kedatangan pegawai baru yang tak pernah direncanakan keberadaannya. Kondisi modal insani seperti ini menimbulkan kesan bahwa posisi Perpustakaan Gedong Kertya hanya dianggap sebagai lembaga pelengkap dari struktur birokrasi secara keseluruhan. Ketiadaan kebijakan terkait sumber daya manusia menjadi bukti bahwasannya pekerjaan yang tercakup dalam Perpustakaan Gedong Kertya tidak dianggap sebagai pekerjaan berbasis profesionalisme, tetapi hanya sebagai pekerjaan administratif sehingga siapa pun bisa melaksanakannya asalkan ada kemauan. Jadi, prinsip dasar keprofesionalan dikesampingkan karena yang dipentingkan adalah kemauan asalkan mau, kemampuan tidaklah penting. Selain sumber daya manusia yang memadai, komponen penting dalam pengelolaan Gedong Kertya adalah anggaran atau modal financial yang sangat diperlukan bagi kelangsungan operasional perpustakaan ini. Kegiatan rutin yang dilaksanakan di Gedong Kertya meliputi pelestarian koleksi, penyalinan lontar, alih aksara, alih bahasa dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut memerlukan dukungan dana yang cukup sehingga koleksi yang dimiliki Gedong Kertya tetap terjaga kondisi maupun kuantitasnya demi kelancaran pelayanan koleksi terhadap pengunjung.
Vol. 4, No. 1, April 2015 Modal finansial yang dibutuhkan bagi pendanaan Gedong Kertya berasal dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Pemkab Buleleng. Secara struktural Gedong Kertya berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Berkenaan dengan itu maka modal finansial bagi Gedong Kertya menyatu dengan anggaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Dana yang dialokasikan untuk Gedong Kertya amat kecil, karena ada kecenderungan baik Pemkab Buleleng, begitu pula Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, bahkan termasuk DPRD Kabupaten Buleleng, kurang memperhatikan kebutuhan modal finansial Gedong Kertya. Kecilnya anggaran yang diterima oleh Gedong Kertya memaksa Gedong Kertya untuk menghapus beberapa program rutin yang biasanya dilaksanakan dalam setiap tahunnya. Salah satu contoh program rutin yang ditiadakan di Gedong Kertya adalah lomba nyastra yang biasanya dilakukan sekali dalam setahun. Lomba nyastra biasanya diikuti oleh pelajar mulai tingkat SD hingga SMA se-kabupaten Buleleng sebagai upaya untuk menumbuhkan kecintaan anak sekolah terhadap lontar dan bahasa Bali. Pemenang lomba nyastra biasanya dipersiapkan untuk mengikuti lomba nyastra tingkat provinsi yang diadakan pada saat Pesta Kesenian Bali di kota Denpasar. Kegiatan lain yang dihapuskan karena kecilnya anggaran Gedong Kertya adalah sosialisasi lontar ke desadesa. Biasanya Gedong Kertya melakukan identifikasi terhadap lontar yang ada di masyarakat sebagai upaya untuk menyelamatkan naskah penting yang masih berada di tangan warga
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |564
ISSN: 2303-2898 masyarakat. Pada saat sosialisasi, apabila ditemukan lontar yang belum dimiliki Gedong Kertya maka akan diupayakan untuk meminjam lontar tersebut atau membelinya. Upaya ini sangat berguna bagi perkembangan koleksi yang dimiliki Gedong Kertya sehingga dengan berkembangnya koleksi yang dimiliki akan meningkatkan kualitas layanan di sana. Ketiadaan kebijakan yang khusus mengatur tentang Gedong Kertya menjadi penyebab kurang optimalnya pengelolaan Gedong Kertya. Kurangnya SDM yang memadai serta sumber daya financial yang disediakan menjadikan tempat ini kian marjinal diantara gedung-gedung di sekitarnya. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada bab pembahasan dapat disimpulkan bahwa berbagai kegiatan mulai dari pengelolaan koleksi, layanan hingga kegiatan preservasi yang dilakukan di Perpustakaan Gedong Kertya bersifat unik dan khas. Dari segi pengelolaan koleksi, Perpustakaan Gedong Kertya melakukan berbagai kegiatan yang tidak jauh berbeda dengan perpustakaan pada umumnya. Koleksi yang dimiliki oleh Perpustakaan Gedong Kertya sebagian besar merupakan koleksi yang berasal dari zaman Belanda, namun hingga sekarang perpustakaan ini terus melakukan pengembangan koleksi. Pengadaan koleksi di sana dilakukan dengan beberapa cara seperti: pembelian, sumbangan, penyalinan, serta menerbitkan sendiri. Untuk pengolahan bahan pustaka berupa klasifikasi, katalogisasi hingga penomoran dan penjajaran di dalam rak,
Vol. 4, No. 1, April 2015 perpustakaan Gedong Kertya memiliki sistem tersendiri yaitu diklasifikasi menjadi tujuh bidang yaitu: Weda, Agama, Wariga, Ithihasa, Babad, Tantri dan Lelampahan. Untuk sistem penomoran pun Gedong Kertya menciptakan kode sendiri yang dianggap lebih mudah dalam temu kembali informasi. Sementara penempatan koleksi pada rak, Gedong Kertya menjajarkannya berdasarkan bahasa, keaslian koleksi serta penerbit koleksi itu sendiri. Untuk layanan, mengingat sebagian besar koleksi Perpustakaan Gedong Kertya adalah manuskrip berupa lontar dan buku-buku kuno yang langka dan tidak ada duanya, layanan sirkulasi berupa peminjaman dan pengembalian bahan pustaka tidak ada di sana. Layanan yang diberikan sebagian besar merupakan layanan referensi berupa layanan bimbingan membaca dan menulis aksara Bali kepada pengunjung. Layanan lainnya adalah layanan yang bersifat praktis dan sangat dekat dengan kehidupan seharihari masyarakat Hindu Bali seperti: layanan transkripsi dan penerjemahan lontar, konsultasi pemberian nama anak, konsultasi dewasa ayu, konsultasi pengobatan tradisional, layanan pembacaan prasati, dan lain-lain. Untuk tindakan preservasi koleksi berupa konservasi pencegahan dilakukan dengan menjaga agar desain yang diwariskan pada zaman Belanda tetap pada aslinya. Lingkungan sekitar juga dijaga guna mempertahankan keutuhan koleksi yang ada. Kondisi cuaca yang panas harus didukung dengan lingkungan yang sejuk agar koleksi khususnya lontar tidak melengkung karena panas. Berbagai
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |565
ISSN: 2303-2898 perabot seperti rak dan kropak juga sangat diperhatikan guna menjaga kekuatan koleksi. Masih banyak perabotan yang berasal dari zaman Belanda dipergunakan dalam penyimpanan koleksi yang ada di sana, disamping ada juga aneka perabot yang baru. Perabot yang dimaksud, selain memberikan nilai estetika, juga merupakan upaya pencegahan dari kerusakan koleksi. Upaya pencegahan dengan melindungi fisik lontar dilakukan dengan cara modern dan tradisional yaitu dengan menggunakan kapur arus dan silica gel. Cara tradisional yaitu dengan mengaplikasikan minyak sereh dan kemiri bakar pada lontar sehingga lontar mudah dibaca dan tetap lentur. Sementara untuk perbaikan koleksi yang rusak khususnya lontar dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan diberikan selotip dan yang rusak parah dibuatkan salinannya. Ketiadaan kebijakan yang khusus mengatur Gedong Kertya menjadi salah satu penyebab kurang diperhatikannya Gedong Kertya. Keberadaan perpustakaan ini hanya dianggap sebagai pelengkap diantara gedunggedung lain yang ada di Buleleng. Untuk itu diperlukan kesadaran berbagai pihak termasuk tokoh masyarakat untuk mendorong pemerintah beserta jajaran terkait untuk memperhatikan tempat ini dengan lebih baik sehingga Gedong Kertya tidak menjadi kebanggaan masyarakat Buleleng tetapi juga masyarakat dunia. Gedong Kertya apabila diperhatikan dengan baik, tidak hanya dapat menadi daerah tujuan wisata, tetapi juga dapat menjadi pusat preservasi kebudayaan Bali yang melahirkan generasi yang akan melanjutkan tradisi nyastra di Bali. di
Vol. 4, No. 1, April 2015 Gedong Kertya juga diharapkan akan lahir berbagai pengetahuan baru yang akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan masyarakat Bali terkait pengetahuan tradisional. Setiap kendala yang muncul akibat tidak adanya kebijakan yang mengatur Gedong Kertya penanggulangan agar Perpustakaan Gedong Kertya tetap eksis dan bisa berperan secara optimal. Berkenaan dengan itu maka ada beberapa saran tindak yang bisa dikemukakan untuk pengembangan Perpustakaan Gedong Kertya di masa depan. (a)
Penyadaran Kultural Langkah paling awal yang bisa dilakukan adalah memberikan penyadaran kultural kepada para aktor penentu kebijakan di lingkungan Pemkab Buleleng dan DPRD Buleleng bahwa Gedong Kertya yang memuat berbagai warisan budaya Bali memiliki kedudukan sangat penting bagi masyarakat Bali. Prinsip dasar penyadaran kultural adalah merubah cara berpikir mereka, yakni melihat kemajuan suatu masyarakat tidak hanya diukur berdasarkan pemenuhan kebutuhan ekonomi yang ditandai oleh pembangunan berbagai prasarana dan sarana ekonomi, tetapi harus pula dilihat dari segi pemenuhan kebutuhan rohaniah atau spiritual yang di dalamnya menyangkut pemenuhan kebutuhan budaya. (b)
Penyediaan Modal Ekonomi Yang Memadai Paparan di atas menunjukkan bahwa kelemahan paling mendasar bagi Gedong Kertya adalah miskin akan modal finansial. Gedong Kertya tidak
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |566
ISSN: 2303-2898 memiliki sumber masukan finansial sehingga sepenuhnya bergantung kepada induknya, yakni Pemkab Buleleng. Dengan adanya kenyataan ini maka sudah selayaknya Pemkab Buleleng, begitu pula DPRD Buleleng menyediakan dana khusus untuk menunjang pengoperasian Gedong Kertya lewat APBD. Dana yang diberikan bersifat tepat guna sehingga tidak berdasarkan pada keinginan, tetapi bersandarkan pada kebutuhan nyata. Artinya, dana yang tersedia dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan Gedong Kertya. Pemberian bantuan harus disertai dengan pertanggunjawaban yang transparan dan akuntabel. Dengan cara ini diharapkan Gedong Kertya paling tidak mampu memenuhi kebutuhan minimalnya secara berkelanjutan dalam konteks memberikan pelayanan kepada konsumen yang membutuhkan jasa budaya yang termuat pada lontar yang tersimpan di Gedong Kertya. (c)
Peningkatan Keprofesionalan Pegawai Pegawai Gedong Kertya perlu ditingkatkan kualitas keprofesionalannya antara lain melalui pendidikan fomal. Idealnya, paling tidak mereka memiliki ijazah D3 Perpustakaan. Kepemilikan ijazah lewat pendidikan formal perlu pula dibarengi dengan penyelenggaraan pendidikan dan atau pelatihan secara berkelanjutan sehingga keprofesionalan mereka terus berkembang. Kondisi ini disertai pula dengan sistem rekrutmen yang memperhatikan kebutuhan nyata, bukan berdasarkan kepentingan para pejabat. Begitu pula kebijakan gaya lama yang memposisikan Gedong Kertya sebagai lembaga pinggiran dan
Vol. 4, No. 1, April 2015 tempat pembuangan pegawai terkena sanksi jabatan perlu diganti dengan citra yang baru, yakni Gedong Kertya adalah lembaga terhormat sebagai tempat bagi seseorang untuk mengaktualisasikan segala potensi yang ada pada dirinya secara optimal. Menjadikan pegawai Gedong Kertya juga sangat penting agar pegawai yang sudah menguasai berbagai keterampilan terkait lontar tidak dengan mudah dimutasi ke tempat lain sehingga pengembangan Gedong Kertya menjadi optimal. DAFTAR PUSTAKA Bourdieu, P. 2010. Arena Produksi Kultural Sebuah Kajian Sosiologi Budaya. [Penerjemah: Yudi Santosa]. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Covarrubias, M. 1972. Island of Bali. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Hasbullah, J. (2006). Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). Jakarta: MRUnited Press. Kosilov, Andrey. 2010. Knowledge Preservation Method. International Atomic Energy Agency, School of Nuclear Knowledge Management. 23-27 August 2010, Trieste, Italia. Lubis, Akhyar Yusuf dan Donny Gahral Adian. (2011). Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan. Depok: Koekoesan. Said, Edward W. 2011. Orientalism. Columbia: Vintage.
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora |567
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA Oleh : Ratih Tri Lestari* Pembimbing : Wiji Suwarno, S.Pd.I, S.IPI, M.Hum Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang *)
E-mail:
[email protected] Abstrak
Judul skripsi ini adalah “Persepsi Masyarakat tentang Kualitas Pelayanan Perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagimana persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara kepada informan, observasi untuk menentukan informan dan melihat secara langsung pelayanan yang dilakukan perpustakaan dan studi pustaka untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif. Dari hasil analisis diketahui bahwa persepsi masyarakat pengguna pelayanan perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara menyatakan bahwa kualitas pelayanan terkait dengan tangible (letak perputakaan yang strategis, bangunan perpustakaan, sarana dan prasarana yang meliputi peralatan untuk pelayanan, hotspot, warnet, dan AC, dan mebelair perpustakaan meliputi kursi dan meja) sudah cukup baik, reliability (pelayanan pustakawan yang sesuai dengan keinginan pemustaka) belum sesuai dengan keinginan pemustaka, responsiveness (kesigapan pustakawan dalam menjawab pertanyaan masyarakat dan ketanggapan pustakawan dalam menghadapi keluhan masyarakat) sudah cukup sigap tapi kurang tanggap, assurance (sikap sopan dan ramah pustakawan) sudah baik, dan empathy (bimbingan teknis oleh pustakawan dan bantuan yang diberikan pustakawan kepada pemustaka) sudah cukup membantu tapi belum memberikan bimbingan kepada pemustaka. Secara umum dapat dinyatakan bahwa kulaitas pelayanan perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara sudah cukup baik. Kata Kunci: Persepsi Masyarakat, Kualitas Pelayanan Perpustakaan. Abstract The title of thesis is "Public Perception about Quality of Library Service in Library and Archives Office of Banjarnegara Regency”. The purpose of thesis is to find out how people's perception about the service quality in Library and Archives Office of Banjarnegara Regency. Methods of data collection include interview of informant, observation to determine informant and directly observe the service in the library and libraries study to collect information that related to this research. The analysis uses descriptive analysis. From the analysis results are known that the public perception of user of library service in Library and Archives Office of Banjarnegara Regency stated that the quality of service associated with the tangible (strategic location of library, library building, facilities and infrastructure that include equipment for service, hotspot, cafe, and air conditioning, and library Furniture include chairs and tables) is good enough, reliability (service of librarian in accordance with the wishes of user not in accordance with the wishes of user,
responsiveness (alertness of librarian in answering the public question and responsiveness of librarian in dealing with public complaint) is efficient but less responsive, Assurance (respectfully and friendly attitude of librarian) is good, and empathy (the technical guidance by the librarian and librarian assistance provided to the user is enough to help but not yet provide guidance to user In general, it can be stated that the quality of library service of Library and Archive Office of Banjarnegara Regency is good enough. Keywords: Publich Perception, Quality of Library Service
1. Pendahuluan
Perpustakaan dan Dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara cukup ramai dikunjungi oleh masyarakat setiap harinya. Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, pelayanan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara sudah cukup baik dan pustakawan cukup ramah dalam melayani pengunjung, hanya saja komputer yang digunakan untuk pelayanan sirkulasi terbatas sehingga saat ramai pengunjung terutama pengguna yang ingin meminjam atau mengembalikan buku harus antri sehingga pelayanan tidak dapat dilakukan dengan cepat, keluhan dari pengguna perpustakaan kurang ada penyelesaian dari pustakawan sehingga kepuasan pengguna tidak terpenuhi, fasilitas hotspot yang ada di perpustakaan sering mati dan tidak semua ruangan ada ACnya. Peneliti tertarik untuk meneliti pelayanan yang ada di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara karena ingin mengetahui bagaimana persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan yang ada diperpustakaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara.
