BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sebelum membahas permasalahan yang akan penulis bahasa, maka perlu diketahui mengenai hal sebagai berikut: 1. Identifikasi Norma a. Undang-Undang
Nomor
4
Tahun
1996
Tentang
Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Lahirnya Undang-undang tentang Hak Tanggungan karena adanya perintah dalam Pasal 51 UUPA. Hal ini disebabkan ketentuan mengenai hipotik yang diatur dalam Buku II KUH Perdata tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah nasional dan dalam kenyataanya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari kemajuan pembangunan ekonomi. Akibatnya ialah timbunya perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah. Oleh karenanya perlu dibentuk Undang-undang yang spesialitasnya mengenai Hak Tanggungan yaitu UUHT yang diundangkan pada tanggal 9 April 1996. UUHT mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) Ketetuan Umum Dalam pembatasan yang ditetapkan Pasal 1 UUHT telah memberikan suatu hal yang jelas, yaitu: a) Memberikan kedudukan yang utama atau mendahulu kepada pemegangnya; b) Selalu mengikuti objek yang dijamin di tangan siapapun objek itu berada;
1
2
c) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan; d) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa: “Hak Tanggungan mempunyai
sifat
tidak
dapat
dibagi-bagi
kecuali
jika
diperjanjikan dalam APHT sebagaimana dimaksud pada ayat (2)”. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1164 KUH Perdata yang menyebutkan tentang tidak dapat dibaginya pemberian hipotik, kecuali memang sejak awal sudah diperjanjikan dan kelak pada waktunya eksekusi tentunya apa yang terdaftar sajalah yang akan dilelang. Penjelasan Pasal 2 ayat (1) telah menyebutkan bahwa yang dimaksud denga sifat tidak dapat dibagi-bagi dari Hak Tanggungan adalah bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dari setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap mebebani seluruh objek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Hal tersebut dapat disebut Hypotheca est tota in toto, et tota in qualibet parte. Selanjutnya Pasal 2 ayat (2) menyatakan: Apabila Hak Tanggungan dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam APHT yang bersangkutan, bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek Hak Tanggungan, yang akan dibebeskan dari Hak Tanggungan tersebut, sehigga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Pasal 2 ayat (2) tersebut merupakan pengecualian dari asas yang ditetapkan dalam ayat (1) untuk menampung kebutuhan perkembangan dunai perkreditan, yaitu apabila Hak Tanggungan
3
itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat dikesampingkan asal hal tersebut diperjanjikan secara tegas dalam APHT yang bersangkutan. Pasal 3 ayat (1) UUHT menjelaskan bahwa Utang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan dapat berupa: a) Utang yang telah ada, atau; b) Utang yang telah diperjanjikan sebelumnya; c) Ada jumlah tertentu yang baik berdasarkan perjanjian tersebut atau; d) Dari Perjanjian lain yang menimbulkan utang-piutang tersebut. Pasal 3 ayat (2) memperjelas bahwa Hak Tanggungan dapat berasal dari suatu hubungan hukum seperti adanya suatu borghtocht ataupun dari satu atau lebih utang piutang yang berasal dari beberapa hubungan hukum sebelumnya. 2) Objek Hak Tanggungan Pasal 4 UUHT menjelaskan bahwa yang dapat diikat Hak Tanggungan adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, termasuk juga Hak Guna Bangunan di atas Hak Milik dan Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan. Demikian pula Hak Pakai atas tanah Negara dan dari Hak Pengelolaan, ataupun Hak Pakai yang berasal dari perjanjian Hak Pakai di atas Hak Milik tentunya selama dalam perjanjian tersebut ada ketentuan bahwa Hak Pakai tersebut dapat dialihkan, dan sebagai mana itu terdaftar di Kantor Pertanahan. Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 maka dapat dicatat bahwa hak itu pertama wajib didaftar dalam daftar umum, dalam hal ini pada Kantor Pertanahan, dan kepada pihak piutang diberikan suatu kedudukan khusus sebagai kedudukan didahulukan (preferen)
4
artinya didahulukan dari lain lain kreditur konkuren. Gunanya pendaftaran tersebut adalah sebagai ketentuan asas publisitas artinya setiap orang dapat melihat bahwa atas sebidang tanah tersebut terikat suatu Hak Tanggungan untuk sejumlah tertentu. Pasal 4 ayat (5) menjelaskan bahwa apabila bangunan, tanaman dan hasil karya yang ada dan merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut tidak dimiliki oleh pemegang hak atas tanah, pembebanan Hak Tanggungan atas benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan penandatanganan serta pada APHT yang bersangkutan oleh pemiliknya atau yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik. Hal ini sesuai dengan sistem hak atas tanah di Indonesia yang menganut asas horisontal sehingga adanya pemisahan antara tanah dengan bangunan, tanaman, hasil karya dan benda lainnya. Pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa: “Suatu objek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu orang”. Hal tersebut merupakan adaptasi dari Hak hipotik, umumnya para piutang hanya akan memberikan pinjaman tidak lebih besar dari 70% nilai tanah. Pasal 5 ayat (2) menjelaskan bahwa objek Hak Tanggungan yang dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan
peringkat
masing-masing
Hak
Tanggungan
ditentukan dari tanggal pendafatarn di Kantor Pertanahan. Selanjutnya ayat (3) menjelaskan apabila Hak Tanggungan didaftarkan padda tanggal yang sama maka ditentukan menurut tanggal pembuatan APHT. Pasal 6 UUHT menjelaskan bahwa kreditur pemegang Hak Tanggungan dapat menjual Hak Tanggungan melalui pelelangan umum apabila debitur cidera janji, kemudian kreditur dari hasil penjualan tersebut dapat mengambil untuk pelunasannya sendiri, kemudian selanjutnya dapat diturunkan kepada pemegang Hak
5
Tanggungan yang kedua dan jika tidak ada dapat diserahkan kembali kepada pemegang hak atas tanah, ketentuan ini berasal dari ketentuan hipotik yang ada pada Pasal 1181 KUH Perdata. Pasal 7 UUHT mejelaskan bahwa Hak Tanggungan mengikuti objeknya atau droid de suite. 3) Pemberi dan Pemegang Hak Tanggungan Pasal 8 UUHT menjelaskan bahwa lazimya pemberi Hak Tanggungan adalah pihak yang berutang atau debitur, namun tidaklah selalu demikian. Syarat untuk menjadi pemberi Hak Tanggungan adalah mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum mengenai objek Hak Tanggungan karena apabila debitur cidera janji akan mengakibatkan dijualnya objek Hak Tanggunga untuk pelunasan utang yang dijamin. Untuk hal ini adalah sesuai seperti yang diatur dalam Pasal 1168 KUH Perdata. Demikian pula karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarkannya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan tersebut. Pasal 9 menjelaskan bahwa pemegang Hak Tanggungan yang menjadi pihak berpiutang dapat berupa lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non bank, badan hukum lain atau perorangan. 4) Tata Cara Pemberian, Pendaftaran, Peralihan, dan Hapusnya Hak Tanggungan Pasal 10 ayat (1) menjelaskan bahwa Hak Tanggungan bersifat accesoir, maka pemberiannya haruslah ikuttan dari perjanjian lain, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya. Selanjutnya pada ayat (2) menjelaskan bahwa pemberian Hak Tanggunagn dilakukan dengan pembuatan APHT oleh PPAT. Ayat (3)
6
menjelaskan bahwa Hak Tanggungan dapat dibebankan kepada girik dan sejenisnya yang memenuhi syarat untuk didaftarkan, pemegang girik tidak perlu melakukan pendaftaran terlebih dahulu untuk dapat memberikan Hak Tanggungan pada tanahnya meainkan Pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Pemberi
Hak
Tanggungan
wajib
memenuhi
syarat
spesialisasi (Pasal 11 ayat (1) UUHT) yang meliputi: a) Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; b) Domisili
para
pihak,
pemegang
dan
pemberi
Hak
Tanggungan; c) Penunjukan secara jelas hutang atau hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan; d) Nilai Tanggungan; e) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan. Dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji: a) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan obyek Hak Tanggungan dan/atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; b) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; c) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola obyek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri apabila debitur cidera janji; d) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan obyek Hak Tanggungan;
7
e) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji; f) Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama bahwa obyek
Hak Tanggungan
tidak akan
dibersihkan dari Hak Tanggungan; g) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas obyek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; h) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila obyek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum; i) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika obyek Hak Tanggungan diasuransikan; j) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan obyek
Hak
Tanggungan
pada
waktu
eksekusi
Hak
Tanggungan; k) Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4). Selanjutnya Pasal 12 menjelaskan bahwa apabila terdapat janji yang mana memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji, maka hal tersebut batal demi hukum. Ini dilakukan untuk melindungi debitur terutama jika nilai Hak Tanggungan melebihi besar utang yang dijamin. Pasal 13 ayat (1) menjelaskan bahwa Hak Tanggungan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan hal ini untuk memenuhi asas publisitas. Selanjutnya ayat (2) menjelaskan bahwa 7 (tujuh)
8
hari setelah pembuatan APHT, PPAT wajib mengirimkanya kepada Kantor Pertanahan. Pada ayat (3) dan (4) dijelaskan bahwa pendaftaran Hak Tanggungan sudah dapat dianggap berlangsungpada hari ketujuh setelah penerimaan surat-surat di Kantor Pertanahan, yang dapat menunda pendaftaran tersebut adalah apabila ada sanggahan dari pihak ketiga, atau dijatuhkan sita sebelum pendaftaran atau ditariknya pendaftaran tersebut oleh kreditur. Pasal
14
menjelaskan
bahwa
Kantor
Pertanahan
menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan, sertifikat tersebut memuat
irah-irah
DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA, oleh karennya sertifikat ini memiliki kekuatan eksekutorial. Eksekusi mengenai hal ini terlebih dahulu dimintakan fiat eksekusi pada Ketua Pengadilan Negeri setempat, umumnya eksekusi dilakukan melalui perantara kantor lelang setempat. Pasal 14 ayat (4) dan (5) menjelaskan mengenai sertifikat. Sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan dikembalikan kepada yang bersangkutan, sedangkan sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan. Pasal 15 ayat (1) menjelaskan bahwa: SKMHT wajib dibuat dengan akta notaris atau PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; b) Tidak memuat kuasa subtitusi; c) Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang, nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan. Pada dasarnya pembebenan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan, namun apabila benarbenar diperlukan yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak
9
dapat hadir di hadapan PPAT, maka diperkenankan penggunaan SKMHT. Sejalan dengan hal tersebut SKMHT harus memenuhi syarat-syarat yang ada, apabila tidak maka surat kuasa akan batal degan sendirinya. Selanjutnya Pasal 15 ayat (2) menjelaskan bahwa SKMHT tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun kecuali kuasa tersebut telah dilaksanakan dengan pembuatan APHT atau telah habis jangka waktunya. Jangka waktu tersebut yaitu selama 1 (satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar (Pasal 15 ayat (3)), dan 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar (Pasal 15 ayat (4)). Ayat (5) selanjutnya mengatur bahwa Penggunaan SKMHT untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan mengabaikan ketentuan masa berlaku yang diatur dalam ayat (3) dan (4). Sedangkan untuk SKMHT yang telah habis masa berlakunya batal demi hukum (Pasa 15 ayat (6)). Pasal 16 UUHT menjelaskan bahwa beralihnya Hak Tanggungan baik karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain wajib didaftarkan oleh kreditur yang baru kepada Kantor Pertanahan, tanggal pencatatan dilakukan pada hari ke 7 (tujuh) setelah syarat-syarat terpenuhi. Beralihnya Hak Tanggungan yang diatur dalam Pasal 16 terjadi karena hukum, maka hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pasal 17 menyatakan bahwa: Bentuk dan isi Akta Pemberian Hak Tanggungan, bentuk dan isi buku tanah Hak Tanggungan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Tanggungan ditetapkan dan diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
10
Pasal 18 menjelaskan mengenai hal-hal yang menyebabkan hapusnya Hak Tanggungan. Dinyatakan bahwa sesuai dengan sifat accesoir pada utang yang dijamin, apabila utang itu hapus karea pelunasan atau sebab-sebab lain, maka dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga. Pemegang Hak Tanggungan juga dapat melakukan pelepasan pada
Hak
Tanggungan,
apabila
hal
itu
terjadi
maka
kedudukannya sebagai kreditur preferen berubah menjadi konkuren. Hapusnya Hak Tanggungan juga dapat terjadi karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan, hak atas tanah dapat hapus karena Pasal 27 34 40 UUPA. Selain itu hapusnya
Hak
Tanggungan
juga
dapat
terjadi
karena
pembersihan Hak Tanggungan berdasar penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri hal tersebut terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan. Selanjutnya Pasal 18 juga mengatur bahwa hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. Pasal
19
menjelaskan
mengenai
pembersihan
Hak
Tanggungan, ketentuan ini diadakan bagi kepentingan pembeli objek Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya terbebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya jika harga pembelian tidak mencukupi untuk melunasi utang yang dijamin. Pembelian tersebut harus melalui kantor lelang dan jika pembelian itu di bawah tangan maka tidak mungkin dilakukan pembersihan tersebut. 5) Eksekusi Hak Tanggungan
11
Penjelasan Pasal 20 disebutkan bahwa pada prinsipnya setiap eksekusi harus dilaksanakan melalui pelelangan umum. Karena penjualan melalui pelelangan tidak selalu menghasilkan harga yang tinggi, maka menyimpang dari prinsip ini diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan asalkan syarat sesuai ayat (3) yaitu dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihakpihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Selanjutnya Pasal 21 menyebutkan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan pailit, maka pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya. 6) Pencoretan Hak Tanggungan Pencoretan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22 yang memuat bahwa jika Hak Tanggungan hapus maka dicatat pada buku tanah dan pada sertifikat tanahnya. Sertifikat Hak Tanggungan harus dikembalikan ke kantor pertanahan setelah dibubuhi tanda bahwa hak tersebut telah mati dan juga dicatat pada buku tanahnya, jika sertifikat Hak Tanggungan tidak dapat dikembalikan maka dengan pernyataan lain baik dengan suatu konsen roya ataupun suatu pernyataan dengan surat lain (akta notaris)
dan
menyerahkannya
kepada
kantor
pertanahan
memohon Hak Tanggungan tersebut agar diroya pada buku tanah dan sertifikat tananhnya bahwa utang sudah dihapuskan dan sebab-sebabnya yang harus dijelaskan apakah karena sudah lunas atau karena satu dan lain hal. Dalam hal kreditur tidak mau membuat roya atas Hak Tanggungan tersebut, debitur dapat meminta kepada Pengadilan dengan alasan yang jelas. 7) Sanksi Administratif
12
Pasal 23 mengatur mengenai sanksi administratif yang memuat mengenai pejabat yang melanggat atau lalai memenuhi ketetuan Undang-undang ini dapat dikenai sanksi administratif berupa tegoran lisan, tegoran tertulis, pemberhentian sementara dari jabatan, pemberhentian dari jabatan. Disamping sanksi adminsitratif juga tidak menutup kemungkinan sanksi perdata dan pidana. 8) Ketentuan Peralihan Ketentuan dalam Pasal 24 menyatakan bahwa Hyphoteek atau creditverband yang ada sebelum UUHT diakui dan selanjutnya berlangsung sebagai Hak Tanggungan sampai dengan berakhirnya hak tersebut. Dalam Pasal ini juga dinyatakan bahwa berlakunya ketentuan lama tersebut hanya sebatas setelah berakhirnya Hak Tanggungan tersebut dan jika akan diperbaharui harus mempergunakan ketentuan daru UUHT. Pasal 25 menyatakan bahwa semua ketentuan mengenai Hak Tanggungan tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan ketentuan ini kecuali yang diatur dalam Pasal 29 yaitu ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo Staatblad 1908-586 dan Staatblad 1908-584 sebagaimana yang diubah dalam Staatblad 1937-190 jo Staatblad 1937-191 dan ketentuan mengenai Hyphoteek yang diatur dalam Buku III KUH Perdata sepanjang mengatur mengenai Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku. b. Peraturan
Pemerintah
Nomor 24
Tahun
1997 Tentang
Pendaftaran Tanah. Dalam
PP
24/1997
yang
menyempurnakan
Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini, tetap dipertahankan tujuan dan sistem yang digunakan, yang pada hakikatnya sudah ditetapkan dalam UUPA yaitu bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan
13
dan bahwa sistem publikasinya adalah sistem negatif, tetapi yang mengandung unsur positif, karena akan menghasilkan surat-surat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. PP 24/1997 ini telah menampung segala kesulitan yang pernah ada dalam era Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan tentunnya juga dengan adanya UUHT dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 40 dan 41 Tahun 1996 Tentang Hak-hak atas tanah menurut UUPA, diharapkan akan dapat menyempurnakan proses pendaftaran tanah. Pasal 9 PP 24/1997 mengatur mengenai objek pendaftaran tanah. Dalam ayat (1) huruf e disebutkan bahwa Hak Tanggungan merupakan salah satu objek pendaftaran tanah. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa Hak Tanggungan perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan, hal ini selaras dengan Pasal 13 UUHT. Selanjutnya Pasal 23 huruf e menyatakan bahwa “Pemberian Hak
Tanggungan
Tanggungan”.
dibuktikan
Lebih
lanjut
dengan Pasal
akta
44
pemberian
menyebuktan
Hak bahwa
Pembebanan Hak Tanggungan dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peralihan dan Hapusnya Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 53 dan Pasal 54. Pasal 53 menyatakan bahwa: Pendaftaran peralihan Hak Tanggungan dilakukan dengan mencatatnya pada buku tanah serta sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan dan pada buku tanah serta sertifikat hak yang dibebani berdasarkan surat tanda bukti beralihnya piutang yang dijamin karena cessie, subrogasi, pewarisan atau penggabungan serta peleburan perseroan. Hak Tanggungan merupakan accesoir pada suatu piutang tertentu, karenanya menurut hukum mengikuti peralihan piutang yang bersangkutan. Maka untuk peralihan tidak diperlukan perbuatan hukum tersendiri dan pendaftaran cukup dilakukan berdasarkan bukti
14
cessie, subrogasi, ataupun pewarisan piutangnya yang dijamin. Sedangkan Pasal 54 mengatur mengenai hapusnya Hak Tanggungan sebagai berikut: (1) Pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (2) Dalam hal hak yang dibebani Hak Tanggungan telah dilelang dalam rangka pelunasan utang, maka surat pernyataan dari kreditur bahwa pihaknya melepaskan Hak Tanggungan atas hak yang dilelang tersebut untuk jumlah yang melebihi hasil lelang beserta kutipan risalah lelang dapat dijadikan dasar untuk pendaftaran hapusnya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Mengenai hapusnya Hak Tanggungan yang diatur dalam PP 24/1997 ini sesuai dengan yang ada pada Pasal 22 UUHT. c. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran Hak Tanggungan Kewajiban pendaftaran Hak Tanggungan dapat ditemukan dalam Pasal 13 UUHT dan Pasal 9 PP 24/1997. Berkaitan dengan hal tersebut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran Hak Tanggungan (selanjutnya ditulis Permen 5/1996) yang terdiri dari 8 Pasal mengatur mengenai Pendaftaran Hak Tanggungan secara lebih terperinci. Pasal 1 ayat (1) Permen 5/1996 mengatur mengenai pendaftaran Hak Tanggungan yang objeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi Hak Tanggungan. Sesuai dengan Pasal 13 UUHT dan Pasal 40 PP 24/1997 APHT wajib dikirimkan ke Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah Akta tersebut ditandatangani. Kemudian Pasal 1 ayat (1) ini menjelaskan mengenai berkas yang diperlukan untuk dibawa ke Kantor Pertanahan bersamaan dengan APHT.
