PAKET INFORMASI TERSELEKSI
INDUSTRI Seri: Industri Kecil 5
S
alah satu alasan kenapa masih rendahnya jumlah dan mutu karya ilmiah Indonesia adalah karena kesulitan mendapatkan literatur ilmiah sebagai sumber informasi.Kesulitan mendapatkan literatur terjadi karena masih banyak pengguna informasi yang tidak tahu kemana harus mencari dan bagaimana cara mendapatkan literatur yang mereka butuhkan. Sebagai salah satu solusi dari permasalahan tersebut adalah diadakan layanan informasi berupa Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT). Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah salah satu layanan informasi ilmiah yang disediakan bagi peminat sesuai dengan kebutuhan informasi untuk semua bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam berbagai topik yang dikemas dalam bentuk kumpulan artikel dan menggunakan sumber informasi dari berbagai jurnal ilmiah Indonesia. Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat akses informasi sesuai dengan kebutuhan informasi para pengguna yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, penelitian, pelaksanaan pemerintahan, bisnis, dan kepentingan masyarakat umum lainnya. Sumber-sumber informasi yang tercakup dalam Paket Diseminasi Informasi Terseleksi (PDIT) adalah sumber-sumber informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan karena berasal dari artikel (full text) jurnal ilmiah Indonesia dilengkapi dengan cantuman bibliografi beserta abstrak.
DAFTAR ISI ANALISIS DAYA SAING SDM DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BERUSAHA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL DI KOTA PEKANBARU
Fatkhu Rahman Jurnal daya saing, Vol. 1, No. 1, 2015: 28-38 Abstrak: The purpose of this study was to determine the effect of competitiveness towards achievements to strive in a small industrial town of Pekanbaru. Whole object of this study is the small industrial entrepreneurs registered in the city of Pekanbaru the number of 1,545 people spread on five business groups namely food industry business, clothing, chemicals and building materials , metals and electronics and handicrafts. Therefore, the relative amount of the population defined as 94 samples using proportional random sampling method. The variables studied consisted of three independent variables and the dependent variable. The independent variable is competitiveness and while the dependent variable was trying achievement. The method used in this study is a quantitative method. The instrument used for data collection in the form questionnaire Likert scale models. Discussion and hypothesis testing are conducted through the processing path analysis techniques using SPSS 17. The results showed that the effect on the competitiveness of small entrepreneurship in the industry by entrepreneurial achievements of trying to influence the small industrial city of Pekanbaru with coefficient of 0,555. competitiveness of trying to influence the achievement of small industries in the city of Pekanbaru with the influence of competitiveness on the achievement represented by the coefficient beruasha meaningful reasons for wanting to be successful because it has the potential to succeed as a capital for entrepreneurs trying to businesses gain increasing and also the products more efficient.
i
Pilih/klik judul untuk melihat full text
ANALISIS PENDAPATAN USAHA INDUSTRI KECIL DI SURAKARTA
Sudarwati Gema Universitas Islam Batik Surakarta, Vol. 21, No. 37, 2008: 361-373 Abstrak: Industri kecil di Surakarta terletak di 5 kecarnatan, yaitu Kecamatan Jebres. Pasar Kliwon, Serengan, Laweyandan Banjarsari. Di katakan industri kecil denganketentuan jumlah tenaga kerja antara 5 sampai 20 orang serta modal kurang dari Rp200.000.000,00. Industri kecil di Surakarta berjumlah 843 industri, terdiri dari industri tekstil 290 industri, agro 134 industri, basil hutan 68 industri, kertas 74 industri, logam 84 industri, makanan dan minuman 62 industri, kimia 75 industri dan elektronika 53 industri. Dari hasil analisis dapat dipertimbangkan implikasi kebijaksanaan antara lain, pertama untuk meningkatkan perolehan pendapatan usaha sebagai suatu indikator keberbasilan suatu industri hendaknya selalu menjadi titik perbatian penting dari pengusaha industri kecil di Surakarta. Kedua, profesionalisme perlu dikembangkan atau ditingkatkan sehingga dapat berpengaruh terhadap pendapatan usaha. Ketiga, industri kecil di Surakarta telah mendapat program pembinaan dan pengembangan dari Diknas perindustrian Perdagangan dan Pmanaman Modal, sehingga perlu perubahan kearah perbaikan dengan tujuan meningkatkan pendapatan usaha. Keempat, Dinas Koperasi perlu meningkatkan pembinaan koperasi kepada industri kecil, sebab koperasi mempunyai pengaruh yang berarti terhadap peningkatan pendapatan usaha di Surakarta.
DAFTAR ISI APLIKASI REAKTOR HIGH RATE PERFORMANCE PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAHU
DESAIN INOVASI ALAT BANTU PEMBUKA KULIT BUAH DURIAN UNTUK INDUSTRI KECIL
Iin Parlina; Lestario Widodo Jurnal teknologi lingkungan, Vol. 14, No. 1, 2013: 7-16
Almadora Anwar Sani,Mardiana, dan Seprianto Austenit, Vol. 6, No. 1, 2014: 1-4
Abstrak: Seiring dengan perkembangan biogas beserta pemanfaatannya, reaktor biogas juga berkembang dari jenis reaktor konvensional hingga reaktor berunjuk kerja tinggi (high rate performance) menyesuaikan dengan kebutuhan peningkatan efisiensi dan juga karakteristik limbah organik yang sulit jika diolah dengan menggunakan reaktor biogas biasa. Namun, pada dasarnya reaktor ini memiliki 3 jenis, yaitu reaktor unggun tetap (fixed bed, packed-bed, anaerobic filter, fixedfilm), reaktor unggun terfluidisasi (fluidized bed reactor), dan reaktor UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket). Dari ketiga jenis reaktor berunjuk kerja tinggi tersebut, reaktor jenis unggun tetap adalah jenis yang cukup banyak dikembangkan dan diimplementasikan di Indonesia, terutama untuk mengolah limbah cair organik yang berasal dari industri kecil, misalnya tahu, tapioka dan rumah potong hewan. Implementasi reaktor unggun tetap untuk industri tahu hingga saat ini telah mencapai jumlah 5 unit reaktor yang melayani kebutuhan sekitar 132 Rumah tangga di Kabupaten Banyumas secara berkelanjutan. Kinerja reaktor unggun tetap ini dapat dikatakan cukup tinggi jika dinilai dari perolehan biogas dan efisiensi penurunan kandungan organic dalam limbah cair tahu. Program implementasi, diseminasi, dan replikasi reaktor ini untuk pengolahan jenis limbah organik yang lain atau daerah lain memiliki potensi dalam mendukung program pemerintah dalam aksi mitigasi Gas Rumah Kaca, penyediaan sumber energi terbarukan, perlindungan lingkungan dan pengembangan desa mandiri energi.
Abstrak: -
Dicky
DETERMINAN PENINGKATAN KINERJA INDUSTRI KECIL GAMBIR SUMATERA BARAT
Firdaus Jamsan Buletin BIPD, Vol. 17, No. 1, 2009: 46-57 Abstrak: -
HUBUNGAN STRATEGI KEUNGGULAN BERSAING TERHADAP INDUSTRI KECIL KERAMIK DI KOTA BANDA ACEH
Bukhari Usman Ukhuwah : majalah ilmiah, Vol. 8, No. 3, 2013: 279-285 Abstrak: -
IDENTIFIKASI KEKUATAN WANITA PENGUSAHA PADA INDUSTRI KECIL MAKANAN KHAS TEMPE DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA : STUDI KASUS DIDESA TAMANAN KAB TRENGGALEK
Hariyati; Anik Lestari A Vidya : jurnal ilmiah, Vol. 17, No. 3, 2009: 1-12 Abstrak: -
DAFTAR ISI IMPLEMENTASI SISTEM DINAMIK PADA PENGEMBANGAN POLA KEMITRAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI DKI JAKARTA
Fajar Kurniawan Inasea : jurnal kajian teknik dan system industri, Vol. 9, No. 2, 2008: 129-138 Abstrak: -
PEMANFAATAN BRIKET BIOBATUBARA PADA INDUSTRI KECIL MELALUI MODEL DAPUR PRODUKTIF MASYARAKAT DI KABUPATEN JENEPONTO, SULAWESI SELATAN
Yustin Paisal TMB : Publikasi teknologi mineral dan batu bara, Vol. 7, No. 1, 2013:16-30 Abstrak: -
INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DAN PERMASALAHANNYA DI INDONESIA 2009-2011 Iwan Prasodjo Jurnal ekonomi, Vol. 17, No. 3, 2012: 354-366 Abstrak: -
KAJIAN MODEL PENGARUH INTUISI TERHADAP PERFORMANSI INDUSTRI KECIL DANMENENGAH (IKM) BERDASARKAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN STRATEGIS
Augustina Asih Rumanti Jurnal metris, Vol. 14, No. 1, 2013: 7-16 Abstrak: -
ORIENTASI PASAR, INOVASI DAN STRATEGI PEMASARAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA PEMASARAN
Snurita Andriani Kompetensi : Jurnal studi manajemen, Vol. 5, No. 2, 2011: 173-187 Abstrak: -
PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL KRIPIK PISANG DI KABUPATEN PEMALANG DALAM UPAYA MENUJU INDUSTRI MANDIRI
Isti Pudji Hastuti, Edy Supriyono, dan RetnoHartati Dian mas : Jurnal inovasi dan aplikasi ipteks, Vol. 1, No. 1, 2012: 80-85 Abstrak: -
PEMILIHAN MODEL TEKNOLOGI PRODUKSI PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH COKELAT TERKAIT INPUT PRODUKSI KAKAO YANG DIGUNAKAN
Muh. Ruslan Yunus Jurnal industry hasil perkebunan, Vol. 9, No. 1, 2014: 45-57 Abstrak: -
DAFTAR ISI PENERAPAN METODE GA-KMEANS UNTUK CLUSTERING DATA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM) DI DISPERINDAG BANGKALAN
Tri Sundarwati, Bain Khusnul Khotimah, dan Firli Irhamni Jurnal sarjana teknik informatika, Vol. 3, No. 2, 2014: 89-101 Abstrak Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan industri berskala kecil dan menengah.IKM juga sebagai sektor industri penggerak perekonomian yang mampu memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.Perkembangan IKM di wilayah madura sendiri cukup meningkat pesat, seiring dengan perkembangan tersebut perlu perhatian khusus dari pemerintah guna meningkatkan potensi usaha masyarakat agar dapat memicu pertumbuhan IKM dan produktifitas IKM di Bangkalan. Peningkatan pertumbuhan IKM di Bangkalan diperlukan bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan produktifitas suatu IKM. Oleh karena itu, Penelitian ini bertujuan untuk pengelompokan data IKM berdasarkan karakteristiknya yang berhubungan dengan produktifitas IKM. Metode yang di gunakan untuk clustering data IKM ini adalah metode GAK means. Metode ini di gunakan karena menghasilkan kinerja yang lebih optimal dibandingkan dengan metode K-means sederhana, melalui proses clustering K-means sederhana yang titik pusatnya dioptimasi dengan Algoritma Genetika. Untuk evaluasi hasil clustering menggunakan SSE (Sum Square Error),Total Within Cluster Variation dan Total between Cluster Variation. Dari 2 uji coba diperoleh nilai WithinGA-Kmeans lebih kecil di banding Kmeans , pada uji coba ke 2 nilai Between GA-Kmeans sebesar 0.264 dan K-means sebesar 0.124, jadi GAKmeans lebih besar dari K-means karena Cluster yang ideal mempunyai minimum Within dan maksimum Between. Hasil pengelompokan menghasilkan 3 cluster, 1 IKM sangat produktif, 53 IKM produktif dan 46 IKM kurang produktif.
PENGARUH DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA INDUSTRI KECIL DI KOTA JAMBI
Muhammad Sabyan Jurnal development, Vol. 1, No. 2, 2013: 17-29 Abstrak: -
PENGARUH KOORDINASI TERHADAP PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL PRODUK USAHA KERAJINAN TANGAN DAN BORDIR DI KOTA TASIKMALAYA
Astri Siti Fatimah Jurnal administrasi publik, Vol. 4, No. 1, 2013: 96-107 Abstrak: -
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
Nurhasmansyah, Zulfadil, dan Machasin Jurnal tepak manajemen bisnis, Vol. 6, No. 1, 2014: 48-55 Abstrak: -
DAFTAR ISI PENGARUH PEMASARAN PRODUK, KEUANGAN USAHA DAN DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP KEBERHASILAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL ROTAN DI KOTA PADANG
Rika Desiyanti e-Jurnal apresiasi ekonomi, Vol. 2, No. 3, 2014: 193-202 Abstrak: -
PENGELOMPOKAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI MENGGUNAKAN METODE K-MEDOID: STUDI KASUS: INDUSTRI KECIL MENENGAH BATIK DAN JAMU KABUPATEN BANGKALAN MADURA
Dewi Sylvia Ferdiana P.;Bain Khusnul Khotima Jurnal sarjana teknik informatika, Vol. 3, No. 2, 2014: 65-76 Abstrak: -
PENINGKATAN KEKUATAN PLINTIR PRODUK BALING-BALING KAPAL BAHAN KUNINGAN DENGAN PENDEKATAN METODE TAGUCHI PADA INDUSTRI KECIL PENGECORAN NEGARA KANDANGAN KALIMANTAN SELATAN
PERANCANGAN PERALATAN DESTILASI FRAKSINASI MINYAK NILAM SKALA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM)
Syarifuddin Buletin hasil penelitian industri, Vol. 25, No. 2, 2012: 67-75 Abstrak: -
PILIHAN SUMBER-SUMBER KREDIT BAGI WANITA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL AGRIBISNIS DI KABUPATEN KULON PROGO, STUDI KASUS PADA PENGUSAHA EMPING MLINJO
Istiti Purwandari Buletin ilmiah Instiper, Vol. 14, No. 2, 2007: 73-87 Abstrak: -
PROYEKSI LIMBAH HASIL PEMBEKARAN BATUBARA PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PULAU JAWA
Triswan Suseno TMB : Publikasi teknologi mineral dan batubara, Vol. 4, No. 1, 2010: 25-31 Abstrak: -
RANCANG BANGUN DAN REKAYASA ALAT PEMBUAT COKELAT BUTIRAN UNTUK INDUSTRI KECIL
M. Syafwansyah Effendi;M. Khafiz Arifin ;Ahmad Hendrawan Spektrum industri : jurnal ilmiah pengetahuan dan penerapan teknik industri, Vol. 12, No. 1, 2014: 28-41
Agus Sudibyo, Eddy Sapto Hartanto, dan Aan Yulistia Warta IHP (Warta industri hasil petanian), Vol. 15, No. 1-2, 1998: 30-38
Abstrak: -
Abstrak: -
DAFTAR ISI RANCANG BANGUN MESIN EKSTRAKTOR SARI BUAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI PRODUKSI SIROP DAN JENANG APEL PADA INDUSTRI KECIL PEDESAAN
Heru Suryanto, Putut Murdanto, dan Aminuddin Abdi masyarakat : Forum ipteks terapan dan pengembangan masyarakat, Vol. 22, No. 2, 2009: 17-24 Abstrak: -
RANCANG BANGUN TUNGKU MEMASAK DENGANMEMANFAATKAN ENERGI ALTERNATIF BATUBARA PADA INDUSTRI KECIL KRUPUK DI BLITAR
Hayuni R. W, Aman Santoso, Muhadi Muntholib, dan Mahmudi Abdi masyarakat : Forum ipteks terapan dan pengembangan masyarakat, Vol. 22, No. 2, 2009: 9-17 Abstrak: -
VALIDASI MODEL TRANSFER PENGETAHUAN DARI PERGURUAN TINGGI KE INDUSTRI KECIL
Retno Indriartiningsih Jurnal teknik industri, Vol. 12, No. 2, 2011: 118-125 Abstrak: -
Analisis Daya Saing SDM dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Berusaha Pengusaha Industri Kecil di Kota Pekanbaru FATKHURAHMAN Dosen tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Riau email:
[email protected]
Abstract: The purpose of this study was to determine the effect of competitiveness towards achievements to strive in a small industrial town of Pekanbaru. Whole object of this study is the small industrial entrepreneurs registered in the city of Pekanbaru the number of 1,545 people spread on five business groups namely food industry business, clothing, chemicals and building materials , metals and electronics and handicrafts. Therefore, the relative amount of the population defined as 94 samples using proportional random sampling method. The variables studied consisted of three independent variables and the dependent variable. The independent variable is competitiveness and while the dependent variable was trying achievement. The method used in this study is a quantitative method. The instrument used for data collection in the form questionnaire Likert scale models. Discussion and hypothesis testing are conducted through the processing path analysis techniques using SPSS 17. The results showed that the effect on the competitiveness of small entrepreneurship in the industry by entrepreneurial achievements of trying to influence the small industrial city of Pekanbaru with coefficient of 0,555. competitiveness of trying to influence the achievement of small industries in the city of Pekanbaru with the influence of competitiveness on the achievement represented by the coefficient beruasha meaningful reasons for wanting to be successful because it has the potential to succeed as a capital for entrepreneurs trying to businesses gain increasing and also the products more efficient. Keywords :Competitiveness, Achievement Sought PENDAHULUAN Prestasi atau dikenal juga dengan kinerja merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah kegiatan atau pekerjaan. Pada ilmu manajemen sumber daya manusia prestasi merupakan suatu capaian yang akan dicapai dan ditingkatkan perolehannya dari masa ke masa, melalui berbagai macam daya dan upaya. Hal ini juga merupakan tanggung jawab secara keilmuan dari bidang ilmu manajemen sumber daya manusia dalam menjawab persoalan tersebut. Pekerjaan setiap manusia berbeda dalam rangka menghasilkan produk yang pada akhirnya adalah untuk mendapatkan hasil dan atau kepuasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seseorang akan melakukan kegiatan dengan seksama, manakala mereka menyadari akan arti pentingnya pekerjaan dilakukan dan peruntukannya. Terdapat banyak pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam tujuan tersebut, seperti: bekerja di perusahaan maupun lembaga pemerintah, kemudian bekerja secara mandiri seperti membuka usaha sendiri. Namun saat ini yang lebih didorong pemerintah adalah menumbuhkan jiwa kewirausahaan bagi generasi sekarang dengan tujuan mampu membuka usaha sendiri yang pada akhirnya akan menjadi mandiri.
Hal ini terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1980 an telah lahir sebanyak 20 juta wirausahawan baru, mereka menciptakan lapangan pekerjaan baru. Demikian pula di Eropa Timur Wirausahawan bermunculan dan bahkan di China yang masa lalu menganut paham komunisme murni, kini mulai membuka diri terhadap lahirnya wirausahawan baru dan menerima investasi dari luar. Kemandirian dalam berusaha memberikan kesempatan bagi diri sendiri untuk berkembang dan pada gilirannya akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini juga akan mampu memberikan kontribusi positif terhadap masalah yang dihadapi pemerintah yakni pengangguran. Terdapat berbagai jenis usaha yang ditekuni oleh masyarakat seperti usaha dagang baik barang maupun jasa, kemudian usaha industri dengan berbagai aneka industri yang ada. Usaha ini dengan berbagai skala yang dimiliki, seperti skala mikro, kecil dan menengah serta besar. Dalam penelitian ini memilih usaha sektor industri skala kecil yakni dengan pertimbangan bahwa usaha sektor industri kecil merupakan bentuk usaha yang banyak dalam arti jumlah menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor jasa. Kemudian penelitian dilakukan di kota Pekanbaru, karena daerah ini merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah industri kecil yang relatif banyak dan juga secara geografis berlokasi sangat strategis yakni terletak di perbatasan Negara tetangga (Malaysia dan Singapura) menyebabkan memiliki peluang pemasaran dan yang lebih baik. Kota Pekanbaru merupakan Ibukota Propinsi Riau, yang semula dikenal dengan sebutan Dusun Payung Sekaki yang terletak di tepi sungai Siak dan secara geografis berlokasi sangat strategis yakni terletak di perbatasan Negara tetangga (Malaysia dan Singapura) menyebabkan Kota Pekanbaru menjadi kota perdagangan dan memiliki daya tarik tersendiri bagi berbagai kelompok serta memiliki visi yakni “Terwujudnya Kota Pekanbaru Sebagai Pusat Perdagangan Dan Jasa, Pendidikan serta Pusat Kebudayaan Melayu, Menuju Masyarakat Sejahtera yang berlandaskan Iman dan Taqwa”. Visi kota tersebut untuk dapat mewujudkannya tidak terlepas dari peran sumber daya manusia yang dimiliki kota ini. Penduduk menjadi sumber daya manusia yang paling berperan, karena penduduk merupakan aset bagi kota yang memberikan warna dan harapan serta ancaman jika tidak dikelola dengan baik. Penduduk kota pekanbaru dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari BPS Kota Pekanbaru jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 897.768 jiwa dan tahun 2011 sebanyak 937.939 jiwa, mengalami pertambahan sebanyak 40.171 jiwa (4.47%) ini berarti lebih tinggi apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk secara nasional yakni 1,17% per tahun. Hal ini juga yang menyebabkan persaingan kerja yang ketat di kota Pekanbaru, berdasarkan data bahwa pada tahun 2011 pencari kerja berjumlah 16.941 orang. Sedangkan lowongan yang tersedia hanya 4.953 atau 29,2%. Oleh karenanya sebagian dari penduduk di daerah ini sebagai sumber daya manusia memilih membuka usaha. Usaha yang berkembang didominasi oleh usaha kecil khususnya pada usaha industri kecil dan perdagangan. Menurut SK Mentri Perindustrian dan Perdagangan No.254/MPP/7/1997, usaha industri kecil adalah industri yang memiliki nilai investasi perusahaan sampai dengan Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan) dan pemiliknya warga negara Indonesia. Sedangkan menurut BPS berdasarkan jumlah tenaga kerja yaitu tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang. Usaha ini juga dibedakan menjadi usaha kecil formal dan informal, usaha kecil formal yaitu usaha kecil yang telah terdaftar pada badan atau lembaga resmi dan telah berbadan hukum atau telah memiliki izin usaha. Sedangkan usaha kecil informal adalah merupakan usaha yang belum terdaftar atau belum tercatat serta belum berbadan hukum, seperti pedagang kaki lima (PKL). Usaha industri kecil
informal tidak memiliki data yang jelas bila dibandingkan dengan sektor formalnya sudah dicatat oleh pemerintah yang berwenang. Pada usaha industri kecil ini, dalam penelitian ini melihat dari sisi perkembangan usaha, penyerapan tenaga kerja dan jumlah investasi. Karena industri kecil merupakan usaha yang memiliki prestasi terhadap gelombang krisis ekonomi di tahun 1997 dalam bertahan dan dalam menyerap tenaga kerja serta dalam usaha menyelamatkan perekonomian bangsa Indonesia. Berdasarkan data empirik tentang industri kecil yang diperoleh melalui BPS kota Pekanbaru dilihat dari perkembangan industri kecil di kota Pekanbaru tahun 2007-2011, diketahui perkembangan industri kecil dilihat dari tahun 2007 – 2011 cenderung berfluktuasi dimana pada tahun 2008 menurun sebesar 40%, namun kemudian unit usaha meningkat sebesar 9,2% pada tahun 2011. Kemudian dapat pula dilihat perkembangan usaha dan penyerapan tenaga kerja serta investasi yang ditanamkan tahun 2007-2011. Usaha kecil dalam menyerap tenaga kerja dan investasi mengalami penurunan khususnya dalam hal penyerapan tenaga kerja menurun seperti dapat dilihat pada tahun 2010 ke 2011 semula 1.559 orang menjadi 1.444 orang atau 7.4% dan investasi yang dilakukan menurun semula Rp. 23.472.000.000 menjadi Rp. 20.854.698.000 atau sebesar 11.2%. Dari fenomena prestasi berusaha industri kecil yang dilihat dari kemampuannya berkembang, menyerap tenaga kerja dan pengembangan investasinya maka dapat dikatakan adanya kesenjangan dimana prestasi berusaha pengusaha pada industri kecil yang menurun khususnya dalam penyerapan tenaga kerja dan juga investasi yang ditanamkan, hal ini juga menunjukkan ketidakpastian dan menurunnya kelangsungan hidup dari usaha sektor industri kecil dimasa mendatang. Kebijakan tenaga kerja terkait erat dengan strategi pengembangan ekonomi dan kebijakan stabilitas sosial. Dan keberhasilan pada satu sisi suatu kebijakan tergantung pada keberhasilan yang lain. Unsur-unsur interaksi mempengaruhi keberhasilan kebijakan tenaga kerja meliputi seberapa baik kebijakan itu sejalan dengan seluruh strategi pengembangan ekonomi, yang juga harus membangun jejaring dengan layanan organisasi ekonomi dan sosial lain, dan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi fleksibilitas implementasinya. Industri kecil pemula menjadi penghela penciptaan tenaga kerja di tingkat lokal. Penumbuhan Industri kecil pemula mempunyai andil penting dalam penyusunan kebijakan tenaga kerja diberbagai wilayah. Agar kebijakan Industri kecil pemula berjalan dengan baik, otoritas pemerintah daerah harus melibatkan mereka dalam setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan. Pemerintah kota Pekanbaru dalam rangka meningkatkan kemampuan berusaha mendirikan BPTK (Balai Pelatihan Tenaga Kerja), lembaga ini didirikan dengan menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan juga kalangan perguruan tinggi. Pemerintah kota Pekanbaru juga menganjurkan masyarakat untuk berwirausaha melalui program pendidikan dan pelatihan seperti SMK (43 sekolah) dan lembaga kursus serta BPTK (balai pelatihan tenaga kerja) yang memberikan pelatihan kewirausahaan kepada masyarakat dengan berbagai keahlian. Tentunya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi prestasi berusaha pengusaha kecil, salah satunya yang diduga adalah variabel daya saing. Berdasarkan beberapa pendapat ahli seperti menurut Panji Anoraga (2005: 50-52) pengertian prestasi berusaha adalah suatu tingkah laku sebagai keluaran (output) dari suatu proses berbagai macam komponen kejiwaan yang melatarbelakanginya atau menghasilkan lebih banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Apabila dilihat dari makna kata menurut Leonardus Saiman (2009: 43) bahwa berusaha berasal dari kata usaha yang artinya menciptakan kegiatan atau bekerja atau pekerjaan dan atau
berbagai aktivitas bisnis. Jadi berusaha adalah beraktivitas bisnis, berusaha juga sama artinya dengan bekerja namun bekerja dalam dunia bisnis. Kemudian prestasi dapat diartikan sebagai hasil atau output dari pencapaian suatu maksud atau tujuan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Mangkunegara (2005: 9) bahwa prestasi sama dengan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Moh. Pabundu Tika (2010: 121-122) prestasi adalah pelaksanaan hasil-hasil fungsi pekerjaan pada periode waktu tertentu. Hal in juga diperkuat oleh pendapat Edy Sutrisno (2010: 170) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan seseorang dalam melakukan pekerjaan. Kemudian Menurut T. Hani Handoko (2001: 235), penilaian prestasi (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka. Berdasarkan pengertianpengertian prestasi berusaha di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi berusaha adalah suatu tingkah laku sebagai keluaran dari suatu proses berbagai macam komponen kejiwaan yang melatar belakanginya atau meghasilkan lebih banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Menurut Henry Simamora (2004: 362-363) meskipun mustahil mengidentifikasi setiap dimensi kinerja yang universal yang dapat diterapkan pada semua pekerjaan, adalah mungkin menentukan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh kriteria apabila kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi penilaian kinerja. Siswanto Sastrohadiwiryo (2005: 232) menyatakan prestasi kerja merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dikatakan penilaian kinerja subyektif, karena kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak mungkin diukur secara objektif, hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk alasan kerumitan dalam tugas pengukuran, lingkaran yang berubah-ubah, dan kesulitan dalam merumuskan tugas dan pekerjaan individual tenaga kerja secara rinci. Dengan demikian, penilaian kinerja sangat mungkin keliru dan sangat mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut mempengaruhi proses penilaian sehingga harus diperhitungkan dan dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian kinerja dianggap memenuhi sasaran apabila memiliki dampak yang baik pada tenaga kerja yang baru dinilai kinerja/keragaannya. Menurut Miner dalam Edy Sutrisno (2010: 172) secara umum dapat dinyatakan empat aspek dari prestasi kerja, yaitu sebagai berikut: Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan serta masa kerja yang telah dijalani individu. Kerjasama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Menurut Moh. Pabundu Tika (2010: 121) menjelaskan bahwa dimensi prestasi berusaha adalah produksi (keuntungan, penjualan, pangsa pasar, dokumen yang diproses, rekanan yang dilayani); efisiensi (perbandingan keluaran dengan masukan); kepuasan (sikap, kesejahteraan); ketidakpastian (persaingan, keinginan pelanggan, kualitas); kelangsungan hidup. Berdasarkan uraian tentang dimensi prestasi berusaha di atas, maka dapat disimpulkan untuk mengukur prestasi berusaha menggunakan pendapat Moh. Pabundu Tika yang menyatakan bahwa dimensi prestasi berusaha antara lain: produksi (keuntungan, penjualan, pangsa pasar, dokumen yang diproses, rekanan yang dilayani); efisiensi (perbandingan keluaran dengan
masukan); kepuasan (sikap, kesejahteraan); ketidakpastian (persaingan, keinginan pelanggan, kualitas); kelangsungan hidup. Menurut Sopiah (2008; 23) bahwa faktor yang mempengaruhi prestasi kerja individu antara lain effort (usaha), ability (kemampuan) dan situasi lingkungan. Usaha manusia dalam bentuk motivasi, motivasi adalah kekuatan yang dimiliki manusia dan melahirkan intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara sukarela dan ditujukan untuk mencapai tujuan. Ability atau kemampuan berbentuk kompetensi, individu yang kompeten memiliki pengetahuan dan keahlian, bakat dan keberanian. Menurut Moh. Pabundu Tika (2010: 122) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi berusaha antara lain faktor internal (kecerdasan, ketrampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang dan karakteristk kelompok kerja) dan faktor eksternal (peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja dan kondisi pasar). Menurut Panji Anoraga (2005: 50-52) menjelaskan faktor yang mempengaruhinya prestasi antara lain faktor kepribadian dan lingkungan yakni kalau menginginkan prestasi bertambah tinggi maka perlu di “oprek-oprek” masalah lingkungan maupun kepribadiannya. Kemudian juga dijelaskan faktor lainnya adalah pekerjaan yang menarik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan atau suasana kerja yang baik, promosi dan perkembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan perusahaan, merasa terlibat dalam kegiatan organisasi, pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, kesetiaan pimpinan pada diri si pekerja dan disiplin kerja yang keras. Menurut Surya Dharma (2005: 102) daya saing atau kompetensi menentukan aspek-aspek penilaian prestasi kerja. Kompetensi itu merupakan apa yang dibawa oleh seseorang ke dalam pekerjaannya dalam bentuk jenis dan tingkatan perilaku yang berbeda seperti pengetahuan, keahlian dan kepiawaian. Kemudian menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2005: 67) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi. Berdasarkan pendapat teori di atas, jelas dapat diketahui bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi berusaha dimana salah satunya adalah faktor kemampuan yang dikaitkan dengan kekuatan atau daya saing yang dimiliki individu. Kemudian konsep daya saing itu sendiri menurut Wijaya (2007: 13) daya saing adalah sebagai kemampuan yang dimiliki dalam menghasilkan hasil yang tinggi. Sedangkan menurut Mitriani dalam Preffer (2007: 109) daya saing adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas prestasi kerja individu dalam pekerjaannya. Menurut Ubaedy (2009: 4) menyatakan daya saing sama dengan kompetensi yang berarti kecakapan atau kesiapan. Kata saing atau persaingan atau kompetisi yang artinya mencari bersama untuk menciptakan keunggulan yang lebih unggul. Ia menegaskan untuk bisa memenangkan persaingan itu, tentulah dibutuhkan kekuatan atau kesiapan atau alat, dimana senjata yang digunakan untuk bersaing adalah mengumpulkan kesiapan atau kekuatan. Oleh karena daya sama dengan kompetensi maka dijelaskan Nastiti (2004: 19) kompetensi seringkali dikaitkan dengan arti “mampu” atau berkualitas untuk mengerjakan sesuatu atau suatu pekerjaan, misal dalam pengelolaan sumber daya manusia (SDM) khususnya pada perencanaan karir, karyawan yang akan dipromosikan adalah karyawan yang dianggap memiliki kompetensi tinggi, sementara karyawan yang tidak berkualitas dianggap tidak memiliki kompetensi tinggi (tidak mampu atau tidak berkualitas). Untuk hal tersebut di atas, maka kata
kompetensi membahas mengenai suatu hasil kerja karyawan atau keberhasilan seseorang dalam mengerjakan tugasnya dengan efektif (output model) dan mengenalnya dengan sebutan kompeten. Di sisi lain, kata kompetensi sering dianggap sebagai suatu yang dipersyaratkan/diinginkan untuk (akan) mengerjakan suatu pekerjaan pada peran dan jabatan tertentu (input model) disebut kompetensi/competency. Menurut Safri Nurmantu (2007: 90) memberikan pengertian kompetensi adalah untuk mencapai kinerja yakni kemampuan untuk menyusun dan menggunakan sumber-sumber manusia, uang, bakat dan waktu dalam waktu yang terbaik. Menurut Soetjipto (2007: 97) menjelaskan bahwa pengertian keunggulan kompetitif (daya saing) merupakan posisi unik yang dikembangkan dalam menghadapi pesaing dan berusaha mengungguli mereka secara konsisten. Kemudian menurut Khaidir Saib (2008: 1) daya saing dalam diri manusia terdiri dari kekuatan-kekuatan yang dapat membawa diri kepada keberhasilan, diantaranya adalah kekuatan insaniah, kekuatan akal, kekuatan nafsu, kekuatan hati nurani dan kekuatan emosional, jika kekuatan tersebut yang merupakan daya saing dalam diri dioptimalkan, maka akan mudah untuk mencapai keberhasilan. Menurut Moekijat (2008: 117) daya saing seseorang membutuhkan persyaratan, dimana persyaratan ini biasanya berkaitan dengan pelatihan, pengalaman, kemampuan khusus, kecerdasan, ingatan, kegiatan yang berhubungan dengan pancaindera, perasaan, pendengaran, penglihatan dan perangai. Kemudian Usman (2002:14) memberikan pengertian kompetensi sebagai kemampuan dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Dari sisi lain berkaitan dengan kompetensi Prayitno (2002: 87) mengatakan bahwa: kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap dasar dalam melakukan sesuatu. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui daya saing adalah suatu kecakapan atau kesiapan untuk menciptakan keunggulan yang lebih unggul dalam hal ini kecakapan yang dimiliki oleh pengusaha industri kecil dalam membangun usahanya. Menurut Safri Nurmantu (2007: 1) dimensi daya saing adalah jantung kinerja perusahaan dalam pasar bersaing. strategi bersaing untuk dapat mencapai keunggulan bersaing adalah dengan keungulan biaya, diferensiasi dan fokus. Keunggulan bersaing adalah cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk menerapkan strategi generik. Kemudian menurut Khairul Muluk (2008: 41) dimensi daya saing, basis keunggulan bersaing tenaga kerja antara lain melalui efisiensi, produktivitas, kualitas, adaptasi dan inovasi. Menurut Palan (2007: 9) terdapat lima karakteristik yang dapat dijadikan ukuran daya saing antara lain: Pengetahuan, pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran, seperti pengetahuan seorang ahli bedah tentang anatomi manusia. Keterampilan, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Konsep diri dan nilai-nilai, merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang. Karakteristik pribadi, merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Motif, merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan lain yang memicu tindakan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan daya saing dapat dilihat dari dimensi pengetahuan; keterampilan; konsep diri dan nilai-nilai; karakteristik pribadi; dan motif. Menurut Hartono (2013) bahwa pemilik usaha mikro dan kecil sektor informal mayoritas laki-laki, berusia kurang dari 25 tahun, kawin, memiliki anak, jenjang pendidikan perguruan
tinggi dan memiliki pengalaman yang sesuai, waktu kerja lebih dari 36 jam, punya keterampilan, penghasilan awal berdiri kurang dari lima puluh juta, penghasilan saat ini kurang dari tujuh belas juta, modal awal berdiri kurang dari dua puluh juta, modal saat ini kurang dari enam puluh juta, asset awal berdiri kurang dari lima ratus juta rupiah, asset saat ini kurang dari satu milyar rupiah, profit awal berdiri kurang dari empat puluh lima juta rupiah dan profit saat ini kurang dari dua ratus lima puluh juta rupiah dan mayoritas berjenis usaha produk. Rosita (2013), meneliti tentang motivasi dan kompetensi pengaruhnya terhadap kesuksesan pengusaha wanita. Hasilnya menunjukkan temuan, bahwa motivasi dan kompetensi berpengaruh secara simultan terhadap kesuksesan pengusaha wanita dan motivasi memiliki pengaruh dominan terhadap kesuksesan pengusaha wanita. Dari hasil perhitungan regresi berganda kompetensi tidak berpengaruh signifikan terhadap kesuksesan pengusaha wanita. Banu Siswoyo (2009) meneliti tentang pengembangan jiwa kewirausahaan di kalangan dosen dan mahasiswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masalah pengangguran menjadi masalah yang sangat serius, dan praktik kewirausahaan sebagai salah satu solusinya. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin rendah kemandirian dan semangat kewirausahaannya. Sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi lebih siap sebagai pencari kerja, daripada sebagai pencipta kerja. Masa depan wirausahawan digambarkan akan terus cemerlang. Pembekalan dan penanaman jiwa entrepreneur pada mahasiswa diharapkan dapat memotivasi mahasiswa menjadi wirausahawan yang tangguh, ulet dan mandiri. Kewirausahaan merupakan persoalan penting didalam perekonomian suatu bangsa yang sedang mambangun. Kemajuan atau kemuduran ekonomi suatu bangsa ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok entrepreneur. METODE Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha industri kecil yang terdaftar pada Disperindag Kota Pekanbaru dengan jumlah 1.545 orang yang tersebar pada lima kelompok usaha yakni usaha industri pangan, pakaian, kimia dan bahan bangunan, logam dan elektronika dan kerajinan. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Mengingat populasinya yang relatif tidak terjangkau maka ditetapkan sampel. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin. Untuk mendapatkan data dan informasi serta bahan-bahan lainnya yang diperlukan dan studi kepustakaan. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik analisa jalur. HASIL Prestasi berusaha adalah suatu tingkah laku sebagai keluaran dari suatu proses berbagai macam komponen kejiwaan yang melatar belakanginya atau meghasilkan lebih banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama. Dimensinya yakni produksi (keuntungan, penjualan, pangsa pasar, pelanggan); efisiensi (keluaran dengan masukan); kepuasan (sikap, kesejahteraan); ketidakpastian (persaingan, keinginan pelanggan, kualitas); dan kelangsungan hidup. bahwa jawaban responden tentang prestasi berusaha pengusaha industri kecil di Kota Pekanbaru tergolong baik yakni dengan skor 3,9 atau 77,9%. Daya saing adalah suatu kecakapan atau kesiapan untuk menciptakan keunggulan yang lebih unggul dalam hal ini kecakapan yang dimiliki oleh pengusaha IKM dalam membangun usahanya. Dimensinya antara lain: pengetahuan, pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil
pembelajaran, seperti pengetahuan seorang ahli bedah tentang anatomi manusia; keterampilan, merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan; konsep diri dan nilainilai, merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang; karakteristik pribadi, merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi; dan motif, merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis atau dorongan lain yang memicu tindakan. bahwa jawaban responden tentang daya saing industri kecil di Kota Pekanbaru tergolong baik dengan skor 3.38 atau 67,6%. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut:
Model Summary Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .579a .335 .328 a. Predictors: (Constant), Daya saing
8.76143
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
40.387
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
t
5.588
Daya saing .555 .082 a. Dependent Variable: Prestasi berusaha
.579
Sig.
7.227
.000
6.805
.000
Nilai nilai probabilitas sign sebesar 0,000 dan nilai t hitung sebesar 6,805. Ini berarti bahwa Nilai t hitung dibandingkan dengan t tabel yakni 6,805 > 1,980 Ho ditolak artinya signifikan. Juga dapat dilihat dari nilai siginifikansi sebesar 0,000 ≤ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya signifikan. Jadi, dapat diketahui bahwa daya saing berpengaruh signifikan terhadap prestasi berusaha pengusaha industri kecil di kota Pekanbaru. Daya saing berpengaruh terhadap prestasi berusaha pada industri kecil di kota Pekanbaru”. Dari hasil pengolahan data diketahui besarnya pengaruh daya saing terhadap prestasi beruasha dinyatakan dengan koefisien sebesar 0,555. Ini menunjukkan bahwa daya saing pengusaha pada industri kecil mampu membuat pengusaha berprestasi. PEMBAHASAN Dari hasil perhitungan diketahui bahwa pengaruh daya saing terhadap prestasi berusaha melalui kewirausahaan lebih besar bila dibandingkan dengan pengaruh lingkungan bisnis terhadap prestasi berusaha melalui kewirausahaan, dengan total pengaruh 0,135. Hal ini disebabkan bekerja sebagai pengusaha atau menjadi pengusaha membutuhkan daya saing yang dapat mendukung berusaha seperti pendidikan, pengalaman, visi dan misi serta strategi. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Hartono (2013), bahwa pemilik usaha mikro dan kecil sektor
informal mayoritas laki-laki, berusia kurang dari 25 tahun, kawin, memiliki anak, jenjang pendidikan perguruan tinggi dan memiliki pengalaman yang sesuai, waktu kerja lebih dari 36 jam, punya keterampilan, penghasilan awal berdiri kurang dari lima puluh juta, penghasilan saat ini kurang dari tujuh belas juta, modal awal berdiri kurang dari dua puluh juta, modal saat ini kurang dari enam puluh juta, asset awal berdiri kurang dari lima ratus juta rupiah, asset saat ini kurang dari satu milyar rupiah, profit awal berdiri kurang dari empat puluh lima juta rupiah dan profit saat ini kurang dari dua ratus lima puluh juta rupiah dan mayoritas berjenis usaha produk. Dilihat dari hasil tabulasi silang antara jenjang pendidikan dan penentuan target pelanggan saat ini, mayoritas yang sudah menetapkan target pelanggan adalah responden berpendidikan SMA dan perguruan tinggi. Dari hasil tabulasi silang antara jenjang pendidikan dan promosi saat ini, mayoritas responden berpendidikan SMA dan perguruan tinggi menggunakan getok tular. Dari hasil tabulasi silang antara usia dan promosi saat ini, mayoritas responden yang berusia kurang dari 25 tahun menggunakan cara penjualan langsung. Dari hasil tabulasi silang antara usia dan distribusi saat ini, mayoritas responden yang berusia 25-35 tahun melakukan distribusi ecer sendiri. Juga didukung oleh Khairina (2008), meneliti tentang Pengaruh Sikap Kewirausahaan Terhadap Prestasi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Sumatera Barat. Dari hasil uji yang dilakukan menunjukan secara simultan seluruh sikap kewirausahaan yang di uji berpengaruh dan signifikan terhadap prestasi usaha mikro, kecil dan menengah di Sumatera Barat. Secara parsial sikap kewirausahaan yang di uji berpengaruh dan signifikan terhadap prestasi usaha mikro, kecil dan menengah di Sumatera Barat. Penelitian ini memberikan implikasi pada usaha mikro, kecil dan menengah untuk dapat lebih menanamkan sikap kewirausahaan agar dapat meningkatkan prestasi usaha. Selanjutnya dari tiga variabel yang mempengaruhi prestasi berusaha pengusaha industri kecil di Kota Pekanbaru diketahui bahwa secara langsung variabel lingkungan bisnis memberikan pengaruh paling besar yaitu sebesar 0,316. Prestasi berusaha membutuhkan dukungan pemerintah pemerintah, dukungan lingkungan yang kondusif memberikan kesempatan bagi pengusaha industri kecil untuk bertahan terhadap berbagai bentuk persaingan yang terkadang tidak mampu mereka hadapi sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Endang Sri (2011) ketidakpastian lingkungan hanya berpengaruh signifikan pada hubungan antara preferensi pada inovasi dengan kinerja UKM. Walaupun preferensi pada inovasi relatif tinggi namun mereka tergolong risk averse dan cenderung mencari lingkungan yang ketidakpastiannya rendah sehingga kinerjanya belum maksimal; ketidakpastian lingkungan hanya mempengaruhi hubungan antara preferensi pada inovasi dengan kinerja UKM pada pengusaha laki-laki, pengusaha muda, dan pengusaha berpendidikan menengah dan tinggi. Namun untuk kecenderungan mengambil risiko, hanya pengusaha laki-laki yang berkinerja lebih tinggi jika berada pada ketidakpastian lingkungan tinggi dari pada rendah, sedangkan untuk klasifikasi usia dan pendidikan tidak; budaya kolektivistik dan penghindaran terhadap ketidakpastian yang tinggi telah membentuk karakteristik pribadi pengusaha dengan nilai-nilai sosial, kekeluargaan, tenggang rasa dan nilai religius yang sangat tinggi. Melalui proses pembelajarannya mengelola UKM semakin memperkuat internalisasi nilai-nilai tersebut dan mewarnai setiap strategi bisnis yang digunakan dan pada gilirannya mempengaruhi kinerja UKM. SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa daya saing berpengaruh terhadap prestasi berusaha pada industri kecil di kota Pekanbaru dengan besarnya pengaruh daya saing terhadap prestasi beruasha dinyatakan dengan koefisien bermakna alasan ingin sukses karena memiliki potensi untuk sukses sebagai modal bagi pengusaha berusaha sehingga usaha memperoleh keuntungan yang terus meningkat dan juga produk yang dihasilkan semakin efisien. Kepada pemerintah kota Pekanbaru untuk dapat memberikan dukungan kepada pengusaha industri kecil yang memiliki daya saing unggul melalui menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan kondusif yakni melalui dukungan permodalan dan pemasaran, sehingga dapat membantu pengusaha industri kecil dalam mengembangkan produk serta memasarkannya ke mancanegara. Kepada pengusaha industri kecil dalam rangka meningkatkan prestasi berusaha perlu meningkatkan daya saing dengan terus belajar dan menimba pengalaman dari berbagai sumber dan juga sehingga dapat dijadikan kekuatan untuk bertahan dan mengembangkan usaha ke depan. DAFTAR RUJUKAN Abdullah Abidin, 2012, Pengembangan Usaha Micro Kecil Dan Menengah (Umkm) Sebagai Kekuatan Strategis Dalam Mempercepat Pembangunan Daerah, STIE Nobel Makasar. Amos Neolaka. 2008. Kesadaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta. Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan., PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. An. Ubaedy. 2007. Kompetensi kunci dalam berprestasi, career, business & life, Bee Media Indonesia, Jakarta. BPS. 2012. Pekanbaru dalam Angka, Kerjasama Bdan Pusat Statistik Kota Pekanbaru dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru, Pekanbaru BPS. 2011. Pekanbaru dalam Angka, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kota Pekanbaru dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekanbaru, Pekanbaru Chatab, Nevizond. 2007. Profil Budaya Organisasi, mendiagnosis Budaya dan Merangsang Perubahan, Alphabeta, Bandung. Edy Sutrisno. 2010. Budaya Organisasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Fandi Tjiptono. 2000. Strategi Bisnis Modern, Andi, Yogyakarta Heidjrachman, Suad Husnan. 2000. Manajemen Personalia, Edisi 4, BPFE, Yogyakarta. Henry Simamora. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Ke-3. STIE YKPN.
Ishak Arep dan Hendri Tanjung. 2003. Manajemen Motivasi, Gramedia, Jakarta. Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Kasmir. 2007. Kewirausahaan, PT RajaGrafindo Perkasa, Jakarta. Khaidir Saib. 2008. Manusia dan Alat peraba Kebenaran (Al Quwwah Al Insaniyah), Unri Press, Pekanbaru. Khairul Muluk. 2008. Knowledge Management, Pengantar M. Irfan Islami, Lembaga penerbit dan dokumentasi FIA Unibraw, Malang Leonardus Saiman. 2009. Kewirausahaan, Teori, Praktik dan Kasus-kasus, Salemba Empat, Jakarta. Moh. Pabundu Tika. 2010. Budaya organisasi dan peningkatan kinerja perusahaan, Bumi Aksara, Jakarta. Miftah Thoha. 2002. Pembinaan Organisasi, Proses diagnose dan intervensi, RajaGrafindo Persada, Jakarta. . 2008. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Moekijat. 2008. Analisis Jabatan, Mandar Maju, Bandung. Moenir. 2000. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta. Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu, Ghalia Indonesia, Bogor. Panji Anoraga. 2005. Psikologi Kerja, Rineka Cipta, Jakarta. Riduwan. 2008. Cara Menggunakan dan Memakai Analisis Jalur (Path Analysis), Alpabeta, Bandung. Safri Nurmantu. 2007. Budaya Organisasi dari Chaster I Barnard ke Michael E. Porter, Selo Sumarjan Recearch Centre, Fisip UI, Jakarta. Soetjipto. 2007. Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia, Editor Usmara, Amara Books, Yogyakarta. Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional, Andi Offset, Yogyakarta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alpabeta, Bandung
Suharsimi Arikunto. 2005. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi, Rhineka Cipta, Jakarta Suhendar Sulaiman. 2013. Cara Mudah Menjadi Wirausahawan Sukses, Bahan Ajar Mata Kuliah Kewirausahaan, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Surya Dharma. 2004. Manajemen Kinerja, Falsafah Teori dan Penerapannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Surya Dharma. 2005. Manajemen Kinerja Falsafah Teori dan Penerapannya, Pustaka Pelajar, Jakarta. Taliziduhu Ndraha. 2005. Teori Budaya Organisasi, Rineka Cipta, Jakarta. Tb. Sjafri Mangkuprawira. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik, Ghalia Indonesia, Jakarta. Thoha, Miftah. 2008. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Tirta Dwi. 2013. Media Informasi, Jakarta. Ubaedy. 2007. Kompetensi kunci dalam Berprestasi, Career, Business dan Life, Bee Media Indonesia, Jakarta. Usman. 2002. Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995 SK Mentri Perindustrian dan Perdagangan No.254/MPP/7/1997 AA. Ayu Laksmidewi TP, 2010, pengaruh faktor kekompakan, motivasi, dan peran kepemimpinan ketua kelompok terhadap keberhasilan usaha perikanan, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 4. N0 2 Juli 2010. Bambang Banu Siswoyo. 2009. Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan Dosen dan Mahasiswa, Jurnal Ekonomi Bisnis Vol 14 No. 2 Juli 2009 Endang Sri. 2011. Peran Ketidakpastian Lingkungan pada Hubungan antara Karakteristik Pribadi Pengusaha dengan Kinerja UKM Sektor Industri Di Malang Jawa Timur (Studi dengan Trianggulation Mixed Method). Disertasi, Prodi Pendidikan Ekonomi Pascasarjana UM. Hartono. 2013. Analisa Faktor Individual Pengusaha Mikro Dan Kecil Sektor Informal Dan Hubungannya Terhadap Kinerja Bisnis Di Jawa Timur, Jurnal Agora, Vol 1, No 3
Khairina, Khairina. 2008. Pengaruh Sikap Kewirausahaan Terhadap Prestasi Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Sumatera Barat. Tesis, Fakultas Ekonomi. M. Syahirman Yusi. 2012. Analisis Kondisi Internal Dan Eksternal Usaha Kecil di Kota Palembang Implikasinya Terhadap Pencapaian Hasil Usaha, Jurnal Orasi Bisnis Edisi ke-VIII, November 2012. Rofiaty. 2010. Pengaruh Turbulensi Lingkungan, Knowledge Sharing Behavior, Dan Strategi Inovasi Terhadap Kinerja Usaha Kecil Menengah Kerajinan Sepatu Kulit Di Mojokerto. Jurnal Ekonomika-Bisnis, Vol. 02 No. 02 Rosita. 2013. Motivasi Dan Kompetensi Pengaruhnya Terhadap Kesuksesan Pengusaha Wanita. Jurnal Peran Perbankan Syariah Dalam Penguatan, Tesis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Saparuddin. 2011. Pengaruh Kemitraan Usaha Terhadap Kinerja Usaha Pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Dan Koperasi Di Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan, Jurnal Volume IX, Nomor 2, Agustus 2011. Wina Junia. 2011. Pengaruh Jiwa Kewirausahaan dan Motivasi Terhadap Kinerja Usaha Para Pengusaha Butik di Istana Plaza Bandung. Tesis, Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Komputer Indonesia Yohanes Rante. 2010. Pengaruh Budaya Etnis dan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Mikro Kecil Agribisnis di Provinsi Papua. Jurnal Agora, Vol 12, No 2.
APLIKASI REAKTOR HIGH RATE PERFORMANCE PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KECIL TAHU Application of High Rate Performance Rector for Wastewater Treatment in Tofu Small Scale Industries Iin Parlina dan Lestario Widodo
Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung Geostech 820 Lt-2, Kawasan Pusiptek, Tangerang Selatan, Banten 15314 Email:
[email protected] Diterima: 03 September 2012; DIkoreksi : 10 September 2012; Disetujui : 22 September 2012 Abstract Along with the development of biogas and its utilization, biogas reactors also evolved from conventional reactor types to high rate performance reactors, adapts to the needs of increased efficiency and also the characteristics of organic waste that is difficult if processed using ordinary reactor. However, this type of reactor basically has 3 types, namely fixed bed (packed-bed, anaerobic filters, fixed-film), fluidized bed reactor, and UASB/ Upflow Anaerobic Sludge Blanket reactor. From these high rate performance reactors, fixed bed reactor is the type that is pretty much developed and implemented in Indonesia, especially for treating organic wastewater from small industries, for example tofu, tapioca and slaughterhouses. Implementation of fixed bed reactor for the tofu industry until today has reached as much as 5 units that serve the needs of about 132 households in Banyumas District, Central Java Province. The fixed bed reactor’s performance is quite high if it is evaluated from biogas yield and the efficiency of the organic content in tofu industry’s wastewater. Implementation, dissemination, and replication of this reactor for treatment of other types of organic waste or other areas have the potential to support government programs in GHG mitigation actions, renewable energy sources provision, environmental protection and the development of energy self-sufficient villages. Keywords : biogas reactor - performance high - rate, fixed bed reactors, tofu industry Abstrak Seiring dengan perkembangan biogas beserta pemanfaatannya, reaktor biogas juga berkembang dari jenis reaktor konvensional hingga reaktor berunjuk kerja tinggi (high rate performance) menyesuaikan dengan kebutuhan peningkatan efisiensi dan juga karakteristik limbah organik yang sulit jika diolah dengan menggunakan reaktor biogas biasa. Namun, pada dasarnya reaktor ini memiliki 3 jenis, yaitu reaktor unggun tetap (fixed bed, packed-bed, anaerobic filter, fixed-film), reaktor unggun terfluidisasi (fluidized bed reactor), dan reaktor UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket). Dari ketiga jenis reaktor berunjuk kerja tinggi tersebut, reaktor jenis unggun tetap adalah jenis yang cukup banyak dikembangkan dan diimplementasikan di Indonesia, terutama untuk mengolah limbah cair organik yang berasal dari industri kecil, misalnya tahu, tapioka dan rumah potong hewan. Implementasi reaktor unggun tetap untuk industri tahu hingga saat ini telah mencapai jumlah 5 unit reaktor yang melayani kebutuhan sekitar 132 Rumah tangga di Kabupaten Banyumas secara berkelanjutan. Kinerja reaktor unggun tetap ini dapat dikatakan cukup tinggi jika dinilai dari perolehan biogas dan efisiensi penurunan kandungan organic dalam limbah cair tahu. Program implementasi, diseminasi, dan replikasi reaktor ini untuk pengolahan jenis limbah organik yang lain atau daerah lain memiliki potensi dalam mendukung program pemerintah dalam aksi mitigasi Gas Rumah Kaca, penyediaan sumber energi terbarukan, perlindungan lingkungan dan pengembangan desa mandiri energi. Kata kunci : biogas, reaktor high-rate-performance, reaktor fixed bed, industri tahu
Aplikasi Reaktor (Iin Parlina dan Lestario Widodo)
7
1. PENDAHULUAN Perkembangan reaktor biogas di ranah pengolahan limbah secara global memang cukup pesat, namun di Indonesia sendiri aplikasinya belum sebanyak yang diharapkan. Kebanyakan masih menggunakan reaktor konvensional yakni tipe kubah tetap yang sebenarnya memiliki keterbatasan dalam proses pengolahan limbah apalagi karena nilai efisiensi prosesnya tidak lebih baik dari unjuk kerja yang dimiliki oleh reaktor modern atau reaktor yang disebut dengan reaktor berunjuk kerja tinggi (high-rate-performance) yang terdiri dari reaktor unggun tetap (fixed bed, fixed film, anaerobic filter, packed bed), reaktor unggun terfluidisasi (fludised bed) dan reaktor UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket). Sebenarnya telah banyak lesson learnt dari aplikasi reaktor unggun tetap, UASB dan reaktor unggun terfluidisasi yang bisa diambil dari kasus pengolahan limbah cair di negara-negara lain, misalnya pengolahan limbah cair dari industri keju, alkohol, pulp dan kertas, pemotongan hewan. Bahkan implementasinya untuk limbah produk pertanian juga sudah banyak diterapkan. Mengenai teknologi pengolahan limbah secara anaerobik menggunakan reaktor biogas memiliki keuntungan lebih dibandingkan dengan pengolahan limbah jenis lainnya, apalagi mempertimbangkan biogas sebagai produk akhir yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Tentu hal ini juga akan mendukung kebijakan pemerintah mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) serta penyediaan sumber energi terbarukan. Selain itu, unjuk kerja yang cukup tinggi dibandingkan dengan pengolahan aerobik, serta lebih sedikitnya lumpur yang dihasilkan. Reaktor biogas juga memiliki beragam jenis mulai dari yang sederhana hingga yang memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Namun semuanya memiliki prinsip dasar yang sama yaitu pengkondisian proses tanpa oksigen yang dibantu dengan proses fermentasi oleh bakteri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses anaerobik sangat ditentukan oleh keberhasilan proses konversi anaerobik dari senyawa organik menjadi biogas yang dilakukan melalui serangkaian proses biokimia oleh konsorsium bakteri. Untuk mencapai hal ini, desain reaktor dan optimasi parameter dalam proses operasi menjadi hal yang cukup vital. Reaktor biogas konvensional yang dikenal secara luas terdiri dari 2 jenis yaitu reaktor kubah tetap (fixed dome) yang berasal dari China dan reaktor dengan tutup terapung (floating head) yang berasal dari India. Aplikasi
J. Tek. Ling. Vol. 14. No. 1 Januari 2013 Hal 7-16
reaktor kubah tetap di Indonesia sebagian besar diperuntukan bagi limbah ternak terkait dengan kemudahan proses produksi biogas, karena pada naturalnya, konsorsium bakteri metanogenik penghasil metan memang sudah tumbuh secara alamiah dalam perut hewan memamah biak terutama sapi. Sementara itu reaktor modern atau reaktor berunjuk kerja tinggi memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor tradisional. Hal ini juga yang menyebabkan aplikasinya menjadi lebih luas untuk berbagai macam limbah organik. Penelitian ini bertujuan untuk mempertimbangkan berbagai keunggulan dan potensi implementasinya, pengembangan reaktor jenis high rate performance adalah sebuah kesempatan bagi peningkatan kualitas pengolahan air limbah organik juga penyediaan sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia. Oleh karena itu, perluasan informasi mengenai jenis reaktor ini perlu ditingkatkan pada level pemerintah maupun swasta sebagai pihak-pihak yang memiliki posibilitas yang tinggi untuk membantu proses implementasi teknologi tersebut. 2. TEKNOLOGI PERFORMANCE
REAKTOR
HIGH
RATE
Pada dasarnya terdapat cukup banyak teknologi yang dapat diimplementasikan dalam pengolahan limbah. Pertimbangan yang diambil pun juga disesuaikan dengan parameterparameter terkait yang dibutuhkan. Misalnya, mengolah limbah yang bersifat asam tentu berbeda dengan mengolah limbah yang bersifat basa, atau parameter kandungan bahan organik yang terlalu tinggi yang tidak mungkin diolah dengan menggunakan teknologi aerobik, serta masih banyak contoh yang lainnya. Adapun pemilihan proses untuk pengolahan limbah bisa menggunakan logaritma seperti yang ditunjukan pada Gambar 1 di bawah ini. Dalam proses pengolahan limbah dengan menggunakan bakteri, berdasarkan keadaan agregat mikroorganisme dalam limbah cair, secara garis besar dapat dibedakan atas biakan tersuspensi (suspended culture) dan biakan melekat (attached culture). Pada sistem dengan biakan tersuspensi, kultur mikroba dibiakkan secara tersuspensi di seluruh bagian volum limbah cair. Sistem pengolahan yang menggunakan metode ini di antaranya adalah proses lumpur aktif, aerasi, stabilisasi kontak, dan lain-lain.
8
Aliran air limbah
Inorganik
Perlunya Pretreatment untuk netralisasi
ya
Off-gas treatment
ya
Air / Steam Stripping
Koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi
Tersedia ruang lahan yang luas Limbah Padat
tidak Mengandung kontaminan yang ya dapat disaring atau diadsorb
ya
Filtrasi atau Adsorpsi karbon aktif
Pemisahan minyak / air
Filter atau regenerasi media adsorpsi
Evaporasi atau ekstraksi Solid / Concentrated Phase Insinerasi atau wet air oxidation
tidak
Trickling filter atau Fixed-film Biotreatment
ya Perlunya aerasi
ya
Air / Steam Stripping
tidak
tidak
Mengandung ya kontaminan yang dapat dipresipitasi
Mengandung kontaminan yang dapat di-stripping
minyak
ya Perlunya ya pretreatment penghilangan minyak dan lemak
tidak
tidak Limbah dapat dimanfaatkan kembali atau direduksi volumenya tidak Limbah harus dihancurkan
tidak
Dapat terbiodegradasi
Pretreatment
tidak Mengandung kontaminan yang dapat di-stripping mis. amonia
Off-gas treatment
Organik
ya
Lumpur aktif atau aerated lagoon
Mengandung kontaminan yang ya dapat disaring atau diadsorb
Filtrasi atau Adsorpsi karbon aktif Filter atau regenerasi media adsorpsi
tidak Mengandung kontaminan yang dapat dioksidasi atau direduksi secara kimia
ya
Oksidasi / reduksi kimia
ya
Evaporasi atau ekstraksi
tidak tidak Perlunya solids recovery tidak Kolam ekualisasi
ya
Anaerobic treatment
Limbah dapat dimanfaatkan kembali atau direduksi volumenya tidak Limbah harus dihancurkan
Solid / Concentrated Phase Insinerasi atau wet air oxidation
Gambar 1. Diagram Alir Penentuan Teknologi Pengolahan Air limbah yang Tepat
Pada sistem proses yang menggunakan biakan melekat (attached culture) atau yang juga sering disebut sebagai biofilter, kultur mikroba dibiakkan dalam suatu media, sehingga mikroorganisme yang terlibat, melekat atau membentuk lapisan (biofilm) pada permukaan suatu benda padat yang diisikan ke dalam reactor[1]. Berdasarkan penggunaan media biofilter (support material) tempat pelekatan bakteri, MetCalf dan Edy[1] membagi proses pengolahan limbah dengan sistem ini menjadi 3 macam, yaitu: 1. Proses pertumbuhan dengan biakan tidak terendam (sub-merged) merupakan proses di mana biakan tidak terendam dalam bulk cairan, melainkan dialirkan melaluinya, contohnya: trickling filter. 2. Proses pertumbuhan tersuspensi dengan packing film tetap (suspended growth with fixed film packing) yang merupakan proses pengolahan seperti yang dilakukan dalam pengolahan dengan lumpur aktif. Namun penggunaan mikroorganisme yang terlihat melekat pada bahan packing, menyebabkan bakteri ikut melekat ke dalam bahan packing tersebut. Di samping itu, bahan packing tetap yang sebagian tercelup dalam tangki seperti halnya RBC (Rotating Biological Contactor) yang terendam sebagian dapat Aplikasi Reaktor (Iin Parlina dan Lestario Widodo)
digolongkan ke dalam proses pertumbuhan melekat. 3. Proses pertumbuhan melekat dengan biakan terendam seluruhnya dalam bulk cairan. Unit proses yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah reaktor UAFB (Upflow Anaerobic Fixed Bed), DAFB (Downflow Anaerobic Fixed Bed), unggun terfluidisasi (fluidized bed), UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket), dan lain-lain. Reaktor saringan anaerobik (Anaerobic Filter Reactor) mirip dengan saringan percik aerobik. Lapisan biomassa tumbuh pada permukaan medium penunjang dengan aliran air dapat dari atas atau bawah. Proses kontak anaerobik reaktor mirip dengan sistem lumpur aktif, terdiri dari sebuah reaktor kemudian diikuti dengan tangki pengendap (clarifier) dan sebagian dari lumpur dibalikkan ke dalam reaktor. Reaktor unggun-terfluidisasi anaerobik (anaerobic fluidized-bed reactor) menggunakan pasir sebagai media penunjang pertumbuhan mikroorganisme. Aliran dari bawah ke atas, sehinggga bioparticle (pasir + lapisan luar mikroorganisme) berada dalam keadaan terfluidisasi. Upflow Anaerobik-Sludge Blanket (UASB) agak mirip dengan unggun terfluidisasi, hanya saja tidak diperlukan media penunjang. 9
Mikroorganisme anaerobik membentuk gumpalan (floc) yang menyerupai selimut (blanket)[2,3]. Efisiensi pengurangan COD untuk proses anaerobik berkisar antara 85 %-90 %. Tetapi yang perlu dicatat adalah aliran masuk ke dalam reaktor mengandung COD yang tinggi, sehingga aliran keluar belum memenuhi standar yang ada, untuk itu diperlukan pengolahan lebih lanjut, misalnya dengan proses aerobik. Biofilter dan pembentukan biofilm yang menjadi prinsip dasar pengolahan limbah dengan menggunakan anerobik menjadi kata kunci keberhasilan penurunan kandungan organik dalam limbah dan menjadikannya gas metana yang berguna bagi masyarakat. Biofilm pada dasarnya adalah sekumpulan agregat bakteri atau bentuk polimer ekstraseluler yang melekat pada permukaan bahan pendukung/bahan isian/bed yang bersifat inert dalam lingkungan berair. Media atau bahan yang digunakan sebagai bed (support material) ini bisa terdiri dari kerikil, plastik, batu apung, karbon aktif, dan bahan padat inert lainnya yang bisa dilekati bakteri. Penelitian dari Young (1991) menyatakan bahwa proses biofiltrasi dapat mendegradasi COD limbah cair domestik sebesar 90%-96% 3 pada laju beban COD 0.2-0.7 kg COD/(M .hari) o pada kondisi temperatur 37 C dengan Hydraulic Retention Time (HRT) selama 25 jam-37 jam. Dari ketiga jenis reaktor berunjuk kerja tinggi, reaktor fixed bed saja yang baru dikembangkan untuk pengolahan limbah cair industri kecil dalam skala besar dan demo-plant. Sementara reaktor unggun terfluidisasi dan reaktor UASB aplikasinya masih belum banyak. Hal ini terkait dengan dana instalasi yang masih tinggi (terutama untuk reaktor unggun terfluidisasi) dan masih adanya kesulitan proses operasi yang belum banyak dikuasai. Reaktor unggun tetap sendiri saat ini lebih banyak diterapkan pada industri tahu yang mengeluarkan limbah dengan karakteristik memiliki kandungan organik dan kadar keasamaan yang cukup tinggi. Selain itu, industri kecil yang menerapkan teknologi reaktor berunjuk kerja tinggi ini adalah industri tapioka dan industri pemotongan hewan (Rumah Potong Hewan). Proses pengolahan dengan reaktor fixed bed tidak menghasilkan endapan lumpur yang membutuhkan pengolahan lanjutan. Selain itu ada beberapa keuntungan penggunaan reaktor fixed bed, antara lain relatif stabil terhadap perubahan kualitas influent dan keberadaan senyawa toksik, konsentrasi biomassa yang tinggi dan waktu retensi solid yang panjang 5) mudah dalam proses dapat dicapai , aklimatisasi dan mampu mengatasi influen limbah yang bervariasi tanpa kesalahan
J. Tek. Ling. Vol. 14. No. 1 Januari 2013 Hal 7-16
proses[6]. Dalam hal desain, reaktor fixed bed termasuk kategori yang memiliki desain yang sebenarnya cukup sederhana dibandingkan desain reaktor high rate yang lainnya. Dilihat dari segi konsumsi energi, reaktor ini juga mengeliminasi penggunaan motor listrik untuk proses pencampuran dan jika prosesnya bisa dibuat secara grafitasi, maka penggunaan pompa juga dapat dihindari, kecuali jika dikehendaki proses resirkulasi, maka pompa tetap dibutuhkan. Hanya saja, kelemahan paling utama dari reaktor ini adalah volume reaktor menjadi lebih besar karena sebagian volumenya digunakan untuk unggun. Selain itu, penyumbatan bisa saja terjadi akibat batas ketebalan biofilm yang dilalui atau adanya padatan tersuspensi yang masuk bersama limbah cair. Jika padatan tersuspensi ini terlalu banyak, maka diperlukan pengolahan awal sebelum limbah masuk ke dalam reaktor.
Gambar 2. Skema Sederhana Reaktor Fixed Bed dengan Support Material di dalamnya
Reaktor ini dapat dioperasikan secara: up flow dan down flow dengan dan tanpa sirkulasi efluen (Gambar 3)[7]. Reaktor dengan sistem up flow, substrat umpan masuk melalui dasar reaktor yang kemudian didistribusikan diantara support material dan keluar melalui bagian atas. Pada sistem up flow terjadi akumulasi mikroba, sedangkan reaktor dengan sistem down flow substrat masuk melalui bagian atas reaktor yang kemudian terdistribusi diantara support material dan keluar melalui bagian bawah.
10
Misalnya, desain penetapan porositas dan volume efektif reaktor yang tidak tepat yang didukung oleh operasional yang buruk akan menyebabkan terjadinya channelling atau clogging yang justru menurunkan efisiensi dan tingkat konversi juga yield dari biogas.
Gambar 3 : Modus Operasi Reaktor Tipe Fixed Bed secara Anaerobik
Reaktor fixed bed adalah reaktor jenis highrate yang mengandalkan prinsip operasinya pada pembentukan biofilm dari bakteri yang menempel pada permukaan substrat inert, support material atau bed atau bahan isian. Sehingga keberadaan support material pada reaktor fixed bed memiliki peran yang sangat signifikan. Bahkan bisa dikatakan bahwa kunci proses biometanasi untuk menghasilkan biogas ada pada proses ini. Selain itu, penyusunan support material yang tidak tepat dan penempatan ukuran yang salah akan mengakibatkan proses operasi terganggu karena kemungkinan terjadinya clogging atau penyumbatan, dan juga peningkatan hilang tekan (pressure drop). Karena support material juga menjadi alasan mengapa reaktor fixed bed memiliki investasi lebih mahal karena adanya kebutuhan volume digester yang lebih besar dibandingkan dengan volume reaktor tanpa isian. Hal ini menyebabkan proses optimasi desain support material dalam reaktor menjadi faktor yang sangat penting. Fungsi dari support material adalah sebagai tempat menempel mikroba, sehingga mikroba tidak ikut terbawa oleh cairan sisa buangan atau efluen yang keluar dari reaktor. Lebih penting dari ini adalah bahwa support material menjadi tempat berlangsungnya proses reaksi produksi metana dari serangkaian reaksi biokimia yang sangat kompleks. Keuntungan lain menggunakan support material adalah jumlah mikroorganisme tidak dipengaruhi oleh jumlah beban atau banyaknya substrat yang dimasukkan atau laju beban yang tinggi, karena mikroba telah menempel dengan baik di support material. Hal ini yang menjadi keunggulan utama dari reaktor fixed bed. Namun, jika tidak didesain dengan baik, maka bisa terjadi hambatan-hambatan proses yang justru mengurangi kinerja atau bahkan membuat unjuk kerja reaktor ini menjadi tidak maksimal.
Aplikasi Reaktor (Iin Parlina dan Lestario Widodo)
Gambar 4: Konfigurasi Sederhana Support Material di dalam Reaktor Fixed Bed
Bisa dikatakan bahwa faktor penentu kesuksesan dalam proses anaerobik yang dilakukan oleh reaktor UAFB adalah terletak pada kemampuan pengkondisian bakteri untuk memproses limbah yang melalui support material tersebut. Sehingga faktor desain support material seperti bahan material, luas permukaan, jumlah pori, bentuk, jumlah, ukuran, ketahanan bahan terhadap proses, serta konfigurasi pemasangan di dalam reaktor yang nantinya juga menentukan dalam proses transportasi bahan (baik cairan maupun gas) yang melaluinya. Struktur bed (ruang void di antara pelet dan pori dalam support material). Ketahanan material bed selama proses juga penting karena ketika bahan materialnya mudah terdegradasi maka hasilnya akan bercampur dengan fluida utama dan bahkan dalam kondisi menumpuk maka akan menyumbat sistem, apalagi jika densitasnya besar dan sistemnya dipasang secara upflow. Analoginya adalah support material untuk pelekatan pada proses konversi kimia di industri. Selain itu, faktor lain yang menentukan dalam pemilihan support material adalah ketersediaan bahan, kesulitan fabrikasi, juga harga support material. Support material dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang tidak terdegradasi, misalnya keramik, tanah liat, batu apung atau bahan alam lainnya. Ukuran dan bentuk support material yang digunakan dapat berbentuk tidak beraturan yang dibuat dari sejenis plastik dengan bentuk geometri tertentu yaitu Hi flow 90, Plasdek C.10, Flocor R dan potongan bambu dengan ukuran tertentu.
11
Gambar 5 : Bentuk Isian Support Material yang Digunakan dalam Reaktor Fixed Bed Tabel 1. Jenis-jenis support material beserta porositasnya
Jenis
Hiflow 90
Plasdek 10
Flocor R
Potongan bambu
Luas permukaan (M /M )
65
148
320
-
Porositas (%)
96,5
96
97
71,2
2
3
Sumber : Laporan ”Program Mitigasi Gas Rumah Kaca pada Klaster Industri Kecil Tahu Purwokerto” 2009[8]
Waktu tinggal substrat dan distribusi substrat didalam media support material tetap berhubungan dengan distribusi kandungan total padatan di dalam support material akan berpengaruh terhadap unjuk kerja bio reaktor. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain : 1) Kandungan total padatan mengalir ke atas atau ke bawah support material, tergantung pada efek hidraulik pemberian substrat dan kecepatan produksi gas. 2) Terjadinya aliran pendek sebagai fungsi ruangan didalam support material.
Pada proses biometanasi untuk pembentukan biogas, akan terbentuk bio-film yang dihasilkan dari bakteri dan mikroorganisme yang memproses limbah. Jika tidak diantisipasi dengan baik, maka seiring berjalannya waktu, ketebalan biofilm akan semakin besar yang bisa menyebabkan timbulnya clogging atau penyumbatan. Gambar 6 di bawah ini memperlihatkan profil support material pasca penggunaannya di dalam reaktor fixed bed.
