LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI BIDANG INDUSTRI, PERDAGANGAN DAN INVESTASI; BUMN; KOPERASI DAN UKM MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2004-2005
Dibacakan Oleh : H. Efiyardi Asda (A-18)
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera bagi kita semua. Pimpinan Sidang, Anggota Dewan, dan Perwakilan Pemerintah, Hadirin peserta Sidang Paripurna yang saya hormati. Kunjungan kerja Komisi VI DPR RI, yang membidangi industri, perdagangan dan investasi, BUMN serta Koperasi dan UKM, pada masa persidangan IV dilaksanakan pada tanggal 26-29 Juli 2005 untuk Provinsi Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat, serta Tanggal 9-12 Agustus 2005 untuk Provinsi Sumatera Utara. Temuan-temuan yang diperoleh dari pengamatan dan dialog adalah fakta lapangan yang kami sajikan, disertai harapan untuk dapat ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan rakyat ini. Sidang yang mulia, Berikut ini adalah beberapa temuan yang berupa permasalahan dan rekomendasi untuk menindak-lanjutinya. I. PROVINSI SUMATERA BARAT Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang memiliki luas wilayah 42.889m2 ini terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota; dengan jumlah penduduk 4,6 juta jiwa, dimana 51% penduduk adalah perempuan dan 10%nya tergolong miskin. Dalam visinya Propinsi Sumbar diarahkan untuk mengembangkan industri, termasuk agro-industri, dan perdagangan dengan bertumpu pada potensi daerah yang berdaya saing tinggi . Gambaran tentang kondisi propinsi ini per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut: A. Bidang Investasi Kontributor penting pertumbuhan ekonomi sumbar adalah sektor pertanian (23%), perdagangan (18%) dan industri (13%). Untuk mengembangkan ekonomi Sumbar dibutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, khususnya pelabuhan laut yang baik, selain Bandara Internasional Minangkabau yang telah diserah-terimakan
Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
1
operasinya kepada PT Angkasa Pura II unit Sumatera Barat pada tanggal 22 Juli 2005. Pemerintah Propinsi Sumbar sendiri, saat ini sedang mengembangkan prasarana jalan yang memungkinkan jarak tempuh melalui Kelok Sembilan menjadi lebih pendek dari 5 jam menjadi 3 jam dan membangun fasilitas hotel, untuk menarik lebih banyak pendatang, terutama mereka yang harus menunggu di Bandara Singapura. B. Bidang Industri dan Perdagangan Pengembangan sektor industri berbasis pertanian menjadi penting, karena Pemerintah Propinsi Sumatera Barat mengkategorikan sub-sektor pertanian, seperti perkebunan dan perikanan, serta secara khusus pertanian organik yang pasarnya terbuka dan sudah ada permintaan produknya, sebagai sektor yang berpotensi dan bernilai ekonomis untuk dikembangkan. Sektor lain yang juga akan berdampak langsung terhadap sektor perdagangan, dan dinilai berpotensi untuk dikembangkan adalah sektor pariwisata yang meliputi pariwisata alam, bahari dan budaya. Namun, untuk mengembangkan sektor agro-industri masih banyak kendala yang dihadapi, yaitu keterbatasan kualitas sumber daya manusia, kualitas produksi, kapasitas pengelolaan pasca panen, serta kapasitas mengemas produk. Permasalahan lainnya adalah kurang efisiennya skala usaha, kepemilikan lahan yang terbatas, serta kendala memperoleh pupuk dengan harga relatif murah (HET) karena ketersediaannya terbatas. Ketersediaan BBM yang relatif terbatas dibandingkan kebutuhan juga berpotensi menjadi kendala dalam pengembangan sektor ini. Selain itu, rencana pemerintah propinsi Sumbar untuk mengembangkan sektor industri yang akan menunjang