15
Pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa APHT beserta berkasnya dapat dikirmkan melalui Pos apabila letak PPAT dirasa jauh dari Kantor Pertanahan, dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah ditandatanganinya APHT. Selanjutnya pada ayat (3) Petugas Kantor Pertanahan
membubuhkan
tanda
tangan,
cap,
dan
tanggal
penerimaan pada lembar kedua surat pengantar sebagai tanda terima berkas dan mengembalikannya melalui petugas yang menyerahkan berkas tersebut. Selanjutnya ayat (4) menjelaskan bahwa apabila berkas tidak lengkap akan diberitahukan kepada PPAT yang bersangkutan mengenai kekurangannya selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sesudah tanggal penerimaan berkas. Apabila berkas telah lengkap sesuai ayat (5) Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan. Yang mana tanggalnya adalah tanggal hari ketujuh setelah tanggal tanda terima sebagaimana dimaksud ayat (3), apabila hari ketujuh libur maka pencatatan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. Ayat (6) menerangkan apabila berkas tidak lengkap maka buku tanah Hak Tanggungan dan pencatatannya adalah hari ketujuh setelah diterimanya berkas lengkap. Pada ayat (7) menerangkan bahwa ketentuan dalam ayat (3), (4), (5), dan (6) harus dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan walaupun pengiriman berkas oleh PPAT dilakukan sesudah waktu yang ditetapkan dalam ayat (1) dan (2) Selanjutnya Pasal 2 ayat (1), 3 ayat (1), dan 4 ayat (1) Permen 5/1996 mengatur mengenai berkas yang harus dikirmkan bersamaan dengan APHT untuk kepentigan pendaftaran Hak Tanggungan. Yang mana objek Hak Tanggunga masing masing berupa : 1) Pasal 2 ayat (1) berupa hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar tetapi belum atas nama pemberi Hak Tanggungan.
16
2) Pasal 3 ayat (1) berupa sebagian atau hasil pemecahan dari hak atas tanah induk yang sudah terdaftar dalam suatu usaha real estat, kawasan industri atau Perusahaan Inti Rakyat dan diperoleh Hak Tanggungan melalui pemindahan hak. 3) Pasal 4 ayat (1) berupa hak atas tanah bekas hak milik adapt yang belum terdaftar. Selanjutnya ayat (2) dari masing masing Pasal mengatur menjelaskan dalam pendaftaran Hak Tanggunga yang objeknya berupa hak atas bidang tanah tersebut, pendaftaran hak atas bidang tanah dilaksanakan terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan pendaftaran Hak Tanggungan. Ayat (3) dari masing masing Pasal menjelaskan bahwa setelah hak atas bidang tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan menjadi atas nama pemberi Hak Tanggungan, Kepala Kantor Pertanahan mendaftar
Hak
Tanggungan
bersangkutan.
Pada
ayat
(4)
menerangkan bahwa ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2), (3), (4), dan (7) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pendaftaran tanah. Selanjutnya Pasal 5 dan Pasal 6 mengatur megenai penerbitan sertifikat Hak Tanggungan yang selaras dengan Pasal 14 UUHT dan Pasal 31 PP 24/1997. Terakhir Pasal 7 dan Pasal 8 megatur mengenai ketentuan peralihan.
17
2. Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/Pn Pt a. Nomor Perkara Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt. b. Identitas Para Pihak 1) MADI UTOMO, Wiraswasta, bertempat tinggal di Desa Karangawen RT 009 RW II, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati. LAWAN 1) SUNGKONO, Wiraswasta/Petani, bertempat tinggal di Dusun Bogorame, Desa Bogotanjung RT 03 RW III, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati (selanjutnya ditulis Tergugat I); 2) SUPARMI, Wiraswasta/Petani, bertempat tinggal di Dusun Bogorame, Desa Bogotanjung RT 03 RW III, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati (selanjutnya ditulis Tergugat II); 3) REKOWARNO, Notaris,, beralamat kantor di Jalan Dr. Susanto Nomor 37, Pati (selanjutnya ditulis Tergugat III); 4) PIMPINAN
CABANG
BANK
TABUNGAN
NEGARA
KABUPATEN PATI, beralamat kantor di Jalan Jendral Sudirman, Kabupaten Pati (selanjutnya ditulis Tergugat IV). c. Duduk perkara Bahwa mulanya pada bulan Januari 2013, antara Penggugat dan Tergugat I dan II sepakat untuk mengadakan perjanjian jual beli atas bidang tanah. Penggugat selaku pembeli dan Tergugat I dan Tergugat II selaku penjual sekaligus suami istri pemilik atas bidang tanah sertifikat hak milik (selanjutnya ditulis SHM) atas bidangbidang tanah sebagai berikut: 1) SHM Nomor 593 atas nama Suparmi, Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 1.136 m2 (tanah sawah);
18
2) SHM Nomor 695 atas nama Sungkono, Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 667m2 (tanah pekarangan); 3) SHM Nomor 698 atas nama Suparmi, Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 652m2 (tanah pekarangan). Menindaklanjuti hal tersebut pada tanggal 5 Januari 2013, telah diserahkan uang sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dari Penggugat yang diterima oleh Tergugat I dan Tergugat II dengan tanda bukti berupa kwitansi. Selanjutnya pada awal bulan Januari 2013 Penggugat, Tergugat I dan II mendatangi Kantor Noataris untuk dibuatkan Akta Jual Beli atas 3 (tiga) bidang tanah tersebut. Perjanjian Jual Beli tersebut dituangkan dalam 1 (satu) Akta Jual Beli dan atas permintaang Tergugat III ditandatangani setidaknya dalam 3 (tiga) rangkap. Bulan Februari 2013 Tergugat I dan II menyatakan kepada Penggugat bahwa oleh karenanya ada hak desa berupa polorogo, Kepala Desa Bogotanjung meminta uang sebesar Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) sebagai polorogo. Penggugat kesulitan untuk memenuhi pembayaran polorogo tersebut, oleh karenanya Penggugat meminta agar terhadap tanah sawah seluas 1.136m2 dijual kepada pihak lain. Selanjutnya tanah sawah tersebut telah dijual kepada pihak lain dan uang hasil penjualan telah diterima Penggugat sehungga terhadap tanah sawah tersebut bukan menjadi objek sengketa dalam perkara ini. Tergugat I dan II mengusulkan kepada Penggugat agar dapat meminjamkan SHM Nomor 695 atas nama Sungkono, seluas 667m2 (tanah pekarangan) dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi, seluas 652m2 (tanah pekarangan) (selanjutnya ditulis objek sengketa) dengan maksud untuk dikonsultasikan kepada Tergugat IV apakah terhadapnya dapat dijadikan agunan/ jaminan kredit. Usulan
19
Tergugat I dan II ini dengan janji apabila dapat dijadikan agunan/ jaminan kredit, kepada Penggugat akan diberitahu pelaksanaanya dan diminta persetujuannya sehingga dapat memantau pelaksanaan dan pencairannya agar nantinya uang Penggugat dikembalikan. Terhadap usulan tersebut, Penggugat memberikan persetujuan sebatas untuk dinilai Tergugat IV apakah dapat dijadikan agunan/ jaminan kredit. Pertengahan 2013, Penggugat mendapat kabar bahwa terhadap tanah objek sengketa telah diagunkan oleh Tergugat I dan II kepada Tergugat IV dengan perbuatan hukum berupa APHT dan Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Tergugat III, padahal terhadap Penggugat tidak pernah dimintai persetujuan/ izin. Bahwa terhadap APHT dan Akta Hak Tanggungan yang dibaut oleh Tergugat III terhadap objek sengketa terdiri dari: 1) SHM Nomor 695 atas nama Sungkono, Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 667m2 (tanah pekarangan); 2) SHM Nomor 698 atas nama Suparmi, Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 652m2 (tanah pekarangan). Penggugat pernah meminta kepada Tergugat III untuk mendapatkan salinan/ fotokopi atas Akta Jual Beli yang dahulu pernah ditandatanganinya bersama dengan Tergugat I dan II, akan tetapi atas permintaan ini Penggugat hanya diberikan fotokopi berkas yang berbeda dengan Akta yang dahulu pernah ditandatanganinya di kantor milik Tergugat III. Berdasarkan hal dan uraian di atas, maka mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Pati c.q. Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini untuk berkenan menerima, memeriksa dan memutus perkara ini dengan putusan sebagai berikut:
20
1) Mengabulkan gugatan Peggugat untuk seluruhnya; 2) Menyatakan Sah Jual Beli antara Penggugat dengan Tergugat I dan II atas bidang tanah objek sengketa sebagaimana dimaksud dalam kwitansi tertanggal 5 Januari 2013 atas bidang-bidang tanah sebagai berikut: a) SHM Nomor: 695 berupa tanah pekarangan, atas nama: Sungkono, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 667m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Batas Utara
: Tanah milik Suparmi
Batas Selatan
: Jalan Desa
Batas Barat
: Saluran Air/ tanah milik Karno
Batas Timur
: Jalan/ Tanah milik Iksan
b) SHM Nomor: 698 berupa tanah pekarangan, atas nama: Suparmi, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, seluas 652m2 dengan batas-batas sebagai berikut: Batas Utara
: Tanah milik Daryati
Batas Selatan
: Tanah milik Sungkono
Batas Barat
: Tanah milik Harto dan Karno
Batas Timur
: Jalan/ Tanah milik Iksan
3) Menyatakan bahwa perbuatan Tergugat I dan II yang mebebankan tanah ojek snegketa dengan APHT dan Akta Hak Tanggungan sebagaimana dibuat oleh Tergugat III, sebagaimana dimaksud dalam APHT Nomor: 277/2013 dan Akta Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Akta Notaris Rekowarno Nomor: 2120/2013 terhadap SHM Nomor: 695 atas nama Sungkono, seluas 667m2, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, dan APHT Nomor: 278/2013 dan Akta Hak Tanggungan pada Notaris Rekowarno
Nomor:
2081/2013
terhadap
objek
sengketa
21
sebagaimana dimaksud dalam SHM Nomor: 698, atas nama Suparmi, seluas 652m2, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, tanpa peretujuan dan seizin dari Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum. 4) Menghukum kepada Tergugat I dan II untuk membayar kerugian yang dialami oleh Penggugat sebesar Rp 102.000.000 (seratus dua juta rupiah) baik secara langsung renteng dengan perincian sebagai berikut: a) Hasil yang dapat diperoleh oleh Penggugat terhadap objek sengketa dimaksud apabila dikelola oleh Penggugat: (1) Objek Sengketa sebagaimana dimaksud dalam SHM no. 695 jika disewakan kepada orang lain Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) (2) Objek Sengketa sebagaimana dimaksud dalam SHM no. 698 jika disewakan kepada orang lain Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) b) Biaya pengurusan perkara selama perkara ini diajukan ke Pengadilan Negeri Pati yang diperkirakan sampai Mahkamah Agung Republik Indonesia sebesar: (1) Honor Pengacara dari Pengadilan Negeri Pati sampai dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah); (2) Biaya transportasi Penggugat sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah); (3) Biaya pengurusan eksekusi apabila perkara telah inkracht Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); (4) Biaya
