BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Dalam Urgensi Pembatasan Modal Asing Di Sektor Perbankan Indonesia Dikaji Dari Segi Historis Peraturan Perbankan Nasional. 1. Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Ajaran Adam Smith yang mengatakan bahwa tujuan keadilan adalah untuk melindungi dari kerugian “(the end of justice is to secure from injury)” menjadi dasar hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara hukum dan ekonomi. (Jeffry L. Harrison, 1995:1) Smith mengatakan pula bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya dikenal dengan istilah ekonomi-politik (political economy)Salah satu tujuan ekonomi-politik menurut Smith adalah menyediakan sejumlah daya hagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas atau fungsinya dengan baik, dimana ekonomi-politik berusaha untuk merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus. (Adam Smith, 1979:397) Liberalisasi pasar keuangan tanpa disertai aturan hukum yang memadai pastilah merupakan resep bagi instabilitas ekonomi dan dapat memicu suku bunga tinggi yang pada gilirannya menyulitkan petani miskin untuk membeli benih dan pupuk. Privatisasi tanpa diiringi kebijakan dan pengawasan persaingan agar kekuatan monopoli tidak disalahgunakan tentunya akan menaikkan harga. (David M. Trubek, 2003:1) Hal, ini sejalan dengan analisis The European Bank for Reconstruction and Development (EBRD) berkenaan dengan infrastruktur hukum pada negara yang sedang berkembang dan transisi ekonomi yang menunjukkan korelasi signifikan antara efektifitas sistem hukum dan pertumbuhan ekonomi. Analisis EBRD itu memperlihatkan pula bahwa keberhasilan reformasi perekonomian tergantung pada berfungsinya sistem hukum dengan baik. (Kartharina Pistor dan Philip A. Wellon, 1999:25)
Dalam suatu Negara, Perbankan menjadi salah satu sektor penting dalam perekonomian, yang berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa, menurut Mohammad Hatta, bank adalah sendi kemajuan masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat ini. Negara yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara yang terbelakang. (Malayu S.P Hasibuan,2001:3). Telah disebutkan, bahwa tujuan perbankan Indonesia Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan (Pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998), adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu Negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan selalu membutukan jasa bank. Oleh Karena itu saat ini dan dimasa depan kita tidak akan dapat terlepas dari dunia perbankan. Begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan “nyawa” untuk menggerakan roda perekonomian suatu negara. Anggapan ini tentunya tidak salah, karena fungsi bank sebagai lembaga keuangan sangatlah vital, misalnya dalam hal penciptaan uang, megedarkan uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainnya (Kasmir. 2003:3). 2. Sejarah Liberalisasi Penanaman Modal Asing Di Indonesia Sayangnya, pentingnya hukum dalam pembangunan kurang direspon oleh berbagai negara sedang berkembang, karena menurut pengamatan Gunnar Myrdal tigapuluh empat tahun lalu, negara-negara sedang berkembang cenderung memodemisasikan masyarakat dengan segera, tetapi landasan yang dipakainya adalah perundang-undangan yang main sikat (sweeping legislation). (Gunnar Myrdal, 1981:233).
Masih ingat kiranya orang akan pengamatan Antony Allott bahwa
pembuatan hukum yang kilat atau tergesa-gesa akan dapat mengakibatkan hukum
menjadi tidak efektif, yang pada gilirannya membuat apa yang diinginkan hukum itu tidak tercapai. (Antony Allott, 1981:233). Jika dirunut dari sejarahnya yang menciptakan aturan kepemilikan saham perbankan sampai 99% pada dasarnya terjadi karena adanya krisis perbankan yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, yang disebabkan dengan diberlakukannya Paket Deregulasi Oktober 1988 (Pakto 1988) yang menghasilkan pertumbuhan bank-bank swasta, karena dengan berbagai kemudahan namun tidak terkontrol sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam praktek dan prinsip prudent banking sama sekali diabaikan. perekonomian Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan, hal ini disebabkan terjadi krisis moneter di negaranegara Asia yang kemudian berimbas menjadi krisis ekonomi yang sangat parah. Krisis mata uang di Indonesia terjadi sejak juli 1997, yang dipicu oleh efek penularan (contagion effect) dari krisis Thailand. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun 4,7 % pada tahun 1997, dan kemudian merosot secara signifikan menjadi – 13,2 % pada tahun 1998. (Biro Pusat Statistik, 2000). Hal ini telah menyebabkan terjadinya capital outflow dalam jumlah yang besar dan mendadak sehingga menimbulkan dampak yang sangat parah pada sektor perbankan dan usaha. Adanya capital outflow ini dapat menimbulkan suatu gangguan dalam perekonomian nasional. (Economica, Jurnal, 2012:191) Dapat dipahami bahwa kegagalan pasar sebagai alasan utama untuk intervensi pemerintah di bidang ekonomi, sekaligus pula harus membuat hukum untuk mengarahkan kegiatan ekonomi itu. (Robert W. Gordon, 1990:418) Karena inti dari Pakto 1988, berisi tentang berbagai paket kebijakan tersebut adalah upaya pemerintah mengakhiri sekaligus merubah paradigma lama dari pengawasan ketat oleh pemerintah terhadap sektor keuangan (financial repression) dan memulai liberalisasi kegiatan usaha dan lembaga perbankan (financial liberalization). Namun seiring berjalannya waktu, berbagai kebijakan yang diambil oleh Indonesia dalam sektor industri jasa perbankan nasional mulai menunjukkan hasil atau konsekuensi yang sifatnya negatif. Hal ini sendiri kemudian dipertegas dengan
fakta bahwa paket reformasi ekonomi yang diberikan oleh International Monetary Found ternyata tidak sesuai dengan kondisi perekonomian nasional Indonesia, bahkan cenderung justru memperburuk perkonomian nasional Indonesia yang sebenarnya sudah porak-poranda akibat krisis ekonomi tahun 1997/1998. (Deliarnov, 2006:195198.) Sehingga melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 1999 tentang pembelian saham bank umum dengan konsiderannya antara lain adalah : a. Untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, efisien, tangguh dan mampu bersaing dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, diperlukan upaya yang dapat mendorong Bank memperkuat permodalannya; b. Untuk memperkuat permodalan perbankan, perlu dibuka kemungkinan yang lebih besar bagi masyarakat untuk membeli saham Bank; c. Pada Pasal (3) ditetapkan, bahwa jumlah kepemilikan saham Bank oleh Warga Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing yang diperoleh melalui pembelian secara langsung maupun melalui Bursa Efek sebanyak -banyaknya adalah 99% (Sembilan puluh sembilan per seratus) dari jumlah saham Bank yang bersangkutan. Hasil riset oleh Katadata Indonesia menunjukkan bahwa peta perbankan nasional dalam satu dasawarsa terakhir telah mengalami pergeseran signifikan. Penguasaan aset perbankan nasional oleh bank-bank milik negara dan swasta nasional kian susut. Sebaliknya, porsi penguasaan aset oleh bank-bank milik asing meningkat secara tajam. (Katadata Indonesia, 2014:http://www.katadata.co.id/1/2/specialreport/peluang-asing-di-perbankan-indonesia/57/ diakses 22 Februari 2014 pukul 04.16 WIB) Mengingat Dominasi kepemilikan Bank oleh salah satu pihak sering menghambat Bank dalam menerapkan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance). Pengalaman krisis di masa lalu membuktikan bahwa Bank yang terkena dampak krisis adalah Bank yang dimiliki secara dominan oleh pemegang saham tertentu. Oleh karena itu perlu dilakukan penyebaran kepemilikan saham Bank
dengan menerapkan batas maksimum kepemilikan saham Bank sehingga Bank dapat menerapkan Good Corporate Governance dengan baik. Selanjutnya melalui peraturan bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang kepemilikan saham bank umum, diatur mengenai pembatasan kepemilikan modal di perbankan, dengan anggapan melalui penerapan batas maksimum kepemilikan saham sehingga dapat mengurangi dominasi kepemilikan yang dapat berdampak negatif terhadap operasional bank dan mendorong konsolidasi perbankan dalam rangka memperkuat ketahanan industri perbankan nasional yang diatur dalam Pasal 2 angka (2) dan memperketat kepemilikan asing sebagai pemegang saham pengendali, namun dalam ketentuan peraturan ini, masih dipersamakan kedudukan antara pihak domestic dengan asing, sehingga tidak ada pembedaan didalamnya. Dengan adanya peraturan tersebut, Indonesia yang tadinya meliberalisasi penanaman modal asing mencapai 99% yang jika dibandingan dengan Malaysia yang hanya 30% dan singapure 5%. Peraturan tersebut dilatarbelakangi pula dengan rencana pembelian bank danamon oleh DBS bank milik Singapore. (Takashi Yamanaka,2014:15) Bank Indonesia, pertama kali dituangkan oleh pemerintah dalam UndangUndang Perbankan, dimana pemerintah menegaskan kemandirian BI dalam pembinaan dan pengawasan perbankan, termasuk pengaturan perbankan, dan pengenaan sanksi dengan mengalihkan kewenangan seluruh perizinan di bidang perbankan dan pembukaan rahasia bank dari yang semula berada di tangan Menteri Keuangan kepada Bank Indonesia (Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, 2010 : 9798). Setidaknya ada dua unsur kualitas dari hukum yang harus dipenuhi supaya sistem ekonomi berfungsi , Pertama ,”stabilitas”(“stability”), dimana hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingankepentingan yang saling bersaing. Kedua. "meramalkan" ("predictability"), berfungsi untuk meramalkan akibat dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial dan tradisional. Namun,
diantara kedua unsur itu penting pula diperhatikan aspek "keadilan" ("fairness") seperti perlakuan yang sama dan standar pola tingkah laku pemerintah, yang diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang berlebihan. (Leonard J. Theberge, 1980:232) Dengan demikian untuk memahami pemulihan ekonomi sebagai rangkaian pembangunan ekonomi Indonesia, tidak cukup dilihat dari kacamata normatif, tetapi harus dikaji secara filosofis agar dapat memberi penjelasan mengenai gejala-gejala fisik atau sosial yang terjadi atas dasar hukum yang telah dirumuskan. (Soerjanto Poespowardojo, 1993:60) Dengan
hukum
modem
atau
rasional
itu
akan
dapat
dilakukan
pengorganisasian pembangunan ekonomi. Sebab salah satu dari ciri hukum modem adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. (Lawrence M. Friedman, 1990:97).
