BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Identitas Terdakwa Nama
: Heri Kristanto Bin (Alm.) Murjiman Al Hadi Suprapta
Tempat Lahir
: Kulon Progo
Umur/ Tanggal Lahir : 39 Tahun/ 13 Agustus 1975 Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal
: Dusun Pedukuhan III Rt./Rw. 010/005 Desa Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, atau Dusun IV Grati Wetan, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA (Tidak Tamat).
Berdasarkan identitas di atas dapat dilihat bahwa pelaku merupakan orang yang sehat jasmani dan rohani,
serta
mampu dimintai
pertanggungjawaban hukum atas perbuatan yang dilakukannya.
2. Kasus Posisi Salah satu kasus tindak pidana terhadap jaminan fidusia tersebut dilakukan oleh Heri Kristanto. Kasus bermula pada hari Sabtu, tanggal 29 September 2012, Heri Kristanto, yang bertempat di Kabupaten Kulon Progo hendak membeli 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza, dengan harga Rp.120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah), karena jika membeli secara kontan Heri tidak mampu, maka dia mendatangi PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta untuk mendapatkan kredit pembiayaan pembelian mobil tersebut.
33
34
Kemuadian Lofukau Santoso bersama Suparyoto Sinaga selaku petugas survey PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta datang ke
rumah
Heri
guna
melakukan
survei
kelayakan
pengajuan
kredit/pembiayaan tersebut dengan menanyakan tentang indentitas Heri sekaligus meminta foto copy KTP, Kartu Keluarga, Akta Cerai, rekening listrik dan surat keterangan usaha. Karena sebelumnya, Heri memberikan keterangan bahwa dia adalah pemilik dari Usaha Bengkel Las Baja laut yang berdiri sejak tahun 2006 dengan penghasilan bersih sebesar Rp.17.500.000,- (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah) per bulan. Tetapi padasaat survey tersebut, Heri belum memiliki Surat keterangan Usaha berupa Usaha Bengkel Las yang berlokasi di dekat rumahnya dan Bengkel Las Baja Laut yang berlokasi di daerah Bugel Tayuban Panjatan. Dimana kedua bengkel tersebut merupakan miliknya. Selanjutnya Suparyoto mengeluarkan formulir Aplikasi Permohonan Pembiayaan dengan nomor seri 068747-A dan nomor 23088 dan membantu menuliskan isian formulir tersebut dengan cara menayakan kepadaHeri terkait data diri dan kegiatan usaha miliknya, saat itu Heri memberikan keterangan bahwa Dia merupakan pemilik dari Usaha Bengkel Las Baja laut yang berdiri sejak tahun 2006 denganpenghasilan bersih sebesar Rp.17.500.000,- (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah) per bulan,
kemudian
Suparyoto
menulis
didalam
formulir
Aplikasi
Permohonan Pembiayaan tersebut sesuai dengan keterangan yang diberikan dan menandatangani formulir aplikasi tersebut, kemudian Lofukau Santoso meminta Heri untuk melengkapi kekurangan dokumen administrasi berupa Surat keterangan Usaha. Keesokan harinya, Heri Kristanto menghubungi Surana selaku Kepala desa Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, dengan maksud untuk meminta dibuatkan Surat Keterangan Usaha (SKU) mengenai Usaha Bengkel Lasnya tersebut. Kemudian Surana membuatkan Surat Keterangan Usaha tertanggal 1 Oktober 2012 yang isinya
35
