LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI BIDANG INDUSTRI, PERDAGANGAN, DAN INVESTASI; BUMN; KOPERASI DAN UKM Masa Sidang III, Tahun 2004-2005
Dibacakan Oleh : Herman Hery (A-394)
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Salam sejahtera bagi kita semua. Pimpinan Sidang, Anggota Dewan, dan Perwakilan Pemerintah, Hadirin peserta Sidang Paripurna yang saya hormati. Penyampaian laporan hasil kunjungan kerja Komisi VI DPR RI selama masa persidangan III, yang kami laksanakan pada tanggal 4-7 April 2005, adalah sebagai bentuk tanggung jawab kami, untuk dengan sungguh-sungguh menyampakan berbagai fakta yang kami temukan di lapangan, disertai harapan untuk dapat ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan rakyat ini. Komisi VI DPR RI yang membidangi Industri, Perdagangan, Investasi, BUMN, serta Koperasi dan UKM telah menyusun laporan kunjungan kerja ini sebagai hasil kunjungan kerja ke Provinsi Banten, Prov. DI Yogyakarta, Prov. Lampung dan Prov. Papua. Khusus untuk kunjungan kerja ke Provinsi Papua, Kunjungan Kerja dilakukan dari tgl 4-9 April 2005. Dari kunjungan kerja tersebut, kami menemukan fakta yang sangat jelas, yang menunjukkan rendahnya kapabilitas ekonomi rakyat, lebih-lebih di Provinsi Papua. Karena itulah, melalui forum yang mulia ini hendaknya semakin meneguhkan tekad kita untuk mendorong lahirnya keputusan-keputusan politik yang berorientasi kepada peningkatan kapabilitas produksi ekonomi rakyat. Kami juga menemukan fakta bahwa koperasi, usaha kecil dan menengah masih jauh dari harapan kita untuk menjadi usaha rakyat yang mandiri, kompetitif dan profesional. Berbagai kelemahan organisasi, manajemen, akses ke pasar, permodalan dan kualitas SDM masih menjadi kendala yang utama. Kebijakan pemerintah nampak belum terintegrasi dan belum menunjukkan keberpihakannya, khususnya pada bentukbentuk usaha yang dikelola oleh rakyat. Adapun hal-hal penting untuk disampaikan pada Sidang yang mulia ini sebagai berikjut : PROVINSI BANTEN Permasalahan Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pemerintah provinsi Banten, kendala yang secara umum dihadapi sektor industri dan perdagangan adalah :
Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
1
• • •
keterkaitan hulu-hilir sektor industri antara wilayah utara dan wilayah selatan masih relatif rendah, termasuk kesenjangan di dalam menciptakan nilai tambah. Belum terbitnya peraturan pemerintah yang mengatur tentang kewenangan pembinaan dan pengembangan industri di tingkat provinsi dan kab/kota sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UU no 32/2004 Keberadaan pelabuhan internasional (Pelabuhan Merak dan Cigading) sebagai sentra perdagangan luar negeri dan nasional belum optimal Kurangnya koordinasi antara Pemerintah Provinsi Banten dengan BUMN-BUMN yang berdomisili di wilayah Provinsi Banten. Belum jelasnya upaya penyelesaian pembangunan pelabuhan Bojonegara dan infrastruktur pendukungnya. Belum adanya kesesuaian visi dan program di dalam mengembangkan industri yang berbasiskan sumberdaya alam antara pemerintah pusat dan daerah, termasuk keterlibatan peran swasta. Kekuarangan bahan baku jagung yang dialami PT. Suba Indah adalah salah satu contoh ketidaksesuaian kebijakan industri.