sektor perdagangan masih terkendala oleh kondisi ekonomi regional. Kerjasama pengembangan kawasan industri, untuk menampung secondary industry di atas lahan seluas 125ha, dengan pihak Malaysia yang telah disiapkan sejak sebelum krisis moneter mengalami hambatan sejalan dengan kebijakan pemerintah Malaysia melakukan tight money policy. Realisasi kerjasama ini masih tersendet-sendat. C. Bidang Koperasi dan UKM Perkembangan koperasi di Sumbar relatif stabil. Perkembangan usaha dan industri skala kecil disinyalir berkontribusi penting terhadap perkembangan sektor industri dan perdagangan di Propinsi Sumbar, sekalipun berkontribusi relatif kecil dalam nilai investasi, namun menyumbang besar dalam penyerapan tenaga kerja; terutama bila dibandingkan dengan industri skala menengah dan besar. Pada era globalisasi, persaingan dengan industri bermodal besar menjadi makin ketat, sebagian pelaku industri dan usaha skala kecil kalah bersaing dan hanya mampu bertahan hidup dengan mendistribusikan produknya dalam lingkup yang terbatas. Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
2
D. BIDANG BUMN 1. Dibutuhkan investasi besar untuk mengembangkan pelabuhan Teluk Bayur sesuai masterplan yaitu pelabuhan yang dapat dilalui oleh berbagai jenis kapal, hingga jenis kapal Samudara dan Tanker; yang meliputi pengembangan fasilitas prasarana laut, darat dan peralatan 2. Sejak awal tahun 2005 PT PN VI sudah memutuskan untuk focus pada kelapa sawit, sehinga sebagian lahan dikonversi dari tananam karet ke kelapa sawit, berdampak terhadap peningkatan kewajiban perusahaan. 3. Secara khusus, permasalahan PT Semen Padang, untuk memberikan laporan keuangan tahun 2002, 2003 dan 2004 dengan opini wajar tanpa syarat masih harus diperjuangkan agar memperbaiki citra perusahaan milik negara kebanggan Sumbar, khususnya Padang. PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI Permasalahan Umum: • Dibutuhkan fasilitas perdagangan yang lebih baik, seperti pelabuhan laut dengan kapasitas kapal 30 ribu ton dan jumlah dermaga yang memadai sehingga tidak membuat kapal-kapal feeder terbebani biaya tunggu; serta cold-storage di Bandara Internasional Minangkanbau. • Permasalahan khas Sumbar yaitu kesulitan memperoleh lahan usaha karena harus melibatkan ninik-mamak. • Kesulitan memperoleh fasilitas kredit untuk investasi dan pengembangan modal kerja, terutama tingginya tingkat bunga yang membuat usaha menjadi tidak kompetitif; atau persoalan agunan. • Belum samanya persepsi tentang kewenangan otonomi daerah, sehingga muncul beragam perda yang membingungkan dan memberatkan para pelaku usaha, belum optimalnya pelayanan terhadap investor; serta belum tersedianya data potensi yang dikaji secara terintegrasi, khususnya antar instansi di daerah. Permasalahan Khusus: • Anggota Koperasi Koppas Kopeka (koperasi khusus pedagang ikan) mengalami kesulitan memperoleh solar dengan harga Rp2100, dan membeli dalam jumlah besar dengan drum, karena harus membeli di SPBU dengan dilengkapi surat izin. • Anggota Koperasi Pengasinan Ikan mengharapkan agar pemerintah memfasilitasi untuk membeli langsung ke PT Garam di Jawa Timur karena harga garam cukup tinggi. • Persaingan dengan perusahaan skala besar, berteknologi lebih baik menyebabkan penenun tradisional Sawahlunto kalah bersaing, sebagian besar produksi tahun lalu masih belum terjual. • Pengembangan teknolgi produksi, agar dapat bersaing membutuhkan investasi besar (Rp2,5M) dan tidak terjangkau oleh para pengrajin di Silungkang. Investasi tersebut meliputi Mesin celup HT, Boiler, Mesin kalender, Mesin bleaching, dan Mesin bakar bulu.
Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
3
Rekomendasi : • Agar pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan sinergi secara horisontal di lingkup wilayah masing-masing untuk mengoptimalkan kapasitas yang dimiliki dalam mengatasi berbagai permasalahan di wilayah masing-masing. • Agar pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota menanyakan kepada BUMN yang ada di wilayah masing-masing tentang penyaluran dana PKBL, termasuk kepada perbankan BUMN, karena sepatutnya dana tersebut didistribusikan di wilayah kerja BUMN yang bersangkutan. • Agar pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota menjalin komunikasi dengan perwakilan dari Propinsi Sumbar, yaitu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), untuk mengkomunikasikan aspirasi daerah agar dikomunikasikan di pusat. II. PROVINSI SUMATERA UTARA Dengan luas wilayah sekitar 71 ribu km2 dan jumlah penduduk sekitar 12 juta jiwa yang dibagi menjadi 25 kabupaten/kota, Provinsi Sumatera Utara merupakan wilayah potensial untuk pengembangan industri dan perdagangan. Sektor pertanian Sumut merupakan penyumbang besar PDRB nasional, namun sektor perindustrian dan perdagangan telah memberikan kontribusi 44,55% terhadap PDRB nasional. Gambaran tentang kondisi propinsi ini per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut: a. Industri dan Perdagangan Hasil pengamatan dan dialog langsung tim Komisi VI DPR-RI dengan dua kelompok besar industri yang berbeda basis dan pengembangannya, secara garis besar adalah sebagai berikut: Sebagian dari kelompok Industri Kecil Menengah yang terletak di Perkampungan Industri Kecil Medan Tenggara telah berhenti berproduksi dan menutup usahanya karena masalah kekurangan modal kerja, pemasaran, inovasi dan pengembangan produknya. Secara khusus, untuk kelompok usaha industri CPO, ada kendala yang mengganggu perkembangan bahkan dapat mematikan industri ini. Saat ini, dari lahan seluas 700 ribu ha2 milik PTPN, swasta asing dan swasta nasional, Produksi CPO Sumut mencapai 2,4 juta ton/tahun; menampung sekitar 2 juta orang tenaga kerja. Industri CPO juga sedang dikembangkan untuk menghasilkan Biodiesel, yang diproyeksikan menjadi bahan bakar minyak alternatif yang ramah lingkungan dan berharga jual kompetitif. b. BUMN dan Investasi Tim Komisi VI DPR RI mengunjungi empat kelompok besar BUMN yaitu: (1) PT. Pelindo I, PT. PELNI, Djakarta Lloyd dan PT. Kawasan Industri Medan; beberapa permasalahan yang terungkap adalah kasus-kasus di pelabuhan yang mengakibatkan terhambatnya proses ekspor-impor yang berdampak pada peningkatan biaya penggunaan jasa pelayanan Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
4
pelabuhan. Salah satunya adalah soal pipanisasi oleh PT. Pelindo I, yang dikeluhkan tidak dapat menikmati oleh para pemakai jasa yang telah membayar. (2) PT. PLN, PT. PGN, PT. PERTAMINA, PT. KAI, PT. Telkom, dan PDAM Tirtanadi; beberapa permasalahan yang terungkap adalah pemadaman listrik di perumahan sejak tiga bulan terakhir, investasi pengembangan energi termasuk untuk pembangkit tenaga listrik yang banyak tertunda; kesulitan PT. KAI mengembangkan perkereta apian, jaringan rel kereta api yang merupakan peninggalan zaman Belanda mempersulit peningkatan pelayanan, sehingga kereta api belum menjadi pilihan masyarakat dalam