P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 19 September 2011
Indeks 1. KPK Periksa Duo Nazar-Nazir Untuk Kasus PLTS 2. Direktur Keuangan Merpati Dicekal Mantan dirut merpati, Hotasi Nababan sudah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan 3. KPK Panggal Sekretaris Pribadi Muhaimin 4. KPK Periksa Ajudan Muhaimin 5. Kepala PPATK : Data Transaksi Mencurigakan Permintaan DPR Tempointeraktif.com
Senin, 19 September 2011
KPK Periksa 'Duo' Nazar-Nasir untuk Kasus PLTS
TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini memeriksa dua bersaudara, Muhammad Nazaruddin dan Muhammad Nasir, terkait kasus dugaan
korupsi proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keduanya masih diperiksa sebagai saksi atas kasus
proyek berbiaya Rp 8,9 miliar pada tahun anggaran 2008 lalu itu. "Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TG (Timas Ginting)," kata Kepala
Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Senin, 19 September 2011. Nasir sudah mendatangi gedung KPK sejak Senin pagi pukul 08.45 WIB. Namun
Nasir, yang mengenakan kemeja warna merah dengan garis hitam ini, sama sekali tak mau berkomentar ketika ditanyai oleh para wartawan yang telah menunggunya. Sementara sampai berita ini diturunkan, Nazaruddin belum datang ke kantor komisi antikorupsi. Nazar, yang juga tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games di
Palembang, kini ditahan di Rumah Tahanan Markas Komando Korps Brimob di Kelapa Dua, Depok.
Pada kasus korupsi proyek PLTS ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen, Timas Ginting, serta Neneng Sri Wahyuni, istri
Nazaruddin. Timas kini telah ditahan oleh KPK. Adapun Neneng saat ini masih buron. Komisi menduga kuat keterlibatan Neneng dalam kasus ini karena ia berperan
melaksanakan sub-kontrak dari pemenang tender, PT Alfindo Nuratama Perkasa, kepada PT Sundaya Indonesia. Praktek ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,6 miliar.
Dalam sub-kontrak proyek tersebut, PT Mahkota Negara, yang pernah menjadi milik Nazar maupun Nasir, juga diduga berperan memuluskan proyek ini di DPR dan Kementerian. Kemudian disub-kontrakkan kepada PT Sundaya. Ketika tender,
perusahaan Nazar, PT Anugrah Nusantara, juga tercatat sebagai peserta lelang. Direktur Utama PT Alfindo, Arifin Ahmad, yang pernah diperiksa KPK pada Juni lalu, membenarkan bahwa perusahaannya dipinjam oleh Direktur Utama PT Mahkota
Negara Marisi Matondang. Adapun Direktur PT Sundaya membantah bahwa
perusahaannya menjadi sub-kontrak, melainkan hanya sebagai penyuplai material di proyek tersebut.
RUSMAN PARAQBUEQ
Vivanews.com
Senin, 19 September 2011
Direktur Keuangan Merpati Dicekal
Mantan Dirut Merpati, Hotasi Nababan sudah dicegah ke luar negeri selama 6 bulan VIVAnews - Kejaksaan Agung telah mencegah mantan Direktur Utama PT Merpati
Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, ke luar negeri terkait penyidikan kasus korupsi. Sementara itu, Direktur Keuangan PT Merpati Nusantara Airlines, Guntur Aradea segera menyusul. Saat ini Kejaksaan Agung sedang melengkapi kekurangan administrasi untuk segera mencegah Guntur Aradea ke luar negeri. "Memang ada kekurangan administrasi, tapi akan segera dilengkapi. Segera akan
menyusul cekalnya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andi Nirwanto di Hotel Atlet Century Park, Senayan Jakarta, Senin 19 September 2011.
Sebelumnya, dua bekas petinggi PT Merpati Nusantara Airlines ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi sewa pesawat Boeing 737400 dan 737-500 dari perusahaan TALG di Amerika Serikat.
Kasus ini berawal pada tahun 2006, saat Direksi PT Merpati Nusantara Airlines
menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG di Amerika Serikat. Biaya sewa untuk masing-masing pesawat seharga US$500 ribu.
