BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg. a. Kasus Posisi Pada hari Jumat tanggal 15 Mei 2015 Terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi sekira pukul 07.40 WIB atau setidak-tidaknya terjadi pada bulan Mei 2015 bertempat di Jalan Bhayangkara Sintang Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Sintang. Kejadian ini berawal pada waktu dan tempat tersebut diatas saksi Abdul Haris Nasution mengamankan 1 (satu) unit Mobil Pick Up Daihatsu Grand Max KB 1305 XY milik terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi, yang pada saat diamankan atau diberhentikan oleh saksi Abdul Haris Nasution, mobil tersebut sedang mengangkut atau membawa bahan bakar minyak (BBM) jenis premium yang disimpan dalam jerigen sebanyak 40 jerigen dengan jumlah 1.388 liter milik terdakwa dan pada saat dihentikan oleh saksi Abdul Haris Nasution kemudian terdakwa ditanyakan apakah dalam mengangkut bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dilengkapi dengan dokumen yang sah (DO) dan dijawab oleh terdakwa tidak ada surat izin pengangkutan atau Delivery Order (DO) dari pejabat yang berlanjut selanjutnya terdakwa beserta barang bukti diamankan dan dibawa ke Polres Sintang guna proses lebih lanjut. Terdakwa membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dengan harga Rp.7.600 (tujuh ribu enam ratus rupiah) per liter dan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dengan harga Rp.7.900 (tujuh ribu sembilan ratus rupiah) yang mana bahan bakar jenis premium dan solar akan dijual kembali dengan harga Rp.9.000 (sembilan ribu rupiah) dikampung tempat tinggal terdakwa di Jalan Dogom S Rt.01/01 Kecamatan Semitau Kabupaten 67
68
Kapuas Hulu bahan bakar minyak jenis premium dan solar terdakwa beli dari SPBU Melawi Timur Kabupaten Sintang. Sesuai dengan hasil pengukuran dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Nomor : 510/393/INDAGKOP-C tanggal 18 Mei 2015 dengan melakukan pengukuran dilapangan terdapat penyusutan hasil pengecekan
dari
laporan
kepolisian
Nomor
:
LP/109/V/2015/Kalbar/Res.STg/Reskrim tanggal 18 Mei 2015 sebanyak 40 jerigen jenis premium 1.388 liter di lapangan setelah dilakukan pengecekan dan pengukuran didapati sebanyak 1.346 liter, sehingga terjadi penyusutan sebanyak 42 liter yang melakukan pengukuran adalah Saudara Syafruddin,S.Sos dan Saudari Leli Nurbaiti,S.Sos b. Identitas Terdakwa Nama Lengkap : Slamet Santoso Bin Mardi Tempat Lahir
: Sambas
Umur/Tgl Lahir : 36 Tahun/ 30 Mei 1979 Jenis Kelamin : Laki-Laki Kebangsaan
: Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Logom S Rt.01 Rw.01 Marsedan Raya Kecamatan Semitau Kabupaten Kapuas Hulu Agama
: Islam
Pekerjaan
: Swasta
c. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Adapun isi dakwaan penuntut umum terhadap tindak pidana pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha yang dilakukan oleh terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi yang dibacakan pada persidangan dihadapan Hakim Pengadilan Negeri Sintang yang pada pokoknya mengatakan sebagai berikut : PRIMAIR : Bahwa ia terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI pada hari Jumat tanggal 15 Mei 2015 sekira pukul 07.40 WIB atau setidaktidaknya terjadi pada bulan Mei 2015 bertempat di Jalan Bhayangkara Sintang Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang atau
69
setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Sintang yang memeriksa dan mengadili perkara ini telah melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Berawal pada waktu dan tempat tersebut diatas saksi ABDUL HARIS NASUTION mengamankan 1 (satu) unit Mobil Pick Up Daihatsu Grand Max KB 1305 XY dan pada saat diamankan atau diberhentikan oleh saksi ABDUL HARIS NASUTION, terdakwa sedang mengangkut atau membawa bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium yang disimpan dalam 40 jerigen dengan jumlah 1.388 liter kemudian saksi ABDUL HARIS NASUTION menanyakan apakah dalam mengangkut BBM jenis Premium tersebut dilengkapi dengan dokumen yang sah (DO) dan dijawab oleh terdakwa tidak ada surat izin pengangkutan atau Delivery Order (DO) dari pejabat. Selanjutnya terdakwa diamankan dan dibawa ke Polres Sintang guna proses lebih lanjut. Bahwa terdakwa membeli BBM jenis Premium dengan harga Rp. 7.600 (tujuh ribu enam ratus rupiah) per liter dan BBM jenis solar dengan harga Rp.7.900 (tujuh ribu sembilan ratus rupiah) per liternya yang mana BBM jenis premium dan solar akan dijual kembali dengan harga Rp.9.000 (sembilan ribu rupiah) di kampung tempat tinggal terdakwa di Jalan Dogom S Rt01/01 Kecamatan Semitau Kabupaten Kapuas Hulu, BBM jenis premium dan solar tersebut di beli di SPBU Melawi Timur Kabupaten Sintang. Bahwa sesuai dengan hasil pengukuran dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Nomor : 510/393/INDAGKOP-C tanggal 18 Mei 2015 dengan melakukan pengukuran di lapangan terdapat penyusutan hasil pengecekan dari laporan kepolisian Nomor :
70
LP/109/V/2015/Kalbar/res.Stg/reskrim tanggal 18 Mei 2015 sebanyak 40 jerigen jenis premium 1.388 liter dilapangan setelah dilakukan pengecekan dan pengukuran didapati sebanyak 1.346 liter, sehingga terjadi penyusutan sebanyak 42 liter
yang
melakukan
pengukuran
adalah
Saudara
SYARFRUDDIN, S.Sos, Saudara LELI NURBAITI, S.Sos; Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (RI) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. SUBSIDIAIR : Bahwa ia terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI pada hari Jumat tanggal 15 Mei 2015 sekira pukul 07.40 WIB atau setidaktidaknya terjadi pada bulan Mei 2015 bertempat di Jalan Bhayangkara Sintang Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Sintang yang memeriksa dan mengadili perkara ini telah melakukan niaga tanpa izin usaha niaga yang dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
Berawal pada waktu dan tempat tersebut diatas saksi ABDUL HARIS NASUTION mengamankan 1 (satu) unit Mobil Pick Up Daihatsu Grand Max KB 1305 XY dan pada saat diamankan atau diberhentikan oleh saksi ABDUL HARIS NASUTION, terdakwa sedang mengangkut atau membawa bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium yang disimpan dalam 40 jerigen dengan jumlah 1.388 liter kemudian saksi ABDUL HARIS NASUTION menanyakan apakah dalam mengangkut BBM jenis Premium tersebut dilengkapi dengan dokumen yang sah (DO) dan dijawab oleh terdakwa tidak ada surat izin pengangkutan atau Ddelivery Order (DO) dari pejabat. Selanjutnya terdakwa
71
diamankan dan dibawa ke Polres Sintang guna proses lebih lanjut;
Bahwa terdakwa membeli BBM jenis Premium dengan harga Rp. 7.600 (tujuh ribu enam ratus rupiah) per liter dan BBM jenis solar dengan harga Rp.7.900 (tujuh ribu sembilan ratus rupiah) per liternya yang mana BBM jenis premium dan solar akan dijual kembali dengan harga Rp.9.000 (sembilan ribu rupiah) di kampung tempat tinggal terdakwa di Jalan Dogom S Rt01/01 Kecamatan Semitau Kabupaten Kapuas Hulu, BBM jenis premium dan solar tersebut di beli di SPBU Melawi Timur Kabupaten Sintang. Bahwa sesuai dengan hasil pengukuran dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Nomor : 510/393/INDAGKOP-C tanggal 18 Mei 2015 dengan melakukan pengukuran di lapangan terdapat penyusutan hasil pengecekan dari laporan kepolisian Nomor : LP/109/V/2015/Kalbar/res.Stg/reskrim tanggal
18 Mei
