BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Mencermati kasus tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa dalam perkara pembunuhan yang telah diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.CJr, terdapat poin-poin penting terhadap penggunaan keterangan ahli yang diajukan oleh penyidik dalam pemeriksaan perkara tersebut serta relevansinya penggunaan keterangan ahli oleh Penuntut Umum dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging) yang dijatuhkan hakim dalam perkara pembunuhan pada Putusan Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.CJr. Poin-poin tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Identitas Terdakwa Nama Lengkap
: Pupun Bin Sanusi
Tempat lahir
: Cianjur
Umur/Tgl Lahir
: 38 Tahun/ 10 Oktober 1975
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
:Kp. Pasir Gombong Desa Sukamulya, Kecamatan.
Cugenang Kabupaten Cianjur Agama
: Islam
Pekerjaan
: Buruh Tani
2. Kasus Posisi Pada tanggal 18 Desember 2013 kira-kira pukul 03.00 WIB di Kampung Pasir Gombong Desa Sukamulya, Kecamatan. Cugenang Kabupaten Cianjur, Pupun Bin Sanusi selaku terdakwa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, perbuatan terdawa dilakukan dengan kronologi sebagai berikut : pada saat dan waktu sebagaimana yang disebutkan diatas awalya terdakwa sedang tidur dirumahnya yang juga merupakan tempat tinggal korban Ny. Anih Binti Komar
57
58
(ibu terdakwa) pada saat subuh terdakwa mendengar suara berisik di dapur, akibat suara berisik tersebut kemudian terdakwa terbangun dan melihat kedapur dan ketika sudah berada diruangan dapur, terdakwa melihat ibunya Ny. Anih Binti Komar seperti sosok Edi seorang yang menjadi musuh terdakwa ketika terdakwa berada di Kalimantan. Selanjutnya terdakwa mengambil golok yang ada diruangan tengah dan menghampiri korban, sebelum terdakwa menyerang korban, terdakwa sempat mendengar ucapan korban “jangan….ini emak, ibu kamu” namun terdakwa tidak menghiraukan dan terdakwa tetap memukul kening korban Ny. Anih Binti Komar hingga korban terjatuh tersungkur, setelah korban terjatuh terdakwa mengayunkan golok kearah leher korban yang mengakibatkan leher korban putus, selanjutnya terdakwa memotong kedua tangan dibagian siku dan memotong kedua kaki korban dibagian lutut. Kemudian terdakwa membuang potongan kepala, potongan tangan dan potongan kaki di selokan dan kebun dibelakang rumah korban, setelah membuang potongan tubuh korban selanjutnya terdakwa menggali tanah dengan cangkul dibagian samping rumah dekat dapur dan menguburkan tubuh korban ditempat tersebut. Selanjutnya terdakwa membersihkan percikan darah dilantai dapur dengan cara menyiram dengan air dan dipel menggunakan kain dan terdakwa untuk menghilangkan nyawa korban. Dua hari kemudian yaitu pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 05.45 WIB terdakwa bertemu dengan Iim Bin Sar’I yang akan berangkat ke warung dan terdakwa mengatakan kepada Iim Bin Sar’I bahwa terdakwa telah membunuh ibunya dan memaksa Iim Bin Sar’I untuk ikut kerumahnya dan ketika berada dirumah, terdakwa menunjukan kepada Iim Bin Sar’I kepala dan potongan tangan serta potongan kaki korban Ny. Anih Binti Komar yang sudah ada diselokan belakang rumah korban didalam gundukan tanah bekas galian baru, dan setelah mengetahui hal tersebut selanjutnya Iim Bin Sar’I memberitahu Sumin Bin Ahmah selaku ketua RT yang selanjutnya memberitahukan peristiwa tersebut kepada pihak Kepolisian.
59
3. Dakwaan Penuntut Umum Dalam kasus ini, Terdakwa PUPUN BIN SANUSI diajukan ke persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum, dengan dakwaan tunggal sebagai berikut : Bahwa ia terdakwa Pupun Bin Sanusi pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2013 sekira jam 03.00 Wib atau setidak-tidaknya pada satu waktu tertentu dalam bulan Desember 2013, bertempat di Kampung Pasir Gombong Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur atau setidaktidaknya pada satu tempat tertentu yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Cianjur yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini, dengan sengaja merampas nyawa orang lain, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut: Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut diatas awalnya ketika terdakwa sedang tidur dirumahnya yang juga merupakan tempat tinggal korban Ny. Anih Binti Komar (ibu terdakwa) pada saat subuh terdakwa mendengar suara berisik di dapur akibat suara berisik tersebut kemudian terdakwa terbangun dan melihat kedapur dan ketika sudah berada diruangan dapur terdakwa melihat ibunya Ny. Anih Binti Komar seperti sosok Edi seseorang yang menjadi musuh terdakwa ketika terdakwa berada di Kalimantan; Selanjutnya terdakwa mengambil golok yang ada diruangan tengah dan menghampiti korban, sebelum terdakwa menyerang korban terdakwa sempat mendengar ucapan korban “jangan … ini emak, ibu kamu” namun terdakwa tidak menghiraukan dan terdakwa tetap memukul kening korban Ny. Anih Binti Komar hingga korban terjatuh tersungkur, setelah korban terjatuh terdakwa mengayunkan golok kearah leher korban yang mengakibatkan leher korban putus, selanjutnya terdakwa memotong kedua tangan korban dibagian siku dan memotong kedua kaki korban dibagian lutut; Selanjutnya terdakwa membuang potongan kepala, potongan tangan dan potongan kaki korban di selokan dan kebun dibelakang rumah korban, setelah membuang potongan tubuh korban selanjutnya terdakwa menggali tanah dengan cangkul dibagian samping rumah dekat dapur dan menguburkan tubuh
60
korban ditempat tersebut. selanjutnya terdakwa membersihkan percikan darah dilantai dapur dengan cara menyiram dengan air dan dipel menggunakan kain dan terdakwa juga membersihkan darah yang menempel di golok yang digunakan terdakwa untuk menghilangkan nyawa korban; Dua hari kemudian yaitu pada hari Jum’at tanggal 20 Desember 2013 jam 05.45 Wib terdakwa bertemu dengan saksi Iim Bin Sar’I yang akan berangkat ke warung dan terdakwa mengatakan kepada saksi Iim Bin Sar’I bahwa terdakwa telah membunuh ibunya dan memaksa saksi untuk ikutke rumah terdakwa dan ketika berada dirumah, terdakwa menunjukan kepada saksi kepala dan potongan tangan serta potongan kaki korban Ny. Anih Binti Komar yang sudah ada di selokan dibelakang rumah korban didalam gundukan tanah bekas galian baru, dan setelah mengetahui hal tersebut selanjutnya saksi Iim Bin Sar’Imemberitahukannya kepada saksi Sumin Bin Ahmah selaku RT yang selanjutnya memberitahukan peristiwa tersebut kepada pihak Kepolisian; Bahwa akibat perbuatan terdakwa yang menebas leher korban Ny. Anih Binti Komar hingga putus dan juga memotong tangan dan kaki korban hingga putus mengakibatkan korban Ny. Anih Binti Komar meninggal dunia, hal tersebut sesuai dengan Visum et Repertum Nomor: 30/II/RSUD/2014 tanggal 22 Desember 2013 yang dikeluarkan oleh RSUD Kabupaten Cianjur yang dibuat oleh dr. Fahmi Hakim, SpF Dokter Spesialis Forensik yang menyimpulkan: “pada mayat perempuan berumur kurang lebih enam puluh tahun ini ditemukan luka terbuka pada daerah leher, lengan atas, lengan bawah, tungkai bawah, pergelangan tangan serta kepala akibat kekerasan tajam dan kekerasan tersebut juga mengakibatkan terputusnya pembuluh nadi dan pembuluh darah balik utama, otot, tulang dan sumsum tulang pada daerah leher, lengan atas, lengan bawah, tungkai bawah, pergelangan tangan serta terpotongnya sebagian otak besar. Sebab mati orang ini akibat kekerasan tajam pada daerah leher yang mengakibatkan terputusnya pembuluh nadi dan pembuluh balik utama daerah leher serta sumsum tulang belakang daerah leher. Adanya kekerasan tajam pada daerah lengan atas, lengan bawah, tungkai
61
bawah, pergelangan tangan serta kepala secara tersendiri dapat mengakibatkan kematian; Perbuatan terdakwa Pupun Bin Sanusi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 338 KUHP; 4. Uraian Keterangan Ahli Dalam proses beracara di dalam persidangan, ahli mengemukakan pendapat sebagai berikut : a. Keterangan Ahli M. Liberty Adi, S.MM., M.Psi: 1) Bahwa, ahli sehari-hari bekerja di Kantor Polda Jabar pada bagian Psikologi Biro SDM dengan jabatan sebagai Kasubag Psikologi Kepolisian (Psipol); 2) Bahwa, pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 21 Desember 2013 yang bertempat di ruangan Sar Reskrim Polres Cianjur Saksi pernah melakukan pemeriksaan tentang status/psikologi kejiwaan dari terdakwa sehubungan dengan pembunuhan yang telah dilakukan oleh terdakwa terhadap ibu kandungnya yang bernama ibu Anih; 3) Bahwa, pada saat melakukan pemeriksaan tersebut ahli melakukan dengan menggunakan 3 (tiga) macam metode yaitu wawancara, observasi dan tes psikologi/kepribadian. Selain itu juga saksi juga telah meminta keterangan dari pihak keluarga (paman) dan tetangga terdakwa yang mengetahui keadaan sehari-hari dari terdakwa; 4) Bahwa, metode wawancara Ahli lakukan untuk mendalami dan mengetahui kemampuan berfikir dan untuk mengetahui motif perbuatan yang dilakukan. Pada saat itu terdakwa banyak bercerita dengan berhalusinasi yaitu adanya bisikan-bisikan dan ketakutan-ketakutan terdakwa dimana menurut terdakwa muncul tokoh yang bernama “Edi” Peronsen” atau “Hakim” yang selalu mengganggu/mengejar dan menjadikan dirinya bernasib buruk yaitu membuat isteri pertamanya pergi meninggalkan dirinya dan selain itu terdakwa juga mengakungaku sebagai “Panglima” seangkatan dengan Bapak SBY dan selain itu
62
terdakwa sering sekali mengatakan dengan bahasa yang aneh seperti “Peronsen” yang tidak ahli mengerti; 5) Bahwa, ketika ahli bertanya tentang kejadian pembunuhan terhadap ibunya, awalnya terdakwa tertutup dan selalu mengalihkankan, lalu ahli dengan menggunakan alur cerita terdakwa menceritakan bahwa malam itu menurut halusinasi terdakwa muncul “Edi” mengirim wujud seperti ibunya hendak membunuh dirinya, ketika sosok “Edi” tersebut ditegur terdakwa malah melawan dan menggertak hingga terdakwa balik menebas sosok “Edi” tersebut dengan menggunakan parang/golok yang biasa dipakai bekerja. Setelah 2 (dua) hari kemudian terdakwa menyadari bahwa yang telah dibunuhnya adalah ibunya sendiri. atas kejadian pembunuhan tersebut terdakwa meyakini bahwa hal tersebut adalah rekayasa dari “Edi”; 6) Bahwa, atas keadaan yang dialami oleh terdakwa menurut pendapat ahli terdakwa mengalami gangguan pada proses mental yang membuatnya tidak mampu untuk berbicara secara tepat baik dalam hal waktu, tempat maupun konteks; 7) Bahwa, menurut pendapat ahli adapun faktor pemicu terbesar hingga terdakwa mengalami gangguan kejiwaan adalah ditinggal pasangannya karena dari hasil wawancara dengan paman dan tetangga terdakwa, setelah pulang dari Kalimantan Tengah, terdakwa sering menyendiri dan diperkirakan ketika berada di Kalimantan Tengah, terdakwa mengalami kejadian yang menyakitkan (traumatic) dan diperoleh keterangan bahwa saat bertransmigrasi di Kalimantan Tengah, terdakwa pernah menikah dengan perempuan asli pribumi suku Kalimantan Tengah dan memiliki 2 (dua) orang anak namun bercerai lalu beberapa tahun kemudian menikah lagi di Cugenang-Cianjur, namun anak yang baru dilahirkan beserta isterinya telah meninggal dunia dan sejak saat itu terdakwa sering sekali kambuh dan berhalusinasi; 8) Bahwa, dari hasil pemeriksaan yang ahli lakukan tersebut lalu telah dibuatkan laporan berupa hasil pemeriksaan psikologis dan dalam
63