3. Metode Penelitian Penelitian mengenai persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan perpustakaan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banjarnegara menggunakan metode pendekatan Deskriptif analitis dengan ragam penelitian wawancara.
4. Analisa Hasil analisa dari penelitian ini ada 5 lima aspek,berikut hasil analisanya: Tangible dalam penelitian ini meliputi letak dan bangunan. Letak perpustakaan sudah strategis dan mudah dijangkau oleh semua masyarakat. Letak perpustakaan yang berada di pusat kota, dekat dengan sekolah-sekolah dan di pinggir jalan raya sangat memudahkan masyarakat yang ingin berkunjung ke perpustakaan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Bangunan perpustakaan sudah bagus dan luas sehingga masyarakat nyaman ketika berada di perpustakaan. Ventilasi sudah cukup baik dan pencahayaan juga sudah cukup bagus, baik pada siang hari maupun malam hari. peralatan yang digunakan dalam pelayanan perpustakaan 2. Tinjauan Pustaka belum canggih karena masih ada yang 2.1 Persepsi dilakukan secara manual dan peralatan yang Menurut Suwarno (2009:52), persepsi adalah suatu ada cenderung alat-alat yang sudah lama tidak proses membuat penilaian atau membangun kesan mengikuti perkembangan teknologi informasi mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dan penggunaan barcode juga belum ada di dalam lapangan penginderaan seseorang. Persepsi perpustakaan. Layanan hotspot di pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami perpustakaan tidak terlalu bagus karena setiap orang ketika berusaha memahami informasi lambat untuk mengakses internet bahkan yang diterimanya. terkadang hotspotnya mati dan tidak mudah 2.2 Kualitas Pelayanan Perpustakaan Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, juga karena jika ingin mengakses internet ada kualitas adalah mutu. Jadi kualitas adalah passwordnya sehingga membuat bingung tingkat baik buruknya sesuatu. Menurut masyarakat karena di area hotspot tidak ada Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, kata keterangan tentang passwordnya.Warung “layan” (melayani) mempunyai arti meladeni, internet (warnet) di perpustakan sudah baik memberi bantuan dan hal-hal segala urusan dan untuk mengakses internetnya juga cepat yang diperlukan. Pelayanan adalah usaha atau tidak kalah dengan warnet lain, selain itu aktivitas yang dilakukan untuk kepentingan biayanya juga lebih murah dibandingkan orang lain atau pihak lain (Noerhayati, dengan warnet lain. Air Conditioning (AC) di 1989:111). Jadi kualitas pelayanan adalah perpustakaan tidak berfungsi dengan baik baik buruknya suatu aktivitas yang diberikan karena sering mati dan tidak semua ruangan kepada pihak lain. perpustakaan ada ACnya. Mebelair yang meliputi meja dan kursi di perpustakaan
sudah bagus dan layak untuk sebuah 5. Kesimpulan perpustakaan. Ketika banyak pengunjung Berdasarkan hasil analisis data Kualitatif kursinya sudah memadai. terhadap jawaban dari keseluruhan Reliability dalam penelitian ini ialah wawancara yang telah dilakukan kepada 10 pustakawan dapat memberikan pelayanan (sepuluh) orang pemustaka sebagai informan sesuai dengan keinginan pemustakanya. di Kantor Perpustakaandan Arsip Daerah Pustakawan belum memberikan pelayanan Kabupaten Banjarnegara yang bersedia sesuai dengan keinginan pemustaka karena dijadikan informan dalam penelitian ini, maka pustakawan lambat dalam memberikan dapat ditarik kesimpulan: kualitas pelayanan pelayanan dan pustakawan terkadang sibuk Kantor Perpustakaan Daerah Banjarnegara melayani pengunjung lain sehingga kepuasan sudah cukup baik dilihat dari segi letak pemustaka tidak dapat terpenuhi secara perpustakaan, bangunan perpustakaan, maksimal. warung internet (warnet), mebelair, kesigapan Resposiveness dalam penelitian ini meliputi pustakawan dalam menjawab pertanyaan kesigapan dan ketanggapan pustakawan. pemustaka, sikap ramah dan sopan Pustakawan sudah sigap dalam menjawab pustakawan dalam memberikan pelayanan semua pertanyaan pemustaka. Pustakawan kepada pemustaka dan bantuan yang sudah mengolah informasi dengan baik, diberikan pustakawan kepada pemustaka. sehingga jika ada pemustaka yang Tidak baiknya dilihat dari segi hotspot, Air menanyakan tentang lokasi buku, pustakawan Conditioning (AC), pustakawan belum selalu dapat menjawab. Pustakawan kurang memberikan pelayanan sesuai dengan tanggap dalam menghadapi keluhan dari keinginan pemustaka, kurang tanggapnya pemustaka. Pustakawan cenderung apatis, pustakawan dalam menghadapi keluhan diam dan tidak memberikan penyelesaian dari pemustaka, dan pemberian bimbingan teknis keluhan tersebut. kepada pemustaka belum dilakukan. Assurance dalam penelitian ini keramahtamahan, sopan dan santun dalam Daftar Pustaka memberikan pelayanan. Sikap pustakawan di perpustakaan sudah ramah dan sopan kepada semua pemustaka, pustakawan tidak Arikunto, Suharsimi. (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. membeda-bedakan pemustaka. Empathy dalam penelitian ini meliputi Muchyidin, A. Suherlan dan Iwa D. (1989). Panduan bimbingan teknis dan bantuan pustakawan di Sasmitamihardja. Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Bandung: perpustakaan. Pustakawan belum memberikan Puri Pustaka. bimbingan teknis kepada pemustaka dalam Narbuko, Cholid. (2007). Metodologi Penelitian. penelusuran informasi buku yang Jakarta: Bumi Aksara. dibutuhkan pemustaka, pustakawan Prianto, Agus. 2006. Menakar Kualitas Pelayanan cenderung bersikap pasif, apatis, tidak ada Publik. Malang: In-TRANS. inisiatif dan kesadaran dari diri sendiri untuk Qalyubi, Syihabuddin. (2003). Dasar-Dasar Ilmu memberikan bimbingan teknis kepada Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan pemustaka jika tidak diminta tolong terlebih Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Adab dahulu. Pustakawan sudah cukup membantu IAIN Sunan Kalijaga. pemustaka dalam menemukan buku yang Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, dibutuhkan dengan menunjukkan lokasi buku Kualitatif dan R & D. Jakarta: Alfabeta. Sulistyo-Basuki. (2006). Metode Penelitian. tersebut. Jakarta: Wedyatama Widya Sastra. Suwarno, Wiji. (2007). Dasar-Dasar Perpustakaan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ilmu
PERSEPSI PEMUSTAKA PADA LAYANAN SIRKULASI (UMUM ATAU DEWASA) DI PERPUSTAKAAN DAERAH JAWA TENGAH
Dian Rizqi Amalia
Program Studi Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro Semarang
ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Persepsi Pemustaka pada Layanan Sirkulasi (Umum atau Dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi pemustaka pada layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Dearah Jawa Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka, kemudian dilakukan analisis. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pemustaka yang mengunjungi layanan sirkulasi (umum atau dewasa) pada tahun 2012 yang setiap harinya berjumlah kurang lebih 960 pemustaka. Sampel penelitian menggunakan teknik accidental sampling atau penentuan sampel secara kebetulan. Sampel diambil sebanyak 10 % dari keseluruhan populasi yaitu berjumlah 96 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan persepsi yang baik pada layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yaitu sejumlah 63,5% khususnya pada tampilan perpustakaan (kebersihan dan kerapian ruangan).
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemustaka memiliki persepsi yang baik, tetapi perlu adanya upaya dari perpustakaan untuk meningkatkan kualitas layanan agar menimbulkan persepsi yang jauh lebih baik lagi. Kata kunci: persepsi pemustaka, layanan sirkulasi.
PENDAHULUAN Perkembangan informasi telah menjadi kebutuhan utama dalam kehidupan manusia. Pemanfaatannya telah merambah ke seluruh aspek kehidupan, tidak terkecuali perpustakaan yang penyampaiannya telah dilakukan sedemikian canggih sebagai dampak dari perkembangan teknologi informasi. Perpustakaan banyak dijumpai di tengah masyarakat, baik perpustakaan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, lembaga swasta, maupun masyarakat umum. Perpustakaan Daerah Jawa Tengah adalah salah satu jenis perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah. Perpustakaan Daerah Jawa Tengah merupakan suatu lembaga penyedia jasa informasi yang sebagian besar bersifat non profit (tidak mencari keuntungan atau nirlaba). Salah satu layanan yang disediakan oleh Perpustakaan Daerah Jawa Tengah adalah layanan sirkulasi. Layanan sirkulasi merupakan ujung tombak penyelenggaraan perpustakaan artinya layanan
yang
berhubungan
langsung
antara
pustakawan
dengan
pemustaka. Aktivitas layanan sirkulasi menyangkut masalah citra perpustakaan. Citra perpustakaan yang baik menuntut layanan yang cepat dan tepat untuk memenuhi kebutuhan pemustaka. Selain itu bagian layanan sirkulasi (umum atau dewasa) juga merupakan tolak-ukur keberhasilan sebuah perpustakaan. Perpustakaan akan dinilai baik secara keseluruhan apabila dinilai mampu memberikan layanan yang terbaik sesuai dengan harapan pemustaka atau sebaliknya akan dinilai buruk apabila layanan yang diberikan buruk atau kurang memuaskan sesuai harapan pemustaka. Salah satu bentuk usaha perpustakaan untuk meningkatkan citra perpustakaan
adalah
dengan
menambah
koleksi
bahan
pustaka,
penambahan meja dan kursi yang nyaman untuk membaca, penataan koleksi yang sesuai dengan nomor panggil atau klasifikasi, sistem penelusuran yang mudah dipahami dan lain-lain. Selain itu tidak kalah pentingnya perpustakaan juga mengirimkan pustakawan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
dan
bintek
untuk
menambah
pengetahuannya.
Sehingga diharapkan akhirnya pemustaka dapat berpersepsi positif terhadap layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Berdasarkan pertimbangan hal tersebut di atas, maka penulis ingin mengetahui persepsi pemustaka (anggota maupun bukan anggota) yang mengunjungi layanan sirkulasi (umum atau dewasa), oleh sebab itu penulis
tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “Persepsi Pemustaka Pada layanan Sirkulasi (Umum atau Dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah”. PERPUSTAKAAN UMUM Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama dan status sosial-ekonomi. DEFINISI SIRKULASI Dilihat dari makna, kata sirkulasi berasal dari bahasa Inggris yaitu circulation yang berarti perputaran atau peredaran. Dalam ilmu perpustakaan, sirkulasi sering disebut kegiatan peminjaman bahan pustaka atau kegiatan yang berkaitan dengan peminjaman dan pengembalian bahan pustaka (Lasa,1993:1). PEMUSTAKA Menurut Undang-Undang No.43 tahun 2007 tentang perpustakaan, istilah pengguna atau pemakai perpustakaan diganti menjadi pemustaka. Menurut Undang-Undang N0.43 tahun 2007 Pasal 1 ayat 9, “pemustaka adalah pengguna perpustakaan yaitu perorangan, kelompok orang, masyarakat,
atau
perpustakaan”.
lembaga
yang
memanfaatkan
fasilitas
layanan
PERSEPSI. Suwarno
(2009:52),
Mengatakan
persepsi
adalah
proses
diterimanya rangsangan berupa objek. Kualitas hubungan antara gejala, maupun peristiwa sampai ransangan itu disadari dan dimengerti. Persepsi dapat
didefinisikan
sebagai
suatu
proses
membuat
penilian
atau
membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat didalam lapangan penginderaan seseorang. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui variabel-variabel penelitian dengan angka, kemudian dilakukan analisis (Supardi,2005:27).
Dalam
penelitian
ini
peneliti
berusaha
untuk
mendapatkan gambaran mengenai persepsi pemustaka pada layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Teknik
pengumpulan
data
menggunakan
wawancara
dan
kuesioner. Sedangkan populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemustaka yang mengunjungi layanan sirkulasi baik yang menjadi anggota maupun tidak, yang berjumlah kurang lebih 960 pemustaka pada setiap harinya. Sedangkan sampelnya berjumlah 10% dari jumlah populasi yaitu 96 pemustaka. Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data (editing), pengkodean (coding), dan penyusunan data (Tabulasi). Teknik analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan
menggunakan
distribusi
frekuensi
untuk
menggambarkan
persepsi
pemustaka pada layanan sirkulasi perpustakaan di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Rumus yang digunakan menggunakan teknik persentase menurut Riduwan (2008:41).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang persepsi dilakukan dengan
penyebaran
kuesioner atau angket pada bulan Mei 2012 kepada 96 orang responden. Responden yang diambil dalam penelitian ini adalah responden yang mengunjungi layanan sirkulasi di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: 1.
Persepsi pemustaka dilihat dari segi prosedur layanan Sebagian besar responden memberikan persepsi yang baik mengenai prosedur layanan yang ada di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah yaitu sebanyak 59 responden atau 61,5%. Hal ini disebabkan karena responden menilai prosedur layanan dinilai mudah mekanismenya dan tidak berbelit-belit.
2.
Persepsi pemustaka dilihat dari segi kecepatan layanan Kurang dari separuh dari jumlah responden memberikan persepsi yang baik mengenai kecepatan layanan di bagian sirkulasi, yaitu sebanyak 43 responden atau 44,8%. Hal ini disebabkan karena sistem automasi (komputerisasi) yang diterapkan Perpustakaan Daerah Jawa Tengah dinilai membantu mempercepat peminjaman dan pengembalian buku.
3.
Persepsi pemustaka dilihat dari segi ketepatan layanan Separuh dari jumlah responden memberikan persepsi yang baik mengenai ketepatan layanan di bagian sirkulasi, yaitu sebanyak 48 responden atau 50,0%. Hal ini disebabkan karena jumlah buku yang disediakan oleh perpustakaan sudah mencukupi kebutuhan pemustaka tetapi dinilai masih kurang lengkap.
4.