tidak
terduga
selama
pengurusan
perkara
berlangsung Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). 5) Menghukum kepada Tergugat I dan II untuk menandatangani Akta Jual Beli atau berkas-berkas lain yang diperlukan guna pengurusan hingga terbitnya sertifikat hak milik atas tanah objek
22
sengketa atasnama Penggugat, dan apabila kepada Tergugat I dan II tidak melaksanakan perintah Pengadilan dalam perkara ini, maka
Putusan
Pengadilan
dapat
dijadikan
dasar
untuk
memproses penerbitan akta jual beli atau berkas-berkas lain yang diperlukan hingga terbitnya sertifikat haki milik atasnama Penggugat; 6) Menyatakan Perbuatan Tergugat III yang menerbitkan APHT Nomor: 277/2013 dan Akta Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Akta Notaris Rekowarno Nomor: 2120/2013 terhadap SHM Nomor: 695 atas nama Sungkono, seluas 667m2, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, dan APHT Nomor: 278/2013 dan Akta Hak Tanggungan pada Notaris Rekowarno Nomor: 2081/2013 terhadap objek sengketa sebagaimana dimaksud dalam SHM Nomor: 698, atas nama Suparmi, seluas 652m2, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, tanpa peretujuan dan seizin dari Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum. 7) Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap APHT dan Akta Hak Tanggungan yang dibuat oleh Tergugat III sebagaimana dimaksud dalam APHT Nomor: 277/2013 dan Akta Hak Tanggungan sebagai sebagaimana dimaksud dalam Akta Notaris Rekowarno Nomor: 2120/2013 terhadap SHM Nomor: 695 atas nama Sungkono, seluas 667m2, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati 8) Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap APHT dan Akta Hak Tanggungan yang dibuat oleh Tergugat III sebagaimana dimaksud dalam APHT Nomor: 278/2013 dan Akta Hak Tanggungan sebagai sebagaimana dimaksud dalam Akta Notaris Rekowarno Nomor: 2081/2013 terhadap SHM Nomor:
23
695 atas nama Sungkono, seluas 652m2, yang terletak di Desa Bogotanjung, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati 9) Menghukum kepada Tergugat III untuk membuat Akta Jual Beli antara Penggugat dan Tergugat I dan II atas bidang tanah objek sengketa; 10) Menyatakan segala Perbuatan Hukum yang dilakukan setelah adanya Jual Beli antara Penggugat dan Tergugat I dan II adalabh tidak mempunyai kekuatan hukum; 11) Menyatakan perbuatan Tergugat IV yang menerima APHT dan Akta Hak Tanggungan atas tanah objek sengketa sebagaimana dibuat oleh Tergugat III adalah Perbuatan Melawan Hukum; 12) Menghukum kepada Tergugat IV untuk menyerahkan sertifikat tanah objek sengketa kepada Penggugat, yang apabila Tergugat IV tidak menyerahkan sertifikat-sertifikat dimaksud, dapat diterbitkan sertifikat penggati berdasarkan putusan ini; 13) Menghukum kepada Tergugat IV untuk tunduk dan patuh berdasarkan putusan ini; 14) Menghukum kepada Tergugat I dan II atau siapa saja yang mengusai tanahg dan bangunan pada bidang tanah objek sengketa, untuk menyerahkan tanah objek sengketa kepada Penggugat dalam keadaan bersih dan kosong; 15) Menghukum Tergugat I dan II, untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) setiap hari dari keterlambatannnya dalam menjalankan putusan ini, sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 16) Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Terguat IV, untuk membayar biaya perkara ini, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama secara tanggung renteng; 17) Menyatakan bahwa segala akibat hukum yang timbul atas putusan ini diwajibkan untuk tunduk dan patuh berdasarkan putusan ini;
24
18) dan atau, 19) Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). d. Jawaban Para Tergugat TERGUGAT I DAN TERGUGAT II EKSEPSI 1) Bahwa Tergugat I dan II menolak semua dalil-dalil gugatan Penggugat, terkecuali Tergugat telah memberikan pengakuan secara tegas dan nyata; 2) Bahwa surat gugatan Penggugat belum sempurna menurut hukum; 3) Bahwa sebagai akibat hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata hanyalah tuntutan membayar ganti rugi; 4) Bahwa gugatan Penggugat telah menuntut bermacam-macam tuntutan disamping tuntutan ganti rugi; 5) Bahwa oleh karena gugatan Penggugat telah keluar dari maksud dan tujuan dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawang Hukum, maka gugatan Penggugat menjadi kabur dan tidak jelas. DALAM POKOK PERKARA 1) Bahwa Tergugat I dan II menolak semua dalil-dalil gugatan Penggugat, terkecuali Tergugat telah memberikan pengakuan secara tegas dan nyata; 2) Bahwa tidak benar Tergugat I dan II telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dalam penandatanganan Akta Jual Beli atas tanah objek sengketa karena telah dilakukan dihadapan Tergugat III selakuk Notaris PPAT; 3) Bahwa penanda tanganan Akta Jual Beli dan pembatalan kembali akta jual beli tersebut adalah kesepakatan kedua belah pihak, dan Tergugat III melaksanakan kewajibannya membuat akta tersebut, maka tidak terdapat unsur Perbuatan Melawan Hukum;
25
4) Bahwa karena Penggugat kesulitan mencari uang untuk membayar
polorogo
maka
terjadi
kesepakatan
untuk
membatalkan Akta Jual Beli yang juga dibuat oleh dan dihadapan Tergugat III selaku Notaris PPAT; 5) Bahwa penandatanganan rangkap 3 (tiga) Akta Jual Beli adalah merupakan prosedur yang berlaku; 6) Bahwa setelah penanda tanganan Akta Jual Beli tanah selesai dilakukan Penggugat, Tergugat
I dan Tergugat II tidak
mempunyai hubungan hukum lain lagi dengan Tergugat III; 7) Bahwa peminjaman sertifikat hak milik objek sengketa atas persetujuan Penggugat; 8) Bahwa benar Tergugat III telah membuat pemebebanan Hak Tanggungan atas SHM atas nama Sungkono dan Suparmi dan hal tersebut atas permintaan dari pemilik yang sah menurut hukum; 9) Bahwa kepemilikan ini berdasarkan asas hukum yaitu: nama pemilik mengikuti nama yang dimuat dalam sertifikat hak milik tersebut; 10) Bahwa dengan demikian pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan Tergugat III sah menurut hukum; 11) Bahwa
Tergugat
III
tidak
punya
kewajiban
untuk
memberitahukan atau meminta ijin kepada Penggugat dalam meneribitkan Hak Tanggungan; 12) Bahwa tuntutan Penggugat supaya Tergugat III dihukum melanjutkan proses jual beli atas alasan bahwa Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum adalah tuntutan tanpa dasar hukum oleh karena berdasar ketentuan Pasal 365 KUH Perdata
akibat
dari
Perbuatan
Melawan
Hukum
hanya
pembayaran ganti rugi; 13) Bahwa karena tidak terdapat unsur Perbuatan Melawan Hukum, maka cukup alasan untuk menolak semua gugatan Penggugat dan
26
membebankan semua biaya yang timbul karena perkara ini kepada Penggugat. TERGUGAT III EKSEPSI 1) Bahwa Tergugat III menolak semua dalil-dalil gugatan Penggugat, terkecuali Tergugat telah memberikan pengakuan secara tegas dan nyata; 2) Bahwa surat gugatan Penggugat belum sempurna menurut hukum; 3) Bahwa sebagai akibat hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata hanyalah tuntutan membayar ganti rugi; 4) Bahwa gugatan Penggugat telah menuntut bermacam-macam tuntutan disamping tuntutan ganti rugi; 5) Bahwa ketidaksesuaian gugatan Penggugat terjadi juga dengan dimaksukannya Tergugat IV; 6) Bahwa oleh karena gugatan Penggugat telah keluar dari maksud dan tujuan dari ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawang Hukum, maka gugatan Penggugat menjadi kabur dan tidak jelas. DALAM POKOK PERKARA 1) Bahwa Tergugat III menolak semua dalil-dalil gugatan Penggugat, terkecuali Tergugat telah memberikan pengakuan secara tegas dan nyata; 2) Bahwa tidak benar Tergugat III telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum oleh karena Tergugat III membuat akta jual beli tersebut atas permintaan kedua belah pihak dan telah memenuhi persyaratan menurut hukum; 3) Bahwa sudah benar Tergugat III meneribtkan akta jual beli atas permintaan kedua belah pihak; 4) Bahwa penandatanganan rangkap 3 (tiga) Akta Jual Beli adalah merupakan prosedur yang berlaku;
27
5) Bahwa setelah penanda tanganan Akta Jual Beli tanah selesai dilakukan Penggugat, Tergugat
I dan Tergugat II tidak
mempunyai hubungan hukum lain lagi dengan Tergugat III; 6) Bahwa peminjaman sertifikat hak milik objek sengketa, Tergugat III tidak ada hubungan hukum di dalamnya; 7) Bahwa benar Tergugat III telah membuat pemebebanan Hak Tanggungan atas SHM atas nama Sungkono dan Suparmi dan hal tersebut atas permintaan dari pemilik yang sah menurut hukum dengan demikan Penggugat tidak memiliki hubungan hukum dengan Tergugat III; 8) Bahwa kepemilikan ini berdasarkan asas hukum yaitu: nama pemilik mengikuti nama yang dimuat dalam sertifikat hak milik tersebut; 9) Bahwa dengan demikian pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan Tergugat III sah menurut hukum; 10) Bahwa
Tergugat
III
tidak
punya
kewajiban
untuk
memberitahukan atau meminta ijin kepada Penggugat dalam meneribitkan Hak Tanggungan; 11) Bahwa tuntutan Penggugat supaya Tergugat III dihukum melanjutkan proses jual beli atas alasan bahwa Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum adalah tuntutan tanpa dasar hukum oleh karena berdasar ketentuan Pasal 365 KUH Perdata
akibat
dari
Perbuatan
Melawan
Hukum
hanya
pembayaran ganti rugi; 12) Bahwa tuntutan Penggugat tidak terdapat tuntutan bahwa Tergugat III harus membayar ganti rugi sehingga tidak terdapat lagi alasan menghukum Tergugat III; 13) Bahwa oleh sebab tersebut menruut hukum tidak berdasar gugatan Penggugat.
