P P A T K AMLNEWS Clipping Service Anti Money Laundering 16 September 2011
Indeks 1. Penggelapan Pajak BPK : Asian Giri menunggak Rp 1,2 triliun 2. Abu Tholut Dituntut 12 Tahun 3. Suap Wisma Atlet Yulianis pun berpindah-pindah 4. Dugaan Korupsi Kejagung didesak tahan Bupati Kolaka
Suarakarya-online.com
Jumat, 16 September 2011 PENGGELAPAN PAJAK
BPKP: Asian Agri Menunggak Rp 1,2 Triliun JAKARTA (Suara Karya): Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
mengungkapkan, PT Asian Agri telah menunggak pajak sebesar Rp 1,259 triliun. "Ada perbedaan laporan ke dalam laporan rugi-laba yang tidak sesuai dengan
kondisi sebenarnya. Akibatnya merugikan keuangan negara secara keseluruhan
sebesar Rp 1,259 triliun dari 14 perusahaan group PT Asian Agri," demikian Kepala Bidang Investigasi BPKP, Arman Sahri Harahap, saat memberikan kesaksian dalam sidang pengemplangan pajak dengan terdakwa Manajer Pajak Asian Agri Group, Suwir Laut, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis.
Menurut Arman, pihaknya mengkaji SPT PPH dan lampirannya yang disampaikan ke kantor pajak Tanah Abang I dan II. Selain itu BPKP juga membandingkan dengan buku besar Asian Agri. "Kami juga membandingkan dengan hasil audit akuntan publik. Kami menghitung nilai transaksi yang ada buktinya tapi tidak ada di pembukuan. Lalu menghitung substansinya," papar Arman.
Meski demikian, BPKP belum bisa menyerahkan berkas hasil kesimpulan itu karena masih dalam tahap administrasi. "Hal ini tertuang dalam laporan kompilasi, bahwa pekan depan kami akan sampaikan kesimpulan," tuturnya.
Menurut Arman, pihaknya dapat menemukan empat cara yang dipergunakan Asian
Agri untuk mengemplang pajak. Modus pertama adalah dengan memperbesar harga pokok penjualan barang dari yang sebenarnya.
"Modus ini kami temukan dari adanya pengiriman uang kepada dua pegawai
berinisial Harel dan Edo, yang ternyata uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya, sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," jelasnya.
Modus kedua, dilakukan oleh Asian Agri dengan menjual produk kepada perusahaan
afiliasi mereka di luar negeri dengan harga yang sangat rendah. Modus ketiga terkait manajemen fee, ada kegiatan jasa konsultan yang dimasukkan dalam biaya padahal pekerjaanya tidak ada.
Sedangkan modus keempat dilakukan dengan membebankan biaya ke dalam keuangan, perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Arman menyebut sebanyak 14
perusahaan yang tergabung dalam kelompok perusahaan Asian Agri selama empat
tahun terakhir telah merugikan negara berupa pajak yang tidak dibayar sebesar Rp 1,259 triliun.
"Kami juga meneliti kebenaran transaksi, menghitung nilai transaksi yang
sebenarnya tidak ada, hasilnya kami temukan kerugian negara sampai dengan Rp 1,259 triliun," papar Arman.
Menanggapi keterangan Arman tersebut, terdakwa Suwir Laut tidak berkomentar
banyak. Pihaknya baru menyatakan pendapat usai mendapat salinan BPKP tersebut.
"Ini menunjukkan saksi belum siap, karena dari 14 baru 10 perusahaan yang sudah selesai. Karena laporannya tertulis, maka kami butuh waktu mempelajarinya," kata salah satu penasihat hukum terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Prastowo sebelumnya mempersalahkan Manajer Pajak Asian Agri, Suwir Laut, telah melanggar Pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-
Undang No 16 tahun 2000 tentang Pajak. Terdakwa dituding telah menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap untuk tahun pajak 2002 hingga 2005.
Akibat kekeliruan ini menimbulkan kerugian negara Rp 1,259 triliun. Pelanggaran terhadap pasal ini dikenai hukuman maksimal berupa penjara 6 tahun dan denda empat kali dari nilai kerugian yang diderita negara. (Wilmar P)
Cetak.kompas.com
Jumat, 16 September 2011 Abu Tholut Dituntut 12 Tahun Jakarta, Kompas - Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa perkara terorisme Abu
Tholut alias Mustofa dengan hukuman penjara 12 tahun dipotong masa penahanan. Dia dinilai terbukti melakukan pemufakatan tindak pidana terorisme terkait dengan pelatihan militer di Aceh dan menyiapkan jaringan di Poso untuk ikut pelatihan militer.
Jaksa menyatakan, perbuatan Abu Tholut melanggar Pasal 15 juncto Pasal 9
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Tuntutan itu dibacakan jaksa Bambang Suharyadi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (15/9). Sidang tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Musa Arif. Abu Tholut didampingi penasihat hukumnya, Nurlan.