Gambar 6 : Profil Support Material Pasca Penggunaannya di dalam Reaktor Fixed Bed
Berdasarkan aplikasi percobaan yang dilakukan di lapangan, potongan bambu cukup efektif sebagai tempat menempelnya bakteri[8]. Hal tersebut dapat dilihat dari porositas bambu dan luas permukaan potongan bambu seperti yang ditunjukan pada Tabel 1 di atas. Berdasarkan teori, efektifitas dan unjuk kerja support material akan ditentukan oleh 3 parameter yaitu:
J. Tek. Ling. Vol. 14. No. 1 Januari 2013 Hal 7-16
1) Partikel (bentuk, ukuran, dan karakteristik permukaan, distribusi ukuran, masa, elastisitas) 2) Deposisi (intensitas kontak ketika proses berlangsung) 3) Penanganan pasca proses (faktor berubahnya posisi pasca proses karena getaran atau dinamika fluida pemroses). Bambu adalah salah satu alternative bagi negara berkembang seperti Indonesia untuk 12
dijadikan sebagai bahan baku support material, selain karena bentuknya yang sudah menyerupai hollow cylinder, pembuatannya juga mudah, ketersediaan bahan mudah, dan harganya juga kompetitif dibandingkan dengan harga suppot material sintesis dengan perbandingan harga sekitar 1:10 hingga 1:15[9]. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tritt[9],
ketahanan bambu cukup kuat terhadap proses anaerobik dan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di permukaannya. Dari penelitian tersebut terbukti bahwa lignoselulosa yang terkandung di dalam bambu akan mengalami penurunan pada tahun kedua namun setelah itu tidak akan mengalami degradasi lebih lanjut karena tercapainya kondisi keseimbangan.
Gambar 7: Berbagai Macam bentuk Support Material
Pada reaktor kontinyu fixed bed ini bisa digunakan media bambu dengan pertimbangan yaitu mudah diperoleh, murah[9], dan media inert untuk pertumbuhan bakteri yang baik. Selain itu pula menurut Colin,dkk[10] bambu mempunyai kemampuan yang rendah terhadap degradasi secara biologis yang merupakan salah satu ketentuan sebagai media penunjang . yang ideal[11] 3. APLIKASI PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU Secara umum, teknologi reaktor unggun tetap (fixed bed), seperti yang diterapkan dalam industri tahu di Purwokerto memiliki kelebihan, yaitu: relatif tahan terhadap guncangan, resiliensi terhadap fluktuasi limbah yang dibebankan, waktu reaksi yang lebih singkat, lumpur yang dihasilkan lebih sedikit, biaya operasional yang relatif rendah, rasio tinggi dari produksi biogas yang dihasilkan dibandingkan dengan volume limbah yang masuk (derajat konversi). Kekurangan dari tipe ini adalah: perlu pengolahan yang ketat dalam proses start-up, sistem harus benar-benar dirancang anaerobik (tidak boleh ada kebocoran oksigen masuk ke dalam sistem), memerlukan lahan yang luas untuk reaktor, adanya kesulitan dalam scalingup ukuran reaktor dikarenakan adanya keterbatasan ukuran material di pasar, serta harga bahan yang relatif mahal. Dengan Aplikasi Reaktor (Iin Parlina dan Lestario Widodo)
demikian, untuk menerapkan jenis teknologi reaktor unggun tetap, perhitungan ekonomi yang sangat rinci diperlukan untuk menghasilkan biogas secara optimal dengan kelayakan ekonomi yang tinggi. Prinsip teknologi ini adalah "untuk mengembangbiakan bakteri". Pada saat pembangunan pengolahan limbah di Purwokerto, BPPT telah melakukan tahapan proses yang diperlukan untuk menghasilkan reaktor yang optimal, termasuk di antaranya adalah: pemilihan jenis reaktor, desain yang mengantisipasi fluktuasi produksi akibat volume input limbah cair tahu, pengembangan kapasitas dan bantuan teknis sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan operasional reaktor biogas oleh mereka sendiri. Hal ini tentunya mendukung proses pengelolaan berkelanjutan yang pada umumnya menjadi kendala bagi pengembangan biogas di Indonesia[8]. Pada tahun 2009 dan tahun 2010, Pusat Teknologi Lingkungan BPPT bekerja sama dengan Kemenristek telah membangun 4 unit percontohan reaktor unggun tetap di 2 daerah Banyumas, yaitu 2 reaktor untuk mengolah limbah cair industri tahu di Desa Kalisari, 1 reaktor untuk mengolah limbah cair industri tahu di Desa Cikembulan, dan 1 reaktor untuk mengolah limbah cair industri tapioka di Desa Gumelar. Unjuk kerja keempat reaktor ini sedemikian baiknya sehingga untuk unit biogas dari limbah tahu saja, telah ada sebanyak 52 Rumah Tangga pengrajin tahu yang dapat 13
menggunakan biogas sebagai pengganti LPG dalam aktifitas harian hingga saat ini. Selain itu, dampak mitigasi GRK juga dapat dijadikan pertimbangan yang bisa mendukung lebih jauh tentang implementasi teknologi reaktor berunjuk kerja tinggi. Berdasarkan perhitungan yang memasukan parameter pengurangan emisi akibat pengurangan emisi CH4 akibat pengolahan limbah, pengurangan emisi N2O akibat penggantian pupuk kimia, dan
pengurangan emisi CO2 akibat penggantian bahan bakar LPG, limbah cair tahu di Indonesia akan mampu menyumbang penurunan emisi sekitar 866,804.16 ton CO2eqv. Jumlah unit rumah tangga yang bisa dipenuhi kebutuhannya oleh biogas diperkirakan akan mencapai 362,327 unit, dengan potensi penghematan LPG sebesar 1,086 tabung LPG seukuran 3 kg per bulan atau 3,260 ton LPG per bulan[13].
Tabel 2 : Implementasi Reaktor Fixed Bed untuk Pengolahan Limbah Cair industri Tahu di Kabupaten Banyumas
Sumber : Naskah akademik REEEP[13] Di Desa Kalisari tempat pertama kali teknologi biogas ini diimplementasikan, pengurangan emisi yang bisa dicapai adalah sekitar 754 ton CO2eqv dari total potensi 3,537 ton CO2 eqv atau sekitar 21%[13]. Selain itu, jumlah rumah yang mampu dihidupi oleh biogas sekitar 88 rumah tangga 25% dari total potensinya. Berdasarkan pertimbangan
Gambar 8 :
penggunaan sumber energi terbarukan untuk menggantikan bahan bakar fosil, dengan jumlah tersebut Desa Kalisari sebenarnya bisa dikategorikan sebagai Desa Mandiri Energi (DME). Dengan demikian, implementasi teknologi ini juga mampu mendorong tumbuhnya desa-desa yang mandiri energi di Indonesia.
Reaktor Biogas Fixed Bed di Desa Kalisari, Purwokerto Kerjasama dengan BPPT dan Kementerian Riset dan Teknologi
Pada awalnya definisi Desa Mandiri Energi (DME) adalah desa yang masyarakatnya memiliki kemampuan memenuhi lebih dari 60% kebutuhan energinya (listrik dan bahan bakar) dari energi terbarukan yang dihasilkan melalui pendayagunaan potensi sumberdaya setempat[13]. Namun, pada pelaksanaannya pengukuran 60% ini sulit dilakukan di lapangan. Karena untuk mengukur besar kebutuhan energi, harus dilakukan pengukuran energi dasar serta pemenuhan kebutuhan energi pasca penggunaan energi terbarukan. Untuk saat ini,
J. Tek. Ling. Vol. 14. No. 1 Januari 2013 Hal 7-16
pengukuran hal tersebut masih sulit dilakukan karena belum ada standar metode pengukuran yang disepakati bersama. System MRV (Measurement, Reporting, dan Verification) di sektor energi dan emisi GRK saat ini masih dikembangkan dan belum mencapai hasil yang bisa dijadikan standar bersama. Terkait dengan hal tersebut, meskipun definisi DME masih dikembangkan. Pihak Kementerian ESDM menetapkan bahwa selama ada usaha penyediaan sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi
14
desa dalam kuantitas yang cukup signifikan, maka desa tersebut bisa dikategorikan sebagai DME. Secara nyata, Desa Mandiri Energi bertujuan untuk membuka lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan kegiatan ekonomi produktif. Sedangkan, tujuan utama pengembangan Desa Mandiri Energi adalah mengurangi kemiskinan dan membuka lapangan kerja untuk mensubstitusi bahan bakar minyak. Biogas sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan memiliki potensi implementasi untuk pengembangan desa-desa mandiri energi di Indonesia yang memiliki limbah cair organik dari industri kecil dan peternakan[14]. Oleh karena itu, pengembangan kinerja reaktor-reaktor biogas masih perlu dilakukan untuk mencapai hasil yang optimum serta memperbesar peluang penyebaran dan implementasi di daerah-daerah yang memiliki sumber limbah cair organik untuk diolah.
362,327 unit, dengan potensi penghematan LPG sebesar 1,086 tabung LPG seukuran 3 kg per bulan atau 3,260 ton LPG per bulan. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4. 5.
4. KESIMPULAN Berdasarkan dari implementasi teknologi reaktor unggun tetap yang merupakan salah satu jenis reaktor berunjuk kerja tinggi untuk pengolahan limbah industri tahu di desa Kalisari, Banyumas, teknologi ini memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan serta untuk mengoptimalkan potensi pengolahan limbah sebagai upaya pengembangan desa sentra industri tahu menjadi desa mandiri energi berbasis energi biogas. Pengolahan limbah industri kecil tahu menjadi biogas dapat mendorong program pemerintah untuk pengembangan desa mandiri energi yang memungkinkan masyarakatnya bisa menghasilkan energi secara mandiri yang cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari sekaligus juga menurunkan emisi sebagai akibat dari aktifitas pengolahan limbah dan juga substitusi bahan bakar fosil. Jika suatu desa memiliki industri tahu yang dapat diolah menjadi biogas dengan kuantitas yang cukup, maka desa tersebut bisa dikategorikan sebagai desa mandiri energi. Selain itu, dampak mitigasi GRK juga dapat dijadikan pertimbangan yang bisa mendukung lebih jauh tentang implementasi teknologi reaktor berunjuk kerja. Berdasarkan perhitungan yang memasukan parameter pengurangan emisi akibat pengurangan emisi CH4 akibat pengolahan limbah, pengurangan emisi N2O akibat penggantian pupuk kimia, dan pengurangan emisi CO2 akibat penggantian bahan bakar LPG, limbah cair tahu di Indonesia akan mampu menyumbang penurunan emisi sekitar 866,804.16 ton CO2eqv. Jumlah unit rumah tangga yang bisa dipenuhi kebutuhannya oleh biogas diperkirakan akan mencapai
Aplikasi Reaktor (Iin Parlina dan Lestario Widodo)
6.
7. 8.
9.
10.
11. 12.
13.
14.
Metcalf & Eddy., Tchobanoglous, G., Burton, F. L. 1., & Stensel, H. D. (2003). Wastewater engineering: Treatment and reuse (4th ed.). Boston: McGraw-Hill. Adrianus van Haandel, Mario T. Kato, Paula F. F. Cavalcanti, & Lourdinha Florencio. (2006). Anaerobic reactor design concepts for the treatment of domestic wastewater. Reviews in Environmental Science and Bio/Technology, 21– 38. Sahm, H (1984): Anaerobic Waste Water Treatment Advance Biochem Eng/Biotecnol, 29, 83, Young, J. C. (1991). Factors Affecting The Design and Performance of Upflow Anaerobic Filters. Wat. Sci. Tech. , 133-155 Malina, Joseph F. and Fredrick G. Pohland. 1992. Design of Anaerobic Process for The Treatment of Industrial and Municipal Wastes. Water Quality Management Library vol.7. Technomic Publishing Co. Inc..Lancester-USA. Umana, Oscar, Svetlana Nikolaeva, Enrique Sa´nchez, Rafael Borja, Francisco Raposol.(2008). Treatment of screened dairy manure by upflow anaerobic bed reactors packed with waste tyre rubber and combination of waste tyre rubber and zeolite: Effect of hydraulic retention time. Bioresource Technlogy 99 (2008) 7412-7417. Mubyarto.(1984) Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta : Pusat Penelitian Pembangunan dan Kawasan, UGM. 1984 Winanti, W. S., Wiharja, Prasetyadi, Lestario, W., & Indriyati. (2009). Program Mitigasi Gas Rumah Kaca Pada Sektor Klaster Industri Tahu. Jakarta: BPPT. Tritt,W.P., F. Zadrazil, U. Menge-Hartmann, S. Schwarz.(1993). Bamboo as a support material in anaerobic reactors. World Journal of Microbiology and Biotechnology, Vol 9. 1993. Colin, X, J.-L. Farinet, O. Rojas, D. Alazard. 2006. Anaerobic treatment of cassava starch extraction wastewater using a horizontal flow filter with bamboo as support. Bioresource Technlogy 99 (2007) 1602-1607. Grady and Lim. 1990. Biological Wastewater Treatment. Marcel Dekker Inc : New York. Yingnan Yang, Chika Tada, Md Shohidullah Miah, Kenichiro Tsukahara, Tatsuo Yagishita, & Shigeki Sawayama. (2004). Influence of bed materials on methanogenic characteristics and immobilized microbes in anaerobic digester. Materials Science and Engineering, 413–419. Winanti, W. S., Wiharja, Prasetyadi, Lestario, W., Sitomurni, A. I., & Parlina, I. (2013). Development of Planning and Policy Support for Improving the Potential Production of Biogas as Renewable Energy in Indonesia’s Tofu Industries. Jakarta Sugiyono, B. A., Suyanta, & Rahbini. (2013). Biogas Digester as an Alternative Energy Strategy in the Marginal Villages in Indonesia. Energy Procedia, 136 – 144 15
JURNAL AUSTENIT
VOLUME 6, NOMOR 1, APRIL 2014
DESAIN INOVASI ALAT BANTU PEMBUKA KULIT BUAH DURIAN UNTUK INDUSTRI KECIL 1)
2)
3)
Almadora Anwar Sani , Mardiana , Dicky Seprianto Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Jl. Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 30139 Telp: 0711-353414 Fax: 0711-453211 1)2)3)
Abstrak Desain alat ini bertujuan memberikan inovasi dalam pengembangan Teknologi Tepat Guna. Alat ini dapat dikembangkan untuk digunakan pada Industri Kecil yang berdasarkan tinjauan pustaka. Kebutuhan masyarakat akan manfaat buah durian yang dapat dijadikan bahan olahan, membuat masyarakat ingin megolah isi buah durian. Industri kecil dan menengah di Indonesia berkembang cukup pesat. Banyak industri kecil saat ini berlomba untuk merancang serta menciptakan suatu produk dengan harga murah dan kualitas baik, sehingga dapat bersaing di pasaran dengan produk barang jenis lain. Agar buah durian dapat dinikmati atau diolah perlu proses untuk membuka kulit buah durian dangan cara dibelah. Alat pembelah kulit buah durian dirancang memiliki dimensi 28 x 10 x 2 cm. Alat ini bekerja seperti tang, membuka dan menutup. Alat pembelah buah durian ini dapat digunakan dan dikembangkan untuk rumah tangga maupun industri kecil. Dengan desain yang sederhana memudahkan untuk penggunaan dalam membuka kulit buah durian. Keunggulan alat ini mudah cara penggunaannya, bisa dibawa, aman dari tertusuk kulit durian, dan perawatan mudah. Kata kunci : Desain alat bantu, Buah Durian, Industri Kecil
1.
PENDAHULUAN
Durian adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia Tenggara, sekaligus nama buahnya yang bisa dimakan. Nama ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri. (http://id.wikipedia.org/wiki/Durian) diakses tanggal 20/2/2014. Durian memiliki ciri-ciri yang khas yaitu kulitnya yang berduri dan memiliki aroma yang khas yang bayak disukai masyarakat. Selain sebagai makanan durian memiliki banyak fungsi, buah durian dapat dikelolah menjadi dodol, lempo, selai, dan bahan pemberi aroma pada makanan, contohnya pada biskuit, roti dan permen. Buah durian berbentuk sangat bagus, pada umumnya mempunyai lima ruangan (lokulus) yang penuh berisi biji dan daging buah. Rasa dan aroma adalah keadaan mutu buah yang dapat dikenal dengan mencicipi dan mencium daging buah. Rasa yang baik adalah manis, tidak hambar, tidak asam, dan tidak pahit. Kebutuhan masyarakat akan manfaat buah durian yang dapat dijadikan bahan olahan, membuat masyarakat ingin megolah
isi buah durian. Industri kecil dan menengah di Indonesia berkembang cukup pesat. Banyak industri kecil saat ini berlomba untuk merancang serta menciptakan suatu produk dengan harga murah dan kualitas baik, sehingga dapat bersaing di pasaran dengan produk barang jenis lain. Agar buah durian dapat dinikmati atau diolah perlu proses untuk membuka kulit buah durian dangan cara di belah.
Gambar 1. Buah Durian Biasanya orang membuka kulit buah durian dengan perlatan berupa parang atau ~1~
VOLUME 6, NOMOR 1, APRIL 2014
pisau. Agar mudah membelah durian periksalah kulit luar buah untuk menemukan garis sepanjang permukaan, dimana duri kulit durian tersusun membentuk garis lurus. Umumnya terdapat hingga lima garis sepanjang permukaan buah durian. Bagian tangkai durian harus dibalikkan dan garis urat durian akan bertemu pada satu titik di ujung buah. Pelan-pelan tusukkan benda tajam (pisau) pada titik ini, lalu goreskan sepanjang garis yang sudah terlihat sebelumnya. Sarung tangan atau sehelai kain yang tebal dapat digunakan untuk memegang buah durian dengan sebelah tangan, sementara tangan yang satunya untuk melakukan tugas ini. Perlu kewaspadaan agar tidak tertusuk duri durian. Bila kulit buah durian telah terbuka menjadi dua bagian, isi di dalam telah siap untuk dimakan. Ruas selebihnya dapat dibelah dengan menggunakan telapak tangan dengan cara merobek ujung kulit durian sedikit pada sepanjang pusat titik tengah sebelumnya. Sampai saat ini alat yang digunakan untuk membuka kulit buah durian masih menggunakan parang atau pisau. Buah durian dapat langsung dibelah dengan mudah menggunakan parang atau pisau. Namun, cara ini memiliki banyak kekurangan dan resiko keamanan yang kurang terjamin. Penggunaan pisau dapat membahayakan saat membelah buah durian, selain kulit buah durian yang tajam, jika tidak hati-hati bisa jadi tangan terluka akibat tergores duri buah durian atau tergores mata pisau. Membelah buah durian membutuhkan waktu yang agak lama, karena tekstur kulit buah durian sangat keras dan berduri. Jika menggunakan pisau membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk membelah buah durian. Dengan melihat latar belakang diatas, penulis merancang sebuah teknologi tepat guna yaitu alat pembelah buah durian. Proses pengoperasiannya menggunakan cara mekanik dengan mengguanakan tangan untuk mengoperasikan alat tersebut. Alat ini dirancang tanpa harus memegang kulit buah durian, sehingga dapat meningkatkan faktor keamanan, waktu produksi yang lebih efisien, dan tidak membutuhkan tenaga yang besar untuk membelah kulit buah durian.
~2~
JURNAL AUSTENIT
2.
PERUMUSAN MASALAH
Buah durian dapat dijumpai di daerah tropis, khususnya Indonesia. Buah ini banyak dicari masyarakat saat musim panen. Ciri dari buah durian memiliki aroma yang kas dan memiliki tekstur yang berduri. Isi buah durian dapat dinikmati dengan cara membuka buah, dengan membelah kulit luarnya. Bentuk tekstur buah durian yang berduri dan tebal mempersulit untuk membuka buah durian. Permasalahan yang dihadapi adalah proses membuka buah durian membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengatasi permasalahan diatas, perlu dirancang sebuah alat teknologi tepat guna untuk mempermudah membuka buah durian. Agar permasalahan diatas dapat diatasi, maka dapat dirmuskan masalah yang akan dibahas, yaitu a) Cara alat pembelah durian bekerja. b) Desain konstruksi alat pembelah durian. c) Keamanan dalam penggunaan alat pembelah durian. 3.
TUJUAN DAN MANFAAT
Alat pembelah buah durian bertujuan mempermudah dalam proses membuka buah durian. Alat ini dapat digunakan oleh industri rumah tangga hingga industri kecil. Keselamatan kerja alat ini lebih terjamin dan dapat mempercepat proses pembelahan buah durian. Manfaat alat pembelah buah durian untuk industri rumah tangga dan industri kecil dapat mempermudah proses pembelahan buah durian. Penggunaan alat pembelah buah durian diharapkan dapat meningkatkan efisiensi waktu dengan keamanan dalam menggunakan alat tersebut. 4.
TINJAUAN PUSTAKA
Alat pembuka kulit buah durian ini merupakan perancangan yang menggunakan system pesawat sederhana yaitu dengan berdasarkan prinsip kerja pengungkit atau tuas. Tuas adalah salah satu jenis pesawat sederhana yang dapat digunakan untuk memudahkan usaha. Hal ini dimungkinkan terjadi dengan adanya sebuah batang ungkit (tuas) dengan titik tumpu, titik gaya, dan titik yang divariasikan (9) letaknya . Rumus untuk pengungkit atau tuas:
JURNAL AUSTENIT
F x Lk = W x Lb
VOLUME 6, NOMOR 1, APRIL 2014
(1)
Dimana ; F = Gaya Kuasa W = Beban Lk = Panjang lengan kuasa atau lengan gaya, dihitung dari titik kerja gaya ke tumpu Lb = Panjang lengan beban, dihitung dari titik beban hingga tumpu
bersentuhan dengan kulit buah durian. Pada bagian buahnya akan dijepit dengan alat penjepit yang aman. Membuka buah durian dapat dilakukan dengan rapi dan tidak beresiko. Bentuk dari alat pembelah buah durian mirip dengan prinsip kerja gunting atau tang. Bentuk desain alat pembelah buah durian seperti gambar dibawah ini : 5.
Gambar 2. Tuas pada pesawat sedrhana. (6) Sumber . Kesimpulan dari rumus diatas adalah makin panjang lengan kuasa, makin kecil nilai gaya kuasa. Hal ini berarti gaya yang harus dikeluarkan untuk mengangkat beban lebih sedikit. Makin panjang lengan kuasa (Lk) makin besar keuntungan mekanik, sehingga usaha lebih mudah dilakukan. Keuntungan mekanis (KM) adalah perbandingan antara beban dan gaya (kuasa) atau perbandingan antara kuasa dengan lengan beban. Keuntungan mekanis dapat dirumuskan : KM =
(2)
PEMBAHASAN
Desain alat pengupas buah durian terinspirasi dari cara kerja gunting dan tang. Alat ini merupakan kombinasi dari gunting dan tang. Bentuknya seperti gunting/tang. Cara kerjanya hampir sama, yang membedakan terletak pada pisaunya. Kalau gunting dan tang bekerja dengan membuka dan menutup, alat ini bekerja dari menutup kemudian membuka.
Gambar 6.
Desain Alat Bantu Pembelah Buah Durian
Dimana ; Lb = lengan beban, adalah jarak antara titik tumpu dengan dengan beban (m) Lk = lengan kuasa, adalah jarak antara titik tumpu dengan kuasa/gaya yang dikerjakan (m) Cara tradisional yang sering digunakan untuk membelah buah durian yaitu dengan cara menusukkan sebuah ujung pisau dengan cara di tekan. Kemudian setelah pisau menusuk buah durian, pisau digerakkan perlahan hingga kulit buah terbuka. Jika tidak hati-hati tangan bias tergores pisau atau tertusuk duri buah durian. Cara ini memiliki resiko kecelakaan kerja lebih besar. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan alat pembelah buah durian, alat yang akan dirancang memiliki keamanan yang terjamin. Tangan tidak perlu
Gambar 7. Cara Kerja Alat Pembuka Buah Durian
~3~
VOLUME 6, NOMOR 1, APRIL 2014
6.
KESIMPULAN
Alat ini bekerja seperti tang, membuka dan menutup. Alat pembuka kulit buah durian ini dapat digunakan dan dikembangkan untuk rumah tangga maupun industri kecil. Dengan desain yang sederhana memudahkan untuk penggunaan dalam membelah buah durian. Keunggulan alat ini mudah digunakan dan dibawa, mudah cara penggunaannya, aman dari tertusuk kulit durian, serta perawatan mudah. Alat ini masih berupa desain prototype, harapannya dapat direalisasikan dan bisa untuk dikembangkan. DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
~4~
Shigley, JE., Mitchell, LD., Harahap, G., 1991,―Perencanaan Teknik Mesin‖, Penerbit Erlangga, Jakarta. Badan Standar Nasional, 1998, ―Durian‖, SNI 01-4482-1998, Jakarta.
JURNAL AUSTENIT
3.
Nurmianto, E., 2005, ―Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya‖, Prima Printing, Surabaya. 4. http://benihbijibunga.blogspot.com/, diakses tanggal 11/3/2014. 5. http://dhiebhu.blogspot.com/2011/10/pe manfaatan-teknologi-alat-bantu.html/, diakses tanggal 11/3/2014. 6. http://dewiwidianarahayu071644004.wo rdpress.com/2010/01/03/pesawatsederhana-2/, diakses tanggal 11/3/2014. 7. http://fisikastudycenter.com/fisikasmp/59-pesawat-sederhana-kelas-viiismp#ixzz2uIWouSWC, diakses tanggal 25/2/2014. 8. http://id.wikipedia.org/wiki/Durian, diakses tanggal 20/2/2014. 9. http://pustakafisika.wordpress.com/201 2/09/04/lanjutan-pesawat-sederhanatuas/, diakses tanggal 11/3/2014. 10. http://www.sinarsuryatools.com/, diakses tanggal 11/3/2014. 11. http://xtkra.blogspot.com/, diakses tanggal 11/3/2014.
)urnol IImioh UKHUWAH Volume 8 No.3 Edisl Juli - September 2013 HUBUNGAN STRATEGI KEUNGGULAN BERSAING TERHADAP INDUSTRI KECIL KERAMIK DI KOTA BANDA ACEH Oleh : Bukhari Usman t) Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi keunggulan bersaing terhadap industri kedl di kola Banda Aceh. Penelitian ini termasuk kategori penelitian survey, karena dalam pengumpulan data menggunakan dattar pertanyaan (kuesioner). Data yang lelah dikumpulkan diedit dan ditabulasi, kemudian teknik analisis data menggunakan statistics deskriptive. Hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi persaingan merupakan indikator penentu yang pengaruhnya paling tinggi terhadap lingkungan operasional perusahaan, apabiJa manajemen lebih meningkatkan perhatiannya pada posisi bersaing perusahaan, maka situasi nya akan sangat kuat dalam menghadapi persaingan. Kondisi perusahaan dalam persaingan masih rendah Oelek), maka peluang untuk lebih meningkatkan posisi bersaing dalam bisnis masih sangal besarVariabel strategi keunggulan biaya dijelaskan oleh ketiga indikator yang mencerminkan realitas penerapan strategi keunggulan biaya di industri kecil keramik. variabel strategi keunggulan biaya dibenluk alas indicator-indikator efisiensi biaya, skala ekonomis, dan harga lebih rendah. Kala kunci : keungguJan bersaing dan industri kecil 1 . Pendahuluan
dengan cepa! lerulama pada sektor leknologi.
1 . 1 . Latar Bel.k.ng
Dengan demikian penambahan berbagai jenis
Dalam menghadapi krisis ekonomi dan
produk di pasaran pun banyak dan beragam,
tingginya tingkat persaingan usaha akhir-akhir ini,
sehingga pesaingan yang ada di dalam pasar pun
membuat banyak perusahaan untuk mengubah
semakin kompleks. Oleh karena ilo perusahaan
cara pengoperasian usahanya agar dapat terus
terus berupaya merebul pangsa pasar (Markel
bertahan. Karena perusahaan adalah sebuah
Share). Salah satu cara yang dilakukan oleh
organisasi
dengan
perusahaan adalah dengan cara pembenan merk
memanfaatk.an seluruh sumberdaya yang dimiliki
(Branding) dan tentu saja bukan dilihal dan merk
maka dalam proses pengambilan
saja melainkan dengan merancang suatu set
konsekuensi manajemen
yang
dari
berorientasi
profit
peningkatan
perusahaan
keputusan profit
adalah
perbedaan yang
bagi
berarti,
untuk membedakan
penawaran perusahaan dan perusahaan pesaing.
peningkatan
efisiensi, efektivitas dan procluktivitas perusahaan
Setiap pengusaha tentu menginginkan
sehingga perusahaan mempunyai daya saing
agar dunia bisnis yang digelutinya selalu dapat
yang kuat.
be�aya dan sukses di tengah-tengah persaingan era
yang semakin han semakin kompetitif. Mengingal
mengakibatkan
kondisi lingkungan yang senantiasa berubah,
perkembangan teknologi yang lerus meningkat
menuntul manajemen untuk mampu merespon
Fenomena globalisasi
persaingan
sekarang
ini
pada
'J Staf Pengajar Uni.... Abulyatama, 8anca Aceh
279
Jurnal flmiah UKHUWAH Volume 8 No.3 Edisi Ju/i - September 2013 dengan cepat dan akurat. Untuk itu diperlukan
0.678, skala ekonomis (Y1.2) sebesar 0.462, dan
suatu strategi dalam meningkatkan keunggulan
harga lebih ,endah (Y1.3) sebesa, 0.564. analisis
bersaing,
data dilakukan melalui Analisis Deskriptif.
sehingga
kegiatan
usaha
dapat
berlangsung dengan baik. 2.2. Pembahasan .
a. Strategl keunggulan
1.2. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengelahui
Stralegi keunggulan biaya alau biaya
hubungan strategi keunggulan bersaing terhadap
rendah merupakan salah satu strategi keunggulan
industri kecil di kola Banda Aceh.
bersaing
yang
lebih
memperhitungkan
keberadaan pesaing yang dihadapi daripada pelanggan dengan menfokuskan pada harga yang
1.3. Metode Penelitian
lebih murah kepada para pembeli. Variabel
Penelitian ini termasuk kategori penelitian data
strategi keunggulan biaya dibentuk atas indikator
menggunakan daftar pertanyaan (kuesloner). Data
indikator efisiensi biaya, skala ekonomis, dan
yang telah dikumpulkan diedit dan ditabulasi,
harga lebih rendah. Stralegi keunggulan biaya
kemudian teknik analisis data menggunakan
sering diterapkan di industri kedl keramik, hal itu
statistics deskriptive.
didukung oleh ni!aUskor rata·rata variabel sebesar
survey,
karena
dalam
pengumpulan
3.84. Secara keseluruhan sebanyak 70 % pemilik industri kedl keramik sering menerapkan stralegi
2. Hasil Penelitian dan Pemahasan 2.1.
keunggulan biaya.
Hasil Penelitian
Ha! ini terbukti dengan
sering
sebanyak 84,2% responden yang menyatakan
diterapkan di industri keeil keramik, hal itu
bahwa perusahaan da!am aktivitasnya sering
didukung oleh nilailskor rala-rata variabel sebesar
melakukan
3.84. Seeara keseluruhan sebanyak 70 % pemilik
melakukan
efisiensi
industri keeil keramik sering menerapkan stralegi
keunggulan
daya
keunggulan biaya. Artinya harga yang lebih
responden menyatakan bahwa perusahaan sering
rendah dirancang melalui serangkaian tindakan
menekankan pada skala ekonomis agar biaya per
Strategi
keunggulan
biaya
upaya pengendatian biaya a1au biaya
saing.
agar · memiliki Sebanyak
85,5%
yang terintegrasi dengan menghasilkan produk
unit produk lebih rendah karena bertambahnya
alau menawarkan barangfJasa pada biaya yang
kuantitas yang dihasilkan, sehingga memiliki
relatif paling rendah daripada pesaing yang aela.
keunggulan daya saing. Se!anjulnya sebanyak
Nilai
masing-masing
40,8% responden menyatakan bahwa perusahaan
indikalor variabel strategi keunggulan biaya, di
sering menerapkan harga yang lebih rendah
mana indikator efisiensi biaya (Y1.1) sebesar
dibandingkan pesaing, agar memiliki keunggulan
estimateAoading
factor
280
Jurnol IImioh UKHUWAH Volume 8 No.3 Edisl Juli - September 2013 daya saing. Artinya harga yang lebih rendah
indikator yang mencenninkan reliatas penerapan
dirancang melalui serangkaian tindakan yang
strategi diferensiasi di industri ked!, Berdasarkan
terintegrasi dengan menghasiJkan produk atau
nilai/skar rata-rata jawaban responden temadap
menawarkan barangfjasa pada biaya yang relatlf
variabel strategi diferensiasi menunjukkan bahwa
paling rendah daripada pesaing yang ada.
stralegi diferensiasi kadang-kadang diterapkan di
Dalam penelitian ini nilai estimate/loading
industri keel! dengan nilai/skor rala-rata variabel sebesar 3.31 .
factor dan indikator-indikator variabel strategi keunggulan biaya, adalah indikator efisiensi biaya yang
memiliki
tertinggi,
diferensiasi cukup baiklbemasil untuk diterapkan
dibandingkan dengan nilai estimate dan indikator
pada industri kecil Adapun nilai/skar rata-rata
indikator lainnya yailu sebesar 0.678. Dengan nilai
indikator
estimatelloading factor yang berbeda secara
mengutamakan
signifikan ini maka dapat diartikan bahwa lndikalar
sebesar 3:57, dan nilai/skor rata-rata indikatar
efisiensi biaya lebih perannya alau menjadi faklar
terendah pada indikatar desain produk dengan
penenlu
nilai/skar sebesar 3.13. Keadaan ini menunjukkan
dalam
skor
rata-rata
Mengindikasikan bahwa variabel stralegi
menjelaskan variabel slIalegi
tertinggi
terdapat
kualitas,
pada
indikatar
dengan
keunggulan biaya seeara keseluruhan. Hal ini
bahwa
memberikan gambaran bahwa, meskipun ketiga
indikatar slIategi diferensiasi yang lebih berperan
indikalor
alau
lelap
memperoleh
perhatian
pihak
mengulamakan
menentukan
kua1itas
nHai/skar
bagi
merupakan
penerapan
sementara
itu
manajer/pemilik industri kecil, namun indikatar
diferensiasi.
efisiensi biaya memiliki peranan yang penting dan
merupakan indikator strategi diferensiasi yang
sebagai faktar penentu dalam penerapan strategi
kurang
keunggulan.
pertimbangan
a.tau
berperan
dalam
desain
stralegi
kurang
produk
dijadikan
menentukan
strategi
diferensiasi. Indikatar inovasi produk sebagai faklar
b. Strategi Diferensiasi
pengukur atau penentu mempunyai peranan yang
Strategi diferensiasi merupakan salah satu strategi tingkal bisnis yang titik perhatian
lebih
utamanya
variabel strategi diferensiasi secara keseluruhan
adalah
melakukan
suatu
upaya
besar dalam
keberadaan
bagaimana menciptakan dan memasarkan praduk
walaupun
unik (khas) bagi berbagai kelompok pelanggan.
penting bagi pemiliklmanajer industri kedl, namun
Variabel strategi
dijelaskan oleh
indikator inovasi produk sebagai faklar penentu
indikatar-indikalor desain produk, inavasi produk,
yang memiliki peranan terpenting dalam membua!
dan mengutamakan kualitas. Strategi diferensiasi
suatu kepulusan yang terkait dengan penerapan
yang ada di industri kecil keramik nampak pada 3
strategi diferensiasi.
diferensiasi
281
ketiga
menjelaskan
indikator menjadi perhalian
Jurnal IImiah UKHUWAH Volume 8 No.3 Edisi Jul; - September 2013 c.
d, Kinerja Nonkeuangan
Kine�a Keuangan
Agar suatu perusahaan dapat mencapai
Kine�a keuangan dititikberatkan pada
aspek keuangan atas persepsi pemiliklmanajer
keberhasilan
industri
diperlukan pemilihan strategi bersaing yang tepat
kecil
melalui
indikator-indikalor yang
di
masa
yang
akan
datang
indikatar-indikatar
dan evaluasi kine�a bagi kelangsungan hiclup
tersebut mencerminkan kine�a keuangan industri
perusahaan dalam jangka .panjang. Hasil analisis
keeil
Adapun
di lapangan diperoleh temuan bahwa variabel
mengukur
kine�a nonkeuangan dibentuk oleh indikator
membentuknya,
keramik
di
di
indikalor-indikalor
mana
obyek yang
penelitian. digunakan
kine�a keuangan dalam penelitian ini yaitu: tingkat
indikator
penjualan, tingkat laba, dan tingkat kekayaan.
pengukur kine�a nonkeuangan dalam bahasan ini
Dengan
yaitu: pengiriman barang tepat waktu, pangsa
persentase
yang
berbeda
secara
yang
penjualan kondisinya jauh lebih balk dibanding
nilailskor rata-rata jawaban yang diberikan oleh
indikator
responden terhadap variabel kine�a nonkeuangan
keuangan
lainnya.
pelanggan.
parameter
pasar,
kine�a
loyalitas
sebagai
signifikan, dapat diartikan bahwa indikator tingkal
variabel
dan
dipakai
Artinya keberhasilan yang dapat dicapai pada
mengindikasikan
tingkal
nonkeuangan daiam kondisi baik, hal itu lerbukti
penjualan
peningkalan mempersepsikan tingkat
maupun
mengindikasikan
merupakan
omset pula
cerminan
penjualan terhadap
kekayaan. bahwa
Kenyalaan
tingkat
variabel
kine�a
dengan nilai/skar rata-rata variabel sebesar 4.12.
yang
tingkat
bahwa
8erdasarkan
Seeara
laba
keseluruhan
sebanyak
83%
inj
pengrajin keramik menyatakan bahwa kine�a
penjualan
nankeuangan tinggL Kondisi ini dibuktikan dari
merupakan indikator variabel kine�a keuangan
jawaban dari
yang paling mendapat pemalian pihak manajemen
bahwa pengiriman barang sering tepal waktu.
dibanding
selanjutnya sebanyak
indikator tingkat laba dan
tingkat
kekayaan.
82,9% responden yang
menyatakan puas dengan pangsa pasar yang
Mes�pun ketiga indikator tersebut letap selalu
84,2% responden yang menyatakan
diantisipasi
perkembangan
dikuasai perusahaan. Oengan persentase yang
dan
hampir sarna atau tidak jauh berbeda anlara
keberadaannya olen pemiliklmanajer industri keeil,
indikatar yang satu dengan lainnya, maka dapat
namun indikator tingkat penjualan lebih besar
diartikan bahwa indikatar-indjkator variabel kine�a
peranannya dan menentukan tertJadap kine�a
nonkeuangan
keuangan perusahaan.
perkembangan induslri kecil keramik. Dari ketiga
dipersepsikan
baik
bagi
indikator variabel kine�a nonkeuangan, nilai skar lertinggi pada indikator pengiriman tepat waktu, disusul loyalilas pelanggan, dan baru kemudian
282
Jurnol IImioh UKHUWAH Volume 8 No.3 Ed'sl Juli - September 2013 pangsa
pasar yang
dikuasai
industri
ked!,
Artinya
semakin
perusahaan
berupaya
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pengiriman
meningkatkan kemampuan daya saing lerhadap
lepal waklu merupakan indikator valiabel kine�a
para pesaing yang dihadapi, lidak menjadikan
nonkeuangan yang memiliki pemalian lebih besar
kondisi
dali
pihak
manajemen
dibanding
pelanggan dan pangsa
loyetlitas
kine�a
nonkeuangan
semakin
baik,
ataupun kine�a nonkeuangan menjadi semakin
pasar yang dikuasai
jelek.
industli kedl. g. Pengaruh e. Pengaruh
Strategl
Keunggulan
Blaya
analisis
Hasil
analisis
data
dan
pengujian
hipolesis menunjukkan bahwa strategi diferensiasi
hipolesis menunjukkan bahwa slrategi keunggulan
berpengaruh signifikan terhadap kine�a keuangan
biaya berpengaruh signifikan dan posilif lerhadap
adalah dilolak.
kine�a
lerhadap kine�a keuangan dengan koefisien jalur
strategi
adalah
keunggulan
keuangan dengan
dan
terhadap
pengujian
keuangan
data
Diferensiasi
KlnerJa Keuangan
terhadap Klnerja Keuangan Hasi!
Strategl
dilerima.
biaya
Pengaruh
terhadap
Pengaruh strategi diferensiasi
kine�a
standardize sebesar 0.272 "dan p-value sebesar
koefisien jalur standardize
0.210 dengan demikian diputuskan non signifikan.
sebesar 0.596 dan p-value sebesar 0.007, dengan
Kondisi
demikian
diferensiasi tidak mempunyai
diputuskan
signifikan.
Hal
ini
ini
menunjukkan
bahwa
strategi
pengaruh yang
menunjukkan bahwa terdapal pengaruh positif dan
signifikan lerhadap �ne�a keuangan. Artinya
signihkan stralegi keunggulan
biaya lemadap
semakin
kine�a
semakin
kemampuan
keuangan.
Artinya
baik
perusahaan daya
berupaya
saing
meningkalkan
melalui
penciptaan
implementasi strategi keunggulan biaya, maka
produk yang berDeda (Iebih unggul), memiliki
kine�a keuangan yang dihasilkan semakin baik.
keunikan dibandingkan produk yang dihasilkan oleh pesaing, maupun variasi produk dan layanan
f. Pengaruh
Strategi
Keunggulan
yang
Blaya
terhadap Klne�a Nonkeuangan Pengaruh
strategi
keunggulan
berbeda,
namun
perbedaan
alaupun
keunggulan itu tidak menjadikan kine�a keuangan menjadi
biaya
semakin
baik
atau
kine�a
menjadi
lerhadap kine�a nonkeuangan dengan koefisien
semakin jelek. Hal inl berarti bahwa, sekalipun
standardize sebesar 0.364 dan p-value
industri kedl berupaya sedemikian rupa dengan
0.069 dengan demikian dipuluskan
menerapkan strategi diferensiasi melalui desain
nonsignifikan. Hal ini menunjukkan bahwa stralegi
produk sehingga memuncuikan inovasi produk
keunggulan biaya tidak mempunyai pengaruh
yang berkualitas namun upaya yang demikian
jalur
sebesar
yang signifikan terhadap kine�a nonkeuangan.
283
Jurnol IImioh UKHUWAH Volume 8 NO.3 Edisl Juli · September 2013 tidak menghasilkan perubahan terhadap kine�a
rendah
Gelek),
maka
peluang
untuk
lebih
keuangan.
menlngkatkan posisi bersaing dalam bisnis masih sanga! besar.variabel strategi keunggulan biaya dijelaskan
h. Pengaruh Strategi Oiferenslasi terhadap
mencenninkan
Kinerja Nonkeuangan 8erdasarkan
oleh
hasH
keunggulan
analisis data dan
ketiga
realitas
biaya
di
indikator penerapan
industri
kedl
yang stralegi keramik.
pengujian hipotesis diperoleh hasil bahwa strategi
variabel strategi keunggulan biaya dibentuk atas
diferensiasi berpengaruh signifikan dan positif
indicator-indikalor
lerhadap kine�a nonkeuangan adalah dileMma.
ekonomis,
Pengaruh strategi diferensiasi terhadap kinerja
diferensiasi merupakkan salah satu stralegi tingkal
nonkeuangan dengan koefisien jalur standardize
bisnis yang titik perhatian
sebesar 0.478 dan p·value sebesar 0.017, dengan
melakukan suatu upaya bagaimana menciptakan
demikian
dan
dipuluskan
signifikan.
Hal
ini
strategi
nonkeuangan. semakin
diferensiasi Artinya
berupaya meningkatkan
skala
harga lebih
rendah.
Siralegi
memasarllan
produk
utamanya adalah
unik
(khas)
bagi
kine�a
Indikalor inovasi produk sebagai faklor
perusahaan
penguku r alau penentu mempunyai peranan yang
kemampuan
lebih
terhadap
apabila
biaya,
berbagai kelompok pelanggan.
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan positif
dan
eflSiensi
besar
dalam
menjelaskan
keberadaan
daya saing melalui penciplaan produk maupun
variabel strategi diferensiasi secara keseluruhan.
layanan yang dipersepsikan pembeli alaupun
Indikator inovasi produk sebagai faktor penentu
pelanggan memiliki keunikan (khas) dan tamp]1
yang memiliki peranan terpenting dalam membua!
beda dibandingkan produk yang lain, maka hal inl
sualu keputusan yang lerkai! dengan penerapan
akan menjadikan kondisi kine�a nonkeuangan
strategi diferensiasi. Variabel kine�a keuangan
semakin balk pula.
dalam kondisi balk, hal itu dibuktikan dengan nilailskor
rala·rata
sebesar
3.56.
Artinya
keberhasilan yang dapal d�apai pada tingkat
3. Kesimpulan Posisi persaingan merupakan indikator
penjualan
merupakan
cerminan
peningkatan
penenlu yang pengaruhnya paling tinggi terhadap
omset
lingkungan
operasional
apabila
lerhadap tingkat laba maupun tingkat kekayaan.
manajemen
lebih
perhatiannya
Strategi Keunggulan Biaya berpengaruh terhadap
perusahaan,
meningkatkan
pada posisi
penjualan yang
mempersepsikan
pula
Kine�a Keuangan, hal Inl menunjukkan bahwa
bersaing perusahaan, maka situasi nya akan
terdapat pengaruh positif dan signifikan stralegi
sangal
keunggulan
kual
dalam
menghadapi
persaingan.
Kondisi perusahaan dalam persaingan masih
biaya
terhadap
kinerja
keuangan.Strategi Keunggulan Biaya berpengaruh
284
Jurnal IImiah UKHuWAH Volume 8 No.3 Edisl JuJi · September 2013 terhadap
Kinerja
Nonkeuangan,
hal
ini
tidak menjadikan kondisi kinerja nonkeuangan
menunjukkan bahwa stralegi keunggulan biaya
semakin
lidak
menjadi semakin jelek.
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
baik,
ataupun
kine�a
nonkeuangan
terhadap kinerja nonkeuangan. Artinya semakin perusahaan berupaya meningkatkan kemampuan daya saing terhadap para pesaing yang dihadapi,
DAFTAR KEPUSTAKAAN Andrews, K.R.,
1960, The Concept of Corporate Strategy. Richard D. Irwin, Homewood, Illinois.
Ansott, Hoi. Donnel Me. and Edward J. New York. Argyns,
1 990, Implanting Strategic Management. Second Edition, Prentice-HaJl,
1965, Strategy Change and Defensive Routines, Pitman Publishing, New Jeo;ey.
Anfm, Zainul,
1992, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal: Studi pada Bank Perl
(BPR) di Karesidenan Bojonegoro. Tesis. Program P¿a�ana Univeo;itas Airlangga. Surabaya.
Ankunto, S.
1 993. Metode Penelitian Sosial, Binarupa Aksara, Jakarta.
Assauri, Sofyan,
1 999, Manajemen Pemasaran Dasar Konsep dan Sirategi, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Atkinson, A.A., Rajiv D.B., Robert S. Kaplan,
1995, Management Accounting. Prentice-Hall, New Jeo;ey.
Badri, Masood A., Donald Davis, and Donna Davis, 2000. Operation Strategy, Environmental Uncertainty and Pertormance a Path AnalytiC Model of Induslries in Developing Contries, Omega 28 (3):155-173. Basn F.,
2002. Blue Pnnt www.dispenndag.go.id
Birley, Saunder and Pearson Westhead, 1993. The Impact of key Internal Factors on Finn Perfonnance: An Empirical Study of Small Turkish Finns. Joumal of Small Business Management, Ociooor:8692 Brandon C.H., and Ralph E. Drtina, Companies Inc. Canada.
1997, Management Accounting: Strategy and Control. McGraw-Hili
Breakly, R., and S.C. Myers,
1988, Principle of Corporate Finance. Third Edition, McGraw. Hill Inc., USA.
Bngham, and LC. Gapenski,
1991. Financial Management Theory and Practice, Dryden Press, New Yorl<.
285
Jurnal Jurnal Metris, 14 (2013): 7 – 16
Metris ISSN: 1411 - 3287
Kajian Model Pengaruh Intuisi Terhadap Performansi Industri Kecil dan Menengah (IKM) Berdasarkan Pengambilan Keputusan Strategis Augustina Asih Rumanti Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Unika Atma Jaya Jakarta, Jalan Jend. Sudirman 51 Jakarta 12930 Email:
[email protected] Received 21 March 2013; Accepted 25 June 2013
Abstract. Small and Medium Enterprise (SME) as one of the greatest pillars of the economy in Indonesia, has unique characteristics that environmental uncertainty and internal limitations are many variables that play a role in it. The situation is addressed through the strategic decision making process that will determine the survival of SMEs. Based on previous research, there are two approaches to decision-making, namely through rationality and intuition. Practical situation on the ground points to the fact that there are time constraints on the one hand and too many factors that must be analyzed in the strategic decision-making, so that there is a tendency of business leaders to begin the process of developing intuition in decision making because of its flexibility.This study was conducted on four types of industry in Yogyakarta, with the main goal to see the relationship between uncertainty environments for strategic decision making based on intuition and its influence on the performance of SMEs, where the data is processed using the SEM approach based Partial Least Square (PLS). Results showed no causal relationship between environmental uncertainty on intuitive decision-making, as well as an intuitive decision on SME performance Keywords: Intuition, Strategic Decision Making, Environmental Uncertainty, SME.
1. PENDAHULUAN Berada di era persaingan global membuat setiap negara harus memiliki basis yang kuat, terutama dalam hal perekenomian. Industri, yang terbiaskan pada Industri Besar (IB) dan Industri Kecil dan Menengah (IKM), merupakan pilar penopang yang sangat berpengaruh terhadap berkembangnya kondisi perekonomian. Badan Pusat Statistik pada tahun 2003 menunjukkan bahwa 56,72% Produk Domestik Bruto (PDB) dihasilkan melalui IKM, dan bahkan industri mikro, kecil, dan menengah mampu memberikan 99,45% lapangan pekerjaan di Indonesia (Kementrian Koperasi dan UKM, 2005). Heatubun (2008) menjelaskan independensi dari IKM berbahan baku domestik yang membuatnya dapat bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi dibandingkan dengan IB berbahan baku impor. Independensi yang dimiliki IKM inilah yang merupakan salah satu karakteristik sekaligus modal yang efektif dalam membangun perindustrian nasional yang kokoh. Familoni menyatakan bahwa pengambilan keputusan selalu dibuat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu pengambilan keputusan rasional yang berdasarkan
teori dan data empiris, serta keputusan berdasarkan intuisi atau data non rasional (Puspitasari, 2009). Menurut Agor (1986), rasionalitas dan intuisi adalah dua metode kognitif yang berbeda untuk merefleksikan cara dalam pemrosesan informasi. Beberapa tahun ini, para peneliti sedang mencari tahu apakah sebuah tindakan manajerial lebih baik dilakukan menggunakan analisis rasional atau intuisi kreatif (Smith, 2004).Sinclair dan Ashkanasy (2005) menemukan bahwa tingkat kesuksesan dari keputusan manajerial menggunakan rasionalitas hanya berkisar 50%. Agor pada tahun 1990 menjelaskan beberapa kondisi yang mendukung penggunaan intuisi pada pengambilan keputusan. Kondisi-kondisi tersebut antara lain (Khatri dan Ng, 2000): tingginya tingkat ketidakpastian lingkungan, minimnya jumlah kejadian di masa lalu untuk menghadapi tren baru dan keterbatasan fakta atau penggunaannya yang minim. Menurut Sinclair dan Ashkanasy (2005), beberapa tahun yang lalu proses berpikir intuitif dianggap sebagai suatu hal yang tabu, namun sekarang banyak CEO dan senior manager yang semakin sadar akan keterbatasan yang dimiliki oleh
8
Augustina Asih Rumanti
cara pengambilan keputusan yang konvensional. Berkembangnya industri dimana kondisinya menjadi semakin dinamis, penuh dengan ketidakpastian, menyebabkan manajer harus dapat membuat keputusan dalam waktu yang singkat dengan segala ketidaklengkapan informasi.Penggunaan intuisi dalam pengambilan keputusan lebih sesuai untuk hal-hal yang berhubungan dengan keputusan strategis dibandingkan dengan keputusan harian atau rutinitias, karena faktor ketidakpastian pada keputusan strategis jauh lebih signifikan daripada keputusan harian (Khatri dan Ng, 2000). Berkaitan dengan IKM, Robinson dan Pearce pada tahun 1983 mengungkapkan bahwa kesuksesan dari IKM dipengaruhi kuat oleh keputusan strategis yang diterapkan (Gibcu et al., 2004). Selain besarnya kontribusi yang disumbangkan oleh IKM terhadap perekonomian nasional, hal yang membuat penulis memilih IKM sebagai objek penelitian adalah karena kesesuaiannya dengan kondisi penerapan intuisi dalam pengambilan keputusan. Hal ini ditegaskan kembali oleh Drnevich dan West (2011) yang menyatakan bahwa kesulitan terbesar yang dihadapi oleh IKM adalah ketidakpastian dalam beberapa hal, yaitu model bisnis, kompetitor, konsumen, dan lingkungan industri. Berdasarkan kesesuaian karakteristik di IKM dan pendekatan intuitif, maka dapat diketahui bahwa pemilik IKM sebenarnya menggunakan intuisi dalam pengambilan keputusan tanpa mengetahui dampaknya terhadap performansi IKM, sehingga peneliti ingin mengidentifikasi bagaimana dampak yang sebenarnya terjadi antara pengambilan keputusan intuitif terhadap performansi. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi ketidakpastian lingkungan, (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi, (3) mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi performansi IKM dan (4) menganalisis hubungan intuisi terhadap performansi IKM berdasarkan pengambilan keputusan strategis yang dipengaruhi oleh ketidakpastian lingkungan
2. METODOLOGI 2.1 Terminologi Intuisi Definisi intuisi menurut Simon pada tahun 1987 dalam Andriotti (2010) merupakan suatu kemampuan dan bukan talenta yang didapatkan setelah pengalaman bertahun-tahun yang bervariasi, kesadaran internal, dan pengetahuan diri. Semakin beragam pengalaman, maka semakin seseorang akan terhubung dengan proses intuisi, yaitu pemikiran dan, atau tindakan yang dibentuk
dari proses non rasional dalam pembuatan hubungan holistik berdasarkan pengetahuan berbasis pengalaman dan pemikiran bawah sadar. (Knaap, 2008). Khatri dan Ng (2000) membagi intuisi ke dalam 3 jenis, yaitu; judgement, pengalaman, dan keberanian (gut-feeling).
Keputusan Strategis Schoemaker pada tahun 1993 mendefinisikan keputusan strategis merupakan pilihan yang disengaja atau diprogram mengenai persoalanpersoalan yang secara jasmaniah berpengaruh pada kelangsungan hidup, kesejahteraan, dan sifat organisasi (Gibcus, Varmeulen, dan de Jong, 2004). Dean dan Sharfman pada tahun 2006 dalam Puspitasari (2009) merumuskan 10 (sepuluh) tipe keputusan strategis, yaitu Restructuring, New product, Organization change, New Process Technology, Marketing Strategy, Geographic Expansion, Diversification, New Facility, Human Resource Strategy, Quality.
Ketidakpastian Lingkungan Ketidakpastian lingkungan menurut Milliken pada tahun 1987 adalah ketidakmampuan individual dalam memprediksikan (lingkungan organisasi) secara akurat karena kekurangan informasi atau ketidakmampuan untuk memisahkan data yang relevan dengan yang tidak relevan. Werner pada tahun 1996 menganalisa dimensi ketidakpastian lingkungan yaitu (Akhter dan Robles, 2006): Macroecronomic uncertainty, Political / government uncertainty, Supply uncertainty, Product market uncertainty dan Competition uncertainty.
Performansi IKM Kerangka pengukuran performansi organisasi secara umum menurut Ali pada tahun 2003 tidak sesuai untuk diterapkan pada IKM, dengan berbagai alasan yaitu (Puspitasari, 2009): a. Beberapa kerangka performansi organisasi memiliki banyak ukuran performansi dimana tidak dapat ditaksir nilainya secara kuantitatif karena keterbatasan sumber daya (uang dan tenaga kerja). b. Kerangka pengukuran performansi tradisional menggunakan banyak indikator finansial dimana tidak menggunakan apapun mengenai performansi perusahaan pada waktu sesungguhnya. c. Kerangka pengukuran performansi tradisional relatif diterapkan pada perusahaan yang stabil, tidak seperti pada IKM dimana penjualan, jumlah tenaga kerja, dan lain sebagainya berubah dengan cepat sepanjang waktu.
Kajian model pengaruh intuisi terhadap performansi Industri Kecil dan Menengah (IKM)… Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hudson, Smart, Bourne (2001) dihasilkan enam dimensi pengukuran performansi IKM, yaitu : Kualitas, Finansial, Fleksibilitas, Waktu, Kepuasan konsumen dan Stakeholder.
2.2 Persiapan penelitian Persiapan penelitian yang terdiri dari studi literatur melalui penelitian terdahulu, identifikasi symptoms berdasarkan literature, perumusan masalah dan penentuan tujuan dan batasan penelitian.
2.3 Model Konseptual Tahapan selanjutnya adalah tinjauan pustaka dan konseptual model yang terdiri dari studi model penelitian sebelumnya berdasarkan literatur yang didapatkan dan penyusunan state of the art penelitian. Adaptasi model penelitian terdahulu menggunakan model dari Puspitasari (2009) yang terdiri dari 3 buah konstruk endogen (ketidakpastian lingkungan, pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi, dan performansi IKM). Pengembangan model penelitian dengan menambahkan konstruk eksogen ke dalam endogen pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi. Identifikasi variabel pembentuk model dimana dijelaskan variabel yang membentuk endogen berdasarkan literature. Pengembangan hipotesis pembentuk model yang menguji adanya pengaruh antara konstruk endogen.
2.4 Pengumpulan dan Pengolahan Data Tahap pengumpulan dan pengolahan data terdiri dari: Penentuan teknik sampling dimana pada penelitian ini menggunakan multi stage sampling karena kondisi geografis yang luas di Yogyakarta dengan quota sampling dalam penentuan IKM serta purposive sampling dalam penentuan sampel responden. Penentuan responden yaitu pengusaha atau pemilik IKM yang bersangkutan.Identifikasi sampel yaitu pengusaha yang telah minimal 3 tahun memimpin.Jumlah sampel adalah satu per IKM.Pembuatan kuesioner berdasarkan identifikasi variabel yang dielaborasi hingga item pernyataan dengan skala Likert 4 poin sesuai dengan reduksi yang dilakukan Hadi pada tahun 1999 dalam Djastuti (2011). Pengisian kuesioner dilakukan secara verbal dengan tanda tangan responden sebagai validasi.Pengolahan data dengan SmartPLS Validasi eksternal dengan Kabag. Layanan Bisnis LLP KUKM, Jakarta (UKM Gallery).
2.5 Analisis dan Pembahasan Tahap selanjutnya adalah analisis dan pembahasan yang terdiri dari analisis deskriptif dengan modus dan mean setiap konstruk sesuai dengan Melati, Zaika, dan Budio (2011), analisis dari pengolahan software SmartPLS dan pengujian hipotesis.
9
Kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dan saran bagi penelitian selanjutnya.
3. HASIL PENELITIAN 3.1 Model Penelitian Model penelitian memiliki tiga konstruk endogen yang masing-masing terdiri dari beberapa indikator yang berperan sebagai konstruk eksogen, yaitu : 1. Ketidakpastian lingkungan (A) Terdiri dari 5 konstruk eksogen yaitu; ketidakpastian makroekonomi (A1), politik (A2), pasokan (A3), pasar (A4), dan persaingan (A5). 2. Pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi (B) Terdiri dari 6 konstruk eksogen yaitu : produk baru (B1), strategi pemasaran (B2), fasilitas baru (B3), human resource strategy (B4), kualitas (B5), dan geographic expansion (B6). 3. Performansi IKM (C) Terdiri dari 6 konstruk eksogen yaitu: Kualitas (C1), finansial (C2), fleksibilitas (C3), waktu (C4), kepuasan konsumen (C5), dan stakeholder (C6).
3.2 Hasil Validasi Alat Ukur (Kuesioner) Validasi kuesioner dapat dilakukan dengan mengacu kepada convergent validity dari indikator refleksif melalui nilai factor loading, untuk melihat sejauh mana korelasi antara indikator dengan konstruk eksogen. Nilai factor loading dapat dilihat pada Tabel 1. Tahap validasi selanjutnya adalah dengan mengacu kepada discriminant validity dari indikator refleksif melalui nilai cross loading, untuk melihat sejauh mana suatu indikator tepat menjadi bagian dari konstruk eksogennya. Contoh nilai cross loading untuk konstruk eksogen finansial dapat dilihat pada Tabel 2.
3.3 Reliabilitas Konstruk Tahap selanjutnya setelah melakukan proses validasi kuesioner adalah melakukan uji reliabilitas dari kuesioner yang telah dibuat. Pengujian reliabilitas tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui nilai AVE (Average Variance Extracted). Nilai AVE untuk setiap konstruk eksogen dapat dilihat pada Tabel 3. Evaluasi untuk reliabilitas hasil dari pengisian kuesioner dapat juga diketahui dengan melihat nilai CR (Composite Reliability). Nilai CR untuk setiap konstruk eksogen dan endogen dapat dilihat pada Tabel 4.
10
Augustina Asih Rumanti Tabel 1 Nilai Factor Loading Konstruk Endogen
Ketidakpastian Lingkungan
Pengambilan Keputusan Strategis Berdasarkan Intuisi
Konstruk Endogen
Performansi IKM
Konstruk Eksogen Indikator A1.1 Ketidakpastian A1.2 makro-ekonomi A1.3 (A1) A2.1 Ketidakpastian A2.2 politik (A2) A3.1 Ketidakpastian A3.2 pasokan (A3) A3.3 A4.1 Ketidakpastian A4.2 pasar (A4) A4.3 A5.1 Ketidakpastian A5.2 persaingan (A5) A5.3 B1.1 Produk baru (B1) B1.2 B1.3 B2.1 Strategi B2.2 pemasaran (B2) B2.3 B3.1 Fasilitas baru B3.2 (B3) B3.3 B4.1 Sumber daya B4.2 manusia (B4) B4.3 B5.1 Kualitas (B5) B5.2 B5.3 B6.1 Geographic B6.2 expansion (B6) B6.3 Konstruk Eksogen Indikator C1.1 Kualitas (C1) C1.2 C2.1 Finansial (C2) C2.2 C2.3 C3.1 Fleksibilitas (C3) C3.2 C3.3 C4.1 Waktu (C4) C4.2 C5.1 Kepuasan C5.2 konsumen (C5) C5.3 C6.1 Stak eholder C6.2 (C6) C6.3 C6.4
Loading Factor 0.5861 0.8614 -0.5797 0.4717 0.47 -0.3534 0.8874 0.9099 0.9023 -0.0735 -0.6871 -0.3851 0.6565 0.4949 0.7167 0.6725 -0.0779 0.7339 -0.2514 0.6532 -0.1275 0.7806 0.793 -0.0063 0.1518 -0.7767 0.791 -0.2142 0.7302 0.1004 0.7234 -0.4999 Loading Factor 0.9719 0.8539 0.879 0.9739 0.9739 -0.9055 0.8638 0.7402 0.442 -0.2961 -0.4286 -0.4772 0.8851 0.8503 -0.2831 0.8497 0.8323
11
Kajian model pengaruh intuisi terhadap performansi Industri Kecil dan Menengah (IKM)… Tabel 2 Cross Loading Konstruk Finansial
Tabel 4 Nilai CR
Indikator Cross Loading Indikator Cross Loading A1.1 -0.285 B5.1 -0.5747 A1.2 -0.3771 B5.2 0.1854 A1.3 0 B5.3 -0.2213 A2.1 0.7116 B6.1 0.285 A2.2 0.5908 B6.2 -0.6316 A3.1 0.5747 B6.3 0.4354 A3.2 0.1885 C1.1 0.4354 A3.3 -0.1947 C1.2 0.2687 A4.1 -0.1572 C2.1 0.8779 A4.2 -0.3833 C2.2 0.9736 A4.3 0.5151 C2.3 0.9736 A5.1 -0.4063 C3.1 -0.8779 A5.2 -0.285 C3.2 0.5747 A5.3 0.0047 C3.3 0.468 B1.1 -0.5905 C4.1 0.5687 B1.2 -0.3833 C4.2 -0.4593 B1.3 0.0032 C5.1 -0.0032 B2.1 -0.7204 C5.2 0.1311 B2.2 0.3171 C5.3 0.3833 B2.3 -0.5905 C6.1 0.8149 B3.1 0.0032 C6.2 -0.285 B3.2 0.5332 C6.3 0.7149 B3.3 0.5133 C6.4 0.7116 B4.1 0.4252 B4.2 -0.0072 B4.3 0.5905
Tabel 3 Nilai AVE
Konstruk Endogen Ketidakpastian Lingkungan
Pengambilan Keputusan Strategis Berdasarkan Intuisi
Performansi IKM
Konstruk Eksogen Ketidakpastian makro-ekonomi (A1) Ketidakpastian politik (A2) Ketidakpastian pasokan (A3) Ketidakpastian pasar (A4) Ketidakpastian persaingan (A5) Produk baru (B1) Strategi pemasaran (B2) Fasilitas baru (B3) Sumber daya manusia (B4) Kualitas (B5) Geographic expansion (B6) Kualitas (C1) Finansial (C2) Fleksibilitas (C3) Waktu (C4) Kepuasan konsumen (C5) Stakeholder (C6)
AVE 0.5159 0.9619 0.6122 0.4607 0.5088 0.4224 0.4841 0.5701 0.3109 0.5678 0.4015 0.85 0.8888 0.7064 0.5 0.5317 0.5539
Konstruk Endogen
CR
Ketidakpastian Lingkungan
0.0648
Pengambilan Keputusan Strategis 0.2695 Berdasarkan Intuisi
Performansi IKM
0.7955
Konstruk Eksogen Ketidakpastian makro-ekonomi (A1) Ketidakpastian politik (A2) Ketidakpastian pasokan (A3) Ketidakpastian pasar (A4) Ketidakpastian persaingan (A5) Produk baru (B1) Strategi pemasaran (B2) Fasilitas baru (B3) Sumber daya manusia (B4) Kualitas (B5) Geographic expansion (B6) Kualitas (C1) Finansial (C2) Fleksibilitas (C3) Waktu (C4) Kepuasan konsumen (C5) Stakeholder (C6)
CR 0.3507 0.9806 0.6576 0.0129 0.4005 0.5605 0.5262 0.6939 0.2458 0.6537 0.0768 0.9187 0.9599 0.3632 0.0091 0.0427 0.7393
3.4 Signifikansi Konstruk Nilai signifikansi digunakan untuk mengetahui seberapa signifikan masing-masing konstruk dalam model penelitian. Acuan yang dipakai adalah dengan melihat nilai T-Statistics dari tiap konstruk eksogen pada masing-masing konstruk endogen. Nilai T-Statistics dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai T-Statistics Konstruk Eksogen Konstruk Endogen
Konstruk Eksogen T-Statistics Ketidakpastian makro-ekonomi (A1) 4.6666 Ketidakpastian politik (A2) 0.9945 Ketidakpastian Ketidakpastian pasokan (A3) 3.994 Lingkungan Ketidakpastian pasar (A4) 7.32 Ketidakpastian persaingan (A5) 0.23 Produk baru (B1) 0.877 Strategi pemasaran (B2) 0.6084 Pengambilan Fasilitas baru (B3) 0.1327 Keputusan Strategis Sumber daya manusia (B4) 0.527 Berdasarkan Intuisi Kualitas (B5) 0.2843 Geographic expansion (B6) 1.0088 Kualitas (C1) 3.5713 Finansial (C2) 22.27 Fleksibilitas (C3) 14.3157 Performansi IKM Waktu (C4) 1.1263 Kepuasan konsumen (C5) 2.7605 Stakeholder (C6) 33.1997
12
Augustina Asih Rumanti
3.5 Korelasi Antar Konstruk Endogen Hubungan antar konstruk endogen yang terdapat di dalam model struktural dapat diketahui dengan melihat nilai korelasi satu konstruk terhadap konstruk yang lainnya. Nilai korelasi antar konstruk endogen dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Korelasi Konstruk Endogen
Ketidakpastian Pengambilan Keputusan Performansi Lingkungan Strategis Berdasarkan Intuisi IKM Ketidakpastian Lingkungan 1 0.388534 -0.452363 Pengambilan Keputusan 0.388534 1 -0.824463 Strategis Berdasarkan Intuisi Performansi IKM -0.452363 -0.824463 1
3.6 Korelasi Konstruk Eksogen - Endogen Nilai korelasi selain dapat dilihat antara sesama konstruk endogen, dapat juga dilihat antara konstruk eksogen dengan konstruk endogen. Nilai korelasi dapat dilihat dari besarnya nilai LVC (Latent Variable Correlation). Nilai LVC konstruk eksogen terhadap konstruk endogen dapat dilihat pada Tabel 7.
3.7 Pengaruh Antar Konstruk Endogen Langkah berikutnya adalah melihat seberapa besar pengaruh yang terjadi antara satu konstruk endogen terhadap konstruk endogen lainnya. Nilai dari masing-masing pengaruh dapat dilihat melalui path coefficient berdasarkan pengolahan software Smart PLS. Besarnya nilai pengaruh antar konstruk endogen dapat dilihat pada Tabel 8.
3.8 Variabilitas Model Penelitian Nilai variabilitas yang terbentuk pada konstruk endogen dapat diketahui melalui nilai R-Square. Besaran R-Square digunakan untuk mengukur besarnya variabilitas konstruk endogen yang satu terhadap lainnya. Nilai R-Square masing-masing konstruk endogen dapat dilihat pada Tabel 9.
4. DISKUSI Suatu indikator dikatakan reliable jika memiliki nilai factor loading lebih besar dari 0,5 (Ghozali, 2006). Berdasarkan pengolahan data, didapatkan bahwa indikator A1.1, A1.2, A3.2, A3.3, A4.1, A5.2, B1.1, B1.2, B2.1, B2.3, B3.2, B3.3, B5.1, B5.3, B6.2, C1.1, C1.2, C2.1, C2.2, C2.3, C3.2, C3.3, C5.3, C6.1, C6.3, dan C6.4 memenuhi standar 0,5. Berdasarkan nilai cross loading dari setiap item pernyataan, diperoleh 17 dari 49 indikator yang kurang tepat mengukur konstruknya yaitu A1.3, A3.1, A4.2, A4.3, A5.1, B1.3, B2.2, B3.1, B4.1, B4.2, B5.2, B6.1, B6.3, C3.1, C4.2, C5.1, dan C6.2. Reliabilitas dapat diketahui dengan menganalisa nilai dari AVE (Average Variance
Extracted). Suatu konstruk dapat dikatakan reliable jika memiliki nilai AVE lebih besar dari 0,5 (Ghozali, 2006). Berdasarkan pengolahan data terdapat 6 konstruk yang tidak memenuhi standar yaitu A4, B1, B2, B4, B6, dan C4. Parameter lain yang digunakan selain nilai AVE dalam pengukuran reliabilitas adalah CR (Composite Reliability) yang mengukur konsistensi dari pengisian kuesioner berdasarkan setiap konstruk eksogen. Suatu konstruk dapat dikatakan reliable jika memiliki nilai CR lebih besar dari 0,7 (Ghozali, 2006). Berdasarkan pengolahan data terdapat 4 konstruk yang memenuhi standar yaitu A2, C1, C2, dan C6. Pengukuran signifikansi konstruk dalam model penelitian menunjukkan ada atau tidaknya pengaruh dari konstruk eksogen terhadap konstruk endogen yang diukurnya. Parameter yang digunakan dalam pengukuran signifikansi adalah besarnya nilai T–Statistics dari hasil pengolahan software SmartPLS. Suatu konstruk dikatakan signifikan bila memiliki nilai lebih kecil dari -1,96 atau lebih besar dari 1,96 dengan menggunakan α = 5 %. Berdasarkan pengolahan data, terdapat 8 konstruk yang signifikan terhadap endogennya, yaitu A1, A3, A4, C1, C2, C3, C5, dan C6. Hubungan yang terjadi antara konstruk endogen dapat diukur melalui besarnya nilai korelasi yang terbentuk. Suatu hubungan dikatakan kuat apabila memiliki nilai korelasi lebih besar dari 0,5 (Ghozali, 2006). Pengelompokkan nilai korelasi menggunakan basis kuartal dimana 0,5 sebagai pusat dari nilai maksimal 1. Nilai korelasi yang terbentuk di antara ketidakpastian lingkungan (A) dan pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi (B) adalah 0,388534 yang berada di bawah nilai standar 0,5 sehingga dapat dikatakan bahwa konstruk ketidakpastian lingkungan memiliki korelasi positif yang cukup kuat dengan konstruk pengambilan keputusan berdasarkan intuisi. Korelasi demikian memiliki arti jika nilai konstruk ketidakpastian lingkungan (A) tinggi maka terdapat kemungkinan sebesar 38,8534% bahwa nilai pengambilan keputusan strategis berdasarkan inutisi (B) tinggi pula. Nilai korelasi yang terbentuk di antara pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi (B) dan performansi IKM (C) adalah 0,84463 yang berada di bawah nilai standar 0,5 dan memiliki tanda minus (-) sehingga dapat dikatakan bahwa konstruk pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi memiliki korelasi negatif yang sangat kuat dengan konstruk performansi IKM. Korelasi demikian memiliki arti jika nilai konstruk pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi (B) tinggi maka terdapat kemungkinan sebesar 84,463% bahwa nilai performansi IKM (C) adalah rendah.
