BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi PT. SRITEX Pada awal berdirinya di tahun 1966, SRITEX adalah sebuah perusahaan dagang kecil yakni “Sri Redjeki” yang dilengkapi dengan peralatan sangat sederhana dan baru mempunyai 1 unit mesin finishing (mesin penyempurna kain). Perusahaan dagang Sri Redjeki yang berlokasi di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah, Indonesia dan pada saat itu luas lokasi perusahaan dagangnya hanya sekitar 3500 m2. Perusahaan dagang kecil tersebut kemudian diperluas dengan langkah awal yaitu memproduksi kain yang proses produksinya dengan cara dikelantang dan dicelup dalam pabrik pertama yang terletak di di daerah Baturono Nomor 81 A, Solo, Jawa Tengah pada tahun 1968. Perusahaan pertama tersebut terdaftar di Departemen Perindustrian Jawa Tengah pada tanggal 30 Agustus 1974 dan kemudian muncul dari yang awalnya berbentuk U.D. (Usaha Dagang atau Trading Company) menjadi sebuah PT (Perseroan Terbatas atau Limited Company) berdasarkan Akta Notaris Nomor 48 pada tanggal 22 Mei 1978. Perusahaan yang awalnya bernama “Sri Redjeki” telah secara resmi berubah nama menjadi PT Sri Rejeki Isman (SRITEX) tepatnya pada tanggal 16 Oktober 1978. PT. SRITEX kemudian memperluas pabrik untuk memintal dan menenun pada tanggal 8 Mei 1982. Pendiri PT. Sri Rejeki Isman (SRITEX) yaitu Haji Muhammad Lukminto berhasil menjalankan PT. SRITEX menjadi perusahaan tekstil dan garmen yang terintegrasi serta terpadu secara vertikal (Integrarted Vertical Textiles-Garments). Bagian produksi PT. SRITEX terdiri dari departemen pemintalan (Spinning Unit), departemen penenunan (Weaving Unit), departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), dan departemen garmen (Garment Unit). Untuk menjalankan semua itu, PT. Sri
61
62
Rejeki Isman terletak di beberapa properti di area lebih dari 100 hektar dan mempekerjakan puluhan ribu orang pekerja baik perempuan maupun laki-laki. PT. SRITEX bukan hanya berkembang pesat di negara tuan rumah yaitu Indonesia melainkan juga perusahaan-perusahaan internasional. PT. SRITEX juga memproduksi seragam untuk instansi pemerintah seperti PT. Freeport Indonesia, Blue Bird Group, Maspion Group, Sodexo, Djarum, Maybank, Deutsche Post, DHL, Pos Indonesia, Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI), dll. Merk pakaian “Azzahra” dan “Guess” juga merupakan output dari PT. SRITEX. Produk perusahaan tersebut dibagi menjadi
empat
kategori
yaitu
kapas,
benang,
kain,
dan
pakaian
yang dijual bukan hanya kepada produsen tekstil melainkan juga dijual kepada pengecer. 70% hasil produksi diekspor ke luar negeri, dan 30% diantaranya adalah pakaian militer. Selain pasar lokal, perusahaan mampu menembus ke 94 pasar di 55 negara antara lain Jerman, Australia, Singapura. PT. SRITEX juga menyediakan produk seragam untuk perusahaan maupun militer. Hasil produksi seragam militer berupa seragam upacara, seragam tempur, coverall, jaket tahan api, tahan noda, anti inframerah, tenda, tas, selimut, sarung bantal, dan lainnya. Dalam rangka menjaga kualitas produk, PT. SRITEX menerapkan sistem kontrol kualitas yaitu AQL 2,5 yang dengan ketat memonitor semua aktivitas produksi dari proses inspeksi kain sampai penjahitan garmen. Hal ini terus ditingkatkan dengan sistem kontrol kualitas mandiri yang dilakukan sebelum inspeksi final yang dilakukan oleh pelanggan. Produk-produk berkualitas tinggi dan pengiriman yang tepat waktu telah melampaui ekspetasi dari berbagai klien yang terus bertambah. Pembuktian bahwa PT. SRITEX memiliki tradisi kualitas yang kuat dengan diakuinya kualitas SRITEX secara dunia dengan Sertifikat Registered Supplier Bundeswehr (Angkatan darat Jerman) dan Sertifikat North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang dimana keduanya merupakan standar kualitas tertinggi untuk manufacturing garment dalam produk militer.
63
a. Lokasi PT. SRITEX PT. Sri Rejeki Isman (SRITEX) berkedudukan di Jalan KH. Samanhudi Nomor 88, Kelurahan Jetis, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi dari PT. SRITEX ini memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : 1) Ditinjau dari segi ekonomi : a) Memudahkan kebutuhan angkutan, sehingga pengiriman atau biaya transportasi murah; b) Cukup banyak tenaga kerja yang tersedia di sekitar lokasi perusahaan. 2) Ditinjau dari segi sosial: Menciptakan lapangan pekerjaan baik bagi penduduk sekitar lokasi perusahaan dan maupun bukan penduduk sekitar.
b. Visi dan Misi PT. SRITEX 1) Visi PT. Sri Rejeki Isman (SRITEX) adalah: “Menjadi perusahaan paling luas, bereputasi sangat tinggi, dan menjadi perusahaan tekstil dan garmen yang terpercaya di seluruh belahan dunia”. 2) Misi PT. Sri Rejeki Isman (SRITEX) adalah: a) Menggunakan teknologi canggih yang mampu menghasilkan produk dan layanan berkualitas tinggi untuk memenuhi berbagai kebutuhan klien; b) Menjadi
sebuah
keuntungan
dan
perusahaan
yang
pertumbuhan
berorientasi
bagi
para
kepada
pemangku
kepentingan; c) Menciptakan lingkungan tenaga kerja yang kondusif dan efektif dengan cara membangun budaya perusahaan yang selalu berusaha keras dalam mengembangkan diri dan integrasi yang bersinergi;
64
d) Memberikan kontribusi dalam pengembangan bidang ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitar.
c. Produk yang Ditawarkan PT. SRITEX 1) Seragam Inovasi dengan tingkat akurasi dan kompetensi yang tinggi sangat diperlukan dalam menyediakan seragam untuk militer, pegawai negeri sipil dan kebutuhan profesional. PT. SRITEX mampu menyediakan berbagai macam seragam dari kaos sampai rompi balistik anti peluru. Adapun jenis dari seragam yang diproduksi oleh PT. SRITEX adalah sebagai berikut: a) Seragam Upacara Resmi; b) Seragam Tempur DPM/ Rimba/ Gurun; c) Jaket Lapangan DPM/ Rimba/ Gurun; d) Seragam Kemeja dan Celana; e) Kaos; f) Coverall; g) Rompi; dan h) Seragam Professional. 2) Perlengkapan Lapangan PT. SRITEX selain memproduksi seragam, juga mampu menyediakan berbagai produk perlengkapan lapangan dengan bahan dasar tekstil. Inovasi PT. SRITEX mampu memenuhi kebutuhan klien akan produk berkualitas tinggi dengan bahanbahan yang tahan lama dan mudah disesuaikan dengan berbagai aktivitas dan kondisi lapangan. Adapun jenis dari perlengkapan lapangan yang diproduksi oleh PT. SRITEX adalah sebagai berikut: a) Tenda Multi Fungsi; b) Perlengkapan Tidur (Sprei, Sarung Bantal, Selimut);
65
c) Handuk; d) Kantung Tidur; e) Tas Travel; f) Sarung Helm; g) Topi; dan h) Sepatu. 3) Pakaian Umum Dengan ragam bahan kain dan kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, PT. SRITEX mampu menembus industri mode internasional dan melayani klien-klien terkenal seperti JC Penny, Sears, Wal-Mart, Timberland, GUESS, Quicksilver, Gymboree, Charles Vogele, Okaidi, Zara, dan lainnya. PT. SRITEX juga menyediakan produk-produk untuk kebutuhan profesional (industri dan korporat).
66
2. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan Pada PT. SRITEX Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada perusahaan tekstil dan garmen yaitu PT. SRITEX, diketahui bahwa pada bagian produksi PT. SRITEX Kabupaten Sukoharjo terdapat sekitar 16.000 pekerja. 4000 pekerja pada departemen pemintalan (Spinning Unit), 4000 pekerja pada departemen penenunan (Weaving), 1000 pekerja pada departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), dan 7000 pekerja pada departemen garmen (Garment Unit). Dari jumlah 16.000 pekerja tersebut didominasi oleh pekerja perempuan, bahkan sampai melebihi angka 50% (lima puluh persen) dari total keseluruhan pekerja, dimana masing-masing departemen yaitu departemen pemintalan (Spinning Unit), dan departemen penenunan (Weaving) terdapat minimal 1000 pekerja perempuan, 500 pekerja perempuan pada departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing
and Printing
Unit) sedangkan pada
departemen garmen (Garment Unit) terdapat sekitar 6000 pekerja perempuan. Berdasarkan hasil klarifikasi kepada Bapak Fery Kristiawan yang menduduki posisi HRD (Human Resource Development), serta untuk menjamin keakuratan hasil klarifikasi, maka telah diajukan beberapa pertanyaan kepada pekerja perempuan yang bekerja pada PT. SRITEX dalam bentuk kuisioner, adapun bentuk pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX terhadap pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perlindungan Terhadap Pekerja Perempuan yang Bekerja pada Malam Hari Pada PT. SRITEX sistem waktu kerja yang diterapkan dibagi menjadi 3 shift, yaitu shift pagi pukul 07.00-15.00 WIB, shift sore pukul 15.00-23.00 WIB, shift malam pukul 23.00-07.00 WIB, dan pada masingmasing shift tersebut diberikan 1 (satu) jam sebagai waktu istirahat di
67
antara jam kerja. Ketentuan waktu kerja tersebut diberlakukan baik bagi pekerja perempuan maupun laki-laki pada seluruh departemen yang terdapat di bagian produksi pada PT. SRITEX. Waktu kerja yang diberlakukan kepada pekerja oleh PT. SRITEX secara rolling atau bergantian,
maksudnya adalah bahwa sistem waktu kerja tidak
diberlakukan secara tetap. Melihat ketentuan waktu kerja yang diterapkan pada PT. SRITEX, maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari yaitu mulai pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada PT. SRITEX tidak terdapat pekerja yang berusia dibawah 18 tahun maka pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari pada PT. SRITEX seluruhnya adalah pekerja perempuan yang telah mencapai usia diatas 18 (delapan belas) tahun. Alasan PT. SRITEX untuk tidak mempekerjakan pekerja yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun yaitu PT. SRITEX menyadari bahwa terlalu banyak kemungkinan risiko yang akan timbul jika mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun. Pada PT. SRITEX juga terdapat sebuah kebijakan bahwa pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil tidak dilarang untuk bekerja baik itu pada siang hari maupun malam hari, namun perusahaan akan menempatkan pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil tersebut pada jenis pekerjaan yang tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil serta bayi yang dikandung, selain itu perusahaan juga melarang pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil untuk kerja lembur, kerja di bagian bahan kimia contohnya pada departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), serta kerja pada posisi berdiri dalam waktu yang lama. Hal tersebut tertuang dalam kebijakan perusahaan yang termuat dalam Pemberitahuan Nomor: 0048/5.1/ HRD/III/2015 Tentang “Ketentuan Pekerjaan Untuk Karyawan Yang Bekerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa:
68
a) Tidak ada larangan bagi karyawan PT. SRITEX yang sedang dalam kondisi hamil untuk bekerja; b) Perusahaan akan menempatkan karyawan hamil di jenis pekerjaan
yang
tidak
membahayakan
kesehatan
dan
keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandung; c) Karyawan hamil tidak boleh kerja lembur, kerja di bagian bahan kimia, kerja yang berdiri dalam waktu lama dan sebagainya. Pada PT. SRITEX apabila terdapat pekerja perempuan yang menurut keterangan
dokter
berbahaya
bagi
kesehatan
dan
keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja pada shift malam maka dipindahkan pada shift lainnya yaitu shift pagi ataupun sore. Berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 76 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang pada intinya mengatur terkait beberapa kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00, maka untuk mempermudah dalam memahami, penulis akan membagi kewajiban/ tanggung jawab sebagaimana yang telah dilaksanakan pada PT. SRITEX dalam beberapa poin yaitu sebagai berikut:
1) Makanan dan Minuman Bergizi Berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan kepada Bapak Fery Kristiawan, diketahui bahwa dalam hal pemenuhan salah satu hak pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 oleh perusahaan, PT. SRITEX telah menyediakan fasilitas tempat penyediaan makanan serta minuman berupa kantin yang terdapat di dalam area perusahaan. Kantin tersebut dibuka selama 24
69
(dua puluh empat) jam yang menyediakan berbagai macam jenis makanan dan minuman untuk para pekerja baik pekerja perempuan maupun laki-laki yang bekerja pada PT. SRITEX. Sistem yang digunakan oleh kantin yang terdapat pada PT. SRITEX adalah dengan sistem kupon yaitu PT. SRITEX memberikan sebanyak 1 (satu) lembar kupon setiap harinya atau setiap pekerja baik pekerja perempuan maupun pekerja laki-laki tersebut bekerja kemudian ditukarkan dengan menu makanan serta minuman yang telah disediakan setiap harinya pada kantin tersebut. Setiap 1 (satu) lembar kupon setara dengan harga Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah), maksudnya pekerja boleh tidak menukarkan kupon sesuai dengan menu yang telah disediakan kantin, dan apabila pekerja tersebut tidak menukarkan kupon dengan menu sesuai yang telah disediakan oleh kantin tersebut maka kupon dapat ditukarkan dengan harga setara Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah). Adapun menu makanan yang disediakan pada kantin tersebut sudah terjadwal setiap harinya, yaitu: a) Hari Senin
: Nasi putih Tempe Goreng Sayur Soup Teh/ Air mineral
b) Hari Selasa
: Nasi putih Tahu Goreng Sayur Oseng Teh/ Air mineral
c) Hari Rabu
: Nasi putih Tahu Goreng Sayur Oseng Teh/ Air mineral
d) Hari Kamis
: Nasi putih Tahu Bacem
70
Sayur Oseng Teh/ Air mineral e) Hari Jumat
: Nasi putih Tempe Goreng Sayur Soup Teh/ Air mineral
f) Hari Sabtu
: Nasi putih Tahu Goreng Sayur Oseng Teh/ Air mineral
g) Hari Minggu : Nasi putih Tempe Bacem Sayur Lodeh Teh/ Air mineral Melihat kondisi lingkungan dari tempat ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin perusahaan yang telah disediakan PT. SRITEX, baik kantin itu sendiri maupun peralatan yang digunakan pada kantin tersebut dapat dikategorikan bahwa ruang kantin maupun peralatan yang digunakan cukup bersih dan terawat, namun setelah diadakan klarifikasi lebih lanjut, diketahui bahwa usaha jasaboga yang terdapat dalam kantin PT. SRITEX belum memiliki izin usaha yang menandakan bahwa usaha jasaboga tersebut secara otomatis juga belum memiliki sertifikat higiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Kondisi kantin maupun peralatan yang digunakan sangat
bersih dan terawat
tidaklah cukup
untuk
mengkategorikan bahwa usaha jasa boga pada kantin tersebut layak, karena pada dasarnya tetap harus ada ijin usaha yang dimiliki oleh setiap usaha jasaboga pada kantin yang terdapat dalam suatu perusahaan sebagai bukti formil bahwa kantin tersebut telah memenuhi unsur dalam kategori layak.