Uang sebesar US$1 juta sudah dibayarkan ke rekening Hume & Associates melalui
transfer Bank Mandiri. Namun, hingga kini pesawat tersebut belum pernah diterima PT Merpati Nusantara Airlines.
Tim Jaksa Penyidik kemudian mengendus adanya indikasi tindak pidana korupsi sebesar US$1 juta dalam kasus tersebut, sehingga meningkatkan status kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.
Kejaksaan sendiri telah memeriksa mantan Dirut Merpati Cucuk Suryosuprojo dan
Hotasi Nababan sebagai saksi. Selain itu, kejaksaan juga telah memeriksa Presiden Direktur Merpati, Sardjono Jhoni, sebagai saksi.
Kasus ini mencuat setelah Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu melaporkan adanya dugaan praktik penggelembungan harga pesawat Merpati tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi. (umi)
Detik.com
Senin, 19 September 2011
KPK Panggil Sekretaris Pribadi Muhaimin
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan kasus suap di Kemenakertrans. Hari ini penyidik memanggil asisten pribadi
Menakertrans Muhaimin Iskandar, Sutrisno untuk diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dharnawati.
"KPK hari ini memanggil, Sutrisno, asisten pribadi menteri terkait kasus dugaan pemberian hadiah kepada Menakertrans," ujar Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Senin (19/9/2011).
Sampai pukul 10.00 WIB, Sutrisno belum hadir di gedung KPK. Sesuai jadwal yang ada, pemeriksaan sedianya dilakukan mulai pukul 09.00 WIB.
Dalam kasus yang sama, KPK hari ini juga memanggil Ubaidi Socheh Hamidi Kasubdit Dak Dit Dana Perimbangan, Kemenakertrans. Dia diperiksa sebagai saksi.
Hari ini KPK juga memanggil Mochamad Fauzi, orang yang disebut sebagai staf khusus Muhaimin. Pada pekan lalu, Fauzi juga sudah dipanggil oleh KPK sebagai saksi.
Begitu juga dengan Ali Mudhori, yang pekan lalu sudah diperiksa, hari ini dipanggil kembali. Mantan anggota tim asistensi Menakertrans ini, akan kembali diperiksa sebagai saksi. (fjr/gun)
Tribunnews.com
Minggu, 18 September 2011
Kepala PPATK: Data Transaksi Mencurigakan Permintaan DPR TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Analisis Teansaksi Keuangan (PPATK)
Yunus Husein menegaskan data laporan transaksi keuangan mencurigakan Anggota
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang dilansir Pimpinan DPR Priyo Budi Santoso dan Pramono Anung, bukan inisiatif PPATK, melainkan permintaan dari DPR RI.
"Kami tidak memberikan laporan ke ketua DPR RI, tapi memberikan data karena diminta DPR," tegas Yunus ketika dikonfirmasi Tribunnews.com dari Jakarta, Minggu (19/9/2011).
Menurutnya, data transaksi keuangan (bukan laporan keuangan) diberikan sebagai
jawaban atas permintaan pimpinan DPR untuk kepentingan tugas Badan Kehormatan DPR. "Jadi inisiatif dari DPR bukan upaya PPATK untuk menargetkan seseorang (anggota DPR)," kata Yunus.
Dasar pemberian data PPATK ke DPR, katanya, sesuai Pasal 47 ayat 2 (penjelasan)
dan Pasal 90 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Akhir pekan kemarin, Wakil Ketua DPR Pramono Anung (PDIP) dan Priyo Budi Santoso (Golkar) secara mengejutkan melansir temuan PPATK tentang sejumlah transaksi
keuangan mencurigakan anggota Banggar DPR. Muncul sinyalemen data ini sengaja
dilansir untuk menyasar anggota Banggar DPR yang bertentangan dengan pimpinan Dewan dalam kebijakan anggaran. Ini terkait dengan dugaan mafia anggaran di DPR yang banyak disorot publik. (*)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER: Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.