Kajian model pengaruh intuisi terhadap performansi Industri Kecil dan Menengah (IKM)…
13
Tabel 7 Nilai LVC
Konstruk Endogen Ketidakpastian Lingkungan
Pengambilan Keputusan Strategis Berdasarkan Intuisi
Performansi IKM
Konstruk Eksogen Ketidakpastian makro-ekonomi (A1) Ketidakpastian politik (A2) Ketidakpastian pasokan (A3) Ketidakpastian pasar (A4) Ketidakpastian persaingan (A5) Produk baru (B1) Strategi pemasaran (B2) Fasilitas baru (B3) Sumber daya manusia (B4) Kualitas (B5) Geographic expansion (B6) Kualitas (C1) Finansial (C2) Fleksibilitas (C3) Waktu (C4) Kepuasan konsumen (C5) Stakeholder (C6)
LVC 0.7406 -0.5957 0.8968 0.9051 -0.8905 0.8902 0.9527 -0.6813 0.8505 0.6968 0.6682 0.4056 0.9727 0.8757 0.715 0.4179 0.9313
Tabel 8 Path Coefficient
K. Lingkungan -> Kep. Strategis Kep. Strategis -> Performansi IKM
Standard Standar Original Sample Mean T Statistics Deviation d Error Sample (O) (M) (|O/STERR|) (STDEV) (STERR) -0.2053
0.0548
0.2704
0.2704
0.7594
0
0
0
0
0
Tabel 9 Nilai R-Square Konstruk Endogen
Konstruk Endogen Ketidakpastian Lingkungan Pengambilan Keputusan Strategis Berdasarkan Intuisi Performansi IKM Nilai korelasi yang terbentuk di antara ketidakpastian lingkungan (B) dan performansi IKM (C) ini adalah -0.452363 yang berada di bawah nilai standar 0,5 dan memiliki tanda minus (-) sehingga dapat dikatakan bahwa konstruk ketidakpastian lingkungan memiliki korelasi negatif yang cukup kuat dengan konstruk performansi IKM. Korelasi demikian memiliki arti jika nilai konstruk ketidakpastian lingkungan (A) tinggi maka terdapat kemungkinan sebesar 45,2363% bahwa nilai performansi IKM (C) adalah rendah. Hubungan yang terjadi antara konstruk eksogen dengan konstruk endogennya dapat dilihat berdasarkan nilai korelasi yang terbentuk dalam
R-Square 0.9984 1 1
parameter LVC (Latent Variable Correlations). Suatu hubungan dikatakan kuat bila memiliki nilai LVC lebih besar dari 0,5 (Ghozali, 2006). Berdasarkan pengolahan data, terdapat 12 konstruk yang berkorelasi positif dengan endogennya, yaitu; A1, A3, A4, B1, B2, B3, B4, B5, B6, C2, C3, C4, dan C6. Hipotesis pertama membahas mengenai ada tidaknya pengaruh dari ketidakpastian lingkungan terhadap pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi. Nilai T-Statistics yang didapatkan adalah 0,7594 yang lebih kecil dari 1,96 (menggunakan α = 0,5) atau dengan kata lain tidak berada di daerah kritis, sehingga secara statistik hipotesis nol diterima dan dapat dikatakan bahwa
14
Augustina Asih Rumanti
ketidakpastian lingkungan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi. Hipotesis kedua membahas mengenai ada tidaknya pengaruh dari pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi terhadap performansi IKM. Nilai T-Statistics yang didapatkan adalah 0 yang lebih kecil dari 1,96 (menggunakan α = 0,5) atau dengan kata lain tidak berada di daerah kritis, sehingga secara statistik hipotesis nol diterima dan dapat dikatakan bahwa pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi tidak memiliki pengaruh terhadap performansi IKM. Pengukuran variabilitas dalam model penelitian bertujuan untuk mengukur kesesuaian variabel yang digunakan dalam model penelitian dimana semakin besar nilainya berarti menandakan konstruk eksogen dapat menjelaskan konstruk endogennya. Nilai 0,9984 pada konstruk ketidakpastian lingkungan memiliki arti 99,84% variabilitas dalam konstruk endogen dapat terjelaskan oleh konstruk eksogennya dan terdapat 0,16% variabilitas yang tidak diketahui yang mungkin dapat dijelaskan oleh variabel lain, sedangkan nilai 1 pada konstruk pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi dan performansi IKM berarti semua konstruk eksogen telah berhasil menjelaskan konstruk endogen tanpa adanya ruang bagi kemungkinan adanya variabel lain yang dapat menjelaskan konstruk endogen. Kondisi dimana nilai R-Square adalah 1 disebut sebagai over fitting dimana hampir tidak mungkin dalam penelitian sosial menghasilkan kesempurnaan variabilitas, karena banyak faktor yang tidak terdefinisikan melalui literatur yang ada yang mungkin dapat mengukur konstruk endogen. Hal ini dapat terjadi karena dalam pengolahan menggunakan software SmartPLS, konstruk endogen diukur menggunakan indikator yang sama dengan indikator pada konstruk eksogen.
Implementasi Hasil Penelitian Berdasarkan signifikansi konstruk eksogen dengan konstruk endogen dan korelasi konstruk eksogen dengan endogen, terdapat beberapa buah konstruk yang secara konsisten memiliki hubungan kausalitas dan asosiatif, yaitu konstruk berpengaruh secara signifikan dan berkorelasi kuat secara positif. Hubungan yang dimiliki konstruk merupakan sebuah gambaran yang dapat dijadikan suatu langkah bagi pemilik IKM untuk kemudian diimplementasikan pada saat proses pengambilan keputusan dilakukan
5. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa buah kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Berdasarkan literatur terdapat lima faktor yang mempengaruhi ketidakpastian lingkungan, yaitu ketidakpastian makroekonomi, politik/pemerintahan, pasokan, pasar, dan persaingan. Pada penelitian ini hanya tiga faktor yang terbukti secara statistik mempengaruhi ketidakpastian lingkungan, yaitu ketidakpastian makroekonomi, pasokan, dan pasar. Berdasarkan literatur terdapat enam faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi, yaitu produk baru, strategi pemasaran, fasilitas baru, sumber daya manusia, kualitas, dan geographic expansion. Pada penelitian ini tidak ada satupun faktor yang terbukti secara statistic mempengaruhi pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi. Berdasarkan literatur terdapat enam faktor yang mempengaruhi performansi IKM, yaitu kualitas, finansial, fleksibilitas, waktu, kepuasan konsumen, dan stakeholder. Pada penelitian ini terdapat lima faktor yang terbukti secara statistik mempengaruhi performansi IKM, yaitu kualitas, finansial, fleksibilitas, kepuasan konsumen, dan stakeholder. Ketidakpastian lingkungan tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi dan pengambilan keputusan strategis berdasarkan intuisi tidak berpengaruh terhadap performansi IKM.
Beberapa saran untuk penelitian selanjutnya: (1) perbaikan pada kuesioner penelitian dimana masih terdapat kata sifat yang memiliki multi persepsi akibat perbedaan standar, seperti tinggi, rendah, dan lain-lain. Hal demikian pada akhirnya dapat membuat responden menjadi kurang mengerti atau membuat item pernyataan menjadi tidak valid dan (2) penjelasan lebih mengenai intuisi dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, karena responden secara umum kurang terbiasa dengan istilah tersebut atau tidak sadar bahwa intuisi merupakan salah satu komponen yang dilakukan saat melakukan proses pengambilan keputusan, sehingga mungkin dapat mempengaruhi kuesioner yang diisi. Beberapa saran yang dapat diperhatikan untuk pengusaha IKM yaitu mereka harus melakukan pengembangan produk baik dari sisi motif atau desain sehingga dapat menciptakan pasar dan tren tersendiri yang menjadi ciri khas setiap IKM yang pada akhirnya akan menguntungkan secara financial dan aktif mengikuti seminar khususnya dari pemerintah berkaitan dengan kiat peningkatan
Kajian model pengaruh intuisi terhadap performansi Industri Kecil dan Menengah (IKM)… kualitas internal IKM baik dari sisi produk maupun sumber daya manusia. Bagi pemerintah disarankan menyediakan akses yang mudah dengan biaya yang terjangkau bagi para pengusaha IKM untuk mengikuti pameran untuk dapat memperkenalkan produk lokal, sekaligus untuk menambah kesejahteraan bagi IKM dan memberikan pelatihan secara rutin terhadap para pengrajin IKM maupun pengusaha IKM agar produk lokal yang diekspor memiliki kualitas yang tinggi sehingga memiliki daya tarik terhadap turis lokal maupun mancanegara dimana pada akhirnya akan menambah devisa negara.
12.
13.
14.
6. DAFTAR PUSTAKA 1.
Adair, J. (2007). Decision Making and Problem Solving Strategies. Ed ke-2. London: Kogan Page. 2. Akhter, S., & Robles, F. (2006). Leveraging Internal Competency and Managing Enviromental Uncertainty: Propensity to Collaborate in International Markets. International Marketing Review, 23(1): 1-24 3. Altenbaumer, H. E., Ciner, H., Galotti, K. M., Geerts, H. J., Rupp, A., & Woulfe, J. (2006). Decision-making styles in a real-life decision: Choosing a college major. Personality and Individual Differences, 41: 629-639. 4. Andriotti, F. K. (2010). Intuition in the process of instantaneous decision making. Atelier Doctoral de L’AIMS. Luxemburg: Association Internationale de Management Stratégique. 5. Artley, W., & Stroh, S. (2001). The Performance-Based Management Handbook. Ed ke-2. California: Performance-Based Management Special Interest Group. 6. Das, T. K., & Teng, B. S. (1999). Cognitive Biases and Strategic Decision Processes: An Integrative Perspective. Journal of Management Studies, 36: 757-778. 7. Departemen Perindustrian. (2010). Manajemen Industri Kecil dan Menengah. Diktat Teknis Sistem Industri Aparatur. 8. Djastuti, I. (2011). Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Tingkat Managerial Perusahaan Jasa Konstruksi di Jawa Tengah. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 13(1): 1-19. 9. Drnevich, P., & West, J. (2011). Performance Implications of Technological Uncertainty For Young and Small Businesses. SMA 2011 Proceedings. (hlm: 18-23). Alabama. 10. Ghozali, I. (2006). Sctructural Equation Modeling: Metode Alternatif Dengan Partial Least Square (PLS). Semarang: Undip. 11. Gibcus, P., Vermeulen, P. A. M., & de Jong, J. P. J. (2006). Strategic Decision-Making in Small Firms: Towards a Taxonomy of Entrepreneurial Decision- Makers. XVIII
15. 16.
17. 18.
19.
20.
21.
22. 23.
24.
15
RENT Conference. (hlm: 1-30). Copenhagen: EIM Business and Policy Research. Heatubun, A. B. (2008). Potensi Jumlah Usaha Kecil dan Menengah Dalam Peranannya Menstimulasi Perekonomian. Jurnal Organisasi dan Manajemen, 4(1): 3445. Hudson, M., Smart, A., & Bourne, M. (2001). Theory and Practice in SME Performance Measurement Systems. International Journal of Operations & Production Management, 21(8): 1096-1115. Jarad, I. Y. A., Yusof, N. A., & Nikbin, D. (2010). A Review Paper on Organizational Culture and Organizational Performance. International Journal of Business and Social Science, 1(3): 26-46. Kakkonen, M. L. (2006). Intuition and Entrepreneurs. Academic Dissertation. University of Jyväskylä. Finlandia. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. (2005). Peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Rapat Kerja Nasional I GARANSI. (hlm 1-14). Surabaya. Khatri, N. & Ng, A. H. (2000). Role of Intuition in Strategic Decision Making. Human Relations, 53: 57-86. Klein, G. (2003). The Power of Intuition: How to Use Your Gut Feelings To Make Better Decisions At Work. New York: Doubleday. Knaap, B. O. N. V. D. (2008). The Role of Intuition on CEO Strategic Decision Making Concerning Internationalization. Master Thesis. RSM University. Rotterdam. Mätäsniemi, T. (2008). Operational Decision Making in The Process Industry. VTT Tiedotteita Research Notes 2442. (hlm: 1143). Helsinki: VTT. Melati, R.D., Zaika, Y., & Budio, S.P. (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pekerja Wanita Pada Proyek Konstruksi Di Kota Denpasar. Jurnal Rekayasa Sipil, 5(2): 108-117. Partomo, T. S. (2004). Usaha Kecil Menengah dan Koperasi. Working Paper Series No. 9. Jakarta: Universitas Trisakti. Permatasari, W. S. (2010). Pengaruh Kompensasi dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pelayanan Kependudukan di Kelurahan Petojo Utara Kecamatan Gambir Kota Administrasi Jakarta Pusat. Master Thesis. Universitas Indonesia. Puspitasari, N. B. (2009). Pengaruh Pengambilan Keputusan Strategik Berdasarkan Intuisi Terhadap Performansi Industri Kecil dan Menengah. MT Thesis. Institut Teknologi Bandung.
16
Augustina Asih Rumanti
25. Seibt, T. (2005). Intuitiver Und Rationaler Kognitiver Stil Bei Der Personalauswahl. Ph. D dissertation. Ludwig-MaximiliansUniversitat Munchen. Munchen. 26. Sinclair, M., & Ashkanasy, N. M. (2005). Intuition: myth or a decision making tool?. Management Learning, 36(3): 353-370. 27. Smith, E. S. (2004). Cognitive Style and The Management of Small and Medium-Sized Enterprises. Organization Studies, 25(2): 155181. 28. Wu, K. (2012). Lima Tahapan Pengambilan Keputusan. (on-line) http://sme.marketing.co.id/2012/03/09/limatahapan-pengambilan-keputusan/ (diakses tanggal 23 Juli 2012). 29. Yeni, A. Metode Penelitian. (on-
line)http://www.damandiri.or.id/file/yenia bsahunairbab4.pdf (diakses tanggal 10 Februari 2012).
30. Zhong, C. B. (2005). The Ethical Dangers of Rational Decision Making. Excellence in Ethics dissertation. Northwestern University. Illinois.
ORIENTASI PASAR, INOV ASI DAN STRATEGI PEMASARAN PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA PEMASARAN (Studi pada lndustri Kecil dan Menengah Batik di Bangkalan)
Nurita Andriani* Abstract
Market orientation strategy is raised in this research as it is viewed as a crucial part in contributing companies success. Researches have show in that many companies face difficulties to increase marketing performance. Fore there, research on the strategy of market orientation is considered as an important research agenda nowdays. Issues proposed in this research gap are taken from the previous research. Wise like both variables and indicators are adapted from research done before. That is, to analyze influence ofmarket orientation, product innovation, marketing strategy on marketing performance.. In this research, the respondents are of Batik companies which are small and medium enterprises (SME) sector in Bangkalan city and its surroundings. Purposive area sampling technique is used to collect data by giving questionnaires to 89 respondent. The data are analyzed by using Structural Equation Model (SEM). Result of riset are market orientation influential to product innovation, market orientation influential to marketing performance, market orientation influential to marketing strategy, product innovation influential to marketing performance and market strategy influential to marketing performance are positive. Training as well as communications have been proposed as a source of idea for companies in managing their marketing. This research can also contributes for future research to develop it. Keywords: market orientation, innovation, marketing strategy, marketing performance
Perusahaan pada dasamya bertuj uan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, untuk itu diperlukan adanya kelancaran dalam pemasaran. Pemikiran pemasaran yang tepat beserta inovasi produk dan strategi yang tepat dapat menghasilkan peningkatan volume penj ualan. Namun demikian masih banyak perusahaan yang terpaksa menghentikan operasinya, karena kurang memperhatikan keinginan pasar dan kurang memperhatikan inovasi produk, sehingga produknya ketinggalan mode dipasaran (out of to date). Perusahaan yang dapat bertahan disebabkan semakin bertambahnya value yang bisa diperoleh dari pemakaian produk tersebut. Oleh karena itu perusahaan harus berorientasi pasar (market orientation) untuk dapat bersaing dan bertahan. Orientasi pasar merupakan sebuah budaya organisasi yang efektif dan efisien dalam menciptakan sikap-sikap yang diperlukan untuk menciptakan nilai yang "superior value" bagi
*N urita Andriani : Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Trunojoyo Madura
Nurita, Orientasi Pasar
konsumen dan "superior performance" bagi perusahaan (Naver dan Slater, 1 990: 2 1 ). Orientasi pasar terdiri dari tiga komponen perilaku, yaitu: orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan koordinasi antar fungsi yang mengarah pada keputusan jangka panjang dan profitabilitas. Perusahaan yang berorientasi pasar adalah perusahaan yang lebih baik dikeseluruhan organisasi tentang kebutuhan konsumen sehingga dapat menciptakan customer value. Peranan pemasaran dirasakan semakin penting pada keadaan persaingan pasar bebas, dimana perusahaan-perusahaan bersaing dan berusaha untuk menampilkan keunggulan produknya. Perusahaan untuk memenangkan persaingan ini dengan cara melakukan inovasi dan menerapkan strategi marketing. Inovasi merupakan strategi perusahaan untuk menghadapi keinginan konsumen, pesaing dan jumlah peasaing. Harper, Arville dan Claude (2000: 4) mengungkapkan bahwa keberhasilan perusahaan ditentukan oleh, strategi pemasarannya cocok dengan kebutuhan dan hambatan-hambatan dari lingkungan pasar, serta mampu menerapkan strategi pilihannya. Sedangkan keberhasilan kineija pemasaran dapat diukur dari keberhasilan produk baru, pertumbuhan penjualan, dan return to asset setiap tahunnya (Slater dan Naver, 1 994: 48). Inovasi diperlukan perusahaan sebagai strategi perusahaan untuk menghadapi keinginan konsumen dan pesaing, serta jumlah perusahaan pesaing. Keunggulan dalam inovasi produk akan mendorong konsumen memberikan preferensi pada produk yang disajikan, karena masalah peningkatan pertumbuhan penjualan dan memperbesar volume pej ualan merupakan masalah yang esensial dari keseluruhan kinerja pemasaran. Harper et al. (2000) mengemukakan bahwa keberhasilan perusahaan ditentukan oleh dua aspek kecocokan strategis. Pertama, strategi pemasaran harus cocok dengan kebutuhan dan hambatan-hambatan dari lingkungan pasar. Kedua, perusahaan harus mampu dengan efektif menerapkan strategi tersebut. Apabila perusahaan tidak mampu menerapkan strategi pilihannya maka muncul permasalahan-permasalahan, yang akan berakibat pada menurunnya kineija pemasaran. Inti penerapan strategi berorientasi pemasaran adalah penempatannya sebagai filosofi bisnis, sikap, nilai dan kepercayaan perusahaan untuk menciptakan nilai tertinggi bagi pelanggan secara terus-menerus. Permasalahan IKM yang paling mendasar dan krusial adalah masalah pemasaran, dimana banyak IKM mempunyai kemampuan untuk memproduksi namun dalam pemasarannya sering mengalami kegagalan. Tidak terkecuali yang dialami oleh sektor usaha unggulan di Bangkalan, yaitu sektor usaha tekstil dan garmen, khususnya batik yang sebagian besar dikelola oleh usaha IKM.
1 74
Jumal Studi Manajemen, Vol.S, No.2, Oktober 201 1
Batik merupakan industri kerajinan yang bersurnber dari budaya Indonesia yang perlu dilestarikan keberadaannya dan dibudidayakan secara maksimal, namun pada kondisi sekarang industri ini belum
dikelola secara profesional. lndustri batik di Bangkalan dilihat dari sisi
tenaga kerja dapat menyerap tenaga kerja yang besar dari populasi tenaga kerja yang bergerak di sektor industri. Kelebihan batik Madura dibandingkan dengan batik lainnya adalah penggunaan pewarnaan dengan bahan alami tanaman soka, sehingga warna yang dihasilkan lebih awet dan lebih kuat. Meskipun produksi industri batik di Bangkalan memiliki ciri yang khas akan tetapi terlihat kurang efisien, kemungkinan penyebabnya adalah terjadi masalah pemasaran, sehingga perlu adanya kajian untuk melihat dan mengetahui penyebab dari ketidakefisiennan tersebut. Selain faktor pemodalan, teknologi, sumberdaya manusia dan lainnya, faktor pemasaran dan strategi yang diterapkan menjadi faktor yang penting bagi keberhasilan suatu usaha termasuk IKM. Dalam upaya meningkatkan usaha usaha (penjualan) perusahaan harus memiliki strategi yang berorientasi pada pasar (orientasi pasar), produk yang inovatif (inovasi) dan memiliki strategi pemasaran yang handal.
Rumusan Masalah
1 . Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap kinerja pemasaran IKM batik di Bangkalan? 2 . Apakah orientasi pasar berpengaruh terhadap inovasi IKM batik d i Bangkalan? 3. Apakah orientasi berpengaruh terhadap strategi pemasaran IKM batik d i Bangkalan? 4. Apakah inovasi berpengaruh terhadap kinerja pemasaran IKM batik di Bangkalan? 5. Apakah strategi pemasaran berpengaruh terhadap kinerja pemasaran IKM batik di Bangkalan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1 . Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat pengaruh orientasi pasar terhadap kinerja pemasaran IKM batik di Bangkalan 2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat pengaruh orientasi pasar terhadap inovasi I KM Garmen di Bangkala 3. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat pengaruh orientasi pasar terhadap strategi pemasran IKM batik di Bangkalan
1 75
Nurita. Orientasi Pasar
4. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat pengaruh inovasi terhadap kinerja pemasaran IKM batik di Bangkalan
5. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah terdapat pengaruh strategi pemasaran terhadap kinerja pemasaran IKM batik di Bangkalan
TINJAUAN PUSTAKA Orientasi Pasar Konsep pemasaran pada dasarnya merupakan sebuah filosofi kerj a perusahaan yang terdiri dari tiga elemen (Lusch dan Laczniak dalam Augusty,
2000) sebagai berikut: ( 1 ) strategi
pemasaran dibangun diatas basis filosofi bahw pelanggan adalah titik sentral pengembangan strategi,
(2) engelolaan sumber daya yang ada harus efisien untuk memeberikan kemungkinan
bagi pengembangan perusahaan dalam jangka panjang dan
(3) pengorganisasian pemasaran
merupakan kegiatan manajemen yang terpadu dalam upaya mengintegrasikan peran, fungsi dan kegiatam semua bidang dalam organisasi. Narver dan Slater
(1 990) menarik kesimpulan bahwa orientasi pasar terdiri dari tiga
yaitu, orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan koodinasi antar fungsi yang mengarah pada dua kriteria keputusan yaitu fokus jangka panjang dan profitabilitas. Despande, Farley dan Webster
( 1 993) menganggap orientasi pelanggan merupakan hal yang paling fundamental dari budaya perusahaan. Proses pembelajaran pelanggan dapat memberikan kemungkinan bagi perusahaan untuk menyelidiki dan meneliti kesempatan inovasi yang diciptakan oleh permintaan pasar dan mereduksi
resiko
kesalahan
pencocokan
kebutuhan
pembeli
(Li
&
Calantone,
2005).
Pembelajaran pelanggan akan mengarahkan perusahaan memahami fungsi-fungsi dan atribut produk yang lebih disukai dan menyakinkan pelanggan dipasar. Berdasarkan pada pengetahuan tersebut, perusahaan dapat mendesain fitur produk yang benar-benar menawarkan manfaat bagi pelanggan. Jadi konsep produk baru dan desainnya harus berdasarkan preposisi nilai yaitu bagaimana produk dapat menciptakan nilai bagi pasar segmennya. Orientasi pelanggan
(customer orientation) diartikan sebagai pemahaman yang memadai
terhadap pembeli sasaran, sehingga menurut Narver & Slater
superior value dapat diberikan secara terus menerus,
( 1 990) Pemahaman disini mencakup pemahaman terhadap seluruh
rantai nilai pembeli, baik pada saat terkini maupun pada perkembangannya di masa yang akan datang. Orientasi pesaing berarti pemahaman yang dimiliki penjual dalam memahamkekuatan kekuatan j angka pendek, kelemahan-kelemahan, kapabilitas-kapabilitas dan strategi-strategi jangka panj ang baik dari pesaing utama (Day adan Wensley
1 988, Potter 1 980, 1 985). Oleh 1 76
Jumal Studi Manajemen, Vol.5, No.2, Oktobcr 201 1
karena itu tenaga penjualan harus berupaya untuk mengumpulkan asi mengenai pesaing dan membagi informasi itu pada fungsi-fungsi lain dalam perusahaan dan mendiskusikan dengan pimpinan perusahaan bagaimana kekuatan pesaing dan stategi yang mereka lakukan. Koordinasi antar fungsi adalah komponen aspek ketiga dari komponen perilaku orientasi pasar yang diidentifikasi Slater dan Narver ( 1 990). Koordinasi antar fungsi ini menjadi sangat penting bagi kelangsungan perusahaan yang ingin memberikan kepuasaan pada pelanggan sekaligus memenangkan persaingan dengan cara mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada dalam perusahaan secara cermat langkah ini sekaligus merupakan kemampuan perusahaan dalam menangkap umpan balik dari pelanggan, merespon dan mberikan pelayanan yang lebih prima dikemudian hari (Kohli dan Jaworski 1990). 1m dan Workman Jr. (2004) mengemukakan bahwa koordinasi antar fungsi secara positif mempengaruhi kreatifitas pengembangan produk dan program pemasaran
karena hal itu mendukung pemunculan, pengumpulan, dan penyebaran
intelijensi pasar mengenai stimuli pada area-area fungsional perusahaan. Hal ini mendorong munculnya kreatifitas untuk menghasilkan produk dan program pemasaran yang baru dan bermakna bagi perusahaan.
Inovasi Inovasi merupakan konsep tentang implementasi dari ide-ide baru, produk ataupun proses dan juga menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara inovasi dan orientasi pasar. Perusahaan dengan kapasitas berinovasi yang lebih besar akan lebih berhasil dalam merespon
lingkungannya
dan
mengembangkan
kemampuan
baru
untuk
menciptakan
keunggulan bersaing dan kinetja yang superior (Hurley dan Hunt dalam Hadjimanolis, 2000). Raharso (2006) menyatakan kinerja organisasi pada dasamya tergantung keserasian dari inovasi teknik dan inovasi administratif. Inovasi teknik berhubungan dengan aktivitas kerja dasar yang bisa berpengaruh secara langsung terhadap
produk maupun proses. lnovasi
administratif adalah inovasi yang tidak secara langsung berhubungan dengan aktivitas dasar organisasi.
Misal penggunaan komputer untuk melakukan pembukuan. Secara umum dapat
dinyatakan bahwa pengukuran
inovasi dapat ditinjau dalam inovasi produk, inovasi proses
inovasi administrasi dan inovasi teknologi. Lucas dan Ferrel (2000) bahwa inovasi produk sebagai proses dalam membawa teknologi yang baru untuk diterapkan. Inovasi produk terdiri dari tiga dimensi dasar yaitu perluasan produk, peniruan produk dan produk baru. Perluasan produk merupakan penambahan produk yang familiar pada organisasi bisnis tetapi baru dipasaran, peniruan produk merupakan
177
Nurita, Orientasi Pasar
produk baru yang baru bagi organisasi tetapi familiar dipasaran, dan produk baru yaitu produk yang baru bagi organisasi bisnis maupun di pasaran.
Strategi Pemasaran
Harper (2000) mengatakan bahwa keberhasilan perusahaan ditentukan oleh dua aspek kecocokan strategis, yaitu strategi pemasarannya harus cocok dengan kebutuhan dan hambatan hambatan dari lingkungan pasar dan perushaan harus mampu dengan efektif menerapkan stategi tersebut. Oleh karena itu agar perusahaan berhasil dalam memasarkan produknya maka perusahaan harus menentukan strategi pemasarannya yang berorientasi pasar. Strategi pemasaran dapat timbul mengikuti perkembangan seperti: ( 1 ) kecepatan perubahan pasar yang dapat menciptakan kesempatan bagi perusahaan dan ancaman bagi yang lainnya (2) pimpinan melakukan penekanan pada waktu yang sudah berlalu sedangkan perkembangan pasar sekarang berkompetisi sangat kuat. Tadepelli dan Ramon ( 1 999) mengemukakan bahwa kinerja pemasaran yang berorientasi pasar diperlukan suatu strategi pemasaran yang meliputi perumusan, implementasi dan evaluasi strategi. Yang perlu diperhatikan dalam merumuskan strategi pemasran yaitu sederhana, unik, desain, kreatif, tegas, artikulatif dan dapat dilaksanakan. Akhirnya akan dievaluasi aktivitas pemasaran, system pemasaran, produktivitas pmasaran dan fungsi pemasaran.
Kinerja Pemasaran
Kinerja pemasaran merupakan konstruk yang sering digunakan untuk mengukur dampak dari strategi pemasaran dan orientasi pasar yang diterapkan perusahaan. Strategi pemasaran selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja pemasaran seperti pertumbuhan penjualan, keberhasilan produk baru dan pertumbuhan pelanggan. Kinerja pemasaran dapat diukur dengan volume penjualan, pertumbuhan penjualan dan nilai penjualan (ROI atau ROA), namun ukuran tersebut tidak secara langsung menggambarkan aktivitas manajemen pemasaran (Harper, 2000). Sehingga ukuran yang digunakan adalah ukuran berdasarkan aktivitas yang dapat menjelaskan aktivitas-aktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja pemasaran. Kinerja pemasaran merupakan konstruk atau fa ktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Strategi perusahaan selalu diarahkan untuk menghasilkan kinerja, baik berupa kinerja pemasaran ( seperti volume penjualan, porsi pasar atau market share dan tingkat pertumbuhan penjualan) maupun kinerja keuangan (Ferdinand, 2002). Untuk itu ukuran yang sebaiknya digunakan adalah ukuran yang bersifat activity based
1 78
Jumal Studi Manajemen, Vol.5, No.2, Oktober 201 1
measure yang dapat menjelaskan aktivitasaktivitas pemasaran yang menghasilkan kinerja pemasaran tersebut (Ferdinand, 2000) Hubungan orientasi pasar- inovasi dan strategi pemasaran - kinerja pemasaran dalam penelitian Narver dan Slater ( 1 994) menunjukkan bahwa inovasi dan strategi pemasaran sebagai faktor-faktor dari kemampuan menciptakan nilai utama yang mendorong hubungan orientasi pasar dan kinerja pemasaran. lnovasi merupakan terobosan yang berkaitan dengan produk produk baru, inovasi sebagai sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan bisnis. Inovasi merupakan konsep yang membahas penerapan gagasan, produk atau proses yang baru, sehingga inovasi merupakan penerapan yang berhasil dari gagasan kreatif dalam perusahaan. Han et al. ( 1 998) yang menyatakan bahwa orientasi pasar berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Akan tetapi dalam penelitiannya tersebut dinyatakan bahwa orientasi pesaing berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemasaran, melalui inovasi. Sedangkan Wahyono (2002) mengajukan dua konsepsi inovasi yaitu 1 ) keinovatifan dan 2) kapasitas untuk berinovasi. Keinovasian adalah fikiran tentang keterbukaan utuk gagasan baru sebagai sebuah kultur perusahaan.
Sedangkan kapasitas untuk berinovasi adalah
kemampuan perusahaan untuk menggunakan atau menerapkan gagasan, proses, atau produk baru secara berhasil. Inovasi merupakan bagian dari karakter kerja yang menghubungkan aspek budaya perusahaan dengan kemampuan berinovasi serta meningkatkan kinerja. Keberhasilan perusahaan ditentukan oleh dua aspek kecocokan stategis. Pertama strategi pemasarannya harus cocok dengan kebutuhan dan hambatan-hambatan dari lingkungan pasar. Kedua, perusahaan harus mampu dengan efektif menerapkan strategi pilihannya dengan efektif atau strateginya tidak cocok dengan situasi yang dihadapinya, maka masalah akan muncul. Lebih buruk lagi manajemen bias menyimpulkan bahwa strategi itu tidak tepat dan akhirnya memperburuk kinerja pemasarannya. Agar perusahaan berhasil memasarkan produknya maka pihak manajemen harus menentukan strategi pemasarannya yang berorientasi pasar.
Hipotesis H 1 : Semakin tinggi orientasi pasar, maka akan semakin tinggi pula kinerja pemasarannya H2: Semain tinggi orientasi pasar, maka semakin banyak inovasi yang dilakukan H3: Semakin tinggi orientasi pasar, maka semakin baik strategi yang dilakukan H4: Semakin tinggi inovasi, maka semakin tinggi pula kinerja pemasarannya H5: Semakin tinggi strategi pemasaran, maka semakin tinggi pula kinerja pemasarannya
1 79
Nurita, Orientasi Pasar
lnovasi H4 H2
H3
/ / H5
Strategi Pemasaran
Gambar 1 . Model Hipotesis Penelitian
Dari rurnusan hipotesis selanjutnya metode analisis yang digunakan adalah metode analisis SEM (Struktural Equation Mode[) dengan model hipotesis seperti dimuk.a:
METODOLOGI PENELITIAN Sampel dan Populasi
Dari data Bangkalan dalam angka diperoleh jumlah pengrajin batik sebesar 795 unit usaha, yang merupakan populasi penelitian. Pengambilan sampel dengan menggunakan kuisioner dilakuk.an secara purposif area sampling yaitu penetapan sampel secara sengaja berdasarkan wilayah kecamatan yang mempunyai kegiatan industri kerajinan batik, yaitu kecamatan Tanjung Bumi, Blega, Modung, Socah dan Kokop. Dengan pertimbangan jumlah populasi diketahui, maka sampel yang digunakan dapat dirujuk dari rumus Slovin (2004) sebagai berikut: N
n
=
1 + N (ei
Keterangan : n N e
=
Jumlah sampel Jumlah populasi = Persentase kelonggaran ketidaktelitian (presisi) karena kesalahan sampel yang masih dapat ditolelir
pengambilan
1 80
Jumal Studi Manajemen, Vol.5, No.2, Oktober 201 1
Jumlah sampel adalah 795 n
1 + 795(0, 1 0)2
88,82 :::: 89
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 89 industri kerajinan batik. Teknik pengambilan sampel selanjutnya adalah dengan teknik proporsional sampling
area, dari 5 kecamatan diperoleh proporsi sampel sebagai berikut : Kecamatan Tanjung Bumi 49, Kecamatan Socah 1 1 , Kecamatan Blega 1 3 , Kecamatam Modung 1 2 dan Kecamatan 1 4 IKM batik. Definisi Operasional Variabel Orientasi Pasar merupakan budaya perusahaan yang paling efektif dan efisien dalam menciptakan sikap-sikap, dilai yang superior yang diperlukan oleh konsumen. lndikator dari variabel ini adalah orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan koordinasi antar fungsi. Inovasi merupakan proses dalam membawa teknologi yang baru untuk diterapkan. Indikator dari variabel ini adalah perluasan produk, produk dan produk baru. Strategi pemasaran adalah
penentuan tujuan dan sasaran jangka panjang suatu
perusahaan dengan memanfatkan sumber daya- sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran. lndikator dari variabel ini adalah formulasi strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Kinerja pemasaran menunjukkan pada tingkat pencapain prestasi dari perusahaan pada pemasaran dalam periode tertentu. Indikator dari variabel kinerja pemasaran adalah keberhasilan produk baru, pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan pelanggan. Pengukuran pertumbuhan penjualan lebih mengarah kepada naik turunnya jumlah penjualan pada periode tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan basil estimasi yang diperoleh dari model pengukuran menunjuk.kan bahwa model pengukuran pada akhimya memiliki kesesuaian model, serta konstruk yang digunakan memiliki reliabilitas yang baik. Hasil pengujian pada kriteria goodness offit ditunjukan pada tabel berikut:
181
Nurita, Orientasi Pasar
Tabel l. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Overall Model SEM Goodness of fit index
Cut-off Value
Hasil Model
Keterangan
x 2- Chi-square
Diharapkan kecil
26,977
Baik
Sign. Probability
� 0,05
0,306
Baik
RMSEA
S 0,08
1 , 1 24
Baik
s
2,00
0,034
Baik
GFI
� 0,90
0,821
Kurang Baik
AGFI
� 0,90
0,947
Baik
CFI
� 0,90
0,992
Baik
TLI
� 0,90
0,987
Baik
CMIN/DF
Berdasarkan kriteria-kriteria goodness offit, maka dapat disimpulkan model ini dapat diterima, meskipun tidak semua kriteria goodness offit yang memenuhi syarat, dapat dilihat bahwa GFI tidak memenuhi syarat. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa prinsip parsimony dan Rule
of tumbe (Arbucle dan Worthke, 1 999 dalam Solimun, 2005) apabila terdapat satu atau dua kriteria goodness of fit yang telah memenuhi nilai yang diharapkan, maka model secara keseluruhan sudah dikatakan baik, atau pengembangan model hipotetik secara konseptual dan teoritis sudah dapat dikatakan didukung oleh data empiris. Dengan demikian model dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut. Selanjutnya hasil uji model layak diinterpretasikan karena dapat dinilai merniliki nilai estimasi yang akurat. Artinya secara teoritik estimasi yang baik adalah jika menghasilkan residual (penyimpangan) yang kecil. Untuk melihat apakah model estimasi memiliki derajat prediktif yang memuaskan dengan melihat nilai residualnya, yaitu mengamati standardized residual covarians matrix (Ferdinand, 2005). Nilai residual ditetapkan sebesar
±
2,58 pada tingkat signifikansi 1 % (Hair, et al. , 1 995 dalam Ferdinand, 2005). Nilai
residual pada penelitian ini berada pada range ± 2,58. Hal ini menunjukkan bahwa hasil prediksi dari model struktural adalah akurat, sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi terhadap model. Hasil pengujian hipotesis dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 2 menunjukkan bahwa dari keseluruhan model signifikan. Orientasi pasar berpengaruh positif signifikan secara langsung terhadap kinerja pemasaran, dengan koefisien sebesar 0,6 1 4 dan nilai p untuk jalur sebesar 0,000, yaitu lebih kecil dari 0,05. Artinya semakin tinggi orientasi pasar, semakin tinggi kinerja pemasarannya, dengan demikian cukup bukti empiris untuk menerima hipotesis pertarna. Hal ini memperkuat studi yang dilakukan beberapa penelitian pemasaran sebelumnya yang menemukan bahwa perusahaan yang berorientasi pasar cukup kuat, akan memberikan kontribusi positif meningkatkan kinerja pemasarannya (Kohli 1 82
Jumal Studi Manajemen. Vol.5. No.2, Oktober 201 1
dan Jaworski, 1 993; Naver dan Slater; 1 990; Kumar dan Yaugar, 1 997; Kumar et al., 2002). Orientasi pasar merupakan budaya organisasi yang efektif dan efisien untuk menciptakan perilaku yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai yang superior bagi pelanggan dan kinerja yang superior bagi perusahaan. Olehkarena itu perusahaan yang berorientasi pada pelanggan dan pesaing,
serta mempunyai
koordinasi
antar fungsi
yang kuat dalam perusahaan,
akan
meningkatkan daya tahan perusahaan terhadap pesaing sekaligus meningkatkan kepuasan pelanggan.
Tabel 2. Hasil Pengujian Hipotesis H
Variabel Independen
Variabel Depend en
Coefficient Path Effect (Direct)
H1
Orientasi Pasar
Kinerja Pemasaran
0,6 1 4
0,000
Signifikan
H2
Orientasi Pasar
Inovasi
0,538
0,003
Signifikan
H3
Orientasi Pasar
Strategi Pemasaran
0,342
0,001
Signifikan
H4
Inovasi
Kinerja Pemasaran
0,3 2 1
0,0 1 5
Signifikan
H5
Strategi
Kinerja Pemasaran
0,3 1 7
0,000
Signifikan
p value t
Keputusan Terhadap Hipotesis
Pemasaran Keterangan:
x =
p value < 0,01
Orientasi pasar pengaruh positif signifikan terhadap inovasi dengan signifikansi
a
<
0,05 dan nilai p sebesar 0,000, dimana j alur pengaruh orientasi pasar terhadap inovasi sebesar 0,538, hal ini menunj ukkan bahwa hipotesis 2 diterima. Artinya semakin tinggi orientasi pasar maka semakin banyak inovasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan.. Dalam penelitian ini diperoleh bukti empiris bahwa perusahaan yang berorientasi pasar tinggi, yaitu orientasi kepada pelanggan,
orientasi kepada pesaing dan koordinasi antar fungsi, mendorong produk yang
dihasilkan perusahaan akan mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, mampu memberikan kepuasan atas penggunaan produk dan memiliki daya tarik khas dibanding produk produk sejenis. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Narver dan Slater ( 1 990), mengenai orientasi pasar, berpandangan bahwa orientasi pasar mencerminkan kompetensi superior dalam memahami pelanggan, oleh karena itu berpeluang memberikan kepuasan pelanggan, sama halnya dengan kemampuannya dalam mengenali sepak terjang pesaing, yang diimplementasikan melalui inovasi produk, dan antisipasi terhadap peniruan produk.
1 83
Nurita, Orientasi Pasar
Orientasi pasar mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap strategi pemasaran. Hal ini dapat dilihat dari nilai p untuk jalur pengaruh orientasi pasar terhadap strategi pemasaran sebesar 0,00 1 , atau lebih kecil dari 0,05 dengan koefisien path sebesar 0,342, artinya hipotesis 3 diterima dan dapat disimpulkan arah keduanya searah. Dapat dijelaskan pula bahwa semakin tinggi tingkat orientasi pasar , semakin baik strategi pemasaran yang dibangun perusahaan. Penelitian ini mendukung studi dari (2008),
Houston ( 1 986), Lusck dan Lacniak ( 1 987) dan Edelman
yang mengemukakan strategi pemasaran dibangun atas basis filosofi, yaitu bahwa
pelanggan adalah titik sentral pengembangan strategi. Kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pelanggan dan mengembangkan produk, sehingga dapat memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan pelanggan. Inovasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinetja pemasaran, dengan koefisien jalur sebesar 0,324 dan nilai p jalur sebesar 0,0 1 5 atau lebih kecil dari 0,05, artinya hipotesis 4 diterima. Hubungan keduanya menunjukkan bahwa perusahan semakin inovatif
maka akan
meningkatkan kinetja pemasarannya. Penelitian ini memperkuat penelitian Hadj imanolis (2000) dan Edelman (2008), bahwa perusahaan dengan kapasitas berinovasi yang tinggi akan lebih berhasil dalam merespon lingkungannya dan mengembangkan kemampuannya,
sehingga
menciptakan keunggulan bersaing dan kinerja yang superior. Inovasi semakin menjadi penting sebagai salah satu alat untuk kelangsungan hidup perusahaan, bukan hanya perturnbuhan kaan tetapi juga dalam persaingan yang semakin hebat dan ketidak pastian lingkungan. Strategi pemasaran berpengamh positif signifikan terhadap kinetja pemasaran sebesar 0,3 1 7 dengan nilai p jalur pengaruh sebesar 0,000 atau lebih kecil dari 0,05, artinya hipotesis 5 diterima. Hubungan keduanya menunjukkan bahwa semakin tinggi strategi pemasaran yang dimiliki perusahaan semakin meningkatkan kinerja pemasaran.
Salah satu pemicu tercapainya
kinetja pemasaran adalah adanya strategi pemasaran yang berkualitas. Strategi yang berkualitas adalah strategi yang dibangun dengan formulasi yang baik, implementasi yang berkualitas dan derajat keinovatifan yang layak dengan cakupan yang menyeluruh. Penelitian ini mendukung penelitian Tadepalli dan Ramon ( 1 999) serta Edelman (2008), bahwa strategi yng diterapkan hams diformulasikan dengan baik dan jelas, sehingga dapat diimplementasikan dengan baik, yang akan memberikan hasil evaluasi yang baik pula. Selain itu strategi pemasaran diusahakan yang sederhana, unik, kreatif dan artikultif, sehingga dapat dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya strategi pemasaran tidak hanya dilaksanakan oleh departemen pemasaran
akan tetapi hams
bersinergi dengan semua departemen dalam perusahaan. Orientasi pasar memberikan pengaruh yang paling besar terhadap kinerja pemasaran, hal ini disebabkan variabel orientasi pasar memiliki pemahaman yang lebih luas bagi responden 1 84
Jumal Studi Manajemen, Vol.5. No.2, Oktober 20 1 1
dibandingkan variabel inovasi dan strategi pemasaran. Hal ini disebabkan responden merupakan pemilik sekaligus profesional yang menjadi key person dari usaha batik di Bangkalan, sehingga pola pikir responden lebih berfokus pada konsep orientasi bisnis jangka panjang daripada faktor teknis lapangan seperti inovasi dan straregi pernasaran. Bagi pemilik atau rnanajer IKM batik hal-hal yang berkenaan dengan teknis rnerupakan sesuatu yang sifatnya rutin, sehingga untuk pengernbangan usahanya lebih difokuskan pada bagairnana mengarnati pelanggan dan pesaing, serta mensinergikan bagian-bagian didalam perusahaannya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pernbahasan, rnaka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1 . Orientasi pasar dengan berorientasi pada pelanggan yang tinggi, berorientasi pada
pesaing yang tinggi dan adanya koordinasi antar fungsi yang kuat
pada IKM batik
rnernpengaruhi kinerja pernasaran yang terlihat pad� peningkatan perluasan pasar, perturnbuhan penjualan dan perturnbuhan pelanggan. 2. Orientasi pasar dengan orientasi pelanggan yang tinggi, orientasi pesaing yang tinggi dan
koordinasi antar fungsi yang kuat dapat rnenciptakan gagasan baru dan inovasi sebagai budaya perusahaan, yang mampu rnenciptakan pemikiran-pernikiran bam, gagasan gagasan bam dan rnenawarkan produk inovatif. 3.
Orientasi pasar dengan orientasi pelanggan, orientasi pesaing dan koordinasi antar fungsi mempengaruhi perusahaan dalam rnemformulasikan str�!egi, irnplementasi dan evaluasi strategi.
Sernakin
tinggi
orientasi
pasar
semakin
tinggi
pula
tingkat
strategi
pernasarannya. 4.
Inovasi yang tinggi dengan perluasan produk, peniruan produk dan penciptaan produk baru rnempengaruhi kinerja pernasaran, yaitu rnampu rneningkatkan keberhasilan dari produk bam yang di launching, rneningkatkan pertumbuhan penjualan dan rneningkatkan pertumbuhan pelanggan.
5 . Strategi pernasaran dengan formulasi strategi yang berkualitas, pelaksanaan strategi yang
berkualitas dan evaluasi strategi yang berkualitas rnempengaruhi keberhasilan dari produk bam, dan peningkatan pertumbuhan penjualan, serta pertumbuhan pelanggan. Sernakin tinggi strategi pemasaran yang diterapkan sernakin rneningkatkan kinerja pemasarannya.
1 85
Nurita, Orientasi Pasar
Saran
1 . Manajer atau pemilik IKM batik hendaknya secara kontinyu memantau pasar, apa keinginan dan kebutuhan konsumen, memonitor aktivitas pesaing sehingga mengetahui perkembangan pasar, serta memaksimalkan koordinasi antar fungsi internal secara maksimal 2. Manajer atau pemilik IKM batik hendaknya selalu menjadi inspirator untuk melakukan inovasi produk (menciptakan produk baru), dengan cara mencari informasi tentang desain, wama, bahan pewama dan kualitas yang sedang tren yang diprediksi dapat memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan 3. Manajer atau pemilik IKM batik secara cermat menyusun startegi pemasaran jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan SWOT analisis yang dimiliki IKM. Strategi harus direncanakan dengan cermat, diformulasikan, diimplementasikan dengan disiplin dan pada akhirnya dievaluasi apakah strategi yang dimiliki sudah cukup efektif
DAFTAR PUSTAKA
Augusty, F. 2000. Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Stratej ik. Journal of Research Paper Series. 39 (5): 1 1 54- 1 1 84 Augusty, F. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen. Semarang. UNDIP. Day and Wensly. 1 990. Assesing Advantage: A Framework for Diagnosing Competitive Superiority, Journal of Marketing. Vo;. 52. April. 1 -20 Hadjimanolis, A. 2000. An Investigation Innovation Antecedent in Small Firm in The Context of Small Developing Country, R & D Management, 30,3 Harper, 0. C., Walker, J. C. 2008. Manajemen Pemasaran: Suatu Pendekatan Strategis dengan Orientasi Global, Jakarta, Erlangga Kohli, A.K. dan Jaworsky, 1 990. Market Orientation: The Construct, Research Proposition, and Managerial Implication, Journal of Marketing, Vol 54, April, 1 - 1 8 Jaworski, Bernard J., Ajay K . Kohli, 1 993, Market Orientation: Antecedents and Consequences, Journal ofMarketing, Vol. 57, p.53-7 Kotler, P. 2000. Marketing Management, The Millinium Edition Kumar, K. S. dan Yaugar, C., 1 997. Performance Oriented: Toward & Successful Strategy. Marketing Health Service, Summer. 1 0-20 Kumar, A., Noble, Rajiv, K. dan Sinhe. 2002. Market Orientation And Alternative Strategic Orientation: A Longitudinal Assement Of Performance Implications. Journal of Marketing. 66. 25-39 Lusch, R.F. dan Laczniak, 1 987. The Evolving Marketing Concept, Competitive Intensity and Organizational Performance. Journal of The Academy ofMarketing Science, 1 7, 1 - 1 1 Lucas, B. A. dan Ferrel, 0. C. 2000. The Effect of Market Orientation On Product Innovation. Journal ofMarketing. Vol. 62. 1 3 - 29 Narver, J. C. dan Slater, S. F. 1 990. The Effect of A Market Orientation on Business Profitability. Journal of Marketing, Oktober, 20-35 1 86
Jumal Studi Manajemen, Vol.5, No.2, Oktober 201 1
Narver, J. C. dan Slater, S. F. 1 994. Does Competitive Environment Moderate The Market Orientation Performance Relationship. Journal ofMarketing, Vol. 58, Januari, 46-55 Narver, J. C. dan Slater, S. F. 1 998. Customer-led and Market Oriented: Let's not Confuse The Two. Strategic Management Journal. Vol. 1 9. 1 00 1 - 1 006 Pelham, A. M . dan Wilson, T. 1 996. A Longitudinal Study of The Impact of Market Structure, Firm Structure, Strategy, and Market Orientation Culture on Dimensions of Small Firm Performance. Journal ofAcademy of Marketing Science, 24 ( 1 ), 27-43 Pelhalm, A. M. 1 997. Mediating Influence on The Relationship Between Market Orientation and Profitability in Small Industrial Firms. Journal of Marketing Theory and Practice. S ummer, 55-76 Solimun, 2000. Multivariate Analysis, Stuctural Equation Modeling (SEM) Lisrel dan Amos. Universitas Negeri Malang. Malang Tadepalli, R. dan Ramon, A.A. 1 999, Market Orientation and The Marketing Strategy Process. Journal ofMarketing Theory and Practice, Spring. 69-82 Wahyono. 2002. Orientasi Pasar dan Inovasi: Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pemasaran. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol. l ( 1 ). 23-40
1 87
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pada Industri Kecil melalui Model Dapur Produktif Masyarakat di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan Bio-coal Briquette Utilization at Small Scale Industry Using Productive Kiln of Local People in Jeneponto Regency, South Su/afll)esi Diterima (AcceptedJ: 13-09-2012; Direvisi (RevisedJ: 24-09-2012; Disetujui (ApprovedJ: 22-10-2012
Yustin Paisal Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar JI. G. Bawakareang No. 72 Makassar, Tip. (0411) 492008, Fax. (0411) 492008 e-mail:
[email protected]
Abstrak Pertimbangan konservasi dan kearifan lokal melalui pemanfaatan sumberdaya alam, mineral dan batubara, dalam upaya meningkatkan kinerja dan produktivitas industri kecil adalah hal yang menarik untuk dikaji. Air sadapan pohon lontara untuk gula merah, buah lontara untuk bahan baku dodoro lontara dan batubara terkarbonisasi hasil industri pandai besi untuk bahan baku briket bicrbatubara secara selaras dapat dimanfaatkan melalui penggunaan model dapur produktif masyarakat sebagaimana yang telah diuji penerapannya di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan pemanfaatan briket bio-batubara sebagai bahan energi alternatif pengganti bahan bakar kayu dengan penggunaan model dapur produktif masyarakat kepada masyarakat petani dan pengrajin gula merah lontara dan dodoro lontara di daerah Kabupaten Jeneponto, baik dari segi teknis maupun ekonomis. Penerapan pemanfaatan briket bio-batubara memberikan dampak positif terhadap produktivitas industri kecil tersebut sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat pengrajin gula merah lontara dan dodoro lontara. Keadaan ini merupakan hasil konsep kemitraan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar( LPPM-UVRI Makassar) dan pengrajin tersebut. Oleh karena itu, usaha briket bio-batubara akan lebih efektif dan ekonomis apabila dipadukan dengan model dapur produktif masyarakat. Kata kunci: batubara karbonisasi, briket bio-batubara, inudustri gula merah, industri dodoro lontara, dapur produktif masyarakat.
Abstract Conservation and local content concern on natural resources, mineral and coal utilization for improving performance and productivity of small scale industry is an interesting problem to study. The utilization of resources are among others lontara sap as the ingredient for brown sugar, lontara fruit as the ingredient for a kind d'oeuvres called "dodoro lontara, whereas carbonized coal from foundry waste is utilized as a material for bio-coal briquette. Utilization of these materials that can be applied through productive kiln of local people ha been studied at}eneponto Regency, South Sulawesi. This activity aims at promoting the use of bio-coal briquette
tute energy for woods with the use of productive kiln model to the farmers as well as to the brown suga as a substi
on and "dodoro lontara"makers at}enepontoRegency, from both technical and economical perspective. The applicati of bio-coal briquette gives a positive impact either to the increase of the products or to the inaease of the income. The success of this activity is also due to the joint cooperation between Society Service and Research
Associati on - "Veteran" University of theRepublic of Indonesia and brown sugar and "dodoro lontara" makers. In conclusion, bio-coal briquette development willbe more effective and economic when itis integrated with model of kiln. Keywords: carbonized coal, bio-coal briquette, brown sugar industry, "dodoro lontara" industry, kiln of local people.
TmBvo1
7
No
1-Juni2013
·
16-30
PENDA HULUAN Pada umumnya, wilayah Kecamatan Binamu merupakan daerah agraris. Di daerah ini terdapat sekitar 359 industri gula merah lontara dengan memanfaatkan tumbuhan palma yang tersebar cukup luas sebagai bahan bakar. lndustri gula merah lontara skala mikro ini dilakukan secara tradisional, baik dalam pengambilan bahan bakunya, pengolahan maupun pemasarannya, dengan memanfaatkan dapur sederhana. Bahan baku gula merah lontara berasal dari air sadapan dari mayang pohon talak yang banyak tersebar di daerah ini. Untuk memproduksi gula merah lontara, diperlukan kayu bakar kering sebanyak ± 50 - 65 kg dalam satu kali produksi. Kayu kering yang dipakai adalah kayu yang mempunyai nilai kalor pembakaran tinggi dengan ciri khas lama terbakar, biasanya dari jenis kayu batang pohon lontar, kayu akasia, lamtorogung, gamala dan sebagainya. Ketersediaan pohon kayu yang layak pakai didaerah ini semakin lama semakin menipis. Oleh karena itu, diperlukan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar kayu. Dalam hal ini, salah satu usaha yang dilakukan adalah mengaplikasikan briket bio batubara dengan menggunakan model dapur produktif masyarakat yang telah dimodifikasi. Berdasarkan alternatif tersebut, untuk mengoptimalkan pemakaian energi pada industri kecil, pembuatan gula merah lontara dan dodoro lontara, perlu mengkaji beberapa permasalahan yang ada, yaitu kondisi konstruksi dapur, aktivitas ·dalam proses pembuatan, bahan baku dan bahan bakar yang digunakan, serta usaha untuk meningkatkan produksi. Selama ini, konstruksi dapur pembuatan gula merah lontara dan dodoro lontara yang digunakan pengusaha kecil sangat sederhana sehingga tidak maksimal dalam proses pembakaran."Dodoro lontara" adalah makanan khas suku bugis-makassar yang dibuat dari bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan "dodol" hanya menggunakan gula merah lontara dan ditambahkan ekstrak jely yang berasal dari buah lontara (Garn bar 1 ). Dapur tersebut hanya terbuat dari campuran semen, lempung, pasir, dan bongkahan batu membentuk dapur tradisional
Pembuatan gula merah lontara banyak menyita waktu terutama untuk mengatur pembakaran agar tetap konstan, biasanya dimulai sekitar pukul 08.00 - 1 5.00/16.00. Padahal, dalam durasi waktu tersebut dapat di lakukan kegiatan lain dalam lingkup industri rumah tangga melalui pemanfaatan macam-macam hasil kebun. Untuk pembuatan 30 45 butir gula merah yang berukuran sedang berdiameter 12 cm dengan ketebalan 5 cm diperlukan sekitar 60 - 90 liter air sadapan mayang pohon lontara dan sekitar 5 - 10 meter kubik kayu per bulan (bergantung jenis kayu yang digunakan). Kondisi seperti ini kurang menunjang pengurangan ketergantungan pada penggunaan kayu. Bila ada sekitar 200 pengrajin yang menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar utama, maka kurang lebih 2000 meter kubik kayu harus dipersiapkan setiap bulannya. Gambaran ini sangat kontras dengan usaha penghijauan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam upaya meningkatkan produksi, ada beberapa hal yang perlu dikaji, yaitu: tanggapan dan umpan balik dari pengrajin setelah dilakukan perubahan dalam mekanisme pembakaran dan penggunaan briket bio-batubara; gambaran aktifitas dan perbandingan ekonomi antara penggunaan briket bio-batubara dan penggunaan biomassa lainnya sebagai sumber energi pembakaran serta kualitas produk dan
Gambar 1 Buah lontara yang sudah matang dan siap digunakan. .
-
tanpa pengaturan asap yang tepat. Akibatnya,
pengorganisasian pengrajin gula merah lontara dan
efisiensi pembakaran menjadi rendah dan menyebabkan kebutuhan bahan bakar kayu dalam
dodoro; hasil evaluasi dari penerapan pemanfaatan briket bio-batubara melalui model
jumlah yang besar.
dapur produktif masyarakat.
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pada lndustri Kecil melalui Model Dapur Produktif
...
[Yustin Paisal)
17
KAJ IAN TEORITIS Pembuatan Briket Bio-batubara Briket bio-batubara dibuat dari batubara halus, biomassa, dan larutan perekat, baik melalui proses karbonisasi atau non karbonisasi, yang dicetak dan ditekan sehingga menjadi benda yang masif, kompak dan tidak mudah pecah dengan bentuk tertentu serta memiliki nilai kalor pembakaran tertentu. Pemilihan biomassa didasarkan pada nilai kalor yang tinggi, kandungan zat terbang yang tinggi, kadar abu rendah, kandungan karbon padat sedang dan ketersediaan yang melimpah seperti sekam padi, sekam batang padi, serbuk gergaji dan bahan berserat lainnya. Ciri khas briket bio-batubara yang baik adalah memiliki sifat: Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran; Mempunyai kekuatan/daya tekan tertentu sehingga tidak mudah pecah sewaktu diangkat dan dipindah-pindah; Mempunyai suhu pembakaran yang tetap, dengan jangka waktu nyala yang relatif lama (8-10 jam); Sisa pembakaran masih mempunyai kekuatan tekan sehingga mudah dikeluarkan dari dalam tungku atau dipindahkan ke tempat lain; Hasil pembakaran tidak mengandung gas karbon monoksida dengan kadar yang tinggi. Dalam hal ini, faktor desain dapur pembakaran juga memegang peranan penting guna menghasilkan pembakaran briket bio-batubara yang efektif (Sukandarrumidi, 2006).
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembuatan Briket Bio-batubara Faktor-faktor yang berpengaruh dalam kualitas produksi briket bio-batubara adalah komposisi briket (batubara, jarak, sekam padi, kanji, kapur padam, soda api, lempung, dan kelembaban optimum). Batubara Pengaruh perlakuan pada batubara sangat pen ting untuk ditelaah dalam proses pembriketan, karena dalam batubara terkandung mineral, senyawa sulfur (sulfur organik, sulfur oksida dan sulfur piritik) dan zat terbang yang dapat dilakukan melalui proses karbonisasi dan non karbonisasi. Karbonisasi perlu dilakukan apabila batubara
18
Tm B vo1
7No 1-Juni2013
16-30
halus yang digunakan adalah batubara peringkat rendah seperti lignit atau sub bituminus. Proses karbonisasi bertujuan untuk m e n a i kkan kadar karbon p a d a t d a n menghilangkan sebagian zat terbang sehingga dihasilkan semi kokas dengan kandungan zat terbang yang ideal, yaitu antara 8 - 15% dan nilai kalor yang cukup (di atas 5.000 kkal/kg). Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku/ kiln (secara sederhana dapat dibuat dari drum bekas yang diberi lubang udara pada bagian samping dan dasarnya). Batubara diarangkan pada suhu 600-700°C selama 6-8 jam. Proses pengarangan akan berjalan baik bila ukuran batubara lebih besar dari 2 cm dengan perolehan sekitar 5 0 % . Proses karbonisasi pada batubara yang berukuran kurang dari 2 cm akan berlangsung dengan baik, apabila selama proses karbonisasi berlangsung diberi pasokan udara yang cukup melalui dasar tungku. Sementara untuk batubara halus peringkattinggi (seperti antrasit/ semi antrasit), pembuatan briket dapat dilakukan tanpa melalui proses karbonisasi (Sule, 2005). Sebagai contoh untuk menen tukan perlakuan batubara dapat dilihat pada Tabel 1. Bahan Perekat atau Molas (Tepung Kanji dan lempung) Molas sebagai bahan perekat dalam bentuk cair dapat menyebar lebih merata pada bahan baku briket bio-batubara. Dalam jumlah kecil, molas akan menimbulkan kekuatan briket yang tidak merata dan cenderung rendah. Akan tetapi bila molas lebih banyak, selain menghasilkan kalor yang rendah, juga dapat menyebabkan cacat keping. Pengaruh soda api (NaOH) pada pembuatan briket batubara adalah sebagai pemanas tapioka, sehingga tapioka dapat larut dengan baik dan dapat berfungsi sebagai bahan perekat (pengikat). Sementara lempung sebagai bahan tambahan, juga dapat berfungsi sebagai bahan pengikat. Penggunaan lempung yang lebih banyak akan menurunkan nilai kalori dari briket dan meningkatkan zat terbang. Sekam Padi Secara umum, biomassa sekam padi dalam bentuk bubuk kasar (-3mm) mengandung 13,5 1 % air kristal, 5 7,28 % zat terbang, 15,61 % karbon tetap, 13,6 % abu, dan kandungan nilai kalor sekitar 3615 kkal/kg, dan apabi la teroksidasi bersama dengan batubara,
Tabel 1. Standar kualitas batubara sebagai bahan baku briket bio-batubara dan bahan bakar padat berbasis
batubara No. 1.
2.
Jenis briket batubara/bahan bakar padat berbasis batubara
Abu, % (adb)
Nilai kalor, kkal/kg (adbl
Total sulfur, % (adb)
Briket batubara tanpa karbonisasi dan briket bio-batubara
< 10
5100 (minimal)
1 (maksimal)
Briket batubara terkarbonisasi dan light coal
<5
3500 (minimal)
1 (maksimal)
Sumber: Buku panduan pemasyarakatan penggunaan briket batubara, OSOMB, 2006.
dalam komposisi serta suhu tertentu dapat membentuk mineral zeolit buatan (Sule, 2005). Melalui proses karbonisasi sekam padi, kadar zat terbang emisi gas akan menurun, pengeluaran asap berkurang, sisa abu yang dihasilkan sedikit dan menurunkan temperatur penyalaan briket dan juga dapat menurunkan nilai kalor briket tersebut. Biji Jarak Penambahan biomassa biji jarak dalam bentuk bubuk kasar (-3mm) berfungsi mempermudah proses pembakaran awal atau penyalaan briket bio-batubara dan meningkatkan kalori pembakaran yang disebabkan oleh kandungan minyak nabati d a l a m biji jarak serta mempertahankan temperatur yang diperlukan dalam pembakaran zat terbang dari batubara (Paisal, 2012). Komposisi kimia biji, kulit, dan buah jarak ditunjukkan pada label 2.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembakaran Briket Bio-batubara Kinerja pembakaran adalah karakteristik pembakaran yang telah ditentukan oleh faktor
Keterangan Penambahan bahan pengikat akan menaikkan kadar abu dan menurunkan nilai kalor Karbonisasi akan menaikkan nilai kalori dan kadar abu
waktu, suhu dan kualitas udara pembakaran. Faktor waktu pembakaran dan suhu pembakaran ditentukan oleh jumlah briket bio-batubara yang dibakar dan jenis tungku yang digunakan. Satu kilogram briket mempunyai efektifitas panas 1,5 2 jam dengan kisaran suhu 300 - 5000°C dan untuk dua kilogram briket, lamanya pembakaran antara 2,5 - 3 jam dengan kisaran suhu 400 6000°C (Suryadi, T., 2006). Angka-angka tersebut mengindikasikan bahwa briket bio-batubara akan efektif dan efisien jika digunakan lebih dari dua jam. Hal ini selain karena faktor suhu yang akan dicapai lebih baik, juga disebabkan faktor "kesulitan" tertentu. Faktor "kesulitan" dimaksud adalah bahwa, sekali briket dibakar, maka harus digunakan sampai habis karena briket tersebut sulit dipadamkan atau dihidupkan kembali. Secara umum, polutan yang timbul akibat pembakaran batubara antara lain partikel halus, belerang dan NOx, unsur kelumit seperti florin, selenium, dan arsen, serta bahan-bahan organik yang tidak terbakar secara sempurna (Sukandarrumidi, 2006). Unsur-unsur ini terbentuk pada saat pembentukan endapan batubara sebagai
Tabel 2. Komposisi kimia biji, kulit, dan buah jarak pagar
Bahan kering (%)
Biji
Kulit
Buah
94,2-96,9
89,8-90,4
100
Protein kasar (%bk)
22,7-27,2
4,3-4,5
56,4-63,8
Lemak (%bk)
56,8-58,4
0,5-1,4
1,0-1,5 9,6-10,4
Abu (%bk)
3,6-3,8
2,8-6,1
Serat deterjen netral (%bk)
3,5-3,8
83,9-89,4
8,1-9, 1
Serat deterjen asam (%bk)
2,4-3,0
74,6-78,3
5,7-7,0
Lignin deterjen asam(%bk) Jumlah energi (MJ Kg)
0,0-0,2
45,1-47,5
0,1-0,4
30,5-31,1
19,3-19,5
18,0-18,3
Sumber; Trubus (1998) dalam Hambali (2006).
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pada lndustri Kecil melalui Model Dapur Pro du kt:i f ... [Yustin
Paisal]
19
proses alam. Untuk mendapatkan kondisi pembakaran yang "bersih", semua zat pengotor tersebut harus ditiadakan atau diupayakan agar tidak merebak menjadi polutan yang teremisikan.
Keekonomian Briket Bio-batubara Briket bio-batubara merupakan bahan bakar yang praktis, murah dan aman dalam penggunaannya yang dapat dibentuk dengan tipe bantal (telur) berukuran 30 - 60 mm dengan harga Rp 1.200,-/kg (harga pabrik briket batubara di Takalar tahun 2009). Briket ini relatif murah sehingga dapat dijangkau oleh sektor industri kecil seperti peternakan ayam pedaging dan industri gula merah lontara. Seberapa besar nilai pengusahaan briket bio-batubara guna memenuhi kebutuhan industri gula merah lontara, maka dilakukan analisis ekonomi dengan menggunakan B/C Ratio (Hambali, E., 2006). B/C Ratio merupakan salah satu indikator kelayakan usaha dengan melihat perbandingan antara keuntungan dengan total biaya yang dikeluarkan, dengan rumus sebagai berikut: BIC ratio
=
Total Hasil Produksi Total Biaya Produksi
Keterangan : B - Ben efit (Total pendapatan/penerimaan) C - Cost (Total pengeluaran)
Diharapkan para pengrajin industri kecil pembuatan gula merah lontara dan dodoro lontara dapat memanfaatkan briket bio-batubara sebagai bahan bakar alternatif guna mengurangi ongkos produksi dengan menggunakan model dapur produktif masyarakat.
Pemecahan Masalah secara Teoritis Dalam pelaksanaan pemanfaatan briket bio batubara tentunya terdapat sejumlah masalah, baik teknis maupun non teknis. Aspek teknis mencakup bagaimana komposisi campuran dan kontinuitas pengadaan bahan baku, baik untuk pembuatan briket bio-batubara maupun untuk pemanfaatan briket di industri kecil menengah, dalam hal ini industri gula merah lontara dan dodoro lontara, dengan tetap mempertahankan ciri khas makanan ringan tersebut. Sementara aspek non teknis mencakup pengorganisasian, perolehan keuntungan hasil pemasaran, dan evaluasi terhadap kinerja pengusahaan produk tersebut sehingga berkualitas dan layak jual. Pemecahan masalah difokuskan kepada aspek kesinambungan kegiatan sehingga tidak berhenti ketika kegiatan sosialisasi briket bio-batubara berakhir. Dengan kata lain, kegiatan yang akan dilakukan benar-benar produktif dan memiliki tujuan yang jelas. Diagram alir pemecahan masalah diilustrasikan pada Gambar 2.
GULA ME RAB LO:STARA&
Gambar 2. Diagram alir pemecahan masalah.
.
TmBvo17No
1-J1in 2013·16-30
ratio antara penggunaan kayu bakar dengan
METOOOLOGI
penggunaan briket bio-batubara. Pembuatan dan pemanfaatan briket bier
Pemanfaatan Briket Bio-batubara
batubara diusahakan dapat berlangsung secara Dalam penerapan pemanfaatan briket bier batubara digunakan beberapa metode yang
optimal. Oleh karena itu, dilakukan kegiatan sebagai berikut:
dianggap sesuai dengan kondisi masyarakat
Kegiatan persiapan: mencakup penyediaan
setempat, yaitu:
bahan baku, komunikasi antar petani dan
Metode Eksperimentasi dan Simulasi di pabrik
pengrajin untuk demonstrasi, serta komunikasi
briket batubara melalui proses karbonisasi
dengan manajemen pabrik briket bio-batubara
sekam padi, reduksi ukuran, pencampuran
guna rencana rekayasa briket batubara
bahan baku berdasarkan alternatif komposisi,
m e n j a d i produk briket bio-batubara,
pencetakan, pengeringan, dan pengepakan;
konsolidasi ketua peneliti dan anggota;
Metode Demonstrasi dan Simulasi Peman
Kegiatan eksperimen: mencakup pembuatan
faatan briket bierbatubara pada industri kecil/
briket bierbatubara yang diawali dengan pra
menengah pembuatan gula merah lontara dan
pembriketan {pengarangan sekam padi,
dodoro melalui tahap-tahap rekayasa dapur
kominusi/reduksi ukuran dengan peralatan
unggun tetap, pengumpanan bahan bakar,
crusher, pengklasifikasian ukuran butir,
pengamatan karakteristik pembakaran, dan
pencampuran bahan-bahan adonan briket bio
durasi pembakaran;
batubara), proses pembriketan (pengumpanan
Metode Diskusi Kelompo k/ Focus Group
material
Discussi o n (FGD) yang berguna untuk meningkatkan dan mengembangkan keteram pilan petani/pengrajin gula merah lontara dan dodoro aneka rasa. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi penerapan pemanfaatan briket bierbatubara, antara lain: Faktor penyediaan bahan baku, baik untuk pembuatan briket bio-batubara maupun untuk pendemonstrasian pemanfaatan briket bier batubara; Faktor pengorganisasian petani dan pengrajin gula merah lontara dan dodoro yang mencakup pengembangan wawasan dan keterampilan, komunikasi antar anggota dan kelompok, serta pemasaran dan rekayasa produk. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap hal-hal berikut: Aspek kemudahan ataupun kesulitan para pengu saha briket bio-batubara pada penyediaan bahan baku dengan memberikan tindakan alternatif guna menyiasati kelebihan dan kelangkaan bahan baku yang dibutuhkan, tentunya dengan mempertimbangkan aspek teknis maupun ekonomis; Pengorganisasian petani dan pengrajin gula merah lontara dan dodoro yang didasarkan pada
indikator
ketertarikan
dalam
campuran
yang
kemudian
dikompaksi dengan alat molding roll, penyortiran produk, dan proses pasca pembriketan (pengeringan briket bierbatubara, pengepakan, dan pengantaran produk ke tempat ujicoba); Kegiatan ujicoba: mencakup pemanfaatan briket bio-batubara pada pembuatan gula merah lontara dan dodoro lontara diawali dengan rekonstruksi dapur serta penyediaan bahan bakar briket bierbatubara dan bahan baku dodoro antara lain buah lontara, gula merah lontara, santan kelapa dalam, dan beras ketan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah diskusi kelompok guna pengembangan wirausaha yang bertuj uan untuk menghasilkan produk lokal yang berkualitas, baik untuk uji pemasaran maupun pameran regional.
Ujicoba Pembuatan Briket Bio-batubara Bahan dan alat yang digunakan a.
Bahan Bahan
yang
d igu nakan
pad a
proses
pembuatan briket bierbatubara adalah sebagai berikut: Bahan baku utama: Batubara yang sudah digerus dalam ball
mill dengan ukuran butir kurang dari
memanfaatkan briket bierbatubara sebagai
3mm;
bahan bakar alternatif serta benefit dan cost
Sekam padi yang sudah dikarbonisasi;
Pemanfaetan Briket Bio-Betubere pads lndustri Kecil melelui Model Dapur Produktif
...
[Yustin Paisal)
21
Biji jarak yang sudah dihancurkan. Bahan baku penunjang:
b.
Lempung sebagai bahan perekat; Soda api (NaOH) sebagai bahan pemanas tepung tapioka; Tepung tapioka (kanji) sebagai bahan perekat briket bio-batubara; Air. Komposisi bahan baku untuk percontoh A ditunjukkan pada label 3. Alat Alat yang digunakan pada proses pembuatan briket batubara pada pabrik briket batubara di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut: Alat mekanis, terdiri atas: Vibrating screen, sebagai alat untuk memisahkan batubara yang berukuran keci I dan besar; Jaw crusher, sebagai alat untuk menghancurkan batubara yang masih kompak pada tingkat pertama; Belt conveyor, sebagai alat untuk mengantarkan batubara dari stockpile ke jaw crusherdilanjutkan ke hammer mill kemudian ke tempat pencampuran (mixen dilanjutkan lagi ke moulding roll; Hammer mill, berfungsi sama dengan jaw crusher yaitu sebagai penghancur batubara pada tingkat ke-2 atau lanjutan dari jaw crusher, Mixer, sebagai alat pencampur bahan bahan yang telah dihancurkan pada pembuatan briket batubara; Moulding roll, sebagai alat untuk
mencetak briket dengan menggunakan
energi listrik; Oven listrik, sebagai alat pengering briket batubara jika keadaan cuaca mendung (hujan). Alat manual, terdiri atas: Sekop, sebagai alat pengambil bahan briket untuk proses penimbangan dan pencetakan;
Gerobak/lori, sebagai alat angkut briket batubara setelah proses pencetakan yang akan dilanjutkan pada proses pengeringan; Timbangan, sebagai alat u n t u k menimbang bahan-bahan pembuatan briket batubara (bahan utama dan bahan penunjang).
Prosedur pembuatan briket bi
atubara Prosedur pembuatan briket bio-batubara (percontoh A) adalah sebagai berikut : Tim bang batubara halus seberat 10 kg, kemudian simpan di dalam wadah adonan; Timbang 5 kg sekam padi kemudian masukan ke dalam wadah adonan yang sudah berisi bubuk batubara halus; Timbang 1 kg biji jarak yang telah dihaluskan kemudian masukan ke dalam wadah adonan yang sudah berisi bubuk batubara halus dan sekam padi dan masukkan 0,2 kg lempung; Masukkan 0,3 kg tepung tapioka dan 0, 12 kg soda api (NaOH) yang telah dilarutkan dengan air; Selanj utnya, adonan tersebut dimasukkan kedalam pengaduk/mixer untuk proses pencampuran dan pengadukan; Masukkan secara bertahap ± 3,3 liter air kedalam mixer setelah proses pencampuran berjalan ± 15 menit dan ambil percontoh guna diuji manual dengan menggenggam campuran hingga relatif tergumpalkan; Briket dimasukkan kedalam mesin cetak (moulding roM; Setelah briket selesai dibuat, dilakukan pengeringan briket selam a 1-2 hari (diperkirakan kadar air briket di bawah 5%), atau dalam oven selama 2 hari dalam suhu 30-50°C bila cuaca mendung. Briket yang sudah kering dimasukkan ke dalam karung percontoh/plastik dan diberi label nomor percontoh dan komposisi. Bagan alir pembuatan briket bio-batubara ditunjukkan pada Gambar 3.