laporan tersebut Ahli berkesimpulan bahwa terdakwa mengalami gangguan kejiwaan yang membuatnya tidak mampu untuk berfikir secara normal, merasakan secara normal dan bertindak secara normal. Adapun hal yang menguatkan sehingga Ahli berkesimpulan demikian berdasarkan keterangan dari paman dan saudaranya bahwa terdakwa sering menunjukkan tingkah laku yang tidak wajar seperti berbicara sendiri, tertawa sendiri dan tidak sinkron jika diajak berbicara; 9) Bahwa, terdakwa mengalami gangguan psikotik, berupa Skizofrenia jenis Paranoid dengan gejala waham kejar, waham kebesaran dan halusinasi. Hal mana sesuai dengan pedoman dasar kesehatan mental yang disebut DSM IV karena perilaku penyimpangan terdakwa sudah berlangsung sekitar 1 (satu) tahun lebih maka dapat disimpulkan bahwa terdakwa memang mengalami gangguan kejiwaan berupa Skizofrenia jenis Paranoid; 10) Bahwa, adapun ciri-ciri/gejala dari Skizofrenia jenis Paranoid adalah dengan gejala waham kejar (perilaku curiga kepada orang lain akan berbuat jahat kepadanya) waham kebesaran (sebagai orang yang berilmu dan panglima) dan halusinasi visual (melihat) dan Auditori (pendengaran); 11) Bahwa, sepengetahuan ahli pada gangguan kejiwaan hanya mengenal kategori berat, ringan dan sedang sehingga dalam gangguan kejiwaan tidak ada istilah gradasi; 12) Bahwa, berdasarkan hasil pemeriksaan yang ahli lakukan terhadap terdakwa, maka ahli berpendapat/menyarankan supaya terdakwa dimasukan ke Rumah sakit Jiwa untuk dirujuk ke psikiater guna mendapatkan perawatan atas gangguan kejiwaan yang dialaminya yaitu Skizofrenia jenis Paranoid; 13) Bahwa, terhadap orang yang mengalami gangguan kejiwaan seperti terdakwa ini akan seterusnya diperlukan perawatan agar tidak kumat/kambuh lagi, sehingga dia harus terus makan obat sampai seumur hidup. Jika hal itu tidak dilakukannya maka penyakit yang dideritanya
64
tersebut akan kambuh kembali (berobat secara teratur). Adapun maksud diberikan obat secara terus menerus adalah untuk menekan syarafnya sehingga bisa normal kembali; 14) Bahwa, orang tidak mungkin bisa berpura-pura gila untuk paling lama 2 minggu karena secara teori yang kemudian dilakukan observasi terhadap hal demikian pasti akan diketahui orang tersebut benar-benar mengalami gangguan jiwa/tidak karena hal tersebut dilakukan terus menerus selama 2 minggu oleh psikiater hingga asumsi Ahli tidak mungkin orang dapat berpura-pura gila dalam waktu 2 minggu; 15) Bahwa, ahli berpendapat pada saat terdakwa melakukan pembunuhan terhadap ibunya tersebut
berada dalam keadaan yang tidak
normal/mengalami gangguan jiwa; Menimbang, bahwa terhadap pendapat ahli tersebut oleh terdakwa tidak menanggapinya dan terdiam; b. Keterangan Ahli Dr. Susi Wijayanti, SpKj: 1) Bahwa, Ahli sehari-hari bertugas sebagai psikiater di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat. Pada hari Kamis tanggal 09 Januari 2014 sampai dengan hari Jum’at tanggal 24 Januari 2014 Ahli pernah melakukan pemeriksaan terhadap kejiwaan terdakwa yang bertempat di ruang Kasuari Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat yaitu dengan cara tanya jawab
(wawancara)
dengan
pasien,
observasi
dan
dilakukan
pemeriksaan psikologis; 2) Bahwa, ketika ahli mewawancara terdakwa dimana pada saat itu dia seperti orang ketakutan dan dikejar-kejar oleh orang yang hendak meenghakiminya yang bernama “Edi”. Nada bicara dari terdakwa pada saat itu pelan/lambat dan pembicaraannya sering sekali tidak nyambung, meski beberapa kali dilakukan pemeriksaan namun tidak ada perubahan dari gejala-gejalanya; 3) Bahwa, secara umum ahli melihat subyek memiliki gangguan pada proses mental yang membuatnya tidak mampu untuk berbicara secara tepat baik dalam hal waktu, tempat maupun konteks. Sehingga ahli
65
berpendapat bahwa subyek mengalami gangguan psikotik berupa Skizofrenia jenis Paranoid dengan gejala waham kejar, waham kebesaran dan halusinasi yang telah berlangsung satu tahun atau lebih; 4) Bahwa, ketika ahli menanyakan tentang masalah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap ibunya, dimana pada saat itu terdakwa bercerita bahwa pada malam itu ia mendapat bisikan-bisikan lalu berhalusinasi melihat ibunya seperti sosok “Edi” yang hendak membunuh dirinya, lalu terdakwa membunuh ibunya yang disebutnya sebagai jelmaan/sosok “Edi” yang dianggapnya sebagai musuhnya yang selalu mengejar dan hendak membunuh terdakwa; 5) Bahwa, menurut pendapat ahli penyakit yang diderita oleh terdakwa termasuk dalam kategori berat dan bisa disembuhkan dengan syarat dia harus terus minum obat secara terus menerus (seumur hidupnya) dan kalau tidak maka penyakit yang diderita oleh terdakwa akan kambuh lagi dan dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang sama; 6) Bahwa, ahli berpendapat adapun cara penanganan yang harus dilakukan terhadap terdakwa adalah harus dilakukan pengobatan ke fasilitas psikiater (Rumah Sakit Jiwa) untuk mendapatkan perawatan atas penyakit yang dialaminya yaitu dengan terapi dan minum obat guna menekan syarafnya supaya halusinasinya hilang; 7) Bahwa, ahli berpendapat adapun lamanya terdakwa harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa hanya cukup beberapa bulan saja untuk diobservasi dan guna mengetahui kondisinya. Namun selanjutnya terdakwa diperbolehkan untuk pulang dan pengobatan lebih lanjut bisa dilakukan secara berobat jalan. Ahli juga berpendapat kesembuhan terhadap diri terdakwa tidak hanya dilakukan melalui pengobatan saja akan tetapi juga harus ada dukungan dari pihak keluarga dan lingkungan sekitarnya; 8) Bahwa, setelah ahli melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa lalu hasil pemeriksaan tersebut telah ahli tuangkan dalam Keterngan Ahli Kedokteran Jiwa (Visum et Repertum Psychiatricum);
66
9) Bahwa, apabila terhadap diri terdakwa tidak dilakukan penanganan maka terdakwa bisa mengancam den membahayakan. Awalnya perilaku terdakwa dibawah alam sadarnya lalu diproyeksikan karena terdakwa tidak biasa mengalahkan alam bawah sadarnya; 10) Bahwa, ahli berpendapat Skizofrenia jenis Paranoid yang dialami oleh terdakwa timbul dengan diawali tanda-tanda halusinasi, selalu waspada, kelihatan ketakutan seperti dikejar-kejar oleh sosok “Edi”, berbicara bisik-bisik takut terdengar orang lain dan secara fisik terdakwa tidak biasa tidur dan selalu gelisah; c. Keterangan Ahli Dra. Resmi Prasetyani, Psi; 1) Bahwa, ahli sehari-hari bertugas sebagai psikolog pada Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat pernah melakukan test kecerdasan terhadap diri terdakwa berdasarkan rujukan dari ahli spesialis kejiwaan (psikiater), adapun alat test yang ahli gunakan adalah PM 16 dan Rorscach; 2) Bahwa, adapun tujuan dilakukannya tes dimaksud adalah untuk melihat kecerdasan dan berdasarkan hasil pemeriksaan test dimaksud ahli berpendapat bahwa terdakwa memiliki taraf kecerdasan yang berada pada taraf dibawah rata-rata yaitu grade IV (skala PM 16); 3) Bahwa, selama pemeriksaan, ahli tidak pernah melakukan wawancara dengan terdakwa akan tetapi melakukan observasi dimana pada saat itu ahli melihat ekspresi wajah terdakwa, cara berbicara dan sikapnya kurang komunikatif; 4) Bahwa, berdasarkan hasil tes, ahli juga menemukan pada diri terdakwa seperti gejala halusinasi dengar yang mengakibatkan terdakwa marahmarah dan memukul orang lain serta sulit tidur dan adanya sifat yang autistic; 5) Bahwa, adapun efek dari tingkat kecerdasan yang rendah pada diri terdakwa maka berakibat kemampuan abstraksi verbal rendah, ia kurang mampu membentuk pengertian dari permasalahan-permasalahan yang ia hadapi. Selain itu koordinasi visual motoriknyapun tergolong rendah,
67
sehingga dengan kemampuan yang terbatas tersebut terdakwa kurang mampu untuk melakukan penilaian terhadap situasi yang ia hadapi akibatnya ketika menghadapi situasi tertentu ia tidak tahu harus bagaimana dan harus berbuat apa; 5. Tuntutan Penuntut Umum Penuntut Umum sebagaimana tercantum dalam tuntutan pidananya berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dan oleh karenanya menuntut agar terdakwa dijatuhi putusan yang pada pokoknya adalah: a. Menyatakan terdakwa Pupun Bin Sanusi secara sah dan meyakinkan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja merampas nyawa orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP dalam surat dakwaan tunggal; b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Pupun Bin Sanusi dengan pidana penjara selama 07 (tujuh) tahun dikurangi selama masa penahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan. c. Menetapkan barang bukti berupa: - 1 (satu) buah golok gagang kayu warna coklat; - 1 (satu) buah cangkul; Dirampas untuk dimusnahkan; d. Menetapkan supaya terdakwa dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.000,- (tiga ribu rupiah); 6. Pertimbangan Hakim Menimbang,
bahwa
setelah
Majelis
Hakim
mendengar
dan
memperhatikan dengan cermat hasil pemeriksaan di persidangan seperti tercantum dalam berita acara pemeriksaan perkara ini yang menjadi bagian menyatu dan tidak terpisahkan dengan putusan ini, maka selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan secara yuridis apakah dari hasil pemeriksaan dipersidangan perbuatan terdakwa telah memenuhi atau tidak unsur-unsur dari pasal yang didakwakan oleh Penuntut Umum; Menimbang, bahwa terdakwa
68
dihadapkan kepersidangan ini oleh Penuntut
Umum berdasarkan dakwaan
berbentuk tunggal yaitu: sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP; Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Penuntut Umum disusun dalam bentuk tunggal, maka Majelis Hakim dapat langsung membuktikan dakwaan penuntut Umum tersebut; Menimbang, bahwa adapun unsur-unsur dari Pasal 338 KUHP sebagai berikut; 1. Unsur barang siapa; 2. Unsur dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain; Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan satu persatu unsur- nsur pasal tesebut diatas; Ad .1. Unsur barang siapa; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah: siapapun orangnya sebagai subyek hukum pelaku dari tindak pidana yang didakwakan. Unsur ini dimaksudkan untuk meneliti lebih lanjut siapakah yang duduk sebagai terdakwa adalah benar-benar sebagai pelaku dari tindak pidana atau bukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya error in perseno dalam menghukum seseorang; Menimbang, bahwa Berdasarkan Berita Acara Penyidikan di Kepolisian yang berkaitan erat dengan surat dakwaan Penuntut Umum yang keseluruhan menunjuk pada diri “Terdakwa” sebagai pelaku tindak pidana, lebih lanjut dalam pemeriksaan di persidangan dengan memperhatikan identitas terdakwa, maka yang didakwa sebagai pelaku dalam perkara aquo adalah seseorang yang bernama “Pupun Bin Sanusi” yang identitasnya sebagaimana tersebut dimuka; Menimbang, bahwa apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksudkan dalam surat dakwaan Penuntut Umum dan apakah terdakwa juga dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya, maka untuk itu masih harus ada keterkaitan dengan unsur-unsur lainnya yang menyusun pasal ini sebagaimana pertimbangan dibawah ini;
69
Ad .2. Unsur dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain: Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah dimaksudkan, memang diniatkan begitu, tidak secara kebetulan, (kamus bahasa Indonesia); Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan MvT (memorie van toelichting) adapun
yang
dimaksudkan
dengan
Pengertian
kesengajaan
adalah