71
2) Kendaraan Antar Jemput Pada PT. SRITEX diberlakukan ketentuan waktu kerja shift malam yaitu pukul 23.00-07.00 WIB. Sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait
kewajiban perusahaan yang wajib dipenuhi oleh setiap
perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00, bahwa setiap perusahaan wajib menyediakan fasilitas berupa kendaraan antar jemput bagi pekerja yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00, maka PT. SRITEX dalam hal ini memiliki kewajiban hanya dalam menyediakan kendaraan untuk menjemput para pekerja perempuan dari tempat lokasi penjemputan menuju ke lokasi perusahaan, namun tidak berkewajiban untuk menyediakan kendaraan untuk mengantar pekerja perempuan ke lokasi semula saat penjemputan karena pada PT. SRITEX jam pulang pekerja perempuan yang bekerja pada shift malam yaitu pukul 07.00 WIB bukan pukul 05.00 WIB. Berdasarkan hasil klarifikasi, diketahui bahwa PT. SRITEX tidak menyediakan fasilitas kendaraan untuk menjemput pekerja perempuan yang seharusnya dilakukan dari lokasi penjemputan menuju lokasi perusahaan bagi pekerja perempuan yang mulai bekerja pada pukul 23.00, padahal sudah secara jelas bahwa penyediaan kendaraan untuk mengantar pekerja perempuan yang bekerja dimulai pada pukul 23.00 merupakan salah satu kewajiban bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan pada malam hari.
3) Menjaga Kesusilaan dan Keamanan Selama di Tempat Kerja Adapun salah satu kebijakan perusahaan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX dalam menjalankan kegiatan usahanya yaitu “Kebijakan Anti Kekerasan dan Anti Diskriminasi Gender, Anti Penganiayaan dan Anti Pelecehan Seksual” dasar dari kebijakan tersebut adalah:
72
a) Pancasila yaitu Sila ke-2; b) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2); c) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 ayat (2); d) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Pengahapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; dan e) Instruksi
Presiden
Nomor
9
Tahun
2000
tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional untuk mewujudkan kesejahteraan dan Keadilan Gender. Kebijakan perusahaan berdasarkan peraturan perundangundangan meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Perusahaan memastikan bahwa semua aktivitas produksi serta kegiatan
lainnya
yang
dilaksanakan dalam
lingkungan
perusahaan harus berdasar pada pemahaman tentang anti kekerasan dan anti diskriminasi gender, anti penganiayaan dan anti pelecehan seksual; b) Perusahaan memastikan dan menjamin terselenggaranya pelatihan dan pendidikan tentang pengertian kekerasan, penganiayaan, pemahaman tentang diskriminasi gender dan pelecehan seksual secara periodik dengan memperhatikan aturan yang ada; c) Perusahaan memastikan adanya kotak saran, SMS (Short Message Service) center untuk memudahkan pelaporan apabila terjadi bentuk kekerasan, penganiayaan, diskriminasi gender dalam proses aktivitas pekerjaan. Bentuk perilaku yang akan diproses adalah baik secara fisik maupun verbal/ oral yang dilakukan;
73
d) Perusahaan memastikan penyelesaian akan diselesaikan dengan mengikuti aturan perundang-undangan dan melarang membawa benda apapun yang tidak terkait dengan kegiatan produksi. Dalam pelaksanaannya
untuk
menjaga keamanan serta
mencegah terjadinya perbuatan asusila di lingkungan tempat kerja pada malam hari, PT. SRITEX telah menyediakan fasilitas kamar mandi yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/ buruh perempuan dan laki-laki, disamping itu juga terdapat
beberapa
petugas
keamanan
yang
terus
melakukan
pengecekan atau mengotrol keadaan di sekitar perusahaan.
b. Cuti yang Berkaitan dengan Fungsi Reproduksi Adapun ketentuan pemberian waktu cuti atau istirahat yang berkaitan dengan fungsi reproduksi oleh PT. SRITEX kepada pekerja perempan yang bekerja di perusahaan tersebut adalah: 1) Cuti haid Dalam Perjanjian Kerja Bersama yang diberlakukan pada PT. SRITEX, diatur terkait ketentuan waktu cuti atau istirahat pada hari pertama dan kedua waktu haid bagi pekerja perempuan yang sedang dalam masa haid merasakan sakit. PT. SRITEX menerapkan suatu kebijakan atau peraturan dalam perusahaan terkait syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh setiap pekerja perempuan yang hendak menggunakan haknya berupa cuti yang berkaitan dengan fungsi reproduksi, salah satunya yaitu cuti haid. Pada pelaksanaannya bagi pekerja perempuan yang merasakan sakit pada hari pertama dan kedua waktu haid wajib mengajukan surat keterangan sakit dari dokter bahwa pekerja perempuan tersebut memang sedang dalam kondisi sakit karena haid. Kebijakan terkait syarat tersebut diberlakukan pada PT. SRITEX dengan dasar untuk meminimalisir kemungkinan penyalahgunaan hak cuti haid oleh pekerja perempuan.
74
2) Cuti Hamil dan Melahirkan Berdasarkan klarifikasi, dijelaskan bahwa PT. SRITEX sudah menerapkan bentuk-bentuk perlindungan sebagaimana yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pekerja perempuan yang bekerja pada perusahaan tersebut dan sedang dalam keadaan hamil. Pada PT. SRITEX terdapat kebijakan yang termuat dalam Pemberitahuan Nomor: 0048/5.1/ HRD/III/2015 Tentang “Ketentuan Pekerjaan Untuk Karyawan Yang Bekerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa: a) Tidak ada larangan bagi karyawan PT. SRITEX yang sedang dalam kondisi hamil untuk bekerja. b) Perusahaan akan menempatkan karyawan hamil di jenis pekerjaan
yang
tidak
membahayakan
kesehatan
dan
keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandung. c) Karyawan hamil tidak boleh kerja lembur, kerja di bagian bahan kimia, kerja yang berdiri dalam waktu lama dan sebagainya. Pemberitahuan Nomor: 0155/ 5.1/ HR&GA/ II/ 2014 Tentang “Ketentuan Melamar dan Kontrak Kerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa: a) Tidak ada larangan bagi calon karyawan PT. SRITEX apabila pada saat melamar pekerjaan sedang dalam keadaan hamil/ mengandung. b) Pada saat menjadi karyawan kontrak/ PKWT sedang dalam keadaan hamil/ mengandung, masih diperbolehkan untuk bekerja sebagai karyawan PT. SRITEX. Dalam Perjanjian Kerja Bersama yang diberlakukan di PT. SRITEX, diatur ketentuan waktu cuti hamil dan melahirkan. Cuti yang diberikan kepada pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut yaitu selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan.
75
Pada
pelaksanaannya
PT.
SRITEX
menerapkan
suatu
kebijakan atau peraturan dalam perusahaan terkait syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh setiap pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil untuk menggunakan hak cuti hamil dan melahirkan, dimana pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil tersebut yang hendak mengajukan cuti hamil dan melahirkan wajib mengajukan permohonan dilampirkan surat keterangan dokter atau bidan yang berisikan perhitungan kandungan pekerja tersebut.
3) Cuti Gugur Kandungan Dalam Perjanjian Kerja Bersama yang diberlakukan di PT. SRITEX, diatur ketentuan waktu cuti atau istirahat bagi pekerja yang mengalami gugur kandungan yaitu selama 1,5 (satu setengah) bulan. Berdasarkan klarifikasi, PT. SRITEX menerapkan suatu kebijakan atau peraturan dalam perusahaan terkait syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh setiap pekerja perempuan yang hendak mengajukan cuti gugur
kandungan dimana
pekerja
perempuan tersebut
wajib
mengajukan permohonan yang dilampiri dengan surat keterangan dokter maupun bidan.
c. Kesempatan Menyusui PT. SRITEX telah menyediakan lokasi menyusui berupa ruang laktasi yang tersedia di setiap departemen, baik departemen pemintalan (Spinning Unit), departemen penenunan (Weaving Unit), departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), dan departemen garmen (Garment Unit), disamping itu ruang laktasi juga disediakan oleh PT. SRITEX di dalam poliklinik yang telah disediakan oleh perusahaan itu sendiri, yang dimana dalam ruang laktasi tersebut terdapat sebuah sofa dan juga tempat penyimpanan ASI yang telah diperah. Ruang laktasi pada dasarnya
bertujuan untuk
memberikan kesempatan
bagi
pekerja
perempuan yang sedang dalam proses menyusui agar dapat tetap
76
memberikan ASI eksklusif bagi anaknya. Ruang laktasi seharusnya diciptakan sebagai tempat yang nyaman bagi pekerja perempuan baik untuk memberikan ASI anakanya maupun untuk memerah ASI. Adapun waktu yang disediakan oleh PT. SRITEX untuk pekerja perempuan yang hendak memberikan ASI pada anaknya yaitu pada jam waktu istrahat antara jam kerja. Pemberian kesempatan maupun penyediaan lokasi berupa ruang laktasi bagi pekerja perempuan untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu)
yang diterapkan oleh PT. SRITEX walaupun pada
pelaksanaannya banyak pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui tidak menggunakan fasilitas yang sebagaimana telah disediakan oleh PT. SRITEX. Kebijakan yang diterapkan oleh PT. SRITEX tersebut pada dasarnya bertujan untuk memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja dan menyimpan ASI perah untuk diberikan kepada anaknya, memenuhi hak pekerja perempuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anaknya, memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI guna meningkatkan gizi dan kekebalan anak dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini. Ketentuan terkait pemberian kesempatan menyusui yang dibentuk oleh PT. SRITEX dibentuk juga bertujuan untuk menciptkan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja termasuk pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui lebih merasa tenang karena rasa tenang tersebut terstimulasi akibat proses menyusui, sehingga pekerja tersebut nantinya akan bekerja dengan baik, produktif, yang tentu akan memberikan manfaat bagi perusahaan.
