BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil kajian terhadap studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 1766 K/Pid.Sus/2013 terdapat beberapa hal yang penulis akan uraikan dalam penelitian ini, yaitu berupa identitas pelaku, uraian kasus posisi, Dakwaan Penuntut Umum, Tuntutan Penuntut Umum, Putusan Pengadilan Negeri tingkat pertama, alasan pengajuan Banding oleh Penuntut Umum, Putusan Pengadilan Tinggi tingkat banding, alasan pengajuan Kasasi oleh Penuntut Umum, Pertimbangan Mahkamah Agung, dan Amar Putusan Mahkamah Agung beserta uraian pembahasan. Berikut poin-poin penting mengenai hasil penelitian yang penulis dapatkan adalah sebagai berikut: 1. Identitas Terdakwa Nama
: Jerry S. Deodor;
Tempat lahir
: Gov. Generoso Davao Oriental;
Umur / tanggal lahir
: 39 tahun / 18 Juni 1972;
Jenis kelamin
: Laki-laki;
Kebangsaan
: Philipina;
Tempat tinggal
: Acharon Village Lote Calumpung Gen. Santos City / di atas KM Lady Dragon;
Agama
: Kristen Katolik;
Pekerjaan
: Nakhoda KM Lady Dragon;
2. Uraian Singkat Fakta Peristiwa Perkara ini bermula pada saat tanggal 14 Juli 2011 Jerry S. Deodor selaku Nakhoda bersama dengan 25 (dua puluh lima) orang ABK (Anak Buah Kapal) dengan menggunakan KM Lady Dragon berbendera Philipina berlayar dari General Santos City Philipina menuju wilayah pengelolaan perikanan
42
43
Republik Indonesia. Setelah 6 (enam) hari berlayar kapal KM Lady Dragon tiba di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tepatnya pada tanggal 20 Juli 2011 selanjutnya mengikat kapal di rumpon (tempat bermain ikan). Setelah itu Jerry S. Deodor beserta 25 ABK mulai memancing/menangkap ikan di rumpon tersebut dengan menggunakan 26 (dua puluh enam) buah alat pancing berupa nilon pancing/hand line yang mana tiap orang menggunakan 1 (satu) buah alat pancing berupa nylon pancing. Setelah 25 (dua puluh lima) hari berada di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 14 Agustus 2011 sekitar pukul 10.00 WIT KRI PITON-821 yang sedang berlayar di perairan Samudra Pasifik pada posisi 020 07’ 00” U- 1300 05’ 50” T dengan haluan 330 cepat 11 knots melihat kontak kapal. Selanjutnya setelah didekati sampai dengan jarak 400 yards dari kontak, diketahui merupakan kapal ikan berbendera Philipina dengan
nama
KM
Lady
Dragon
yang
sedang
melakukan
penangkapan/memancing ikan.. KRI PITON-821 memerintahkan Jerry S. Deodor selaku nahkoda kapal untuk membawa dokumen kapal untuk dilaksanakan pemeriksaan. Dan setelah dilakukan pemeriksaan didapati bahwa Jerry S. Deodor selaku nakhoda KM Lady Dragon melakukan kegiatan penangkapan ikan di Samudra Pasifik wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa memiliki dokumen perikanan berupa Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP).
3. Dakwaan Penuntut Umum Adapun isi dakwaan penuntut umum terhadap Jerry S. Deodor selaku nahkoda kapal KM Lady Dragon atas kegiatan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa memeliki Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP), yaitu sebagai berikut: PRIMAIR : Bahwa ia Terdakwa JERRY S. DEODOR pada hari Minggu tanggal 14 Agustus 2011 sekitar jam 10.00 Wit atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus 2011 ataupun setidak-tidaknya pada waktu lain dalam
44
tahun 2011 bertempat pada posisi kordinat 020 18’ 00” U-1300 06’ 45” T di Samudra Pasifik wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia atau setidak-tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sorong, ”setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengelolaan dan pemasaran ikan yang tidak memilik SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
perbuatan itu Terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 14 Juli 2011 Terdakwa selaku Nakhoda bersama dengan 25 (dua puluh lima) orang ABK (Anak Buah Kapal) dengan menggunakan KM Lady Dragon berbendera Philipina yang terbuat dari kayu berwarna biru bertonase lebih kurang 60 (enam puluh) GT (Gross Tonage) yang berlayar dari General Santos City Philipina menuju wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Dan setelah berlayar selama 6 (enam) hari akhirnya tiba di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tepatnya pada tanggal 20 Juli 2011 selanjutnya mengikat kapal di rumpon (tempat bermain ikan). Setelah itu Terdakwa dan ke 25 (dua puluh lima) ABK (Anak Buah Kapal) mulai memancing/menangkap ikan di rumpon tersebut dengan menggunakan 26 (dua puluh enam) buah alat pancing berupa nilon pancing/hand line yang mana tiap