63
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pemberdayaan UKMK dalam Pembangunan Ekonomi
Kebijakan Bank dalam menyalurkan kredit bagi Koperasi dan UMKM (Usaha Kecil Menengah dan Koperasi) diatur dan mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/2/PBI/2001 tentang pemberian Kredit Usaha Kecil, antara lain meliputi : 1. Bank dianjurkan menyalurkan dananya melalui pemberian KUK. 2. Bank wajib mencantumkan rencana pembarian KUK dalam laporan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT). 3. Bank Wajib melaporkan pelaksanaan pemberian KUK dalam laporan bulanan Bank Umum. 4. Bank wajib mengumumkan pencapaian pemberian KUK kepada masyarakat melalui Laporan Keuangan Publikasi. 5. Plafon KUK disesuaikan menjadi Rp. 500 juta per nasabah. Peran UMKM dalam perekonomian nasional sangat strategis sebab eksistensi UKM cukup dominan. Hal ini didasarkan pada 3 hal penting yakni : Pertama : Jumlah UMKM tercatat 42,39 juta unit yang tersebar disegala sektor usaha. Kedua, Sektor UMKM dapat menciptakan dan menyerap lebih banyak tenaga kerja yaitu sebanyak 79,04 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total angkatan kerja. Ketiga : Kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,72% dari total PDB. Selain itu sektor UKM merupakan sektor yang kebal krisis, hal ini teruji sejak krisis moneter melanda Indonesia pertama kali pada tahun 1997 hingga saat ini kegiatan usaha yang bergerak di sektor mikro masih tetap berjalan bahkan semakin berkembang. Hal ini disebabkan kegiatan usaha yang bergerak disektor mikro berkaitan erat dengan
63
64
kebutuhan sehari-hari masyarakat yang bersifat primer sehingga pengaruh atas krisis moneter maupun gejolak ekonomi sangat kecil dirasakan. Sementara pada sektor korporasi atau perusahaan besar sangat rentan terhadap krisis moneter, dan pada saat krisis terjadi banyak perusahaan besar yang gulung tikar, dan kredit yang dikucurkan perbankan banyak yang bermasalah. Total Penyaluran Kredit Perbankan di Kota Pekanbaru sampai dengan akhir Mei 2006 sebesar Rp. 12,93 triliun. 59,61% atau sebesar Rp. 7,71 triliun diserap oleh UMKM, 40,39% atau sebesar Rp. 5,22 triliun diserap oleh korporasi (perusahaan besar). Jika dibandingkan penyaluran kredit kepada UMKM pada posisi Mei 2005 sebesar Rp. 5,87 triliun maka, penyaluran kredit kepada UMKM pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp.1,84 triliun atau sebesar 31,20 % (Bank Indonesia Wilayah kerja Pekanbaru, 2008). Selain itu Sektor UKM merupakan sektor yang kebal krisis, hal ini teruji sejak krisis moneter melanda Indonesia pertama kali pada tahun 1997 hingga saat ini kegiatan usaha yang bergerak di sektor mikro masih tetap berjalan bahkan semakin berkembang. Hal ini disebabkan kegiatan usaha yang bergerak disektor mikro berkaitan erat dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat yang bersifat primer sehingga pengaruh atas krisis moneter maupun gejolak ekonomi sangat kecil dirasakan. Sementara pada sektor korporasi atau perusahaan besar sangat rentan terhadap krisis moneter, dan pada saat krisis terjadi banyak perusahaan besar yang gulung tikar, dan kredit yang dikucurkan perbankan total penyaluran kredit perbankan di Pekanbaru sampai dengan akhir Mei 2006 sebesar Rp. 12,93 triliun. 59,61% atau sebesar Rp. 7,71 triliun diserap oleh UMKM, 40,39% atau sebesar Rp. 5,22 triliun diserap oleh korporasi. Jika dibandingkan penyaluran kredit kepada UMKM pada posisi Mei 2005 sebesar Rp. 5,87 triliun maka, penyaluran kredit kepada UMKM pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp. 1,84 triliun atau sebesar 31,20 %. (Bank Indonesia Wilayah kerja Pekanbaru, 2008).
5.2. Profil Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Riau 5.2.1. Dasar Hukum
64
65
Pembentukan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Riau adalah berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor : 10 Tahun 2001 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
5.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Riau adalah perangkat daerah yang diserahkan wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan otonomi daerah, desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan dibidang Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Daerah.
Dinas Koperasi dan UKM
mempunyai tugas pokok : 1. Merumuskan Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Koperasi serta Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Daerah. 2. Mengkoordinasikan, kebijaksanaan dan
memajukan,
menyelaraskan
dan
menyerasikan
kegiatan Koperasi serta Pengembangan Usaha Kecil
Menengah di Daerah. 3. Menyusun rencana kerja dan program Pengembangan bidang Koperasi serta Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Daerah. 4. Melaksanakan Rencana Kerja dan Program Pengembangan yang menyangkut bidang tugasnya sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan. 5. Pembinaan terhadap Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta peningkatan peranan dan kemampuan Usaha Kecil Menengah. 6. Membantu pembinaan dan pengembangan Koperasi serta Usaha Kecil Menengah di Daerah. 7. Penyediaan dukungan dan bantuan kerjasama Pengembangan Kerajinan, Koperasi serta Usaha Kecil Menengah di Daerah. 8. Pengembangan Koperasi serta Usaha Kecil Menengah di Daerah. 9. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan. 10. Membuat laporan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. 11. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan lingkup tugas.
65
66
12. Memberikan pelayanan umum dan pelayanan teknis di bidang Koperasi serta Usaha Kecil Menengah. 13. Melaksanakan Pelatihan di Bidang Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 14. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Gubernur Riau. Untuk menjalankan tugas pokoknya, Dinas Koperasi dan UKM mempunyai fungsi : 1. Merumuskan Kebijaksanaan 2. Pengambilan Keputusan 3. Perencanaan 4. Pengorganisasian 5. Pelayanan Umum dan Teknis 6. Pengendalian/Pengarahan/Pembinaan dan Bimbingan 7. Pengawasan 8. Pemantauan dan Evaluasi 9. Pelaksanaan Lapangan 10. Pelaporan 11. Penelitian dan Pengkajian 12. Pelaporan
5.2.3. Susunan Organisasi Susunan Organisasi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Riau terdiri dari : 1. Kepala dan Wakil Kepala Dinas 2. Bagian Tata Usaha terdiri dari : a.
Sub Bagian Administrasi,Umum dan Hubungan Masyarakat
b.
Sub Bagian Kepegawaian
c.
Sub Bagian Keuangan
d.
Sub Bagian Perlengkapan
e.
Sub Bagian Perencanaan
3. Sub Dinas Pengembangan Koperasi terdiri dari : a.
Seksi Kelembagaan Koperasi
b.
Seksi Koperasi Industri dan Pertanian
66
67
c.
Seksi Koperasi Serba Usaha dan Simpan Pinjam
d.
Seksi Koperasi Pegawai/Karyawan
4. Sub. Dinas Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terdiri dari : a. Seksi Pengembangan Usaha Kecil b. Seksi Pengembangan Usaha Menengah c. Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana UKM 5. Sub. Dinas Fasilitasi Pembiayaan dan Simpan Pinjam terdiri dari : a. Seksi Permodalan dan Jasa Keuangan b. Seksi Akuntabilitas Koperasi 6. Sub. Dinas Penyuluhan dan Promosi terdiri dari : a. Seksi Penyuluhan b. Seksi Promosi 7. Balai Latihan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah terdiri dari : a. Seksi Tata Usaha b. Seksi Pelatihan 8. Kelompok Jabatan Fungsional.
5.2.4. Faktor Pendukung 1. Personil Karyawan dan Karyawati Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau berjumlah sebanyak 95 (sembilan puluh lima ) orang PNS dan 7 (tujuh ) orang tenaga honor dengan pangkat/golongan dan Eselon sebagai berikut :
a. Menurut Pangkat/Golongan : - Golongan
IV
: 10 orang
- Golongan
III
: 70 orang
- Golongan
II
: 15 orang
- Tenaga Honor
:
7 orang
b. Menurut Eselon : - Eselon
II
: 2 orang
- Eselon
III
: 4 orang
67
68
- Eselon
IV
- Staf
: 17 orang : 72 orang
c. Menurut Fungsional (Widyaiswara) - Widyaiswara Utama Madya
(IV/d)
: 1 orang
- Widyaiswara Utama Muda
( IV/c)
: 1 orang
- Widyaiswara Utama Pratama
(IV/b)
: 1 orang
- Widyaiswara Ajun Widyaiswara Madya (III/a) : 1 orang 2. Sarana dan Prasarana Untuk melaksanakan kegiatan administrasi dan pembinaan Koperasi dan UKM, Dinas Koperasi dan UKM Propinsi Riau didukung oleh sarana dan prasarana.
5.2.5 Visi dan Misi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Propinsi Riau mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut : 1. Visi Mewujudkan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sebagai pelaku utama dalam sistem perekonomian yang berbasis kerakyatan. 2. Misi ¾ Memberdayakan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menjadi pelaku ekonomi yang tangguh dan professional ¾ Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berdaya saing melalui peningkatan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia. Perkuatan Kelembagaan, Struktur Permodalan, Pengembangan Teknologi dan jaringan Usaha Koperasi Usaha Kecil Menegah (Kemitraan).
5.2.6. Tujuan dan Sasaran Tujuan Pembangunan Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan Produktifitas dan Efisiensi Usaha Koperasi dan UKM 2. Mengembangkan Koperasi dan UKM dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mempercepat pengentasan kemiskinan.
68
69
3. Meningkatkan akses pasar dan jaringan Usaha Koperasi dan UKM (Kemitraan) 4. Meningkatkan Kualitas dan Kapasitas Kelembagaan dan Usaha Koperasi dan UKM. 5. Meningkatkan Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) Pembina Koperasi dan UKM. Sasaran Pembangunan Koperasi dan UKM adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan peran Koperasi dan Usaha Kecil Menengah sebagai pelaku Ekonomi yang berbasis kerakyatan 2. Meningkatkan Sumber Daya Manusia Aparatur serta koperasi dan Usaha Kecil Menengah. 3. Meningkatnya
Permodalan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
dalam menunjang Ekonomi Kerakyatan. 4. Meningkatnya Kemitraan Koperasi dan UKM dengan Usaha besar (Perusahaan Besar Swasta, BUMN, BUMD)
5.3. Profil PT.Bank Bukopin Sebagai Pengembang Pola Swamitra Bank Bukopin pada awalnya didirikan pada tanggal 10 Juli 1970 oleh 8 induk koperasi. Berdasarkan hasil rapat anggota pada tahun 1993 Status badan hukum Bank Bukopin dari Koperasi dirubah menjadi Perseroan Terbatas (PT). Pada tahun 1997 Bank Bukopin menjadi bank devisa. Pada tahun 2001 Bank Bukopin, satu-satunya bank pertama yang berhasil mempercepat penyelesaian Program Rekapitalisasi Perbankan. Pada Juni 2006 Bank Bukopin telah Go Publik. Visi Bank Bukopin adalah menjadi bank yang terpercaya dalam pelayanan jasa keuangan. Sedangkan misi Bank Bukopin adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah, berperan dalam pengembangan usaha kecil dan koperasi serta meningkatkan nilai tambah investasi pemegang saham dan kesejahteraan karyawan. Jenis-jenis Skim Kredit Bank Bukopin : 1. Skim Kredit Dana Surat Utang Pemerintah (SUP-005) 2. Skim Kredit Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3) 3. Skim Kredit Dana Penjaminan Menegkop 4. Skim Kredit Ketahanan Pangan
69
70
5. Skim Kredit PUNDI & SUDARA 6. Skim Kredit Koperasi Kepada Anggota (K3A) 7. Skim UKM Rekanan 8. Skim Hiswana Migas 9. Skim Pengadaan Barang & Kontrak Sewa 10. Skim Alat Berat 11. Skim Pembiayaan Gula 12. Skim Kredit Pengadaan Beras Kepada Rekanan bulog 13. Skim Pemilikan Untuk Usaha (KPKU) Ada beberapa Skim Kredit Bank Bukopin Bagi Koperasi dan UMKM, yaitu sebagai berikut : Dana Surat Utang Pemerintah (SUP-005) adalah kredit modal kerja dan investasi yang diberikan Bank Bukopin kepada usaha mikro dan kecil guna pembiayaan usaha produktif yang sumber dananya berasal dari pemerintah. Kredit Kepada Koperasi untuk Anggota (K3A) adalah kredit yang diberikan kepada koperasi karyawan, koperasi pegawai negeri atau koperasi sejenis lainnya yang diteruskan kepada anggotanya untuk memenuhi kebutuhannya Kredit Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP-3) adalah kredit modal kerja atau investasi yang diberikan Bank Bukopin kepada usaha mikro dan kecil yang bergerak dalam bidang usaha pertanian (tanaman pangan, holtikultura, peternakan, perkebunan) mulai dari hulu sampai dengan hilir. Kredit SP-3 ini kerjasama antara Bank Bukopin dengan Departemen Pertanian, terdiri dari : Kredit dana Penjaminan Menegkop adalah pemberian fasilitas kredit kepada UKKM yang sebagian fasilitas kredit tersebut dijamin dengan Dana Penjaminan dari Kementrian UKKM Jenis usaha yang dapat dibiayai adalah UKM individual atau Badan Usaha, KSP/ USP Koperasi, Koperasi lainnya, KUKM yang memiliki program unggulan/strategis dan KSP Sekunder Kredit Kepada Koperasi untuk Anggota (K3A)
70
71
Kredit Ketahanan Pangan (KKP) adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan Bank Bukopin kepada petani, peternak, nelayan, petani ikan, kelompok (tani, peternak, nelayan dan petani ikan). Kredit KKP ini kerjasama antara Bank Bukopin, Deptan, dan Departemen Keuangan. Di dalam kredit ini terdapat subsidi Pemerintah sebesar 5% dan 9% sesuai dengan jenis pembiayaannya. Besarnya plafond kredit sesuai dengan kebutuhan indikatif yang telah ditentukan. Ketentuan kreditnya mengacu kepada ketentuan kredit Bank Bukopin. Jenis usaha yang dapat dibiayai oleh Bank Bukopin adalah petani, peternak, nelayan, petani ikan yang bergabung dalam Koperasi/Kelompok Tani, yaitu dalam bentuk sebagai berikut : Kredit Pengadaan Kendaraan untuk Usaha (KPKU) adalah fasilitas kredit yang diberikan Bank Bukopin kepada perorangan atau badan usaha atau badan hukum yang direkomendasi oleh Dealer berdasarkan permohonan dari pemohon kredit, untuk pembelian kendaraan dengan nomor polisi plat hitam yang digunakan untuk usaha atau mendukung usaha yang bukan untuk angkutan penumpang umum. Kredit Pengadaan Beras Kepada Rekanan Bulog adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada rekanan Dolog/sub Dolog dalam rangka pengadaan beras dan atau gabah berdasarkan kontrak dengan Perum Bulog/Divre/Sub Divre. Kredit PUNDI adalah fasilitas kredit Modal Kerja dan atau Investasi yang diberikan Bank Bukopin kepada Usaha Kecil Produktif yang dimiliki oleh Keluarga Miskin, Keluarga yang semula miskin, Kelompok Taskin, Kelompok Usaha Kecil, dan atau Usaha Kecil yang mempekerjakan tenaga kerja berasal dari Keluarga Miskin untuk pengembangan Usaha Kecil Produktif. Kredit PUNDI ini kerjasama antara Bank Bukopin dengan Yayasan Damandiri. Jenis usaha yang dapat dibiayai Kredit PUNDI adalah usaha perdagangan, jasa, agribisnis meliputi pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan; serta bidang usaha lainnya guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan Pola Kerjasama dengan prinsip Win-win Solution. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sektor UMKM pada umumnya belum memiliki persyaratan-persyaratan yang diwajibkan oleh Perbankan, seperti
71
72
perizinan, manajemen dan administrasi yang belum memadai, sehingga belum masuk dalam kategori Bankable, dan belum dapat dibiayai oleh Perbankan, sementara pada sisi lain sektor UMKM sangat membutuhkan permodalan. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut maka Bank Bukopin yang peduli terhadap Koperasi dan UMKM telah melakukan suatu terebosan dengan cara bekerjasama dengan Koperasi dalam memodernisasi manajemen simpan pinjam dengan mengunakan teknologie on line yang disebut dengan nama Swamitra. Program Swamitra Bank Bukopin telah mendapatkan pengakuan internasional sejak tahun 1999 yakni berupa penghargaan dari Asian Banking Award untuk kategori Produk Kredit Komersial atau Kredit Program.
5.4. Profil Swamitra Swamitra adalah nama dari suatu bentuk kerjasama/kemitraan antara Bank Bukopin dengan Koperasi, untuk memodernisasi usaha simpan pinjam melalui pemanfaatan jaringan teknologi (network) dan dukungan sistem manajemen yang profesional sehingga memiliki kemampuan pelayanan jasa-jasa keuangan yang lebih luas. Sehingga Swamitra disebut juga sebagai suatu upaya terobosan dari Bank Bukopin guna lebih memberdayakan fungsi dan peran koperasi serta lembaga keuangan mikro di Indonesia. Latar belakang pengembangan koperasi melalui pola Swamitra ini didasari atas beberapa pertimbangan dan kenyataan yang ada, yaitu sebagai berikut : 1. Usaha menengah kecil dan mikro sangat potensial karena jumlahnya sangat besar dan tersebar disegala sektor usaha. Pemberian Pinjaman Swamitra berdasarkan jenis usaha per Provinsi Riau dapat di lihat pada Tabel 16.
72
73
Tabel 16. Pemberian Pinjaman Swamitra Berdasarkan Jenis Usaha No
Jenis Usaha
1 2 3
Pertanian / Perkebunan Perikanan / Peternakan Perindustrian
4 5
Perdagangan Jasa
6
Lain -Lain
Jumlah
TOTAL Jumlah tenaga kerja yg diserap oleh UKM yg dibiayai Swamitra Jumlah Karyawan Swamitra
Persentase (%)
2.702org 557 org 940 org
8,63 % 1,78 % 3,00 %
19.773 Org 4.771 org
63,15 % 15,24 %
2.569 org
8,20 %
31.312 org 15.969 org
100 % 51 %
220 org
Sumber : Bank Bukopin Cabang Pekanbaru 2. Sedangkan Usaha menengah kecil dan mikro sangat potensial Kota Pekanbaru untuk Pemberian Pinjaman Swamitra dari tahun 2004 s/d 2008 dapat di lihat pada Tabel 17 Tabel 17. Perkembangan Keuangan Swamitra Kota Pekanbaru NO I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
KETERANGAN KPJ Sail Jaya Total Asset Total Pinjaman yang disalurkan s/d Jumlah Penerima Pinjaman O/S Pinjaman Posisi Jumlah Peminjam O/S Penyertaan Modal Pemprov. Riau PT. Bank Bukopin Tbk Total Simpanan Jumlah Peminjam S/d SHU Non Ferform Loan
II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Koppas Tangkerang Total Asset Total Pinjaman yang disalurkan s/d Jumlah Penerima Pinjaman O/S Pinjaman Posisi Jumlah Peminjam O/S Penyertaan Modal Pemprov. Riau PT. Bank Bukopin Tbk Total Simpanan
2004
2005
2006
2007
FEB 08
1,216 3,590 370 958 159 500 621 463 193 126 13.57
1,091 4,857 517 1,005 171 500 464 246 107 5.10 %
1,083 6,094 638 1,044 148 500 44 421 285 95 6.00 %
2,504 8,669 985 2,250 191 750 500 992 370 185 0.88 %
2,235 8,669 1.085 1.985 197 750 728 591 382 36 1.04 %
M M Org M Org Juta Juta Juta Org Juta
646 2,075 243 557 105 500 500 91
710 2,902 330 682 109 500 100 60
847 3,815 442 788 143 500 144 128
1.291 5,263 713 1,182 161 500 627 148
1.180 5,361 741 1.076 152 500 432 176
M M Org M Org Juta Juta Juta
73
74
9. 10. 11. III 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Jumlah Peminjam S/d SHU Non Ferform Loan Koperasi Patma Pesona Adhi Karya Total Asset Total Pinjaman yang disalurkan s/d Jumlah Penerima Pinjaman O/S Pinjaman Posisi Jumlah Peminjam O/S Penyertaan Modal Pemprov. Riau PT. Bank Bukopin Tbk Total Simpanan Jumlah Peminjam S/d SHU Non Ferform Loan
196 58 11.06
237 47 5,73%
287 59 4,55%
331 67 6,06%
338 6 6,76%
Org Juta
706 1,967 211 627 91 500 578 126 217 28 31.11%
777 2,761 310 734 121 500 21 221 266 47 14,28%
910 3,706 405 303 129 500 183 87 283 17 17,72%
1,228 4,642 594 1,012 110 750 7 119 312 65 13,53%
1.197 4,699 626 863 104 750 250 108 320 15 15,53%
M M Org M Org Juta Juta Juta Org Juta
Sumber : PT. Bank Bukopin Pekanbaru 3. Usaha menengah kecil dan mikro sangat potensial dan perkembangan Swamitra Pola Pemerintah Daerah untuk Provinsi Riau dapat di lihat pada Tabel 18 4. Penanganan sektor UMKM memerlukan overhead yang tinggi, administrasi tidak mendukung, perlu layanan tambahan. 5. Untuk menjamin kesinambungan pelayanan Koperasi diperlukan suatu kerjasama antara Koperasi dengan pihak perbankan dan Pemerintah. 6. Salah satu misi Bukopin, berperan dalam pengembangan Koperasi dan Usaha kecil. 7. Dalam pemberdayaan
ekonomi
kerakyatan
diperlukan
aspek
permodalan,
manajemen, dan teknologi. 8. USP Swamitra merupakan lembaga keuangan non bank milik Koperasi yang telah didukung dengan sistem dan teknologi serta manajemen perbankan.
74
75
Tabel 18 PERKEMBANGAN SWAMITRA POLA PEMDA
NO
Nama Swamitra
Lokasi
Total Asset (Rp)
Akumulasi Total Pinjaman yang Telah diberikan
Akumulasi Dan Pemda yang Telah diberikan
Ekspansi Pinjman Bulan ini
Pelunasan Pinjaman Bulan ini
Outstanding Pinj
(Rp) (Org) 1
(Rp)
(Org)
K P J. Sail
Pekanbaru
2.394,6
8.794,9
1.021
2.815,2
489
2
Koppas Tangkerang
Pekanbaru
1.201,9
5.262,8
713
2.432,8
399
3
KOP Fatma Pesona Adi Karya
Pekanbaru
1.198,5
4.685,1
614
2.139,1
375
4
Koperasi Pratiwi
Minas
624,7
3.129,4
411
1.105,8
200
(Rp)
(Org)
126,0
(Rp)
(Org)
(Rp)
10
1.920,6
10,0
8
1.104,7
57,5
10
921,7
7,1
3
460,8
9
371,6
-
-
43,0
5
25,0
1
5
KSU. Sakato
Perawang
1.904,9
8.969,4
1.174
2.584,6
513
250,0
17
26,7
23
1.738,7
6
Kopontren Hidayatul Ma'arifiyyah
Pkl. Kerinci
1.260,2
5.266,2
624
1.844,2
290
105,0
5
36,7
4
1.137,4
7
KPRI - GKK Air Tiris
Air Tiris
1.159,8
4.218,7
653
2.018,2
402
102,0
10
57,1
9
978,6
8
KPP. Bangkinang
Bangkinang
1.479,9
5.414,9
958
2.587,7
581
119,0
12
45,1
8
1.287,0
9
Koperasi Beringin
Duri
1.129,2
5.135,2
677
1.705,6
279
70,0
6
15,4
8
999,3
10
KUD. Sehati Kukok
Teluk Kuantan
2.099,5
5.993,1
802
1.811,6
361
113,0
7
64,3
18
1.653,2
11
Koperasi Syari'ah Arridha
Baserah
2.062,5
6.202,8
1.479
2.231,8
630
141,0
16
16,0
13
1.759,5
12
KPRI - Guru Kecamatan Tandun
Ujung batu
1.428,1
6.391,0
1.003
2.724,0
542
55,0
3
23,1
7
1.231,8
13
Koppas Ujung Batu
Ujung batu
1.962,5
8.397,0
1.155
2.909,5
571
266,0
13
33,0
21
1.485,9
14
KSU. AL-Munawarah
Air Molek
1.414,6
5.419,0
803
2.138,5
402
156,0
14
5,0
2
901,5
15
KPRI - Guru Kecamatan Rambah
Pasir Pengaraian
1.420,7
5.579,5
997
2.583,5
580
201,0
19
6,2
9
1.276,2
16
Koppas Rengat
Rengat
1.003,8
4.407,1
521
1.219,6
239
25,0
1
8,6
2
856,8
17
Koperasi Wahana Putra
Bengkalis
1.557,0
4.835,3
754
1.746,3
322
100,5
8
128,3
17
1.252,2
18
Koppas Permata Sabang
Sungai Apit
443,2
3.247,3
512
1.439,4
272
-
-
1,6
2
409,0
19
Koppas Kasuma
Tembilahan
1.413,4
5.886,8
818
2.116,5
508
87,0
9
19,9
10
970,0
20
KSP. Usaha Berasama
Tembilahan
1.424,4
7.082,6
1.069
2.563,6
656
89,0
14
25,8
13
1.010,1
21
Koperai Putri Tujuh Tuah Negri
Dumai
1.440,3
2.272,3
373
1.064,8
184
50,0
4
39,2
9
496,4
22
Koptranpas Pulau Payung
Dumai
632,7
2.822,8
432
1.367,3
228
14,0
2
9,5
3
581,6
23
Koperasi Usaha Karya Bersama
Dumai
235,0
1.205,8
163
778,8
110
-
-
0,9
1
116,5
24
KPP Semangat
Bagan Siapiapi
158,3
619,2
104
347,2
69
-
-
-
-
151,7
25
KSU. Guntung Gemilang
Sungai Gutung
594,0
2.535,7
420
885,3
150
24,0
3
8,4
3
362,1
26
KSU. Jasa Sarana
Bagan Batu
786,5
3.445,1
640
1.458,4
356
100,0
10
7,6
11
642,1
27
Koppas. Sei Harapan Sekupang
Batam
243,4
632,5
152
567,7
135
-
-
-
-
168,5
28
Koppas. Rakyat Teluk Tj. Uma
Batam
402,4
1.876,1
298
419,0
77
64,5
3
5,4
4
351,8
29
Koperasi Budi Mulia
Tj. Batu-Karimun
721,5
2.729,5
593
783,5
222
52,5
11
11,6
11
586,6
428,2
1.272,0
207
633,5
111
-
-
-
-
381,5
1.844,7
6.498,8
1.257
1.579,3
316
82,0
11
29,1
16
1.670,0 196,7
30
KSU. Usaha Abadi
Buru-Karimun
31
KUD. Karya jaya
Kijang-Tj.Pinangh
32
KUD. Tanjung Pinang Timur
Tj. Pinang-Kepri
190,7
806,5
124
549,0
95
-
-
-
-
33
KUD. Terempa
Tarempa-Natuna
773,8
3.164,6
413
958,1
179
-
-
1,1
1
571,8
34
Koperasi Karya Nelayan
sedanau-Natuna
2.385,3
4.805,4
935
1.417,9
314
139,5
25
13,5
9
1.346,3
35
KPRI Kecamatan Bungur Timur
Ranai-Natuna
847,3
3.197,2
487
1.343,2
211
-
-
24,5
9
550,3
36
Koperasi Serba Jaya
Tj. Balai-Karimun
612,1
1.642,8
352
361,3
97
100,0
14
4,9
2
527,6
40.880
153.844
23.708
57.232
11.465
2.700
252
1.114,7
276
32.056,5
Sumber : PT. Bank Bukopin Pekanbaru
75
ii
Tujuan pemberdayaan koperasi melalui pola Swamitra juga didasari atas beberapa hal, sebagai berikut : 1. Memperkuat struktur permodalan bagi KSP/USP Koperasi. 2. Meningkatkan sumber daya manusia koperasi dalam pengelolaan keuangan. 3. Menciptakan tenaga kerja yang profesional. 4. Membuka peluang akses permodalan bagi Koperasi yang selama ini menghadapi banyak kendala dalam kerjasama dengan bank atau lembaga keuangan lainnya. Sasaran pemberdayaan koperasi melalui pola Swamitra ini adalah : 1. Bagian terbesar peran ekonomi adalah ekonomi kerakyatan /usaha kecil & mikro. 2. Pemberdayaan usaha kecil perlu dukungan pembinaan teknis, pemasaran dan pembiayaan. 3. Terwujudnya KSP/USP Koperasi sebagai lembaga pembiayaan mikro yang mandiri. 4. Dapat memberikan kemudahan pemberian pinjaman kepada anggota dan calon anggota untuk membiayai usaha produktif. 5. Bukopin dan Pemprov. Riau mempelopori kerjasama dengan Koperasi guna meningkatkan kepercayaan anggota dan masyarakat terhadap lembaga keuangan koperasi. 6. Melalui konsepsi ini sasaran pemerintah untuk “pemberdayaan ekonomi rakyat” akan tercapai. Prospek Swamitra untuk semakin berkembang di Provinsi Riau, khususnya di Kota Pekanbaru dapat dilihat dari beberapa keunggulan yang dimiliki oleh pola Swamitra tersebut, yaitu sebagai berikut : •
Swamitra adalah koperasi dengan manajemen perbankan
•
Swamitra menggunakan sistem & teknologi modern, dan online dengan jangkauan yang luas.
•
Transparansi dalam laporan keuangan.
•
Adanya pemisahan fungsi masing-masing Pengembangan dan pengelolaan Swamitra memberikan dampak yang positif
bagi masyarakat dan daerah di Provinsi Riau, karena :
ii
iii
•
Menciptakan lapangan kerja terutama masyarakat tempatan.
•
Pelayanan cepat & langsung menyentuh UKM
•
Pengawasan Swamitra yang melibatkan Dinas Koperasi dan UKM kabupaten/kota se - Provinsi Riau. PEMBAGIAN SHU
OPERASIONAL
SWAMITRA
PENGHARGAAN
TEKNOLOGI & MANAJEMEN OPERASIONAL SWAMITRA
PENYETORAN MODAL & MODAL KERJA USAHA
BANK BUKOPIN
KOPERASI PRESTASI
KESEPAKATAN
PERJANJIAN KERJASAMA
PEMODAL Gambar 2. Pola Kemitraan Swamitra/Pola Kerjasama Swamitra. Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Riau dengan Bank Bukopin dalam bentuk pengembangan koperasi melalui pola swamitra sampai saat ini masih berjalan lancar. Isi perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi Riau dengan Bank Bukopin dalam bentuk pengembangan koperasi melalui pola swamitra dapat dilihat pada Lampiran 1-3. Sedangkan dasar kerjasama ini ada 4 point yaitu sebagai berikut : 1.
No. 580/EK/3117 dan No.206/DIR/XI/2000 tanggal 13 Nopember 2000 tentang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Melalui Pola Swamitra.
iii
iv
2. PKS antara Dinas Koperasi & Usaha Kecil Menengah Provinsi Riau dengan Bank Bukopin No. 507/Dinaskop/XI/2001 & No. 690/Pimp-Pkb/XI/2001 tanggal 03 Nopember 2001 tentang Penyertaan Modal dalam Menunjang Ekonomi Kerakyatan Pola Swamitra. 3. Perpanjangan PKS antara Dinas Koperasi & Usaha Kecil Menengah Provinsi Riau dengan Bank Bukopin No. 84/Dinaskop/XI/2006 & No. 10/PKS/Buki-Pku/XI/2006 tanggal 03 Nopember 2006 tentang Penyertaan Modal dalam Menunjang Ekonomi Kerakyatan Pola Swamitra. 4. Dibentuknya Tim Pengembangan Pelaksanaan Pola Swamitra bagi Koperasi di Provinsi Riau berdasarkan SK Gubernur Riau No. KPTS.283a/VII/2001 tanggal 28 Juli 2001 yang terdiri dari unsur : Sekretariat Daerah Riau, Bappeda, Diskop Prov. Riau, Akademisi, dan Bank Bukopin. Peranan Pemprov. Riau dan Bukopin dalam Swamitra sangat jelas batasanbatasannya adalah sebagai berikut : 1. Peranan Pemerintan Provinsi Riau : Pemerintah Provinsi Riau menempatkan Dana sebesar Rp 18 Milyar sebagai penyertaan modal pada 36 USP Swamitra yang bersumber dari dana APBD Provinsi Riau TA. 2001, penambahan modal pada tahun 2006 sebesar Rp. 2,75 Milyar dan penambahan modal pada tahun 2008 sebesar Rp. 1,5 Milyar. 2. PT. Bank Bukopin : •
Menyiapkan suatu sistem penyelenggaraan keuangan mikro yang mendapat kepercayaan dari masyarakat
•
Menerapkan sistem dan teknologi perbankan
•
Menyiapkan sumberdaya manusia yang terampil
•
Menyiapkan sumber tambahan permodalan yang memadai bagi Swamitra.
Dampak kerjasama antara Pemerintah Provinsi Riau dengan Bank Bukopin melalui pengembangan koperasi dengan pola Swamitra ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu : 1. Output : terciptanya 48 Unit Simpan Pinjam (USP) Swamitra milik Koperasi di Provinsi Riau.
iv
v
2. Outcome : terwujudnya peningkatan struktur permodalan KSP/USP – Koperasi yang lebih kuat dan handal dalam melayani kebutuhan permodalan usaha kecil dan mikro. 3. Benefit : terciptanya perluasan akses terhadap sumber permodalan yang lebih terjangkau bagi usaha mikro dan kecil sampai tingkat Kecamatan. 4. Impact : a).terciptanya perluasan kesempatan kerja yang lebih luas melalui peningkatan kapasitas usaha mikro, kecil dan menenggah. b). terciptanya pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan para penerima manfaat dari kerjasama ini. Kontribusi Swamitra terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Provinsi Riau dari hasil kerjasama Tri patrit antara PT. Bukopin TBK, koperasi dan Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam bentuk Swamitra telah memberikan sumbangsih terhadap PAD Pemprov. Riau sebanyak Rp. 1,905 Milyar. Pelaksanaan pengembangan koperasi melalui pola Swamitra, agar berjalan sesuai tujuan yang diharapkan, maka pada awal pelaksanaan Swamitra dibentuk Tim Pengembangan Swamitra. Peran tim ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan seleksi awal atas usulan Dinas Koperasi & UKM Kabupaten/Kota untuk menetapkan Koperasi sebagai peserta program Swamitra. 2. Menetapkan skim kredit atas dana yang bersumber dari Pemprov.Riau. 3. Membuat pedoman bagi pengurus koperasi dalam rangka pengawasan Swamitra. 4. Melakukan rapat koordinasi secara berkala membahas perkembangan Swamitra. 5. Melakukan monitoring dan evaluasi langsung ke lapangan atas kegiatan Swamitra. 6. Menetapkan petugas pengawas Swamitra baik dari unsur Dinas Koperasi Kab/Kota maupun dari unsur pengurus koperasi. Perkembangan Swamitra dapat juga di lihat dari laporan keuangan Swamitra selama Periode 2004 s/d 2007 (pada Tabel 2). Dari perkembangan keuangan Swamitra ini dapat diketahui juga komponen-komponen penting dari keuangan Swamitra yaitu berapa total Aset, total PYD, jumlah penerima pinjaman, O/S pinjaman, jumlah peminjam O.S, penyertaan modal Pemprov. Riau, total simpanan, jumlah penyimpan,
v
vi
SHU positif, nominal SHU positif dan non perform loan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 20. Pada Tabel 19 ini dapat diketahui keuangan Swamitra dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Perkembangan terbaru pada Tahun 2007 untuk semua komponen keuangan
Swamitra
cenderung
meningkat
dibandingkan
dengan
tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Swamitra memberikan dampak yang positif bagi daerah dan masyarakat di Provinsi Riau.
Tabel 19. Perkembangan Keuangan Swamitra Periode 2004 – 2007. No
Keterangan
1 2 3 4 5 6
Total Aset Total PYD Jml Penerima Pinjaman O/S Pinjaman Jml Peminjam O/S Penyertaan Modal Pemprov. Riau 7 PT. Bank Bukopin, Tbk 8 Total Simpanan 9 Jml Penyimpan 10 SHU Positif 11 Nominal SHU Positif 12 Non Perform Loan Sumber : Data Primer 2008
5.5.
2004
2005
2006
2007
44,779 M 128,714 M 13,970 Org 34,172 M 5,994 Org
43,683 M 167,772 M 18,111 Org 36,463 M 6,498 Org
48,368 M 211,876 M 22,523 Org 41,558 M 6,886 Org
67,386 M 269,282 M 31,312 Org 53,432 M 7,386 Org
18,000 M 18,708 M 15.95 M 16,423 Org 35 Unit 2,461 M 18.38%
17,985 M 18,708 M 14,073 M 18,283 Org 36 Unit 3,092 M 14.92%
20,485 M 18,393 M 15,978 M 20,005Org 35 Unit 3,074 M 13.44%
22,235 M 24,443 M 23,182 M 24,136 Org 40 Unit 4,683 M 10.87%
Dampak Pemberian Kredit Melalui Pola Swamitra
5.6.1. Dampak Terhadap Peminjam Skala Kecil ( Pinjaman Kurang Rp 10 Juta) 5.6.1.1. Dampak Terhadap Peningkatan Aset dan Skala Usaha Aset yang dimiliki rumah tangga Peminjam merupakan modal yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan mengelola usaha untuk menghasilkan pendapatan. Menurut kriteria Bank Dunia, indikator utama kemiskinan diantaranya
vi
vii
adalah kepemilikan aset seperti tanah dan modal yang terbatas. Di dalam kajian ini, untuk mengetahui dampak ekonomi dari keberadaan kredit pola Swamitra bagi Peminjam, terlebih dahulu dikaji tentang aset yang dimiliki oleh Peminjam pada saat sebelum dan sesudah adanya pola Swamitra. Aset dalam kajian ini adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang yang diperoleh sesaat sesudah memperoleh pinjaman, sesuai dengan tujuan melakukan pinjaman, apakah untuk modal kerja ataupun investasi. Aset ini terdiri dari aset finansial dan aset riil. Aset finansial berupa tabungan seperti uang, deposito dan sebagainya dan aset riil berupa rumah, tanah, kendaraan dan lain-lain. Berdasarkan hasil kajian dilapangan, bahwa semua Peminjam yang jumlah pinjamannya < Rp 10 Juta melakukan pinjaman dengan tujuan untuk modal kerja, artinya pinjaman yang diperoleh melalui pola Swamitra ini digunakan untuk menambah volume bahan baku agar dapat meningkatkan produksi dari usaha yang dijalani, sehingga jumlah barang/produk dan jasa yang dijual bertambah. Disamping itu sebanyak 3 orang (27,27%) yang memiliki pekerjaan sampingan. Pekerjaan/penghasilan sampingan ini bertujuan untuk mengantisipasi jika usaha pokok mengalami kegagalan, sehingga penghasilan sampingan dapat diharapkan mampu menutupi pembayaran kredit. Dari 3 orang Peminjam tersebut menggunakan dana pinjaman Swamitra adalah untuk menambah bahan baku dari usaha pokok dan usaha sampingan, sehingga tidak ada aset yang secara langsung bertambah sesaat sesudah Peminjam melakukan pinjaman, yang bertambah hanyalah modal usaha. Jika ada aset yang bertambah, seperti yang terlihat pada Tabel 20, hal itu diperoleh pada saat sesudah Peminjam menjalani usaha dalam waktu yang cukup lama. Dampak dari mempergunakan kredit tersebut, diharapkan adanya terjadi peningkatan aset lain yang dimiliki oleh Peminjam. Tabel 21 berikut akan menjelaskan mengenai perubahan Aset yang dimiliki oleh Peminjam sebelum dan sesudah menerima kredit. Pada Tabel 21 dapat diketahui, Peminjam yang termasuk kategori kondisi pengembalian kreditnya adalah lancar, sebelum menerima kredit ada 3 orang (33,33 %) yang tidak memiliki aset finansial, tetapi setelah menerima kredit semua Peminjam kredit lancar yaitu sebanyak 9 orang memiliki aset finansial.
vii
viii
Kondisi aset riil yaitu berupa rumah, kendaraan, tanah dan barang perhiasan, sebelum menerima kredit hanya 1 orang (11,11 %) Peminjam yang memiliki aset riil, tetapi setelah menerima kredit meningkat menjadi 3 orang (33,33 %). Aset riil lain berupa rumah, tanah dan kendaraan merupakan Peminjam terbanyak memilikinya, kondisi sebelum menerima kredit ada 2 orang Peminjam (22,22 %) dan setelah menerima kredit meningkat menjadi 4 orang (44,44 %). Tabel 20. Jenis Pekerjaan Pokok dan Sampingan, Besar Kredit dan Tujuan Penggunaan Pinjaman yang diperoleh. No Peminjam 1 2 3
Jenis Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan
4 5 6 7
Catering, Rental PS Berdagang ikan Sales Sparepart K. Bermotor Buka warung Berdagang (toserba) Berdagang wiraswasta
8
Travel
Berdagang Pedagang makanan dan minuman 11 Menjahit Sumber : Data Primer, 2008.
Rental PS
Dagang (kedai makanan dan minuman)
9 10
Jual alat jahit
Besar Kredit (Rp) 7.000.000 4.000.000
Tujuan Penggunaan Modal kerja Modal kerja
5.000.000 5.000.000 10.000.000 4.000.000 4.000.000
Modal kerja Modal kerja Modal kerja Modal kerja Modal kerja
10.000.000
Modal kerja
7.000.000
Modal kerja
10.000.000 10.000.000
Modal kerja Modal kerja
Artinya kredit yang diterima peminjam untuk modal kerja mampu meningkatkan pendapatan Peminjam sehingga aset finansial dan aset riil mereka juga menjadi meningkat. Bukti ini memberi gambaran yang menggembirakan, karena penyaluran kredit skala kecil ternyata dapat mendorong usaha produktif peminjam. Padahal selama ini, penyaluran kredit di Provinsi Riau atau Kota Pekanbaru pada khususnya selalu didakwa tidak berhasil mendorong peminjam mengembangakan usahanya.
viii
ix
Tabel 21. Jenis Aset Yang Dimiliki Oleh Peminjam. Kredit Lancar No
Jenis Aset Yang Dimiliki
1 Aset Finansial Ada dak ada Jumlah 2 Aset Riil Kendaraan Rumah Tanah, Kendaraan Rumah, Kendaraan, Tanah Tanah, Kendaraan, Barang perhiasan Rumah, kendaraan, Barang perhiasan Rumah, Kendaraan,Tanah, Barang perhiasan Jumlah Kredit Macet No
Jenis Aset Yang Dimiliki
Aset Finansial Ada Tidak ada Jumlah 2 Aset Riil Kendaraan, barang perhiasan Rumah, kendaraan, tanah Jumlah Sumber : Data Primer, 2008.
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 6 3 9
66,67 33,33 100,00
9 0 9
100,00 0 100,00
1 1 2 2
11,11 11,11 22,22 22,22
1 0 0 4
11,11 0 0 44,44
1
11,11
0
0
1
11,11
1
11,11
1
11,11
3
33,33
9
100,00
9
100,00
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%)
1
1 1 2
50,00 50,00 100,00
2 0 2
100,00 0 100,00
1 1 2
50,00 50,00 100,00
1 1 2
50,00 50,00 100,00
Dampak dari mempergunakan kredit Swamitra, terjadi juga bagi Peminjam yang pengembalian kreditnya macet/menunggak. Menurut Rudjito (2003) pengalaman PT.Bank Rakyat Indonesia sebagai anggota pelaksana proyek pemerintah untuk
ix
x
masyarakat miskin di pedesaan menunjukkan bahwa tingkat kemacetan kredit yang disalurkan untuk modal usaha kecil-kecilan secara umum persentasenya kecil sekali, hal ini antara lain disebabkan karena tingkat kejujuran dan keuletan berusaha masyarakat pedesaan masih sangat tinggi. Pada kajian ini Peminjam menunggak umumnya disebabkan karena adanya kebutuhan yang tidak terduga seperti sakit, biaya sekolah, kegagalan usaha yang dibangun dengan menggunakan dana pinjaman, relasi dari Peminjam dengan pihak luar bermasalah. Dari beberapa masalah yang dihadapi Peminjam, masalah yang paling dominan dan menjadi masalah permanen adalah penghasilan yang diperoleh dari usaha yang dikelola Peminjam tidak bersifat kontinyu/tidak setiap bulan usaha yang dikelola menghasilkan. Peningkatan aset dapat dilihat pada Tabel 21 yang menjelaskan mengenai perubahan Aset finansial dan aset riil yang dimiliki oleh Peminjam kredit macet sebelum dan sesudah menerima kredit. Sebelum menerima kredit tidak ada Peminjam yang memiliki aset finasial, meskipun Peminjam pengembalian kreditnya macet tetapi setelah menerima kredit menjadi memiliki aset finansial. Hal ini disebabkan karena setelah menerima kredit, modal kerja menjadi bertambah dan kondisi pengembalian kredit yang tidak lancar/macet adalah menunggak (pengembalian/cicilan kredit tetap dibayar, hanya hampir tidak dilakukan rutin setiap bulan/dirapel pada bulan berikutnya). Sedangkan kondisi aset riil dari 2 orang Peminjam yaitu berupa kendaraan, barang perhiasan (1 orang) dan rumah, kendaraan, tanah (1 orang) sebelum dan sesudah menerima kredit tidak mengalami perubahan. Pemanfaatan kredit Swamitra memberikan dampak selain terhadap peningkatan aset, juga mempengaruhi volume penjualan Peminjam. Mengukur perkembangan usaha dengan mengkaji volume penjualan dalam waktu relative singkat bukan hal yang mudah. Hal ini tidak menjadi masalah, karena pelaksanaan kredit oleh Bank Bukopin bekerjasama dengan Pemprov.Riau (Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi Riau) melalui pola Swamitra telah berlangsung sejak Tahun 2001 hingga sekarang, sehingga indikator volume penjualan per bulan dapat dikaji dan diperoleh
x
xi
datanya di lapangan. Untuk mengetahui tentang kondisi sebelum dan sesudah kredit terhadap volume penjualan rata-rata per bulan dari masing-masing Peminjam, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Keadaan Volume Penjualan per Bulan Peminjam Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra. Kredit Lancar Volume Penjualan rata-rata No perbulan (Rp/bln) 1 2 3 4 5 6
< 1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000-2.000.000 2.000.000-2.500.000 2.500.000-3.000.000 >3.000.000 Jumlah Kredit Macet Volume Penjualan rata-rata No perbulan (Rp/bln) 1 2 3 4 5 6
< 1.000.000 1.000.000 - 1.500.000 1.500.000 - 2.000.000 2.000.000 - 2.500.000 2.500.000 - 3.000.000 > 3.000.000 Jumlah Sumber : Data Primer, 2008.
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 0 0 0 0 1 11,11 0 0 1 11.11 1 11,11 0 0 1 11,11 3 33,33 2 22,22 4 44,44 5 55,55 9 100,00 9 100,00 Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 100,00 1 100,00 2 100,00 2 100,00
Pada Tabel 22 diketahui Peminjam kredit lancar, Peminjam setelah menerima kredit volume penjualan rata-rata perbulan meningkat. Hal ini dapat dilihat dari volume penjualan Rp.1.000.000–Rp.1.500.000/bulan tidak ada lagi, karena volume penjualan masing-masing Peminjam cenderung meningkat. Pada volume penjualan terbesar > Rp.3.000.000/bulan dari 4 orang menjadi 5 orang, diikuti pada volume penjualan Rp.2.500.000–Rp.3.000.000/bulan dari 3 orang berkurang menjadi 2 orang, dan sebelum menerima kredit tidak ada Peminjam yang volume penjualan rata-rata per bulannya berkisar antara Rp.2.000.000-Rp.2.500.000, tetapi setelah menerima kredit Swamitra ada 1 orang.
xi
xii
5.6.1.2. Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang pentingdalam meningkatkan produksi dan pendapatan. Dari kajian dilapangan menunjukkan sumber tenaga kerja berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anaknya merupakan unsur penentu dalam usaha keluarga, karena berfungsi sebagai penekan biaya tenaga kerja. Pernyataan ini sama dengan pendapatan Tohir (1983) bahwa tenaga kerja dalam keluarga sangat menentukan dalam menjamin kelestarian usaha yang dikelola keluarga. Meskipun demikian tenaga dalam keluarga dihitung sama dengan tenaga kerja luar keluarga, karena usaha yang dikelola dipandang sebagai perusahaan dimana tenaga kerja dalam keluarga juga merupakan biaya produksi. Berikut ini adalah jumlah tenaga kerja yang dipergunakan oleh Peminjam sebelum dan sesudah menerima kredit. Tabel 23. Jumlah Tenaga Kerja Peminjam Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Swamitra. Kredit Lancar No
Jumlah Tenaga Kerja Yang digunakan
1 2 3 4
1 orang 2 orang 3 orang 4 orang Jumlah
Sebelum Jumlah Persentase (Peminjam) (%) 8 88,89 1 11,11 0 0 0 0 9 100
Sesudah Jumlah Persentase (Peminjam) (%) 8 88,89 0 0 0 0 1 11,11 9 100
Sebelum Jumlah Persentase (Peminjam) (%) 2 100,00 0 0 2 100,00
Sesudah Jumlah Persentase (Peminjam) (%) 1 50,00 1 50,00 2 100,00
Kredit Macet No 1 2
Jumlah Tenaga Kerja Yang digunakan
1 orang 2 orang Jumlah Sumber : Data Primer 2008
Tabel 23 menunjukkan bahwa pada kredit lancar, sebelum dan sesudah menerima kredit ada 8 Peminjam menggunakan 1 orang tenaga kerja di dalam pengelolaan usahanya. Kemudian terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang
xii
xiii
digunakan oleh Peminjam yaitu ada 1 orang Peminjam, sebelum menerima kredit menggunakan 2 orang tenaga kerja dan sesudah memanfaatkan kredit Swamitra jumlah tenaga kerja yang digunakan meningkat menjadi 4 orang tenaga kerja. Pada Peminjam kredit macet yang berjumlah 2 orang, sebelum menerima kredit masing-masing hanya memiliki 1 orang tenaga kerja dan setelah memanfaatkan kredit Swamitra hanya 1 orang yang bertambah tenaga kerjanya dari 1 orang menjadi 2 orang. Tabel 24 Perubahan Tenaga Kerja Sesudah Menerima Kredit. Kredit Lancar No Keterangan 1 Tenaga Kerja Bertambah 2 Tenaga Kerja Tetap 3 Tenaga Kerja Berkurang Jumlah Kredit Macet No Keterangan 1 Tenaga Kerja Bertambah 2 Tenaga Kerja Tetap 3 Tenaga Kerja Berkurang Jumlah Sumber : Data Primer 2008
Jumlah (Peminjam) 1 8 0 9
Persentase (%) 11,11 88,89 0 100,00
Jumlah (Peminjam) 1 1 0 2
Persentase (%) 50,00 50,00 0 100,00
Dari Tabel 24 diatas, pada Peminjam yang pengembalian kredit lancar diketahui hanya 1 orang Peminjam yang melakukan penambahan tenaga kerja di dalam usahanya dan selebihnya yaitu sebanyak 8 orang tenaga kerja adalah tetap. Pada Peminjam yang termasuk kategori kredit macet ada 2 orang, masing-masing mengalami penambahan tenaga kerja dan tetap. Artinya usaha yang dikelola masing-masing Peminjam baik yang termasuk kredit lancar maupun kredit macet, meskipun dengan adanya penerimaan bantuan pinjaman dana untuk modal kerja, tidak semua Peminjam menambah tenaga kerja yang digunakan di dalam pengelolaan usahanya, salah satu penyebabnya adalah dana pinjaman yang diperoleh hanya cukup dimanfaatkan untuk menambah bahan baku produksi. 5.6.1.3. Dampak Terhadap Perluasan Pasar
xiii
xiv
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan finansial yang didalamnya terdapat individu dan kelompok untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan menciptakan apa yang dibutuhkan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sudah diketahui bersama jika kondisi pasar bebas menyebabkan barang/produk dan jasa sejenis bersaing antar pedagang/penjual/penyedia jasa. Dalam keadaan demikian, maka kekuatan daya saing berupa yang salah satunya ditentukan oleh jaringan pasar yang luas menjadi syarat utama untuk dapat masuk di pasar bebas tersebut. Semakin luas jaringan pasar didalam pemasaran
produk maka semakin
meningkat pula pendapatan dan keuntungan yang diperoleh. Untuk lebih jelasnya lihat pada Tabel 25 Tabel 25. Perbandingan Pemasaran Produk/Perluasan Pasar Usaha Peminjam Setelah Menerima Kredit. No Sebelum Menerima Setelah Menerima Jenis Pekerjaan Pokok Peminjam Kredit Kredit Catering, rental 1 Catering, Rental PS catering PS 2 Berdagang ikan 1 kios 1 kios Sales Sparepart K. 3 Bermotor 1 kios supir angkot 1 kedai, 1 rental 4 Buka warung 1 kedai PS 5 Berdagang (toserba) toserba Toserba 6 Berdagang 1 warung (sukajadi) 2 warung 7 Wiraswasta jl. Durian jl. Durian 8 Travel sukajadi Sukajadi 9 Berdagang kualu Kualu Pedagang makanan panam (jual nasi, panam (jual nasi, 10 minuman lontong) lontong, ojek) 11 Menjahit Jl. Adi sucipto Jl. Adi sucipto Sumber : Data Primer, 2008. Pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa, untuk debitur yang lancar, dengan adanya pemberian kredit pola swamitra, luasnya pemasaran produk dari Peminjam yang menerima kredit cukup berpengaruh. Dari 11 Peminjam yang pinjamannya kecil dari Rp10 juta, ada sebanyak 4 orang Peminjam kredit lancar yang mengalami perluasan pasar, yaitu Peminjam nomor 1 sebelum menerima kredit hanya memiliki usaha pokok
xiv
xv
catering, setelah menerima kredit usahanya bertambah catering dan rental PS. Peminjam nomor 4 sebelum menerima kredit usaha pokok buka warung, setelah menerima kredit buka warung dan usaha rental PS. Peminjam nomor 6 sebelum menerima kredit usaha pokok berdagang hanya punya 1 buah warung, setelah menerima kredit bertambah menjadi 2 buah warung. Peminjam nomor 10 sebelum menerima kredit usaha pokok berdagang makanan dan minuman, setelah menerima kredit usahanya berdagang dan ojek. Khusus untuk Peminjam nomor 3 sebelum menerima kredit buka 1 buah kios sebagai sales sparepart kendaraan bermotor, dikarenakan usahanya tidak berjalan lancar, maka setelah menerima kredit berganti usaha menjadi supir angkot. Dari 4 orang Peminjam yang melakukan perluasan pasar, ada 7 orang Peminjam tidak melakukan perluasan pasar. Hal ini disebabkan karena semua Peminjam hanya mengembangkan usaha yang telah ada, tanpa membuka usaha baru. Oleh karena itu semua Peminjam memanfaatkan pinjamannya untuk menambah modal kerja mereka dan melakukan investasi di bidang usaha yang sama pada saat sebelum maupun sesudah adanya pinjaman kredit 5.6.1.4. Dampak Terhadap Peningkatan Pendapatan Mengukur tingkat pendapatan masyarakat dapat dilihat dari penggunaan pendapatan yang diterima untuk keperluan memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan. Untuk memperkecil kesalahan dalam pengukuran tingkat pendapatan tersebut maka perhitungan dengan rata-rata per bulan. Keberhasilan pelaksanaan kredit pola Swamitra dapat dilihat dari kemajuan usaha para pemanfaat kredit Swamitra. Keberhasilan tersebut salah satunya dapat dilihat apakah pemberian kredit modal usaha melalui pola Swamitta memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima kredit Swamitra Pendapatan rumah tangga Peminjam merupakan seluruh penerimaan yang diterima rumah tangga selama satu bulan yang diperoleh dari berbagai sumber pendapatan. Pendapatan Peminjam diperoleh dari berbagai sumber yaitu dari usaha pokok dan usaha sampingan. Pendapatan usaha pokok Peminjam bervariasi mulai dari berdagang makanan dan minuman sampai menjual jasa seperti menjahit, service mobil, dll, untuk lebih jelas tentang jenis usaha pokok dan usaha sampingan dapat dilihat pada
xv
xvi
Tabel 4 di atas. Berikut ini Tabel 10 yang menjelaskan pengaruh pemberian kredit terhadap pendapatan Peminjam sebagai penerima kredit dengan membandingkan antara pendapatan sebelum dan sesudah menerima kredit tersebut.
Tabel 26. Pendapatan Bersih Peminjam Sebelum dan Sesudah memperoleh Kredit Swamitra. Kredit Lancar No
Pendapatan rata-rata perbulan (Rp/bln)
1 2 3 4 5 6 7
< 500.000 500.000-1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000- 2.000.000 2.000.000- 2.500.000 2.500.000- 3.000.000 > 3.000.000 Jumlah Kredit Macet No 1 2
Pendapatan rata-rata perbulan (Rp/bln)
< 1.000.000 1.000.000-1.500.000 Jumlah Sumber : Data Primer, 2008.
Sebelum Jumlah (%) (Peminjam) 4 44,45 2 22,22 1 11,11 1 11,11 1 11,11 9 100,00
Sesudah Jumlah (%) (Peminjam) 33,33 3 11,11 1 11,11 1 22,22 2 22,22 2 100,00 9
Sebelum Jumlah (%) (Peminjam) 2 100,00 0 0 2 100,00
Sesudah Jumlah (%) (Peminjam) 1 50,00 1 50,00 2 100,00
Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa pendapatan rata-rata per bulan dari seluruh Peminjam kredit lancar dengan jumlah pinjaman < Rp. 10 Juta, cenderung meningkat. Sebelum Peminjam menerima kredit Swamitra ada sekitar 4 orang (44,45 %) yang ratarata pendapatan per bulan nya < Rp.500.000 dan sesudah menerima kredit Swamitra menjadi 3 orang. Begitu juga pada range pendapatan per bulan Rp.500.000-1.000.000
xvi
xvii
sebelum menerima kredit ada 2 orang, setelah menerima kredit menjadi 1 orang. Kondisi setelah menerima kredit, pendapatan per bulan Peminjam menjadi meningkat dapat dilihat pada Peminjam yang memiliki pendapatan per bulan antara Rp.1.500.0002.000.000 dan
> Rp.3.000.000. Sedangkan pendapatan per bulan pada
Peminjam kredit macet juga mengalami peningkatan, tetapi masih ada juga yang tidak mengalami peningkatan.
5.6.2. Dampak Terhadap Peminjam Skala Sedang (Pinjaman Rp 10 Juta sampai dengan Rp 30 Juta) Peminjam dengan jumlah pinjamannya antara Rp 10 juta sampai dengan Rp 30 juta dapat dilihat pada Tabel 27. Pada Tabel 27 dapat juga diketahui mengenai jenis mata pencarian utama dan mata pencarian sampingan dari masing-masing Peminjam dengan besar kredit serta tujuan dari pinjaman dana melalui pola Swamitra. Tujuan penggunaan dana yang diperoleh Peminjam adalah untuk modal kerja (7 orang) dan untuk investasi dan modal kerja (4 orang). Hal ini berbeda dengan seluruh Peminjam yang jumlah pinjamannya
< Rp.10 juta, dana dimanfaatkan hanya untuk modal kerja.
Tabel 27. Jenis Pekerjaan Pokok dan Sampingan, Besar Kredit dan Tujuan Penggunaan Pinjaman yang diperoleh. Besar Kredit No Jenis Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan (Rp) Peminjam 1 Berdagang buah Rumah sewa 25.000.000 2 Berdagang ikan Rumah sewa 20.000.000 Kontraktor, kebun 3 Pengusaha batu bata 25.000.000 karet 4 Home industri wajik 16.000.000 5
Apotik kelontongan
6 7
Menjahit Peras kelapa
8
Wiraswasta
9 Berdagang 10 Berdagang 11 Ponsel Sumber : Data Primer, 2008.
Penjaga kantor Rental mobil
15.000.000 20.000.000 12.000.000 17.000.000 20.000.000 25.000.000 30.000.000
Tujuan Penggunaan Modal kerja Modal kerja Investasi, modal kerja Investasi Investasi, Modal kerja Modal kerja Modal kerja Investasi, Modal kerja Modal kerja Modal kerja Modal kerja
xvii
xviii
5.6.2.1. Dampak Terhadap Peningkatan Aset dan Skala Usaha Jenis aset serta peningkatan dari aset yang dimiliki seluruh Peminjam kredit lancar (10 orang) dengan jumlah pinjaman antara Rp.10 juta sampai dengan Rp.30 juta, dapat dilihat pada Tabel 28 dibawah ini. Sebelum menerima kredit Swamitra aset finansial dimiliki oleh 7 orang (70 %) Peminjam, sedangkan yang tidak memiliki aset finansial ada 3 orang (30 %) Peminjam. Dari Tabel 28 dapat juga diketahui bahwa seluruh Peminjam kredit lancar memiliki aset finansial yaitu setelah menerima kredit Swamitra dan setelah beberapa lama memperoleh hasil dari usaha yang dijalankannya. Demikian juga dengan aset riil yang dimiliki oleh masing-masing Peminjam, sebelum menerima kredit masih ada Peminjam yang belum memiliki rumah dan kendaraan, tetapi kondisi ini berubah setelah memanfaatkan dana pinjaman Swamitra selain Peminjam sudah memiliki rumah dan kendaraan, mereka juga masih bisa mengelola usaha yang telah ada selama ini. Meskipun setelah menerima kredit Swamitra Peminjam yang memiliki aset riil berupa tanah dan kendaraan berkurang 1 orang, yang sebelumnya ada 3 orang. Sedangkan aset riil berupa tanah, kendaraan dan barang perhiasan sebelum menerima kredit Swamitra ada 3 orang, setelah menerima kredit Swamitra tidak ada Peminjam yang memiliki aset riil tersebut dan aset riil berupa rumah, kendaraan, tanah dan barang perhiasan, sebelumnya masih ada 1 orang Peminjam setelah menerima kredit tidak ada Peminjam yang memiliki aset riil tersebut. Hal ini disebabkan karena beberapa Peminjam tersebut, lebih memilih aset finansial yang dapat dimanfaatkan untuk menambah modal kerja dari usaha yang mereka kembangkan, dengan menjual aset riil yang mereka miliki. Jumlah Peminjam kredit macet dengan jumlah pinjaman antara Rp.10 juta sampai dengan Rp.30 juta, hanya 1 orang. Sebelum dan sesudah Peminjam memanfaatkan kredit Swamitra, kondisi aset finansial tidak mengalami perubahan. Berbeda dengan aset rii yang dimiliki, setelah menerima kredit Swamitra, Peminjam memiliki tanah, rumah dan kendaraan. Dimana awalnya aset riil yang dimiliki hanya berupa kendaraan dan barang perhiasan. Hal ini disebabkan karena meskipun Peminjam menunggak kewajiban dari pinjaman kredit Swamitra tersebut, tetapi pembayaran tetap diselesaikan
xviii
xix
dengan cara dibayar setiap 2 atau 3 bulan sekali sampai habis waktu pinjaman tersebut. Penundaan pembayaran kredit ini disebabkan karena usaha yang dikelola tidak bersifat kontinyu/tidak setiap bulan menghasilkan, meskipun demikian Peminjam tetap mampu membayar/mencicil pinjaman karena Peminjam selain sebagai pengusaha batu bata juga memiliki mata pencarian lain yaitu sebagai kontraktor dan berkebun karet (Peminjam nomor 3 pada Tabel 28).
Tabel 28. Jenis aset yang dimiliki oleh Peminjam. Kredit Lancar No
Jenis Aset Yang Dimiliki
Aset Finansial Ada Tidak ada Jumlah 2 Aset Riil Rumah Rumah, kendaraan Tanah, Kendaraan Tanah, kendaraan, barang perhiasan Rumah, kendaraan, tanah, barang perhiasan Tanah, barang perhiasan Jumlah Kredit Macet
Sebelum Jumlah Persentase (jiwa) (%)
Sesudah Jumlah Persentase (jiwa) (%)
1
No 1
2
Jenis Aset Yang Dimiliki Aset Finansial Ada Tidak ada Jumlah Aset Riil Kendaraan, barang perhiasan Tanah, rumah, kendaraan,
7 3 10
70,00 30,00 100,00
10 0 10
100,00 0 100,00
0 0 3
0 0 30,00
1 1 2
10,00 10,00 20,00
3
30,00
0
0
1
10,00
0
0
2 10
20,00 100,00
6 10
60,00 100,00
Sebelum Jumlah Persentase (jiwa) (%)
Sesudah Jumlah Persentase (jiwa) (%)
1 0 1
100,00 0 100,00
1 0 1
100,00 0 100,00
1 0
100,00 0
0 1
0 100,00
xix
xx
Jumlah Sumber : Data Primer 2008
1
100,00
1
100,00
Pengaruh dana kredit Swamitra ini tidak hanya terhadap peningkatan aset finasial dan aset riil saja, tetapi juga berpengaruh terhadap volume penjualan dari barang dan jasa dari masing-masing Peminjam yang pinjamannya Rp.10 – 30 juta. Peminjam kredit lancar yang mengalami peningkatan volume penjualannya ada sebanyak 4 orang (40 %) sedangkan yang tidak mengalami peningkatan sebanyak 6 orang (60 %). Sedangkan Peminjam kredit macet (1 orang) mengalami peningkatan volume penjualan per bulan dari Rp.2.500.000-Rp.3.000.000 menjadi > Rp.3.000.000. Kondisi ini dapat juga dilihat pada Tabel 29 Tabel 29. Keadaan Volume Penjualan per Bulan Peminjam Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra. Kredit Lancar No
Volume Penjualan Ratarata perbulan (Rp/bln)
1 2 3 4 5 6
< 1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000-2.000.000 2.000.000-2.500.000 2.500.000-3.000.000 > 3.000.000 Jumlah Kredit Macet No 1 2 3
Volume Penjualan Ratarata perbulan (Rp/bln)
< 1.000.000 2.500.000-3.000.000 > 3.000.000 Jumlah Sumber : Data Primer, 2008.
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 1 10,00 0 0 1 10,00 1 10,00 2 20,00 1 10,00 6 60,00 8 80,00 10 100,00 10 100,00 Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 0 0 0 0 1 100,00 0 0 0 0 1 100,00 1 100.00 1 100.00
5.6.2.2. Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Perkembangan penggunaan tenaga kerja dalam suatu usaha menunjukkan perkembangan dari usaha tersebut. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa Setelah menerima
xx
xxi
kredit Swamitra, jumlah Peminjam yang menggunakan tenaga kerja hanya 1 orang dalam setiap usaha yang dikelolanya menjadi berkurang (dari 5 Peminjam menjadi 3 Peminjam), yang menggunakan tenaga kerja 2 orang dalam usahanya menjadi bertambah (dari 1 Peminjam menjadi 2 Peminjam). Ada 4 orang Peminjam yang menggunakan tenaga kerja sebanyak 3 orang dalam usahanya dan jumlah tenaga kerja yang paling banyak digunakan adalah 9 orang dengan jumlah Peminjam hanya 1 orang. Hal ini menunjukkan bahwa setelah adanya pemanfaatan dana kredit Swamitra maka jumlah tenaga kerja yang digunakan semakin meningkat untuk menghasilkan barang/jasa yang lebih banyak, artinya usaha yang dikelola Peminjam semakin berkembang. Tabel 30. Jumlah Tenaga Kerja Peminjam Sebelum dan Sesudah Menerima Kredit Swamitra. Kredit Lancar
No
Sebelum
Jumlah Tenaga Kerja Yang digunakan
Sesudah
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(Peminjam)
(%)
(Peminjam)
(%)
1
1 orang
5
50,00
3
30,00
2
2 orang
1
10,00
2
20,00
3
3 orang
3
30,00
4
40,00
4
5 orang
0
0
1
10,00
5
6 orang
1
10,00
0
0
6
9 orang
0
0
1
10,00
10
100,00
10
100,00
Jumlah Kredit Macet
No
Sebelum
Jumlah Tenaga Kerja Yang digunakan
Sesudah
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
(Peminjam)
(%)
(Peminjam)
(%)
1
2 orang
1
0
1
0
2
3 orang
0
0
0
0
xxi
xxii
Jumlah
1
100
1
100
Sumber : Data Primer 2008 Dari Tabel 30 juga dapat disimpulkan bahwa Peminjam kredit macet tidak mengalami peningkatan maupun penurunan tenaga kerja. Artinya pemberian kredit oleh Bank Bukopin melalui pola Swamitra tidak mempengaruhi Peminjam kredit macet untuk menambah ataupun mengurangi jumlah tenaga kerja yang digunakan. Untuk lebih jelasnya, perubahan tenaga kerja tersebut dapat dilihat dari Tabel 31 di bawah ini.
xxii
xxiii
Tabel 31. Perubahan Tenaga Kerja Sesudah Menerima Kredit Kredit Lancar No
Keterangan
Jumlah (Peminjam)
Persentase (%)
1
Tenaga Kerja Bertambah
6
60,00
2
Tenaga Kerja Tetap
4
40,00
3
Tenaga Kerja Berkurang
0
0
Jumlah
10
100,00
Jumlah (Peminjam)
Persentase (%)
Kredit Macet No
Keterangan
1
Tenaga Kerja Tetap
0
0
2
Tenaga Kerja Tetap
1
100,00
3
Tenaga Kerja Berkurang
0
0
Jumlah
1
100.00
Sumber : Data Primer 2008 Pada Tabel 31 diketahui jumlah Peminjam kredit lancar yang menambah tenaga kerjanya ada sebanyak 6 orang (60%) dan tidak menambah atau mengurangi tenaga kerjanya ada 4 orang Peminjam (40 %). Penambahan jumlah tenaga kerja ini karena usaha yang dijalankan oleh Peminjam semakin berkembang, volume penjualan yang semakin bertambah dan pasar yang semakin luas sehingga memerlukan tenaga kerja yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. Sementara itu, Peminjam kredit macet tidak mengalami perubahan/tetap jumlah tenaga kerja yang digunakan. Hal ini disebabkan karena Peminjam mempertimbangkan usaha yang tidak kontinyu sehingga masih belum memerlukan penambahan tenaga kerja. 5.6.2.3. Dampak Terhadap Perluasan Pasar Usaha Peminjam dengan pinjaman Rp.10 juta-Rp.30 juta, mengalami perluasan pasar. Hal ini memberikan indikasi bahwa pemberian kredit oleh Bank Bukopin melalui pola Swamitra cukup berhasil. Pada Tabel 32 dapat diketahui bahwa jumlah Peminjam
xxiii
xxiv
yang usahanya mengalami perluasan pasar ada sebanyak 4 orang (36,67 %) dan yang tidak mengalami perluasan pasar ada sebanyak 7 orang (63,63 %). Pemberian kredit melalui pola Swamitra tidak mempengaruhi perluasan pasar Peminjam, disebabkan karena permintaan terhadap barang dan jasa yang diusahakan Peminjam tidak meningkat secara significan sehingga menurut Peminjam tidak perlu menambah cabang usaha yang sama di lokasi yang berbeda. Kondisi ini berbeda dengan Peminjam yang mengalami perluasan pasar, menurut mereka perlu menambah cabang usaha lama juga perlu menambah cabang usaha yang baru di lokasi yang berbeda, dengan pertimbangan permintaan dan tempat dari barang yang dijual meningkat/bertambah. Sementara untuk debitur kredit macet (1 orang) mengalami perluasan pasar. Dengan adanya fasilitas kredit, usaha batu bata yang dikelolanya mengalami perluasan pasar dalam artian bertambahnya jumlah produksi batu bata dengan bertambahnya tempat memproduksi batu bata tersebut yaitu awalnya hanya 1 buah tungku bertambah menjadi 3 buah tungku. Namun meskipun demikian perputaran/pengembalian modal dalam usaha Peminjam ini masih lambat/tidak kontinyu setiap bulan, dikarenakan selain usaha baru bata Peminjam juga menanamkan modalnya untuk usaha kebun karet yang sifatnya musiman untuk menghasilkan. Tabel 32. Perluasan Pasar Usaha Peminjam dengan Pinjaman antara Rp 10 -30 Juta No Usaha pokok Peminjam 1 Berdagang buah 2 Berdagang ikan 3 Pengusaha batu bata 4 Home industri wajik 5 Apotik kelontongan 6 Menjahit 7 Peras kelapa 8 Wiraswasta ( service mobil ) 9 Berdagang 10 Berdagang 11 Ponsel Sumber : Data Primer 2008
Sebelum Menerima Kredit 1 Kios 1 Kios 1 Tungku 6 Jalur pemasaran Pasar dupa Marpoyan damai Pasar dupa Marpoyan damai Pasar dupa Jl. Adi sucipto tidak ada ruko
Setelah Menerima Kredit 2 Kios 1 Kios, rumah sewa,oplet 3 Tungku, kebun karet 11 Jalur pemasaran Pasar dupa Marpoyan damai Pasar dupa Marpoyan damai Pasar dupa Jl. Adi sucipto 1 ruko (sewa)
xxiv
xxv
5.6.2.4. Dampak Terhadap Peningkatan Pendapatan Menurut Soetrisno (2002) salah satu indikator penting untuk mengetahui tingkat pendapatan dari suatu usaha adalah nilai tukar produk usaha. Semakin tinggi nikai tukar produk, semakin tinggi pendapatan pelaku usaha. Sebaliknya semakin rendah nilai tukar produk usaha maka semakin rendah tingkat pendapatan pelaku usaha. Nilai tukar yang dimaksudkan di sini adalah harga yang diterima pelaku usaha dari hasil penjualan produknya. Dari Tabel 33 dapat diketahui bahwa setelah memanfaatkan dana kredit Swamitra, maka pendapatan rata-rata per bulan dari masing-masing peminjam cenderung meningkat dibandingkan dengan kondisi sebelum menerima kredit. Artinya nilai tukar produk (barang/jasa) dari masing-masing Peminjam semakin meningkat sehingga harga yang diperoleh juga semakin bagus. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Pendapatan Bersih Peminjam Sebelum dan Sesudah memperoleh Kredit Swamitra. Kredit Lancar No
Pendapatan rata-rata perbulan (Rp/bln)
1 2 3 4 5 6 7 8
< 1000.000 1.000.000-2.000.000 2.000.000-3.000.000 3.000.000- 4.000.000 4.000.000- 5.000.000 6.000.000- 7.000.000 7.000.000- 8.000.000 > 8.000.000 Jumlah Kredit Macet No 1 2 3 4 5 6
Pendapatan rata-rata perbulan (Rp/bln) < 1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000-2.000.000 2.000.000- 2.500.000 2.500.000- 3.000.000 > 3.000.000 Jumlah
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 2 20,00 2 20,00 2 20,00 0 0 0 0 1 10,00 2 20,00 2 20,00 0 0 1 10,00 0 0 0 0 2 20,00 0 0 2 20,00 4 40,00 10 100.00 10 100.00 Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 1 100,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 100,00 1 100,00 1 100,00
xxv
xxvi
Sumber : Data Primer 2008 Pada Tabel 33 tersebut, peminjam kredit lancar yang tertinggi mengalami peningkatan pendapatan adalah peminjam pada nilai pendapatan rata-rata per bulan > Rp.8.000.000 yaitu sebelum menerima kredit hanya 2 orang peminjam dan setelah menerima kredit meningkat menjadi 4 orang. Demikian juga, bagi peminjam kredit macet, dana kredit Swamitra sangat membantu di dalam perkembangan usahanya. Meskipun dalam membayar cicilan kredit setiap bulan sering menunggak, tetapi pendapatan rata-rata per bulan semakin meningkat. Hal ini disebabkan jenis usaha yang dikelolanya tidak menghasilkan setiap bulan, tetapi jika telah menghasilkan akan meningkatkan pendapatan Peminjam.
5.6.3. Dampak Terhadap Peminjam Skala Besar (Pinjaman Rp. 30 Juta sampai Rp. 50 Juta) Pada Tabel 17 lalu dapat diketahui mengenai Peminjam dengan jumlah pinjamannya antara Rp. 30 Juta sampai dengan Rp. 50 Juta dengan jenis mata pencarian utama yang bervariasi yaitu berdagang, bengkel mobil dan menjahit. Seluruh Peminjam penerima jumlah pinjaman antara Rp 30-50 juta, cenderung menggunakan dana Swamitra untuk mengembangkan usaha yang telah ada dalam memperkuat modal dan memanfaatkan potensi sumberdaya serta aset finansial dan aset riil yang dimiliki. Mengenai kepemilikan aset Peminjam dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Jenis Pekerjaan Pokok dan Sampingan, Besar Kredit dan Tujuan Penggunaan Pinjaman yang diperoleh. No Peminjam 9 10 20 24 27 28 29 30
Jenis Pekerjaan Pokok Berdagang Buka warung/kedai Menjahit Berdagang warung dan bengkel mobil berdagang berdagang berdagang
Besar Kredit 40.000.000 40.000.000 34.000.000 37.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000 50.000.000
Tujuan Penggunaan Modal Kerja Modal Kerja Modal kerja Modal Kerja Modal Kerja Modal Kerja Modal Kerja Modal Kerja
xxvi
xxvii
Sumber : Data Primer 2008
5.6.3.1. Dampak Terhadap Peningkatan Aset dan Skala Usaha Peminjam yang termasuk kelompok pinjamannya antara Rp.30 juta-Rp.50 juta memanfaatkan dana kredit Swamitra juga memberikan pengaruh terhadap aset yang dimiliki Peminjam. Semakin berkembang usaha yang dijalankan maka semakin bertambah aset yang dimiliki. Untuk lebih jelasnya bagaimana pengaruh pemberian dana kredit pola Swamitra terhadap peningkatan aset dan skala usaha, dapat dilihat kembali pada Tabel 19. Jenis aset yang dimiliki Peminjam kredit lancar adalah aset finansial dan aset riil. Pemberian kredit oleh Bank Bukopin ini telah membantu Peminjam dalam menambah modal kerja bagi usahanya sehingga aset finansial yang dimiliki Peminjam menjadi bertambah. Awalnya hanya 6 orang Peminjam yang memiliki aset finansial, setelah ada kredit seluruh Peminjam (7 orang) memiliki aset tersebut. Setelah kredit dimamfaatkan Peminjam, aset riil yang paling banyak dimiliki Peminjam (2 orang Peminjam) atau (28,57 %) termasuk kategori yang sangat lengkap yaitu berupa tanah, kendaraan, rumah dan barang perhiasan. Kondisi ini mengalami penurunan jumlah Peminjam, karena sebelum ada kredit ada 3 orang Peminjam yang memiliki aset riil tersebut. Penurunan ini disebabkan karena ada Peminjam yang menjual beberapa aset riilnya untuk menambah modal kerja usaha, agar usaha mereka dapat terus berkembang. Peminjam kredit macet awalnya tidak memiliki aset finansial tetapi setelah memperoleh dana pinjaman Swamitra, baru Peminjam memiliki aset finansial. Demikian juga dengan kepemilikan terhadap aset riil, sebelumnya Peminjam hanya memiliki 3 jenis aset riil (kendaraan, rumah dan barang perhiasan) tetapi setelah menerima kredit Swamitra, menjadi 4 jenis aset riil (tanah, kendaraan, rumah dan barang perhiasan). Hal ini menunjukkan bahwa setelah memperoleh dan memanfaatkan dana kredit, maka Peminjam membeli tanah untuk modal kerja dari usaha yang dikelolanya. Sebelum dan sesudah memperoleh kredit Swamitra, volume penjualan barang/jasa dari usaha yang dikembangkan Peminjam kredit lancar, mengalami peningkatan. Berbeda dengan Peminjam kredit macet tidak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan pada kredit lancar jumlah modal usaha akan bertambah begitu juga
xxvii
xxviii
dengan luasan pasar dari produk yang dijualnya akan bertambah juga volume penjualan, sebaliknya pada kondisi kredit macet/menunggak yang tidak meningkat/tetap.
Tabel 35. Jenis aset yang dimiliki oleh Peminjam. Kredit Lancar No
Jenis Aset Yang Dimiliki
Aset Finansial Ada Tidak ada Jumlah Aset Riil 2 Tanah Rumah Rumah, Kendaraan Rumah, Barang Perhiasan Rumah, Kendaraan, Barang Perhiasan Rumah, Kendaraan, Tanah Kendaraan, Barang Perhiasaan Tanah, Kendaraan, rumah, Barang Perhiasan. Jumlah
Sebelum Jumlah Persentase (jiwa) (%)
Sesudah Jumlah Persentase (jiwa) (%)
1
6 1 7
85,71 14,29 100,00
7 0 7
100,00 0 100,00
1 0 1 0 0
14,29 0 14,29 0 0
0 1 0 1 1
0 14,29 0 14,29 14,29
1 1 3
14,29 14,29 42,89
1 0 2
14,29 0 28,57
7
100,00
7
100,00
Kredit Macet No
Jenis Aset Yang Dimiliki
Aset Finansial Ada Tidak ada Jumlah 2 Aset Riil Rumah, Kendaraan, Barang Perhiasaan Rumah, Kendaraan, Tanah, Barang Perhiasan Jumlah Sumber : Data Primer, 2008.
Sebelum Jumlah Persentase (jiwa) (%)
Sesudah Jumlah Persentase (jiwa) (%)
1
0 1 1
0 100,00 100,00
1 0 1
100,00
1
100,00
0
0
0
0
1
100,00
1
100,00
1
100,00
100,00
xxviii
xxix
Pelaksanaan kredit pola Swamitra terhadap masyarakat/Peminjam tidak hanya membantu Peminjam dalam menambah jenis dan jumlah dari barang/jasa yang dijualnya, tetapi juga membantu Peminjam dalam mengembangkan usaha baru dan usaha yang sudah ada sebelum kredit diterima Peminjam. Hal ini disebabkan karena dengan adanya kredit, sumber permodalan usaha menjadi bertambah, sehingga memungkinkan Peminjam memanfaatkan aset yang dimiliki serta menambah barang/jasa yang dijual sehingga meningkatkan volume penjualan dan pendapatan. Keadaan volume penjualan per bulan sebelum dan sesudah
memperoleh kredit
Swamitra dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 36. Volume Penjualan per Bulan Peminjam Sebelum dan Sesudah Memperoleh Kredit Swamitra. Kredit Lancar
1
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 1.000.000 - 2.000.000 1 16,67 0 0
2
4.000.000 - 5.000.000
1
16,67
0
0
3
5.000.000 - 6.000.000
2
33,33
1
16,67
4
6.000.000 - 7.000.000
1
16,67
0
0
5
8.000.000 - 9.000.000
1
16,67
1
16,67
6
9.000.000 -10.000.000
0
0
3
50,00
7
> 10.000.000
0
0
1
16,67
6
100,00
6
100,00
No
Volume Penjualan Rata-rata perbulan (Rp/bln)
Total Kredit Macet No
Volume Penjualan Rata-rata perbulan (Rp/bln)
Sebelum Sesudah Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Peminjam) (%) (Peminjam) (%) 1 50,00 0 0
1
500.000-1.000.000
2
1.500.000- 2.000.000
0
0
1
50,00
3
2.000.000- 2.500.000
1
50,00
0
0
4
> 3.000.000
0
0
1
50,00
xxix
xxx
Total
2
100,00
22
100,00
Sumber : data Primer, 2008. 5.6.3.2.
Dampak Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Pada kajian Peminjam kredit lancar dengan jumlah pinjaman antara Rp.30 juta –
Rp.50 juta, yang mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja yang digunakan sebelum dan sesudah adanya kredit Swamitra sebanyak 4 orang (66,67 %), karena mayoritas tenaga kerja yang digunakan setelah adanya kredit adalah tenaga kerja yang telah bekerja sebelum adanya kredit Swamitra, setelah adanya kredit Swamitra jam kerja tenaga kerja bertambah dengan bertambahnya bidang usaha/skala usaha dan meningkatnya perluasan pasar dari barang/jasa yang dijual, sehingga jumlah tenaga kerja yang digunakan juga bertambah. Sedangkan Peminjam kredit macet/yang menunggak sebanyak 2 orang, sebelum dan sesudah adanya kredit Swamitra tidak menambah jumlah tenaga kerja untuk usaha yang dikelolanya, karena usaha yang dikelola bersifat musiman/tidak setiap bulan menghasilkan, meskipun demikian penghasilan dari usaha Peminjam tergolong tinggi sehingga dapat membayar kewajiban dari pinjaman kredit yang dimanfaatkan. Mengenai tenaga kerja yang digunakan dan perubahan tenaga kerja setelah adanya kredit Swamitra dapat di lihat pada Tabel 37. Tabel 37. Perubahan Tenaga Kerja yang digunakan Setelah Menerima Kredit. Kredit Lancar No Keterangan 1 Tenaga Kerja Bertambah 2 Tenaga Kerja Tetap 3 Tenaga Kerja Berkurang Jumlah Kredit macet No Keterangan 1 Tenaga Kerja Bertambah 2 Tenaga Kerja Tetap 3 Tenaga Kerja Berkurang Jumlah Sumber : Data Primer, 2008.
Jumlah (Responden) 4 2 0 6
Persentase (%) 66.67 33,33 0 100,00
Jumlah (Responden) 0 2 0 2
Persentase (%) 0 100,00 0 100,00
xxx
xxxi
5.6.3.3. Dampak Terhadap Perluasan Pasar Perluasan pasar untuk pengembangan usaha dapat dilihat pada Tabel 41. Perluasan pasar dari usaha Peminjam yang berprofesi sebagai pedagang dengan cara menambah jumlah kios/tempat usaha pakaian dari 1 kios menjadi 2 kios dan menambah lokasi pemasaran dari produk yang dijualnya dari 1 lokasi menjadi 2 lokasi serta membeli kios, awalnya menyewa tetapi setelah memanfaatkan dana kredit Swamitra mampu membelinya serta Peminjam yang berusaha di bidang jasa, awalnya hanya membuka warung, tetapi setelah menerima pinjaman modal kerja melalui pola Swamitra selain membuka warung juga buka bengkel mobil/service mobil. Sedangkan Peminjam yang tidak melakukan perluasan pasar yaitu 1 orang Peminjam yang berusaha di bidang jasa yaitu menerima jahitan dan 2 orang Peminjam sebagai pedagang (masing-masing berlokasi di Purwodadi dan Jl. Kutilang Simpang Panam). Hal ini disebabkan karena penggunaan dana kredit Swamitra atau dana dari hasil usaha stelah memanfaatkan dana kredit digunakan untuk menambah jumlah dan jenis barang dagangan maupun menambah sarana penunjang usaha yaitu menambah jumlah bangku dan memperbaiki fasilitas tempat berusaha agar lebih nyaman. Tabel 38. Perluasan Pasar dari Usaha Pokok Peminjam No Peminjam 9 10 20 24
Berdagang Berdagang/Buka kedai Menjahit Berdagang
Sebelum Menerima Kredit 1 Kios pakaian Sewa kios Marpoyan damai Purwodadi
27
Warung dan bengkel mobil
Jl. Suka karya (warung)
28 29 30
Berdagang Berdagang Berdagang
Jl. Kutilang Purwodadi (1 lokasi) Jl. Suka karya
Usaha Pokok
Setelah Menerima Kredit 2 Kios pakaian Milik sendiri Marpoyan damai Purwodadi Jl. Suka karya (warung,bengkel) Jl. Kutilang Purwodadi (2 lokasi ) Jl. Suka karya
5.6.3.4. Dampak Terhadap Peningkatan Pendapatan Peningkatan pendapatan masyarakat setelah memanfaatkan dana pinjaman modal usaha melalui pola Swamitra secara tidak langsung berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Hal ini dapat dipahami jika dilihat dari posisi Peminjam sebagai produsen/penjual, semakin banyak barang yang terjual, semakin meningkat
xxxi
xxxii
proses/aktivitas/transaksi yang terjadi di pasar dan semakin meningkat pula uang yang beredar di pasar, yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya volume penjualan dan tumbuhnya usaha baru/berkembangnya usaha yang sudah ada, sehingga pendapatan Peminjam menjadi semakin meningkat. Untuk mengetahui kondisi pendapatan bersih Peminjam/masyarakat penerima kredit pola Swamitra dengan kisaran sebesar 30 – 50 juta dapat dilihat Tabel 39 Berdasarkan Tabel 39 itu, terlihat pendapatan meningkat sesudah memperoleh dana kredit pola Swamitra dibandingkan sebelum menerima kredit, hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas Peminjam memanfaatkan kredit dengan baik sesuai kebutuhan usaha yang dikelolanya. Peningkatan jumlah modal dari pola Swamitra ini memberikan dampak positif pada peningkatan jumlah pendapatan Peminjam, meskipun tujuan penggunaan dana tidak hanya untuk modal kerja tetapi juga digunakan untuk investasi. Disamping itu, seluruh Peminjam memiliki aset finansial dan aset riil sebagai sumberdaya ekonomi yang digunakan untuk perkembangan usaha yang mereka miliki sehingga berpengaruh positif terhadap pendapatan Peminjam. Tabel 39. Pendapatan Bersih Peminjam Sebelum dan Sesudah memperoleh Kredit Swamitra. Kredit Lancar No
Pendapatan rata-rata perbulan (Rp/bln)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
< 1000.000 1.000.000 - 2.000.000 2.000.000 - 3.000.000 3.000.000 - 4.000.000 4.000.000 - 5.000.000 5.000.000 - 6.000.000 6.000.000 - 7.000.000 7.000.000 - 8.000.000 8.000.000 - 9.000.000 9.000.000 -10.000.000 > 10.000.000 Jumlah Kredit Macet No 1 2
Pendapatan rata-rata perbulan (Rp/bln) < 500.000 500.000-1.000.000
Sebelum Sesudah Jumlah Jumlah Persentase Persentase (%) (Peminjam) (Peminjam) (%) 1 16,67 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 33,33 1 16,67 1 16,67 0 0 1 16,67 0 0 0 0 1 16,67 1 16,67 3 50,00 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 16,67 6 100,00 6 100,00 Sebelum Sesudah Jumlah Jumlah Persentase Persentase (%) (Peminjam) (Peminjam) (%) 1 50,00 1 50,00 0 0 0 0
xxxii
xxxiii
3 4 5 6 7
1.000.000-1.500.000 1.500.000- 2.000.000 2.000.000- 2.500.000 2.500.000- 3.000.000 > 3.000.000 Jumlah
0 1 0 0 0 2
0 50,00 0 0 0 100,00
0 1 0 0 0 2
0 50,00 0 0 0 100,00
Sumber : Data Primer, 2008.
5.7. Masalah Yang Dihadapi Oleh Peminjam Permasalahan yang dihadapi oleh Peminjam penerima kredit Bank Bukopin melalui pola Swamitra secara umum adalah sebagai berikut : 1. Agunan merupakan persyaratan wajib mendapatkan pinjaman Bank Bukopin melalui pola Swamitra baik sebelum maupun setelah diperoleh kredit. Mayoritas Peminjam menyatakan sanggup dan tidak menjadi masalah dengan adanya agunan seperti sertifikat rumah/tanah, karena mereka memiliki surat berharga dari aset riil yang ada. Bagi Peminjam yang tidak memiliki agunan maka menggunakan surat berharga/sertifikat rumah/tanah milik orang lain seperti dari sanak famili, kerabat dekat dan mitra usaha mereka. Peminjaman agunan ada perjanjian tertulis dengan ketentuan, agunan dikembalikan tepat waktu dan berkewajiban membagi jumlah dana pinjaman yang diperoleh, dengan porsi (70 %, untuk peminjam agunan : 30 % untuk pemilik agunan) sedangkan cicilan kredit setiap bulan wajib dibayar oleh peminjam agunan. Meskipun hanya beberapa Peminjam yang menghadapi masalah ini, tetap saja akan menimbulkan masalah bagi peminjam agunan. 2. Kondisi riil usaha Peminjam yaitu jumlah modal sendiri (aset finansial). Jumlah modal sendiri yang dimiliki Peminjam dalam menjalankan usahanya merupakan persyaratan juga untuk memperoleh kredit. Kondisi yang sebenarnya, persyaratan ini tidak semua Peminjam dapat memenuhinya, meskipun demikian mereka masih bisa memperoleh pinjaman kredit karena memiliki aset riil. Umumnya masalah yang dihadapi Peminjam adalah ketidaksanggupan membiayai usahanya dengan modal sendiri.
xxxiii
xxxiv
3. Suku bunga kredit Bank Bukopin melalui pola Swamitra adalah sekitar 9 persen per tahun, lebih tinggi dibandingkan suku bunga dari lembaga keuangan mikro lainnya seperti Bank Rakyat Indonesia (BRI) yaitu sekitar 6,00 – 11,00 persen per tahun dan Bank Riau sekitar 7,00 – 11,00 persen per tahun tergantung jenis kreditnya. Meskipun demikian mayoritas Peminjam merasa puas dengan pelayanan yang diberikan Swamitra karena pengurusan untuk memperoleh pinjaman lebih cepat, prosedur lebih mudah dan tidak berbelit-belit. 4. Perlu adanya kesesuaian antara lama pinjaman dengan jumlah pinjaman, karena masih ada sebagian Peminjam yang memiliki usaha yang tidak kontinyu menghasilkan setiap bulannya. Ada sebanyak 29 Peminjam setuju dengan besarnya pinjaman yang ditentukan oleh pihak Bank dan 1 Peminjam tidak setuju dengan besarnya jumlah pinjaman yang ditentukan oleh pihak Bank dengan alasan jumlah pinjaman lebih diperbesar lagi. 27 Peminjam menyatakan bunga swamitra dalam kategori sedang dan 3 orang yang menyatakan kecil. 5. Ada 5 Peminjam yang menunggak dan 25 orang yang tidak menunggak. Permasalahan yang dihadapi oleh Peminjam macet/menunggak adalah kebutuhan hidup yang lain yang lebih mendesak saat itu, sehingga dana yang seharusnya untuk angsuran dipakai untuk kepentingan yang lain (kredit rumah, sepeda motor), kondisi kesehatan dari Peminjam dimana dana untuk angsuran dipakai untuk biaya perobatan, adanya kegagalan usaha yang dibangun dengan menggunakan dana pinjaman, adanya pihak ketiga yang menyebabkan usaha dari Peminjam terganggu baik itu penipuan dan melarikan uang dari usaha yang ada, relasi dari Peminjam dengan pihak luar bermasalah. Dari beberapa masalah yang dihadapi Peminjam menunggak, masalah yang paling dominan dan menjadi masalah permanen adalah penghasilan yang diperoleh dari usaha yang dikelola Peminjam tidak bersifat kontinyu/tidak setiap bulan usaha yang dikelola menghasilkan.
xxxiv