2015 sebanyak 40 jerigen jenis premium 1.388 liter dilapangan setelah dilakukan pengecekan dan pengukuran didapati sebanyak 1.346 liter, sehingga terjadi penyusutan sebanyak 42 liter yang melakukan pengukuran adalah Saudara
SYARFRUDDIN,
S.Sos,
Saudara
LELI
NURBAITI, S.Sos; Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 huruf d Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. d. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Setelah melalui proses persidangan di Pengadilan negeri Sintang, maka Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan sebagai berikut : 1) Menyatakan terdakwa SLAMAET SANTOSO Bin MARDI telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak
72
Pidana “Telah melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Primair Pasal 53 Huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2) Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa SLAMAET SANTOSO Bin MARDI berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan penjara dengan perintah terdakwa ditahan dan denda sebesar Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan. 3) Menyatakan barang bukti berupa : 1) 40 Diregen BBM Jenis Premium yang diperkirakan berjumlah 1388 Liter Dirampas untuk Negara 1) 1 (satu) Unit Mobil Daihatsu Grand Max KB 1305 XY (STNK KB 8749 F) warna hitam Dikembalikan kepada pemiliknya yang sah yaitu Terdakwa SLAMAET SANTOSO Bin MARDI 4) Menetapkan Terdakwa SLAMAET SANTOSO Bin MARDI membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) e. Fakta Hukum yang diperoleh berdasarkan pemeriksaan di pengadilan 1) Terdakwa SLAMAET SANTOSO Bin MARDI mengangkut atau membawa BBM jenis premium tanpa dokumen yang sah yaitu berupa surat izin pengangkutan atau Delivery Order (DO). 2) Pada Hari Jumat tanggal 15 Mei 2015 sekitar pukul 07.40 WIB, saksi ABDUL HARIS NASUTION mengamankan mobil pick up Daihatsu jenis Grand Max KB 1305 XY dan di STNK tertera KB 8749 F. 3) Mobil Pick Up Daihatsu Jenis Grand Max tersebut mengangkut BBM jenis premium sebanyak 1388 liter yang ditempatkan di dalam 40 diregen plastik.
73
4) Mobil Pick Up Daihatsu Jenis Grand Max tersebut diamankan oleh saksi ABDUL HARIS NASUTION yang sedang melakukan tugas Patroli di Jalan Bhayangkara tepatnya di simpang 5 depan Perpustakaan Sintang. 5) Mobil Pick Up Daihatsu Jenis Grand Max tersebut dikemudikan oleh terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI dan BBM serta mobil tersebut juga milik terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI. 6) Terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI membeli BBM jenis Premium sebanyak 1.388 liter. 7) Terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI membeli BBM jenis Premium di SPBU Melawi Timur yang beralamat di Jalan Sintang Pontianak KM.4 Sintang. 8) Terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI membeli BBM jenis Premium dengan harga Rp.7.600,- (tujuh ribu enam ratus rupiah) per liternya yang jumlah keseluruhannya seharga Rp.10.548.800,- (sepuluh juta lima ratus empat puluh delapan ribu delapan ratus rupiah) 9) Terdakwa
SLAMET
SANTOSO
Bin
MARDI
berencana
membawa BBM jenis Premium tersebut ke Semitau Kabupaten Kapuas Hulu di kampung halaman tempat tinggal terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI karena terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI ada membuka kios minyak di depan rumah terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI di Jalan Dogom S Rt.01/01 Kecamatan Semitau Kabupaten Kapuas Hulu. 10) BBM jenis Premium tersebut dijual dengan harga Rp.9.000,(sembilan ribu rupiah) per liternya. 11) Terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI mengangkut BBM jenis Premium ada Surat Rekomendasi Pembelian BBM jenis tertentu Nomor : 400/140/MRD.RY/Pem.2015.
74
12) Surat rekomendasi tersebut dikeluarkan oleh Kepala Desa Marsedan Raya namun tidak ada surat izin usaha pengangkutan atau Delivery Order (DO) dari pejabat yang berwenang. 13) Terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI kenal dengan barang bukti yang ditujukan di persidangan berupa 1 (satu) unit mobil pick up Daihatsu Grand Max KB 1305 XY (STNK KB 8749 F) warna hitam dan 40 Diregen BBM jenis Premium yang diperkirakan berjumlah 1.388 liter. f. Amar Putusan Hakim 1) Menyatakan Terdakwa SLAMAET SANTOSO Bin MARDI terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan” sebagaimana dakwaan primair Penuntut Umum; 2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sejumlah Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan; 3) Memerintahkan Terdakwa untuk ditahan; 4) Menetapkan barang bukti berupa: a) Diregen BBM Jenis Premium yang diperkirakan berjumlah 1388 liter; Dirampas untuk Negara; b) 1 (satu) Unit Mobil Pick Up Daihatsu Grand Max KB 1305 XY (STNK KB 8749 F) warna Hitam; Dikembalikan kepada pemiliknya yang sah yaitu Terdakwa SLAMET SANTOSO Bin MARDI; 5) Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp2.000,00 (dua ribu rupiah).
75
B. Pembahasan 1. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg. Dalam rangka memperjelas dan memperkuat serta mendukung uraian dari bab-bab yang telah diuraikan dimuka, maka dalam bab ini penulis menyajikan pembahasan dari hasil penelitian yang selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kesimpulan. Dalam hal ini penulis terhadap analisis putusan Pengadilan Negeri Sintang. Adapun hasil penelitian sebagai berikut : a. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN Stg Hakim sebelum memutus suatu perkara harus memperhatikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan terdakwa, serta hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Secara umum pertimbangan hukum oleh hakim dalam dakwaan diuraikan sebagai berikut : Menimbang, bahwa terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum, dengan dakwaan sebagai berikut : Bahwa, terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi pada hari Jumat tanggal 15 Mei 2015 sekira pukul 07.40 WIB atau setidak-tidaknya terjadi pada bulan Mei 2015 bertempat di Jalan Bhayangkara Sintang, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang atau setidak-tidaknya di suatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri Sintang telah melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan yang dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Bahwa
berawal
ketika
saksi
Abdul
Haris
Nasution
mengamankan 1 (satu) unit Mobil Pick Up Daihatsu Grand Max KB 1305 XY dan pada saat diamankan dan diberhentikan oleh saksi Abdul Haris Nasution, terdakwa sedang membawa
76
atau mengangkut bahan bakar minyak (BBM) jenis premium yang disimpan dalam 40 jerigen dengan jumlah 1.388 liter kemudian saksi Abdul Haris Nasution menanyakan apakah dalam mengangkut BBM jenis premium tersebut dilengkapi dengan dokumen yang sah berupa Delivery Order (DO) dan dijawab oleh terdakwa tidak ada surat izin pengangkutan atau Delivery Order (DO) dari pejabat. Terdakwa membeli BBM jenis premium dengan harga Rp. 7.600 (tujuh ribu enam ratus rupiah) per liter dan BBM jenis solar dengan harga Rp. 7.900 (tujuh ribu Sembilan ratus rupiah) per liternya yang mana BBM jenis premium dan solar akan dijual kembali dengan harga Rp.9.000 (Sembilan ribu rupiah) di kampung tempat tinggal terdakwa di Jalan Dogom S Rt 01/01, Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu. BBM jenis premium dan solar tersebut di beli di SPBU Melawi Timur, Kabupaten Sintang.