“menghendaki dan menginsyafi” terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya. (willens en wetens veroorzaken van een gevolg) seseorang melakukan suatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan tersebut dan/atau akibatnya. Apabila ditinjau dari sudut terbentuknya, maka yang dikatakan dengan kesengajaan adalah suatu kehendak atau keinginan untuk melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh pemenuhan nafsu, dengan kata lain kesengajaan itu ditujukan terhadap suatu tindakan. Menurut SIMONS yang dikatakan dengan kesengajaan adalah merupakan kehendak (de wil) ditujukan pada perwujudan dari suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang; Menimbang, bahwa berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan kesengajaan adalah adanya kehendak, keinginan, niat yang muncul dari dalam batin/ diri sipelaku untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dan terhadap perbuatan tersebut diinsyafi oleh pelaku akan segala akibat yang akan ditimbulkan nantinya; Menimbang, bahwa adapun yang dikatakan dengan Jiwa adalah roh manusia yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup (nyawa). Sedangkan yang dikatakan dengan menghilangkan adalah melenyapkan, membuat supaya hilang, membuang supaya tidak ada lagi, meniadakan. Dari pengertian tersebut maka dapatlah ditarik definisi bahwa yang dikatakan dengan menghilangkan jiwa orang lain adalah membuat lenyapnya, membuat supaya hilang nyawa seseorang (manusia) sehingga menyebabkan telah terpisahnya antara nyawa dan raga;
70
Menimbang, bahwa terdakwa telah disangka melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap seorang perempuan yang bernama ibu Anih Binti Komar (ibu kandung terdakwa) pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2013 sekira jam 03.00 Wib yang bertempat di Kampung Pasir Gombong Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan dari saksi Enur Nurodin Bin Sanusi yang telah menerangkan bahwa bermula pada hari Jum’at tanggal 20 Desember 2013 ketika itu saksi sedang bekerja di perkebunan Cilibung Bogor, kemudian saksi mendapat kabar dari mandor perkebunan (Sdr. Ade) yang memberitahukan bahwa baru saja mendapat kabar berita melalui handphone dari bibi saksi (Ny. Ipah) yang menyuruh saksi agar cepat pulang karena ada hal penting. Setelah mendapat izin dari mandor lalu saksi pulang ke Kampung Pasir Gombong Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur. Setibanya dirumah saksi melihat sudah banyak orang yang berkumpul dan sambil berkata “supaya bersabar menghadapinya”, pada awalnya saksi tidak mengerti apa yang dimaksudkan perkataan dari warga tersebut, namun setelah itu baru saksi mengetahui kalau ibunya tersebut telah meninggal dunia karena telah dibunuh oleh terdakwa (adik kandung saksi) dengan menggunakan sebilah golok dengan cara di potong-potong (mutilasi) yang bertempat di dekat rumah ibu saksi di daerah Kp. Pasir Gombong Rt. 01/02 Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur; Menimbang, bahwa setelah sampai dirumah, saksi tidak pernah melihat jenazah ibu saksi karena pada saat itu sudah dibawa kerumah sakit dan ketika dibawa pulang keadaannya sudah dikafankan. Saksi tidak pernah bertanya kepada terdakwa tentang kejadian yang telah dilakukannya tersebut; Menimbang, bahwa keterangan saksi mana telah dibenarkan oleh saksi Iim Bin Sar’i yang menerangkan bahwa bermula pada hari Jum’at tanggal 20 Desember 2013 sekira pukul 04.45 Wib yang bertempat di Kp. Pasir Gombong Rt. 01/02 Desa Sukamulya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur ketika saksi mau berangkat kewarung lalu saksi bertemu dengan terdakwa dan saksi bertanya kepada
terdakwa
“mau
kemana”,
terdakwa
menjawab
“ibu
sudah
71
dicacah/dipotong” lalu saksi diajak kerumah terdakwa. Saat itu saksi tidak percaya dan tidak menanggapinya, namun terdakwa tetap memaksa saksi, lalu saksi pun mengikuti terdakwa. Pada saat itu terdakwa mengajak saksi menuju kebelakang rumahnya. Oleh terdakwa telah menunjukan bagian potongan tubuh ibunya yang terdapat dalam selokan belakang rumahnya yaitu berupa kepala ibunya (ibu Anih), tangan sebelah kiri dan kedua kaki korban sedangkan tubuh korban telah dikubur dibelakang rumah korban tetapi lubangnya tidak terlalu dalam, sehingga terlihat gundukan tanah bekas galian baru. Pada saat itu saksi bertanya kepada terdakwa dan dia mengatakan bahwa terdakwa yang telah membunuh ibunya tersebut; Menimbang, bahwa menurut pengakuan dari terdakwa kepada saksi bahwa dia telah membunuh ibunya tersebut pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2013 sekira pukul 03.00 Wib dan terdakwa melakukan tindak pidana tersebut seorang diri dengan menggunakan sebilah golok. Pada saat terdakwa memberitahukan kejadian tersebut kondisi terdakwa terlihat dalam keadaan sadar. Saksi tidak bertanya lebih lanjut apa sebab terdakwa telah membunuh ibunya; Menimbang, bahwa atas kejadian tersebut saksipun melaporkannya kepada Ketua RT, lalu saksi bersama Ketua RT melaporkan peristiwa tersebut kepada Kepala Desa dan kepada pihak Kepolisian Polsek Cugenang. Atas laporan tersebut terdakwa telah diamankan oleh petugas kepolisian; Menimbang, bahwa setahu saksi selama ini terdakwa tinggal bersama dengan ibunya dan saksi tidak mengetahui apa sebab terdakwa sampai membunuh ibunya tersebut karena setahu saksi sehari-hari dia baik sama ibunya; Menimbang, bahwa keterangan tersebut telah pula dikuatkan dengan keterangan dari saksi Sumin Bin Amad (alm) yang menerangkan bahwa pada hari Jum’at tanggal 20 Desember 2013 sekira pukul 06.00 Wib saksi mengetahui ada kejadian pembunuhan terhadap ibu Anih karena diberitahukan oleh saksi Iim Bin Sar’I yang melihat langsung tempat ditemukan jasad dari ibu Anih. Setelah itu saksi pergi menuju kerumah terdakwa dan disana saksi melihat
72
ada potongan tubuh diselokan belakang rumah terdakwa berupa potongan tangan sebelah kiri, dan kedua kaki sedangkan tubuh korban telah dikubur dibelakang rumah. Adapun jarak tempat ditemukannya potongan tubuh berupa tangan dan kaki dengan badan lebih kurang 3 (tiga) meter; Menimbang, bahwa terhadap keterangan dari saksi-saksi tersebut telah pula dikuatkan dengan keterangan dari terdakwa yang menerangkan bahwa terdakwa membunuh ibunya pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2013 sekira pukul 03.00 Wib yang bertempat dirumah terdakwa yaitu di Kampung Pasir Gombong Desa Sukamaju Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur; Menimbang, bahwa pada awalnya sekira pukul 03.00 Wib menjelang subuh terdakwa ada mendengar suara berisik didapur, lalu terdakwa terbangun dan melihat ke dapur dan ketika itu terdakwa melihat ibunya yang lambat laun berubah menjadi sosok “Edi” yang hendak mengejar dan membunuh terdakwa. Kemudian terdakwa lari keruang tengah dan mengambil golok lalu terdakwa menyerang dan memukul kening korban hingga korban jatuh tersungkur, setelah itu terdakwa mengayunkan goloknya kearah leher korban sehingga leher korban putus, selanjutnya terdakwa memotong kedua tangan korban dibagian siku dan memotong kedua kaki korban dibagian lutut. Setelah itu terdakwa telah membuang potongan bagian kepala korban ke selokan, sedangkan potongan bagian kedua kaki dan kedua tangan korban terdakwa buang di kebun yang ada dibelakang rumah terdakwa. Lalu dengan menggunakan cangkul terdakwa telah menguburkan tubuh korban di samping rumah dekat dapur rumah terdakwa; Menimbang, bahwa pada keesokan harinya sekira pukul 07.00 Wib terdakwa teringat ibunya dan kemudian terdakwa teringat akan sosok orang yang dilihatnya menyerupai “Edi” lalu terdakwa mencari ibunya dengan menuju ke selokan dan ternyata potongan dari tubuh tersebut adalah ibunya sendiri, kemudian terdakwa telah memberitahukannya kepada saksi Iim bin Sar’i yang berangkat ke warung; Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat berupa Visum et Repertum Nomor: 30/II/RSUD/2014 tanggal 22 Desember 2013 yang dikeluarkan oleh RSUD Kabupaten Cianjur yang dibuat oleh dr. Fahmi Hakim, SpF Dokter
73
Spesialis Forensik yang menyimpulkan “pada mayat perempuan berumur kurang lebih enam puluh tahun ini ditemukan luka terbuka pada daerah leher, lengan atas, lengan bawah, tungkai bawah, pergelangan tangan serta kepala akibat kekerasan tajam dan kekerasan tersebut juga mengakibatkan terputusnya pembuluh nadi dan pembuluh darah balik utama, otot, tulang dan sumsum tulang pada daerah leher, lengan atas, lengan bawah, tungkai bawah, pergelangan tangan serta terpotongnya sebagian otak besar. Sebab mati orang ini akibat kekerasan tajam pada daerah leher yang mengakibatkan terputusnya pembuluh nadi dan pembuluh balik utama daerah leher serta sumsum tulang belakang daerah leher. Adanya kekerasan tajam pada daerah lengan atas, lengan bawah, tungkai bawah, pergelangan tangan serta kepala secara tersendiri dapat mengakibatkan kematian; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan juga dikuatkan pula dengan bukti surat berupa Visum et Repertum bahwa benar terdakwa telah membunuh ibunya pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2013 sekira pukul 03.45 WIB yang bertempat dirumah terdakwa sendiri yaitu di di Kampung Pasir Gombong Desa Sukamaju Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur ke-dua yaitu Unsur dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dinyatakan terpenuhi; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari dakwaan diatas telah terbukti dan terpenuhi oleh perbutan terdakwa, maka dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pembunuhan”; Menimbang, bahwa selain mempertimbangkan tentang perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa, dalam hal ini Majelis Hakim juga perlu mempertimbang faktor psikologis dan kejiwaan dari pelaku karena dalam teori hukum pidana telah menyebutkan bahwa untuk dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana atas seseorang pelaku, tidak hanya dilihat dari telah terbuktinya perbuatan melawan hukumnya saja, akan tetapi disisi lain harus pula dilihat dan
74
dipertimbangkan apakah terhadap perbuatan melawan hukum tersebut dapat dimintakan pertanggungjawab atas diri terdakwa ? lebih lanjut Majelis Hakim akan memberikan pertimbangan sebagai tersebut dibawah ini; Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 44 KUHP menyebutkan bahwa: 1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungkan kepadannya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh dihukum. 2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan dia dirumah sakit gila selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa. 3) Yang ditentukan dalam ayat yang diatas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah agung, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Negeri. Menimbang, bahwa pepatah lama mengatakan bahwa “tangan menjinjing, bahu memikul” setiap perbuatan yang telah diperbuat oleh seseorang, maka orang yang telah berbuat tersebut haruslah mempertanggungjawabkan segala macam akibat yang ditimbulkan dari perbuatan yang telah dilakukannya. Didalam hukum pidana istilah semacam ini lebih dikenal dengan nama “pertanggung jawaban pidana” dengan dibatasi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan lebih jauh maka ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan tidak mampu bertanggungjawab ? didalam MVT ada keterangan mengenai ketidakmampuan bertanggungjawab yaitu: 1) Apabila si pembuat tidak memiliki kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-undang; 2) Apabila si pembuat berada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga dia tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya (Sudarto. Hukum Pidana I. 1990. 94);
75
Menimbang, bahwa menyangkut tentang pertanggungjawaban pidana ini barulah ada, jika saja seseorang yang telah melakukan tindak pidana dan terhadap tindak pidana yang dilakukannya tersebut telah pula memenuhi semua elemen unsur yang menyusun dari pasal yang didakwakan dan sesuai dengan ketentuan
yang
berlaku.