Tabel 3. Bahan baku utama dan bahan baku Nomor percontoh A
22
TMB v,-1
penunjang pembuatan briket
Komposisi (Kg) Batubara 10
Biji jarak
I f\Jo 1 - J1111 2013
Sekam padi 5
16-30
Soda api ± 0, 12
Tepung tapioka ± 0,3
Lempung ± 0,2
Air (liter) 3,3
Batubua danpengibt
Sebmpadi
tedcarbonisui
Bahm imbuh (bpur) (tapiob + NaOH + air)
Pmimbangan Pmcampuran Pmcetakm Pmgerinpn Briket siap pabi
Gambar 3. Bagan alir pembuatan briket bio-batubara.
tersebut ditunjukkanpadaGarn bar 6. Pada Gambar 5, tungku atau dapur telah dilengkapi dengan media yang berfungsi sebagaiberikut: Lubang udara primer,yang dapat diperluas dan dipersempit berfungsi untuk menjamin Sebelum dilakukan ujicoba pembakaran briket pasokan udara segar (bagiankanan gambar); bio-batubara,terlebih dahuludilakukanrekonstruk Cerobong asap, berfungsi menyalurkan gas sidapur dengan tigajenisdesainsebagaiberikut: • Model Tungku Pembakaran Lama I pembakaran agar tidaktercampur gas hasi Sketsa tungku yang selama ini digunakanoleh dengan udara segar (oksigen)yang masuk ke ruang pembakaran; pengrajin diilustrasikan pada Gambar 4. Mulut tungku yang tertutup rapat oleh wajanbesar Dudukan briket,berfungsisebagaitempat saat memasak mengakibatkangas karbon briket bio-batubarayang akan dibakar.Disini dioksidaterperangkap didalam tungku briketdisusun membentuk kerucut dan pada sehingga mengurangiefisiensi pembakaran. bagiantengah d i t e m p a tkan potongan • Model Tungku Pembakaran Alternatif-1 (hasil potongan kayu berukuran kecilditambah penerapan iptekbagi masyarakat, hibah ibm kurang lebih50 ml minyak guna mempercepat diktitahun 2009). proses pembakaran; Sketsa tungku pembakaran setelahdirekons . pengum Lubangumpan briketdan kisi-kis i truksi dengan beberapa perubahan diilustrasi panan, berfungsi sebagai tempat penambahan kan pada Gambar 5. dan pengontrolan pemba-karan briket; • Model TungkuPembakaran Alternatif-2(hasil Muluttungku, berfungsi sebagaidudukan wajan penerapan iptekbagimasyarakat, ibm-dikti untuk membuat gula merah lontara dandodoro.
Ujicoba Pembakaran Briket Bio-batubara pada lndustri Pembuatan Gula Merah lontara dan Dodoro
tahun 2010). Alternatif l ain adalah model tungku Teknik Pembakaran Briket Bio-batubara pembakaran dengan alas bakar yang dapat dinaikturunkan sehinggadapat mengatur suhu Guna efisiensi pembakaran briketbio pembakaran. Model tungku hasilmodifikasi batubara didalam tungku atau dapur pembakaran
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pada lndustri Kecil melalui Model Dapur Produktif
...
[Yustin Paisal)
23
Lubang udua primer (02)
C02
Gambar 4. Tungku tradisional pada industri gula merah lontara.
Gambar 5. Desain tungku yang telah direkonstruksi pada industri pembuatan gula merah lontara.
(fixed bed combustion/unggun tetap), para pengrajin gula merah lontara perlu memerhatikan langkah-langkah operasional sebagai berikut: Tungku pembakaran dipastikan dalam kondisi normal, termasuk lubang udara primer, lubang asap, tempat pengum-panan briket bio
setelah dipicu oleh penyalaan dengan korek api; Tempatkan wajan di atas mulut tungku dalam posisi normal (tidak miring). Kemudian, isi wajan dengan air sadapan pohon lontara hingga penuh mendekati bibir wajan. Siapkan peralatan pengaduk dan lainnya yang
batubara, dan penyangga briket-bio batubara; Susun briket bio-batubara di atas penyangga
dibutuhkan termasuk briket yang masih berada dalam karung plastik; Jika nyala api dalam keadaan normal yang
(bedJ relatif membentuk kerucut dengan berat kurang lebih S - 7 kg. Pada bagian tengahnya ditempatkan potongan-potongan kayu kecil secara terpusat dan teratur kemudian siram dengan minyak tanah secukupnya (kurang lebih SO ml) dan biarkan kurang lebih 3 menit
sampai lidah api dalam keadaan normal
24
Tmn
I'
•1
1LJ
J:J
ditandai dengan pencapaian suhu optimal secara cepat, maka waktu pemasakan untuk wajan dengan volume SO liter dapat mencapai 3 - 4 jam atau setengah dari waktu pembakaran dengan cara konvensional (tungku dengan bahan bakar kayu);
Gambar 6. Model tungku alternatif-2 dan teknik pembakarannya: (a). Model dapur produktif masyarakat; (b). Alas pembakaran yang dapat dinaik turunkan secara mekan ik menggunakan "dongkrak buaya"; (c). Dapur internal dengan alas pembakaran; (d). Cara meletakkan briket bio-batubara; (e). Cara meletakkan penyalak di tengah kumpulan briket; (f). Penyalaan awal setelah adonan diletakkan di atas wajan.
Pada saat pembakaran normal, dapat dilakukan kegiatan lain berupa pembuatan dodoro aneka rasa sehingga menambah pendapatan para pengrajin; Tempat kerja diusahakan bersih dan bahan bakar baik briket maupun minyak tanah ditem patkan jauh dari lokasi air sadapan dan dapur.
Diskusi Kelompok I Focus Group Discussion
(FGD)
Sosialisasi pemanfaatan briket bio-batubara tidak hanya dilakukan melalui metode ujicoba/ eksperimen maupun metode demonstrasi, tetapi juga ditunjang dengan diskusi kelompok/focus
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pada lndustri Kecil melalui Model Dapur Produktif
...
[Yustin Paisal]
25
group discussion (FGD) sehingga hal-hal yang menjadi hambatan dan pendukung dapat diketahui dengan pasti. Metode FGD diharapkan dapat mempermudah para pengrajin untuk lebih mengetahui dengan jelas hal-hal teknis maupun non-teknis guna memperluas wawasan kewira usahaan. Selain itu, melalui metode ini diharapkan dapat diperoleh data primer atau langkah-langkah strategis dan tepat yang dapat bersinergi dengan berbagai masukan dari tiap komponen sosial secara timbal balik, ukampus/jurusan/fakultas pengrajin gula merah lontara - stakeholder/ investor". Dari pandangan ini, ketiga metode baik eksperimen, demonstrasi dan FGD, dapat saling menunjang antara satu dan lai nnya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil yang diharapkan dari penerapan dan pemanfaatan briket bio-batubara pada industri rumah tangga (skala kecil/menengah) adalah memahami dan dapat menggunakan briket tersebut sesuai dengan kondisi geografis daerah dan secara paralel dapat melakukan aktivitas lain secara terpadu. Dengan demikian, target kegiatan FGD benar-benar menjadi awal dari penyelesaian atas berbagai persoalan teknis dan ekonomis yang dihadapi para pengrajin.Tentunya orientasi terhadap sosial-ekonomi-budaya-agama menjadi perhatian yang serius guna mensosialisasikan fokus dari penerapan teknik pemanfaatan briket bio batubara.
HASIL Penerapan iptek buat masyarakat melalui pemanfaatan briket bio-batubara dan penggunaan model dapur produktif masyarakat pada industri kecil pembuatan gula merah lontara dan dodoro dan kewirausahaan merupakan hal yang saling bersinergi yang dilakukan dalam bentuk usaha skala kecil atau sebagai industri rumah tangga. Aktifitas penerapan pemanfaatan briket bio batubara menggunakan model dapur produktif masyarakat dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: pembuatan briket bio-batubara, pembuatan model dapur produktif masyarakat, pembuatan gula merah lontara dan dodoro lontara. Percontoh diperoleh dari limbah hasil karbonisasi batubara pada pandai besi dan batubara karbonisasi yang berada di Desa Tondongtallasa, Kecamatan Tondongtal lasa, Kabupaten Pangkep.Tempat ini merupakan salah satu lokasi potensial untuk pengadaan bahan bakar
26
TmB Vol
7 No
1
-
Juni 2013
·
16 - 30
alami, baik batubara non karbonisasi maupun batubara karbonisasi. Sisa pembakaran dari proses karbonisasi batubara belum dimanfaatkan oleh pengrajin tersebut padahal dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatran briket batubara karbonisasi. Demikian pula untuk jangka pendek, di tempat ini ditemukan batubara yang telah dikarbonisasi saat pendudukan tentaraJepang pada tahun 1945-an yang dapat dimanfaatkan juga sebagai bahan baku briket bio-batubara karbonisasi (Gambar 7a & b). Pembuatan briket bio-batubara karbonisasi dilakukan di pabrik briket batubara UPTD Kabupaten Takalar, Kecamatan Lengkese. Di tempat ini, batubara yang telah dikarbonisasi yang berasal dari Tondongtallasa diolah untuk dijadikan produk berupa briket bio-batubara karbonisasi.(Gambar 7c - j). Pembuatan model dapur produktif masyarakat salah satunya dilakukan di Kampung Kampoa, Kelurahan Tonrokassi, Kecamatan Tamalatea. Lokasi ini dipilih sebagai lokasi strategis untuk pengembangan aneka usaha masyarakat untuk bisnis makanan ringan karena berdekatan dengan Tamanroya sebagai lokasi persinggahan yang banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai tern pat termasuk dari Makassar, Jeneponto, Bantaeng, Takalar, Bulukumba, Selayar, dan Sinjai. Ind ikator keberhasi Ian penerapan pemanfaatan briket bio-batubara antara lain: a. Pengrajin dodoro lontara telah menggunakan dapur tipe moveable bed combustion (MBC) dengan penghematan bahan bakar dan penghematan waktu pembuatan dari 4- 5 jam menjadi 3 - 4 jam serta peningkatan produksi 6 kali Iipat (dari wajan diameter 40 cm menjadi 80cm). Biaya rata-rata per bulan briket bio batubara 8 kg x 30 hari x Rp 1200,- = Rp 288.000,- sementara biaya rata-rata per buIan sebelum menggunakan dapur tersebut dan dengan menggunakan bahan bakar kayu 0, 1 m3 x 30 hari x Rp 250.000,Rp 750.000, dengan peningkatan produksi dodoro lontara dari semula rata-rata hanya 10 bungkus/hari menjadi 60 -120 bungkus/hari dengan harga =
Rp 8.000, -/bungkus atau dari rata-rata pendapatan kotor per bulan hanya Rp 2.400.000,- menjadi Rp 14.400.000,- (rata rata 6 0 bungkus/hari). Oleh karena itu, berdasarkan rasio keuntungan kotor terhadap biaya produksi-bahan bakar, cara lama (menggunakan kayu bakar) memiliki B/C ratio 3,2 dan cara baru (dengan menggunakan =
Gambar 7. Proses preparasi batubara hingga pencetakan briket: (a). Pengumpulan batubara terkarbonisasi sisa industri pandai besi; (b). Pemisahan batubara terkarbonisasi dari kotoran dan batubara yang belum terkarboni sasi; (c). Serbuk biji jarak yang siap digunakan; (d). Penimbangan kanji sebagai bahan perekat; (e-f) Pencam puran seluruh bahan briket bio-batubara: batubara terkarbonisasi, serbuk sekam padi, serbuk biji jarak, kapur padam, soda api, dan kanji serta air; (g). Adonan siap untuk diumpankan ke alat pencetak briket melalui belt conveyor, (h - i). Uji pencetakan briket bio-batubara; (j) briket bio-batubara yang siap untuk dikeringkan/ diangin-anginkan pada suhu -30"C.
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pada lndustri Kecil melalui Model Oapur Produktif
...
[Yustin Paisal)
b.
briket bio-batubara) memiliki B/C ratio= 50. Dengan dasar ini penggunaan briket bio batubara adalah sangat layak untuk industri keci I dodoro Iontara. Pengrajin gula merah lontara di Binamu, Jeneponto, dengan menggunakan bahan bakar kayu dan tungku biasa menghabiskan biaya produksi rata-rata Rp 2.500.000,- / bu Ian (10 m3 x Rp 250.000,-). Sementara jika meng gunakan dapur tipe unggun tetap (fixed bed combustion) dengan bahan bakar briket bio batubara, biaya produksi rata-rata menurun menjadi Rp 720.000,-/bulan (20 kg x 30 hari x Rp 1200,-) dengan jumlah produksi yang sama namun waktu pemasakan gula merah dapat berkurang 1 hingga 2 jam. Berdasarkan parameter biaya tersebut, dengan tingkat produksi gula merah yang sama (20 buah x 30 hari x Rp 12.000,-) yakni Rp 7.200.000,-/ bulan, maka nilai B/C ratio dengan meng gunakan briket bio-batubara adalah 10 dan menggunakan kayu bakar adalah 2,88. Sesuai angka ini, penggunaan briket bio-batubara pada industri gula merah lontara adalah layak.
PEMBA HASAN Setelah melakukan kegiatan penerapan pemanfaatan briket bio-batubara karbonisasi di Jeneponto dan juga sosialisasi pengadaan batubara karbonisasi dan pembuatan briket bio-batubara karbonisasi di Pangkep dan Takalar, yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah bagaimana pengadaan briket bio-batubara tersebut dapat dilakukan secara komersial agar dapat konsisten dan kontinyu sehingga mudah didapatkan oleh pengrajin di Jeneponto. Seperti uraian di atas, penggunaan briket bio-batubara karbonisasi me mi I iki n i lai kel ayakan yang sign ifi kan berdasarkan B/C ratio, namun kebutuhan briket bio-batubara sangat sulit terpenuhi, sebab pabrik briket di Takalar, Sulawesi Selatan sudah tidak memproduksi briket batubara karbonisasi. Begitu pula permasalahan bagaimana masyarakat pengrajin sendiri dapat mandiri dan mampu lebih mengkomersialkan pengetahuan yang telah
turut memikirkan bersama dengan kalangan tertentu, baik dari kalangan akademisi, LSM, dan stakeholder di daerah dan pusat, sehingga program penerapan iptek yang berorientasi pada penggu naan energi alternatif tidak berhenti dengan ber akhirnya kegiatan tersebut. Di sisi lain, ekologi Jeneponto tetap lestari dengan pengalihan bahan bakar kayu ke bahan bakar alternatif briket bio batu bara. Bila pemanfaatan dapur produktif masyarakat di Jeneponto belum dapat dilakukan secara optimal karena penyediaan briket bio batubara yang belum dapat terpenuhi secara komersil, setidaknya usaha ini dapat mengurangi penggunaan kayu bakar hingga 60% sehingga mengurangi pula tingkat kerusakan lingkungan khususnya di sekitar industri kecil di wilayah tersebut. Mempertimbangkan hal tersebut, guna keberlanjutan program pemanfaatan briket bio batubara perlu dipertimbangkan beberapa strategi khususnya oleh masyarakat/pihak-pihak yang terkait dan pemerintah daerah setempat, yaitu: Pertama, pengelola UPTD Pabrik Briket Takalar perlu meningkatkan produksi dan melakukan diversifikasi produk sehubungan dengan beragamnya kualitas dan kuantitas briket batubara yang dihasilkan guna menanggapi keinginan konsumen umum (briket batubara) dan khusus (briket bio-batubara karbonisasi/non karbonisasi). Untuk meningkatkan produksi briket batubara jenis ini, tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi internal dan permintaan pasar. Oleh karena itu, diversifikasi produk dapat dilakukan dengan mengombinasikan bahan baku dengan bahan biomassa yang cukup melimpah di sekitar pabrik atau yang didatangkan dari tempat lain. Sebagai contoh, bahan baku kokas hasi I karbonisasi batubara dapat didatangkan dari Tondongtallasa, Kabupaten Pangkep yang memiliki cadangan batubara memadai untuk skala kecil. Di samping itu, biji jarak sebagai bahan baku dalam pembuatan briket bio-batubara yang berfungsi mempercepat dan menstabilkan pembakaran awal, juga dapat ditemukan di Pangkep, Takalar maupun di Jeneponto. Kedua, guna keberlanjutan program sangat direkomendasikan agar pihak pengrajin dapat proaktif untuk mengembangkan usaha kecil yang
diberikan sehingga dapat memanfaatkan briket bio batubara guna dapat meningkatkan pendapatan mereka sebagaimana ditunjukkan dalam uji pemanfaatan briket bio-batubara tersebut. Hal-hal yang dipaparkan di atas merupakan
digelutinya dengan banyak berkonsultasi pada
permasalahan yang semestinya para stakeholder
produk perkebunan. Hal ini sangat bermanfaat bagi
28 TmBvo1
7
No
1-Jun:2013
·
16-30
instansi yang berwenang. Di sisi lain, pemerintah daerah juga turut proaktif untuk melakukan pembinaan pengembangan usaha termasuk pemanfaatan buah lontara guna diversifikasi
masyarakat pengrajin dan secara tidak langsung dapat menjadi sumber pendapatan bagi daerah. Mencermati masalah ini, program ballaa'pilajara (rumah belajar petani- LSM- perguruan tinggipemda) pada konsentrasi industri kecil di pelosok kabupaten, dapat ditempuh guna membangun sinergi sebagai percepatan peningkatan kualitas industri kecil berbasis pemanfaatan sumber daya hayati dan non hayati di daerah yang bernilai ekonomis dan ekologis. Ketig a, guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan melakukan pembinaan jiwa w i rausaha masyarakat perlu dilakukan pengembangan daerah atau kawasan tertentu yang dinilai potensial untuk membentuk jejaring usaha berkelompok yang terintegrasi dengan potensi kekayaan alam yang cukup tersedia. Kawasan Tamanroya-boyong adalah salah satu contoh kawasan industri rumahtangga yang terintegrasi dengan pasar tradisional dan tempat persinggahan dengan kekayaan sumber daya alam hayati yang sangat potensial. Kawasan ini cenderung mengarah pada kawasan padat penduduk dan merupakan daerah persinggahan para pemudik antara kota-kota seperti Makassar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Selayar dan sebagainya, sehingga dapat menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi masyarakat lokal yang terintegrasi dengan multi usaha. Dengan demikian, penggunaan model dapur produktif masyarakat dapat dikembangkan di kawasan ini, mengingat perkembangan industri skala rumahtangga yang kian meningkat. Untuk menunjang hal tersebut, sudah semestinya pemerintah daerah setempat benar-benar melakukan terobosan agar masyarakat dapat menyadari akan pentingnya pembinaan komprehensif, baik secara teknis maupun non teknis, guna memajukan usaha yang dijalaninya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penerapan pemanfaatan briket bio-batubara dengan menggunakan model dapur produktif masyarakat (moveable bed combustion) lebih efektif karena memiliki beberapa kelebihan seperti penggunaan waktu kerja yang lebih pendek dan lingkungan kerja yang lebih nyaman. Dengan demikian, kinerja kerja dapat lebih meningkat yang berdampak pada peningkatan produktivitas kerja.
Secara ekonomis, kondisi tersebut dapat ' meningkatkan pendapatan para pengrajin. Hasil ujicoba pembuatan briket bio-batubara karbonisasi juga sudah dapat disosialisasikan lebih lanjut di Kabupaten Takalar dan dapat mulai diterapkan secara komersial melalui kerjasama dengan pengrajin dan pengumpul batubara karbonisasi di Tondongtallasa.
Saran Guna memperoleh hasil yang optimal, maka pelaksanaan program pemanfaatan briket bio batubara ini harus bersinergi dengan kegiatan lain secara pararel sehingga pendanaan yang dikelola dapat lebih efektif. Disarankan untuk membangun dua unit tungku/dapur produktif masyarakat yang terpadu antara usaha pengrajin logam dan usaha pembuatan batubara karbonisasi di Desa Tondongtallasa, Pangkep, Sulawesi Selatan. Dengan mempertimbangkan hubungan antar unit kegiatan/antar UKM dari industri kecil masyarakat hulu hingga hilir, diharapkan dapat mewujudkan dan mengembangkan lebih luas lagi kegiatan produktif masyarakat yang terpadu dan saling bersinergi dalam bentuk terobosan terobosan. Hal tersebut dapat berdampak pada terbukanya peluang kerja baru atau wirausaha baru yang berbasis pada pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati. Dalam usaha pembuatan briket batubara yang dikelola UPTD Pabrik Briket Batubara Takalar dapat dikembangkan juga briket bio-batubara karbonisasi guna memperbaiki kualitas produk briket batubara yang dihasilkan selama ini.
DAFTAR PUSTAKA Hambali, E. (2006) Jarak Pagar sebagai Bahan Biodiese/: Jakarta: Penebar Swadaya. so/usi kelangkaan BBM, Paisal, Y. (2012) Potensi Pemanfaatan Biomassa Biji Jarak dan Sekam Padi sebagai Bahan Baku hkasi Teknologi Pembuatan Briket Bio-Batubara. Pub Mineral danBatubara, 6 (2). Profit Kabupaten}eneponto Dalam Angka 2007(Anon., [n.d.]) Oeneponto] : BPS Kabupaten Jeneponto. ar Preparasi dan Pencucian Sudarsono, A. (2003) Pengant Batubara. Bandung : Departemen Teknik Pertambangan, lnstitut Teknologi Bandung. Sukandarrumidi. (2006) Batuba ra dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Pemanfaatan Briket Bio-Batubara pad a lndu.stri Kecil melalu.i Model Dapu.r Produ.ktif
...
[Yustin Paisal]
29
Sule, D., (2005), PembuatanBriket TanpaAsapdan Tak
Tirto P.B. (2004) Jarak Pagar,
Sang Primadona. [Bandung]
Berbau dari BatubaraHa/us denganSekam Padi dan
: Depart e rn e n Teknik Kirnia, Laboratoriurn
Mo/as.B a n d u ng
Terrnofluida dan Sistern Utilitas, Kelornpok Riset
:
Departernen
Teknik
Pertarnbangan, lnstitutTeknologi Bandung. Suryadi, T. (2006)
Buku Panduan Pemasyar akatan
Penggunaan Briket Batubara. Uakarta] : Departernen Energi dan Surnber Daya Mineral.
tmn
i
1
,
:
Biodiesel, lnstitutTeknologi Bandung.
PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL KERIPIK PISANG DI KABUPATEN PEMALANG DALAM UPAYA MENUJU INDUSTRI MANDIRI
Isti Pudjihastuti1, Edy Supriyo1, Retno Hartati2, 1Jurusan Teknik Kimia, PSDIII Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang 2Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Peri.kanan dan Peri.kanan,Universitas Diponegoro, Semarang
Abtrak Pemberdayaan industri /cecil, pada industri kecil mikro keripik pisang kepada anggota kelompok yang I memberilcan solusi yang tepat kepada para pengrajin merupakan pengrajin kuliner khas Pemalang n/ dan konsumen untuk mempero/eh /c:uliner a/ami bergizi tinggi secara mandiri dan murah. Program penerapan lpteks ini merupalcanranglcaian kegiatan yang terdiri dart penyu/uhan tentang kegunaan sistem galatse pada pembuatan keripik pisang secara a/ami dan mandirl, teknilc pembuatan keripilc pisang yang baik, pembuatan � yang di/englcapi cerobong sebagai tempat percontohan, pendampingan se/ama pengrajin mencoba melakulcan pembuatan keripik dengan sistem galatase. Sehingga rasa keripilc lebih enak, pasar lebih senang. Kata
kunci : pemberdayaan industri micro keripikpisang
A. PENDAHULUAN
Dalam rangka melaksanakanUndang-Undang No.
22 Tahun 2000, tentang Otonomi
Daerah, maka Pemerintah Kabupaten Pemalang menggali potensi daerah yang dapat menunjang pendapatan daerah dengan menggerakan sektor pertanian terutama bidang tanaman pangan terutarna Industri pengolahan pangan. Adapun sektor pengolahan pangan yang telah lama menjadi produk. unggulan daerah antara lain buah nanas, ampem comal, khamir arab, nasi grombyang
dan
keripik pisang. Pemalang merupakan sentra produk.si
Nanas dan pisang, di tersebar di lereng gunung Slamet sedangkan pisang ini banyak tersedia baik di pegunungan mupun daerah pesisir laut Jawa. Dan �an ini berbuah sepanjang tahunatau tidak mengenal musim. sehingga rasanya belum ke Pemalang tanpa membeli Nanas, keipik pisang, amem comal maupun khamir arab sebagai oleh-oleh.. Desa Kalirandu, Kecamatan Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah terletak di sisi pantai uatara Jawa, sekitar
12 kilometer sebelurn masuk pusat Kabupaten Pemalang, terbagi menjadi
tujuh Dusun dengan luas
daerah
346,510 Ha. Penduduk di kelurahan ini berjumlah 4.541
jiwa. Dari jumlah ini sebagian besar bermata pencarian sebagai petani peladang, konveksi,
pedngang dan karyawan baik PNS maupun Swasta, Sedangkan usaha industri kecil rumah tangga dengan bidang usaha pembuatan keripik pisang yang mempakan usaha sampingan
80
lsti Pudjihastuti, Edy Supriyo, Retno Hartati
Pemberdayaan Industri Kecil Keripik Pisang di Kabupaten Pemalang
banyak dilakukan oleh para ibu rumah tangga Ada 15 pengrajin keripik pisang, namun yang
cukup besar ada 5 buah salah satunya keripik pisang raja. Keripik pisang raja dari mutu
keripik pisang yang masih keras, tebal, mudah putus, wama dan �ya jauh dibawah standar,
sudah tentu akan mengakibatkan turunnya harga keripik tersebut. Hal ini juga didukung oleh
minimnya pengetahuan dari para pelaku usaha yang masih tradisional, untuk itu diperlukan sentuhan teknologi dalam proses produksi seperti: peralatan penggorengan keripik, tungku dan
tata cara I procedure operasi pembuatan keripik pisang sehingga dihasilkan keripik pisang yang mempunyai tekstur baik, warna menarik, tipis dan renyah. Semakin
meningkatnya pennintaan pasar akan keripik pisang sebagai komoditas
produk makanan ringan menunjukkan adanya peluang pasar yang cukup menjanjikan. Hal ini
juga dapat diketahui dari besamya jumlah permintaan yang menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun sebesar 10 %. Dampak positifdari hal ini akan mendorong dan memberikan motivasi peningkatan produktivitas, kepada para pekerja pembuat keripik pisang untuk mengubah pola usahanya dari usaha sampingan menjadi usaha
pokok. Dengan meningkatkan usaha pembuatan keripik pisang, berlajut ke makanan ringan lainnya dengan
bahan
baku pisang, seperti : tepung pisang, sale pisang, pisang instan, ledre
pisang raja dan ekstrak pisang yang berteknologi tinggi. Dari usaha sampingan dengan teknik tradisional, semi intensif menjadi intensif. Kegiatan ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan aktifitas berusaha dalam pembuatan keripik pisang di
daerah
tersebut dan
meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Keripik pisang raja yang diproduksi oleh ibu Rahani ini mempunyai kontrol yang cukup bagus yaitu: pisang yang akan dibuat keripik adalah pisang jenis Raja, pisang
tersebut sudahi tua, akan tetapi be1um �g, jika ada yang sudah �g maka langsung
dibuat untuk sale pisang. Awal mulai usaha tahun 1998 dengan produksi 1 0 kg, 15 kg, 20 kg saat ini 25 kg keriping pisang. Untuk pemasaran sampai saat ini be1um mememui kendala dalam artian setiap produksi semua yang diproduksi sudah langsung terserap oleh pasar, tidak ada 1 kg pun keripik itu tertinggal. Para pembeli datang langsung ke produksen tidak ada distributor maupun agen. Penyerapan tenaga kerja masih rendah yaitu 5 orang ditambah dengan pemilik sehingga menjadi 8 orang.
lsti Pudjihastuti, Edy Supriyo, Retno Hartati
81
DIAN MAS, Volume 1 , Nomor 1 , Maret2012
B. METODE PELAKSANAAN Dari
permasalah yang ada mak.a kegiatan ini menawarkan
2 buah solusi untuk
mencapai sasaran yang akan dicapai pada industri keripik pisang, Berdasarkan solusi yang ada maka metode ditawarkan adalah sebagai berikut: a)
Perbaikan teknik pembuatan keripik pisang dengan sistem gelatase Pada pelaksanaan kegiatan pengembangan teknologi tepat guna ini, metode
pengolahan keripik pisang
yang ditawarkan merupakan penerapan tungku hemat bahan
bakar serta metode pengelolaan keripik pisang dengan sistem gelatase, dimana pisang sebelum dikupas kulitnya direndam air panas dulu, setelah kulit pisang berubah warna
dari
hijau ke biru kehitaman, kemudian pisang dikupas k:ulitnya. Dalam perendaman akan terjadi proses gelatase dimana karbohirat yang ada di buah pisang akan keluar dalam bentu gelatin, sehingga elastisitas buah pisang akan meningkat mak.a jika pisang iris tipis tidak putusl patah Pisang yang sudah di kupas kulitnya kemudian di iris tipis-tipis ini dapat terjadi setelah terbentuknya gelatase
dan
langsung jatuh di bejana penggorengan, setelah uap air
tidak timbul bumbu dimasukan kemudian diaduk sampai homogen sehingga basil keripik pisang rapuh dan enak dimakan. Bumbu bawang, brambang kemiri dan garam ditumbuk sampai halus, kemudian di tambahkan air
dan
diaduk sampai homogen. Margarin di
panaskan detelah meleleh dituangkan dalam bumbu. Bumbu dimasukan kedalam bejana penggorengan dengan memakai sendok banyak
dan
sedikitnya bumbu yang ditambahkan
kedalam bejana tergantung dari pisang yang akan dibuat keripik. Penambahan margarin ini akan membuat kenampak dari keripik pisang bagus dan menarik pembeli.
b). Rancang bangun Peralatan Pada pelaksanaan kegiatan pengembangan teknologi tepat guna ini, metode pengolahan keripik pisang
yang ditawarkan merupakan penerapan tunglm hemat bahan
bakar scrta metode pengelolaan keripik pisang dengan sistem gelatase. Pembuatan di Jakuakn di Lab Rekayasa program studi diploma
3 teknik kimia, awal dari desain tungku,
dan alat penggorengan, survey harga bahan, proses pembuatan, uji coba alat, perbaikan dan ujicoba komersial. 82
lsti Pudjihastuti, Edy Supriyo, Retno Hartati
Pemberdayaan lndustri Kecil Keripik Pisang di Kabupaten Pemalang
Pada uji coba komersial pisang yang sudah di kupas kulitnya kemudian di iris tipis tipis dan langsung jatuh di bejana penggorengan, blower pada cerobong asap dinyalakan, setelah timbul uap air, bumbu dimasukan kemudian diaduk sampai homogen sehingga hasil keripik pisang rapuh dan enak dimakan. Bumbu bawang, brambang kemiri
dan garam
ditumbuk sampai halus, kemudian di tambahkan air dan diaduk sampai homogen. Margarin di panaskan setelah meleleh dituangkan dalam bumbu. Bumbu dimasukan kedalam bejana penggorengan dengan memakai sendok banyak dan sedikitnya bumbu yang ditambahkan kedalam bejana tergantung dari pisang yang akan dibuat keripik. Penambahan margarin ini akan membuat kenampak dari keripik pisang bagus dan menarik pembeli . .Keripik pisang yang ada didalam bejana penggorengan diangkat, setelah uap air dari bumbu
dan
pisang sudah hilang sebagai tanda bahwa keripik itu sudah matang, keripik pisang
selanjutnya dimasukan dalam spiner guna memisahkan minyak
dari keripik. Kemudian di
angin-anginkan dan ditiris sampai sisa minyak habis, lakukan packaging.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Basil Analisa Keripik Pisang dan Pisang segar Komposisi Kimia
Keripik Pisang
Pisang Segar
2.00
70.00
87,30
27.00 0.50
Protein (%)
3.00 4.40
Lemak (%)
2.40
0.30 0.90 80.00
B-karotin (ppm)
3.50 32.00 4.00 760.00
Thiamine (ppm) Riboflavin (ppm)
0.18 0.24
0.50 0.50
7.00 340.00
120.00 104.00
Air (%) Karbohidrat (%)
Serat K.asar (%)
Abu (%) Kalsium (ppm) .Sodium (ppm)
Asam akorbat (ppm) Kalori (kal/100 gr)
Catatan: kadar kalsium, dan sodium dihitung dalam mg/1 00 g
lsti Pudjihastuti, Edy Supriyo, Retno Hartati
1 .20
2.40
DIAN MAS, Volume
1. Nomor
1. Maret 2012
Pembahasan
Pada pelaksanaan kegiatan pengembangan teknologi tepat guna ini, rnetode
pengolahan keripik pisang
yang ditawarkan merupakan penerapan tungku hemat bahan
bakar serta metode pengelolaan keripik pisang dengan sistem gelatase. Pembuatan di lakuakn di Lab Rekayasa program studi diploma 3 teknik kimia, awal dari desain tungku,
dan alat penggorengan, survey harga bahan, proses pembuatan, uji
coba alat, perbaikan dan
ujicoba komersial. Pada uji coba komersial pisang yang sudah di kupas kulitnya kemudian di iris tipis tipis dan langsung jatuh di bejana penggorengan, blower pada cerobong asap dinyalakan,
setelah timbul uap air, bumbu dimasukan kemudian diaduk sampai homogen sehingga hasil keripik pisang rapuh dan enak dimakan. Bumbu bawang, brambang kemiti
dan
garam
ditumbuk sampai halus, kemudian di tambahkan air dan diaduk sampai homogen. Margarin
di panaskan setelah meleleh dituangkan dalam bumbu. Bumbu dimasukan kedalam bejana penggorengan dengan memakai sendok banyak
dan sedikitnya bumbu yang ditambahkan
kedalam bejana tergantung dari pisang yang akan dibuat keripik. Penambahan margarin ini akan membuat kenampak dari keripik pisang bagus dan menarik pembeli. Keripik pisang yang ada didalam bejana penggorengan diangkat, setelah uap air dari bumbu
dan
pisang sudah hilang sebagai tanda bahwa keripik itu sudah matang, keripik
pisang selanjutnya dimasukan dalam spiner guna mernisahkan rninyak dari keripik. Kemudian di angin-anginkan
dan
ditiris sampai sisa rninyak habis, lakukan packaging.
Pengepakan keripik pisang besar kecilnya packing ini tergantung dari kehendak pasar misalnya: �;
Y. dan 1 kg, dan di las palstik selanjutnya dijual dipasaran bebas.
Keunggulan lain keripik pisang adalah kandungan vitami B6 atau piridoksin yang relatif lebih tinggi dibandingkan makanan ringan lainnya. Vitamin ini berfungsi sebagai
koenzim dalam reaksi metabolisme protein, kususnya serotonin. Serotonin ini diduga berperan
aktif sebagai
neurotransmitter
yang
berfungsi
melancarkan
ftmgsi otak.
Keunggulan keripik pisang semakin komplit karena mengandung serat yang tinggi. Serat di dalam buah pisang sekitar 3, 7 %. Serat ini bermanfaat memberikan rasa kenyang lebih lama. Sangat baik dikonsumsi bagi anda yang sedang diet menurunkan berat badan memperlancar huang air besar.
dan
Serat juga mampu mencegah kanker saluran pencernaan
karena serat rnampu mengikat zat karsinogen di dalam saluran pencernaan.
84
Isti Pudjihastuti, Edy Supriyo, Retno Hartati
Pemberdayaan Industri Kecil Keripik Pisang di Kabupaten Pemalang
D. KESIMPULAN Penerapan iptek untuk masyarakat, pada industri mil
yang merupakan pengraj in kuliner khas Pemalang ini memberikan
solusi yang tepat kepada para pengrajin I konsumen untuk memperoleh kuliner alami
bergizi tinggi secara mandiri dan murah.
Program penerapan ipteks ini merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri
dari
penyuluhan tentang kegunaan sistem galatse pada pembuatan keripik pisang secara alami
dan
mandiri, teknik pembuatan keripik pisang yang baik, pembuatan tungku yang
dilengkapi
cerobong
sebagai
tempat
percontohan, pendampingan
selama pengrajin
mencoba melakukan pembuatan keripik dengan sistem ga1atase.. Dengan rangkaian kegiatan pengabdian yang menyeluruh
bahwa kegiatan perbaikan
tungku
dan
kesadaran pengrajin
dan alat penggorengan ini penting dalam pembuatan
keripik pisang, maka dapat dihasilkan produk yang baik
dan hygienis. Beberapa anggota
Kelompok akan melanjutkan kegiatan ini dengan pembentukan Cluster. DAFfAR PUSTAKA Brown Nell & Young 1987 ,
Process Design of Vessel Pressur, 4 th
Hill Book Company Tokyo
Basuki , Ir., Pengo/ahan
Edition, Me Graw.
Air Untuk Industri, Balai lndustri Surabaya. 4 th
Djoko Setiardjo, Dr.Ir; 2000,
Ketel Uap,
edisi ke 4 PT. Pradnya Paramita. Jakarta
Danncay RA and Underwood, I (1 990),
Quantitatif Ana/itica/ Chemistry, 4
th
Edition,
prentise Hall Inc, Engwood Cliff, Ny Jose Austin and. Me Cabe. 1993. Unit Graw Hill Book. New York. Perry, J.H.1987.
Opreation of Chemical Engineering.
Handbook of Chemical Engineering.
3 rd Ed. Me
5 th ed. Me Graw Hill Book. New
York. Slamet Sudarmaji. 1997.
Sanitasi Pangan. Penerbit PAU UGM Jogjakarta.
Supriyo, E. 2001.
Penggorengan Semi Hampa dan Aplikasinya pada Jndustru Keripik Nangka di Kab. Bantang. Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat. FT Undip. Semarang
Winarno, F.G. 1990.
Pangan dan Gizi. Gramedia. Yakarta.
Jsti Pudjihastuti, Edy Supriyo, Retno Hartati
85
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
PEMILIHAN MODEL TEKNOLOGI PRODUKSI PADA INDUSTRI KECIL - MENENGAH COKELAT TERKAIT INPUT PRODUKSI KAKAO YANG DIGUNAKAN Selection of Production Technology Models for Small–Medium Scale Chocolate Industry in Relation to The Production Inputs of Cocoa Muh. Ruslan Yunus Balai Besar Industri Hasil Perkebunan Jl. Prof. DR. H. Abdurahman Basalamah No. 28 Makassar 90231 Pos-el :[email protected] (Artikel diterima 5 Maret 2014; revisi terakhir 10 Juni 2014; disetujui 25 Juni 2014). ABSTRACT. The purpose of this study was to select production technology models for small–medium scale chocolate industry in relation to the production inputs of cocoa in chocolate production process. The study was conducted during 2012 – 2013. The data analyzed in this study were obtained from expert survey, field observation at several chocolate SMIs and cocoa processing industry, and published literatures. Selection of the production technology models was done using Exponential Comparison Method, taking into consideration chocolate characteristics, SMI’s characteristics, and other related judgement criterion. There are three alternatives of the production technology models evaluated in this study where : (i) cocoa beans are processed in-house into intermediate products and with other ingredients are processed further into chocolates using simple technologies, (ii) cocoa beans are processed in-house into intermediate products using relatively advanced technologies and with orther ingredients are processed further into chocolates using simple technologies, and (iii) intermediate products are procured from a relatively high technology cocoa processing industry and with other ingredients are processed directly into chocolates using simple technologies. Of the three alternative models, this study suggets that for the SMI, the third model is the most appropriate production technology model for chocolate production. The aggregate weighted score was 9,704,058, which is significantly higher than scores for the second model (3,851,473) and the first model (1,302,766) respectively. The cocoa intermediate products in this case can be in the forms of cocoa mass, cocoa butter, cocoa powder, chocolate blocks, and chocolate buttons.The second model may be considered, but with some recervations, most importantly on the food safety aspects of the intermediate products produced in-house. The flows of raw materials - products among three production actors, i.e. cocoa plantation, cocoa industry (which produces the cocoa intermediate products), and the chocolate SMI’s is shown in an Input-Output Diagram. Key words : chocolate’s SMI, production technology models, cocoa raw material, processing technology. ABSTRAK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memilih model teknologi produksi pada industri cokelat skala kecil-menengah (IKM) terkait dengan input produksi kakao yang digunakan pada proses produksi cokelat. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 - 2013. Data yang dianalisis pada penelitian ini diperoleh dari pendapat pakar, observasi lapang pada beberapa IKM-Cokelat dan industri pengolahan kakao, dan publikasi pustaka. Pemilihan model teknologi produksi menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE dengan mempertimbangkan karakteristik produk cokelat, karakteristik IKM, dan kriteria-kriteria penilaian terkait lainnya. Tiga alternatif pilihan model teknologi produksi dievaluasi pada penelitian ini dimana : (i) biji kakao diolah sendiri secara internal menjadi produk antara untuk selanjutnya bersama dengan bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, (ii) biji kakao diolah sendiri secara internal menjadi produk-antara dengan menggunakan teknologi yang relatif lebih maju untuk selanjutnya bersama dengan bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana,dan (iii) produk-antara bersama bahan-bahan lainnya diolah langsung menjadi produk cokelat dengan mengggunakan teknologi sederhana, dimana produk antara tersebut dipasok secara eksternal dari industri pengolahan kakao yang memproduksinya dengan menggunakan teknologi relatif tinggi. Dari ketiga alternatif pilihan tersebut, penelitian ini menyimpulkan bahwa bagi IKM cokelat model teknologi produksi yang paling sesuai adalah teknologi produksi model ketiga. Bobot agregatnya adalah 9.704.058, yang secara signifikan lebih tinggi dari bobot agregat model kedua ( 3.851.473) dan kesatu (1.302.766). Produk antara kakao dalam kaitan ini mencakup kakao massa, lemak kakao, kakao bubuk, chocolate blocks, dan chocolate buttons. Model kedua dapat dipertimbangkan, tetapi dengan sejumlah catatan, yang paling penting adalah terhadap jaminan keamanan pangan produk-
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
45
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 9 No. 1 Juni 2014: 43-57
antara yang dihasilkan secara internal. Aliran bahan baku-produk diantara ketiga pelaku utama produksi: perkebunan kakao, industri pengolahan kakao (yang memproduksi produk-antara kakao) , dan IKMCokelat digambarkan dalam sebuah Diagram Input-Output. Kata kunci: IKM-Cokelat, model teknologi produksi, bahan baku kakao, teknologi proses
PENDAHULUAN Meski masih terdapat sejumlah permasalahan dalam upaya pengembangan industri pengolahan kakao – cokelat nasional, seperti mutu pasokan biji kakao yang masih rendah, jenis klon tanaman kakao yang tidak unggul, serangan hama dan penyakit tanaman, dan infrastruktur pendukung (listrik, energi dan akses jalan di sentra–sentra produksi kakao) yang masih terbatas, disisi lain terdapat sejumlah peluang pengembangan. Diantara peluang pengembangan tersebut adalah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang cukup tinggi, besarnya jumlah penduduk sebagai potensi pasar, posisi Indonesia sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana (WCF,2007 dan Achmad dan Sumarna,2013), dan mulai membaiknya pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap manfaat mengonsumsi kakao bagi kesehatan (Haryadi, 2013) yang kesemuanya itu dapat mendorong konsumsi kakao nasional. Di pasar ekspor, peluang pengembangan industri pengolahan kakao– cokelat dapat dilihat dari tingkat konsumsi kakao dunia yang tumbuh setiap tahun. Misalnya selama kurun waktu 2002 – 2007 tumbuh sekitar 3,8% pertahun ( Wahyudi dan Misnawi, 2008). Keunikan produk olahan kakao adalah karena kaya akan nutrisi dan senyawa fitokimia yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, disamping memiliki kandungan lemak yang non-kolestorol (Oliveira et al,2011) dan titik leleh yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis–jenis lemak lainnya (JuTan et al,2008). Pada produk makanan cokelat, lemak kakao berperan
46
menghasilkan rasa lembut, rasa sensasi dimulut (mouth feel),cita rasa enak dan warna cerah (gloss) (Liendo et el,1997). Gambar 1 memperlihatkan kategori utama produk olahan kakao sebagai produkantara dan produk akhir atau produk cokelat, berikut beberapa contoh produk cakupannya. Produk cokelat dalam kaitan ini adalah produk olahan kakao yang sudah dapat dikonsumsi atau diaplikasikan langsung sebagai produk pangan atau aditif pangan. Produk antara kakao adalah produk olahan kakao dalam bentuk setengah jadi baik sebagai bahan dasar maupun sebagai bahan tambahan yang masih memerlukan pengolahan lanjut bersama bahan - bahan lainnya sebelum dapat dikonsumsi atau diaplikasikan. Produk antara kakao pada dasarnya diproduksi oleh industri pengolahan kakao (cocoa processing industry) dari biji kakao, sedangkan industri cokelat (chocolate industry) memproduksi produk akhir kakao atau produk cokelat dari produk-antara kakao bersama dengan bahan-bahan lainnya. Bila aspek citarasa yang menjadi prioritas produk akhir, digunakan biji kakao fermentasi, karena hanya biji kakao yang telah difermentasi yang dapat menghasilkan produk pangan olahan kakao dengan citarasa khas cokelat. Citarasa ini disempurnakan pada proses penyangraian biji (Minifie, 1999). Sebaliknya, bila aspek fungsionalitas yang menjadi prioritas produk akhir, digunakan biji kakao nonfermentasi, karena kandungan senyawa bio aktif polifenolnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan biji fermentasi. Memperbesar unsur kakao pada formulasi produk cokelat yang dikenal sebagai cocoa – rich chocolate juga dapat memperbaiki fungsionalitas produk akhir.
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
Produk dasar biji kakao Fermentasi dan non fermentasi
Produk antara kakao - Kakao massa - Dark chocolate - Milk chocolate - White chocolate - Lemak kakao - Bungkil kakao - Kakao bubuk
Pangan - Makanan cokelat (permen cokelat,cokelat Produk akhir kakao cacao oles,cokelat (cokelat) batangan,stik wafer Pangan cokelat,permen - Makanan cokelat cokelat isi selei (permen cokelat, dll) kacang,kedelai oles,cokelat - cokelat Minuman cokelat batangan, (cokelat stik wafer susu,cokelat cokelat, permen jahe,cokelat cokelat isi seleirempah dll ) kacang, kedelai dll.) Aditif Pangan - Minuman cokelat: - (cokelat Pewarna – cokelat perisa susu, cokelat jahe, cokelat rempah dll) Aditif Pangan: Pewarna - perisa cokelat
Gambar 1. Kategori Utama Produk Olahan Kakao
Biji kakao dalam bentuk keping biji (nib) selanjutnya digiling menjadi massa kakao (cocoa–liquor) atau menjadi pasta cokelat yang dicetak dan dipasarkan dalam bentuk block atau button baik sebagai cokelat couverture (menggunakan 100% lemak kakao) atau sebagai cokelat compound (menggunakan lemak substitusi dari lemak sawit). Pasta cokelat sebagai bahan-baku pembuatan makanan - cokelat adalah hasil gilingan campuran kakao massa, lemak kakao, gula, susu bubuk dan vanili pada berbagai komposisi. Untuk memproduksi kakao bubuk dari massa kakao dilakukan proses pengempaan untuk memisahkan fraksi lemak dari bungkil kakao. Bungkil kakao selanjutnya melalui proses penggilingan dan pembubukan (pulverizing) untuk menghasilkan kakao bubuk. Teknologi produksi secara sederhana dapat didefenisikan sebagai hal - hal yang terkait dengan mesin - peralatan proses (machinery) yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk fisik yang dapat diperjual belikan (Mueller, 2014). Faktor atau input produksi untuk menghasilkan produk fisik tersebut mencakup bahan baku, modal, tenaga kerja, lahan dan sebagainya. Setidaknya terdapat tiga model teknologi produksi yang digunakan oleh industri kecil menengah atau IKM cokelat saat ini terkait dengan input bahan baku kakao yang digunakan sebagai salah satu input produksi pada proses produksi Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
cokelat. Ketiga model teknologi produksi tersebut adalah: (i) teknologi produksi, dimana biji kakao terlebih dahulu diolah sendiri menjadi produk antara kakao untuk selanjutnya bersama bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat, dengan menggunakan teknologi sederhana, (ii) teknologi produksi dimana biji kakao terlebih dahulu diolah sendiri menjadi produk antara kakao dengan menggunakan teknologi yang relatif lebih maju, untuk selanjutnya bersama bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, dan (iii) teknologi produksi yang menggunakan langsung produk antara kakao bersama bahan-bahan lainnya untuk diolah menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana. Produk antara kakao tersebut dipasok secara eksternal dari industri pengolahan kakao berteknologi relatif tinggi. Yang dimaksud teknologi yang relatif lebih maju dalam hal ini adalah dengan menurunkan spesifikasi teknis mesin - peralatan proses tertentu untuk menekan harga mesin – peralatan tersebut. Pemilihan model teknologi produksi yang tidak atau kurang tepat terkait dengan input produksi kakao yang digunakan pada proses produksi cokelat seperti ditemukan pada beberapa kasus IKM-Cokelat, tidak jarang menimbulkan masalah. Permasalahan tersebut terutama menyangkut jaminan keamanan pangan dan mutu produk cokelat yang dihasilkan (food safety and quality 47
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 9 No. 1 Juni 2014: 43-57
assurance). Hal ini sangat erat kaitannya dengan karakteristik kakao dan produk cokelat dan karakteristik industri skala kecil - menengah sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk memilih model teknologi produksi yang sesuai bagi IKMCokelat, terkait dengan input produksi kakao pada proses produksi cokelat. Produk cokelat tersebut meliputi permen, cokelat batangan, cokelat oles, minuman cokelat, pewarna-perisa cokelat, dan semacamnya. Pada penelitian ini jaminan keamanan pangan dan mutu produk menjadi bagian dari kriteria penilaian. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi pihak IKM-Cokelat, dan bagi pengambil kebijakan dalam upaya pengembangan IKM-Cokelat dan industri pengolahan kakao nasional.
nilai agregat masing-masing model, dan (iv) menggambarkan pola keterkaitan aliran bahan baku - produk antar pelaku utama produksi penghasil biji kakao sampai produk akhir cokelat dari model teknologi produksi terpilih dengan menggunakan Diagram Input-Output (KnowHow, 2014) sebagai suplemen analisis. Penentuan bobot nilai kriteria penilaian dan derajat kepentingan relatif kriteria penilaian terhadap pilihan keputusan dilakukan oleh pakar dengan metode justifikasi langsung (Ma’arif dan Tanjung, 2003). Total nilai pilihan keputusan dinyatakan dalam persamaan berikut (Marimin dan Maghfiroh, 2010 dan Rangkuti, 2011). ∑
......(1)
METODOLOGI
RKij >0, bulat ........................... (2)
Penelitian pemilihan model teknologi produksi pada IKM-Cokelat terkait dengan input produksi kakao pada proses produksi cokelat (permen, cokelat batangan, cokelat oles, minuman cokelat, pewarna-perisa cokelat, dan semacamnya) ini dilakukan selama tahun 2012 - 2013. Data yang dianalisis pada penelitian ini diperoleh dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam (expert survey) (Marimin, 2009), observasi lapang pada beberapa IKMCokelat dan industri pengolahan kakao, dan publikasi pustaka. Pemilihan pakar dari kalangan peneliti dan praktisi kakao-cokelat sebanyak tiga orang dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Pemilihan model teknologi produksi dilakukan melalui langkah-langkah berikut : (i) menentukan kriteria penilaian pemilihan model berikut bobot nilai masing - masing kriteria (Ma’arif dan Tanjung, 2003; dan Marimin dan Maghfiroh, 2010), (ii) menentukan pilihan model teknologi produksi sebagai pilihan keputusan berikut total nilai masingmasing model dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial MPE (Ma’arif dan Tanjung, 2003, Sulistiyo Budi et al, 2009 dan Marimin dan Maghfiroh, 2010), (iii) memilih model teknologi produksi yang sesuai bagi IKM-Cokelat berdasarkan urutan total
i = (1,2,.......n) j = (1,2........m)
48
dimana TNi adalah total nilai pilihan keputusan ke-i, RKij adalah derajat kepentingan relatif kriteria penilaian ke- j terhadap pilihan keputusan ke - i yang dapat dinyatakan dengan skala ordinal, TKKj adalah derajat kepentingan kriteria penilaian ke - j yang dinyatakan dengan bobot nilai, n adalah jumlah pilihan keputusan, dan m adalah jumlah kriteria penilaian. HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria Penilaian. Dari hasil analisis pendapat pakar, observasi lapang, dan publikasi pustaka menghasilkan 10 (sepuluh) kriteria penilaian pemilihan model teknologi produksi pada IKM-Cokelat terkait dengan input produksi kakao pada proses produksi cokelat. Hasil penilaian pakar terhadap bobot nilai masing-masing kriteria disajikan pada Tabel 1 dengan rentang bobot nilai 1 sampai 9 (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Semakin tinggi derajat kepentingan kriteria semakin tinggi bobot nilainya, dan sebaliknya. Kriteria penilaian tersebut terkait dengan atribut IKM, atribut produk cokelat, dan atribut lain–lain yaitu konsumsi energi Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
dan biaya produksi per satuan hasil produksi, dan akses ke input bahan baku kakao yaitu biji kakao dan produk antara kakao. Bobot nilai tertinggi kriteria secara rata-rata terdapat pada atribut produk, disusul pada atribut lain-lain dan atribut IKM. Tabel 1. Kriteria Penilaian Pemilihan Model Teknologi Produksi dan Bobot Nilai Masing –Masing pada IKM-Cokelat. Kriteria Penilaian Atribut IKM : 1. Kapasitas Produksi 2. Kebutuhan investasi 3. Tingkat teknologi 4. Tingkat keahlian pekerja Atribut Produk : 5. Jaminan mutu 6. Jaminan keamanan pangan 7. Kreatifitas desain desainProduk produk dan Kemasan Atribut Lain-lain : 8. Konsumsi energi 9. Biaya Produksi 10. Akses Input Bahan Baku kakao
Bobot Nilai
5 5 6 5 8 9 8 8 7 8
Industri skala kecil menengah, seperti halnya IKM - Cokelat, biasanya didesain dengan kapasitas produksi relatif kecil, sehingga kebutuhan investasinya, khususnya investasi pada mesin–peralatan proses juga relatif kecil dan menggunakan teknologi produksi yang relatif sederhana sampai menengah. Tenaga kerja yang dibutuhkannya juga relatif tidak menuntut tingkat keahlian tinggi. Dengan demikian derajat kepentingan ketiga kriteria penilaian juga relatif kecil atau sedang. Bobot nilainya pada Tabel 1 hanya 5 dan 6 . Namun produk yang dihasilkannya sebagai produk cokelat yang akan dikonsumsi atau diaplikasikan langsung oleh konsumen memerlukan jaminan keamanan produk (sangat terkait dengan jaminan keamanan bahan baku) terhadap kemungkinan kontaminasi bahaya biologi, kimia, dan fisika (BSN,1998). Demikian juga halnya dengan mutu produk (juga sangat terkait dengan mutu bahan baku), karena tuntutan karakteristik khusus produk cokelat. Tabel 1 menempatkan aspek keamanan pangan ini sangat penting menyusul aspek mutu dengan bobot nilai Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
masing-masing 9 dan 8. Sentuhan kreatifitas pada desain produk dan kemasan diperlukan untuk menarik perhatian konsumen (pada Tabel 1 kriteria penilaian ini diberi bobot nilai 8). Misalnya pada bentuk dan ukuran produk, formulasi produk, dan sinergisitas bahan baku utama dengan bahan-bahan lain untuk memperkaya citarasa dan meningkatkan fungsionalitas produk. Konsumsi energi per satuan hasil produksi dinilai penting (terkait dengan penghematan energi) yang juga akan memengaruhi biaya produksi per satuan hasil produksi terlepas dari di sektor mana penghematannya terjadi. Secara umum sampai batas tertentu semakin besar kapasitas produksi suatu mesin-peralatan, semakin kecil biaya produksi dan konsumsi energinya per satuan hasil produksi, dan sebaliknya. Hal ini karena hubungan antara harga mesin-peralatan atau konsumsi energi per satuan produksi hasil dengan kapasitas produksi tidak linier tapi eksponensial (Peter dan Timmerhaus, 1989). Akses input bahan baku kakao, termasuk produk antara kakao juga sangat penting untuk menjaga keberlangsungan produksi. Pada Tabel 1 ketiga kriteria penilaian tersebut diberi nilai masing-masing 8,7 dan 8. Pilihan Model Teknologi Produksi Ketiga model teknologi produksi dimana (i) biji kakao terlebih dahulu diolah sendiri secara internal menjadi produk antara kakao untuk selanjutnya bersama bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, (ii) biji kakao terlebih dahulu diolah sendiri secara internal menjadi produk antara kakao dengan menggunakan teknologi yang relatif lebih maju, untuk selanjutnya bersama bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, dan (iii) produk antara kakao digunakan langsung untuk diolah bersama bahan-bahan lainnya menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, dimana produk antara kakao tersebut dipasok secara eksternal dari industri 49
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 9 No. 1 Juni 2014: 43-57
pengolahan kakao yang memproduksinya dengan menggunakan teknologi yang relatif tinggi, pada penelitian ini digunakan sebagai alternatif pilihan model teknologi
produksi bagi IKM cokelat. Ketiga pilihan tersebut untuk selanjutnya disebut sebagai Teknologi Produksi Model, 1, 2, dan 3. Tabel 2 menunjukkan matriks ketiga pilihan model teknologi produksi tersebut.
Tabel 2. Matriks Model Teknologi Produksi Pemilihan Model Teknologi Produksi pada IKM Cokelat Bahan baku kakao dan mesin peralatan proses
Model Teknologi Produksi I
III
Produk akhir Input produksi (bahan baku) kakao Sumber input produksi (bahan baku) kakao
Produk cokelat Biji kakao
Produk cokelat Biji kakao
Produk cokelat Produk antara kakao
Perkebunan kakao
Perkebunan kakao
Derajat kecanggihan mesin peralatan proses
Teknologi sederhana
- Teknologi yang relatif lebih maju (biji kakao produk antara kakao) - Teknologi sederhana ( produk antara kakao produk cokelat)
Dipasok dari industri pengolahan kakao yang memproduksinya dengan menggunakan teknologi relatif tinggi. Teknologi sederhana
Hasil agregasi pendapat pakar terhadap ketiga pilihan model teknologi produksi sebagai pilihan keputusan dengan menggunakan analisis MPE disajikan pada Tabel 3. Rentang nilai derajat kepentingan relatif kriteria penilaian terhadap ketiga pilihan model teknologi produksi sebagai pilihan keputusan adalah 1 sampai 5, dimana 1 = sangat kurang , 2 = kurang , 3 = cukup , 4 = tinggi dan 5 = sangat tinggi. Dari Tabel 3 terlihat bahwa Teknologi Produksi Model 3 memiliki bobot agregat tertinggi, dan karena itu pada penelitian ini menjadi pilihan yang paling sesuai bagi IKM cokelat dan yang secara signifikan mengungguli Model 2 dan 1. Bobot agregat ketiga model menurut urutan bobotnya adalah 9.704.058, 3.851.473, dan 1.302.766. Seperti disebutkan sebelumnya, Teknologi Produksi Model 3 menggunakan produk antara kakao (sebagai input produksi bahan baku kakao) hasil produksi industri pengolahan kakao. Teknologi Produksi Model 2 dapat dipertimbangkan karena bobot agregatnya relatif lebih mendekati bobot agregat Model 3, tetapi dengan beberapa catatan. Secara teknis proses konversi atau pengolahan biji kakao menjadi produk – antara kakao relatif lebih sulit jika dibandingkan dengan proses konversi atau 50
II
pengolahan produk antara kakao menjadi produk cokelat, karena teknologi prosesnya memerlukan persyaratan-persyaratan teknis yang relatif cukup tinggi, khususnya terkait dengan material konstruksi, tingkat presisi dan sistem kontrol mesin – peralatan prosesnya. Persyaratan-persyaratan teknis tersebut terkait erat dengan karakteristik kakao dan produk cokelat. Beberapa dari persyaratan-persyaratan teknis tersebut didiskusikan pada paragraf - paragraf berikut. Pemisahan kulit biji kakao dari keping biji misalnya, mensyaratkan sisa kulit di dalam keping biji dan sisa keping biji didalam kulit seminimal mungkin. Hal ini karena kulit biji berserat kasar dan bertekstur liat, sehingga dapat menyebabkan kerusakan mesin penggiling dan jika terdapat di dalam produk pangan cokelat akan sulit dicerna oleh usus (Buckett, 2000 dan Kamphuis, 2008), sedangkan keping biji kakao bernilai ekonomi. Disisi lain tekstur biji kakao kering (apalagi yang sudah difermentasi) relatif sangat rapuh, baik kulit maupun keping biji, sehingga merupakan faktor kesulitan untuk memisahkan keduanya. Menurut Minifie (1999), pengolahan kakao komersil biasanya masih menyisakan sisa kulit didalam keping biji sebesar 1,5%. Standar SNI 3747:2009 untuk kakao bubuk mensyaratkan kadar kulit biji didalam kakao bubuk maksimal 1,75% (BSN,2009). Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
Input Produksi Biji Kakao atau Produk Antara Kakao
Atribut IKM (4) Atribut Produk (3) Atribut Lain-lain (3)
Pilihan Keputusan (3): Teknologi Produksi: - Model -1 - Model -2 - Model -3
Kritearia Penilaian (10)
Pemilihan Model Teknologi Produksi yang sesuai bagi IKM Cokelat
Model Teknologi Produksi terpilih
Gambar 2. Alur Pemilihan Model Teknologi Produksi dari 10 Kriteria Penilaian dan 3 Model Teknologi Produksi Sebagai Pilihan Keputusan.
Mesin pemisah kulit biji kakao (winnowing machine) yang baik didesain untuk menghasilkan fraksi-fraksi keping biji dan kulit biji dengan ukuran sebesar mungkin, dan meminimalkan terbentuknya fraksi-fraksi berukuran kecil atau halus (dust) (Kamphuis, 2008), sehingga fraksi-fraksi kulit yang massa jenisnya relatif lebih kecil dapat dipisahkan dari fraksi-fraksi keping. Pemisahan fraksi kulit dari fraksi keping biji dilakukan secara bertingkat menggunakan mesin penghisap (air classifier) dan ayakan bertingkat bergetar sesuai dengan ukuran fraksi. Pemberian panas atau pra-penyangraian dalam waktu singkat pada biji banyak dipraktekkan sebelum pemisahan kulit biji untuk melonggarkan ikatan kulit dengan keping. Terlepas dari apakah yang akan diproduksi, adalah kakao bubuk, lemak kakao atau makanan cokelat, ketiganya memerlukan penggilingan biji kakao yang dapat menghasilkan kakao massa atau pasta cokelat yang homogen dan bertekstur cukup halus (Kleinert,1998). Tabel 3. Hasil Analisis Pemilihan Model Teknologi Produksi pada IKMCokelat Terkait Input Bahan Baku Kakao yang Digunakan No 1 2 3
Pilihan Teknologi Produksi Teknologi Produksi Model -1 Teknologi Produksi Model -2 Teknologi Produksi Model -3
Bobot Agregat 1.302.766
Urutan 3
3.851.473
2
9.704.058
1
Proses penggilingan akan memperbaiki distribusi ukuran partikel bahan, yang bagi Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
produk cokelat distribusi ukuran partikel ini akan memengaruhi sifat alir dan persepsi sensori produk, termasuk sensori ”mouth feeling” (Ziegler dan Hoggi, 2008, Minife,1999 dan Buckett, 2000). Disisi lain, sifat fisika lemak kakao yang memadat pada suhu kamar dan terikat didalam jaringan matriks keping biji menjadi faktor kesulitan untuk mengecilkan ukuran partikel kakao. Karena itu pada industri pengolahan kakao yang memproduksi produk - antara kakao, penggilingan keping biji menjadi kakao massa atau pasta cokelat dilakukan melalui beberapa tingkatan penggilingan terpisah. Penggilingan keping biji kakao dari ukuran maksimum 0,5 cm menjadi beberapa ratus mikron dilakukan dengan pemberian gaya impuls pada kondisi bahan padat untuk merombak sel–sel matriks jaringan kakao untuk memudahkan pengeluaran kandungan lemaknya. Penggilingan–penggilingan berikutnya bekerja dengan gaya geser atau penggerusan (shear stress), pada kondisi bahan pasta (liquid). Penggilingan dapat menggunakan mesin giling tipe cakram (disc mill) atau mesin giling tipe bola (ball–mill) untuk menghasilkan kakao massa atau pasta cokelat dengan ukuran partikel hasil gilingan kurang dari 30 mikron (Beckett, 2000). Tahap terakhir penggilingan untuk menyempurnakan citarasa dan tekstur kakao massa atau pasta cokelat sebagai cokelat pahit dan cokelat manis (dark and milk chocolates) adalah proses koncing. Proses ini memerlukan durasi waktu yang relatif cukup lama. Pada mesin koncing (conching machine) moderen diperlukan durasi 10 – 16 51
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 9 No. 1 Juni 2014: 43-57
jam pada suhu 49 – 52oC untuk menghasilkan cokelat susu remah (crumb – milk chocolate) dan 16 - 24 jam pada suhu sampai 60oC untuk cokelat bubuk. Suhu yang lebih tinggi 72 – 82oC diperlukan untuk menghasilkan cokelat pahit (Minifie,1999). Untuk mengekstraksi atau memisahkan lemak kakao dari matriks jaringan keping biji agar dapat diperoleh sisa lemak didalam bungkil kakao 10 – 12 % diperlukan tekanan 6.000 psi atau bahkan sampai 12.000 psi pada suhu kakao massa 95oC sampai 105oC (Minifie,1999). Tekanan ini tergolong cukup besar setara dengan 0,5 sampai 1,0 ton/ cm2. Kandungan lemak didalam biji kakao sendiri sekitar 52%-55% (Minifie,1999 dan Sri Mulato et al,2005). Besarnya tekanan ini juga menyebabkan saringan lemak kakao tidak lagi menggunakan saringan kain tetapi saringan dari bahan metal. Sebagai perbandingan untuk memisahkan fraksi minyak dari bubur buah sawit pada suhu 4045oC untuk menghasilkan minyak kasar CPO diperlukan tekanan sebesar 50-60 bar atau kg/cm2 (Ceeta,2012). Ekstraksi maksimal kandungan lemak biji kakao biasanya dikaitkan dengan keberadaan lemak kakao sebagai komponen termahal dari biji kakao. Dipasaran dikenal tiga jenis kakao bubuk berdasarkan kandungan lemaknya yaitu kakao bubuk lemak rendah 10-12 %, lemak sedang 13-17% dan lemak tinggi 18 - 22% (Sri Mulato et al, 2005). Besarnya gaya impuls maupun gaya geser yang bekerja dalam durasi relatif lama mengharuskan komponen–komponen penggiling termasuk dinding ruang giling (milling chamber) dari mesin penggiling didesain dari material atau baja campuran khusus dengan pengerasan (specially developed alloy steel) yang sangat tahan terhadap korosi, goresan, gesekan dan keausan lainnya. Hal yang sama pada komponen-komponen pengempaan torak, batang torak, dan silinder pada mesin kempa kakao (hydrolic cacao press) terhadap besarnya gaya tekan atau gaya kompressi torak. Bila tidak, partikel-partikel halus keausan material dapat menjadi kontaminan kimia bagi bahan yang sedang digiling atau dikempa, karena material tersebut tergolong 52
logam-logam berat. Beberapa jenis logam yang biasa ditambahkan pada pembuatan baja campuran adalah Mo, Ni, Mn dan Cr. Gaya geser yang relatif cukup besar dan bekerja dalam durasi relatif lama juga dapat menyebabkan kenaikan suhu yang cukup signifikan (over heating) pada kakao massa atau pasta cokelat, sehingga ruang giling mesin penggiling kakao biasanya didesain dengan berjaket air pendingin (Minifie, 1999). Sebuah studi sistim manajemen keamanan pangan pada sebuah industri pengolahan kakao yang memproduksi kakao massa, lemak dan bungkil kakao dengan teknologi tinggi menyebutkan bahwa dari 23 tahapan proses, dua diantaranya diidentifikasi sebagai titik kendali kritis. Kedua titik kendali kritis tersebut adalah tahap pembersihan dan sortasi biji kakao dari pemasok dan tahap penyangraian biji kakao.Titik kendali kritis yang pertama dikaitkan dengan faktor masih rendahnya mutu biji kakao domestik. Potensi bahaya yang teridentifikasi adalah bahaya fisika berupa benda asing (batu,potongan besi, dan plastik) dan kotoran sisa tanaman (kluster, biji kakao hampa, dan kulit biji), dan bahaya biologi serangga, bakteri Salmonella dan E.Coli dan jamur Aspergillus spp sebagai penghasil mikotoksin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Titik kendali kritis yang kedua adalah untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme patogen tersebut sampai ke level yang aman bagi kesehatan. Sebagai industri pengolahan kakao berteknologi tinggi, ke-21 tahapan proses lainnya, termasuk tahapan-tahapan penggilingan biji kakao menjadi kakao massa, dan ekstraksi lemak kakao dengan pengempaan diidentifikasi sebagai titik-titik kendali, sehingga cukup dikelola melalui prosedur GMP (Good Manufacturing Practice) (Yunus dan Yulismulianti, 2010). Selama dua dekade terakhir sejumlah pengembangan yang cukup signifikan telah dilakukan untuk menyederhanakan proses produksi pasta cokelat, khususnya pada proses koncing. Hasil pengembangan ini telah digunakan pada industri kakao-cokelat di sejumlah negara produsen cokelat dunia. (Minifie, 1999). Seperti dikutip dari Minifie (1999) dan Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
Macintyre (2011), salah satu diantaranya adalah pada mesin koncing universal Macintyre. Mesin koncing buatan Inggris ini menggabungkan fungsi penggilingan gula, penggilingan kakao, pencampuran awal bahan (pre-mixing), penghalusan (refining), dan koncing sendiri didalam satu mesin. Komponen utama mesin terdiri dari sebuah silinder horizontal kokoh yang dinding permukaan dalamnya dilengkapi dengan deretan penggiling baja (steel ribs), sebuah rotor internal yang dinding permukaan luarnya juga dilengkapi dengan deretan penggiling baja, dan sistim kontrol tekanan giling, durasi koncing, sirkulasi air pendingin, dan sirkulasi udara pembuang uap air bahan dan senyawa-senyawa volatil kakao yang tidak diinginkan seperti rasa asam dan sepat. Besarnya celah diantara kedua deretan penggiling baja menentukan tekanan giling pada saat pencampuran maupun pada saat penggilingan berlangsung. Pembuatan pasta cokelat dapat dimulai dari keping biji kakao atau campuran kakao massa dengan gula granulasi. Kapasitas mesin koncing ini dapat mencapai lima ton, dan ukuran terkecil yang dipasarkan saat ini adalah kapasitas 25 kg. Pabrik pembuat mesin koncing universal ini mengklaim added metal count yang cukup rendah sekitar 12 ppm. KL-Protech, sebuah industri manufaktur mesin nasional sejak beberapa tahun lalu juga telah mampu memproduksi mesin-mesin pengolahan kakao dan cokelat berteknologi tinggi skala besar. Untuk memenuhi spesifikasi teknisnya beberapa material dan komponen utama mesin perlu diimpor dari Jerman. Mesin ini telah diekspor ke beberapa negara produsen cokelat di Afrika Barat. Seperti dikutip dari laman Bisnis. com. setelah melalui sejumlah riset dan penyesuaian spesifikasi teknis, KL-Protech, mulai memproduksi juga Mini Plant Cocoa Chox kapasitas 100 kg untuk memproduksi permen cokelat dari biji kakao. Mini plant ini terdiri dari mesin penyangrai, mesin pemisah kulit biji, stone mill untuk pembuatan pasta kasar, ball mill untuk penghalusan pasta kasar, dan conchtemper untuk pembuatan permen cokelat (Fitriyani, 2014). Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Dari hasil diskusi beberapa contoh persyaratan teknis yang harus dipenuhi terkait mutu dan keamanan pangan produk cokelat diatas, dan pertimbangan aspek ekonomi mengindikasikan bahwa proses konversi atau pengolahan biji kakao menjadi produk antara kakao memerlukan mesin peralatan proses berbasis teknologi tinggi. Mesin peralatan proses tersebut memiliki presisi tinggi dan dilengkapi dengan sistim kontrol elektrik. Dan ini bersesuaian dengan hasil agregasi pendapat pakar pada penelitian ini (Tabel 3). Hal yang serupa disimpulkan pula oleh Sihombing (2008), bahwa industri pengolahan kakao bukanlah industri padat karya, melainkan tergolong sebagai industri padat modal berteknologi tinggi. Karena itu industri pengolahan kakao yang mengolah biji kakao menjadi produk antara-kakao, seperti PT. General Food Industry, PT. Davamas Abadi, PT. Bumi Tangerang, dan PT: Mars Symbioscience tergolong sebagai industri dengan mesin peralatan proses berbasis teknologi tinggi dan berskala besar pula (kapasitas produksi relatif besar) dengan investasi, khususnya investasi pada mesin-peralatan proses yang besar pula. Sebagai contoh, satu set mesin–peralatan pengolahan kakao untuk memproduksi kakao massa, kakao bubuk, dan lemak kakao dengan kapasitas 2,5-3,0 ton/jam biji kakao harganya untuk tahun 2007 sekitar US$ 2,31 juta belum termasuk biaya instalasi air pendingin , dan energi juga asesoris lainnya, biaya pengiriman dan pemasangan. Tahapan proses dari unit pengolahan kakao buatan Jerman ini dimulai dari pemasukan biji kakao sampai dengan pengemasan produk (BEAR, 2007). Kapasitas produksi yang relatif besar ini akan menurunkan konsumsi energi dan juga biaya produksi per satuan hasil. Dalam banyak hal tidak ada jaminan terhadap keamanan pangan dan mutu produk jika proses konversi atau pengolahan biji kakao menjadi produk-antara kakao dilakukan dengan menggunakan mesin – peralatan proses berbasis teknologi sederhana (kasus Teknologi Produksi Model 1), karena karakteristik kakao itu sendiri seperti disebutkan sebelumnya dan dalam 53
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 9 No. 1 Juni 2014: 43-57
banyak hal berbeda dengan karakteristik komoditas hasil pertanian lainnya. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Assa (2011) dengan studi kasus pada sebuah UMKM cokelat. Kondisi-kondisi yang banyak terjadi diantaranya adalah citarasa asam produk makanan cokelat yang relatif masih tinggi akibat kurang ketatnya seleksi biji kakao yang digunakan, kadar fraksi potongan kulit biji didalam keping biji dan fraksi keping biji yang melekat pada kulit biji yang masih tinggi diatas 5 %, kadar lemak bungkil kakao masih diatas 25 %, dan tekstur permen cokelat yang terkesan “berpasir”. Keausan permukaan material pelapis rol-rol mesin pemasta kakao dan mesin koncing maupun bola-bola penggiling pada ball mill dapat menjadi indikasi adanya kontaminasi logam pada hasil produk. Akan halnya kemungkinan pertimbangan pilihan Teknologi Produksi Model 2 adalah dikarenakan beberapa jenis mesin pengolahan kakao berbasis teknologi tinggi, tetapi dengan ukuran relatif lebih kecil telah mulai diproduksi seiring dengan kemajuan teknologi permesinan. Yang kedua, bila akses ke input biji kakao dianggap lebih mudah dari pada akses ke pasokan produk antara kakao khususnya kakao massa dan kakao bubuk, karena pabrik didirikan di sentra produksi kakao atau terintegrasi dengan perkebunan kakaonya. Alasan yang kedua ini bisa menjadi penting, meski dari segi hasil produk mungkin agak kurang, misalnya tekstur yang kurang halus. Penggunaan mesin pengolahan kakao ini bagaimanapun tentu memerlukan tambahan investasi yang relatif cukup besar. Berbeda dengan proses konversi atau pengolahan biji kakao menjadi produk antara kakao, proses konversi atau pengolahan produk antara kakao menjadi produk cokelat dapat dilakukan baik oleh industri skala IKM maupun oleh industri skala besar (biasanya terintegrasi dengan produksi produk antaranya). Tahapan tahapan proses yang diperlukan relatif tidak memerlukan mesin peralatan proses berbasis teknologi tinggi (khususnya untuk produksi permen cokelat, cokelat batangan, cokelat oles, dan minuman cokelat), seperti 54
pencampuran bahan baku kering atau basah untuk homogenisasi, pelumeran chocolate block dan button untuk proses pencetakan permen, tempering untuk mengatasi efek blooming (yang juga dapat dilakukan dengan metode meja marmer), pencetakan produk (yang juga dapat dilakukan secara manual), ko-kristalisasi untuk pembuatan minuman serbuk, pemanasan adonan pada pembuatan cokelat oles, dan pengemasan produk. Proses produksi juga tidak menuntut keahlian tinggi, tetapi sebaliknya menuntut daya kreatifitas yang tinggi pada desain produk dan kemasan. Potensi bahaya keamanan pangan selama proses produksi lebih banyak terkait dengan kebersihan dan heginitas tenaga kerja dan mesin peralatan proses. Aliran Bahan Baku- Produk dari Ketiga Pelaku Utama Produksi Dengan demikian aliran bahan bakuproduk dari ketiga pelaku utama produksi: perkebunan kakao yang memproduksi biji kakao, industri pengolahan kakao yang memproduksi produk antara kakao dan IKM -Cokelat yang memproduksi produk cokelat (Teknologi Produksi terpilih Model- 3) dapat digambarkan melalui diagram Input-Output seperti pada Gambar 3. Biji kakao yang dihasilkan oleh perkebunan kakao menjadi input bahan baku bagi industri pengolahan kakao untuk menghasilkan berbagai produkantara kakao, yang untuk selanjutnya menjadi input bahan baku bagi IKM-Cokelat. Dengan demikian tanggung jawab jaminan mutu dan keamanan pangan (quality and food safety assurance) produkantara kakao yang digunakan berada pada industri pengolahan kakao yang memang memiliki kompetensi ini, sedangkan IKMCokelat bertanggung jawab terhadap mutu, keamanan, dan inovasi kreatifitas produk cokelat yang dihasilkan. Yang perlu diperhatikan bagaimana menciptakan sinergisitas yang secara ekonomi dan strategis saling menguntungkan diantara ketiga sektor produksi: perkebunan kakao, industri pengolahan kakao dan IKM Cokelat, mengingat selama ini produk antara Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
kakao yang dihasilkan masih mengandalkan lemak dan bungkil kakao untuk tujuan ekspor. Insentif dan kemudahan-kemudahan untuk mendirikan industri pengolahan kakao diwilayah sekitar sentra-sentra produksi kakao juga dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya industri-industri cokelat skala IKM,tetapi dengan catatan harus mempertimbangkan kemampuan pasokan biji kakao. Skema kerja sama yang dapat
dikembangkan antara industri pengolahan kakao dengan IKM Cokelat misalnya adalah melalui penyedian pasokan pasta cokelat atau chocolate compounds and buttons dan bubuk kakao berdasarkan formula atau racikan IKM-Cokelat. Formulasi tersebut dapat memanfaatkan bahan baku lokal spesifik (sebagai kearifan lokal) untuk meningkatkan nilai fungsionalitas atau untuk memperkaya citarasa produk cokelat yang diproduksi oleh IKM-Cokelat.