Bahwa
sesuai
dengan
hasil
pengukuran
dari
Dinas
Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Nomor : 510/393/INDAGKOP-C
tanggal
18
Mei
2015
dengan
melakukan pengukuran di lapangan terdapat penyusutan dari laporan
kepolisian
Nomor
:
LP/109/V/2015/Kalbar/res.Stg/reskrim tanggal 18 Mei 2015 sebanyak 40 jerigen jenis premium 1.399 liter dilapangan setelah dilakukan pengecekan dan pengukuran didapati sebanyak 1.346 liter, sehingga terjadi penyusutan sebanyak 42 liter
yang
melakukan
pengukuran
adalah
Saudara
SYAFRUDDIN, S.Sos, dan Saudara LELI NURBAITI, S.Sos;
Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 53 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
77
Menimbang, bahwa atas dakwaan Penuntut Umum tersebut, terdakwa tidak mengajukan keberatan; Menimbang, bahwa guna mendukung kebenaran dakwaannya Penuntut Umum telah Mengajukan alat-alat bukti berupa : saksi-saksi yang telah disumpah dan memberikan keterangan, yaitu 1. Abdul Haris Nasution, 2. Martinus Lubis, 3 Iskak Hidayat, S.H, keterangan saksisaksi tersebut sebagaimana termuat dalam berita acara; Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 182 ayat 4 KUHAP dasar Majelis untuk bermusyawarah dalam rangka menjatuhkan putusan adalah surat dakwaan dan fakta-fakta persidangan yang terungkap dipersidangan, karenanya yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut adalah apakah berdasarkan fakta-fakta di atas terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan kepadanya; Menimbang, bahwa untuk mempersingkat putusan ini maka segala sesuatu termuat dalam Berita Acara Persidangan dalam berkas perkara ini sepanjang masih mempunyai korelasi dengan putusan ini, dianggap termuat juga dalam putusan ini; Menimbang bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan suatu tindak pidana, perbuatannya haruslah memenuhi seluruh unsur dari delik yang didakwakan padanya ; Menimbang bahwa terdakwa oleh Penuntut Umum didakwa dengan bentuk dakwaan subsidair yakni didakwa melanggar Pasal 53 huruf b dan Pasal 53 huruf d Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Namun, hakim menggunakan dakwaan primary sebagai dasar pertimbangan yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : 1) Setiap Orang; Bahwa pengertian unsur setiap orang pada pokoknya adalah sama dengan pengertian unsur barangsiap sebagaimana yang terdapat dalam KUHP, undnag-undang tidak memberikan
78
pengertian secara tegas tentang apa yang dimaksud dengan unsur setiap orang atau barang siapa, akan tetapi pengertian sebenarnya dapat dijumpai dalam doktrin dan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, bahwa yang dimaksud dengan setiap orang atau barang siapa, adalah ditujukan kepada subjek hukum pidana sebagai pemegang ak dan kewajiban
yang mampu mempertanggungjawabkan atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya; Subyek hukum dalam hukum pidana yang diakui dalam KUHP adalah manusia (natuurlijk person). Hal ini dapat dilihat pada rumusan delik dalam KUHP yan dimulai dengan kata-kata “barang siapa:. Kata ini mengacu kepada orang atau manusia, bukan badan hukum. Dalam ketentuan KUHP Indonesia masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia. Sedangkan badan hukum (recht person) tidak diakui dalam hukum pidana karena pemerintah Belanda tidak bersedia mengadopsi ajaran hukum perdata ke dalam hukum pidana. Namun
dalam
perkembangannya,
ada
usaha
untuk
menjadikan korporasi sebagau subjek hukum dalam hukum pidana, yaitu adanya hak dan kewajiban yang melekat padanya. Usaha tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa tidak jarang korporasi mendapat keuntungan yang banyak dari hasil kejahatan yang dilakukan oleh pengurusnya. Begitu juga dengan kerugian yang dialami oleh masyarakat
yang
disebabkan oleh tindakan pengurus korporasi. Di Indonesia pengaturan korporasi sebagai subjek hukum pidana ditemukan dalam berbagai perundang-undangan di luar KUHP, yang secara khusus mencantumkan korporasi sebagai subjek hukum pidana. Contohnya Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang
79
menyebutkan secara jelas Badan Usaha ialah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang
berlaku
serta
bekerja
dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan dalam KUHP korporasi sebagai subjek hukum pidana belum diakui. Pada kasus dengan terdakwa Slamet Santoso bin Mardi, unsur setiap orang mengacu kepada orang atau manusia. Orang atau manusia tersebut adalah yang diajukan dalam persidangan yaitu terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi yang identitasnya sesuai dalam surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum dan dibenarkan dengan keterangan para saksi. Bila dilihat pada kasus Slamet Santoso Bin Mardi, terdakwa mampu bertanggungjawab atas perbuatannya. Hal ini sesuai dengan pendapat E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi (2002: 250) dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapanya yang menjelaskan bahwa kemampuan bertanggungjawab didasarkan pada keadaan dan kemampuan “jiwa”(geestelijke vermogens), dan bukan kepada keadaan dan kemampuan “berfikir” (verstanddelijke vermogens) dari seseorang, walaupun dalam istilah yang resmi digunakan dalam Pasal 44 KUHP adalah verstanddelijke vermogens. Selama persidangan, terdakwa mampu membenarkan setiap keterangan saksi yang ada. Terdakwa juga dapat mengerti maksud dan isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa tidak mengajukan keberatan atau Eksepsi. Terdakwa juga menghadap di persidangan tanpa didiampingi penasihat hukum akan tetapi dihadapi sendiri. Sehingga bias dikatakan bahwa Terdakwa dapat mengerti hakekat dari tindakannya. Terdakwa
juga
mampu
memberikan
keterangan
dan
80
menjelaskan setiap perbuatan yang dilakukannya dimana perbuatannya tersebut dilakukan atas kehendak sendiri di dalam persidangan. Hal ini membuktikan bahwa terdakwa dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut. Selain itu terdakwa juga mampu mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Terbukti dari tindakan terdakwa yang menyadari bahwa tindakan yang ia lakukan merupakan suatu kejahatan.