sebagaimana yang diminta Heri, dan ditandatangani oleh Surana beserta Heri. Setelah PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta menyetujui permohonan pembiayaan melalui pinjaman kredit di PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta sebesar Rp.103.402.800,00 dengan pokok pinjaman sebesar Rp.80.000.000,00 selama 36 (tiga puluh enam) bulan dengan beban angsuran yang harus dibayar setiap bulannya sebesar Rp.2.872.300,00 sesuai dengan perjanjian pembiayaan konsumen Nomor 1000012251-001 tertanggal 04 Oktober 2012 dan untuk menjamin pelunasan utang maka mobil tersebut menjadi obyek jaminan fidusia sesuai Sertifikat Fidusia Nomor : W14.00081822.AH.05.01 Tahun 2013 dengan tanggal dibukukan dan tanggal penerbitan 25 Nopember 2013 dengan nilai penjaminan sebesar Rp.100.000.000,00. Baru diketahui bahwa bengkel Las baja Laut yang diclaim Heri tersebut ternyata milik R. Eko Purwanto dengan nama bengkel las CV. Hellowahyu yang akan diganti dengan nama bengkel las Baja laut. Pada kasus tersebut, Heri Kristanto telah dengan sengaja memalsukan keterangan dalam hal ini mengenai kepemilikan bengkel Las Baja Laut yang bila diketahui oleh pihak PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia terkait kredit yang dimohonkan tersebut. Selain itu setelah pengajuan permohonan pembiayaan tersebut disetujui oleh PT.Multi Finance Cabang Yogyakarta, Heri Kristanto menerima dan membawa 1 (satu) unitmobil Toyota Avanza yang dijadikan obyek jaminan fidusia tersebut ke rumahnyadi Dusun Pedukuhan
III
PanjatanKabupaten
Rt./Rw. Kulon
010/005 Progo
Desa untuk
Kanoman kemudian
Kecamatan dipergunakan
beraktivitassehari-hari. Namun selanjutnya, Heri Kristanto tidak lagi menyimpan mobil tersebut dirumahnya tetapi dipindahkan dan/atau memindahtangankan kepada Sunarti di Dusun IVGrati Wetan Rt./Rw. 009/ 003 Desa Ngestiharjo Kecamatan Wates KabupatenKulon Progo
36
tanpa
terlebih
dahulu
memberitahukan
dan/atau
tanpa
mendapatpersetujuan tertulis dari PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta. Akhirnya tindakan Heri Kristanto tersebut diketahui oleh Triyanto Purnomobersama tim, selanjutnya pada hari Senin tanggal 04 Agustus 2014 TriyantoPurnomo bersama tim melakukan pengecekkan ke rumah Sunarti dan ternyata benar 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza yang dijadikan obyekjaminan fidusia tersebut berada di tempat dan/atau ditangan Sunarti. Yang mana terhadap pengalihan obyek jaminan Fidusia dimaksud seharusnya terdakwa terlebih dahulu memberitahukan PT. Olympindo
Multi
Finance
Cabang
Yogyakarta
guna
mendapat
persetujuan tertulis dari PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut Triyanto Purnomo, selaku petugas penyelesaian kredit bermasalah PT. Olympindo Multi Finance cabang Yogyakarta, melaporkan adanya pelanggaran jaminan Fidusia tersebut kepada pihak Kepolisian untuk proses selanjutnya. Pada kasus ini Heri Kristanto sengaja mengalihkan Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia (PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta).
3. Dakwaan Dalam kasus ini penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternatif, yaitu pada dakwaan kesatu penuntut umum mendakwa dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi sebagai berikut: “Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).”