Kakao massa, Lemak Kakao, Kakao Bubuk
IKM Cokelat (Makanan) Perkebunan rakyat, swasta dan negara
Biji kakao Fermentasi dan non fermentasi
Produk Cokelat Permen Cokelat Cokelat Batangan Cokelat Oles Pewarna-perisa cokelat
Industri pengolahan Kakao
Kakao Bubuk
IKM Cokelat
(Minuman)
Produk Cokelat Minumancokelat - susu Minuman istan Jahe - cokelat Minuman istan kopi moka– jahe - cokelat
Gambar 3. Aliran Bahan Baku-Produk dari Ketiga Pelaku Utama Produksi (Teknologi Produksi Model 3) SIMPULAN Dari ketiga alternatif pilihan model teknologi produksi pada IKM-Cokelat dimana input produksi : (i) biji kakao diolah sendiri secara internal menjadi produk-antara untuk selanjutnya bersama bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, (ii) biji kakao diolah sendiri secara internal menjadi produk-antara dengan menggunakan teknologi yang relatif lebih maju, untuk selanjutnya bersama bahan-bahan lainnya diolah lagi menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, dan (iii) produk - antara kakao yang diolah langsung bersama bahan-bahan lainnya menjadi produk cokelat dengan menggunakan teknologi sederhana, dimana produk antara Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
tersebut dipasok secara eksternal dari industri pengolahan kakao berteknologi relatif tinggi, disimpulkan bahwa model teknologi produksi yang paling sesuai bagi IKM-Cokelat adalah teknologi produksi model ketiga mengungguli model kedua dan model pertama. Pemilihan teknologi produksi ini mempertimbangkan karakteristik IKM, karakteristik produk cokelat, energi, biaya produksi dan akses ke input bahan baku. Teknologi produksi model kedua dapat dipertimbangkan dengan beberapa catatan terutama terhadap jaminan keamanan pangan produk antara kakao yang diproduksi sendiri secara internal. Pilihan tersebut dapat digunakan sebagai salah satu referensi oleh IKMCokelat dan oleh pengambil keputusan dalam upaya pengembangan IKM-Cokelat dan industri pengolahan kakao nasional, 55
Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 9 No. 1 Juni 2014: 43-57
setidaknya sampai beberapa tahun kedepan mengikuti perkembangan teknologi proses dan teknologi manufaktur mesin pengolahan kakao-cokelat. DAFTAR PUSTAKA 1. Ahmad, F. dan Sumarna, 2013 Kebijakan Kementerian Perindustrian Dalam Mendukung Program Hilirisasi Industri Kakao Nasional. Prosid. Sem. Nas. Teknologi Inds, Kakao dan Hasil Perkebunan Lainnya. Makassar 27 – 09 – 2013. 2. Assa, A. 2011. Penerapan Teknologi Pengolahan Cokelat pada UMKM Sibali Resoe Masamba Kerjasama Dengan JICA Provensi Sulawesi Selatan. JRTI Vol.1. 2011. BBIHP. 3. BEAR, 2007. BEAR GmbH Mills and Tanks, Berlin-Germany (Offer Hho507014) 4. Beckett, ST.2000. The Science of Chocolate, cambridge UK: RSC. 5. Beckett, ST. 2009. Chocolate Flow Properties, Industrial Chocolate Manufacture and Use, Oxford ; Wiley Blackwell 6. BSN 1998. SNI – 01 – 4832 – 1998 : Sistim Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya 7. BSN, 2009. SNI 3747-2009 Kakao Bubuk 8. Ceeta. 2012. Industri Minyak Kelapa. ceeta. wordpress.or/ 2013.(di akses 0302-2013). 9. Fitriani, 2014. Mesin Pengolah Cokelat Bikin Produksi Moncer. Bisnis. com. (diakses 24-03-2014). 10. Haryadi, P. 2013. Tren Perkembangan Riset Produk Olahan Kakao. Prosid Sem.Nas. Teknologi Inds. Kakao dan Hasil Perkebunan Lainnya. Makassar 27 – 09 – 2013 11. Ju Tan, TS, Jinap, AE. Kusnadi, NA, Homes’. 2008. Extraction of Cocoa Butter By Supercritical Carbon Diokside Optimizitation of Operrating Condition and Effeet of Particle size. J. Food Lipids
56
15: 263 – 276. 12. Kamphuis, H.J 2008. Production and Quality Standards of Cocoa Mass, Cocoa Butter, and cocoa Powder, Industrial Chocolate Manufacture and UseOxford, Wiley Blackwell 13. Kleinert, J. 1998. Cocoa Mass, Cocoa Powder, Cocoa Butter. Industrial Chocolate Manufacture and Use, Ed. ST. Beckett. New York : AV1 Pub. 14. KnowHow. 2014. Input-Output and Gantt Diagram. Knowhow. non profit.org. (diakses 30-02-2014). 15. Liendo,R,FC. Padilla dan A.Quintana,1997. Characterization of cocoa Butter Extracted Form Criollo cultivura of Theobroma cacao L. Food Res. Int. 30% : 727 - 731 16. Ma’arif,S dan H. Tanjung. 2003. Teknik – Teknik Kuantitatif Untuk Manajemen. Jakarta: Grasindo 17. Macintyre. 2011. From Bean to Chocolate, Macintyre Choco. System, Scotland, UK,www. machintyre. co.uk. products.html. (diakses 10-02-2014) 18. Marimin. 2009. Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial, Cetakan ke-3 IPB Press 19. Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press. 20. Minifie, BW. 1999. Chocolate, Cocoa, and Confectionary: Science and Technology Alpen Pub. 21. Mueller, DR.2014. What is Production Technology in Manufacturing?.small businees.chron.com(diakses 05-042014) 22. Oliveira, da Silva LF, Machiel, M.S Miranda, dan E. da Silva Bispo, 2011. Phenolic compounds, Flavanoids, and Antioxidant Activity in Different Cocoa Samples from Organic and Conventional Cultivation, British Food Journal 113 (9) : 1094-1102. 23. Peter, M dan K.D. Timmerhaus. 1989. Plant Design and Economy for Chemical Engineers. New York : Mc Graw Hill 24. Rangkuti, HA. 2011. Teknik Pengambilan Keputusan Multi Kriteria Menggunakan Metode Baeyes, MTE, CEI dan AHP. J. Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Pemilihan Model Teknologi Produksi pada Industri ... (Ruslan)
ComTech 02 (01) Juni 25. Sikumbang, Z, 2008. Menuju Sumatera Barat Sebagai Penghasil Kakao Terbesar di Indonesia Bagian Barat. Sem. Prospek Pengembangan Kakao di Sumatera Barat, IPB-Bogor, 28 Mei 2008. Inpacs-IPB-Sumbar. 26. Sulistiyo Budi, L, M.S.Ma’arif.l.Sailah dan S. Raharja. 2009 Starategi Pemilihan Model Kelembagaan dan Kelayakan Finansial Agroindustri Wijen, J. Tek. Ind. Pert. 19 (2) : 56-63 27. Sri Mulato, S. Widyatono, Misnawi dan E. Sudaryanto, 2005. Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao, Puslit Kopi dan Kakao. 28. Wahyudi, T dan Misnawi, 2008. The World Scenario of Cocoa Production and
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
Consumption. The Second International Plantation Industry Conference and Exhibition (ZP; CEX),UiTM Shah Aleme, Selangor Malaysia, 18 – 21 Nov.2008 29. WCF. 2007. Indonesia Roadmaps for Cocoa Sustainability WCF Partnership Meeting. Washington, Oct. 24, 2007 30. Yunus, MR dan Yulismulianti, 2010. Application of HACCP Principles in Manufacturing Process of Cocoa Butter and Cakes : A Case Study at PT. Maju Bersama Cocoa Industry Makassar. JIHP 5(1) Juni : 51 – 62. 31. Ziegler,GR dan R.Hogg.2008. Particle Size Reduction, Industrial Chocolate Manufacture and Use, Oxford : Wiley Blackwell.
57
58
Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan
PENERAPAN METODE GA-KMEANS UNTUK CLUSTERING DATA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH (IKM)DI DISPERINDAG BANGKALAN 1
Tri Sundarwati , Bain Khusnul Khotimah2, Firli Irhamni3 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang PO. BOX 2 Kamal, Bangkalan - 69162 Email : [email protected]
ABSTRAK Industri Kecil dan Menengah (IKM) merupakan industri berskala kecil dan menengah.IKM juga sebagai sektor industri penggerak perekonomian yang mampu memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.Perkembangan IKM di wilayah madura sendiri cukup meningkat pesat, seiring dengan perkembangan tersebut perlu perhatian khusus dari pemerintah guna meningkatkan potensi usaha masyarakat agar dapat memicu pertumbuhan IKM dan produktifitas IKM di Bangkalan. Peningkatan pertumbuhan IKM di Bangkalan diperlukan bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan produktifitas suatu IKM. Oleh karena itu, Penelitian ini bertujuan untuk pengelompokan data IKM berdasarkan karakteristiknya yang berhubungan dengan produktifitas IKM. Metode yang di gunakan untuk clustering data IKM ini adalah metode GAKmeans. Metode ini di gunakan karena menghasilkan kinerja yang lebih optimal dibandingkan dengan metode K-means sederhana, melalui proses clustering K-meanssederhana yang titik pusatnya dioptimasi dengan Algoritma Genetika. Untuk evaluasi hasil clustering menggunakan SSE (Sum Square Error),Total Within Cluster Variation dan Total between Cluster Variation. Dari 2 uji coba diperoleh nilai WithinGA-Kmeans lebih kecil di banding Kmeans , pada uji coba ke 2 nilai BetweenGA-Kmeans sebesar 0.264 dan K-means sebesar 0.124, jadi GAKmeans lebih besar dari K-means karena Cluster yang ideal mempunyai minimum Within dan maksimum Between. Hasil pengelompokan menghasilkan 3 cluster, 1 IKM sangat produktif, 53 IKM produktif dan 46 IKM kurang produktif. Kata Kunci : IKM, Cluster, K-means, GA-Kmeans
ABSTRACT Small and Medium Industries (SMI) is a small and medium scale industries. SMI also as an economic driver of the industrial sector capable of contributing in employment. The development of SMI in the region of Madura itself sufficient to increase rapidly, in line with the development needs special attention from the government to improve the business potential of the community in order to trigger the growth of SMI and SMI productivity in Bangkalan. Increased growth of SMI in Bangkalan needed help from the government to improve the productivity of an SMI. Therefore, this study aimed at grouping data based SMI productivityrelated characteristics of SME. The method used for this clustering is a method of data SMI GA-Kmeans. This method is used because it produces a more optimal performance than Kmeans clustering method is simple, through k-means clustering process simpler that its center point is optimized with Genetic Algorithm. For the evaluation of clustering results using the SSE (Sum Square Error), Total Within Cluster Variation and Total Variation between Cluster. 2 trials of values obtained Within GA-Kmeans Kmeans smaller appeal, the trial to 2 Between GA-Kmeans values of 0.264 and 0.124 for the K-means clustering, so the GA-Kmeans greater than the K-means cluster ideal for having Within the minimum and maximum Between. Results clustering generates clusters 3, 1 very productive SMI, 53 productive SMI and 46 earning less productive SMI. Keywords:Small and Medium Industries (SMI), clustering, k-means, GA-kmeans 89
90 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 89 - 101
1.
PENDAHULUAN Potensi IKM di Indonesia sebenarnya sangat besar. Hanya saja, potensi yang besar itu belum
termaksimalkan. Mereka belum maksimal memanfaatkan jaringan untuk bekerjasama (joint action) guna memecahkan permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi [2]. IKM di Bangkalan memiliki kendala meskipun telah adanya peningkatan bantuan dari disperindag. Selain itu kesulitan bantuan dalam pemasaran produk dapat menghambat pengembangan IKM. Hal ini disebabkan banyaknya IKM yang tersebar di daerah madura khususnya Bangkalan sebagai pusat sektor industri sehingga pemerintah kurang dapat memberikan bantuan yang mengena kepada para pelaku IKM . Padahal tidak sedikit IKM yang berpotensi untuk dapat berkembang. Oleh sebab itu diperlukan sebuah pemberian perhatian secara intensif kepada pelaku IKM yang benar-benar ingin mengembangkan usahanya. Saat ini banyak faktor yang menghambat perkembangan industri, karena setiap daerah mempunyai potensi alam yang bisa dikembangkan. Maka perlu campur tangan dinas perindustrian dan perdagangan untuk memberikan berbagai bantuan dan pelatihan yang bisa memberikan inovasi baru pada industri di kabupaten Bangkalan agar bisa bersaing dengan pasar. Data Clustering merupakan salah satu metode Data Mining yang bersifat tanpa arahan (unsupervised). Ada dua jenis data clustering yang sering dipergunakan dalam proses pengelompokan data yaitu hierarchical(hirarki) data clustering dan non-hierarchical(non hirarki) data clustering. K-Means merupakan salah satu metode data clustering non hirarki yang berusaha mempartisi data yang ada ke dalam bentuk satu atau lebih cluster/kelompok [4]. Metode K-means merupakan metode yang sangat cepat dalam proses clustering [5]. Namun, K-means mempunyai mempunyai kelemahan yang diakibatkan oleh penentuan pusat awal cluster [6]. Oleh sebab itu diperlukan optimasi titik pusat K-means dengan menggunakan Algoritma Genetika. Proses Algoritma Genetika dalam penentuan titik pusat cluster yang memiliki performa yang lebih cepat, yang di sebut dengan algoritma genetika cepat (Fast Genetik k-means Algorithm) [7]. Dari uraian di atas, maka perlu pengelompokan data IKM yang bermaksud untuk mengelompokkan dari sekelompok data berdasarkan karekteristik kategori produktifitas Metode yang di gunakan adalah metode GA K-means. Algoritma GA-Kmeans ini di pilih karena dari sebuah studi yang di lakukan oleh Ferlyna, Erma dan Ahmad yang diterapkan untuk pengelompokan pengguna pada Bapersip provinsi Jawa timur membuktikan bahwa Algoritma GAKmeans mampu menghasilkan pengelompokan dengan tingkat variasi di dalam cluster yang lebih baik di bandingkan dengan algoritma K-means sederhana.Dengan total within cluster yang dihasilkan bernilai lebih kecil di banding dengan menggunakan K-means sederhana. Sehingga metode ini di pakai untuk optimasi penentuan titik pusat pada clustering K-means.Dengan data yang di peroleh dari disperindagtahun 2010-2012 dengan label parameter yang sesuai dengan produktifitas suatu IKM.
Tri. Penerapan Metode Ga-Kmeans Untuk Clustering Data......91
METODE Clustering “Clustering atau analisis cluster adalah proses pengelompokan satu set benda-benda fisik atau abstrak ke dalam kelas objek yang sama” [12]. Clustering di sebut juga kumpulan pola kedalam cluster (kelompok) berdasar ats kesamaannya, pola-pola dalam suatu cluster akan memiliki kesamaan ciri/sifat daripada pola-pola dalam cluster lainnya. Clustering ini memiliki manfaat untuk melakukan analisis pola yang ada dan mengelompokkan serta membuat keputusan.Tujuan dari clustering ini adalah untuk mengelompokkan sejumlah data ke dalam cluster sehingga setiap cluster berisi data yang memiliki kemiripan sangat tinggi. K-Means Clustering Metode K-means diperkenalkan oleh James B MacQueen pada tahun 1967 dalam proceeding of the
Berkeley symposium on Mathematical Statistic. K-Means
merupakan
algoritma yang umum digunakan untuk clustering dokumen. K-Means merupakan salah satu metode data clustering non hirarki yang berusaha mempartisi data yang ada ke dalam bentuk satu atau lebih cluster/kelompok.Metode ini mempartisi data ke dalam cluster/kelompok sehingga data yang memilikikarakteristik yang sama dikelompokkan ke dalam satu cluster yang sama dan data yangmempunyai karakteristik yang berbeda dikelompokkan ke dalam kelompok yang lain[4]. Beberapa alternatif penerapan K-Means dengan beberapa pengembangan teori-teori penghitungan terkait telah diusulkan. Hal ini termasuk pemilihan: 1. Distance space untuk menghitung jarak di antara suatu data dan centroid 2. Metode pengalokasian data kembali ke dalam setiap cluster 3. Objective function yang digunakan Langkah-langkah clustering dengan menggunakan algoritma K-means adalah: 1. Penentuan pusat awal cluster 2. Penghitungan jarak pusat cluster … (1) Keterangan : d = titik dokumen x = dara record y = data centroid 3. Pengelompokan data . 4. Penentuan pusat clusterbaru Setelah diketahui anggota tiap-tiap kelompok kemudian pusat cluster baru di hitung berdasarkan data anggota tiap-tiap cluster sesuai dengan rumus pusat anggota cluster. Algoritma penentuan pusat cluster baru :
92 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 89 - 101
Hitung pusat baru dengan rumus : … (2)
Dimana : x1 = nilai data record ke-1 x2 = nilai data record ke-2 ∑x = jumlah data record 5. Ulangi langkah ke dua hingga posisi data tidak mengalami perubahan. GA-Kmeans clustering Sebuah studi yang di lakukan oleh Ferlyna, Erma dan Ahmad yang diterapkan untuk pengelompokan pengguna pada Bapersip provinsi Jawa timur dan studi yang di lakukan oleh kim dan ahn dengan penelitiannya A recommender system using GA K-means clusteringin an online shopping marketmenjelaskanbahwa kinerja dari pengklasteran menggunakan metode K-means mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap penentuan titik pusat awal cluster yang dibangkitkan secara random, sehingga seringkali menyebabkan hasil pengklasteran terjebak pada solusi yang bersifat minimal lokal. Algoritma Genetika
ini digunakan untuk memperbaiki
penentuan titik pusat awal dalam proses klasterisasi berbasis K-means. Tahapan algoritma GA-Kmeans melakukan praproses data adalah implementasi algoritma genetika untuk mendapatkan centroid awal yang optimal, antara lain: 1)
Representasi kromosom Dalam penelitian ini menggunakan integer encoding. Gen direpresentasikan dalam bentuk string bit. Panjang biner tersebut mewakili panjang kromosom. Panjang kromosom adalah sebanyak banyak jumlah atribut*jumlah cluster.
2)
Inisialisasi populasi Dalam proses pembangkitan populasi awal, pusat cluster K dikodekan pada setiap kromosom dan dibangkitkan secara random berdasarkan data yang telah dilakukan praproses data sebelumnya.
3) Evaluasi Perhitungan fungsi fitness Pada tahap evaluasi ini adalah menghitung nilai fungsi objektif, yaitu bagian yang menilai atau mengukur setiap kromosom terhadap kriteria penyelesaian masalah. Alur dari proses perhitungan fungsi fitness meliputi: Menghitung jarak setiap data asli terhadap centroid yang direpresentasikan dalam kromosom. Rumus yang digunakan dalam mengihitung nilai fungsi objektif yaitu menggunakan metode euclidean distance dengan rumus: … (3)
Tri. Penerapan Metode Ga-Kmeans Untuk Clustering Data......93
Keterangan : d = titik dokumen, x = dara record, y = data centroid Mengambil nilai minimum dari jarak setiap data ke centroid ke i. Menjumlahkan jarak terpendek data terhadap centroid yang dimiliki masingmasing kromosom sebagai nilai fitness. 4) Proses seleksi Proses seleksi digunakan untuk memilih individu-individu mana saja yang dipilih untuk dilakukan proses selanjutnya. Proses seleksi disini menggunakan seleksi roda roulette. metode yang paling sederhana dan sering dikenal dengan nama Roulette Wheel Selection. 5) Proses crossover Crossover merupakan salah satu operator Algoritma Genetika yang sangat penting peranannya dalam menghasilkan sebuah solusi yang optimal. Pada penelitian ini menggunakan One-point 6)
Proses mutasi Proses mutasi menggunakan mutasi geser, yaitu dengan menggeser nilai gen pada gen yang terpilih untuk dimutasikan. Karena penelitian ini menggunakan binary mutation maka dalam proses mutasi ini penggantian gen dengan nilai invesnya, gen 0 menjadi 1 dan 1 menjadi 0.
7) Proses elitisme Proses elitisme dilakukan untuk melestarikan kromosom-kromosom terbaik ke populasi yang baru, sehingga tidak kehilangan solusi terbaik. Metode GA-Kmeans ini di terapkan bertujuan untuk memperbaiki permasalahan pengklasteran berbasis K-means, beberapa perubahan dilakukan guna memperoleh hasil yang optimal dalam penggunaannya untuk perbaikan penentuan titik pusat awal.
EVALUASI CLUSTERING Pengukuran kinerja clustering dengan Sum of Square Error (SSE) SSE (Sum Squared of Error) menyatakan total kesalahan kuadarat yang terjadi bila n data i n x ,..., x dikelompokkan kedalam k cluster dengan pusat tiap cluster adalah k m ,...,m 1 . Nilai SSE tergantung pada jumlah cluster dan bagaimana data dikelompokkan ke dalam cluster-cluster tersebut. Semakin kecil nilai SSE, semakin bagus hasil clustering-nya. Adapun rumus SSE adalah sebagai berikut : [3] …(4) Keterangan : Ci = nilai centroid
94 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 89 - 101
Variasi dalam cluster Varian suatu cluster digunakan agar mendapatkan jumlah cluster yang tepat secara otomatis [16]. Proses menganalisa baik tidaknya suatu proses pembentukan cluster dapat diperoleh dari kepadatan cluster yang dibentuk (cluster density). kepadatan suatu cluster dapat di tentukan dengan mengevaluasi validitas cluster berdasarkan dengan: [16]
variance within cluster (Vw) = minimize
variance between cluster (Vb) = maximize
Berikut adalah contoh tiga cluster diagram menampilkan variance within cluster dan variance between cluster variance between cluster (Vb) = maximize variance within cluster (Vw) = minimize
Gambar 1. diagram between dan within cluster variation [17]
Varian tiap tahap pembentukan cluster dapat dihitung dengan rumus: …(5)
Dimana :
Vc
= varian pada cluster c
c
= 1..k, dimana k = jumlah cluster
∑
= jumlah data pada cluster c
Yi
= data ke-i pada suatu cluster
Y_bar
= rata-rata dari data pada suatu cluster
variance within cluster (Vw) = minimize within cluster ini adalah langkah-langkah kekompakan berdasarkan jarak antara obyek dan pusat cluster, menggunakan jarak minimum antar obyek dalam suatu cluster. Dari nilai varian di atas, kita dapat menghitung nilai variance within cluster (Vw) dengan rumus: … (6)
Dimana: N = Jumlah semua data = Jumlah data cluster i
Tri. Penerapan Metode Ga-Kmeans Untuk Clustering Data......95
Vi = Varian pada cluster i
variance between cluster (Vb) = maximize between cluster ini adalah langkah- langkah pemisahan berdasarkan jarak maksimum antara pusat cluster. Dan nilai variance between cluster (Vb) dengan rumus:
… (7) Dimana, = rata-rata dari Flowchart Sistem Flowchart umum merupakan gambaran global bagaimana sistem akan berjalan. Data dari Disperindag akan melalui proses pengolahan data. Data yang telah di olah akan di clustermenggunakan metode GA-Kmeans dan juga akan di cluster menggunakan metode K-means biasa. Untuk mengukur kinerja tiap metode digunakan sum of square error (SSE) dan untuk menghitung tingkat variasi cluster dengan total within cluster variation dan total between cluster variation
Gambar 3. Flowchartklasterisasi K-means Gambar 2. FlowchartSistem GA-Kmeans
yang sudah di optimasi oleh GA
96 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 89 - 101
HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Algoritma GA-Kmeans a. Hasil Algoritma genetika Hasil Algoritma Genetika berupa centroid masing-masing Kromosom yang akan di gunakan sebagai initial centroid dari proses klasterisasi K-means. Initial centroid di dapat dari Fitness terbaik sesuai masukkan cluster yang di peroleh dari implementasi Algoritma Genetika dengan parameter ukuran probabilitas crossover, mutasi dan maksimum generasi. b. Proses klasterisasi K-means Proses klasterisasiK-means ini di lakukan dengan menggunakan algoritma K-means biasa, hanya saja centroidnya di tentukan yaitu berdasarkan proses Algoritma Genetika yang telah di lakukan sebelumnya. c. Dari hasil GA, dengan inisialisasi populasi 15 kromosom, uji coba dengan parameter p.crossover 0.50, p.mutasi 0.25 dan jumlah generasi 5. Mendapatkan hasil fitness terbaik etelah perankingan fitness terbaik, Fitness terbaik diambil 3 karena dalam uji coba perhitungan manual ini menggunakan 3 cluster. Tabel 1 Tabel Hasil Fitness Terbaik
NAMA PERUSAHAAN Istana Perdana Plastik Bengkel Las Mobil Agung Perdana Aulia d.
FITNESS TERBAIK 1 1 0.0239051
Menghitung jarak data asli ke centroid Ukuran kemiripan yang digunakan pada metode K-means adalah jarak minimal data dengan centroid. Pada penelitian ini, rumus jarak yang digunakan adalah Euclidean distance. Tabel 2 Tabel nilai jarak dengan Euclidien No 1. 2. 3. 4. 5. … 96 97 98. 99. 100.
Nama perusahan Al-Amin Saltindo Sinar Surya Sejati Slamet Jaya Batik Tulis Rani Service Annajah … Bengkel las mobil perdana2 Mubarokah sari CV,khanza prima Bengkel andy jaya jaya utama
ED (C1) 0.508 0.906 0.282 0.677 0.387 … 0.387
ED (C2) 0.6 0.953 0.421 0.669 0.005 … 0.01
ED (C3) 0.401 0.849 0.234 0.637 0.201 … 0.202
Nilai min 0.401 0.849 0.234 0.637 0.005 .. 0.01
1.869 0.343 0.264 0.542
2.123 0.248 0.403 0.474
2.074 0.162 0.446 0.444
1.869 0.162 0.264 0.444
Tri. Penerapan Metode Ga-Kmeans Untuk Clustering Data......97
Dimisalkan untuk mencari jarak (euclidean distance) ke 3 pada IKM Slamet jaya yaitu dengan cara di bawah ini :
= 0.23374182
e. Menghitung centroid baru
Setelah menghitung jarak tiap cluster, tahap selanjutnya yaitu menghitung centroid baru dengan menghitung rata – rata tiap objek yang terletak pada cluster yang sama. Tabel 3 Tabel centroid baru c1 c2 c3
0.161 0.034 0.048
0.222 0.124 0.137
0.355 0.021 0.038
0.433 0.822 0.37
0.258 0.011 0.03
0.865 0.954 0.898
Misalkan untuk menghitung centroid baru (C1), pada kriteria nilai investasi yaitu dengan cara :
C1=
= 0.221847158 f.
Ulangi langkah – langkah di atas hingga diperoleh hasil yang stabil ( centroid baru = centroid lama).
Setelah stabil, kelompokkan kecamatan berdasarkan kelompoknya.
Berikut ini hasil akhir dari proses ini : Tabel 4 Tabel pengelompokan IKM Cluster 1 mubarokah laut.
sari
Cluster 2 Service an-najah, sumber usaha, setia jaya, sumber rajeki, barokah, pembuatan gerabah, meubel, nusyara, batu bata jaya, lase egar motor, nurrahman art, pribadi motor, bengkel pribadi motor, sumber rejeki, CV. Tiga berlian, indah jaya, idola motor, surya abadi bengkel, sumber urip, aulia, sido mulyo, laseri jawi mulya, gearsong, yamani, untung, plastic rejeki, istana perdana plastik, service jokotole, panca foto, sekawan makmur, UD. Maju jaya, bengkel las sukardi, foto copy dan percetakan sebaguna, mutiara indah, percetakan al-afif, bengkel las kholiq, cat leya, las kurnia, UD. Titipan illahi, enggal jaya, aluminium kurnia, meubel prima jaya, rizki aluminium, jinah, anthika Madura handicraft, meubel jaya makmur, wisma indah, bengkel las mobil agung perdana , bengkel las mobil agung perdana
Cluster 3 Al-amin saltindo, Sinar surya sejati, slamet jaya, batik tulis rani, murni jaya, barokah, bunga raya, dunia dua ribu tiga hasil laut jaya, Risty bakeri, sekar jaya, kue allia, pengeringan ikan, petis, kamilia,, tunas laut, sofi bumbu nasi goring pembuatan terasi, fadhilah spoon, sagura catering, sumber risky, yufit, boxeis, aguna, dam aqua fress, sari laut, pabrik es balok, rokok soumil, kecap jeruk pecel mega collection, tirtawangi, UD. Ar-Rochman, UD. Laras, UD. Hadiri, bulan marta, UD. Atika kautsar, CV. Guna tirta, candy, roti susan, tiga jaya ship, kecap udang windu, karina, delima, roti
98 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 89 - 101
II, CV. Khanza prima media, bengkel mobil andy jaya, UD.khas jaya utama.
vista, ashari konveksi, mineral bugar,
air
PenerapanSum Of Square Error(SSE) Perhitungan sum of square error (SSE) digunakan untuk mengetahui kinerja tiap metode. Berikut ini contoh perhitungan untuk iterasi : Nilai rata – rata ( ) tiap – tiap cluster : C1 C2 C3
0.569 0.204150943396226 0.332326086956522
Setelah seluruh Nilai minimum dari GA-KMeans pada iterasi akhir dihitung pada rata-rata cluster sesuai dengan hasil cluster akan di dapatkan nilai SSE pada masing-masing clustersbb: Tabel 5 Tabel Hasil Cluster SSE cluster 1 SSE cluster 2 SSE cluster 3
0 0.067003 0.067008
Penerapan total Within Cluster Variation Analisis Cluster digunakan untuk meminimalkan varians dalam kelompok dan memaksimalkan varians antara kelompok. Hasil dari analisis cluster haruslah menampilkan homogenitas internal (within-cluster) yang tinggi. Berikut contoh perhitungannya. a) Terlebih dahulu harus menghitung variant. Tabel 6 Hasil Variant cluster Cluster 1 2 3
Nilai Variant GA-KMeans 0 0.019285 0.026751
0=0
b) Kemudian memasukkan nilai variant ke dalam rumus Within Jumlah semua data = 100 Tabel 7 HasilNilai Within Cluster Variation Cluster
Nilai Within Cluster Variation GA-KMeans 0.000325274 0.000328593 0.000331981
1 2 3 = 0.000328593
Penerapantotal Between Cluster Variation. menghitung kepadatan cluster berupa variance between cluster (Vb). Cluster yang ideal mempunyai maksimum Vb yang menyatakan external homogeneity yang tinggi (between cluster).
Tri. Penerapan Metode Ga-Kmeans Untuk Clustering Data......99
Tabel 8 HasilNilai between Cluster Variation Cluster 1 2 3
Nilai Between Cluster Variation 0 0.066728954 0.197612556
= 0.197612556
Hasil Uji Coba Data uji coba yang digunakan untuk uji coba pada sistem ini adalah data IKM tahun 20102012. Data diperoleh dari Dinas perindustrian dan Perdagangan kab. Bangkalan. Data ini akan di uji cobakan dengan beberapa skenario, yaitu skenario pertama dengan 10 iterasi, skenario ke 2 dengan 15 iterasi dan skenario ke 3 dengan 7 iterasi. Dari 3 skenario yang telah di uji coba, dapat diperoleh perbedaan hasil kinerja dari tiap metodenya. Pengukuran kinerja dari tiap metode dengan menggunakan sum of squares error (SSE), Variant cluster Within dan Between. Tabel 9 Tabel hasil perbandingan K-means dan GA-Kmeans CLUSTER CLUSTER 1 CLUSTER 2 CLUSTER 3 CLUSTER 1 CLUSTER 2 CLUSTER 2
METODE K-MEANS GAKMEANS
SSE 0.49257003 0.55957286 0.56642951 0 0.06700283 0.06700824
Within 0 0.089675 0.03431018 0 0.06672895 0.19761256
Between 0 0.089675 0.03431018 0 0.06672895 0.19761256
Gambar 4 Grafik SSE Gambar 5 Grafik WithinGambar 6 Grafik Between
Uji penentuan jumlah cluster dan jumlah iterasi di lakukan dengan melakukan uji coba untuk dengan masukkan user. Uji perbandingan clusterisasi GA-Kmeans dan K-means sederhana, Pada penelitian ini kinerja GA-KMeans lebih baik dibandingkan K-Means biasa. Hal ini dikarenakan nilai centroid yang di gunakan untuk proses K-means tidak random tetapi di lakukan optimasi dengan Algoritma Genetika. hasil pengujian metode dengan tiga skenario untuk iterasi 10, 15, 7
100 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 89 - 101
SIMPULAN Setelah dilakukan perancangan dan pembuatan aplikasi Penerapan Metode GA-Kmeans untuk Clustering Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Disperindag Bangkalan pada Tugas Akhir ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Dapat di analisis bahwa maksimum generasi berbanding lurus dengan nilai fitness yang di hasilkan, karena semakin besar jumlah generasi semakin besar ruang observasi akan besar pula. P. mutasi dan crossover juga berbanding lurus dengan solusi yang di hasilkan. 2. Algoritma genetika mampu menghasilkan pengelompokan dengan tingkat var iasi di dalam clusteryang lebih baik di banding K-means biasa.. Jadi dapat di simpulkan metode GAKmeanslebih baik kinerjanya dari pada K-means biasa.Dari hasil analisa karakteristik IKMmelalui serangkaian tahap uji coba, maka di peroleh kelompok IKM dengan uji coba 3 cluster IKM dengan persebaran data pada cluster 1 terdapat 1 IKM, cluster 2 terdapat 53 IKM, cluster 3 terdapat 46 IKM. cluster 1 menunjukkan IKM yang sangat produktif, cluster 2 menunjukkan IKM yang produktif dan cluster 3 menunjukkan IKM yang tidak produktif.
DAFTAR PUSTAKA [1] Sriyana, Jaka. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (Ukm): Studi Kasus Di Kabupaten Bantul. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. [2] Marijan, Kacung. Mengembangkan Industri Kecil Menengah Melalui Pendekatan Kluster. INSAN. 7: 216-225. 2005. [3] Nango, Dwi, Noviati. Penerapan Algoritma K-Means Untuk Clustering Data Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Di Kabupaten Xyz. Tugas Akhir Jurusan Teknik Informatika Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 2012. [4] Agusta, Yudi. K-Means-Penerapan, Permasalahan dan Metode Terkait. Jurnal Sistem dan Informatika. 3:47-60. 2007. [5] Barakbah, Ali, Ridho. Optimasi Titik Pusat K-means dengan Algoritma genetika. WorkShop on Soft Computing PENS-ITS. 2006. [6] Alfina, Tahta., Santosa, Budi., Barakbah, Ali, R. Analisa Perbandingan Metode Hierarchical Clustering, K-means dan Gabungan Keduanya dalam Cluster Data (Studi kasus : Problem Kerja Praktek Jurusan Teknik Industri ITS). ISSN. 1:521-525. 2012. [7] Wardhani, Ferlyna, K., Suryani, Erma., dan Mukhlason, Ahmad. Penerapan metode GAKmeans untuk pengelompokan pengguna pada Bapersip Provinsi Jawa Timur. ISSN. 1: 545550. 2012. [8] Nugroho, Cahyo, Aji., Hendrawan, Rully, A., Hafidz Irmasari. Clustering Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dalam Menentukan Kebijakan Bantuan Badan Pemberdayaan
Tri. Penerapan Metode Ga-Kmeans Untuk Clustering Data......101
Masyrakat di Kota Surabaya dengan Menggunakan Metode Self-Organizing Map(SOM) dan K-Means. ISSN. 1:368-373. 2012. [9] Kim, K, J., Ahn, H. A recommender system using GAK-means clustering in an online shopping market. Expert Systems with Applications, 1201-1209. 2008. [10] Hermawanto, Denny. Algoritma Genetika dan contoh aplikasinya. http://www.ilmukomputer.com. diakses tanggal 1 november 2013. [11] Davies, and Paul Beynon. Database Systems Third Edition. New York: Palgrave Macmillan. 2004. [12] Han, J. and Kamber, M. Data Mining Concepts and Techniques Second Edition. San Francisco: Morgan Kauffman. 2006. [13] Santosa, Budi. Data Mining : Teknik Pemanfaatan Data Untuk Keperluan Bisnis. Edisi Pertama. Yogyakarta Sawir: Agnes. 2007. [14] Istiana, Meliza. Optimasi Komposisi Bahan Pangan Harian Berdasarkan Kebutuhan Nutrisi Menggunakan Algoritma Genetika Dan Euclidean Distance. Tugas Akhir Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Trunojoyo Madura. 2012. [15] Rachmanita, Cynthia., Sulistijono, Indra, Adji. Human-Friendly Arm Robot Using Interactive Genetic Algorithm. Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. 2012. [16] Damayanti, Nadia., dkk. Temu Kembali Informasi Berdasarkan Lokasi Pada Dokumen Yang Dikelompokkan Menggunakan Metode Centroid Linkage Hierarchical.Jurusan Teknik Informatika Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. 2012. [17] Accredited, EQUIS. Cluster Analysis. Faculty Of Economics University Of Ljubljana.
JURNAL DEVELOPMENT
Pengaruh Distribusi Pendapatan dan Daya Serap Tenaga Kerja Pada Industri Kecil di Kota Jambi Oleh: *) Muhammad Sabyan **)Dosen Tetap STIE Muhaammadiyah Jambi
Abstrak Sektor industri mempunyai peranan penting dalam menuju kemajuandalam sebuah perekonomian, ini dikarenakan sektor industri diyakini dapat memimpin sektor-sektor dalam menciptakan nilai tambah yang dibanding produk-produk sektor lain. Dengan menggunakan analisis CESmaka dapat dilihat bahwa sektor industrialisasi dan pembangunan industri merupakan salah satu jalur untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti peningkatan pendapatan. Searah dengan perkembangan industri, ini mencerminkan peningkatan daya serap tenaga kerja, maka diharapkan juga terjadi pendistribusian pendapatan atas pemilik modal dengan tenaga kerja yang lebih merata. Kata kunci: industrialisasi, CES, Pendapatan, Tenaga Kerja
Pendahuluan Proses pembangunan seringkali dikaitkan dengan proses industrialisasi. Proses industrialisasi dan pembangunan industri sebenarnya merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu. Menurut Arsyad (2007) Pembangunan industri merupakan suatu fungsi dari tujuan pokok kesejahteraan rakyat, bukan merupakan kegiatan yang mandiri untuk hanya sekedar mencapai fisik saja. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Dalam bukunya yang di tulis oleh Dumairy (Dumairy, 2009) Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (term of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang besar disbanding produk-produk sektor lain. Sejalan dengan hal tersebut, maka peran sektor industri pengolahan semakin penting, sehingga sektor industri pengolahan mempunyai peranan sebagai sektor pemimpin (Leading Sector) di sektor industri secara umum.Keadaan tersebut juga berlaku di Kota Jambi. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor industri terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) seperti terlihatdalam Tabel 1.1 berikut STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman17dari55
JURNAL DEVELOPMENT
Tabel 1.Distribusi Persentase PDRB menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Di Kota Jambi Tahun 2010-2012 Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Sumber : BPS Kota Jambi
2010 (%)
2011 (%)
2012 (%)
1,48 8,68 15,40 2,87 6,33 24,72 17,85 9,16 13,51 100
1,43 8,04 15,44 2,83 6,48 25,16 18,09 9,46 13,07 100
1,36 7,35 15,48 2,84 6,59 26,04 18,05 9,78 12,51 100
Dari table 1. di atas dapat diketahui bahwa pertumbuhan kontribusi sektor industri pengolahan cukup baik terhadap PDRB di mana pada tahun 2010 pangsanya sebesar 15,40% pada tahun 2011 sebesar 15,44% dan pada tahun 2012 sebesar 15,48%. Dari angka tersebut maka dapat diketahui bahwa kontribusi sektor industri pengolahan di Kota Jambi cukup baik di samping sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Menurut Sukirno (2009) penanaman modal atau investasi dalam teori adalah pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan adanya penanaman modal di Kota Jambi maka pemerintah atau pihak swasta dapat mengembangkan usaha atau menambah unit-unit usaha, dengan pengembangan usaha atau penambahan unitunit usaha akan membutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan demikian penambahan modal dapat mengurangi masalah pengangguran. Sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa terdiri dari berbagai faktor seperti tenaga kerja, tanah dan modal termasuk mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, tenaga listrik, kemajuan teknologi dan lain-lain.Namun diantara semua faktor tersebut, faktor sumber daya manusia memegang peranan utama dalam meningkatkan produktivitas karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya adalah hasil karya manusia.Oleh karena itu, disamping produktivitas tanah dan modal yang biasanya ditonjolkan dan menjadi pusat perhatian adalah produktivitas tenaga kerja.Produktivitas tenaga kerja di STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman18dari55
JURNAL DEVELOPMENT
pengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri, maupun yang berhubungan dengan lingkungan dan kebijakan pemerintah (J.Ravianto. 2008). MenurutSimanjuntak (2007) dan Handoko (2008), Penyerapan tenaga kerja di sektor industri kecil dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari tiap-tiap unit usahanya. Secara internal dipengaruhi oleh tingkat upah, produktivitas tenaga kerja,modal(teknologi), dan pengeluaran non upah lainnya. Sedangkan secara eksternal dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, pengangguran dan tingkat bunga. Searah dengan perkembangan jumlah industri kecil yang ada dan peningkatan investasi serta peningkatan daya serap tenaga kerja, maka diharapkan juga terjadi pendistribusian pendapatan atas pemilik modal dengan tenaga kerja yang lebih merata.Namun demikian, pencapaian atas beberapa hal tersebut secara bersamaan adalah suatu hal yang sulit diupayakan. Kondisi ini justru menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya substitusi modal terhadap tenaga kerja. Substitusi modal terhadap tenaga kerja tersebut dapat mempengaruhi daya serap tenaga kerja pada industri kecil (Embang dan Tricahyono, 2009). Sehingga pada akhirnya akan dapat mempengaruhi pendistribusian pendapatan antar pemilik modal dengan tenaga kerja.
Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunkan dalam penelitian ini adalah data primer yang langsung diambil dari objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui dua sumber, data primer dan data sekunder Jenis data primer yang diperlukan untuk analisis penelitian ini meliputi: 1. Jumlah tenaga kerja yang di serap 2. Upah tenaga kerja tiap unit usaha 3. Nilai produksi yang dihasilkan tiap unit usaha 4. Biaya bahan baku tiap unit usaha Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan untuk mendukung dalam analisis penelitian ini meliputiData yang di dapatkan dari kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, BPS Kota Jambi, Kantor Desperindag Jambi, Kantor Desperindag Kota Jambi, hasil STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman19dari55
JURNAL DEVELOPMENT
penelitian dan laporan-laporan hasil penelitian terdahulu dan publikasi ilmiah lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian.
Metode Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan adalah industri kecil yang berkedudukan dan beroperasi di daerah Kota Jambi.Adapun jenis industri kecil yang dijadikan objek adalah industri.Hasil pertanian dan kehutanan, industri Aneka, Industri Kimia dan Industri Mesin, Logam dan Elektronika.
Metode Analisis Dalam penelitian ini, untuk menjawab semua permasalahan diatas. Penulis menggunakan analisis CES .Model tersebut harus bisa menganalisa fenomena yang di teliti untuk menjadikan sebagai dasar untuk menganalisis fenomena tersebut a. Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini, yaitu distribusi Pendapatan antara pemilik Modal dengan tenaga kerja serta pada industri kecil maka digunakan formula sebagai berikut :
Q A K p 1 L p
p
Keterangan : Q = Produksi yang dihasilkan K = Modal L = Tenaga kerja A = Parameter elastisitas subtitusi Ρ = Parameter elastisitas subtitusi α = Parameter distribusi pendapatan μ = Parameter skala hasil Dengan begitu kita dapat memperoleh parameter σ,α,ρ,μ dan A melalui estimasi dua tahap. Tahap pertama di buat untuk mendapatkan nilai parameter σ,α dan ρ yaitu dengan mentransformulasikan persamaan (2.14) ke dalam bentuk Linear : 1 1 w K Ln Ln Ln L 1 L 1 1 1 r
Adapun pada persamaan (2.9) σ =—maka persamaan (3.1) menjadi : 1+p STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman20dari55
JURNAL DEVELOPMENT
w K Ln Ln Ln 1 L r
Adapun asumsiσLn maka persamaan (3.2) secara sederhana akan berbentuk w K Ln c Ln L r
Untuk persamaan (3.3) akan di ketahui parameter σ, sehingga selanjutnya :
1
c antiLn c antiLn 1
b.
Untuk mengetahui hasil analisis permasalahan kedua, yang menyangkut dengan pengaruh tingkat perubahan penggunaan modal terhadap tingkat perubahan daya setiap tenaga kerja digunakan rumusan sebagai berikut:
V= K p 1 L p
1 / p
Tahap selanjutnya parameter α dan p yang didapati pada tahap pertama disubtitusikan ke dalam (persamaan 2.4), sehingga diperoleh persamaan : Q= V
Persamaan (3.5) di masukan ke dalam bentuk linear, sehingga diperoleh bentuk: LnQ=LnA+ LnV Hasil dari persamaan (3.6) memberitahukan bahwa dengan itu semua fungsi produksi CES telah didapati dalam membuat estimasi fungsi produksi CES.
Untuk memperoleh kevaliditasan dari analisis yang diteliti maka akan kita uji dengan pengujian statistik: Pertama, untuk menguji keberartian masing-masing koefisien regresi (partial test) maka digunakan t-tes thitung=
i S 2 i
Keterangan:
i koefisien regresi ke i 2
S = Varians STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman21dari55
JURNAL DEVELOPMENT
Dengan kesimpulan : 1.
thitung= ttabel : variable bebas secara sendiri-sendiri tidak berpengaruh nyata terhadap variable terikat.
2.
thitung= ttabel : variable bebas secara sendiri-sendiri berpengaruh nyata terhadapt variable terikat.
Kedua , untuk mencari tingkat keberartian semua variabel bebas terhadap variabel terikat
maka dilakukan uji F (Overall test) : F hitung
EMS Explainedm eanSqaure RMS Re sedualMean Square
Dengan pembanding F tabel F(0,01 s.d 0,25,V1,V2) Keterangan : V1= k-1 V2 = n-k dan k= banyaknya variable n= jumlah data Maka didapati kesimpulan menjadi: 1.
Fhitung = F tabel
: semua variable bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variable
terikat. Ini bermakna bahwa model yang digunakan tidak tepat.
2.
Fhitung = F tabel
: semua variable bebas secara bersama-sama mempengaruhi varibel terikat. Ini
bermakna model yang digunakan tepat
Dengan mempertimbangkan pengestimasian model yang terbentuk adalah dalam bentuk regresi sederhana maka nilai Fhitung menadi sama dengan t²hitung. Pembahasan Untuk lebih terperinci hubungan tingkat modal dan tingkat produksi pada industri kecil sampel dapat kita lihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Hubungan Tingkat Modal dan Tingkat Produksi Pada Industri Kecil Sampel Tingkat Modal Rendah 1 Juta- 51 Juta Sedang 52 Juta – 102 Juta Tinggi 103 Juta- 153 Juta Jumlah STIE Muhammadiyah Jambi
Tingkat Produksi Jumlah Rendah Sedang Tinggi 8 juta – 52 Juta 53 Juta-97 Juta 98 Juta- 142 Juta 56 12 68 2
4
-
6
-
-
1
1
58
16
1
75 Halaman22dari55
JURNAL DEVELOPMENT
Dari data tersebut di atas kita dapat melihat bahwa 74,66% (56 industri kecil) dari 75 industri kecil sampel berada pada taraf hasil produksi yang tergolong rendah. Dan dapat dilihat juga hanya di temukan 1,33% (1 industri kecil) mempunyai produktifitas yang tergolong tinggi. Dari data produksi industri kecil sampel tersebut bisa disimpulkan bahwa rata-rata industri kecil di kota Jambi dapat menghasilkan Rp 37,130 juta per tahun.Faktor tersebut tidak terlepas dari sisi tingkat modal, didapati sekitar 90,66% (68 industri kecil) dari industri kecil sampel memiliki modal tergolong rendah dalam hal klasifikasi yang dilakukan ini dan hanya 1,33% (1 industri kecil) yang memiliki modal tinggi, dengan tingkat modal ratarata Rp 20,28 juta per industri kecil sampel Untuk menunjang produktifitas tenaga kerja, upah merupakan salah satu faktor yang penting untuk di kedepankan. Dari tingkat upah pada industri sampel tidak ditemukan kesamaan dalam penggajian nya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, upah yang di dapati oleh pekerja pada industri sampel berada pada kisaran Rp. 300.000,- per bulan sampai dengan Rp. 1.000.000,- per bulan dengan rata-rata per bulan nya berkisar Rp 750.000,-. Kalau di bandingkan dengan upah minimum yang di tentukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi yang berkisar Rp 1.200.000,- per bulan maka itu bisa di katakan cukup bagi mereka.
Tabel 3. Tingkat Upah Tenaga Kerja Per Jenis Industri Kecil Sampel Jenis Industri
Tingkat Upah per Tahun ( Ribuan Rupiah )
Jumlah
Rp.350- Rp. 500
Rp. 600- Rp.800
Rp. 850-Rp.1.000
22
3
3
28
3 7
18 12 6
1 -
22 12 13
32
39
4
75
Industri Hasil Pertanian dan Kehutanan Industri Aneka Industri Kimia Industri Mesin Logam dan Elektronik Jumlah
Dari data mengenai industri sampel, maka akan kita dapati hasil hasil estimasi data tersebut melalui dua tahap fungsi produksi CES. Dari persamaan regresi pada estimasi tahap pertama akan didapati hasil sebagai berikut :
Ln (K/L) =13,770 + 0,42 Ln (w/r) thitung
= 11.799
Fhitung
= 286
STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman23dari55
JURNAL DEVELOPMENT
rSquare
= 0,04
Hasil yang didapati dari persamaan regresi memberitahuakan bahwa nilai parameter nya menjadi : σ = 0,42 =
α=
,
, ,
,
,
= 1,3809 ,
= 0,999
(1-α)=(1-0,999)= 0,0001
Untuk mengetahui nilai yang didapati dari parameter estimasi tahap kedua, sebelum nya kita lakukan dulu uji kelayakan model hasil estimasi. Uji kelayakan menggunakan Uji t dan Uji F Hasil nya didapati bahwa Fhitung(286) > F
tabel
= 0,01 diketahui t hitung (11,80) > t
tabel
(2,38) dan
(3,95).Dapat di diketahui bahwa variabel independent pada persamaan
regresi estimasi tahap satu mempunyai pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel dependent. Hasil yang didapati pada regresi estimasi tahap pertama diketahui nilai r squere = 0,04. Bisa dilihat bahwa variable independent memiliki kemampuan sebesar 4% dalam menjelaskan variasi perubahan variabel dependent pada model. 96% sisa nya
variasi
perubahannya dipengaruhi oleh faktor lain. Dari statistik pengujian yang dilakukan bisa didapati bahwa bahwa persamaan regresi dari hasil estimasi satu cukup valid digunakan untuk analisis lebih lanjut. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan estimasi tahap dua, yaitu dengan memasukkan parameter estimasi tahap satu ke dalam persamaan, sehingga menjadi:
V= 0,9999
1,3809
+ 0,001
1,3809 −1/1,3809
Dengan memasukkan nilai K dan L dari setiap industri kecil sampel akan diperoleh nilai V, yang kemudian disubstitusikan kembali kedalam fungsi produksi. Melalui transformasi ke dalam bentuk linear maka diperoleh hasil regresi estimasi tahap kedua, yaitu sebagai berikut:
STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman24dari55
JURNAL DEVELOPMENT
Ln Q = 11,620+ 0,40 Ln V thitung
= 4,14
Fhitung
= 17,2
rSquare
= 0,02
Dengan berakhirnya persamaan regresi dari estimasi yang kedua tersebut, maka di ketahui bahwa nilai parameter estimasi keseluruhan data telah lengkap. Tetapi sebelumnya akan dilakukan dahuluuji kelayakan model terhadap persamaan (5.3) melalui Uji t dan Uji F. Untuk hasil
=0,01 dapat di ketahui bahwa t
hitung
(4,14) > t
tabel
(2,38) dan Fhitung
(17,2) > Ftabel (3,95). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa variabel independent pada persamaan (5.3) secara statistik dapat melakukan pengaruh yang nyata terhadap variabel dependent. Sedangkan
nilai r square = 0,02. Data tersebut mengatakan bahwa variabel
independent dari persamaan regresi hasil estimasi tahap dua mampu menjelaskan variasi dari perubahan variabel dependent sebesar 2%, sedangkan sisanya sebesar 98% dijelaskan oleh faktor lainnya. Dari penggabungan kedua tahap estimasi fungsi produksi CES industri kecil, dan dari data hitungan statistik model estimasi yang dilakukan dapat dikatakan bahwa penelitian itu layak untuk dianalisis, dan dengan itu bisa dikatakan bahwa semua nilai parameter telah selesai di proses, selanjutnya akan dijabarkan dalam interprestasi atas nilai parameter yang di peroleh: 1. Untuk nilai parameter subtitusi yang didapati
= 0,42 dan
= 1,3809, ini menunjukan
bahwa tingkat elastisitas substitusi antara modal dan tenaga kerja adalah relatif kecil dari satu atau in elastis. Untuk itu maka , bila terjadi peningkatan biaya faktor modal sebesar 1% hal tersebut akan meningkatkan jumlah tenaga kerja sebesar 0,42%. Dapat dikatakan bahwa hal tersebut relatif mudah mensubstitusi faktor produksi modal dengan tenaga kerja atau pun sebaliknya, sambil tetap mempertahankan tingkat output yang tetap. Hasil tersebut menunjukan bahwa industri kecil di kota Jambi memiliki daya serap tenaga kerja yang relatif sedang 2. Sedangkan nilai parameter A= 11,620. Itu mengindikasikan bahwa bila terjadi peningkatan pada faktor produksi sebesar satu unit maka akan meningkatkan produksi sebesar 11,620satuan. Dari hitungan tersebut bisa kita simpulkan bahwa industri kecil sampel cukup efisien. STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman25dari55
JURNAL DEVELOPMENT
3. Untuk parameter distribusi
= 4,2785. Mengindikasikan bahwa sebesar 4,3% sektor
pendapatan industri kecil diterima oleh pemilik modal,95,7% sisa nya di dapatkan dari tenaga kerja. Untuk mengkaji lebih jauh,nilai elastisitas substitusi
= 0,0001 menunjukan bahwa
dalam tingkat perubahan faktor produksi (K/L) sebesar 1% akan membuat MTRS sebesar 1,0627% (persamaan 2.8). indikator nya bahwa perubahan MRTS dan rasio intensitas faktor (K/L) terjadi pada tingkatan output tertentu, dengan begitu MRTS yang merupakan kenaikan relatif produktivitas marginal tenaga kerja terhadap modal, bisa mempengaruhi rasio intesnsitas faktor cenderung meningkat. Pada kondisi ini berarti industri bersifat padat modal (capital intensive). Melihat tingkat industri yang padat modal maka mudah substitusi antara modal dengan tenaga kerja disebabkan tingkat modal lebih tinggi dari setandar upah tenaga kerja. Dalam keadaan elastis tersebut bisa dikatakan terjadi kenaikan biaya modal sebesar 1% (menunjukan juga peningkatan pada rasio harga input w/r sebesar 1%) dengan itu dapat meningkatkan tenaga kerja kurang dari 1% atau hanya 0,0001% (atau meningkatkan intensitas faktor K/L sebesar 0,0001%)., sehingga wL/rK menjadi naik (industri menjadi lebih padat modal). Dari deskripsi ini dapat kita intrpretasikan bahwa daya serap tenaga kerja pada industri kecil di Kota Jambi relatif cukup Dengan tingkat industri yang elastis dan padat modal maka memberi konsekuensi pada lebih rendahnya tingkat produktivitas marginal tenaga kerja dari padat modal. Sehingga menurut Salvatore (2008)akan menjadikan industri lebih efisien dan hal ini ternyata ditemui pada industri kecil sampel, yang menunjukkan tingkat efisiensi A= 11,20. Lebih lanjut menurut Clague (2009)tingkat efisiensi kecil yang demikian lebih menggambarkan tingkat kemampuan (skill) dan tingkat optimasi penggunaan tenaga kerja yang tersedia pada industri kecil. Konsekuensi lebih jauh dari kondisi industri yang relatif padat modal adalah distribusi pendapatan yang relatif besar diterima oleh pemilik modal dibandingkan tenaga kerja. Dari hasil analisis, hal ini ditunjukkan dengan parameter distribusi a= 4,2785, yang berarti 42,78% tingkat pendapatan yang dihasilkan industri kecil diterima pemilik modal
STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman26dari55
JURNAL DEVELOPMENT
Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan 1. Koefisien elastisitas substitusi antara modal dan tenaga kerja pada industri kecil di Kota Jambi adalah σ= 0,42atau bersifat inelastis . Ini berarti relatif sulitnya mensubstitusi faktor produksi modal dengan tenaga kerja sambil tetap mempertahankan tingkat \output. Bila terjadi peningkatan pada biaya modal sebesar 1%, industri kecil hanya mampu meningkatakan penyerapatan tenaga kerja sebesar 0,42%. Kondisi ini mengindiikasikan daya serap tenaga kerja industri kecil di Kota Jambi relatif rendah. Hal ini merupakan implikasi dari teknik produksi industri kecil yang cenderung padat modal (capital intensive labor saving) yang terindikasi dari besarnya nilai rata-rata intensitas faktor (K/L) industri kecil. 2. Tingkat efisiensi industri kecil sampel di Kota Jambi adalah sebesar A=11,620 . Ini berarti bila tejadi peningkatan pada faktor produksi sebesar satu unit satuan maka akan meningkatkan produksi sebesar 11,620 satuan. 3. Koefisien distribusi industri kecil sampel adalah a= 0,999 hal ini menunjukkan bahwa 99,99% bagian pendapatan yang dihasilkan industri kecil diterima oleh pemilik modal, sedangkan 0,1% diterima oleh tenaga kerja. Ini berarti tinggi bagian pendapatan yang diterima pemilik modal dibandingkan yang diterima tenaga kerja pada industri kecil di Kota Jambi.
Saran Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh maka dapat disarankan halhal berikut kepada: 1. Para pemerhati ekonomi lebih menekuni dan mendalami kajian-kajian penelitian yang berkaitan mengenai faktor daya serap tenaga kerja,tingkat efisiensi dan distribusi pendapatan dalam industri kecil yang terdapat di kota Jambi sebagai bahan acuan untuk masukan bagi instansi dan lembaga- lembaga ataupun mereka yang membutuhkan informasi tentang industri kecil di Kota Jambi . Sebagai identifikasi awal, dalam ruang lingkup analisis yang telah dilakukan, dapat diidentifikasikan beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap tenaga kerja, tingkat efisiensi dan distribusi pendapatan pada industri kecil.Tekhnik produksi yang digunakan oleh industri kecil diduga merupakan faktor utama yang mempengaruhi daya STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman27dari55
JURNAL DEVELOPMENT
serap tenaga kerja. Indikator yang berkenaan dengan tekhnik produksi yang digunakan adalah laju substitusi antar faktor input. Dimana tingkat kemudahan substitusi antar faktor itu sendiri dipengaruhi oleh harga input. Ini berarti perkembangan tingkat harga faktor input (tingkat upah atau bunga modal) akan menentukan daya serap tenga kerja. Selain itu tentu saja, daya serap tenaga kerja pada industrikecil juga dipengaruhi oleh tingkat investasi dan volume produksi. Selanjutnya tekhnik produksi yang digunakan diduga juga mempengaruhi tingkat efisiensi. Dikarenakan tingkat efisiensi berkenaan dengan biaya input dan nilai output maka biaya produksi, volume produksi dan harga produk juga mempengaruhi efisiensi. Faktor lainnya yang diidentifikasi memepgaruh efisiensi berkenaan dengan optimalisasi penggunaan tenaga kerja.Dimana, pengoptimalisasian tenaga kerja itu sendiri dipengaruhi oleh karakteristik biografi dan tingkat keahlian (skill) yang dimiliki tenaga kerja.Adapun karakteristik biografi tenaga kerja dapat diamati dari tingkat umur, pendidikan dan lama pengalaman bekerja pada bidangnya.Sedangkat tingkat keahlian tenaga kerja dipengaruhi oleh kursus atau pendidikan dan latihan yang pernah diikuti. Terakhir untuk distribusi pendapatan diduga juga dipengaruhi oleh faktor teknik produksi.Hal ini dikarenakan teknik produksi cenderung mencerminkan jumlah tenaga kerja yang digunakan.Dismaping faktor tekhnik produksi, tingkat distribusi juga dipengaruhi oleh sistim dan tingkat upah yang berlaku.Yang dimaksud dalam hal ini berkenaan dengan tingkat intensif, bonus dan tunjangan yang diberikan. Faktor-faktor yang telah diidentifikasi di atas merupakan identifikasi awal, yang terkait
dengan
penelitian
ini.
Namun
demikian,
diharapkan
dapat
membantu
pengidentifikasian lebih lanjut dalam konteks yang lebih luas guna penelitian selanjutnya 2. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi perlu terus meningkatkan peranannya sebagai mediator guna pengembagan kerjasama yang terintegrasi antara industri kecil engan instansi yang terkait (Dinas Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta pihak perbankan), selanjutnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga harus mampu mengembangkan pola kemitraan antara industri kecil dengan Badan Usaha Miliki Swasta dan Badan Usaha Milik Negara. Pengembangan pola kemitraan yang dimaksud harus lebih bersifat komprehensif dan berkelanjutan. Dengan demikian diharapkan terjadi transfer STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman28dari55
JURNAL DEVELOPMENT
kemampuan, mulai dari aspek manajemen dan produksi sampai pada aspek pemasaran. Hal ini akan berdampak pada perkembangan industri kecil yang efisien dan berdaya serap tenaga kerja. Bagi Pemerintah Daerah perlu melakukan perumusan kebijakan yang bersifat kondusif bagi pengembangan industri kecil, terutama yang berkenaan degna peningkatan kemampuan daya serap tenaga kerja, tingkat efisiensi dan distribusi pendapatan. Secara lebih spesifik, keibjakan tersebut dapat berupa insentif keringanana pajak yang dikaitkan dengan produktivitas dan efisiensi, tingkat investasi yang dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja minimal serta pengawasan secara konsisten dalam pelaksanaan Upah Minimum Regional
DAFTAR PUSTAKA Abramomitz. 2005, Resources and Output Trends in The United State American Economic Reviem, Edisi Mei, USA Agosin Manuel. R. 2006 Development Patterns and Labour Absortion in Colombian Manufacturing, The Jurnal of Development Studies Vol. 12 No. 4 Edisi Juli. BPS. 2012. Kota Jambi Dalam Angka 2012, Biro Pusat Statistik Kota Jambi, Jambi Branson, Willian. H. 2009. Macroeconomic Theory, Mc. Graw Hill, New York Chu Chi S.Lin. 2005, Production Function Factor Substitusion, and Direct Foreign Invesment : A Case Study in Taiwan, Asian Economic Journal, Vol. 9 No. 2 Clague, Christoper K. 2006. Capital Labor Substitusion in Manufacturing in Under Development Countries, Jurnal Econometrica, Vol. 37 No. 3 Edisi Juli. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, 2012.Laporan Tahunan 2012, Kantor Departemen Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, Jambi Ferguson, C.E dan Gould, J.P.1975.Microeconomic Theory, Richard D. Irwi Inc. Home Illionis.
STIE Muhammadiyah Jambi
Halaman29dari55
PENGARUH KOORDINASI TERHADAP PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL PRODUK USAHA KERAJINAN TANGAN DAN BORDIR
DI KOTA TASIKMALAYA Oleh Astri Siti Fatimah [email protected]
Jurusan Ilmu Administrasi Negara Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Tasikmalaya Jln. Perintis Kemerdekaan No. 200 Tasikmalaya Abstrak :Industri kecil memiliki peranan strategis dalam perdagangan nasional hal ini karena proporsi usaha skala kecil mempunyai daya serap tenaga kerja yang sangat besar. Kota Tasikmalaya memiliki banyak sumber daya yang dapat dikembangkan, baik industri bordir, makanan atau kerajinan. Industri Kecil Menengah telah terbukti mampu menghasilkan berbagai komoditas, lokal maupun pasar internasional, tetapi daya saing dari produk yang dihasilkan pengusaha tersebut belum maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar pengaruh koordinasi dengan pengembangan industri kecil produk usaha kerajinan tangan dan bordir di Kota Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh koordinasi terhadap pengembangan industri kecil produk usaha kerajinan tangan dan bordir sebesar 29,7 % sedangkan 70,3 % disebabkan oleh faktor lain. Kata kunci : Industri kecil, koordinasi, pengembangan dikembangkan
Pengembangan usaha industri kecil
sangat
mengingat
penting
dilakukan
perannya
dalam
secara
berkesinambungan. menunjukan
Kenyataan
bahwa
mampu
industri
bertahan
kecil
perdagangan nasional yang sangat
cukup
dalam
strategis. Pembenaran paling mendasar
menghadapi gelombang krisis ekonomi
untuk mengembangkan usaha kecil
yang melanda Indonesia dibandingkan
adalah bahwa proporsi usaha skala
dengan industri besar. Isu yang tetap menarik untuk
kecil mempunyai daya serap tenaga yang sangat besar. Sejalan
diungkap dalam dinamika ekonomi
dengan sistim perekonomian rakyat,
nasional hingga sekarang ini adalah isu
keberadaan industri kecil merupakan
tentang usaha kecil. Penomena yang
salah satu kekuatan ekonomi yang
nampak
harus
bagaimana mengembangkan
kerja
dipertahankan
dan
terus 96
kepermukaan
adalah usaha
kecil tersebut agar tetap eksis dan
pertumbuhan di wilayah Priangan
mampu bersaing dengan keberadaan
Timur juga telah menetapkan visinya
usaha
yang
berskala
besar.
yaitu dengan Iman dan Taqwa Kota
Industri
kecil
sebenarnya
sangat
Tasikmalaya
Menjadi
Pusat
fleksibel, namun mereka sulit untuk
Perdagangan dan Industri Termaju di
berkembang. Sedangkan usaha mereka
Priangan Timur Tahun 2012.
sebenarnya sangat potensial. Pembangunan
Kota
memiliki
juga
banyak sumber daya yang dapat
diarahkan untuk lebih meningkatkan
dikembangkan, baik industri bordir,
industri kecil dan industri rumah
makanan atau kerajinan. Industri Kecil
tangga. Usaha tersebut dilaksanakan
Menengah
antara lain melalui pembinaan dan
menghasilkan
pengembangan
local
usaha
produktivitas, produksi
industri
Tasikmalaya
peningkatan
perbaikan serta
meningkatkan
berbagai
maupun
pasar
pula
belum maksimal. Untuk mengejar target pesanan
akan
tersebut
pendapatan
agar
dapat
merupakan
mampu
Kemitraan
antara
memberikan
sumbangan
besar
terhadap
dengan
keluarga.
salah dengan
memenuhi
kebutuhan maksimal maka program kemitraan
Sejalan
internasional.
yang dihasilkan pengusaha tersebut
tangga
yang
komoditas,
meningkatkan
pengusaha dan buruh industri sehingga pendapatan
mampu
Sayangnya, daya saing dari produk
berkembangnya industri kecil dan rumah
terbukti
mutu
keterampilan para pengrajin. Dengan industri
telah
aktualisasi
pemodal satu
kata
ideal.
pemodal
besar
kecil
strategi
dikembangkan
merupakan yang
untuk
dapat
kemajuan
otonomi daerah, setiap daerah relatif
bersama. Kemitraan yang didasari
diberikan
kesadaran
kebebasan
menetapkan
visi
pembangunannya
dan sesuai
untuk misi
Tidak
terkecuali
yang
besar
membutuhkan yang kecil, yang kecil
dengan
membutuhkan yang besar.
potensi dan kebutuhan masing-masing daerah.
bahwa
Sebagai
salah
satu
pusat
Kota
kerajinan Bordir yang terletak di
Tasikmalaya sebagai salah satu pusat
Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya 97
telah dapat dibuktikan bahwa adanya
mesinnya harganya
kesadaran
untuk
saling
250.000.000,- (dua ratus lima puluh
menguntungkan
(memajukan)
atau
juta rupiah). Ini dapat meningkatkan
simbiosis mutualisme seperti itulah
efisiensi tenaga kerja menjadi 17 orang
yang
dan
harus
Para
ditumbuhkembangkan.
pengusaha
kecil
selalu
menimbulkan
mencapai
Rp.
pengangguran
sebanyak 217 orang.
mendaptkan order untuk usaha bordir
Tentu saja para pengusaha
dari pengusaha besar dengan hitungan
kecil merasa usaha mereka terancam
perkodi.
gulung
Dalam
proses
tikar
karena
bakal
kalah
pembuatan
bersaing dengan para pemilik modal
kerajinan bordir, faktor produksi yang
besar yang menawarkan harga lebih
digunakan adalah tenaga kerja, modal,
bersaing dengan produk lebih unggul
dam peralatan, sedangkan bahan baku
dan
yang digunakan adalah kain. Pada
keterbatasan informasi pasar yang
industri rumah tangga kerajinan bordir
dimiliki pelaku usaha tentang sumber
di Kecamatan Kawalu, dalam proses
bahan baku serta panjangnya jaringan
pembuatannya
baku
distribusi mengakibatkan harga barang
menjadi barang jadi masih banyak
baku di tangan pengusaha kecil dan
yang menggunakan alat tradisional
menengah menjadi mahal. Selain itu,
atau mesin juki disamping ada juga
system
yang menggunakan dengan teknik
komitmen pemda dan DPRD terhadap
komputer.
dukungan permodalan usaha kecil dan
dari
bahan
cepat.
Disamping
itu
pengembangan
juga
usaha,
Seiring dengan perkembangan
menengah masih terbatas. Sehingga
ilmu pengetahuan dan teknologi para
keberpihakan lembaga keuangan dan
pengusaha menengah mulai melirik
perbankan
komputer
diharapkan.
sebagai
mengahasilkan
alat
bordir.
untuk
Tentu
saja
belum
Tidak
hanya
seperti itu,
yang proses
bahwa harga alat tersebut sangat
perizinan usaha, paten, merek dan ijin
mahal. Berdasarkan hasil penelitian
ekspor terlalu berbelit belit dengan
bahwa untuk satu paket yang terdiri
biaya
sehingga
banyak
dari
dikeluhkan pelaku usaha.
Selain
komputer
berikut
18
unit 98
tinggi
keterbatasan informasi, kendala yang
otomatis pengrajin belum menikmati
dihadapi pelaku usaha juga diperparah
hasilnya dengan nilai yang setimpal.
dengan kualitas SDM yang rendah baik
meliputi
aspek
Berbagai permasalahan yang
kompetensi,
sangat rumit dan demikian kompleks
keterampilan, etos kerja, kesadaran
itu menjadi sesuatu yang menghambat
akan pentingnya konsistensi mutu/
perkembangan pengusaha kecil dan
standarisasi
menengah terutama para pengrajin
produk
dan
wawasan
kewirausahaan. Tidak
bordir
menjalankan
roda
jalur
aktivitasnya.Sebagai
guna
pendapatan secara ekonomis harus
menghubungkan buyer asing dengan
juga diperhitungkan seberapa besar
pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM)
manfaat atau keuntungan dari usaha
Tasikmalaya membuat transaksi antara
kerajinan bordir tersebut dibandingkan
pelaku UKM Tasikmalaya dengan
dengan
asing tersendat. Buktinya sejauh ini,
Apabila dianalisa lebih jauh, ternyata
nilai atau volume ekspor pelaku UKM
terdapat kesenjangan antara kondisi
Tasikmalaya yang dilakukan langsung
actual
sangat minim. Umumnya pengrajin
sebagaimana yang diharapkan.
transportasi
dimilikinya
dalam
yang
cepat
melakukan transaksi dengan buyer asing
dengan
yang
dengan
dikeluarkan.
kondisi
ideal
Berdasarkan uraian di atas
jasa
menunjukkan bahwa pengembangan
broker atau agen lainnya di kota – kota
usaha kecil menengah sebagai suatu
besar. Hal itu terjadi karena buyer
asset yang harus terus dipertahankan.
asing enggan berlama – lama mencari
Akan
lokasi produk. Padahal jika dapat
semudah membalikan telapak tangan
dilakukan
terlalu banyak masalah yang harus
keuntungannya
menggunakan
biaya
sumber
dengan jelas
langsung, lebih
baik.
segera
tetapi
kenyataannya
dicarikan
jalan
tidak
keluarnya.
Bayangkan saja untuk satu kerai,
Letak permasalahannya adalah diduga
pengrajin hanya dihargai Rp. 8.000
koordinasi yang dilakukan oleh Dinas
oleh
Indag & UKM belum dilakukan secara
broker.