Sehingga
pada
kasus
ini
terdakwa
harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya berdasarkan Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp. 40.000.000.000 (empat puluh miliar rupiah). 2) Melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan. Terkait dengan unsur tersebut, bahwa dari apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri Sintang perihal terpenuhinya unsur “melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan” dari apa yang telah didakwakan terhadap terdakwa, didasarkan atas pertimbanganpertimbangan sebagai berikut : a) Pengertian izin usaha menurut Pasal 1 angka 20 UndangUndang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk
melaksanakan
Pengolahan,
Pengangkutan,
Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. b) Pengertian pengangkutan menurut Pasal 1 angka 12 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja
81
atau dari tempat penampungan dan Pengolahan, termasuk pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi. Berdasarkan
fakta
yang
terungkap
dalam
pemeriksaan
persidangan berupa keterangan saksi-saksi yang saling bersesuaian antara satu dengan yang lain, keterangan terdakwa dan barang bukti dapat diketahui bahwa Terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi telah sengaja membeli dan mengangkut bbm jenis premium dari SPBU Melawi Timur dalam jumlah banyak untuk dijual kembali di daerah tempat tinggalnya dengan tujuan memperoleh keuntungan. Namun dalam pengangkutannya, terdakwa tidak dilengkapi dengan surat izin pengangkutan. Undang-undang
tidak
memberikan
pengertian
mengenai
kesengajaan. Dalam Memorie van Toelichting (MvT) WvS Belanda ada sedikit keterangan yang menyangkut mengenai kesengajaan ini yang menyatakan “pidana pada mumnya hendaknya
dijatuhkan
hanya
pada
barangsiapa
melakukan
perbuatan yang dilarang, dengan dikehendaki (willens) dan diketahui (wetens)” (Moeljanto, 1983:171). Dengan singkat dapat disebut bahwa kesengajaan itu adalah orang yang menghendaki dan orang yang mengetahui. Dengan kata lain, kesengajaan itu ada dua yaitu kesengajaan berupa kehendak dan kesengajaan berupa pengetahuan (yang diketahui). Menurut teori kehendak, kesengajaan adalah kehendak yang ditujukan untuk melakukan perbuatan, artinya untuk mewujudkan perbuatan itu memang telah dikehendaki sebelum seseorang itu sungguh-sungguh berbuat. Sedangkan menurut teori pengetahuan, kesengajaan adalah mengenai segala apa yang diketahui tentang perbuatan yang akan dilakukan dan beserta akibatnya. Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada 3 bentuk kesengajaan, yaitu:
82
a) Kesengajaan sebagai maksud/tujuan (opzet als oogmerk) b) Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn) c)Kesengajaan
sebagai
kemungkinan
(opzet
bij
mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis (Adami Chazawi, 2002 : 95). Pengangkutan BBM dapat dikategorikan sebagai kesengajaan sebagai maksud/ tujuan. Bentuk kesengajaan sebagai maksud sama artinya dengan menghendaki (wilens) untuk mewujudkan suatu perbuatan, menghendaki untuk tidak berbuat/melalaikan kewajiban hukum dan atau juga menghendaki timbulnya akibat dari perbuatan itu (tindak pidana materiil).
Misalnya
untuk
kasus
pengangkutan
BBM
dengan
terdakwaSlamet Santoso Bin mardi, terdakwa bertujuan mendapatkan keuntungan untuk kebutuhan sehari-hari sehingga ia dengan sengaja melakukan tindakan pengangkutan bbbm. Cara
yang
dilakukan
oleh
terdakwa
untuk
mendapatkan
keuntungan bagi dirinya sendiri itu dilakukan dengan cara melawan hukum. Melawan hukum adalah suatu sifat tercelanya atau terlarangnya dari suatu perbuatan, yang sifat tercela mana dapat bersumber pada undang-undang (melawan hukum formil) dan dapat bersumber pada masyarakat (melawan hukum materiil). Sifat tercela ini dinyatakan dalam rumusan tindak pidana dengan pelbagai istilah, yaitu : 1. Dengan tegas menyebut melawan hukum (wederrechtelijk). Cara inilah yang paling sering digunakan oleh pembentuk undang-undang, misalnya: Pasal 362, Pasal 368, Pasal 369, Pasal 372, Pasal 378 KUHP. 2. Dengan menyebut “ tanpa hak dan tidak berhak” atau tanpa wenang (Zonder daartoe gerichtigd te zijn), misalnya Pasal 548 KUHP. 3. Dengan menyebut “tanpa izin” (zonder verlof), misalnya pada Pasal 496 KUHP dan Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2001 4. Dengan menyebut “melampaui kekuasannya” (met over schrijding van zijne bevoegdheid), misalnya pada Pasal 430 KUHP.
83
5. Dengan menyebut “tanpa memperhatikan cara yang ditentukan dalam peraturan
umum”
(zonder
inachtneming
van
de
bij
algemeene
verordeningbepaalde vormen), misalnya pada Pasal 429 KUHP (Adami Chazawi, 2002 : 89). Sifat tercela atau terlarang ini harus dapat dibuktikan di dalam persidangan. Misalnya dalam kasus Pengangkutan BBM tanpa izin usaha yang dilakukan oleh Slamet Santoso Bin Mardi, rumusan tanpa izin disini bersifat melawan hukum. Didalam persidangan telah dibuktikan mengenai rumusan “tanpa hak” yaitu berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa dan barang bukti, bahwa terdakwa tidak memiliki perizinan resmi dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas). sehingga tanpa izin disini merupakan sifat tercela atau terlarang. Dengan kata lain “tanpa izin” bersifat melawan hukum. Kasus-kasus penyelewengan BBM yang terjadi di Indonesia mulai marak pada tahun 2008. Penegakan hukum yang lemah dinilai merupakan salah satu penyebab terjadinya penyelewengan BBM. Kasus-kasus ini bukan hanya terjadi di Sintang. Namun juga terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Contohnya di Tempino-Plaju Sumatera Selatan merupakan daerah yang tingkat penyelewengan BBM tertinggi di Indonesia, seperti yang dikemukakan Kepala Perwakilan SKK Migas Sumatera bagian selatan
(http://www.jambipost.com/2014/09/08/penyelewengan-dan-
penyelundupan-bahan-bakar-minyak diakses pada 26 Juli 2016 pukul 23.00). Ada 3 modus operandi yang hamper serupa dengan tindak pidana pengangkutan BBM tanpa izin usaha yaitu, mengangkut BBM tdak sesuai dengan Delivery Order (DO), mengangkut BBM tanpa izin usaha pengangkutan dan penimbunan BBM tanpa izin. Beberapa kasus yang saat ini terjadi di Indonesia antara lain:
Kasus pengangkutan BBM yang terjadi di Jambi tepatnya di depan Kantor DPRD Bata Nghari pada hari sabtu 6 september 2014. Pada saat itu polisi menggelar razia dan memberhentikan serta melakukan pemeriksaan terhadap kendaraan yang dicurigai, dan
84
ternyata benar di dalamnya terdapat BBM jenis premium dan Minyak tanah. Polisi berhasil mengamankan 36 drum dan dua tedmon, yang berisikan BBM jenis bensin dan minyak tanah dengan total 8,2 ton tanpa dilengkapi surat-surat. Polisi juga mengamankan 3 unit mobil pengangkut BBM, diantaranya Mobil jenis Fuso Nopol BA 9834 LU, Mobil AVP BH 9990 AQ dan mobil Carry BH 9887 FK. Berdasarkan keterangan terdakwa, kegiatan ini sudah berlangsung selama sepekan sejak 17-24 Juli 2014, dan total kerugian Negara diperkirakan Rp.39.000.0000 (tiga puluh
Sembilan
miliar).