37
Sedangkan untuk dakwaan kedua, mendakwa dengan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi sebagai berikut: “Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).” 4. Tuntutan Penuntut umum dalam perkara ini menuntut terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Tuntutan penuntut umum dalam perkara ini pada pokoknya menuntut majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutus sebagai berikut: a. Menyatakan terdakwa Heri Kristanto Bin (Alm.) Murjiman Al Hadi Suprapta, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Yangmengalihkan, menggadaikan atau menyewakan Benda yang menjadi ObyekJaminan Fidusia sebagimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) Yang dilakukantanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia“ sebagaimanadiatur dan diancam pidana dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun1999 tentang Jaminan fidusia sebagaimana dalam dakwaan alternatif ke-duakami; b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 6 (enam) bulan penjara dengan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara dan denganperintah terdakwa tetap ditahan; c. Menjatuhkan Pidana Denda sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) subsider 1 (satu) bulan kurungan;
38
5. Putusan Berdasarkan pembuktian yang ada dan dakwaan kedua Penuntut Umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum, maka majelis tidak lagi mempertimbangkan dakwaan kesatu Penuntut Umum,dengan demikian Terdakwa haruslah dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindakpidana “Mengalihkan Benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia yang dilakukan tanpapersetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia“ sebagaimana dakwaan keduayakni yang melanggar Pasal 36 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Hal ini sebagaimana tercantum dalam amar Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor : 109/Pid.Sus/2014/PN.Wat sebagai berikut: a. Menyatakan terdakwa Heri Kristanto Bin (Alm) Murjiman Al HadiSuprapta, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukantindak pidana “Mengalihkan Benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia yangdilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia“; b. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 4 (empat) bulan; c. Menetapkan lamanya masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwadikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; d. Menetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan ; e. Menjatuhkan Pidana Denda sejumlah Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) danapabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurunganselama 1 (satu) bulan; f. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sejumlah Rp. 2000,00 (dua ribu rupiah);
39
B. Pembahasan 1. Pengaturan Mengenai Tindak Pidana Terhadap Jaminan Fidusia dalam Hukum Positif di Indonesia Jaminan fidusia sebelumnya diatur hanya melalui yurisprudensi yang di Belanda melalui Bierbrowerij Arrest tanggal 25 Januari 1929 dan di Indonesia melalui Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) vs Pedro Clignett (Tan Kamelo, 2006: 3).Mengenai kasus tersebutdigambarkan oleh Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani (2001: 126): “Pedro Clignett meminjam uang dariBataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) denganjaminan hak milik atas sebuah mobil secara kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar hutangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi hutangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett. Namun ditolak dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Clignett jaminan yang ada adalah gadai, tetapi barang dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan debitur maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. dalam Putusan Hooggerechtsh of (HGH sekarang Mahkamah Agung RI) menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan jaminan kepada BPM.” (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001: 126) Hingga sekarang Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Sebelum berlakunya Undang-Undang nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia sempat diatur antara lain dalam Pasal 51 Undang-undang nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang menyatakan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan jaminan fidusia. Namun, setelah disahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, dinyatakan bahwa rumah yang dibangun diatas tanah dengan hak pakai atas tanah negara dapat dibebani dengan Hak tanggungan. Selain itu, Pasal 14 Undang-undang Nomor 16 Tahun
40
1985sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia jika tanahnya adalah tanah hak pakai atas tanah negara (Supianto, 2015: 14-15). Setelah disahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat dibebani dengan hak tanggungan (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan).
Pengaturan mengenai Fidusia pada yurisprudensi yang di Belanda melalui Bierbrowerij Arrest tanggal 25 Januari 1929 dan di Indonesia melalui Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) vs Pedro ClignettClignett (Tan Kamelo, 2006: 3), Undang-undang nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Undang-undang nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun tersebut hanya mengatur mengenai lembaga fidusia secara umum. Pengaturan tersebut meliputi apa yang dimaksud dengan fidusia, benda apa saja yang dapat diikat dengan jaminan fidusia, dan bagaimana pendaftaran jaminan fidusia terkait benda tersebut. Sedangkan pengaturan mengenai tindak pidana terhadap jaminan fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Ketentuan yang mengatur mengenai tindak pidana terhadap jaminan fidusia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada Pasal 35 sampai dengan Pasal 36. Terdapat 2 perbuatan pidana yang diatur dalam undang-undang ini, yaitu sengaja melakukan pemalsuan hingga terciptanya sertifikat jaminan fidusia dan pengalihanobjek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia (Salim HS, 2004: 91). Pemalsuan fidusia diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan perjanjian Jaminan Fidusia, dipidana dengan pidana
