BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Jasa Menurut Kotler (2003) yang diungkap oleh arief (2007,p11) jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud yang tindakan atau untuk kerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Menurut kotler dan amstrong (1996) yang dikutip oleh arief jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menyebabkan kepemilikan terhadap sesuatu, yang dapat berhubungan dengan suatu produk fisik maupun tidak. Jasa dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak berwujud, yang melibatkan tindakan atau untuk kerja melalui proses dan kinerja yang ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain. Dalam produksinya, jasa bisa terikat pada suatu produk fisik, tetapi bisa juga tidak (Arief,2007,p11) Pada dasarnya jasa merupakan semua aktifitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam betuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah, seperti kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Arief,2007,p11). 2.1.2. Karakteristik Jasa Menurut
Parasuraman,
Zeithhaml
dan
Berry
(1985)
yang
dikutip
oleh
(Arief,2007,p19), secara umum jasa mempunyai beberapa karakteristik khusus yang berbeda dengan barang. Jasa mempunyai pengaruh besar dalam pemasarannya, yaitu
tidak
berwujud, tidak dapat dipisahkan antara proses produksi dengan konsumsi, mempunyai
tingkat variabilitas yang tinggi, tidak dapat disimpan dan tidak menyebabkan suatu kepemilikan. Terdapat perbedaan mendasar antar produk jasa dan produk barang. Perbedaan tesebut adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Perbedaan Antara Barang dan Jasa Barang
Jasa
Nyata
Tidak nyata
Homogen
Heterogen
Produksi,
distribusi
dan
konsumsinya
merupakan Produksi, distribsi dan konsumsinya
proses yang terpisah
merupakan proses yang simultan
Berupa barang
Berupa proses atau aktifitas
Nilai intinya dipoduksi di pabrik
Nilai intinya diproduksi pada saat interaksi antara pembeli dan penjual
Pelanggan (biasanya)
tidak berpartisipasi dalam Pelanggan
berpartisipasi
dalam
proses produksi
proses produksi
Dapat disimpan
Tidak dapat disimpan
Ada perpindahan kepemilikan
Tidak dapat berpindah kepemilikan
Sumber : Arief (2007)
Sifat-sifat khusus jasa yang menyatakan “diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan terjadinya perpindahan kepemilikan” perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam merancang program pemasaran. Menutut Philip Kotler (2003) yang dikutip Arief (2007, p20) menyebutkan bahwa pada umumnya terdapat empat karakteristik jasa yang dapat diidentidikasikan sebagai berikut : •
Intagibility, karena jasa tidak berwujud. Biasanya jasa dirasakan secara subjektif dan ketika jasa dideskripsikan oleh pelanggan, ekresi seperti pengalaman, kepercayaan, perasaan dan keamanan adalah tolak ukur yang dipakai. Inti dari suatu jasa adalah ketidakwujudan dari fenomena itu sendiri. Oleh karena tingginya derajat ketidak wujudan maka jasa sangat sulit di evaluasi oleh pelanggan.
•
Inseparabillity, tidak menyebabkan kepemilikan karena jasa adalah bukan benda tetapi merupakan suatu seri aktifitas atau proses dimana produksi dan konsumsi dilakukan secara simultan (simultaneously). Umumnya proses produksi tidak kelihatan. Tidak ada pra produksi untuk me ngontrol kualitas lebih awal sebelum dijual dan dikonsumsi. Untuk itu kontrol kualitas dan pemasaran harus dilakukan pada waktu dan tempat yang secara simultan jasa diproduksi dan dikomsumsi.
•
Perishbality, karakteristik yang menyatakan bahwa tidak memungkinkan untuk menyimpan jasa seperti barang.
•
Variability, karena proses memproduksi dan proses penyampaian dilakukan oleh manusia. Oleh karena manusia mempunyai sifat yang tidak konsisten sehingga penyampaian suatu jasa belum tentu sama tiap-tiap pelanggan. Secara
umum,
dipamerkan,tidak dimanfaatkan.
dapat
sifat
jasa
disimpan,
digambarkan mudah
rusak
sebagai
produk
dan
diproduksi
yang pada
tidak saat
dapat akan
2.1.3. Pemasaran Jasa Pemasaran jasa tidak sama dengan pemasaran produk. Pertama, pemasaran jasa lebih bersifat intagible dan immaterial karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Kedua produksi jasa dilakukan saat konsumen berhadapan dengan petugas sehingga pengawasan kualitas dapat segera dilakukan. Hal ini lebih sulit daripada pengawasan produk fisik. Ketiga, interaksi antara konsumen dan petugas adalah penting untuk dapat mewujudkan produk yang dibentuk (Arief,2007,p114) Seperti yang dijelaskan oleh Phillip Kotler (2000) yang dikutip di dalam Arief (p111,2007) bahwa kesuksesan suatu industri jasa tergantung kepada sejauh mana perusahaan mampu mengelola ketiga macam aspek secara sukses. a)
Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.
b)
Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji tersebut.
c)
Kemampuan
karyawan
untuk
menyampaikan
janji
tersebut
kepada
pelanggan. Pemasaran internal merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan dalam melatih, mengembangkan, memotivasi karyawannya agar dapat melayani pelanggan sebaik mungkin. Hal ini merupakan masalah yang sangat penting, karena tidak mungkin mengharapkan pelayanan kepada pelanggan dengan memuaskan karyawan yang tidak puas terhadap perusahaan. Pemasaran external merupakan kegiatan normal yang umumnya dilakukan antara perusahaan dengan pelanggan dalam rangka menyiapkan produk, menetapkan harga, melakukan promosi dan mendistribusikan produk kepada pelanggan. Pemasaran
interaktif
menggambarkan
bagaimana
para
karyawan
melayani
pelanggan. Oleh karena pemasaran jasa terjadi interaksi langsung antara perusahaan yang diwakili oleh karyawan dengan pelanggan maka pemasaran interaktif ini menjadi masalah
kritis. Kegagalan karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan mengakibatkan jasa yang diberikan bernilai rendah bagi konsumen. Kalau pada produk fisik, penilaian konsumen cenderung pada produknya maka dalam jasa penilaian konsumen akan terfokus pada proses pemberian jasa yang dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut (Arief,2007,p54).
2.2.
Functional Benefit
2.2.1. Pengetahuan Produk Konsumen Pengetahuan produk dan keterlibatan konsumen adalah dua konsep penting dalam porsi afeksi dan kognisi pada model roda analisis konsumen. Konsumen memiliki tingkatan pengetahuan produk yang berbeda yang dapat dipergunakan untuk menerjemahkan informasi baru dan membuat pilihan pembelian. Konsumen dapat memiliki tiga jenis pengetahuan produk-pengetahuan tentang ciri atau karakter produk, konsekuensi (
functional ) atau manfaat positif menggunakan produk, dan nilai yang akan dipuaskan atau dicapai oloeh produk.
2.2.2. Produk Sebagai Seperangkat Ciri Kepuasan tentang ciri produk adalah elemen penting dalam strategi pemasaran. Dalam keterbatasan bagian produksi dan sumber daya keuangan, manajer pemasaran dapat menambahkan ciri baru pada suatu produk. Pemasar mengubah atribut merek dalam upaya membuat produknya lebih menarik dimata konsumen. Mungkin karena begitu tertarik pada ciri fisik produk mereka, para pemasar kadang kala bertindak seolah konsumen berpikir tentang produk dan merek sebagai seperangkat ciri ( bundles of attributes ). Pemasar perlu mengetahui ciri produk mana yang paling penting bagi konsumen, apa arti ciri tersebut bagi konsumen, dan bagaimana konsumen menggunakan pengetahuan tersebut dalam proses kognitif seperti pemahaman dan pengambilan keputusan.
Konsumen
memiliki
berbagai
tingkatan
pengetahuan
tentang
ciri
produk.
Pengetahuan tentang ciri abstrak ( abstract attributes ) mewakilik karakteristik subjektif tak nyata dari suatu produk. Pengetahuan tentang ciri kongkrit ( concrete attributes ) mewakili karakteristik fisik nyata suatu produk. Disamping itu, pengetahuan ciri konsumen juga berisikan evaluasi afeksi dari setiap ciri.
2.2.3. Produk Sebagai Perangkat Manfaat Konsumen sering berfikir tentang produk dan merek dalam konteks konsekuensinya. Konsekuensi adalah apa yang terjadi pada konsumen ketika suatu produk dibeli dan digunakan atau dikonsumsi. Konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang dua jenis konsekuensi
produk-fungsional
dan
psikolososial.