Kapan
seseorang
pertanggungjawab pidana? Hal tersebut
baru
akan
dimintakan
mana kala perbuatan yang
dilakukannya adalah sebagai suatu perbuatan bersifat melawan hukum dengan syarat didalamnya tidak ada unsur peniadaan sifat melawan hukum (rechtsvaardigingsgrond “alasan pembenar”). Pada prinsipnya bahwa kepada setiap orang yang telah melakukan semua anasir delik/unsur yang telah dilarang oleh hukum pidana haruslah dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, namun ada kalanya tidak semua orang punya kemampuan untuk dimintakan pertanggungjawab karena orang tersebut oleh undang-undang telah nayatanyata menyatakan tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban. Seseorang baru dapat dikatakan mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar) bila mana: a. Keadaan jiwanya: 1) Tidak terganggu oleh penyakit terus-menerus atau sementera (temporair); 2) Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile) dan lain sebagainya; 3) Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflexe beweging,
melindur/slaapwandel,
mengigau karena demam/koorts dan lain sebagainya, dengan kata lain dia dalam keadaan sadar; b. Kemampuan jiwanya: (1) Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya; (2) Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak dan; (3) Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut; (4) Kemampuan bertanggung jawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa” (geestelijke vermogens) dari seseorang;
76
Menimbang, bahwa menurut memori-penjelasan (memori van toelichting) pembedaan didasarkan pada sifatnya dengan memperbandingkan pertanggung jawabannya, dibedakan antara “penyebab-penyebab dalam” dan “penyebabpenyebab luar” dari penghapusan pertanggungjawaban tersebut. adapun “penyebab-penyebab dalam” dari penghapusan
pertanggungjawaban telah
diatur dalam Pasal 44 KUHP, sedangkan “penyebab-penyebab luar” telah diatur dalam Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 KUHP; Menimbang, bahwa dalam doktrin hukum pidana juga mengenal pembedaan lainnya yang dilihat menurut sifatnya yaitu yang disebut dengan dasar-dasar peniadaan kesalahan (straf-opheffings-gronden atau schuld uitsluitingsgronden)
yang
berhadapan
dengan
dasar-dasar
pembenar
(rechtvaardigings gronden). Sedangkan pada dasar-dasar peniadaan kesalahan, tindakan tersebut masih tetap bersifat melawan hukum, tetapi tiada kesalahan pada pelaku atau kesalahan pelaku ditiadakan kerena sesuatu keadaan tertentu yaitu karena jiwanya seseorang yang cacat dalam pertumbuhan atau terganggu jiwanya karena sakit (verstandelijke vemogens/geest vermogens); Menimbang, bahwa jika suatu perbuatan pidana yang diajukan kepersidangan, maka Hakim berdasarkan kewenangan yang ada padanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku berkewajiban untuk memeriksa, menyelesaikan dan memutuskan perkara dimaksud untuk diketahui apakah orang tersebut benar-benar telah terbukti/tidak melakukan perbuatan pidana terhadap hal demikian nanti berhubungan dengan dapat/tidak dimintakan pertanggungjawab pidana terhadap orang tersebut. Apabila berdasarkan bukti-bukti dan pendapat ahli (dokter/Psikiater) yang menyatakan bahwa orang itu masuk dalam salah satu kategori diatas, maka Hakim mengambil putusan yang menyatakan orang tersebut telah nyata-nyata tidak dimintakan
pertanggungjawaban
pidana
atas
perbuatan
yang
telah
dilakukannya, sehingga terhadap orang tersebut tidak boleh dijatuhi hukuman/ dipidana (dibebaskan dari segala tuntutan pidana). Guna menindak lanjuti permasalahan dimaksud dan jangan sampai membahayakan diri pelaku dan orang lain/masyarakat, maka Hakim mengambil putusan yang memerintahkan
77
supaya orang tersebut harus ditempatkan dirumah sakit jiwa untuk paling lama satu tahun; Menimbang, bahwa Pompe mengatakan bahwa jiwa cacat dalam pertumbuhannya (gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu jiwa karena penyakit (ziekelijke storing) bukan pengertian dari sudut kedokteran, tetapi pengertian hukum, karena yang pokok disini bukan semata-mata pada keadaan jiwa si pembuat, tetapi tentang bagaimana hubungan jiwa sipembuat dengan perbuatan yang dilakukan. Apakah ada hubungan yang sedemikian rupa eratnya sehingga si pembuat tidak mampu bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya. Menetapkan ada tidaknya hubungan keadaan jiwa dengan perbuatannya itu merupakan wewenang hakim dan bukan ahli jiwa (Pelajaran Hukum Pidana 2, Adami Chazawi. Hal 23). Keterangan/pendapat yang diberikan oleh seorang ahli kedokteran jiwa (psychiater) dipersidangan tidaklah mengikat bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, namun oleh karena Hakim bukan seorang ahli jiwa, maka patut bagi Hakim mempertimbangkan pendapat ahli dimaksud guna memperkuat keyakinannya; Menimbang, dihubungkan
bahwa
dengan
berdasarkan
pendapat
para
keterangan ahli
maka
saksi-saksi Majelis
yang Hakim
mempertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan dari saksi Enur Nurodin Bin Sanusi (kakak kandung terdakwa) bahwa dulu terdakwa dan ibunya serta ke dua kakak saksi pernah berstransmigrasi di daerah Kalimantan Tengah yaitu ± 12 (dua belas) tahun dan Selama berada di Kalimantan Tengah terdakwa pernah menikah dengan perempuan penduduk asli pribumi suku Kalimantan Tengah dan memiliki 2 (dua) orang anak, namun beberapa tahun kemudian mereka bercerai, hingga sampai terjadi konflik antar suku pada tahun 2009 akhirnya terdakwa dan ibu kembali ke kampung. Setelah kembali ke kampungnya didaerah Cugenang terdakwa kembali menikah namun anak dan isterinya tersebut telah meninggal dunia; Menimbang, bahwa terdakwa mengalami ganguan jiwa sejak dia pulang dari Kalimantan Tengah, apabila penyakitnya kambuh dia tidak mengenal orang
78
meskipun itu ibu atau saudaranya sendiri, dia seperti orang dalam keadaan ketakutan dan merasa ada orang yang merupakan musuhnya sambil tangannya menunjuknunjuk keatas dengan berkata-kata “tuh ada musuh diatas”, namun apabila dia dalam keadaan sehat dia bekerja sambil berkebun dan jika ditanya apa sebab sering ketakutan, oleh terdakwa menjawab “biasa aja saya tidak sakit”; Menimbang, bahwa saksi tidak mengetahui secara pasti apa penyebabnya, namun setiap kali penyakitnya kambuh terdakwa selalu dalam ketakutan dan menyebut-nyebut orang yang bernama “Edi sedang mengawasinya” dan ketika saksi bertanya “siapa orang yang dimaksudkan”, terdakwa menjawab bahwa “orang tersebut adalah musuhnya saat terdakwa sedang bertransmigrasi di daerah Kalimantan”; Menimbang, bahwa keterangan saksi tersebut telah juga dikuatkan dengan keterangan dari saksi Iim Bin Sar’I yang mengatakan bahwa setahu saksi bahwa terdakwa sehari-hari mengalami gangguan jiwa, akan tetapi sifatnya kambuhkambuhan, kadang sehat beberapa bulan, namun kadang sakit dan kalau penyakitnya kambuh dia sering menyebut-nyebut nama “Edi” dan tidak mengenal siapa-siapa termasuk ibunya. Kalau kondisinya baik dia banyak diam dan setahu saksi bahwa terdakwa mengalami gangguan jiwa tersebut setelah dia pulang dari Kalimantan Tengah; Menimbang, bahwa keterangan dari saksi tersebut diatas telah diperkuat dengan adanya pendapat ahli yaitu Dr. Susi Wijayanti, SpKj (psikiater di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat) telah menerangkan bahwa ahli telah melakukan pemeriksaan mengenai kejiwaan terdakwa dengan cara tanya jawab (wawancara) dengan pasien, observasi dan dilakukan pemeriksaan psikologis yaitu pada hari Kamis tanggal 09 Januari 2014 sampai dengan hari Jum’at tanggal 24 Januari 2014; Menimbang, bahwa ketika ahli mewawancarai terdakwa dimana pada saat itu dia seperti orang ketakutan dan dikejar-kejar oleh orang yang hendak menghakiminya yang bernama “Edi”. Nada bicara dari terdakwa pada saat itu pelan/lambat dan pembicaraannya sering sekali tidak nyambung, meski
79
beberapa kali dilakukan pemeriksaan namun tidak ada perubahan dari gejalagejalanya. Secara umum subyek memiliki gangguan pada proses mental yang membuatnya tidak mampu untuk berbicara secara tepat baik dalam hal waktu, tempat maupun konteks. Sehingga ahli berpendapat bahwa subyek mengalami gangguan psikotik berupa Skizofrenia jenis Paranoid dengan gejala waham kejar, waham kebesaran dan halusinasi yang telah berlangsung satu tahun atau lebih. Skizofrenia jenis Paranoid yang dialami oleh terdakwa timbul dengan diawali tanda-tanda halusinasi, selalu waspada, kelihatan ketakutan seperti dikejar-kejar oleh sosok “Edi”, berbicara bisik-bisik takut terdengar orang lain dan secara fisik terdakwa tidak biasa tidur dan selalu gelisah; Menimbang, bahwa pada saat ditanyakan tentang masalah pembunuhan yang dilakukan oleh terdakwa terhadap ibunya, dimana pada saat itu terdakwa bercerita bahwa pada malam itu ia mendapat bisikan-bisikan lalu berhalusinasi melihat ibunya seperti sosok “Edi” yang hendak membunuh dirinya, lalu terdakwa membunuh ibunya yang disebutnya sebagai jelmaan/sosok “Edi” yang dianggapnya sebagai musuhnya yang selalu mengejar dan hendak membunuh terdakwa; Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli penyakit yang diderita oleh terdakwa termasuk dalam kategori berat dan bisa disembuhkan dengan syarat dia harus terus minum obat secara terus menerus (seumur hidupnya) dan kalau tidak maka penyakit yang diderita oleh terdakwa akan kambuh lagi dan dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang sama. Adapun cara penanganan yang harus dilakukan terhadap terdakwa adalah harus dilakukan pengobatan ke fasilitas psikiater (Rumah Sakit Jiwa) untuk mendapatkan perawatan atas penyakit yang dialaminya yaitu dengan terapi dan minum obat guna menekan syarafnya supaya halusinasinya hilang. Adapun lamanya terdakwa harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa hanya cukup beberapa bulan saja untuk diobservasi dan guna mengetahui kondisinya. Namun selanjutnya terdakwa diperbolehkan untuk pulang dan pengobatan lebih lanjut bisa dilakukan secara berobat jalan. Ahli juga berpendapat kesembuhan terhadap diri terdakwa tidak