28
TERGUGAT IV EKSEPSI 1) Bahwa gugatan Penggugat Error in Persona (exceptio in persona) karena Tergugat IV tidak ada hubungan hukum apapun dengan Penggugat; 2) Bahwa gugatan Penggugat tidak berdasarkan hukum (exceptie Onrechtmatig of Ongegrond). DALAM POKOK PERKARA 1) Bahwa Tergugat IV menyangkal semua dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat, kecuali apa yang telah diakuinya secara tegas; 2) Bahwa hubungan hukum yang terjadi adalah utang piutang perjanjian kredit Rp 200.000,00 (dua ratus juta) dengan jangka waktu kredit 36 bulan atas nama Sungkono dengan jaminan tambahan berupa 2 (dua) bidang tanah hak milik Nomor : 00695/Bogotanjung dan Nomor: 00698/Bogotanjung; 3) Bahwa telah dibuat APHT Nomor 277/2013 dan 278/2013 tertanggal 14 April 203 dan telah diterbitkan sertifikat Hak Tanggungan Nomor 2120/2013 dan 2081/2013 tertanggal 08 Mei 2013; 4) Bahwa terhadap sengketa yang terjadi antara Penggugat dan Tergugat I dan II tidak membatalkan proses perjanjian kredit dengan jambinan tambahan yang menjadi objek sengketa. Tergugat IV tidak mempunyai hubungan apapun; 5) Bahwa dalil Penggugat meminta sertifikat tanah objek sengketa dari tangan Tergugat IV adalah tidak benar karena Penggugat bukan pemegang dari objek sengketa; 6) Bahwa Tergugat IV telah memproses permohonan kredit sesuai dengan prosedur. 7) Maka berdasarkan segala hal yang terurai di atas, Mohon kiranya Ketua Majelis Hakim berkenan memutuskan:
29
PRIMER DALAM EKSEPSI DALAM PROVISI 1) Menerima dan mengabulkan eksepsi Tergugat IV untuk selurhnya; 2) Menyatakan gugatan Penggugat ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima dalam putusan sela (provisi). DALAM POKOK PERKARA 1) Menolak gugatan Penggugat seluruhnya; 2) Menyatakan Tergugat IV adalah kreditur beritikad baik; 3) Menyatakan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat/ Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebesar Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan jangka waktu kredit 36 bulan atas nama Sungkono dengan jamian tambahan berupa 2 (dua) bidang tanah hak
milik
nomor:
00695/Bogotanjung
dan
Nomor
00698/Bogotanjung adalah sah dan berlaku; 4) Menyatakan penyerahan sertifikat yang merupakan objek sengketa tidak dapat dilakukan; 5) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang timbul. SUBSIDAIR Apabila majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, Tergugat IV mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). e. Proses Pemeriksaan Perdata Pada hari sidang yang telah ditentukan para pihak datang menghadap sendiri-sendiri
dan oleh Majelis
Hakim
Pengadilan Negeri
diupayakan perdamaian akan tetapi tidak berhasil, sehingga proses pemeriksaan perkara dilanjutkan. Untuk menguatkan dalil Penggugat dan Para Tergugat, maka Penggugat dan Para Tergugat mengajukan
30
alat bukti tertulis berupa fotokopi yang telah diberi materai secukupnya dan dicocokan dengan aslinya. Bukti Penggugat 1) Fotokopi kwitansi jual beli tertanggal 05 Februari 2013 diberi tanda P-1: 2) Fotokopi kwitansi pembayaran biaya Notaris tertanggal 04 Januari 2013 diberi tanda P-2; 3) Fotokopi surat pernyataan Tergugat I dan II tertanggal 4 November 2014, diberi tanda P-3. Bukti Tergugat I s/d III 1) 1 (satu) lembar Fotokopi buku catatan ekspedisi diberi tanda T.I.II.III.-1. Bukti Tergugat IV 1) Fotokopi aplikasi pengajuan KUR/KUMK kepada Kepala Cabang PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Kantor Cabang Pembantu Pati atas nama Sungkono. Diberi tanda T.IV.1; 2) Fotokopi surat keterangan Nomor 03/IV/2013 dari Notaris dan PPAT Rekowarno tertanggal 16 April 2013. Diberi tanda T.IV-2; 3) Fotokopi surat perjanjian kredit Nomor 14 tertanggal 16 April 2013 diberi tanda T.IV.-3; 4) Fotokopi Akta Notaris /PPAT/ PPAK tanggal 16 April 2013 Nomro 15 Pengakuan Hutang Rekowarno Notaris. Diberi tanda T.IV-4; 5) Fotokopi sertifikat tanah hak milik Nomor 00698 atas nama Suparmi diberi tanda T.IV.-5; 6) Fotokopi sertifikat tanah hak milik Nomor 00695 atas nama Sungkono. Diberi tanda T.IV.-6. 7) Untuk meneguhkan dan menguatkan dalil-dalil gugatannya, Pengugat mengajukan saksi yang didengar keterangannya dibawah sumpah di persidangan.
31
Saksi SISWANTO Saksi mengenal Penggugat. Pada saat itu Penggugat meminjam uang saksi sebesar Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk menambah kekurangan pembayaran harga tanah yang akan dibeli Penggugat dari Tergugat I dan II. Saksi, istri saksi, Penggugat dan Tergugat I datang ke Kantor Notaris dalam rangka Jual beli senilai Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), dan pembayaran dilakukan langsung tunai. Biaya jual beli dan balik nama dibebankan kepada Tergugat I dan II selaku penjual. Jual beli tanah di Notaris tersebut sudah langsung di balik namakan akan tetapi belum jadi masih dalam proses, sebelum sertifikat jadi atas nama Penggugat sudah dipinjam Tergugat I untuk dimasukkan di BTN. Jarak waktu antara jual beli dan balik nama yang dimasukkan ke Notaris itu dengan Sertifikatnya di pinjam untuk dimasukkan ke BTN adalah 3 (tiga) hari. Sertifikat yang sudah dimasukkan di Notaris lalu dipinjam untuk dimasukkan ke BTN sebagai jaminan peminjaman uang sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan janji apabila uang tersebut keluar akan dikembalikan kepada Penggugat, akan tetapi setelah uangnya keluar uang tersebut dibawa kabur oleh Tergugat I. Sepengetahuan saksi uang tersebut akan dikembalikan kepada Penggugat karena jual beli tanah tersebut tidak jadi (batal), hal ini disebabkan karena Kepala Desa meminta uang untuk biaya Pologoro sebesar Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah) dan Penggugat tidak mau membayar uang pologoro. Peminjaman uang di Bank BTN atas nama Tergugat I sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), dimana Penggugat ikut ke Kantor Bank BTN. Sepengetahuan saksi tidak ada surat pembatalan jual beli tanah, karena seingat saksi pada waktu Madi Utomo dan Sungkono tanda tangan, tidak ada pembatalan jual beli.