Persepsi pemustaka dilihat dari segi profesionalisme pustakawan Separuh dari jumlah responden memberikan persepsi yang baik mengenai profesionalisme pustakawan di bagian sirkulasi, yaitu sebanyak 50 responden atau 52,1 %. Hal ini disebabkan karena responden menilai pustakawan di bagian sirkulasi sudah bisa bertanggungjawab dan bekerjasama dalam melayani kebutuhan pemustaka.
5.
Persepsi pemustaka dilihat dari segi perhatian pustakawan Hampir sebagian besar dari responden memberikan persepsi yang cukup baik mengenai perhatian pustakawan di bagian sirkulasi, yaitu sebanyak 54 responden atau 56,3%. Hal ini disebabkan karena pemustaka menilai pustakawan belum terampil dan cekatan dalam melayani kebutuhan pemustaka.
6.
Persepsi pemustaka dilihat dari segi tampilan perpustakaan Sebagian besar dari responden memberikan persepsi yang baik mengenai tampilan perpustakaan di bagian sirkulasi, yaitu sebanyak 61
responden atau 63,5%. Hal ini disebabkan karena ruang sirkulasi dinilai bersih dan rapi.
SIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai persepsi pemustaka pada layanan sirkulasi (umum atau dewasa) di Perpustakaan Daerah Jawa Tengah, maka penulis merumuskan simpulan sebagai berikut: Responden
memberikan persepsi terbanyak sebesar 61 responden atau
63,5% mengenai persepsi terhadap tampilan perpustakaan khususnya pada kebersihan dan kerapian ruangan yang dinilai baik.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zainal. 2008. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Jakarta: Grasindo. Arikunto, Suharsini. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman, Ed.ke-2. Jakarta: Depdikbud. Gerungan, WAJ. 2002. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco. Indrawijaya, Adam Ibrahim.1996. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru. Irawan, Hadi. 2003. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Koentjoroningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka. Lasa,
HS. 1993. Jenis-jenis Pelayanan Informasi Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Perpustakaan.
Mardalis. 2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Martoatmojo, Karmidi. 1993. Pelayanan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka, Depdikbud. Mulyana, Deddy. 2011. Suatu Pengantar: Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasution. 2009. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Nawawi, Hadari. 1994. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Qalyubi, Syihabuddin. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Yogyakarta: Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga. Rahayuningsih, F. 2007. Pengelolaan Perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Riduwan. 2008. Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta. Shaleh Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab. 2005. Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Prenada Media. Soetminah. 1992. Perpustakaan, Kepustakawanan, dan Pustakawan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius. Sukmadinata. 2006. Rosdakarya.
Metodologi
Penelitian
Pendidikan.
Bandung:
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka. Sulistyo-Basuki. 1992. Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Sumardji, P. 1998. Perpustakaan: Organisasi dan tata kerjanya. Yogyakarta: Penerbit kanisius.
Supardi. 2005. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Press. Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Meningkatkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta. Sutarno, N.S. 2008. Kamus Perpustakaan dan Informasi. Jakarta: Jala Permata. Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: CV. Sagung Seto. Thoha, Miftah. 2001. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: CV. Rajawali. Undang-Undang RI No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Walgito, Bimo. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi. Warsito, Hermawan. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian: Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: Gramedia Pustaka Ilmu.
PERSEPSI PEMUSTAKA TENTANG LOKASI GEDUNG KANTOR PERPUSTAKAAN DAN ARSIP DAERAH KABUPATEN TEGAL DAN PENGARUHNYA TERHADAP MINAT KUNJUNGAN Oleh: Happi Afrila Griessandi* Pembimbing: Endang Fatmawati, M.Si., M.A. Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro Semarang *) E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini berjudul Persepsi Pemustaka Tentang Lokasi Gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terhadap Minat Kunjungan. Penelitian ini dilakukan di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal yang berlokasi di jln. A. Yani No. 51 Procot-Slawi, Kabupaten Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan sebab, hubungan persepsi pemustaka tentang lokasi gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terhadap minat kunjungan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian eksplanasi interpretatif. Metode eksplanasi ini digunakan untuk mendeskripsikan secara mendalam serta menemukan sebab atau hubungan yang terjadi dalam menganalisis persepsi pemustaka tentang lokasi Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terhadap minat kunjungan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dalam mendapatkan data primer dari informan, serta dilakukan observasi. Penelitian ini dipilih 11 (sebelas) orang pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip daerah Kabupaten Tegal secara acak untuk dijadikan sebagai informan yang akan diwawancarai. Teknik pengolahan dan analisis data dengan cara reduksi data dengan melakukan penyederhanaan dalam bentuk tabel. Penyajian data dengan mendeskripsikan hasil dari reduksi data dan mencari sebab atau hubungan yang terkait, serta penarikan simpulan dengan melakukan verifikasi serta mencari makna pada setiap gejala. Hasil wawancara dan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal telah memenuhi 3 (tiga) kriteria indikator tentang lokasi. Namun, ada 2 (dua) kriteria indikator yang belum terpenuhi. Selain dari pada itu berdasarkan wawancara dan analisis data ditemukan teori bahwa lokasi dapat mempengaruhi minat kunjungan. Kata kunci: Persepsi, Lokasi, Kualitatif, Perpustakaan Umum Kabupaten Tegal.
Abstrak This research entitled "User's Perception about Library Office and Archives Area Tegal Regency building Location toward interest in the Visit". This research taken at Library office and Archives Area Tegal Regency located on A.Yani Street Number 51 Procot-Slawi, Tegal Regency. This research aim to determine and describe reason, relation of user's perception about Library Office and Archives area Tegal Regency building location toward interest in visit. In this research, author use qualitative research method by using interpretative explanation research design. This explanation method used to describe exhaustively and discover reason or relation that happen on analyzing user's perception about library office and archives area Tegal Regency building location toward interest in the visit. Data collection techniques conducted by
interview in getting primary data from informan and observation.This research was selected 11 (eleven) user of Library Office and Archives Area Tegal Regency randomly as informant that would be interviewed. Data Processing and analyzing techniques use data reduction by performing simplification of the table. The presentation of data by describing the result of data reduction, finding reason or relation which is relevant, inference by performing verification, and looking for menaning at each indications. The result of interview and data analysis in this research that have been conducted at Library Office and Archives Area Tegal Regency has filled 3 (three) criteria of indicators about location. But, there are 2 (two) criteria of indicators has not been fulfilled. In addition, according to interview and data analysis identified a theory that location could influence interest in the visit. Keywords: Perception, Location, Kualitative, Library Office and Archives Area Tegal Regency.
1. Pendahuluan
Pada hakekatnya, perpustakaan umum mempunyai peran strategis dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, sebagai sarana belajar seumur hidup guna mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang berilmu sehingga dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan guna mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, perpustakaan umum berusaha untuk memasyarakatkan fungsi dan kegunaan perpustakaan dengan cara mendekatkan diri kapada masyarakat. Yaitu dengan cara menempatkan lokasi perpustakaan pada lokasi yang strategis sehingga mudah diakses oleh pemustaka. Oleh karena itu, dalam merencanakan dan memilih lokasi perpustakaan perlu dipertimbangkan secara cermat dan tepat. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal, dulunya dapat dikatakan tidak layak karena berada dalam satu atap dengan Sekolah Dasar Negeri Kudaile 06 dan hanya memiliki 2 ruang kelas. Oleh karena itu, pemerintah membangun gedung baru yang jauh lebih layak, dengan gedung berlantai 2 yang beralamatkan di Jalan Jend. A. Yani No. 51 Procot-Slawi. Pemindahan lokasi gedung ini diharapkan bisa menjadi salah satu faktor untuk menumbuhkan minat berkunjung pemustaka. Sehingga dapat meningkatkan jumlah pemustaka karena lokasi gedung lebih strategis, yaitu berada di jalur utama sehingga aksesnya lebih mudah, selain itu berada di sekitar kantor-kantor pemerintahan, sekolahan dan pusat perbelanjaan. Dari uaraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui persepsi pemustaka terhadap lokasi gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal. Oleh karena itu, penulis
mengambil judul penelitian “Persepsi Pemustaka Tentang Lokasi Gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal dan Pengaruhnya Terhadap Minat Kunjungan”, dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan persepsi pemustaka mengenai lokasi gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal sehingga dapat mempengaruhi minat kunjungan.
2. Landasan Teori 2.1. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses pengenalan seseorang untuk mengetahui dan memahami tentang objek (benda, manusia, gagasan, gejala dan peristiwa) melalui panca indera. Melalui persepsi dapat menciptakan dan memberikan suatu makna dan nilai terhadap objek yang dimaksud dengan menonjolkan sifat khas dari objek tersebut. Hasil dari persepsi bisa berupa tanggapan atau penilaian yang berbeda dari tiap individu. Persepsi individu menginterprestasikan stimulus yang diterima, sehingga memiliki arti bagi individu yang bersangkutan, dengan demikian stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Menurut Walgito (2004: 89), ada beberapa faktor yang berperan dalam mempengaruhi persepsi manusia, antara lain: 1. Objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja
sebagai reseptor. Namun, sebagian stimulus datang dari luar individu. 2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf. Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris. 3. Perhatian. Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekupulan objek. Proses terjadinya persepsi yang dikemukakan oleh Walgito (2004: 90), dapat dijelaskan bahwa objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini disebut proses fisiologis, yang kemudian menimbulkan proses di otak sebagai proses kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak ini disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu telah menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Akibat dari persepsi yang ditimbulkan adalah respon yang dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.
2.2. Lokasi
Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab III Pasal 15 Ayat (2) menyatakan bahwa “Lahan perpustakaan harus berlokasi yang mudah diakses, aman, nyaman, dan memiliki status hukum yang jelas”. Lokasi merupakan tempat dimana suatu bangunan berada. “Lokasi fasilitas seringkali menentukan kesuksesan suatu jasa, karena lokasi erat sekali kaitanya dengan pasar potensial suatu
perusahaan” (Tjiptono, 2004: 41). Dari pengertian tersebut, peneliti berpendapat bahwa lokasi merupakan tempat atau kedudukan secara fisik suatu lembaga atau instansi (perpustakaan) tersebut berada. Pemilihan lokasi merupakan faktor yang sangat penting dalam persaingan terhadap instansi atau tempat sejenis penyedia jasa seperti toko buku, warung internet. Menurut Tjiptono (2004: 42) pertimbangan yang cermat dalam menentukan lokasi penyedia jasa meliputi faktor-faktor: 1. Akses, misalnya lokasi yang dilalui atau mudah dijangkau sarana transportasi umum. 2. Visibilitas/keterlihatan, misalnya lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan. 3. Lalu lintas (traffic), dimana ada dua hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu: a. Banyaknya orang yang lalu-lalang bisa memberikan peluang besar terjadinya impulse buying. b. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa pula menjadi hambatan. 4. Tempat parkir yang luas dan aman. 5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari. 6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan. 7. Persaingan, yaitu lokasi pesaing. 8. Peraturan pemerintah.
2.3. Persepsi Lokasi Perpustakaan
Seperti yang dikemukakan di atas mengenai pengertian persepsi dan pengertian lokasi. Dari kedua pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan apa yang dimaksud dengan “Persepsi lokasi perpustakaan”. Persepsi lokasi perpustakaan adalah penilaian, kesan, anggapan atau pendapat seseorang mengenai kedudukan suatu perpustakaan berada.
2.4. Indikator dalam Menentukan Persepsi tentang Lokasi Perpustakaan
Indikator yang digunakan mengadopsi pendapat Tjiptono (2004: 42) yang memiliki 8 (delapan). Pertimbangan peneliti dalam menentukan indikator dengan mengadopsi dengan alasan bahwa perpustakaan merupakan salah satu lembaga penyedia jasa, sehingga peneliti berpendapat bahwa indikator tersebut dirasa paling tepat diterapkan di lembaga perpustakaan.
Dalam penelitian ini, sesuai batasan masalah yang telah dikemukakan pada Bab 1, indikator yang digunakan hanya mengambil 5 (lima) indikator tentang lokasi, indikatornya meliputi: 1. Akses 2. Visibilitas/keterlihatan 3. Lalu lintas (traffic) 4. Tempat parkir 5. Lingkungan Sementara itu, 3 (tiga) indikator lainya yaitu: perluasan (ekspansi), persaingan, dan Peraturan Pemerintah tidak dipergunakan, karena hanya diketahui oleh instansi perpustakaan sehingga pemustaka tidak mengetahui bagaimana ekspansi, persaingan dan peraturan pemeritah yang mengatur lokasi suatu perpustakaan, serta sesuai dengan kondisi dari Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal. Untuk lebih jelas mengenai indikator dari lokasi perpustakaan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Lokasi perpustakaan dilihat dari akses Dilihat dari aksesnya, suatu gedung perpustakaan harus memberikan kemudahan pemustaka dalam menjangkau perpustakaan, baik dalam segi keterjangkauan menggunakan transportasi umum, jauh-dekatnya dari tempat tinggal dan tempat kerja, maupun waktu yang dibutuhkan dalam mengakses perpustakaan. Menurut Siregar (2011) perpustakaan memiliki jarak ideal ≤ 3 km. Dalam penelitian sebelumnya di Amerika Serikat jarak perpustakaan ≤ 3 mil yang dikemukakan oleh Koontz (1997). Perpustakaan sebagai fasilitas publik idealnya terdapat pada radius 6 kilometer (km). Pendapat lain juga dikemukakan oleh Wheelern and Goldor (1962) dalam Siregar (2011) bahwa jarak ≤ 3 km lebih rasional dibandingkan dengan standar minimal 1 unit untuk setiap 30.000 penduduk. Hal ini seperti yang ditetapkan juga oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah RI pada Tahun 2001. Pada dasarnya keputusan untuk menempatkan lokasi perpustakaan bisa juga didasarkan pada distribusi spasial populasi. Jadi tidak hanya jumlah populasi yang dijadikan dasar atau acuan dalam menentukan lokasi perpustakaan. Selain itu, jumlah penduduk juga dapat digunakan untuk estimasi luas atau kapasitas untuk membangun suatu perpustakaan (m²/hektar) untuk hal ini dilakukan dalam
mencapai sasaran pemustaka potensial.
masyarakat
sebagai
Selanjutnya berkaitan dengan waktu, Siregar (2011) menjelaskan bahwa, waktu tempuh ideal maksimal 30 menit. Hal ini juga dipertegas Koontz (1997) dalam Siregar (2011) yang mengatakan bahwa pernah ada penelitian sebelumnya di Amerika Serikat dengan waktu tempuh 20 s.d. 30 menit. Selain itu, juga dipengaruhi apakah perpustakaan umum tersebut berada pada jalur angkutan umum atau tidak. Dalam penelitian ini di perpustakaan Kabupaten Tegal dilalui oleh jalan utama yang berada di jalur utama angkutan umum. Jadi, jika waktu tempuh sudah dapat terpenuhi, maka sepertinya jarak dapat diabaikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jarak dan waktu ada hubungan yang signifikan. Artinya bahwa jarak yang dekat tidak menjamin waktu tempuh yang diperlukan menjadi cepat, karena dimungkinkan adanya gangguan yang menghambat perjalanan. Secara tidak langsung dapat mengetahui apakah kemudahan akses dapat mempengaruhi minat pemustaka untuk berkunjung ke perpustakaan. Selain itu, juga dapat mengetahui faktor lainnya selain kemudahan akses tersebut yang menjadi motivasi atau pendukung pemustaka berkunjung ke perpustakaan. 2. Lokasi perpustakaan dilihat dari visibilitas/keterlihatan Visibilitas merupakan keterlihatan secara fisik dengan jelas contohnya dari tepi jalan bahwa bangunan tersebut merupakan gedung perpustakaan. Faktor visibilitas ini sangat perlu diketahui oleh pemustaka, terutama oleh pemustaka yang masih awam atau dengan kata lain pemustaka yang belum mengetahui lokasi perpustakaan sebelumnya. Hal ini sangat perlu diperhatikan oleh pengelola perpustakaan agar perpustakaan dapat terlihat jelas dari tepi jalan maupun dari kejauhan, misalnya dengan cara penempatan papan nama instansi perpustakaan pada tempat yang dapat terlihat dan dari ukuran papan nama instansi perpustakaan sehingga dapat dibaca oleh pemustaka. Selain dari hal papan nama instansi, fisik gedung perpustakaan juga harus
mendukung keterlihatan perpustakaan.