mobilitasnya di darat. (3) PTPN I, II, III, dan IV serta PT. Sucofindo; beberapa permasalahan spesifik yang terungkap adalah: (a) soal lokasi PTPN I yang terletak di daerah Nangroe Aceh Darussalam yang mengalami masalah keamanan, serta masalah keuangan dan kebutuhan untuk melakukan replanting dan konversi terhadap tanaman-tanaman yang sudah tua; (b)soal PTPN II yang menghadapi persoalan tanah yang cukup rumit sekalipun saat ini grafik keuangannya mulai positif, serta perlunya menetapkan fokus pada pengembangan tanaman andalan, yaitu tembakau deli; (c)soal komitmen keberpihakan BUMN terhadap masyarakat sekitar melalui program PKBL, khsuusnya PT. Socfindo yang diminta agar segera melaksanakan program PKBL. (4) PT. Angkasa Pura II Cabang Medan, PT. Garuda, PT. Merpati, dan Mandala Airlines; permasalahan yang terungkap adalah kebutuhan akan investasi yang besar untuk pemindahan dan pembangunan bandara baru berskala Internasional di Kuala Namu; diharapkan agar seluruh pembangunan infrastuktur penunjangnya dapat dilakukan dengan bantuan dana APBN dan investor lain. c. Koperasi dan UKM Hasil pengamatan dan dialog langsung tim Komisi VI DPR-RI di Binjai dengan Koperasi Serba Usaha Bina Usaha dan Koperasi Serba Usaha Ridho mengungkap beberapa permasalahan, yaitu kesulitan dalam memperoleh perkuatan modal dan akses pasar, serta harapan untuk memperoleh pendampingan/pembinaan/ penyuluhan dari instansi terkait untuk meningkatkan kualitas pengelolaan koperasi dan produk. Rekomendasi dan Rencana Tindak-lanjut: • Komisi VI DPR RI akan melakukan langkah antisipatif dengan menyampaikan permasalahan berupa praktek premanisme kepada Kapolri, seperti pemalakan atau pungutan liar, serta penadahan dan pencampuran CPO dengan solar. • Komisi VI DPR RI akan menyampaikan beberapa persoalan perpajakan yang dihadapi oleh para industri CPO kepada Direktorat Jenderal Pajak, tentunya dengan semangat untuk tetap menjaga jalan dan berkembangnya industri CPO serta tercapainya target pemerintah dalam penerimaan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
5
•
•
•
•
•
Komisi VI DPR RI akan mengundang PT. Pelindo I dan pihak-pihak tertentu untuk menjelaskan persoalan pipanisasi yang didindikasikan melibatkan pihak swasta yang mengambil keuntungan sesaat. Komisi VI DPR RI akan menjadikan persoalan energi, energi listrik, minyak dan gas bumi menjadi topik dalam masa sidang mendatang; khususnya upaya secara cepat untuk mengantisipasi krisis energi yang melanda Indonesia saat ini, rumusan strategi kebijakan pengembangan energi, pemetaan potensi kesediaan, investasi pengembangan, serta pengembangan teknologi sumber daya energi baru. Komisi VI DPR RI akan menyampaikan kepada berbagai pihak terkait khususnya Kepala BKPM dan panitia anggaran untuk mendorong secara cepat realisasi pembangunan Bandara Internasional Kuala Namu Sumatera Utara. Secara khusus direkomendasaikan agar BUMN-BUMN perkebunan melakukan pertemuan dengan Kepala Dinas Koperasi se-Sumatera Utara untuk mencari formulasi yang paling efektif dan berdaya guna bagi pengembangan UKM dan Koperasi. Secara umum direkomendasaikan agar pola manajemen perusahaan dapat ditingkatkan dengan lebih baik, dilakukan terobosan inovasi bagi penciptaan pasar, dan diupayakan untuk menciptakan pola pelayanan publik yang lebih dapat diterima masyarakat.
III. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB) Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki luas wilayah 49.312,19 km2, terdiri dari 2 pulau besar yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa. Gambaran tentang kondisi propinsi ini per bidang sesuai dengan wilayah kerja komisi VI adalah sebagai berikut: a. Industri dan Perdagangan Kebijaksanaan pengembangan sektor industri dan perdagangan di NTB lebih diarahkan pada upaya-upaya untuk membantu pemulihan ekonomi melalui peningkatan kontribusi sektor industri dan perdagangan dalam PDRB NTB. Ekspor non-migas merupakan andalan NTB dalam menyumbang devisa. b. Investasi Data investasi tahun 2004, menunjukkan bahwa realisasi investasi masih jauh dari rencana. Untuk PMDN realisasi investasi baru 26,15% (Rp 934M dari rencana Rp 3,57T) sehingga realisasi tenaga kerja Indonesia baru mencapai 20,78% (5.282 orang) dan TKA 11 orang (4,18%). Sedangkan realisasi investasi PMA baru 54,84% (US $3,09M dari US $ 5,63M), dengan realisasi tenaga kerja Indonesia 29,46% (7.309 orang), TKA 31,01% (200 orang). c. Koperasi dan UKM Jumlah Koperasi selama 5 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang positif. Program penguatan lembaga Keuangan Mikro (LKM) di NTB ‘Program Lembaga Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri’ yang dimulai Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
6
sejak tahun anggaran 1998/1999 mengalami perkembangan yang berarti dalam jumlah modal dan nasabah. Begitu pula dengan Program PUKK yang dari tahun anggaran 1989 s/d 2000 menunjukkan gambaran perkembangan positif dalam jumlah dana yang disalurkan dan mitra binaan. PERMASALAHAN DAN REKOMENDASI Permasalahan Umum: • Keterbatasan dana APBD untuk meningkatkan investasi, termasuk untuk membangun sarana dan prasarana pendukung investasi. • Belum diterbitkannya dan belum dikoordinasikannya, SP untuk PMDN/PMA oleh BKPM RI • Masalah perpajakan, berbagai pungutan, yang memberatkan sebagian pengusaha Vs bebas pajak bagi eksportir tertentu, serta kesulitan daerah memberi kemudahan pajak bagi investor, dalam pemasukan barang modal atau izin tinggal bagi investor asing (PMA) • Kelemahan usaha kecil dalam permodalan, yang berdampak terhadap kemudahan mengimpor bahan baku (dari Surabaya dan Bandung) yang harganya cenderung meningkat; dan ketergantungan usaha kecil pada pengusaha pengumpul/artshop. • Kelemahan usaha kecil dalam aspek manajemen dan pemasaran, teknologi dan desain. Permasalahan Khusus: • Terhambatnya Program pembinaan, pengembangan dan pembimbingan khususnya bagi IKM karena keterbatasan anggaran. • Pelanggaran UU dan peraturan, yaitu UU No. 41 Tahun 1949 tentang Kehutanan dan Kep Men KLH 82/2005, oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT), Sumbawa; dalam hal penambangan dengan pola terbuka di Hutan Lindung dan Penempatan Tailing di dasar laut. • Masalah pencurian mutiara hasil budidaya yang siap dipanen • Krisis pembangkit listrik karena investasi pembangkit terkendala dana, selama periode 2002-2004 PT. PLN (Persero) Wilayah NTB masih merugi, Pembangkit Listrik didominasi oleh Diesel yang menggunakan BBM sehingga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) masih lebih besar dibanding harga jual rata-rata dan implementasi TDL belum mencapai nilai ekonomis; • Kelangkaan BBM di Kabupaten Bima, Dompu dan Mataram dan terbatasnya jumlah SPBU yang dimiliki UP V yang hanya mencapai 31 Unit dan 1 SPBU Swasta (cash bonus). • Kesulitan menerapkan HET pada pupuk PT. Pusri karena masih belum dapat mengakomodasi seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan antara lain karena tidak ada alokasi gas bumi jangka panjang untuk industri pupuk dan petrokimia; serta kesulitan melakukan pengawasan rembesan penjualan pupuk dari tanaman pangan yang disubsidi ke sektor perkebunan, industri, dan adanya praktek ekspor pupuk illegal. Rekomendasi :
Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
7
•
•
•
Agar strategi pembangunan lebih berorientasi pada penurunan kesenjangan pendapatan antara pedesaan dan perkotaan, dengan kebijakan yang mempertimbangkan konsep tataruang, khsusnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Agar peran birokrasi pemerintahan dan kelembagaannya lebih dioptimalkan antara lain dengan mengembangkan jejaring (networking) yang lebih luas, dengan melibatkan kalangan legislatif, eksekutif dan perwakilan komunitas/masayarakat NTB yang ada di luar daerah seperti di Jakarta. Agar pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan dan kecamatan dikembangkan sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki, serta pengembangan Lombok Expo Centre (LEC) sebagai pusat promosi dan informasi kerajinan daerah yang berskala nasional dan internasional. Agar dikembangkan sarana prasarana transportasi untuk mengurangi ketergantungan pengusaha/pengrajin kepada eksportir dari luar Lombok (Jawa dan Bali) yang menyebabkan harga kurang kompetitif, seperti pelabuhan kontainer, bandara internasional, fasilitas transportasi yang nyaman bagi wisatawan/buyers ke lokasi/sentra-sentra kerajinan. Dalam hal pertambangan, khususnya PT. NNT agar diberi Komisi yang terkait dapat memberikan solusi terbaik terhadap permasalahan yang dihadapi khususnya dalam hal keberlanjutan eksplorasi. Hal ini terkait dengan UU No. 41 Tahun 1949 dan Kep. Men KLH 82/2005. Agar kebijakan pengenaan pajak PPN bagi produk-produk pertanian (mutiara) dan berbagai retribusi terhadap pengusaha lokal dapat ditinjau kembali, mengingat hal ini akan mengurangi daya saing produk lokal terhadap produk ekspor. Agar pemerintah, khususnya aparat keamanan (Polri), dapat memberi perlindungan keamanan bagi pengusaha dan kegiatan usahanya. Dalam hal penyediaan listrik di NTB, perlu dikembangkan teknologi pembangkit listrik yang menggunakan beragam sumber energi (Fuel Mix), serta dikembangkan beraga alternatif sumber energi, seperti minyak jarak pagar, sebagai biodiesel pengganti BBM. Dalam hal distribusi pupuk, biaya distribusi agar memperhitungkan cakupan wilayah kerja yang luas, dan menetapkan HET yang layak minimal 75% dari harga pasar internasional Dalam hal penyediaan BBM, Pertamina agar meningkatkan Stok BBM ke daerah NTB, khususnya kepulauan Sumbawa, Bima dan Dompu; mengembangkan Pelayanan BBM satu atap di instalasi UP V, dan mengendalikan serta menyempurnakan pelaksanaan distribusi Minyak Tanah
Pimpinan Sidang, Anggota Dewan, dan Perwakilan Pemerintah, Hadirin peserta Sidang Paripurna yang saya hormati, Sungguh memprihatinkan, ketika bangsa-bangsa lain telah mempersiapkan diri untuk berkompetisi memperebutkan kepemimpinan masa depan, bangsa kita masih menghadapi persoalan terkait dengan rendahnya kapabilitas dan keterlibatan rakyat di dalam kegiatan produksi. Bangsa kita masih menjadi bangsa konsumen. Berbagai fakta yang ditemukan hendaknya segera ditindaklanjuti dengan melakukan reformasi perundangLap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
8
undangan untuk lebih mewujudkan demokrasi ekonomi dengan meningkatkan kemampuan produksi rakyat. Keputusan politik DPR sungguh-sungguh dinantikan oleh rakyat. Disisi lain fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah hendaknya dapat kita tingkatkan. Mengakhiri laporan ini, Komisi VI DPR RI kembali menegaskan komitmen kami untuk menindaklanjuti berbagai temuan tersebut, melalui rapat-rapat kerja komisi. Untuk itu, secara khusus khusus Komisi VI DPR-RI mengharapkan agar pemerintah, c.q Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, BKPM, Meneg UKM Koperasi dan Meneg BUMN sebagai mitra kerja Komisi VI DPR-RI dapat menindaklanjuti temuan-temuan lapangan yang diperoleh Komisi VI. Akhirnya, atas nama juru bicara Komisi VI DPR-RI, kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian rekan-rekan anggota Dewan yang terhormat. Wassalam Wr. Wb. Jakarta, 6 September 2005 KOMISI VI DPR RI Juru Bicara
H. EFIYARDI ASDA A-18
Lap. Kunker IV Th 2004-2005 Paripurna
9