MODEL KAMPANYE PARMA DALAM PEMENANGAN CALON PRESIDEN BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PADA PEMILIHAN RAYA 2010
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Donni Bhestadi Saputra NIM. 207051100503
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 24 Oktober 2013
Donni Bhestadi Saputra
ABSTRAK Donni Bhestadi Saputra Model Kampanye PARMA dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pemilihan Raya 2010 Kampanye politik menjadi salah satu bagian yang tidak bisa terpisahkan dari proses berdemokrasi. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society) baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara. Proses berdemokrasi juga diterapkan di Universitas Islam Negeri Jakarta dengan istilah Student Goverment. Dalam penerapannya terdapat partai politik kampus yang mewujudkan pertarungan politik penuh intrik. Di tengah suasana seperti itu, partai politik kampus terus berlomba-lomba meningkatkan model kampanye agar mampu menarik simpati khalayak. Maka dari itu PARMA sebagai salah satu partai politik kampus mencoba menerapkan model kampanye terbaik pada pemilihan raya 2010. Dari penjelasan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana model kampanye PARMA dalam pemenangan calon presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada pemilihan raya 2010? Dari sini, peneliti mengeksplorasi beberapa rumusan yang dijalankan, mulai dari informasi kampanye, persuasi kampanye, tahap membuat keputusan, dan tahap konfirmasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Peneliti ingin memaparkan secara sistematis fakta secara faktual dan cermat model kampanye yang dilakukan oleh PARMA. Berdasarkan pengamatan dan analisis peneliti, diketahui bahwa PARMA juga mempunyai dua konsep strategi kampanye politik yang secara umum dibagi menjadi 2, yakni: strategi kampanye politik melalui media dan strategi kampanye politik non media. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Difusi Inovasi. Dengan teori ini, peneliti mencoba menelaah dan menguji kesesuaian praktik kampanye politik yang dilakukan oleh PARMA. Pada prinsipnya, PARMA menjalankannya sesuai dengan kaidah teori, namun tetap disesuaikan dengan realitas yang ada. Dalam praktiknya juga menambahkan beberapa inovasi lain sebagai pengembangan strategi kampanye politik yang mereka jalankan. Dalam pelaksanaan kampanye politik, PARMA secara konsisten melebur pada model kampanye diffusion of innovation. PARMA dalam hal ini melakukan penerapan kampanye bersifat dua arah (bi-directional campaign), karena menyadari keterbatasan media dalam mempengaruhi khalayak yang dalam hal ini adalah mahasiswa. Meski demikian, PARMA mampu membuktikan model kampanye terbaik yang mereka lakukan pada pemilihan raya 2010.
i
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur yang tidak terhingga dan dengan segala limpahan rahmat, nikmat, inayah yang tiada henti-hentinya seperti kasih sayang yang diberikan kepada umatnya. Tidak lupa pula shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti sekarang, beserta para keluarga dan sahabatnya dan kaum Muslim yang telah berjihad dijalannya mendirikan panji-panji Islam dan Risalahnya. Alhamdulillahirrabil’alaminatas izin Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul ”Model Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Pemenangan Calon Presiden Badan Eksekutif Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, bukan hanya karena kerja keras penulis, namun banyak pihak yang turut serta berjuang di dalamnya.karena tanpa adanya bantuan dari orang-orang tercinta tersebut, skripsi ini tidak akan selesai. Ucapan terima kasih ini penulis hanturkan kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Dr. H. Arief Subhan MA, Dr. Suparto, M.Ed, MA, selaku Wakil Dekan I bidang akademik, Drs. Jumroni M.Si, selaku Wakil Dekan II bidang administrasi
i
umum, dan Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Wakil Dekan III bidang kemahasiswaan. 2. Drs. Study Rizal, LK, MA, Selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, ilmu dan saran kepada penulis. 3. Dra.Asriati Jamil M. Hum (almh), yang telah memberikan dorongan morill bagi penulis. 4. Drs. Jumroni M. Si, Selaku ketua jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 5. Dra. Musfirah Nurlaily MA. Selaku sekretaris koordinator Program Non Reguler, sekaligus dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah banyak memberikan ilmu-ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaian studi maupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FakultasIlmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta stafnya. 8. Kanda Tb. Ace HasanSyadzily, kanda Ali Irfani, dan seluruh pengurus DPP PARMA periode 2009-2010 yang telah membantu penulis untuk mengumpulkan materi-materi dan bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan informasi dan bantuan kepada penulis. 9. Lebih Khusus orang tua yang tercinta: Eko Budiharto dan Ibu Dina Hestituti yang selalu mendidik, melindungi menjaga dan mendo’akan dengan kasih sayang yang tidak terhingga dan tidak ternilai dengan apapun. Skripsi ini juga didedikasikan untuk Ibu tercinta sebagai hadiah ulang tahun beliau dari penulis.
ii
10. Saudara sekandung penulis: Nikko Bhestata Saputra yang selalu mendukung, menghibur dan memberikan masukan bagi penulis. 11. Skripsi ini penulis dedikasikan juga kepada Pipit Deviyanti sebagai hadiah ulang tahun pada 01 November nanti, karena telah meminjamkan semangatnya dan terus memberikan motivasi kepada penulis. 12. Kanda Muchlas Noor Hidayat, kanda Andi Fachri, kanda Erik Zaenal Muttaqien, kanda Yusuf, kanda Sirrajudin Ar-ridho, kanda Dhany Permadi, kanda Sabir Laluhu dan lainnya yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 13. Teman-teman Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan KPI Non-reguler 2007: Syaifullah, Mohamad Samlawi, Isnaanto Achmad Maulana, Ika Kartika, Siti Lulu Lutfiah, Ongko Prasetyo, Za Arasyirahma, Syahrul, Mutiara, Dahliana Syahri, RioAditama, Ade AlfanSyifa, Abdul Ghani, Aldy, Andy Widianto, Dhani, Rizka Ayustinandini, FerdyYulian, Indah, Nila, Neneng, Cahaya, Jeftri, H. Sulaiman, NurArdiansyah, Bima Suhardiman, Farida, Fadilah, beserta teman-teman lainnya yang belum tersebut, kakak dan adik-adik kelas yang telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini. 14. Teman-teman satu atap kosan : Ega Maulana, Ubaidillah, Chairul Irfani, Aditia Ramadhan, Muhammad Fauzi, Adi Komba, dan kanda Erik Hariyadi yang telah setia menemani, memberikan semangat dan saran kepada penulis. 15. Teman-teman HMI Cabang Ciputat dan HMI KOMFAKDA Cabang Ciputat yang telah menjadi tempat selama ini penulis berproses. 16. Akmal Fauzi, Rangga Tsabit Iman, Puja Abdul Wahid, Dang Krissandy, Rifky Hamdani, Ainun Najib, Ajeng Retno, Ridho Ismakun, Chabibulloh, Tanto Fadly, BimoWahyu Ramadhani, Dedi Eka Setiawan, Halim
iii
Pratama, Deny Hidayat, Brian Muhammad serta adik-adik kelas lainnya yang belum tersebut dan telah memberikan semangat dan bantuannya dalam pembuatan skripsi ini. Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan, mendapatkan ridha dari Allah SWT. penulisserahkan semuanya dengan harpan semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar khusus bagi penulis dan umumnya bagi yang membacanya.
Jakarta, 24 Oktober 2013
Donni Bhestadi Saputra
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ......................................................................................
ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR BAGAN, TABEL DAN GAMBAR ............................................. BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F.
BAB II
Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 6 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................... 7 Tinjauan Pustaka ………………………………………….. 9 Metodologi Penelitian ........................................................... 9 Sistimatika Penulisan ........................................................... 11
KAJIAN TEORI A. Teori Difusi Inovasi ............................................................. B. Konseptualisasi Kampanye Politik ....................................... 1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik ...................... 2. Model – Model Kampanye Politik ................................... 3. Varian Strategi Kampanye Politik ...................................
BAB III
14 18 18 22 30
GAMBARAN UMUM A. B. C. D. E. F.
Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta................... Perkembangan Politik Kampus Era Student Goverment .... Sekilas Pemilihan Raya 2010 UIN Syarif Hidayatullah ...... Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ..................... Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ................. Peran Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam Student Goverment dan Pemilihan Raya 2010 ........... G. Profil Kandidat Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) ....
BAB IV
viii
38 42 46 50 51 54 56
TEMUAN DAN ANALISA A. Model Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa dalam Pemilihan Raya 2010 ........... 59
v
1. Penggunaan Media dalam Kampanye (tahap informasi) . 2. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap persuasif) ........................................................................ 3. Perencanaann Kampanye PARMA (tahap penerimaan keputusan) ........................................ 4. Kampanye PARMA Pada Pemilihan Raya 2010 (tahap evaluasi) ............................................................... B. Analisis Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 ...................................................... 1. Penggunaan Media dalam Kampanye ............................. 2. Faktor Pendukung dalam Kesuksesan Kampanye ........... 3. Faktor Penghambat dalam Kesuksesan Kampanye ........ BAB V
60 64 65 66 68 68 76 77
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 80 B. Saran ...................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR BAGAN, GAMBAR DAN TABEL
BAB II 1. Bagan
1
Model Kampanye Difusi Inovasi
1. Gambar
1
Proses Kampanye Pada Pemilihan Raya 2010
2. Gambar
2
Debat Kandidat Capres dan Cawapres UIN Jakarta 2010
3. Gambar
3
Proses Pencoblosan Pada Pemilihan Raya 2010
4. Gambar
4
Keributan antar pendukung Partai Politik Kampus
5. Gambar
5
Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
1. Bagan
1
Tahap Perencanaan Kampanye PARMA
2. Gambar
1
Gambar Baligho PARMA
3. Gambar
2
Gambar Spanduk PARMA
4. Gambar
3
Gambar Stiker PARMA
5. Tabel
1
Kredibilitas Pelaku Kampanye
6. Tabel
2
Evaluasi Kampanye Politik
7. Tabel
3
Peringkat Media yang Paling Berpengaruh Dalam Kampanye
BAB III
BAB IV
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kampanye merupakan salah satu bagian dari demokrasi. Kata demokrasi masih banyak disalahartikan, demokrasi menjadi kosakata umum bagi siapa saja yang hendak menyatakan pendapat. Demokrasi adalah prinsip dasar tata kehidupan masyarakat sipil (civil society), baik dalam interaksi sesama komponen masyarakat maupun masyarakat dengan negara. 1 Dalam kampanye terdapat proses komunikasi politik yang harus dilakukan agar prosesnya dapat berjalan dengan baik. Sejak Mei 1998, Indonesia memasuki era yang disebut oleh Samuel Huntington sebagai transisi menuju demokrasi2.Di Negara mana pun, era seperti ini senantiasa disambut gegap gempita karena diyakini akan member harapan baru berupa kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih manusiawi. Dikatakan lebih manusiawi karena demokratisasi yang hakiki merupakan proses peralihan sistem bernegara dari yang otoritarian (anti kemanusiaan) menuju Demokasi (yang menghargai dan menjungjung tinggi prinsip-prinsip dasar kemanusiaan).3 Untuk
menjamin
jalannya
demokrasi
dibutuhkan
mekanisme
perimbangan kekuasaan, tanpa perimbangan kekuasaan sulit membayangkan
1
Abdul Rozak dan A. Ubaedillah, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 35. 2 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat ( Jakarta: RMBooks, 2008 ), h. 1 3 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 3
1
2
demokrasi bisa berjalan. Sebuah kritikan adalah sesuatu yang sah dalam konteks demokrasi yang sedang ada di Negara ini.4 Tragisnya, kecenderungan mengabaikan akal sehat tak melulu mencemari dunia politik, dalam kehidupan beragama dan kebudayaan pun banyak sekali ditemukan fenomena yang mendistorsi akal sehat. Seperti kegiatan berpolitik, kegiatan ritual (keberagaman) dan berbudaya pun tak luput dari tangan-tangan kotor yang menjadikan agama dan budaya sebagai “Kuda Troya”. Jika situasi seperti ini dibiarkan, kita tak bisa membayangkan, kearah manakah transisi demokrasi di negeri ini akan mengarah. Dalam dunia politik, otonomi individu menjadi salah satu syarat tegaknya sistem demokrasi5. Dalam dunia ekonomi, otonomi individu menjadi penunjang utama tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) bagi rakyat. Perpaduan demokrasi dan entrepreneurship dalam suatu Negara tidak diragukan lagi akan melahirkan kemajuan dan kesejahteraan. Soekarno adalah proklamator Indonesia dan Presiden Pertama di Indonesia. Soekarno memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sampai menjadi Proklamator bersama-sama dengan Moh. Hatta. Saat memimpin Indonesia Soekarno mencoba berdiri di atas semua golongan dan memimpin mereka secara mutlak dengan alasan rakyat perlu dipimpin dalam memahami demokrasi yang benar. Dalam alam demokrasi, tidak bisa membatasi atau melarang siapapun untuk tidak bicara, karena memang konstitusi kita menjamin warganya untuk berserikat, berkumpul dan berbicara sebebasnya asalkan tidak menabrak hak 4
Burhanuddin Napitupulu, Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta: RMBooks, 2007 ), h. 38 5 Jeffrie Geovanie, Membela Akal Sehat, h. 12
3
orang lain dan undang-undang yang ada. Pola pikir prediksi bermakna pilihan rasional dan hitung-hitungan matematis dan spekulatif dengan tujuan kemenangan6. Sedangkan tingkat pragmatisasi dimaknai sebagai pilihan jangka pendek tanpa harus terlalu dipusingkan oleh untung-rugi di masa depan.7 Melalui Amandemen UUD 1945, bangsa Indonesia mendirikan KPU (Komisi Pemilihan Umum) dengan tujuan membangun demokrasi melalui pemilu yang jurdil, bersih, bebas, dan rahasia8. Sayangnya ketika pertama kali dipraktikan oleh KPU tahun 2004, pemilu legislatif maupun pilpres ini ditengarai banyak kecurangan, sarat politik uang dan pemilu yang paling KKN dalam penyelenggaraannya. Dalam hal ini penulis ingin menyampaikan salah satu bagian dari proses demokrasi yaitu kampanye. Kampanye merupakan element penting dan dapat menjadi alat memperkenalkan calon ataupun visi misi mereka kedepannya agar dapat diketahui khalayak secara utuh. Ada beberapa model kampanye yang dapat dilakukan diantaranya, Pertama, Model komponensial kampanye. Model ini mengambil komponenkomponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction approach.9
6
Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 2 7 Komaruddin Hidayat & Haryono Yudhie, Manuver Politik Ulama, h. 3 8 Fuad Bawazier, Republik Keluh Kesah ( Jakarta: RMBooks, 2007), h. 118 9 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, ( Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 85-86
4
Kedua, Model kampanye Ostergaard. Model ini dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat sentuhan ilmiahnya.10 Ketiga, The five functional stages development model. Model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara campaigner dan campaignee.11 Keempat, The communicative functions model. Judith Trend dan Robert Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication, mereka merumuskan sebuah model kampanye yang dikonstruksi dari lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan
10 11
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89
5
kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination sampai election:12 Kelima, Model Kampanye nowark dan warneryd. Menurut McQuail & Windahl (1993), model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu contoh model tradisonal kampanye. Pada model ini, proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Di dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan bagaimana bertindak secara sistematis dalam meningkatkan efektifitas kampanye.13 Keenam, The diffusion of innovation model. Model difusi inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign). Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi kesohor, Everett M. Rogers.14 Pembinaan dan pencerdasan terhadap pemilih harusnya lahir dari golongan akademisi atau dunia perkuliahan. Kemudian ini menjadi suatu acuan bahwa di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta terdapat proses berdemokrasi dalam setiap pemilihan pemimpin mulai dari tingkat jurusan hingga universitas. Dalam pelaksanaannya setiap calon-calon yang telah lolos beberapa tahapan seleksi oleh pihak KPU UIN Jakarta di berbagai tingkatan untuk menjaring dengan beberapa syarat yang harus di penuhi dan bekerjasama dengan Panitia Pengawas Pemilu (PANWASLU) UIN Jakarta, Pihak Rektorat
12
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93 14 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 94 13
6
UIN Jakarta, beberapa UKM di Kampus UIN Jakarta yang bergerak dalam bidang Media Massa sebagai lembaga Independen dan sebagainya. Alasan penulis tertarik melakukan penelitian ini dikarenakan sistem demokrasi di UIN Syarif Hidayatullah ini menjadi banyak bahan referensi dari universitas lainnya dalam melaksanakan demokrasi di masing-masing kampusnya khususnya kampus yang berada dibawah Departemen Agama. Dalam salah satu prosesnya terdapat sebuah kampanye yg merupakan bagian paling berperan dalam mengajak pemilih untuk memilih pasangan calon. Model kampanye inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya. Dari gambaran tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap masalah ini yang dituangkan dalam skripsi dengan judul : “Model Kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Dalam Pemenangan Badan
Eksekutif
Mahasiswa
Universitas
Islam
Negeri
Syarif
Hidayatullah Jakarta Pada Pemilihan Raya 2010’’
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka model kampanye yang dimaksud oleh penulis yaitu
hanya kepada Model Kampanye
PARMA dalam pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah pada Pemilihan Raya Tahun 2010 dalam perpektif Teori Diffusion Of Innovation.