Cara pendekatan itu diharapkan akan
menciptakan penerapan keadilan dan kewajaran dan secara proporsional dapat pula memberikan manfaat pada masyarakat, sebagaimana yang disimpulkan Adam Smith, bahwa man continually standing in need of the assistance of others. (Adam Smith:1982:347) Kita juga harus menyadari bahwa bidang hukum yang semakin hari semakin luas dan tidak dapat dihindarkan perlunya pendekatan dengan disiplin ilmu lain. Dalam kaitannya dengan pendekatan disiplin ilmu ekonomi misalnya, terasa dalam pendidikan ilmu hukum belum menjadi kebutuhan. Hal ini ditandai sudah sejak lama pendidikan ilmu hukum mengumandangkan irama yang berbeda dengan pendidikan ilmu ekonomi. (Bismar Nasution, 2004:15) Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum semakin mengukuhkan diperbolehkannya pihak asing menguasai bisnis bank di Tanah Air. Pada regulasi tersebut hanya ditulis, kepemilikan 40 persen dari modal bank untuk pemegang saham badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Sementara, untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum bukan lembaga keuangan, besarannya 30 persen. Sedangkan untuk
kategori pemegang saham perorangan pada bank umum konvensional, batasnya 20 persen dari modal bank. Khusus batas maksimum kepemilikan saham untuk kategori pemegang saham perorangan pada bank umum syariah, besarannya 25 persen dari modal bank. Kebijakan yang dikeluarkan ini secara implisit mengundang masuknya pihak asing, seperti termaktub dalam Pasal 11. Jika seorang pemilik modal atau institusi yang memiliki saham lebih besar dari batas yang disebut di atas, punya kewajiban menjaga tingkat kesehatan banknya ada di kategori 1 dan 2. Ukurannya adalah tingkat kesehatan bank/modal dan tata kelola perusahaan. Seandainya di bawah itu, masuk kategori 3 hingga 5, kelebihan sahamnya tadi harus dijual. (Rininta Sharfina Affandi, 2014) Seperti yang diketahui bahwa industri perbankan di Indonesia tidak hanya dimiliki oleh bangsa Indonesia saja, melainkan sebagian juga dimiliki oleh bangsa asing. Dalam peraturan Bank Indonesia diatur tentang kepemilikan. Aturan Kepemilikan Bank yang lebih terperinci terdapat pada Pasal 22 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Juncto Pasal 26 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 54/DPNP. B. Kondisi Perbankan Indonesia Di ASEAN Terkait Pengaruh Pembatasan Modal Asing Di Perbankan Indonesia Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. 1. Kondisi Perbankan Indonesia Di ASEAN. Pengelompokkan bank umum berdasarkan Statistika Perbankan Indonesia Triwulan IV 2015 sebanyak 118 bank terdiri dari 4 Bank Persero, 38 Bank Umum Swasta Nasional Devisa, 29 Bank Umum Swasta Non Devisa, 26 Bank Pembangunan Daerah, 12 Bank Campuran dan 10 Bank Asing. Dari 118 bank tersebut yang merupakan bank konvensional adalah 108 bank. Berdasarkan kepemilikan, kelompok bank dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu bank nasional, bank asing dan bank campuran. Bank nasional terdiri dari Bank Persero, Bank Umum Swasta Nasional Devisa, Bank Umum Swasta Non Devisa dan Bank Pembangunan Daerah, sedangkan
bank asing adalah Kantor Cabang Bank Asing. (Statistika Perbankan Indonesia Triwulan IV 2015) Otoritas Jasa Keuangan menegaskan, sampai saat ini kondisi kesehatan bank secara umum masih bagus. "Dari 118 bank, sebagian besar memiliki rating II atau bagus dan hanya sekitar 10 persen yang rating III atau standar," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Irwan Lubis dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat 28 Agustus 2015.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Lembaga
Penjamin Simpanan yang menyatakan industri perbankan saat ini memiliki posisi modal dan likuiditas relatif lebih kuat dibanding periode goncangan ekonomi tahun sebelumnya."Industri perbankan saat ini memiliki posisi modal dan likuiditas relatif lebih kuat dibanding periode goncangan ekonomi tahun sebelumnya," ujarnya dalam Laporan Perekonomian LPS yang dikutip Bisnis.com, Sabtu, 31 Oktober 2015. (http://finansial.bisnis.com/read/20151031/90/487632/lps-kondisi-bank-saat-inipunya-modal-kuat. diakses pada tanggal 10 februari 2016 pukul 03.04 wib) Berikut adalah data yang penulis peroleh dari Otoritas Jasa Keuangan mengenai kondisi perbankan di Indonesia : Tabel 1 : Bank Di Indonesia Atas Kepemilikan Ultimate Shareholder NAMA BANK PT. BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL SYARIAH PT. BANK WOORI SAUDARA 1906, Tbk BANGKOK BANK PCL BANK OF AMERICA, N.A BANK OF CHINA LIMITED CITIBANK, N.A. DEUTSCHE BANK AG JP MORGAN CHASE BANK, NA PT. BANK JTRUST INDONESIA, Tbk STANDARD CHARTERED BANK THE BANK OF TOKYO-
ULTIMATE SHAREHOLDER Sumitomo Mitsui Financial Group melalui Sumitomo Mtisui Banking Corp. dan David Bonderman melalui Texas Pacific Group (T.P.G) Nusantara S.a.r.l 70,00% Woori Bank Korea : 74,02% BANGKOK BANK PCL. BANGKOK THAILAND 100,00% Bank of America Merrill Lynch, Charlotte – USA 100,00% Bank of China Limited Beijing 100,00% Citigroup Inc. New York, Amerika Serikat 100,00% Deutsche Bank AG 100,00% JP Morgan Chase & Co 100,00% J Trust Co., Ltd. : 99,000% Standard Chartered Holdings Limited, U.K. : 100,00% The Bank of Tokyo - Mitsubishi
JENIS BANK Bank Swasta Nasional Devisa Bank Campuran Bank Asing Bank Asing Bank Asing Bank Asing Bank Asing Bank Asing Bank Asing Bank Asing Bank Asing
MITSUBISHI UFJ LTD. THE HONGKONG & SHANGHAI B.C, LTD PT. BANK AGRIS, Tbk PT. BANK ANZ INDONESIA PT. BANK BNP PARIBAS INDONESIA PT. BANK CTBC INDONESIA PT. BANK DBS INDONESIA PT. BANK MAYBANK SYARIAH INDONESIA PT. BANK MIZUHO INDONESIA PT. BANK RABOBANK INTERNATIONAL INDONESIA PT. BANK RESONA PERDANIA PT. BANK SUMITOMO MITSUI INDONESIA PT. BANK WINDU KENTJANA INTERNATIONAL, Tbk PD. BPD KALIMANTAN TIMUR PT. BANK ACEH PT. BANK COMMONWEALTH PT. BANK JABAR BANTEN SYARIAH PT. BPD BALI PT. BPD BENGKULU PT. BPD DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PT. BPD DKI PT. BPD JAMBI PT. BPD JAWA BARAT DAN BANTEN, Tbk PT. BPD JAWA TENGAH PT. BPD JAWA TIMUR, Tbk PT. BPD KALIMANTAN BARAT PT. BPD KALIMANTAN SELATAN PT. BPD KALIMANTAN TENGAH PT. BPD LAMPUNG PT. BPD MALUKU DAN MALUKU UTARA PT. BPD NUSA TENGGARA BARAT
UFJ,Ltd, Tokyo-Japan : 100,00% HSBC Holdings Plc : 100,00%
Bank Asing
PT Dian Intan Perkasa : 78,48% Australia and New Zealand Banking Group Ltd : 99.00%
Bank Campuran
BNP Paribas SA : 99.00%
Bank Campuran
CTBC Bank Co,Ltd., Taiwan : 99,00% Temasek Holdings DBS Group Holding Ltd : 99,00%
Bank Campuran
Malayan Banking Berhard : 99,00%
Bank Campuran
Mizuho Bank, Ltd., Japan : 99,00% Cooperatieve Centrale Raiffeisen Boerenleenbank B.A. : 73,79% Resona Bank, Ltd Jepang : 43,42% Sumitomo Mitsui Banking Corporation, Tokyo : 98,48%
Bank Campuran
Johnny Wiraatmadja : 66,52%
Bank Campuran
Pemprov Kalimantan Timur 40,70% Pemerintah Provinsi Aceh : 61,34% Commonwealth Bank of Australia 99,00% PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN : 97,70% Pemprov. Bali : 35,92% Pemda TK I Bengkulu : 34,32% Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarata : 41,73% Pemerintah Provinsi DKI Jakarta : 99,97% Pemerintah Provinsi Jambi : 30,94% Pemerintah Provinsi Jawa Barat : 38,26% Pemprov Jateng : 58,36% Pemerintah Provinsi Jawa Timur : 51,46% Provinsi Kalimantan Barat : 53,83%
Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah
Pemprov Kalsel : 32,44%
Bank Pembangunan Daerah
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah : 38,54% Pemerintah Provinsi Lampung : 36,97%
Bank Campuran
Bank Campuran
Bank Campuran Bank Campuran Bank Campuran
Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah
Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah
Pemerintah Provinsi Maluku : 69,26%
Bank Pembangunan Daerah
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat : 44,80%
Bank Pembangunan Daerah
PT. BPD NUSA TENGGARA TIMUR PT. BPD PAPUA PT. BPD RIAU KEPRI PT. BPD SULAWESI SELATAN DAN BARAT PT. BPD SULAWESI TENGAH PT. BPD SULAWESI TENGGARA PT. BPD SULAWESI UTARA PT. BPD SUMATERA BARAT PT. BPD SUMATERA SELATAN PT. BPD SUMATERA UTARA PT. BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO), Tbk PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO), Tbk PT. BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO), Tbk PT. BANK KEB HANA INDONESIA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
Pemerintah Provinsi NTT : 35,08%
Bank Pembangunan Daerah
Provinsi Papua : 20,78% Provinsi Riau : 40,71% Pemerintah Kab./Kota se Provinsi Sulawesi Selatan : 58,28% Pemda Provinsi Sulawesi Tengah : 47,46% Pemda Prov. Sultra : 29,77% Pemerintah Provinsi Sulut & Gorontalo : 39,50% Pemda Kabupaten Se Sumatera Barat : 41,58% Pemerintah Kabupaten/Kota Sumatera Selatan : 45,37% Pemerintah Provinsi Sumatera Utara : 51,89%
Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah
Negara Republik Indonesia : 60,00%
Bank Pemerintah
Negara Republik Indonesia : 60,00%
Bank Pemerintah
Negara Republik Indonesia : 56,75%
Bank Pemerintah
Negara Republik Indonesia 60,13%
Bank Pemerintah
Korea Exchange Bank, Korea : 49,87% Islamic Development Bank : 32,74%
PT. BANK SYARIAH MANDIRI
PT BANK MANDIRI (PERSERO) Tbk : 99,9999997%
PT. BANK ANDARA
Mercy Corp : 22,00%
PT. BANK ANTAR DAERAH
Ahadiat Wargana : 50,00%
PT. BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL, Tbk
Tommy Winata dan Sugianto Kusuma
PT. BANK BNI SYARIAH
Negara Republik Indonesia melalui PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk 99,90%
PT. BANK BUKOPIN, Tbk
PT Bosowa Corporindo 30,00%
PT. BANK BUMI ARTA, Tbk
PT Surya Husada Investment : 45,45%
PT. BANK CAPITAL INDONESIA, Tbk
PT. BANK CENTRAL ASIA, Tbk
Danny Nugroho melalui kepemilikan langsung (28.23%) dan Inigo Investment LTD (15.75%) dan Zen Gem Investment Limited (10.16%) Sdr. Robert Budi Hartono dan Sdr. Bambang Hartono melalui Farindo Investment (Mauritius) Ltd qualitate qua (qq) 47,15%
Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah Bank Pembangunan Daerah
Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Indonesia Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa
Bank Swasta Nasional Devisa
PT. BANK CIMB NIAGA, Tbk. PT. BANK DANAMON INDONESIA, Tbk PT. BANK EKONOMI RAHARJA, Tbk PT. BANK GANESHA PT. BANK ICBC INDONESIA
CIMB Group Holding Berhad, Melalui CIMB Group Sdn Bhd, Malaysia 96,92% Temasek Holdings 67,37% HSBC Holdings plc : 98,94% Susilawati (65,22%) dan Benny Gozali (34,78%) melalui PT. Bintang Tunggal Gemilang: 54,22% Industrial and Commercial Bank of China Ltd : 98,61%
PT. BANK INDEX SELINDO
PT Kazanah Indexindo : 56,00%
PT. BANK INTERNASIONAL INDONESIA, Tbk PT. BANK MASPION INDONESIA, Tbk PT. BANK MAYAPADA INTERNASIONAL, Tbk
Sorak Financial Holding Pte.Ltd : 45,02%
PT. BANK MEGA SYARIAH
PT. Mega Corpora : 99,999999%
PT. BANK MEGA, Tbk
PT Mega Corpora : 57,82%
PT. BANK MESTIKA DHARMA, Tbk
PT Mestika Benua Mas : 89,44%
PT. BANK METRO EXPRESS
PT. Metropanca Gemilang : 99,998%
PT. BANK MNC INTERNASIONAL, Tbk PT. BANK NUSANTARA PARAHYANGAN, Tbk
PT. MNC Kapital Indonesia Tbk : 39,88%
PT. Alim Investindo : 67,69% PT. Mayapada Karunia : 26,03%
ACOM, CO., LTD : 66,15%
PT. BANK OCBC NISP, Tbk.