32
Saksi SRIWATI Penggugat membeli tanah tersebut kurang lebih 1 (satu) tahun yang lalu yaitu tahun 2013. Jual beli tanah tersebut dilakukan di Kantor Notaris Rekowarno, SH. Terdapat masalah ketika sertifikat akan dibalik nama, karena keinginan Tergugat I tanah yang dijualnya tersebut akan dibeli lagi, dalam waktu dekat atau waktu yang tidak terlalu lama. Mengenai Akta jual beli dan ada surat bukti pembelian berupa kwitansi telah ada. Saat ini sertifikat tanah tersebut berada di Kantor BTN, awalnya sertifikat berada di Kantor Notaris kemudian dipinjam oleh Penggugat dan Tergugat I untuk dimasukkan ke BTN sebagai jaminan. Saat itu sertifikat belum dibalik namakan karena masih dalam proses, jadi jual belinya sudah selesai sedangkan balik namanya belum selesai. Jumlah peminjaman uang yang dilakukan Tergugat kepada BTN adalah sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah). Saksi tidak pernah mendengar adanya pembatalan jual beli tanah. Menurut saksi maksud dan tujuan sertifikat dari Notaris dipinjam untuk dimasukkan ke BTN adalah untuk pinjam uang di BTN dan apabila uangnya keluar untuk membayar kepada Penggugat, akan tetapi setelah uangnya keluar dibawa pergi oleh Tergugat I. Bahwa setahu saksi untuk pembayaran uang pologoro sejumlah Rp.15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Menurut saksi mengenai sertifikat di BTN adalah sertifikat tersebut tidak untuk dijaminkan di Bank akan tetapi hanya dinilaikan saja. f. Pertimbangan Hakim Setelah mendapat penjelasan dari pihak Penggugat dan Para Tergugat
dipersidangan,
maka
Mejelis
Hakim
memberikan
pertimbangan sebelum menjatuhkan putusan. Dalam eksepsi Tergugat I s/d IV menurut Majelis Hakim hal tersebut sudah masuk ke dalam materi pokok perkara dan baru dapat diketahui setelah
33
melalui
proses
pembuktian
maka
oleh
karenanya
akan
dipertimbangkan bersama-sama di dalam pertimbangan mengenai pokok perkaranya, dengan demikian eksepsi ini haruslah dinyatakan tidak dapat diterima. Selanjutnya menurut hemat Majelis Hakim yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibuktikan adalah: 1) Apakah benar antara Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II ada kesepakatan untuk membatalkan akta jual beli atas tanah obyek sengketa yang juga dibuat dan dihadapan Tergugat III? 2) Apakah terhadap tanah yang telah dijual oleh Tergugat I dan Tergugat II dibebani hak tanggungn oleh Tergugat I dan Tergugat II kepada Tergugat IV yang dibuat dihadapan Tergugat III merupakan Perbuatan Melawan Hukum? Jawaban a. Jawaban Tergugat I dan Tergugat II mendalilkan bahwa ada kesepakatan antara Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II untuk melakukan pembatalan kembali akta jual beli tanah tersebut, dan oleh Tergugat III atas permintaan kedua belah pihak juga telah dibuatkan akta pembatalan tersebut. Selanjutnya Tergugat I s/d III mengajukan surat bukti yaitu surat bukti berupa fotokopi buku catatan ekspedisi. Berdasarkan pada Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada prinsipnya ada 2 (dua) hal mengenai pembatalan akta PPAT, yaitu: 1) Pembatalan yang dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran di kantor Pertanahan, hal ini dapat dilakukan dengan akta notaris, karena perbuatan yang tersebut dalam akta PPAT adalah perbuatan perdata para pihak; 2) Pembatalan yang dilakukan setelah dilakukan atau dalam proses pendaftaran di Kantor Pertanahan, pembatalan harus dengan putusan pengadilan.
34
Berdasarkan hal tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa jual beli tanah objek sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I dan II merupakan jual beli yang sah dan megikat para pihak. Jawaban b. Tergugat IV dalam jawabannya menyatakan bahwa benar dengan adanya perjanjian kredit antara Tergugat I dan Tergugat II telah dibuatkan APHT No. 277/2013 dan 278/2013 tertanggal 14 April 2013 dan telah diterbitkan sertifikat Hak Tanggunan No. 2120/2013 dan 2081/2013 tertanggal 8 Mei 2013. Pembebanan Hak Tanggungan terhadap agunan telah dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam ketentuan UUHT dinyatakan bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk
meletakkan
perbuatan
hukum
terhadap
objek
Hak
Tanggungan, harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 8 tersebut, maka dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) dinyatakan bahwa karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan pertimbangan sebelumnya bahwa jual beli tanah objek sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I dan II merupakan jual beli yang sah dan megikat para pihak, yang artinya Penggugat telah dapat membuktikan bahwa objek sengketa sah milik Penggugat. Maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang
35
dilakukan oleh Tergugat I dan II yang dalam penerbitan akta Hak Tanggungan aquo menjadi pemberi Hak Tanggungan merupakan subyek hukum yang tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum
terhadap
objek
Hak
Tanggungan
yang
bersangkutan, karena yang mempunyai kewenangan untuk memberi Hak Tanggungan adalah Penggugat, mengingat Penggugatlah pemilik sebenarnya dari obyek yang akan dibebani Hak Tanggungan. Perbuatan Tergugat III dalam menerbitkan akta pemberian Hak Tanggungan kepada Tergugat IV adalah melawan hukum, karena Tergugat III mengetahui bahwa pemilik tanah sengketa yang sah adalah Penggugat berdasarkan akta perjanjian jual beli tanah antara Penggugat dan Tergugat I dan Tergugat II yang juga diterbitkan oleh Tergugat III sendiri. Dengan demikan Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan yang dilakukan Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III dalam proses penerbitan Akta Hak Tanggungan tersebut adalah merupakan perbuatan yang melawan hukum. Berkaitan dengan hal tersebut APHT yang diterima Tergugat IV tidak mempunyai kekuatan hukum walaupun akta Hak Tanggungan tersebut diterbitkan oleh pejabat yang berwenang (Tergugat III), karena dalam proses penerbitan akta tersebut merupakan perbuatan melawan hukum, maka dengan demikian menurut pendapat Majelis Hakim akta Pemberian Hak Tanggungan No. 277/2013 dan 278/2013 tertanggal 14 April 2013 dan telah diterbitkan sertifikat hak tanggunan No. 2120/2013 dan 2081/2013 tertanggal 8 Mei 2013 tidak berkekuatan hukum. g. Amar Putusan Hakim DALAM EKSEPSI Menyatakan eksepsi para Tergugat tidak dapat diterima. DALAM POKOK PERKARA 1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
36
2) Menyatakn sah jual beli antara Penggugat dan Tergugat I dan II atas bidang tanah objek sengketa; 3) Menyatakan
bahwa
perbuatan
Tergugat
I
dan
I
yang
membebankan tanah objek sengketa dengan APHT dan Akta Hak Tanggungan sebagaimana dibuat oleh Tergugat III tanpa persetujuan dan seizin Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum; 4) Menyatakan Perbuatan Tergugat III yang meneribtkan APHT dan Akta Hak Tanggungan tanpa persetujuan dan seizin Penggugat adalah Perbuatan Melawan Hukum; 5) Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap APHT Nomor : 277/2013 dan Akta Hak Tanggungan Nomor : 2120/2013 yang dibuat oleh Tergugat III; 6) Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap APHT Nomor : 278/2013 dan Akta Hak Tanggungan Nomor : 2081/2013 yang dibuat oleh Tergugat III; 7) Menghukum Tergugat III untuk membuat Akta Jual Beli antara Penggugat dengan Tergugat I dan II atas bidang tanah objek sengketa; 8) Menyatakan perbuatan Tergugat IV menerima APHT dan Akta Hak Tanggungan atas objek tanah sengketa sebagaimana dibuat oleh Tergugat sebagai Perbuatan Melawan Hukum; 9) Menghukum kepada Tergugat IV untuk menyerahkan sertifikat tanah objek sengketa kepada Penggugat; 10) Menghukum Tergugat I dan II atau siapa saja yang menguasai tanag dan bangunan pada bidang tanah objek sengketa, untuk menyerahkan objek sengketa kepada Penggugat dalam keadaan bersih dan kosong; 11) Menghukum Tergugat I dan Tergugat II, untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah)
37
setiap hari dai keterlambatan dalam menjalankan putusan ini, sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum tetap; 12) Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 3.106.000 (tiga juta seratus enam ribu rupiah); 13) Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.
B. Pembahasan
1. Kesesuaian pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt terhadap UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan Penjelasan Umum UUHT butir 8 menyatakan sebagi berikut: Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Pasal 10 ayat (1) menyatakan sebagai berikut: “UUHT menentukan bahwa perjanjian untuk memberikan Hak Tanggungan merupakan bagian
tak
terpisahkan
dari
perjanjian
utang-piutang
yang
bersangkutan”. Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) huruf a menyatakan: “Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan”. Berdasar keterangan UUHT tersebut dapat disimpulkan bahwa perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri
38
sendiri. Keberadaanya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian utang-piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan terdiri dari rangkaian perbuatan hukum yang diawali dengan Perjanjian utang-piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Rangkaian perbuatan hukum ini dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan, yaitu: a. Tahap pemberian Hak Tanggungan Menurut Pasal 10 ayat (2) UUHT setelah perjanjian pokok utang-piutang itu diadakan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan Pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT hal tersebut selaras dengan Pasal 23 huruf e PP 24/1997 yang menyatakan bahwa “Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan”. Perbuatan hukum ini dilaksanakan dalam hal pemberi Hak Tanggungan adalah pemilik hak atas tanah yang akan dibebani Hak Tanggungan dan dapat hadir sendiri di hadapan PPAT. Selanjutnya apabila karena suatu sebab debitur selaku pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan PPAT maka sesuai Penjelasan angka 7 UUHT ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan SKMHT yang berbentuk otentik. Sedangkan apabila obyek tanah yang akan dibebani Hak Tanggungan bukanlah milik debitur, UUHT tidak mengatur jelas mengenai hal ini, mengenai SKMHT Penjelasan UUHT angka 7 hanya menyebutkan “Dalam memberikan Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena suatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya, dengan SKMHT, yang berbentuk akta otentik”. Prakteknya hal ini sering terjadi, pelaksanaannya dilakukan dengan cara pembuatan APHT yang diawali dengan pembuatan SKMHT yang ditandatangani oleh pemberi Hak Tanggungan.