orang menggunakan 1 (satu) buah alat pancing berupa nylon pancing dengan cara penggunaannya adalah mata kail pada nylon pancing hand line dipasang umpan kemudian digulung ke batu berukuran lebih kurang satu kepal sebagai pemberat lalu dilemparkan kedalam laut. Setelah ikan memakan umpan tersebut lalu ditarik keatas kapal dan dimasukkan kedalam palka kapal dan kegiatan penangkapan ikan tersebut dilakukan dari pagi hingga malam hari dan dilakukan sampai 25 (dua puluh lima) hari. Dan berhasil menangkap ikan tuna sebanyak 90 (Sembilan puluh) ekor. Sampai akhirnya pada tanggal 14 Agustus 2011 sekitar pukul 10.00 Wit KRI PITON-821 yang sedang berlayar di perairan Samudra Pasifik pada posisi 020 07’ 00” U- 1300 05’ 50” T dengan haluan 330 cepat 11 knots melihat
45
kontak kapal dengan menggunakan teropong kapal merk bushnell. Dan setelah dicek dengan menggunakan radar Furuno oleh Tamtama Navigasi atas nama KLk Na Lestariono dan diplot ternyata ada kapal yang berada pada baringan 000 jarak 11 NM atau pada posisi 020 18’ 00” u – 1300 06’ 45” T. dan setelah didekati yang berdasarkan GPS Furuno posisi KRI PITON – 821 berada pada 020 13’00” U- 1300 05’ 40” T pada pukul 10.30 Wit kontak tersebut berada pada baringan 000 jarak 5 NM atau pada posisi 020 18’ 00” U- 1300 06’ 45” T pada pukul 11.00 Wit. Dan diyakinkan kembali secara visual dengan menggunakan teropong kapal terlihat ada sebuah kapal yang berbendera Philipina yang sedang melakukan penangkapan ikan. Selanjutnya setelah didekati sampai dengan jarak 400 yards dari kontak, diketahui merupakan kapal ikan berbendera Philipina dengan nama KM Lady Dragon. Selanjutnya memerintahkan Terdakwa (nakhoda kapal) untuk membawa dokumen kapal dengan menggunakan perahu ting-ting ke KRI PITON - 821 untuk dilaksanakan pemeriksaan. Dan setelah dilakukan pemeriksaan didapati bahwa Terdakwa selaku nakhoda KM Lady Dragon melakukan kegiatan penangkapan ikan di Samudra Pasifik wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa memiliki dokumen perikanan berupa Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP); Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
SUBSIDER: Bahwa ia Terdakwa JERRY S. DEODOR pada hari Minggu tanggal 14 Agustus 2011 sekitar jam 10.00 Wit atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Agustus 2011 ataupun setidak-tidaknya pada waktu lain dalam tahun 2011 bertempat pada posisi kordinat 020 18’ 00” U-1300 06’ 45” T di Samudra Pasifik wilayah ZEEI atau setidaktidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Sorong, ”setiap
46
orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, perbuatan itu Terdakwa lakukan dengan cara sebagai berikut: Bahwa pada tanggal 14 Juli 2011 Terdakwa selaku Nakhoda bersama dengan 25 (dua puluh lima) orang ABK (Anak Buah Kapal) dengan menggunakan KM Lady Dragon berbendera Philipina yang terbuat dari kayu berwarna biru bertonase lebih kurang 60 (enam puluh) GT (Gross Tonage) yang berlayar dari General Santos City Philipina menuju wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Dan setelah berlayar selama 6 (enam) hari akhirnya tiba di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tepatnya pada tanggal 20 Juli 2011 selanjutnya mengikat kapal di rumpon (tempat bermain ikan). Setelah itu Terdakwa dan ke 25 (dua puluh lima) ABK (Anak Buah Kapal) mulai memancing/menangkap ikan di rumpon tersebut dengan menggunakan 26 (dua puluh enam) buah alat pancing berupa nilon pancing/hand line yang mana tiap orang menggunakan 1 (satu) buah alat pancing berupa nylon pancing dengan cara penggunaannya adalah mata kail pada nylon pancing hand line dipasang umpan kemudian digulung ke batu berukuran lebih kurang satu kepal sebagai pemberat lalu dilemparkan ke dalam laut. Setelah ikan memakan umpan tersebut lalu ditarik ke atas kapal dan dimasukkan ke dalam palka kapal dan kegiatan penangkapan ikan tersebut dilakukan dari pagi hingga malam hari dan dilakukan sampai 25 (dua puluh lima) hari. Dan berhasil menangkap ikan tuna sebanyak 90 (sembilan puluh) ekor. Sampai akhirnya pada tanggal 14 Agustus 2011 sekitar pukul 10.00 Wit KRI PITON-821 yang sedang berlayar di perairan Samudra Pasifik pada posisi 020 07’ 00” U- 1300 05’ 50” T dengan haluan 330 cepat 11 knots melihat kontak kapal dengan menggunakan teropong kapal merk bushnell. Dan setelah dicek dengan mengganakan radar Furuno oleh Tamtama Navigasi atas nama KLk Na Lestariono dan diplot ternyata ada kapal yang berada pada baringan
47