suatu
gedung
3. Lokasi perpustakaan dilihat dari lalu lintas Lalu lintas lokasi perpustakaan yang dimaksud adalah banyak orang yang lalu lalang, kendaraan yang lalu lalang atau bahkan kemacetan. Faktor-faktor tersebut dapat menjadi suatu pendukung atau penghambat baik aktivitas pemustaka maupun aktivitas kegiatan perpustakaan. 4. Lokasi perpustakaan dilihat dari tempat parkir Gedung perpustakaan harus memiliki lahan untuk penempatan tempat parkir secara khusus. Tempat parkir harus memiliki lahan yang cukup luas untuk menampung kendaraan yang ada dengan memperhatikan unsur keamanan yang tinggi. Selain itu, tempat parkir memiliki penataan yang tepat dengan ditata menurut jenis kendaraan, sehingga kendaraan dapat terparkir secara rapi dan teratur. Oleh karena itu, baik pemustaka maupun pustakawan memiliki rasa kepercayaan dengan keamanan yang baik dan tercipta suatu kenyamanan. 5. Lokasi perpustakaan dilihat dari lingkungan Dilihat dari lingkungan, lokasi gedung perpustakaan harus mempertimbangkan aspek lingkungan sekitar agar aktivitas perpustakaan berjalan secara kondusif. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang terkait dengan kondisi sekitar gedung perpustakaan sehingga dapat mendukung jasa yang ditawarkan perpustakaan. Dari segi lingkungannya, perpustakaan harus memberikan keadaan yang tenang, bersih dan asri guna menciptakan suasana yang nyaman bagi pemustaka maupun pustakawan. Penciptaan suasana yang nyaman ini bisa menjadi salah satu faktor menarik minat pemustaka untuk betah di perpustakaan, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan tingkat kunjungan di perpustakaan.
3. Metode Penelitian
Penelitian mengenai persepsi pemustaka mengenai lokasi gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal serta pengaruhnya terhadap minat kunjungan menggunakan metode
pendekatan Kualitatif dengan desain penelitian Eksplanasi Interpretatif (Interpretative Explanation). Penelitian kualitatif dengan desain Eksplanasi menurut Sutama (2010: 40) merupakan penelitian yang ditunjukkan untuk memberikan penjelasan tentang hubungan antarfenomena atau variabel. Variabel dalam penelitian ini adalah “Lokasi” yang memiliki indikator antara lain: kemudahan akses, visibilitas/keterlihatan, lalu lintas, tempat parkir dan lingkungan. Sementara itu, desain Eksplanasi dengan pendekakatan interpretatif atau Eksplanasi Interpretatif (Interpretative Explanation) merupakan pendekatan yang bertujuan untuk membentuk pemahaman, dengan melihat makna dari satu peristiwa atau praktik melalui penempatannya di dalam satu konteks sosial yang spesifik (Silalahi, 2010: 32). Melalui penelitian eksplanasi interpretatif ini, indikator dalam variabel lokasi tersebut dilihat menjadi satu kesatuan. Maksudnya memiliki hubungan atau korelasi satu sama lain, yaitu antara persepsi dengan lokasi. Penelitian eksplanasi interpretatif ini mencoba mencari kejelasan hubungan antar hal-hal tersebut dilihat dari persepsi pemustaka. Alasan penulis menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian eksplanasi interpretatif disebabkan oleh 2 (dua) hal. Pertama, peneliti ingin mendeskripsikan lebih lanjut dan lebih mendalam dengan memberikan pendapat maupun sebuah solusi dari temuan penelitian. Kedua, peneliti akan mencari hubungan serta akibat yang di timbul dalam persepsi pemustaka terhadap lokasi gedung Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dalam mendapatkan data primer dari informan, serta dilakukan observasi. Penelitian ini dipilih 11 (sebelas) orang pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip daerah Kabupaten Tegal secara acak untuk dijadikan sebagai informan yang akan diwawancarai. Teknik pengolahan dan analisis data dengan cara reduksi data dengan melakukan penyederhanaan dalam bentuk tabel. Penyajian data dengan mendeskripsikan hasil dari reduksi data dan mencari sebab atau hubungan yang terkait, serta penarikan simpulan dengan melakukan verifikasi serta mencari makna pada setiap gejala.
4. Hasil dan Pembahasan
Hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dengan 11 (sebelas) orang pemustaka di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal yang menjadi informan dalam penelitian ini, diperoleh jawaban serta informasi secara global. Untuk lebih jelasnya, jawaban serta informasi yang dijelaskan oleh para informan pada setiap poin pertanyaan dapat dijelaskan seperti berikut:
4.1. Lokasi Dilihat dari Akses
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti menganggap bahwa pada kenyataannya memang kemudahan akses dalam menjangkau perpustakaan memang menjadi salah satu faktor pendukung yang berpengaruh dalam minat berkunjung pemustaka ke perpustakaan. Namun, dengan adanya pendapat dari Amin dan Subekti peneliti menginterpretasikan bahwa keduanya memiliki kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dalam meningkatkan wawasan, karena tidak mempedulikan jauh dekatnya atau cepat lambatnya dalam menjangkau perpustakaan. Hal tersebut secara tidak langsung meningkatkan kualitas ilmu yang digeluti, sehingga dapat mencapai kesuksesan.
4.2. Lokasi Dilihat Keterlihatan
dari
Visibilitas/
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti menganggap bahwa visibilitas/ keterlihatan gedung perpustakaan secara fisik merupakan salah satu hal yang perlu direncanakan secara matang oleh suatu organisasi perpustakaan terutama olah pustakawan. Faktor tersebut diharapkan dapat memberikan kesan awal kepada masyarakat yang bertujuan untuk menumbuhkan rasa keinginan atau minat berkunjung pemustaka ke perpustkaan. Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal sudah memiliki kriteria tersebut, yaitu terlihat jelas dari tepi jalan dan terlihat jelas dari kejauhan. Adanya hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang mendukung menarik minat dari masyarakat Kabupaten Tegal dan Sekitarnya.
4.3. Lokasi Dilihat dari Faktor Lalu Lintas
Berdasarkan persepsi informan dalam menggali informasi dari sudut pandang informan yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi informan yang berkaitan dengan pertanyaan 10 (sepuluh) (topik pembicaraan: persepsi informan
mengenai apakah lalu lintas dapat menjadi pendukung atau penghambat aktivitas pemustaka). Selain dari pada itu, juga mengetahui apa yang menjadi pendukung atau bahkan menjadi penghambat aktivitas pemustaka dalam menjangkau Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah kabupaten Tegal. Berdasarkan persepsi informan, sebagian besar informan berpendapat bahwa lalu lintas di sekitar perpustakaan dapat mendukung aktivitas. Berdasarkan wawancara terhadap informan, yang paling mendukung adalah lalu lalang kendaraan khususnya kendaraan umum atau transportasi umum yang banyak sekali berlalu lalang setiap saat. Hal tersebut akan sangat membantu pemustaka khususnya pengguna transportasi umum, sehingga para pengguna transportasi umum dapat merasa dengan mudah dalam menjangkau perpustakaan dengan tersedianya transportasi umum yang banyak berlalu lalang.
4.4. Lokasi Dilihat dari Faktor Tempat Parkir
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti terhadap kesebelas informan mengenai lokasi jika dilihat atau dikaji dari segi tempat parkir baik dari keamanan, keteraturan maupun keluasan lahan tempat parkir. Peneliti menginterpretasikan bahwa suatu lokasi perpustakaan harus memiliki tempat parkir yang ideal. Tempat parkir Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal, memiliki sistem keamanan yang kurang atau dapat dikatakan tidak standar. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya petugas khusus yang menjaga keamanan kendaraan yang terparkir, padahal Kantor Perpustakaan dan Arsip daerah di tepi jalan raya yang seharusnya perlu adanya pengawasan khusus terhadap kendaraan baik para petugas perpustakaan, pemustaka maupun pengunjung lainnya sehingga dapat tercipta rasa percaya, meskipun terdapat pengumuman atau selebaran yang diedarkan oleh Kepolosian setempat yang berbunyi “Jika ada kehilangan harap menghubungi kantor polisi terdekat”, namun menurut peneliti hal tersebut belum cukup. Selain itu, tempat parkir harus diatur sedemikian rupa, antara lain diatur berdasarkan jenis kendaraan dan arah kendaraan. Berdasarkan pengamatan kendaraan yang terparkir di halaman Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal terlihat belum teratur dan tidak rapi, misalnya
kendaraan tidak terparkir menurut jenisnya dan arah parkir tidak beraturan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya skat-skat yang menbatasi batas parkir atau tidak adanya peraturan tertulis yang tertera mengenai tempat parkir berdasarkan jenisnya, dan yang paling utama adalah tidak ada petugas khusus yang mengatur kendaraan yang terparkir. Ketidak amanan dan ketidak teraturan tempat parkir dapat ditutupi dengan luasnya lahan tempat parkir yang ada. Berdasarkan pengamatan peneliti, tempat parkir dapat terlihat luas karena pengunjung perpustakaan tidak banyak setiap harinya, sehingga tempat parkir terlihat longgar dan masih dapat menampung kendaraan yang ada. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa tempat parkir Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal tidak memenuhi kriteria yang sesuai berdasarkan tinjauan literatur yang ada, yaitu suatu tempat parkir harus memiliki keamanan yang tinggi. Hal tersebut tidak terpenuhi oleh tempat parkir Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal.
Hasil wawancara dan analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, disimpulkan bahwa Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal telah memenuhi 3 (tiga) kriteria indikator tentang lokasi, yaitu: akses, keterlihatan (visibilitas), lalu-lintas (traffic). Namun, ada 2 (dua) kriteria indikator yang belum terpenuhi, yaitu tempat parkir serta lingkungan. Selain dari pada itu berdasarkan wawancara dan analisis data ditemukan teori bahwa lokasi dapat mempengaruhi minat kunjungan. Berdasarkan wawancara serta observasi di lapangan Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Perpustakaan sudah memenuhi kriteria tersebut yaitu memiliki akses yang mudah dijangkau dengan transportasi umum serta banyak tersedianya transportasi umum yang lewat karena berada di tepi jalan raya serta gedung perpustakaan dapat terlihat dari kejauhan sehingga dapat berpengaruh serta meningkatkan minat kunjungan pemustaka ke Kantor dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal.
4.5. Lokasi Dilihat dari Faktor Lingkungan
5. Simpulan
Lingkungan yang tenang dan bersih serta asri ini sehingga diharapkan dapat tercipta suasanya nyaman. Baik petugas perpustakaan, pemustaka maupun pengunjung lainnya akan merasa nyaman, sehingga betah berlama-lama di perpustakaan serta dapat menjadi pendukung agar pemustaka datang atau berkunjung kembali ke perpustakaan.
Berdasarkan persepsi pemustaka terhadap lokasi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal memiliki pengaruh terhadap minat kunjungan. Pemustaka beranggapan bahwa lokasi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal berada pada tempat yang strategis berdasarkan kriteria yang ada. Adanya hal tersebut, dapat menarik pemustaka untuk berkeinginan selalu berkunjung ke Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan peneliti terhadap kesebelas informan mengenai persepsi pemustaka mengenai lokasi perpustakaan jika dilihat atau dikaji dari segi lingkungan disekitar Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal, peneliti menginterpretasikan bahwa perpustakaan setidaknya harus berada dilingkungan yang kondusif, yaitu lingkungan yang situasi atau suasananya tenang, sehingga pemustaka dapat menerima ilmu yang didapat dengan mudah, karena daya tangkap penerimaan sesuatu misalnya ilmu setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Selain ketenangan diperlukan juga lingkungan yang terlihat bersih, agar enak dilihat dan terlihat asri.
Berdasarkan persepsi pemustaka disimpulkan bahwa Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal telah memenuhi 3 (tiga) kriteria indikator tentang lokasi, yaitu: akses, keterlihatan (visibilitas), lalu-lintas (traffic). Namun, ada 2 (dua) kriteria indikator yang belum terpenuhi, yaitu tempat parkir serta lingkungan. Oleh karena itu, disarankan untuk dilakukannya perbaikan terhadap faktor tempat parkir serta faktor lingkungan yang dilakukan oleh Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Tegal yang bekerjasana dengan Pemerintahan setempat, dan Kepolisian setempat.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Fauzi, M. 2009. Metode penelitian Kuantitatif: Sebuah Pengantar. Semarang: Walisongo Press. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Jakarta: Balai Pustaka. Moleong, L. J. 2011. Metode Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Nasution, A. H. 2006. Manajemen Industri. Yogyakarta: Andi. Rochadita, B. 2010. Pengaruh Lokasi Perpustakaan Umum Kabupaten Sukoharjo terhadap Minat Berkunjung Pelajar SMP. UNDIP: Skripsi. Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Silalahi, U. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Siregar, A. R. 2011. “Analisis Lokasi Perpustakaan Umum dan Pengaruhnya terhadap Pengembangan Wilayah Melalui Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia. Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Ilmiah Nasional Information for Society Scientific Point of Video. Tanggal 20-21 Juli 2011 di PDII LIPI. Sugiyono. 2009. MetodePenelitianKuantitatif, Kualitatifdan R & D.Bandung: Alfabeta. Sulistyo, B. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Indonesia. , B.. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Sutama. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: Fairuz Media. Sutarno N.S. 2003. Seperempat Abad Perpustakaan Umum: Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. . 2005. Tanggung Jawab Perpustakaan: Dalam Mengembangkan Masyarakat Informasi. Jakarta: Panta Rei. . 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto. Tjiptono, F. 2004. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.
Undang-undang Republik Indonesia No.43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
[20 Mei 2012]. Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi. Yuliani. 2005. Pengaruh Lokasi, Harga, dan Pelayanan terhadap Keputusan Berbelanja Konsumen di ABC Swalayan Purbalingga. UNNES: Skripsi. lib.unnes.ac.id/3669/1/3364971547.pdf (November 2011) Zaki, T. N. 2007. Pengaruh Lokasi, Fasilitas, Kualitas Sekolah terhadap minat Masyarakat Memanfaatkan Sekolah Dasar Negeri di Tanah Abang Jakarta Pusat. Universitas Indonesia: Skripsi. http://www.lontar.ui.ac.id/opac/themes/lib ri2/detail.jsp?id=122431&lokasi=lokal (19 April 2012).