OCBC Overseas Investment Pte.Ltd : 85,08%
PT. BANK OF INDIA INDONESIA, Tbk
Bank Of India : 76,00%
PT. BANK PAN INDONESIA, Tbk
PT Panin Financial, Tbk : 46,04%
PT. BANK PERMATA, Tbk
PT Astra Internasional Tbk : 44,56% Standard Chartered Bank : 44,56%
PT. BANK QNB INDONESIA, Tbk
Qatar National Bank : 82,59%
PT. BANK RAKYAT INDONESIA AGRONIAGA, Tbk
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. : 80,42%
PT. BANK SBI INDONESIA
State Bank of India : 99,00%
PT. BANK SINARMAS, Tbk
Indra Widjaja melalui PT. Sinarmas Multiartha, Tbk 53,26%
PT. BANK UOB INDONESIA
UOB International Investment Private Limited, Singapura : 68,943%
PT. BANK PANIN SYARIAH, Tbk
PT Panin Bank Tbk : 51,99%
PT. BANK AMAR INDONESIA
Wishart Investments Inc, Singapura 99,00%
Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Non Devisa Bank Swasta Nasional Nondevisa
PT. BANK ARTOS INDONESIA
Arto Hardy : 40,00%
PT. BANK BCA SYARIAH
PT. Bank Central Asia Tbk : 99,9998%
PT. BANK BISNIS INTERNASIONAL
PT. Sun Land Investama : 41,88%
PT. BANK BRI SYARIAH PT. BANK DINAR INDONESIA, Tbk PT. BANK FAMA INTERNASIONAL PT. BANK HARDA INTERNASIONAL
Negara Republik Indonesia melalui PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk 99,99997% Nio Yantony, Kel. Syaiful Amir (Syaiful Amir & Andre Mirza Hartawan) 34,16% Junus Jen suherman : 60,00% PT Hakim Putra Perkasa : 93,05%
PT. BANK INA PERDANA, Tbk
OCBC Securities Pte, Ltd -Client A/C : 37,62%
PT. BANK JASA JAKARTA
PT. Widya Raharja Dharma : 70,91
PT. BANK KESEJAHTERAAN EKONOMI
Induk Koperasi Pegawai Republik Indonesia : 46,43%
PT. BANK MAYORA
PT. Mayora Inti Utama : 79,92%
PT. BANK MITRANIAGA, Tbk
Willy Yonathan : 72,07%
PT. BANK PUNDI INDONESIA, Tbk
PT. Lumbung Arta Kencana melalui PT. Danabina Sentana dan PT Multianekadana Sakti 95,00% Mochtar Riady melalui PT. Kharisma Buana Nusantara 23,19% PT. RECAPITAL SECURITIES : 67,85%
PT. BANK ROYAL INDONESIA
PT. Royalindo Investa Wijaya : 87,50%
PT. BANK MULTIARTA SENTOSA PT. BANK NATIONALNOBU, Tbk
PT. BANK SAHABAT SAMPOERNA PT. BANK SINAR HARAPAN BALI
PT. Sampoerna Investama : 81,00% PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. : 58,25%
PT. BANK SYARIAH BUKOPIN
PT. Bank Bukopin Tbk : 86,821%
PT. BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL, Tbk
Sumitomo Mitsui Bank Corporation : 40,00%
PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk
PT. Victoria Investama Tbk : 39,37%
PT. BANK VICTORIA SYARIAH
PT Bank Victoria International, Tbk. : 99,98%
PT. BANK YUDHA BHAKTI, Tbk
PT Gozco Capital : 53,82%
PT. CENTRATAMA NASIONAL BANK
Lily Aristanty : 23,57%
PT. PRIMA MASTER BANK
PT. Hartamas Lestari : 50,00% PT. Multi Artacipta Serasi : 50,00%
Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa Bank Swasta Nasional Nondevisa
THE ROYAL BANK OF SCOTLAND N.V.
Her Majesty Treasury 68.29% (DepKeu Inggris)
Bank Swastan Nasional Non Devisa
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan dalam Direktori Perbankan Indonesia Desember 2015 Berdasarkan data tersebut diatas, dapat disimpulkan saat ini ada 15 bank swasta nasional yang saham mayoritasnya sudah dimiliki asing.
Maka jika
diberlakukan pembatasan modal asing didalam Rancangan Undang-Undang Perbankan, akan menimbulkan divestasi besar-besaran di perbankan khususnya pada bursa efek, akan terdapat banyak pihak asing melego sahamnya yang setidaknya mencapai 360 triliun dan dapat merugikan ekonomi Indonesia. (http://www.sinarharapan.co/news/read/150612075/kepemilikan-asing-di-bank-jadiperdebatan, diakses 10 Februari 2015 Pukul 13.20) Dalam 50 Best Bank 2013 versi Majalah Investor, bank dengan kepemilikan asing di Indonesia menduduki peringkat top ten yang diantaranya adalah CIMB Niaga, Bank Panin, Bank Permata, dan BII Maybank. Bank dengan aset terbesar di Indonesia juga didominasi oleh bank dengan kepemilikan asing. Bank bank besar asing tersebut, dapat berkembang dan bersaing di Indonesia lantaran memiliki strategi bank yang baik, dan memiliki modal yang besar. misalnya bank internasional Indonesia, yang memang pada dasarnya merupakan cabang dari maybank. Jika dibandingkan dengan Negara bank Negara lain dalam kegiatan ekspansinya, bank di Indonesia masih kalah jauh dengan bank global, malaysia, singapura dan Thailand, sampai saat ini, bank di indonesia baru dapat berkespansi hanya di Negara singapura, sebagaimana data yang penulis dapatkan berikut ini: Table 2 : Perbandingan Perkembangan ASEAN 5 2012
Sumber : Lee dan Takagi, Annual Report Of the Banks Ditinjau dari peta kekuatan perbankan di ASEAN, perbankan Singapura lebih unggul dalam jumlah aset maupun tingkat kesehatannya. Perbankan Thailand menunjukan kemajuan yang baik, yaitu dengan jumlah bank yang tidak banyak tetapi terdapat bank yang go international seperti Bangkok Bank. Berbeda dengan kondisi perbankan di kedua Negara tersebut, perbankan di Indonesia dinilai belum mampu bersaing secara maksimal. Dalam sepuluh bank kapitalisasi pasar dan aset terbesar di ASEAN, Bank Mandiri, BRI dan BCA mampu masuk dalam jajaran tersebut. Jika dilihat dari segi kapitalisasi pasar dan asetnya, perbankan Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan perbankan di ASEAN lainnya. Hal ini dibuktikan dari peringkat bank terbesar di ASEAN adalah bank asal Singapura, sedangkan Bank Mandiri menduduki posisi ke-8. (Dwi Ayu Wulandari, 2015:4) Table 3 : peringkat bank terbesar di ASEAN
Sumber : Bloomberg dan INDEF 2014 2. Tinjauan Pembatasan Modal Asing Perbankan Indonesia dan ASEAN Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya (Ahmad Yulianto, 2003:39). Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia, khususnya setelah terjadinya krisis perekonomian. Alternatif penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik
dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri.(Yulianto Syahyu, 2003:46). Berdasarkan hal tersebut, dalam melakukan pembatasan modal asing pada era mea di bidang perbankan antara membatasi atau tidak membatasi adalah pilihan yang cukup sulit pada saat ini, karena pada dasarnya keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan menimbulkan resiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian suatu Negara. Pada sisi yang berbeda, pembatasan atas aliran modal, akan membuat suatu Negara mengalami keterbatasan ketersediaan capital yang diperlukan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang. (Departemen Perdagangan Indonesia, 2015:38) Perlu diketahui, dengan adanya penanaman modal asing ini, tidak melahirkan utang baru dan negara penerima tidak perlu merisaukan atau menghadapi risiko manakala suatu penanaman modal asing yang masuk ke negerinya ternyata tidak mendapatkan untung dari modal yang ditanamnya. (William A.Fennel and Joseph W.Tyler, 1995:23). Dengan diberlakukannya pembatasan modal asing di sector perbankan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN adalah terobosan yang bagus, demi untuk mengutamakan kepentingan nasional tanpa ada dominasi asing dalam perbankan. Jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, Indonesia memberikan liberalisasi terhadap sector perbankan: Table 4 : Perbandingan Pengaturan hukum investasi perbankan
Sumber : Bank Indonesia, Indonesian banking development, 2012
C. Strategi Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Melalui Pemberlakuan Hukum Perbankan Indonesia Dalam Rangka Pembangunan Perbankan Nasional Yang Berdaya Saing Internasional. Analisis penulis dalam bagian ini berangkat dari ide Richard Posner tentang economic analysis of law yang bertujuan meningkatkan efisiensi hukum terrmasuk efisiensi dalam meningkatkan kesejahteraan social melalui prinsip ekonomi, disini penulis mendasari analisis penulis berdasarkan prinsip efisiensinya. Posner mendefenisikan efisiensi sebagai kondisi yang mana sumber dayanya dialokasikan sehingga nilainya (value) dimaksimalkan. Dalam analisis ekonomi, efisiensi dalam hal ini difokuskan kepada kriteria etis dalam rangka pembuatan keputusan-keputusan sosial (social decision making) yang menyangkut pengaturan kesejahteraan masyarakat. (Richard A. Posner, 1994:4). Berkaitan dengan hal itu, analisis ekonomi dalam hukum seperti ini dikenal dengan ide wealth maximization atau dalam istilah Posner “Kaldor-Hics” di mana perubahan aturan hukum dapat meningkatkan efisiensi jika keuntungan pihak yang menang melebihi kerugian pihak yang kalah dan pihak yang menang dapat memberikan kompesasi kerugian bagi pihak yang kalah sehingga pihak yang kalah tersebut tetap menjadi lebih baik. Dalam konteks ini, Posner menilik salah satu segi keadilan yang mencakup bukan sekadar keadilan distributif dan korektif. Posner menekan “pareto improvement” di mana tujuan dari pengaturan hukum dapat memberi masukan berharga bagi keadilan dan kesejahteraan sosial. (Todd J. Zywicki dan Anthony B. Sanders:561-562.) Indonesia dalam era ASEAN Economic Community 2015 dan perbankan pada tahun 2020, khususnya dalam bidang perbankan, belum mempunyai persiapan yang cukup. Perbankan Indonesia menghadapi berbagai tantangan seperti aspek capital dan ownership, interms of the banking capital tidak dapat bersaing dengan bank-bank Singapore dan Malaysia. Era single market ini merupakan era baru dimana liberalisme terjadi dan tidak ada batas antar negara, yang berarti, perbankan memasuki babak baru. (Abdurrahman Konoras, 2014:1)
Penggambaran sudut pandang ekonomi terhadap hukum dalam kaca mata Posner adalah behaviorial of law and econom. Prinsip behaviorial ini nampak jelas diaplikasikan dalam masyarakat yang plural, yang tak mungkin terhindar dari biaya transaksi. Imbasnya, aturan hukum adalah salah satu keharusan yang mampu memberikan kepastian hukum serta menjaga rasa keadilan sosial dalam masyarakat. Aturan-aturan itu bisa berupa kontrak maupun pengaturan soal batas kepemilikan dan hak milik. Tentunya ini semua diarahkan demi tercapainya social welfare. (Todd J. Zywicki dan Anthony B. Sanders.:563) Berkaitan dengan itu, penekanan Posner dalam teori hukumnya adalah soal efisiensi yang terarah pada social welfare dan god law/liberal law. Karena itu, sesuai dengan prinsip awal berkembanganya economy analysis of law gagasan Porsner tentu mempengaruhi beberapa hal dalam sistem hukum Indonesia. Menurut Posner, pengadilan mempunyai dwi fungsi; pertama, menafsirkan perjanjian-perjanjian kelompok yang berkepentingan. Mengapa kelompok tersebut dapat mempengaruhi rancangan perundang-undangan. Kedua, menyediakan pelayanan bagi masyarakat awam dalam
memecahkan masalah yang diperdebatkan. Salah satu pentingnya