000 jarak 11 NM atau pada posisi 020 18’ 00” u – 1300 06’ 45” T dan setelah didekati yang berdasarkan GPS Furuno posisi KRI PITON – 821 berada pada 020 13’00” U- 1300 05’ 40” T pada pukul 10.30 Wit kontak tersebut berada pada baringan 000 jarak 5 NM atau pada posisi 02 020 18’ 00” U- 1300 06’ 45” T pada pukul 11.00 Wit. Dan diyakinkan kembali secara visual dengan menggunakan teropong kapal terlihat ada sebuah kapal yang berbendera Philipina yang sedang melakukan penangkapan ikan. Selanjutnya setelah didekati sampai dengan jarak 400 yards dari kontak, diketahui merupakan kapal ikan berbendera Philipina dengan nama KM Lady Dragon. Selanjutnya memerintahkan Terdakwa (nakhoda kapal) untuk membawa dokumen kapal dengan menggunakan perahu ting-ting ke KRI PITON – 821 untuk dilaksanakan pemeriksaan. Dan setelah dilakukan pemeriksaan didapati bahwa Terdakwa selaku nakhoda KM Lady Dragon melakukan kegiatan penangkapan ikan di Samudra Pasifik wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa memeliki dokumen perikanan berupa Surat Ijin Usaha Perikanan (SIUP); Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 93 ayat (2) Jo Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
4. Tuntutan Penuntut Umum Adapaun tuntutan Penuntut Umum terhadap perkara ini pada Kejaksaan Negeri Sorong tanggal 25 Januari 2015, sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa JERRY S DEODOR, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Perikanan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
48
2. Menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda terhadap Terdakwa JERRY S. DEODOR sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) subsider 6 (enam bulan) kurungan; 3. Menyatakan barang bukti berupa : a. 1 (satu) unit Kapal KMN Lady Dargon; b. 26 (dua puluh enam) buah alat pancing; c. 90 (Sembilan puluh) ekor ikan tuna Dirampas untuk Negara; 4. Menetapkan agar Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.000,(tiga ribu rupiah).
5. Amar Putusan Pengadilan a. Putusan Pengadilan Negeri Sorong Putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor : 234/PID.SUS/ 2011/PNSRG., tanggal 06 Februari 2012 yang amar selengkapnya sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa JERRY S DEODOR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)”; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa tersebut dengan pidana denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan hukuman kurungan selama 2 (dua) tahun; 3. Menetapkan barang bukti berupa: a. 1(satu) unit Kapal KMN Lady Dargon; b. 26 (dua puluh enam) buah alat pancing; c. 90 (sembilan puluh) ekor ikan tuna; Dirampas untuk Negara;
49
4. Menghukum Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 3.000,(tiga ribu rupiah).
b. Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Putusan
Pengadilan
Tinggi
Jayapura
Nomor
:
34/PID/
2012/PT.JPR., tanggal 20 Juni 2012 yang amar selengkapnya sebagai berikut : a. Menerima permintaan banding dari Pembanding; b. Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor: 234/Pid.Sus/ 2011/ PN.Srg, tanggal 06 Februari 2012 yang dimintakan banding tersebut sehingga amar putusan selengkapnya menjadi sebagai berikut: 1. Menyatakan Terdakwa JERRY S. DEODOR terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)”; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan; 3. Menetapkan barang bukti berupa: a. 1(satu) unit Kapal KMN Lady Dragon; b. 26 (dua puluh enam) buah alat pancing; c. 90 (sembilan puluh) ekor ikan tuna; Dirampas untuk Negara; 4. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat Pengadilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupuah).
50
c. Putusan Mahkamah Agung Memperhatikan Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ; MENGADILI Mengabulkan
permohonan
kasasi
dari
Pemohon
Kasasi:
Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sorong tersebut ; Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor : 34/PID/ 2012/ PT.JPR., tanggal 20 Juni 2012 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor : 234/PID.SUS/ 2011/PN-SRG., tanggal 06 Februari 2012; MENGADILI SENDIRI 1. Menyatakan Terdakwa JERRY S. DEODOR, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)” 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp 2.000.000.000,(dua milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama : 6 (enam) bulan ; 3. Menetapkan barang bukti berupa : a. 1 (satu) unit Kapal KMN Lady Dragon; b. 26 (dua puluh enam) buah alat pancing; c. 90 (sembilan puluh) ekor ikan tuna; Dirampas untuk Negara;