Rekomendasi 1. Pemerintah perlu segera mengambil sebuah kebijakan untuk mangatur serta memanfaatkan produk pabrik-pabrik gula rafinasi terutama bagi industri makanan/minuman, agar terjadi hubungan industrial yang positif, dengan memanfaatkan kapasitas produksi pabrik gula rafinasi yang cukup besar. 2. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan tindakan tegas terhadap praktek kartel perdagangan gula yang mengatasnamakan petani, namun tidak memberikan dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan petani. 3. Pemerintah harus lebih sungguh-sungguh didalam memberikan kepastian pengadaan pasokan bahan baku gas untuk industri-industri strategis seperti PT. Krakatau Steel, PT. Chandra Asri, dan permasalah sejenis yang dialami pabrikpabrik pupuk. 4. Komisi VI DPR RI memandang perlunya peningkatan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator untuk membantu peningkatan daya saing industri kimia nasional. Untuk itu, Komisi VI DPR RI akan melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Perindustrian, PT. Pertamina, dan PT. Chandra Asri pada masa sidang berikutnya. 5. Dalam rangka pengembangan dan peningkatan kualitas usaha Koperasi dan UKM, Komisi VI DPR RI merespons positif terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Hasil Bumi di Pandeglang. Hubungan kemitraan dengan industri-industri besar terutama BUMN yang dekat dengan usaha tersebut perlu ditingkatkan. 6. Komisi VI DPR RI mendukung sepenuhnya upaya yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura II untuk melakukan perluasan dan pengingkatan infrastruktur bandara, serta sarana transportasinya. PROVINSI DI YOGYAKARTA a. Pemerintah Daerah Permasalahan : 1. Perkembangan perekonomian di daerah perkotaan menyebabkan makin berkurangnya lahan-lahan pertanian atau dengan kata lain terjadi perubahan fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
2
2. Jumlah penduduk miskin di pedesaan meningkat 25,1%, meski di perkotaan menurun 16,9%. 3. Tingginya tingkat pengangguran (Un-employment), khususnya pengangguran terdidik di wilayah perkotaan (14,3% dibanding 0,5% secara nasional) 4. Intitusi pemerintahan terlalu gemuk Rekomendasi : 1. Pengembangan ekonomi / pasar pada skala lokal, nasional dan global sebagai pusat techno culture dengan melihat konsep tataruang yang ada. 2. Strategi pembangunan juga diorientasikan pada penurunan kesenjangan pendapatan antara pedesaan dan perkotaan, antara lain dengan mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di pedesaan dan kecamatan sesuai dengan potensi ekonomi yang dimilikinya. 3. Reformasi birokrasi pemerintahan dan revitalisasi kelembagaan, mengembangkan multi-stakeholder forum dan mengembangkan independent consuler. 4. Mengembangkan performance indikator dan mekanisme yang transparan guna menjamin proses investasi dan layanan publik yang kondusif. b. PT. ASA Piyungan Dari hasil kunjungan Komisi VI DPR RI ke pabrik PT. Adi Satria Abadi (PT. ASA) Piyungan, Kab. Bantul, disimpulkan bahwa perusahaan menghadapi kendala/permasalahan sebagai berikut : Adanya pelarangan impor bahan baku kulit mentah (Surat Edaran Menteri Pertanian No. 510/2001) Adanya pembebasan pajak ekspor kulit mentah berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 76/1998 Adanya isu lingkungan sesuai dengan PP No. 85 tahun 1999 dan PP No. 82 tahun 2002 dimana limbah industri penyamakan kulit masuk dalam kategori limbah B3. Adanya pengenaan pajak PPN kulit mentah sebesar 10% dinilai