P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 19 Oktober 2011
Indeks 1. Istri Walokota Salatiga Jadi Tersangka Kasus Korupsi 2. Kejaksaan Tangkap Tersangka Kasus Korupsi Dana Pemkab Batubara 3. Pejabat P2MKT Didakwa Kasus Korupsi Dana Pemkab Batubara 4. Pejabat Kemenakertrans Terancam Dipenjara 20 Tahun 5. Dua Kepala DKPP Gresik Terseret Kasus Dugaan Korupsi Kapal SQ Bahari
6. MA Bebaskan Anggota DPR dari Jeratan Korupsi
Saat kasus ini terjadi, Dimyati masih menjabat sebagi Bupati Pandeglang
7. Penggelapan Dana
Eks Pegawai KPK terancam 15 tahun
Metrotvnews.com
Rabu, 19 Oktober 2011 Istri Wali Kota Salatiga Jadi Tersangka Kasus Korupsi Metrotvnews.com, Semarang: Kepolisian Daerah Jawa Tengah menetapkan Titik Kirnaningsih, istri Wali Kota Salatiga Yulianto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan jalan lingkar selatan (JLS) Kota Salatiga, Jateng, senilai Rp12,23 miliar.
Keterangan dihimpun di Semarang, Jateng, Rabu (19/10), penetapan status
tersangka terhadap anggota DPRD Salatiga dilakukan setelah polisi mendapatkan
bukti awal yang cukup kuat. "Yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus Jalan Lingkar Selatan (JLS) karena penyidik telah menemukan bukti-bukti awal
cukup," kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Irjen Didiek Sutomo Triwidodo. Polda Jateng telah mengirimkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) ke
Kejaksaan Tinggi Jateng. Kapolda menambahkan dalam upaya penegakan hukum
dan penindakan kasus korupsi, kepolisian tidak melakukan tebang pilih. "Siapa saja yang terbukti terlibat kasus ini akan ditetapkan sebagai tersangka," tambahnya.
Sebelumnya, menurut Didiek, dalam penanganan kasus korupsi JLS, Polda Jateng
telah menetapkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Salatiga Saryono sebagai tersangka. Menurut Kapolda, tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka lain. Hal itu tergantung dari pada hasil penyelidikan petugas yang dilakukan secara intensif.(MI/BEY)
Detik.com
Rabu, 19 Oktober 2011 Kejaksaan Tangkap Tersangka Kasus Korupsi Dana Pemkab Batubara Jakarta - Kejaksaan menangkap seorang tersangka kasus korupsi dana Pemkab
Batubara, Sumatera Utara. Tersangka Helfizar Purba ditangkap oleh tim jaksa pada bagian Pidana Khusus, Selasa (18/10) malam.
"Tersangka berhasil ditangkap di Rawasari Cempaka Putih, tepatnya di dekat tempat pencucian mobil, pada hari Selasa, tanggal 18 Oktober 2011, pukul 22.30 WIB," ujar
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Noor Rachmad kepada wartawan di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (19/10/2011). Tersangka Helfizar Purba alias OK David Purba diduga ikut menerima dan menikmati dana kas Pemkab Batubara yang dikorupsi oleh dua pegawai Pemkab Batubara.
Namun, Noor tidak menjelaskan latar belakang maupun keterkaitan tersangka David dengan tersangka lainnya.
"Tersangka menerima dan menikmati kucuran uang dari Pemkab Batubara sebesar Rp 1,5 miliar," tutur Noor.
Usai ditangkap, tersangka David sempat dititipkan di Rutan Salemba cabang
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Namun hari ini, jaksa pada bagian Pidana Khusus
terus melakukan pemeriksaan intensif terhadap tersangka sesuai Surat Perintah penyidikan tertanggal 18 Oktober 2011.
"Yang bersangkutan sebentar lagi resmi menjadi tahanan tim penyidik Kejaksaan
Agung sesuai dengan Surat Perintah penahanan tertanggal 19 Oktober 2011," tandas Noor.
Sebelumnya, dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka, yakni Yos Rouke selaku Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset, Fadil Kurniawan selaku Bendahara Umum Daerah, dan Rachman Hakim selaku PT Pacific Fortune Management, serta dua tersangka dari pihak Pemkab Batubara, namun keduanya masih buron.
Ditambah dua tersangka, yakni Ilham Martua Harahap selaku Direktur PT Pacific
Fortune Management dan rekannya Daud Aswan Nasution, yang berusaha menyuap jaksa dengan uang Rp 200 juta agar tersangka Rachman dibebaskan. Kemudian
tersangka Itman Harry Basuki selaku mantan Kepala Cabang Bank Mega Jababeka. Dalam kasus ini, tersangka Yos Rouke dan Fadil diketahui memindahkan dana kas daerah Pemkab Batubara sebesar total Rp 80 miliar dari Bank Sumut ke dalam
rekening deposito Bank Mega cabang Jababeka, Bekasi. Mereka memindahkannya
dengan cara menyetorkan beberapa kali, mulai pada 15 September 2010 hingga 11 April 2011.
Dana tersebut kemudian disimpan dalam bentuk deposito senilai Rp 80 miliar di
Bank Mega Jababeka, Bekasi. Atas penempatan dana tersebut, kedua tersangka telah menerima keuntungan dengan menerima cash back sebesar Rp 405 juta. Selanjutnya, dana deposito tersebut dicairkan oleh keduanya untuk disetorkan ke 2 perusahaan jasa keuangan dan jasa pengelolaan aset, yakni PT Pacific Fortune
Management yang dimiliki oleh Rachman Hakim dan PT Noble Mandiri Invesment, melalui Bank BCA dan Bank CIMB, untuk diinvestasikan. (nvc/mok) Mediaindonesia.com Rabu, 19 Oktober 2011 Pejabat P2MKT Didakwa Kasus Korupsi PLTS JAKARTA--MICOM: Pejabat pembuat komitmen di Ditjen Pembinaan Pengambangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) Kemenakretrans Timas Ginting hari ini didakwa melakukan tindak pidana korupsi untuk memperkaya diri sendiri.
Timas tersangkut kasus korupsi dugaan korupsi pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Tahun 2008.
“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya terdakwa sejumlah Rp 77 juta dan US$2.000,” jaksa Dwi Aries,
saat membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (19/20).
Menurut jaksa, perbuatan tersebut dilakukannya dengan melakukan penunjukkan langsung terhadap PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pelaksana proyek
pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2008.
Pelaksanaan proyek di Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur tersebut diduga merugikan keuangan negara senilai Rp2,9 miliar. "Terdakwa yang berkeinginan menunjuk PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pelaksana dalam pengadaan dan pemasangan PLTS," terangnya.
Jaksa menambahkan perbuatan tersebut dilakukannya Timas bersama-sama dengan Marisi Matondang, Mindo Rosalina Manullang, Neneng Sri Wahyuni, Muhammad
Nazaruddin, dan Arifin Ahmad serta bersama-sama dengan Yultido Ichwan, Dini Siswandini, Agus Suwahyono, Sunarko dan Adung Karnaen.
Atas perbuatannya tersebut, pejabat Kemenakertrans tersebut dijerat dengan dua
dakwaan sekaligus yaitu dakwaan primer Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor, serta dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor. Ia terancam hukuman pidana
penjara paling lama selama 20 tahun kurungan dan denda paling banyak sebesar Rp1 miliar. (*/OL-10) Kompas.com
Rabu, 19 Oktober 2011 Pejabat Kemnakertrans Terancam Dipenjara 20 Tahun
JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat Jenderal
Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Timas Ginting didakwa melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan dan supervisi pengadaan serta pemasangan pembangkit listrik tenaga
surya (PLTS) 2008 di kementeriannya. Perbuatan Timas dianggap merugikan negara senilai Rp 2,9 miliar.
Pembacaan dakwaan berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (19/10/2011). Selaku pejabat pembuat komitmen, Timas dianggap melakukan dua perbuatan tindak pidana korupsi, yakni dengan mengarahkan pemenangan PT
Alfindo Nuratama sebagai pemenang tender pengadaan PLTS dan memerintahkan
penunjukan langsung terhadap PT Qorina Konsultan Indonesia sebagai pemenang pekerjaan supervisi pengadaan serta pemasangan PLTS.