d. Upah 1) Kesetaraan Upah Dalam hal sistem pengupahan yang diterapkan oleh PT. SRITEX, perusahaan menjamin bahwa tidak adanya suatu bentuk diskriminasi dalam hal pengupahan yang didasari atas dasar atau latar
77
belakang apapun. PT. SRITEX menjamin adanya kesataraan dalam pengupahan yang diberikan baik bagi pekerja laki-laki maupun pekerja perempuanuntuk pekerjaan yang nilainya sama. Adapun parameter dalam pengupahan yang setara antara pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan yaitu berdarakan masa kerja, jenjang pendidikan, serta jabatan. Terdapat beberapa kebijakan perusahaan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX dalam menjalankan kegiatan usahanya terkait perlindungan
upah
bagi
pekerja
yaitu
“Kebijakan
Tentang
Penghapusan Diskriminasi/ atau Persamaan Hak”. Adapun yang menjadi dasar penerapan kebijakan tersebut oleh PT. SRITEX adalah sebagai berikut: a) Konvensi ILO Nomor 100 tentang Upah yang Sama Bagi Pekerjaan yang Sama; b) Konvensi ILO Nomor 111 tentang Penghapusan Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan; c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Penghapusan Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan. Kebijakan PT. SRITEX tentang penghapusan diskriminasi atau persamaan hak yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangundangan pada dasarnya menjamin bahwa: a) Memberikan jaminan bahwa perusahaan tidak melakukan praktek-praktek diskriminasi di tempat kerja atas dasar kesukuan, warna kulit, jenis kelamin termasuk wanita hamil, agama, aliansi politik ataupun latar belakang sosial; b) Memberikan pengupahan yang sama untuk semua jenis pekerjaan yang sama; c) Memberikan jaminan bahwa tidak ada diskriminasi untuk pengurus serikat pekerja atau anggota serikat pekerja; d) Memberikan perlakuan yang wajar terhadap karyawan yang menyandang disabilitas atau yang terkena HIV Aids.
78
Adapun kebijakan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan upah bagi para pekerja yang diterapkan oleh PT. SRITEX yaitu “Kebijakan Tentang Upah dan Pendapatan” yang didasari atas: a) Konvesi ILO No. 63, 95 dan 131 tentang Upah Minimum; b) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada Pasal 86-98 tentang kesejahteraan dan jaminan sosial. Kebijakan perusahaan (PT. SRITEX) berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk: a) Mematuhi upah minimum dan semua kesejahteraan karyawan; b) Membayar upah kerja lembur; c) Memberikan jaminan sosial kepada seluruh karyawan; d) Memberikan ijin tidak masuk kerja dengan mendapatkan upah kepada karyawan yang sedang cuti/ istirahat hamil, haid hari pertama dan kedua (selama 2 hari), menjalani cuti tahunan; hari raya/ hari libur resmi; perkawinan (karyawan sendiri atau anak karyawan;
khitanan
(anak
karyawan);
kelahiran
(anak
karyawan); kematian (suami/ istri/ anak/ orangtua/ mertua); baptis (karyawan atau anak karyawan); menjalankan tugas negara dan/ atau agama yang disetujui pemerintah; atau sakit menurut copy resep dokter yang dilegalisir dokter perusahaan.
2) Perlindungan
Upah
Terhadap
Pekerja
Perempuan
yang
Menggunakan Waktu Cuti yang Berkaitan Dengan Fungsi Reproduksi Berdasarkan hasil klarifikasi, terdapat suatu kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan upah bagi para pekerja yang diterapkan oleh PT. SRITEX yaitu “Kebijakan Tentang Upah dan Pendapatan” yang didasari atas: a) Konvesi ILO No. 63, 95 dan 131 tentang Upah Minimum
79
b) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada Pasal 86-98 tentang kesejahteraan dan jaminan sosial. Kebijakan perusahaan (PT. SRITEX) berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk: a) Mematuhi upah minimum dan semua kesejahteraan karyawan; b) Membayar upah kerja lembur; c) Memberikan jaminan sosial kepada seluruh karyawan; d) Memberikan ijin tidak masuk kerja dengan mendapatkan upah kepada karyawan yang sedang cuti/ istirahat hamil, haid hari pertama dan kedua (selama 2 hari), menjalani cuti tahunan; hari raya/ hari libur resmi; perkawinan (karyawan sendiri atau anak karyawan;
khitanan
(anak
karyawan);
kelahiran
(anak
karyawan); kematian (suami/ istri/ anak/ orangtua/ mertua); baptis (karyawan atau anak karyawan); menjalankan tugas negara dan/ atau agama yang disetujui pemerintah; atau sakit menurut copy resep dokter yang dilegalisir dokter perusahaan. PT. SRITEX dalam pelaksanaannya sudah menerapkan kebijakan yang berlaku pada perusahaan tersebut, salah satunya terkait perlindungan upah terhadap pekerja perempuan yang menggunakan waktu cuti atau istirahat yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. Terhadap pekerja perempuan yang menggunakan waktu cuti yang berkaitan dengan fungsi reproduksi seperti cuti haid, cuti hamil dan melahirkan, ataupun cuti gugur kandungan tetap berhak mendapatkan upah penuh.
e. Larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Pekerja Perempuan Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan Berdasarkan hasil klarifikasi, PT. SRITEX menyebutkan bahwa belum pernah ada pekerja baik itu perempuan maupun laki-laki yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial terkait adanya
80
perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Terkhusus untuk calon pekerja perempuan, PT. SRITEX dalam proses recruitment tidak pernah memberikan syarat bahwa bagi pekerja yang hendak bekerja pada PT. SRITEX tidak boleh dalam keadaan sedang hamil maupun harus berstatus lajang atau single. PT. SRITEX disamping itu juga tidak pernah melakukan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan atau dasar karena pekerja perempuan tersebut menikah, hamil ataupun hendak melahirkan. Termuat dalam Pemberitahuan Nomor: 0155/ 5.1/ HR&GA/ II/ 2014 Tentang “Ketentuan Melamar dan Kontrak Kerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa: 1) Tidak ada larangan bagi calon karyawan PT. SRITEX apabila pada saat
melamar
pekerjaan
sedang
dalam
keadaan
hamil/
mengandung. 2) Pada saat menjadi karyawan kontrak/ PKWT sedang dalam keadaan hamil/ mengandung, masih diperbolehkan untuk bekerja sebagai karyawan PT. SRITEX.
81
3. Hambatan yang Terdapat dalam Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan oleh PT. SRITEX Terhadap Pekerja Perempuan yang Bekerja di PT. SRITEX Berdasarkan hasil klarifikasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa hambatan yang terdapat dalam pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX terhadap pekerja perempuan yang bekerja di PT. SRITEX terutama hal yang berkaitan dalam rangka perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut, yaitu: a. Kendaraan antar jemput PT. SRITEX tidak menyediakan fasilitas kendaraan antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00, padahal sudah secara jelas bahwa penyediaan kendaraan antar jemput bagi pekerja yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00 merupakan salah satu kewajiban perusahaan yang wajib dipenuhi. PT. SRITEX mengklarifikasi bahwa terdapat tindakan alternatif atau solusi dengan tidak dilaksanakannya kewajiban dalam hal menyediakan fasilitas kendaraan antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00, maka PT. SRITEX memberikan bentuk perlindungan terhadap pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 yaitu dengan solusi bahwa PT. SRITEX menyediakan fasilitas berupa mess bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari namun lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari lokasi perusahaan. Dalam setiap mess tersebut, masing-masing kamar biasanya diisi oleh 5 (lima) orang pekerja perempuan. Pada pelaksanaannya, solusi yang disediakan oleh PT. SRITEX dalam penyediaan mess bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 tersebut tidaklah berjalan secara efektif karena banyak pekerja perempuan yang tidak menggunakan fasilitas mess yang telah disediakan oleh PT. SRITEX,
82
hal tersebut dikarenakan pekerja perempuan yang bertempat tinggal jauh dari lokasi perusahaan lebih memilih untuk membawa kendaraan bermotor pribadi walaupun bekerja pada waktu malam hari yang pada dasarnya memiliki banyak risiko yang mungkin akan timbul. Berdasarkan hasil klarifikasi, terdapat solusi lain yang diberikan oleh PT. SRITEX terhadap ketidaktersediannya bus antar jemput bagi pekerja maka pada PT. SRITEX terdapat koperasi simpan pinjam, dimana setiap pekerja yang bekerja pada PT. SRITEX berhak untuk melakukan peminjaman pada koperasi tersebut, dan dengan begitu setiap pekerja termasuk pekerja perempuan dapat dengan mudah untuk memperoleh pinjaman salah satunya dipergunakan untuk membeli secara kredit kendaraan contohnya motor yang kemudian bisa digunakan untuk bekerja.
b. Kesempatan Menyusui PT. SRITEX telah menyediakan lokasi menyusui berupa ruang laktasi baik yang tersedia di setiap departemen, baik departemen pemintalan (Spinning Unit), departemen penenunan (Weaving Unit), departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), dan departemen garmen (Garment Unit), disamping itu ruang laktasi juga disediakan oleh PT. SRITEX di dalam poliklinik yang telah disediakan oleh perusahaan itu sendiri. Adapun waktu yang disediakan oleh PT. SRITEX untuk pekerja perempuan yang hendak memberikan ASI pada anaknya yaitu pada jam waktu istrahat antara jam kerja. Diketahui
bahwa pada pelaksanaannya
banyak pekerja
perempuan yang sedang dalam proses menyusui tidak menggunakan fasilitas yang sebagaimana telah disediakan oleh PT. SRITEX yaitu ruang laktasi yang terdapat pada setiap bagian/ unit perusahaan. Banyak pekerja yang sedang dalam kondisi menyusui dan bertempat tinggal tidak terlalu jauh dengan lokasi perusahaan lebih memilih untuk menggunakan waktu istirahat antara jam kerja untuk pulang ke
83
rumah dan kemudian memberikan ASI untuk anaknya dibandingkan harus membawa anaknya tersebut ke lokasi perusahaan yang justru akan lebih merepotkan, dan bagi pekerja yang bertempat tinggal jauh dari lokasi perusahaan juga tidak membawa anaknya ke lokasi perusahaan dan kemudian memberikan ASI pada ruang laktasi, namun ASI telah dipersiapkan sebelumnya oleh pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi menyusui tersebut.