pengadilan tidak hanya memberlakukan peraturan perundang-undangan akan tetapi menginterpretasikan undang-undang tersebut sehingga dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi ekonomi. Bank Indonesia dengan kedudukannya sebagai badan hukum, diberikan wewenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dikenal dengan Peraturan Bank Indonesia. Disebutkan juga dalam Pasal 9 dilarang adanya pihak lain, termasuk pihak pemerintah melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia selaku otoritas moneter. Selain itu, telah disebutkan bahwa bank Indonesia berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal
(keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil. Kemudian Bank Indonesia Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran. Dalam tugas pengawasan bank terdapat koordinasi antara bank Indonesia dengan OJK. Bank Indonesia melakukan kewenangannya di bidang macroprudential, dan OJK di bidang microprudential. OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjam komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank, dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK. Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkahlangkah sesuai kewenangan Bank Indonesia. Adapun langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek dan pembiayaan darurat dalam
mejalankan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. (Rebekka Dosma Sinaga, 2013:5) Pasal 25 Undang-Undang Bank Indonesia. dikatakan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian, yang mana pelaksanaan kewenangan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Sehubungan dengan pengawasan bank menurut Pasal 27 Undang-Undang Bank Indonesia dan penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Perbankan yang dimaksud dengan pengawasan adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah pengawasan dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan, sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporarn bank. Dalam menjalankan tugas pengawas bank tersebut, saat ini Bank Indonesia melaksanakan pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yakni pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision) dan pengawasan berdasarkan resiko (risk based supervision / RBS). Sehubungan dengan tugas BI dalam mengatur dan mengawasai bank, dapat kita lihat juga pengaturannya dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, dimana diamanatkan bahwa pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia mengacu pada tersebut, terdapat dua hal prinsip terkait pengawasan kegiatan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia, yaitu adanya upaya pembinaan serta pengawasan. Dalam penjelasan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang diketahui bahwa yang dimaksud dengan pembinaan adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menetapkan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, pengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan yaitu meliputi pengawasan tidak langsung yang terutama dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis, dan evaluasi laporan bank. Adapun
tujuan pengawasan dini merupakan penerapan early warning system (deteksi dini) untuk mengetahui tingkat kesulitan bank secara lebih awal. Kemudian pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. (Zulkarnain Sitompul, 2005:224). Indonesia melalui Bank Indonesia telah memiliki Arsitektur Perbankan Indonesia (API) , yang merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API Arsitektur ini dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dapat digambarkan dalam visi perbankan ke depan sebagai berikut (Sugiarto, 2004). Gambar 1: Visi Perbankan Ke Depan
Sumber : sugiarto, 2004
Guna mempermudah pencapaian visi API tersebut, maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai melalui Enam Pilar API, dan untuk dapat merampungkan ke-enam pilar API, maka dibuatkan program implementasi API yang dilaksanakan secara bertahap dimulai tahun 2004 dengan perincian sebagai berikut: 1) Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. a) Memperkuat permodalan Bank. Meningkatkan persyaratan modal minimum bagi bank umum (termasuk BPD) menjadi Rp100 miliar Mempertahankan pesyaratan modal Rp3 triliun untuk pendirian bank baru sampai dengan 1 Januari 2011 b) Memperkuat daya saing BPR Meningkatkan linkage program antara bank umum dengan BPR Mempermudah pembukaan kantor cabang BPR Memfasilitasi pembentukan fasilitas jasa bersama untuk BPR c) Meningkatkan akses kredit Memfasilitasi pembentukan skim penjaminan kredit
Mendorong penyaluran kredit untuk sektor
usaha tertentu 2) Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional. a) Memformalkan proses sindikasi dalam membuat kebijakan perbankan kebijakan
Melibatkan pihak ke 3 dalam setiap pembuatan perbankan
Membentuk
panel
ahli
perbankan
Memfasilitasi pembentukan lembaga riset perbankan di daerah mau pun pusat b) Implementasi secara bertahap 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision 3) Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.
a) Meningkatkan koordinasi antar lembaga pengawas
Melakukan
koordinasi dan kerjasama secara reguler b) Melakukan
konsolidasi
Mengkonsolidasi
sektor
fungsi
perbankan
pengawasan
Bank dan
Indonesia
pemeriksaan
Mereorganisasi sektor perbankan Bank Indonesia Membentuk tim enforcement Membentuk tim khusus pemeriksa spesialis c) Meningkatkan kompetensi pemeriksa bank Melakukan sertifikasi pemeriksa bank Melakukan attachment pemeriksa di lembaga pengawas internasional 4) Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional. a) Meningkatkan Good Corporate Governance Menetapkan standar minimum untuk GCG Mendorong bank untuk go public b) Meningkatkan kualitas manajemen risiko perbankan c) Mengembangkan system pengawasan berbasis risiko Mendisain risk-based model untuk pengawasan d) Meningkatkan efektivitas enforcement Menyempurnakan proses investigasi kejahatan perbankan
Meningkatkan transparansi
pengawasan dan enforcement Membentuk internal ombudsman untuk permasalahan pengawasan
Meningkatkan perlindungan
hukum bagi pengawas bank Mempersyaratkan sertifikasi manajer risiko 2005 e) Meningkatkan kemampuan operasional bank
Mendorong bank
untuk melakukan sharing penggunaan fasilitas operasional guna menekan biaya Memfasilitasi 5) Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat. a) Mengembangkan Credit Bureau Melakukan inisiatif pembentukan credit bureau
b) Mengoptimalkan
penggunaan
credit
rating
agencies
Mempersyaratkan rating bagi obligasi yang diterbitkan oleh bank 6) Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan. Keenam sasaran yang ingin dicapai API tersebut dituangkan kedalam enam Pilar yang saling terkait satu sama lain guna menunjang pencapaian visi API. a) Menyusun standar mekanisme pengaduan nasabah Menetapkan persyaratan minimum mekanisme pengaduan konsumen b) Membentuk lembaga mediasi independen Memfasilitasi pendirian lembaga mediasi perbankan c) Menyusun
transparansi
informasi
produk
Memfasilitasi
penyusunan standar minimum transparansi informasi produk bank d) Mempromosikan edukasi untuk konsumen Mendorong bank untuk melakukan edukasi kepada konsumen mengenai produk financial (Noerlina, 2005:126) Yang kesemuanya tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2 : Enam Pilar Arsitektur Perbankan
Sumber : Noerlina, 2005 Tantangan Perbankan di Masa Depan Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan harus dilakukan di berbagai bidang, terutama untuk menjawab tantangan‐tantangan yang dihadapi perbankan dalam beberapa tahun
belakangan ini. Seperti halnya kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam waktu lima tahun ke depan, diperlukan pertumbuhan kredit perbankan yang cukup besar. Sementara itu, kemampuan permodalan perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika perbankan nasional tidak memperbaiki kondisi permodalannya. Selain hambatan dalam hal permodalan bank, penyaluran kredit dalam banyak hal juga terhambat oleh keengganan sebagian bank untuk menyalurkan kredit karena kemampuan manajemen risiko dan core banking skills yang relatif belum baik, dan biaya operasional yang relatif tinggi. Selain itu struktur perbankan yang belum optimal Belum optimalnya struktur perbankan di Indonesia ditandai oleh terkonsentrasinya struktur perbankan hanya pada 11 bank besar (yang menguasai 75% asset perbankan Indonesia). Namun demikian bankbank kecil dalam hal ini perlu mendapat perhatian karena selain jumlahnya relatif banyak, bank‐bank kecil tersebut juga memiliki cakupan usaha yang relative sama dengan bank‐bank besar namun dengan kemampuan operasional, manajemen risiko, dan corporate governance yang relatif lebih terbatas. Demikian pula, dibandingkan dengan negara‐negara lain, kepemilikan pemerintah Indonesia dalam perbankan nampak cukup tinggi, bahkan tertinggi di kawasan Asia. Hal ini juga
merupakan
persoalan
tersendiri
terhadap
struktur
perbankan
karena
dapatmenimbulkan konflik kepentingan yang akan mengganggu efisiensi pasar. Maka berdasarkan kondisi perbankan Indonesia dan
kondisi perbankan
ASEAN lainnya tersebut diatas, diperlukan adanya strategi perbankan nasional agar bank-bank Indonesia dapat bersaing secara internasional dan memperoleh manfaat untuk perkembangan ekonomi Indonesia yang dapat dicapai melalui: 1. Pembuatan Aturan Pembatasan Modal Asing Tujuan pembentukan Pemerintahan Negara dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 Alinea IV, di antaranya adalah untuk memajukan kesejahteraan
umum. Tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial menurut Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 membuktikan bahwa negara Indonesia sejak awal didirikan sebagai negara kesejahteraan. (Jonker Sihombing, 2008:22). Amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan merupakan amanat konstitusi yang mendasari pembentukan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang perekonomian. Pembangunan ekonomi Indonesia yang diamanatkan oleh konstitusi harus dilaksanakan dengan segenap potensi yang ada di masyarakat. Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang
Dasar
1945
menyebutkan
bahwa
perekonomian
nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Amanat kemandirian yang disebutkan oleh UndangUndang Dasar 1945 tersebut dijabarkan dalam rencana pembangunan ekonomi kurun waktu 5 (lima) tahun ke depan. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa pembangunan harus diselenggarakan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kemandirian.( Acep Rohendi, 2014:17) Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya kedaulatan ekonomi Indonesia. Dalam menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Nasional; agar dapat disusun Perencanaan Pembangunan Nasional yang dapat menjamin tercapainya tujuan negara. Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 33 UndangUndang Dasar 194545, maka ditetapkan Undang-Undang 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, serta Peraturan Presiden 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010–2014 (RPJM 2010-2014).
Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “ Indonesia adalah negara hukum”. Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi.(Acep Rohendi, 2014:2). Proses pembentukan hukum dalam suatu negara menurut Friedmann bahwa Hukum merupakan hasil proses tawar menawar antara kekuatan-kekuatan sosial politik, lembaga-lembaga kontrol sosial, termasuk di dalamya kondisi manusia, sosial ekonomi / bisnis termasuk kondisi nasional dan global, mempengaruhi pembentukan hukum. Kebijakan negara untuk mengekpresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan, merupakan politik hukum. Mahfud MD berpendapat bahwa politik hukum adalah “legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara.” Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukumhukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Di sini hukum diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. (Moh.Mahfud, MD,2006:1) Menurut mochtar kusumaatmaja Penggunaan hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian dalam masyarakat sehingga harus mempertimbangkan segi sosiologi, antroplogi kebudayaan masyarakat. (Mochtar Kusumaatmadja di dalam Otje Salman dan Eddy Damian, 2002:3-15). Adam Smith mengatakan pula bahwa antara ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang erat, yang pada gilirannya dikenal dengan istilah ekonomi-politik (political economy) Salah satu tujuan ekonomi-politik menurut Smith adalah menyediakan sejumlah daya bagi negara atau pemerintah agar mampu menjalankan berbagai tugas atau fungsinya dengan baik, dimana ekonomi-politik berusaha untuk
merumuskan bagaimana memakmurkan rakyat dan pemerintah sekaligus. (Adam Smith, 397) Komitmen Indonesia dalam berbagai forum internasional seperti World Trade Organization (WTO), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), dan Association of South East Asian Nations (ASEAN) diperlukan berbagai penyesuaian dalam peraturan perbankan nasional termasuk pembukaan akses pasar dan perlakuan nondiskriminatif terhadap pihak asing. Menurut Salim dan Budi Sutrisno, dalam Agrement on Trade Related Investment Measures (TRIMs) telah ditentukan sebuah asas, yaitu asas nondiskriminisasi, yaitu asas di dalam penanaman modal asing tidak membedakan antara penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri. (Salim dan Budi Sutrisno,2007:15) Dikaitkan dengan konteks perdagangan bebas, maka didalamnya setiap Negara bersaing dalam pengembangan ekonomi melalui perdagangan. Pelaksanaan perdagangan bebas dilaksanakan dalam kawasan regional tertentu, termasuk di kawasan negara ASEAN. Masyarakat ekonomi ASEAN yang akan diterapkan di akhir tahun 2015 perlu dipersiapkan agar Indonesia dapat bersaing didalamnya. Konteks yang terkandung didalam MEA 2015 adalah konteks pasar bebas yang didalamnya diharamkan sekat-sekat yang dapat menghambat perdagangan, atau dalam konteks yang lebih luas, tidak boleh ada halangan di bidang ekonomi. Negara boleh membuat kebijakan yang memberikan proteksi kepada warganya dengan tetap memperhatikan asas non dskriminasi. Proteksi yang dilakukan oleh Negara dilakukan dengan memberikan batasan terhadap hal-hal apa saja yang dapat dilakukan dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN dan apa saja yang bersifat tertutup. Dengan demikian, kedaulatan Negara tetap berjalan dengan penuh, dengan tetap memperhatikan prinsip pergaulan internasional. (yuswanto, 2014:582) Salah satu aspek penting dari kedaulatan nasional adalah aspek yurisdiksi Negara. Pengertian yurisdiksi dapat diartikan sebagai kekuasaan negara untuk membuat hukum terhadap orang, benda atau perbuatan-perbuatan (yurisdiksi legislative) yakni kekuasaan negara untuk memaksakan berlakunya hukum,
dipatuhinya ketentuan hukum dan penghukuman bagi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum (yurisdiksi penegakan hukum).(L Henkin dan R Puth, 1987:825) Memang yurisdiksi negara tersebut tidak dapat berlaku secara umum karena dibatasi oleh kedaulatan Negara lain, hukum internasional, hukum nasional Negara lainnya dan doktrin-doktrin yang mengatur hubungan antar Negara.(Steven r rather:161) Secara filosofis, pembatasan-pembatasan tersebut telah menjadi prinsip dasar yang ditemukan dalam Pasal 2 Piagam PBB. Namun, menurut Hans Kelsen, jika terjadi pertentangan antara hukum internasional dengan hukum nasional, maka harus dilakukan analisis structural untuk menemukan apa yang menjadi postulat fundamental dari ketentuan hukum yang saling bertentangan tersebut. Jika postulat fundamentalnya terletak pada hukum nasional, maka yang diutamakan adalah ketentuan hukum nasional.(tim dosen bagian hukum internasional fh ugm, :12) Kesepakatan
masyarakat
internasioal
untuk
melakukan
liberalisasi
perdagangan internasional ini ditandai dengan dibentuknya organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization) pada tahun 1994. Dewasa ini dalam kedudukannya sebagai salah satu institusi pembentuk hukum internasional, WTO dapat membentuk kerangka hukum yang berlaku dan mempengaruhi pola hubungan pada berbagai skala/jenjang. Implikasi dari posisi WTO sebagai institusi pembentuk hukum dapat dilihat pada kerangka hukum (legal frameworks) yang berlaku pada masing-masing jenjang berikut ini : a. Inter-governmental /international level : WTO telah menentukan ketentuan-ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan aspek ekonomi
yang menegaskan parameter dimana pemerintah harus
melakukan regulasi dan atau limitasi berkaitan dengan perdagangan dan investasi internsional.
b. National-governmental level : regulasi nasional (domestics laws) harus merefleksikan kebijakan hukum ekonomi dalam negeri yang terikat pada keharusan dan pembatasan yang ditetapkan oleh WTO. c. Pada level individual (parties to as specific transaction), kerangka hukum yang menjadi acuan bagi para pihak harus merujuk dan konsisten dengan ketentuan hukum internasional ayng ditetapkan oleh WTO.( tim dosen bagian hukum internasional fh ugm, :4) Dalam pembukaan Piagam ASEAN diungkapkan negara anggota ASEAN menghormati kepentingan yang mendasar atas persahabatan dan kerjasama, dan prinsip-prinsip kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, tanpa campur tangan, konsensus, dan persatuan dalam keberagaman; kemudian menurut Pasal 1 Ayat 5 Piagam ASEAN menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitasi yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja profesional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas. Standard national treatment, yang memastikan kesamaan derajat antara investor asing dan domestic dalam berbagai keadaan seringkali ada didalam hukum investasi. Yang selalu berisi tentang pengecualian-pengecualian dengan alasan keamanan nasional, tujuan pengembangan, kesehatan public, atau perlindungan lingkungan. Efek dari national treatments itu untuk membuat strata kegiatan perekonomian (level-playing-field) antara investor asing dan domestic pada sector perekonomian yang sama. Tidak ada Negara yang mengatur prinsip national treatments ini secara tegas, hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Diantara Negara ASEAN, hanya Malaysia, Thailand dan Myanmar yang tidak menerapkan prinsip national treatments ini. Di Myanmar, prinsip pembatasan melawan diskriminasi, seperti dengan hak dasar lainnya yang terdapat didalam konstitusinya, diberikan untuk warga Myanmar saja. Investor asing diberikan batasabatasan yang tidak sama dengan pihak domestic dalam hak berbisnis. Prinsip national
treatment tidak ada didalam hukum investasi Myanmar yang baru. Sebagaimana Malaysia, tidak memberikan prinsip national treatments secara jelas. Seperti tidak melingkupi hukum investasi dan peraturan lainnya di sector-specific legislation, prinsip tidak mendiskriminasi antara investor asing dan local di Malaysia tidak ada didalam hukumnya. Tapi, bukan berarti investor asing tidak terlindungi, hak property asing dijamin hukum secara luas sebagaimana didalam konstitusinya. Indonesia, yang secara substansial meliberalisasi investasi sejak tahun 1980an telah mengikuti prinsip non-diskriminasi sebagaimana didalam ASEAN obligation, yang terdapat didalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Hukum Investasi, yang batasanbatasannya tetap menyinggung kesamaan kedudukan asing pada Pasal 4 ayat 2. Pengawasan yang sama pun diberikan kepada Asing dan local. (OECD, 2010:38) Baik Undang-Undang Penanaman Modal maupun Undang-Undang Perbankan tidak mengatur batas kepemilikan asing dalam bank nasional. Batas kepemilikan asing tersebut dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang pembelian saham bank umum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 bahwa Jumlah kepemilikan saham Bank oleh Warga Negara Asing dan atau Badan Hukum Asing yang diperoleh melalui pembelian secara langsung maupun melalui Bursa Efek sebanyak-banyaknya adalah 99% (sembilan puluh sembilan per seratus) dari jumlah saham Bank yang bersangkutan. Demikian pula Peraturan pelaksanaan UndangUndang Penanaman Modal, yaitu Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 bahwa usaha sektor perbankan ini termasuk bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, yaitu batas maksimal kepemilikan modal asing dalam sektor perbankan ini, maksimal 99 %. Arus modal memang mempunyai karakteristik yang berbeda apabila dikaitkan dengan proses liberisasi. Keterbukaan yang sangat bebas atas arus modal, akan berpotensi menimbulkan risiko yang mengancam kestabilan kondisi perekonomian suatu negara. Pada sisi yang berbeda, pembatasan atas aliran modal, akan membuat suatu negara mengalami keterbatasan ketersediaan capital yang diperlukan untuk mendorong peningkatan arus perdagangan dan pengembangan pasar uang. Dengan
mempertimbangkan, antara lain hal-hal tersebut, maka ASEAN memutuskan hanya akan membuat arus modal menjadi lebih bebas (free). Konteks 'lebih bebas' dalam hal ini secara umum dapat diterjemahkan dengan pengurangan (relaxing) atas restriksi-restriksi dalam arus modal misalnya relaxing on capital control. Arus modal yang lebih bebas dalam mencapai Masyarakat Ekomoni ASEAN 2015 adalah untuk mendukung transaksi keuangan yang lebih efisien, sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, memfasilitasi perdagangan internasional, mendukung pengembangan sektor keuangan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, Arus modal yang lebih bebas ini harus memperhatikan keseimbangan antara pentingnya arus modal dan kepentingan safeguard measures untuk menghindari terjadinya gejolak yang berkaitan dngan lalu lintas modal tersebut. Arus modal antar Negara merupakan salah satu indikator adanya transaksi perdagangan asset yang dilakukan penduduk antar Negara. Liberalisasi arus modal yang dimaksud dalam konteks ASEAN adalah suatu proses menghilangkan peraturan yang bersifat menghambat arus modal (control modal) dalam berbagai bentuk. (http://aeccenter.kemendag.go.id/tentang-aec-2015/4-pilar-ASEAN/single-marketproduction-base/free-flow-of-capital/, diakses tanggal 19 maret 2016 pukul 21.46 wib) Saat ini Indonesia telah membuka banyak sektor jasa bagi investor asing melalui regulasi domestik Daftar Negatif Investasi, atau yang lebih dikenal dengan sebutan liberalisasi mandiri (autonomous liberalization). Regulasi domestik terkini yang mengatur Daftar Negatif Indonesia adalah Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014. Dalam Perpres tersebut sektor-sektor ekonomi terkait sektor jasa dibuka bagi pelaku usaha asing. Beberapa sektor terkait sektor jasa antara lain pariwisata, energi, pekerjaan umum, bisnis, transportasi, komunikasi, keuangan, tenaga kerja, kesehatan, dan keamanan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 diatur sector sector apa saja yang tertutup bagi penanaman modal dan sektor-sektor apa saja yang terbuka dengan persyaratan. Persyaratan-persyaratan dimaksud adalah seperti dicadangkan
untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi; kerjasama dengan kemitraan; batasan kepemilikan modal; diijinkan dalam lokasi tertentu; dan perizinan khusus. Namun, regulasi DNI merupakan kebijakan temporer, yang dapat berubahubah sejalan dengan tujuan nasional. Bisa saja sektor yang sebelumnya dibuka lebar bagi pihak asing pada regulasi DNI sebelumnya, kemudian ditutup atau menjadi lebih tertutup dalam regulasi DNI yang diterbitkan berikutnya. Sebagai contoh, sektor jasa keuangan perbankan yang sejak lama dibuka lebar hingga maksimal 99% bagi pihak asing berdasarkan menurut Perpres DNI Nomor 111 Tahun 2007, menjadi tertutup dan diperbolehkan hanya bagi perizinan khusus menurut regulasi terbaru yakni Perpres DNI Nomor 36 Tahun 2010. Pada dasarnya Indonesia telah membatasi kepemilikan saham bank umum melalui PBI No 14/8/PBI/2012 tentang kepemilikan saham bank umum. Penerbitan ini dilatar belakangi adanya . Rencana integrasi sektor keuangan ASEAN pada tahun 2020 yang memungkinkan bank-bank dengan kualifikasi tertentu (Qualified ASEAN Banks – QABs) bebas beroperasi di kawasan ASEAN, sehingga kedepan persaingan antara bank-bank nasional dengan bank-bank dari kawasan ASEAN akan semakin ketat. Peraturan ini menganalisis Dari sisi internal perbankan, kondisi yang sangat bervariasi dari aspek permodalan, tata kelola yang baik (good governance), daya saing, efisiensi, maupun kontribusinya pada perekonomian menuntut adanya kebijakan yang dapat mengarahkan bank untuk beroperasi sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya berdasarkan tatakelola yang baik dengan memperhatikan dan mempelajari beberapa kasus bank bermasalah di Indonesia pasca krisis finansial tahun 1997 mengindikasikan bahwa dominasi kepemilikan oleh satu pihak berkaitan erat dan berhubungan negatif dengan pelaksanaan good corporate governance (GCG) di perbankan sehingga diperlukan kebijakan untuk menata struktur kepemilikan bank. (Bank Indonesia, 2013:1) Peraturan Bank Indonesia ini menyaratkan Penetapan batas maksimum kepemilikan saham di dasarkan atas kategori pemegang saham yaitu Badan Hukum Lembaga Keuangan (bank dan bukan bank) sebesar 40%, Badan Hukum Non
Lembaga Keuangan sebesar 30%, dan Perorangan sebesar 20%, Kemudian yang tidak terkena batas maksimum adalah pemerintah pusat dan lembaga penjamin simpanan, dan bagi pemegang saham dengan kategori badan hukum lembaga keuangan Bank dapat memiliki saham bank lain lebih dari 40% dengan memenuhi syarat dan memperoleh persetujuan Bank Indonesia. Syarat tersebut adalah Persyaratan yang harus dipenuhi oleh Bank untuk dapat menjadi pemegang saham lebih dari 40% sebagai berikut: a. Bank dalam kondisi sehat Tingkat Kesehatan (TKS) Minimal 2 atau yang setara, modal memenuhi minimum KPMM sesuai profil risiko, dan Modal Tier 1 minimal 6% dan mendapatkan rekomendasi dari otoritas pengawas bank tersebut; b. Merupakan lembaga keuangan bank yang telah go public; c. Memiliki komitmen untuk memenuhi kewajiban membeli surat utang bersifat ekuitas yang diterbitkan oleh bank yang dimiliki; d. Komitmen mendukung perekonomian Indonesia melalui bank yang dimiliki; e. komitmen untuk memiliki bank dalam waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Menurut penulis, peraturan ini sudah bagus kiranya untuk menghadapi Masyarakat Ekomoni ASEAN, karena peraturan ini tidak membedakan secara eksplisit ketentuan antara pihak asing dan pihak domestic, sehingga sesuai dengan prinsip internasional dan mempertimbangan akan kebutuhan Indonesia atas penanaman modal asing di perbankan. namun, kewenangan Bank Indonesia, saat ini diambil alih oleh ojk, dan perbankan didalam Daftar Negatif Investasi bersifat terbuka dengan syarat serta adanya prinsip yurisdiksi Negara dalam hukum internasional. Maka jika pemerintah saat ini, hanya ingin membatasi asing saja, akan menyulitkan Indonesia dalam mencari pengganti modal asing tersebut. Sebagai perbandingan, berikut data yang penulis olah dari data world bank tentang investing accros sector dalam peraturan investasi di berbagai Negara tahun 2012 :
Tabel 5 :Investing accross sectors Foreign equality ownership indeks (100 = full foreign ownership allowed) ID
Negara
Banking
ID
Negara
Banking
AFG
Afghanistan
100%
DOM
Dominican Republic
100%
ALB
Albania
100%
ECU
Ecuador
100%
DZA
Algeria
49%
EGY
Egypt, Arab Rep.