Sementara
broker
menjualnya kembali ke pengusaha
optimal dengan indikasi :
asing Rp. 45.000. Dengan kondisi itu, 99
1. Terbatasnya yang
jadwal
dilakukan
pembinaan
Dinas
ada hasil produksi kalau hanya bahan
Indag
bakunya saja yang tersedia tanpa
terhadap industri kecil. 2. Lemahnya
adanya manusia.
mekanisme
tukar
Bagi
suatu
perusahaan,
menukar informasi.
pendapatan adalah semua penerimaan
3. Kurang respek terhadap kesulitan
produsen
yang dihadapi industri kecil.
produknya. Pendapatan diperoleh dari
4. Kurangnya pentingnya
pengarahan menjalin
tentang
besarnya
kerjasama
dari
hasil
barang
( Richard A. Bilas, 2003 ). Suatu
perusahaan
akan
mencapai taraf efisiensi ekonomis
RUMUSAN MASALAH menjadi
dihasilkan
dikalikan dengan harga barang tersebut
dengan pihak lain.
Yang
yang
penjualan
permasalahan
apabila andanya perbandingan antara
pokok dalam penelitian ini adalah
pendapatan total dengan biaya total (
apakah koordinasi
Sudarsono, 2002).
berpengaruh
terhadap pengembangan industri kecil
Agar pendapatan total dalam
produk usaha kerajinan tangan dan
lingkup secara nasional meningkat,
bordir di Kota Tasikmalaya ?
maka daya beli konsumen pun menjadi
PEMBAHASAN
titik sentral yang perlu juga mendapat
Dalam pengembangan industri
perhatian.
kecil faktor biaya merupakan suatu pengorbanan
yang
Edaran BI adalah : ”Usaha yang
dikeluarkan untuk menjalankan suatu
memiliki total aset maksimum Rp 600
usaha tertentu dan biasanya dinilai
juta (enam ratus juta rupiah) tidak
dengan uang.
termasuk tanah dan rumah
uang,
faktor
diperhatikan
ekonomi
Industri kecil menurut Surat
Selain dalam bentuk lain
yang
perlu
adalah
faktor
tenaga
ditempati
baik
perseorangan,
meliputi
badan
yang usaha
usaha
dan
dengan
BI,
kerja, bahan baku, mesin, market, dan
koperasi.
sebagainya. Adanya satu keterkaitan
pengertian industri kecil menurut BPS
antara faktor-faktor yang satu dengan
adalah usaha industri yang melibatkan
yang lain, seperti halnya tidak akan
tenaga kerja antara 5 sampai 20 orang. 100
Berbeda
Terlepas
dari
batasan tersebut,
keragaman
tampaknya
untuk berkembang. Sedangkan usaha
yang
mereka
pada
umumnya
sangat
paling penting untuk diketahui adalah
potensial. Dalam kenyataannya pada
ciri-ciri
keterbelakangan
masa sekarang ini, pengusaha kecil
industri kecil. Berdasarkan penelitian
banyak yang kurang berhasil , karena
yang dilakukan oleh Mitzerg dan
keterbatasan
musselman
dapat
sulit untuk mengembangkan usahanya.
umum
Dalam kegagalannya mereka selalu
umum
serta
disimpulkan
Hughes,
ciri-ciri
kemampuan
sehingga
keterbelakangan industri kecil dalam
mengatakan
garis besarnya :
dikemukakan oleh B.N Marbun (2004
1. Kegiatan cenderung tidak formal
: 25) ”bahwa tidak berkembangnya
dan jarang memiliki rencana usaha 2. Struktur
organisasi
dengan
seperti
yang
usaha mereka adalah karena kurang
bersifat
modal, kurang bimbingan pemerintah,
sederhana 3. Jumlah
alasan
dominasi orang Cina, Konglomerat tenaga
kerja
pembagian
terbatas
kerja
dan dominasi modal kuat dan lain-
yang
lain.”
longgar
Padahal kalau diteliti lebih
4. Kebayakan
tidak
melakukan
dalam maka alasan utama kegagalan
pemisahan antara kekayaan pribadi
mereka
dengan kekayaan perusahaan
berkaitan pada kelemahan perusahaan
5. Sistem akuntansi kurang baik, bahkan
kadang-kadang ekonomi
tidak kecil
diversifikasi
pemasaran pasar
serta
1. Tidak
atau
cenderung
jarang
mempunyai
perencanaan tertulis 2. Tidak
8. Marjin keuntungan sangat tipis. kecil
yang
:
terbatas Industri
kelemahan
menyebabkan perusahaan gagal adalah
sehingga sukar menekan biaya 7. Kemampuan
atau
oleh B.N. Marbun (2004 : 40), berbagai
terlalu
bermuara
itu sendiri, seperti yang dikemukakan
memilikinya sama sekali 6. Skala
biasanya
berpedoman
sebenarnya
berorientasi ke
masa
atau depan,
melainkan pada hari kemarin atau
sangat fleksibel tetapi mereka sulit
hari ini. 101
3. Tidak memiliki pendidikan yang
diharapkan.
tepat atau relevan 4. Tidak mengadakan penelitian pasar
Christian
membuat
skema
dengan
faktor-faktor
Lempelius
yang
berkaitan penyebab
yang tepat waktu dan mutakhir
lemhanya industri kecil yang diber
5. Tanpa pembukuan yang teratur
nama lingkaran tak berujung pangkal
6. Kurang spesialisasi
dari keterbelakangan industri kecil.
7. Jarang mengadakan pembaharuan
Untuk
(inovasi)
menata
agar
para
pengusaha kecil tersebut dapat tetap
8. Cepat merasa puas
eksis, maka salah satu indikasinya
9. Keluarga sentris
adalah memerlukan koordinasi dari
10. Kurang
percaya
atau
kurang
instansi terkait. Aparat Pemerintah
tanggap pada ilmu modern. Berdasarkan
beberapa
Daerah ciri
sangat
memegang besar
peranan
terhadap
yang
pembinaan
umum di atas, dapat disimpulkan
usaha kecil dan menengah ini. Dengan
bahwa keterbelakangan industri kecil
demikian
di
administrator
atas
kelemahan
terutama
tampak
manajerialnya.
Hal
pada
seorang
Aparat
harus
atau
memiliki
ini
kemampuan untuk mengkoordinasikan
dapat terungkap baik pada kelemahan
segala bentuk kegiatan yang ada
pengorganisasian,
hubungannya
perencanaan,
dengan
pemasaran maupun kelemahan dalam
pencapaian
masalah akuntansi. Hal itu mudah
ditentukan sebelumnya.
dipahami, selain dipengaruhi oleh
tujuan
upaya
yang
Selanjutnya
telah
Soewarno
faktor keterbatasan modal, tingkat
Handayaningrat (2000 : 89) yang
perkembangan industri kecil memang
mengutip
belum mampu untuk mempekerjakan
sebagai berikut : “Koordinasi adalah
manajer-manajer profesional.
suatu
Dalam
pendapat
proses
Mc.
dimana
Farland pimpinan
perkembangannya
mengembangkan pola usaha kelompok
industri kecil seringkali mendapat
secara teratur di antara bawahannya
hamabatan
dan menjamin kesatuan tindakan di
yang
menyebabkan
konstribusinya terhadap pertumbuhan
dalam mencapai tujuan bersama”.
ekonomi tidak sesuai dengan apa yang 102
Dari
pengertian
memberikan
di
gambaran
atas,
sendiri tanpa memperhatikan tugas-
bahwa
tugas pihak lain.
koordinasi merupakan suatu usaha
Sehubungan dengan itu maka
untuk mengatur sebagai tindakan atau
Drs.
aktivitas agar terarah pada suatu tujuan
Henry L. Tosi mengemukakan sebagai
yang di dalamnya terdap unsur-unsur
berikut : Koordinasi adalah suatu
kegiatan,
proses
kerjasama
dan
tujuan,
Moekijat
mengutif
pendapat
mengembangkan
dan
sebagai titik tolak dari usaha tersebut
memelihara hubungan-hubungan yang
juga koordinasi bukan merupakan
baik di antara kegiatan-kegiatan di
tujuan akhir, maka hanya merupakan
dalam suatu organisasi. Selanjutnya
suatu
Drs.
alat
pencapaian
untuk tujuan.
mempercepat Unsur
utama
Moekijat
mengutif
pendapat
Elmer H. Burack sebagai berikut
koordinasi adalah kerjasama, sehingga
“Koordinasi
penulis berpendapat bahwa apabila
keselarasan usaha individu (dengan
tidak ada kerja sama maka tidak
pekerjaan, kebutuhan pelanggan, dan
mungkin
seterusnya)
pekerjaan
itu
dapat
diselesaikan.
ke
arah
pencapaian
pencapaian
maksud dan tujuan organisasi, bagian
Apabila dikaitkan dengan salah satu
adalah
organisasi
atau
pemeritahan,
kelompok”.
Dari
pendapat
beberapa ahli tersebut di atas, maka
koordinasi mempunyai peranan yang
dapat
sangat penting sebab pada dasarnya
berhubungan
koordinasi itu merupakan salah satuy
untuk menyatukan dan mengarahkan
fungsi administrasi dan manajemen.
berbagai
Dengan koordinasi semua kegiatan
dengan fungsinya, agar setiap gerak
dapat dilakukan secara serempak dan
langkah
terarah kepada suatu tujuan yang
merupakan suatu kebetulan aktivitas
dikehendaki. Tanpa adanya koordinasi
yang terarah kepada suatu sasaran
maka berbagai unsur dalam suatu
yang telah ditentukan.
organisasi
di
dalam
diartikan
bahwa
dengan
macam dalam
koordinasi usaha-usaha
kegiatan usaha
itu
sesuai dapat
melakukan
Dalam koordinasi diperlukan
kegiatannya akan berjalan sendiri-
adanya keserasian pandangan agar segala aktivitas dalam melaksanakan 103
suatu rencana dapat diselesaikan sesuai
dikoordinasikan
dengan tujuan organisasi. Oleh karena
koordinator.
itu
koordinasi, koordinator harus cukup
diperlukan
sekali
adanya
oleh
Dalam
seorang
melaksanakan
pengetahuan serta pengertian tentang
cakap
tujuan organisasi oleh semua pihak,
menguasai prinsip-prinsip koordinasi
dengan
serta
dengan baik. Agar setiap pekerjaan itu
kehendak dari masing-masing pihak
dapat terkoordinir sehingga sasaran
dapat dikendalikan kepada sasaran
yang telah ditentukan dapat tercapai
yang akan dituju oleh organisasi itu.
oleh karena itu diperlukan adanya
demikian
Dalam
pikiran
organisasi
terdapat
dan
keserasian
di
antaranya
pandangan.
harus
Demikian
kegiatan kelompok-kelompok atau unit
halnya keberadaan pengusaha kecil
kerja organisasi bekerjasama dalam
dan menengah agar dapat terbina
melaksanakan
dengan
tugas
dan
baik
maka
harus
ikut
tanggungjawabnya. Unit kerja yang
bergabung dengan Dinas Koperasi dan
bekerja sama dalam organisasi tersebut
UKM atau Dinas Perindustrian Dan
mencerminkan
Perdagangan
koordinasi,
suatu sejalan
Kota
Tasikmalaya.
dengan
Seringkali menjadi kendala akibat
pemikiran Herbert A. Simon yang
kekurangsadaran para pengusaha kecil
dikutip oleh Sugandha (2003 : 9)
yang
mengemukakan
pembinaan
“Administrasi
ini
proses
sebagai dapat
beriut
:
dirumuskan
enggan
untuk
yang
mengikuti
dilakukan
dinas
terkait.
sebagai kegiatan kelompok-kelompok
Membentuk
sikap
yang bekerjasama mencapai tujuan
kewirausahaan dalam diri seseorang
bersama”. Ini berarti koordinasi sangat
memerlukan suatu proses yang cukup
penting, dalam penentuan daripada
panjang.
tujuan manajemen yang harus dicapai.
menanamkan
jiwa
kewirausahaan,
tidak
hanya
mengharapkan
Dalam
rangka
melaksanakan
Untuk
cukup
membentuk
dan
kegiatan koordinasi, senantiasa akan
bahwa individu tersebut mau belajar
terdapat hubungan kerja sama dengan
atau menggali sendiri konsep-konsep
pihak-pihak yang terkait di dalamnya,
atau berbagai pengetahuan mengenai
yang
kewirausahaan. Kenyataannya tidak
mana
pelaksanaannya
harus 104
sedikit
pengusaha
yang
masih
Tasikmalaya adalah produk usaha
memerlukan berbagai fasilitas, bantuan
kerajinan
dan arahan serta pembinaan baik oleh
diantaranya : bordir, kelom geulis,
instansi
terkait
tangan
(handcraft)
maupun
lembaga-
mendong, batik tulis, payung, topi
kemasyarakatan
lainnya.
pandan, tas, tikar dan kerajinan lainnya
kewirausahaan
yang terbuat dari bambu, kayu, logam,
mencakup sejauh individu mampu
kulit, bata merah, boneka dan aneka
berfikir kreatif, menciptakan sesuatu
makanan.
lembaga Pembinaan
perilaku
yang inovatif dan berani menangung
Berdasarkan hasil penelitian
resiko.
yang Kota
potensi
Tasikmalaya
memiliki
dilakukan
pengambilan
sampel
berdasarkan sebanyak
30
yang
responden diperoleh rs = 0,545 berada
menghasilkan beraneka ragam produk
dalam katagori hubungan sedang atau
kerajinan yang memiliki daya tarik dan
t hitung sebesar = 4,1024 dengan
seni yang sangat luar biasa dan
derajat kesalahan 5%, dk = 30 - 28
sebagian besar telah memenuhi gugus
diperoleh t tabel sebesar 1,701. Ini
kendali
Kota
menyatakan bahwa terdapat hubungan
Pusat Factory
yang positif dan signifikan antara
home
industry
mutu.
Istilah
Tasikmalaya sebagai
Outlet kerajinan di Priangan Timur
koordinasi
telah
Kota
industri kecil di Kota Tasikmalaya.
Tasikmalaya ini dikenal di dalam
Berdasarkan perhitungan statistik nilai
maupun
Mayoritas
koefisien determinasi sebesar 0,297.
masyarakat di Kota Tasikmalaya telah
Artinya pengaruh koordinasi terhadap
industry”
pengembangan industri kecil bidang
mengangkat luar
negeri.
memanfaatkan tersebut
nama
”home
sehingga
dengan
dengan
pengembangan
bekal
usaha bordir dan kerajinan tangan di
pengalaman, mereka telah memiliki
Kota Tasikmalaya sebesar 29.7 %,
keterampilan dan keahlian yang lebih
sedangkan 70,3 % dipengaruhi oleh
dibandingkan
faktor-faktor lain yang tidak diteliti
dengan
masyarakat
lainnya.
oleh penulis.
Adapun merupakan
ciri
potensi khas
dari
yang Kota 105
Oleh karena itu guna peningkatan
KESIMPULAN
kwalitas dari pengrajin bordir itu
Berdasarkan hasil penghitungan statistik
diperoleh
koordinasi
hasil
dengan
sendiri perlu adanya suatu program
hubungan
pengembangan
penegmbangan
yang
industri kecil bidang usaha bordir dan
melalui
kerajinan tangan di Kota Tasikmalaya
dengan mengidentifikasi masalah
adalah sebesar 0,545, dalam kategori
dan
sedang.
dimulai dengan melakukan survei
Berdasarkan
perhitungan
pendekatan
dilakukan
mencari
partisipatif
solusi.
Kegiatan
statistik nilai koefisien determinasi
untuk
sebesar
pengaruh
potensial dengan melihat kekuatan,
pengembangan
kelemahan serta mengidentifikasi
industri kecil bidang usaha bordir dan
berbagai macam hambatan serta
kerajinan tangan di Kota Tasikmalaya
peluang yang mungkin diperoleh.
0,297.
koordinasi
Artinya
terhadap
mengidentifikasi
2. Pemecahan
sebesar 29.7 %, sedangkan 70,3 %
masalah
UKM
dilakukan
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
melalui diskusi intensif dengan
yang
pelaku usaha, mulai dari penyedia
tidak
diteliti
Berdasarkan
oleh
penulis.
wawancara
maka
bahan
baku,
pemerintah,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
penyedia 1. Ditinjau
dari
segi
jasa
keuangan,
perguruan
tinggi,
informasi
hingga
eksportir.
sumbangan
3. Dengan
pendapatan usaha kerajinan bordir
pendekatan
tim
terhadap pendapatan total keluarga
berharap
sangat berarti sedangkan ditinjau
model pengembangan UKM yang
dari segi efisiensi ekonomis usaha
realistis dan berkelanjutan di Kota
tersebut
untuk
Tasikmalaya. Sehingga para pelaku
meningkatkan sumbangan usaha
usaha kecil ini tidak tertindas oleh
kerjinan
efisien
pendapatan pengrajin
maka
dapat
itu,
menghasilkan
bordir
terhadap
pelaku usaha menengah ke atas
total
keluarga,
yang
hendaknya
dominan
alat-alat
lebih
serba
mempergunakan canggih.
Dan
meningkatkan produksinya baik
diharapkan UKM dapat berperan
kwantitas
dan
maupun
kwalitasnya. 106
menjadi
tulang
punggung
perekonomian
masyarakat
yang
Lincoln Arssiyard, 1992, Ekonomi
pada akhirnya akan menghasilkan
Pembangunan, BPFE Yogya.
output yang baik demi tercapainya
Ricard A Bilas, 1982 Teori Ekonomi
visi
Makro, Erlangga Jakarta.
Kota
Menjadikan
Tasikmalaya Kota
yaitu
Tasikmalaya
Sayogya, 1985, Peruang Berusaha,
sebagai Pusat Perdagangan dan
Peluang Bekerja dan
Industri termaju di Priangan Timur
Pembangunan Sosial Pedesaan
tahun 2012.
dalam Mubyarto (Penyunting), 1985, Peluang Kerja dan
DAFTAR PUSTAKA
Berusaha di Pedesaan BPSES,
A.G Kartasapoetra, 1987 Pengantar
Jakarta.
Ekonomi Produksi, PT Bina Aksara.
Sjahrir, 1991, Analisis Ekonomi
Hadi Prayitno dan Budi Santoso, 1996,
Indonesia, Gramedia Jakarta.
Ekonomi Pembangunan (
Sudarsono, 1983, Pengantar Ekonomi
Kriteria Sayogya), Ghalia
Makro, LP3ES, Jakarta
Indonesia Jakarta.
107
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM) Nurhasmansyah 1) Zulfadil2) Machasin3)
2)
1) Penulis Adalah Karyawan PT. Bank Riau Kepri Penulis Adalah Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Riau 3) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Riau
Abstract.The research was conducted to see the effect of social background, managerial skills and experience on the performance of the business. The research was conducted in the city of Batam to entrepreneurs in small and medium industries in the sector artisans of 7business group consisting of industry: shell fish,wood, assesories, batik, handicrafts, woven, and leather. The research was conducted using primary data obtaineddirectly by using the help of question naires. The method of analysis use dis multiple regression analysis. Based on the analysis, it is known that the social,managerial skills and experience simultan eously affect the performance of the business. Experience partial effecton business performance.The greater the experience will have an effectonincreasing business performance, and vice versa, the less experience will affectt the poor performance of the business. Social background and managerial skills have no effect partially on business performance. The coefficient of determinationis equal to 0.257 research. This values hows that 25.7% change in business performance as the dependent variable, influenced by the determinant variables used in the model studyth at social background, managerial skills and work experience. while the rest (74.3%) is explained by the variable sincluded in the model study. Keywords: Business Performance, SocialBackground, ManagerialAbility, Experience.
PENDAHULUAN Latar Belakang Karakteristik UKM di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Sosial Studies (CESS) pada tahun 2000, adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Hal ini disebabkan oleh fleksibilitas UKM dalam melakukan penyesuaian proses produksinya, mampu berkembang dengan modal sendiri, mampu mengembalikan pinjaman dengan bunga tinggi dan tidak terlalu terlibat dalam hal birokrasiUKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal.Begitu pula halnya dengan UKM di Kota Batam.
48
Di Kota Batam, perkembangan industri kecil menengah juga memperlihatkan angka yang menggembirakan. Berikut disajikan data industri pengrajin yang termasuk dalam kategori industri kecil menengah di Kota Batam selama tahun 2007-2011 pada Tabel 1 Tabel 1 Data Industri Pengrajin BatamPeriode Tahun 2007 s/d 2011 No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Industri Kerangkerangan Kayu Assesories Batik Handy craft Anyaman Kulit Jumlah
Kota
2007 10
2008 16
2009 13
2010 18
2011 18
30 6 4 10 60
35 9 8 12 90
20 12 1 13 8 1 68
23 9 3 14 5 1 75
25 10 3 14 5 2 82
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam Berdasarkan data pada tabel 1, lima tahun terakhir terlihat pertumbuhan sektor industri kecil menengah di kota Batam secara garis besar telah mengalami pertumbuhan, namun apabila dicermati berdasarkan jenis industrinya, beberapa usaha mengalami pasang surut dengan beberapa penyebab
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
utama diantaranya; permodalan, pembinaan keterampilan, peralatan (mesin) dan pemasaran hasil usaha, sedangkan untuk bahan baku relatif tidak menjadi issue yang besar karena mudah untuk didapatkan sehingga kinerja usaha tidak maksimal. Dengan memperhatikan pentingnya perkembangan industri kecil menengah untuk menyokong tingkat kesejahteraan masyarakat, maka perlu diadakan kajian terkait masalah kinerja usaha.Kinerja usaha IKM diukur dengan pertumbuhan usaha yang dinilai dari tingkat penjualan, tingkat keuntungan, tingkat aktiva dan jumlah karyawan yang dimiliki.Berdasarkan pendapat Ghost et al (Dalam Meng & Liang, 1996), pertumbuhan 6-10% per tahun merupakan indikator keberhasilan usaha.Untuk itu, penelitian ini menggunakan standar 10% sebagai penilaian keberhasilan usaha yang diberi point rendah.Adapun pertumbuhan di bawah 10% termasuk dalam kategori sangat rendah.Semakin tinggi kinerja usaha, maka semakin baik perkembangan IKM tersebut. Adanya upaya-upaya peningkatan kinerja usaha memunculkan beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhinya, diantaranya adalah latar belakang sosial, kemampuan manajerial, dan pengalaman kerja. Menurut Rudito (2000:1) pengertian sosial adalah: Segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komunitas sebagai acuan berkaitan dengan pemahaman lingkungan dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan oleh individu sebagai anggota suatu masyarakat.Dari pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa faktor yang paling utama yang mempengaruhi latar belakang seseorang ialah keluarga, sekolah dan lingkungan karena ketiga faktor tersebut merupakan tempat adanya interaksi seseorang dan menjadi acuan individu dalam proses bersosialisasi. Latar belakang sosial seorang pekerja ataupun pengusaha perlu dikaji karena pendekatan sistem sosial memandang bahwa organisasi adalah suatu system yang kompleks, yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks (Hasibuan, 2003). Kemampuan manajerial adalah sebagai proses atau kegiatan yang menjelaskanapa yang dilakukan manajer pada operasional organisasi mereka untuk merencanakan, mengorganisasikan, memprakarsai, dan mengendalikan operasi. Mereka merencanakan dengan menetapkan strategi, tujuan dan memilih arah pindahan yang terbaik untuk mencapai apa yang
direncanakan.Menurut Hasibuan (2003) kemampuan manajerial adalahkemampuan atau keahlian pimpinan untuk menjalankan fungsi manajemen.Dalam bidang manajemen, faktor kemampuan manajerial sangat penting dan menentukan, karena faktor tersebut berkaitan dengan aktivitas pokok suatu organisasi yaitu memimpin organisasi yang bersangkutan dalam usahanya mencapai tujuan. Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu ataumasa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas–tugassuatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001).Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengalaman kerja menunjukkan berapa lama agar supaya individu atau pegawai bekerja dengan baik.Disamping itu, pengalaman kerja meliputi banyaknya jenis pekerjaan atau jabatan yang pernah diduduki oleh seseorang dan lamanya mereka bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan tertentu (Siagian, 1999).Pegawai dan pengusaha yang memiliki pengalaman kerja lebih tinggi dibandingkan pegawai dan pengusaha lainnya, memiliki lebih banyak informasi tentang bidang usaha yang mereka geluti, sehingga pada akhirnya dapat menjalankan usaha dengan lebih baik dengan hasil kinerja usaha yang tinggi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dilihat pentingnya kompetensi dalam upaya peningkatan kinerja dan hasil usaha industri kecil menengah yang ada di Kota Batam, khususnya terkait latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman. Dengan demikian, peneliti mengambil judul “Pengaruh Latar Belakang Sosial, Kemampuan Manajerial dan Pengalaman Terhadap Kinerja Usaha (Studi Empiris pada Industri Kecil Menengah Pengrajin di Kota Batam)” TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Industri Kecil Menengah Di Indonesia Industri kecil menengah atau Usaha kecil menengah yang biasa disingkat dengan UKM adalah jenis usaha yang sangat berkembang pada tahun-tahun terakhir. Berdasarkan data perkembangan kredit mikro, kecil dan menengah yang dikeluarkan oleh direktorat kredit, BPR dan UMKM – Bank Indonesia, dapat diperhatikan perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia selama tahun amatan 2007-2011 sebagai berikut :
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS 49
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
Tabel 2.Perkembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah Di Indonesia Net Ekspansi Kredit MKM (Dalam Triliun Rupiah) 2007 2008 2009 2010 2011
Rp. 96,2 Triliun
Rp. 136,6 Triliun
Rp. 137,2 Triliun
Rp. 193,7 Triliun
Rp. 85,6 Triliun
Industri kecil menengah (IKM) merupakan sebutan lain untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM).Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat”. Dalam penelitian ini, industri kecil menengah menjadi topik pembahasan dengan spesifikasi industri kreatif yang berada di Kota Batam. Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa Industri kreatif adalah industriyang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Kinerja Usaha Stoner dan Freeman (1999) memberikan penjelasan mengenai kinerja organisasi sebagai “the measure of how well organization do their job”. Dengan demikian, kinerja perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas aktivitas yang dilakukan perusahaan.Adapun kinerja usaha adalah hasil dari banyakkeputusan individu yang dibuat secara terus menerusoleh manajemen (Rivai,2004). Keberhasilan usaha skala kecil adalah tingkat kemajuan yang dicapai oleh suatu usaha (Riyanti, 2003).Berdasarkan pendapat Ghost et al (Dalam Meng & Liang, 1996), pertumbuhan 6-10% per tahun merupakan indikator keberhasilan usaha.Untuk itu, penelitian ini menggunakan standar 10% sebagai penilaian keberhasilan usaha yang diberi point rendah.Adapun pertumbuhan di bawah 10% termasuk dalam kategori sangat rendah (Riyanti, 2003). Latar Belakang Sosial Menurut Rudito (2000:1) pengertian sosial adalah: Segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komunitas sebagai acuan berkaitan dengan pemahaman lingkungan dan berfungsi untuk 50
mengatur tindakan-tindakan oleh individu sebagai anggota suatu masyarakat. Latar belakang sosial seorang pekerja ataupun pengusaha perlu dikaji terkait kinerja yang mampu dihasilkan oleh individu ataupun kelompok kerja.Hal ini dikarenakan pendekatan sistem sosial memandang bahwa organisasi adalah suatu system yang kompleks, yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks (Hasibuan, 2003). Kemampuan Manajerial Menurut Tangkilisan (2005: 10) kemampuan manajerialyaitu kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya agar dapatdigerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain. Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan maka pimpinan atau pengusaha sebuah perusahaan harus memiliki kemampuan dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip manajemen yang biasa dikenal dengan sebutan kemampuan manajerial. Pengalaman Kerja Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu ataumasa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas–tugassuatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001). Berdasarkan definisi di atas, pengalaman kerja menunjukkan lamanya dalam melaksanakan, mengatasi suatu pekerjaan dari beragam pekerjaan bahkan berulang-ulang dalam perjalanan hidup. Pekerja dan pengusaha yang berpengalaman tentunya akan mampu menghasilkan kinerja usaha yang lebih baik dibandingkan yang belum memiliki pengalaman. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya yang dilakukan oleh sebagai berikut: Hermina et al (2009) meneliti tentang Pengaruh Pelatihan Dan Pengembangan Terhadap Kinerja Karyawan UKM Kerajinan Anyaman Bambo Di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh pelatihan sebesar 43% dan dipengaruhi oleh pengembangan sebesar 26%.Secara keseluruhan, pelatihan dan pengembangan berpengaruh positif terhadap kinerja sebesar 66%. Ardiana et al (2010) melakukan penelitian tentang Kompetensi SDM UMKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UMKM di Jepara, hasil penelitian
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
ditemukan variable pengetahuan ternyata tidak signifikan terhadap kinerja UMKM karena nilainya negative dan sangat kecil, akan tetapi dua variable lainnya yaitu keterampilan dan kemampuan memiliki pengaruh yang signifikan, sehingga kedua variable ini perlu diperhatikan dalam mengembangkan upaya peningkatan kinerja UMKM (Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah). Munizu (2010) meneliti tentang Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro Dan Kecil (UMK) Di Sulawesi Selatan.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa faktor eksternal yang terdiri dari aspek kebijakan pemerintah, aspek sosial budaya dan ekonomi dan aspek peranan lembaga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja usaha mikro dan kecil.Faktor internal aspek kompetensi sumber daya manusia, keuangan, operasional dan pasar mempunyai pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap kinerja UMK. Hendrati dan Muchson (2010) meneliti tentang latar belakang pendidikan, pelatihan dan jiwa kewirausahaan terkait kinerja keuangan UKM (Studi di sentra industri tenun ikat kelurahan Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kota Kediri).Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara latar belakang pendidikan, pelatihan dan jiwa kewirausahaan terhadap kinerja keuangan UKM di Sentra Industri Tenun Ikat Kelurahan Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Kerangka Pemikiran Teoritis Keterkaitan pengaruh antara variable latar belakang sosial, kemampuan manajerial, dan pengalaman terhadap kinerja usaha dapat digambarkan dengan bagan berikut:
Gambar 1 : Kerangka Konseptual Penelitian Latar belakang sosial (X1)
Kinerja usaha
Kemampuan manajerial (X2)
(Y)
Pengalaman kerja (X3)
Hipotesis Berdasarkan pada perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka penelitian di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktorfaktor kompetensi yang terdiri dari latar belakang sosial, kemampuan manajerial, dan pengalaman secara simultan terhadap kinerja usaha pada industri kecil menengah pengrajin di kota Batam. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor latar belakang sosial secara parsial terhadap kinerja usaha pada industri kecil menengah pengrajin di kota Batam. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor kemampuan manajerial secara parsial terhadap kinerja usaha pada industri kecil menengah pengrajin di kota Batam. 4. Terdapat pengaruh yang signifikan dari faktor pengalaman secara parsial terhadap kinerja usaha pada industri kecil menengah pengrajin di kota Batam.
METODE PENELITIAN Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah kota Batam terhadap pelaku usaha di industri kecil menengah pada sektor pengrajin kreatif. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku usaha pada industry kecil menengah pengrajin dan makanan di kota Batam yang berjumlah sebanyak 82 responden. Jumlah responden yang akan diteliti sebagai sampel adalah 45 orang dari 7 kelompok usaha yang terdiri dari industri : kerang-kerangan, kayu, assesories, batik, handycraft, anyaman, dan kulit. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data penelitian ini, adalah kuesioner atau metode angket, pengumpulan data dengan pertanyaan yang diberikan kepada responden tentang variabel-variabel dalam penelitian.
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS 51
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
Uji Kuesioner Kuisioner yang dipakai dalam penelitian ini akan diuji validitas dan reliabilitasnya, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul telah memenuhi syarat valid dan reliabel. Uji Asumsi Klasik Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak.Model yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Sedangkan pengujian multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Selanjutnya, Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual dari satu pengamatan. Teknik Analisis Data Teknik analisis data penelitian ini adalah dengan pendekatan statistika, yaitu analisis deskriptif dan inferensial.Analisis jalur digunakan untuk menentukan pola hubungan antar variable. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Validitas Dan Uji Realiabilitas Instrumen Uji validitas data untuk 4 pertanyaan yang memuat variabel kinerja usaha (Y) dinyatakan telah valid karena nilai Pearson Correlation berada di atas 0,3. Hasil uji validitas data untuk 5 pertanyaan yang memuat variabel Latar Belakang Sosial (X1) dinyatakan telah valid karena nilai Pearson Correlation berada di atas 0,3. Hasil uji validitas data untuk 6 pertanyaan yang memuat variabel Kemampuan Manajerial (X 2 ) dinyatakan telah valid untuk 5 pertanyaan karena nilai Pearson Correlation berada di atas 0,3, akan tetapi terdapat 1 pertanyaan yang tidak valid karena memiliki nilaiPearson Correlationsebesar 0,229 (lebih kecil dari 0,3), yaitu pertanyaan no. 5. Dengan demikian, pertanyaan no 5 untuk kuisioner yang memuat variabel kemampuan manajerial tidak disertakan untuk pengujian lebih lanjut. Adapun hasil uji validitas data untuk 5 pertanyaan yang memuat variabel Pengalaman Kerja (X 3) dinyatakan telah valid karena nilai Pearson Correlation berada di atas 0,3. Selanjutnya, akan dilakukan pengujian reliabilitas terhadap item-item kuisioner yang telah valid. Hasil Uji Reliabilitas 52
Nilai cronbach alpha untuk semua variabel telah lebih besar dari 0,6, dengan demikian, semua pertanyaan pada kuisioner yang memuat setiap variabel penelitian dinyatakan reliable dan bisa diterima.Selanjutnya, dapat dilakukan pengujian lebih lanjut untuk melihat pengaruh variabel bebas yang terdiri dari latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman kerja terhadap variabel terikat, yaitu kinerja usaha. Pengujian Serempak (simultant test) dengan Uji F Probabilitas (Sig.) bernilai 0,002< á (0.05). Adapunnilai Fhitung adalah 6,063 >Ftabel (2,832). Maka kesimpulanya adalahH o ditolak dan H a diterima.Dengan demikian, latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman, secara bersama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kinerja usaha pada sektor Industri Kecil Menengah pengrajin di Kota Batam. Pengujian Parsial dengan Uji t Hasil untuk pengujian hipotesis yang pertama adalah Ho diterima, H1 ditolak.Kesimpulannya, tidak ada pengaruh latar belakang sosialterhadap kinerja usaha.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meskipun latar belakang sosial seorang pekerja ataupun pengusaha perlu dikaji karena pendekatan sistem sosial memandang bahwa organisasi adalah suatu system yang kompleks, yang beroperasi dalam lingkungan yang kompleks (Hasibuan, 2003), namun pada penerapannya di dunia industri, ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja usaha.Hal ini dapat disebabkan karena kinerja yang baik dapat dihasilkan oleh karyawan dan pekerja yang memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda, dimana orientasi mereka adalah keberhasilan usaha yang mereka geluti, sehingga meskipun terdapat perbedaan latar belakang sosial, hal ini tidak mempengaruhi hasil kerja mereka. Hasil pengujian hipotesis yang kedua adalah Ho diterima, H2 ditolak .Kesimpulannya, tidak ada pengaruh kemampuan manajerialterhadap kinerja usaha.Menurut Tangkilisan (2005: 10) kemampuan manajerial adalah kemampuan untuk memanfaatkan dan menggerakkan sumber daya agar dapatdigerakkan dan diarahkan bagi tercapainya tujuan melalui kegiatan orang lain. Pada industri besar, kemampuan manajerial yang tinggi sangat dibutuhkan untuk dapat mengelola kegiatan usaha dengan efektif, akan tetapi pada industri kecil menengah yang memiliki ruang lingkup usaha lebih kecil, kemampuan manajerial tidak harus tinggi untuk menciptakan kinerja usaha yang maksimal. Hal ini dapat terjadi dikarenakan jumlah karyawan tidak terlalu besar
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
dan di sisi lain, pengusaha cenderung terjun langsung untuk melakukan kegiatan usaha, sehingga kinerja masing-masing karyawan masih dapat dikendalikan secara langsung meskipun pemimpin perusahaan tidak memiliki kemampuan manajerial yang tinggi. Hasil pengujian hipotesis yang ketiga adalah Ho ditolak, H 3 diterima .Kesimpulannya, ada pengaruh pengalaman kerjaterhadap kinerja usaha.Pengalaman kerja adalah sebagai suatu ukuran tentang lama waktu ataumasa kerjanya yang telah ditempuh seseorang dalam memahami tugas–tugassuatu pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik (Foster, 2001).Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengalaman kerja menunjukkan berapa lama agar supaya individu atau pegawai bekerja dengan baik.Pegawai dan pengusaha yang memiliki pengalaman kerja lebih tinggi dibandingkan pegawai dan pengusaha lainnya, memiliki lebih banyak informasi tentang bidang usaha yang mereka geluti, sehingga pada akhirnya dapat menjalankan usaha dengan lebih baik dengan hasil kinerja usaha yang tinggi.Bentuk pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel pengalaman kerja terhadap kinerja usaha diperlihatkan dengan beta senilai 0,430.Dengan asumsi bahwa setiap kenaikan pengalaman kerja sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan pada kinerja usaha sebesar 0,430%, sebaliknya, penurunan pengalaman kerja sebesar 1% akan menyebabkan penurunan pada kinerja usaha sebesar 0,430%. Koefisien Determinasi Adjusted R Squaremenunjukkan nilai 0,257. Nilai ini memperlihatkan bahwa 25,7% perubahan pada kinerja usaha selaku variabel dependen, dipengaruhi oleh variabel-variabel penentu yang digunakan dalam model penelitian yaitu latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman kerja. sedangkan sisanya (74,3%) diterangkan oleh variabel yang tidak disertakan dalam model penelitian ini. Kesimpulan Berdasarkan uji hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, maka dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman berpengaruh secara simultan terhadap kinerja usaha. Hal ini berarti perbedaan pada latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman kerja, secara serempak akan mengakibatkan pebedaan pada kinerja usaha. 2. Latar belakang sosial tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja usaha. Dengan demikian, perbedaan latar belakang sosial tidak ada kaitannya
3.
4.
dengan kinerja usaha. Kemampuan manajerial tidak berpengaruh secara parsial terhadap kinerja usaha.Artinya, tinggi atau rendahnya kemampuan manajerial tidak mengakibatkan perbedaan pada kinerja usaha.Hal ini dapat terjadi dikarenakan jumlah karyawan yang tidak terlalu besar dan di sisi lain, pengusaha cenderung terjun langsung untuk melakukan kegiatan usaha, sehingga kinerja masing-masing karyawan masih dapat dikendalikan secara langsung meskipun pemimpin perusahaan tidak memiliki kemampuan manajerial yang tinggi. Pengalaman berpengaruh secara parsial terhadap kinerja usaha. Semakin besar pengalaman akan berpengaruh pada semakin tingginya kinerja usaha, begitu pula sebaliknya, semakin kecil pengalaman akan berpengaruh pada semakin rendahnya kinerja usaha.
Saran
Setelah dilakukannya penelitian ini, penulis menyarankan agar : 1. Pengusaha industri kecil menengah di Kota Batam hendaknya tetap konsisten untuk mampu menghasilkan kinerja usaha yang diperlihatkan melalui peningkatan penjualan, peningkatan keuntungan, peningkatan asset dan peningkatan jumlah karyawan yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial, kemampuan manajerial dan pengalaman. Tingginya kinerja usaha, selain menguntungkan bagi pelaku usaha, juga menguntungkan bagi pemerintah setempat, serta dapat pula menjadi motivasi bagi masyarakat sekitar untuk menjalankan usaha yang serupa, sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat diharapkan dapat meningkat. 2. Oleh karena latar belakang sosial secara parsial tidak berpengaruh pada kinerja usaha, maka disarankan pada pengusaha industri kecil menegah di Kota Batam untuk tidak terlalu ketat mempertimbangkan latar belakang sosial para pekerjanya, karena pada dasarnya kinerja usaha yang tinggi dapat dihasilkan oleh individu yang serius menekuni pekerjaannya. 3. Oleh karena kemampuan manajerial secara parsial tidak berpengaruh pada kinerja usaha maka disarankan untuk masyarakat sekitar Kota Batam yang memiliki cukup modal, agar memberanikan diri membuka usaha yang termasuk dalam kategori industri kecil menengah sehingga dapat membuka lowongan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan.
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS 53
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
4.
Pengusaha industri kecil menengah di Kota Batam hendaknya memperhatikan kompetensi yang dimiliki oleh pada pekerjanya, khususnya pengalaman kerja yang terbukti berpengaruh terhadap kinerja usaha. Bagi karyawan ataupun pengusaha yang baru terlibat dengan industri yang mereka geluti, disarankan untuk meminta saran dan pendapat kepada pihak-pihak yang memiliki pengalaman kerja cukup tinggi sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja usaha.
DAFTAR PUSTAKA Foster, Edwin B. 2001. Manajemen Personalia. Diterjemahkan oleh Moh. Mas’ud. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hasibuan, Malayu, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara Jakarta. Malayu SP Siagian, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Bumi Aksara Jakarta Meng, L.A., Liang,T.W. 1996. Enterpreneurs, Enterpreneursphip and Enterpricing Culture.Paris: Addison-Wisley Publishing Company Rivai, Veithzal, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: dari Teori ke Praktik, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd, 2005, Performance Appraisal, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada Jakarta Rudito. 2000. Health Education and Behavior. Jakarta : Gramedia. Santoso, Singgih, 2000.Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Elek Media Komputindo, Kelompok Gramedia, Jakarta. Siagian, Sondang P. 1999. Sistem Pengambilan Keputuan. Jakarta: CV. Haji Masagung. Silalahi, Ulber. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia Stoner, Amartya., Freeman. 1999. Development as Freedom. New York. Knopf. Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005.Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Liberty. Todaro, Michael P., Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga. Yuwono, Soni. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE UGM. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1995. Jakarta: Bumi Aksara. Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Jakarta: Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. 54
Jurnal : Ardiana, I.D.K.R., I.A. Brahmayanti,. Subaedi. Kompetensi SDM UMKM dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja UMKM di Jepara.Jurnal Manajemen dan kewirausahaan Vol 12 No.1. Surabaya. Ahmad Mubin, 2007. Model Kebijakan Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Kimia Kabupaten Malang dengan Pendekatan Teknometrik Djaimi Bakce, 2008. Meningkatkan Peranan Usaha Kecil dan Menengah Melalui Rekonstruksi Strategi Industri Dyah Ratih Sulistyastuti, 2004. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah (UKM) “Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia 1999 – 2001 Hendrati, Ignatia Martha,. Mochamad Muchson. 2010. Latar Belakang Pendidikan, Pelatihan Dan Jiwa Kewirausahaan Terkait Kinerja Keuangan UKM (Studi di sentra industri tenun ikat kelurahan Bandar Kidul Kecamatan Mojoroto Kota Kediri). Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Vol. 10 No.1. Hermina, Utin Nina., Liliyana., Devira Zain. 2009. Pengaruh Pelatihan Dan Pengembangan Terhadap Kinerja Karyawan UKM Kerajinan Anyaman Bambo Di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. EKSEKUTIF, Vol 6, No 1, ISSN: 1829-7501 Moch. Junaidi Hidayat, 2009, Analisis Industri Budaya Pada Desain Produk Kemasan Makanan Industri Kecil Menengah Munizu, Musran. 2010. Pengaruh Faktor-Faktor Eksternal Dan Internal Terhadap Kinerja Usaha Mikro Dan Kecil (UMK) Di Sulawesi Selatan. Makasar: Universitas Hasanuddin. Novita Mariana, Aji Priyambodo dan Tri Arianto, 2011. E-Commerce Sentra Kluster IKM Sepatu di Kota Semarang sebagai Media Promosi dan Komunikasi On-Line Ribhan, 2007, Jurnal Bisnis dan Manajemen Val.3 No.2 “Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepreneurship Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di Bandar Lampung Riyanti, Benedicta Prihatin Dwi. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Grasindo. Perundang-undangan : Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS
PENGARUH LATAR BELAKANG SOSIAL, KEMAMPUAN MANAJERIAL DAN PENGALAMAN TERHADAP KINERJA USAHA (STUDI EMPIRIS PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH PENGRAJIN DI KOTA BATAM)
Situs : www.kemenperin.go.id/kebijakan-industrinasional, 2012 http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar, 2010
Vol. VI No. 1 Januari 2014 JURNAL TEPAK MANAJEMEN BISNIS 55
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
ISSN : 2337 - 3997
PENGARUH PEMASARAN PRODUK, KEUANGAN USAHA DAN DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP KEBERHASILAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL ROTAN DI KOTA PADANG
Rika Desiyanti Universitas Bung Hatta Padang. Email: [email protected]
Diterima 25 Agustus 2014
Disetujui 29 September 2014 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan klaster industri, yaitu pemasaran produk, keuangan usaha dan dukungan pemerintah daerah. Objek penelitian adalah Industri kecil rotan Kota Padang yang berlokasi di Tanah Sirah Kelurahan Pitameh Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu observasi lapangan, wawancara dan penyebaran kuesioner serta data sekunder yang diperoleh melalui instansi yang terkait dengan penelitian. Untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan digunakan metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian lapangan melalui penyebaran kuesioner tertutup dan terbuka, variabel keuangan usaha berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengembangan industri rotan. Kata kunci : Pemasaran produk, keuangan usaha, dukungan pemerintah PENDAHULUAN Dari dulu rotan sudah menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat. Usaha kecil rotan banyak digeluti oleh masyarakat. Industri kecil rotan memiliki peranan dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dengan potensi yang dimilikinya, industri kecil rotan Kota Padang potensial untuk dikembangkan. Melalui keunggulan kompetitif, strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usaha rotan Kota Padang agar memiliki daya saing adalah memberikan perhatian terhadap akses pemasaran output dan keuangan usaha . Pemasaran produk, keuangan usaha dan dukungan pemerintah merupakan sebagian faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan industri kecil rotan. Pemasaran produk dan keuangan harus saling mendukung untuk meningkatkan efisiensi sehingga tercipta inovasi dan daya saing. DAI/Nathan Group, (2012) mengatakan bahwa sumber daya saing UKM (usaha kecil menengah) di Indonesia adalah tingkat inovasi, kewirausahaan, sumber daya manusia, aspek keuangan, potensi pasar / pembeli dan strategi bisnis. Tingkat inovasi adalah kunci daya saing UKM, karena efek pada kemampuan UKM adalah untuk menciptakan jaringan produk dan pemasaran baru. Faktor-faktor yang terkait adalah sumber
daya manusia keterampilan, modal, inovasi dan risiko modal. Faktor-faktor penting lainnya adalah pengembangan produk, calon pembeli, struktur industri dan segmentasi pasar. Sedangkan menurut Vi dan Minh (2003) mengatakan bahwa akses pasar adalah yang paling penting dalam kelompok industri untuk mengurangi kemiskinan. Selain itu industri penting juga memperhatikan peningkatan kredit/keuangan mikro, pelatihan, inovasi teknologi dan / atau produksi, pemasaran, menyediakan pasar, akses informasi, akses ke saluran distribusi, dan lain-lain. Selanjutnya kebijakan pemerintah berguna untuk menumbuhkembangkan industri kecil agar menjadi industri yang tangguh dan memiliki daya saing baik di pasar lokal maupun global. Boja (2011) dalam penelitiannya dengan memulai analisis konsep klaster, karakteristik utama dan model penentu klaster. Dia mengatakan manfaat dari klaster sebagai bentuk organisasi ekonomi membantu pemerintah untuk melaksanakan kebijakan, Memberikan inisiatif bagi pemerintah untuk mendukung kelompok yang sudah ada atau kelompok baru dengan: Usaha Kecil dan Menengah (UKM), pembangunan industri daerah; mendapatkan dana eksternal dan investor asing; penelitian dan inovasi di tingkat nasional maupun lokal. 193
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
Dalam menghadapi persaingan yang ketat saat ini adalah merupakan ancaman bagi industri kecil rotan, apalagi dengan terbukanya pasar dalam negeri. Industri kecil rotan terhimpit oleh kendala-kendala sehingga tidak berkembang sebagaimana industri besar yang mendominasi perekonomian nasional. Kendala itu antara lain
ISSN : 2337 - 3997
berkaitan dengan masalah pemasaran produk rotan dan keuangan usaha. Walaupun sebenarnya industri kecil rotan di Kota Padang berpotensi untuk dikembangkan. Berikut ini adalah data produksi, penjualan, daerah pemasaran, jumlah tenaga kerja, jumlah pinjaman (Investasi) Industri rotan Kota Padang.
Tabel 1. Data perusahaan industri kerajinan rotan yang berkembang di Kota Padang No
2 3 4
Kapasitas produksi (set) Delta dan Mylan 516 furniture Ike furniture 1020 Asmidar furniture 204 Injaya Furniture 120
5
Sanjaya furniture
348
16
6 7
Anil Furniture Marni rotan
1020 468
48 45
8
Putri Rotan
516
37
1
Nama
Omset pasar (juta) 25 43 15 8
9 10
Pasar
Kel Pitameh Kel Pitameh Kel Pitameh Pesisir selatan,Silungkang Silungkang,bengkulu, jambi Kel Pitameh Bengkulu, Pekan baru, Rengat, Pasaman, Silungkang Bengkulu, Sungai Penuh, Jambi, Padang Padang, Bengkulu Kel Pitameh
Tiga Saudara 888 40 Asmidar 204 15 Furniture Sumber: Diolah dari data Dinas Perindagtamben 2012 Dari tabel 1. jumlah produksi, penjualan, daerah pemasaran, jumlah tenaga kerja, jumlah pinjaman (Investasi) masih relatif sedikit apabila dibandingkan dengan industri sejenis seperti industri furniture dari kayu (Perindagtamben, 2012). Walaupun furniture rotan kalah dibandingkan dengan furniture dari kayu, Industri kecil rotan di Kota Padang mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan. Akses pemasaran output dan keuangan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha kecil industri rotan, sehingga bisa dilakukan penekanan prioritas pada variabel tersebut. Pada kendala pemasaran produk yang ditemukan adalah, dalam menjual produknya, pengusaha rotan kebanyakan hanya lokal saja, paling besar Daerah Sumatera. Mereka hanya mempromosikan produk mereka dari mulut kemulut saja, tidak melalui media elektornik maupun media cetak dikarenakan terbatasnya biaya dan ketidak tahuan mereka bagaimana cara mempromosikan produk dengan baik. Mereka hanya memajang produk ditoko mereka yang juga sekalian tempat produksinya. Produk yang mereka
Tenaga kerja (orang) 12
Investa si (juta)
7 5 2
5 2 2
9
4
10 10
5 3,7
5
2
12 2
4 2
4,5
promosikanpun terbatas. Untuk itu diperlukan bantuan bagi mereka berupa bimbingan teknis dibidang manajemen pemasaran seperti bagaimana berpromosi yang efektif dan efisien serta cara memasarkan produknya, dan menganalisis konsumen. Pengusaha kecil industri rotan kota Padang juga menghadapi kendala dengan keuangan. Mereka kurang bisa mengelola keuangan mereka ,seperti tidak melakukan pembukuan yang baik terhadap usahanya. Selain itu mereka butuh modal kerja yang banyak. Solusi yang dapat diberikan adalah membimbing mereka dalam melakukan mnajemen keuangan yang baik, memberikan pelatihan dalam bidang manjemen keuangan. Selanjutnya pemerintah daerah harus mendukung kegiatan usaha industri kecil rotan ini. Pemerintah daerah sebaiknya memberikan bantuan terhadap pengusaha dan pengrajin rotan ini, baik berupa bantuan dana maupun bantuan lainnya. Pemerintah daerah juga harus membuat kebijakan yang baik dibidang usaha rotan ini. Hal ini sesuai pendapat Tambunan, (2006) yang mengatakan bahwa didalam klaster terdapat pusat-pusat pelayanan 194
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
terutama yang disediakan oleh pemerintah lokal yang dapat digunakan secara kolektif oleh semua pengusaha yang ada disana. Pemerintah dalam hal ini mendukung kegiatan klaster industri. Mawardi et al (2011) meneliti tentang kasus klaster furniture kayu ukirIndonesia dan menjelaskan pengembangan klaster UKM dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh. Mereka ingin mengetahui faktor pendorong pertumbuhan klaster antara lain Ketersediaan tenaga kerja terampil, bahan baku dan permintaan pasar domestik. Perlunya kerjasama antar pelaku klaster dalam bentuk saling mendukung sehingga tercapailah efisiensi. Namun, kebijakan yang dilakukan dalam pengembangan klaster ini mempunyai pengaruh yang sedikit karena tidak ada tindakan serius dilakukan oleh Pemerintah
ISSN : 2337 - 3997
keputusan dan manajemen yang baik bagi pengusaha rotan. 3. Bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan dalam menyusun program yang terkait dengan pengembangan klaster industri kecil Rotan Kota Padang. 4. Bagi para pelaku usaha lainnya yang terkait dapat memberikan bantuan dan fasilitas dalam mengembangkan industri kecil rotan Kota Padang. . TINJAUAN PUSTAKA Industri kecil
2. Memberikan bimbingan teknis manajemen yang baik terutama dibidang manajemen pemasaran dan manajemen keuangan 3. Memberikan masukan positif kepada pemerintah supaya usaha kecil rotan di Kota Padang dapat berkembang dengan baik.
Industri kecil adalah industri yang memiliki investasi peralatan dibawah Rp 70 juta, jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang dan memiliki aset perusahaan tidak lebih dari Rp 100 juta (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat 2001). Sedangkan menurut Bappenas, 2004 industri kecil merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan perseorangan atau rumah tangga atau suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang dan jasa untuk diperniagakan secara komersial yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta dan mempunyai nilai penjualan setiap tahun sebesar Rp 1 Milyar atau kurang. Industri kecil (IK) memperlihatkan daya ketahanannya, terlihat dari adanya kemampuan IK bertahan terhadap perubahan lingkungan dan menjalankan fungsinya dalam menyerap tenaga kerja tambahan setiap tahun sekitar 1,8 persen (BPS Indonesia, 2006). Untuk itu industri kecil sebagai usaha rakyat harus bisa dipertahankan dan ditingkatkan lagi serta diberikan perhatian oleh semua stake holder.
Manfaat Penelitian
Industri kecil Rotan Kota Padang
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian ini bertujuan dan mempunyai keutamaan penelitian untuk mengetahui dan memberikan perhatian yang lebih dalam tentang faktor-faktor penentu keberhasilan pengembangan usaha Rotan Kota Padang, yakni: 1. Untuk mengetahui apakah pemasaran produk, keuangan usaha, dan dukungan pemerintah daerah berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan industri kecil rotan Kota Padang
Penelitian ini memberikan manfaat bagi:
diharapkan
dapat
1. Bagi riset yang akan datang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha kecil rotan di kota padang. 2. Dapat menjadi masukan serta evaluasi terhadap kinerja dari pengusaha atau pengrajin rotan yang berguna sebagai alat pengambilan
Pusat dari industri kecil di kota Padang adalah Tanah Sirah kelurahan Pitameh kecamatan Lubuk Begalung kota Padang. Industri kecil rotan Kota Padang merupakan kerajinan furniture rotan yang keahliannya diperoleh secara turun temurun dari orang tua. Kebanyakan para pengrajin rotan memiliki hubungan kekerabatan keluarga. Industri kecil rotan Kota Padang dan komoditi rotan Sumatera Barat termasuk komoditi yang berpeluang besar untuk dikembangkan (komoditi inti), dan tanaman rotan sebagai bahan baku komoditi rotan memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Di Kota Padang, IK rotan menduduki 195
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
posisi kedua untuk industri unggulan (Perindagtamben, 2012. Dengan potensi yang dimilikinya, industri kecil rotan Kota Padang pantas untuk dikembangkan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan usaha kecil rotan di Kota Padang adalah: 1. Pemasaran produk Untuk keberhasilan pengembangan klaster industri kecil, harus memiliki kemampuan dalam hal strategi pemasaran. Untuk itu industri kecil harus memiliki akses informasi pasar yang akurat, obyektif, seimbang dan memadai sehingga pelaku industri dapat memasarkan produknya dengan baik. Rehman (2011) menunjukkan bahwa operasional dan kegiatan pemasaran yang baik dapat membantu pemasaran produk yang lebih baik. Pemerintah dapat mendukung kegiatan yang melakukan inovasi beragam teknologi dan organisasi produksi; mereka bisa membantu menyediakan pelatihan di bidang pemasaran sehingga produsen dapat meningkatkan pemasaran mereka dan langsung terhubung ke pembeli global untuk pesanan yang stabil. Kegiatan pengusaha dalam saluran pemasaran bisa mendapatkan pesanan yang stabil bahkan meningkat. Edwin (2012) menemukan bahwa ada interaksi yang baik antara penjualan, pembelian bahan baku dan input, subkontrak, mesin pinjaman, pemasaran produk furniture, dan pekerja. Temuan ini menunjukkan bahwa tingkat kerjasama antar pengusaha dalam klaster industri untuk perusahaan-perusahaan furnitur menpunyai keterampilan bisnis cukup. Mekanisme kolektif Ini termasuk penjualan antar perusahaan, subkontrak, mesin pinjaman, pembelian bahan baku dan input, dan membantu mengurangi biaya transaksi melalui mekanisme efisiensi kolektif, promosi mebel. Arif (2012) berpendapat bahwa untuk meningkatkan produksi maka perlu diberikan program pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan. Penyediaan pendidikan ini akan meningkatkan kemampuan pengusaha atau manajer untuk mengatasi perubahan lingkungan bisnis. Program tersebut dilaksanakan untuk tujuan membekali para pengusaha dengan pengetahuan baru tentang manajemen, seperti kualitas kontrol, manajemen tenaga kerja, organisasi produksi, dan pengetahuan baru pada pemasaran.
ISSN : 2337 - 3997
2. Keuangan Usaha Keterbatasan akses dan ketidak-mampuan untuk memenuhi syarat formal yang berhubungan dengan proposal bisnis, agunan, dan sejumlah kelengkapan administratif lainnya membuat industri kecil tidak mampu melanjutkan usahanya. Maka diperlukan peran dari lembaga keuangan perbankan dan non perbankan (konvensional dan syariah) untuk merespon kebutuhan pelaku industri kecil terutama menyangkut kebutuhan modal kerja. Ayyagari et al (2005) menyelidiki apa yang menghambat pertumbuhan perusahaan. Secara khusus, meneliti masalah pembiayaan usaha. Suku bunga bank yang tinggi dan kekurangan uang merupakan penyebab umum mengenai masalah keuangan usaha kecil. Karena kendala tersebut maka dibuatlah kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan perusahaan. Secara makroekonomi mereka menemukan kendala keuangan yang secara langsung mempengaruhi tingkat pertumbuhan perusahaan. Perlu melakukan reformasi sektor keuangan untuk menjamin pertumbuhan dan keefektifan usaha. 3. Kualitas Dukungan Pemerintah Daerah Peran pemerintah diperlukan dalam mendukung industri kecil rotan terutama pemerintah daerah. Pemerintah daerah perlu mengeluarkan peraturan daerah (Perda) khusus yang mengatur semua hal yang terkait dengan pengembangan klaster industri kecil, seperti penetapan wilayah, berbagai insentif, koordinasi antar instansi daerah, pengembangan perguruan tinggi yang terkait dengan industri kecil, pengembangan asosiasi industri, peraturan ketenagakerjaan, penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur, serta tata ruang wilayah yang harus di atur secara jelas yang diperuntukkan sebuah wilayah. Rehman (2012) mengatakan penyediaan infrastruktur publik adalah tanggung jawab utama pemerintah dalam industri modern. Pemerintah harus menyediakan saran dan prasarana serta bantuan lain terhadap industri tersebut. Beddig (2008) menemukan bahwa melalui usaha kecil rakyat, pemerintah pusat dan daerah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, melalui kombinasi dari eksternalitas terkait dengan kerjasama melalui 'efisiensi kolektif', butuh pertumbuhan, inovasi dan peningkatan produktivitas, sehingga dapat mencapai efisiensi dan efektivitas usaha.
196
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
ISSN : 2337 - 3997
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hipotesis
Bappenas (2004) melakukan penelitian terhadap 3 klaster industri di pulau Jawa. Keberhasilan pengembangan Klaster ini ditentukan oleh faktor (1) Spesialisasi, klaster ini mempunyai spesialisasi karena produk rotan yang dihasilkan cenderung mengikuti mebel rotan bergaya Eropa yang banyak di pesan oleh pemesan di luar negeri. (2) Kemampuan dan keahlian tenaga kerja yang ada telah terlatih dalam membuat produk rotan bergaya Eropa. (3) Adanya dukungan Pemda Kabupaten Cirebon, peran Pemda Kabupaten Cirebon dalam membantu pengembangan industri rotan cukup signifikan. Diantaranya kerjasama antara Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) dengan Pemda dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku rotan. (4) Dukungan asosiasi perdagangan lewat kerjasama industri skala menengah dan besar. (5) Pengembangan SDM. Tambunan (2006) melakukan studi mengenai klaster-klaster UKM di Eropa Barat. Hasil studinya (1) menunjukkan fakta yang membuat mereka berkembang pesat. Antara lain: Dalam sentra terdapat pemasok bahan baku, alatalat produksi, mesin, komponen-komponen dan produsen barang jadi. Selain mengurangi ongkos produksi, satu sama lain bersinergi, memperlancar keterkaitan bisnis mereka. (2) Adanya suatu kombinasi persaingan yang ketat disatu pihak dan kerjasama yang baik dipihak lain, antar sesame pengusaha UKM. (3) Terdapat pusat-pusat pelayanan terutama yang disediakan oleh pemerintah lokal yang dapat digunakan secara kolektif oleh semua pengusaha yang ada disana. Elvira (2007) dengan alat statisitik analisis faktor menemukan 3 faktor penentu keberhasilan pengembangan klaster industri keci rotan di Kota Padang yaitu SDM dan pasar, jaringan eksternal dan jaringan internal dan kemitraan. Diperlukan peranan lembaga pemerintah dalam hal ini. Funabashi (2013) meneliti faktor-faktor untuk pertumbuhan laba di teknologi rendah usaha kecil dan menengah (UKM) dengan menggunakan data tingkat perusahaan untuk sektor manufaktur Indonesia. Ukuran terpenting untuk mengevaluasi bisnis adalah laba. Namun, ada kesulitan dalam memperoleh data keuangan dari perusahaanperusahaan kecil.
H1:
Pemasaran produk berpengaruh terhadap pengembangan industri kecil rotan Kota Padang
H2 :
Keuangan usaha berpengaruh terhadap pengembangan industri kecil rotan Kota Padang
H3 :
Dukungan Pemerintah Daerah berpengaruh terhadap pengembangan industri kecil rotan Kota Padang
METODE PENELITIAN Untuk mengetahui apakah pemasaran produk, keuangan usaha, dan dukungan pemerintah daerah berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan usaha industri kecil rotan Kota Padang dengan menggunakan analisis regresi berganda. Terlebih dahulu melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner. Selanjutnya perlu dilakukan memberikan bimbingan teknis manajemen yang baik dibidang manajemen pemasaran dan manajemen keuangan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Tanah Sirah kelurahan Pitameh kecamatan Lubuk Begalung kota Padang mengingat bahwa di kota Padang, sejak tahun 1950-an IK rotan telah terpusat di sana (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat, 2001). Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer di peroleh melalui survei kelapangan, melalui wawancara dan menggunakan kuisioner tertutup terhadap pengusaha rotan yang terpilih sebagai sampel. Data sekunder di peroleh melalui penelusuran dari instansi yang terkait dengan penelitian terdiri dari Dinas Perindag kota Padang, Dinas Perindag Sumatera Barat, Biro Pusat Statistik (BPS) kota Padang, serta instansi lain yang terkait. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh pengusaha rotan yang berlokasi di kota Padang. Sampel dipilih secara non-probabilitas (nonprobability sampling methods) menggunakan metode purposive sampling. Pemilihan sampel 197
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
didasarkan atas pertimbangan sampel bisa memberikan informasi yang terkait dengan masalah dan tujuan penelitian ini. Sampel di pilih dengan dua pertimbangan, (1) sampel memiliki izin usaha dan terdaftar di Dinas Perindag kota Padang. (2) sampel berlokasi di sentra Alam Lestari di Tanah Sirah kelurahan Pitameh kecamatan Lubuk Begalung Padang (3) Usaha rotan yang dimaksud adalah usaha yang memproduksi serta menjual produk rotan itu sendiri, Definisi operasional variabel A. Variabel Indenpenden (Y) Keberhasilan Pengembangan usaha industri kecil rotan adalah tumbuh berkembangnya nya usaha tersebut. B. Variabel dependen 1. Pemasaran produk (X1) Akses terhadap informasi pasar yang akurat, obyektif, seimbang dan memadai sehingga pelaku industri dapat memasarkan produknya dengan baik. 2. Keuangan usaha (X2) Peran dari lembaga keuangan perbankan dan non perbankan untuk merespon kebutuhan pelaku industri kecil terutama menyangkut kebutuhan modal kerja. 3. Kualitas Dukungan Pemerintah Daerah (X3) Peran pemerintah dalam mendukung industri kecil rotan terutama pemerintah daerah. Metode Analisis Uji yang pertama dipakai adalah validitas dan reliabilitas, Instrumen Penelitian selanjutnya; normalitas data, multikolinieritas, heterokesdatisitas dan analisis regresi berganda. Uji validitas digunakan untuk menguji kesahihan atau ketepatan alat ukur apabila memperoleh informasi sesuai dengan yang di harapkan. Menurut Sakaran (2006) uji validitas di gunakan untuk menguji seberapa baik suatu instrumen yang di buat mengukur konsep tertentu yang ingin di ukur. Model pengujian validitas yang digunakan adalah model Varimax. Didalam model tersebut validnya masing-masing item pertanyaan ditentukan dari nilai faktor loading yang harus bernilai diatas atau sama dengan 0,30 dan tidak mengalami ambigu atau fungsi ganda (Ghozali
ISSN : 2337 - 3997
2006). Untuk mengukur realibilitas SPSS (Statistical Program for Social Science program) memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach Alpha. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60. Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah model regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Untuk mengetahuinya digunakan uji Kolmogrov-Smirnov, Menurut Sugiyono (2008), pedoman pengambilan keputusan dalam uji normalitas yaitu, bila nilai signifikan lebih besar daripada 0,05 maka distribusi adalah normalitas (simetris). Sebelum melakukan pengujian hipotesis agar nantinya model regresi tidak bias maka perlu dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji multikolinieritas dan uji heteroskedastisitas. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Uji multikoleniaritas ini dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF). Pada model regresi yang baik, sebaiknya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dengan melihat (1) nilai tolerance dan lawannya, (2) variance inflation factor. Nilai cut off yang dipakai oleh nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10. Apabila terdapat variabel bebas yang memiliki nilai tolerance lebih dari 0,10 nilai VIF kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikoleniaritas antar variabel bebas dalam model regresi (Ghozali, 2006). Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual data yang ada (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah yang tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Alat uji yang digunakan adalah alat uji Glejser. Selanjutnya pengujian Hipotesis dilakukan dengan cara; Untuk menguji hipotesis dari H1 s/d H3 digunakan program SPSS. (Santoso, 2002). Pengujian signifikansi yang bertujuan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Pada penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda. HASIL DAN ANALISIS Sejarah Perkembangan Rotan Kota Padang Usaha kecil rotan sudah ada di Kota Padang dari tahun 1950 yang berpusat di Tanah 198
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
Sirah Kelurahan Pitameh Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang. Awalnya usaha rotan ini dimulai dari skala kegiatan rumah tangga. Kepandaian dalam membuat usaha rotan itu didapat turun temurun dari orang tua mereka. Akhirnya kerajinan ini juga berkembang ke beberapa daerah lain di Kota Padang. Perkembangan selanjutnya pada tahun 1990 an terbentuk pusat perkembangan usaha rotan yang dberi nama Sentra rotan Alam Lestari. Sentra
ISSN : 2337 - 3997
Rotan Alam Lestari mempunyai anggota 21 unit usaha rotan yang sudah memiliki ijin dari dinas perindagtamben Kota Padang. Pada tahun 2012 anggotanya tinggal 14 unit dan sekarang tinggal yang aktif 12 unit. Profil Responden Profil responden dalam penelitian ini berdasarkan gender, usia dan tingkat pendidikan dapat dijelaskan dalam table 2 berikut :
Tabel 2 Profil responden dari gender, Usia dan jenjang pendidikan. Profil responden Frekuensi Persentase (Orang) Gender 1. Laki-laki 5 45,5 2. Perempuan 6 54,5 Usia 9,1 1 1. 17-22 tahun 27,3 3 2. 23-28 tahun 9,1 1 3. 29-34 tahun 9,1 1 4. 35-40 tahun 45,5 5 5. > 40 tahun Pendidikan 1. SMP 7 63,6 2. SMA 3 27,3 3. S1 1 9,1 Dari tabel 2 data jumlah responden yang laki-laki adalah 5 orang dan perempuan adalah 6 orang. Profil dari segi umur, 17-22 ada 1 0rang, 23-28 ada 3 orang, 29-34 ada 1 orang,35-40 ada 1 orang, diatas 40 ada 5 orang. Sementara dari segi pendidikan tamatan SMP /sekolah menengah pertama adalah 7, sedangkan tingkat SMA/ sekolah menengah atas ada 3 orang dan pendidikan S1 adalah 1 orang. HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah melalui pengujian validitas, realibilitas, normalitas, multikolinearitas, dan heterokesdatisitas, didapat hasil hasil regresi sebagai berikut: Untuk melihat pengaruh pemasaran output (X1), Keuangan usaha (X2), dan Dukungan Pemerintah Daerah (X5), terhadap Keberhasilan pengembangan klaster industri rotan (Y), maka digunakan model regresi linier berganda. Berdasarkan hasil pengolah data dengan bantuan program SPSS dapat dilihat rangkuman hasil empiris penelitian sebagai berikut :
199
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
Tabel 3. Uji regresi berganda Standardize d Unstandardized Coefficient Coefficients s Model B Std. Error Beta t 1 (Constant) 1.446 1.221 1.184 X1 -.271 .343 -.161 -.791 X2 .900 .212 .852 .852 X3 .076 .290 -.055 -.260 Dependent Variable: Y Variabel X1, X3 berpengaruh tidak signifikan, variabel X2 berpengaruh signifikan.Sehingga H1 dan H3 ditolak, sedangkan H2 diterima yang berarti variabel keuangan usaha berpengaruh signifikan pada tingkat alpha 1 persen. Pembahasan Pemasaran output (X1) Pemasaran output (X11) berpengaruh tidak signifikan terhadap keberhasilan pengembangan klaster industri kecil. Bagi para pengrajin rotan pemasaran hanyalah penjualan, sehingga pengrajin rotan tidak dapat memproduksi terlalu banyak yang mengakibatkan modal terbenam. Promosi yang pernah dilakukan adalah pameran. Pernah ada pameran untuk memperkenalkan industri pengrajin namun banyak diantara mereka tidak berminat untuk ikut karena penyewaan tempat yang mahal dan penjualan yang kecil. Jenis produk rotan yang dihasilkan dan dijual di pasar adalah meja, kursi, pembatas ruangan, ayunan bayi, pot bunga, kudakuda anak, dan keranjang koran. Pernah ada tawaran yang di berikan pemerintah untuk pengeksporan hasil pengrajin rotan namun tidak ada tindak lanjutnya. Konsumen dari industri kecil rotan Kota Padang terdiri dari sektor perhotelan, salon, toko kerajinan dan masyarakat rumah tangga. Daerah pemasaran produk rotan hanya terbatas pasar dalam negeri saja. Namun masyarakat masih meminati produk dalam negeri. Harga jual yang masih mahal membuat kalah saing di pasar. Harga jual masih tinggi dibanding Cirebon, membuat kalah saing dalam pasar nasional. Produk rotan di pasarkan didaerah Padang, Silungkang, Bengkulu, Jambi dan Pekan Baru. Pasar ekspor belum ada karena belum adanya permintaan dan sulitnya akses distribusi produk rotan keluar negeri. Terkosentrasinya industri pada satu lokasi akan memberikan
ISSN : 2337 - 3997
Sig. .275 .455 .004 .802
keuntungan melalui bahan baku bersama sehingga mendapatkan diskon yang besar yang akan menurunkan biaya produksi sehingga harga jual akan rendah. Selain itu mayarakat konsumen memilih perabot rotan sebagai pilihan kedua. Masyarakat lebih menyukai produk furniture dari kayu. Menurut pemantauan dilapangan adanya persaingan harga jual produk rotan yang tidak sehat sesama pengusaha rotan. Ada pengusaha rotan menjual produk rotannya dibawah harga rata-rata yang dijual sesama pengusaha rotan. Hal itu membuat suasana persaingan industri yang tidak sehat Keuangan usaha (X2) Keuangan usaha berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan pengembangan usaha industri kecil. Hasil Penelitian ini didukung oleh penelitian Bappenas (2004) pada industri batik di Pekalongan yang menemukan bahwa keberhasilan pengembangan klaster industri dipengaruhi oleh dukungan finansial. Pengusaha rotan Kota Padang membutuhkan modal yang besar untuk kegiatan operasionalnya, apalagi kalau ada order yang banyak, mereka membuat produk kalau dikasih uang panjar terlebih dahulu oleh konsumen. Pengusaha rotan tidak berani membuat produk rotan dalam jumlah banyak dengan modal mereka sendiri dulu, karena mereka takut jika produk tersebut tidak terjual sementara uang mereka sudah terpakai banyak. Juga terbatasnya modal keuangan yang mereka punyai. Investasi yang dilakukan pada peralatan dan mesin modern masih terbatas. Industri kecil rotan masih takut berhutang pada lembaga keuangan karena takut tidak terbayar dan kurang mampu membuat proposal untuk mengajukan pinjaman untuk mengajukan pinjaman kepada lembaga keuangan. Dalam hal ini jika para pengusaha rotan membutuhkan kucuran dana hendaknya didapatkan dari lembaga 200
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
keuangan. Kalaupun pengusaha rotan meminjam uang kelembaga perbankan mereka diminta untuk memberikan jaminan atas pinjaman mereka itu. Kemampuan mengakses pembiayaan berkontribusi pada keberhasilan pengembangan industri rotan. Kerjasama antara pengusaha rotan dengan institusi keuangan seperti bank dan lembaga keuangan lainnya sangat membantu pengusaha rotan dalam mengembangkan usahanya. Adapun instansi finansial yang pernah memberikan bantuan dana atau kredit pada pengusaha rotan adalah bank BRI, bank syariah, pinjaman dari Jasa Raharja. Selain itu pinjaman kepada bank yang dipinjam dalam jumlah yang besar juga mengakibatkan pembayaran bunga yang juga besar. Meskipun kredit dilakukan dengan bunga yang rendah. Tingkat inflasi yang melanda situasi perekonomian nasional juga membuat suku bunga kredit semakin tinggi. Selanjutnya keadaan yang demikian berdampak terhadap pelunasan kewajiban atau hutang yang dbayar oleh pengusaha rotan beserta bunganya. Sementara perputaran penjualan yang ada lambat. Artinya hanya ada satu barang yang terjual lalu pengusaha rotan musti menunggu beberapa hari bahkan mingguan agar perabot rotannya laku. Dukungan Pemerintah Daerah (X3) Dukungan Pemerintah Daerah (X3) berpengaruh tidak signifikan terhadap keberhasilan pengembangan klaster industri kecil. Dukungan pemerintah yang dimaksud dalam hal ini adalah berupa bantuan yang diberikan pada pengusaha rotan, baik bantuan berupa dukungan moril maupun bantuan dukungan keuangan. Menurut hasil pemantauan lapangan bantuan pemerintah adalah, pemerintah pernah memberi bantuan mesin pengupasan kulit rotan dan mesin patrik yang dikelola bukan dari orang pemerintahan namun tidak jalan karena penggajian yang tidak jelas. Sehingga mesin tersebut ditarik kembali dan ada yang disewakan. Padahal mesin tersebut dapat digunakan oleh pengusaha sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan mutu produk. Bantuan terakhir diberikan tahun 2009 setelah gempa bagi pengrajin rotan yang masih mau melanjutkan usaha rotannya. Pemerintah khususnya dinas perindagtamben pada bidang industri untuk mengikutsertakan pelatihan pengembangan desain furniture produk (handycraft ) rotan. Pemerintah sebaiknya melakukan monitoring terhadap industri kecil rotan dengan adanya pelatihan
ISSN : 2337 - 3997
desain (handycraft). Kebijakan pemerintah yang mendukung akan meningkatkan penjualan produk rotan bahkan sampai melakukan kegiatan ekspor produk rotan keluar negeri. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah akan memotivasi mereka untuk lebih berkembang. Dulu pengraji dan pengusaha rotan memiliki kelompok yang dibawah binaan Jasa Raharja, dan semuanya terdaftar di dinas Perindag. Semua pengrajin rotan dibawah binaan Jasa Raharja semua mendapat bantuan pinjaman modal namun banyak diantaranya tidak dapat mengembalikan pinjaman modal tersebut. Saran dan Solusi yang diinginkan pengrajin dan pengusaha rotan terhadap pemerintah adalah pengrajin rotan berharap pemerintah membentuk wadah seperti perkoperasian yang dapat memberikan modal atau bahan baku terhadap pengrajin rotan dan menampung kembali hasilnya sesuai harga pasaran dipotong hutang atau bahan baku yang diberi kepengrajin rotan agar pengrajin rotan dapat memproduksi lebih banyak tanpa takut modalnya terbenam. Sebaiknya pemasaran dilakukan oleh koperasi yang dijalankan oleh orang dari pemerintahan. Pengusaha rotan juga menginginkan agar produk rotan mereka dipakai dikantor-kantor pemerintah daerah, seperti kursi tamu atau pot bunga. Menurut mereka, jika hal tersebut dilakukan pemerintah, maka sudah membantu mereka dalam hal penjualan. Untuk itu diperlukan terjalinnya kerjasama yang lebih baik lagi dengan dinas dan instansi terkait dan klaster industri lainnya. KESIMPULAN Diantara faktor-faktor yang diteliti; pemasaran produk (X1), Keuangan usaha (X2) dan dukungan pemerintah daerah (X3) hanya faktor keuangan usaha (X2) yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangan industri kecil rotan Kota Padang. SARAN 1. Untuk riset yang akan datang disarankan menanbah variabel yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan industri kecil rotan di Kota Padang, menambah jumlah sampel, atau bahkan juga memakai industri furniture lainnya sebagai sampel. 2. Sebaiknya kecil industri menyediakan tenaga ahli demi kemajuan industri kecil rotan di Kota Padang sehingga bisa mengikuti semua 201
e-Jurnal Apresiasi Ekonomi Volume 2, Nomor 3, September 2014 : 193-202
kegiatan dibidang keuangan, pemasaran dan lain sebagainya.
produksi,
3. Disarankan pengrajin dan pengusaha produk rotan mengikuti pelatihan dan pembinaan yang ada, mendapatkan contoh model-model baru pada produk furniture dihasilkan serta bersikap kreatif dan inovatif. 4. Pengusaha rotan Kota Padang hendaklah melakukan kerjasama yang erat dengan pelaku industri lainnya. 5. Daerah pemasaran diperluas dan mengikuti pameran-pameran yang ada, promosi yang gencar baik melaui media elektronik, surat kabar maupun secara online. 6. Agar pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah memberikan perhatian dan bantuan serta membuat kebijakan yang mendukung DAFTAR PUSTAKA Arif, W Babur, 2012, Industrial Clusters, Schumpeterian Innovations And Entrepreneurs’ Human And Social Capital, Pakistan Economic and Social Review Volume 50, No. 1 (Summer 2012), pp. 71-95 Ayyagari, Meghana, Asli Demirgüç-Kuntand Vojislav Maksimovic, 2005, How Important Are Financing Constraints? The Role of Finance in the Business Environment, seminar participants at George Washington University Bappenas, 2004, Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Kajian Strategi Pengembangan Kawasan Dalam Rangka Mendukung Akselerasi Peningkatan Daya Saing Daerah, Jakarta Beddig (2008), Cluster Development Policy rooted in the Collective Efficiency Approach: An Effective Poverty Alleviation Tool in the Indian Handloom Sector? Case studies: the Varanasi and Chanderi Handloom Clusters (2007-08) Biro Pusat Statistik (BPS), 2006, Statistik Indonesia. Boja, Catalin, 2011, Clusters Models, Factors and Characteristics, International Journal of Economic Practices and Theories, Vol. 1, No. 1, DAI/Nathan Group, 2012, Creating Sme Competitivness, Lessons from Indonesia Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pertambangan dan Energi Kota Padang
ISSN : 2337 - 3997
(Perindagtamben), Sentra Industri Kecil dan Menengah, (Padang : 2012) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Barat, 2001, Strategi Pengembangan Industri dan Perdagangan Sumatera Barat, Sumatera Barat Elvira, Rini 2007, Identifikasi Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Pengembangan Klaster Industri Kecil Rotan Kota Padang, Thesis, Universitas Andalas, Padang Gaku, Funabashi, 2013, What makes profits of low-technology SMEs grow?, Proceedings of 8th Asian Business Research Conference 1 - 2 April 2013, Bangkok, Thailand, ISBN: 978-1-922069-20-7 Ghozali, Imam, 2006. Dasar-Dasar SPSS 14 dan Aplikasi. Penerbit: BPFE, Yogyakarta. Mawardi, M. Kholid., Choi, T. & Perera,2011, The factors of SME cluster developments in a developing country: the case of Indonesian clusters, ICSB World conference (pp. 408408). Stockholm, Sweden: ICSB. Small Bus Econ (2011) 36:271–279 Mhede, P Edwin,,2012, The Growth of Micro and Small, Cluster Based Furniture Manufacturing Firms and their Implications for Poverty Reduction in Tanzania Research on Poverty Alleviation (REPOA) Nguy n Quic Vi, Nguy n Minh Th, 2003, Regional Approach to Developing Industrial Clusters and Poverty Reduction: A Case Study of Vietnam, VNU Journal of Economics and Business Vol. 29, No. 5E (2013) 1-15 Rehman, Fahd (2011) Factors Affecting the Performance of Enterprises within Lahore Knitwear Cluster in Pakistan, PhD Economics Student at UNSW Canberra, Australia Santoso, Singgih, 2002, SPSS Statistik Multivariate, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta : Bandung. Tambunan T, 2006, Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, PT. Mutiara Sumber Widya, Jakarta Sakaran, Uma 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Salemba Empat : Jakarta.
