PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik
Oleh: Slamet Rianto Aji NIM : 121124028
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
DESKRIPSI KUALIT ATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KA BU PATEN KUT Al BARAT PROGRAM STUDT PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Oleh: /
..
Slamet Rianto Aji
l I
NIM: 121124028
__...
\ �
.....
.
......
• 'I
Pembimbing
111
Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed
11
Tanggal 11 Nopcmber 2016
/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIP ST DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAl BARAT PROGRAM STUDI PENDTOIKAN AGAMA KATOLIK UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh Slamet Rianto Aji NIM: 121124028 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 28 Nopernber 2016 dan dinyatakan mcmcnuhi syarat
SlJSUNAN PANl'T'JA PENGUJI
/I
I;
I
J
•:�I• I
anda tangan
\\
Ketua
: Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.f;:d
Sekrctaris
: Y oscph Kristianto, SFK., M.Pd.
Anggota
: I. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed
,)
)
· ·it;···· ..
� .. ..
. .
M.rd.;, ··.;··_t·. ...· .. �
3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si
Ill
1····
·
2. Yoseph Kristianto, SfK.,
·
1i ,f_ f.J._)i· _·
.
Nama
'1 /f/..� /1.?.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya dedikasikan bagi masyarakat Kabupaten Kutai Barat, Program Studi PAK (Romo dan para dosen), kedua orang tuaku (Arief Mardian Aji dan Rosalina Seria), Kakakku (Aji Suryanto), adik-adikku (Heri Ramadhan, Felisia Vina Meriana, Stepanus Ardianto) dan seluruh keluarga yang terkasih, sahabat-sahabat angkatan 2012, orang muda dan seluruh umat Paroki Santo Yohanes Penginjil, serta semua orang yang mendukung penyusunan skripsi ini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO Non Scholae, Sed Vitae Discimus (belajar bukan untuk sekolah/nilai, tetapi untuk hidup)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Nopember 2016
�t� Slamet Rianto Aji
Vl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dhanna Yogyakarta:
Nama
: SlametRianto Aji
NIM
: 121124028
Demi pengembangan ilmu pengetah.uan penulis memberikan wewenang kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul:
DESKRIPSI KUALITATIF PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWAMABASISWI
KABUPATEN
KUTAI
BARAT
PROGRAM
STUDI
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian penulis memberikan hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di media intemat atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis. Demikian. pemyataan ini penulis buat dengan sebenarnya,
a,.
Yogyakarta, 28 Nopember 2016
Slamet Rianto Aji
vu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Skripsi ini berjudul “DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA”. Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap perkembangan iman para peserta program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Dalam kenyataannya sebagian besar mahasiswa-mahasiswi program beasiswa ini belum menghayati dan mewujudkan imannya secara utuh. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat menggantungkan banyak harapan terhadap para peserta ini, terlebih bagi para calon guru agama dan katekis. Mereka tidak hanya diharapkan menjadi tokoh dalam bidang pendidikan, tetapi juga dalam bidang pastoral. Bagi seorang guru agama atau calon katekis tugas utamanya adalah membantu siswa atau umat dalam mengembangkan iman. Oleh sebab itu syarat utama sebagai guru agama atau katekis harus memiliki iman terlebih dahulu. Bertolak dari keadaan ini penulis tergerak untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat maupun instansi terkait dalam menyiapkan generasi muda sebagai tokoh penggerak di tengah masyarakat. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah perkembangan iman para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat selama kuliah di PAK dan upaya yang perlu dilakukan untuk membantu mereka memperkembangkan iman. Untuk menjawab persoalan tersebut penulis menggunakan studi pustaka dan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari berbagai sumber yakni Kitab Suci, dokumen Gereja, serta pandangan dari beberapa ahli yang berkaitan dengan perkembangan iman. Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif. Untuk memperoleh data guna keperluan penelitian penulis melakukan wawancara terhadap 12 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi iman sebagian besar mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang paling berkembang selama 4 tahun belajar di PAK adalah dimensi kognitif dan masih berada dalam tahap sintetis-konvensional. Dalam tahap ini iman belum dihayati sebagai milik pribadi, sehingga hidup beriman hanya berdasarkan pendapat orang lain. Untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini, penulis mengusulkan program kegiatan retret sebagai upaya untuk membantu para mahasiswa memiliki iman yang individuatifreflektif. Melalui kegiatan ini, para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat diharapkan dapat beriman dengan penuh kebebasan dan menjadikan iman sebagai milik pribadi.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT This small thesis entitled "DESCRIPTION OF FAITH DEVELOPMENT OF DISTRICT KUTAI BARAT STUDENTS DEPARTMENT OF CATHOLIC RELIGION EDUCATION, SANATA DHARMA UNIVERSITY". This title chosen based on the writer's concerns regarding the faith development of the participants scholarship program the Government of Kutai Barat District who studied in Department Of Catholic Religion Education, Sanata Dharma University. In reality, most of the students of this scholarship program is not living up to and realize his faith intact. Government of Kutai Barat District rely much hope against the participants of this, especially for prospective teachers of religion and catechists. They are not only expected to be a prominent figure in the field of education, but also in the pastoral field. For a religious teacher or catechist candidate whose main task is to help students or people in developing faith. Therefore, the main requirement as a religious teacher or catechist must have faith first. Starting from this state of the writer moved to contribute thoughts for Kutai Barat District government and related institutions in preparing young people as the driving figure in a society. A key issue of this small thesis is the development of the faith of the students of Kutai Barat District students during a lecture in Department Of Catholic Religion Education, Sanata Dharma University as well as the efforts of what needs to be done to help students develop their faith. To answer these problem, the writer used literature study and research. A literature study is done by studying various sources, namely the Bible, Church Documents, and experts opinions relating to the development of faith. The type of research used by the writer is a qualitative research. To obtain the data for the purposes of the research writer did interviews against 12 respondents. The results of this research show that the dimension of faith in the majority of District Kutai Barat students which is most developed over four years of study at Department Of Catholic Religion Education, Sanata Dharma University is the dimension of cognitive and were still in the stage of the synthetic-conventional. In this stage the faith has not live as private property, so that the life of faith based solely on the opinions of others. To follow up on the results of this research, the author proposes a program activity retreats as an attempt to help the students have faith that individuatif-reflective. Through this activity, it is hoped the students of Kutai Barat District can have faith in full freedom and to make the faith as their personal property.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DESKRIPSI KUALITATIF
PERKEMBANGAN
IMAN
MAHASISWA-MAHASISWI
KABUPATEN KUTAI BARAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA. Skripsi
ini
disusun
berdasarkan
keprihatinan
penulis
terhadap
perkembangan iman para mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK, terlebih mahasiswamahasiswi peserta program beasiswa Kabupaten Kutai Barat. Masyarakat ataupun umat yang dalam hal ini diwakilkan oleh pemerintah memiliki harapan yang sangat besar bagi para mahasiswa ini agar kelak dapat kembali ke daerah dan membawa perubahan yang positif. Oleh sebab itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memberi sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat maupun instansi-instansi terkait dalam menyiapkan generasi muda sebagai tokoh penggerak di tengah masyarakat. Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis dengan hati penuh syukur mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Drs. F. X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed. selaku Kaprodi Program Studi Pendidikan Agama Katolik sekaligus dosen pembimbing utama yang selalu memberikan perhatian, meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd. selaku dosen penguji II yang telah bersedia membaca, menguji, memberikan kritik dan saran serta menyediakan waktu bagi penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini. 3. P. Banyu Dewa HS, S.Ag, M.Si selaku dosen penguji III yang telah bersedia membaca,
menguji,
memberikan
kritik
dan
masukan,
dalam
mempertanggungjawabkan skripsi ini. 4. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah mendidik, dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Program Studi Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma dengan baik. 5. Seluruh staf dinas pendidikan Kabupaten Kutai Barat dan Yohanes Salin yang telah memberikan kesempatan serta bantuan moril bagi penulis, sehingga bisa menyelesaikan seluruh proses studi. 6. Orang tua, kakak, adik, Margareta Ayu Panca Anggraini, Mas Hara, Helsi, Hida (Sr. Donatila, PRR), Pater Tono, SVD, Pastor Aldus Muspida, SVD, Lewis dan Bang Marto yang selalu memberi semangat, motivasi dan doa bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini. 7. Umat lingkungan Yohanes Paulus, Tukangan yang selalu mendukung penulis dalam menggulati iman dan memberi motivasi, sehingga penulis mampu menjalani rangkaian dinamika perkuliahan. 8. Sahabat-sahabat mahasiswa terkhusus angkatan 2012 yang selalu memberi warna, semangat, motivasi, dorongan dan bantuan bagi penulis selama mengikuti proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Teman-teman peserta beasiswa Pemerintah Kabupaten Kutai Barat angkatan 2012 yang telah memberi semangat clan berjuang bersama penulis dalam proses belajar sampai pada penyelesaian skripsi ini. 10. Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah menemani, memberi semangat serta dukungan doa hingga dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas memberi masukan dan dorongan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kek:urangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis terbuka terhadap segala saran clan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan pemanfaatan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyak:arta, 28 Nopember 2016
Slamet Rianto Aji
X11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .....................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................
vi
PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
ABSTRACT ......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang .......................................................................................
1
B. Rumusan Permasalahan .........................................................................
6
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................
6
D. Manfaat Penulisan .................................................................................
6
E. Sistematika Penulisan ............................................................................
6
BAB II. POKOK-POKOK PERKEMBANGAN IMAN ...............................
8
A. Perkembangan Iman .............................................................................
8
1. Pengertian Perkembangan .................................................................
9
2. Pengertian Iman ................................................................................
9
a. Pengertian Iman Menurut Kitab Suci ...........................................
9
1) Perjanjian Lama .......................................................................
9
2) Perjanjian Baru ........................................................................
11
b. Pengertian Iman Menurut Dokumen Gereja ................................
14
1) Konsili Vatikan II ....................................................................
14
2) Katekismus Gereja Katolik ......................................................
15
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
c. Pengertian Iman Menurut Para Ahli .............................................
17
1) Pengertian Iman Menurut Thomas H. Groome .......................
17
2) Pengertian Iman Menurut Fowler ............................................
20
B. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Menurut Fowler ..............................
22
1. Tahap Intuitif-Proyektif (2-6 Tahun) ...............................................
23
2. Tahap Mitis-Harafiah (6-11 Tahun) ................................................
23
3. Tahap Sintetis-Konvensional (12-21 tahun) ...................................
24
4. Tahap Individuatif-Reflektif (21-35 tahun) .....................................
25
5. Tahap Konjungtif (Setengah Baya: 35-40 tahun) ............................
27
6. Tahap Iman yang Mengacu Pada Universalitas (30 tahun ke atas) .
28
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Iman .....................
29
1. Faktor Internal ...................................................................................
29
a. Kebebasan ....................................................................................
29
b. Suara Hati .....................................................................................
30
c. Tanggungjawab ............................................................................
31
2. Faktor Eksternal ................................................................................
32
a. Keluarga .......................................................................................
32
b. Gereja ...........................................................................................
34
c. Sekolah .........................................................................................
35
d. Lingkungan Masyarakat ..............................................................
37
D. Tantangan Perkembangan Iman ...........................................................
38
1. Pragmatisme ....................................................................................
39
2. Individualisme .................................................................................
40
3. Konsumerisme .................................................................................
41
4. Hedonisme .......................................................................................
41
E. Penghayatan dan Perwujudan Iman .......................................................
42
F. Gambaran Iman yang Berkembang .......................................................
45
BAB III. DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWAMAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT SELAMA BELAJAR DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA ...................... A. Gambaran umum mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat .......
50 51
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Latar belakang ...................................................................................
51
2. Harapan umat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat Terhadap Guru Agama Katolik dan Katekis ....................................
58
B. Profil Prodi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma ...
61
C. Penelitian tentang gambaran perkembangan iman mahasiswamahasiswi Kabupaten Kutai Barat ........................................................
64
1. Rencana Penelitian ...........................................................................
64
a. Latar belakang ............................................................................
64
b. Tujuan penelitian .......................................................................
65
c. Definisi konseptual ....................................................................
66
d. Jenis penelitian ...........................................................................
66
e. Desain penelitian ........................................................................
66
f. Responden ..................................................................................
67
g. Instrumen pengumpulan data .....................................................
68
h. Tempat dan waktu penelitian .....................................................
69
i. Variabel penelitian .....................................................................
69
j. Kisi-kisi penelitian .....................................................................
69
2. Laporan Hasil Penelitian ..................................................................
71
3. Pembahasan Hasil Penelitian ...........................................................
87
4. Kesimpulan Penelitian .....................................................................
98
BAB IV. UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI MELALUI KEGIATAN RETRET ......................................................................................... A. Pemikiran Dasar Kegiatan .....................................................................
100 100
B. Usulan Kegiatan Retret ..........................................................................
102
1. Tema .................................................................................................
102
2. Tujuan ................................................................................................
103
3. Peserta ...............................................................................................
103
4. Tempat dan Waktu ............................................................................
103
5. Bentuk Kegiatan ................................................................................
103
6. Metode ..............................................................................................
104
7. Sarana ................................................................................................
104
8. Tim ....................................................................................................
104
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9. Susunan Acara ..................................................................................
104
10. Matriks Program ...............................................................................
106
C. Contoh Persiapan Sesi III Hari II .........................................................
109
1. Pemikiran Dasar .............................................................................
108
2. Materi .............................................................................................
108
3. Sumber bahan .................................................................................
108
4. Metode ............................................................................................
109
5. Sarana .............................................................................................
109
6. Langkah-Langkah Sesi III .............................................................
109
a. Pengantar ...................................................................................
109
b. Penyampaian Materi ..................................................................
109
BAB V. Kesimpulan dan Saran .....................................................................
114
A. Kesimpulan .........................................................................................
114
B. Saran ....................................................................................................
115
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
117
LAMPIRAN ....................................................................................................
(1)
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ............................................................
(1)
Lampiran 2 : Panduan Wawancara ..........................................................
(2)
Lampiran 3 : Identitas Responden ...........................................................
(3)
Lampiran 4 : Transkrip Hasil Wawancara ...............................................
(4)
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2009.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja DV
: Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.
GE
: Gravissimum Educationis, Penyataan Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristiani, 28 Oktober 1965.
KGK
: Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan moral Gereja Katolik, 22 Juni 1992.
KHK
: Kitab Hukum Kanonik, susunan atau kodifikasi peraturan kanonik dalam Gereja Katolik, 25 Januari 1983.
SC
: Sacrosantum Concilium, Konstitusi Tentang Liturgi Suci.
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Singkatan Lain Art
: Artikel
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
KWI
: Konferensi Waligereja Indonesia
PAK
: Pendidikan Agama Katolik
PRODI
: Program Studi
R
: Responden
SD
: Sekolah Dasar
SDM
: Sumber Daya Manusia
SMA/SMK
: Sekolah Menengah Atas/Kejuruan
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
USD
: Universitas Sanata Dharma
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan hal yang mutlak diperlukan terutama bagi daerah yang mayoritas penduduknya terisolir, seperti Kabupaten Kutai Barat. Manusia yang berkualitas merupakan modal dasar pembangunan. Dalam hal ini pendidikan merupakan salah satu jalan untuk membentuk pribadi-pribadi berkualitas yang memiliki kecerdasan, daya saing dan integritas. Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002, Kabupaten Kutai Barat mendapat angka 67,8 lebih rendah dari rata-rata IPM Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai 69,9. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas SDM merupakan masalah yang penting bagi Kabupaten Kutai Barat (Nikolaus, 2007: 577). Sejauh ini, kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat dalam upaya mengembangkan pendidikan selain kondisi geografis yang berupa daerah perbukitan dan pegunungan serta dataran rendah yang rawan banjir, juga masalah tenaga kerja dalam bidang pendidikan. Data yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah guru cenderung mengalami penurunan terutama di daerah hulu Sungai Mahakam (Nikolaus, 2007: 581). Pemerintah Kabupaten terus berupaya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan mutu pendidikan melalui program beasiswa untuk putra-putri daerah yang berprestasi dan siap mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat melakukan berbagai upaya untuk menyeleksi peserta beasiswa, sehingga yang terpilih adalah yang terbaik. Melalui program beasiswa ini pemerintah berharap agar dapat membentuk generasi muda yang dapat menjadi tokoh penggerak masyarakat, terutama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam pendidikan. Oleh sebab itu para peserta program beasiswa ini diharapkan dapat belajar dan mengembangkan seluruh potensi diri, sehingga dapat menjadi guru yang profesional dan berkompeten serta siap mengabdi kepada masyarakat. Keprihatinan lain yang mendorong pemerintah Kabupaten Kutai Barat mengirim mahasiswa-mahasiswi untuk menjadi guru agama dan katekis adalah kondisi pembinaan iman umat yang sangat memprihatinkan. Hampir semua paroki tidak memiliki tenaga kerja yang kompeten dalam membina iman umat. Selama ini pendamping atau aktivis yang peduli dan mau terlibat dalam kegiatan pendampingan iman di paroki atau lingkungan sebagian besar adalah relawan atau katekis volunteer yang hanya bermodalkan pengalaman dan ketulusan. Kegiatan-kegiatan pembinaan iman masih sangat minim dan dilaksanakan dalam momen tertentu saja, misalnya Paskah atau Natal. Sebagai akibatnya umat tidak memiliki banyak pengetahuan tentang imannya dan
tidak mampu memaknai
pengalaman hidupnya, sehingga iman menjadi kering dan tidak relevan lagi. Universitas Santa Dharma, Yogyakarta menjadi salah satu universitas yang dipilih oleh pemerintah daerah kabupaten Kutai Barat. Universitas Sanata Dharma (USD) memiliki perhatian besar terhadap tenaga pendidik (guru). Universitas Sanata Dharma selalu berupaya meningkatkan kualitas para lulusan, agar tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki moral yang baik. Hal ini terlihat nyata dari motto universitas Sanata Dharma, yakni Cerdas dan Humanis. Lulusan Santa Dharma diharapkan mempunyai pemahaman yang mendalam dan juga peduli terhadap sesama. Dr.Ir. P. Wiryono Priyotamtama, S.J. dalam sambutannya untuk mahasiswa-mahasiswi baru angkatan 2012 menegaskan bahwa mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma, harus memiliki karakter yang bercirikan competence, conscience dan commpassion.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Competence artinya mahasiswa-mahasiswi Sanata Dharma diharapkan memiliki kemampuan akademik yang memadukan unsur-unsur pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Conscience berarti mahasiswa-mahasiswi diharapkan memiliki kemampuan memahami alternatif dan menentukan pilihan secara pribadi. Sedangkan commpassion artinya mahasiswa-mahasiswi diharapkan memiliki hasrat bela rasa dengan peduli dan peka terhadap lingkungan dan sesama. Hal ini juga selaras dengan ungkapan Dr. C. Kuntoro Adi S.J., M.A., M.Sc dalam kesempatan yang sama, beliau mengatakan: “pendidikan Sanata Dharma lebih dari sekedar membantu tersedianya tenaga berkualifikasi unggul, melainkan pribadi yang juga memperlihatkan kefasihan akan logika dan bahasa dunia. Jernih dalam pemikiran, lurus dalam bertutur, unggul dalam moral, dan bela rasa dalam kehidupan sosial” (Panduan Insadha, 2012 : 2-4). Program Studi Pendidikan Agama Katolik (Prodi PAK) merupakan salah satu program studi yang dipercaya oleh pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk mendidik dan membimbing para mahasiswa-mahasiswinya. Prodi PAK memiliki visi yang sama dengan harapan pemerintah yakni, mendidik calon Sarjana Pendidikan Agama Katolik yang
beriman
tangguh
dan
profesional
demi
terwujudnya
Gereja
yang
memperjuangkan masyarakat Indonesia yang semakin bermartabat. PAK merupakan salah satu program studi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang bertujuan untuk menghasilkan sarjana pendidikan yang beriman mendalam, berkompeten, berkepribadian, dan berintegritas, dengan sikap yang unggul dapat membantu sesama umat beriman mengembangkan imannya, yang dapat berprofesi menjadi guru agama Katolik, katekis, dan pengembang karya katekese melalui kerja sama dengan tokoh-tokoh umat dan pemimpin gerejawi lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Prodi PAK memiliki motto yakni, Pradnyawidya (cerdas dan bijaksana). Mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK diharapkan menjadi insan yang cerdas, unggul dalam bidang akademik dan juga bijaksana dalam bertindak. Selain belajar tentang ilmu-ilmu kemanusian, mahasiswa-mahasiswi PAK juga dibekali dengan berbagai pembinaan spiritual melalui kuliah spiritualitas, rekoleksi, retret, misa bersama, kegiatan praktik di sekolah maupun paroki dan didukung dengan suasana belajar yang kondusif. Melalui semua proses ini diharapkan mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar di Prodi PAK-USD sungguh berkembang secara utuh. Bukan hanya pribadinya tetapi juga imannya. Iman bukan hanya sebatas kata-kata atau pengakuan semata. Menurut Groome (2010 : 81), iman memiliki tiga dimensi, yakni : believing, trusting, dan doing. Dimensi yang pertama, believing berkenaan dengan aspek kognitif atau pengetahuan akan apa yang diimani. Dimensi yang kedua adalah trusting berkaitan dengan soal afeksi, tentang nilai-nilai yang diimani. Dimensi yang ketiga adalah doing yakni, melakukan apa yang diimani. Kualitas dalam hidup beriman berbeda dengan kualitas dalam bidang ekonomi, misalnya dalam bidang ekonomi berkualitas artinya barang tersebut tahan lama dan berfungsi dengan baik. Indikator untuk menentukan kualitas dalam bidang ekonomi dapat dilihat secara fisik. Tetapi sangat berbeda dalam hal iman. Seseorang yang rajin ke gereja, aktif dalam persekutuan doa dan kepengurusan paroki belum tentu memiliki iman yang berkualitas. Kualitas hidup beriman akan nyata bila seseorang sungguh hidup seperti gambaran Gereja sendiri, yakni : sebagai umat Allah (persekutuan pribadi-pribadi yang bebas dengan menekankan kasih Allah), Tubuh Kristus (solider dengan anggota Gereja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
lainnya), Bait Roh Kudus (tempat perjumpaan dengan Allah), Misteri dan Sakramen (menjadi keselamatan dan mewujudkan cinta Allah), dan persekutuan dengan Roh Kudus. Krispurwana (2004: 67-69) menegaskan bahwa cara hidup beriman yang sesungguhnya adalah pelayanan, bukan kekuasaan, sabda Allah bukan ajaran-ajaran, karisma bukan jabatan dan memihak pada mereka yang miskin bukan hanya pada mereka yang kaya. Maka hidup beriman ditandai dengan gerak peristiwa kehidupan umat beriman. Berdasarkan hal ini penulis ingin mendeskripsikan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat setelah empat tahun belajar di Prodi PAK. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah kabupaten Kutai Barat dan instansi yang bergerak dalam bidang pendidikan. Maka penulis menyusun karya tulis ini dengan judul : Deskripsi Kualitatif Perkembangan Iman Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud sebagai perkembangan iman? 2. Sejauh mana perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar selama empat tahun di Prodi PAK, USD? 3. Kegiatan apa yang dapat menjadi usulan demi perkembangan iman mahasiswamahasiswi yang berasal dari Kabupaten Kutai Barat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
C. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan arti perkembangan iman. 2. Mendeskripsikan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi program studi PAK, USD. 3. Memberikan usulan kegiatan yang dapat dilakukan demi perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK, USD yang berasal dari Kabupaten Kutai Barat.
D. Manfaat Penulisan 1. Manfaat Secara teoritis Tulisan ini diharapkan memberi sumbangan bagi perkembangan dalam bidang pendidikan, serta menjadi acuan penelitian yang sejenis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan dan perhatian bagi instansi penyelenggara pendidikan di bidang agama, maupun bagi pemerintah daerah kabupaten Kutai Barat dalam rangka memberikan arahan atau pembinaan terkait perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi.
E. Sistematika Penulisan Bab I akan menjabarkan pendahuluan yang berisikan gambaran umum mengenai perkembangan iman dan tantangan dalam mengembangkan iman. Penulisan ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II berisi pembahasan berkaitan dengan perkembangan iman berdasarkan Kitab Suci, dokumen Gereja dan pandangan para ahli.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Sedangkan dalam Bab III ini penulis akan menggambarkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK melalui proses wawancara yang mendalam (deep interview). Dalam Bab IV ini penulis akan menyampaikan usulan atau sumbangan pemikiran dalam bidang pendampingan iman, khususnya pendampingan iman mahasiswa-mahasiswi. Bab V menguraikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II POKOK-POKOK PERKEMBANGAN IMAN
Bab
pertama
telah
menguraikan
tentang
latar
belakang,
rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan skripsi. Bab kedua akan membahas mengenai perkembangan iman. Bab kedua ini merupakan jawaban terhadap rumusan masalah yang pertama, yakni pokok-pokok yang berkaitan dengan perkembangan iman. Bab ini membahas pandangan dari berbagai sumber yang berkaitan dengan perkembangan iman. Pembahasan dalam bab ini dibagi ke dalam enam bagian, yakni bagian pertama menjelaskan tentang konsep umum perkembangan dan pengertian iman berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja dan pendapat para ahli. Bagian kedua mengkaji tahap-tahap dalam perkembangan iman. Bagian ketiga menguraikan tema mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan iman. Bagian keempat mengidentifikasikan tantangan dalam perkembangan iman. Bagian kelima membahas tentang penghayatan dan perwujudan iman, sedangkan bagian keenam memberikan gambaran iman yang berkembang. A. Perkembangan Iman 1.
Pengertian Perkembangan Siti Rahayu (2006: 1) mengungkapkan pandangan Werner bahwa
“perkembangan menunjuk pada sebuah proses perubahan ke arah yang lebih sempurna dan proses tersebut bersifat tetap serta tidak dapat diulangi kembali. Pandangan ini menjelaskan bahwa perkembangan adalah sebuah perubahan menuju ke arah yang lebih baik”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9 Siti Rahayu (2006: 2) juga membahasakan pandangan Knoers tentang perkembangan. Knoers mengatakan “perkembangan berkaitan dengan proses belajar. Dalam hal ini kebiasaan dan cara belajar menentukan apa yang akan berkembang. Pendapat ini menyampaikan bahwa perkembangan akan terjadi bila ada upaya atau proses belajar”. Selain mengutip pandangan Werner dan Knoers, Siti Rahayu (2006: 2) juga menguraikan pandangan Monks terhadap perkembangan. Monks mendefinisikan perkembangan sebagai suatu proses yang dinamis. Dalam proses tersebut sifat individu dan lingkungan menentukan tingkah laku. Pandangan ini menegaskan bahwa perkembangan adalah proses yang terus bergerak maju dan mendapat pengaruh dari lingkungan. Dari tiga pendapat ini perkembangan dapat dipahami sebagai suatu proses perubahan yang dinamis menuju ke arah yang lebih baik dan hanya akan terjadi bila ada proses belajar. Perkembangan mendapat pengaruh yang besar dari faktor luar, yakni hubungan individu dengan lingkungan.
2.
Pengertian Iman
a.
Pengertian Iman Menurut Kitab Suci
1) Perjanjian Lama Menurut Mardiatmadja (1985: 139) Teks-teks Kitab Suci Perjanjian Lama menggunakan kata pέpoitha yang artinya adalah percaya atau diyakinkan. Kata pέpoitha digunakan sebagai terjemahan dari kata batah dalam Ibrani yang berarti percaya atau menaruh harapan. Kata percaya hasil terjemahan kata pέpoitha dalam teks Perjanjian Lama mengarah pada dasar harapan umat Israel yakni, Yahwe (Yes
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10 10:20). Kepercayaan ini berlandaskan kesetiaan Yahwe akan janji-janji-Nya. Sehingga kata “percaya” dalam konteks ini berbeda dengan kepercayaan terhadap manusia, benda-benda dan berhala (bdk. Yes 36:7; Maz 118:8). Tetapi istilah pistis lebih sering digunakan dalam Perjanjian Lama. Kata ini digunakan sebagai terjemahan dari kata aman yang berarti benar, dapat dipastikan, setia dan teguh. Istilah pistis dapat digunakan kepada manusia (Bil 12:7) dan juga terhadap Tuhan yang memberikan kasih setia serta menepati janji-Nya (Ul 7:9). Semua istilah ini memiliki arti yang sama yakni, percaya hanya konteks dan subyek penggunaan istilah-istilah tersebut berbeda. Maka dari uraian ini iman dapat dimaknai sebagai tindakan percaya terhadap kasih karunia Allah serta janji-Nya. Iman dalam Perjanjian Lama dapat dipahami dengan rinci melalui kisah Abraham. Ia meninggalkan tanah kelahirannya beserta sanak saudaranya ketika Allah berfirman dan meminta ia menuju tanah terjanji yang tidak diketahuinya sama sekali. Karena imannya terhadap Allah, Abraham rela pergi meninggalkan negerinya menuju tanah Kanaan yang dijanjikan oleh Allah kepadanya (Kej 12:1-8). Abraham sangat yakin bahwa yang dikatakan Allah kepadanya pasti akan terjadi. Sikap Abraham digambarkan sebagai jawaban yang bebas terhadap Allah yang menjanjikan perlindungan dan keturunan (Kej 15:7). Meskipun ia tahu bahwa Sarah istrinya adalah seorang yang mandul, tetapi ia tetap menerima dan percaya akan janji yang diberikan oleh Allah (Kej 16:1). Melalui tindakan ini, Abraham menaruh kepercayaan yang mutlak terhadap Allah dan yakin akan perlindungan-Nya. Mengimani Allah sebagai penyelamat ditampilkan secara lebih spesifik oleh umat Israel dalam kitab Keluaran. Kisah pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir menunjukkan bahwa Allah sungguh penyelamat dan menepati janji-Nya. Kisah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11 pembebasan ini bermula dari penampakan Tuhan kepada Musa untuk mewahyukan nama-Nya dan menawarkan kerelaan Musa untuk membebaskan Israel (Kel 3:1-22). Menanggapi pengutusan tersebut Musa tidak yakin bangsa Israel akan percaya kepadanya, lalu Tuhan memberikan mukjizat kepada Musa agar
bangsa Israel
mempercayai-Nya. Allah meminta Musa untuk menyampaikan mukjizat tersebut kepada Harun agar memberitakan mukjizat tersebut kepada bangsa Israel (Kel 4:116). Bangsa Israel percaya bahwa Allah telah mengunjungi mereka dan sujud menyembah (Kel 4:28-31). Setelah meninggalkan Mesir dan mengalami berbagai kasih Allah, bangsa Israel percaya kepada Allah dan Musa, hamba-Nya (Kel 14:31). Dalam sejarah keselamatan bangsa Israel ini beriman diartikan sebagai sikap tunduk dan menerima sepenuhnya pewahyuan kekuasaan Ilahi dan percaya akan janji-janji Allah . Berdasarkan uraian ini maka iman dalam Perjanjian Lama dapat diartikan sebagai sikap percaya sepenuhnya kepada kuasa Allah dan percaya akan janji-Nya untuk menyelamatkan manusia serta patuh terhadap perintah-Nya. Percaya dalam hal ini bukan hanya pengakuan semata melainkan diikuti dengan sikap tunduk dan hormat terhadap Allah sumber keamanan dan ketentraman (Mardiatmadja, 1985: 139-142).