Dari mengarahkan PT Alfindo sebagai pemenang proyek tersebut, Timas diduga
mendapat keuntungan Rp 97 juta dan memperkaya orang lain sekitar Rp 2,6 miliar. "Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata jaksa Dwi Aries. Atau, sesuai dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 dalam undangundang yang sama.
Dengan demikian, Timas terancam pidana penjara selama 20 tahun. Jaksa Dwi
menjelaskan, dalam mengarahkan pemenangan PT Alfindo, Timas memerintahkan
untuk merekayasa hasil pengujian teknis produk solar modul JPU yang ditawarkan PT Alfindo sehingga perangkat milik Alfindo dinilai memenuhi syarat. Padahal, JPU merek Kyocera 1 X 85 yang ditawarkan Alfindo di bawah standar.
"Memerintahkan Agus Suwahyono dan Sunarko mengubah hasil angka komponen pengujian teknis dengan mengganti komposisi produk solar modul PJU yang ditawarkan Alfindo dari 1x85 watt peak menjadi 2x50 watt peak," katanya.
Timas lalu merintahkan ketua panitia pengadaan Sigit Mustofa dan Sudaryono untuk mengusulkan PT Alfindo sebagai calon pemenang. Sehingga melalui surat tanggal 8 September, Alfindo ditetapkan sebagai pemenang.
"Seolah-olah seluruh proses pelelangan telah dilaksanakan oleh panitia pengadaan
dan atas usulan terdakwa menetapkan PT Alfindo Nuratama sebagai pemenang," ujar Dwi.
Proses pemenangan PT Alfindo ini menimbulkan kerugian negara setelah perusahaan milik Arifin Ahmad itu menyubkontrakan pengerjaan proyek senilai Rp 8 miliar
tersebut kepada PT Sundaya Indonesia dengan nilai kontrak Rp 5,2 miliar. Selisih
nilai proyek dengan nilai kontrak tersebut yang kemudian dihitung sebagai kerugian negara.
Menanggapi dakwaannya, Timas dan tim kuasa hukum akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan pada sidang berikutnya, Rabu (26/10/2011) pekan depan.
Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan istri Muhammad Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, sebagai tersangka.
Beritajatim.com
Rabu, 19 Oktober 2011
Dua Kepala DKPP Gresik Terseret Kasus Dugaan Korupsi Kapal SQ Bahari Gresik (beritajatim.com)- Pengadaan kapal motor nelayan (KMN) SQ Bahari yang
diduga hasil korupsi menyeret dua Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan (DKPP) Gresik.
Selain menyeret dua petinggi DKPP. Pimpinan dari PT PT Marine Marina Utama (MMU) dari Rembang, Jateng juga menjadi tersangka.
Menurut informasi yang dihimpun, dua tersangka yang dibidik Kejaksaan Negeri
(Kejari) Gresik berinisial BI dan Sj. BI pada saat itu menjadi pelaksana tugas (Plt) DKPP Gresik dan Sj kepala difinitif DKPP. Peran kedua pejabat tersebut menandatangani
surat perintah membayar (SPM) proyek senilai Rp2,1 miliar tersebut. "Kedua pejabat DKPP itu menandatangani SPM dengan jumlah dana yang sama. Hanya bedanya
pencairan SMP pertama dilakukan pelaksana tugas dan SPM kedua dilakukan kepala difinitif," kata sumber penyidik Kejari Gresik, Rabu (19/10/2011).
Sumber itu mengungkapkan, bila SPM pertama ditandatangan BI selaku Plt DKPP
Gresik pada 15 Nopember 2010 dengan nilai Rp858.932.800. Sedangkan, SPM kedua ditandatangani Sj selaku Kepala DKPP Gresik pada 15 Desember 2010 dengan nilai Rp858.932.800. Sedangkan dana sisanya adalah penyertaan dari APBD Gresik sebesar 10 persen. "Kalau keterlibatan pimpinan dari PT MMU, karena ikut
menandatangani kontrak. Sebab, dua SPM itu pencairannya langsung ditransfers ke rekening pemenang tender PT MMU," ujar penyidik yang enggan disebut namanya. Sementara itu, Kasi Intelegen Kejari Gresik Adung Sutranggono yang dikonfirmasi
enggan memberikan kepastian nama-nama tersangka tersebut. Dia beralasan bila perkara itu sudah dilimpahkan ke Seksi Tindak Pidana Khusus (Seksi Pidsus). "Ada baiknya yang komentar itu Pidsus, karena saat ini sudah menjadi dik dan kewenangannya di Seksi Pidsus," tuturnya.[dny/ted] Vivanews.com
Rabu, 19 oktober 2011
MA Bebaskan Anggota DPR dari Jeratan Korupsi Saat kasus ini terjadi, Dimyati masih menjabat sebagai Bupati Pandeglang. VIVAnews - Upaya kejaksaan menjerat anggota DPR dari PPP, Dimyati Natakusuma, dalam kasus korupsi pupus. Sebab, Mahkamah Agung tidak menerima permohonan kasasi yang diajukan jaksa.