Konsekuensi
fungsional
(functional
consequence) adalah dampak tak nyata dari penggunaan suatu produk yang dialami konsumen. Oleh karena itu functional consequence juga sama dengan functional benefit yakni dampak dari nilai suatu produk yang dirasakan oleh konsumen dalam hal tak nyata atau hanya dapat dirasakan. Dampak kinerja fisik tak nyata dari penggunaan suatu produk juga termasuk dalam konsekuensi fungsional. Konsekuensi Psikolososial (psychosocial consequence) mengacu pada dampak psikologis dan sosial dari penggunaan suatu produk. Konsekuensi psikologis penggunaan produk adalah dampak internal pribadi seperti bagaimana suatu produk membuat anda merasakan prestige. Konsumen juga dapat memiliki pengetahuan tentang konsekuensi sosial penggunaan produk. Sistem afektif dan kognitif seseorang menerjemahkan konsekuensi fungsional dan psikolososial, disamping reaksi-reaksi tanggapan yang terkait. Misalnya, seorang konsumen dapat merasakan afektif dan negatif (ketidakpuasan) jika suatu produk sudah minta diperbaiki padahal baru dibeli. Atau seorang konsumen dapat memiliki perasaan positif seperti bangga atau percaya diri jika orang lain memberi pujian atas produk yang baru
dibelinya. Konsumen dapat menganggap konsekuensi positif dan negatif dari penggunaan suatu produk sebagai manfaat yang mungkin didapat atau sebagai risiko potensial. Manfaat adalah konsekuensi yang diharapkan konsumen ketika membeli dan menggunakan suatu produk dan merek. Konsumen dapat memiliki baik pengetahuan kognitif tentang manfaat maupun tanggapan afektif terhadap manfaat. Pengetahuan kognitif adalah proposisi yang menghubungkan produk pada fungsi yang diharapkan dan konsekuensi psikososial. Dalam reaksi afektif terhadap manfaat adalah tanggapan afektif yang berhubungan dengan konsekuensi yang diinginkan. Konsumen menganggap produk dan merek sebagai seperangkat manfaat ketimbang ciri. Selain konsekuensi psikososial dan fungsional, terdapat Risiko yang dipergunakan (perceived risk) adalah konsekuensi yang tak diharapkan dari suatu produk yang ingin dihindari oleh konsumen ketika mereka membeli dan menggunakan produk tersebut. Beberapa konsumen khawatir tentang risiko fisik pengkonsumsian jenis produk dan jenis lain dari konsekuensi yang tidak menyenangkan antara lain risiko keuangan (mengetahui bahwa garansi yang diberkan tidak termasuk memperbaiki ponsel), risiko fungsional (layanan atau fitur-fitur ponsel tidak dapat digunakan secara maksimal), dan risiko psikososial (jika menggunakan ponsel tertentu dapat menyebabkan kurang percaya diri). Seperti halnya manfaat, contoh risiko yang diperkirakan adalah pengetahuan atau kepercayaan konsumen tentang konsekuensi yang menyenangkan, termasuk tanggapan afektif dan negatif sehubungan dengan konsekuensi yang tak menyenangkan tersebut. Jumlah risiko yang diperkirakan
yang
diambil
konsumen
dipengaruhi
oleh
kedua
hal
yakni
tingkat
ketidaknyamanan akibat konsekuensi negatif dan kecenderungan bahwa suatu konsekuensi negatif akan terjadi. Konsumen cenderung tidak membeli produk yang diperkirakan berisiko tinggi, oleh karena itu pemasar harus dapat mengelola persepsi konsumen sehubungan dengan konsekuensi negatif pembelian atau penggunaan produk.
2.2.4. Produk Sebagai Pemuas Nilai Dalam era sekarang ini, konsumen memiliki pengetahuan tentang nilai pribadi dan simbolis yang dapat dipenuhi atau dipuaskan oleh suatu produk atau merek. Nilau ( Values ) adalah sasaran hidup yang luas dari masyarakat. Nilai juga melibatkan afeksi sehubungan dengan kebutuhan atau tujuan tersebut (perasaan dan emosi yang menyertai keberhasilan). Ada beberapa cara untuk mengklasifikasi nilai. Salah satu cara yang sangat berguna dapat mengidentifikasi dua jenis atau tingkat instrumental dan terminal. Nilai Instrumental (Instrumental Values) adalah pola perilaku atau cara bertindak yang diinginkan. Nilai Terminal ( Terminal Values ) adalah status yang diinginkan atau status psikologis yang luas. Nilai Instrumental dan terminal ( tujuan atau kebutuhan mewakili konsekuensi terluas dan paling personal yang ingin dicapai seseorang dalam hidupnya. Nilai yang merupakan aspek sentral dari konsep pribadi seseorang, pengetahuan tentang diri mereka sendiri disebut sebagai nilai inti ( core values ). Nilai inti adalah elemen kunci dalam suatu skema pribadi, yaitu satu jaringan asosiatif pengetahuan tentang diri sendiri yang saling berhubungan. Karena mewakili konsekuensi penting yang relevan secara pribadi, maka nilai sering dihubungkan dengan tanggapan afektif yang kuat. Memuaskan suatu nilai biasanya menciptakan afeksi positif ( kebahagiaan, suka cita, dan kepuasan ), sementara memblok suatu nilai menciptakan afeksi negatif ( frustasi, marah, dan kekecewaan ). Konsumen dapat memiliki pengetahuan tentang produk dan ciri produk, konsekuensi penggunaan produk, dan nilai personal. Sebagian besar riset pemasaran berfokus pada suatu jenis pengetahuan produk, biasanya ciri produk walaupun kadang kala berupa konsekuensi ( berfokus pada manfaat produk ketimbang risiko ).
Tabel 2.2 Produk sebagai pemuas nilai Nilai Instrumental
Nilai Terminal
( Perilaku yang diinginkan )
( Status Akhir yang diinginkan )
Kompetensi :
Harmoni Sosial :
Ambisius
Kedamaian
Independen
Kesamaan
Imajinatif
Kebebasan
Berkemampuan
Keamanan
Logis
Keselamatan
Berani
Kepuasan Pribadi :
Welas Asih :
Pengakuan umum
Memaafkan
Hidup nyaman
Menolong
Senang
Ceria
Rasa puas
Mencintai
Aktualisasi Diri :
Sosialisasi :
Keindahan
Sopan
Kebijaksanaan
Taat
Harmoni di dalam
Bersih
Menghargai diri
Intergritas :
Rasa puas
Tanggung jawab
Keamanan :
Bijaksana
Mengayomi keluarga
Kontrol Pribadi
Keselamatan
Menurut jurnal MB Journal Archives dalam jurnal A Brand's Functional Benefit vs Emotional
Benefit mengatakan bahwa “ As a purchaser in today’s marketplace, we can choose from an astounding array of brands. For many categories, there is little product differentiation yet a multitude of brands are available ”, Differences in product features are often referred to as “functional benefits.” Some products offer speed, advanced technology, lighter weight or improved safety; these products are easily differentiated by their brand’s functional benefits. Many marketers immediately try to create a value proposition based entirely upon the brand’s functional benefits.
2.3.
Service Quality
2.3.1. Pengertian Kualitas Menurut Goetsh dan Davis (1994) yang dikutip oleh Arief (2007,p117) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Phillip Kotler yang dikutip oleh Arief (2007) mendefinisikan kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan fungsi kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
2.3.2. Kualitas Jasa Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Lovelock,1988) yang dikutip Arief (2007,p118) kualitas jasa adalah tingkatan keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Zeithaml dan Bitner mengemukakan arti kualitas jasa atau layanan sebagai berikut “mutu jasa merupakan penyampaian jasa yang baik atau sangat baik dibandingkan dengan ekspetasi pelanggan” Kualitas jasa dapat didefiniskan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan yang merek terima (Lupiyoadi dan Hamdani,2006,p181).
2.3.3. Dimensi Kualitas Jasa Menurut Gronroos yang dikutip di dalam Rambat dan Lupiyoadi (2006,p212). Jasa dapat dibagi menjadi dua dimensi, yaitu kualitas teknikal dan kualitas fungsional. Kedua dimensi itu sangatlah penting bagi pelanggan. Kualitas teknikal terkait dengan kemampuan mesin, pengetahuan karyawan pada jasa yang ditawarkan dll. Kualitas fungsional terkait dengan kemudahan konsumen untuk mengakses, tampilan fisik kantor, hubungan jangka panjang dengan pelanggan, hubungan internal di dalam perusahaan, serta sikap, perilaku dan jiwa pelayanan dari pemberi jasa. Dua dimensi kualitas dapat membangun citra perusahaan, baik buruknya citra perusahaan tersebut tergantung dari bagaimana pelanggan merasakan kualitas teknikal dan kualitas fungsional dari suatu jasa. Dimensi ini tidak hanya berlaku pada jasa layanan tetapi juga berlaku untuk jasa industri.