PROSES MENDAPATKAN NASKAH KUNO DI SUMATERA BARAT UNTUK DISIMPAN DI PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT
Melisa Novia Windi1, Marlini2 Program Studi Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan FBS Universitas Negeri Padang email: [email protected] Abstract This study aims to (1) describe the process of getting the manuscript in West Sumatra West Sumatra to be recorded in the West Sumatra Provincial Library. (2) describe how the storage process in the ancient manuscripts stored in West Sumatra West Sumatra Regional Library and (3) describe the constraints faced by the West Sumatra Provincial Library in getting the manuscript in West Sumatra. The method used is descriptive method of techniques, observation and interviews with librarians manuscripts acquired by the library in the form of media over manuscripts, manuscript copies of the parent, bought the manuscript from aliwaris manuscript. Ancient manuscripts stored in the Library of the West Sumatra Provincial form of media over manuscripts, manuscript copies of the parent. Codex manuscript stored in cabinets, display case and display cabinet. Keywords: process; manuscript A. Pendahuluan Naskah kuno merupakan suatu dokumen yang mengandung nilai sejarah dan mempunyai informasi yang bermanfaat, Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat lembaga yang bertugas untuk melestarikan naskah kuno yang ada di Sumatera Barat. Naskah kuno itu perlu untuk dilestarikan keberadaannya agar tidak musnah dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakatnya. Upaya penyimpanan naskah kuno dilakukan di perpustakaan dengan mengkaji isi yang terkandung di dalamnya, agar mudah dipahami dan dimanfaatkan oleh pengembang kebudayaan. Pemerintah khususnya perpustakaan, selaku pihak yang paling bertanggung jawab terhadap penyimpanan naskah-naskah kuno dinilai kurang responsif. Pemahaman masyarakat yang masih rendah, serta pemerintah yang kurang cepat tanggap semakin memperburuk kondisi naskah-naskah kuno. Sebagian besar masyarakat masih belum menyadari akan arti penting keberadaan naskah-naskah 1 2
Mahasiswa penulis makalah Prodi Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan, wisuda periode September 2013 Pembimbing, Dosen FBS Universitas Negeri Padang
137
Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 2, No. 2, September 2013, Seri B
kuno tersebut, sehingga masyarakat bersikap kurang responsif bahkan cenderung destruktif. Sehubungan dengan hal di atas pemerintah mengeluarkan Undang-Undang tentang Perpustakaan No 43 Tahun 2007 Pasal 6 ayat 1 poin 6 yaitu: “Masyarakat berkewajiban menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional” Pasal 7 ayat 1 “Kewajiban pemerintah terhadap masyarakat yang menyimpan, merawat dan melestarikan naskah kuno” Undang-Uandang yang dibuat oleh pemerintah belum efektif dalam pemahaman dan pengertian UU, dalam UU No 43 Tahun 2007 Pasal 6 ayat 1 ponin 6. Yang menjelaskan masyarakat yang berkewajiban merawat naskah maupun menyimpan naskah kuno, tidak menjelaskan akan pentingnya penyimpanan naskah kuno di Perpustakaan. Mengakibatkan masyarakat tidak menghargai naskah kuno karena UU dari pemerintah belum adanya ketegasan dalam hukumnya. Kekhawatiran itu kini sudah di depan mata, menurut Amin (2008:6) kini sebanyak 371 manuskrip Minangkabau sudah berada di luar Sumatera Barat. Antara lain, 261 berada di Belanda, 12 naskah di Inggris, 19 naskah di Jerman Barat. Sebanyak 78 naskah berada di Perpustakaan Nasional di Jakarta. Sudah seharusnya naskah kuno nusantra harus lebih di perhatikan karena naskah kuno merupkan aset bangsa. Sedangkan menurut Sudarsono (2009:11) dalam undangundang perpustakaan di banyak Negara termasuk di Indonesia, hak pengelolaan warisan budaya tercetak memang ada pada Perpustakaan Nasional tetapi belum adanya ketegasan akan penyimpanan naskah kuno. Hampir semua Perpustakaan Nasional di dunia memahami pentingnya warisan ini, terutama karena koleksi tersebut menjadi bagian yang menjadi tugas Perpustakaan Nasional untuk mengadakan, menyelamatkan dan membuka akses untuk di dayagunakan. Arti pentingnya penyimpanan dan pemeliharaan naskah kuno itu masyarakat dan pihak perpustakaan belum memahaminya. Dilihat dari pustakawan yang kurang memahami arti penting pemeliharaan naskah kuno, penyimpanan naskah kuno di perpustakaan yang seadaanya, fasilitas yang kurang dan kurangnya iilmu pengetahuan bagaimana penyimpanan naskah kuno yang baik dan benar. Untuk mencapai tujuan di atas, Perpustakaan merupakan tempat penyimpanan naskah kuno yang lebih menjamin keselamatan naskah dari kerusakan dan kehilangan. Oleh karena itu, di Sumatera Barat, Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat yang berperan penting dalam pemeliharaan naskah kuno yang ada di Sumatera Barat. Untuk mendapatkan naskah kuno di Sumatera Barat sangatlah sulit, dimana membutuhkan waktu yang sangat panjang, apalagi lokasi daerah yang buruk dan terisolir, ketertutupan informasi dari masyarakat menjadi penghambat Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk mendapatkan naskah kuno. Para pewaris naskah kuno cenderung menutupi informasi keberadaan naskah kuno, para pewaris naskah takut apa bila naskah kuno milik mereka di salah gunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. 138
Proses Mendapatkan Naskah Kuni di Sumatera Barat untuk Disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat – Melisa Novia Windi, Marlini
Ketertutupan informasi dari masyarakat ini diakibatkan juga dengan adanya nilai mistis yang terkandung dalam naskah kuno karena naskah kuno merupakan benda yang sakral bagi mereka. Apalagi kurangnya kepedulian pemerintah terhadap penyimpanan naskah kuno. Naskah kuno yang merupakan buah pemikiran gemilang di masa lampau memang harus digali kandungan isinya agar dapat dikembangkan untuk menegaskan jati diri bangsa Indonesia di tengah kepungan globalisasi. Apa lagi Sumatera Barat yang disebut dengan Minangkabu sangat terkenal dengan budaya dan sejarah kebudayaanya. Sumatera Barat merupan salah satu daerah yang banyak di temukan naskah kuno Sumatera Barat atau Minangkabau. Menurut Pramono (2012:1) mengatakan ratusan koleksi naskah kuno pada masyarakat di Sumatera Barat sebagian besar disimpan dengan cara seadanya. Penyimpanan naskah kuno di perpustakaan lebih menjamin keselamatan naskah kuno dibanding berada di tangan pewaris naskah kuno. Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat akan lebih meyakinkan masyarakat atas penyimpanan naskah kuno di Perpustakaan, adanya hambatan dalam penyimpanan naskah kuno di Perpustakaan Daerah Provinsi juga di iringi dengan sistem penyimpanan yang kurang baik. Oleh karena itu, Penulis akan meneliti proses mendapatkan naskah kuno di Sumatera Barat untuk disimpan Di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat.
B. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau observasi dan wawancara dengan para pustakawan di bagian pengamatan dan pelestarian bahan pustaka. Observasi dilakukan dengan mengamati koleksi naskah kuno serta wawancara langsung dengan pegawai di bagian koleksi naskah kuno. Setelah data diperoleh melalui observasi dan wawancara selanjutnya merancang poin-poin penting yang akan dicantumkan pada makalah serta, halaman apa saja yang akan dicantumkan dalam pembuatan makalah bagaimana proses mendapatkan naskah kuno Sumatera Barat untuk disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera.
C. Pembahasan Naskah kuno merupakan warisan dari sebuah peradaban manusia yang terakumulasi dari sebuah budaya kehidupan masyarakat masalalu mempunyai peran penting dalam upaya menyelamatkan khasanah budaya bangsa. Sumatera Barat atau Minangkabau merupakan salah satu daerah yang banyak di temukan naskah kuno. Perpustakaan sebagai tempat untuk menyimpan dan menyebarkan ilmu pengetahuan memainkan peranan yang signifikan. Penyimpanan khasanah budaya bangsa atau masyarakat tempat perpustakaan berada serta peningkatan nilai apresiasi budaya dari masyarakat sekitar perpustakaan melalui penyediaan bahan bacaan merupakan fungsi kultural perpustakaan. Penyimpanan naskah-naskah kuno oleh perpustakaan memungkinkan budaya masa lalu mendapatkan tempat lagi dalam tatanan sosial budaya masyarakat yang baru.
139
Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 2, No. 2, September 2013, Seri B
Peran perpustakaan sebagai wadah budaya yang menjadi rantai sejarah masalalu dan pijakan yang berarti bagi masa depan tak dapat diabaikan. Oleh karena itu, perpustakaan berkewajiban dalam penyimpanan naskah kuno. Untuk proses mendapatkan naskah kuno dari pewaris naskah, ada banyak kendala yang dihadapi Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Mendapatkan nasakah kuno, dimana ketertutupan informasi yang ada pada masyarakat maupun para pewaris naskah, mereka lebih cendrung menutupi dari pada memberikan informasai kepada pihak Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dan pengkajian terhadap naskah-naskah kuno yang dilakukan oleh orang Indonesia sendiri masih sangat terbatas. Penyebarluasan di masyarakatpun tidak dilakukan secara menyeluruh dan hanya menyentuh kalangan tertentu saja. Sulitnya dalam mendapatkan naskah kuno dari para pewaris naskah juga di akibatkan pemerintah kurang tegas akan penyimpanan naskah kuno di Perpustakaan. Ketentuan hukum yang ada di negeri ini tidak tegas akan penyimpanan naskah kuno di perpustakaan, semestinya naskah kuno yang ada pada ahli waris naskah harus di serahakan kepada perpustakaan. Agar naskah kuno lebih aman keberadaannya dan penyimpanannya. Dari hasil wawancara dengan narasumber sebagai bagian Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat, menjelaskan bagaimana proses mendapatkan naskah kuno di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat berupa alih media naskah, salinan dari naskah asli, maupun naskah yang di beli dari para pewaris naskah kuno. Prosses mendapatkan naskah kuno di Sumatera Barat berawal pada tahun 2009, yang dilakukan Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat di bantu oleh pihak ketiga. Pihak ketiga terdiri dari ilmuan Universitas Andalas Padang, mahasiswa, dan budayawan Sumatera Barat. Tindakan pertama yang dilakukan oleh pihak ketiga ialah melakukan survei ke suatu daerah di Sumatera Barat. Apabila pihak ketiga telah mendapatkan informasi tentang keberadaan naskah kuno di daerah yang mereka survei, pihak ketiga langsung memberikan informasi adanya keberadaan naskah kuno kepada Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Kemudian Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat akan menyiapkan anggaran dalam proses mendapatkan naskah kuno. Setelah pihak Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat menyiapkan anggaran, kemudian pihak Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat memberikan surat kepada wali nagari dan pemungka adat. Isi surat tersebut, yang menyatakan bahwa Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat akan berkunjung kedaerah tersebut terkait dengan adanya informasi mengenai keberadaan naskah kuno. Kemudian Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dan pihak ketiga mengunjunggi pewaris naskah kuno, memberikan pengarahan kepada masyarakat maupun pewaris naskah akan pentingnya pemeliharaan nasakah kuno. Setelah itu, pihak ketiga memintak izin kepada pewaris naskah untuk dapat melihat naskah kuno yang berada di tangan mereka. Ada juga pewaris naskah tidak semudah itu melihatkan naskah kuno mereka kepada pihak Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dan pihak ketiga. Karena mereka takut naskah kuno yang ada di tangan mereka akan di 140
Proses Mendapatkan Naskah Kuni di Sumatera Barat untuk Disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat – Melisa Novia Windi, Marlini
ambil, bagi mereka naskah kuno mengandung nilai mistis, apalagi naskah kuno merupakan tradisi turun temurun dan adanya nilai budaya yang tersirat di dalamnya. Bagi mereka untuk melihat naskah kuno harus melakukan sesajian seperti badabiah ayam. Setelah pihak ketiga dibolehkan melihat naskah kuno, pikah ketiga melakukan pengumpulan data mengenai naskah kuno. Pengumpulan data yang dilakukan oleh pihak ketiga seperti; pemotretan naskah kuno, dilakukan editing naskah, dan memperbanyak naskah yang dicetak. Kemudian setelah selesai mengumpulkan data naskah, pihak ketiga memberikan naskah kuno kepada Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk buku maupun alih media dalam bentuk CD. Setelah pihak ketiga memberikan naskah kuno kepada Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dalam bentuk buku maupun alih media dalam bentuk CD, naskah kuno tersebut akan dikelompokan oleh perpustakaan berdasarkan judul naskah, daerah naskah, pengarang, tahun pembuatan naskah kuno, tahun diterbitkan naskah kuno oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Kemudian naskah kuno diberikan cap stempel Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Kebanyakan tulisan naskah kuno yang didapat oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat bertulisan Arab Melayu. Bahan tulisan naskah terbuat dari daun papirus atau daun lontar, kulit binatang dan batang bambu. Naskah kuno yang ada di tangan pewaris naskah keadaan naskah tersebut sangat memperhatikan sekali. Apabila para pewaris akan tidak sanggup untuk menyimpan naskah kuno, maka pewaris naskah akan menyerahkannya kepada pikah Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Ada juga naskah kuno yang dibeli pihak ketiga kepada pewaris naskah untuk disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Perpustakaan lebih menjamin keselatan naskah dan informasi yang ada di dalam naskah kuno, agar naskah kuno Sumatera Barat tidak sampai ketangan kolektor naskah kuno. karena naskah kuno Sumatera Barat banyak dibeli oleh peneliti Malaysia dari para pewaris naskah kuno 30 lembar naskah yang di jual Rp 150 juta. Naskah yang diburu biasanya naskah kebudayaan Minangkabau masa lampau, ilmu agama, dan rajah atau tek yang dianggap masyarakat mempuyai kekuatan mistis. Keadaan ini sungguh sangat mengkuatirkan bangsa kita, Perpustakaan dan para ilmuan Sumatera Barat akan lebih kiat dalam proses mendapatkan naskah kuno. Naskah kuno sangat penting di lestarikan merupakan peninggalan sejarah bangsa ini. Sayangnya dalam proses mendapatkan naskah kuno Sumatera Barat, tidak adanya pengembalian naskah kuno Sumatera Barat atau Minangkabau yang tersimpan di luar negeri. Seharusnya pemerintah harus lebih memperhatikan naskah kuno yang ada di luar negeri. Setidaknya naskah kuno Sumatera Barat yang disimpan di luar negari harus menyerahkan salinan naskah maupun copyan naskah kepada Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Sesuai dengan bagaimana proses mendapatkan naskah kuno untuk disimpan di Perpustakaan Nasional maupun musium. Dalam proses mendapatkan naskah kuno, untuk disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat adalah: 141
Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 2, No. 2, September 2013, Seri B
1) Hibah dari pemilik naskah atau kolektor naskah kuno, yang di maksud ialah para pemilik naskah dengan senang hati menitipkan naskah kuno yang ada pada mereka kepada Perpustakaan. Naskah kuno yang tersimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat tidak adanya ibah dari para pewaris naskah. Karena di akibatkan sebagaian pewaris naskah kuno kurang mempercayai naskah kuno mereka untuk disimpan di perpustakaan. Apabila naskah kuno yang ada pada pewaris naskah mereka tidak sanggup untuk merawatnya, maka Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat meminta persetujuan pewaris naskah agar naskah kuno yang ada pada mereka disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. 2) Pembelian naskah secara pribadi, museum atau perpustakaan membeli benda-benda kuno, termasuk naskah, yang ditawarkan pemilik benda kuno atau naskah itu. Dalam hal ini Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat hanya sedikit mau membeli naskah kuno dari pewaris naskah, kurangnya dana mengakibatkan sulitnya membeli naskah kuno dari pewaris naskah. Naskah yang di jual dengan sangat mahal maupun ketertutupan informasi dari masyarakat. 3) Salinan dari naskah induk (sumber) milik pribadi atau yang tersimpan di perpustakaan/museum lain. Naskah kuno yang tersimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat banyak yang berupa copyian naskah, alih media naskah maupun salinan naskah dari naskah induk. Adapun naskah kuno yang tersimpan di Mesjid Raya VII Koto Ampalu terdapat di Nagari VII Koto, Kecamatan Sungai Sarik, Kabupaten Padang Pariaman di pindahkan untuk disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. 4) Pengembalian atau penyerahan dari perpustakaan atau museum suatu negara yang menyimpan naskah kuno untuk dikembalikan ke negara asal naskah kuno. pada saat ini Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat belum pernah menerima foto copy maupun salinan naskah asli Sumatera Barat atau Minangkabau dikembalikan atau diserahkan kepada Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. Karenakan kurangnya komunikasi maupun kerja sama antara Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dengan negara asing yang menyimpan naskah kuno Sumatera Barat. Negara asing yang menyimpan naskah kuno Sumatera Barat juga tidak mau menyerahkan naskah kuno Sumatera Barat maupun naskah kuno Nusantara kepada Negara Indonesia juga di akibatkan karena mereka telah merasa berhak menyimpanan naskah kuno di karenakan naskah kuno yang mereka dapat dari membeli naskah, hadiah, maupun tukar-menukar yang terjadi dari zaman dahulu.
D. Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan mengenai proses mendapatkan naskah kuno di Sumatera Barat untuk disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) dalam proses mendapatkan naskah kuno di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat, perpustakaan hanya sedikit membeli naskah kuno kepada 142
Proses Mendapatkan Naskah Kuni di Sumatera Barat untuk Disimpan di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat – Melisa Novia Windi, Marlini
pewaris naskah di akibatkan harga naskah yang di jual pewaris naskah sangat mahal. Karena itu naskah kuno yang disimpan di Perpustakaan Daerah Prpvinsi Sumatera Barat hanya berupa foto kopi naskah, alih media naskah maupun salinan naskah dari naskah induk. (2) dalam proses penyimpanan naskah kuno di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat naskah kuno tersebut di kelompokan berdasarkan judul naskah, daerah naskah, pengarang naskah, tahun pembuatan naskah dan tahun di terbitkan naskah kuno di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat. (3) kendala dan hambatan yang dihadapi Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dalam proses mendapatkan naskah kuno adalah kurangnya dana dalam proses mendapatkan naskah kuno, adanya jual beli naskah kuno dari kolektor naskah, kurangnya pengetahuan pewaris naskah akan penyimpanan naskah kuno, serta penyimpanan naskah kuno di Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat masih sangat sederhana belum sesuai dengan sebagaimana mestinya penyimpanan naskah kuno yang baik. Berdasarkan studi kasus diatas dapat di berikan beberapa saran sebagai berikut, (1) seharusnya adanya ketentuan hukum yang tegas di negara ini tentang penyerahan naskah kuno kepada perpustakaan. Apabila adanya ketentuan hukum yang jelas naskah kuno akan aman keberadaannya. Harus adanya hukum yang jelas apabila ada yang menjual beli naskah kuno di negeri ini. Apabila hukum dan UU di negeri ini berjalan dengan baik maka naskah kuno tidak akan sampai kenegara lain. (2) untuk Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat dan pihak ketiga yang membantu dalam proses mendapatkan naskah kuno yang terdiri dari ilmuan Universitas Andalas Padang, mahasiswa dan budayawan Sumatera Barat harus lebih gesit lagi mencari naskah kuno yang tersebar di daerah di Sumatera Barat (3) sebaiknya Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat lebih menambah dana dalam proses mendapatkan naskah kuno di Sumatera Barat. (4) untuk Perpustakaan Daerah Provinsi Sumatera Barat seharusnya adanya ruangan kusus dalam penyimpanan naskah kuno agar naskah kuno tetap terjaga dengan baik.(5) Untuk Pewaris naskah kuno, sebaiknya pewaris naskah bekerjasama dan ikut serta dalam melestarikan naskah kuno.
Catatan: artikel ini disusun berdasarkan makalah penulis dengan pembimbing Marlini, S.IPI,. MLIS. Daftar Rujukan Administrator. 2013.“Koleksi Konservasi Naskah Kuno Pada Museum Daerah Sumatera Barat Adityawarman”. http://www.indonesiasastra.com. Diunduh 11 April 2013.
Agus, Sulton. 2010. “Jenis Naskah Melayu” http://flp-aceh.net/catatanperjalanan/manuskrip-aceh.com.
Amin. 2013.”Pergeseran Fungsi Naskah di Malaysia”. http://indonesia.upi.edu./ Diunduh 5 April 2013. Baried, Siti Baroroh. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
143
Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 2, No. 2, September 2013, Seri B
Fathurahman, Oman. Dkk. 2010. Filologi dan Islam Indonesia. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan. Hermansoemantri, Emuch. 1974. Identifikasi Naskah. Jakarta: Universitas Padjadjaran.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997. Kamus Istilah Internet. Yogyakarta: Andi.
M, Zuriati. 2004. Rekonstruksi Mata Kuliah Diktat Telaah Naskah. Padang: Andalas University Press Padang.
Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. 1994. Kodikologi Melayu di Indonesia.Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Pramono. 2012. “Peran Jepang dalam Penyelamatan Naskah Kuno” Padang Ekspres, 12 Juni 2012. Hlm: 3.
Sudarsono, Blasius. 2009. Pustakawan Cinta Dan Teknologi. Jakarta: Ikatan Sarjana ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia. Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.
Undang- Undang Tentang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan Nasional. 2007. Jakarta. Undang-undang Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992, Bab. 1 pasal 2
Yustriwal, fadlillah Zuriati. 2006. Dinamika Bahasa, Filologi, Sastra, dan Budaya. Padang: Andalas University Press Padang.
144
JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 515-519
515
Redesign Perpustakaan Daerah Di Ambon Anissa Agustina Miru, Sriti Mayang Sari Program Studi Desain Interior, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail: [email protected] ; [email protected]
Abstrak—
Budaya membaca yang sudah mulai pudar seiring berjalannya waktu membuat masyarakat lebih memilih untuk mencari referensi melalui internet. Pandangan masyarakat tentang perpustakaan juga sangat berpengaruh terhadap eksistensi dari perpustakaan tersebut. Dimana perpustakaan diartikan sebagai tempat terdapat tumpukan buku-buku dengan suasana yang membosankan. Hal ini terjadi juga pada perpustakaaan di Maluku, yaitu Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Maluku. Perpustakaan ini memiliki fasilitas yang kurang memadai seperti fasilitas fotocopy , fasilitas wi-fi, serta fasilitas untuk area baca mandiri belum tersedia. Oleh karena itu penulis mendesain kembali perpustakaan ini dengan melengkapi fasilitas yang belum tersedia dan menerapkan konsep “The Simple Flashy”. Konsep desain yang memanfaatkan pencahayaan alami sebagai sumber utama pencahayaaan, penerapan layout yang dinamis, bentukan geometris, serta simbol/ikon Maluku sebagai identitas lokal. Diharapkan perancangan ini dapat menarik masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan ini. Kata Kunci—: Re- desain, Perpustakaan Daerah, The Simple Flashy, Dinamis, Identitas Lokal
A
bstract— Reading habit become more unpopular over time. It makes people become accustomed to browse their reference in the internet instead of looking for that in the books. People’s perspectives toward local library also affecting the existence of local library itself. Library are interpreted as a place with stacks of books which exist in a intrusive environment. This is also happened at Archive and Library Bureau of Moluccas. This library don’t have supportive facilities such as WiFi, photocopy machine and self reading spots for visitors. This prompted the author to redesign the library by adding some supporting facilities which are not yet available in this library. The author applying The Simple Flashy concept to this additional development. The concept using natural lighting as the main lighting source, applying dynamic layout, geometric formation and also Moluccas traditional icon as local identity of this library. This design are created with expectation to attract people to come to this library. Keyword— Re-design, Local Library, The Simple Flashy, Dynamic, Local Identity. .
D
I. PENDAHULUAN
i era teknologi yang semakin berkembang ini perpustakaan harus menyediakan informasi yang sangat banyak. Bersaing dengan internet yang menyediakan data dengan sekali klik. Hal ini berimbas pada tuntutan pemakai jasa layanan di perpustakaan. Perkembangan dan peningkatan layanan perpustakaan dari tahun ke tahun semakin menjadi perhatian masyarakat, sehingga kebutuhan pemakai menjadi prioritas utama dalam pelayanan perpustakaan.
Di kota Ambon memiliki beberapa perpustakaan umum yang dikelola yayasan maupun pemerintah. Salah satu yang dikelola pemerintah adalah Badan Perpustakaan Dan Arsip Daerah yang merupakan perpustakaan daerah dan digunakan untuk masyarakat umum. Fasilitas yang diberikan oleh perpustakaan ini ternyata masih minim. Misalnya belum tersedia fasilitas wifi, fasilitas fotocopy dan fasilitas penunjang lainya. Kendala yang terjadi adalah bagaimana menciptakan suatu interior perpustakaan yang dapat menghilangkan image perpustakaan yang hanya berupa kumpulan buku – buku saja yang mungkin membosankan tetapi dapat berubah menjadi suatu tempat yang penting pastinya dan pengunjung merasa nyaman berada di dalam perpustakaan serta dapat menghabiskan waktu banyak di dalam perpustakaan. Sehingga secara otomatis bisa menimbulkan minat baca masyarakat kota Ambon khususnya. Sirkulasi yang membingungkan dengan penataan ruangan yang monoton. Serta tidak terdapat unsur- unsur Maluku khususnya seperti ikon dan simbol pada bangunan perpustakaan Bagian yang dirancang adalah public space area yaitu area layanan perpustakaan yang terdiri dari area penitipan barang (Locker), area koleksi buku, area baca, serta fasilitas fotocopy. Dan privat space area yaitu kantor karyawan perpustakaan. Tujuan dalam perancangan kali ini adalah untuk re-desain perpustakaan agar menjadi lebih dinamis dengan penerapan identitas local dari Ambon. II. METODE PERANCANGAN A.
Pengumpulan Data Studi Literatur Me-redesign Perpustakaan Daerah di Ambon ini pertama-tama yang dilakukan adalah mencari literaturliteratur yang berhubungan tentang perpustakaan serta sumber – sumber referensi lainya. Kemudian penulis akan mengumpulkan data yang berupa sejarah perpustakaan, jenis perpustakaan beserta fungsinya masing-masing, kondisi masyarakat Ambon, standar perancangan perpustakaan daerah, area Public Space, sistem interior perpustakaan (pencahayaan, penghawaan, akustik, keamanan, komunikasi) serta standar ukuran perabot dan sirkulasi. Dan yang paling utama dari pada sebuah perpustakaan yaitu standar perancangan alur sirkulasi. B.
Survey Lokasi dan Data Lapangan Survey lokasi dilakukan di Ambon karena perancangan kali ini merupakan re-desain sebuah Badan Perpustakaan
JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 515-519 dan Arsip Daerah Maluku di Ambon. Penulis mengumpulkan data-data fisik dan nonfisik dari perpustakaan ini. Hasilnya yaitu, Layout bangunan dengan berbagai ukuran ruang serta perabot yang ada, analisa luar bangunan, sistem perpustakaan, wawancara, dan menemukan masalah-masalah yang terjadi pada gedung serta alur perpustakaan. Lokasi perpustakaan terletak di Kota Ambon, bangunan milik pemerintah terdiri dari 3 lantai dengan luasan ± 2160 m2. Yang di desain hanya lantai satu dan dua dengan luasan ± 1440 m2. Luas bangunan perpustakaan umum biasanya memiliki ukuran minimal atau ukuran standar karena merupakan suatu bangunan publik yaitu minimal 600 m2 . Pada ketiga bangunan ini sudah memenuhi standar luasan minimum untuk sebuah perpustakaan umum. [3]. Lokasi dari perpustakaan umum harus ditempat yang strategis dan terhindar dari kebisingan dari ketiga tempat yang disurvey, Lokasi yang merupakan perancancangan dari Tugas Akhir ini sudah memenuhi standar karena terletak di daerah pusat kota Akses menuju perpustakaan juga sangat mudah karena berada di depat jalan raya-jalan utama. [3]. C.
Pengumpulan Data Tipologi Tipologi merupakan perbandingan dari perancangan sejenis. Dalam hal ini adalah Badan Perpustakaan dan Kearsipan daerah Maluku. Data tipologi yang dipakai adalah Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Jawa Timur. Dan Perpustakaan Universitas Kristen Petra. D . Analisis Data Data – data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis. Dalam metode analisis ini hasil rancangan akan sangat dipengaruhi oleh proses yang dilakukan sebelumnya. Proses tersebut meliputi penetapan masalah, pendataan lapangan, literature, tipologi, analisis pemrograman, sintesis, skematik desain, penyusunan konsep dan pewujudan desain. Dalam hal ini tahapan - tahapan yang dapat digunakan untuk mencapai hal tersebut adalah, Sebagai berikut: programming, skematik desain, tahapan pengembangan desain, dan gambar kerja. [1]. E.
Menentukan Konsep Desain Proses pengumpulan data, analisis data serta menemukan dan pemecahan masalah kemudian penulis mencari konsep yang cocok dengan perancangan. Tujuan penentuan konsep adalah untuk membuat penulis memiliki kerangka berfikir yang pasti dan terstruktur sehingga desain yang dihasilkan memiliki suatu kesatuan/unity. Skematik Desain Skematik desain terbentuk oleh sketsa-sketsa awal perancangan. Sketsa dapat berupa ruangan yang menunjukan suasana, ruangan yang menunjukan aplikasi plafon, perabot serta arah sirkulasi dan spesifikasi potongan dari bangunan. Sketsa ide yang dibuat mengacu pada konsep dan penyelesaian masalah pada perpustakaan.
516
G.