100%
AGO
Angola
100%
ETH
Ethiopia
ARG
Argentina
100%
FRA
France
100%
ARM
Armenia
100%
GEO
Georgia
100%
AUS
Australia
100%
DEU
Germany
100%
AUT
Austria
100%
GHA
Ghana
100%
AZE
Azerbaijan
100%
GRC
Greece
100%
BGD
Bangladesh
100%
GTM
Guatemala
100%
BLR
Belarus
100%
HTI
Haiti
49%
BOL
Bolivia
100%
HND
Honduras
100%
BIH
Bosnia and Herzegovina
100%
HKG
Hong Kong SAR, China
100%
BRA
Brazil
100%
IND
India
74%
BRN
Brunei Darussalam
no data
IDN
Indonesia
40%
BGR
Bulgaria
100%
IRQ
Iraq
100%
BFA
Burkina Faso
100%
IRL
Ireland
100%
BDI
Burundi
100%
ITA
Italy
100%
KHM
Cambodia
100%
JPN
Japan
100%
CMR
Cameroon
100%
JOR
Jordan
100%
CAN
Canada
100%
KAZ
Kazakhstan
100%
TCD
Chad
100%
KEN
Kenya
100%
CHL
Chile
100%
KOR
Korea, Rep.
100%
COL
Colombia
100%
KSV
Kosovo
100%
ZAR
Congo, Dem. Rep.
100%
KGZ
Kyrgyz Republic
100%
CRI
Costa Rica
100%
LBR
Liberia
100%
CIV
Côte d'Ivoire
100%
MKD
Macedonia, FYR
100%
HRV
Croatia
100%
MDG
Madagascar
100%
CYP
Cyprus
100%
MYS
Malaysia
70%
CZE
Czech Republic
100%
MLI
Mali
100%
0%
MUS
Mauritius
100%
SLE
Sierra Leone
100%
MEX
Mexico
100%
SGP
Singapore
100%
MDA
Moldova
100%
SVK
Slovak Republic
100%
MNE
Montenegro
100%
SLB
Solomon Islands
100%
MAR
Morocco
100%
ZAF
South Africa
100%
MOZ
Mozambique
100%
ESP
Spain
100%
NPL
Nepal
100%
LKA
Sri Lanka
100%
NLD
Netherlands
100%
SDN
Sudan
no data
NZL
New Zealand
100%
CHE
Syria
60%
NIC
Nicaragua
100%
TWN
Taiwan, China
100%
NGA
Nigeria
100%
TZA
Tanzania
100%
PAK
Pakistan
49%
THA
Thailand
25%
PNG
Papua New Guinea
100%
TUN
Tunisia
100%
PER
Peru
100%
TUR
Turkey
100%
PHL
Philippines
60%
UGA
Uganda
100%
POL
Poland
100%
UKR
Ukraine
100%
ROM
Romania
100%
GBR
United Kingdom
100%
RUS
Russian Federation
100%
USA
United States
100%
RWA
Rwanda
100%
VEN
Venezuela, RB
100%
SAU
Saudi Arabia
60%
VNM
Vietnam
50%
SEN
Senegal
100%
YEM
Yemen, Rep.
100%
SRB
Serbia
100%
ZMB
Zambia
100%
Sumber : World Bank, 2015 Didalam data tersebut, peraturan modal asing perbankan di Indonesia tertulis sebesar 40% yang mana hal ini telah diterima oleh hukum internasional. Perlu diingat, dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Macam-macam asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah seperti asas kejelasan tujuan, asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, asas dapat dilaksanakan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan.
Terkait dengan rencana pemerintah Indonesia tentang revisi Undang-Undang Perbankan, sudah seharusnya merevisi perturan perbankan karena peraturan perbankan yang terdahulu sudah tidak relevan lagi diterapkan di Indonesia. Berdasarkan dasar filosofisnya, perekonomian Indonesia khusunya sector perbankan merupakan cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, Telah disebutkan, bahwa tujuan perbankan Indonesia Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan (Pasal 2, 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998), adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. sehingga hal tersebut masuk ke dalam ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Terkait dengan pembatasan modal asing yang menjadi perdebatan pemerintah Indonesia saat ini, didalam merevisi Undang-Undang perbankan tersebut sebaiknya dicantumkan hal-hal yang bersifat prinsip pembatasan modal asingnya saja, menginggat adanya prinsip yurisdiksi Negara, dan mengenai besaran pembatasan modal asing ini, sebaiknya tidak dicantumkan didalam Rancangan Undang-Undang Perbankan, lebih baik dicantumkan di peraturan dibawah Undang-Undang perbankan yang sesuai dengan prinsip yang terdapat didalam
Rancangan Undang-Undang
Perbankan tersebut, contohnya diterapkan didalam peraturan OJK atau sebagainya agar lebih dinamis dan menginggat DNI di Indonesia dan ketentuan pembatasan modal asing ini tidak perlu berlaku secara surut, menginggat sejarah divestasi saham di Indonesia pada masa lampau. Karena salah satu peran OJK di dalam sektor bisnis bank adalah melakukan pengaturan dan pengawasan untuk kegiatan usaha dalam bidang perbankan. Kewenangan OJK seperti yang tertuang dalam Pasal 7 Undang Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK adalah menetapkan pengaturan dan melakukan pengawasan. Pengaturan dan pengawasan tersebut meliputi: Perijinan untuk mendirikan bank, ijin pembukaan kantor bank, rencana kerja, anggaran dasar, kepengurusan & sumber daya
manusia, kepemilikan, merger, pencabutan ijin usaha bank, dan konsolodasi & akuisi bank. Hal tersebut dianjurkan penulis menginggat perkembangan perekonomian global cukup pesat dan peraturan hukum harus mengikuti hal-hal tersebut, maka agar lebih fleksibel ketentuan besaran pembatasan modal asing ini dicantumkan dalam peraturan lain, menginggat peraturan ojk/bank Indonesia merupakan peraturan di bawah Undang-Undang, namun tidak setara dengan Peraturan Pemerintah. Karena untuk dasar peraturan jika terjadi krisis. Sebagai pertimbangan, Di negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan Australia, kepemilikan saham perbankannya menyebar ke banyak investor, dan tidak ada satu investor yang menguasai saham lebih dari 50%. Terkait besaran maksimal kepemilikan asing, sebaiknya dibatasi maksimal 40 persen, menginggat adanya title pemegang saham mayoritas. Selain itu, pada kenyataannya pihak asing melalui cabang banknya, dalam melakukan usaha di Indonesia, lebih banyak dilakukan terhadap bidang yang bersifat konsumerisme. 2. Pemanfaatan Asas Resiprokal Pada dasarnya alasan penulis untuk tidak memberlakukan pembatasan modal asing secara surut adalah untuk menghindari adanya divestasi besar-besaran dan sebagai dasar alasan penerapan asas resiprokal di era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2020. Pendapat terhadap pembuatan peraturan baru yang tidak berlaku surut tersebut, berdasarkan analisis penulis terhadap keinginan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memberlakukan secara surut dapat menjadi dasar acuan Indonesia untuk berekspansi, maka dengan tidak berlaku surut, Indonesia tidak perlu menjalani divestasi, karena sejarah divestasi pasca krisis dulu mengalami kegagalan, untuk menekan hal tersebut, sebaiknya jangan berlaku surut, dan hal tersebut akan menghalau bank di Indonesia dari kemungkinan terhambatnya divestasi dan kerugian Negara. Memang pada dasarnya kondisi perbankan saat ini, kepemilikan asing di perbankan swasta nasional telah banyak, dalam hal ini, penulis menyarankan untuk mengikuti peraturan dari Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tentang Kepemilikan
Saham Bank Umum, terkait peran serta pihak asing dalam pembangunan Indonesia yang kembali diatur didalam peraturan OJK bersamaan dengan peraturan pembatasan modal asing dan besarannya. Maka untuk mengantisipasi pihak asing yang telah ada tersebut, diwajibkan untuk melakukan berbagai hal yang akan meningkatkan/memajukan perekonomian Indonesia dengan penilaian OJK jika tidak berkompeten harus melakukan divestasi. Dengan hal ini maka divestasi tidak langsung secara masiv. karena didalam ASEAN, khususnya Masyarakat Ekomoni ASEAN, dikenal adanya asas resiprokal, terhadap asing yang khususnya merupakan kewarganegaraan ASEAN, Indonesia dengan banknya dapat menjadikan kondisi tersebut untuk berkespansi di Negara-negara ASEAN lainnya dengan cara perjanjian bilateral atau sebagainya. terkait perbandingan dengan Negara ASEAN lainnya, menginggat perbankan Indonesia overload di pulau jawa dan sumatera, sebagai ekses dari persebaran penduduk yang tidak merata dan pemberlakuan Pakto 1988. maka dalam perkembangannya, bank-bank asing ASEAN di tahun 2020 mendatang, khususnya terhadap Negara yang belum memiliki banyak cabang di Indonesia, sebaiknya dimanfaatkan di daerah yang perekonomiannya masih belum berkembang, seperti daerah timur misalnya. Menginggat adanya asas resiprokal dalam ASEAN blueprint, yang berdasarkan kondisinya, misalnya Indonesia dengan singapura yang memiliki perbedaan luas wilayah yang signifikan, maka sebaiknya diberikan kebijakan untuk singapura mendirikan bank-bank di wilayah yang belum memiliki bank. Terkait hal untuk ekspansi diluar, dengan perundingan diharapkan mendapatkan keleluasaan peraturan yang strict dari Negara ASEAN yang lainnya, dan untuk didalam negeri, agar dapat dimanfaatkan di wilayah yang masih terbelakang, berikut table persebaran kantor cabang bank di Indonesia.