c. Hak Memperoleh Makanan dan Minuman Bergizi Pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX dalam hal kewajiban menyediakan makanan serta minuman yang bergizi dan bervariasi bagi pekerja perempuan yang bekerja pada PT. SRITEX antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 yaitu dengan menyediakan fasilitas berupa ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin serta diberlakukannya sistem kupon yang dimana masing-masing pekerja pada PT. SRITEX setiap bekerja diberikan 1 (satu) lembar kupon saja yang kemudian dapat ditukarkan dengan menu makanan dan minuman yang telah disediakan oleh kantin atau pekerja Pada kantin tersebut makanan maupun minuman disediakan sudah secara terjadwal pada setiap harinya. Melihat menu makanan maupun minuman yang disediakan kantin pada PT. SRITEX dapat dinilai bahwa makanan maupun minuman yang disediakan setiap harinya kurang bervariasi karena hanya berbahan dasar sama, namun cara penyajian maupun pengolahannya saja yang berbeda, atau jika pekerja tidak menukarkan kupon sesuai dengan menu yang telah disediakan maka setiap 1 (satu) lembar kupon hanya dinilai setara dengan Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) saja. Besaran 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) perhari kuranglah layak untuk diberikan kepada pekerja karena berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan kepada pihak kantin kupon yang
84
senilai dengan Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) hanya dapat ditukar dengan kopi atau makananan ringan saja seperi roti. Dilihat dari keberagaman makanan dan minuman maka dapat dinilai bahwa makanan yang disediakan PT. SRITEX kurang beragam atau bervariasi, selain itu juga pilihan minuman hanya air mineral atau teh saja yang disediakan oleh PT. SRITEX, sedangkan susu tidak disediakan. Melihat kondisi lingkungan dari tempat ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin perusahaan yang telah disediakan PT. SRITEX, baik kantin itu sendiri maupun peralatan yang digunakan pada kantin tersebut dapat dikategorikan bahwa ruang kantin maupun peralatan yang digunakan cukup bersih dan terawat, namun setelah diadakan klarifikasi lebih lanjut, diketahui bahwa usaha jasaboga yang terdapat dalam kantin PT. SRITEX belum memiliki sertifikat higiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota maka dapat disimpulkan secara otomatis usaha jasaboga tersebut juga belum memiliki izin usaha dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Kondisi kantin maupun peralatan yang digunakan sangat bersih dan terawat tidaklah cukup untuk mengkategorikan bahwa usaha jasa boga pada kantin tersebut layak, karena pada dasarnya tetap harus ada ijin usaha serta adanya sertifikat higiene sinetasi yang dimiliki oleh setiap usaha jasaboga pada kantin yang terdapat dalam suatu perusahaan sebagai bukti formil bahwa kantin tersebut telah memenuhi unsur dalam kategori layak dalam hal pengelolaan makanan.
d. Hambatan
Pelaksanaan
Pemenuhan
Hak
Dalam
Rangka
Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Perempuan Bentuk perlindungan hukum bagi pekerja perempuan pada dasarnya telah tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang kemudian diharapkan dalam pelaksanaannya dapat secara efektif diimplementasikan sehingga tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja perempuan dapat tercapai. Philipus M. Hadjon
85
memberikan pengertian perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya (Philipus M. Hadjon, 1987: 18). Berdasarkan hasil klarifikasi yang telah dilakukan, PT. SRITEX pada dasarnya telah berupaya untuk memberikan bentuk perlindungan hukum terhadap setiap pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut termasuk pekerja perempuan yang dituangkan dalam setiap kebijakan yang berlaku dalam perusahaan tersebut sejalan dengan konsep perlindungan hukum yang telah dipaparkan oleh Philipus M. Hadjon, namun masih terdapat beberapa hak dari pekerja perempuan yang secara jelas telah tercantum dalam peraturan perundang-undangan dan seharusnya diperoleh pekerja perempuan yang bekerja pada perusahaan tersebut, namun PT. SRITEX belum menerapkan kebijakan sesuai dengan yang telah diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Faktor lain yang menyebabkan adanya suatu hambatan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja di PT. SRITEX adalah dari pihak pekerja perempuan itu sendiri. Berdasarkan hasil klarifikasi diketahui bahwa beberapa pekerja perempuan yang justru tidak menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan, salah satu contohnya adalah penyediaan ruang laktasi untuk pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui namun fasilitas tersebut pada pelaksanaannya tidak dimanfaatkan oleh pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut.
86
B. Pembahasan
1. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan Pada PT. SRITEX Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Convention on the Ellimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) bahwa CEDAW mengakui diantara kaum laki-laki dan perempuan terdapat ciri fisik maupun biologis yang berbeda, dan atas perbedaan tersebut menempatkan kaum perempuan pada posisi yang lebih lemah dibandingkan laki-laki, maka atas dasar perbedaan yang mendasar tersebutlah perlu adanya perlakuan yang berbeda pula demi terciptanya kesetaraan gender yang bertujuan untuk mencegah timbulnya diskriminasi. CEDAW meletakkan strategi atau langkahlangkah khusus bersifat sementara yang perlu dilakukan dan diterapkan menyikapi adanya fakta terkait perbedaan ciri-ciri fisik antara perempuan dengan laki-laki untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, suatu tindakan khusus sementara tersebut dikenal dengan istilah Affirmative Action. Affirmative Action bertujuan untuk mempercepat persamaan antara laki-laki dan perempuan secara “de facto”. Tindakan khusus sementara atau Affirmative Action nantinya akan dimuat dalam setiap kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah yang menjamin bahwa setiap kebijakan tersebut haruslah berprespektif gender. Salah satu bentuk nyata adanya penerapan Affirmative Action dalam suatu kebijakan yaitu khususnya hal ketenagakerjaan, terdapat beberapa aturan atau regulasi untuk pekerja perempuan yang berbeda dengan pekerja laki-laki, merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada pekerja perempuan. Ditinjau berdasarkan kebijakan yang telah dibentuk oleh pemerintah dalam hal ketenagakerjaan, dan kemudian melihat salah satu contoh bentuk pelaksanaan maupun penerapannya yang terdapat di salah satu perusahaan
87
tekstil dan garmen yaitu PT. SRITEX, diketahui bahwa pada PT. SRITEX Kabupaten Sukoharjo terdapat sekitar 16.000 pekerja, dan dari jumlah 16.000 pekerja tersebut didominasi oleh pekerja perempuan, bahkan sampai melebihi angka 50% (lima puluh persen) dari total keseluruhan pekerja. Berdasarkan hasil klarifikasi kepada Bapak Fery Kristiawan yang menduduki posisi HRD, serta untuk menjamin keakuratan hasil klarifikasi, maka telah diajukan beberapa pertanyaan kepada pekerja perempuan yang bekerja pada PT. SRITEX dalam bentuk kuisioner, adapun bentuk pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan ditinjau berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diterapkan oleh PT. SRITEX terhadap pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perlindungan Terhadap Pekerja Perempuan yang Bekerja pada Malam Hari Pada PT. SRITEX sistem waktu kerja yang diterapkan dibagi menjadi 3 shift, yaitu shift pagi, shift sore, dan shift malam. Shift pagi yaitu pukul 07.00-15.00 WIB, shift sore yaitu pukul 15.00-23.00 WIB, shift malam yaitu pukul 23.00-07.00 WIB. Ketentuan waktu kerja tersebut diberlakukan baik bagi pekerja perempuan maupun laki-laki. Waktu kerja yang diberlakukan kepada pekerja oleh PT. SRITEX secara rolling atau bergantian,
maksudnya adalah bahwa sistem waktu kerja tidak
diberlakukan secara tetap. Melihat ketentuan waktu kerja yang diterapkan pada PT. SRITEX, maka dapat diketahui bahwa terdapat beberapa pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari yaitu mulai pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur terkait pengaturan kerja malam bagi pekerja perempuan. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa pekerja/ buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00, disamping
88
hal tersebut pengusaha juga dilarang mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan yang sedang dalam masa kehamilan yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00. Berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa pada PT. SRITEX tidak terdapat pekerja yang berusia dibawah 18 tahun maka pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari pada PT. SRITEX seluruhnya adalah pekerja perempuan yang telah mencapai usia diatas 18 (delapan belas) tahun. Alasan PT. SRITEX untuk tidak mempekerjakan pekerja yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun yaitu PT. SRITEX menyadari bahwa terlalu banyak kemungkinan risiko yang akan timbul jika mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun. Dalam hal ini PT. SRITEX telah sesuai menerapkan kebijakan perusahaan dengan ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada PT. SRITEX juga terdapat sebuah kebijakan bahwa pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil tidak dilarang untuk bekerja, namun perusahaan akan menempatkan pekerja
perempuan
tersebut
pada
jenis
pekerjaan
yang
tidak
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandung, selain itu perusahaan juga melarang pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil untuk kerja lembur, kerja di bagian bahan kimia, serta kerja pada posisi berdiri dalam waktu yang lama. Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pengusaha boleh mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00, tetapi dalam hal ini terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan terhadap si pekerja perempuan yang bekerja pukul 23.00 sampai pukul 07.00 tersebut, yaitu: 1) Memberikan makanan dan minuman bergizi; 2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja;
89
3) Menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Terdapat pengaturan yang mengatur lebih lanjut terhadap ketentuan pada Pasal 76 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang menyebutkan bahwa perlindungan bagi pekerja perempuan meliputi perlindungan keamanan fisik dan psikis pekerja perempuan pada malam hari agar terhindar dari perampokan, pemerasan maupun tindakan asusila berupa pemerkosaan dan pelecehan seksual lainnya. Tanggung jawab yang diberikan kepada pengusaha tersebut sesuai yang diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 adalah sebagai berikut: 1) Menyediakan angkutan antar jemput untuk pekerja perempuan yang bekerja dan pulang pukul 23.00 sampai dengan 05.00; 2) Pengusaha diwajibkan menyediakan petugas keamanan di tempat kerja untuk memastikan bahwa pekerja perempuan aman dari kemungkinan perbuatan asusila di tempat kerja; 3) Fasilitas tempat kerja harus didukung oleh kamar mandi dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/ buruh laki-laki dengan pekerja/ buruh perempuan; 4) Untuk menjaga kondisi kesehatan agar pekerja perempuan harus dalam kondisi prima pengusaha diwajibkan memberikan makanan dan minuman yang bergizi sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori. Makanancdan minuman yang diberikan kepada pekerja haruslah bervariasi serta baik makanan dan minuman maupun ruang penyediaannya haruslah memenuhi syarat higiene dan
90
sanitasi. Makanan dan minuman diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja dan yang perlu diingat bahwa pengaturan terkait pemberian makanan dan minuman ini tidak dapat diganti uang. Berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 76 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang pada intinya mengatur terkait beberapa kewajiban pengusaha yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00, maka untuk mempermudah dalam memahami, maka penulis akan membagi kewajiban/ tanggung jawab perusahaan tersebut dalam beberapa poin sesuai dengan apa yang telah diatur yaitu sebagai berikut:
1) Makanan dan Minuman Bergizi Terdapat ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang menyebutkan bahwa bagi setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib menyediakan makanan serta minuman yang bergizi serta bervariasi dengan tujuan yaitu menjaga kondisi kesehatan agar pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 tetap dalam kondisi prima. Berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan kepada Bapak Fery Kristiawan, diketahui bahwa dalam hal pemenuhan salah satu hak pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 oleh perusahaan, PT. SRITEX telah menyediakan fasilitas tempat penyediaan makanan serta minuman berupa kantin yang terdapat di dalam area perusahaan. Kantin tersebut dibuka selama 24 (dua puluh empat) jam yang menyediakan berbagai macam jenis
91
makanan dan minuman untuk para pekerja baik pekerja perempuan maupun laki-laki yang bekerja pada PT. SRITEX. Sistem yang digunakan oleh kantin yang terdapat pada PT. SRITEX adalah dengan sistem kupon yaitu PT. SRITEX memberikan sebanyak 1 (satu) lembar kupon setiap harinya atau setiap pekerja baik pekerja perempuan maupun pekerja laki-laki tersebut bekerja kemudian ditukarkan dengan menu makanan serta minuman yang telah disediakan setiap harinya pada kantin tersebut. Setiap 1 (satu) lembar kupon setara dengan harga Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah), maksudnya pekerja boleh tidak menukarkan kupon sesuai dengan menu yang telah disediakan kantin, dan apabila pekerja tersebut tidak menukarkan kupon dengan menu sesuai yang telah disediakan oleh kantin tersebut maka kupon dapat ditukarkan dengan harga setara Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah). Adapun menu makanan yang disediakan pada kantin tersebut sudah terjadwal setiap harinya, yaitu: a) Hari Senin
: Nasi putih Tempe Goreng Sayur Soup Teh/ Air mineral
b) Hari Selasa
: Nasi putih Tahu Goreng Sayur Oseng Teh/ Air mineral
c) Hari Rabu
: Nasi putih Tahu Goreng Sayur Oseng Teh/ Air mineral
d) Hari Kamis
: Nasi putih Tahu Bacem Sayur Oseng
92
Teh/ Air mineral e) Hari Jumat
: Nasi putih Tempe Goreng Sayur Soup Teh/ Air mineral
f) Hari Sabtu
: Nasi putih Tahu Goreng Sayur Oseng Teh/ Air mineral
g) Hari Minggu : Nasi putih Tempe Bacem Sayur Lodeh Teh/ Air mineral Meninjau lebih lajut pelaksanaan pemenuhan hak yang telah dilakukan oleh PT. SRITEX dalam hal kewajiban menyediakan makanan serta minuman bagi pekerja perempuan yang bekerja pada PT. SRITEX antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 yaitu dengan menyediakan fasilitas berupa ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin serta diberlakukannya sistem kupon yang dimana masing-masing pekerja pada PT. SRITEX setiap bekerja diberikan 1 (satu) lembar kupon saja yang kemudian dapat ditukarkan dengan menu makanan dan minuman yang telah disediakan oleh kantin atau pekerja Pada kantin tersebut makanan maupun minuman disediakan sudah secara terjadwal pada setiap harinya. Melihat menu makanan maupun minuman yang disediakan kantin pada PT. SRITEX dapat dinilai bahwa makanan maupun minuman yang disediakan setiap harinya kurang bervariasi karena hanya berbahan dasar sama, namun cara penyajian maupun pengolahannya saja yang berbeda, atau jika pekerja tidak menukarkan kupon sesuai dengan menu yang telah disediakan maka setiap 1 (satu) lembar kupon hanya dinilai setara dengan Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) saja. Besaran 1.500,00
93
(seribu lima ratus rupiah) perhari kuranglah layak untuk diberikan kepada pekerja karena berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan kepada pihak kantin kupon yang senilai dengan Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) hanya dapat ditukar dengan kopi atau makananan ringan saja seperti roti. Ketentuan terkait pemenuhanan hak berupa penyediaan makanan dan minuman yang wajib disediakan oleh pihak perusahaan kepada pekerja perempuan pada waktu istirahat antara jam kerja tidak dapat diganti uang sesuai yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00. Memang dalam peraturan perundang-undangan tidak ada satupun ketentuan yang menyebutkan bahwa kewajiban menyediakan makanan serta minuman bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 tidak dapat diganti dengan kupon, namun jika dilihat lebih dalam lagi bahwa kupon yang disediakan oleh PT. SRITEX setiap lembarnya setara dengan Rp. 1500,00 (seribu lima ratus rupiah) maka sudah secara jelas bahwa adanya bentuk pengalihan kewajiban penyediaan makanan dan minuman kepada pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 kedalam bentuk uang. Hal tersebut telah melanggar Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang menyatakan bahwa makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang. Dilihat dari keberagaman makanan dan minuman maka dapat dinilai bahwa makanan yang disediakan PT. SRITEX kurang beragam atau bervariasi, selain itu juga pilihan minuman hanya air mineral atau
94
teh saja yang disediakan oleh PT. SRITEX, sedangkan susu tidak disediakan. Padahal sudah secara jelas diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.