80
hanya dilakukan melalui pengobatan saja akan tetapi juga harus ada dukungan dari pihak keluarga dan lingkungan sekitarnya; Menimbang, bahwa pendapat ahli tersebut telah dikuatkan juga dengan pendapat dari ahli M. Liberty Adi, S.MM., M.Psi dan Dra. Resmi Prasetyani, Psi; Menimbang, bahwa selain dari pendapat ahli tersebut telah pula dikuatkan dengan hasil Visum et Repertum Psychiatricum Nomor: 30/II/RSUD/2014 tanggal 28 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Susi Wijayanti, SpKJ selaku selaku Psikater pada Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa dan berkesimpulan bahwa pada saat terjadi tindak pidana subyek dalam keadaan mempunyai ketidakmampuan mengarahkan kemauan yang sadar; Menimbang, bahwa dalam praktik hukum, sepanjang si pembuat tidak memperlihatkan gejala-gejala kejiwaan abnormal, keadaan jiwa tidak dipermasalahkan. Sebaliknya ketika tampak gejala-gejala abnormal, gejalagejala itu akan diselidiki apakah gejala-gejala yang tampak itu benar dan merupakan alasan pemaaf sebagaimana dimaksudkan oleh Pasal 44 ayat (1) KUHP . Penyelidikan ini penting dalam rangka mencapai keadilan dari suatu vonis Hakim. Memidana si pembuat yang sebenarnya mengidap sesuatu kelainan jiwa sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 44 ayat (1) KUHP tersebut merupakan tindakan yang tidak patut dan tidak adil (Pelajaran Hukum Pidana. Adami Chazawi. Hal. 21). Berdasarkan penjelasan/uraian diatas, maka Majelis Hakim berkeyakinan bahwa terdakwa tidak ada kemampuan untuk dimintakan pertanggungjawaban pidana karena pada diri terdakwa terganggu jiwa karena penyakit (ziekelijke storing) yaitu berupa Skizofrenia jenis Paranoid dengan gejala waham kejar, waham kebesaran dan halusinasi yang telah berlangsung satu tahun atau lebih; Menimbang, bahwa oleh karena selama persidangan berlangsung telah ditemukan suatu fakta baik itu berupa keterangan para saksi dan pendapat para ahli dan bukti surat yang saling bersesuaian, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena pada diri terdakwa telah ditemukan suatu alasan yang dapat
81
menghapuskan pertanggung jawaban pidana yaitu berupa alasan pemaaf sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP. Artinya bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah sebagai perbuatan yang bersifat melawan hukum akan tetapi terhadap perbuatan itu kepada diri terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana karena ada hal-hal yang menghapuskan
kesalahannya
(terganggu
jiwanya
karena
penyakit).
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, dengan demikian terhadap terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas kesalahan yang telah dilakukannya; Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak sependapat dengan tuntutan Penuntut Umum sepanjang menyangkut tentang pertanggungjawaban pidana yang harus dibebankan atas diri terdakwa dan oleh karena itu menolak segala tuntutan dimaksud dan oleh karenanya terdakwa harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum; Menimbang, bahwa oleh karena terhadap diri terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena keadaan jiwa yang terganggu karena penyakit. Majelis Hakim dengan mempertimbangkan pendapat ahli dan guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan yang akan terjadi dikemudian hari sebagai akibat dari perbuatan terdakwa sehingga dikhawatirkan akan jatuh korban selanjutnya, maka dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa memerintahkan supaya terdakwa dimasukkan kedalam Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk menjalani perawatan sebagaimana ketentuan Pasal 44 ayat (2) KUHP. Mengenai berapa lamanya terdakwa akan dirawat akan ditentukan nantinya dalam amar putusan dibawah ini; Menimbang, bahwa oleh karena kepada diri terdakwa tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana, maka dengan demikian Majelis Hakim menyatakan Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti dalam keadaan semula; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa selama ini berada dalam tahanan, maka Majelis Hakim memerintahkan supaya terdakwa untuk segera dikeluarkan dari dalam tahanan;
82
Menimbang, bahwa oleh karena kepada diri terdakwa telah dinyatakan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana, maka dalam hal ini Majelis hakim tidak perlu mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan atas diri terdakwa; Menimbang, bahwa terhadap barang bukti yang diajukan kepersidangan berupa: - 1 (satu) buah golok gagang kayu warna coklat; - 1 (satu) buah cangkul; Menurut Majelis Hakim harus dirampas untuk dimusnahkan; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa tidak dapat dipidana, maka membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada negara; Mengingat, Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dan Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana serta Peraturan VF Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan perkara ini; 7. Putusan Dalam Perkara ini Terdakwa diberikan putusan oleh Majelis Hakim dalam perkara Tindak Pidana Pembunuhan pada Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.CJr dengan Amar Putusan sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa PUPUN Bin SANUSI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana “Pembunuhan”, akan tetapi terhadap perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepadanya karena ada alasan pemaaf sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1) KUHP; 2. Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum; 3. Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk menempatkan terdakwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk menjalani perawatan selama 3 (tiga) bulan; 4. Memerintahkan terdakwa untuk segera dikeluarkan dari dalam tahanan; 5. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya seperti dalam keadaan semula;
83
6. Menetapkan barang bukti berupa: - 1 (satu) buah golok gagang kayu warna coklat; - 1 (satu) buah cangkul; Dirampas untuk dimusnahkan; 7. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
B. Pembahasan
1. Analisis Kesesuian penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan pada Putusan Pengadilan Negeri Cianjur Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr dengan KUHAP. Kesesuaian penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan
pada
putusan
Pengadilan
Negeri
Cianjur
Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr dengan KUHAP, untuk mengetahuinya peneliti menilai hubungan antara Penggunan Keterangan Ahli dalam pemeriksaan perkara
pembunuhan
pada
putusan
Pengadilan
Negeri
Cianjur
Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr menggunakan pemahaman secara runtut sebagai berikut : Praktek peradilan kesulitan pembuktian di persidangan disebabkan dua hal yaitu penyidik kurang sempurna mengumpulkan pembuktian dan kekurangan pengertian terhadap penerapan hukum. Sistem pembuktian yang digunakan dalam hukum acara pidana Indonesian dikenal dengan sistem negatif (negatief wettelijk bewijsleer), dimana yang dicari oleh hakim adalah kebenaran materiil. Sistem negatif merupakan sistem yang berlaku dalam hukum acara pidana yaitu hakim dalam menjatuhkan pidana dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan secara limitif alat bukti yang sah menurut Undang-undang. Diluar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Penegak hukum terikat
84
dan terbatas hanya diperbolehkan mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak leluasa menggunakan alat bukti yang telah ditentukan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Dalam proses pembuktian, yang dibenarkan mempunyai kekuatan pembuktian hanya terbatas kepada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian di luar jenis Pasal 184 ayat (1) KUHAP tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat(M.Yahya Harahap. 2005:285). Alat bukti yang dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP ada 5 (lima) yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah keterangan ahli. KUHAP memberikan rumusan tentang Keterangan ahli tidak hanya dalam satu pasal saja. Ada beberapa pasal yang terdapat dalam KUHAP yaitu antara lain dalam pasal-pasal sebagai berikut : a. Pasal 1 butir 28 : Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. b. Pasal 65 Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. c. Pasal 120 ayat (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. d. Pasal 120 ayat (2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaikbaiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta. e. Pasal 132 ayat (1)
85
Dalam hal diterima pengaduan bahwa sesuatu surat atau tulisan palsu atau dipalsukan atau diduga palsu oleh penyidik, maka untuk kepentingan penyidikan, oleh penyidik dapat dimintakan keterangan mengenai hal itu dari orang ahli. f. Pasal 133 ayat (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. g. Pasal 133 ayat (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. h. Pasal 133 ayat (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat. i.
Pasal 161 ayat (1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk bersumpah atau berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling lama empat belas hari.
j.
Pasal 161 ayat (2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim.
86
k. Pasal 179 ayat (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. l.