Tabel 6 : Perkembangan Jumlah Kantor Cabang Bank berdasarkan Lokasi Bank Di Indonesia Perkembangan jumlah kantor cabang bank berdasarkan lokasi bank Daerah
Per bulan
Daerah
Per bulan desember 2015
desember 2015 1. Jawa Barat
397
18.Kalimantan Barat
73
2. Banten
93
19.Kalimantan Timur
114
3. DKI Jakarta
541
20.Kalimantan Tengah
43
4.D.IYogyakarta
60
21. Sulawesi Tengah
41
5. Jawa Tengah
328
22. Sulawesi Selatan
131
6. Jawa Timur
415
23. Sulawesi Utara
58
7. Bengkulu
35
24. Gorontalo
18
8. Jambi
61
25. Sulawesi Barat
15
9. Aceh
78
26.SulawesiTenggara
43
10. Sumatera Utara
205
27. Nusa Tenggara Barat
52
11. Sumatera Barat
85
28. Bali
95
12. Riau
92
29. Nusa Tenggara Timur
56
13.SumateraSelatan
102
30. Maluku
32
14.Bangka Belitung
27
31. Papua
61
15. Kepulauan Riau
59
32. Maluku Utara
22
16. Lampung
61
33. Papua Barat
23
17.Kalimantan Selatan
72
34. Others
17
Total
3605
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan dalam Direktori Perbankan Indonesia Desember 2015 Asas resiprokal yang penulis tekankan disini, dicapai dengan perundingan baik bilateral maupun multilateral terhadap pihak-pihak asing yang telah banyak memiliki bank asing maupun kepemilikan modal di perbankan Indonesia untuk melonggarkan peraturan perbankan
mereka, menginggat, masing-masing Negara
ASEAN memiliki peraturan yang sulit ditembus oleh perbankan Indonesia bahkan terhadap klasifikasi bank yang termasuk bank BUKU 1. Sehingga hal tersebut dapat mengeyampingkan asas resiprokal berdasarkan luas wilayah.
3. Peningkatan Modal Perbankan Nasional Dengan Merger Antar Bank Nasional Indonesian Banks Association atau Perbanas (2009), mengemukakan bahwa jika melihat peta kekuatan perbankan di ASEAN, perbankan Singapura lebih unggul dalam jumlah asset maupun tingkat kesehatannya. Perbankan Thailand menunjukkan kemajuan yang baik, yaitu dengan jumlah bank yang tidak banyak, namun terdapat bank yang go international seperti Bangkok Bank. Berbeda dengan kondisi perbankan di kedua negara tersebut, perbankan di Indonesia dinilai belum mampu bersaing secara maksimal. Dalam sepuluh bank terbesar di ASEAN, hanya Bank Mandiri yang mampu masuk dalam jajaran tersebut. Sementara itu, Bank BRI, Bank BCA dan Bank BNI masih berada di dua puluh besar. Namun demikian, perbankan Indonesia memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan kapabilitas dan pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pertumbuhan PDB Nominal Indonesia yang positif dan pendapatan per kapita Indonesia yang mengalami pertumbuhan yang cukup stabil berdasarkan data dari Worldbank dan UNESCAP (2010). Ketatnya persaingan di sektor perbankan, mengharuskan bank untuk menerapkan strategi yang tepat maupun melakukan inovasi untuk meningkatkan kapabilitas perbankan. Kapabilitas perbankan yang dapat diandalkan menjadi kunci dalam menjalani era globalisasi. Salah satu strategi yang dikembangkan dari pola pikir global adalah merger dan akuisisi. Mulyana memandang merger sebagai “strategi untuk meningkatkan skala ekonomi, efisiensi, dan mengurangi persaingan di dalam negeri sedangkan ke luar negeri berarti membangun kapabilitas guna menghadapi persaingan global”. Sejumlah bank di kawasan ASEAN telah melakukan konsolidasi sebagai upaya meningkatkan kapabilitas guna menghadapi persaingan. Dalam Bisnis.com (2009), dinyatakan bahwa perbankan lokal Singapura mengerucut menjadi tiga bank, dan di Malaysia menjadi sembilan bank. (Rr. Yulia Anindya Pranawaningsih, :4)
Merger dan akuisisi telah menjadi strategi yang populer di kalangan perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa karena diyakini berperan penting dalam restrukturisasi yang efektif. Portal Human Resource (2005) menyatakan bahwa selama tahun 1998, nilai merger dan akuisisi di Amerika lebih dari USD 6 triliun dengan 11.400 transaksi. Hitt, Harrison, Ireland (2002), menyebutkan bahwa merger terbesar yang diumumkan pada tahun 1998 adalah penggabungan antara Citicorp dengan Traveler’s Group dengan nilai yang diperkirakan mencapai USD 77 milyar dan akuisisi Exxon terhadap Mobil dengan perkiraan nilai USD 79 miliar. (Rr. Yulia Anindya Pranawaningsih, :5) Terdapat beberapa motif atau alasan yang melatarbelakangi sebuah entitas melakukan merger. Pertama, peningkatan skala ekonomi (economies of scale), yang berarti sumber daya dimanfaatkan secara lebih ekonomis dan sebagai konsekuensinya akan meningkatkan profitabilitas. Sufian, Majid, dan Haron (2007) berpendapat bahwa salah satu sumber utama penciptaan sinergi adalah pengurangan biaya yang terjadi sebagai hasil dari skala ekonomi. Hal tersebut mengimplikasikan penurunan biaya per-unit yang berasal dari peningkatan ukuran atau skala operasi perusahaan. Kedua, mengurangi tingkat persaingan dan meningkatkan pangsa pasar dan distribusi entitas. Menurut Mulyana, “manajemen atau pengambil keputusan tidak disibukkan dengan memikirkan strategi menghadapi pesaing tetapi dapat lebih berkonsentrasi pada pemikiran strategis lainnya.” Penggabungan dua atau lebih entitas dapat memperoleh pasar baru secara lebih cepat dibandingkan jika mengembangkan sendiri sehingga akan memberikan hasil yang besar secara keseluruhan. Ketiga, meningkatkan efisiensi. Mulyana menyatakan bahwa peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan “menutup kantor cabang yang berdekatan tanpa harus kehilangan potensi bisnis bahkan memperluas ruang lingkup operasi dengan tidak membuka cabang baru”. Selain itu, peningkatan efisiensi terjadi ketika ada transfer keahlian manajerial dari entitas yang lebih handal ke entitas yang kurang handal. Tim manajemen yang lebih handal akan meningkatkan kinerja keuangan. Efisiensi dapat meningkat dengan pengurangan fasilitas yang tidak diperlukan dan pengurangan
karyawan serta adanya sinergi penguasaan teknologi dari entitas-entitas yang melakukan merger. Motif-motif tersebut menjadi daya tarik bagi entitas untuk menerapkan strategi merger. Merger dapat menciptakan sinergi-sinergi yang potensial. Namun demikian, merger dapat pula berujung pada inefisiensi entitas. Perlu diperhatikan bahwa setiap merger yang dilakukan belum tentu membawa hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
Kegagalan
dalam
merger
dapat
disebabkan
oleh
kehilangan
produktivitas, ketidaksesuaian budaya, kehilangan sumber daya manusia yang handal dan benturan gaya manajemen. Merger bank merupakan sebuah aktivitas yang kompleks dalam melakukan integrasi dua atau beberapa bank dengan melibatkan banyak pihak, baik internal maupun eksternal, dua budaya dan kinerja yang berbeda. (Mulyana, Bambang. 2009:12). kemudian, Pengalaman krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di berbagai Negara pada beberapa tahun belakangan menunjukkan bahwa kejatuhan Bank antara lain disebabkan oleh tidak memadainya kualitas dan kuantitas permodalan Bank untuk mengantisipasi risiko yang dihadapi. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas modal Bank sehingga Bank lebih mampu menyerap potensi kerugian baik akibat krisis keuangan dan ekonomi maupun karena pertumbuhan kredit yang berlebihan, persyaratan komponen dan instrument modal serta perhitungan kecukupan modal Bank perlu disesuaikan dengan standar internasional yang berlaku. Standar Internasional yang menjadi acuan adalah “Global Regulatory Framework for More Resilient Banks and Banking System“ yang lebih dikenal dengan Basel III. (Bank Indonesia, Penjelasan umum peraturan bank Indonesia nomor 15/12/PBI/2013 tentang kewajiban penyediaan modal minimum bank umum.) Kerangka “Basel III: Global Regulatory Framewor for More Resilient Banks and Banking Systems” yang dipublikasikan pada akhir 2010 merupakan satu paket yang tidak terpisah dan merupakan penyempurnaan dari Kerangka Basel II dan Basel 2,5. Basel III secara mendasar menyajikan reformasi yang dilakukan oleh BCBS untuk memperkuat permodalan dan standar likuiditas dengan tujuan untuk
meningkatkan ketahanan sektor perbankan terhadap krisis. Kemampuan sektor perbankan menyerap shock yang terjadi karena tekanan keuangan dan perekonomian diharapkan dapat mengurangi penyebaran risiko dari sektor keuangan terhadap perekonomian. (Bank Indonesia, 2012:4) Saat ini, Malaysia menambah satu nama bank besar di Asia Tenggara dengan potensi torehan aset Rp 2.300 triliun. Ini karena merger tiga bank, yaitu CIMB Group, RHB Capital, dan Malaysia Building Society. Sementara di Indonesia, jumlah bank terlalu banyak. Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, saat tren di dunia perbankan global adalah tak perlu jumlah bank banyak, namun ukurannya harus besar dan kuat. Tren membentuk bank besar melalui konsolidasi seperti merger raksasa di Malaysia juga dilakukan di sejumlah negara di Eropa, Asia, dan Amerika. "Jadi Indonesia pun nanti akan menuju ke arah sana, jumlah bank yang lebih dari 100 itu memang terlalu banyak untuk Indonesia. Karena sizing-nya (ukuran) kecil-kecil, kita bank yang besar yaitu Bank Mandiri masih urutan 11 di ASEAN, sementara yang diperlukan kita harus masuk paling tidak menguasai top ten (10 besar) bank terbesar di ASEAN, untuk bisa bicara banyak di ASEAN economic community," tutur pria yang akrab disapa CT di kantornya, Jakarta, Selasa (15/7/2014). (http://finance.detik.com/read/2014/07/15/115513/2637399/5/3-bank-malaysiamerger-raksasa-ct-jumlah-bank-di-ri-kebanyakan 3 Bank Malaysia 'Merger Raksasa', CT: Jumlah Bank di RI Kebanyakan, diakses 22 maret 2016 pukul 20.14 wib) Dalam regulasi perbankan di ASEAN, terdapat perubahan yang terjadi dalam proses integrasi ini. Bank-bank lokal memiliki banyak hal yang harus dilakukan sebelum memenuhi komitmen yang dicari dalam program integrasi keuangan ASEAN, yang mana telah ditetapkan untuk implementasi penuh pada tahun 2020. Integrasi berkaitan dengan upaya berkelanjutan oleh anggota ASEAN untuk mencapai paritas peraturan dan regulasi di seluruh 10 negara-negara ASEAN, sehingga bank-bank di wilayah tersebut dapat mulai beroperasi bukan sebagai bank asing melainkan sebagai bank lokal di salah satu dari 10 yurisdiksi ASEAN. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, maka ditetapkan sejumlah pertemuan-pertemuan