((http://www.jambipost.com/2014/09/08/penyelewengan-danpenyelundupan-bahan-bakar-minyak diakses pada 26 Juli 2016 pukul 23.00)
Kasus lainnya terjadi di Surabaya dengan terdakwa Jeaneet A.Y.Damaryanti telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana izin usaha pengangkutan BBM sebagaimana diatur dalam Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Dijelaskan bahwa terdakwa sebagai penyewa truk dan perantara pemesanan minyak ke PT Combat. Terdakwa harus bertanggung jawab terhadap proses penyewaan tersebut karena melakukan pengangkutan bbm tanpa izin usaha pengangkutan. Bermula saat terdakwa yang bekerja di agen penjualan BBM melakukan pengiriman ke PT Combat Rungkut Industri III Surabaya sebanyak 5000 liter dengan harga Rp. 4.200. Namun, yang dikirim sebanyak 16.000 liter. Pengiriman tersebut ditolak oleh PT Combat karena tempatnya tidak mencukupi. Setelah diperiksa satuan Polda Jatim truk tersebut tidak dilengkapi dokumen
dan
surat
izin.
(http://surabayapagi.com//2010/08/28/angkut-migas-tanpa-izindivonis-percobaan diakses pada tanggal 27 Juli 2016 pada pukul 23.300
85
Kasus berikutnya dilakukan oleh Nur Nilam, 60 tahun di Sibolga sebagaimana
yang
terdapat
dalam
putusan
nomor
02/Pid.B/2014/PN.SBG. kejadian berawal saat terdakwa membeli BBM berupa minyak tanah bersubsidi di Nias Gunung Sitoli sebanyak 100 (seratus) liter dengan harga per liternya Rp. 3.500 (tiga ribu lima ratus rupiah). Selanjutnya terdakwa mengemas minyak tanah dengan cara membungkusnya menggunakan plastic kresek warna biru dan kotak indomie, kemudian minyak tanah tersebut diangkut terdakwa menggunakan becak dan dibawa ke pelabuhan Kapal Nias. Selanjutnya minyak tersebut dibawa ke Sibolga. Perbuatan terdakwa dilakukan tanpa ada surat izin pengangkutan BBM, sehingga terdakwa didakwa Pasal 53 huruf b Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Berdasarkan kasus-kasus tersebut diatas, masih banyak kasus pengangkutan BBM bersubsidi di Indonesia. Hal ini bisa saja dikarenakan lemahnya penegakan hukumnya. Berdasarkan kasuskasus diatas, pihak-pihak yang melakukan pengangkutan BBM dapat dipastikan juga menjual BBM subsidi tersebut dengan tujuan memperoleh keuntungan. Salah satunya banyak ditemui yaitu bisnis Pertamini yang dianggap illegal oleh Pertamina karena tidak memiliki izin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selain itu ditegaskan pula bahwa antara Pertamina dan Pertamini tidak ada hubungan bisnis sama sekali. Untuk mengatasi maraknya penjualan bensin eceran, BPH Migas bahwa pihaknya menawarkan masyarakat untuk bisa membuka usaha semacam itu dengan modal minim. Bulan Mei 2015, Kepala BPHH Migas, Andy Noorsaman Sommeng, mengeluarkan aturan yang membuka peluang penjualan bensin dalam skala kecil bagi masyarakat umum. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bagan pengatur Hili Minyak dan Gas
86
Bumi (BPH Migas) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah Yang Belum Terdapat Penyalur. Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun
2015 memberikan
kesempatan bagi pengusaha kecil untuk menjual BBM secara legal. BBM yang bisa dijual pun bisa berbagai jenis bahkan sampai biofuel. Pasal 1 Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun
2015
menyebut bahwa koperasi, usaha kecil, maupun sekelompok konsumen yang ingin menjalankan usaha penjualan BBM sebagai sub-penyalur (http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5452de72175db/bole hkah-menjual-bensin-eceran-di-pinggir-jalan diakses 26 Juli 2016 pukul 22.00 Sub-penyalur sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015, adalah perwakilan dari sekelompok konsumen pengguna jenis BBM tertentu dan/atau jenis BBM khusus penugasan di daerah yang tidak terdapat penyalur dan menyalurkan BBM hanya khusus kepada anggotanya dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan ini hanya dimana wilayah operasinya berada. Syarat untuk menjadi Sub Penyalur adalah sebagai berikut: a.
Anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi
Sub Penyalur memiliki kegiatan usaha berupa Usaha Dagang dan/atau unit usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa; b.
Lokasi pendirian sub penyalur memenuhi standar Keselamatan
Kerja dan Lindungan Lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; c.
Memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas paling banyak
3.000 liter dan memenuhi persyaratan teknis keselamatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
87
d.
Memiliki atau menguasai alat angkut BBM yang memenuhi
standar pengangkutan BBM sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; e.
Memiliki peralatan penyaluran yang memenuhi persyaratan
teknis dan keselamatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f.
Memiliki izin lokasi dari Pemerintah Daerah setempat untuk
dibangun fasilitas Sub Penyalur; g.
Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum
berjarak minimal 5 (lima) km dari lokasi Penyalur berupa Agen Penyalur Minyak Solar (APMS) terdekat atau 10 (sepuluh) km dari Penyalur berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdekat
atau
atas
pertimbangan
lain
yang
dapat
dipertanggungjawabkan; h.
Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah
diverifikasi oleh Pemerintah Daerah setempat.