51
4. Membebankan Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah).
6. Alasan Pengajuan Kasasi Oleh Penuntut Umum Alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Penuntut Umum pada pokoknya sebagai berikut : a. Bahwa Pengadilan Tinggi Jayapura yang telah menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi seperti tersebut di atas dalam memeriksa dan mengadili perkara ini tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP yaitu : a) Tidak
menerapkan
atau
menerapkan
peraturan
hukum
tidak
sebagaimana mestinya. b) Dalam cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang. c) Melampaui batas kewenangan mengadili. b. Bahwa suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura dalam
putusannya
tanggal
20
Juni
2012
dengan
Nomor
:
34/PID/2012/PT.JPR atas nama Terdakwa JERRY S. DEODOR. c. Bahwa Penuntut Umum tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura yang dalam pertimbangan hukumnya setelah Pengadilan Tinggi mempelajari dengan seksama berkas perkara serta memori banding dari Pembanding maka Pengadilan Tinggi sependapat dengan pertimbangan Hakim Tingkat Pertama yang menyatakan Terdakwa telah melakukan perbuatan pidana dalam dakwaan primair melanggar Pasal 92 Jo Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, oleh karena itu pertimbangan tersebut diambil alih menjadi pertimbangan Pengadilan Tinggi untuk memutus perkara ini di tingkat banding, kecuali mengenai penjatuhan pidana kepada
52
Terdakwa
perlu
diperbaiki
oleh
Pengadilan
Tinggi
berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut: 1) Menimbang, berdasarkan ketentuan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan disebutkan bahwa pidana yang dapat dijatuhkan kepada Terdakwa bersifat kumulatif yaitu pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah). Adapun alasan-alasan yang kami Jaksa/Penuntut Umum ajukan dalam menyatakan kasasi terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura : a. Bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor : 34/PID/2012/PT.JPR tanggal 20 Juni 2012 yang hanya menjatuhkan pidana penjara kepada Terdakwa selama 1 (satu) tahun sedangkan ancaman maksimal pidana penjara selama 8 (delapan) tahun, oleh karenanya apabila hanya memutuskan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikhawatirkan tidak akan memberikan efek jera baik dilihat segi edukatif, preventif maupun represif bagi para nakhoda asing (warga negara asing) yang dalam melakukan kegiatan
penangkapan
melengkapi/memiliki
ikan
di
wilayah
dokumen-dokumen
Indonesia
perikanan
yang
tidak harus
dipenuhi/dimiliki. Mengingat bahwa perbuatan Terdakwa telah merugikan keuangan negara dan juga mata pencaharian para nelayan Indonesia.
7. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut : Bahwa alasan kasasi Penuntut Umum dapat dibenarkan, Judex Facti Pengadilan Tinggi salah menerapkan hukum dalam hal menyatakan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melanggar Pasal 92 jo. Pasal 26 ayat (1), jo. Pasal 5 ayat (1) huruf b UndangUndang Nomor 31 Tahun 2004 diubah dengan Undang-Undang Nomor 45
53
Tahun 2009, namun Judex Facti Pengadilan Tinggi hanya menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp. 1.500.000.000,- (satu setengah milyar) subsidair 6 bulan kurungan, dengan alasan : a. Bahwa Jaksa/Penuntut Umum dalam memori kasasinya bahwa pidana yang dijatuhkan tidak memberikan efek jera bagi Terdakwa, sehingga memohon agar pidana bagi Terdakwa diperberat menjadi 3 tahun dan denda Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) subsidair 6 bulan kurungan. Keberatan ini dapat dibenarkan karena Terdakwa dengan menggunakan kapal motor KMN Lady Dragon memasuki walayah perairan Republik Indonesia tanpa dilindungi dengan dokumen sah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia ; b. Bahwa kapal-kapal asing yang memasuki wilayah perairan perikanan dari segi keamanan dan kedaulatan negara dapat menimbulkan ancaman dan bahaya bagi bangsa dan negara, karena hal ini menyangkut kedaulatan negara di wilayah perairan nasional. Bahwa untuk mencegah dan mengantisipasi segala bentuk kemungkinan ancaman dan bahaya masuknya kapal-kapal asing ke dalam wilayah perairan Indoensia, yang merupakan kedaulatan Indonesia, maka segala bentuk kejahatan dan pelanggaran terhadap ketentuan yang berkaitan dengan hal tersebut, harus dilakukan tindakan dan diterapkan ketentuan yang sifatnya refresif ; c. Bahwa penjatuhan pidana yang ringan bagi Terdakwa akan melahirkan preseden buruk bagai penegakan hukum perikanan, terutama bagi pelaku pencurian sumberdaya perikanan, yang sangat merugikan pemerintah dan bangsa Indonesia. Selain itu dikhawatirkan kapal-kapal yang masuk tanpa izin tersebut merupakan kapal mata-mata untuk melakukan sabotase di wilayah perairan Indoensia. Berdasarkan alasan pertimbangan tersebut, berhubung karena alasan pertimbangan Judex Facti bersifat onvoldoende gemotiveerd (tidak cukup beralasan), maka untuk mencegah agar kapal-kapal asing memasuki wilayah perikanan / wilayah perairan Indonesia, tanpa dilindungi surat atau dokumen,
54
adalah sangat adil dan bijaksana apabila Terdakwa dijatuhi pidana yang Iebih berat.