dalam kerangka integrasi ASEAN yang lebih berfokus dalam bidang jasa keuangan seperti perbankan. Salah satu pertemuan tersebut adalah ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). AFAS pertama kali ditandatangani pada 15 Desember 1995, yang mana memuat tiga tujuan yaitu, 1. meningkatkan kerjasama di bidang jasa antar negara-negara anggota dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, diversifikasi kapasitas produksi dan pasokan dan distribusi jasa dari penyedia jasa mereka dalam dan di luar ASEAN; 2. menghilangkan pembatasan secara substansial untuk perdagangan di bidang jasa antar negara-negara anggota, dan; 3. liberalisasi perdagangan jasa dengan memperluas kedalaman dan cakupan liberalisasi melebihi yang sudah dilakukan oleh negara-negara anggota di bawah GATS dengan tujuan untuk mewujudkan suatu kawasan perdagangan bebas dalam jasa. (Thanh, Vo Tri, and Bartlett, Paul, 2006:1) Kesepakatan lain yang penting pada kerjasama keuangan adalah protokol untuk melaksanakan program berbagai Komitmen Jasa Keuangan dalam Persetujuan Kerangka Kerja ASEAN di Bidang Jasa. Protokol ini memastikan bahwa negara anggota ASEAN yang non-anggota WTO diberikan perlakuan yang sama dengan anggota ASEAN lainnya. Sehingga diharapkan akan ada pemerataan, keharmonisan dan standardisasi dalam peraturan menyangkut tentang kebijakan pada bidang jasa di negara-negara anggota ASEAN. Dengan begitu sektor-sektor keuangan di negaranagara ASEAN dapat berkembang dengan baik, terutama di daerah-daerah. Menyadari keragaman ekonomi ASEAN dan berbagai tahap-tahap perkembangan sektor keuangan, Framework yang ada memungkinkan fleksibilitas bagi negaranegara ASEAN untuk berpartisipasi dalam proses integrasi berdasarkan kesiapan dan kemauan di setiap negara. Dalam Framework yang sudah dibuat tersebut, terdapat kualifikasi bank-bank di ASEAN yang mana bank yang memiliki kapasitas yang cukup dan yang dikelola dengan baik akan berfungsi sebagai pembawa standard
regional, dan akan diberikan akses yang lebih fleksibel ke pasar regional. (ASEAN Banker Association, 2013:2) ASEAN Banking Frameworks dirancang untuk memperbolehkan bank-bank ASEAN untuk masuk dan beroperasi di sector perbankan pada Negara anggota ASEAN lainnya, dengan menghilangkan hambatan-hambatan atau pengecualianpengecualian bagi bank asing. Untuk memajukan penetrasi perbankan di regional ASEAN dari ASEAN-based banks, negara anggota sebelumnya harus menyetujui kualifikasi/spesifikasi bank ASEAN-based banks. Kualifikasi tersebut cukup berat untuk menjaga prudentian concern dari semua Negara anggota, dan minimal harus memenuhi capital adequacy requirements, consolidation requirements and authority for consolidated supervision, restrictions on large exposure, accounting and transparency requirements. Jika bank ASEAN memenuhi semua kualifikasi tersebut, maka dapat dikualifikasikan sebagai Qualified ASEAN Banks (QABs). Negara anggota harus menyetujui untuk memfasilitasi QAB untuk memasuki sector perbankan Negara tersebut. (ASEAN Development Bank, 2013:11) Peningkatan modal bank merupakan salah satu upaya untuk memperkuat sistem perbankan. Dengan permodalan yang kuat bank dapat mengemban risiko yang tinggi. Itulah sebabnya kecukupan modal tetap merupakan fokus utama regulator dalam menciptakan bank yang sehat dan aman. Setidaknya ada empat alasan mengapa regulator berupaya meningkatkan, memaksakan dan menekankan pentingnya kecukupan modal bagi bank. Pertama, modal dapat menyerap kerugian yang timbul tidak terduga. Kedua, modal melindungi kreditur yang tidak dijamin bila terjadi insolvensi dan kemungkinan terjadinya likuidasi. Ketiga, modal melindungi dana lembaga penjamin simpanan dan dana pembayar pajak. Keempat, modal memungkinkan bank melakukan investasi untuk keperluan memperlacar arus jasa. (Benton E. Gup, 2004:187). Meningkatnya aktivitas merger dan akuisisi di dunia industri perbankan didorong oleh adanya perubahan kondisi ekonomi. Menurut Berger (1998) terdapat lima perubahan pokok dalam perekonomian yang mendorong maraknya aktivitas merger dan akuisisi yaitu kemajuan teknologi, meningkatnya
kondisi keuangan, kelebihan kapasitas/kegagalan keuangan, konsolidasi pasar internasional dan deregulasi. (Muhamad Syaichu, 2006:59) Dalam teori economies of scale dijelaskan bahwa dengan meningkatnya skala operasi akan didapat berbagai keuntungan ekonomis, seperti kenaikan efisiensi, kenaikan penerimaan dan menurunkan risiko (Hunter dan Wall, 1989:19), dua perusahaan akan memperoleh keuntungan lebih besar ketika keduanya melakukan penggabungan dibandingan kalau beroperasi sendiri-sendiri. Kombinasi asset dari dua perusahaan akan meningkatkan nilai pasar agregat (Dodd & Ruback,1977:374). Efek sinergi berasal dari meningkamya efisiensi akibat adanya economies of scope atau economies of scale (Mueler, 1980). The monopoly hypothesis menjelaskan bahwa market power dan keuntungan pasar yang terkait akan mengalami peningkatan akibat penggabungan dua atau lebih perusahaan dalam satu industri. (Eckbo's, 1983:273) Menurut The Inefficiency Hypothesis menjelaskan bahwa dengan merger dan akuisisi akan dapat memperbaiki buruknya kinerja manajemen akibat bergabungnya perusahaan yang manajemennya jelek (Hannan, 1992:74). konsep efisiensi manajerial menjadi dasar mekanisme penggantian manajer yang tidak kompeten. (Berger, Hunter dan Timme, 1993:45). mengatakan bahwa keuntungan potensial yang berasal dari scale and scope economies didominasi oleh keuntungan yang berasal dari eleminasi manajemen yang tidak kompeten. Namun, Cara Memperkuat industri perbankan tersebut pada dasarnya adalah upaya berkesimbungan yang harus dilakukan. Upaya itu dilakukan mengacu pada cetak biru industri perbankan yang dikenal dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Salah satu program dalam API adalah konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat. Dengan konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Dalam rangka konsolidasi dilakukan penataan kembali struktur kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. (Miranda S. Goeltom, 2006:244) Dalam hal menindak lanjuti ketentuan yang penulis sarankan tarkait pembentukan peraturan pembatasan modal asing dan mengadaka perjanjian bilateral, maka sebaiknya dilakukan merger terhadap perbankan yang memiliki modal kecil atau yang dalam klasifikasi bank umum kelompok usaha (BUKU) 1 dan 2 pada khususnya, agar setidaknya bank didalam negeri dapat bersaing dengan bank asing didalam negeri yang notabene memiliki modal yang besar. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, bank dikelompokkan berdasarkan modal inti dalam 4 kelompok usaha (Bank Umum Kelompok Usaha – BUKU) sebagai berikut: BUKU 1, Bank dengan modal inti kurang dari Rp1 Triliun; BUKU 2, Bank dengan modal inti Rp1 Triliun sampai dengan kurang dari Rp5 Triliun; BUKU 3, Bank dengan modal inti Rp5 Triliun sampai dengan kurang dari Rp30 Triliun; dan BUKU 4, Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun.Didalam pengelompokkan ini, terdapat pembatasan mengenai cakup dan aktivitas kegiatan usaha bank: yang berujung pada total asset, Berikut adalah pemetaan perbankan berdasarkan asset yang dimiliki perbankan Indonesia pada tahun 2015: Tabel 7 : Jumlah Bank Umum Berdasarkan Total Asset Jumlah bank umum berdasarkan pengelompokan total asset per desember 2015 Kelompok bank
<1 triliun
1 s.d 10 triliun
10s.d 50 triliun
>50 triliun
Bank persero
0
0
0
4
Busn devisa
0
15
12
12
Busnnon devisa
5
19
2
1
Bpd
0
10
15
1
Bank campuran
0
2
8
2
Bank asing
0
2
4
4
Total
5
48
41
24
Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 14, No. 1, Desember 2015
Jika dilihat pada kenyataannya, Indonesia masih kalah jauh dibanding dengan perbankan ASEAN terkait total asset, di Indonesia, terdapat peringat 10 bank terbesar, berikut tabelnya: Tabel 8 : Total Asset Perbankan ASEAN
Sumber data : Bankscope, data terakhir Kemudian di wilayah Indonesia sendiri, perbankan terbesar di Indonesia masih dikuasai oleh bank ber-plat merah dan diikuti dengan perbankan swasta nasional yang dikuasai asing: Table 9 : Perbandingan Total Asset Perbankan Di Indonesia Bank
Asset
Bank Mandiri
674,74 T
Bank Rakyat Indonesia
621,97 T
Bank Central Asia
512,98 T
Bank Negara Indonesia
388,01 T
CIMB Niaga
224,83 T
Bank Permata
176,57 T
Bank Panin
156,72 T
Bank Danamon
154,52 T
BII Maybank
137,79 T
Bank Tabungan Negara
135,62 T
Sumber : (Himawan, Syafina :2014)
ASEAN, perbankan Indonesia sudah pasti bersaing dengan perbankan ASEAN lainnya, yaitu dengan bank asing, berdasarkan fakta yang penulis paparkan sebelumnya, bank asing ASEAN memiliki modal yang besar, jauh jika dibandingkan dengan bank-bank di Indonesia. Berikut table perbandingan perbankan Indonesia dengan perbankan Negara ASEAN lainnya dilihat dari total asset perbankan : Tabel 10: Indonesia’s largest bank on asian banker rank 2015 AB 500 rank 2015
Banks
297
bank danamon Indonesia
94
bank mandiri
306
bank permata
101
bank rakyat Indonesia
317
panin bank
136
bank central asia
339
bank tabungan Negara
175
bank Negara Indonesia
342
bank internasional
264
bank cimb niaga
Indonesia
Sumber : asian banker research, bureau van dijk – bankscope Kemudian jika dibandingkan dengan asia selatan dan asia tenggara, Indonesia tidak masuk ke dalam 10 besar, berikut data yang penulis peroleh : Table 11 :South and southeast asia largest banks 2015 Rank
commercial bank
Country
1
state Bank of India
India
2
dbs group
Singapore
3
ocbc bank
Singapore
4
united overseas bank
Singapore
5
maybank
Malaysia
6
icici bank
India
7
cimb group holdings
Malaysia
8
bank of baroda
India
9
punjab national bank
India
10
bank of india
India
Source : Asian banker research, bureau van dijk – bankscope
Perlu diingat. Bahwa rencana integrasi sektor keuangan ASEAN pada tahun 2020 yang memungkinkan bank-bank dengan kualifikasi tertentu (Qualified ASEAN Banks – QAB) bebas beroperasi di kawasan ASEAN, sehingga kedepan persaingan antara bank-bank nasional dengan bank-bank dari kawasan ASEAN akan semakin ketat. Maka berdasarkan fakta-fakta tersebut, tindakan merger di dunia perbankan saat ini dirasa penting kiranya untuk meningkatkan kualitas perbankan khususnya di bidang permodalan, agar kedepannya bank milik Indonesia bisa bersaing setidaknya di dalam negeri sendiri dan dengan harapan dapat berekspansi setidaknya di Negara ASEAN, menginggat jumlah perbankan Indonesia terlalu banyak jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya Dalam penggabungan perbankan ini, berdasarkan sejarahnya, di Indonesia kerap kali dilakukan dengan merger atau akuisisi. merger (penggabungan) dan akuisisi (pengambilalihan) dapat kita lihat pada Pasal 1 ayat 9 dan ayat 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas : “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.” “Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut.” (Pasal 1 ayat (11)). Dalam bidang perbankan, menginggat kondisi perbankan Indonesia sedang tidak dalam krisis, maka lebih baik digunakan merger dibanding akuisisi, karena Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah disbanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001:641) harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan, (Harianto dan Sudomo, 2001:642