b. Analisa Penulis 1. Pertimbangan yuridis Pertimbangan hakim atau ratio decidendi adalah argument atau
alasan yang dipakai oleh hakim sebagai pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus perkara. Dalam praktik sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan merupakan konklusi kumulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa, dan barang bukti. Hakikat pada pertimbangan yuridis hakim merupakan pembuktian unsur-unsur dari suatu delik, apakah perbuatan terdakwa tersebut memenuhi dan sesuai dengan delik yang didakwakan oleh penuntut umum/ dictum putusan hakim. Pertimbangan hakim dapat menjadi 2 (dua) kategori, yakni: Pertimbangan yuridis dan pertimbangan non- yuridis. Pertimbangan
88
yuridis adalah pertimbangan hakim didasarkan fakta- fakta yuridis yang terungkap dalam persidangan dan oleh uu ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan misalnnya Dakwaan jaksa penuntun umum, keterangan terdakwa, keterangan saksi, barangbarang bukti, dan Pasal- pasal dalam peraturan hukum pidana. Sedangkan pertimbangan non- yuridis dapat dilihat dari latar belakang, akibat perbuatan terdakwa, kondisi diri terdakwa dan agama terdakwa. Fakta- fakta persidangan yang dihadirkan, berorientasi dari lokasi, waktu kejadian, dan modus operandi tentang bagaimana tindak pidana itu dilakukan. Selain itu, dapat pula diperhatikan bagaimana akibat langsung atau tidak langsung dari perbuatan terdakwa, barang bukti apa
saja
yang
digunakan,
serta
apakah
terdakwa
dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak. Apabila fakta- fakta dalam persidangan telah diungkapkan, barulah hakim mempertimbangkan unsur- unsur delik yang didakwakan juga harus menguasai aspek teoritik, pandangan doktrin, yurisprudensi dan posisi kasus yang ditangani, barulah kemudian secara limitative ditetapkan pendiriannya. Setelah pencantuman unsur- unsur tersebut, dalam praktek putusan hakim, selanjutnya dipertimbangkan hal- hal yang dapat meringankan atau memberatkan terdakwa. Hal- hal yang memberatkan misalnya terdakwa sudah pernah dipidana sebelumnya (recidivis). 1. Pertimbangan Sosiologis UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Jadi, hakim merupakan perumus dan penggali nilai- nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Oleh karena itu, ia harus terjun ke tengah- tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum
89
dan rasa keadilan yang hidup alam masyarakat, di kalangan praktisi hukum, terdapat kecendrungan untuk senantiasa melihat pranata peradilan hanya sekedar sebagai pranata hukum belaka, yang penuh dengan muatan normatif, diikuti lagi dengan sejumlah asas- asas peradilan yang sifatnya sangat ideal dan normatif, yang dalam kenyataannya justru berbeda sama seklai dengan penggunaan kajian moral dan kajian ilmu hukum (normatif), seandainya terjadi dan akan terjadi benturan bunyi hukum antara yang dirasakan adil oleh masyarakat dengan apa yang disebut kepastian hukum, jangan hendaknya kepastian hukum dipaksakan dan rasa keadilan masyarakat dikorbankan, faktor- faktor yang harus dipertimbangkan secara sosiologis oleh hakim dalam mejatuhkan putusan terhadap suatu perkara, antara lain: 1. Memperhatikan sumber hukum tak tertulis dan nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat 2. Memperhatikan sifat baik dan buruk dari terdakwa serta nilai- nilai yang meringankan maupun hal- hal yang memberatkan terdakwa 3. Memperhatikan ada atau tidaknya perdamaian, kesalahan, peranan korban 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada karya manusia dalam pergaulan hidup Selain harus memperhatikan sistem pembuktian yang dipakai di Indonesia, cara hakim dalam menentukan suatu hukuman kepada si terdakwa, yaitu “sebagai hakim ia harus berusaha untuk menetapkan hukuman, yang dirasakan oleh masyarakat dan oleh si terdakwa
90
sebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil”. Untuk mencapai usaha ini, maka hakim harus memperhatikan, antara lain: a. Sifat pelanggaran pidana (apakah itu suatu pelanggaran pidana yang berat atau ringan). b. Ancaman hukuman terhadap pelanggaran pidana itu c. Keadaan dan suasana waktu melakukan pelanggaran pidana itu (yang memberatkan dan meringankan) d. Pribadi terdakwa apakah ia seorang penjahat yang telah berulangulang dihukum atau seorang penjahat untuk satu kali ini saja, atau apakah ia seorang yang masih muda ataupun seorang yang telah berusia tinggi e. Sebab- sebab untuk melakukan pelanggaran pidana f. Sikap terdakwa dalam pemeriksaan perkara itu Selain melihat pertimbangan yuridis dan sosiologis hakim dalam menjatuhkan putusannya juga mempertimbangkan dan mengkaitkan dengan fungsi putusan hakim sebagai a tool of social engineering yaitu : 1. Fungsi social engineering (rekayasa sosial) dari hakim maupun putusan hakim pada setiap masyarakat (kecuali masyarakat totaliter), ditentukan dan dibatasi oleh kebutuhan untuk menyeimbangkan antara stabilitas hukum dan kepastian terhadap perkembangan hukum sebagai alat evolusi sosial 2. Kebebasan pengadilan yang merupakan hal esensial dalam masyarakat demokratis. Pembatasan lebih lanjut diadakan jika pengadilan menjadi penerjemahan yang tertinggi dari konstitusi. Kecenderungan yang mencolok di tahun-tahun akhir ini tidak dapat dicampuri dengan kebijakan modern Badan Legislatis melalui
91
penafsiran konstitusi yang kakuh dan tidak terlalu objektif. Kata-kata yang bermakna luas dari teks-teks konstitusi sering melahirkan rintangan-rintangan yang tak teratasi. 3. Dalam sistem-sistem hukum, ditangan organ politiklah terletak pengawasan yang tertinggi terhadap kebijakan Badan Legislatif sehingga fungsi Hakim menjadi relative lebih mudah. Fungsi tambahan dari badan pengadilan itu sebagai penafsiran peraturan-peraturan politik
dan
sebagai
wasit
terhadap
tindakan-tindakan
yang
administratif sifatnya. 4. Dalam penafsiran presiden dan uu, fungsi pengadilan harus lebih positif dan konstruktif. Penafsiran undang-undang harus dilakukan dengan penafsiran dengan sangat baik dan sangat membantu kebijakan hukum. Dengan semakin banyaknya penggunaan hukum sebagai alat pengendalian sosial serta kebijakan dalam masyarakat modert, maka secara bertahap akan mengurangi bidang “hukumnya pakar hukum” Dengan demikian, fungsi kreatif dari hakimlah yang akan berkembang dalam system-sistem hukum kebijaksanaan Seperti telah dijabarkan diatas, dasar pertimbangan hakim yang digunakan yaitu hal-hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa. Dalam memberikan keputusan mengenai hukumnya, hakim menemukan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana karena telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Sehingga terdakwa dianggap bersalah dan dapat dipidana. Sementara itu keputusan mengenai pidananya yaitu sesuai dengan Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling tinggi Rp. 40.000.000 (empat puluh miliar rupiah) Dalam perkara ini hakim memutus tidak
92
sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum. Penuntut Umum menuntut agar Terdakwa yaitu Slamet Santoso bin Mardi dipidana dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dan denda sebesar Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Namun hakim memutus dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sebesar Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) . Hal ini dikarenakan di dalam persidangan ternyata tidak ditemukan alasan pemaaf dan alasan pembenar yang dapat
menghapuskan
kesalahan
Terdakwa.
Sehingga
hakim
mempertimbangkan bahwa terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya. Selain itu juga berdasarkan keterangan saksi-saksi yang di dengar keterangannya di bawah sumpah masingmasing, keterangan Terdakwa dan barang bukti yang diajukan Penuntut Umum di persidangan sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang alat bukti yang sah dilihat dari segi hubungan dari persesuaian antara alat bukti tersebut, maka diperoleh fakta-fakta hukum yaitu terpenuhinya semua unsur 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang terdapat dalam dakwaan primair Penuntut Umum. Dalam memutus perkara, hakim harus mempertimbangkan beberapa faktor yaitu faktor yuridis dan faktor non-yuridis. Pada kasus Slamet Santoso Bin Mardi, faktor yuridisnya adalah fakta-fakta yang terungkap di persidangan berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi serta berdasarkan undang-undang. Sementara itu faktor non-yuridisnya yaitu melihat dari lingkungannya misalnya kehidupan dan lingkungan dari terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi, alasan mengapa ia melakukan tindak pidana. Selain itu hakim harus mempertimbangkan fungsi dari pemidanaan
itu
sendiri.