Pasal 179 ayat (2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan
ahli,
dengan
ketentuan
bahwa
mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaikbaiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya. m. Pasal 180 ayat (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. n. Pasal 180 ayat (2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. o. Pasal 180 ayat (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2). p. Pasal 180 ayat (4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu. q. Pasal 184 ayat (1) Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. r. Pasal 186
87
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. s. Pasal 229 ayat (1) Saksi atau ahli yang teIah hadir memenuhi panggilan dalam rangka memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, berhak mendapat penggantian biaya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. t. Pasal 229 ayat (2) Pejabat yang melakukan pemanggilan wajib memberitahukan kepada saksi atau ahli tentang haknya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Rumusan keterangan ahli dalam beberapa Pasal yang telah disebutkan diatas menjadi dasar penulis dalam menganalisa kesesuaian dari penggunaan keterangan ahli dalam penjatuhan Putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang dalam perkara pembunuhan di Cianjur dalam Putusan Nomor 144/Pid.B/2014/Cjr dengan KUHAP. Menurut penulis kesesuaian penggunaan keterangan ahli dapat dilihat berdasarkan Pasal 1 angka 28 KUHAP bahwa “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Penggunaan ahli Psikiater dan Psikolog dalam pemeriksaan keadaan jiwa pelaku tindak pidana pembunuhan di Cianjur dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor 144/Pid.B/2014/Cjr mempunyai kesesuaian dengan KUHAP. Kesesuaian penggunaan ahli dalam pemeriksaan perkara tersebut menurut penulis adalah karena ahli yang dipergunakan mempunyai keahlian khusus yaitu dalam bidang dokter jiwa yang dapat menggunakan ilmunya untuk mengetahui keadaan jiwa pelaku pembuhunan yang terjadi di Cianjur tersebut. Selain itu ahli dipergunakan dengan tujuan untuk membuat terang suatu perkara, apabila dalam perkara tersebut tidak menggunakan ahli dalam pemeriksaan hal tersebut akan menjadi fatal akibatnya karena bersangkutan dengan kemampuan bertanggungjawab seseorang dalam tindak pidana yang dilakukan.
88
Penggunaan keterangan ahli disamping sesuai dengan Pasal 1 angka 28 KUHAP tetapi juga sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Macam-macam alat bukti yang sah diatur dalam pasal tersebut. Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa: Alat bukti yang sah ialah : a. b. c. d. e.
keterangan saksi keterangan ahli surat petunjuk keterangan terdakwa
Kelima alat bukti tersebut keterangan ahli menduduki posisi kedua dalam rumusan alat bukti yang sah menurut KUHAP. Maka menurut penulis penggunaan keterangan ahli Psikiater dan Psikolog dalam pemeriksaan perkara pembunuhan yang telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum oleh hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/Cjr sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Apalagi dalam persidangan keterangan dari ketiga ahli tersebut dinyatang dalam sidang pengadilan yang sesuai dengan rumusan Pasal 186 KUHAP. Kesesuaian juga dapat dilihat dari ahli-ahli yang diajukan oleh penyidik ini merupakan ahli yang menunjukan adanya kemampuan atau keahlian khusus untuk mengalisis atau mengobservasi keadaan jiwa seseorang. Hal tersebut tidak dapat dilakukan oleh orang biasa dan pula untuk hakim sendiri. Maka dengan rumusan Pasal 120 ayat (1) KUHAP keahlian khusus yang dimaksud sudah sesuai dalam penerapannya. Apabila rumusan Pasal 120 ayat (1) KUHAP sudah terpenuhi maka dalam ayat (2) seharusnya juga tidak mungkin dihindarkan untuk juga terpenuhi. Pasal 120 ayat (2) KUHAP yang berbunyi bahwa ahli tersebut mengangkat janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya
kecuali bila
disebabkan karena harkat martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
89
Seorang ahli yang memberikan pendapat menurut keahlian yang melekat pada diri sosok ahli tersebut tidak akan dipergunakan sebagai pertimbangan hakim apabila tidak memenuhi Pasal 120 ayat (2) KUHAP. Pada kesimpulannya terkait dengan kasus yang dianalisa penulis, keterangan Ahli dipergunakan untuk pertimbangan hakim maka sudah jelas ahli yang dipergukan untuk pemeriksaan perkara yang telah diputus di Pengadilan Negeri Cianjur dengan Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr telah sesuai dalam penggunaan Pasal 120 KUHAP. Pasal 179 KUHAP ini menjelaskan siapa sajakah ahli yang dapat diajukan dan memberikan pendapat sesuai dengan pengetahuannya di persidangan. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 179 ayat (1) KUHAP yaitu setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Ditinjau dari segi alat bukti dan pembuktian, tampaknya pasal ini lebih mempertegas pendapat akan hal-hal yang telah diuraikan diatas bahwa ada dua kelompok ahli, yaitu: a) Ahli kedokteran kehakiman yang memiliki keahlian khusus dalam kedokteran kehakiman sehubungan dengan pemeriksaan korban penganiayaan, keracunan, atau pembunuhan, b) Ahli pada umumnya, yakni orang-orang yang memiliki “keahlian khusus” dalam bidang tertentu (M. Yahya Harahap, 2005:300). Dengan uraian di atas maka terdapat pengertian keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah, tanpa menguraikan dan menghubungkan pasal-pasal tersebut, maka akan kesulitan dalam memahaminya apalagi jika hanya mengandalkan Pasal 186 KUHAP saja. Dengan penjelasan Pasal 179 ayat (1) KUHAP bahwa ahli adalah ahli kedokteran kehakiman atau kedokteran lainnya atau ahli lainnya, maka di dalam kasus pembunuhan ibu kandungnya sendiri yang terjadi di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Cianjur telah sesuai dengan ketentuan Pasal tersebut. Ahli yang digunakan dalam pemeriksaan perkara merupakan dokter yang mengusai keahlian psikiater dan psikolog. Terkait kesesuaian ahli yang dipergunakan dalam pemeriksaan perkara pembunuhan yang ada di Cianjur ada 3 (tiga) ahli yang mempunyai keahlian khusus antara
90
lain ahli M. Liberty Adi, S.MM.,M.Psi. yang merupakan ahli psikolog dari kantor Polisi Daerah Jawa Barat, ahli Dr. Susi Wijayanti, SpKj yang merupakan ahli psikiater di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dan ahli Dra. Resmi Prasetyani, Psi yaitu ahli psikolog pada Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Ahli juga menjelaskan apa yang menjadi pengetahuannya yaitu memberikan penjelasan mengenai keadaan jiwa pelaku pembunuhan tersebut. Hasil dari pemeriksaan ketiga ahli yang dipergunakan, pelaku pembunuhan tersebut memiliki keadaan mental yang tidak normal pada saat bertindak menghilangkan nyawa ibunya sendiri tersebut. Keterangan ketiga ahli yang diberikan menunjukan kesesuaian dengan keadaan jiwa pelaku, yaitu terdakwa mengalami gangguan psikotik, waham kejar, waham kebesaran dan halusinasi. Hal mana sesuai dengan pedoman dasar kesehatan mental yang disebut DSM IV karena perilaku penyimpangan terdakwa sudah berlangsung sekitar 1(satu) tahun lebih maka dapat disimpulkan bahwa terdakwa memang mengalami gangguan kejiwaan berupa Skizofrenia jenis Paranoid. Kasus pembunuhan yang dilakukan kepada ibu kandungnya sendiri dalam perkara pembunuhan Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr yang dianalisis oleh penulis menunjukan kesesuaian penggunaan keterangan ahli sebagai alat bukti untuk pemeriksaan perkara tersebut. Seperti yang dijelaskan diatas bahwa kesesuaian penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr di Cianjur ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan KUHAP yang telah dibahas diatas. Karena pada dasarnya keterangan ahli sebagai alat bukti tidak dapat berdiri hanya dengan satu Pasal saja karena di dalam KUHAP keterangan Ahli diperjelas dalam beberapa Pasal dan keterangan ahli yang digunakan dalam pemeriksaan perkara tersebut selain terdapat kesesuaian dalam penggunaan juga memberikan suatu pendukung bagi hakim dalam memberikan pertimbangan hukum untuk menjatuhkan suatu putusan bagi terdakwa. Kesimpulan dari pembahasan kesesuaian penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan yang sudah diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Cinajur Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr dengan KUHAP
91
yaitu keterangan ahli yang dipergunakan dalam pemeriksaan perkara pembunuhan telah sesuai dengan KUHAP. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dari definisi keterangan ahli menurut Pasal 1 angka 28 KUHAP. KUHAP telah mengatur tentang keabsahan penggunaan keterangan ahli sebagai alat bukti dan tata cara penggunaannya dalam beberapa pasal yang terdapat dalam rumusan KUHAP. Rumusan Pasal dalam KUHAP
yang merupakan landasan dari
penggunaan keterangan ahli yang sesuai dengan perkara pembunuhan yang sudah
diputus
oleh
Hakim
Pengadilan
Negeri
Cinajur
Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr. Diantaranya Pasal 1 angka 28, Pasal 184 ayat (1), Pasal 186, Pasal 179 ayat (1), Pasal 120 ayat (1), Pasal 120 ayat (2). 2. Relevansi penggunaan keterangan ahli terhadap putusan lepas yang dijatuhkan
oleh
Hakim
dalam
perkara
pembunuhan
Nomor:144/Pid.B/2014/PN.Cjr Untuk mengetahui relevansi penggunaan keterangan ahli oleh penyidik sebagai alat bukti dengan putusan Lepas Dari Segal Tuntutan Hukum yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara pembunuhan pada Putusan Pengadilan Negeri Cianjur Nomor :144/Pid.B/2014/PN.Cjr peneliti akan menilai sejauh mana hubungan penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara dengan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (onslag van rechtsvervolging)yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara pembunuhan pada Putusan Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.Cjr sebagai berikut : Tabel 1. Hubungan Keterangan Ahli dengan Pertimbangan Hakim menjatuhkan Putusan Lepas dari Segala Tuntutan Hukum Keterangan Ahli/Pendapat Ahli M. Liberty Adi, S.MM., M.Psi •
Bahwa, atas keadaan yang dialami oleh terdakwa menurut pendapat ahli
Pertimbangan Hakim •
Menimbang, keterangan
bahwa saksi
tersebut
telah juga dikuatkan dengan
92
•
terdakwa mengalami gangguan pada
keterangan dari saksi Iim Bin
proses mental yang membuatnya
Sar’I
tidak mampu untuk berbicara secara
bahwa setahu saksi bahwa
tepat baik dalam hal waktu, tempat
terdakwa
maupun konteks;
mengalami gangguan jiwa,
Bahwa,
menurut
adapun
faktor
hingga
pendapat pemicu
terdakwa
ahli
terbesar
mengalami
akan tetapi sifatnya kambuhkambuhan, beberapa
kadang
sehat
bulan,
kadang
pasangannya
penyakitnya
karena
mengatakan
sehari-hari
gangguan kejiwaan adalah ditinggal
sakit
namun
dan
kalau
dari
hasil
paman
dan
sering
tetangga terdakwa, setelah pulang
nama
dari Kalimantan Tengah, terdakwa
mengenal
sering menyendiri dan diperkirakan
termasuk
ketika berada di Kalimantan Tengah,
kondisinya baik dia banyak
terdakwa mengalami kejadian yang
diam dan setahu saksi bahwa
menyakitkan
dan
terdakwa
diperoleh keterangan bahwa saat
gangguan
bertransmigrasi
setelah
wawancara
dengan
(traumatic)
di
Kalimantan
Tengah, terdakwa pernah menikah
•
yang
kambuh
dia
menyebut-nyebut “Edi”
dan
tidak
siapa-siapa ibunya.