B. Pembahasan 1. Kesesuaian Pengajuan Kasasi Penuntut Umum Atas Dasar Judex Factie Salah Menerapkan Pidana dalam perkara Illegal Fishing dengan ketentuan Pasal 253 KUHAP Setiap putusan pengadilan yang dijatuhkan, terdakwa dan/atau penasihat hukumnya atau Penuntut Umum memiliki hak untuk mengajukan keberatan atau menolak putusan ataupun menerima putusan pengadilan tersebut. Hak yang diberikan kepada terdakwa dan/atau penasihat hukumnya atau Penuntut Umum untuk mengajukan keberatan atau menolak putusan yang dijatuhkan oleh Hakim pengadilan dalam KUHAP dikenal dengan istilah upaya hukum. Pasal 1 butir 12 KUHAP menjelaskan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang diucapkan dalam siding pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Hak untuk mengajukan upaya hukum merupakan hak bagi setiap terdakwa dan/atau penashihat hukumnya maupun Penuntut Umum. Terdakwa dan/atau penasihat hukumnya atau Penuntut Umum dapat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi guna memeriksa perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri sebagaimana telah tertulis dalam Pasal 67 KUHAP. Terhadap putusan pengadilan tingkat banding, terdakwa ataupun penuntut umum dapat pula mengajukan upaya hukum terakhir, yaitu upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya hukum kasasi merupakan hak yang diberikan kepada terdakwa maupun penuntut umum. Kasasi bermaksud untuk memeriksa apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
55
undang-undang; atau apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Ketiga hal tersebut merupakan alasan dasar diajukannya kasasi sebagaimana tertulis dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a, b, c KUHAP. Ketiga hal tersebutlah yang hanya bisa dijadikan sebagai alasan pengajuan kasasi, dengan kata lain alasan pengajuan kasasi bersifat limitatif karena kewenangan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi hanya terbatas pada masalah penerapan hukum. Menilik perkara yang penulis kaji ini mengenai Penangkapan Ikan Ilegal (Illegal Fishing) dengan Terdakwa Jerry S. Deodor selaku nahkoda kapal KMN Lady Dragon berbendera Philliphina. Perkara illegal fishing yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA) ini terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1766 K/Pid.Sus/2013 yang dimana perkara ini telah diputus pada tingkat pertama melalui Putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor 234/PID.SUS/ 2011/PN-SRG yang amarnya menyatakan Terdakwa dengan sengaja melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dengan tidak memiliki SIUP, dan menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan maka diganti dengan hukuman kurungan selama 2 (dua) tahun. Atas putusan tersebut, Penuntut Umum mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Jayapuran menerima permintaan banding yang dilakukan oleh Penuntut Umum tersebut dengan Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor 34/PID/2012/PT.JPR. yang amarnya menyatakan Terdakwa Jerry S. Deodor selaku nahkoda kapal KMN Lady Dragon dengan sengaja melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tanpa memiliki SIUP, dan menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Atas putusan Pengadilan Tinggi Jayapura yang memberi hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta
56
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan tersebut, Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Memori kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum berisi alasan-alasan ataupun hal-hal yang mendasari diajukannya permohonan kasasi, yaitu dengan memperhatikan memori kasasi tanggal 25 Juli 2012 dari Penuntut Umum yang telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sorong pada tanggal 25 Juli 2012, yang berisi sebagai berikut: Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah diberitahukan kepada Penuntut Umum pada tanggal 04 Juli 2012 dan Penuntut Umum mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 11 Juli 2012 serta memori kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sorong pada tanggal 25 Juli 2012 dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara menurut undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima. Mengingat akta akan permohonan kasasi Pemuntut Umum telah diajukan pada tanggal 11 Juli 2012 kepada Panitera Pengadilan Sorong, yaitu 7 (tujuh) hari setelah Putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan kepada Penuntut Umum, maka dalam hal permohonan kasasi telah sesuai dengan Pasal 245 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan bahwa permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa. Syarat formal pengajuan permohonan kasasi telah ditentukan dalam Pasal 245 ayat (1) KUHAP. Selanjutnya mengenai syarat material substansi alasan permohonan kasasi telah ditegaskan dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a,b,c KUHAP yang menjelaskan bahwa Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 249 guna menentukan:
57
a. apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang; c. apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya. Pengajuan kasasi oleh Penuntut Umum adalah dengan alasan bahwa judex factie tidak menerapkan peraturan hukum sebagaimana mestinya, seperti yang tertulis dalam Pasal 253 ayat (1). Adapun alasan lain diajukannya kasasi bahwa Penuntut Umum tidak sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura yang hanya menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan kepada Terdakwa, sedangkan dalam dakwaan primair Terdakwa melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan ancaman maksimal pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp 1.500.000.000,(satu milyar lima ratus juta rupiah). Selain itu, mengenai penjatuhan hukuman bagi pelaku tindak pidana perikanan di perairan ZEEI, terdapat hak dan kewenangan Negara untuk menerapkan hukumnya, antara lain: a. Negara pantai dapat menerapkan semua ketentuan tata tertib hukum pidana terhadap kapal. Adapun kesalahan tersebut menimbulkan ganguan keamanan negara pantai tersebut. Dalam hal ini, kesalahan pengolahan dan pemanfaatan
sumber
daya
alam
hayati
Negara
tersebut,
bisa
memberlakukan hukuman sesuai dengan ketentuan; b. Hak yurisdiksi dari Negara perairan dapat melakukan pengelolahan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati di ZEEI serta Negara perairan berkewenangan melakukan proses hukum sampai ke pengadilan terhadap kapal asing, sesuai dengan ketentuan hukum Internasional yang berlaku.