41
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).” Unsur-unsur tindak pidana yang harus dipenuhi, supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan ketentuan pasal ini, yaitu : 1. Setiap orang Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang ini merujuk pada orang perorangan dan/atau korporasi yang menjadi subjek hukum pemegang hak dan kewajiban yang berada dalam keadaan sehat baik jasmani maupun rohani yang merupakan pelaku dari tindak pidana. 2. Dengan sengaja Merupakan unsur kesalahan dalam Pasal 35 ini. Dimana si pelaku dalam hal mewujudkan tindak pidana terhadap jaminan fidusia tersebut telah mengetahui atau menginsafi bahwa perbuatan yang dia lakukan tersebut tercela atau bersifat melawan hukum. 3. Memalsukan, mengubah, menghilangkan, atau dengan cara apapun memberikan keterangan dengan cara menyesatkan Bahwa ketentuan ini bersifat alternatif, dimana dengan terpenuhinya salah satu perbuatan dalam unsur ini, maka unsur ini dapat dikatakan telah terpenuhi. Unsur-unsur perbuatan pidana yang diancam dalam ketentuan ini dapat berupa: a. Memalsukan keterangan yang dimaksud dengan memalsukan adalah dapat berupa tindakan membuat suatu keterangan secara palsu(Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 1110), yang berarti semula keadaan itu belum ada, lalu dibuat sendiri yang mirip dengan yang asli dan dapat pula berupa memalsukan sesuatu surat, yang berarti surat sudah ada lalu ditambah dan/atau dikurangi atau diubah isinya. b. Mengubah keterangan Bahwa yang dimaksud dengan mengubah keterangan tersebut dapat berupa tindakan yakni menjadikan lain dari keterangan semula,
42
mengganti keterangan yang ada, dan mengatur kembali keterangan yang diberikan(Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 1768). c. Menghilangkan keterangan Bahwa yang dimaksud dengan menghilangkan keterangan adalah membuat suatu hal yang ada menjadi tidak ada(Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 544). d. Dengan cara apapun memberikan keterangan dengan cara yang menyesatkan Yang dimaksud dengan Memberikan Keterangan Secara Menyesatkan ialahmemberikan suatu keterangan yang tidak sebagaimana fakta yang ada ataudengan kata lain bohong.(Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 1437) 4. Apabila diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan jaminan fidusia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa pihak dalam jaminan fidusia terdiri dari Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia), dan Penerima Fidusia adalah orang perseorangan
atau
korporasi
yang
mempunyai
piutang
yang
pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia (Pasal 1 ayat (6) UndangUndang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia). Ketentuan dari pasal ini memberikan syarat bahwa akibat tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut yang berupa memalsukan, mengubah, menghilangkan, atau dengan cara apapun memberikan keterangan dengan cara menyesatkan bila diketahui salah satu pihak yakni pemberi fidusia ataupun penerima fidusia dapat menimbulkan tidak dapat melahirkan suatu jaminan kebendaan yang berupa jaminan fidusia. Sedangkan terhadap pemberian fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerima fidusia diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi:
43
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,(lima puluh juta rupiah).” Unsur-unsur tindak pidana yang harus dipenuhi, supaya pelaku dapat dituntut berdasarkan ketentuan pasal ini, yaitu : 1. Pemberi fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pasal ini memberi kekhususan bahwa pihak yang dapat melakukan tindak pidana hanyalah pemberi fidusia. 2. Yang mengalihkan benda objek jaminan fidusia, menggadaikan benda objek jaminan fidusia, atau menyewakan benda objek jaminan fidusia Bahwa ketentuan ini bersifat alternatif, dimana dengan terpenuhinya salah satu perbuatan dalam unsur ini, maka unsur ini dapat dikatakan telah terpenuhi. Unsur-unsur perbuatan pidana yang diancam dalam ketentuan ini meliputi: a. Mengalihkan benda objek jaminan fidusia Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, yang dimaksud dengan mengalihkan adalah memindahkan (Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 40). Dalam hal ini pelaku memindahkan kepemilikan akan hak terhadap objek dari jaminan fidusia. Dimana pelakunya adalah pemberi jaminan fidusia. Karena objek dari jaminan fidusia tersebut masih menjadi milik dan dikuasai oleh pemberi jaminan fidusia. b. Menggadaikan benda objek jaminan fidusia Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, yang dimaksud dengan menggadaikan adalah menyerahkan barang sebagaijaminan atau tanggungan hutang(Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 428). c. Menyewakan benda objek jaminan fidusia
44
Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, yang dimaksud dengan menyewakan adalah memberi pinjaman sesuatu dengan memungut uang sewa(Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 1439). Dengan disewakan tersebut maka penguasaan terhadap objek dari jaminan fidusia beralih kepada orang ketiga, bukan lagi berada di pemberi jaminan fidusia. 3. Tanpa persetujuan tertulis Penerima fidusia Berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Berdasarkan UndangUndang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, bahwa Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia. Sehingga bila dikaitkan ketentuan Pasal ini maka, si pelaku tindak pidana dalam melakukan tindakannya tersebut tidak didasarkan atas suatu keadaan mereka mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu dalam hal ini pengalihan objek jaminan fidusia dalam bentuk tertulis (kontrak). Apabila pelaku terbukti melakukan perbuatan pidana yang diancamkan pada kedua pasal tersebut, maka mereka dikenakan hukuman penjara dan denda. Kedua jenis hukuman tersebut bersifat kumulatif, artinya bahwa kedua hukuman itu harus diterapkan kepada para pelaku secara bersamaan dalam putusan hakim.