7
2. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah dia tas maka menurut penulis merumuskan masalah adalah suatu pernyataan yang dirumuskan dalam kalimat tanya, bersifat padat isi, jelas maksudnya serta memberikan petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna menjawab pernyataan yang terkandung di dalamnya.15 Rumusan masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana Model kampanye PARMA Dalam Pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pemilihan Raya tahun 2010? Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut : a. Bagaimana informasi kampanye? b. Bagaimana persuasi kampanye? c. Bagaimana tahap membuat keputusan untuk mencoba? d. Bagaimana tahap konfirmasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
15
Suryabrata Sumadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: CV Rajawali, 1993), h.71
8
1. Tujuan Penelitian a. Tujuan Teoritis Untuk dapat mengetahui model kampanye Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Sebagai Partai Politik Kampus di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta b. Tujuan Praktis Untuk dapat menjadi acuan dan pedoman bagi sistem kelembagaan mahasiswa yang menganut partai politik kampus di universitasuniversitas lain.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Untuk mengetahui model-model kampanye yang dilakukan oleh Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam proses pemenangan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakartasehingga dapat menjadi wawasan pada proses demokrasi lainnya baik didalam maupun diluar lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b.
Tulisan ini diharapkan bisa memberikan tambahan wacana dan referensi
bagi
civitas
akademika
khususnya
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta dan praktisi untuk keperluan studi yang lebih mendalam mengenai Komunikasi Politik dan sistem perpartaian kampus.
9
D. Tinjuan Pustaka Penelitian sebelumnya yang menjadi acuan atas tinjauan pustaka peneliti terkait strategi kampanye politik, yaitu: Judul skripsi: Strategi Marketing Politik Lembaga Konsultan Komunikasi Fastcomm Dalam Pemenangan Partai Islam di Pemilu Legislatif 2009. Penelitian dilakukan oleh Shulhan Rumaru, S.Sos.I, mahasiswa S1 Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Jakarta, tahun 2010. Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah pembahasan mengenai strategi kampanye politik yang merupakan bagian dari proses pemenangan. Adapun perbedaannya, dalam penelitian Shulhan Rumaru, lebih membahas tentang Marketing Politik sebagai upaya pemenangan pada pemilu legislatif 2009. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan olehg peneliti, lebih terfokus pada model-model kampanye dalam proses pemenangannya.
E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Pendekatan kualitatif menurut Kirk dan Miller bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
10
social yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya.16 Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu paparan atau menggambarkan yang jelas bagaimana proses pemenangan dapat berjalan dengan baik dan memberikan kecerdasan berpolitik arahnya spesifik pada situasi atau peristiwa yang terjadi, artinya tidak mencari hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Pengertian metode penelitian deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara:
Untuk
mendapatkan
informasi
yang akurat
dan
memperkuat data, maka peneliti melakukan wawancara bebas terpimpin (Semi Structured Interview) yaitu wawancara dengan menggunakan interview guide atau pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar pertanyaan.17 Peneliti mewawancarai Tb. Ace Hasan Syadzily selaku presiden IAIN (sekarang UIN) ke-1 dan Ali Irfani selaku Ketua Umum PARMA Periode 1999-2000. b. Dokumentasi: pengambilan
Peneliti data
melakukan
berdasarkan
proses
pengumpulan
tulisan-tulisan
berbentuk
dan file
pemenangan, buku, foto, maupun arsip-arsip milik Partai Reformasi Mahasiswa ataupun tulisan lain yang berkaitan dengan bahasan penelitian ini. 16
Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7 17 Denzin Norman K, Lincoln, Yvonna S, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
11
3. Pengolahan Data Peneliti menggunakan metode Deskritif Kualitatif untuk mendapatkan data-data dan informasi yang dibutuhkan. Peneliti menganalisis data yang telah didapat, baik dari hasil wawancara, dokumentasi, maupun buku-buku dengan cara menggambarkan dan menjelaskannya dalam bentuk kata-kata. Data yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini berupa tulisan dan lisan (Verbal) bukan berupa nominal yang menunjukan angka. 4. Analisis Data Pada tahap ini penulis melakukan proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Peneliti akan mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa data kemudian yang terakhir adalah mengambil kesimpulan yang berwujud kata-kata. 5. Pedoman Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang disusun oleh Hamid Nasuhi dkk, diterbitkan oleh CEQDA (Centre For Quality Development And Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan Guna mengetahui gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang diuraikan dalam penulisan ini, maka peneliti membagi sistematika penyusunan kedalam lima bab, masing-masing bab dibagi kedalam sub bab dengan perincian sebagai berikut:
12
BAB I
PENDAHULUAN Merupakan bab pendahulu, yang berisi lima bab antara lain: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II
KAJIAN TEORITIS Kajian
Teoritis
mengenai
Diffusi
of
Innovation,
Konseptualisasi Pengertian dan definisi kampanye politik, Model-Model Kampanye, dan Varian strategi kampanye politik. BAB III
GAMBARAN UMUM Gambaran Umum dan Sejarah Politik IAIN Jakarta, Perkembangan politk kampus era student goverment, Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Struktur PARMA, Peran PARMA pada Student Goverment & PEMIRA 2010 dan Profil Kandidat PARMA
BAB IV
TEMUAN DAN HASIL ANALISI Pada bab ini penulis membahas penyajian dan analisis data yang diperoleh dari PARMA dalam Pemilu Raya 2010 terkait model-model kampanye.
BAB V
PENUTUP Kesimpulan dan Saran
14
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Teori Difusi Inovasi (Diffusion of Innovations) Teori Difusi Inovasi menjelaskan bagaimana inovasi-inovasi tertentu berkembang dan diadopsi oleh masyarakat. Teori ini berguna dalam menganalisis
kolaborasi-kolaborasi
yang
tepat
antara
penggunaan
komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi untuk membuat masyarakat mengadopsi suatu produk, prilaku, atau ide tertentu yang dianggap baru (inovasi).1 Artikel berjudul The People’s Choise yang ditulis oleh Paul Lazarsfeld, Bernard Berelson dan H Gaudet tahun 1944 menjadi titik awal munculnya teori difusi inovasi. Dalam teori difusi inovasi, dikatakan bahwa komunikator yang mendapatkan pesan dari media massa sangat kuat untuk mempengaruhi orang-orang.2 Dalam keterangan lain, difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke-19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation”, Tarde mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Rogers menjelaskan gagasan Tarde mengenai teori kurva S sebagai berikut: pertama, hanya beberapa individu saja yang menerima ide baru tersebut, kemudian
1
Antar Venus, Manajemen Kampanye, (Bandung: Simbiosa Rekatman, 2004), h. 33. Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 170. 2
14
15
sejumlah besar orang menerima inovasi tersebut, dan akhirnya tingkat penerimaan berkurang.3 Adanya produk, perilaku, atau ide terbaru akan membuat sebagian orang ingin menjadi pihak pertama yang mengapdopsi penemuan tersebut, sementara sebagian lainnya akan menunggu hingga sebagian besar kelompok mereka menerima dan mengapdopsi hal baru tersebut. Menurut teori ini, saluran komunikasi yang paling efektif yang dapat digunakan untuk menyampaikan ide-ide serta penemuan baru adalah opinion leaders dan jaringan sosial dalam kelompok masyarakat. Sebuah inovasi akan dapat diadopsi secara maksimal oleh masyarakat dengan menggunakan two-step flow communication. Langkah pertama adalah transmisi informasi melalui media kepada khalayak massa, selanjutnya untuk langkah kedua adalah validasi pesan oleh orang yang dihormati khalayak tersebut.4 Ada kolaborasi antara media massa dan kontak antarpribadi. Kolaborasi tersebut akan sangat membantu individu dalam membuat keputusan untuk menerima atau menolak. Pada dasarnya keputusan tersebut sangat dipengaruhi oleh pertanyaan-pertanyaan berikut ini:5 1. Apakah inovasi tersebut lebih baik daripada apa yang selama ini dipercaya atau digunakan? 2. Apakah inovasi tersebut mudah dipahami dan digunakan? 3. Apakah orang lain dalam kelompok utama menggunakan inovasi tersebut? Bagaimana pengalaman mereka selama mengapdopsi inovasi tersebut? 4. Apakah inovasi tersebut sesuai dengan norma-norma sosial yang dianut masyarakat serta gambaran diri individu tersebut? 5. Apakah ada kemungkinan untuk mencoba inovasi tersebut terlebih dahulu sebelum benar-benar mengapdopsinya? 6. Seberapa besar komitmen yang diperlukan untuk mengunakan inovasi?
3
Morrisan, Teori Komunikasi Massa, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 144. Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34. 5 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34. 4
16
Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai opinion leadership, yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media beberapa decade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki ketertarikan lebih berpengetahuan disbanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi komunitasnya untuk mengapdopsi sebuah inovasi.6 Sebagaimana yang diungkapkan Rogers dan Singhal yang dikutip dalam buku Morrisan, difusi inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide atau gagasan dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan melalui saluran penerimaan tertentu, pada waktu tertentu diantara anggota sistem sosial. Teori ini dipopulerkan oleh Everett M. Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul Diffusion of innovations.7 Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena berbagi situasi dimana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan public, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi-inovasi umumnya petani dan masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi-inovasi dilakukan di Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang.8
6
Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 144. Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141. 8 S. Djuarsa Sandjaja, dkk, Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2005), h. 5.17. 7
17
Studi yang dilakukan Rogers terhadap berbagai riset mengenai difusi inovasi yang tersebar dalam berbagai disiplin ilmu yang dilakukannya selama bertahun-tahun menemukan beberapa kesamaan bahwa seluruh studi atau riset yang dilakukan melibatkan empat hal, yaitu: (a) inovasi, (b) komunikasi antara satu orang dengan orang lainnya, (c) adanya masyarakat atau komunitas, (d) adanya elemen waktu.9 Kemudian Everett M. Rogers dan Floyd G yang dikutip dalam buku Elvinaro Erdianto, Shoemaker memutuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses diffuse inovasi, yaitu:10 1. Pengetahuan: kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. 2. Persuasi: individu membentuk atau memiliki sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. 3. Keputusan: terlibat dalam aktifitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengapdopsi atau menolak inovasi. 4. Konfirmasi: individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan lainnya. Awal perkembangannya teori ini menduduki peran pimpinan opini dalam mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Tetapi difusi inovasi juga bisa langsung mengenai khalayaknya. Menurut teori ini sesuatu yang baru
akan
menimbulkan
keingintahuan
masyarakat
untuk
ingin
mengetahuinya pula. Difusi mengacu pada penyebaran informasi baru, inovasi atau proses baru keseluruh masyarakat.11 Untuk inovasi-inovasi tertentu, individu dapat digolongkan berdasarkan waktu yang mereka perlukan untuk mengapdpsi suatu hal baru, yaitu: 9
Morrisan, Teori Komunikasi Massa, h. 141. Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 66. 11 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, h. 170. 10
18
inovator, pengapdopsi pertama, mayoritas pengapdopsi awal, mayoritas pengapdopsi akhir, dan kelompok tertinggal (laggard). Kelompok yang paling sulit untuk diyakinkan dan diubah perilakunya adalah mayoritas pengapdopsi akhir dan kelompok tertinggal.12 Inovasi adalah suatu ide karya atau objek yang dianggap baru oleh seseorang. Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota suatu sistem sosial menentukan tingkat adopsi:13 1. Relative adventage (keuntungan relatif) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan lebih baik daripada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan relatif tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestasi sosial, kenyamanan, dan kepuasan juga merupakan unsur penting. 2. Compatibility (kesesuaian) adalah suatu derajat di mana inovasi dirasakan konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman, dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi. 3. Complexity (kerumitan) adalah mutu derajat di mana inovasi dirasakan sukar untuk dimengerti dan dipergunakan. 4. Trialability (kemungkinan dicoba) adalah mutu derajat di mana inovasi di eksperimentasikan pada landasan yang terbatas. 5. Observability (kemungkinan diamati) adalah suatu derajat di mana inovasi dapat disaksikan oleh orang lain.
B. Konseptualisasi Kampanye 1. Pengertian dan Definisi Kampanye Politik Sebagai bagian dari proses demokrasi di Indonesia Kampanye politik saat ini dapat dirasakan sebagai sebuah keniscayaan, seiring dengan makin tingginya persaingan di ranah politik. Kampanye merupakan bagian dari ilmu komunikasi politik atau sering di sebut public relation politik dan memegang peranan penting dalam aktivitas yang dilakukan oleh para pelaku politik. Namun, kampanye dalam 12 13
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 34. Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, h. 65.
19
penerapannya di dunia politik tentu mengalami sebuah redefinisi, dengan maksud bahwa apabila diterapkan dalam dunia politik sehingga dikenal dengan kampanye politik. Politik,
sebagai
seni
kemungkinan-kemungkinan,
selalu
menempatkan komunikasi sebagai salah satu unsur pokok di dalamnya. Kendati komunikasi bukanlah obat mujarab untuk semua penyakit, nyaris mustahil proses-proses politik bisa maksimal tanpa peran komunikasi di setiap tahapannya.14 Orang sering mempersamakan kampanye dengan propaganda. Hal ini tidak sepenuhnya salah karena keduanya memang merupakan wujud tindakan komunikasi yang terencana dan sama-sama ditujukan untuk mempengaruhi khalayak. Kampanye dan propaganda juga sama-sama menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyampaikan gagasan-gagasan mereka. Jadi pada kenyataannya memang ada beberapa kemiripan diantara kedua konsep tersebut. Bedanya, istilah propaganda telah dikenal lebih dulu dan memiliki konotasi yang negative, sementara istilah kampanye baru memasyarakat pada tujuh puluh tahun terakhir serta memiliki citra positif dan akademis.15 Pengertian secara umum tentang istilah kampanye yang dikenal sejak 1940-an campaign is generally exemply persuasion in action (kampanye secara umum menampilkan suatu kegiatan yang bertitik tolak
14 15
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 4. Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 5
20
untuk membujuk), dan telah banyak dikemukakan beberapa ilmuwan, ahli dan praktisi komunikasi.16 kampanye sebagai “Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”.17 Menurut
Rajasundaram seperti dikutip dalam buku Rosady
Ruslan, a campaign is a coordinated use of different methods of communication aimed at focusing attention on a particular problem and its solution over a periode of time. Suatu kampanye merupakan koordinasi
dari
berbagai
perbedaan
metode
komunikasi
yang
memfokuskan perhatian pada permasalahan tertentu dan sekaligus cara pemecahannya dalam kurun waktu tertentu.18 Sementara itu, menurut Pfau dan Parrot dalam buku Gun Gun Heryanto, a campaign is conscious sustained and incremental process designed to be implemented over a specified period of time for purpose of influencing a specified audience. kampanye adalah suatu proses yang dirancang secara sadar, bertahap dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu dengan tujuan memengaruhi khalayak sasaran yang telah ditetapkan.19
16
Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1997), h. 23 17 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 83 18 Rosady Ruslan, Kampanye Public Relations, h. 23-2 19 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 83
21
Adanya metode dan konsep kampanye yang diterapkan dalam dunia politik, terasa ada gairah tersendiri dalam pemahaman dan praktik politik saat ini. Politik menjadi lebih dekat dengan masyarakat, menjadi wacana yang sering didiskusikan, dibincangkan, didebatkan, bahkan dihadirkan dengan berbagai pendekatan ke masyarakat dan lebih disukai oleh kalangan manapun. Selain definisi kampanye, kita perlu mengetahui definisi politik sebab kampanye politik secara mendasar ditopang oleh bidang ilmu politik. Delia noer mendefinisikan politik sebagaimana yang dikutip Gun Gun Heryanto bahwa politik merupakan aktifitas atau sikap yang berhubungan
dengan
kekuasaan
dan
yang
bermaksud
untuk
mempengaruhi dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu bentuk susunan masyarakat.20 Dengan demikian, kampanye adalah tindakan komunikasi yang terorganisir yang diarahkan khalayak tertentu, dan pada periode waktu tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Menurut Charles U. Larson seperti yang dikutip dalam buku Gun-Gun Heryanto membagi tiga jenis kampanye sebagai berikut:21 a. Product-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Motivasinya adalah memperoleh keuntungan financial. b. Candidat-oriented campaigns. Kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk memperoleh kekuasaan politik. Jenis ini sering juga disebut Political campaigns.
20
Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta: Lasswell Visitama, 2010), h. 5 21 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 83-84
22
c. Ideologically campaigns. Jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi perubahan sosial. Disebut sebagai social change campaigns.
2. Model Kampanye Politik Dalam buku Dedi Mulyana (2000) yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut). Jadi model bukanlah fenomena itu sendiri. Model hanyalah gambaran tentang fenomena atau realitas yang telah disederhanakan. Model hanya mengambil aspek dan ciri-ciri tertentu dari realitas yang dianggap umum, penting, dan relevan. Karena alesan ini, maka sebuah konstruksi model tidak pernah sempurna. Namun begitu, model memiliki manfaat untuk memudahkan pemahaman tentang proses berlangsungnya suatu hal.22 Umumnya, model-model kampanye memusatkan perhatiannya pada penggambaran tahapan proses kegiatan kampanye. Boleh dikatakan tidak ada model yang berupaya menggambarkan proses kampanye berdasarkan unsur-unsurnya, sebagaimana terjadi dalam menjelaskan proses komunikasi. padahal, kegiatan kampanye pada intinya adalah kegiatan komunikasi. karena itu, menampilkan model kampanye dengan menggambarkan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya menjadi penting. Tujuan agar kita dapat memahami fenomena kampanye, bukan hanya
22
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 84
23
dari tahapan kegiatannya, melainkan juga interaksi antarkomponen yang terdapat di dalamnya.23
a.
Model Komponensial Kampanye Model ini mengambil komponen-komponen pokok yang terdapat dalam suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan kampanye. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya meliputi: sumber kampanye, saluran, pesan, penerima kampanye, efek dan umpan balik. Unsur-unsur ini harus dipandang sebagai satu kesatuan yang mendeskripsikan dinamika proses kampanye.24 Model ini dapat mudah diidentifikasikan melalui pendekatan transmisi (transmission approach) daripada intraction approach. Alasan yang mendasarinya adalah bahwa kampanye merupakan kegiatan
komunikasi
yang
direncanakan.
Bersifat
purposive
(bertujuan), dan sedikit membuka peluang untuk saling bertukar informasi dengan khalayak (interactive). Lebih dari itu, kampanye merupakan kegiatan yang bersifat persuasive yang sumbernya (campaigner) secara aktif berupaya mempengaruhi penerima (campaignee) yang berada dalam posisi pasif. Karena, perbedaan posisi ini, maka proses bertukar peran selama kampanye berlangsung menjadi sangat terbatas.25
23
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85 25 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 85-86 24
24
Model kampanye dengan pendekatan transmisi yang searah ini tidak memandang pendekatan interaktif sebagai hal yang tidak penting. Pada beberapa setting
kampanye yang menggunakan
saluran personal dan pendekatan interaktif dianggap lebih efektif dan realistis. Pada situasi yang demikian, maka perlu dikonstruksi model kampanye yang sesuai.26 Ketika pesan-pesan diterima khalayak diharapkan muncul efek perubahan pada diri mereka. Terjadi atau tidaknya efek perubahan tersebut dapat diidentifikasikan dari umpan balik yang diterima sumber. Umpan balik untuk mengukur efektivitas kampanye dapat muncul dari pesan itu sendiri, saluran yang digunakan atau respons penerima. Akhirnya dapat dikatakan bahwa keseluruhan proses keseluruhan proses kampanye tidak terlepas dari gangguan (noise). Sumber dapat mengidentifikasi potensi gangguan tersebut pada semua komponen kampanye yang ada.27 b. Model Kampanye Ostergaard Dalam Buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritis dan praktisi kampanye kawakan dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Jadi, model yang diciptakannya ini tidak muncul dari atas meja, tetapi dari pengalaman praktik di lapangan. Di antara berbagai
26 27
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 86 Venus Antar, Manajemen Kampanye, h. 14
25
model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat sentuhan ilmiahnya.28 Menurut Ostergaard yang dikutip Gun Gun Heryanto didalam bukunya, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidaklah layak untuk dilaksanakan. Alasannya, karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apa pun dalam menanggulangi masalah sosial yang dihadapi. Karenanya, lanjut pakar kampanye ini, sebuah
program
kampanye
hendaknya
selalu
dimulai
dari
identifikasi masalah secara jernih. Langkah ini disebut juga tahap prakampanye.29 Untuk mendapatkan rujukan teoretis-ilmiah tentang masalah yang ada kita dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial murni seperti sosiologi dan psikologi. Bila dari analisis ini diyakini bahwa masalah tersebut dapat dikurangi lewat pelaksanakan kampanye maka kegiatan kampanye perlu dilaksanakan. Bila kenyataannya demikian maka kita dapat memasuki tahap kedua yakni perancangan program kampanye. Namun, pada kenyataannya banyak masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan melaksanakan kampanye.30 c.
The Five Functional Stages Development Model Dalam buku Gun Gun Heryanto model ini dikembangkan oleh tim peneliti dan praktisi kampanye di Yale University AS pada awal tahun 1960-an (Larson, 1993). Model ini dianggap yang paling
28
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 86 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 87 30 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 16 29
26
popular dan banyak diterapkan oleh berbagai belahan dunia. Kepopuleran ini tidak terlepas dari fleksibilitas model untuk diterapkan, baik pada candidate oriented campaign maupun kampanye lainnya. Focus model ini adalah pada tahapan kegiatan kampanye, bukan pada proses pertukaran pesan antara campaigner dan campaignee.31 Pada kampanye produk, legitimasi seringkali ditunjukan melalui testimony atau pengakuan konsumen tentang keunggulan produk tersebut. Testimony tersebut dapat diberikan oleh public figure. Pada cause oriented campaign yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan.32 d. The Communicative Functions Model Judith Trend dan Robert Friendenberg adalah praktisi sekaligus pengamat kampanye politik di Amerika Serikat. Dalam bukunya yang bertajuk Political Campaign Communication seperti yang dikutip oleh Gun Gun Heryanto, mereka merumuskan sebuah model kampanye yang di konstruksi dari lingkungan politik. Sebagaimana model yang di kembangkan tim dari Yale University, model ini dan memusatkan analisisnya pada tahapan kegiatan kampanye. Langkah-langkahnya dimulai dari surfacing, primary, nomination sampai election:33 1) Tahap surfacing (pemunculan). Tahap ini, lebih banyak berkaitan dengan membangun landasan tahap berikutnya, seperti; memetakan daerah-daerah yang akan dijadikan tempat 31
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 89 Antar Venus, Manajemen Kampanye,h. 18 33 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 91-92 32
27
kampanye, membangun kontak dengan tokoh-tokoh setempat atau orang-orang “kita” yang berada di daerah tersebut, mengorganisasikan pengumpulan dana, dan sebagainya. Tahap umumnya dimulai begitu seseorang secara resmi mencalonkan diri untuk jabatan politik tertentu. Pada tahap ini, khalayak akan melakukan evaluasi awal terhadap citra kandidat secara umum. 2) Tahap primary. Pada tahap ini, kita berupaya untuk memfokuskan perhatian khalayak pada kandidat, gagasan, atau lembaga yang telah kita munculkan di arena persaingan. Pada tahap ini, kita mulai melibatkan khalayak untuk mendukung kampanye yang dilaksanakan. Dalam konteks politick, tahap ini merupakan yang paling kritis dan paling mahal. Dikatakan kritis karena disini kita secara ketat bersaing dengan kandidatkandidat lain, yang dalam proses persaingan itu mungkin saja kita menghamburkan janji-janji yang kemudian tidak dapat terpenuhi. Dikatakan mahal, karena pada tahap inilah sesungguhnya kita bersaing untuk dapat nominator selanjutnya yang akan dipilih oleh khalayak. 3) Tahap nominasi. Tahap ini menempatkan kandidat kita mendapat pengakuan masyarakat, memperoleh liputan media secara luas, atau gagasan menjadi topik pembicaraan anggotaanggota masyarakat. 4) Tahap pemilihan. Pada tahap ini, biasanya masa kampanye telak berakhir. Namun, secara terselubung sering kali para kandidat “membeli” ruang tertentu pada dari media massa agar kehadiran mereka tetap dirasakan. Di beberapa negara dengan tingkat korupsi yang tergolong sangat tinggi seperti di Indonesia, maka tahap pemilihan ini ada fenomena yang disebut “serangan fajar”.
e.
Model Kampanye Nowark dan Warneryd Menurut McQuail & Windahl (1993) seperti yang dikutip oleh Gun Gun didalam bukunya , model kampanye Nowak dan Warneryd merupakan salah satu contoh model tradisonal kampanye. Pada model ini, proses kampanye dimulai dari tujuan yang hendak dicapai dan diakhiri dengan efek yang diinginkan. Model ini merupakan deskripsi dari bermacam-macam proses kerja dalam kampanye. Di dalamnya juga terdapat sifat normatif, yang menyarankan bagaimana
28
bertindak
secara
sistematis
dalam
meningkatkan
efektifitas
kampanye.34 Pada model Nowak dan Warneryd ini terdapat tujuh elemen kampanye yang harus diperhatikan, yakni sebagai berikut:35 1) Intended effect (efek yang diharapkan). Efek yang hendak dicapai harus dirumuskan dengan jelas. Dengan demikian, penentuan elemen-elemen lainnya akan lebih mudah dilakukan. Kesalahan umum yang sering terjadi adalah terlalu mengagungagungkan potensi efek kampanye, sehingga efek yang ingin dicapai menjadi tidak jelas dan tegas. 2) Competiting communication (persaingan komunikasi). Agar suatu kampanye menjadi efektif, maka perlu diperhitungkan potensi gangguang dari kampanye yang bertolak belakang (counter campaign). 3) Communication object (objek komunikasi). Objek kampanye biasanya dipusatkan pada satu hal saja, karena untuk objek yang berbeda menghendaki metode komunikasi yang berbeda. Ketika objek kampanye telah ditentukan, pelaku kampanye akan dihadapkan lagi pada pilihan apa yang akan ditonjolkan atau ditekankan pada objek tersebut. 4) Target population & receiving group (populasi target dan kelompok penerima). Kelompok penerima adalah bagian dari populasi target. Agar penyebaran pesan lebih mudah dilakukan, maka pesan lebih baik ditujukan kepada opinion leader (pemuka pendapat) dari populasi target. 5) The channel (saluran). Saluran yang digunakan dapat bermacam-macam bergantung pada karakteristik kelompok penerima dan jenis pesan kampanye. 6) The message (pesan). Pesan dapat dibentuk sesuai dengan karakteristik kelompok yang menerimanya. Pesan juga dapat dibagi ke dalam tiga fungsi, yakni menumbuhkan kesadaran, memengaruhi dan memperteguh, serta meyakinkan penerima pesan bahwa pilihan atau tindakan mereka adalah benar. 7) The communicator/sender (komunikator/pengirim pesan). Komunikator dapat dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya seorang ahli atau seorang yang dipercaya khalayak, atau bahkan seseorang yang memiliki keduanya. Pendeknya, komunikator harus memiliki kredibilitas di mata penerima pesannya. 8) The obtained effect (efek yang dicapai). Efek kampanye meliputi: efek kognitif (perhatian, peningkatan pengetahuan dan 34 35
Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 93
29
kesadaran), efektif (berhubungan dengan perasaan, mood dan sikap), dan konatif (keputusan, bertindak dan penerapan).
f.
The Diffusion of Innovation Model Menurut Gun Gun Heryanto dalam bukunya, Model difusi inovasi ini umumnya diterapkan dalam kampanye periklanan (commercial campaign) dan kampanye yang beorientasi pada perubahan sosial (sosial change campaign). Penggagasnya adalah ilmuwan komunikasi ke sohor, Everett M. Rogers.36 Dalam model ini, Rogers menggambarkan adanya empat tahap yang akan terjadi ketika proses kampanye berlangsung (Larson, 1993):37 1) Tahap informasi (information). Pada tahap ini, khalayak diterpa informasi tentang lembaga/kandidat atau gagasan yang dianggap baru. Terapan ini bertubi-tubi dan dikemas dalam bentuk pesan yang menarik akan menimbulkan rasa ingin tahu khalayak tentang produk atau gagasan tersebut. 2) Tahap persuasi (persuasion). Ketika khalayak tergerak mencari tahu dan mendapati bahwa produk tersebut menarik minat mereka, maka dimulailah tahap persuasi atau tahap mempengaruhi khalayak. 3) Tahap membuat keputusan untuk mencoba (decition, adoption and trial) yang di dahului oleh proses menimbang-nimbang tentang berbagai aspek produk tersebut. 4) Tahap konfirmasi atau reevaluasi. Tahap ini hanya dapat terjadi bila orang telah mencoba memilih partai atau kandidat yang ditawarkan. Berdasarkan pengalaman mencoba, khalayak mulai mengevaluasi dan mempertimbangkan kembali tentang produk tersebut.
36 37
Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94 Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, h. 94-95
30
Bagan 2.1. Model Difusi Inovasi INFORMASI
PERSUASI
KEPUTUSAN PENERIMAAN PERCOBAAN
KONFIRMASI REEVALUASI
Dalam model difusi inovasi ini tahap keempat menempati posisi yang sangat strategis karena akan menentukan apakah seseorang akan menjadi pemilih yang loyal atau sebaliknya. Rogers juga menyadari bahwa tidak semua tahapan yang ada akan dilalui khalayak. Bahkan pada beberapa kasus khalayak berhenti pada tahan pertama38 Dalam
praktik
kampanye,
kesuksesan
seseorang melakukan
kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye. Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah: keterpercayaan, keahlian, daya tarik, dan tentunya adalah faktor pendukung lainn seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan bersosialisasi.39
38
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.85. 39 Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h.85-86
31
3. Varian Strategi Kampanye Politik Untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang ditargetkan setiap partai politik, institusi politik, bahkan target lakon politik perseorangan tentu tidak hanya membutuhkan konsep dan metode pada tataran teoritis yang mendukung misi tersebut. Dibutuhkan juga berbagai konsep dan metode terapan atau varian strategi pada tataran praktik yang sesuai dengan perkembangan dan mobilitas persaingan di ranah politik. Dalam hal ini, munculnya kampanye politik dengan varian baru dalam ranah politik, juga menyodorkan bermacam strategi yang mampu membantu dan mendongkrak popularitas serta kemajuan kontestan politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik yang diinginkan. Segelontor program kerja dan janji-janji manis partai politik yang digulirkan lewat media massa sejatinya untuk melihat dan mengetahui respons atau feedback dari masyarakat, berbagai polesan dan konstruksi image pun mempesona lewat media. Jor-joran kampanye dalam polesan citra ini yang menjadi warna tersendiri, sebab masing-masing partai ikut andil dalam memoles citra kandidat dan program mereka. Secara umum, peneliti mengelompokkan strategi kampanye politik menjadi dua varian, yaitu: strategi kampanye politik melalui media dan kampanye politik non media. a.
Strategi Kampanye Politik Melalui Media Strategi marketing politik media adalah strategi marketing politik
yang diaplikasikan melalui media. Artinya media sebagai saluran strategi kampanye politik. Tak dimungkiri lagi bahwa media merupaka
32
mediator politik yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan berbagai
gagasan-gagasan maupun kritik-kritik diantara pelaku
politik.40 Secara umum Schramm mengartikan saluran (kampanye) sebagai “perantara apapun yang memungkinkan pesan-pesan sampai kepada penerima. Sementara Klingeman dan Rommele (2002) secara lebih spesifik mengartikan saluran kampanye sebagai segala bentuk media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak. Bentuknya berupa kertas yang digunakan untuk menulis pesan, telepon, internet, radio atau bahkan televise. Para ahli kampanye umumnya tidak tertarik melakukan debat konseptual tentang perbedaan saluran dengan media. Mereka hanya berpendapat bahwa media adalah bagian dari saluran.41 Dalam kampanye politik, media masaa cenderung ditempatkan sebagai saluran komunikasi utama karena hanya lewat media inilah khalayak dalam jumlah besar dapat diraih. Terkait dengan kemampuan media massa dalam memengaruhi sikap, pendapat dan perilaku khalayak, Klapper (Mcquail, 1987) membedakan enam jenis perubahan yang mungkin terjadi akibat penggunaan media massa yakni: (a). Menyebabkan
perubahan
yang
diinginkan,
(b).
Menyebabkan
perubahan yang tidak diinginkan, (c). Menyebabkan perubahan kecil,
40 41
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56. Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84.
33
(d). Memperlancar perubahan, (e). Memperkuat apa yang ada, dan (f). Mencegah perubahan.42 Ada dua kecenderungan penyelenggaraan kampanye dalam memanfaatkan media:43 1) Kelompok pertama adalah mereka yang menerapkan strategi kampanye satu arah (uni-directional campaign). Dalam hal ini, tindakan memengaruhi khalayak dilakukan secara tidak langsung. Di sini, pelaku sepenuhnya mengendalikan media massa. Strategi ini disebut media oriented campaign. 2) Kelompok kedua menerapkan kampanye yang bersifat dua arah (bi-directional campaign). Dalam konteks ini, penyelenggara kampanye menyadari keterbatasan media massa dalam memengaruhi khalayak sasaran. Karena itu, pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesanpesan yang disampaikan lewat media massa. Strategi ini disebut juga audience oriented campaign. Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan media massa dalam memengaruhi khalayak, menurut Rogers, peran media massa dalam kampanye tetap penting. Alasannya, lanjut Rogers, karena sasaran kampanye adalah orang banyak, publik dan masyarakat, dan untuk mencapai mereka maka kampanye lebih menggantungkan diri pada media massa sebagai saluran utamanya.44 Aplikasi
strategi
marketing
politik
melalui
media
dapat
dikategorikan dalam tiga bentuk saluran media, yaitu melalui media lini atas (aboveline media), media lini bawah (belowline media), media baru (New Media). Pada tahun PEMILU 2009 di Indonesia, praktik
42
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 84-85. Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56 44 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 85. 43
34
marketing politik dapat kita amati dalam proses kampanye politik melalui saluran media tersebut.45 Jenis saluran media mempunyai karakteristik tersendiri. Aboveline media (surat kabar, TV, radio, film, dan majalah memiliki karakteristik: penyebaran informasi yang sama dapat disebarkan bersifat serempak, khalayak penerima pesan cenderung akronim, dan mampu menjangkau khalayak secara luas. Sedangkan karakteristik belowline media (poster, leafet, folder, spanduk, baligho, point of purchase, bus stop, flyers, dsb), yaitu komunikan yang dijangkau tertentu, baik dalam jumlah maupun wilayah sasaran,
mampu menjangkau khalayak yang
dijangkau media lini atas, dan cenderung tidak serempak. Sedangkan new media dalam hal ini internet (direct email, blog, e-PR, website, dsb), hanya mampu menjangkau khalayak yang memiliki ketersediaan sarana internet dan khalayak yang melek teknologi tersebut, media unggul dalam kecepatan penyebaran informasi dan pengembangan wacana publik.46 Memasuki abad 21, para ahli komunikasi umumnya meyakini bahwa khalayak adalah kumpulan individu yang aktif. Mereka senantiasa mengolah berbagai pesan yang mereka terima dari media massa tertentu dan akan menafsirkan pesan tersebut dengan caranya masing-masing (secara individual). Dengan demikian khalayak yang berbeda akan „membaca‟ media secara berbeda pula bergantung pada
45 46
Gun Gun Heryanto & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, h. 56 Gun Gun Heryanto, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, h. 18.
35
latar belakang mereka, pengalaman, jenis media, usia, minat dan berbagai faktor lainnya yang mencirikan individualitas khalayak.47 Dalam buku Manajemen Kampanye Banyak sekali penelitian yang berusaha menjelaskan bagaimana orang menggunakan media massa yang berbeda-beda. Pola penggunaaan media yang beragam ini mengacu pada subjek permasalahan dan afiliasi demografis khalayak. Dalam penelitian yang dilakukannya, Roper (Shimp & Delozier,) membuktikan bahwa orang lebih senang menggunakan TV daripada radio untuk mendapatkan informasi yang umum.48 Tentu saja untuk mengefektifkan kampanye politik di media massa juga sangat perlu memerhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang diturukan
dari
riset
mengenai
pengaruh
komunikator
dalam
keberhasilan usaha persuasive (dalam Dan Nimmo, 1993:50).49 Kampanye politik lewat media lini bawah (belowline media) hampir digunakan oleh semua partai politik karena cost yang dikeluarkan tak sebesar anggaran belanja iklan di TV, radio, dan koran. Selain murah, media lini bawah lebih bersifat personal sehingga proses propaganda dan persuasif dari partai politik langsung mengenai sasaran individu. Media yang digunakan sebagai sarana penyalur pesan, diantaranya papan reklame, brosur, baligho, spanduk, bulletin, poster, dan leaflet. b. Strategi Kampanye Politik Non Media
47
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86. Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 86. 49 Gun Gun Heryanto & Irwa Zarkasy, Public Relations Politik, h. 114. 48
36
Beberapa bentuk saluran komunikasi politik dalam pembahasan ini, sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk pemasaran produk-produk politik. Dalam hal ini, saluran komunikasi tersebut disajikan sarana atau unsur yang memungkinkan pesan-pesan politik dapat sampai kepada masyarakat. Almond dan Powell (1966) seperti yang dikutip Zulkarimein
dalam
bukunya
mengemukakan
beberapa
struktur
komunikasi yang juga dimaksudkan sebagai saluran komunikasi politik, yaitu:50 1) Face to Face Informal Struktur wawanmuka informal (face to face informal), merupakan saluran yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan politik. Seterusnya, seperti yang ditemukan pada sistem organisasi manapun, ternyata disamping struktur yang formal dari suatu organisasi atau sistem, senantiasa terdapat pula struktur informal yang “membayangi”-nya. Saluran ini bersifat bebas, dalam arti tidak terikat oleh struktur formal. Namun, tidak semua orang dapat akses ke saluran ini dalam kadar yang sama. 2)
Struktur Sosial Tradisional
Struktur sosial tradisional seperti diketahui juga merupakan saluran komunikasi yang memiliki keampuhan-keampuhan tersendiri, karena pada masyarakat yang bersangkutan memang arus komunikasi ditentukan oleh posisi sosial pihak yang berkomunikasi (khalayak maupun sumber). Artinya, pada lapis yang mana yang bersangkutan berkedudukan dan (tentunya akan menentukan pula akses di susunan sosial masyarakat tersebut. Dalam masyarakat tradisional, susunan struktur sosial yang ada menentukan siapa yang layak berkomunikasi dengan siapa, tentang masalah apa, dan dengan cara apa. Dengan kata lain, struktur sosial tradisional pada hakikatnya mempunyai aturanaturan yang menentukan, baik pola maupun arus komunikasi yang berlangsung dalam masyarakat tersebut. dapat disimpulkan bahwa dalam masyarakat tradisional terdapat suatu struktur sosial yang sekaligus berfungsi sebagai saluran komunikasi tempat lewatnya
50
Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), h. 57-60.
37
informasi atau pesan-pesan, dari dan ke pihak-pihak yang telah ditentukan menurut ketentuan hierarki struktur sosial itu sendiri. 3)
Struktur Input Almond dan Powell mendefinisikan struktur input sebagai struktur yang memungkinkan terbentuknya/ dihasilkannya input bagi sistem politik yang dimaksud, mencakup transaksi antara sistem politik dengan komponen dari lingkungan domestik maupun luar. Menurut kedua ahli tersebut, dan partai politik, merupakan saluran komunikasi yang bermakna dalam komunikasi politik. Organisasi-organisasi yang disebut di atas, memiliki sifat paling dasar yakni melakukan transmisi kepentingan, baik yang umum (populer) dan yang khusus, ke arah yang digariskan oleh kepemimpinan politik yang berkuasa. kehadiran struktur-struktur yang dimaksud ini,menurut mereka setidak-tidaknya pada sistem yang membolehkan mereka bebas dari kontrol pemerintah, merupakan kesempatan bagi warga negara biasa untuk mempunyai sejumlah besar saluran akses ke elit politik. Dengan akses ke salah satu struktur itu, dan kebebasan untuk membentuk yang baru, bila diperlukan, maka warga negara dengan mudah dapat menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka. Lebih dari itu, kelompok kepentingan yang terorganisir dan partai politik, merupakan suatu saluran penting untuk menyebarluaskan informasi mengenai aktivitas elit pada masyarakat yang bersangkutan.
4) Struktur OutPut Struktur atau saluran output politik yang dimaksud adalah seperti legislatif dan birokrasi. Dengan kata lain, struktur output adalah struktur formal dari pemerintahan. memang struktur kepemerintahan, khususnya birokrasi, memungkinkan pemimpinpemimpin politik mengomunikasikan petunjuk bagi pelaksanaan peraturan-peraturan untuk aneka macam pemegang jabatan politik dengan cara yang efisien dan jelas. Efisien karena jalur kepemerintahan tentunya dengan dukungan kewenangan dan wibawa yang dimilikinya dapat dipakai untuk menyampaikan pesan-pesan secara cepat dan mudah. jalur birokrasi juga memungkinkan penyampaian pesan-pesan secara jelas, terutama karena mereka yang berada pada jajaran birokrasi juga mempersatukan semua struktur pemerintah dan memungkinkan pelaksanaan hukum dan mobilisasi sumber-sumber kemasyarakatan terkordinasi. Banyak juga arus komunikasi yang menghubungkan pemimpin-pemimpin politik dengan publik umum yang mengalur melalui struktur-struktur birokrasi ini.
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum, Sejarah Politik IAIN Jakarta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam sistem perpolitikan kampus memiliki banyak catatan.Perubahan dari AIDA-IAIN-UIN yang mengiringi lebih dari setengah abad perjalanan kampus ini juga turut menyertai pergerakan mahasiswanya.Dalam konteks pemerintahan mahasiswa, berbagai jenis juga pernah berlaku diterapkan.Substansinya adalah sejauh mana mahasiswa memiliki wadah atau sarana aktualisasi aktivismenya, khususnya intra kampus.1 Sepanjang sejarahnya, organiasi kemahasiswan di UIN Jakarta banyak mengalami pasang surut dan perubahan bentuk. Sejak kelahirannya pada tahun 1960, organisasi kemahasiswaan UIN Jakarta berbentuk lembaga-lembaga kemahasiswaan yang terdiri atas : Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) sebagai lembaga legistalif tingkat institut. Dewan Mahasiswa (DEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut. Musyawarah Komisariat (MUSKOMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat Fakultas. Senat Mahasiswa (SEMA) sebagai lembaga eksekutif tingkat institut. Komisariat Tingkat (KOMTING) sebagai pengurus kelas atau tingkat.
1. 2. 3. 4. 5.
Sepintas terlihat bentuk kelembagaan organisasi kemahasiswaan kala itu belum cukup ideal.Namun, dengan wadah organisasi yang sedemikian rupa, mahasiswa IAIN tetap aktif menjalankan fungsinya, bukan saja wadah 1
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 9
38
39
kegiatan mahasiswa, namun juga sebagai kekuatan kontrol yang aktif merespon isu-isu nasional.Terlahir dalam situasi politik yang penuh bergejolak bersama dengan elemen-elemen gerakan pemuda dan pelajar lainnya, mahasiswa IAIN turut serta menorah sejarah tahun 1966 dengan TRITURA-nya. Akhir dari keruntuhan Orde Lama awal-awal masa kekuatan Orde Baru adalah masa yang penuh dengan intrik dan gejolak.Dan secara perlahan tapi pasti, Soeharto menjalankan politik hegemoninya.Dengan alasan stabilitas politik dan pembangunan ekonomi, dominasi Soeharto yang ditopang oleh militer semakin kuat.Hingga pada tanggal 15 Januari 1974 terjadi malapetaka 15 Januari (MALARI).2 Peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari) adalah peristiwa demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan social yang terjadi pada tanggal 15 Januari 1974.Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri (PM) Jepang Tanaka Kakuei sedang berkunjung ke Jakarta (14-17 Januari 1947).Mahasiswa merencanakan menyambut kedatangannya dengan berdemontrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Tanggal 17 Januari 1974 pukul 08.00, Perdana Menteri (PM) Jepang itu berangkat dari istana tidak dengan mobil, tetapi diantar Presiden Soeharto dengan helicopter dari Bina Graha ke pangkalan Udara.3 Peristiwa MALARI ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi organisasi kemahasiswaan intra kampus.Melalui Menteri Pendidikan dan 2
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 10 3 http://id.wikipedia.org/wiki/Malari diakses pada tanggal 19 April 2013 Jam 21.26
40
Kebudayaan Daoed Jusuf saat itu, pemerintah orde baru akhirnya mengeluarkan SK No. 28/U/1974 tentang petunjuk kebijaksanaan dalam rangka pembinaan kehidupan kampus perguruan tinggi. Betapapun pemerintah membatasi aktivitas politik mahasiswa, tetap saja pada tahun 1978 terjadi lagi masifikasi gerakan mahasiswa.Tema sentralnya adalah suksesi oleh rezim orde baru.Gerakan ini dilansir sebagai gerakan mengganggu kestabilan nasional dan kehidupan kampus dianggp tidak normal.Maka kembali DEPDIKBUD mengeluarkan kebijakan melalui SK No. 516/U/1978 tentang normalisasi kehidupan kampus dan badan koordinasi
kampus
(NKK/BKK).Hasilnya
Majelis
Permusyawaratan
Mahasiswa (MPM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) berubah bentuk menjadi Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa (BPKM). Di sisi lain SK DEPDIKBUD ini berimbas pada IAIN yang berada dibawah naungan Departemen Agama (DEPAG). Karena DEPAG, mau tidak mau harus menyelaraskan diri dengan SK tersebut. Maka, keluarlah SK Menteri Agama tahun 1980 tentang kelembagaan mahasiswa IAIN.Bentuk kelembagaan tersebut adalah Majelis Pertimbangan Kegiatan Mahasiswa (MPKM). MPKM adalah lembaga legilatif tingkat institut yang diketuai secara ex officio
oleh
Pembantu
Rektor
III
(PUREK
III)
bidang
Kemahasiswaan.Anggotanya terdiri dari unsur-unsur Pembantu Dekan III dan beberapa dosen ditambah beberapa orang dari unsur mahasiswa.Sementara lembaga eksekutifnya bernama BPKM yang personelnya diisi seluruhnya oleh mahasiswa.
41
Konsep NKK/BKK ternyata memang cukup efektif untuk meredam gerakan-gerakan mahasiswa.BPKM IAIN Jakarta sejak saat itu lebih berorientasi pada pendalaman ilmu agama, seni dan pengembangan kemasyarakatan.Namun, diluar konsep tersebut banyak menuai kritik. Alhasil, pada tanggal 29 Juli 1990 terbit SK MENDIKBUD tentang Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT) yang garis besarnya memberikan peluang sedikit lebih longgar bagi aktivitas mahasiswa. Segera saja IAIN Jakarta melalui SK Rektor No. 32 th. 1991 memberlakukan konsep SMPT dan BPKM menjadi BPH SMPT, yang keseluruhan anggotanya dipilih dari dan oleh mahasiswa.4 Namun pada saat Orde Baru runtuh saat itu mahasiswa telah membangun basis gerakan kemahasiswaan yang sangat kuat, dengan tumbangnya orde baru harus diakui peran mahasiswa sangatlah berperan. mahasiswa dan civil society sangat ingin menghempaskan hegemoni sistem orde yang lebih otoritarian menjadi demokrasi, hal itu bukan hanya ditandai dengan pemilihan yang lebih demokratis tetapi juga dengan perubahan dasar perpolitikan, kehidupan sosial bermasyarakat dan bermunculannya banyak partai-partai politik baru. sistem kemahasiswaan saat itu senat mahasiswa dan Majelis Permusyawaratan
Mahasiswa (MPM) benar-benar dikontrol agar
tiap-tiap kampus dapat mengawasi mahasiswanya dengan baik. 5 Sistem yang seperti itu tentu saja mempengaruhi terhadap kebebasan mahasiswa untuk menentukan pilihan-pilihan politiknya dan ini juga sangat mempengaruhi mahasiswa untuk bebas berekpresi menyampaikan kebebasan
4
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 11 5 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta (sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013
42
berpendapat padahal salahsatu diantara karakter mahasiswa adalah kebebasan akademik. Jika kebebasan akademik ini tidak dipupuk sejak awal maka agak sulit untuk melahirkan mahasiswa yang betul-betul kreatif, berfikir visioner dan belajar berorganisasi dengan baik.6 Dalam sistem senat, segala kebijakan yang dikeluarkan harus sepengetahuan dan persetujuan dari Pembantu Rektor bidang kemahasiswaan yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintahan orde baru pada saat itu, sehingga terjadi kesenjangan antara organisasi intra dan ekstra kampus.7 Perubahan sistem senat menuju sistem student government (SG) tidak terjadi begitu saja, karena saat itu dibentuklah Presidium Eksekutif Transisional oleh beberaapa aktivis mahasiswa yang berfungsi mempersiapkan sistem baru yang akan dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.8
B. Perkembangan Politik Kampus Era Student Government (SG) Dengan runtuhnya rezim orde baru dan dengan keinginan dari mahasiswa IAIN Jakarta (sekarang UIN) untuk mendapatkan kebebasan akademis, maka penerapan konsep sistem Trias Politica oleh mahasiswa harus dilakukan dimana sistem itu dilakukan dari, oleh dan untuk mahasiswa. Segala kebijakan ditentukan oleh mahasiswa itu sendiri.9 Seiring bergulir ide Student Government (SG) yang digagas oleh MENDIKBUD Juwono Sudarsono, mahasiswa IAIN segera mengambil 6
wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta (sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013 7 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta (sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013 8 Wawancara langsung dengan Ali Irfani Anggota Presidium Eksekutif Transisional IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 9 wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta (sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013
43
tindakan cepat. Lewat MKBMI (Musyawarah Keluarga Besar Mahasiswa IAIN) tanggal 29 November 1998, mahasiswa IAIN sepakat membubarkan SMI yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Presidium Eksekutif Transisional (PET) yang terdiri dari : Imam Soeyoeti, Ali M. Irvan, Azwar Reza, Diah Irawaty, Hakim Jamil dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa IAIN (MPMI) yang terdiri dari Andi Syafrani, Fauzan, dan Romli Syarqowi. Tugas utama MPMI adalah menyiapkan rancangan AD/ART baru, sedangkan PET bertugas melaksanakan MLB (Musyawarah Luar Biasa) dan PEMILU secepatnya. Sebelum memberlakukan sistem SG di kampus IAIN, para pimpinan lembaga kemahasiswaan mengirimkan utusan untuk melakukan studi banding penerapan SG. Adapun kampus yang dituju adalah UNPAD, ITB, UGM da UNDIP. Hal ini dilakukan untuk mendalami secara teori, maupun praktek penerapan SG dikampus-kampus tersebut.10 Pada tanggal 9-16 Desember 1998 digelarlah MLB yang berhasil menerapkan AD/ART baru dan peraturan PEMILU serta merekomendasikan agar PET segera melaksanakan PEMILU. AD/ART ini diharapkan dapat menghantarkan
lembaga-lembaga
kemahasiswaan
pada
kemerdekaan
aktivitas, kebebasan akademik yang hakiki, dengan tingkat independensi yang tinggi dari siapapun termasuk pihak rektorat dan pemerintah. Pada tanggal 12 April 1999 diselenggarakan PEMILU pertama langsung untuk memilih pucuk pimpinan eksekutif dan para anggota legislatif di tingkat institut dan fakultas serta jurusan.PEMILU 1999 akhirnya berhasil 10
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 12
44
memilih Tb. Ace Hasan Syadzili sebagai presiden Mahasiswa BEMI dan Budi Rahman Hakim sebagai ketua Kongres Mahasiswa IAIN.Walau demikian, pada masa berikutnya AD/ART yang ditetapkan oleh MLB pada pelaksanaannya ternyata masih banyak kelemahan. Karenanya pada tanggal 3 Desember 1999 dilangsungkan Sidang Istimewa
KMI
untuk
mengamandemenkan
beberapa
pasal
dalam
AD/ART.Konsep SG dengan AD/ART baru kemudian berusaha diterapkan dalam masa kepengurusan Tb. Ace Hasan.Maka dibentuklah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengatur partai politik dan pelaksanaan PEMILU raya. Perubahan sistem SG IAIN yang menerapkan sistem kepartaian menjadi trobosan inovatif dan kontekstual dengan kondisi kemajemukan IAIN.Oleh karenanya, tidak heran jika setelah diundangkan kedua rancangan tersebut, terlihat beberapa apresiasi mahasiswa IAIN terhadap sistem baru yang coba diaplikasikan sangat tinggi. Tercatat 11 partai politik berusaha menjadi kontestan PEMILU yang akan dilaksanakan pada tahun 2000. Saat itu alasan untuk membentuk system kepartaian adalah untuk mengaplikasikan secara nyata pengelompokan-pengelompokan politik yang telah dilakukan oleh mahasiswa IAIN pada waktu itu yang diinisiasi oleh organisasi ektra kampus.11 Pertarungan antar organisasi ektra memang sangat kental, ada beberapa organisasi ekstra diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah 11
wawancara langsung dengan Tb. Ace Hasan Syadzili Presiden Pertama IAIN Jakarta (sekarang UIN) pada tanggal 22 Agustus 2013
45
(IMM) yang selalu membentuk pengelompokan politik tersebut. Maka saat itu dibentulah partai politik sebagai bentuk penyaluran atau kanalisasi politik organisasi ektra kampus agar mampu bertanggung jawab dalam segala tindakan yang dilakukannya.12 Namun setelah dilakukan verifikasi hanya 8 partai yang berhasil lolos untuk mengikuti PEMILU. Partai-partai tersebut adalah : Partai Intelektual Muslim (PIM), Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Partai Persatuan Mahasiswa (PPM), Partai Merah (PM), Partai Mahasiswa Demokrat (PMD), Partai Daulat Mahasiswa (PDM), Partai Hak Asasi Mahasiswa (PAHAM), dan Partai Cinta Kampus (PCK). Secara spesifik, partai-partai yang terbentuk merupakan kepanjangantangan dari beberapa organisasi ektra kampus.HMI melahirkan PARMA, PMII melahirkan PPM, dan IMM melahirkan Partai Merah. Sedangkan sisanya merupakan bentuk dari elemen lain.13 Untuk melaksanakan PEMILU, sesuai dengan UU PEMILU, BEMI membentuk Panitia Pemilihan Umum (PPU) yang komposisinya terdiri atas utusan partai-partai peserta PEMILU dan utusan BEMI. PPU yang dipimpin M. Islah kemudian membentuk Panitia Pelaksana Pemilihan Umum Institut (PPPUI) yang dipimpin oleh Dadan Ramadhan. Akhirnya pada tanggal 30-31 Mei 2000 berlangsunglah pesta demokrasi sebagai sarana pemilihan presiden mahasiswa BEMI dan DPMI.Akhirnya berhasil terpilih Saudara Burhanuddin (PARMA) sebagai Presma BEMI Periode 2000-2001. Dalam sidang Umum yag digelar pada
12
Wawancara langsung dengan Ali Irfani Anggota Presidium Eksekutif Transisional IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2013 13 Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.Buku Panduan Propesa 2010. 2010, h. 13
46
tanggal 24-26 Juni 2000 terpilih Najmudin sebagai ketua KMI dan Fahrurozzi sebagai ketua DPMI. Sejak saat itu, era SG UIN Jakarta berjalan dengan format sistem kepartaian yang sampai PEMILU raya 2010 masih berlangsung dengan kompetisi berbagai partai politik dalam memperebutkan tampuk kekuasaan di tingkat jurusan, fakultas, maupun universitas.
C. Sekilas Pemilihan Raya (PEMIRA) UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2010 Dalam student goverment UIN Jakarta mencakup badan Eksekutf, Legislatif dan Yudikatif. Setiap badan mempunyai tugas dan wilayah masing masing.
Setiap
pergantian
BEM
(Badan
Eksekutf
Mahasiswa)
menyelenggarakan pemilu raya untuk memilih wakil-wakil mahasiswa yang akan mewakili selama satu tahun ke depan. Perebutan kekuasaan tidak kalah seru dibandingkan dengan PILKADA atau pemilu se-level nasionalpun. Para calon ketua BEM dari mulai Jurusan, Fakultas sampai wilayah Universitas begitu bersemangat bertarung dengan rivalnya masing-masing. Mereka juga menggunakan media sebagai ajang sosialisasi dan publikasi setiap kandidat. Menjelang kampanye dimulai, pamflet, poster, bendera dan baleho menghiasi di seluruh ruangan kampus. Tak heran biaya pemilu menghabiskan puluhan juta.
47
Gambar 3.1 Proses Kampanye dalam PEMIRA di UIN Jakarta
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12 oktober pukul 19.00 WIB
Menjelang pemilu berlangsung, proses belajar mengajar sejenak terganggu. Mahasiswa saat itu justru sibuk saling lobi politik untuk memenangkan partai maupun calonnya masing-masing. Melihat kondisi yang tidak menentu, ada beberapa dosen menampakan ketidaksenangan terhadap sistem pemilu diselenggarakan di kampus ini. Pasalnya setiap kampanye partai berlangsung, tidak jarang terjadi bentrokan antar partai peserta kampanye. Suasana gaduh pasti terjadi disebabkan dari berbagai panggung pusat kampanye berlangsung menampilkan group band lokal sehingga membuat suasana ramai bak seperti tempat konser saja. Teguran dari dosen hampir setiap even itu berlangsung tetapi para mahasiswa tenggelam dalam pesta demokratisasi sehingga diabaikan begitu saja.
48
Gambar 3.2 Debat Kandiat Capres-Cawapres UIN Jakarta 2010
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12 oktober pukul 19.00 WIB
Bulan Maret hingga Mei 2010 adalah bulan yang disibukkan oleh penyelenggaraan pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah. Gegap gempita pesta demokrasi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun ini memasuki usia yang ke 11 tahun penyelenggaraannya. Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) 2010 ini di ikuti oleh 5 Partai Politik Kampus diantaranya, Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), Partai Persatuan Mahasiswa (PPM), Partai Intelektual Muslim (PIM), Partai Progresif, dan Partai Boenga.
Partai-partai tersebut sudah memiliki basis massa tersendiri, seperti Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) yang memiliki basis massa ideologis dari organisasi esktra kampus yaitu Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
49 Cabang Ciputat.14 Kemudian juga ada Partai Intelektual Muslim (PIM) yang telah berdiri pada tahun 2000 yang memiliki pemilih ideologis dari kalangan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) UIN Jakarta.15 Serta masih banyak partai lainnya yang memiliki basis massa ideologis masing-masing dari organ ekstra kampus.
Gambar 3.3 Proses Pencoblosan Pada PEMIRA 2010
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12 oktober pukul 19.00 WIB Namun yang sangat disayangkan adalah pada saat penghitungan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) sempat terjadi keributan antara pendukung PARMA dengan PPM yang berlangsung sangat lama sekitar 4-5 hari. Semua terjadi karena KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dianggap salah satu partai tidak netral dan bertindak sewenang-wenang. PARMA dan 14
Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) merupakan salah satu partai politik kampus yang mengikuti PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel diakses pada 10 September 2013 pukul 21.00 WIB dari http://ppmku.wordpress.com/ 15 Partai Intelektual Muslim Berdiri tahun 2000 di Universitas Islam Negeri Jakarta, Artikel diakses pada 10 September 2013 pukul 21.15 WIB dari http://pemirawatch.blogspot.com/2008/11/seputar-kelahiran-partai-intelektual.html
50
PPM adalah dua partai politik kampus yang memiliki basis ideologis terbesar dan saat Pemilihan Raya (PEMIRA) 2010 bersaing sangat ketat dalam perolehan suara.
Setelah keributan tersebut, pada akhirnya pihak rektorat UIN Syarif Hidayatullah membekukan hasil pemungutan suara di tingkatan universitas. Semua itu terjadi karena keributan yang terjadi sudah mulai mengganggu aktivitas belajar dan mengajar di UIN Syarif Hidayatullah.
Gambar 3.4 Keributan antar Pendukung Partai Politik Kampus
sumber : diakses dari situs http://www.kpuuin2010.com pada 12 oktober pukul 19.00 WIB D. Profil Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) Gambar 3.5 Lambang Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
Partai ini bernama Partai Reformasi Mahasiswa yang disingkat PARMA, didirikan pada 7 Maret 2000, bertepatan dengan tanggal 1
51
Dzulhijjah 1420 H, berkedudukan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Partai ini didirikan oleh aktivis HMI dan menjadi partai resmi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. PARMA memiliki garis koordinasi dengan Bid. PTKP HMI Cabang Ciputat. PARMA sebagai salah satu Partai tertua di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sejak didirikan dengan tokoh-tokohnya adalah Andi Syafrani (FSH), M. Ali Irfan (FIDKOM), Imam Soeyoeti (FIDKOM), Fauzan (FITK), Burhan (FUF), Anik (FAH), dan Apriyadi (FUF) pada tahun 1998.16 Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) berasaskan Islam dan memiliki sifat Inklusif, Pluralis dan Reformis.Tujuan dari Partai ini adalah terwujudnya kehidupan kampus
yang menjunjung tinggi kedaulatan
mahasiswa, kebebasan akademis, otonomi kampus, keadilan, HAM, egalitarianism, dan bebes KKN.17Ini tercantum dalam AD/ART PARMA yang terdapat dalam lampiran. Lambing bendera PARMA ditetapkan dalam kongres yang berbentuk R dan seperti padi merunduk berfilosofis R dari Reformasi sedangkan padi merunduk berarti harus seperti padi semakin besar harus semakin merunduk dan memiliki warna hijau karena seperti warna Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).18
E. Struktur Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)
16
Buku Saku Kampanye PARMA PEMIRA 2010. 2010, h. 2. AD/ART PARMA Periode 2009-2010. 18 Wawancara dengan Dhany Permadi Sekertaris Jendral DPP PARMA Periode 20102011 pada tanggal 19 Januari 2013. 17
52
Struktur dapat dibedakan menjadi struktur kekuasaan dan struktur pimpinan. Struktur kekuasaan PARMA berdasarkan pasal 7 yang dimuat dalam AD/ART PARMA dalam kongres dengan status : a) Kongres merupakan kekuasaan tertinggi partai b) Kongres merupakan musyawarah antar utusan DPP, DPF dan DPJ. c) Kongres diadakan satu tahun sekali. d) Dalam keadaaan luar biasa kongres dapat diadakan dengan menyimpang dari ketentuan butir c diatas. e) Kongres seperti dimaksud pada butir d dapat diadakan atas inisiatif satu jurusan dengan persetujuan separuh lebih satu dari jurusan-jurusan yang ada. Sedangkan structural pimpinan berdasarkan AD/ART PARMA terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Fakultas (DPF), Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ). Yang terdapat dalam pasal 8, 9,dan 10. 1. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pada pasal 8 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Pusat adalah sebagai berikut : a. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, Sekretaris Jendral, Wakil Sekretaris Jendral, Bendahara Umum, Wakil Bendahara Umum, dan tujuh orang Ketua Departemen beserta anggotanya. b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua Umum DPP satu kali periode. c. DPP dapat membentuk lembaga otonomi lain yang diperlukan.
53
d. DPP menentukan kebijakan umum sesuai AD/ART, ketetapan Kongres, ketetapan rapat kerja, dan ketetapan-ketetapan lainnya. e. DPP mengesahkan susunan atau personalia Dewan Pimpinan Fakultas hasil musyawarah fakultas. 2. Dewan Pimpinan Fakultas (DPF) Pada pasal 9 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Fakultas adalah sebagai berikut : a. Dewan Pimpinan Fakultas (DPF) Sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jendral, dan Bendahara Umum. b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua Umum DPF satu kali periode. c. DPF dilengkapi dengan suatu secretariat yang sehari-harinya dipimpin langsug oleh Sekretaris Jendral. d. DPF melaksanakan kebijakan partai di wilayahnya dan memberikan arahan kepada Pimpinan Jurusan dalam melaksanakan program sesuai dengan AD/ART, dan ketentuan lainnya. e. DPF mengesahkan susunan atau personalia Dewan Pimpinan Jurusan hasil musyawarah jurusan atas nama Dewan Pimpinan Pusat. 3. Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ) Pada pasal 9 dalam AD/ART PARMA, Dewan Pimpinan Jurusan adalah sebagai berikut : a. Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ) sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. b. Seseorang hanya dapat dipilih menjadi Ketua DPJ satu kali periode.
54
c. DPJ dilengkapi dengan suatu secretariat yang sehari-harinya dipimpin langsung oleh Sekretaris. d. DPJ melaksanakan kebijakan partai diwilayahnya dan memberikan arahan kepada anggotanya dalam melaksanakan program sesuai dengan AD/ART, dan ketentuan-ketentuan lainnya.
F. Peran PARMA dalam Student Government dan PEMIRA 2010 Reformasi terlanjur merubah tatanan social-politik Orde Baru menjadi lebih demokratis. Perubahan tersebut didasarkan pada harapan akan hadirnya sistem politik yang menghargai kedaulatan dan kebutuhan rakyat. Reformasi dan perubahan adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan.Semangat reformasi adalah semangat perubahan.Dampaknya adalah transformasi atau perubahan semua
tatanan
di
semua
aspek
untuk
mencapai
cita-cita
reformasi.Bagaimanapun, dunia kampus dan kemahasiswaan sebagai salah satu pilar demokrasi tidak bisa menghindar dari perubahan itu. Reformasi menuntut agar dunia kampus dan kemahasiswaan berbenah diri sesuai dengan cita-cita reformasi.Demokrasi kampus kembali dihidupkan dan bentuk pemerintahan mahasiswa direformasi dari sistem senat ke bentuk student Government (SG).Sistem SG dengan segala institusi-institusinya telah diterapkan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 1997. Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) adalah partai politik kampus yang punya perhatian penuh untuk melanjutkan cita-cita reformasi, khususnya di dunia kampus dengan menggalang dukungan mahasiswa untuk merebut
55
kekuasaan di dalam kelembagaan SG di UIN Jakarta. Jika tidak sukses merebut kekuasaan eksekutif, maka partai ini akan menjadikan dirinya sebagai partai oposisi. Gerakan reformasi menginspirasi Partai Reformasi Mahasiswa untuk menuntaskan dan mewujudkan cita-cita reformasi didalam dunia kampus.Pada masa orde baru, kampus dikekang dan dipolitisasi sedemikian rupa sehingga hilang daya kritis dan fungsi kontrolnya terhadap Negara.Kampus, dijadikan kaki tangan dan media sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah.Dampaknya adalah matinya demokrasi kampus. Karena itu, bagi Partai Reformasi Mahasiswa, menuntaskan cita-cita reformasi berarti menghidupkan dan meluruskan demokrasi.Menuntaskan reformasi meluruskan demokrasi adalah platform perjuangan Partai Reformasi Mahasiswa. Platform ini merupakan target juang yang dijadikan prioritas utama dalam semua agenda dan program. Salah satu agenda reformasi Partai Reformasi Mahasiswa adalah meluruskan dan menegakkan Student Government.Student Government adalah proyek reformasi yang belum selesai. SG di bangun untuk menegakkan kedaulatan mahasiswa, demokrasi kampus, dan kehidupan dunia kampus yang dinamis.Namun, produk yan belum selesai ini sudah mulai dilupakan mahasiswa.