58
Kapal-kapal yang ditangkap beserta anak buah kapal segera di lepas setelah adanya pegantian yang pantas ataupun bentuk lainya; c. Negara perairan tidak boleh melakukukan penahanan Hukuman kurungan, Asalkan tidak ada persetujuan dari Negara yang melakukan kesepakatan perjanjian internasional. Negara perairan harus segera memginformasikan kepada kapal Negara bendera tentang sangsi dan akibat hukuman yang akan diberikan atau yang diputus oleh Negara pantai. Tindak Pidana Perikanan di wilayah ZEEI diatur secara khusus didalam Undang-Undang Perikanan, terdapat pada Pasal 84 sampai dengan Pasal 104. Ketentuan pidana tersebut merupakan tindak pidana diluar KUHP yang diatur menyimpang, karena tindak pidananya dapat menimbulkan kerusakan dalam pengelolaan perikanan Indonesia yang berakibat merugikan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan hukuman pidananya tinggi dan berat sebagai salah satu cara untuk dapat menanggulangi tinndak pidana dibidang perikanan. Artinya sanksi pidana yang diterapkan kepada pelaku kejahatan dibidang perikanan di ZEEI dapat memberikan efek jera, sehingga illegal fishing dapat diatasi atau paling tidak dapat dikurangi (Yudi Dharma Putra, 2015:13-14). Mengenai penjatuhan pidana penjara 1 (satu) tahun terhadap Terdakwa Jerry S. Deodor dalam perkara illegal fishing dan melihat dari tujuan pemidanaan yang telah dijabarkan tidaklah memberi efek jera dan rasa takut untuk melakukan tindak pidana tersebut dikemudian hari bagi Terdakwa dan pelaku lainnya. Penjatuhan pidana yang ringan bagi Terdakwa akan melahirkan preseden buruk bagi penegakan hukum perikanan, terutama bagi pelaku pencurian sumberdaya perikanan. Selain meresahkan dan merugikan nelayan lokal, tindak pidana illegal fishing yang memasuki wilayah perairan perikanan Indonesia dari segi keamanan dan kedaulatan negara dapat menimbulkan ancaman dan bahaya bagi bangsa dan negara karena berkaitan dengan kedaulatan negara. Melihat alasan permohonan kasasi yang Penuntut Umum ajukan terhadap putusan pidana penjara 1 (satu) tahun kepada terdakwa Jerry S. Deodor dalam perkara illegal fishing yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi
59
Jayapura telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a, judex factie tidak menerapkan atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dan terhadap penjatuhan pidana penjara 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan, terlampau ringan dari tuntutan Penuntut Umum penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda terhadap Terdakwa JERRY S. DEODOR sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) subsider 6 (enam bulan) kurungan. Sanksi pidana yang dijatuhkan sangat jauh atas dakwaan primair terdakwa yang diancam pidana penjara maksimal selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah). Adapun hal lain yang ditakutkan terhadap penjatuhan pidana penjara 1 (satu) tahun, yaitu tidak adanya efek jera bagi pelaku illegal fishing dan penjatuhan pidana yang ringan bagi Terdakwa akan melahirkan preseden buruk bagai penegakan hukum perikanan, terutama bagi pelaku pencurian sumberdaya perikanan, yang sangat merugikan pemerintah dan bangsa Indonesia Berdasarkan hal-hal yang telah diterangkan oleh penulis, maka alasan pengajuan kasasi Penuntut Umum terhadap penjatuhan pidana lebih ringan dari dakwaan primair terhadap Terdakwa Jerry S. Deodor dalam perkara illegal fishing yang diputus oleh judex factie dalam Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura telah sesuai dengan ketentuan Pasal 253 ayat (1) KUHAP, sehingga alasan kasasi Penuntut Umum telah memenuhi rumusan dalam Pasal 253 ayat (1) huruf a, yaitu, “apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya”, karena alasan pertimbangan Judex Facti bersifat onvoldoende gemotiveerd (tidak cukup beralasan) dalam menjatuhkan putusan.
60
2. Kesesuaian Pertimbangan Judex Juris Mengabulkan Kasasi Penuntut Umum Dan Menjatuhkan Sanksi Pidana Lebih Berat Dari Putusan Judex Factie Sesuai Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili menurut pengertian Pasal 1 butir 8 KUHAP. Mengadili yang dimaksud adalah untuk menjatuhkan suatu putusan atas perkara yang diajukan dalam persidangan guna mendapatkan suatu keadilan. Pada Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari badan peradilan yang berada di dalam keempat lingkungan peradilan, diantaranya lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Kewewenangan Mahkamah Agung dijelaskan dalam Pasal 20 ayat (2), yaitu sebagai berikut: a. mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, kecuali undang-undang menentukan lain; b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c. kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang. Putusan mengenai tidak sahnya peraturan perundangundangan sebagai hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (2) huruf b dapat diambil baik berhubungan dengan pemeriksaan pada tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung, hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, dalam Pasal 254 KUHAP menjelaskan bahwa “Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa permohonan kasasi karena telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245, Pasal 246, dan Pasal 247, mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi”.
61
Melihat perkara illegal fishing dengan Terdakwa Jerry S. Deodor, dalam hal permohonan upaya hukum kasasi, Penuntut Umum pada tanggal 11 Juli 2012 mengajukan permohonan kasasi terhadap Putusan Pengadilan Jayapura tanggal 20 Juni 2012 dengan Nomor 34/PID/2012/PT.JPR dimana putusan tersebut telah diberitahukan kepada Penuntut Umum pada tanggal 4 Juli 2012. Dalam hal pengajuan upaya hukum kasasi terdapat jangka waktu maksimal yaitu selama 14 (empat belas) hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa atau penuntut umum. Hal tersebut diatur dalam Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247 KUHAP yang bunyinya: Pasal 245 : 1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa; 2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan yang ditandangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara; 3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak lain. Pasal 246 : 1) Apabila tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerimna putusan; 2) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk itu gugur; 3) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau ayat (2), maka panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara.