2. Analisis Putusan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana terhadap Jaminan Fidusia pada Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor: 109/Pid.Sus/2014/PN.Wat a. Dalam memeriksa dan memutus perkara, Hakim memiliki kebebasan sebagaimana terdapat dalam Penjelasan Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Salah satu bentuk dari kebebasan hakim tersebut diwujudkan dalam bentuk penemuan hukum. Penemuan hukum (rechtsvinding) adalah proses mencari norma hukum baik dalam
45
peraturan perundang-undangan maupun norma hukum yang hidup dalam masyarakat. Apalagi undang-undang sebagai norma hukum positif yang harus dilaksanakan tidak jelas, bahkan tidak lengkap, sehingga hakim sebagai pelaksana undang-undang, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Hal ini tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Pasal 5 ayat (1) “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”(Titin Samsudin, 2014: 99). Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari menegaskan bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi putusan hakim, yakni : 1) Faktor internal adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kemandirian hakim dalam menjalankan tugas dan wewnangnya yang datangnya dari dalam diri hakim itu sendiri yaitu yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia, mulai dari seleksi untuk diangkat menjadi hakim, pendidikan hakim dan kesejahteraan hakim. 2) Faktor eksternal yakni segala sesuatu yang mempengaruhi putusan hakim yang berasal dari luar diri hakim, antara lain : a) Peraturan perundang-undangan, b) Adanya intervensi terhadap proses peradilan c) Hubungan hakim dengan penegak hukum lain, d) Adanya berbagai tekanan, e) Faktor kesadaran hukum, dan f) Faktor sistem pemerintahan (Antonius Sudirman, 2007: 9293). Meskipun hakim memiliki kebebasan, akan tetapi ada beberapa batasan, diantaranya adalah dakwaan sebagai batasan pemeriksaan persidangan dan ancaman pidana (minimum sampai maksimum) dalam ketentuan perundangan. (https://sektiekaguntoro.wordpress.com/2014/07/ 01/ultra-petita-dalam-perkara-pidana/). Berdasarkan hal tersebut, penulis akan menganalisis mengenai pertimbangan yang dipergunakan oleh majelis hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor: 109/Pid.Sus/2014/PN.Wat. dalam putusan tersebut, terdakwa dijatuhi pidana karena telah melanggar
46
ketentuan pada Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dimana unsur-unsur tindak pidana yang diatur dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut: 1) Unsur Pemberi Fidusia ; Berdasarkan Bab I ketentuan Umum pasal 1 ayat (5) Undangundang Republik Indonesia nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia disebutkan Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi Obyek fidusia. Berdasar pada salinan Akta Jaminan Fidusia nomor 716 tanggal 21 November 2013 yang dikeluarkan Notaris Derita Kurniawati, SH dan Sertifikat Jaminan Fudusia nomor W14.00081822.AH.05.01 tahun 2013 tanggal 26 November 2013 disebutkan bahwa Pemberi Fidusia adalah Heri Kristanto yang beralamat di Pedukuhan III Rt.010 Rw.005 Kelurahan/desa Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dalam perkara ini adalah terdakwa Heri Kristanto Bin (Alm.) Murjiman Al Hadi Suprapta dan Penerima fidusia adalah PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta serta obyek fidusia adalah 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza 1300GMMEJ F601RMGMMEJ tahun 2006, warna silver metalik Nomor Polisi AB-1987AQ Nomor Rangka MHFFMRGK36K092137, Nomor Mesin DB33522 atas nama STNK Rio Abdul Rahman. 2) Unsur Yang mengalihkan, menggadaikan atau menyewakan Benda yang menjadi Obyek Jaminan Fidusia sebagimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (2) ; Bahwa ketentuan ini bersifat alternatif, dimana dengan terpenuhinya salah satu perbuatan dalam unsur ini, maka unsur ini dapat dikatakan telah terpenuhi. Unsur-unsur perbuatan pidana yang diancam dalam ketentuan ini meliputi: a) Mengalihkan benda objek jaminan fidusia