224/MEN/2003
tentang
Kewajiban
Pengusaha
Yang
Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 berkewajiban untuk memberikan makanan dan minuman bergizi harus sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori yang dimana penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja/ buruh harus secara bervariasi dan diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja. Pada Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 disebutkan bahwa penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruang makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi. Ketentuan tersebut diatur dengan tujuan yaitu menjaga kondisi kesehatan agar pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 tetap dalam kondisi prima. Melihat kondisi lingkungan dari tempat ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin perusahaan yang telah disediakan PT. SRITEX, baik kantin itu sendiri maupun peralatan yang digunakan pada kantin tersebut dapat dikategorikan bahwa ruang kantin maupun peralatan yang digunakan cukup bersih dan terawat, namun setelah diadakan klarifikasi lebih lanjut, diketahui bahwa usaha jasaboga yang terdapat dalam kantin PT. SRITEX belum memiliki sertifikat higiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota secara otomatis juga belum memiliki izin usaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Kondisi kantin maupun peralatan yang digunakan sangat
95
bersih dan terawat tidaklah cukup untuk mengkategorikan bahwa usaha jasa boga pada kantin tersebut layak, karena pada dasarnya tetap harus ada ijin usaha yang dimiliki oleh setiap usaha jasaboga pada kantin yang terdapat dalam suatu perusahaan sebagai bukti formil bahwa kantin tersebut telah memenuhi unsur dalam kategori layak dalam hal pengelolaan makanan serta minuman. Tidak adanya sertifikat hygiene serta ijin usaha dari jasaboga yang terdapat pada kantin PT. SRITEX
secara jelas bertentangan
dengan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Pada Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga menyebutkan bahwa setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dalam hal untuk memiliki izin usaha, setiap usaha jasaboga harus memiliki sertifikat higiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
2) Kendaraan Antar Jemput Pada PT. SRITEX diberlakukan ketentuan waktu kerja shift malam yaitu pukul 23.00-07.00 WIB. Sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait
kewajiban perusahaan yang wajib dipenuhi oleh setiap
perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00, bahwa setiap perusahaan wajib menyediakan fasilitas berupa kendaraan antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00, maka PT. SRITEX dalam hal ini memiliki kewajiban hanya dalam menyediakan kendaraan untuk menjemput para pekerja perempuan dari tempat lokasi penjemputan menuju ke lokasi
96
perusahaan, namun tidak berkewajiban untuk menyediakan kendaraan untuk
mengantar
pekerja perempuan ke
lokasi semula saat
penjemputan karena pada PT. SRITEX jam pulang pekerja perempuan yang bekerja pada shift malam yaitu pukul 07.00 WIB bukan pukul 05.00 WIB. Berdasarkan hasil klarifikasi, diketahui bahwa PT. SRITEX tidak menyediakan fasilitas kendaraan untuk menjemput pekerja perempuan yang seharusnya dilakukan dari lokasi penjemputan menuju lokasi perusahaan bagi pekerja perempuan yang mulai bekerja pada pukul 23.00, padahal sudah secara jelas bahwa penyediaan kendaraan untuk mengantar pekerja perempuan yang bekerja dimulai pada pukul 23.00 merupakan salah satu kewajiban bagi setiap perusahaan. PT. SRITEX secara jelas telah melanggar ketentuan yang sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pengusaha boleh mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00, tetapi dalam hal ini terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pekerja perempuan tersebut, salah satu kewajiban yang wajib dipenuhi oleh perusahaaan terhadap pekerja perempuan yang bekerja pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 adalah menyediakan fasilitas berupa kendaraan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. PT. SRITEX juga telah mengabaikan ketentuan yang mengatur lebih lanjut terkait kewajiban penyediaan fasilitas kendaraan antar jemput yang diperuntukkan bagi pekerja perempuan yang bekerja pada pukul 23.00 sampai dengan 07.00 yaitu dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa pengusaha wajib menyediakan
97
antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Pada Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa pengusaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya Pasal 6 ayat (2) penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Pasal 7 ayat (1) pengusaha harus menempatkan tempat penjemputan dan pengantaran pada lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/ buruh perempuan. Pasal 7 ayat (2) kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus terdaftar di perusahaan.
3) Menjaga Kesusilaan dan Keamanan Selama di Tempat Kerja Adapun salah satu kebijakan perusahaan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX dalam menjalankan kegiatan usahanya yaitu “Kebijakan Anti Kekerasan dan Anti Diskriminasi Gender, Anti Penganiayaan dan Anti Pelecehan Seksual” dasar dari kebijakan tersebut adalah: a) Pancasila yaitu Sila ke-2; b) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2); c) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 ayat (2); d) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Pengahapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita; e) Instruksi
Presiden
Nomor
9
Tahun
2000
tentang
Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional untuk mewujudkan kesejahteraan dan Keadilan Gender. Kebijakan perusahaan berdasarkan peraturan perundangundangan meliputi hal-hal sebagai berikut:
98
a) Perusahaan memastikan bahwa semua aktivitas produksi serta kegiatan
lainnya
yang
dilaksanakan dalam
lingkungan
perusahaan harus berdasar pada pemahaman tentang anti kekerasan dan anti diskriminasi gender, anti penganiayaan dan anti pelecehan seksual; b) Perusahaan memastikan dan menjamin terselenggaranya pelatihan dan pendidikan tentang pengertian kekerasan, penganiayaan, pemahaman tentang diskriminasi gender dan pelecehan seksual secara periodik dengan memperhatikan aturan yang ada; c) Perusahaan memastikan adanya kotak saran, SMS (Short Message Service) center untuk memudahkan pelaporan apabila terjadi bentuk kekerasan, penganiayaan, diskriminasi gender dalam proses aktivitas pekerjaan. Bentuk perilaku yang akan diproses adalah baik secara fisik maupun verbal/ oral yang dilakukan; d) Perusahaan memastikan penyelesaian akan diselesaikan dengan mengikuti aturan perundang-undangan dan melarang membawa benda apapun yang tidak terkait dengan kegiatan produksi. Dalam pelaksanaannya
untuk
menjaga keamanan serta
mencegah terjadinya perbuatan asusila di lingkungan tempat kerja pada malam hari, PT. SRITEX telah menyediakan fasilitas kamar mandi yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/ buruh perempuan dan laki-laki, disamping itu juga terdapat
beberapa
petugas
keamanan
yang
terus
melakukan
pengecekan atau mengotrol keadaan di sekitar perusahaan. Hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 76 ayat (3) huruf b UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa pengusaha boleh mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00, tetapi dalam hal ini terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi yaitu menjaga kesusilaan dan
99
keamanan selama di tempat kerja. Hal tersebut juga selaras dengan yang terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 dimana perusahaan wajib menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja, yaitu: a) Pengusaha diwajibkan menyediakan petugas keamanan di tempat kerja untuk memastikan bahwa pekerja perempuan aman dari kemungkinan perbuatan asusila di tempat kerja; b) Fasilitas tempat kerja harus didukung oleh kamar mandi dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/ buruh laki-laki dengan pekerja/ buruh perempuan; Pasal 5 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 pengusaha wajib menjaga keamanan dan kesusilaan pekerja/ buruh perempuan dengan cara: a) Menyediakan petugas keamanan di tempat kerja; b) Menyediakan kamar mandi/ wc yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/ buruh perempuan dan laki-laki.
b. Cuti yang Berkaitan dengan Fungsi Reproduksi Adapun ketentuan pemberian waktu cuti atau istirahat yang berkaitan dengan fungsi reproduksi oleh PT. SRITEX kepada pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut adalah: 1) Cuti haid Dalam Perjanjian Kerja Bersama yang diberlakukan di PT. SRITEX, telah diatur ketentuan waktu cuti atau istirahat pada hari pertama dan kedua waktu haid bagi pekerja perempuan yang sedang
100
dalam masa haid merasakan sakit. PT. SRITEX menentukan syarat bagi pekerja perempuan yang hendak mengajukan permohonan cuti haid untuk melampirkan surat keterangan dokter bahwa pekerja tersebut memang sedang dalam kondisi sakit karena haid. Ketentuan yang diterapkan oleh PT. SRITEX terkait waktu cuti atau istirahat bagi pekerja perempuan yang merasakan sakit pada hari pertama dan hari kedua haid, telah sesuai dengan yang terdapat dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa bagi pekerja/ buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu
haid.
Namun,
terkait
pemberlakuan
syarat
pengajuan
permohonan cuti oleh PT. SRITEX bagi pekerja perempuan yang hendak mengajukan cuti haid untuk melampirkan surat keterangan dokter pada dasarnya tidak diatur dalam peraturan perundangundangan, melainkan dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pekerja perempuan yang merasa sakit pada hari pertama dan kedua waktu haid hanya wajib memberitahukan pihak pengusaha saja.
2) Cuti Hamil dan Melahirkan Berdasarkan klarifikasi, dijelaskan bahwa PT. SRITEX telah menerapkan bentuk-bentuk perlindungan sebagaimana yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap pekerja perempuan yang bekerja pada perusahaan tersebut dan sedang dalam keadaan hamil. Pada PT. SRITEX terdapat kebijakan yang termuat dalam Pemberitahuan Nomor: 0048/ 5.1/ HRD/ III/ 2015 Tentang “Ketentuan Pekerjaan Untuk Karyawan Yang Bekerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa: a) Tidak ada larangan bagi karyawan PT. SRITEX yang sedang dalam kondisi hamil untuk bekerja.
101
b) Perusahaan akan menempatkan karyawan hamil di jenis pekerjaan
yang
tidak
membahayakan
kesehatan
dan
keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandung. c) Karyawan hamil tidak boleh kerja lembur, kerja di bagian bahan kimia, kerja yang berdiri dalam waktu lama dan sebagainya. Pemberitahuan Nomor: 0155/ 5.1/ HR&GA/ II/ 2014 Tentang “Ketentuan Melamar dan Kontrak Kerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa: a) Tidak ada larangan bagi calon karyawan PT. SRITEX apabila pada saat melamar pekerjaan sedang dalam keadaan hamil/ mengandung. b) Pada saat menjadi karyawan kontrak/ PKWT sedang dalam keadaan hamil/ mengandung, masih diperbolehkan untuk bekerja sebagai karyawan PT. SRITEX. Dalam Perjanjian Kerja Bersama yang diberlakukan di PT. SRITEX mengatur ketentuan waktu cuti atau istirahat bagi pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil atau mengandung. Cuti yang diberikan kepada pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut yaitu selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan. Pada pelaksanaannya PT. SRITEX menerapkan suatu kebijakan atau peraturan dalam perusahaan terkait syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh setiap pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil untuk menggunakan hak cuti hamil dan melahirkan, dimana pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi hamil tersebut yang hendak mengajukan
cuti
hamil
dan
melahirkan
wajib
menunjukkan
permohonan dilampirkan surat keterangan dokter atau bidan yang berisikan perhitungan kandungan pekerja perempuan tersebut. Ketentuan yang diterapkan oleh PT. SRITEX terkait waktu cuti atau istirahat bagi pekerja perempuan sebelum atau sesudah
102
melahirkan tersebut telah sesuai dengan yang terdapat dalam Pasal 82 ayat
(1)
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa bagi pekerja perempuan berhak memperolah istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
3) Cuti Gugur Kandungan Dalam Perjanjian Kerja Bersama yang diberlakukan di PT. SRITEX, telah diatur ketentuan waktu cuti atau istirahat bagi pekerja yaitu selama 1,5 (satu setengah) bulan. Pada pelaksanaannya PT. SRITEX menerapkan kebijakan bahwa bagi pekerja perempuan yang mengalami gugur kandungan dan hendak menggunakan hak cuti gugur kandungan maka terdapat syarat yang wajib dipenuhi oleh setiap pekerja perempuan tersebut dengan mengajukan permohonan yang dilampiri surat keterangan dokter maupun bidan. Ketentuan yang diterapkan oleh PT. SRITEX terkait waktu cuti atau istirahat bagi pekerja perempuan yang mengalami keguguran, telah sesuai dengan yang terdapat dalam Pasal 82 ayat (2) UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa bagi pekerja/ buruh perempuan yang mengalami keguguran berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
c. Kesempatan Menyusui PT. SRITEX telah menyediakan lokasi menyusui berupa ruang laktasi yang tersedia di setiap departemen, yaitu departemen pemintalan (Spinning Unit), departemen penenunan (Weaving Unit), departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), dan departemen garmen (Garment Unit), disamping itu ruang laktasi juga disediakan oleh PT. SRITEX di dalam poliklinik yang telah disediakan oleh perusahaan itu
103
sendiri. Adapun waktu yang disediakan oleh PT. SRITEX untuk pekerja perempuan yang hendak memberikan ASI pada anaknya yaitu pada jam waktu istrahat antara jam kerja. Pemberian kesempatan maupun penyediaan lokasi berupa ruang laktasi bagi pekerja perempuan untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) yang diterapkan oleh PT. SRITEX walaupun pada pelaksanaannya banyak pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui tidak menggunakan fasilitas yang sebagaimana telah disediakan oleh PT. SRITEX, kebijakan yang diterapkan oleh PT. SRITEX tersebut pada dasarnya telah sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur terkait kesempatan menyusui bagi pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berbunyi “Pekerja/ buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja”. PT. SRITEX juga telah melaksanakan ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sejalan dengan ketentuan pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa selama masa pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus salah satunya adalah di tempat kerja. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bersama
Menteri
Negara
Pemberdayaan
Perempuan
Nomor
48/MEN.PP/XII/2008, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.27/MEN/XII/2008
Dan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja. Menurut Pasal 2 Peraturan Bersama 3 Menteri tersebut tujuan diaturnya peraturan bersama ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan untuk
104
memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja dan menyimpan ASI perah untuk diberikan kepada anaknya, memenuhi hak pekerja perempuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anaknya, memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI guna meningkatkan gizi dan kekebalan anak dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan hak menyusui, pemerintah Indonesia pada bulan Maret 2012 telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Keberadaan PP ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan ASI ekslusif bagi bayi. Menurut Pasal 30 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, pengurus tempat kerja dan penyelenggara tempat kerja dan penyelenggara tempat sarana umum harus mendukung program ASI Ekslusif. Selanjutnya dalam Pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif diatur ketentuan mengenai dukungan
program
ASI
Ekslusif
di
tempat
kerja
sebagaimana
dimaksudkan dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perusahaan antara pengusaha dan pekerja/ buruh atau melalui perjanjian kerja bersama antara Serikat Pekerja/ Buruh dengan pengusaha. Pada Pasal 30 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif menyebutkan bahwa pengurus tempat kerja harus menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan. Hal tersebut didasarkan bahwa bagi seorang pekerja perempuan yang berada dalam lingkungan kerja yang nyaman akan bekerja dengan baik, produktif, sehingga juga akan menguntungkan bagi perusahaan tempat dia bekerja.
d. Upah 1) Kesetaraan Upah Dalam hal sistem pengupahan yang diterapkan oleh PT. SRITEX, perusahaan menjamin bahwa tidak adanya suatu bentuk
105
diskriminasi dalam hal pengupahan yang didasari atas dasar atau latar belakang apapun. PT. SRITEX menjamin adanya kesataraan dalam pengupahan yang diberikan baik bagi pekerja laki-laki maupun pekerja perempuanuntuk pekerjaan yang nilainya sama. Adapun parameter dalam pengupahan yang setara antara pekerja laki-laki dengan pekerja perempuan yaitu berdarakan masa kerja, jenjang pendidikan, serta jabatan. Terdapat beberapa kebijakan perusahaan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX dalam menjalankan kegiatan usahanya terkait perlindungan
upah
bagi
pekerja
yaitu
“Kebijakan
Tentang
Penghapusan Diskriminasi/ atau Persamaan Hak”. Adapun yang menjadi dasar penerapan kebijakan tersebut oleh PT. SRITEX adalah sebagai berikut: a) Konvensi ILO Nomor 100 tentang Upah yang Sama Bagi Pekerjaan yang Sama; b) Konvensi ILO Nomor 111 tentang Penghapusan Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan; c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Penghapusan Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan. Kebijakan PT. SRITEX tentang penghapusan diskriminasi atau persamaan hak yang dibentuk berdasarkan peraturan perundangundangan pada dasarnya menjamin bahwa: a) Memberikan jaminan bahwa perusahaan tidak melakukan praktek-praktek diskriminasi di tempat kerja atas dasar kesukuan, warna kulit, jenis kelamin termasuk wanita hamil, agama, aliansi politik ataupun latar belakang sosial; b) Memberikan pengupahan yang sama untuk semua jenis pekerjaan yang sama; c) Memberikan jaminan bahwa tidak ada diskriminasi untuk pengurus serikat pekerja atau anggota serikat pekerja;
106
d) Memberikan perlakuan yang wajar terhadap karyawan yang menyandang disabilitas atau yang terkena HIV Aids. Adapun kebijakan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan upah bagi para pekerja yang diterapkan oleh PT. SRITEX yaitu “Kebijakan Tentang Upah dan Pendapatan” yang didasari atas: a.
Konvesi ILO No. 63, 95 dan 131 tentang Upah Minimum
b.
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada Pasal 86-98 tentang kesejahteraan dan jaminan sosial. Kebijakan perusahaan (PT. SRITEX) berdasarkan peraturan
perundang-undangan untuk: a) Mematuhi upah minimum dan semua kesejahteraan karyawan; b) Membayar upah kerja lembur; c) Memberikan jaminan sosial kepada seluruh karyawan; d) Memberikan ijin tidak masuk kerja dengan mendapatkan upah kepada karyawan yang sedang cuti/ istirahat hamil, haid hari pertama dan kedua (selama 2 hari), menjalani cuti tahunan; hari raya/ hari libur resmi; perkawinan (karyawan sendiri atau anak karyawan;
khitanan
(anak
karyawan);
kelahiran
(anak
karyawan); kematian (suami/ istri/ anak/ orangtua/ mertua); baptis (karyawan atau anak karyawan); menjalankan tugas negara dan/ atau agama yang disetujui pemerintah; atau sakit menurut copy resep dokter yang dilegalisir dokter perusahaan. Berdasarkan hasil klarifikasi yang telah dilakukan, pihak dari PT. SRITEX menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya perusahaan sudah menerapkan kebijakan yang berada di perusahaan itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah diatur pada Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Sama Bagi Pekerja Laki-Laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya, telah diratifikasi oleh negara Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 80
107
Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 100/1951 yang menyebutkan bahwa: a) Negara yang meratifikasi konvensi ini harus menjamin pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya; b) Jaminan ini dapat dilakukan dengan undang-undang, perjanjian kerja atau peraturan perusahaan yang disepakati, khususnya yang mengatur mengenai penetapan upah; c) Harus dilakukan langkah dan tindakan untuk mencegah segala bentuk penilaian pekerjaan yang tidak objektif sebagai dasar untuk melakukan pembayaran upah atas pekerjaan yang dijalankan; d) Nilai upah yang berbeda di antara sesama pekerja yang tanpa memandang jenis kelamin, didasarkan atas penilaian pekerjaan yang objektif berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan, tidak akan dianggap melanggar konvesi ini. PT. SRITEX juga telah mematuhi ketentuan lain yang mengatur terkait larangan diskriminasi terhadap pekerja perempuan dalam hal upah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, yang menyatakan larangan perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah pada intinya mengatur perlindungan upah secara umum dengan bertitik tolak kepada fungsi upah yang harus mampu menjamin kelangsungan hidup bagi pekerja serta keluarganya.