Bahkan,
mereka
telah
kehilangan
inisiatif
untuk
menyelesaikannya. Sejarah mencatat bahwa Partai Reformasi Mahasiswa berada digaris terdepan dalam merumuskan dan menegakkan SG, dan akan terus setia menjaga dan menyelesaikan bangunannya. Sebab, ketika SG runtuh maka
56
kedaulatan mahasiswa dan demokrasi kampus dengan sendirinya akan ikut runtuh. Tidak hanya itu, partai ini juga akan terus mengontrol dan melawan pihak-pihak yang akan merobohkan bangunan SG.19 Konvensi adalah salah satu bagian dari kegiatan pemilihan Calon Presiden kandidat PARMA yang dirancang dan diadakan untuk menjaring calon definitif yang akan diusung oleh PARMA pada PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mewujudkan segala usaha, agenda dan target tersebut, Dewan Pimpinan
Pusat
Partai
Reformasi
Mahasiswa
(PARMA)
bertekad
mempertahankan dan memenangkan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEMU) secara keseluruhan dalam kelembagaan Student Government (SG) melalui pemilu raya kampus.
G. Profil Kandidat PARMA Profil Kandidat Calon Presiden BEM Universitas Islam Negeri Jakarta
1.
Nama
: Muhamad Fadly
TTL
: Jakarta, 26 April 1987
Alamat
: Jl. Melati 4 No. 12 Serua Permai Kelurahan Serua
Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
19
Status
: Mahasiswa
Agama
: Islam
HP
: 087774085847 / 081210129595
Proposal Pemilu Raya DPP PARMA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010
57
Email
:
[email protected]
Pendidikan : a.
SD Anggrek I Kota Bekasi (1999)
b.
SMP Tirta Buaran Ciputat Kota Tangerang Selatan (2002)
c.
SMU Muhammadiyah 8 Ciputat (2005)
d.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam (2012)
Pengalaman Organisasi
2.
:
a.
Pengurus BEM J-PMI (2006-2007)
b.
Pengurus BEM FIDKOM (2007-2008)
c.
Presiden BEM FIDKOM (2008-2009)
Profil Kandidat Wakil Calon Presiden BEM Universitas Islam Negeri Jakarta Nama
: Achmad Faizal Taufiq
TTL
: Serang, 10 Februari 1987
Alamat
: Link Sapiah RT 01 RW 13 Kel. Penancangan, Kec.
Cipocok Jaya Kota Serang-Provinsi Banten Status
: Mahasiswa
Agama
: Islam
HP
: 081932693841 / 085716330547
Email
:
[email protected]
58
Pendidikan : a.
SDN Penancangan 2 (1999)
b.
MTS PM. Daar El Azhar Rangkas Bitung (2002)
c.
SMA PM. Daar El Azhar Rangkas Bitung (2005)
d.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jurusan Management (Belum Lulus)
Pengalaman Organisasi a.
:
Pengurus BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Bidang Antar Lembaga tahun 2007
b.
Pengurus BEM Universitas Islam Negeri Jakarta menjadi Menteri Sosial tahun 2008
c.
Pengurus Himpunan Mahasiswa Banten (HMB)
d.
Anggota GMII Provinsi Banten tahun 2008
e.
Pengurus IPNU Provinsi Banten Bidang Antar lembaga tahun 2010
f.
Pengurus Pusat IPNU Bidang Eksternal dan LSM periode 20132015
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISA
A. Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 Keinginan untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan kampanye terus memenuhi benak ahli komunikasi.sejak awal penelitian kampanye yang berlangsung pada decade 1940-an hingga 1960-an telah dilakukan upaya untuk menjawab pertanyaanpertanyaan seputar masalah tersebut.1 Temuan-temuan para ahli tentang faktor-faktor penunjang keberhasilan kampanye prinsipnya terkait erat dengan faktor-faktor penyebab kegagalan kampanye telah dibicarakan. Keterkaitan itu dapat dilihat dari pernyataanpernyataan yang digunakan kedua kelompok ahli ini misalnya tentang karakteristik khalayak, konstruksi pesan atau perlunya komunikasi antar pribadi dalam menciptakan efek kampanye.Namun demikian temuan yang berkaitan dengan hal-hal pendorong kesuksesan kampanye tampaknya lebih luas dan mendalam. Dalam hasil temuan dan analisis ini, Penulis dalam membatasi masalah dan menekankan pada model kampanye Difusi Of Innovation yang dalam penelitian di terapkan beberapa tahap seperti tahap Informasi, tahap persuasif, tahap penerimaan keputusan dan tahap evaluasi.
1
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 129
59
60
1.
Penggunaan Media dalam Kampanye (Tahap Informasi) a. Baligho Besar Baligho besar ini merupakan media kampanye terbesar yang dimiliki oleh PARMA pada kampanye PEMIRA 2010 kemarin. Ukurannya 9 x 12 M dengan panjang baligho 9 meter dan lebarnya mencapai 12 meter. Anggaran yang dihabiskan oleh media ini juga sangat fantastis mencapai Rp. 1.500.000.baligho ini terbuat dari kain putih rumah sakit yang kemudian di laundry dan dijahit sepanjang ukuran yang telah ditentukan.2 Baligho ini merupakan salah satu dari tradisi kampanye PARMA dimana setiap calon presiden yang menjadi perwakilan partai bersama tim suksesnya dan para simpatisan harus mengecat secara bersama-sama selama beberapa hari untuk membuat sebuah baligho yang besar dan mampu dilihat dari berbagai sudut. Selain itu, penempatan baligho tersebut ditempat strategis menjadi salah satu kelebihan media ini agar dapat terlihat dari manapun. Ini merupakan strategi dalam memanfaatkan media yang sangat efektif, media publikasi ini sangat besar sehingga semua pandangan mahasiswa akan tertuju pada baligho tersebut. Kontinuitas juga tentunya mempengaruhi khalayak ketika setiap harinya mahasiswa harus melihat baligho tersebut selama masa kampanye.
2
Wawancara dengan Dhani Permadi, Sekretaris Jendral DPP PARMA Periode 20102011 pada tanggal 17 Januari 2013
61
b. Spanduk Spanduk berukuran 1 x 4 meter sebanyak 8 buah.Terlihat dalam spanduk ini kandidat Presiden BEM UIN Jakarta yaitu M. Fadly.Beliau mengenakan baju batik berwarna biru keabua-abuan dan tertera logo PARMA.Dominasi warna dalam spanduk ini adalah hijau muda dengan pesan
tulisan
“meneruskan
Perjuangan
Berdasarkan
Aspirasi
Mahasiswa”. c. Stiker Stiker bergambar sama seperti didalam spanduk dicetak kurang dari 200 eksemplar. Stiker ini saat kampanye ditempel dan disebar ditempattempat yang dianggap strategis. Para tim sukses biasanya ikut menyebar stiker ke berbagai penjuru UIN Jakarta dan bukan hanya itu stiker ini juga disebarkan ke berbagai mahasiswa yang mereka temui. Stiker merupakan media komunikasi PARMA yang paling tidak efektif karena penempatan stiker ditempat-tempat yang kurang tepat sehingga mengganggu keindahan dan kenyamanan dari seluruh civitas akademika UIN Jakarta. Stiker merupakan media praktis digunakan karena ukurannya stiker yang kecil dan ringan akan tetapi jika penggunaan stiker dilakukan secara tidak tepat maka akan merusak keindahan lingkungan dalam hal ini stiker dirasakan tim sukses merupakan media yang kurang efektif dalam kampanye
.
62
d. Riset Survey Survey mengenai kecendrungan mahasiswa ini dibuat untuk memetakan bagaimana mahasiswa UIN Jakarta mengenal kandidat Presiden BEM UIN Jakarta yaitu M. Fadly.Dalam survey ini terdapat 9 pertanyaan mengenai kandidat dimana pertanyaan yang paling esensial adalah apakah anda mengenal sosok M. Fadly.Dari pertanyaan ini dapat dipetakan kecenderungan mahasiswa UIN Jakarta dalam memilih M. Fadly. Survey dibagikan secara acak dan melalui koordinator fakultas dan ada tim yang menjelaskan tentang survey ini. Hal ini dilakukan karena tidak semua mahasiswa mengenal sosok M. Fadly pada PEMIRA 2010.Survey ini juga untuk dapat memperkenalkan sosok M. Fadly. Selain alasan untuk mengetahui sosok mereka, survey ini menampung aspirasi apa yang menjadi harapan mereka kepada sang presiden yang baru nanti, sehingga informasi itu sangat dibutuhkan oleh para kandidat dalam mengatur strategi dan publikasi sehingga kegiatan apa yang bisa dilakukan dari saran mahasiswa. e. Bulletin Bulletin ini merupakan media publikasi yang menyatu dengan survey yang berbentuk selebaran. Bulletin tersebut dibagikan dan disebar ke seluruh mahasiswa satu paket dengan survey yang ada sehingga bila dilihat dibagian depan selebaran terdapat survey dan dibagian belakang terdapat bulletin yang berupa tulisan dari M. Fadly.
63
Bulletin sangat membantu informasi mahasiswa dalam mengisi survey, karena ketika mengisi survey maka pada bagian belakangnya mereka akan melihat tulisan dari M. Fadly. Sehingga tulisan tersebut akan memperkenalkan sosok M. Fadly selaku kandidat presiden BEM UIN Jakarta. f. Komunikasi Telepon Seluler Komunikasi telepon seluler ini merupakan media yang memiliki kontribusi yang besar dalam kemenangan PARMA pada PEMIRA 2010. Anggaran dana yang disediakan untuk komunikasi inipun mencapai Rp. 5.000.000 karena memang ini adalah pemanfaatan media komunikasi yang berjalan dengan baik. Dalam pemilu raya kemarin PARMA memiliki koordinator untuk setia jurusan maupun fakultas. Teknisnya pemanfaatan media ini adalah PARMA memberikan pulsa untuk setiap koordinator jurusan pada konsolidasi akbar dua hari sebelum pemilihan sehingga setiap koordinator jurusan diberikan pulsa sebesar Rp. 50.000. sehingga untuk setiap mahasiswa dapat menerima dua sms. Pertama dari koordinator jurusan dan kedua dari koordinator fakultas.Dan yang membedakan tradisi sms kemarin adalah adanya strategi pertanyaan melalui sms.Anda bertanya saya menjawab.Anda bertanya PARMA menjawab.Contoh anda bertanya mengapa anda harus memilih PARMA
maka
PARMA
memberikan
jawaban
dari
pertanyaan
64
tersebut.Dan ini dilakukan setiap hari selama masa kampanye sebelum pemilihan.3 2.
Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 (Tahap Persuasi) Kampanye pada hakikatnya adalah tindakan komunikasi yang bersifat goal oriented. Pada kegiatan kampanye selalu ada tujuan yang hendak di capai. Pencapaian tujuan tersebut tentu saja tidak dapat dilakukan melalui tindakan yang sekenanya, melainkan harus didasari pengorganisasian tindakan secara sistematis dan strategis. Dalam praktik kampanye, kesuksesan
seseorang melakukan
kampanye akan sangat tergantung pada kredibilitas pelaku kampanye. Kredibilitas itu sendiri memiliki beberapa aspek antara lain adalah: keterpecayaan, keahlian, daya tarik dan tentunya adalah faktor pendukung lain seperti keterbukaan, ketenangan dan kemampuan bersosialisasi.4 Tabel 4.1. Kredibilitas Pelaku Kampanye ASPEK Keterpercayaan
KARAKTERISTIK Kaitannya dengan moralitas (bukan dengan kemampuan), kejujuran, ketulusan, bikak, adil, memiliki sikap terpuji, kepedulian, dan tanggung jawab sosial, serta memiliki integritas pribadi
Keahlian
Tingkat pendidikan, kecerdasaan, wawasan yang luas, penguasaan keterampilan dan pengalaman
Daya tarik
3
Daya tarik fisik dan daya tarik psikologis
Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN Sirajuddin Arridho pada tanggal 19 Januari 2013 4 Heryanto, Gun Gun & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 86
65
Faktor pendukung lainnya
Keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure), dan kemampuan bersosialisasi (Socialbility)
Meski intinya kampanye adalah persuasi, namun tindakan persuasif dalam kampanye PARMA berbeda dengan tindakan persuasif perorangan. Sekurang-kurangnya ada empat aspek dalam kegiatan kampanye PARMA yang tidak dimiliki oleh Partai Lainnya yakni:5 a.
b.
c.
d.
3.
Kampanye secara sistematis berupaya menciptakan “tempat” tertentu dalam pikiran khalayak tentang kandidat atau gagasan yang disodorkan oleh PARMA Kampanye berlangsung dalam berbagai tahap mulai dari menarik perhatian khalayak, menyiapkan khalayak, hingga akhirnya mengajak mereka melakukan tindakan nyata. Kampanye juga mendramatisasi gagasan-gagasan yang disampaikan khalayak dan mengundang mereka untuk terlibat baik secara simbolis maupun praktis, guna mencapai tujuan kampanye PARMA Kampanye juga secara nyata menggunakan kekuatan media massa dalam upaya menggugah kesadaran hingga mengubah prilaku khalayak.
Perencanaan Kampanye PARMA (Tahap Penerimaan Keputusan) Kampanye seperti sebuah perjalanan, yang dimulai dari satu titik dan berakhir pada titik yang lain. Untuk sampai pada titik tujuan maka orang harus bergerak ke arah yang tepat. Disini orang memerlukan peta yang dapat memandu dan menunjukan arah yang harus ditempuh agar sampai ke tujuan.6 Tidak bisa tidak, perencanaan merupakan tahap yang harus dilakukan agar kampanye dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Tim perencana kampanye PARMA merumuskan perencanaan kampanye
5
Wawancara dengan Wahyudin, Ketua Umum DPP PARMA Periode 2010-2011 pada tanggal 12 September 2013 6 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 143
66
berdasarkan lima pertanyaan sederhana yaitu: apa yang ingin dicapai? Siapa yang akan menjadi sasaran? Pesan apa yang akan disampaikan? Bagaimana menyampaikannya? Bagaimana mengevaluasinya?7 Kelima pertanyaan tersebut dapat dituangkan kedalam tahap-tahap perencanaan, yakni: Bagan 4.1 Tahap Perencanaan Kampanye PARMA 4. ANALISIS
TUJUAN
ANALISIS PESAN STRATEGI TAKTIK WAKTU SUMBER DAYA EVALUASI TINJAUAN
4.
Kampanye PARMA dalan Pemilu Raya 2010 (Tahap Evaluasi) Evaluasi kampanye diartikan sebagai upaya sistematis untuk menilai berbagai aspek yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan kampanye. Dari definisi tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi kampanye tidak hanya dilakukan pada saat kampanye berakhir, namun juga ketika kampanye tersebut masih berlangsung. Definisi tersebut juga menunjukan adanya dua aspek pokok yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi, yakni bagaimana
7
Wawancara dengan M. Nida Fadlan, BAPPILU DPP PARMA Periode 2010-2011 pada tanggal 13September 2013
67
kampanye dilaksanakan dan apa hasil yang dicapai sebagai konsekuensi pelaksanaan program tersebut.8 Dalam pelaksanaan pesta politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga terdapat saat kampanye terbuka dan kampanye tertutup yang semua telah disusun rapih oleh KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembagian haripun dipisahkan agar partai politik kampus yang melakukan kampanye dapat dengan leluasa menunjukan kreativitas dari masing-masing partai.9 Untuk
mengetahui
sukses
tidaknya
kampanye
yang
diselenggarakan, PARMA melakukan proses pengecekan langsung dilapangan melalui Tim Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) PARMA. Rincian evaluasi PARMA sebagai berikut :
Tabel 4.2. Evaluasi Kampanye Politik Jenis Evaluasi
Formatif
Proses
8
Definisi / Tujuan Mengukur kekuatan dan kelemahan bahan, serta strategi kampanye sebelum atau selama pelaksanaan kampanye.