2.3.4. Definisi Pelayanan Disini kata jasa identik dengan pelayanan karena dalam kenyataanya memang sulit untuk memberikan batasan yang jelas antara pelayanan dan jasa. Agar jangan mengaburkan pengertian tersebut, maka disini peneliti cenderung memakai pengertian pelayanan dengan sinonim jasa. Supaya lebih jelas peneliti akan mengemukakan pendapat dari para ahli di bawah ini dalam memberikan pengertian tentang pelayanan. •
Menurut Kotler (2002,p486) dikatakan bahwa pengertian jasa atau layanan adalah “A
service is any activity or benefit that one part can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. It's production may or not be tied to physical prodyct” •
Menurut Cronin,et al. (2001) dalam Journal of Marketing mengemukakan arti pelayanan sebagai berikut : “ Service as an intangible activity that provide the user
same degree of perfomance satisfation but does not involve ownership and that in most cases, cannot be store or transported”. Pelayanan merupakan suatu aktifitas yang tidak berwujud, yang tidak memberikan suatu tingkat kepuasan bagi pemakai jasa tersebut tidak termasuk kepemilikan dan tidak dapat disimpan atau dipindahkan. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu aktifitas yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dengan tujuan untuk memberikan kepuasan kepada pihak yang menerimanya.
2.3.5. Definisi Kualitas Pelayanan Menurut Tjiptono (2004,p59) “Kualitas Pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendelaian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Sedangkan menurut Lewis dan Booms yang diikuti Tjiptono (2005,p121) merupakan pakar yang pertama kali mendefinisikan “Kualitas Jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan” Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalahj suatu ukuran tingkat baik-buruknya pelayanan yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain (dalam hal ini antara pihak perusahaan dengan konsumen) yang diharapkan sesuai dengan ekspektasi konsumen.
2.3.6. Dimensi Kualitas Pelayanan Sejumlah pakar dan peneliti melakukan riset khusus untuk merumuskan dimensi kualitas jasa. Tabel berikut telah merangkum dimensi kualitas jasa yang banyak diacu. Beberapa diantaranya akan dibahas dalam tabel berikut ini. Tabel 2.3 Dimensi-dimensi Kualitas Jasa PENELITI
DIMENSI KUALITAS
Albercht dan Zemke (1985)
Perhatian
dan
kepedulian,
kapabilitas
pemecahan masalah, spontanitas,recovery
Brady dan Cronin (2001)
Kualitas
interaksi,
kualitas
lingkungan
fisik,dan kualitas hasil.
Caruana dan Pitt (1997)
Realibilitas jasa dan manajemen ekspektasi.
Dabholkar,et al (2000)
Aspek fisik, realibilitas, interaksi personal, pemecahan ,masalah, kebijakan.
Dabholkar, et al (2000)
Realibilitas, perhatian pribadi, kenyamanan, fitur.
Edvardsson, Gustavsson dan Riddle (1989)
Kualitas teknis, kualitas integratif, kualitas fungsional, kualitas hasil
Garvin (1987)
Realibilitas, kinerja, fitur, konformasi, daya
serviceability,
tahan,
perceived
quality,estetika.
Gronroos (1979,1982)
Kualitas teknis, kualitas fungsional
Gronroos (1990,2000)
Profesionalisme dan keterampilan, sikap dan perilaku,
aksesibilitas
dan
fleksibilita,
realibilitas, dan reputasi.
Gummeson (1987)
Kualitas desain, kualitas produksi, kualitas penyampaian, kualitas relasional.
Gummeson (1991)
Kualitas
desain,
kualitas
produksi
jasa,
kualitas proses, kualitas hasil
Gummeson (1993)
Kualitas
desain,
penyampaian,
kualitas
kualitas
produksi
relasional,
dan
kualitas
hasil.
Hedvall dan Paltschik
Kesediaan dan kemampuan untuk melayani,
akses fisik dan psikologis.
Johnson dan Silvestro (1990)
Faktor higienis, faktor peningkatan kualitas, dan threshold factors.
Leblanc dan Nguyen (1988)
Citra korporat, organisasi internal, dukungan fisik terhadap sistem penghasil jasa, interaksi antara staf dan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan.
Lehtinen (1982)
Kualitas
fisik,
kualitas
interaksi,
kualitas
korporat.
Lehtinen (1991)
Kualitas proses, kualitas hasil.
Ovreveit (1992)
Kualitas
pelanggan,
kualitas
profesional,
kualitas manajemen.
Rust dan Oliver (1994)
Kualitas fungsional, kualitas teknis, kualitas lingkungan.
Sumber : Tjiptono (2005, pp131-132) Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) yang dikutip dari Tjiptono (2005, pp130-133) berhasil mengidentifikasikan sepuluh dimensi pokok kualitas jasa, yaitu : A. Realibilitas Meliputi dua aspek utama, yaitu konsistensi kinerja (performance) dan sifat dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan jasanya
secara benar sejak awal. B. Responsivitas yaitu keadaan dan kesiapan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. C. Kompetensi yaitu penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. D. Akses yaitu meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui dan kemudahan kontak. E. Kesopanan yaitu meliputi sikap santun, respek, atensi
dan keramahan para
karyawan. F. Komunikasi artinya menyampaikan informasi kepada para pelanggan dalam bahasa yang mudah mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelangga. G. Kredibilitas yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak dan interaksi dengan pelanggan. H. Keamanan yaitu bebas dari bahaya, resiko, dan keragu-raguan, kemampuan memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberi perhatian individual, dan mengenal pelanggan reguler. Meliputi penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan bahan-bahan komunikasi perusahaan. Namun dalam riset selanjutnya Parasuraman, Zeithml, dan Berry (1988) yang dikutip dari Tjiptono (2005,pp133-135) menemukan adanya overlapping diantara dimensi di atas. Oleh sebab itu mereka menyederhanakan sepuluh dimensi tadi menjadi lima dimensi pokok, yang biasa disebut dengan model SERQUAL. Yaitu : •
Kehandalan yakni berkaitan dengan kemapuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan
menyampaikan jasa dengan tepat waktu. •
Daya Tanggap yakni berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelannggan
dan
merespon
permintaan
mereka
serta
menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara tepat. •
Jaminan yakni perilaku para karyawan mempu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggan.
•
Empati yakni perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personel kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
•
Bukti Fisik yakni berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
Sedangkan
menurut
Johnston
dan
Silvestro
(1990)
dikutip
dari
Tjiptono
(2005,p135),mengelompokkan dimensi kualitas jasa ke dalam tiga kategori, yaitu : 1. Hygiene Factors Atribut-atribut jasa yang mutlak dibutuhkan demi terciptanya persepsi kualitas jasa yang bagus dan positif. 2. Quality-anchaning factors Atribut-atribut jasa yang bila tingkat kinerjanya tinggi akan berdampak positif pada persepsi kualitas, namun bila kinerjanya sudah mencapai tingkat terrendah tertentu, tidak ada dampak negatif signifikan. Contohnya : friendliness, attentiveness, keberishan dan ketersediaan. 3. Dual-threshold factors Atribut-atribut jasa yang bila tidak ada atau tidak tepat penyampaiannya akan membuat pelanggan mempersepsikan kualitas jasa secara negatif, namun bila penyampaiannya
mencapai tingkat tertentu yang bisa diterima, maka akan menyebabkan pelanggan puas dan persepsi terhadap jasa menjadi positif. Misalnya : komunikasi, kesopanan, dan kenyamanan.
2.4.
Motivational Values
2.4.1. Definisi Motivasi Menurut Ferrina Dewi dan Darmawan ( 2004 p.40 ), motivasi dapat diartikan sebagai motif manusia yang merupakan kebutuhan, keinginan, atau dorongan dalam diri individu atau sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau menanggapi sesuatu. Termotivasi berarti terdorong untuk bertindak. Tindakan atau perilaku yang tidak terjadi begitu saja, tetapi dipicu oleh salah satu motif internal dan pengaruh lingkungannya. Motivasi manusia memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku mereka dan motivasi tersebut terjadi secara sadar maupun tidak sadar. Selain itu motivasi adalah bagaimana cara mengaktifasikan perilaku, menyediakan tujuan, dan mengarahkan untuk berperilaku. Reflek terhadap personal konsumen membuat respon yang biasa terhadap situasi yang bervariasi kepada setiap konsumen. Emosi seseorang terhadap motivasi cenderung kuat, relatif sulit untuk dikontrol dan dapat mempengaruhi perilaku. Motivasi adalah alasan bagi konsumen untuk berperilaku. Sebuah motivasi dapat menggambarkan dasar dari perilaku yang menstimulasikan sebuah perilaku untuk merespon dan menyediakan arahan yang spesifik untuk sebuah respon.