Nurlan mengatakan, dalam persidangan, sebenarnya tidak terbukti Abu Tholut ikut mempersiapkan pelatihan militer di Aceh. Saat pelatihan militer terlaksana, Abu
Tholut justru tidak tahu. Pelatihan militer di Aceh dilakukan atau terlaksana di bawah tanggung jawab langsung Dulmatin, tersangka teroris yang sudah tewas tertembak. Oleh karena itu, tuntutan 12 tahun penjara dinilai terlalu tinggi.
Dalam sidang terpisah, empat terdakwa terorisme lain juga dituntut dengan
hukuman pidana. Mereka adalah Wardi bin Ameng dituntut 6 tahun penjara, Anwar Efendi 7 tahun penjara, serta Sri Pujimulyo dan Sukirno masing-masing dituntut 8 tahun penjara. Mereka dinilai ikut membantu Abu Tholut. Jaringan Poso Dalam dakwaan, Bambang mengungkapkan, Februari 2009, Lutfi Haedaroh alias
Ubaid (terpidana perkara terorisme) dan Muzaiyin (masuk daftar pencarian orang)
meminta kesediaan Abu Tholut menjadi penanggung jawab (mas’ul asykari) pelatihan militer di Jalin Jantho, Aceh.
Program pelatihan militer itu merupakan usul Dulmatin. Pada April 2009, Lutfi
menyerahkan uang Rp 40 juta kepada Abu Tholut sebagai mas’ul dalam rangka menyiapkan latihan militer (tadrib asykari) di Aceh. Selain itu, setelah Idul Fitri 2009, Abu Tholut ke Poso menumpang pesawat terbang dari Surabaya. Di Poso, dia mengisi pengajian di daerah Poso pesisir.
Saat perjalanan ke Poso pesisir, lanjut jaksa, Santoso—pengikut pengajian—
menyampaikan kepada Abu Tholut bahwa ikhwan-ikhwan (saudara-saudara) di Poso sudah lesu karena tidak ada kegiatan-kegiatan seperti zaman konflik. Santoso pun meminta Abu Tholut mengadakan latihan kemiliteran di Poso. Atas permintaan itu,
Abu Tholut meminta Santoso mengoordinasi yang akan ikut dan mencari tempat untuk latihan.
Abu Tholut juga didakwa ikut mempersiapkan pelatihan kemiliteran di Banten. Akhir Agustus 2009, dia bersama beberapa orang disebut pernah survei ke sebuah pulau di Banten.
Peledak dari tabung gas Di Jawa Tengah, Kepolisian Resor Boyolali menahan Ibnu Azis Rifai (20), perakit
peledak dari tabung gas isi 3 kilogram. Azis ditangkap, Rabu malam, di rumahnya. ”Dari hasil penyelidikan, tersangka tidak ada kaitannya dengan terorisme. Ia hanya dikenai UU Darurat (Nomor 12 Tahun 1951 karena memiliki bahan peledak tanpa izin),” kata Kepala Polres Boyolali Ajun Komisaris Besar Romin Thaib, Kamis.
Azis meledakkan tabung gas itu di dekat rumahnya di Desa Sindon, Kecamatan
Ngemplak, Boyolali, Lebaran lalu. Dalam video rekaman yang diambil kerabat Azis, ledakan peledak rakitan tersebut menimbulkan suara keras diikuti asap yang
membubung hingga 5 meter. Ledakan itu meninggalkan lubang sedalam sekitar 50 sentimeter dan berdiameter hampir 1 meter.
Kuasa hukum Azis, Alif Arifin, mengatakan, kliennya mengaku membuat peledak dengan tabung gas empat kali. (eki/FER)
Cetak.kompas.com
Jumat, 16 September 2011
SUAP WISMA ATLET Yulianis Pun Berpindah-pindah Hari raya Idul Fitri 1432 H, sekitar dua minggu lalu, menjadi hari raya yang ”aneh” untuk Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, induk perusahaan
milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Saat itu,
dia dapat waktu beberapa jam bertemu dengan keluarga besarnya setelah beberapa bulan menghilang.
”Saya meminta keluarga berkumpul di suatu tempat, lalu bertemu, cerita macam-
macam. Setelah itu, sampai sekarang kami belum bertemu kembali,” kata Yulianis, Selasa (13/9), di sebuah rumah makan di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Hidup ”aneh” itu dialami Yulianis sejak 21 April 2011. Mulai hari itu, hidupnya terus
berpindah, dari hotel, apartemen, hingga kontrakan. Dia dapat mengontak keluarga besarnya, tetapi keluarga besarnya tidak dapat mengontak dia.
Perubahan itu terjadi sejak mencuatnya kasus Nazaruddin, terutama terkait kasus
dugaan korupsi pembangunan wisma atlet untuk SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan. Posisi Yulianis menjadi penting karena dia memegang catatan keuangan Nazaruddin dan perusahaannya.