Mengukur efek dan hasil langsung kampanye Meneliti pelaksanaan kampanye dan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang dilakukan.
Contoh Pertanyaan Bagaimana khalayak sasaran kampanye memikirkan isu? Pesan apa yang berhasil dan pada khalayak mana? Siapakah pembawa pesan terbaik? Berapa banyak bahan yang sudah di keluarkan? Apa yang telah diterpa kampanye? Berapa banyak orang
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 210 Wawancara dengan Wahyudin, Ketua Umum DPP PARMA Periode 2010-2011 pada tanggal 12 September 2013 9
68
Mengukur efek dan perubahan yang timbul dari kampanye Menilai hasil pada populasi sasaran atau komunitas yang terjadi sebagai akibat strategi dan kegiatan kampanye. Berusaha menentukan apakah kampanye menyebabkan efek.
Efek
Dampak
yang telah diterpa? Apakah telah terjadi perubahan perilaku?
Apakah prilaku telah menimbulkan hasil yang diharapkan?
Sumber: TIM Badan Pemenangan Pemilu (BAPPILU) PARMA B. Analisis Model Kampanye PARMA dalam Pemilu Raya 2010 1. Penggunaan Media dalam Kampanye (Tahap Informasi) a. Baligho Besar
Gambar 4.1 sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010 Baligho besar merupakan salah satu media komunikasi yang paling mendapatkan sorotan pada PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidyatullah.Ini dikarenakan ukurannya yang paling besar diantara media kampanye lainnya.Diantara
semua
Hidayatullah.Baligho
baligho
besar
ini
yang
dipasang
di
yang mendominasi
UIN
Syarif
semua
media
komunikasi yang digunakan oleh partai lainnya.Pemasangan serta penempatan baligho besar ini dipasang sangat strategis.
69
Baligho yang besar selalu terlihat sehingga setiap keluar masuk kampus akan melihat baligho tersebut sehingga menghasilkan kontinuitas pandangan masyarakat yang menghasilkan persepsi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Salah satu persepsi mahasiswa dengan adanya baligho ini adalah eksistensi dan kebesaran dari Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA). Anggaran yang dihabiskan pada pemanfaatan media baligho besar ini mencapai satu juta lima ratus ribu sehingga ini merupakan anggaran terbesar dari seluruh alat media kampanye. Hal ini menunjukkan adanya pendanaan yang luar biasa kepada PARMA dalam kampanye tersebut. Pendanaan tentunya mempengaruhi media yang digunakan saat kampanye dan tentunya akan berpengaruh pada efektifitas penggunaan media. Semakin besar dana yang dimiliki maka semakin besar dan berkualitas pula media yang dapat digunakan pada kampanye. Baligho besar ini menunjukan bahwa PARMA memiliki kesiapan yang matang dalam pemanfaatan media yang didukung oleh pendanaan yang sangat besar. Sesuai dengan data dan skala tingkat dalam factor yang menentukan kesuksesan kampanye bahwa anggaran dana memiliki konstribusi yang cukup penting dalam memenangkan pasangan Calon Presiden.10
10
Gun Gun Heryanto, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, (Jakarta: Homemade, 2009) materi 9, h.5
70
Hal ini tentu menjadi seleksi media dalam kampanye melihat ukuran baligho yang begitu besar dan penempatan baligho besar ini ditempat yang strategis sehingga mampu menjangkau khalayak dalam berbagai sudut inipun menjadi tolak ukur dalam pemilihan seleksi media tentang perhitungan jangkauan.11 Oleh karena itu dalam kampanye menjadi hal yang sangat penting memiliki asupan dana yang banyak, karena sebuah strategi kampanye maupun publisitas tidak akan berjalan tanpa didukung adanya dana yang mencukupi untuk menghandel semua fasilitas yang dibutuhkan saat kampanye. b.
Spanduk
Gambar 4.2 Sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010 Spanduk merupakan media komunikasi yang dimanfaatkan pada kampanye untuk publikasi secara langsung kepada khalayak.Langsung disini maksudnya bahwa spanduk sebagai media kampanye dapat memberikan pesan melalui tulisan yang terlihat langsung oleh khalayak.Media spanduk digunakan PARMA karena media ini sering digunakan pada kampanye sebelumnya.
11
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h. 90
71
Media komunikasi spanduk merupakan media yang strategis digunakan karena dapat terlihat darai berbagai sudut seperti pinggiran ataupun tengah jalan dan ditaman tiap-tiap fakultas.Serta pemasangan spanduk harus ditempatkan diwilayah yang banyak dilihat mahasiswa. Selain itu, tulisan yang terpampang didalam spanduk besar sehingga memudahkan
orang
untuk
membaca
pesan
kampanye
yang
ada
didalamnya.Pesan yang terdapat dalam spanduk “Meneruskan Perjuangan Berdasarkan Asprirasi Mahasiswa”.Pesan ini merupakan tehnik propaganda Plain Folks yaitu tehnik propaganda seperti himbauan yang mengatakan bahwa pembicara
berpihak kepada mahasiswa dalam
usaha bersama
yang
kolaboratif.12 c. Stiker
Gambar 4.3 Sumber: BAPILLU DPP PARMA Periode 2009-2010 Stiker merupakan media kampanye yang praktis digunakan.Karena dapat ditempel dimanapun dan kapanpun kecuali ditempat-tempat yang memiliki larangan penempelan stiker.Dari semua media kampanye yang digunakan menurut Sabir Laluhu mantan ketua BEM FIDKOM periode 2010-
12
Gun Gun Heryanto, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, h. 4
72
2011 stiker merupakan media kampanye yang paling tidak efektif digunakan karena jumlah sedikit dalam publikasi. d. Riset Survey Riset survey merupakan media kampanye yang sangat baik untuk dimanfaatkan karena riset survey mampu memberikan pemetaaan dan kecenderungan mahasiswa terhadap kepercayaan mereka kepada calon.Dari riset survey ini partai dapat memprediksi tingkat kredibilitas mahasiswa terhadap partainya dan calon yang diusungnya. Survey ini dapat membuktikan apakah mahasiswa masih mempunyai kepercayaan untuk memilih calon yang diusung dari partai tersebut atau tidak.Kemudian setelah survey dikumpulkan maka akan ditemukan hasil tentang kecenderungan mahasiswa, sehingga hasil tersebut dapat memberikan gambaran kepada partai tentang langkah-langkah politik yang akan diambil selanjutnya. Apabila memang ternyata berdasarkan hasil pemetaaan survey posisi partai tidak aman maka partai akan mengupayakan langkah-langkah politiknya bernegoisasi seperti melakukan koalisi ataupun konfederasi untuk memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum dan upaya dalam kampanye dan publisitaspun harus lebih giat. Namun apabila hasil survey menunjukan bahwa partai tersebut berada pada posisi yang aman langkah politik seperti koalisi ataupun konfederasi tidak perlu dilakukan. Pemanfaatan media kampanye melalui riset survey ini bukan hanya melihat kecenderungan kredibilitas capres yang diusung partai akan tetapi dalam riset survey ini PARMA juga ingin melihat harapan mahasiswa UIN
73
Syarif Hidayatullah kepada capres yang nantinya akan terpilih sehingga hal ini menjadi informasi yang menarik dalam menyampaikan pesan-pesan kampanye. Pada riset survey yang dilakukan PARMA pada PEMIRA 2010 kemarin hasilnya bahwa darijumlah kuesioner yang dikembalikan hamper seluruhnya mengenal M. Fadly.13 Berdasarkan hasil survey untuk harapan mahasiswa terhadap calon presiden yang nanti akan terpilih adalah menuntut fasilitas mahasiswa dan mampu mengembangkan skill melalui minat, hobi, dan bakat dalam berbagai aspek melalui kegiatan kemahasiswaan. Tentunya harapan yang dituliskan mahasiswa dalam survey ini dapat menjadi senjata PARMA dalam kampanyenya melalui pesan-pesan yang ditulis pada media kampanye. Sehingga apa yang menjadi harapan mahasiswa akan diangkat melalui pesan kampanye PARMA bahwa mereka mampu mewujudkan apa yang diinginkan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pesan-pesan ini merupakan bagian yang dikonstruksi oleh PARMA yang menjadi harapan mahasiswa berdasarkan survey yang dilakukan sehingga ia mengangkat pesan tersebut menjadi pesan kampanye melalui media kampanye. Pesan kampanye sesuai dengan metode persuasi Pay Off dan Fear Arousing.Metode Pay Off (Rewarding) yaitu mengiming-imingi dengan hal yang menguntungkan atau memberi harapan-harapan yang baik.Fear Arousing (Punishment) adalah menakuti-nakuti atau mengambarkan konsekuensi yang
13
Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN M. Fadly Sirajuddin Arridho pada tanggal 19 Januari 2013
74 buruk.14Seperti hal yang dilakukan oleh PARMA memberikan iming-iming dalam kampanyenya. Riset survey memberikan banyak manfaat dalam kampanye politik.Ia dapat membantu seorang calon kandidat untuk menentukan apakah ia dapat turut dalam pemilihan atau tidak. Ia dapat memberikan gambaran tentang besarnya
tugas
pemilihan,
dana
yang
diperlukan
untuk
merubah
mengidentifikasi atau dukungan kepada sang kandidat. Survey dapat menggambarkan secara akurat komponen-komponen demografik pada lingkungan politik, khususnya sika subkelompok-sub kelompoknya mengenai berbagai masalah.Ia dapat menjelaskan masalah yang mana yang penting bagi berbagai kelompok, dan yang mana berkaitan dengan masalah-masalah lain, dan masalah-masalah mana yang penting atau secara potensial penting dalam menentukan bagaimana seseorang akan memberikan suaranya.15 e. Bulletin Bulletin adalah media kampanye yang disatukan oleh survey yang merupakan ide dari Tim Sukses PARMA untuk membuat sebuah selebaran seperti bulletin ini M. Fadly menuliskan tentang coretan hatiku untuk sahabat, teman, kawan, ikhwan, akhwat, kakak dn adik-adikku tercinta dengan kalimat “menjadi bersama adalah awal, berjalan bersama adalah proses, bertahan untuk bersama adalah proses. Jika kita berjalan bersama maka kesuksesan akan datang dengan sendirinya”
14 15
278-279
Roudhonah, Ilmu Komunikasi. (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h.167 Arbold Stainberg, Kampanye Politik Dalam Praktek. (Jakarta: PT Intermasa, 1981), h.
75
Pesan ini dapat ditafsirkan siapapun kamu, warna apapun kamu, suku apapun kamu, semester berapapun kamu, dan organisasi ekstra manapun kamu apabila kita dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan muncul kebersamaan, maka kita berjalan bersama, akan tetapi bila kita tidak berjalan bersama maka tidak akan muncul keberhasilan dan PARMA terbuka terhadap orang-orang yang berbeda dan mau menyatukan karena perbedaan yang ada apabila disatukan akan menjadi sebuah kekuatan.16 Terlihat dari tulisan bahwa M. Fadly memakai retorika politik yang sangat baik. Untuk kemampuan seorang kandidat capres bila didukung oleh kecerdasan dan kemampuan dalam mengkonstruksi pemikirannya melalui tulisan dapat memudahkan kampanyenya melalui media massa. Sesuai dengan konsep teori tentang kredibilitas pelaku kampanye bahwa kemampuan kandidat dapat meningkatkan kredibilitas berdasarkan keahliannya melalui aspek seperti tingkat pendidikan, kecerdasan, wawasan yang luas, penguasaan keterampilan dan pengalaman.17 Dari semua media yang digunakan dalam kampanye pemilihan BEM Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta berikut adalah media yang dianggap paling berperan dalam kemenangan PARMA :
Tabel 4.3.Peringkat Media yang Paling Berpengaruh dalam Kampanye
16
Wawancara dengan tim sukses kandidat PARMA untuk BEM UIN M. Fadly Sirajuddin Arridho pada tanggal 19 Januari 2013 17 Antar Venus, Manajemen Kampanye, h.67
76
No 1
Nama Media Komunikasi Telepon Seluler
2
Riset Survei
3
Baligho Besar
4
Bulletin
5
Spanduk
6
Stiker
Kelebihan
Kelemahan
Memiliki hampir semua data mahasiswa Komunikasi yang dilakukan tidak terlihat Praktis Koordinasi lebih mudah Memiliki pengaruh yang mampu menjangkau khalayak. Mampu memetakan kecendrungan mahasiswa Memberikan masukan terhadap sistem dan pesan kampanye Dapat menjadi masukan dalam menentukan langkah politik Mampu menjadi media publikasi yang paling terlihat Hampir menjangkau seluruh mahasiswa Menunjukan eksistensi Partai Mempublikasikan kandidat beserta tulisan kandidat Mengangkat isu kampanye dari kandidat untuk mempengaruhi mahasiswa Praktis Mempublikasikan kandidat di tempattempat strategis Dapat terlihat di jalanjalan dan pelataran kampus Tahan air Praktis Mudah ditempel di lokasi yang stategis Tidak membutuhkan ruang yang besar
Tim kampanye harus bekerja lebih keras dalam mengumpulkan data Memiliki anggaran dana yang sangat besar
Tidak mampu menjangkau seluruh mahasiswa Adanya keterbatasan media terhadap penyebarannya Tidak mewakili seluruh suara mahasiswa Membutuhkan dana yang besar dalam pembuatannya Tenaga yang banyak Waktu yang lama Tidak mampu menjangkau seluruh mahasiswa Mudah sobek dan terbuang
Merusak keindahan lingkungan Waktu pengerjaan lebih lama Membutuhkan ruang yang lebih besar Tidak mampu menjangkau mahasiswa secara luas Dalam
77
penempelannya merusak keindahan lingkungan sekitar kampus
Sumber: Dept. LITBANG DPP PARMA 2009-2010
2.
Faktor Pendukung Kesuksesan Dalam Kampanye Dalam kesuksesan kampanye yang dimenangkan PARMA terdapat factor
pendukung yang menentukan kesuksesan kampanye sebagai berikut : a.
Adanya dukungan senior-senior PARMA dan HMI khususnya merupakan spirit pertama di setiap melaksanakan tugas dalam mengsukseskan sebuah acara.
b.
Pendapatan
kampanye
yang
cukup
besar
sehingga
mampu
menganggarkan dan mendanai media-media publikasi dan segala biaya operasional saat kampanye c.
Sumber daya manusia yang banyak dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai tim sukses.
d.
Solidaritas dan kebersamaan para tim sukses mulai dari pengurus, anggota bahkan simpatisan PARMA dalam mengkampanyekan capres.
e.
Bimbingan dan arahan secara continue dari seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
f.
Keunggulan mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah dalam berorganisasi merupakan bagian intergral yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari pelaksanaan kampanye.
78
g.
Tingginya rasa kekeluargaan dan solidaritas keluarga besar Partai Reformasi Mahasiswa.
h.
Adanya rasa memiliki dan tanggung jawab pengurus Dewan Pimpinan Jurusan, Fakultas dan Pusat Partai Reformasi Mahasiswa Periode 20102011 untuk aktif dan produktif dalam melaksanakan tugas yang diembannya.
i.
Banyaknya ide kreatif dan inovatif dari setiap Pengurus Partai Reformasi Mahasiswa di berbagai tingkatan.
j.
Dukungan yang sangat besar PARMA dalam melaksanakan tugas selama satu periode ini. Yang terbesar adalah dari mahasiswa/i yang berantusias
untuk
bersama-sama
memajukan
dan
menumbuh
kembangkan nama PARMA. 3.
Faktor Penghambat Kesuksesan Dalam Kampanye a.
Keterbatasan sarana dan prasarana baik pengelolaan manajemen, organisasi,
administrasi
maupun
pemberdayaan
pengurus
serta
pembinaan dan pengembangan pengurus yang mau tidak mau sedikit menghambat proses pencapaian sasaran dan tujuan. b.
Keterbatasan waktu, tenaga dan fikiran pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Reformasi Mahasiswa Periode 2010-2011
c.
Garis koordinasi yang tidak jelas, sehingga sering meninggalkan Miss antara satu dengan yang lainnya. Kurangnya informasi juga dapat menghambat kinerja tim sukses.
d.
Belum optimal eksistensi, fungsi dan peran komponen-komponen sehingga belum nampak jelas kerjasama dan kekompakkan dalam usaha
79
mendukung,
menyokong,
mendorong
dan
membantu
pesat
pertumbuhan Partai Reformasi Mahasiswa dalam merealisasikan berbagai program. e.
Kesulitan dalam merangkul berbagai komponen dan warna mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah agar mau menyatukan pandangan dalam memilih Calon Presiden BEM Universitas, sehingga pesan yang diangkat saat kampanye adalah menyatukan perbedaan dan berjalan bersama.
f.
Kesulitan
dalam
membangun
kedisiplinan
anggota
karena
kecenderungan teman-teman mahasiswa sudah antipasti terhadap persoalan kampanye sehingga kendala itu muncul ketika memberikan bentuk penyadaran kepada mereka. g.
Kesulitan dalam membangun citra kandidat calon presiden beserta calon wakil presiden dalam menyakinkan mahasiswa terhadap kredibilitas pasangan calon sehingga mereka memberikan dukungan.
4.
Kecenderungan Penyelenggaraan Kampanye Kecenderungan penyelengaraan kampanye PARMA dalam modelmodel
kampanye
bersifat
dua
arah
(bi-directional
campaign).Penyelenggaraan kampanye dalam konteks ini menyadari keterbatasana media massa dalam mempengaruhi khalayak sasaran. Karena itu pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi sangat
dipentingkan
untuk
mengoptimalkan
pesan-pesan
yang
disampaikan melalui media massa. Kampanye dua arah ini sering juga disebut sebagai audience oriented campaign karena menekankan
80
pentingnya interaksi dan dialog dengan khalayak sasaran. Kampanye jenis ini sangat menekankan pentingnya pemanfaatan pemuka pendapat yang lewat jaringan komunikasinya diasumsikan mampu menyebarkan pesanpesan kampanye hingga tahap penerimaan pada khalayak sasaran.18 Dalam
model
kampanye
yang
dilakukan
oleh
PARMA
memanfaatkan saluran komunikasi kelompok dan komunikasi pribadi untuk mengoptimalkan pesan kampanye.Dalam hal penggunaan media kampanye seperti riset survey PARMA menggunakan media tersebut untuk membaca kecenderungan khalayak terhadap kredibilitas calon presiden dan membaca harapan khalayak terhadap calon presiden terpilih nanti. Media survey membuat interaksi antara khalayak dengan calon presiden sehingga terjadi komunikasi dua arah (bi-directional campaign). Penyelengaraan kampanye juga menggunakan strategi Oriented campaign
dimana
penyelenggara
dalam
konteks
ini
menyadari
keterbatasan media massa dalam mempengaruhi sasaran khalayak. Karena itu, pemanfaatan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi sangat dipentingkan untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat media massa.
18
Antar Venus, Manajemen Kampanye, h.75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1.
Model kampanye yang digunakan oleh Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam kampanye di pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Pemilu Raya 2010 adalah Baligho, Spanduk, Stiker, Survey, Bulletin dan Komunikasi telepon Selular.
2.
Penerapan Kampanye yang dilakukan oleh Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) bersifat dua arah (bi-directional campaign). Penyelenggaraan kampanye dalam konteks ini menyadari keterbatasan media massa dalam mempengaruhi khalayak yang dalam hal in adalah mahasiswa UIN. Untuk itu dalam proses kampanye PARMA menggunakan media-media yang dapat bersifat dua arah seperti media Riset Survey dan Komunikasi melalui Telepon Selular.
3.
PARMA juga memanfaatkan saluran komunikasi kelompok dan antar pribadi untuk mengoptimalkan pesan-pesan yang disampaikan lewat media massa. Strategi ini disebut audience oriented campaign seperti pada bulletin yang dikeluarkan oleh PARMA.
4.
Beberapa kendala yang dihadapi Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) dalam menjalankan strategi kampanye adalah minimnya pendanaan dalam pelaksanaan strategi, adanya sentimen antar partai dalam
80
81
pemasangan dan penempatan media kampanye, minimnya tenaga profesional dan sumber daya manusia yang kurang memadai. B. Saran 1.
Keterbatasan waktu, tenaga, dan fikiran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Reformasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2009-2010 dapat diatasi dengan kerjasama dan pembagian tugas secara jelas kepada seluruh anggota, perencanaan secara matang pra kampanye, dan rasa tanggung jawab dari semua anggota tim sukses dalam memenangkan Pemilu Raya.
2.
Membuat garis koordinasi yang jelas agar tidak terjadi miss comunication antara satu dengan yang lain serta mengefektifkan komunikasi antara Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Fakultas (DPF), dan Dewan Pimpinan Jurusan (DPJ).
3.
Partai Reformasi Mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan strategi marketing politik melalui saluran new media dan media cetak dalam setiap pelaksanaan kampanye.
4.
Partai Reformasi Mahasiswa diharapkan juga mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya manusia yang menjadi faktor penting dalam kemajuan sebuah institusi.
5.
Mengoptimalkan eksistensi, fungsi, dan peran komponen-komponen serta kerjasama dalam mendukung, menyokong, mendorong dan membantu
pertumbuhan
merealisasikan program.
Partai
Reformasi
Mahasiswa
dalam
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku AD/ART PARMA Periode 2009-2010
Ardianto, Elvinaro, dkk. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku Panduan Propesa 2010. Bawazier, Fuad, Republik Keluh Kesah ( Jakarta : RMBooks, 2007) Buku Saku Kampanye PARMA PEMIRA 2010. 2010
Geovanie, Jeffrie. Membela Akal Sehat ( Jakarta : RMBooks, 2008 ) Hidayat, Komaruddin & Haryono Yudhie. Manuver Politik Ulama ( Yogyakarta : Jalasutra, 2004) Hidayati, Nurul, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta:UIN Jakarta Press,2006), Cet ke 1, h.7 Heryanto, Gun Gun, Komunikasi Politik di Era Industri Citra, (Jakarta : Lasswell Visitama, 2010) -------------------------, Handout Perkuliahan mata kuliah Komunikasi Politik, (Jakarta : Homemade, 2009) Heryanto, Gun Gun & Ade Rina Farida, Komunikasi Politik, (Ciputat : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) Heryanto, Gun Gun & Irwa Zarkasy. Public Relations Politik, ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2012) Morrisan. Teori Komunikasi Massa, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010) Napitupulu, Burhanuddin. Harakiri Politik Tokoh Nasional & elit GOLKAR ( Jakarta : RMBooks, 2007 ) Norman, K Denzin, dkk, Handbook Of Qualitative Research, Dariyanto dkk (edisi terjemahaan Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009).
Ruslan, Rosady. Kampanye Public Relations, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 1997)
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam, dan Aplikasi, (Jakarta : Rineka Cipta, 2009) Roudhonah.Ilmu Komunikasi. (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007), Rozak, Abdul dan Ubaedillah. A, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008) Sandjaja, S. Djuarsa, dkk. Teori Komunikasi, (Jakarta : Penerbit Universitas Terbuka, 2005) Stainberg, Arbold. Kampanye Politik Dalam Praktek. (Jakarta : PT Intermasa, 1981) Sumadi, Suryabrata. Metodologi Penelitian, (Jakarta : CV Rajawali, 1993) Venus, Antar. Manajemen Kampanye, (Bandung : Simbiosa Rekatman, 2004) Zulkarimein Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990)
Sumber Internet http://id.wikipedia.org/wiki/Malari diakses pada tanggal 19 April 2013 Jam 21.26 Partai Persatuan Mahasiswa (PPM) merupakan salah satu partai politik kampus yang mengikuti PEMIRA 2010 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artikel diakses pada 10 September 2013 pukul 21.00 WIB dari http://ppmku.wordpress.com/ Partai Intelektual Muslim Berdiri tahun 2000 di Universitas Islam Negeri Jakarta, Artikel diakses pada 10 September 2013 pukul 21.15 WIB dari http://pemirawatch.blogspot.com/2008/11/seputar-kelahiran-partai-intelektual.html
Transkrip Wawancara Nama
: Tb. Ace Hasan Syadzily (Presiden Ke-1 IAIN Jakarta)
Lokasi Wawancara
: Gd. Nusantara V MPR/DPR Fraksi Partai GOLKAR
Tanggal
: 22 Agustus 2013
Waktu
: 17.30 WIB – 19.00 WIB
1. Apa alasan pemerintahan mahasiswa saat itu merubah sistem senat ke SG? Pertama harus dilihat bahwa konteks pada saat itu mahasiswa telah berhasil membangun sebuah basis gerakan untuk mahasiswa Indonesia sebagai bentuk dari respon terhadap perkembangan situasi Indonesia. Jadi, harus diakui bahwa pembangunan ORBA itu terkait dengan keberhasilan peran mahasiswa didalam konteks perubahan politik yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Kenapa waktu itu mahasiswa begitu sangat kuat mendobrak sistem pemerintahan ORBA yang begitu sangat menghegemoni sehingga peran-peran kelompok civilsociety pada saat itu yang kritis pada pemerintahan benar-benar tertutup. Sekalipun tembok itu begitu sangat kuat namun akhirnya tembok itu dapat jebol juga dan sistem pemerintahan ORBA pada waktu itu telah berlangsung ditumbangkan dan sistem pemerintahan mengalami perubahan atau transformasi dari otoriterian ke demokratif, itu ditandai dengan sistem Pemilu Indonesia yang demokratif. Sistem kemahasiswaan yang saat itu dikontrol oleh satu sistem organisasi kemahasiswaan yang sangat dominan dikontrol oleh kekuatan sistem yang hegemoni. Coba kamu bayangkan, sistem organisasi kemahasiswaan saat itu (SENAT dan MPM) harus berkoordinasi dengan wakil rektor bidang kemahasiswaan dan semua
kebijakan-kebijakan kemahasiswaan harus mendapatkan izin darinya karena wakil rektor bidang kemahasiswaan merupakan kontrol dari sistem pemerintahan ORBA. Padahal salah satu diantara karakter mahasiswa itu kebebasan akademik, kalau kebebasan akademik ini tidak dipupuk dari sejak awal, maka akan sulit bagi kita untuk melahirkan mahasiswa yang benar-benar kreatif, berfikir visioner dan belajar berorganisasi dengan baik. Sistem senat waktu itu tidak lebih dari upaya untuk mengkrangkeng terhadap kebebasan akademik atau kebebasan mahasiswa itu untuk menentukan dan membangun sebuah organisasi. Sistem pemerintahan saat itu menganut konsep trias politica dimana didalam sistem kelembagaan mahasiswa terdapat Eksekutif yang direpresentasikan pada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Legislatif dengan Lembaga Perwakilan Rakyat (LPM), dan yudikatif yang direpresentasikan oleh Mahkamah Mahasiswa. Semua sudah memiliki pembagian kekuasaan yang jelas. Saat itu mahasiswa hanya ingin penentuan kebijakan mahasiswa ditentukan dari mahasiswa, oleh mahasiswa, dan untuk mahasiswa. 2. Apa yang menjadi peran dan harapan HMI terhadap PARMA, karena PARMA merupakan kepanjangan tangan HMI di dalam kampus? Ya PARMA itu, kebetulan ketika saya menjadi Presiden Mahasiswa waktu itu saya juga menjabat Ketua Bidang PTKP HMI Cabang Ciputat. Ketua Bidang PTKP itu tugasnya adalah bagaimana agar kader-kader HMI itu bias mempengaruhi terhadap kebijakan kemahasiswaan ditingkat perguruan tinggi, nah tugas-tugas ini tuh harus jelas gitu dan tugas-tugas ini juga harus terukur.
Ukurannya adalah misalnya menjadikan kader-kader HMI ketua di organisasiorganisasi intra. Nah selama ini, kita kan sebagai orang HMI itu, waktu itu ingin meng-goalkan kader-kader HMI itu, HMI masuk saja kedalam kampus tapi ngga jelas gitu kelompoknya kelompok mana nih, nah untuk mengidentifikasikan kejelasan tentang semangat pengelompokan politik HMI maka kita bikin yang namanya partai politik. Karena suasananya waktu reformasi maka kita namanya Partai Reformasi Mahasiswa. 3. Lalu bagaimana tanggapan Kak Tb. Ace Hasan yang secara bersamaan juga menjabat PTKP HMI Cabang Ciputat dan pendiri PARMA soal munculnya gerakan-gerakan politik selain PARMA di HMI waktu itu? HMI waktu itu tidak bias membatasi orang atau membatasi mahasiswa untuk sama aspirasi politiknya. Jadi, oleh karena itu kita sampaikan bahwa pada saat itu ada keinginan dari orang-orang untuk punya calon sendiri, ya silakan saja. Tapi HMI-nya sendiri sebetulnya kan secara eksplisit itu tidak menyebutkan PARMA ini sebagai partainya HMI. Tidak secara tertulis, karena HMI juga tidak bias secara kelembagaan mendirikan partai politik. Ini adalah Idjtihat politik saya waktu itu, waktu itu juga mendapat persetujuan dari teman-teman di cabang untuk samasama mendirikan partai politik mahasiswa sebagai saluran wadah politik.
4. Misalkan ada sekelompok yang kalah dalam konvensi internal? Itu biasa. Itu juga bagian dari perpolitikan mahasiswa, proses pembelajaran politik juga Donni, nah itu lah bagian dari proses pembentukan-pembentukan politik pada saat itu.
5. Terakhir Kak, saya adalah pengurus PARMA yang terakhir , karena ada pendapat rektorat yang mengatakan bahwa “UIN ini adalah civitas akademika bukan civitas politika” sebagai alasan untuk menghapus sistem student government (SG), apakah ketika pendirian partai politik ada semacam legalitas secara tertulis dari rektorat? Dan kemudian apa saran dari Kak Tb. Ace terhadap gerakan mahasiswa saat ini? Saya sih mengkritik juga apa namanya, istilah civitas politika! Loh kita tidak ingin menjadi manusia politik pada saat itu, tetapi sebenarnya adalah berorganisasi kita ingin membangun diri, membangun kekuatan organisasi itu bias memanage konflik dan sebagainya. Akhirnya kita jangan memandang bahwa dengan berpartai politik kita ingin berpolitik, justru dengan ini kita ingin belajar pendidikan politik dari sejak awal. Sekarang begini pertanyaannya, pertanyaan ini sederhana saja produk student government itu kan bias dilihat yang mobilitasnya tinggi, seperti saya dan angkatan dibawah saya seperti Ade Komaruddin atau angkatannya Hadi Mulyo. Kemudian yang dibidang akademisnya seperti burhanuddin muhtadi itu kan tidak meninggalkan akademisnya walaupun dia ada di sistem Student Government. Kita akui, jangan punya asumsi bahwa rektorat itu tau segalanya, biar mahasiswa sendiri yang menentukan sistem apa yang menurut mereka bagus. Namun saya tidak pernah mengatakan bahwa sistem student government itu bagus, saya hanya ingijn mahasiswa punya pola pikirnya sendiri.
Jakarta, 22 Agustus 2013
Tb. Ace Hasan Syadzily
Transkrip Wawancara Nama
: M. Ali Irfani (Ketua DPP PARMA Ke-1)
Lokasi Wawancara
: Kemang Food Festival, Jl Kemang Raya Jakarta Selatan
Tanggal
: 24 Agustus 2013
Waktu
: 21.30 WIB – 22.15 WIB
1. Bagaimana sejarah berdirinya Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)? Saat itu pasca reformasi 1998 di Indonesia ikut mempengaruhi pergejolakan di dalam kampus, dengan runtuhnya rezim Orde Baru maka sistem demokrasipun tumbuh pada tataran sistem kemahasiswaan dengan terpilihnya Kak Tb. Ace Hasan Syadzily melalui pemilihan langsung oleh mahasiswa akan tetapi belum berpartai. Melihat kecenderungan IAIN di kuasai oleh organisasi ekstra kampus yaitu HMI, PMII, dan IMM dan mulai berkotak-kotak perpolitikannya maka kak Tb. Ace Hasan Syadzily saat itu melalui Majelis Permusyawaratan Mahasiswa mengodok sistem pemilihan Student Government (SG) dengan mekanisme melalui partai politik. Kemudian dari sana HMI berinisiatif membentuk Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA) pada tanggal 7 Maret 2000. 2. Apa dasar atau makna dari nama Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA)? Kami membuat nama Partai Reformasi Mahasiswa saat itu memang karena saat itu sedang momentum gerakan reformasi oleh mahasiswa, sehingga kami memilih nama tersebut. 3. Bagaimana PARMA menarik simpati pemilih pada periode pertama sistem Student Government?
PARMA saat itu mencoba menjadi partai terdepan dengan bukan saja hanya melalui basis ideologis, namun mencoba memberikan warna baru era perpolitikan di dalam kampus. Kami saat itu mencoba memperkenalkan PARMA melalui media spanduk dan semacamnya kemudian selebaran-selebaran. 4. Bagaimana proses pemilihan langsung pertama di IAIN Jakarta (sekarang UIN)? Proses pemilihan saat itu tentunya belum berjalan dengan baik, karena baru pertama kali IAIN melaksanakan pemilihan langsung melalui keterlibatan partai politik kampus, namun setiap proses yang dilakukan selalu menjadi bagian dari dinamika sebagai mahasiswa dan terus diperbaiki.
Jakarta, 24 Agustus 2013
M. Ali Irfani