47
Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, yang dimaksud dengan mengalihkan adalah memindahkan (Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 40). Dalam hal ini pelaku memindahkan kepemilikan akan hak terhadap objek dari jaminan fidusia. Dimana pelakunya adalah pemberi jaminan fidusia. Karena objek dari jaminan fidusia tersebut masih menjadi milik dan dikuasai oleh pemberi jaminan fidusia. b) Menggadaikan benda objek jaminan fidusia Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, yang dimaksud dengan
menggadaikan
adalah
menyerahkan
barang
sebagaijaminan atau tanggungan hutang (Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 428). c) Menyewakan benda objek jaminan fidusia Berdasarkan kamus besar bahasa indonesia, yang dimaksud dengan menyewakan adalah memberi pinjaman sesuatu dengan memungut uang sewa (Tim Penyusun Pusat Bahasa, 2008: 1439). Dengan disewakan tersebut maka penguasaan terhadap objek dari jaminan fidusia beralih kepada orang ketiga, bukan lagi berada di pemberi jaminan fidusia. Mengenai tindakan pengalihan objek jaminan fidusia tersebut dapat diketahui bahwa pada hari Sabtu Tanggal 29 September 2012 terdakwa melakukan pembelian 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza 1300GMMEJ F601RM-GMMEJ tahun 2006, warna silver metalik Nomor
Polisi
AB-1987-AQ
Nomor
Rangka
MHFFMRGK36K092137, Nomor Mesin DB33522 atas nama STNK Rio Abdul Rahman dengan vendor Sumber Baru Perkasa Rudy.H dengan pembiayaan melalui pinjaman kredit di PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta sebesar Rp.103.402.800,00 dengan pokok pinjaman sebesar Rp.80.000.000,00 selama 36 (tiga puluh enam) bulan dengan beban angsuran yang harus dibayar setiap bulannya sebesar Rp.2.872.300,00. Untuk menjamin pelunasan utang
48
maka mobil tersebut menjadi obyek jaminan fidusia sesuai Sertifikat Fidusia Nomor : W14.00081822.AH.05.01 Tahun 2013 dengan tanggal dibukukan dan tanggal penerbitan 25 Nopember 2013 dengan nilai penjaminan sebesar Rp.100.000.000,00; Berdasar pada salinan Akta Jaminan Fidusia nomor 716 tanggal 21 November 2013 yang dikeluarkan Notaris Derita Kurniawati, SH dan Sertifikat Jaminan Fudusia nomor W14.00081822.AH.05.01 tahun 2013 tanggal 26 November 2013 disebutkan bahwa Pemberi Fidusia adalah Heri Kristanto yang beralamat di Pedukuhan III Rt.010 Rw.005 Kel/desa Kanoman Kec.Panjatan Kab. Kulon Progo Prop.daerah Istimewa Yogyakarta, yang dalam perkara ini adalah terdakwa Heri Kristanto Bin (Alm.) Murjiman Al Hadi Suprapta dan Penerima fidusia adalah PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta serta obyek fidusia adalah 1 (satu) unit mobil Toyota Avanza 1300GMMEJ F601RM-GMMEJ tahun 2006, warna silver metalik
Nomor
Polisi
AB-1987-AQ
Nomor
Rangka