"Menyatakan tidak dapat diterima permohonan kasasi dari pemohon kasasi yakni
jaksa penuntut umum," kata Ketua Majelis Kasasi, Imron Anwari, seperti dikutip dari laman Mahkamah Agung, Rabu 19 Oktober 2011.
Putusan ini dibacakan majelis kasasi yang diketuai Imron Anwari dengan anggota Suwardi dan Achmad Yamanie pada 20 Januari 2011.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pandeglang telah membebaskan Dimyati dari dakwaan korupsi. Mantan Bupati Pandeglang itu dinyatakan tidak
terbukti menyelewengkan dana pinjaman daerah sebesar Rp200 miliar dari Bank Jabar tahun 2006.
Saat kasus ini terjadi, Dimyati masih menjabat sebagai Bupati Pandeglang. Dimyati juga sempat menggugat undang-undang MPR, DPR, DPRD, DPD di Mahkamah Konstitusi terkait pemberhentian anggota DPR. (adi) Suarakarya-online.com
Rabu, 19 Oktober 2011 PENGGELAPAN DANA
Eks Pegawai KPK Terancam 15 Tahun Penjara JAKARTA (Suara Karya): Endro Laksono, mantan pegawai Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), terancam 15 tahun penjara karena diduga menggelapkan uang Rp 388 juta. Jaksa penuntut umum menjerat eks pegawai KPK itu dengan Pasal 8
Undang-undang Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Masyhudi, Selasa (18/10), mengatakan,
pihaknya telah menerima pelimpahan berkas tahap kedua (tersangka dan barang
bukti) dari penyidik Bareskrim Mabes Polri. Tersangka Endro diserahkan ke Kejari Jakarta Selatan beserta barang bukti berupa slip transfer.
Usai diserahkan kepada penuntut umum, tersangka Endro resmi menjadi tahanan kejaksaan dan dititipkan di LP Cipinang selama 20 hari ke depan.
Jaksa penuntut umum memiliki waktu 20 hari untuk menyusun surat dakwaan atas
tersangka Endro. Setelah surat dakwaan disusun, jaksa nantinya akan melimpahkan berkas perkara tersangka ke Pengadilan Tipikor Jakarta untuk disidangkan. "Kasusnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta," tandas Masyhudi.
Saat melakukan aksinya, tersangka Endro bertugas sebagai staf pada Deputi
Pencegahan serta merangkap sebagai bendahara pembantu Deputi Pencegahan KPK pada tahun anggaran 2009. Menurut Masyhudi, tersangka melakukan penggelapan antara Januari hingga Desember 2009. Kasus ini berawal saat pengawasan internal KPK yang tengah mengaudit laporan keuangan KPK per tiga bulan, menemukan ada perhitungan yang salah. Setelah
ditelusuri, ditemukan adanya uang yang digelapkan oleh salah satu pegawai KPK
yang kemudian diketahui bernama Endro. Saat itu, Endro ditengarai menggelapkan uang anggaran sekitar Rp 200 juta.
Selanjutnya Endro diperiksa oleh Dewan Pertimbangan Pegawai KPK. Berdasarkan
bukti yang ada, Endro akhirnya dipecat dari KPK. Kemudian pada Maret 2011 lalu, KPK pun melaporkan Endro ke Bareskrim Mabes Polri atas tuduhan penggelapan
uang. Namun, pada perkembangannya penyidik menemukan unsur korupsi dalam kasus ini dan Endro pun dijerat pasal korupsi. (Jimmy Radjah)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.