2) Perjanjian Baru Dalam beberapa teks Kitab Suci Perjanjian Baru iman diartikan sebagai sikap percaya sepenuhnya terhadap penyelenggaraan Allah. Percaya bahwa Allah yang memprakarsai hidup manusia. Maka sebagai umat-Nya kita tidak perlu khawatir dengan perhitungan-perhitungan manusiawi tentang hidup ini (Mat 6:31). Allah sebagai pemberi kehidupan akan menyediakan semuanya itu bagi kita, asalkan kita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12 percaya terhadap penyelenggaraan-Nya (Mat 7:7; Luk 11:9-10; Yoh 14:13-14). Sikap percaya yang dimaksud bukan semata-mata karena telah melihat bukti nyata yang tampak oleh indra manusia. Iman pertama-tama menuntut penyerahan diri secara total terhadap yang diimani, bukan bukti dari apa yang diimani. Paulus dalam suratnya menyatakan bahwa alasan utama mereka beriman bukan karena mereka telah melihat bukti, tetapi karena mereka percaya (2 Kor 5:7). Melalui suratnya kepada jemaat di Korintus ini Paulus menegaskan bahwa iman tidak harus selalu dibuktikan dengan cara-cara yang tampak oleh indra manusia. Seseorang percaya pada Allah bukan karena ia telah melihat Allah, tetapi karena ia mengalami kasih Allah dalam hidupnya. Yesus sendiri berfirman "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya" (Yoh 20:29). Teks Kitab Suci ini berisi tanggapan Yesus terhadap tindakan Tomas, salah seorang murid-Nya yang tidak percaya bahwa Ia telah bangkit karena tidak melihat Yesus dengan mata kepalanya sendiri (Yoh 20:29). Dalam uraian ingin ditegaskan bahwa iman bukan semata-mata diperoleh dari apa yang kita lihat, pahami dan kita rasakan menggunakan indra kita. Iman diperoleh melalui sikap berserah diri sepenuhnya terhadap Allah. Salah satu tokoh dalam Perjanjian Baru yang menunjukkan sikap beriman adalah Maria seorang gadis dari Nazaret. Di usianya yang masih muda dan belum menikah ia berani menerima tanggungjawab untuk mengandung dan melahirkan seorang anak. Meskipun bagi Maria hal ini adalah tidak mungkin, karena ia belum bersuami. Tetapi karena imannya Maria mau mengambil bagian dalam rencana keselamatan Allah dan siap menanggung segala konsekuensinya (Luk 1:26-38). Keputusan ini bukanlah perkara yang mudah, mengandung tanpa suami adalah keadaan yang sangat memalukan, terlebih pada saat jaman itu. Melalui peristiwa ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13 Maria menunjukkan kepada kita sikap beriman yang sejati yakni, percaya sepenuhnya kendatipun bagi akal manusia hal tersebut tidak mungkin. Selain dipahami sebagai kegiatan percaya, iman juga
dimaknai sebagai
karunia atau anugerah dari Allah. Artinya, iman sesungguhnya bukanlah hasil dari usaha manusia, melainkan anugerah yang diberikan oleh Allah. Kata anugerah mengisyaratkan bahwa iman merupakan pemberian cuma-cuma oleh Allah bagi manusia. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus menyatakan bahwa manusia seharusnya binasa karena perbudakan hawa nafsu. Tetapi melalui Yesus, Allah menyelamatkan manusia. Iman akan Kristus inilah yang menyelamatkan manusia dari kehancuran dan ini adalah karunia Allah (Ef 2:1-10; Kol 1:23). Iman berkaitan dengan pengharapan akan keselamatan kekal yang diberikan karena kasih karunia Allah. Kendati iman adalah sikap penyerahan diri seseorang dan merupakan anugerah dari Allah, bukan berarti iman tidak ada hubungannya dengan sesama. Rasul Yakobus mengajarkan, bahwa iman itu harus disertai perbuatanperbuatan kasih agar iman itu menyelamatkan. Iman memiliki kaitan yang sanga erat dengan perbuatan, sebab hanya dengan perbuatan iman menjadi sempurna. Yakobus menceritakan kembali kisah Abraham
yang dibenarkan karena perbuatan-
perbuatannya, bukan hanya karena imannya. Sama seperti halnya tubuh tanpa nyawa akan mati, demikian juga iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak 2:22,24,26). Gagasan ini menegaskan bahwa iman bukan hanya soal seberapa sering kita berdoa dan merenungkan sabda Tuhan, tetapi juga menyangkut tindakan konkret dari apa yang kita imani. Berdasarkan uraian-uraian di atas maka iman dalam Perjanjian Baru dapat dipahami sebagai penyerahan diri kita sepenuhnya kepada Allah dan menjadi bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14 dari kisah-Nya, melaksanakan sabda-Nya, menerima setiap anugerah cinta dan keprihatinan-Nya bagi kita sebagai kebenaran dan mewujudkannya dalam setiap aspek hidup kita. Bukan sekedar melaksanakan sesuai dengan yang baik menurut pikiran kita, tetapi juga harus melibatkan hati dan seluruh hidup kita (Mardiatmadja. 1985: 154-155).
b. Pengertian Iman Menurut Dokumen Gereja Pada bagian ini penulis akan menguraikan pandangan dokumen-dokumen Gereja terkait dengan iman. Dokumen yang digunakan dalam pembahasan ini adalah Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi yakni, Dei Verbum dan Katekismus Gereja Katolik (KGK). 1) Dei Verbum Iman memiliki korelasi dengan wahyu Ilahi, sebelum mendefinisikan iman maka, wahyu harus dipahami terlebih dahulu. Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi yakni, Dei Verbum merumuskan Wahyu sebagai berikut : Allah telah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya. Dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka, untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya (DV art.2). Berdasarkan uraian ini, kita dapat memahami bahwa wahyu adalah tindakan Allah menyatakan diri-Nya bagi manusia dengan memberikan jawaban atas keresahan manusia akan makna hidupnya. Jawaban tersebut berupa janji Allah mengenai karya keselamatan-Nya bagi manusia. Keselamatan itu adalah kesatuan antara Allah dan manusia yang sepenuhnya terlaksana dalam diri Yesus Kristus. Inilah yang dimaksud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15 sebagai wahyu yakni, pernyataan diri Allah dan rencana keselamatan-Nya yang mengundang manusia untuk ambil bagian di dalamnya. Atas perbuatan Allah ini, manusia perlu memberikan tanggapan dalam bentuk sikap percaya dan berserah sepenuhnya pada penyelenggaraan Allah. Penyerahan diri ini merupakan suatu keputusan yang dilakukan dengan bebas dan menyangkut seluruh aspek manusia: akal budi dan kehendak. Konsili Vatikan II menyatakan : Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan “ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu dikaruniakan oleh-Nya (DV art.5). Berdasarkan rumusan ini maka iman dapat dimengerti sebagai penyerahan seluruh hidup (kehendak dan budi) secara bebas kepada Allah yang telah mewahyukan dan menyatakan diri-Nya kepada kita manusia. Penyerahan ini berupa kepatuhan akal budi terhadap Allah, terutama dalam karya penciptaan dan sejarah keselamatan-Nya.
2) Katekismus Gereja Katolik (KGK) Salah satu dokumen Gereja yang berbicara khusus mengenai iman adalah Katekismus Gereja Katolik. KGK mendefinisikan iman sebagai berikut : Iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah dan sekaligus tidak terpisahkan dari itu, persetujuan secara bebas terhadap segala kebenaran yang diwahyukan Allah. Sebagai ikatan pribadi dengan Allah dan persetujuan terhadap kebenaran yang diwahyukan Allah, iman Kristen berbeda dengan kepercayaan yang diberikan kepada seseorang manusia. Menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dan mengimani secara absolut apa yang Ia katakan adalah tepat dan benar. Sebaliknya adalah sia-sia dan salah memberikan kepercayaan yang demikian itu kepada seorang makhluk (KGK, art. 150).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16 Uraian dokumen ini menjelaskan bahwa unsur yang paling mendasar dari iman adalah ikatan pribadi manusia dengan Allah yang berlandaskan kebebasan. Dalam ikatan tersebut dengan penuh kebebasan manusia menyerahkan diri kepada Allah dan percaya akan kebenaran yang diwahyukan-Nya. Dalam artikel yang lainnya KGK juga menjelaskan bahwa iman merupakan suatu rahmat cuma-cuma yang kita terima saat kita dengan sungguh-sungguh memohonkannya. Iman menjadi kekuatan adikodrati yang mutlak diperlukan jika ingin mencapai keselamatan. Kendati iman adalah rahmat yang diberikan secara cuma-cuma, iman tetap menuntut kehendak bebas dan pemahaman yang jelas dari seseorang ketika menerima undangan Ilahi ini. iman adalah kepastian yang mutlak karena Yesus sendiri yang menjaminnya. Iman tidak akan mendapat kepenuhan jika tidak dinyatakan lewat perbuatan cinta kasih yang nyata. Iman akan semakin bertumbuh ketika kita semakin cermat mendengarkan sabda Tuhan dan menjalin relasi dengan-Nya melalui doa. Iman memberikan kita kesempatan untuk menikmati suasana surgawi (KGK, art.153-165, 179-180,183-184 ). Berdasarkan uraian dokumen-dokumen ini dapat dipahami bahwa iman adalah sebuah relasi pribadi yang terjalin antara manusia dengan Allah. Di mana Allah terlebih dahulu mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Kemudian, dengan rahmat dan dorongan Roh Kudus, manusia tergerak untuk memberikan tanggapan terhadap wahyu tersebut. Manusia memberi tanggapan terhadap Wahyu Allah ini dalam bentuk penyerahan diri sepenuhnya pada Allah yang didasari dengan kebebasan (KWI, 2012: 127-129).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17 c.
Pengertian Iman Menurut Para Ahli
1) Pengertian Iman Menurut Thomas H. Groome Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang hidup memiliki tiga ciri yang mendasar, yakni : 1) keyakinan, 2) hubungan yang penuh kepercayaan, 3) kehidupan agape yang hidup. Namun bila berbicara secara khusus iman Kristen sebagai realitas yang hidup maka, ketiga ciri ini diekspresikan dalam tiga dimensi, yakni iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) dan iman sebagai tindakan (faith as doing). Dalam iman Kristen, ketiga dimensi ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dihayati secara terpisah. Iman akan berkembang apabila tiga dimensi ini dapat berkembang secara serentak. Groome menguraikan ketiga dimensi iman tersebut sebagai berikut:
a) Iman sebagai keyakinan (faith as believing) Iman sebagai keyakinan (faith as believing) adalah dimensi iman yang menekankan segi intelektual. Iman dipahami sebagai sebuah keyakinan, oleh sebab itu iman harus direnungkan, dipahami dan didalami agar iman dapat diyakini dengan teguh. Salah satu bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk mengkritisi informasi yang diterima, bukan hanya menolak tetapi juga memandang berbagai hal sebagai jalan untuk memperkembangkan iman. Dimensi kognitif iman menekankan bahwa iman dapat dipertanggungjawabkan menurut daya akal budi. Groome (2010: 82) mengungkapkan kembali pandangan David Tracy bahwa keyakinan adalah simbol yang menjelaskan pernyataan kognitif, moral atau historis tertentu yang terkandung dalam sikap iman. Sejauh keyakinan-keyakinan itu dapat digunakan, dimengerti dan diterima maka ada dimensi iman yang kognitif atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18 dimensi intelektual iman. Santo Agustinus adalah salah seorang tokoh Gereja yang menekankan dimensi intelektual dalam iman yang menyatakan bahwa pemahaman kognitif adalah hadiah dari iman. Artinya, keyakinan terhadap terang anugerah Allah harus menuju pada pengertian tentang apa yang diyakini. Dalam hal ini “mengerti” datang melalui kemampuan akal yang dibimbing oleh pernyataan dan pengajaran Gereja. Iman sebagai keyakinan (faith as believing) berkenaan dengan hal-hal yang bersifat kognitif dari iman. Thomas Aquinas seorang tokoh Gereja yang juga memberi perhatian pada dimensi kognitif dari iman menyatakan bahwa tindakan percaya adalah tindakan kecerdasan berpikir yang menyetujui kebenaran Ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah. Pernyataan ini memang cenderung menyamakan iman dengan kepercayaan yang maknanya direduksi menjadi persetujuan intelektual terhadap ajaran-ajaran yang dinyatakan secara resmi. Dalam pemahaman Gereja Katolik iman berarti memberi persetujuan intelektual terhadap ajaran magisterium. Penekanan segi kognitif iman ini memang penting, tetapi harus dipahami bahwa iman tidak bisa dianggap sama dengan keyakinan. Jika iman dianggap sama dengan keyakinan maka dimensi lain dari iman akan terabaikan. Oleh karena itu haruslah dipahami bahwa iman Kristen selalu merupakan anugerah Allah. Oleh anugerah yang sama dan pengaruh kecerdasan berpikir milik kita sendiri, kecenderungan untuk percaya diekspresikan dalam kepercayaan-kepercayaan yang kita yakini dan setujui. Tetapi harus selalu dipahami bahwa deskripsi intelektual bukanlah definisi yang lengkap dari iman Kristen, melainkan hanya sebagai salah satu dimensi iman (Groome, 2010: 81-87).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19 b) Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) Iman sebagai kegiatan kepercayaan (trusting) lebih menekankan segi afektif dari iman yang berdasarkan kepercayaan. Dimensi iman yang bersifat afektif ini merupakan hubungan pribadi seseorang yang penuh kepercayaan dengan Allah yang telah menyelamatkan manusia melalui Yesus Kristus Putera-Nya dalam bentuk kesetiaan dan kasih. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan permohonan dari pihak kita. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis dari hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan bertahan. Groome (2010: 90) menyampaikan pendapat Bonhoeffer bahwa iman dan ketaatan tidak dapat dipisahkan karena iman akan nyata ketika ada ketaatan. Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) merupakan relasi pribadi seseorang dengan Tuhan. Relasi ini menekankan segi afeksi atau rasa yang terkait dengan hati nurani. Segi afeksi ini membahas soal isi hati, oleh karena itu hal yang paling utama dalam dimensi afektif ini adalah mendengarkan suara hati. Selain itu, untuk menjalin relasi tersebut harus ada rasa bangga terhadap apa yang di imani, kebebasan, dan tanggungjawab.
c) Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) berkenaan dengan ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan, Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Dari kisah ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20 ingin ditegaskan kembali bahwa iman tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, iman membutuhkan sebuah tindakan nyata. Oleh sebab itu iman sebagai realitas hidup sangat penting. Artinya apa yang diimani harus sungguh dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Dalam tradisi Kristen tindakan tersebut terwujud dalam panggilan hidup untuk saling mengasihi. (Groome, 2010: 90).
2) Pengertian Iman Menurut James W. Fowler Groome (2010: 95-99) mengungkapkan pandangan Fowler tentang iman berdasarkan prespektif strukturalis dengan berfokus pada struktur-struktur yang mendasari pikiran dan kepercayaan manusia. Berikut pengertian iman menurut Fowler: a) Iman sebagai yang utama Menurut Fowler iman adalah
inti hidup manusia yang
mewarnai dan
membentuk seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu, iman adalah fokus atau orientasi utama manusia untuk memaknai kehidupan di dunia ini. Pengertian iman sebagai yang utama ini menegaskan bahwa iman adalah hal yang mendasar bagi hidup manusia dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia.
b) Iman sebagai kegiatan mengetahui yang aktif Iman bukanlah keadaan yang statis yang tidak dapat bergerak dan berkembang. Iman merupakan kegiatan mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidup. Pandangan ini menunjukkan bahwa iman adalah sebuah kegiatan. Melalui iman manusia dapat mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidupnya sehingga pengalaman-pengalaman tersebut menjadi bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21 c) Iman sebagai hubungan Bagi Fowler “iman adalah fenomena hubungan yang mutlak”. Hubungan yang pertama adalah antara diri kita dengan sesama. Dalam hubungan ini iman memiliki dua kutub yang bersifat sosial atau hubungan antara satu dengan yang lain. Selain hubungan dengan sesama, iman juga merupakan “hubungan seseorang dengan kondisi-kondisi akhir dan eksistensi yang lebih dalam”. Hubungan ini membentuk kutub ketiga dari iman, dengan demikian iman adalah hubungan yang berkutub tiga. Hubungan tiga serangkai ini adalah antara diri kita dengan sesama dan Allah yang terwujud dalam diri Yesus Kristus.
d) Iman sebagai sesuatu yang rasional dan berhubungan dengan perasaan Iman merupakan cara mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan dengan dunia, maka iman memiliki dimensi kognitif dan juga afektif. Dimensi kognitif (rasionalitas) iman tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif (perasaan). Dimensi perasaan adalah emosi afektif yang muncul dari iman sebagai cara berhubungan, misalnya perasaan untuk mengasihi, memperhatikan, menghargai, kagum, hormat, takut. Maka dengan demikian beriman berarti berhubungan dengan seseorang atau sesuatu dengan cara sedemikian rupa, sehingga hati kita diarahkan, perhatian diberikan dan harapan kita tertuju pada orang lain.
e) Iman sebagai hal yang universal yang ada dalam diri manusia Groome (2010: 99) mengungkapkan kembali pandangan Fowler yang menyatakan bahwa iman adalah hal yang universal dalam diri manusia. Fowler menegaskan bahwa iman tidak selalu berhubungan langsung dengan agama, meskipun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22 agama memiliki hubungan dengan iman. Agama hanya menyediakan model-model kegiatan iman dan model-model untuk membentuk iman dan menambah iman. Tetapi iman jauh lebih luas dari ekspresi-ekspresi yang terorganisasi dalam agama.
B. Tahap-Tahap Perkembangan Iman Menurut Fowler Cremers (1995: 95-96) mengungkapkan kembali pandangan Fowler bahwa tahap perkembangan iman sebagai keseluruhan operasi pengertian dan penilaian yang terintegrasikan dan spesifik secara kualitatif memungkinkan pribadi memiliki gambaran tentang iman yang berbeda sesuai dengan masing-masing tahap. Cremers berdasarkan pandangan Fowler membedakan dan mengidentifikasikan setiap tahap perkembangan iman berdasarkan tendensi perkembangan tertentu. Tahap tersebut dimulai dari struktur yang paling sederhana dan belum terdiferensiasi menuju struktur yang lebih kompleks dan terdiferensiasi. Penggunaan batas usia yang ditawarkan oleh Fowler dalam setiap tahap merupakan tanda minimal rata-rata. Artinya batas usia tersebut bukanlah patokan yang tidak dapat diubah, karena dalam kasus tertentu banyak orang mencapai suatu tahap perkembangan iman pada umur yang berbeda dari patokan tersebut. Menurut Cremers (1995: 95-96) setiap tahap perkembangan iman mencerminkan suatu kesadaran diri yang semakin intens. Setiap tahap memiliki struktur yang utuh, tetapi tahap-tahap tersebut juga saling berhubungan. Berikut adalah tahap-tahap perkembangan iman yang dikemukakan oleh Cermers berdasarkan pandangan Fowler :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23 1. Tahap Intuitif-Proyektif ( umur 2-6 tahun) Dalam tahap ini anak terdorong oleh keinginan untuk mengekspresikan dorongan
hatinya
yang disertai
dengan
ketakutan
akan
hukuman
karena
kebebasannya. Anak mulai mempercayai orang lain, terutama orang tua yang telah mengasuhnya dan memberikan kasih sayang. Pada tahap ini juga anak mulai mengembangkan konsep tentang yang baik dan buruk. Mereka sering berimajinasi tentang kekuasaan yang mengatur kelangsungan hidup setiap makhluk di muka bumi ini. Bentuk-bentuk imajinasi yang sering muncul adalah gambaran tentang neraka, surga, Tuhan, yang pernah mereka dengar dari orang tua atau kisah dalam buku dongeng. Imajinasi anak pada tahap ini masih bersifat tidak masuk akal. Mereka masih sulit untuk membedakan antara fantasi dan realitas (Cremers, 1995 : 104-112). Pada tahap ini anak bersifat egoistis, mudah berubah dan tidak logis (magical). Kepercayaan yang ia dapatkan dibentuk secara intuitif dengan meniru orang dewasa. Dalam masa ini anak mulai menemukan realitas yang melampaui pengalaman sehari-hari dan bertemu dengan batas-batas kehidupan, misalnya kematian. Selain sikapnya yang masih egoistis, anak-anak juga sulit membedakan antara pandangan orang tua dengan pandangannya sendiri, terutama pandangan tentang Tuhan, malaikat dan iblis. Ketuhanan digambarkan secara pra-antropomorfis dan magis berdasarkan kualitas fisik semata. Misalnya Allah digambarkan seperti angin yang ada di mana-mana (Cremers, 1995 : 113-117).
2. Tahap Mitis-Harafiah (6-12 tahun) Tahap ini adalah tahap di mana anak mulai memasuki usia sekolah. Anak mulai berpikir secara logis dan membedakan hal-hal yang natural dari hal-hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24 supranatural. Anak mulai mampu untuk menguji segala pikiran secara empiris atas dasar
pengamatan
sendiri
dengan
mengecek
apakah
pandangan-pandangan
kepercayaannya sesuai dengan ajaran dan pendapat orang dewasa yang dihargainya. Mereka juga dapat menyusun dan mengartikan dunia pengalamannya melalui cerita sebagai sarananya. Mereka langsung mengambil pemahaman harafiah terhadap pengalaman agama atau simbol-simbol agama seperti yang pernah mereka dengar. Dalam tahap ini kepercayaan menjadi soal bagaimana harus menilai cerita-cerita yang secara konkret mengandung seluruh simbol, kebiasaan, gambaran dan tradisi kepercayaan dalam kelompok. Dimensi naratif menjadi sarana yang utama untuk mengekspresikan kepercayaan anak pada suatu tatanan arti yang melampaui tingkat dunia konkret, serta menjadi sarana penjamin janji-janji di masa sekarang dan mendatang (Cremers, 1995 : 117-128). Dalam tahap ini seorang anak secara lebih sadar bergabung dengan kelompok atau komunitas iman terdekatnya. Kepercayaannya dibentuk melalui cerita-cerita dan mitos-mitos yang diartikan secara harafiah. Allah tidak lagi dipandang sebagai orang tua atau raja yang jauh dari jangkauan manusia, melainkan sebagai “seorang sahabat” yang dekat dan akrab dengannya. Artinya, sumber nilai kebenaran dan kekuasaan yang transenden mulai bersifat “pribadi” (Cremers, 1995 : 134).
3. Tahap Sintetis-Konvensional (12 – 21 tahun) Pada umumnya yang masuk dalam tahap ini adalah anak usia remaja. Mereka mampu berpikir abstrak mulai dari bentuk ideologis sistem keyakinan dan komitmen sampai pada hal-hal yang ideal. Pada usia remaja mereka memasuki masa pencarian identitas diri. Oleh sebab itu, mereka mengharapkan hubungan yang pribadi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25 bersifat intim dengan Tuhan. Remaja mulai berpikir bahwa kegiatan imannya tidak dapat dipuaskan oleh jawaban-jawaban yang ada dalam masyarakat, sehingga mereka berupaya untuk mengikuti atau menjadi anggota organisasi keagamaan. Dalam tahap ini iman masih ditafsirkan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan kriteria yang dikatakan oleh orang dalam kelompoknya atau sesuai dengan pemahaman yang populer. Iman didasarkan pada pandangan orang lain, artinya dalam seluruh proses beriman seseorang akan menghidupi pandangan orang lain, sedangkan jati dirinya yang sesungguhnya semakin tidak tampak atau hilang. Tahap ini merupakan tahap penyesuaian diri di mana seseorang ingin sekali merespons dengan setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang dianggap penting. Mereka belum mampu memahami identitas pribadi untuk membuat keputusankeputusan yang otonom. Iman seseorang yang berada dalam tahap ini masih bersifat “konvensional” (kesepakatan bersama) dan sintesis (diterima begitu saja) dengan otoritas yang berada di luar dirinya (Groome, 2010 : 101-102).
4. Tahap Individuatif-Reflektif (21-35 tahun) Pada tahap ini muncul kesadaran diri dan refleksi diri yang mendalam. Orang dewasa muda semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami sendiri. Dalam tahap ini refleksi diri tidak seluruhnya bergantung pada pandangan orang lain. Melalui sikap refleksivitasnya yang tinggi, orang muda mulai mengajukan pertanyaan kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini ia terima dan jalani. Ia tidak dapat lagi bersandar pada orang lain, tetapi dengan berani dan kritis ia harus memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26 kritis serta mawas diri dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Tahap ini menghasilkan sikap kritis terhadap seluruh simbol, mitos dan lain sebagainya atau sering disebut sebagai tahap “demitologisasi”. Segala macam simbol dan mitos yang ia kenal selama ini mulai diselidiki dengan kritis dan radikal. Simbol tidak lagi dipandang identik dengan kesakralan, melainkan sebagai sarana yang memuat sejumlah arti tertentu. Ia menganggap agama sebagai organisasi yang “konvensional” serta bertentangan dengan pengalaman religius yang ia alami. Sebagai akibatnya, Allah tidak lagi dipandang sebagai pribadi yang paling mengenal hati dan menentukan hidup seseorang, melainkan sebagai Pribadi yang bebas dan dinamis mengundang setiap orang menjadi rekan-Nya. Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah seorang dewasa muda mengembangkan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis semata-mata. Dengan sikap kritis yang tinggi terhadap tradisi religiusnya, ia memeriksa satu persatu ajaran dan gambaran religius, kemudian mulai meninggalkan hal-hal yang baginya tidak masuk akal. Ia menciptakan suatu integrasi baru dalam pola kepercayaannya dan berusaha memperoleh
suatu pandangan religius pribadi yang baru. Kepercayaan
dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama, melainkan karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27 Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan terbuka pada realitas sosial yang ada (Cremers, 1995: 160-179).
5. Tahap Konjungtif (Setengah baya: 35-40 tahun) Kepercayaan konjungtif biasanya muncul setelah usia paruh baya, yakni sekitar usia 35 tahun. Pada tahap ini gambaran diri yang telah tersusun ditinjau kembali secara lebih kritis. Berbagai pandangan hidup, kepribadian dan batas-batas diri yang sebelumnya telah ditetapkan dengan jelas, kini seakan-akan tidak ada. Muncul kesadaran baru dan pengakuan kritis terhadap berbagai macam ketegangan yang dirasakan oleh sang pribadi dalam diri dan hidupnya. Kebenaran tidak lagi dipandang sebagai hasil penangkapan arti yang bersifat rasional, konseptual dan jelas, melainkan hasil perpaduan berbagai paradoks. Dalam tahap ini seseorang mengalami tingkat kepolosan kedua yang mempengaruhinya dalam menafsirkan arti simbol. Semua simbol, bahasa, cerita, mitos, dan lain sebagainya, diterima sebagai salah satu sarana yang cocok untuk mengungkapkan realitas yang lebih mendalam (Cremers, 1995 : 185-205). Seorang yang berada dalam tahap ini mulai melihat bahwa kenyataan sekitar saling berkaitan. Mereka memiliki pengetahuan yang dialogis dengan pola komunikasi yang lebih matang. Dialog dipahami sebagai jalan untuk mengenal dan memahami pihak lain, sekaligus memperteguh imannya. Mereka mampu hidup dalam situasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28 paradoks dan meyakini bahwa Allah adalah penopang hidup serta terang yang selalu menyinari dari dalam (Heryatno, 2008 : 79).
6. Tahap Yang Mengacu Pada Universalitas (30 tahun ke atas). Tahap ini dianggap sebagai tahap yang paling tinggi. Dalam tahap ini keyakinan transendental mampu melampaui seluruh ajaran agama dan kepercayaan di dunia. Pada tahap ini orang tidak lagi memikirkan dirinya sendiri, bahkan kehadirannya dimaknai sebagai agen yang membawa perubahan di tengah dunia ke arah yang sebenarnya (Kerajaan Allah). Pada tahap ini seseorang sangat mencintai kehidupan, tetapi kehidupan tersebut tidak dipertahankan secara mati-matian. Dalam istilah teologi tahap ini adalah tahap di mana Kerajaan Allah dialami sebagai realitas kehidupan. Sedangkan dalam spiritualitas, tahap ini adalah keadaan penyatuan yang paling sempurna dengan Allah yang dapat dilakukan dalam kekekalan (Cremers, 1995 : 96-218). Seseorang yang berada dalam tahap ini memiliki pandangan hidup yang menyeluruh (comprehensif, holistic, integratif) dan menembus sekat-sekat yang ada. Mereka mampu mengatasi ego dan mengarah pada yang transenden. Orang-orang miskin, tersingkir, menderita dan tertindas menjadi prioritas perhatian mereka. Heryatno (2008: 79) mengungkapkan kembali pandangan Fowler yang menyatakan bahwa Bunda Teresa, M. Gandhi dan Marthin Luther merupakan tokoh yang telah mencapai tahap universalitas dalam beriman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29 C. Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkembangan iman 1. Faktor Internal a. Kebebasan Menurut Chang (2001: 57) kebebasan adalah kemampuan untuk menentukan pilihan yang berasal dari dalam diri tanpa ada paksaan dari pihak luar. Kendati kebebasan merupakan masalah perseorangan bukan berarti kebebasan adalah sesuatu yang tanpa aturan. Kebebasan harus ditempatkan dalam konteks hidup manusia yang terbatas. Manusia selalu hidup berdampingan dengan orang lain, sehingga kebebasan seseorang selalu terkait dengan tatanan nilai normatif yang disepakati bersama. Perwujudan kebebasan dalam hubungan
dengan batas-batas itu memungkinkan
manusia untuk menemukan dan mengamalkan kebebasan dalam arti yang utuh. Dalam hal ini kebebasan terarah pada kebebasan interior manusia. Kebebasan ini menghantar manusia untuk sampai pada kebebasan mengambil keputusan tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar. Keputusan yang berasal dari dalam diri dan disadari oleh akal budi adalah keputusan yang lahir dari kebebasan. Keputusan yang diambil berdasarkan kebebasan ini sangat penting terutama keputusan dalam hal iman. Karena iman menyangkut seluruh hidup maka harus dipastikan bahwa tindakan yang dilakukan dalam upaya mewujudkan iman bukanlah intervensi dari pihak luar. Tindakan yang penuh kebebasan ini akan menjadikan seseorang sungguh menyadari apa yang ia lakukan dan menjadikan tindakan tersebut bagian dari hidupnya. Kebebasan merupakan hal yang paling mendasar dalam hidup beriman. Karena iman yang dewasa mengandaikan bahwa seseorang mampu memilih secara bebas, sehingga ia menyadari dan bertanggungjawab atas pilihan yang ia tentukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30 b. Suara Hati Menurut Chang (2001: 129) suara hati dalam bahasa Latin disebut conscientia yang terbentuk dari dua kata yakni, cum (dengan) dan scientia (pengetahuan). Secara harafiah suara hati berarti “pengetahuan dengan”. Sedangkan dalam bahasa Indonesia suara hati berarti hati yang telah mendapat cahaya Tuhan atau perasaan yang paling murni. Dalam terjemahan bahasa Indonesia unsur “hati” lebih ditekankan daripada pengetahuan. Chang (2001: 129) juga mengemukakan kembali pemikiran Thomas Aquinas tentang suara hati yakni, “conscienta dicitur cum alio scientia” (“hati nurani sebagai pengetahuan beserta yang lain”). Kata “cum-scientia” dimengerti sebagai “manusia mengetahui sesuatu dengan yang lain”. Suara hati dalam pemikiran Thomas Aquinas mengandung pengertian yang lebih kaya, sebab bukan hanya “dengan pengetahuan”, tetapi memuat dimensi kebersamaan atau keterkaitan antar pribadi. Definisi ini ingin menegaskan bahwa suara hati tidak hanya mencakup unsur “pengetahuan” tetapi juga “hati”, hal ini berarti mencakup seluruh pribadi manusia. Katekismus Gereja Katolik memberikan uraian yang sangat jelas mengenai suara hati yakni, sebagai berikut : Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum, hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batin (KGK, art. 1776) Berdasarkan uraian ini suara hati dapat dipahami sebagai bisikan atau suara yang menyerukan untuk selalu berbuat kebaikan. Suara hati adalah kesadaran moral yakni,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31 kesadaran tentang hal yang baik dan yang jahat. Suara hati tidak hanya sekedar kesadaran moral tetapi juga kemampuan untuk mengambil keputusan untuk melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Suara hati adalah inti terdalam dari manusia, karena melalui suara hati seseorang dapat mendengar suara Allah yang menggema.
c. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk memberikan tanggapan atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan mengapa tindakan tersebut dilakukan dan kesanggupan untuk menanggung konsekuensi dari tindakan tersebut. Dalam konteks moral, tanggung jawab tidak hanya dimaknai sebagai kesanggupan memberi jawaban dan menanggung konsekuensi, tetapi merupakan komitmen untuk melakukan kebaikan (Dapiyanta, 2013: 34) Chang (2001: 59) mengungkapkan kembali pandangan Vidal tentang tiga unsur penting dalam menentukan tanggung jawab moral seseorang atas tindakannya yakni, unsur afektif, pengetahuan dan kehendak. Unsur afektif termasuk dalam bagian mendasar dari tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Karena tindakan manusia lahir dari iklim kejiwaan seseorang. Tatanan afektif manusia bukan hanya bersifat perasaan, tetapi sungguh mencerminkan kesatuan dalam diri manusia. Namun harus tetap dipahami bahwa masalah moral bukanlah masalah sentimental, karena moral berdasarkan kedalaman dan maksud tindakan seseorang. Unsur afektif dalam tindakan dijadikan sebagai kategori tindakan bertanggungjawab. Sedangkan unsur pengetahuan menyangkut keterlibatan akal budi manusia dalam melakukan suatu tindakan. Unsur pengetahuan mencakup perhatian,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32 pertimbangan mendalam dan batasan-batasan yang terkontrol. Pengetahuan dalam hal ini tidak hanya mengacu pada kebenaran secara umum, tetapi mengacu pada arti pengetahuan akan nilai-nilai moral yang perlu ditempatkan dalam visi sejarah keselamatan. Unsur lain yang menentukan tanggungjawab moral seseorang adalah kehendak. Unsur ini menjadi penyatu antara unsur-unsur lain dalam tindakan. Kehendak merupakan suatu kesatuan kepribadian manusia yang diungkapkan dalam tindakan. Dalam tindakan yang berdasarkan kehendak tidak ada unsur paksaan, karena kehendak berasal dari dalam diri manusia. Unsur kehendak menunjuk pada aspek kebebasan seseorang untuk berbuat sesuatu. Berdasarkan uraian tersebut maka tanggungjawab dapat diartikan sebagai kesanggupan untuk memberi tanggapan terhadap tindakan yang ia lakukan dan merupakan sebuah komitmen untuk melakukan kebaikan. Sedangkan tanggungjawab moral adalah tindakan yang didasari oleh perasaan, pertimbangan akal budi dan kehendak bebas.
2. Faktor Eksternal a. Keluarga Keluarga adalah tempat perkembangan iman yang pertama dan utama. Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki peran yang sangat strategis untuk mendidik dan memperkembangkan iman anak-anaknya. Salah satu dokumen Konsili Vatikan II, Gravisimum Educationis tentang Pendidikan Kristen menyatakan bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar mereka
mengabdi Allah
sesuai dengan iman permandiannya dan disiapkan untuk memasuki masyarakat serta umat Allah sebagai orang dewasa (GE, art. 3). Keluarga adalah tempat penyemaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33 benih-benih iman. Orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi anakanaknya, sehingga benih-benih iman yang tertanam dalam diri anak-anak mereka dapat berkembang (GE, art. 11). Kitab Hukum Kanonik (KHK) menyatakan : Orang tua, karena telah memberi hidup kepada anak-anaknya, terikat kewajiban yang sangat berat dan mempunyai hak untuk mendidik mereka, maka dari itu adalah pertama-tama tugas orang tua kristiani untuk mengusahakan pendidikan kristiani anak-anak menurut ajaran yang diwariskan Gereja (Kan. 226, § 2). Orang tua memiliki tugas yang cukup berat yakni, bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan pendidikan anaknya. Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama untuk anak-anaknya terutama dalam hidup beriman. Suasana yang penuh dengan kehangatan kasih sayang dan penghargaan adalah tempat yang sangat kondusif untuk perkembangan iman anak. Oleh sebab itu perlulah suasana tersebut diusahakan agar tercipta dalam keluarga, sehingga semua anggota keluarga merasa saling memiliki. Perkembangan iman seseorang mendapat pengaruh yang sangat besar dari keluarganya. Jika dalam keluarga seorang anak tidak pernah mengalami pendidikan iman dan teladan yang baik, maka dapat dipastikan setelah dewasa ia akan kesulitan mempertanggungjawabkan imannya. Suasana dalam keluarga sangat menentukan perkembangan iman seseorang. Oleh sebab itu keluarga diharapkan mampu untuk menunjukkan sikap cinta terhadap kehidupan. Sikap
tersebut ditandai dengan keyakinan yang teguh bahwa hidup
sebagaimana adanya harus dihadapi oleh setiap keluarga seperti yang dikehendaki sang pencipta. Hidup keluarga adalah tawaran kasih karunia Allah yang menghendaki segalanya menjadi baik. Maka setiap keluarga diharapkan mampu menjadikan segalanya baik (Darmawijaya, 1994: 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34 Keluarga sering juga di sebut sebagai lingkungan primer karena merupakan tempat bagi anak untuk mengalami pembinaan iman yang pertama. Oleh sebab itu peran keluarga sangat penting dan mendasar bagi perkembangan iman anak. Jika dalam keluarga diselenggarakan pembinaan iman yang kondusif dan relevan serta signifikan maka iman anak akan terbentuk sampai ia dewasa. Sebaliknya jika dalam lingkungan primer gagal memberikan pembinaan iman yang layak, maka kemungkinan dalam tahap sekunder juga akan gagal.
b. Gereja Menurut Mardiatmadja (1985: 15) kata Gereja berasal dari bahasa Portugis Igreja yang berakar dari Bahasa latin Ecclesia. Kata-kata ini merupakan terjemahan dari Bahasa Hibrani Qahal, yang berarti pertemuan. Kata ini seringkali digunakan untuk menyebut pertemuan dalam rangka perayaan kepada Yahwe yang disebut Qahal Yahwe. Istilah ini juga bermakna sebagai pertemuan meriah umat Allah. Sementara dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah kerk yang serumpun dengan kirche dalam bahasa Jerman. Kedua kata ini berasal dari bahasa Yunani riake yang berarti milik Tuhan. Dalam bahasa Indonesia istilah Gereja mengandung kedua arti tersebut dan digunakan untuk menyebut paguyuban umat beriman. Katekismus Gereja Katolik menguraikan makna Gereja sebagai Berikut : Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Tujuan utama Gereja ialah menjadi sakramen persatuan manusia dengan Allah secara mendalam. Oleh karena persatuan di antara manusia berakar dalam persatuan dengan Allah, maka Gereja adalah juga sakramen persatuan umat manusia. Di dalam Gereja kesatuan ini sudah mulai, karena ia mengumpulkan manusia-manusia dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa. Serentak pula Gereja adalah tanda dan sarana untuk terwujudnya secara penuh kesatuan yang masih dinantikan KGK, art. 775).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35 Dari uraian ini Gereja dapat dipahami sebagai persatuan antara manusia dengan Allah dan sesama. Melalui Gereja manusia menjalin hubungan personal yang mendalam dengan Allah. Tetapi istilah Gereja bukan hanya mengacu pada urusan rohani semata, Gereja juga merupakan persatuan antara umat manusia. Kedua dimensi ini tidak dapat dihayati secara terpisah, artinya persatuan dengan Allah harus tampak dalam persatuan dengan manusia. Persatuan yang dimaksud bukanlah persatuan yang seringkali dibatasi oleh perbedaan-perbedaan. Namun persatuan dalam hal ini adalah persatuan yang universal tanpa membedakan suku, ras dan bahasa. Dalam konteks inilah Gereja memiliki pengaruh terhadap perkembangan iman seseorang. Karena Gereja sebagai paguyuban umat beriman adalah wadah untuk memperkembangkan iman. Melalui komunitas umat beriman ini berbagai ajaran dan tradisi iman diwariskan. Maka keterlibatan dalam berbagai kegiatan Gereja akan mempengaruhi perkembangan iman seseorang (Mardiatmadja, 1985: 23-26).
c. Sekolah Sekolah pada umumnya adalah lembaga pendidikan formal yang memiliki jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Sekolah menjadi tempat untuk belajar berbagai macam disiplin ilmu mulai dari membaca, berhitung, menulis, hingga nilai-nilai moral. Melalui sistem dan manajemen yang cukup kompleks sekolah bertujuan untuk mencerdaskan dan membentuk pribadi seseorang menjadi lebih dewasa (Papo, 1990: 13). Dalam kultur masyarakat yang semakin jauh dari penghargaan nilai-nilai kemanusian dan moral, sekolah menjadi tempat yang strategis dalam membentuk,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36 melatih, dan mengembangkan semangat kewarganegaraan dalam siri anak didik melalui penanaman nilai-nilai moral. Sekolah menjadi wahana bagi aktualisasi pendidikan nilai. Di dalam sekolah siswa-siswi diharapkan belajar mengaktualisasikan nilai-nilai yang telah mereka terima secara langsung (Doni, 2007: 224-225). Uraian ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya mencerdaskan seseorang dalam bidang kognitif tetapi hal-hal yang bersifat rohani juga menjadi perhatian utama. Sekolah dipandang memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk pribadi menjadi cerdas dan beriman. Hal ini juga senada dengan pandangan Konsili Vatikan II dalam dokumennya tentang pendidikan yakni, Gravissimum Educationis : Di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sementara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi, berdasarkan misinya sekolah menumbuhkan kemampuan memberikan penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisan budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata nilai, menyiapkan siswa untuk mengelola kejuruan tertentu, memupuk rukun persahabatan antara para siswa yang beraneka macam watak dan perangai maupun kondisi hidupnya, dan mengembangkan sikap saling memahami. Kecuali itu, sekolah bagaikan suatu pusat kegiatan kemajuan yang serentak harus melibatkan keluarga-keluarga, para guru, bermacam-macam perserikatan yang memajukan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan, masyarakat sipil dan segenap keluarga manusia (GE, art. 5) Uraian artikel dokumen ini menegaskan kembali pentingnya sebuah sekolah guna perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia juga diajarkan. Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37 Melalui peran strategisnya ini sekolah juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan iman seseorang. Karena melalui sekolah diajarkan berbagai macam ajaran yang telah tersusun secara sistematis guna memperkembangkan hidup beriman seseorang. Keadaan dan iklim belajar di sekolah misalnya, ketersediaan guru, sarana dan prasarana menjadi penunjang dalam proses perkembangan iman mereka yang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut (Doni, 2007: 225).
d. Lingkungan Masyarakat Kehidupan masyarakat sekitar memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan pribadi seseorang. Masyarakat yang terdiri dari orang yang tidak terpelajar dan memiliki kebiasaan tidak baik akan memberikan pengaruh yang negatif terhadap pribadi anggota masyarakat lainnya, terlebih anak-anak dan kaum muda. Mereka akan tertarik untuk mengikuti dan berbuat seperti yang dilakukan orang-orang di sekitarnya. Misalnya seseorang yang tinggal di lingkungan perokok, kemungkinan besar ia akan menjadi perokok (Slameto, 2013: 71). Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan seseorang, termasuk perkembangan iman. Melalui lingkungan karakter dan kepribadian akan perlahan terbentuk sesuai dengan keadaan lingkungan. Hal ini juga berlaku terhadap perkembangan iman seseorang. Jika lingkungannya terdiri dari orang-orang yang tidak peduli terhadap perkembangan iman, maka kecenderungan untuk melakukan hal yang sama sangat besar. Oleh para ahli pemahaman ini disebut sebagai
paham
konvergensi
yakni,
pemahaman
yang
menganggap
perkembangan ditentukan oleh lingkungan (Suryabrata, 1982: 11).
bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38 D. Tantangan Perkembangan Iman Perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang teknologi memberi dampak yang cukup signifikan terhadap peradaban manusia. Perubahan ini sering kali disebut modernisasi atau globalisasi. Iswarahadi (2013: 46) mengungkapkan kembali pandangan Arthur yang menyatakan bahwa “globalisasi adalah keseluruhan proses baik bidang industri, ekonomi, teknologi, maupun ilmu pengetahuan”. Globalisasi “merobohkan” batas-batas regional (suku, agama, bangsa) yang membendung pengaruh dari luar. Di jaman ini informasi sangat berlimpah dan aksesnya terbuka lebar. Perkembangan ini memang patut disyukuri, tetapi di lain pihak perkembangan ini justru membawa dampak yang negatif. Media jaman ini lebih cepat mengubah hidup manusia dari pada agama. Masyarakat begitu mudah terbius oleh media, dan menganggap agama tidak cocok lagi untuk dijadikan dasar hidup jaman ini, karena tidak mampu menawarkan solusi yang instan (Iswarahadi, 2013: 48). Mangunhardjana (1997: 5) mengatakan bahwa melalui berbagai alat media massa, radio, televisi, surat kabar, majalah dan internet berbagai macam peristiwa di belahan dunia dengan cepat diketahui banyak orang sehingga berbagai pemikiran, penemuan dan ideologi secara langsung maupun tidak langsung menyebar ke seluruh penjuru dunia. Peristiwa globalisasi inilah yang memicu munculnya berbagai macam ideologi baru. Ideologi-ideologi baru ini sering kali bertentangan dengan prinsip beriman. Berikut adalah ideologi-ideologi yang muncul akibat globalisasi dan menjadi tantangan dalam memperkembangkan iman di jaman ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39 1. Pragmatisme Menurut Mangunharjana (1997: 189) istilah pragmatis berakar pada bahasa Yunani pragmatikos dalam bahasa Latin menjadi pragmaticus. Secara harafiah pragmatikos adalah keahlian dalam urusan hukum, perkara negara dan dagang. Istilah ini dalam bahasa Inggris menjadi kata pragmatic yang artinya berkaitan dengan halhal praktis. Pragmatisme dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap masalah hidup apa adanya dan secara praktis di mana hasilnya dapat langsung dimanfaatkan. Pragmatisme berpendapat bahwa pengetahuan dicari bukan sekedar untuk diketahui, tetapi untuk mengerti masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih memprioritaskan tindakan daripada pengetahuan dan ajaran. Menurut kaum pragmatis otak berfungsi untuk membimbing perilaku manusia. Pemikiran, teori dan gagasan merupakan alat perencanaan untuk bertindak. Kebenaran segala sesuatu dibuktikan melalui tindakan atau realisasi. Jika tidak dapat dilaksanakan maka tidak dapat dipandang sebagai kebenaran. Kaum pragmatis beranggapan bahwa yang baik adalah yang dapat dilaksanakan dan dipraktikkan serta mendatangkan dampak positif bagi kehidupan. Karena itu baik buruk perilaku dan cara hidup ditinjau dari segi praktis, dampak yang terlihat serta manfaat bagi yang bersangkutan. Pandangan ini pada dasarnya sangat positif dan mampu membawa perubahan yang nyata dalam masyarakat. Karena menekankan korelasi antara perkataan dan perbuatan, sehingga perilaku munafik dalam masyarakat dapat dihindari. Akan tetapi, pragmatisme juga mengandung kelemahan-kelemahan yang sangat mendasar. Paham pragmatisme cenderung mempersempit kebenaran menjadi terbatas pada kebenaran yang dapat dipraktikkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40 Berdasarkan hal ini pragmatisme menolak kebenaran-kebenaran yang tidak secara langsung dapat dipraktikkan. Pandangan pragmatisme cenderung mengarah pada pendangkalan akan makna hidup, karena segala sesuatu dinilai berdasarkan nilai praktisnya. Pemikiran dan permenungan yang mendalam bukan menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan, sehingga makna hidup semakin direduksi dan terkikis. Sebagai akibat dari paham ini orang tidak percaya akan kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama. Terlebih dalam hal iman yang seringkali berkaitan dengan hal-hal abstrak dan sulit untuk dilaksanakan misalnya, kesetiaan suami terhadap istrinya, meskipun istrinya sering kali menghianati janji perkawinan mereka.
2. Individualisme Menurut Mangunhardjana (1997: 107) individualisme berasal dari bahasa latin individuus, dalam kata sifatnya menjadi indiviualis yang berarti ‘pribadi’ atau bersifat ‘perorangan’. Menurut paham individualisme pribadi memiliki kedudukan utama dan kepentingan pribadi merupakan urusan yang paling tinggi. Individualisme beranggapan bahwa dasar kehidupan etis adalah pribadi perorangan bukan kelompok. Norma yang menjadi acuan adalah kepentingan pribadi sehingga pengambilan keputusan akan berdasar pada selera pribadi, bukan pada nilai yang berlaku dan disepakati dalam masyarakat. Seseorang yang menganut paham individualisme akan bertindak berdasarkan dorongan sesaat (insting). Jika dorongan tersebut terasa nyaman, maka tindakannya tersebut dianggap benar, dan sebaliknya jika dorongan tersebut terasa tidak nyaman dengan sendirinya ia akan menilai tindakan tersebut jahat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41 3. Konsumerisme Konsumerisme adalah paham atau ideologi yang menjadikan seseorang atau kelompok
melakukan
proses konsumsi atau
pemakaian
barang-barang
hasil produksi secara berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Perilaku ini menjadikan manusia sebagai pecandu dari suatu produk, sehingga ketergantungan sangat sulit dihilangkan. Sifat konsumtif
seseorang terus mengejar pemenuhan
keinginannya, sehingga kebutuhan yang paling mendasar cenderung dilupakan. Konsumerisme akan menjadikan Tuhan sebagai sarana untuk memperoleh produk tertentu sehingga kebesaran Tuhan akan ditentukan dari kesanggupan-Nya memenuhi kebutuhan materi (Mangunhardjana, 1997: 120).
4. Hedonisme Hedonisme berasal dari bahasa Yunani hendone yang berarti kenikmatan. Hedonisme beranggapan bahwa nilai hidup tertinggi dan tujuan utama serta terakhir hidup manusia adalah kenikmatan. Hedonisme sering kali berhenti pada pencarian kenikmatan sensual, indriawi yang dapat dirasakan secara lebih cepat dan dekat. Oleh karena itu hedonisme sangat erat kaitannya dengan konsumerisme. Secara umum hedonisme dapat dipahami sebagai pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Prinsip ini sangat bertolak belakang dengan hidup beriman yang mengajarkan untuk saling berbagi dan rela berkorban untuk orang lain (Mangunhardjana, 1997: 90).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42 E. Penghayatan dan Perwujudan Iman Banawiratma (1986: 119-122) menyatakan bahwa iman bersifat otonom. Iman Kristiani sebagai jawaban dan penyerahan diri terhadap Allah disebut otonom, karena menyangkut seluruh hidup manusia. Otonomi yang dimaksud adalah hubungan yang berlandaskan kebebasan. Kendati merupakan kebebasan, bukan berarti dalam iman kita bisa memilih seperti halnya memilih barang duniawi. Dalam iman manusia berhadapan dengan Allah, nilai yang paling tinggi. Maka kebebasan akan terwujud jika ada jawaban yang bebas dari pihak manusia. Tanpa tanggung jawab dari pihak manusia, iman hanya akan menjadi angan-angan atau khayalan semata. Relasi akan terjalin jika manusia memberikan jawaban dari hati atas gema sapaan Allah. Bentuk jawaban manusia terhadap sapaan inilah yang disebut sebagai penghayatan dan perwujudan iman. Ungkapan iman adalah tindakan-tindakan yang secara eksplisit berhubungan dengan iman misalnya, doa-doa dan kewajiban religius lainnya. Sedangkan perwujudan iman adalah tindakan-tindakan yang tidak secara langsung berhubungan dengan iman, seperti menjalin relasi dengan umat agama lain, belajar dengan tekun, dll. Banawiratma (1986: 120) mendefinisikan penghayatan iman sebagai heils-ethos (etos keselamatan) dan perwujudan iman sebagai welt-ethos (etos duniawi). Etos keselamatan adalah perbuatan religius yang diatur oleh hukum-hukum agama. Sedangkan etos duniawi adalah perbuatan-perbuatan yang diarahkan oleh aturan-aturan akal sehat dan pertimbangan moral manusia. Penghayatan dan perwujudan iman terlaksana dalam lima tugas Gereja seperti yang digambarkan oleh Lukas dalam kehidupan jemaat perdana (Kis 2:42-47). Pertama, mereka bertekun dalam pengajaran para rasul (kerygma), kedua mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa (liturgia), ketiga semua orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43 yang telah dibaptis tersebut tetap menjadi satu (koinonia), keempat, selalu ada dari mereka yang menjual hartanya untuk keperluan bersama (diakonia), dan kelima, apa yang mereka lakukan disukai banyak orang (martyria). Berdasarkan uraian ini maka penghayatan iman dan perwujudan iman bagi mahasiswa dapat dibedakan berdasarkan kegiatannya sebagai berikut : 1.
Pengahayatan iman
a.
Liturgi (Liturgia) Liturgi adalah perayaan iman umat. Dalam hal ini iman berarti dihayati
melalui kegiatan-kegiatan liturgis yang dilakukan secara konsisten. Bentuk nyata penghayatan iman dalam bidang ini adalah kebiasaan berdoa secara pribadi dan doa bersama. Doa tidak sama dengan mendaraskan rumus-rumus hafalan. Doa berarti mengarahkan hati kepada Tuhan. Oleh sebab itu berdoa tidak membutuhkan banyak kata-kata, tidak terikat waktu dan tempat tertentu serta tidak menuntut gerak-gerik yang khusus (KWI, 2012: 393). Dalam liturgi yang utama bukanlah sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah karya Kristus sang Imam Agung serta Tubuh-Nya, yakni Gereja. Oleh karena itu liturgi bukan hanya kegiatan suci yang sangat istimewa, tetapi juga sebagai wahana utama untuk menghantar Gereja ke dalam persatuan dengan Kristus (SC, art. 7). Penghayatan iman dalam bidang liturgi dapat dilihat dari partisipasi aktif dalam perayaan-perayaan sakramen misalnya, mengikuti misa pada hari minggu dan misa harian, kegiatan doa di lingkungan, menerima sakramen tobat serta doa-doa pribadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44 b.
Pewartaan (Kerygma) Pewartaan berarti ikut serta membawa Kabar Gembira bahwa Allah telah
menyelamatkan dan menebus manusia dari dosa melalui Yesus Kristus, Putera-Nya. Pewartaan merupakan tugas dan panggilan setiap orang yang percaya kepada Kristus (KWI, 2012: 390). Penghayatan iman dalam bidang pewartaan menjadi nyata melalui keterlibatan dalam kegiatan pewartaan kabar suka cita bagi sesama. Dalam konteks hidup mahasiswa tugas ini dapat dilaksanakan melalui peran aktif dalam kegiatan pendalaman Kitab Suci dan pendalaman iman. Namun yang paling utama adalah menerapkan pesan Kitab Suci dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menjadi teladan bagi orang lain.
2.
Perwujudan iman
a.
Persekutuan (Koinonia) Persekutuan berarti ikut serta dalam communio atau persaudaraan sebagai
anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh Kudus-Nya. Membangun persekutuan sering kali dibatasi hanya dalam lingkup Gereja (umat seiman). Dalam perwujudan iman, persekutuan mendapat makna yang lebih luas yakni, membangun suatu komunitas yang berlandaskan nilai persaudaraan tanpa membedakan suku, ras dan agama. Maka perwujudan iman dalam bidang persekutuan ini akan menjadi nyata ketika kita mampu menjalin relasi dengan sesama yang berbeda ras, suku dan agama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45 b. Pelayanan (Diakonia) Yesus pernah bersabda; “Sabat untuk manusia, bukan manusia untuk Sabat”. Bertolak dari sabda Yesus itu dapat diartikan bahwa Gereja untuk manusia, bukan manusia untuk Gereja dengan segala ajaran dan ibadatnya. Gereja dipanggil untuk melayani seluruh umat manusia (KWI, 2012: 445). Pelayanan berarti ikut serta dalam melaksanakan karya karitatif / cinta kasih melalui aneka kegiatan amal kasih Kristiani, khususnya kepada mereka yang miskin, telantar dan tersingkir, misalnya memberi donasi, perhatian kepada kaum kecil, lemah tersingkir dan difabel. Dalam perwujudan iman pelayanan bukan hanya dimaksudkan untuk mereka yang lemah dan tidak mendapat perhatian. Pelayanan bisa berupa pemberian diri untuk kepentingan bersama, misalnya, menjadi pengurus organisasi sosial, aktivis lingkungan, dll.
F. Gambaran Iman yang Berkembang Syarat yang paling mendasar dalam hidup beriman adalah kebebasan. Tanpa kebebasan iman hanya akan menjadi kewajiban semata yang tidak memiliki makna bagi kehidupan. Kebebasan dalam beriman akan menghantar seseorang untuk menghayati imannya dengan sadar dan bertanggung jawab. Maka perkembangan iman seseorang akan ditinjau dari kebebasannya dalam beriman. Mengingat pembahasan mengenai perkembangan iman sangat luas, maka pada bagian ini secara khusus hanya menggambarkan perkembangan iman mahasiswa. Injil Matius memberikan gambaran iman yang berkembang melalui sebuah perumpamaan tentang orang yang sedang membangun rumah. Seorang yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan adalah orang yang membangun rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46 di atas batu. Ketika hujan dan badai melanda rumah tersebut tidak rusak, karena didirikan di atas batu. Sedangkan orang yang hanya mendengarkan dan tidak melaksanakannya sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas pasir. Ketika hujan dan badai menerpa rumah tersebut hancur berantakan (Mat 7:24-27). Kisah ini menegaskan bahwa iman yang berkembang adalah iman yang sungguh dihayati dan diwujudkan. Sebagai seorang mahasiswa jika hanya mengetahui tentang apa yang ia imani sama seperti orang bodoh yang membangun rumah di atas pasir. Ketika diterjang oleh berbagai macam persoalan mulai menjauh dari iman, mencari jalan pintas dan tidak mampu bertahan. Sementara orang yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan adalah mereka yang membangun rumah di atas batu. Ketika masalah datang menerpa, ia tetap teguh dan semakin tekun menghayati imannya. Cremers mengungkapkan kembali pandangan Fowler (1995: 160-179) yang menyatakan bahwa iman yang berkembang berada pada tahap keempat yakni, tahap individuatif-reflektif sekitar usia 21-35 tahun. Pada tahap ini muncul kesadaran dan refleksi diri yang mendalam. Dalam tahap ini seseorang semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami sendiri. Refleksi dan penilaian diri tidak lagi seluruhnya bergantung pada pandangan orang lain. Melalui sikap reflektif ini akan muncul pertanyaan kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini diterima dan dijalani. Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan berani dan kritis memilih
secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang
menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala hubungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47 dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Iman dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus, maka pengakuan itu bukan berdasarkan tradisi Kristen yang mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama melainkan karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa muda yang dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh Roh Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan terbuka pada realitas sosial yang ada. Dasar imannya sungguh berasal dari kebebasan dalam dirinya bukan lagi iman yang bergantung pada orang lain dan lingkungan. Meskipun lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat tidak menunjukkan sikap beriman misalnya, tidak pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan Ekaristi, hal ini tidak lagi memberi pengaruh terhadap niatnya untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Groome (2010: 81) juga menggambarkan iman yang berkembang adalah iman yang mencakup tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), iman sebagai tindakan (faith as doing). Iman sebagai keyakinan (faith as believing) berkenaan dengan hal-hal yang bersifat kognitif dari iman, misalnya sebagai orang Katolik ia mengetahui dan menyadari apa yang ia imani. Sedangkan iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) berhubungan dengan afeksi atau perasaan misalnya, merasa senang dan bersuka cita atas pilihannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48 menjadi seorang Katolik. Sementara iman sebagai tindakan (faith as doing) adalah tindakan konkret dari iman tersebut. Iman yang berkembang adalah iman yang mencakup dimensi kognitif, afektif dan tindakan. Ketiga dimensi ini tidak bisa dihayati secara terpisah-pisah. Jika iman hanya mencakup dimensi percaya dan mempercayakan maka iman tersebut tidak ada artinya. Sebaliknya jika hanya dimensi tindakan iman tersebut tidak memiliki makna. Maka gambaran iman yang berkembang adalah iman yang mencakup dimensi kognitif, afektif dan tindakan. Artinya ada kesatuan antara pikiran, perasaan dan tindakan. Dalam kehidupan sehari-hari iman yang berkembang dapat ditinjau dari lima tugas Gereja. Pertama, liturgia atau liturgi adalah kegiatan doa secara pribadi dan doa bersama. Doa bersama meliputi misa harian, misa pada hari minggu dan hari raya serta ibadat-ibadat dalam lingkup lingkungan. Hidup doa adalah nafas dari iman, maka seseorang yang imannya berkembang tidak pernah terlepas dari hidup doa. Kedua,
kerygma yakni, keterlibatan dalam kegiatan pewartaan. Bagi mahasiswa
kegiatan ini diwujudkan dengan cara membaca dan merenungkan Kitab Suci serta terlibat dalam kegiatan pendalaman iman di lingkungan. Ketiga, diakonia
atau pelayanan yakni, mengamalkan cinta kasih bagi
mereka yang sangat membutuhkan. Sebagai seorang mahasiswa PAK kegiatan ini dapat diwujudkan melalui peran serta dalam lembaga-lembaga sosial, misalnya POTA (program orang tua asuh) yang ditujukan untuk anak-anak sekolah dasar Kanisius seYogyakarta dan dipimpin oleh Romo B.A Rukyanto, SJ. Keempat, koinonia atau persekutuan yakni, upaya untuk membangun komunitas yang berlandaskan hukum cinta kasih. Bagi mahasiswa kegiatan ini diwujudkan dengan membangun relasi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49 sehat dengan setiap orang tanpa membedakan ras, suku, agama dan bangsa, terlebih mereka yang sering tersingkirkan. Keempat tugas Gereja ini merupakan medan perwujudan dan penghayatan iman yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya untuk mencapai iman yang sungguh berkembang, maka keempat tugas ini harus dilaksanakan dalam hidup sehari-hari. Iman tidak akan berkembang secara utuh bila hanya dihayati dalam satu kegiatan saja, misalnya melalui perayaan Ekaristi. Oleh sebab itu keempat tugas atau kegiatan ini menjadi tolak ukur dalam menentukan perkembangan iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III DESKRIPSI PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI KABUPATEN KUTAI BARAT SELAMA BELAJAR DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK, UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Dalam bab dua telah diuraikan kajian pustaka mengenai perkembangan iman yang berdasarkan Kitab Suci, Dokumen Gereja, pendapat para ahli dan sumber lainnya. Pada bab tiga ini penulis membahas mengenai perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik (PAK), Universitas Sanata Dharma (USD). Bab tiga ini merupakan jawaban atas rumusan
kedua yakni mengetahui sejauh mana
perkembangan mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat selama belajar di program studi PAK, USD. Untuk mendapatkan gambaran perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat program studi PAK, USD, penulis menyusun bab ini dalam tiga bagian. Bagian yang pertama membahas mengenai gambaran umum mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Bagian pertama ini terdiri dari latar belakang mahasiswamahasiswi Kabupaten Kutai Barat dan harapan umat melalui pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Bagian kedua membahas profil program studi PAK, USD. Sedangkan bagian ketiga membahas penelitian tentang perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat yang belajar di program studi PAK, USD. Bagian ini terdiri dari rencana penelitian, laporan penelitian dan pembahasan hasil penelitian, serta kesimpulan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51 A. Gambaran Umum Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat 1.
Latar Belakang Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Dalam bagian ini penulis mengandalkan referensi dan sumber informasi dari
buku karangan Nikolaus, dkk yang berjudul “Etnografi: Komunitas Kampung Kabupaten Kutai Barat”. Buku ini diterbitkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kutai Barat (BPPD) bekerja sama dengan Center For Ethnoelogy Research And Development Kampung Linggang Melapeh pada tahun 2007. Kajian utama dalam buku ini adalah antropologi pembangunan Kabupaten Kutai Barat dan profil kampung-kampung yang berada di Kabupaten Kutai Barat. Kabupaten Kutai Barat memiliki luas sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang lebih 15 persen dari luas provinsi Kalimantan Timur dan jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2010 sebanyak 165.934 jiwa. Secara geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113'048'49" sampai dengan 116'032'43" Bujur Timur serta di antara 103'1'05" Lintang Utara dan 100'9'33" Lintang Selatan. Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Mahakam Ulu, Kabupaten Malinau dan Negara Serawak (Malaysia Timur) di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara di sebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser Utara di sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Murung Raya Provinsi Kalimantan Tengah serta Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kutai Barat terdiri dari 21 kecamatan dan 238 kampung. Kedua puluh satu Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bongan, Kecamatan Jempang, Kecamatan Penyinggahan, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan Muara Lawa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52 Kecamatan Damai, Kecamatan Barong Tongkok, Kecamatan Melak, Kecamatan Long Iram, Kecamatan Long Hubung, Kecamatan Long Bagun, Kecamatan Long Pahangai, Kecamatan Long Apari, Kecamatan Bentian Besar, Kecamatan Linggang Bigung, Kecamatan Nyuatan, Kecamatan Siluq Ngurai, Kecamatan Manor Bulatn, Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Tering dan Kecamatan Laham (Nikolaus, 2007: 174-181). Mahasiswa-mahasiswi peserta program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat ini berasal dari berbagai penjuru Kabupaten Kutai Barat dengan bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Selain latar belakang budaya yang berbeda mahasiswa-mahasiswi ini juga memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Sebagian besar mahasiswa-mahasiswi ini langsung melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) sedangkan sebagiannya bekerja terlebih dahulu. Mahasiswa-mahasiswi ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Penulis merupakan salah satu bagian dari mahasiswa program beasiswa ini, maka responden dalam penelitian ini berjumlah 12 orang. Dalam penulisan bagian ini penulis menggunakan kode R untuk memudahkan penulis mengidentifikasi mahasiswa-mahasiswi yang dijadikan subyek penelitian. R1 berasal dari Kampung Barong Tongkok, Kecamatan Barong Tongkok yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten Kutai Barat. Kecamatan Barong Tongkok merupakan salah satu kecamatan yang berada di dataran tinggi dan jauh dari Sungai Mahakam. Karena memiliki daerah yang relatif datar maka pada jaman penjajahan Belanda kecamatan ini dijadikan sebagai lahan bandar udara yang dikenal dengan nama bandar udara Belintuut dan Melalatn. Sampai sekarang bandar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53 udara Melalatn masih digunakan untuk penerbangan komersil dari dan menuju Kutai Barat. Kampung Barong Tongkok mengalami kemajuan dan pertambahan jumlah penduduk setelah Kutai Barat resmi menjadi kabupaten dengan ibukota yang berada dalam wilayah Barong Tongkok. Luas kampung Barong Tongkok adalah 52,43 Km2 dengan jumlah penduduk 4.893 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Tonyooi (salah satu bagian dari suku Dayak Tunjung). Etnik lain yang juga berdomisili di Barong Tongkok adalah etnik Bugis, Jawa dan Banjar. Mata pencaharian utama masyarakat Barang Tongkok adalah menyadap pohon karet, namun sebagian besar warga Barong Tongkok kini berprofesi sebagai pegawai negeri sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan polisi (Nikolaus, 2007: 273-274). R2 berasal dari Kampung Linggang Melapeh, Kecamatan Linggang Bigung. Kampung Linggang Melapeh berdiri pada tahun 1919. Pendiri pertama kampung Linggang Melapeh ini adalah Bangun Arum yang berasal dari Luuq Tokokng (Kampung Tokokng). Nama Melapeh berasal dari nama jenis kayu kelapeh yang kemudian diubah menjadi Melapeh. Kampung Linggang Melapeh oleh masyarakat setempat digolongkan sebagai kampung yang
berjenis kelamin
perempuan, karena udaranya yang sejuk dan masyarakatnya sangat mencintai suasana damai, aman dan tenteram. Luas kampung Linggang Melapeh adalah 49,15 Km2 dengan jumlah penduduk mencapai 1.096 jiwa.
Suku yang mendiami
Kampung Linggang Melapeh ini adalah suku Dayak Rentenukng (salah satu bagian dari suku Dayak), tetapi terdapat juga etnik lain dalam jumlah yang kecil seperti Flores, Jawa dan Benuaq (salah satu bagian dari suku Dayak). Kegiatan perekonomian yang utama kampung Linggang Melapeh adalah menyadap pohon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54 karet, selain itu ada juga yang berladang, berternak sapi, babi, ayam kampung, menjadi karyawan swasta dan pegawai pemerintahan (Nikolaus, 2007:454). R3 berasal dari Kampung Bigung Baru yang merupakan pemekaran dari Kampung Linggang Bigung dengan luas 109,86 KM2 dan jumlah penduduk sebanyak 406 jiwa. Etnik yang berdomisili di Kampung Bigung Baru adalah etnik Rentenukng. Suku lain yang juga berdomisili di Kampung Bigung Baru adalah Jawa, Toraja, Bahau (suku Dayak yang berdomisili di pesisir Sungai Mahakam). Mata pencaharian utama penduduk Bigung Baru adalah menyadap pohon karet, berladang, berternak ayam kampung, sapi, babi dan budidaya ikan (Nikolaus, 2007: 452). R4 berasal dari Kampung Kelubaq yang awalnya merupakan kampung etnik Rentenukng, tapi kemudian dijadikan sebagai wilayah transmigran asal Flores. R4 merupakan keturunan Flores yang lahir di Kabupaten Kutai Barat dan menjadi warga Kutai Barat. Kampung Kelubaq ini merupakan bagian dari Kecamatan Tering dengan luas 64,08 Km2 dan jumlah penduduk sebanyak 399 jiwa. Nama Kampung Kelubaq berasal dari salah satu anak sungai Mahakam, yakni Sungai Kelubaq. Masyarakat Kampung Kelubaq sebagian besar masih berladang dan menjadi petani karet (Nikolaus, 2007: 510). R5 dan R6 berasal dari Kampung Datah Bilang Ilir yang memiliki luas 36,62 Km2 dengan jumlah penduduk 1.316 jiwa. Etnik yang dominan dalam Kampung Datah Bilang Ilir ini adalah etnik Kenyah. Secara umum kebudayaan etnik Kenyah sudah mengalami perubahan ke arah yang lebih modern, namun adat istiadat masih dijadikan sebagai pedoman hidup. Mata pencaharian utama penduduk kampung ini adalah bercocok tanam di dataran tinggi (gunung). Tanaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55 perkebunan yang dibudidayakan adalah komoditas karet, kopi dan kemiri. Mata pencaharian lain yang juga masih dominan adalah menangkap ikan, membuat ukiran dan anyam-anyaman, seperti tikar, topi, tas dan lain sebagainya. Dalam keseluruhan struktur sosial masyarakat Kampung Datah Bilang, lembaga adat memiliki peranan yang sangat penting yakni, sebagai pembuat tata-tertib, pelaksana upacara adat dan sebagai hakim dalam perkara-perkara kampung (Nikolaus, 2007:247). R7 adalah keturunan Flores yang berdomisili di Kampung Resak, sekitar 31 Km dari Kota Samarinda. Kampung Resak terletak persis di tepi jalur darat trans Kaltim yang berada di tepi kawasan hutan dan sepanjang aliran sungai Kedang Kanan. Luas Kampung Resak adalah 100,38 Km2 yang merupakan bagian dari Kecamatan Bongan. Jumlah penduduk yang berdomisili di kampung ini sebanyak 617 jiwa dengan mayoritas etnik Benuaq. Sebagian besar penduduk di kampung ini berprofesi sebagai petani ladang dan pencari rotan, ada juga yang menjadi petani karet. Penduduk di kampung ini masih menjunjung tinggi adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur secara turun temurun. Hal ini sangat terlihat jelas melalui upacara-upacara adat misalnya, acara potong kerbau (Nikolaus, 2007: 401-402). R8 berasal dari Kampung Long Pakaq yang dominan dengan etnik Kayan (suku Dayak yang berasal dari sungai Kayan Kalimantan Tengah), etnik lain misalnya Bahau, Aoheng dan Kenyah juga terdapat di Kampung ini. Luas Kampung Long Pakaq adalah 287,95 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.105 jiwa. Kampung ini terletak di ulu Sungai Mahakam yang kini menjadi bagian dari Kabupaten Mahakam Ulu. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Long Pakaq adalah berladang dan mencari hasil hutan, ada juga yang berburu dan menangkap ikan (Nikolaus, 2007: 223).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56 R9 berasal dari Kampung Muara Asa dikenal juga dengan nama Jolokng dengan luas 20,48 Km2 dan jumlah penduduknya sebanyak 704 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Tonyooi. Penduduk di kampung ini masih memegang teguh tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang, misalnya Beliatn (upacara adat untuk memohon kesembuhan dan lain sebagainya), Ngerangkau (ritual untuk menghormati roh leluhur) dan potong kerbau. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Muara Asa adalah menyadap karet, berladang, menangkap ikan dan berdagang (Nikolaus, 2007: 285). R10 berasal dari Kampung Datah Suling atau sering juga disebut Kampung Long Isun. Kampung ini terletak di daerah lembah aliran Sungai Maraseh, anak Sungai Mahakam. Kampung Long Isun ini memiliki luas 781 Km2 dan merupakan kampung paling luas di Kecamatan Long Pahangai. Jumlah penduduk kampung ini relatif sedikit yakni hanya 389 jiwa. Etnik yang dominan adalah etnik Dayak Bahau. Masyarakat Long Isun masih memegang teguh tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang terutama dalam upacara menanam padi yang dalam bahasa Dayak Bahau disebut lalii’ugaal. Upacara adat ini merupakan yang paling meriah dari upacaraupacara lainnya. Mata pencaharian utama penduduk Kampung Long Isun adalah berladang, namun ada juga yang menangkap ikan dan mencari hasil hutan (Nikolaus, 2007: 225). R11 berasal dari Kampung Ngenyan Asa, Kecamatan Barong tongkok. Kampung Ngenyan Asa ini berbatasan langsung dengan Kampung Barong Tongkok yang merupakan pusat pemerintahan, sehingga kampung ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Etnik yang dominan di kampung ini adalah etnik Tonyooi, namun karena jaraknya yang cukup dekat dari pusat kota maka banyak etnik pendatang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57 seperti Bugis, Jawa, Flores yang juga berdomisili di kampung ini. Luas Kampung Ngenyan Asa ini adalah 31,13 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 926 jiwa. Kampung ini juga masih sering menyelenggarakan ritual-ritual adat yang diwariskan oleh nenek moyang misalnya belian, pejeaak petakaar (upacara yang terkait dengan adat) dan lain sebagainya. Sebagian besar penduduk asli Ngenyan Asa berprofesi sebagai penyadap karet, namun etnik pendatang kebanyakan membuka usaha seperti: warung, bengkel dan pencucian kendaraan (Nikaulaus, 2007: 289). R12 berasal dari Kampung Pepas Ehekng yang terkenal dengan kerajinan anyam-anyaman dari rotan. Kegiatan menganyam biasanya dilakukan pada sore hari secara bersama-sama. Kampung Pepas Ehekng memiliki jumlah penduduk sebanyak 878 jiwa dengan luas wilayah 21,30 Km2. Kampung ini masih memegang teguh tradisi nenek moyang yang sudah jarang ditemui, misalnya upacara beliant (upacara mohon kesembuhan, syukur dan penghormatan pada leluhur). Etnik
yang
berdomisili di kampung ini adalah etnik Benuaq. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani dan penyadap karet (Nikolaus, 2007: 276). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat Kabupaten Kutai Barat terdiri berbagai macam suku dan budaya serta bahasa. Keberagaman ini merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Kabupaten Kutai Barat, kendati begitu banyak perbedaan masyarakat tetap hidup rukun dan damai sesuai dengan norma adat yang berlaku. Aturan adat masih dipandang sebagai aturan tertinggi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga berbagai perkara misalnya, sengketa lahan, perceraian, perkelahian dan lain sebagainya selalu diselesaikan secara adat terlebih dahulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58 Pada umumnya Kabupaten Kutai Barat memiliki tanah yang subur, sehingga tidak mengherankan jika mayoritas penduduk bergerak di bidang pertanian. Komoditas utama pertanian masyarakat Kabupaten Kutai Barat adalah karet. Pohon karet dipilih sebagai tanaman utama dalam pertanian, karena dianggap tidak merusak ekosistem lingkungan, dari segi ekonomis hasil dari perkebunan karet cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu, menyadap pohon karet tidak membutuhkan waktu yang lama, biasanya hanya setengah hari, sehingga masyarakat masih bisa melakukan aktivitas lain misalnya, berladang. Namun akhir-akhir ini harga karet mengalami penurunan yang cukup drastis, sehingga karet tidak dapat menjadi jaminan untuk pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.
2.
Harapan Umat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat Terhadap Guru Agama Katolik dan Katekis Berdasarkan data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002,
Kabupaten Kutai Barat mendapat angka 67,8 lebih rendah dari rata-rata IPM Provinsi Kalimantan Timur yang mencapai 69,9. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kualitas SDM merupakan masalah yang penting bagi Kabupaten Kutai Barat (Nikolaus, 2007: 577). Sejauh ini, kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat dalam upaya mengembangkan pendidikan selain kondisi geografis yang berupa daerah perbukitan dan pegunungan serta dataran rendah yang rawan banjir, juga masalah tenaga kerja dalam bidang pendidikan. Data yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah guru cenderung mengalami penurunan terutama di daerah hulu Sungai Mahakam (Nikolaus, 2007: 581).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59 Pemerintah Kabupaten terus berupaya untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan meningkatkan mutu pendidikan melalui program beasiswa untuk putraputri daerah yang berprestasi dan siap mengabdi. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat melakukan berbagai upaya untuk menyeleksi peserta beasiswa, sehingga yang terpilih adalah yang terbaik. Melalui program beasiswa ini pemerintah berharap agar dapat membentuk generasi muda yang dapat menjadi tokoh penggerak dalam bidang pendidikan. Oleh sebab itu para peserta program beasiswa ini diharapkan dapat belajar dan mengembangkan seluruh potensi diri, sehingga dapat menjadi guru yang profesional dan berkompeten serta siap mengabdi kepada kepentingan masyarakat. Selain bergerak di bidang pendidikan, para peserta beasiswa ini juga diharapkan dapat mengembangkan kearifan lokal yang dimiliki oleh Kabupaten Kutai Barat, misalnya gotong royong, toleransi, menjaga alam, dan lain sebagainya . Kearifan lokal atau sering disebut dengan istilah local wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, pemahaman, wawasan dan etika yang menuntun perilaku manusia dalam komunitas. Seperti diuraikan pada bagian awal, Kabupaten Kutai Barat merupakan kabupaten yang sangat kaya akan keberagaman suku dan budaya. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan tokoh yang dapat mengelola kearifan lokal agar masyarakat dapat hidup harmonis baik dengan sesama maupun dengan alam. Mahasiswa-mahasiswi yang belajar di program studi Pendidikan Agama Katolik tidak hanya dibentuk menjadi seorang guru yang profesional dan tokoh dalam masyarakat, tetapi juga menjadi katekis yang dapat diandalkan dan siap melayani, karena situasi pembinaan iman umat di Kabupaten Kutai Barat sangat memprihatinkan. Sebagian besar paroki tidak memiliki kegiatan pendampingan yang rutin dan sistematis untuk anak-anak, remaja dan orang dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60 Selama ini kegiatan yang dilaksanakan masih bersifat insidental, misalnya merayakan hari anak misioner, Paskah dan Natal. Pembinaan iman yang intensif dan berjenjang masih menjadi harapan, karena tidak tersedianya tenaga yang berkompeten di bidang tersebut. Hampir seluruh pendamping atau aktivis yang peduli dan mau terlibat dalam kegiatan pendampingan iman di paroki atau lingkungan adalah relawan atau katekis volunter yang hanya bermodalkan pengalaman dan ketulusan. Kegiatan-kegiatan pembinaan iman seperti retret, rekoleksi, camping rohani, sarasehan, pendalaman iman dan gerakan-gerakan devosional masih sangat jarang dijumpai. Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah pun masih sebatas pengetahuan semata. Sebagai akibatnya umat tidak memiliki banyak pengetahuan tentang imannya dan tidak mampu memaknai pengalaman hidupnya, sehingga iman menjadi kering dan tidak relevan lagi. Umat melalui pemerintah daerah Kabupaten Kutai Barat berharap agar para peserta beasiswa yang dikirim untuk menjadi guru agama dan katekis dapat menjadi solusi terhadap masalah kekurangan tenaga kerja baik di bidang pendidikan maupun bidang katekese. Guru agama dan katekis inilah yang menjadi ujung tombak terciptanya Gereja yang dicita-citakan oleh umat dan pemerintah daerah Kabupaten Kutai Barat, yakni Gereja yang sungguh beriman pada Kristus menurut kebudayaan, nilai-nilai dan cara hidup umat setempat (LG art.1), sekaligus Gereja yang siap menjadi saksi Kristus di tengah kehidupan bermasyarakat (GS art.1), sehingga Gereja sungguh memiliki iman yang mendalam, relevan dan misioner. Oleh sebab itu para calon guru agama dan katekis ini pertama-tama harus memiliki iman yang mendalam, berintegritas, memiliki pemikiran yang kritis, berkepribadian dewasa dan memiliki ketrampilan yang bisa diandalkan oleh Gereja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61 B. Profil Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma Pada bagian ini penulis mengandalkan informasi dari Borang Akreditasi Prodi PAK-USD dan Laporan Evaluasi Diri Prodi PAK-USD yang disusun oleh tim akreditasi tahun 2013. Prodi PAK merupakan salah satu Prodi yang dipercaya oleh pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk mendidik dan membimbing para mahasiswamahasiswinya. Prodi PAK memiliki visi yang sama dengan harapan pemerintah yakni, mendidik calon Sarjana Pendidikan Agama Katolik yang beriman tangguh dan profesional demi terwujudnya Gereja yang memperjuangkan masyarakat Indonesia yang semakin bermartabat. PAK merupakan salah satu Prodi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma yang bertujuan untuk menghasilkan sarjana
pendidikan yang beriman mendalam, berkompeten,
berkepribadian, dan berintegritas, dengan sikap yang unggul dapat membantu sesama umat beriman mengembangkan imannya, yang dapat berprofesi menjadi guru agama Katolik, katekis, dan pengembang karya katekese melalui kerja sama dengan tokoh-tokoh umat dan pemimpin gerejawi lainnya. Selama kurang lebih 54 tahun Prodi ini secara konsisten menyiapkan calon katekis dan guru agama yang siap melayani sesama serta memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang memadai. Dengan semboyan Pradnyawidya Prodi ini berupaya untuk membentuk pribadi yang cerdas dan juga bijaksana. Upaya ini diwujudkan melalui sistem kurikulum yang menekankan pendidikan secara utuh bagi mahasiswa-mahasiswi. Pendidikan secara utuh ini bertujuan agar
mahasiswa-
mahasiswi tidak hanya berkembang secara kognitif saja, tetapi aspek afektif dan psikomotorik juga berkembang. Pendidikan secara utuh yang dilaksanakan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62 Prodi ini dapat dilihat dalam tiga kegiatan pokok dari kurikulum, yakni: kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra kurikuler. Kegiatan kurikuler Prodi ini mencakup proses perkuliahan yang memuat mata kuliah keilmuan dan ketrampilan, keahlian berkarya serta mata kuliah kehidupan bermasyarakat. Bidang ilmu yang diajarkan meliputi kateketik, teologi, Kitab Suci, filsafat dan pendidikan. Kegiatan kurikuler ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan bagi para calon katekis dan guru agama dalam melaksanakan karya pelayanan. Kegiatan ko-kurikuler yang dilaksanakan oleh Prodi guna mendukung perkembangan mahasiswa meliputi: pembinaan spiritualitas, suasana kekeluargaan dan perhatian pada setiap pribadi. Kegiatan pembinaan spiritualitas ini dilaksanakan di setiap semester dengan tema yang berbeda-beda. Kegiatan ini bertujuan untuk membimbing para mahasiswa-mahasiswi agar dapat merefleksikan pengalaman hidup sehari-hari dan memakani setiap pengalaman tersebut. Prodi ini juga sangat menekankan suasana kekeluargaan yang bertujuan untuk memupuk relasi antara dosen, karyawan dan mahasiswa. Suasana ini sangat mendukung perkembangan pribadi mahasiswa-mahasiswi terlebih mereka yang berasal dari luar Pulau Jawa. Melalui suasana ini tidak ada yang merasa terasing, karena semua merupakan satu keluarga. Prodi ini memberikan perhatian terhadap setiap pribadi atau sering dikenal dengan istilah cura personalis yang terwujud dalam kegiatan pendampingan oleh dosen pembimbing akademik (DPA). Perhatian ini sangat penting, karena setiap mahasiswa memiliki latar belakang dan permasalahan yang berbeda-beda, sehingga perlu diadakan pendekatan atau perhatian secara personal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63 Selain
kegiatan
kurikuler
dan
ko-kurikuler,
Prodi
ini
juga
menyelenggarakan kegiatan ekstra-kurikuler guna mengembangkan bakat dan minat mahasiswa. Kegiatan ini dilaksanakan dalam kerja sama dengan Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), di Prodi PAK disebut Himpunan Mahasiswa Kateketik (HIMKA). Kegiatan pengembangan bakat dan minat ini dikoordinir oleh seorang dosen yang ditunjuk sebagai kepala bidang kemahasiswaan. Kegiatankegiatan yang dikoordinir oleh HIMKA dikelompokkan dalam empat bidang, yaitu: bidang organisasi dan administrasi, bidang penalaran dan keilmuan, bidang kesejahteraan dan bidang pengabdian masyarakat. Kegiatan-kegiatan dalam bidang organisasi dan administrasi mencakup antara lain: kaderisasi pengurus HIMKA, pembentukan kepengurusan, penyusunan rencana kegiatan dan rencana anggaran, pelaksanaan tugas administrasi harian HIMKA, evaluasi program, membangun jejaring dengan organisasi lain, terutama dalam lingkup Universitas Sanata Dharma. Kegiatan penalaran dan keilmuan antara lain ceramah ilmiah membahas permasalahan-permasalahan yang aktual dengan mengundang narasumber dari luar Prodi guna mengisi acara pembinaan umum yang diadakan secara rutin setiap hari Kamis/Jumat minggu ketiga, menerbitkan majalah dinding dan majalah Gema Pradnyawidya secara berkala. Kegiatan di bidang kesejahteraan meliputi kegiatan olahraga (sepak bola, volley, bulu tangkis, tenis meja, dan bela diri), kesenian (paduan suara Pradnyawidya, band kampus, teater rakyat, tari), kesehatan, kursus ketrampilan (kursus elektronik, komputer, internet, media murah, fotografi), kegiatan keakraban meliputi malam keakraban dengan mahasiswa baru pada awal tahun akademik, hari Prodi, pentas seni, nonton bareng, piknik dan kegiatan rohani: misa kampus setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64 awal bulan, ziarah, doa bersama, pelayanan misa di paroki-paroki. Dalam bidang kesejahteraan ini ada tiga seksi yang bertanggungjawab, yakni seksi olahraga, keakraban seksi liturgi. Kegiatan-kegiatan di bidang pengabdian masyarakat antara lain: posko bencana, donor darah, gerakan penghijauan, pelayanan tugas gerejani di berbagai paroki, retret dan rekoleksi untuk siswa dari berbagai sekolah, bina iman anak dalam rangka BKSN dan Kristianitas di SMA Pangudi Luhur Van Lith. Setelah mengalami seluruh pendidikan yang ditawarkan oleh Prodi, para lulusan diharapkan memiliki kompetensi yang integratif, mencakup ranah kognitif (competence), afektif (conscience) dan psikomotorik (compassion). Kompetensi lulusan yang integratif ini digambarkan sebagai berikut: mempunyai integritas, kritis, dewasa, bisa diandalkan oleh Gereja, mampu mendampingi umat dalam pencarian makna dan mampu memberikan jawaban yang tegas dalam soal-soal iman.
C. Penelitian Tentang Gambaran Perkembangan Iman Mahasiswa-Mahasiswi Kabupaten Kutai Barat 1.
Rencana Penelitian
a.
Latar Belakang Penelitian Iman yang mendalam merupakan salah satu syarat yang mutlak bagi
seorang calon guru agama. Iman bukan hanya menyangkut hal-hal yang bersifat religius atau hanya berhubungan dengan Tuhan, tetapi meliputi seluruh aspek dalam kehidupan. Iman memiliki tiga dimensi yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yakni believing, trusting, and doing. Ketiga dimensi ini menyangkut segi kognitif, afektif dan motorik seseorang, sehingga bila membahas mengenai perkembangan iman sesungguhnya
adalah
membahas
perkembangan
pribadi
seseorang
secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65 menyeluruh. Iman hanya akan berkembang jika seluruh pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh selama masa studi direfleksikan atau dibatinkan, tetapi bila hal ini tidak dilaksanakan, maka seluruh proses perkuliahan hanya sebatas menambah wawasan. Oleh sebab itu sangat penting bagi mahasiswa-mahasiswi Prodi PAK untuk merefleksikan seluruh pengetahuan yang diperoleh, sehingga kegiatan perkuliahan menjadi sarana untuk mencapai tujuan dan alasan mahasiswamahasiswi menempuh pendidikan di Prodi PAK. Berdasarkan hal ini penulis ingin mendapatkan gambaran apakah mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang telah belajar di Prodi PAK ini berkembang imannya sesuai dengan harapan pemerintah Kabupaten Kutai Barat dan profil alumni Prodi PAK. Penelitian ini dilaksanakan untuk mendeskripsikan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat selama belajar di Prodi PAK. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten Kutai Barat dalam merencanakan program beasiswa dan menjadi referensi dalam kegiatan pendampingan mahasiswa.
b. Tujuan Penelitian Menurut Groome (2010: 81) iman Kristen memiliki tiga dimensi yang diekspresikan dalam tiga kegiatan yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), dan iman sebagai tindakan (faith as doing). Dalam konteks mahasiswa Universitas Sanata Dharma kegiatan ini diterjemahkan dalam triple C, yakni, competence, conscience dan compassion. Berdasarkan penjelasan ini maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66 1. Mendeskripsikan sejauh mana dimensi-dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK berkembang. 2. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman mahasiswamahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK.
c.
Definisi Konseptual Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman Kristen sebagai realitas yang
hidup meliputi tiga dimensi yakni, iman sebagai keyakinan (faith as believing), iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), iman sebagai tindakan (faith as doing).
d. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2013 : 14), penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme yakni, penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi alamiah di mana peneliti sebagai instrumen kunci dalam penelitian. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
e.
Desain Penelitian Dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain ex post facto.
Desain ini menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel bebas telah terjadi sebelumnya, sehingga peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat. Menurut Sugiyono (2013: 50) penelitian dengan desain ex post facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang terjadi dan kemudian melihat ke belakang untuk mengetahui faktor-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67 faktor yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam penelitian ini masalah yang diteliti adalah perkembangan iman.
f.
Responden Menurut Sugiyono (2013: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan demikian populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi komunitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang sedang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta angkatan 2012 yang berjumlah 13 orang. Salah satu syarat sampel adalah harus bersifat representatif, artinya bisa mewakili populasi. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
sampling jenuh atau sensus, yakni mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel. Hal ini karena jumlah populasi relatif kecil atau kurang dari 30 orang (Sugiyono, 2013: 124). Karena peneliti merupakan bagian dari mahasiswa-mahasiswi program beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat yang sedang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta angkatan 2012, maka responden dalam penelitian ini menjadi 12 orang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68 g.
Instrumen Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2012: 193) pengumpulan data dapat dilakukan dengan
berbagai setting, berbagai sumber dan berbagai cara. Apabila dilihat dari setting-nya, data dalam penelitian ini dapat dikumpulkan pada setting alamiah misalnya di tempat tinggal (rumah) responden. Jika berdasarkan sumbernya, pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan sumber primer yakni, sumber data langsung memberikan data kepada pengumpul data. Selanjutnya bila dilihat dari segi instrumen pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan wawancara. Sugiyono (2010: 317) menyampaikan kembali pandangan Esterberg tentang wawancara yakni, pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur (in depth interview). Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang sistematis, melainkan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Menurut Sugiyono (2010: 320) wawancara tidak terstruktur atau terbuka adalah wawancara yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang responden. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan responden. Berdasarkan analisis terhadap jawaban responden tersebut, maka peneliti dapat mengajukan pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada tujuan penelitian. Dalam melakukan wawancara tidak terstruktur peneliti dapat menggunakan cara “berputar-putar baru menukik” artinya pada awal wawancara yang dibicarakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69 adalah hal-hal yang tidak berkaitan dengan tujuan, jika sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan wawancara, maka segera ditanyakan. Kondisi responden harus diperhatikan dengan teliti dalam proses wawancara ini, sehingga data yang diperoleh adalah data yang akurat.
h. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kampus PAK, Universitas Sanata Dharma pada bulan Juni-Agustus 2016.
i.
Variabel Penelitian
1.
Dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat Program studi PAK-USD.
2.
Faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kutai Barat Program studi PAK-USD tentang perkembangan iman.
j.
Kisi-kisi Penelitian
No.
1.
Variabel
Perkembangan Iman
Tabel 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Aspek Indikator Competence (faith as believing) Conscience (faith as trusting)
Meyakini imannya Bahagia dan bertanggungjawab menjadi Katolik
Jumlah Nomor Soal 1 1,2
2
3,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Compassion (faith as doing)
2.
Faktor pendukung dan penghambat perkembangan iman
Keluarga Gereja Sekolah Masyarakat Teknologi komunikasi
Memiliki semangat untuk melayani umat Memiliki Kebebasan Mendengarkan Suara hati Bertanggungjawab
1
5
1
6
1
7
3
8-10
Pendidikan iman dari orang tua Pendalaman iman dan kegiatan orang muda Katolik Pelajaran agama Katolik Kebiasaankebiasaan setempat Memanfaatkan teknologi secara bijak
1
11
1
12
1
13
1
14
1
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71 2. Laporan Hasil Penelitian Pada
bagian
ini
penulis
akan
mendeskripsikan
secara
kualitatif
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di program studi Pendidikan Agama Katolik (PAK), Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara terbuka yang melibatkan 12 responden. Metode ini dipilih karena melalui metode ini penulis dapat memperoleh data yang lebih mendalam dan dapat berinteraksi secara langsung dengan responden. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 26 Juli sampai tanggal 17 Agustus 2016. Dalam melaksanakan wawancara, penulis menyampaikan 15 pertanyaan pokok. Pertanyaan yang disampaikan mengenai perkembangan iman selama studi di PAK serta faktor-faktor yang mempengaruhi. Penulis akan memaparkan hasil wawancara berdasarkan aspek variabel penelitian dan membahasnya menurut variabel masing-masing aspek. Untuk memudahkan penulis dalam menyampaikan hasil wawancara, maka penulis memberikan kode pada setiap responden dengan nama R.
a. Identitas Responden
No.
Nama
Tabel 2 Identitas Responden Jenis Nama Kampung Kelamin Perempuan Barong Tongkok
Kode
1.
Sesilia
R1
2.
Kristina Verawati
Perempuan
Melapeh Lama
R2
3.
Natalia Yustika
Perempuan
Bigung Baru
R3
4.
Maria Dolorosa Tonis
Perempuan
Kelubaq
R4
5.
Klaudius Himang
Laki-Laki
Datah Bilang
R5
6.
Christina Lunau Jalung
Perempuan
Datah Bilang
R6
7.
Maria Fransiska F. Radja
Perempuan
Resak
R7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
8.
Antonius Kerung
Laki-Laki
Long Pakaq
R8
9.
Martalina
Perempuan
Muara Asa
R9
10.
Agustina Havui Batoq
Perempuan
Datah Suling
R10
11.
Yohana Susmi
Perempuan
Ngenyan Asa
R11
12.
Deodatus Asri Biantoro
Laki-Laki
Pepas Ehengk
R12
Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden yang diwawancara berjumlah 12 orang yang terdiri dari 3 Laki-Laki dan 9 perempuan.
b. Dimensi Kognitif (faith as believing) Iman sebagai keyakinan (faith as believing) adalah dimensi iman yang menekankan segi intelektual. Iman dipahami sebagai sebuah keyakinan, oleh sebab itu iman harus direnungkan, dipahami dan didalami agar iman dapat diyakini dengan teguh. Salah satu bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk mengkritisi informasi yang diterima, bukan hanya menolak tetapi juga memandang berbagai hal sebagai jalan untuk memperkembangkan iman. Dimensi kognitif iman menekankan bahwa iman dapat dipertanggungjawabkan menurut daya akal budi. Berdasarkan hasil penelitian ke 12 responden merasa bahwa iman mereka semakin berkembang setelah melalui proses belajar di PAK. Pergulatan dalam dinamika studi di PAK membantu para mahasiswa untuk semakin mendalami iman. R1 dan R11 menyatakan bahwa mereka semakin menyadari akan rencana Tuhan atas hidup ini, oleh sebab itu hidup harus selalu dimaknai. Belajar di PAK menjadikan pengalaman yang sangat pahit, yakni kehilangan orang tua menjadi bermakna. Melalui pengalaman ini kasih Tuhan sungguh dirasakan dan menghantar untuk semakin percaya kepada-Nya [lampiran 4: (4)-(7)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73 Menurut R2 sebelum kuliah di PAK sering kali ia menyalahkan Tuhan atas apa yang kurang baik dalam hidupnya, namun setelah kuliah di PAK ia mendapat kesempatan untuk mengolah dan merenungkan pengalaman tersebut, sehingga ia menyadari bahwa semua pengalaman tersebut memiliki makna. R3, R4, R7 dan R9 menyatakan bahwa sebelum kuliah di PAK perayaan Ekaristi hanya di pandang sebagai rutinitas semata dan tidak ada hubungan dengan kehidupan sehari-hari. Perayaan Ekaristi hanya menjadi
sebuah ritual yang
melengkapi berbagai peristiwa, misalnya pernikahan dan kematian. Perayaan Ekaristi di pandang tidak lebih dari penanda hari minggu dan sebagai kegiatan sekunder setelah kegiatan-kegiatan pribadi, bahkan perayaan Ekaristi dianggap sebagai kegiatan opsional, boleh dirayakan atau boleh juga tidak dirayakan. Setelah belajar di PAK cara pandang tersebut berubah total. Kini perayaan Ekaristi di pandang sebagai perayaan yang sangat bermakna, bahkan menjadi kebutuhan dasar dalam hidup beriman yang harus terpenuhi [lampiran 4: (4)-(7)]. Menurut pengalaman R5, R6 dan R10 keterbatasan informasi dan pengetahuan tentang agama menjadikan iman sangat dangkal. Iman tidak dipahami dalam seluruh realitas hidup, namun hanya disempitkan pada perayaan Ekaristi. Artinya dengan rajin mengikuti perayaan Ekaristi, maka iman akan semakin bertambah. Kehidupan rohani tidak mendapat perhatian secara khusus, bahkan kegiatan rohani, misalnya doa pribadi, refleksi dan lain sebagainya terasa sangat asing. Dalam proses belajar di PAK pemahaman akan iman secara perlahan mendapat titik terang. Iman tidak lagi dipahami sebagai bagian yang terpisah dari kehidupan, namun justru nyata dalam kehidupan [lampiran 4: (4)-(7)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74 Sebelum kuliah di PAK sempat ragu-ragu akan adanya Tuhan dalam hidup ini. Tidak ada pengalaman yang menegaskan bahwa Tuhan sungguh ada dan hadir dalam hidup ini. Iman menjadi sangat kering dan tidak relevan untuk dijadikan pedoman hidup. Namun, setelah mengalami dinamika perkuliahan di PAK semuanya menjadi berbeda. Dalam dinamika perkuliahan ada kesempatan untuk merenungkan dan menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap sendi kehidupan, sehingga sekarang menjadi sangat yakin bahwa Tuhan sungguh ada dan hadir dalam setiap pengalaman hidup (R8). R12 mengalami pergulatan yang sama yakni, tidak yakin akan kehadiran Tuhan dalam hidup ini. Pengalaman sakit yang cukup parah membuatnya sadar akan kehadiran Tuhan. Pengalaman sakit ketika sedang dalam masa studi di PAK sungguh berbeda dari pengalaman sebelumnya. Pengalaman sakit ini justru menjadikannya sadar bahwa Tuhan sungguh ada dan sangat murah hati. Proses belajar yang ia alami di Prodi PAK mengubah pemahamannya terhadap pengalaman-pengalaman yang selama ini ia lalui dan menjadikannya semakin yakin dengan teguh akan kehadiran Tuhan [lampiran 4: (4)-(7)].
c.
Dimensi Afektif (faith as trusting) Iman sebagai kepercayaan (faith as trusting) merupakan relasi pribadi
seseorang dengan Tuhan. Relasi ini menekankan segi afeksi atau rasa yang terkait dengan hati nurani. Segi afeksi ini membahas soal isi hati, oleh karena itu hal yang paling utama dalam dimensi afektif ini adalah mendengarkan suara hati. Selain itu, untuk menjalin relasi tersebut harus ada rasa bangga terhadap apa yang di imani, kebebasan, dan tanggungjawab.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75 Ke 12 responden menyatakan bahwa belajar di PAK menjadikan mereka semakin bangga sebagai orang Katolik. Menurut R1 sebelum kuliah di PAK ia sudah bangga menjadi seorang Katolik, ditambah pengetahuan yang ia dapat selama kuliah di PAK menjadikannya semakin bangga dengan iman Katolik. R8 juga menyatakan hal yang sama, yakni setelah kuliah di PAK dan banyak mendapat pengetahuan tentang agama Katolik, ia menjadi sangat bangga sebagai seorang Katolik, meskipun sebelumnya ia sempat merasa ragu-ragu sebagai orang Katolik. R2 bangga karena sistem hirarkis dan model pelayanan yang ada dalam Gereja Katolik. R5 juga menegaskan hal yang sama bahwa ia bangga menjadi Katolik, karena pelayanan dalam Gereja Katolik sangat menekankan kasih. R3 mengatakan belajar di PAK semakin menegaskan bahwa Katolik adalah pilihan yang tepat baginya. Sedangkan menurut R4 dan R7 Katolik terdiri dari berbagai macam suku dan budaya serta sangat menghargai pluralitas, inilah yang menjadikan mereka bangga sebagai orang Katolik. R6 merasa bangga menjadi seorang Katolik karena Katolik mampu menghantar dirinya untuk merasakan kasih Tuhan dalam kehidupannya. Menurut pengalaman R9, R10 dan R11 Katolik adalah agama yang membentuk kepribadian menjadi semakin dewasa, sehingga Katolik dianggap sebagai jati diri yang tidak mungkin ditinggalkan. Rasa bangga menjadi Katolik lahir dari keadaan umat di tempat asalnya yang masih kental dengan kepercayaan lokal dan belum mengerti Katolik sepenuhnya. R12 melihat situasi ini ia merasa sangat beruntung menjadi seorang Katolik dan merasa tertantang untuk memberikan kesaksian hidup seorang Katolik bagi umat di kampung halamannya [lampiran 4: (7)-(9)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76 Berdasarkan pengalaman R1 dan R10 dalam menjalani tanggung jawab sebagai seorang beriman selama belajar di PAK terkadang muncul rasa terpaksa untuk melaksanakannya, terlebih ketika sedang jenuh dan lelah. Dalam kegiatan tertentu, misalnya doa pribadi dan mengikuti perayaan Ekaristi sudah dilaksanakan dengan penuh kebebasan, tetapi dalam kegiatan lainnya masih ada rasa terpaksa (R2 dan R7). R3, R9, R11 dan R12 menyatakan, bahwa mengikuti perayaan Ekaristi pada hari minggu merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri dan dilaksanakan dengan penuh kebebasan, tanpa ada intervensi dari pihak luar. Berbeda dengan kegiatan lain seperti: misa harian, doa lingkungan, pendalaman iman, koor serta kegiatan lainnya sering kali dilaksanakan dengan terpaksa dan hanya untuk memenuhi tugas kuliah [lampiran 4: (9)-(10)]. Sedangkan menurut R4 dan R5 selama belajar di PAK tidak ada rasa terpaksa untuk melaksanakan tanggung jawab sebagai orang beriman, misalnya mengikuti Ekaristi, terlibat di lingkungan atau kegiatan rohani lainnya. R6 dan R8 menambahkan hal yang sama, yakni selama kuliah di PAK niat mereka semakin dimurnikan, sehingga dalam menjalani tanggung jawab hidup beriman sungguh lahir dan kesadaran dan kebebasan. Menurut R6 dan R8 semuanya itu memang tidak terjadi begitu saja, tetapi harus melawati suatu proses dan dinamika yang panjang selama belajar di PAK [lampiran 4: (9)-(10)]. Menurut pengalaman R1 dan R2 pergulatan dalam proses belajar di PAK menjadikan mereka selalu mendengarkan suara hati. Menanggapi panggilan sebagai katekis memang bukan perkara yang mudah, sering kali
dihadapkan dengan
persoalan-persoalan yang membuat diri tidak yakin dengan panggilan tersebut (R1). Dalam hal ini suara hati membantu untuk melihat tantangan dari berbagai aspek,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77 sehingga ketika menghadapi masalah dalam proses studi tidak langsung menyerah (R2). R1 menyatakan untuk dapat mendengar suara hati biasanya ia merenung dan melihat kembali perjalanan hidup selama ini, dengan demikian ia akan mendapat peneguhan untuk mengikuti bisikan dari dalam hati. R6 menambahkan bahwa selama ini suara hati menjadi salah satu tolak ukur dalam pengambilan keputusan, meskipun hal tersebut tidaklah mudah namun tetap ia usahakan. R8, R11 dan R12 juga menguatkan pernyataan R6 bahwa, selama belajar di PAK suara hati memiliki peran yang sangat besar, terlebih ketika menghadapi situasi yang sulit, misalnya kehilangan anggota keluarga (R8, R11), mengalami sakit yang parah (R12). Suara hati menjadi acuan dan pendorong dalam usaha menyelesaikan tanggung jawab sebagai mahasiswa yang diberikan kepercayaan oleh pemerintah [lampiran 4: (10)(11)]. R3, R4, R5, R7, R9 dan R10 mengalami hal yang berbeda, selama belajar di PAK suara hati justru sering terabaikan. Suara hati belum mendapat peranan yang besar dalam proses belajar selama 4 tahun ini, meskipun sering kali ada pergulatan ketika menghadapi suatu pilihan. Pemenuhan akan keinginan pribadi menjadi lebih dominan dari pada kebutuhan, sehingga pilihan selalu dijatuhkan pada hal-hal yang bersifat menyenangkan semata dan hal-hal yang bermanfaat, misalnya menulis skripsi sering kali tergantikan dengan menonton televisi atau chating, dan lain sebagainya [lampiran 4: (10)-(11)]. Berdasarkan hasil wawancara, menurut R1, R4, R6, R7, R8, R10 dan R11 bentuk tanggung jawab yang telah dilakukan sebagai mahasiswa beasiswa adalah mendapatkan indeks
prestasi kumulatif (IPK) di atas standar yang ditentukan
pemerintah. Selain mendapatkan IPK yang cukup tanggung jawab tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78 dilakukan dengan cara menjaga nama baik kampus dan pemerintah yang telah memberikan kesempatan untuk belajar. R2 dan R3 menambahkan bentuk lain dari tanggung jawab sebagai mahasiswa beasiswa adalah mengembangkan diri misalnya, kursus public speaking (R2), terlibat dalam kepanitiaan (R3), kelompok paduan suara (R5). Sedangkan menurut R9 dan R12 bentuk tanggung jawab mereka sebagai mahasiswa beasiswa adalah menyelesaikan perkuliahan dengan baik [lampiran 4: (12)-(13)].
d. Dimensi tindakan (faith as doing) Iman sebagai tindakan (faith as doing) berkenaan dengan wujud nyata dari iman berupa perhatian terhadap hidup rohani, keterlibatan dalam kegiatan Gereja dan pelayanan bagi sesama. Sebanyak 6 dari 12 responden yang diwawancara menyatakan bahwa studi di PAK semakin menambah semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi (R1, R2, R4, R6, R11, R12). R1 dan R4 mengatakan bahwa pada saat awal kuliah belum memiliki semangat dan antusias yang besar untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi muncul setelah merefleksikan panggilan hidup serta mengetahui makna perayaan Ekaristi. R6, R11 dan R12 menyatakan hal yang sama yakni, sebelum belajar di PAK mengikuti perayaan Ekaristi masih sebagai formalitas semata dan sangat jarang dilaksanakan, tetapi setelah belajar di PAK menjadi tahu makna perayaan Ekaristi dan semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Sedangkan R3 menambahkan bahwa kuliah di PAK menghantar dirinya semakin dekat dengan Tuhan, kedekatan inilah yang kemudian menjadi sumber semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi [lampiran 4: (14)-(15)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79 R2 juga menyatakan bahwa belajar di PAK sebenarnya memotivasi dirinya untuk ambil bagian dalam perayaan Ekaristi, akan tetapi jarak dari tempat tinggal ke gereja cukup jauh dan ia tidak memiliki alat transportasi, sehingga selama belajar di PAK ia sangat jarang mengikuti perayaan Ekaristi. Sementara menurut pengalaman R5 studi di PAK tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi. R7, R8, R9 dan R10 menguatkan pernyataan R5 dengan mengungkapkan bahwa selama belajar di PAK semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi semakin berkurang, terlebih ketika memasuki semester akhir. Faktor penyebab yang utama adalah rasa malas dan tugas-tugas kuliah yang sangat banyak (R7, R10). Sedangkan menurut pengalaman R8 dan R9 faktor untuk yang menyebabkan semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi menjadi berkurang adalah lingkungan dan suasana yang baru. Sebelum kuliah di PAK R8 dan R9 tinggal di lingkungan (asrama) yang sangat kondusif dan memungkinkan mereka untuk terlibat aktif dalam kegiatan rohani di gereja, tetapi setelah kuliah di PAK suasana dan lingkungan menjadi sangat berbeda [lampiran 4: (14)-(15)]. Berdasarkan hasil wawancara 6 responden menyatakan bahwa tidak ada waktu khusus yang disediakan secara rutin untuk hidup rohani, kendati demikian selalu berusaha menyempatkan diri untuk berdoa. Selama ini yang paling sering dilakukan adalah doa sebelum tidur, doa rosario dan membaca Kitab Suci, sedangkan refleksi hanya dilaksanakan ketika awal-awal kuliah saja (R1, R4, R5, R6, R7, R8, R10). R1, R7, R8, dan R10 menyatakan bahwa tugas kuliah dan kegiatan-kegiatan kampus menyita waktu yang cukup banyak, sehingga kebiasaan refleksi perlahan-lahan diabaikan. Sementara R4 mengungkapkan bahwa kamar tidurnya sering dijadikan tempat berkumpul teman-teman satu kos hampir setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80 malam, sehingga ia tidak lagi punya waktu pribadi untuk berefleksi. Sedangkan R6 mengatakan bahwa selama ini ia berefleksi ketika menghadapi masalah, misalnya masalah dalam keluarga, relasi dengan teman, kuliah dan lain sebagainya. Menurut R7 fasilitas yang ia dapatkan, misalnya mesin cuci, wi-fi¸ televisi, smartphone dan lain sebagainya menjadikan ia sangat nyaman, sehingga banyak waktu yang dihabiskan untuk menikmati fasilitas tersebut dan lupa untuk berefleksi [lampiran 4: (13)-(14)]. Menurut R2 sebelum melakukan kegiatan ia menyediakan waktu 15 menit untuk berdoa dan membaca Kitab Suci, hanya akhir-akhir ini sudah jarang dilakukan. R9 juga menyatakan hal yang sama, yakni selama ini ia selalu menyiapkan waktu untuk berdoa dan membaca Kitab Suci sesuai bacaan harian. Sementara R3, R11 dan R12 mengungkapkan bahwa selama ini tidak ada waktu khusus untuk hidup rohani yang dilakukan hanya sebatas doa sebelum tidur. Lima responden, yakni R2, R3, R9, R11 dan R12 menyatakan bahwa selama ini mereka belum memiliki kebiasaan untuk berefleksi [lampiran 4: (13)-(14)]. Menurut R1, R10 pada tahun kedua kuliah di PAK ia rajin mengikuti kegiatan-kegiatan rohani di paroki maupun di lingkungan, tetapi setelah mendapat banyak tugas dari kampus kegiatan-kegiatan tersebut mulai ditinggalkan. Sedangkan menurut pengalaman R2, R9 dan R12 keterlibatan dalam kegiatan paroki ataupun lingkungan hanya pada saat-saat tertentu saja, misalnya pada bulan Maria dan bulan Kitab Suci. R4, R6 dan R7 memiliki pengalaman yang sedikit berbeda, yakni tidak terlibat aktif dalam kegiatan paroki atau lingkungan tempat tinggal mereka, tetapi justru aktif dalam kegiatan di paroki lain, misalnya koor, lektor dan pendampingan iman anak. Sementara R3, R5 dan R11 menyatakan bahwa selama belajar di PAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81 tidak pernah terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani baik di tingkat paroki maupun lingkungan tempat tinggal mereka. Pengaruh dari teman satu asrama sangat besar terhadap keterlibatan dalam kegiatan rohani. R3 dan R5 mengungkapkan bahwa rata-rata teman satu asrama terlebih yang beragama Katolik tidak ada yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan paroki atau lingkungan, sehingga kegiatan-kegiatan tersebut tidak dipandang sebagai kegiatan yang penting [lampiran 4: (16)-(17)]. Menurut
R1
bentuk
pelayanan
yang
pasti
dilaksanakan
setelah
menyelesaikan studi di PAK adalah pendampingan bagi para prodiakon. R1 ingin membagikan pengetahuan dan pengalaman yang ia dapatkan bagi prodiakon di parokinya melalui program pendampingan ini. Sementara R2 dan R7 sejauh ini belum memiliki gambaran yang pasti bentuk pelayanan macam apa yang akan dilaksanakan setelah kembali ke kampung halaman. Sedangkan tiga responden memiliki rencana yang sama, yakni memberdayakan kaum muda melalui berbagai macam kegiatan (R3, R11 dan R12.) Selama ini kaum muda tidak memiliki banyak kegiatan rohani, sehingga begitu banyak perilaku menyimpang yang terjadi, misalnya nikah muda, narkoba dan lain sebagainya. Kaum muda ini memiliki potensi yang besar dalam upaya menghidupkan Gereja. Oleh sebab itu kaum muda perlu mendapat perhatian yang khusus (R3, R11). R12 menambahkan bahwa keterlibatan kaum muda tidak cukup hanya dalam lingkup Gereja, tetapi harus sampai pada lingkup masyarakat. Permasalahan inilah yang kemudian menggugah R12 untuk peduli dan bersedia menjadi promotor kegiatan kaum muda di tempat asalnya [lampiran 4: (17)-(18)]. R4, R5, R6, R9 dan R10 memiliki perhatian khusus pada kegiatan katekese. Selama ini kegiatan lingkungan hanya sebatas doa rosario, itu pun sangat jarang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82 terjadi. Oleh sebab tidak heran iman umat sangat kering dan tidak sedikit umat yang memilih untuk beralih ke agama lain. Kegiatan katekese seperti yang dialami selama kuliah belum pernah dirasakan oleh umat yang ada kampung halaman (R4, R5, R6, R9 dan R10), sehingga hal ini menjadi kesempatan yang sangat besar untuk menerapkan ilmu dan pengalaman yang selama ini didapatkan. R8 menambahkan bahwa ia memiliki rencana untuk membawakan katekese dalam bahasa daerah, seperti yang terjadi di Jawa [lampiran 4: (17)-(18)].
e.
Faktor Pendukung Berdasarkan hasil wawancara terdapat beberapa faktor pendukung dalam
perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Faktor yang pertama adalah pendidikan iman dari orang tua. R1 dan R9 menyatakan bahwa pendidikan iman yang ia dapatkan dalam keluarga berupa teladan dari orang tua yang sangat rajin membaca Kitab Suci dan terlibat aktif dalam hidup menggereja. Menurut R1 dan R9 selain teladan dari orang tua pendidikan iman juga didapatkan melalui kebiasaan-kebiasaan cara hidup Kristiani, misalnya berdoa bersama sebelum makan, mengikuti perayaan Ekaristi bersama dan lain sebagainya. Orang tua cukup tegas dalam hal iman, terlebih ibu yang sering memaksa agar terlibat dalam kegiatan rohani. Sekarang dirinya menyadari bahwa yang telah dilakukan ibu sangat bermanfaat untuk perkembangan iman (R6). R7 juga mengungkapkan pengalaman yang hampir sama, pendidikan iman yang ia alami dalam keluarga melalui kebiasaan-kebiasaan hidup Kristiani. Semenjak kecil R7 bersama keluarganya selalu melakukan doa bersama setiap pukul 18.00. Selain itu R7 juga mengatakan bahwa semasa kecil ia bersama saudara-saudarinya yang lain selalu diajarkan cara berdoa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83 yang benar oleh ibunya, bukan hanya menghafal doa. R8 dan R12 juga mengalami hal yang sama, namun karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki oleh orang tua, pendidikan iman yang dialami hanya sebatas pembiasaan untuk selalu berdoa [lampiran 4: (18)-(19)]. Sedangkan R2, R3, R4, R5, R10 dan R11 mengalami pendidikan iman yang sedikit berbeda, yakni hanya sebatas pergi ke gereja pada hari Minggu, selebihnya tidak ada. Orang tua memang memberikan nasihat untuk selalu berdoa dan aktif mengikuti kegiatan rohani di Gereja, tetapi cara berdoa dan teladan aktif dalam kegiatan hidup menggereja tidak pernah diajarkan (R11). Pendidikan iman yang dirasakan berupa nasihat dan perintah (R2, R3, R11). Faktor pendukung yang kedua adalah kegiatan-kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh paroki asal mahasiswa, misalnya rekoleksi, retret dan lain sebagainya (R1). R1 merasa bahwa paroki di mana ia berasal memiliki cukup banyak kegiatan untuk menunjang perkembangan imannya. R7 dan R10 merasakan hal yang sama, terlebih ketika duduk di bangku SMA (sekolah menengah atas) mereka tinggal di asrama, sehingga begitu banyak kegiatan rohani yang di alami [lampiran 4: (19)-(21)]. R3, R5, R6, R8, R9 dan R12 memiliki pengalaman yang sedikit berbeda, meskipun memiliki antusias dan semangat untuk terlibat, tetapi kegiatan yang diselenggarakan oleh paroki sangat sedikit. Kegiatan-kegiatan tersebut masih sebatas senang-senang saja, belum mampu memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan iman (R3). Hampir seluruh paroki di Kabupaten Kutai barat mengalami kekurangan tenaga profesional yang mampu mengurus berbagai macam kegiatan pastoral, terlebih kegiatan bagi kaum muda. Oleh sebab itu tidak heran jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84 kegiatan-kegiatan rohani hanya terjadi pada saat Natal dan Paskah dan kegiatannya hanya sebatas latihan koor serta mendekorasi gedung gereja [lampiran 4: (19)-(21)]. Faktor pendukung yang ada di Prodi PAK menurut R1, R2, R4, R5, R6, R8, R10, R11 dan R12 kurikulum di PAK menjadi salah satu pendukung perkembangan iman. Kurikulum di PAK banyak memuat mata kuliah terkait dengan iman, sehingga wawasan tentang iman menjadi semakin luas. Selain itu, kurikulum di PAK juga membantu mahasiswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pastoral maupun katekese, sehingga bukan hanya pengetahuan yang bertambah. R7 menambahkan bahwa suasana kekeluargaan yang ada di lingkungan kampus PAK sangat mendukung perkembangan iman [lampiran 4: (25)]. Prodi
PAK
juga
menyelenggarakan
pembinaan
spiritualitas
bagi
mahasiswa. Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa untuk mendalami imannya. Selain itu, Prodi PAK juga mengadakan kegiatan retret yang sudah terjadwal dengan baik, sehingga mahasiswa sungguh terbantu untuk menghayati imannya (R1, R2, R4, R5, R6, R7, R8, R10, R11, R12). Sedangkan menurut R3 dosen yang mayoritas adalah para imam menjadikan suasana kampus sangat mendukung perkembangan iman. Para imam yang siap sedia membimbing para mahasiswa, bukan hanya dalam urusan akademis menjadi sumbangan besar bagi perkembangan iman para mahasiswa. R9 menambahkan faktor pendukung perkembangan iman dari Prodi PAK adalah kebiasaan-kebiasaan untuk peduli terhadap orang lain, misalnya mengumpulkan uang bagi korban bencana alam atau teman yang berduka. Kebiasaan-kebiasaan ini melatih mahasiswa untuk peka dan mau beraksi secara nyata bagi sesama [lampiran 4: (25)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85 f.
Faktor Penghambat Dalam proses perkembangan iman terdapat faktor penghambat yang berasal
dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Ke-12 responden menyatakan bahwa faktor penghambat yang muncul dari dalam diri adalah rasa malas. Sedangkan faktor dari luar adalah pelajaran agama sewaktu sekolah, lingkungan tempat tinggal dan alat komunikasi (smartphone). Menurut pengalaman R1, R7, R8 dan R12 guru yang mengampu PAK di sekolah tidak memiliki kreativitas dan sering kali hanya meminta siswa untuk mencatat. Hal ini menjadikan PAK sangat membosankan dan tidak memberikan manfaat bagi siswa (R1, R7 dan R12). Berdasarkan pengalaman R8, PAK di sekolah menjadi pelajaran yang membosankan ketika ia duduk di bangku SMP. Ketika SMA, PAK semakin tidak ada kejelasan, bahkan selama 3 tahun, PAK hanya dialami sebanyak 2 kali [lampiran 4: (21)-(22)]. Berdasarkan pengalaman R2, R3, R4, R5, R6 dan R11 PAK di sekolah adalah pelajaran yang sangat membosankan semenjak di bangku SD. Sebagian besar waktu pelajaran PAK digunakan untuk mencatat. Guru PAK tidak memiliki kreativitas dan inovasi dalam mengajar, sehingga PAK di sekolah menjadi sangat monoton dan membosankan (R2, R3, R11). Selain itu figur guru yang mengampu PAK tidak mencerminkan diri sebagai seorang guru agama serta ditambah dengan jadwal PAK yang selalu ditempatkan di akhir menjadikan PAK di sekolah semakin tidak menarik [lampiran 4: (21)-(22)]. Menurut pengalaman R3, R4, R5, R6, R9 dan R12 lingkungan tempat tinggal kurang mendukung perkembangan iman mereka. Orang-orang di sekitar lingkungan tempat cenderung memikirkan diri sendiri dan tidak peduli dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86 kehidupan bersama, sehingga kebiasaan-kebiasaan baik yang harusnya ada dalam suatu komunitas tidak terjadi (R3 dan R5). R4 menambahkan bahwa selama ini kamarnya dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul, sehingga waktu untuk berdoa pribadi dan berefleksi menjadi terganggu. Hal inilah yang menjadikan lingkungan tempat tinggal kurang kondusif bagi proses perkembangan iman [lampiran 4: (22)(23)]. Pada zaman sekarang ini, alat komunikasi (smartphone) merupakan kebutuhan pokok agar dapat terhubung dengan orang lain. Penggunaan smartphone juga dapat menjadikan informasi dan konten rohani sangat mudah didapatkan, kapan saja dan di mana saja (R1, R2, R6 dan R7). Akan tetapi Smartphone justru sering kali menyita waktu untuk belajar, berkumpul bersama teman, bahkan menggantikan waktu untuk berdoa (R3, R5, R10, R11, R12). Konten rohani dan aplikasi-aplikasi yang bernuansa rohani sering kali hanya selesai pada tahap download saja, mengupdate status dan upload foto ke media sosial lebih menyita perhatian dari pada mengakses konten rohani [lampiran 4: (23)-(24)]. Faktor penghambat selama studi di PAK menurut R1 suasana lingkungan kampus belum kondusif bagi perkembangan iman, terlebih untuk kegiatan doa. Letak kampus yang berada di tengah keramaian menjadikan suasana hening sangat sulit ditemukan. Sedangkan menurut R3 di Prodi PAK terlalu banyak tugas dan lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas. Hampir seluruh mahasiswa berlomba untuk mendapat nilai yang baik, sangat sedikit yang berjuang untuk keutamaan hidup. R10 menambahkan, teladan dari dosen masih kurang, terlebih terkait dengan ajaran iman Katolik [lampiran 4: (25)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87 3. Pembahasan Hasil Penelitian Pada bagian ini penulis akan membahas dan mendeskripsikan secara kualitatif perkembangan iman mahaisiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Program Studi Pendidikan Agama, Katolik Universitas Sanata Dharma. Deksripsi kualitatif perkembangan iman para mahasiswa ini dibagi menjadi 4 bagian. Pertama akan mendeskripsikan identitatas responden. Bagian kedua mendeskripsikan dimensi kognitif iman, ketiga mendeskripsikan dimensi afektif dan keempat mendeskripsikan dimensi tindakan.
a. Identitas Responden Berdasarkan data yang diperoleh, kedua belas responden ini berasal dari berbagai penjuru Kabupaten Kutai Barat dengan bahasa dan budaya yang berbedabeda. Selain latar belakang budaya yang berbeda mahasiswa-mahasiswi ini juga memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Sebagian besar mahasiswa-mahasiswi ini langsung melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah setelah lulus sekolah menengah atas (SMA) sedangkan sebagiannya bekerja terlebih dahulu. Mahasiswa-mahasiswi ini berjumlah 13 orang yang terdiri dari 4 orang lakilaki dan 9 orang perempuan. Penulis merupakan salah satu bagian dari mahasiswa program beasiswa ini, maka responden dalam penelitian ini berjumlah 12 orang [lampiran 3: (3)].
b. Dimensi Kognitif Menurut Groome (2010: 81) dimensi kognitif dari iman adalah sebuah keyakinan (faith as believing). Untuk dapat sampai pada keyakinan, maka iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88 harus direnungkan, dipahami dan didalami. Bentuk dari dimensi kognitif ini adalah kemampuan untuk mengolah dan mengkritisi pengalaman maupun informasi yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belajar di PAK memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam perkembangan iman para responden. Perkembangan tersebut terlihat dari perubahan cara pandang terhadap kegiatan-kegiatan rohani yang selama ini dijalani. Sebelum belajar di PAK kegiatan-kegiatan rohani hanya dipandang sebagai rutinitas dan kewajiban semata, namun sekarang kegiatan tersebut dipandang sebagai kebutuhan yang harus terpenuhi. Pengalaman yang selama ini hanya berlalu begitu saja, kini dapat dimaknai dan menjadi sangat berarti, sekalipun pengalaman tersebut merupakan pengalaman yang sedih [lampiran 4: (4)(7)]. Groome (2010: 98 ) mengutip pernyataan Fowler yakni, iman bukanlah keadaan yang statis yang tidak bergerak dan berkembang. Iman merupakan kegiatan mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidup. Pandangan ini menunjukkan bahwa iman adalah sebuah kegiatan. Melalui iman manusia dapat mengetahui, mengartikan dan menafsirkan pengalaman hidupnya sehingga pengalaman-pengalaman tersebut menjadi bermakna. Dimensi kognitif dari iman menuntut sebuah pengakuan yang didasari oleh kebebasan. Pengakuan tersebut terwujud dalam tindakan meyakini dengan teguh terhadap apa yang diimani, tanpa ada paksaan dari pihak luar. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keyakinan yang teguh terhadap iman akan muncul manakala iman tersebut dipahami, direnungkan dan didalami. Berkaitan dengan hal ini Dokumen Konsili Vatikan II memberikan penjelasan sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89 Kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan “ketaatan iman”. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu dikaruniakan olehNya (DV art.5). Berdasarkan rumusan artikel dokumen di atas dapat dilihat bahwa syarat utama dalam iman adalah penyerahan seluruh hidup, termasuk di dalamnya kehendak dan akal budi secara bebas kepada Allah. Iman dapat dipahami sebagai sebuah keyakinan terhadap penyelenggaraan Allah dalam hidup ini. Hasil wawancara menunjukkan sebagai besar responden menyatakan semakin menyadari dan merasakan campur tangan Allah dalam hidup mereka. Pengalaman inilah yang menjadi titik tolak keyakinan terhadap rencana dan karya Allah dalam hidup ini. Kehadiran dan peran Allah dalam hidup kini semakin mendapat kejelasan dan tidak lagi diragukan. Secara kualitatif dimensi kognitif iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat mengalami perkembangan [lampiran 4: (4)-(7)].
c. Dimensi afektif Groome (2010: 87) menyatakan bahwa dimensi afektif dari iman adalah sebuah kepercayaan. Berbeda dengan dimensi kognitif yang menekankan pengakuan dalam iman, dimensi afektif ini lebih menekankan relasi personal seseorang terhadap apa yang ia imani. Dalam hal ini relasi tersebut berarti hubungan personal seseorang dengan Allah. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan permohonan dari pihak manusia. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90 dari hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan bertahan. Groome (2010: 99) membahasakan kembali pandangan Fowler yang menyatakan bahwa iman merupakan cara mengetahui dunia secara aktif dan cara berhubungan dengan dunia, maka iman memiliki dimensi kognitif dan juga afektif. Dimensi kognitif (rasionalitas) iman tidak dapat dipisahkan dari dimensi afektif (perasaan). Dimensi perasaan adalah emosi afektif yang muncul dari iman sebagai cara
berhubungan,
misalnya
perasaan
menghargai, kagum, hormat, takut.
Maka
untuk
mengasihi,
memperhatikan,
dengan demikian beriman berarti
berhubungan dengan seseorang atau sesuatu dengan cara sedemikian rupa, sehingga hati kita diarahkan, perhatian diberikan dan harapan kita tertuju pada orang lain. Bertolak dari pernyataan di atas, maka untuk mendapatkan gambaran perkembangan dimensi afektif iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat, penulis mengajukan beberapa pertanyaan pokok yang berkaitan dengan kebanggaan sebagai orang Katolik, kebebasan, suara hati dan tanggungjawab. Sebagian responden menyatakan bahwa pergulatan dalam proses belajar di PAK semakin menegaskan peran suara hati dalam hidup mereka. Suara hati semakin didengarkan dan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat keputusan. Sedangkan enam responden lainnya menyatakan, bahwa selama ini suara hati jarang didengarkan, meskipun sering kali bergulat dengan suara hati [lampiran 4: (10)-(11)]. Suara hati dapat dipahami sebagai bisikan atau suara yang menyerukan untuk selalu berbuat kebaikan. Suara hati adalah kesadaran moral yakni, kesadaran tentang hal yang baik dan yang jahat. Suara hati tidak hanya sekedar kesadaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91 moral tetapi juga kemampuan untuk mengambil keputusan untuk melakukan yang baik dan menghindari yang jahat. Suara hati adalah inti terdalam dari manusia, karena melalui suara hati seseorang dapat mendengar suara Allah yang menggema (KGK, art. 1776). Oleh sebab itu dalam hidup beriman suara hati sangat penting untuk selalu didengarkan. Berdasarkan hasil wawancara semua responden menyatakan bahwa setelah belajar di PAK mereka semakin bangga menjadi orang Katolik, bahkan beberapa responden mengungkapkan bahwa Katolik adalah jati diri mereka yang tidak mungkin ditinggalkan. Rasa bangga sebagai orang Katolik memang sudah ada sejak kecil, akan tetapi rasa bangga tersebut semakin diteguhkan ketika mengalami dinamika perkuliahan di PAK. Rasa bangga sebagai seorang Katolik ini belum sampai mengakar dan menjadi dasar dalam hidup beriman dan cenderung hanya berupa pengakuan semata. Sebagian besar responden menyatakan belum mampu menjalankan tanggungjawab sebagai orang Katolik dengan penuh kebebasan. Pengaruh dari luar masih menjadi alasan utama dalam menjalankan tanggungjawab sebagai orang Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa iman sebagai seorang Katolik merupakan iman yang diwariskan, bukan iman yang menjadi milik pribadi [lampiran 4: (7)-(9)]. Hasil wawancara menunjukkan hampir seluruh responden menyatakan bahwa bentuk tanggungjawab yang dilakukan selama ini sebagai mahasiswa adalah mendapatkan indeks prestasi (IP) yang cukup. Sedangkan menurut responden lainnya
bentuk
tanggungjawab
sebagai
mahasiswa
perkuliahan dengan baik [lampiran 4: (12)-(13)].
adalah
menyelesaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92 Tanggungjawab
adalah
kemampuan
seseorang
untuk
memberikan
tanggapan atas tindakannya. Tanggapan tersebut berupa jawaban atas pertanyaan mengapa tindakan tersebut dilakukan dan kesanggupan untuk menanggung konsekuensi dari tindakan tersebut. Dalam konteks moral, tanggungjawab tidak hanya dimaknai sebagai kesanggupan memberi jawaban dan menanggung konsekuensi, tetapi merupakan komitmen untuk melakukan kebaikan (Dapiyanta, 2013: 34). Bertolak dari definisi tanggungjawab, maka dapat dipahami bahwa bentuk tanggungjawab bukan hanya sebatas pemenuhan target semata. Dalam konteks perkuliahan,
tanggungjawab
tidak
hanya
berhenti
pada
indeks
prestasi.
Bertanggungjawab dalam konteks perkuliahan harus dimaknai sebagai proses mengembangkan seluruh potensi diri agar kelak dapat melayani lebih banyak orang. Secara kualitatif perkembangan dimensi afektif iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat berbeda dengan perkembangan dimensi kognitif. Dimensi afektif tidak terlalu berkembang, mengingat dimensi afektif bukan hanya ungkapan perasaan semata, tetapi merupakan relasi yang personal dengan Tuhan.
d. Dimensi Tindakan Iman sebagai kegiatan melakukan (faith as doing) berkenaan dengan ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan, Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Dari Sabda Yesus ini ingin ditegaskan kembali bahwa iman tidak cukup hanya dengan kata-kata saja, iman membutuhkan sebuah tindakan nyata. Oleh sebab itu iman sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93 realitas yang hidup sangat penting, artinya apa yang diimani harus sungguh dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Bertolak dari pernyataan ini, maka untuk mendapatkan gambaran perkembangan iman, khususnya dimensi tindakan penulis mengajukan pertanyaan pokok yang berkaitan dengan hidup doa pribadi maupun komunal dan bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada umat setelah menyelesaikan studi. Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar responden menyatakan bahwa tidak memiliki perhatian khusus terhadap hidup rohani, terlebih setelah memasuki tahun terakhir masa studi hidup rohani mulai ditinggalkan. Selama ini bentuk perhatian terhadap hidup rohani hanya berupa doa yang umum dilaksanakan oleh semua orang, misalnya doa sebelum tidur dan lain sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan semua responden tidak lagi memiliki kebiasaan untuk berefleksi, bahkan beberapa responden menyatakan sejak awal kuliah sampai sekarang tidak memiliki kebiasaan refleksi [lampiran 4: (13)-(14)]. Menurut Cremers (1995: 160-179), ciri utama iman yang dewasa adalah bersifat reflektif. Kemampuan refleksi adalah syarat dasar untuk mencapai tahap iman yang dewasa, karena melalui refleksi pengalaman hidup akan memiliki makna. Oleh sebab itu kebiasaan refleksi merupakan hal yang sangat penting, terlebih bagi para calon katekis dan guru agama yang bertugas untuk membantu orang lain agar bertumbuh dalam iman. Selama kuliah di PAK sebagian responden merasa bahwa semangat mereka dalam mengikuti perayaan Ekaristi semakin meningkat. Perayaan Ekaristi tidak lagi dipandang sebagai kewajiban semata, tetapi merupakan kebutuhan yang mendasar. Sedangkan sebagian responden lainnya merasa bahwa selama kuliah di PAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94 semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi semakin hari semakin menurun, meskipun menyadari bahwa Ekaristi merupakan perayaan yang sangat penting dalam hidup beriman. Semua responden menyatakan bahwa tindakan tersebut lahir dari kebebasan tanpa intervensi dari pihak luar. Artinya semua tindakan yang dilakukan, misalnya mengikuti perayaan Ekaristi ataupun tidak sungguh dilakukan dengan penuh kesadaran [lampiran 4: (14)-(15)]. Dimensi tindakan juga mencakup keterlibatan dalam hidup menggereja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden tidak ada yang terlibat secara aktif dalam kegiatan di lingkungan maupun di tingkat paroki. Keterlibatan dalam berbagai kegiatan hidup menggereja hanya terjadi pada awal-awal perkuliahan, bahkan tiga responden menyatakan bahwa selama belajar di PAK tidak pernah ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan lingkungan dan paroki, kecuali dalam rangka pemenuhan tugas kuliah. Selain keterlibatan dalam kegiatan lingkungan dan paroki, dimensi tindakan juga dilihat dari bentul pelayanan yang akan diberikan bagi umat setelah menyelesaikan studi. Sebagian besar responden sudah memiliki gambaran kegiatan yang pasti dilakukan setelah kembali ke kampung halaman. Bidang-bidang yang perhatian khusus dalam pelayanan adalah bidang katekese dan pembinaan kaum muda. Sementara responden lainnya sejauh ini belum memiliki gambaran bentuk pelayanan yang akan diberikan kepada umat. Secara kualitatif perkembangan dimensi tindakan iman mahasiswamahasiswi Kabupaten Kutai Barat tidak jauh berbeda dengan perkembangan dimensi afektif. Sebagian besar dimensi tindakan dari iman masih berhenti pada taraf niat, belum sampai pada aksi nyata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95 e. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung perkembangan iman mahasiswa Kabupaten Kutai Barat, penulis mengajukan pertanyaan pokok yang terkait dengan pendidikan iman dalam keluarga, kegiatan rohani dalam Gereja, PAK di sekolah dan lingkungan sekitar. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden menyatakan bahwa pendidikan iman yang didapatkan dalam keluarga sangat menunjang perkembangan iman mereka. Pendidikan iman yang terjadi dalam keluarga dalam bentuk pembiasaan untuk hidup menurut tata cara Kristiani, misalnya berdoa bersama, mengikuti Misa dan membaca Kitab Suci. Sedangkan bentuk pendidikan iman dalam keluarga yang dirasakan oleh responden lainnya masih berupa perintah untuk mengikuti Misa dan kegiatan rohani. Tidak semua responden mendapatkan teladan cara hidup beriman dari orang tua, karena keterbatasan informasi dan pengetahuan [lampiran 4: (18)-(19)]. Mengacu pada dokumen Gereja, keluarga adalah tempat perkembangan iman yang pertama dan utama. Dalam sebuah keluarga orang tua memiliki peran yang sangat strategis untuk mendidik dan memperkembangkan iman anak-anaknya. Salah satu dokumen Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen menyatakan bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anak-anaknya agar mereka mengabdi Allah sesuai dengan iman permandiannya dan disiapkan untuk memasuki masyarakat serta umat Allah sebagai orang dewasa (Gravisimum Educationis, art. 3). Keluarga adalah tempat penyemaian benih-benih iman. Orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik bagi anak-anaknya, sehingga benih-benih iman yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96 tertanam dalam diri anak-anak mereka dapat berkembang (Gravisimum Educationis, art. 11). Kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh paroki juga menjadi faktor pendukung dalam perkembangan iman para responden. Sebagian besar responden menyatakan memiliki keinginan yang besar untuk mengikuti kegiatan rohani, tetapi tidak banyak paroki yang memiliki kegiatan bagi kaum muda. Hampir seluruh paroki di Kabupaten Kutai Barat mengalami kekurangan tenaga profesional yang mampu mengurus berbagai macam kegiatan pastoral, terlebih kegiatan bagi kaum muda. Oleh sebab itu tidak heran jika kegiatan-kegiatan rohani hanya terjadi pada saat Natal dan Paskah dan kegiatannya hanya sebatas latihan koor serta mendekorasi gedung gereja Pendidikan Agama Katolik (PAK) di sekolah yang dialami responden berbeda-beda. Secara umum responden merasa PAK di sekolah dasar (SD) sangat menyenangkan. Hal ini sangat berbeda dengan PAK di SMP dan SMA, sebagian besar responden merasa sangat membosankan, bahkan cenderung tidak bermanfaat. Faktor penyebab kejadian ini adalah kurangnya guru agama yang profesional dan memiliki hati untuk anak didiknya, sehingga PAK di sekolah dilaksanakan dengan seadanya saja. Padahal bila bertolak pada dokumen Gereja, sekolah sangat penting bagi perkembangan seseorang. Di sekolah tidak hanya diajari ilmu yang berkaitan dengan fisik dan akal budi, tetapi ilmu tentang nilai-nilai luhur hidup manusia. Sekolah juga menjadi tempat terjalinnya rasa persahabatan antar pribadi yang berbeda-beda latar belakangnya. Sekolah menjadi promotor kemajuan di tengah masyarakat yang melibatkan semua pihak, sehingga sekolah bukanlah tanggung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97 jawab para guru saja, tetapi merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat (GE, art. 5). Berdasarkan hasil wawancara hampir seluruh responden terpengaruh oleh keadaan sekitar. Lingkungan tempat tinggal memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap seorang individu, maka pemilihan lingkungan tempat tinggal sangat menentukan perkembangan pribadi seseorang (Slameto, 2013: 71). Sebagian besar responden merasa bahwa selama ini lingkungan tempat tinggal tidak begitu kondusif bagi perkembangan iman. Hal ini terlihat keterlibatan anggota komunitas lingkungan tempat tinggal mereka dalam berbagai kegiatan rohani masih sangat kurang [lampiran 4: (22)-(23)]. Alat komunikasi (smartphone)
yang sangat akrab dengan kaum muda
merupakan alat yang dapat menjadi sarana perkembangan iman, tetapi juga bisa menjadi penghambat. Berdasarkan hasil wawancara sebagian besar responden menyatakan bahwa penggunaan smartphone justru menjadi faktor penghambat dalam perkembangan iman, karena smartphone sering kali lebih menarik dari kegiatan lainnya. Dengan demikian sebagian besar waktu dihabiskan untuk bermain smartphone, sehingga waktu untuk belajar maupun hidup rohani sangat sedikit, bahkan tidak ada [lampiran 4: (23)-(24)]. Berdasarkan hasil wawancara faktor pendukung perkembangan iman yang ada di Prodi PAK adalah kurikulum PAK yang disusun dengan sangat proporsional antara materi dan praktik, sehingga mahasiswa tidak hanya mendapatkan teori, tetapi juga mengalami praktik secara langsung. Kegiatan-kegiatan kerohanian, misalnya pembinaan spiritualitas, rekoleksi dan retret yang rutin diselenggarakan oleh Prodi PAK memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan iman mahasiswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98 Selain itu suasana kekeluargaan yang ada dalam lingkungan Prodi PAK juga turut memberi sumbangan positif bagi perkembangan iman mahasiswa. Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar responden merasa tidak ada faktor penghambat yang ada di Prodi PAK terkait perkembangan iman. Faktor penghambat yang ada lebih banyak muncul dari dalam diri buka dari luar [lampiran 4: (25)].
4. Kesimpulan Penelitian Dari tiga dimensi iman yang dikemukakan oleh Groome (2010: 81), penulis menyimpulkan dimensi iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang paling berkembang adalah dimensi kognitif (faith as believing). Dimensi kognitif atau iman sebagai keyakinan adalah dimensi iman yang menekankan segi intelektual. Hal ini bertolak dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa para responden belum mampu untuk menghayati dan mewujudkan imannya secara konkret. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi kognitif mengalami perkembangan yang cukup signifikan dibandingkan kedua dimensi lainnya [lampiran 4: (4)-(7)]. Sementara dimensi afektif masih sebatas ungkapan perasaan (just feeling) yang belum menjadi pengalaman pribadi [lampiran 4: (7)-(13)]. Dimensi tindakan juga tidak jauh berbeda dengan dimensi afektif, wujud konkret dari iman masih berhenti pada taraf perencanaan atau niat semata, belum sampai pada tindakan nyata [lampiran 4: (13)-(18)]. Mengacu pada pandangan Fowler yang diungkapkan oleh Groome (2010: 101-102) tahap perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat sebagian besar berada pada tahap sintetis-konvensional. Dalam tahap ini iman masih ditafsirkan sesuai dengan petunjuk-petunjuk dan kriteria yang dikatakan oleh orang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99 dalam kelompoknya atau sesuai dengan pemahaman yang populer. Tahap ini merupakan tahap penyesuaian diri di mana seseorang ingin sekali merespons dengan setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang dianggap penting. Dalam tahap ini seseorang belum mampu memahami identitas pribadi untuk membuat keputusan-keputusan yang otonom. Iman dalam tahap ini masih bersifat “konvensional” (kesepakatan bersama) dan sintesis (diterima begitu saja) dengan otoritas yang berada di luar dirinya. Iman belum dijadikan sebagai milik pribadi. Faktor penghambat yang utama dalam proses perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat adalah tidak ada kebiasaan untuk merefleksikan pengalaman. Iman akan berkembang jika direfleksikan dan dijadikan sebagai milik pribadi. Seseorang yang beriman dengan cara ini berada pada tahap individuatif-reflektif (Cremers, 1995: 160-179). Tahap individuatif-reflektif ini adalah tahap di mana seseorang dengan berani dan kritis memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Faktor lain yang juga mempengaruhi perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat adalah pendidikan iman dari orang tua yang tidak semua mendapatkannya. Kegiatan rohani yang dialami mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat sangat sedikit. Selain itu PAK di sekolah belum mampu memberikan sumbangan bagi perkembangan iman, lingkungan tempat tinggal yang kurang kondusif dan alat komunikasi yang belum digunakan secara bijak [lampiran 4: (18)-(25)].
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PERKEMBANGAN IMAN MAHASISWA-MAHASISWI MELALUI KEGIATAN RETRET
Pada bab III telah dibahas mengenai gambaran perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat, rencana penelitian dan hasil penelitian. Sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian pada bab III penulis menyampaikan usulan kegiatan sebagai upaya meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Bab IV ini merupakan tanggapan terhadap hasil penelitian. Penulis mengusulkan kegiatan retret mahasiswa sebagai upaya dalam meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. Bab ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan pemikiran dasar kegiatan, bagian kedua berupa usulan kegiatan dan bagian ketiga adalah contoh persiapan retret mahasiswa.
A. Pemikiran Dasar Kegiatan Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
rata-rata
perkembangan
iman
mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat masih berhenti pada taraf kognitif, belum sampai pada tindakan. Hal ini menegaskan bahwa selama ini seluruh kegiatan perkuliahan hanya berhenti pada pemahaman dan keinginan semata, belum sampai pada pemaknaan. Hidup rohani belum menjadi perhatian yang utama dalam keseluruhan proses studi. Pengaruh dari luar masih menjadi penentu dalam pengambilan keputusan dalam bertindak, sehingga hidup dijalani sebagai pemenuhan tuntutan semata. Akibatnya sebagian besar mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat mengalami dis-orientasi dalam proses studi. Dampak yang terlihat dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101 perubahan orientasi ini adalah sulit membedakan antara sarana dan tujuan, bahkan sering kali sarana dipandang sebagai tujuan. Permasalahan ini muncul karena seluruh proses studi dan nilai-nilai pokok yang ditawarkan oleh universitas, fakultas maupun prodi belum direfleksikan serta diinternalisasikan, sehingga sebagian besar materi maupun pengalaman yang diperoleh hanya menjadi sebuah informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden tidak lagi memiliki kebiasaan berefleksi. Refleksi sangat penting terlebih bagi para calon guru agama dan katekis ini, karena hanya melalui refleksi pengalaman akan menjadi bermakna. Tanpa refleksi seseorang akan kehilangan jati dirinya dan kehilangan tujuan hidupnya, sehingga hidup hanya dijalani apa adanya. Sebagai mahasiswa yang mendapat kepercayaan dari pemerintah tentu tujuan utamanya adalah membaktikan diri bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintah adalah masyarakat yang memberikan kesempatan dan dukungan untuk belajar di perguruan tinggi. Untuk dapat melayani masyarakat, maka syarat utamanya adalah memiliki kompetensi sebagai pelayan masyarakat. Dalam konteks mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat yang belajar di Program Studi Pendidikan Agama Katolik kompetensi tersebut adalah membantu umat untuk memperkembangkan imannya. Oleh sebab itu sebagai calon guru agama atau katekis syarat utama untuk melayani umat (masyarakat) adalah memiliki iman yang mendalam. Menurut Groome (2010: 81) iman mencakup tiga aspek yakni, kognitif, afektif dan tindakan, maka berbicara tentang iman berarti berbicara tentang keseluruhan hidup seseorang. Meminjam istilah latin Nemo dat quod non habet yang berarti kita tidak dapat memberi apa yang tidak kita miliki. Bagi seorang guru agama atau katekis tidak mungkin mengajarkan tentang iman, sedangkan dirinya sendiri tidak memiliki iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102 Berdasarkan permasalahan di atas maka retret dipilih sebagai kegiatan yang membantu para mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat untuk semakin menghayati imannya. Prodi PAK memang selalu menyelenggarakan retret setiap tahunnya untuk para mahasiswa, tetapi retret tersebut menggunakan model preaching retreat, yakni retret model ceramah/kotbah. Program retret ini tidak menggunakan model preaching retreat. Retret ini akan bertolak dari pengalaman peserta dengan menggunakan langkah life, faith, new life. Melalui retret ini para peserta diharapkan dapat merefleksikan pengalaman hidup beriman mereka selama ini dalam terang ajaran Gereja supaya dapat menentukan sikap.
B. Usulan Kegiatan Retret Dalam merancang usulan kegiatan, penulis menyusun langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dalam retret. Hal ini guna mempermudah dan memperlancar pelaksanaan retret untuk meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat.
1. Tema Tema umum dalam kegiatan retret ini adalah “Iman Yang Individuatif dan Reflektif”. Tema ini dipilih untuk membantu para mahasiswa mengenali jati diri dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Melalui tema ini para mahasiswa diajak untuk melihat kembali pengalaman studi selama 4 tahun terakhir. Dengan merefleksikan pengalaman selama menempuh studi diharapkan peserta dapat mengendapkan (menginternalisasikan) pengalaman serta pengetahuan yang diperoleh menjadi pengalaman yang bermakna dan dapat dibagikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103 2. Tujuan Peserta dapat beriman secara individuatif dan reflektif
3. Peserta Peserta retret adalah mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat Prodi Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma angkatan 2012.
4. Tempat dan Waktu a. Tempat
: Wisma USD Penting Sari, Kaliurang
b. Waktu
: Desember 2016
5. Bentuk Kegiatan Kegiatan retret ini dilaksanakan berdasarkan tiga langkah, yakni life, faith and new life. Peserta akan mengungkapkan pengalaman selama menempuh studi di PAK dan merefleksikannya dalam terang iman Katolik, kemudian menentukan sikap baru dalam hidup beriman. Bentuk kegiatan retret ini berupa refleksi pengalaman, menonton film inspiratif dan penyampaian materi serta menentukan sikap . Retret ini dilaksanakan dalam suasana yang hening supaya para peserta sungguh-sungguh merenungkan pengalaman studi selama ini. Pemutaran film dan penyampaian materi merupakan sarana untuk meneguhkan seluruh kegiatan refleksi yang dilaksanakan. Pada akhir kegiatan retret ini para peserta mengambil sikap dan mewujudkan hasil refleksi pengalaman studi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104 6. Metode Metode yang dilaksanakan adalah metode refleksi, penyampaian materi, sharing, peneguhan dan ibadat.
7. Sarana a. Multimedia : laptop, proyektor, speaker, pengeras suara b. Alat musik : gitar dan keyboard c. Alkitab, madah bakti, buku refleksi pribadi.
8. Tim Retret
ini
dipandu
oleh
tim
khusus
yang
berpengalaman
dalam
menyelenggarakan retret serta kerja sama dengan dosen pendamping mahasiswa beasiswa Prodi PAK-USD.
9. Susunan Acara Tabel 3 Susunan Acara Waktu 15.00-15.30 15.30-16.00 16.00-16.30 16.30-18.00 18.00-19.00 19.00-21.00
06.30-07.00 07.00-08.00 08.00-10.00 10.00-10.30 10.30-12.00 12.00-13.00 13.00-16.00
Acara Hari I : Life Registrasi Snack Pengantar Sesi I : Pengalaman suka- duka di PAK Makan Sesi II : Gambaran imanku Hari II: faith Doa pagi Sarapan Sesi III : Iman yang sungguh berkembang Snack Sesi IV : Sharing Makan siang Istirahat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105 16.00-16.30 16.30-19.00 19.00-19.30 19.30-21.00 06.30-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-10.30 10.30
Snack Sesi V : Menonton Film “Mother Teresa of Calcuta” Makan malam Sesi VI : Sharing mengenai film “Mother Teresa of Calcuta” Hari III : New Life Doa pagi Sarapan Sesi VII : Menentukan sikap dalam beriman Sharing mengenai sikap/aksi konkret yang akan dilakukan Ibadat penutup Sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106 Tabel 4 Matriks Program 10. Matriks Program Tema Tujuan
No
Acara Hari I : life
Hari II : faith
: Menjadi Pribadi Yang Reflektif : Peserta dapat beriman secara individuatif dan reflektif.
Tujuan Mengungkapkan pengalaman faktual peserta Mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani agar lebih mengena bagi kehidupan peserta
Materi Pengalaman peserta selama studi di PAK - Tahap-tahap perkembangan iman - 3 dimensi iman - Kebebasan
Metode Refleksi Diskusi sharing Informasi Sharing Penayangan film “Mother Theresa of Calcuta”
-
Sarana Laptop Proyektor Soundsystem Laptop Proyektor Soundsystem
Sumber bahan Pengalaman peserta
- Agus, Cremers. (1995). Tahap Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius - Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung Mulia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Hari III : new life
Mengajak peserta untuk menemukan nilai hidup yang hendak digarisbawahi dan merumuskan tindakan nyata terkait hidup beriman
- Pengalaman hidup peserta - Hasil sharing sesi I dan II
Refleksi Diskusi Sharing
- Laptop - Proyektor - Soundsystem
- Setyawan, A, SJ.(2011). Saat Tuhan Tiada; dari cermin Anthony de Mello, SJ. Yogyakarta: PT. Kanisius Pengalaman peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
C. Contoh Persiapan Sesi III Hari II 1. Pemikiran dasar Pada bagian sesi I dan II peserta telah mengungkapkan dan membagikan pengalaman suka maupun duka selama belajar di Prodi PAK. Peserta juga telah melihat kembali bagaimana perkembangan iman mereka selama menempuh studi di PAK. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah konteks hidup para peserta yang akan menjadi bahan utama dalam retret ini. Pada sesi ini peserta diajak untuk belajar dari refleksi para ahli tentang hidup beriman. Peserta diajak untuk mengkritisi cara hidup beriman mereka selama ini
dan menimba inspirasi dari refleksi para ahli tentang iman.
Perbandingan antara pengalaman dengan refleksi para ahli akan membantu peserta untuk menjadi seorang Kristiani yang dewasa.
2. Tujuan Peserta mendapatkan inspirasi tentang iman yang berkembang dan tergerak hatinya untuk memperbarui hidup berimannya selama ini.
3. Materi a. Tahap-tahap perkembangan iman b. 3 dimensi iman
4. Sumber bahan a. Tahap - Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
b. Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung Mulia.
5. Metode a. Informasi b. Tanya Jawab
6. Sarana a. Laptop b. Proyektor c. Soundsystem
7. Langkah-langkah sesi III : Gambaran iman yang berkembang a. Pengantar Teman-teman yang terkasih pada sesi I dan II kita telah berbagi pengalaman suka-duka menempuh studi di PAK dan merefleksikan pengalaman hidup beriman kita selama ini. Teman-teman telah melihat bagaimana perkembangan hidup beriman teman-teman selama menempuh studi di PAK. Maka pada kesempatan ini, kita bersama-sama akan mendalami refleksi para ahli terkait hidup beriman. Harapannya setelah mendalami refleksi para ahli terkait hidup beriman, teman-teman menemukan ilham atau inspirasi untuk menjadi seorang Kristiani yang dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
b. Penyampaian materi 1) Iman yang berkembang menurut Fowler Cremers (1995: 95-96) mengungkapkan kembali pandangan Fowler bahwa tahap perkembangan iman sebagai keseluruhan operasi pengertian dan penilaian yang terintegrasikan dan spesifik secara kualitatif memungkinkan pribadi memiliki gambaran tentang iman yang berbeda sesuai dengan masingmasing tahap. Fowler menyusun tujuh tahap dalam perkembangan iman. Menurut Fowler gambaran iman yang berkembang berada pada tahap individuatif-reflektif (21-35 tahun). Pada tahap ini muncul kesadaran diri dan refleksi diri yang mendalam. Orang dewasa muda semakin kritis melihat perbedaan jati dirinya yang dipersepsikan oleh orang lain dengan yang ia alami sendiri. Dalam tahap ini refleksi diri tidak seluruhnya bergantung pada pandangan orang lain. Melalui sikap refleksivitasnya yang tinggi, orang muda mulai mengajukan pertanyaan kritis tentang keseluruhan nilai, pandangan hidup, kepercayaan, dan komitmen yang selama ini ia terima dan jalani. Ia tidak dapat lagi bersandar pada orang lain, tetapi dengan berani dan kritis ia harus memilih secara pribadi ideologi, filsafat dan cara hidup yang menghantar pada komitmen-komitmen kritis serta mawas diri dalam segala hubungan dengan tugasnya. Orang dewasa muda dalam tahap ini sudah memahami dirinya dan orang lain, tidak hanya menurut pola sifat “pribadi” atau “antar pribadi”, melainkan sebagai suatu bagian sistem sosial dan institusional. Tahap ini menghasilkan sikap kritis terhadap seluruh simbol, mitos dan lain sebagainya atau sering disebut sebagai tahap “demitologisasi”. Segala macam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
simbol dan mitos yang ia kenal selama ini mulai diselidiki dengan kritis dan radikal. Simbol tidak lagi dipandang identik dengan kesakralan, melainkan sebagai sarana yang memuat sejumlah arti tertentu. Kekhasan tahap kepercayaan individuatif-reflektif ini adalah seorang dewasa muda mengembangkan visi kepercayaannya sebagai hasil refleksi kritis semata-mata. Dengan sikap kritis yang tinggi terhadap tradisi religiusnya, ia memeriksa satu persatu ajaran dan gambaran religius, kemudian mulai meninggalkan hal-hal yang baginya tidak masuk akal. Ia menciptakan suatu integrasi baru dalam pola kepercayaannya dan berusaha memperoleh
suatu
pandangan religius pribadi yang baru. Kepercayaan dalam tahap ini ditandai oleh kesadaran yang tajam akan individualitas dan otonomi. Jika ia mengakui tokoh religius tertentu, misalnya Yesus,
maka
pengakuan
itu
bukan
berdasarkan
tradisi
Kristen
yang
mengumumkan dan mengesahkan tokoh tersebut sebagai pendiri Gereja dan nabi yang utama, melainkan karena pribadi istimewa tersebut dipandang sebagai tokoh yang sungguh menghayati hubungan dengan Allah. Bagi orang dewasa yang dijadikan kriteria adalah aspek penghayatan yang sungguh-sungguh pribadi dan mesra sebagaimana diilhami dan disemangati oleh Allah yang berkarya dan mendorong hati mereka. Dalam tahap ini seseorang menemukan identitasnya dan terbuka pada realitas sosial yang ada (Cremers, 1995: 160-179).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
2) Iman Menurut Thomas H. Groome Groome (2010: 81) menyatakan bahwa iman memiliki tiga dimensi, yakni : 1) iman sebagai keyakinan (faith as believing), 2) iman sebagai kepercayaan (faith as trusting), 3) iman sebagai tindakan (faith as doing). Dimensi kognitif dari iman adalah sebuah keyakinan yang teguh terhadap apa yang diimani dan kemampuan untuk mengkritisi serta memaknai pengalaman maupun informasi yang diperoleh. Dimensi afektif dari iman adalah sebuah kepercayaan. Berbeda dengan dimensi kognitif yang menekankan pengakuan dalam iman, dimensi afektif ini lebih menekankan relasi personal seseorang terhadap apa yang ia imani. Dalam hal ini relasi tersebut berarti hubungan personal seseorang dengan Allah. Karya penyelamatan Allah yang terlaksana dalam diri Yesus menimbulkan kepercayaan, kekaguman, hormat, pemujaan, rasa terima kasih, dan permohonan dari pihak manusia. Perasaan-perasaan ini kemudian diungkapkan melalui doa, baik secara pribadi maupun komunal. Doa merupakan dimensi dialogis dari hubungan kita dengan Allah, tanpa dialog ini maka hubungan tersebut tidak akan bertahan. Iman sebagai tindakan (faith as doing) berkenaan dengan ungkapan nyata dari iman dalam wujud tindakan. Yesus sendiri menegaskan bahwa orang yang masuk Kerajaan Allah bukanlah mereka yang selalu berseru “Tuhan, Tuhan”, tetapi mereka yang melakukan kehendak Allah (Mat 7:21). Untuk mencapai iman yang dewasa maka ketiga dimensi ini harus berkembang secara seimbang. Dengan demikian hidup beriman berarti mencakup seluruh aspek dalam pribadi seseorang (kognitif, afektif dan psikomotorik). Iman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan hidup seseorang, bahkan iman akan menjadi nyata jika sungguh dihadirkan dalam pengalaman hidup sehari-hari.
c. Refleksi Teman-teman yang terkasih kita telah mendalami bersama refleksi para ahli tentang iman. Dalam bagian kita akan diberi waktu untuk merefleksikan hidup beriman kita selama ini. Untuk membantu kita dalam berefleksi, telah disediakan beberapa panduan berikut ini : 1. Apa saja kriteria iman yang berkembang ? 2. Apakah selama ini imanku sudah berkembang? 3. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan imanku? Teman-teman bebas memilih tempat untuk berefleksi dan silakan kembali berkumpul sesuai dengan waktu yang telah kita sepakati.
d. Sharing Setelah kita merefleksikan hidup beriman kita selama ini, sekarang adalah kesempatan untuk kita saling memperkaya satu dengan yang lain melalui sharing hasil refleksi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua bagian, yakni bagian pertama menyampaikan kesimpulan berdasarkan rumusan
permasalahan. Kemudian bagian kedua akan
mengemukakan saran untuk beberapa pihak yang terkait demi perkembangan iman para mahasiswa-mahasiswi.
A. Kesimpulan Perkembangan iman menunjuk pada tiga dimensi dalam kehidupan manusia yakni, kognitif, afektif dan tindakan. Ketiga dimensi ini tidak dapat dihayati secara terpisah, artinya iman akan berkembang jika ketiga dimensi ini berkembang secara serentak. Iman yang dewasa adalah iman yang bersifat reflektif dan di dasari oleh kebebasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan iman mahasiswamahasiswi Kabupaten Kutai Barat rata-rata berada dalam tahap kognitif. Para mahasiswa ini sebagian besar belum mampu untuk menghayati setiap proses perkuliahan baik materi ataupun dinamika yang terjadi di dalamnya, sehingga proses perkuliahan menjadi kegiatan untuk menambah informasi. Faktor utama yang menyebabkan iman kurang dihayati adalah tidak adanya kebiasaan refleksi. Tanpa refleksi seluruh proses perkuliahan yang dijalani tidak akan memiliki makna. Refleksi sangat penting untuk mengendapkan setiap pengalaman dan informasi yang diperoleh, sehingga semua itu sungguh menjadi milik pribadi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115 Retret perlu dilaksanakan sebagai upaya untuk membantu para mahasiswamahasiswi menghayati imannya. Melalui retret ini, para mahasiswa memiliki waktu dan kesempatan serta suasana yang tepat untuk merefleksikan seluruh pengalaman studi, sehingga para mahasiswa sungguh memiliki iman yang individuatif dan reflektif. Iman yang menjadi milik pribadi, bukan lagi iman yang berdasarkan pendapat orang lain.
B. Saran Berdasarkan realitas yang ada, penulis menyampaikan beberapa saran kepada pihak yang terkait sebagai upaya meningkatkan perkembangan iman mahasiswa-mahasiswi Kabupaten Kutai Barat. 1. Bagi Pemerintah Daerah Kutai Barat, supaya mengupayakan kegiatan pertemuan rutin bagi mahasiswa beasiswa untuk melihat perkembangan sekaligus memberi motivasi bagi para mahasiswa beasiswa dalam upaya menimba ilmu misalnya, pertemuan rutin setiap bulan atau setiap akhir semester. 2. Bagi Prodi PAK, supaya lebih mengintensifkan lagi kegiatan refleksi yang selama ini telah dilaksanakan dan terus memperbarui kegiatan-kegiatan pendampingan agar tetap relevan dengan para mahasiswa yang terdiri dari berbagai generasi misalnya dengan menerapkan paradigma pedagogi Ignasian dalam seluruh mata kuliah. 3. Bagi mahasiswa beasiswa pemerintah Kabupaten Kutai Barat Prodi PAK harus memiliki jadwal rutin untuk berefleksi dan berdoa agar seluruh proses perkuliahan dapat dijadikan sebagai sarana mencapai tujuan, bukan sebagai kegiatan untuk menambah informasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Daftar Pustaka Agus, Cremers. (1995). Tahap - Tahap Perkembangan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius. Banawiratma, JB. (1986). Gereja dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Kanisius. Chang, William. (2005). Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: PT. Kanisius. Krispurwana Cahyadi,T. (2014). Gereja di tengah pergumulan hidup. Bogor: Mardi Yuana. Creswell, John. W. (2016). Research Design. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Dapiyanta, F.X. (2008). Pendidiakan Agama Katolik Pada Tingkat Dasar. Yogyakarta: IPPAK-USD. Darmawijaya, St. (2011). 12 Pola Keluarga Beriman. Yogyakarta: PT. Kanisius. Dawson, Catherine. (2002). Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (1990). Sarosantum Consilium Groome, Thomas H. (2010). Christian Religius Education. Jakarta: Gunung Mulia. Koesoema A, Doni. (2011). Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo. Konferensi Wali Gereja Indonesia .(1996). Iman Katolik :Buku informasi dan referensi. Yogyakarta: Kanisius-Obor. . (2007). Katekismus Gereja Katolik. Ende: Nusa Indah. . (2013). Dokumen Konsili Vatikan II. Bogor: Mardi Yuana. Iswarahadi, Y.I, SJ. (2003). Beriman dan Bermedia. Yogyakarta: PT. Kanisius. . (2009). Media DI Era Digital. Yogyakarta: Pusat Pastoral Yogyakarta. . (2013). Media Pewartaan Iman. Yogyakarta: PT. Kanisius. Mangunhardjana, A. (1997). Isme-isme dari A sampai Z. Yogyakarta: PT. Kanisius. Mardiatmadja, B.S, SJ. (1985). Beriman Dengan Bertanggungjawab. Yogyakarta: PT. Kanisius , (1985). Beriman Dengan Sadar. Yogyakarta: PT. Kanisius Moelang, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdarkarya. Nasution, S, M.A. (2002). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nikolous, Dkk. (2007). Etnografi: Komunitas Kampung Kabupaten Kutai Barat. Sendawar: BPPD Kabupaten Kutai Barat dan Center for ethnoecology reaserch and development. Panitia Insadha. (2012). Panduan Insadha 2012. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Papo, Jacob. (1989). Pendidikan Hidup Beriman Dalam Lingkup Sekolah. Yogyakarta: PT. Kanisius Slameto.(2013). Belajar dan Fakto-Faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta. Staf Dosen PAK. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: IPPAK-USD. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Suryabrata, Sumadi. (1982). Perkembangan Individu. Jakarta : Rajawali Tim Akreditasi Prodi PAK-USD. (2013). Borang Akreditasi Prodi PAK-USD Wono Wulung, Heryatno. (2008). “Pokok-Pokok Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah”.Manuskrip. Yogyakarta : Prodi IPPAK-USD. Wono Wulung, Heryatno. (2012). Diktat Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah. Yogyakarta : Prodi IPPAK-USD. Sumber dari internet : http://www.usd.ac.id/deskripsi.php/ids=br_1650, diakses pada tanggal 22 Februari 2016, pukul 04.30 WIB. http://www.humaskubar.info/profil/visi-misi-pemkab/, diakses pada tanggal 25 Februari 2016, pukul 21. 40 WIB http://www.rri.co.id/post/berita/149599/daerah/tenaga_guru_di_kutai_barat_mini m.html, diakses pada tanggal 25 Februari 2016, pukul 22. 20 WIB https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kutai_Barat diakses pada tanggal 18 mei 2016 pukul 16.15 http://www.kubarkab.go.id/sejarah-kutai-barat.html diakses pada tanggal 18 Mei 2016 pukul 17.10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2 : Panduan Wawancara
1. Menurut pengalamanmu selama studi di Prodi IPPAK apakah kamu merasa imanmu semakin berkembang? Ceritakanlah ! 2. Dari tiga dimensi iman (kognitif, afektif dan psikomotorik) dimensi mana yang menurutmu paling berkembang ? Mengapa demikian ? Yang mana yang belum ? alasannya ? 3. Berdasarkan pengalamanmu apakah selama Belajar di Prodi menjadikan kamu semakin bangga sebagai seorang Katolik ? mengapa? 4. Apakah kamu memberi perhatian khusus terhadap hidup rohani selama ini, misalnya melalui bacaan rohani, bimbingan rohani dan refleksi ? Ceritakanlah ! 5. Menurut pengalamanmu apakah selama studi di Prodi IPPAK semakin menambah semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi ? 6. Menurut pendapatmu apakah selama ini kamu sungguh merasa bebas dalam menjalani tanggungjawab sebagai seorang beriman ? Ceritakanlah ! 7. Menurut pengalamanmu apakah selama ini kamu sungguh mendengarkan suara hati ? Bagaimana caranya ? 8. Berdasarkan pengalamanmu sebagai seorang mahasiswa apa yang telah kamu lakukan sebagai bentuk tanggungjawab? Ceritakanlah ! 9. Apakah selama ini kamu ambil bagian dalam kegiatan rohani di lingkungan ? ceritakanlah ! 10. Apakah kamu memiliki gambaran tentang bentuk atau model pelayanan yang akan kamu berikan untuk umat/masyarakat di daerah asalmu ? jelaskanlah! 11. Bagaimana proses pendidikan iman yang ada dalam keluaragamu? Ceritakanlah ! 12. Kegiatan rohani apa saja yang pernah kamu alami ? ceritakanlah! 13. Bagaimana suasana pelajaran agama Katolik yang kamu rasakan sewaktu masih sekolah ? Ceritakanlah ! 14. Apakah suasana masyarakat sekitar tempat tinggalmu mendukung perkembangan iman? Ceritakanlah ! 15. Apakah selama ini kamu memanfaatkan sarana komunikasi (media sosial, internet) untuk menunjang perkembangan imanmu ? ceritakanlah!
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3 : Identitas Responden
No.
Nama
Jenis Kelamin
Kode
1.
Sesilia
Perempuan
R1
2.
Kristina Verawati
Perempuan
R2
3.
Natalia Yustika
Perempuan
R3
4.
Maria Dolorosa Tonis
Perempuan
R4
5.
Klaudius Himang
Laki-Laki
R5
6.
Christina Lunau Jalung
Perempuan
R6
7.
Maria Fransiska F. Radja
Perempuan
R7
8.
Antonius Kerung
Laki-Laki
R8
9.
Martalina
Perempuan
R9
10.
Agustina Havui Batoq
Perempuan
R10
11.
Yohana Susmi
Perempuan
R11
12.
Deodatus Asri Biantoro
Laki-Laki
R12
(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4 : Transkrip wawancara
1. Kognitif a. Perkembangan iman selama studi di PAK R1 Selama kuliah di PAK saya merasa ada peningkatan iman saya, jika dibandingkan dulu sebelum masuk PAK. Perkembangan tersebut memang tidak konstan, ada saat-saat tertentu juga merasa malas. R2 Secara pribadi sekarang merasa lebih baik dibandingkan dulu, sebelum masuk PAK saya sempat menyalahkan Tuhan karena keadaan hidup yang saya alami (suasana keluarga, status sosial, ekonomi,dll). Namun sekarang saya menyadari bahwa. Tuhan punya rencana terhadap hidup saya meskipun hidup saya berantakan dan rencana Tuhan untuk hidup saya ini sangat saya syukuri. R3 Merasa semakin berkembang, dulu sebelum masuk PAK ke gereja hanya sebagai formalitas, terlebih dulu bapakku adalah ketua umat maka mau ga mau aku harus rajin ke gereja. Tapi sekarang sudah beda. R4 Menurut saya iman itu adalah hidup doa. Saya merasa iman (hidup doa) saya selama studi PAK lebih baik dibandingkan dengan dulu sebelum saya di PAK. Di sini saya cukup sering berdoa dan mengikuti kegiatan-kegtiatan rohani, dulu saya tidak pernah tertarik untuk mengikuti kegiatan-kegiatan seperti ini. R5 Sebelum masuk PAK merasa sangat asing dengan agama, tidak ada perhatian khusus terhadap perkembangan iman. Selama di PAK banyak belajar tentang iman dan terlibat dala, kegiatan perkembangan iman. R6 Setelah belajar di PAK saya merasa iman saya berkembang, terutama dalam relasi dengan sesama. Sebelum kuliah saya kira iman hanya sebatas pergi ke gereja, tetapi setelah studi di PAK ternyata iman sangat luas, bahkan justru lebih banyak ditemukan dalam dinamika hidup bersama, ke gereja hanya salah satu aspek dari iman. Iman menjadi nyata ketika dilakukan. Kedua adalah penyerahan diri pada Tuhan lebih terasa mendalam setelah belajar di PAK. R7 Saya merasa semakin berkembang, terutama ketika mengikuti ret-ret saya merasa sungguh dekat dengan Tuhan. Dulu saya hanya sebatas menajalani kewajiban agama. R8 Saya merasa cukup berkembang meskipun tidak signifikan, dulu saya merasa ragu-ragu akan apa yang saya imani. Tetapi sekarang saya merasa lebih yakin kalau Tuhan itu ada dan percaya akan pertolongan Tuhan dalam hidup ini.
(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R9 Saya merasa semakin berkembang dan lebih baik bila di bandingkan dengan awal-awal studi. Dulu tidak terlalu peduli dengan kegiatan rohani, terutama misa, tapi sekarang jika tidak misa ada sesuatu yang hilang. R10 Aku merasa iman berkembang meskipun masih naik turun, menurutku iman itu kepercayaan dan karunia yang diberikan Tuhan. Pengalaman dari PAK yang penuh pergulatan membuat saya semakin tahu dengan apa yang saya imani dan pengetahuan ini membuat saya semakin percaya. R11 Saya merasa semakin berkembang, karena semakin hari saya semkin percaya rencana Tuhan dan mampu memaknai setiap pergulatan hidup saya, terlbih pengalaman kehilangan ibu saya. R12 Saya merasa iman saya cukup berkembang, terlebih ketika saya mengalami sakit yang serius. Melalui Pengalaman ini saya menyadari bahwa hidup mempunyai makna dan perlu terus untuk dimaknai. Saya menyadari semua ini, karena dinamika perkuliahan di PAK. Sebelum kuliah di PAK saya tidak pernah berpikir bahwa setiap harus dimaknai, bahkan dulu saya sangat jarang mengikuti misa, karena tidak tahu makannya bagi hidupku. b. Dimensi iman yang berkembang R1 Selama kuliah di PAK saya mendapat begitu banyak pengetahuan akan apa yang saya alami, ketiga dimensi iman ini sudah diupayakan untuk berkembang, namun dalam prakteknya masih belum maksimal. Menurut pengalaman saya dimensi iman yang paling berkembang selama kuliah di PAK adalah segi afektif, karena sangat mudah merasa iba dengan penderitaan orang lain, terlebih lagi kuliah di PAK mengasah kepedulian saya. Yang masih kurang adalah tindakan sering kali saya hanya berhenti pada simpati tidak sampai melakukan sesuatu, karena kadang saya tidak tahu harus berbuat apa terhadap penderitaan orang lain. R2 Dari tiga dimensi iman ini saya merasa dimensi afektif saya lebih berkembang selama di PAK, selama di PAK banyak persoalan yang saya alami dan suara hati membantu saya untuk melihat persoalan dari berbagai aspek dan memaknai persoalan tersebut, tidak lagi sempit.Yang saya rasa masih kurang yakni dimensi kognitif, bagi saya pengetahuan tentang sangat luas dan cukup rumit untuk saya pelajari. R3 Saya rasa yang paling berkembang adalah segi afektif, dulu saya tidak dekat dengan orang tua dan selalu menghindar dari orang tua, tapi dari PAK saya belajar untuk mengolah rasa itu dan sekrang menyadari bahwa orang tua sebenarnya mengasihi saya.Yang paling kurang adalah tindakan, faktor penyebab utamanya adalah rasa malas dari dalam diri sendiri, faktor lain yang juga mempengaruhi adalah teman sehari-hari.
(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R4 Dimensi yang berkembang adalah segi hati, saya merasa kuliah di PAK menjadikan saya semakin peka dan peduli terhadap orang lain. Sering ada temanteman yang pinjam uang, meskipun saya juga butuh tapi saya sering memberikan, karena mereka lebih membutuhkan. Yang masih kurang adalah segi kognitif, karena selama ini saya masih kurang baca. R5 Dari tiga iman yang paling menonjol adalah kognitif, karena selama 4 tahun belajar tentang agama yang otomatis membuat saya banyak tahu tentang iman. Yang paling kurang adalah psikomotorik atau dimensi tindakan, hal ini dikarenakan menjalin relasi dan interaksi/terlalu sibuk dengan diri sendiri. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah teman asrama yang tidak ada yang terlibat di lingkungan. Kampus menciptakan iklim yang tidak kondusif, ke lingkungan hanya karena ada tugas. R6 Menurut pengalamanku dimensi iman yang paling berkembang adalah dimensi afektif. Karena sebelum di PAK saya tidak pernah peduli dengan hidup orang lain, tetapi pengalaman di PAK menyadarkan saya bahwa banyak sekali yang terlibat dalam hidupku dan aku rasa ini adalah perkembangan iman yang aku rasakan. Yang dirasa kurang berkembang adalah aspek tindakan, masih sulit mewujudkan iman. Terutama keterlibatan dalam komunitas iman, alasannya karena hidup di lingkungan baru, tidak mengerti bahasa dan tidak ada yang memebri teladan. Kalo dalam bidang sosial saya rasa selama ini sudah cukup diusahakan. Masalah yang utama ini muncul dari dalam diri. R7 Dari tiga dimensi ini saya merasa dimensi yang paling berkembang adalah tindakan, karena saya merasa kuliah di PAK semakin menggerakan saya untuk membantu orang lain. Terlebih karena saya sendiri pernah mengalami situasi yang sulit dan saya bersuaha semampu saya untuk membantu teman yang mengalami kesulitan. Dimensi yang kurang berkembang adalah dimensi afektif, saya belum mampu mengolah hati dengan bijaksana, penyebabnya adalah dari dalam diri sendiri. Dari pihak kampus sudah cukup membantu, namun saya masih belum mampu. R8 Selama kuliah di PAK saya merasa suara hati saya semakin berkembang, terlebih ketika dihadapkan dengan niat-niat jahat saya mendapat bisikan dan masukan dari dalam (suara hati). Suara hati ini berkembang karena kebiasaan di PAK untuk berefleksi. Yang masih kurang adalah tindakan, kadang kita tahu untuk melakukan hal baik, tetapi untuk menjalankan niat baik tersebut sangat susah karena tidak sanggup menanggung risiko, malas, dll R9 Saya merasa aspek yang paling berkembang adalah tindakan, karena saya merasa ketika kuliah di PAK saya semakin ringan tangan dan rela membantu
(6)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesulitan orang lain. Yang dirasa masih kurang adalah dimensi afektif, karena saya sangat mudah terpengaruh omongan orang dan cenderung mengabaikan suara hati. R10 Menurut pengalaman saya selama studi di PAK dimensi iman yang paling berkembang adalah dimensi tindakan, ketika saya liburan pulang kampung, dulu saya tidak pernah memimpin ibadat, tetapi setelah studi di PAK saya lebih berani untuk bertindak. Yang masih kurang berkembang adalah aspek afektif, relasi saya dengan Tuhan, saya sering mengingat Tuhan di saat butuh saja, saya menyadari apa yang saya lakukan, faktor penyebab yang paling utama adalah rasa malas. R11 Saya merasa dimensi afektif yang paling perkembang, karena saya merasa saya mulai mampu memaknai pengalaman hidup. Yang masih kurang adalah dimensi tindakan, karena saya sulit untuk memaafkan, faktor utamanya adalah kerelaan untuk berbuat baik bagi sesama masih sangat sulit saya lakukan. R12 Menurut pengalaman saya selama ini dimensi iman yang paling berkembang adalah dimensi afektif. Sekali lagi ini karena pengalaman ketika saya jatuh sakit. Ketika sakit saya sungguh merasa bahwa Tuhan sungguh dekat dan selalu membantu saya dalam proses penyembuhan, sekrang saya sembuh serta bsia melanjutkan kuliah lagi. Ketika kuliah di PAK saya menyadari relasi saya dengan Tuhan semakin terasa nyata. Yang masih kurang adalah tindakan, selama ini saya banyak belajar dan menghayati nilai-nilai agama Katolik, namun masih sangat sulit untuk mempraktekannya, karena rasa malas dan belum memiliki niat yang cukup untuk bertindak. 2. Afektif a. Bangga menjadi Katolik R1 Sebelum kuliah di PAK saya mersa bangga menjadi orang Katolik ditambah pengetahuan kulih tentang agama Katolik saya menjadi semkin memahami agama Katolik, kendati aktif di Gereja. Sekarang saya banyak tahu dan semakin bangga. R2 Saya bangga, karena saya kagum dengan sistem hirarkis gereja dan di PAK saya memperoleh banyak pengetahuan tentang ini. Selain itu saya juga bangga dengan pelayanan yang diajarkan oleh agama Katolik, terlebih kesaksian hidup di tengah masyarakat. R3 Dulu memang Katolik hanya formalitasnya saja, tapi sekarang saya bangga menjadi Katolik dan tidak ragu lagi, belajar di PAK semakin menegaskan bahwa Katolik adalah agama pilihan saya yang benar. Memang pernah terlintas untuk pindah agama dan merasa kering dengan ritus agama Katolik, sehingga harus mencari ke gereja lain, tapi dengan ini malah saya semakin bangga dengan Katolik.
(7)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R4 Saya bangga menjadi Katolik, pertama semua keluarga saya menjadi Katolik. Dari PAK saya belajar bahwa Katolik sangat terbuka dan menghargai agama orang lain, ini yang menjadikan saya sangat bangga menjadi Katolik. R5 Merasa sangat bangga, karena ternyata menjadi Katolik banyak hal yang dapat dilakukan. Katolik sangat menekankan kasih yang menggugah saya untuk berbagi. Inilah yang membuat saya bangga R6 Saya merasa sangat bangga, karena Katolik menghantar saya untuk merasakan kehadiran Tuhan. Melalui agama Katolik saya menjadi tahu bahwa beriman tidak hanya sebatas mampu bernyanyi atau main musik. R7 Setelah kuliah di PAK saya semakin bangga dengan Katolik, terlebih karena saya berasal dari keluarga Katolik yang fanatik. Perjumpaan dengan teman-teman yang berasal dari pulau dan suku lain yang juga beragama Katolik menjadikan saya bangga, karena ternyata orang Katolik juga banyak dan bermacam-macam suku. R8 Saya merasa sangat bangga, karena sebelum kuliah di PAK saya tidak banyak pengetahuan tentang agama, terlebih ketika sma saya tidak memiliki guru agama dan agama lain selalu punya kegiatan yang tampaknya menyenangkan, saya mersa iri karena Katolik tidak punya. Tapi setelah saya kuliah di PAK ternyata Katolik juga punya banyak kegiatan rohani, hanya saja belum dilaksanakan. R9 Saya semakin bangga, karena melalui studi di PAK saya semakin banyak pengetahuan akan agama Katolik dan mengenal lebih dalam agama Katolik, agama Katolik adealah agama yang baik bagi saya dan belum pernah terpikirkan untuk pindah agama. R10 Saya sangat bangga dan saya yakin menjadi Katolik. Saya Katolik bukan karena saya terlanjur di baptis menjadi orang Katolik, tetapi karean memang Katolik telah menjadi jati diri saya dan saya merasa Katolik adalah diris saya. Yang saya banggakan dari Katolik adalah sikap toleransinya. R11 Saya sangat bangga, karena melalui agama Katoliklah saya belajar untuk memaknai hidup dan mengenal Tuhan. Agama Katolik memberikan saya banyak kesempatan, misalnya untuk belajar dan membentuk kepribadian saya. R12 Saya merasa bangga, karena di kampung halaman saya agama hanya sebatas formalitas semata, terlebih kampung saya masih sangat kental dengan kepercayaan lokal, sehingga agama bukan di pandang sebagai jati diri, tetapi hanya pelengkap saja. Keadaan ini memotivasi saya untuk memahami Katolik lebih dalam dan menggugah niat saya untuk membangun serta menghidupakan keKatolikan di kampung saya.
(8)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Memiliki kebebasan R1 Saya masih sering merasa terpaksa menjalani tanggungjawab saya, terlebih ketika saya merasa jenuh dan lelah menjalani tanggungjawab sebagai mahasiswa. Tapi dalam saat tertentu saya menjalani tanggungjawab saya dengan ikhlas hati dan tanpa ada paksaan dari luar. R2 Selama ini saya menjalani tanggup jawab sebagai orang beriman misalnya berdoa dll sungguh karena kesadaran dan dorongan hati saya sendiri. Tetapi ketika belajar di kampus saya sering merasa terpaksa dan melakukan hanya demin ujian. R3 Kalau mengikuti misa saya sudah merasa bebas, tetapi untuk ikut kegiatan rohani, misalnya di lingkungan masih sering terpaksa dan ikut orang lain, di lingkungan juga masih bingung mau buat apa dan haru bagaimana, karena masih takut di cap macam-macam oleh umat, misalnya sok rajin, dsb. R4 Selama ini saya melakukan tanggungjawab saya sungguh dari hati tidak ada intervensi dari pihak luar, misalnya kalau saya memang niat saya akan melakukannya. Misalnya, pada saat KBP saya sering misa pagi dan rumah tempat saya tinggal sampai sekarang ikut misa pagi. R5 Selama ini sudah merasa bebas dalam bertindak, ketika mengikuti misa tidak lagi karena perintah orang lain, tetapi karena kerinduan yang sungguh lahir dari dalam hati saya. R6 Selama menjalani studi di PAK, saya semakin merasa dimurnikan dan merasa ini semua adalah campur Tangan Tuhan, sehingga apapun yang aku lakukan sungguh lahir dari kebabasan hatiku, bukan lagi karena keterpaksaan dan intervensi dari luar seperti sebelum kuliah di PAK. R7 Kalau terkait dengan hidup rohani saya sungguh melakukannya dengan bebas dan dari dalam lubuk hati. Tetapi kalu terkait perkuliahan, memang awalnya ada rasa terpaksa, tapi sekrang sudah tidak lagi. R8 Sekarang saya merasa sungguh melaksanakan tanggungjawab saya sebagai sebagai orang beriman dari dalam hati. Beda ketika waktu masih sekolah, saya ke gereja hanya untuk terlihat rajin dan cari teman. Terkait dengan perkuliahan saya juga tidak ada merasa terpaksa, hanya kdang malas dan jenuh. R9 Saya merasa sangat bebas ketika mengikuti misa, tidak ada paksaan, karena sungguh lahir ddari dalam hari, tapi untuk kegiatan rohani lain misalnya, kegiatan lingkungan saya masih bmerasa sangat terpaksa untuk mengikutinya.
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R10 Saya masih sering melakukan tanggungjawab saya berdasarkan tuntutan semata, misalnya pengalaman liburan kemarin, sebenarnya saya malas tapi karena saya adalah guru agam maka saya harus ikut misa tiap minggu. R11 Untuk misa saya memang menyiapkan hati dengan sungguh-sungguh tanpa ada paksaan dari pihak luar, untuk kegiatan rohani lain saya masih melakukan sesuai mood saya. R12 Selama ini saya merasa cukup bebas untuk melaksanakan kewajiban saya sebagai orang beriman, misalnya misa. Namun, ada saat-saat tertentu saya juga merasa malas dan terpaksa melakukan kewajiban tersebut. Tetapi selama kuliah di PAK saya merasa lebih banyak bertindak dengan kebebasan tanpa intervensi dari luar, terlebih ketika menjalankan kewajiban hidup beriman, msialnya misa. c. Mendengarkan suara hati R1 Saya sering sekali, terutama terkait dengan panggilan hidup saya sebagai seorang katekis. Dinamika di PAK bersama teman-teman dan suasana sering kali membuat saya tidak yakin dengan pilihan saya, tetapi hati saya selalu berbisik untuk tetap bertahan dan mensyukuri apa yang ada. Inilah cara saya untuk mendengar suara hati, yakni dengan merenung dan berdoa. R2 Iya tentu (idem No. 2) Dari tiga dimensi iman ini saya merasa dimensi afektif saya lebih berkembang selama di PAK, selama di PAK banyak persoalan yang saya alami dan suara hati membantu saya untuk melihat persoalan dari berbagai aspek dan memaknai persoalan tersebut, tidak lagi sempit. Yang saya rasa masih kurang yakni dimensi kognitif, bagi saya pengetahuan tentang sangat luas dan cukup rumit untuk saya pelajari. R3 Saya sering bergulat dalam hati, tetapi sering kali saya abaikan dan tidak peduli dengan suara yang berbisik. R4 Selama ini saya sering melawan, biasanya terjadi ketika saya mau mengerjakan tugas dan dihadapkan tawaran lain (jalan, main HP) dan saya cenderung memilih untuk tidak mendengarkan suara hati.Untuk mendengarkan suara hati biasanya saya flashback kembali pengalaman hidup. R5 Selama ini saya tidak begitu mendengarkan suara hati, memang pergulatan tersebut ada dalam hati saya, tetapi saya cenderung mengabaikannya. Misalnya ketika mengakses internet, saya lebih sering mengakses situs porno, padahal bisikan dalam hati saya melarang. R6 Selama ini saya merasa suara hati adalah suara yang selalu memberi pertimbangan dalam hati ketika mengahadapi suatu permasalahan. Baru-baru ini saya ada masalah dengan ibu saya, suara hatilah yang mendorong saya untuk
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meminta maaf dan melawan ego saya. Biasanya untuk mempertimbangkan suara hati saya melihat dampak dari keputusan yang akan saya ambil dan mencari yang terbaik dengan demikian meskipun berat saya mampu mendengarkan suara hati. R7 Saya merasa masih belum bisa mendengarkan suara hati, karena masih sulit mengelola hati/perasaan. Untuk mendengarkan suara hati biasanya saya merenung. R8 Persolaan terkait suara hati yang paling besar adalah ketika saya kehilnagan ayah saya saat tengah mengikuti ujian akhir semester. Saya sudah merasa sangat gelap dan ingin memutuskan untuk pulang dan tidak melanjutkan ujian, tetapi suara hati saya berbisik lain, toh meskipun saya pulang juga tidak ada yang dapat saya lakukan. Akhirnya saya memutuskan untuk bertahan dan menyelesaikan dulu ujian akhir semseter, mekipun demikian penyesalan-penyesalan dan keinginan untuk pulang masih sangat besar. Dalam pengalaman ini saya merasa suara hati sungguh saya dengarkan dan memabntu saya untuk bertahan. R9 Saya sering bergulat dengan rasa malas, sering kali suara hati saya abaikan, karena tawaran dari luar lebih menyenangkan. Untuk mendengarkan suara hati saya harus memaksakan diri untuk melawan rasa malas yang muncul dari dalam diri. R10 Selama ini saya sering bertentangan dengan suara hati, sering kali saya mengabaikan suara hati terlebih ketika menghadapi rasa malas. Sangat berta untuk dapat mengikuti suara hati. R11 Saya sering mendengrakan suara hati, tapi suara hati sering saya abaikan. Namun akgir-akhri ini saya sungguh mendengarkan suara hati, terutama ketika kehilangan ibu saya, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan studi, tapi suara hati saya terus berbisik untuk tetap melanjutkan studi karena walaupun ibu sudah tidak ada dia akan bahagia bila saya bisa menyelesaikan studi saya. Akhir-akhir ini suara hati lebih dominan. R12 Selama ini saya selalu merasa ada pertimbangan dalam hati saya, terutama dalam pengalaman kuliah. Saya selalu berusaha untuk mendengarkan suara hati, meskipun berat. Biasanya saya memaksakan diri dan mengalahkan ego pribadi untuk mendengarkan suara hati. d. Bertanggungjawab R1 Tanggungjawab yang saya lakukan dari segi akademik saya sudah memenuhi harapan dan target yang ditentukan pemerintah. Sekarang masih ada tanggungjawab yang harus saya lakukan yakni menyelesaikan skripsi. R2 Menurut saya kegiatan yang saya lakukan sebagai bentuk tangungjawab saya bagi pemerintah adalah belajar public speaking dan sayarasa hanya itu.
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R3 Selama ini yang saya lakukan sebagai tanggungjawab sebagai mahasiswa adalah belajar dengan baik dan mengembangkan diri melalui kegiatan-kegiatan kepanitian. Sebagai mahasiswa beasiswa saya menggunakan uang yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan tujuan uang tersebut. R4 Belajar dengan baik dan tidak membuat masalah. R5 Tanggungjawab yang saya lakukan sebagai mahasiswa selama ini hanya mengikuti salah satu kegiatan kampus yakni, paduan suara pradnyawidya dan tugas-tugas koor. Tapi tugas yang esensi misalnya, terlibat aktif di lingkungan masih belum. R6 Yang saya berikan selama ini sebagai bentuk tanggungjawab seorang mahasiswa adalah mencoba memberikan yang terbaik, misalnya mendapatkan nilai yang baik dan diatas standar yang diberikan pemerintah. R7 Yang sudah saya lakukan yakni belajar dan memenuhi target pemerintah (IPK). Selain itu mengembangkan pribadi melalui kegiatan-kegiatan kampus. kalau sekarang yang saya lakukan adalah menyelesaikan skripsi. R8 Yang sudah saya lakukan adalah memenuhi tuntutuan yang diberikan oleh pemerintah dan berusaha untuk tidak dibawah standar yang di tentukan oleh pemerintah. Meskipun kadang cukup berat, tapi tetap saya usahakan. R9 Menyelesaikan kuliah, meskipun agak telat. Mengikuti seluruh perkuliahan. R10 Menjaga nama baik pemerintah dan universitas dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar peraturan. Selain itu saya ikut beberapa kegiatan organisasi di Prodi maupun universitas. R11 Kuliah dengan sungguh-sungguh, jangan sampai berhenti tengah jalan meskipun berat rasanya, menyelesaikan skripsi. R12 Menurut pengalaman saya bentuk tanggung jawab yang saya lakukan sebagai mahasiswa adalah menyelesaikan perkuliahan hingga akhir. Meskipun saya pernah sakit dan hampir tidak bisa melanjutkan kuliah, tetapi saya berusaha untuk tetap melanjutkan sebagai tanggungjawab saya sebagai mahasiswa.