2.4.2. Sumber dan Pengaruh Motivasi Berdasarkan Teori Motivasi Freud ( Kotler : 2000, p.215 ), motivasi merupakan kekuatan psikologis yang akan membentuk perilaku manusia yang sebagian besar tidak dapat disadari bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami potensi dirinya. Teknik yang dipergunakan disebut penjenjangan ( laddening ) untuk menelusuri motivasi seseorang
mulai dari motivasi yang bersifat alat sampai ke motivasi yang lebih bersifat tujuan. Kondisi ini bisa dinilai seseorang yang memahami merk-merk tertentu, ia akan beraksi tidak hanya kemampuan yang terlihat nyata pada merk-merk tersebut tapi juga pada petunjuk clues lain yang samar. Wujud, ukuran, berat, bahan, warna, dan nama merk dapat memicu terjadinya asosiasi merek dan kepercayaan suatu merek tertentu. Dan juga berdasarkan teori Maslow's hierarchy of needs ( motives ), teori ini mengemukakan “ a macro theory designed to account for most human behaviour in general
term. The second approach, based on McGuire's psychological motives, uses fairly detailed set motives to account for a limited range of consumer behavoiur. Maslow's hierarchy of needs mendasari empat unsur : •
Setiap manusia menjadi makluk sosial yang perlu berinteraksi sosial.
•
Beberapa motivasi bersifat mendasar ataupun kritis terhadap yang lain.
•
Motif yang mendasar dapat membuat kepuasan sebelum motif yang lain diaktifasi.
•
Sebagai motif yang mendasar, motif dapat menjadi kepuasan melebihi motif yang lebih dari mendasar. Teori Maslow's menjelaskan untuk memberi petunjuk kepada perilaku umum
konsumen. Walaupun teori ini bersifat sukar sekali dirubah. Banyak sekali contoh dari antar individu yang lebih mengutamakan sosialisasi sebagai makhluk sosial dan tempat mencari aktualisasi diri sebagai makhluk sosial. Bagaimanapun tipe perilaku ini sering kali menjadi utama yang mengindikasikan validasi yang umum dalam hal pendekatan. Beberapa budaya seperti suku asli di Australia, Selandia baru, Maori, dan sebagian masyarakat Asia memiliki nilai motivasi sosial yang lebih tinggi ketimbang nilai pribadi dan kepuasan.
2.4.3. Teori Motivasi Psikologis Mc.Guire Mc.Guire membagi motivasi menjadi dua kelompok besar yaitu motivasi internal dan eksternal. •
Motivasi Internal a)
Kebutuhan akan konsistensi Manusia secara umum memiliki keinginan adanya konsistensi dengan manusia lainnya. Termasuk dalam bagian ini adalah sikap perilaku, opini, citra diri, dan lainnya. Ketika konsumen bertanya pada dirinya sendiri sudah benarkah pembelian yang dilakukannya maka suatu pertanda bahwa konsumen merasakan kondisi yang tidak konsisten antara keputusan pembeliannya dengan motivasinya dan selanjutnya konsumen akan secara otomatis mencari informasi tambahan untuk mengurangi rasa tidak nyamannya.
b)
Kebutuhan akan atribut penyebab Motivasi untuk mendapatkan kejelasan siapa dan apa penyebab dari sebuah perisitiwa yang menimpanya. Inilah yang terjadi ketika konsumen tidak menghiraukan perkataan tenaga penjualan karena konsumen meyakini bahwa mereka menjual produk bukan karena upaya untuk memberikan solusi kepada konsumen.
c)
Kebutuhan akan kategorisasi Manusia memiliki kebutuhan untuk dapat melakukan penggolongan dan mengatur informasi atau
pengalaman
dalam
bentuk
bermakna bagi mereka. Motif inilah yang menimbulkan kesan
yang
lebih
dalam benak
konsumen bahwa ketika harga disajikan angka 9, maka konsumen akan menggolongkan
produk tersebut murah.
d)
Kebutuhan akan simbolisasi Konsumen memiliki kebutuhan untuk mendapatkan simbol yang mampu menggambarkan apa yang
dirasakan dan diketahui mereka.
Misalnya dalam bentuk pakaian dan riasan wajah. e)
Kebutuhan akan sesuatu yang baru Beberapa konsumen seperti memliki kebutuhan untuk mencari variasi dan perbedaan dari yang biasanya. Inilah yang seringkali menjadi penyebab utama terjadinya perpindahan merek dan pembelian impulsive. Biasanya kebutuhan ini muncul setelah konsumen berada dalam kondisi yang relatif stabil dalam jangka waktu yang lama.
•
Motivasi Eksternal a)
Kebutuhan mengekspresikan diri Manusia memiliki kecenderungan untuk menunjukan siapa dirinya kepada sesamanya. Umumnya diekspresikan melalui tindakan pembelian dan konsumsi produk misalnya dalam bentuk mobil atau pakaian atau produk lain yang memiliki kemampuan menciptakan simbol sesuai dengan simbol kepribadian yang ingin diekpresikan.
b)
Kebutuhan untuk asertif kebutuhan asertif menggambarkan kebutuhan konsumen untuk terlibat dalam sebuah aktifitas yang akan meningkatkan rasa percaya dirinya dimata orang lain. Mereka yang memiliki kebutuhan tinggi dalam hal ini akan dengan mudahnya melalukan komplain ketika mendapat sesuatu yang tidak sesuai dengan harapannya.
c)
Kebutuhan pertahanan ego kebutuhan
konsumen
untuk
mempertahankan
egonya.
Sudah
menjadi sifat alami manusia, ketika egonya terancam, maka secara otomatis
akan muncul tindakan-tindakan defensive baik dalam sikap maupun dalam perilakunya. d)
Kebutuhan untuk berprestasi Manusia seringkali akan terdorong untuk melakukan tindakan tertentu karena adanya penghargaan. Seringkali konsumen membeli produk tertentu dengan harapan mendapatkan penghargaan atas tindakannya tersebut. Kebutuhan ini memiliki kemiripan dengan kebutuhan untuk mengekspresikan diri namun dalam lingkup sosial yang lebih luas.
e)
Kebutuhan untuk afiliasi Manusia memiliki kebutuhan untuk berkumpul dan membentuk hubungan yang mutual serta saling memuaskan satu sama lain. Kebutuhan ini seringkali dinyatakan dalam bentuk kebutuhan untuk diterima dan berbagi dengan orang lain.
f)
Kebutuhan untuk meniru Konsumen terkadang juga memiliki kebutuhan untuk bertindak atas dasar perilaku orang lain seperti seorang anak kecil yang meniru tindakan orang dewasa. Kebutuhan ini menggambarkan bahwa manusia senantiasa berusaha mendapatkan perasaan diterima oleh kelompok reverensinya.
Teori Motivasi menurut Hadis ( 2006, p.30-31 ). Jika ditinjau dari segi relevansi motivasi dengan tujuan tingkah laku, maka motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : B. Motivasi Ekstrinsik adalah motivasi yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar diri individu. Seseorang berbuat karena dorongan dari luar, seperti adanya hadiah, menghindari hukuman, dan ijazah. Motivasi ekstrinsik banyak dilakukan di sekolah dan di masyarakat. Contoh : seorang siswa akan belajar dengan giat untuk mencapai hasil yang memuaskan agar ia mendapatkan hadiah dari orang tuanya.
C. Motivasi Intrisik adalah motivasi yang berfungsi tanpa
membutuhkan
adanya
rangsangan dari luar, orang melakukannya dikarenakan rasa senang. Motivasi intrinsik lahir secara individu tanpa dipengaruhi oleh pengaruh dari luar. Dalam hal ini pujian, hadiah atau sejenisnya tidak diperlukan oleh karena tidak akan menyebabkan siswa bekerja atau belajar untuk mendapatkan pujian atau hadiah tersebut. 2.4.4. Klasifikasi Motif Motivasi yang dimiliki tiap konsumen sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil. Bila dilihat dari hal tersebut maka motivasi yang dimiliki konsumen secara garis besar dapat terbagi dua kelompok besar, antara lain : A.
Rasional Motif Rasional Motif adalah menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Motif adalah sebab-sebab yang menjadi
dorongan. Tindakan seseorang jadi rasional
motif adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut pikiran yang sehat, patut, dan layak. Misalnya : seorang konsumen membeli mobil karena dia memang membutuhkan alat transportasi. B.
Emosional Motif Emosional Motif adalah motif yang dipengaruhi oleh perasaan. Plutchik (Nugroho.2008,p.104), mengidentifikasi delapan emosi primer yang masingmasing diantaranya dapat bervariasi intensitasnya : fear, anger, joy, sadness,
acceptance, disgust, antricipation dan surprise. Emosi dan mood states memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, mulai dari identifikasi masalah sampai perilaku pembelian berulang.
2.4.5. Metode dan Bentuk Pemberian Motivasi A.
Metode Langsung ( Direct Motivation ) Metode atau cara yang digunakan perusahaan dalam pemberian motivasi terdiri atas : Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap konsumen untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Hal ini sifatnya khusus, seperti bonus, tunjangan, penghargaan terhadap pelanggan dan lain-lain.
B.
Metode tidak langsung ( indirect motivation ) Metode tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah konsumen untuk melakukan pembelian. Seperti pelayanan memuaskan, kualitas barang ditingkatkan dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk motivasi yang diberikan oileh perusahaan dapat dalam bentuk insentif positif maupun insentif negatif : 1.
Motivasi Positif Didalam motiasi positif produsen tidak saja memberikan dalam bentuk sejumlah uang tapi bisa juga memotivasi dengan memberikan diskon, hadiah, dan pelayanan yang optimum yang ditunjukan pada diferensiasi dan positioning yang dilakukan kepada mereka yang melakukan pembelian dan yang akan melakukan pembelian.
2.
Motivasi Negatif Di dalam motivasi negatif produsen memotivasi konsumen dengan standar pembelian maka mereka akan mendapatkan ganjaran. Dengan motivasi negatif ini semangat konsumen dalam jangka waktu pendek akan meningkat untuk melaksanakan pembelian karena
mempunya kepentingan terhadap kebutuhan tersebut.
2.4.6. Teori Motivasi dan Strategi Marketing Konsumen tidak membeli produk. Melainkan, mereka membeli motivasi akan kepuasan dan solusi terhadap masalahnya. Contohnya seorang wanita tidak membeli produk parfum ataupun bahan-bahan yang ada didalamnya melainkan membeli atmosfer dan perasaan terhadap penggunaan parfum tersebut. Konsumen sering kali membeli produk dan layanan sebagai tingkat kebutuhan diri sendiri. Walaupun mereka terkadang hanya untuk memanjakan diri bagi mereka. Riset motivasi bertujuan untuk mencari ragam motif seseorang dalam hal pembelian, termasuk didalamnya penghargaan bagi mereka sendiri dalam hal prestasi. Beberapa
brand
atau
perusahaan
menarik
untuk
mengspesifikan
motivasi
konsumennya. Bagaimanapun beberapa motif sering kali terlibat dalam perilaku konsumsi. Beberapa motif tersebut kemungkinan menimbulkan efek pembelian dalam kategori produk dengan target pasar tertentu dan juga membangun strategi dasar dalam memahami motifmotif tersebut dan mengurangin kesalahan atau konflik dalam motivasi tersebut.
2.4.7. Menemukan Motif Pembelian Terdapat beberapa motif pembelian dalam diri pelanggan, dan beberapa motif tersebut sering kali dijumpai dalam hal pembelian. Motif yang pertama ialah manifest
motives yakni motif nyata dimana sistem yang dapat terlihat nyata dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat yang ada. Motif selanjutnya ialah dimana pelanggan mempunyai bakatnya dan motif nyata yang tidak dapat dipengaruhinya dalam hal pembelian, motif ini disebut latent motives. Motif laten baik dan Motif nyata dapat mempengaruhi pembelian alternatif, hanya motif nyata mungkin beroperasi. Perusahaan perlu melakukan penelitian untuk mengidentifikasi apa jenis motif yang mempengaruhi pengambilan
keputusan konsumen melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis motif yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. Metode yang populer adalah laddering atau membangun sebuah akhir berarti atau rantai manfaat. Sebuah produk atau merek ditampilkan kepada pelanggan yang manfaat kepemilikan atau penggunaan produk yang mungkin menyediakan. Kemudian, untuk mencapai manfaat tersebut, pelanggan diminta untuk mengidentifikasi manfaat tambahan yang bermanfaat dan sampai konsumen tidak dapat lagi menyebutkan manfaat dari sebuah produk tersebut.
2.4.8. Strategi Marketing didasarkan pada beberapa motif Merancang strategi pemasaran di sekitar set motif yang relevan. tugas ini melibatkan segala sesuatu dari desain produk untuk komunikasi pemasaran. sifat dari keputusan ini adalah yang paling jelas dalam bidang komunikasi. Berikut teknik dari riset motivasi : Tabel 2.4 Teknik dari motivasi 1. Association Techniques
Word Association
Konsumen menanggapi daftar kata dengan kata pertama yang terlintas dalam pikiran.
Succesive word association
Konsumen memberikan serangkaian katakata yang muncul dalam pikiran setelah mendengar setiap kata pada daftar.
Analysis and uses
Analisis untuk melihat apakah ada asosiasi negatif. kapan waktu untuk merespon juga mengukur emosionalitas dari kata tersebut dapat diestimasi. teknik ini tekan semantic
memori lebih dari motif dan digunakan untuk nama merek dan tes copy iklan.
2. Completion Techniques
Sentences Completion
Konsumen
melanjutkan
kalimat
seperti
“people who buy NOKIA...”
Story Completion
Konsumen menyelesaikan cerita parsial
Analysis and Use
Analisis untuk ditentukan tema apa yang disajikan. analisis isi-memeriksa tanggapan untuk tema dan konsep kunci yang digunakan
3. Contruction techniques
Cartoon Techniques
Konsumen mengisi kata-kata dan memikirkan salah satu karakter dalam kartun gambar
Third-person Techniques
Konsumen
mengetahui
apa
yang
harus
dibelanjakan dan berapa maksimal keuangan untuk berbelanja.
Picture Responses
Konsumen menceritrakan tentang seseorang ataupun gambar yang ditunjukkan ataupun menggambarkan garis yang telah disediakan.
Analysis and Use
Hampir sama dengan teknik penyelesaian.
B. Strategi Marketing berdasarkan Conflict Motivation Karena ada banyak motif dan banyak situasi di mana motif tersebut diaktifkan. Konflik sering terjadi antara motif. Conflict Motivation
sering mempengaruhi pola
konsumsi. Contohnya, konsumen mempunyai motivasi untuk membeli produk di internet tapi konsumen belum mengetahui kualitas dari produk yang dibelinya. Untuk mengurangi dari sebab-sebab dari konflik ini perusahaan harus melakukan jaminan dari produk tersebut berupa money cash back ataupun garansi produk apabila produk tersebut mengalami kerusakan ataupun tidak sesuai keinginan konsumen. Dalam kasus seperti itu banyak, perusahaan dapat menganalisis situasi yang cenderung menghasilkan konflik motivasi, memberikan solusi untuk bahwa konflik motivasi dan menarik dukungan dari konsumen menghadapi konflik motivasi. Terdapat beberapa pendekatan bagi perusahaan untuk menanggulangi motivation
conflict yakni approach-approach motivational conflict, approach-avoidance conflict, dan avoidance-avoidance conflict. 2. Approach-approach motivational conflict yaitu konsumen menghadapi pilihan antara jalan alternatif. 3. Approach-avoidance motivational conflict yaitu konsumen menghadapi jalan alternatif yang baik dan yang tidak baik. 4. Avoidance-avoidance motivational conflict yaitu konsumen menghadapi jalan alternatif yang tidak diinginkan.
2.4.9. Personality
Personality meliputi kepribadian yang relatif tahan lama pribadi yang memungkinkan konsumen untuk menanggapi dunia di sekitar mereka. Pribadi ini dapat dengan mudah menjelaskan personality dirinya sendiri ataupun temannya. Personality adalah respon karakteristik individual menjurus kepada situasi yang sama. Contohnya, seseorang mengatakan sesuatu kepada temannya atas “fairly aggresive, very opinionated, competitive,
outgoing, and witty”. Apa yang dijelaskan merupakan perilaku teman tersebut yang kondisinya terdapat di berbagai variasi situasi. Jalur karakteristik tersebut merupakan respon dari situasi yang luas dan juga respon konsumen dari strategi pemasaran. Terdapat kontroversi mengenai sifat sebenarnya dari kepribadian, nilai belajar yang cukup luas dan masalah dengan pengukuran faktor ini. Bagaimanapun, konsep ini sangat nyata dan berarti, orang-orang memiliki personality. Beberapa teori personality bertujuan untuk membangun personality dari sebuah interaksi antara kepuasan dan nilai sosial. Teori personality dapat dikategorikan sebagai
individual personality theories atau social learning theories. Untuk memahami dua pendekatan general untuk personality akan menyediakan sebuah appresiasi dari personality pengguna potensial dalam hal keputusan pemasaran. A. Individual Personality Theories Semua dari teori personality individual mempunyai 2 asumsi yang terbiasa : 3. Karakteristik internal individual atau sifat individual. 4. Perbedaan karakteristik yang konsisten dan terukur dari individual. Lingkungan eksternal dalam hal ini tidak dapat dipertimbangkan dalam teori-teori ini. Karena disebagian negara, karakteristik terbentuk pada usia yang relatif berubah selama bertahun-tahun. Perbedaan antara teori individual yang meng-definisikan jalur atau karakteristik yang lebih penting.
Single-trait theories yaitu kepribadian sikap dalam keadaan yang sangat memahami seperangkat perilaku tertentu. Teori ini lebih menyarankan lebih kepada sifat tunggal untuk memahami relevansi terhadap satu perilaku. Beberapa contoh dari single-
trait theories menetapkan dengan dognatism, extroversion, neuroticm, consumer conformity, vanity, authortarianism, dan need of cognition. Disisi lain terdapat juga teori Multi-trait theories, teori ini meng-spesifikan beberapa jalur kombinasi yang menangkap porsi yang substansial. Aspek unik dari teori ini adalah pendekatan penggambaran dalam permukaan atau perilaku observable, yang dapat mengelompokan basis yang sama dan dapat meng-representasikan penyebab perilaku. Teori lain menyebutkan terdapat teori yang biasa digunakan oleh perusahaan untuk mengilustrasikan multi-traits personality teori yakni five-factor personality. Teori ini mengidentifikasikan 5 dasar traits yang dibentuk secara genetik dan dasar. Sifat-sifat ini berinteraksi dan mewujudkan ke dalam perilaku yang dipicu oleh situasi. Menurut sumber yang didapat dari “Adapted from R.B Cattell, H. W. Eber and M. M. Tasuoka
(1970), Handbook for the Sixteen Personality Factors Questionanaire, Institute for Personality and Ability Testing, Champaign, IL, pp. 16-17. Reprinted by permission of the copyright owner. All rights reserved.” Tabel 2.5 Individual Personality Theories Source train : Surface trait
Source trait : Surface trait
Reserved : deteached, critical, aloof, stiff
Outgoing
:
warm-hearted,
easygoing,
participating Attached by feeling : emotionally less stable
Emotionally stable : mature, faces reality, calm
Humble : stable, mild, easily led, docile, Assertive : aggressive, competitive, stubborn
accomodating Sober : taciturn, serious
Happy-go-lucky : enthuastic
Expedient : disregards rules
Conscientious : persistent, moralistic, staid
Shy : timid, threat-sensitive
Venturesome : Unhibited, socially bold
Tough-minded : self-reliant, realistic
Tender-minded
:
sensitive,
clinging,
overprotected Practical : down-to-earth
Imaginative : bohemian, absent-minded
Forthright : unpretentious, genuine, but Astute : polished, socially aware socially clumsy Self-assured : placid, secure, compalcent, Apprehensive : self-reproaching, insecure, serene
worrying, troubled
Concervative : respecting traditonal ideas, Experimenting : liberal, freethingking, radical concervatism of temprament Group dependent : a joiner and sound Self-sufficient follower
careless of social rules
composed
resourceful,
prefer
own
decision
Undisciplined : lax, follows own urges, Controlled
Relaxed
:
:
tranquil,
:
exacting
willpower,
socially
precise, compulsive, following self-image torpid,
unfrustated, Tense : frustrated, driven, overwrought
B. Social Learning Theories
Social learning theories ialah tandingan dari individual personality theories, teori ini menekankan kepada lingkungan sebagai penetu penting dalam berperilaku. Hal ini berakibat faktor-faktor eksternal lebih difokuskan dibanding dengan fokus internalnya. Dan juga terjadi sedikit kekhawatiran dalam hal variasi antara individual in terms of individual traits.
Social learning theories bertujuan dalam hal belajar merespon dalam pola respon konsumen. Ketika situasi lingkungan disekitar mereka berubah, konsumen juga dapat merubah reaksi terhadap situasi yang mereka hadapi. Masing-masing individu menanggapi reaksi yg berbeda terhadap lingkungannya denga karaktetistik yang mereka punya. Berikut ini adalah tabel dari : Tabel 2.6 The five-factor model of personality
Core trait
Manifestation
Extroversion
Prefer to be in a large group rather than alone, talkative when with others, bold
Instability
Moody, tempramental, touchy
Agreeableness
Sympathetic, kind to others, polite with others
Openness to experience
Imaginative, appreciative of art, find novel solutions
Conscientiousness
Careful, precise, efficient
2.4.10. Emotion Emosi didefinisikan sebagai hal atau perasaan yang kuat, perasaan yang relatif tidak terkendali yang mempengaruhi perilaku kita. Emosi umumnya dipicu oleh peristiwa lingkungan yang ada disekitar indvidu. Kemarahan, kegembiraan, dan kesedihan adalah respon yang paling sering dijumpai terhadap serangkaian perisitiwa yang terjadi di lingkungan sekitar indvidu. Emosi sebagai subyektif yang berpengalaman dan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang sama. Emosi seperti kemarahan, kegembiraan, dan kesedihan menyerupai bentuk yang sama dengan physiological patterns. Emosi dalam diri invidu dapat mempengaruhi dan mengasosiasikan perilaku. Perilaku mennghubungkan dengan erat terhadap individu, dan individu-individu di waktu yang berbeda dan situasi yang berbeda. Dan yang terpenting pada emosi ialah emosi merupakan hal yang paling subjektif, perasaan yang subjektif ini ditentukan oleh esensi dari emosi. Perasaan memiliki komponen tertentu yang diberi label sebagai emosi, seperti sedih atau bahagia. selain itu, emosi merupakan evaluatif atas komponen suka atau tidak suka. A. Emotions and Marketing Strategy Perusahaan dapat melakukan strategi pemasaran dengan menggunakan titik emosi bagi konsumen agar produk yang diproduksi menempati positioning yang tepat dalam hal persentasi penjualan maupun periklanan. Strategi emosi dalam pemasaran berfokus kepada emosi keinginan sebagai keuntungan bagi perusahaan. Berikut ini dimensi emosional dan indikator-indikatornya : Tabel 2.8 Emosional dan indikator-indikatornya Dimension
Emotions
Indicator
Pleasure
Duty
Moral, Virtous, Dutiful
Faith
Reverent, Worship, Spiritual
Pride
Proud, Superior, Worthy
Affection
Loving, Affectionate, Friendly
Innocence
Innocent, Pure, Blameless
Gratitude
Gratefull,
Thankful,
Appreciative Serenity
Restful, Serene. Comfortable
Desire
Desirous, Wishful, Craving
Joy
Happy, Delighted, Pleased
Competence
Confident,
In
control,
Competent Arrousal
Dominance
Interest
Attentive, Curious
Hypoactivation
Bored, Sluggish
Activation
Active, Excited
Surprise
Surprised, Annoyed
Deja Vu
Unimpressed, Unexcited
Involment
Involved, Informed
Distraction
Distracted, preoccupied
Surgency
Playful, Entertained
Contempt
Scornful, Contemptous
Conflict
Tense, Frustrated
Guilt
Guilty. Remorseful
Helplessness
Powerless, Helpless
Sadness
Sad, Sorrowful
Fear
Fearful, Afraid
Shame
Ashamed, Embrassed
Anger
Angry, Initiated
Hyperactivation
Panicked, Overstimulated
Disgust
Disgusted, Revolted
Sceptism
Sceptial, Suspicious
Sumber : Adapted from M.B Holbrook and R. Batra ( 1987 ), 'Assessing the Role of Emotions as Mediators of Consumer Responses to Advertising', Journal of Consumer Research, pp. 404-20. •
Emotion Arousal sebagai keuntungan produk merupakan karakteristik evaluasi emosi baik positif maupun negatif, banyak produk yang menggunakan emotion arrousal sebagai
keuntungan
yang
utama.
Emotions
arrousal
ialah
emosi
yang
mengutamakan perasaan seseorang ketika memakai produk tersebut.\ •
Emotion reduction sebagai keuntungan produk merupakan karakteristik emosi yang berguna untuk mengurangi emosi-emosi seseorang yang tidak menyenangkan.
•
Emotion advertising ialah gabungan dari emotion arousal dan emotion reduction ketika kedua hal tersebut sifatnya tidak menguntungan produk, kegunaan emotion
advertising yaitu bagaimana merespon konsumen untuk terpengaruhi oleh periklanan Yang perusahaan buat.
2.5.
Repeat Purchasing Pada dewasa ini sebagian besar riset berdasarkan pendekatan perilaku, namun prinsip
perilaku dapat digunakan sebagai dasar untuk bekerja di berbagai bidang. Pertama adalah promosi penjualan, yaitu bidang yang semakin menarik. Walaupun banyak riset dalam bidang ini berada diluar literatur perilaku konsumen tradisional, namun pendekatan perilaku biasanya digunakan untuk mengembangkan strategi mempengaruhi perilaku konsumen yang berorientasi sosial. Dan berikut hal-hal yang mempengaruhi repeat purchasing :
2.5.1. Promosi Penjualan Dalam bidang riset konsumen yang memanfaatkan pendekatan perilaku adalah promosi penjualan. Para ahli mendefinisikan promosi penjualan sebagai “suatu kegiatan pemasaran yang berfokus pada tingkatan yang tujuannya adalah mendapatkan dampak langsung pada perilaku seorang konsumen perusahaan”. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian pada promosi penjualan yakni : •
Konsumen merupakan salah satu bagian dari saluran distribusi seperti pengecer, dimana promosi yang dilakukan disebut sebagai promosi dagang. Promosi dengan ( Trade
promotions ), seperti bantuan biaya iklan atau displai. Jika konsumen suatu perusahaan ternyata adalah konsumen akhir, maka pada promosi yang digunakan disebut sebagai promosi konsumen ( Consumer promotions ). •
Penekanan pada perilaku konsumen dengan jelas menempatkan pendekatan perilaku yang dimana konsumen mendapatkan informasi yang didesain untuk mengubah kognisi konsumen terhadap produk. Akan tetapi, sebagian besar konsumen didisain untuk mempengaruhi kemungkinan pembelian atau perilaku yang diinginkan tanpa harus mengubah sikap prapembelian konsumen terhadap suatu merek. Jika promosi dilakukan atas merek baru, maka pembelian dan penggunaan dapat membawa pada sikap pascapembelian yang baik dan pembelian ulang ( repeat purchasing ) di masa mendatang. Jika pembelian konsumen ditujukan pada merek yang telah ada saat ini,
konsumen untuk mengurangi risiko pembelian di samping untuk percobaan. Bagi konsumen yang terlanjur membeli suatu merek, promosi konsumen dapat menjadi insentif tambahan bagi mereka. Ada beberapa jenis promosi konsumen. Daftar berikut ini menyajikan beberapa contoh yang paling sering digunakan : •
Contoh Gratis ( Sampling ). Konsumen diberi contoh dalam jumlah yang lebih kecil atau bahkan dalam porsi yang sama dengan yang akan dijual, baik gratis maupun dengan harga nominal.
•
Tawaran harga ( price deals ). Konsumen diberi potongan harga dari harga normal.
•
Paket Bonus ( bonus pack ). Paket bonus berisikan tambahan produk yang diberikan perusahaan kepada pembeli.
•
Diskon dan uang kembali ( rebats and refunds ). Konsumen, baik secara langsung maupun lewat pos, dapat mendapatkan uang tunai jika melakukan pembelian.
•
Undian dan kontes ( sweeptakes and contest ). Konsumen diberi, kesempatan untuk memenangkan uang tunai atau hadiah melalui undian atau permainan ketangkasan.
•
Hadiah ( premium ). Hadiah diberikan bersama-sama dengan pembelian produk.
•
Kupon ( coupons ). Konsumen mendapatkan potongan beberapa sen atau insentif jika membeli produk tertentu.
Bentuk-bentuk dasar promosi konsumen di atas sering digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan kemungkinan perilaku yang diinginkan. Promosi konsumen dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku melalui berbagai cara.
2.5.2. Kemungkinan Pembelian Menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson ( 2000, p.204 ) Promosi konsumen didisain untuk meningkatkan kemungkinan konsumen membeli suatu merek atau kombinasi produk. Meskipun demikian, suatu perusahaan berharap dapat mencapai beberapa dari sejumlah subtujuan ketikan menjalankan promosi. Dari promosi konsumen memungkinkan untuk
memposisikan suatu merek atau perusahaan di benak konsumen untuk mendorong mereka membeli dan meneruskan membeli merek tersebut. Promosi didisain untuk mempertahankan atau mengubah pengaruh, kognisi, dan perilaku konsumen. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan promosi yang gencar untuk mendapatkan harga yang bersaing atas suatu merek yang diposisikan pada harga dan kualitas tinggi. Penggunaan lain dari promosi untuk tujuan penentuan posisi yang menawarkan pemberian amal pada kegiatan sosial untuk setiap kupon atau pembatalan pembelian yang dilakukan konsumen. Taktik ini dapat meningkatkan persepsi konsumen terhadap komitmen sosial perusahaan. Selain itu promosi konsumen adalah mendorong terjadinya penggantian merek. Promosi konsumen dapat mengubah penggunaan merek dengan membuat pembelian merek baru jauh lebih menarik dari membeli merek yang biasa dibeli. Tujuan akhir dari konsumen adalah memperkuat loyalitas merek. Karena sebagian konsumen cenderung membeli suatu produk didasarkan pada kupon dan tawaran-tawaran lainnya, maka pemberian tawaran yang sangat menarik secara
rutin akan membuat mereka
relatif loyal pada suatu merek yang dipromosikan.
2.5.3. The nature of repeat purchase behaviour Pola perilaku konsumen yang melibatkan pembelian produk atau jasa yang sama dari waktu ke waktu, dengan atau tanpa loyalitas terhadap produk atau layanan. Repeat purchasing merupakan kegiatan pembelian terhadap merek yang sama. Kegiatan repeat purchasing merupakan dampak dari akibat hasil dari dominasi pasar oleh perusahaan, membuat produk hanya satu yang tersedia dan dengan demikian mencabut konsumen kesempatan untuk memilih, atau mungkin hasil dari upaya promosi berulang, yang menarik konsumen untuk membeli merek yang sama lagi. Jika dominasi pasar tidak ada, atau upaya promosi belum dibuat, konsumen mungkin merasa sepenuhnya dibenarkan dalam untuk melakukan switching product. Ada beberapa kategori umum konsentris dari pembeli untuk setiap merek yang diberikan, kategori ini
berdasarkan merek yang digunakan pada satu titik waktu : •
total buyers
•
satisfied purchasers
•
repeat purchasers
•
committed purchasers
2.5.4. Keputusan Pembelian Konsumen 2.5.5.1 Peranan Pembelian Untuk memahami bagaimana konsumen sebenarnya membuat suatu keputusan pembelian maka pemasar harus mengidentifikasi siapa yang membuat keputusan pembelian tersebut, tipe dari keputusan pembelian dan tahap atau proses dalam keputusan pembelian. Pemasar membedakan lima peranan orang yang akan dimainkan dalam pengambilan keputusan pembelian : 1. Orang yang pertama kali memberikan saran atau ide tentang pembelian suatu produk atau jasa, atau yang biasa disebut Initiator. 2. Orang yang memberikan pandangan atau nasihat yang dapat mempengaruhi keputusan, atau yang biasa disebut dengan Influencer. 3. Orang yang membuat keputusan pembelian yang meliputi kapan barang itu akan dibeli, barang apa yang akan dibeli, bagaimana cara membelinya, dimana membeli barang tersebut, atau yang biasa disebut dengan Decider. 4. Orang yang melakukan pembelian, atau biasa disebut Buyer. 5. Orang yang mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa, biasa disebut
User.
2.5.5.2 Perilaku Pembelian Ada 4 tipe perilaku pengambilan keputusan pembelian : A.
Perilaku Pembelian Kompleks ( complec buying behaviour ) Konsumen melakukan perilaku pembelian kompleks ketika benar-benar terlibat dalam pembelian dan merasa bahwa perbedaan merek sangatlah penting. Konsumen benar-benar terlibat ketika suatu produk itu beresiko, mahal, jarang dibeli, dan mengekspresikan diri secara khusus, dan konsumen harus banyak mempelajari tentang kategori produk tersebut.
B.
Perilaku Pembelian yang mengurangi Ketidakcocokan ( dissonance-reducing
buying behaviour ) Terjadi apabila konsumen benar-benar terlibat dalam melakukan pembelian yang mahal, jarang atau beresiko, tapi tidak begitu mempersoalkan tentang merek. C.
Perilaku Pembelian sesuai Kebiasaan ( habitual buying behaviour ) Terjadi kalau pembeli tidak banyak terlibat dan tidak terlalu mementingkan merek. Konsumen tidak banyak terlibat dalam pembelian produk ini, dalam arti konsumen tidak perlu mempelajari secara mendalam produk tersebut. Jika tetap membeli produk tersebut dengan merek yang sama, itu berarti kebiasaan, bukan berarti konsumen loyal terhadap merek.
D.
Perilaku Pembelian dengan Mencari Macam dari suatu produk ( variety-seeking
buying behaviour ) Konsumen disini tidak banyak terlibat tetapi merasa bahwa perbedaan merek adalah penting. Disini, konsumen merasa sering kali melakukan pembelian dengan berganti-ganti merek. Tetapi di saat yang lain, konsumen mungkin memilih merek lain bukan karena bosan atau karena ingin mencoba sesuatu yang lain. Pergantian merek, terjadinya karena macamnya yang begitu banyak, bukan karena ketidakpuasan.
2.5.5.3 Proses Keputusan Pembelian Menurut Kotler ( 2005, p. 224 ), proses keputusan pembelian dimulai dengan : 1.
Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Dalam kasus pertama, salah satu kebutuhan umum seseorang ( lapar, haus, seks ) menjadi ambang batas tertentu dan mulai menjadi pendorong. Dalam kasus kedua, kebutuhan ditimbulkan oleh rangsangan eksternal, misalnya seseorang melewati toko kue dan melihat roti yang segar serta hangat sehingga terangsang rasa laparnya ; contoh lain mengagumi ponsel baru temannya.
2.
Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian, pada level ini seseorang hanya akan sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu akan masuk ke pencarian informasi secara aktif. Mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Yang menjadi perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber informasi konsumen digolongkan dalam : sumber pribadi ( keluarga, teman ) ; sumber komersial ( iklan, wiraniaga ) ; sumber publik ( media massa ) ; sumber pengalaman ( pengkajian, pemakaian produk ). Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang produk tertentu dari sumber komersial ( sumber yang didominasi oleh pemasar ). Informasi yang paling efektif sebenarnya berasal dari sumber pribadi.
3.
Evaluasi Alternatif. Terdapat beberapa proses evaluasi, dan model-model baru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Yaitu, model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen : pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang
masing-masing
produk
sebagai
kumpulan
atribut
dengan
kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Konsumen mengembangkan sekumpulan keyakinan merek tentang posisi tiap-tiap merek berdasarkan masing-masing atribut. Kumpulan keyakinan atas merek tertentu membentuk citra merek. 4.
Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen tersebut juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun, dua faktor berikut dapat berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian. Faktor pertama adalah sikap orang lain, sedangkan faktor kedua-nya adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian.
5.
Perilaku Pasca Pembelian. Setelah membeli produk, konsumen akan memahami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu. Para pemasar harus terus memantau kepuasan pasca pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk tidak sesuai dengan harapan pembeli, maka yang akan terjadi adalah kebalikannya. Tindakan pasca pembelian dimana konsumen
yang puas akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli ulang produk tersebut, dan perlunya terus memantau pemakaian maupun pembuangan produk pasca pembelian. Menurut Michael Yaul dan Thorsen Henig-Thurau dalam jurnal berjudul “academy of marketing science” tahun 2008 : “ Service relationship attributes refer to customer's knowledge
of the characteristic of a specific provider, which drive his or her repeat purchase from that provider” Menurut Ma'ruf ( 2006, pp61-62 ), dalam membeli barang / jasa, sesorang konsumen akan melalui tiga proses keputusan pembelian, yaitu : 1.
Proses Keputusan yang Panjang ( Extended Decision Making ) Proses keputusan yang panjang ini biasanya terjadi durable seperti ( rumah, lahan, mobil ). Proses tersebut menurut Breman dan Evan adalah stimulus dari kebutuhan, mencari informasi, evaluasi, transaksi, perilaku pasca pembelian. Dimana pengertian stimulus adalah situasi yang menyebabkan munculnya kebutuhan dalam diri konsumen.
2.
Proses Keputusan Terbatas ( Limited Decision Making ) Proses keputusan terbatas sebenarnya hampir sama dengan proses diatas, tetapi terjadi secara lebih cepat dan kadang meloncati tahapan-tahapan. Proses keputusan terbatas ini biasanya untuk barang seperti pakaian, hadiah, mobil kedua, dan tempat wisata.
3.
Proses Pembelian Rutin Keputusan pembelian ini terjadi secara kebiasaan sehingga proses pembelian sangat singkat. Begitu dirasa ada kebutuhan, langsung dilakukan pembelian.
2.6.
Hubungan Antar Variabel Hubungan yang ada antar variabel yang diteliti dapat dijabarkan seperti berikut ini :
•
Hubungan antar variabel Functional Benefit (FB) dan Service Quality (SQ) Menurut Philip Kotler yang dikutip oleh Arief (2007) mendefinisikan kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan fungsi kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Dalam hal ini, kedua hal ini saling terkait ketika konsumen telah membeli suatu produk secara tidak langsung pada nantinya konsumen akan menggunakan jasa pelayanan produk tersebut dan jasa pelayanan tersebut merupaka indikasi bagi konsumen apakah kebutuhan mereka terpenuhi atas pelayanan maupun produk yang sedang atau telah digunakan. Menurut
Fassnacht and Koese (2006) dalam jurnal “A Proposed Scale for
Measuring E-Service Quality” bahwa Service Quality efektif yang dilakukan oleh perusahaan maka akan tercipta di dalam benak konsumen Functional Benefit karena konsumen merasa diberdayakan ataupun dianggap sebagai mitra yang baik oleh perusahaan. •
Hubungan antar variabel Functional Benefit (FB) dan Motivation Values (MV) Dalam hal Motivational Values merupakan hal yang menjadi akibat dari adanya
Functional
Benefit
dimana
ketika
konsumen
sudah
membeli
produk
dan
menggunakannya, baik dalam hal ini adalah terpenuhinya kebutuhan yang konsumen inginkan ketika memutuskan menggunakan produk tersebut. Menurut Peter J dan Jerry Olson dalam buku Consumer Behaviour mengatakan bahwa Motivational Values ditimbulkan akibat dari kebutuhan Functional Benefit yang sudah terpenuhi segala kebutuhan yang telah diinginkan oleh konsumen atas produk yang telah digunakan.
•
Hubungan antar variabel Service Quality (SQ) dan Motivation Values (MV) Menurut Ferrina Dewi dan Darmawan ( 2004 p.40 ), motivasi dapat diartikan sebagai motif manusia yang merupakan kebutuhan, keinginan, atau dorongan dalam diri individu atau sesuatu yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu atau menanggapi sesuatu. Termotivasi berarti terdorong untuk bertindak. Tindakan atau perilaku yang tidak terjadi begitu saja, tetapi dipicu oleh salah satu motif internal dan pengaruh lingkungannya. Dalam hal ini motivasi dapat timbul akibat erat dari adanya motif internal maupun lingkungan, Service Quality merupakan bagian dalam hal yang menunjang terjadinya Motivation Values bagi konsumen karena ketika Service
Quality yang dilakukan perusahaan terhadap konsumennya dan konsumen tersebut merasa kinerja Service Quality baik di mata konsumen maka Motivation Values akan timbul dibenak konsumen atas produk ataupun perusahaan yang dipercayainya. •
Hubungan antar variabel Motivation Values (MV) dan Repeat Purtchasing (RP) Menurut Plutchik yang dikutip oleh ( Nugroho.2008,p.104 ), mengidentifikasi delapan emosi primer yang masing-masing diantaranya dapat bervariasi intensitasnya :
fear, anger, joy, sadness, acceptance, disgust, antricipation dan surprise. Emosi dan mood states memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan konsumen, mulai dari identifikasi masalah sampai perilaku pembelian berulang. Maka dalam hal ini Motivation
Valus pada dasar berawal dari emosi primer konsumen yang timbul dari keingingan internal yang ditunjang juga dari faktor eksternal dapat menimbulkan keingingan konsumen untuk melakukan pengambilak keputusan konsumen mulai dari identifikasi masalah sampai akhirnya melakukan pembelian.
2.7.
Kerangka Pemikiran A. Functional Benefit ( X1 ) Indikator : a. Fungsional b. Psikolososial c.
Risiko
B. Service Quality ( X2 ) Indikator : a. Resposivitas b. Kompetensi c.
Komunikasi
C. Motivational Values ( X3 ) Indikator : a. Kebutuhan untuk sesuatu yang baru b. Kebutuhan untuk ekspresi diri c.
Kebutuhan untuk berprestasi
D. Repeat Purchasing ( Z ) Indikator : a. Complect Buying Behaviour b. Dissonance-reducing Buying Behaviour c.
Habitual Buying Behaviour
Functional Benefit (X1) Motivational Values (Y)
Repeat Purchasing (Z)
Service Quality (X2)
Gambar 2.1 Analisis Jalur Sumber: Kuncoro,A. Engkos,Riduwan.( 2006,Cara menggunakan dan memakai analisis jalur)
2.8.
Hipotesis Menurut J Supranto (2001,p124)hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau
tanggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan atau keputusan/ pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan atau asumsi dari suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data primer dan sekunder. Hipotesis selalu dimasukan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan antar dua variabel atau lebih, yaitu: variabel terpengaruh dan variabel berpengaruh. Untuk menguji hasil hipotesis digunakan data yang dikumpulkan dari sampel sehingga merupakan data perkiraan. Oleh karena itu, keputusan yang dibuat dalam menolak atau menerima hipotesis mengandung ketidakpastian. Ada dua jenis kesalahan yang dapat terjadi dalam pengujian hipotesis, kesalahan itu bisa terjadi karena menolak hipotesis nol padahal hipotesis itu benar (disebut kesalahan jenis I) atau menerima hipotesis nol padahal hipotesis itu salah (disebut kesalahan jenis II). Misalnya apabila hipotesis itu benar diberi simbol H0 dan kalau hipotesis alternatif benar H1.