39
Pemilik hak atas tanah, kreditur di hadapan PPAT (Retno Widayat, 2014: 12). Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) UUHT menyatakan bahwa setiap APHT wajib memenuhi syarat spesialisasi, yaitu dicantumkannya identitas pemberi Hak Tanggungan, domisili, penunjukan utang, nilai Tanggungan dan uraian objek Hak Tanggungan. Sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (2) UUHT dalam APHT dapat dicantumkan janji-janji. Janji-janji yang dicantumkan dalam APHT sifatnya fakultatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya akta. Para pihak bebas untuk menyebutkan janji-janji tersebut dalam APHT. Para pihak diberi kesempatan untuk mencantumkan sebagian atau seluru janji tersebut atau menambah janji lain asalkan tidak bertentangan dengan yang ditentukan oleh UUHT. Janji-janji tersebut bersifat limitatif, artinya dalam APHT dapat pula diperjanjikan janji-janji lain selain janji-janji yang telah disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT. Sifat limitatif tersebut tampak pada kata “antara lain” dalam Pasal 11 ayat (2) UUHT yang memiliki pengertian tidak terbatas pada janjijanji yang disebutkan dalam Pasal tersebut. b. Tahap pendaftaran Langkah selanjutnya setelah PPAT membuat APHT adalah pendaftaran Hak Tanggungan. Pasal 44 PP 24/1997 menyebuktan bahwa Pembebanan Hak Tanggungan dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT. Pembebanan Hak Tanggungan menurut Pasal 13 ayat (1) UUHT, wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan hal tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 9 PP 24/1997 yang menyebutkan bahwa Hak Tanggungan merupakan objek pendaftaran tanah oleh karenanya Hak Tanggungan perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Dalam Pasal 13 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UUHT dijelaskan bagaimana cara pendaftaran Hak Tanggungan itu dilakukan. Tata cara pelaksanaan pendaftaran adalah sebagai berikut:
40
1) Setelah penandatanganan APHT yang dibuat oleh PPAT dilakukan oleh para pihak, PPAT mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan oleh Kantor Pertanahan. Pengiriman tersebut wajib dilakukan oleh PPAT yang bersangkutan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT itu. 2) Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. 3) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. Pasal 1 Permen 5/1996 menjelaskan Warkah atau berkas yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 (dua) dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan; 2) Surat permohonan pendaftaran Hak Tanggungan dari penerima Hak Tanggungan; 3) Fotokopi surat bukti identitas pemberi dari pemegang Hak Tanggungan; 4) Sertifikat asli hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun yang menjadi objek Hak Tanggungan; 5) Lembar ke-2 APHT; 6) Salinan APHT yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan untuk disakan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk membuat sertifikat Hak Tanggungan;
41
7) Bukti Pelunasan biaya pendaftaran Hak Tanggungan menurut Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1992. Pasal 1 ayat (3) Permen 5/1996 menjelaskan bahwa Petugas Kantor Pertanahan yang ditunjuk membubuhi tanda tangan, cap, dan tanggal penerimaan pada lembar kedua surat pengantar sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (1) angka 1) sebagai tanda terima berkas tersebut dan mengembalikannya melalui petugas yang menyerahkan berkas itu. Dan apabila warkah dirasa ada keukurangan atau kurang lengkap maka sesuai Pasal 1 ayat (4) menyebutkan sebagai berikut: Apabila dalam pemeriksaan berkas ternyata bahwa berkas tersebut tidak lengkap, baik karena jenis dokumen yang diterima tidak sesuai dengan jenis dokumen yang disyaratkan dalam ayat (1) maupun karena pada dokumen telah diserahkan terdapat catatan menteri, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sesudah tanggal penerimaan berkas sebagaimana dimaksud ayat (3) Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan secara tertulis ketidak lengkapan berkas tersebut kepada PPAT yang bersangkutan dengan menyebutkan jenis kekurangan yang ditemukan. Selanjutnya apabila berkas atau warkah telah lengkap maka sesuai Pasal 14 ayat (1) UUHT bahwa sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan meneribitkan sertifikat Hak Tanggungan. Dalam Pasal 14 ayat (4) UUHT ditentukan bahwa sertifikat hak atas yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) UUHT, dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Namun, kreditur dapat memperjanjikan lain di dalam APHT, yaitu agar sertifikat hak atas tanah tersebut diserahkan kepada kreditur, hal tersebut sesuai Pasal 14 ayat (5) UUHT sebagai berikut: Setelah sertifikat Hak Tanggungan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan dan sertifikat hak atas tanah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan diserahkan oleh Kantor Pertanahan kepada pemegang Hak Tanggungan.
42
Pendaftaran Pembebanan Hak Tanggungan merupakan syarat mutlak untuk lahirnya Hak Tanggungan dan mengikatnya hak tersebut kepada pihak ketiga. Dengan pendaftaran pembebanan Hak Tanggungan, maka terpenuhilah asas publisitas, artinya setiap orang dapat mengetahui bahwa hak atas tanah sedang dibebani Hak Tanggungan.
43
Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan dapat dilihat dari bagan berikut:
Perjanjian Kredit
Debitur
SKMHT
PPAT
APHT Warkah Kantor Pertanahan
Sertifikat Hak Tanggungan
Bagan 2. Proses Pembebanan Hak Tanggungan
Kreditur
44
Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan dalam kasus pada Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt bermula dari Sungkono dan Suparmi melakukan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat/ Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan BTN Kabupaten Pati, Sungkono dan Suparmi sebagai debitur dan BTN Kabupaten Pati sebagai kreditur. Dalam Perjanjian Kredit tersebut terdapat janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang. Jaminan tersebut berupa 2 (dua) bidang tanah hak milik nomor: 00695/Bogotanjung dan Nomor 00698/Bogotanjung. Menindaklanjuti hal tersebut Kreditur dan debitur mendatangi PPAT Rekowarno untuk
dibuatkan APHT.
Selanjutnya
PPAT
Rekowarno atas permintaan tersebut telah membuatkan APHT Nomor 277/2013 dan 278/2013 tertanggal 14 April 2013. Langkah yang dilakukan setelah APHT selesai dibuat, guna kepentingan pendaftaran Hak Tanggungan PPAT mengirimkan APHT serta warkah lainnya kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Pati serta berkas yang diperlukan sesuai yang diatur dalam Permen 5/1996. Selanjutnya apabila berkas dirasa lengkap, Kantor Pertanahan Kabupaten Pati membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Kantor Pertanahan Pati menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan Nomor 2120/2013 dan 2081/2013 tertanggal 08 Mei 2013. Apabila dilakukan penjabaran Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yaitu: a. Pemberi Hak Tanggungan Pemberi Hak Tanggungan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt dilakukan oleh Sungkono dan Suparmi yang dalam putusan ini juga sebagai Tergugat I dan Tergugat II. Sungkono dan Suparmi merupakan debitur, yaitu pihak yang berhutang dalam hubungan utang piutang dengan kreditur Bank BTN Kabupaten Pati.
45
b. Pemegang Hak Tanggungan Pemegang Hak Tanggungan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt adalah BTN Kabupaten Pati yang dalam putusan ini juga disebut sebagai Tergugat IV. BTN Kabupaten Pati merupakan kreditur, yaitu pihak yang berpiutang dalam hubungan utang piutang dengan debitur Sungkono dan Suparmi. c. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) PPAT dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt adalah Rekowarno yang dalam putusan ini juga disebut sebagai Tergugat III d. Kantor Pertanahan Kabupaten Pati. Kantor Pertanahan Kabupaten Pati dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt bertugas menerima pendaftaran APHT dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. Pelaksanaan Pembebanan Hak Tanggungan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt mempunyai masalah pada objek tanah yang dibebani Hak Tangungan. Pada poin 4) Permen 5/1996 berkas yang harus dilengkapi oleh PPAT Rekowarno saat melakukan pendaftaran Hak Tanggungan ke Kantor Pertanahan Pati adalah Sertifikat asli hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun yang menjadi objek Hak Tanggungan yaitu SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi, yang mana terhadap tanah ini sebelumnya, pada Januari 2013 telah dilakukan perjanjian jual beli, dan telah dilakukan pembayaran lunas oleh pembeli terhadap tanah SHM milik Sungkono dan Suparmi juga telah dibuatkan Akta Jual Beli oleh Notaris/PPAT Rekowarno, Pejabat yang sama dengan yang membuat APHT. Perbuatan yang dilakukan setelah dibuatkan Akta Jual Beli oleh Notaris/PPAT Rekowarno, SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi diserahkan kepada Notaris/PPAT
46
Rekowarno dengan maksud untuk diselesaikan sampai dengan balik nama selesai. Namun tanpa sepengetahuan pembeli, SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi dibebani Hak Tanggungan dengan alasan Jual Beli dibatalkan. Menurut
pertimbangan
hakim
pada
putusan
Nomor
88/Pdt.G/2013/PN Pt mengenai sah tidaknya jual beli, berdasarkan pada Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pada prinsipnya ada 2 (dua) hal mengenai pembatalan akta PPAT, yaitu: a. Pembatalan yang dilakukan sebelum dilakukan pendaftaran di kantor Pertanahan, hal ini dapat dilakukan dengan akta notaris, karena perbuatan yang tersebut dalam akta PPAT adalah perbuatan perdata para pihak; b. Pembatalan yang dilakukan setelah dilakukan atau dalam proses pendaftaran di Kantor Pertanahan, pembatalan harus dengan putusan pengadilan. Berkaitan dengan pertimbangan tersebut Akta Jual Beli yang dibuatkan oleh Notaris/PPAT Rekowarno merupakan akta jual beli yang sah yang berarti tanah SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi telah sah diperjual belikan dan seharusnya menjadi milik pembeli yaitu Madi Utomo. Menindaklanjuti hal tersebut berdasarkan UUHT mengenai SKMHT diperbolehkan melakukan pembebanan Hak Tanggungana terhadap tanah orang lain, hal ini dapat dilakuan dengan syarat pihak debitur menandatangani SKMHT di depan krediturnya bersamaan dengan pemberi kuasa yang dalam hal ini adalah pemilik SHM (pembeli), Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UUHT SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT. Hal ini karena penjamin bukanlah debitur lalngsung, karena tanah tersebut milik orang lain atau pembeli. Ini bertujuan untuk menghindari sengketa jika kreditnya macet dan harus dilaksanakan eksekusi terhadap jaminan Hak Tanggungan tersebut,
47
Menurut ketentuan Pasal 1792 KUH Perdata menyatakan bahwa “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas nama menyelenggarakan suatu urusan”. Bagi sahnya SKMHT selain harus dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT, menurut Pasal 15 ayat (1) UUHT harus pula dipenuhi persyaratan SKMHT yang dibuat tersebut, yaitu: a. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; b. Tidak memuat kuasa subtitusi; c. Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang, nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan. Prakteknya, kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt tidak dijelaskan mengenai adanya SKMHT artinya pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan oleh Sungkono dan Suparmi terhadap tanah SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi yang telah sah diperjual belikan melalui Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT Rekowarno tidak dilakukan menggunakan SKMHT. Mengenai keabsahan pembebanan Hak Tanggungana terhadap tanah orang lain tanpa menggunakan SKMHT, dalam Pasal 8 UUHT dinyatakan bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Kewenangan untuk meletakkan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan, harus ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 8 tersebut, maka dalam penjelasan Pasal 8 ayat (2) dinyatakan bahwa karena lahirnya Hak Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan
48
perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan diharuskan ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan hal sebelumnya bahwa Akta Jual Beli yang dibuatkan oleh Notaris/PPAT Rekowarno merupakan akta jual beli yang sah yang berarti tanah SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi telah sah diperjual belikan dan seharusnya menjadi milik pembeli yaitu Madi Utomo. Dapat diketahui bahwa perbuatan yang dilakukan Sungkono dan Suparmi dalam melakukan pembebanan Hak Tanggungan merupakan subyek hukum yang tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan, karena yang mempunyai kewenangan untuk memberi Hak Tanggungan adalah Penggugat, mengingat Penggugatlah pemilik sebenarnya dari obyek yang akan dibebani Hak Tanggungan. Maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan terhadap tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan dalam kasus pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt tidak sesuai terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan. Ketidaksesuaian pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan ini menyebabkan APHT Nomor 277/2013 dan 278/2013 tertanggal 14 April 2013 serta sertifikat Hak Tanggungan Nomor 2120/2013 dan 2081/2013 tertanggal
08
Mei
201
dalam
kasus
pada
Putusan
Nomor
88/Pdt.G/2013/PN Pt dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Hal ini menyebabkan dampak hukum bagi pihak terkait.