Pembuatan Gambar Kerja Desain Akhir Merupakan tahapan akhir dari proses perancangan ini. Desain yang sudah dibuat, diaplikasikan ke dalam gambar kerja yang detail dan lengkap dalam keterangan material dan finishing yang digunakan, ukuran-ukuran secara lengkap dan disajikan dengan format yang mudah dimengerti oleh orangorang yang akan bekerja mengaplikasikan desain tersebut dalam bangunan nyata seperti mandor dan tukang-tukang. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsep dan Perancangan Daerah di Ambon ini adalah “The Simple Flashy”. Konsep ini didasari oleh warnadan bentuk. Yaitu warna diambil dari ―The Flashy White” dimana mengunakan warna-warna soft sebagai warna utama dan warna yang dapat memantulkan atau menyerap sinar dari intensitas pantulan cahaya warna yang terbanyak. Karena perpustakaan sendiri harus mempunyai pencahayaan yang cukup agar tidak menyilaukan mata saat membaca ataupun kekurangan cahaya saat membaca. Dan Bentuk dari ―simple” yaitu bentukan geometris. Dengan menghadirkan suasana bersih dan tenang serta dinamis, sehingga pengunjung yang datang merasa nyaman dan ingin berlamalama didalam perpustakaan. Pengalaman membaca menjadi lebih menyenangkan dengan suasana dinamis dengan warna-warna soft yang cerah serta bentukan geometris yang merupakan bentukan dasar dari pada perancangan ini sendiri. Perpustakaan pada umumnya mengunakan warna putih sebagai cat dindinnya karena merupakan warna universal, warna yang banyak disukai oleh semua kalangan umur. Karena merupakan perpustakaan umum sehingga warna putih merupakan warna yang pas. [4]. Untuk pencahayaan bangunan perpustakaan mengunakan lampu TL cool white, karena seperti ruang kerja yang membutuhkan cahaya maksimal untuk membaca serta mencari buku. Lebih baik lagi mengunakan pencahayaan alami karena dapat menghemat listrik. [5]. Untuk mendukung lokasi dari perpustakaan ini sendiri yaitu kota Ambon maka pelestarian budaya Ambon tidak akan terlepas dari perancangan perpustakaan ini. Suasana perpustakaan akan dihadirkan adaptasi budaya-budaya serta unsur – unsur dari Maluku yang diterapkan pada elemenelemen desain yang ada.
F.
Gambar 1. . Skema Warna Re-Desain Perpustakaan Daerah di Ambon.
B. Desain Akhir 1.) Layout – Pola Lantai dan Pola Plafon
JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 515-519
517
Gambar 4. Desain akhir Pola Plafon lantai 2
2.) Main Entrance Main Entrance atau tampak depan dari suatu bangunan yang merupakan area awal yang dilihat oleh pengunjung perpustakaan.
Gambar 2. Desain akhir layout lantai 1 dan lantai 2
Sesuai dengan konsep ―The Simple Flashy‖ yang menerapkan warna – warna pembuat suasana terang, maka penggunaan warna pada lantai lebih dominan ke warna abuabu. Ada pun warna hitam sebagai warna pembatas ruang dan member aksen pada lantai itu sendiri.
Gambar 5. Desain akhir Main Entrance
3.)Lobby Lobby merupakan area pertama yang dimasuki oleh pengunjung. Dalam perpustakaan lobby digunakan sebagai tempat penitipan barang.
Gambar 3. Desain akhir Pola Plafon lantai 1
Pengaplikasian plafon pada bangunan disesuai dengan tinggi ruangan yang berukuran 3 meter. Adanya permainan tinggi plafon pada bagian sekeliling bangunan (dekat jendela) dan ada backlight agar tidak terkesan monoton. Plafon digunakan unruk penempatan lampu-lampu. Dan material yang digunakan adalah seperti kalsi board dengan finising cat duco. Bentukan geometris dengan mengikuti bentukan layout yang ada.
Gambar 6. Desain akhir area Lobby.
4.) Ruang koleksi daerah dan referensi. Ruangan ini memiliki beberapa fasilitas yaitu fotocopy, area baca mandiri, area baca koran, buku tentang Maluku dan buku-buku referensi. Pada ruangan ini tidak
JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 515-519
518
diperbolehkan meminjam buku, hanya boleh di baca dan di fotocopy.
Gambar 7. Area Baca Koran, Lantai 1.
5.) Ruang kantor kearsipan. Area kantor di desain sedinamis mungkin, dengan furniture yang dinamis juga.
Gambar 9. Ruang Perpustakaan Keliling, Lantai 1.
7.) Ruang Baca Utama Merupakan ruang koleksi utama dari perpustakaan ini. Fasilitas yang dimiliki pada ruang ini yaitu, pinjam bukukembalikan buku, area baca mandiri, area kerja kelompok serta, membuat kartu anggota, Penataan area baca mengelilingi rak buku, supaya mendapat pencahayaan alami paad area baca. Pencahayaan langsung ke buku tidak baik kerana dapat merusak buku.
Gambar 10. Area baca kelompok, Lantai 2. Gambar 8. Area Kerja bidang kearsipan, Lantai 1.
6.) Ruang perpustakaan keliling. Ruang ini terletak di lantai 1. Dalam ruangan ini terdapat buku-buku untuk digunakan pada mobil perpustakaan keliling serta distribusi buku ke perpustakaan di desa-desa sekitar Maluku.
Gambar 11. Area Sirkulasi, Lantai 2.
JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 515-519
519
IV. KESIMPULAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Berdasarkan proses perancangan interior Perpustakaan Daerah ini maka, kesimpulan yang dapat diambil adalah untuk merancang suatu perpustakaan maka ada hal-hal yang penting untyk selalu diperhatikan yaitu, antara lain : 1) Lokasi perancangan, Suatu perpustakaan juga harus memperhatikan lokasi perpustakaan. Perpustakan harus berdekatan dengan alur kegiatan masyarakat dan mudah dijangkau. Lokasi yang strategis dapat membuat masyarakat mengunjungi perpustakaan.
Penulis A.A.M mengucapkan terima kasih kepada ketua Program Studi Desain Interior Ir. Hedy C. Indrani, M.T., Dosen pembimbing Dra. Sriti Mayang Sari M.Sn dan Dodi Wondo .-Dipl, Penulis juga diperkenankan menyampaikan ucapan terima kasih kepada sponsor penyedia dana penelitian, Djoni Deswert Miru, Mien Miru, Theresia Ang, dan Ferry Miru. .
2) Cakupan layanan, Hal ini berhubungan dengan luasan bangunan. Jika perpustakaan merupakan perpusatkaan umum, maka luasanya disesuaikan dengann luasan standart perpustakaan umum yang sudah ditetapkan.
[1]
3) Perabot perpustakaan, Mencakup rak buku, meja baca, kursi dan sebagainya. Desain kursi mengikuti bentukan tubuh sehingga pengunjung yang duduk merasa nyaman dan bias berlama-lama dalam suatu perpustakaan.
[4]
4) Tata ruang perpustakaan, Berhubungan dengan sirkulasi. Peletakan ruangan dan perabot sangat menentukan kenyamanan pengunjung. 5) Sistem Utilitas, Meliputi pencahayaan, penghawaan, akustik serta keamanan. Pencahayaan alami merupakan pencahaan yang baik untuk suatu perpustakaan. Di setiap ruang perpustakaan harus memiliki sistem penghawaan buatan (AC), selain untuk kenyamanan pengujung juga untuk menjaga buku-buku koleksi agar tetap terawat dengan baik. Untuk sistem akustik lebih diperhatikan, suara bising yang diakibatkan dari luar ruangan dan dalam ruangan perlu di gunakan peredam suara khusus.
DAFTAR PUSTAKA [2] [3]
[5]
Santosa, Adi. Pendekatan Konseptual Dalam Proses Perancangan Interior. Universitas Kristen Petra.Volume 3, no. 2 Desember 2005. Tim Penyusun. Buku Informasi: Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur. Surabaya: Badan Perpustakaan Dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, 2009. Muchyidin, Suherian. Panduan Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. Bandung: PT. Puri Pustaka, 2008 Listiani, Wanda & Novalinda.. Desain Ruang Perpustakaan. Visi Pustaka, 9(1), 39-43. 2007 Manurung, Parmonangan. Pencahayaan Alami dalam Arsitektur. Yogjakarta: C.V Andi, 2012.
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 UPAYA PENERAPAN HAK CIPTA TERHADAP PEMANFAATAN KOLEKSI BUKAN BUKU DI PERPUSTAKAAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH Oleh : Syauzul Wisda Pradipta, Drs. Aan Permana, M.M * E-mail : [email protected] Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana upaya yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah terhadap penerapan hak cipta yang ada pada koleksi bukan buku. Dari hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa upaya perlindungan hak cipta yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, yaitu dengan cara : 1). Koleksi bukan buku pada layanan audio visual dan layanan deposit tidak boleh dibawa pulang. 2). Bagi pemustaka yang ingin meminjam diwajibkan mengisi formulir dan membuat surat pernyataan bahwa koleksi tersebut tidak untuk digandakan demi kepentingan komersialisasi. 3). Jika pernyataan tersebut sudah ditandatangani dan koleksi tersebut disalahgunakan atau dilanggar oleh pemustaka, maka sudah menjadi tanggungjawab pemustaka secara pribadi. Selain itu diperlukan upaya penanggulangan terhadap permasalah tersebut dengan cara melakukan kegiatan sosialisasi secara berkala yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah yang bekerjasama dengan pihak kepolisian Polrestabes Semarang. Kata Kunci: Upaya perlindungan hak cipta, koleksi bukan buku. Abstract The purpose of this research is to determine the extent of the efforts made by the Central Java Regional Library to the application of existing copyright in a non book materials. From the result of descriptive analysis, it was known that the Central Java Public Library carried out some efforts in copyright protection such as: 1) Non book materials in audio visual sevice is forbidden to be borrowed to home. 2) For library visitor who want to borrow non book materials, they must fill the form and make the declaration letter which assert that the collection will not used in commercial purpose. 3) If the declaration was already signed and the borrower breaks the declaration, it is the borrower responsibility if there are some punishment. Besides, it is needed some efforts to prevent that problem, like massive socialization about Non Book Materials Copyright by Central Java Public Library and Semarang Police Force which was done periodically. Key Word : Copyright protection effort, non book materials. *Dosen Pembimbing
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, bahasa, agama dan kebudayaan yang beraneka ragam. Dari keragaman budaya tersebut Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan seni dan kebudayaan terbesar diseluruh dunia. Melalui seni dan kebudaya tersebutlah, Indonesia dapat berbicara banyak di mata internasional dengan berbagai macam prestasi yang dapat dibangakan (Ermansjah Djaja, 2009:1). Apresiasi tersebut dapat diwujudkan dengan cara melindungi karya anak bangsa melalui pengesahan UU Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) yang terbaru yaitu UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-undang tersebut dibuat untuk melindungi pencipta dan ciptaannya dari penjiplakan atau bahkan pengakuan dari pihak lain, yang tidak bertanggung jawab. Hak cipta bertujuan untuk memberikan pengakuan, penghormatan, dan penghargaan kepada seorang pencipta karya. Di dalam hak cipta juga terdapat hak ekonomi yang dapat memberikan keuntungan ekonomis kepada pencipta sehingga seseorang akan terdorong untuk menciptakan suatu karya atau lebih. Terutama untuk penulis, hak cipta dapat mendorong kreativitas penulis untuk menciptakan karya-karya yang berkualitas. Dilihat dari kondisi yang ada perpustakaan saat ini masalah yang terlihat sangat mencolok adalah mengenai penggandaan dan pengalih mediaan koleksi digital yang dimiliki perpustakaan. Perpustakaan sebagai lembaga penyedia informasi bagi masyarakat dituntut untuk dapat menyediakan informasi dalam berbagai format sesuai kebutuhan pengguna. Salah satunya adalah dengan menyediakan layanan foto kopi di perpustakaan, foto kopi dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini dikarena foto kopi berarti memperbanyak suatu
karya tanpa izin dari pengarang dan menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikannya. Selain layanan foto kopi yang diberikan oleh perpustakaan, perpustakaan juga mulai berlomba-lomba untuk menghimpun koleksi digital dalam rangka menuju perpustakaan digital. Bahkan saat ini koleksi digital dijadikan sebagai parameter apakah sebuah perpustakaan tersebut maju atau tidak. Akan tetapi realisasi perpustakaan digital bukan tanpa masalah, terutama terkait dengan hak cipta. Untuk mendigitalisasi buku, jurnal dan koleksi lainnya perpustakaan sering terbentur dengan masalah hak cipta. Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas mengenai digitalisasi koleksi dan pelanggaran hak cipta. Dalam hak cipta melekat hak ekonomi dan hak moral, dan proses digitalisasi dapat melanggar kedua hak tersebut yaitu apabila mendatangkan keuntungan bagi perpustakaan maka ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak ekonomi dan dikatakan melanggar hak moral karena digitalisasi mengalih bentukkan dari format tercetak kedalam format digital atau dengan kata lain merusak integritas bentuk karya tersebut (Heri Abi Burachman Hakim : 2011). Dalam kasus di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah, perpustakaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cepat dengan akses yang murah dan mudah (tidak menyulitkan pemustaka). Untuk itulah mereka memberikan layanan penggandaan bahan pustaka (foto kopi) dan layanan peminjaman karya digital yang dapat dibawa pulang oleh pemustaka, sehingga memberikan peluang bagi pemustaka yang ingin menggandakan beberapa bagian buku atau karya digital yang mereka butuhkan. Namun belum diketahui, apakah layanan tersebut memiliki dasar hukum yang jelas tanpa mengesampingkan nilai Hak Cipta yang terkandung dalam tiap bahan pustaka. Jika ada, apakah telah diterapkan sesuai hukum yang berlaku. Proses penegakkan Hak
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 Cipta harus dilakukan secara nyata dengan dasar hukum yang jelas pula. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Bertolak dari latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “Upaya Penerapan Hak Cipta Terhadap Pemanfaatan Koleksi Bukan Buku Di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah”. 2.1 PENGERTIAN HAK CIPTA Istilah Hak Cipta pertama kali disahkan pada saat rapat Seksi Hak Pengarang dari Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, di Bandung pada Bulan Oktober 1951. Sebelumnya dikenal dengan istilah hak pengarang, namun karena istilah tersebut seperti membatasi dalam hal karang-mengarang saja, maka diganti menjadi Hak Cipta yang pengertiannya lebih luas dalam hal ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dalam pengertiannya menurut (UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002) : Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan peranan dan fungsi tersebut, perpustakaan sebagai pusat informasi harus dapat memberikan layanan dan fasilitas yang dibutuhkan oleh pemustaka baik dalam hal koleksi maupun sarana prasarana yang mendukung. Terlebih lagi dengan begitu pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini yang pada akhirnya membuat pemustaka tidak lagi membutuhkan koleksi dalam bentuk fisik. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi perpustakaan di dalam menyadiakn koleksi yang dapat langsung dipergunakan di perpustakaan, dipinjam, atau bahkan digandakan dengan tujuan tertentu oleh pemustaka. Padahal