MHFFMRGK36K092137, Nomor Mesin DB33522 atas nama STNK Rio Abdul Rahman. Seiring berjalannya waktu, terdakwa mengalami keterlambatan pembayaran angsuran selama 12 (dua belas) bulan. Mengetahui adanya keterlambatan angsuran selama 12 (dua belas) bulan, PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta berupaya untuk menemui dan/atau mencari terdakwa Heri Kristanto Bin (Alm.) Murjiman Al Hadi Suprapta di rumah miliknya di Dusun Pedukuhan III Rt./Rw. 010/005 Desa Kanoman Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo namun petugas PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta tidak dapat menemukannya begitu pula mobil yang menjadi obyek jaminan fidusia. Selanjutnya Petugas Penyelesaian Kredit Bermasalah melakukan pencarian terhadap mobil yang menjadi obyek jaminan fidusia hingga akhirnya pada hari Senin tanggal 04 Agustus 2014 dapat menemukan mobil tersebut berada di
49
Dusun IV Grati Wetan Rt./Rw. 009/ 003 Desa Ngestiharjo Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo dan telah dialihkan dan/atau dipindah tangankan kepada Saksi Sunarti Alias Yanti sejak tahun 2012 dan tanpa terlebih dahulu memberitahukan dan meminta izin atau persetujuan tertulis dari PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta. Kemudian berdasarkan surat-surat yang ada seperti : a)
Foto copy Akta Cerai Nomor: 374/AC/2011/PA. Wt, perceraian antara Eni Yuniati binti Sukardi dengan Heri Kristantobin Hadi Suprapto, tertanggal 21 November 2011
b) Perjanjian Pembiayaan Konsumen Nomor : 1000012251-001 an. Pihak pertama: PT. Olympindo Multi Finance diwakili oleh Ageng Prabowo dan pihak kedua Heri Kristanto, alamat: Pedukuhan III, Rt.010 Rw.005, Ds. Kanoman, Kec. Panjatan, Kab. Kulon Progo, DI.Yogyakarta, tertanggal 4 Oktober 2012, c)
Surat Pernyataan Dan Konfirmasi a.n. Debitur : Heri Kristanto , No.KTP 3401031308750001, tertanggal 4 Oktober 2012,
d) Formulir Permohonan Pembiayaan PT. Olympindo Multi Finance No. Aplikasi. 23088 an. Heri Kristanto, alamat: Pedukuhan III, Rt.010 Rw.005, Ds. Kanoman, Kec. Panjatan, Kab. Kulon Progo, DI. Yogyakarta, tertanggal 29 September 2012 e)
Salinan Akta Jaminan Fidusia nomor 716 tanggal 21 november 2013 yang dikeluarkan Notaris Derita Kurniawati, SH
f)
Sertifikat Jaminan Fudusia nomor W14.00081822.AH.05.01 tahun 2013 tanggal 26 November 2013 yang diterbitkan oleh Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia Pada Kantor Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Kesemuanya tersebut menyebutkan bahwa terdakwa adalah seorang duda yang berlamat di Pedukuhan III Rt.010 Rw.005 Kelurahan/desa
50
Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan tidak ada disebutkan alamat lain maupun keterangan telah ber-istri lagi maupun surat pemberitahuan tertulis tentang hal tersebut, sehingga seharusnya obyek fidusia berada dalam penguasaan terdakwa yang beralamat di Pedukuhan III Rt.010 Rw.005 Kelurahan/desa Kanoman, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang senyatanya bahwa obyek fidusia tersebut berada di Dusun IV Grati Wetan Rt./Rw. 009/ 003 Desa Ngestiharjo, Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo dan telah dialihkan dan/atau dipindah tangankan kepada Saksi Sunarti Alias Yanti tanpa terlebih dahulu memberitahukan dan meminta izin atau persetujuan tertulis dari PT. Olympindo Multi Finance Cabang Yogyakarta; Mengingat saksi Sunarti bukanlah istri dari terdakwa, maka dia merupakan pihak ketiga dalam perjanjian jaminan fidusia tersebut. hal ini dikuatkan pula oleh Saksi Agus Sugiyatna menerangkan bahwa saksi Sunarti bukanlah istri dari terdakwa. Selain itu saksi Sutaryono memberikan keterangan bahwa, sepengetahuan saksi antara terdakwa dan saksi Sunarti bukanlah suami- istri. Saksipun pernah
menemui
terdakwa
memperingatkan/mengarahkan
di supaya