49
2. Akibat Hukum Apabila Obyek Hak Tanggungan dalam Proses Peralihan Kepemilikan a. Akibat hukum terhadap status Hak Tanggungan apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan. Pasal 7 UUHT menyatakan “Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut berada”, dengan demikian Hak Tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain oleh karena sebab apapun juga (St.Remy Sjahdeini, 1999: 39). Berdasarkan asas ini, pemegang Hak Tanggungan akan selalu dapat melaksanakan haknya dalam tangan siapapun benda itu berpindah . Ketentuan Pasal 7 UUHT ini merupakan materialisasi dari asas yang disebut droit de suite atau zaakgevolg. Droit de suite is The right of a creditor to pursue debtor’s property into the hands of thrid persons for the enforcement of his claim (Black’s Law Dictionary). Asas ini juga merupakan asas yang diambil dari hipotik yang diatur dalam Pasal 1163 ayat (2) dan Pasal 1198 KUH Perdata, yang memberikan sifat kepada Hak Tanggungan sebagai hak kebendaan. Hak kebendaan dibedakan dengak hak perorangan. Hak kebendaan adalah hak yang mutlak. Artinya hak ini dapat dipertahankan terhadap siapapun. Pemegang hak tersebut berhak untuk menuntut siapapun yang mengganggu haknya tersebut. Dilihat secara pasif setiap orang wajib menghormati hak tersebut. Sedangkan hak perorangan adalah relatif. Artinya, hak ini hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu saja. Secara pasif dapat dikatakan bahwa seseorang tertentu wajib melakukan prestasi terhadap pemilik hak tersebut (St.Remy Sjahdeini, 1999: 39). Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui Hak Tanggungan akan mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut berada. Meskipun objek tanah tersebut dalam proses peralihan
50
kepemilikan, apabila peralihan kepemilikan dilakukan dengan cara yang sah secara hukum, maka hak atas tanah yang telah beralih tersebut
diikuti
dengan
Hak
Tanggungan
yang
melekat
terhadapnya. Tata cara jual beli tanah objek Hak Tanggungan belum diatur secara khusus dalam Peraturan Perundang-undangan, namun dalam prakteknya jual beli tanah objek Hak Tanggungan dilakukan di masayarakat. Pelaksanaan jual beli tanah objek Hak Tanggungan dengan perjanjian sah menurut Pasal 1320 KUH Perdata, perjanjian dianggap sah apabila memenuhi syarat sah perjanjian yaitu: kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu dan kausa yang halal. Lebih lanjut hal perjanjin tersebut juga telah sesuai dengan asas kebebasan berkontrak (pacta sunt servanda) yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”, sehingga dapat disimpulkan setiap orang dapat melakukan suatu kontrak dengan siapapun dan untuk hal apapun, dan bagi mereka perjanjian tersebut berlaku seperti Undangundang. Kasus pada pada putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt Hak Tanggungan dibebankan kepada tanah yang sedang dalam proses peralihan kepemilikan, melalui putusan tersebut dapat diketahui bahwa proses peralihan kepemilikan telah dimulai sebelum pembebanan Hak Tanggungan dilakukan. Proses Peralihan Kepemilikan yang dimulai dengan pembuatan Akta Jual Beli oleh Notaris dinyatakan sah secara hukum oleh Majelis Hakim, dan hak atas tanah dinyatakan sah milik pembeli. Berdasarkan hal tersebut pembebanan Hak Tanggungan yang dilakukan terhadap tanah orang lain (pembeli) oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Pati melalui putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt dinyatakan tidak berkekuatan hukum karena hal tersebut tidak
51
sesuai dengan ketentuan UUHT yaitu Pasal 9 yang menyatakan bahwa pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum
terhadap
objek
Hak
Tanggungan
yang
bersangkutan. Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) atas perkara pertanahan. Apabila putusan tersebut menetapkan kepemilikan atas hak atas tanah bukan lagi berada pada debitur pemberi jaminan utang, maka jaminan kebendaan yang tadinya melekat pada hak atas tanah tersebut gugur demi hukum (van rechtswegenietig) Hal ini selaras dengan Pasal 18 ayat (1) huruf d UUHT yang menjelaskan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan b. Akibat hukum terhadap debitur dan kreditur apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan. 1) Akibat hukum terhadap debitur Pasal 10 ayat (1) menjelaskan bahwa Hak Tanggungan bersifat accesoir, maka pemberiannya haruslah ikutan dari perjanjian lain, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya. Putusan Nomor 88/Pdt.G/2013/PN Pt dalam isinya menerangkan bahwa Hak Tanggungan dinyatakan tidak berkekuatan hukum, namun hapusnya Hak Tanggungan tersebut tidak menghapus perjanjian utang piutang Perjanjian utang piutang tetap ada, yang artinya debitur memiliki kewajiban untuk memenuhi prestasi dalam perjanjian utang piutang. Apabila debitur cidera janji, maka kreditur dapat melakukan langkah hukum dengan gugatan wanprestasi. 2) Akibat hukum terhadap kreditur
52
Pasal 18 ayat (1) huruf d UUHT menjelaskan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani
Hak
Tanggungan.
Dalam
Putusan
Nomor
88/Pdt.G/2013/PN Pt dalam amarnya menyatakan bahwa Akta Jual Beli yang dibuatkan oleh
Notaris/PPAT Rekowarno
merupakan akta jual beli yang sah yang berarti tanah SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 atas nama Suparmi telah sah diperjual belikan dan menjadi milik Madi Utomo selaku pembeli. Berkaitan dengan hal tersebut hapuslah hak debitur atas tanah tersebut dan berarti Hak Tanggungan terhapus, namun bukan berarti hutang juga terhapus sebagaimana dijelaskan Pasal 18 ayat (4) bahwa hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah akan menyebabkan kreditur kehilangan jaminan untuk pelunasa utang debitur dan hal tersebut berarti terjadi perubahan kedudukan kreditur, yang semula berkedudukan sebagai kreditur preferen berubah menjadi kreditur konkuren. Bank sebagai kreditur konkuren dilindungi oleh Pasal 1131 KUH Perdata “Bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan”. Ketentuan tersebut merupakan suatu asas dalam setiap perikatan, bahwa setiap hutang harus dilakukan pelunasanya, dan barang bergerak maupun tidak bergerak menjadi tanggungan untuk pelunasan hutang debitur tersebut.
53
c. Akibat hukum terhadap PPAT yang membuat APHT apabila objek Hak Tanggungan dalam proses peralihan kepemilikan. Pasal 23 ayat (1) UUHT menjelaskan bahwa pejabat yang lalai memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) mengenai apa saja yang wajib dicantumkan dalam APHT dikenai sanksi administratif. Pasal 53 ayat (2) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya ditulis Perka BPN 1/2006) disebutkan bahwa “Pengisian blanko akta dalam rangka pembuatan akta PPAT harus dilakukan sesuai dengan kejadian, status dan data yang benar serta didukung dengan dokumen sesuai Peraturan Perundang-undangan”. Bagi setiap PPAT berlaku pula Kode Etik PPAT yang mengatur mengenai larangan dan kewajiban bagi PPAT. Salah satu kewajiban PPAT adalah bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak (Pasal 3 huruf e Kode Etik PPAT). Berkaitan dengan hal tersebut, pembuatan APHT Nomor 277/2013 dan 278/2013 oleh PPAT Rekowarno yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya mengenai pemilik hak atas tanah SHM Nomor 695 atas nama Sungkono dan SHM Nomor 698 Suparmi dimana sebelumnya telah terjadi peralihan kepemilikan melalu Akta Jual Beli yang juga dibuat oleh PPAT yang sama yaitu Rekowarno. Sesuai Pasal 55 Perka BPN 1/2006 PPAT bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan tugas dan jabatannya dalam setiap pembuatan akta. Sesuai dengan Pasal 28 ayat ayat (4) huruf d bahwa “memberikan keterangan yang tidak benar di dalam akta yang mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan” hal tersebut menurut Pasal 28 (2) huruf a termasuk perbuatan
54
“melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajibann sebagai PPAT” dan oleh karenannya dikenai sanksi sesuai Pasal 28 ayat (2) “PPAT diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Kepala Badan”.