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Psikomotorik a. Waktu khusus untuk hidup rohani R1 Ridak ada waktu khusus yang disediakan secara rutin, tetapi selalu ada waktu khusus yang saya sediakan untuk mengasah hidup rohani saya, terlebih ketika ada masalah. Yang paling sering dan rutin dilakukan hanya doa sebelum tidur. Kalau refleksi dulu awal-awal kuliah saya rajin berefleksi, tetapi sekarang malah hilang, karena banyak kegiatan dan kesibukan. R2 Tentu, saya biasanya menyediakan waktu 15 menit sebelum bangun pagi, namun akhir-akhir ini jarng saya lakukan. Saya selalu membaca Kitab Suci dengan metode rema yakni semacam bisikan saat berdoa, tidak mengikuti kalender liturgi. Kebiasaan ini saya dapatkan semenjak SMA ketika mengikuti pelayanan dari GBI. Bacaan rohani yang saya baca biasanya kesaksian-kesaksian. Refleksi tidak ada. R3 Waktu yang disediakan khusus setiap hari belum ada, selama ini hanya sebatas doa pribadi saja. Refleksi belum ada sama sekali. R4 Awalnya saya rajin berdoa dan baca bacaan rohani, namun akhir-akhir ini kamar saya sering dijadikan sebagai tempat untuk nongkrong, maka otomatis kebiasaankebiasaan saya menjadi terganggu dan lama-kelamaan tidak dijalani lagi. Refleksi juga sudah sangat jarang, hanya awal-awal kuliah saja. Paling banyak yang saya lakukan adalah merenung sebelum tidur. R5 Yang masih dilakukan hanya doa pribadi, yang lainnya tidak ada lagi, hanya ketika awal-awal kuliah saja, terlebih refleksi yang sudah tidak lagi dilakukan. Dulu selalu ada waktu khusu yang luangkan untuk membina hidup rohani dengan refleksi. Faktor yang utama adalah “kenyamanan”, semua fasilitas sudah tersedia, terlebih sekarang sudah punya akses internet wi-fi yang menyita begitu banyak waktu. Smartphone juga memberikan tawaran yang sangat menarik, sehingga sangat sulit untuk lepas dari smartphone, bahkan begitu bangun tidur smartphone adalah benda pertama yang di sentuh. R6 Kalau waktu yang rutin, tidak ada, hanya biasanya doa sebelum tidur. Saya sering berefleksi tapi dengan cara yang berbeda dari refleksi seperti biasanya. Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan dalam keluarga saya langsung merefleksikan pengalaman tersebut dan mencari maknanya. Melalui pengalaman refleksi seperti ini saya merasa jauh lebih baik. Tidak ada waktu khusus yang disediakan untuk berefleksi, hanya pada saat-saat tertentu. R7 Selamam ini tidak ada waktu yang rutin yang saya siapkan, hanya saat-saat tertentu, misalnya ketika ada masalah. Untuk refleksi saya lakukan saat awal kuliah dan sekarang sudah jarang. Saya biasanya menulis di buka pengalaman sehari-hari, dimakani lalu disykuri. Semenjak semester V semua ini sudah jarang.
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R8 Kalau waktu khusus yang rutin belum ada, hanya waktu-waktu tertentu saja. Tetapi selalu saya usahakan untuk menyediakan waktu untuk hidup rohani, meskipun tidak setiap hari. Dulu sebelum semeseter 7 saya sangat rajin untuk berefleksi dan merenungkan, terutama saat banyak persoalan. Hanya saja sekarang malah jarang. R9 Saya selalu menyediakan waktu khusus untuk kehidupan rohani, tapi hanya untuk berdoa dan membaca Alkitab. Kalau refleksi belum sama sekali saya lakukan. R10 Saya tidak punya waktu khusus utnuk hidup rohani, yang sering dilakukan paling doa rosario dan baca Kitab Suci tapi tidak rutin. Refleksi masih sangat jarang, karena selama ini selalu sibuk dengan diri sendiri. R11 Saya tidak ada waktu khusus untuk kehidupan rohani, hanya sebatas doa dan merenung, tapi untuk refleksi dan bacaan rohani masih belum dilakukan. R12 Selama ini saya hanya sebatas berdoa, namun tidak ada waktu khusus yang secara rutin saya siapkan. Refleksi masih belum saya lakukan, karena sangat sulit untuk memulai.
b. Memiliki semangat untuk mengikuti perayaan Ekaristi R1 Ketika awal saya memang sulit menyesuaikan dan tidak begitu semangat untuk mengikuti misa, tetapi setelah berefleksi akan makna panggilan dan keberadaan saya maka semangat itu tetap muncul untuk ikut setiap hari minggu, hanya saja misa harian masih sulit. R2 Sebenarnya kuliah di PAK menambah semangat saya untuk misa, tapi karena keterbatasan alat transportasi jadi saya sering tidak ke gereja. Begitu pula dengan kegiatan lingkungan. R3 Saya baru-baru ini semangat untuk mengikuti misa, terlebih ketika ada pengalaman diaman saya merasa Tuhan sungguh dekat dan tanpa sadar saya menitikan air mata. Studi di PAK memang perlahan menambah semangat dan kesadaran saya untuk mengikuti misa. R4 Kuliah di PAK membuat saya semakin semangat utnuk ikut misa, terlebih karena tuntutan panggilan saya sebagai guru agama. Tuntutan inilah yang menjadikan saya semakin semangat ikut misa.
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R5 Studi di PAK tidak serta merta memberi pengaruh yang signifikan terhadap semngat semangat untuk mengikuti misa. Selama ini mengikuti misa masih bersifat musiman, kadang semangat kadang tidak. R6 Saya merasa lebih semangat, karena dengan studi di PAK saya menjadi banyak mengetahui tentang perayaan Ekaristi dan maknanya bagi hidup saya. Tidak lagi seperti dulu, ke gereja hanya untuk menjalani kewajiban semata. R7 Jujur saya selama di PAK malah lebih malas bila dibandingkan dengan saat saya di rumah. Entah apa alasanya, mungkin karena semakin dekat dengan Tuhan semakin banyak godaan. R8 Saya merasa malah semakin hari semakin tidak semangat, beda dengan dulu. Karena sekarang tahu bahwa kalu misa dengan hati terpaksa sebenarnya sia-sia. Tetapi ketika di kampung ada kerinduan yang amat dalam untuk mengikuti misa. R9 Selama studi di PAK saya merasa semangat untuk mengikuti ekaristi dan kegiatan rohani mengalami kemunduran, dulu saya sangat rajin dan tidak ada bolong sama sekali, tapi sekarang sering bolong-bolong. R10 Selama studi di PAK saya merasa semangat utnuk mengikuti Misa sangat berkurang drastis, dulu saya sangat dekat dengan kegiatan-kegiatan rohani. Tetapi setelah masuk di PAK dengan banyaknya tugas saya tidak rajin seperti dulu lagi, meskipun saya menyadari semua itu. R11 Saya merasa sekarang menjadi lebih semangat karena dulu saya jarang ke gereja, tapi sekarang rutin meskipun hanya hari minggu, misa harian masih jarang. R12 Kuliah di PAK memang tidak serta merta menambah semangat untuk mengikuti misa, tetapi memang ada perubahan yang saya dalam diri saya. Sebelum kuliah di PAK saya tidak merasa bahwa misa adalah hal yang penting, tetapi ketika kuliah di PAK saya menyadari bahwa misa sangat berarti bagi kehidupan beriman dan kesadaran inilah yang menggugah saya untuk mengiktui misa. c. Terlibat dalam kegiatan paroki atau lingkungan R1 Saat peretngahn kuliah saya sering terlibat dalam komunitas-komunitas rohani di gereja. Tapi sekarang ini sudah tidak pernah lagi, karena banyak kegiatan kampus dan kesibukan lain. Kalau di lingkangan dulunya aktif, tapi karena hanya saya sendiri yang ikut dan teman lain sering ditanyakan saya merasa tidak nyaman dan terbebani ketika ditanya kemana teman lain. Hal ini membuat saya membutuskan untuk tidak terlibat.
(15)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R2 Iya pernah ambil bagian dalam kegiatan lingkungan misalnya bulan maria, bulan kitab suci, hanya tidak rutin. Namun saya belum tahu nama lingkungan dan ketua lingkungan. R3 Tidak sama sekali, faktor utamanya memang dari dalam diri, yakni pikiran negatif dari dalam diri. Teman asrama juga mempengaruhi, karena semua tidak ada yang akftif jadi otomatis saya merasa tidak masalah untuk tidak iktu kegiatan lingkungan. R4 Kalau di lingkungan temapt tinggal sanagt jarang, kalau koor di paroki lain saya cukup sering akhir-akhir ini. R5 Tidak sama sekali, karena tidak ada relasi dan interaksi/terlalu sibuk dengan diri sendiri. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah teman asrama yang tidak ada yang terlibat di lingkungan. Kampus menciptakan iklim yang tidak kondusif, ke lingkungan hanya karena ada tugas R6 Kalau di lingkungan tempat tinggal saya jarang terlibat, tetapi di paroki biasanya saya terlibat sebagai anggota koor dan lektor. Paling sering adalah sebagai lektor, karena saya merasa memiliki kemampuan di bidang lektor dan saya bisa memberikannya untuk melayani. R7 Lumayanlah, kegiatan yang saya sering ikuti misalnya sembayangan, peseta nama, koor. Kalau di paroki pringwulung saya menjadi pedamping PIA. R8 Tidak begitu rutin, hanya kadang-kadang misalnya sembayangan, koor. R9 Pada saat tertentu, misalnya paskah menjadi petugas tata laksana, pernah sekali ikut koor, kalau untuk kegiatan rutin tidak ada. Penyebab utamanya adalah rasa malas, meskipun banyak ajakan dari umat dan teman tapi rasa malas lebih besar. R10 Awal-awal datang saya sering ikut terlibat, tapi sekarang sangat jarang karena banyak kata-kata negatif yang saya dengar dari umat lingkungan. R11 Selama tinggal di asrama tidak pernah ikut kegiatan di lingkungan yang rutin. Hanya satu atau dua kali saja. R12 Kegiatan lingkungan yang paling sering saya ikuti selama ini adalah pendalaman iman yang lainnya masih belum. Pedalaman iman yang terjadi di bulan-bulan tertentu. d. Memiliki gambaran bentuk pelayanan bagi umat setelah selesai studi R1 Kebetulan paman saya katekis jadi selama ini kami sudah banyak bercerita dan membuat rencana untuk terlibat dalam pembinaan prodiakon. Program ini adalah
(16)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
program yang dirancakan oleh paroki dan saya berencana untuk terlibat di dalamnya, meskipun tidak dapat memberi banyak sumbangan. Selain prodiakon saya juga bertugas untuk mendapampingi PIA danb OMK. R2 Kegiatan yang akan saya lakukan setelah pulang lebih mengarah ke sekolah yang saya beri nama komsel (kelompok sel), kegiatan untuk memotivasi siswa untuk belajar dan terlibat di gereja. R3 Saya ingin mengkaderisas kaum muda, terlebih karena di kampung saya banyak orang muda Katolik yang nikah muda. Selain itu petugas liturgi atau aktifis gereja masih sangat kurang. Kaum muda ini nantinya diharapkan dapat membantu kegiatan gerejawi, misalnya memimpin ibadat, dll. Kesulitan yang saya alami adalah respon dari mereka yang sangat kurang. R4 Saya ingin melakukan katekese model SCP dan PIA. Sejauh ini masih dalam tahap rencana belum ada kepastian yang detail untuk kegiatannya. R5 Saya akan menghidupka kegiatan katekese di paroki saya dengan pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki, karena selama ini hanya sebatas kegiatan doa rosario. R6 Melihat keadaan paroki saya yang sangat minim kegiatan rohani saya memiliki niat untuk mengkatifkan kegiatan doa lingkungan. Karena selama ini doa lingkungan hanya sebatas doa rosario dan sangat jarang terjadi dalam satu tahun hanya beberapa kali terjadi. Inilah yang menggugah saya untuk mengaktifkan kembali kegiatan doa lingkungan yang ada, jika lingkungannya hidup maka parokipun akan hidup. R7 Kalau jadi katekis Saya belum ada gambaran sama sekali dan belum kepikiran, yang penting lulus dulu. Kalau jadi guru agama saya ingin membentuk pola pikir anak didik saya bahwa pendidikan itu penting, tapi bentu kegiatannya belum terpikirkan. R8 Saya rasa yang sduah pasti saya lakukan adalah katekese dalam bahasa daerah, karena disana belum ada kegiatan katekese sama sekali dan banyak tema yang bisa diangkat. Selama ini kegiatan yang ada hanya sebatas doa dan ibadat. Mimpi terbesar saya adalah membuat ibadat dan doa-doa dalam bahasa daerah saya. R9 Setelah studi selain aktif di sekolah saya akan aktif di lingkungan misalnya menjadi pemimpin doa, dll.
(17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R10 Kegiatan pertama yang saya lakukan adalah doa lingkungan, dengan doa ini saya ingin menyatukan kembali umat. Selain itu saya juga ingin menghidupkan kembali kegiatan OMK dan memperbaiki administrasi paroki. R11 Mengkader kaum muda menjadi petugas liturgi, supaya kaum muda paham tentang liturgi dan bisa terlibat secara aktif dalam kegiatan liturgi. R12 Saya mempunyai rencana untuk membangkitkan kembali kegiatan orang mdua di kampung saya, tidak hanya sebatas dalam kegiatan rohani tetapi juga bermasyarakat, misalnya kegiatan 17an. Dengan kemampuan dan pengalaman yang saya dapatkan selama di PAK saya akan merancang kegaiatn untuk akum muda di kampung saya. Karena bagi saya kaum muda adalah tulang punggung penggerak gereja, terlebih kaum muda sangat rawan dengan perilaku menyimpang. 4. Faktor Pendukung dan Penghambat a. Keluarga R1 Orang tua sangat taat dan rajin ke gereja dan membaca kitab suci, sejak kecil orang tua selalu melibatkan saya dalam kegiatan-kegiatan rohani di gereja. Orang tua sangat berperan dalam perkembangan iman saya melalui kebiasan-kebiasaan misalnya, doa bersama saat makan, tidak pernah terlbat datang ke gereja. R2 Ibu saya cukup tegas terkait kegiatan gerejawi dan mengharuskan saya untuk terlibat dalam kegiatan gereja, sejauh ini hanya itu yang saya ingat. R3 Dalam keluarga saya tidak ada pendidikan iman yang khusus, yang terjadi hanya pergi ke gereja dan di minta aktif di gereja. R4 Saya sejak kecil tidak bersama orang tua. Pendidikan iman yang saya ingat, kakak saya sering mengajak saya untuk berdoa bersama dan misa hari minggu. R5 Dalam keluarga tidak ada pendidikan iman yang khusus, hanya sebatas pergi ke gereja untuk ikut misa. R6 Ibu saya cukup tegas dalam hal pendidikan iman, dulu waktu kecil saya sering dipaksa untuk ikut kegiatan anak-anak di gereja, bahkan sampai di pukul. Sekarang saya sungguh merasakan buah dari apa yang dulu ibu lakukan, saya menjadi kuat dalam iman Katolik. R7 Dari kecil kami selalu dibiasakan untuk berdoa bersama setiap pukul 18.00 satu keluarga kumpul dan sebelum tidur kami juga berdoa bersama. Mamaku selalu mengajarkan saya cara berdoa yang benar, bukan hanya menghafal doanya tetapi juga penghayatannya. Pembiasan-pembiasaan ini sangat membekas bagi saya.
(18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R8 Yang masih saya ingat adalah dibiasakan untuk ikut misa dan berdoa sebelum melakukan sesuatu, karena keterbatasan pendidikan orang tua, maka tidak banyak yang dapat diajarkan oleh orang tua. Namun semenjak smp saya sudah tidak tinggal di rumah, tetapi pembiasaan yang dulu saya dapat sangat membekas dan membentuk pribadi saya. R9 Dalam keluarga saya pendidikan iman sangat kondusif terjadi lewat teladan orang tua, karena orang tua sangat rajin berdoa dan ikut misa secara konsisten. Selalu mengajak ke gereja, ikut kegiatan rohani di gereja, dll. teladan ini sangat besar bagi perkembangan iman saya R10 Tidak ada yang secara spesifik, tetapi seingat saya orang tua sangat mendukung saya dalam mengikuti kegiatan-kegaiatan rohani. Pendidikan iman yang rasakan lebih berupa teladan dan perintah-perintah R11 Dalam keluarga saya pendidikan iman terjadi hanya lewat perintah orang tua, misalnya di suruh berdoa, tetapi tidak pernah diajarkan bagaimana cara berdoa dan apa isi doanya. Tetapi teladan yang sangat kuat adalah dari almarhum ibu saya, saya sangat rajin berdoa dan selalu memberikan nasihat untuk berdoa. Bahkan di saatsaat terakhirnya ia tetap berkeinginan untuk ke gereja. Karena memang sewaktu kecil keluarga kami tinggal di ladang sehingga akses ke kegiatan rohani, dll menjadi sangat terbatas. R12 Pendidikan iman yang saya rasakan dalam keluarga melalui teladan-teladan yang orang tua berikan. Terlebih ibu yang sangat rajin berdoa. Teladan dari orang tua inilah yang medasari iman saya sebagai seorang Katolik. b. Gereja R1 Kegiatan rohani di gereja sangat mendukung perkembnagan iman saya, terlebih saya pernah di tunjuk untuk menjadi ketua OMK. Ketika saya menajdi ketua OMK saya di pilih untuk terlibat dalam kegiatan retret di Malang. Pengalaman retret ini menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi saya, terutama untuk perkembanmgan iman saya. Rangkaian kegiatan rohani ini memang belum cukup mengakomodasi perkembangan iman dan di rasa masih kurang. R2 Kalau di paroki asal saya tidak terlebiat sama sekali, kalau di sini saya pernah ikut mengajar PIA dan ikut koor. Saya rasa kegiatan yang ditawarkan gereja masih kurang. R3 Saya aktif dari SMP di kegiatan gereja, tapi kegiatan gereja masih sangat kurang dan tidak berlanjut, kadang hanya sebatas senang-senang saja. R4 Saya tidak terlibat sama sekali di kegiatan paroki, meskipun ada kegiatan
(19)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R5 Kegiatan yang ada di paroki hanya saat natal dan paskah, itupun hanya terlibat dalam kegiatan dekorasi dan koor saja. Kegiatan rohani misalnya rekoleksi, retret belum ada sama sekali. R6 Ketika di kampung halaman tidak banyak kegiatan rohani yang saya alami, karena memang paroki dan stasi tempat saya tinggal tidak memiliki banyak kegiatan, bahkan sekarang tidak ada. Ketika kuliah saya terlibat aktif dalam komunitas lektor, tetapi akhir-akhir ini sudah jarang, karena banyak kegiatan. R7 Kalau di Kalimantan saya tidak pernah terlibat, karena saya tinggal di asrama dan semua kegiatan saya ikut dalam kegiatan asrama misalnya retret. Di asrama sangat banyak kegiatan yang membentuk iman saya. Bangun pagi jam 03.30 lalu ikut misa jam 6, lalu diajarkan untuk menajdi petugas liturgi dan koster. Ini dilakukan secara rutin setia hari. R8 Dari pihak gereja memang tidak ada kegiatan rohani yang diselenggarakan oleh gereja, karena hanya sebatas koor saat paskah dan natal. Saya rasa kegiatan rohani masih sangat minim. Hal ini membuat saya merasa asing dengan kebiasaankebiasaan rohani di gereja. R9 Kegiatan rohani yang saya alami, camping rohani, sekami tetapi kegiatan ini tidak rutin terjadi hanya saat-saat tertentu dan sangat jarang. Saya lebih merasa dorongan orang tua lebih besar pengaruhnya dari kegiatan rohani di gereja. R10 Dulu sewaktu saya masih di kampung banyak sekali kegiatan rohani yang saya ikuti, misdinar, orang muda Katolik dan sewaktu sma saya tinggal di asrama sangat banyak kegiatan rohani yang saya alami. R11 Saya tidak banyak tahu karena saya tidak terlibat aktif di paroki atau stasi, hanya pernah sekali ikut pendalaman iman orang muda. R12 Di stasi saya tidak ada sama sekali kegaiatan rohani, sampai sekarang. c. Sekolah R1 Waktu SD grunya mengajar dengna sangat baik dan menyenangkan, sehingga waktu SD saya masih mengingat dengan sangat jelas sosok guru agama tersebut. Waktu SMP gurunya sudah tua dan lebih banyak menyenangkan. Ketika SMA pelajaran agama Katolik sangat kacau, hanya datang hari senin dan kami, kalaupun datang hnaya untuk memberi tugas dan catatan. R2 Sangat membosankan seingat saya, waktu SD gurujunya banya cerita, SMP banyak teori begitu juga SMA hanya mencatat. PAK yang saya rasakan tidak
(20)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan sumbangan bagi iman saya, tapi malah mengalami kemunduruan karena tidak jauh beda dengan pelajaran lain. PAK sangat monoton yang saya rasakan. R3 Sangat membosankan, karena PAK selalu mencatat, hanya ketika SMP PAK lumayan menarik karena gurunya sungguh mengajar dengan baik. R4 PAK yang saya alami tidak terlalu menyenangkan, karena guru PAK tidak mencerinkan pribadi seorang guru PAK. Jika disimpulkan PAK yang saya alami selama masa sekloh masih sangat kurang. R5 Sewaktu sekolah PAK kegiatan hanya mencatat dan tidak pernah berubah, ditambah lagi figur guru PAK yang tidak menarik (pemarah). Jadi PAK tidak ada beda dengan pelajaran lain, bahkan cenderung tidak menarik dan tidak menunjang perkembangan iman. R6 Suasana PAK di sekolah sangat tidak menarik, karena pelajarannya selalu dijadwalkan diakhir dan gurunya tidak memberikan hati untuk mengajar, sehingga PAK yang saya rasakan sungguh membosankan dan tidak memiliki makna serta sumbangan bagi perkembangan iman saya. R7 SD-SMP saya di NTT pelajaran agama sangat menyenagkan. Tetapi ketiika SMA saya rasa PAK sangat kering, karena hanya mencatat dan mengerjakan tugas. PAK tidak ada beda dengan pelajaran lain, bahkan lebih buruk. R8 Waktu sd pelajaran agama menyenangkan karena memang gruunya adalah seorang katekis dan sering langsung praktek ketika belajar. Waktu SMP PAK sangat menyeramkan, karena gurunya agak malasan dan bukan guru agama. Waktu SMA saya tidak mendapat PAK, hanya 2 kali dalam 3 tahun dan sekedar formalitas saja. Menurut saya PAK yang saya lami sangat kurang. R9 Sewaktu sekolah PAK tidak hanya mencatat tapi juga gurunya menjelaskan dan sering meminta menghafalkan alat liturgi, saya rasa PAK cukup menyenagkan dan membangkitkan semangat saya untuk pergi ke gereja R10 Sangat menyenangkan, karena gurunya sangat menarik dan dekat dengan muridnya. Gurunya tidak hanya mengajar dengan ceramah, tetapi juga dengan variasi-variasi. R11 PAK yang saya alami dari SMP sampai SMA selalu mencatat dan mencatat, saat ujian hanya diminta menghafaal doa. PAK tidak ada jauh beda dengan pelajaran lainnya dan sangat membosankan, tapi waktu SMA saya senang karena PAK hanya mencatat dan kami boleh ribut.
(21)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R12 Ketika SMP PAK bagi saya sangat menyenangkan, tetapi ketika SMA PAK tidak terlalu menarik dan tidak memberi sumbangan bagi pekembangan iman saya, karena PAK tidak jauh beda dengan pelajaran lain. d. Lingkungan R1 Lingkungan tempat saya tinggal tidak terlalu memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan iman saya. Menurut pengalaman pribadi saya lingkungan tempat saya tinggal cukup kondusif dan nyaman bagi saya untuk menjalankan kewajiban agama saya. R2 saya rasa tempat tinggal saya (asrama) cukup mendukung, karena melalui teman asrama saya justru belajar banyak untuk mengolah perasaaan dan melatih kesabaran. Secara umum teman asrama mendukung poerkembangan iman saya, sering mengajak untuk ikut kegiatan, hanya saja saya jarang menanggapi. R3 Kurang mendukung, karena rata-rata semua memikirkan diri sendiri dan cenderung tidak peduli dengan yang lain. Ditambah mereka yang lebih tua tidak mampu memberi teladan bagi yang muda. R4 Lingkungan terutama teman kos tidak terlalu mendukung perkembangan iman saya, karena sering kali mengganggu jadwal doa dan tidak membangun suasana yang positif, msialnya untuk terlibat di lingkungan dll. R5 Masyakat sekitar, terlebih teman asrama tidak terlalu mendukung perkembangan iman. Karena tidak ada kebiasan-kebiasaan yang mendukung perkembangn iman. R6 Menurut saya pengalaman saya tempat tinggal (kos) tidak terlalu mendukung perkembangan iman saya, karena memang saya tinggal di kos yang mayoritas muslim, sehingga tidak ada suasana yang mendukung untuk perkembangan iman saya. R7 Teman-teman di kos sangat mendukung perkembangn iman, terutama teman dekat saya sering mengajak doa rosario dan doa malam bersama. Suasana ini sangat kondusif bagi perkembangan iman saya. R8 Menurut pengalama saya sangat mendukung, meskipun sebagai minoritas saya tidak mendapat gangguan untuk melaksanakan kewajiban agama saya. Apalagi kampung asal saya sangat mendukung perkemngan iman saya, saya sangat di percaya di kampung saya untuk memimpin doa dan ibadat.
(22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
R9 Saya merasa tempat saya tinggal cukup mendukung perkembangan iman saya, terlebih saat di rumah. Teman asrama sangat mempengaruhi, karena sering kali saya berpatokan pada teman lain, kalau teman tidak gereja saya cenderung tidak ikut juga. R10 Cukup mendukung, karean banyak kegiatn-kegiatan yang dapat saya ikuti. R11 Saya rasa lingkungan tempat tinggal cukup mendukung perkembangan iman saya, sering ada teman asrama mengajak untuk terlibat di kegiatan lingkungan atau ikut misa, tapi saya sendiri jarang menanggapinya. R12 Lingkungan sekitar tidak terlalu mendukung dan juga tidak menghambat perkembangan iman saya, karena lingkungan tempat saya tinggal biasa-biasa saja dan tidak terlalu mepengaruhi perkembangn iman saya. e. Kemajuan teknologi R1 Saya aktif di media sosial, dan saya rasa media sosial sangat membantu perkembangan iman saya. Karena melalui internet saya bisa mengakses informasiinformasi dari luar terkait perkembangan iman saya. Saya selalu merasa tertarik dengan konten-konten rohani dan sering mengakses konten rohani dalam dunia digital. Bagi saya alat komunkasi yang saya miliki sudah dimanfaatkan dengan bijak untuk perkembangan iman saya. R2 Pengalaman selama menggunakan gadget cukup menunjang perkembangan iman, terutama dalam aspek pengetahuan. Karena melalui gadget saya dapat terhubung dengan banyak orang dan bertukar pendapat. Saya biasanya mengakses konten rohani melalui aplikasi e-Katolik, blog rohani: Gereja GBI alitea (kesaksian mereka). Kalau dipersentasikan dalam sehari : 25% : saya gunakan untuk kegiatan rohani 15 % : untuk chating 35% : wawasan 25% : lain-lain Situs-situs Katolik jarang saya akses. Bagi saya gadget cukup mendukung perkembangan iman saya. R3 Selama ini saya gunakan gadget hanya untuk chating dan browsing, hal-hal yang menyenangkan saja. Utnuk hal-hal yang bersifat rohani masih sangat jarang, kadang kao perlu saja. R4 Saya sering mengakses konten rohani, melalui aplikasi-aplikasi yang tersedia. Hanya masih sebatas download.
(23)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut saya gadget cukup mendukung perkembangan iamn saya, namun sering kali gadget menjadi penghambat, karena sering kali saya menghabiskan waktu untuk bermain gadget. R5 Belum, selama ini internet lebih banyak saya gunakan untuk chating dan mengupdate status, belum digunakan untuk menunjang perkembangan iman. R6 Menurut saya gadget memang terkadang menghambat perkembangan iman, tetapi dari pengalaman saya selama ini gadget sungguh membantu saya dalam mendapatkan informasi dan cukup mendukung perkembangan iman saya. R7 Selama ini saya sering mengakases sesawinet dan e-Katolik untuk mebaca renungan dan doa-doa. saya memanfaatkan 30% handphone saya untuk kebutuhan rohani. Menurut pengalam saya selama ini alat komunikasi ini sangat menunjang perkembanmgan iman saya tidak menjadi penghambat. R8 Konten rohani masih jarang diakses, kadang saat diperlukan. Menurut pengalaman saya aalat komunkasi sangat membantu terlebih pengetahun tentang iman saya. Saya masih mampu mengelola alat komunikasi, sehingga tidak menghambat proses studi, dll. R9 Kebanyakan menjadi penghambat, karena banyak waktu untuk gadget R10 Selama ini saya sering mengakses konten-konten rohani misalnya e-Katolik, FB liturgi. Dari pengalaman saya gadget masih menjadi pengahmbat, karena sering kali waktu doa dan hening digantikan dengan main gadget. R11 Gadget sangat menunjang, tapi pengalaman saya gadget justru penggunaannnya menjadi bias, banyak waktu tersita, terlebih waktu untuk hening dan doa untuk bermain gadget. R12 Pengalaman saya selama ini alat komunikasi justru menajdi penghambat dalam proses perkembangn iman saya. Karena sering kali gadget terlebih wi-fi yang ada mengalihkan perhatian saya, sehingga berdoa dan belajar sering ditinggalakan. f. Kampus Pendukung : Menurut R1, R2, R4, R5, R6, R8, R10, R11 dan R12 kurikulum di PAK menjadi salah satu pendukung perkembangan iman. Kurikulum di PAK banyak memuat mata kuiah terkait dengan iman, sehingga wawasan tentang iman menjadi semakin luas. Selain itu, kurikulum di PAK juga membantu mahasiswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan pastoral maupun katekese, sehingga bukan hanya pengetahuan yang bertambah. R7 menambahkan bahwa suasana
(24)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kekeluargaan yang ada di lingkungan kampus PAK sangat mendukung perkembangan iman. Prodi PAK juga menyelenggarakan pembinaan spiritualitas bagi mahasiswa. Kegiatan ini sangat membantu mahasiswa untuk mendalami imannya. Selain itu, Prodi PAK juga mengadakan kegiatan retret yang sudah terjadwal dengan baik, sehingga mahasiswa sungguh terbantu untuk menghayati imannya (R1, R2, R4, R5, R6, R7, R8, R10, R11, R12). Sedangkan menurut R3 dosen yang mayoritas adalah para imam menjadikan suasana kampus sangat mendukung perkembangan iman. Para imam yang siap sedia membimbing para mahasiswa, bukan hanya dalam urusan akademis menjadi sumbangan besar bagi perkembangan iman para mahasiswa. R9 menambahkan faktor pendukung perkembangan iman dari Prodi PAK adalah kebiasaan-kebiasaan untuk peduli terhadap orang lain, misalnya mengumpulkan uang bagi korban bencana alam atau teman yang berduka. Kebiasaan-kebiasaan ini melatih mahasiswa untuk peka dan mau beraksi secara nyata bagi sesama. Penghambat : Menurut R1 suasana lingkungan kampus belum kondusif bagi perkembangan iman, terlebih untuk kegiatan doa. Letak kampus yang berada di tengah keramaian menjadikan suasana hening sangat sulit ditemukan. Sedangkan menurut R3 di Prodi PAK terlalu banyak tugas dan lebih mengedepankan kuantitas daripada kualitas. Hampir seluruh mahasiswa berlomba untuk mendapat nilai yang baik, sangat sedikit yang berjuang untuk keutamaan hidup. R10 menambahkan, teladan dari dosen masih kurang, terlebih terkait dengan ajaran iman Katolik.
(25)