2) Perlindungan
Upah
Terhadap
Pekerja
Perempuan
yang
Menggunakan Waktu Cuti yang Berkaitan Dengan Fungsi Reproduksi Berdasarkan hasil klarifikasi, Terdapat suatu kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan upah bagi para pekerja yang diterapkan
108
oleh PT. SRITEX yaitu “Kebijakan Tentang Upah dan Pendapatan” yang didasari atas: a) Konvesi ILO No. 63, 95 dan 131 tentang Upah Minimum b) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pada Pasal 86-98 tentang kesejahteraan dan jaminan sosial. Kebijakan perusahaan (PT. SRITEX) berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk: a) Mematuhi upah minimum dan semua kesejahteraan karyawan; b) Membayar upah kerja lembur; c) Memberikan jaminan sosial kepada seluruh karyawan; d) Memberikan ijin tidak masuk kerja dengan mendapatkan upah kepada karyawan yang sedang cuti/ istirahat hamil, haid hari pertama dan kedua (selama 2 hari), menjalani cuti tahunan; hari raya/ hari libur resmi; perkawinan (karyawan sendiri atau anak karyawan;
khitanan
(anak
karyawan);
kelahiran
(anak
karyawan); kematian (suami/ istri/ anak/ orangtua/ mertua); baptis (karyawan atau anak karyawan); menjalankan tugas negara dan/ atau agama yang disetujui pemerintah; atau sakit menurut copy resep dokter yang dilegalisir dokter perusahaan. Dalam pelaksanaannya PT. SRITEX sudah menerapkan kebijakan yang berlaku pada perusahaan tersebut, salah satunya terkait perlindungan upah terhadap pekerja perempuan yang menggunakan waktu cuti yang berkaitan dengan fungsi reproduksi. Terhadap pekerja perempuan yang menggunakan waktu cuti yang berkaitan dengan fungsi reproduksi seperti cuti haid, cuti hamil dan melahirkan, ataupun cuti gugur kandungan tetap berhak mendapatkan upah sesuai dengan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal perlindungan terhadap upah pekerja perempuan sesuai yang tertera pada Pasal 84 Undang-Undang Nomor 13 tahun
109
2003 tentang Ketenagakerjaan diatur bahwa setiap pekerja/
buruh
yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, d, Pasal 80, dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerja cuti hamil dan melahirkan, cuti haid, ataupun cuti gugur kandungan tetap berhak mendapat upah penuh. Maka berdasarkan bunyi Pasal 84 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat pengecualian terhadap prinsip no works no pay dimana pekerja perempuan yang tidak bekerja tetap berhak atas upah penuh jika dalam kondisi yang dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c, d, Pasal 80, dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan . e. Larangan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Pekerja Perempuan Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan Berdasarkan hasil klarifikasi, PT. SRITEX menyebutkan bahwa belum pernah ada pekerja baik itu perempuan maupun laki-laki yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial terkait adanya perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Terkhusus untuk calon pekerja perempuan, PT. SRITEX dalam proses recruitment tidak pernah memberikan syarat bahwa bagi pekerja yang hendak bekerja pada PT. SRITEX tidak boleh dalam keadaan sedang hamil maupun harus berstatus lajang atau single. PT. SRITEX disamping itu juga tidak pernah melakukan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan atau dasar karena pekerja perempuan tersebut menikah, hamil ataupun hendak melahirkan. Termuat dalam Pemberitahuan Nomor: 0155/ 5.1/ HR&GA/ II/ 2014 Tentang “Ketentuan Melamar dan Kontrak Kerja Pada Saat Hamil” yang berisi bahwa: 1) Tidak ada larangan bagi calon karyawan PT. SRITEX apabila pada saat
melamar
mengandung;
pekerjaan
sedang
dalam
keadaan
hamil/
110
2) Pada saat menjadi karyawan kontrak/ PKWT sedang dalam keadaan hamil/ mengandung, masih diperbolehkan untuk bekerja sebagai karyawan PT. SRITEX. Kebijakan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX tersebut telah seusai dengan apa yang tertuang pada Pasal 153 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang pada intinya melarang pengusaha untuk melakukan PHK terhadap pekerja perempuan dengan alasan melahirkan, hamil, ataupun menikah. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-03/MEN/1989 tentang Larangan Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja Wanita Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan telah disebutkan juga secara tegas bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK atas dasar pekerja perempuan melahirkan, hamil, ataupun menikah. Peraturan Menteri Tenaga Kerja PER-03/MEN/1989 tentang Larangan Pemutusan Hubungan Kerja Pekerja Wanita Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi pekerja perempuan yang mengakui dan menjunjung tinggi kodrat, harkat dan martabat
perempuan
yang
merupakan konsekuensi logis dengan
diratifikasinya konvensi ILO Nomor 100 dan Nomor 111 Tahun 1951 terkait larangan diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Dalam peraturan tersebut pengusaha diwajibkan merencanakan dan melaksanakan pengalihan tugas bagi pekerja perempuan tanpa mengurangi hak-haknya bagi perusahaan yang karena sifat dan jenis pekerjaan yang tidak memungkinkan mempekerjakan perempuan hamil.
111
2. Hambatan yang Terdapat dalam Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pekerja Perempuan oleh PT. SRITEX Terhadap Pekerja Perempuan yang Bekerja di PT. SRITEX Berdasarkan hasil klarifikasi yang telah dilakukan, terdapat beberapa hambatan yang terdapat dalam pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX terhadap pekerja perempuan yang bekerja di PT. SRITEX terutama hal yang berkaitan dalam rangka perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut, yaitu: a. Kendaraan antar jemput PT. SRITEX tidak menyediakan fasilitas kendaraan untuk menjemput pekerja perempuan yang bekerja pada pukul 23.00 dari tempat penjemputan menuju lokasi perusahaan, padahal sudah secara jelas bahwa penyediaan kendaraan baik untuk mengantar maupun menjemput pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00 merupakan salah satu kewajiban perusahaan yang wajib dipenuhi. PT. SRITEX mengklarifikasi bahwa terdapat tindakan alternatif atau solusi dengan tidak dilaksanakannya kewajiban dalam hal menyediakan fasilitas kendaraan untuk menjemput pekerja perempuan yang bekerja pukul 23.00 menuju lokasi perusahaan, maka PT. SRITEX memberikan bentuk perlindungan terhadap pekerja perempuan yang bekerja pada pukul 23.00 tersebut dengan solusi bahwa PT. SRITEX menyediakan fasilitas berupa mess bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari namun lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari lokasi perusahaan. Dalam setiap mess tersebut, masing-masing kamar biasanya diisi oleh 5 (lima) orang pekerja perempuan, namun pada pelaksanaannya solusi berupa penyediaan mess oleh PT. SRITEX tidaklah berjalan secara efektif karena pada dasarnya banyak pekerja perempuan yang tidak menggunakan fasilitas mess tersebut, karena pekerja perempuan yang bertempat tinggal jauh dari lokasi perusahaan lebih memilih untuk membawa kendaraan
112
bermotor pribadi walaupun bekerja pada waktu malam hari yang pada dasarnya memiliki banyak risiko yang mungkin akan timbul. Berdasarkan hasil klarifikasi, adapun solusi lain yang diberikan oleh PT. SRITEX terhadap ketidaktersediannya bus antar jemput bagi pekerja maka pada PT. SRITEX terdapat koperasi simpan pinjam, dimana setiap pekerja yang bekerja pada PT. SRITEX berhak untuk melakukan peminjaman pada koperasi tersebut, dan dengan begitu setiap pekerja termasuk pekerja perempuan dapat dengan mudah untuk memperoleh pinjaman salah satunya dipergunakan untuk membeli kendaraan secara kredit contohnya motor yang kemudian bisa dipergunakan untuk bekerja. Tidak terdapat satu pasal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia menyebutkan bahwa kewajiban untuk menyediakan fasilitas antar jemput bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00 dapat digantikan dengan bentuk fasilitas lainnya. PT. SRITEX secara jelas melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pengusaha boleh mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai pukul 07.00, tetapi dalam hal ini terdapat beberapa kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pekerja perempuan tersebut, salah satu kewajiban yang wajib dipenuhi oleh perusahaaan terhadap pekerja perempuan yang bekerja pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 adalah menyediakan fasilitas berupa kendaraan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Solusi yang diberikan oleh PT. SRITEX yaitu dengan menyediakan fasilitas berupa mess bagi pekerja perempuan yang bekerja pada malam hari namun bertempat tinggal cukup jauh dari lokasi perusahaan serta solusi kemudahan kredit pada koperasi simpan pinjam tidaklah memiliki keterkaitan dengan kewajiban yang sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal
113
76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.224/MEN/2003
tentang
Kewajiban
Pengusaha
Yang
Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00. PT. SRITEX juga telah mengabaikan ketentuan yang mengatur lebih lanjut terkait kewajiban penyediaan fasilitas kendaraan antar jemput yang diperuntukkan bagi pekerja perempuan yang bekerja pada pukul antara pukul 23,00 sampai dengan 05.00 yaitu dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.
224/MEN/2003
tentang
Kewajiban
Pengusaha
Yang
Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00. Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa pengusaha wajib menyediakan antar jemput bagi pekerja perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Pada Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa pengusaha wajib menyediakan antar jemput dimulai dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya Pasal 6 ayat (2) penjemputan dilakukan dari tempat penjemputan ke tempat kerja dan sebaliknya antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00. Pasal 7 ayat (1) pengusaha harus menempatkan tempat penjemputan dan pengantaran pada lokasi yang mudah dijangkau dan aman bagi pekerja/ buruh perempuan. Pasal 7 ayat (2) kendaraan antar jemput harus dalam kondisi yang layak dan harus terdaftar di perusahaan.
b. Kesempatan Menyusui PT. SRITEX telah menyediakan lokasi menyusui berupa ruang laktasi baik yang tersedia di setiap departemen, baik departemen pemintalan (Spinning Unit), departemen penenunan (Weaving Unit), departemen pencetakan-pencelupan (Dyeing and Printing Unit), dan departemen garmen (Garment Unit), disamping itu ruang laktasi juga
114
disediakan oleh PT. SRITEX di dalam poliklinik yang telah disediakan oleh perusahaan itu sendiri. Adapun waktu yang disediakan oleh PT. SRITEX untuk pekerja perempuan yang hendak memberikan ASI pada anaknya yaitu pada waktu istrahat antara jam kerja. Pemberian kesempatan maupun penyediaan lokasi berupa ruang laktasi bagi pekerja perempuan untuk memberikan ASI (Air Susu Ibu) yang diterapkan oleh PT. SRITEX telah sesuai dengan yang terdapat pada Pasal
83
Undang-Undang
Nomor
13
Tahun
2003
tentang
Ketenagakerjaan mengatur terkait kesempatan menyusui bagi pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui. Pada pelaksanaannya banyak pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui tidak menggunakan fasilitas yang sebagaimana telah disediakan oleh PT. SRITEX yaitu ruang laktasi yang terdapat pada setiap departemen perusahaan. Banyak pekerja yang sedang dalam kondisi menyusui dan bertempat tinggal tidak terlalu jauh dengan lokasi perusahaan lebih memilih untuk menggunakan waktu istirahat antara jam kerja untuk pulang ke rumah dan kemudian memberikan ASI untuk anaknya dibandingkan harus membawa anaknya tersebut ke lokasi perusahaan yang justru akan merepotkan, dan bagi pekerja yang bertempat tinggal jauh dari lokasi perusahaan juga tidak membawa anaknya ke lokasi perusahaan dan kemudian memberikan ASI pada ruang laktasi, namun ASI telah dipersiapkan sebelumnya oleh pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi menyusui tersebut. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berbunyi “Pekerja/ buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja”. PT. SRITEX juga telah memperhatikan ketentuan yang terdapat pada UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sejalan dengan ketentuan pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
115
tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa selama masa pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus salah satunya adalah di tempat kerja. Pasal 83 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terakait kesempatan menyusui lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 48/MEN.PP/XII/2008, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.27/MEN/XII/2008 Dan Menteri Kesehatan Nomor 1177/MENKES/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja. Menurut Pasal 2 Peraturan Bersama 3 Menteri tersebut tujuan diaturnya peraturan bersama ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada pekerja perempuan untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja dan menyimpan ASI perah untuk diberikan kepada anaknya, memenuhi hak pekerja perempuan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anaknya, memenuhi hak anak untuk mendapatkan ASI guna meningkatkan gizi dan kekebalan anak dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia sejak dini. Dalam hal ini PT. SRITEX telah menerapkan kebijakan perusahaan terkait dengan pemberian kesempatan menyusui kepada pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi menyusui selaras dengan yang telah diatur secara jelas dalam peraturan perundangundangan walaupun pada pelaksanaannya justru pihak dari pekerja perempuan yang tidak memanfaatkan fasilitas ruang laktasi yang telah disediakan oleh perusahaan secara efektif. Pemberlakuan ketentuan terkait pemberian kesempatan menyusui yang dibentuk oleh PT. SRITEX bertujuan untuk menciptkan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja termasuk pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui lebih merasa tenang karena rasa tenang tersebut terstimulasi akibat proses menyusui, sehingga pekerja tersebut nantinya akan
116
bekerja dengan baik, produktif, yang tentu akan memberikan manfaat bagi perusahaan.
c. Hak Memperoleh Makanan dan Minuman Bergizi Pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan yang telah diterapkan oleh PT. SRITEX dalam hal kewajiban menyediakan makanan serta minuman bagi pekerja perempuan yang bekerja pada PT. SRITEX antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 yaitu dengan menyediakan fasilitas berupa ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin serta diberlakukannya sistem kupon yang dimana masing-masing pekerja pada PT. SRITEX setiap bekerja diberikan 1 (satu) lembar kupon saja yang kemudian dapat ditukarkan dengan menu makanan dan minuman yang telah disediakan oleh kantin atau pekerja Pada kantin tersebut makanan maupun minuman disediakan sudah secara terjadwal pada setiap harinya. Melihat menu makanan maupun minuman yang disediakan kantin pada PT. SRITEX dapat dinilai bahwa makanan maupun minuman yang disediakan setiap harinya kurang bervariasi karena hanya berbahan dasar sama, namun cara penyajian maupun pengolahannya saja yang berbeda, atau jika pekerja tdak menukarkan kupon sesuai dengan menu yang telah disediakan maka setiap 1 (satu) lembar kupon hanya dinilai setara dengan Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) saja. Besaran 1.500,00 (seribu lima ratus) perhari kuranglah layak untuk diberikan kepada pekerja karena berdasarkan klarifikasi yang telah dilakukan kepada pihak kantin kupon yang senilai dengan Rp 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) hanya dapat ditukar dengan kopi atau makananan ringan saja seperi roti. Ketentuan terkait pemenuhanan hak berupa penyediaan makanan dan minuman yang wajib disediakan oleh pihak perusahaan kepada pekerja perempuan pada waktu istirahat antara jam kerja tidak dapat diganti uang sesuai yang tertuang dalam Pasal 3 ayat (2)
117
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00. Memang dalam peraturan perundang-undangan tidak ada satupun ketentuan yang menyebutkan bahwa kewajiban menyediakan makanan serta minuman bagi pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 tidak dapat diganti dengan kupon, namun jika dilihat lebih dalam lagi bahwa kupon yang disediakan oleh PT. SRITEX setiap lembarnya setara dengan Rp. 1500,00 (seribu lima ratus rupiah) maka sudah secara jelas bahwa adanya bentuk pengalihan kewajiban penyediaan makanan dan minuman kepada pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 kedalam bentuk uang. Hal tersebut telah melanggar Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang menyatakan bahwa makanan dan minuman tidak dapat diganti dengan uang. Dilihat dari keberagaman makanan dan minuman maka dapat dinilai bahwa makanan yang disediakan PT. SRITEX kurang beragam atau bervariasi, selain itu juga pilihan minuman hanya air mineral atau teh saja yang disediakan oleh PT. SRITEX, sedangkan susu tidak disediakan. Padahal sudah secara jelas diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.