Kalau
mengalami jiwa dia
tersebut
pulang
dari
Kalimantan Tengah;
dengan perempuan asli pribumi suku •
Menimbang,
Kalimantan Tengah dan memiliki 2
keterangan dari saksi tersebut
(dua) orang anak namun bercerai lalu
diatas telah diperkuat dengan
beberapa tahun kemudian menikah
adanya pendapat ahli yaitu Dr.
lagi di Cugenang-Cianjur, namun
Susi
anak yang baru dilahirkan beserta
(psikiater di Rumah Sakit Jiwa
isterinya telah meninggal dunia dan
Propinsi Jawa Barat) telah
sejak saat itu terdakwa sering sekali
menerangkan bahwa ahli telah
kambuh dan berhalusinasi;
melakukan
Bahwa, dari hasil pemeriksaan yang
mengenai kejiwaan terdakwa
ahli lakukan tersebut lalu telah
dengan
bahwa
Wijayanti,
cara
SpKj
pemeriksaan
tanya
jawab
93
dibuatkan
laporan
berupa
(wawancara) dengan pasien,
pemeriksaan psikologis dan dalam
observasi
laporan tersebut Ahli berkesimpulan
pemeriksaan psikologis yaitu
bahwa
mengalami
pada hari Kamis tanggal 09
yang
Januari 2014 sampai dengan
membuatnya tidak mampu untuk
hari Jum’at tanggal 24 Januari
berfikir secara normal, merasakan
2014;
secara normal dan bertindak secara •
Menimbang, bahwa menurut
normal.
yang
pendapat ahli penyakit yang
Ahli
diderita
terdakwa
gangguan
kejiwaan
Adapun
menguatkan
hal
sehingga
berkesimpulan
•
hasil
dan
dilakukan
oleh
terdakwa
demikian
termasuk dalam kategori berat
berdasarkan keterangan dari paman
dan bisa disembuhkan dengan
dan saudaranya bahwa terdakwa
syarat dia harus terus minum
sering menunjukkan tingkah laku
obat secara terus menerus
yang tidak wajar seperti berbicara
(seumur hidupnya) dan kalau
sendiri, tertawa sendiri dan tidak
tidak maka penyakit yang
sinkron jika diajak berbicara;
diderita oleh terdakwa akan
Bahwa,
kambuh
terdakwa
gangguan
mengalami
psikotik,
dan
dikhawatirkan
akan
Skizofrenia jenis Paranoid dengan
melakukan perbuatan
yang
gejala
sama.
cara
waham
berupa
lagi
kejar,
waham
Adapun
kebesaran dan halusinasi. Hal mana
penanganan
sesuai
dilakukan terhadap terdakwa
dengan
pedoman
dasar
yang
harus
harus
kesehatan mental yang disebut DSM
adalah
IV karena perilaku penyimpangan
pengobatan
terdakwa sudah berlangsung sekitar
psikiater (Rumah Sakit Jiwa)
1 (satu) tahun lebih maka dapat
untuk mendapatkan perawatan
disimpulkan
ke
dilakukan fasilitas
bahwa
terdakwa
atas penyakit yang dialaminya
mengalami
gangguan
yaitu dengan terapi dan minum
kejiwaan berupa Skizofrenia jenis
obat guna menekan syarafnya
Paranoid;
supaya halusinasinya hilang.
memang
94
•
Bahwa, adapun ciri-ciri/gejala dari
Adapun
Skizofrenia jenis Paranoid adalah
harus dirawat di Rumah Sakit
dengan gejala waham kejar (perilaku
Jiwa hanya cukup beberapa
curiga kepada orang lain akan
bulan saja untuk diobservasi
berbuat jahat kepadanya) waham
dan
kebesaran berilmu
(sebagai dan
halusinasi •
•
guna
terdakwa
mengetahui
orang
yang
kondisinya.
Namun
panglima)
dan
selanjutnya
terdakwa
dan
diperbolehkan untuk pulang
visual
(melihat)
Auditori (pendengaran);
dan pengobatan lebih lanjut
Bahwa, sepengetahuan ahli pada
bisa dilakukan secara berobat
gangguan kejiwaan hanya mengenal
jalan. Ahli juga berpendapat
kategori berat, ringan dan sedang
kesembuhan
sehingga dalam gangguan kejiwaan
terdakwa
tidak ada istilah gradasi;
dilakukan melalui pengobatan
Bahwa,
berdasarkan
pemeriksaan terhadap
yang
terdakwa,
ahli
terhadap tidak
diri hanya
hasil
saja akan tetapi juga harus ada
lakukan
dukungan dari pihak keluarga
maka
berpendapat/menyarankan
•
lamanya
ahli
supaya •
dan lingkungan sekitarnya; Menimbang, bahwa pendapat
terdakwa dimasukan ke Rumah sakit
ahli tersebut telah dikuatkan
Jiwa untuk dirujuk ke psikiater guna
juga dengan pendapat dari ahli
mendapatkan
atas
M. Liberty Adi, S.MM., M.Psi
gangguan kejiwaan yang dialaminya
dan Dra. Resmi Prasetyani,
yaitu Skizofrenia jenis Paranoid;
Psi;
Bahwa, ahli berpendapat pada saat •
Menimbang, bahwa selain dari
terdakwa melakukan pembunuhan
pendapat ahli tersebut telah
terhadap ibunya tersebut berada
pula dikuatkan dengan hasil
dalam
Visum
perawatan
keadaan
yang
tidak
normal/mengalami gangguan jiwa; Dr. Susi Wijayanti, SpKj
et
Repertum
Psychiatricum
Nomor:
30/II/RSUD/2014 tanggal 28 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Susi
95
•
•
Bahwa,
ahli
Wijayanti, SpKJ selaku selaku
penyakit yang diderita oleh terdakwa
Psikater pada Rumah Sakit
termasuk dalam kategori berat dan
Jiwa Propinsi Jawa Barat,
bisa disembuhkan dengan syarat dia
setelah dilakukan pemeriksaan
harus terus minum obat secara terus
terhadap
menerus (seumur hidupnya) dan
berkesimpulan bahwa pada
kalau tidak maka penyakit yang
saat
diderita oleh terdakwa akan kambuh
subyek
lagi
mempunyai ketidakmampuan
dan
pendapat
dikhawatirkan
akan
terdakwa
terjadi tindak dalam
dan
pidana keadaan
melakukan perbuatan yang sama;
mengarahkan kemauan yang
Bahwa, ahli berpendapat adapun cara
sadar;
penanganan yang harus dilakukan •
Menimbang,
terhadap terdakwa adalah harus
karena
dilakukan pengobatan ke fasilitas
berlangsung telah ditemukan
psikiater (Rumah Sakit Jiwa) untuk
suatu fakta baik itu berupa
mendapatkan
atas
keterangan para saksi dan
yang dialaminya yaitu
pendapat para ahli dan bukti
dengan terapi dan minum obat guna
surat yang saling bersesuaian,
menekan
maka
penyakit
•
menurut
perawatan
syarafnya
supaya
bahwa
selama
oleh
persidangan
Majelis
halusinasinya hilang;
berpendapat
Bahwa, ahli berpendapat adapun
karena pada diri terdakwa telah
lamanya terdakwa harus dirawat di
ditemukan suatu alasan yang
Rumah Sakit Jiwa hanya cukup
dapat
beberapa
untuk
pertanggung jawaban pidana
diobservasi dan guna mengetahui
yaitu berupa alasan pemaaf
kondisinya.
sebagaimana
terdakwa
bulan
Namun
saja
selanjutnya
diperbolehkan
bahwa
Hakim oleh
menghapuskan
dimaksudkan
untuk
dalam ketentuan pasal 44 ayat
pulang dan pengobatan lebih lanjut
(1) KUHP. Artinya bahwa
bisa dilakukan secara berobat jalan.
perbuatan yang dilakukannya
Ahli juga berpendapat kesembuhan
adalah sebagai perbuatan yang
terhadap diri terdakwa tidak hanya
bersifat melawan hukum akan
96
•
•
dilakukan melalui pengobatan saja
tetapi terhadap perbuatan itu
akan tetapi juga harus ada dukungan
kepada diri terdakwa tidak
dari pihak keluarga dan lingkungan
dapat
sekitarnya;
pertanggungjawaban
Bahwa,
setelah ahli
melakukan
karena
ada
hal-hal
pidana yang
pemeriksaan terhadap terdakwa lalu
menghapuskan kesalahannya
hasil pemeriksaan tersebut telah ahli
(terganggu
tuangkan dalam Keterngan Ahli
penyakit). Berdasarkan uraian
Kedokteran Jiwa (Visum et Repertum
pertimbangan tersebut, dengan
Psychiatricum);
demikian terhadap terdakwa
Bahwa, ahli berpendapat Skizofrenia
tidak dapat dijatuhi pidana atas
jenis Paranoid yang dialami oleh
kesalahan
terdakwa timbul dengan diawali
dilakukannya;
tanda-tanda
selalu •
halusinasi,
waspada, kelihatan ketakutan seperti dikejar-kejar
oleh
sosok
“Edi”,
jiwanya
yang
karena
telah
Menimbang,
bahwa
berdasarkan
uaraian
pertimbangan hukum diatas,
berbicara bisik-bisik takut terdengar
maka
orang lain dan secara fisik terdakwa
berpendapat
tidak biasa tidur dan selalu gelisah;
sependapat dengan tuntutan
Menimbang,
Penuntut
bahwa
terhadap
Majelis bahwa
Hakim tidak
Umum sepanjang
pendapat ahli tersebut oleh terdakwa
menyangkut
tentang
tidak menanggapinya dan terdiam;
pertanggungjawaban
pidana
Dra. Resmi Prasetyani, Psi: •
dimintakan
yang harus dibebankan atas diri terdakwa dan oleh karena
Bahwa, selama pemeriksaan, ahli
itu menolak segala tuntutan
tidak pernah melakukan wawancara dengan
terdakwa
akan
dimaksud dan oleh karenanya
tetapi
terdakwa harus dilepaskan dari
melakukan observasi dimana pada saat itu ahli melihat ekspresi wajah terdakwa,
cara
berbicara
sikapnya kurang komunikatif;
dan
segala tuntutan hukum; •
Menimbang,
bahwa
oleh
karena terhadap diri terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana
97
•
•
Bahwa, berdasarkan hasil tes, ahli
karena keadaan jiwa yang
juga menemukan pada diri terdakwa
terganggu karena penyakit.
seperti gejala halusinasi dengar yang
Majelis
mengakibatkan
marah-
mempertimbangkan pendapat
marah dan memukul orang lain serta
ahli dan guna menghindari hal-
sulit tidur dan adanya sifat yang
hal yang tidak diinginkan yang
autistic;
akan terjadi dikemudian hari
Bahwa, adapun efek dari tingkat
sebagai akibat dari perbuatan
kecerdasan yang rendah pada diri
terdakwa
terdakwa
dikhawatirkan
terdakwa
maka
berakibat
Hakim
dengan
sehingga akan
jatuh maka
kemampuan abstraksi verbal rendah,
korban
selanjutnya,
ia
membentuk
dengan
demikian
Majelis
permasalahan-
Hakim
berpendapat
bahwa
kurang
mampu
pengertian
dari
permasalahan yang ia hadapi. Selain
memerintahkan
itu koordinasi visual motoriknyapun
terdakwa dimasukkan kedalam
tergolong rendah, sehingga dengan
Rumah Sakit Jiwa Provinsi
kemampuan yang terbatas tersebut
Jawa Barat untuk menjalani
terdakwa
perawatan
kurang
mampu
untuk
supaya
sebagaimana
melakukan penilaian terhadap situasi
ketentuan Pasal 44 ayat (2)
yang ia hadapi akibatnya ketika
KUHP.