202
PENGELOMPOKAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI MENGGUNAKAN METODE K-MEDOID (STUDI KASUS : INDUSTRI KECIL MENENGAH BATIK DAN JAMU KABUPATEN BANGKALAN MADURA) Dewi Sylvia Ferdiana P1, Bain Khusnul Khotimah2 Program Studi Teknik Informatika, Universitas Trunojoyo Jl. Raya Telang PO. BOX 2 Kamal, Bangkalan - 69162 Email : [email protected]
ABSTRAK Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan salah satu bentuk usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang mampu membantu pertumbuhan ekonomi di dalam nasional dan regional. Ketatnya persaingan pasar dan banyaknya jumlah IKM akan mempengaruhi tingkat pemasaran. Dengan memanfaatkan penggunaan TI pada IKM akan membantu memperluas tingkat pemasaran sehingga penggunaan TI menjadi salah satu akses bagi IKM untuk mengembangkan usahanya. Peran TI pada IKM semakin penting pada saat ini dikarenakan sudah memasuki era informasi. Pemanfaatan penggunaan TI pada IKM di Kabupaten Bangkalan kurang dimanfaatkan karena minimnya pengetahuan dalam penggunaan TI. Dalam penelitian ini dilakukan pengelompokan (clustering) yang merupakan metode data mining yang membagi data kedalam kelompok-kelompok yang mempunyai objek yang karakteristiknya sama. Pada penggunaan tingkat TI di IKM akan dilakukan pengelompokan berdasarkan kriteria TI menggunakan metode k-medoid menggunakan distance measure: Manhattan, Euclidean, dan Canberra distance. Untuk memvalidasi data setelah proses clustering digunakan Davies Bouldin Index (DBI). Semakin kecil nilai DBI maka semakin baik kualitas cluster. Kata Kunci: cluster, K-medoid, cluster, medoid, Davies Boulding Index
ABSTRACT Small and Medium Industries is one form of small and medium enterprises that can help economic growth in the national and regional levels. The tight market competition and the large number of Small and Medium Industries will affect the level of marketing. By leveraging the use of IT in Small and Medium Industries will help expand the level of marketing that uses IT to be one of the access for Small and Medium Industries to develop their businesses. The role of IT in Small and Medium Industries increasingly important at this time because already entered the information age. Exploiting the use of IT in Small and Medium Industries in Bangkalan underutilized due to a lack of knowledge in the use of IT. In this research grouping (clustering) which is a method of data mining is to divide the data into groups that have the same object characteristics. On the use of IT in the Small and Medium Industries level grouping will be done by the IT criteria using the k-medoid method using distance measure: manhattan, euclidean, and canberra distance. To validate the data after clustering process used davies bouldin index (DBI). The smaller the value the better the quality dbi cluster. Keywords: clusters, k-medoid, clusters, medoid, Davies Boulding index
65
66 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 65 - 76
PENDAHULUAN
Dalam pembangunan ekonomi, Industri Kecil Menengah (IKM) digambarkan sebagai
sektor yang memiliki peranan yang sangat penting dan mampu membantu perekonomian yang sangat besar. Tetapi persaingan yang ketat dapat menyebabkan banyaknya angka penggangguran, masalah tersebut menimbulkan masalah kurangnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan semakin banyaknya tingkat kejahatan di masayarakat. Hal ini disebabkan jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar dan jumlah lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah serta swasta cukup bersaing. Untuk itu diadakan program yang menstimulasi masyarakat untuk memulai melakukan usaha. IKM juga merupakan bentuk usaha industri yang mempunyai potensi dan peranan yang sangat strategis dalam pembangunan. Oleh karena itu harus dapat dikembangkan agar dapat membantu mewujudkan kemakmuran yang sangat besar. Untuk itu harus ditingkatkan lagi dengan menjalin kerjasama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat. Untuk pemerintahnya sendiri berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, melindungi serta menumbuhkan iklim usaha sedangkan untuk masyarakatnya merupakan pelaku utama yang berkewajiban bertanggung jawab pada industrinya sendiri. Pada IKM di Kabupaten Bangkalan kegiatan penjualan selama ini masih terbatas pada penjualan secara langsung ke sentra pasar atau banyak juga yang didatangi para pedagang untuk diambil barangnya kemudian dijual kembali oleh pedagang tersebut ke pasar-pasar. Sesekali mengikuti pameran dan promosi produk yang frekuensinya antara 1-4 kali dalam setahun ataupun jika ada undangan dari dinas terkait seperti Dinas Perdagangan dan Industri atau pameran-pameran yang ada. Dengan memanfaatkan teknologi informasi internet maka dapat membantu memperluas jaringan pada IKM itu sendiri. Untuk pemasaran produknya dapat melakukan strategi promisi dan pemasaran bukan hanya melalui pemeran saja tapi bisa dapat menggunakan media online. Cara mempromosikan melalui media online ini
jauh lebih murah biayanya. Untuk promosi dan
pemasaran secara langsung dengan menampilkan produknya juga pula harus diimbangi dengan promosi secara online di internet agar dapat dikenal secara luas. Oleh karena itu para pengusaha IKM harusnya dapat memanfaatkan promosi melalui media online ini, karena sangat efektif dan efisien. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wheny Khristianto tentang Penggunaan Teknologi Informasi di Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Usaha Kecil dan Menengah di Wilayah Gedong Meneng) menyatakan bahwa tujuan penelitian untuk mengetahui adopsi TI oleh IKM dalam penghambat penggunaan. Pemanfaatan komputer pada Gedong Meneng sudah cukup tinggi tetapi pada penggunaan internet sangatlah rendah dan pada penggunaan teknologi informasi belum dioptimalkan untuk hal-hal yang memberikan nilai yang lebih strategis pada pemasarannya. Pemanfaatan internet sudah bervariasi walaupun penggunaan internet sangat rendah. Kendala
Dewi. Pengelompokan Industri Kecil Menengah.......67
utama pemanfaatan teknologi komputer dan internet justru berasal dari internal IKM, yaitu masih belum butuh terhadap penggunaan internet dan komputer. Kendala kedua adalah mahalnya perangkat teknologi informasi, dan yang menjadi kendala ketiga adalah minimnya sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan komputer dan internet. [1] Pemanfaatan penggunaan Teknologi Informasi pada IKM di Kabupaten Bangkalan kurang dimanfaatkan karena minimnya pengetahuan dalam penggunaan TI. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengelompokan IKM pada penggunaan TI, agar dapat diketahui tingkat penggunaan Teknologi Informasi di Kabupaten Bangkalan dengan menggunakan metode K-medoid. Metode ini menghasilkan
pengelompokan yang berdasarkan
cluster yang terbentuk dan dikelompokkan
berdasarakan cluster yang terdekat. Tujuan dari metode ini adalah untuk mengetahui pengelompokan penggunaan teknologi informasi di IKM pada penjualan batik dan jamu di Kabupaten Bangkalan.
METODE Clustering Clustering merupakan suatu proses pengelompokan dengan sekumpulan objek yang dimasukkan berdasarkan tingkat kedekatan terhadap objekyangsama disebut clustering. Pengklasteran ini merupakan salah satu dari banyaknya fungsi proses data mining untuk menemukan kelompok atau identifikasi kelompok suatu objek yang memiliki tingkat kesamaan/kedekatan. Analisis kluster (Clustering) merupakan cara untuk mengidentifikasi kelompok objek yang memiliki tingkat kesamaan/kedekatan dan membantu menemukan pola penyebaran dan pola hubungan dalam sekumpulan data yang besar. Hal penting dalam proses pengklasteran adalah menyatakan sekumpulan pola ke kelompok yang sesuai yang dengan tingkat kesamaan/kedekatan untuk menemukan kesamaan dan perbedaan sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang berharga. Penerapan metode digunakan dalam pengelompokan untuk mendapat kelompok penggunaan Teknologi Informasi berdasarkan kriteria, kasus yang lain adalah pengelompokan tingkat kesehatan masyarakat pada setiap kabupaten sehingga output nya akan dapat diketahui dengan nilai tinggi, sedang atau rendah. K-Means Clustering Metode K-means diperkenalkan oleh James B MacQueen pada tahun 1967 dalam proceeding of the
5th Berkeley symposium on Mathematical Statistic. K-Means
merupakan
algoritma yang umum digunakan untuk clustering dokumen. Kesederhanaan K-means membuat algoritma ini banyak di gunakan di berbagai bidang dan merupakan metode pengklasteran secara partitioning yang memisahkan data ke dalam kelompok yang berbeda. Metode ini mempartisi data
68 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 65 - 76
ke dalam cluster/kelompok sehingga data yang memiliki karakteristik yang sama dikelompokan kedalam satu kelompok yang sama dan data yang mempunyai karakteristik yang berbeda dikelompokan ke dalam kelompok yang lain. K-Medoid Algoritma Partition Around
Medoids (PAM) atau dikenal juga dengan k-medoids
dikembangkan oleh Leonard Kaufman dan Peter J. Rousseeuw pada tahun 1987. K-medoid merupakan pengembang dari k-mean dan algoritma keduanya sangat mirip. Jika PAM bekerja dengan medoid, yang merupakan entitas dari dataset yang mewakili kelompok data akan masuk dalam kelompok dan k-means bekerja dengan centroid, entitas yang mewakili adalah cluster.
Algoritma K-medois adalah: 1.
Tentukan jumlah cluster k.
2.
Pilih inisial medoid secara acak.
3.
Hitung jarak setiap data non-medoid dengan medoid mengunakan persmaan manhattan distance, euclidean distance dan canberra distance. Adapun persamaannya adalah : Manhattan distance 𝑑 = ∑���� |𝑥𝑖 − 𝑦𝑖| Euclidean distance 𝑑 = (∑� ���
Canberra Distance
(𝑥𝑖 − 𝑥𝑗𝑘)� )
𝑑 = ∑����
|��(�)���(�)|
� �
|��(�)� ��(�)|
4.
Kelompokkan setiap data berdasarkan kedekatan dengan cluster.
5.
Hitung jumlah total jarak yang sudah dikelompokkan berrdasarkan clusternya.
6.
Jika total jarak baru > total jarak lama maka proses berhenti.
7.
Ulangi tahap 1-5.
Analisa Cluster Setelah diketahui tingkat responden IKM terhadap IT, kemudian akan dilakukan pengelompokan (clustering) berdasarkan kriteria yang ada. Metode yang digunakan untuk pengelompokan berdasarkan kriteria adalah metode clustering k-medoid yang termasuk metode partitioning clustering untuk mengelompokkan sekumpulan n objek menjadi sekumpulan k cluster. Representasi cluster pada PAM adalah objek dari sekumpulan objek yang mewakili cluster, disebut medoid. Cluster dibangun dengan menghitung kedekatan yang dimiliki antara medoid objek non-medoid menggunakan distance measure. Jadi metode partisi masih dapat dilakukan berdasarkan prinsip meminimalkan jumlah dari ketidakmiripan antara setiap objek dan medoid yang sesuai.
Dewi. Pengelompokan Industri Kecil Menengah.......69
Setelah menghasilkan pengelompokan akan dilakukan akurasi data dengan menggunakan Davies Bouldin Index (DBI). Jika Semakin besar nilai DBI maka semakin bagus tingkat akurasi suatu metode clustering. Hasil dari pengelompokan akan dijadikan acuan untuk mengetahui tingkat penggunaan TI pada IKM. Davies Bouldin Index (DBI) Davies Bouldin Index (DBI) merupakan suatu cara dari cluster validation yang dibuat oleh D.L. Davies dan D.W. Bouldin yang memiliki fokus pada similarity antar cluster. Nilai similarity ini berbasiskan pada nilai penyebaran dalam cluster dan nilai dissimalirity antar cluster. Semakin kecil nilai indeksnya akan semakin bagus hasil clustering yang didapat. Sebelum menghitung nilai DBI, hitung nilai variance, dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan : N
𝑉𝑎𝑟(𝑥 ) =
= jumlah cluster
�
1 �(𝑋� − 𝑋� )� 𝑁−1 ���
𝑥� = nilai data
Sum of Square Error (SSE) SSE adalah jumlah kuadrat perbedaan antara masing-masing observasi dan rata-rata kelompoknya. Hal ini dapat digunakan sebagai ukuran variasi dalam cluster. Jika semua kasus dalam cluster adalah identik SSE maka akan sama dengan 0. Rumus SSE adalah : �
𝑆𝑆𝐸 = �(𝑋� − 𝑋�)� ���
Dimana : n
= jumlah pengamatan
Xi𝑋�
= nilai pengamatan ke-i
X_bar
= mean dari semua pengamatan
PERANCANGAN SISTEM Sistem yang akan di rancang pada penelitian ini adalah pengelompokan penggunaan teknologi informasi pada IKM kabupaten bangkalan dengan menggunakan metode K-Medoid sehingga pada pengelompokan
yang di lakukan akan
menghasilkan klaster yang akan
mengelompokkan penggunaan TI berdasarkan penggunaan pada komputer dan internet. Untuk menvalidasi data yang ter-cluster menggunakan Davies Bouldin Index dan untuk mengukur kinerja tiap metode digunakan sum of square error (SSE). Dengan analisa tersebut di harapkan membantu
70 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 65 - 76
disperindag Bangkalan dalam melakukan pengelompokan penggunaan TI secara tepat. Flowchat Sistem Flowchat umum merupakan gambaran secara umum bagaimana sistem akan berjalan. Data dikelompokan berdasarkan kriteria dalam penggunaan Teknologi Informasi dengan menggunakan metode k-medoid. Untuk menvalisasi data yang ter-cluster menggunakan Davies Boulding Index dan untuk mengukur kinerja tiap perhitungan menggunakan Sum of Square Error. A Start
Tentukan jumlah cluster
Tentukan jarak setiap objek terhadap medoid
Sacara acak pilih medoid
Tentukan minimumjarak setiap objek terhadap medoid
B
Pilih manhattan
Pilih jarak
Pilih canberra
Kelompokkan objek nonmedoid ke cluster yg terdekat
Pilih euclidean Hitung jarak manhattan distance
Hitung jarak eucliden distance
Hitung jarak canberra distance
B
no
Hitung total jarak
Total jarak baru > total jarak lama?
A
yes
end
Gambar 1. Flowchat Alur Sistem
Gambar 2. Flowchat Sistem K-Medoid
HASIL DAN PEMBAHASAN Penerapan Algoritma K-medoid Data masukan yang digunakan adalah data yang diambil dari kuisoner yang disebarkan dibeberapa IKM pada batik dan jamu di Kabupaten Bangkalan Dari data tersebut akan dilakukan pengelompokan pada penggunaan IT berdasarkan jarak kemiripan yang dihasilkan melalui Manhattan Distance, Euclidean Distance, dan Canberra Distance pada proses K-Medoids Clustering. a.
Kriteria Kriteria yang akan dijadikan variable penelitian penggunaan TI.
Table 1. Kriteria No
Kriteria
Satuan
1
Omset
rupiah
2 3 4
jumlah tenaga kerja jumlah komputer umur perusahaan
tahun
Dewi. Pengelompokan Industri Kecil Menengah.......71
5 6 7 8 9
b.
Penggunaan komputer Penggunaan Internet anggaran pengunaan internet Tenaga Kerja Pegguna Komputer Tenaga Kerja Pegguna Internet
rupiah
Data Sebelum data diproses dalam sistem, data akan ditranformasikan ke dalam dalam format yang prosesnya lebih mudah dan efektik untuk kebutuhan pemakai agar mendapatkan hasil yang akurat, serta merubah nilai data menjadi lebih kecil tanpa merubah informasi yang dikandung. Salah satu cara yang digunakan untuk mengolah data yaitu dengan normalisasi. Tabel 2. Data
N O
ikm
jumlah tenaga kerja
omset
jumla h komp uter
penggu naan komput er
pengg unaan intern et
angga ran TI
tenaga kerja pengguna internet
tenaga kerja pengguna komputer
umur
1
Badriyah
0,182
0,020
0,250
0,298
0,418
0,133
0,250
0,200
0,182
2
Jamu Setia jaya
0,045
0,003
0,250
0,000
0,216
0,133
0,250
0,000
0,045
3
Jamu Kraton Sumenep
0,045
0,002
0,000
0,000
0,299
0,067
0,250
0,000
0,045
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
…
48
Handmade and Natural
0,091
0,026
0,500
0,362
0,351
0,133
0,250
0,200
0,091
49
UD. Potre Koneng
0,136
0,048
0,000
0,000
0,493
0,133
0,250
0,000
0,136
50
UD. Vaktor Jaya
0,091
0,048
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
0,091
c.
Menentukan medoid awal secara acak Untuk menentukan medoid awal dengan cara meradom data berdasarkan jumlah cluster. Jika jumlah cluster lima, maka medoid sebanyak lima. Contoh pada tabel 3 menunjukkan medoid pertama pada iterasi ke-1.
Tabel 3. Medoid Awal Acak iterasi ke-1 No 1. 2. 3. 4. 5.
d.
Cluster Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3 Cluster 3 Cluster 3
Medoid Jamu Hitam CV. Syarikat Rahmat Jamu Tresna Rumah Batik Pesona UD. Potre Koneng
Menghitung jarak data non-medid ke data medoid
Perhitungan jarak dilakukan dengan menggunakan manhattan, euclidean dan canberra distance. Dihitung berdasarkan rumus, nilai minimum menunjukkan letak cluster. Contoh pada table 4 hasil pengelompokan menggunakan Euclidean distance pada iterasi ke-1.
72 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 65 - 76
Tabel 4. Nilai Perhitungan Jarak Euclidean Distance iterasi ke-1 N O
IKM
1
C1
C2
C3
C4
C5
Nilai Minimum
C
Badriyah Jamu Kraton Sumenep Endang S. Wahyudi
0,8001
1,7126
0,5759
1,6959
0,7193
0,5759
C3
0,2893
1,9369
0,6993
1,7542
0,1637
0,1637
C5
0,2444
2,1293
0,6502
1,8516
0,4374
0,2444
C1
4
………
………
………
………
………
………
………
5 6 7
UD. Vaktor Jaya Batik Tajung Jaya Jamu Setia Jaya
0,3190 0,4684 1,1666
2,1329 1,7218 2,2005
0,3089 0,5799 1,1904
1,8886 1,6123 2,0832
0,4902 0,4273 1,2145
0,3089 0,4273 1,1666
2 3
…… … C3 C5 C1
Setalah pada iterasi ke-1 diketahui pengelompokannya dan total jarak pada iterasi ke-1 maka untuk melanjutkkan pada iterasi kedua dengan cara merandom salah satu data yang akan dijadikan medoid berdasarkan jumlah cluster. Contoh pada table 5 hasil dari merandom data untuk dijadikan medoid berdasarkan banyak cluster. Tabel 5. Medoid Awal Acak iterasi ke-2 No Cluster Medoid 1. Cluster 1 Rumah Batik Pesona 2. Cluster 2 CV. Syarikat Rahmat 3. Cluster 3 Jamu Tresna 4. Cluster 3 Rumah Batik Pesona 5. Cluster 3 UD. Potre Koneng
Pada iterasi ke-2 kembali menghitung jarak data non-medoid terhadap medoid dengan menggunakan manhattan, Euclidean, dan Canberra distance. Tabel 6. Nilai Perhitungan Jarak Euclidean Distance iterasi ke-2
C3
1,7727
0,1961
0,1961
C5
0,6667
1,8693
0,4521
0,4521
………
………
………
………
………
2,1329 1,7218 2,2005
0,3089 0,5799 1,1904
1,8886 1,6123 2,0832
0,4902 0,4273 1,2145
0,3089 0,4273 1,1666
C5 … … … C3 C5 C3
IKM
C1
C2
C3
C4
C5
1
1,7086
1,7130
0,5553
1,7086
1,7727
1,9442
0,7130
3
Badriyah Jamu Kraton Sumenep Endang S. Wahyudi
1,8693
2,1364
4
………
………
5 6 7
UD. Vaktor Jaya Batik Tajung Jaya Jamu Setia Jaya
0,3190 0,4684 1,1666
2
e.
0,7118
Nilai Minimum 0,5553
NO
Menghitung jarak total pada iterasi ke-1 Jarak total= 0.5759+0.1637+0.2444+………+0.3089+0.4273+1.1666 Jarak total lama=23.3442
f.
Cek perubahan jarak total pada iterasi ke-2
C
Dewi. Pengelompokan Industri Kecil Menengah.......73
Jarak total=0.5553+0.1961+0.4521+……………+0.3089+0.4273+1.16666 Jarak total baru=25.3271 Jika jarak total baru lebih kecil dari total jarak lama, maka ulangi langkah (a) samapai (f). Sedangkan, jika total jarak baru lebih besar dari total jarak lama, maka proses selesai dan tidak perlu dilakukan pertukaran medoid Tabel 7. Hasil Cluster Cluster 1
Cluster 2
Cluster 3
Sumber Madu
Badriyah
Payung Emas Siti Fatma CV. Syarikat Rahmat Jamu Jokotole
Jamu Tresna
Cluster 4 Batik Tajung Express Rumah Batik Pesona
Naga Sakti
Endang S. Wahyudi Jamu Hitam
Jamu Ribka Maryam Jokotole Potre Madura Jinah UD. Dewa Perkasa Siti Hosnah
Jamu Fajar Jaya Kuda Larat Firdaus Hadi Titisan Nyai Sari Dewi Jamu Tradisional Sinar Jamu Asli Sehat Alfiah Madu Bumi Batik Rotikah
Sumber Rejeki
-
Cluster 5 Jamu Kraton Sumenep
Rusli Jaya Abadi Batik Tulis Indah Batik Suudiyah Batik Tulis Ruslindo Jaya Batik Fajar Jaya
Batik Sumber Jaya
Batik Patimura Batik Tulis Rani
UD. Desi Kembang Asih
Dunia Dua Ribu Tiga Kamilia
Batik Tulis Rawi Tunas Jaya
UD. Vaktor Jaya Jamu Setia Jaya
Batik Tulis Kurnia Batik Ramok
UD. Alfaruk
Zulpah Batik Madura Handmade and Natural UD. Potre Koneng Batik Tajung Jaya Jumlah data :0
Jumlah data : 4
Jumlah data : 20
Jumlah data : 2
Jumlah data : 24
Penerapan DBI (Davies Boulding Index) Perhitungan DBI (Davies Boulding Index) digunakan untuk mengukur kinerja cluster yang terbaik. Berikut hasil perhitungan DBI :
74 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 65 - 76
Tabel 9. Hasil perhitungan DBI per-cluster Cluster 3
Cluster 4
Cluster 5
Euclidien
0,04
0,05
0,07
Manhattan
0,15
0,20
2,02
Canberra
0,87
0,29
1,46
Pada table 11 menunjukkan grafik perbandingan DBI pada setiap jumlah cluster. Jika semakin kecil nilai DBI maka semakin baik tingkat akurasi cluster, sedangkan jika semakin besar nilai DBI makan semakin memburuk tingkat akurasi cluster.
Gambar 3. Grafik Perbandingan DBI
Hasil UjiCoba Data uji coba yang digunakan untuk uji coba pada sistem ini adalah data penggunaan IT di Kabupaten Bangkalan. Data diperoleh dari Disperindag Kabupaten Bangkalan. Data ini akan di ujicoba sebanyak 3. Dari 3 skenario yang telah di uji coba, dapat diperoleh perbedaan hasil kinerja dan hasil cluster terbaik dari tiap metodenya. Pengukuran hasil cluster dari tiap metode dengan menggunakan Davies Boulding Index (DBI). Tabel 12. Hasil Analisa DBI Cluster
Euclidien
Manhattan
Canberra
3
0.04
0.15
0.87
4
0.05
0.197
0.29
5
0.07
2.02
1.46
Dewi. Pengelompokan Industri Kecil Menengah.......75
KESIMPULAN
Setelah dilakukan perancangan dan pembuatan aplikasi Pengelompokan Industri Kecil
Menengah Pada Pengguaan Teknologi Informasi pada Tugas Akhir ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1.
Metode k-medoid telah berhasil diaplikasikan untuk pengelompokan Penggunaan TI di Kabupaten Madura.
2.
Pemilihan distance measure: Manhattan, Euclidean dan Canberra distance dalam pengelompokan memiliki pengaruh terhadap hasil clustering.
3.
Pada
penelitian ini kinerja clustering k-medoid meggunakan euclidean lebih baik
dibandingkan manhhatan ataupun canberra. 4.
Nilai DBI ini menunjukkan bahwa metode pada sistem ini memiliki akurasi cluster yang sangat baik. Sehingga didapatkan kesimpulan bahwa semakin rendah nilai DBI nya semakin baik pula akurasi pada pengelompokannya.
DAFTAR PUSTAKA [1] Khristianto, Wheny, 2012. Penggunaan Teknologi Informasi di Usaha Kecil dan Menengah (Studi Pada Usaha Kecil Menengah di Wilayah Gedong Meneng). Seminar Hasil-Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat-Dies Natalis FISIP Unila.Lampung [2] Velmurugan, Dr T, 2012. Efficiency of K-means and K-medoid Algoritms for Clustering Arbitrary Data Poins. PG and Research Departement of Computer Science. India [3] Wibisono, Yudi, 2012. Perbandingan Partition Around (PAM) dan K-means Clustering untuk Tweets. Ilmu Komputer FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.Bandung [4] Knol, W.H.C., and Stroeken, J.H.M., 2001. The Diffusion and Adoption ofInformation Technology in Small and Medium Sized Enterprises through IT Scenarios.
Technology
Analysis & Strategic Management. [5] Universitas
Kristen
Duta
Wacana
Yogyakarta.
Analisa
Cluster.
Http://lecturer.ukdw.ac.id/budsus/pdf/textwebmining/clustering.pdf , diakses pada tanggal 2 Nopember 2013. [6] Wikipedia. DataMining Algorithms In R/Clustering/Partitioning Around Medoids (PAM). [7] Abid, Faisal, dkk.2012.An Accurate Grid – Based PAM Clustering Methot For Large Dataset. International Journal of Computer Applications. [8] Iswati. 2013. Pengelompokan Kecamatan Berdasarkan Indikator Pemerataan Pendidikan menggunakan Partion Around Medoids (PAM). Tugas Akhir Jurusan Teknik Informatika Universitas Trunojoyo. Madura.
76 Jurnal Sarjana Teknik Informatika Vol. 3, No. 2, Oktober 2014, hlm 65 - 76
[9] Widysstuti, Naniek, 2010. Deteksi Data Pencilan Menggunakan K_Means Clustering. Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 1. Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri Institut Sains & Teknologi AKPRIND. Yogyakarta.
PENINGKATAN KEKUATAN PUNTIR PRODUK BALING-BALING KAPAL BAHAN KUNINGAN DENGAN PENDEKATAN METODE TAGUCHI PADA INDUSTRI KECIL PENGECORAN NEGARA KANDANGAN KALIMANTAN SELATAN M. Syafwansyah Effendi, M. Khafiz Arifin, Ahmad Hendrawan Program Studi Teknik Alat Berat Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Banjarmasin [email protected] ABSTRAK Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui pengukuran karakteristik kualitas dari produk, kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan aktual dan standar.Prosedur ini juga berlaku untuk peningkatan kualitas produk baling-baling kapal kuningan maupun kuningan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatan kualitas kekuatan puntir produk baling-baling kapal dengan kombinasi level faktor yang berpengaruh untuk meningkatkan kekuatan puntir produk baling-baling kapal dari kuning. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode Metode Taguchi diperkenalkan oleh Dr. Genichi Taguchi yang merupakan metodologi baru dalam bidang teknik produksi yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources seminimal mungkin. Matrik Orthogonal Array yang dipakai adalah L9 3 4 Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan tentang proses produksi pengecoran logam untuk produk baling-baling kapal di Industri kecil Pengecoran Logam Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan khususnya atau industri pengecoran yang berbahan dasar kuningan pada umumnya. Dari data hasil perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa Momen Puntir tertinggi dari 9 kombinasi, 4 faktor dan 3 level yaitu 6450Nmm. Adalah percobaan ke–6 dengan kombinasinya yaitu: Temperatur peleburan: 950 °C Temperatur cetakannya 530 °C, Menggunakan Cetakan kuningan (Permanen) dan menggunakan bahan tambahnya 5%
( )
Kata kunci : Kuningan, Metode Taguchi, Baling-baling, Kekuatan puntir
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli kualitas memberikan definisi kualitas sangat beraneka ragam antar lain: kualitas adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spefisikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu, kualitas dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktifitas pemeriksaan dan sebagainya) yang digunakan seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti dan motivasi kerja untuk mencapat kualitas (Montgomery, 1991). Peningkatan kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui pengukuran karakteristik kualitas dari produk, kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi produk yang diinginkan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan aktual dan standar.Prosedur ini juga berlaku untuk peningkatan kualitas produk baling-baling kapal kuningan maupun kuningan. Produk baling-baling kapal kuningan dan kuningan merupakan produk utama industri kecil pengecoran di Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan. Bahan pembuatan baling–baling disini adalah kuningan bekas dan kuningan, melalui proses pengecoran. Pangguna produk ini adalah adalah angkutan-angkutan sungai yang banyak tersebar di Kalimantan Selatan khususnya maupun dan juga daerah-daerah lainnya di Indonesia. Metode proses produksi baling-baling kapal di industri kecil pengecoran Negara merupakan pekerjaan turun-temurun dan sudah menghasilkan kualitas produk beragam
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
terutama untuk kualitas mekanik berupa kekuatan puntir, kekuatan mulur, perpanjangan dan kekerasan permukaannya. Kualitas ini akan bisa diperbaiki/ditingkatkan maksimum dengan melakukan identifikasi faktor-faktor utama maupun kombinasinya yang sangat berpengaruh untuk peningkatan kualitas produk baling-baling kapal ini. Hal ini sangat menarik peneliti untuk melakukan riset perbaikan kualitas produksi ini dengan menerapkan suatu metode yaitu metode Taguchi B. Rumusan Masalah Dari Permasalahan yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah faktor-faktor yang dominan mempengaruhi peningkatan kekua-tan puntir produk baling-baling kapal kunigan 2. Kombinasi faktor yang mana dari faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan kekuatan puntir produk baling-baling kapal kuningan C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kualitas kekuatan puntir produk baling-baling kapal 2. Menentukan kombinasi level faktor yang tepat untuk meningkatkan kekuatan puntir baling-baling kapal. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan pengetahuan tentang proses produksi pengecoran logam untuk produk propeller kapal di Industri Kecil Pengecoran Logam Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang dilakukan dengan pendekatan Metode Taghuci. Sehingga secara khusus dapat memberikan manfaat untuk memberikan informasi tentang kombinasi level yang tepat pada proses pengecoran balingbaling kapal sehingga dapat digunakan oleh pengrajin pengecoran logam untuk meningkatkan dan menjaga kualitas produksinya terutama kekuatan puntirnya Menambah wawasan dan pemahaman bagi peneliti dalam merancang dan menganalisa suatu percobaan dengan menggunakan Metode Taguchi D. Urgensi Penelitian Secara geografis, Kabupaten Hulu Sungai Selatan terdiri dari pegunungan yang memanjang dari arah timur ke selatan, sementara dari arah barat ke utara merupakan dataran rendah yang berawa-rawa.Daerah ini dipengaruhi iklim musim basah dan kering dengan curah hujan 178 hari.Topografi yang demikian membuat kabupaten seluas 180.494 hektar ini mengalokasikan pemanfaatan ruangnya menjadi dua bagian besar, yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Industri kecil yang punya prospek cerah dan turut mewarnai pertumbuhan perekonomian masyarakat Hulu Sungai Selatan adalah pandai besi, kipas kapal, dan kerajinan imitasi.Berbagai jenis hasil industri itu banyak ditemui di Kecamatan Daha Selatan dan Daha Utara, mulai dari kerajinan barang perhiasan imitasi sampai cor logam/kuningan.Yang terkenal dari daerah ini adalah industri cor logam yang berasal dari daur ulang bangkai pesawat terbang, khususnya di Negara. Produk yang dihasilkan antara lain baling-baling kelotok (perahu motor), peralatan pertanian, peralatan dapur, dan berbagai bentuk cenderamata dari logam. Namun, semua hasil industri kecil itu terbatas untuk memenuhi pasaran daerah setempat. Pemasaran ke luar kabupaten pun baru sebatas ke Kalimantan, Sulawesi, dan pulau Jawa. (Retno Setyowati 2001). Seperti diketahui, bahwa sifat mekanis dari hasil coran baik aluminum maupun kuningan tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur tuang saja, dimana waktu penuangan, temperatur cetakan dan lain sebagainya juga akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas mekanis baik kekuatan puntir, puntir atau kekerasan. Sehingga cukup menarik untuk mengkaji lebih dalam serta mengindentifikasi faktor-faktor yang berngaruh untuk
30
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
meningkatkan secara maksimal kualitas baling-baling kapal kuningan dan kuningan ini sesuai dengan kondisi nyata dari industri kecil yang sedang berjalan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada peningkatan kualitas baling-baling dan mencari kombinasi yang tepat dari faktor-faktor tersebut untuk peningkatan kualitas tersebut. E. Ruang Lingkup dan Asumsi Penelitian Agar penelitian bisa terfokus dengan baik sehingga fokus pada inti permasalahan yang dibahas maka perlu diberi batasan-batasan sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan pada industri kecil pengrajin pengecoran logam di Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan 2. Penelitian dilakukan pada kondisi pengecoran logam secara tradisional 3. Penelitian yang dilakukan disini hanyalah mendapatkan kombinasi level faktor yang berpengaruh meningkatkan kekuatan puntir baling-baling kapal kuningan. Untuk asumsi yang dikenakan agar memperjelas batasan guna pemecahan masalah adalah: 1. Bahan baku dari kuningan sekrap yang merupakan limbah proses daur ulang dan produk yang dilihat hanya propeller kapal 2. Tidak membahas masalah campuran komposisi kimia II. LANDASAN TEORI A. Pengertian Puntir Apabila suatu batang atau poros yang salah satu ujungnya dijepit dan ujung lainnya diberi gaya kopel atau pada dua tempat disepanjang poros diberi gaya kopel yang tegak lurus sumbu batang maka batang atau poros itu dipuntir. Pembebanan seperti ini terjadi, misalnya pada poros yang harus meneruskan tenang dan pada batang torsi, penampang batang berputar. Besarnya puntiran tergantung pada gaya puntir dan pada jarak antara gaya dengan sumbu batang.
Gambar 1. Gaya Puntir Sumber: Gere dan Timosbenko, Mekanika bahan B. Momen Puntir Momen puntir adalah perubahan (reaksi) yang terjadi akibat adanya gaya puntir dengan antara gaya sumbu batang. Jadi apabila suatu poros yang menerima momen puntir Mt akan mengakibatkan kedudukan titik-titiknya bergeser.
Gambar 2. Momen Puntir Sumber: Gene dan Timoshenko, Mekanika bahan Momen Puntir dapat dihitung dengan:
Mp=Wp . τ t
31
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
Dimana: Mp= Momen Puntir (N.mm) Wp = Momen Tahanan Puntir (mm3) τ t = Tegangan Puntir
Gambar 3. Diagram Momen Puntir dan Sudut Puntir C. Regangan Geser ( γ ) Apabila suatu poros yang menerima momen puntir (Mp) akan mengakibatkan kedudukan titik-titik bergeser, misalnya dari titik B ke titk C yang terliliatpada gambar. Jarak pergeseran titiktitik tersebutlah yang disebut dengan Regangan Geser ( γ ) dalamsatuan (rad).
Gambar 4. Regangan Geser Sumber: Gere dan Timoshenko, Mekanika Regangan geser dapat dihitung :
Rϕ γ = L Besarnya regangan geser tersebut diperoleh dan besarnya pergeseran pada permukaan benda kerja / jari-jari persatuan panjang dan benda kerja. Dimana: γ = Regangan geser (rad) ϕ = Besanan sudut puntir (derajat) L = Panjang (mm) R= Jari-jari(mm) D. Besarnya Sudut Puntir ( ϕ °) Sudut puntir adalah sudut yang terbentuk karena adanya puntiran. Dapat dilihat pada gambar, satu kali pemuntiran diperoleh 6° sudut puntir
32
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
Gambar 5. Besarnya Sudut Puntir Sumber: Gere dan Timoshenko, Mekanika E. Tegangan Puntir ( τ t ) Tegangan puntir adalah tegangan yang teijadi pada batang akibat adanya momen puntir yang juga merupakan tegangan geser. Tegangan puntir dapat diperoleh: τ t = Mt / Wp Dimana: τ t = Tegangan puntir (N/mm2) Mt = Momen puntir (N.mm) Wp = Momen tahanan puntir (mm3) F. Pengertian Kualitas Para ahli kualitas memberikan definisi kualitas sangat beraneka ragam antar lain: Kualitas adalah seberapa naik produk itu sesuai dengan spefisikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu, kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktifitas pemeriksaan dan sebagainya) yang digunakan seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti dan motivasi kerja untuk mencapat kualitas (Montgomery, 1990). Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvensional maupun yang lebih strategic, maka pada dasarnya kualitas mengacu pada pengertian pokok, sebagai berikut : 1. Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang mempengaruhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu. 2. Kualitas terdiri dari segala bentuk yang bebas dari kekurangan dan kerusakan (Vicent Gaspersz, 2002). Menurut Taguchi, ada dua hal segi umum kualitas yaitu kualitas rancangan dan kualitas kecocokan. Kualitas rancangan adalah variasi tingkat kualitas yang ada pada suatu produk yang memang disengaja sedangkan kualitas kecocokan adalah sebarapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi pada kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan. Methode Taguchi menggunakan seperangkat marik khusus yang disebut Orthogonal Array. Matrik standar ini merupakan langkah untuk menentukan jumlah percobaan minimal yang dapat memberikan informasi sebanyak mungkin semua faktor yang mempengaruhi parameter. Bagian terpenting dari metode Orthogolal Array terletak pada pemilihan kombinasi level variable-variabel input untuk masing-masing percobaan G. Logam Kuningan Kuningan merupakan paduan tembaga dengan seng yang paling banyak digunakan karena harganya tidak mahal, mudah dibentuk dan juga mudah untuk melakukan proses permesinan. Kuningan juga memiliki ketahanan terhadap lingkungan yang korosit. Sifat kuningan sangat bervariasi, kekuatan dan kekerasan bergantung pada paduan dan proses pekerjaan dingin. Walaupun kuningan memilki ketahanan yang tinggi terhadap korosi, ada 2 masalah utama yang harus diperhatikan. Pada paduan kuningan memiliki
33
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
kadar seng yang sangat tinggi, maka paduan lain yang menyusun kuningan tersebut akan berkurang seiring dengan bertambahnya kadar seng. Kuningan dengan ukuran butir yang kecil akan lebih ulet dibandingkan dengan kuningan yang memiliki ukuran butir besar. Tetapi butiran besar ini memiliki permukaan yang lebih halus dan memerlukan sedikit proses pemolesan. Campuran besi pada kuningan akan memperkecil butiran dan memudahkan untuk proses forging, tetapi sulit untuk melakukan proses permesinan. Penambahan sedikit kadar silikon akan meningkatkan kekuatan, tetapi kadar silikon tinggi akan mengakibatkan kegetasan, dan menyebabkan reaksi dengan oksigen. Peningkatan nikel akan meningkatkan ketangguhan dan kekuatan logam. Surdia (1991) menjelaskan bahwa kuningan adalah paduan antara Cuprum (Cu) dan Zinc (Zn) . Biasanya kandungan Zn sampai kira-kira 40%. Kekuatan, kekerasan, dan keuletan paduan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar seng. Kadar seng yang lebih dari 40% akan menyebabkan penurunan kekuatan dan seng juga mudah mengguap pada saat dilebur. Kuningan memiliki keunggulan kuat, tahan aus, dan tahan korosi. Akan tetapi harga kuningan jauh lebih mahal dari besi cor, baja dan aluminium. Kuningan yang mempunyai komposisi 60% tembaga dan 40% seng akan mempunyai kekuatan puntir 192 Mpa, kekerasan 40 Hb, titik lebur 1040 °C dan berat jenis 8570 Kg/m³. Kuningan ini sering digunakan pada peralatan yang membutuhkan kekuatan puntir tinggi seperti ; pembuatan peralatan kapal, roda gigi kecil, peralatan industri kimia. Coran kuningan dipakai untuk bagian-bagian pompa, logam bantalan, bumbung, roda gidi dan sebagainya, dimana tidak dibutuhkan sifat-sifat yang begitu baik. Kuningan dengan kadar Tin 1,0-1,5% disebut kuningan kapal (Naval Brass) mempunyai ketahanan tinggi terhadap korosi air garam. H. Perancangan Eksperemen Taguchi Metode Taguchi merupakan suatu metode dalam bidang engineering yang bertujuan memperbaiki kualitas produk atau proses dalam waktu yang bersamaan untuk menekan sumber daya dan loss function, sehingga diharapkan dapat dicapai target dan proses tidak sensitif terhadap faktor Noise. Suatu teknik untuk mendefinisikan dan menyelidiki semua kondisi yang mungkin dalam suatu eksperimen yang melibatkan multiple faktor disebut desain eksperimen. Dalam hal ini desain eksperimen cukup efektif bila faktor dan level ditiap faktor yang terlibat dalam tiap percobaan relatif kecil jumlahnya, misal terdapat 2 dengan masingmasing 2 level, akan terdapat 215(32.768) kombinasi yang mungkin. Hal ini tentu sangat tidak efisien dalam hal waktu , biaya maupun tenaga. Untuk mengatasi ini G.Taguchi mengusulkan suatu teknik untuk mempermudah eksperimen tanpa mengurangi efisien dari percobaan. Taguchi melakukan pendekatan dengan Fraktional Factorial Eksperimen yang standar dan konsisten sehingga meningkatkan efisiensi dari percobaan yang dilakukan. Dia Membangun beberapa Fraktional Factorial Eksperimen yang digunakan pada berbagai situasi. Pada Fraktional Factorial Eksperimen ini dipilih beberapa kondisi perlakuan untuk tetap mempertahankan prinsip orthogonal berbagai faktor dan kombinasi I. Tinjuan Penelitian Sebelumnya Özkan Kücü (2006) dalam penelitian “ Aplication of Taguchi Methode in the Optimization of dissolution of Ulexite in NH4Cl Solutions dimana tujuan penelitian untuk menentukan kondisi optimal pada proses ulexite NH4Cl. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses ulexite NH4Cl ini adalah temperature reaksi (oC), solid to liquid ratio (g.mL-1), Konsentrasi NH4Cl, ukuran partikel, dan waktu reaksi beserta kombinasi dominannya.
34
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
Metode pengolahan data menggunakan Metode Taguchi, Orthogonal array dengan L16(54), ANOVA, Rasio S/N dilakukan pula ekperimen awal dan eksperimen konfirmasi. Pengolahan data dilaksanakan untuk mendapatkan pengaruh factor dominant terhadap rata-rata dan terhadap variabilitas. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu factor-faktor yang berpengaruh untuk kondisi optimal pada proses ulexite NH4Cl adalah Solid to liquid ratio, temperature reaksi, konsentrasi Amonium chloride, waktu reaksi dan ukuran. partikel. Kombinasi factor pada kondisi optimum pada penentukan nilai parameter adalah temperature reaksi 87oC, Solid to liquid ratio 0,05 g.ML-1, waktu reaksi 18 menit, Konsentrasi Amonium chloride 4 M dan ukuran partikel 256 µ m. K. Palaniradja, N. Alagumurthi, V. Soundararajan (2005) dalam researchnya “Optimization of Process Variabel in Gas Carburizing Process; A Taguchi Study with Esperimental Investagation on SAE 8620 and AISI 3310 Steel’” dimana tujuan research ini adalah untuk mendapat faktor-faktor pada optimasi peningkatan kualitas kekerasan permukaan dan kedalaman kasus pada logam SAE 8620 dan material baja AISI 3310. Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi peningkatan kualitas kekerasan permukaan dan mikrostruktur logam SAE 8620 dan material baja AISI 3310 adalah Holding time, kandungan karbon, Carburizing temperature dan Quenching time. Metode pengolahan data menggunakan metode Taguchi , Orthogonal Array L9(34) , ANOVA, Rasio S/N, Robust design methode. Hasil akhir penelitian ini adalah indikasi kombinasi faktor yang mengoptimalkan kondisi proses adalah : Untuk kekerasan permukaan Holding time 210 menit, quenching time 30 menit, Kandungan karbon 1110-1115 mV, carborizing temperature 870-930oC dan untuk mikrostruktur, Holding time 195-210 menit, quenching time 30 menit, kandungan karbon, 1110-1115 mV, Carburizing temperature 870-930oC. III. METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian Variabel yang akan diteliti untuk mengoptimalkan respon secara serentak pada peningkatan kualitas kekerasan baling-baling kapal adalah : 1. Variabel respon, yaitu : Variabel respon adalah berupa sifat mekanik kekuatan puntir merupakan salah satu yang menentukan kekuatan dari baling-baling ini terhadap efek dinamis gaya-gaya yang bekerja saat dioperasikan pada putaran tinggi. 2. Variabel bebas, yaitu : a) Temperatur Peleburan (940°C, 950°C, & 970°C). b) Temperatur Cetakan (dipanaskan sampai dengan 60oC, 348°C & 530°C. c) Bahan Tambah (Tidak dengan bahan tambah & Bahan tambah timah seng sebanyak (5% & 10%). d) Tinggi Ladel (Sentuh). e) Penanganan Material (Tidak dibersihkan & dibersihkan). f) Ukuran Material (Ukuran besar (real) & dipotong kecil-kecil). B. Langkah-langkah serta identifikasi data variabel serta percobaan 1. Identifikasi Masalah Tahapan ini merupakan tahap awal dimulainya suatu penelitian, yaitu dengan melakukan penelaahan terhadap objek yang diteliti guna mencari dan menentukan permasalahan yang muncul, kemudian ditetapkan metode yang sesuai untuk memecahkan masalah dalam peningkatan kualitas kekuatan puntir, kekerasan dan puntir produk baling-baling kapal industri kecil pengecoran logam Negara Kabupaten Hulu Sungai Selatan 2. Penetapan Tujuan Penelitian
35
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
Penentuan tujuan penelitian ini sangat diperlukan sebagai acuan dasar bagi pelaksanaan penelitian secara keseluruhan. Penentuan tujuan ini dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi peneliti agar penelitian ini nantinya akan mencapai hasil yang diharapkan dan tidak menyimpang atau meluas dari permasalahan yang dibahas 3. Studi Kepustakaan Pada tahap studi kepustakaan dilakukan pengumpulan informasi-informasi yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan , baik dari buku panduan, literatur, artikel, jurnal, karya tulis maupun tulisan-tulisan lain yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Dari studi kepustakaan ini akan didapatkan teori maupun metode yang tepat untuk digunakan sebagai karangka berpikir dalam memecahkan permasalahan serta literatur mengenai objek penelitian menyangkut kualitas serta faktor-faktor yang mempengaruhi pada proses pengecoran kuningan 4. Penetapan Karakteristik Kualitas Setelah diketahui permasalahan yang dihadapi serta dari studi-studi yang telah dilakukan diatas dapat dirumuskan karakteristik kualitas yang diterapkan dalam penelitian ini. Penetapan karakteristik kualitas yang tepat sangat diperlukan supaya hasil eksperimen dapat diterapkan dalam kondisi nyata. Dari hasil pengamatan serta informasi yang diperoleh selama ini diketahui bahwa karakteristik kualitas yang merupakan variabel terikat dari proses produksi balingbaling kapal dengan bahan baku kuningan rongsokan ini adalah kekuatan puntir, kekerasaan dan puntir 5. Penetapan Level Faktor Faktor-faktor utama yang berpengaruh tersebut diatas kemudian ditetapkan jumlah dan jenis levelnya. Penetapan levelnya dilakukan dengan mempertimbangkan titik-titik level yang memungkinkan munculnya nilai ekstrim namun masih dapat ditangani oleh teknologi yang ada. 6. Pemilihan Orthogonal Array Setelah diketahui jumlah faktor yang berpengaruh beserta levelnya. Berikutnya adalah menyiapkan model desain eksperimen, dimana dalam hal ini menggunakan metode perancangan Taguchi yang menempatkan faktor-faktor beserta levelnya ke dalam Orthogonal Array. Penentuan jenis orthogonal array yang dikehendaki tergantung pada total derajat kebebasan yang dikehendaki. 7. Pelaksanaan Percobaan Setelah dilakukan pemilihan Orthogonal Array dan penempatan faktor beserta levelnya ke dalam array, langkah selanjutnya adalah melakukan eksperimen berdasarkan Orthogonal Array tersebut. Langkah ini terdiri dari persiapan eksperimen, mulai Persiapan peralatan ukur sampai persiapan objek yang akan diteliti, pelaksanaan eksperimen dengan memperhatikan variabel-variabel yang diteliti serta lamanya eksperemen dan pengambilan data eksperemen. Dari eksperimen ini akan ditempatkan semua data-data informasi yang diperlukan untuk langkah selanjutnya pengolahan data. C. Pengolahan Data Eksperimen Pemilihan Orthogonal Array berdasarkan pengamatan yang diambil melalui pemilihan faktor kualitas dan level yang sering mempengaruhi kekuatan puntir, maka Orthogonal Array yang dipakai adalah : L9(34) (Belavendram, N. :90) Keterangan : L =Orthogonal Array 8 = Jumlah percobaan kombinasi 2 = Jumlah level yang digunakan 7 = Jumlah Faktor yang digunakan
36
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
Tabel 1 Tabel Matrik Orthogonal Array L9(34) No
Faktor Kualitas dan Level A B C 1. 1 1 1 2. 1 2 2 3. 1 3 3 4. 2 1 2 5. 2 2 3 6. 2 3 1 7. 3 1 3 8. 3 2 1 9. 3 3 2 Keterangan : No 1 2 3 4
D 1 2 3 3 1 2 2 3 1
Faktor Kualitas Temperatur peleburan Temperatur cetakan Jenis cetakan Bahan tambah
Mp maks Percobaan 1
1 940° 60° Kuningan 0%
Mp maks Percobaan 2
2 950° 348° Lilin 5%
Rata-Rata Σ
3 970° 530° Besi 10%
Tabel 2 Hasil percobaan 1 Sampel 1
Putaran (x)
Momen Puntir Mp (N.mm)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
2100 2500 2600 2700 2900 2800 2900 3000 3100 3200 3200 3300 3400 3500 3600 3600 3700 3900 3900 4000
Sudut Puntir( Tegangan ϕ) Puntir(τt) 2 (Derajat/ (N/mm ) mm) 6 49.53 12 58.97 18 61.33 24 63.69 30 68.41 36 66.05 42 68.41 48 70.77 54 73.13 60 75.48 66 75.48 72 77.84 78 80.20 84 82.56 90 84.92 96 84.92 102 87.28 108 92.00 114 92.00 120 94.36
37
Regangan Puntir(γ) (derajat)
Modulus Geser(G) (N/mm2)
Modulus Elastisitas( E) (N/mm2)
0.45 0.90 1.35 1.80 2.25 2.70 3.15 3.60 4.05 4.50 4.95 5.40 5.85 6.30 6.75 7.20 7.65 8.10 8.55 9.00
36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41
96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
4100 4300 4200 4300 4500 4500 4600 4600 4700 4800 4900 4800
126 132 138 144 150 156 162 168 174 180 186 192
1 – 112
96.72 101.43 99.07 101.43 106.15 106.15 108.51 108.51 110.87 113.23 115.59 113.23
ISSN : 1963-6590
9.45 9.90 10.35 14.40 11.25 11.70 12.15 12.60 13.05 13.50 13.95 14.40
36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41 36-41
96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110 96-110
Tabel 3. Tabel Gaya Puntir No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Faktor Kualitas dan Level A B C 1 1 1 1 2 2 1 3 3 2 1 2 2 2 3 2 3 1 3 1 3 3 2 1 3 3 2
Mp ( maks ) Percobaan 1 6200 1600 1700 4900 2100 6600 6400 3300 5000
D 1 2 3 3 1 2 2 3 1
Mp ( maks ) Percobaan 2 5300 2000 1700 6700 4800 6300 5200 5100 4500
IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN MASALAH A. Bahan Penganalisaan Jenis bahan yang kami gunakan dalam penganalisaan ini adalah kuningan rongsokan dan juga timah seng bekas sebagai bahan tambah pada proses pengecoran yang berguna untuk meningkatkan kekuatan puntir dari kuningan rongsokan tersebut. B. Data Pengujian dan Pembahasan Berdasarkan data dari beberapa percobaan sebelumnya yang telah didapatkan, maka kita dapat menghitung beberapa harga penting lainnya dari test piece yang diuji, antara lain : Contoh Perhitungan Data Sampel 1 Mp = 2,1 N.m ≈ 2100 N.mm Dicari Tegangan puntir τt (N/mm2)
τt =
Mp Wp Ip R
Wp =
π = 32 d
d4 2
38
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
=
=
1 – 112
π 16
ISSN : 1963-6590
d3
3,14 3 (6) 16
= 42,39 mm3 Jadi besarnya tegangan puntir adalah
Mp Wp 2100 = 42,39
τt =
= 49,53 N/mm2
Kemudian besarnya regangan geser (γ) yang terjadi
γ= =
R.ϕ L
3x 6 = 0,45 rad 40
dimana : Mp = momen puntir dalam (N.mm) ϕ o = sudut puntir (Derajat/mm) L = Panjang (mm), R = Jari-jari (mm) τt = Tegangan puntir (N/mm2) γ = regangan geser (rad) Wp = Momen tahanan puntir (mm3) Ip = Inersia puntir (mm4) Untuk perhitungan putaran selanjutnya mengikuti cara diatas Tabel 4. Tabel Matrik Orthogonal Array L9(34) No
Faktor Kualitas dan Level A B C D 1. 1 1 1 1 2. 1 2 2 2 3. 1 3 3 3 4. 2 1 2 3 5. 2 2 3 1 6. 2 3 1 2 7. 3 1 3 2 8. 3 2 1 3 9. 3 3 2 1 Keterangan No A
Mp ( maks )
Mp ( maks )
Rata-Rata
Percobaan 1 6200 N.mm 1600 N.mm 1700 N.mm 4900 N.mm 2300 N.mm 6600 N.mm 6400 N.mm 3300 N.mm 5000 N.mm
Percobaan 2 5300 N.mm 2000 N.mm 1700 N.mm 6700 N.mm 4800 N.mm 6300 N.mm 5200 N.mm 5100 N.mm 4500 N.mm
Σ 5750 N.mm 1800 N.mm 1700 N.mm 5800 N.mm 3550 N.mm 6450 N.mm 5800 N.mm 4200 N.mm 4750 N.mm
Faktor Kualitas Temperatur peleburan
1 940°
39
2 950°
3 970°
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
B C D
Temperatur cetakan Jenis cetakan Bahan tambah
1 – 112
60° Kuningan 0%
ISSN : 1963-6590
348° Lilin 5%
530° Besi 10%
C. Data Pengujian dan Pembahasan Dari analisa perhitungan data–data yang di dapat dari hasil pengukuran dan perhitungan, maka kami dapatkan beberapa nilai sebagai tabel 3 diatas. V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Matrik Orthogonal Array L9 3 4 2. Temperatur Peleburan (940°C, 950°C, & 970°C).Temperatur Cetakan (tidak dipanaskan & dipanaskan sampai dengan 60oC, 348°C & 530°C.Bahan Tambah (Tidak dengan bahan tambah & Bahan tambah seng sebanyak (5% &10%).TinggiLadel Sentuh).Penanganan Material (Tidakdibersihkan & dibersihkan).Ukuran Material (Ukuran besar (real) & dipotong kecil-kecil). 3. Dari data hasil perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa Momen Puntir tertinggi dari 9 kombinasi, 4 faktor dan 3 level yaitu 6450Nmm,. Adalah percobaan ke–6 dengan kombinasinya yaitu: Temperatur peleburan: 950 °C Temperatur cetakannya 530 °C, Menggunakan Cetakan kuningan (Permanen) dan menggunakan bahan tambahnya 5%
( )
Saran-Saran 1. Melakukan proses produksi dengan kombinasi faktor yang lebih komplek dan maksimal yang berpengaruh pada peningkatan kekuatan puntir hasil coran 2. Menganalisa juga kualitas mekanis yang lainya misalnya kekuatan tarik keketasan maupun mikrostruktur VI. DAFTAR PUSTAKA [1] Alexander, W, O, et . al, 1991, Essential Metallurgy for Engineers, Terjemahan Djaprie S. Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan, PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta [2] Bralla, I, James, G, 1986, Hand Book of Product Design for Manufacturing, Mc Graw Hill, New York [3] Belavendram, N, 1995, Quality by Design, taguchi Technics for Industrial Exsperimentation, First Edition, Prentice Hall, London [4] Dougles C. Montgomere, 1990, Introduction to Statistical Quality Control, John Wiley & Sons Inc, Washingtong [5] Erver H. S. 1988, Introduction to Physical Metallurgy, Second Edition, McGraw Hill, New York [6] Gere, James, M dan Stephen P. Timoshenko, 1986, Mekanika Bahan, Erlangga, Jakarta [7] Grant , Eugene L & Leavenqorth Richard S, 1989, “Pengendalian Kualitas Statistik” Jilid 1 (Terjemahan), Edisi Keanam, Erlangga , Jakarta [8] Heine, Richard, W, 1982, Principles of Metal Casting, Second Edition, Mc, Graw Hill, New York. [9] Irwan Soejanto, 2001, Penentuan Faktor-faktor yang Berpegaruh Terhadap Kekerasan Blok Rem Kareta Api dengan Metode Taguchi, Surabaya, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.l [10] Jensein, Alfred dan Harry H. Chenowetrh, 1991, Kekuatan Bahan Terapan, Erlangga, Jakarta [11] Julianingsih, Debora Anne Yang Aysia dan Donny Soegianto . 2004. Penentuan Komposisi Bahan Baku Optimal Produk Kecap X Dengan Metode Taguchi. Jurnal Teknik Industri , 6(2) : 121-133
40
Spektrum Industri, 2014, Vol. 12, No. 1,
1 – 112
ISSN : 1963-6590
[12] Julianingsih dan Febrina Prasetyo.2003. Penentuan Kondisi Pengolatan dan Penyadian Bumbu Rawon Instan Bubuk Dengan Metode Taguchi, Jurnal Teknik Industri, 5(2) : 90-100 [13] Khoei, A.R, et al, 1999 , Design Optimisation of Aluminum Rrecylcling Process Using Taguchi Methode, 2nd International Conference on intelligent Processing and Manufacturing of Material 513-518 [14] Kapakjian, S, 1989, manufacturing engineering adan Technology ,Addision Wesley Publish Company, Massachusettts [15] Kücü Özkan, 2006, Application of Taguchi Methode in the Optimization of Dissolution of Ulexite in NH4Cl Solution, Korean J. Chem Eng, 23 (1), :21 -27 [16] Lawrence, Doyle, E, 1969, Manufacturing Processes and Material for Engineers, Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs, New Jersey [17] Montgomery, Douglan C, 1991, Design and Analysis of Exsperiment, Third Edition, John Wiley & Sons, New York [18] Nasier Wiedha Setyanto, 2002, Identifikasi Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Penyulingan Minyak Daun Cengkih Untuk Meningkatkan Hasil Produksi Dengan Pendekatan Metode Taguchi di Kecamatan Dongko Kaupaten Treggalek, Surabaya, Tesis Program Pasca Sarjana Teknik Industri, Institut Sepuluh Nopember. [19] Palaniradja, K et , al, 2005, Optimization of Process Variables in Gas Carburizing Process, A Taguchi Study wity Experimental Investagation on SAE 8620 and AISI 3310 Steel, Turkish J, Eng, Env Sci, 29 : 279-284 [20] Ross, Philip J, 1996, Taguchi Tecniques for Quality Engineering, Second Edition, McGraw-Hill, New York [21] Taguchi, Genichi, 1989, Quality Engineering in Production System, Mc Graw Hill Book Company, Singapure
41
PERANCANGAN PERALATAN DESTILASI FRAKSINASI MINYAK NILAM SKALA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM)
(The Design of Fractional Distillation Equipment of Patchouli Oil for /KM Scale)
Syarifuddin Balai Riset dan Standardisasi lndustri Banda Aceh Jln. Cut Nyak. Dhien No.377 Lamteumen Timur Banda Aceh E-mail: [email protected]
Artikel masuk: 25 Juni 2012; Artikel diterima: 12 Agustus 2012
Perancangan peralatan ini dilakukan untuk memisahkan komponen terpen (alpha-Copaene) dengan komponen hidrokarbon beroksigen (Patchouli Alkohol). Spesifzkasi peralatan destilasi fraksinasi ska/a !KM meliputi volume tangki umpan 35 liter, volume minyak nilam yang diisi 28 liter, tinggi kolom 1,5 meter, dengan diameter 0,15 meter, pendingin vakum 2 buah dengan panjang 0,5 meter dan diameter 0,1 meter, pendingin distilat 1 buah dengan panjang I meter dan diameter 0,1 meter, penampung distilat 5 liter, oil separator 0,5 meter dan pompa vakum. Kondisi operasi peralatan destilasi fraksinasi vakum minyak nilam dilakukan pada tekanan vakum 20 mmHg, temperatur 140 °C dan waktu destilasi 3 jam. Minyak nilam dari desa Teladan Kecamatan Lembah Seulawah sebelum didestilasi fraksinasi dianalisa dengan GC-MS dengan kadar patchouli alkohol 26,90% dan kadar alpha-copaene 0, 775%. Kadar patchouli alkohol setelah proses destilasi fraksinasi adalah 33,641% dan kadar alpha copaene 0.364%. Uji fisiko-kimia minyak nilam setelah proses destilasi fraksinasi vakum memenuhi syarat standar minyak nilam SN! 06-2385-2006.
ABSTRAK.
Kata Kunci : destilasi fraksinasi, minyak nilam, patchouli alkohol
The design of this equipment is made to separate the components of terpenes (alpha-Copaene) with oxygenated hydrocarbon components (Patchouli Alcohol). Specifications of distillation fractionation equipment for !KM scale are volume 35 liter, the volume of patchouli oil filled 28 liter, height of the column 1.5 meter, diameter of the column 0.15 meter, 2 vacuum cooling with a length of 1 meter and a diameter of 0.1 meter, 1 distillate cooler with a length of 1 meter and a diameter of 0.1 meter, distillate reservoir 5 liter oil separator 0.5 meter and vacuum pump. The conditions of operating equipment of vacuum distillation fractionation of patchouli oil performed at a vacuum pressure of 20 mmHg, temperature of 140 °C and distillation time of 3 hours. Patchouli oil from the Teladan village - Lem.bah Seulawah District before distillation fractionation process was analyzed by CC-MS with patchouli alcohol content level of 26.90% and 0. 775% alpha copaene. Patchouli alcohol content after distillation fractionation process is 33. 641% and the levels of alpha copaene 0.364%. Physico-chemical testing of patchouli oil after vacuum fractional distillation qualified SN! 06-2385-2006 standard. ABSTRACT.
,
Keywords: fractional distillation, patchouli alcohol, patchouli oil.
Jfasi{
67
'f/ofume 25, !No. 2, O�o6er 2012
1.
golongan
PENDAHULUAN
persenyawaan
hidrokarbon
teroksigenasi yang merupakan komponen Nilam
Aceh dengan nama botani
yang menentukan kualitas minyak nilam.
Pogostemon cab/in Benth merupakan jenis
Semakin besar kadar patchouli alkohol,
tanaman nilam yang banyak tumbuh di
maka semakin baik mutu minyak nilam
daerah
Aceh.
Penyulingan
daun
dan
yang dihasilkan. Dalam susunan komponen
batang, tanaman nilam ini menghasilkan
minyak
minyak
merupakan
nilam
(Patchouli
oil)
yang
nilam,
alkohol
patchouli
senyawa
hidrokarbon
mengandung kadar minyak 2,5-5%, yang
mempunyai titik didih tinggi yaitu
berbeda dengan jenis
pada 760 mmHg (Guenther, 1948).
nilam Jawa yang
Perbedaan
hanya mengandung kadar minyak 0,5-1,5% dengan komposisi minyak berbeda dengan
titik
yang 287°C dalam
didih
komponen minyak nilam merupakan dasar
jenis nilam Aceh (Mayumi, 2006).
dari pemilihan distilasi fraksinasi untuk
Berdasarkan laporan Mar/et Study
pemisahan komponen dalam minyak nilam.
Essentcial Oil and O/eoresin, produksi
Komponen dengan titik didih rendah dalam
minyak nilam dunia mencapai 500 - 550
minyak
ton per tahun, dimana produksi rninyak
terpen seperti alpha pinen (157°C pada 760
nilam
adalah
senyawa-senyawa
nilam Indonesia sekitar 450 ton per tahun,
mmHg),
kemudian disusul Cina 50 - 80 ton per
mmHg) dan alpha Copaene (246°C pada
tahun (Sufriadi, 2004). Sampai saat ini
760 mmHg).
Aceh masih menjadi sentra tanaman nilam terluas
di Indonesia terutama di
Selatan dan
Komponen
minyak
nilam
dengan titik didih tinggi termasuk dalam
Aceh
komponen hidrokarbon beroksigen seperti patchouli
Aceh Tenggara, kemudian
disusul di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
beta pinen (166°C pada 760
alkohol
(287°C
pada
760
mmHg).
Lampung, Jawa Tengah dan
Minyak nilam yang diperoleh dari
Jawa Timur. Luas areal tanaman nilam di
hasii
Aceh pada tahun 2011 sekitar 2.859 ha
mengandung kadar patchouli alkohol yang
penyulingan
rakyat
masih
dengan produksi minyak nilam 253 ton
rendah,
(BPS, 2012).
bahan baku sebelum proses penyulingan
Di Patchouli
dalam
minyak
alkohol
dan
nilam
kadar
karena
penanganan
kurang baik dan kondisi penyulingan yang tidak
alpha-Copaene
dapat dipisahkan berdasarkan
disebabkan
dapat
Varietas
perbedaan
dikontrol
unggul
(Alam,
tanaman
nilam
2006). yang
disarankan adalah varietas Lhokseumawe,
titik didih. alpha-Copaene yang bertitik didih rendah akan tersuling sebagai distilat
varietas Tapaktuan dan varietas Sidikalang,
bersama-sama dengan senyawa terpen yang bertitik didih rendah dan patchouli
ketiga varietas tersebut tahan terhadap harna dan mempunyai kadar minyak yang
alkohol akan tertinggal di dalam residu
tinggi (Nuryani, 2006).
sebagai fraksi berat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar peningkatan
dipengaruhi
oleh kandungan
patchouli alkohol dan penurunan kadar
patchouli
alkohol.
alpha-Copaene pada peralatan destilasi
kandungan dari minyak nilam merupakan
fraksinasi perubahan
tekanan tekanan
vakum vakum,
Mutu
adalah
senyawa
nilam
teroksigenasi
umum,
seperti
senyawa dan
sangat komponen
Secara
hidrokarbon
seskuiterpen,
perubahan
temperatur dan waktu destilasi. dari
minyak
terpen,
hidrokarbon
senyawa
lain.
Pada
parfum
dan
obat
Sebagian besar minyak nilam terdiri
industri
campuran komponen - komponen
obatan, minyak nilam harus bebas dari
hidrokarbon sesquiterpen),
(monoterpen senyawa
dan
pembuatan
fraksi terpen (terpene/ess), karena senyawa terpen
hidrokarbon
lebih
mudah
membentuk
resin
teroksigenasi dan sejumlah kecil parafin
dengan adanya udara dan tidak larut dalam
dan lilin. Patchouli alkohol merupakan
alkohol (Ketaren, 1985).
Jfasi{
68
'l/o{ume 25, :No. 2, OR.J,o6er 2012
Dalam patchouli
minyak
alkohol
nilam
termasuk
Penelitian
komponen ke
sebelumnya
dalam
yang
untuk
telah
dilakukan
peningkatan
mutu
persenyawaan hidrokarbon teroksigenasi.
minyak nilam antara lain: Pengurangan
Patchouli alkohol memiliki titik didih yang ° ° relatif tinggi 250 c - 280 C pada tekanan
patchouli alkohol dapat dilakukan dengan
1
atm
termasuk
dan
senyawa
tekanan
senyawa
1
atm
(Ketaren,
peningkatan kadar
ekstraksi dengan pelarut etanol (Silviana,
afpha-Copaene
terpen yang ° ° memiliki kisaran titik didih 150 C - 160 C pada
dalam
senyawa terpen dan
2006).
Pengurangan
dalam
minyak nilam
komponen dengan
terpen
teknologi
distilasi vakum (Purba, 2006). Penambahan
1987).
Komponen penyusun minyak nilam dapat
asam tartarat selain menurunkan kadar Fe
dilihat pada Tabet I .
juga dapat meningkatkan kadar patchouli alkohol (Sari, 2006).
Tabel 1. Sifat-sifat fisika No
Berat molekul
Kompooeo
Beta-Patchoulene
136,24 136,24 204,35 244,42
Bulnesene
204,35 204,35 204,35 204 35
l.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 10. 11. 12.