62
Pasal 247 : 1) Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut sewaktu-waktu dan dalam hal sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi; 2) Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan; 3) Apabila perkara telah mulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya; 4) Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan satu kali. Mengenai memori kasasi, Penuntut Umum telah memberikannya kepada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sorong pada tanggal 25 Juli 2012, yaitu tepat 14 (empat belas) hari setelah mengajukan permohonan kasasi. Hal tersebut diatur dalam Pasal 248 ayat (1) yang bunyinya “Pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkan kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima.” Dengan demikian, dalam hal pengajuan permohonan kasasi Penuntut Umum sampai dengan pemberian memori kasasi Penuntut Umum telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang tertera dalam Pasal 245 sampai dengan Pasal 248 KUHAP, dimana pasal-pasal tersebut merupakan unsur-unsur dari Pasal 254 dan Pasal 256 KUHAP. Mengenai permohonan kasasi yang Penuntut Umum ajukan kepada Mahkamah Agung, Penuntut Umum beralasan bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya, dan dalam memeriksa dan mengadili tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, yaitu : a. Tidak
menerapkan
sebagaimana mestinya;
atau
menerapkan
peraturan
hukum
tidak
63
b. Dalam cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuang undangundang; c. Melampaui batas kewenangan mengadili. Adapun alasan lain Penuntut Umum dalam memori kasasinya, yaitu bahwa Penuntut Umum tidak setuju atau sependapat dengan pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura. Berdasarkan ketentuan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan disebutkan bahwa : “Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)” Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Terdakwa bersifat kumulatif yaitu pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah). Sedangkan, putusan Pengadilan Tinggi Jayapura hanya memutuskan pidana selama 1 (satu) tahun. Penuntut Umum berasalan apabila hanya memutuskan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikhawatirkan tidak akan memberikan efek jera baik dilihat segi edukatif, preventif maupun represif bagi para nahkoda asing (warga negara asing) yang dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah Indonesia tidak
melengkapi/memiliki
dokumen-dokumen
perikanan
yang
harus
dipenuhi/dimiliki. Mengingat bahwa perbuatan Terdakwa Jerry S. Deodor telah merugikan keuangan negara dan juga mata pencaharian para nelayan Indonesia. Sifat hukuman pidana hukuman pidana dibidang perikanan sebagian besar bersifat kumulatif, baik ditujukan terhadap delik kejahatan maupun delik pelanggaran. Dalam hukum kumulatif, pidana penjara dengan pidana denda diterapkan sekaligus. Dalam hal ini tidak ada alasan bagi hakim untuk tidak menjatuhkan kedua pidana tersebut, juga hakim tidak dapat memilih salah satu
64
hukuman untuk dijatuhkan, melainkan wajib menjatuhkan pidana pokok keduaduanya. Hukuman yang berupa pidana penjara yang tinggi dan pidana denda yang berat terhadap pelaku pidana illegal fishing bertujuan agar menimbulkan efek jera. Pelaku yang terbukti bersalah selain wajib menjalani pidana penjara bertahuntahun, juga wajib membayar denda kepada negara yang nilainya tidak sedikit. Berbicara tentang pemidanaan, terdapat beberapa tujuan yang terkandung dalam istilah pemidanaan. Tujuan pemidanaan dapat dilihat dari pendapat sarjana menurut Wirjono Prodjodikoro, yaitu: 1. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak (general preventif) maupun menakutnakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (special preventif), atau . 2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat. P.A.F. Lamintang menyatakan pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu: 1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri; 2. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-kejahatan, dan; 3. Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan-kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan caracara yang lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi (Marudut Hutajalu dkk, 2014:241). Menurut Chairul Anwar dalam bukunya yang berjudul Horiszon Baru Hukum Laut Internasional berpendapat bahwa bagi para pelaku pelanggaran illegal fishing di perairan ZEEI bagi kapal asing dikenakan sanksi denda yang lebih besar dan pantas sehingga tidak menimbulkan kerugian besar bagi Negara pantai, serta akan memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran illegal fishing
65
terhadap kapal asing. Sedangkan pelanggaran illegal fishing oleh Negara pantai dikenakan sangsi hukuman yang berlaku di Negara tersebut (Chairul Anwar, 1998:36). Maka sudah sepantasnya Terdakwa Jerry S. Deodor dijatuhi sanksi yang lebih berat dari putusan Pengadilan Tinggi Jayapura, sanksi yang dijatuhkan tersebut tidak sebanding dengan kerugian yang Negara alami akibat tindak pidana illegal fishing. Mengenai penjatuhan putusan perkara kasasi, hakim memiliki pertimbangan-pertimbangan untuk memutus ditolak atau dikabulkannya suatu permohonan kasasi tersebut. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus berdasarkan pada keterangan saksi-saksi, barang bukti, keterangan terdakwa dan alat bukti surat dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, serta unsur-unsur pasal tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa. Atas dasar alasan kasasi yang Penuntut Umum mohonkan, berikut pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam perkara illegal fishing dengan Terdakwa Jerry S. Deodor, yaitu sebagai berikut: 1. Bahwa keberatan yang Penuntut Umum ajukan mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa ini dapat dibenarkan karena Terdakwa dengan menggunakan kapal motor KMN Lady Dragon memasuki wilayah perairan Republik Indonesia tanpa dilindungi dengan dokumen sah yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia; 2. Bahwa kapal-kapal asing yang memasuki wilayah perairan perikanan dari segi keamanan dan kedaulatan negara dapat menimbulkan ancaman dan bahaya bagi bangsa dan negara, karena hal ini menyangkut kedaulatan negara di wilayah perairan nasional. Bahwa untuk mencegah dan mengantisipasi segala bentuk kemungkinan ancaman dan bahaya masuknya kapal-kapal asing ke dalam wilayah perairan Indoensia, yang merupakan kedaulatan Indonesia, maka segala bentuk kejahatan dan pelanggaran terhadap ketentuan yang berkaitan dengan hal tersebut, harus dilakukan tindakan dan diterapkan ketentuan yang sifatnya refresif; 3. Bahwa penjatuhan pidana yang ringan bagi Terdakwa akan melahirkan preseden buruk bagai penegakan hukum perikanan, terutama bagi pelaku
66
pencurian sumberdaya perikanan, yang sangat merugikan pemerintah dan bangsa Indonesia. Selain itu dikhawatirkan kapal-kapal yang masuk tanpa izin tersebut merupakan kapal mata-mata untuk melakukan sabotase di wilayah perairan Indoensia. Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan,
Hakim
mengabulkan
permohonan kasasi Penuntut Umum dan Hakim Mahkamah Agung berwenang untuk membatalkan putusan pengadilan yang dianggap oleh Penuntut Umum tidak menjalankan peraturan sebagaimana mestinya. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 256 KUHAP yang berbunyi :“Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dan dalam hal itu berlaku ketentuan Pasal 255”. Terdapat unsur Pasal 254 dan 255 KUHAP dalam Pasal 256 KUHAP. Pada Pasal 254 yang telah disebutkan sebelumnya, menerangkan bahwa jika permohonan kasasi telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247 mengenai hukumnya Mahkamah Agung dapat memutus menolak atau mengabulkan permohonan kasasi. Bunyi Pasal 255 KUHAP yaitu sebagai berikut: (1) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapak tidak sebagaimana mestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut; (2) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentut Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain; (3) Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah
67
Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut. Sesuai dengan ketentuan Pasal 254 dan Pasal 255 ayat (1) KUHAP, isi dari amar putusan Mahkamah Agung adalah mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jayapura dikarenakan tidak menerapkan atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya. Atas dasar dikabulkannya permohonan kasasi Penuntut Umum dengan alasan judex facite tidak menerapkan atau menerapakan tidak sebagaimana mestinya, karena pertimbangan Judex Facti bersifat onvoldoende gemotiveerd (tidak cukup beralasan), maka untuk mencegah agar kapal-kapal asing memasuki wilayah perikanan / wilayah perairan Indonesia, tanpa dilindungi surat atau dokumen, adalah sangat adil dan bijaksana apabila Terdakwa dijatuhi pidana yang lebih berat. Maka Mahkamah Agung mengadili perkara tersebut. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 255 ayat (1) yang telah dijelaskan. Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut dengan mempertimbangkan ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP, yang menjelaskan bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.” Berikut amar dari putusan Mahkamah Agung : MENGADILI Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sorong tersebut ; Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor : 34/PID/ 2012/PT.JPR., tanggal 20 Juni 2012 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor : 234/PID.SUS/ 2011/PN-SRG., tanggal 06 Februari 2012; MENGADILI SENDIRI 1. Menyatakan Terdakwa JERRY S. DEODOR, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di
68
bidang penangkapan ikan tidak memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP)”; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama : 6 (enam) bulan ; 3. Menetapkan barang bukti berupa : a. 1 (satu) unit Kapal KMN Lady Dragon; b. 26 (dua puluh enam) buah alat pancing; c. 90 (sembilan puluh) ekor ikan tuna; Dirampas untuk Negara; Berdasarkan hal-hal yang telah diterangkan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pertimbangan Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Penuntut Umum dan menjatuhkan sanksi pidana lebih berat dari putusan judex factie telah sesuai dengan ketentuan Pasal 256 jo Pasal 193 ayat (1) KUHAP. Hal tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 256, yaitu terdiri dari Pasal 254 yang menyangkut Pasal 245, Pasal 246 dan Pasal 247 mengenai
prosedur pengajuan kasasi
sampai
dengan dikabulkannya
permohonan kasasi, dan juga Pasal 255 ayat (1) yaitu Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut, mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum karena telah sesuai ketentuan Pasal 253 ayat (1) huruf a KUHAP, Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan yang dimohonkan kasasi, yaitu Putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor : 34/PID/2012/PT.JPR dan mengadili sendiri dengan menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp.2.000.000.000,- (dua milyar rupiah). Putusan Mahkamah Agung tersebut lebih berat dari putusan Pengadilan Tinggi Jayapura yang menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah).