Strategi Sanitasi Kota Parepare
BAB 2 PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1. Gambaran Wilayah Kota Parepare merupakan salah satu daerah di Sulawesi Selatan yang memiliki posisi strategis karena terletak pada jalur perlintasan transportasi darat maupun laut, baik arah Utara-Selatan maupun Timur-Barat. Kota Parepare secara geografis terletak antara 3 0 57’ 39” – 40 04’ 49” Lintang Selatan dan 119 0 36’ 24” – 1190 43’ 40” Bujur Timur. Secara administrasitif wilayah, Kota Parepare berbatasan dengan: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pinrang; - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sidenreng Rappang; - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Barru; - Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar. Kondisi Topografi Kota Parepare terdiri dari daerah datar sampai bergelombang, dengan klasifikasi kurang lebih 80% luas daerahnya merupakan daerah perbukitan dan sisanya daerah datar dengan ketinggian 25-500 meter diatas permukaan laut (mdpl), dengan dataran tinggi bergelombang dan berbukit (88,96%) dengan fungsi dominan untuk lahan perkebunan (18,56%), kehutanan (43,04%), dan daerah permukiman (1,57%), serta sebagaian kecil merupakan dataran rendah yang rata hingga landai (11,04%) dengan fungsi permukiman (2,80%), pertanian (9,40%) dan perikanan (0,24%). Luas wilayah Kota Parepare tercatat 9.933 Ha dengan luas area terbangun 2.430 Ha, meliputi 4 kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan. Berdasarkan luas wilayah dari masing-masing kecamatan di Kota Parepare, menunjukkan bahwa wilayah kecamatan terluas adalah Kecamatan Bacukiki dengan luas kurang lebih 6.670 Ha atau sekitar 67,15% dari luas wilayah Kota Parepare, sedangkan kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Soreang dengan luas wilayah kurang lebih 833 Ha atau sekitar 8,38% dari luas Kota Parepare. Wilayah kajian SSK seluruh wilayah administrasi Kota Parepare. (Lihat Peta 2.1. Peta Wilayah Kajian SSK Kota Parepare dan Tabel 2.1. Nama dan Luas Wilayah per-Kecamatan serta Jumlah Kelurahan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
14
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
15 15
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.1. Nama dan Luas Wilayah per-Kecamatan serta jumlah Kelurahan Luas Wilayah Nama Kecamatan
Jumlah Kelurahan/ Desa
Administrasi
Terbangun
(%) Terhadap Total Administrasi
(Ha)
(Ha)
(%) Terhadap Luas Adminitrasi
Bacukiki
4
6.670
67,15
1.186
17,79
Bacukiki Barat
6
1.300
13,09
228
17,52
Ujung
5
1.130
11,38
663
58,64
Soreang
7
833
8,38
353
42,40
22
9.933
100
2.430
24,46
Total
Sumber: Kota Parepare Dalam Angka Tahun 2014
Data menunjukkan jumlah penduduk Kota Parepare pada Tahun 2013 sebanyak 135.200 jiwa yang tersebar pada 4 kecamatan. Kecamatan Soreang merupakan wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi, yakni mencapai 45.551 jiwa dengan jumlah rumah tangga yang tercatat sebanyak 11.388 KK. Kondisi menunjukkan adanya pertambahan jumlah penduduk yang tidak sedikit, dari 132.048 jiwa pada tahun 2012. Penyebarannya juga tidak merata pada setiap kacamatan maupun kelurahan, sehingga kondisi demografi Kota Parepare memiliki tingkat kepadatan yang berbeda. Pertumbuhan
penduduk
Kota
Parepare
setiap
tahun
mengalami
peningkatan, baik yang disebabkan oleh adanya pertumbuhan penduduk Kota Parepare sendiri maupun migrasi dari daerah sekitar Kota Parepare.
Pada
dasarnya tingkat perkembangan jumlah penduduk, dapat digunakan untuk mengestimasi perkiraan jumlah penduduk dimasa yang akan datang. Proyeksi jumlah penduduk dimasa yang akan datang dilakukan dengan pendekatan matematik dan menggunakan kecenderungan pertumbuhan penduduk 5 tahun terakhir.
Metode proyeksi yang digunakan adalah metode matematik dengan rumus geometri. Rumus yang digunakan sebagai berikut:
Pokja Sanitasi Tahun 2015
16
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pt = Po (1 + r)t Pt/Po = (1 + r)t log Pt/Po = log (1+r)t log Pt/Po = t log (1+r) 1/t log Pt/Po = log (1+r) antilog 1/t log Pt/Po = (1+r) antilog 1/t log Pt/Po -1 = r
Keterangan: Po = jumlah penduduk tahun dasar Pt = jumlah penduduk akhir (tahun proyeksi) r = laju pertumbuhan penduduk (%) t = waktu (tahun)
Kota Parepare yang merupakan Kota Niaga dan Jasa dengan rata-rata pertumbuhan penduduk lima tahun terakhir dari tahun 2009 menunjukkan angka 3,28% pertahun. Proyeksi penduduk untuk 5 Tahun kedepan tahun 2019 diprediksikan penduduk Kota Parepare mencapai 164.480 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 41.122 KK, dimana setiap keluarga rata-rata memiliki anggota keluarga sebanyak 4 sampai 5 orang. Kecamatan Soreang memiliki jumlah penduduk terbesar di tahun 2019 yaitu 59.442 jiwa sedangkan Kecamatan Bacukiki dengan jumlah penduduk terendah yaitu 16.989 jiwa. (Lihat Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun dan Tabel 2.3. Jumlah Kepala Keluarga Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
17
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun
Jumlah Penduduk (Orang) No
Nama Kecamatan 2015
1
Bacukiki
2
Wilayah Perkotaan
Wilayah Perdesaan
Total
Tahun
Tahun
Tahun
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
0
0
0
0
0
15.755
16.055
16.361
16.672
16.989
15.755
16.055
16.361
16.672
16.989
Bacukiki Barat
25.634
26.279
26.940
27.618
28.314
17.361
17.798
18.246
18.705
19.176
42.995
44.077
45.186
46.323
47.490
3
Ujung
21.282
21.963
22.666
23.392
24.141
14.473
14.937
15.415
15.909
16.418
35.755
36.900
38.081
39.301
40.559
4
Soreang
37.689
39.398
41.185
43.053
45.006
12.090
12.638
13.211
13.810
14.436
49.779
52.036
54.396
56.863
59.442
Total
84.605
87.640
90.791
94.063
97.461
59.679
61.428
63.233
65.096
67.019
144.284
149.068
154.024
159.159
164.480
Sumber: Analisa Pokja Sanitasi Kota Parepare Tahun 2015
Pokja Sanitasi Tahun 2015
18
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.3. Jumlah Kepala Keluarga Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun
Jumlah KK No
Nama Kecamatan 2015
1
Bacukiki
2
Wilayah Perkotaan
Wilayah Perdesaan
Total
Tahun
Tahun
Tahun
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
0
0
0
0
0
3.939
4.014
4.091
4.168
4.248
3.939
4.014
4.091
4.168
4.248
Bacukiki Barat
6.409
6.569
6.735
6.904
7.078
4.340
4.450
4.561
4.677
4.794
10.749
11.019
11.296
11.581
11.872
3
Ujung
5.321
5.492
5.667
5.849
6.036
3.618
3.734
3.854
3.977
4.105
8.939
9.226
9.521
9.826
10.141
4
Soreang
9.423
9.850
10.298
10.763
11.252
3.023
3.160
3.303
3.453
3.609
12.446
13.010
13.601
14.216
14.861
Total
21.153
21.911
22.700
23.516
24.366
14.920
15.358
15.809
16.275
16.756
36.073
37.269
38.509
39.791
41.122
Sumber: Analisa Pokja Sanitasi Kota Parepare Tahun 2015
Pokja Sanitasi Tahun 2015
19
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Ditinjau dari tingkat kepadatan, penduduk terpadat berada di Kecamatan Bacukiki Barat, yakni 189 jiwa/ha dan yang paling rendah tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Bacukiki, yakni hanya 13 jiwa/ha. Kepadatan penduduk didasarkan atas kondisi distribusi penduduk yang berkaitan dengan jumlah penduduk yang menghuni suatu wilayah berdasarkan batasan wilayah terbangun. Jumlah penduduk yang terdistribusi pada suatu wilayah akan mempengaruhi tingkat konsentrasi pelayanan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. (Lihat Tabel 2.4. Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun)
Tabel 2.4. Tingkat Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun
No
Tingkat Pertumbuhan (%)
Kepadatan Penduduk (Orang/Ha)
Tahun
Tahun
Nama Kecamatan 2015
2016
2017
2018
2019
2015
2016
2017
2018
2019
1
Bacukiki
1,90
1,90
1,90
1,90
1,90
13
14
14
14
14
2
Bacukiki Barat
2,52
2,52
2,52
2,52
2,52
189
194
198
203
208
3
Ujung
3,20
3,20
3,20
3,20
3,20
54
56
57
59
61
4
Soreang
4,54
4,54
4,54
4,54
4,54
141
147
154
161
168
Sumber: Analisa Pokja Sanitasi Kota Parepare Tahun 2015
Menurunnya angka kemiskinan di Kota Parepare adalah salah satu barometer penegakan komitmen pemerintah daerah, pelaku usaha dan segenap unsur masyarakat yang peduli dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Hal tersebut sesungguhnya merupakan implementasi amanat konstitusi bagi pencapaian tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Batang Tubuh UUD 1945, Pasal 27 yakni setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Berdasarkan data dari TNP2K, angka kemiskinan pada tahun 2013 sebesar 4.965 rumah tangga atau 14,69% dari rumah tangga di Kota Parepare. (Lihat Tabel 2.5. Jumlah Penduduk Miskin PerKecamatan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
20
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.5. Jumlah Penduduk Miskin Per-Kecamatan
No
Jumlah Keluarga Miskin (Rumah Tangga)
Nama Kecamatan
1
Bacukiki
860
2
Bacukiki Barat
3
Ujung
4
Soreang
1.644
Total
4.965
1.725 736
Sumber : TNP2K Kota Parepare Tahun 2014
Dalam konteks tata ruang, secara umum penataan ruang di Kota Parepare bertujuan untuk : 1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional; 2. Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya; dan 3. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas. RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KOTA PAREPARE Rencana struktur tata ruang wilayah Kota Parepare merupakan rencana pembentukan dari berbagai elemen kegiatan serta jaringan transportasi, jaringan sarana dan prasarana yang mendukung pusat-pusat pelayanan, sehingga membentuk suatu sistem terpadu yang mampu memanfaatkan potensi wilayah Kota Parepare, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing Kota Parepare utamanya dalam era keterbukaan. Penjenjangan sistem pusat-pusat pelayanan diharapkan dapat menjadi motor penggerak bagi pemerataan pembangunan pada setiap kawasan di Kota Parepare, sehingga peran dari pusat-pusat pelayanan menjadi pusat distribusi dan pelayanan yang akan terbentuk secara terhirarki. (Lihat Peta 2.2. Peta Rencana Struktur Ruang Kota Parepare)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
21
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
22 22
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Rencana Hirarki Sistem Pusat Pelayanan Kota Parepare Secara umum sistem pusat dan skala pelayanan di Kota Parepare terdiri atas pusat pelayanan regional yang meliputi; pusat industri manufaktur dan pergudangan, pusat perdagangan, pusat pelayanan transportasi laut, pusat pelayanan transportasi darat, pusat pelayanan kesehatan dan pusat pelayanan olahraga. Sedangkan untuk pusat pelayanan kota meliputi; pusat pemerintahan kota dan pusat pelayanan kesehatan di Kecamatan Bacukiki. Untuk sub pusat pelayanan kota ada empat buah yaitu di Kecamatan Bacukiki Barat yang penataannya terpadu dengan stasiun Kereta Api dan Terminal Tipe A meliputi Terminal Lumpue yang terletak di Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki, juga di Kecamatan Bacukiki di sekitar pertemuan jalur jalan arteri, di Kecamatan Ujung yang penataannya terpadu dengan stasiun Kereta Api di kota bagian atas, serta di Kecamatan Soreang yang penataannya terpadu dengan terminal bis pembantu dan stasiun Kereta Api di perbatasan Kota Parepare dengan Kabupaten Pinrang. Untuk skala pelayanan lingkungan difokuskan pada bidang kesehatan, pendidikan, olahraga, hubungan sosial dan pengembangan budaya, serta pelayanan administrasi dan perbelanjaan barang kebutuhan harian maupun jasa. Pusat lingkungan dialokasikan menyebar pada setiap kelurahan dan lingkungan perumahan dan permukiman. Pusat Pelayanan Kota (PPK) Direncanakan sebagai Pusat Pelayanan Kota (kawasan inti) dengan fungsi pelayanan berskala kota dan regional/wilayah sekitar. Penyediaan fungsi faslilitas pada kawasan ini mempertimbangkan skala pelayanan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk membentuk aglomerasi dan sistem pelayanan yang terpusat, sehingga akan tercipta pelayanan yang efesien dan efektif. Pusat Pelayanan Kota (PPK) memiliki fungsi pelayanan skala kota, skala pelayanan yang dilayani adalah ditingkat kota sehingga seluruh kawasan Kota Parepare merupakan daerah yang dilayaninya. Fungsi-fungsi PPK mencakup pelayanan maksimal sebagai berikut :
Pokja Sanitasi Tahun 2015
23
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pendidikan, yang mencakup pelayanan berjenjang pendidikan tinggi yang berisifat akademik seperti universitas ataupun institut serta jenjang pendidikan tinggi terapan seperti sekolah tinggi dan politeknik dan setingkatnya serta fasilitas pendukung pendidikan tinggi tersebut seperti perpustakaan, lembaga penelitian dan sejenisnya.
Kesehatan, yang mencakup pelayanan Rumah Sakit bertipe B dan Rumah sakit bersalin.
Sarana peribadatan yang berskala kota.
Gedung pertemuan umum dan sarana budaya berskala kota.
Olahraga dan rekreasi, meliputi gedung olahraga (tunggal), stadion, maupun gelanggang olahraga, taman/kawasan rekreasi berskala kota.
Perdagangan, yang mencakup pusat-pusat perbelanjaan utama seperti kompleks pertokoan dan mall, pasar, bank, dan pelayanan-pelayanan jasa lainnya yang berskala wilayah.
Pola perkembangan Kota Parepare, pada awalnya mengalami kecenderungan pada kawasan pesisir yaitu pada kawasan Lakessi, Mallusetasi dan Labukkang, yang ditandai dengan berkembangnya kegiatan perdagangan dan pelayanan jasa, sehingga pada kawasan tersebut terbentuk pusat kota dengan berbagai aktivitas kota seperti pelayanan perkantoran, kesehatan, militer, pelayanan jasa sosial dan pelayanan umum lainnya. Seiring dengan pertumbuhan kota dan ketersediaan lahan yang mengalami keterbatasan pada kawasan tersebut, sehingga struktur pelayanan mengalami beberapa pergeseran antara lain pusat kegiatan pemerintahan, pusat pelayanan kesehatan dan pendidikan, diarahkan pengembangannya pada Kelurahan Bumi Harapan Kecamatan Bacukiki, dengan ketersediaan lahan yang cukup memadai, sehingga struktur pusat pelayanan Kota Parepare diarahkan pada kawasan tersebut. Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK) Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK) direncanakan berada di setiap kawasan yang berfungsi sebagai pelayanan yang berskala kawasan. Penempatan sub pusat kegiatan ini dilakukan dengan memperhatikan faktor karakteristik dan geografis dari masing-masing Sub PPK yang bertujuan untuk mengembangkan pelayanan terpadu dan menyeluruh ke seluruh kawasan, juga dengan
Pokja Sanitasi Tahun 2015
24
Strategi Sanitasi Kota Parepare
memperhatikan pelayanan kepada kawasan-kawasan yang berada di wilayah sekitarnya. Pengembangan Sub PPK ini juga bertujuan untuk mengurangi beban dan ketergantungan yang sangat tinggi dari Pusat Pelayanan Kota (PPK). Skala pelayanan Sub PPK mencakup empat kecamatan dan beberapa kelurahan yang berada di pusat pelayanan pengembangan kawasan pada Kecamatan Soreang (Bukit Harapan), Ujung (Labukkang), Bacukiki (Lemoe), dan Bacukiki Barat (Lumpue). Sub PPK ini dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya yang diarahkan sesuai dengan fungsionalisasi yang diembannya. Fungsi-fungsi Sub PPK mencakup pelayanan:
Pendidikan, yang mencakup pendidikan tinggi berupa pendidikan tinggi yang berisifat akademik seperti universitas ataupun institut maupun pendidikan tinggi terapan seperti politeknik dan sekolah tinggi serta fasilitas-fasilitas gedung praktek penunjang kegiatan belajar mengajar dengan skala dan luasan yang terbatas.
Kesehatan, mencakup balai pengobatan dan puskesmas plus.
Gedung serbaguna berskala kawasan.
Olahraga dan rekreasi, meliputi gedung olahraga (tunggal), stadion, bioskop, taman-taman berskala kawasan.
Perdagangan,
yang
mencakup
pusat
perbelanjaan,
pasar
dan
pertokoan/ruko berskala terbatas, walaupun pada kondisi eksisting sudah ada pusat perbelanjaan berskala kota.
Transportasi, terminal pusat dan terminal yang bersifat transit/pembantu dan parkir umum
Pelayanan Lingkungan (PL) Direncanakan dikembangkan pada masing-masing klaster permukiman yang berfungsi sebagai pelayanan berskala lingkungan atau sebagian kawasan di setiap kelurahan. Penempatan Pelayanan Lingkungan (PL) ini dilakukan dengan memperhatikan aspek karakteristik wilayah yang meliputi luas dan pusat-pusat pertumbuhan dan permukiman di masing-masing Sub Pusat Pelayanan Kota (Sub PPK), yang tujuannya untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal pada skala lingkungan.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
25
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pelayanan Lingkungan adalah pusat kegiatan di tingkat kawasan permukiman bentuknya dapat dibangun secara terpusat (aglomerasi) dari beberapa perumahan dan permukiman yang terbangun ataupun dibangun secara mandiri oleh masing-masing perumahan yang terbangun sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang tersebar disetiap kelurahan yang terdiri dari Lemoe, Lompoe, Wattang Bacukiki, Galung Maloang, Bumi Harapan, Lumpue, Sumpang Minangae, Cappa Galung, Kampung Baru, Tiro Sompe, Labukkang, Lapadde, Mallusetasi, Ujung Bulu, Ujung Sabbang, Bukit Harapan, Bukit Indah, Kampung Pisang, Lakessi, Ujung Baru, Ujung Lare, Wattang Soreang. Fungsi-fungsi PL mencakup pelayanan :
Pendidikan, yang mencakup pendidikan SLTA dan setingkatnya.
Kesehatan, mencakup pelayanan puskesmas, pustu dan apotik/toko obat.
Gedung serbaguna berskala lokal.
Olahraga dan rekreasi, lapangan olahraga dan taman kawasan.
Perdagangan, yang mencakup tempat perdagangan pasar berskala lokal dan pertokoan, warung yang terbatas.
RENCANA POLA RUANG WILAYAH KOTA PAREPARE Substansi dari rencana pola pemanfaatan ruang meliputi batas-batas kegiatan sosial, ekonomi, budaya dan kawasan lainnya (kawasan lindung dan kawasan budidaya).
Rencana pola pemanfaatan ruang kawasan lindung
bertujuan untuk mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem antar wilayah guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan sumberdaya manusia.
Kawasan budidaya yang dimaksudkan
meliputi kawasan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan kawasan perumahan, kawasan perdagangan/jasa, kawasan perkantoran, kawasan industri dan perdagangan, kawasan pariwisata, kawasan ruang terbuka non hijau, kawasan ruang evakuasi bencana, kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan peruntukan ruang sektor informal, kawasan pertahanan dan keamanan serta kawasan pelayanan umum. (Lihat Peta 2.3. Peta Rencana Pola Ruang Kota Parepare)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
26
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
27
27
Strategi Sanitasi Kota Parepare
2.2. Kemajuan Pelaksanaan SSK 2.2.1. Air Limbah Domestik Melihat kemajuan pelaksanaan pembangunan sanitasi dengan mengukur dan memperbaharui kondisi dasar sanitasi, memantau dampak, hasil dan keluaran dari kegiatan sektor sanitasi kota dan memastikan bahwa tujuan dan sasaran sanitasi, rencana pengembangan dan target tertentu sanitasi kota, serta kepatuhan pada standar pelayanan minimum yang ada sudah dilaksanakan secara efektif. Perkembangan pelaksanaan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang tertuang dalam dokumen strategi sanitasi kota tahun 2011 penanganan BABs tidak terlalu besar memberikan dampak, berdasarkan hasil studi EHRA praktik BABs masih menunjukkan angka 33,10% dimana tahun 2011 tercatat 35,95%. (Lihat Tabel 2.6. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Air Limbah Domestik)
Tabel 2.6. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Air Limbah Domestik SSK Tahun 2012 - Tahun 2016
SSK Tahun 2015
Tujuan
Sasaran
Data Dasar
Status Saat Ini
1
2
3
4
Meningkatkan
Peningkatan
BABs sebesar
Berdasarkan hasil
pelayanan pada
pengelolaan air
35,95% akibat
studi EHRA
masyarakat dalam
limbah melalui akses
cakupan layanan
masyarakat yang
bentuk perluasan
masyarakat terhadap
air limbah
masih melakukan
informasi dan akses
informasi dan
praktik BABs sebesar
layanan sistem
pelayanan
33,10%
setempat (on-site)
pengelolaan air
dan terpusat (off-site)
limbah permukiman sistem setempat (onsite) dan terpusat (offsite) padat penduduk
Pokja Sanitasi Tahun 2015
28
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Meningkatkan
Peningkatan kualitas
PHBS
Tangki septik suspek
kualitas lingkungan,
lingkungan dan
pengelolaan air
aman sebesar 68,40%
derajat kesehatan
derajat kesehatan
limbah sebesar
masyarakat, dan
masyarakat menjadi
41,90%
PHBS
50% diakhir Tahun 2016 Meningkatkan PHBS
Pencemaran karena
melalui peran
SPAL masih cukup
masyarakat (rumah
tinggi yaitu 49,30%
tangga dan sekolah) pengelolaan air limbah dari 41,90% menjadi 80% Menata
Pengembangan
Belum adanya
Telah dibentuk UPTD
pengembangan
perencanaan dan
perda yang
Pengelolaan IPAL
perencanaan,
penataan Peraturan
mengatur
Komunal dan MCK++
peraturan perundang-
Perundang-undangan
pengelolaan air
udangan,
air Limbah
limbah
kelembagaan dan
Peningkatan tata
Belum ada
keuangan
kelola kelembagaan
lembaga yang
pengelolaan air
pemerintah dalam
secara khusus
limbah
pengelolaan air
menangani
limbah yang baik
pengelolaan air limbah
Meningkatkan
Peningkatan
Pihak swasta
Keterlibatan pihak
kerjasama dengan
pengelolaan air
belum
swasta masih sangat
pihak swasta dalam
limbah melalui
teridentifikasi
rendah dalam
pengolahan air
pemanfatan sumber
secara maksimal
pengelolaan air limbah
limbah, yang telah di
daya Pendanaan
gagas maupun yang
pembangunan dalam
direncanakan secara
penguatan ekonomi
realistik
masyarakat
Sumber : Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota Parepare tahun 2011
Pokja Sanitasi Tahun 2015
29
Strategi Sanitasi Kota Parepare
2.2.2. Persampahan Dalam
rangka
untuk
mencapai
tujuan
dan
sasaran
pengelolaan
persampahan di Kota Parepare, perlu ada keselarasan dan kesesuain antara pelaksanaan dan perencanaan yang telah dibuat. Tingkat cakupan layanan persampahan di Kota Parepare sudah mencapai 93,24% dengan frekuensi pengangkutan sampah 72,70%. (Lihat Tabel 2.7. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Persampahan)
Tabel 2.7. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Persampahan SSK Tahun 2012 - Tahun 2016
SSK Tahun 2015
Tujuan
Sasaran
Data Dasar
Status Saat Ini
1
2
3
4
Meningkatkan
Meningkatnya efisiensi
Efisiensi dan
11, 30% Pengolahan
pelayanan pada
dan efektifitas
efektifitas
sampah setempat
masyarakat dalam
pengelolaan
pengelolaan
berdasarkan studi
bidang kebersihan,
persampahan di
persampahan
EHRA
pertamanan dan
tingkat masyarakat
ditingkat
penataan ruang
perkotaan dari 5,34%
masyarakat
terbuka hijau
menjadi 50%.
perkotaan 5,34%
Meningkatnya efisiensi
Frekuensi
dan efektifitas
pengangkutan
pengelolaan
sampah menunjukkan
persampahan di TPA
angka 72,70%
Lapadde dari 5,34%
dengan ketepatan
menjadi 50%.
waktu 54,50%
Pengembangan
Cakupan layanan
alternatif sumber
persampahan sebesar
pembiayaan baik
93,24%
pendanaan pemerintah pusat mapun pendanaan pemerintah propinsi
Pokja Sanitasi Tahun 2015
30
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Meningkatkan peran
Meningkatnya
Koordinasi sudah
Koordinasi internal
masyarakat dan
koordinasi intemal dan
berjalan dalam
dan eksternal antar
dunia usaha serta
eksternal antar SKPD,
menata
SKPD dalam
berkaitan dengan
sekertaris/bidang/seksi perencanaan dan
perencanaan dan
program kerja/proyek
dalam menata
pengembangan
pengembangan sudah
Kota Parepare
perencanaan dan
kebijakan
berjalan dengan baik
Bersahaja menuju
pengembangan
kelembagaan,
dengan dibentuknya
Kota Bandar Madani.
kebijakan
peraturan dan
Pokja Sanitasi Kota
kelembagaan,
perundangan
Parepare
peraturan dan perundangan Meningkatkan
Meningkatkan
Masyarakat
Pada tahun 2014
kesadaran dan
kewajiban masyarakat
membayar
proporsi realisasi
ketaatan masyarakat
membayar retribusi
retribusi sampah
retribusi terhadap
berkaitan dengan hak
sampah secara
secara kontinyu
potensi retribusi
dan kewajiban selaku
kontinyu dari 92,30%
sebesar 92,30%
sebesar 97,56%
warga negara yaitu
menjadi 100%.
dalam hal pelunasan
Meningkatkan peran
Pemilahan
Hasil studi EHRA
membayar retribusi
masyarakat
sampah di
praktik pemilahan
kebersihan.
melakukan pemilahan
masyarakat
sampah skala rumah
sampah dari 9,30%
sebesar 9,30%
tangga sebesar
menjadi 50%.
9,80%
Meningkatkan
Meningkatkan potensi
Pihak swasta
TPS 3R yang dikelola
kerjasama dengan
investasi dunia
berperan dalam
oleh pihak swasta di
pihak swasta dalam
usaha/swasta
penyediaan
Kelurahan Lemoe
pengolahan sampah,
sarana
Kecamatan Bacukiki
yang telah di gagas
persampahan
maupun yang direncanakan secara realistik. Sumber : Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota Parepare tahun 2011
Pokja Sanitasi Tahun 2015
31
Strategi Sanitasi Kota Parepare
2.2.3. Drainase Perkotaan Pencapaian pembangunan sektor sanitasi disusun dengan melakukan analisis terhadap kondisi wilayah saat ini serta arah pengembangan secara menyeluruh. Penanganan drainase perkotaan di Kota Parepare merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah Kota Parepare dengan kondisi topografi kurang lebih 80% merupakan daerah perbukitan dan selebihnya daerah datar yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. (Lihat Tabel 2.8. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Drainase Perkotaan)
Tabel 2.8. Tabel Kemajuan Pelaksanaan SSK Untuk Drainase Perkotaan SSK Tahun 2012 - Tahun 2016
SSK Tahun 2015
Tujuan
Sasaran
Data Dasar
Status Saat Ini
1
2
3
4
Meningkatkan
Tersedianya dokumen
Master plan
Master plan drainase
pengelolaan
perencanaan sistem
drainase belum
sudah ada
sampah/drainase
drainase Kota yang
ada
terpadu
terintegrasi pada akhir tahun 2012
Meningkatkan sarana
Berkurangnya luas
Luas genangan
Luas genangan
dan prasaranan fisik
genangan di Kota
di Kota Parepare
sebesar 46,92 Ha.
perkotaan
Parepare dari 22 ha
sebesar 22 Ha
Dimana sebagian
menjadi 10 ha pada
besar dipengaruhi
akhir tahun 2015
oleh pasang surut
Sumber : Buku Putih dan Strategi Sanitasi Kota Parepare tahun 2011
2.3. Profil Sanitasi Saat Ini Penilaian Profil Sanitasi merupakan gambaran lengkap dan menyeluruh baik teknis maupun nonteknis dan mencakup berbagai aspek tentang sanitasi di Kota Parepare baik yang bersumber dari data primer maupun data sekunder. Secara umum kondisi pengelolaan sanitasi Kota Parepare masih belum memadai.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
32
Strategi Sanitasi Kota Parepare
2.3.1. Air Limbah Domestik Limbah domestik atau sering juga disebut limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian dan kotoran manusia. Seperti pada limbah pada umumnya limbah rumah tangga merupakan buangan yang berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dan sebagainya.
Air limbah harus dikelola
untuk mengurangi pencemaran.
Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan membuat saluran air kotor dan peresapan dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya tidak mencemari sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya, tidak mengotori permukaan tanah sehingga bisa mengakibatkan tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah, mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lainnya, tidak menimbulkan bau yang mengganggu. Sistem pengolahan air limbah domestik masih dikelola secara on-site system (setempat). Berdasarkan hasil studi EHRA tahun 2015, sistem ini meliputi tangki septik sebesar 52,20%, pipa sewer 2,0% dan cubluk 23,50% selebihnya dibuang disungai atau drainase. Berkaitan dengan tangki septik, hasil kajian EHRA 68,40% menunjukkan tangki septik masuk dalam kategori suspek aman. Sistem pengolahan air limbah domestik yang terdiri atas black water yang berasal dari tinja, urine, air pembersih dan air penggelontor. Umumnya menggunakan jamban leher angsa dengan kontruksi penampungan dan pengumpulan berupa tangki septik, pipa sewer dan cubluk. Pada umumnya sistem pembuangan limbah non tinja ini dialirkan melalui lubang resapan yang disalurkan melalui saluran terbuka yang dialirkan ke sistem drainase atau ke sungai. Walaupun prasarana pendukung pengelolaan air limbah seperti IPLT telah tersedia dan telah dibangun beberapa IPAL komunal, namun tingkat cakupan layanan air limbah domestik masih cukup rendah yaitu sistem setempat (on-site system) yaitu 23.314 KK (69% dari populasi) dan sistem komunal 924 KK (3% dari populasi). (Lihat Peta 2.4. Peta Cakupan Layanan Air Limbah Domestik, Gambar 2.1. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Tabel 2.9. Cakupan Layanan Air Limbah Domestik Saat Ini Di Kota Parepare)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
33
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
28 34
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Gambar 2.1. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik
Diagram Sistem Sanitasi Air Limbah Domestik
Produk Input
(A) User Interface
(B) Pengumpulan dan Penampungan / Pengolahan Awal
(C) Pengangkutan / Pengaliran
(D) (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat
(E) Daur Ulang dan/atau Pembuangan Akhir
Black Water dan Grey Water Bidang Resapan
Air Tanah
Pokja Sanitasi Tahun 2015
35
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.9. Cakupan Layanan Air Limbah Domestik Saat Ini di Kota Parepare Sanitasi Tidak Layak
Sanitasi Layak Sistem Onsite
Sistem Offsite
BABs No
Individual
Nama Kecamatan
(i)
(ii)
Skala Kawasan / Terpusat
Sistem Berbasis Komunal
(KK)
Cubluk, Jamban Tidak Aman (KK)
Cubluk Aman/ Jamban Keluarga dengan Tangki Septik Aman (KK)
MCK /Jamban Bersama (KK)
MCK Komun al (KK)
Tangki Septik Komunal >10 KK (KK)
IPAL Komunal (KK)
Sambungan Rumah yang Berfungsi (KK)
(iii)
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
(viii)
(ix)
(x)
I
Wilayah Perdesaan
1
Bacukiki
1.008
81
2.524
10
46
0
125
0
2
Bacukiki Barat
1.204
135
2.680
10
33
0
68
0
3
Ujung
1.048
25
2.319
5
0
0
0
0
4
Soreang
1.117
59
1.531
0
0
0
59
0
II
Wilayah Perkotaan
1
Bacukiki
0
0
0
0
0
0
0
0
2
Bacukiki Barat
2.005
298
3.672
5
61
0
57
0
3
Ujung
1.104
57
3.685
10
40
0
100
0
4
Soreang
2.080
471
5.612
125
85
0
50
200
Sumber : Dinas Kesehatan dan Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014
Sistem pengelolaan air limbah domestik di Kota Parepare belum berjalan efektif sebagaimana diharapkan dan itupun hanya diprakarsai oleh pemerintah, belum dilakukan oleh dunia usaha ataupun masyarakat. Dari pihak pemerintah daerah menyediakan 1 unit mobil pengangkut tinja dengan kapasitas 6 m3 yang melayani Kota Parepare dimana sekarang dalam kondisi tidak beroperasi lagi. Faktor
utama
adalah
masih
rendahnya
kepedulian
masyarakat
dalam
pengelolaan air limbah dimana hal tersebut didasari oleh ketidaktahuan masyarakat kapan perlu dilakukan penyedotan lumpur tinja. (Lihat Tabel 2.10. Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
36
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.10. Kondisi Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Domestik Kondisi No
Jenis
(i)
Satuan
(ii)
(iii)
Jumlah/ Kapasitas
Keterangan
Berfungsi
Tidak Berfungsi
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
SPAL Setempat (Sistem Onsite) 1
Berbasis komunal - MCK Komunal
unit
7
7
0
-
2
Truk Tinja
unit
1
0
1
Rusak
3
IPLT: kapasitas
50
0
1
Rusak
3
M /hari
SPAL Terpusat (Sistem Offsite) 1
2
Berbasis Komunal - Tangki Septik Komunal >10KK
Unit
0
0
0
-
- IPAL Komunal
Unit
13
13
0
-
M3/hari
150
1
0
-
-
-
-
-
-
IPAL Kawasan/Terpusat - Kapasitas - Sistem
Sumber : Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, maka koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, baik daerah provinsi maupun kabupaten/kota Di Kota Parepare pengelolaan air limbah domestik menjadi tupoksi lintas SKPD yang mana secara teknis menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan. Pengelolaan air limbah domestik juga berkaitan erat dengan tupoksi SKPD Badan Lingkungan Hidup Daerah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah terutama dalam hal perumusan kebijakan, pengawasan maupun pembinaan.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
37
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Institusi pemerintahan tersebut memiliki korelasi yang kuat, dimana Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan berperan sebagai operator karena lebih bersifat teknis dan Badan Lingkungan Hidup Daerah serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah lebih memainkan peran sebagai regulator. Upaya-upaya preventif dan promotif menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari rangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik sehingga peran dari Dinas Kesehatan juga sangat penting. Ditingkat masyarakat dan swasta belum ada upaya yang terfokus terhadap sistem pengelolaan air limbah domestik yang memenuhi standar pelayanan penyehatan lingkungan. Dengan kedudukan kelembagaan yang masih lemah baik ditingkat masyarakat, swasta dan pemerintah maka upaya pencapaian target pengelolaan air limbah belum ada langkah-langkah nyata, sehingga berpengaruh pada belum tersedianya perangkat peraturan terkait pengelolaan air limbah di tingkat daerah.
2.3.2. Persampahan Infrastruktur persampahan yang tersedia dan digunakan oleh masyarakat mayoritas berupa TPS, berdasarkan hasil studi EHRA sampah yang dikumpulkan di TPS sebesar 68,40% dan 16,50% Sampah tersebut langsung dibakar. selebihnya, masih ada masyarakat yang membuang sampah sembarangan, misalnya di saluran air ataupun di tanah kosong bahkan disungai. Ketidaktersediaan ataupun minimnya sarana dan prasarana persampahan menjadi salah satu penyebab penanganan sampah masih terabaikan, disamping kemampuan, wawasan dan kesadaran masyarakat yang juga masih rendah teruatama penerapan konsep 3R belum terinternalisasi dalam pengelolaan sampah. Disisi lain, pihak swasta maupun lembaga non pemerintah sampai saat ini belum memperlihatkan partisipasi, inisiatif dan kontribusi nyata terhadap pengelolaan persampahan. Kriteria
dan
dasar
pelayanan
persampahan
berdasarkan
target
Pembangunan Nasional adalah 70% sampah domestik dan 100% sampah non domestik harus mendapatkan penanganan melalui sistem pelayanan umum. Dalam
memaksimalkan
pelayanan
pengelolaan
persampahan
perkotaan
dibutuhkan arahan yang tepat, bukan hanya pada kebutuhan akan pendanaan
Pokja Sanitasi Tahun 2015
38
Strategi Sanitasi Kota Parepare
tetapi juga adalah bagaimana pengelolaan kegiatan pelayanan yang terdiri atas beberapa kegiatan utama, antara lain adalah pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemerosesan akhir sampah. Disamping itu, tak bisa dipungkiri bahwa peranan masyarakat sangat besar dalam pelayanan pengelolaan persampahan dimana perlunya peningkatan kesadaran masyarakat akan lingkungan yang sehat bebas dari sampah karena sebaik apapun sarana maupun sistem pengelolaan persampahan apabila masyarakat tidak memiliki kesadaran akan tetap menjadi masalah yang tak bisa diselesaikan. Pemerintah
Kota
Parepare
telah
melayani
persampahan
secara
menyeluruh, terutama untuk daerah perkotaan. Sampai saat ini, tingkat cakupan layanan persampahan meliputi layanan pengangkutan (RT-TPS-TPA) sebesar 93,24%. (Lihat Peta 2.5. Peta Cakupan Layanan Persampahan) Penanganan sampah dengan cara membakar secara terbuka (open burning) masih menjadi pilihan yang dilakukan masyarakat. Padahal dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis SPM Bidang Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa selain kegiatan transportasi
dan
industri,
kegiatan
pembakaran
terbuka
dan
kawasan
sampah
bukanlah
permukiman juga memiliki pengaruh terhadap kualitas udara. Sebagian
masyarakat
menganggap
pembakaran
sesuatu yang dapat menghawatirkan, terlebih karena Parepare dengan luasan lahan yang masih sangat memadai, penggunaan bahan dan materi yang dominan masih alami, dianggap tidak memberikan intervensi terhadap kualitas udara. Padahal jika dihitung volume timbunan sampah yang dihasilkan setiap harinya dan diasumsikan paling tidak 10% dari jumlah tersebut dibakar setiap harinya, maka dapat dibayangkan seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas udara yang setiap saat dihirup. (Lihat Gambar 2.2. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan)
Di Kota Parepare volume timbulan sampah mencapai sekitar 503 m3/hari dengan volume sampah yang terangkut sekitar 469 m3/hari. Dimana, sumber timbulan sampah terbesar adalah kawasan permukiman dan perdagangan baik sampah yang organik maupun anorganik. (Lihat Tabel 2.11. Timbulan Sampah per Kecamatan dan Tabel 2.12. Cakupan Akses dan Sistem Layanan Persampahan Kecamatan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
39
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
28
40
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Gambar 2.2. Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan
Diagram Sistem Sanitasi Persampahan
Produk Input
(A) User Interface
(B) Pengumpulan Setempat
(C) Penampungan Sementara (TPS)
(D) Pengangkutan
(E) (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat
(F) Daur Ulang / Pembuangan Akhir
Sampah Organik dan Anorganik Lindi
Pokja Sanitasi Tahun 2015
41
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.11. Timbulan Sampah per Kecamatan Jumlah Penduduk Nama Kecamatan
No
Volume Timbulan Sampah
Wilayah Perdesa an
Wilayah Perkotaa n
Total
Wilayah Perdesaan
orang
orang
orang
(%)
(m 3/ hari)
(%)
(m 3/ hari)
(%)
(m 3/ hari)
Wilayah Perkotaan
Total
1
Bacukiki
15.171
0
15.171
100
70
0
0
100
70
2
Bacukiki Barat
16.518
24.390
40.908
31
40
69
87
100
127
3
Ujung
13.589
19.981
33.570
20
29
80
117
100
146
4
Soreang
11.063
34.488
45.551
13
21
87
139
100
160
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tahun 2014
Tabel 2.12. Cakupan Akses dan Sistem Layanan Persampahan Kecamatan Volume Sampah yang Terangkut Ke TPA
3R No
Nama Kecamatan Wilayah Perdesaan
Wilayah Perkotaan
Total
Wilayah Perkotaan
Total
(%)
(m 3)
(%)
(m 3)
(%)
(m 3)
(%)
(m 3)
(%)
(m 3)
8,6
6
0
0
8,6
6
90,00
63
98,60
69
1
Bacukiki
2
Bacukiki Barat
0
0
0
0
0
0
92,91
118
92,91
118
3
Ujung
0
0
0
0
0
0
95,21
139
95,21
139
4
Soreang
0
0
0
0
0
0
93,13
149
93,13
149
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Tahun 2014
Pelayanan persampahan di Kota Parepare saat ini didukung oleh keberadaan sarana dan prasarana yang kondisinya jumlahnya masih terbatas. Jumlah sarana dan prasarana persampahan di Kota Parepare saat ini terdiri atas 6 unit motor sampah, 11 unit kendaraan pick up, 32 unit dump truck, dan 6 unit arm roll truck. Beroperasi dengan ritasi yang berbeda-beda. TPS yang tersebar di Kota Parepare berjumlah 2.704 sedangkan TPS 3R hanya ada di Kelurahan Lemoe Kecamatan Bacukiki. (Lihat Tabel 2.13. Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
42
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.13. Kondisi Prasarana dan Sarana Persampahan
No
Jenis Prasarana / Sarana
Satuan
Jumlah/ Luas Total Terpakai
Kapasit as/ Daya Tampu ng
Kondisi Ritasi /hari
m3
(i)
(ii)
(iii)
(iv)
(v)
(vi)
Ket. Baik
Rusak Ringan
Rusak Berat
(vii)
(viii)
(ix)
(x)
0 0 0
0 0 0
-
122
0
-
0 0
0 0
-
0
0
-
1 0 0
1 0 0
-
0 0
0 0
-
0
0
-
0
0
-
0
0
-
0 0 1 0
1 0 0 0
-
0
0
-
Pengumpulan Setempat - Gerobak unit 0 0 0 0 - Motor Sampah unit 6 1 3 6 - Kendaraan Pick Up unit 11 2 2 11 Tempat 2 Penampungan Sementara (TPS) - Bak Sampah unit 2.704 1 3 2.582 (beton/kayu/fiber) - Container unit 31 6 3 31 unit 0 0 0 0 - Transfer Stasiun - SPA (Stasiun unit 0 0 0 0 Peralihan Antara 3 Pengangkutan unit 32 3 1 30 - Dump Truck unit 6 6 3 6 - Arm Roll Truck - Compactor Truck unit 0 0 0 0 Pengolahan 4 Sampah unit 0 0 0 0 - Sistem 3R - Incinerator unit 0 0 0 0 5 TPA/TPA Regional - Luas Total TPA Ha 4 0 0 1 yang terpakai - Luas sel landfill Ha 0,2 0 0 1 3 - Daya Tampung m/ 500 1.000 3 1 TPA hari 6 Alat Berat - Bulldozer unit 2 0 0 1 - Whell/truck loader unit 0 0 0 0 - Excavator /backhoe unit 1 0 0 0 - Truk Tanah unit 0 0 0 0 IPL:Sistem 7 Kolam/Aerasi Hasil pemeriksaan lab (BOD dan COD): 0 0 0 0 - Efluen di Inlet - Efluen di Outlet Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan BLHD Tahun 2014 1
Pokja Sanitasi Tahun 2015
43
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Berdasarkan orientasi kerja dan kesepadanan tupoksi SKPD maka pengelolaan sub sektor persampahan secara operasional berkaitan langsung dengan Dinas Kebersihan dan Pertamanan sedangkan Badan Lingkungan Hidup Daerah dan Bappeda lebih berperan dalam perumusan kebijakan serta perencanaan secara makro. Pengelolaan sub sektor persampahan tidak cukup hanya berorientasi pada upaya-upaya penyediaan sarana dan prasarana serta penyelamatan lingkungan tetapi juga sangat diintervensi oleh aspek penyehatan lingkungan dan perilaku hidup masyarakat sehingga Dinas Kesehatan juga memegang peranan penting terutama dalam tahap preventif dan promotif. Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang memiliki mandat tupoksi langsung untuk pengelolaan sub sektor persampahan. tupoksi yang dimaksud antara lain merencanakan langkah-langkah teknik, menyusun konsep yang sifatnya teknis, melaksanakan pengawasan dan pengendalian serta monitoring dan evaluasi secara teknis kegiatan bidang kebersihan. Merumuskan kebijaksanaan, program dan kegiatan pembangunan daerah bidang Perencanaan Wilayah meliputi sumber daya alam dan lingkungan hidup, perumahan dan pemukiman, merupakan tupoksi Bidang Perencanaan Wilayah pada Bappeda sehingga juga memiliki keterkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan pada Dinas Kesehatan adalah bidang berkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Pengawasan Lingkungan, monitoring dan evaluasi adalah bidang pada Badan Lingkungan Hidup Daerah yang memiliki keterkaitan erat dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Hal tersebut tergambar dari tupoksi yang diemban antara lain merumuskan kebijakan operasional, melaksanakan pembinaan, evaluasi implementasi program pencegahan dan pengendalian serta pemulihan kualitas lingkungan. Tupoksi tersebut kemudian menempatkan Badan Lingkungan Hidup Daerah pada posisi regulator dalam pengelolaan sub sektor persampahan. Diluar SKPD tersebut umumnya penanganan masih bersifat internal. Perangkat peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan persampahan baru pada pengaturan restribusi dan jalur pendistribusian sampah, sehingga kelembagaan yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan persampahan belum bisa menjawab permasalahan persampahan di Kota Parepare.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
44
Strategi Sanitasi Kota Parepare
2.3.3. Drainase Perkotaan Sistem drainase perkotaan terdiri dari berbagai elemen yang seringkali dioperasikan dan dikelola oleh berbagai institusi, baik di tingkat nasional, provinsi maupun kebupaten/kota. Masing-masing institusi seringkali menggunakan berbagai defenisi dan terminologi yang berbeda untuk berbagai elemen dari sistem sungai dan drainase. Dalam bidang Pekerjaan Umum sendiri, seringkali terminologi ini hanya menyebutkan drainase utama dan minor. Sementara dari Pengelola Sumber Daya Air, hampir semua drainase perkotaan diperlakukan sebagai drainase mikro. Terlepas dari berbagai defenisi tersebut, pada dasarnya drainase merupakan prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air dan atau ke bangunan resapan buatan, baik yang sifatnya primer, sekunder maupun tersier. Secara umum, sistem drainase perkotaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan
air
yang
berfungsi untuk
mengurangi dan/atau
membuang kelebihan air dari suatu lingkungan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya seperti goronggorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah, pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Fungsi saluran drainase perkotaan adalah diantaranya yaitu mengeringkan bagian wilayah kota/lingkungan dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif, mengalirkan air permukaan kebadan air penerima terdekat secepatnya, mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah. Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase perkotaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu: a . Sistem drainase lokal, yang termasuk dalam sistem drainase lokal adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan permukiman tertentu seperti kompleks permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industry dan komersial. Sistim ini melayani area kurang dari 10 ha.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
45
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pengelolaan
sistem
drainase
lokal
menjadi
tanggung
jawab
masyarakat, pengembang atau instansi lainya. b . Sistem drainase utama, yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, dan tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah. c.
Pengendalian banjir (Flood Control) adalah sungai yang melintasi wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan
kehidupan
manusia.
Pengelolaan
pengendalian
banjir
merupakan tanggung jawab pemerintah. Berdasarkan fisiknya, sistim drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, dan tersier. a . Sistem saluran primer adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan pemerima air. b.
Sistem saluran sekunder adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan.
c.
Sistem saluran tersier adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.
Kondisi topografi yang dominan dataran tinggi di Kota Parepare secara langsung
meminimalkan
ancaman
genangan/banjir.
Kajian
studi
EHRA
menunjukkan bahwa 73,60% rumah tangga di Kota Parepare tidak pernah mengalami banjir rutin. Secara umum kondisi jaringan drainase perkotaan belum cukup tersedia dengan layak, baik pada ruas jalan utama maupun di unit lingkungan permukiman. (Lihat Peta 2.6. Peta Jaringan Drainase dan Lokasi Genangan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
46
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
28
47
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Secara struktur drainase di kota Kawasan Parepare dan sekitarnya pada umumnya adalah pasangan batu, namun pemeliharaan yang kurang baik sehingga pendangkalan terjadi dan banyaknya sampah yang menumpuk di saluran mengakibatkan kurang lancarnya sistem pengaliran di dalam saluran tersebut sehingga menimbulkan genangan di beberapa titik. (Lihat Tabel 2.14. Lokasi Genangan dan Luas Genangan dan Tabel 2.15. Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase Perkotaan di Kota Parepare)
Tabel 2.14. Lokasi Genangan dan Luas Genangan
Wilayah Genangan No
Lokasi Genangan
Luas
Ketinggian
Lama
Frekuensi
(Ha)
(m)
(jam/hari)
(kali/tahun)
Infrastruktur
Penyebab
Jenis
Ket.
Saluran Pasangan Batu
-
Saluran Pasangan Batu
-
Saluran Pasangan Batu
-
2 kali
Aliran permukaan ketemu dengan air pasang
Saluran Pasangan Batu
-
2 kali
Aliran permukaan ketemu dengan air pasang
Saluran Pasangan Batu
-
1
Jalan Lasinrang (Kel. Lakessi dan Kel.Kampung Pisang)
2,19
0,2 - 0,4
2–5
2 kali
2
Jl. A. Makkasau (Kel. Ujung Baru dan Kel. Kampung Pisang)
3,4
0,1 – 0,3
2–6
2 kali
3
Jl. Lahalede (Kel. Ujung Lare)
1,17
0,1 – 0,3
1–2
2 kali
4
Jl. Bau Massepe (Kel. Lumpue, Kel. Sumpang Minanagae, Kel. Cappa Galung, Kel. Tiro Sompe, Kel. Labukkang dan Kel. Mallusetasi)
5
Jl. Poros Pinrang (Kel. Wattang Soreang dan Kel. Bukit Indah)
21,10
19,06
0,1 – 0,4
0,2 – 0,3
2–8
1-2
Sumber : Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014
Pokja Sanitasi Tahun 2015
48
Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Aliran permukaan ketemu dengan air pasang Aliran permukaan ketemu dengan air pasang
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.15. Kondisi Sarana dan Prasarana Drainase Perkotaan di Kota Parepare
No
(i) 1
2
Jenis Prasarana/ Sarana
Satuan
Dimensi
Kondisi
Bentuk Penampang saluran
B (m)
H (m)
Berfungsi
Tidak Berfungsi
Frekuensi Pemeliharaan (kali/tahun)
(ii) Saluran Primer Soreang - Saluran Sekunder Ujung - Saluran Sekunder Mattirowalie Bangunan Pelengkap
(iii)
(iv)
(v)
(vi)
(vii)
(viii)
(ix)
m
Trapesium
3,5
4,8
3.400
0
2 kali
m
Trapesium
1,6
1,75
4.000
0
2 kali
m
Trapesium
1,6
1,75
5.800
0
2 kali
- Rumah Pompa
unit
-
0
0
0
0
-
- Pintu Air
unit
-
0
0
0
0
-
- Kolam Retensi
unit
-
0
0
0
0
-
unit
-
0
0
0
0
-
m
Trapesium
3,5
4,8
4.600
0
2 kali
m
Trapesium
1,6
1,75
3.500
0
2 kali
m
Trapesium
1,6
1,75
6.100
0
2 kali
- Rumah Pompa
unit
-
0
0
0
0
-
- Pintu Air
unit
-
0
0
0
0
-
- Kolam Retensi
unit
-
0
0
0
0
-
0
0
0
0
-
- Trash Rack/ Saringan Sampah Saluran Primer Bacukiki - Saluran Sekunder Lawalane - Saluran Sekunder Bulubulu Bangunan Pelengkap
- Trash Rack/ unit Saringan Sampah Sumber : Dinas PU Cipta Karya Tahun 2014
Kondisi pengelolaan drainase perkotaan di Kota Parepare saat ini dapat dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas infrastruktur maupun aspek non infrastruktur. Dari segi kualitas maupun kuantitas infrastruktur, masih belum menyentuh
semua
daerah
permukiman
di
Kota
Parepare.
Kegiatan
pembangunan dan pemeliharaan di Kota Parepare merupakan tanggung jawab dari Pemerintah Kota Parepare yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
49
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Selain dari itu sistem pengelolaan drainase juga melibatkan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dimana pencegahan pencemaran air merupakan salah satu prioritas pada jenis pelayanan dasar bidang lingkungan hidup. Sebagai salah satu utilitas suatu daerah/wilayah, drainase tentu saja harus direncanakan dan dibangun sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki serta berkesesuaian dengan utilitas lain maupun fungsi lahan yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka eksistensi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), memiliki intervensi yang tidak kecil terutama karena sistem pengelolaan drainase harus dipandang sebagai bagian dari sistem suatu wilayah, baik sarana prasarana fisik maupun aspek non fisik lainnya. Pembangunan dan pemeliharaan drainase perkotaan di Kota Parepare upaya masyarakat lebih kepada usaha tiap individu untuk membuat drainase sederhana berupa galian tanah depan rumah masing-masing dan biasanya tidak berfungsi karena tidak semua rumah dalam jalur tersebut membuat drainase sederhana yang serupa. Asumsi yang terbentuk bahwa masalah drainase adalah kewajiban pemerintah membuat sebagian amsyarakat tidak peduli dengan sistem drainase perkotaan.
2.4. Area Berisiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi Risiko sanitasi dapat diartikan terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Dalam penentuan area berisiko sanitasi ditetapkan berdasarkan: 1. Data Sekunder Penentuan area berisiko sanitasi berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko sebuah area adminitrasi kelurahan berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD dan tersedia di sumber data lainnya. Data sekunder yang dimaksud adalah data-data mengenai ketersediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan, dan drainase serta data umum wilayah yang meliputi populasi, luas wilayah, kepadatan penduduk, dan angka kemiskinan.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
50
Strategi Sanitasi Kota Parepare
2. Penilaian SKPD Penentuan
area
berisiko
berdasarkan
penilaian
SKPD
diberikan
berdasarkan pengamatan, pengetahuan praktis dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja sanitasi Kota Parepare yang mewakili SKPD terkait sanitasi dari Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kelurahan (BPMPK). 3. Studi EHRA Penentuan area berisiko berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan penilaian dan pemetaan tingkat risiko berdasarkan kondisi sumber air, pencemaran karena air limbah domestik, pengelolaan persampahan di tingkat rumah tangga, kondisi drainase, perilaku cuci tangan pakai sabun, higiene
jamban,
penanganan
air
minum,
dan
buang
air
besar
sembarangan.
Berdasarkan data Sekunder, Penilaian SKPD dan data studi EHRA, diperoleh gambaran area berisiko sanitasi Kota Parepare untuk pengelolaan air limbah domestik, pengelolaan persampahan dan drainase perkotaan. (Lihat Peta 2.7. Peta Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik, Peta 2.8. Peta Area Berisiko Sanitasi Persampahan, dan Peta 2.9. Peta Area Berisiko Sanitasi Drainase Perkotaan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
51
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
28 52
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
29 53
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pokja Sanitasi Tahun 2015
30 54
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Pada peta area berisiko sanitasi air limbah domestik yang merupakan area berisiko sangat tinggi yaitu Kelurahan Kampung Baru Kecamatan Bacukiki Barat dan 6 Kelurahan merupakan Kelurahan berisiko tinggi. Sedangkan kelurahan lainnya merupakan area berisiko rendah dan sangat rendah. Hal ini dikarenakan, prasarana air limbah domestik belum memadai yang memicu perilaku buang air besar sembarangan. (Lihat Tabel 2.16. Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik) Tabel 2.16. Area Berisiko Sanitasi Air Limbah Domestik
No
Area Berisiko
Wilayah Prioritas Air Limbah
1
Risiko 4
Kelurahan Kampung Baru
2
Risiko 3
Kelurahan Lumpue
3
Risiko 3
Kelurahan Cappagalung
4
Risiko 3
Kelurahan Ujung Bulu
5
Risiko 3
Kelurahan Lapadde
6
Risiko 3
Kelurahan Lakessi
7
Risiko 3
Kelurahan Bukit Harapan
Sumber : Penetapan Area Berisiko Sanitasi Tahun 2015
Dengan melihat kondisi sanitasi pengelolaan air limbah domestik di Kota Parepare, derajat permasalahan yang ada tergolong tinggi. Sebagian besar pengelolaan air limbah domestik di Kota Parepare mennggunakan on-site system dan sebagian limbah buangan langsung dialirkan tanpa pengelolaan terlebih dahulu sehingga mencemari air tanah dan sungai. Sistem kelembagaan
sanitasi masih
lemah, kondisi ini menuntut
peningkatan kapasitas cakupan layanan pengelolaan air limbah, terutama dalam meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, sehingga tatanan pengelolaan air limbah domestik dapat memenuhi harapan. Dalam rangka mendorong peningkatan kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat maka perlu dukungan media komunikasi dalam memberi informasi mengenai pentingnya hidup bersih dan sehat di masyarakat.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
55
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Permasalahan mendesak yang menjadi prioritas di Kota Parepare pada sektor air limbah domestik lebih kepada penyediaan sarana dan prasarana seperti sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan peningkatan fungsi Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang sudah ada. (Lihat Tabel 2.17. Permasalahan Mendesak Pengelolaan Air Limbah Domestik)
Tabel 2.17. Permasalahan Mendesak Pengelolaan Air Limbah Domestik No
Permasalahan Mendesak
Aspek Teknis : Pengembangan Sarana dan Prasarana (user interfacepengolahan awal-pengangkutan-pengolahan akhir-pembuangan akhir) serta Dokumen Perencanaan Teknis Pencemaran air tanah dan sungai dikarenakan buangan dari 1
rumah tangga langsung dialirkan tanpa pengelolaan terlebih dahulu.
Aspek Non Teknis : Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-undangan, Peran serta Masyarakat dan Dunia Usaha/ Swasta, serta Komunikasi Masih rendahnya pengetahuan dan kepedulian masyarakat 1
perlunya dilakukan penyedotan lumpur tinja secara berkala Pendanaan baik yang bersumber dari pemerintah maupun pihak
2
swasta tidak sebanding dalam memaksimalkan cakupan layanan air limbah yang aman terhadap lingkungan
Sumber : Kajian Pokja Sanitasi Tahun 2015
Area berisiko sanitasi untuk sub sektor persampahan dari 22 Kelurahan, yang masuk kategori berisiko sangat tinggi sebanyak 4 kelurahan yaitu Kelurahan Lumpue, Bumi Harapan, Bukit Indah, dan Bukit Harapan sedangkan area berisiko tinggi sebanyak 5 Kelurahan. Permasalahan utama yang ditemukan yakni belum teraturnya pengelolaan sampah rumah tangga dan masih ada masyarakat membuang sampah rumah tangga di lahan kosong, sungai, dan drainase. (Lihat Tabel 2.18. Area Berisiko Sanitasi Persampahan)
Pokja Sanitasi Tahun 2015
56
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Tabel 2.18. Area Berisiko Sanitasi Persampahan Wilayah Prioritas Persampahan
No
Area Berisiko
1
Risiko 4
Kelurahan Lumpue
2
Risiko 4
Kelurahan Bumi Harapan
3
Risiko 4
Kelurahan Bukit Indah
4
Risiko 4
Kelurahan Bukit Harapan
5
Risiko 3
Kelurahan Watang Bacukiki
6
Risiko 3
Kelurahan Lompoe
7
Risiko 3
Kelurahan Tiro Sompe
8
Risiko 3
Kelurahan Lapadde
9
Risiko 3
Kelurahan Watang Soreang
Sumber : Penetapan Area Berisiko Sanitasi Tahun 2015
Pemilihan sampah mulai dari sumbernya dapat meminimalisir jumlah timbunan sampah, Keterbatasan dan masih kurang optimalnya sarana bangunan 3R menjadi salah satu permasalahan cukup penting selain dari perilaku masyarakat. Disamping itu, sampah yang sudah dipilah dijadikan satu kembali pada saat pengangkutan. (Lihat Tabel 2.19. Permasalahan Mendesak Pengelolaan Persampahan)
Tabel 2.19. Permasalahan Mendesak Pengelolaan Persampahan No
Permasalahan Mendesak
Aspek Teknis : Pengembangan Sarana dan Prasarana (user interfacepengolahan awal-pengangkutan-pengolahan akhir-pembuangan akhir) serta Dokumen Perencanaan Teknis Penanganan sampah 1
skala rumah tangga masih dengan
membakar dan membuang ke lahan kosong, saluran dan sungai.
Pokja Sanitasi Tahun 2015
57
Strategi Sanitasi Kota Parepare
Sampah yang sudah dipilah disatukan kembali pada saat 2
pengangkutan.
Aspek Non Teknis : Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-undangan, Peran serta Masyarakat dan Dunia Usaha/ Swasta, serta Komunikasi Peran swasta dalam pengelolaan sampah dan penyediaan 1
bangunan TPS 3R belum optimal.
Sumber : Kajian Pokja Sanitasi Tahun 2015
Kondisi topografi Kota Parepare yang relatif bergelombang dan daerah datar yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Nampak area berisiko sanitasi drainase perkotaan sangat tinggi dan tinggi di 6 Kelurahan dari 22 Kelurahan di Kota Parepare. (Lihat Tabel 2.20. Area Berisiko Sanitasi Drainase Perkotaan) Tabel 2.20. Area Berisiko Sanitasi Drainase Perkotaan Wilayah Prioritas Drainase Perkotaan
No
Area Berisiko
1
Risiko 4
Kelurahan Lumpue
2
Risiko 4
Kelurahan Kampung Pisang
3
Risiko 3
Kelurahan Cappagalung
4
Risiko 3
Kelurahan Kampung Baru
5
Risiko 3
Kelurahan Lakessi
6
Risiko 3
Kelurahan Ujung Lare
Sumber : Penetapan Area Berisiko Sanitasi Tahun 2015
Lingkungan permukiman yang memiliki drainase yang baik tidak menjamin terwujudnya lingkungan bersih dan sehat tapi juga diperlukan perilaku yang baik di masyarakat. Peran serta seluruh lapisan masyarakat sangat diharapkan untuk mendukung terpenuhinya prasarana drainase yang sesuai dengan harapan. Disamping itu, dalam menentukan arah kebijakan mengatasi genangan, Kota Parepare
belum
memiliki
peraturan-peraturan
Pokja Sanitasi Tahun 2015
58
yang
mengatur
tentang
Strategi Sanitasi Kota Parepare
pengelolaan drainase secara teknis dan operasional. (Lihat Tabel 2.21. Permasalahan Mendesak Pengelolaan Drainase Perkotaan)
Tabel 2.21. Permasalahan Mendesak Pengelolaan Drainase Perkotaan No
Permasalahan Mendesak
Aspek Teknis : Pengembangan Sarana dan Prasarana (user interfacepengolahan awal-pengangkutan-pengolahan akhir-pembuangan akhir) serta Dokumen Perencanaan Teknis Penyempitan penampang drainase, baik yang disebabkan oleh 1
sedimentasi maupun sampah.
Aspek Non Teknis : Pendanaan, kelembagaan, Peraturan dan Perundang-undangan, Peran serta Masyarakat dan Dunia Usaha/ Swasta, serta Komunikasi Regulasi khusus drainase belum ada, yang mengatur layanan 1
secara teknis dan operasional.
Sumber : Kajian Pokja Sanitasi Tahun 2015
Pokja Sanitasi Tahun 2015
59