Yulianis merupakan orang yang ikut membawa uang saat kongres Partai Demokrat, Mei 2010. Uang itu dari Grup Permai berjumlah Rp 30 miliar dan 2 juta dollar AS, sedangkan 3 juta dollar AS dari sumbangan. Dari Rp 30 miliar uang Grup Permai,
yang dipakai sekitar Rp 600 juta. Sementara dari uang sumbangan dipakai 1,8 juta
dollar AS. Uang 2 juta dollar AS dari Grup Permai tidak terpakai. ”Saat kongres, saya di Hotel Aston. Satu kamar diisi 11 orang dan 11 dus berisi uang. Saat itu, suasananya amat tegang,” kenang Yulianis.
Pada awal 2009, Neneng Sri Wahyuni (istri Nazaruddin) memberi Yulianis buku
catatan keuangan Nazaruddin. Dalam catatan itu, ada kode CDR yang belakangan diduga sebagai Chandra M Hamzah, Wakil Ketua KPK.
”Saya tidak tahu siapa yang dimaksud dengan CDR karena kode itu sudah ada sejak buku catatan saya terima. Setelah menerima buku itu, saya selalu mencatat dengan nama lengkap,” tutur Yulianis. Berbagai peristiwa itu, kata Yulianis, tidak pernah dibayangkannya saat pertama kali bekerja di Grup Permai pada September 2008. Saat itu, dia melamar bekerja dan diwawancara oleh Neneng.
Pada September 2009, Yulianis sempat mundur karena merasa tak nyaman bekerja di Grup Permai. Namun, pada Januari 2010, Nazaruddin menemui dan memintanya kembali bekerja. ”Saya kenal keluarga kamu. Saya tahu suami dan anak kamu. Sebaiknya kamu berpikir dahulu sekitar satu minggu,” kata Nazaruddin yang membuat Yulianis kembali bekerja di Grup Permai.
”Tahun 2011, kakak saya mengingatkan untuk keluar. Sebab, saat itu sudah
terdengar kabar tentang Pak Nazaruddin, seperti tentang dugaan kasus pelecehan seksual ketika kongres Bandung hingga penganiayaan,” tutur Yulianis.
”Saya sempat berniat kabur dari Grup Permai. Namun, saya takut dan khawatir terhadap nasib sekitar 20 staf saya,” ujarnya.
Sekarang, berbagai kekhawatiran itu mulai menjadi bukti dan Yulianis harus hidup
berpindah-pindah. ”Saya ingin semuanya segera berakhir,” katanya. Seperti pepatah, ketika gajah bertarung atau bercinta, rumput yang menderita. (NWO)
Suarakarya-online.com
Jumat, 16 September 2011 DUGAAN KORUPSI
Kejagung Didesak Tahan Bupati Kolaka JAKARTA (Suara Karya): Sejumlah aktivis Bupati Corruption Watch mendesak
Kejaksaan Agung menahan Bupati Kolaka, Sulawesi Tenggara, Buhari Matta, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus tindak pidana korupsi. "Bupati Kolaka sudah sebagai tersangka, tetapi kenapa sampai saat ini tidak ditahan. Pencekalannya pun belum diajukan ke Imigrasi," kata koordinator aksi, Muhammad Asban saat berorasi di depan Kejagung, Jakarta, Kamis.
Asban mengatakan, penyidik Kejagung harus segera menahan Buhari Matta, karena telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi. Penyidik,kata Asban, bisa menahan Buhari Matta melalui prosedur pemanggilan sebagai tersangka.
Sejumlah aktivis juga menuntut Kejagung menyelidiki dugaan tindak pidana lainnya di pemerintah Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Tuntutan lainnya, Kejagung harus mengawasi kinerja petugas kejaksaan tinggi
(Kejati) dan kejaksaan negeri (kejari) setempat dalam menangani kasus korupsi.
Asban menambahkan informasi penetapan Bupati Kolaka sebagai tersangka kasus korupsi telah beredar luas, sehingga masyarakat sudah mengetahuinya.
Penyidik Pidsus Kejagung telah menetapkan tersangka terhadap Buhari Matta terkait dugaan kasus penerimaan dana suap sejak 8 Juli 2011.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rachmad sempat menjelaskan Buhari Matta diduga melakukan tindak korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 5 miliar.
Buhari diduga mengeluarkan surat izin Kuasa Pertambangan (KP) biji nikel Nomor
146 Tahun 2007 tertanggal 28 Juni 2008 di kawasan konservasi pertambangan Pulau Lemo.
Surat izin kuasa pertambangan nikel tersebut diduga tanpa persetujuan Menteri
Kehutanan. Penyidik menjerat Buhari dengan Pasal 2 juncto Pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi.
Selain Buhari, Kejagung juga menetapkan tersangka terhadap pengusaha PT Kolaka Mining Internasional berinisial AS. (Ant/Jimmy Radjah)
Humas PPATK Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesian Financial Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC) (P) +62-21-3850455/3853922 (F) +62-21-3856809/3856826 (E)
[email protected]
DISCLAIMER:
Informasi ini diambil dari media massa dan sumber informasi lainnya dan
digunakan
khusus
untuk
PPATK
dan
pihak-pihak
yang
memerlukannya. PPATK tidak bertanggungjawab terhadap isi dan pernyataan yang disampaikan dalam informasi yang berasal dari media massa.