pinggir segera
jalan
untuk
meresmikan
pernikahan apabila benar bersungguh-sungguh akan berumah tangga dengan saksi Sunarti. Hal ini dibantah oleh terdakwa, bahwa Saksi sunarti merupakan istri dari terdakwa. Tetapi dalam sampai pada pemeriksaan dipersidangan tidak ada bukti apapun yang menguatkan keterangan dari terdakwa bahwa mereka adalah pasangan suami istri. 3) Yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima Fidusia; Pada Memorie van Toelichting (MvT), dimuat antara lain bahwa kesengajaan itu adalah dengan sadar berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (Leden Marpaung, 2012: 13). Mengenai
51
kesengajaan tersebut, dalam hukum pidana dikenal 2 (dua) teori, yaitu: a) Teori Kehendak (Wiilstheorie) Teori ini dikemukakan oleh von Hippel dalam bukunya Die
Grenze
Vorsatz
und
Fahrlässigkeit
tahun
1903.
Menurutnya, kesengajaan adalah kehendak membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkan suatu akibat dari tindakan itu (Leden Marpaung, 2012: 14). Dalam hal ini kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan dalam undang-undang (Moeljatno, 2008: 186). b) Teori Membayangkan (Voorstellingstheorie) Teori ini dikemukakan oleh Frank dalam bukunya Festschrift Gieszen tahun 1907, yang mengemukakan bahwa manusia tidak mungkin dapat menghendaki suatu akibat. Manusia
hanya
dapat
mengingini,
mengharapkan
atau
membayangkan (voorstellen) kemungkinan adanya suatu akibat. Adalah sengaja apabila akibat yang timbul dari tindakan yang dibayangkan sebagai maksud dari tindakan itu (Leden Marpaung, 2012: 14). Berdasarkan teori diatas, penulis menggunakan teori kehendak untuk menganalisis perbuatan terdakwa. Dimana tindakan yang dilakukan
terdakwa
selaku
pemberi
jaminan
fidusia
yang
mengalihkan objek dari jaminan fidusia tersebut tanpa persetujuan dari penerima jaminan fidusia yakni PT. Olympindo Multi Finance merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan tersebut diarahkan pada terwujudnya perbuatan seperti yang dirumuskan dalam undang-undang dalam hal ini Pasal 36 UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kesengajaan tersebut terlihat dari tindakan terdakwa berawal dari keterlambatan terdakwa dalam membayar angsuranselama 12 (dua
52
belas) bulansampai dengan pengalihan objek jaminan fidusia kepada orang ketiga dalam hal ini adalah saksi Sunarti. Dimana pengalihan tersebut tanpa adanya persetujuan tertulis dari penerima jaminan fidusia yakni PT. Olympindo Multi Finance. Sehingga berdasarkan uraian tersebut unsur-unsur tindak pidana yang terdapat dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah terpenuhi. Pada kasus ini dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum berbentuk alternatif, maka masing-masing dakwaan tersebut saling mengecualikan satu sama lain. Hakim dapat mengadakan pilihan dakwaan mana yang telah terbukti dan bebas untuk menyatakan bahwa dakwaan kedua yang telah terbukti tanpa memutuskan terlebih dahulu tentang dakwaan pertama (Andi Hamzah, 2002: 181). Berdasarkan uraian diatas penulis memberikan kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan oleh terdakwa seperti yang telah diuraikan sebelumnya telah secara sah dan meyakinkan memenuhi unsur-unsur seperti yang terdapat pada Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yakni melakukan tindak pidana “Mengalihkan Benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari penerima fidusia”. Sehingga pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor 109/Pid.Sus/2014/PN.Wat menurut penulis sudah tepat.