I
nilam Rumus
Titik didih
tekaoao 1024 mbar
C10H16
157 166 156-171 255-256 256-259 250-251 281-282 262-263 274-275 0,2 mbar 62°C 287 303-304
C10H16 C1sH24 C1sH24
C1 s H24 C1sH24 C1sH24 C1sH24
C1sH24 C14H22
nor-Patchoulenol
222,37
Patchouli alk.ohol
C1sH260
Sumber: Guenther, 1948
Persenyawaan
(°C) pada
molekul
dibawah 30% dan kadar a/pha-copaene
hidrokarbon
(http://www.pikiranrakyat.com,
teroksigenasi merupakan penyebab utama
tinggi
wangi dalam minyak nilam,
2007). Hal ini menunjukkan mutu minyak
sedangkan
senyawa terpen mudah mengalami proses
nilam Acch masih rendah, sehingga harga
oksidasi
jualnya pun
dan
resinifikasi
pengaruh cahaya
di
bawah
rendah dan menyebabkan
biaya produksi tidak sebanding dengan
dan udara atau pada
kondisi penyimpanan yang kurang baik,
harga jual.
sehingga merusak aroma dan menurunkan
Salah satu cara untuk meningkatkan
kelarutan dalam alkohol (Ketaren, 1985). Di pasaran intemasional minyak
kadar patchouli alkohol pada minyak nilam Aceh adalah dengan cara destilasi fraksinasi bertekanan vakum dengan
nilam dengan kadar patchouli alkohol tinggi mempunyai nilai jual yang tlnggi dan
juga
sebalik:nya.
Standar
menggunakan kolom isian. Proses distilasi
Nasional
fraksinasi pada minyak nilam didasarkan
Indonesia yang di keluarkan oleh Badan
pada
Standar Nasional (BSN), dengan nomor
senyawa
SNI 06-2385-2006 di persyaratan kadar
dipisahkan dengan memanaskan minyak
Patchouli Alkohol dalam minyak nilam
nilam
minimal 30% dan kadar
vakum. Agar komposisi dalam
maksimal
0,5%
(BSN,
alpha-Copaen
2006).
Minyak
nilam
perbedaan dalam
pada
titik
didih,
minyak
kondisi
tidak rusak,
operasi suhu
komposisi
nilam
dapat
bertekanan minyak
operasi harus
nilam yang dihasilkan oleh petani nilam di
dijaga pada kisaran 110°C - l 50°C pada
Aceh mempunyai kadar patchouli alkohol
tekanan vakum (Ketaren, 1985).
J{asi{
69
Vofume 25, No. 2, O�o6er 2012
Secara
umurn
mengambarkan
secara
penelitian
m1
deskriptif
cara
pemumian minyak nilam dan
larut
tidak
dilakukan
yang
rendah
pada proses deterpenisasi minyak nilam
Pinen
dan
teknologi tepat guna dan
ekonomis.
Sasaran
pemumian
minyak
dari
nilam
dan
alkohol
mutu
minyak
nilarn.
Kornponen tersebut mernpunyai titik didih
dengan menerapkan prinsip dasar ekstraksi melalui
dalam
mernpengaruhi
seperti a/pha-Pinen, beta alpha-Copaene, kornponen
lebih
tersebut harus dihilangkan dalarn minyak
penelitian
nilarn. Kornponen dengan titik didih tinggi
adalah
yang larut dalam alkohol dan diharapkan
untuk
mendapatkan mutu minyak nilam dengan
dalam minyak nilam dengan konsentrasi
kadar patchouli alkohol yang tinggi dan
yang tinggi adalah komponen hidrokarbon
menghilangkan
beroksigen seperti patchouli alkohol.
sehingga
kadar
memenuhi
alpha-Copaene, persyaratan
Kapasitas
rnutu
distilasi
fraksinasi
minyak nilam yang dipersyaratkan oleh
didasarkan
BSN.
Menengah (IKM) adalah ±20 liter/batch Kondisi
operasi
optimum
minyak
yang
pada
skala
nilam.
Industri
Kapasitas
Kccil
tersebut
diperoleh antara interaksi tekanan vakum,
diharapkan digunakan sebagai penelitian
waktu distilasi dan temperatur operasi pada
awal untuk pengembangan ke skala
penelitian minyak
ini,
nilam
sehingga dengan
diperoleh kadar
mutu
Proses
plant.
merupakan
patchouli
destilasi
proses
fraksinasi
pemumian
pilot 101
minyak
alkohol yang tinggi. Data basil penelitian
nilam pasca penyulingan daun dan batang
ini dapat digunakan untuk dikembangkan
nilam, bahan baku yang digunakan pada
ke skala
pilot plant atau pada industri
proses
industri
pengolahan
di
penyulingan rakyat yang rnutunya reodah
Provinsi Aceh, sehingga petani nilam di
dan kadar patchouli alkohol masih dibawah
Aceh dapat meningkatkan mutu minyak
Standar Nasional Indonesia (SNI).
nilam
dengan
destilasi
minyak
menggunakan
fraksinasi
minyak
nilam
ini
adalah
minyak
nilam
dari
peralatan
nilam
skala
METODOLOGI
3.
TKM. Waktu
dan
tempat
perancangan
peralatan ini dilakukan di Laboratorium Proses
Balai
Riset
Banda
lndustri
dan
Aceh.
Standardisasi
Analisis
sampel
dilakukan di Laboratorium Kimia Umum Balai
Riset
dan
Standardisasi
Banda Aceh dan
untuk
Industri
analisa kadar
patchouli
alkohol dan kadar alpha Copaene dilakukan di Laboratorium Kimia
Organik
Universitas
Gadjah
Mada,
digunakan
adalah
Yogyakarta. Bahan
yang
minyak nilam dari basil penyulingan rakyat di
Desa
Teladan,
Kecamatan
Lembah
Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, etanol
96%, KOH 0,5 N, indikator phenolpthalen, Gambar l.
Peralatan
Destilasi
HCl 0,5 N, dietil eter, gas hidrogen.
Fraksinasi
Peralatan
Minyak Nilam Skala IKM
skala
Peralatan destilasi fraksinasi minyak nilam
dirancang
untuk
IKM
volume
memisahkan
digunakan
adalah
dengan
spesifikasi
tangki urnpan
meliputi
35 liter, volume
minyak nilam yang diisi 28 liter, tinggi
komponen-komponen terpen yang bersifat
��litian Intfustri
yang
seperangkat peralatan destilasi fraksinasi
70
o/o[ume 25, 'No. 2, oR..µJ6er 2012
kolom
Penentuan
1,5 meter, dcngan diameter 0, 15
mutu
minyak
nilam
meter, pendingin vakum 2 buah dengan
dilakukan dengan menganalisa sifat-sifat
panjang 0,5 meter dan diameter 0, l meter,
fisiko-kimia yang didasarkan pada standar
pendingin distilat I buah dengan panjang I
mutu minyak nilam SNT 06-2385-2006.
meter dan diameter 0, 1 meter, penampung
Dengan mengetahui sifat fisiko-kimia dari
distilat 5 liter, oil separator 0,5 meter dan
minyak
pompa vakum.
terjadinya pemalsuan, mengevaluasi mutu
Untuk peralatan analisa
mcnggunakan
gas kromatografi
dan
Hewlett
Packard 5890 series II (Hewlett Packard,
nilam,
dapat
kemumian
yang
sudah
dideteksi
minyak.
Minyak
mengalami
proses
jika nilam
distilasi
USA), GC-MS Shimadzu 2010 (Shimadzu,
fraksinasi pada tekanan vakum pada skala
Japan)
IKM, selain mengalami perubahan sifat
corong
pemisah,
labu
didih,
pendingin tegak, piknometer, polarimeter
fisika-kirnia,
automatic (Atago, Japan), Abbe refraktometer reichert mark ll plus
dalam jumlahnya.
(Reichert
air,
skala IKM dilakukan pada tekanan vakum
(Barnstead
(20 mmHg), temperatur 140 °c, dan waktu
Electrothermal, UK), termometer, neraca
operasi 3 jam dapat meningkatkan kadar
AP-100
leica,
timbangan analitik
USA),
kasar,
pcnangas
heater
(Mettler
Toledo,
USA)
juga mengalarni perubahan
Kondisi operasi peralatan fraksinasi
dan
peralatan gelas. Variabel tetap pada penelitian ini
patchouli
alkohol
Pemilihan
kondisi
33,64 l %.
sampai tersebut
disebabkan
karena komponen-komponen pada minyak
adalab jumlah minyak nilam yang akan
nilam mempunyai
didcstilasi yaitu 20 liter, tekanan 20 mmHg
Komponen dengan titik didih rendab akan
perbedaan titik didih.
dan waktu proses 3 jam. Variabel berubah
tersuling
antara lain temperatur operasi penelirian
komponen dengan titik didih tinggi akan
130 °C dan 140 °C.
tertinggal didalam residu sebagai produk
Minyak rakyat
dari
nilam Desa
hasil
Tcladan,
penyulingan
produk
atas
dan
bawah.
Kecamatan
Proses
Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar sebelum dilakukan
sebagai
destilasi
dilakukan
pada
kondisi tekanan rendah 20 mmHg yang di
penelitian disimpan
ukur
langsung kedalam
reaktor dengan
pressure gauge. Proses destilasi dalam
selama 2 minggu dari waktu penyulingan di lapangan, sebingga kadar air berkurang
keadaan vakum berguna agar suhu tidak
dan berat jenis minyak nilam bertambah.
begitu
Kemudian minyak nilam dilakukan analisa
fisik mutu minyak nilam karena apabila
berpengaruh
terhadap
awal karakteristik sifat fisik seperti wama,
suhu
bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam
mengakibatkan
alkohol, bilangan asam, bilangan ester dan
nilam (hangus/gosong).
kadar
patcbouli
alkohol
dan
operasi
Untuk
alpha
copaene. Hasil akhir penelitian berupa
minyak
residu dianalisa
digunakan
dan kadar
kadar patchouli alkohol
Penelitian diawali dengan mengambil
temperatur
Kecamatan
Penggunaan
Seulawah,
Aceh
Besar. Minyak nilam tersebut dianalisis
Gas
(Shimadzu, kadar
Chromatography
(GC-MS) awal
Japan),
Shimadzu untuk
patchouli
komponen
sempuma operasi
maka
140
°C.
media
pemanas. minyak
penagas
menguntungkan karena perpindahan panas
Mass
dari media pemanas ke bahan (minyak
20 I 0
nilam) lebih lambat, sehingga minyak tidak
mengetahui
alkohol,
sebagai
langsung mendapatkan kejutan panas dan minyak
alpha
tidak
Copaene dan dianalisis juga sifat-sifat
pemanasan
fisika-kimfa lainnya.
jacket).
Jfasi.{
bisa
minyak
menggunakan penangas minyak (minyak goreng)
dengan
secara
akan
mutu
memisahkan
nilam
sampel minyak nilam dari Desa Teladan
Spectra
tinggi
kerusakan
Temperatur terscbut dapat dicapai dengan
alpha-copaene.
Lembah
terlalu
perubahan
71
hangus
langsung
seperti
(heating
pada
mantle
o/ofume 25, 'Jfo. 2, O�o6er 2012
3.
awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
minyak
nilam
dapat
dilihat
pada
Tabet 2.
3.1
Karakteristik
Sifat
Tabet 2. memperlihatkan syarat mutu
Fisik-Kimia
minyak nilam dan analisa awal minyak
Minyak Nilam Awai
nilam, dari hasil analisa di ketahui kadar Penentuan
mutu
minyak
patchouli alkobol 26,9% dan kadar
alpha copaene 0,78%. Hasil analisa awal minyak
nilam
dilakukan dengan menganalisa sifat-sifat fisiko-kimia yang didasarkan pada standar
nilam
mutu minyak nilam SNI 06-2385-2006.
pengontrol atau pembanding dengan basil
Dengan
analisa
minyak
destilasi
fraksinasi
mengetahui
sifat
fisiko-kimia
rninyak nilam awal sebelum
penelitian
dilakukan dapat membantu mengevaluasi
dapat
m1
digunakan
nilam
sebagai
setelah
menggunakan
proses bahan
isian pada tekanan vakum.
mutu dan kemurnian minyak. Hasil analisa Tabet 2.
mutu dan basil
No
Karakteristik Warna
2. 4.
muda
0,950-0,975
Kelarutan dalam alkohol 90%
5. 7.
-
Maks. 25
Tekanan (mmHg)
Temp (°C)
ni lam basil
Waktu (jam)
A
130
B
3.2
20
140
Kadar a-
3,65
26,90
0,775
3,76
33,13
Bilangan Asam
5,21 5,45
3
20
Kadar PA
Bilangan Ester
Nilam awal
26,90
0,775
Maks. 0.5
Tabel 3. Si fat fisik-kimia
Kode
17,8605
Min. 30
besi
JO.
6,0306
Maks. 8
Maks. 20
Patchouli alkohol
9.
perbandingan I :5
volume 1:10
Ester
Putaran
0,9516 1,5074
ringan dalam perbandingan
asam
8.
Coklat
Larutan jemih dengan
Larutan jernih atau opalensi
pada suhu 20 °C ± 3 °C
6.
coklat tua
1,507-1,515
20 °C
lndeks bias
Hasil uji minyak nilam awal
SNI -06-2385-2006
25 °C/25 °C
Bobot
3.
nilam awal
3,78
5,93
3
Copaene
0,732
33,64
0,364
mencapai
Bobot
jenis
Indek Bias
0,9516
1,5064
0,9520
1,5072
0,9526
1,5076
33,134%
pada
Sifat Fisik-Kimia Minyak Nilam
signifikan
Hasil Penelitian
temperatur 130 °C, tekanan 20 rnmHg dan waktu 3 jam dan kadar patchouli alkohol naik menjadi 33,641 % pada temperatur
Pada Tabel 3 menunjukkan babwa basil
fraksinasi
dengan
peralatan
140 °C, tekanan 20 mmHg dan waktu 3
skala
IKM dapat meningkatkan kadar patchouli
jam.
alkohol
sebagai
dan
dapat
alpha-Copaene.
menurunkan
Semua
basil
kadar
Dari data-data analisa ini berguna rujukan
untuk
data
demontrasi
peralatan destilasi fraksinasi skala IKM.
analisa
Dari
karakteristik minyak nilam masuk kedalam
basil
demontrasi
peralatan
Standar
bahwa kadar patchouli alkobol bertambah
Nasional lndonesia, kecuali minyak nilam
semng dengan berkurangnya volume residu. Fenomena ini terjadi akibat dari
syarat
mutu
minyak
nilam
awal untuk kadar patchouli alkohol masih rendah 26,9%. Setelah dilakukan fraksinasi
sebagian komponen dalam minyak nilam
kenaikan kadar patchouli alkohol sangat
yang bertitik didih rendah menguap dan
Jfasif
72
o/o{ume 25, !No.
2, O�o6er 2012
Titik didih berpengaruh kepada tekanan
terkondensasi menjadi distilat dan yang bertitik didih tinggi akan tertinggal pada
uap, makin besar titik didih makin makin
produk bagian bawah sebagai residu yang
besar tekanan uap suatu komponen untuk
kaya akan komponen yang bertitik didih
menguap
tinggi seperti patchouli alkohol.
mengikuti
Di
dalam
destilat
komponen-komponen
pada
temperatur
terkumpul
temperatur
hukum
gas
pada
tertentu,
ini
ideal.
Perubahan
proses
destilasi
yang
mengakibatkan komponen akan terpisah
mempunyai titik didih yang rendah seperti
sebagai distilat yang bertitik didih rendah
alpha-Pinen, beta-Pinen dan Copaene, sedangkan didalam
a/pha
dan
residu
komponen-komponen yang bertitik didih
mempunyai
tinggi. Makin tinggi temperatur semakin
terkumpul titik
didih
seperti
komponen tinggi
patchouli
terpen
yang
yang
sulit
menguap
alkohol
dan
pogostol.
akan
tertinggal
di
dalam
residu
banyak komponen yang terpisah.
��Nilaln 06 C:\WlNDOWS\Data\Projectl\Nilam 06.gat ChaDncJ -
1
1
10
0
20
30 min
Gambar 2.
Kromatografi Minyak Nilam Sebelum Distilasi Fraksinasi dengan kadar patchouli alkohol 26,90% dan kadar alpha-copaene 0,775%.
ChromatogramC:\WINDOWS\Data\Projccltl\N"alam B.p - Cbaonct l
0
20
10
30 min
Gambar 3.
Kromatografi minyak nilam hasil distilasi fraksinasi skala IKM meningkatkan kadar patchouli alkohol 33,641 % dan menurunkan kadar alpha-copaene 0,364%
Jfasi{
73
o/o(ume 25, :No.
2,
O�o6er 2012
4.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2006.
KESIMPULAN
SNI-06-2388-2006 minyak nilam. 1.
2.
Faktor-faktor
yang
terhadap
proses
vakum
minyak
berpengaruh
destilasi
fraksinasi
nilam
meliputi
Jakarta: BSN Biro Pusat Statistik Propinsi Aceh. 2012.
perubahan tekanan vakum, perubahan
Aceh Dalam Angka 2012.
temperatur dan waktu destilasi.
277. BPS Propinsi Aceh. Banda
Berdasarkan uji mutu, seluruh minyak
Aceh
nilam
penelitian
dari
hasil
pendahuluan masuk ke dalam
range
Guenther,
Standar Nasional Indonesia.
3.
Kondisi
operasi
fraksinasi
distilasi
minyak
dilakukan uji coba pada
destilasi
dua kondisi
Ketaren, S.
1985. Pengantar Tekno/ogi Minyak Atsiri. Jakarta: PN Balai
fraksinasi
Pustaka
vakum
Ketaren, S. 1 987.
berpengaruh terhadap kualitas minyak nilam
dengan
meningkatnya
Minyak Atsiri. jilid I.
Jakarta: UI-Press
kadar
patchouli alkohol mencapai 33,641%
2006. Teknologi dan B.S. analisam minyak atsiri. Padang:
Mayumi,
dan dapat menurunya kadar komponen hidrokarbon
The Essential oils
Nostrand Company, Inc.
temperatur 130 °C dan waktu destilasi 3 jam dan temperatur 140 °C. Proses
1948.
nilam
yaitu pada tekanan vakum 20 mm.Hg,
4.
E.
Volume II. New York: D. Van
peralatan
vakum
ha/
(alpha-Copaene) sampai
Andalas University Press.
0,364% 5.
Ni/am, tanaman semak banyak manfaat. 2007.
SARAN
http://www.pikiranrakyat.
com, (diakses 10 maret 2007). l.
Penelitian
lanjutan
mengenai
studi
fraksinasi vakum minyak nilam yang
Y. 2006. Budidaya Tanaman Ni/am. Bogor: Balai Penelitian
dihasilkan lebih berkualitas.
Tanaman Rempah dan Aromatik.
kelayakan pendirian industri distilasi
2.
Diperlukan
adanya
sosialisasi
Nuryani,
basil Purba, S. dan Silviana. 2006. Penentuan
penelitian kepada masyarakat terutama para
pelaku
usaha
minyak
nilam,
variabel
dengan menggunakan alat skala IKM.
3.
Adanya
pengembangan
mengenai
teknologi
lebih
proses
yang berpengaruh pada
pengurangan
tentang destilasi vakum minyak nilam
dalam
lanjut
teknologi
destilasi
komponen
minyak
nilam
distilasi
terpen dengan vakum.
vakum untuk jenis minyak atsiri yang
Prosiding konferensi nasional minyak atsiri 2006: 179. Solo 1 8-
lain
20 September 2006: Solo.
sehingga
diharapkan
dapat
meningkatkan kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.
Sari,
E.
dan Sundari, E. peningkatan
2006. Upaya
kvalitas
dan
DAFTAR PUSTAKA
permasalahan
perdagangan
Alam, P.N. 2006.
Pelatihan Analisis dan Minyak Atsiri. Pengo/ahan
Prosiding konferensi nasional minyak atsiri 2006: 184. Solo 18-
Laporan
20 September 2006: Solo.
minyak nilam di Sumatera Barat.
pelatihan,
Universitas
Syiah Kuala. Banda Aceh.
J{asi[Penefitian Intfustn·
74
'flo[ume 25, :No.
2, O[<Jo6er 2012
Sufriadi, E. dan Mustanir. 2004. Strategi
Silviana. 2006. Studi awal deterpenisasi minyak nilam melalui
pengembangan
ekstraksi
menyeluruh,
terhadap minyak nilam
(Patchouli oil) di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Jurnal Perkembanagan Teknologi TRO
dengan pelarut etanol.
Prosiding Konfrensi Nasional Minyak Atsiri
2006: 143. Solo 18-20 September 2006: Solo.
Vol XVI, No. 2. Jurusan Kimia FMTPA Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.
J{asi{
75
o/o{ume 25, :No. 2, Okf;o6er 2012
Pilihan Sumber-Sumber Kredit Bagi Wanita Pengusaha Industri Kecil Agribisnis Di Kabupaten Kulon Progo Studi Kasus Pada Pengusaha Emping Melinjo
(Alternative Sources Of Credit For Wo1nan Agribussiness Small Holders In Kulon Progo Regency Case Study On "E1nping Melinjo" Smallhoder Industry) Oleh lstiti Purwandari Institut Pertanian Stiper Yo gyakarta
ABSTRAK
Kredit merupakan suatu ha!pokok bagi pengusaha. Bagipengusaha kecil kebutuhan akan kreditmerupakanpermasalahan klasikyang terus menerus mendapatperhatian. Seiring dengan meningkatnya peran wanita dalam kegiatan ekonomi khususnya dalam kegiatan usaha kecil menuntut ketersediaan pendanaan yang memadahi. Namun berapapun banyaknya sumber kredit tidak semuanya akan diakses oleh pengusaha kecil. Pilihan sumber kredit pada dasarnya tidak hanya ditentukan oleh karakteristik sumber kredit, namun juga merupakan suatu pengambilan yang dipengaruhi oleh kondisi usaha dan kondisi pengusaha itu sendiri. Penelitian ini bertzguan untuk : 1). Mengetahui sumber-sumber kredityang dipakai oleh wanita pengusaha industri kecil agribisnis, 2). Mengetahui besarnya kredit yang diambil oleh wanita pengusaha industri kecil agribisnis, 3). Mengetahui alasan-alasan pemanfaatan sumber-sumber kredit oleh wanita pengusaha industri kecil agribisnis, 4). Mengetahui pemanfaatan kredit oleh wanita pengusaha industri kecil agribisnis. Penelitian dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposif. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 pengrajin.
Pilihan Szanber-Sunzber Kredit
. .
. . ... .
Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam (deep interview). Metode analisis dilakukan secara deskriptifdan analisis tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber-sumber kredit yang banyak dipakai wanita pengusaha agribisnis emping melinjo adalah kredit kelompok yang meliputi kelompok emping, kelompok masjid, kelompok arisan RT, dan sumber bank umum BR! dan BMT. Besamya kredit yang diambil oleh wanita pengrajin emping melinjo berkisar Rp. 250.000,- sampai Rp. 3000. 000,-, namun rata-rata besarnya kredit yang diambil oleh oleh wanita pengrajin emping sebesar Rp. 450.000,-. Sumber kredit kelompoklebih disukai wanitapengrajin daripadakreditperbankan, karenakebutuhan mercka tidak besw: Kebutuhan kredit oleh wanita pengrajin emping dimarifaatkan untuk pembelian bahan baku karena investasi-investasi lainjarang dilakukan. Kata kunci: Pilihan sumber kredit,
wanita pengusahan, industri kecil
ABSTRACT
Credit is essential to every entrepreneur, especially smallholder. Credit has been a classicfor most smallholder. By the increasing ofwoman participation in economic activity. The need of credit has also increasing. However many sources credit are not accessible to them. Choosing source ofcredit pareto optimal condition. The rearch aims as studying: 1). Choices of credit sources to woman agribusiness smallholde1; 2). How much credit has been taken by woman agribusiness smallholders, 3). Reason for choosing credit source, 4). The using of credit by woman agribusiness smallholders. This study is case study on "emping melinjo " industry in Karangsari village, Pengasih, Kulon Progo Regency. Forty (40) woman smallholders ofemping melinjo have been choosen to be sampel. Data were collected by observation and deep interview method. The analysis uses two methods, i.e. descriptive and qualitative. Table are also presented in the analysis. This study showes that group credit was preferred by woman agribusiness samllholders. The groups are emping melinjo group, mosque group, and local RT 74
Pilihan Sumber-Suniber Kredit ....... .
group. Bank has been no more acces by them. Plafond ofcredit isfi·om RP 250.000, to Rp. 3000.000,-. While the average of plafond credit is Rp. 450.000,-. Group Credit is preferred because it is easy to acces and is available. Credit is mostly used to by raw material instead ofinvesting. Key word:
alternative sources ofcredit, woman, smallholder indust1y
PENDAHULUAN
Peranan usaha kecil dalam pembangunan nasional dewasa ini tidak perlu disangsikan lagi. Sektor usaha kecil memiliki peranan penting dalam menjawab tantangan-tantangan pembangunan, yaitu perluasan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang terns bertambahjumlahnya, peningkatan pendapatan masyarakat secara lebih merata dan peningkatan ekspor. Oleh karena itu semua pihak terns memelihara komitmen yang besar terhadap upaya peningkatan sektor usaha kecil. Permasalahan yang bersifat internal yang terdapat pada usaha kecil secara umum adalah: keterbatasan pengembangan pasar, modal sendiri yang tidak mencukupi, kekurangmampuan dalam berorganisasi, Iemahnya semangat kewirausahaan, rendahnya ketrampilan manajemen, terbatasnya penguasaan teknologi, dan kekurangmampuan dalam pengendalian mutu. Permasalahan tersebut membawa akibat yang Iebih Ianjut seperti keterbatasan dalam memasarkan produk-produk yang dihasilkan, dan keterbatasan dalam memperoleh modal, serta keterbatasan dalam mengembangkan usaha. Dari berbagai permasalahan tersebut di atas, kendala permodalan yang sangat menonjol (Tjakra Werdaja, 1 994). Telah banyak upaya dilakukan untuk peningkatan usaha kecil di Indonesia oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta Bank Indonesia dan Dunia Perbankan. Dalam ha! ini bank Indonesia telah melaksanakan upaya melalui Proyek Pengembangan Usaha Kecil (PPUK) yang diarahkan untuk memperluas akses usaha kecil kepada perbankan. Proyek hubungan bank dengan kelornpok Swadaya Masyarakat (PHBK) yang ditujukan untuk mernperluas akses usaha mikro kepada
75
Pilihan Sunzber-St11nber Kredit ........
perbankan dengan pendekatan kelompok, dan proyek kredit mikro yang diarahkan untuk membantu kaum miskin dan wanita dengan pendanaan mikro melalui lembaga keuangan pedesaan. Namun demikian, walaupun telab banyak dilakukan upaya pengembangan disadari masih banyak bantuan yang harus diupayakan oleh semua pihak terkait dalam pengembangan usaha kecil. Dengan berbagai kendala yang telab ditemukan di atas, mustabil dapat diatasi sendiri oleh para pengusaha kecil mengingat keterbatasan-keterbatasan yang mereka miliki. Kredit seperti barang-barang ekonomi laillllya mempunyai penawaran dan permintaan. Harga kredit ditentukan oleh interaksi penawaran dan permintaan (Ikhsan. 1994). Dari sisi penawaran,
harga kredit harus marnpu mencerminkan
tingkat balas jasa yang memadai, sehingga pihak yang berlebihan dana (penabung) mau menunda konsumsi atau investasi sekarang. Sementara dari sisi permintaan, nasabah ingin harga (bunga) serendah mungkin. Interaksi permintaan dan penawaran inilah yang menentukan tingkat bunga keseimbangan. Mekanisme pasar dalam penentuan alokasi jumlab kredit dan harga yang paling efisien atau dalarn terminologi ilmu ekonomi dikenal dengan Pareto Optimum. Oleh karena mekanisme pasar tidak selamanya berjalan dalam pasar uang di negara berkembang dan tidak tersedianya informasi yang memadai menyebabkan alokasi dana menjadi terdistorsi. Distorsi ini makin besar terjadi dalam kasus kreditor kecil. Dari sisi penawaran, perbankan enggan menyalurkan dananya bagi kreditur kecil karena dua ha! yaitu; pertama, ketiadaan informasi tentang nasabab kecil yang menyebabkan resiko kegagalan kredit jauh lebih besar. Kedua faktor ini menyebabkan tingkat bunga yang ditawarkan oleh perbankan oleh perbankan pada pengusaha kecil dan menengab cenderung tinggi. Dari sisi permintaan, keterbatasan pengusaha kecil seperti pengetahuan, ketidakrnampuan pengusaba kecil menyebabkan permintaan akan kredit perbankan relatif kecil. Akhimya pengusaha kecil cenderung untuk mencari sumber dana lain yang prosedur pencairannya lebih mudah, walaupun bunganya lebih tinggi dibandingikan dengan yang ditawarkan oleh perbankan.
76
Pilihan Su1nber-Su1nber Kredit .......
.
Melihat kenyataan tersebut pilihan modal bagi pengusaha kecil di Indonesia masih sangat terbatas, yaitu perbankan dan kredit sendiri serta dana dari pasar non formal yang biayanya sangat tinggi. Hasil studi LPEM-FEUI ( 1992), menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat berpendapatan rendah (termasuk sektor usaha kecil) adalah aksesibilitas terhadap lembaga keuangan bukan tingkat bunga yang bersubsidi. Temuan ini didukung dengan temuan eksistensi dari lembaga keuangan non-formal di pedesaan menetapkan tingkat bunga kredit yang tinggi. Dalam kenyataannya pengusaha kecil di daerah pedesaan mengalami tingkat bunga efektif yang tinggi bukan karena tingkat bunga yang ditetapkan oleh perbankan melainkan oleh biaya-biaya tambahan termasuk opportunity costpada saat melakukan negosiasi kredit hingga dalam masa penyetoran cicilan. Dari berbagai permasalahan tersebut maka pilihan sumber kredit bagi industri kecil tidak bisa optimal. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud meneliti tentang pilihan sumber-sumber kredit yang bisa diakses oleh pengusaha kecil, khususnya pengusaha wanita. Selain itu kebanyakan pengusaha tidak menyadari betapa menguntungkan untuk meneliti lebih dalam tentang berbagai sumber permodalan ini. Demikian pula disadari pentingnya analisis kenangan yang dapat membe1ikan suatu kombinasi jumlah modal yang dipinjamkan dari berbagai sumber kredit. Perluasan perusahaan sampai volume tertertu harus disertai dengan pemakaian modal dari luar dan biasanya sumber-sumber itu terdiri dari berbagai macam. Pegangan yang penting dalam menentukan pilihan berbagai sumber modal ini adalah ongkos-ongkos peminjaman yang berbeda dari sumber ke sumber lainnya. Oleh karena itu diteliti alasan penelitian sumber kredit oleh pengusaha industri kecil. Lebih lanjut Sutojo dkk. ( 1994), menunjukkan bahwa profit usaha kecil di Indonesia dari segi keuangan diantaranya adalah: 1) Pada umumnya sektor usaha kecil memulai usahanya dengan bermodal sedikit dana dan ketrampilan yang dimiliki oleh pendiri perusahaan. 2) Terbatasnya sumber dana yang mereka manfaatkan untuk membantu kelancaran usahanya. 3) Kemampuan mereka untuk memperoleh pinjaman/kredit dari bank relatif lemah. Diantara penyebab-penyebabnya adalah kekurangmampuan mereka dalam menyediakan jaminan, proposal kredit yang
77
Pilihan Sun1ber-Su1nber Kredit ....... .
lemah dan lain-lain. 4) Kurangnya kemampuan mereka dalam memperoleh dan menggunakan jenis-jenis dan sumber-sumber informasi yang berguna bagi mereka dalam mengambil keputusan. Dari permasalahan-permasalaban tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk: 1). Mengetabui sumber-sumber kredit yang dipakai oleh wanita pengusaha industri kecil agribisnis. 2). Mengetabui besamya kredit yang dipakai oleh wanita pengusaha industri kecil agribisnis. 3). Mengetahui alasan-alasan pemilihan sumber kreclit oleh wanita pengusaha industry kecil agribisnis. 4). Mengetahui pemanfaatan kredit oleh wanita pengusaha industrl kecil agribisnis. METODE PENELITIAN A.
Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kulon Progo. Ada banyak usaha agribisnis yang diusahakan oleh wanita, seperti industri yang anyaman age!, anyaman rami, criping pisang, emping garut, emping meliajo, industri geblek, industri kacang bawang, kerajinan dan lainya (Pendapatan Potensi Industri Kabupateu Kulon Progo Tahun 2003), namun industri emping melinjo merupakan industri yang pengusabanya paling banyak. Oleh karena itu penelitian ini membatasi pengusaba emping melinjo sebagai populasi penelitian. Lokasi penelitian dipilih Desa Karangsari sebagai daerab sentra pengembangan emping. Pengambilan sampel dilakuka dengan cara Snow Ball (metode bola salju), dimana responden terpilih pertama diminta untuk menentukan sampel kedua, wanita pengusaba emping kedua diminta menunjukan sampel ketiga, clan seterusnya. Pemilihan metode ini didasarkan pada pertimbangan bahwa data potensi industri yang tersedia di Kantor Perindustrian tidak sesuai lagi di lapangan. Banyak sekali wanita pengrajin emping yang tidak melakukan usahanya. Data pendataan potensi menunjukkan bahwa tidak hanya nama pengusaha tetapijuga wanita-wanita pekerja industri emping. Jumlah sampel yang diambil adalah 40 pengrajin emping. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam (deep interview). Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi usaha 78
Pilihan Sunzber-Suniber Kredit .......
.
pengrajin secara lebih dekat dan wawancara mendalam dimaksudkan untuk mengetahui segala ha! yang perlu diketahui dalam penelitian.
B.
Metode Analisis Data Data basil penelitian dianalisis secara deskriptif dan kualitatif. Untuk
memperjelas deskripsi basil penelitian dilengkapi dengan analisis kuantitatif dalam bentuk tabel-tabel beserta analisa prosentasinya.
HASIL PENELI TIAN DAN PEMBAHASAN A.
Keadaaan lndustri Emping Melinjo Usaha emping melinjo di wilayah penelitian dimulai tahun 1 984. Pada saat itu
Dinas Perindustrian melakukan pembinaan kepada ibu-ibu perintis usaha emping melinjo. Dengan modal
1 0 kg ke atas dan satu set alat pembuatan emping, ibu-ibu
mulai mengembangkan usahanya. Seperti halnya teori tetes minyak. Usaha emping ini terns berkembang. Ibu-ibu semula bekerja pada ibu-ibu pedntis usaha emping akhimya melepaskan diri menjadi pengusaha pengusaha yang barn yang mandiri. Kini ibu-ibu pengusaha emping di Desa Karangsari ini bergabung dalam wadah kelompok emping. Kelompok emping ini bemama "Sari Bumi". Kelompok ini terbuka untuk semua pengusaha yang berminat. Kelompok ini melayani simpan pinjam, danjuga membeli produk pengusaha. Industri emping di daerah penelitian mernpakan industd rnmah tangga. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan berkisar pengusaha hanya mempekerjakan
1 - 1 0 orang, namun rata-rata
2 orang tenaga luar. Sebagian besar tenaga
tenaga tersebut mernpakan tenaga kerja keluarga dan tenaga lainnya mernpakan sanak saudara pengusaha atau tetangga terdekat. Pembuatan emping pada umumnya dilakukan secara sambilan oleh pemilik usaha. Sedangkan para pekerja sebagian besar melakukan pembuatan emping di rnmah masing-masing pekerja. Upah tenaga kerja yang dipekerjakan semuanya memakai sistem borongan baik dalam pekerjaan pengupasan melinjo maupun dalam pembuatan emping. Rata-rata pemilik usaha bekerja dari jam
07.00
-
12.00,
79
Pilihan Sumber-Su1nber Kredit .......
.
sedangkan pekerja bumh bekerja sampai jam
14.00.
Dalam satu tahun mereka
maksimal hanya bekerja 9 bulan, karena sekitar 3 bulan bahan baku emping tidak ada. Aset yang dimiliki hanyalah 1 -2 set alat pembuat emping. Alat ini bernilai sekitar Rp.
1
set
150,000,-. Alat ini sebagian adalah bantuan dari perindustrian
(untuk ibu-ibu perintis usaha) dan yang lainnya mempakan swadaya pengusaha. Alat ini bisa dipesan kepada pengums kelompok emping melinjo. Pembayaran alat bisa dilakukan dengan cara mengangsur kepada kelompok. Beberapa pengusaha membuat sendiri alat ini dengan bahan semen dan pasir (batu cor), dengan alasan untuk menghemat biaya. Dengan aset yang dimiliki tersebut maka proses pembuatan emping masih dilakukan secara sederhana. Dalam pembuatan emping semua pengusaha masih menggunakan tenaga manual (dengan tangan). Belum ada pengusaha yang memanfaatkan tekuologi mesin. Bahan bakar yang dipergunakan sebagian besar menggunakan kayu bakar, dan sebagian menggunakan kompor minyak. Dengan bahan bakar minyak akan memudahkan pengusaha dalam pengaturan api bisa optimal, namun biaya ini dianggap lebih mahal. Pengadaan bahan baku dilakukan sendiri oleh pengusaha dengan cara mencari ke pasar atau memesan pada pedagang. Pengusaha yang sangat kecil umumnya melakukan pembelian sendiri dengan bahan balm yang dibutuhkan, pembelian sendiri menurut mereka lebih menguntungkan karena bisa memilih bahan baku yang berkualitas atau tidak bercampur dengan klatak muda/cacat. Namun bagi pengusaha yang lebih besar merasa lebih ekonomis memesan pada pedagang. Disamping menghemat tenaga juga menghemat biaya transport serta mereka bisa memesan dengan cara kredit bahan baku. Pemasaran emping sebagian besar dilakukan sendiri oleh pemilik usaha. Lokasi penjualan adalah pasar, kios atau wamng di sekitar usaha. Penjualan langsung dilakukan pada pedagang pengecer. Sebagian kecil dari produksi emping ini dijual pada tetangga-tetangga yang membutuhkan. Sebagian besar pengusaha telah telah memiliki pelanggan tetap sebagai tempat penjualan. Penjualan dalam jumlah kecil bisa dititipkan kepada suami mereka yang pada umumnya bekerja
80
Pilihan Sunzber-Sumber Kredit .......
.
sebagai buruh di kota. Hal ini dimaksudkan untuk menghemat biaya. Namun rata rata wanita pengusaha emping akan ke pasar dalam 5-7 hari sekali. Mereka pergi ke pasar untuk menjual hasil produksi sekaligus mencari bahan baku. B.
Profil Wanita Pengrajin Emping
Pengusaha emping di daerah penelitian seluruhnya adalah wanita. Begitu pula dengan wanita pekerja buruh. Dilihat dari sisi usia sebagian besar berada pada usia produktif dengan usia rata-rata 44 tahun. Hal ini logis, mengingat usaha yang mereka lakukan masih menggunakan tenaga manual (fisik). Pendidikan pengrajin berkisar SD (tidak tamat) sampai SLTA, namun sebagian besar mereka hanya tamat sekolah dasar. Pengalaman usaha mereka cukup lama vaitu ada yang mencapai tahun. Secara rinci data tersebut tertera pada Tabel
19
1.
Tabel 1. Distribusi Wanita Pengusaha Emping Melinjo menurut Kelompok Umur.
Pendidikan, dan Pengalaman Usahanya di Kabupaten Kulon Progo
Umur (tahun)
2
25-38
13
39-52
20
50,00
53-64
7
1 7,50
34
85,00
SLTP
4
1 0,00
SLTA
2
5,00
1-6
15
37,50
7-12
14
35,00
1 3-1 9
11
27,50
Pe ndidikan SD
3
32,50
Pe ngalaman Usaha (th)
Sumber: Analisis data primer
81
Pilihan Sunzber-Szunber Kredit ........
Walaupun rata-rata mereka telah melakukan usaha sekitar 1 0 tahun, namun pengalaman mereka tentang manajemen usaha tidak berkembang. Hal ini dapat dikctahui dari kata-kata yang sering terlontar bahwa mereka bekerja hanya untuk mengisi waktu luang saja. Hal ini terns mempengaruhi setiap gerak langkah manajemen usahanya. Mereka tidak memiliki pencatatan-pencatatan kegiatan usahanya. Akhimya kondisi usahanya tidak mengalami perkembangan. Hal ini juga mempengarnhi struktur permodalan yang dimanfaatkan dan produksi serta pendapatan yang dihasilkan.
C.
Struktur Permodalan Wanita Pengrajin Emping
Usaha emping di daerah penelitian termasuk usaha yang sangat kecil. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan, asset yang dimiliki, maupun bahan baku yang mampu diolah. Keadaan ini kita telah diketahui dari gambaran keadaan usaha emping melinjo sebelumnya. Dari gambaran keadaan usahanya kemampuan permodalan pengrajin sangat lemah. Hal ini mempengaruhi tingkat investasi juga sangat kecil. Dengan teknologi proses pembuatan yang masih manual maka biaya produksi sebagian besar mernpakan biaya tenaga kerja. Dengan pendapatan yang relatifkecil dan biaya tenaga kerja yang terns meningkat, menyebabkan usaha ini knrang berkembang dan cendernng menjadi usaha anggota keluarga saja. Usaha emping menurut mereka "ora cucuk
(tidak setimpal),
mendingan jadi tenaga kerja (buruh) malah hasilnya dapat dihitung'', kata mereka. Dengan profit usaha yang kecil maka struktur permodalan keluarga masih culrnp tinggi. Disamping modal dari dalam keluarga, pengusaha juga memanfaatkan pem1odalan dari luar. Seperti perkembangan usaha pada umumnya pemilikan ; sumber modal akan dimulai dengan modal keluarga, barn kemudian modal luar keluarga. Pengrajin emping banyak memanfaatkan sumber kredit. Sumber kredit yang ada di daerah penelitian adalah kelompok emping, RT, koperasi masjid dan perbankan. Sebagian besar pengrajin lebih memilih sumber kredit kelompok emping sebagai pilihannya. Mereka memilih kelompok emping untuk kredit alat dan uang. 82
Pilihan Sun1ber-Su111ber Kredit ...... .
.
Pilihan lain yang juga dimanfaatkan oleh pengrajin adalah kredit kelompok RT dan koperasi masjid. Pengrajin yang lebih besar disamping memanfaatkan sumber kredit kelompokjuga menambah modal dari perbankan. Tabel 2. Pilihan Sumber-sumber Kredit oleh Wanita Pengusaha Emping Melinjo
di Kabupaten Kulon Progo
1.
Kelompok Emping
2.
Koperasi Masjid
2
5.00
3.
Kelompok RT
3
7,50
4.
Bank dan BMT
2
5.00
5.
Tidak ambil kredit
10
25,00
23
57,50
Sumber: Analisis Data Primer Kredit-kredit kelompok hanya mampu menyediakan kredit maksimal sebesar Rp. 1000.000-. Hal ini disebabkan masih terbatasnya modal kelompok. Dengan keterbatasan ini maka pada umumnya mereka mendapatjatah di bawah permintaan. Sebaliknya kredit perbankan bisa memberikan plafon pinjaman yang lebih tinggi, namun pada umumnya pengnsaha merasa takut dengan perbankan. Sehingga kebutuban uang pengusaha dipenuhi dari kelompok. Besamya kredit yang diambil pengusaha dari berbagai sumber kredit tertera pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Pengusaha Emping Melinjo Menurut Jumlah Kredit
yang diambil di Kabupaten Kulon Progo
1.
0
10
25,00
2.
250.000-500.000
18
45,00 1 5,00
3.
500.001 -800.000
4.
800.001-1 000.000
4
1 0,00
5.
1 000.001 -3000.000
2
5,00
Sumber: Analisis Data Primer
83
Pilihan Sumber-Sumber Kredit .......
.
Dilihat dari jurnlah kredit yang diarnbil 95 % pengrajin rnengambil kredit di bawah satu juta atau hanya 5% pengrajin yang mengambil kredit satu hingga tiga juta. Sebagian besar atau mencapai 45% pengrajin mengambil hanya mengambil kredit 250.000-500.000 rupiah. Disamping kredit uang, pengrajin juga memanfaatkan bentuk kredit lain seperti kredit alat clan kredit bahan baku. Jumlah pengrajin Emping menurut bentuk Kredit yang diambil tertera pada Tabet 4. Kredit bahan baku diambil dari pedagang berupa utang bahan baku. Pengrajin bisa mebayar hutang bahan bakunya setelah emping dijual. Tabel 4. Bentuk-bentuk Kredit yang Dipergunakan oleh Pengusaha
Emping Melinjo di Kabupaten Kulon Progo
1.
Kre dit uang
30
75,00
2.
Kredit alat
15
37,50
3.
Kredit bahan baku
11
27,50
Sumber: Analisis Data Primer
D.
Alasan Pemilihan Sumber Kredit oleh Wanita Pengusaha Emping Melinjo
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak kemudahan yang diperoleh oleh pengusaha dalam mendapatkan permodalan. Mulai dari pengadaan alat bisa diperoleh secarakredit. Kebutuhan bahan bakupun juga bisa dibayar setelah mendapat uang atau emping terjual. Selain itu kredit-kredit berupa uang pinjaman sampai dengan satu juta rupiah banyak tersedia di sekitar mereka. Kondisi ini menunjukkan bahwa permodalan usaha bukanlah ha! yang sulit bagi pengusaha emping. Sebagian besar pengrajin hanya memanfaatkan sumber kredit berupa simpan pinjam, baik kelompok emping, RT, dan koperasi masjid. Alasan pemilihan sumber tersebut disebabkan kebutuhan kredit mereka tida banyak. Kebanyakan mereka tidak meminjam perbankan karena tak:ut pada saat setor tidak ada uang. Atau mereka menyatakan
84
" Takut ndak bisa nyaur (melunasi)".
Tetapi kalau dilihat
Pilihan Su11zber-Su1nber Kredit ........
banyak pedagang melinjo yang menjual dengan sistem !credit, maka pengrajin emping banyak dibantu dengan !credit bahan baku ini.
E.
Pendapatan Wanita Pengrajin Emping
Ada tiga cara dalam pengerjaan usaba emping, yaitu: pertama, usaha yang hanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Ke dua, usaha yang mempekerjakan tenaga luar tetapi bertempat di rumab pengusaba dan, ke tiga, pengerjaan dengan tenaga luar yang beke1ja di rumab pekerja. Hal tersebut sangat mempengarnhi pendapatan masing-masing pengrajin emping. Pendekatan pertama dengan pengerjaan anggota keluarga sendiri. Pengusaha tidak perlu mengupab tenaga. Pendekatan ke dua pekerja bekerja dirumab pengrajin,maka pengrajin mengeluarkan upah tenaga kerja borongan sebesar Rp. 1 .000,-/kg klatak. Pengerjaan di rumah pekerja diupab sebesar Rp. 1 .500,-/kg klatak. Upah tersebut lebih tinggi dari upah dirumah pengrajin karena maksudkan untuk pengganti bahan bakar. Namun cara ke tiga ini temyata banyak disukai oleh para pekerja, karena disamping dia bisa bekerja dia bisa tetap berada di rumah. Perbedaan upah ini temyata akan mempengaruhi pendapatan dari pengusaha. Berikut ini dilakukan analisis pendapatan usaha masing-masing dengan berbagai pendekatan. Tabel 5. Analisis Pendapatan Wanita pengusaha Emping Melinjo
di Kabupaten Kulon Progo
1.
Biaya/kg emping a. Pembelian melinjo (4xRp.2.100) b. Pengupasan (4xRp.250) c. Pembuatan(Thuthuk) (2 kg klatak dari 4 kg) d. Bahan bakar Total Biaya
8.400 1000
1 1.8.400 1000
500
2000 500
3000
8.900
12.900
12.400
8.400
85
Pilihan Sutnber-Suntber Kredit ....... .
2.
Pendapatan kotor [1 kg emping) 3. Pendapatan bersih /kg emping 4. Rata-rata Produksi [Kg) Pengrajin/hari 5. Rata-rata Pendapatan Pengrajin/hari 6. Rata-rata Pendapatan 1 th (6 hart x 4 minggu x 8 bulan)
14.500
14.500
14.500
5.600
1.600
2.100
2,5
3, 2
8,1
1 4.000
8.120
17.010
2.688.000
983.040
3.265.920
Sumber : Analisis Data Primer. KESIMPULAN 1.
Sumber-sumber modal yang dipakai wanita pengusaha agribisnis emping melinjo adalah kredit-kredit kelompok yang meliputi kelompok emping, kelompok masjid, kelompok arisan RT, dan sumber bank umum BR! dan BMT. Sebagian besar pengrajin hanya memanfaatkan pinjaman kelompok empmg.
2.
Besarnya kredit yang diambil oleh wanita pengrajin emping berkisar Rp.250.000,00 - Rp.3.000.000,00 dan rata-rata besar kredit yang diambil oleh wanita pengrajin emping sebesar Rp.450.000,-.
3.
Sumber kredit kelompok lebih disukai wanita pengrajin emping dari pada kredit perbankan, karena kebutuhan mereka tidak besar dan mereka juga memperoleh bentnk-bentnk kredit lain berupa kredit alat dan bahan baku.
4.
Kebutuhan kredit oleh wanita pengrajin emping dimanfaatkan untuk pembelian bahan bak'U karena investasi-investasi lainjarang dilakukan.
SARAN 1.
Sumber kredit dari pinjaman kelompok lebih disukai oleh wanita pengrajin emping daripada kredit diperbankan. Oleh karena itu bentuk-bentuk kredit wanita pengusaha industri kecil sangat cocok disalurkan lewat kelompok kelompok yang dekat dengan kegiatan pengusaha/pengrajin.
86
Pilihan Su1nber-Su1uber Kredit ..
2.
,
.. .. .
Perlu diupayakan usaha-usaha yang bisa mengatasi kendala-kendala lainnya agar skala usaha menjadi lebih besar, dan wanita pengrajin pada saatnya akan terbiasa dengan kredit perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Ikhsan, M. 1994. Kredit Buat Si Kecil, Sudah Optimalkah, dalam Profil Usaha kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan. Lembaga Manajemen FEUI. Jakarta. Mubyarto dan G. Thoma, 1997. lndustri Kecil dan Kerajinan Rakyat. LP3ES. Jakarta. Purwanti, S. 2004. Manajemen Kredit Syariah a/eh Pengusaha Emping Melinjo (Studi Kasus pada BPR Syariah Margirizki Bahagia) di Kabupaten Bantul. Skripsi S 1 Institut Pertanian Stiper. Rasyid, M. 1997. Kebijakan Kredit Usaha Kecil dan Perbankan Terhadap Usaha Kecil, menengah dan Koperasi, dalam lnformasi Kredit Usaha Kecil. Bina Wirausaha. Saleh. A. 1986. lndustri Kecil Sebuah Tinjauan dan Perbandingan. LP3ES. Jakarta. Suratiyah, H.dkk 1 99 1 . Bahan Ceramah dan Penelitian Wanita Pekerja pada .
lndustri Kecil dan Rumahtangga. UGM. Yogyakarta. Sutojo, H. dkk. 1 994. Profil Sektor usaha Kecil di Indonesia, dalam Profil Sektor Usaha Kecil dan kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia. Lembaga Manajemen FEUI. Jakarta. Tjakrawerdaja, S. 1 994. Profil Sektor Usaha Kecil di Indonesia dan Upaya Optimalisasi Penyaluran Kredit Usaha Kecil, dalam Profil Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan. Lembaga Manajemen FEUI. Jakarta.
87
PROYEKSI LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA PADA INDUS TRI KECIL DAN MENENGAH DI PULAU JAWA Bandung, 05-03-2 0 1 0 (Rev. 09-04-20 1 0) T riswan Suseno Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, J I . Jenderal Sudirman No. 623, Bandun g - 402 1 1 , Telp. : (022) 6030483, Fax. (022) 6003373 E-mail : [email protected]
Abstrak Jumlah industri keci l dan menengah di Pulau Jawa yang sudah menggunakan batubara pada tahun 2008 lercatat sudah mencapai 4 1 7 perusahaan, industri tekstil merupakan industri yang paling banyak menggunakan batubara yaitu 75,78%, disusul kemudian industri kertas sebesar 8,63 % dan industri lainnya 1 5,59%. Terdapat sekitar 226 perusahaan di Provinsi Jawa Barat yang telah menggunakan batubara, diikuti Jawa Tengah 1 1 5 perusahaan, Banten 52 perusahaan dan Jawa Timur 24 perusahaan. Proses pembakaran batubara pada i ndustri ternyata menghasilkan li mbah yang disebut dengan abu dasar dan abu terbang. Besarnya limbah yang dihasilkan dari pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh jumlah batubara yang digunakan oleh setiap perusahaan. Selama tahun 2008, ke 41 7 perusahaan tersebut telah menggunakan batubara sebanyak 5,99 juta ton, masing-masing digunakan oleh Jawa Barat 3,07 juta ton, Banten 1 , 36 juta ton, Jawa Timur 1 ,09 juta ton dan Jawa Tengah sebesar 0,47 juta ton. Dari pembakaran batubara sebanyak 5,99 juta ton selama satu tahun, ternyata telah menghasilkan l imbah abu dasar sebanyak 251 .336 ton dan abu terbang 82.877 ton. Semakin banyak batubara yang dibakar semakin banyak pula l i mbah yang akan dihasilkan. Kata kunci : Limbah, potensi, abu dasar, abu terbang, industri keci l dan menengah
Abstract The amount of small scale and medium industries in Java that used coal as direct energy in 2007 was 4 1 7 companies. Tex tile industry is the most user of the coal, which is 75.78%; followed by the pulp industry (8.63 %) and the others (15.59%). 226 industry companies in West Java Province have used it; followed by Central Java Province (1 1 5 companies), Banten Province (52 companies) and East Java Province (24 companies). The coal-burning process in those industries, actually results in waste, namely bottom and fly ashes. The waste quantity is influenced by the coal used by the companies. During 2007, the 4 1 7 companies had used coal of 5.99 million tons, respectively used in West Java (3.07 million tons), Banten (1.36 million tons), Eastjava ( 1 .09 million tons) and Central Java (0.47 million tons). From the coal burning of 5.99 million tons for one year, this resulted in the bottom ash of 251,336 tons and the fly ash of 82,877 tons. The more coal was burnt, the greater the waste resulted in. Keywords: waste, potency, bottom and fly ashes, small and middle industry
Proyeksi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri Keeil dan Menengah di Pulau Jaws [rriswan Suseno]
25
1 . PENDAHU lUAN Melonjaknya harga bahan bakar mi nyak (BBM) dan kenaikan tarif l i strik ternyata sangat mempengaruhi pola penggunaan bahan bakar pada industri di dalam negeri . Saat ini, semakin banyak industri keci l dan menengah (IKM) mulai beralih penggunaan bahan bakarnya ke batubara. Peningkatan konsumsi batubara pada industri tidak terlepas dari hi mbauan pemerintah terhadap kalangan industri dalam negeri untuk menggunakan batubara sebagai bahan bakar, karena Indonesia memiliki eadangan batubara yangeukup besar. H ingga 2007 sumber daya batubara I ndonesia diperkirakan meneapai 1 04,76 m i l i ar ton. Cadangan batubara diperkirakan sebesar 22,25 m i l iar ton, terdiri atas eadangan terkira (probable) sebesar 1 5, 1 3 mi liar ton dan 7, 1 2 m i l i ar ton eadangan siap tambang (proven) (Sukhyar, 2009). Perubahan pola konsumsi energi yang di lakukan oleh IKM ini adalah dalam rangka efisiensi mengi ngat harga batubara jauh lebih murah diband ingkan dengan harga BBM. Dengan menggunakan batubara ini, IKM terhindar dari kebangkrutan. Di Banten, jumlah IKM yang sudah mengunakan bahan bakar batubara sudah meneapai 52 perusahaan (Disnaker Banten, 2008). Padahal pada 2005 baru tereatat sebanyak 1 5 perusahaan saja, berarti dalam kurun waktu tersebut naik sebesar 250%. J u mlah pemakaian batubara pada 2007 meneapai 1 . 362.730 ton, Kabupaten Serang merupakan pemakai batubara batubara terbanyak yaitu 639.250 ton, disusul Kabupaten Tangerang (41 6.980 ton), Kota Tangerang ( 1 9 1 .000 ton) dan Kota Ci legon (1 1 5.500 ton). Jumlah I KM pemakai batubara di Jawa Barat mengalami kenaikan sebesar 9,71 %, dari 1 93 perusahaan pada tahun 2006 (Suherman, 2007) menjadi 226 perusahaan pada tahun 2007 (API, 2008; Disnaker J awa Barat, 2008; B PLH Jawa Barat, 2008). Jenis tekstil merupakan perusahaan yang paling banyak menggunakan batubara (85,84%), lainnya perusahaan sepatu, minyak sawit, pereetakan, ban, karet, makanan, stereofoam, briket batubara dan bijih plastik. Konsumsi batubara di Jawa Barat sebesar 3.069. 040 ton, Kabupaten Bandung merupakan konsumen batubara terbesar dengan jumlah pemakaian meneapai 44,06%, disusul kemudian oleh Kota Cimah l , Purwakarta dan Karawang masing-masing 1 6,23%, 1 4,21 % dan 1 2,50%, sisanya digunakan oleh IKM di daerah lainnya. Di Provinsi Jawa Tengah, tereatat ada 1 1 5 perusahaan, 98 diantaranya adalah perusahaan tekstil, sisanya adalah industri kertas, pengeeoran logam, kapur, briket, makanan, minuman, dan obat-obatan. Konsumsi batubara oleh IKM di J awa Tengah pada 2007 adalah 465.396 ton (Disnaker Jawa Tengah, 2008). Sementara di Jawa T i m ur, tereatat sebanyak 24 yang telah menggunakan bah an bakar batubara. kertas adalah pemaleai batubara terbesardi wilayah
ini ( 1 8 perusahaan), disusul perusahaan tekstil (5 perusahaan), dan briket (1 perusahaan).J umlah pemakaian batubara pada 2007 adalah 1 .088.100 ton, 95,45% di antaranya dikonsumsi oleh perusahaan kertas, perusahaan tekstil sebesar 4, 1 4%, dan sisanya oleh perusahaan briket (Disnaker lawa Timur, 2008). Kaj i an i n i bertujuan untuk mengetahui atau memper ki rakan jumlah li mbah hasil pembakaran batubaraatau yang disebut abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) akibat aktifitas pembakaran batubara pad a I KM di Pulau Jawa.
2. METODOlOGI 2.1 Data Dua eara yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu survei dan nonsurvei. Data nonsurvei, di peroleh dari berbagai i nstansi terkait, antara lain dari Di nas Tenaga Kerja, Asosiasi Perteksti Ian Indonesia dan Dinas Lingkungan Hidup (Tabel 1 ) . Data survei ke lapangan langsung, dengan mengunjungi dan wawaneara ke beberapa perusahaan pengguna batubara untuk diwawaneara terkait dengan penggunaan batubara dan l i mbah hasil pembakarannya. Mengingat j umlah I KM pemakai batubara di Pulau Jawa eukup banyak yaitu 4 1 7 perusahaan, tidak mungkin dilakukan pendataan jum lah li mbah hasil pembakaran batubara dari setiap perusahaan tersebut. Karena keterbatasan waktu dan biaya, hanya 90 perusahaan saja yang dijadikan sebagai eontoh (sample) untuk dieatat j umlah abu dasar dan abu terbang yang dihasilkan dar; pembakaran batubara di setiap perusahaan tersebut (Tabel 1 ) . Data diolah dengan bantuan paket program Statistical Package for Social Science (SPSS). 2.2 Model Analisis Tingkat produksi l i mbah hasil pembakaran batubara sangat dipengaruhi oleh pemakaian batubara yang digunakan oleh IKM, sehi ngga hubungan i n i dapat dinyatakan dalam bentuk model regresi sederhana (Gaspersz, 1 990) sebagai berikut : _v
= a
a =
b
+ bx
y-
n
b
:;:
.....................................
1: XiYi- (1:xO(1: Yi)
.
...
..
. . .
. .... ( 1 ) . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ....
,, 1: X'i-(1:X')'
...................
. . ..
. . .. . . . . . . . . .
(2) (3)
Dalam hal i ni, a � koefisien perpotongan b � koefisien regresi y � variabel jumlah abu dasar/abu terbang (ton) x � variabel jumlah pemakaian batubara setiap IKM (ton)
i
yang di hasilkan masing-masing perusahaan pada tahun 2007 Perusahaan . . 1
Konsumsi batubara 2
Abu terbang! fly ash
Aqu
Konsumsi batubara
3
(Ton) .
'
.
. ',' b0lt0m .' 5
1
6.840
54
6.840
2
9.000
90
5 . 1 84
72
3
5. 1 84
7
5.760
360
432
4
5.760
27
6.480
360
5
1 0.800
126
2.880
1 . 1 52
6
1 1 . 700
21 6
7.920
360
7
2.880
1 44
1 0.800
648
8
7.920
1 80
1 1 .520
720
9
1 0.800
324
4.320
360
10
1 1 .520
180
1 0.440
305
11
4.320
36
2.1 60
216 360
12
1 5.840
900
1 0.800
13
7.200
32
3.240
18
14
1 0.440
104
72.000
1 .800
15
2 . 1 60
22
4.320
4
16
1 0.800
72
720
54
17
3.240
9
6 . 1 20
612
18
72.000
5.400
2. 1 60
77
19
1 .800
5
1 0.800
135
20
4.320
4
1 .080
54
21
720
36
1 .080
3
22
540
90
4.320
1
23
6.120
122
1 0.800
432
24
1 5.480
1 80
25.200
216
25
2 . 1 60
51
1 44.000
6.624
26
7.200
72
1 0.800
225
27
720
17
7.200
18
28
1 0.800
1 80
5.400
57
29
1 0.800
324
720
14
30
1 .080
1
720
18
540
36
3.960
1 80 108
31
1 .080
18
32
25.200
1 08
33
1 44.000
716
720
34
360
1
1 .080
72
35
1 0.800
45
1 .080
29 36
36
7.200
90
720
37
5.400
90
2 . 1 60
58
38
720
4
5.400
40
39
1 2.960
648
4.320
79
720
7
28.800
360
40
Proyeksi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pad a Industri Kecil dan Menengah di Pulau Jaws [Triswan Suseno]
.
Bersambung
27
Lanjutan
Lanjutan 2
3
4
84
1 0.800
85
61 2
7
86
1 .440
18
87
1 0.800
486
88
9.000
6
89
8.640
1 08
90
684
5
Sumber :
25
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2008) Disnaker Provi nsi Banten (2008) Disnaker Provinsi Jawa Barat (2008) Disnaker Provinsi Jawa Tengah (200B) Disnaker Provinsi Jawa Timur (2008) Badan Badan Badan Badan
Pengendalian Pengendalian Pengenda lian Pengendalian
Ungkungan Lingkungan Lingkungan Ungkungan
Hidup Hidup Hidup Hidup
Daerah Daerah Daerah Daerah
Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi
Banten (2007) Jawa Barat (2007) Jawa Tengah (2007) Jawa Timur (2007)
Jumlah balubara yang digunakan I KM di Pulau Jawa sebesar 5.985.266 ton (2007), ternyata menghasilkan l imbah hasil pembakaran batubara sebanyak 398.626 ton. 6 J ,28% dari l i m bah terse but adalah abu dasar sedangkan sisanya (38,72%) berupa abu terbang. Proyi nsi Jawa Barat merupakan daerah yang memberikan kontribusi l i m bah terbesar yaitu 45,34%, di ikuti Banten (25,2·1 %), Jawa Timur (22,01 %) dan Jawa Tengah (7,44 %). Dari sisi jenis ind ustri, perusahaan tekstil menjadi penyumbang terbesar l imbah hasil pembakaran batubara, j u mlahnya mencapai 1 8 1 .8 3 1 ton (atau 45,61 %) disusul oleh industri kertas 43,05% dan industri lainnya 1 1 ,34%. Di tengah harga BBM yang semakin melambung, penggunaan batubara marupakan salah satu alternatif yang sangat membantu dalam menekan biaya penggunaan bahan bakar yang mernang jauh lebih efisien dan ekonomis. Di sisi lain, semakin rnaraknya penggunaan batubara pada I KM
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana dijelaskan sebelum nya, bahwa jumlah l i mbah hasil pembakaran batubara sangat dipengaruhi oleh yariabel pemakaian batubara di setiap I KM, sehingga yariabel ini merupakan parameter potensial yang sangat mempengaruhi produksi limbah hasil pembakaran batubara berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash). Berdasarkan data jumlah pamakaian batubara, l i mbah abu dasar dan abu terbang dari 90 perusahaan tersebut, ternyata menghasilkan model regresi sebagai berikut : 1 05,8652 + 0,0406 x Model regresi abu dasar : y Model regresi abu terbang : y 62,42 1 8 + 0,0 1 3 7 x Kedua model di atas di gunakan untuk mengestimasi potensi l i mbah yang dihas i l kan dari proses pembakaran batubara oleh I KM di Pulau Jawa, hasilnya dapat dil ihat dalam Tabel 2. �
�
Tabel 2. Estirnasi jumlah abu dasar (ad) dan abu terbang (at) hasil pembakaran batubara di Pulau Jawa menurut jenis I KM (Ton)
BANTEN JABAR JATENG JATIM JUMLAH
Abu dasar
Abu terbang
J UMLAH
LAINNYA
KERTAS
TEKSTIL PROVINSI
Abu dasar
Abu terbang
Abu dasar
Abu terbang
Abu dasar
Abu terbang
1 6.323
5.535
25.296
25.296
1 4.026
1 4.026
55.644
44.856
1 04.3 1 8
35.228
1 5. 1 3 1
1 5. 1 3 1
5.472
5.472
1 24.92·1
55.830
1 3.301
4. 5 1 5
3.097
3.097
2.814
2.814
·1 9.2 1 3
1 0.427
289
289
44.494
43.241
22.600
22.600
244.272
1 54.353
1 .933
679
42.273
42.273
1 35.875
45.956
85.797
85.797
Berdasarkan model regresi :
=62,42 1 8
y(ad) = 1 05,8652 y(at) x =
0, 0406 x ;
0, 01 37 x ; koefisien korelasi (rl
+
+
konsumsi batubara
koefisien korelasi (rl
93,Oo/a
48,4%
=
=
Proyeksi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pad a I ndustri Keeil dan Menengah di Pulau Jawa [Triswan Susena]
29
memunculkan persoalan baru yaitu limbah hasil pembakaran batubara. Selain kesulitan dalam menyediakan tempat penyimpanan batubara, mereka mengalami kesulitan pula dalam m e m buang l i mbah batubara sehi ngga mereka m e m b u a n gnya di sembarang t e m pat de nga n t i d a k m e m perhatikan dampak d a r i pembuangan tersebut. Pembuangan dilakukan secara diam-diam tanpa melakukan koord i nasi dengan pihak pemerintah daerah, sehi ngga pemeri ntah daerah p u n menga l a m i kesul itan d a l a m mengawasinya. Apabi l a h a l i n i terjadi terus menerus d ikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru khususnya yang berkailan dengan masalah pencemaran l i ngkungan sehingga dapat menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Biasanya parameter yang digunakan dalam mem i l i h batubara adalah kalori, kadar kelembaban, kandungan zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, ukuran, dan ti ngkat ketergerusan, di samping parameter lain seperti anal isis unsur yang terdapat dalam abu (Si0 2, AI ,O" P,Os ' Fe,O" clan lain lain), anal isis komposisi sulfur (pyritic sulfur, sulfate sulfur, organic sulfur), dan titik leleh abu (ash f usion temperature) (Raharjo, 2006). Hal ini sangat penting, karen a karakteristik mesin atau peralatan yang digunakan dalam kegiatan produksi berbeda satu dengan yang lainnya. Sehingga pemi I ihan kual itas batubara yang sesuai akh i mya akan sangat berpengaruh terhadap daya tahan mesin agar mesin berfungsi secara optimal. Banyak produk limbah batubara dari beberapa perusahaan tidak bisa digunakan sebagai bahan batako atau paving blok, penyebabnya antara lain karena pembakaran yang tidak sempurna, kualitas batubara yang selalu berubah clan tidak sesuai clengan spesifikasi boiler. Dalam menangani l i m bah hasil pembakaran batubara, masing-masing perusahaan melakukannya dengan cara yang berbeda, tergantung dari kondisi dan kemampuan masing masing perusahaan. Bagi sebagian perusahaan yang masih mem i l iki lahan luas, untuk sementara I imbahnya ditimbun d i tempat pembuangan sementara (TPS) di sekitar lahan mi li k perusahaan tersebut atau diolah menjadi suatu prod uk. Namun tidak semua perusahaan memiliki lahan yang luas, perusahaan keci I biasanya menggunakan jasa pemasok batubara atau pihak ketiga untuk mengangkut l i mbah tersebut, tidak di ketahui kemana limbah tersebut dibuang. Dari 94 perusahaan pemakai batubara hanya26,04% saj a telah memiliki TPS yang berizin, 26,04% memiliki TPS tapi tak berizin dan 40,81 % tidaklbelum memiliki TPS sama sekali (Dinas Lingkungan Hidup, 2007). Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan batubara terus mengalami peningkatan sehingga berkorelasi erat dengan bertambahnya limbah, semen tara TPS yang ada sudah tidak mampu untuk menampungnya. Oleh karena itu, harus ada solusi untuk menangani l i m bah tersebut. Berbagai penelitian telah banyak d i l akukan baik oleh perorangan maupun kelembagaan. Ternyata limbah hasil pembakaran batubara itu di manfaatkan sebagai bahan baku pembuatan paving batako atau untuk bahan konstruksi lainnya. Namun pemanfaatan produk dari limbah tersebut ternyata terkenclala oleh Peraturan Pemerintah No. 1 8 Tahun 999 jo PP 85 Tahun 1 999 yang menyatakan limbah tersebut kategori l imbah bahan berbahayadan beracun (B3), produknya tidak dapat digunakan secara be bas
sebelum prod uk tersebut benar-benar di nyatakan bebas dari l imbah B3 atas izin Kementerian Lingkungan H i dup (KLH). Pihak KLH sendiri dalam mengeluarkan izin pengolahan dan penggunaan produk l i m bah batubara sangat selektif dan berhati-hati sekali mengingattidak semua perusahaan mampu mengelola l imbah batubara dengan baik dan benar karena ada dugaan yang menyatakan bahwa sebagian besar perusahaan dalam melakukan pembakaran batubaradi lakukan tidak secara sempurna. Sehingga di dalam l i mbah hasil pembakaran batubara masih banyak mengandung batubara walaupun kalorinya rendah.
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Selama batubara masih menjadi pi l i han utama sebagai pengganti BBM, maka diprediksi akan semakin ban yak I KM yang akan menggunakan batubara sebagai bahan bakar untuk kegiatan produksinya. Terdapat korelasi yang sangat si gn i fikan antara penggunaan batubara dengan l i m bahnya. Dengan kata lain, semakin banyak batubara yang digunakan akan semakin banyak pula abu dasar dan abu terbang yang di hasilkan dari pembakaran batubara setiap I KM. Hanya 26,04% saja IKM yang mem i l i ki TPS berizin, akibat keterbatasan lahan untuk menyimpan sementara hasil pembakaran batubara, mereka memanfaatkan pihak ketiga atau pemasok batubara untuk mengangkutnya. T i mbul kekhawatiran l i mbah tersebut d i buang d i sembarang tempat. Kual itas batubara dari pemasok dan tekni k pembakaran batubara yang tidak sempurna menjadikan l i mbah ini dinyatakan sebagai l i mbah B3. 4.2 Saran
Mencari dan menentukan lokasi tempat pembuangan Ii mbah batubara yang benar-benar memen uh i persyaratan teknis dan nonteknis, seperti luas, letak, keamanan, dan lain-lain. Memberikan kemudahan izin memasarkan/menggunakan barang yang d i buat d a r i h a s i l pengolahan d an pemanfaatan l i m bah batubara. Melakukan pengawasan yang ketat dan berkesinam bungan kepada perusahaan yang diberi kewenangan mengelola dan memanfaatkan limbah batubara. Harus ada satu atau d u a perusahaan yang di beri kewenangan khusus menangani l i mbah batubara, mulai dari menampung, mengolah (dengan rekomendasi KLH), memanfaatkan dalam bentuk barang (rekomendasi KLH), dan memasarkannya. Membentuk satu lem bagalperusahaan yang khusus mengawasi clan mengelola l i mbah batubara secara professional serta harus bertanggung jawab kepada pemeri ntah (Daerah/PusatiKLH).
Pemerintah harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa l i m bah dan produk l i mbah batubara tidak berbahaya karena sudah melalui prasedur pengolahan yang benar. Setiap perusahaan diwaj i bkan me m i l i ki i n stalasi pengolahan l imbah batubara (lPLB) seperti halnya mereka diwajibkan memiliki instalasi pengolahan limbah (I PAL) dan m e m a nfaatk a n n y a seeara opt i m a l . U n t u k memudahkan pemantauan sebaiknya pemerintah atau swasta dapat membuat IPLB seeara terpadu yang dapat menampung semua l i mbah batubara dari setiap industri pengguna batubara untuk memudahkan pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA Asosiasi Pertekstilan IndonesiaJawa Bara!. 2008. Konsumsi Batubara o/eh Perusahaan Anggota API fawa Barat, Bandung. Badan Pengendalian Li ngkungan Hidup Daerah Proyinsi Banten. 2007. Daftar Perusahaan Pengguna Batubara dan fumlah BA dan FA. Serang. Badan Pengendalian Li ngkungan Hidup Daerah Prayinsi Jawa Bara!. 2007. Daftar Perusahaan Pengguna Batubara dan fum/ah BA dan FA. Bandung. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Proyinsi Jawa Tengah. 2007. Daftar Perusahaan Pengguna Batubara dan fum/ah BA dan FA. Semarang.
Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa ; Timur. 2007. Daftar Perusahaan Pengguna Batubara dan fumlah BA dan FA. Surabaya. Dinas Li ngkungan Hidup. 2006. Laporan [(egiatan Seksi Pengendalian Peneemaran Limbah Padat dan B3. Soreang. Dinas Li ngkungan H idup. 2007. Laporan [(egiatan Seksi Pengenda/ian Pencemaran Limbah Padat dan B3, Soreang. Dinas Tenaga Kerja Proyinsi Banten. 2008. Daffar Perusahaan yang Menggunakan Batubara di Provinsi Banten. Serang. D i nas Tenaga Kerja Prayinsi Jawa Bara!. 2008. Oaftar Perusahaan yang Menggunakan Batubara. Bandung. Dinas Tenaga Kerja Pravinsi Jawa Tengah, 2008. Oaftar Perusahaan yang Menggunakan Batubara, Semarang. Dinas Tenaga Kerja PraYinsi Jawa Timur, 2008. Daftar Perusahaan yang Menggunakan Batubara, Surabaya. Gaspersz, V . 1 990. Ana/isis [(uantitalil untuk Perencanaan. Tarsito. Bandung. Raharjo, I ., B. 2006. Mengena/ Batubara (2), Artikel lptek B i d a n g E n e rgi dan S u m b e r Daya A l am , www.beritaiptek.com. Rabu, 08;40 : 2 1 , 2009. Suherman, I . 2007. Kajian Batllbara Nasiona/. Puslitbang tekMIRA. Bandung. Sukhyar, R. 2009. Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia, Seminar clan Workshop "Indonesian Coal Conference". Jakarta.
Proyeksi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri Kedl dan Menengah di Pulau Jaws [Triswan Suseno]
31