koleksi-koleksi yang terdapat di perpustakaan sebagian besar memiliki Hak Cipta. Pasal 12 dalam Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 menyebutkan secara jelas. Jenis ciptaan-ciptaan tersebut sebagian besar dimiliki oleh perpustakaan umum. Jadi ciptaan-ciptaan dalam perpustakaan umum tersebut tidak dapat digandakan atau dialihmediakan tanpa persetujuan penciptanya. Tetapi ada beberapa pengecualian untuk memperbanyak ciptaan di perpustakaan. Diantaranya seperti yang tertera pada (UU Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 Pasal 15 ayat A dan ayat C) : Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta : A. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. Sedangkan menurut Ayat C ; C. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan ; (i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau (ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. Secara umum dapat dimbil kesimpulan bahwa penggandaan ciptaan diperbolehkan asal sumbernya disebutkan, tidak dikomersilkan atau diambil hak ekonomisnya, dan dilihat dari tujuan pemakaian ciptaan pihak lain. Tetapi peraturan tersebut belum menjelaskan pertanyaan lain yang berkaitan dengan urusan penggunaan ciptaan pihak lain seperti : “Bagaimana cara mengukur tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 pencipta, Berapa batas penggandaan dan penggunaan ciptaan pihak lain. Berapa banyak boleh digandakan, dan berapa persen dari karya yang boleh digunakan, atau berapa kali ciptaan tersebut dapat dipentaskan. Peraturan tersebut tidak membahas secara spesifik mengenai permasalahan-permasalahan terkait. Tetapi untuk saat ini kedua peraturan tersebut menjadi dasar hukum yang paling cocok diterapkan sampai saat ini dalam hal kelegalitasan penggandaan bahan pustaka di perpustakaan”. 2.2 KOLEKSI BUKAN BUKU Pada awalnya, perhatian perpustakaan lebih banyak dicurahkan pada bahan pustaka tercetak, seperti buku dan terbitan berseri. Adanya perkembangan teknologi dibidang media informasi, merupakan suatu tantangan bagi pustakawan untuk mampu menyediakan bahan koleksi bukan buku (nonbuku). Penggunaan bahan koleksi bukan buku pada zaman dahulu hanya sebagai alat bantu pendidikan, tetapi sekarang tidak hanya sebagai alat bantu melainkan juga merupakan sarana kebutuhan individu yang mendasar. Sebagi contoh banyak sekali perguruan tinggi yang telah menggunakan sistem multimedia berskala penuh. Sehingga antara pengajar dan mahasiswa dapat melakukan kegitan belajar mengajar tanpa harus bertatap muka secara langsung, sehingga dibutuhkan suatu media perantara yang dapat menyampaikan informasi secara mudah (Yulia, 2009:7.1). Penggunaan istilah bahan koleksi bukan buku yang sering muncul adalah koleksi multimedia dan koleksi audio visual dan semacamnya. Menurut Fothergill (1990:3) sebagaimana dikutip oleh Mirmani (2011:1.2) memberikan batasan istilah koleksi bukan buku atau banah nonbuku yaitu mencakup semua bahan yang tidak dijilid kedalam bentuk sebuh buku. Istilah tersebut digunakan di luar segala pesan yang disajikan dalam
bentuk tercetak seperti pamflet, leaflet, manuskrip, peta, terbitan berkala dan musik. Dengan demikian, cakupan istilah bahan koleksi bukan buku sangat luas dan juga mencakup bahan tersebut di atas yang disajikan ulang dalam bentuk yang berbeda, seperti peta yang berbentuk slide, terbitan berkala berbentuk mikrofis. Lebih jauh Fothergill, menyebutkan bahan koleksi bukan buku berdasarkan jenis dan sifatnya yang mungkin adalah : 1. Kertas, yang dikemas dalam berbagai cara, seperti kartu, bagan, seni reproduksi, foto tercetak; 2. Film, termasuk didalamnya filmstrip, slide, film layar lebar, bentuk mikro; 3. Pita magnetik mencakup pita suara, kaset, pita video, gulungan, kaset piringan magnetik; 4. Plastik, plastik transparan, opak laservision, CD audio, dan CD-Rom. Bahan-bahan lain yang menurut Fothergill, yang mungkin juga tergolong dalam bahan koleksi bukan buku adalah model, artefak, dan spesimen. Selain itu, bahan koleksi bukan buku juga mencakup yang dapat diakses secara elektronik dari jarak jauh, seperti teleteks dan sistem view data. 3.1 METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011:6). Pengertian lain mengenai penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 sendiri dan berhubungan dengan orangorang dalam bahasa, peristilahan dan peristiwa (Iskandar, 2009:12). 3.2 PEMILIHAN INFORMAN Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan purposive sampling yaitu teknik pemilihan informan berdasarkan pertimbangan tertentu. dengan menggunakan pertimbangan (1) berdasarkan kesediaan menjadi Informan, (2) berdasarkan jabatan fungsional pustakawan, (3) sudah bekerja di perpustakaan selama 5 tahun atau lebih sehingga sudah mengetahui bagaimana kondisi lingkungan di perpustakaan, (4) berdasarkan kriteria pemustaka yang sering memanfaatkan layanan deposit dan layanan audio visual, (5) berdasarkan kriteria dari pendapat beberapa ahli yang bergerak dalam hal perlindungan dan penegakan hak cipta. 3.3 METODE PENGUMPULAN DATA Pada penelitian ini digunakan metode pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. a. Observasi partisipatif b. Wawancara mendalam c. Dokumentasi 3.4 TEKNIK ANALISIS DATA Menurut Sugiyono (2009:244) analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. Teknik analisis penelitian kualitatif pada umumnya berawal dari pengumpulan data melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi, kemudian reduksi data, serta analisis dan interpretasi data. Dari hasil analisis tersebut akan ditarik kesimpulan yang akan menjadi hasil akhir dari penelitian. Hasil akhir data penelitian tersebut akan dituangkan dalam bentuk narasi deskriptif. 5. HASIL ANALISIS DATA Di Indonesia seseorang dapat dengan mudah memfoto kopi sebuah buku, mauapun menggandakan koleksi bukan buku padahal karya tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau pemegang hak cipta, sehingga apabila kegitan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikatagorikan sebagai pelanggran hak cipta. Terlebih lagi di perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan hal-hal yang bersinggungan dengan hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta perpustakaan dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat meminimalkan kasus pelanggaran hak cipta di tanah air. Untuk itu dalam melayankan berbagi koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikan kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 cipta, dan seharusnya perpustakaan dapat dijadikan teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan batasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta, dan juga pada digitalisasi koleksi dimana perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta bagi pengarang. Seperti yang dikatakan oleh Tri Wahyu (2008:4), bahwa penerapan hak cipta di perpustakaan tidak dapat berjalan optimal karena disebabkan oleh beberapa alasan berikut : Ketidaktahuan pengguna tentang hak cipta, dapat dibuktikan dengan banyaknya permintaan foto kopi keseluruhan buku. Penjelasan yang kurang lengkap dari petugas perpustakaan tentang hak cipta membuat pengguna merasa tidak mempunyai beban untuk membuat salinan keseluruhan isi buku. Pelanggaran hak cipta menjadi tanggung jawab moral pengguna, karena merekalah yang memanfaatkan salinan perbanyakan dengan alasan apapun. Tidak adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran hak cipta di perpustakaan, karena di UU Hak Cipta sendiri juga tidak menyatakan secara jelas tentang pemanfaatan koleksi di perpustakaan. Terbatasnya terbitan yang ada di perpustakaan, sehingga mengharuskan pengguna memperbanyak sendiri dengan menggunakan jasa perpustakaan. Tuntutan kebutuhan pengguna dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pengetahuan tersebut harus disebarluaskan kepada masyarakat luas. Pendidikan moral dan faktor ekonomi yang menyebabkan perpustakaan lebih bijak menyikapinya.
Tuntutan layanan prima kepada pengguna, jika aturan hak cipta terlalu kaku maka perpustakaan akan ditinggalkan pengguna. Dari penjelasan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa hal tersebut yang melatarbelakangi terjadinya pelanggaran hak cipta di Perpustakaan Daearah Provinsi Jawa Tengah. Ada pun upaya yang dilakukan oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah bertujuan untuk melindungi hak cipta pada bahan pustaka yang ada. Hal ini dibuktikan dengan adanya langkah kongkrit di dalam mencegah terjadinya pelanggaran hak cipta pada koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. Selain langkah-langkah tersebut diperlukan upaya penanggulangan terhadap masalah tersebut dengan cara melakukan kegiatan sosialisasi secara berkala yang dilakukan oleh pihak perpustakaan yang bekerjasama dengan kepolisian. Selain itu, bahwa ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan perpustakaan dalam upaya perlindungan hak cipta (Cornish, 2007:66), yaitu : 1. Suatu kopian tidak diberikan sebelum form pernyataan ditandatangani oleh pengguna. 2. Kopian tidak akan digunakan kecuali untuk penelitian dan untuk tujuan nonkomersial atau pembelajaran pribadi dan berjanji bahwa kopian tersebut tidak akan diberikan ke banyak pihak. 3. Jika form pernyataan tersebut sudah ditandatangani dan kopian tersebut disalahgunakan/dilanggar oleh penggunaannya, maka sudah menjadi tanggung jawab pengguna secara pribadi. Dalam konteks ini, UU tersebut sudah memberikan batasan dan syarat secara jelas dan tegas terhadap lembaga pengelola pusdokinfo, termasuk juga perpustakaan. Tujuannya adalah untuk melindungi setiap koleksi digital terhadap pelanggaran hak cipta. Dalam UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002 istilah koleksi
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 disebut dengan ciptaan, suatu koleksi atau ciptaan dianggap sama maknanya yaitu setiap hasil karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lingkup ilmu pengetahuan, seni, dan sastra (Pasal 1 Ayat 3). Sedangkan, koleksi digital diartikan sebagai karya cipta hasil pengalihwujudan yang dilindungi oleh hukum hak cipta. Pernyataan ini diatur dalam Pasal 12 ayat 1 point (l) UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002 bahwa: “dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup: karya terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampe, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan”. Dalam mengelola sumber koleksi digital, khusunya karya hasil penelitian dan jurnal hendaknya perpustakaan lebih memperhatikan empat prinsip tentang kaedah atau aturan digitalisasi seperti halnya yang dikatakan oleh Pendit (2007:166) yaitu privasi (kerahasiaan), akurasi (keaslian), properti (kepemilikan), dan keteraksesan informasi. Sebagai contoh dalam implementasi kaedahkaedah tersebut, perpustakaan harus memperhatikan : 1. Privasi Yaitu menyangkut kerahasiaan berarti masalah keamanan database koleksi digital maka pada sistem jaringan perpustakaan digitalnya ditanami sistem keamanan (mosesax). Pihak perpustakaan juga memberikan batasan-batasan terhadap koleksi local content yang akan diakses, misalnya pengguna tidak dapat mendownload file-nya. Tujuannya agar tidak terjadi penjiplakan atau pembajakan ciptaan digital secara besarbesaran. 2. Properti Yaitu mengenai kewajiban serah karya cetak dan rekam yang sudah diserahkan ke perpustakaan adalah milik sepenuhnya perpustakaan, karena sudah
ada kesepakatan atau lisensi di atas surat pernyataan terlebih dahulu. 3. Akurasi atau keaslian Hal tersebut diatur dalam Pasal 25 Ayat 1 UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002 bahwa: “informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah”. Berdasarkan pasal tersebut, maka perpustakaan dalam mendigitalkan koleksi tetap mencantumkan identitas penulis aslinya dan tugas perpustakaan hanya mempublikasikan informasi. Misalnya, untuk keaslian identitas si penulis dalam setiap halaman koleksi digital di bagian footer diberi tanda copyrigth atau “©”. Sebagai contoh e-jurnal “Al-Jamiah”, di bagian footer-nya disisipkan identitas aslinya yaitu”Al- Jamiah: Journal of Islamic Studies”. 4. Hak Akses Yaitu semua koleksi local content dapat diakses secara bebas dan dapat dibaca secara keseluruhan (full text). Akan tetapi, pengguna tidak dapat mendownload file digital tersebut mengenai aspek keaslian dari identitas si penulis karya digital. 6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang diperoleh dari 8 orang informan di dalam meneliti “Upaya Penerapan Hak Cipta Terhadap Pemanfaatan Koleksi Bukan Buku Di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah”, maka dapat disimpulakan bahwa upaya pernerapan hak cipta tersebut belum dilakukan atau diterapkan secara serius oleh Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan penegakan hukum terhadap para pelanggaran hak cipta atas koleksi bukan buku, yaitu :
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012
1. Kurangnya pemahaman pustakawan terhadap pentingnya perlindungan hak cipta terhadap koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan. 2. Rendahnya tingkat kesadaran pemustaka untuk tidak melakukan pembajakan dan penggandaan koleksi bukan buku, yang salah satunya disebabakan oleh ketidak tahuan pemustaka dan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak perpustakaan dan aparat penegak hukum. 3. Tidak adanya sanksi yang jelas dan mengikat yang dibuat oleh perpustakaan, sehingga pemustaka dapat dengan mudah melakukan pembajakan dan pelanggaran hak cipta terhadap koleksi bukan buku. 4. Kurang optimalnya kinerja aparat penegak hukum dalam hal ini aparat kepolisaian terhadap pelaku pembajakan. 5. Sanksi hukum terhadap para pelanggar hak cipta atas koleksi bukan buku dinilai kurang efektif dan tidak optimal berfungsi sebagai efek jera (deterent effect). 6.2 Saran Hasil penelitian mengenai “Upaya Penerapan Hak Cipta Terhadap Pemanfaatan Koleksi Bukan Buku Di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah” menyatakan bahwa ada hubungan antara upaya penerapan hak cipta dengan pemanfaatan koleksi bukan buku dengan cara pengalih mediaan informasi. Berdasarkan pada hasil tersebut, maka penulis memberikan saran yang sekiranya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perlindungan hak cipta pada koleksi bukan buku dan untuk meningkatkan kinerja Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa
Tengah di dalam memenuhi kebutuhan informasi bagi para pemustaka. Adapun saran tersebut lahir dari hasil penelitian sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi secara berkala dan intensif yang dilakukan oleh perpustakaan yang bekerjasama dengan aparat penegak hukum, untuk memberikan pengarahan kepada pustakawan dan pemustaka.
2. Untuk menghindari terjadainya pembajakan, pemerintah dalam hal ini juga harus memikirkan kemampuan daya beli masyarakat kita yang masih sangat rendah. Oleh karena itu harga barang orisinil perlu disesuikan dengan kemamapuan daya beli masyarakat. 3. Penanganan dan penegakan hukum atas kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi, disebabkan kurangnya kesadaran dari pihak perpustakaan dan kepolisian di dalam menangani kasus tersebut. Sehingga diperlukan adanya ketegasan dari pihak Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah dan kepolisian di dalam menangani kasus tersebut tanpa pandang bulu. 4. Apabila terjadi pelanggaran maka pelanggaran itu harus diperoses secara hukum, dan bilamana terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhkan hukum sesuai dengan ketantuan Undang-Undang Hak Cipta. Pelakau pelanggaran hukum tersebut harus ditindak tegas dan segera mengganti kerugian yang diderita oleh pemilik/pemegang hak atau negara.
DAFTAR PUSTAKA Indonesia. Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 Sulistyo – Basuki. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Penaku. Pendit, Putu Laxmana.2007. Perpustakaan
Digital: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Jakarta: CV. Sagung Seto. Pendit, Putu Laxmana.2007. Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Cornish, Graham P. 2004. Copy right: Interpreting the Law for Libraries, Archives and Information Services. London: Facet Publishing. Moleong, Lexy J. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rusdakarya Offset. Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualaitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Arikunto, Suharismi. 2006. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Dirjen HKI. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta. Indonesia. Undang-Undang No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.