menghadapi situasi tertentu ia tidak tahu harus bagaimana dan harus berbuat apa;
Melihat tabel diatas merupakan hubungan antara keterangan ahli dan pertimbangan hakim yang menjadi konsep pemikiran penulis tentang adanya relevansi penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan yang terjadi di Cianjur yang telah diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.Cjr dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum. Relevansi dalam penggunaan keterangan ahli sesuai Pasal 1
98
butir 28 menyatakan bahwa :
“Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.” Menurut penulis pada prinsipnya alat bukti keterangan ahli tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan. Dengan demikian, nilai kekuatan pembuktian keterangan ahli sama halnya dengan nilai pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli. Oleh karena itu, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti keterangan ahli : a) Mempunyai nilai kekuatan pembuktian “bebas” atau “vrij bewijskracht”. Didalam dirinya tidak ada melekat nilai kekuatan pembuktian yang sermpurna dan menentukan. Terserah pada penilaian hakim. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran keterangan ahli dimaksud. b) Disamping itu sesuai dengan prinsip minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP, keterangan ahli yang berdiri sendiri saja tanpa didukung oleh salah satu alat bukti yang lain tidak cukup dan tidak memadai membuktikan kesalahan terdakwa. Apalagi jika Pasal 183 KUHAP di hubungkan dengan ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP, yang menegaskan, seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Prinsip ini pun, berlaku untuk alat bukti keterangan ahli, bahwa keterangan seorang ahli saja tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Oleh karena itu agar keterangan ahli dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa harus disertai dengan alat bukti lain. Penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan yang terjadi di Cianjur yang telah di putus oleh Hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.Cjr dengan putusan lepas dari segala tuntutan Hukum (onslag van recht vervolging) ada keterkaitannya. Hal tersebut di buktikan dengan adanya hubungan antara keterangan ketiga Ahli yang digunakan dengan pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan. Keterkaitan penggunaan keterangan ahli dalam penjatuhan Putusan Lepas dari Segala
99
tuntutan Hukum (onslag van recht vervolging)dapat dilihat dari pertimbangan hakim sebagai berikut : a) Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli penyakit yang diderita oleh terdakwa termasuk dalam kategori berat dan bisa disembuhkan dengan syarat dia harus terus minum obat secara terus menerus (seumur hidupnya) dan kalau tidak maka penyakit yang diderita oleh terdakwa akan kambuh lagi dan dikhawatirkan akan melakukan perbuatan yang sama. Adapun cara penanganan yang harus dilakukan terhadap terdakwa adalah harus dilakukan pengobatan ke fasilitas psikiater (Rumah Sakit Jiwa) untuk mendapatkan perawatan atas penyakit yang dialaminya yaitu dengan terapi dan minum obat guna menekan syarafnya supaya halusinasinya hilang. Adapun lamanya terdakwa harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa hanya cukup beberapa bulan saja untuk diobservasi dan guna mengetahui kondisinya. Namun selanjutnya terdakwa diperbolehkan untuk pulang dan pengobatan lebih lanjut bisa dilakukan secara berobat jalan. Ahli juga berpendapat kesembuhan terhadap diri terdakwa tidak hanya dilakukan melalui pengobatan saja akan tetapi juga harus ada dukungan dari pihak keluarga dan lingkungan sekitarnya; b) Menimbang, bahwa pendapat ahli tersebut telah dikuatkan juga dengan pendapat dari ahli M. Liberty Adi, S.MM., M.Psi dan Dra. Resmi Prasetyani, Psi; c) Menimbang, bahwa selain dari pendapat ahli tersebut telah pula dikuatkan dengan hasil Visum et Repertum Psychiatricum Nomor: 30/II/RSUD/2014 tanggal 28 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Susi Wijayanti, SpKJ selaku selaku Psikater pada Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa dan berkesimpulan bahwa pada saat terjadi tindak pidana subyek dalam keadaan mempunyai ketidakmampuan mengarahkan kemauan yang sadar; Pertimbangan hakim tersebut di atas menyatakan bahwa berdasarkan keterangan ahli yang didapat dari ketiga ahli yang diajukan menjadi alat bukti menjadi pertimbangan hakim yang menentukan bahwa terdakwa tidak mampu
100
bertanggung jawab seperti yang terumuskan dalam Pasal 44 ayat (1) KUHP. Pertimbangan hakim yang di sebutkan diatas juga memuat prinsip minimum pembuktian yang dirumuskan dalam Pasal 183 KUHAP. Alat bukti keterangan ahli tidak bisa berdiri sendiri tanpa alat bukti yang lain. Hal tersebut tersirat dalam pertimbangan Hakim bahwa alat bukti keterangan ahli memiliki kesesuaian dengan keterangan saksi dan bahkan Ahli mengeluarkan alat bukti surat yaitu hasil daripada pemeriksaan keadaan jiwa pelaku pembunuhan tersebut dengan membuat Visum et Repertum Psychiatricum Nomor: 30/II/RSUD/2014 tanggal 28 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Susi Wijayanti, SpKJ selaku selaku Psikater pada Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) dalam perkara pembunuhan di Cianjur yang telah diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/PN.Cjr oleh hakim ini mempunyai kesesuaian dengan rumusan Pasal 191 ayat (2) KUHAP yaitu “jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana”. Putusan yang mengandung pelepasan dari segala tuntutan hukuman dapat pula terjadi terhadap terdakwa, karena ia melakukan tindak pidana dalam keadaan tertentu, sehingga ia tidak dapat dipertanggung jawabkan atas putusannya itu. Tegasnya terdakwa dapat dijatuhi hukuman, meskipun perbuatan yang didakwakan itu terbukti sah, apabila: a) Kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalnya (Pasal 44 ayat (1) KUHP). b) Keadaan memaksa (overmacht) (Pasal 48 KUHP). c) Pembelaan darurat (Nood weer) (Pasal 49 KUHP). d) Melakukan perbuatan untuk menjalankan pertauran Undang-undang (Pasal 50 KUHP). e) Melakukan perbuatan untuk menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh kuasa yang berhak untuk itu (Pasal 51 KUHP).
101
Maka jelas bahwa putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging) tersebut telah memenuhi unsur rumusan Pasal 191 ayat (2) KUHAP dengan alasan kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akalnya (Pasal 44 ayat (1) KUHP). Kurang sempurnanya akal atau sakit berubah akalnya yang dialami terdakwa perkara pembunuhan yaitu Pupun Bin Sanusi hanya dapat dinyatakan oleh Ahli Psikiater dan Psikolog. Dalam hal pemeriksaan perkara pembunuhan dengan pelaku yang kurang sempurna akalnya ini sangat penting. Maka penggunaan Ahli dalam perkara ini sangat krusial walaupun yang memutuskan ketikdakmampuan bertanggungjawab terdakwa yang menentukan adalah hakim tapi berdasarkan kesesuaian alat bukti lain penggunaan Ahli Psikiater dan Psikolog bersifat krusial dan penting sebagai pendukung dalam menambah keyakinan Hakim sebagai dasar penjatuhan putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van recht vervolging). Hasil pemeriksaan di Persidangan akan lain apabila tidak menggunakan keterangan ahli Psikiater dan Psikolog. Karena perbuatan terdakwa dalam hal ini memenuhi unsur-unsur Pasal 338 KUHP yaitu tentang pembunuhan. Dakwaan dari Penuntut Umum juga tertulis bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa memenuhi unsur-unsur tindak pidana pembunuhan dan dengan pemeriksaan di Pengadilan Penuntut umum tetap pada tuntutannya yaitu menuntut pemidanaan 7 (tujuh) tahun penjara kepada terdakwa. Maka hal tersebut tidak akan diterima oleh hakim karena alasan pemaaf yaitu berdasarkan Pasal 44 ayat (1) KUHP dengan kurang sempurnanya akal atau sakit berubah akalnya dari pelaku pembunuhan tersebut dan terdakwa akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Alasan pemaaf yang menyangkut Pasal 44 ayat (1) KUHP terutama dalam keadaan jiwa pelaku tidak dapat dengan sekedar melihat secara fisik kondisi jasmani seseorang yang terduga tidak sehat keadaan jiwanya. Harus ada ahli yang dapat memastikan keadaan jiwa tersebut yaitu Ahli Psikiater dan Psikolog. Karena hasil dari pemeriksaan ahli tersebut sangat krusial yang berkaitan dengan terwujudnya keadilan di dalam Persidangan. Berdasarkan keterangan ahli di depan Persidangan bahwa Ahli berpendapat terdakwa dalam melakukan
102
perbuatan tindak pidana pembunuhan tersebut dengan keadaan mental yang tidak normal. Ahli mengemukakan terdakwa mengidap penyakit Skizofrenia jenis Paranoid. Untuk memperkuat keterangan Ahli tersebut salah satu ahli menerbitkan Visum et Repertum Psychiatricum Nomor: 30/II/RSUD/2014 tanggal 28 Januari 2014 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Susi Wijayanti, SpKJ selaku selaku Psikater pada Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Barat. Penggunaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara pembunuhan di Cianjur dengan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging) yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/Cjr mempunyai relevansi dalam hal penjatuhan putusan tersebut. Relevansi penggunaan ahli dapat dilihat bahwa sesuai dengan pemeriksaan perkara di Pengadilan Negeri Cianjur, walaupun sudah ada ahli yang menyatakan bahwa keadaan jiwa terdakwa dalam melakukan tindak pidana pembunuhan mengalami gangguan kejiwaan tapi Penuntut Umum tetap pada tuntutannya. Tetapi dengan adanya keterangan 3 (tiga) ahli yaitu masingmasing adalah Psikiater dan Psikolog, maka hakim menolak tuntutan dari Penuntut Umum dengan alasan pemaaf sesuai dengan Pasal 44 ayat (1) KUHP yaitu ketidakmampuan bertanggungjawab pelaku dalam melakukan tindak pidana tersebut berdasarkan keterangan ahli yang diperkuat dengan adanya Visum et Repertum Psychiatricum. Kesimpulan dalam pembahasan penggunaan keterangan ahli dalam penjatuhan
putusan
lepas
dari
segala
tuntutan
hukum(onslag
van
rechtsvervolging) oleh Hakim Pengadilan Negeri Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/Cjr mempunyai relevansi. Karena Hakim adalah penegak hukum yang berupaya untuk memberikan keadilan melalui putusan yang dijatuhkan. Penjatuhan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging) yang diberikan dalam perkara pembunuhan Nomor : 144/Pid.B/2014/Cjr selain sudah sesuai dengan alat-alat bukti dan keyakinan hakim tetapi juga mempunyai keterkaitan yang dominan dengan keterangan ahli yang menyatakan bahwa terdakwa mempunyai gangguan kejiwaan. Hal
103
tersebut sangat berpengaruh dengan kemampuan bertanggungjawab seseorang dalam melakukan tindak pidana. Penggunaan keterangan ahli Psikiater dan Psikolog selain sesuai dengan KUHAP tetapi juga memberikan fakta penting yang menambah keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtsvervolging) untuk perkara pembunuhan yang terjadi di Cianjur Nomor : 144/Pid.B/2014/Cjr. Mengingat adanya alasan pemaaf sesuai Pasal 44 ayat (1) KUHP, maka hakim memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk menempatkan terdakwa di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk menjalani perawatan selama 3 (tiga) bulan. Hal tersebut menunjukkan tidak semata-mata terdakwa dalam kasus pembunuhan dilepaskan dari segala tuntutan hukum tetapi juga atas dasar keadaan jiwanya, terdakwa ditempatkan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat untuk menjalani perawatan.