PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI PENYANDANG TUNANETRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA WANTUWIRAWAN YAYASAN SIWI PENI SALATIGA TAHUN 2012 (ANALISIS TERHADAP METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: DUROTUN NAYIROH NIM 11108056
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI PENYANDANG TUNANETRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA WANTUWIRAWAN YAYASAN SIWI PENI SALATIGA TAHUN 2012 (ANALISIS TERHADAP METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh: DUROTUN NAYIROH NIM 11108056
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA JL. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706,323433 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.stainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si DOSEN STAIN SALATIGA NOTA PEMBIMBING Lamp
: 3 Eksemplar
Hal
: Naskah Skripsi
Kepada
Saudari
: Durotun Nayiroh
Yth. Ketua STAIN Salatiga di. Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudari: Nama
: Durotun Nayiroh
NIM
: 11108056
Jurusan/Progdi
: TARBIYAH/PAI
Judul
: PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI PENYANDANG TUNANETRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA WANTUWIRAWAN YAYASAN SIWI PENI SALATIGA TAHUN 2012 (ANALISIS TERHADAP METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN)
Dengan ini kami mohon skripsi saudari tersebut diatas supaya segera dimunaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Salatiga, 11 Agustus 2012 Pembimbing,
Dra. Lilik Sriyanti, M.Si
DEPARTEMEN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323 706, 323 433 Sala ga 50721 Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI PENYANDANG TUNANETRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA WANTUWIRAWAN YAYASAN SIWI PENI SALATIGA TAHUN 2012 (ANALISIS TERHADAP METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN) DISUSUN OLEH: DUROTUN NAYIROH NIM: 111 08 056 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 7 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Dr. Imam Sutomo, M.Ag
Sekretaris Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag
Penguji I
: Dr. Zakiyuddin B. M.Ag
Penguji II
: Drs. Abdul Syukur, M.Si
Penguji III
: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si
Salatiga, 7 September 2012 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP: 19580827 198303 1002
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Durotun Nayiroh
NIM
: 11108056
Jurusan/Progdi
: TARBIYAH/PAI
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan plagiat dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 04 September 2012 Yang menyatakan,
Durotun Nayiroh NIM. 11108056
MOTTO
ﻠﹾﻢﹺ ﺑﹺﺎﻟﹾﻌﻪﻠﹶﻴ ﻓﹶﻌﺓﺮ ﺍﹾﻵﺧﺍﺩ ﺍﹶﺭﻦﻣﻠﹾﻢﹺ ﻭ ﺑﹺﺎﻟﹾﻌﻪﻠﹶﻴﺎ ﻓﹶﻌﻴﻧ ﺍﻟﺪﺍﺩ ﺍﹶﺭﻦﻣ (ﻠﹾﻢﹺ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻄﱪﺍﱐ ﺑﹺﺎﻟﹾﻌﻪﻠﹶﻴﺎ ﻓﹶﻌﻤﻫﺍﺩ ﺍﹶﺭﻦﻣﻭ Barangsiapa ingin hidup di dunia bahagia maka wajib baginya ilmu, barangsiapa ingin hidup di akhirat bahagia maka wajib baginya ilmu, dan barangsiapa ingin hidup di dunia dan akhirat maka wajib baginya ilmu. (HR. Tabrani)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1.
Bapak H. Muhammad Munasir dan ibu Hj. Khomsatun selaku orangtua penulis yang tidak pernah lelah mencintai dan menyayangi penulis dengan sangat tulus memberi kesempatan untuk menuntut ilmu dan selalu mendoakan serta memberi segalanya baik moral maupun spiritual bagi terlaksananya skripsi ini.
2.
Suami penulis tercinta (Hanafi) yang selalu mendukung penulis, memberi motivasi, membimbing, mengarahkan dalam segala hal sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
3.
Anak penulis tersayang (Azza Haidar Elfath Al Munasir) yang selalu membuat semangat dan tidak mengenal putus asa dalam terwujudnya skripsi ini.
4.
Adik-adik penulis (Muhammad Nashrul ‘Aziz dan Dina Kamalia) di Pesantren yang selalu turut mendoakan, terimakasih penulis ucapkan.
5.
Kepada kepala sekolah SMPLB Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga (bapak Sigit Margono), guru Pendidikan Agama Islam (ibu Tyastri), bapak Kamal dan seluruh dewan guru SMPLB Wantuwirawan yang tidak bisa penulis sebut satu persatu, terimakasih telah memberi ruang bagi penulis untuk melaksanakan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga.
6.
Kepada siswa-siswi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, terimakasih atas kerjasama dan partisipasinya.
7.
Kepada sahabat-sahabat semua di STAIN Salatiga.
KATA PENGANTAR
Seiring salam dan doa semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Hidayah, Taufiq serta Inayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul akhir zaman Muhammad SAW, yang telah memberikan pencerahan pada dunia. Syukur
alhamdilillah,
akhirnya
penulisan
skripsi
dengan
judul
“Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2012 (Analisis terhadap Metode dan Media Pembelajaran)” ini telah selesai. Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN Salatiga). Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini. Penulis menyadari, bahwa skripsi ini tidak pernah akan terwujud tanpa adanya pertolongan Allah SWT, dan bantuan berbagai pihak yang terkait, juga orang-orang yang mendoakan selesainya skripsi ini. Maka dikesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
2.
Kaprogdi Pendidikan Agama Islam ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si
3.
Ibu Dra. lilik Sriyanti, M.Si selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan serta
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini sejak awal hingga akhir ini dapat terselesaikan. 4.
Semua dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang menunjang demi tersusunnya skripsi ini.
5.
Seluruh
keluarga
besar
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yang telah memberikan informasi serta telah memberikan izin penelitian. Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua ini karena keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam.
Salatiga, 04 September 2012 Penulis,
Durotun Nayiroh NIM. 11108056
ABSTRAK Nayiroh, Durotun. 2012. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2012 (Analisis terhadap Metode dan Media Pembelajaran). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing, Dra. Lilik Sriyanti, M.Si. Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam, Tunanetra Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2012. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui pertanyaan ini adalah sebagai berikut: (1) Apa metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2012 (2) Apa media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2012 (3) Bagaimanakah pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2012. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Metode Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga meliputi: Metode ceramah, diskusi, tanya jawab, tugas belajar atau resitasi, demonstrasi dan eksperimen. Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan kehidupan dan kepercayaan diri anak penyandang tunanetra ditengahtengah masyarakat. Kesimpulan penelitian, Proses menuju keberhasilan pada siswa penyandang tunanetra ialah diawali dengan problematika psikologis yang mendera subjek saat pertama kali kehilangan penglihatan. Berawal dari situ subjek mempunyai keinginan untuk berubah dan mendapatkan ketenangan dan keberhasilan dalam hidupnya. Dalam prosesnya menuju atau mendapatkan ketenangan dan keberhasilan tersebut subjek melakukan berbagai usaha yaitu dengan cara: belajar, berdoa, berfikir, mencari wawasan ilmu agama, mencari pemaknaan hidup, hingga kemudian subjek memperoleh ketenangan dan keberhasilan ditandai dengan berusaha ingin menjadi orang yang bermanfaat, berguna, menerima, berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i HALAMAN BERLOGO .................................................................................... ii HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iv HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN .................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... vi HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................... vii HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. ix HALAMAN ABSTRAK ................................................................................... xi HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................... xii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 7 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ................................................................ 9 E. Penegasan Istilah ................................................................. 11 F. Metode Penelitian ............................................................... 13 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................... 13 2. Kehadiran Penelitian Penulis ......................................... 14 3. Lokasi Penelitian ........................................................... 15 4. Sumber Data .................................................................. 15
5. Prosedur Pengumpulan Data .......................................... 15 a. Metode Observasi ................................................... 15 b. Metode Wawancara ................................................. 17 c. Metode Dokumentasi ............................................... 18 6. Analisis Data ................................................................. 18 7. Tahap Penelitian ............................................................ 19 G. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................. 20 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam ..................................................... 24 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ............................. 24 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ................................... 24 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam ................................... 28 4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam ...................... 32 B. Tunanetra ............................................................................ 40 1. Pengertian Tunanetra ..................................................... 40 2. Faktor-faktor Penyebab Tunanetra ................................. 42 3. Perkembangan Anak Tunanetra ..................................... 46 C. Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk Anak Tunanetra 59
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa .. 70 1. Sejarah berdirinya Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga .....................70 2. Letak Geografis Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga .....................71
3. Daftar Nama siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga . 72 4. Keadaan Anak Tunanetra .............................................. 72 5. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ............................................ 74 6. Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ........... 75 7. Program Kegiatan Unggulan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ..76 8. Kurikulum di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa WantuwirawanYayasan Siwi Peni Salatiga ......................78 9. Struktur Organisasi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ......................79 B. Hasil Penelitian ..................................................................... 80 1. Layanan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ......... 80 2. Bentuk Bimbingan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ............................................................... 82 3. Metode dan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ................................................85
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Agama Islam bagi Siswa Penyandang Tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ............................................................................... 92 BAB IV
PEMBAHASAN A. Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ....................................................................... 97 B. Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ............................................... 104 C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ................................................... 106
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................... 110 B. Saran ....................................................................................... 114 C. Penutup ............................................................................. 116
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Smart Aqila, Anak Cacat bukan Kiamat, Yogyakarta: Kata Hati, 2010, Cetakan Pertama Waid Abdul, Jangan Takut karena Cacat, Yogyakarta: Diva Press, 2011, Cetakan Pertama Nur’aini, Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, Cetakan Pertama Saerozi Muh, Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir, 2008 Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008, Cetakan Kelima Sabri Ahmad, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Ciputat: Quantum Teaching, 2005, Cetakan Pertama Dawson Catherine, Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, Cetakan Pertama Rumidi Sukandar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004, Cetakan Kedua Moeleong. J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002, Cetakan ke Enam Belas Daymon Christine, Riset Kualitatif, Yogyakarta: Bentang Anggota IKAPI, 2008, Cetakan Pertama Soemantri Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006, Cetakan Pertama Fahd ‘Abd Al Aziz Al Sa’ud, Al-Qur’an dan Terjemah, Madinah Munawwarah: Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-Haf Asy-Syarif, 1421 H http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR. PEND. LUAR BIASA/195904141985031DJADJA RAHARDJA/KONSEP DAN STARTEGI KTSP http//www.google.co.id#hl=id&output=search&sclient=psyab&q=hadits+mencari +ilmu+sampai+liang+lahat
Thoha Chabib, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004, Cetakan Kedua E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2008, Cetakan Ketujuh
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di Tingkir Kota Salatiga pada tanggal 01 Januari 1989. Saat ini penulis sudah berkeluarga dan sudah diberi buah hati seorang anak bernama Azza Haidar Elfath Al Munasir berdomisili di desa Tingkir Tengah RT 03/07 Tingkir Kota Salatiga. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan H. Muhammad Munasir dan Hj. Khomsatun, sebuah keluarga bahagia dengan mata pencaharian pedagang bahan bangunan. Riwayat pendidikan penulis 1.
Tahun 1997-2002
: SD Negeri Tingkir Tengah 01
2.
Tahun 2003-2005
: MTs Negeri 1 Salatiga
3.
Tahun 2006-2008
: MAN 1 Salatiga
4.
Tahun 2008-2012
: STAIN Salatiga
Salatiga, 04 September 2012
Durotun Nayiroh NIM. 11108056
SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI PENYANDANG TUNANETRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA WANTUWIRAWAN YAYASAN SIWI PENI SALATIGA TAHUN 2012 (ANALISIS TERHADAP METODE DAN MEDIA PEMBELAJARAN)
DISUSUN OLEH DUROTUN NAYIROH NIM: 11108056 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 04 September 2012 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam
Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Dr. Imam Sutomo, M.Ag
__________________
Sekretaris Penguji
: Dra. Siti Zumrotun, M.Ag
__________________
Penguji I
: Dr. Zakiyuddin, M.Ag
__________________
Penguji II
: Drs. Abdul Syukur, M.Si
__________________
Penguji III
: Dra. Lilik Sriyanti, M.Si
__________________
Salatiga, 04 September 2012 Ketua STAIN Salatiga
Dr. Imam Sutomo, M.Ag NIP. 19580827 198303 1 002
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kelahiran anak merupakan kebahagiaan tiada tara yang tidak bisa dibandingkan dengan harta ataupun nyawa, jika dengan melahirkan anak membuat para perempuan merasa sempurna dan bagi laki-laki mendapat keturunan merupakan sebuah keberhasilan yang membanggakan, tentu saja melebihi kepuasan mendapatkan tender bisnis. Namun, itu adalah gambaran perasaan jika sepasang orangtua baru mendapatkan anak yang normal. Kemudian, bagaimana perasaan yang hadir ketika mengetahui bahwa anaknya lain dari yang lain, apapun yang dirasakan bahwa itupun tetap anak yang harus dan menjadi tugas orangtua untuk menjaga, merawat, dan memberikannya pendidikan (Aqila Smart, 2010: 13). Banyak orang yang mengatakan bahwa kecacatan fisik adalah musibah. Orang cacat dianggap sebagai kaum kelas dua setelah orangorang normal. Ketika seseorang memeliki kecacatan fisik, maka itu dianggap sebagai aib, bahkan hambatan hidup. Juga sebagai penyebab utama hilangnya rasa percaya diri seseorang. Padahal kita semua tahu bahwa kekurangan fisik bukan berarti akhir dari segalanya termasuk dunia pendidikanya (Abdul Waid, 2011: 5).
Anak penyandang cacat sebenarnya punya hak dalam mengenyam pendidikan sebagaimana anak-anak yang normal pada umumnya,
sebagaimana tertulis dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab III Pasal 8 Ayat 1 dan 2 yang berbunyi: Pertama, Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. Kedua, Warga negara yang memiliki kemampuan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Kemudian sesuai dengan GBHN 1993-1998 juga mengatakan: Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan disemua jenis dan jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah terus dikembangkan secara merata keseluruh tanah air dengan memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang berasal dari keluarga yang kurang mampu, penyandang cacat, serta yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar biasa perlu mendapat perhatian lebih khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya (Nur’aeni, 2004: vi). Banyak diantara orangtua yang memiliki anak “berbeda” merasa malu, kecewa, putus asa, dan pasrah tidak melakukan apapun yang terbaik untuk anaknya. Mereka hanya menerima semua keadaan ini sebagai takdir yang sudah digariskan Sang Maha Pencipta untuk kehidupan mereka dan anak mereka, masih ada juga orangtua yang tega membuang bahkan membunuh anaknya hanya karena anaknya “berbeda” dari anak normal pada umumnya. Pada saat ditanya, orangtua hanya menjawab tidak ingin melihat anaknya menderita kelak karena kekurangan yang dimilikinya. Mengapa
semua
mata
orang
tertutup
hanya
karena
sebuah
ketidaksempurnaan, anak berkebutuhan khusus bukanlah anak yang
berbahaya atau anak yang harus disingkirkan agar keluarganya tidak malu karena keberadaannya, mereka sebenarnya sama dengan anak lainnya, butuh kasih sayang, perhatian, dan tentunya butuh belaian lembut dari kedua orangtuanya. Memiliki anak berkebutuhan khusus bukanlah menjadi titik akhir dari kehidupan. Meskipun tampak tidak sempurna, mereka juga memiliki kemampuan yang juga dimiliki anak normal pada umumnya. Mereka memiliki kemampuan spesifik yang lebih dibandingkan mereka yang normal. Harapan inilah yang harus ada didalam diri setiap orangtua yang memiliki
anak
berkebutuhan
khusus.
Bahwa
orangtua
mampu
membesarkan dan membuat anak berkebutuhan khusus menjadi sukses dengan kekurangan yang dimiliki. Kekurangan itulah yang membuat mereka berbeda dan menjadi kelabihan atau keistimewaan mereka. Salah satu sekolah di Salatiga untuk anak berkebutuhan khusus, satu-satunya Sekolah Luar Biasa yang terdapat untuk anak penyandang tunanetra yaitu mulai dari Taman Kanak-Kanak sampai Sekolah Manengah Atas Luar Biasa itu hanya terdapat di Sekolah Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Untuk daerah kota Salatiga, orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus sudah mulai memperhatikan pendidikan anaknya, sehingga banyak yang sudah didaftarkan disekolah tersebut. Sabar dan ikhlas menerima apa yang sudah dititipkan Sang Maha Pencipta kepada orangtua merupakan kunci utama kebahagiaan hidup. Pada kenyataannya banyak orangtua yang mau menerima dengan ikhlas dan sabar kelahiran mereka anak berkebutuhan khusus di tengah-tengah
kehidupan keluarga. Akibatnya, banyak tindakan-tindakan kriminal yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya. Sesungguhnya, manusia tidak berhak menolak apa yang sudah diberikan oleh Tuhan kepadanya. Apapun pemberian Tuhan itulah yang terbaik dan paling baik diantara yang terbaik. Apalagi, seorang anak. Anak merupakan amanah yang dititipkan kepada orangtua. Jadi, sudah sewajibnya orangtua merawat dan menjaganya sebagai bentuk rasa terimakasih orangtua terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sudah menjadi kewajiban orangtua pula untuk menerima semua yang diberikan Tuhan, hal ini menjadi penting karena melihat persoalan-persoalan yang dihadapi anak tunanetra dalam mengikuti proses pembelajaran mengalami kesulitan yang disebabkan oleh keterbatasan pada penglihatannya, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran guru perlu memperhatikan dengan benar kemampuan anak dan memilih metode yang tepat sesuai dengan materi dan kondisi anak didik untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, disamping itu merujuk pada keterbatasan fisik mereka, tentu dibutuhkan media pembelajaran yang berbeda dari siswa biasa. Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang dilakukan secara sistematis dalam membimbing anak yang beragama Islam, sehingga ajaran benar-benar diketahui, dimiliki, dan diamalkan oleh peserta didik baik tercermin dalam sikap, tingkah laku maupun cara berfikirnya. Melalui pendidikan Islam terjadilah proses pengembangan aspek kepribadian anak, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Sehingga ajaran Islam diharapkan akan menjadi bagian integral dari pribadi anak
yang bersangkutan. Dalam arti segala aktifitas anak akan mencerminkan sikap Islamiyah. Pendidikan disamping merupakan kebutuhan manusia juga merupakan suatu kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anaknya, karena anak adalah amanat yang diberikan oleh Allah SWT untuk dipelihara dan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat 6 yang berarti:
ﯾﺎ ﯾﮭﺎ اﻟﺬﯾﻦ اﻣﻨﻮا ﻗﻮا اﻧﻔﺴﻜﻢ واھﻠﯿﻜﻢ ﻧﺎرا وﻗﻮدھﺎ اﻟﻨﺎس واﻟﺤﺠﺎرة ﻋﻠﯿﮭﺎ ﻣﻼﺋﻜﺔ ﻏﻼظ ﺷﺪاد ﻻ ﯾﻌﺼﻮن اﷲ ﻣﺎ اﻣﺮھﻢ وﯾﻔﻌﻠﻮن ﻣﺎ ﯾﺆﻣﺮون “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(Al Malik Fahd li Thiba’at, 1421 H: 950). Berdasarkan ayat tersebut berarti Allah SWT memberikan amanat secara langsung kepada orangtua untuk menjaga dirinya dan keluarganya termasuk anak-anaknya dari siksa api neraka. Dalam upayanya mengemban amanat ini, orang tua tidak cukup dengan memberikan hakhak yang bersifat lahiriyah saja dalam arti pendidikannya, oleh karena itu kepada semua orang tua atau pendidik dalam mendidik atau mengajar tidak boleh membedakan bahkan terhadap seorang yang cacatpun harus diperlakukan sama dengan orang yang normal.