Fungsi
pemidanaan
yang
harus
dipertimbangkan hakim adalah fungsi preventif dan fungsi represif. Fungsi preventif yaitu yang bertujuan untuk menakut-nakuti setiap
93
orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana. Sedangkan fungsi represif yaitu yang bertujuan untuk memberikan efek jera bagi si pelaku sehingga tidak akan melakukan perbuatan itu lagi agar pelaku dapat menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat. Sehingga tujuan pemidanaan dapat tercapai yaitu dapat melindungi masyarakat dan memperbaiki pelaku menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat. Namun sesuai dengan sifat sanksi pidana sebagai sanksi terberat atau paling keras dibandingkan dengan jenis-jenis sanksi dalam berbagai bidang hukum yang lain, fungsional sanksi pidana haruslah ditempatkan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium) (Mahrus Ali, 2012 : 11). Fungsi represif dan prefentif yang dilakukan oleh hakim termasuk ke dalam bentuk kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan. Selain itu bentuk kebebasan hakim lainnya yang dijadikan hakim dalam memutus yaitu adanya hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa. Pada kasus terdakwa Slamet Santoso bin MArdi, hakim tetap melihat hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan dari terdakwa. Halhal yang meringankan yaitu bahwa terdakwa mengakui terus terang atas perbuatannya dan bersikap sopan selama persidangan, Terdakwa belum pernah dihukum dan Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga. Sementara hal-hal yang memberatkan terdakwa yaitu perbuatannya
bertentangan
dengan
program
pmerintah
dalam
pemberantasan kejahatan minyak dan gas bumi. Hal-hal ini telah diperhitungkan oleh hakim sehingga dalam mengambil keputusan, hakim dapat memberikan sanksi pidana yang adil bagi terdakwa. Pada umumnya, tujuan dari hukuman pidana itu adalah untuk mencapai keadilan. Dalam memutus perkara ini, hakim memutus tidak melebihi batas minimum maupun maksimum tentang ancaman pidana yang terdapat pada pasal yang dilanggar oleh terdakwa. Sehingga dalam memutus perkara ini, Majelis Hakim telah memberikan hukuman yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah setimpal dengan
94
perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa Slamet Santoso Bin Mardi. Hakim juga telah mempertimbangkan tujuan pemidanaan dimana pidana tidak semata-mata sebagai balas dendam atau pemberian nestapa akan tetapi lebih bertujuan untuk mendidik Terdakwa agar Terdakwa menyadari kesalahannya, tidak mengulangi kejahatannya serta mampu memperbaiki diri di masa depannya sehingga putusan hakim yang dijatuhkan terhadap Slamet Santoso Bin Mardi telah tepat.
2.
Analisis
Putusan
Hakim
Pengadilan
Negeri
Sintang
Nomor
139/Pid.Sus/2015/PN.Stg Berdasarkan Asas Keadilan, Asas Kepastian Hukum dan Asas Kemanfaatan Hukum. Hakim dalam menegakkan hukum harus memperhatikan 3 asas, yaitu asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Ketiga asas tersebut harus ada kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Namun apabila dalam prakteknya hakim tidak bisa menerapkan asas keadilan, kepastian dan kemanfaatan secara proporisonal, maka menurut Gustav Radbruch harus diberikan prioritas dalam ketiganya. Yang pertama harus memprioritaskan keadilan, kemanfaatan dan kemudian kepastian. Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis tentang pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Sintang dalam menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha dengan cara menganalisis unsur keadilan, unsur kepastian hukum dan unsur kemanfaatan hukum. a. Keadilan Hukum Putusan Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN. STG Tujuan dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu untuk melindungi minyak dan gas bumi terhadap pendistribusian dan penyaluran bahan bakar minyak agar sampai ke seluruh lapisan masyarakat dan dapat dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan. Tujuan hukum bukan hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Putusan hakim misalnya, sedapat mungkin
95
merupakan resultant dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. Pengertian keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Dalam bahasa praktisnya, keadilan dapat diartikan sebagai memberikan hak yang setara dengan kapasitas seseorang atau pemberlakuan kepada tiap orang secara proporsional, tetapi juga bisa berarti memberi sama banyak kepada setiap orang apa yang menjadi jatahnya berdasarkan prinsip keseimbangan. Hukum tanpa keadilan tidaklah ada artinya sama sekali. Dari sekian banyak para ahli hukum telah berpendapat tentang apa keadilan yang sesungguhnya serta dari literatur-literatur yang ada dapat memberikan kita gambaran mengenai arti adil. Adil atau keadilan adalah menyangkut hubungan manusia dengan manusia lain yang menyangkut hak dan kewajiban. Yaitu bagaimana pihak-pihak yang saling berhubungan mempertimbangkan
haknya
yang
kemudian
dihadapkan
dengan
kewajibannya. Disitulah berfungsi keadilan. Membicarakan keadilan tidak semudah yang kita bayangkan, karena keadilan bisa bersifat subjektif dan bisa individualistis, artinya tidak bisa disama ratakan. Karena adil bagi si A belum tentu adil oleh si B. Oleh karena itu untuk membahas rumusan keadilan yang lebih komprehensif, mungkin lebih obyektif kalau dilakukan atau dibantu dengan pendekatan disiplin ilmu lain seperti filsafat, sosiologi dan lain-lain. Sedangkan kata-kata “rasa keadilan” merujuk kepada berbagai pertimbangan psikologis dan sosiologis yang terjadi kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu terdakwa, korban, dan pihak lainnya. Rasa keadilan inilah yang memberikan hak “diskresi” kepada para penegak hukum untuk memutuskan “agak keluar” dari Pasal-Pasal yang ada dalam regulasi yang menjadi landasan hukum. Ini memang ada bahayanya, karena kewenangan ini bisa disalahgunakan oleh yang punya kewenangan, tetapi di sisi lain kewenangan ini perlu diberikan untuk
96
menerapkan “rasa keadilan” tadi, karena bisa perangkat hukum yang ada ternyata belum memenuhi “rasa keadilan”. Menurut penulis, putusan Nomor 139/Pid.sus/2015/PN STg belum menggambarkan rasa keadilan secara proporsional belum merata. Karena rasa keadilan setiap hakim yang memutus perkara seputar minyak dan gas bumi tidaklah sama antara hakim yang satu dengan yang lainnya. Dan apabila dilihat dari lokasi kejadian, dimana lokasi SPBU di Kabupaten Sintang yang letaknya lumayan jauh dengan pemukiman warga. Lain halnya apabila dilihat di Pulau Jawa, yang mana letak SPBU tidak terlalu jauh dengan pemukiman warga. Tentu sudah terlihat jelas bahwa putusan Nomor 139/Pid.Sus/2015/Pn STG belum memberikan rasa keadilan bagi para pelaku, antara pelaku yang tinggal di Pulau Kalimantan dan pelaku yang tinggal di Pulau Jawa. Rasa keadilan tidak diciptakan berdasarkan “kesamaan” hak antara pelaku yang satu dengan yang lain. Akan tetapi rasa keadilan timbul apabila seseorang diperlakukan sesuai dengan apa bagiannya. Asas keadilan ini merupakan asas mutlak yang seharusnya diutamakan dan dipertimbangkan oleh hakim dalam memutus sebuah perkara. Sebagaimana bunyi Pancasila pada sila ke 5 yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Sila kelima Pancasila ini dapat dijadikan pedoman atau acuan yang dipakai oleh hakim untuk senantiasa mengutamakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia terutama bagi tersangka yang mencari keadilan. Sehingga tersangka pun merasakan penerapan sila ke 5 terutama di lingkup pengadilan yang mengadili tersangka. b. Kepastian Hukum Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak
97
mengetahui perbuatannya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu Undang-Undang dan akan jelas pula penerapannya. Dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumannya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi. Kepastian hukum yang dituangkan dalam putusan hakim merupakan hasil yang didasarkan pada fakta-fakta persidangan yang relevan secara yuridis serta dipertimbangkan dengan hari nurani. Hakim selalu dituntut untuk selalu dapat menafsirkan makna undang-undang dan peraturan-peraturan yang lain dijadikan dasar untuk diterapkan. Penerapan hukum harus sesuai dengan kasus yang terjadi, sehingga hakim dalam mengkontruksi kasus yang diadili secara utuh, bijaksana dan objektif. Putusan hakim yang mengandung unsur kepastian akan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum. Menurut penulis, hakim Pengadilan Negeri Sintang telah memenuhi 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian hukum sesuai apa yang telah dikemukakan oleh Gustav Radbruch diatas. Putusan Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN STG sudah memberikan kepastian hukum bagi pelaku, yang mana pelaku melakukan tindak pidana pengangkutan tanpa izin usaha pengangkutan sesuai dengan Pasal 53 huruf b Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Menurut hemat penulis, hakim dalam memutus perkara ini sudah menerapkan asas kepastian hukum karena perbuatan ini terjadi setelah adanya Undang-Undang yang mengatur (asas legalitas), sehingga Undang-Undang ini sudah memberikan kepastian dalam hal sanksi pidana maupun sanksi administrasinya. Perbuatan tersangka dijatuhi sanksi pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sejumlah Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Dan tersangka juga dijatuhi sanksi tambahan berupa perampasan
98
diregen jenis premium yang diperkirakan berjumlah 1.388 liter dirampas untuk Negara. c. Kemanfaatan Hukum Jeremy Bentham berpendapat bahwa hukum harus dibuat secara utiltarianistik, melihat gunanya dengan patokan-patokan yang didasarkan pada keuntungan, kesenangan dan kepuasan manusia. Dalam hukum tidak ada masalah kebaikan atau keburukan, atau hukum yang tertinggi atau yang tertinggi dalam ukuran nilai. Bentham berpandangan bahwa tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu. Bentham mengusulkan suatu klasifikasi kejahatan yang didasarkan atas berat tidaknya pelanggaran dan yang terakhir ini diukur berdasarkan kesusahan atau pederitaan yang diakibatkannya terhadap para korban dan masyarakat. Suatu pelanggaran yang merugikan orang lain, menurut Bentham sebaiknya tidak dianggap sebagai tindakan kriminal. Pemindahan, menurut Bentham, hanya bisa diterima apabila ia memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan lebih besar (Erwin, 2011 : 180-181) Prinsip-prinsip dasar ajaran Jeremy Bentham adalah sebagai berikut : 1. Tujuan hukum adalah hukum dapat memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu baru orang banyak. Prinsip utiliti Bentham berbunyi ”the greatest heppines of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya orang. 2. Prinsip itu harus diterpkan secara Kuatitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama. 3. Untuk mewujudkan kebahagiaan individu dan masyarakat maka perundang-undangan harus mencapai empat tujuan :
99
a) To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup) b)
To Provide abundance (untuk memberikan nafkah makanan berlimpah)
c) To provide security (untuk memberikan perlindungan) d) To attain equity (untuk mencapai persamaan) Kemamfaatan
hukum
perlu
diperhatikan
karena
semua
orang
mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum. Jangan sampai penegakan hukum justru menimbulkan keresahan masyarakat. Karena kalau kita berbicara tentang hukum kita cenderung hanya melihat pada peraturan perUndang-Undangan, yang terkadang aturan itu tidak sempurna adanya dan tidak aspiratif dengan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan prinsip tersebut diatas, saya sangat tertarik membaca pernyataan Prof. Satjipto Raharjo, yang menyatakan bahwa : keadilan memang salah satu nilai utama, tetapi tetap disamping yang lain-lain, seperti kemanfaatan ( utility, doelmatigheid). Olehnya itu didalam penegakan hukum, perbandingan antara manfaat dengan pengorbanan harus proporsional. Di bab kemanfaatan hukum ini, penulis menggunakan istilah yang digunakan oleh Jeremy Bentham, yaitu kemanfaatan hukum sebagai kebahagiaan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, kemanfaatan hukum hendaknya menimbulkan kebahagiaan bagi setiap orang. Sehingga masyarakat juga dapat merasakan manfaat dari adanya peraturan. Dalam kasus ini, menurut penulis, kebahagiaan dapat dicapai apabila hakim menerapkan asas keadilan terlebih dahulu, yaitu dengan memperhatikan fakta-fakta di persidangan dan dengan mempertimbangkan keadaan yang meringankan pelaku. Pencapaian tujuan hukum modern di Indonesia menurut aliran utilitarianisme mengarah ke arah yang lebih baik walaupun kurang efektif.
100
Hal itu dikarenakan negara tidak mungkin bisa menjamin kesehjateraan tiap rakyatnya (tiap indivudu) dan dalam pembetukan hukum banyak dipengaruhi oleh kepentingan elit politik atau kepentingan penguasa. Akhirnya ironis karena hukum tidak dapat betul-betul menjalankan fungsi sebagaimana mestinya dan tidak dapat sepenuhnya memberi kemanfaatan. Namun pemerintah dengan alat kuasanya selalu membuat kebijakankebijakan yang ditujukan untuk kepentingan warga negara agar tercipta ketertiban umum dan dapat memberi kebahagiaan bagi sebanyak-banyak warganya, meskipun selalu menyelipkan kepentingan pribadi atau kepentingan politik para penguasa. Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa hakim dalam putusan Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN STG belum menerapkan asas keadilan, maka menurut penulis putusan ini juga belum memberikan rasa kebahagiaan bagi pelakunya. Putusan
hakim
Pengadilan
Negeri
Sintang
Nomor
139/Pid.sus/2015/PN.STG belum memberikan manfaat bagi tersangka dan bagi masyarakat. Manfaat yang dimaksud untuk tersangka yaitu : 1) memberikan manfaat bagi tersangka agar tersangka tidak mengulangi perbuatannya 2) memberikan manfaat berupa efek jera bagi tersangka sehingga tidak mengulangi perbuatannya kembali 3) memberikan manfaat berupa informasi bagi terdakwa bahwa perbuatan yang dilakukannya ini merupakan perbuatan yang dilanggar dalam Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Unsur kemanfaatan dapat diterapkan apabila asas keadilan telah diterapkan lebih dahulu. Namun, dalam putusan Pengadilan Negeri Sintang Nomor 139/Pid.Sus/2015/PN.STG belum menerapkan asas keadilan, sehingga asas kemanfaatan dalam hal ini juga belum dapat diterapkan. Apabila hakim dalam memutus perkara ini telah menerapkan
101
asas kemnafaatan, maka putusan ini dapat dijadikan pedoman bagi hakim lainnya dalam menangani kasus yang serupa. Selain memberikan manfaat bagi tersangka, menurut penulis hendaknya putusan ini juga memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah, antara lain : 1) memberikan manfaat bagi masyarakat berupa informasi bahwa perbuatan pengangkutan BBM tanpa surat izin usaha dari Menteri tidak diperbolehkan dan melanggar Undang-Undang 2) memberi informasi bagi masyarakat untuk tidak menjual BBM eceran untuk tujuan mencari keuntungan, karena hal itu dapat dikenakan ancaman pidana berlapis