224/MEN/2003
tentang
Kewajiban
Pengusaha
Yang
Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 yang menyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/ buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 berkewajiban untuk memberikan makanan dan minuman bergizi harus sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori yang dimana
118
penyajian menu makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja/ buruh harus secara bervariasi dan diberikan pada waktu istirahat antara jam kerja. Terkait pengaturan penyediaan makanan dan minuman yang bergizi serta bervariasi sekurang-kurangnya memenuhi 1.400 kalori cukuplah sulit. Perusahaan haruslah memiliki ahli gizi untuk menilai serta mengukur apakah makanan yang disediakan oleh perusahaan kepada pekerja telah sesuai dengan ketentuan yang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini PT. SRITEX menyerahkan penilaian syarat 1.400 kalori kepada usaha jasaboga yang telah ditunjuk. Pada Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep. 224/MEN/2003 tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/ Buruh Perempuan Antara Pukul 23.00 Sampai Dengan 07.00 disebutkan bahwa penyediaan makanan dan minuman, peralatan, dan ruang makan harus layak serta memenuhi syarat higiene dan sanitasi. Ketentuan tersebut diatur dengan tujuan yaitu menjaga kondisi kesehatan agar pekerja perempuan yang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 tetap dalam kondisi prima. Melihat kondisi lingkungan dari tempat ruang penyediaan makanan dan minuman yaitu kantin perusahaan yang telah disediakan PT. SRITEX, baik kantin itu sendiri maupun peralatan yang digunakan pada kantin tersebut dapat dikategorikan bahwa ruang kantin maupun peralatan yang digunakan cukup bersih dan terawat, namun setelah diadakan klarifikasi lebih lanjut, diketahui bahwa usaha jasaboga yang terdapat dalam kantin PT. SRITEX belum memiliki izin usaha yang menandakan bahwa usaha jasaboga tersebut secara otomatis juga belum memiliki sertifikat higiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Kondisi kantin maupun peralatan yang digunakan sangat bersih dan terawat tidaklah cukup untuk mengkategorikan bahwa usaha jasa boga pada kantin tersebut layak, karena pada dasarnya tetap harus ada
119
ijin usaha yang dimiliki oleh setiap usaha jasaboga pada kantin yang terdapat dalam suatu perusahaan sebagai bukti formil bahwa kantin tersebut telah memenuhi unsur dalam kategori layak. Tidak adanya ijin usaha dari jasaboga yang terdapat pada kantin PT. SRITEX secara jelas bertentangan dengan ketentuan yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Pada Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011
tentang
Higiene
Sanitasi
Jasaboga
menyebutkan bahwa setiap jasaboga harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku, dan dalam hal untuk memiliki izin usaha, setiap usaha jasaboga harus memiliki sertifikat higiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
d. Hambatan
Pelaksanaan
Pemenuhan
Hak
Dalam
Rangka
Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Perempuan Berdasarkan
hasil
klarifikasi
diketahui
bahwa
dalam
pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX terdapat beberapa hambatan sehingga tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja pada PT. SRITEX belum dapat tercapai secara optimal. Untuk meninjau latar belakang mengapa adanya hambatan pelaksanaan pemenuhan tersebut maka harus dilihat terkait makna dari perlindungan hukum itu sendiri. Berdasarkan beberapa teori perlindungan hukum yang ada, penulis menitikberatkan dan memilih konsep teori perlindungan hukum yang dipaparkan oleh Philipus M. Hadjon yang dijadikan sebagai “pisau analisis” dalam penulisan hukum karena konsep perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon dinilai paling relevan untuk diterapkan di negara Indonesia dan memiliki keterkaitan yang erat dengan penulisan hukum ini. Philipus M. Hadjon memberikan pengertian perlindungan
120
hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal lainnya (Philipus M. Hadjon: 1987: 18). Menurut Sudikno dalam fungsinya sebagai perlindungan bagi kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi (Sudikno Mertokusumo, 1985: 58). Adapun fungsi primer dari hukum mencakup tiga pokok, dan salah satunya adalah fungsi perlindungan. Hukum mempunyai fungsi untuk melindungi masyarakat dari ancaman bahaya dan tindakantindakan yang merugikan baik yang datang dari sesamanya dan kelompok masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan (pemerintah dan negara) ataupun yang berasal dari luar yang ditujukan terhadap fisik, jiwa, kesehatan, nilai-nilai dan hak asasinya (Dr. Sudijomo Sastroatmodjo, 2005: 11). Dalam hal ini dapat dikatakan, jika terdapat beberapa hambatan pada pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX sehingga tujuan memberikan perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja pada perusahaan tersebut belum dapat terealisasi secara optimal, hal tersebut dapat dilatarbelakangi oleh sistem hukum yang belum bekerja secara efektif. Lawrence M. Friedman dalam bukunya yang berjudul The Legal System A Social Science Prespective Tahun 1975 menyebutkan bahwa sistem hukum terdiri atas 3 elemen, yaitu perangkat atau struktur hukum yang berupa lembaga hukum, substansi hukum berupa peraturan perundang-undangan dan kultur hukum atau budaya hukum.
121
Ketiga komponen atau elemen ini mendukung berjalannya sistem hukum di suatu negara. Dalam pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX terdapat beberapa hambatan disebabkan karena belum bekerjanya sistem hukum itu sendiri secara optimal. Meninjau pada elemen pertama dari sistem hukum yaitu perangkat atau struktur hukum berupa lembaga hukum ditinjau mulai dari yang paling awal yaitu lembaga pembuat peraturan, apakah lembaga tersebut merupakan kewenangan legitimasi dalam membuat aturan atau undang-undang, yang tentunya berkaitan dengan kualitas materi normatifnya, apakah sudah memenuhi syarat dan apakah sudah jelas dalam hal perumusannnya, kemudian dari sistem fungsi pengawasan yang dimiliki oleh struktur hukum itu sendiri, dalam hal ini terdapat beberapa
hambatan dalam perlindungan hukum bagi pekerja
perempuan pada PT. SRITEX yaitu tidak dipenuhinya beberapa hak pekerja perempuan oleh PT. SRITEX, contohnya tidak disediakannya fasilitas untuk mengantar pekerja perempuan yang bekerja pada pukul 23.00, disamping itu hak untuk mendapatkan makanan dan minuman yang bergizi dan bervariasi juga telah diabaikan oleh PT. SRITEX, padahal sudah secara jelas dalam peraturan perundang-undangan bahwa kedua hak tersebut wajib dipenuhi oleh pihak perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah fungsi pengawasan dari struktur hukum yang seharusnya dapat mencegah hambatanhambatan seperti yang terdapat dalam PT. SRITEX dan dalam hal ini merupakan peran pengawasan dari Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sukoharjo. Elemen yang kedua yaitu substansi hukum berupa peraturan perundang-undangan.
Peraturan
perundang-undangan
sangat
berpengaruh terhadap proses penegakkan hukum, oleh karena itu sejak dibuat oleh pembentuknya perundang-undangan harus menyerap nilai,
122
aspirasi yang ada di masyarakat. Selama ini pembuat peraturan perundang-undangan tidak memberi perhatian yang cukup apakah aturan yang nantinya bisa dijalankan atau tidak. Pembuat peraturan perundang-undangan sadar ataupun tidak telah mengambil asumsi aturan yang dibuat akan dengan sendirinya berjalan. Melihat substansi hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan terkait perlindungan hukum bagi pekerja perempuan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Convention on the Elemenation of All form of Discrimination Against Women (CEDAW) bahwa diantara laki-laki dengan perempuan terdapat ciri fisik maupun biologis yang berbeda yang dimana menempatkan perempuan pada posisi yang lebih lemah dibandingkan laki-laki, maka atas dasar perbedaan yang mendasar tersebutlah perlu adanya perlakuan yang berbeda pula demi terciptanya kesetaraan gender yang bertujuan untuk mencegah timbulnya diskriminasi. CEDAW meletakkan strategi atau langkah-langkah khusus bersifat sementara yang perlu dilakukan dan diterapkan menyikapi adanya fakta terkait perbedaan ciri-ciri fisik antara perempuan dengan laki-laki untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, suatu tindakan khusus sementara tersebut dikenal dengan istilah Affirmative Action. Affirmative Action bertujuan untuk mempercepat persamaan antara laki-laki dan perempuan secara “de facto”, dan tindakan khusus bersifat sementara tersebut nantinya akan dimuat dalam setiap kebijakan. Pada dasarnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah memuat tindakan khusus sementara atau Affirmative Action, namun dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan hanya ditemui 5 pasal yang mengatur secara khusus bagi pekerja perempuan. Harus diakui bahwa jumlah ini sangatlah sedikit, dan akan menjadi lebih baik lagi apabila dibentuk suatu produk hukum yang setingkat dengan Undang-Undang
123
yang kemudian mengatur secara detail tentang perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan beserta permasalahannya sehingga tujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi pekerja perempuan akan tercapai. Elemen yang ketiga yaitu kultur hukum atau budaya hukum. Pada dasarnya kebudayaan mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku. Nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dilaksanakan dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Semakin banyak persesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah menegakkannya dan sebaliknya apabila suatu peraturan perundang-undangan tidak sesuai atau bertentangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan atau menegakkan peraturan hukum tersebut. Berdasarkan hasil klarifikasi yang telah dilakukan, PT. SRITEX dalam hal ini telah berupaya untuk memberikan bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan yang bekerja di PT. SRITEX, salah satu contohnya adalah memenuhi hak pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui dengan menyediakan ruang laktasi. Namun, dalam pelaksanaannya pihak pekerja perempuan yang bekerja di perusahaan tersebut justru menghambat perlindungan hukum bagi pekerja perempuan yang bekerja di PT. SRITEX dimana pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui tidak menggunakan fasilitas ruang laktasi yang telah disediakan oleh PT. SRITEX pada setiap departemen bagian produksi di perusahaan tersebut. PT. SRITEX menerapkan kebijakan perusahaan terkait dengan pemberian kesempatan menyusui kepada pekerja perempuan yang sedang dalam kondisi menyusui selaras dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan walaupun pada pelaksanaannya tidak berjalan secara efektif. PT. SRITEX seharusnya sudah sejak dini
124
membangun budaya atau kebiasaan-kebiasaan yang baik di lingkungan kerja, salah satunya dengan cara memberikan sosialisasi untuk membangun kesadaran bagi pekerja perempuan bahwa penyediaan fasilitas ruang laktasi bertujuan untuk menciptkan lingkungan kerja yang nyaman bagi pekerja termasuk pekerja perempuan yang sedang dalam proses menyusui lebih merasa tenang karena rasa tenang tersebut terstimulasi akibat proses menyusui, sehingga pekerja tersebut nantinya akan bekerja dengan baik, produktif, yang tentu akan memberikan manfaat bagi perusahaan.