memberatkan kalangan pengusaha kulit Lamanya pengembalian pajak (restitusi) PPN (6 bulan) sehingga mengganggu (cash flow) Perusahaan. Rekomendasi : Peninjauan kembali larangan impor bahan baku kulit mentah atau dengan kata lain peraturan impor bahan baku kulit perlu disederhanakan Perlunya revisi SK Menkeu 76/1998 dengan mengenakan pajak ekspor kulit mentah dan setengah jadi Perlunya revisi PP 85 /1999 dan PP 82/2002 untuk mengeluarkan limbah inudustri penyamakan kulit sebagai limbah B3 dari PP 85/1999. Penghapusan PPN kulit mentah Percepatan restitusi PPN (maksimal 1 bulan) seperti yang dikenakan pada Perusahaan eskportir tertentu (PET) pada waktu dahulu C. Koperasi Susu Warga Mulya Permasalahan Selain menghadapi masalah terkait dengan permodalan, organisasi, manajemen, akses pemasaran yang terbatas, ditinjau dari ketersediaan bahan baku, koperasi ini juga menghadapi masalah serius, antara lain: Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
3
a. Susu Tidak seimbangnya harga susu segar yang diterima peternak dari Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan biaya produksi yang dikeluarkan peternak sebagai akibat posisi tawar peternak yang rendah. b. Hijauan Makanan Ternak Terbatasnya areal lahan hijauan makanan ternak (HMT) yang dimiliki oleh para peternak sebagai akibat adanya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Bahan makanan lain seperti katul gandum harus diimpor. c. Bibit Sapi Perah Genetika Sapi Perah yang ada di peternak anggota koperasi rata-rata sudah tidak murni Freise Holland (FH) sehingga produksi susu yang dihasilkan semakin lama semakin tidak memenuhi kelayakan usaha, karena sapi yang ada kualitasnya menurun. Rekomendasi 1. Upaya memperkuat posisi peternak dengan cara pembinaan organisasi, manajemen dan kewirausahaan sehingga posisi tawar peternak/koperasi meningkat. 2. Pengadaan/penyediaan hijauan makanan ternak (HMT) dan jenis makanan lain dengan memanfaatkan hasil pertanian yang ada. 3. Perlunya penyediaan bibit ternak dan peremajaan sapi perah yang telah tua dengan generasi baru yang lebih produktif sehingga hasil susu yang diperoleh peternak meningkat. D. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kartini Permasalahan 1. Persaingan antar lembaga simpan pinjam yang semakin ketat, terutama dari para peminjam lepas (rentenir) dengan berbagai bentuk tawaran yang ada 2. Belum adanya sistem IT dalam hal program komputer akuntansi. 3. Masalah manajemen dan organisasi : regenerasi yang terlambat 4. Lemahnya SDM di bidang perkoperasian dan kewirausahaan E. Asosiasi Meubel Indonesia (ASMINDO) Yogyakarta Permasalahan : 1. Masalah bahan baku baik dari jumlah maupun kualitas. Selain itu adanya kasus illegal loging membuat kesulitan memperoleh bahan baku. 2. Para pengusaha mebel dan rotan mengalami kendala dalam menghadapi kompetisi dengan produk luar negeri terutama China, misalnya dari sisi kompetisi harga. Tingginya Terminal Handling Charge Cost (THC) dan BL, yaitu sebesar US$ 260 dibandingkan dengan Thailand yang hanya sebesar US$60, banyaknya pungutan liar, berbagai pungutan sebagai akibat Perda untuk meningkatkan PAD, perbankan yang belum berpihak ke usaha kecil dan tingginya bunga bank di Indonesia merupakan penyebab lemahnya daya saing produk nasional. 3. Penyelundupan ekspor bahan baku rotan. 4. Komisi VI juga menemukan fakta bahwa kenaikan harga BBM dan lambatnya program kompensasi BBM berdampak serius pada melemahnya industri perekonomian rakyat.
Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
4
Rekomendasi : 1. Komisi VI mendesak pemerintah untuk meninjau tataniaga kayu, pemberantasan illegal logging, pencabutan Perda-perda yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi, namun disisi lain menjaga suplai kayu bagi pelaku industri dalam negeri. 2. Penghapusan iuran BRIK yang dikenakan kepada para pengusaha yang mengekspor mebel dan berbagai pungutan antar daerah atas angkutan kayu glondong hendaknya dapat dikurangi. 3. ASMINDO meminta agar Menteri Keuangan menetapkan Final Tax bagi eksportir sebagai upaya untuk mengurangi adanya pungutan-pungutan liar. PROVINSI LAMPUNG A. Pemerintah Daerah 1. Bidang ekonomi - pendapatan perkapita rendah (Rp.583.000,-), tingkat pengangguran cukup tinggi (5,16%) dan Nilai tukar petani rendah (73,6%) - Integrasi antarsektor dan antar daerah belum berjalan kondusif dalam menunjang perekonomian daerah. - Produktivitas tenaga kerja yang rendah. Sebagai gambaran tingkat pendidikan rendah dimana penduduk umur lebih dari 15 tahun yang lulus SLTP berjumlah 15%. 2. Masalah terkait dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup seperti kerusakan hutan lindung lebih dari 80%, hutan produksi terbatas 67,5% dan hutan produksi tetap 76%, sehingga daya dukung lingkungan menurun; terjadinya kerusakan ekosistem pesisir dan pantai, pencemaran sungai, serta punahnya flora dan fauna lokal 3. Ketidakpastian hukum terkait dengan masalah tanah yang dihadapi perkebunan swasta maupun BUMN. PT. Tris Delta merupakan perusahaan pengalengan nanas yang terletak di Gunung Sugih Lampung Tengah. Pada tahun 1994, perusahaan ini mendapatkan konsesi dari Departemen Transmigrasi seluas 6.000 Ha, akhirnya pada tahun 2002 tinggal 100 Ha, karena tanahnya diserobot oleh masyarakat setempat, akhirnya investor Taiwan ini kembali kenegaranya, dan perusahaan PT. Tris Delta ditutup. 4. Untuk komoditi tertentu seperti singkong, pada industri tapioka pada saat musim panen, selalu terjadi over supply. Harga singkong ditingkat petani menjadi rendah, sehingga petani dirugikan. 5. Provinsi Lampung sangat potensial untuk dijadikan sebagai lumbung gula nasional untuk mendukung program swasembada gula pada tahun 2007. Masalah terkait dengan tataniaga gula, kurangnya insentif yang bersifat kompetitif bagi investor, rendemen pabrik yang rendah merupakan berbagai persoalan yang menghambat berkembangnya industri gula di Lampung. 6. Pola kemitraan antara PT. Nestle sebagai perusahaan kopi instan dengan para petani kopi yang berada di Kabupaten Tanggamus, dengan memberikan bimbingan pembibitan, pemupukan, pemasaran, sehingga kopi petani dapat memenuhi”kualitas Nestle” (Nestle Grade) dengan harga yang lebih mahal. Pemerintah disarankan dapat mendorong pola kemitraan seperti ini.
Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
5
B. Koperasi dan UKM Masalah KUT sejak Masa Tanam 1995/1996 s/d 1999/2000 total realisasi KUT di Propinsi Lampung sebesar Rp. 272,7 Milyar, dan terjadi tunggakan kumulatif sebesar Rp. 183,1 Milyar. Ada beberapa sebab macetnya pengembalian KUT di Propinsi Lampung. 1. masih lembahnya administrasi di Koperasi/LSM maupun kelompok tani penerima KUT sehingga menyulitkan pendataan dan permodalan. 2. kurangnya kesadaran sebagian petani untuk membayar KUT dengan alasan gagal panen, penurunan harga pada saat panen raya, kenaikan harga pupuk dan obat-obatan. 3. Kebijakan Pemerintah Pusat terhadap penghapusan tunggakan KUT dari MT 1985/1985 s/d 1995 dan adanya berita terkait dengan kemungkinan pemutihan tunggakan KUT MT 1995/1996 s/d 2000. C. Investasi Masalah yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Pusat berkaitan dengan Pelayanan dan Perlindungan Investasi adalah : 1. Kepastian Hukum, dimana ketentuan pelaksanaan pelayanan penanaman modal yang berlaku saat ini, Keputusan Kepala BKPM No. 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam rangka PMDN dan PMA, dinilai bertentangan dengan amanat dan semangat otonomi daerah. 2. Banyaknya Keputusan Menteri-Menteri yang menghambat investasi terutama sektor perikanan dan kelautan, kehutanan dan perhubungan. 3. Peningaktan infrastruktur perlu segera ditindaklanjuti seperti pemeliharaan dan pembuatan jalan raya, telekomunikasi dan listrik, perpanjangan landasan pacu dari Lapnagan Terbang Raden Intan agar dapat dioperasikan pesawat BOEING 747 PROVINSI PAPUA B. Pemda Propinsi Papua Permasalahan: Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah masih belum menemukan format terbaiknya, seringkali terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kebijakan seperti dalam hal kewenangan, pandangan tentang keberpihakan terhadap masyarakat. Dalam bidang investasi, khususnya pemanfaatan sumber daya alam, pemerintah propinsi sering tidak dilibatkan, bahkan tidak diberi kewenangan dalam perizinan. Terhadap persoalan ini, menjadi mendesak terhadap penyelesaian UU Investasi; keputusan pemerintah pusat dalam mendukung pengembangan industri sering dinilai tidak konsisten, seperti dalam kasus kulit buaya yang membuat penangkaran buaya terbesar di Asia, dan nomor 2 di dunia yang terdapat di Papua menurun kinerjanya, bahkan menjadi agak merana. Rekomendasi: Agar pemerintah memberi ruang bagi Majelis rakyat Papua (MRP) untuk berperan dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam bidang investasi, yang pada Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
6
batas-batas tertentu perijinan menjadi bagian dari kewenangan Pemerintah Provinsi. B. Pemda Kabupaten Merauke Permasalahan dan rekomendasi 1. Kabupaten Merauke dikenal sebagai penghasil beras di Propinsi Papua, dan seringkali kelebihan produksi beras karena keterbatasan infrastruktur; 2. Agar pemerintah mendukung rencana strategis daerah untuk menjadikan Kabupaten Merauke sebagai kabupaten agropolitan; 3. Agar Pemerintah mengupayakan pembangunan perkebunan tebu dan industri gula di Merauke. C. PT Freeport Indonesia dan PT. Sucofindo Permasalahan: PT FI memberikan jawaban yang berbeda dengan PT Sucofindo-Papua tentang kandungan mineral hasil tambang. Berdasarkan data PT FI maka produksi tahun 2004 sebesar 1,8 juta ton, terdiri dari 28,8% tembaga (498.300 ton), sisanya adalah 48 ton emas dan 120 ton perak. Atau kandungan per ton adalah 0,027 gram Emas dan 0,067gram Perak. Berdasarkan perhitungan rata-rata dari tahun 1973-2004, maka kandungan tembaga mencapai 0,87%, emas 0,88 gram/ton dan perak mencapai 3,85 gram/ton. Sedangkan data yang diperoleh PT. Sucofindo menunjukkan bahwa kandungan emas rata-rata mencapai 20 gram/ton, kandungan peraknya mencapai lebih 30 gram/ton. Rekomendasi: Komisi VI DPR-RI akan melakukan rapat komisi gabungan dengan Komisi VII untuk mengklarifikasi beberapa hal, termasuk soal kandungan komponen-komponen mineral, jenisnya dan besarannya dalam setiap unit (ton) konsentrat, hasil tambang mineral dari Grasberg. Usulan PT. Sucofindo sejak lebih dari 7 bulan lalu agar di Papua dibuat tempat pengolahan limbah padat (B3) seperti yang terdapat di Cileungsi hendaknya dapat ditindaklanjuti. D. PT Jayanti Group (dan Masyarakat Perhutan Indonesia Bakorda Papua) Permasalahan: Pembuatan jalan dari trans dari Kabupaten Kaimana ke Kabupaten Mimika sepanjang 200 km. Jalan tersebut sekaligus dipergunakan untuk membuka kebun kelapa sawit seluas 80 ribu ha. Pembuatan jalan melalui kontrak kerjasama antara PT Kanroma Mina Sejahtera, dari PT Jayanti Group, dengan Pemerintah Propinsi. Pemerintah daerah memberikan kompensasi penebangan pohon pada jarak 2 km disebelah kiri dan kanan jalan tersebut, yang kemudian dipergunakan untuk ditanami kelapa sawit dengan pola hak ulayat, dimana per KK diberi 2 ha lahan ditambah rumah 1 buah yang langsung menjadi milik rakyat, dan selama belum berproduksi mereka digaji oleh perusahaan. Progress pembangunan tersebut baru mencapai sekitar 90 km. Namun pekerjaan tidak bisa dilanjutkan karena kayu-kayu yang menurut perjanjian menjadi milik pihak pembuat jalan, tidak bisa dikeluarkan. Pemerintah menerapkan policy line sebagai bentuk penanggulangan Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
7
ilegal logging, tanpa melihat perjanjian kerjasama yang ada. Police line ini tidak memiliki batas waktu yang jelas.
Rekomendasi: Komisi VI DPR-RI meminta agar pemerintah menetapkan batas waktu pelaksanaan kebijakan police-line. Komisi VI DPR-RI juga mendesak kepada pemerintah untuk dapat meningkatkan kompensasi untuk ulayat yang saat ini hanya Rp 100,000/m3; serta mengupayakan pengembangan industri hilir sub-sektor perkayuan, seperti industri furniture. Mengingat investasi di Papua tidak mudah, dan berbiaya tinggi sebagai akibat keterbatasan infrastruktur, serta belum adanya kepastian hukum sebagai akibat berlarut-larutnya pembahasan UU Investasi. Hendaknya pembahasan UU investasi tersebut juga memberikan perhatian terkait dengan perijinan dan peningkatan daya tarik investasi untuk daerah terpencil seperti di Papua. E. PTPN II ‘Arso’ Permasalahan dan rekomendasi Perkebunan Kelapa Sawit Arso merupakan bagian dari PTPN II dengan kantor pusatnya di medan, Sumatera Utara. Masyarakat petani sering mengeluhkan pengambilan keputusan yang lambat dan perusahaan tidak transparan dalam menetapkan harga TBS. Disisi lain, produksi kelapa sawit PTPN II ‘Arso’ tahun 2000 hingga 2004 selalu lebih kecil daripada RKAP, sehingga posisi keuangan perusahaan terus merugi. Kondisi ini berdampak pada pemeliharaan kebun kelapa sawit. Masyarakat dan tokoh masyarakat di lokasi PTPN II mengharapkan agar pemerintah membangun BUMN perkebunan untuk Papua, termasuk memperlebar jalan Trans Irian untuk menekan biaya produksi bagi petani kelapa sawit. Pemerintah propinsi pernah mengusulkan pada Menteri Kawasan Timur Indonesia dan BUMN, namun belum ada tanggapan. F. PT Pelindo IV di Papua Permasalahan dan rekomendasi Pertumbuhan arus peti kemas yang pesat dari 264 unit tahun 2000 menjadi 17757 unit tahun 2004 membuat kapasitas daya dukung kurang memadai dan tidak efektif; sehingga diharapkan agar pelabuhan dapat ditingkatkan kapasitas bongkarnya. Selain itu juga diusulkan agar terminal penumpang dapat dipisahkan dengan terminal bongkar muat barang. Direksi PT. Pelindo sudah mengusulkan pengembangan Pelabuhan Kota Jayapura (Pelabuhan Yos Sudarso) dari 30 m jadi 140 m dengan dana pinjaman proyek departemen, selain infrastruktur pendukungnya seperti dermaga umum. G. PT PLN di Papua Permasalahan: PLN di Papua masih mengalami kerugian, sekalipun dengan kecenderungan yang menurun. Kerugian ini antara lain disebabkan oleh harga jual yang lebih rendah dari biaya produksi, karena mahalnya biaya distribusi minyak; Kesadaran masyarakat untuk membayar rekening listrik terlihat dari besarnya biaya tunggakan listrik; penurunan daya mampu (derating), terlihat dari usia mesin yang Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
8
sudah terlalu tua dan hanya berbasiskan bahan bakar solar; serta kebijakan untuk memiliki security level, yang membatasi masuknya pelanggan baru. Pemda hendaknya membantu sosialisasi pentingnya kesadaran membayar tagihan listrik, membantu kemudahan izin penebangan pohon untuk pemeliharaan jaringan, serta membantu penyelesaian upaya hukum yang terkait dengan hak ulayat. Rekomendasi: Komisi VI DPR-RI menyarankan agar pengembangan potensi PLTA menjadi skala prioritas utama, mengingat potensi PLTA yang cukup besar di Papua. H. PT Pertamina di Papua Permasalahan: Unit Pertamina UP VIII mengharapkan agar alokasi BBM dan stok cadangan BBM yang saat ini mencapai 2% dari konsumsi nasional dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan di Provinsi Papua. Standar yang ditetapkan Bappenas terkait dengan konsumsi solar untuk nelayan sebesar 3,3 liter/nelayan tidak lagi mencukupi dan harus ditingkatkan menjadi minimal 3.7 liter/nelayan. Pertamina juga menghadapi persoalan terkait dengan SK pemerintah Provinsi yang mengizinkan besi tua untuk dijual keluar dari tanah Papua, yang berakibat besibesi yang masih dipergunakan dalam menyimpan dan mendistribusikan BBM diambil oleh masyarakat. H. PT Batik Sentani Permasalahan dan rekomendasi: Permasalahan mendasar adalah kesulitan memperoleh bahan baku dalam waktu singkat, umumnya dibeli dari Jawa melalui jalur laut. Akibatnya industri ini sering menghadapi masalah bahan baku, dipicu oleh permintaan yang besarnya tidak tertentu, dan disisi lain pelaku industri ini memiliki modal yang terbatas. Perlunya perhatian khusus dari Pemerintah terhadap industri ini, mengingat corak Batik Sentani yang khas Papua. I. KSP Handayani (Merauke) dan KSP Mitra Usaha (Timika) Permasalahan dan rekomendasi: Rendahnya modal sendiri dibanding hutang membuat struktur permodalan koperasi berpotensi bermasalah sekiranya anggota koperasi yang meminjam tidak dapat mengembalikan dana pinjaman, mis-manajemen atau terjadinya masalah disisi produksi yang dikelola anggota koperasi. KSP Mitra Usaha pada tahun 2004 hanya memiliki modal sendiri sebesar Rp. 15 juta, hutang sebesar Rp. 1.3 milyard yang berasal dari program fasilitasi pemerintah untuk koperasi (Dana subsidi BBM Rp. 100 juta, dana MAP Rp. 200 juta dan dana agrobisnis Rp. 1 milyard). Usaha koperasi ini salah satunya adalah mensuplai sayur mayur untuk kebutuhan PT Freeport Indonesia. KSP Handayani bertanggung jawab membeli seluruh sayur yang disuplai anggota, namun jika sayur tersebut tidak dibeli oleh Freeport karena masalah kualitas, sayur tersebut menjadi tanggung jawab koperasi, dan sering kali dibuang karena tidak adanya tempat penyimpanan.
Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
9
Pimpinan Sidang, Anggota Dewan, dan Perwakilan Pemerintah, Hadirin peserta Sidang Paripurna yang saya hormati, Sungguh memprihatinkan, ketika bangsa-bangsa lain telah mempersiapkan diri untuk berkompetisi memperebutkan kepemimpinan masa depan, bangsa kita masih menghadapi persoalan terkait dengan rendahnya kapabilitas dan keterlibatan rakyat di dalam kegiatan produksi. Bangsa kita masih menjadi bangsa konsumen!! Berbagai fakta yang ditemukan hendaknya segera ditindaklanjuti dengan melakukan reformasi perundang-undangan untuk lebih mewujudkan demokrasi ekonomi dengan meningkatkan kemampuan produksi rakyat. Keputusan politik DPR sungguh-sungguh dinantikan oleh rakyat. Disisi lain fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah hendaknya dapat kita tingkatkan. Mengakhiri laporan ini, Komisi VI DPR RI kembali menegaskan komitmen kami untuk menindaklanjuti berbagai temuan tersebut, melalui rapat-rapat kerja komisi. Untuk itu, secara khusus khusus Komisi VI DPR-RI mengharapkan agar pemerintah, c.q Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, BKPM, Meneg UKM Koperasi dan Meneg BUMN sebagai mitra kerja Komisi VI DPR-RI dapat menindaklanjuti temuantemuan lapang yang diperoleh Komisi VI. Akhirnya, atas nama juru bicara Komisi VI DPR-RI, kami mengucapkan banyak terima kasih atas perhatian rekan-rekan anggota Dewan yang terhormat. Wassalam Wr. Wb. Jakarta, 17 Mei 2005 Pelapor,
HERMAN HERY
Laporan Kunker Komisi VI DPR-RI Masa Sidang III Ts. 2004-2005
10