Agama Islam tidak ada perbedaan hak belajar untuk semua orang baik yang cacat maupun yang normal. Semuanya berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya, jadi hak setiap orang dalam mendapatkan ilmu adalah sama. Secara normatif perlakuan “berbeda” terhadap penyandang tuna netra tidak dibenarkan, hal itu telah dipertegas dalam firman Allah surat ‘Abasa ayat 1-12 yang berarti:
او ﯾﺬّﻛّﺮ ﻓﺘﻨﻔﻌﮫ اﻟﺬّﻛﺮى. وﻣﺎ ﯾﺪرﯾﻚ ﻟﻌﻠّﮫ ﯾﺰّﻛﻰ. ان ﺟﺎءه اﻻﻋﻤﻰ. ﻋﺒﺲ وﺗﻮﻟّﻲ واﻣّﺎ ﻣﻦ ﺟﺎءك ﯾﺴﻌﻰ. وﻣﺎ ﻋﻠﯿﻚ اﻻّ ﯾﺰّﻛّﻰ. ﻓﺎﻧﺖ ﻟﮫ ﺗﺼﺪّى. اﻣّﺎ ﻣﻦ اﺳﺘﻐﻨﻰ. . ﻓﻤﻦ ﺷﺎء ذﻛﺮه. ﻛﻼّ اﻧّﮭﺎ ﺗﺬﻛﺮة. ﻓﺎﻧﺖ ﻋﻨﮫ ﺗﻠﮭّﻰ. وھﻮ ﯾﺨﺸﻰ. “Dia (Muhammad)bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya, adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya, padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman), dan adapun orang yang datang kepadamudengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada Allah, maka kamu mengabaikannya, sekalikali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya”. (Al Malik Fahd li Thiba’at, 1421 H: 1024-1025).
Dalam kenyataannya pendidikan untuk anak-anak berkelainan masih belum menjadi prioritas yang utama. Sehingga masih perlu dikaji untuk lebih memperhatikan pendidikan bagi para penyandang cacat. Dengan pendidikan dan pengajaran yang diterima, maka mereka memperoleh bekal hidup untuk hidup di tengah masyarakat dan kondisi
mereka tidak akan selalu menjadi beban bagi keluarga dan lingkungan masyarakat. Bertitik tolak dari uraian diatas kiranya perlu dilakukan penelitian mengenai pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, sehingga penulis memilih
judul
skripsi
“PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI PENYANDANG TUNA NETRA DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA WANTUWIRAWAN YAYASAN SIWI PENI SALATIGA TAHUN 2012
(ANALISIS
TERHADAP
METODE
DAN
MEDIA
PEMBELAJARAN)”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apa metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012? 2. Apa media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012? 3. Bagaimanakah pendukung dan penghambat guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012? C. Tujuan Penelitian
Setiap kegiatan atau aktifitas yang disadari mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka dari penelitian ini mempunyai tujuan, adapun tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012. 2. Untuk mengetahui media apa yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasa Siwi Peni Salatiga Tahun 2012. 3. Untuk mengetahui
pendukung dan penghambat guru Pendidikan
Agama Islam dalam mengatasi kesulitan-kesulitan pembelajaran yang dialami bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012. D. Manfaat Penelitian Penulis sangat berharap penelitian ini bisa memberikan beberapa manfaat, adapun manfaat yang diharapkan terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Secara teoritis Judul penelitian “Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Penyandang Tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012 (Analisis terhadap Metode dan Media Pembelajaran)” yang
dilaksanakan oleh peneliti ini berkaitan dengan beberapa mata kuliah yakni: a. Telaah kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) I. Didalamnya membahas mengenai kurikulum Pendidikan Agama Islam. b. Metodologi Pendidikan Agama Islam (MPAI). Didalamnya membahas mengenai model, metode, media, pendekatan yang dipilih guru dalam proses pembelajaran. c. Ilmu Jiwa Umum yang didalamnya membahas tentang psikologi perkembangan jiwa pada anak. 2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas tentang “Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Penyandang Tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Tahun 2012 (Analisis Terhadap Metode dan Media Pembelajaran)” sehingga dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Setelah mengetahui pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, penulis dapat mengetahui tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga.
b. Dapat mengetahui metode, media, solusi dalam penyelenggaraan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. c. Memberikan masukan dalam Pendidikan Agama Islam dan pengembangannya
bagi
penyandang
tunanetra
di
Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. d. Memberikan informasi bagi masyarakat bahwa di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga itu ada pembelajaran Pendidikan Agama Islam secara formal yang diberikan bagi penyandang tunanetra. e. Memberikan motivasi bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga bahwa menjadi anak penyandang tunanetra bukan kiamat dan jangan takut karena cacat. E. Penegasan Istilah Penegasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kekurangan jelasan atau pemahaman yang berbeda antara pembaca dengan penelitian mengenai istilah-istilah dalam judul (Muh. Saerozi, 2008: 29). Penegasan istilah ini dikemukakan untuk menghindari
kesalah pahaman dan
kekaburan pengertian serta memberikan gambaran mengenai ruang lingkup dalam penelitian, adapun penegasan istilah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pembelajaran
Pembelajaran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara kelompok (Ahmad Sabri, 2005: 52). Agar
tercapainya
tujuan
pembelajaran
yang
telah
dirumuskan, seorang guru harus mengetahui berbagai metode. Dengan memiliki pengetahuan mengenai sifat berbagai metode maka seorang guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling sesuai dengan situasi dan kondisi. Penggunaan metode mengajar sangat bergantung pada tujuan pembelajaran. 2. Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa berahlak mulia, mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman (Ramayulis, 2008: 21). 3. Tunanetra Tunanetra adalah merupakan sebutan untuk individu yang mengalami gangguan pada indera penglihatan. Pada dasarnya, tuna netra dibagi menjadi dua kelompok, yaitu buta total dan kurang penglihatan (low vision). Buta total bila tidak dapat melihat dua jari dimukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan
untuk orientasi mobilitas. Mereka tidak bisa menggunakan huruf lain selain huruf braille. Sedangkan yang disebut low vision adalah mereka yang bila melihat sesuatu, mata harus didekatkan, atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya, atau mereka yang memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek. permasalahan
penglihatannya,
para
penderita
Untuk mengatasi low
vision
ini
menggunakan kacamata atau kontak lensa (Aqila Smart, 2010: 36). Sedangkan yang dimaksud dengan huruf braille adalah huruf yang menggunakan satu sel enam titik yang didasarkan kepada ejaan normal (Abdul Waid, 2011: 118). 4. Wantuwirawan Wantuwirawan adalah nama atau tempat dimana penulis melakukan penelitian, yaitu nama atau tempat pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang beralamat di Jl. Argobogo No. 282 Ledok Argomulyo Salatiga. 5. Analisis Analisis adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja (Lexy J. Moleong, 2002: 103). 6. Metode Metode dalam bahasa arab, dikenal dengan istilah thoriqoh yang berarti langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan (Ramayulis, 2008: 2).
7. Media Media adalah alat bantu penghubung (media komunikasi) dalam proses interaksi belajar mengajar untuk meningkatkan efektivitas hasil belajar (Chabib Thoha, 2004: 203). F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian a. Pendekatan penelitian Untuk
memperoleh
pemahaman
yang
subtansi
dan
komprehensif tentang permasalahan yang dikaji, penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif. Badgan Taylor (1975:5) mendefinisikan: Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Lexy J. Moleong, 2002: 3). Data deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan mejadi kunci terhadap yang diteliti. Penelitian deskriptif ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan, simpulan yang diberikan jelas atas dasar faktualnya, sehingga semua dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh, karena langsung mencari data ditempat yang dijadikan penelitian
yaitu
Sekolah
Menengah
Pertama
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga.
Luar
Biasa
b. Jenis penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research) karena informasi dan data yang diperlukan digali serta dikumpulkan dari lapangan. Adapun penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang diamati. 2. Kehadiran penelitian penulis Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai pengamat penuh, dimana peneliti mengamati secara penuh hal-hal yang menyangkut pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, sehingga peneliti
harus
berusaha
untuk
mengikuti
aktivitas-aktivitas
terlaksananya nilai Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. 3. Lokasi penelitian Penelitian ini akan difokuskan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Peneliti memilih lokasi tersebut karena
peneliti ingin mengetahui secara
langsung sejauh mana Pendidikan Agama Islam bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat terutama anak berkebutuhan khusus terlebih lagi bagi anak penyandang tunanetra sehingga lebih mudah penulis untuk melakukan observasi. 4. Sumber data
Data yang penulis peroleh melalui buku-buku referensi dan dari hasil pengumpulan data di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam, dan siswa penyandang tunanetra. 5. Prosedur pengumpulan data a. Metode observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu objek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun mungkin dapat diulang. Oleh sebab itu observasi hendaknya dilakukan oleh orang yang tepat. Dalam observasi melibatkan dua komponen yaitu pelaku observasi yang lebih dikenal sebagai Observer dan yang diobservasi yang dikenal ataupun disebut sebagai Observee (Sukandarrumidi, 2004: 69). Metode observasi penulis gunakan untuk mengumpulkan data tentang keadaan siswa-siswi penyandang tunanetra dan kondisi keagamaan. Observasi dilakukan terhadap dua hal atau faktor yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan mengadakan pengamatan, pencatatan dan mendengarkan secara cermat sampai pada sekecil-kecilnya sekalipun. Observasi dilakukan dilingkungan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Hal-hal yang diobservasikan adalah pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam, selain itu juga meliputi letak geografis dan fasilitas. Kegiatan observasi dilaksanakan dengan cara formal ataupun informal untuk mengamati berbagai keadaan sebagai peristiwa atau fenomena dan kegiatan yang terjadi. Obsevasi ini juga dimaksudkan untuk dapat mengetahui adanya faktor-faktor yang berpengaruh, baik faktor pendukung maupun faktor penghambat dalam proses Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi siswa-siswi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. b. Metode wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (Interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincholn dan Guba (1985: 266), antara lain : Mengkontruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain (Laxy J. Moleong, 2002: 135). Dalam interview dapat diketahui ekspresi muka, gerakgerik tubuh yang dapat di check dengan pertanyaan verbal. Dengan interview
dapat
diketahui
(Sukandarrumidi, 2004: 88).
tingkat
penguasaan
materi
Dengan metode ini penulis mendapatkan informasi ataupun data tentang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam
bagi penyandang tunanetra,
metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra, media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra, dan solusi yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam
mengatasi kesulitan-kesulitan
pembelajaran yang dialami bagi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. c. Metode dokumentasi Menurut Irawan (2000: 70), studi dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diketik dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi. Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan
kasus,
rekaman
kaset,
rekaman
vidio,
dan
foto
(Sukandarrumidi, 2004: 100). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran bagaimana keadaan keagamaan siswa-siswi penyandang tunanetra dan lingkungan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dan bagaimana proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu dilaksanakan. 6. Analisis data
Dalam penelitian kualitatif ini, setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang telah diperoleh. Analisis data adalah suatu proses menata, menyetrukturkan, dan memaknai data yang tidak beraturan (Cristine Daymon, 2008: 368). Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Patton membedakannya dengan penafsiran yaitu dengan memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensidimensi uraian (Lexy J.Moleong, 2002: 103). Rumusan tersebut dapat
ditarik garis bawah atau dapat
disimpulkan, bahwa analisis data bermaksud mengorganisasikan data. Data yang terkumpul terdiri dari catatan lapangan, dan arsip Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wntuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. 7. Tahap penelitian a. Kegiatan yang meliputi, izin observasi dari STAIN Salatiga kepada Kepala Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. b. Kegiatan lapangan yang meliputi: Survey
awal
untuk
mengetahui
lapangan,
dengan
mewancarai sejumlah responden maupun upaya mencari informasi sebagai langkah pengumpulan data.
1).
Melakukan
observasi
lapangan
dengan
mewancarai
sejumlah responden maupun mencari informasi sebagai langkah pengumpulan data. 2).
Menyajikan data dengan susunan dan urutan yang memungkinkan dan memudahkan untuk melakukan dalam observasi.
3).
Melakukan
verifikasi
untuk
membuat
kesimpulan-
kesimpulan sebagai deskriptif penemuan dalam penelitian. 4).
Menyusun laporan akhir.
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah didalam mempelajari dan memahami serta mengetahui pokok bahasan skripsi, maka dalam menyusun skripsi ini, sistematika penulisan dibagi menjadi lima bab, yang masing-masing bab memuat sub-sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut: 1. Bagian awal yang meliputi: Sampul, lembar berlogo, judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, dan daftar pengesahan. 2. Bagian inti yang memuat: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis mengemukakan: Latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian dan sistematika penulisan. Dalam metode penelitian meliputi: Pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, tahab-tahab penelitian.
BAB II
: KAJIAN PUSTAKA Dalam observasi atau penelitian ini, dikemukakan kajian
pustaka yang meliputi: A. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pengertian Pendidikan Agama Islam, Tujuan Pendidikan Agama Islam, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam. B. Tunanetra Pengertian
tunanetra,
Faktor-faktor
penyebab
tunanetra,
Perkembangan anak tunanetra. C. Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk anak tunanetra BAB III
: LAPORAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan mengurai tentang gambaran umum
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yang meliputi: A. Sejarah berdirinya Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, letak geografis Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Daftar nama siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga,
Keadaan anak tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan
Yayasan
Siwi
Peni
Salatiga,
Pelaksanaan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Visi, Misi dan Tujuan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Program kegiatan unggulan
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Kurikulum di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Struktur Organisasi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. B. Hasil penelitian yang meliputi: Layanan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Bentuk bimbingan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Metode dan media
pembelajaran Pendidikan Agama
Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. C. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga.
BAB IV
: PEMBAHASAN Pada bab ini akan mengurai tentang hasil yang dicapai
mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yang meliputi: Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tuna netra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Wantuwirawan
Yayasan Siwi Peni Salatiga, Media pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. BAB V
: PENUTUP Bab ini merupakan bab yang terakhir yang terdiri dari:
Kesimpulan, saran dan kata penutup
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berahlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan AlHadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran latihan, serta penggunaan pengalaman (Ramayulis, 2008: 21). Dari pengertian tersebut maka dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam Pendidikan Agama Islam, antara lain: a. Orientasi Pendidikan Agama Islam diarahkan kepada tiga ranah (domain) yang meliputi: ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik (ketrampilan) b. Pola pembinaan Pendidikan Agama Islam dikembangkan dengan menekankan keterpaduan antara tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan
keluarga,
lingkungan
sekolah
dan
lingkungan
masyarakat (Ramayulis, 2008: 23) 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan itu sendiri, menurut Zakiyah Daradjat, adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan selesai. Dengan demikian maka secara umum Pendidikan Agama Islam
bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berahlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Ramayulis, 2008: 22). Dari tujuan tersebut maka upaya untuk menformulasi suatu bentuk tujuan, tidak terlepas dari pandangan masyarakat dan nilai yang dianut pelaku aktifitas itu. Maka tidaklah mengherankan jika terdapat perbedaan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing manusia, baik dalam suatu masyarakat, bangsa maupun negara, karena perbedaan kepentingan yang ingin dicapai, oleh karenanya terdapat tahapan-tahapan tujuan pendidikan Islam yang meliputi: a. Tujuan tertinggi atau terakhir Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Tuhan yaitu: Menjadi hamba Allah, mengantarkan peserta didik menjadi khalifah fi al-ardh, memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan hidup didunia sampai akhirat. Kenyataan menunjukkan bahwa tujuan tertinggi atau terakhir dalam praktek pendidikan boleh dikatakan tidak pernah tercapai sepenuhnya, Untuk mencapainya diperlukan upaya yang tidak pernah berakhir dalam konsep Islam
dikenal “Pendidikan sepanjang hayat” sesuai dengan hadits Nabi: “Tuntutlah
ilmu
dari
buaian
sampai
ke
liang
lahat”(Sugito78.wordpress.com).
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﷲ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻟﹶﻰ ﺍﺪﻬ ﺍﻟﹾﻤﻦ ﻣﻠﹾﻢﻮﺍ ﺍﻟﹾﻌﺻﻠﹼﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﹼﻢ ﺍﹸﻃﹾﻠﹸﺒ ﺪﺍﻟﻠﱠﺤ ()ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ b. Tujuan umum Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan pendekatan filosofik, tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik, tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik. Dikatakan umum karena berlaku bagi siapa saja tanpa dibatasi ruang dan waktu, dan menyangkut diri peserta didik secara total. c. Tujuan khusus Tujuan khusus adalah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan tertinggi dan tujuan umum. Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi dan tujuan umum.
Pengkhususan tujuan tersebut dapat didasarkan pada: kultur dan cita-cita bangsa, minat, bakat dan kesanggupan subjek didik, tuntutan situasi dan kandisi pada kurun waktu tertentu. d. Tujuan sementara Menurut Zakiah Daradjat, tujuan sementara itu merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal dalam tujuan sementara bentuk insan kamil dengan pola indikatornya sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi peserta didik. Untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam yang bermutu, maka harus memilih nilai yang tepat yang dipandang perlu bagi peserta didik. Guru berperan sebagai pemilih dan penentu nilai yang akan diterapkan dalam pendidikan didalam dan diluar sekolah. Nilai Pendidikan Agama Islam merupakan tindakan meletakkan pola dasar Pendidikan Agama Islam disetiap perilaku, ini berarti meletakkan nilai-nilai islami yang memberi ruang lingkup keagamaan. Nilai disini yang dimaksud adalah nilai yang diajarkan dan didasarkan pada ajaran Islam, maka sejauh mana pemahaman terhadap ajaran Islam sejauh itu pula penggunaan materi yang disampaikan kepada peserta didik, dan sejauh itu pula ajaran Islam sebagai sumber nilai.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Sebagai suatu subjek pengajaran, Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi yang berbeda dari subjek pelajaran yang lain, Pendidikan Agama Islam dapat memiliki fungsi yang bermacammacam, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing lembaga pendidikan. Fungsi yang diemban olehnya akan menentukan berbagai aspek pengajaran yang dipilih oleh pendidik agar tujuannya tercapai. Secara umum, menurut John Sealy (1986), Pendidikan Agama Islam dapat diarahkan untuk mengemban salah satu atau gabungan dari beberapa fungsi, yaitu: a. Konfensional Dalam fungsi ini, pendidikan agama dimaksudkan untuk meningkatkan komitmen dan perilaku keberagamaan peserta didik. Hal ini berarti bahwa pendidikan agama merupakan kepanjangan lembaga da’wah keagamaan sesuai dengan keyakinan yang dianut oleh peserta didik. Pendidikan agama dimaksudkan untuk mengagamakan orang yang beragama sesuai dengan keyakinannya. Karena itulah, peserta didik yang beragama Islam hanya diajarkan Pendidikan Agama Islam. Fungsi ini hanya bisa diemban bila pendidikan agama diberikan secara eksklusif sehingga tidak ada pilihan bagi peserta didik kecuali hanya mengikuti pendidikan agama yang ditawarkan oleh sekolah kepada masingmasing pemeluk agama. Fungsi ini didasarkan pada asumsi bahwa hanya ada kebenaran tunggal dalam beragama, yaitu yang dinyatakan oleh masing-masing individu. Oleh karena itu, sekolah berfungsi membantu peserta didik untuk mengembangkan serta meningkatkan keberagaman siswa yang sudah dimilikinya sebelum masuk sekolah sehingga tidak diperkenankan untuk memberikan alternatif lain kepada mereka. Pemberian alternatif pendidikan agama lain dalam fungsi ini dianggap tidak hanya tidak bermanfaat dalam rangka meningkatkan keberagamaan, tetapi juga akan mengganggu keberagamaan mereka.
b. Neo konfensional Dalam fungsi neo konfensional pendidikan agama juga dimaksudkan untuk meningkatkan keberagamaan peserta didik sesuai dengan keyakinannya. Tujuan utamanya adalah agar peserta didik diharapkan nantinya menjadi “manusia beragama” sesuai dengan yang diidealkan oleh ajaran agamanya, pendidikan agama ini juga memberikan kemungkinan keterbukaan untuk mempelajari dan mempermasalahkan ajaran agama lain. Namun demikian, pengenalan ajaran agama-agama lain tersebut adalah dalam rangka memperkokoh agama sendiri atau setidaknya hanya sekedar memahami keyakinan orang lain dalam rangka meningkatkan toleransi beragama dikalangan antar umat beragama. Agar fungsi ini dapat terlaksana, pendidikan agama tidak diberikan secara eksklusif, tapi juga mencakup ajaran berbagai agama, meskipun hanya sekadar perbandingan. c. Konfensional tersembunyi Dalam rangka mengemban tugas atau fungsi, pendidikan agama menawarkan sejumlah pilihan ajaran agama dengan harapan peserta didik nantinya akan memilih salah satunya yang dianggap paling benar atau sesuai dengan dirinya, tanpa ada arahan pada salah satu diantaranya, karena itu, pendidik harus memperkenalkan ajaran berbagai agama secara fair dan mempersilahkan peserta didik untuk menerima atau menolak ajaran suatu agama. Fungsi ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi beragama yang harus dikembangkan dan kebebasan untuk memilih, disamping setiap agama memiliki kelebihan dan kekurangan masingmasing. Karena itu, pendidikan agama harus mampu memberikan peluang untuk memilih ajaran agama yang sesuai dengan atau tepat untuk dirinya sendiri, tanpa intervensi dari pihak lain. Dalam fungsi ini, pendidik tidak diperkenankan memberikan arahan kepada peserta didik sehingga pendidik harus netral terhadap berbagai ajaran agama yang diajarkannya.
d. Non konfensional Dalam fungsi ini, pendidikan agama dimaksudkan sebagai alat untuk memahami keyakinan atau pandangan hidup yang dianut oleh orang lain. Pendidikan agama tidak memiliki peran “agamis” tetapi semata-mata untuk mengembangkan sikap toleransi dalam rangka mengembangkan kerukunan antar umat manusia.
Pendidikan agama hanya difokuskan pada pengenalan tentang pengalaman keagamaan, tetapi bukan pengalaman itu sendiri sehingga tidak ada komitmen didalamnya. Karena agama merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia sepanjang sejarahnya, maka agardapat memahami kehidupan manusia secara komprehensif peserta didik perlu memahami ajaran agamaagama yang dianut oleh masyarakat. e. Implisit Fungsi ini dimaksudkan untuk mengenalkan kepada peserta didik ajaran agama secara terpadu dengan seluruh aspek kehidupan melalui berbagai subjek pelajaran. Untuk mengemban fungsi ini tidak dikenalkan adanya subjek pendidikan agama secara mandiri. Fungsi ini lebih menekankan pada nilai-nilai universal dari ajaran agama yang berguna bagi kehidupan manusia dalam berbagai aspeknya. Dengan demikian, pengenalan nilainilai tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan warna agama pada berbagai aspek kehidupan, tetapi hanya sekadar untuk memberikan makna. Karena itu, hanya nilai-nilai ajaran yang universal saja yang diberikan kepada peserta didik (Chabib Thoha, 2004: 7-11). Dari berbagai fungsi tersebut diatas, maka dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkat dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah terhadap peserta didik, yaitu: 1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
2) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan peserta didik yang memiliki bakat khusus dibidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan dapat pula bermanfaat bagi orang lain. 3) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. 4) Pencegahan, lingkungannya
yaitu atau
menangkal dari
hal-hal
budaya
negatif
lain
yang
dari dapat
membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia seutuhnya. 5) Penyesuaian,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. 6) Sumber lain, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 4. Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia
dengan dirinya sendiri dan hubungan manusia dengan mahluk lain serta lingkungannya (Ramayulis, 2008: 22-23). Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi lima unsur pokok, yaitu: a. Al-Qur’an dan Hadits Yang paling prinsip dan mutlak tentang pengertian AlQur’an adalah bahwa Al-Qur’an itu wahyu atau firman Allah SWT untuk menjadi petunjuk dan pedoman bagi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dan bukanlah Al-Qur’an itu kitab karangan Muhammad atau ciptaannya, atau pikiran-pikiran serta pendapat Muhammad, yang sering diistilahkan dengan Muhammadisme (Chabib Thoha, 2004: 23). Maka para ulama berusaha betul untuk memberikan pengertian Al- Qur’an dengan cara dan menurut mereka sejelas dan seterang mungkin, sehingga tidak terjadi kesalahan mengenai pengertiannya, sebab Al-Qur’an adalah benar-benar dari Allah SWT, dan bukan buatan manusia ataupun malaikat. Selanjutnya, perlu diketahui bahwa Al-Qur’an sebagai kitab suci dan sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW yang terbesar ternyata tidak ada seorang manusiapun yang mampu membuat atau menulis yang semisal Al-Qur’an tersebut. Pada mulanya seluruh manusia ditantang untuk mencoba membuat tandingan yang serupa dengan Al-Qur’an, tetapi ternyata tidak seorangpun yang mampu melakukannya. Kemudian oleh Al-
Qur’an mereka ditantang dengan yang lebih sederhana, yaitu seluruh manusia ini diminta untuk membuat barang sepuluh surat saja yang seperti Al-Qur’an baik fashahah maupun balaghahnya, dan untuk kali kedua inipun tidak ada dari mereka yang sanggup untuk membuatnya, maka akhirnya Al-Qur’an meminta kepada seluruh manusia untuk membuat satu surat saja yang seperti AlQur’an, dan ternyata, walaupun hanya satu surat, tidak seorangpun yang mampu membuat Al-Qur’an tandingan. Andaikata diantara mereka
ada
yang
mampu
membuatnya,
maka
sirnalah
kemukjizatan Al-Qur’an, tetapi karena mereka semua gagal dan tidak mampu, maka akhirnya Al-Qur’an
menyatakan kepada
seluruh umat manusia, bahkan juga kepada seluruh jin sebagai berikut: “Katakanlah: sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain” (Chabib Thoha, 2004: 28-29). Uraian atau penjelasan tentang Hadits baik dilihat dari arti segi bahasa maupun arti istilah adalah sebagai berikut: menurut bahasa, Hadits mempunyai tiga arti. Pertama, Hadits berarti aljadid yaitu sesuatu yang baru. Kedua, Hadits berarti al-qarib yaitu sesuatu yang dekat atau belum lama terjadi. Ketiga, Hadits berarti al-khabar yaitu suatu berita.
Kemudian menurut istilah, pengertian Hadits oleh para ahli
muhaddisin
adalah
“perkataan-perkataan,
perbuatan-
perbuatan serta hal ihwal nabi Muhammad SAW” (Chabib Thoha, 2004: 60-61). Yang dimaksud dengan hal ihwal disini, ialah segala pemberitaan mengenai Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, serta kebiasaankebiasaannya.
Jadi,
pemberitaan
yang
dimaksud
adalah
mengetengahkan sesuatu mengenai Nabi Muhammad SAW yang disampaikan oleh sumber informasi dari selain Nabi baik dari sahabat maupun tabiin. b. Aqidah Secara bahasa (etimologi) kata “Aqoid” adalah jamak dari “Aqidah” yang berarti “kepercayaan”, maksudnya adalah hal-hal yang diyakini oleh orang-orang Islam, artinya mereka menetapkan atas kebenarannya seperti disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW (Chabib Thoha, 2004; 88). Aqidah islamiyah selalu berkaitan dengan iman, seperti: iman kepada Allah SWT, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir. Untuk itu Allah SWT memerintahkan semua umat manusia agar menggunakan akal pikirannya dengan sebaik-baiknya dan memperhatikan serta merenungkan segala ciptaan-Nya. c. Syari’ah
Yusuf Musa mengemukakan bahwa syari’at adalah segala aturan yang ditetapkan Allah SWT untuk kepentingan hamba-Nya, yang disampaikan oleh para Nabi dan oleh Nabi Muhammad SAW, baik berkenaan dengan perbuatan lahir manusia yang disebut amaliyah praktis dan kemudian disusun menjadi ilmu fiqih, maupun yang berkenaan dengan persoalan aqidah yang disebut i’tiqadiyah dan asliyah yang disusun menjadi ilmu kalam, atau yang berkenaan dengan aturan tingkah laku manusia yang disusun menjadi ilmu akhlak dan adab. Syariat sebagai suatu ketetapan hukum yang ditetapkan Allah SWT dengan disertai dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Oleh karenanya sumber hukum syari’ah itu dalildalilnya ada yang bersifat qat-i (jelas dan tegas), dan ada juga yang bersifat danni (kurang tegas dan kurang jelas), maka ruang lingkup pembehasan syari’ah secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Hukum-hukum yang telah ditetapkan langsung oleh Al-Qur’an dan Hadits secara jelas. Porsi ini lebih sedikit, tetapi urgensinya sangat besar dan merupakan dasar yang kokoh untuk bangunan syari’ah seluruhnya. 2) Hukum yang ditetapkan melalui ijtihad oleh para ulama dengan merujuk pada ketentuan Al-Qur’an dan Hadits, atau merujuk pada sumber hukum lainnya seperti ijma’ dan qiyas. Bagian kedua ini yang paling banyak pembahasan hukum islamnya dan
merupakan kawasan kajian ilmu fiqih. Melalui dua jalur besar ini, kemudian secara rinci para ulama membagi kedalam beberapa cabang pembahasan sesuai dengan obyeknya, yaitu: hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan khaliqnya seperti: salat, puasa, haji, hukum-hukum yang mengatur kerumah-tanggaan seperti: perkawinan, talaq, ruju’, nafkah, nasab dan waris, hukum-hukum yang bertalian dengan hubungan antar manusia satu dengan lainnya baik yang menyangkut harta kekayaan maupun hak-hak, hukum-hukun yang mengatur politik kenegaraan maupun peradilan dan rakyatnya secara timbal balik, hukum-hukum yang mengatur pidana terhadap penjahat, maupun mengatur ketertiban dan ketentraman umum, hukum-hukum yang mengatur hubungan negara dengan negara lain dan hukum-hukum yang mengatur norma-norma (Chabib Thoha, 2004: 150-152). d. Akhlak Kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan akhlak menurut istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Selanjutnya perbuatan manusia yang dapat dianggap sebagai manifestasi dari akhlaknya jika perbuatan-perbuatan itu
dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama, sehingga menjadi kebiasaan dan perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya (bukan karena ada tekanan dari luar). Sesuai dengan ajaran agama tentang adanya perbedaan manusia dalam segala seginya, maka menurut Moh Ibnu Qoyyim, ada dua jenis akhlak manusia, yaitu: 1) Akhlak dlarury, yaitu akhlak yang asli atau otomatis yang merupakan pemberian Allah SWT secara langsung, tanpa memerlukan latihan, kebiasaan dan pendidikan. Akhlak ini hanya
dimiliki
manusia-manusia
pilihan
Allah
SWT,
keadaannya terpelihara dari perbuatan-perbuatan maksiat dan selalu terjaga dari larangan Allah SWT, yaitu para Nabi dan Rasul-Nya. 2) Akhlak Mukhtasabah, yaitu akhlak atau budi pekerti yang harus dicari dengan jalan melatih, mendidik dan membiasakan kebiasaan yang baik serta cara berpikir yang tepat. Tanpa dididik dan dibiasakan akhlak ini tidak akan terwujud. Akhlak ini yang dimiliki oleh sebagian besar manusia. Usaha mendidik dan membiasakan kebajikan sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan dalam agama, walaupun tadinya kurang adanya rasa tertarik, tetapi apabila terus menerus dibiasakan, maka kebiasaan ini akan mempengaruhi sikap batinnya. e. Tarikh
Tarikh atau sejarah dianggap salah satu bidang studi pendidikan agama. Yang dimaksud dengan sejarah adalah studi tentang riwayat hidup Rasulullah SAW, sahabat-sahabat dan imam-imam pemberi petunjuk yang diceritakan kepada muridmurid sebagai contoh teladan yang utama dari tingkah laku manusia yang ideal, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Sejarah Nabi SAW, merupakan riwayat yang terpenting, karena beliau adalah terjemahan dari ajaran Islam dan merupakan contoh yang tetap hidup bagi orang Islam disetiap tempat dan masa. Sejarah beliau dimulai dari masa kelahiran sampai dengan masa kenabian, walaupun disajikan secara ringkas ini merupakan pelengkap dari sejarah beliau sejak dilahirkan sampai beliau menjupai ajalnya. Dengan demikian maka pengetahuan tentang riwayat hidup beliau menjadi sempurna. Penyajian seperti inilah yang telah ditempuh ahli-ahli sejarah, cara ini mempunyai arti tersendiri lebih-lebih apabila dlihat bahwa sebagian peristiwa yang terjadi pada diri Nabi dan kegiatan-kegiatan yang beliau lakukan pada masa sebelum kenabian, mempunyai kaitan dengan ajaran Islam. Disamping halhal tersebut merupakan alasan yang kuat untuk menolak tuduhantuduhan palsu yang dilontarkan kepada beliau dari orang-orang yang tidak menyukai dan mempercayai kenabiannya.
Membaca sejarah hidup Nabi dengan khusu’ dan tunduk kepada Allah SWT dianggap ibadah, tetapi bukanlah membaca cerita pada peringatan hari-hari maulid yang dilakukan orangorang dewasa ini. Mencintai Nabi Muhammad SAW, bukanlah dengan menggubah syair-syair sanjungan kepada beliau terhadap sifat-sifatnya yang luar biasa dibacakan pada waktu-waktu tertentu, ataupun gubahan-gubahan syair-syair yang aneh, apakah pembaca merasa terharu atau tidak, tetapi hubungan muslim dengan rasulnya yang mulia ini adalah lebih mendalam dan lebih kokoh lagi daripada hubungan semua yang mendatangkan dampak negatif terhadap agama. Ungkapan-ungkapan yang menyatakan hubungan muslim dengan Nabi mereka semacam ini, tidaklah mereka ucapkan kecuali pada hari mereka melupakan isi ajaran Nabi. Mereka hanya menyamakan dengan kulit dan bentuk lahirnya saja tanpa memperhatikan isinya. Oleh karena aspek kulit dan bentuk lahir sangat terbatas dalam Islam, maka mereka telah terkecoh dalam menciptakan bentuk-bentuk lain yang lebih mudah buat mereka. Sesungguhnya pekerjaan yang membutuhkan tenaga adalah pekerjaan kepada isi yang telah mereka buang. Orang Islam yang tidak menghayati sunnah Rasulullah dalam hati sanubarinya, tidak mau mengikuti jejak amal perbuatan dan pemikiran beliau tentu tidak akan berfaedah baginya ucapan salawat beribu kali siang dan malam.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka sejarah Nabi dapat
dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu: Pertama, riwayat hidup beliau sebelum Nubuwwah yakni sejak beliau lahir sampai masa kenabiannya. Kedua, sejarah beliau sejak masa kenabian sampai beliau wafat. B. Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari terutama dalam belajar. Jadi, anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah melihat” atau “low vision”, atau rabun adalah bagian dari kelompok tunanetra. Dengan demikian, maka dari uraian diatas pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang yang bisa melihat (Sutjihati Somantri, 2006: 65). Anak-anak dengan gangguan penglihatan dapat diketahui dalam kondisi sebagai berikut: Pertama, ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang yang normal. Kedua, terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu. Ketiga, posisi
mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak. Keempat, terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan. Dari kondisi-kondisi tersebut, pada umumya yang digunakan sebagai patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes snellen card. Perlu ditegaskan anak dikatakan tunanetra apabila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/11. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang normal dapat dibaca pada jarak 21 meter (Sutjihati Somantri, 2006: 66). Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa anak tunanetra dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: a. Buta Dikatakan buta apabila anak sama sekali tidak mampu menerima rangsang cahaya dari luar. b. Low vision Dikatakan low vision, apabila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya berkurang. Anak tunanetra memiliki karakteristik kognitif, sosial, emosi, motorik dan kepribadian yang sangat bervariasi. Hal ini sangat
tergantung
pada
sejak
kapan
anak
mengalami
ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatannya, berapa usianya. 2. Faktor-faktor penyebab tunanetra a.
Pre-natal (dalam kandungan ) Faktor penyebab tunanetra pada masa pre-natal sangat erat kaitannya dengan adanya riwayat dari orang tuanya atau ada kelainan pada masa kehamilan.
1)
Keturunan Pernikahan
dengan
sesama
tunanetra
dapat
menghasilkan anak dengan kekurangan yang sama, yaitu tunanetra. Selain dari pernikahan tunanetra, jika salah satu orangtua memiliki riwayat tunanetra, juga akan mendapat anak tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis pigmentosa, yaitu penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Selain itu katarak juga disebabkan oleh faktor keturunan. 2)
Pertumbuhan anak di dalam kandungan Ketunanetraan anak yang disebabkan pertumbuhan anak dalam kandungan bisa disebabkan oleh : a) Gangguan pada saat ibu hamil
b) Adanya penyakit menahun, seperti TBC sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. c) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat
pada janin yang sedang
berkembang. d) Infeksi
karena
penyakit
kotor,
toxoplasmosis,
trachoma, dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indra pnglihatan atau pada bola mata. e) Kekurangan vitamin tertentu dapat menyebabkan gangguan pada mata sehigga kehilanggan fungsi penglihatan. b.
Post- natal Post-natal merupakan masa setelah bayi dilahirkan. Tunanetra bisa saja terjadi pada masa sekarang ini, yang disebabkan antara lain: 1)
Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.
2)
Pada waktu persalinan,
ibu
mengalami penyakit
gonnorrhoe sehingga baksil gonnorrhoe menular pada
bayi, yang pada akhirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan. 3)
Mengalami
penyakit
mata
yang
menyebabkan
ketunanetraan, misalnya: a.
Xeropthalmia, yaitu penyakit yang terdapat pada bagian mata karena kekurangan vitamin A.
b.
Trachoma, yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih.
c.
Glauchoma,
yaitu
penyakit
mata
karena
bertambahnya cairan dalam bola mata sehingga tekanan pada bola mata meningkat. d.
Dhiabetik Retinophathy, yaitu gangguan pada retina yang disebabkan oleh penyakit diabetes militus. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasin hingga merusak penglihatan.
e.
Macular Degeneration, yaitu kondisi umum yang agak baik, ketika daerah tengah retina secara berangsur
memburuk.
Anak
dengan
retina
degenerasi masih memiliki penglihatan perifer, tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas
objek-objek
penglihatan.
dibagian
tengah
bidang
f.
Rethinophathy of prematurity, biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir, bayi masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi sehingga pada saat
bayi
perubahan
dikeluarkan pada
kadar
dari
inkubator
oksigen
yang
terjadi dapat
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah tidak normmal dan meninggalkan semacam bekas luka pada
jaringan
mata.
Peristiwa
ini
sering
menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total. 4)
Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan. (Aqila Smart, 2010: 41-44)
3. Perkembangan anak tunanetra a. Perkembangan kognitif anak tunanetra Manusia berhubungan dengan lingkungannya, baik sosial maupun alam melalui kemampuan inderanya. Sekalipun masingmasing indera mempunyai sifat dan karakteristik yang khas, namun dalam bekerjanya memerlukan kerjasama dan keterpaduan diantara
indera-indera tersebut sehingga memperoleh pengertian atau makna yang lengkap dan utuh tentang objek di lingkungannya. Diperlukan kerjasama secara terpadu dan serentak antara indera penglihatan, pendengaran, pengecap, perabaan, dan pembau atau penciuman untuk mendapatkan pengenalan, pengertian, atau makna yang lengkap dan utuh tentang lingkungannya. Akibat
dari
ketunanetraan,
maka
pengenalan
atau
pengertian terhadap dunia luar anak, tidak dapat diperoleh secara lengkap dan utuh. Akibatnya perkembangan kognitif anak tunanetra cenderung terhambat dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumya. Hal ini disebabkan perkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya dengan kecerdasan atau kemampuan intelgensinya,
tetapi
juga
dengan
kemampuan
indera
penglihatannya. Indera penglihat adalah salah satu indera penting dalam menerima informasi yang datang dari luar dirinya. Sekalipun cara kerjanya dibatasi oleh ruang, indera ini mampu mendeteksi obyek pada jarak yang jauh. Melalui indera penglihatan seseorang mampu melakukan pengamatan terhadap dunia sekitar, tidak saja pada bentuknya tetapi pengamatan dalam warna, jenis dan dinamikanya, melalui indera ini pula sebagian besar rangsang atau informasi akan diterima untuk selanjutnya diteruskan ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dan pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut. Melalui kegiatan-kegiatan yang bertahap dan
terus menerus seperti inilah yang pada akhirnya mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang sehingga mampu berkembang secara optimal. Anak tunanetra memiliki keterbatasan atau bahkan ketidakmampuan dalam menerima rangsang atau informasi dari luar dirinya melalui indera penglihatannya. Penerimaan rangsang hanya dapat dilakukan melalui pemanfaatan indera-indera lain diluar indera penglihatannya, namun karena dorongan dan kebutuhan anak untuk tetap mengenal dunia sekitarnya, anak tunanetra biasanya menggantikannya dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerima informasi, sedangkan indera pendengaran hanya mampu menerima informasi dari luar yang berupa suara. Berdasarkan suara, seseorang
hanya akan mampu
mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber, jarak suatu objek informasi, tentang ukuran dan kualitas ukuran ruangan, tetapi tidak mampu memberikan gambaran yang konkret mengenai bentuk, kedalaman, warna dan dinamikanya. Tunanetra juga akan mengenal bentuk, posisi, ukuran, dan perbedaan permukaan melalui perabaan. Melalui bau yang diciumnya penyandang tunanetra
dapat
mengenal
seseorang,
lokasi
objek,
serta
membedakan jenis benda. Walaupun sedikit perannya melalui pengecapan, tunanetra juga dapat mengenal objek melalui rasanya walaupun terbatas. Oleh karenanya bagi tunanetra setiap bunyi
yang didengarnya, bau yang diciumnya, kualitas kesan yang dirabanya, dan rasa yang dicecapnya memiliki potensi dalam pengembangan kemampuan kognitifnya. Implikasinya, kebutuhan akan rangsangan sensoris bagi anak penyandang tunanetra harus benar-benar diperhatikan agar anak penyandang tunanetra dapat mengembangkan
pengetahuannya
tentang
benda-benda
dan
peristiwa-peristiwa yang ada di lingkungannya. Jika aktivitas pada anak normal diperoleh dengan imitasi visual, maka pada anak tunanetra
harus
dirangsang
melalui
stimuli
pendengaran,
disamping sisa pendengaran bagi yang memilikinya, serta inderaindera yang lainnya. Indera penglihatan memegang peranan dominan dalam proses pembentukan pengertian atau konsep, disamping indera lain dan fungsi intelektualnya. Akibat proses pembentukan pengertian atau konsep terhadap rangsang atau objek yang berada diluar dirinya tidak diperoleh secara utuh. Ketidakutuhan tersebut disebabkan anak tidak memiliki kesan, persepsi, pengertian, ingatan, dan pemahaman yang bersifat visual terhadap objek yang diamati. Hal tersebut memperoleh kesan atau persepsi terutama berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan melalui indera pendengarannya, oleh karenanya pengertian yang diperoleh terutama juga terbatas pada pengertian yang ersifat verbal. Pengertian atau konsep terbentuk melalui persepsi dan diperkaya ketika anak melalui berbahasa.
Oleh karenanya
pembentukan pengertian atau konsep akan sangat tergantung pada pengalaman-pengalaman sensorinya. Bagi anak penyandang tunanetra, kehilangan salah satu sumber utama input sensorinya jelas membawa konsekuensi terhadap proses persepsinya, sehingga ada beberapa konsep yang tidak dikenalnya seperti konsep warna, arah, jarak, dan waktu adalah contoh yang dikuasai tunanetra secara verbal saja. Penguasaan konsep demikian diperoleh melalui pengalaman-pengalamn pinjaman yang tidak mungkin diperoleh berdasarkan hasil penghayatannya sendiri. Dengan kata lain, kecenderungan anak tunanetra menggantikan indera penglihatan dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerima informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Akibatnya seringkali tidak menguntungkan bagi anak, yaitu kecenderungan pada
anak tunanetra untuk menggunakan
kata-kata atau bahasa tanpa tahu makna yang sebenarnya. Oleh karena itu seringkali dikatakan bahwa anak tunanetra itu tahu tetapi sebenarnya tidak tahu, karena tahunya hanya sebatas perlihatan verbal. Untuk itu dalam pendidikan bagi anak tunanetra kiranya perlu diwaspadai adanya kesukaran-kesukaran besar dalam pembentukan
pengertian
atau
konsep
terutama
terhadap
pengalaman-pengalaman konkret dan fungsional yang diperlukan bagi anak dalam kehidupannya sehari-hari, karena kurangnya
stimuli visual, perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibandingkan anak yang normal. Pada anak tunanetra, kemampuan kosa kata terbagi atas dua golongan, yaitu: Pertama, kata-kata yang berarti bagi dirinya berdasarkan pengalamannya sendiri. Kedua, kata-kata verbalistik yang diperolehnya dari orang lain yang bagi penyandang tunanetra itu sendiri sering tidak memahaminya. Komunikasi non-verbal pada tunanetra juga merupakan hal yang kurang dipahaminya karena kemampuan ini sangat tergantung pada stimuli visual dari lingkungannya. Dalam hal pemahaman bahasa, menunjukkan bahwa anak penyandang tunanetra dibandingkan dengan anak normal pada umumya, kosa kata anak penyandang tunanetra cenderung bersifat definitif, maksudnya anak penyandang tunanetra dapat mempertahankan pengalaman-pengalaman khusus tetapi kurang terintegrasi, bahkan anak tunanetra cenderung menghadapi masalah konseptualisasi yang abstrak berdasar pandangan yang konkret dan fungsional. b. Perkembangan motorik anak tunanetra 1. Tahap sebelum berjalan Pertumbuhan dan perkembangan jasmani bersifat cephalocaudal atau mulai dari kepala ke arah kaki, begitu halnya perkembangan bayi, untuk sampai tahap berjalan harus melalui tahapan menegakkan kepala, telungkup, merayap, merangkak dan seterusnya sampai akhirnya dapat berjalan.
Anak penyandang tunanetra juga mengikuti pola perkembangan perilaku motorik yang sama, hanya saja faktor kecepatannya yang berbeda sebagai akibat dari kurangnya rangsangan
visual,
akibatnya
ketunanetraannya tersebut,
gangguan atau hambatan yang terjadi dalam perkembangan koordinasi tangan dan koordinasi badan akan berpengaruh pada perilaku motorik tunanetra setelah dewasa. a) Koordinasi tangan Pada usia enam belas minggu, bayi akan mengikuti sebuah benda bergerak dengan matanya kemudian berusaha untuk menjangkaunya. Diawali dengan menatap suatu objek, kemudian merasa tertarik lalu mengambil lewat jarijari, walaupun belum terkoordinasi dengan baik. Koordinasi tangan yang baik diperoleh melalui pengalaman dan percobaan kerjasama mata dan tangan sejak dini. Pada bayi penyandang tunanetra, hal tersebut tidak dialami dengan sendirinya. Bahkan tidak mengetahui apa yang ada disekelilingnya, karenanya cenderung diam dan tidak responsif, sehingga perlu diciptakan suatu lingkungan tersendiri sebagai pengalaman pengganti yang mampu merangsang perkembangan gerak tunanetra sekaligus mengurangi keterlambatan perkembangannya. Bagaimanapun hambatan dalam perkembangan koordinasi tangan yang baik akan berpengaruh pada
berbagai aktivitas kemudian seperti dalam jabat tangan yang lemah, kesulitan memegang suatu benda, serta kelambanan dalam latihan persiapan membaca huruf Braille. b) Koordinasi badan Pada usia delapan belas minggu, bayi normal mulai belajar mengontrol gerak kepalanya. Sambil menatap benda atau objek yang ada didepannya bayi tersebut termotivasi untuk menegakkan kepalanya, walaupun masih belum mampu duduk tetapi akan merasa senang pada posisi duduk di pangkuan ibunya. Benda-benda disekitarnya terus merangsang bayi normal untuk menegakkan kepalanya, menatap dan memotivasinya untuk merayap, meraih, memegang atau mengambilnya. Pada bayi tunanetra, kesempatan atau peristiwa alami semacam ini tentu tidak akan pernah dijumpai. Oleh karena itu tanpa adanya pengalaman pengganti tidak mungkin anak akan termotivasi untuk melakukan aktivitas pada umumya seperti bayi normal. Bayi tunanetra cenderung diam atau megadakan gerakan-gerakan yang kurang berarti yang kemudian disebut dengan istilah blindism, seperti menusuk-nusuk mata dengan jarinya, mengangguk-anggukkan kepala, menggoyang-goyangkan kaki, atau sejenisnya yang umumnya kurang sedap untuk
dipandang. Tanpa disadari kebiasaan terhadap gerakangerakan ini biasanya terbawa sampai dewasa. 2. Tahap berjalan Pada usia lima belas bulan, anak normal sudah mampu berjalan dan mengadakan eksplorasi sendiri dan mampu menperoleh posisi untuk berdiri tegak yang baik disertai dengan tercapainya keseimbangan untuk mendorong dirinya maju, maka bayi normal tersebut akan segera berlari, melompat-lompat, sehingga pada usia enam tahun bayi norml tersebut sudah sanggup bermain lompat tali. Pada anak tunanetra, dalam usia yang sama sangat kecil kemungkinannya dapat bergerak sama dengan anak yang normal, hal tersebut terjadi karena kurangnya motivasi atau dorongan baik yang sifatnya internal maupun eksternal untuk melangkahkan kakinya pada posisi berdiri dengan maksud mengambil benda yang ada di sekitarnya. Anak tunanetra merasakan apa yang ada di depannya adalah bahaya karena tidak tahu persis apa yang ada dan terjadi di depannya. Anak tersebut
tidak
mampu
mengidentifikasi
melalui
indera
penglihatannya, karenanya anak tunanetra sering mengalami ketakutan dan kecemasan ketika akan melangkahkan kakinya. Kondisi ini biasanya cenderung dibawa sampai dewasa sehingga anak tunanetra akan memilih untuk tetap tinggal di rumah atau tempat yang sudah di kenalnya dan
menghindari untuk melakukan eksplorasi atau orientasi dan mobilitas ke tempat-tempat yang masih asing. Karena itu tidak mengherankan apabila untuk melakukan suatu gerakkan tertentu seperti melompat, jalan ditempat, dan sejenisnya, biasanya harus diajarkan terlebih dahulu. Keterbatasan ini karena anak tunanetra tidak pernah mendapat kesempatan untuk melakukan observasi visual secara langsung terhadap suatu gerakan yang dilakukan orang lain sehingga anak tunanetra tidak mampu dalam menirukan sesuatu gerakan seperti halnya anak yang normal. Kesempatan dari lingkungan yang diberikan kepada anak juga seringkali menghambat perkembangan perilaku motorik anak tunanetra. Sikap over protection, kasihan, tak acuh, serta salah pengertian tentang kebutuhan, mengakibatkan keterbatasan
anak
dalam
memperoleh
pengalaman-
pengalamandan ketrampilan-ketrampilan motoriknya. Berdasarkan uraian tersebut, hambatan-hambatan dalam perkembangan motorik anak tunanetra berhubungan erat dengan ketidakmampuannya dalam penglihatannya yang selanjutnya berpengaruh terhadap faktor psikis dan fisik anak. Manifestasinya tampak pada bagaimana cara berjalan dan menggerakkan tangannya. c. Perkembangan emosi anak tunanetra
Kemampuan untuk memberi respon secara emosional sudah dijumpai sejak bayi baru lahir. Mula-mula bersifat terdiferensiasi atau random dan cenderung ditampilkan dalam bentuk perilaku atau respon motorik menuju ke arah terdiferensiasi dan dinyatakan dalam respon-respon yang bersifat verbal. Pola atau bentuk pernyataan emosi pada anak-anak relatif tetap kecuali mengalami perubahan-perubahan yang drastis dalam aspek kesehatan, lingkungan atau hubungan personal. Perkembangan emosi juga sangat dipengaruhi oleh kematangan, terutama kematangan intelektual dan kelenjar endokrin, serta proses belajar baik melalui proses belajar cobacoba gagal, imitasi, maupun kondisioning. Namun demikian proses belajar jauh lebih penting pengaruhnya terhadap perkembangan emosi dibandingkan dengan kematangan karena proses belajar dapat dikendalikan atau dikontrol. Kematangan emosi ditunjukkan dengan adanya keseimbangan dalam mengendalikan emosi baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Berdasarkan uraian tersebut, bahwa perkembangan emosi
anak
tunanetra
akan
sedikit
mengalami
hambatan
dibandingkan dengan anak yang normal. Keterlambatan itu terutama disebabkan oleh keterbatasan kemampuan anak tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra akan melakukan proses belajar mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena tidak
dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri maupun lingkungannya. d. Perkembangan sosial anak tunanetra Perkembangan sosial berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Bagi
kemampuan
anak
bertingkah
tunanetra laku
penguasaan
tersebut
seperangkat
tidaklah
mudah.,
dibandingkan dengan anak yang normal. Anak tunanetra lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial. Hambatan-hambatan tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya. Kurang motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas, perasaan-perasaan rendah diri, malu, sikap-sikap masyarakat
yang
seringkali
tidak
menguntungkan
seperti
penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidak jelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima merupakan kecenderungan
tunanetra
yang
dapat
mengakibatkan
perkembangan sosialnya menjadi terhambat. Kesulitan lain dalam melaksanakan tugas perkembangan sosial adalah keterbatasan anak tunanetra untuk dapat belajar sosial melalui proses identifikasi dan imitasi.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bagaimana perkembangan sosial anak tunanetra sangat tergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri. Akibat ketunanetraan berpengarug
secara terhadap
langsung
atau
perkembangan
tidak sosial
langsung anak
akan seperti
keterbatasan anak untuk belajar sosial melalui identifikasi maupun imitasi, keterbatasan lingkungan yang dapat dimasuki anak untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, serta adanya faktor-faktor psikologis yang menghambat keinginan anak untuk memasuki lingkungan sosialnya secara bebas dan aman.
e. Perkembangan kepribadian anak tunanetra Mengenai peran konsep diri dalam penyesuaian terhadap lingkungannya, Davis Kirtley (1975) menyatakan bahwa dalam proses perkembangan awal, diferensiasi konsep diri merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dicapai. Untuk memasuki lingkungan baru, seorang anak tunanetra harus dibantu oleh ibu atau orang tuanya melalui proses komunikasi verbal, memberikan semangat dan memberikan gambaran lingkungan tersebut sejelasjelasnya seperti anak tunanetra mengenal tubuhnya sendiri. Bagi anak tunanetra, reaksi terhadap kebutaan juga diperlukan dalam pembentukan pola-pola tingkah laku selanjutnya.
Anak akan mengalami shock dan kemudian depresi karena pada saat itu dalam diri anak mulai muncul kesadaran akan dirinya secara luas. Disamping itu, Sukini Pradopo (1976) mengemukakan gambaran sifat anak tunanetra diantaranya adalah ragu-ragu, rendah diri dan curiga pada orang lain, berlebihan, menghindari kontak sosial, mempertahankan diri dan menyalahkan orang lain, serta tidak mengakui kecacatannya. C. Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk anak tunanetra. Kurikulum mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa telah menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun demikian walaupun menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan akan tetapi masih banyak materimateri pelajaran Pendidikan Agama Islam yang tidak murni disusun oleh guru Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut atau dengan kalimat lain masih
banyak
copy
and
paste
dari
sekolah
lain.
Ada beberapa hal yang menyebabkan mengapa guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa ini kesulitan menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kesulitan Pertama adalah jabatan guru Pendidikan Agama Islam hanyalah jabatan “sambilan” maksudnya guru pengampu Pendidikan Agama Islam dirangkap guru Ilmu Pendidikan Sosial, bahwa jabatan guru Pendidikan Agama Islam hanyalah sebagai second job sehingga guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
lebih mementingkan tugas
utamanya yaitu sebagai guru Ilmu Pengetahuan Sosial atau mata pelajaran yang lainnya. Kesulitan kedua secara kualifikasi akademik guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa bukanlah berasal lulusan Tarbiyah. Dari kualifikasi yang demikian itu maka sudah barang tentu guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam akan merasa sulit untuk menyusun kurikulum mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dengan demikian dilihat dari kompetensi pedagogis dan profesionalnya dapat dikatakan guru pengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak memiliki kompetensi tersebut.
Karakteristik pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa hampir sama dengan sekolah reguler. Persamaan tersebut dikarenakan pada penyandang tunanetra memiliki potensi intelektual yang sama dengan anak-anak normal terkecuali untuk mereka yang memiliki cacat ganda dengan mental. Hal tersebut sesuai dengan lampiran Permendiknas No 23 Tahun 2006 Poin D item 3 yang menyatakan “Kurikulum Satuan Pendidikan SDLB A,B,D,E relatif sama dengan kurikulum SD umum. Pada Satuan Pendidikan SMPLB A,B,D,E dan SMALB A,B,D,E dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan tinggi,” (Permendiknas:2006). Ini artinya pemerintah tidak akan membeda-bedakan antara siswa normal dengan siswa atau anak berkebutuhan khusus termasuk bagi siswa tunanetra. Pola
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam menggunakan model pembelajaran individual yaitu dengan cara membimbing satu persatu peserta didik sehingga lebih intensif. Namun demikian terdapat kelemahan dalam menggunakan model individual dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa. Kelemahan tersebut adalah dibutuhkan waktu (jam pelajaran) yang cukup banyak untuk penguasaan satu kompetensi dasar bagi peserta didik.
Sikap guru khususnya guru pengajar Pendidikan Agama Islam terhadap murid di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa terlihat mendominasi hal tersebut dikarenakan siswa-siswa dengan kebutuhan khusus penglihatan mempunyai sifat pendiam dan tidak bisa berinteraksi satu sama lain di dalam kelas. Oleh sebab itulah maka peran guru dalam mengendalikan situasi menjadi kondusif tidak diperlukan, karena kelas atau ruangan pembelajaran
memang sudah dalam keadaan kondusif.
Pendidikan Agama Islam bagi penyandang ketunaan merupakan usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik supaya kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaranajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life (Saleh, 1973: 19). Bukankah memberikan Pendidikan Agama Islam bagi mereka merupakan usaha sadar dan pragmatif dalam membantu anak didik supaya mempunyai ilmu pengetahuan, pendidikan serta pengajaran agama. Dalam pelaksanaan pendidikan agama komponen-komponen pendidikan
mempunyai peranan yang penting yang apabila salah satu diabaikan maka akan menyebabkan tujuan pendidikan agama bagi penyandang ketunaan khusussnya tunanetra tidak tercapai secara maksimal. Komponen-komponen pendidikan tersebut adalah kepala sekolah, komite sekolah, guru, orang tua, siswa, dan sarana prasarana sekolah. Melihat kenyataan seperti dipaparkan diatas terlihat kepala sekolah belum mampu mengoptimalisasikan kinerja-kinerjanya untuk memperbaiki sistem pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa khususnya untuk pendidikan agamanya. Seharusnya Kepala Sekolah sebagai administrator pendidikan harus banyak berfungsi sebagai koordinator pelaksana kurikulum. Selain itu Kepala Sekokah diharapkan sebagai penentu dan pelaksana kebijakan di lapangan dan bertanggungjawab secara penuh penuh terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan tidak terlepas dari kebijakan Kepala Sekolah setelah berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Diknas atau Depag. Disamping itu hendaknya kepala sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan hendaknya juga melibatkan sumber-sumber yang lain yang mungkin dapat meningkatkan kualitas pendidikan siswanya agar nantinya mampu menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME. Pengembangan dan implementasi kurikulum Pendidikan Agama Islam perlu dilandasi oleh perkembangan konsep-konsep dalam ilmu. Dalam hal ini pemikiran para ahli sangat dibutuhkan, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum maupun ahli bidang studi
atau disiplin ilmu yang selalu mencurahkan pemikirannya mengenai perkembangan
serta
kemajuan
dalam
dunia
pendidikan.
Keberadaan beserta kinerja guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa masih jauh dari ideal. Padahal guru merupakan faktor yang paling penting dan berperan dalam masalah kurikulum. Melalui peran dan fungsi merekalah kurikulum itu dijabarkan, dikembangkan dan diimplementasikan sehingga kurikulum menjadi berarti dan berharga. Melalui guru Pendidikan Agama Islam nilai-nilai yang terkandung dalam kurikulum dapat disampaikan kepada peserta didik, dan aktualisasi serta nilai-nilai atau sikap, pengetahuan yang terkandung di dalamnya dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam melalui implementasi kurikulum dalam proses pembelajaran dan pengajaran yang dilakukan
atau
dilaksanakan
di
Sekolah
Menengah
Pertama.
Tugas dan peranan guru Pendidikan Agama Islam sebagai pendidik profesional sesungguhnya sangat kompleks, tidak terbatas pada saat berlangsungnya interaksi edukatif di dalam kelas, yang lazim disebut pross belajar mengajar. Guru Pendidikan Agama Islam juga bertugas sebagai administrator, evaluator, konselor dan lain-lain sesuai dengan kompetensi atau kemampuan dasar yang dimilikinya. (Suryo Subroto: 2002: 3) Guru apabila dilihat dari sisi tanggungjawabnya, maka salah satu tanggung jawab guru adalah mengarahkan pendidikan dalam tujuannya melakukan transformasi kesadaran siswa sesuai dengan apa yang telah guru rencanakan dalam kurikulum. Dalam mengarahkan siswa, guru sebaiknya tidak melakukan manipulasi atau bahkan merekayasa keadaan
sehingga
tidak
meninggalkan
siswa
dalam
keadaan
sendirian.
Jika dilihat dari kompetensi guru pendidikan khusus, seharusnya guruguru pendidikan agama di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa memiliki kompetensi dilandasi oleh tiga kemampuan utama. Tiga kemampuan utama tersebut yaitu: Pertama, kemampuan umum (general ability), Kedua, kemampuan dasar (basic ability), dan Ketiga, kemampuan khusus (specific ability). Dimana kemampuan Umum (general ability) yang dimaksud seorang guru Pendidikan Agama Islam Luar Biasa memiliki ciri warga negara yang religius dan berkepribadian, memiliki sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga negara, memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi sesuai dengan pandangan hidup bangsa. Selain itu guru pendidikan agama di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa hendaknya juga harus memahami konsep dasar
kurikulum dan cara pengembangannya,
memahami desain
pembelajaran kelompok dan individual, mampu bekerjasama dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan profesinya sebagai guru pelaksana pengembangan kemajuan
Pendidikan Agama Islam.
Seorang guru Pendidikan Agama Islam yang mengajar pada siswa berkebutuhan khusus secara umum atau tunanetra secara khusus juga harus memiliki kemampuan dasar (basic ability). Kemampuan dasar tersebut
adalah
seorang
guru
harus
memahami
dan
mampu
mengidentifikasi anak luar biasa, memahami konsep dan mampu mengembangkan
alat
asesmen
serta
melakukan
asesmen
anak
berkelainan. Selain itu kemampuan dasar guru pendidikan agama yang
mengajar pada Sekolah Luar Biasa adalah guru Pendidikan Agama Islam mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkelainan, mampu merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak berkelainan serta guru Pendidikan Agama Islam juga mampu melaksanakan manajemen serta peraturan pelaksanaan
pendidikan
dan
pengajaran
ke-PLB-an.
Berkaitan dengan kempuan dasar guru agama di Sekolah Luar Biasa harus mampu mengembangkan kurikulum PLB sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkelainan serta dinamika masyarakat, memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek medis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB,
memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek
psikologis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan PLB, memiliki sikap dan perilaku empati terhadap anak berkelainan. Guru agama juga dituntut untuk memiliki sikap professional di bidang ke-PLB-an dan mampu merancang dan melaksanakan program kampanye kepedulian PLB di
masyarakat,
serta
mampu
merancang,
mengkondisikan
dan
melaksanakan program atau rencana kegiatan advokasi (pendampingan). Dalam aspek specific ability (kemampuan khusus) seorang guru pendidikan agama yang mengajar di sekolah luar biasa hendaknya memiliki satu kemampuan khusus yang dapat dapat diandalkan dalam rangka mensukseskan pelaksanaan pendidikan agama di tempat mereka mengajar. Kemampuan tersebut antara lain mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan penglihatan, menguasai konsep dan
keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi,
menguasai
konsep
dan
keterampilan
pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan intelektual (Ditplb.or.id). Ketidakberdayaan siswa tunanetra bukan berarti alasan adanya pengarahan yang dilakukan dalam posisi serba memerintah, tetapi dilakukan dalam sosok mengarahkan studi serius mengenai beberapa hal. Hal tersebut jika dikembalikan ke teori
guru seharusnya lebih
memposisikan dirinya sebagai fasilitator pembelajaran yang mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran. (Mulyasa, 2007: 255). Profesi guru agama di Sekolah Luar Biasa tidak bisa begitu saja dialihkan, kepada guru-guru lain. Karena ia tidak saja berperan dalam kegiatan transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berperan menanamkan nilai-nilai Islam (transfer of value) pada jiwa peserta didik Sekolah Luar Biasa. Oleh karena itu kompetensi dan profesionalisme guru agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) sangat diperlukan. Guru agama setidak-tidaknya adalah orang yang benar-benar memahami dan menguasai beberapa materi agama yang harus dikontribusi oleh siswa Sekolah Luar Biasa, serta memiliki kecakapan dan keahlian selaras dengan tuntutan dalam menghadapi, serta mempersiapkan kebutuhan bagi siswa atau peserta didik luar biasa. Kompetensi guru agama di Sekolah Luar Biasa secara personal yang berupa sikap kepribadian yang selayaknya dimiliki oleh seorang guru agama sebagai modal dasar dalam menjalankan tugasnya dengan
professional. Siswa penyandang ketunaan pada umumnya bersifat lebih sensitif, sehingga upaya yang biasa dilakukan oleh guru agama dalam membidik ruang spiritual mereka melalui pendekatan emosional. Tujuannya adalah untuk menghadapi sifat dan perilaku siswa Sekolah Luar Biasa yang begitu variatif (Munif:2002:60). Kompetensi secara personal yang biasa dilakukan oleh guru agama SMPLB
dalam
menghadapi siswanya diantaranya dengan berusaha bersikap sabar, menyayangi semua siswa (mampu menjadi sahabat mereka), dan sebagai seorang guru berusaha memiliki kepribadian atau sikap yang menarik. Ketidak berhasilan pendidikan agama terlebih-lebih dikarenakan guruguru Pendidikan Agama Islam bagi penyandang tunanetra belum sesuai dengan syarat kualifikasi akademik yang ditetapkan dalam undangundang, yaitu minimal sarjana S-1 bidang pendidikan agama. Tentu saja hal ini menunjukan bahwa syarat kualifikasi akademik yang dimiliki para pengajar pendidikan agama tersebut tidak menjadi jaminan keberhasilan guru
dalam
proses
pembelajaran
atau
pengajaran
di
sekolah.
Keberhasilan mengimplementasikan kurikulum bergantung kepada guru sebagai pelaksana di lapangan. Guru dituntut untuk memiliki kemampuan profesional dalam proses pembelajaran, di samping kemampuan kepribadian dan kemampuan kemasyarakatan. Selain itu yang lebih penting adalah guru harus mampu menguasai dan memahami secara lebih mendalam terhadap materi pembelajaran yang akan disampaikan (Hamalik, 2007: 9).
Seorang guru yang kompeten dan profesional dibidangnya selain harus memiliki empat buah kompetensi yaitu kompetensi pedagogik (mengajar),
kompetensi
profesional
(tanggungjawab),
kompetensi
kepribadian (sikap atau etika) dan kompetensi sosial (kemanusiaan). Guru hendaknya mampu menciptakan metode atau paling tidak dapat menerapkan metode yang berbeda sesuai dengan kondisi psikologis siswa atau peserta didik. Dengan metode yang bervariasi diharapkan suasana pembelajaran akan membuat siswa lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa 1. Sejarah
berdirinya
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Sejarah berdirinya Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga bermula dari tahun 1979, dengan Akta Notaris No. 09 Tanggal 24 Desember 1979 Yayasan Siwi Peni Salatiga secara resmi didirikan. Pada
waktu
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga berdiri tahun 1979 baru mempunyai dua orang murid penyandang tunanetra. Tahun berikutnya ada tiga anak murid yang mendaftar, berikutnya pada tahun 1982 ada juga wali murid yang menghendaki untuk menitipkan putrinya yaitu Dani Ardiani putri dari ibu Agus pemilik Apotek Agape jalan Kartini Salatiga. Berkat permintaan dari orangtua tersebut, maka mulailah penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran bagi anak luar biasa di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Awal mulanya Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Yayasan Siwi Peni Salatiga bertempat di Jl. Dr. Moewardi sebelah rumah sakit DKT, dengan adanya perkembangan serta kebutuhan masyarakat yang
semakin meningkat untuk menunjang perkembangan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus serta lokasi dan fasilatas kurang memadahi, maka pemilik yayasan berkeinginan untuk pindah lokasi. Baru pada tahun 1982 gagasan tersebut terealisasi dan lokasi akhirnya pindah dari Jl. Dr. Moewardi ke Jl. Argobogo No. 282 Ledok Argomulyo Salatiga 2. Letak
Geografis
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Dilihat dari letak geografis Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga terletak atau berada ditengah-tengah masyarakat desa Ledok kecamatan Argomulyo Kota Salatiga, diwilayah tersebut berdiri beberapa bangunan diatas tanah seluas 700 m2 dengan perincian sebagai berikut: a. Untuk bangunan sekolah 450 m2 b. Untuk rumah dinas 35 m2 c. Untuk kebun belakang 100 m2 d. Untuk halaman sekolah 100 m2 e. Untuk lain-lain sekitar 20 m2 Dengan keadaan seperti itu, tentunya masih sangat memungkinkan untuk penambahan lokasi gedung serta fasilitas lainnya guna untuk menunjang pelaksanaan dan perkembangan pendidikan sesuai dengan apa yang telah dicita-cita pemilik yayasan yang tentunya cita-cita tersebut tidak bertolak belakang dengan cita-cita pendidikan nasonal. 3. Daftar nama
siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun 2011/2012
Nama No
Nama
Kelas
Alamat
Ket
orang Tua 1
Faizal Aji N
VII
Warjono
Ledok Salatiga
Islam
2
Azalika S
VII
Wiji Lestari
Suruh, Semarang
Islam
3
Ola Aurora
VII
Edi Sunaryo
Benoyo Salatiga
Islam
4
Surono
VIII
Sumaryanto
Tembalang, Islam Semarang Ambarawa, 5
Suryanto
VIII
Mujiyono
Islam Semarang Sraten, Kab.
6
Kurniawan
VIII
Sutimin
Islam Semarang Tegalrejo,
7
Pangestu sofi
VIII
M. Zainudin
Islam Salatiga
8
Suyitno
M.
Tengaran, Kab.
Sadiyono
Semarang
IX
Islam
Blambangan, 9
Aditya P. M
VII
Zamzuri
Islam Salatiga
4. Keadaan Anak Tunanetra Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Wantuwirawan
Yayasan Siwi Peni Salatiga tahun ajaran 2011/2012 dalam daftar siswa tercatat sembilan siswa. Dalam kenyataan di lapangan setelah penulis melakukan penelitan di Sekolah Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni pada tingkatan Sekolah Menengah Pertama kelihatan yang aktif
mengikuti pembelajaran terdapat empat siswa penyandang tunanetra. Empat anak penyandang tunanetra tersebut dibagi kedalam tiga kelas, yang setiap kelas terdiri dari kelas satu terdapat satu siswa penyandang tunanetra (tunanetra total), siswa tersebut bernama Ananda Aditya Pratama Mashuri yang bertempat tinggal di Blambangan Surowangsan, Kauman Kidul. Kelas dua terdapat dua siswa penyandang tunanetra, tunanetra disini dengan istilah low vision atau sering disebut buta sebagian, Mereka adalah Faizal Aji Nugroho yang bertempat tinggal di Ringinnawe, ledok Salatiga dan yang satu bernama Ola Aurora yang bertempat tinggal di Benoyo, Salatiga. Kelas tiga terdapat satu siswa yang aktif dan pada tahun 2012 ini telah lulus dari Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, dia adalah Kurniawan siswa penyandang tunanetra low vission. Dia bertempat tinggal di Krajan, Sraten Kabupaten Semarang. Lima siswa-siswi yang terdaftar pada daftar peserta didik tersebut tidak penulis temui ketika penulis melakukan penelitian. Siswa-siswi tersebut termasuk siswa-siswi yang kurang aktif atau menurut ibu Tyastri: “Siswa itu, siswa yang sudah lama sekolah di sekolahan ini, akan tetapi dia itu contohnya saja “AN’’ (Nama samaran) dia itu tahun 2010 katanya ke Solo, nanti tahun 2011 dia kembali lagi kesini. Dengan adanya seperti itulah sehingga daftar nama-nama ada yang belum dihapus, karena suatu saat dia siswa-siswi itu bisa saja kembali ke sekolah ini” (Verbatin wawancara 3).
5. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Pada hari Sabtu tanggal 5 Mei 2012 di waktu pagi hari yang bertepatan pada pukul 09.30 WIB di ruang kelas VII Sekolah Menengah Pertama Wantu Wirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga penulis melakukan wawancara mengenai pelaksanaan pendidikan dengan ibu Tyastri, berikut hasil wawancara: “Dalam pelaksanaan pembelajaran itu sama saja dengan pelaksanaan pembelajaran dengan di sekolah formal. Mata pelajarannya sama seperti di Sekolah Menengah Pertama (global), dan walau global akan tetapi ada bab per babnya, dan per babanya itu jamnya terbatas. Untuk cakupan materi Al-Qur’an Hadis, Sejarah, Ahlaq, itu materinya sama dan disamakan dengan Sekolah Menengah Pertama Negeri pada umumnya, karena pada dasarnya IQ anak itu sama dengan IQ anak yang ada di sekolah umum, anak bisa menerima pelajaran. Hanya khusus untuk menulis arab ataupun huruf awas memakai huruf braille. Dan huruf braille ini membacanya dengan cara diraba-raba dengan tangan. Karena huruf braille ini adalah huruf isyarat dengan rumusan satu kotak enam titik. Khusus untuk menulis arab yaitu nama medianya adalah riglet. Riglet ini aadalah media untuk menulis huruf arab dengan cara riglet dibuka, kemudian kertas polio atau majalah bekas atau kertas manila dijepit, setelah dijepit langsung saja menulis pakai jarum. Kertas ditusuk-tusuk sesuai yang ingin ditulis sesuai aturan huruf braille. Setelah ditulis, kertas diambil dan dibalik. Semua untuk menghafal dan menulis huruf braille menggunakan kekuatan IQ. Riglet ini merupakan alat multi fungsi, karena selain untuk menulis arab juga bisa untuk menulis huruf awas”. (Verbatin wawancara 1) Dalam hasil pengamatan penulis pada waktu itu pembelajaran pada materi Aqidah yaitu membahas tentang iman kepada Allah SWT. Sebelum pembelajaran guru membuka dengan salam, mengabsen kehadiran siswa, tadarus atau membaca Al-Qur’an.
Kemudian memulai pembelajaran dengan judul iman kepada Allah SWT. Ibu guru menerangkan, kemudian terjadilah tanya jawab dan berakhir menjadi diskusi kecil. Waktu pembelajaran agama Islam selesai, guru menutup dengan salam dan hamdalah. 6. Visi, misi dan tujuan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga a. Visi Terwujudnya pelayanan secara optimal bagi Pendidikan khusus layanan khusus agar beriman, bertakwa, cerdas dan terampil supaya bisa mandiri. b. Misi 1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan efektif sehingga setiap siswa mengenali potensi dirinya dan dapat berkembang secara optimal. 2. Menumbuhkan rasa percaya diri serta menjadikan ketrampilan sebagai jendela menguak kegelapan dan percaya diri serta menjadikan ketrampilan sebagai saran untuk bekal hidup.
c. Tujuan 1. Dapat menggunakan ajaran agama hasil proses pembelajaran serta meraih prestasi akademik maupun non akademik. 2. Membentuk anak hidup mandiri.
7. Program Kegiatan Unggulan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga a.
Program kegiatan kesehatan Dalam rangka untuk melaksanakan perawatan kesehatan untuk anak penyandang tunanetra Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, kepala sekolah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan. Menurut keterangan dari guru Pendidikan Agama Islam, khusus untuk anak penyandang tunanetra setiap enam bulan sekali mendapat imunisasi “BIAS” (Bulan Imunisasai Anak Sekolah) atau pemeriksaan mata dengan pemberian tetes mata khusus. Kegiatan ini sudah menjadi rutin di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, dan biasanya dokternya mendatangkan dari Semarang.
b.
Program Kegiatan kerokhanian Islam Untuk program kegiatan kerokhanian Islam seperti yang diungkapkan oleh ibu Tyastri guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagai berikut:
“Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dulunya pernah ada program pesantren kilat, akan tetapi waktu berjalan ada yang protes, karena di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini siswasiswinya maupun guru-gurunya tidak sama yaitu sama dalam satu agama, maka dengan itu ada yang tidak suka dengan program tersebut, sampai sekarang ini ada program
ekstra yaitu diluar jam sekolah dan bukan berada di lingkungan sekolah yaitu ekstra mengaji atau membaca AlQur’an dan terdapat orang yang menyimaknya. Program tersebut berjalan setiap satu bulan satu kali dan bertempat di rumah ibu Tyastri yaitu guru Pendidikan Agama Islam bagi anak tunanetra. Selain acara mengaji Al-Qur’an bersama, juga terdapat kajian-kajian Islam. Ekstra ini berkembang menjadi sebuah organisasi yaitu organisasi IBNI, karena selain yang mengikuti siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga juga ada orang-orang luar sekolah yang membutuhkan dan mengikutinya”.(Verbatin wawancara 3) Ketika penulis sedang melakukan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, penulis melihat dan mengikuti juga secara langsung, ketika itu keluarga besar Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga khususnya untuk anak penyandang tunanetra dengan hikmat untuk memperingati satu tahun meninggalnya ibu kepala yayasan, yaitu ibu Hajjah Sri Mulyono.
Dengan
runtutan
acara
secara
Islami,
yaitu
pembukaaan, sambutan, tahlil dan penutup. Semua keluarga besar Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga hormat dalam mengikutinya, baik itu dari keluarga muslim atau non muslim semua mengikuti acara tersebut. c.
Program Kegiatan Khusus Program kegiatan khusus yang terdapat di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagaimana yang telah di ungkapkan oleh bapak kepala sekolah yaitu bapak Sigit Margono di Sekolah Menengah
Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu: “Kekhususan yang dihasilkan siswa-siswi penyandang tunanetra diberikan pelatihan khusus yaitu pelatihan khusus komputer, pijat refleksi, Musik, orgen tunggal, gitar. Untuk orgen tunggal kemarin tanggal 11 Juni 2012 mendapat juara satu tingkat propinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan di Donohudan Surakarta”. (Verbatin wawancara 1) 8. Kurikulum di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Kurikulum pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dibuat berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dibuat oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, yaitu mengacu pada kurikulum KTSP, Seperti yang di ungkapkan oleh bapak kepala sekolah SMPLB Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu bapak Sigit Margono:
“Bapak ibu guru dalam kurikulum juga sama dengan Sekolah Menengah Pertama pada umumnya, mengikuti kurikulum KTSP. Cara penbelajarannya sama, untuk Pendididkan Agama Islam waktunya dua jam kali tatap muka dalam satu minggu. Perbedaanya hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, guru atau pengajar menggunakan huruf braille”. (Verbatin wawancara 1)
9. Struktur Organisasi
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga a.
Struktur Organisasi Yayasan 1. Penasehat
: Ir. H. Soebito
Hj. Juwasti Rahayu 2. Ketua Umum : Heru Soedjadi, BA
b.
3. Ketua I
: Sigit Margono, M.Pd
4. Ketua II
: Dr. Epsilon
5. Sekretaris
: Anik M Mawarni, S.Pd
6. Bendahara
: Novitasari, SH
Struktur Organisasi Sekolah Struktur Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga 1. Yayasan Siwi Peni SLB 2. Kepala Sekolah SLB 3. Bag. Kurikulum 4. Administrasi Sekolah 5. Bag. Operasional 6. Faktor Penunjang KBM
B. Hasil Penelitian 1. Layanan pendidikan
di
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Layanan pendidikan yang dilakukan oleh guru atau pengajar, guru atau pengajar disini sebagai nara sumber yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa penyandang tunanetra, agar mereka lebih bisa mendalami tentang pendidikan, hal ini sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh Kepala Sekolah Menengah Pertama Luar
Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu bapak Sigit Margono bahwa: “Layanan pendidikan merupakan satu layanan penting untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus, yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya” (Verbatin wawancara1). Layanan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yang diberikan bagi peserta didiknya khususnya anak penyandang tunanetra meliputi: a. Adanya kerjasama sekolah, orang tua dan dokter. Disini yang dimaksud adalah stakeholder Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga membuat terobosan dengan menjalin mitra yang melibatkan pihak lain yaitu sekolah lain, orangtua dan dokter sebagai masukan, penunjang, monitoring serta evaluasi untuk kemajuan pendidikan bagi peserta didiknya.
b. Peningkatan
kemampuan
berbahasa
agar
mereka
bisa
berkomunikasi dan mengerti tentang apapun yang disampaikan. c. Memberikan perhatian lebih, terutama jika anak tidak melibatkan diri dalam kegiatan bersama teman di sekolah, atau orang lain. d. Memberikan kelas khusus sehingga tidak mengubah letak barang atau perabot di sekolah sampai anak kenal betul benda atau perabot tersebut, juga untuk menghidarkan diri siswa dan siswi dari kemungkinan terbentur dan jatuh. (Verbtin wawancara 1)
Dengan pendidikan penanganan dan pelayanan penyandang tunanetra ini dilengkapi dengan berbagai sarana sesuai dengan berat dan ringannya kecacatan, disini sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh guru atau pengajar mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ibu Tyastri “Untuk keperluan membaca dan menulis bagi mereka yang buta total, digunakan huruf braille yang bentuknya titik-titik yang berjumlah enam, tiap titik menunjukkan simbol huruf tertentu. Untuk menulis alat yang digunakan bisa mesin ketik braille atau riglet, sedangkan untuk mengerjakan matematika anak penyandang tunanetra bisa menggunakan papan hitung atau block jes”. (Verbatin wawancara 1)
Sebagaimana dalam hal pengenalan lingkungan sekolah di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga bagi anak penyandang tunanetra, ibu Tyastri sebagai guru Pendidikan Agama Islam mengungkapkan bahwa: “Untuk membantu mengenal ruangan, lingkungan, mengadakan perjalanan (orientasi mobiltas) bagi anak penyandang tunanetra yang paling baik menggunakan tongkat putih, khususnya untuk perjalanan, maka di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga menggunakan tongkat putih sebagai alat bantu perjalanan anak didik penyandang tunanetra. Sedangkan bagi anak penyandang tunanetra low vision atau buta sebagian disediakan alat-alat serta buku dengan huruf jumbo atau huruf dengan tulisan besar”. (Verbatin wawancara 1) 2. Bentuk bimbingan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga a.
Pemberian nasehat
Di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Pemberian nasehat dilakukan oleh guru atau pengajar, BP
untuk mengingatkan
dengan baik dan lemah lembut agar dapat melunakkan hati siswa yang sedang bermasalah dengan memerintahkan, melarang atau menganjurkan disertai dengan motivasi tinggi. Memberikan nasehat merupakan salah satu cara bagi pengajar dalam menuntun atau mengarahkan anak didiknya menuju kepada jalan yang lebih baik. Bapak Kamal sebagai guru mata pelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga berkata: “Siswa-siswi sekolah luar biasa disini khususnya siswasiswi penyandang tunanetra disini bukan hanya untuk belajar saja, tetapi disini dibina agar bisa menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Jadi dengan guru memberikan nasehat dan menampaikan pembelajaran Pendidikan Agama Islam kepada peserta didik penyandang tunanetra insya-Allah peserta didik penyandang tunanetra akan mendengarkan guru, selanjutnya guru membimbing kepada peserta didik penyandang tunanetra dengan sabar, karena hanya dengan kesabaran itulah yang akan mendatangkan keberhasilan bagi terwujudnya tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam”. (verbatin wawancara 2)
Nilai pendidikan Islam dalam pemberian nasehat dapat diberikan materi motivasi diri agar menjadi seorang yang mulia baik di dunia terlebih di akhirat. b. Sayang dan perhatian
Di Sekolah Menengah Pertama Luar biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini penulis melihat dan merasakan langsung betapa besar kasih sayang dan perhatian yang diberikan guru kepada siswanya. Ketika itu penulis datang dan pada hari Jum’at yang bertepatan pada hari dimana kegiatan anak penyandang tunanetra berolah raga. Kemudian setelah berolah raga anak-anak diberi makanan yang mana nasi itu membawa sendiri dari rumah, sedangkan lauk pauk diberi dari sekolah. Pada waktu itu penulis merasakan dan melihat besarnya kasih sayang yang diberikan. Guru mengarahkan untuk berdo’a dan nasi yang mereka makan ada sebagian yang jatuh, guru tersebutlah yang dengan ikhlas untuk membersihkannya. Dihari yang lain penulis datang ke Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, kebetulan pada waktu itu kegiatan pembelajaran berada dilantai dua, Ketika itu naik keatas melewati tangga, dan pada waktu itulah anak tunanetra melakukan orientasi mobilitas bagi anak yang tunanetra bisa untuk melakukannya tapi utuk anak yang tuna daksa untuk melewatinya guru-gurulah yang menuntun dan mengarahkan dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Diwaktu itulah penulis berkata kepada pak Kamal yaitu guru Matematika untuk anak tunanetra, ”Wah, perhatian banget ya pak?”. Pak Kamal menjawab: “Ya memang ini kenyataannya dan harus begitu, seperti anak kandung sendiri, dan pak kamal
menambah untuk sekedar ngobrol–ngobrol bahwa “semua orang membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang terdekatnya. Begitu juga, anak penyandang tunanetra justru membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih. Pemberian kasih sayang sangatlah penting bagi perkembangan anak. Rasa kasih sayang yang diberikan akan berpengaruh pada pembentukan mental dan karakter anak. Seorang anak dilahirkan di dunia dengan segala kelebihan dan kekurangan, lengkap dengan bakat dan potensi dan rizki yang sudah digariskan untuknya. Sebagai seorang pengajar yang harus dilakukan adalah menggali bakat terhadap anak didiknya dengan perhatian dan kasih sayang yang tepat. Maksudnya, tidak berlebihan dan tidak kekurangan sesuai dengan porsi yang dimiliki oleh anak didiknya. Jika anak diberi kasih sayang yang berlebihan, akan tumbuh menjadi anak manja dan ketergantungan sangat tinggi. Setiap belaian dan kasih sayang yang diberikan pengajar terhadap anak didiknya membawa pengaruh yang sangat berarti dan penting dalam perkembangan mental anak didik. Selain itu, interaksi yang baik antara pengajar dengan anak penyandang tunanetra yang dilandasi dengan cinta kasih akan mampu membuka jalan bagi diketemukannya kebahagiaan, pengajaran serta motivasi yang sangat tinggi.
3. Metode dan media pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga a. Metode pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Strategi atau metode pembelajaran untuk anak-anak penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga memiliki kesamaan dengan strategi atau metode pembelajaran anak-anak pada umumya. Hanya saja, ketika dalam pelaksanaannya memerlukan modifikasi agar sesuai dengan anak yang melakukan pembelajaran tersebut, yang dalam hal ini adalah anak penyandang tunanetra sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima ataupun dapat ditangkap dengan baik dan mudah oleh anak-anak tunanetra tersebut dengan menggunakan semua sistem inderanya yang masih berfungsi dengan baik sebagai sumber pemberi informasi. Strategi atau metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagai berikut: 1.
Metode ceramah
Metode ceramah dilakukan oleh guru, disini guru sebagai sumber yang memberikan kajian pengetahuan Islam kepada peserta didik, agar mereka lebih mendalami tentang ajaran agama Islam. Ungkapan dari Ibu Tyastri sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dengan penulis adalah sebagai berikut: “Dalam metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah guru. Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini contoh yang menggunakan metode ceramah itu ketika sampai pada materi kisah Nabi, hukum bacaan Nun, sholat Jum’at, sholat Jama’ Qosor, Iman kepada Allah. Contohnya saja tentang iman kepada Allah SWT , Pada waktu itu saya (seorang guru) memberikan gambaran-gambaran garis besarnya terlebih dahulu, setelah itu saya bercerita dan memberi penjelasan kepada siswa penyandang tunanetra itu supaya siswa tesebut memahami dengan benar walaupun hanya memanfaatkan indra pendengaran. Anak-anakpun merespon dengan baik”. (Verbatin wawancara 2) 2.
Metode diskusi Ungkapan dari ibu Tyastri sebagai guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dengan penulis adalah sebagai berikut: “Di Sekolah Wantuwirawan diskusi ketika diwaktu itu memahaminya menyampaikan
Menengah Pertama Luar Biasa Yayasan Siwi Peni Salatiga terjadi guru menyampaikan materi dan siswa-siswi ada yang belum atau kalau setelah guru materi siswa-siswi tidak ada yang
bertanya maka guru melempar pertanyaan. Dan sekiranya pertanyaan membutuhkan pemecahan yang harus dipecahkan bersama maka berakhir menjadi diskusi bersama. Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini diskusinya tidak bisa secara berkelompok karena maksimal siswa dalam kelas hanyalah dua orang dan minimal satu orang seperti privat”. (Verbatin wawancara 2) Metode diskusi pernah dilakukan agar proses pembelajaran juga melibatkan siswa untuk ikut berfikir dalam menyelesaikan permasalahan. Tujuan dari metode diskusi dapat dilihat dalam hasil wawancara antara penulis dengan ibu Tyastri sebagai berikut:
“Dalam metode diskusi saya berikan pertanyaan kepada siswa untuk dijawab, selanjutnya saya suruh siswa untuk mempresentasikan jawabannya didalam kelas, Dengan metode diskusi tersebut saya harapkan kepada siswa agar mau berfikir”. (Verbatin wawancara 3) 3.
Metode tanya jawab Metode tanya jawab diberikan, karena dengan adanya tanya jawab inilah ada ruang bagi peserta didik penyandang tunanetra untuk berbicara menyampaikan tentang apa
yang
ingin
dipertanyakan
tentang
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam kepada guru, dengan metode tanya jawab diharapkan ada hubungan timbal balik diantara guru dan peserta didik sehingga terjalin komunikasi dan hubungan yang menjadikan cinta kasih serta dapat menimbulkan motivasi tinggi terhadap peserta didik. Jadi antara guru atau
pengajar dengan siswa itu ada komunikasi, karena kalau hanya satu sisi misalnya ceramah, yang diinginkan dari siswa tidak akan tersampaikan, sesuai dengan ungkapan ibu Tyastri guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagai berikut: “Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini, ketika pembelajaran berlangsung apabila guru selesai bercerita atau memberikan penjelasan, siswa-siswi yang sekiranya belum paham atau ada yang ingin lebih mendalami rasa ingin tahu, mereka mengeluarkan suara memanggil gurunya dan bertanya tentang sesuatu yang belum dipahami. Dan apabila siswa-siswi tidak bertanya, maka gurunya yang memberi pertanyaan bagi siswa-siswi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Dengan menggunakan metode tanya jawab ini respon siswa-siswi penyandang tunanetra merespon sangat bagus dan terlihat penuh semangat”. (Verbatin wawancara 2)
4.
Metode tugas belajar atau resitasi Menurut hasil wawancara antara penulis dengan ibu Tyastri guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga mengenai metode tugas belajar atau resitasi yaitu: “Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, dengan metode ini guru berkeinginan anak untuk aktif belajar. Dan dengan menggunakan metode ini guru berharap agar semua pengetahuan yang telah diterima siswa lebih mantap, untuk mengaktifkan siswa mempelajari sendiri suatu
masalah dengan membaca dan mengerjakan soalsoal sendiri serta mencobanya sendiri, agar siswa lebih rajin dan dapat mengukur kegiatan baik dirumah maupun disekolah. Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini biasanya didalam kelas siswa-siswi diberi tugas oleh ibu guru untuk menulis, contohnya menulis atau menyalin hadis-hadist tentang sholat Jum’at atau tugas menulis cerita tentang kisah Nabi Muhammad SAW. Pada biasanya ibu guru mendiktekan kepada siswa-siswi kemudian siswasiswi menulis dibukunya dengan tulisan huruf braille. Apabila waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah berakhir maka tugas itu dilanjutkan di rumah dan keesokkan harinya dikumpulkan”. (Verbatin wawancara 2)
5.
Metode demonstrasi dan eksperimen Di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini yang biasa menggunakan metode demontrasi dan eksperimen yaitu ketika pada bab sholat terutama pada gerakan sholat jenazah, cara mendemontrasikan gerakan sholat jenazah seperti apa yang telah diungkapkan oleh ibu Tyastri guru Pendidikan Agama Islam
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagai berikut: “Guru memberikan teori sekaligus dengan peragaan. Peragaan disini langsung kepada siswa-siswi satu persatu, karena dengan keterbatasan yang mereka miliki. Cara mendemonstrasikan yaitu dengan cara guru memegang anak atau meraba dan mengerakkan anggota badannya sesuai tuntutan sholat. Contohnya takbirotul ikhrom, guru meraba dan mengangkat tangan anak sampai dengan telinga dan melafadkan takbir “Allahu Akbar”, ketika sedekap anak tangan diraba dan disedekapkan. Begitupula ketika rukuk dan sujud dan
takhiyat akhir, semua itu dengan perabaan supaya siswa-siswi mengerti gerakan-gerakan yang sebenarnya”. (Verbatin wawancara 2) Contoh selain sholat jenazah, ada juga yang sering didemontrasikan yaitu perawatan jenazah, wudhu, tayamum, mengajar arab. ketika mengajar arab seperti mahroj, ketika itu guru membacakan kemudian siswa-siswi menirukannya.
b. Media Pembelajaran pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Adapun media pembelajaran
yang digunakan dalam
pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagai berikut yaitu hasil wawancara antara penulis dengan ibu Tyastri guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga adalah sebagai berikut: “Alat bantu yang bisa digunakan untuk membantu proses suatu pembelajaran anak tunanetra meliputi buku panduan, buku diktat Erlangga, Lembar Kerja Siswa, Al-Qur’an Awas dan Al-Qur’an Braile, Mukena atau Rukuh, Hadis Braile, dan lingkungan sekitar”. (Verbatin wawancara 2) Sedangkan alat bantu pembelajaran antara lain alat bantu untuk menulis huruf braille yaitu seperti yang di ungkapkan oleh ibu Tyastri yaitu:
“Tahap awal saya kenalkan risplang, tapi terlebih dahulu dia harus menguasai dulu abjad dari a sampai z. Setelah risplang kemudian setelah itu dia si anak saya suruh untuk membuat kalimat dengan risplang . Setelah anak itu dirasa sudah cukup baru kalau dia itu sudah kekelas tiga itu baru dikenalkan kedalam huruf hijaiyah yaitu arab braile. Karena dasarnya harus menguasai braile abjad dahulu, soalnya huruf-huruf abjad simbol itu hampir sama dengan abjad braile. Baru dia itu pindah ke riglet .(verbatin wawancara 3), serta alat bantu yang bersifat audio seperti CD, dan ada juga whaitbord, Spidol besar, film slide, film strip, komputer”. (Verbatin wawancara 1). Didalam ruang kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dengan suasana yang rileks dan tempat duduk yang berdekatan, ketika itu penulis sedang berwawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam yaitu ibu Tyastri, dan bersamaan dengan itu pak Kamal yaitu seorang guru matematika untuk anak tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga menambahkan masukan sebagai berikut: ”Kalau risplang itu tahap awal untuk pengenalan angka 1 sampai 10 dan menguasai abjad A sampai Z atau disebut juga tahap dasar. Apabila menghitung bersusun itu menggunakan block jes. Risplang itu tahap awal atau dasar, sedangkan diatasnya risplang yaitu riglet dan datasnya riglet itu ada mesin ketik braille. C. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga melibatkan dua segi,
diantaranya faktor pendukung dan penghambat dari segi peserta didik penyandang tunanetra dan dari segi pengajar atau guru.
1. Faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dari segi pengajar atau guru antara lain: a. Kesadaran pengajar atau guru tentang kewajiban seorang Islam, untuk menyampaiakan ilmunya agar lebih bermanfaat. b. Pengajar atau guru berfikir sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk menyayangi saudaranya sesama muslim c. Mengingat semangat para nabi dalam berdakwah, sehigga tujuan dakwah bisa terwujud, dan merubah hidup manusia bisa menjadi lebih baik, pengajar atau guru hanya sekedar membantu saja memberikan pembekalan, pengarahan dan motivasi. d. Rasa tolong menolong sesama muslim yang sangat tinggi. e. Adanya respon serta perhatian yang positif dari peserta didik, itu berarti mereka benar-benar ingin dan semangat dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam f. Mendatangkan manfaat bagi pengajar atau guru karena jadi mempunyai banyak amalan dalam menghadapi masalah yang berbeda
g. Menjadikan pengajar atau guru lebih bersyukur karena ada hal positif yang dapat diambil, melihat semangat peserta didik penyandang
tunanetra
yang
begitu
bersemangat
dalam
mempelajari materi Pendidikan Agama Islam padahal mereka sedang mendapatkan masalah, namun masalah tersebut tidak menjadi hambatan bagi peserta didik (Verbatin wawancara 2). Selain faktor pendukung dari segi pengajar atau guru, dari segi peserta didik penyandang tunanetrapun terdapat
faktor
pendukung dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga antara lain: a. Adanya keinginan yang sangat kuat dihati peserta didik penyandang tunanetra untuk menjadi yang lebih baik b. Adanya kesadaran bahwa dengan mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT c. Adanya kesadaran bahwa dengan mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk merubah ahlak atau karakter menjadi lebih baik d. Perasaan senang dalam mengikuti pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam e. Adanya pelayanan yang sangat baik dari pihak sekolah (Verbatin wawancara 2).
2. Faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dari segi pengajar atau guru antara lain: a. Ketika ada peserta didik penyandang tunanetra yang hatinya benar-benar galau sehingga proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam mengalami
hambatan karena
perhatian pengajar atau guru tertuju pada peserta didik tersebut b. Peserta didik penyandang tunanetra hanya mendengarkan saja, aplikasi sehari-hari diluar sekolah pengajar atau guru tidak mengetahuinya c. Peserta didik penyandang tunanetra kurang optimal dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam d. Adanya tugas di rumah, yang mana tugas tersebut akan dibahas dalam pertemuan yang akan datang,akan tetapi siswa atau siswi tidak mengerjakan.(Verbatin wawancara 2) Selain faktor penghambat dari segi pengajar atau guru, dari segi peserta didik penyandang tunanetrapun terdapat
faktor
penghambat dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga antara lain:
Luar
Biasa
a. Adanya kejenuhan dari peserta didik penyandang tunanetra dalam menerima materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga b. Adanya rasa malas yang menjangkit dalam diri peserta didik penyandang tunanetra dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam c. Adanya siswa yang kurang menguasai tulisan huruf arab braille. Selain Faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama islam, seperti yang di ungkapkan tersebut, ibu Tyastri masih menambahkan lagi faktor penghambat yang lainnya ketika penulis melakukan wawancara adalah sebagai berikut: “Anak kalau dikasih tugas rumah itu hari keesokan harinya banyak alasan yang di sampaikan.Untuk low vision : Masih bisa membaca tulisan awas, sehingga untuk low vision ini banyak memproduksi buku awas dari pada braille, untuk low vission lebih memilih huruf awas gak mau nulis pakai braille. Padahal tugas dari guru suruh untuk menulis dengan huruf braille.Untuk anak yang buta total : alasannya, untuk cari pembaca tidak ada yang membacakannya.Sehingga tidak mengerjakan tugas. Adalagi untuk yang buta total alasanya : bu, saya total tidak ada yang membacakan. Untuk pekerjaan rumah tidak maksimal dikerjakan. Sebenarnya CD itu membatu. Alat untuk memutar CD kurang. Intinya disekolah ini alat-alatnya kurang. Alat satu sudah rusak. Sebenarnya dulu sarana prasarana sudah disiapkan dan ada, akan tetapi kemalasan anak jadi penghambat“ (Verbatin wawancara 1).
BAB IV PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga melaalui metode observasi, wawancara dan dokumentasi dimana telah terkumpul data dari pihak sekolah, maka penulis akan menganalisa data untuk dapat menjawab rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: A. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga merupakan salah satu program kegiatan pendidikan formal pada umumnya
yang
dilaksanakan setiap satu minggu satu kali tatap muka dua jam pelajaran, yaitu yang bertepatan pada hari rabu jam tujuh pagi untuk kelas satu dan untuk kelas dua bertepatan pada hari Jum’at. Berdasarkan metode observasi yang membuktikan
bahwa
di
Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga telah mempunyai ruangan kelas yang mana ruang kelas tersebut luasnya pas-pasan dengan penataan meja dan kursi yang sangat berdekatan sekali. Dengan tujuan supaya ketika pembelajaran dapat menciptakan suasana yang kondusif dan komunikasi yang lancar.
Metode Pembelajaran Agama Islam bagi peserta didik penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga pada dasarnya seperti apa yang diterapkan di sekolah formal pada umumnya, namun karena terbatasnya sarana dan prasarana pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, maka metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu antara lain: 6.
Metode ceramah Metode ceramah dilakukan oleh guru, disini guru sebagai sumber yang memberikan kajian pengetahuan Islam kepada peserta didik, agar mereka lebih mendalami tentang ajaran agama Islam. Guru menyampaikan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan berceramah, yaitu menyampaikan pendidikan ajaran Islam, dimana Islam itu adalah agama yang mengajarkan kepada kebenaran yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan untuk memperbaiki umat. Selain itu, guru sebagai sumber informasi bagi anak penyandang tunanetra juga memberikan pengetahuan yang berdasarkan pada buku pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada umumnya di sekolah formal. Metode ceramah adalah metode yang dilakukan guru dalam menyampaikan bahan pelajaran di dalam kelas secara lisan. Interaksi guru dan siswa banyak menggunakan bahasa lisan. Dalam metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah guru (Sabri Ahmad, 2005: 53).
Menurut Ramayulis dalam bukunya “Metodologi Pendidikan Agama Islam”, sebagai berikut: “Metode ceramah ialah penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas”. Metode ceramah dilakukan oleh guru, disini guru sebagai sumber yang memberikan kajian pengetahuan Islam kepada peserta didik, agar mereka lebih mendalami tentang ajaran agama Islam. Ungkapan dari Ibu Tyastri guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ketika berwawancara dengan penulis bahwa: “Dalam metode ceramah ini yang mempunyai peran utama adalah guru”. Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini contoh yang menggunakan metode ceramah itu ketika sampai pada materi kisah nabi, hukum bacaan nun, sholat Jum’at, sholat Jama’. 7.
Metode diskusi Metode diskusi dilakukan agar proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga melibatkan peserta didik untuk ikut berfikir dalam menyelesaikan permasalahan. Tujuan dari metode diskusi ini adalah membahas materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan menemukan pemecahan semua permasalahan yang ada kaitannya dengan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat terselesaikan dan diketemukan solusi atau jalan keluarnya, selanjutnya guru memberikan kesimpulan dan jawaban dari peserta didik.
Dalam pengertian yang umum, diskusi ialah suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat atau memecahkan masalah (Ramayulis, 2008: 289). Menurut Mulyasa dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan” (2008) bahwa: “Diskusi dapat diartikan sebagai percakapan responsif yang dijalin oleh pertanyaan-pertanyaan problematis yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalah”. Metode diskusi diharapkan mampu menjadikan peserta didik penyandang tunanetra mau berfikir tentang seputar pengetahuan ajaran Islam. 8.
Metode tanya jawab Metode tanya jawab diberikan, karena dengan adanya tanya jawab inilah ada ruang bagi peserta didik penyandang tunanetra untuk berbicara menyampaikan tentang apa yang ingin dipertanyakan tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam kepada guru, dengan metode tanya jawab diharapkan ada hubungan timbal balik diantara guru dan peserta didik sehingga terjalin komunikasi dan hubungan yang menjadikan cinta kasih serta dapat menimbulkan motivasi tinggi terhadap peserta didik. Menurut Sabri Ahmad (2005: 55) metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Adapun langkah-langkah yang perlu diperhatikan
dalam
menggunakan
metode
tanya
jawab
adalah
sebagaimana
diungkapkan oleh Mulyasa (2008: 116) dalam bukunya “Menjadi guru profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan” sebagai berikut: a. Guru perlu menguasai secara penuh, jangan sekali-kali mengajukan pertanyaan yang guru sendiri tidak memahaminya atau tidak tahu jawabannya. b. Siapkanlah pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada peserta didik sedemikian rupa, agar pembelajaran tidak menyimpang dari bahan yang sedang dibahas, mengarah pada pencapaian tujuan pembelajaran dan sesuai dengan kemampuan berpikir peserta didik. Mengenai
Metode
tanya
jawab
dalam
pelaksanaan
pembelajaran di sekolah sesuai dengan ungkapan ibu Tyastri: “Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini, ketika pembelajaran berlangsung apabila guru selesai bercerita atau memberikan penjelasan, siswa-siswi yang sekiranya belum paham atau ada yang ingin lebih mendalami rasa ingin tahu, mereka mengeluarkan suara memanggil gurunya dan bertanya tentang sesuatu yang belum dipahami. Dan apabila siswa-siswi tidak bertanya, maka gurunya yang memberi pertanyaan bagi siswasiswi penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga. Dengan menggunakan metode tanya jawab ini respon siswasiswi penyandang tunanetra merespon sangat bagus dan terlihat penuh semangat” (Verbatin wawancara 2). 9. Metode tugas belajar atau resitasi Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, dengan metode ini guru berkeinginan anak untuk aktif belajar. Dan dengan menggunakan metode ini guru berharap agar semua pengetahuan yang
telah diterima siswa lebih mantap, untuk mengaktifkan siswa mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca dan mengerjakan soal-soal sendiri serta mencobanya sendiri, agar siswa lebih rajin dan dapat mengukur kegiatan baik dirumah maupun disekolah. Menurut Ramayulis (2008: 329) dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Pendidikan Agama Islam” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemberian tugas belajar dan resitasi ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada peserta didik, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh guru dan peserta didik mempertanggungjawabkannya. Dalam pertanggungjawaban itu dapat dilaksanakan dengan cara: a. Menjawab test yang diberikan oleh guru b. Menyampaikan kemuka kelas berupa lisan (presentasi) c. Tertulis Menurut hasil wawancara dengan ibu Tyastri mengenai metode tugas belajar atau resitasi yaitu:
“Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, dengan metode ini guru berkeinginan anak untuk aktif belajar. Dan dengan menggunakan metode ini guru berharap agar semua pengetahuan yang telah diterima siswa lebih mantap, untuk mengaktifkan siswa mempelajari sendiri suatu masalah dengan membaca dan mengerjakan soal-soal sendiri serta mencobanya sendiri, agar siswa lebih rajin dan dapat mengukur kegiatan baik dirumah maupun disekolah (Verbatin wawancara 2). Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini biasanya didalam kelas siswa-siswi diberi tugas oleh ibu guru untuk menulis, contohnya menulis atau menyalin
hadis-hadist tentang sholat Jum’at atau tugas menulis cerita tentang kisah nabi Muhammad SAW. Pada biasanya ibu guru mendiktekan kepada siswa-siswi kemudian siswa-siswi menulis dibukunya dengan tulisan huruf braille. Apabila waktu pembelajaran Pendidikan Agama Islam sudah berakhir maka tugas itu dilanjutkan di rumah dan keesokkan harinya dikumpulkan 10.
Metode demonstrasi dan eksperimen Metode
demontrasi
adalah
suatu
metode
mengajar
yang
memperlihatkan bagaimana proses terjadinya sesuatu, sedangkan yang dimaksud dengan metode eksperimen adalah metode pengajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa bersama-sama mengerjakan misalnya siswa mengerjakan
salat
Jum’at
dan
siswa
merawat
janazah
(Sabri Ahmad, 2005: 60). Di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga ini yang biasa menggunakan metode ketika pada
bab
sholat
terutama
pada
gerakan
sholat
jenazah,
cara
mendemontrasikan gerakan sholat jenazah. Contoh
selain
sholat
jenazah,
ada
juga
yang
sering
didemontrasikan yaitu perawatan jenazah, wudhu, tayamum, mengajar arab. ketika mengajar arab seperti mahroj, ketika itu guru membacakan kemudian siswa-siswi menirukannya. Seperti apa yang telah diungkapkan oleh ibu Tyastri guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu: “Guru memberikan teori sekaligus dengan peragaan. Peragaan disini langsung kepada siswa-siswi satu persatu, karena dengan
keterbatasan yang mereka miliki. Cara mendemonstrasikan yaitu dengan cara guru memegang anak atau meraba dan mengerakkan anggota badannya sesuai tuntutan sholat. Contohnya takbirotul ikhrom, guru meraba dan mengangkat tangan anak sampai dengan telinga dan melafadkan takbir “Allahu Akbar”, ketika sedekap anak tangan diraba dan disedekapkan. Begitupula ketika rukuk dan sujud dan takhiyat akhir, semua itu dengan perabaan supaya siswa-siswi mengerti gerakan-gerakan yang sebenarnya” (Verbatin wawancara 2).
B. Media Pembelajaran pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Menurut Sabri Ahmad (2005: 113) dalam bukunya yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching” bahwa ada enam fungsi pokok dalam proses belajar mengajar mengenai fungsi dan nilai media pembelajaran yaitu: 1. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif 2. Penggunaan media merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar 3. Media dalam penggunaannya integral dengan tujuan dan fungsi ini mengandung makna bahwa media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran 4. Pengunaan media dalam pembelajaran bukan semata-mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa
5. Penggunaan
media
dalam
pembelajaran
dan
membantu
untuk
mempercepat proses belajar mengajar dan membentu siswa dalam menangkap pengertian dan pemahaman dari proses pembelajaran yang diberikan guru 6. Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk meningkatkan dan mempertinggi mutu belajar Sedangkan alat bantu pembelajaran antara lain alat bantu untuk menulis huruf braille yaitu seperti yang di ungkapkan oleh ibu Tyastri: “Tahap awal saya kenalkan risplang, tapi terlebih dahulu dia harus menguasai dulu abjad dari A sampai Z. Setelah risplang kemudian setelah itu dia si anak saya suruh untuk membuat kalimat dengan risplang . Setelah anak itu dirasa sudah cukup baru kalau dia itu sudah kekelas tiga itu baru dikenalkan kedalam huruf hijaiyah yaitu arab braile. Karena dasarnya harus menguasai braille abjad dahulu, soalnya huruf-huruf abjad simbol itu hampir sama dengan abjad braille. Baru dia itu pindah ke riglet (Verbatin wawancara 3). Serta alat bantu yang bersifat audio seperti CD, dan ada juga whaitbord, Spidol besar, film slide, film strip, komputer” (Verbatin wawancara 1). C. Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga Faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga melibatkan dua segi, diantaranya faktor pendukung dan penghambat dari segi peserta didik penyandang tunanetra dan dari segi pengajar atau guru.
3. Faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dari segi pengajar atau guru antara lain: h.
Kesadaran pengajar atau guru tentang kewajiban seorang Islam, untuk menyampaiakan ilmunya agar lebih bermanfaat.
i.
Pengajar atau guru berfikir sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk menyayangi saudaranya sesama muslim
j.
Mengingat semangat para nabi dalam berdakwah, sehigga tujuan dakwah bisa terwujud, dan merubah hidup manusia bisa menjadi lebih baik, pengajar atau guru hanya sekedar membantu saja memberikan pembekalan, pengarahan dan motivasi.
k.
Rasa tolong menolong sesama muslim yang sangat tinggi.
l.
Adanya respon serta perhatian yang positif dari peserta didik, itu berarti mereka benar-benar ingin dan semangat dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam
m. Mendatangkan manfaat bagi
pengajar atau guru karena jadi
mempunyai banyak amalan dalam menghadapi masalah yang berbeda n.
Menjadikan pengajar atau guru lebih bersyukur karena ada hal positif yang dapat diambil, melihat semangat peserta didik penyandang tunanetra yang begitu bersemangat dalam mempelajari materi Pendidikan Agama Islam padahal mereka sedang mendapatkan masalah, namun masalah tersebut tidak menjadikan hambatan bagi peserta didik.
Selain faktor pendukung dari segi pengajar atau guru, dari segi peserta didik penyandang tunanetrapun terdapat faktor pendukung dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga antara lain: f. Adanya kenginan yang sangat kuat dihati peserta didik penyandang tunanetra untuk menjadi yang lebih baik g. Adanya kesadaran bahwa dengan mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT h. Adanya kesadaran bahwa dengan mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk merubah ahlak atau karakter menjadi lebih baik i.
Perasaan
senang
dalam
mengikuti
pelaksanaan
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam j.
Adanya pelayanan yang sangat baik dari pihak sekolah
4. Faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dari segi pengajar atau guru antara lain: e.
Ketika ada peserta didik penyandang tunanetra yang hatinya benarbenar galau sehingga proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam mengalami hambatan karena perhatian pengajar atau guru tertuju pada peserta didik tersebut
f.
Peserta didik penyandang tunanetra hanya mendengarkan saja, aplikasi sehari-hari
diluar sekolah pengajar atau guru tidak
mengetahuinya g. Peserta didik penyandang tunanetra kurang optimal dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam h. Adanya tugas di rumah, yang mana tugas tersebut akan dibahas dalam pertemuan yang akan datang,akan tetapi siswa atau siswi tidak mengerjakan.
Selain faktor penghambat dari segi pengajar atau guru, dari segi peserta didik penyandang tunanetrapun terdapat faktor penghambat dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga antara lain: d. Adanya kejenuhan dari peserta didik penyandang tunanetra dalam menerima materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga e. Adanya rasa malas yang menjangkit dalam diri peserta didik penyandang tunanetra dalam mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam f. Hanya siswa yang kurang menguasai tulisan huruf arab braille.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada rumusan masalah yang ditetapkan serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif pada bab IV, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Metode pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, yaitu: a. Metode ceramah b. Metode diskusi c. Metode tanya jawab d. Metode tugas belajar atau resitasi e. Metode demonstrasi dan eksperimen 2. Media pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, yaitu: a. Buku panduan, buku Diktat Erlangga, Lembar kerja siswa, AlQur’an Awas dan Al-Qur’an braille, Mukena, Rukuh, Hadits braille.
b. Alat bantu pembelajaran antara lain alat bantu untuk menulis huruf braille yaitu risplang, block jess, riglet, pena dan mesin ketik braille, Whaitboard, Spidol besar, serta alat bantu yang bersifat audio seperti tape recorder, CD. 3. Faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga, yaitu: a. Faktor pendukung: Faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dari segi pengajar atau guru antara lain: o. Kesadaran pengajar atau guru tentang kewajiban seorang Islam, untuk menyampaikan ilmunya agar lebih bermanfaat. p. Pengajar atau guru berfikir sudah sepantasnya bagi seorang muslim untuk menyayangi saudaranya sesama muslim q. Mengingat semangat para nabi dalam berdakwah, sehigga tujuan dakwah bisa terwujud, dan merubah hidup manusia bisa menjadi lebh baik, pengajar atau guru hanya sekedar membantu saja memberikan pembekalan, pengarahan dan motivasi. r. Rasa tolong menolong sesama muslim yang sangat tinggi.
s. Adanya respon serta perhatian yang positif, itu berarti mereka benar-benar ingin dan semangat dalam mempelajari Pendidikan Agama Islam t. Mendatangkan manfaat bagi pengajar atau guru karena jadi mempunyai banyak amalan dalam menghadapi masalah yang berbeda u. Menjadikan pengajar atau guru lebih bersyukur karena ada hal positif yang dapat diambil, melihat semangat peserta didik penyandang
tunanetra
yang
begitu
bersemangat
dalam
mempelajari materi Pendidikan Agama Islam padahal mereka sedang mendapatkan masalah, namun masalah tersebut tidak menjadikan hambatan bagi peserta didik. Selain faktor pendukung dari segi pengajar atau guru, dari segi peserta didik penyandang tunanetrapun terdapat
faktor
pendukung dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga antara lain: k. Adanya keinginan yang sangat kuat dihati peserta didik penyandang tunanetra untuk menjadi yang lebih baik l.
Adanya kesadaran bahwa dengan mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
m. Adanya kesadaran bahwa dengan mengikuti pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sarana untuk merubah ahlak atau karakter menjadi lebih baik n. Perasaan senang dalam mengikuti pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam o. Adanya pelayanan yang sangat baik dari pihak sekolah b. Faktor penghambat: Faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga dari segi pengajar atau guru antara lain: i.
Ketika ada peserta didik penyandang tunanetra yang hatinya benar-benar galau sehingga proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Agama Islam mengalami
hambatan karena
perhatian pengajar atau guru tertuju pada peserta didik tersebut j.
Peserta didik penyandang tunanetra hanya mendengarkan saja, aplikasi sehari-hari diluar sekolah pengajar atau guru tidak mengatahuinya
k. Peserta didik penyandang tunanetra kurang optimal dalam menerima materi Pendidikan Agama Islam l.
Adanya tugas di rumah, yang mana tugas tersebut akan dibahas dalam pertemuan yang akan datang, akan tetapi siswa atau siswi tidak mengerjakan.
Selain faktor penghambat dari segi pengajar atau guru, dari segi peserta didik penyandang tunanetrapun terdapat
faktor
penghambat dalam proses pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga antara lain: g. Adanya kejenuhan dari peserta didik penyandang tunanetra dalam menerima materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga h. Adanya rasa malas yang menjangkit dalam diri peserta didik penyandang
tunanetra
dalam
mengikuti
pembelajaran
Pendidikan Agama Islam i.
Adanya siswa yang kurang menguasai tulisan huruf braille
B. Saran Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, maka dapat dikemukakan saran penulis kepada: 1. Kepala
sekolah
di Sekolah
Menengah
Pertama
Luar
Biasa
Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu: a. Menjalankan
perannya
sebagai
kepala
sekolah
dalam
mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan sesuai dengan amanah pendidikan nasional b. Menjaga stake holder dilingkungan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga agar terjadi suasana kondusif, sehingga perkembangan pendidikan dan
lembaganya bisa lebih maju dan selaras sesuai dengan cita-cita bangsa. 2. Pengajar atau guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu: a. Dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siswa penyandang tunanetra sebaiknya aspek praktek pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga dilakukan, supaya cara beribadah siswa penyandang tunanetra bisa dibenarkan apabila terdapat kesalahan. b. Memberikan bekal hidup atau keahlian dalam kehidupannya masyarakat
sehingga siswa
di
penyandang tunanetra tidak
mengalami ketergantungan hidup. 3. Orangtua siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga yaitu: a. Orangtua
siswa
memperhatikan dilingkungan
penyandang
tunanetra
perkembangan masyarakat,
kehidupan
karena
pada
hendaknya
selalu
anaknya
ketika
dasarnya
pengaruh
lingkungan sangat besar dalam mempengaruhi perkembangan dan masa depan anak. b. Selalu meluangkan waktu ketika dirumah untuk mendampingi anaknya dalam proses belajar, sehingga pendidikan apa saja yang telah
diterima
dimasyarakat.
anak
disekolah
bisa
di
implementasikan
4. Siswa penyandang tunanetra di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Wantuwirawan Yayasan Siwi Peni Salatiga a. Mengambil hikmah dari keadaanya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta diharapkan hendaknya siswa penyandang tunanetra tidak mengucilkan diri dilingkungan. b. Bagi siswa penyandang tunanetra hendaknya merasa besar hati bahwa pada dasarnya semua manusia itu sama derajatnya dan yang paling istimewa dihadapan Allah SWT adalah mereka yang paling bertaqwa. C. Kata Penutup Demikian penelitian ini penullis susun sebagai salah satu syarat dalam melaksanakan penelitian. Dalam penulisan ini masih banyak kekurangan yang disebabkan karena kemampuan penulis yang masih sangat terbatas, maka dari itu penulis berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya, terimakasih atas semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.